Ceritasilat Novel Online

Badai Di Siauw Lim Sie 1

Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong Bagian 1


BADAI DI SIAUW LIM SIE (LANJUTAN TATMO CAUWSU) OLEH: SIN LIONG Buku Sumbangan Toko Anelinda-store.com
DJVU oleh Aditya & Dewi KZ
Editor ebook : Sumahan Di http://kangzusi.com & http://dewikz.com
U. P. "MATAHARI"
JAKARTA 1976 SANG aku adalah untuk sang bunga,
Sang bunga adalah untuk sang aku,
Sang aku dan sang bunga adalah sederajat,
Syair yang ditulis berdasarkan atas perasaan sungkan,
Paderi biasa mempercakapkan hal semadhi,
Anjing yang berkelahi dimuka jendela.
Budak2 dari lorong2 Lien Ce yang bernyanyi2,
Lukisan-lukisan palsu Kiangsu,
Bekas lendir siput, kotoran tikus dan pelayan pelayan
yang malas, Kesalahan dalam memilih kata-kata asmara,
Tripot antik yang berkaki tiga (pedupaan Tiongkok yang
dibuat dari perunggu) Batu dawat (untuk menghancurkan tinta Tiong kok) dari
dinasti Sung, Suara berombaknya pohon Sung (Pinus),
Suara gemerciknya air sungai.
Kedatangan seorang paderi yang mengerti rahasia
menyeduh teh, Seorang Cicouw yang datang membawa arak harum,
Ber-cakap2 antara isteri dan selir,
Pedang tergantung diantara Mou Tan dan Mei Hoa,
Harum semerbak seisi ruangan....
-o0od0wo0o- 1 Daftar Isi : Daftar Isi : Jilid I Jilid II Jilid: III Jilid: IV Jilid: V Jilid: Vl JILID VII JILID: VIII JILID: IX JILID: X JILID: XI JILID : XII JILID: XIII JILID XIV JILID XV JILID XVI PENUTUP -o0od0wo0o- 2 Jilid I DIANTARA hujan salju yang turun deras, tampak
sebuah kereta yang dihela oleh dua ekor kuda berbulu
coklat tengah menerjang tirai salju dan angin yang
menderu2. Udara demikian buruk dan dingin sampai
menusuk tulang, namun kereta itu telah berlari cepat sekali,
walaupun sekali sekali roda kereta itu harus terpendam
dalam gundukan salju dan kusir kereta itu yang telah
berusia lanjut mungkin hampir enam puluh tahun, harus
bersusah payah mendorong keretanya.
Jendela kereta kuda itu tertutup oleh tirai sutera warna
jambon dan berkibar kibar dihembus oleh desiran angin
dimusim dingin ini. Setiap kali kereta itu terhenti oleh gundukan salju, maka
dari dalam jendela kereta itu tampak tersembul kepala
seorang laki laki berusia antara empat puluh tahun
berpakaian mewah, dan memelihara kumis dan jenggot
yang tumbuh tipis, namun agak panjang terjuntai, dimana
ia telah menyingkap selalu tirai berwarna jambon disertai
oleh kata katanya: "Apakah kau tidak bisa melakukan
perjalanan yang lebih cepat lagi, Sie Toan?".
"Sabar, sabar kita melakukan perjalanan dalam cuaca
demikian buruk! Saharusnya kita tidak melakukan
perjalanan, jika memang satu harinya, kita bisa melalui dua
puluh lie itupun boleh dibilang sudah baik....!" selalu kusir
kereta yang telah lanjut usia itu menyahuti. Rupanya
kerewelan yang diperlihatkan oleh penumpang kereta itu
tidak disukainya. "Jika memang kita bisa mencapai Kangciu dalam lima
hari lagi, upahmu akan kutambah dua puluh tail perak!"
menjanjikan penumpang pria tersebut. Walaupun dia
3 berkata kepada kusir kereta itu dengan suara yang nyaring,
namun terlihat dimukanya kegelisahan dan perasaan kuatir,
entah apa yang dikuatirkannya, karena yang pasti ia hanya
menghendaki kereta yang ditumpanginya itu dapat
melakukan perjalanan yang jauh lebih cepat.
"Dua puluh tail perak memang besar tapi jika sampai
kuda-kudaku itu mati kedinginan karena kelelahan juga,
lalu keretaku ini rusak, lalu siapa yang mengganti"!"
menyahuti kusir kereta itu. "Dan tuan Tong, kau jangan
bergelisah seperti itu, jika memang dalam lima hari kita
belum bisa mencapai Kangciu, setidaknya kita hanya
terlambat satu dua hari....!"
Penumpang berkumis tipis itu telah menghela napas
dalam dalam, kemudian melepaskan pegangannya pada
tirai warna jambon tersebut, diapun telah menghempaskan
dirinya di kursi didalam kereta tersebut sambil menggumam
perlahan, tidak begitu jelas apa yang di katakannya.
Dihadapan pria berkumis tersebut, terdapat seorang
wanita yang cantik sekali, namun keadaannya waktu itu
sangat kusut sekali, dengan rambut yang tidak tersisir rapi
dan maka yang pucat memancarkan kedukaan Tangannya
memeluki seorang anak lelaki berusia empat tahun, yang
waktu itu tengah tertidur lelap, rebah dipangkuannya.
"Apakah kusir itu tak bisa, melakukan perjalanan yang
lebih cepat, Toako?" tanya wanita itu kepada lelaki
berkumis dihadapannya Toako itu telah menggeleng sambil menghela napas lagi
katanya: "Sayang sekali alam seperti juga tidak melindungi
kita, sehingga hujan salju turun deras demikian selama
berhari-hari.... kusir itu tidak berdaya untuk melarikan
keretanya lebih cepat, karena ia berkuatir keretanya nanti
rusak dan juga kuda-kudanya mati karena kelelahan dan
4 kedinginan. Aku tidak berdaya untuk mendesaknya.
Memang jalanpun sulit sekali ditimbuni oleh gundukan
saiju yang terkadang tinggi membukit....!"
Wanita dihadapan laki2 itu telah menghela napas lagi,
mukanya memancarkan kedukaan yang semakin
mendalam, tanganya mengusap-usap kepala bocah
dipangkuannya. Kemudian dia mengguman perlahan: "Jika
sampai kita gagal mencapai Kangciu selama lima hari ini,
tentu sulit buat kita lolos dari kematian....!"
Toako itu tidak menyahuti, ia tampaknya tengah
berpikir keras. Sampai akhirnya katanya dengan suara yang
ragu-ragu: "Auwyang Toaso kukira orang orang itupun
tidak bisa mengejar kita dengan cepat, mengingat
perjalanan yang harus ditempuh oleh mereka sama seperti
kita sekarang ini, dimana tidak mudah melarikan kuda
terlalu cepat bila hujan salju tengah turun deras seperti
ini....!" Wanita itu, Auwyang Toaso telah menghela napas lagi:
"Kasihan Sungjie dalam usia sekecil ini harus menderita.
Kita telah belasan hari melakukan perjalanan terus menerus
tanpa beristirahat. Anak ini terlalu lelah. Dan belum lagi
jika mereka yang menghendaki jiwa kami itu berhasil
mengejar berarti Sungjie menghadapi ancaman yang tidak
kecil. Bagiku kematian bukanlah menjadi persoalan yang
penting, namun bagaimana Sungjiel?" Dan Auwyang Toaso
telah menghela napas lagi berulang kali. dengan wajah yang
memucat dan memancarkan kedukaan, malah dari kedua
sudut matanya tampak menitik butir2 air mata yang bening,
mengalir turun dari pipinya, dan kemudian jatuh keatas
pundak anak yang rebah tertidur dipangkuannya.
Auwyang Toaso menyusut butir air mata yang jatuh
dipunggung anak itu, merapikan selimut anak itu, dan
kemudian dia telah menghela napas lagi sambil meneruskan
5 perkataannya "Suamiku, yaitu Suhengmu juga, telah
terbunuh dengan cara mengenaskan sekali.... sakit hati dan
penasaran seperti itu tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Namun, kini keselamatan Sungjie itupun terancam. Jika
kami ibu dan anak mengalami bencana, sampai
menyebabkan Sungjie terbinasa ditangan orang! itu, lalu
siapa yang akan membalaskan sakit hati dan penasaran
kami"!" Dan setelah berkata begitu, yang perkataannya
seperti ditujukan kepada dirinya sendiri, Auwyang Toaso
telah menangis tersiak-isak.
Anak lelaki yang tertidur rebah dipangkuannya
menggeliat, tapi anak itu tidak terbangun, karena kemudian
telah terlelap dalam tidurnya lagi.
Lelaki berkumis tipis panjang itu menghela napas ikut
berduka, namun dia tidak tahu dengan kata-kata apa harus
menghibur Auwyang Toaso ini.
Kereta telah mulai bergerak maju lagi, rupanya Sie
Toan, kusir kereta itu, telah dapat mengatasi kesulitannya
dan berhasil menyingkirkan gundukan salju, sehingga roda
kereta bisa menggelinding lagi. Kereta bergerak maju
namun tidak cepat, dan dikala itu hujan salju masih turun
cukup deras.... Sambil tergoncang tubuhnya yang sering miring kekiri
dan kekanan, Auwyang Toaso masih memeluki anak lelaki
yang rebah tertidur dipangkuannya. Dikala itu Auwyang
Toaso telah berhenti menangis, ia duduk bengong sejenak,
dengan tangan kanan mengusap-usap kepala anak itu. Lalu
setelah menghela napas, tangan kirinya mengambil sesuatu
dari buntalannya. Dia mengeluarkan sebilah pedang, yang
sarungnya terukir indah. Dia mengawasi sekian lama
pebang itu, sampai akhirnya segera dia m:acabut pedangnya
mempergunakan tangan kanan, pedang itu memancarkan
sinar yang berkilauan, dan diwaktu itu Auwyang Toaso
6 berkata dengan suara yang perlahan "Pedang beriwayat ini
yang akan menceritakan segala sesuatunya kelak kepada
Sungjie, semoga saja kali ini kami ibu dan anak dapat
meloloskan diri dari tangan manusia-manusia busuk itu...."
Dan Auwyang Toaso telah memasukkan pedang itu
kedalam sarungnya. Toako itu lelaki berkumis panjang hanya mengawasi
saja kelakuan waniia dihadapannya. Dia mengawasi
dengan muka yang memantulkan kedukaan yang
mendalam. Memang telah belasan hari mereka melakukan
perjalanan yang tergesa-gesa sepsrti ini, bahkan, disaat
cuaca demikian buruk, tokh tetap saja mereka melakukan
perjalanan, itupun setelah dengan bersusah payah
membujuk Sie Toan, kusir kereta, agar meluluskan
keinginan mereka, menempuh perjalanan dalam cuaca
demikian buruk, disaat hujan salju tengah mengganas dan
turun deras sekali. Dengan upah yang sangat besar, maka
kusir kereta itu telah menyanggupi untuk melakukan
perjalanan dihujan salju sehebat itu.
Menjelang magrib, kereta kuda ini telah sampai
dipermukaan kampung Sun-mo-cung, dimana mereka
singgah, untuk mencari sebuah runah penginapan guna
beristirahat. Satu hari ini mereka melakukan perjalanan,
hanya bisa menempuh dua puluh lie lebih, dan jarak yang
telah berhasil mereka tempuh itu sesungguhnya merupakan
jarak yang cukup jauh, mengingat cuaca yang demikian
buruk dan jalanan yang tidak baik, tertimbun oleh bukitbukit salju yang bertumpuk.
Namun bagi Auwyang Toanio, hasil yang telah dicapai
oleh kusir itu, yang berhasil menempuh perjalanan sejauh
dua puluh lie lebih pada hari ini, malah menggelisahkan
sekali hati nyonya itu. Ia menganggap kusir itu terlalu
lambat menjalankan kereta, sehingga mereka tidak berhasil
7 menempuh perjalanan dikehendakinya. yang jauh seperti yang Auwyang Toanio telah menginap dirumah penginapan
kecil yang memasang merk Kwang lauw, yang berarti
rumah penginapan sinar. yang ingin diartikan sinarnya
rejeki. Tapi kenyataannya didalam rumah penginapan itu,
sinar api penerangan sangat suram sekali dan juga
keadaannya sangat kotor. Diwaktu itulah tampak pelayan telah melayani mereka
deagan sikap acuh tak acuh, segan dan lambat sekali.
Namun setelah Auwyang Toanio menghadiahkan padanya
dua tail perak, pelayan itu bagaikan memperoleh tambahan
tenaga baru, tanpa memperdulikan cuaca yang dingin
menusuk ketulang sumsum dia telah bekerja gesit sekali,
malah sambil ter-tawa2 girang, dan menghormat sekali
pada tamunya ini. Diwaktu itu, tampak lelaki berkumis tipis itu, si Toako
telah memesan beberapa macam makanan, yang kemudian
telah disiapkan oleh palayan dengan cepat.
Mereka mengambil dua buah kamar, yang merupakan
kamar itu kamar yang berukuran tidak begitu besar. Namun
keadaan dikamar itu cukup bersih, karena setelah diberi
hadiah, pelayan itu membersihkan kamar dengan baik,


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga walaupun kamar-kamar itu bukan merupakan
kamar yang bagus, tokh masih lebih lumayan untuk di
tempati dalam cuaca buruk dan hawa udara demikian
dingin. Barang milik dari Auwyang Toanio dan si Toako itu
tidak banyak, mereka hanya memiliki tiga buah buntalan.
Di samping itu, mereka pun menenteng sebuah buntalan
kecil, yang tampaknya berat sekali dan isinya rupanya uang.
8 Waktu telah berada didalam kamar, Auwyang Toanio
merebahkan anak kecil itu, kemudian menyelimutinya.
Pembaringan tersebut merupakan pembaringan batu, tetapi
di bawahnya terdapat lobang perapian, sehingga dapat
mendatangkan perasaan hangat untuk anak tersebut.
Barulah kemudian Auwyang Toanio merapihkan
buntalannya, guna untuk mengeluarkan seperangkap
pakaiannya. Ia telah ganti bajunya dan kemudian duduk
tepekur menghadapi api pelita yang apinya kelap-kelip
suram sekali, menggeletak ditengah tengah meja.
Tidak lama kemudian, si Toako telah mengunjungi
kekamarnya. Toako ini mengajaknya bercakap-cakap.
Namun tampaknya Auwyang Toanio sangat letih sekali,
sampai akhirnya si Toako ini telah menganjurkan agar
Auwyang Toanio tidur saja, guna memulihkan
semangatnya. "Jika sampai kesehatanmu terganggu, tentu akan
merepotkan kita dalam perjalanan selanjutnya, Auwyang
Toaso," kata si Toako itu kemudian, ketika akan
melangkah keluar dari kamar tersebut. "Kau harus
beristirahat yang cukup, karena engkau sangat letih sekali
sepanjang perjalanan yang lalu....!"
Auwyang Toanio hanya mengangguk me ngiyakan.
Si Toako itu telah menuju keruang bawah dimana dia
memesan arak. Kemudian sambil melamun, dia meminum
perlahan-lahan araknya itu. Hawa udara memang sangat
dingin sekali, sehingga dengan minum arak bisa untuk
menghangatkan tubuh. Sedangkan waktu itu pikiran si
Toako tengah me-layang2, mengenangkan peristiwa
mengerikan dan mengesankan hati yang belum lama terjadi,
dimana suami Auwyang Toanio akhirnya harus membuang
jiwa dibawah keroyokan beberapa orang musuh mereka.
Dan si Toako ini yang kebetulan tengah mengunjungi
9 keluarga Auwyang Toanio, jadi dapat melarikan Auwyang
Toanio dan putera tunggalnya itu dari kejaran musuh
musuh Auwyang Toanio, yang sesungguhnya hendak
membinasakan Auwyang Toanio dan puteranya itu,
Sungjie. Sedang si Toako ini memikirkan dengan cara bagaimana
ia dapat meloloskan Auwyang Toanio dan Sungjie dari
kejaran musuh musuhnya itu, yang pasti melakukan
pengejaran terhadap mereka, tiba2 ia mendengar suara
ketukan kayu Bokkhie yang perlahan, namun irama
ketukan kayu Bokkhie yang biasa diketuk oleh seorang
pendeta Budha, berirama tenang sekali. Juga diwaktu itu
terdengar orang berkata dengan suara yang sabar dan
perlahan: "Hawa udara demikian dingin dan cuaca juga
sangat buruk sekali, apakah ada yang menaruh belas
kasihan kepada Pinceng....?"
