Ceritasilat Novel Online

Si Walet Hitam 7

Si Walet Hitam Karya Kho Ping Hoo Bagian 7


pribudi dan kebenaran, simpanlah pedangmu dan dengarkan keterangan kami. Kalau kau sudah mendengarkan
keterangan kami, maka terserah kepadamu sendiri, hendak mengajak bertempur sampai seratus hari seratus
malam akan kami layani!"
Mendengar dan melihat Cin Han dengan sikapnya yang gagah ini, tiba-tiba hati Nyo Tiang Pek menjadi lemas.
Tadi memang ia sudah merasa bingung sekali melihat kenekadan Lian Hwa yang mengejar dan hendak
merampas pedangnya. Tentu saja ia tidak mau menyerang Lian Hwa yang bertangan kosong itu dengan
pedangnya. Dan kini datang lagi Cin Han yang mengeluarkan kata-kata yang amat mengesan dalam hatinya. Ia lalu
menjatuhkan dirinya duduk di atas batu besar dan menancapkan pedangnya di atas tanah, kemudian sambil
menutup mukanya dengan kedua tangan, ia berkata.
"Bicaralah, bicaralah! Mudah-mudah bicaramu bukan omong kosong belaka dan jangan coba-coba menipuku!"
Ternyata bahwa hati dan pikiran Nyo Tiang Pek memang amat terganggu dan tergoncang oleh kekhawatiran
bahwa ia betul-betul telah tertipu oleh Tik Kong sebagaimana yang ia takutkan.
Pada saat itu terdengar suara kaki mendatangi dan Kong Liang bersama Mei Ling datang memburu ke tempat
itu dengan hati penuh kekhawatiran akan tetapi menjadi lega ketika melihat bahwa tidak terjadi sesuatu yang
mengerikan antara Nyo Tiang Pek dan Lian Hwa.
"Kalau aku yang bicara, mungkin kau takkan percaya," kata Cin Han dengan suara getir, "Kong Liang dan Mei
Ling datang, biarlah mereka ini menceritakan segala yang mereka dengar dari anakku dan anakmu!"
Tanpa diminta lagi Kong Liang dan Mei Ling serta merta menceritakan duduknya perkara. Mereka menuturkan
betapa isi surat Cin Han yang dibawa oleh A-kwie adalah surat lamaran untuk diri Lee Ing, kemudian betapa Akwie telah dibunuh oleh Tik Kong yang sengaja mengubah bunyi surat.
Kemudian menceritakan juga betapa Lo Sin yang mengunjungi mendiang Kong Sin Ek mendengar bahwa Tik
Kong lah yang menganiaya Kong Sin Ek hingga kakek itu menjadi lumpuh dan binasa, kemudian mereka
menceritakan pula betapa Tik Kong telah bersekutu dengan Hek Li Su-thai dan B
ong Cu Sianjin, bahkan pernah
menawan Lee Ing yang kemudian ditolong oleh Pat-chiu Koai-hiap Oei Gan, dan untuk kedua kalinya menawan
Mei Ling dan Kim-gan-eng yang kemudian ditolong oleh Kong Liang dan Yap Bun Gai.
Pendeknya mereka menuturkan semua kejahatan Tik Kong dan bagaimana pemuda itu telah menipu Nyo Tiang
Pek dengan curang dan jahat sekali!
Nyo Tiang Pek tadinya mendengarkan dengan kedua tangan menutupi mukanya, akan tetapi lambat-laun ia
makin tertarik. Kedua tangannya diturunkan, kedua matanya terbelalak, wajahnya pucat dan tubuhnya
menggigil. Saking tertariknya ia lalu bangun berdiri dan memandang ke arah mulut Mei Ling dan Kong Liang yang bercerita
bergantian. Wajahnya makin pucat dan perlahan-lahan air mata mengalir keluar dari kedua matanya yang
terbelalak lebar. Setelah kedua anak muda itu selesai bercerita, Nyo Tiang Pek memandangi mereka seperti seorang mayat
hidup memandang dan tiba-tiba mengangkat kedua tangannya ke atas dan berseru keras dengan suara yang
menyeramkan. "Benarkah ini?"" Benarkah?"" Benarkah......?"
Ketika keempat orang yang berada di depannya itu mengangguk ia lalu menutup mukanya dengan kedua
tangan, dan ketika ia menurunkan tangannya mukanya menjadi basah oleh air mata! Kemudian, tiba-tiba
bagaikan gila Nyo Tiang Pek berseru.
"Tiang Pek?" kau?" kau?" kau harus mampus!" dan dengan kedua tangannya Nyo Tiang Pek memukuli
kepalanya sendiri, menjambak-jambak rambutnya memukuli mukanya sambil tiada hentinya berbisik, "Kau
harus mampus?" Nyo Tiang Pek?" kau harus mampus!"
Terkejutlah semua orang melihat hal ini dan ketika mereka hendak maju mencegah, Nyo Tiang Pek melompat
tinggi dan lari memukuli kepalanya dan berteriak-teriak. "Nyo Tiang Pek?" kau harus mampus?" Lee Ing?"
Lee Ing?" ayahmu harus mampus?"!"
Darah mengalir dari muka dan kepala Nyo Tiang Pek karena pukulannya sendiri.
Pada saat itu, dari depan berkelebat bayangan Giok Lie dan ketika ia melihat keadaan suaminya ini, ia lalu
menubruk sambil memekik keras. Ketika Nyo Tiang Pek merasa betapa isterinya memeluknya dengan keras, ia
menangis tersedu-sedu dan ketika Giok Lie memegangi kedua tangannya yang telah berlumuran darahnya
sendiri itu, ia mencoba untuk membenturk an kepalanya pada batu di dekatnya.
"Koko, jadi kau tetap hendak bunuh diri" Baiklah, aku isterimu akan mendahuluimu!" Sambil berkata demikian,
Giok Lie mencabut pedangnya dan menusukkan pedang itu ke arah dadanya! Melihat hal ini, secepat kilat Tiang
Pek menyampok tangan isterinya hingga pedang itu terlempar jauh.
"Giok Lie?" isteriku?" ampunkanlah aku?"" setelah berkata demikian Tiang Pek menjerit keras dan roboh
pingsan di atas rumput! Giok Lie memeluki tubuh suaminya dan ketika melihat muka dan kepala yang sudah tidak karuan macamnya
karena berlumur darah itu, ia menangis tersedu-sedu dan mendekap kepala suaminya pada dadanya. Bulan
agaknya tidak kuat pula menahan rasa terharu menyaksikan keadaan mereka ini, maka ia lalu bersembunyi di
balik awan putih. Lian Hwa dan Mei Ling dengan air mata bercucuran lalu menolong Giok Lie dan menuntun nyonya yang sudah
lemas dan hampir tidak kuat berjalan itu untuk kembali ke rumah, sedangkan Cin Han lalu memondong tubuh
Nyo Tiang Pek. Beramai-ramai mereka kembali ke rumah Nyo Tiang Pek dan Cin Han lalu merebahkan tubuh
kawannya ini di atas pembaringan.
Sampai dua hari lamanya Tiang Pek berteriak-teriak memanggil nama Lee Ing dengan keluh-kesah, dan
kadang-kadang ia membentak-bentak nama Tik Kong dengan suara mengandung ancaman hebat. Tubuhnya
panas sekali dan dia tidak mengenal siapa-siapa kecuali isterinya.
Pada hari ketiga, maka lenyaplah panasnya dan keadaannya kembali seperti biasa. Ia teringat akan semua
yang terjadi dan ketika ia melihat Cin Han dan Lian Hwa memasuki kamarnya, ia lalu bangun duduk dan
memegang tangan Cin Han dan Lian Hwa dengan jari-jari gemetar.
"Cin Han?" Lian Hwa?" aku menyesal sekali?" biarlah?" aku berlutut minta ampun kepada kalian?""
Benar-benar Nyo Tiang Pek hendak menja tuhkan dirinya berlutut di depan Lian Hwa dan Cin Han hingga Lian
Hwa buru-buru melompat ke belakang dan membalikkan tubuh, sedangkan Cin Han lalu menjatuhkan diri
berlutut di depan Nyo Tiang Pek dan memeluk sahabatnya yang menangis sedih ini. Tak terasa pula Cin Han
pun mengalirkan air mata dari kedua matanya. Kemudian ia memaksa diri tersenyum dan berkata.
"Nyo-twako! Apa-apaan semua ini" Bertahun-tahun kita tidak bertemu dan setelah kini bertemu, seharusnya
kita bergembira, apa artinya segala air mata yang keluar dari mata kita" Ah, kalau dilihat orang lain, bukankah
menimbulkan malu saja. Hwee-thian Kim-hong dan Kim-jiauw-eng bertangis-tangisan! Sungguh lucu! Ingatkah
kau ketika dulu kita bersama menghajar penjahat-penjahat Pek-lian-kauw" Bukankah waktu itu air mata
adalah pantangan besar bagi kita" Marilah, Nyo-twako, kita kembali seperti dulu lagi!"
Nyo Tiang Pek lalu bangun dan memeluk tubuh Cin Han. "Cin Han?" Cin Han?" kau jauh lebih gagah perkasa
daripadaku...... aku...... aku harus malu kepadamu."
"Ah! apa gunanya semua kata-kata ini, Nyo-twako" Kita menghadapi persoalan yang sama, soal anak. Tahukah
kau betapa mereka itu ketika bertemu dengan aku dan Lian Hwa lalu keduanya berlutut dan menyatakan
saling cinta dan bahwa mereka berdua lebih suka dibunuh daripada harus diceraikan" Coba saja pikir! Anakanak kita begitu keras hati dan kepala batu, bukankah mereka itu pantas sekali menjadi anak kita" Mereka
saling mencintai seperti kau dan Giok Lie atau seperti aku dan Lian Hwa dan dalam hal kekerasan dan
kenekatan hati, agaknya Lee Ing tidak kalah dengan kau dan Lo Sin tidak kalah dengan ibunya!"
Sinar kegembiraan mulai memancar dari kedua
mata Nyo Tiang Pek dan kedua pipinya yang pucat itu mulai
menjadi agak merah. Dengan hati penuh kegemasan ia lalu menceritakan betapa Tik Kong tidak saja
melakukan kejahatan itu semua, bahkan telah mencemarkan namanya dalam pandangan golongan Kun-lunpai. "Aku harus membunuh anak setan itu dengan kedua tanganku sendiri!" katanya dengan hati gemas.
"Tidak, Nyo-twako. Tangankulah yang akan menghabisi nyawanya sebagai pembalasan dendam dari Kongtwako!" kata Lian Hwa dengan tak kurang gemasnya.
Demikianlah, dengan mendapat hiburan-hiburan dari Cin Han, Lian Hwa, Mei Ling dan Kong Liang, berangsurangsur kesehatan Nyo Tiang Pek pulih kembali. Ketika Lian Hwa menceritakan tentang tantangan Lan Bwee
Niang-niang untuk mengadakan pi-bu di puncak Hoa-mo-san, Nyo Tiang Pek menyambutnya dengan gembira.
"Biarlah! Biarlah sekali lagi kita naik ke puncak Hoa-mo-san dan membasmi orang-orang jahat itu. Karena
keparat Tik Kong sudah bersekutu dengan Bong Cu, tentu ia berada di sana pula!"
"Memang, hatikupun kurang tetap dan tenang apabila aku harus naik ke sana tanpa kau kawani, Nyo-twako,"
kata Cin Han. "Sayang kita tidak tahu puteramu itu berada di mana. Kepandaiannya lihai sekali sehingga dulupun aku merasa
kagum dan suka, sayangnya dulu aku menganggap ia telah menjadi suami lain orang!" Mengingat akan
kebodohannya sendiri, Nyo Tiang Pek menghela napas.
"Aku mempunyai keyakinan besar bahwa Lo Sin dan Lee Ing pada waktunya akan datang juga di puncak Hoamo-san, oleh karena mereka sudah mendengar pula tentang perjanjian pertandingan itu. Aku percaya bahwa
mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan saja kita melawan musuh tanpa membantu," kata Mei Ling.
"Mudah-mudahan saja akan demikian jadinya," kata Cin Han.
Ketika mereka sedang bercakap-cakap, datanglah pelayan yang memberi tahu bahwa di luar datang seorang
tamu yang bersikap aneh dan datang hendak bertemu dengan Nyo Tiang Pek dan Lo Cin Han bersama isteri.
Semua orang cepat memburu keluar dan mereka melihat seorang laki-laki tua yang berwajah buruk dan
hidungnya menjungat ke atas.
Cin Han mewakili semua orang yang melangkah maju lalu menjura dengan hormat. "Sahabat dari manakah
dan ada keperluan apa datang mencari kami?"
Orang itu tertawa terkekeh-kekeh dengan muka berseri, lalu katanya, "Ah, ah, Hwee-thian Kim-hong masih
tetap gagah seperti waktu mudanya! Memang, pertemuan kita dulu hanya sebentar saja maka tidak aneh
apabila kau sudah lupa padaku!"
Cin Han mengingat-ingat dan kemudian melihat muka yang aneh dan buruk itu teringatlah ia akan peristiwa ia
memusuhi perkumpulan Kwi-coa-pai (Perkumpulan Ular Setan). Ia dulu ketika sedang menyelidiki rumah
perkumpulan rahasia itu, melihat betapa seorang laki-laki muda dengan gerakan cepat dan gagah telah
membunuh mati ular setan, yakni seekor ular berbisa yang jahat dan yang dijadikan lambang perkumpulan itu,
dengan sehelai saputangan!
Maka sambil tersenyum, ia lalu berkata sambil menjura lagi. "Ah, tidak tahunya kau adalah Pat-chiu Koai-hiap
Oei Gan! Tidak salahkah dugaanku ini?"
Pat-chiu Koai-hiap Oei Gan tertawa girang dan balas menjura. "Betul, betul! Bukan main besar hatiku bahwa ini
hari aku dapat bertemu dengan tokoh-tokoh tinggi yang namanya telah menggemparkan dunia. Hwee-thian
Kim-hong, Ang Lian Lihiap, dan Kim-jiauw-eng! Siapakah yang belum mendengar nama-nama ini?"
Kemudian ia memandang kepada Mei Ling dan Kong Liang yang berdiri di dekat Giok Lie. "Entah yang manakah
yang bernama Song Kong Liang?"
Kong Liang terkejut dan maju memberi hormat kepada kakek aneh itu.
Melihat pemuda yang tampan dan bersikap gagah itu, Oei Gan kembali tertawa bergelak-gelak. "Pantas,
pantas kau memang gagah dan cocok menjadi suami Bwee Hwa. Ha-ha-ha! Eh, Hwee-thian Kim-hong, terus
terang saja, kedatanganku ini hendak membicarakan urusan penukaran pedang muridku dengan pemuda ini
yang katanya telah diatur oleh Ang Lian Lihiap!"
Lian Hwa tertawa girang dan berkata. "Pat-chiu Koai-hiap, marilah kau masuk ke dalam dan kita bicara dengan
sepantasnya. Tak enak rasanya merundingkan soal perjodohan sambil berdiri di luar saja!"
Nyo Tiang Pek juga timbul kegembiraannya dan berkata, "Ah, aku memang tuan rumah yang bodoh dan
canggung. Mari, mari, Koai-hiap, kita bicara di dalam sambil minum arak!"
"Arak wangi" Bagus, sudah beberapa hari aku menderita haus!" kata Pat-chiu Koai-hiap Oei Gan sambil
melangkah maju dengan tindakan lebar.
Semua orang lalu masuk ke dalam rumah dan mengambil tempat duduk mengelilingi meja. Giok Lie segera
mengeluarkan hidangan seadanya dan mereka lalu merundingkan soal perjodohan antara Kong Liang dan
Bwee Hwa. Ketika Pat-chiu Koai-hiap minta penetapan hari pertemuan kedua pengantin, Kong Liang menjawab dengan
hormat. "Mohon dimaafkan sebanyaknya, Oei Koaihiap, siauwte masih mempunyai urusan yang penting sekali
dan yang harus segera diselesaikan. Setelah itu, barulah siauwte dapat menentukan hari pernikahan itu."
Oei Gan memandang heran. "Urusan apakah?"
Maka Kong Liang lalu menceritakan tentang perjanjian hendak mengadakan pertandingan di puncak Hoa-mosan dengan pihak Bong Cu Sianjin, dan dalam kesempatan ini, Cin Han lalu berkata kepada Oei Gan.
"Mengingat bahwa kita orang sendiri, maka besar harapan kami bahwa Koai-hiap akan suka membantu."
"Hmm...... memang telah kuketahui keburukan adat Bong Cu Sianjin, bahkan aku pernah melepaskan Nyosiocia dan muridku dari ancaman Hek Li Su-thai. Baiklah, tentu saja aku akan membantu karena memang
sudah lama sekali tulang-tulangku yang tua ini ingin merasai beberapa gebukan yang berarti dari lawan-lawan
tangguh. Setelah berhasil menghancurkan kejahatan di puncak Hoa-mo-san, baru membicarakan urus
an hari perkawinan. Bagus, bagus!"
Demikianlah, dengan gembira mereka bercakap-cakap sambil makan minum dan pertemuan ini banyak
memulihkan kegembiraan hati Nyo Tiang Pek. Penuturan Oei Gan lebih membuka kedua matanya akan
kejahatan dan kecurangan Lui Tik Kong, pemuda yang disangkanya baik-baik itu.
Sebelum hari menjadi gelap Oei Gan berpamit dan pergi meninggalkan Bong-kee-san. Adapun Ang Lian Lihiap
berdua suaminya dan kedua saudara kembar Kong Liang dan Mei Ling, bermalam di rumah Nyo Tiang Pek
sampai sepekan lebih, dan setiap hari mereka bercakap-cakap gembira karena memang mereka telah merasa
rindu sekali. Seakan-akan tidak akan habisnya percakapan mereka, terutama sekali Giok Lie dan Lian Hwa yang merasa
berbahagia sekali mendengar kenyataan betapa anak mereka saling mencinta demikian mesranya sehingga
rela berkorban nyawa. "Y" Lo Sin dan Lee Ing setelah mendapatkan lagi kuda mereka, lalu melanjutkan perantauan. Mereka tadinya
melarikan diri dari hadapan Ang Lian Lihiap yang sedang marah dan ketika Lee Ing dan Lo Sin telah pergi jauh,
teringatlah mereka kepada kedua ekor kuda yang masih ditinggalkan di Lok-sin-chung, maka pada malam
harinya mereka lalu kembali ke kampung itu untuk mengambil kuda mereka.
Setelah menjelajah berbagai kota dan desa, akhirnya kedua anak muda itu tiba di sebuah kota yang bernama
Hai-kun. Keadaan kota ini ramai dan makmur. Lee Ing lalu minta kepada Lo Sin untuk berhenti di kota itu dan
mereka segera mencari kamar dalam sebuah rumah penginapan.
12.34. Pengejaran Penjahat Lui Tik Kong
Para pelayan hotel menyambut mereka dengan penuh hormat, karena dari pakaian dan sikap kedua orang
muda ini, mereka tahu bahwa keduanya adalah orang-orang gagah yang melakukan perjalanan. Dan oleh
karena pelayan mengira bahwa mereka adalah suami-isteri, maka katanya dengan hormat.
"Ji-wi ingin menempati kamar besar, sedang, atau kecil?"
"Sediakan dua buah kamar yang sedang saja," kata Lee Ing.
Pelayan itu memandang heran. "Dua...... Toanio, kami ada sebuah kamar yang besar, bersih dan lengkap."
Lee Ing memandangnya tajam dan tak senang. "Sediakan dua kamar, dengarkah kau" Dua, kataku!" Sambil
berkata demikian, Lee Ing mengangkat tangan kanannya. Ia memperlihatkan dua buah jarinya.
Maka mengertilah pelayan itu bahwa ia telah salah kira dan bahwa kedua orang ini bukanlah suami-isteri. Ia
lalu tersenyum dan menjura dengan sikap hormat. Baiklah, baiklah, siocia."
Sebutannya terhadap Lee Ing juga berubah sehingga gadis ini diam-diam tertawa geli. Juga Lo Sin tersenyum
melihat hal ini. Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, mereka duduk di ruang depan memandang taman bunga
yang diatur indah menarik di depan rumah penginapan itu. Lo Sin lalu memesan kepada pelayan agar supaya
membelikan makanan dan mengantarkan ke ruang depan.
Keadaan yang bersih dan hawa yang ny aman di tempat itu membuat keduanya merasa senan g. Mereka
melupakan hal-?hal yang lalu dan bercakap-cakap tentang kota-kota dan tempat-tempat indah yang pernah
mereka kunjungi, menceritakan pengalaman masing-masing.
Pada saat mereka bercakap-cakap, dari luar hotel itu datang masuk lima orang yang berpakaian seperti
pegawai negeri. Kelima orang itu ketika diberi tahu bahwa orang yang mereka cari adalah kedua anak muda itu, menjadi
girang dan buru-buru mereka menghampiri Lo Sin dan Lee Ing. Melihat kedatangan mereka ini, Lo Sin dan Lee
Ing lalu bangkit berdiri dengan pandang mata heran.
"Maaf ji-wi eng-hiong," kata seorang di antara ke lima pegawai negeri itu. "Kami adalah pesuruh-pesuruh dari
Ong-taijin untuk menyampaikan surat undangan ini. kepada ji-wi."
Dengan heran sekali Lo Sin menerima dan membaca surat undangan itu yang isinya meminta dengan hormat
dan sangat supaya kedua pendekar perantau yang kebetulan bermalam di hotel itu sudi datang
mengunjunginya! "Siapakah Ong-taijin ini?" tanya Lo Sin kepada mereka.
"Ong-taijin adalah ti-hu dari kota ini," jawab pesuruh itu.
Karena bunyi surat itu amat sopan dan baik, maka Lo Sin dan Lee Ing merasa tidak enak untuk menolaknya,
maka mereka lalu berangkat mengikuti ke lima orang pesuruh itu yang juga bersikap amat hormat kepada
mereka. Memang, Ong-taijin adalah ti-hu dari kota Hai-kun, seorang setengah tua yang terpelajar, bersikap halus dan
ramah tamah. Dia adalah seorang berpangkat yang baik hati dan disuka oleh penduduk Hai-kun karena selain
terkenal ramah tamah, juga adil. Memang Ong-taijin bukan seorang pembesar yang menindas rakyat dan
bukan pula seorang pegawai yang suka korup, karena ia memang telah kaya sebelum menjabat pangkat ini.
Telah beberapa pekan ini, kota Hai-kun menderita gangguan, perampok-perampok yang lihai. Perampok ini
hampir tiap malam mengirim beberapa orang anggautanya yang lihai untuk mengganggu kota dan selain
melakukan pencurian yang amat berani, juga mereka tidak segan-segan untuk mengganggu anak bini orang!
