Ceritasilat Novel Online

Perang Bubat 1

Gajah Mada Perang Bubat Karya Langit Kresna Hariadi Bagian 1


TIGA SERANGKAI Gajah Mada Perang Bubat Langit Kresna Hariadi Editor: Sul"rini Desain sampul: Hapsoro Ardianto &: Annas
Penata letak isi: Nugroho Dwisantoso
Cetakan pertama: September 2006
Cetakan kedua: Maret 200"
Cetakan ketiga: Agusms 200"
Penerbit Tiga Serangkai Jln. Dt. Supomo 23 Solo Tel. 62-2"1-"14344, Faa. 62"2"1?"1360"
http:!!wnutigaserangkaieoid e-tnail: tsmetigaserangkaixojd
Anggota IKAPI Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT)
Hariadi, Lang-lt Kresna Gaiah Mada, Perang Bubatxr Langit Kresna Hariadj" Cet. IH " Solo
Tiga Serangkai, 2006 xii, 448 hlm.; 21 cm ISBN 9"9"33"0449"9
l. Fiksi L Judul QHak cipta dilindungi oleh undang-undang
A"! Rigi-:t; Kuarter"
Dicetak oleh PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Sebuah langkah besar jika kisah sejarah terpatri dalam ingatan kita
semua karena bangsa besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya.
Sebuah langkah yang lebih besar jika kita makin banyak mengungkapkan
kritik. Sebab, wawasan dan pendidikan kita telah makin tinggi. Dan,
sebuah lompatan besar saat kita makin banyak menemukan jalan
kebenaran, meskipun kita tak pernah tahu ke mana arah kebenaran
tersebut. Hanya kepada-Nya kita bersujud meminta petunjuk.
Mari mengenal sejarah, sebab sejarah itu menyenangkan.
Yulian Firdaus Hendriyana
1 L angit merah darah menandai raaga mraaggapakmanaal Sanistaral
mulai merasa tatapan matanya berkabut. Genangan darah di depannya
tidak berasal dari perang besar wangsa Barata dalarn ketamuk' barisan
Pandawa dan Kurawa, tetapi apalah bedanya. Setidaknya, demikian
Saniseara merasakan dadanya yang terbelah, jantungnya yang terbelah,
dan kepalanya yang pecah.
Berada di pihak manakah Saniseara kali ini" Apakah ia merasa
berada di barisan Pandawa" Atau, di pihak Duryudana yang berusaha
mati-manan mempertahankan negeri Amarta yang diminta kembali
anak-anak Pandu yang merasa memiliki hak atas negeri yang terampas
melalui perjudian itu" Saniseara melihat, di mana"mana merah, di mana4
mana darah. Ada banyak mayat dengan luka ditembus anak panah, pedang,
tombak., atau remuk oleh ayunan trisula dan gada. Namun, banyak juga
napas yang tersendat sebagai gambaran betapa sulit menjemput kemanan
dengan nyawa yang tak kunjung antar dari raga. Menyempurnakan
keadaan itu, langit yang semula merah, kini tampak pueat.
Amarah Saniseara yang mengombak, kini berubah menjadi
kepedihan tanpa tepi. Saniseara merasa tidak berada di pihak mana pun .
di antara mereka yang tengah bern'kai. Saniseara tak merasa berkewajiban
untuk berpihak kepada Kurawa. Saniseara sama sekali tidak memiliki
alasan untuk itu. Saniseara juga tidak merasa harus berpihak kepada
Pandawa karena bukan karib kerabatnya. Amarah yang harus disalurkan
kali ini karena alasan lakonnya sendiri yang membuatnya merasa tak
tahu apa gunanya hidup. 1 Sanga tln'lngga. paksain-faal. sebagaimana Pararaton menyebut tahun Saka I?"" atau tahun Masehi 135"
2 Bambara, Jawa Kuno, hari Sabtu. Dalam novel ini, Saniseara adalah tokoh utama yang keberadaannya
hanya liktif belaka. 0 l g'ujeli Elland-a Maka, jangankan hanya tumpahnya darah, hanya ribuan anak panah
yang terentang dengan arah lurus ke jantungnya, hanya ratusan tombak
dan trisula yang teraeung akan membelah tubuhnya, bahkan andai
Hyang Bagaskara dalam wujud Yamadipatil turun membakar tubuhnya
dan menjadikannya hangus tanpa sisa, Saniscara merasa sangat siap
menebuanya. Tak ada secuil pun keraguan untuk menjemput datangnya
kematian. Perlahan, Saniscara menoleh ke arah kudanya yang meringkik.
Tatapan matanya kabur berkabut karena kemarahan yang tidak
terbendung. Ditandai itu dari basah yang menggenang serta barisan
ggi rahang atas dan bawah yang saling menggigit dan mengait. Tanpa
sedu sedan, air matanya membanjir. ltulah tangis yang terlahir dari biang
duka paling berkarat. Meski hanya seekor kuda, kuda jantan dan tegar itu punya nama.
Saniscara tidak hanya menempatkannya sebagai kuda tunggangan yang
siap menemaninya ke mana pun ia pergi, tetapi juga menjadikannya
sahabat tempat berbagi keluh. Oleh hubungan persahabatan itulah,
Saniscara memberinya nama Bendung Humalang.
Hubungan yang terjalin belum terlalu lama. Belum genap sebulan,
ia menerima kuda itu dari seseorang sebagai hadiah. Akan tetapi, karena
Saniscara menempatkannya sebagai sahabat dan selalu mengajaknya
berbicara, Bendung Humalang bisa merasakan duka nestapa yang
dialami Saniscara. Bendung Humalang memiliki kesetiaan yang luar
biasa. ia mampu membaca bahaya yang menghadang di depan dan tidak
merasa takut menghadapinya, meskipun bahaya itu seharga lembaran
nyawanya. Dengan sepenuh hati, Bendung Humalang siap adaptif" akan
menghadapi apa pun, sebagaimana Saniscara juga telah bulat dengan
keputusannya. ' "Citra kekasih hati, tunggulah aku di pintu gerbang kematian," ucap
Saniseara dengan mulut bergetar.
l 3 Yamadipati. dewa pencabut nyawa dalam pewayangan atau kisah Mahabarata
Perang :Bnliat ' . Saniscara kembali menyapukan pandangan matanya pada mayat"
mayat yang bergelimpangan di depannya dengan hati berantakan. Tatapan
matanya agak lama jatuh ke sosok yang tergolek dalam pelukannya tanpa
nyawa, sosok yang ia sebut dengan panggilan Citra.
Citta telah menyita seluruh ruang di hatinya, membuatnya sanggup
melukis tanpa batas waktu. Apalagi, gadis yang memayat itu memang
memiliki kecantikan tiada tara. Tidak habis"habisnya gadis itu menjadi
sumber gagasan untuk dituangkan ke atas selembar kain yang nantinya
menjelma menjadi lukisan indah tiada tara.
Dilultisnya gadis itu berlatar telagaJalatunda, juga dilukisnya sedang
duduk begitu anggun di atas alergen!" kiriman. Bahkan, dilukisnya pula
gadis itu seolah tanpa busana, tubuhnya hanya ditutupi selembar kain.
Adakalanya, Saniscara memintanya untuk berlagak tak ubahnya bidadari
yang turun dari langit dengan selendang berwarna biru mengembang.
Di lain kesempatan, Saniscara melukisnya seolah sedang berada di
tengah sawah dan sedang menari di tengah hamparan padi yang
menghijau. Kecantikannya juga tampil gilang-gemilang saat Saniscara
menggambarnya berlatar lautan dengan ombak menggemuruh. Ia tampak
bagaikan penampakan dnaynag' cantik penghuni samudra selatan.
Akan tetapi, melukis dan menumpahkan amarah adalah dua hal yang
amat berbeda, meskipun membutuhkan bahan yang sama, yaitu gelegak
jiwa. Gelegak jiwa yang menjadi bahan bakar dan menggerakkan tangan
Saniscara sedemikian lincah menari di atas selembar kain, menorehkan
adonan pewarna berbahan daun reagkareai yang direbus dengan ditaburi
getah kesumba. Pewarna ini akan menjadikan gambar- begitu hidup. Jika yang
digambar adalah laut, sungguh gambar laut itu sangat hidup. Jika yang
digambar adalah Gunung Kampud' yang meletus, gambar yang berhasil
diraut akan membuat orang yang melihatnya merasa ketakutan. Gambar
4 Danyang, Jawa. makhluk halus penghuni suatu bebda atau tempat
5 Sangkeinn, Jawa, nama daun yang getah atau air hasil rebusannya bisa dipergunakan untuk menggambar
. | Gajah Strank itu membuat orang yang melihat merasa seolah Gunung Kampud benarbenar meletus. Apalagi, jika mengingat beberapa tahun lampau, Gunung
Kampud pernah murka dan meminta sedemikian banyak korban jiwa,
sebagaimana goyangan gempa di Pabanyu Pindah. Dua peristiwa itu
menandai hari kelahiran Raden Tetep."
Lebih-lebih, jika yang digambar adalah Citra, pemilik muka cantik '
nan jelita. Maka, kecantikan Citra yang hanya dalam lukisan niscaya
membuat orang yang menatapnya jatuh cinta.
Untuk menumpahkan amarah, Saniscara juga memerlukan gelegak
jiwa yang menempatkannya hingga ke sebuah tempat yang di sana ia
tidak mengenal rasa takut. Takut menghadapi kematian" Sama sekali
tidak! Kematian Citra kekasihnya yang pilih Jumper diri" menyebabkan
ia ikut tidak takut mati. Citta saja berani mengambil kematian sebagai
salah sam pilihan, mengapa dirinya tidak". Bunuh diri" Mengapa harus
takut" Gelegak kali ini bukan sumber gagasan untuk melukis. Padahal,
betapa dahsyatnya jika ia ttnnpahkan gelegak itu ke atas lembaran kain
putih. Akan tetapi, bukan ke arah sana muara gelegak aturannya" itu.
Kematian Citra tak boleh dibiarkan terlalu lama. Kepergian gadis itu
ke alam lain harus segera disusui supaya Citta tidak merasa sendirian.
Saniscara merindukan Citra sebagaimana kerinduan Maharesi Bisma
terhadap Ambala yang harus ditebus melalui perang. Perang yang
menempatkan Bisma tersudut dalam malakama.
Bagi Saniscara, kematian itu sungguh dirindukan kedatangannya.
Hanya dengan menguak pintu gerbang kematian, ia bisa meraih
(" Raden Tetep. nama keeil Prabu Hayam 1Wuruk menurut Pararaton
1 [ampun diri. Jawa. bunuh diri
3 Bramantya. Jawa. amarah
9 Dalam kisah Mahabarata. Bisma telah membunuh Aruba. kekasih hatinya. melalui anak paruh yang, tak
sengaja terlepas. Balasan kematian Bisma tetjatli dalam perang keluarga Barata melalui tangan Srikandi.
Kematian untuk bertemu kembali dengan kekasih hati itu amat dirindukan Bisma.
"Hitung fBaEat . . tangan Citta dan menggandeng kekasih hati itu terbang ke' mana pun,
ke tempat yang di sana mereka bisa selalu bersama tanpa ada'yang
mengusik. Pandangan mata Saniacara menyapu padang Kurusetra" itu dari
ujung ke ujung. Tempat itu memang layak disebut sebagai padang
Kurusetra. Atau, sampai pada tingkat kemarahan itu, Saniscata memang
layak menyebutnya benar-benar sebagai padang Kurusetra. Beberapa
buah tenda yang berdiri di kejauhan bisa diaebut sebagai bawahan."
Di depannya, di seberang mayat"mayat yang menumpuk
menggunung, sekelompok prajurit memerhatikan apa yang akan ia
lakukan dengan mata tajam tidak berkedip. Sekelompok prajurit itu
tak hanya memandang, tetapi sebagian telah menelanjangi pedang.
Sebagian yang lain bahkan telah siap membidikkan anak panah dari
kagkap yang telah terentang. Mungkin mereka telah berketetapan untuk
menyempurnakan akhir dari pembantaian itu. Musuh yang tinggal
tentang itu harus mati. Tak hanya ada banyak mayat di tanah luas itu. Akan tetapi, juga
ada kuda yang membangkai dan kereta yang mengonggok yang
berkesanggupan membangun daya khayal, seolah kereta kuda itu milik
Raja Karna dengan sais Raja Salya yang berhadapan dengan Arjuna
yang juga menaiki kereta berkuda delapan dan dikendalikan Kresna.
Kedua kereta kuda itu sama berantakannya manakala perang dunia di
jagat Mahabarata itu mntas.
Tumpukan mayat yang menyebar di tempat itu mengundang tanya,
mengapa saling bunuh yang demikian bisa terjadi" Puluhan burung gagak
dan burung-burung pemakan bangkai yang terbang tak seberapa tinggi
serasa tak sabar ingin segera mendarat dan meneguk genangan darah
untuk memuaskan dahaga yang mereka alami.
" Kurmetra, padang amat luas. tempat terjadinya perang besar antara Barata dan Kurawa sebagaimana
kisah Mahabarata " Huppalawya, dalam petang antarkeluarga Barata yang berlangsung di Kurusetra. kelompok Pandawa
membangun perkemahan atau pesanggrahan yang disebut huppalawya
o ' gayet'iSitatfa _jauh tinggi di ujung langit, pa,-bri 2 teman" membentangkan sayap
dengan segenap rasa heran. Para rajawali memang jenia burung yang
ganas. Namun, men: ' tak pernah sekalipun saling bantai dengan
aesamanya. Sementara itu, pada jarak yang cukup dekat, puluhan anjing
yang keluar dari hutan, gelisah. Mereka ingin segera menghambur
untuk berpesta. Namun, para anjing itu sadar ataa adanya bahaya.
Akibat ketidaksabarannya, seekor anjing ambruk disambar anak panah.
Kemalangan yang menimpa temannya itu menjadi contoh bagi para
anjing yang lain. Para anjing itu berpikir, mereka harus menunggu datangnya malam
untuk bisa menyantap salah satu aaja dari mbuh-mbuh teronggok tak
lagi bernyawa dan tak lagi berharga itu.]antungnya, hatinya, atau semua
iai perutnya tentu merupakan bagian yang lezat untuk dimakan.
Namun, tidak sebagaimana rate.-(ea, para anjing liar itu tidak perlu
bertanya, untuk apa manusia saling bunuh" Burung mreka di langit itu
penasaran, ada apa dengan para manusia itu" Sayang, para tarekat yang
memiliki bentangan sayap amat lebat itu tidak mengerti bahwa binatang
bernama manusia itu tak cukup puas sebatas kenyang perutnya. Tak satu
pun dari para teraba, denggan-g, dan gagak serta jenis burung pemangsa
bangkai yang terbang melayang itu yang tahu bahwa ada jenis nafsu yang
tak berbatas yang menjadi sumber kesanggupan manusia untuk saling
berbuouh. Luas. dunia rupanya masih kalah dibandingkan luas wilayah
nafsu yang berdampingan dengan daya khayal mereka.
Saniscara mengencangkan ikat pinggangnya. Dengan genangan
darah di telapak tangan, ia membasuh muka. Darah merah itu tidak
terasa anyir baginya. Setidaknya karena darah itu milik kekasih dambaan
hatinya, Citra. Berulang kali, Saniscara menyebut nama itu, berulang dan berulang
sambil tangannya menggigil, mulutnya menggigil, jantung di rongga
dadanya menggigil, dan otak di benaknya menggigil.
12 Paksi. Jawa. burung " Catalan. Jawa Kuno. burung rajawali
Gareng eun: . . "Untuk apa lagi aku hidup?" desisnya dengan segala gemeretak
jiwanya. _ Saniscara telah merasa bulat dengan keputusannya. Dengan sangat
berhati"hati, Saniscara meletakkan tubuh tanpa nyawa yang berada dalam
pelukannya itu. _Ia dahului itu dengan mencium keningnya dan mendekap
lebih erat, sangat erat untuk menyatukan jiwanya dengan jiwa Citra.
Tangannya menggeratak kasar, menyebabkan wajah cantik yang
Semula putih pucat itu menjadi merah, mirip sebuah lukisan.