Tampak dipintu masuk rumah penginapan itu berdiri
seorang pendeta yang badannya kurus kering, jangkung dan
kepalanya yang gundul. Usia pendeta tersebut, mungkin
baru empat puluh tahun lebih. Jubahnya berwarna kuning
tapi telah lusuh. Hweshio inilah yang telah mengetuk kayu
bokkhie itu. Si Toako telah mengawasi menunduk meneruskan minumnya.
sejenak, kemudian Seorang pelayan telah menghampiri si hweshio dengan
muka yang masam dan kedua tangan bersedakap didada,
rupanya pelayan ini pun tengah kedinginan.
"Disaat udara demikian buruk, diwaktu para tamu
tengah kedinginan dan tidak gembira, bagaimana mungkin
engkau mengharapkan dermaan" Pergilah Taisu, jangan
kau mengganggu aku..... aku tengah kedinginan, jika harus
10 melayani kau seorang paderi yang miskin melarat, wah,
wah.... aku bisa mati kedinginan tanpa memperoleh hasil!'
Namun Hweshio itu tidak marah mendengar kata-kata
kasar dari pelayan tersebut. Malah pendeta ini telah
tersenyum dengan sikap yang sabar sekali, dan kemudian
katanya dengan suara yang perlahan ramah: "Toako, tentu
saja aku tidak ingin mempersulit dirimu. Engkau bekerja
disini, engkau memakan gaji jelas Pinceng tidak berani
mengganggu mangkok nasimu. Tetapi Pinceng hanya
mengharapkan derma dan belas kasihan dari para tamu
dirumah penginapan ini!"
Pelayan itu menggelengkan kepalanya, katanya dengan
suara mendongkol: "Dalam cuaca demikian buruk, mana
mungkin di rumah penginapan kami bisa kedatangan tamu
yang banyak jumlahnya, hanya satu dua orang tamu saja
yang baru kami terima, jika memang kau mengganggu
mereka dengan meminta minta derma, mereka tentu tidak
merasa senang dan meninggalkan tempat kami ini. Berarti
juga secara tidak langsung, Taisu telah mempersulit
kami..... rumah penginapan kami ini tentu akan kosong
karenanya....!" Hweshio itu tersenyum, dia mengetuk kayu bokkienya
beberapa kali, sampai akhir jaya dia "berkata dengan suara
yang sabar: "Jika memang Toako berkata begitu, tentu saja
Pinceng tidak berani mengganggu lebih lama lagi. Tetapi
disitu, tampaknya ada seorang dermawan yang tengah
duduk merenungi diri, bolehkah aku pergi meminta derma
kepadanya"!' Pelayan itu menoleh kepada Toako, yang saat itu tengah
menunduk sambil menikmati araknya. Dan setelah
mengawasi sejenak lamanya, pelayan itu kembali menoleh
kepada si Hweshio, dia tertawa sinis, katanya: "Engkau
selalu memiliki mata yang tajam sekali dan bisa mengenali
11 barang dengan baik! Heemmmm memang tadipun aku telah
menerima hadiah yang cukup besar dari nyonya yang jadi
teman seperjalanannya.... jika memang engkau ingin
meminta derma sekedar buat makan, pergilah....! tetapi
ingat, jika tidak diberi engkau jangan terlalu rewel, karena
jika tuan itu tidak senang dan mengajak kawannya, nyonya
yang terbuka tangannya itu, aku yang rugi. karena besok2
aku tidak menerima hadiah darinya lagi".
Pendeta itu mengangguk beberapa kali sambil
tersenyum, malah dia telah berkata: "Terima kasih, terima
kasih atas kebaikan Toako.... Akupun tentu tidak akan
menimbulkan kerusuhan ditempatmu ini.....!"
Pelayan itu tidak menyahuti, ia telah menyingkir
kedekat tempat perapian, guna menghangati tubuh. Dan dia
cuma mengawasi Hwe shio menghampiri si Toako.
Hweshio itu telah tiba didepan si Toako, sambil
tersenyum, pendeta ini merangkapkan sepasang tangannya
dan membungkukkan tubuhnya sedikit, memberi hormat.
Dan sambil mengangsurkan pan-uh nya (mangkok untuk
meminta derma), si Hweshio telah berkata dengan ramah:
"Loyacu, dengan memandangmu ke terangnya Sang
Budha, tentu Loyacu tidak akan keberatan jika memberikan
derma satu atau dua tail kepada Pinceng, si pendeta
miskin....!" Sesungguhnya, sejak tadi si Toako sama sekali tidak
memperhatikan si Hweshio, karena dia sendiri tengah
dipusingi oleh urusannya. Tadi dia hanya melihat sekilas si
pendeta dan tidak mengawasinya lagi. Namun kini pendeta
itu telah menghampirinya dan meminta derma darinya.
Orangpun meminta derma dengan cara yang baik.
Karenanya, si Toako telah merogoh sakunya, mengeluarkan uang hancuran, mungkin seberat setengah
tail perak, diberikan kepada pendeta itu.
12 "Terima kasih! Omitohud! Siangcai!" kata pendeta itu
sambil memberi hormat dan tersenyum ramah. "Kebaikan
Loyacu tentu tidak sia-sia.... Sang Budha tentu akan
memayungi kau, Loyacu, sehingga dalam perjalanan
Loyacu tentu akan selamat dan tiba di tempat tujuan tanpa
suatu apapun juga. Seorang yang berhati mulia dan
pemurah seperti Loyacu, tentu selamanya akan dipayungi!
Omitohud! Omitohud!"
Pendeta itu telah memasukkan uang itu ke dalam
sakunya, kemudian berkata lagi pada Toako:"Jika Loyacu
tidak keberatan bolehkah pinceng mengetahui nama
Loyacu yang terhormat" Ini untuk mengenang pada
Loyacu, atas kebaikanmu....!"
Si Toako menoleh mengawasi sipendeta. sambil
mengerutkan alisnya, namun akhirnya dia menghela napas
dalam-dalam. "Apakah arti sebuah nama" Bukankah lebih
berarti sebuah perbuatan" Suhengku memiliki nama yang
sangat terkenal didalam rimba persilatan, namanya itu
boleh dibilang telah dikenal dan disegani oleh orang orang
seluruh Kangouw. Namun diapun memperoleh kecelakaan
dan kematian karena namanya juga! Lalu, apa arti sebuah
nama?" Mendengar perkataan si Toako, muka sipendeta jadi
berobah sejenak, namun ia tersenyum, sambil
merangkapkan kedua tangannya dan memuji kebesaran
Sang Budha. "Loyacu keliru dengan pandangan seperti itu
tak selamanya nama yang terkenal seperti Suheng Loyacu
yang tadi dikatakan oleh Loyacu menerima bencana dari
nama. Itu tergantung dari orang yang membawa "nama"
tersebut....! Jahat atau baik, kejam atau welas asih, dari sifat
seseorang, itu akan terukir dinamanya! Jika seseorang yang
memiliki kelakuan yang kejam, jahat dan berandalan,
dinamanya itu terukir semuanya itu. Namun sebaliknya,
13 jika memang seseorang melakukan hal-hal yang mulia, yang
gagah dan selalu mengerjakan pekerjaan yang welas asih,
perbuatan itu akan melahirkan ukiran yang baik pula pada
namanya, untuk selamanya. Orangnya akan meninggal
dunia karena usia tua, namun namanya itu akan tetap,
hidup sepanjang masa, hidup terus dengan sifat sifat yang
terukir didalamnya! Karena itu, betapa pentingnya nama
yang mulia dari Loyacu untuk dikenang oleh Pinceng...."
Si Toako itu menghela napas lagi. "Aku she Tong,"
sahut si Toako." Namaku Miauw Liang. Dan kukira apa
yang telah ku dermakan itu ada baiknya tidak perlu terlalu
diingat oleh Taisu, karena itulah pemberian yang tidak ada
artinya sama sekali....!"
Pendeta itu tersenyum. "Tong Loyacu berkata begitu,
bahwa yang telah diberikan oleh Loyacu kepada Pinceng
tidak ada artinya, tetapi sebaliknya, untuk Pinceng yang
menerima dermaan itu, besar sekali manfaatnya! Menurut
penglihatan Pinceng, Loyacu tampaknya tengah diliputi
kedukaan. Apakah Pinceng boleh mengetahui, urusan
apakah yang menyusahkan Loyacu, mungkin Pinceng bisa
membantunya untuk membalas budi kebaikan Loyacu!"
Tong Miauw Liang menggeleng perlahan, katanya
perlahan pula setelah mengawasi pendeta itu sejenak.
"Urusan itu terlalu sulit untuk dibicarakan, maafkanlah
Taisu, maafkanlah....!"
Pendeta itu tersenyum, dia tidak tersinggung karena
Tong Miauw Liang tidak mau menceritakan kesulitannya
itu. Malah Hweshio ini rupanya memaklumi akan kesulitan
Tong Miauw Liang, dimana ia telah berkata, "Baiklah Tong
Loyacu, walaupun tidak sekarang, siapa tahu mungkin juga
diwaktu-waktu mendatang kelak, Pinceng bisa memiliki
jodoh bertemu dengan Loyacu lagi dan memiliki
kesempatan untuk membalas budi kebaikan Loyacu....
14 Siancai! Siancai!" Dan setelah berkata begitu, si Hweshio
telah memutar tubuhnya, dia telah melangkah perlahan
lahan menghampiri si pelayan, katanya sambil
tersenyum:"Toako, terima kasih atas ijinmu yang telah
membiarkan aku meminta derma dirumah penginapan ini!
Namun, sayangnya tamu hanya seorang saja seperti Tong
Loyacu, jika tidak, tentu hari ini aku bisa memperoleh
derma yang lebih banyak lagi....!"
"Akh, tampaknya Taisu adalah seorang pendeta yang
tamak dan kemaruk harta....!" kata sipelayan bergurau.
Pendeta itu cepat-cepat menggelengkan kepalanya.
"Bukan, bukan kemaruk dan tamak, bukan....!" katanya
bersungguh sungguh. "Justru Pinceng tengah menjalankan
sebuah tugas, tugas yang cukup mulia namun belum bisa di
beritahukan kepadamu sekarang ini, Toako.... dikarenakan
Pinceng memiliki tugas harus melindungi beberapa jiwa
manusia.....!" Dan setelah berkata begitu si pendeta telah
merangkapkan kedua tangannya, memberi hormat, dan
berlalu. Sipelayan hanya mentertawai saja.
Hweshio itu, setelah keluar dari rumah pe nginapan,
tidak segera berlalu. Cukup lama ia berdiri diemperan
rumah penginapan tersebut, dan telah mengawasi salju yang
tengah turun cukup deras. Hanya sekali-sekali tangannya
mengetuk kayu bokkienya, Waktu itu, dari kejauhan tampak beberapa penunggang
kuda, yang melarikan kudanya tidak terlalu cepat, karena
jalanan yang licin. Setelah datang dekat, pendeta tersebut
melihat, itulah lima orang penunggang kuda. Malah yang
luar biasa, kelima orang itu memiliki potongan tubuh yang
tinggi tegap dan juga wajah yang bengis. Dikala itu, mereka
telah tiba didekat si pendeta, malah kelimanya telah


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

15 melompat turun dari kuda masing-masing dan telah
membentak si pendeta "Mana pelayan"!"
Pendeta itu tertawa, katanya "Aku tengah berteduh dari
serangan hujan salju, dan tentu saja Pinceng pun tidak
memiliki uang untuk berteduh didalam rumah penginapan.
Mana ada pelayan yang hendak melayani Pinceng?"
Dijawab seperti itu, orang yang menegur si pendeta jadi
mendelik. Namun keempat orang kawannya telah
mengajak dia untuk masuk kedalam rumah penginapan.
Malah salah seorang telah berteriak nyaring dan kasar:
"Pelayan! Mana pelayan!"
Pelayan yang tengah menghangatkan tubuh didepan
perapian, waktu mendengar teriakan itu cepat cepat berlari
keluar. Melihat kelima orang tamu yang baru datang ini
merupakan orang-orang bermuka bengis, pelayan itu cepatcepat menyambuti kuda-kuda mereka dengan sikap takut
dan menghormat. "Beri kuda kami makan secukupnya" berkata salah
seorang dari kelima tamu tadi.
Pelayan itu mengiyakan, dan telah membawa kelima
ekor kuda itu keistal. Tapi baru melangkah beberapa tindak, sa lah seorang
tamunya telah membentak lagi "Hei pelayan, apakah di
tempat ini lewat sebuah kereta di tarik oleh dua ekor kuda"
Penumpangnya seorang lelaki berusia setengah baya dengan
kumis yang tipis dan tumbuh panjang, bersamanya terdapat
seorang nyonya yang paras mukanya cukup cantik,
menggendong seorang anak lelaki berusia empat atau lima
tahun?" 16 Pelayan itu tertegun sejenak, namun akhir nya
mengangguk: "Benar.... mereka malah singgah disini!
Apakah mereka sahabat dari para Toaya"!"
Muka kelima tamuku jadi berseri-seri, tampaknya
mereka girang. Satu dengan yang lainnya telah saling
pandang, malah beberapa orang diantara mereka telah
berseru: "Bagus! dan tanpa menyahuti pertanyaan si
pelayan, mereka telah melangkah memasuki rumah
penginapan. Sedangkan pelayan itu hanya memandang
bingung saja, sampai akhirnya menggerutu: "Seperti orang
tuli! Ia yang tanya, dia yang ingin tahu, setelah
kuberitahukan, seperti gagu dan tuli, ditanya tidak
menyahuti!" Dan dituntunnya kelima ekor kuda itu.
Sedangkan sipendeta telah mengawasi si pelayan sambil
tersenyum saja. Si Toako, Tong Miauw Liang, yang telah mendengar
suara langkah kaki kuda, yang berhenti didepan rumah
penginapan telah berobah mukanya
Ketika melihat masuknya kelima orang tamu itu. dia
jadi berdiri dari duduknya "Thian San Ngo Hauw!"serunya.
Kelima tamu itu, Thian San Ngo Hauw (Lima Harimau
Dari Thian San) telah melihat Tong Miauw Liang, mereka
tertawa mengejek. Malah salah seorang diantara mereka,
Toan Hauw (Harimau yang tertua) berkata dingin "Tepat!
Memang kami Thian San Ngo Hauw. Sudah kami katakan,
tidak mungkin kalian bisa menyingkir dari tangan kami.'"
"Toako, mengapa harus banyak bicara dengan dia"!"
tegur adik Toa Hauw, yaitu Sam Hauw, dengan suara
dingin dan nyaring. Dialah seorang yang bermuka dengan
potongan empat persegi, dan dia itu telah memperlihatkan
senyuman yang sinis. 17 "Benar Toako, mengapa kita harus banyak bicara lagi
dengan manusia seperti dia. Hei orang she Tong, mana
wanita rendah hina dina bersama anaknya, itu"!" kata Jie
Hauw, si harimau kedua. Tong Miauw Liang waktu itu memang tergoncang
perasaannya, tetapi cepat sekali dia bisa mengendalikan
diri, karena dilihatnya, yang datang hanya kelima orang ini.
Jika hanya menghadapi Thian San Ngo Hoaw tersebut,
Tong Miauw Liang tidak merasa jeri.
"Kalian terlalu mendesak kami, setelah kalian dengan
pengecut dan rendah membinasakan Suhengku, kini kalian
masih mendesak untuk membinasakan isteri dan putera dari
Suhengku itu! Baiklah, biarlah hari ini aku Tong Miauw
Liang akan mempertaruhkan selembar jiwaku ini pada
kalian.... aku ingin melihat, apa yang bisa dilakukan oleh
kalian semua!" Sambil berkata begitu, Tong Miauw Liang
berdiri tegak, bersiap-siap untuk menerima segala
kemungkinan serangan kelima musuhnya itu.
