Siluman Ular Putih 04 Pedang Kelelawar Putih Bagian 3
cepat ikut menyerang Bidadari Putih. Sedang
tangan kirinya telah mengibas, melepas jarum-jarum emasnya. Dan....
Serrr! Serrr! Hebat bukan main serangan-serangan
dua orang tokoh sesat dari Istana Ular Emas
itu. Tebasan-tebasan pedang dan jarumjarum emas yang berkeredepan itu sungguh
merepotkan Bidadari Putih, meski telah sembuh seperti sedia kala. Dan entah sudah berapa kali tubuhnya yang tinggi kurus harus
berjumpalitan di udara. Jangankan untuk
membalas serangan, untuk menghindar saja
rasanya sulit sekali.
Kalau keadaan ini dibiarkan beberapa
saat lamanya, bukan mustahil dalam beberapa jurus Bidadari Putih pun dapat dirobohkan. Namun di saat Bidadari Putih terdesak
hebat, tahu-tahu tiga orang murid utama Lowo Kuru telah berkelebat cepat membantu.
"Manusia-manusia tengik dari Istana
Ular Emas! Enyahlah kalian dari sini! Ini bukanlah tempat kalian!" bentak Naroko
garang. Sembari berkata demikian, pedang di
tangan kanan lelaki itu cepat membabat leher Setan Cantik. Sedang dua orang
temannya menyerang dari samping kanan dan kiri. Sehingga selamatlah Bidadari Putih dari tekanan-tekanan dua tokoh sesat dari Istana Ular Emas itu.
Sementara itu, Sindu tak dapat keluar
dari kepungan berpuluh-puluh murid Perguruan Kelelawar Putih. Meski dikeroyok demikian hebatnya, tak henti-hentinya murid tertua Lowo Kuru ini terus mencoba mempengaruhi murid- murid Perguruan Kelelawar Putih.
"Ketahuilah, adik-adik ku! Sesungguhnya pemilik Perguruan Kelelawar Putih ini
bukanlah guru kalian, si Manusia Pecundang
Kelelawar Hutan! Tapi, Lowo Kuru. Kalian
dengar"! Lowo Kuru yang berada dalam Sumur Kematian itulah pemilik Perguruan Kelelawar Putih yang sebenarnya!" teriak Sindu, lantang.
"Setan alas! Siapa peduli omongan mu!"
teriak salah seorang murid Perguruan Kelelawar Putih lantang.
"Ya! Siapa peduli omongan orang yang
mau mampus!" teriak yang lain menyahuti.
"Dasar otak bebal! Tahu apa kalian dengan segala macam urusan rumit ini! Justru
guru kalian Kelelawar Hutan itulah yang
membuat urusan jadi rumit! Guru kalian itulah yang telah mencelakakan pemilik sah Perguruan Kelelawar Putih ini ke dalam Sumur
Kematian!" teriak Sindu sengit,
"Siapa saja yang mempercayai ocehan tikus comberan itu berarti mati! Kalian dengar!
Hanya kematianlah bagi murid- muridku yang
tidak patuh!"
Sungguh hebat sekali pengaruh teriakan
Kelelawar Hutan. Beberapa orang murid Perguruan Kelelawar Putih yang sempat terpengaruh ucapan Sindu langsung menegang. Wajah mereka pucat pasi, membayangkan hukuman yang akan dijatuhkan bila membantah. Berpikir sampai demikian, tanpa banyak
membuang waktu lagi murid-murid Perguruan Kelelawar Putih kembali menyerang Sindu dengan garang.
Kali ini bukan saja Sindu saja yang kesal
melihat perubahan sikap murid- murid Perguruan Kelelawar Putih, tapi juga, Siluman Ular Putih. Pemuda itu saat ini sedang
sibuk menghajar beberapa orang murid Perguruan
Kelelawar Putih.
"Sontoloyo! Dasar murid-murid sontoloyo! Apa mata kalian tidak melek" Ayo lekas hentikan serangan. Cincang kunyuk
hitam guru kalian itu!" bentak Siluman Ular Putih, diam-diam mulai mengerahkan
kekuatan batinnya.
Suara bentakan yang bernada bercanda
itu terdengar bergetar-getar aneh, menyerang jalan pikiran para pengeroyok. Maka
seketika itu juga murid-murid Perguruan Kelelawar
Putih menghentikan serangan. Dan dengan
wajah beringas, pandangan mereka beralih ke
arah Kelelawar Hutan yang sedang bertempur
hebat melawan Aryani.
Kelelawar Hutan kaget bukan alang kepalang. Meski tengah. bertempur hebat, namun masih dapat merasakan suara bentakan
Siluman Ular Putih yang bergetar-getar aneh.
Dan lebih terkejutnya lagi, ketika melihat murid-muridnya kini mulai mengalihkan serangan ke arahnya.
"Setan alas! Siapa suruh kalian menyerangku, he"! Apa kalian sudah bosan hidup"!"
bentak Kelelawar Hutan, laksana suara dari
dalam kubur. Suara Kelelawar Hutan terdengar begitu
menyeramkan, Rupanya, diam-diam kekuatan
sihirnya pun telah dikerahkan untuk menandingi kekuatan batin Siluman Ular Putih. Dan begitu mendengar teriakan Kelelawar
Hutan, murid-murid Perguruan Kelelawar Putih jadi
celingukan. Mereka seperti terombang- ambing dua kekuatan batin yang sama-sama
kuat. Dan kini murid-murid Perguruan Kelelawar Putih pun mulai bersiap-siap menyerang Sindu kembali. Namun belum sempat
mereka bertindak, Siluman Ular Putih kembali mengeluarkan satu bentakan nyaring. Sehingga, murid-murid Perguruan Kelelawar Putih kembali terombang-ambing kekuatan sihir
Siluman Ular Putih.
Kelelawar Hutan geram bukan main. Kekuatan sihirnya kembali tersaingi oleh kekuatan sihir Siluman Ular Putih. Maka
diiringi satu lengkingan setinggi langit, seranganserangannya semakin dipercepat ke beberapa
jalan darah yang mematikan di tubuh Aryani.
Bahkan tak segan-segan pula kedua tangannya yang telah berubah menjadi hitam legam
siap melontarkan pukulan Tangan Hitam ke
tubuh gadis itu.
Meski Aryani telah mampu menguasai
jurus-jurus sakti 'Sumur Kematian' dalam
waktu singkat, namun tetap saja belum
mampu menandingi kehebatan Kelelawar Hutan. Jangankan untuk membalas serangan.
Untuk menghindari tekanan- tekanan Kelelawar Hutan pun rasanya sulit. Dan entah
sudah berapa kali tubuhnya harus berjumpalitan di udara menghindari tekanan-tekanan
Kelelawar Hutan.
Wesss! Wesss! Hebat bukan main serangan-serangan
Kelelawar Hutan kali ini Dan pada saat tubuh Aryani melayang-layang di udara,
mendadak saja seleret sinar hitam legam dari telapak tangan kiri Kelelawar Hutan
menerabas menyerang. Itulah pukulan 'Tangan Hitam' yang
sangat di agung-agungkan Kelelawar Hutan
Aryani kaget bukan alang kepalang. Apalagi, tubuhnya saat ini berada di udara. Gadis itu kali ini benar-benar mati
kutu. Sulit rasanya menghindari serangan. Namun di saat
yang gawat bagi si gadis, tiba-tiba melesat sinar putih terang.
Wesss! Bummm...! Sinar putih terang yang entah dari mana
datangnya langsung memapak pukulan
'Tangan Hitam' Kelelawar Hutan. Maka seketika itu juga Kelelawar Hutan membelalakkan
matanya lebar-lebar. Tangan kirinya bergetar hebat akibat bentrokan tadi.
"Manusia Sontoloyo! Beraninya hanya
terhadap seorang gadis. Ayo, lekas hadapi
aku, si gondrong dari dasar neraka!"