Air mata Saniscara tak lagi bercucuran saat matahari di langit
yang ikut marah memberinya isyarat bahwa telah tiba waktunya untuk
bertindak. "Tunggu aku, kekaaihku. Di tempat lain, aku akan melukiamu
sepuas hatiku. Di tempat lain, akan aku penuhi permintaanmu. Aku akan
menggambarmu di mega"mega, malang"melintang sambil tanganmu
memetik bintang-bintang," ucap Saniscara lirih.
Saniscara meletakkan mayat itu di dekat mayat ayahnya. Kemudian,
ia melangkah mundur tanpa mengalihkan pandangan matanya. Saniscara
terus berjalan ke belakang hingga mbuhnya tersentuh kudanya yang datang mendekat. Bendung Humalang meringkik Sebagai ungkapan belasungkawa dan rasa dukanya.

Gajah Mada Perang Bubat Karya Langit Kresna Hariadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tunggu aku, Citra. Aku segera menyusulmu," ucap Saniscara
dalam bisikan bisu. Sentakan keras yang diberikan merupakan isyarat bagi Bendung
Humalang untuk bergerak. Bendung Humalang langsung mengayunkan
kakinya kencang. Saniscara tak perlu mengaran jalan melingkar untuk menghindari
segenap mayat. Dianggapnya jarak terdekat menyongsong kematian
adalah lurus ke depan. Lagi pula, bukankah para mayat tidak lagi
merasakan apa pun, tidak keberatan meski tubuhnya dilintasi dan
diinjak-injak kudanya"
o ' Gejat'iS'dadit Sekali lagi, Saniscara menyentakkan tali kendali kudanya dengan
kasar sebagai isyarat untuk bekerja lebih keras.. Bendung Humalang
menerjemahkan perintah itu dengan baik. Bendung Humalang
juga tak lagi peduli, meski sekelompok prajurit di depan sana siap
menyongsongnya dengan hujan anak panah.
Bendung Humalang bergerak dalam derap yang membawa
penunggangnya makin dekat dengan tempat para prajurit itu berada.
Ketika telah berada dalam jangkauan, ratusan gendewa serentak ditarik
ke atas setelah sebuah isyarat diberikan. Gendewa tetap terentang
dengan arah bidik menyesuaikan dengan calon korbannya.
"Tunggu! Turunkan anak panah!" berteriak seseorang yang rupanya
Cukup memiliki pengaruh. Perintah itu dituruti. Semua prajurit dengan amat sigap menurunkan
anak panah dari gendewa masing"masing. bagkep"feagkap yang semula
melengkung, diluruskan. Anak panah yang semula terarah lurus dan
tegang, diistirahatkan. Semua orang, baik prajurit yang berbaris rapi
maupun para penonton yang dengan. hati getir menyaksikan perang
yang terjadi sejak awal sampai akhir, kembali terayun jantung masingmasing. Di langit, hggenkern kembali mempersiapkan" diri menjadi saksi
_ atas apa yang akan terjadi. Haruskah korban mati masih ditambah
seorang lagi" Rupanya, tidak semua orang memenuhi perintah untuk menurunkan
anak panah. Seorang mantan prajurit berusia tua merasa memiliki
alasan unmk mengambil tindakan atas nama rajanya. Diam"diam, ia
mempersiapkan dua batang anak panah sekaligus. Mantan prajurit
itu tidak ingin nama rajanya ternista. Satu anak panah ia arahkan tepat
ke jantung penunggang kuda itu dan sebatang yang lain ke arah kuda
muggangantlya. Ketika jarak jangkau terpenuhi, orang itu melepas gagang anak
panah dari jepitan jarinya. Dua anak panah itu melesat dengan cepat.
Masing"masing menuju arah sasarannya. Laki-laki tua itu memiliki
kemampuan bidik luar biasa. Hal itu terbaca dari betapa akurat hasilnya.
Warung dilihat ' 0 Salah satu anak panah mengarah ke kepala kuda yang amat kencang
dalam berderap. Kuda itu tersentak ketika tiba"tiba merasa kepalanya
ditembus sesuatu. ' Kuda itu terjengkang bersamaan dengan Saniscara yang mendadak
merasakan nyeri luar biasa karena dadanya juga tertembus anak
panah. Saniscara menggeliat dan berusaha keras mengubah rasa sakit
itu menjadi sesuatu yang indah. Betapa indah sakit itu ia rasakan.
- Bukankah sejenak kemudian akan terpenuhi apa yang diinginkannya
untuk bertemu kembali dengan Citra" Di atas, tampak seseorang yang
berada dalam bayangan antara ada dan tiada melayang turun untuk
menjemputnya. Orang itu mirip bidadari. Mirip Amba yang menjemput
' Bisma. "Citra," desis Saniscara menahan indahnya rasa nyeri.
Namun, agaknya Hyang Widdi berkehendak lain. Garis nasib
memang tidak selalu sama dengan apa yang dikehendaki manusia.
Saniscara merasa apa pun yang dilihatnya mengombak, mengombak
membentuk gelombang, bergerak'cepat dalam ribuan warnaawarni
pelangi, melesat cepat bagai menembus ruang dan waktu. apakah
demikian yang selalu terjadi pada kematian"
Sosok tubuh itu makin terkulai. Napasnya rersengal. Matanya tidak
menump, tetapi malah terbuka, sebagaimana napasnya tidak berhenti,
tetapi malah mengayun. Kematian yang diharapkan tidak segera datang,
tetapi malah tersendat. Maka, anak panah yang menggapai jantung
itu sungguh menimbulkan rasa nyeri. Napas yang tersengal karena
tenggorokan mendadak menyempit, menyebabkan udara yang keluar
masuk tak lagi lega. Dengan tatapan mata bingung, sosok kesakitan itu memerhatikan
keadaan di sekitarnya. la bingung, terbaca im dari matanya yang menatap
keadaan tubuhnya, mencermati gagang anak panah melalui sentuhan
tangannya. "Kenapa denganku?" tanya pemilik tubuh sekarat itu kepada diri
sendiri. 0 - gesit atas Namun, yang dilihatnya adalah keadaan yang tak bisa dipahami.
Pemilik tubuh itu selalu bingung. Selama ini, ia selalu dibingungkan
oleh banyak pertanyaan yang sangat membutuhkan jawaban, tetapi tak
kunjung ditemukan. Keadaan terakhir yang ia rasakan setelah bangun
dari ketidaksadaran atau semacam tidur panjang dengan mimpi"mimpi
aneh, benar-benar tak bisa dimengerti, sebagaimana yang ia alami
sekarang ini. 2 . l1mengenali siapa pun. Namun, dengan kesungguhan hati, Rahyi Sunelok
merawatnya. Dan, dengan keprihatinan yang tuntas, Kanuruhan" Gajah
Enggon menungguinya. Bagi Gajah iinggon, Kiai Pawagal adalah orang
yang memiliki arti khusus. ia bukan hanya kakek mertua. Ia bukan hanya
kakek istrinya, tetapi Kiai Pawagal adalah orang yang memiliki sejarah
yang luar biasa. Namanya menjadi kisah abadi yang selalu disebut-sebut orang
Majapahit, menjadi kenangan para orang tua yang masih mendongengkan
bagaimana hebatnya perjuangan Raden Wijaya dan orang-orang luar
biasa, seperti Pawagal dan teman"temannya dalam mendirikan negara
baru bernama Majapahit setelah Singasari runtuh digebuk Kediri. Di
samping Pawagal, masih ada nama lain yang sering dituturkan bagaimana
sepak terjang mereka yang luar biasa, seperti Medang Dangdi, Pamandana,
Rangga Lawe, Nambi, Sora, kli-litora Wiragati, dan lain-lainnya.
" Kanuruhan. Jawa Kuno. sebutan bagi salah seorang pejabat di Sang Panca Ri Wilwatikla yang
selengkapnya adalah patih. kambuhan. demung, tangga. dan telttenggung
iPeraag ("Badai ' 0 "apa yang bisa kita lakukan?"
Pertanyaan yang dilontarkan dengan suara bergetar dari hati yang
bergetar itu berasal dari mulut Nyai Gajah Enggan yang amat prihatin.
Bagi Nyai Gajah Enggon yang memiliki nama Rahyi Sunelok, Kiai
Pawagal tak sekadar menempati kedudukan sebagai kakek belaka.
Namun, Kiai Pawagal adalah orang tuanya. Sedari masih bocah, ia telah
berada dalam asuhan Kiai Pawagal. Itu sebabnya, kasih sayangnya kepada
Kiai Pawagal sangat bergumpal. ]. yaknya orang yang mencintai, Nyai
Rahyi Sunelok amat takut kehilangan kakeknya, sebagaimana anak yang
' takut kehilangan ibu, ayah, atau orangsorang yang dicintainya.
Namun, apa yang bisa dikatakan Nyai Rahyi Sunelok melihat
keadaan Kiai Pawagal yang demikian. Atas keadaan Kiai Pawagal itu,
Kanuruhan Gajah Enggon memiliki pendapat sendiri.
"jika telah tiba saatnya Hyang Widdi memanggil kakekmu kembali
menghadap ke haribaan-Nya, relakanlah dan jangan ada secuil pun rasa
tidak ikhlas.]ika kakekmu harus kembali menghadap Penciptanya, aku
rasa itu justru lebih baik. Dengan demikian, Kiai Pawagal tak perlu terlalu
lama menderita. Apalah artinya berumur panjang jika keadaannya seperti
itu?" kata Kanuruhan Gajah Enggon.
Meski pada awalnya sulit, Nyai Rahyi Sunelok bisa menerima
_ pendapat suami yang amat dicintainya itu. Tergolek tanpa daya karena
menderita lumpuh dan tak lagi mengenali keadaan di sekitarnya, tidak lagi
mengenali dirinya dan cucu buyutnya, apalah arti hidup yang demikian"
Melihat napasnya yang tersengal dan terasa berat, betapa ingin Rahyi
Sunelok melihat kakeknya terbebas dari penderitaan macam itu. Bahkan,
andai mungkin, Rahyi Sunelok ingin berbagi menanggung bebannya.Adakah pembebasan dari penderitaan seperti itu kecuali kematian"
Duduk saja tidak mampu, tatapan mata kosong, tarikan napas sangat
tersengal dan terasa berat serta dari tenggorokannya terdengar suara
mendengkur kasar, pembebasan macam apa yang bisa diharap dari
keadaan itu" apalagi, Kiai Pawagal sudah amat tua. Usianya mungkin
lebih dari delapan puluh lima tahun.
. | Gajati Suardi: Nyai Sunelok akhirnya pasrah dan tak lagi cemas. Sebaliknya,
Kanuruhan Gajah Enggon tidak dapat membuang rasa cemasnya.
Namun, kecemasan itu disimpannya sendiri. Bahkan, tidak dibaginya'
rahasia penting itu kepada istrinya.
Menghadapi kakek mertuanya yang demikian ini, Gajah Enggon
tidak mungkin lupa pada apa yang disampaikan orang yang sangat
dihormatinya, Ibu Suri Gayatri, dua puluh tahunan yang lalu.
"Kakek mertuar'nu itu tidak bisa mati," ucap Ibu Suri Gayatri.
Memperoleh pendapat yang dilontarkan tanpa pendahuluan dan
dalam percakapan yang membelok dengan tiba-tiba itu, Gajah Enggon
terkejut. Namun, Gajah Enggon yang saat itu belum menjabat sebagai
mantri wredha melihat, Ibu Suri tidak sedang bercanda. Ibu Suri Gayatri
bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
Ibu Suri Gayatri memejamkan mata sejenak, entah untuk menghayati
apa. Ketika perempuan itu kembali membuka mata, tangannya terjulur
kepada Gajah Enggon. Ia minta dibantu berdiri dan bangkit dari
pembaringan. "Simpan apa yang aku sampaikan ini hanya untuk dirirnu. Jangan
sampai istrin'lu tahu. _]ika kaupercaya kepadaku, kaulah yang kelak harus
berupaya menolong kakek mertuarnu itu," ucap Ibu Suri Gayatri.
_ Gajah Enggon mengangguk. Namun, Gajah Enggon tak mampu
menahan rasa penasarannya. Ketika diperolehnya kesempatan,
dilontarkannya rasa penasaran itu.
"Kenapa Ibu Suri bisa berpendapat, kakek mertua hamba tidak bisa
mati?" tanya Gajah Enggon.
Ibu Suri Gayatri tak menjawab. Arah pandangnya yang lurus ke
depan jatuh kepada seorang abdi istana yang sedang menyeret kereta
penuh rumput. Kereta itu mestinya diseret kuda, entah mengapa orang itu justru
menggantikan tugas kudanya. Puluhan ekor menjangan yang telah jinak,
bergegas mendekat dan dengan tak sabar menyantap rumput yang
szraap thriller ' . berceceran. Suara harimau mengaum sama sekali tidak membuat para
menjangan itu ketakutan. Toh, memang tidak ada yang perlu ditakutkan.
Mengaum sekeras apa pun, harimau itu tak mampu berbuat apa-apa
karena ia berada dalam kerangkeng besi yang tak mungkin ditembus.
Melihat Ibu Suri Rajapami Biksuni Gayatri bagai akan melupakan
hal yang baru saja diucapkan, Kanuruhan Gajah Enggon menempatkan
diri berdiri di depannya"
"Mohon Ibu Suri menjelaskan, mengapa kakek mertua hamba tak
bisa mati?" Gajah Enggon kembali bertanya.
Ibu Suri Gayatri memerhatikan keadaan di sekelilingnya. Dengan _
arah pandang menyusuri dari ujung ke ujung, Ibu Suri menggerataki
dinding istana. Akhirnya, Ibu Suri menjatuhkan pandangan matanya ke
arah matahari yang begitu benderang dan garang.
"Di dalam raga dan jiwa kakek mertuamu, tersimpan sesuatu yang
akan menjadi masalah di hari tua. Jika sesuatu itu berhasil dilucuti dan
dipaksa keluar, pada saat itulah kakek mertuamu akan kembali sebagai
manusia lumrah. Kalau tidak, sepikun apa pun kakek mertuamu,
nyawanya tak akan para! dari tubuhnya," jawab Ibu Suri Gayatti.
Gajah Enggon tegang. Pandangan matanya tajam dan lurus.
"Maksud Ibu Suri?" kejar Gajah Enggon.
Ibu Suri Rajapatni Biksuni Gayatri tidak segera menjawab.
Oleh karena Ibu Suri Gayatri menghendaki berjalan-jalan
menyusuri jalan kecil di sepanjang tepi dinding istana, Gajah Enggon
sigap menuntun tangannya. Para prajurit di pintu gerbang Purawaktra
memerhatikan, termasuk Senopati Gagak Bongol dan Mahapatih Gajah
Mada. Mereka melihat, Kanuruhan Gajah Enggon memang memiliki
kedekatan khusus dengan nenek Pangeran Patil5 Hayam Wuruk" itu.
Usia hayam Wuruk sendiri belum genap setahun.
"5 Pangeran plit. sama dengan kumararaja, yaitu anak raja yang terpilih untuk menjadi raja kelak
'f' Hayaanarulr. Raja Majapahit temnayhur. [a 'It-Ehhhdm'i perkawinan Sri GitatjaTnbhuanatunggadewi
Jayawisnuwardhani dngan Raden Cut".
0 - annii Menit Kedekatan itu diawali kedekatan Ibu Suri Gayatri dengan Rahyi
Suneluk. Rahyi Sunelnk sering datang menengok Ibu Suri Gayatri di
istana. Apalagi, ketika masih gadis, Rahyi Sunelnk adalah abdi yang amat
setia melayaninya. "Apa yang dimaksud dengan sesuatu yang harus dilucuti itu, Ibu
Suri?" Gajah Enggtm mengejar dengan segenap rasa penasarannya.
Ibu Suri Gayatri berhenti berjalan dan memandang Gajah Enggnn.
"Sesuatu yang menyebabkan kakekmu mempunyai kemampuan
aneh, misalnya ia bisa mengundang atau membangunkan angin lesus.
Kakekmu ketempatan kemampuan ilmu hadgdqyna" yang mungkin bagus
baginya di masa muda. Namun, akan menjadi masalah ketika ia sudah
tua," jawab Ibu Suri Gayatri. '
Kenangan itulah yang membuat Kanuruhan Gajah Enggan merasa
gelisah. Ia merasa yakin, apa yang diucapkan mendiang nenek Prabu
Hayam !.Wuruk itu harus dicermati. Setidaknya, Gajah Enggnn menyimpan
beberapa kenangan yang tak mungkin dilupakan. Pertemuannya dengan
Rahyi Sunelnk yang kemudian menjadi istrinya adalah contoh yang tak
mungkin dibantah, betapa waktu itu, Ibu Suri Gayatri telah meramalkan
sebelum peristiwanya terjadi.