Sedangkan Toa Hauw telah berkata nyaring, dengan
sikap yang bengis mengejek "Engkau hendak memberikan
perlawanan pada kami berlima" Apakah kau tidak mau
menyerah secara baik2, heh" Perlu kami mempergunakan
kekerasan untuk membekuk kau?"
Tong Miauw Liang menghela napas, dia mendongkol
dan murka, bercampur duka juga. Karena memang telah
menjadi tugasnya, untuk melindungi isteri Suhengnya dan
putera Suhengnya itu, walaupun harus mempertaruhkan
jiwanya. Memang kepandaian Thian San Ngo Houw ini
sangat tinggi. Mereka berlima telah lama menancapkan kaki
dikalangan Kang ouw, nama mereka pun disegani oleh
orang2 Kangouw. Kepandaian yang mereka pergunakan
dan andalkan, adalah semacam barisan yang mengepung
lawannya, sekali dikepung oleh Thian San Ngo Hauw,
18 memang sulit untuk menerobos meloloskan diri dari tangan
mereka. Namun Tong Miauw Liang telah nekad, dia sudah
tidak memikirkan lagi keselamatan dirinya dan juga tidak
memperdulikan pula akan dapat atau tidak dia menghadapi
Thian San Ngo Hauw, karena yang terpenting dia harus
dapat melindungi Auwyang Toanio dan puteranya itu. Jika
memang dalam keadaan biasa, walaupun kepandaian Thian
San Ngo Hauw dua kali lipat dari yang sekarang, tentu
Tong Miauw Liang tidak akan jeri berurusan dengan
mereka. Namun sekarang, ia tengah memiliki tugas yang
berat, yaitu harus menyelamatkan Auwyang Toanio dan
putera tunggalnya itu. Jika memang ia gagal dan terbunuh
ditangan Thian San Ngo Hauw, sehingga Auwyang Toanio
dan Sungjie kena dicelakai oleh mereka, bukankah hal itu
akan mengecewakan sekali harapan suhengnya, yang telah
terbinasa ditangan musuh musuhnya ini"
Kemungkinan besar, Suhengnya itu, yaitu ayah Sungjie
tidak bisa meram ditempat peristirahatannya yang terakhir
itu. "Tong Miauw Liang! "kata San Hauw de ngan suara
yang sangat nyaring. "Lebih bijaksana jika memang engkau
menyerah secara baik baik, karena kami tentu tidak akan
mempersulit dirimu! Dan jika nanti pemimpin kami
memperbolehkan kau pergi, kami akan membebaskan!
Yang terpenting, kau harus menyerahkan Auwyang Toanio
dan puteranya itu!" Tong Miauw Liang menggeleng perlahan: "Aku tidak
kemaruk akan hidup! Walaupun harus menemui kematian
sepuluh kali ditangan kalian manusia-manusia keparat dan
pengecut, aku tidak akan menyesal! Tapi perlu kuingatkan,
jika urusan hari ini diketahui oleh sahabat-sahabat Rimba
Persilatan, kalian dari Im-mo-kauw tentu tidak akan dapat
menancapkan kaki didaratan Tionggoan lagi....!"
19 Mendengar perkataan Tong Miauw Liang seperti itu,
kelima Thian San Ngo Hauw telah tertawa bergelak-gelak
dengan suara yang keras sekali, sampai tubuh mereka
tergoncang karenanya. Malah Jie Hauw, Harimau Nomor Dua itu telah berkata
dengan suara yang mengejek: "Betapa gagahnya
perkataanmu orang she Tong!" kata Jie Hauw dengan suara
yang nyaring. "Hemmm, juga engkau jangan harap bisa
meloloskan diri dari kami, karena tidak lama lagi, kawankawan kami yang lainpun akan segera tiba disini!"
Muka Tong Miauw Liang jadi berobah mendengar itu,
dia juga mengeluh didalam hatinya. Tampaknya memang
sulit sekali dia bersama Auwyang Toanio dan Sungjie
meloloskan diri dari orang2 Im-mo-kauw tersebut.
Karenanya dia jadi tambah nekad, akhirnya katanya
dengan sikap yang tawar "Baiklah, jika kalian memang
hendak membunuhku, majulah.... aku tentu tidak akan
mengecewakan kalian".
Dan setelah berkata begitu, Tong Miauw Liang bersiapsiap untuk menerjang. Dia telah mengambil keputusan,
harus bertindak secepat mungkin sebelum kawan-kawannya
dari Thian San Ngo Hauw ini tiba dirumah penginapan ini.
Syukur jika dia bisa merobohkan kelima harimau dari
Thian San ini, sehingga ia bersama Auwyang Toanio dan
Sungjie masih memiliki kesempatan untuk melarikan diri
menyingkir dari tempat ini.
Thian San Ngo Hauw rupanya sudah tidak dapat
menahan sabar mereka, dan kelimanya pun mendongkol
melihat Tong Miauw Liang tidak mau menyerah pada
mereka. Dengan mengeluarkan suara "sring, sring" yang
nyaring kelima Thian San Ngo Hauw telah mencabut
pedang mereka masing masing.
20 "Cabut senjatamu!!" kata Toa Hauw dengan suara yang
dingin. Tong Miauw Liang menggeleng, dia menyahuti:"Aku
akan melayani kalian dengan tangan kosong....!"
Tong Miauw Liang berkata begitu, karena tidak
mungkin lagi dia mengambil pedangnya yang berada
didalam kamar. Jika memang ia pergi mengambil
pedangnya, bukankah Thian San Ngo Hauw akan memiliki
kesempatan untuk memecah diri, sebagian dari mereka
akan mencelakai Auwyang Toanio dan Sungjie" Karena
berpikir seperti itulah Tong Miauw Liang nekad akan
melayani lawan-lawannya itu dengan bertangan kosong.
Go Hauw, harimau kelima, yang terkecil diantara Thian
San Ngo Hauw, rupanya sudah tidak sabar lagi, ia
mengeluarkan seruan "Lihat pedang....!" dimana
pedangnya menikam cepat sekali ke tenggorokan Tong
Miauw Liang. Sedangkan Sam Hauw juga telah menabas pinggang
Tong Miauw Liang dengan gerakan yang cepat sekali,
pedangnya berkelebat menyambar secepat kilat.
Tong Miauw Liang tentu saja tidak mau berdiam diri
menerima serangan seperti itu. Dia memunahkan tikaman
Go Hauw dengan melangkah mundur dua tindak,
kemudian memiringkan tubuhnya mengelakkan diri dari
tabasan pedang Sam Hauw. Gerakan Tong Miauw Liang
memang gesit sekali. Tapi Toa Hauw, Sam Hauw dan Jie Hauw juga telah
melompat mengepungnya, merekapun menyerang dengan
tikaman-tikaman yang beruntun.
Baru-baru Tong Miauw Liang memang dapat
melayaninya untuk berkelit atau menge takkan diri dari
21 setiap tikaman lawannya, namun akhirnya, setelah lewat
belasan jurus, tokh dia terdesak hebat sekali. Setiap tikaman
dari lawannya membuat Tong Miauw Liang harus matimatian menghindar atau berkelit, dan telah beberapa kali
dipunggung dan pahanya terluka oleh tusukan pedang
lawannya. Tong Miauw Liang tanpa memperdulikan lukanya itu,
dimana darah juga telah mengucur cukup deras, tetap
mengamuk menghadapi lawan-lawannya seperti juga naga
terluka. ia telah mempergunakan pukulan Kong Beng Kun,
pukulan kosong, di mana dia telah berusaha untuk
mendesak lawannya dengan kedua telapak tangan atau
kepalan. Untuk dua puluh jurus Tong Miauw Liang masih bisa
mempertahankan diri. Namun selewatnya dia terdesak
sekali. Bahkan tubuhnya telah dihadiahkan beberapa luka
pula oleh lawannya, walaupun bukan yang mematikan,
tokh tetap saja disebabkan luka itu kelincahan Tong Miauw
Liang jadi berkurang. Diami Tong Miauw Lang jadi mengeluh, karena
dilihatnya mungkin dalam belasan jurus lagi dia akan rubuh
ditangan lawan2nya-Dan ini benar2 membuatnya bingung
dan kecewa Bingung karena jika ia dirubuhkan dan
terbinasa ditangan lawan-lawannya, lalu bagaimana dengan
nasib Auwyang Toanio dengan Sungjie" Dari juga kecewa,
sebab dirinya tidak sanggup untuk menghadapi keroyokan
Thian San Ngo Hauw itu. Disaat itu Auwyang Toanio yang mendengar suara
ribut-ribut diruang depan rumah penginapan, telah keluar
dari kamarnya. Namun melihat pertempuran yang tengah berlangsung
disitu, dimana Tong Hauw Liang tengah mati2an
22 memberikan perlawanan atas keroyokan Thian San Ngo
Hauw, cepat-cepat Auwyang Toanio kembali kekamarnya
dan mengunci pintu kamar itu dengan wajah yang pucat
pias. Auwyang Toanio menyadari apa arti semuanya itu.
Jika sampai Tong Miauw Liang gagal menghadapi lawanlawannya itu, tentu dirinya bersama Sungjie pun sulit
terhindar dari kematian. Yang menguatirkan Auwyang
Toanio, sempat dilihatnya bahwa Tong Miauw Liang sudah
terluka disekujur tubuhnya, yang luka-lukanya itu
mengucurkan darah merah mengerikan....
Sambil memeramkan matanya menyender didaun pintu,
Auwyang Toanio berdoa kepada Thian, memohon agar
Tong Miauw Liang dapat menghadapi kelima orang
lawannya, sedangkan air mata telah mengucur deras dari
kedua mata Auwyang Toanio, dan kemudian nyonya ini,
dengan berduka dan putus asa, menghampiri pembaringan,
dipeluknya Sungjie yang waktu itu tengah tertidur lelap.
Keadaan Tong Miauw Liang benar-benar terancam
sekali, dalam beberapa jurus lagi tentu dia akan dapat
dirubuhkan oleh lawan-lawannya itu.
Dari kejauhan terdengar suara larinya kuda, dan tidak
lama kemudian dua orang penunggang kuda telah berhenti
didepan rumah penginapan.
Si pelayan yang tengah ketakutan, tidak berani keluar
untuk menyambut kedatangan tamu-tamu baru itu.
Tubuhnya menggigil dan walaupun dingin sekali, tokh


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pelayan tersebut juga tidak berani berdiam didekat
perapian. "Pelayan!" terdengar suara teriakan dari luar, suara itu
cempreng seperti suara kecer pecah.
Pelayan tersebut telah merengket ketakutan tidak berani
keluar, sampai terdengar lagi teriakan keras dan bengis,
23 sehingga walaupun ketakutan, tokh pelayan itu keluar juga
untuk menyambut tamu-tamu yang baru datang itu.
Ternyata kedua orang tamu itu adalah dua orang lelaki
bertubuh pendek gemuk. Tinggi tubuhnya tidak ada sebatas
dada dari sipelayan. Namun muka kedua orang ini bengis
dan salah seorang dari mereka waktu melihat pelayan itu
telah keluar, membentaknya: "Apakah kawan-kawan kami
yang berjumlah lima orang berada didalam...."!"
Waktu dia berkata sampai disitu, kawannya seperti
mendengar sesuatu, katanya "Toako, dengarlah.... didalam
rumah penginapan ini seperti tengah terjadi pertempuran....
apakah mungkin mereka telah berhasil menemui jejak dari
orang she Tong itu...."!"
Orang yang pertama tadi, si Toako, telah mendengarkan
sejenak, dia mendengar suara bentakan dan suara menderuderunya pedang. Segera mengangguk. "Benar, memang
Ngo Hauw berada didalam!" Lalu dia menyerahkan
kudanya pada sipelayan, pesannya: "Rawat kuda kami ini
baik baik!" "Ya, ya....!" menyahuti sipelayan ketakutan dengan
tubuh menggigil. Sedangkan kedua orang bertubuh pendek itu telah
melesat masuk kedalam dengan gerakan yang ringan, si
Toako juga telah berseru: "Ngo Hauw Hengte, kamipun
telah datang.... apakah kalian berhasil menemui jejak orang
she Tong itu...."!"
Thian San Ngo Hauw berseri-seri, mereka memang
tengah mendesak Tong Miauw Liang dan sedang berada
diatas angin, karena dalam beberapa jurus lagi mereka bisa
merubuhkan lawannya. Sekarang mendengar datang kedua
kawannya, mereka jadi girang.
24 Tong Miauw Liang sendiri jadi mengeluh, habislah
harapannya untuk meloloskan diri dari mereka, karena
menghadapi Thian San Ngo Hauw saja dia tidak berhasil
menerobos kepungan itu, dirinya luka hebat seperti itu, dan
sebentar lagi tentu akan dapat dirubuhkan. Terlebih lagi jika
ditambah dengan lawan-lawan yang baru.
Mati2-an Tong Miauw Liang telah menggerakkan
sepasang tangan dan kakinya, dia juga telah nekad hendak
mengadu jiwa biar binasa bersama-sama dengan lawan2nya
itu. Namun usaha dari Tong Miauw Liang tidak berhasil,
karena bukannya dia yang bisa mendesak lawan-lawannya
tersebut, malah dirinya telah menerima beberapa tikaman
lagi sehingga bertambah luka ditubuhnya.
Kedua orang bertubuh pendek itu tidak segera ikut
terjun dalam pertempuran itu.
Sambil tertawa-tawa, mereka hanya menyaksikan,
sebentar-sebentar berseru-seru: "Bagus. Bagus. Bagus!"
"Sim Toako, Sim Jieko!" teriak Toa Hauw dengan suara
nyaring. "Kalian lihat, orang she Tong yang tidak tahu dari
ini memilih lebih baik mampus dari pada hidup. Kami telah
memberikan jalan kesorga, dia malah memilih jalan
keneraka.... Hahahahahaha!"
Awas pedang!" Kata-kata yang terakhir itu ditujukan
Toa Hauw kepada Tong Miauw Liang dimana pedangnya
telah meluncur dengan pesat sekali, menderu-deru
menimbulkan angin yang kuat.
Tong Miauw Liang berusaha mengelakkan diri, namun
gagal, pahanya tertikam, tubuhnya terhuyung, sehingga
akhirnya dia jadi berlutut, berdiri dengan kaki yang satu
25 tertekuk. Dengan keadaan seperti ini, tentu tidak lama lagi
dia akan dapat dicelakai oleh kelima lawannya.
"Benar!" teriak Sam Hauw nenimpali perkataan Toa
Hauw. "Orang she Tong ini rupanya ingin memiliki dan
menyerakahi bekas isteri Suhengnya. Hahahahahaha!"
Bukan main murkanya Tong Miauw Liang dengan
mengeluarkan suara teriakan mengguntur, dia telah
melompat sambil mendorong dengan kedua tangannya, dia
tidak memperdulikan lagi sambaran pedang Jie Hauw dan
Sam Hauw, tapi dia menyerang untuk mati bersama Sie
Hauw. Memang mengejutkan juga cara menyerang nekad yg
dilakukan Tong Miauw Liang menyebabkan Sie Hauw
harus melompat kebelakang sambil menggerakkan
pedangnya dengan maksud mengancam untuk menabas
kedua tangan Tong Miauw Liang. Gerakan yang dilakukan
itu cepat sekali. Namun Tong Miauw Liang rupanya sudah
tidak memperdulikan lagi keselamatan dirinya, karena ia
telah meneruskan serangan dengan kedua tangannya itu,
karena memang ia berpikir untuk mati bersama dengan Sie
Hauw. Waktu itu Sam Hauw, Jie Hauw dan Ngo Hauw
bersama Toa Hauw telah mengeluarkan bentakan, pedang
mereka menyambar dengan gerakan yang cepat sekali,
menikam ke berbagai bagian anggota tubuh Tong Miauw
Liang, Dengan demikian, andaikata memang Tong: Miauw
Liang waktu itu tumbuh sayap dan bi sa terbang tokh dia
tidak mungkin terhindar dari kematian yang mengancamnya itu, karena dari berbagai penjuru mata
pedang meluncur menyambar kearahnya.