Ong-tihu telah mengerahkan segenap kekuatan dan penjagaan untuk mengusir dan melawan perampokperampok ini, akan tetapi ternyata bahwa para perampok ini memiliki ilmu silat tinggi, terutama sekali
kepalanya yang telah membunuh banyak penjaga keamanan kota itu dengan golok besarnya.
Oleh karena inilah maka penduduk Hai-kun tidak berdaya dan terpaksa mereka mengalah. Sehingga para
perampok itu dengan leluasa dan enaknya tiap malam datang mengambil barang berharga dari rumah-rumah
di kota Hai-kun. Dan yang lebih menggemaskan lagi, tiga hari dimuka sebelum mendatangi sebuah rumah
untuk merampok, para penjahat itu telah memberi tanda lebih dulu, yakni dengan lukisan sebatang golok besar
di tembok rumah tersebut!
Tidak seorangpun melihat siapa yang melukiskan golok besar ini, karena perbuatan ini dilakukan sendiri oleh
kepala rampok itu yang amat lihai. Kepala rampok ini memilih rumah mana yang harus didatangi dan pada tiga
hari kemudian, anak buahnya yang akan datang dan merampok!
Tiga hari yang lalu, tembok rumah Ong-tihu sendiri menjadi kurban dan di situ terdapat lukisan golok besar
yang mengerikan! Ong-tihu menjadi bingung, karena ia tidak mengkhawatirkan tentang harta bendanya yang
hendak dirampok, akan tetapi mengkhawatiran keselamatan rumah tangganya karena ia maklum akan
kekurangajaran para perampok itu, sedangkan di dalam rumahnya terdapat anak, gadisnya bernama Ong Lan
Im yang cantik jelita dan tersohor menjadi kembang kota Hai-kun.
Ong-tihu lalu memerintahkan kepada semua pembantunya untuk mencari pembantu dan pertolongan orangorang gagah. Maka ketika Lo Sin dan Lee Ing yang bersikap gagah itu bermalam di hotel, pembantunya dapat
melihat mereka dan segera memberi laporan kepada Ong-tihu yang cepat-cepat membuat surat undangan itu.
Tadinya dia sendiri hendak datang menjemput, akan tetapi ia khawatir kalau-kalau ada mata-mata perampok
yang melihat hal ini. Ketika Lo Sin dan Lee Ing memasuki halaman rumah gedung yang indah dan besar itu, mereka disambut oleh
Ong-tihu sendiri. Melihat keadaan Lo Sin dan Lee Ing yang selain tampan dan cantik juga kelihatan gagah
sekali, maka dengan girang Ong-tihu lalu maju menjura, kemudian ia memegang tangan Lo Sin dan dengan
ramah tamah dan sopan-santun ia mempersilakan keduanya masuk ke ruang dalam.
Setelah tiba di ru ang dalam, isteri Ong-tihu juga keluar menyambut Lee Ing dan dalam hal keramah-tamahan,
wanita ini tidak kalah dengan suaminya sehingga Lee Ing tidak merasa malu-malu lagi.
"Ji-wi tentu heran sekali melihat betapa aku yang tidak kenal dengan kalian datang-datang mengirim surat
undangan itu. Besar sekali rasa terima kasih kami bahwa ji-wi sudi memenuhi undangan ini," kata Ong-tihu.


Si Walet Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Memang kami berdua merasa terkejut dan heran, taijin."
"Sebetulnya, tidak lain kami mohon pertolongan ji-wi karena sesungguhnya keluarga kami, sedang dalam
bahaya besar." Lo Sin dan Lee Ing makin terkejut, dan segera bertanya bahaya apakah yang mengancam keselamatan
keluarga ti-hu itu. Setelah menghela napas berulang-ulang, ti-hu itu lalu menceritakan betapa di Hai-kun timbul kekacauan yang
diperbuat oleh serombongan perampok yang lihai dan bahwa kini rumahnya telah dijadikan calon korban.
"Aku tidak takut kalau mereka hanya mengambil hartaku, karena bagiku hal ini tidak amat penting. Akan
tetapi aku khawatir kalau-kalau mereka itu akan mengganggu jiwa keluargaku."
Kemudian dengan panjang-lebar Ong-tihu menceritakan seluruh peristiwa yang menyedihkan, betapa para
perampok yang kurang ajar itu suka mengganggu anak-bini orang, bahkan telah banyak penjaga ditewaskan
oleh kepala perampok. "Siapakah nama kepala perampok itu, taijin?" tanya Lee Ing dengan penasaran sekali.
"Kami tidak tahu siapa namanya, hanya karena ia menggunakan senjata golok besar dan selalu
menggambarkan golok besar di tembok rumah calon korban, maka kami menyebutnya Toa-to-ong (Raja Golok
Besar). Bukan saja keluargaku yang akan berterima kasih sekali apabila ji-wi sudi menolong, bahkan seluruh
penduduk Hai-kun akan berterima kasih kepada ji-wi," kata pula Ong-tihu dengan suara memohon.
Semenjak tadi, Lee Ing dan Lo Sin telah menjadi marah sekali kepada penjahat-penjahat itu, maka tentu saja
mereka menyanggupi dengan sepenuh hati.
"Jangan khawatir, taijin. Karena malam ini penjahat-penjahat itu akan datang ke sini, biarlah kami berdua akan
menangkapnya," kata Lee Ing dengan suara gagah.
"Benar kata adikku ini, taijin. Aku tangung bahwa malam ini semua penjahat yang berani datang, akan roboh
di tangan kami!" kata Lo Sin pula.
Mendengar ini, Ong-tihu dan Ong-hujin tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut hingga kedua anak muda itu menjadi
terkejut sekali dan buru-buru mengangkat bangun mereka.
"Ah, urusan sekecil ini janganlah terlalu menyusahkan hatimu, taijin," kata Lo Sin.
Dengan girang sekali Ong-tihu mengeluarkan hidangan dan menjamu kedua orang tamunya.
"Mohon tanya siapakah nama ji-wi yang mulia?" tanya pembesar itu.
"Siauwte bernama Lo Sin dan ini adalah adikku Lee Ing. Kami berdua semenjak kecil sudah bertemu dengan
orang-orang jahat, maka sudah seharusnya pula kalau kali ini kami mencoba untuk mengusir penjahat yang
mengganggu kota ini."
Melihat sikap dan ketenangan tamunya yang biarpun masih muda akan tetapi kelihatan gagah ini, kedua suami
isteri Ong itu merasa girang dan lupalah mereka akan ancaman penjahat yang malam hari itu hendak datang.
Lo Sin dan Lee Ing berjanji bahwa mereka tidak akan kembali ke hotel dan malam itu akan berdiam di gedung
Ong-tihu. Pembesar bahkan lalu memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan kamar dan untuk
mengambil buntalan pakaian dan dua ekor kuda Lee Ing dan Lo Sin yang masih berada di hotel!
Di dalam percakapan mereka yang menggembirakan tuan rumah karena baik Lo Sin maupun Lee Ing memang
pandai bergaul dan pandai membawa diri, tiba-tiba Ong-tihu melihat suling bambu yang terselip di punggung Lo
Sin. "Taihiap, agaknya kaupun suka sekali akan kesenian!" katanya sambil menunjuk suling di punggung Lo Sin.
"Alangkah akan senangnya kami kalau taihiap sudi meniup suling itu barang selagu untuk kami."
Merahlah wajah Lo Sin mendengar permintaan ini. "Ah, taijin, janganlah kau membikin malu kepada siauwte
saja. Kepandaian siauwte meniup suling tidak ada artinya sama sekali dan hanya dapat meniupkan beberapa
nada sumbang saja." Lee Ing yang sudah minum beberapa cawan arak wangi sehingga timbul kegembiraannya, ingin sekali
membanggakan kepandaian main suling dari kekasihnya itu, maka katanya. "Sin-ko, mengapa kau malu-malu"
Benar, Ong-hujin, kakakku ini pandai sekali meniup suling! Sin-ko, janganlah mengecewakan hati tuan rumah
dan aku sendiripun sudah lama sekali ingin mendengar tiupan sulingmu!"
Melihat sikap Lee Ing yang manja, Lo Sin tidak tega untuk mengecewakan hatinya dan merusak
kegembiraannya, maka ia lalu mencabut sulingnya dan berkata kepada Ong-tihu. "Mohon taijin dan hujin tidak
mentertawakan tiupan suling kampungan ini!" Kemudian ia menempelkan ujung suling di bibirnya dan mulai
meniup suling itu. Mula-mula ia hanya meniup nada untuk membiasakan bibirnya yang telah lama tidak meniup suling, kemudian
ia mulai memainkan lagu yang terkenal, yakni lagu Gembala dan Dewi, sebuah lagu rakyat yang digubah di
jaman Dinasti Han barat pada masa Kaisar Bu Tee berkuasa. Lagu ini memang indah dan merdu serta disukai
oleh kalangan rakyat baik tingkatan rendah maupun tingkat tinggi.
Suami isteri Ong mendengar suara suling ini saling memandang dan kemudian mendengarkan dengan amat
kagum dan terharu karena tiupan suling ini benar-benar indah dan dilakukan penuh perasaan sehingga mereka
berdua merasa seakan-akan menjadi muda kembali dan terbayanglah segala pengalaman di waktu muda
yang penuh madu bahagia! Juga Lee Ing memandang wajah Lo Sin dengan mesra dan kagum, seakan-akan ia
menggantungkan diri pada bibir pemuda yang meniup suling itu dan perasaannya ikut dibawa melayang oleh
suara suling! Tiba-tiba terdengar suara lain yang juga amat merdu sekali. Suara ini datangn
12.35. Kecemburuan Seorang Kekasih . . . . .
Kedatangan mereka ini disambut oleh rombongan perampok dan mereka lalu membawa Lo Sin dan kawankawannya ke dalam hutan. Seorang laki-laki berusia kurang lebih empatpuluh tahun yang mukanya penuh
cambang bauk, menyambut mereka sambil tertawa bekakakan.
Inilah Giam Sui, kepala rampok yang mendapat julukan Toa-to-ong si Raja Golok Besar! Sebatang golok
tergantung di pinggangnya dan ia nampak gagah serta garang dengan pakaiannya yang terlalu mewah bagi
seorang perampok. "Bagus, bagus! Pengantinku sudah datang!" katanya dengan suara girang. Sambil berkata demikian, perampok
ini melangkah maju hendak menyingkap tirai, akan tetapi Lo Sin lalu maju di depannya dan berkata.
"Apakah aku berhadapan dengan Toa-to-ong sendiri?"
Terbelalak mata raja perampok itu memandang anak muda pemikul tandu yang berani ini.
"Siapa lagi yang patut dijuluki Toa-to-ong selain aku?" bentaknya dan hendak melangkah maju lagi.
"Maaf, tai-ongya!" kata Lo Sin sambil tersenyum. "Sudah menjadi kebiasaan kita bahwa seorang mempelai lakiiaki menjemput calon isterinya dengan emas kawin! Kalau kau belum memberi emas kawin, kau tidak berhak
membuka tirai tandu ini!"
Giam Sui tertawa bergelak. "Ha-haha! Jadi kau mewakili Ong-tihu" Bagus, bagus! Coba sebutkan, berapakah
banyaknya mas kawin yang dimintanya?"
"Hanya satu saja!" jawab Lo Sin.
Kepala perampok itu terheran. "Satu apa" Benda apakah yang dimintanya?"
"Hanya sebuah saja, yakni sebuah kepala!"