Ombak tak lagi terdengar dari rumah yang berada di tepi pantai
itu. Gajah Enggan tak berniat mengganggu istrinya yang terpekur
dengan mata basah. Gajah Enggnn juga tak ingin mengusik anak
lelakinya yang amat menyayangi kakek buyutnya. Dalam resah dan
kesedihannya, kebekuan anak lelaki Gajah Enggnn melebihi beku
sebuah patung. Dari perkawinannya dengan Gajah Enggnn, Rahyi Sunclnk memiliki
dua orang anak, Ratna Kinanti dan Gajah Sagara. Sayang sekali, Ratna
Kinanti tidak berumur panjang. Pada usia empat tahun, Ratna Kinanti
menutup mata untuk selamanya setelah mengalami sakit panas sehari
semalam tanpa diketahui penyebabnya.
" Kadtgdayan. Jawa. kesaktian
'?Pernng Cilebut ' o Gajah Sagara kini berusia dua puluh tiga tahun. Ia sebaya dengan
Prabu Hayam lWuruk karena dilahirkan pada tahun yang sama. Gajah
Sagara kini tumbuh menjadi searang pemuda gagah dengan tinggi badan
melebihi ayahnya. Dadanya bidang, membuatnya lebih kekar dari Gajah
Enggan. Kanuruhan Gajah Enggan menyentuh pundak istrinya. Rahyi
Sunelak yang sedang termangu itu pun menaieh. Yang dilakukan Gajah
Enggan itu semacam pemberitahuan bahwa ia akan berada di luar. Rahyi
Sunelak mengangguk. Gajah Enggan yang telah berdiri di atas tanah berpasir, menebar
pandangan matanya ke punggung pulau Madura yang terlihat samar di
kejauhan. Karena Kiai Pawagal sakit keras, Kanuruhan Gajah Enggan
meminta izin untuk meninggalkan pekerjaannya selama beberapa
hari. Mahapatih Gajah Mada yang menjadi atasannya secara langsung
mengabulkan permintaan ini. Jika dihitung, telah sepekan Gajah Enggan
berada di Ujung Galuh, tepatnya di pedukuhan nelayan bernama Ban
Culuk. Dua puluhan tahun yang lalu, ketika Gajah linggan masih


Gajah Mada Perang Bubat Karya Langit Kresna Hariadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berpangkat senapati dan untuk pertama kalinya datang berkunjung,
tempat itu sepi sekali. Kini, ada puluhan rumah memanjang ke timur
dan ke barat. Dan, rumah Kiai Pawagal merupakan rumah yang paling
megah. Sebagai salah searang pejabat penting di Majapahit, Gajah
Enggan mampu membangun rumah yang lebih layak untuk kakek
mertuanya. Namun, jika Kiai Pau-"agai arnat disegani di tempat itu, bukan
karena ia memiliki rumah bagus yang dibangun cucu menantunya. Akan
tetapi, karena semua arang akhirnya tahu, Kiai Pawagal bukan arang
sembarangan. Ia adalah salah satu arang yang amat berjasa membantu
Raden Wijaya dalam mendirikan Majapahit.
Di samping itu, Kiai Pau-'agal merupakan peran yang?" mereka
yang butuh petunjuk dan bantuan. Misalnya, para nelayan yang berharap
mendapat ikan dalam jumlah besar. Atau, para petani yang tidak ingin
" Paranjujugnn. Jawa. tempat tujuan
o . Gajah Wadi: salah tanam pada musim yang akan tiba. Juga tempat tujuan bagi
mereka yang ingin sembuh dari sakit yang diderita. itu sebabnya, berita
mengenai sakit yang diderita Kiai Pawagal dengan segera menyebar ke
segala penjuru, menyebabkan semua arang sibuk mendaakannya, daa
agar cepat sembuh. Namun, ada juga dua agar Kiai Pawagal segera
terbebas dari penderitaan panjangnya. Namun, sampai sejauh itu, meski
telah amat tua dan kehilangan kesadarannya, nyawa Kiai Pawagal masih
betah berada dalam tubuh yang ringkih itu. Dengan keadaan seperti
itu, mati pasti jauh lebih baik daripada hidup dengan raga tak lagi layak
diajak hidup. Gajah Enggan layak cemas jika teringat pada peringatan yang
diberikan Ibu Suri Gayatri. Apalagi, jika Gajah Enggan teringat pada
dua kejadian yang disaksikan secara langsung selama berada di Ujung
Galuh. Gajah Enggan menyapukan pandangan ke luas laut di depannya
dan sibuk menduga apa angin lesus itu akan muncul kembali.
"Ayah," terdengar suara serak.
Gajah Enggan menaleh kepada Gajah Sagara yang datang menyusul.
"Ada apa, Sagara?" balas ayahnya.
Namun, memang ada saatnya Gajah Sagara mengalami kesulitan
mengeluarkan isi hatinya, sebagaimana sering pula Gajah Sagara
begitu lancar berbicara. Kali ini, beban yang disangga Gajah Sagara
menyebabkan mulutnya terkunci. Padahal, betapa amat' ingin ia
membangkar habis gumpalan _isi dadanya.
"Kasihan Eyang Buyut," "ucap pemuda tampan itu lemah.
Gajah Enggan hanya mengangguk pendek sambil melangkah ke
bangkahan batu besar yang tergeletak di atas pasir. Dengan duduk di
atas batu itu, Kanuruhan Gajah Enggan mempersiapkan diri untuk
berbicara. " Eyang buyut. Jawa. kakek buyut
"ruu heye either reached e page that is uneyeileble feryiewihg er reached yeuryiewihg Iirnitferthis
baek. . - gayut atara "Rasa sayang dan cmMu kepada kakek buyutmu memunculkan
rasa takut bakal kehilangan. Itu sama halnya dengan kamu merasa takut
jika ibumu jatuh sakit yang dapat menjadi penyebab kamu bakal berpisah
dengannya untuk selamanya. Perasaan yang demikian itu sampai pada
derajat tertentu tidak benar. Misalnya, seperti kali ini, rasa sayang dan
harmarmu terhadap kakek buyutmu tidak harus diterjemahkan dengan
berharap beliau kembali sembuh dan tetap menemanirnu sampai kapan
pun. Hidup ada batasnya. Penuaan ada ujungnya. Damdam yang semula
tumbuh segar makin lama makin tua untuk layu dan luruh. Kakekrnu
mengalami hal yang demikian juga," Gajah Enggan melanjutkan
kalimatnya. Ucapan ayahnya itu menyebabkan Gajah Sagara terperangah.
"Kematian justru akan membebaskan Kiai Pawagal dari semua
penderitaan," ulang Gajah Enggan tegas.
Gajah Sagara sama sekali tidak siap menghadapi jawaban macam
itu, jawaban yang membuat isi dadanya berantakan.
"Eyang buyutmu sudah berusia amat tua, Sagara," lanjut ayahnya.
'*Usia Eyangmu mungkin mendekati seabad. Beliau sudah lelah
menghadapi kehidupan ini. Terbaca hal itu dari sikapnya yang tak mau
disuapi makan sejak beberapa pekan yang lalu. Apa arti bisa hidup
panjang jika keadaannya seperti itu?"
Pantang-panting Gajah Sagara berusaha mengendalikan detak
jantungnya. Dengan sekuat tenaga, ia mencuba menerima apa yang
diucapkan ayahnya itil sebagai sebuah kenyataan dan pilihan terbaik
bagi kakek buyutnya. Gajah Enggan yang memegang pundak anaknya itu tiba"tiba bangkit
dan berdiri. Arah pandangnya tertuju ke kanan. Gajah Sagara pun segera
memberikan perhatiannya pada hal yang sama, pada sesuatu yang luar
biasa. Pengalaman itu adalah untuk yang kedua kalinya bagi Gajah
Sagara. Namun, sudah berulang kali bagi Kanuruhan Gajah Enggan.
Dari arah yang menjadi perhatian itu, terdengar suara menderu, mirip
suara barisan hantu. "ruu heye either reached e page that is uneyeileble fcryiewihg cr reeched yeuryiewihg Iirnitferthis
baek. you have either reached e page that is uneireileble fcryiewihg cr reeched yeuryiewihg Iirnitferthis
baek. you have either reached e page that is uneireileble fcryiewihg cr reeched yeuryiewihg Iirnitferthis
baek. o : Gaji-iii adaah Pasangguhan Gagak Bangal mengulurkan tangan. Gajah Sagara tak
hanya menerima dan membalas tawaran jabat tangan itu. Ia memeluk
Gagak Bangal erat. Gajah Sagara telah menganggap Pasangguhan Gagak
Bangal sebagai pamannya sendiri. Ketika masih bacah, Gajah Sagara
mempunyai kenangan yang sulit untuk dilupakan.
Gagak Bangal yang telah beristri, tetapi belum dikaruniai anak
sering meminjam Gajah Sagara untuk diajak berkuda. Begitu sukanya
Gagak Bangal kepada Gajah Sagara, sampai-sampai sering kali Gajah
Sagara yang dipinjam itu tidak dikembalikan. Terpaksa, tengah malam,
Gajah Enggan datang mengambilnya.
"Biar saja anakmu menginap di sini, besak aku kembalikan," kata
Gagak Bangal. Gajah Enggan tertawa seperti meledek, "Kalau aku tidak
keberatan. Istriku yang tak akan bisa tidur semalaman tanpa ada yang
dipeluk," Gagak Bangal ikut tertawa, "Bukankah ada kamu?"
Gajah Sagara berharap ayahnya akan mengizinkannya menginap.
Akan tetapi, Gajah Enggan menggeleng dan melalui kedipan matanya
meminta supaya Sagara mendekat. Gajah Sagara menghambur dan
melampat ke pelukan ayahnya. '
"Makanya, segera punya anak supaya jangan sering pinjam anak
arang lain," kata Gajah Enggan.
Kenangan sangat indah seperti itu masih tersimpan di benak Gajah
Sagara. Maka, beban yang sedang menggumpal dan butuh pelampiasan
itu ia salurkan dengan memeluk Gagak Bangal erat.
Tanggap terhadap beban sangat berat yang sedang dihadapi anak
sahabatnya itu, Gagak Bangal menepuk-nepuk pundaknya.
"Kenapa Paman Gajah Mada datang kemari?" tanya Gajah Sagara
setelah berhasil menguasai diri.
Gajah Mada memandang Gajah Sagara tajam.
"rau haye either reached a page that is unayailahle feryiewing er reached yeuryiewing limitferthis
baek. "rau haye either reached a page that is dhayailahle feryiewing er reached yeuryiewing limitferthis
hack. "rau haye either reached a page that is dhayailaple feryiewing er reached yeuryiewing limitferthis
pack. o - Gajah Muara Ucapan itu ditujukan kepada Kanuruhan Gajah Enggan yang
dengan bergegas melangkah menyusul Gajah Mada ke luar rumah.
Pasangguhan Gagak Bangal ingin membesarkan hati Nyai Rahyi Sunelak
dan Gajah Sagara. Akan tetapi, mulutnya bagai terkunci.
Di luar, tanpa banyak bicara, Mahapatih Gajah Mada berjalan kaki
menyusuri tanah berpasir. Kanuruhan Gajah Enggan menempatkan diri
di sebelahnya. Gajah Enggan tidak mengeluarkan ucapan apa pun sampai
Gajah Mada berhenti dan berbelak mendekati sebuah perahu yang
teranggak. Agar perahu itu tidak hanyut ketika air pasang, pemiliknya
telah mengikatkannya pada pahan kelapa gading yang tumbuh di
belakang rimbun pahan pandan laut.
Gajah Mada membiarkan air laut menjilat kakinya.
"Sebagaimana dulu pernah kauceritakan," kata Gajah Mada,
"agaknya, benar apa yang disampaikan mendiang Ibu Suri Rajapatni
Gayatri tentang kakekmu." '
Gajah Enggan yang memandang Gajah Mada, mengangguk
perlahan. Tatapan matanya yang tajam mirip elang, menyapu garis
laut yang tenang, juga menatap gumpalan awan yang melintasi bulan.
Namun, perbuatan awan itu hanya sejenak dan tidak menyebabkan Gajah
Enggan terganggu dalam mencermati bahasa raut muka Mahapatih
Gajah Mada. Beberapa saat perhatian Gajah Enggan tertuju pada air laut yang
pecah dan bergelambang di sebuah tempat. Gajah Enggan tahu, keadaan
itu merupakan pertanda bahwa tempat yang lebih menggunduk itu
sedang dilintasi ikan raksasa, ikan sangat besar yangtbelum diketahui
HPH. namanya. Ikan sebesar rumah dengan panjang sampai dua ratus langkah
itu, bahkan pernah ditemukan terdampar tak jauh dari pantai dan
menimbulkan masalah luar biasa. Tidak searang pun yang berani dan
mau memanfaatkan daging ikan itu karena rasanya tidak enak.
Celakanya, juga tak mungkin mengubur ikan sebesar itu. Akibatnya,
ternyata mengerikan. Beberapa hari kemudian, bau busuk yang muncul
rau hare either reached a page that is dhayailahle feryiewing er reached yeuryiewing limitferthis
pack. rau hare either reached a page that is dhayailahle feryiewing er reached yeuryiewing limitferthis
pack. rau hare either reached a page that is dhayailahle feryiewing er reached yeuryiewing limitferthis
pack. o ' Gajah Mada Namun, menurutku harus ada arang yang berkarban untuk kakek
mertuamu. Kalau tidak ada yang berani berkarban, betapa ngeri
membayangkan penderitaan yang akan dialami Kiai Pawagal. Itu sebabnya,
aku bersedia. Kulakukan itu bukan dalam rangka menguasai kemampuan
itu. Namun, untuk menalang beliau."
Kanuruhan Gajah Enggan melangkah lebih dekat dan meraih
lengan Gajah Mada untuk diguncang dengan amat kuat. Kesanggupan
Gajah Mada mengurbankan diri itu sungguh melegakan hatinya.
Kesanggupan Gajah Mada itu akan menjadi pintu pembebas bagi Kiai
Pawagal dari penderitaan yang sebagaimana diramalkan Ibu Suri Gayatri,
jika dibiarkan, akan berkepanjangan.
Bagai menjawab kesediaan Gajah Mada, dari arah timur tiba-tiba
kembali terdengar suara gemeresak. Udara yang tersedia berlimpah ruah
di tempat tidak jauh dari muara sungai kecil itu tiba"tiba terangsang
untuk saling membelit dan memilin. Kemudian, bergerak dengan cepat
menyemburatkan air sungai yang dilintasinya. Makin lama ukuran angin
lesus itu makin besar. Dari yang semula hanya sebesar pahan pinang,
berlipat menjadi lebih besar dari ukuran pahan kelapa dan makin
berlipat lagi. Kemunculan angin lesus itu sangat mengganggu. Di balik lebatnya
pahan pandan, segerambalan burung erapa" yang sedang berlindung
untuk menghabiskan malam dan menunggu datangnya esak, bubar
mawar." Rambangan Maori! itu semburat dan masing-masing berusaha
mencari selamat. Pun seekar ular berwarna hijau yang sedang
merayap dan berniat menerkam pasangan burung sikatan yang ikut
bertengger di sebuah dahan, rantak nyali ular itu mendengar suara
yang sedemikian mengerikan. Ular hijau itu melarat dan buru+buru
mencari selamat. Di sudut pembaringan, Rahyi Sunelak memegang lengan kakeknya
dengan hati yang benar"benar berantakan. Kiai Pawagal menggeliat
menahan sesuatu yang seperti hidup dan menggunakan tubuhnya sebagai
"3 Emprit, Jawa, nama burung pemangsa padi, berukuran lebih kecil dari burung gereja
2" Mawut. Jawa. kacau-balau
ruu haye either reached a page that is unayailable feryiewing er reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. ruu haye either reached a page that is unayailable feryiewing er reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. ruu haye either reached a page that is unayailable feryiewing er reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. ruu haye either reached a page that is unayailable feryiewing er reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. ruu haye either reached a page that is unayailable feryiewing er reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. ruu haye either reached a page that is unayailable feryiewing er reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. ruu haye either reached a page that is unayailable feryiewing er reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. 6 - Gajah Selada Nyaris semua nelayan di Ujung Galuh berutang budi kepada kakek
tua itu. Kakek yang memiliki ilmu pengetahuan aneheaneh dan luar biasa.
Di mata para nelayan, bintang-bintang di langit semula hanya gemerlap
tanpa arti. Akan tetapi, lain artinya di mata Kiai Pawagal. Dan, setelah
semua mempelajari dengan cermat, sebenarnya letak bintang-bintang
di langit memberi petunjuk atas waktu, atas musim, bahkan ke saal
firasat buruk. Dari Kiai Pawagal, para nelayan tahu bagaimana cara pulang jika
tersesat di lautan luas. Dari Kiai Pawagal pula, mereka mendapat petunjuk
ke arah mana harus melaut supaya bisa memperaleh tangkapan yang
banyak. Kiai Pawagal juga mempunyai kemampuan membantu arang.
sakit, bahkan menyembuhkan arang yang kesurupan. Hanya dengan
ditiup dan mulut kamat"kami, hantu yang masuk ke tubuh sesearang
langsung terbirit"birit.
Maka, bagi penduduk dari ujung barat sampai ujung timur
pelabuhan Ujang Galuh, kematian Kiai Pawagal benar-benar menjadi
kehilangan yang amat besar. Akan tetapi, daya tarik Mahapatih
Gajah Mada yang datang untuk ikut memberikan pengharmatan
terakhir kepada Kiai Pawagal memang sangat besar. Puluhan, bahkan
hampir mendekati seratus arang yang berniat melaut, membelakkan
arah perahunya begitu berita kehadiran Gajah Mada itu menyapa
mereka. Gajah Mada adalah arang yang sangat terkenal. Bagi arang-arang
Ujung Galuh, bisa berjabat tangan dengannya akan menjadi sebuah
kebanggaan. Kisah itu akan dituturkan kepada anak dan cucu. Atau,
dipamerkan kepada siapa pun dengan menepuk dada.
Tak harus menunggu terik untuk memulai pembakaran Jaran.
Dengan kerja keras dan bahu-membahu, semua yang dibutuhkan untuk
penyelenggara upacara sudah terpenuhi. Maka, ketika matahari memanjat
naik dan cukup panas untuk membuat arang berkeringat, api disalurkan
ke tumpukan kayu yang telah disiram dengan minyak. Api pun berkabar,
panasnya memaksa arang"arang untuk mundur.
ruu haye either reached a page that is unayailable feryiewing er reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. ruu haye either reached a page that is unayailable feryiewing er reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. ruu haye either reached a page that is unayailable feryiewing er reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. o . gajaii SFI-tuah

Gajah Mada Perang Bubat Karya Langit Kresna Hariadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendengar bahwa Prabu Maharaja Linggabuana,F Raja Sunda Galuh,"
memiliki searang anak gadis yang kecantikannya gilang-gemilang. Aku
ingin kau menemani Patih Maduratna ke istana Surawisesa?" ucap Gajah
Mada datar. Kanuruhan Gajah Enggan terkejut, "Aku?"
a," jawab Gajah Mada sambil menganggu k. "Aku ingin mengetahui
sikap dan keadaan kerajaan Sunda Galuh dari arang yang bisa aku percaya.
Aku tak ingin mendapat gambaran dari arang lain. Lebih dari itu, aku
ingin kau mewakili aku berbicara langsung dari hati ke hati dengan Sang
Prabu Maharaja Linggabuana. Kau akan ditemani Ma Panji Elam dan
teman-temannya." Nama yang disebut terakhir menyebabkan Gajah Enggan mencuatkan
alis. Kanuruhan Gajah Enggan termangu menyadari tugas yang akan
diembannya itu merupakan jenis tugas yang sangat berat. Namun,
Gajah Enggan juga amat tahu latar belakang Gajah Mada menunjuknya.
Dalam banyak hal, Gajah Enggan merasa hanya dirinya yang bisa
menerjemahkan apa yang dikehendaki Gajah Mada.
"Bagaimana" Kausanggup?" tanya Gajah Mada.
Gajah Enggan merasa aneh mendapat pertanyaan itu. Gajah
Mada bukan jenis arang yang gemar tawar"menawar. Perintah yang
diberikan tidak pernah diikuti tawar"menawar saal kesanggupan. Namun,
Kanuruhan Gajah Enggan segera sadar, mungkin karena ia sedang dalam
keadaan berkabung maka Mahapatih Gajah Mada memberikan tawaran.
Jika ia tak sanggup, akan diberikan tugas itu kepada arang lain.
"1 Prabu Maharaja Linggabuattu. Raja Sunda Galuh ketumnan Raja Wretikandayun.
:" Sunda Galuh. Carita Parahyangan tidak menyebutkan lemang ibu kala kerajaan Galuh. baik sebagai
kerajaan maupun pusat pemerintahan disebut Galuh saja. Penyebutan Bujung Galuh berasal dari sumber
sekunder, seperti Wawacan Sajarah Galuh dan tradisi lisan yang hidup di sekitar lakasi. Bajang Galuh
terletak di sebidang tanah yang kini berubah menjadi hutan dengan luas 15,5 itu. pada penemuan sungai
Cimuntur dan Sungai Citanduy. di tepi jalan raya Ciamis-Banjar km I". Sekarang. tempat itu disebut
sebagai situs Karangkamulyan. Penyebutan Sunda Galuh digunakan untuk membedakan dengan kerajaan
Sunda Pakuan yang beribu kata di Pakuan dengan keratan bernama Sri Bima Punta Narayana Madura
Suradipati. Sunda Pakuan didirikan Tarusbawa ketika kerajaan Tarumanegara telah lemah sekali.
"9 Sul-u". sebutan untuk istana kerajaan Sunda Galuh. lnfarrnasi tersebut berasal dari Prasasti Kawali
yang berbunyi. "Part-u Raja Wastu mangadek di Kuta Hawaii nu Malayu Ha Kedutaan Surawisesa."
"rau haye either reached a page that is unayailable feryiewing ar reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. "rau haye either reached a page that is unayailable feryiewing ar reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. "rau haye either reached a page that is unayailable feryiewing ar reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. o ' Gajah [Mada bawah panji"panji Majapahit, bendera gaib kelapa," dbaagn'agnag manang
aaa laka," dan dasar negara yang dituangkan dalam Kitab UndangUndang Pratigundala."
Majapahit benar-benar rembada." jika sebelumnya banyak terjadi
gesekan yang berujung ke pertikaian antarnegara kecil, untuk selanjutnya,
peristiwa-peristiwa macam itu jarang terjadi karena penyelesaiannya
dituntaskan di kataraja Tarik. '
Di lautan, armada perang Majapahit benar-benar memberi rasa
aman. Sebagai panglima mewakili Prabu Hayam Wuruk, Gajah Mada
memberi perintah kepada armada laut untuk tidak pernah berhenti
bergerak. Mereka harus berkeliling, terutama membayang-bayangi
beberapa pintu masuk ke wilayah Nusantara. Kapal pedagang selanjutnya
bisa berlayar dengan tenang karena Kutaramanawa" diterjemahkan
dengan amat tegas bagi siapa saja. Melalui Kutaramanawa, sudah
puluhan perampak di laut yang dihukum mati atau dijeblaskan ke
penjara. Untuk pemekaran armada laut, Mahapatih Gajah Mada tidak
melarang beberapa negara bawahan ikut membangun kekuatan
prajuritnya. Bahkan, tidak melarang mereka menggunakan bendera
masing"masing dengan kesadaran bahwa satu dan lainnya merupakan
satu ikatan yang tidak terpisah, satu darah, satu saudara, satu tujuan, dan
merasa menghadapi satu ancaman.
Namun, Mahapatih Gajah Mada merasa masygul karena di depan
mata, ada negara Sunda Galuh yang belum juga sadar untuk mau
" Gula kelapa, Jawa. arti hadiahnya memang gula dan kelapa. Namun. dalam hal ini bennakna bendera
merah putih. " Biblia gringsing lubheng luwih laka, bisa kita irleritikkaa dengan lambang negara Garuda Pancasila
Lambang ini berupa gambar buah maja. terletak di tengah-tengah kain yang dibatik bercetak geringsing
bemama merah. " Pratlgundala. bisa kita bayangkan seperti uun 45 pada zaman sekarang. Pratigundaia yang berkedudukan
sebagai sumber hukum yang mengatur bagaimana sikap dan perilaku yang baik. disusun Sri Gitarja
Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani.
" Sembada. Jawa. bertanggung jawab atau mentenuhi janji dan kewajibannya
"' Kutaramanawa, bisa diidentikkan dengan KUHPzaman sekarang
"rau haye either reached a page that is unayailable feryiewing ar reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. "rau haye either reached a page that is unayailable feryiewing ar reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. "rau haye either reached a page that is unayailable feryiewing ar reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. "rau haye either reached a page that is unayailable feryiewing ar reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. "rau haye either reached a page that is unayailable feryiewing ar reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. "rau haye either reached a page that is unayailable feryiewing ar reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. "rau haye either reached a page that is unayailable feryiewing ar reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. "rau haye either reached a page that is unayailable feryiewing ar reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. "rau haye either reached a page that is unayailable feryiewing ar reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. "rau haye either reached a page that is unayailable feryiewing ar reached yeuryiewing Iirnitferthis
baek. Perang diabat : ' memelatatinya dengan telanjang, adakalanya pula sang surya cukup
mengintip dari balik mega tipis.
Seperti hari itu, bukan dengan maksud pulang karena didarang
kerinduannya kepada anak dan istri, tetapi'ayunan langkah kaki kudanya
yang membawa Pradhabasu melintas amat dekat dengan rumahnya.
Pradhabasu sama sekali tidak memberi perintah. Kuda itu sendiri yang
kemudian membelak menyusuri jalan-jalan yang dikenalinya dengan
baik. Kuda itu mengayunkan kaki perlahan, bahkan berjalan. Apalagi,
ketika membelak memasuki halaman sebuah rumah, kemudian berhenti
tepat di bawah rindang pahan sawa manila.
Bingung, tersadar, atau bagai terbangun dari melamun ketika
Pradhabasu tiba-tiba kaget *dan merasa aneh melihat rumah di
depannya. "Kaubawa aku pulang?" berbisik Pradhabasu sambil menelungkup
dan memeluk punggung kudanya.
Pintu rumah sederhana itu pun kemudian terbuka. Searang
perempuan muncul dari dalam rumah, lalu memandanginya dengan
dada mengambak. Perempuan itu terbelalak, tetapi kehilangan kekuatan
untuk bergerak. Yang bisa ia lakukan hanya berpegangan pada pintu
dan berusaha sekuat tenaga agar jangan sampai melarat ambruk.
Perlahan, Pradhabasu turun sambil berusaha keras agar jangan sampai
air matanya yang menggenang bergulir ke pipi. Jika itu terjadi, berarti
ia sudah menangis. Padahal, Pradhabasu amat yakin, menangis adalah
sebuah pantangan. Menangis adalah sebuah keadaan yang tidak baleh
dialaminya. Dengan kaki setengah melayang, Pradhabasu melangkah mendekati
Dyah Menur yang segera mengalungkan pelukan. Pradhabasu
membimbing istrinya masuk ke dalam rumah. Ketika Pradhabasu yang
kelelahan lahir batin itu, kemudian duduk di kursi sederhana, Dyah
Menur duduk bersimpuh memegangi lurumya.
Pandangan mata yang dilantarkan Dyah Menur adalah sebuah
pertanyaan yang sangat jelas apa maksudnya. Pradhabasumenggeleng
0 - gajufifMedh sebagai jawabnya. Nyai Dyah Menur Sekar Tanjung tak sekadar
memegang lutut suaminya. Dipeluknya lutut itu dan dijadikannya sebagai
sandaran kepala. Dalam hening lamunan, dalam hening angan yang melayang
tanpa batas, perhatian pasangan suami"istri itu tertuju kepada sosok
yang bergumpal-gumpal dalam menimbulkan tanda tanya tentang
keberadaannya. Pradhabasu layak merasa bersalah kepada mendiang Kembangrum
Puri Widati, adiknya. Setiap kali mengingat nama itu, ia selalu merasa
dadanya tertusuk duri. Kematian adiknya melalui bpp-ai diri sangat ia
sesali sekaligus sangat ia pahami. Kematian adik iparnya yang sekaligus
sahabat akrabnya ketika masih muda. dan sama"sama menyimpan
semangat yang menggelora dalam mengabdi di pasukan khusus
Bhayangkara tidak akan pernah dapat ia lupakan.
Adik iparnya itu dibunuh atas dakwaan kesalahan yang tidak
dilakukannya. Apalagi, hukuman mati itu dilakukan dengan sangat
kejam. Sungguh, peristiwa itu tidak mungkin dihapus dari ingatannya
sampai kapan pun. Kematian Mahisa Kingkin sungguh meninggalkan jejak sakit hati
yang tidak bisa dilupakan sampai kapan pun. Apalagi, ada rangkaian
peristiwa beruntun sebagai akibamya. Adiknya menyusul Mahisa Kingkin
ke alam kematian sebagai pertanda sedemikian besar rasa cinta dan
kesetiaannya. Kembangrum Puri Widati mati bunuh diri. Namun, persoalan
tidak lantas selesai. Adiknya meninggalkan seorang anak lelaki yang
membutuhkan perhatian, bahkan sangat membutuhkan perhatian. Itu
karena keadaan Sang Prajaka tidak lumrah. Ia memiliki eaeat bawaan.]ika
dilihat dari wajahnya, tak terlihat masalah apa pun. Namun, jika dilihat
perilakunya, terlihatlah betapa Sang Prajaka memiliki sebuah masalah
yang berat. Semula, ia tidak memiliki kepedulian pada apa pun. Dari
pandangan mata yang hanya tertuju pada. satu titik, terlihat bagaimana
angan dan pikirannya selalu melayang.
You heye either reached e page that is uneyeileble feryiewing or reeehed youryiewing limitforthis
book. You haye either reached a page that is Lihayailable feryiewing or reached youryiewihg Iirrtitforthis
hoek. You haye either reached a page that is dhayailaple feryiewing or reached youryiewihg Iirrtitforthis
hoek. o . Gajah Madi: bingung. Ia tak tahu bagaimana cara menampahkan beban di hatinya,
tidak tahu bagaimana caranya mengalihkan keinginannya untuk menjerit.
Yang tersisa yang bisa ia lakukan adalah berlari mendekati dimedia"
di bawah pohon sawo manila yang sering digunakan sebagai tonggak
pengikat kuda. Namun, gadis itu tak lama duduk. Suara kuda yang datang berderap
mendorongnya untuk mengangkat pantatnya. Bergegas, gadis itu melongok
untuk melihat siapa yang datang Gadis itu pun kemudian melejit.
"Kakang Kuda Swabaya," gadis itu menyebut nama sambil
menyongsong. "Ayah sudah pulang, Pretiwi?" tanya pemuda tampan dan berwibawa
pemilik tubuh berperawakan gagah dan perkasa itu.
Gadis yang dipanggil dengan nama Pretiwi itu mengangguk.
"Baru saja, belum rapeagiaaag, "'5 balas Pretini.
Kuda Swabaya melompat turun dari kudanya dan mengikatnya
menjadi satu dengan kuda milik ayahnya di batang pohon sawo
manila. Dengan bergegas, pemuda gagah yang masih mengenakan pakaian
keprajuritan itu masuk ke dalam rumah diikuti adik perempuannya.
Pemuda itu rupanya sangat mencintai dan menghormati ayahnya. Ia
juga sangat mencintai dan menghormati ibunya. Kuda Swabaya bergegas
berjongkok dan memberikan penghormatan dengan menyembah, yang
dilanjutkan" dengan memeluk ibu dan ayahnya bergantian. Sementara itu,
rasa sayangnya kepada sang adik ia tunjukkan dengan mengusap-usap
kepala Dyah Pretiwi beberapa saat lamanya.
