Ceritasilat Novel Online

Panah Kekasih 5

Panah Kekasih Karya Gu Long Bagian 5


. . . . .." sambil berkata kembali dia tertawa cekikikan.
Bergidik juga perasaan hati semua orang setelah menyaksikan adegan ini, padahal betapa sayangnya Go Jit terhadap gadis itu, bahkan demi melindungi keselamatan jiwanya, ia rela dihina dan dipermalukan.
Siapa nyana gadis itu berhati busuk, lebih beracun dari kalajengking, bukan saja pengorbanan itu sia sia, bahkan imbal baliknya sama sekali diluar dugaan.
Sambil mendeham Li Koan-eng menghampiri Tian Mong-pek, kembali ujarnya sambil menjura: "Gara-gara kecerobohanku, Li Koan-eng telah bersikap kasar kepada kongcu, harap Tian kongcu sudi memaafkan" "Dalam kejadian ini, saudara Li tidak salah" tukas Tian Mong-pek cepat, II "lagipula .
. . . . . .. sesudah tertawa sedih, terusnya, "bagaimana pun aku memang sudah terbiasa difitnah orang" Li Koan-eng menghela napas panjang, sementara Siau Hui-uh berkata pula dengan nada menyesal: "Tadi, akupun telah salah menilai dirimu.....
tentunya kau.... kau tidak menyalahkan aku bukan?" "Aku mana berani menyalahkan nona" jawab Tian Mong-pek ketus.
Dipihak lain, Beng Li-si telah menggandeng tangan Li Koan-eng sambil bertanya manja: "Koan-eng, menurut kau, baiknya bagaimana kita bereskan tua bangka she-Go ini?" "Minggir kamu" tukas Li Koan-eng sambil melepaskan diri dari tangan perempuan itu, "terserah apa yang hendak kau lakukan terhadap dirinya" Bukan marah Beng Li-si malah berkata lagi sambil tertawa: "Kalau begitu biar kupotong seluruh otot dan nadi tubuhnya, agar selanjutnya dia tak bisa lagi mengangkangi perempuan muda dengan mengandalkan ilmu silatnya" Tercekat perasaan Tian Mong-pek, melihat perempuan itu benar benar berjongkok, segera bentaknya: "Tahan!" Dia melompat maju dan menghadang dihadapan perempuan itu.
"Hei, mau apa kau?" tegur Beng Li-si sambil bercekak pinggang, matanya melotot besar.
"Hei, kalau Tian kongcu suruh tahan, kau harus segera berhenti, mengerti?" bentak Li Koan-eng nyaring, lalu sambil mendorong tubuh perempuan itu, hardiknya lagi, "cepat minggir!" Perlahan Beng Li-si menundukkan kepalanya, rasa sedih dan murung menghiasi wajahnya.
Diam diam Liu Tan-yan maju menghampiri.
"Adikku" bisiknya, "begitu kasar sikapnya terhadap dirimu, buat apa kau peduli dirinya lagi" Lebih baik tinggal bersama cici saja....." "Kau tak usah mencampuri urusanku" umpat Beng Li-si sambil mengebaskan tangannya, "minggir sana, biar dia mau maki aku, mau gebuki tubuhku, aku rela dan senang, buat apa kau banyak ngebacot dihada panku?" Liu Tan-yan melongo, kemudian sambil tertawa dingin diam diam umpatnya: "Dasar sundal goblok!" Dipihak lain, Tian Mong-pek telah berkata setelah memandang sekejap tubuh Go Jit yang tak mampu berkutik: II "Saudara Li, aku ada satu permintaan .
. . . .. "Kongcu ingin aku membebaskan totokan jalan darahnya?" sela Li Koan-eng sambil tersenyum.
"Memang itulah keinginanku, bagaimana pun, dia adalah seorang cianpwee, seorang enghiong, dalam sejarah hidupnya tak pernah melakukan kejahatan apa pun, bagaimana menurut pendapat saudara Li?" "Sesungguhnya aku tak punya dendam sakit hati dengannya, justru aku datang menolong karena melihat dia berniat mencelakai kongcu, bila sekarang kongcu berniat membebaskan totokan jalan darahnya, tentu saja aku akan turut perintah" Sebagaimana diketahui, semenjak mendengar penjelasan dari Tu Hun-thian, ia menaruh perasaan menyesal yang amat dalam terhadap anak muda ini, itulah sebabnya ketika mendengar keluhan sedih Tian Mong-pek tadi, ia langsung menyusul ke situ.
Tapi setelah mengetahui bahwa lawannya adalah Mo-siau-to Go Jit yang tangguh dan sadar kalau kepandaiannya masih bukan tandingan lawan, maka dia pun mengajak Beng Li-si untuk berunding dan memainkan sandiwara tadi.
Saat itu perhatian semua orang yang hadir sedang dicekam rasa gusar, sedih dan tegang, tak heran kalau kehadirannya sama sekali tak disadari semua orang.
"Bila jalan darahnya dibebaskan, mana mungkin kita bisa hidup?" seru Beng Li-si cepat.
Li Koan-eng agak tertegun, tapi segera bentaknya lagi: "Siapa suruh kau banyak bicara!!" Beng Li-si melotot ke arah Tian Mong-pek, omelnya sambil tertawa dingin: "Aku telah selamatkan nyawamu, sekarang kau malah menolongnya, memang kau anggap nyawa kami sama sekali tak berharga" Lebih murah ketimbang nyawa kalian?" Sementara Tian Mong-pek masih melengak dan tak tahu apa yang harus diucapkan, kembali Li Koan-eng telah berkata: "Kongcu, bagaimana kalau jalan darah Go locianpwee dibebaskan setelah II kita pergi jauh" Waktu itu .
. . . . . . .. Sambil tertawa dingin Beng Li-si menukas: "Kalau sampai menunggu dia tersadar, biar naik ke langit atau masuk ke bumi pun, dia pasti akan mencari jejak kami.
Hm, kami menolong orang lain, tak tahunya malah mencelakai diri sendiri" Dengan gusar dan mata melotot Li Koan-eng menghardik: "Hei, siapa suruh kau banyak bicara" sudah dengar tidak, aku suruh kau tutup mulut" Dengan sedih Beng Li-si menghela napas panjang, kepalanya tertunduk lesu.
"Aaaai, kalau toh itu kehendakmu, tentu saja aku akan menuruti saja .
. . . . . .." Diam-diam Tian Mong-pek keheranan, dia tak menyangka seorang perempuan binal macam Beng Li-si, ternyata begitu penurut dihadapan Li Koan-eng, cepat dia mengucapkan terima kasih atas kebaikan hatinya.
Selesai memberi hormat ke empat penjuru, Li Koan-eng bersama Beng Li-si pun beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
Mengawasi bayangan punggung mereka yang menjauh, gumam Tian Mong-pek: II "Ternyata orang ini masih terhitung seorang hohan .
. . . . .. "Sayangnya dia sudah tak mungkin pulang ke rumah sendiri" sambung liutanyang.
Kembali Tian Mong-pek menghela napas, malam yang semakin kelam menyelimuti hutan tho, membuat bunga tho berubah warna jadi ungu, taburan bintang di angkasa pun makin surut dan menghilang.
Liu Tan-yan mengulapkan tangannya memberi tanda, dua orang dayang cilik segera membopong tubuh Kiong Ling-ling masuk ke balik kebun.
"Bocah ini pintar dan penurut" kata liutanyang, "aku berniat menahannya disini daripada membiarkan dia berkeluyuran dalam dunia persilatan tanpa tujuan.
Bagaimana menurutmu Tian kongcu?" "Terima kasih nona" sahut Tian Mong-pek setelah berpikir sejenak.
Biarpun ia merasa tingkah laku Liu Tan-yan tidak beres, namun mengingat diri sendiripun hanya gelandangan tanpa tujuan, membawa Kiong Ling-ling memang kurang leluasa, maka diapun mengabulkan tawaran tersebut.
Setelah tertawa ringan kembali Liu Tan-yan berkata: "Malam sudah semakin kelam, Tian kongcu, kau pun harus beristirahat" "Bukankah tadi kau amat membencinya?" sindir Siau Hui-uh sambil tertawa, "bahkan biar dia mau mati pun tak ambil peduli, kenapa sekarang malah begitu perhatian kepadanya, kuatir dia masuk angin?" Merah jengah Liu Tan-yan, buru buru sahutnya dengan kepala tertunduk malu: "Tadi aku telah salah sangka terhadapnya, sekarang hatiku sedih, tidak macam kau, sudah melakukan kesalahan pun tak tahu minta maaf" "Hahaha, bila kau suruh aku minta maaf, wakililah aku untuk minta maaf, kalau aku sendiri mah tak tahu bagaimana cara minta maaf" kata Siau Hui-uh sambil tertawa tergelak.
Dengan perasaan apa daya Liu Tan-yan menggelengkan kepalanya sambil menghela napas.
"Dasar manusia latah"gerutunya, :kalau watakmu tidak dirubah, siapa yang bakal mau meminangmu jadi bininya?" "Watak mah harus dirubah .
. . . . . . . .." Siau Hui-uh tertawa tergelak.
"Hmm, coba lihat gayamu waktu tertawa, terkadang aku pun tak bisa bedakan kau ini laki laki atau wanita" "Aku memang laki-laki, masa kau tidak tahu?" Dia rangkul bahu Liu Tan-yan lalu mencium pipinya.
II "Dasar setan cilik .
. . . . . . . .. umat Liu Tan-yan tertawa.
Siau Hui-uh tertawa terkekeh, sambil berlari masuk katanya: "Tian Mong-pek, ogah kalau aku disuruh temanimu menderita kedinginan disini, tapi kau jangan kabur, masih ada persoalan yang ingin kutanyakan kepadamu" Tian Mong-pek berkerut kening, belum berbuat sesuatu, Liu Tan-yan telah berkata: "Aai! Nona ini memang tak pernah memikirkan nasib orang, Tian kongcu, biarlah aku mewakilinya minta maaf kepadamu" Benar saja, dia segera membungkukkan badan memberi hormat.
Buru buru Tian Mong-pek menghindar ke samping.
"Nona, kaupun seharusnya ikut masuk" katanya.
"Kenapa kau tidak segera bebaskan jalan darahnya yang tertotok?" "Jangan, kita harus menunggu berapa saat lagi, agar keselamatan Li Koan-eng lebih aman" "Kalau begitu biarlah kutemani kau disini" seru Liu Tan-yan sambil tertawa genit.
Tian Mong-pek segera berkonsentrasi dan tidak bicara lagi, bahkan melirik pun tidak.
"Aku rasa, kau harus membujuk Siau Hui-uh cici agar merubah wataknya" kata Liu Tan-yan lagi.
"IE111rur1! " Lewat sesaat, kembali Liu Tan-yan berkata: "Bukankah seorang gadis harus bersikap lebih lembut, lebih halus, lebih hangat?" "IE111rur1! " "Kalau watak laki laki, contohnya kau ini" "Ehmm! " "Apa artinya ehm" Kenapa tidak bicara?" seru Liu Tan-yan lagi manja.
Tian Mong-pek segera menarik muka, ujarnya serius: "Malam sudah larut, lebih baik nona kembali ke kamarmu" usai bicara, dia segera membopong tubuh Go Jit dan melangkah menuju ke dalam kamarnya.
Mengawasi bayangan punggungnya yang menjauh, Liu Tan-yan mendengus dingin, sikapnya yang semula halus manja seketika berubah jadi dingin dan keji.
Kepada seorang dayang cilik yang berdiri disisinya, ia menegur: "Apakah bocah perempuan she-Kiong itu telah mendusin?" "Belum" jawab dayang itu dengan kepala tertunduk.
"Bila ia tersadar dari pengaruh obat pemabok, cekoki sebutir lagi pil si-sin-wan!" Dayang cilik itu mengiakan, berjalan sampai tengah serambi, kembali Liu Tan-yan berhenti sambil berpesan: "Begitu kakek berewok she-Go itu pergi, cepat laporkan kepadaku" Dengan langkah cepat dia lewati serambi menuju ke sebuah ruang samping, setelah membuka pintu ruangan, ia celingukan sekejap mengawasi seputar tempat itu, lalu ia bergegas menuju sudut dinding, menekan sesuatu diatas pahatan yang ada di daun jendela.
Terlihat dari atas dinding ruangan yang rata muncul sebuah pintu rahasia, dengan cekatan dia menerobos masuk, menutup kembali pintu dan melangkah ke bawah.
Selapis cahaya lentera berwarna merah memancar keluar dari kedua sisi dinding ruangan, tidak terlihat dengan jelas darimana sinar lentera itu berasal.
Menembusi lorong rahasia itu, kembali muncul selapis pintu rahasia, begitu pintu dibuka, segera terdengar suara irama musik yang merdu merayu bergema dari balik pintu tadi, bahkan terselip pula suara bisikan lirih serta suara tertawa cekikikan.
Masuk ke balik pintu, selapis tirai terbentuk dari rangkaian mutiara membentang didepan mata, cahaya lentera memancar dari balik untaian mutiara tadi.
Ternyata dibalik ruang rahasia yang terasa harum, tampak tujuh-delapan orang gadis cantik bertubuh semampai sedang memainkan alat musik, ada yang memetik khiem, ada pula yang sedang menyanyi.
Kawanan gadis itu rata-rata mengenakan pakaian sutera yang amat tipis sehingga dalam sekilas pandang dapat terlihat payudara mereka yang montok serta kulit badan yang putih halus, satu pemandangan eksotik yang gampang membangkitkan gairah birahi.
Disudut ruangan terdapat sebuah bangku indah, pada bangku itu duduk seorang lelaki berpakaian indah, dengan tangan sebelah orang itu memegang cawan emas, seorang gadis bugil sedang menuangkan arak baginya.
Liu Tan-yan segera menyingkap tirai dan berjalan mas uk, ujarnya sambil tertawa: "Diluar sana telah terjadi sedikit masalah, maaf kalau kau harus lama menunggu" Buru-buru lelaki perlente itu bangkit berdiri sambil mengucapkan terima kasih.
Kembali Liu Tan-yan berkata: "Ada urusan apa kau datang begitu terburu-buru?" Lelaki perlente itu angkat wajahnya, dibawah sinar lentera, tampak lelaki itu berwajah bersih tanpa jenggot, sinar matanya tajam, ternyata dia tak lain adalah Thian-kiau-seng Sun Giok-hud.
Ia memandang sekejap sekeliling tempat itu, katanya kemudian setelah termenung sejenak: "Soal ini .
. . . . . .." Cepat Liu Tan-yan bertepuk tangan, berapa orang gadis bugil itu serentak mengiakan dan mundur dari situ melalui pintu rahasia di ke empat dinding ruangan.
Menanti ruangan itu tinggal mereka berdua, Sun Giok-hud baru berkata: "Semenjak kematian Jin-gi-su-hiap, kota Hang-ciu telah muncul lagi sebuah perkumpulan lain, perkumpulan itu dipimpin Kiu-lian-huan Lim Luan-hong, tujuannya adalah untuk melindungi keselamatan si tabib sakti Chin Siu-ang, sementara tujuan Lim Luan-hong adalah untuk mendekati putri si tabib sakti, yakni Chin Ki" "Persoalan ini telah kuketahui" kata Liu Tan-yan dengan kening berkerut.