* * * 10 Sepasang mata merah saga Kelelawar
Hutan terbelalak liar. Di hadapannya kini
berdiri tegak seorang pemuda berambut gondrong dengan pakaian rompi dan celana bersisik warna putih keperakan. Di dadanya
tampak sebuah rajahan bergambar ular putih. Saat ini pemuda gondrong yang tidak lain Soma alias Siluman Ular Putih
tengah berto-lak pinggang. Kedua kakinya terpentang lebar-lebar, pura-pura bersikap galak.
"Setan alas! Lagi-lagi kau yang menghalang-halangi maksudku! Apa kau tidak tahu
sedang berhadapan dengan siapa, he"!" bentak Kelelawar Hutan penuh kemarahan. Kedua pelipis nya bergerak-gerak. Gigi-gigi gerahamnya pun bergemeletukan,
pertanda ten- gah menahan amarah menggelegak.
"Lho" Bukankah aku sedang berhadapan dengan manusia pecundang yang bergelar Tikus Comberan?" ejek Siluman Ular Putih.
"Setan alas! Beraninya kau menjual lagak di depanku, he"! Sudah bosan hidup kau
rupanya"!" geram Kelelawar Hutan.
Sehabis membentak begitu, Kelelawar
Hutan mencelat tinggi ke udara. Tidak tanggung-tanggung, tangan kirinya yang berwarna
hitam legam siap dilontarkan ke arah tubuh
Soma. Sedang tangan kanannya telah membentuk cengkeraman siap menjebol dada Siluman Ular Putih. Itulah jurus 'Cengkeraman
Maut Kelelawar Sakti', andalan Pendekar Lowo Putih yang hanya diajarkan oleh ketiga
orang muridnya. Yakni, Lowo Kuru, Kelelawar
Hutan, dan yang terakhir Bidadari Putih.
Sungguh hebat bukan main seranganserangan Kelelawar Hutan. Aryani yang berdiri beberapa tombak di luar arena pertarungan hanya dapat menahan napasnya
tegang. Di-am-diam gadis ini pun siap membantu pemuda gondrong penolongnya.
Melihat serangan-serangan Kelelawar
Hutan yang demikian hebatnya, Siluman Ular
Putih pun tidak berani memandang remeh.
Maka cepat dikeluarkannya jurus-jurus sakti
'Ular Kembar Mengejar Mangsa'. Sedang tangan kirinya yang telah berubah menjadi putih terang, siap pula memapaki pukulan
'Tangan Hitam' dengan pukulan sakti Tenaga Inti Bumi'. Plakkk! Plakkk!
Blaaar...! Beberapa kali tangan kanan Siluman
Ular Putih menangkis serangan-serangan Kelelawar Hutan. Tak lama, terjadi benturan
dua telapak tangan kedua orang itu. Akibatnya, tubuh tinggi besar Kelelawar Hutan
kembali mencelat tinggi ke udara. Tangan kirinya tergetar hebat.
Kelelawar Hutan kaget bukan main. Ia
tidak menyangka kalau pemuda gondrong itu
dapat menangkis serangan- serangannya.
Bahkan kedua telapak tangan Siluman Ular
Putih yang membentuk kepala ular berhasil
menyerang balik Kelelawar Hutan demikian
hebatnya. "Aryani! Mengapa hanya menonton saja"
Lekas bantu Sindu menghadapi murid-murid
itu!" teriak Siluman Ular Putih di antara serangan-serangannya.
Aryani mengerutkan gerahamnya kuatkuat. Sebenarnya ingin rasanya gadis ini melampiaskan dendam kepada Kelelawar Hutan.
Hanya sayangnya, ia belum mampu menandingi kehebatan laki-laki itu. Sedang ibunya dan ketiga orang murid ayahnya
tidak begitu kewalahan menghadapi musuh-musuhnya.
Malah, ketiga orang murid utama ayahnya
dapat mendesak hebat Setan Cantik. Hanya
Sindu saja yang tampak kewalahan menghadapi gempuran murid-murid Perguruan Kelelawar Putih yang dapat dikuasai kembali oleh Kelelawar Hutan.
Maka tanpa banyak pikir panjang lagi,
Aryani pun segera berkelebat membantu Sindu. Sehingga murid pertama Lowo Kuru tidak
begitu kewalahan lagi. Meski demikian, Aryani tetap dapat mengendalikan
amarahnya. Ba-gaimanapun juga, ia enggan menurunkan
tangan mautnya kepada murid-murid Perguruan Kelelawar Putih yang masih terhitung
adik seperguruan.
Dan di saat Aryani dan Sindu tengah sibuk mendesak murid-murid Perguruan Kelelawar Putih, mendadak...
"Keparat...!"
Kelelawar Hutan mengeluarkan satu ge
Siluman Ular Putih 04 Pedang Kelelawar Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rengan yang dapat pecahkan gendang telinga.
Sedang tubuhnya yang tinggi besar terjajar
beberapa langkah ke belakang. Matanya
membelalak liar. Hampir saja ia celaka di tangan musuh mudanya. Untung saja
ketika tendangan kaki Siluman Ular Putih mendarat
telak di dadanya, tenaga dalamnya telah dikerahkan. Sehingga, selamatlah
Kelelawar Hu- tan dari tendangan mematikan Siluman Ular
Putih. Meski demikian, di sudut-sudut bibir
Kelelawar Hutan tampak terbersit darah segar, pertanda telah terluka dalam. Dalam
keadaan seperti itu, lelaki itu jadi murka. Sepasang matanya tiba-tiba mencorong
aneh. Bibirnya berkemik-kemik. Dan dari bibirnya
yang berkemik-kemik.
"Siapa suruh kau membuat onar di tempat ini, Bocah" Ayo lekas berlutut! Mungkin
aku masih mengampuni nyawa busukmu!"
bentak Kelelawar Hutan, laksana suara dari
dalam liang kubur.
Siluman Ular Putih tersentak kaget. Kedua lututnya goyah. Hampir saja kata-kata
Kelelawar Hutan dituruti, kalau tidak buruburu mengerahkan kekuatan batinnya. Sehingga, kekuatan sihir Kelelawar Hutan dapat dipunahkan.
"Ah...! Hampir saja aku lupa! Rupanya
kau pintar juga bermain sulap, Tikus Comberan?" ujar Soma diam-diam kembali mengerahkan kekuatan batinnya. "Tapi mana sudi aku menuruti perintahmu" Justru kaulah
yang patut berlutut di hadapanku. Ayo, lekas lakukan! Tunggu apa lagi!"
Kelelawar Hutan kaget bukan alang kepalang. Suara teriakan-teriakan pemuda gondrong itu terdengar demikian aneh menyerang
jalan pikirannya. Dan tanpa disadari tiba-tiba Kelelawar Hutan telah berlutut di
hadapan Siluman Ular Putih!
"Ha ha ha..! Rupanya kau penurut juga,
Tikus Comberan! Bagus-bagus! Mungkin Raja
Akhirat sudi mengampuni nyawa busukmu!"
celoteh Siluman
Ular Putih di antara gelak tawa.
Bukan main kagetnya Kelelawar Hutan.
Padahal, tadi pun kekuatan sihirnya telah dikerahkan. Namun anehnya, tetap saja
tidak dapat menahan kedua lututnya yang goyah
hingga akhirnya jatuh berlutut di hadapan Siluman Ular Putih.
"Keparat! Berani kau mempermainkan
Kelelawar Hutan, Bocah!" bentak Kelelawar Hutan murka.
Sembari berteriak lantang begitu, Kelelawar Hutan cepat meloncat bangun. Dan
dengan menggunakan kedua telapak tangannya yang telah berubah menjadi hitam legam
sampai ke pangkal, cepat diserangnya Siluman Ular Putih. Kini, ia tidak berani mainmain lagi terhadap musuh mudanya. Baik ilmu sihir maupun ilmu silat.