Dengan bangga, Pradhabasu memerhatikan penampilan Kuda
Swabaya yang gagah dan perkasa. Melalui latihan yang keras, Kuda
Swabaya berhasil memiliki bentuk tubuh yang amat diinginkan banyak
'" Dingklik. Jawa. bangku panjang untuk bersantai
45 Sepenglnang. Jawa. berasal dari kata dasar nginang yang berarti kegiatan makan sirih. Sepenginang
berarti waktu yang hanya sebentar seperti yang dibutuhkan untuk kegiatan makan sirih.
Terang filtrasi : 0 pria sekaligus diangankan para gadis. Kakinya begitu kukuh, seolah
siap dan sanggup menghadapi badai kehidupan macam apa pun atau
gempa"bumi sebesar apa pun. Para gadis yang mengangankannya
membayangkan betapa akan merasa aman bersuamikan dan dilindungi
pemuda yang gagah perkasa itu.
"Baru sepekan yang lalu, kamu mendapatkan kesempatan untuk
pulang," kata Dyah Menur, "kenapa sekarang kaupulang lagi?"
Pradhabasu tak berkedip dalam memandang wajah anak lelakinya.
Pertanyaan yang dilontarkan istrinya itu juga menjadi pertanyaannya.
Pradhabasu menempatkan diri 'siap mendengar apa jawaban Kuda
Swabaya. "Aku mendapat perintah pergi ke Sunda. Tugasku melayani paman
Sri Baginda untuk sementara akan digantikan orang lain," jawab Kuda
Swabaya. ' Pradhabasu mencuatkan alis. Ada jejak rasa-kaget di wajahnya.
"Kamu memperoleh tugas ke Sunda yang mana?" tanya Pradhabasu
Sepengetahuan Pradhabasu memang ada dua negara Sunda di
wilayah _]awa bagian barat. Sunda Galuh yang beribu kota di Kawali
dan Sunda Pakuan yang letaknya lebih jauh lagi. Membutuhkan waktu
puluhan hari untuk sampai ke Sunda Pakuan, meski perjalanan ditempuh
dengan perahu menyusur laut Jawa. Apalagi, jika untuk pergi ke Sunda
Pakuan itu ditempuh dengan berkuda, benar-benar membutuhkan
waktu yang lama sekali karena medannya yang amat berat karena harus
melintasi hutan belukar dan tempat"tempat yang masih belum aman
karena banyak penjahat. "Sepertinya Sunda Galuh yang beribu kota di Kawali," jawab Kuda
Swabaya. Pradhabasu masih merasa penasaran.
"Siapa yang memberimu perintah itu?" kejar Pradhabasu.
Kuda Swabaya balas memandang tatapan ayahnya yang amat jelas
menampakkan kekhawatirannya. Namun, apa sebenarnya yang harus
o : 992159441413 dikhawatirkan" Sama sekali tak ada yang perlu dikhawatirkan. Perjalanan
ke Sunda Galuh bukan perjalanan berperang dan mengadu nyawa.
Perjalanan ke tempat itu justru untuk sebuah niat yang baik. '
"Mahapatih Gajah Mada, Ayah," jawab Kuda Swabaya.
Pradhabasu termangu mendapat jawaban itu.
"Secara langsung?" tambah ayahnya.
Kuda. Swabaya mengangguk. Namun, semua jawaban itu masih
belum memuaskan hati Pradhabasu.
_ "Untuk keperluan apa kau harus pergi ke Sunda Galuh. Tugas apa
yang kaubawa?" kejar Pradhabasu lagi.
Kuda Swabaya menyempatkan memandang adiknya. Dalam
sikapnya yang seperti itu, Kuda Swabaya seperti memikirkan atau
menyembunyikan sesuatu. Seperti halnya suaminya, Nyai Dyah Menur
juga layak merasa cemas. Sebagai seorang ibu yang melahirkan Kuda
Swabaya, perempuan itu cemas anaknya bakal berhadapan dengan
bahaya. Meskipun sebagai ibu dari seorang prajurit, Nyai Dyah Menur
sadar, yang namanya bahaya bisa mengintai dari mana saja.


Gajah Mada Perang Bubat Karya Langit Kresna Hariadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kuda Swabaya mampu membaca raut muka itu.
"Perjalananku tidak untuk menghadapi bahaya, Ibu," kata Kuda
Swabaya berusaha menenangkan.
Raut cemas itu masih membayang di wajah ibunya.
"Lalu," ibunya membalas, "tugas apa yang kaubawa dalam perjalanan
jauh yang akan kautempuh itu?"
Kuda Swabaya berusaha tersenyum.
"Berita paling hangat saat ini adalah Sang Hyang Wekasing Suka"
mulai berpikir untuk memiliki seorang istri. Tugasku hanya mengawal
perjalanan yang akan ditempuh Paman Patih Maduratna yang ditugasi
?" Sang Hyang Welt" Suka. nama abiseka Prabu Hayam Wuruk menurut Pararaton
You haye either reached a page that is unayailaple feryiewing or reached youryiewing Iirnitforthis
hoek. You haye either reached a page that is unayailaple feryiewing or reached youryiewing Iirnitforthis
hoek. You haye either reached a page that is unayailaple feryiewing or reached youryiewing Iirnitforthis
hoek. You haye either reached a page that is unayailaple feryiewing or reached youryiewing Iirnitforthis
hoek. You haye either reached a page that is unayailaple feryiewing or reached youryiewing Iirnitforthis
hoek. o . 9:1th Madra Boleh jadi, kepergian Sang Prajaka tak bisa dianggap sebagai
kehilangan layaknya kepergian seorang bocah. Akan tetapi, penyebab
dari kejadian itu yang amat disesali yang menyebabkan Sang Prajaka
harus dicari. Setidaknya, agar permintaan maaf bisa diucapkan langsung
di depannya. "Akan aku lakukan, Ayah," jawab Kuda Swabaya yang terasa agak
terlambat. Pradhabasu memandang telapak tangannya. Apakah karena
usianya memang sudah tua atau karena sedemikian berat persoalan
yang dihadapinya yang menyebabkan jari-jari tangannya sering gemetar
di luar kehendaknya" Dalam perjalanan pulang dari perjalanan panjang
yang ditempuh untuk mencari anaknya, Pradhabasu singgah di
sebuah warung untuk membeli secangkir minuman guna membasahi
tenggorokannya. Pradhabasu terkejut saat menyadari tangannya gemetar
tidak terkendali, menyebabkan minuman itu tumpah membasahi pakaian
yang dikenakannya. "Jika kau menemukan jejaknya atau menemukannya, entah dengan
cara bagaimana pun, kabarilah Ayah. Kalau ia tidak mau pulang,
, sampaikan kepada Prajaka bahwa Ayah sangat salah telah menjatuhkan
tuduhan yang tidak benar itu kepadanya," ucap Pradhabasu.
Kuda Swabaya menjawab ucapan itu dengan anggukan sambil
memeluk adiknya yang menyandarkan diri di pundaknya.
Kuda Swabaya tidak terlalu lama berada di rumah karena waktu
yang dimilikinya hanya sedikit.]ika Kuda Swabaya tidak segera kembali,
ia akan mendapatkan penilaian buruk dari pimpinannya. Kuda
Swabaya harus menghindarkan diri dari penilaian tidak memiliki jiwa
jararepfrr." "Sampaikan salamku kepada Gajah Enggan," kata Pradhabasu.
5" Samapta. laws. amat mendekati arti disiplin
You haye either reached a page that is unayailaple feryiewing or reached youryiewing Iirnitforthis
hoek. You haye either reached a page that is unayailaple feryiewing or reached youryiewing Iirnitforthis
hoek. You haye either reached a page that is unayailaple feryiewing or reached youryiewing Iirnitforthis
hoek. . : Gajah Mada dengan beberapa bahan jamu yang lain. _]ika diminum, rasa jamu itu
tidak ketulungan pahitnya. Namun, jamu yang pahit itu diyakini dapat
menyembuhkan banyak sekali jenis penyakit, termasuk yang sedang
dialami ayahnya. Tiba"tiba, ibunya datang mendekat. Perhatian Nyai Dyah Menur
tidak tertuju pada jamu yang dibuatnya, tetapi lebih kepada dirinya.
"Umurmu sekarang sudah lebih dari delapan belas tahun," kata
ibunya begitu tiba-tiba. "Menurut Ibu, kamu sudah layak untuk berumah
tangga. Sudah adakah lelaki yang telah memberimu isyarat rasa suka?"
Ditodong pertanyaan yang dilontarkan mendadak itu, menyebabkan
Dyah Pretiwi bingung. Namun, dengan bergegas, Dyah Pretiwi
menghapus semua kesan dari wajahnya. Pertanyaan itu tidak dijawabnya.
Dari bahasa wajahnya, Dyah Menur tahu, Dyah Pretiwi tidak berkeinginan
bicara soal itu. "Tak baik bagi seorang perempuan kawin terlalu tua. _]ika ada lelaki
yang berminat dan menyampaikan keinginannya kepadamu, berceritalah
segera kepada Ibu agar Ibu bisa mengukur apa ia layak menjadi suamimd
Tentu, Ibu berharap calon suamiinu adalah lelaki yang baik, yang nantinya
mampu menjadi pengayom dan melindungimu. Akan tetapi, Ibu juga
harus mengingatkan, janganlah kamu membangun angan-anganmu
terlalu tinggi dengan berkeinginan menjadi seorang permaisuri," kata
Dyah Menur. Ucapan ibunya itu mengagetkan Dyah Pretiwi yang seketika
melotot dan harus menyembunyikan wajahnya dengan memandang ke
arah lain. "Janganlah karuu mengangankan Sang Prabu Hayam Wuruk karena
tidak mungkin kau bisa menggapainya. Sadarlah di mana kita berada dan
berasal. Kita hanya orang biasa saja. Maka, berpikir dan beranganlah
sebagaimana layaknya orang biasa.]angan bermimpi terlalu tinggi. jika
mimpimu tidak menjadi nyata, kau akan terbanting dengan rasa sakit
seimbang dengan tinggi atau rendahnya mimpimu itu," lanjut Dyah
Menur. "rou haye either reached a page that is unayailaple feryiewing or reached youryiewing Iirnitforthis
hoek. "rou haye either reached a page that is unayailaple feryiewing or reached youryiewing Iirnitforthis
hoek. "rou haye either reached a page that is unayailaple feryiewing or reached youryiewing Iirnitforthis
hoek. o ' (jajah Mad-a Kanuruhan Gajah Enggon mengangguk.
"Jangan mengajak aku," kata Pradhabasu.
"Aku tak akan mengajakmu. Aku hanya minta saran terkait tugas
yang aku terima dari Kakang Mahapatih," ucap Gajah Enggon.
Pradhabasu menempatkan diri siap menyimak apa pun yang akan
disampaikan teman karibnya itu.
"Lebih dari dua puluh tahun Kakang Gajah Mada mengumandangkan
sumpah di depan Bale l'.l'llitana di hadapan kedua prabu putri saat itu.
Terbukti, Kakang Gajah Mada mampu mewujudkan sumpahnya. Selimut
itu, segala daya upaya dikerahkan untuk bisa membawa Majapahit
menjadi sebuah negara besar. _jika Ra Kembar dan 1"i'l'i'arak yang terbunuh
di permana?" saat itu hidup kembali, mereka akan menyadari bahwa
tindakan yang mereka lakukan di perawakan itu terbukti salah. Apa
yang dulu dianggap tak masuk akal, kini terwujud. Wilayah Majapahit
membentang sedemikian luas, dari ujung langit di sebelah timur hingga
ujung langit sebelah barat," lanjut Gajah Enggon.
Pradhabasu menyimak ucapan Kanuruhan Gajah Enggon itu
dengan sedikit rasa heran. Pradhabasu tentu sudah tahu semua yang
disampaikan Gajah Enggon itu. Jadi, untuk apa Gajah Enggon
_ menuturkan semua itu"
_"Kau menuturkan sesuatu yang tak perlu," ucap Pradhabasu
mengingatkan. Kanuruhan Gajah Enggon menarik napas amat panjang.
"Aku bermaksud memberi gambaran bagaimana cara pandang kita
terhadap negara Sunda Galuh. Namun, aku juga akan menceritakan tarik
ulur di antara para pejabat istana saat ini," kata Gajah Enggon.
Tajam sekali pandangan mata Pradhabasu dalam membalas tatapan
mata sahabat karibnya itu. '
?" Panarukan. Jawa. sidang yang digelar atau tempat bersidang
gerang Shahar. ' 0 "Apa di antara para pejabat istana ada yang saling berseberangan
sikap?" tanya Pradhabasu.
Senyum yang mencuat dari bibir Kanuruhan Gajah Enggon terasa
aneh. "Bukan hanya berseberangan sikap, tetapi saling mengelompok.
Kelompok"kelompok ini terbentuk sejak kematian Ibu Suri Rajapatni
Biksuni Gayatri tujuh tahun yang lalu," jawab Gajah Enggon.
Pradhabasu merasa baru pertama kali mendengar keterangan itu
sehingga ucapan Kanuruhan Gajah Enggon itu terasa aneh baginya.
Selama ini, yang ia tahu pemerintahan berjalan amat bagus. Gajah Mada
bisa menjalankan amanat yang diterimanya dengan sebaik-baiknya. Ia
juga didukung penuh kedua mantan prabu putri. Namun, mengapa sejak
kematian Ibu Suri Rajapatni, tarik ulur sebagaimana yang disebut Gajah
Enggan bisa terjadi"
"Karena sejak saat itu., Raden Tetep yang naik takhta," terang Gajah
Enggon bagai bisa menebak apa yang ada di benak Pradhabasu.
Namun, Pradhabasu masih belum paham juga.
"Prabu Hayam "jeruk belum memiliki kemandirian seperti ibunya,"
lanjut Gajah Enggon menerangkan. " Sang Prabu Hayam Wuruk naik
takhta di usia sangat belia, baru enam belasan tahun saat itu sehingga
kebijakan-kebijakan yang diambil sepenuhnya berada di bawah bayangbayang pengaruh Kakang Mahapatih Gajah Mada. Hal yang demikian'
itu menyebabkan timbulnya bibit penyakit yang diam"diam menyebabkan
suasana menjadi gerah. Aku melihat tarik ulur itu. Ada kelompok pejabat
yang tak senang dengan semua kebijakan Mahapatih Gajah Mada,
tetapi hanya menyimpan rapat di dalam hati. Kelompok ini ingin Sang
Prabu tidak hanya menjadi sebuah lambang. Mereka ingin Sang Prabu
memiliki kekuasaan penuh. Mereka juga menginginkan kekuasaan tak
terpusat di tangan satu orang, Kakang Amangkubumi Gajah Mada.
Mereka berada di kelompok tersendiri yang menundukkan kepala amat
dalam di perawakan. Namun, tetap saja perbedaan pandangan ini terbaca
sangat jelas." o . gayut; anna Pradhabasu menyimak apa yang disampaikan Kanuruhan Gajah
Enggon dengan penuh perhatian. .
"Apa itu merupakan pertanda hubungan antara Mahapatih dan
Sang Prabu sedang tidak bagus?" tanya Pradhabasu.
"Sama sekali tidak," jawab Kanuruhan Gajah Enggon tangkas.
"Hubungan Mahapatih Amangkubumi dan Sang Prabu amat bagus. Hanya
saja, orang melihat, seolah apa pun keputusan yang diambil Sang Prabu _
berasal dari Gajah Mada. Sang Prabu seperti galat." yang dikendalikan
orang lain. Dan, orang lain itu adalah Mahamantrimukya."
Pradhabasu mengampkan kedua rahang sambil mengucck"ucek
sebelah matanya yang terasa gatal. Pradhabasu mencoba membayangkan
bagaimana suasarta di istana yang disebut sedang menghangat dan gerah
itu. "Lalu, kelompok berikutnya?" tambah Pradhabasu yang merasa
penasaran. "Yang kedua adalah pendukung Kakang Amangkubumi Gajah Mada
yang terdiri atas dua kelompok., yaitu pendukung yang menggunakan akal
waras dan pendukung yang membabi buta," jawab Gajah Enggon.
Alis Pradhabasu makin mencuat.
"Aku bisa membayangkan siapa saja yang menggunakan akal waras
itu dan bagaimana mereka menggunakan akal warasnya. Akan tetapi,
siapa saja yang mendukung dengan membabi buta itu" Apa pula latarbelakangnya?" tanya Pradhabasu penasaran.
Gajah Enggon menarik napas amat panjang sambil mengenang
siapa saja orang-orang yang berada di barisan para arya"2 yang sedemikian
beringas dalam memaksakan kehendak, menyebabkan hatinya merasa
risih. Kebijaksanaan yang diambil Amangkubumi sering menjadi bias
"' Golek. Jawa. boneka
az Arya, nama strata. kelompok, atau golongan pejabat yang selengkapnya terdiri atas gulungan para rakiian.
para alya. para dang acarya. dan para upappati. Danuadyaksa kasogatan dan kasaiwan masuk ke dalam
golongan dang acarya. dereng (Bahar - 0 karena diterjemahkan berlebihan, bahkan tak sesuai dengan apa yang
dikehendaki dan digariskan Gajah Mada sendiri.
"Dengan kedudukannya sekarang, Kakang Gajah Mada menjadi
pusat dari tarik ulur beberapa kepentingan. Tarik ulur dari mereka yang
ingin membuat jasa yang sebesar-besarnya karena hanya itulah peluang
yang bisa dilewati untuk menggapai kedudukan atau jabatan yang lebih
tinggi. Hal itu terlihat dengan jelas di kalangan para prajurit. Di medan
peperangan, mereka ingin terlihat paling menonjol. Untuk kepentingan
itu, ketika tak ada perang, perang pun sampai diada"adakan. Supaya
terlihat berjasa, kelompok ini pun menerjemahkan perintah dan
kebijakan Amangkubumi dengan membuta. Orang-orang inilah yang
aku sebut sebagai pendukung yang tidak menggunakan akal waras itu,
yang sebagian tersebar di antara para arya," jawab Gajah Enggon.
Pradhabasu benarabena'r merasa heran.
"Siapa saja para arya itu?" tanya Pradhabasu.
Kanuruhan Gajah Enggon membalas dengan sebuah pertanyaan, _
"Sebarapa jauh pengenalanmu terhadap para arya yang menduduki
jabatan sekarang?" Pradhabasu menggeleng. "Ada beberapa nama yang naik pangkat. Selanjutnya, kedudukan
yang kosong itu diisi nama-nama baru. Mereka adalah Sang Arya Patipati
Pu Kapar, Sang Arya Wangsaprana Pu Menur, Sang Arya Jayapati Pu
Pamor, Sang Arya Rajaparakrama Ma Panji Elam, Sang Arya Suradhiraja
Pu Kapasa, Sang Arya Rajadhikara Pu Tanga, Sang Arya Dewaraja
Pu Aditya, dan Sang Arya Dhiraraja Pu Narayana."il Kedelapan nama
itu adalah pendukung Kakang Mahapatih. Empat orang memberikan
dukungannya dengan menggunakan akal waras, sementara empat
yang lain, Pu Kapar, Pu Menur, Ma Panji Elam, dan Pu Kapasa sering
memberikan dukungannya secara membuta. Orang"orang yang membuta
ini memang memberikan dukungan sangat kuat terhadap apa pun yang
"3 Nama para arya tersebut tertera dalam Piagam Sidateka
o - Gejafi waaa menjadi keputusan Kakang Mahapatih Amangkubutni Gajah Mada.
Akan tetapi, tak jarang, bahkan aku ,sering cemas, apa yang mereka
lakukan justru bisa merugikan Sang Mahamantrimukya," ucap Gajah
Enggon. Meski agak sulit memahami, Pradhabasu mengangguk-angguk
pendek. "Sadarkah Amangkubumi atas keadaan macam itu?" tanya
Pradhabasu. "Berulang kali aku mengingatkannya," jawab Kanuruhan Gajah
Enggon tegas. "Lalu, sikap Amangkubumi?" tanya Pradhabasu lagi.
"Ketika aku sampaikan hal itu, Amangkumi Mahapatih Gajah Mada
hanya tertawa dan menganggap peringatanku omong kosong belaka,"
balas Gajah Enggon. Pradhabasu mengerutkan kening sampai berlipat-lipat, pertanda ia
berpikir amat keras. "Aku masih belum memahami, ada bahaya macam apa sampai kau
sedemikian cemas," kata Pradhabasu.
Kanuruhan Gajah Enggon tersenyum dan membuang pandangan
matanya ke pucuk pohon kelapa. Di sana, tampak seorang laki-laki
sedang memanjat pohon kelapa yang sangat tinggi. Tentu, dibutuhkan
nyali yang besar untuk bisa menggapai puncak. Akan tetapi, rupanya
orang itu memang sudah terbiasa dengan jenis pekerjaannya. Gajah
Enggon melihat, tak berapa lama kemudian, beberapa butir kelapa telah
diturunkan. Pradhabasu ikut memerhatikan orang itu.
"Namanya Kiai Sandan Banjir. Yakinlah, ia nanti akan datang kemari


Gajah Mada Perang Bubat Karya Langit Kresna Hariadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membawa beberapa butir kelapa muda," ucap Pradhabasu.
Gajah Enggon agak termangu.
"Lanjutkan ceritamu," sela Pradhabasu.
fParang-tBu5at . o "Masalahnya, sekarang pusat perhatian sedang tertuju pada Sunda
Galuh," ucap Gajah Enggon.
_ Pradhabasu agak terkejut. Tergambar itu dari gerakan kepalanya
yang menoleh dengan mendadak. Pagi sebelumnya, Kuda Swabaya '
pulang memberitahukan rencana keberangkatannya menuju Sunda
Galuh. Sekarang, Kanuruhan Gajah Enggon datang membawa cerita
yang sama. "Bagaimana sikap pihak-pihak yang berbeda cara pandang itu
dalam menyikapi rencana Sang Prabu untuk mengaadni putri dari Sunda
Galuh?" tanya Pradhabasu.
Kanuruhan Gajah Enggon yang duduk itu, kemudian berdiri dan
berjalan mondar"mandir.
"Kakang Gajah Mada mempunyai pandangan dan garis sikap yang
tegas serta tidak bisa ditawar lagi," berkata Gajah Enggon. "Aku bisa
memahami kenapa dan dengan latar belakang macam apa Kakang
Mahamantrimukya berkeras mewujudkan keinginannya. Itu karena cerita
lama yang terjadi pada zaman Singasari. Kau tentu ingat, ada utusan
negara Tartar bernama Meng Khi yang datang ke negeri Singasari. Ia
! meminta kepada Raja Singasari, Sri Kertanegara, untuk tunduk menjadi
bagian dari negara Tartar. Namun, sebagai jawaban, Raja Kertanegara
justru memerintahkan untuk memotong telinganya. Kejadian inilah yang
selama ini selalu menghantui benak Kakang Mahapatih hmangkubumi.
Kakang Gajah Mada yakin bahwa sebenarnya wilayah di Nusantara ini
selalu dibayang"bayangi oleh kerakusan sebuah negeri yang berada di
sebarang lautan. Negeri itu selalu menunggu kesempatan untuk bisa
menyelinap dan menerkam."
Gajah Enggon menarik napas sambil menerawang, seolah ia merasa
sedang berada di perawakan dan sedang memerhatikan wajah+wajah
bertopeng yang menyembunyikan wajah lain. Bahkan, mungkin di wajah
lain itu masih ada wajah yang lain.
"Menjelang berdirinya negeri Majapahit," lanjut Kanuruhan Gajah
Enggon, "apa yang dilakukan Sang Prabu Kertanegara dibalas Raja
You have either reached a page that is unayailable feryiewihg er reached yeuryiewihg limitferthis
hoek. You have either reached a page that is unayailable feryiewihg er reached yeuryiewihg Iirhitierthis
hoek. o g?" Meski tidak ingin tersenyum, Gajah Enggon terpaksa tersenyum
melihat daya ingat Pradhabasu yang agak tumpul.
"Tadi sudah aku ceritakan kepadamu mengenai dua golongan
ompmng pendukung Mahapatih Gajah Mada, yaitu golongan mereka
yang menggunakan akal waras dan yang membabi buta," kara Gajah.
Enggon. "Ooo," desis Pradhabasu sambil manggut-rnanggut
Gajah Enggon kembali menjatuhkan pandangan matanya ke arah
pohon kelapa yang tadi dipanjat seseorang Gajah Enggan terkejut
melihat orang itu tak ada di sana lagi.
"Ada apa?" tanya Pradhabasu yang membaca kekagetan di wajah
sahabatnya itu. "Orang yang memanjat kelapa tadi?"tanya Gajah Enggon bingung.
"Kiai Sandan Banjir, kenapa"-" tanya Pradhabasu.
"Orang itu sudah tidak ada. Jangan-jangan terjatuh," meletup Gajah
Enggon dengan hari cemas..
Pradhabasu yang merasa amar tahu bagaimana keperigelan
Kiai Sandan Banjir hanya tersenyum, bahkan sejenak kemudian ia
menggeleng. "Sebentar lagi, ia pasti datang kemari, lihat saja," ucap Pradhabasu.
Angin sepoi-sepoi yang semilir sejuk menyapu wajah Kanuruhan
Gajah Enggon dan Pradhabasu. Beberapa jenak, pembicaraan itu
terjeda oleh riuh yang terjadi di benak masing-masing. Pradhabasu
mencoba mengenang seperti apa sosok Ma Panji Elam itu. Pradhabasu
masih bisa mengenang wajah orang yang tidak berasal dari kalangan
prajurit itu. Untuk menggapai kedudukannya sekarang sebagai arya rajaparakrama,
Ma Panji Elam merangkak dari jabatan tandha yang paling rendah.
Rupanya, sa Panji Elam adalah seorang abdi istanayang sangat ulet hingga
berhasil menapak ke jabatan yang terpandang di Majapahit.
"rau haye either reached a page that is unayailable feryiewihg er reached yeuryiewihg Iirhitierthis
hoek. "rau haye either reached a page that is unayailable feryiewihg er reached yeuryiewihg Iirhitierthis
hoek. "rau haye either reached a page that is unayailable feryiewihg er reached yeuryiewihg Iirhitierthis
hoek. . '. Gajaliiltea'ii Gajah Enggon tersenyum. "Sudah," ucapnya. "Telah aku sampaikan kepada Kakang Gajah
Mada. Akan tetapi, ia bersikukuh menyandingkan aku dengan Ma Panji
Elam." - Kerut di kening Pradhabasu menjadi sebuah tanda ia sedang
berpikir keras. Akan tetapi, sejenak kemudian, Pradhabasu tersenyum.
Pradhabasu merasa menemukan gagasan.
"Aku punya cara yang mungkin bisa kangunakan," ucapnya.
"Bagaimana?" tanya Gajah Enggon tak sabar.
"Nanti, aku uraikan," jawab Pradhabasu.
Apa yang dikatakan Pradhabasu sebelumnya ternyata benar. Dari
arah kanan, tampak seseorang melintas jalan dengan tergopoh-gopoh.
Kiai Sandan Banjir membawa beberapa butir kelapa muda pilihan. Gajah
Enggon tersenyum melihat tebakan Pradhabasu ternyata benar adanya.
"Mengapa harus repot-repot, Kakang Banjir?" ucap Pradhabasu
ramah. Sanden Banjir memiliki mulut yang lebar. Mulut itu bertambah
lebar ketika tertawa. "Hanya beberapa butir kelapa muda," ucap Kiai Sandan Banjir.
"Aku tahu, Adimas Pradhabasu baru pulang dari menempuh perjalanan '
panjang. Tentu, Adimas kelelahan. Itu sebabnya, aku berharap kelapa
muda ini bisa memulihkan tenaga Adil-nas. Apalagi, Adimas Pradhabasu
sedang meneMa tamu, mangga silakan. Kalau masih kurang, aku masih
ada banyak sekali, Adimas."
Gleh sebuah alasan, Kanuruhan Gajah Enggon menyembunyikan
senyumnya. "Kalau diizinkan, bolehkah aku berkenalan dengan tamumu,
Adimas?" tanya Kiai Sanden Banjir.
"Oo, silakan, Kakang Sandan Banjir. Beliau adalah Kanuruhan
Gajah Enggan, mantan pimpinan pasukan khusus Bhayangkara, salah
Girsang Galia: ' _ .' seorang pejabat Majapahit yang diharap akan menduduki jabatan penting
di barisan Sang Panca Ri Wilwalikta," Pradhabasu memperkenalkan
Gajah Enggan kepada Kiai Sandan Banjir. ' Sandan Banjir tersenyum makin lebar sambil saling mengusapkan
kedua telapak tangannya. "Sebelum berjabatan, tangan harus bersih," kata Kiai Sandan
Banjir. ' Dengan senang hati, Kanuruhan Gajah Enggon menerima ajakan
berjabat tangan itu. Perhatian Gajah Enggon masih tertuju kepada orang
itu ketika orang itu melenggang pulang sambil membawa kebanggaan
telah berkenalan dengan seorang pejabat penting di Majapahit.
"Orang itu memanggilmu adimas," celetuk Gajah Enggon.
Digoyang simpul sarafnya, Pradhabasu nyaris meledakkan tawanya"
Akan tetapi, dengan penuh kesadaran, Pradhabasu membungkam
mulutnya sendiri. _]ika ia tertawa, Kiai Sandan Banjir bisa berbalik atau
tersinggung- "Kenapa orang itu memanggilrnu adimas?" tanya Gajah Enggon.
Pradhabasu yang tersenyum sambil menundukkan kepala itu,
kemudian mendongak. "Kamu tergesa"gesa?" balas Pradhabasu.
Gajah Enggon bingung. 'Tergesa"gesa apa maksudmu?" tanya Gajah Enggon yang merasa
aneh. "Kalau kamu tergesa-gesa, aku akan tanyakan kepada orang itu
kenapa ia memanggil aku dengan panggilan adimas'. Maka, persoalannya
akan menjadi jelas," ucap Pradhabasu.
' Gajah Enggan agak terlambat menyadari guyonan yang dilontarkan
sejawatnya itu. Dengan senyum merekah, Kanuruhan Gajah Enggon
' melolos pedang panjangnya. Sebutir kelapa siap menjadi sasaran pedangnya.
Namun, Gajah Enggan menunda apa yang akan dilakukannya.
. : Gaji-15 Madi: Dari pintu yang terbuka, Nyai Dyah Menur datang mendekat.
_ "Apa benar Kiai Pawagal telah meninggal, Tuan?" tanya Dyah
Menur. Selama ini, Kanuruhan Gajah Enggon menempatkan Pradhabasu
sebagai sahabatnya, sahabat yang akrab. Akan tetapi, setiap kali bertemu,
selalu saja Nyai Dyah Menur memanggilnya tuan.
"Benar, Nyai," balas Gajah Enggon.
Wajah Nyai Dyah Menur bagai tersapu mendung.
"Aku ikut berbelasungkawa, Tuan," kata Dyah Menur.
Gajah Enggon mengangguk dan mengembangkan senyum.
"Terima kasih, Nyai," Gajah Enggon menjawab.
Kanuruhan Gajah Enggon melayani jawaban atas beberapa
pertanyaan Nyai Dyah Menur.
Meski sang waktu telah berjalan sedemikian lama dan masing-masing
telah memiliki anak yang sudah dewasa, tetap saja sikap Dyah Menur tak
berubah. Rupanya, pengalaman pahit di masa silam menyebabkan Dyah
Menur menjaga jarak dari kaum lelaki di ruang pergaulannya. Namun,
terhadap Nyai Rahyi Sunelok, Dyah Menur bisa sedemikian akrab
dan berhubungan layaknya terlahir sebagai kakak beradik. Keakraban
Pradhabasu dan Kanuruhan Gajah Enggon yang disertai kedekatan
Nyai Dyah Menur dengan Nyai Rahyi Sunelok, menyebabkan Kuda
Swabaya dan Gajah Sagara bersahabat akrab pula. Ke mana"mana dua
pemuda itu selalu bersama. Mereka juga bersama ketika mengajukan diri
ikut mengabdikan diri pada negara sebagai prajurit.
Tidak jarang, Kuda Swabaya menginap di rumah Gajah Enggon.
_]ika sedang libur, Gajah Sagara dan Kuda Swabaya sering beradu balap
dengan memacu kuda masing-masing sampai seharian penuh ke Ujung
Galuh. Kesempatan yang ada itu sekalian digunakan untuk menengok
Kiai Pawagal. Saat"saat macam itu yang amat membahagiakan Kiai Pawagal ketika masih hidup.