"Lim Luan-hng mempunyai pergaulan yang amat luas, ia berhasil mengumpulkan jago jago ternama dari empat arah delapan penjuru untuk masuk dalam organisasinya, bagaimana pun harta kekayaan milik See-ou- liong-ong Lu tiang-lok banyak tak terhingga, jadi masalah keuangan bukan problem, namun dari mulut berapa orang itu cayhe justru berhasil mendengar berapa berita penting" "Berita tentang apa?" agak berubah wajah Liu Tan-yan.
Sun giok-hud tidak langsung menjawab, dia berpikir sejenak kemudian baru ujarnya: "Semenjak Giok-ing (Kepodang kumala) Mo Siau-cing, salah satu dari tujuh II kepodang gunung Hoa-san .
. . . . . . . . .. "Betul, itulah diriku, lantas kenapa?" tukas Liu Tan-yan ketus.
Sambil tertawa paksa ujar Sun Giok-hud: "Konon Hoa-san-jit-ing berhasil mendapat petunjuk dan kemungkinan besar akan melacak sampai disini, selain itu Say-siong-thayhi ap (pendekar dari II luar perbatasan) Lok Tiau-yang .
. . . . . . .. "Masalah semacam itu mah tak perlu dikuatirkan" tukas Liu Tan-yan sambil tertawa, "paling banteng sampai saatnya kutinggalkan tempat ini, toh aku memang sudah jemu dengan tempat ini dan berniat mencari tempat lain.
Sekarang kau sudah berada disini, apa salahnya kalau nikmati berapa hari lagi ditempat ini, banyak stok perempuan cantik disini, silahkan pilih sesuai seleramu" "Kalau memang begitu, cayhe mohon diri lebih dulu" jawab Sun Giok-hud tertawa.
Liu Tan-yan ikut tertawa.
"Aku pun tahu kalau kau tidak berminat dengan perempuan perempuan semacam itu, minum arak pun ada batasnya, justru karena itulah guruku baru percaya untuk serahkan masalah besar ini kepadamu" Tiba tiba Sun Giok-hud menarik kembali senyumannya, dengan serius katanya: "Hampir saja aku melupakan satu masalah penting, menurut berita dalam dunia persilatan, katanya ada orang mencatut nama Panah kekasih untuk Il memeras dan mencari keuntungan pribadi .
. . . .. "Tidak masalah. Toh tujuan suhu menciptakan panah kekasih adalah untuk menimbulkan gejolak dan kekacauan dalam dunia persilatan, makin besar gejolak yang timbul, semakin baik.
Hanya saja . . . . ..kecuali kau berhasil mencari tahu asal usul dan tujuan mereka secara jelas, kalau tidak, jangan mencoba untuk memperdagangkan panah kekasih itu .
. . . . .." "Soal ini cayhe mengerti, sampai hari inipun cayhe hanya menjual belikan tujuh pasang panah kekasih.
Sementara yang lain...." "Kau tak usah beritahu kepadaku dimana kau sembunyikan sisa panah kekasih itu, yang paling baik lagi adalah hanya kau seorang di kolong langit yang mengetahui persoalan ini" Sun Giok-hud manggut-manggut.
Mendadak ujarnya lagi: "Satu hal yang membuat aku kecewa dan menyesal adalah hingga hari ini bukan saja aku tak pernah bertemu muka dengan gurumu, bahkan siapa dia pun sama sekali tak jelas.
Cayhe hanya bisa menduga kalau beliau pastilah seorang jago sakti yang berilmu tinggi bagaikan dewa, kalau tidak, mana mungkin dalam dunia persilatan selama puluhan tahun terakhir ada jagoan yang memiliki kungfu sesakti dan sehebat beliau?" "Kenapa kau terburu-buru ingin tahu siapakah dia orang tua?" tegur Liu Il Tan-yan sambil menarik muka, "apakah kau .
. . . . . . .. Menyaksikan sorot matanya yang tajam bagai sebilah pisau, diam diam Sun Giok-hud bergidik, cepat sahutnya panik: "Harap nona jangan salah paham.
Cayhe hanya iseng saja" Kembali Liu Tan-yan menatapnya berapa saat, setelah itu dia baru berkata sambil tertawa: "Sampai waktunya kau pasti akan bertemu dengan dia orang tua, dan waktu itu dunia persilatan telah menjadi milik kita" Baru berbicara sampai disitu, tiba tiba berkumandang suara keleningan dari balik dinding ruangan, Liu Tan-yan segera bertepuk tangan sambil bangkit berdiri, kawanan gadis bugil itupun kembali bermunculan dari balik ruangan.
"Tidak masalah jika kau ingin beristirahat lagi ditempat ini" pesan Liu Tan-yan, "tapi bila ingin pergi, lebih baik lewat jalan belakang" Selesai bicara dia langsung berjalan menuju keluar pintu, lewat lorong rahasia dan masuk ke ruang samping.
Dayang yang tadi telah berdiri dimuka pintu sambil berbisik: "Begitu tersadar, kakek she-Go itu langsung melompat lewat jendela dan tanpa bicara apa pun langsung pergi dari sana" Liu Tan-yan mengerling sekejap, tiba tiba dia menarik baju sendiri dan merobeknya dibagian pundak hingga tampak kulit badannya yang putih mulus, serunya: "Cepat, hantam bahuku keras keras" "Menghantam .
. . . . . .." dayang itu kelihatan agak ragu.
"Betul, makin keras makin baik" Dayang cilik itu menggigit bibir lalu benar benar menghantam bahunya keras keras, bekas telapak tangan yang merah kehitaman pun segera tertera dibahunya yang putih.
Liu Tan-yan memandangnya sekejap, tiba tiba dia peluk dayang kecil itu sambil berbisik lagi: "Cepat cium pipiku berulang kali, harus kau cium kuat-kuat" Merah padam wajah dayang cilik itu, terpaksa dia mulai menciumi wajah Liu Tan-yan berulang kali, begitu kalap dia mencium hingga pipi Liu Tan-yan tampak berantakan, rambut awut awutan dan jantung sang dayang ikut berdebar keras.
Kembali Liu Tan-yan dorong dayang cilik itu sambil memerintahkan: "Berdiri disana, sampai hitungan ke tiga puluh, lari ke kamar nona Siau sambil berteriak: celaka, Tian kongcu, dia...
dia . . . . .. hanya kata kata itu saja, mengerti" Tapi harus kau ucapkan dengan wajah gugup dan panik" Setelah menowel pipi sang dayang, dia pun menyusup keluar dengan gerakan cepat.
Tian Mong-pek sangka, setelah mendengar nasehat dari Li Koan-eng tadi, Mo-siau-to akan mereda amarah dan sedihnya, siapa sangka tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia pergi tinggalkan ruangan itu.
Memandang kegelapan malam diluar jendela, Tian Mong-pek menghela napas berulang kali, saat itulah tiba tiba ia mendengar teriakan minta tolong serta terlihat sesosok bayangan manusia melintas masuk ke dalam hutan, ternyata orang itu adalah Liu Tan-yan.
Tampak nona itu berlarian dengan rambut kusut dan wajah gugup, selain tubuhnya terluka, terdengar ia berbisik dengan suara gemetar: II "Tian kongcu, to.....tolong aku .
. . . . . .. "Kenapa nona Liu?" tanya Tian Mong-pek kaget.
"Go Jit, dia.... dia . . . . . . .." tidak sempat menyelesaikan perkataannya, tiba tiba tubuhnya lemas dan ia jatuh tak sadarkan diri dalam pelukan pemuda itu.
Walaupun ada wanita cantik dalam pelukan, Tian Mong-pek sama sekali tidak merasakan kelembutan, dia coba periksa bekas telapak tangan dibahunya, namun tidak tahu bekas pukulan itu berasal dari ilmu apa, sementara masih gugup dan tak tahu apa yang harus dilakukan, mendadak dari kejauhan terdengar Siau Hui-uh berteriak: "Apa yang terjadi" Apa yang terjadi?" Tian Mong-pek kegirangan, belum sempat dia berbuat sesuatu, tiba tiba tampak Liu Tan-yan meronta sambil menjerit: "Kau....
lepaskan aku..... jangan . . . . . .. aku tak mau . . . . . .." Sambil meronta, ia bergulingan ditanah dan merintih tiada hentinya.
Terkejut campur heran, untuk sesaat Tian Mong-pek hanya bisa berdiri mematung, tak tahu apa yang harus dilakukan.
Saat itulah Siau Hui-uh muncul tepat waktu, menyaksikan adegan tersebut, paras mukanya kontan berubah hijau membesi, marah bercampur kecewa, teriaknya sambil menuding pemuda itu: II "Orang she-Tian, kau....
Liu Tan-yan segera melompat bangun dan menubruk ke dalam pelukan Siau Hui-uh, bisiknya sambil menangis keras: II "Enci Siau, dia.....
dia melecehkan aku . . . . . .. "Tidak apa apa, biar aku balaskan dendam" sumpah Siau Hui-uh penuh amarah.
Melepaskan Liu Tan-yan, dia langsung lepaskan satu pukulan ke tubuh Tian Mong-pek.
Cepat pemuda itu melompat ke samping, seketika ia sadar apa yang sesungguhnya telah terjadi, dengan kemarahan yang meluap, teriaknya: "Hei, belum tahu duduknya perkara, kenapa kau sembarangan memukul orang?" Tangisan Liu Tan-yan makin jadi, jeritnya sedih: "Coba lihat enci Siau, dia sudah melecehkan aku, sekarang.....
uhuhuh.... apa lagi yang bisa kukatakan .
. . . . .. uhuhuh....." "Dasar binatang!" maki Siau Hui-uh gusar, "buat apa ditanyakan lagi" Tak kusangka kau adalah binatang bertubuh manusia, eny ah, cepat enyah dari sini!" Tidak puas bercampur jengkel teriak Tian Mong-pek: "Apa.....
apa kau bilang" Kenapa kau hanya percaya perkataan Il sepihak .
. . . . . .. Pada dasarnya pemuda ini memang tak pandai bicara, ditambah sedang marah yang memuncak, ucapannya makin tak jelas.
"Coba tidak melihat wajah sam A-ik, sudah kucabut nyawamu" maki Siau Hui-uh keras, "cepat menggelinding pergi dari sini, pikirkan perbuatanmu, tidak malu kau dengan ibumu?" Hawa amarah yang membawa didada Tian Mong-pek makin menjadi, darah panas terasa menerjang naik ke atas, sambil meraung gusar dia melompat keluar lewat jendela lalu menyemburkan segumpal darah segar.
Menyaksikan Siau Hui-uh membebaskan Tian Mong-pek, diam diam Liu Tan-yan merasa amat kecewa, namun isak tangisnya makin menjadi.
Sambil memeluk tubuhnya, ujar Siau Hui-uh sambil menghela napas: "Sudahlah adikku, tak usah menangis lagi, memang kesalahan cici kenapa membawa pulang orang buas ke tempat ini" Dari nada suaranya, tercermin perasaan kecewa yang sangat dalam, kenapa dia kecewa" Kenapa tak tega turun tangan membunuh Tian Mong-pek" Jangankan orang lain, dia sendiripun tidak jelas.
Bersandar dalam pelukan Siau Hui-uh, bisik Liu Tan-yan sambil terisak: "Karena mengira dia tertekan batinnya, aku berniat menghibur dia, siapa sangka .
. . . .. siapa sangka.....

Panah Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cici Siau, tahukah kau betapa takutku saat ini: "Sudah, tak usah takut, dia toh sudah pergi, sana, tidurlah dengan II nyenyak .
. . . .. "Tidak, aku tak mau tidur, tak mau tidur, aku takut" teriak Liu Tan-yan sambil menghentakkan kakinya berulang kali, kemudian dia rangkul perempuan itu makin kencang.
"Dasar anak bodoh" hibur Siau Hui-uh, "masa tidak tidur" Memangnya cici harus menemanimu?" "Betul" dari terisah, Liu Tan-yan tertawa cekikikan, "kalau tidak kau temani, aku tak mau tidur" Sembari menghibur, Siau Hui-uh membimbingnya kembali ke kamar sendiri, merebahkan dia diatas ranjang, menyelimuti badannya, lalu setelah melepaskan pakaian luar, dia ikut menyusup ke balik selimut.
Dibawah cahaya lentera yang lembut, Siau Hui-uh memandang sekejap wajah Liu Tan-yan yang merah, mengawasi kerlingan matanya yang genit, lalu tak tahan serunya sambil tertawa: "Kau memang cantik, coba aku seorang lelaki, pasti akan kucium pipimu" "Aah, cici jahat" bisik Liu Tan-yan manja, sambil melepaskan bajunya yang robek, tambahnya, "coba lihat, aku sudah dilecehkan orang, kau malah mentertawakan aku" "Padahal kau .
. . . . . .." "Tak usah dibicarakan lagi" tukas Liu Tan-yan sambil menyusupkan sepasang tangannya ke bawah tubuh Siau Hui-uh, "apalagi aku segera akan jadi lelaki untuk menganiaya kamu" "Hahaha, jangan, jangan .
. . . .. aku takut geli . . . . .." Siau Hui-uh tertawa terkekeh.
Liu Tan-yan tak ambil peduli, dia menggelitik ketiak lawannya makin menjadi .
. . . . .. Sambil meliukkan badannya kian kemari, teriak Siau Hui-uh: "Jangan .
. . . .. coba aku laki beneran . . . . . . . . .." "Aku tidak takut .
. . . .. enci Siau, kulitmu halus sekali .
. . . .." "Dasar setan .
. . . .. setan cilik, kau . . . . .. kenapa kau melepaskan pakaianku?" saking kegelian, dia sampai terengah dan badan terasa lemas tak bertenaga.
"Aku.... aku ingin cici Siau . . . . . .. aku ingin melihat kulit tubuhmu yang halus .
. . . . . .." Sambil berkata dia sudah tempelkan pipinya diatas pipi Siau Hui-uh.
Seketika perempuan itu merasakan wajah Liu Tan-yan lebih panas dari bara api, bukan hanya tangan saja yang panas, dengus napas pun ikut panas, panas membara yang membakar hingga lubuk hati.
Tak kuasa lagi dengus napas Siau Hui-uh makin cepat dan tersengkal, seluruh tubuhnya lemas tak bertenaga, perasaan hatinya bagai melayang di angkasa, melambung ditengah awan, dibalik mega....
Dia mulai tertawa cekikikan, bisiknya lirih: "Setan cilik, tangan....
tanganmu..... ehmmm, kenapa kamu ini" Tak heran Tian Mong-pek.....
aduh, setan cilik, kau...
kau berani . . . . .." Bisikannya makin lemah, makin lirih .
. . . .. mendadak gadis itu menjerit kaget "Kau....
kau . . . . .. kau seorang lelaki?" Dengan napas tersengkal pinta Liu Tan-yan: "Cici Siau, anggap saja aku seorang wanita.
Aku..... aku menyukaimu.... tolong..... biar aku . . . . . .." Mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki, Siau Hui-uh menolak tangannya keatas, begitu kuat tenaga tolakan itu membuat tubuh Liu Tan-yan seketika mencelat dari atas ranjang, jeritnya gemetar: "Jadi kau....
kau benar benar seorang lelaki?" Mimpipun Liu Tan-yan tidak menyangka dalam keadaan seperti ini, Siau Hui-uh masih berkemampuan untuk mengeluarkan tenaga murninya.