"Sebuah kepala" Ha-ha-ha! Kepala babi, kepala lembu, atau kepala apa?" tanyanya tanpa curiga.
"Bukan, tai-ong, yang diminta adalah kepalamu!" jawab Lo Sin.
Merahlah muka perampok itu mendengar ucapan. ini. "Keparat, kau sudah ingin mampus barangkali!" Sambil
berkata demikian, ia melompat maju sambil memukul keras ke arah dada Lo Sin dan tangan kirinya menarik
tirai tandu. Lo Sin berkelit cepat dan tiba-tiba dari dalam tandu itu melompat keluar seorang gadis cantik yang membentak
keras. "Kepala perampok busuk! Serahkan dulu kepalamu!"
Sambil berkata demikian, Lee Ing mencabut pedangnya dan menyerang hebat! Serangan ini dilakukan dengan
hati gemas dan pedangnya menyambar ke arah leher Giam Sui. Kepala rampok itu cepat mengelak, akan
tetapi gerakan Lee Ing demikian cepatnya sehingga sebagian rambutnya kena terbabat putus!
Bukan main terkejutnya kepala perampok ini karena tidak mengira bahwa mempelai perempuan ini demikian
gagahnya. Ia lalu mencabut golok besarnya lalu menyerang Lee Ing dengan gerakan yang mendatangkan
angin saking kerasnya. Giam Sui ini adalah anak murid Bu-tong-san yang murtad dan tersesat. Ilmu kepandaian goloknya lihai sekali
dan jarang ia menemui tandingannya. Akan tetapi sekarang ia berhadapan dengan Lee Ing, puteri Nyo Tiang
Pek yang tersohor, maka begitu Lee Ing memainkan pedangnya dengan gerakan gin-kangnya yang tinggi dan
cepat, segera ia terdesak hebat.
Melihat betapa kepandaian kepala perampok itu tidak akan membahayakan keadaan Lee Ing, maka Lo Sin
tidak membantu. Para anak buah perampok melihat betapa mempelai perempuan berani menyerang kepala
mereka dan melihat betapa pemikul tandu itu berani pula menghina, lalu serentak maju mengurung.
Melihat keadaan yang mengkhawatirkan ini, kawan Lo Sin yang tadi memikul tandu menjadi ketakutan, akan
tetapi Lo Sin segera melangkah maju dan berkata.
"Kalian mundur! Hayo mundur!" Sambil berkata demikian, ia menggerakkan kedua tangannya dan siapa yang
dekat segera terdorong sampai menubruk kawan-kawannya dan jatuh tunggang langgang.
Melihat kekuatan yang luar biasa ini, para kawanan perampok menjadi terkejut dan marah. Mereka lalu
mencabut senjata dan maju mengeroyok. Lo Sin berseru keras dan ketika tubuhnya berkelebat, maka
terdengar pekik di sana-sini dan tubuh para anggauta perampok roboh bergelimpangan.
Golok-golok besar kecil terlempar ke udara dan para perampok yang kena dirobohkan itu tidak dapat bangun
pula, melainkan melolong-lolong sambil memijit-mijit tangan kaki mereka yang terkena pukulan atau
tendangan Lo Sin. Keadaan menjadi kacau balau dan para perampok dengan jerih lalu mengundurkan diri dari
pemuda yang gagah itu. Sementara itu, ketika Lee Ing memainkan Hwie-sian-liong-kiam-sut yang ia pelajari dari Lo Sin, tak kuatlah
Giam Sui bertahan lebih lama lagi. Ia terdesak hebat dan gerakan goloknya menjadi kacau-balau.
Lee Ing tidak mau memberi hati, dan ketika gerakan golok lawan agak terlambat, cepat seka li pedangnya
menyambar dan sambil berseru keras kepala rampok itu roboh dengan lengan tangan terbabat putus. Ia roboh
pingsan dan goloknya terbang entah ke mana.
Bukan maih terkejutnya para perampok melihat hal ini dan mereka lalu menjatuhkan diri berlutut di depan
pemuda pemudi pendekar itu, minta diampuni jiwa mereka.
"Kalian ini laki-laki yang masih muda dan kuat, mengapa mengambil jalan sesat" Mulai sekarang, robahlah
jalan hidupmu dan jadilah orang baik-baik. Jangan kalian berani mengganggu penduduk kota dan desa lagi.
Kalau lain hari kalian sampai melakukan kejahatan lagi dan bertemu dengan kami, jangan mengharap kalian
akan mendapat ampun!" kata Lo Sin dengan sikap mengancam.
Setelah memberi ancaman kepada sisa-sisa penjahat, Lo Sin lalu mengajak Lee Ing dan pemikul tandu itu
untuk kembali ke Hai-kun, dan di sepanjang jalan tiada hentinya pemikul tandu itu menuturkan sepak-terjang
sepasang pendekar itu hingga para penduduk merasa girang sekali, dan mereka mengikuti Lo Sin dan Lee Ing
sampai di gedung Ong-tihu.
Pembesar ini menyambut mereka dengan segala kehormatan dan ketika ia mendengar penuturan pemikul
tandu tentang kehebatan sepak-terjang Lo Sin dan Lee Ing, saking terharun
ya Ong-tihu sambil menangis
memeluk Lo Sin. Juga Ong-hujin dan Lan Im memeluki Lee Ing sambil menangis karena girang. Terutama Lan
Im merasa kagum melihat Lee Ing dan gadis ini memandang Lo Sin dengan penuh perasaan terima kasih dan
kagum. Ketika Lo Sin membalas memandang mata gadis cantik itu, terkejutlah dia karena sinar mata gadis itu
mengandung penuh pernyataan hati yang hanya dapat dimengerti oleh dia yang terpandang.
Dengan hati kurang enak, Lo Sin lalu berpamit kepada kedua orang tua itu untuk kembali ke hotel karena
besok pagi akan melanjutkan perjalanan. Ong-tihu terkejut mendengar ini.
"Taihiap, mengapa begitu" Kau dan adikmu harus tinggal dulu beberapa hari di sini agar memberi kesempatan
kepada kami untuk menyatakan terima kasih kami!" Demikian juga Ong-hujin mencegah dan menahan
mereka. "Ong-taijin," kata Lo Sin, "pekerjaan yang kami lakukan itu semata-mata hanyalah tugas kewajiban kami
sebagai orang-orang yang memiliki sedikit kepandaian dan sama sekali tidak perlu dibalas dengan terima kasih.
Setiap orang mempuyai tugas di bidang masing-masing dan kalau kami dihujani terima kasih dan pembalasan
budi, hal itu hanya akan menodai tugas kami."
Ong-tihu merasa kagum mendengar ini dan sebetulnya iapun bukan semata hendak membalas dan
menyatakan terima kasih, akan tetapi diam-diam mempunyai maksud lain! Ia melihat betapa pemuda ini selain
tampan dan sopan-santun, juga gagah perkasa dan kalau saja ia dapat mengambil mantu pemuda ini, ia tidak
akan merasa penasaran selama hidupnya!
"Taihiap, kata-katamu memang benar dan sebetulnya akupun tidak berhak menahan ji-wi di sini. Akan tetapi,
bagaimana kalau anak buah perampok itu datang melakukan pembalasan kepada kami" Siapa yang akan
membela kami apabila ji-wi sudah pergi meninggalkan kota ini" Setidaknya, tinggallah di sini barang tiga hari
lagi, agar hati kami dan semua penduduk Hai-kun menjadi tenang dan tenteram."
"Sin-ko, permintaan Ong-taijin ini pantas dan kurasa tiada buruknya kalau kita tinggal dua atau tiga hari lagi di
sini," kata Lee Ing sehingga terpaksa Lo Sin menghela napas dan tidak dapat menolak lagi! Keluarga Ong
menjadi girang sekali, bahkan Lan Im memeluk Lee Ing dengan girang dan menarik gadis itu untuk bermalam
di kamarnya bersama dia! Sikap keluarga Ong amat baiknya sehingga diam-diam Lo Sin dan Lee Ing merasa girang dan berterima kasih,
dan mereka merasa kerasan tinggal di rumah gedung yang besar dan indah itu. Lan Im menjadi kawan baik
mereka dan tidak jarang gadis ini bersama Lo Sin dan Lee Ing bercakap-cakap di dalam taman, bahkan
kadang-kadang Lan Im bermain yang-kim mengiringi suara suling Lo Sin!
Pada suatu senja, ketika mereka bertiga berada di dalam taman, Lo Sin mainkan suling dan Lan Im mainkan
yang-kim, tiba-tiba datang Ong-hujin yang mengajak pergi Lee Ing karena ada sesuatu yang penting hendak
dibicarakan. Lo Sin yang merasa sungkan dan malu berada berdua saja dengan Lan Im yang sinar matanya
menyatakan perasaan hatinya yang mesra, lalu mengundurkan diri ke dalam kamarnya.
Ketika tidak lama kemudian Lee Ing keluar dari gedung dan menuju ke taman, ia mendapatkan Lan Im duduk
seorang diri sambil melamun. Mereka bercakap-cakap sebentar dan kemudian Lee Ing dengan muka merah
dan mata berapi-api lalu mencari Lo Sin di dalam kamarnya.
Ia menjenguk ke dalam dan melihat Lo Sin yang berpakaian seperti seorang pelajar sedang duduk membaca
buku yang banyak terdapat di gedung itu.
"Hm, memang kau pantas betul tinggal di gedung ini. Biarlah, aku besok pergi seorang diri. Selamat tinggal!"
kata Lee Ing. Lo Sin terkejut sehingga buku yang dipegangnya jatuh dari tangannya.
"Ing-moi!" katanya, tetapi Lee Ing pergi dengan cepat. Ia lalu melompat dan mengejar Lee Ing yang sudah
masuk ke dalam kamar sendiri.
"Ing-moi, tunggu dulu!" katanya, akan tetapi dengan muka merengut dan marah sekali, Lee Ing berdiri
membelakanginya. "Eh, eh, Ing-moi! Apakah yang telah terjadi" Tiada hujan tiada angin kau mengamuk dan marah-marah!"
Akan tetapi Lee Ing tidak menjawab, tangan kanan menggerakkan ujung jari mengusap sebutir air mata yang
menitik turun di atas pipinya dan tangan kiri dikepal untuk menyatakan kegemasannya.
"Ing-moi, ibuku juga seringkali marah-marah tidak karuan, akan tetapi selalu ia mengatakan segala urusan
dengan terang-terangan hingga apa saja dapat diurus dengan baik. Kalau kau diam saja, bagaimana aku bisa
tahu apa yang mengganggu pikiranmu?"
Lee Ing cepat membalikkan tubuh dan memandang wajah Lo Sin dengan mulut yang masih cemberut. Pemuda
itu nampak cakap sekali dalam pakaian pelajar hingga sebagian besar nafsu marah di hati Lee Ing melenyap!
Kemudian, ia menuturkan bahwa tadi ia dipanggil oleh Ong-hujin yang menyatakan bahwa keluarga Ong itu
bermaksud mengambil Lo Sin menjadi mantunya dan dijodohkan dengan Lan Im. Hal ini saja sudah membuat
Lee Ing merasa tidak enak hati, akan tetapi ketika ia menuju ke taman dan bertemu dengan Lan Im gadis
cantik itu tanpa malu-malu mengatakan bahwa ia mencintai Lo Sin!
Lan Im menganggap bahwa Lee Ing adalah adik Lo Sin, maka tanpa ragu-ragu lagi ia menyatakan perasaan
hatinya ini! Tentu saja Lee Ing tidak dapat marah-marah kepada gadis yang tidak tahu apa-apa itu, dan semua
kemendongkolan dan kemarahannya ditumpahkan kepada Lo Sin seorang!
Pemuda ini terkejut sekali mendengar penuturan Lee Ing, kemudian ia menghela napas. "Ing-moi, ingatkah kau
mengapa aku kemarin dulu mengatakan keberatan untuk tinggal di sini" Aku telah dapat menduga hal ini dari
sinar mata Ong-siocia."
"Bukankah senang sekali dicintai oleh seorang seperti Lan Im" Cantik jelita, pandai main yang-kim, kaya raya,
mau apalagi" Sin-ko, kau terima sajalah pina
ngan mereka dan biar aku merantau seorang diri!"
Lo Sin tersenyum. Ia maklum bahwa hati Lee Ing, berkata lain, maka ia lalu memegang kedua tangan gadis itu
dan berkata. "Ing-moi, tidak ada wanita di dunia ini yang melebihi kau! Kita minggat saja malam ini agar
jangan sampai menghadapi kesulitan terlebih jauh!"
Dan pada keesokan harinya, ketika pelayan datang hendak menyediakan air dan makan pagi, ternyata kedua
orang muda itu telah pergi dari situ dan hanya meninggalkan sepotong kertas yang ditulisi dengan dua huruf
berbunyi: "Terima kasih!"
Tentu saja hal ini membuat keluarga Ong menjadi kecewa sekali, terutama nona Lan Im.
"Y" Kurang lebih dua bulan kemudian, pada suatu pagi yang cerah, delapan orang dengan ilmu berjalan cepat
mendaki Bukit Hoa-mo-san. Mereka ini bersikap gagah sekali dan kalau orang mengenal mereka, maka ia tentu
takkan merasa heran mengapa orang-orang ini nampak demikian gagah dan ilmu lari cepat mereka demikian
tinggi sehingga melalui jalan yang demikian sukar, berbatu-batu, di sana-sini menghalang batu karang dan
banyak jurang-jurang yang dalam akan tetapi mereka berlari bagaikan berjalan di atas jalan rata yang enak
saja! Yang berjalan terdepan adalah sepasang suami isteri berusia kurang lebih empatpuluh tahun. Yang wanita
berpakaian serba putih, akan tetapi pada rambutnya yang masih nampak gemuk dan indah halus itu terhias
setangkai bunga teratai merah, pedang yang gagangnya dironce benang emas nampak tergantung pada
punggungnya, langkahnya tetap dan kuat akan tetapi ringan sekali, sepasang matanya membayangkan
keberanian dan kegembiraan yang luar biasa.
Inilah Ang Lian Lihiap Han Lian Hwa, si Teratai Merah yang namanya amat terkenal di kalangan kang-ouw,
dihormati kawan disegani lawan! Di sisinya berjalan suaminya yang masih nampak cakap dan gagah, dengan
kumis dan jenggot teratur rapi dan terawat, tubuhnya tegap berisi dan sinar matanya tajam tapi bibirnya
membayangkan kelembutan hati. Juga pada punggungnya tersembul gagang pedang. Laki-laki gagah perkasa
ini adalah Hwee-thian Kim-hong Lo Cin Han si Burung Hong Terbang yang kegagahannya bahkan mengatasi
isterinya sendiri! Di belakang mereka nampak sepasang suami isteri lain yang usianya sebaya, juga nampak gagah perkasa.
Yang wanita sungguhpun telah berusia hampir empatpuluh tahun, akan tetapi sikapnya masih lemah-lembut
dan tubuhnya langsing sekali, dengan kulit mukanya yang putih halus dan sikapnya yang agung itu orang akan
mengira bahwa ia baru berusia duapuluh tahun ke atas.
Akan tetapi langkah kakinya mengagumkan orang karena ginkangnya ternyata telah amat tinggi sehingga
rumput yang diinjaknya seakan-akan tidak rebah! Pada pinggangnya sebelah kiri tergantung sebatang pedang
pendek dengan ronce-ronce hijau.
Inilah Coa Giok Lie yang masih sumoi (adik seperguruan) dari Ang Lian Lihiap. Di sebelahnya berjalan suaminya,
yakni Kim-jiauw-eng Nyo Tiang Pek si Garuda Kuku Emas, tokoh persilatan yang menggemparkan kalangan
kang-ouw belasan tahun yang lalu! Sungguhpun Nyo Tiang Pek nampaknya lebih tua dari Lo Cin Han raut
mukanya seakan-akan dibayangi kedukaan, namun pendekar ini masih nampak gagah perkasa.
Di belakang dua pasang suami isteri yang lihai ini, masih nampak empat orang lain yang tidak kalah gagahnya.
Mereka ini adalah Song Kong Liang yang cakap dan Song Mei Ling adiknya yang cantik jelita itu, sepasang
saudara yang berkepandaian tinggi, cucu dan murid pendekar wanita tua Song Cu Ling! Nampak juga Pat-chiu
Koai-hiap Oei Gan si Pendekar Aneh Tangan Delapan yang bermuka lucu dan aneh itu, bersama muridnya yang
cantik manis, yakni Kim-gan-eng si Garuda Bermata Emas!
Kalau ada orang yang mengenal mereka dan melihat mereka mendaki Bukit Hoa-mo-san, tentu orang itu akan
berdiri bengong saking kagumnya melihat betapa orang-orang gagah itu mendaki bukit dengan demikian cepat
dan mudahnya. Delapan orang pendekar tua muda ini mendaki Hoa-mo-san untuk memenuhi perjanjian Ang Lian Lihiap
dengan Lan Bwee Niang-niang yang hendak mengadakan pertandingan pi-bu (adu kepandaian) di puncak Hoamo-san seperti yang pernah terjadi pada duapuluh tahun yang lalu!
Ketika rombongan orang gagah ini tiba di puncak Bukit Hoa-mo-san, dari jauh mereka melihat sebuah
pertempuran hebat sedang berlangsung di depan kuil tempat tinggal Lan Bwee Niang-niang. Seorang pemuda


Si Walet Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan seorang dara sedang dikeroyok hebat oleh empat orang.
Melihat gerakan pedang pemuda itu, tanpa ragu-ragu lagi Ang Lian Lihiap dan Hwee-thian Kim-hong berseru
berbareng. "Sin-ji?"!"
Juga Kim-jiauw-eng Nyo Tiang Pek dan Coa Giok Lie berseru terkejut dan girang.
"Lee Ing?"!!"
Mereka berempat melompat ke depan dan berlari cepat ke arah tempat itu sehingga sebentar saja mereka
telah mendahului kawan-kawan lain.
Memang yang sedang bertempur itu adalah Lo Sin yang dikeroyok dua oleh Bong Cu Sianjin dan Hek Li Su-thai.
Dan dara yang dikeroyok dua pula adalah Lee Ing yang bertempur menghadapi Lui Tik Kong dan Bi Mo-li murid
Hek Li Su-thai yang cantik dan cabul.
Bagaimanakah mereka berdua ini dapat sampai di puncak Bukit Hoa-mo-san dan bertempur dengan hebat
melawan Bong Cu Sianjin dan kawan-kawannya" Marilah kita mengikuti sebentar pengalaman-pengalaman
Lee Ing dan Lo Sin yang membawa mereka sampai ke tempat itu.
Sebagaimana telah diketahui, setelah hampir saja dipungut mantu oleh keluarga Ong yang baik hati, Lo Sin dan
Lee Ing "melarikan diri" dari gedung itu dan melanjutkan perjalanan mereka. Tujuan perjalanan mereka hanya
satu, yakni mencari dan menemukan Lui Tik Kong.
Mereka mendengar dari orang-orang kang-ouw betapa terdapat permusuhan antara orang-orang Kun-lun-pai
dengan Nyo Tia 12.36. Hilang Permusuhan, Timbul Perkerabatan
Di sepanjang jalan, Lo Sin pandai sekali menghibur hati Lee Ing sehingga gadis itu timbul kembali sifatnya yang
periang dan jenaka. Pada suatu hari mereka tiba di kota Man-sang-koan, dan ketika sedang berjalan di dalam kota, tiba-tiba
mereka melihat Tik Kong. Lee Ing menjadi marah sekali dan hendak segera menerjang, akan tetapi Lo Sin
menarik lengannya dan mengajaknya bersembunyi.
"Sabar dulu, Ing-moi!" bisik Lo Sin. "Kulihat hwesio yang berjalan bersama dia, kalau tidak salah adalah Ciang
Ham Hosiang dari Go-bi-pai. Apakah kehendak bangsat itu mendekati ketua Go-bi-pai ini?"
Memang benar, yang berjalan bersama Tik Kong adalah seorang wanita yang berwajah cantik dan bermata
genit, yakni Bi Mo-li murid Hek Li Su-thai, dan seorang hwesio gemuk pendek yang bermata tajam. Mereka
berjalan dan keluar dari kota itu, terus diikuti dari jauh oleh Lo Sin dan Lee Ing.
Tiba-tiba Lo Sin dan Lee Ing makin terheran ketika melihat bahwa dari lain jurusan terdapat dua orang tosu tua
lain, yang juga sedang mengikuti rombongan Tik Kong itu. Dan ketika Tik Kong dan kawan-kawannya tiba di
sebuah kelenting tua di luar kota Man-sang-koan dan hendak masuk, tiba-tiba dua orang tosu itu melompat
dengan gerakan yang mengagumkan hati Lo Sin dan Lee Ing.
"Lui Tik Kong pembunuh keji, kau menyerahlah kepada kami untuk dibawa ke Kun-lun-san!" Teriak seorang
diantara mereka yang segera menyerang dengan gerakan cepat hendak menyambar tangan Tik Kong.
Lui Tik Kong terkejut sekali dan segera mengelak sambil melompat ke samping, akan tetapi tosu dari Kun-lunpai itu dengan luar biasa cepatnya telah melanjutkan serangannya dengan cengkeraman Eng-jiauw-kang ke
arah pundaknya. Hwesio pendek gemuk tadi lalu berseru. "Omitohud!" dan sekali ia menggerakkan ujung lengan bajunya
mengebut, maka ia berhasil menangkis cengkeraman ke arah pundak Tik Kong itu sehingga pemuda itu
terlepas dari bahaya. "Bukankah sahabat ini Ciang Ham Hosiang dari Go-bi-pai?" tanya tosu penyerang tadi dengan penasaran.
"Jangan kau ikut campur urusan kami!" katanya pula tidak senang.
Ciang Ham Hosiang tawa bergelak. "Ha-ha-ha, toyu (sahabat) tahanlah nafsumu. Pinceng (aku) paling suka
mencampuri urusan penasaran. Kalau toyu hendak mencelakakan orang, terpaksa pinceng turun tangan."
Tosu itu menjadi marah sekali dan segera menyerang dengan kepalannya yang ditangkis oleh Ciang Ham
Hosiang sehingga mereka saling serang dengan hebat, sedangkan tosu yang seorang lagi lalu menyerang Tik
Kong. Serangan ini hebat sekali datangnya sehingga Tik Kong dan Bi Mo-li terkejut. Mereka maklum bahwa
orang-orang Kun-lun-pai ini tentu takkan mau mengampuni Tik Kong, maka mereka berdua lalu mengeroyok
tosu itu yang segera mencabut pedang dan mendesak dengan hebatnya.
Lo Sin yang melihat betapa Tik Kong berada dalam bahaya, merasa khawatir kalau-kalau pemuda itu terbunuh
oleh tosu itu, karena ia ingin menangkap musuh besarnya itu hidup-hidup untuk dipaksa membuat pengakuan
atas segala dosa-dosanya agar ia dapat menyakinkan kepada Nyo Tiang Pek akan perbuatan-perbuatan rendah
dari pemuda itu. Maka ia lalu melompat keluar dan pedangnya menahan pedang tosu itu.
"Tahan dulu, totiang! Bangsat muda ini adalah orang tangkapanku!"
Tosu itu menjadi marah sekali karena menyangka bahwa seperti juga hwesio dari Go-bi-pai itu, pemuda inipun
bermain-main dan menghalanginya membalas dendam kepada Tik Kong, maka tanpa banyak cakap lagi ia lalu
menyerang Lo Sin dengan pedangnya!
Sementara itu, Tik Kong yang melihat kedatangan Lo Sin, merasa seakan-akan semangatnya terbang
meninggalkan raganya, maka ia segera memberi tanda kepada Bi Mo-li dan kabur dari tempat itu secepatnya!
Lee Ing juga mengejar ke tempat itu dan melihat Lo Sin bertempur melawan tosu itu, ia menjadi marah dan
berkata. "Harimau-harimau berkelahi memperebutkan kelinci, tak tahunya kelinci diam-diam telah lari pergi!"
Teringatlah semua orang kepada Tik Kong dan ketika mereka memandang, pemuda itu ternyata telah pergi
entah ke mana. Kini mereka saling pandang dan Ciang Ham Hosiang lalu menegur dengan senyum melebar. "Eh, eh, tidak
tahunya Ouw-yan-cu yang terbang ke sini!"
Lo Sin menjura dengan hormat. "Apakah Ciang Ham Lo-suhu banyak baik?"
Kedua orang tosu itu memandang kepada Lo Sin dengan kagum, "Ah, kiranya inikah yang disebut si Walet
Hitam" Telah lama pinto mendengar namamu yang besar, akan tetapi mengapa sicu datang-datang menempur
kami?" tanya seorang di antara yang bertempur melawan Lo Sin tadi.
"Sesungguhnya bukan siauwte membela bangsat itu, karena siauwte memang justru mencari-carinya untuk
menawannya, maka siauwte khawatir kalau-kalau orang lain mendahului siauwte. Siauwte dapat menduga
bahwa ji-wi totiang (bapak pendeta berdua) tentu hendak menangkapnya karena peristiwa pembunuhan
seorang anak murid Kun-lun-pai yang menggunakan pedang Nyo lo-enghiong itu?"
Kedua orang tosu yang menjadi tokoh-tok oh dari Kun-lun-pai itu mengangguk. "Dan mengapa pul a sicu mencari
dan hendak menangkapnya?"
Lo Sin lalu menuturkan semua kejahatan Tik Kong, semenjak pemuda itu membunuh Kong Sin Ek sampai
tentang kejahatan Tik Kong menipu Nyo Tiang Pek sehingga terjadi salah paham yang besar dan
mengacaukan, pula tentang kejahatan Tik Kong yang hendak mencelakakan banyak orang gagah.
Kedua orang tosu itu menarik napas.
"Kalau begitu, kau lebih berhak menangkapnya. Kami serahkan saja kepadamu sicu, dan kalau sudah berhasil
harap memberi kabar. Kami takkan merasa puas sebelum mendengar tentang terhukumnya penjahat itu!"
Kemudian kedua orang tosu itu menghadapi Ciang Ham Hosiang yang mendengarkan semua percakapan ini
dengan mata terbelalak dan muka berubah mera
h. "Ciang Ham Hosiang, kalau pinto berdua boleh bertanya, mengapa pula lo-suhu sampai suka membantu
seorang yang demikian jahatnya?"
Hwesio itu menjadi bingung dan tidak tahu harus menjawab bagaimana. Ia merasa malu sekali dan akhirnya
menjawab juga setelah menarik napas panjang beberapa kali.
"Ah, tidak kusangka bahwa pemuda yang begitu tampan dan sopan bisa sejahat itu! Ia mengarang cerita
bohong, menjelek-jelekkan nama Ang Lia n Lihiap dan Hwee-thian Kim-hong dan mengajukan per mohonan
agar supaya pinceng membantunya dalam pi-bu yang hendak diadakan di puncak Hoa-mo-san!"
Setelah berkata demikian, Ciang Ham Hosiang berkali-kali minta maaf kepada kedua tosu dan juga kepada Lo
Sin. Mereka lalu berpisahan dan Lo Sin bersama Lee Ing lalu cepat melakukan pengejaran.
Ternyata bahwa Tik Kong dan Bi Mo-li terus melarikan diri dengan cepat, dan akhirnya mereka sampai di Hoamo-san. Akan tetapi Lo Sin dan Lee Ing mengejar terus dan biarpun maklum bahwa kedua orang itu berada
dalam sarang mereka sendiri, namun Lo Sin dan Lee Ing tidak menjadi gentar dan terus mengejar ke atas!
Kebetulan sekali, Bong Cu Sianjin dan Hek Li Su-thai juga sudah kembali ke puncak Hoa-mo-san,
mempersiapkan diri untuk pi-bu, maka alangkah marah mereka ketika mendengar dari Bi Mo-li dan Tik Kong
betapa kedua orang yang dulu memisahkan diri dari mereka untuk mencari bantuan di jurusan itu, dikejarkejar oleh Lo Sin dan Lee Ing. Mereka berdua dengan diikuti oleh Tik Kong dan Bi Mo-li lalu keluar dan
menyambut kedatangan Lo Sin dan Lee Ing dengan senjata di tangan. Maka terjadilah pertempuran hebat. Lo
Sin yang lihai dikeroyok dua oleh Bong Cu Sianjin dan Hek Li Su-thai, sedangkan Lee Ing dengan gagah berani
menghadapi Tik Kong dan Bi Mo-li.
Pada saat Ang Lian Lihiap dan kawan-kawannya tiba di situ, dari dalam kuil itupun keluarlah Hek-siauw-mo
Khu Mo In dan Lan Bwee Niang-niang. Baik Lo Sin dan Lee Ing maupun Bong Cu Sianjin, Hek Li Su-thai dan Tik
Kong, menahan senjata masing-masing dan melompat mundur.
Lan Bwee Niang-niang merangkapkan kedua tangan dan melangkah maju.
Sementara itu Lee Ing berlari dan menubruk ibunya dengan suara tangisnya yang mengharukan, Ialu berlutut di
depan ayahnya. Lo Sin juga berlari dan berlutut di depan ayah ibunya yang mengangkatnya bangun dengan
kata-kata menghibur. Sebaliknya Nyo Tiang Pek lalu memeluk puterinya dan berbisik, "Anakku, kau maafkanlah ayahmu yang gelap
pikiran." "Ayah......" Lee Ing membalas bisikan ayahnya sambil memandang dengan air mata mengucur dan mulut
tersenyum. "Hwee-thian Kim-hong dan Ang Lian Lihiap, dan juga kau Kim-jiauw-eng! Selamat datang di tempatku yang
buruk ini. Apakah benar bahwa kalian ini masih berdarah panas dan hendak memamerkan kepandaian di
tempat pinni?" kata Lan Bwee Niang-niang setelah menjura memberi hormat.
"Lan Bwee Niang-niang, harap diingat bahwa bukan kami yang menantang," kata Lian Hwa.
"Dan bukan kami pula yang selalu mencari permusuhan!" kata Cin Han.
"Ha, ha, juga bukan pihak kami yang selalu melakukan kejahatan!" Pat-chiu Koai-hiap Oei Gan ikut bicara.
"Hem, agaknya Pat-chiu Koai-hiap juga i ngin menjual kepandaian di sini," kata Lan Bwee Niang- niang dengan
suara dingin. "Sebetulnya saja, untuk apakah kita bersama harus saling bermusuhan" Pinni telah lama mencuci
tangan dan tidak menghiraukan urusan dunia, akan tetapi hari ini kalian sengaja datang untuk mengadu
tenaga dengan pinni yang sudah amat tua dan yang tinggal menanti maut datang mencabut nyawa pinni saja.
Apakah kalian tak dapat menghormati orang yang sudah tua?"
"Lan Bwee Niang-niang," kata Nyo Tiang Pek, "kami bukan sekali-kali mencari permusuhan. Adalah anak
muridmu yang selalu mencari kami dan menimbulkan kerusuhan. Apakah kau tidak tahu bahwa Hek Li Su-thai
dan Bong Cu Sianjin selalu mencari-cari kami dan mengganggu anak-anak kami" Apakah kau tidak tahu
bahwa murid-murid dan adikmu itu bahkan telah membela seorang bangsat serendah-rendahnya yang
bernama Lui Tik Kong" Kalau memang hendak mencuci tangan dari segala urusan dunia, kauserahkan pemuda
bangsat itu kepadaku, dan aku akan pergi dari sini tanpa mengganggumu lagi!"
Setelah berkata demikian, Nyo Tiang Pek menunjukkan pandangan matanya kepada Lui Tik Kong dan
pandangan matanya ini mengeluarkan cahaya kemarahan sedemikian hebat sehingga semua orang merasa
ngeri karena mata pendekar tua itu membayangkan ancaman maut yang hebat, mengandung perasaan benci
dan marah yang sudah melewati takaran.
Lan Bwee Niang-niang juga terkejut melihat pandangan mata ini, maka sambil mengerling ke arah Tik Kong, ia
berkata, "Kim-jiauw-eng, pinni tidak mengenal pada dia ini dan hanya tahu bahwa dia adalah kawan-kawan Bong Cu
dan Ceng Hwa yang hendak memperkuat pihak kami. Tidak tahu kesalahan apakah yang telah dilakukannya?"
"Kesalahan apa" Hm, entah kebiadaban apa saja yang telah dilakukan oleh manusia itu! Yang kuketahui saja
sudah banyak. "Pertama ia telah membujuk Kong Sin Ek si Dewa Arak hingga ia dapat dijadikan muridnya dan kemudian ia
menganiaya gurunya sendiri itu hingga binasa! Kedua ia telah membunuh seorang pesuruhku hanya untuk
merampas surat Ang Lian Lihiap dan kemudian mengubah isi surat.
"Ketiga ia telah menipuku dan memikat dengan jalan curang hingga selain ia dapat menipuku yang
menganggapnya sebagai seorang pemuda baik-baik, juga ia telah berhasil mengadu-domba aku dengan Ang
Lian Lihiap. Keempat ia telah bersekutu dengan orang-orang jahat dan pernah mencoba menawan puteriku dan
bahkan hendak menawan Kim-gan-eng dan Mei Ling dengan pertolongan Bong Cu! Hal-hal ini saja sudah cukup
untuk menjadi alasan bagiku untuk menjatuhkan hukuman mati empat kali kepadanya!"
Mendengar se mua ini, Lan Bwee Niang-niang tak terasa pula lalu berpaling ke arah Tik Kong dan bertanya
dengan suara keren. "Benarkah semua tuduhan ini?"
Tik Kong tidak berani menjawab hanya menundukkan kepalanya.
"Benarkah?" tanya lagi Lan Bwee Niang-niang.
Tiba-tiba Bong Cu Sianjin tertawa bergelak. "Ha, ha, ha, ha! Nyo Tiang Pek berlaku pengecut dan hanya berani
mendesak anak muda yang tidak mau dijadikan mantunya! Ha, ha!"
Terdengar seruan keras sekali dan tahu-tahu Nyo Tiang Pek telah melompat maju ke arah Tik Kong dan
mengirim pukulan Gin-san-ciang yang luar biasa.
"Mampuslah kau jahanam!" teriaknya.
Tik Kong terkejut dan tak kuasa mengelak. Bong Cu Sianjin mencoba untuk menangkis dengan sebuah
tendangan kilat, akan tetapi dengan tangan kanannya Nyo Tiang Pek menyampok tendangan itu ke samping
dan tangan kirinya masih melanjutkan serangannya ke arah Tik Kong.
Pemuda ini mencoba untuk menahan dengan kedua tangannya, akan tetapi ia menjerit keras dan terlempar
sampai empat kaki lebih ke belakang lalu roboh dengan mulut mengalirkan darah merah! Pemuda itu
berkelojotan beberapa kali. kemudian mengeluh dan nyawanya melayang ke neraka!
Melihat kematian Tik Kong, tiba-tiba Bi Mo-li menjerit dan ia menerjang kepada Nyo Tiang Pek dari belakang!
Hek Li Su-thai hendak menghalangi muridnya akan tetapi Bi Mo-li yang sudah menjadi mata gelap itu, tidak
memperdulikan cegahan gurunya, lalu menusuk punggung Nyo Tiang Pek dengan pedang sedangkan
kebutannya menyambar ke arah leher pendekar itu!
Nyo Tiang Pek hanya membuat dua gerakan, yakni memutar kakinya sehingga tubuhnya ikut memutar dan
mengerahkan kedua tangan ke depan sambil berseru. "Pergilah!"
Ternyata ia telah mempergunakan Gin-san-ciang yang hebat sehingga tidak saja pedang dan kebutan Bi Mo-li
terlepas dari pegangan, bahkan tubuh wanita itupun terpental dan jatuh bergulingan dalam keadaan pingsan!
Akan tetapi Nyo Tiang Pek hanya mempergunakan tenaga untuk melemparkannya saja dan tidak melukainya,
karena kalau ia bermaksud kejam tentu wanita itupun telah mati seperti halnya Tik Kong!
"Tiang Pek manusia kejam!" teriak Bong Cu Sianjin dengan marah sekali dan hendak menyerang, sedangkan
Nyo Tiang Pek telah bersiap sedia dan menantang, "Bong Cu si buntung! Kau kenal arti kejam" Ha, ha, kau
majulah!" Akan tetapi Lan Bwee Niang-niang mencegah Bong Cu dan berkata.
"Sute, jangan! Kematian Tik Kong adalah sudah wajar karena dia telah melakukan banyak dosa. Dia bukan
anak murid kita, untuk apa kita pusingkan kepala untuknya" Marilah kita mengadakan pembicaraan dengan
kepala dingin." Kemudian ia berkata kepada Ang Lian Lihiap.
"Ang Lian Lihiap, pinni tidak suka kalau te rjadi pertumpahan darah seperti dulu. Kematian pemud a ini biarlah
kuanggap bukan urusanku dan kalian boleh membawa pergi mayatnya! Akan tetapi, jangan kalian anggap
bahwa pinni jerih untuk mengadu tenaga. Sekarang begini saja, biarlah sekali lagi diadakan pi-bu yang
berdasarkan mengadu kepandaian semata. Tiap orang di pihakku maju satu kali, demikianpun pihakmu! Dan
orang-orang yang kepandaiannya masih rendah janganlah ikut-ikut maju mencari celaka! Bagai mana
pendapatmu tentang usulku ini?"
Ang Lian Lihiap tersenyum. "Kami selalu siap sedia mengiringi kehendakmu."
Dari pihak Lan Bwee Niang-niang lalu melompat maju Hek Li Su-thai yang sudah marah sekali melihat
kematian Tik Kong. Nyo Tiang Pek yang dipandang dengan mata benci oleh Hek Li Su-thai sudah bersiap
menghadapinya akan tetapi Lan Bwee Niang-niang berkata, "Kim-jiauw-eng telah turun tangan membinasakan
seorang lawan, masih belum puaskah?"
Pendeta wanita ini masih melihat api kebencian bersinar di dalam mata Nyo Tiang Pek dan melihat pula sinar
mata yang timbul dari dendam hebat di mata muridnya, maka ia sengaja mencegah Nyo Tiang Pek turun
tangan karena ia ragu-ragu apakah muridnya itu akan kuat menghadapi si Garuda Kuku Emas yang lihai.
Tiba-tiba terdengar suara tertawa terkekeh-kekeh dan Pat-chiu Koai-hiap Oei Gan melompat maju menghadapi
Hek Li Su-thai. "Biarlah kita main-main lagi sebentar untuk menyambung permainan kita dulu yang tidak
dilanjutkan," katanya.
Hek Li Su-thai maklum akan kelihaian Oei Gan, maka dia lalu mencabut keluar sepasang pedangnya yang
bercahaya hitam dan hijau. Oei Gan tertawa geli dan berkata, "Hek Li Su-thai, biarlah aku merasai ketajaman
kedua pedangmu!" Sambil berkata demikian, Oei Gan dengan tangan kosong menghadapi Hek Li Su-thai
dengan sikap memandang rendah sekali.
Hek Li Su-thai marah dan segera berseru sambil menyerang hebat. Oei Gan memperlihatkan ketangkasannya
dan pendekar tua yang berpakaian sederhana ini lalu mempergunakan ujung lengan bajunya untuk
dipergunakan sebagai senjata. Sampokan ujung lengan bajunya ini lihai sekali karena tiap kali pedang di
tangan Hek Li Su-thai kena disampok, maka Hek Li Su-thai merasa betapa telapak tangannya tergetar hebat.
Pertempuran berjalan ramai sekali dan akhirnya dengan ujung lengan bajunya Oei Gan berhasil membelit
sebuah pedang di tangan kanan Hek Li Su-thai. Hek Li Su-thai mencoba untuk membetot pedangnya akan
tetapi ternyata pedangnya seakan-akan lengket dengan ujung baju Oei Gan. Hek Li Su-thai lalu menusuk
dengan pedang kirinya ke arah perut lawan hingga Oei Gan berseru.
"Kejam!" lalu ia menggunakan tangan kirinya secepat kilat mengetuk pergelangan tangan Hek Li Su-thai hingga
terdengar suara "krek!" dan Hek Li Su-thai menjerit keras terus terhuyung ke belakang dengan muka pucat
karena menahan rasa sakit. Ternyata bahwa tulang lengannya telah patah oleh ketukan hebat itu.
Bong Cu Sianjin marah sekali dan setelah melompat ke depan ia lalu berseru, "Ang Lian Lihiap majulah dan
mari kita menentukan kepandaian
siapa yang lebih tinggi!"
Ang Lian Lihiap lalu menggerakkan tubuhnya dan tahu-tahu ia telah berdiri di depan Bong Cu Sianjin sambil
tersenyum. "Cabutlah pedangmu!" seru Bong Cu Sianjin marah.
"Bong Cu! Untuk melayani lawan bertangan kosong saja aku tak sudi mempergunakan pedang, apalagi
melayani kau, mana aku ada muka untuk melayanimu dengan pedang di tangan?"
Bong Cu Sianjin marah sekali karena dulu, duapuluh tahun yang lalu, ketika ia masih belum buntung dan masih
mainkan senjatanya yang lihai, setelah mengeroyok dengan Nyo Tiang Pek dan Cin Han, barulah Ang Lian
Lihiap dapat mendesaknya. Maka kini biarpun ia tak berlengan lagi, ia menganggap bahwa apabila pendekar
wanita ini bertangan kosong, ia takkan kalah. Sambil berseru nyaring ia lalu menerjang dengan tendangan
kakinya yang dahsyat. Ang Lian Lihiap berlaku hati-hati sekali karena ia maklum akan kehebatan lawan. Ia mempergunakan
kelincahan tubuhnya dan seperti ketika Lo Sin menghadapi Bong Cu dulu dengan gin-kangnya yang tinggi ia
dapat mempermainkan lawannya. Ia berkelit ke sana ke mari dan kadang-kadang mengirim serangan yang
tak kalah hebatnya, hingga Bong Cu Sianjin merasa terkejut sekali karena tak disangkanya bahwa pendekar
wanita ini kepandaiannya telah maju demikian hebatnya sehingga jangankan sekarang, biarpun andaikata ia
tidak buntung, belum tentu ia dapat menangkan pendekar wanita itu.
Setelah bertempur dengan hebat sekali lebih dari limapuluh jurus, tiba-tiba Ang Lian Lihiap berseru keras dan
tubuhnya berkelebat sedemikian cepatnya sehingga tahu-tahu tubuhnya telah berada di belakang lawan!
Ketika Bong Cu Sianjin cepat membalikkan tubuh, tahu-tahu Ang Lian Lihiap telah melompat pula ke sebelah
kanannya. Ketika Bong Cu mengirim tendangan menyamping Ang Lian Lihiap lalu memperlihatkan ketangkasannya. Ia
hanya sedikit miringkan tubuh dan ketika kaki itu menyambar, secepat kilat ia mendorong kaki itu ke atas dan
mengirim tendangan balasan ke arah lutut Bong Cu Sianjin yang sebelah lagi!
Bong Cu terkejut dan mengerahkan lweekangnya. Ia berhasil menahan tendangan Ang Lian Lihiap sehingga
tidak sampai terluka, akan tetapi kerasnya tendangan ini membuat tubuhnya terpental dan jatuh bergulingan
beberapa kali! Dengan wajah merah Bong Cu Sianjin berdiri dan hendak maju menyerang lagi, akan tetapi Lan
Bwee Niang-niang mencegahnya. "Kau sudah kalah, Bong Cu!" katanya.
"Bagus, bagus! Kepandaian Ang Lian Lihiap lihai sekali!" tiba-tiba Hek-siauw-mo Khu Mo In, saudara seperguruan
Bong Cu Sianjin berkata dan melompat ke depan. "Biarlah aku ikut bermain-main untuk melatih kaki tangan!"
Cin Han dan Lian Hwa maklum akan kelihaian orang ini, maka ketika Kong Liang hendak melompat maju Cin


Si Walet Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Han mencegahnya dan berkata. "Kong Liang, orang gagah ini bukanlah lawanmu! Biarkan aku menghadapinya!"
Hek-siauw-mo Khu Mo In adalah seprang ahli lweekeh yang berkepandaian cukup tinggi, maka andaikata Kong
Liang yang maju, dalam beberapa puluh jurus saja, tentu Kong Liang akan dapat dirobohkannya. Maka kini
dalam menghadapi Cin Han, ia tidak berlaku sungkan lagi karena iapun telah mendengar dari Bong Cu bahwa
kepandaian Hwee-thian Kim-hong ini luar biasa tangguhnya!
Ia mendengar pula bahwa kehebatan Cin Han terletak dalam ilmu pedangnya Hwie-sian-liong-kiam-sut, maka
telah direncanakan lebih dulu untuk menghadapi Cin Han atau Lian Hwa dengan tangan kosong hingga mereka
ini tiada kesempatan lagi untuk mempergunakan ilmu pedang.
Khu Mo In lalu menyerang dengan pukulan-pukulan berat karena semua tenaga pukulannya adalah tenaga
khikang yang tinggi. Anginnya saja ketika menyambar pakaian Cin Han membuat pakaian itu berkibar
bagaikan tertiup angin maka dapat diduga kehebatannya kalau pukulan itu mengenai tubuh. Akan tetapi Cin
Han bukanlah seorang lemah dan ia sudah mempunyai pengalaman bertempur puluhan tahun hingga ia dapat
menghadapi lawan ini dengan tabah dan tenang.
Ternyata bahwa kepandaian mereka berimbang, sama tangguh dan kuat! Hanya Cin Han yang telah
memperdalam ilmu gin-kangnya dari isterinya, dalam hal kecepatan tubuh masih menang sedikit. Hal ini
merupakan keuntungan baginya dan ia yang mengerti akan hal ini tidak mau menyia-nyiakan keuntungan ini
dan menyerang dengan secepat kilat.
Seratus jurus lebih telah lewat dan ke duanya masih dalam keadaan berimbang. Pada saat pukulan Khu Mo In
melayang ke arah pundak kanannya, Cin Han lalu cepat membalas dengan pukulan Garuda Sakti Menyambar
Hati memukul ke dada lawan!
Dan pukulan Cin Han datang lebih cepat hingga ketika keduanya terkena pukulan, Cin Han hanya terhuyung
mundur dengan napas berat dan muka pucat, akan tetapi Khu Mo In terpelanting ke belakang dan roboh.
Sampai beberapa lama baru ia dapat merayap bangun dengan muka pucat dan luka di dalam dada, ia lalu
menjura kepada Cin Han dan berkata,
"Hwee-thian Kim-hong sungguh gagah! Aku mengaku kalah!" Cin Han juga membalas dengan menjura memuji
lawannya. Melihat betapa pihaknya telah kalah, Bong Cu Sianjin marah sekali dan ia segera berseru. "Hai, Bun Gai! Kau di
manakah.......?" Memang semenjak tadi ia tidak melihat pemuda muridnya yang diandalkannya itu. Harus diketahui bahwa Yap
Bun Gai telah mewarisi seluruh kepandaian suhunya dan karena ia masih muda dan kuat, maka boleh dibilang
ia malah lebih lihai daripada Bong Cu Sianjin sendiri!
Setelah sekali Bong Cu Sianjin memanggil dengan suara berteriak, terdengar suara Bun Gai menjawab dan tak
lama kemudian datanglah pemuda itu, dengan pakaian masih berlumuran lumpur dan di pundaknya terpanggul
sebatang cangkul. Ternyata bahwa pemuda ini agaknya baru pulang dari bekerja di sawah.
"Bun Gai, muridku. Kita kedatangan tamu-tamu agung, kau majulah mengadakan penyam
butan!" kata Bong Cu
Sianjin kepada muridnya. Pemuda itu melempar cangkulnya dan menghadapi Ang Lian Lihiap dan kawan-kawannya dengan muka sedih
dan memandang penuh keraguan.
"Nah, muridku telah maju, siapa dari pihakmu yang hendak melayani?" teriak Bong Cu Sianjin kepada Ang Lian
Lihiap. Tiba-tiba Mei Ling tanpa berkata sesuatu lalu melompat maju di depan Bun Gai sambil memandang tajam dan
bertanya, "Kau?" kau benar-benar mengajukan diri?"
Kedua mata Bun Gai memandang dengan sayu dan mukanya pucat ketika ia mengeraskan hati menjawab.
"Kebaktian murid terhadap guru."
"Baik, akulah lawanmu!" teriak Mei Ling dengan isak tertahan dan gadis ini lalu mencabut pedang dan
menyerang hebat. "Mei Ling?"!" Kong Liang juga berseru untuk mencegah adiknya, akan tetapi Mei Ling tidak memperdulikan itu
semua dan menyerang terus dengan ganas.
Bun Gai tidak mau melawan dan seperti dulu, ia hanya mengelak saja. Dia terus diserang dan didesak oleh
pedang Mei Ling akan tetapi Bun Gai benar-benar hebat kepandaiannya. Biarpun ginkang Mei Ling sudah tinggi,
namun serangan-serangannya yang berbahaya itu dapat dihindarkan Bun Gai dengan mudah. Sampai seratus
jurus lebih Mei Ling mendesak.
"Bun Gai, balaslah?"!" teriak Bong Cu Sianjin dengan gemas melihat keadaan muridnya. Ia tadinya telah
merasa girang oleh karena kali ini pihaknya pasti akan menang. Tidak tahunya, muridnya ini sama sekali tidak
mau membalas. Mendengar perintah gurunya, Bun Gai berkelahi sambil menjawab. "Suhu, teecu tidak dapat melukainya."
"Bodoh! Serang dia, itukan lawanmu!"
"Tak mungkin, suhu. Teecu...... tidak mau melukainya."
Tiba-tiba terdengar Bong Cu menggeram keras. "Bangsat besar! Kau...... kau?" mencinta musuh?"
Bun Gai tidak menjawab dan Bong Cu Sianjin lalu melompat dan mengirim tendangan kepada muridnya itu.
Pemuda itu terpental dan jatuh berguliran, akan tetapi sedikitpun tidak menderita luka. Ia bahkan menjatuhkan
diri berlutut. "Bangsat tak kenal budi! Jadi kau cinta kepada nona pihak musuh ini" Hm, tahulah aku sekarang, kau seorang
rendah tidak setia."
"Susiok, dulupun aku pernah memberi tahu padamu. Yang menolong dan melepaskan kedua nona tawanan itu
tentulah bangsat ini!" kata Hek Li Su-thai.
"Bangsat betul!" kembali Bong Cu memaki dan mengangkat kakinya mengirim tendangan lagi ke arah tubuh
Bun Gai yang sedang berlutut. Pemuda itu mengerahkan lweekangnya dan menutup jalan darah sehingga
ketika tendangan tiba dan mengenai tubuhnya, maka tubuhnya hanya terpental sampai bergulingan, akan
tetapi tidak menderita luka berat.
Bong Cu Sianjin memburu dan hendak mengirim tendangan lagi, kini ditujukan ke arah lambung muridnya,
akan tetapi pada saat itu, Mei Ling maju menerjang Bong Cu sambil berseru. "Jangan kau bunuh dia!"
Bong Cu makin marah dan menendang ke arah Mei Ling, akan tetapi tiba-tiba Bun Gai melompat dan
menggunakan tangan kanan menangkis tendangan ini hingga Bong Cu terhuyung ke belakang. "Kau?" kau
membela dia dan berani melawan aku?" teriaknya.
"Suhu, tak seorangpun boleh mengganggu dia!"
Bong Cu Sianjin marah sekali dan hendak menyerang lagi, akan tetapi Lan Bwee Niang-niang lalu mencegah
dari berkata. "Sute, jangan kau turun tangan terhadap murid sendiri! Muridmu ini berbakat baik, juga memiliki
pribudi tinggi. Kalau kau menuruti nasihatku, Bong Cu, kaurangkaplah jodoh muridmu dengan nona ini karena
pinni lihat keduanya memang sudah berjodoh. Lebih baik permusuhan ini diakhiri dengan persahabatan dan
kekeluargaan." "Aku harus bunuh dia!" Bong Cu berkeras dan melompat maju lagi untuk menyerang Bun Gai dan Mei Ling.
Akan tetapi Lan Bwee Niang-niang bergerak cepat dan tahu-tahu ia telah menghadang di depan sutenya.
"Jangan, sute! Pinni yang melarang kau berbuat demikian!"
"Kau, suci?"" Kau juga memusuhiku?" Kedua mata Bong Cu Sianjin terbelalak dan terputar-putar karena marah
dan kecewanya. Kemudian ia menerkam dan menyerang Lan Bwee Niang-niang dengan tendangan kilat!
Lan Bwee Niang-niang mengebutkan lengan bajunya dan ketika ujung lengan baju itu menyampok kaki Bong
Cu yang menendang, tubuh pendeta buntung itu terlempar jauh! Dapat diukur betapa hebat dan tingginya
kepandaian pendeta ini sehingga Ang Lian Lihiap dan kawan-kawannya yang melihat ini menjadi kagum sekali.
Sebaliknya Bong Cu yang merasa tak mungkin dapat memenangkan sucinya, karena kecewa dan menyesal,
lalu berteriak-teriak seperti orang gila, kemudian ia lari dan melempar dirinya ke dalam jurang yang curam!
Lan Bwee Niang-niang menghela napas. "Biarlah pinni yang banyak dosa dan yang sudah tua ini melakukan
perbuatan terakhir yang baik. Bun Gai, bagaimana kalau sekarang juga pinni melamar nona ini untukmu?"
Bun Gai berlutut di depan Lan Bwee Riang-niang dan menjawab perlahan. "Teecu hanya menurut perintah
Niang-niang." Lan Bwee Niang-niang lalu berkata kepada Ang Lian Lihiap, "Ang Lian Lihiap sekalian, deng an tewasnya adikku
Bong Cu, maka pinni menyatakan bahwa semua pertikaian yang pernah ada dianggap habis dan jangan
sampai terulang lagi. Pinni akan mendidik anak muridku agar menjadi orang-orang baik. Cuwi telah
menyaksikan sendiri peristiwa tadi, maka dengan jalan ini pinni sekalian hendak mengajukan usul agar supaya
Bun Gai dijodohkan dengan nona yang gagah ini. Bagaimana pikiran cuwi?"
Ang Lian Lihiap menjura dan tersenyum. "Niang-niang, memang semenjak dulu aku telah mempunyai niat
untuk menjodohkan mereka, maka dengan adanya pinangan resmi dari Niang-niang, tentu saja kami
menyatakan syukur dan terima kasih."
"Bagus, bagus. Mulai sekarang takkan ada permusuhan yang menjemukan lagi," kata Hwee-thian Kim-hong
yang kemudian berkata kepada Nyo Tian
g Pek. "Dan kesempatan inipun kugunakan untuk mengulangi
lamaranku terhadap puterimu, Nyo-twako! Aku meminang Lee Ing untuk Lo Sin!"
Tiang Pek tertawa bergelak dan berkata. "Bangsat rendah Tik Kong telah mampus di tanganku hingga hatiku
puas sekali. Soal pinanganmu itu, semenjak dulupun tentu aku terima dengan senang kalau tidak ada
kecurangan yang dilakukan Tik Kong. Baiklah pinangan itu kuterima dan terima kasih kepada kau suami isteri
yang berbudi!" Ang Lian Lihiap tersenyum girang. "Akupun masih hendak melakukan sebuah hal yang baik lagi. Semua orang
telah menjadi perantara yang beruntung, maka sekarang aku tujukan kepada Pat-chiu Koai-hiap Oei Gan untuk
meresmikan ikatan jodoh antara adikku Kong Liang dengan muridnya Bwee Hwa!"
"Mereka telah bertukar pedang, masih kurang resmi apa lagi?" kata Oei Gan sambil tertawa.
Semua orang bergembira, hanya keenam anak muda yang bersangkutan tak berani memperlihatkan
kegembiraan mereka, dan hanya terdiam dengan kepala tunduk dan muka merah!
"Y" Beberapa bulan kemudian, di rumah Ang Lian Lihiap, dilangsungkan upacara pernikahan tiga pasang mempelai
itu dengan perayaan yang cukup meriah dan bergembira ria. Ratusan orang tamu dari berbagai tempat datang
untuk memberi selamat kepada tiga pasang mempelai yang bahagia itu dan dengan pesta pernikahan yang
meriah itu berakhirlah sudah cerita "Ouw-yan-cu" ini yang sesungguhnya merupakan rangkaian cerita Ang Lian
Liehiap dan Si Walet Hitam.
TAMAT Hati Yang Terberkahi 10 Satria Gendeng 12 Pewaris Keris Kiai Kuning Tiga Iblis Gunung Tandur 2

Cari Blog Ini