You have either reached e page that is uneyeileble foryiewihg or reached youryiewihg limitforthis
book. o - (jajaEMaah asing, tidak pernah dikenalnya, apalagi tenpat itu adalah tepi sebuah
laut. |Dmbak yang gemericik membuatnya bingung dan lautan luas
adalah pemandangan yang baru baginya. Sebelum itu, ia merasa belum
pernah melihat laut. Mungkin karena asal- usul atau tempat tinggalnya
takada laut. "Kenapa aku bisa berada di sini?" tanya laki-laki itu sekali lagi sambil
memandangi diri sendiri. Lelaki itu segera bangkit sambil memerhatikan sisa perapian yang
masih berasap dan membawa bau daging hangus. Tersadar oleh sesuatu
tentang perapian dan sisa"sisa makanan yang tersebar, memaksa pemuda
itu untuk betpikir keras mengumpulkan semua ingatan. Namun, bagai
terganjal sesuatu yang tak bisa ditembus, laki-laki itu tidak mampu mereka
ulang secuil pun kenangannya. '
"Aku tidak ingat apa pun," keluhnya gelisah. "Setiap kali aku
terbangun dari keadaanku, aku selalu berpindah tempat. Aku siapa, aku
di mana, semua gelap."
Laki-laki empat puluhan tahun itu kemudian berjalan mendekati
garis pantai yang pasirnya mampu menenggelamkan kaki. Barangkali
karena baru pertama kali di sepanjang hidupnya ia melihat lautan luas,
dipandanginya air yang sedemikian berlimpah itu dengan amat takjub.
Akan tetapi, setakjub apa pun, perhatiannya lebih terpusat pada keadaan
dirinya. Dengan sekuat tenaga, orang itu berusaha memeras otak. Semua
benda yang berserakan di sekitarnya dijadikan pijakan untuk mengingat,
termasuk sisa makanannya, seekor ayam hutan yang dipanggang masih
lengkap dengan bulu-bulunya dan mungkin tanpa dibunuh lebih dulu.
Namun, upaya yang dilakukannya buntu.
Di arah barat, seorang penjala ikan sedang menebar jaring. Lebih
ke barat lagi, sebuah perahu dengan layar sederhana tampak terapungapung. Dan, lebih barat lagi, tampak sebuah perkampungan. Bagai orang
yang baru terbangun dari tidur tak nyenyak, lelaki itu menguap oleh
kantuk yang masih membayang sambil tak'mengalihkan perhatiannya
dari penjala ikan dan perahu secara bergantian.
You here either reached e page that is uneyeileble feryiewing er reeehed yeuryiewing limitferthis
book. You have either reached a page that is unayailahle feryiewihg er reached yeuryiewihg limitferthis
hoek. You have either reached a page that is dhayailahle feryiewihg er reached yeuryiewihg limitferthis
hoek. . ' Grafiti atm "Ya, Riung Sedatu," kata Bandar Guris. "Bagaimana" Mau" Kalau
kau mau, untuk selanjutnya, jika ada orang bertanya siapa namamu, jawab
saja dengan nama itu. Kalau ada yang bertanya dari mana asal-usulrnu,
katakan saja kau berasal dari Alas Roban."
Riung Sedatu memandang orang itu, kemudian memutar tubuh
menggerataki hutan yang berada di belakangnya. Agaknya, hutan itu
amat lebat dan berbukit-bukit, menyebabkan siapa pun akan berpikir
dua kali untuk memasukinya. Hutan yang amat lebat macam itu tentu
penuh dengan binatang buas.
"Itu Alas Roban?" tanya Riung Sedatu.
"Ya," jawab Bandar Guris.
"Di mana letak tempat ini?" tanya Riung Sedatu.
"Ya, di sini," jawab Bandar Garis.
Riung Scdatu mengamati laut di depannya, lalu berputar mengamati
punggung bukit di belakangnya dan mengamati perkampungan di barat
dengan segala kebingungannya. Ia tetap tak habis mengerti mengapa
bisa berada di tempat itu.
"Jangan-jangan, aku punya anak dan istri," keluh laki-laki itu yang
ditelan tanpa diucapkan. "_]ika benar aku punya anak dan istri, berarti aku
sedang meninggalkan mereka. Tentu, mereka sangat kebingungan."
Bandar Guris yang melihat kebingungan orang itu percaya bahwa
keadaan yang demildan sama sekali tidak dibuat-buat. Drangdi depannya
itu memang sedang kebingungan, meski dengan jenis penyebab yang
aneh. Orang lupa masa lain, orang bisa lupa dengan nama sendiri,
bahkan lupa dari mana asal-usulnya, keadaan yang seperti itu sungguh
luar biasa. "Jadi, kau pun tak tahu akan ke mana?" tanya Bandar Guria.
Pertanyaan itu sangat mengusik kedalaman hati Riung Sedatu. Ia
sama sekali tak tahu bagaimana cara menjawabnya. Perlahan, Riung
Sedatu menggelengkan kepala.
"Aku juga tak tahu akan ke mana," jawabnya.
"Gerung-1139111! ' .
Bandar Guris merinding oleh sebuah kesadaran betapa orang yang
baru saja diberinya nama Riung Sedatu itu telah kehilangan besar-"besaran.
Kehilangan uang maaih bisa dicari. Kehilangan istri masih bisa kawin lagi.
Kehilangan harta masih bisa bekerja keras- mengumpulkan lagi. Terapi,
bagaimana dengan kehilangan ingatan, kehilangan jati diri" Adakah yang
lebih mahal dari kehilangan yang satu itu"


Gajah Mada Perang Bubat Karya Langit Kresna Hariadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mungkin aku tahu arah yang sebaiknya kautempuh, " kata Bandar _
Guris. Riang Sedari mengerutkan kening.
"Ke mana?" tanya Riung Sedatu bersungguh-sungguh.
"Arah pulang," jawab orang itu.
Riung Sedatu memandang lawan bicaranya lebih tajam.
"Dengan keadaanmu yang seperti itu, ikata Bandar Guris,
"menurutku yang harus kaulakukan adalah memuaatkan perhatianmu
untuk pulang. Kembali ke arah kau berasal. Pusatkan semua kenangan
pada apa pun yang bisa membawamu pulang. Mungkin ada yang bisa
kauingat atas wajah seseorang, wajah istri atau anakmu, bentuk gunung
atau sungai, atau apa pun yang bisa membawamu pulang. Ke mana kau
harus pergi" Arahkan perhatianmu untuk pulang." '
Riung Sedatu memejamkan mata beberapa saat. Riung_Sedam
berusaha melakukan saran penjala ikan yang baru dikenalnya itu. Bentuk
sebuah gunung" Adakah bentuk sebuah" gunung yang bisa dijadikan
pembuka pintu untuk menemukan semua masa lalunya yang hilang"
Atau, wajah seseorang" ' ' '
Beberapa saat kemudian, Riung Sedatu menggeleng lunglai.
"Kenang wajah 1strimu. Pusatkan perhatianmu pada wajah 1strimuf'
kata Bandar Gui-is. Sekali lagi, Riung Sedatu menggeleng.
"Aku tak tahu bagaimana cara mengetahui apa aku punya iatri atau
tidak," balas Riung Sedatu.
You have either reached a page that is dhayailahle feryiewihg er reached yeuryiewihg limitferthis
hoek. You have either reached a page that is dhayailahle feryiewihg er reached yeuryiewihg limitferthis
hoek. . : GMB-lifatfil "Ayo, tambah lagi," Bandar Guris kembali menawarkan.
Dalam perhitungan Bandar Gut-ia, makin tarnunya kenyang perumya'
makin baik. Tamu yang akan diperas tenaganya itu memerlukan tenaga
yang besar untuk pekerjaan berat. Itu sebabnya, perutnya harus diisi
sampai penuh. Kalau di lambung masih ada ruang, harus dijejali sampai
tak ada ruang yang kosong.
Matahari agak doyong ke barat ketika Bandar Guris mengajak
Riung Sedatu kembali ke pantai. Di bawah bayangan pohon gempol,
teronggok sebuah perahu berukuran sedang yang belum usai
pembuatannya. Dengan pandangan mata penuh minat, Riung Sedatu
memerhatikan wujud perahu itu. Bukan sekadar melihat tanpa
maksud, tetapi ia bisa membayangkan dengan cara bagaimana perahu
itu dibuat, menggunakan alat apa antara bilah' kayu satu dengan yang
lain disambungkan, dan harus dilapisi dengan cara bagaimana supaya
perahu itu tidak bocor. Bandar Guria merasa beruntung menemukan Riung Sedatu yang
bekerja penuh semangat ikut membantunya menyelesaikan pembuatan
perahu itu. Sudah cukup lama pembuatan perahu itu terpaksa termuda
karena beberapa pekerjaan tertentu harus dikerjakan paling tidak dua
orang. Ia tak mungkin minta bantuan kepada para tetangga karena
hubungannya dengan para tetangga kUng baik. Hal itu akibat perilaku
Bandar Guris sendiri yang tidak begitu baik dalam berteta'ngga. Ketika
tiba gilirannya membutuhkan tenaga orang lain, Bandar Guris mati
langkah. Atau, kalaupun harus mengupah orang, Bandar Guria tak
punya uang untuk itu. "Beruntung sekali aku mendapatkan orang gila ini," ucap Bandar
Guris dalam hati dengan perasaan geli.
Dengan giat penuh semangat, Riung Sedatu bekerja. Rupanya,
hal itu didorong keinginan Riung Sedatu sendiri yang tidak sabar ingin
segera melihat benmk akhir dari perahu itu. Padahal, Bandar Guris
menakar, pembuatan perahu berukuran sedang itu akan memakan waktu
lama. Setidaknya, membutuhkan beberapa pekan untuk menyelesaikan
pembuatan perahu itu, kecuali jika dikerjakan beramai"ramai.
You have either reached a page that is dhayailahle feryiewihg er reached yeuryiewihg limitferthis
hoek. You have either reached a page that is dhayailahle feryiewihg er reached yeuryiewihg limitferthis
hoek. You have either reached a page that is dhayailahle feryiewihg er reached yeuryiewihg limitferthis
hoek. ;;. ' gal" ?"?"
_ "kilau pergi t'anpa pamit, padahal masih punya pekerjaan yang harus
diselesaikan.," kara Bandar Guna dengan napas tersengal.
Dengan berlari, Bandar |Guris berhasil menyusul Riung Sedatu,
bahkan menempatkan diri menghadang. Namun, betapa kaget Bandar
Guris mendapati Riung Sedatu berjalan dengan mata terbuka, tetapi
tanpa disertai kesadarannya.
"Berjalan sambil tidur" Tidur sambil berjalan?" gumam Bandar
Guris. Melihat ada aesuatu yang tidak wajar pada diri tamunya, Bandar
Guria segera mengambil keputuaan untuk mengikuti langkah kaki Riung
Sedatu dari belakang Kepada istrinya yang menyusul, Bandar Guria
memberi iayarat dengan melekatkan ujung jarinya ke mulut, sebuah isyarat
agar Nyai Bandar Guris diam dan tidak melakukan tindakan apa pun.
Riung Sedatu yang diikuti dari belakang terus berjalan, kemudian
berhenti tidak jauh dari perahu yang terikat pada batang pohon waru.
Riung Sedatu seperti menimbang apa yang selanjutnya akan dikerjakan.
Bandar Guria saling pandang dengan istrinya saat melihat Riung Sedatu
masuk ke dalam perahu itu, kemudian membaringkan diri.
"Kenapa dia?"*lewat isyarat tangannya, Nyai Bandar Guris bertanya
kepada suaminya. Bandar Guris membutuhkan waktu agak lama untuk menjawab.
"Pindah tidur," jawabnya dengan gerak bibir yang amat jelas.
Nyai Bandar Guris manggut-manggut, tetapi tidak jelas apakah ia
paham atau tidak. Dengan penuh perhatian, Nyai Bandar Guris melihat
bagaimana lelaki yang amat mencuri perhatiannya itu menghela napas
dengan lembut. Laki-laki itu jelas sedang menikmati mimpinya, terlihat
dari senyumnya yang menyungging.
"Ayo, pulang. Biarkan saja ia tidur di situ," ajak Bandar Guris
kepada istrinya. Pasangan suami-istri yang aneh itu kemudian balik arah dan
meninggalkan Riung Sedatu yang sibuk dengan alur cerita mimpinya,
You have either reeehed e page that is uneyeileble feryiewing or reeehed youryiewing limitforthis
book. You have either reached a page that is unayailable feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hoek. You have either reached a page that is dhayailable feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hoek. o- WM Bandar Guris merasa tidak senang.
_ "Cukup, sudahi pembicaraan itu dan pergi sana. Jangan kauganggu
Sedatu yang sedang sibuk bekerja," ucapnya.
Sanjara tidak mau bersilat lidah dengan orang yang masih bersatidara
dengan dirinya itu. Sanjara segera melanjutkan langkahnya yang tertunda.
Untuk keperluan membuat tiang rumah, Sanjara memerlukan tambahan
kayu jati yang harus ditebang di hutan. Sanjara juga berencana membuat
perahu baru. Dan, ia merasa telah menemukan orang yang tepat yang
diharapkan bisa menerjemahkan rancang gambar dan pembuatan ukiran
pada ujung serta buritan perahu seperti yang pernah dilihatnya di sebuah
tempat bernama Japara. Akan tetapi, bagaimana cara memengaruhi
Riang Sedatu supaya mau bekerja kepada dirinya"
Riang Sedatu terus memerhatikan langkah kaki Sanjara yang kian
jauh dan tidak peduli meski kakinya dijilat air laut.
"Apa benar ia saudaramu?" tanya Riang Sedatu.
"Ya, kenapa?" balas Bandar Guris.
' "Kelihatannya kau. tidak rukun dengan saudaramu," ujar Sedatu.
"Memang," jawab "Bandar Guris tanpa ragu. "Tak ada guna aku
bercampur dengan mereka. Daripada makan hati, lebih baik aku hidup
sendiri," balas Bandar Garis. '
Beberapa saat lamanya, Riung Sedatu memandang lawan bicaranya
tanpa berkedip. _ "Apa kau tidak merasa rugi?" tanya Riung Sedatu. "Hidup itu
tak-mungkin sendiri. Hidup itu saling membutuhkan dan harus
berhubungan. Hidup sendiri itu hanya bisa dilakukan di tengah hutan.
Apa kamu tidak akan datang melayat kalau mereka mati" Sebaliknya,
apa mereka tidak akan datang melayat jika kau mati" Apalagi, mereka
saudaramu." " Bandar Guris terdiam karena harus merenungkan ucapan Riung
Sedatu yang sedemikian menggelitik.
You have either reached a page that is dhayailable feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hoek. You have either reached a page that is dhayailable feryiewing or reached youryiewihg limitforthis
hoek. Gerung Qadar : . cermat, Bandar Guris menghitung semua kapal dan perahu kecil
milik para nelayan. "Jumlahnya empat puluh satu," gumamnya. _
Riung Sedatu tersenyum, senyum seperti meremehkan.
"Hitung ulang, jumlahnya empat puluh dua. Aku tak mungkin salah,"
ujar Sedatu yakin. Bandar Guris kembali menyapu laut dengan matanya. Dengan
lebih cermat, ia menghitung semua kapal" dan perahu. Bandar Guris
merasakan desir tajam melihat kenyataan yang boleh dibilang mustahil
itu. Didorong rasa penasarannya, Bandar Guris memunguti puluhan
kerikil yang diletakkan di dua genggaman tangannya.
"Berapa jumlah kerikil ini?" tanya Bandar _Guris.
Riung Sedatu melirik sekilas.
"'Jangan ada yang bertumpuk, tidak kelihatan," balas Riung Sedatu.
' Bandar Guris memenuhi permintaan itu.
"Dua puluh satu," kata Riung Sedatu.
Akhirnya,-Bandar Guris merasa yakin, lelaki berusia empat puluhan
tahun yang ia beri nama Riung Sedatu itu, di samping pemimpi sambil
berjalan dan lupa asal-usulnya, ternyata juga memiliki kemampuan aneh
yang tidak sembarang orang memilikinya. Hanya sekejap, dalam hitungan
tak lebih lama dari kedipan mata, ia mampu menghitung dengan benar.
