Ceritasilat Novel Online

Lembah Kodok Perak 3

Siluman Ular Putih 06 Lembah Kodok Perak Bagian 3


mulai berjalan mendekati salah satu dari gubuk
itu. *** Tiba di depan salah satu gubuk, Siluman
Ular Putih jadi ragu-ragu. Pintu gubuk itu memang terkunci. Meski demikian, Soma tidak berani
sembarangan nyelonong ke dalam. Diletakkannya
mayat orang dalam pondongannya dengan hatihati sekali. Lalu ia berjalan mendekati pintu.
"Permisi! Apa di dalam ada orang"!" teriak-nya. "Kau mau mencari siapa"!"
Tiba-tiba terdengar satu bentakan garang
dari belakang, membuat Soma terlonjak kaget. Seketika itu juga badannya berbalik. Tampak di hadapannya seorang lelaki bertubuh tinggi besar
dengan pakaian warna hitam-hitam. Usianya kirakira empat puluh tahunan. Rambutnya panjang
sebahu. Wajahnya kaku berbentuk persegi. Rahangnya bertonjolan. Dan sepasang matanya yang
besar sebesar jengkol terus memandang Siluman
Ular Putih tajam.
Siluman Ular Putih mengerutkan kening
dalam-dalam. Bukan hanya heran melihat tampang kaku lelaki di hadapannya, melainkan juga
heran. Bagaimana mungkin langkah kaki orang itu
tidak dapat terdengar telinganya" Padahal dalam
jarak seratus tombak pun, ia masih dapat mendengar langkah kaki orang. Namun lelaki berkumis lebat di hadapannya, benar-benar mengagumkan! Itu saja sudah membuktikan kalau ilmu meringankan tubuh lelaki berkumis lebat itu tinggi
sekali! Soma tersenyum seramah mungkin. Seolah-olah senyum itulah, senyumnya yang paling
manis yang pernah diberikan kepada orang. Kedua
tangannya merangkap di depan dada.
"Maaf, Paman! Mau numpang tanya. Benarkah lembah ini adalah Lembah Kodok Perak?"
Wajah kaku lelaki berkumis lebat di hadapan Siluman Ular Putih tampak demikian garang.
Sepasang matanya yang sebesar jengkol tak berkedip terus pandangi pemuda gondrong di hadapannya. Diperlakukan seperti itu Soma jadi gusar.
Entah kenapa, lagi-lagi tangannya sudah garukgaruk kepala. Senyum nakalnya pun tampak terkembang di bibir
"Aku ingin bertemu beberapa orang penghuni Lembah Kodok Perak. Dapatkah kau menunjukkan jalannya padaku, Paman?" jelas Soma sedikit memperkeras nada bicaranya,
seolah-olah takut tidak terdengar.
Lelaki berkumis lebat itu tetap diam membisu. Tak sepatah kata pun terucap dari kedua bibirnya yang kaku. Kemudian dengan tidak mempedulikan pertanyaan Siluman Ular Putih, kakinya
mulai dilangkahkan masuk ke dalam gubuk dan
menguncinya rapat-rapat dari dalam.
Soma hanya melongo saking herannya.
"Jangkrik buntung! Sungguh tidak ramah
sekali tingkahnya!" gerutu Soma dalam hati.
Namun pemuda ini masih penasaran dengan tingkah lelaki tadi. Lantas kedua kakinya cepat bergerak mendekati pintu gubuk. Namun baru
beberapa langkah, mendadak dari lubang gubuk
itu melesat cepat sebuah benda putih ke arahnya.
Wesss! Soma terkesiap kaget. Tentu saja tubuhnya
tidak ingin terkena hantaman benda putih yang
melesat menyerang dirinya. Maka tanpa banyak
pikir lagi, Siluman Ular Putih cepat melompat beberapa kali ke samping. Akan tetapi anehnya, lesatan benda putih itu mendadak berhenti di udara!
Sekali lagi, Soma terkesiap kaget. Dan belum hilang kagetnya, benda putih yang tadi sempat berhenti di udara, kini malah mulai melayang
turun! Ternyata, benda putih itu adalah secarik
kertas putih! "Semprul! Ternyata hanya sebuah kertas!"
gerutu Soma kesal.
Dengan sekali loncat, tahu-tahu kertas putih yang masih melayang-layang di udara pun telah tersambar tangan murid Eyang Begawan Kamasetyo. Kemudian dengan perasaan mendongkol
mulai dibukanya lipatan kertas dan membacanya.
Lekas lemparkan mayat si kumis ke depan
pintu gubukku! Dan cepat lari menyingkir dari sini!
Kening Soma berkerut jengkel membaca tulisan itu. Lalu tanpa banyak pikir panjang lagi, segera diangkatnya mayat lelaki
berkumis dan dilemparkannya ke arah pintu gubuk!
Brakkk! Terdengar satu benturan keras. Pintu gubuk itu terbuka. Sepasang mata besar lelaki berkumis itu mencorong tajam dari balik pintu gubuknya yang terbuka.
Sementara Siluman Ular Putih bertolak
pinggang di depan pintu gubuk. Senyum nakalnya
tampak terkembang di bibir.
"Hei, Paman! Apa kau juga salah seorang
dari penghuni Lembah Kodok Perak" Dan apa kau
juga tidak mengenali temanmu yang sudah habis
masa kontraknya di dunia?" kata Soma seenak
dengkul Pemuda itu masih mengumbar senyum nakalnya. Telunjuk jari tangan kanannya ditudingtudingkan ke arah laki-laki berkumis di dalam gubuk. Sementara itu mulutnya terus mengoceh
panjang pendek. Namun...
"Kok...! Kok...!"
Tidak disangka-sangka, tiba-tiba dari dalam gubuk terdengar dua kali bunyi mirip suara
kodok! Bersamaan dengan itu mendadak serangkum angin kencang yang hebat luar biasa telah
menyerang ke arah Siluman Ular Putih!
Wesss! Wesss! Soma yang pernah merasakan kehebatan
pukulan seperti itu, tentu saja tidak mau celaka
untuk kedua kalinya. Tanpa banyak cakap lagi,
cepat tubuhnya melompat ke atas dahan pohon
tak jauh dari tempatnya berdiri.
Bummm...! Bummm...!
Terdengar dua kali benturan keras memenuhi lembah itu. Selang beberapa saat, terdengar
bunyi berderak dari batang pohon jati sebesar dua
lingkaran tangan manusia dewasa tumbang, akibat terkena pukulan lelaki berkumis lebat di dalam gubuk! Biarpun Soma dapat bergerak cepat dan
melompat ke atas dahan pohon, namun tentu saja
masih merasakan desir angin pukulan tadi. Tanah
di sekitar tempat itu pun bergetar hebat. Batang
pohon kayu jati yang jadi sasaran berlubang besar, mengepulkan uap putih tipis!
Soma termenung beberapa saat. Melihat
kehebatan orang berkumis di dalam gubuk, entah
mengapa hatinya jadi ragu-ragu akan dapat menyelesaikan urusannya di Lembah Kodok Perak.
Baru satu orang berkumis dari Lembah Kodok Perak saja, belum tentu dapat dikalahkannya. Belum
lagi dengan penghuni-penghuni lainnya. Kalau
mereka maju satu persatu, mungkin Siluman Ular
Putih mampu mengalahkannya. Namun kalau mereka maju bersama-sama"
"Kau ini kenapa sih, Paman" Kenapa uringuringan begini" Jangan salah paham, dong! Orang
yang membunuh si kumis itu bukannya aku. Jika
kau masih tidak percaya, coba periksa mayat temanmu itu!" ujar Siluman Ular Putih kesal.
Dari sela-sela daun jati yang tumbuh lebat,
Soma dapat melihat lelaki berkumis itu mulai keluar dari gubuknya. Sepasang matanya yang besar
jelalatan ke sana kemari, mencari-cari ke arah
mana pemuda tadi melarikan diri. Tidak lama kemudian lelaki berkumis itu pun mulai membopong
mayat kawannya. Sejenak matanya yang besar seperti jengkol mulai memeriksa tubuh temannya
yang sudah menjadi mayat.
"Kau jangan salah paham, Paman! Aku bukannya pembunuh temanmu itu. Aku hanya mengantarkan mayatnya itu kemari," kata Soma dari atas pohon.
"Turun kau, Bocah Sinting! Aku ada sedikit
pertanyaan untukmu," bentak lelaki bermata jengkol itu garang.
Soma tertawa bergelak.
"Kau ini lucu sekali, Paman. Jika aku sudah turun, kau pasti akan menyerangku dengan
pukulan maut mu, bukan" Mana sudi aku turun.
Enakan di sini sambil melihat-lihat pemandangan," kata Soma di antara tawanya.
Lelaki bermata jengkol melotot lebar-lebar.
Wajahnya yang kaku tampak demikian garangnya.
"Cepat turun, Bocah! Aku tidak akan menyerangmu lagi," sungut orang berkumis itu kesal.
"Baik. Tapi, kau harus janji dulu, Paman!
Janji tidak boleh menyerangku lagi!" kata Soma, masih ogah-ogahan beranjak dari
tempat duduk-nya. "Iya! Aku berjanji!" sahut lelaki itu kesal.
"Awas, kalau kau mungkir! Kau pasti akan
kualat! Arwah temanmu itu akan mencungkil mata jengkol mu!" celoteh Soma seraya melayang turun. Lelaki berkumis lebat itu
menggeram pe- nuh kemarahan. Namun anehnya, ia mau saja
menuruti perintah pemuda gondrong murid Eyang
Begawan Kamasetyo. Hanya sepasang matanya saja yang menatap tajam Siluman Ular Putih.
"Jawab pertanyaanku dengan benar, Bocah!" ujar lelaki itu kaku. "Apa maksudmu sehingga kau mau mengantar mayat
temanku ini kemari,
Bocah?" tanya lelaki itu.
Soma tidak langsung menjawab. Malah
tangannya sibuk menggaruk-garuk kepalanya
yang tidak gatal. Sepertinya ia sengaja ingin mengulur-ulur waktu.
"Jawab, Bocah! Jangan garuk-garuk kepala
saja!" bentak orang berkumis itu kesal.
"Sabar dong, Paman! Aku memang tidak
punya niatan apa-apa dengan menolong temanmu.
Tapi aku pikir, sudah cukup rasanya kalau kau
mengetahui bukannya aku yang membunuh temanmu itu," sahut Soma, agak berdusta. Karena kedatangannya ke Lembah Kodok
Perak jelas ada
maksudnya. "He...!" lelaki berkumis itu menggumam tak jelas. Selangkah demi selangkah mulai
didekati pemuda gondrong di hadapannya.
Soma terkesiap kaget, buru-buru menyingkir ngeri. "Lantas, dari mana kau dapat mengetahui
kalau ia adalah salah seorang penghuni Lembah
Kodok Perak?" susul lelaki itu seraya menudingkan telunjuknya ke arah mayat
temannya. "Yeh...! Mudah sekali. Karena ia pun pernah menyerangku dengan ilmu yang kau gunakan
barusan," jawab Siluman Ular Putih tanpa pikir panjang lagi.
Bukan main gusarnya lelaki berkumis lebat
itu mendengar jawaban-jawaban Siluman Ular Putih yang sepertinya tengah meledek. Namun, bagaimanapun juga, amarahnya masih dapat dikendalikan. "Baik, baik! Kuterima alasanmu, Bocah.
Lantas, mengapa kau sudi datang kemari mengantarkan mayat temanku itu?" cecar lelaki mata
jengkol itu. "Sebenarnya tadi aku ingin membuangnya
ke semak belukar. Tapi kupikir, kok kasihan. Lantas kubawa saja kemari. Apa itu salah, Paman?"
kata Soma berpura-pura bodoh.
"Hm...!" lelaki bermata besar ini menggumam tak jelas. Tampak sekali kalau ia
tidak puas mendengar jawaban Soma. "Kalau begitu, kau pun tahu siapa orang yang telah
membunuhnya, Bocah. Di manakah orang-orang yang telah membunuh adik seperguruanku ini?"
"Yah...! Mana aku tahu" Aku tidak melihat
dengan mata kepalaku sendiri," sahut Soma seenaknya. "Tapi jangan khawatir,
Paman! Yang pasti temanmu itu pasti terkena pukulan 'Tongkat Putih' Tengkorak
Serigala. Juga terkena pukulan Raja Toya. Sedang pada ulu hatinya pasti terkena lecutan cemeti berekor sembilan milik Ki Julung Pucut dari Gunung Srandil, Paman."
Lelaki Mata Jengkol membelalakkan matanya liar. Rahangnya yang bertonjolan menggembung, pertanda tengah menahan, gejolak amarah
yang menggelegak.
"Hm...! Orang-orang Lembah Kodok Perak
belum pernah keluar dari sarangnya menyatroni
tokoh-tokoh dunia persilatan mana pun. Tapi,
mengapa tiga orang tokoh sesat itu malah memusuhi kami?" gumam lelaki berkumis ini, entah ditujukan pada siapa.
Soma hanya tersenyum senang. Dibiarkannya lelaki bermata besar itu mengoceh seorang diri. Dan melihat ketenangan sikap pemuda


Siluman Ular Putih 06 Lembah Kodok Perak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gondrong di hadapannya, lelaki berkumis itu pun
jadi curiga "Baik. Kuterima semua alasanmu, Bocah.
Tapi biar bagaimanapun juga aku tetap mencurigai kedatanganmu kemari Bocah," desisnya.
Soma tersenyum lebar.
"Kau memang pantas mencurigai kedatanganku, Paman. Karena kedatanganku kemari sengaja untuk meminta sedikit petunjuk bagaimana
caranya mempelajari ilmu 'Kok-kokan'mu yang
hebat itu. Sekaligus meminjam Kitab Kodok Perak
Sakti milik kalian," ujar Soma, terus terang.
Lelaki berkumis dan bermata besar itu melotot. Dipandanginya pemuda gondrong di hadapannya dengan tajam. Lalu entah karena apa,
mendadak ia tertawa dengan bergelak-gelak.
"Jangan mimpi, Bocah Sinting!" kata lelaki itu di antara tawa bergelaknya
"Jangankan bocah ingusan macam kau! Kami, Tiga Jenggot, Empat
Brewok dan Tujuh Kumis dari Lembah Kodok Perak pun belum mampu menamatkan semua pelajaran yang terdapat di dalam Kitab Kodok Perak
Sakti. Apalagi kau! Mana mungkin kau mampu
mempelajari kitab itu. Kau tahu! Hanya karena ingin mempelajari kitab itu saja, kami penghuni
Lembah Kodok Perak dilarang keras keluar ke dunia ramai. Tapi sayang. Daksiro tidak tahan dan
melarikan diri. Dan biarpun telah menjadi mayat,
hukuman atas pelanggaran Daksiro pun akan tetap dilaksanakan. Kalau sudah begitu, bagaimana
mungkin kau dapat betah tinggal bertahun-tahun
di tempat ini, Bocah?"
Soma terkesiap kaget. Namun hanya sebentar. Sejurus kemudian ia telah dapat mengatasi keterkejutannya.
"Alaaah...! Itu kan hanya alasanmu saja,
Paman. Pokoknya kujamin, aku pasti dapat mempelajari Kitab Kodok Perak Sakti itu dalam waktu
singkat. Dan yang lebih penting lagi, kau pasti
akan kubantu bagaimana menguasai ilmu yang
terkandung di dalamnya. Kau mau, kan?" oceh Siluman Ular Putih.
Lelaki berkumis tebal ini mendengus.
"Sudah kubilang jangan mimpi, Bocah! Kau
tidak akan dapat mempelajari kitab milik kami.
Dan satu lagi ingat! Kami orang-orang Lembah
Kodok Perak tetap akan menuntut atas tewasnya
Daksiro," tegas lelaki berkumis ini. "Sekarang, mumpung urusannya, belum
berlarut-larut! Cepatlah tinggalkan tempat ini! Kalau kau masih
bersikeras tidak mau meninggalkan tempat ini,
jangan salahkan kami, kalau terpaksa harus
membunuhmu di sini!"
Soma menggaruk-garuk kepala. Keningnya
berkerut-kerut. Namun akalnya yang cerdik tentu
saja tidak mau membenturkan diri pada orangorang Lembah Kodok Perak. Ia malah lebih senang
mengambil jalan lain.
"Baik, baik! Kalau kalian memang keberatan, aku juga nggak apa-apa. Paling aku hanya
menggerutu kesal dalam perjalanan pulang," gerutu Soma kesal.
Lalu tanpa banyak cakap lagi, Siluman
Ular Putih berkelebat cepat meninggalkan Lembah
Kodok Perak Lelaki berkumis dan bermata besar itu
sempat tersenyum mendengar apa yang dikatakan
pemuda gondrong murid Eyang Begawan Kamasetyo itu barusan. Aneh sekali memang senyumnya. Namun sayang hanya sebentar. Karena raut
kakunya kembali menghiasi wajahnya ketika
bayangan putih keperakan Siluman Ular Putih
menghilang di sebuah tikungan. Kemudian tanpa
banyak membuang waktu lagi, sambil memanggul
mayat adik seperguruannya, ia segera berlari masuk ke dalam Lembah Kodok Perak.
*** 8 Benarkah Soma alias Siluman Ular Putih
meninggalkan Lembah Kodok Perak" Apakah ia
sudah tega membiarkan Angkin Pembawa Maut terancam bahaya maut di Istana Ular Emas"
Ternyata tidak. Begitu lelaki bermata besar
tadi berkelebat, Siluman Ular Putih cepat berbalik kembali, Dengan, mengerahkan
ilmu lari cepatnya
'Menjangan Kencono', tubuhnya terus berkelebat.
Hingga akhirnya, bayangan hitam lelaki bermata
besar yang sedang memanggul adik seperguruannya kini terlihat di kejauhan sana.
Soma terus berkelebat mengikuti lelaki di
depannya. Dengan cara itu, berarti Siluman Ular
Putih akan lebih mudah dapat menemukan letak
persembunyian Tiga Jenggo, Empat Brewok dan
Tujuh Kumis para penghuni Lembah Kodok Perak.
Siluman Ular Putih menghentikan larinya
ketika lelaki yang diikutinya berhenti di depan sebuah gubuk kecil yang kirakira jaraknya dua puluh tombak dari gubuknya. Kemudian setelah meletakkan mayat adik seperguruannya, lelaki bermata besar itu menendang pintu gubuk. Lalu tubuhnya kembali berkelebat cepat menuju tempatnya semula. Dari jarak sekitar lima puluh tombak di
tempat persembunyiannya, Soma melihat, dari dalam gubuk muncul seorang lelaki berkumis lebat.
Usianya, tidak berselisih jauh dengan lelaki bermata besar tadi. Dan tanpa banyak cakap pula,
dibopongnya mayat di depan gubuk, lalu berkelebat cepat menuju gubuk berikutnya.
Dengan, hati-hati sekali Soma kembali berkelebat cepat mengikuti lelaki berpakaian serba hitam di depan. Dari ternyata
apa yang dilakukan lelaki itu pun sama persis dengan apa yang dilakukan lelaki bermata besar tadi. Yakni, meletakkan
mayat lelaki bernama Daksiro di depan pintu gubuk berikutnya, lalu menendang pintu gubuk dan
cepat berkelebat menuju tempatnya semula.
Siluman Ular Putih yang baru saja menghentikan kelebatannya memandang dengan kening
berkerut. Sebentar kemudian baru ia paham. Ternyata dengan cara berantai demikian, mayat Daksiro terus dibawa masuk ke dalam Lembah Kodok
Perak oleh lelaki berkumis lainnya. Tanpa mengurangi kewaspadaannya, Soma terus membayangbayangi apa yang tengah dilakukan orang-orang
penghuni Lembah Kodok Perak. Hingga akhirnya,
sampailah pemuda gondrong murid Eyang Begawan Kamasetyo di sebuah dataran luas.
Dataran itu terletak diantara dua buah bukit kecil di kanan kiri. Dari terangnya sinar matahari siang itu, tampak pula
kalau dataran itu dipenuhi berpuluh-puluh kubangan besar, berisi ratusan kodok besar berwarna putih keperakan! Di
kanan kiri dinding-dinding bukit pun banyak sekali terdapat lubang besar tempat keluar masuk
kodok-kodok perak itu!
Dengan sangat hati-hati sekali Siluman
Ular Putih terus mengikuti sosok lelaki berpakaian hitam-hitam di depan. Namun
mendadak lelaki di
depan sana menghentikan langkahnya.
"Hm... rupanya Tongkat Serigala, Raja
Toya, dan Ki Julung Pucut," gumam Soma seraya menghentikan langkahnya dan segera
mencari tempat persembunyian. "Tapi di mana Iblis Kelabang Merah" Apa mungkin ia telah
tewas di tan- gan lelaki tua sakti, yang waktu itu menolongku"
Ah, masa bodoh. Ingin kulihat, apa yang hendak
mereka lakukan terhadap lelaki berpakaian hitam
itu. Hm.... Ketiga tokoh sesat itu kini ditemani dua lelaki lain yang sekali
lihat saja bisa tertebak, kepandaian mereka tak bisa dianggap sepele..."
Memang, tiga lelaki yang menghadang tak
lain dari para tokoh sesat yang tempo hari mengeroyok Soma. Sedang dua sosok yang lain, Soma
belum dapat mengetahuinya dengan pasti.
Sementara itu lelaki berpakaian hitam yang
tengah memondong mayat Daksiro tampak masih
tegak memandangi kelima sosok yang menghadangnya. Tampak sekali kalau lelaki yang juga
berkumis lebat itu tengah ragu-ragu. Sebentar terlihat melangkah maju, namun sebentar kemudian
menghentikan langkahnya. Tapi, tiba-tiba ia sudah mengambil keputusan. Perlahan-lahan diletakkannya mayat Daksiro di atas rerumputan. Lalu seketika diserangnya kelima penghadangnya
tanpa banyak cakap lagi.
Pertarungan tak seimbangpun berlangsung
seru. Masing-masing mengandalkan kepandaiannya. Sebetulnya kepandaian mereka seimbang.
Tapi karena lelaki berkumis itu dikeroyok lima,
maka sebentar saja ia sudah jadi bulan-bulanan
para tokoh sesat itu.
*** Siluman Ular Putih bukannya tak mau
membantu lelaki berkumis yang tengah dikeroyok
oleh lima tokoh sesat itu. Karena pada saat yang
gawat, ternyata lelaki itu bisa melarikan diri walaupun dengan susah payah. Untung saja larinya
ke arah Soma. Maka begitu dekat, Siluman Ular
Putih langsung menyambar tubuhnya dan membawanya ke tempat yang aman.
Lalu dengan gerakan cepat luar biasa, Soma menotok beberapa jalan darah di tubuh lelaki
berpakaian hitam itu.
"Maaf, Paman! Terpaksa aku harus memperlakukan mu begini. Karena kalau tidak, celakalah dirimu nanti!" ucap Soma, seraya meletakkan lelaki itu di tanah.
Walau lelaki ini nampak menunjukkan kemarahannya, Soma tidak peduli. Pemuda itu malah mulai membuka pakaian hitam milik lelaki itu
dan memeriksanya. Tampak tiga bekas pukulan
maut yang berbeda di dadanya. Diam-diam Siluman Ular Putih menggeram dalam hati. Kemudian
tanpa banyak cakap lagi, pemuda gondrong ini segera menempelkan kedua telapak tangannya ke
dada lelaki itu.
Perlahan-lahan hawa dingin dari kedua telapak tangan Soma mulai menjalar masuk ke dalam tubuh lelaki itu. Dan perlahan-lahan pula, luka dalam penghuni Lembah Kodok Perak itu pun
mulai sembuh. Namun Soma terus memaksakan
diri untuk mengobati. Dan, tanpa disadari di belakangnya kini telah berdiri tegak lima orang tokoh
sesat yang tadi telah mencelakakan lelaki berkumis lebat penghuni Lembah Kodok Perak.
"Kunyuk Gondrong! Rupanya kau sudah
sampai kemari! Kebetulan sekali. Memang kami
berlima sedang mencari-cari mu!"
Soma terkesiap kaget mendengar bentakan
barusan. Untung saja Siluman Ular Putih sudah
selesai menyembuhkan luka dalam lelaki penghuni Lembah Kodok Perak itu. Kemudian dengan tenang sekali, jari-jari tangan pemuda itu. Cepat
menotok pulih lelaki yang ditolongnya.
Lelaki itu memandang cerah pada Soma.
"Terima kasih, Anak Muda. Aku Daksapati.
Kau siapa?" tanya lelaki berkumis yang ternyata
bernama Daksapati.
"Aku Soma, simpan dulu terima kasih mu
itu, Paman. Rupanya kelima tokoh sesat yang
menghadangmu tak suka dengan tindakanku. Lihat! Mereka mulai bersiap-siap menyerang."
Daksapati menatap tajam lima tokoh sesat
itu yang mulai menggerakkan tangannya. Namun
belum sempat terjadi sesuatu...
"Siapa kalian berani mengotori Lembah Kodok Perak"! Apa kalian semua tidak tahu peraturan di sini"!"
*** Semua yang ada di Lembah Kodok Perak
ini kaget begitu mendengar bentakan yang disertai
tenaga dalam tinggi. Bahkan tak lama kemudian,
berlompatan beberapa sosok berpakaian serba hitam. Berdiri paling depan adalah seorang lelaki
tua bertubuh kurus kering. Wajahnya pucat pasi
seperti mayat. Jenggot putihnya panjang menjuntai. Disampingnya berdiri dua orang lelaki tua kurus kering yang juga mempunyai jenggot putih
panjang menjuntai sampai ke dada. Di belakangnya, berdiri empat orang lain yang juga berusia
tua. Mereka semua memiliki brewok tebal berwarna hitam mengkilat!
Siluman Ular Putih membelalakkan matanya. Ia yakin, ketujuh orang berpakaian hitam
itu tidak lain dari Tiga Jenggot, dan Empat Brewok penghuni Lembah Kodok Perak
yang sangat ditakuti orang-orang Istana Ular Emas! Sedangkan
Tujuh Kumis adalah yang memiliki gubuk-gubuk
tadi. "Harap kalian orang-orang tua penghuni
Lembah Kodok Perak jangan terlalu menaruh curiga padaku. Aku memang sengaja datang ke Lembah Kodok Perak ini. Namun ketika aku menemukan Paman berkumis ini tengah menderita luka
parah, maka aku pun memberanikan diri mencoba
memberi pengobatan," kilah Soma penuh hormat
seraya rangkapkan kedua telapak tangannya ke


Siluman Ular Putih 06 Lembah Kodok Perak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

depan dada. "Benar, Kakang Pangestu. Aku baru saja
diobatinya setelah...."
"Diam kau, Daksapati! Aku tak bertanya
padamu!" Kata-kata Daksapati terputus oleh bentakan lelaki berjenggot yang paling tua, bernama
Pangestu. "Kau datang dari mana, Bocah" Apa kau
tidak tahu peraturan kami yang tidak mengizinkan
orang luar masuk kemari"!" bentak Pangestu lagi garang. Soma menghela napasnya
panjang. Entah karena apa, tiba-tiba tangan kanannya sudah garuk-garuk kepala.
"Maafkan kelancanganku, Orang Tua! Aku
hanyalah seorang pengembara miskin. Namaku
Soma dari Gunung Bucu," ucap murid Eyang Begawan Kamasetyo kalem. "Dikarenakan satu hal
yang sangat mendesak, terpaksa aku memberanikan diri masuk ke Lembah Kodok Perak ini untuk
mempelajari Kitab Kodok Perak Sakti. Tentu saja
hal ini bukan untuk tujuan pribadi semata, melainkan hanya untuk membasmi orang-orang golongan Ular Emas yang sangat kejam luar biasa."
Salah satu dari Tiga Jenggot yang berambut dikuncir kontan tertawa bergelak.
"Kau rupanya sedang bermimpi, Bocah
Sinting! Apa tidak salah pendengaranku ini?" katanya. Soma hanya tersenyum kecil.
Sementara itu, lima tokoh sesat yang menginginkan nyawa Siluman Ular Putih tampak sudah tak sabar untuk membunuh buruannya.
Tengkorak Serigala, Raja Toya, dan Ki Julung Pucut maju selangkah dengan senjata di tangan. Sedang dua orang lainnya yang belum dikenal Siluman Ular Putih tampak masih tenang-tenang di
tempatnya. Mereka malah lebih senang memperhatikan ketujuh orang penghuni Lembah Kodok
Perak yang baru datang.
Kedua tokoh yang berpakaian seperti pertapa itu berusia tidak kurang dari tujuh puluh tahun. Yang sebelah kanan adalah seorang lelaki
bertubuh tinggi kurus. Pakaiannya hanya berupa
libatan kain berwarna coklat tua. Sedang laki-laki di sampingnya bertubuh tinggi
besar. Pakaiannya
juga dari libatan kain berwarna merah jingga. Walau berpakaian pertapa, namun wajah mereka
tampak kaku dan dingin, menyiratkan kelicikan
dan kekejaman. Di dunia persilatan mereka berdua dikenal sebagai Dua Pertapa Iblis Dari Gunung Tugel! "Bocah Sinting! Sebaiknya lekas tinggalkan
tempat ini. Kau pikir gampang mempelajari Kitab
Kodok Perak Sakti milik kami, heh"! Jangan bermimpi, Bocah! Cepat tinggalkan tempat ini!" bentak Pangestu.
"Tapi bagaimana dengan kelima kunyuk
sesat yang nyasar kemari itu, Orang Tua" Apa mereka juga tidak diperbolehkan masuk kemari?"
tanya Soma, bermaksud mengadu domba mereka.
Tiga Jenggot dan Empat Brewok dari Lembah Kodok Perak menggeram penuh kemarahan.
Wajah mereka menegang. Dan sepasang mata mereka yang mencorong kini pun mulai beralih ke
arah lima tokoh sesat yang berdiri tak jauh dari
tempat itu. "Hm...! Apa kalian berlima juga tidak tahu
peraturan dalam Lembah Kodok Perak ini" Mengapa kalian berani lancang masuk ke dalam Lembah Kodok Perak"!" tegur satu dari Tiga Jenggot yang berambut panjang bergerai
"Orang Tua! Kelima kunyuk kesasar itu
bukan saja bermaksud mengotori Lembah Kodok
Perak, tapi juga telah membunuh Paman Daksiro.
Mereka juga yang telah mencelakakan Paman
Daksapati. Untung saja aku segera menolongnya!"
jelas Soma semakin mengipasi kemarahan orangorang penghuni Lembah Kodok Perak.
"Kau tidak berbohong, Bocah?" tukas satu dari Empat Brewok yang berkepala botak.
"Buat apa aku berbohong" Sebenarnya mereka berlima datang kemari memang ingin mencari
aku. Maka, biarkan aku menggebuk mereka,
Orang Tua," kata Soma cerdik.
"Jangan banyak bacot, Bocah! Kau sendiri
pun harus lekas menyingkir dari tempat ini!" bentak si botak kesal
"Kalian mengapa memusuhi orang-orang
penghuni Lembah Kodok Perak" Bertahun-tahun
kami sengaja tidak menampakkan diri ke dunia
persilatan, tapi mengapa kalian malah mengotori
Lembah Kodok Perak" Apa kalian pikir kekuatan
kami tidak cukup untuk membasmi kalian, he"!"
timpal satu dari Empat Brewok yang bertubuh
gempal "Sebenarnya kami tidak bermaksud memusuhi orang-orang Lembah Kodok Perak.
Tapi, kami hanya ingin membunuh bocah sinting itu!" kilah Tengkorak Serigala seraya
menunjuk Soma "Tutup bacotmu!" bentak lelaki brewok
yang bertubuh sedang dengan mata berkilat-kilat.
"Kalau kalian tidak bermusuhan dengan kami,
mengapa membunuh dan melukai adik seperguruan kami"!"
Sehabis berkata begitu, lelaki brewok bertubuh sedang itu pun sudah. menekuk kedua lututnya. Kedua tangannya dibentangkan demikian
rupa. Dan dengan setengah berjongkok, Tengkorak
Serigala siap diserangnya.
"Kok...! Kok...!"
Terdengar dua kali bunyi mirip kodok dari
mulut lelaki brewok bertubuh sedang. Bersamaan
dengan itu, mendadak serangkum angin dingin
dari kedua telapak tangannya menyerang ke arah
Tengkorak Serigala.
Tengkorak Serigala kaget bukan main. Sebelum pukulan lelaki brewok itu mengenai sasaran, terlebih dahulu sudah terasa angin dingin
yang menyerang sekujur tubuh. Tentu saja Tengkorak Serigala tidak ingin dirinya celaka. Maka
tanpa pikir panjang lagi, segera dikeluarkannya
pukulan Tongkat Putih Penggebuk Dewa-nya.'
Wesss! Wesss! Blarrr...! Terdengar satu letusan hebat di udara akibat pertemuan dua tenaga dalam di udara tadi.
Tubuh Tengkorak Serigala terpental beberapa
tombak ke belakang! Wajahnya pucat pasi! Tampak darah segar pun membasahi sudut-sudut bibirnya! Sementara itu lelaki brewok bertubuh sedang hanya sempat tergetar hebat. Kedua kakinya
melesak beberapa jari ke dalam tanah. Kemudian
dengan menggeram penuh kemarahan, kembali diterjangnya Tengkorak Serigala. Namun sayangnya,
keempat orang kawan Tengkorak Serigala segera
menghadang dengan pukulan-pukulan jarak jauh.
Wesss! Tentu saja hal ini tidak dibiarkan oleh para
penghuni Lembah Kodok Perak lainnya. Maka seketika mereka memapak serangan-serangan keji
itu dengan pukulan jarak jauh pula.
Blarrr! Blarrr...!
Terdengar beberapa kali letusan di udara.
Tubuh masing-masing terjajar beberapa langkah.
Begitu terjadi benturan tenaga dalam, mereka kini
kembali saling serang. Maka seketika itu pula terjadi pertarungan sengit dengan menggelar ilmuilmu tingkat tinggi.
*** "Ah...! Mengapa aku tidak segera menyelinap ke dalam Lembah Kodok Perak selagi mereka
bertarung. Mungkin untuk sementara waktu aku
dapat bersembunyi di dalam lubang-lubang kecil
di dinding-dinding bukit itu. Kalau saja lubanglubang kecil itu saling bertembusan, mana mungkin orang-orang penghuni Lembah Kodok Perak
tahu kalau aku bersembunyi di sana?" pikir Soma dalam hati.
"Tapi.... Tapi, bagaimana kalau akhirnya
mereka tahu" Dan, bagaimana pula kalau dalam
lubang-lubang kecil itu ternyata banyak jebakan
maut" Ah...! Tidak ada pilihan lain. Kupikir, memang itulah satu-satunya jalan terbaik untuk
menghindari bentrokan dengan orang-orang Lembah Kodok Perak...."
Sehabis berpikir demikian, diam-diam Soma pun mulai bergerak hati-hati sekali mendekati
lubang-lubang kecil di dinding bukit. Namun apa
yang dilakukan Siluman Ular Putih ternyata telah
menolong lima orang tokoh sesat itu dari gempuran-gempuran orang-orang penghuni Lembah Kodok Perak. "Tunggu! Mengapa kalian menyerang kami
habis-habisan" Apa kalian tidak lihat" Kalau kunyuk gondrong itu tengah kabur. Jelas, dia adalah
pembunuh adik seperguruan kalian. Jika bukan
dia, mengapa bocah itu harus lari dari sini?"
Pangestu dan juga enam orang penghuni
Lembah Kodok Perak yang lainnya kontan menghentikan serangan. Kepala mereka langsung berpaling ke belakang. Tampak pemuda gondrong
murid Eyang Begawan Kamasetyo itu memang
tengah berlari cepat luar biasa menuju ke lubanglubang kecil di dinding bukit. Tentu saja mereka
tidak membiarkan pemuda gondrong itu masuk ke
dalam Lembah Kodok Perak. Maka tanpa banyak
cakap lagi, ketujuh orang penghuni Lembah Kodok
Perak itu segera berkelebat menyusul Siluman
Ular Putih. Dan kenyataannya ilmu meringankan tubuh ketujuh orang Lembah Kodok Perak itu memang luar biasa hebatnya. Untungnya, Soma telah
bergerak terlebih dahulu. Jika tidak, sudah pasti
dapat terkejar oleh mereka.
Soma menyadari kalau dirinya tengah dikejar. Maka kecepatan larinya makin ditambah, Namun, tanpa disangka-sangkanya sama sekali, tibatiba di belakangnya terasa serangkum angin dingin yang bukan alang kepalang...
*** 9 Slap! Blarrr...! Sebelum Siluman Ular Putih terhantam
pukulan jarak jauh berhawa dingin, tubuhnya telah lebih dulu melompat. Sehingga pukulan itu
hanya menghantam tanah yang dipijak sebelumnya Dua kali pemuda itu berputaran di udara,
lalu menukikkan tubuhnya ke salah satu lubang
di dinding bukit. Saat itu juga suasana gelap dan
pengap menyambutnya.
Perlahan-lahan pandang mata Siluman
Ular Putih mulai dapat menyesuaikan diri dengan
suasana gelap dalam lorong bukit itu. Dan waktu
berjalan terasa kalau tanah dalam gua itu tidak
rata. Banyak bertebaran kubangan-kubangan besar kecil. Entah berisi apa. Yang jelas lebar dan
tinggi lorong bukit itu cukup untuk dilalui dua
orang manusia dewasa.
"Sontoloyo! Mengapa aku bisa nyasar sampai ke mari?" gerutu Soma dalam hati
Samar-samar Siluman Ular Putih, mendengar suara langkah kaki beberapa orang pengejarnya yang mulai memasuki di lorong bukit. Karena
untuk keluar melalui mulut lubang masuk tadi jelas tidak mungkin, maka Soma terus berjalan ke
dalam lorong bukit. Sambil berjalan dipungutnya
sebuah batu kerikil. Lalu dilemparkannya ke lorong lain, tak jauh dari para pengejarnya.
Plukkk! Begitu terdengar suara di lorong lain, beberapa orang pengejar buru-buru berlari ke arah datangnya suara. Soma sedikit merasa lega karena siasatnya
berhasil. Dan ia segera membawa tubuhnya ke dalam lorong lain. Dan semakin dalam Soma memasuki lorong, semakin bingung dibuatnya. Di hadapannya kini banyak sekali lorong gua yang entah
menembus ke mana" Padahal di belakangnya, Tiga
Jenggot dan Empat Brewok penghuni Lembah Kodok Perak terus saja melakukan pengejaran.
Sejenak Siluman Ular Putih memperhatikan lorong-lorong gua bawah tanah ini seksama.
Satu di antara tujuh lorong gua bawah tanah itu
tampak gelap sekali dan berkesan angker. Sedang
enam lorong lainnya tampak sedikit agak terang
dan mungkin tembus keluar. Dan sungguh aneh.
Ternyata yang dipilihnya malah lorong gua yang
tampak gelap pekat.
Seperti ada yang menuntun langkahnya,
perlahan-lahan Siluman Ular Putih membawa tubuhnya masuk ke dalam lorong gua yang paling
gelap. Jika saja pemuda ini lebih seksama, tentu
akan berpikir tujuh kali untuk memasuki gua itu.
Seperti yang tercantum dalam mulut dinding gua,
di situ tertulis Jalan Kematian. Namun rupanya hal ini tidak disadarinya.


Siluman Ular Putih 06 Lembah Kodok Perak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bocah sinting itu mencari penyakit saja.
Beraninya ia masuk ke dalam 'Jalan Kematian'."
Terdengar salah seorang pengejar menggerutu panjang pendek, membuat Soma melengak
kaget. Apa yang didengar barusan membuat hatinya bergidik ngeri. Betapa dalam lorong gua itu
samar-samar terlihat beberapa buah kubangan
besar yang menghadang jalannya. Maka segera
langkahnya dihentikan. Tubuhnya langsung merapat di dinding lorong yang membentuk ular.
"Mungkinkah bocah sinting itu masuk kemari?" terdengar suara bernada ragu-ragu.
"Kurasa bocah sinting itu tidak mungkin
mengambil jalan tolol ini, Manduro," sahut salah seorang.
Di tempat persembunyiannya, Soma menahan jalan pernapasannya sebentar. Dengan cara
ini, para pengejarnya yang berkepandaian tinggi
dapat dikecohnya. Karena hanya mendengar tarikan napas saja, bukan mustahil para pengejar
akan dapat menemukan tempat persembunyiannya. Samar-samar dari tempat persembunyiannya Soma dapat melihat berkelebatnya beberapa
orang pengejar di depan mulut lorong Jalan Kematian. Dan ketika para pengejarnya sudah melewati
tempat persembunyiannya, pemuda ini baru dapat
menghela napas lega.
Perlahan-lahan Soma kembali membawa
tubuhnya menyusuri lorong gelap di depannya.
Namun tiba-tiba kakinya menjejak kosong! Seketika itu juga kedua tangannya bergerak menarik
apa saja. Untung saja tangan kanannya dapat meraih tonjolan batu di dinding-dinding lorong gua.
Sehingga, tubuhnya dapat bertahan. Kemudian
tubuhnya pun cepat-cepat ditarik ke atas.
"Kampret! Hampir saja aku kejeblos ke dalam kubangan!" gerutu Siluman Ular Putih.
Didasari rasa ingin tahu, Siluman Ular Putih melongok ke dalam lubang. Samar-samar matanya melihat dua buah benda putih keperakan di
tengah-tengah dasar kubangan. Tapi, ia harus melanjutkan perjalanannya. Kalau ingin meneruskan
perjalanan, mau tidak mau harus melewati kubangan besar di hadapannya.
Maka dengan cara merayap Soma berusaha
melewati kubangan. Telapak-telapak tangannya ditancapkan ke dinding-dinding gua. Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh, perlahanlahan Soma mulai merayap. Sementara itu, kedua
kakinya meraba-raba ke bawah, mencari tempat
berpijak. "Hup!"
Hanya sekali lompat, Siluman Ular Putih
berhasil mendarat di bibir seberang kubangan.
Namun lagi-lagi Soma terpaksa nyengir sendiri.
Karena baru berjalan sepuluh, sebuah kubangan
kembali menghadang....
*** Soma perlahan-lahan menjulurkan kepala
ke dalam kubangan. Ketika Siluman Ular Putih
menajamkan pandangan, tampak di dasar kubangan dua ekor kodok raksasa putih keperakan sebesar tempayan tengah berjongkok berhadapan.
Ketika kodok di sebelah kanan berbunyi sekali,
tampak uap kuning dari mulutnya.
Siluman Ular Putih berpikir keras, bagaimana caranya melewati kubangan ini tanpa membuang tenaga...
"Hm... dapat!" soraknya begitu menemukan akal. Soma cepat meraih dua buah batu.
Dengan pengerahan tenaga dalam lumayan, dilemparkannya batu-batu itu ke masing-masing kodok
Duk! Duk! "Kok!"
"Kok!"
Mungkin karena dikira mendapat serangan
dari kodok yang satu, kodok yang lain langsung
menyerang. Maka saat itu pula terjadilah pertarungan antara dua kodok.
Masing-masing kodok tak mau menyerah
kalah. Seperti yang telah dilakukan kodok lawannya, kodok yang satu lantas mengeluarkan uap
kuning. Soma yang tengah asyik menyaksikan pertarungan dua ekor kodok perak raksasa itu mendadak tersenyum sendiri dengan mata berbinar.
"Itulah gerakan-gerakan yang digunakan
orang-orang Lembah Kodok Perak! Ya ya ya...! Aku
masih ingat betul. Paman Daksiro juga pernah
menyerangku dengan jurus-jurus seperti itu. Sekarang tahulah aku, mengapa kodok-kodok perak
ini disimpan di dalam kubangan ini. Rupanya mereka adalah guru dari orang-orang Lembah Kodok
Perak!!" gumam Soma dalam hati.
Kemudian Soma pun kembali perhatikan
dua ekor kodok perak di dasar kubangan yang
tengah bertarung. Namun kini kedua ekor kodok
itu sudah sama-sama tak bergerak dalam keadaan
terlentang. Mati. Di leher masing-masing tampak
melilit sejenis benang warna kuning.
"Hei" Benda apakah itu...?" gumam Soma
dalam hati. Sepasang mata birunya yang tajam
kembali memperhatikan dua ekor kodok perak
yang telah jadi mayat itu.
Tanpa banyak pikir lagi, Soma cepat melompat turun ke dasar kubangan. Segera diambilnya untaian benang-benang kuning yang melilit
leher kedua ekor kodok perak itu.
Soma hendak meloncat ke atas. Namun belum juga niatnya terlaksana....
"Hei... rupanya di sini pun masih ada lorong...." Sepasang mata biru Siluman Ular Putih ja-di berbinar-binar. Dilihatnya
di dinding sebelah ki-ri kubangan terdapat sebuah lorong memanjang
yang entah menembus ke mana. Kembali didasari
sifat ingin tahu, pemuda ini segera memasuki lorong itu. Tubuhnya merayap hati-hati sekali menyusuri lorong.