Ternyata Liu Tan-yan memang seorang lelaki yang menyaru sebagai perempuan, ditambah lagi ia menguasahi ilmu merayu yang hebat, entah berapa banyak gadis muda yang terjatuh ke tangannya dengan cara begini dan berakhir diperkosa habis habisan.
Masih untung dia mengira dengan ilmu peletnya yang hebat, Siau Hui-uh pasti akan tunduk dan patuh dengan kemauannya sehingga tidak sampai menggunakan obat pemabuk, kalau tidak, biar ilmu silat yang dimiliki perempuan itu sangat lihaypun, mungkin sulit untuk terlepas dari cengkeramannya.
Cepat dia berlutut dipinggir ranjang sambil berkata lembut: "Cici Siau, kenapa kau begitu tega terhadapku" Bukankah selama ini kau menyukai aku?" Malu bercampur gusar, sambil menutup tubuhnya Siau Hui-uh mengumpat: "Kau.....
bagus sekali perbuatanmu" Tiba tiba dia lancarkan satu bacokan menghantam ubun ubun Liu Tan-yan.
Dalam terkesiap dan kagetnya cepat Liu Tan-yan menggelinding ke samping.
Sambil melompat turun dari ranjang, kembali Siau Hui-uh membentak marah: "Serahkan nyawamu!" secara beruntun dia lancarkan tiga pukulan, semua ancaman menggunakan jurus pamungkas yang mematikan.
Sadar kalau napsu membunuh lawan telah berkobar, dengan satu lompatan cepat Liu Tan-yan melesat lewat jendela dan melarikan diri.
Siau Hui-uh siap mengejar, tapi melihat pakaian sendiri yang berantakan dia segera urungkan niatnya.
Tahu kalau rahasia identitasnya terbongkar, dengan pecah nyali Liu Tan-yan kabur keatas wuwungan rumah.
Tiba tiba pandangan mata terasa kabur, bayangan manusia berkelebat lewat, seorang to-koh muda, seorang gadis berbaju hitam dan seorang nyonya berbaju putih dengan tiga bilah pedang yang memantulkan cahaya bagai kilat telah menghadang jalan perginya.
"Siapa kau?" bentak nyonya berbaju putih itu, "apakah Liu....." Berkilat sinar mata Liu Tan-yan, sengaja berlagak ketakutan serunya: "Cici bertiga, tolong aku, ada seorang siluman laki berdandan wanita sedang .
. . . .. sedang mengejar aku" Ke tiga orang wanita itu saling bertukar pandangan sek ejap, kata perempuan berbaju putih itu lagi: "Ternyata dugaan kita tak salah" "Tak usah takut" hibur gadis berbaju hitam, "cepat kabur, biar kami yang menghadapinya" "Terima kasih cici!" seru Liu Tan-yan kegirangan, cepat dia kabur ke belakang rumah, yakin diseputar sana tak ada orang, cepat ia melompat ke ruang samping dan menyusup ke dalam lorong bawah tanah.
Tak terlukiskan rasa gusar Siau Hui-uh, dengan cepat dia kenakan baju luar lalu melompat keluar dari jendela, siapa tahu baru melangkah keluar, sekilas cahaya pedang telah membacok dari atas wuwungan rumah.
Cahaya pedang bagai selendang putih, secepat petir menyandar tiba dan membabat pinggang.
Dalam bahaya Siau Hui-uh tidak panik, dia tekuk pinggang sambil mengigos lalu menyusup lewat dari bawah ancaman lawan.
Terdengar desingan angin tajam kembali menyergap dari belakang, tak sempat memutar badan, ia sentilkan jari tangannya, "Triiing!" ujung pedang lawan seketika tersentil hingga mencelat ke samping.
Begitu membalikkan badan, terlihat seorang gadis berbaju hitam dengan wajah angker dan berdiri sambil menggenggam pedang, membentak nyaring: "Ternyata hebat juga kungfu mu .
. . . . .." Baru berbicara sampai disitu, si to-koh dan perempuan berbaju putih telah menyusul datang, lagi lagi tiga bilah pedang mengurung Siau Hui-uh ditengah arena.
"Siapa kalian" Mengapa membokong aku?" tegur Siau Hui-uh gusar.
"Mungkin kau tidak kenali aku, tentunya kenal dengan adik kami Mo siau-cing bukan" Kami datang untuk membuat perhitungan baginya" "Siapa itu Mo Siau-cing?" teriak Siau Hui-uh, "siapa yang berhutang kepadanya" Cepat kalian menyingkir .
. . . . . . .." Dia bertekad ingin menghabisi nyawa Liu Tan-yan, sama sekali tak disangka kedatangan ke tiga orang wanita itupun karena sedang mencari Liu Tan-yan.
Perempuan berbaju putih itu adalah Sik-ing (Kepodang batu) Sik Ling-un, nona berbaju hitam adalah Thiat-ing (kepodang baja) Thiat Hui-king sedang si to-koh itu adalah Gin-ing (kepodang perak) Ouyang Miau, mereka tergabung dalam Hoa-san-jit-ing (tujuh kepodang dari Hoa-san).
Ternyata Giok-ing (kepodang kumala) Mo Siau-cing dari &ba-san-Ji:-zhg' telah dinodai Liu Tan-yan, dalam gusarnya serentak mereka turun gunung, setelah bersusah payah akhirnuya mereka berhasil menemukan sarang Liu Tan-yan, sama sekali tak disangka, kedatangan mereka lagi lagi berhasil ditipu Liu Tan-yan.
Ujar si kepodang batu Sik Ling-un sambil tertawa dingin: "Kau tak usah menyangkal lagi, kedatangan kami pun bukan berniat segera mencabut nyawamu, asal mau ikut kami naik gunung dan bertemu adik ll Siau-cing .
. . . . . .. "Aku tidak kenal dengan adik Siau-cing" teriak Siau Hui-uh gusar.
Sik Ling-uh tertegun. "Jadi kau bukan . . . . . . .." Kepodang baja Thiat Hui-keng yang berada disisinya cepat membentak: "Lagak dan cara bicara orang ini amat mencurigakan, tidak laki tidak wanita, kalau bukan dia lantas siapa lagi?" Ditengah bentakan nyaring, kembali satu tusukan diarahkan ke dada lawan.
"Ngo-moay" seru kepodang perak Ouyang Miau cepat, "jangan kau lukai nyawanya, asal dia mau kembali ke gunung untuk menikah dengan Jit-moay, semua masalah bisa disudahi .
. . . . . .." "Kalian salah orang" teriak Siau Hui-uh gusar, "Liu Tan-yan .
. . . .. dia . . . . . . .." "Kaulah Liu Tan-yan!" tukas Thian Hui-king.
Dari sikap serta dandanan Siau Hui-uh saat itu, ke tiga orang kepodang itu merasa yakin kalau Siau Hui-uh tidak lain adalah manusia siluman Liu Tan-yan.
Ketika didesak berulang kali, lama kelamaan Siau Hui-uh jadi mendongkol sendiri, teriaknya kemudian: "Kalau aku memang Liu Tan-yan, mau apa kalian?" Dtengan tangan kosong ia serobot masuk ke tengah cahaya pedang.
Baru sekarang dia merasa betapa sengsaranya bila difirnah orang, tanpa terasa pikirannya jadi terbayang akan diri Tian Mong-pek, dimana pemuda itu berulang kali dia tuduh dan firnah semaunya sendiri.
Perasaan menyesal bercampur malu pun timbul dihati kecilnya, kalau bisa, dia ingin segera menemukan pemuda itu dan minta maaf kepadanya.
"Kurangajar!" terdengar Sik Ling-un berteriak gusar, "kau masih berani melawan" Sam-moay, lebih baik kita hadiahkan dulu berapa tusukan ke tubuhnya yang tidak berbahaya, tapi jangan dibunuh, daripada Jit-moay bertambah sedih" Dalam pada itu serangan Siau Hui-uh telah membabat kearah pergelangan Sik Ling-uh yang menggenggam pedang, menyusul kemudian satu sikutan menyodok iga Ouyang Miau, sedangkan telapak tangan kirinya menotok jalan darah kiat-tee-hiat ditubuh Thian Hui-king.
Sewaktu dia mencoba memperhatikan sekeliling tempat itu, tampak Liu Tan-yan telah kabur hingga tak berbekas, rasa gusar bercampur panik membuat serangannya makin lama semakin bertambah ganas.
Hoa-san-sam-ing segera menyatukan serangan mereka bertiga, tusukan demi tusukan, jurus demi jurus nyaris seolah berubah jadi satu tusukan maut, satu kerja sama yang rapat dan luar biasa.
Dalam gerak serangan yang ada dalam Hoa-san-kiam-hoat, terdapat satu jurus bernama Thian-ho-hui (pertemuan sungai langit) yang terdiri dari tiga gerakan yakni, Ling-ciok-ta-kiau (gagak cerdik melangkahi jembatan), Cing-gou-leng-siu (kerbau hijau melayang di udara) serta Hui-tok- tiang-gong (melintasi langit luas), bila ke tiga jurus itu dilancarkan secara berantai maka akan tercipta berjuta perubahan yang sulit diduga, sebuah jurus serangan yang sangat tangguh.
Saat itulah Thiat Hui-king menggetarkan pedangnya menciptakan bunga pedang yang melapisi udara, begitu padat ibarat sebuah jembatan penghubung langit yang ambruk ke bawah.
Bersamaan waktu, Sik Ling-un dengan jurus Cing-gou-leng-siu menyergap dari sisi lain.
Dengan mengandalkan kelincahan tubuhnya, Siau Hui-uh mengigos ke sana sini, secara beruntun ia berhasil menghindari kedua jurus serangan itu.
Tapi disaat yang bersamaan, cahaya pedang dari Ouyang Miau telah menyapu tiba dari arah samping, ibarat bianglala berwarna hijau yang membelah angkasa, ia mengancam seluruh tubuh lawan.
Suatu kerja sama yang luar biasa dari ketiga orang itu, tiga gerakan yang berbeda dilancarkan dalam satu jurus serangan secara bersama, bukan saja perubahannya tak terduga, pada hakekatnya tidak memberi peluang kepada lawan untuk menghindar.
Diam-diam Siau Hui-uh merasa terkejut, dia tak menyangka kalau dalam dunia persilatan, khususnya dari daratan Tionggoan, ternyata terdapat jagoan sedemikian hebatnya.
Darimana dia tahu kalau rasa kaget yang mencekam Hoa-san-sam-ing justru berlipat dari perasaan hatinya.
Biarpun harus melawan tiga jago pedang kenamaan dengan tangan kosong, ia sama sekali tidak tampak keteteran atau menunjukkan gejala akan kalah.
Tampak tubuhnya berputar kian kemari bagaikan sekun tum bunga yang melayang diantara hawa pedang yang menderu.
Dalam pada itu bintang yang bertaburan di angkasa sudah mulai berguguran, malam yang pekat sudah berada diujung menjelang fajar.
Puluhan gebrakan berlalu dengan cepatnya, meskipun gerakan tubuh Siau Hui-uh sama sekali tidak mengendor, namun pikiran dan perasaan hatinya amat kalut.
Kini, dia hanya merasa jengkel dengan ke tiga orang lawannya, mendongkol mengapa mereka tidak menelusuri dulu duduknya perkara, tapi langsung mengurungnya sehingga memberi kesempatan kepada Liu Tan-yan untuk melarikan diri.
Kini dia terfirnah, dituduh berbuat tak senonoh, kalau tuduhan ini tidak direhabilitasi, bagaimana cara dia untuk tampil dikemudian hari" Tapi Liu Tan-yan sudah kabur hingga lenyap tak berbekas, ke mana dia harus mencari jejaknya" Tanpa terasa dia teringat kembali dengan para pelayannya, teringat pula dengan Kiong Ling-ling si bocah bernasib jelek itu, mengapa hingga kini tak nampak mereka bertindak" Mungkinkah sudah terjadi sesuatu dengan mereka" Diapun teringat akan Tian Mong-pek, pemuda yang selalu difirnah, dituduh yang bukan-bukan, pemuda yang harus pergi dengan hati mendongkol, kemanakah dia sekarang" Apakah dia bakal membenci dirinya" Diam-diam gadis itu menghela napas panjang.
Tiba-tiba terlihat cahaya hijau menyambar lewat dihadapan mukanya, ujung pedang yang berada ditangan Ouyang Miau telah menerobos masuk, memanfaatkan kesempatan disaat pikirannya sedang gundah, menyapu rambutnya hingga terpapas sebagian.
Bab 10. Hujan panah menghalau bangau terbang.
Tian Mong-pek berlarian meninggalkan bunga tho, menembusi hutan murbai, ketika mendongakkan kepala, terlihat cahaya api di perahu nelayan ditengah telaga, sebentar menyala sebentar redup, seolah olah mereka semua sedang mentertawakan nasibnya yang buruk.
Ia merasa tak pernah berbuat kejahatan, tak pernah menyalahi orang, tapi mengapa selalu dihina, dicemooh orang lain" Perasaan masgul, jengkel, mendongkol yang berkecamuk dalam dadanya, terasa sulit untuk dilampiaskan keluar, akhirnya dia menengadah sambil menghela napas panjang.
Untuk menghilangkan kejenuhan yang menekan dada, pemuda itupun berlari kencang, berlari sekuat tenaga.....
sampai akhirnya langkah kaki mulai melambat, namun pikiran dan perasaan hatinya tak pernah tenang, pengalamannya selama berapa hari terakhir bersamaan melintas dalam benaknya.
Tiba-tiba ia teringat akan Kiong Gim-bit, terbayang mimik muka orang tua itu menjelang ajalnya, segera pikirnya: "Hanya dikarenakan cemoohan dan hinaan Liu Tan-yan, aku boleh saja pergi dengan hati gusar, boleh saja aku tidak memikirkan persoalan apapun, mengesampingkan masalah apa pun, tapi bagaimana dengan Ling-ling" Apakah aku harus meninggalkan bocah itu ditangan manusia seperti Liu Tan-yan" Sekalipun aku mati, apakah aku masih punya muka untuk bertemu dengan Kiong Gim-bit di alam baka nanti?" Berpikir sampai disitu, tanpa dipertimbangkan lebih jauh, ia segera balik tubuh dan berjalan balik, keputusan ini diambil karena ia sudah tidak memiliki pilihan lain, bagaimana pun, dia harus selamatkan Kiong Ling-ling.
Baru sampai didepan hutan murbai, mendadak terlihat seekor kuda berlarian melintas lewat, kuda itu dilarikan sangat kencang, penunggangnya mengenakan topi lebar terbuat dari anyaman yang nyaris menutupi separuh wajahnya.
Ditengah kegelapan malam, hal ini semakin sulit untuk melihat lebih jelas raut muka orang itu, namun dari bayangan punggungnya, lamat lamat menyerupai tubuh Thian-kiau-seng Sun Giok-hud, bahkan dibelakangnya masih membonceng sesosok bayangan tubuh.
Waktu itu, pikiran Tian Mong-pek sedang dicekam persoalan serius, sehingga setelah melihatnya sekejap, ia tidak memperhatikan lebih serius.
Coba kalau waktu itu dia mau perhatikan lebih seksama, segera akan diketahui kalau bayangan tubuh yang membonceng dibelakang orang itu tak lain adalah Kiong Ling-ling yang sedang dicari.
Sayang sekali dia hanya memperhatikan sekejap lalu menerobos masuk ke dalam hutan.
Selewatnya hutan murbai, dari balik hutan bunga tho ia saksikan hawa pedang menyelimuti angkasa, diantara suara benturan senjata, terselip suara bentakan seorang wanita: "Jika kau enggan mengawini lojit .
. . . . . . . .. mengapa harus membohonginya" Jika kau mencintainya, mengapa enggan kawin jadi suami istri dengannya" Bila kau tidak bicara sampai jelas, biar Lojit bakal sedih pun, hari ini aku bersumpah akan membunuhmu" Kemudian terdengar suara Siau Hui-uh mengumpat dengan nada gusar: "Kentut busuk apa yang sedang kau lepas!" Tian Mong-pek yang mendengar pembicaraan itu jadi melengak, pikirnya: "Siapa itu lojit" Masa Siau Hui-uh pun seorang wanita cabul yang telah membohongi jite orang lain?" Berpikir sampai disitu, ia segera menyelinap masuk ke balik hutan tho.
Begitu melihat kehadiran pemuda itu, dengan perasaan girang Siau Hui-uh segera berteriak: II "Tian Mong-pek, kebetulan sekali kedatanganmu.
Aku . . . . .. Satu tebasan pedang dari kepodang batu Sik Ling-uh menghentikan ucapannya yang belum selesai.
Terdengar kepodang baja Thiat Hui-king menghardik: "Hei anak muda, menyingkir dari situ, jangan mencampuri urusan kami, tahukah kau, bangsat ini bukan wanita, dia manusia siluman, banci keparat" Hijau membesi paras muka Siau Hui-uh saking gusarnya, kontan saja dia ikut mencaci maki.
Sejak kecil gadis ini sudah terbiasa dimanja, ia sudah terbiasa berbuat semau sendiri, baginya, laki perempuan itu sama saja, jadi tak ada perbedaan antara lelaki dan wanita.
Karena pandangan inilah, dihari biasa baik tindak tanduk maupun caranya berbiacara tidak pakai aturan, dia langgar semua tradisi dan tak ambil peduli dengan kritikan orang.
Terdengar kepodang perak Ouyang Miau mengejek pula sambil tertawa dingin: "Jika bangsat ini bukan lelaki, mana mungkin dia bisa mengumpat orang dengan ucapan kotor?" Sekali lagi Tian Mong-pek tertegun, pikirnya: "Ternyata dia bukan wanita! Ternyata .
. . . . .. ternyata dia seorang laki-laki! Tak heran kalau tindak tanduk serta caranya berbicara sama sekali tak menunjukkan kewanitaannya" Membayangkan sampai disini, timbul perasaan muak dihati kecilnya, dia mulai menyesal kenapa bisa berkenalan dengan manusia seperti ini.
"Tian Mong-pek!" terdengar Siau Hui-uh berteriak keras, "kau jangan ll percaya dengan ucapan perempuan perempuan itu .
. . . .. Tian Mong-pek mendengus, tanpa banyak bicara dia menerobos masuk ke dalam bangunan rumah, apa yang terpikir sekarang hanya menemukan Kiong Ling-ling secepatnya.
Biarpun Siau Hui-uh berteriak dan menjerit jerit, dia sama sekali tidak menggubris, berpaling pun tidak.
Setelah menembusi serambi, pemuda itu menerobos masuk ke dalam ruang utama, segera teriaknya: "Aku Tian Mong-pek sengaja datang untuk menjemput keponakanku Kiong Ling-ling!" Siapa tahu meski sudah berteriak berulang kali, suasana dalam ruangan tetap hening tanpa jawaban.
"Celaka!" pekik Tian Mong-pek dalam hati.
Cepat dia mendorong pintu ruangan dan menerobos masuk, biarpun empat penjuru telah digeledah dengan seksama, ternyata tak nampak sesosok bayangan manusiapun.


Panah Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Semakin dipikir, ia makin gelisah, akhirnya dengan suar a nyaring teriaknya: "Ling-ling! Ling-ling! Dimana kau" Paman datang mencarimu .
. . . . .. paman datang mencarimu . . . . . . .." sudah hampir setengah harian dia berteriak, namun tetap tiada jawaban, akhirnya sambil berdiri tertegun disudut ruang, pemuda itu berdiri melongo, ia betul-betul sudah kehabisan daya.
"Kiong locianpwee" gumamnya, "aku bersalah kepadamu, aku bersalah kepadamu .
. . . . . .." Sekonyong-konyong terdengar suara rintih kesakitan berkumandang dari belakang tubuhnya, suara itu ada lelaki ada wanita.
Dalam kagetnya Tian Mong-pek membalikkan badan, belakang tubuh merupakan dinding ruangan, dari balik dinding itulah suara rintihan itu berasal.
"Jangan-jangan dibalik dinding terdapat ruang rahasia?" ingatan tersebut melintas lewat, cepat ia perhatikan tempat itu lebih seksama.
Saat itu sinar fajar telah menerangan ruangan, menyinari dinding ruang yang bersih tanpa debu, namun disamping kosen jendela terdapat bercak kuning karena keringat yang mengering, sudah jelas bagian itu sering dipegang orang sehingga meninggalkan noda kotor.
Semenjak kecil, ketajaman matanya memang melebihi orang, maka dalam sekilas pandang, ia segera menemukan ketidak beresan tempat itu.
Maka diawasinya kosen jendela itu dengan lebih seksama, kemudian dirabanya satu kelilingan.
Betul saja, tiba tiba terdengar suara lirih bergema dari atas dinding, lalu muncullah sebuah pintu rahasia, pintu itu terhubung dengan sebuah lorong bawah tanah, dari balik lorong inilah suara rintihan itu terdengar makin jelas.
Sesudah menenangkan diri, dengan kesiagaan penuh pemuda itu menelusuri lorong bawah tanah itu, dibalik cahaya lentera berwarna merah yang menerangi lorong, seolah-olah tersembunyi ancaman bahaya maut dari empat penjuru.
Ia merasa hatinya gugup bercampur ngeri, namun dengan semangat pantang mundur pemuda itu tetap maju terus ke depan.
Akhirnya tibalah dia dipenghujung lorong rahasia itu, setelah melewati sebuah pintu rahasia, terlihat selapis mutiara yang warna warni menghadang didepan mata, dari balik mutiara itulah suara rintihan kesakitan berasal, membuat siapapun yang mendengar, semakin tak kuasa untuk mengumbar perasaan hatinya.
Tian Mong-pek segera menyingkap untaian mutiara itu, kemudian diiringi suara bentakan dia menerobos masuk ke dalam.
Tapi apa yang kemudian terlihat membuat pemuda itu tak tahan untuk menjerit kaget, cepat dia mengalihkan pandangan matanya ke arah lain.
Apa yang terlihat dalam ruangan itu sungguh membuat perasaan hatinya miris, dibawah cahaya lentera berwarna merah, terlihat belasan orang perempuan bugil terkapar lemas diatas tanah, tubuh mereka mengejang keras, wajahnya berkerut menahan rasa sakit yang luar biasa, tidak jelas racun apa yang sedang bekerja dalam tubuh mereka.
Selain belasan gadis bugil itu, terdapat pula berapa orang lelaki, mereka pun terkapar dilantai sambil kejang-kejang, rintihan kesakitan bergema tiada hentinya.
Diseluruh permukaan lantai penuh berserakan pula sisa piring, cawan dan hidangan, tampaknya benda-benda itu berjatuhan ketika racun sedang bekerja ditubuh mereka.
Yang lebih mengejutkan lagi adalah kawanan lelaki itu ternyata bukan lain adalah Hong Ku-bok serta para pengikut yang dibawa Siau Hui-uh.
Tampaknya orang-orang itu dipancing Liu Tan-yan untuk masuk ke ruang rahasia itu, masuk ke dalam perangkap wanita bugil yang telah disiapkan, dengan umpan seperti ini, tentu saja mereka enggan meninggalkan tempat itu, semua orang ingin bergembira, ingin mencari kesenangan, siapa pula yang mengira kalau dalam arak telah dicampuri racun keji" Tian Mong-pek segera membangunkan Hong Ku-bok sambil menegur: "Apa yang sebenarnya telah terjadi?" II "Racun .
. . . .. racun . . . . . .. sambil mengepal tinjunya Hong Ku-bok merintih.
"Mana Kiong Ling-ling" Dimana ia sekarang?" tanya Tian Mong-pek lagi cemas.
"Suu..... sudah dii..... dibawa pergi" Dia tidak tahu siapakah Liu Tan-yan itu" Diapun tak bisa menduga apa sebabnya Liu Tan-yan mencelakai pula kawanan gadis itu, karena sama sekali tidak menaruh kecurigaan itulah maka tanpa disadari dia pun dipecundangi orang.
Tentu saja dia sama sekali tak tahu kalau Liu Tan-yan telah memutuskan untuk meninggalkan tempat itu, karena itulah dia berniat sekalian membantai kawanan gadis yang sudah kenyang ditiduri dan diperkosa itu.
Tian Mong-pek mencoba mengajukan berapa pertanyaan lagi, namun pada hakekatnya Hong Ku-bok sudah tak mampu menjawab.
Pemuda itu sadar, hanya dengan memunahkan racun yang bersarang ditubuh orang-orang itu, duduknya persoalan baru bisa diselidiki hingga jelas.
Dengan suara serius ujarnya kemudian: "Cobalah kalian bersabar sejenak lagi, aku akan pergi mencari obat pemunah untuk menolong kalian" Dengan cepat dia menerobos keluar dari lorong bawah tanah, tapi Liu Tan-yan sudah lenyap entah ke mana, sementara ia sendiripun tidak paham ilmu pertabiban, kemana ia harus menemukan obat penawar racun" Dalam gelisah bercampur panik, terpaksa pemuda itu berjalan keluar dari bmwmmnrmmm Saat itu fajar telah menyingsing, dibawah cahaya matahari pagi terlihat pertarungan antara Hoa-san-sam-ing melawan Siau Hui-uh masih belum berkesudahan, terlihat peluh telah membasahi tubuh mereka semua.
Sambil menggertak gigi Tian Mong-pek segera berteriak keras: "Siau Hui-uh, aku mau tanya, kemana perginya Liu Tan-yan" Tahukah kau bahwa Hong Ku-bok sekalian sudah keracunan?" Begitu mendengar teriakan itu, dengan perasaan terperanjat teriak Hoa-san-sam-ing: "Apa kau bilang?" "Dia...
dia bukan Liu Tan-yan?" jerit kepodang batu Sik Ling-un pula.
"Tentu saja dia bukan Liu Tan-yan" jawab Tian Mong-pek.
"Jangan jangan bangsat ini sedang membohongi kita .
. . . .." sela Thiat Hui-king.
"Buat apa aku membohongi kalian?" teriak Tian Mong-pek, "sudah sedari tadi Liu Tan-yan melarikan diri" Kini dia sudah dapat melihat kalau dibalik kejadian itu telah terjadi kesalah pahaman.
Terlihat Hoa-san-sam-ing saling bertukar pandangan, menyusul kemudian serangan yang mereka lancarkan pun semakin mengendor.
Namun Siau Hui-uh enggan menyudahi dengan begitu saja, diiringi suara bentakan, dalam waktu singkat kembali dia melancarkan berapa jurus serangan.
Agak sangsi Kepodang perak Ouyang Miau berteriak: "Jika kau bukan Liu Tan-yan, harap segera menghentikan serangan, dengan begitu kami bisa melakukan penyelidikan hingga jelas, bila dalam kenyataan kami yang bersalah, sudah pasti kami bertiga akan minta maaf" "Minta maaf?" Siau Hui-uh tertawa latah, "sudah cukup lama kalian merecoki aku, membuat posisiku serba salah, sejak tadi aku sudah berulang kali minta kalian untuk mendengarkan penjelasanku, tapi kalian enggan ambil peduli, coba kalau kungfu ku lemah, bukankah sejak tadi sudah kalian tangkap" Bahkan bisa jadi sudah kalian bunuh.
Hmm, kini kalian minta aku menghentikan serangan, memangnya aku langsung menuruti permintaan kalian dengan menghentikan serangan?" Tertegun Hoa-san-sam-ing sesudah mendengar ucapan tersebut, tampak jurus serangan yang dilancarkan sepanjang pembicaraan, makin lama semakin ganas, sudah jelas hal ini menunjukkan kalau hatinya amat penasaran.
Diantara ke tiga orang kepodang, kepodang baja Thiat Hui-king yang paling temperamen, serunya gusar: "Kalau memang begitu, mau apa kau" Memangnya kau masih sanggup menelan kami bertiga?" Siau Hui-uh balas tertawa dingin.
"Hmm, memang kalian anggap mau datang langsung datang, mau pergi langsung pergi" Tak ada kejadian segampang itu di kolong langit, tunggu saja sampai aku puas dengan pertarunganku" Sepasang jari tangannya kembali disentil, "Triiing!" dengan telak sentilan itu bersarang diujung pedang Thiat Hui-king.
Si kepodang baja seketika merasakan pergelangan tangannya bergetar keras, hampir saja pedangnya terlepas dari genggaman.
"Kau ini . . . . . .." teriak Sik Ling-un gelisah, "kenapa begitu .
. . . .." "Begitu apa?" teriak Siau Hui-uh lantang, berapa jurus serangan yang kemudian dilancarkan memaksa Sik Ling-un mundur berapa langkah.
Melihat lawannya sama sekali enggan menyudahi pertarungan, bahkan serangannya makin ganas, Hoa-san-sam-ing tak berani berayal, jurus pedang mereka pun tak berani mengendor, dalam waktu singkat tiga bilah pedang bersatu padu memainkan jurus serangan dari Hoa-san-kiam-hoat.
Seketika itu juga pertempuran sengit kembali berlangsung.
Dalam pada itu Tian Mong-pek amat menguatirkan keselamatan Kiong Ling-ling, dengan perasaan cemas kembali teriaknya: "Nona Siau, tolong hentikan seranganmu .
. . . .. "Kau tak usah mencampuri urusanku" bentak Siau Hui-uh gusar, "memangnya Il aku harus menelan semua kepahitan ini dengan begitu saja .
. . . . . .. Tiba-tiba ia teringat kembali atas perbuatannya yang telah menuduh Tian Mong-pek secara semena-mena, kontan saja ucapan berikut tak sanggup dilanjutkan.
II "Akupun pernah salah menuduhnya dalam hati Tian Mong-pek berpikir, "hampir saja kusangka dia adalah wanita jalang, bahkan nyaris menuduhnya sebagai manusia siluman yang berkelamin ganda.
Aaai! Kelihatannya dalam kehidupan manusia, memang tak terlepas dari pelbagai kesalah pahaman.
Ketika ia salah menuduhku, mungkin saja hal tersebut bukan muncul dari lubuk hatinya, tapi hanya terperangkap oleh siasat busuk orang lain" Berpikir sampai disitu, perasaan gusarnya terhadap Siau Hui-uh pun seketika hilang tak berbekas, ketika sinar mata mereka saling bertemu, kedua belah pihak pun sama-sama merasa bersalah dan meminta maaf.
Segulung angin berhembus lewat dihutan tho, dari balik rimbunnya pepohonan, tiba tiba terbang keluar seekor bangau berwarna abu-abu, tidak nampak bagaimana bangau itu membentangkan sayap, tahu tahu ia sudah terbang mendekat.
Dengan perasaan heran Tian Mong-pek pasang mata baik-baik, ternyata yang semula dia angkap sebagai bangau abu-abu yang bergerak mendekat itu merupakan kumpulan asap kabut, tatkala terbang diatas kepala semua orang, bangau abu-abu itupun berubah jadi selapis asap begitu terkena sambaran pedang dan buyar ke empat penjuru.
"Bagus" serentak Hoa-san-sam-ing berteriak, "San-im lojin telah datang" "Aaah, siau-supek telah datang" teriak Siau Hui-uh pula kegirangan.
Belum selesai dia erteriak, dari balik hutan tho kembali terbang datang serentetan bangau kecil disusul seseorang meluncur tiba dengan kecepatan tinggi.
Dia adalah seorang kakek kecil pendek berbaju putih, dipunggungnya menggendong seseorang, sedang ditangannya menggenggam sebuah huncwee yang amat besar, panjang huncwee itu hampir tiga depa (1 meter), berwarna putih berkilat dan tergantung sebuah kantung tembakau.
Sambil menghisap huncweenya, tiada hentinya kakek itu menyemburkan asap dari hidungnya, asap yang tersembur keluar itulah berubah jadi bangau- bangau kelabu kecil, ada yang besar, ada pula yang kecil.
Semua bangau itu beterbangan diantara bunga tho dan tampak seperti bangau benaran.
Belum pernah Tian Mong-pek menyaksikan peristiwa semacam ini, untuk berapa saat dia hanya terdiri melongo.
Dalam pada itu Hoa-san-sam-ing maupun Siau Hui-uh telah berlarian menyongsong kedatangan kakek itu.
Tampak si kakek kembali menghisap huncwee nya dalam-dalam lalu disembur keluar, kali ini asap yang disembur keluar semuanya berbentuk anak panah.
Anak panah yang tersembur itu segera mengejar asap bangau yang diciptakan semula kemudian membidiknya satu per satu.
Dalam waktu singkat hujan panah yang dilepaskan itu menghancurkan asap bangau yang ada hingga tak tersisa satupun.
Menyaksikan adegan ini, Tian Mong-pek menghela napas panjang, ia merasa seakan sedang bermimpi.
Sementara itu Siau Hui-uh sudah menarik bahu kakek itu sambil berseru: "Siau supek, kenapa kau orang tua bisa sampai disini?" Hoa-san-sam-ing telah maju pula memberi hormat.
Kakek itu selain putih rambut dan jenggotnya, diapun mengenakan pakaian putih bagai salju, kalau ditambah lagi dengan bangau kelabu yang disembur dari asap tembakaunya, orang yang tak tahu pasti akan menganggapnya dewa.
Tampak dia mengeluarkan asapnya yang terakhir, kemudian baru berkata sambil tertawa nyaring: "Bagus, bagus, ayoh bangun semua.
Sewaktu aku dengar bocah itu mengatakan kalau disini ada nona yang begini, begini bentuknya, aku segera tahu kalau kau pasti ada disini, tapi mengapa kau malah berkelahi sendiri dengan kepodang-kepodang cilik dari gunung Hoa-san?" "Darimana kau orang tua bisa kenal dengan mereka?" seru Siau Hui-uh manja, "mereka .
. . . .. mereka . . . . .. tanpa sebab yang jelas, mereka...
mereka ingin menangkapku untuk dikawinkan dengan adik nya" Kakek berbaju putih itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha....aku si orang tua selalu berdiam di gunung Hoa-san, tentu saja kenal dengan mereka si nona-nona yang sepanjang hari suka keluyuran digunung" Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya: "Eii, kenapa kalian ingin menangkap keponakanku untuk dipaksa kawin" Biarpun keponakanku ini sedikit agak liar, diapun seorang nona asli!" Merah padam wajah tiga kepodang dari Hoasan, dengan wajah tersipu mereka tundukkan kepalanya .
"Ngawur.... ngawur . . . . .. betul-betul ngawur semua .
. . . .." kembali kakek itu menggeleng sambil tertawa.
"Darimana kau orang tua bisa tahu kalau aku berada disini?" tanya Siau Hui-uh kemudian.
"Ditengah jalan tadi, kulihat ada seorang lelaki dengan membawa seorang gadis melarikan kudanya kencang-kencang, dari sikap dan gerak geriknya, aku tahu kalau ia sedang panik, gugup dan tergesa gesa.
Melihat itu aku keheranan dan minta dia hentikan lari kudanya, siapa tahu bocah itu mungkin kuatir perbuatan jahatnya ketahuan, begitu mendengar aku bertanya soal gadis itu dan melihat pula kepandaianku, ternyata tanpa bicara ia segera tinggalkan gadis yang dibawanya itu" Kemudian setelah menggeleng sambil tertawa, terusnya: "Orang itu betul-betul sangat licik, menanti aku orang tua membopong bocah perempuan itu, dia sudah melarikan diri.
Saat itu aku si orang tua menjumpai kalau bocah perempuan ini terkena obat pemabok bahkan terluka pula, terpaksa kuobati dulu lukanya kemudian baru bertanya, ternyata ia terburu buru ingin kembali ke hutan bunga tho ini.
Aku kuatir dia kelewat emosi, maka jalan darah tidurnya kutotok dulu kemudian baru menyusul kesini, ternyata kalian semua pun ada ditempat ini" Sambil berkata ia turunkan orang yang dibopongnya itu.
Begitu melihat siapa yang digendong kakek itu, kontan Tian Mong-pek menjerit kaget: "Ling-ling .
. . . . . . . .." Kakek berbaju putih itu memandang Tian Mong-pek berapa kejap, ujarnya setelah itu: "Ooh, rupanya kaulah sang paman yang disebut bocah ini" Ehm, ternyata memang bukan pemuda jahat" Sementara itu Tian Mong-pek telah memburu maju ke hadapan kakek itu.
"Ternyata ketajaman mata kau orang tua memang hebat" terdengar Siau Hui-uh berseru sambil tertawa, "dalam sekali pandang sudah tahu kalau dia jahat atau tidak" Kakek berbaju putih itu tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha, bagus, bagus sekali, sejak kapan kau si budak liar mulai menghargai seorang lelaki" Bukankah kau sering mengatakan kalau lelaki itu seperti lumpur, kotor lagi bau .
. . . . . . .." Merah padam selembar wajah Siau Hui-uh karena jengah, untuk sesaat dia tak sanggup berkata-kata.
"Hahaha... bagus, sangat bagus" kembali kakek itu berkata sambil tertawa, "ternyata pipi mu mulai memerah karena jengah" Dalam pada itu Tian Mong-pek merasa sangat gembira, amat lega setelah melihat Kiong Ling-ling tertidur begitu pulas dalam pelukan kakek berambut putih itu, khususnya setelah melihat napasnya yang teratur dan pipinya yang mulai merah bercahaya.
Dipihak lain, secara diam-diam Hoa-san-sam-ing saling bertukar pandangan sekejap, lalu sambil memberi hormat katanya: "Bila kau orang tua tak ada perintah lain, boanpwee sekalian hendak mohon diri" Sambil tertawa kakek itu manggut-manggut, ujarnya: "Sekembali ke gunung Hoa-san, sering-seringlah kalian berkunjung ke san-im, ditempat ku sudah tak ada yang bakal mengganggu kalian lagi" Hoa-san-sam-ing mengiakan, baru akan meninggalkan tempat itu, mendadak terdengar Siau Hui-uh berseru sambil tertawa dingin: "Hmm, kalian ingin pergi dengan begitu saja?" Ouyang Miau bertiga saling bertukar pandangan sekejap, agak tersipu mereka menghentikan langkahnya.
"Eei, kenapa kau melarang mereka pergi .
. . . . . . .." tanya si kakek keheranan.
"Mereka telah menfitnahku .
. . . .. memaksa aku untuk . . . . ..untuk....." Tiba-tiba ia melirik Tian Mong-pek sekejap kemudian menghentikan perkataannya.
Tian Mong-pek cukup tahu penyebab gadis itu tidak meneruskan ucapannya, tanpa terasa ia lemparkan sekulum senyuman terima kasih kepadanya.
Walau hanya dalam satu tatapan mata, namun kedua belah pihak tahu kalau masing-masing telah dimaafkan, hal ini membuat perasaan hangat pun muncul dihati kecil mereka berdua.
Ketika sepasang mata beradu, bagaikan seorang gadis alim, tersipu sipu Siau Hui-uh menundukkan kepalanya.
Sambil tertawa kakek berbaju putih itu segera mengulapkan tangannya.
"Hei kepodang-kepodang cilik" serunya, "sekarang kalian sudah boleh terbang" Hoa-san-sam-ing segera memberi hormat kemudian bergegas meninggalkan hutan bunga tho.
Sepeninggal ke tiga orang kepodang, kakek berbaju putih itu baru menepuk bahu Tian Mong-pek dengan huncwee nya, lalu ujarnya sambil tertawa: "Hei bocah, ternyata kau hebat juga, aku ingin tahu, dengan cara apa kau bisa mengubah watak aneh keponakan perempuan ini jadi begitu lembut?" Merah padam selembar wajah Tian Mong-pek.
Sedang Siau Hui-uh segera berseru manja: "Belum lagi bertanya siapakah dia, kau orang tua sudah mengajaknya bergurau" "Oya" Lantas siapa dia?"
"Dia tak lain adalah putra dari perempuan yang dalam pandangan kau orang tua sebagai wanita terbaik" "Siapa dia?" berubah paras muka kakek berbaju putih itu.
Walaupun pertanyaan yang sama, namun nada bicaranya sangat berbeda dengan nadanya tadi.
Tampaknya Siau Hui-uh sengaja hendak membuat kakek itu panik, bukannya menjawab, dia malah berpaling dan ujarnya kepada Tian Mong-pek sambil tertawa: "Biarpun dia orang tua agak aneh wataknya, tapi sikapnya terhadap ibumu baik sekali, malah dia memiliki sebuah nama yang aneh sekali, ia bernama Mo Mok-ngo (Jangan melupakan daku), apakah kau pernah mendengar nama ini"' Tian Mong-pek merasa terperanjat sekali, tiba-tiba ia teringat dengan pesan terakhir ibunya: \\ .
. . . . .. pergilah ke belakang San-im digunung Hoa-san, carilah seorang kakek yang bernama Mo Mok-ngo, asal kau memanggil namanya, ia akan muncul dihadapanmu dan membawanya pergi ke suatu tempat yang sangat II rahasia .
. . . . . . .. Ketika mendongakkan kepala, ia jumpai paras muka kakek berbaju putih itu telah berubah jadi amat serius.
Melihat itu sambil tertawa seru Siau Hui-uh: "Jika kau orang tua ingin bertemu Sam A-ie, suruh saja dia ajak II dirimu .
. . . . .. "Sam A-ie mu sudah meninggal" tukas kakek berbaju putih itu serius.
Bergetar sekujur tubuh Siau Hui-uh, tanpa terasa ia berpaling kearah Tian Mong-pek sambil bertanya: "Beee....
benarkah itu?" Dengan sedih Tian Mong-pek mengangguk.
Siau Hui-uh tertegun berapa saat, dengan air mata berlinang bisiknya gemetar: "Kee....
kenapa tidak kau katakan sejak dulu?" Kelihatannya dia mempunyai hubungan batin yang sangat dalam dengan bibi ketiganya itu.
Tian Mong-pek selain sedih, diapun merasa berterima kasih sekali, untuk sesaat dia tergagap, tak mampu mengucapkan sepatah katapun sementara air matanya mulai mengembang.
Mendadak Mo Mok-ngo melompat kehadapan Tian Mong-pek, lalu sepatah demi sepatah kata tanyanya: "Jadi kau adalah putra Tian Hua-uh....?" ll "Boanpwee .
. . . . . .. Mo Mok-ngo tertawa dingin, tiba tiba huncwee nya disabet ke muka dengan kecepatan tinggi, langsung mengancam jalan darah ciang-tay-hiat di dadanya.
"Hei, apa yang hendak kau lakukan?" jerit Siau Hui-uh.
"Bajingan ini penipu!" kata Mo Mok-ngo ketus.
"Penipu" Menipu apa?" tanya Siau Hui-uh kaget.
"Putra sam a-ie mu dengan Tian Hua-uh sudah mendatangi gunung Hoa-san dan menemui aku berapa waktu berselang, bahkan dia beritahu kalau sam a-ie sudah meninggal karena sakit, sebelum meninggal berpesan agar dia datang mencari aku, minta aku menghantar ke tempat ayahnya dan menyerahkan semua barang milik ayahnya kepada dia.
Ketika aku dengar kau dan siau-Hoa telah keluar rumah, maka akupun ikut berpesiar ke wilayah Kanglam, karena itu pula aku dapat berjumpa dengan kau di telaga Tay-ou.
Tapi sekarang bajingan ini berani membohongi aku, mengaku kalau dia adalah putra Tian Hua-uh, masa aku tak boleh kasi pelajaran terhadap manusia semacam ini?" "Tapi.....
tapi siapa tahu justru orang itu yang gadungan?" kata Siau Hui-uh agak tergagap.
"Orang persilatan mana yang mengetahui namaku" Siapa pula yang tahu cara menemukan aku di gunung Hoa-san" Jika orang itu gadungan, darimana dia bisa mengetahui saat kematian bibi ke tigamu bahkan dia mengetahui tentang Tian Hua-uh jauh lebih jelas dari siapa pun.
Lagian orang itu bersih, tampan dan sangat cerdas, bila orang itupun dianggap gadungan, aku yakin orang ini terlebih tidak asli" Tian Mong-pek yang mendengar kesemuanya itu merasa gelisah bercampur gusar, namun diapun tercengang.
"Siapa pula pemuda itu?" demikian ia berpikir, "darimana ia bisa tahu semua rahasia itu" Kenapa pula dia harus menyaru jadi aku?" Namun walaupun sudah dipikir lebih mendalam pun tiada jawaban memuaskan yang diperoleh, diapun tak dapat menebak siapa gerangan orang itu.
Setelah tertegun berapa saat, kembali Siau Hui-uh menghela napas sambil berkata: "Sekalipun gadungan, tapi ia tak pernah berbuat kejahatan, ampunilah dia!" Mo Mok-ngo menatap Siau Hui-uh berapa saat lalu menyerahkan Kiong Ling-ling ketangan gadis itu, perlahan ia membuka kantong tembakau, mengambil sedikit daun tembakau itu dan disulut dengan api.
"Hei, apa yang hendak kau lakukan?" tak tahan Siau Hui-uh bertanya.
Tiba tiba saja ia merasa sangat menguatirkan keselamatan si penipu itu, hal mana membuat pipinya kembali memerah.
Mo Mok-ngo menghembuskan asap huncwee nya langsung ke tenggorokan Tian Mong-pek, seketika pemuda itu merasakan tenggorokannya jadi lancar, biarpun badannya belum mampu bergerak, namun ia sudah dapat bersuara.
"Katakan kepadaku, siapa kau sebenarnya?" kembali Mo Mok-ngo menghardik.
Tian Mong-pek tertawa dingin, ia sama sekali tak menjawab.
"Kau berani tidak menjawab?" bentak Mo Mok-ngo gusar.
Tiba tiba dia membuka mulutnya dan kembali menyemburkan asap tembakau.
Setiap pertanyaan yang tidak dijawab, langsung disambut kakek itu dengan semburan asap, berpuluh asap tembakau itu seakan tusukan anak panah yang menembusi kulit badannya.
Dalam waktu singkat seluruh tubuhnya sudah bermandikan keringat, tapi pemuda itu tetap menggigit bibir tanpa menjawab sepatah katapun.
Siau Hui-uh jadi gelisah bercampur kasian, katanya sambil menghela napas sedih: "Mengapa kau tidak bicara?" Tian Mong-pek tertawa kelap, jawabnya: "Bicarapun tak ada yang percaya, buat apa aku musti buang waktu dan tenaga?" "Tapi bila kau bisa memperlihatkan tanda pengenal yang membuktikan .
. .

Panah Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

. . .." "Aku adalah aku, kau adalah kau" tukas Tian Mong-pek gusar, "bila ada orang tak percaya kalau kau adalah Siau Hui-uh, bersediakah kau mencari tanda pengenal untuk membuktikan dirimu?" Siau Hui-uh tertegun, betul juga! Bukankah tadi ada yang tak percaya kalau dia adalah Siau Hui-uh, mengapa saat itu dia tidak berusaha menunjukkan tanda pengenal yang bisa membuktikan hal ini" sebagai orang yang berwatak keras, ia lebih suka menerima fitnahan itu daripada berusaha membuktikan diri.
Maka diapun mulai bertanya kepada diri sendiri: "Jangan-jangan kali inipun kami telah menuduhnya tanpa dasar?" Sementara dia masih termenung, sambil tertawa dingin Mo Mok-ngo telah berkata lagi: "Hmm, tidak kusangka kau begitu keras kepala!" Tian Mong-pek benar-benar merasa sedih bercampur gusar, setelah menghela napas panjang katanya: "Sejak dilahirkan, aku memang tidak memiliki apapun, bahkan sekarang akupun harus kehilangan nama.
Satu satunya yang kumiliki tinggal keras hati.
Kau boleh saja merampas namaku, kebebasanku, kehormatanku bahkan kau boleh merampas nyawaku, tapi keras hati tak pernah dapat kau rampas dariku!" Siau Hui-uh merasa hatinya bergolak keras, ucapan tersebut sangat menggetarkan perasaan hatinya.
Sementara Mo Mok-ngo berkerut kening, mendadak terdengar suara gelak tertawa nyaring bergema membelah keheningan, lalu terdengar seseorang berseru nyaring: "Seorang lelaki yang benar-benar berhati baja!" Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, terlihat seorang pendeta gemuk besar dengan memanggul sebuah bule-bule besar muncul dari balik hutan.
Dalam sekilas pandang, Tian Mong-pek segera mengenali pendeta itu sebagai hwesio arak dan daging yang telah membuat perjanjian pertarungan mati hidup dengan Tu Hun-thian sewaktu berada digunung Mo-kan-san tempo hari.
Tatkala hwesio itu berdiri disamping Mo Mok-ngo, terlihat perawakan tubuhnya tiga depa lebih tinggi dari rekannya, dalam pandangan pemuda itu, perawakan tubuhnya ibarat seorang raksasa.
Mo Mok-ngo berkerut kening kemudian serunya sambil tertawa nyaring: "Ooh, rupanya kau" Ternyata kau si gemuk belum mampus, mau apa datang kemari?" "Wah, tak kusangka kau masih teringat dengan diriku, luar biasa, sungguh luar biasa" seru hwesio gemuk itu tertawa.
Kemudian setelah menatap wajah Mo Mok-ngo berapa kejap, terusnya: "Berapa tahun tak bersua, sungguh tak nyana makin tua kau semakin keras kepala" "Sudah, tak usah dilanjutkan, tampaknya aku bakal ketimpa sial lagi" tukas Mo Mok-ngo Kemudian sambil berpaling kearah Siau Hui-uh katanya: "Lebih baik kau diumpat hwesio ini daripada dipuji puji, begitu dia mulai menyanjungmu, itu berarti bakal ada permintaan yang bakal diajukan dan kau tak bakal bisa lolos dari cengkeramannya" Mendengar itu kontan saja hwesio gemuk itu tertawa tergelak.
"Hahaha, ternyata loheng memang sahabat karibku" "Hmm, orang persilatan menyebutmu Thian-ma-ciang (pukulan kuda langit), tapi menurut aku, kau lebih cocok disebut Pa-ma-ciang (Pukulan jilat pantat).
Hei Ma hwesio, ada urusan apa kau datang kemari, apa yang harus kulakukan untukmu?" Ketika tahu kalau hwesio gemuk itu adalah Thian-ma ceng-jin, diam diam Tian Mong-pek merasa terkesiap, sambil tertawa getir pikirnya: "Sama sekali tak kusangka, dari tujuh manusia kenamaan dunia persilatan, hari ini kembali aku bertemu dengan salah satu diantaranya!" Tampak Thian-ma hwesio menuding kearah Tian Mong-pek sambil berkata: "Loheng tak usah kuatir, aku hanya ingin mengajak pergi anak muda itu" "Jadi kau kenal dengan dirinya?" tanya Mo Mok-ngo tertegun.
"Tidak, sama sekali tidak, antara aku dengan dia tiada hubungan sanak maupun saudara" "Kalau bukan sanak saudara, kenapa hendak mengajaknya pergi?" Tian Mong-pek sendiripun merasa tercengang bercampur kaget, belum sempat bertanya, terdengar Thian-ma hwesio telah berkata: "Karena aku mempunyai satu urusan yang sangat penting, dikolong langit saat ini, kecuali pemuda ini, tak ada orang lain yang mampu melakukannya" "Urusan apa?" kembali Mo Mok-ngo tertegun.
"Urusan ini rahasia sekali, aku tak bisa memberitahukan kepadamu" Mo Mok-ngo termenung sesaat, mendadak bentaknya: "Siapa disitu?" Sambil putar badan ia semburkan segumpal asap huncwee ke dalam hutan bunga tho.
Tampak daun dan bunga berguguran, dari balik hutan terlihat dua sosok manusia berdiri tertunduk, seorang lelaki tua dan seorang pemuda, ternyata mereka tak lain adalah Hong Sin dan Hong It, ayah beranak.
"Mau apa kalian berdua datang kemari?" tegur Siau Hui-uh keheranan.
Hong Sin berdua tak berani menjawab.
Sambil tertawa Thian-ma hwesio segera menjelaskan: "Akulah yang mengajak mereka berdua datang kemari" Ternyata Thian-ma hwesio sedang melacak keberadaan bendera Pek-poh-ki, ketika Hong Sin berdua berhasil melarikan diri dari ujung pedang Kiong Gim-pit, secara kebetulan mereka berdua bertemu dengan hwesio ini.
Dari merekalah Thian-ma hwesio baru tahu kalau Chin Mo-cuan telah tewas, sementara panji kain putih itu terjatuh ke tangan seorang pemuda bermarga Tian.
Maka dia pun mengajak Hong Sin berdua melacak keberadaan Tian Mong-pek.
Ditengah jalan mereka berjumpa dengan Sun Giok-hud yang kabur karena takut dengan Mo Mok-ngo, dari mulut orang ini pula mereka tahu kalau orang yang dicari berada di hutan bunga tho.
Ketika tiba ditepi hutan, Hong Sin dan Hong It tak berani ikut masuk, siapa tahu ketika sedang mengintip dari balik pohon, jejaknya ketahuan Mo Mok-ngo.
"Hei anak muda" tegur Thian-ma hwesio sambil tertawa, "tahukah kau kenapa lohu datang mencarimu?" "Aku sama sekali tak kenal dengan dirimu, tolong jangan mencampuri urusanku" sahut Tian Mong-pek ketus.
Begitu melihat kemunculan Hong Sin berdua, kemudian teringat dengan perkataan yang diucapkan si hwesio ketika berada di bukit Mo-kan-san, ia segera tahu karena apa pendeta itu datang mencarinya.
"Aneh sekali" seru Thian-ma hwesio cepat, "aku datang untuk menolongmu, masa kau suruh aku tidak ikut campur?" "Silahkan segera pergi dari sini!" tukas Tian Mong-pek sambil pejamkan matanya.
"Hahaha, kalau pergi dari sini, kau bakal mati terpanggang oleh asap huncwee tua bangka itu.
Jadi..... aku tak boleh tinggalkan dirimu" "Hmm, biar harus matipun aku tak bakal menyanggupi permintaanmu itu, jadi lebih baik pergi saja ketimbang membuang waktu dan tenaga dengan percuma" "Jadi kau sudah tahu apa yang harus kau lakukan?" "Tepat sekali!" jawab Tian Mong-pek sambil mendengus dingin.
"Dan kau menampik?" berubah paras muka Thian-ma hwesio.
"Tepat!" "Biar tak mau pun, kau harus bersedia!" bentak Thian-ma hwesio gusar, dia merangsek maju ke hadapan pemuda itu dan siap mencengkeramnya dengan tangannya yang besar.
Siapa tahu Mo Mok-ngo bertindak lebih cepat, bagai sambaran kilat huncweenya menyodok ke depan, dengan begitu cengkeraman dari Thian-ma hweesio persis mengarah keatas huncwee tersebut.
Kembali paras muka Thian-ma hwesio berubah, sambil membalikkan tubuh tegurnya: "Loheng, apa-apaan kamu?" Mo Mok-ngo tertawa dingin.
"Kalau ada persoalan, lebih baik dibicarakan secara baik-baik, kenapa harus main kasar begitu?" Sembari menyedot huncwee nva, perlahan-lahan ia bergeser sambil berdiri
Sembari menyedot huncwee nya, perlahan-lahan ia bergeser sambil berdiri dihadapan pemuda itu.
Thian-ma hwesio tertegun, dia lepaskan bule-bule dari punggungnya, sesudah menenggak arak baru tanyanya: "Lalu apa yang harus kuperbuat?" "Tunggu saja, biar aku pertimbangkan dulu persoalan ini" Begitulah, untuk sesaat kedua orang itu saling berhadapan tanpa bicara, yang satu menghisap huncwee nya, yang lain meneguk arak, biarpun sikap mereka berdua masih santai, padahal perasaan hati makin lama semakin tegang.
Tiba tiba Mo Mok-ngo tersenyum, sembari menyemburkan asap huncwee nya, ia berkata: "Biarpun belakangan ilmu silatmu mendapat kemajuan pesat, sayang kau masih bukan tandinganku" "Kalau benar, lantas kenapa?" jawab Thian-ma hwesio sambil meneguk arak.
"Menurut pendapatku, lebih baik tinggalkan tempat ini secepatnya!" Thian-ma hwesio tertawa dingin, mendadak ia menggapai ke arah asap bangau yang disemburkan lawan, begitu digenggam, tahu tahu asap itu sudah membeku lalu mengkristal, katanya: "Meneguk arak tanpa hidangan, rasanya kurang mantab, biarlah kugunakan bangau ini sebagai teman minum arak" Sambil bicara dia gigit sayap asap bangau itu lalu mengunyahnya dengan nikmat, sementara sisa asap yang setengah ternyata masih berada dalam genggaman.
Demonstrasi tenaga dalam semacam ini betul-betul hebat dan luar biasa.
Kontan saja Mo Mok-ngo tertawa tergelak, serunya: "Membakar alat musik, memasak bangau.
Dasar hwesio busuk, kau hanya merusak pemandangan" Baru selesai ia bicara, tiba tiba dari balik hutan bunga tho kembali terdengar suara keluhan seseorang yang lemah dan mengenaskan: "Mereka menganiaya aku, mereka menganiaya aku .
. . . .." Menyusul kemudian terdengar seorang lelaki tua menyahut: "Jangan menangis nak, ayah akan menyelesaikan masalahmu...." Sewaktu semua orang berpaling, terlihat seorang gadis berbaju hijau dituntun seorang kakek kurus, berjalan keluar dari balik hutan dengan langkah lebar.
"Eeei, kenapa tua bangka inipun muncul disini?" seru Thian-ma hwesio tanpa terasa.
Ternyata tua dan muda yang baru muncul tak lain adalah Tu Hun-thian serta putrinya, Tu Kuan.
Rupanya Tu Hun-thian yang menguatirkan keselamatan putrinya segera melakukan pencarian ke empat penjuru, akhirnya dia berhasil menemukan Tu Kuan yang sedang berlarian keluar dari hutan.
Dengan perasaan sedih Tu Kuan mengadukan semua kesedihannya kepada sang ayah dan mengajaknya menuju ke situ.
Tampak Tu Hun-thian agak tertegun sewaktu melihat kehadiran Thian-ma hwesio ditempat itu, kemudian sapanya sambil tertawa: "Taysu, kenapa kaupun berada disini .
. . . . . . .." Lalu sambil menengok Tian Mong-pek sejenak, terusnya: "Apakah lote ku ini punya permasalahan dengan taysu?" "Hahaha, tidak ada....
tidak ada . . . . .." jawab Thian-ma hwesio sambil tertawa tergelak.
"Pemuda itu hanya telah menyalahi aku si orang tua" sambung Mo Mok-ngo dingin.
Dengan sorot matanya yang tajam Tu Hun-thian menyapu sekejap wajah kakek itu, setelah menatap huncweenya yang besar dan berpikir sejenak, tegurnya: "Apakah kau adalah Yan-hok lojin (kakek asap bangau) yang tersohor dalam dunia persilatan?" "Tajam amat pandangan matamu" "Cayhe Tu Hun-thian, boleh tahu dalam urusan apa lote ku ini telah menyalahi anda?" "Jadi kaupun ingin meminta balik pemuda itu dari tanganku?" "Tidak berani .
. . . .." dia genggam tangan Tu Kuan erat-erat, kuatir putrinya mendadak menubruk kearah Tian Mong-pek.
"Hahaha, bagus, bagus sekali" seru Mo Mok-ngo sambil tertawa nyaring, "sungguh tak disangka hanya gara-gara seorang pemuda semacam ini telah menggerakkan dua dari tujuh orang kenamaan untuk datang menghadapi diriku" Setelah memandang sekeliling tempat itu sekejap, ia berpaling sambil bertanya: "Hei anak muda, bila aku bebaskan dirimu, kau hendak pergi mengikuti siapa?" Sekalipun ilmu silat orang tua ini lihay dan wataknya aneh, namun dia enggan mencari masalah dengan dua dari tujuh manusia terkenal itu.
Terdengar Tian Mong-pek tertawa dingin, jawabnya: "Mereka berdua sama sekali tak ada hubungan denganku, lebih baik cepat suruh mereka menyingkir dari sini" Kali ini Mo Mok-ngo yang dibuat melengak, agak keheranan ia berpaling sambil bertanya: "Hui-ji, sebenarnya pemuda itu .
. . . . . .." Kini dia baru tahu, ternyata Siau Hui-uh telah pergi meninggalkan tempat itu.