Bagaikan meledak kepala Bandar Guris setelah merasa menemukan
sebuah gagasan yang bisa membawanya ke sebuah keadaan yang berbeda,
bisa menjadikannya kaya raya.
"Aku bisa kaya. Kini, aku menembkan jalan untuk bisa kaya,"
ucapnya agak gugup dan dengan tangan gemetar.
Riung Sedatu menghentikan pekerjaannya. Pandangan matanya
mengikuti gerak armada kapal laut yang bergerak ke timur itu. Dengan
mata yang tajam dan kemampuan merekam yang juga tajam, Riung
Sedatu mengamati bentuk"bentuk kapal itu.
.. . agamawan Sedatu menoleh. "Kenapa kau merasa mendadak akan kaya?" tanya Riung Sedatu
heran. Bandar Guris meremas-remas jari sambil melilitkan lidah untuk
menghapus sesuatu yang terasa kering di bibirnya.
"Akan aku manfaatkan kemampuanmu itu untuk berjudi. Kebetulan,
mulai nanti malam sampai lima belas hari ke depan, akan ada permainan
judi dadu. Kita datangi tempat itu untuk menguras habis harta para botoh
sombong itu," jawab Bandar Guris
Ajakan aneh itu justru menyebabkan Riung Sedatu menghentikan
pekerjaannya. - "Bagaimana caranya?" tanya Riung Sedatu.
Bandar Guris benar-benar merasa meluap. Dengan melihat
kemampuan Riung Sedatu yang luar biasa macam itu, ia sudah mempunyai
gambaran jenis judi macam apa saja yang pasti bisa dimenangkan.
"Kau pernah melihat dadu, kan?" tanya Bandar Guris.
Riung Sedatu mengangguk. '
"Kau bisa menebak nilai yang akan keluar dari dadu yang dikocok
dalam kotak?" kejar Bandar Guris. '
Riung Sedatu mengerutkan kening Dalam kenangannya, ia merasa
pernah dan bisa melakukan pekerjaan itu dengan mudah. Riung Sedatu
berusaha menelusuri kenangan itu, di mana, kapan, dan bagaimana.
Namun, lagi"lagi tembok yang terlalu tebal itu sulit untuk ditembus.
Untuk menjawab pertanyaan Bandar Gutis itu, kembali Sedatu
mengangguk. "Aku bisa menebak," jawabnya.
Meluap isi dada sekaligus isi kepala Bandar Guns. Kemudian, ia berbalik
untuk melihat barisan rumah di arah barat. Lalu, ia memandang matahari
yang masih memanjat tinggi sebagai gambaran ketidaksabarannya
(larang (Balin: ' . menunggu datangnya malam. Ketika malam tiba, judi dadu sering
digelar di sebuah rumah. Banyak penjudi yang datang ke sana, tak hanya
penjudi yang berasal dari perkampungan Alas Roban, tetapi dari arah
lebih barat lagi. Riung ,Sedatu mengawasi dengan cermat bahasa wajah orang
itu. ' ' "Kamu sering berjudi rupanya?" tanya Sedatu.
Meski Bandar Guris tidak menjawab, sikap dan bahasa wajahnya
membenarkan pertanyaan itu.
"Kalau boleh tahu, apa yang menyebabkan kau tersisih dari
pergaulan" Mengapa para tetanggamu seperti tak mau tahu dengan
keberadaanmu" Kalau aku tak salah tebak, kau seperti sedang dikucilkan
tetanggamu, kenapa?" tanya Sedatu tiba-tiba.
Pertanyaan' ttu tidak segera dijawab. Bandar Guris menyempatkan
memutar mulut yang tak jelas apa maksudnya. Saat ia berbalik, dibarengi
itu dengan mengangkat kedua tangannya.
"Tak seorang pun dari mereka yang baik kepadaku," ucapnya.
"Mereka semua musuh. Pasti akan kubalas perbuatan mereka," jawab
Bandar Gutis. Riung Sedatu segera terangsang rasa ingin tahunya.
"Apa yang mereka lakukan kepadamu?" tanya Sedatu.
"Sudah tak terhitung apa yang kulakukan kepada mereka. Dulu,
aku orang terkaya di sirti. Aku kaya, tetapi tidak pelit. Setiap orang yang
mengalami kesusahan pasti aku bantu. Para tetangga yang sebenarnya
masih bersaudara denganku sering datang untuk pinjam uang dan minta
bantuan. Aku membantu mereka dengan tulus. Aku pinjami uang tanpa
bunga. Di antara mereka 'yang pinjam uang itu, ada yang mengembalikan
ada yang tidak. Akan tetapi, giliran aku mengalami kesusahan, aku
dirampok, tidak satu pun dari mereka yang datang menolong. Saat aku
menagih uang yang mereka pinjam, mereka tak mau membayar. Mereka
malah menjauh, ya, sudah," jawab Bandar Guris.
. . 9:1th Madi: Riung Sedatu memandang lelaki di depannya tanpa berkedip,
lurus, dan tajam. Akan tetapi, Riung Sedatu tidak melanjutkan dengan
memberikan pertanyaan susulan sebagai pelampiasan rasa ingin tahunya.
Riung Sedatu kembali menyibukkan diri pada pekerjaannya, jenis
pekerjaan yang bisa digunakan sebagai tempat penyalan gagasan. Makin
berkeringat Riung Sedatu bekerja, membawa perahu yang dibuatnya
makin mengarah ke bentuknya.
Siang bergeser ke arah datangnya sore dan disusul oleh malam. Di
bawah bayangan cahaya bulan, Riung Sedatu berniat terus bekerja sampai
benar"benar lelah. Akan tetapi, Bandar Guris memaksa ia berhenti.
"Ingat," kata Bandar Guris, "tugasmu hanya memberi isyarat
kepadaku melalui gelengan kepala antara nilai besar atau nilai kecil.
_]ika nilai besar kepalamu menekuk ke kanan, kalau nilainya kecil, kamu
menekuk leher ke kiri. Paham dengan apa yang aku maksud.?"
Riang Sedatu mengangguk. Ia bukan orang bodoh yang tak paham


Gajah Mada Perang Bubat Karya Langit Kresna Hariadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atas pertanyaan seperti itu. Namun, pandangan mata yang dilontarkan
Bandar Guris sulit dipahami ke mana arahnya.
"Ada apa?" tanya Sedatu.
"Di samping kehilangan masa lalu dan tidur berjalan," berkata
Bandar Guns, "apa kau masih punya uang" Masih memiliki artikah uang
bagimu" Atau, jangan-jangan uang tidak mempunyai arti bagimu. "
Riung Sedatu membuka buntalan kain yang ke mana-mana selalu
dibawanya. Tidak salah dugaan Bandar Guris, Sedatu ternyata membekali
diri dengan uang yang tidak sedikit, cukup untuk biaya hidup di sepanjang
perjalanannya. Di antara uang itu, bahkan ada yang terbuat dari emas,
uang buatan Tartar yang pasti memiliki nilai sangat tinggi. Meski buatan
negerilain, karena terbuat dari emas, uang itu memiliki nilai tersendiri.
"Kau keberatan jika kita gunakan uangmu sebagai modal?" tanya
Bandar Guris. Bandar Guris mengira Riung Sedatu akan mengangguk, ternyata
dugaannya salah. Ringan tanpa beban, Riung Sedatu menyerahkan semua
You have either reached e page that is uneyeileble foryiewihg or reached youryiewihg limitforthis
book. o . gajati nama Bandar dadu berkumis aneh itu dilayani dua orang pembantu.
Mereka bertugas mengocok dadu dan melayani pemasang. Dengan
penuh perhatian, Riung Sedatu memerhatikan bagaimana pengocok
dadu itu menggoyangkan tangan. Sedatu tak hanya memerhatikan gerak
tangan itu. Namun, telinganya juga mengikuti pergerakan dadu yang tak
tampak. Bandar |Gruis memerhatikan isyarat yang akan diberikan Riung
Sedatu. Namun, dilihatnya Riung Sedatu menggeleng, menyebabkan
Bandar (iuris harus menahan diri.
Riung Sedatu memerhatikan bagaimana tiap orang dengan amat
bernafsu melempar uang taruhannya. Tampak amat jelas raut muka
mereka yang amat tegang ketika pengocok dadu dengan perlahan
membuka tutup dadunya. Begitu tutup dadu dibuka, segera disambut
dengan hiruk"pikuk. Yang menang terlonjak dan segera tersenyum,
sementara yang kalah mengumpat amat kasar dengan mengeluarkan
perbendaharaan kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan.
"Aku menang," teriak seseorang setelah kalah berkali"kali.
Bandar dadu tertawa melihat tingkahnya.
"Ya, pasti dibayar, jangan khawatir. Berapa pun pasti dibayar," jawab
bandar dadu itu dengan senyum lebar.
Ketika taruhan babak berikumya dibuka, Riung Sedatu memerhatikan
kedudukan dadu yang kemudian ditutup. Manakala dadu digoyang,
Riung Sedatu memejamkan mata. Selanjutnya, melalui ketajaman
pendengarannya, Riung Sedatu mengikuti pergerakan benda berbentuk
kotak itu. Dengan cara itu, terekam jelas bagaimana pergerakan dadu
di dalam tempurung kelapa, apalagi goyangan yang dilakukan hanya
sekah. "Taruhan dibuka!" teriak bandar dadu keras. "Ayo, siapa pun boleh
pasang sebanyak"banyaknya. Berapa pun jumlah uang dilayani."
Uang taruhan pun berjatuhan dari tangan-tangan yang tak s'abar.
Tak sabar pula Bandar Guris menunggu isyarat dari Riung Sedatu.
Isyarat itu pun akhirnya diterimanya.-Sedatu menekuk kepalanya ke
arah kanan. Itu berarti, yang akan keluar adalah angka besar. Merasa
"araagfhudet ' 0 yakin isyarat itu pasti benar, Bandar Guris meletakkan semua uangnya
di bagian besar. Semua, tanpa sisa.
Terbelalak mata segenap yang hadir di ruang itu. Uang taruhan
yang diletakkan Bandar Guris amat besar.]ika kalah, Bandar Guris akan
kehilangan uang dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, jika menang,
Bandar Guris akan memperoleh uang yang juga berjumlah besar, dengan
nilai dua banding satu. "Besar sekali taruhanmu kali ini, Guris," ucap bandar dadu.
Bandar Guris tersenyum. "Kalau aku menang, kau pasti akan membayar, bukan" Sebagaimana
kalau aku kalah, semua uangku akan kauambil?" tanya Bandar Guris.
Bandar dadu itu tertawa terkekeh.
"Pasti," jawabnya, "jangan khawatir."
Semua orang menata degup jantungnya ketika orang yang bertugas
mengocok dadu itu perlahan membuka tutup dadunya. Bandar Guris
menahan napas ketika tudung itu dibuka.
& 9 Hhmpir sepekan Riung Sedatu tinggal di rumah Bandar Guris. Ia
telah membawa perubahan yang luar biasa bagi Bandar Guris. Bandar
Guris kaya mendadak. Di hari ketujuh kehadiran Riung Sedatu, Bandar
Guris telah menempatkan diri tak lagi sebagai pemasang, tetapi duduk
bersila di depan dadu dan siap melayani siapa pun yang akan memasang
taruhan. Dalam kedudukannya sebagai bandar, bantuan dari Riung
Sedatu boleh dikata tidak diperlukan lagi.
you have either reeched e page that is uneyeileble foririewihg or reeched youryiewihg Iirhitforthis
book. you have either reeched e pege that is uneyeileble foririewihg or reeched youryiewihg Iirhitforthis
book. e - gayas mada selalu berombak. Laut Jawa amat tenang, ombaknya hanyalah ombak
yang gemericik. Ketika angin sedang deras seperti kali ini pun, tidak
melahirkan gemuruh ombak yang berlebihan.
"Tidak pergi ke. kalungan?" dadu?" tanya Sanjara yang usianya sedikit
lebih muda dari Riung Sedatu itu.
Riung Sedatu menggeleng. "Tidak," jawabnya. "Aku sedang ingin menikmati malam mumpung
angin sedang berembus deras. Aku ingin melihat barangkali ada petir
yang akan muncrat." Sanjara memerhatikan .Riung Sedatu lebih cermat. Lalu, perlahan
Sanjara mengalihkan pandangan matanya ke langit yang sebagian masih
menampakkan bintang dan sebagian yang lain mulai tertutup mendung.
Sangat jauh di utara, langit memang tampak menyala oleh cahaya berantai
dari kilat yang muncrat. "Kulihat, kau membawa peruntungan yang begitu hebat bagi
Kakang Bandar (iuris. Sejak kaudatang, ia menang terus. Sekarang, ia
punya banyak uang. Kau pun mampu membuatkannya sebuah perahu
yang bagus untuknya. Menurutku, kau menyimpan sangat banyak tekateki yang menyelubungi diritnu," ucap Sanjara.
Riung Sedatu tidak menanggapi pendapat itu. Rasa ingin tahu yang
selama ini ia pendam segera ia lontarkan.
"Kenapa orang sekampung di tepian Alas Roban mengucilkannya?"
tanyanya. Sanjara agak tertegun menghadapi pertanyaan yang dilontarkan dengan
mendadak itu. Ia manggut"manggut. la menduga, Bandar Guris mengarang
cerita yang berbeda dan tidak sesuai dengan kenyataan. Apalagi, Sanjara
merasa sangat mengenal orang macam apa Bandar Guns. Pengenalannya
terhadap tetangga yang masih saudara itu bagai pengenalannya terhadap
diri sendiri, sangat tahu sampai pada lipatan"lipatan paling kecil.
?" Halangan. Jawa. istilah yang biara dipakai para penjudi, ani hadiahnya lingkaran orang"orang yang
mengepung sesuatu iParangGuEat ' 0 "Rupanya, Kakang Bandar Guris bercerita sesuatu kepadamu" Apa
yang ia ceritakan?" tanya Sanjara.
Riung Sedatu berbalik. Kemudian, Riung Sedatu menceritakan
semua yang pernah diceritakan Bandar Guris kepadanya.
Apa yang disampaikan Riung Sedatu itu memaksa Sanjara termangu
cukup lama. Di ujungnya, Sanjara menggoyang kepala, senyumnya
kemudian merekah. "Begitu katanya?" tanya Sanjara.
Riung Sedatu mengangguk. "Ya," jawabnya.
Sanjara kemudian tertawa pendek sambil menggeleng keeil.
"Apa yang dikatakan itu," ucapnya, "semua tidak betul dan
membalik kenyataan.]ustru hampir kepada semua orang di Alas Roban,
ia meminjam uang dan tak pernah mengembalikan. Bahkan, kepada
pengemis pun ia berutang. Perbuatannya itu masih belum menyebabkan
para tetangga yang sebenarnya masih bersaudara mengucilkannya.
Namun, ketika ia mendalangi sebuah perampokan, para tetangga
menghukumnya dengan tidak melibatkannya ke ruang pergaulan. Ia
mengatakan dirinya dirampok, yang terjadi justru sebaliknya. Kakang
Bandar Guris tega mendalangi perampokan terhadap tetangganya
sendiri. Bahkan, bukan sekadar tetangga karena jika diurutkan masih
ada hubungan saudara. Teganya ia melakukan itu."
Riung Sedatu ternganga. Bingungnya terjadi beberapa kejap.
"Seperti itu?" tanyanya. '
"Kalau kamu tidak percaya, tanyakan kepada semua penduduk di
tepian Alas Roban ini. Mereka akan memberikan jawaban sebagaimana
jawabanku," kata Sanjara.
Riung Sedatu sejenak bingung, akan tersenyum dengan jenis senyum
macam apa. "Ia mendalangi perampokan?" Sedatu kembali bertanya.
"rau haye either reached a page that is unayailable feryiewihg or reached yeuryiewihg Iirnitforthis
hoek. Yau haye either reached a page that is unayailable feryiewihg or reached yeuryiewihg Iirnitforthis
hoek. 0 : gdjdfi Sudah benaknya, Sanjara melompat turun dari perahu, lalu bergegas mundur.
' Riung Sedatu masih tetap bertahan. Akan tetapi, sesaat kemudian, ia
. menyusul menepi. Dari tempamya, Riung Sedatu memerhatikan apa
Simbol Yang Hilang 1 Panji Sakti Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung Senja Jatuh Di Pajajaran 4

Cari Blog Ini