26 Si eHauw sendiri juga yakin, biarpun ia terkena
gempuran kedua tangan Tong Miauw Liang, tokh akhirnya
dia akan dapat menabas buntung kedua tangan Tong
Miauw Liang, karena itu, dia tidak berusaha untuk
mengelakkan diri lagi. Dalam keadaan yang sangat mengancam jiwa dan
keselamatan Tong Miauw Liang, di saat itulah terdengar
seruan yang sabar sekali., "Omitohud! Omitohud!
Sayangilah jiwa dari makluk bernyawa....!" lalu tampak
berkelebat sesosok bayangan gesit sekali, juga ber kelebat
sinar hitam, disusul dengan suara "triiing, triiing, triing!"
beberapa kali, karena pedang dari Toa Hauw, Jie Hauw,
Sara Hauw Ngo Hauw telah tertangkis oleh suatu benda
keras yang seperti besi. Begitu juga dengan pedang Sie Hauw, yang telah
terlepas dari cekalannya, terbang menancap di penglari,
karena pedang itu yang mengancam akan memotong kedua
tangan Tong Miauw Liang telah disentil oleh sosok tubuh
itu sehingga terpental dan terlepas dari cekalan Sie Hauw.
Bukan main mengejutkan Sie Hauw dan saudarasaudaranya yang lain, karena tenaga sentilan jari tangan
dari sosok tubuh yang menyelak itu ternyata hebat sekali,
dengan sekali sentil seperti itu dia telah bisa menerbangkan
pedang Sie Hauw dari cekalannya. Tentu saja sentilan
seperti itu mengandung kekuatan tenaga Lwekang yang
bukan main dahsyatnya. Dan juga, benturan dari benda keras yang menghalau
dari Toa Hauw, Jie Hauw, Sam Hauw dan Ngo Hiuw,
merupakan benturan yang kuat sekali, karena selain pedang
mereka tergetar, keempat Harimau dari Thian San itu telah
merasakan betapa telapak tangan mereka masing-masing
sakit dan pedih sekali. 27 Kelima Harimau dari Thian San telah melompat
mundur dengan muka yang merah padam dan mata mereka
terpentang lebar-lebar mendelik. Sedangkan kedua orang
bertubuh pendek yang baru datang itu, yang merupakan
sahabat-sahabat dari Thian San Ngo Hauw itu, yaitu Sim
Toako dan Sim Jieko tersebut telah memandang terkejut
bercampur gusar. Ternyata, orang yang menyelak diantara mereka tidak
lain dari pendeta yang tadi berdiri diemperan, yang tadi
telah dibentak oleh Thian San Ngo Hauw. Pendeta yang
tampaknya sabar agak ketolol-tololan itu, ternyata memiliki
tenaga Lwekang yang mengejutkan sekali.
Sedangkan pendeta tersebut telah merangkapkan kedua
tangannya, dia memuji kebesaran Sang Budha beberapa
kali, katanya "Omitohud! Omitohud! Mengapa harus
menyerang secara mengeroyok seperti itu" Tidaklah kalian
melihat, bahwa tuan Tong ini perlu dikasihani" Lihatlah
keadaannya, tubuhnya telah terluka-luka seperti itu, darah
telah mengucur dari lukanya.... ai, ai, dimanakah perasaan
perikemanusiaan dari kalian"!"
Walaupun kata katanya menegur, namun suara hweshio
itu sabar sekali, diapun telah bersenyum senyum.
Namun Toa Hauw yang diliputi kemurkaan dan
penasaran telah membentak murka: "Pendeta keparat,
engkau tidak mengenal mampus berani mencampuri urusan
kami heh"!" "Setiap manusia tentu takut menghadapi kematian, jika
dapat tentu ingin hidup didunia. Ini merupakan suatu
kenyataan yang sulit untuk dipungkiri. Tetapi buat Pinceng,
jika memang telah ditakdirkan untuk mati dalam usia
sekarang ini, tentu tidak akan menjadi menyesal buat
Pinceng, karena Pinceng merasa, cukup lama juga Pinceng
28 hidup didunia ini! Hanya saja mengapa tuan-tuan
mengeroyok tuan Tong ini" Tidakkah kalian berlima akan
merasa malu jika hal ini diketahui oleh sahabat2 rimba
persilatan" Bukankah kalian, yang kudengar berjuluk Thian
San Ngo Hauw akan menjadi bahan tertawaan dari para
orang2 gagah dalam dunia persilatan"!"
Ditanggapi seperti itu, Thian San Ngo Hauw tambah
gusar. Sedangkan Tong Miauw Liang telah melihat si
pendeta yang menjadi tuan penolongnya itu, adalah
Hweshio yang sebelumnya telah diberi derma hampir
setengah tail perak. Sebelum dia sempat mengucapkan terima kasih,
Hweshio itu telah berkata dengan suara yang halus dan
sabar sambil menoleh memandang ramah keapda Tong
Miauw Liang: "Tong Loyacu, engkau telah diperlakukan
tidak pantas oleh manusia-manusia rendah tidak tahu malu
itu itu. Sudah Pinceng janjikan kepada Tong loyacu, bahwa
Pinceng selalu bersedia untuk membalas budi kebikan Tong
Loyacu, maka kebetulan sekali, sekarang ini ada
kesempatan baik seperti ini dimana tentunya Pinceng dapat
membalas budi kebaikan Tong Loyacu! Sekarang Tong
Loyacu tak perlu kuatlr atau takut, nanti biarlah Pinceng
yang memberikan pelajaran untuk manusia-manusia
macam itu!" Tong Miauw Liang mengawasi pendeta itu beberapa
saat, kemudian katanya "Taisu....!"
Namun baru saja Tong Miauw Liang berkata begitu,
tampak sipendeta telah menoleh kepada Toa Hauw,
katanya: "Kalian Thian San Ngo Hauw sesungguhnya
didalam Kang ouw merupakan manusia manusia yang
memiliki nama cukup terkenal. Namun mengapa, hari ini
Pinceng demikian tidak beruntung Sehingga mata Pinceng
harus menyaksikan perbuatan rendah seperti itu" Ai ai,
29 benar benar membuat hati jadi tak puas! Kini Pinceng ingin
sekali bertanya, apakah kalian semua hendak angkat kaki
meninggalkan tempat ini, atau memang perlu Pinceng
main-main beberapa jurus dengan kalian"!"
Bukan main murkanya Toa Hauw, dia sampai berdiri
dengan tubuh menggigil nahan marah, rasanya hendak
meledak membendung kemarahannya itu. Maka setelah itu
si pendeta berkata, dia menyahuti dengan suara yang kasar
dan nyaring sekali "Aku menghendaki batok kepalamu,
pendeta keparat! Sekarang sebutkan dulu gelaranmu, agar
kau mampus tidak tanpa nama!"
Pendeta itu bersenyum sabar, katanya: "Jika memang
tidak salah dengar, Pinceng tadi mendengar bahwa kalian
merupakan orang-orangnya Im-mo-kauw! Benarkah itu"!"
"Benar!" menyahuti Toa Hauw. "Jika engkau telah
mengetahuinya, mengapa engkau masih berani berlaku
kurang ajar seperti itu, pendeta keparat" Atau memang
engkau sudah tidak sayang lagi pada batok kepalamu yang
gundul pelontos itu"!"
Pendeta itu bersenyum. "Pinceng adalah Ming Kang
Hweshio, dan selamanya memang paling sayang pada
kepala Pinceng yang botak ini, karena justru dengan
memiliki kepala yang botak seperti ini, Pinceng jadi bisa
beribadah dan bisa membaca Liamkeng. Dengan demikian,
tentunya Pinceng sangat sayang sekali kepada kepala botak
Pinceng ini. Karena itu pula, tidak dapat kalian sekehendak
hati ingin menabas kutung kepala Pinceng...." dan setelah
berkata begitu, Ming Kang Hweshio bersenyum sabar
sekali, sama sekali dia tidak memperlihatkan sikap gusar
ataupun sikap takut, malah dia telah memandang Thian
San Ngo Hauw dan Sim Toako serta Sim Jieko itu
bergantian dengan sorot mata yang tajam cemerlang ramah
sekali. 30 Mendengar bahwa hweshio ini adalah Ming Kang
Hweshio, yang cukup terkenal di dalam dunia Kangouw,
walaupun mereka belum pernah bertemu muka, tokh telah
membuat Thian San Ngo Hauw bersikap jauh lebih
waspada. Sedangkan Sim Toako, telah tertawa ber-gelak dengan
suara yang sangat nyaring. "Bagus! Rupanya kami
beruntung bisa bertemu dengan Ming Kang Hweshio yang
namainya disegani oleh hampir seluruh sahabat-sahabat
Kangouw! Dan ini merupakan rejeki kami yang bagus,
dimana kami tentu akan bisa menyaksikan kepandaian


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertinggi dari pendeta yang sangat disanjung didalam rimba
persilatan seperti Ming Kang Hweshio....!" dan setelah
berkata begitu, kembali Sim Toako telah tertawa bergelak
gelak lagi dengan suara yang, nyaring sekali, untuk
melampiaskan kemendongkolan dan kemurkaannya.
Namun Ming Kang Hweshio membawa sikap yang
tenang, katanya: "Pinceng hanya pandai meminta derma,
untuk memperoleh sekedar dermaan. Karena itu jika
melihat orang yang memiliki hati mulia dan tangan terbuka
seperti Tong Loyacu yang mau memberikan derma kepada
Pinceng atau sebangsanya, tentu haruslah dibuat sayang
kalau sampai Tong Loyacu terbinasa ditangan kalian.
Karena itu pula, Pinceng jadi tak berdiam diri melihati saja.
Memang antara Pinceng dengan Tong Loyacu tidak
tersangkut urusan apapun juga, tidak saling kenal, dan juga
tidak memiliki hubungan apa-apa. Namun, dengan alasan
yang Pinceng katakan tadi, yang tidak bisa melihati begitu
saja orang yang memiliki hati mulia dan tangan terbuka
seperti Tong Loyacu dibinasakan orang, dengan demikian,
membuat Pinceng harus bertindak.....!"
Toa Hauw yang sudah tidak bisa menahan diri, tahutahu menjejakkan kakinya. Tubuhnya ringan sekali
31 melompat menerjang pada Ming Kang Hweshio.
Pedangnya itu berkelebat akan menikam kearah dada si
Hweshio. Namun Ming Kang Hweshio ternyata memiliki
kepandaian yang menakjubkan. Begitu mata pedang
menyambar kearah dadanya, dia telah berkelebat dan
lenyap dari pandangan mata Toa Hauw.
Sam Hauw yang berada dibelakang Toa Hauw melihat
bahwa pendeta itu telah berkelebat mencelat kesamping
kanan dari Toa Hauw dengan gerakan yang gesit sekali,
kemudian pendeta itu menggerakkan tangan kanannya
untuk menotok jalan darah Kiu nam-hiat dipunggung Toa
Hauw, maka tidak membuang waktu lagi Sam Hauw
menggerakkan pedangnya menikam kearah pinggang Ming
Kang Hwe shio. Tapi kali ini Ming Kang Hwesnio sama sekali tidak
mengelakkan tikaman Sam Hauw. Tangan kanannya tetap
meluncur menyambar kepinggang Toa Hauw, sedangkan
tangan kiri nya telah menyambar menjepit pedang Sam
Hauw. "Tuukkkkk!" punggung Toa Hauw telah dapat
ditotoknya, tidak ampun lagi tubuh Toa Hauw jadi
terhuyung beberapa langkah kedepan dengan muka yang
pucat pias. Sedangkan Sam Hauw sendiri kaget bukan main, karena
begitu dia bermaksud akan menarik pulang pedangnya, dia
tidak berhasil karena pedang itu telah terjepit kuat sekali,
sama sekali tidak bergeming.
"Nah, sekarang coba kau rasakan, bagaimana jika
seseorang itu terluka....!" kata Ming Kang Hweshio sambil
menghentak tangan kirinya yang menjepit pedang Sam
Hauw. 32 Hentakan itu telah menyebabkan pedang Sam Hauw
kena dirampasnya, karena Sam Hauw tidak berdaya
melindungi pedangnya, yang telah tertarik kuat sekali.
Diwaktu itu, tampak Sam Hauw tengah tertegun dan
tangan kanan Ming Kang Hweshio justeru telah
menyambar kearah pedangnya.
Angin dari sambaran tangan Ming Kan Hweshio
menderu keras, dan Sam Hauw ketika tersadar dari
tertegunnya dia ingin menghindarkan diri, gerakannya agak
ayal dan terlambat, karena dadanya itu kena digempur
"bukkk!", bersuara keras sekali, tubuh Sam Hauw telah
terpental ke tengah udara, hampir saja dia terbanting, jika
memang tidak cepat-cepat berjumpalitan ditengah udara.
Dengan demikian, segera terlihat betapa muka Sam
Hauw pucat pias, dia pun penasaran dan murka, disamping
menahan rasa sakit didadanya.
Jika tadi tidak keburu memusatkan hawa murni
didadanya, tentu tulang-tulang dadanya remuk kena
hantaman Ming Kang Hweshio. Karena itu, untuk
sementara, walaupun dia tidak sampai terluka didalam,
Sam Hauw tidak segera menerjang maju lagi.
Ming Kang Hweshio telah bersenyum dengan sikapnya
yang sabar, katanya: "Jika memang kalian masih mendasak
Pinceng untuk turunkan tangan keras, kemungkinan besar,
nanti Pincang menghajar lebih keras lagi pada kalian!
Terlebih bijaksana jika sekarang kalian angkat kaki dari
tempat ini! Bukankah ada kata-kata, orang yang bijaksana
tentu bisa melihat selatan"!"
Bukan main murkanya Toa Hauw dan yang lainnya.
Sedangkan Sie Hauw, Jie Hauw dan Ngo Hauw telah
mengeluarkan bentakan, menggerakkan pedang masing2
33 dan telah menikam dengan hebat kepada Ming Kang
Hweshio. Mereka juga meluncurkan pedang mereka dengan
serentak, dengan mempergunakan jurus serangan yang
mematikan, mengincar bagian yang berbahaya ditubuh
Ming Kang Hweshio. Dengan demikian, telah membuat
Ming Kang Hweshio tidak boleh memandang ringan pada
serangan yang tengah diluncurkan oleh ketiga orang
lawannya yang tengah murka dan penasaran ini.
Karenanya, Ming Kang Hweshio dengan gerakan yang
cepat sekali telah menyingkir kesamping kiri, lalu melompat
kekanan, dan tahu-tahu melesat kebelakang Ngo Hauw.
Gerakan yang dilakukan oleh Ming Kang Hweshio sangat
mengejutkan lawan lawannya. Luar biasa sekali, dimana
tahu-tahu pendeta ini telah berhasil untuk menotok jalan
darah Tan-cu-hiatnya Ngo Hauw.
Hal itu membuat Jie Hauw dan Sie Hauw tertegun
sejenak, namun mereka tersadar sambil membentak keras
sekali, dan menyerang lebih hebat lagi, setengah nekad,
menikam dengan pedangnya.
Hebat bukan main cara menyerang yang dilakukan oleh
Tie Hauw dan Sie Hauw, karena pedang mereka itu
digetarkan sampai seperti ujung pedang itu berobah menjadi
sepuluh, mengincar bagian-bagian yang mematikan ditubuh
sipendeta. Waktu itu, Sim Toako Sim Jieko telah melihat semua
apa yang terjadi disitu, mereka diam-diam merasa kagum
juga atas kepandaian yang dimiliki Ming Kang Hweshio.
Dengan demikian, tampak Ming Kang Hweshio memang
memiliki nama yang tidak kosong.