Berpikir demikian, Kelelawar Hutan makin mempercepat serangan-serangan. Ia berusaha mengurung pertahanan Siluman Ular
Putih. Hingga dalam beberapa jurus kemudian, yang terlihat hanyalah bayangan sosok
hitam yang terus berusaha mendesak bayangan putih. Tak! Tak! Namun selang beberapa jurus kemudian, gantian bayangan putih keperakan Siluman Ular Putih yang mendesak bayangan
hitam Kelelawar Hutan. Bahkan tak jarang,
patokan-patokan kedua telapak tangan Soma
berhasil melukai kulit tubuh Kelelawar Hutan. Namun anehnya begitu tubuhnya terluka, maka seketika itu juga asap hitam tipis
yang datang dari ubun-ubun kepala perlahanlahan bergerak menyelimuti ke bagian-bagian
tubuh Kelelawar Hutan yang terluka. Selang
beberapa saat, luka-luka itu pun sembuh seperti sedia kala!
"Ha ha ha...! Selihai apa pun, kau tetap tidak dapat mengalahkanku, Bocah!
Cepatlah tinggalkan tempat ini. Mumpung pikiranku
belum berubah!" ejek Kelelawar Hutan di antara gelak tawanya.
Kini gantian mata Siluman Ular Putih
yang terbelalak lebar-lebar. Apa yang dilihatnya benar-benar membuat hatinya
tercekat. Entah ilmu iblis apa yang digunakan Kelelawar Hutan. Dan belum sempat hilang rasa heran Siluman Ular Putih, tahu-tahu tubuh tinggi besar Kelelawar Hutan telah berkelebat cepat
menyerang dengan pedang di tangan.
Soma tidak begitu memperhatikan kapan laki-la-ki tua tinggi besar itu mencabut pedangnya. Yang jelas, tahu-tahu
cahaya putih menyilaukan mata setelah berkelebat cepat. Jurus-jurus yang dikeluarkan Kelelawar
Hutan tampak aneh sekali. Terkadang lakilaki tinggi besar itu mencelat tinggi di udara laksana seekor kelelawar murka.
Namun entah karena apa, tiba-tiba saja seranganserangannya bisa terhenti.
Meski demikian, serangan-serangan Kelelawar Hutan tidak dapat dianggap enteng.
Tendangan dan cengkeraman cengkeraman
tangannya penuh jebakan- jebakan maut.
Bahkan sebelum tendangan dan cengkeramannya mengenai sasaran, terlebih dahulu
berkesiur hawa panas menyerang tubuh Siluman Ular Putih.
"Mungkin inilah jurus-jurus sakti yang
terkandung dalam kitab peninggalan Pendekar Lowo Putih," gumam Siluman Ular Putih dalam hati. "Tapi..., tapi mengapa
terkadang Kelelawar Hutan menghentikan serangan-serangannya secara tiba-tiba,
seperti bingung dengan kelanjutan jurus-jurus itu" Ah...!
Mengapa aku jadi bodoh begini"! Itu bisa saja terjadi, karena Kelelawar Hutan
memaksakan diri mempelajari jurus-jurus dalam kitab. Padahal ia belum mendapatkan pasangan
pe- dang Kelelawar Putih sebagai kunci pembuka
kitab itu. Jadi, ya! Jurus-jurus kacau balau itulah hasilnya!"
Begitu telah mendapat kesimpulan, Siluman Ular Putih tersenyum senang.
"Ah! Sayang sekali! Mengapa jurus-jurus yang terkandung dalam kitab Kelelawar
Sakti kau ubah jadi jurus-jurus kacau balau begini"!" ejek Siluman Ular Putih sambil berjumpalitan menghindari serangan-serangan
Kele- lawar Hutan. Sehabis berkata begitu, Siluman Ular
Putih pun cepat mencabut senjata pusaka dari balik punggung. Anak Panah Bercakra
Kembar! Sesuai namanya, senjata itu memang berbentuk sebatang anak panah.
Ujungnya melengkung ke atas, berbentuk kepala ular dengan sebuah taring mencuat ke
depan berupa sebilah pisau. Sebagian batang
anak panah itu juga berbentuk badan ular
yang memiliki dua lubang mirip lubang suling. Sedang di kanan kiri ujung anak panah
berbentuk kepala itu terdapat dua buah cakra kembar terbuat dari lempengan baja!
Aneh sekali! Begitu senjata pusaka itu
terpegang di tangan kanan Siluman Ular Putih, tiba-tiba arena pertarungan itu dipenuhi hawa dingin menusuk kulit. Di
samping itu Soma pun merasakan tubuhnya jadi ringan
sekali. Bahkan tenaga dalamnya pun bertambah! Melihat senjata aneh di tangan musuh
mudanya, Kelelawar Hutan hanya tersenyum
dingin. Hatinya sama sekali tidak gentar
menghadapi senjata pusaka di tangan Siluman Ular Putih.
"Bocah edan! Lihat serangan!" ejek Kelelawar Hutan.
Sejenak Kelelawar Hutan menggerakgerakkan pedang di tangan kanannya membuat jurus-jurus kembangan, sebelum melancarkan serangan sesungguhnya.
Cit! Cit! Benar saja. Begitu jurus-jurus kembangan selesai dimainkan, tiba-tiba terdengar pekik mencicit mirip seekor
kelelawar. Dan tahu-tahu, tubuh tinggi besar Kelelawar Hutan
telah mencelat tinggi ke udara. Ujung pedangnya ditusukkan demikian rupa. Sedang
tangan kirinya siap meremukkan batok kepala Siluman Ular Putih dengan jurus
'Cengkeraman Maut Kelelawar Sakti'.
Tentu saja Siluman Ular Putih tidak sudi
batok kepalanya menjadi sasaran empuk serangan-serangan Kelelawar Hutan. Dengan
mengerahkan jurus 'Terjangan Maut Ular Putih' cepat senjata pusakanya bergerak memapak. Wesss! Wesss! Dan begitu Siluman Ular Putih menggerakkan senjata pusakanya. maka seketika itu
juga berkesiur angin dingin dari dua cakra
kembar yang berputar menyerang Kelelawar
Hutan. "Uts!"
Kelelawar Hutan sedikit memiringkan
tubuhnya ke samping. Sedang pedang di tangan kanannya menusuk ubun-ubun kepala
Siluman Ular Putih. Tidak ada pilihan lain
bagi Siluman Ular Putih. Cepat senjata pusakanya digerakkan untuk menangkis pedang di
tangan Kelelawar Hutan.
Cring! Terlihat bunga api berpijar di udara begitu dua senjata berbenturan. Tangan Kelelawar Hutan sedikit bergetar akibat
bentrokan tadi.
Sementara tubuhnya agak limbung ke kiri.
Maka segera dia bersalto beberapa kali di
udara, sebelum akhirnya menjejak ke tanah.
Wesss...! Namun baru saja Kelelawar Hutan mendarat di tanah, mendadak berkesiur angin
dingin menyerang. Bersamaan dengan itu, seleret sinar putih terang dari telapak tangan kiri Siluman Ular Putih telah
menerabas cepat siap menghantam tubuhnya.
"Hih...!"
Kelelawar Hutan cepat mengangkat tangan kirinya yang telah berubah menjadi hitam legam hingga sampai ke pangkal,
lalu mendo-rongkannya ke depan.
Srattt! Maka seketika itu juga terlihat seleret
sinar hitam legam dari telapak tangan kiri Kelelawar Hutan, menerabas cepat
memapaki pukulan 'Inti Bumi Siluman Ular Putih'.
Bummm...! Hebat bukan main pertemuan dua tenaga dalam di udara itu. Akibatnya tanah di sekitar arena pertarungan bergetar
hebat. Se- dang tubuh Kelelawar Hutan terhuyunghuyung beberapa langkah ke belakang.
