Ceritasilat Novel Online

Panah Kekasih 2

Panah Kekasih Karya Gu Long Bagian 2


Tian Mong-pek merasa semakin keheranan, dia tak habis mengerti, dengan penampilan serta ilmu silat yang dimiliki Hong Ku-bok, mengapa dia manda dihina dan dipermainkan perempuan itu tanpa berusaha melawan" Pemuda itupun tidak menyangka kalau wanita berbaju hitam ini memiliki perangai yang begitu berangasan dan kasar.
Benar saja, senyuman yang semula menghiasi bibir Hong Ku-bok kini hilang tak berbekas, namun sikapnya tetap sangat menghormat, sahutnya dengan kepala tertunduk: "Hamba tidak berani, hamba hanya menjalankan perintah cukong, datang untuk menjemput hujin, II selama ini kondisi kesehatan hujin kurang baik, pabila kelewat capek .
. . . . . .. "Kenapa kalau kelewat capek?" tukas perempuan itu sambil tertawa dingin, "bakal mampus" Hmm, hmm, biar aku mampus pun tak perlu orang she-Siau itu menguatirkan" Semakin mendengar, tianmopek merasa semakin keheranan, ternyata tokoh setangguh Hong Ku-bok masih mempunyai cukong atau majikan, lantas siapakah majikannya itu" Rasanya belum pernah terdengar nama pendekar sakti dari marga Siau.
Kalau ditilik dari pembicaraan tersebut, kelihatannya "cukong" dari marga Siau itu adalah suami perempuan berbaju hitam ini, tapi kenapa ia harus berkata begitu" Kenapa dia harus mengumbar amarahnya dihadapan seorang asing macam dirinya" Terdengar Hong Ku-bok berkata dengan suara berat: "Biarpun antara hujin dengan cukong telah terjadi kesalah pahaman, sekembalinya ke lembah, cukong sendiri akan memberikan penjelasan, kenapa dihadapan orang asing, hujin .
. . . . . .." "Kurangajar, urusan ku pun ingin kau campuri?" teriak Siau Sam-hujin atau perempuan berbaju hitam itu dengan sorot mata setajam mata pedang.
II Kemudian..... "Plaak, plaaak, plaaak .
. . . .. secara beruntun dia tempeleng wajah Hong Ku-bok sebanyak tujuh kali, lelaki kekar itu bukan saja tak berani membalas, menghindar pun tidak berani.
Lama kelamaan Tian Mong-pek jadi tak tega, tak tahan bujuknya: "Siau hujin .
. . . . . . . .." "Hei, siapa suruh kau memanggil aku Siau hujin?" tukas Siau Sam-hujin gusar.
Tian Mong-pek tertegun, pikirnya: "Kalau tidak memanggil kau sebagai Siau hujin, lantas harus panggil apa?" Sementara diluaran katanya dengan suara dalam: "Urusan rumah tangga hujin tak ingin cayhe campuri .
. . . .." "Urusan rumah tangga siapa" Urusan rumah tangga apa?" kembali Siau sam-hujin menukas sambil melotot.
Tiba tiba dia mengayunkan tangannya dan menampar pipi anak muda itu.
Tian Mong-pek merasakan tubuhnya bergetar keras, dengan kepalan dikencangkan dan sorot mata memancarkan api kegusaran, ditatapnya perempuan cantik tapi berangasan itu tanpa berkedip, lama kemudian rasa iba bagaikan segentong air dingin, perlahan-lahan memadamkan kembali hawa amarahnya.
Sambil menggigit bibir dia segera membalikkan tubuh, tanpa mengucapkan sepatah kata pun beranjak pergi dari situ.
Rambut berunban perempuan itu, kerutan diatas wajahnya, sinar kehangatan dari pandangan matanya telah meninggalkan kesan iba dihati kecilnya, jauh melebihi hawa amarah karena tamparannya barusan.
Dia telah mengabaikan rasa gusar dan meninggalkan perasaan iba.....
Tampaknya secara diam diam Siau Sam-hujin menghela napas, bentaknya tiba tiba: "Kembalil" Tian Mong-pek berlagak seolah tidak mendengar, ia melanjutkan perjalanan dengan langkah lebar.
Mendadak terasa bayangan manusia berkelebat lewat, Hong Ku-bok telah menghadang dihadapannya sambil menghardik: "Kau dengar tidak, hujin suruh kau kembali?" Sebetulnya Tian Mong-pek sedang membantunya, melihat orang itu justru menghadang jalan perginya, ia jadi jengkel bercampur keheranan, namun dalam keadaan begini dia enggan banyak bicara, maka sambil mendengus dan mengulapkan tangan, serunya: "Minggir kamu!" Kembali dia mengayunkan kaki, siap berjalan lewat dari samping tubuhnya.
Siapa tahu Hong Ku-bok merentangkan sepasang tangannya sambil kembali membentak: "Kembalil" Dengan penuh kegusaran Tian Mong-pek mengangkat tangannya langsung menghantam dada lawan, hardiknya gusar: "Kau mau menyingkir tidak?" Dia tak bermaksud melukai lawan, karena nya serangan tersebut hanya menggunakan tenaga sebesar tiga bagian.
Sambil menarik dadanya ke belakang, Hong Ku-bok memutar sepasang lengannya, dengan tangan kiri menghantam dagu sementara kepalan kanannya menghajar bahu, dia jepit tubuh pemuda itu dari kiri kanan.
"Dasar manusia tak tahu diri!" umpat Tian Mong-pek gusar, dia buang bahunya ke samping, menghindarkan diri dari datangnya ancaman.
"Asal kau bersedia kembali, aku tak akan menyusahkan dirimu" terdengar Hong Ku-bok berkata lagi dengan nada serius.
"Kalau tak mau kembali, mau apa kau?" dengan gusar Tian Mong-pek merangsek maju, dua pukulan langsung dilontarkan, kepalan kiri duluan disusul kepalan kanan.
Baru saja Hong Ku-bok hendak menangkis kepalan kirinya, siapa tahu kepalan kanan yang menyerang belakangan, justru tiba lebih dulu.
Inilah jurus Puan-ki ong-lu-ciam (menarik gendawa melepas panah) yang amat dahsyat.
"Ilmu pukulan hebat!" bentak Hong Ku-bok nyaring, tanpa menyeka noda darah diujung bibirnya lagi, ia keluarkan ilmu simpanannya untuk bertarung sengit melawan anak muda itu.
Aliran ilmu pukulan yang digunakan merupakan aliran keras, tampak jurus serangannya berat, tenaga pukulannya mantap, langkah kakinya sama sekali tak bergerak sementara tubuhnya yang tinggi kekar berdiri kokoh bagaikan bukit karang, hampir semua pukulan yang dilontarkan menggunakan segenap kekuatan yang dimilikinya, kendatipun jurus serangannya hampir semuanya terbuka lebar, namun sama sekali tidak memperlihatkan titik kelemahan.
Tian Mong-pek jarang bertarung, dia kurang pengalaman dalam menghadapi lawan, kendatipun tenaga dalamnya lebih sempurna, namun saat ini hatinya sedang diliputi hawa amarah yang meluap.
Tenaga amarah memperberat daya tekan pukulan yang dilontarkan, ini membuat posisinya sementara berada diatas angin, ditambah lagi kecerdasan otaknya melebihi orang lain, hal mana membuat Hong Ku-bok semakin tertekan.
Siau Sam-hujin menonton jalannya pertempuran sambil berpeluk tangan, sinar kegirangan tampak terpancar dari balik matanya, keadaan perempuan itu ibarat seorang guru sedang mengawasi muridnya berlatih, biarpun gerakannya masih lamban dan kaku, namun dengan bakat terpendam yang dimiliki, asal dipoles lagi berapa saat, tak susah tampil sebagai seorang jago tangguh.
Tiga puluh gebrakan kemudian, Hong Ku-bok melepaskan satu pukulan berantai, ketika sampai tengah jalan, mendadak ia berganti posisi, dari dada kali ini dia mengancam bawah ketiak anak muda itu.
Perubahan jurus ini dilakukan sangat cepat dan tepat, jauh berbeda dengan gerak serangan semula.
Dengan perasaan terkejut Tian Mong-pek melompat ke samping, posisinya seketika berubah, tiga serangan berantai Hong Ku-bok memaksa dia harus menghindar berulang kali, mendadak lawannya mengeluarkan lagi jurus serangan yang sama seperti tadi, hanya kali ini arah sasarannya berbeda.
Dalam keadaan demikian, terpaksa Tian Mong-pek mundur lagi sejauh tiga langkah, diam diam ia terperanjat, sama sekali tak diduga kalau dikolong langit terdapat jurus ancaman seampuh itu.
Berhasil dengan serangannya, Hong Ku-bok makin bersemangat, ujarnya dingin: "Lebih balik kau kembali saja!" Tian Mong-pek bungkam seribu bahasa, cepat dia menenangkan hatinya.
Tampak Hong Ku-bok kembali melancarkan tiga jurus serangan berantai, Tian Mong-pek tahu, lawannya kembali akan melancarkan serangan dengan jurus aneh, sayang dalam waktu sekejap ia gagal menemukan cara terbaik untuk menghadapinya.
Disaat yang kritis itulah mendadak terdengar Siau Sam-hujin berseru: "Melangkah ke samping kiri, tekuk kaki kanan, lancarkan serangan dengan sepasang kepalan, ancam tiga inci dibawah tulang bahunya!" Tanpa terasa Tian Mong-pek mengikuti petunjuk itu, baru saja sepasang kepalannya akan disodokkan ke muka, tiba tiba terlihat sepasang bahu lawan sama sekali terkunci oleh gerak serangannya, bila pukulan itu dilanjutkan, bukankah dirinya akan terjebak dalam perangkap musuh" Baru saja ia ragu dan kebingungan, saat itulah tiba tiba Hong Ku-bok merubah gerak serangannya, betul saja, titik kelemahan segera muncul dibawah tulang bahunya.
Sambil diam diam menghela napas, sepasang kepalannya kembali disodok ke muka, sayang keadaan terlambat, disaat ia sangsi tadi, pihak lawan kembali sudah mengunci gerak serangannya sambil balas mengancam iganya.
Dalam posisi begini sulit bagi anak muda itu untuk menangkis, untuk mundurpun tak sempat, terpaksa sepasang kepalannya kembali dilontarkan ke depan, lagi lagi satu jurus beradu jiwa.
Terasa segulung desingan angin tajam menyapu lewat dari sisi tubuhnya, mendadak Hong Ku-bok membentak keras lalu mundur tiga langkah, darah segar lagi lagi menyembur keluar membasahi ujung bibirnya.
Dalam pada itu Siau Sam-hujin telah melompat kesamping Tian Mong-pek, tanpa memandang Hong Ku-bok yang terluka, ujarnya perlahan: "Coba kau turuti perkataanku tadi, aku tak perlu bersusah payah untuk turun tangan sendiri, saat ini tulang bahu Hong Ku-bok kalau tidak patah, paling tidak ia bakal terluka parah" Padahal tindakan yang dilakukan Hong Ku-bok sesungguhnya merupakan bakti dia terhadap perempuan ini, siapapun tidak menyangka kalau perempuan itu justru malah berpihak kepada Tian Mong-pek.
Untuk sesaat anak muda itu berdiri tertegun karena heran, ia merasa tindak tanduk dari Siau Sam-hujin maupun Hong Ku-bok sama sama aneh dan tak menuruti aturan, dia tak habis mengerti apa sebenarnya hubungan diantara mereka berdua, sahabat atau musuh" Hong Ku-bok berdiri kaku dengan sepasang lengan lurus ke bawah, hawa amarah mulai muncul diwajahnya meski ia berusaha untuk sembunyikan perasaan itu, perlahan dia alihkan pandangan matanya ke wajah Tian Mong-pek, berapa saat kemudian tiba tiba berkilat matanya lalu berseru: "Jangan jangan kongcu ini .
. . . .. kongcu ini adalah sauya dari Tian Hua-uh?" Tian Mong-pek berkerut kening, ia merasa heran bercampur gusar, gusar karena orang itu begitu tidak menghormat sewaktu menyebut nama ayahnya, tapi merasa heran karena sikapnya yang begitu hormat, bahkan memanggil dirinya sebagai kongcu.
Siau Sam-hujin segera berbalik badan, tegurnya ketus: "Kenapa kalau benar, kenapa pula kalau tidak benar?" Sekulum senyuman menghiasi ujung bibir Hong Ku-bok yang basah oleh darah, jawabnya dengan kepala tertunduk: "Cukong menitahkan hamba sekalian untuk menjemput pulang hujin, bila hujin tak mau kembali, bagaimana hamba sekalian mempertanggung jawabkan perintah ini?" Setelah berhenti sejenak, terusnya: \\-I -api sekarang, ternyata hujin telah bertemu dengan Tian kongcu, hamba rasa kalian pasti akan berkumpul cukup lama, jadi biarlah hamba segera pulang untuk memberikan laporan dulu" Siau Sam-hujin mendengus, Hong Ku-bok tak berani mendongak tapi lanjutnya: "Semua anggota lembah merindukan hujin, semoga hujin bisa baik baik menjaga kesehatan dan segera kembali ke lembah, hamba sekalian tak berani mengganggu lagi" Sambil berkata kembali dia berlutut dan menyembah berapa kali dengan hormat.
Siau Sam-hujin tidak bicara, pandangan matanya dialihkan ke tempat kejauhan, namun dadanya naik turun cepat, tampaknya terjadi pergolakan dalam hatinya.
Hong Ku-bok mundur berapa langkah, masih dengan kepala tertunduk ia berpaling dan memberi tanda kepada ke empat lelaki lainnya.
Tiba tiba Siau Sam-hujin menghela napas panjang, serunya: "Kembali!" Tampaknya seruan itu disampaikan setelah dipertimbangkan cukup lama.
"Apakah hujin masih ada pesan lain?" tanya Hong Ku-bok tetap dengan kepala tertunduk.
Perasaan sedih dan kesepian terlintas diwajah Siau Sam-hujin, dibawah cahaya rembulan terlihat kerutan diujung matanya bertambah dalam.
"Kau boleh pulang . . . . . . .." katanya sambil menghela napas, "beritahu cukong, aku tak akan pulang lagi" "Tidak pulang lagi?" seru Hong Ku-bok terperanjat, tubuhnya yang tinggi besar tampak bergetar.
Siau Sam-hujin mengangguk perlahan, tatapan matanya masih memandang kejauhan.
"Selama belasan tahun, dia selalu bersikap baik kepadaku, namun disaat akan pergi meninggalkan dirinya, aku justru tak dapat berpamitan, hal ini sungguh membuat hatiku menyesal" Ucapan tersebut disampaikan dengan nada gemetar, jelas perasaan hatinya sedang bergolak keras.