Tiba di lorong yang agak luas, Siluman Ular
Putih menghentikan langkahnya. Bulu kuduknya
kontan merinding melihat sebuah kerangka manusia! Kening Soma berkerut dalam. Sepasang
mata birunya tak henti-hentinya terus menatap
kerangka itu. Sedang tak jauh dari kerangka, tampak sebilah tombak panjang. Dan samar-samar
tampak pula pada batang tombak itu beberapa
buah huruf Jawa Kuno yang berbunyi: Tombak Raja Akhirat! "Tombak bagus! Tombak bagus!" gumam
Soma dalam hati. Tangan kanannya segera dijulurkan meraih tombak itu. Namun buru-buru dibatalkannya. Tiba-tiba hatinya merasa ragu-ragu
sekali. Entah mengapa. Kembali diperhatikannya
tombak di hadapannya dengan sinar mata penuh
kagum. Dan karena kekagumannya inilah yang
membuat murid Eyang Begawan Kamasetyo akhirnya memungut tombak itu.
Dan sejenak itu pula Soma terus perhatikan tombak. Kemudian sembari memegang Tombak Raja
Akhirat di tangan kanannya, Soma kembali melanjutkan perjalanannya. Namun anehnya, semakin
jauh menyusuri lorong bawah tanah, maka lorong
makin menyempit. Dan hingga akhirnya, langkah
Siluman Ular Putih terhenti!
Di hadapannya kini terlihat sebuah lorong
kecil yang tidak mungkin dilalui. Namun samarsamar sepasang matanya yang tajam melihat sebuah lubang kecil sebesar lubang bambu di sudut
lorong. Dan entah mengapa, hatinya jadi girang
bukan main. Sret! Begitu tombak diarahkan, ke lubang, sinar
kuning keemasan seketika itu juga meluncur dari
mata Tombak Raja Akhirat.
Soma mengangguk-angguk penuh kagum.
Tombak di tangan kanannya digerak-gerakkan sedemikian rupa. Dan anehnya, tanah lubang kecil
tadi berguguran begitu terkena sambaransambaran sinar tombak di tangan Soma.
Soma makin kagum. Sekali lagi Tombak
Raja Akhirat di tangan kanannya digerakgerakkan. Dan akibatnya lubang gua itu semakin
hebat berguguran, membentuk lorong kembali.
Dan kini pemuda itu bisa masuk ke dalam lorong
selanjutnya. *** "Ah...! Harta benda milik siapakah itu?" desah Soma seraya menggaruk-garuk
kepala, begitu tiba di sebuah ruangan yang terang-benderang.
"Jangan-jangan aku malah nyasar masuk ke sarangnya para rampok?"
Siluman Ular Putih kini memang tiba di
ruangan bawah tanah yang diterangi cahaya obor
dari minyak jarak. Yang membuat Soma terkagum-kagum, ternyata di dalam ruangan ini terdapat tumpukan-tumpukan batu permata dari berbagai ukuran. Perlahan-lahan Siluman Ular Putih mulai
menggerakkan kedua kakinya mendekati tumpukan-tumpukan batu permata itu. Begitu sampai,
sejenak pandangannya menebar. Dan sepasang
mata birunya kini tertumbuk pada sesosok tubuh
tua renta tengah khusuk bersemadi di sudut
ruangan. Usianya mungkin lebih dari delapan puluh tahun. Itu bisa dibuktikan dari rambut panjangnya yang memutih sebatas bahu. Belum lagi
bila menilik wajahnya yang kepucatan penuh kerutan. Sedang tubuhnya yang tinggi kurus dibalut
pakaian ketat warna putih.
Soma tidak tahu, siapa laki-laki tua renta
yang sedang bersemadi di sudut ruangan. Yang jelas, entah mengapa Siluman Ular Putih jadi segan
sekali melihatnya. Maka dengan langkah mantap
didekatinya orang tua itu. Lalu, dia duduk bersila di hadapannya.
"Terimalah hormatku, Orang Tua! Aku Soma dari Gunung Bucu sengaja menghaturkan salam hormatku padamu," ucap Soma penuh hormat. Tapi lelaki tua berpakaian itu tetap di-am di tempatnya, tanpa bergerakgerak sama se- kali. Demikian juga dadanya yang kurus kerempeng! Soma heran bukan main. Sekali lagi dipandanginya dada orang tua itu seksama. Ternyata,
dada itu memang tidak bergerak sama sekali! Karena terdorong rasa ingin tahunya, Siluman Ular
Putih mengulur tangannya. Dipegangnya denyut
nadi orang tua itu. Dingin!
Namun tiba-tiba saja tangan kurus kering
lelaki tua renta itu bergerak cepat sekali memapak tangan Soma!
Plakkk! "Auwww...!"
Soma meringis kesakitan. Tangannya yang
terkena papakan tadi terasa mau remuk!
"Ah...! Kau masih hidup, Orang Tua! Lantas, mengapa mempermainkan ku demikian rupa?" sungut Soma kesal
"Bocah bau kencur! Apa kau ingin mencari
mati di sini, he"!" bentak lelaki tua itu garang merasa terganggu dengan apa yang telah dilakukan
Soma. "Orang Tua! Terus terang aku cuma heran, mengapa kau sampai bisa terkurung
di sini?" Lelaki itu malah melotot lebar. Keningnya
berkerut-kerut saking herannya.
"Apakah kau membutuhkan tenagaku,
Orang Tua?"
Lelaki renta itu mengangguk-angguk.
"Katakan, tugas apa yang harus kujalankan, Orang Tua! Aku pasti akan menjalankan tugasmu," sambung Soma cepat.
"Apa kau dapat menangkap mereka untuk
dibawa kemari, Bocah?"
Belum sempat Soma memberi jawaban, tiba-tiba sepasang mata mencorong lelaki tua renta
itu memandangi Tombak Raja Akhirat di pinggang
Soma. Kemudian tanpa banyak, cakap lagi, dilancarkannya satu pukulan maut ke tubuh Siluman
Ular Putih! Wesss! Sebelum serangan lelaki tua renta itu mengenai sasaran, terlebih dahulu telah terasa hawa
dingin yang meluruk cepat. Maka tanpa banyak
pikir lagi, Siluman Ular Putin langsung menghantamkan tangannya. Dilepaskannya pukulan sakti
'Tenaga Inti Bumi'-nya untuk memapak.
Wesss! Blarrr...! Soma memekik setinggi langit. Tubuhnya
mental beberapa tombak ke belakang, langsung
membentur dinding ruangan. Seketika itu juga wajahnya pucat pasi! Tampak darah segar membasahi sudut-sudut bibirnya! Sedang sekujur tubuhnya terasa beku! Jangankan untuk meloncat ban

Siluman Ular Putih 06 Lembah Kodok Perak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gun. Untuk menggerakkan kedua tangannya saja
tidak mampu! Siluman Ular Putih mengeluh pasrah. Namun anehnya, entah karena apa, tiba-tiba saja sepasang mata prang tua renta yang membelalak lebar itu bersinar-sinar penuh kegembiraan! Dan
belum sempat Soma membuka suara....
"Bocah! Cepat katakan! Ada hubungan apa
kau dengan Adi Begawan Kamasetyo?"
Soma terkesiap kaget. Sungguh tidak disangka kalau orang tua renta, yang terkurung di
dalam gua bawah tanah Lembah Kodok Perak itu
kenal dengan eyangnya.
"Beliau adalah eyang sekaligus guruku,
Orang Tua," jawab Soma terpatah-patah dengan
mulut menyeringai
"Hm... Jadi kau cucu Adi Begawan Kamasetyo," gumam orang tua renta itu seraya mengangguk-angguk. "Ketahuilah, Cucuku! Sebenarnya aku ini adalah kakak ipar dari eyang mu. Aku
Eyang Prana Supit."
"Ja..., Jadi kalau begitu kau masih terhitung eyangku, Orang Tua" Ah...! Maafkan ketidaktahuan ku, Orang Tua!" ucap Soma girang bukan main. Namun ketika hendak bangun,
Soma jadi mengeluh. Tubuhnya yang beku sedikit pun tidak
bisa digerakkan!
Lelaki tua bernama Eyang Prana Supit itu
tahu apa yang tengah dialami pemuda gondrong di
hadapannya. Maka cepat dikeluarkannya sebuah
obat pulung berwarna kuning dari dalam saku bajunya. Segera dia bangkit dan berjalan mendekati
Soma. "Telanlah obat ini, Cucuku!" ujarnya Tanpa banyak cakap, Siluman Ular
Putih membuka mulutnya. Dan Eyang Prana Supit pun
memasukkan obat itu ke dalam mulut si pemuda.
Soma menelannya dengan susah payah.
Sementara lelaki tua renta itu sudah menotok beberapa jalan darah di tubuh Soma.
Selang beberapa saat, Soma pun mulai dapat menggerak-gerakkan tubuhnya. Luka dalamnya akibat pukulan lelaki tua ini pun sirna begitu menelan obat barusan.
"Terima kasih, Eyang. Kau baik sekali,"
ucap Soma. "Sudahlah! Jangan terlalu banyak peradatan! Sekarang ceritakan, mengapa Tombak Raja
Akhirat itu sampai jatuh ke tanganmu, Cucuku?"
"Aku hanya menemukannya di salah sebuah lorong bawah tanah di Lembah Kodok Perak
ini, Eyang"
Eyang Prana Supit menganggukanggukkan kepalanya. Sebenarnya ia ingin menanyakan, bagaimana caranya Soma masuk ke dalam tempat kurungan itu. Akan tetapi entah karena apa yang keluar dari mulutnya malah mengenai
persoalan pribadinya
"Cucuku! Mungkin waktu pertemuan kita
ini hanya sebentar. Maukah kau menuruti permintaanku?" "Tentu saja, Eyang. Mengapa Eyang berkata demikian?"
"Baiklah! Sudah kuduga kau pasti akan
berkata demikian," kata Eyang Prana Supit seraya menyunggingkan senyum "Tapi
sebelum mengatakan permintaanku, terlebih dahulu aku akan mewariskan sesuatu padamu, Cucuku"
"Apa itu, Eyang?" tanya Soma girang bukan main Lelaki renta itu hanya tersenyum.
Tangan kanannya cepat mengeluarkan dua buah lembaran
kain sutera berwarna kuning kemerah-merahan
"Kedua benda inilah yang akan kuwariskan
padamu, Cucuku. Kami, orang-orang Lembah Kodok Perak menamakan kedua benda ini adalah Kitab Kodok Perak Sakti. Karena, bila lembaransutera ini dicelup ke dalam air panas maka tampaklah jurus-jurus 'Kodok Perak Sakti' dalam kedua lembaran sutera ini. Meski hanya terdiri dan
tiga jurus. Tapi, kau harus mempelajarinya nanti
sepulangnya dari sini,"
"Mengapa demikian, Eyang?" tanya Soma
tak mengerti "Sudahlah! Sebaiknya turuti saja perintahku, Cucuku! Sekarang kau mendekatlah dan dengarlah permintaanku, Cucuku! Aku hanya minta,
setelah dapat menguasai jurus-jurus 'Kodok Perak
Sakti', kau jangan mengganggu orang-orang penghuni Lembah Kodok Perak! Kau paham, Cucuku?"
"Paham, Eyang," sahut Soma seraya mendekat "Dan permintaanku yang kedua, berikan Kitab Kodok Perak Sakti yang asli
itu kepada orang-orang penghuni Lembah Kodok Perak! Sebenarnya tadi aku memang ingin kau membantuku menangkapi orang-orang penghuni Lembah
Kodok Perak guna untuk membalas sakit hatiku.
Termasuk juga kakak seperguruanku, Ki Cucuk
Prana yang menjadi ketua Lembah Kodok Perak
ini. Merekalah yang membuatku berada di tempat
ini. Tapi, entah mengapa setelah bertemu denganmu pikiranku jadi berubah."
"Mengapa demikian, Eyang?"
"Sebenarnya ceritanya panjang. Tapi, baiklah! Untuk lebih jelasnya, kau boleh mendengar
ceritaku."
Soma mengangguk pasti,
"Dengarlah, Cucuku! Di samping aku ini
eyang mu, sebenarnya aku ini adalah orang hukuman Lembah Kodok Perak. Berpuluh-puluh tahun lalu, aku telah diusir pergi karena berani keluar dari Lembah Kodok Perak. Tapi hal itu karena
waktu itu Raja Iblis dari Istana Ular Emas datang
kemari. Salah seorang adik seperguruanku yang
mencoba menghadang sepak terjangnya tewas di
tangan Raja Iblis. Maka begitu mendengar kalau
adik seperguruanku tewas, Maka aku nekat keluar. Kucari Raja Iblis. Dan akhirnya aku dapat
menyeretnya kemari. Sehingga ia menemui ajal di
sini. Kerangka yang kau lihat di lorong gua itulah kerangka mayat Raja Iblis."
"Hm...! Jadi hanya karena nekat keluar dari Lembah Kodok Perak inilah, Eyang sampai ditawan di sini," tebak Soma sambil menganggukangguk. "Nah, kalau kau sudah paham duduk persoalannya, sebaiknya sekarang lekas cepat kau
balikkan badanmu ke belakang. Agar kau lebih
cepat menguasai jurus-jurus yang terkandung dalam Kitab Kodok Perak Sakti itu. Dan aku ingin
menyalurkan tenaga 'Kodok Perak Sakti'-ku ke dalam tubuhmu, Cucuku," ujar Eyang Prana Supit.
"Baiklah, Eyang," sahut Soma. Tanpa banyak cakap, Soma segera berbalik ke belakang.
Kemudian Eyang Prana Supit segera menempelkan
kedua telapak tangan ke punggung Soma.
Seketika itu, Siluman Ular Putih merasakan hawa dingin yang bukan kepalang menerabas
ke dalam tubuhnya.
Soma menggerutkan gerahamnya kuatkuat. Sambil terus mengalihkan tenaga 'Kodok Perak Sakti' ke tubuh Soma, Eyang Prana Supit terus memberi petunjuk pada Soma bagaimana caranya mengendalikan hawa dingin yang berputarputar di bawah perutnya.
"Nah! Sekarang kau sudah dapat mempelajari jurus-jurus yang terkandung dalam Kitab Kodok Perak Sakti itu dengan mudah. Aku sudah
mengalihkan tenaga 'Kodok Perak Sakti' ke dalam
tubuhmu. Sekarang lekas tinggalkan tempat ini!
Kau boleh lewat pintu sebelah sana! Tapi jangan
lupa tutup lagi pintunya!" ujar Eyang Prana Supit, begitu selesai mengalihkan
tenaga 'Kodok Perak
Sakti' ke dalam tubuh Soma dan kembali duduk
bersemadi seperti semula.
"Tapi, Eyang...?"
Begitu bangkit Soma cemas sekali melihat
wajah Eyang Prana Supit demikian pucat. Napasnya terengah-engah seperti orang habis lari jauh.
Kedua tangannya pun gemetaran.
"Sudahlah! Jangan banyak membantah,
Cucuku! Lekas kau tinggalkan tempat ini!" ujar lelaki tua itu terengah-engah.
Soma melangkah ragu-ragu. Sejenak dipandanginya wajah pias di hadapannya dengan
perasaan bingung. Namun akhirnya pemuda gondrong itu tidak dapat menolak permintaan lelaki
tua itu. Kemudian sambil sesekali memalingkan
kepala ke belakang, Soma mulai keluar dari ruangan. Eyang Prana Supit memejamkan matanya
rapat-rapat. Dadanya terlihat makin naik turun.
Kemudian ketika pintu ruangan tertutup dari luar,
lelaki tua ini telah menghembuskan napasnya
yang terakhir dalam keadaan masih duduk bersemadi! SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Tersiksa Seperti Di Neraka 2 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Kaki Tiga Menjangan 43

Cari Blog Ini