Pada saat itu Siluman Ular Putih yang
sempat limbung akibat bentrokan tadi cepat
mendesak Kelelawar Hutan dengan jurusjurus 'Terjangan Maut Ular Putih'. Sedang
tangan kirinya siap pula melancarkan pukulan 'Tenaga Inti Bumi'
Kali ini Kelelawar Hutan kewalahan bukan main. Tubuhnya yang tengah terhuyunghuyung ke belakang cepat dilempar ke samping. "Heaaa...!"
Namun, rupanya Siluman Ular Putih tidak ingin tanggung-tanggung dalam melancarkan serangan. Sambil sesekali melancarkan pukulan 'Tenaga Inti Bumi' terus didesaknya Kelelawar Hutan. Berkali-kali senjata pusaka di tangannya mengancam
bagian yang paling membahayakan di tubuh Kelelawar
Hutan. Untung laki-laki tinggi besar itu selalu dapat menghindari.
Diam-diam Kelelawar Hutan mengeluarkan keringat dingin. Wajahnya pucat pasi.
Sungguh tak disangka kalau pemuda gondrong musuhnya itu demikian lihainya Namun di saat Kelelawar Hutan terdesak hebat,
meluncur angin dingin ke arah Siluman Ular
Putih. "Memalukan sekali! Mengapa kau bisa
dibuat pontang-panting oleh bocah kemarin
sore, Kelelawar Hutan"!"
"Uts...!"
Siluman Ular Putih cepat melempar tubuhnya ke kiri. Sehingga, hawa dingin yang
menyerang dirinya hanya mengenai tempat
kosong. Kini, di hadapan Siluman Ular Putih
telah berdiri tegak seorang lelaki tinggi kurus berpakaian ringkas warna ungu.
Usianya ki-ra-kira enam puluh tahun. Rambutnya panjang memutih tak terawat. Wajahnya garang
Siluman Ular Putih 04 Pedang Kelelawar Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanpa kumis dan jenggot. Hidungnya besar,
bibirnya tebal kehitaman. Sementara sepasang matanya yang sipit terus memandang
beringas pada Siluman Ular Putih.
"Jangan sembarangan membacot, Iblis
Penebar Maut! Sebaiknya, mari kita cincang
kunyuk gondrong ini!" bentak Kelelawar Hutan tersinggung.
"He he he...! Rupanya kau ketakutan juga, Kelelawar Hutan. Baik! Tapi kau juga harus ingat perjanjian kita! Kau harus meminjamkan kitab itu padaku!" sahut sosok tua berambut panjang warna putih yang
ternyata berjuluk Iblis Penebar Maut.
"Jangan khawatir, Iblis Penebar Maut!
Pokoknya begitu urusan ini selesai dan aku
sudah selesai mempelajari kitab itu, kau boleh datang mengambilnya!"
"Baik!"
Iblis Penebar Maut langsung berkelebat
menerjang Siluman Ular Putih seolah memandang sebelah mata.
Plak! "Heh?"
Begitu jotosan tangan kanannya beradu
dengan tangan kiri Siluman Ular Putih, maka
terkejutlah tokoh sesat dari Gunung Wilis itu.
Tangannya bergetar hebat akibat bentrokan
tadi. Bahkan tendangan Siluman Ular Putih
hampir saja mendarat telak di dada.
"Aku bilang apa" Ayo, lekas cincang kunyuk gondrong ini!" ujar Kelelawar Hutan lagi.
Sehabis berkata begitu, Kelelawar Hutan
semakin mempercepat serangannya dengan
jurus-jurus yang dipelajari dari kitab peninggalan gurunya. Demikian juga Iblis
Penebar Maut, tokoh sesat dari Gunung Wilis itu. Ia
yang sempat terkejut pada gebrakan pertama
tadi, kini tidak berani memandang ringan lawan mudanya lagi.
Diam-diam Siluman Ular Putih mengeluh dalam hati. Pemuda ini benar-benar kewalahan menghadapi gempuran-gempuran
dua tokoh sesat tua itu. Padahal jurus-jurus saktinya telah dikeluarkan. Bahkan
tak jarang senjata pusakanya yang melesat cepat
laksana rencong selalu saja dapat dihindari
dengan mudah. Hingga tak heran kalau perlahan namun pasti, pemuda gondrong murid
Eyang Begawan Kamasetyo dari Gunung Bucu itu terdesak hebat.
Sementara itu, Aryani dan Sindu masih
dikeroyok puluhan orang murid Perguruan
Kelelawar Putih. Namun, mereka masih dapat
melayani. Dipihak lain, Cantrik Tudung Pandang dan Setan Cantik tampak mulai terdesak oleh tiga orang murid utama Lowo Kuru
dan Bidadari Putih.
"Cantrik Tudung Pandan! Di antara kita
tidak ada silang sengketa. Lekaslah tinggalkan tempat ini, mumpung pikiranku belum
berubah!" bentak Bidadari Putih garang, di antara tebasan-tebasan pedang yang
terus mengurung pertahanan Cantrik Tudung Pandan. "Bedebah! Jangan seenaknya membacot,
Bidadari Putih! Awas, lihat serangan!" dengus Cantrik Tudung Pandan sinis.
Dari pancaran mata jelas kalau tokoh
sesat dari Istana Ular Emas itu sangat memandang rendah pada Bidadari Putih. Bahkan dengan jarum-jarum emasnya yang berkeredepan, Cantrik Tudung Pandan pun
kembali menerjang. Sementara kilatan- kilatan pedangnya terus berusaha mengurung
pertahanan Bidadari Putih.
Namun sayangnya yang dihadapi Cantrik Tudung Pandan kali ini bukanlah tokoh
kemarin sore. Melainkan, Bidadari Putih yang merupakan salah seorang murid
Pendekar Lowo Putih yang sangat disegani di dunia persilatan. Hingga tak heran kalau
serangan- serangan Cantrik Tudung Pandan tak berarti
apa-apa di depan Bidadari Putih. Bahkan kini malah Bidadari Putih yang dapat
mendesak-nya. Cantrik Tudung Pandan menggeram penuh kemarahan. Wajahnya menegang. Kedua
pelipisnya bergerak-gerak, pertanda tengah
menahan amarah menggelegak. Dan sambil
berkelebat cepat, tangan kirinya cepat merogoh kantong kecil yang melilit di pinggang. La-lu....
Serrr! Serrr! Tiba-tiba melesat dua bayangan kecil
memanjang berwarna kuning keemasan ke
arah Bidadari Putih.
Di tempatnya, Bidadari Putih terkesiap.
Dari bau amis yang menebar mendahului lesatan dua benda memanjang berwarna kuning keemasan, Bidadari Putih tahu kalau itu
adalah seekor ular berwarna emas! Ya, ular
emas! "Ah...!" pekik Bidadari Putih kaget bukan alang kepalang.
Jarak lesatan dua benda memanjang
berwarna keemasan itu memang demikian
dekat. Sehingga, tak mungkin Bidadari Putih
menggerakkan pedangnya untuk membabat.
Maka tanpa banyak pikir panjang lagi, tubuhnya cepat dilempar ke samping, sekaligus
menghindari tebasan- tebasan pedang di tangan Cantrik Tudung Pandan.
Dua benda memanjang berwarna keemasan yang memang dua ekor ular emas kini
merayap cepat dengan kepala terangkat tinggi-tinggi. Cantrik Tudung Pandan tersenyum dingin. Sss... sss...! Disertai suara mendesis, dua ekor ular emas itu pun kembali
melesat cepat menyerang Bidadari Putih.
Set! Set! Bidadari Putih cepat mencelat tinggi. Di
udara, pedangnya cepat digerakkan dua kali.
Dan Crakkk! Crakkk!