Hong Ku-bok berdiri mematung, matanya terbelalak, wajahnya persis seperti bocah yang terkejut karena mendengar suara guntur nyaring.
Kembali Siau Sam-hujin berkata sambil menghela napas: "Beritahu juga kepadanya, dunia persilatan amat bahaya dan penuh dengan manusia jahat, apalagi belakangan sudah terjadi perubahan besar dalam dunia persilatan, lebih baik dia tak usah meninggalkan lembah" \\~I -api.....
tapi . . . . .. II "Inilah semua perkataan yang harus kau sampaikan, sudah mendengarnya dengan jelas?" tukas Siau Sam-hujin sambil menarik wajahnya.
"Hamba . . . . .. hamba telah mendengar semuanya dengan jelas, tapi hujin, kau .
. . . . . .." "Kalau sudah jelas, cepat pergi dari sini!" Kembali Hong Ku-bok tertegun, akhirnya setelah memberi hormat ia lari meninggalkan tempat itu, tampaknya dia lari dengan sepenuh tenaga, bukan saja ke empat lelaki anak buahnya jauh tertinggal dibelakang, dalam waktu singkat tubuhnya sudah lenyap di balik kegelapan.
Mengawasi bayangan punggung orang orang itu lenyap dibalik kegelapan, tubuh Siau Sam-hujin yang kurus kering berdiri kaku tanpa bergerak, bagaikan terpaku di atas tanah.
Tian Mong-pek betul betul dibuat kebingung dan tak habis mengerti, pikirnya: "Crang she-Hong tadi bilang, karena sudah bertemu aku, mungkin kami akan berkumpul cukup lama, apa maksud perkataan itu" Jangan jangan antara perempuan ini dengan aku memang terikat suatu hubungan khusus?" Setelah termenung sejenak, kembali pikirnya lebih jauh: "Dia sama sekali tak punya hubungan apa apa denganku, kenapa sikapnya terhadap diriku begitu aneh .
. . . . .." Sementara dia masih termenung, tiba tiba tampak tubuh Siau Sam-hujin mulai gemetar keras, dalam kagetnya dia langsung berteriak keras: "Hujin, kenapa kau?" Belum selesai berteriak, tubuh Siau Sam-hujin telah roboh terjungkal ke tanah bagaikan daun kering.
Dengan hati kebat kebit Tian Mong-pek berjongkok untuk memeriksa, dibawah sinar rembulan, tampak wajahnya yang pucat kini muncul roda merah membara, napasnya tersengkal, dadanya naik turun tak beraturan, seakan ada sebuah tangan iblis tak berwujud yang sedang mencekik lehernya.
Buru buru Tian Mong-pek membangunkan tubuhnya sambil berteriak gugup: "Hujin .
. . . . . .." Siau Sam-hujin memejamkan matanya rapat rapat, napasnya semakin tersengkal, teriaknya tiba tiba: "Cee....cepat....
ambil kotak hitam dari saku ku .
. . . . . . . ." Belum selesai bicara, ia sudah jatuh tak sadarkan diri.
Selapis kabut memecah disisi tubuh So Kin-soat, ia tersenyum, panggilnya lembut: "Piauci .
. . . . .." "Siapa piauci mu?" tukas Siau Sam-hujin ketus.
So Kin-soat menghela napas, ujarnya dengan kepala tertunduk: "Belasan tahun sudah lewat, apakah piauci masih menaruh salah paham kepadaku?" "Aku salah paham kepadamu?" Siau Sam-hujin tertawa dingin.
Tiba tiba ia membalikkan badan dan membanting tubuh lelaki kekar serta seruling emas itu ke samping tubuh Hong Ku-bok, jelas amarahnya butuh tempat penyaluran, karena itu bantingannya sangat keras.
Terdengar dua kali jeritan kaget, rupanya menggunakan bantingan tersebut dia telah menotok bebas jalan darah ditubuh Hong Ku-bok.
IU I IU I I,, `\-- hmm, setelah menipuku dengan suara seruling, kau anggap sebelum aku kembali maka kau bisa ujar Hong Ku-bok dengan wajah ketakutan.
gunakan kesempatan ini untuk membunuhnya, bukan begitu?" Hong Ku-bok berdiri gemetar, saking takutnya dia sampai tak mampu berkata kata.
Dalam anggapannya, kali ini nyawanya pasti bakal melayang, karena itu lelaki tinggi besar ini hanya bisa berdiri dengan wajah pucat pasi.
Terdengar Siau Sam-hujin kembali berkata: "Baru keluar dari lembah, jalan darahmu sudah ditotok orang, benar benar memalukan, bukan hanya kau yang malu, akupun ikut dibuat malu oleh ulahmu" Begitu mendengar ucapan tersebut, Hong Ku-bok segera tahu kalau masih ada secerca harapan hidup untuknya, maka dengan kepala tertunduk katanya: "Hamba tahu salah, tapi ilmu silat yang dimiliki So hujin benar benar sangat lihay!" "Budak yang memalukan, kenapa tidak segera menggelinding pergi dari sini" umpat Siau Sam-hujin gusar, "mengingat kau telah mengaku salah dan tidak menipuku, kuampuni nyawa anjingmu kali ini" Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya dengan dingin: "Daripada sementara orang, sudah menipuku, sekarang masih ingin menipu ku lagi .
. . . . . . . . .." Mendadak ia membalikkan badan menatap So Kin-soat, lalu terusnya: "Bukan begitu?" So Kin-soat tertawa sedih, ujarnya: "Sejak piauci pergi dengan membawa rasa dendam, selama ini secara diam diam aku selalu mengikuti dibelakangmu, hingga tanggal tujuh bulan tujuh, delapan belas tahun berselang tiba tiba jejak piauci lenyap diatas gunung Hoa-san, waktu itu aku gelisah setengah mati hingga akhirnya aku mendapat tahu kalau piauci telah ......." "Jadi selama ini kau selalu mengintil dibelakangku?" tukas Siau Sam-hujin dengan wajah berubah, " .
. . . .. jadi kau pula yang berapa kali menolong aku sewaktu berada di tepi telaga Thay-ou, kaki gunung Im-san, ditengah sungai huangho .
. . . ..?" Sambil pejamkan matanya So Kin-soat mengangguk berulang kali.
Tiba tiba Siau Sam-hujin tertawa dingin, ujarnya lagi: "Hmm, berulang kali kau menolong aku, tujuannya tak lain karena kau merasa telah berbuat salah, kaupun kuatir bila aku mati maka orang lain akan curiga kaulah yang telah mencelakaiku, kau sangka aku tak tahu" Kau anggap aku bakal berterima kasih kepadamu?" Ucapan serta nada tertawanya terdengar begitu tajam, begitu sinis dan penuh kebencian.
Tergerak hati Tian Mong-pek, tiba tiba saja ia teringat kembali dengan pembicaraan sepasang kekasih di luar tanah pekuburan kota Hangciu: "Mereka berdua sangka rahasianya sudah terbongkar, mana berani mencelakai orang lagi" Bahkan kalau ada orang lain ingin mencelakai orang she-Li pun, mereka berdua pasti akan melindunginya mati matian .
. . . . . . . .." Waktu itu dia hanya merasa bahwa kesimpulan tersebut kelewat tendensi, tapi bukannya tak masuk akal, sekarang dia baru sadar ternyata ucapan itu muncul dari perasaan hatinya, namun dia pun merasa susah untuk mempercayai bahwa So Kin-soat yang begitu cantik dapat melakukan perbuatan sedemikian hina dan rendah.
Tampak So Kin-soat menghela napas sedih, dua titik air mata merembes keluar membasahi pipinya.
Siau Sam-hujin angkat wajahnya memandang awan di angkasa, tanpa memandang lagi kearahnya dia berkata kembali: "Sejak kecil kuanggap dirimu sebagai adikku sendiri, sama sekali tak kusangka ternyata kau adalah perempuan berwajah manusia berhati binatang, coba bukan karena kau, aku .
. . . . .. aku . . . . . . .." Ucapan tersebut tidak dilanjutkan, kembali napasnya tersengkal sengkal.
So Kin-soat menutup wajahnya dengan kedua belah tangan, pekiknya: "Piauci, kau benar-benar tak percaya kepadaku?" 'II "Aku hanya percaya dengan apa yang telah kusaksikan dengan mata kepala sendiri kata Siau Sam-hujin sambil tertawa dingin, "selama hampir dua puluh tahun, setiap hari setiap malam, tak sedetikpun aku melupakan dirimu, setelah bertemu hari ini, aku tak akan membiarkan kau tetap hidup di dunia ini, aku tak akan membiarkan kau terus mencelakai orang lain, bagiku, senyuman manismu jauh lebih jahat dan beracun daripada ular berbisa" Bergetar keras sekujur tubuh So Kin-soat, serunya gemetar: "Piauci, kau....
kau akan membunuhku?" "Benar!" Tubuhnya melesat ke depan, tangannya diayun ke depan, dengan ke lima jari tangannya yang runcing dia cakar wajah So Kin-soat.
Andaikata serangan itu mengenai sasaran, bukan saja wajahnya yang cantik jelita akan terluka dan berdarah, bahkan akan rusak dan hancur.
Tian Mong-pek pejamkan matanya, tak berani memandang lagi, meski dia belum tahu latar belakang dari peristiwa tersebut, namun dapat menduga kalau dibalik kesemuanya pasti terselip sebuah tragedi yang mengenaskan.
So Kin-soat mengigos ke samping dengan cekatan, ujarnya lembut: "Piauci, napasmu semakin terengah, mana mungkin sanggup bertarung melawan orang lain?" Siau Sam-hujin sama sekali tidak menjawab, secara beruntun dia lancarkan tiga jurus serangan.
Jurus jurus serangan itu kelihatan begitu lembut, begitu indah melawan, seolah sebuah tarian indah didepan terangnya cahaya lilin, tapi begitu dilancarkan, terlihatlah betapa dahsyat tenaga dalam yang disertakan dibalik keindahan jurus serangan itu, terlihat begitu ganas dan telengas bahkan terkandung tenaga pukulan yang tiada putus, yang setiap saat dapat berubah, setiap waktu bisa menyerang bagian tubuhmu yang tak terduga sebelumnya.
Kembali So Kin-soat berjumpalitan ditengah udara, ujarnya sambil tertawa: "Piauci, selama berapa tahun terakhir, rupanya ilmu silatmu telah mengalami kemajuan yang amat pesat!" Tiba tiba dia melejit kembali kemudian bergeser tujuh depa dari posisi semula.
Dengan wajah sedingin es Siau Sam-hujin merangsek maju, tampak bayangan putih dan bayangan hitam melambung dan melayang bagai daun rontok ditengah kabut tebal, selama ini So Kin-soat sama sekali tidak melancarkan serangan balasan, walau satu gebrakan pun.
Tian Mong-pek sendiri meski sejak kecil belajar silat, walau setiap hari bergaul dengan jago persilatan, namun belum pernah menyaksikan ilmu gerakan tubuh secanggih ini, kontan saja dia pentang matanya lebar lebar dan tak mau berpejam lagi.
"Kenapa kau tidak membalas?" tiba tiba Siau Sam-hujin menegur sambil menghentikan tubuhnya.
"Kenapa aku harus membalas?" So Kin-soat balik bertanya.
"Hmm, biar tidak membalaspun, aku tetap akan membunuhmu!" "Aaai, biar kau bunuh akupun, aku tak ingin membalas!" jawab So Kin-soat sambil menghela napas.
Tampaknya hati Siau Sam-hujin lebih keras dari batu cadas atau besi baja, paras mukanya sama sekali tidak berubah.
Kembali So Kin-soat berkata: "Aku hanya minta waktu satu hari, agar pergi melakukan satu pekerjaan, kemudian aku akan datang mencarimu lagi!" Siau Sam-hujin tertawa dingin tanpa menjawab.
Kembali So Kin-soat melanjutkan perkataannya: "Kau tak usah kuatir aku bakal melarikan diri, kalau tak ingin bertemu denganmu, tadi aku tak bakal kemari" Siau Sam-hujin termenung sejenak, ujarnya kemudian: "Sembilan belas tahun telah kulewati, apa salahnya kalau hanya sehari?" So Kin-soat tertawa pedih, sambil beranjak pergi ujarnya: "Kesehatanmu kurang baik, tak baik hawa dingin ditempat ini, dibawah bukit terdapat sebuah losmen kecil, bersih pula, tunggulah aku disana, paling besok pagi aku sudah datang" Dengan kerdipan mata dia menyapa Tian Mong-pek, kemudian tampak bayangan putih berkelebat lewat, tubuhnya lenyap dibalik kabut tebal.
Perlahan Siau Sam-hujin berpaling ke arah Tian Mong-pek, katanya: "Mari kita turun gunung" Setelah menyaksikan senyuman pedih So Kin-soat, setelah mendengar perkataan So Kin-soat yang mengenaskan, anak muda ini merasa Siau Sam-hujin kelewat keji dan telengas, maka sahutnya ketus: "Maksud baik hujin biar kuterima dalam hati saja, boanpwee rasa lebih baik pergi seorang ...ooOO- http://cerita-silat.mywapblog.com -OOoo...
diri . . . . . . .. Belum selesai bicara, tampak Siau Sam-hujin berseru dengan wajah pucat: "Kau.....
kau akan pergi........." Tubuhnya gontai lalu roboh terjungkal ke tanah, sesaat sebelum jatuh, ia cengkeram pergelangan tangan Tian Mong-pek, biar jarinya lembut, cengkeraman itu bagaikan japitan besi, kontan membuat anak muda itu kesakitan setengah mati.
Sekuat tenaga dia mengibaskan lengannya untuk melepaskan diri dari cengkeraman, lalu teriaknya keras: "Betul, aku akan pergi, biar ilmu silatku cetek namun aku masih punya rasa kemanusiaan, aku tak sudi berjalan dengan seseorang yang tak punya hati!" Sekalipun pergelangan tangannya makin lama makin sakit, namun dadanya dibusungkan ke depan.
"Kau tahu apa?" ujar Siau Sam-hujin sambil mengendorkan cekalan, sementara air mata jatuh berlinang.
Tian Mong-pek berlagak seolah tidak mendengar, ia balik badan lantas beranjak pergi, namun isak tangis dibelakang tubuhnya bagaikan seutas tali tak berwujud yang membelenggu kakinya, tanpa terasa ia berpaling.
Terlihat Siau Sam-hujin dengan tubuhnya yang kurus kering sedang tertitah titah berjalan menuruni bukit.
Sepanjang perjalanan ia membungkam terus, berpaling pun tidak, lama kelamaan ia merasa langkah Siau Sam-hujin makin berat, makin gontai, napasnya makin tersengkal, bahkan setibanya dibawah bukit, Siau Sam-hujin sama sekali tak mampu bergerak lagi.
Tian Mong-pek jadi gugup bercampur panik, untung saja tak jauh didepan sana terdapat sebuah losmen, buru buru dia membopong tubuh perempuan itu dan melangkah masuk ke dalam ruangan.
Dengan wajah hijau membesi, mulut terkancing rapat, ditambah ia mengenakan pakain berkabung, tampang dan penampilannya sangat menyeramkan.
Ternyata pelayan losmen tak berani mencegahnya, dengan perasaan apa boleh buat pelayan itu mengajaknya ke sebuah kamar, meninggalkan air teh kemudian segera pergi dari situ.
Kamar losmen itu mempunyai ruangan yang cukup lebar, tapi berhubung dibangun bersandar pada dinding bukit, sepanjang tahun tak dapat sinar matahari hingga selain gelap, lembab pula, air teh yang disediakan pun sangat pahit.
Tian Mong-pek tidak memperdulikan hal hal itu lagi, selesai menghasilkan seteko air teh, segera teriaknya: "Pelayan, apakah disekitar tempat ini ada tabib?" Belum lagi sang pelayan menjawab, Siau Sam-hujin telah menjawab sambil menghela napas: "Tak perlu cari tabib lagi, sakitku sudah kuderita tiga puluh tahun lamanya, tak ada obat yang dapat menyembuhkannya" Tian Mong-pek mendeham berulang kali, ia duduk kembali di bangku sementara perasaan hatinya sekarang jauh lebih getir daripada air dalam cawan.
Kembali Siau Sam-hujin berkata sambil tertawa: "Kau tak usah takut, aku tak bakalan mati, selama banyak tahun tiada hentinya aku berjuang melawan penyakit, meski belum berhasil menang namun akupun tak pernah kalah, kalau bukan lantaran ingin balas dendam, dalam keadaan sakitpun masih tetap berlatih silat, mungkin saat ini aku telah sembuh dari sakitku" Napasnya kembali tersengkal, sambil pejamkan mata perlahan lanjutnya: "Kau tak usah kuatir, biarkan aku beristirahat sejenak" Dengan tenang ia berbaring diatas ranjang, lambat laun perempuan itupun terlelap tidur.
Tian Mong-pek tidak mengerti kenapa perempuan berhati keji itu bicara begitu tulus terhadap dirinya, bahkan banyak ucapan yang tidak seharusnya disampaikan kepada seseorang yang masih asing pun telah dia ucapkan.
Setelah termangu berapa saat, diam diam diapun keluar dari ruangan menuju ke lapangan diluar losmen, saat itu cahaya matahari telah tertutup awan gelap, angin dingin berhembus menggoyangkan sarang laba-laba disudut wuwungan rumah, tumpukan batu bata berserakan di balik semak sisi halaman, disamping ruang utama terlihat ada dua kamar lain, kamar kamar itupun gelap lagi lembab.
Dengan wajah murung pemuda itu menelusuri serambi samping, membayangkan kejadian yang menimpa dirinya selama ini, tanpa terasa langkah kakinya jadi berat.
Tampaknya tamu yang menghuni kamar samping pun seseorang yang sedang menderita sakit, suara rintihan lirih berulang kali bergema dari balik kamar.
Dia berjalan keluar tinggalkan losmen, setelah menangsal perut dan minum berapa cawan arak, ia balik kembali ke tengah halaman.
Saat itu menjelang senja, Siau Sam-hujin masih terlelap tidur, perasaan sepi yang luar biasa membuat pemuda itu merasa enggan untuk balik kembali ke kamarnya, namun diapun tak bisa tidak harus balik ke dalam kamar sendiri.
Disaat dia masih bingung dan ragu itulah, tiba tiba terdengar suara bentakan keras diiringi suara jerit kesakitan bergema dari balik kamar sebelah, menyusul kemudian.....
"Blammml" daun jendela berserakan, sesosok bayangan manusia terlempar keluar dari balik jendela, jatuh terbanting di lantai kemudian setelah berguling berapa kali, orang itu muntahkan darah segar.
Dalam terkejutnya Tian Mong-pek memburu ke depan, terlihat orang itu mengenakan baju berwarna hijau pucat, wajah orang itupun hijau pucat seperti warna bajunya, usianya masih amat muda.
Ketika melihat kedatangan Tian Mong-pek, ia mendongak dan memandangnya sekejap, lalu tanpa banyak bicara segera merangkak bangun dan melompat keluar melewati pagar halaman, wajahnya jelas terlihat kaget bercampur gugup.
Sementara Tian Mong-pek masih tertegun, dari balik kamar terdengar suara bentakan gusar seseorang yang serak tua: "Bedebah .
. . . . .. mau kabur ke mana kau?" Dibalik remang remangnya cuaca, Tian Mong-pek saksikan seorang kakek berambut kusut, dengan berpegangan pada sisi meja sedang bersandar diatas pembaringan, matanya berkilat tajam, persis seperti harimau terluka.
Setelah membentak gusar, tubuhnya kembali roboh keatas ranjang, sementara tangannya yang menggenggam disisi meja membuat kayu meja itu hancur berserakan.
Ternyata sepasang kaki kakek itu sudah kutung sebatas lutut, bekas luka masih diperban sedang noda darah masih terlihat membasahi kain perban itu, jelas luka itu baru dideritanya belum lama berselang.
Sementara dia masih tertegun bercampur keheranan, tampak pemuda berbaju hijau itu sudah melongok lagi dari balik tembok pagar sambil membentak: "Hei tua bangka sialan, memangnya kau mampu mengejar sauya mu" Hehehe....
tubuhmu sudah terkena panah kekasih, umurmu sudah tak lama lagi, lebih baik serahkan benda itu untuk sauya, siapa tahu aku masih berkenan mengurusi layonmu nanti, kalau tidak....
hmm, sampai mati pun belum tentu ada orang bakal mengurusimu, mungkin saja badanmu bakal dimakankan anjing!" Perkataan itu disampaikan dengan nada cepat lagi nyaring, membuat Tian Mong-pek berkerut kening dan merasa amat tak tega.
Mendadak terdengar kakek itu membentak nyaring, begitu tangannya diayun ke depan, sekilas cahaya perak segera melesat keluar lewat jendela, langsung mengancam tubuh pemuda diatas tembok pekarangan.
Buru buru pemuda itu menarik kepalanya sambil bersembunyi, cahaya perak dengan disertai desingan angin tajam langsung menyambar lewat dari atas kepalanya dan menancap diatas sebatang pohon liu, berapa kaki dari posisinya, ternyata sebilah pisau belati.
Diam diam Tian Mong-pek merasa terperanjat, dia tidak sangka kakek buntung itu memiliki tenaga sambitan yang begitu kuat, sedangkan anak panah yang terlepas dari busur otomatis pun tak bakal menghasilkan kekuatan begitu hebat.
Kembali pemuda berbaju hijau itu melongok dari balik tempat persembunyiannya dan mengejek sambil tertawa dingin: "Kau sangka sambitanmu mengenai sasaran .


Panah Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

. . . . . . . ..?" Tiba tiba kakek itu menghentakkan tangannya dipinggir ranjang, lalu secepat kilat tubuhnya melesat keluar lewat jendela.
Berubah hebat paras muka pemuda berbaju hijau itu, tidak berani banyak bicara lagi tergopoh gopoh dia melarikan diri dari situ.
Ketika tubuhnya tiba ditengah halaman, tenaga daya luncur kakek buntung itu melemah, tak ampuh badannya jatuh terjerembab, meski begitu umpatnya keras: ...ooOO- http://cerita-silat.mywapblog.com -OOoo...
"Binatang, mau kabur ke mana .
. . . . . .. Sepasang tangannya mencakar keatas tanah membuat tanah liat yang keras segera tergali hingga muncul sebuah lubang besar, hancuran tanah beterbangan di angkasa, tapi sayang biarpun dia marah luar biasa, tubuhnya gagal melewati pagar dinding itu.
Il "Lotiong . . . . . . . .. sapa Tian Mong-pek sambil mendeham.
Kakek buntung itu mendongakkan kepalanya, garis darah memenuhi matanya, mimik muka orang itu selain menakutkan, diapun tampak sangat mengenask an.
Setelah menghela napas pemuda itu maju selangkah, katanya lagi: "Lebih baik lotiong kembali ke kamar untuk beristirahat, apakah perlu aku memayangmu?" "Siapa kau?" bentak kakek buntung itu marah, "pergi, cepat pergi! Jangan mendekati aku" Sepasang tangannya menyanggah tanah, sikapnya persis seperti harimau terluka.
Kembali Tian Mong-pek berkata sambil menghela napas: "Aku hanya berniat baik, sama sekali tak bermaksud mencelakai lotiong" "Maksud baik .
. . . .. hmm, hmm!" kakek buntung itu tertawa seram, "sikap dan perbuatanmu tak ubahnya seperti binatang bedebah itu, bukankah kau tertarik dengan barang milik lohu" Kau sangka dapat membohongi lohu" Berani maju selangkah lagi .
. . . . .. jangan disangka kakiku sudah buntung, lohu masih mampu meringkusmu!" Tian Mong-pek merasa tersingung, keningnya berkerut, teriaknya gusar: ...ooOO- http://cerita-silat.mywapblog.com -OOoo...
"Cleh karena melihat usiamu sudah tua lagi cacad, aku hanya berniat menolongmu .
. . . . . . .. Saking gusar dan mendongkolnya dia merasa perkataannya kelewat tajam, maka ucapan berikut tidak dilanjutkan, tanpa membuang waktu dia membalikkan tubuh dan beranjak pergi.
Sambil tetap duduk diatas tanah, kakek buntung itu menghantam tanah berulang kali, teriaknya: "Siapa yang kesudian dengan pertolonganmu, enyah, cepat enyah dari sini!" Nada suaranya gemetar penuh mengandung rasa sedih dan gusar yang luar biasa, hingga Tian Mong-pek masuk kembali ke pintu kamarnya, tiba tiba dua titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Mengawasi sepasang kaki sendiri yang telah buntung, dia merasakan dadanya sakit bagaikan diiris dengan pisau tajam, sambil merangkak ke arah pintu kamar tiba tiba teriaknya: "Anak muda, kembali kau!" Tian Mong-pek tahu Siau Sam-hujin pasti tersadar dari tidurnya, cepat dia masuk ke dalam kamar, tampak perempuan itu masih berbaring diranjang, namun dengan napas tersengkal bertanya: "Siapa itu" Siapa itu?" Tapi setelah mendengar bentakan itu, tanyanya pula: "Siapa yang memanggilmu?" "Seorang kakek cacat!" Baru saja anak muda itu akan menceritakan kejadian yang sebenarnya, dengan mata setengah terpejam dan kelihatannya lelah sekali, Siau Sam-hujin berkata: "Kalau begitu keluar dan tengoklah dia, aku masih ingin tidur sejenak lagi" Dia seperti tidak tertarik dengan persoalan apa pun, dalam keadaan begini Tian Mong-pek tak ingin banyak bicara, setelah berpikir sejenak, ia berjalan menghampiri kakek buntung itu, meski hatinya mendongkol bercampur marah, namun setelah melihat keadaan orang tua itu, ia jadi tak tega sendiri.
"Apakah lotiong memanggil aku?" Saat itu kakek buntung tersebut sudah merangkak naik ke atas ranjang sendiri, dengan matanya yang tajam dia awasi Tian Mong-pek berapa saat, akhirnya sambil menggapai serunya: "Kemari kau!" Kelihatannya hawa amarah dalam dadanya sudah mereda, namun mimik mukanya kelihatan keren dan serius.
Tian Mong-pek berjalan masuk ke dalam ruangan, diatas meja ia lihat berapa botol obat yang berserakan, disudut ranjang terdapat sebuah bungkusan kain kuning, tidak jelas barang apa yang berada didalamnya.
"Kau belajar silat?" tanya kakek buntung itu kemudian.
Tian Mong-pek manggut-manggut.
"Apakah kau kenal aku?" tanya kakek itu lagi.
Cepat pemuda itu menggeleng.
Berkilat sepasang mata kakek itu, katanya lagi: "Kalu belajar silat, lagipula mengenakan pakaian berkabung, pasti ada sanakmu yang tewas dibunuh musuh, apakah kau bersedia mempelajari berapa jurus ilmu silatku, agar dapat balaskan dendam atas kematian sanakmu?" Tian Mong-pek membungkam tanpa menjawab.
Tampak kakek buntung itu memutar tangannya satu lingkaran kemudian dilontarkan ke depan, walaupun jurus itu tampak sederhana dan biasa, tapi dalam pandangan anak muda itu justru membuatnya terkesiap.
Sebab jurus pukulan yang kelihatannya mengarah ke bawah, tiba tiba saja telah berubah jadi atas, ancaman yang jelas terlihat mengarah kiri, tahu tahu sudah ke kanan, dalam satu jurus yang sederhana terkandung perubahan yang luar biasa, sebuah jurus pukulan yang mengagumkan.
Menyaksikan perubahan mimik mukanya, kakek buntung itu segera tersenyum, ujarnya: "Bila kau dapat segera menghantarku ke kota Hangciu, akan kuwariskan tiga jurus ilmu pukulan itu untukmu, perduli siapapun musuhmu, cukup mengandalkan ke tiga jurus serangan tersebut, kau pasti dapat balas dendam" "Cayhe akan sewakan sebuah kereta yang bisa langsung menghantar lotiong ke kota Hangciu" "Kalau menyewa kereta, memangnya aku tak bisa menyewa sendiri" Aku minta kau membopongku, bila ada musuh yang menghadang, biar sepasang kakiku sudah kutung, namun dengan mengandalkan sepasang tanganku, aku dapat memukul mundur mereka semua, jangan kuatir, tak bakal melukaimu, bila kau bisa menghantarku tiba di Hangciu, bukan saja lohu .
. . . . . .." "Maaf, cayhe tak punya waktu" tukas Tian Mong-pek.
Berubah paras muka kaki buntung itu, teriaknya gusar: "Bedebah, dasar manusia yang tak tahu diri, selama hidup belum pernah lohu minta bantuan orang, hari ini .
. . . . . . .." "Aku tidak perduli apakah selama hidup belum pernah minta bantuan orang atau tidak" kata Tian Mong-pek dengan kening berkerut, "yang jelas, dalam kamar ku juga terdapat orang sakit, mana boleh kutinggalkan dirinya dengan pergi menghantarmu ke kota Hangciu?" Sesudah berhenti sejenak dan menghela napas panjang, terusnya: "Apalagi selama hidup, aku tak ingin melangkah masuk lagi ke rumahnya Chin Siu-ang!" "Darimana kau tahu kalau lohu ingin mencari Chin Siu-ang?" tanya kakek buntung itu dengan wajah berubah.
"Kau sudah terkena panah kekasih, walaupun sepasang kakimu yang terkena panah sudah kau buntungi hingga dapat hidup sampai kini, namun sisa racun ditubuhmu belum hilang, tentu saja kau akan mencari Chin Siu-ang!" Menyinggung kembali tentang Chin Siu-ang, rasa gusar langsung menyelimuti wajahnya.
Siapa tahu kakek buntung itu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa kalap.
"Biarpun kau cerdas, sayang dugaanmu keliru besar!" Sementara Tian Mong-pek tertegun, kakek itu dengan wajah sedih bercampur gusar sudah mendongak memandang awan diangkasa dan melanjutkan: "Sudah cukup lama lohu malang melintang dalam dunia persilatan, hidupku sudah lebih dari cukup, kini aku sudah cacat, kenapa harus minta tolong lagi kepada seorang tua bangka celaka untuk selamatkan jiwaku?" Mendengar kakek buntung itu membahasai Chin Siu-an g sebagai tua bangka celaka, Tian Mong-pek merasa setuju sekali, segera katanya pula dengan nada benci: "Betul sekali, orang ini selain bedebah, dia buas, licik dan bermoral rendah, bila aku terkena panah kekasih pun lebih baik mati daripada membiarkan jari tangannya menyentuh tubuhku!" Pemuda ini memang berwatak polos tapi berhati keras, apa yang terpikir dalam hati, semuanya langsung tampil diwajahnya.
Kakek buntung itu jadi senang sekali, sejak mendengar penampikan anak muda itu karena enggan meninggalkan orang sakit yang sedang dirawatnya, ia sudah menaruh simpatik kepadanya, apalagi setelah mendengar ungkapan perasaan hatinya sekarang, mimik mukanya kontan berubah jadi lembut.
"Lohu hanya ingin menjumpai seseorang di kota Hangciu" ujarnya kemudian, "siapa orang sakit di kamarmu" Bila sakitnya tidak terlalu parah, lebih baik hantarlah lohu lebih dulu ke kota Hangciu, kemudian baru balik lagi merawatnya" Tian Mong-pek menghela napas panjang.
"Aaai, sejujurnya boanpwee tak punya hubungan apa apa dengan orang yang sedang sakit dalam kamar, tapi penyakit yang dideritanya saat ini sangat parah, aku kuatir .
. . . . . .." Rasa sedih yang tiba tiba muncul membuat pemuda itu tak tega melanjutkan perkataannya.
"Penyakit yang sangat parah.....
aaai, padahal begitu juga dengan kondisi lohu saat ini, tapi bila aku tidak serahkan pesan akhirku, mana mungkin bisa mati dengan hati lega" Setelah menghela napas, nada suaranya makin lama semakin lirih dan akhirnya berubah jadi gumaman, sementara wajahnya kelihatan begitu sendu dan mengenaskan.
Tiba tiba Tian Mong-pek menimpali: "Biarpun sekarang cayhe tak bisa membantu lotiong, tapi aku lahir di Hangciu, siapa tahu aku kenal dengan orang yang sedang lotiong cari" "Selama hidup lohu tak punya sanak tak punya keluarga, sejujurnya orang itupun baru kukenal satu kali, tapi hatiku baru lega bila dapat berjumpa muka dengan dirinya" "Siapakah orang itu?" tak tahan Tian Mong-pek bertanya.
"Orang itu tak lain adalah pemimpin Jin-gi-su-hiap, orang memanggilnya Tian Hua-uh!" Bergetar keras perasaan hati Tian Mong-pek, tak kuasa dia mundur selangkah, serunya: "Mau apa kau mencarinya?" \\~ Aaai, aku akan beritahu kepadanya tentang keganasan racun panah kekasih" kata kakek buntung itu sambil menghela napas, "aku ingin mohon kepadanya untuk mencari sumber dari racun itu dan membasminya dari dunia persilatan, aku ingin mewariskan semua ilmu silatku kepadanya, minta dia carikan seorang murid untukku, aaai...
biarpun ilmu silat yang dimiliki orang ini tidak begitu tinggi, namun dialah seorang lelaki sejati, seorang pendekar yang berjuang untuk menegakkan keadilan, dikolong langit saat ini hanya dia seorang yang bisa membuat lohu mati dengan meram, aaai.....
kenapa begitu sedikit orang baik di dunia ini!"
Belum selesai dia berkata, air mata telah jatuh bercucuran membasahi pipi Tian Mong-pek, dia terduduk di bangku lalu katanya: "Lotiong, mungkin kau....
kau tak dapat bertemu lagi dengan dirinya" "Apa .
. . . .. apa kau bilang?" bentak kakek buntung itu sambil melotot.
\\"l -iga hari berselang, ayahku telah tewas terkena panah kekasih, beliau tak mungkin bisa bertemu Il lagi dengan cianpwee kata Tian Mong-pek dengan air mata bercucuran.
"Dia . . . . .. dia..... kau..... jadi kau adalah putra Tian Hua-uh" Jadi dia....
dia pun terkena panah kekasih .
. . . .. Thian, oh Thian! Kau.... " Sekujur badannya bergetar keras, tiba tiba dia mengayunkan tangannya menghantam satu inci disisi jantungnya, paras muka yang semula kuning pun segera berubah jadi pucat pasi, cahaya matanya ikut pula memudar.
"Cianpwee . . . . . .." dengan perasaan terperanjat jerit Tian Mong-pek.
Kakek buntung itu sama sekali tidak menghentikan gerakan tangannya, sekali lagi dia hantam nadi sebelah kirinya sebanyak tujuh kali, teriaknya keras: "Siapa namamu?" Tian Mong-pek mengira kesadaran orang itu telah berubah, dengan perasaan terkejut bercampur keheranan, ia menyebutkan nama sendiri.
Setelah terengah berapa saat, lambat laun kakek buntung itu berhasil mengendalikan diri, katanya lagi: "Tian Mong-pek.....
cepat berlutut!" Sementara anak muda itu masih terperangah, dengan gusar kakek buntung itu membentak lagi: "Cepat berlutut, tidak kau dengar perkataan lohu?" Selain gusar, kakek itu tampak panik bercampur cemas.
Karena menaruh perasaan simpatik terhadap kakek ini, Tian Mong-pek segera menyahut dengan nada lembut dan bersahabat: "Maaf, selama hidup cayhe tidak terbiasa berlutut didepan orang, tanpa sebab cianpwee minta boanpwee untuk berlutut, mohon dimaafkan bila boanpwee tak dapat memenuhinya!" Kakek buntung itu melotot gusar, Tian Mong-pek tidak menghindar, mereka berdua pun saling bertatap mata berapa saat.
Akhirnya kakek buntung itu menghela napas, katanya kemudian: "Berhubung kelewat emosi, hawa murni yang melindungi nadi ku tadi jadi buyar sehingga sisa racun telah menyerang ke dalam jantung, dengan mengandalkan sisa kekuatan aku berusaha membuyarkan hawa racun itu tadi, tapi sayang usia ku paling banter hanya bisa bertahan satu jam saja, bila hawa racun berkumpul kembali nanti, aaai, bi ar ada dewa pun, sulit untuk selamatkan jiwaku lagi" \\ 1 Aaai....
boanpwee menyesal tak memiliki kemampuan untuk memunahkan racun ditubuh cianpwee, tapi sebagai sahabat mendiang ayahku, sudah menjadi kewajiban boanpwee untuk mengurusi semua keperluan cianpwee dimasa mendatang........" Baru saja anak muda itu akan berlutut, tiba tiba kakek buntung itu membentak lagi penuh kegusaran: "Siapa suruh kau urusi masalahku dimasa mendatang, kalau orang sudah mati, semuanya telah selesai, biar mayatku bakal dimakan anjingpun sudah bukan urusanmu lagi" Tian Mong-pek tertegun, belum sempat mengucapkan sesuatu, kakek buntung itu telah berkata lebih jauh: "Lohu minta kau berlutut lantaran didalam waktu satu jam yang amat singkat ini akan kuangkat dirimu sebagai muridku, aku harus mewariskan ilmu silat serta tanda pengenal perguruanku sebelum aku bisa mati dengan tenang, kau betul betul tak tahu diri, malah membuang waktu yang berharga dengan percuma" Tian Mong-pek mundur selangkah, serunya: "Baru pertama kali ini aku bertemu cianpwee, mana boleh memikul tanggung jawab seberat I I C I I C I I "Tutup mulut, kalau aku sudah penuju kepadamu, kau tetap akan terpilih, kalau tidak, biar kau berlutut sambil menyembah pun, tak bakalan aku tertarik atau memandang sekejappun!" Diambilnya buntalan berwarna kuning itu, kemudian katanya lagi: "Berlutut, cepat berlutut!" "Biarpun cianpwee penuju kepadaku, tapi aku tak boleh masuk perguruan orang lain dengan begitu saja" tampik sang pemuda sambil busungkan dada.
Mula mula kakek itu tertegun, kemudian sambil tertawa keras katanya: "Hahahaha....
bagus, bagus, punya semangat, ternyata aku Chin Mo-cuan tidak salah pilih!" Cepat dia membuka bungkusan kain kuning itu, mengeluarkan sebuah panji dan dikibarkan, bentuk panji tersebut sangat aneh karena hanya berupa selembar kain putih, diatasnya tiada lukisan, tiada pula tulisan.
Sekalipun hanya sebuah panji yang sederhana, namun cukup membuat sekujur tubuh Tian Mong-pek bergetar keras, bisiknya dengan hati tercekat: "Pek-po-mo-kie (panji iblis kain putih) .
. . . . . . .." "Benar, lohu adalah Pek-po-kie (panji kain putih) Chin Mo-cuan, perguruan Po-kie-bun (panji kain) selamanya hanya diwarisi satu orang, jadi kau tidak malu menjadi pewaris dari Po-kie-bun" Kakek buntung yang menjelang kematiannya ini kelihatan bersinar wajahnya sewaktu menyebutkan nama sendiri.
Tanpa terasa Tian Mong-pek bergumam: "Berpekik bagai hembusan angin, panji kain putih .
. . . . .." Mimpi pun dia tak menyangka kalau kakek buntung ini ternyata tak lain adalah salah satu diantara tujuh tokoh maha sakti yang menggetarkan sungai telaga selama puluhan tahun terakhir, tokoh ke lima Panji kain putih.
Dia cukup tahu akan sepak terjang si kakek dimasa lampau, ketika terbayang kembali keadaannya yang begitu mengenaskan sewaktu merangkak ditanah, timbul perasaan iba dihati kecilnya.
Sesudah menghela napas panjang, tanyanya: \\ h cianpwee, kenapa kaupun bisa terkena panah kekasih?" Paras muka Chin Mo-cuan kembali berubah berat dan serius.
"Aaai, kecepatan bidikan senjata rahasia itu dan keganasan dari racunnya merupakan sesuatu yang tiada taranya dalam dunia persilatan selama ribuan tahun terakhir, tapi bagian yang paling misterius justru terletak pada hubungannya dengan undangan malaikat elmaut, kombinasi dari kedua benda ini seolah telah menciptakan suatu daya tarik yang membetot sukma, oleh sebab itu bila ingin menghindari anak panah tersebut, janganlah menghindar disaat anak panah itu dibidikkan, tapi menghindarlah disaat kau menerima kartu undangan malaikat elmaut, sebab kalau sampai menunggu panah dilepas, keadaan pasti terlambat.
Dengan pengalaman ilmu silatku, disaat melihat panah kekasih dilancarkan, aku segera meloncat untuk menghindar, tapi kenyataannya masih bersarang juga di kaki ku .
. . . . . .." Setelah menghela napas panjang, lanjutnya: "Ilmu meringankan tubuh yang kumiliki boleh dibilang jarang ada tandingannya dikolong langit, sayang umurku tak panjang sehingga tak ada kesempatan lagi untuk menyelidiki dimana letak daya pikat panah tersebut, aku harap pengalaman yang telah kuyar dengan nyawa ini bisa kau ingat terus didalam hati" "3ukan saja boanpwee akan selalu ingat dalam hati, bahkan merasa berterima kasih sekali" "Kini kau sudah menjadi murid Po-kie-bun, sudah sepantasnya kalau aku .
. . . . . .." Tiba tiba Tian Mong-pek menukas: "Cinta kasih cianpwee membuat boanpwee semakin terharu, tapi maaf karena aku tak bisa menjadi murid Po-kie-bun" "A.....
apa?" dengan mata melotot kening berkerut Chin Mo-cuan berteriak.
Dengan menundukkan kepala kembali Tian Mong-pek berkata: "Biarpun ilmu silat yang cianpwee miliki sangat tangguh, tapi kau sudah terkena panah kekasih, sehingga biarpun boanpwee berhasil mempelajari seluruh kepandaian yang kau miliki pun, aaai .
. . . ..sama saja tak mampu menghindari keganasan panah maut itu, bagaimana mungkin boanpwee dapat balaskan dendam kesumat atas kematian ayahku" Maafkan daku kalau boanpwee terpaksa bicara blak blakan, semoga cianpwee dapat memaklumi!" Paras muka Chin Mo-cuan hijau kepucat-pucatan, entah karena sedih atau lantaran gusar, berapa saat kemudian ia tertawa sedih, katanya setelah menatap sekejap panji kain yang berada dalam buntalannya: "Sungguh tak nyana ada juga manusia dalam dunia persilatan yang menolak menjadi murid Po-kie-bun, aaai, mungkinkah perguruan Po-kie-bun yang telah diwariskan puluhan generasi selama ratusan tahun harus berakhir sampai disini?" Tian Mong-pek sendiripun merasa amat sedih, dia tak menyangka kalau jagoan tangguh ini bisa tunjukkan mimik muka begitu sendu, bisa dibayangkan betapa sedih, kecewa dan beratnya perasaan hati orang ini.
Angin dingin berhembus masuk melalui jendela, tiba tiba terdengar suara tertawa dingin berkumandang dari kejauhan.
"Siapa?" bentak Chin Mo-cuan.
"Tidak adil, sungguh tidak adil" kata orang diluar jendela sambil tertawa dingin, "tak disangka dikolong langit masih terdapat kejadian yang begitu tak adil, sungguh membuat lohu tak habis mengerti!" Perkataan itu berkumandang dari kejauhan yang makin lama semakin mendekat, lalu dari balik daun jendela yang telah jebol, muncul dua sosok bayangan manusia.
Dari balik kegelapan terlihat jelas kalau mereka berdua adalah seorang kakek bersama seorang pemuda, yang tua kurus kering pendek lagi kecil, tapi memiliki mata yang tajam dan jenggot kambing yang pendek, dia berjalan mendekat sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Sementara yang muda tak lain adalah pemuda berbaju hijau yang belum lama tinggalkan tempat itu.
Berubah paras muka Chin Mo-cuan, teriaknya dengan gusar: "Hong Sin alias Hong It-tiok! Hong It alias Hong Tiok-leng! Kalian ayah beranak masih berani datang mencariku!" Ternyata kakek kurus kering itu tak lain adalah perampok ulung yang pernah malang melintang dalam dunia persilatan, orang menyebutnya Coat-ho (Tak punya keturunan) Hong It-tiok.
Crang ini ganas, kejam dan telengas, asal tertarik dengan satu keluarga kaya raya maka dia akan merampoknya hingga habis tak bersisa, itulah sebabnya orang menyebutnya coat-ho, habis hingga tak punya keturunan.
Sudah cukup lama ia lenyap dari peredaran dunia persilatan, sungguh tak nyana hari ini dapat munculkan diri kembali di sini.
Tian Mong-pek sangat terperanjat, tapi sebelum dia melakukan sesuatu, terdengar orang itu berkata lagi sambil tertawa dingin: "Manusia mana dari dunia persilatan yang tak ingin menjadi murid Po-kie-bun, siapa suruh kau justru memilih pemuda itu dan kebetulan orang pun enggan jadi muridmu, jika sampai terlihat orang lain, apakah orang tidak mengira kau sedang merengek kepadanya?" Paras muka Chin Mo-cuan berubah sedingin salju, jelas amarahnya telah memuncak, bentaknya: "Kau.....
berani amat kau berkata begitu!" Sebagaimana diketahui, hawa racun yang mengeram dalam tubuhnya saat ini telah menyerang ke jantung, itu berarti sedikit saja bergerak niscaya jiwanya bakal melayang, coba bukan lantaran begitu, mungkin sejak tadi ia telah menerjang ke depan.
Hong It-tiok atau Hong Sin segera tertawa dingin.
"Melihat kau sudah buntung, dengan susah payah putraku telah menghantarmu sampai disini, bukan hanya melayanimu dengan air teh, bahkan masakkan obat untuk merawat lukamu, siapa tahu bukan saja kau enggan mewariskan ilmu silat kepadanya, malah melukai dia dengan pukulan.
Apa kau tidak merasa bahwa perbuatanmu itu selain tak adil, pada hakekatnya air susu telah dibalas dengan air tuba!" "Biarpun bocah laknat itu licik dan berhati busuk, bakat dia untuk belajar silat sangat jelek" kata Chin Mo-cuan gusar, "mengingat dia telah melindungi dan menghantarku selama ini, sebetulnya aku berniat mengajarkan ilmu silat kepadanya, siapa sangka ketika melihat lohu tidak mati juga, menggunakan kesempatan disaat aku sedang tidur, dia berniat mencelakaiku.
Hmmm! Aku menyesal kenapa tak berhasil menghabisi nyawa laknat busuk macam dia!" "Apa salahnya kalau sekarang kau mencoba melepaskan pukulan lagi ke tubuhku!" ejek Hong It, pemuda berbaju hijau itu sambil tertawa dingin.
"Sudah, kejadian yang lewat tak perlu diungkit lagi" sela Hong Sin cepat, "Kuanjurkan kepadamu lebih baik serahkan kitab pusaka po-kie -pit-kip segera, mungkin saja mengingat kerelaan hatimu ini lohu bakal mengubur jenasahmu secara baik baik, kalau tidak....
hehehe... saat ini hawa racunmu sudah menyerang jantung, asal lohu menggerakkan ujung jari saja, kau segera akan mati tanpa tempat kubur!" Sambil berkata, dia ayun tangannya keatas jendela, seketika hancuran kayu beterbangan, kaleng obat dimeja pun ikut berjatuhan ke lantai terkena getaran.
Pucat pasi paras muka Chin Mo-cuan, teriaknya: "Lohu lebih suka....
lebih suka tak punya murid perguruan daripada mewariskannya kepada anak laknatmu itu" Sedemikian marah kakek buntung ini hingga suaranya ikut gemetar.
Hong Sin tertawa dingin, sambil merangsek maju serunya dingin: "Mau diserahkan tidak?" Selangkah demi selangkah dia mendekati depan pembaringan.
Tian Mong-pek tak kuasa menahan diri lagi, dia melintang ke hadapan orang itu sambil bentaknya: "Keluar kau!" Hong Sin tak pandang sebelah mata terhadap anak muda itu, tanpa berpaling kembali ujarnya dingin: "Crang she-Chin, bila kau berani menggunakan tenaga saat ini berarti kematian didepan mata .
. . . . . .." Mendadak dia lancarkan sebuah babatan ke dada Tian Mong-pek, telapak tangannya yang kurus kering kelihatan berwarna hitam bersinar, tak usah ditanya pun sudah jelas kalau tenaga pukulannya beracun.
Tian Mong-pek miringkan dadanya sambil mundur setengah langkah, dengan cepat dia lancarkan sebuah pukulan balasan.
"Dasar bedebah dungu yang tak takut mampus!" umpat Hong Sin sambil menekan tangannya ke bawah, membacok tangan anak muda itu, perubahan jurus dilakukan secepat petir.
Tian Mong-pek membentak nyaring, tanpa perdulikan keselamatan pergelangan tangan sendiri, telapak kirinya menghantam ke depan, mengancam jalan darah tay-yang-hiat di kening sebelah kanan musuh.
Coat-ho Hong Sin menjerit kaget sambil mundur tiga langkah, dia sama sekali tak menyangka kalau pemuda itu bakal menggunakan jurus adu jiwa dalam gebrakan pertama, setelah berhasil menenangkan diri, serunya sambil tertawa dingin: "Kau tak punya hubungan apa apa dengannya, buat apa mesti jual nyaw" Hmm, hmm, baru pertama kali ini lohu jumpai budak dungu yang tak takut mampus macam kau!" "Anggap saja hari ini kau telah menjumpainya!" teriak Tian Mong-pek.
"Bagusl" Sambil tertawa dingin Hong Sin maju sambil menyiapkan sebuah pukulan.
\\-I -ahan!" mendadak Chin Mo-cuan membentak nyaring.
Sambil melompat masuk ke arena seru Hong It: "Ayah, serahkan saja budak dungu yang tak takut mati ini kepadaku!" "Coba kita dengarkan dulu apa yang akan dikatakan manusia she-Chin itu" Dengan geram Chin Mo-cuan berkata: "Kalian ayah beranak, satu didepan yang lain di belakang, yang satu terang-terangan yang lain ditempat kegelapan, rupanya sejak awal sudah membuat rencana untuk membohongi kitab pusaka Po-kie-pit-kip milikku?" Berubah paras muka Hong Sin.
"Kalau benar kenapa, kalau tidak kenapa pula?" katanya sambil tertawa dingin.
"Lohu sadar, racun yang mengeram dalam tubuhku tak mungkin bisa disembuhkan lagi, oleh karena itu aku tidak memikirkan lagi keselamatan jiwaku.
Namun ulat kecil pun tak ingin mati pasrah, buat apa kau masih berdiri disitu" Kau sangka pukulan sekuat tenagaku tidak cukup untuk mencabut nyawamu?" Perkataan itu disampaikan dengan jelas dan terang, membuktikan kalau tenaga dalamnya amat sempurna.
Hong Sin terkesiap, tanpa sadar ia mundur tiga langkah, apalagi Hong It, cepat cepat dia bersembunyi disudut ruangan.
Tian Mong-pek sendiri merasa sedih bercampur gusar, dia tak menyangka dalam keadaan begini Chon Mo-cuan masih memiliki pengaruh sedemikian besarnya.
Kembali Chin Mo-cuan berkata sambil tertawa seram: "Hahahaha.....
binatang bernyali tikus macam kalian masih belum pantas membuat ulah dihadapan lohu!" Walaupun suara tertawanya keras, namun nadanya kedengaran mulai melemah.
Diam diam Tian Mong-pek berkerut kening.
Betul saja, Hong Sin segera menyadari akan hal itu, katanya pula sambil tertawa keras: "Hahahaha....
tua bangka sialan, coba kau tidak tertawa, hampir saja aku termakan tipuanmu.
Memang kau sangka sisa kekuatanmu masih mampu melukai orang" Hahaha....
apa salahnya untuk dicoba!" "Selama masih ada aku orang she-Tian, jangan harap kau bisa menyentuh ujung baju dia orang tua!" bentak Tian Mong-pek sambil rentangkan lengannya dan berdiri didepan kakek buntung itu.
Gelak tertawa Hong Sin semakin kalap, dengan hawa membunuh menyelimuti wajahnya dia berseru: "Bagus, bagus, kalau kau nekat ingin mati bersamanya, lohu pasti akan kabulkan permintaanmu itu!" Diiringi gelak tertawa seram, dia mulai melangkah maju.
Tian Mong-pek merasakan darah panas mendidih dalam tubuhnya, dia kepal sepasang tinjunya kencang kencang, asal Hong Sin berani maju selangkah lagi, biar darah harus berceceran pun dia sudah nekat akan melancarkan serangan.
Mendadak terdengar Chin Mo-cuan membentak keras: "Coba aja kalau berani menyentuh dia!" Telapak tangannya dibalik sambil menekan ranjang, tahu tahu badannya sudah berdiri tegak, matanya bersinar merah, rambutnya berdiri bagai duri, sekalipun kakinya sudah kutung namun tampilannya saat ini sangat menakutkan.
Coat-ho Hong Sin sesungguhnya merupakan seorang iblis berhati keji yang tangannya sudah berlumuran darah, entah mengapa, dihadapan kakek yang sekarat hampir mati ini justru menaruh perasaan ngeri yang luar biasa.
Sambil memaksakan diri menyeringai seram, katanya: "Akan kubunuh dia dihadapanmu juga, mau kulihat apa yang bisa kau perbuat terhadapku?" "Betul" sambung Hong It, "kita buktikan saja apa yang bisa dia perbuat........" Tiba tiba terdengar seseorang berkata dari luar jendela sambil menghela napas: "Hong loji, siapa lagi yang hendak kau bunuh?" Dengan tubuh bergetar keras Hong Sin berdua berpaling, tampak seorang wanita pucat berbaju hitam telah berdiri bersandar ditepi jendela.
"Siau Sam-hujin!" tanpa sadar Hong Sin, Hong It serta Tian Mong-pek berseru tertahan., biarpun teriakanya sama namun nadanya berbeda.
Nada suara Han Sin berdua kedengaran gemetar penuh rasa takut dan ngeri sedangkan nada suara Tian Mong-pek kedengaran girang bercampur kuatir, girang karena dengan ilmu silat yang dimiliki perempuan itu, tak sulit untuk pukul mundur Hong Sin berdua, kuatir karena wajahnya kelihatan pucat dan layu, meski bersandar ditepi jendela namun kelihatan kalau sakitnya bertambah parah.
Kembali Siau Sam-hujin berkata: "Sudah berusaha merampas harta milik orang, masih ingin mencabut nyawanya, apakah kau sudah lupa dengan sumpah yang pernah kau ucapkan waktu mengemis hidup di lembah gara gara dikejar Thian-to-jin pada sepuluh tahun berselang?" Senyuman menyeringai serta napsu membunuh yang semula menghiasi wajah Hong Sin, saat ini sudah hilang tak berbekas, dengan kepala tertunduk sahutnya: "Cayhe tidak berani, semoga sam hujin ..........." "Kalau memang belum lupa, kenapa tidak segera pergi dari sini?" tukas Siau Sam-hujin cepat, "bila sejak kini kau benar benar mau bertobat dan menjadi orang baik, aku tak akan menyulitkan dirimu lagi!" Dengan sikap yang sangat hormat Hong Sin menjura dalam dalam, sahutnya takut: "Terima kasih sam-hujin!" "Cepat pergi, cepat pergi!" seru Siau Sam-hujin sambil mengulapkan tangannya berulang kali.
Hong It membuka pintu kamar, sementara Hong Sin mundur dari situ dengan kepala tertunduk.
Tiba tiba Siau Sam-hujin menegur lagi dengan suara dingin: "Hong loji, sejak tadi anakmu berkerut kening terus, apakah merasa tak puas?" "Mana berani anakku bersikap kurang ajar kepada hujin!" sahut Hong Sin ketakutan, tiba tiba dia mengayun tangannya dan "Plook, plook, plook!" berapa kali tamparan telah bersarang dipipi Hong It, terusnya: "Binatang, kenapa tidak berlutut didepan sam hujin minta ampun?" Dengan kepala tertunduk Hong It berlutut, namun sinar matanya dipenuhi rasa benci dan dendam yang luar biasa.
Berkilat mata Siau Sam-hujin, tapi akhirnya dia berkata setelah menghela napas: "Pergi, pergi, kau harus baik baik urusi anakmu!" "Baik, baik......." sahut Hong Sin dengan kepala tertunduk, kemudian sambil menendang pantat Hong It, umpatnya: "Semua gara gara kau binatang sialan!" Mereka berdua kabur dengan kecepatan tinggi, setelah berada puluhan kaki jauhnya, Hong Sin baru berani menghela napas sambil berkata: "Nak, kalau teringat kejadian barusan, kau harus baik baik melatih diri, bila ilmu silatmu hebat, orang lain tak bakal mempermalukan kita" Tak lama kemudian bayangan tubuh mereka berdua l enyap dibalik kegelapan.
Melihat kedua orang penjahat itu sudah pergi, Chin Mo-cuan baru roboh terkapar diatas ranjangnya, karena harus menghimpun tenaga dalam, kini hawa racun kembali menyerang jantung, dalam waktu singkat darah segar melelh dari ke tujuh lubang inderanya.
Dengan perasaan kaget Tian Mong-pek segera menyusul ke sisinya, teriaknya gemetar: "Chin locianpwee........" Dengan tangan gemetar Chin Mo-cuan menuding ke arah buntalan yang ada disisinya, lalu ujarnya terbata-bata: "Se.....semuanya itu ku....
kuserahkan padamu, kau.....
kau harus carikan see.....seorang ahli waris untuk.....
untuk perguruan Po-kie-bun.....
karena kau.... kau punya hubungan dengan Tee-ong-kok (lembah kaisar), tak sulit memiliki ilmu silat hebat dikemudian hari, saat itu kau.....
kau harus menjaga baik baik ahli waris.....
ahli waris dari Po-kie-bun, bila....
bila dia merusak nama baik perguruan, kau...
kau harus membunuhnya, aaai....
sayang.... sayang kau tak dapat menjadi...ah....ahli waris Po........" Dengan air mata bercucuran Tian Mong-pek tiada hentinya mengangguk, tiba tiba terdengar kakek itu menjerit keras: "Aku Chin Mo-cuan mati tidak meram!" Tiba tiba tubuhnya bangkit berdiri, sepasang kepalannya menggenggam kencang, rambutnya pada bangun berdiri, biji matanya melotot keluar dan wajahnya penuh dengan roda berwarna merah darah.
Dengan hati ngeri Tian Mong-pek mundur berapa langkah kemudian jatuhkan diri berlutut, katanya dengan kepala tertunduk: "Boanpwee tak akan menyia-nyiakan harapan cianpwee dan mencarikan seorang pemuda yang jujur untuk mewarisi perguruan Po-kie-bun dan selama hidup setia pada perguruan" Sekulum senyuman pedih tersungging diujung bibir Chin Mo-cuan, untuk kedua kalinya dia roboh ke atas ranjang, jago persilatan yang pernah merajai dunia inipun tak pernah bisa bangkit kembali, disaat terakhir dia hanya bisa tinggalkan sedikit kisah heroik bagi kenangan angkatan muda, kecuali itu dia tidak meninggalkan apa apa, tidak pula membawa apa apa.
Tian Mong-pek berlutut dan menyembah tiga kali dengan hormat, dengan kain sprei berwarna putih ia tutup tubuh jagoan persilatan itu.
Maka sejak itu tiada orang yang bisa menyaksikan ketajaman matanya lagi, enghiong yang dipuja orang semasa hidupnya itu setelah mati hanya bisa terkapar diatas ranjang.
Tian Mong-pek berdiri kaku, air mata tanpa terasa jatuh berlinang membasahi pipinya.
Siau Sam-hujin menghela napas panjang, gumamnya: "Berpekik bagai hujan angin, panji kain putih.......
kau menjadi jagoan sepanjang hidup, tapi bagaimana nasib akhirmu" Bukankah hanya sebuah peti mati sepanjang tujuh depa dan segundukan II tanah kuning.......
"Semasa hidup seorang pendekar sejati, setelah mati nama harum tetap beredar di dunia, Chin locianpwee, kau bisa datang kalau mau datang, bisa pergi kalau ingin pergi, kehidupanmu terhitung tidak sia sia!" Siau Sam-hujin tertawa pedih, ujarnya: \\ -_~ hidup itu mati, mati itu hidup.....
aaai, asal semasa hidup bisa hidup nyaman, setelah II matiuuuuuuuuu Tiba tiba badannya gemetar keras, perlahan ia roboh terkapar diatas jendela.
Tian Mong-pek yang kebetulan berpaling jadi terperanjat, cepat dia membimbingnya masuk dan didudukkan diatas bangku, ketika menyentuh tubuhnya, terasa telapak tangan perempuan itu dingin bagai tangan orang mati, denyut nadinya sebentar ada sebentar menghilang, kondisinya lemah sekali.
Tian Mong-pek jadi gugup, serunya cemas: \\-_- "ujin........." Dengan lemah Siau Sam-hujin membuka matanya, lalu sambil tertawa sedih katanya: "Pek-po-kie telah pergi, akupun segera akan pergi, dalam sehati kau dapat menemani keberangkatan kami berdua, seharusnya kau merasa bangga" "Hujin....
kau..... kau masih punya urusan yang belum terselesaikan, mana boleh pergi dengan begitu saja, kau.....
kau tidak boleh mati......." pinta Tian Mong-pek dengan nada gemetar.


Panah Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siau Sam-hujin menghela napas panjang.
"Sesungguhnya akupun tak ingin mati, aku hanya menyesal kepada Thian mengapa tidak membiarkan aku hidup selama berapa hari lagi, tapi kematian.....
kematian telah datang........." Tiba tiba ia terttawa sedih, lanjutnya: un -api......
biarpun sekarang aku harus matipun aku sudah merasa sangat puas, juga amat berterima kasih, karena akhirnya Thian telah mempertemukan kau dengan aku, kau.....
kau memang II seorang anak yang baik.........
Air mata makin deras membasahi wajah Tian Mong-pek, dia tak mampu berkata-kata.
Kembali Siau Sam-hujin berkata: "Setelah kematianku nanti, lakukanlah seperti apa yang kutulis diatas saputangan putih dalam kotak hitam itu, jangan kau sia siakan harapanku......." "Aku....
aku pasti akan.... akan melakukannya......." janji pemuda itu sangat sedih.
"Nah, begitulah baru anak baik" bisik Siau Sam-hujin, "kau harus pergi ke tempat yang kusuruh, mencari orang yang kumaksud.
Beritahu dia..... beritahu dia kalau kau adalah orang yang paling kusayang, asal kau dapat pelajari berapa bagian ilmu silatnya, sejak itu kau....
kau tak bakal dipermainkan orang lagi" Napasnya semakin tersengkal, tapi dia berusaha meronta, berusaha untuk bicara terus: "Setelah berhasil mempelajari ilmu silat, tak usah berkelana lagi dalam dunia persilatan, tak perlu pergi mencari balas......." Mendengar perkataan itu, Tian Mong-pek tertegun, serunya sambil membesut air mata: "Semua perkataan hujin pasti akan kuturuti, tapi dendam kematian ayahku lebih dalam dari samudra, biarpun badanku dibacok beribu kalipun, aku tetap akan menuntut balas!" Siau Sam-hujin termenung berapa saat, tiba tiba semacam kebulatan tekad yang aneh terlintas diwajahnya, dengan suara berat katanya: "Kau tak perlu balas dendam lagi, karena orang yang telah membunuh ayahmu segera akan mati!" Bergetar sekujur badan Tian Mong-pek, tanyanya gemet r: "Siapa......
siapa orang itu......." "Aa......
akulah pembunuh ayahmu..........." bisik Siau Sam-hujin sambil menggenggam kencang tangannya.
Angin dingin berhembus masuk melalui jendela, hujan mulai turun membasahi tanah diluar sana......
Tian Mong-pek merasakan hatinya bergidik, dia bersin berulang kali, setelah mundur tiga langkah, tiba tiba ia meraung gusar lalu menerkam ke depan, mencengkeram sepasang bahu Siau Sam-hujin yang kurus kering sambil menjerit sedih:
"Kau telah membunuh ayahku.......
kau telah membunuh ayahku......" Mendadak sepasang ketiaknya terasa kaku, sepasang tangannya yang mencengkeram pun mengendor, tubuh Siau Sam-hujin dihiasi senyuman pedih segera jatuh tersungkur ke lantai.
Dari belakang tubuhnya, Tian Mong-pek mendengar seseorang membentak dengan nada dingin: "Tahanl Kau sudah gila?" Tian Mong-pek membentak nyaring, sambil memutar badan ia lancarkan tendangan ke belakang.
Terasa bayangan manusia berkelebat lewat, lagi lagi lutut kanannya kesemutan, tubuhnya segera terjerembab.
Bukan saja sepasang lengannya tak bisa diangkat, kaki kanan pun kesemutan, tapi begitu terjerembab, kembali dia putar pinggang sambil melompat bangun, sekuat tenaga kaki kirinya menendang ke muka.
Saat ini sepasang matanya sudah merah membara, pada hakekatnya ia tak dapat melihat jelas lagi siapa orang yang berada dihadapannya, api dendam dan amarah yang tak terbendung membuat tendangan itu dilakukan sepenuh tenaga, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan tersebut.
Siapa tahu baru saja badannya melambung, lutut kirinya lagi lagi terasa kesemutan, untuk kedua kalinya ia roboh terjungkal dan tak sanggup bangkit lagi.
Terdengar orang yang berada dihadapannya berkata sambil menghela napas: "Anak baik, apa yang terjadi" Masa akupun sudah tak kau kenal lagi?" Suaranya halus, lembut dan sangat akrab.
Cepat Tian Mong-pek memandang ke depan, ternyata orang yang berada dihadapannya tak lain adalah wanita berbaju putih, So Kin-soat.
Bertemu wanita itu, Tian Mong-pek yang baru saja mengalami kejadian besar merasa seolah bertemu dengan sanak sendiri, sahutnya gemetar: "So hujin, dia....
dia telah membunuh ayahku!" Sambil menepuk bebas jalan darahnya, So Kin-soat menghela napas perlahan, balik tanyanya: "Mana mungkin dia telah membunuh ayahmu" Tahukah siapa dia?" Tergerak hati Tian Mong-pek, belum sempat berkata sesuatu, terdengar So Kin-soat telah berkata lagi: "Aaai, kalau begitu aku beritahu, dia adalah ibu kandungmu!" Tian Mong-pek merasakan jantungnya berdetak kencang, tubuhnya yang baru bangkit berdiri sekali lagi jatuh terduduk, ucapan yang begitu lembut itu bagaikan sebuah palu seberat ribuan kati yang menghantam hatinya, semua peristiwa yang dialaminya selama dua hari terakhir dengan cepat melintas kembali dalam benaknya.
Kenapa dia begitu mesra dan sayang terhadapnya" Kenapa perempuan itu selalu mengucapkan kata kata yang aneh" Dalam waktu singkat semuanya telah peroleh jawaban.
Dengan gemetar dia alihkan pandangan matanya, Siau Sam-hujin telah pergi dengan tenang, sebelum menghembuskan napas terakhir, pada akhirnya ia berhasil bertemu dengan putra kandungnya, putra kandung yang didambakan pun telah menemaninya sepanjang hari, mendampinginya hingga ia tinggalkan dunia ini, diapun bisa mati dengan meram, pergi dengan perasaan lega.
Sebaliknya bagi Tian Mong-pek, hingga ibunya meninggal, dia belum tahu kalau perempuan misterius yang lembut tapi berangasan, halus tapi penuh rahasia ini tak lain adalah ibu kandung sendiri, menghadapi kenyataan seperti ini, mana mungkin Tian Mong-pek bisa menerima pukulan batin ini" Bagaimana pemuda itu harus menempatkan diri" Dia terpekur bagai patung, lalu meledaklah isak tangisnya, menangis tersedu sedu disamping tubuh yang mulai dingin dan kaku, meskipun dia tak takut menghadapi kematian, tapi kematian telah melukai hatinya, membuat hatinya berdarah darah.
So Kin-soat ikut memejamkan matanya, membiarkan air mata meleleh keluar, katanya perlahan: "Delapan belas tahun berselang, ibumu sangka aku telah berbuat tidak senonoh dengan ayahmu, dia tak mau menerima penjelasanku bahkan pergi tanpa pamit, meninggalkan kau yang belum genap berusia setahun seorang diri, aaai, tabiatnya memang keras dan angkuh, setelah kepergiannya, entah berapa banyak orang telah disalahi, berapa banyak mara bahaya yang harus dihadapi, sampai akhirnya.....
aaai, demi balas dendam, dia telah mengikuti seseorang" Tian Mong-pek merasakan hatinya amat sakit.
Terdengar So Kin-soat berkata lebih jauh: "Selama banyak tahun, untuk menghindari kecurigaan dan prasangka buruk, aku tak pernah pergi menengok kalian, hingga suatu hari, tanpa sengaja kulihat ibumu muncul kembali di Kanglam, maka secara diam diam aku mengintil dari belakang, tak sedetikpun aku tinggalkan dirinya, karena itu aku tahu kalau dia tak pernah membunuh ayahmu, sebab ketika kami tiba di Hangciu, ayahmu telah meninggal" Setelah menghela napas, lanjutnya: "Berada dikuburan ayahmu, kusaksikan kalian ibu dan anak saling bertemu, perasaanku saat itu amat gembira, siapa tahu dia tak pernah mau beritahu kepadamu kalau dia adalah ibu kandungmu, aaaai....
budi dendam yang dialaminya belasan tahun ini telah menciptakan simpul mati dalam hatinya, dia tak ingin kau tahu kalau dia.......
dia tak ingin kejadian yang dialaminya selama belasan tahun menjadi beban pikiranmu, rupanya dia lebih suka membiarkan putranya menganggap dia sebagai orang asing daripada melukai hatimu......
piauci ohh piauci, watak keras kepala mu benar benar telah mencelakaimu sepanjang hidup" Bicara sampai disini, air mata yang meleleh keluar semakin bertambah deras, dalam ruang yang gelap tanpa lentera, suasana penuh diliputi rasa duka dan murung yang tebal.
Tian Mong-pek menggigit bibir sambil angkat kepala, katanya: "Tapi....
tapi...... menjelang ajalnya, mengapa dia.....
dia mengaku sebagai pembunuh ayah?" "Mungkin saja dia telah merasa kalau panah kekasih amat menakutkan, karena itu dia tak ingin kau balas dendam, kuatir kau terluka oleh panah kekasih......
aaai! Dia lebih suka menyiksa diri sendiri daripada membiarkan orang lain menderita, apalagi terhadap putra kandung sendiri" Kembali Tian Mong-pek merasakan hatinya bergetar, mimik muka serta perkataan ibunya menjelang kematian kembali melintas dalam benaknya......
"Dia orang tua menyaksikan tokoh tangguh semacam Chin Mo-cuan pun tewas diujung panah kekasih, tentu saja dia tak ingin aku mencari masalah dengan panah kekasih, dia orang tua berharap aku bisa menjalani hidup dengan tenang, tapi........
mana mungkin aku bisa berbuat begini........." Ketika kotak hitam dibuka dan sapu tangan putih dibentangkan, terbacalah tulisan yang memilukan hati, semua isi hati yang diderita dan menyiksa batinnya selama belasan tahun, setiap huruf ditulis dengan darah, membuat orang merasa sedih, kecut......
Dibagian belakang kisah pedih itu, tertulis pula berapa kalimat yang tampaknya baru ditambahkan dua hari berselang, tulisan itu berbunyi begini: "Ibu merasa bersalah kepadamu, membiarkan kau sejak kecil hidup menderita, hidup tersiksa karena tak punya ibu, padahal setiap waktu setiap saat aku selalu merindukanmu, tak bisa kubayangkan bagaimana wajahmu, bagaimana perawakanmu, rasa rindu ku padamu tak terlukiskan dengan tulisan apa pun, tapi setelah bertemu denganmu, aku tak berani mengakui, kau adalah bocah keras hati yang polos dan tulus, mungkin kau tak dapat mendalami penderitaan ibu selamabelasan tahun, hanya menanti aku telah mati, kau baru akan tahu bahwa ibu telah melakukan perbuatan salah terhadap ayahmu, tapi ayahmu terlebih dahulu melakukan kesalahan padaku.
"Kuburlah jenasahku di bukit Mo-gan-san, tapi jangan kau katakan kepada siapa pun letak pusaraku ini, selesai mengubur aku, tinggalkan Kanglam, naiklah ke gunung Hoa-san dan menuju belakang bukit, carilah seorang kakek yang menyebut diri sebagai Mok-mong-gwa (Jangan lupakan aku), asal kau berteriak memanggil namanya, dia pasti akan menjumpaimu dan mengajakmu menuju ke sebuah tempat rahasia, kemudian .
. . . . . . . .. " Sampai disini, tulisannya kelihatan kacau lalu terputus, mungkin sewaktu menulis sampai disitu, coat-ho Hong Sin telah muncul ditempat tersebut sehingga dia harus tampil diri dan tak bisa melanjutkan lagi pesannya.
Untuk membaca tulisan yang amat singkat itu, entah berapa banyak air mata "ian Mong-pek telah membasahi wajahnya.
Baru selesai, So Kin-soat telah berkata lagi sambil menatap kotak kumala dengan bekas bacokan pedang itu: "Kotak kemala ini merupakan pemberian ayahmu ketika melamar dia, meski berulang kali dia bacok kotak tersebut dengan rasa benci, toh benda itu tak per nah dibuang .
. . . . . .. tapi apa pula arti dari tusuk konde kemala yang patah itu?" Tian Mong-pek berdiri termangu, hujan diluar jendela berhembus masuk terbawa angin, membasahi wajahnya dan membaur jadi satu dengan air matanya.
Hujan musin sepi begitu dingin, hingga kapan kau berhenti" Dibawah hujan deras, di kaki bukit Mo-gan-san telah bertambah dengan dua buah kuburan baru.
Selama berapa hari terakhir, berulang kali So Kin-soat mendesak Tian Mong-pek untuk turun gunung, tapi setiap kali tawaran itu ditolak dengan alasan dia ingin berkabung selama berapa hari didepan pusara ibunya.
Karena tak berhasil membujuk pemuda itu, akhirnya sambil menghela napas kata So Kin-soat: "Karena kau ingin berbakti, tentu aku tak bisa banyak bicara, tapi apakah kau anggap dengan menjaga kuburan maka dendam kesumat mu dapat terbalas?" "ian Mong-pek tidak menjawab maupun komentar, maka So Kin-soat kembali berkata: "Karena kau bersikeras untuk berbuat begitu, seharusnya aku tetap tinggal untuk menemanimu, II tapi .
. . . . .. "Bila kau orang tua ada urusan lain .
. . . . .." "Belakangan aku memang repot sekali" tukas So Kin-soat sambil menghela napas, "tapi aku tak boleh bicara begitu terhadapmu, aku berharap suatu saat kau bisa berkunjung ke bukit Kun-san dekat telaga Tong-ting-ou untuk mencari aku" Dia tinggalkan sekeping giok-be sebagai tanda pengenal kemudian meninggalkan pesan yang seksama sebelum pergi meninggalkan tempat itu.
Biarpun perempuan itu ramah dan hangat, namun tingkah lakunya penuh misteri, seolah ada banyak persoalan yang dia sembunyikan didalam hati.
"ian Mong-pek menemukan sebuah gua dekat kuburan ibunya untuk tempat tinggal, dia tak ambil peduli pakaiannya dekil, tidak peduli badannya bau, bahkan tak ambil peduli sudah berapa lama dia berdiam disitu.
Untung disekitar hutan banyak tumbuh pohon buah, dikala lapar dia ambil berapa biji buah untuk menangsal perut, disaat dahaga diapun minum dari sungai dekat sana.
Disaat sedih, dia akan menjelajahi seluruh perbukitan, ada kalanya ia berdoa didepan kuburan Chin Mo-cuan, ada kalanya pula menangis sedih didepan kuburan ibunya.....
Entah berapa lama sudah lewat, lambat laun gejolak hatinya mulai mereda dan tenang kembali, dia pun mulai mengubah seluruh kesedihan dan amarahnya menjadi sebuah kekuatan.
Hari ini, tengah malam kembali menjelang tiba, ia duduk bersila dalam gua, tumbuhan akar rotan dimulut gua seolah selembar tirai yang tebal, memisahkan dirinya dengan dunia luar.
Suasana dalam gua gelap lagi lembab, gigitan nyamuk membuat sekujur tubuhnya merah bengkak, namun dia tak ambil perduli, andaikata ada orang bertemu dengannya saat ini, siapa pun tak bakal percaya kalau dia adalah pemuda tampan berbaju perlente, menunggang kuda putih jempolan yang belasan hari berselang hidup di kota Hangciu.
Kekurangan pada penampilannya jauh berbeda dengan perubahan yang terjadi dalam hatinya, hawa amarah yang tak tersalurkan bukan saja membuat matanya yang sudah tajam kini lebih tajam dari mata elang, bahkan mengubah pula tekadnya sekeras dan kekokoh besi baja, namun dia terus menyiksa diri, melecuti diri sendiri, ibarat golok yang setiap hari diasah, semakin diasah semakin tajam, semakin ditempa semakin kuat.
Saat ini dia sangat lapar, sangat lelah, namun dia tidak makan apapun, tidur sekejap pun tidak, begitu rasa kantuk menyerang, dia segera membuka matanya lebar lebar.
Mendadak ia menyaksikan sesuatu, sesosok bayangan manusia diatas batu bukit didepan sana, seorang hweesio.
Padahal seingatnya disitu tak ada siapa pun, kosong, sepi dan tanpa kehidupan, lalu darimana munculnya hwesio itu" Kapan dia muncul disana" "ian Mong-pek betul betul terkejut, ditengah kegelapan malam ia saksikan hweesio itu dengan tangan kiri memegang sebuah buli arak berwarna merah darah, sedang ditangan kanannya memegang seekor ayam, tampaknya dia adalah seorang hwesio yang tidak berpantang.
Perawakan tubuhnya gemuk, wajahnya bulat seperti bulan purnama, saat itu dia duduk diatas batu sambil bersenandung, entah lagu apa yang sedang ia bawakan.
Lewat berapa saat kemudian dengan kening berkerut dia bangkit berdiri, kemudian gumamnya: "Kenapa tua bangka To belum datang juga?" Waktu kembali berlalu dengan cepat, kini dia semakin gelisah dan tak tenang, bahkan berulang kali mengumpat rekannya dengan kata cacian.
"iba tiba bergema suara tertawa nyaring dari kejauhan sana, kemudian tampak seseorang berseru sambil tersenyum: "Mana ada orang beribadah suka mengumpat dengan kata kata kotor?" Baru selesai perkataan itu bergema, disamping batu gunung telah muncul sesosok bayangan manusia, dia mengenakan topi bambu yang lebar dan berperawakan sedang.
Setiba diatas bukit, orang itu menyapu sekejap sekeliling tempat itu, lalu ujarnya sambil tertawa tergelak: "Thaysu, sungguh indah dan tenang tempat yang kau pilih, bila aku orang she-To bisa dikubur ditempat ini, mungkin aku bisa beristirahat dengan tenang" Kini "ian Mong-pek dapat melihat wajah orang itu dengan jelas, ternyata dia tak lain adalah nelayan yang pernah dijumpai di telaga see-si tempo hari, dia sama sekali tak menyangka kalau nelayan yang begitu sederhana ternyata memiliki ilmu silat tinggi.
Sementara dia menghela napas, terdengar hwesio gemuk itu telah berkata: "Aku sudah menunggu lama sekali, kusangka kau tidak berani datang kemari!" "Mana mungkin aku tak datang?" sahut nelayan To.
"Tapi kedatanganmu terlambat sekali" "Hahahaha .
. . . .." nelayan To menengadah dan tertawa terbahak bahak, "sebelum bertarung melawan thaysu, masa aku tidak persiapkan dulu semua keperluanku?" Hwesio gemuk itu melompat turun dari batu besar, membuang sisa ayam yang tak habis termakan lalu membersihkan tangan dengan baju yang dikenakan, katanya sambil tertawa keras: "Hahahaha...
sejak sepuluh tahun berselang, akupun telah persiapkan urusan akhirku, tak disangka disaat akan bertarung, kau si tua jelek justru melarikan diri" Gelak tertawanya nyaring, menggaung ditengah angkasa yang hening.
"Sepuluh tahun berselang, putriku belum dewasa, aku tak tega meninggalkan dia seorang diri, tapi sekarang urusan sudah beres, karena thaysu datang mencariku, tentu saja akupun harus mencari thaysu" "Hahahaha...
betul, betul sekali, pulang sambil membawa hutang lama memang membuat tidurku dalam peti mati tak bakal nyaman, selama hampir sepuluh tahun aku menjelajahi seluruh dunia persilatan untuk mencarimu, siapa tahu kau justru hidup enak disini sambil memancing ikan, betul betul membuat orang penasaran!" Ia mendongak dan meneguk berapa tegukan arak, lalu dipungutnya kembali sisa ayam yang telah dibuang tadi kemudian kembali dilahap.
Nelayan To tersenyum. \\-I -ernyata tabiat teman teman lama tak pernah berubah selama sepuluh tahun ini, entah pergi ke mana semua kawanan sahabat lama itu" Selesai berkata, dia pun menghela napas panjang.
Diam diam Tian Mong-pek keheranan, semula dia sangka mereka berdua adalah musuh bebuyutan, tapi setelah melihat sikap mereka berdua, kelihatan sekali kalau mereka adalah sahabat lama yang berjumpa lagi.
"Kau tak usah kuatir, mereka semua tak bakalan mati" sahut si hwesio gemuk sambil menyeka minyak dari mulutnya, kemudian setelah tertawa tergelak, terusnya: "Cleh karena hari ini kau pun telah mempersiapkan urusan akhirmu, aku rasa paling tidak kau masih bisa hidup selama tiga tahun lagi" "Kenapa kau bisa berkata begitu?" "Sepuluh tahun berselang aku telah siapkan urusan akhirku, tapi tanpa bicara apapun kau sudah ngeloyor pergi, hari ini kau datang setelah mempersiapkan urusan akhirmu, jadi akupun sudah siap untuk melarikan diri, biarpun kau dan aku tidak sama seperti si tua bangka celaka yang sepanjang hidup cari masalah terus, namun sejak dua puluh tahun berselang kita sudah pernah adu kekuatan, jadi aku pikir urusan sudah impas, siapa pun tidak berhutang lagi kepada yang lain" Sambil meneguk arak, dia tertawa keras tiada hentinya.
\\ i Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya nelayan To dengan kening berkerut.
"Apa yang terjadi" Memang ada apa" Aku hanya ingin hidup tiga tahun lebih lama, jadi akupun biarkan kau hidup tiga tahun lebih lama, tiga tahun kemudian kita bertemu lagi disini, saat itu .
. . . .." Nelayan To kembali menghela napas panjang, katanya: "Andaikata tak ada kejadian besar, tak mungkin kau akan bersikap begitu.
Kita sudah berkenalan sejak puluhan tahun berselang, memangnya kau sangka aku belum mengenali tabiatmu" Buat apa kau harus membohongi aku lagi?" Hwesio gemuk itu menghentikan tertawanya dan tertegun sesaat, tapi kemudian katanya lagi sambil tertawa keras: "Hahahaha.....
ada kejadian apa, paling hanya akan mencari Chin Mo-cuan si tua bangka itu, mau dengan cara mencuri, menipu atau merampas, aku tetap akan mendapatkan panji kain gombal itu .
. . . . .." "Buat apa?" "Tentu saja ada kegunaannya, tentang obat apa yang akan kujual dalam buli ku, tunggu saja sampai tanggal mainnya" Mendengar sampai disini, "ian Mong-pek merasa tercekat hatinya, tanpa terasa ia berpikir: "Pesan yang disampaikan Chin locianpwee sebelum meninggal, harus kulaksanakan hingga tuntas apa pun akibat yang bakal menimpa diriku, tapi kini, orang yang mengincar Pek-po-kie begitu banyak, selain Hong In ayah dan anak, masih ada pula si hwesio dengan ilmu silat yang begitu tinggi, jika aku sampai kehilangan benda pusaka tersebut, bagaimana punya muka untuk bertemu Chin locianpwee di alam baka nantinya" Berpikir begitu, hatinya jadi gugup bercampur panik, maka sesudah berpikir sejenak, diam diam dia ambil keluar bungkusan kain kuning itu lalu disembunyikan ke balik celah batu dibalik gua tersebut, kemudian ia gunakan tanah dan batu untuk menutup celah tadi.
Biarpun dia sadar bahwa ke dua jilid kitab itu berisikan ilmu silat maha sakti yang diincar umat persilatan, pemuda ini bukan saja tak mau mempelajarinya, bahkan melihat sekejap pun tidak.
Baru selesai ia sembunyikan benda tersebut, terdengar nelayan To sudah menegur dengan suara dingin: "Sobat yang berada dalam gua, sekarang kau boleh keluar" Diam diam Tian Mong-pek menghela napas, ia tahu apa yang barusan dilakukan pasti telah menimbulkan suara yang terdengar olehnya, ketika berpaling, ia jumpai nelayan To dengan menggoyang topi bambunya, berdiri tegak dimulut gua, sementara si hwesio entah telah pergi ke mana.
Setelah menyingkirkan rotan yang menutup mulut gua, diapun melompat keluar.
"Sudah puluhan tahun lohu berkelana dalam dunia persilatan" ucap nelayan To dengan nada dingin, "sungguh tak disangka masih ada sobat yang menaruh perhatian kepadaku, sobat, siapa kau?" "To lotiong, masa kau tidak kenali aku lagi?" sapa "ian Mong-pek sambil menghela napas.
Nelayan To pentang matanya lebar lebar, jeritnya kaget: "Tian kongcu .
. . . .. kenapa tampangmu jadi begini?" "ian Mong-pek tertawa sedih, saat ini wajahnya penuh lumpur, bajunya dekil lagi compang camping, penampilannya memang tak beda dengan seorang pengemis.
Dengan kening berkerut kembali nelayan To berkata: "Jenasah ayahmu belum lagi mendingin, bukannya berjaga disisi kuburan ayahmu, bukannya memberesi rumahmu, mau apa kau berada ditengah hutan" Apa yang sedang kau perbuat?" Setelah identitasnya terbongkar, ia tampil kembali sebagai seorang bulim cianpwee, selain wajahnya serius, perkataannya pun mantap.
Kembali "ian Mong-pek menghela napas.
"Sudah cukup lama aku menjaga kubur disini, jadi bukan sengaja hendak mencuri dengar pembicaraan kalian berdua, harap...." "Apa?" tukas nelayan To gusar, "bukannya menjaga kuburan bapak sendiri, kuburan siapa yang kau jaga" Apa apaan kamu ini?" Sebagaimana diketahui, dimasa ia masih malang melintang dalam dunia persilatan tempo hari, wataknya paling lurus dan jujur, walaupun selama belasan tahun dia selalu menyembunyikan kemampuannya, entah mengapa ditengah malam yang dingin hari ini, dia perlihatkan kembali jiwa kependekarannya dimasa lalu.
"ian Mong-pek tertegun, untuk sesaat dia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun, bagaimana pun juga, tentu dia tak ingin tragedi yang menimpa keluarganya diketahui orang lain, diapun tak mungkin bisa menjelaskan kepada nelayan itu kalau orang yang terkubur disana tak lain adalah ibu kandung sendiri.
Dengan sorot mata tajam nelayan To mengamati wajah pemuda itu berapa saat, kemudian ujarnya lagi: "Biarkan sebagai orang persilatan kita bisa bertindak tidak pakai aturan, namun "Bakti" merupakan sesuatu yang mutlak, sesuatu yang harus dilakukan hingga akhir hayat" "ian Mong-pek terbungkam, dalam keadaan begini, mau membantah tak bisa, berdiam diri pun serba salah.
Nelayan To berkata lebih jauh: "Kau masih muda, tingkah lakumu dihari hari biasa pun terhitung lumayan, itulah sebabnya aku memberi nasehat kepadamu hari ini, kalau tidak .
. . . . . . . .." Mendadak terdengar suara langkah kaki yang kacau berkumandang dari kejauhan diiringi suara napas seorang wanita yang tersengkal sengkal.
Berubah wajah nelayan To, sudah banyak tahun dia hidup mengasingkan diri dan enggan dikenali orang, maka tanpa membuang waktu lagi, dia sambar tangan pemuda itu kemudian melesat masuk ke dalam gua.
Sudah puluhan tahun dia menempa diri dengan ilmu silat, kemampuannya saat ini telah mencapai puncak kesempurnaan, hal ini membuat setiap langkah dan perbuatan yang dilakukan, terselip rahasia ilmu silat tingkat tinggi.
Biarpun saat ini dia genggam pergelangan tangan Tian Mong-pek dengan begitu saja, namun tanpa sadar dia telah mencekal jalan darahnya, anak muda itu seketika merasakan tubuhnya kesemutan lalu tak mampu bergerak lagi.
Sementara itu suara langkah kaki makin lama semakin mendekat, seorang wanita berambut kusut, berpakaian indah dan mewah, berjalan mundur ke arah bukit, wajah serta sikapnya amat gugup bercampur ketakutan.
Seorang lelaki kekar berwajah kuning, dengan menggenggam sebilah belati, berwajah penuh hawa membunuh, selangkah demi selangkah mendesak ke hadapan wanita itu.
Ternyata mereka tak lain adalah Kim-giok-siang-hiap, sepasang suami istri emas dan kumala.
"an Cia-li mundur berulang kali, kini belakang tubuhnya berupa batu gunung yang besar, sambil menggigit bibir segera serunya: "Sudah banyak tahun kita hidup sebagai suami istri, mengapa kau menipu ku datang kemari dan ingin membunuhku?" "Suami istri selama banyak tahun?" jengek kim-bin-thian-ong raha langit berwajah mas Li Koan-eng sambil menggenggam belatinya, "aku ingin bertanya, sudah banyak bulan kita tak pernah berhubungan badan, darimana kau bisa hamil?" "Apa....
apa kau bilang?" seru "an Cia-li dengan tubuh gemetar.
Kembali Li Koan-eng tertawa dingin.
"Kau sangka aku belum tahu" Chin Siu-ang pernah periksa denyut nadimu, kemudian ia beritahu kepadaku, bahkan berulang kali menyampaikan ucapan selamat .
. . . . . . .." Ia mendongakkan kepala dan tertawa seram berulang kali, lanjutnya: "Sungguh tak disangka, nama baik Li Koan-eng akhirnya harus musnah ditangan kau si perempuan jadah!" Posisi Tan Cia-li waktu itu membelakangi batu bukit, wajahnya pucat pasi bagai mayat.
Diam diam Tian Mong-pek berpikir: "Benar saja, ternyata sepasang laki perempuan selingkuh itu tak berani mencelakai nyawa Li Koan-eng, sungguh tak disangka rahasia perselingkuhan mereka akhirnya terbongkar juga" Berpikir begitu, tanpa terasa dia teringat kembali dengan ibunya yang kini telah tiada.
Terdengar Li Koan-eng berkata: "Sudah tujuh tahun kita hidup sebagai suami istri, sejujurnya tak tega aku membunuhmu, asal kau katakan siapa lelaki selingkuhmu, kuampuni jiwamu!" II "Kau .
. . . .. kau . . . . . . .. Sambil menekan pisaunya ke muka, bentak Li Koan-eng: "Mau mengaku tidak" Jangan lupa, akulah yang mengajarkan ilmu silat kepadamu, bila ingin membunuhmu, bisa kulakukan semudah membalikkan telapak tangan!" Berputar licik sepasang biji mata Ian Cia-li, katanya: "Kau....
kau benar benar ingin aku mengaku?" "iba tiba dia menutup wajahnya dengan kedua belah tangan, lalu menangis tersedu-sedu.
"Siapa" Katakan!" hardik Li Koan-eng gusar.
"Bapak dari jabang bayi yang berada dalam perutku adalah.....
adalah..... "ian Mong-pek, putra "ian Hua-uh .
. . . . . . .." Sambil berkata, kembali dia menangis tersedu-sedu.
Bukan hanya "ian Mong-pek, nelayan To dan Li Koan-eng ikut terperanjat setelah mendengar pengakuan itu, tak tahan umpat pemuda itu dalam hati: "Perempuan lacur, kurangajar benar kau, berani menyeret aku ke dalam air keruh!" Sayang jalan darahnya dalam keadaan tertotok, sehi ngga dia sama sekali tak sanggup berkutik.
Nelayan To merasa sangat gusar, umpatnya pula dalam hati: "Sama sekali tak kusangka, pemuda she-"ian yang nampaknya polos dan jujur, ternyata memiliki moral dan hati yang lebih bejad daripada binatang! Aaaai, nama baik "ian Hua-uh bakal hancur ditangan anak durhaka ini!" Sebagai pendekar yang polos dan jujur, darimana dia bisa menyangka kalau perkataan pasangan selingkuh sama sekali tak bisa dipercaya" Kini, ia justru percaya seratus persen dengan pengakuan Tan Cia-li.
Gemetar keras sekujur tubuh Li Koan-eng, bisiknya penuh amarah: \\ * tadi....dia...
dia adalah "ian Mong-pek .
. . . . . .." Kemudian sambil mengerang penuh amarah, lanjutnya: "Ke....
kenapa tidak kau katakan sejak awal" Dimana binatang itu sekarang?" II "Sejak awal, dialah yang memaksa aku untuk berhubungan kata Ian Cia-li sambil tetap menutup wajahnya, "waktu itu kalian semua takut dengan bapaknya, jadi akupun tak berani mengaku, sampai kemudian.....
sampai kemudian . . . . . . .." Tangisannya semakin sedih, sementara wajahnya ditutup terus dengan kedua belah tangan, kuatir Li Koan-eng mengetahui perubahan mimik mukanya.
"Tak aneh kalau saat "ian Hua-uh meninggal, kau begitu perhatian terhadapnya" ucap Li Koan-eng gemas, "sayang aku tak tahu dimana perginya budak itu sekarang?" Darimana dia tahu, justru karena "ian Mong-pek sudah meninggalkan kota Hangciu dan tidak diketahui hutan rimbanya, Ian Cia-li baru berani melimpahkan semua dosa itu atas namanya.
Hampir meledak dada "ian Mong-pek saking gusarnya, begitu pula dengan nelayan To, makin mendengar dia merasa semakin naik darah, akhirnya dengan suara menggeledek bentaknya: "Lelaki selingkuh itu berada disini!" Sambil berseru, dia melemparkan tubuh "ian Mong-pek ke luar dari gua.
Bab lima: fitnahan keji. Baru saja Li Koan-eng merasa terperanjat, tampak sesosok bayangan manusia sudah terjatuh dari tengah udara, menyusul kemudian sesosok bayangan manusia lain, seringan asap telah meluncur keluar dari gua.
Cepat dia amati wajah orang itu, yang terlihat waktu itu hanya seseorang berambut kusut, berbaju dekil dan tidak nampak jelas raut wajahnya.
Tian Mong-pek yang tergeletak kaku, buru buru mengatur pernapasannya, begitu peredaran darahnya lancar kembali, ia segera melompat bangun.
Begitu tahu siapa yang berada dihadapannya, dengan penuh amarah Li Koan-eng membentak: "Tian Mong-pek!" Tan Cia-li sendiri ikut tertegun, betapa kagetnya dia setelah melihat dari celah jari tanganmua kalau orang yang berdiri dihadapannya tak lain adalah Tian Mong-pek.
Akal busuknya segera melintas, sambil menjerit kaget teriaknya: "Ooh kekasihku, kau.....
kau . . . . . . .." Sesudah mendepakkan kakinya berulang kali, cepat dia kabur ke bawah bukit.
Memang begitulah ulah wanita selingkuhan, kebanyakan hatinya busuk, jahat dan licik, dengan kepergiannya berarti saat bagi kaum lelaki untuk berperang tanding.
Tian Mong-pek tak rela membiarkan perempuan itu kabur dari sana, bentaknya gusar: "Perempuan sundal, mau kabur ke mana kau!" Baru saja dia akan mengejar, Li Koan-eng telah membentak nyaring: "Siapa yang kau maksud perempuan sundal" Kau sendiri manusia bedebah!" Cahaya golok berkelebat langsung membacok dada Tian Mong-pek, cepat pemuda itu berkelit, menggunakan kesempatan itu Tan Cia-li kabur entah ke mana.
Li Koan-eng membentak berulang kali, tubuhnya merangsek maju, cahaya golok berkelebat berulang kali, hampir semuanya ditujukan ke jalan darah mematikan ditubuh lawan.
Tian Mong-pek berkelit berulang kali, teriaknya: "Tahanl" Li Koan-eng berlagak seolah tidak mendengar, dia meneter terus lawannya habis habisan, hal ini bisa dimaklumi, lelaki mana didunia ini yang bisa menahan diri, setelah tahu kalau bininya berselingkuh, biar Tian Mong-pek memberi penjelasan sampai mulut berbusa pun, dia sama sekali tak mau mendengarnya.
Tian Mong-pek merasa gusar bercampur jengkel, tapi dia tak mampu melancarkan serangan balasan, sebab pemuda itu tahu bila dia balas menyerang maka Li Koan-eng bakal beradu nyawa dengannya, bahkan semakin membuktikan kalau fitnahan dari Tan Cia-li itu benar adanya.
Sebaliknya bila ia tidak balas menyerang, dalam keadaan lapar, dahaga dan lelah, mana mungkin bisa menandingi kehebatan Kim-bin-thian-ong yang tersohor dalam dunia persilatan" Apalagi bila sampai terbunuh oleh bacokan goloknya, fitnahan tersebut tak mungkin bisa dibersihan untuk selamanya.
Setelah dua kali mengalami tuduhan tanpa dasar yang membuatnya tak sanggup membantah, pemuda ini benar benar naik darah, matanya jadi merah, dadanya terasa hampir meledak, darah panas menggelora dalam dadanya, tanpa pikir panjang ia membentak keras .
. . . .. "Weess, wesss!" secara beruntun ia lepaskan tiga buah pukulan berantai.
Tiga pukulan yang dilontarkan dalam keadaan marah telah disertai dengan segenap kekuatan yang dimiliki, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan tersebut, tampak angin menderu deru, membuat daun dan ranting disekeliling tempat itu berguguran.
Li Koan-eng tangkis datangnya serangan itu dengan jurus Ji-hong-si-pit (seperti terkunci bagaikan tertutup), sepasang lengannya segera terasa bergetar keras hingga tubuhnya mundur sejauh tiga langkah.
Padahal dia tersohor dalam Bu-lim karena keampuhan tenaga pukulannya, itulah sebabnya ia mendapat julukan Thian-ong atau raja langit.
Tapi saat ini, hatinya betul betul tercekat.
"Kau..... kau berani membalas . . . . . . .." Belum habis teriakan itu, mendadak terdengar seseorang berteriak dari balik hutan: "Li-heng tak usah panik, siaute datang membantu!" Begitu melayang turun, orang itu menyelinap ke belakang Tian Mong-pek, dua desingan angin tajam langsung mengancam jalan darah Leng-tay-hiat dibelakang tubuh pemuda itu.
Biarpun ditengah kegelapan malam, ketepatannya membedakan posisi jalan darah sangat mengagumkan, terutama Poan-koan-siang-pit dalam genggamannya yang bersinar tajam, dia tak lain adalah Pit-sang-seng-hoa Seebun Ho, jagoan yang tersohor karena ilmu menotok jalan darahnya.
Li Koan-eng merasakan semangatnya bangkit kembali, serunya: "Saudara Seebun, mengapa tidak kau hadang kepergian perempuan rendah itu?" Ternyata dia datang kesana bersama Seebun Ho, hanya saja satu ditempat terang, yang lain mengikuti secara diam diam.
"Masa kau takut dia bisa kabur?" sahut Seebun Ho sambil tertawa dingin, "lebih baik kita bantai dulu lelaki selingkuhannya" Sembari bicara, secara beruntun dia lancarkan tujuh buah serangan berantai, mengancam jalan darah Tiong-eng, ku-koat, tan-tian, kian-cing, Ki-tong, siau-yo, dan leng-tay-hiat.
Serangan Tian Mong-pek gencar bagaikan badai angin, biarpun orang bersikap tak adil kepadanya, dia enggan memberi penjelasan, seluruh rasa sedih, mendongkol dan perasaan tak adilnya dilampiaskan dalam pukulan yang dilancarkan.
Lama kelamaan jurus yang digunakan makin kacau, tapi tenaga serangannya makin menggidikkan hati, tenaga yang tercipta oleh rasa sedih dan gusar itu telah membangkitkan seluruh kekuatan terpendam yang dimiliki, membuat dia menyerang makin garang, membuat dia tanpa sadar menciptakan banyak jurus serangan yang mengerikan dan semuanya beradu nyawa.
Diam diam Li Koan-eng dan Seebun Ho merasa terperanjat.


Panah Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ilmu pukulan apa ini?" pikir mereka tanpa terasa, sekalipun bersenjata tajam, untuk sesaat mereka malah kelabakan sendiri dan tak mampu melancarkan serangan balasan.
Kata Li Koan-eng kemudian sambil tertawa dingin: "Tampaknya bajingan ini marah karena malu hingga berniat adu nyawa, Seebun-heng, mari kita kurung dia rapat rapat, habisi nyawanya setelah dia kehabisan tenaga nanti!" Pada saat itulah, tiba tiba dari kejauhan terdengar seseorang berteriak keras: "Ayah .
. . . .. ayah . . . . . .." Dalam waktu singkat muncullah seorang gadis berbaju hijau dari balik kegelapan, gadis itu tampak sedih bercampur bingung, ketika melihat keadaan Tian Mong-pek, kembali ia menjerit keras: II "Tian....
Tian kongcu . . . . . .. Rupanya nona itu tak lain adalah Tu Kuan.
"Tian kongcu apa?" tukas Li Koan-eng sinis, "dia tak lebih hanya manusia cabul yang tak tahu malu!" Belum selesai dia bicara, "Ploook!" tahu tahu pipinya sudah ditampar orang hingga mundur berapa langkah, "Brukkkl" tubuhnya jatuh terduduk ke tanah.
Biarpun wajahnya ditampar orang, Li Koan-eng sama sekali tak tahu dengan cara apa orang menamparnya, bahkan tak tahu apa yang harus dilakukan.
Memanah Burung Rajawali 34 Pendekar Rajawali Sakti 193 Dewa Sesat Bulan Dan Bintang 4

Cari Blog Ini