Ternyata ketika Siau Hui-uh menyaksikan sikap Tian Mong-pek yang keras kepala, dia semakin tidak percaya kalau pemuda itu adalah penipu, setelah berpikir berapa saat, tiba tiba ia teringat, bukankah Hong Ku-bok kenal dengan pemuda itu" Maka diapun putuskan untuk pergi mencari Hong Ku-bok, bukankah orang itu dapat membuktikan identitas sang pemuda yang sebenarnya" Berpikir begitu, tanpa ragu lagi ia segera tinggalkan tempat itu.
Ketika tiba diserambi samping, ia temukan pintu rahasia itu, maka dengan cepat gadis itu menerobos masuk ke dalam, tapi pemandangan yang kemudian terlihat membuat hatinya miris.
Dengan tangan sebelah menggendong Kiong Ling-ling, tangan yang lain dia tarik Hong Ku-bok.
Saat itu kondisi Hong Ku-bok sudah amat parah, napasnya tinggal satu dua, bagaimana mungkin masih mampu berbicara" Cepat ia ambil keluar sebutir pil keluarganya dan dijejalkan ke mulut lelaki itu, walaupun obat tersebut belum tentu sanggup memunahkan racun ditubuhnya, paling tidak masih bisa mempertahankan nyawanya untuk sesaat.
Betul saja, tak lama kemudian Hong Ku-bok memuntahkan cairan hijau, setelah itu perlahan-lahan tersadar kembali.
Siau Hui-uh tidak banyak bicara lagi, dia segera menyeret Hong Ku-bok keluar dari lorong rahasia, tanyanya: "Betulkah pemuda itu adalah putra bibi ke tiga?" Hong Ku-bok mengangguk tanda membenarkan, secara ringkas diapun menceritakan pengalamannya ketika bertemu Tian Mong-pek.
Tambahnya: "Dengan mata kepala sendiri kusaksikan dia jalan bersama sam-hujin, walaupun sam hujin belum pernah mengatakan kalau dia adalah putranya, II namun dalam pembicaraan, hujin pun tidak menyangkal .
. . . .. Belum selesai ia berkata, Siau Hui-uh sudah berteriak kegirangan, sambil berlarian keluar, teriaknya: "Siau supek, dia benar-benar adalah Tian Mong-pek, dia bukan penipu .
. . . . .." Sementara itu, tiga tokoh tersohor yang disegani umat persilatan itu sedang mengurung Tian Mong-pek rapat rapat.
Terdengar Thian-ma hwesio berkata: "Pemuda ini ada urusan penting denganku, apapun yang terjadi, hari ini aku harus membawanya pergi" "Hari ini" kata Tu Hun-thian pula, "bila lohu gagal selamatkan pemuda ini, aku bakal menyesal seumur hidup, karena itu lohu pun siap menyalahi kalian berdua" Mo Mok-ngo benar-benar tercengang dibuatnya, ia tak tahu apa keistimewaan pemuda itu, kenapa gara-gara seorang pemuda biasa, tokoh silat kenamaan bersedia saling bermusuhan" Coba tidak menyaksikan sendiri, siapa yang bakal percaya dengan kejadian ini" Ketika ia masih serba salah, teriakan keras Siau Hui-uh berkumandang tiba, karenanya dengan kening berkerut bentaknya: "Siapa pun diantara kalian berdua, jangan harap bisa membawanya pergi?" "Kenapa?" tanya Tu Hun-thian maupun Thian-ma hwesio hampir berbareng.
Dalam pada itu Siau Hui-uh telah menyeret Hong Ku-bok ke tengah lapangan, serunya pula: "Dia benar benar adalah putra bibi ke tiga, Hong Ku-bok adalah saksinya!" Hong Sin serta Hong It yang menyaksikan kejadian tersebut, segera sadar kalau satu pertempuran seru tak bakal terhindar, bagaimana mungkin mereka berdua berani tampil diantara kawanan tokoh sakti itu" Diam-diam Hong Sin menarik baju putranya, kedua orang itu saling bertukar pandangan, sekali lagi mereka ngeloyor pergi secara diam diam.
Saat itu suasana ditengah arena sedang amat tegang, ternyata tak seorangpun yang memperhatikan ulah kedua orang itu.
Mo Mok-ngo mengerutkan dahinya rapat rapat, ia tidak bicara apapun, tapi huncwee nya dihisap terus seperti orang kalap.
Sambil tertawa dingin Thian-ma hwesio menegur: "Hei, asap dalam huncwee mu toh tak ada dendam sakit hati apapun denganmu, bagaimana kalau ditinggali sedikit, hisaplah selesai bicara nanti" "Tian kongcu tak kenal dengan kau si hwesio" ujar Tu Hun-thian pula, "biarpun kau bicara seribu patah kata lagipun, hasilnya tetap sama saja" "Hahaha, memangnya dia kenal dengan dirimu" Sekalipun ingin mencarikan suami untuk putrimu, aku rasa kaupun tak usah kelewat terburu napsu!" Kontan saja paras muka To Hun-thian berubah hebat, tapi sebelum ia sempat mengumbar amarah, sambil tersenyum Mo Mok-ngo telah berkata: "Kita bertiga sudah kenal puluhan tahun lamanya, buat apa api amarahmu masih begitu besar?" Tu Hun-thian tertawa dingin, pikirnya: "Sejak kapan aku sudah kenal dengan dirimu?" tapi dia tetap membungkam.
Kembali Mo Mok-ngo berkata: "Aku rasa persoalan yang kita hadapi sekarang tak bisa diselesaikan dengan dua-tiga patah kata, kenapa kita tidak berunding dengan lebih serius" Aku rasa kalian berdua tentu percaya dengan diriku bukan, asal kalian tidak pergi, akupun tak bakalan ikut pergi" Tu Hun-thian dan Thian-ma hwesio saling bertukar pandangan sekejap, pikirnya: "Orang ini sudah cukup umur dan tersohor didunia persilatan, rasanya tak mungkin akan berbohong" Karena itu merekapun segera mengiakan.
Diiringi tertawa nyaring, kembali Mo Mok-ngo berkata: "Kalau begitu, mari kita berbincang dibawah pohon sana" Sedang dia sendiri menuju ke samping Siau Hui-uh sambil berbisik: "Kedua orang itu bukan lentera yang kehabisan minyak, biar aku yang kendalikan mereka berdua, sementara kau ajaklah Tian Mong-pek untuk pulang dulu ke lembah.
Tapi hati-hati, pemuda bermarga Tian itu aneh orangnya, jangan sampai dia kabur ditengah jalan" Siau Hui-uh segera mengiakan.
Kembali Mo Mok-ngo berpesan: "Setelah meninggalkan tempat ini, cepat naik ke atas perahu, daripada tertangkap mereka berdua.
Sesudah menyeberangi telaga Tay-ou, tunggulah aku satu hari di kota Lit-yang.
Bila aku belum datang juga, berangkatlah lebih dulu, sedang urusan disini serahkan saja kepadaku" Waktu itu, biarpun Tu Hun-thian dan Thian-ma hwesio telah duduk menanti dibawah pohon, namun sorot mata mereka tak pernah bergeser dari Mo Mok-ngo.
Melihat itu, sambil tertawa keras ujar kakek berbaju putih itu: "Keponakan perempuan ku ini memang susah disuruh menunggu, aku harus membujuknya berulang kali sebelum dia mau tetap menunggu disini" Ketika lewat disisi Tian Mong-pek, dengan ujung kakinya ia tendang tubuh pemuda itu.
Seketika ia merasakan jalan darahnya yang tertotok telah terbebas semua, hanya saja empat anggota badannya tetap lemas, sama sekali tak bertenaga.
Dengan langkah yang santai Mo Mok-ngo segera berjalan menuju ke bawah pohon, katanya lagi: "Coba kalian berdua saksikan, bunga tho pada hari ini berbunga sangat indah .
. . . . . .." Tiba tiba terdengar Thian-ma hwesio membentak nyaring: "Mau kabur ke mana kau?" Rupanya Siau Hui-uh dengan tangan sebelah membopong Kiong Ling-ling, tangan yang lain menarik Tian Mong-pek telah kabur meninggalkan tempat itu.
Ditengah bentakan keras, Tu Hun-thian serta Thian-ma hwesio segera melakukan pengejaran.
"Hei, pembicaraan kita belum selesai, mau ke mana kamu berdua?" seru Mo Mok-ngo sambil menghalangi jalan pergi kedua orang itu.
Dengan mengandalkan kelincahan tubuhnya Thian-ma hwesio menghindarkan diri dari ancaman lawan, tapi huncwee ditangan kakek itu seakan seekor ular berbisa yang membelenggu dirinya, hal ini membuat si hwesio jadi kewalahan.
Apalagi Tu Hun-thian yang harus menarik tangan Tu Kuan, ia terlebih tak mampu menerobos lepas.
"Tua bangka sialan" umpat Thian-ma hwesio gusar, "ternyata perkataanmu lebih bau dari kentut busuk" Mo Mok-ngo tertawa tergelak.
"Hahaha, aku toh berjanji tak akan pergi, kapan aku bilang melarang Tian Mong-pek pergi dari tempat ini?" Huncweenya bagaikan tombak dan pedang tajam melancarkan berbagai serangan secara bertubi tubi, sementara semburan asapnya membuat hutan bunga tho itu diselimuti kabut yang makin lama semakin tebal.
Akhirnya dengan ketajaman mata Tu Hun-thian serta Thian-ma hwesio pun, mereka hanya bisa menyaksikan bayangan tubuh Mo Mok-ngo secara samar, sementara Tian Mong-pek dan siauhuiun entah sudah kabur ke mana.
Sementara itu Tu Kuan yang dipegang ayahnya berusaha meronta, ketika gagal melepaskan diri, ia ikut berteriak: "Tebal betul asap disini, Tian kongcu, Tian kongcu, kau jangan II tersesat .
. . . . . . . . . Bab 11. Lelaki sejati dari telaga Tay-ou.
Ditengah tebalnya asap, Siau Hui-uh dengan menarik tangan Tian Mong-pek kabur meninggalkan hutan bunga tho.
Dia bergerak sangat cepat, tenaga tarikan pun semakin kuat, meskipun Tian Mong-pek dapat mendengar teriakan memelas dari Tu Kuan, namun ia tak kuasa menahan diri untuk ikut berlarian hingga tiba ditepi telaga.
"Apa-apaan kamu ini?" tegur Tian Mong-pek kemudian gusar.
Siau Hui-uh tidak ambil peduli, sambil memegangi tangan pemuda itu, ia berteriak memanggil perahu.
Sudah berapa kali dia berteriak, namun tak terlihat sebuah sampan pun yang mendekat.
Sementara ia gelisah bercampur panik, ditengah remangnya cuaca, mendadak terlihat sebuah perahu bergerak mendekat.
Dengan kegirangan gadis itupun berteriak: "Pemilik perahu, pemilik perahu, seberangkan aku, akan kubayar mahal" Dalam ruang perahu itu sudah ada dua orang tamu, seorang tua dan seorang pemuda yang sedang berbincang bincang.
Terdengar pemuda itu berkata dengan nada benci: "Nasib bangsat she-Tian itu benar-benar baik, berulang kali bakal ketimpa sial, selalu ada orang yang tampil untuk membantunya" Pria tua rekannya tertawa tergelak.
"Hahaha, sekarang kita sudah berada diatas perahu, biarpun berapa orang tua bangka itu licik, jangan harap mereka bisa menemukan kita.
Asal ada kesempatan lagi, bila aku tak mampu menyiksa bajingan she-Tian itu hingga mati tak bisa, hiduppun susah, percuma aku disebut orang sebagai si pejagal keji Hong Sin" Ternyata kedua orang itu tak lain adalah Hong Sin dan Hong It.
Disaat mereka sedang berbincang itulah, kebetulan Siau Hui-uh berteriak dari tepi telaga.
"Coba dengar, suara siapa itu?" ujar Hong Sin dengan wajah berubah.
"Siapa lagi?" sahut Hong It gugup, "dialah si budak liar yang laki bukan laki, perempuan bukan perempuan itu.
Masih untung kita berada dalam perahu, cepat kabur, cepat kabur!" "Tunggu sebentar!" cegah Hong Sin sambil melongok keluar jendela, sesaat kemudian gumamnya, "ternyata tidak nampak tua bangka MO, yang ada hanya II dia serta orang she-Tian itu .
. . . .. "Selama ada dia, kita tak sanggup menghadapinya .
. . . .." "Dilawan secara otot mungkin kita tak mampu, tapi bisa dihadapi dengan memakai akal" kata Hong Sin sambil tertawa dingin, "masa hanya mengandalkan seorang budak liar serta lelaki bloon macam orang she-Tian pun, kita tak sanggup menghadapinya?" Dia segera melongok keluar ruangan sambil berseru: "Hei pemilik perahu, kami kenal dengan orang yang berteriak ditepi telaga itu, kasian kalau seorang gadis macam dia tak mendap at tumpangan, lagian kamipun bersedia menerima tumpangan mereka.
Hanya saja, kuatir dia malu, biar kami berdua sembunyi dibawah dek, dengan menghantar dia menyeberangi telaga, bukankah kalian pun akan peroleh sedikit uang tambahan?" Mendengar tawaran semacam itu, tentu saja si pemilik perahu jadi kegirangan.
"Tuan, kalian memang orang baik" seru istri pemilik perahu sambil membuka pintu dek bagian bawah.
Sekulum senyuman sinis segera tersungging diujung bibir Hong Sin, tapi kembali pesannya: "Jangan sekali kali mengatakan kalau dibawah dek ada orang lain, daripada gadis itu malu" Padahal tidak usah dipesan pun, demi tambahan uang, si pemilik perahu tak bakal mengatakan.
Tak terlukisnya rasa girang Siau Hui-uh ketika melihat ada perahu melaju mendekat, dia langsung menyeret Tian Mong-pek naik ke atas perahu sambil serunya: "Cepat! Cepat!" Perahu pun dengan cepat meluncur ke tengah telaga.
Setelah berada ditengah telaga, Siau Hui-uh baru menghembuskan napas lega, dia sangka sudah lolos dari mara bahaya, siapa sangka kalau bahaya yang lebih besar justru akan berasal dari bawah kakinya.
Kabut pagi lambat laun semakin memudar, telaga Tay-ou terlihat sangat indah.
Jauh memandang keluar jendela, perlahan Siau Hui-uh melepaskan genggamannya.
Ia membaringkan Kiong Ling-ling keatas tikar, kemudian sambil menatap Tian Mong-pek ujarnya: "Teriakan gadis tadi begitu menguatirkan keselamatanmu, sementara aku justru menyeretmu kemari, sudah pasti kau merasa tak suka hati bukan?" "Kau memang sesungguhnya tak berhak untuk menyeretku" jawab Tian Mong-pek ketus.
"Kalau tidak menyeretmu pergi, memangnya kau ingin tetap tinggal disitu, dipermainkan orang?" "Persoalan ini tak ada sangkut pautnya dengan dirimu, jangan kau sangka dengan kepandaian silatmu yang tangguh lantas boleh menentukan nasib orang lain" Ketahuilah, tiada seorang manusiapun berhak menfitnah dan menuduh orang dengan semena-mena, tiada pula seorang manusia pun yang boleh sesuka hati menolong orang lain karena iba, karena ada sementara manusia didunia ini yang tak sudi dibantu orang lain, tak sudi dikasihani orang lain" Mencorong sinar lembut dari balik mata Siau Hui-uh, tapi ia tetap berkata sambil tertawa dingin: "Kau enggan menerimanya" Memang kau memiliki kekuatan untuk menampik" Bila kau ingin menampik kebaikan atau kebusukan orang, maka paling tidak harus kau miliki dulu kemampuan untuk menampik kekuatan orang, kalau tidak, kau bukan enghiong tapi seorang blo'on" "Enghiong .
. . . .. blo'on . . . . .." Tian Mong-pek merasakan tubuhnya bergetar, perasaan kecut manis getir pahit nyaris berkecamuk jadi satu.
"Aku melakukan hal ini bukan lantaran kau" Siau Hui-uh menerangkan, "kau pun jangan mengira aku sama seperti gadis-gadis lain, berbuat begini karena menyukai dirimu" "Aku tidak berani" sahut Tian Mong-pek ketus.
Dalam hati kecil Siau Hui-uh menghela napas sedih, tapi ujarnya pula dengan ketus: "Aku berbuat begini karena bibi ke-tiga, aku tak ingin dia memiliki seorang .
. . . . . .." "Bibi ke tiga! Bibi ke tiga! Hmm, apa hubunganmu deng an dia?" tukas Tian Mong-pek gusar, "urusan ibuku biar diselesaikan keluarga Tian, kalian keluarga Siau tak usah banyak urusan" "Betul, bibi ke tiga memang ibumu, kau seharusnya berpikir untuk dia, dengan kepandaian silat yang kau miliki, bagaimana mungkin bisa balas dendam" Bagaimana mungkin bisa menghadapi banyak orang?" "Aku tak sudi mempelajari ilmu silat yang tak jelas asal usulnya" "Betul" ejek Siau Hui-uh sambil tertawa dingin, "kau bisa bersikap seorang enghiong, punya keberanian, hal ini menandak an kau memang seorang lelaki sejati, seorang hohan yang tak sudi merengek kepada orang lain, tapi bila kau ingin belajar silat, memangnya harus menunggu orang lain merengek kepadaku" Aku mengajakmu balik ke lembah karena ingin kau belajar silat, memangnya hal ini salah" Memangnya hal ini menyinggung perasaanmu?" Tian Mong-pek tertegun, sampai lama kemudian ia baru mengalihkan tatapan matanya ke arah Kiong Ling-ling yang sedang tertidur nyenyak, perasaan hati pemuda ini berat bagai ditindih bukit karang.
Siau Hui-uh pun tidak bicara lagi, dia hanya mengawasi wajah kusut sang pemuda dengan termangu, melihat bajunya yang compang camping, matanya yang sayu menyimpan kesedihan dan kepedihan, sikapnya yang keras, tekadnya yang besar .
. . . . . .. Untuk sesaat dia tak tahu apakah ia sedang jatuh cinta" Iba" Sedih" Atau menaruh rasa hormat" Gadis itu hanya merasakan satu hal, mau dia seorang enghiong atau seorang blo'on, baginya, dia tetap seorang lelaki sejati, seorang lelaki tulen.
Kini, dia hanya berharap bisa bersikap lebih baik kepadanya, lebih lebih mengharapkan sikap yang baik pula dari dia terhadap dirinya.
Aaai! Perasaan seorang gadis memang begitu rumit, susah diraba.
Sementara itu Hong It yang bersembunyi dibawah dek merasa sangat marah, sambil menggigit bibir pikirnya: "Dengan segala akal muslihat aku berusaha belajar silat, namun hingga kini tak ada yang bisa kupelajari, sebaliknya bajingan itu ditawari pelbagai kepandaian namun selalu ditampik.
Sialan, memangnya aku kalah dari dia?" Saking jengkelnya, ia menggertak gigi hingga berbunyi, hingga mendengar Siau Hui-uh mencaci maki, sekulum senyuman baru tersungging dibibirnya.
"Hei, apa yang kau tertawakan?" terdengar Hong Sin berbisik.
II "Aku mentertawakan bajingan dari marga Tian itu .
. . . . .. Hong Sin tertawa dingin, ujarnya: "Dimulut, budak Siau memang boleh berkata begitu, padahal dihati kecilnya ia sangat mencintai bangsat Tian.
Dari sepuluh orang wanita, ada sembilan orang yang gemar menunjukkan watak bau nya, apa yang kau tertawakan" Kini ia telah berhasil membujuk orang she-Tian itu untuk pulang ke lembahnya belajar silat" "Budak sialan, budak busuk .
. . . .." umpat Hong It dalam hati, tiba tiba dia menyambar sebuah kapak yang berada disudut ruangan lalu bersiap siap melubangi perahu itu.
Dengan cepat Hong Sin mencengkeram pergelangan tangannya.
"Dasar babi goblok!" umpatnya gusar, "apa yang hendak kau lakukan?" Sekalipun sedang gusar, umpatan itu diucapkan lebih lirih daripada suara nyamuk.
"Akan kutenggelamkan perahu ini, biar laki perempuan anjing itu mati tenggelam" "Bilang kau babi goblok, ternyata memang benar-benar babi goblok, orang yang ada diatas itu mustika hidup, kalau sampai mampus, tak ada harganya lagi" "Kenapa" Kalau tidak dibunuh, memangnya aku harus biarkan mereka hidup bersenang senang?" "Coba kau lihat, apa itu?" Mengikuti arah yang ditunjuk, Hong It menjumpai setitik celah kecil diatas dek perahu, dari celah itulah sinar matahari menyorot ke bawah.
II "Apa itu" Paling hanya sebuah lubang katanya.
Hong Sin tersenyum, dari sakunya dia mengeluarkan sebatang bangau tembaga yang sangat indah, lalu katanya: "Tunggu sampai mereka istirahat, nanti kita hembuskan obat pemabuk dari celah itu, asal mereka mengendus bau dupa itu, hehehe...
perempuan itu boleh kau nikmati sepuasnya, kemudian kita paksa bocah keparat itu untuk Il menunjukkan tempat persembunyian panji kain putih .
. . . .. Mendengar itu, kontan saja Hong It kegirangan setengah mati, serunya sambil mengangguk: II "Bagus, bagus sekali .
. . . . .. "Ssst, jangan keras keras!" cegah Hong Sin tiba tiba sambil mendekap mulutnya.
Terdengar suara langkah manusia berjalan mondar mandir diatas geladak kemudian tiba tiba berhenti tepat dimulut masuk ke bawah dek, kontan saja dua orang itu kaget setengah mati .
. . . .. Tak lama kemudian terdengar Siau Hui-uh bertanya: "Mau apa kau?" "Turun ke bawah untuk istirahat" jawab Tian Mong-pek, lalu pintu dek pun dibuka.
Hong Sin berdua semakin kaget, hampir saja jantung mereka melompat keluar.
Untung istri pemilik perahu segera berteriak keras: "Kau tak boleh turun ke bawah!" Diikuti kemudian terdengar suara langkah yang berat dan "Bruuk!" pintu dek segera tertutup kembali.
Hong Sin berdua saling berpandangan sekejap, diamrdiam.mereka menghembuskan napas lega.
Terdengar Siau Hui-uh berkata lagi: "Kalau hendak tidur, tidur saja diatas, aku tidak tidur" "Budak buruk" dengan gemas Hong It mengumpat, "apa salahnya tidur bersama" Dasar sok suci" "Kau tak usah kuatir" hibur Hong Sin, "kujamin perawannya bakal jadi milikmu" Diamrdiam dia periksa tabung bangau nya dan siap menyemburkan dupa pemabok.
Mimpipun Tian Mong-pek dan Siau Hui-uh tidak menyangka kalau dibawah kaki mereka bersembunyi dua orang musuh, walaupun mereka duduk saling berhadapan, namun kedua belah pihak sama sama membuang muka.
Lewat berapa saat kemudian Siau Hui-uh yang tidak tahan lebih dulu, tegurnya: "Belajar silat dari ayahku bukan satu kejadian yang memalukan, mengapa kau sepertinya tidak sudi" Setiba di kota Lit-yang, kita menanti sehari dulu .
. . . .." "Sejak kapan aku berkata akan belajar silat darinya .
. . . . .. II gara-gara urusan ibunya, ia menaruh perasaan benci yang mendalam terhadap ayah Siau Hui-uh.
"Apa?" teriak Siau Hui-uh sambil melompat bangun dan menghentakkan kakinya, "jadi kita bicara setengah harian lamanya tanpa hasil" Jadi kau tetap menolak?" Mendadak dari bawah dek terdengar suara dentingan nyaring.
Rupanya waktu itu Hong Sin sedang bersiap-siap menyemburkan dupa pemaboknya, tapi begitu lantai dihentak kaki Siau Hui-uh, bangau tembaga nya seketika menumbuk lantai perahu dengan keras.
"Sudah pasti dibawah sana ada orang!" teriak Tian Mong-pek dengan wajah berubah.
Tak terlukiskan rasa kaget Hong Sin berdua.
Istri pemilik perahu buru-buru berlarian mendekat, serunya sambil menghalangi jalan pergi pemuda itu: "Tuan, kau jangan banyak curiga, dibawah sana tak ada manusia, hanya ada seekor kucing budukan" "Ooh, rupanya seekor kucing!" Kini Hong Sin berdua baru bisa menghembuskan napas lega, umpat Hong It diam-diam: "Perempuan gendut sialan, berani memaki aku kucing budukan" Tunggu saja ll nanti kurobek mulutnya .


Panah Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

. . . . .. Sambil bergendong tangan Tian Mong-pek berjalan mondar mandir dalam ruang perahu, tiba tiba sinar matanya tertumbuk dengan dua cawan yang tergeletak dimeja.
Kontan keningnya berkerut, sesudah memeriksa lagi sekeliling tempat itu, katanya: "Aku paling suka kucing, bagaimana kalau kubopong sejenak binatang itu?" "Tidak ada yang bagus dengan kucingku itu .
. . . . . .." buru buru bini pemilik perahu mencegah, bagaimana pun, ia tidak terbiasa berbohong.
Melihat mimik mukanya itu, Tian Mong-pek semakin curiga.
Sebagaimana diketahui, pengalaman pahit yang dialaminya berulang kali membuat pemuda ini lebih berpengalaman.
"Minggir!" segera bentaknya, "akan kuperiksa ke bawah sana!" Siapa sangka bini pemilik perahu itu masih berdiri diatas penutup dek tanpa bergerak, tentu saja pemuda itu sungkan untuk mendorongnya, terpaksa dia menengok ke arah Siau Hui-uh.
Gadis itu segera membentak: Il "Jika tidak segera menyingkir, aku akan .
. . . .. Tiba tiba berkumandang suara benturan keras dari bawah dek perahu diikuti tubuh perahu itu bergoncang keras.
Bini pemilik perahu itu semakin gugup, teriaknya: "Jangan salahkan aku .
. . . . . .." Tapi Siau Hui-uh telah mendorongnya ke samping, sementara Tian Mong-pek sudah membuka penutup dek, tapi apa yang kemudian terlihat membuatnya sangat terperanjat.
Ternyata air telaga sedang mengalir masuk ke dasar perahu dengan derasnya, sebuah lubang sebesar tiga depa muncul didasar perahu itu, dalam waktu singkat seluruh ruangan nyaris dipenuhi air.
Ternyata ketika Hong Sin berdua mendengar Tian Mong-pek akan menggeledah bawah perahu, mereka jadi ketakutan setengah mati, tanpa berpikir panjang mereka jebol dasar perahu itu dengan kapak tajam.
Melalui lubang itulah mereka berdua segera menyelam ke dalam telaga dan melarikan diri.
Menyaksikan keadaan tersebut, bini pemilik perahu pun kaget setengah mati, sambil menangis keras jeritnya: "Manusia laknat, kalian mencelakai aku .
. . . .." Tian Mong-pek serta Siau Hui-uh pun merasa sangat terperanjat, mereka mencoba periksa sekitar sana, namun tak terlihat sebuah sampan pun yang mendekat, sementara perahu yang mereka tumpangi tenggelam dengan cepatnya.
"Ganti perahuku, ganti perahuku .
. . . . .." teriam pemilik perahu sambil memegangi tangan Tian Mong-pek erat-erat.
Gelisah bercampur gusar, untuk sesaat anak muda itu tak tahu apa yang harus diperbuat.
Siau Hui-uh pun gugup bercampur gelisah, umpatnya dengan penuh amarah: "Siapa orang itu" Siapa" Bajingan mana yang bersembunyi dibawah geladak?" "Mereka kenal dengan kalian, seorang pemuda dan seorang tua Il bangka .
. . . . .. "Jangan jangan Hong Sin dan anaknya?" tergerak hati Siau Hui-uh.
II "Persoalan itu kita bicarakan nanti saja tukas Tian Mong-pek, "yang penting sekarang bagaimana cara kita melarikan diri" "Kau mengerti ilmu berenang?" Pemuda itu menggeleng.
Siau Hui-uh segera membopong Kiong Ling-ling, melihat air mengalir semakin deras, cepat dia menendang sebuah meja sambil berseru: "Berpegangan pada meja, jangan kau lepaskan" "Bagaimana dengan kau?" tanya Tian Mong-pek sambil berpegangan pada meja, tapi Siau Hui-uh telah berlarian keluar.
Dalam pada itu pemilik perahu pun kelihatan panik dan tak tahu apa yang harus diperbuat, terdengar istri pemilik perahu berteriak sambil menangis: "Cepat awasi kedua orang itu, suruh mereka mengganti perahu kita .
. . . .." Belum habis ia berkata, perahu sudah sama sekali tenggelam.
Tian Mong-pek terakhir menengok sekejap ke permukaan air, ia saksikan sekeliling tubuhnya berupa air telaga, tubuhnya pun ikut tenggelam ke bawah.
Sebetulnya dengan berpegangan pada meja, tubuhnya masih bisa terapung, siapa sangka tiba tiba saja ia merasa kakinya menegang, seakan ada orang sedang menarik kakinya dari bawah air.
Kontan saja ia meneguk air telaga dan pingsan seketika, sementara meja kayu itu mengalir menjauh mengikuti arus.
Tak lama kemudian muncul dua tiga buah perahu nelayan, berapa orang pemuda segera terjun ke air untuk memberi pertolongan.
Siau Hui-uh ikut terseret arus telaga, dia harus meneguk air telaga sebelum berhasil diselamatkan orang.
Dari dandanan serta pakaiannya yang mewah, agaknya istri pemilik perahu itu sudah mengincarnya untuk mengganti perahunya yang tenggelam, dan kini yang selamatkan gadis itupun dirinya.
Perlahan-lahan Siau Hui-uh membuka kembali matanya, ia mencoba memandang sekeliling sana, tampak banyak orang sedang menatapnya sambil tersenyum.
"Aaah, sudah sadar, sudah sadar!" Kini, ia baru tahu kalau dirinya berhasil lolos dari kematian, segera tanyanya: "Bagaimana dengan dia" Apakah sudah tertolong juga?" "Kek-koan, aku hanya menolong kau seorang" Dengan perasaan terperanjat Siau Hui-uh melompat bangun, benar saja disekeliling sana tak tampak Tian Mong-pek.
Naga Beracun 4 Pendekar Cambuk Naga 11 Istana Langit Perak Api Di Bukit Menoreh 8

Cari Blog Ini