Terlihat dua kali darah muncrat di udara. Dan dua benda memanjang berwarna kuning keemasan itu pun terbabat buntung, Begitu jatuh di tanah. Kedua ular emas itu menggeliat-geliat sebentar lalu tak bergerak-gerak sama sekali. Mati!
"Bangsat...! Heaaa...!"
Bukan main marahnya Cantrik Tudung
Pandan. Disertai pekikan setinggi langit, tubuh tingginya tahu-tahu telah
berkelebat ce- pat menyerang Bidadari Putih. Pedang di tangan kanannya berkilat-kilat tertimpa sinar
matahari, siap merajam.
Bidadari Putih cepat menggerakkan pedangnya untuk menangkis. Kemudian dengan
menggunakan jurus-jurus sakti 'Cengkeraman Maut Kelelawar Sakti', cepat diterjangnya Cantrik Tudung Pandan. Gerakangerakan pedangnya yang sulit diduga sungguh merepotkan lawan. Malah beberapa kali pedangnya
merobek kulit tubuh Cantrik Tudung Pandan.
Sementara Bidadari Putih yang sedang
kalap itu malah semakin mempercepat serangannya. Dan di saat Cantrik Tudung Pandan
terdesak hebat, mendadak...
"Siapa pun adanya kau, tak boleh membunuh Cantrik Tudung Pandan! Akulah yang
berhak membunuhnya!"
* * * 11 Di hadapan Bidadari Putih dan Cantrik
Tudung Pandan tahu-tahu telah berdiri tegak
seorang lelaki berjubah kuning kedodoran
sampai lutut. Tubuhnya pendek kurus. Wajahnya polos dengan rambut awut-awutan.
Pipinya cekung. Giginya kuning, menjorok ke
depan. Usianya kira-kira enam puluh tahunan. Dan lucunya, lelaki ini memiliki kumis
yang mirip kumis kucing! Dan di dunia persilatan pun ia mendapat julukan Lelaki Berkumis Kucing. (Untuk mengetahui siapa Lelaki Berkumis Kucing ini lebih lanjut,
silakan baca episode: "Sumur Kematian").
"Hm...! Kalau melihat ciri-ciri mu, kau pasti orang tua yang bergelar Lelaki
Berkumis Kucing. Untuk apa kau mencegah aku membunuh Cantrik Tudung Pandan?"
gumam Bi- dadari Putih dengan tatapan tajam.
Lelaki Berkumis Kucing menganggukangguk. "Bidadari Putih! Sebaiknya kau bantu
saja bocah gondrong itu! Tampaknya ia kewalahan sekali menghadapi Kelelawar Hutan
dan Iblis Penebar Maut. Lekas! Aku ada sedikit urusan dengan wanita sundal ini!"
Bidadari Putih berpaling ke arah Siluman Ular Putih. Dan memang, benar pemuda
gondrong murid Eyang Begawan Kamasetyo
dari Gunung Bucu itu tengah terdesak hebat
di tangan dua orang pengeroyoknya.
"Baiklah!" sahut Bidadari Putih, akhirnya.
Sehabis berkata begitu, Bidadari Putih
pun segera berkelebat cepat, menyerang Iblis Penebar Maut. Kebetulan, tokoh
sesat itulah yang lebih dekat dengannya. Dengan menggunakan sebilah pedang, dimainkannya jurus
'Cengkeraman Maut Kelelawar Sakti'. Sedang
tangan kirinya yang membentuk cakar siap
pula mencengkeram dengan jurus 'Cakar
Maut Kelelawar Hutan'.
Melihat Bidadari Putih telah membantu
Siluman Ular Putih, Lelaki Berkumis Kucing
jadi senang sekali. Namun sejurus kemudian,
matanya telah menatap tangan Cantrik Tudung Pandan. "Cantrik Tudung Pandan! Lima belas tahun lalu, kau boleh pecundangi aku. Tapi
jangan harap sekarang dapat lolos dari gebukan tongkat hitam ku. Lekas maju! Aku sudah tidak sabar ingin menggebuk pantatmu."
Wajah pucat pasi Cantrik Tudung Pandan terlihat semakin pias. Rahangnya bergemeletukan. Kedua pelipisnya pun bergerakgerak, pertanda tak dapat lagi mengendalikan gelegak amarahnya. Maka tanpa
banyak cakap lagi, segera tangannya mengibas. Dan..., Serrr! Serrr!
Tidak kurang dari sepuluh jarum emas
Cantrik Tudung Pandan melesat cepat menyerang sekujur tubuh Lelaki Berkumis Kucing.
Sinar emasnya yang berkeredepan tampak
menggiriskan. "Heaaa...!"
Bett! Bettt! Bersamaan dengan itu, tebasan-tebasan
pedang tipis Cantrik Tudung Pandan segera
menyusul menyerang musuh bebuyutannya.
"Ah...! Dari dulu kau selalu main-main
dengan jarum emasmu, Cantrik Tudung Pandan. Aku jadi heran, apa kau tidak bosan"
Mengapa tidak kau gunakan untuk menjahit
pakaianmu yang compang-camping?" celoteh Lelaki Berkumis Kucing sembari
berkelebat kesana kemari, menghindari jarum-jarum
emas Cantrik Tudung Pandan. Sedang gulungan-gulungan tongkat hitamnya segera menangkis tebasan-tebasan pedang.
Tlakkk! Tlakkk!
Terdengar beberapa kali benturan di
udara. Tubuh kedua orang itu sama-sama
terjajar beberapa langkah ke belakang dengan tangan terasa bergetar hebat. Namun
Lelaki Berkumis Kucing yang sangat mendendam
pada Cantrik Tudung Pandan segera kembali
berkelebat cepat untuk menyerang. Gulungan-gulungan tongkat hitamnya terlihat terus berusaha mengurung pertahanan
Cantrik Tudung Pandan,
"Heaaa..?"
Namun selang beberapa saat kemudian,
gantian gulungan-gulungan sinar kuning
keemasan pedang tipis Cantrik Tudung Pandan yang mendesak hebat Lelaki Berkumis
Kucing. Bahkan mendadak satu pukulan wanita sesat itu meluncur deras ke dada. Begitu cepatnya, sehingga,
Bukkk! Bukkk! "Aughhh...!" pekik Lelaki Berkumis Kucing. Dadanya yang terkena pukulan tangan
kiri Cantrik Tudung Pandan terasa mau jebol.
Tubuh pendeknya limbung ke kiri. Meski demikian tongkat hitamnya berhasil disarangkan di punggung lawan. Sehingga membuat
Cantrik Tudung Pandan terjajar ke samping.
"Aaakh...."
Bersamaan dengan terjajarnya tubuh
Cantrik Tudung Pandan, tiba-tiba terdengar
pekikan Bidadari Putih yang tengah terhuyung-huyung akibat bentrokan dengan pu
Siluman Ular Putih 04 Pedang Kelelawar Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kulan Iblis Penebar Maut. Bahkan pada saat
yang demikian, secara curang Kelelawar Hutan langsung hantamkan pukulan Tangan Hitam. Desss...! "Aaakh...!"
Seketika itu juga tubuh Bidadari Putih
terlempar beberapa tombak ke samping, lalu
jatuh berdebukan di tanah tak mampu bangun lagi. Punggungnya yang terkena pukulan
'Tangan Hitam' Kelelawar Hutan langsung
menghitam dan mengepulkan asap hitam tipis. "Ibuuu...!" pekik Aryani menyayat.
Namun serangan-serangan pukulan murid Perguruan Kelelawar Putih membuat gadis
berpakaian putih-putih itu tetap berada di
tempatnya. Jangankan untuk menolong. Untuk keluar dari kepungan pun rasanya sulit
Sementara itu, Kelelawar Hutan hanya
tertawa sumbang melihat Bidadari Putih roboh dengan punggung hangus terbakar.