Setelah melihat Sie Hauw dan Jie Hauw menerjang
maju lagi, Sim Toako dan Sim Jieko berkuatir kalau-kalau
34 kedua Harimau dari Thian San itu akan terluka ditangan
Ming Kang Hweshio, maka keduanya telah melompat
maju. "Jie-sie Hauw Hengte, mundurlah kalian, berikanlah
kesempatan pada kami untuk berkenalan kelihaian Ming
Kang Hweshio!" Dan Sim Toako bukan hanya berteriak begitu saja,
karena begitu tubuhnya melesat maju tangan kanannya juga
telah bergerak cepat sekali, menyambar kearah pundak
Ming Kang Hweshio. Sim Jieko juga tidak berdiam diri,
begitu menerjang maju, sepasang tangannya beruntun,
menyambar-nyambar kesana kemari.
Tenaga dalam Sim Toako dan Sim Jieko ternyata
memang cukup hebat, karena kekuatan Lwekang yang
mereka pergunakan menimbulkan angin pukulan yang
menderu-deru sangat kuat sekali menerjang kearah Ming
Kang Hweshio. Ming Kang Hweshio diam-diam juga terkejut melihat
hebatnya tenaga serangan yang dilakukan oleh kedua lawan
baru ini. Jie Hauw dan Sie Hauw memang telah lompat
mundur ke tepi ruangan, dan waktu itu hanya Sim Toako
dan Jie Toako yang menyerang beruntun kepada si pendeta.
Namun Ming Kang Hweshio tidak jeri berurusan
dengan Sim Toako dan Jie Toako ini, karena dia terkejut
sebentar saja, setelah merasakan angin pukulan kedua orang
itu hampir tiba, cepat luar biasa Ming Kang Hweshio telah
memutar kedua tangannya dengan beruntun, dan tangantangannya itu menimbulkan angin yang hebat sekali,
dimana melindungi dirinya.
Keadaan seperti itu berlangsung dengan cepat sekali,
dalam sekejap mata telah lima jurus dilewatkan oleh
mereka, karena waktu Sim Toako dan Sim Jieko
35 memperoleh kenyataan serangan mereka yang pertama
gagal, mereka telah menyusuli dengan pukulan-pukulan
lainnya. -o0od0wo0o- Jilid II MING KANG Hweshio waktu itu telah berkata dengan
suara yang tawar: "Kalian memiliki kepandaian yang
demikian tinggi, tapi sayangnya kalian membantu manusia
manusia rendah, sungguh sayang! sungguh sayang!"
Sambil berkata begitu, Ming Kang Hwesio juga tidak
berdiam diri saja, karena dia telah membalas menyerang
kepada kedua lawannya setiap kali berhasil mengelakkan
diri atau berkelit dari serangan Sim Toako dan Sim Jieko
itu, maka Ming Kang Hwesio selalu rnembarengi dengan
serangan balasan. Luar biasa tenaga lwekang itu yang
menderu deru hebat sekali, sehingga membuat Sim Toako
dan Sim Jieko itu harus mengelakkan diri berulang kali.
Tubuh mereka berkelebat kelebat diantari menderu-derunya
angin pukulan mereka masing-masing.
Cara bertempur mereka bukan cara bertempur biasa,
sebab jika sampai salah seorang diantara mereka lengah dan
terserang, niscaya akan membuat mereka terluka berat dan
juga tulang tulang sekujur mereka kemungkinan besar akan
patah, sehingga mereka bisa menjadi manusia bercacad.
Karena itu, beberapa kali Sim Toako juga harus menarik
pulang pukulannya, jika diwaktu itu Ming Kang Hweshio
telah membalas memukulnya dengan hebat, maka jika Sim
Toako itu meneruskan pukulannya, mereka akan terluka
bersama, yang berarti juga hal itu membuat Sim Toako
36 menderita luka didalam, kalau saja kedua tenaga yang
memiliki kekuatan raksasa itu saling bentur. Itulah
sebabnya Sim Toako selalu menghindarkan bentrokan
tenaga mereka yang memaksanya harus menarik pulang
pukulannya. Ming Kang Hweshio sendiri sekarang telah bertempur
tidak tanggung-tanggung, karena dia telah menyerang
dengan beruntun dan cepat sekali, disamping tenaga
Lwekang yang dipergunakannya itu tidak pernah menurun
kekuatannya. Pelayan, juga Thian San Ngo Hauw yang menyaksikan
pertempuran tersebut, telah bengong. Terutama sekali
Thian San Ngo Hauw, karena mereka menyaksikan suatu
pertempuran yang benar benar menakjubkan.
Jika dibandingkan dengan kepandaian mereka, maka
Thian San Ngo Hauw memperoleh kepandaian Sim Toako,
Sim Jieko dan Ming Kang Hweshio memang menang
setingkat dari mereka. Waktu itu, Ming Kang Hweshio telah berseru sambil
tertawa "Tong Loyacu, telah kujanjikan kepadamu, bahwa
aku hendak membalas budi kebaikan Tong Loyacu.
Sekarang perhatikanlah baik-baik, Pinceng akan menghajar
kedua manusia rendah ini!"
Setelah berkata begitu, Ming Kang Hweshio mendadak
berhenti menyerang, tubuhnya doyong ke depan,
membarengi dengan itu, tahu-tahu kedua telapak tangannya
mendorong sangat kuat sekali.
Sim Toako dan Sim Jieko sama sekali tidak menyangkanyangka perobahan cara lawannya bertempur, bahkan yang
mengejutkan mereka, tenaga dorongan kedua telapak
tangan dari Ming Kang Hweshio bukan main hebatnya,
angin dorongannya itu menderu deru dan menyambar37
nyambar dengan hebat sekali, sehingga membuat Sim
Toako dan Sim Jieko harus melompat mundur empat
langkah ke belakang, untuk menghindarkan diri dari
terjangan itu. Ming Kang Hwesio tidak mau sudah sampai disitu saja,
karena ia telah mengeluarkan suara seruan yang nyaring,
membarengi dengan mana tampak kedua tangannya telah
bergerak mendorong lagi dengan kuat.
"Weeerrr," angin dorongan kedua telapak tanginnya
menggempur Sim Toako dan Sim Jieko.
Kedua orang itu sekarang sudah tidak memiliki
kesempatan untuk menghindarkan diri, karena tampak
mereka berdua terpaksa harus menangkis gempuran itu
dengan kekerasan, yaitu dengan mempergunakan juga
kekuatan tenaga dalam mereka, mendorong juga kedepan
maka tiga kekuatan tenaga yang hebat telah saling bentur,
terdengar bentrokan yang nyaring sekali.
Tubuh Ming Kaig Hweshio bergoyang-goyang namun
tidak sampai mundur, sedangkan Sim Toako dan Sim Jieko
telah tergeser setengah langkah.
Muka Sim Toako dan Sim Jieko tampak berobah pacat
dan merah bergantian, sampai akhirnya keduaanya
mengeluarkan suara bentakan mengguntur, mereka
menerjang lagi sambil menggerakkan kedua kepalan tangan
mereka. Rupanya Sim Toako dan Sim Jieko malu diri mereka
telah tergeser oleh dorongan Ming Kang Hweshio, dari
malu akhirnya menjadi murka, dan kini mereka telah
menyerang dengan mempergunakan seluruh kekuatan
tenaga lwekang yang mereka miliki.
38 Diwaktu itu terlihat Tong Miauw Liang telah berdiri
mematung, karena sekujur tubuhnya telah terluka. Dia
memang merasa sakit pada luka-lukanya itu namun
akhirnya setelah berdiri diam sejenak lamanya, dengan
mata yang agak berkunang-kunang, disaat itulah tampak
Tong Miauw Liang telah memutar tubuhnya, untuk pergi


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke kamar Auwyang Toanio dan Sung-jie, guna melihat
keadaan mereka. Muka Auwyang Toanio pucat pias waktu membukakan
pintu untuk Tong Miauw Liang Dan Sung-jie telah
terbangun dari tidurnya. Anak itu tengah bertanya-tanya
kepada ibunya, keributan apa yang terjadi diluar, dan
mengapa ayahnya tidak datang untuk melakukan
perjalanan bersama-sama dengan mereka,
Auwyang Toanio sendiri waktu Tong Miauw Liang
mengetuk pintu kamar mereka, tengah menitikkan air mata
yang tidak hentinya, menangis menyesali nasib mereka
yang buruk Tong Miauw Liang telah menghibur Auwyang Toanio,
bahwa mereka tidak perlu berkuatir lagi, karena sekarang
telah ada seorang Kuijin tuan penolong, yang membantu
mereka. Dengan demikian mereka tentu akan terhindar dari
bencana ditangannya orang2 im-mo-kauw.
Diwaktu itulah terdengar suara bentakan nyaring dari
Sim Toako, yang kala itu tengah berteriak dengan suara
yang keras seperti petir, menerjang kepada Ming Kang
Hweshio dengan gerakan yang luar biasa kuatnya, karena
dalam keadaan kalap, Sim Toako telah menerjang untuk
mengadu jiwa dengan Ming Kang Hweshio.
Sim Jieko tidak berdiam diri, karena dia pun telah
membentak sama kerasnya seperti Sim Toako, pukulan
yang dilakukannya pun sangat hebat sekali. Dengan
39 demikian Ming Kang Hweshio jadi dikepung dua jurusan
oleh dua kekuatan raksasa.
Ming Kang Hweshio tidak jari manghadapi serangan
seperti itu, kedua tangannya tahu tahu telah didorong ke
kiri dan ke kanan, maka dengan segera dia menyambuti
tenaga gempuran kedua lawannya itu dengan keras dilawan
keras. "Buukkkkk! Buukkkkk!" dua kali terdengar suara
benturan yang keras sekali, disusul juga dengan
terpentalnya tubuh Sim Toako dan Sim Jieko. Kedua orang
itu telah terlempar sejauh dua tombak lebih.
Rupanya Ming Kang Hweshio telah mempergunakan
lwekang dan tenaga simpanannya.
Dengan demikian, kedua bersaudara Sim itu telah
terpental dengan menderita luka di dalam, walaupun tidak
parah. Itu disebabkan tenaga dalam mereka tergoncang,
oleh gempuran yang dilakukan oleh Ming Kang Hweshio.
Sedangkan Ming Kang Hweshio telah mengetuk
perlahan-lahan Bokkienya, dia juga telah berkata:
"Omitohud! Omitohud! Sungguh merupakan hal yang patut
disesalkan, di mana Pinceng harus menurunkan tangan
keras melukai kalian berdua.... tetapi ini demi untuk
kebaikan jiwa manusia juga"
SimToako dan Sim Jieko telah mengawasi dengan mata
mendelik. Sesungguhnya mereka penasaran sekali, dan
hendak menerjang lagi untuk bertempur dengan Ming Kang
Hweshio. Namun mereka merasakan napas mereka sesak.
Oleh karena itu, mereka tidak segera menerjang lagi,
melainkan berdiri ditempat masing-masing dengan sikap
bengis sekali. 40 Ming Kang Hweshio telah merangkapkan kedua
tangannya, katanya: "Dengan memandang muka kotor
Pinceng, sudilah kiranya kalian angkat kaki dari tempat ini,
jangan sampai memaksa Pinceng turunkan tangan yang
lebih keras lagi, sehingga meminta korban jiwa!"
Sim Toako dan Sim Jieko telah mendengus Malah Sim
Toako telah berkata "Baiklah!! Kami suatu saat tentu akan
datang mencarimu.... heemmmmm, sekarang memang
kami tidak bisa berbuat banyak, malah urusan kami telah
terlantar olehmu! Urusan ini tidak akan habis sampai disini
saja, Ming Kang Hweshio!!" Dan setelah berkata begitu,
Sim Toako telah memberi isyarat kepada Sim Jieko mereka
kemudian telah memutar tubuh masing-masing untuk
meninggalkan rumah penginapan tersebut.
Thian San Ngo Hauw yang melihat Sim Toako, Sim
Jieko akan pergi meninggalkan tempat itu, telah ikut keluar
juga dari ruangan tersebut, setelah mendeliki Ming Kang
Hweshio. Mereka juga bermaksud pergi, karena merasa
tidak akan memperoleh suatu keuntungan apapun jika
mereka meneruskan pertempuran dengan pendeta itu.
Ming Kang Hweshio berdiam diri saja, dia tidak
mencegah kepergian Thian San Ngo Hauw, hanya
tersenyum-senyum saja. Setelah semua orang itu berlalu,
Tong Miauw Liang turun ke ruang bawah untuk
mengucapkan terima kasih kepada sipendeta.
Ming Kang Hweshio tersenyum katanya: "Jangan Tong
Loyacu berkata begitu, bukankah pernah Pinceng katakan,
bahwa Pinceng ingin sekali membalas budi kebaikan Tong
Loyacu jika memang memiliki kesempatan" Dan sekarang,
memang terdapat kesempatan itu, karenanya Pinceng tidak
sia-siakan...." 41 "Tapi memang Siauwte merasa berhutarg budi pida
Taisu, tanpa adanya Taisu tentu jiwa kami telah
melayang.... manusia manusia rendah tadi memang
menginginkan jiwa kami!" kata Tong Miauw Liang.
Ming Kang Hweshio telah menggeleng perlahan.
"Walaupun mereka menginginkan jiwa kalian, namun jika
memang takdir belum menentukan begitu, tentu tidak dapat
terjadilah itu, dimana keinginan mereka tidak akan tercapai.
Seperti terjadi sekarang, disaat Tong Loyacu terancam,
bukankah kebetulan adanya Pinceng....! Hmmmm, mereka
merupakan orang-orang Im-mo-kauw, jelas mereka bukan
manusia baik-baik, karenanya Pinceng juga tidak ragu-ragu
untuk membantu dan menolongi Tong Loyacu!"
Tong Miauw Liang menghela napas, katanya "Tadi
Siauwte cepat mendengar bahwa-Taisu tengah memiliki
tugas untuk melindungi seseorang.... jika boleh, apakah
Taisu tidak keberatan memberitahukan, siapakah orang
yang tengah dilindungi oleh Taisu?".
Ming Kang Hweshio menghela napas, ke mudian
katanya: "Sesungguhnya orang yang perlu dilindungi oleh
Pinceng adalah Tong Loyacu....!"
"A.... apa"!" tanya Tong Miauw Liang terkejut, karena
dia tidak menyangka akan mernperoleh jawaban seperti itu.
Ming Kang Hweshio menghela napas lagi kemudian
katanya lagi: "Tong Loyacu, engkau tidak perlu kaget,
karena memang sesungguhnya Pinceng telah menerima
perintah dari seseorang, yang tidak bisa Pinceng sebutkan
sekarang ini namanya, bahwa orang itu telah meminta
kepada Pinceng untuk melindungi Tong Loyacu berikut
Auwyang Toanio dan seorang anak kecil yang berada
bersama kalian, yaitu Sung-jie....!"
42 Tong Miauw Liang jadi semakin heran. Dia merasa
heran dan aneh sekali, karena pendeta ini bisa mengetahui
jelas bahwa dia bersama dengan Auwyang Toanio dan
Sung-jie. Yang membuat lebih heran lagi adalah orang yang
telah perintahkan Ming Kang Hweshio untuk melindungi
dirinya serta Auwyang Toanio dan Sung-jie. Siapakah
orang itu, yang tidak ingin diberitahukan namanya oleh
Ming Kang Hweshio" Waktu itu Tong Miauw Liang telah berkata dengan ragu
ragu "Jika memang Taisu tidak keberatan, dapatkah Taisu
memberitahukan, siapakah adanya orang yang telah
meminta kepada Taisu untuk melindungi kami"!"
Ming Kang. Hweshio tersenyum sambil menggeleng,
"Sayang sekali aku tidak bisa menjelaskannya....!" katanya.
"Pinceng juga yakin, tentu hal itu tidak begitu penting buat
Tong Loyacu, mengetahui nama orang tersebut tidaklah
begitu berarti jika dibandingkan dengan keselamatan kalian
agar dapat tiba di Kangciu dengan selamat....! Menyesal
sekali, Pinceng juga baru dapat bertemu dengan kalian
sekarang ini, jika memang bertemu beberapa hari
sebelumnya, tentu kalian tidak perlu kuatir dan diliputi
perasaaan takut, disamping itu pula, kau tidak perlu sampai
terluka seperti sekarang ini, Tong Loya"
Mengetahui bahwa Hweshio itu memang mempunyai
kesulitan untuk menyebutkan atau memberitahukan nama
orang yang telah perintahkan padanya untuk melindungi
Tong. Miauw Liang bersama Auwyang Toanio dan Sungjie, Tong Miauw Liang juga tidak mendesaknya.
Sedangkan Ming Kang Hweshio telah menyirnpan
Bokkienya dan kemudian tanyanya: "Dapatkah Pinceng
bertemu dengan Auwyang Toanio" Ada sesuatu yang ingin
Pinceng sampaikan padanya....!"
43 Tong Miauw Liang mengangguk, diapun telah
mengajak Ming Kang Hweshio ke kamarnya Auwyang
Toanio. Auwyang Toanio yang mendengar bahwa Hweshio itu
adalah penolong mereka, cepat-cepat Auwyang Toanio
telah berlutut untuk menyampaikan terima kasihnya.
Ming Kang Hweshio telah menghindar ke samping, dia
tidak mau menerima pemberian hormat dari Auwyang
Toanio. "Janganlah Toanio berlaku demikian sungkan",
katanya. "Berdirilah Toanio ada sesuatu yang hendak
Pinceng sampaikan kepada Toanio....!"
Auwyang Toanio telah berdiri dengan hati bertanyatanya heran entah apa yang ingin disapaikan oleh pendeta
ini. Karenanya Auwyang Toanio hanya mengawasi saja
pada sipendeta. Ming Kang Hweshio tidak segera berkata-kata, hanya
saja pendeta ini telah merogoh saku jubahnya, dia
mengeluarkan sesuatu. Ketika barang itu telah diperlihatkan, ternyata sebatang
bendera kecil, yang terbuat dari sutera merah, dan
dibendera berbentuk segitiga itu,, yang terbuat dari sutera
merah, dan di bendera berbentuk segitiga itu, terlukis seekor
naga yang tengah melingkar diatas awan.
"Sin Kie (Bendera Sakti) ini merupakan benda mustika,
jika memang kalian memegang bendera ini, dan dalam
keadaan terancam bahaya, kalian bisa memanfaatkannya,
karena bendera ini tentu akan dapat meloloskan kalian dari
ancaman maut....!" menjelaskan pendeta tersebut.
Tong Miauw Liang dan Auwyang Toanio memandang
heran dengan tatapan mata yang tajam kepada bendera itu,
44 mereka pun tidak mengetahui entah apa manfaat dan
faedahnya bendera tersebut.
"Kalian tentu tidak yakin" kata Ming Kang Hweshio
kemudian sambil senyum waktu melihat sikap Auwyang
Toanio dan Tong Miauw Liang. "Sesungguhnya Sin Kie ini
merupakan bendera pusaka yang memiliki pengaruh di lima
propinsi.... jika memang bendera ini berada ditangan kalian,
kemungkin besar marabahaya akan berobah menjadi
keberuntungan....!" Setelah berkata begitu, Ming Kang Hweshio
mengangsurkan bendera tersebut kepada Auwyang Toanio
dia juga telah melanjutkan perkataannya lagi: "Dan semua
ini tentu saja untuk kepentingan anakmu Toanio, yaitu
Sung-jie, semoga saja sepanjang dalam perjalanan kalian
akan selamat! Mengenai peristiwa kematian suamimu,
Toanio, telah Pinceng ketahui dengan jelas. Memang itulah
perbuatan terkutuk dan keterlaluan dari im-mo-kauw! Tapi
jika kalian telah tiba di Kangciu, tentu kalian akan
mengetahui duduk persoalannya dengan jelas, mengapa
Pinceng menerima tugas untuk melindungi kalian! Nah,
sekarang Toanio terimalah bendera ini!"
Auwyang Toanio telah menyambnti bendera berukuran
kecil dan dalam beituk segitiga itu. Kemudian disimpannya
baik-baik di dalam sakunya.
Tong Miauw Liang sendiri telah berkata: "Taisu, jika
tidak salah, itulah lambang dari Naga Sejati.... benarkah itu.
Taisu"!" Ming Kang Hweshio memandang heran ke pada Tong
Miauw Liang, namun akhirnya dia telah bersenyum.
"Sungguh tajam mata Tong Loyacu....!" katanya.
"Memang benar, bahwa bendera itu adalah milik dari Naga
Sejati Locianpwe!" 45 Tong Miauw Liang jadi girang luar biasa Naga Sejati
merupakan satu-satunya tokoh rimba persilatan yang sangat
hebat kepandaiannya. Sejauh cerita yang tersiar didalam
kalangan Kangouw, bahwa Naga Sejati merupakan tokoh
yang tanpa tanding, tidak ada lawannya, karena memang
benar-benar Naga Sejati merupakan jago yang sakti sekali.
Diapun terkenal akan ilmu sihirnya. Lalu apa hubungannya
dengan Ming Kang Hweshio, dan mengapa dia perintahkan
Hweshio itu melindungi Tong Miauw Liang, Auwyang
Toanio dan juga Sung-jie.
Namun Tong Miauw Liang tidak berani banyak
bertanya, karena dia hanya menantikan keterangan
sipendeta saja. Waktu itu Ming Kang Hweshio berkata dengan suara
yang sabar "Sesungguhnya Naga Sejati bermaksud untuk
melindungi langsung kepada kalian namun ada suatu
urusan penting yang mau atau tidak harus diselesaikan
olehnya, karena itu Naga Sejati telah perintahkan aku untuk
melindungi kalian, mewakilinya! Dan tugas itu memang
merupakan tugas yang tidak ringan, sebab terus terang kita
harus mengakui bahwa Im-mo-kauw merupakan sebuah
perkumpulan yang memiliki anggota terdiri dari jago-jago
yang memiliki kepandaian tinggi sekali. Jika Thian San Ngo
Hauw, Sin Toako dan Sim Jieko itu merupakan orangorang yang menduduki tingkat ke delapan didalam Im-mokauw. Karenanya jika memang dari tingkat ketujuh,
keenam kelima, keempat, mereka itu tentu jauh lebih liehay
dari Thian Sam Ngo Hauw dan kedua sahabatnya
itu....!"Hemmmm tapi Pinceng telah berkeputusan untuk
tetap melindungi kalian, walaupun Pinceng mengetahui,
bahwa orang-orang Im-mo-kauw dari tingkatan yang lebih
tingi lagi akan datang memusuhi kita....!"
46 Tong Miauw Liang menghela napas. "Memang waktu


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang-orang Im-mo-kauw mencelakai suhengku, Auwyang
Fung Tang, aku tidak berdaya untuk membantuinya, karena
waktu itu aku menyadari bahwa kepandaianku tidaklah
cukup untuk menandingi mereka. Karenanya, aku hanya
bisa membantunya deigan menyingkirkan putera dan
isterinya, agar mereka dapat diselamatkan, sedang kari
Auwyang Fung Tang, suhengku itu telah, terbinasa
ditangan orang-orng Im-mo-kauw. Namun mereka, orang
orang Im-mo-kauw tersebut tidak mau melepaskan kami,
karena mereka memang menginginkan jiwa kami, mereka
terang melakukan pengejaran! Untung saja,, sekarang ada
Taisu yang telah melindungi kami, dengan demikian, teitu
kami jauh lebih tenang dibawah perlindungan Taisu....!"
Dan setelah berkata begitu, tampak Tong Miauw Liang
menghela napas dalam dalam.
Ming Kang Hweshio juga telah menghela napas,
katanya "Walupun Pinceng tidak jeri berurusan dengan
orang-orang Im-mo-kauw, namun walaupun bagaimana
kira tidak bisa memungkirinya bahwa orang-orang Im-mokauw tersebut memiliki kepandaian yang tinggi dan belum
tentu Pinceng dapat menghadapi dengan baik. Namun
Pinceng telah bertekad untuk melaksanakan tugas yang
diberikan oleh Naga Sejati dengan sebaik mungkin! Dan
jika memang Tong Loyacu bersama Toanio tidak
keberatan, lebih bijaksana jika kita melakukan perjalanan
sekarang saja, karena semakin cepat kita tiba di Kangciu,
itu semakin baik, sebab Naga Sejati telah menjanjikan,
begitu kalian tiba di Kangciu, disana telah ada orangorangnya yang akan melindungi kalian, sehingga tidak
perlu kuatir lagi terhadap ancaman orang-orang Im-mokauw.
47 Auwyang Toanio ragu-ragu, karena mengingat cuaca
yang begitu buruk dan dinginnya udara yang menusuk
ketulang dan sumsum. Sedangkan Tong Miauw Liang
menganggap usul dari Ming Kang Hweshio memang baik,
karena dengan demikian, berarti sipendeta hendak
membawa menyingkir mereka dari tempat ini secepatnya,
sebelum orang-orang Im-mo-kauw sempat kembali
kerumah penginapan ini dengan jumlah yang lebih banyak
lagi, yang tentu akan sulit dihadapi oleh mereka,
"Baiklah!" kata Tong Miauw Liang kemudian. "Jika
memang Taisu beranggapan itu? lebih baik dibandingkan
jika memang kita harus berdiam satu malam disini, adalah
lebih, baik kita menyingkirkan diri dari tempat ini, secepat
mungkin, kami hanya menurut saja setiap petunjuk Taisu."
Ming Kang Hweshio telah mengangguk. "Pinceng
menantikan diluar selama kalian tengah membereskan
buntalan kalian" kata Ming Kang Hweshio,
Auwyang Toanio juga telah menyadari, semakin cepat
mereka menyingkirkan diri dari rumah penginapan ini dan
tiba di Kangciu dalam beberapa hari mendatang, tentu
keselamatan mereka lebih terjamin. Memang suaminya
yang telah almarhum itu sebelum menghembuskan
napasnya, masih sempat untuk berpesan agar mereka segera
menuju ke Kangciu, Itulah sebabnya Tong Miauw Liang membawa
Auwyang Toanio dan Sung-jie dalam perjalanan secepat
mungkin. Setelah mempersiapkan buntalan mereka dan Tong
Miauw Liang menemui diluar kereta, mendesak She Toan
agar melanjutkan perjalanan lagi, kusir itu keberatan. Dia
ingin mengaso satu malaman dulu di kampung ini.
48 Walaupun Tong Miauw Liang telah menjanjikan
tambahan upah lagi buat si kusir, namun kusir itu tetap
menolak. Sampai akhirnya Tong Miauw Liang habis sabar.
"Apakah engkau menghendaki aku memaksa menabas
kutung tanganmu dulu"!"
Kusir itu jadi ciut nyalinya, karena dia telah
menyaksikan bahwa Tong Miauw Liang bukan orang
sembarangan. Demikian juga halnya dengan Ming Kang
Hweshio. yang waktu itu sipendeta hanya mengawasi
sikusir dengan berdiam diri saja.
Akhirnya kusir itu telah mengangguk, dia mempersiapkan kereta kudanya dengan menggerutu
panjang pendek tiada hentinya.
Begitulah, dibawah derasnya hujan salju, rombongan,
Tong Miauw Liang telah melanjutkan perjalanan mereka.
Auwyang Toanio telah menggendong Sung-jie, dimana
anak tersebut telah bertanya-tanya mengapa mereka selalu
harus melakukan perjalanan yang tergesa-gesa seperti itu.
Auwyang Toanio hanya dapat mengatakan bahwa
mereka memiliki urusan penting yang harus cepat-cepat tiba
di Kangciu, dia tidak menjelaskan persoalan yang
sebenarnya, karena nyonya ini yakin bahwa anaknya yang
masih berusia sekecil itu tentu tidak akan paham akan
duduknya persoalan tersebut, walaupun dia menceritakannya. Waktu itu, Ming Kang Hweshio juga telah ikut bersama
dikereta tersebut. Perjalanan yang mereka tempuh sangat sulit sekali,
karena tidak jarang roda kereta itu terbenam dalam
tumpukan salju, sehingga kereta tersebut sulit sekali untuk
maju. 49 Dalam keadaan seperti itulah Sie Toan selalu
menggerutu mencaci maki kudanya. Walaupun demikian,
tokh terpaksa Sie Toan harus berusaha untuk dapat
menjalankan keretanya itu, untuk meneruskan perjalanan
mereka. Malamnya gelap, namun dibawah bantuan cahaya
salju yang memutih, tidaklah membawa kesulitan apa-apa
buat Sie Toan, hanya tumpukan salju dan dinginnya hawa
udara, yang telah membuat Sie Toan menggigil tidak tahan
dan letih sekali. Memang dia bermaksud untuk meminta
kepada Tong Miauw Liang, agar mereka singgah disebuah
perkampungan, guna beristirahat, dan mengaso selama satu
maiaman agar tenaganya dapat, pulih pula dan lelahnya
berkurang. Namun Tong Miauw Liang tetap mendesak Sie
Toan agar meneruskan perjalanan mereka tanpa singgah,
karena memang Tong Miauw Liang berkeinginan mencapai
Kangciu secepat mungkin. Ming Kang Hweshio sepanjang perjalanan lebih banyak
berdiam diri mendengarkan cerita Auwyang Toanio
mengenai peristiwa yang membawa kematian buat
suaminya, yaitu Auwyang Fung Tang, ditangan orang
orangnya Im-mo-kauw. Auwyang toanio menceritakan, betapa pada mlalam itu,
belasan orang Im-mo-kauw telah mendatangi rumah
mereka. Suaminya, Auw-yang Fung Tang bertengkar
dengan mereka, sampai akhirnya terjadi pertempuran.
Namun kepandaian orang2 Im-mo-kauw itu tidak bisa
menandingi kepandaian Auw-yang Fung Tang, Namun
disebabkan jumlah mereka yang sangat banyak, dan
Auwyang Fung Tang hanya seorang diri, setelah bertempur
semalaman, akhirnya Auwyang Fung Tang terluka parah.
Orang2 Im-mo-kauw pun banyak pula yang telah dapat
dibinasakan oleh Auwyang Fung Tang, namun jumlah
mereka bukannya berkurang, malah semakin bertambah
50 banyak juga, karena dalam waktu2 berikutnya telah
berdatangan jago2 yang lebih hebat lagi dari Im-mo-kauw.
Waktu itu Tong Miauw Liang berkunjung kerumah
Suhengnya ini, sehingga dia menyaksikan peristiwa itu. Dia
telah membantui suhengnya untuk menghadapi orang2 Immo-kauw tersebut. Namun kepandaian Tong Miauw Liang
masih jauh dibawah kepandaian Auwyang Fung Tang,
karenanya, dia terdesak hebat sekali dibawah keroyokan
orang-orang Im mo-kauw. Auwyang Fung Tang yang melihat pihaknya berada
dalam kedudukan tidak menguntungkan, telah perintahkan
Tong Miauw Liang menyelamatkan isteri dan anaknya,
yaitu Auwyang Toanio dan Sung-jie. Dia juga berpesan
agar pedang dikamar perpustakaannya, sebilah pedang
pusaka diselamatkan juga Begitulah, dengan seorang diri, Auwyang Fung Tang
telah mendesak lawan2nya, lihat mereka dalam suatu
pertempuran yang menentukan antara mati dan hidup.
Bagaikan seekor naga yang terluka, Auwyang Fung Tang
telah mengamuk hebat sekali dengan mempergunakan
pedangnya. Karenanya Tong Miauw Liang dapat
meloloskan diri dengan mengajak Auwyang Toanio serta
Sung-jie menyingkirkan diri
Mereka menggunakan dua ekor kuda yang dilarikan
keras sekali dibawah derasnya hujan salju. Namun kuda itu
mungkin terlalu lelah, yang ditunggangi oleh Tong Miauw
Liang bersama Sung-jie, telah mati kehabisan napas.
Dengan mempergunakan seekor kuda saja, mereka bertiga
melarikan diri terus dimana perjalanan mereka dilakukan
dengan lambat sekali dengan tiga orang penunggang diatas
punggungnya, membuat kuda itu tidak bisa berlari cepat,
terlebih lagi disaat itu hujan salju sangat deras sekali,
51 jalanan licin dan juga banyak bukit-bukit salju dalam bentuk
kecil yang mengganggu perjalanan.
Setelah dapat melarikan diri lebih dari lima puluh lie,
akhirnya ditengah jalan mereka bertemu dengan sebuah
kereta berkuda, yang kosong dan tidak berpenumpang.