Bukan main murkanya Siluman Ular Putih melihat kejadian itu. Saking tidak dapat mengendalikan gelegak amarahnya,
pemuda gondrong murid Eyang Begawan Kamasetyo
itu sampai tidak dapat berkata-kata lagi. Wajahnya menegang. Rahangnya
bergemeletuk. Bahkan tiba-tiba sekujur tubuhnya telah dipenuhi uap putih tipis. Sehingga, akhirnya
bayangan tubuh pemuda gondrong itu tidak
kelihatan sama sekali!
Sejenak Kelelawar Hutan dan Iblis Penebar Maut menghentikan serangan. Sepasang
mata mereka terbelalak lebar, tak tahu ilmu apa yang akan dikeluarkan musuh
mudanya. Dan ketika uap putih yang menyelimuti sekujur tubuh Soma pudar tertiup angin, maka
seketika itu juga....
"Gggeeerrr...!"
* * * Berpuluh-puluh pasang mata yang berada di Pekarangan Terlarang seketika terbelalak melihat seekor ular putih
sebesar pohon kelapa. Terkadang badannya menyembul ke
atas. Sebentar kemudian, baru disusul dengan kepalanya. Sepasang matanya yang berwarna merah saga terus memandang beringas
pada Kelelawar Hutan dan Iblis Penebar.
Maut. Seolah siap memangsa calon korban
dengan kedua taringnya!
"Si..., Siluman Ular Putih...!" teriak Kelelawar Hutan dan Iblis Penebar Maut
dengan sepasang mata terbeliak saking terkejutnya.
Sehabis menggereng, Soma yang kini telah menjelma menjadi Siluman Ular Putih cepat menerjang Kelelawar Hutan dan Iblis Penebar Maut garang. Kepalanya digerakkan sedemikian rupa, menyerang Kelelawar Hutan.
Sedang ekornya dikibaskan, siap meremukkan tubuh Iblis Penebar Maut.
Kelelawar Hutan dan Iblis Penebar Maul
tentu saja tidak ingin menjadi sasaran empuk serangan-serangan Siluman Ular
Putih. Maka pedang di tangan kanan Kelelawar Hutan cepat bergerak memapak serangan-serangan Siluman Ular Putih.
Tak! Tak! Tebasan-tebasan pedang itu beberapa
kali mengenai tubuh Siluman Ular Putih. Namun anehnya seperti membentur lempengan
baja yang kuat sekali! Jangankan membabat
buntung. Untuk melukai kulit tubuh Siluman
Ular Putih saja, Kelelawar Hutan tidak sanggup. Bahkan setiap mata pedangnya berbenturan dengan tubuh Siluman Ular Putih, selalu saja Kelelawar Hutan merasakan tangannya kesemutan. Sedang Iblis Penebar Maut pun terpaksa
harus berdecak kagum. Berkali-kali pukulanpukulan mautnya menghantam tubuh Siluman Ular Putih. Namun tetap saja hasilnya
sia-sia. Paling, ia hanya dapat membuat tubuh memanjang sebesar pohon kelapa itu terlempar beberapa tombak ke samping. Setelah
itu, Siluman Ular Putih pun kembali menerjang garang. Kibasan-kibasan ekor dan terkamanterkaman Siluman Ular Putih sungguh hebat
bukan main membuat debu-debu beterbangan. Hingga pada suatu saat...
Bukkk! Bukkk! Tiba-tiba kibasan-kibasan ekor Siluman
Ular Putih itu menghantam telak dada Kelelawar Hutan. Seketika itu juga tubuh tinggi besar itu terlempar beberapa tombak
ke belakang. Sedang dadanya yang terkena kibasan
terasa mau jebol dengan mata berkunangkunang. Sejenak Kelelawar Hutan menggapaigapaikan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya menekan dada. Tak lama, tubuhnya ambruk ke tanah tak dapat bangun lagi.
Di sudut-sudut bibirnya tampak terbersit darah segar, pertanda mengalami luka dalam
cukup parah! Melihat itu, nyali Iblis Penebar Maut jadi
lumer. Sepasang mata sipitnya terbelalak lebar. Maka sebelum kibasan-kibasan
ekor Si- luman Ular Putih menghantam tubuhnya, kaki kanannya cepat menjejak, Seketika tubuhnya berkelebat meninggalkan arena pertarungan. Siluman Ular Putih hanya memandangi
Iblis Penebar Maut dengan sepasang mata
mencorong. Sama sekali tidak ada keinginan
untuk mengejar. Apalagi, saat itu dilihatnya Bidadari Putih masih tergeletak
dengan punggung hangus terbakar.
Siluman Ular Putih hanya menggereng
panjang. Dan ketika bayangan tubuh Iblis Penebar Maut menghilang di balik tembok memutar Pekarangan Terlarang, tiba-tiba sekujur tubuh ular raksasa itu telah dipenuhi uap putih tipis hingga tidak kelihatan
sama sekali. Wesss...! Dan ketika uap putih tipis yang menyelimuti tubuh Siluman Ular Putih pudar tertiup angin, maka yang tampak kini adalah sesosok pemuda berpakaian rompi dan celana
bersisik warna putih keperakan. Siapa lagi
kalau bukan Soma alias Siluman Ular Putih"
"Jangkrik! Rupanya manusia sontoloyo
ini sakti juga," gerutu Soma ketika pandangan matanya tertumbuk pada Kelelawar
Hutan yang tergeletak tak berdaya.
Sehabis menggerutu demikian, Soma
berjalan mendekati Bidadari Putih. Namun
baru beberapa langkah, tiba-tiba ia dikejutkan satu auman dahsyat yang memekakkan gendang telinga.
"Meooong...!"
Siluman Ular Putih sejenak menghentikan langkahnya. Dilihatnya Lelaki Berkumis
Kucing tengah meloncat tinggi ke udara. Gulungan-gulungan tongkat hitamnya tampak
berkelebat cepat sekali, menyerang ubunubun kepala Cantrik Tudung Pandan. Sedang
tangan kirinya yang berkuku panjang warna
hitam, siap pula mencengkeram dada Cantrik
Tudung Pandan. Hebat bukan main serangan Lelaki Berkumis Kucing, membuat Cantrik Tudung
Pandan terkesiap kaget. Serangan-serangan
itu sungguh di luar dugaannya. Bahkan sebelum serangan Lelaki Berkumis Kucing mengenai sasaran telah didahului oleh angin dingin yang menyerang tubuh Cantrik
Tudung Pandan. Tidak ada pilihan lain. Terpaksa Cantrik
Tudung Pandan menggerakkan pedang tipisnya untuk menangkis tongkat hitam di tangan Lelaki Berkumis Kucing.
Wuttt! "Heh"!"
Tapi apa lacurnya" Ternyata serangan
tongkat di tangan Lelaki Berkumis Kucing
hanyalah tipuan belaka. Sedang serangan
yang sesungguhnya justru dari cengkeraman
tangan kiri Lelaki Berkumis Kucing. Sehingga.... "Hyaaat! Hyaaat!"
Crakkk! "Auuugh...!" pekik Cantrik Tudung Pandan setinggi langit, ketika kuku-kuku jari
Lelaki Berkumis Kucing menjebol dada.
Seketika itu juga, tubuh Cantrik Tudung
Pandan limbung ke samping dengan darah
mengucur dari dada yang berlubang. Bersamaan dengan itu, tahu-tahu kaki kanan Lelaki Berkumis Kucing telah meluncur cepat ke
dada. Bukkk! Tanpa ampun lagi, tubuh tinggi ramping
Cantrik Tudung Pandan terlempar beberapa
tombak ke belakang, lalu jatuh berdebuk ke
tanah tak dapat bangun lagi. Mati!
Setan Cantik terkesiap kaget. Wajahnya
kelam membesi. Dilihatnya Cantrik Tudung
Pandan sudah tidak bernyawa lagi. Hal ini
semakin membuat amarahnya tak dapat dikendalikan. Apalagi dari tadi, ia belum mampu merobohkan satu orang murid utama Lowo Kuru. Malah, kini dirinya yang terdesak
hebat. "Setan alas! Siapa pun juga yang ada di sini, harus bertanggung jawab atas
mening-galnya Kakak Cantrik Tudung Pandan!
Hyaaat! Hyaaat!"
Setan Cantik cepat menggerakkan pedangnya. Tebasan-tebasan pedangnya terlihat
semakin menggiriskan. Apalagi diiringi jarum-jarum emasnya yang berkeredepan,
menye- rang tiga orang pengeroyoknya.
"Kematian sudah di depan mata, masih
saja berkoar-koar!" ejek Naroko.
"Kurang ajar! Kalian pikir, akan semudah itukah merobohkan ku!" maki Setan Cantik garang.
Meski membentak garang demikian, sebenarnya diam-diam Setan Cantik jerih juga.
Apalagi Kelelawar Hutan sudah roboh di tangan lawan. Sedang Iblis Penebar Maut pun
entah sudah lenyap ke mana. Maka, tak heran kalau diam-diam ia mulai mencari jalan
untuk melarikan diri.
Dan kesempatan itu akhirnya ditemukan
Setan Cantik juga. Di saat ketiga orang murid utama Lowo Kuru menerjang dengan
senjata di tangan, Setan Cantik cepat mengibaskan
tangan kirinya. Dan....
Serrr! Serer! Seketika itu juga, puluhan jarum-jarum
emas Setan Cantik yang berkeredepan melesat menyerang ketiga orang murid utama Lowo Kuru. Ketiga orang yang jadi sasaran cepat
menggerakkan pedangnya menangkis rontok
jarum-jarum emas Setan Cantik. Dan kesempatan itu pun digunakan Setan Cantik untuk
berkelebat cepat meninggalkan arena pertarungan. Naroko menggeram penuh kemarahan.
Sekali menjejak tanah, tahu-tahu, tubuh
tinggi besarnya cepat berkelebat mengejar Setan Cantik.
Namun sayangnya, bayangan wanita tadi
telah lenyap di balik tembok Pekarangan Terlarang. Naroko cepat meloncat ke atas tembok
Pekarangan Terlarang. Sedang bayangan Setan Cantik telah jauh meninggalkan lereng
barat Gunung Sumbing. Dengan sangat terpaksa Naroko yang berwatak kasar menghentikan pengejarannya.
"Hentikan pertempuran! Dan cepat kalian berlutut memohon ampun pada Nona Bidadari Kecil yang kalian keroyok!" teriak Naroko, garang.
* * * 12 Puluhan murid Perguruan Kelelawar Putih yang sedang mengeroyok Bidadari Kecil
dan Sindu seketika itu juga menghentikan serangan. Sejenak mereka saling berpandangan.
Kemudian, entah siapa yang terlebih dahulu
memulainya, tahu-tahu mereka telah berlutut
di hadapan Bidadari Kecil dan Sindu.
Siluman Ular Putih 04 Pedang Kelelawar Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ma... maafkan kami, Nona Bidadari Kecil! Kami benar-benar tidak berdaya," ucap salah seorang murid berpita kuning
yang berlutut tak jauh dari Aryani seraya membenturbenturkan jidatnya ke tanah.
"Benar, Nona Bidadari Kecil. Kami benar-benar tidak berdaya. Kami... kami takut
menerima hukuman dari Kelelawar Hutan bila
membangkang...," sahut murid lainnya.
"Benar, Nona Bidadari Kecil. Sekarang
kami pasrah. Silakan menjatuhkan hukuman
terhadap kami."
Bidadari Kecil tak pedulikan. Ia saat ini
sangat mencemaskan keselamatan ibunya.
Seketika tubuhnya berkelebat cepat ke tempat ibunya. Di situ Soma tampak tengah
sibuk menotok beberapa jalan darah di tubuh Bidadari Putih yang masih tergeletak pingsan.
"Ibuuu...!" desah Aryani di sisi ibunya.
Wajahnya pucat pasi. Kedua bibirnya bergetar-getar. Soma mengerdipkan sebelah matanya,
menyuruh Aryani diam. Lalu kembali jari-jari tangannya bergerak lincah menotok
tiga jalan darah di tubuh Bidadari Putih. Dua totokan
pada bagian punggung dan yang terakhir pada tengkuk. Selang beberapa saat, perlahan- lahan
Bidadari Putih pun mulai membuka kelopak
matanya. Namun begitu, matanya terbuka dari mulutnya. muntahkan darah berwarna merah kehitaman. "Ibu...!" pekik Aryani cemas bukan main.
"Sudahlah, Aryani! Jangan terlalu cemas. Nanti malah aku jadi ikut-ikutan pingsan. Ya, kalau kau mau menolongku. Kalau
tidak..., matilah aku!" goda Soma.
Aryani melotot matanya lebar-lebar. Namun belum sempat mengeluarkan makian,
Bidadari Putih telah mendahuluinya.
"Kau tidak apa-apa, Nak?" tanya Bidadari Putih dengan napas tersengal.
"Tidak, Ibu."
"Syukurlah. Sekarang sebaiknya kita ke
tempat Sindu. Kulihat ia tengah sibuk memberikan pengarahan kepada adik-adik seperguruannya."
"Tapi... tapi.,.! Tunggu dulu, Bu!" ujar Aryani tiba-tiba. Seketika gadis ini
berdiri dan berkelebat ke arah Kelelawar Hutan.
Sepasang mata jeli si gadis mendadak
jadi beringas, begitu melihat orang yang paling dibencinya. Sekali tangan
kanannya ber- gerak, tubuh tinggi besar Kelelawar Hutan telah terangkat tinggi-tinggi. Sedang
tangan kirinya cepat menotok beberapa jalan darah di
tubuh Kelelawar Hutan.
Perlahan-lahan Kelelawar Hutan mulai
membuka matanya. Kembali Aryani cepat
menotok punggung membuat Kelelawar Hutan tidak dapat menggerakkan tubuhnya lagi.
"Sekarang katakan pada murid- muridmu yang bodoh, Kelelawar Hutan! Katakan
kalau kaulah yang telah mencelakakan Lowo
Kuru pemilik Perguruan Kelelawar Putih yang
sebenarnya! Cepat!" bentak Aryani seraya menodongkan mata pedangnya ke leher
Kelelawar Hutan.
Kelelawar Hutan melotot. Lalu tiba-tiba
saja ia tertawa bergelak- gelak.
"Bocah Setan! Akulah yang memang
mencelakakan Lowo Kuru. Sekarang kau mau
apa, he"!" bentak Kelelawar Hutan garang.
Aryani geram bukan main. Kegeramannya ini telah membuatnya kalap. Maka ujung
pedang yang semula menempel di leher Kelelawar Hutan tiba-tiba saja berkelebat cepat.
Lalu.... "Jangan, Aryani!" pekik Bidadari Putih.
Craasss! Namun Aryani yang sedang kalap mana
mau menuruti teriakan ibunya. Malah gerakan pedangnya semakin cepat. Sehingga tanpa ampun lagi kepala Kelelawar Hutan jatuh
menggelinding di tanah.
Sejenak Aryani memandang beringas kepala yang menggelinding itu. Sepasang mata
jelinya tiba-tiba dialihkan ke puluhan murid-murid Perguruan Kelelawar Putih
yang sedang berlutut di hadapan Sindu.
"Kalian sudah tahu, apa yang kalian lihat, he" Apa kalian belum mengakui kalau
Lowo Kuru adalah pemilik Perguruan Kelelawar Putih yang sebenarnya?"
"Ampuuun...! Ampunkan kami, Nona Bidadari Kecil! Kami... kami benar-benar tidak berdaya. Kami tidak berani menolak
perintah Kelelawar Hutan," jelas salah seorang murid berpita kuning dengan suara
bergetar-getar.