Maka mereka telah menyewa kereta berkuda itu, untuk
melanjutkan perjalanan ke Kangciu. Semula memang kusir
kereta itu, Sie Toan, menolak keinginan Tong Miauw Liang
yang hendak menyewa kereta berkudanya, sebab diapun
tengah melakukan perjalanan untuk pulang ke kampung
halamannya menjenguk anak isterinya. Namun Tong
Miauw Liang telah mendesaknya,, dengan upah yang besar
sekali. Akhirnya kusir kereta berkuda itu tertarik, dia
menerima desakan penumpangnya, dengan demikian segera
juga Sie Toan melarikan keretanya menuju ke Kangciu.
Namun, perjalanan tidak mudah, sangat sukar sekali,
karena salju yang turun terus menerus. Lagi pula, Song
Miauw Liang selalu mendesak agar kereta dilarikan dengan
cepat sekali. Tong Miauw Liang mengajak Auwyang Fung Tang.
Menurut Aawyang Fung Tang, di sana mereka akan dapat
dibantu oleh seseorang. Memang selalu Tong Miauw Liang heran, mendugaduga entah siapa orang yang dimaksudkan oleh Auwyang
Fang Tang, karena waktu itu. dibawah gencarnya serangan
lawan-lawannya, Auwyang Fung Tang tidak sempat
mengatakan siapa adanya orang yang harus mereka temui.
Tapi sekarang setelah bertemu dengan Ming Kang
Hweshio, barulah Tong Miauw Liang dapat menduga-duga,
tentunya orang yang dimaksudkan oleh Auwyang Fung
Tang itu adalah si Naga Sejati. Tapi itu hanya merupakan
rabaannya belaka, dia belum begitu pasti, sebab Ming Kang
52 Hweshio sendiri belum mau menceritakan keadaan yang
sebenarnya. Hanya sipendeta itu menjanjikan untuk
melindungi mereka. Sedang Ming Karg Hweshio setelah mendengar cerita
Auwyang Toanio, menghela napas dalam-dalam.
"Entah bagaimana keadaan Auwyang Fung Tang
sekarang, apakah ia masih hidup atau memang telah
terbinasa ditangan orang2 Im-mo-kauw itu" mengguman
Ming Kang Hwe shio. Auwyang Toanio juga telah menghela napas sambil
menyusut air matanya yang memang sejak tadi telah
mengucur turun. "Menurut dugaanku" kata Tong Miauw Liang yang ikut
bicara, "Auwyang Suheng tentunya telah terbinasa ditangan
orang2 Im-mo kauw itu karena waktu kami tinggalkan,
keadaan Auwyang Suheng telah dalam keadaan terluka
parah, dan dia masih bertahan terus menghadapi
lawan2nya. Aku yakin, Auwyang. Suheng tentu tidak akan
mau menyerah untuk ditawan oleh orang-orang Im-mokauw. Setelah kami berhasil meloloskan diri, tentunya
Auwyang Suheng telah mempertaruhkan jiwanya itu!"
Ming Kang Hweshio menghela napas dalam-dalam,
wajahnya guram, "Sayang, sayang sekali!" kata pendeta ini
"Seorang tokoh rimba persilatan yang memiliki kepandaian
sehebat Auwyang Fung Tang Taihiap, ternyata harus
binasa dengan cara begitu mengecewakan sekali!" gumam
pendeta ini. "Dan terbunuhnya juga ditangan manusia
manusia rendah seperti. orang2 Im-mo-kauw''
Tong Miauw Liangpun menghela napas dalam-dalam.
Memang suhengnya itu sebelumnya merupakan seorang
tokoh persilatan yang sangat disegani oleh orang2 rimba
persilatan. Kepandaiannya begitu tinggi, Auwyang Fung
53 Tang demikian gagah. Berbeda dengan dirinya yang
memiliki kepandaian beberapa tingkat dibawah suhengnya
itu, maka Auwyang Fung Tang merupakan seorang
pendekar yang gagah perkasa yang sulit dicari
bandingannya. Jika sekarang Auwyang Fung Tang dapat dicelakai oleh
orang2 Im-mo-kauw, itulah di sebabkan dia dikeroyok oleh
musuhnya yang berjumlah banyak sekali. Dan disamping
itu walaupun dia harus membuang jiwa, tohk ia mati tidak
kecewa, karena diapun tentunya, telah berhasil
membinasakan belasan orang lawannya.
Kereta itu telah meluncur terus dengan pelahan sekali,
karena hujan salju bukannya mereda, malah telah semakin
deras dan besar, di mana salju telah turun dengan ganas
sekali, menyebabkan jalanan dipenuhi oleh tumpukan salju
yang membukit, menghambat perjalanan kereta berkuda
itu.... Tubuh Auwyang Toanio, Sung-jie, Ming Kang Hweshio


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan Tong Miauw Liang terguncang kekiri dari ke kanan
tiada hentinya, karena goncangan kereta yang dihela kedua
ekor kuda itu. terutama sekali disebabkan banyaknya
gundukan salju. Sie Toan juga telah berusaha untuk
memilih jalan yang terhindar dari tumpukan salju yang
tebal. Hal ini untuk memperlancar jalannya kereta tersebut.
Tapi memang tidak kecil kesulitan yang dialami oleh Sie
Toan, dengan turunnya hujan salju yang semakin deras,
dengan demikian telah membuat jalanan yang tertutup salju
itu selain licin, pun sulit dilalui, juga gangguan cuaca dan
hawa udara yang dingin dan buruk sekali Namun, dalam
keadaan terpaksa, disamping upah yang besar beberapa kali
lipat dari biasanya, juga dibawah ancaman Tong Miauw
Liang yang akan membuntungi tanganya jika kusir tersebut
54 tidak mau meneruskan perjalanan mereka, maka Sie Toan
telah mengendalikan sedapat mungkin keretanya tersebut.
Memang dia telah empat puluh tahun bekerja sebagai kusir
kereta, dengan sen dirinya dia merupakan kusir yang
berpenga laman sekali. Tapi sekarang ini, dia tidak kuasa
menentang pengaruh dan kekuasaan alam, sehingga
keretanya itu berjalan bagaikan me rangkak, bagaikan
seekor siput belaka, dimana kedua kudanya sering
tergelincir dan juga melangkah dengan tindakan yang
perlahan sekali, tidak bisa berlari sebagaimana mestinya.
Satu malam satu hari mereka melakukan perjalanan
tanpa beristirahat, yang payah sekali adalah Sie Toan, yang
jadi lelah bukan main, sampai akhirnya dia sudah tidak
tahan waktu sampai di sebuah perkampungan kecil, Sie
Toan bersikeras ingin beristirahat satu malaman di
perkampungan tersebut. Tong Miauw Liang dan yang lainnya juga tidak bisa
mendesak lebih jauh. apalagi kusir kereta itu telah berkata:
"Jika memang tuan Tong ingin membuntungi tanganku,
buntungilah aku tak berdaya untuk melakukan perjalanan
terus, terus terang saja, jika memang aku memaksakan diri
untuk mengendalikan kereta itu terus, tentu kita salah-salah
bisa celaka, dimana kereta itu tidak terkendalikan oleh
keadaanku seperti sekarang ini! Aku perlu tidur untuk satu
malaman saja, besok kita melanjutkan perjalanan kita lagi
....!" Tong Miauw Liang dan yang lainnya menyetujui
dengan terpaksa. Mereka juga memaklumi keadaan kusir
tersebut. Sedangkan Ming Kang Hweshio sendiri
mengatakan, jika keadaan kusir seperti itu dipaksakan terus,
tokh perjalanan dilakukan tidak bisa dengan cepat, salahsalah kusir tersebut jatuh sakit dan akan menambah
kerepotan mereka. 55 Tong Miauw Liang mengambil kamar bersama Ming
Kang Hweshio disebuah rumah penginapan, sedangkan
Anwyang Toanio bersama Sung-jie mengambil kamar
satunya lagi, yang letaknya sebelah menyebelah satu
dengan yang lainnya. Malam itu, banyak yang dibicarakan Tong Miauw
Liang dengan Ming Kang Hweshio, terutama sekali
mengenai perkembangan dunia Kangouw, dan juga
mengenai perkumpulan Im-mo-kauw, yang merupakan
sebuah perkumpulan yang sekarang ini tengah
mengembangkan sayap dan kekuasaannya, dengan
mempengaruhi berbagai pintu perguruan dan aliran silat,
jago-jago yang liehay dipengaruhi mereka dengan berbagai
cara agar masuk ke dalam Im-mo-kauw sebagai
anggotanya. "Menurut pendengaranku, yang menjadi Kauwcu dari
perkumpulan tersebut seorang aneh, yang tidak pernah ada
yang melihat wajahnya karena selain jarang keluar
berkelana didalam rimba persilatan, juga dia selalu memakai topeng menutupi mukanya. Dengan demikian,
jarang sekali orang mengetahui bagaimana macamnya
Kauwcu dari im-mo-kauw, mereka hanya mengetahui
bahwa Kauwcu dari perkumpulan tersebut bertubuh tinggi
kurus dan memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali.
Yang selalu menyelesaikan urusan diluar Im-mo-kauw,
adalah anak buahnya, dan mereka pun terdiri dari orangorang yang memiliki kepandaian yang hebat serta liehay
dimana Kauwcu mereka boleh dibilang jarang sekali turun
tangan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
terjadi pada Im-mo-kauw....!" Sambil menjelaskan begitu,
Ming Kang Hweshio menghela napas dalam2. "Sayang
sekali," melanjutkan Ming Kang Hweshio setelah berdiam
diri beberapa saat. "Semua perbuatan dan tindakan yang
56 dilakukan oleh orang-orang Im-mo-kauw merupakan
perbuatan busuk yang diluar garis kepantasan, mereka
selalu melakukan kejahatan dan tidak jarang pula, mereka
melakukan berbagai perbuatan yang hina dina, karena
sebagian dari anggota perkumpulan tersebut dari tokohtokoh Lioklim (Rimba Hijau, kaum penjahat) yang
umumnya memiliki sifat yang ganas dan kejam!"
"Tadi Taisu mengatakan bahwa pemimpin Im-mo-kauw
itu seorang yang bertubuh tinggi jangkung dan mukanya
selalu ditutup oleh kain pelindung muka, dengan demikian
jarang sekali orang yang bisa melihat mukanya. Lalu,
apakah tidak ada orang yang mengetahui juga siapa nama
atau gelaran Kauwcu Im-mo kauw tersebut"!"
Ming Kang Hweshio mengangguk. "Soal nama dan
gelaran dari Kauwcu Im-mo-kauw tersebut masih terdapat
kesimpang siuran, karena ada orang yang mengatakan dia
she Mo, tapi ada juga yang bilang dia she Thio atau she
Wang. Entah yang mana yang benar. Hanya satu
keseragaman terdapat dalam kalangan Kangouw, mengenai
gelaran Kauwcu dari Im-mo-kauw itu, yaitu Loa Jiu Giam
Ong (Raja Akherat Bertangan Panas)"
"Luar biasa gelarannya itu" kata Tang Miauw Liang.
Ming Kang Hweshsio mengangguk. "Ya seperti
gelarannya itu, maka dia memang memiliki telapak tangan
yang mengandung maut yang selalu membinasakan lawanlawannya atau korbannya dengan cara yang mengerikan
sekali! Namun karena jarangnya dia tampi! didalam
kalangan Kangouw, disebabkan itu pula jarang orang yang
bisa menjelaskan secara terang sampai di tingkat mana
kepandaian yang dimiliki oleh Loa Jiu Giam Ong"
Setelah berkata begitu, Ming Kang Hweshio mengawasi
Tong Miauw Liang beberapa saat, katanya lagi: "Tong
57 Loyacu, sesungguhnya ada sesuatu yang hendak Pinceng
tanyakan kepada Tong Loyacu, dan harap Loyacu
menjawabnya dengan terus terang....!"
Tong Miauw Liang jadi heran melihat si kap si pendeta,
dia mengangguk cepat. "Dihadapan Taisu kukira tidak
perlu ada yang disembunyikan!" sahutnya. "Katakanlah
apa yaag hendak Taisu tanyakan!"
"Disaat Loyacu telah membawa Auwyang Toanio dan
Sung-jie meninggalkan rumah Auwyang Fung Tang,
apakah Loyacu telah membawa sebilah pedang pusaka....
yang bernama Thiam Sim Kiam (Pedang Pusat Bumi) itu?"
Tong Ming Liang mengangguk. Dia membenarkan
bahwa mereka membawa pedang itu.
"Itulah merupakan pedang pusaka yang menurut
keterangan Auwyang Toanio merupakan pedang pusaka
milik suaminya. Hanya saja, yang cukup mengherankan
sekali, Suheng-ku itu tidak pernah mempergunakan pedang
pusaka itu. Demikian pula dengan keterangan Auwyang
Toanio, dia mengatakan memang suaminya itu belum
pernah mempergunakan satu kalipun pedang pusaka Thiam
Sim Kiam tersebut. Entah mengapa sebabnya Auwyang
Toanio tidak menyebutkan alasannya. Tetapi yang jelas
bahwa pedang pusaka itu sangat disayang oleh Auwyang
Suheng dan juga dia selalu mengatakan bahwa pedang itu
adalah titipan seseorang"
"Ya, memang Pincengpun telah mendengar perihal
pedang Thiam Sim Kiam tersebut, dan juga memang
orang2 Im-mo-kauw memusuhi suhengmu itu karena
mengincar pedang mustika itu!"
"Itulah urusan yang belum kuketahui dengan jelas,
karena Auwyang Toanio sendiri belum lagi mengetahui
entah permusuhan apa yang terdapat antara suaminya
58 dengan orang orang Im-mo-kauw itu....!" menyahuti Tong
Miauw Liang. "Dapatkah Pinceng melihat sebentar pedang mustika
yang kabarnya merupakan pedang mustika yang terhebat di
dalam dunia ini?" tanya Ming Kang Hweshio lagi.
"Pedang itu dipegang oleh Auwyang Toanio. Jika
memang Taisu ingin melihatnya, biarlah aku pergi
mengambilnya untuk meminjam dari Auwyang Toanio!"
sambil berkata begitu Tong Miauw Liang telah bangun dari
duduknya, Ming Kang Hweshio mengangguk dengan wajah berseriseri, diapun telah mengucapkan terima kasihnya.
Namun ketika Tong Miauw Liang melangkah kedekat
pintu, waktu itulah terdengar suara seseorang berkata
dengan nada yang perlahan sekali dari luar jendela: "Jangan
mempercayai lidah berbisa dari pendeta busuk itu....!"
Tong Miauw Liang dan Ming Kang Hweshio jadi kaget
bukan main, keduanya segera melompat bersiap siaga untuk
menghadapi sesuatu. Sedangkan Ming Kang Hweshio
dengan gesit sekali telah meniup mati api penerangan di
atas meja. Dalam keadaan gelap didalam kamar seperti itu dan
cahaya rembulan yang tampak menerobos masuk kedalam
kamar melalui sela-sela jendela, terdengar suara dari luar
kamar itu lagi, yang cukup terang dari merupakan suara
yang halus seorang wanita: "Janganlah kalian mempercayai
keterangan si kepala gundul keparat itu, dia merupakan
seorang pendeta busuk....!"
Ming Kang Hwesio tidak membuang waktu lagi
melompat kedekat jendela, tangannyapun telah bergerak
menghantam daun jendela sampai menjeblak. Dia
59 menghantam seperti itu, juga untuk mencegah serangan
membokong dari luar. Dan ketika daun jendela terbuka,
Ming Kang Hweshio pun mencelat keluar, Gerakannya
gesit sekali. Tong Miauw Liangpun telah melompat ke luar dari
jendela itu, namun gerakannya tidak segesit Ming Kang
Hweshio karena bekas luka2 disekujur tubuhnya, yang telah
mengering rapat itu, jadi pedih sekali waktu dia bergerak
dengan menggunakan tenaga yang berlebihan.
Waktu Ming Kang Hweshio dan Tong Miauw Liang
tiba diluar, ditaman dirumah penginapan itu, yang penuh
dengan pohon-pohon Yangliu dan Haytang (pirus
spectabilis), mereka tidak melihat sesosok tubuhpun juga.
hanya kegelapan malam dan bayangan pohon yang
bergerak-gerak. Disamping itu, tumpukan-tumpukan salju
yang memenuhi pada sekitar tempat tersebut. Walaupun
waktu itu hujan salju telah mereda, toh hawa udara masih
dingin menusuk tulang. Ming Kang Hweshio penasaran bukan main, dia telah
melompat kedekat batang-batang Yangliu, yang disekiiar
tempat tersebut dipenuhi oleh tumpukan salju. Batangbatang yang-liu itu telah digerak-gerakkannya, dengan
kedua tangannya yang diliputi oleh kekuatan lwekang yang
luar biasa besarnya, sehingga salju-salju yang memenuhi
dibatang-batang po hon tersebut berjatuhan. Namun tidak
ada seorangpun yang bersembunyi diantara batang-batang
Yang-liu. Penasaran sekali Ming Kang Hweshio, waktu itu dia
masih mencari-cari disekitar tempat tersebut, sampai diapun
melompat tembok pekarangan rumah penginapan, untuk
melihat keadaan diluar. Waktu itu, disekitar tempat tersebut
hanya warna putih juga yang terlihat.
60 Tong Miauw Liang menghampiri sipendeta. telah menyusul keluar dia "Aneh, kemana bersembunyi orang itu?" mengguman
Ming Kang Hweshio dengan mendongkol, dia rupanya
masih penasaran sekali. Tong Miauw Liang juga tidak mengerti, mengapa orang
itu memiliki gerakan yang demikian gesit dan cepat sekali,
hanya dalam waktu sekejap mata saja telah lenyap dari
tempat itu. Sedangkan waktu itu keadaan mudah dilihat, karena
sekeliling tempat itu hanya berwarna putih, dan jika ada
seseorang yang bersembunyi, tentu akan mudah sekali
tampak. Namun kenyataannya, orang yang telah berkatakata itu tidak juga terlihat.
Diatas tumpukan salju memang terlihat beberapa tapak
kaki, namun kemudian sudah tidak terlihat waktu tiba
didekat kaki tembok rumah penginapan itu. Dan demikian
juga di luar penginapan itu, sudah tidak tampak lagi tapak
tapak kaki itu. Tong Miauw Liang telah mengajak Ming Kang Hweshio
untuk kembali kekamar meru ka. Namun pendeta ini
rupanya masih penasaran, telah melompat keatas genting,
dia mengawasi sekitar tempat itu. Namun tidak ada sesuatu
yang dicurigakan. Dengan masih diliputi tanda tanya, kedua orang ini
telah kembali ke kamar mereka.
Namun disaat itulah, waktu Ming Kang Hweshio dan
Tong Miauw Liang duduk, terdengar lagi seseorang telah
berkata dengan suara yang halus, suara seorang wanita:
"Kau jangan percaya pendeta gundul itu, dia seorang
61 ranusia busuk, pedang Thiam Sim Kiam harus dilindungi
baik-baik...!" Bukan main terkejutnya Ming Kang Hwe shio dan Tong
Miauw Liang, keduanya telah melompat lagi keluar
jendela. Dan kali ini usaha mereka tidak sia-sia, karena
mereka melakukannya jauh lebih cepat dari yang semula,
maka segera juga terlihat sesosok bayangan yang berkelebat
kearah kanan rumah penginapan. Didekat tempat itu,


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibalik dinding pekarangan yang berbelok, tampak
gundukan salju yang cukup tinggi, sosok tubuh yang
berpakaian baju putih itu, ingin menyembunyikan dirinya
ditempat tersebut. Ming Kang Hweshio yang tengah dongkol dan
penasaran menjejakkan kakinya, tubuhnya telah mencelat
gesit sekali, sehingga dia bisa tiba ditempat itu cepat sekali,
sambil tangan kanannya telah mengebut menyerang dengan
pukulan udara kosong, angin pukulannya itu menerjang ke
punggung sosok tubuh tersebut.
Namun sosok tubuh itu, yang ternyata seorang gadis
yang bermuka bersemu merah sehat serta cantik sekali,
hanya menyentil dengan jari telunjuknya, angin pukulan
yang dilakukan oleh Ming Kang Hweshio telah bisa
dipunahkan, dan diwaktu itu tubuhnya telah melompat
pergi dengan gesit melompati tembok pekarangan rumah
penginapan itu. Gerakannya lincah sekali.
Ming Kang Hweshio tertegun sejenak tenaga
pukulannya dipunahkan dengan cara begitu mudah, dia
mengejarnya. Namun setelah dua tiga lie dia mengejarnya ternyata dia
kehilangan jejak sigadis.
Setelah mencari-cari disekitar tempat itu, akhirnya Ming
Kang Hweshio kembali kerumah penginapan dengan hati
62 diliputi penasaran. Tong Miauw Liang yang luka-luka
disekujur tubuhnya belum sembuh benar, tidak ikut
mengejar dan hanya menantikan di pekarangan rumah
penginapan tersebut. Melihat sipendeta telah kembali. Tong
Miauw Liang segera menanyakan hasil dari pengejaran
sipendeta. "Dia dapat menghindarkan diri.... Gin-kang gadis itu
memang agak luar biasa!" kata Ming Kang Hweshio. "Hm,
entah siapakah dia?"
Tong Miauw Liang juga jadi bingung, dia tidak
mengetahui apakah gadis itu lawan atau kawan, dan
apakah kata2nya tadi merupakan bisikan atau merupakan
gurau belaka" Namun dengan adanya peristiwa seperti ini,
dan mengingat pentingnya pedang Thiam Sim Kiam, Tong
Miauw Liang tidak berani berlaku ceroboh lagi, dan dia
batal meminjam pedang itu dari Auwyang Toanio untuk
diperlihatkan kepada sipendeta, walaupun pendeta ini
memang pernah menolongnya.
Sedangkan Ming Kang Hweshio sendiri, sejak terjadinya
hal itu, tidak meminta untuk melihat pedang Thiam Sim
Kiam, melainkan duduk terpekur dengan wajah yang
guram. Tong Miauw Liang setelah menemani pendeta itu
bercakap-cakap beberapa saat, akhirnya merebahkan diri
untuk tidur. Keesokan harinya, waktu matahari memancarkan
sinarnya dengan lemah dan salju tidak turun seperti
kemarin, Tong Miauw Liang bersama Auwyang Toanio,
Sung-jie dan Ming Kang Hweshio melanjutkan perjalanan
mereka. Kali ini kereta berkuda itu bisa melaku kan perjalanan
yang cukup cepat. Dan Sie Toan pun cukup gembira dan
63 segar, karena semalaman dia telah dapat tidur dengan
nyenyak, sehingga semangat dan tenaganya pulih kembali.
Sambil melarikan keretanya, kusir inipun selalu bersiul-siul
melagukan lagu kanak-kanak asal Kanglam.
Tetapi baru saja kereta itu melakukan perjalanan belasan
lie, tiba-tiba dari arah depan berlari mencongklang seekor
kuda berbulu coklat tua, kuda itu berlari dengan cepat
sekali, seperti tidak memperdulikan jalan yang sangat licin
tertutup salju. Penunggang kuda itu ternyata seorang
pemuda berpakaian Siucai, usianya mungkin dua puluh
tahun lebih. Waktu melewati kereta, dia telah menoleh
sambil tersenyum. Tong Miauw Liang bertiga dengan Ming Kang Hweshio
dan Auwyang Toanio jadi curiga.
Tetapi berjalan lagi dua lie, tiba-tiba dari depan mereka
telah berlari lagi seekor kuda dengan cepat sekali, dimana
kuda itu berbulu kuning emas, penunggangnya seorang
wanita setengah baya, berbaju hitam. Waktu melewati
kereta, wanita setengah baya itupun telah menoleh dan
tersenyum. Tentu saja hal ini menambah kecurigaan Tong Miauw
Liang, dia membisiki Auwyang Toanio: "Kita harus
waspada, rupanya kita tengah diincar oleh serombongan
perampok!" Ming Kang Hweshio juga mengangguk mengiyakan
sambil katanya menambahkan perkataan Tong Miauw
Liang: "Ya, kita harus waspada, entah dari golongan mana
mereka itu!" Baru saja Ming Kang Hweshio berkata begitu, dari arah
belakang mereka terdengar suara mencongklangnya kuda,
dan pemuda berpakaian siucai itu rupanya telah melarikan
kembali kudanya mengambil jurusan searah dengan
64 mereka. Disaat melewati kereta Tong Miauw Liang,
pemuda itu telah menoleh dan tersenyum lagi.
Tong Miauw Liang tambah yakin, bahwa pemuda
berpakaian siucai dan wanita berpakaian baju hitam itu
tentunya mengandung maksud tidak baik, tentunya mereka
mata-mata yang biasa dikirim oleh pemimpin mereka untuk
mengawasi "barang" yang hendak dirampok!
"Tentu tidak lama lagi didepan kita akan menemui
rintangan!" kata Tong Miauw Liang perlahan kepada
Auwyang Toanio "Kau jagalah Sung-jie baik-baik...!"
Auwyang Toanio mengangguk, ia memeluk Sung-jie
dipangkuannya dan buntalannya yang berisi pedang
mustika Thiam Sim Kiam itu dicekalnya kuat-kuat.
Tampaknya Auwyang Toanio tidak tenang dan bergelisah
skali. "Mereka tentunya para perampok.... kita tidak perlu
jeri!" kata Ming Kang Hweshio. "Biarlah nanti Pinceng
memberikan hajaran pada para perampok itu jika memang
mereka berani mengganggu kita!"
Namun baru saja Ming Kang Hweshio berkata begitu,
didepan mereka, didekat seturh tikungan dari bukit-bukit
salju yang tebal, terdengar suara orang tertawa keras sekali,
suara tertawa yang seakan juga menggetarkan sekitar
tempat itu, disusul dengan kata-katanya yang keras nyaring:
"Ming Kang Hweshio kau pendeta keparat dengan purapura menjadi seorang pendeta alim saleh melindungi
seseorang yang tengah dalam kesulitan, namun
sesungguhnya engkau seorang pendeta bermata bangsat....!
Kami tahu, engkau mengincar pedang Thiam Sim Kiam itu,
untuk direbut dengan cara diam2. Hahahahahahaha!"
Ming Kang Hweshio berobah mukanya, dia melongok
keluar dari jendela kereta. Waktu itu Sie Toan telah
65 menahan larinya kereta karena didepan mereka, ditikungan
itu tampak belasan orang penunggang kuda, yang duduk
dikuda berbulu putih, yang berdiri paling depan, adalah
seorang lelaki bertubuh pendek gemuk, dengan jidat yang
lebar dan mata yang lebar. Dialah seorang yang memiliki
muka bengis dan mata yang memancarkan sinar yang
sangat kejam sekali. "Tok Liong Pian Kwee Cai In"!" berseru Ming Kang
Hweshio waktu melihat orang itu.
"Tepat! Memang kini Tok Liong Pian (Cambuk Naga
Berbisa) Kwee Cai In ingin meminta petunjuk darimu,
Ming Kang Hweshio!" menyahuti orang itu dengan sikap
mengejek, suaranya pun sangat keras sekali. Diapun telah
melompat turun dari kudanya, gerakannya sangat gesit
sekali, demikian lincah, bagaikan sehelai daun karing yang
jatuh ketumpukan salju tidak menerbitkan suara.
Muka Ming Kang Hweshio berobah jadi tidak enak
dilihat. "Apakah engkaupun mengincar Thiam Sim
Kiam"!" tegur Ming Kang Hweshio sambil melompat
keluar dari kereta itu. "Dan memang telah kuduga, bahwa
Tong Loyacu menghadapi banyak rintangan, di mana
banyak orang-orang yang busuk dan rendah seperti kalian
mengincar pedang itu! Tidak percuma Naga Sejati telah
perintahkan aku untuk melindungi Tong Loyacu, karena
memang benar terdapat manunia-manusia seperti kau yang
angin merampas pedang itu....!"
"Eangkau jangan pura-pura saleh dan alim,
sesungguhnya engkau sendiri ingin merampas dan memiliki
pedang mustika itu! Mengapa engkau harus pura-pura jadi
tuan penolong dari orang she Tong itu" Mengapa engkau
tidak segera turun tangan untuk merampas pedang Thiam
Sim Kiam" Kau kira aku tidak mengetahui, bahwa engkau
akan turun tangan merampas pedang Thiam Sim Kiam itu
66 setibanya di Kangcia, dimana ditempat itu telah berkumpul
kaki tanganmu!" Muka Ming Kang Hweshio jadi berobah hebat,
bentaknya bengis: "Kau jangan bicara ngaco balau.
Lihatlah serangan!" Sambil membentak begitu, tubuh Ming
Kang Hweshio telah mencelat melayangkan kedua
tangannya serentak, tangan kanannya akan mencengkeram
pundak lawannya, Tok Liong Pian dan tangan satunya
akan menghantam dadanya Tok Liong Pian Kwe Cai In.
Tapi Kwe Cai In tenang saja berdiri mengawasi
datangnya serangan dari sipendeta, dia menantikan sampai
sipendeta telah dekat dengan sasaran, diwaktu itulah dia
mengebut dengan tangan kanannya, menderu-deru angin
yang kuat sekali. Tubuh Ming Kang Hweshio yang tengah menerjang
maju itu, jadi seperti dibendung oleh suatu kekuatan yang
tidak tampak, hampir saja pendeta itu terpental.
"Ming Kang Hweshio," kata Tok Liong Pian dengan
suara yang dingin. "Engkau tidak perlu jual lagak
dihadapan kami! Kami telah mengetahui belangmu, telah
mengetahui siapa dirimu, dan apa yang kau inginkan
dengan pura-pura bersikap alim dan membantui orang she
Tong itu" Dan setelah berkata begitu, Tok Liong Pian
tertawa dingin beberapa kali.
Sedangkan kawan-kawan dari Tok Liong Pian, yang
masih duduk dipunggung kuda masing-masing, yang terdiri
dari berbagai macam orang dan bentuk muka yang anehaneh, ada yang memandang dengan mata yang picak ada
yang dimukanya terdapat bekas luka bacokan yang
melintang antara kening ke rahangnya. Mereka umumnya
memiliki muka yang, bengis sekali, kala itu telah
67 memperdengarkan suara tawa
mengejek Ming Kang Hweshio.
yang menyeramkan, Muka Ming Kang Hweshio berubah tambah merah
padam. Dia memang mengetahui siapa adanya Tok Liong
Pian, namun, dia tidak mau jika Tok Liong Pian bicara
terus menerus, karena Ming Kang Hweshio kuatir kalaukalau rahasia hatinya akan dibuka oleh orang she Kwee itu.
Karena itulah dia segera menyerang lagi dengan pukulan
yang gencar dan bertubi-tubi.
Namun Tok Liong Pian tidak tinggal diam saja, sebab
diapun telah menyambuti pukulan pukulan dari Ming Kang
Hweshio. Setiap kali Ming Kang Hweshio menyerang, dia
tentu mengelakannya atau memunahkannya, yang disusul
dengan serangan balasan yang hebat.
Dengan demikian, keduanya telah terlibat dalam
pertempuran selama beberapa jurus.
Tong Miauw Liang dan Auwyang Toanio telah
menyaksikan jalannya pertempuran itu dengan hati tidak
tenang. Mereka melihat bahwa kepandaian Tok Liong Pian
sangat tinggi sekali, merupakan kepandaian yang benarbenar sulit untuk ditandingi oleh Ming Kang Hweshio.
Sebagai orang yang memiliki ilmu silat, tentu saja Tong
Miauw Liang mengetahui dengan melihat beberapa jurus
dari pertempuran kedua orang itu, bahwa kepandaian Ming
Kang Hweshio masih berada dibawahnya kepandaian Tok
Liong Pian. Waktu itu tampak jelas Tok Liong Pian beberapa kali
Bukan Istri Pilihan 3 Dirty Little Secret Karya Aliazalea Neraka Keraton Barat 3

Cari Blog Ini