Aryani menggerutkan gerahamnya kuatkuat. Sepasang mata jelinya masih berkilatkilat liar. "Sudahlah, Aryani! Jangan terlalu kasar pada mereka! Mereka tidak bersalah.
Mereka hanya sekadar menjalankan perintah," ujar Bidadari Putih lagi dengan napas
tersengal. "Baik, Ibu," sahut Aryani akhirnya.
Walau masih jengkel dengan ulah murid-murid Perguruan Kelelawar Putih, namun
begitu melihat wajah ibunya yang penuh damai, membuat kemarahan Aryani jadi lumer.
"Sekarang, apa yang harus kita lakukan, Ibu?" tanya Aryani meminta pendapat
ibunya. Sejenak Bidadari Putih diam membisu,
tak tahu harus berkata apa kepada putri
tunggalnya. Namun di saat tengah termangumangu.... "Ah...! Mengapa repot-repot" Teruskan
saja Perguruan Kelelawar Putih ini seperti bi-asanya. Dan biarkan Lowo Kuru atau
Bidada- ri Putih sendiri yang memimpin," kata Lelaki Berkumis Kucing.
"Tak mungkin. Tak mungkin kami memimpin Perguruan Kelelawar Putih ini. Kami
sudah enggan untuk berkecimpung dalam
urusan padepokan. Malah, kami ingin menghabiskan masa tua di dalam Sumur Kematian," tolak Bidadari Putih, halus.
"Kalau begitu, suruh saja putri mu yang ayu itu memimpin. Kan beres"! Cuma
sebelumnya, kalau kau tidak keberatan, aku...,
aku ingin sekali menda..., eh, salah! Maksud-ku, su... sudilah kau membagi Daun
Lontar Merah itu padaku, Bidadari Putih!" tutur Lelaki Berkumis Kucing kacau-balau.
"Setan alas! Jadi, ini ya maksud kedatanganmu yang sebenarnya"! Ingin merebut
Daun Lontar Merah dari tangan kami" Apa
matamu buta, Orang Tua" Ibuku sendiri masih membutuhkannya. Jadi, mana sudi kami
membagi-bagikannya!" hardik Aryani garang.
Tangan kanannya cepat melolos pedangnya
kembali. "Sabar, Anakku! Tak baik membentakbentak orang tua!" tegur Bidadari Putih kalem.
"Tapi, Ibu...."
"Sudahlah! Aku pikir, Ibu hanya tinggal membutuhkan beberapa lembar saja. Jadi,
berikan saja sisa-nya kepada Lelaki Berkumis Kucing. Kan beres"!" kata Bidadari
Putih diiringi senyum.
"Ah...! Tak kusangka kau demikian baik
hatinya padaku, Bidadari Putih. Terima kasih!
Terima kasih!" ucap Lelaki Berkumis Kucing seraya menelungkupkan kedua telapak
tangan ke depan dada. Tubuhnya langsung menjura hormat beberapa. kali di hadapan Bidadari Putih dan Aryani.
Bidadari Putih dan Aryani sungkan sekali diperlakukan seperti itu.
"Sudahlah! Jangan terlalu berlebihan
begini, Lelaki Berkumis Kucing. Hanya kalau
boleh tahu, sebenarnya untuk siapakah Daun
Lontar Merah itu" Kulihat kau tidak menderita suatu penyakit apa pun.?"
"Ah, iya! Sampai aku lupa mengatakannya! Pantas saja kalian jadi mencurigaiku!"
desah Lelaki Berkumis Kucing seraya menepuk jidatnya sendiri. "Seperti yang kau katakan, aku memang sehat-sehat saja.
Tapi, ke- tahuilah! Daun Lontar Merah itu sebenarnya
untuk menyembuhkan penyakit kakak seperguruanku Penjaga Pintu di Gunung Anjasmoro. Aku sendiri belum tahu sakit apa dia....
Eh,.. "! Mau ke manakah bocah gondrong itu"
Kok, tidak pamit?"
Tiba-tiba Lelaki Berkumis Kucing mengalihkan perhatian ke tempat lain.
Aryani dan Bidadari Putih segera berpaling ke belakang. Tampak pemuda gondrong
yang dimaksudkan Lelaki Berkumis Kucing
tengah menggaruk-garuk kepala. Ia tadi sebenarnya akan pergi begitu saja. Tapi sayang,
Lelaki Berkumis Kucing keburu mengetahuinya. "Kau mau ke mana, Soma?" tanya Arya-ni.
"Aku..., aku mau pergi. Kupikir aku sudah terlalu lama tinggal di sini."
"Kau... hendak meninggalkan ku?" tanya Aryani. Entah mengapa tiba-tiba saja nada
bicaranya jadi bergetar.
"Tidak boleh! Tidak boleh! Aku bilang tidak boleh! Jasamu terhadap Perguruan Kelelawar Putih terlalu besar. Kau tidak boleh
meninggalkan tempat ini begitu saja. Bukankah begitu, Bidadari Putih?" tukas Lelaki Berkumis Kucing.
"Ya ya ya...!" jawab Bidadari Putih gela-gapan, tak menyangka kalau akan
dilibatkan dalam pembicaraan.
"Nah...! Kau dengar, Bocah! Kau tidak
boleh meninggalkan tempat ini sebelum aku
menyematkan tanda mata untukmu. Ya ya
ya...! Aku harus mengalungkan kembang atas
jasa-jasamu ini. Tapi..., tapi apa ada kembang-kembang yang kubutuhkan di sekitar
sini, ya?" kata Lelaki Berkumis Kucing seperti pada diri sendiri. "Oh, ya! Tak
ada kembang di sekitar sini pun tak jadi soal. Kulihat di sekitar sini banyak
berserakan jarum emas milik
wanita-wanita sundal itu. Kau tidak keberatan kan kalau kembang-kembang itu ku gantikan dengan jarum-jarum emas itu, Bocah?"
Tunggu, Orang Tua! Terus terang bukannya aku keberatan. Tapi kalau boleh memilih, aku malah lebih senang kau menggunakan gigi-gigi kuning mu yang mancung itu,
Orang Tua," kata Soma, seenak dengkul.
Sejenak Lelaki Berkumis Kucing melotot.
Lalu tanpa disadarinya tangan kanannya telah meraba-raba gigi-gigi kuningnya yang
menjorok ke depan.
Melihat itu, mau tidak mau Aryani dan
Bidadari Putih pun tersenyum tipis.
"Sudahlah! Tak perlu kalian melanjutkan geguyonan ini. Dan seperti yang dikatakan Lelaki Berkumis Kucing, kau tidak boleh meninggalkan tempat ini begitu saja, Soma! Rasanya belum puas kalau kami belum
memberikan sesuatu padamu," tegas Bidadari Putih.
"Sayang! Sayang sekali aku tidak bisa,
Bidadari Putih. Malam ini aku harus tiba di
suatu tempat. Ada satu urusan penting yang
harus segera ku tangani," tolak Soma berdusta.
Dan sehabis berkata begitu, Siluman
Ular Putih pun segera berkelebat cepat meninggalkan Pekarangan Terlarang. Namun ketika pemuda gondrong murid Eyang Begawan
Kamasetyo sampai di tembok memutar Pekarangan Terlarang, sejenak langkahnya terhenti. "Selamat tinggal. Aryani!" teriak Soma seraya mengacungkan jempol. Lalu tubuhnya
cepat berkelebat kembali, dan menghilang di
balik tembok Pekarangan Terlarang.
Aryani mendesis sedih. Tanpa disadari
bibirnya menyebutkan nama pemuda itu berulang kali. Sedang sepasang mata jelinya tak henti-hentinya menatap ke arah
menghilang-nya Soma tadi.
SELESAI http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: mybenomybeyes
3 Kehidupan 3 Dunia 1 Pendekar Bayangan Sukma 18 Sumpah Jago Jago Bayaran Mencari Bende Mataram 17
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama