Ceritasilat Novel Online

Duka Lara Dewi Tatoo 1

Si Tolol 5 Duka Lara Dewi Tatoo Bagian 1


DUKA LARA DEWI TATOO Oleh Djair Warni
? Penerbit Rosita, Jakarta
Setting Oleh: Trias Typesetting
Cetakan Pertama
Dilarang mengutip, memproduksi
Dalam bentuk apapun
Tanpn ijin tertulis dari penerbit
Djair Warni Serial Si Tolol
Dalam Episode 002 :
Duka Lara Dewi Tatoo
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
1 Hari siang. Sinar matahari yang
cerah namun agak lembut menyapu kota Jepara dan gunung Muria, menerobos
daun-daun lombus sampai ke tanah.
Dedaunan kering dan rumput-rumput
ilalang yang mulai membusuk tampak
berserakan. Pepohonan bergoyang-goyang bagaikan melambaikan salam berpisahan
atau selamat datang. Terdengar desah angin, merangkai nada-nada dan menciptakan
irama kedamaian serta keindahan.
Di lereng gunung Muria, ada mata
air membentuk kolam kecil, sejuk dan sangat jernih. Di sekeliling mata air itu
ada batu-batu hitam, yang kecil dan besar. Berjejer dan terangkai
erat, seperti lukisan alam yang tidak bisa diimbangi keindahannya oleh para
seniman. Sepertinya Sang Maha Pencipta sengaja menyediakannya bagi mereka
yang kehausan atau yang sedang kege-rahan dan ingin menyejukkan badan.
Di mata air itu sekarang ada
sesosok tubuh telanjang, bentuknya
bulat. Kepalanya botak licin, hanya di bagian depannya saja ditumbuhi rambut.
Apakah itu jin air yang sedang mandi"
Penduduk di sekitar lereng gunung
Muria sudah lama percaya bahwa di sana memang ada makhluk halus. Siapa tahu jin
itu sedang kepanasan lalu mandi.
Tetapi tidak! Itu bukan jin,
bukan makhluk halus, melainkan manusia biasa. Hanya bentuk tubuhnya saja yang
terlihat lebih bulat dari yang lazim.
Dialah si Tolol, yang tingkah lakunya sering mengundang bahan tertawaan
serta cemoohan. Tetapi pada satu sisi, ia juga telah membuat kalangan
pendekar di dunia persilatan gempar dan sangat penasaran.
Bocah itu meloncat-loncat kegirangan di dalam air. Sekali-sekali
tangannya menepuk air hingga wajahnya terciprat. Suaranya yang nyaring mendendangkan lagu secara serampangan. Ia tampak sangat kegirangan, sehingga
lupa keadaan di sekelilingnya.
Si Tolol lupa bahwa ia baru saja
mengalami hal-hal luar biasa yang bagi anak lain mungkin akan merupakan
pengalaman tak terlupakan seumur
hidup. Bahkan ia pun tak ingat bahwa di balik bajunya ia menyimpan patung emas
Ratu Shima, yang diperebutkan
banyak pendekar yang siap mempertaruhkan nyawa.
Patung Ratu Shima dari kerajaan
Kalingga pada pertengahan abad ketujuh konon menyimpan surat wasiat mengenai
rahasia kelanggengan tahta dan rahasia kecantikan. Kabar itu menyebar ke
delapan penjuru angin, sehingga yang datang ke Jepara dengan maksud merebutnya
bukan saja hanya dari sekitar Pulau Jawa, namun juga dari negeri
seberang, seperti dari Irak, Tiongkok dan Jepang.
Demikian hebatnya rahasia yang
terkandung di dalam patung ratu arif bijaksana itu, sehingga di gunung
Muria sekarang terjadi semacam adu
tanding antara tokoh-tokoh silat.
Padahal, seperti diceritakan dalam kisah terdahulu, patung itu ditemukan si
Tolol secara tidak sengaja.
Patung emas itu dirampas dari
tangan Si Tolol, kemudian berpindah dari tangan pendekar yang satu ke
tangan pendekar lainnya. Saat terjadi pertarungan antara para tokoh silat, Si
Tolol melarikan patung itu. Begi-tulah terjadi beberapa kali. Terakhir adalah
pertarungan antara pendekar
matahari terbit Gahito dengan jagoan Irak, Husein.
Ketika kedua jago silat dari
negeri asing itu bertempur, Si Tolol melarikan diri. Patung Ratu Shima
disembunyikan di balik bajunya. Ia
berlari dan terus berlari di sekitar lereng gunung. Dan sewaktu ia kelelahan. Si
Tolol mandi di mata air yang kebetulan di temukannya.
Bocah dari Sumedang itu berjamjam mandi sambil bermain-main. Seyogyanya ia secepatnya melarikan diri agar lolos dari kejaran para pendekar.
Tetapi karena sangat lemah dalam hal berpikir, ia menuruti saja kemauan
badannya. Tanpa ia sadari, seorang lelaki
sedang mengintainya dari balik
pepohonan. Pria itu tampak tersenyum kegirangan, seperti seorang pemburu melihat
perangkapnya berhasil menja-ring binatang buruan, pria itu
melangkah mengendap-endap ke dekat
pakaian Si Tolol.
Tepat ketika Si Tolol menyelam ke
air, Lelaki yang tak lain tak bukan adalah Husein itu menarik pakaian di atas
batu. Sejenak Pendekar asal Irak itu menutup hidung karena pakaian Si Tolol
sangat apek baunya. Namun
kemudian, Husein tidak memperdulikannya lagi. Ia segera menyambar
patung Ratu Shima sambil tertawa-tawa gembira.
"Untuk kedua kalinya aku memegang patung ini. Tapi sekarang tidak akan lepas
dari tanganku," kata pria itu.
Pada waktu lalu, pendekar Irak
itu memang pernah memegang patung Ratu Shima Setelah ia merampasnya dari
tangan Nyi Peri, seorang nenek tua
yang sangat sakti. Namun, Nyi Peri
berhasil menyusulnya, sehingga terjadilah pertarungan dahsyat. Dalam adu
kekuatan itulah patung Ratu Kalingga terlempar dan tepat jatuh ke kepala Si
lolol. Tentu saja Husein sangat girang
sekarang. Patung yang didambakan
banyak sekali tokoh silat itu telah berada di tangannya. Tetapi pria
bersorban itu tidak segera melarikan diri. Ia bermaksud terlebih dahulu
menyingkirkan Si Tolol. Karena menurut pikirannya, bagaimanapun juga, bocah
botak itu tidak boleh dibiarkan hidup lagi karena kelak bisa menyulitkannya.
Beberapa waktu lalu, secara
sekilas Husein telah melihat bahwa Si Tolol memiliki kepandaian yang tidak boleh
dipandang remeh. Hanya dalam
sekejap, bocah itu telah lenyap.
Berarti ia bisa berlari cepat sekali, dan orang yang tidak memiliki
kesaktian tentu tidak akan bisa
berbuat begitu.
Maka Husein segera merogoh
kantong bajunya, mengeluarkan botol berisi cairan racun yang sangat
mematikan. Sambil menggenggam patung Ratu Shima dengan tangan kirinya, ia
menuangkan cairan itu ke dalam air.
Racun itu bukanlah racun sambarangan, karena daya bunuhnya sangat cepat. Husein sengaja membawanya dari
negerinya karena sewaktu-waktu bisa berguna baginya. Begitu dituangkan ke air,
racun itu langsung menjalar dan larut di dalam air.
"He he he! Kutunggu barang
sebentar maka bocah itu kejang tak
bernyawa. Racun ular cobra itu bahkan akan menguras semua makhluk hidup
dalam air," Husein kembali bicara sendiri.
Hanya beberapa saat kemudian, air
di sekitar tempat itu tampak berbusa dan dari dalamnya bermunculan ikan-ikan
yang menggelepar-gelepar melawan maut. Husein makin girang sambil membayangkan
tak lama lagi, tubuh Si Tolol akan mengambang pula.
Tanpa ia sadari, Si Tolol
sekarang telah berada di belakangnya, mengintip dari balik batang pohon.
Tubuhnya masih basah dan telanjang.
Tadi ketika sedang berendam dalam air, tiba-tiba Si Tolol mencium bau racun yang
sangat jahat. Nalurinya yang
sangat tajam segera berbisik bahwa ia terancam bahaya maut dan harus segera
menyingkir. Kesaktian dahsyat yang tersembunyi dalam tubuhnya segera bekerja secara otomatis. Hanya beberapa saat saja
Husein lengah, ketika menatap
patung Ratu Shima dengan perasaan
penuh luapan kegembiraan, tubuh Si
Tolol melesat bagaikan kilat dari
dalam air. Demikian cepatnya gerakan bocah berkepala botak itu, sehingga Husein
yang mempunyai kesaktian tinggi tidak sempat mendengarnya.
Begitu Si Tolol melihat Husein,
ia menjadi terkejut dan ketakutan.
Bocah itu memang sudah pernah bertemu dengan pendekar Irak itu, dan ia tahu
Husein sangat menginginkan patung Ratu Shima yang di kiranya hanya boneka
mainan saja. Celaka, orang itu lagi, kata hati
Si Tolol khawatir. Sekilas ia melirik tumpukan pakaiannya, patung itu
ternyata sudah diambi Husein. Bocah itu meringkuk saja di balik pepohonan, tidak
tahu apa yang harus dilakukan.
Husein sendiri makin terkejut
karena tubuh Si Tolol belum juga
muncul ke permukaan. Sedangkan semua isi air sudah terkuras dan mengambang.
Apakah bocah itu masih bertahan di
dalam air" Tetapi bagaimana bisa
selama itu dan rasanya mustahil pula ada makhluk hidup yang mampu
menyelamatkan diri dari racun itu.
Sebagai tokoh silat yang kadangkadang memiliki sifat kejam, Husein sudah beberapa kali membuktikan
keampuhan racun itu. Mungkin sudah
puluhan jago silat yang mati oleh
racun cobranya. Tetapi sekarang, bocah tolol itu belum juga muncul.
Pasti ada yang tidak beres!
Mendadak Husein mendengar suara
desah nafas tak jauh di belakangnya.
Siapakah gerangan orang itu" Apakah Si Tolol yang telah keluar dari dalam air
tanpa sepengetahuannya" Rasanya tidak mungkin. Besar kemungkinan orang yang
berada di belakangnya itu adalah
pendekar yang juga sudah lama
mengincar patung Ratu Shima.
Husein segera bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan. Ia sudah siap mengadu nyawa untuk mempertahankan
patung itu. Sementara Si Tolol masih meringkuk dan mulai kedinginan. Anak itu hendak mengambil pakaiannya, tetapi
karena sangat dekat Husein ia tidak berani. Aku pasti dibunuhnya, pikir anak itu
gemetaran. Tapi patung itu, ia tidak boleh mengambilnya. Tidak
boleh! Kata hati Si Tolol dan tanpa ragu-ragu segera keluar dari balik
pohon. "Hait...!" Husein berteriak sambil membalikkan badan, siap
melancarkan serangan mautnya.
Namun mendadak ia menahan serangan, melihat orang di belakangnya
adalah Si Tolol sendiri. Bocah itu
segera meringkuk ketakutan sambil
menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
"Ampun, Oom. Mau ambil celana
doang...." kata bocah itu dengan suara gemetar.
"Setan! Kau sudah ada disini?"
bentak Husein terkejut. Ia hampir tak percaya pada penglihatannnya sendiri.
Tadi dengan jelas ia melihat bocah itu berada di air ketika ia menuangkan
racun cobra. Kok sekarang sudah ada dibelakangnya" Jangan-jangan anak ini adalah
siluman, pikir Husein geram.
"Boleh diambil kan, Oom" Ini
celana dari otoku yang jelek. Boleh kuambil ya, Oom" kata Si Tolol sambil
merangkak di hadapan Husein. Sambil mengambil pakaiannya, bocah berkepala botak
itu melirik Husein dengan
gemetaran. Melihat itu, Husein jadi heran,
dan bingung sendiri. Anak itu tampak sangat ketakutan, bukan dibuat-buat.
Kalau Si Tolol misalnya orang sakti, tentu tidak mungkin mau bersikap
begitu, seolah-olah sedang menyembah-nyembah. Di mana pun pendekar sama
saja, tidak akan mau bersikap
sepengecut itu, kecuali misalnya jika nyawanya benar-benar terancam. Itu pun
hanya sebagian saja, sedangkan yang lainnya akan memilih lebih baik mati
daripada disuruh menyembah.
Tapi sekarang yang masih tetap
membuat Husein bingung adalah
bagaimana bocah tolol itu
menyelamatkan diri dari racunya dan bagaimana pula bisa secara tiba-tiba saja
sudah ada di belakangnya.
"Ambil pakaianmu! Dan cepat
pakai!" Bentak Husein dengan mata melotot.
"Terimakasih, Oom. Tapi itunya, Oom.... .mu...."
"Apa lagi, hah?"
"Bonekanya jangan diambil, Oom."
"Setan! Berani kau melawan aku,
ya?" Husein menghentakkan kakinya ke tanah sekuat tenaga, hingga tempat itu
terasa bergetar. Si Tolol makin
ketakutan. Tetapi karena ia sangat sayang akan patung emas itu, ia
menjadi nekad. "Pokoknya tidak bisa diambil,
Oom. Itu kan punya saya, Oom!"
Husein terkejut juga melihat
kenekatan Si Tolol. Bocah itu
sepertinya tidak takut mati demi
mempertahankan patung emas tersebut.
Sejenak timbul niat jahat dalam hati pendekar Irak itu untuk menghabisi
nyawa Si Tolol, sekali pukul, kepala bocah yang botak itu tentulah akan
pecah dengan darah bercampur benak
berserakan. Tapi anak itu sepertinya sangat patut dikasihani. Bagaimana
mungkin ia sebagai seorang tokoh silat membunuh anak yang tidak apa-apa"
Husein memutar otak sejenak
sambil menatap Si Tolol. Saat itulah ia melihat sepotong kayu bekas ranting
patah tergeletak di dekat kaki Si
Tolol. Maka sekarang, yang timbul
dalam benak Husein adalah memperdayai anak itu tanpa berbuat kekerasan.
Tanpa sepengetahuan Si Tolol,
pendekar Irak itu memasukkan patung Ratu Shima ke balik bajunya. Setelah


Si Tolol 5 Duka Lara Dewi Tatoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mulutnya komat-kamit sejenak, Husein berkata:
"Heh, anak tolol! Aku tak perlu
bonekamu yang jelek itu. Kau pikir itu ada gunanya" Dasar anak tolol."
Lalu ia mengarahkan tangan
kanannya dengan jari-jari mengembang ke arah sepotong kayu itu jadi patung Ratu
Shima. "Nah, ambillah bonekamu. Jangan kau pikir aku
mau mengambilnya.
Selamat menimang-nimang bonekamu itu, tolol!"
"Terima kasih, Oom!" kata Si
Tolol dengan wajah berseri-seri. Ia segera mengambil patung itu dan
mendekapnya seperti seorang ibu
memeluk anak kesayangannya.
"Selamat tinggal, anak tolol!"
kata Husein sambil meloncat
meninggalkan tempat itu. Tubuhnya
berkelebat dan dalam sekejap
Setelah lenyap dari pandangan Si
Tolol. Lelaki itu sangat girang, karena
patung Ratu Shima telah berada di tangannya. Ia telah bertekad akan
meninggalkan Jepara secepat mungkin untuk kembali ke negerinya. Maka ia pun
segera mempercepat larinya menuju ke arah pantai.
Ketika Husein pergi dari tempat
itu, seorang pemuda melangkah ke arah Si Tolol tadi mandi. Lelaki itu masih
muda, berusia sekitar dua puluh lima tahun. Tubuhnya tegap namun tidak terlalu
gemuk . Ia tidak mengenakan
baju, sehingga otot-ototnya yang
berisi tampak berkilau-kilau ditimpa sinar mentari. Wajahnya bersih dan
tampan pula, sehingga ia tampak sangat menarik
sekali sebagai seorang lelaki. Melihat alat-alat berupa pisau,
pahat dan golok yang tergantung di pinggangnya, dapat diterka bahwa ia pasti
seorang tukang ukir.
Kenyataannya memang begitu. Jaka,
demikian nama lelaki itu. Sekalipun usianya masih tergolong muda, namun di
daerah Jepara namanya sudah cukup
terkenal sebagai seorang ahli ukir
kayu. Darah seni ukir memang mengalir
ditubuhnya. Dan bakat yang menonjol itu dibina serta
dikembangkan, sehingga kedua tangannya selalu melahirkan karya-karya seni yang mengagumkan. Tidaklah mengherankan, jika di sekitar daerah Jepara ia mempunyai
hubungan baik dengan orang-orang kaya yang sering memesan ukiran.
Selama ini, Jaka menjalin
kerjasama dengan Pak Cokro, lelaki tua di desanya yang juga sangat terkenal
sebagai ahli ukir. Kerumah orang tua itulah Jaka saban hari pergi untuk
mengerjakan ukiran kayu pesana orang.
Tetapi siang itu, Jaka bangun
terlambat, sehingga langkahnya menjadi terburu-buru. Karena kebetulan pula
Raden Bei Kiduling Pasar, orang kaya di desa mereka, memesan ukiran yang
pengerjaannya secepat mungkin. Rumah Jaka dan Pak Cokro cukup berjauhan dan
setiap hari, Jaka harus melewati
daerah tempat Si Tolol tadi mandi
kalau hendak ke rumah orang tua itu.
Ada penyesalan terpancar di wajah
tampan itu karena keterlambatannya.
Namun ketika hendak mempercepat
langkahnya, mendadak ia mendengar
suara seseorang menangis sesunggukkan.
Tanpa pikir panjang, Jaka segera
berlari kearah suara itu. Pemuda itu kembali terkejut menyaksikan seorang lelaki
berkepala botak dalam keadaan telanjang bulat sedang menangis sambil menutupi
wajahnya dengan kedua tangan.
Itulah dia Si Tolol! Ternyata
hanya beberapa saat setelah Husein pergi, boneka yang dipegangnya berubah jadi
sepotong kayu kering. Pengaruh sihir Husein telah sirna, Sehingga Si Tolol
sangat kecewa. Sambil duduk
bersila, bocah itu meratapi sepotong kayu di hadapannya. Ia sungguh tidak
perduli akan keadaan dirinya yang
sedang telanjang.
"Hu... u... u! Bonekaku,
bonekaku...." Kata Si Tolol di sela-sela isak tangisnya yang sangat
memilukan. Melihat itu, menjadi iba jugalah
hati Jaka. Dihampirinya anak itu. Lalu
sambil menepuk-nepuk bahu Si Tolol, ia berkata dengan nada membujuk:
"Hei, kowe cah endi" Kena opo kowe nangis ning kene iki" Cep meneng lan
jawabno," bujuknya dalam bahasa Jawa.
Si Tolol yang anak Sumedang itu
tentu saja tidak mengerti maksudnya.
Ia terus saja menangis dengan air mata bercucuran membasahi wajahnya yang
selalu memancarkan ketololan itu.
"Ng... eta.... eta boneka...." Si Tolol tidak bisa meneruskan ucapannya, karena
masih sangat sedih.
Jaka tertegun mendengar kata-kata
Si Tolol yang diucapkan dengan logat Sundaj kental. Rupanya anak ini bukan orang
sini pasti sedang kesasar, pikir Jaka.
"Oh, aku tahu sekarang. Rupanya kau anak Sunda yang nyasar ke daerah ini. Aku I
sedikit mengerti bahasa Sunda. Siapakah namamu?"
Si Tolol menyeka air matanya,
lalu menggeleng-gelengkan kepala.
"Siapakah namamu?" tanya Jaka lagi.
"Aku tak tahu, tak ingat lagi.
Orang memanggilku Si Tolol," ujar Si Tolol tersendat-sendat.
"Ah, baiklah. Barangkali kau
masih enggan menyebut namamu. Kalau kau tidak punya sanak famili di sini dan
kalau kau mau, boleh ikut aku
saja, Tong. Tapi kenapa tadi kau
menangis" Apa yang terjadi padamu"
Apakah kau disakiti orang?"
"Bonekaku. Bonekaku berubah jadi kayu. Tadinya boneka bagus, sekarang kok jadi
kayu jelek begini" Aku heran, aku heran. Aku ingin bonekaku itu
kembali. Harus kembali...." Setelah berkata demikian, Si Tolol kembali
menangis sejadi-jadinya.
Jaka mengusap-usap kepala Si
Tolol. Telapak tangannya sedikit
terasa geli karena kepala itu tidak ditumbuhi rambut.
"Nah, kalau cuma masalah boneka, kau tak perlu terlalu sedih. Aku akan
membuatkan kau sebuah boneka yang jauh lebih bagus lagi. Percayalah dan
hapuslah air matamu. Kau kan sudah
besar, malu kalau menangis. Nanti
dilihat orang."
"Tapi boneka itu...."
"Sudahlah, Tong!"
sela Jaka cepat, "Jangan sedih lagi. Pakailah baju dan celanamu. Aku akan bikin
boneka yang bagus sekali untukmu. Aku adalah ahli ukir yang terkenal di
Jepara ini. Patung yang paling rumit pun bisa kukerjakan. Ayo, hari sudah siang.
Mari kita berangkat, pakailah pakaianmu."
Rupanya Jaka sangat kasihan
melihat Si Tolol. Agaknya anak ini
mengalami gangguan jiwa, sehingga
sikapnya jadi tolol begitu, pikir
Jaka. Ia lihat usia Si Tolol sebenarnya sudah beranjak remaja. Tetapi sikap dan tingkah lakunya masih saja
seperti anak ingusan.
"Tapi Akang janji, ya" Bikinin
boneka bagus buat aku?" kata Si Tolol memelas.
"Ya, Akang janji. Kau tak perlu khawatir, Aku akan segera membuat-kannya untukmu
Ayo, cepatlah kau
berpakaian!"
Mendengar itu, hati Si Tolol agak
terhi| bur juga. Ia segera mengenakan pakaiannya. Setelah itu, keduanya pun
meninggalkan tempat itu. Sambil berjalan, Jaka banyak mengajukan pertanyaan
tentang diri Si Tolol. Tetapi lelaki berkepala botak itu tidak mau menjawabnya.
Ia hanya mengatakan
keinginannya memiliki boneka bagus, seperti yang pernah dipegangnya. Jaka
memaklumi sikap Si Tolol. Ia menyadari bahwa anak itu sekarang masih sangat
terpukul karena kehilangan patung yang sangat disayangi.
*** 2 Sementara itu, Husein semakin
jauh meninggalkan lereng gunung itu.
Wajahnya borseri-seri. Saking girangnya, ia mengambil patung Ratu Kalingga dari balik bajunya, lalu memegangnya
sambil berlari sekencang-kencangnya.
Keberhasilannya memperdayai Si
Tolol dengan ilmu sihirnya membuatnya sangat girang. Rasakan kau, bocah
tolol. Kau pikir kau bisa membodohbodohi aku" Kaulah yang kubodoh-bodohi dengan ilmu sihirku, pikirnya senang.
Ketika sedang berlari kencang,
tiba-tiba sebuah ikat pinggang
membelit kaki kiri Husein, kemudian ditarik kencang. Tanpa ampun lagi,
tubuh pendekar bersorban itu terbanting keras ke tanah menimbulkan
suara bergedebuk.
"Aduh!" teriak Husein kesakitan.
Ketika ia membalikkan badan, tampaklah olehnya Mat Caplang telah berdiri di
dekatnya. Ternyata pendekar Betawi
itulah yang menjerat kakinya hingga terjatuh. Mat Caplang tampak tersenyum sinis
sambil menatap Husein dengan
pandangan buas.
"Bangsat! Kau lagi!" bentak Husein geram. Ia segera menghentakkan kakinya,
sehingga ikat pinggang yang membelit kakinya terlepas.
"Ya, gue. Lu pasti masih ingat gue, kan" Lu kayaknya girang banget tadi. Jangan
lu kira bisa selamat dari tangan gue."
Husein segera pasang kuda-kuda
sambil memasukkan patung emas itu ke
dalam kantong bajunya yang berupa
jubah itu. Tangan kanannya kemudian menarik lembaran permadani merah yang
diselipkan di pinggangnya.
Permadani itu adalah senjata
andalan Husein. Ia tidak seperti
pendekar lainnya memegang senjata
tajam. Namun sebagai tokoh yang
memiliki kesaktian tinggi, lembaran permadani itu bisa berubah jadi
senjata yang sangat berbahaya dan
sangat baik pula untuk pertahanan
diri. Dengan menyalurkan tenaga
dalamnya yang sangat kuat, permadani itu bisa berubah jadi kaku dan keras,
hingga sekali pukul, kepala lawan bisa hancur berantakan. Sebaliknya juga
bisa lemas sekali
untuk membelit senjata maupun tubuh lawan.
Selain memiliki jurus-jurus ilmu
silat yang sangat tinggi, Husein juga menguasai ilmu sihir yang bisa membuat
lawan nyaris celaka karena ilmu sihir Husein.
Beberapa waktu lalu, Husein sudah
pernah adu kekuatan dengan Mat
Caplang. Keduanya terlibat pertarungan yang sangat dahsyat dan menghabiskan
berpuluh-puluh jurus. Akan tetapi
setelah bertarung cukup lama, Husein mulai terdesak dan nyaris kehilangan nyawa
di ujung golok Mat Caplang. Saat itulah Husein menggunakan ilmu
sihirnya, yang ternyata dengan mudah
dapat diatasi lawan. Karena di antara mereka saat itu memang tidak ada
persoalan apa-apa, artinya
hanya karena kebetulan saja sama-sama
mencari patung Ratu Shima, pertarungan pun tidak dilanjutkan.
Kalau tidak, besar kemungkinan
pendekar Irak itu akan luka-luka atau bahkan aka tewas di
tangan Mat Caplang. Sekarang mngetahui lawan yang mencegatnya adalah Mat Caplang, diam-diam
Husein khawatir juga. Memang, bagaimanapun juga, Mat Caplang tidak mungkin
dengan mudah mengalahkannya.
Paling sedikit akan menghabiskan waktu berjam-jam lamanya. Itu masih
perkiraan dari segi yang paling buruk, karena pada prinsipnya Husein masih
mempunyai keyakinan bahwa ia pun tidak mustahil dapat merobohkan Mat Caplang.
Akan tetapi persoalannya bukan
hanya itu. Husein justru khawatir
kalau ia bertarung dengan Mat Caplang, pendekar lainnya akan tiba di tempat itu.
Peluangnya untuk mempertahankan patung Ratu Shima akan semakin tipis.
Maka ia pun berpikir, dalam keadaaan seperti itu, ia harus bisa melarikan diri
secepat mungkin.
Ketika Mat Caplang tertawa
ngakak, Husein segera menerjangnya
dengan serangan dahsyat. Permadani di tangannya diputar sedemikian rupa
sehingga untuk beberapa saat pandangan
mata Mat Caplang terhalang. Beberapa saat kemudian, tangan kirinya
menyambar dahsyat ke arah ulu hati
lawan. Serangan yang sangat mendadak dan
berbahaya. Menurut perkiraan Husein, lawannya pasti terdesak beberapa saat atau
tidak mustahil akan terkena
hantamannya. Nah, di saat Mat Caplang keteter nanti, Husein akan segera meloncat
melarikan diri.
Itulah siasat buruk yang ada
dalam hati Husein. Namun kali ini,
perkiraannya agak meleset. Karena
ternyata, walaupun tertawa
Mat Caplang tetap waspada. Mendapat
serangan yang sangat mendadak seperti itu, ia bukannya mundur seperti yang
diperkirakan Husein, tetapi malah
maju. la sengaja membiarkan sambaran permadani lawan, karena ia tahu itu hanya
sekadar pancingan menghalangi pandangan matanya. Tepat ketika tangan kiri Husein
menyambar, Mat Caplang
menepisnya dengan tangan kiri pula dan pada saat yang hampir bersamaan,
goloknya meluncur dengan kecepatan


Si Tolol 5 Duka Lara Dewi Tatoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kilat ini menembus permadani lawan.
"Akh...!" Husein berseru kaget, karena u|ung golok lawan hampir saja menembus
lehernya. Buru-buru ia
meloncat mundur dengan wajah berubah agak pucat.
"Ha-ha-ha......jangan kira kau
dapat merobohkan aku dengan serangan seperti itu," kata Mat Caplang dengan suara
agak terpatah-patah, karena
selama ini sudah sangat terbiasa
berbicara dengan logat Betawinya.
"Bangsat! Kau pun jangan besar kepala dulu. Nyawamu sekarang berada di tanganku.
Kalau kau ingin selamat, cepat tinggalkan tempat ini!" bentak Husein sambil
berusaha menekan rasa gentar dalam hatinya.
"Wah, lu berani ya ngomong
begitu" Akulah yang seharusnya bicara begitu. Kalau lu mau pulang berikut nyawa,
cepat se-rahkan patung itu.
Atau akan kukuliti tubuhmu yang jelek itu!"
"Jangan banyak bacot, bangsat!"
Husein kembali menerjang Mat Caplang.
Kali ini, ia mulai berhati-hati,
karena tak ingin peristiwa seperti
tadi terulang kembali. Sewaktu ia
melayang di udara, permadani di
tangannya diputar cepat sekali
menimbulkan putaran angin seperti
puting beliung. Kaki dan tangan
kirinya juga telah dipersiapkan untuk mengirimkan pukulan dan tendangan
maut. Setelah berada dalam jarak
jangkauan, permadani itu menyambar
kepala Mat Caplang, menyusul tendangan kaki kiri ke arah dada. Mat Caplang
tersenyum sinis seolah-olah
sangat menganggap remeh terhadap serangan
lawan. Dengan gerakan yang sangat
cepat ia melemparkan goloknya ke
udara. Namun secepat kilat ia berkelit ke samping sehingga sambaran permadani
lawan hanya mengenai angin, sedangkan tendangan kaki kiri Husein ditangkisnya
dengan tangan kanannya.
Dengan gerakan kilat, pendekar Betawi ini memutar badan, lalu menghantam
punggung Husein dengan tangan kiri.
"Buk!" Gerakan Mat Caplang yang sangat cepat dan tak terduga-duga
membuat Husein tidak sempat mengelak.
Punggungnya dengan telak dihantam,
membuatnya terdorong mundur.
Tepat ketika ia mendaratkan
kakinya di tanah, Mat Caplang menangkap goloknya dengan dua jari
tangannya. Sungguh merupakan gerakan yang sangat cepat, jitu dan indah.
Diam-diam Husein harus mengaku kagum melihat gerakan lawan. Dari situ dapat
dibayangkan betapa cepat dan tepatnya gerakan Mat Caplang. Padahal golok itu ia
lemparkan ke atas hanya sekitar
empat meter. Tetapi waktu yang sangat singkat itu telah digunakan Mat
Caplang melakukan tiga gerakan
mengelak dan menyerang.
Sebelum Husein sempat mengatur
kuda-kuda, Mat Caplang sudah menerjangnya kembali. Tubuhnya melayang
dengan posisi tegak lurus sehingga
mirip patung manusia yang dilemparkan.
Namun sewaktu sudah dekat ke tubuh
lawan, hampir secara berbarengan Mat Caplang menggerakkan kedua tangan dan kedua
kakinya. Kembali Husein dibuat sangat
terkejut. Ia memutar permadaninya
sambil berkelit ke kiri dan ke kanan.
Namun tendangan kaki kanan lawan tetap saja menghantam bagian pinggangnya.
Akibatnya, tubuh pendekar Irak itu
terdorong jauh ke belakang. Sedangkan patung Ratu Shima telah terlempar dari
saku jubahnya. Melihat patung itu menggelinding
di tanah, Husein segera menerkamnya tanpa perduli akan keselamatannya.
Tetapi rupanya. Mat Caplang pun segera lupa diri setelah melihat patung itu.
Apalagi saat melihat Husein menerkamnya. Ia pun tak mau terlambat dan
segera berbuat hal yang sama.
Demikianlah kalau hati benarbenar sudah terpaut kepada suatu
benda, seseorang bisa lupa suatu
tindak terbaik yang seharusnya ia
lakukan. Seperti Mat Caplang misalnya, jika ia bisa berpikir tenang, ia pun
tentu tidak akan ikut-ikutan menerkam patung
Ratu Shima. Ia bisa
memanfaatkan kesempatan
itu untuk melancarkan serangan mautnya yang
hampir dapat dipastikan tidak akan dapat dielakkan Husein, karena
perhatian lawannya itu benar-benar
terpaut kepada patung emas. Tetapi
sayang, pendekar Betawi itu pun tidak dapat menguasai diri.
Kedua pendekar itu pun bergulat
di tanah, sambil berusaha saling
mendahului meraih patung Ratu Shima.
Tubuh Husein berada di bawah,
tertindih tubuh Mat Caplang. Tetapi pendekar Irak itu tetap saja kurang
menyadari bahwa ia sedang bertarung dengan lawan tangguh.
Lain halnya dengan Mat Caplang,
yang rupanya segera menyadari
ketololannya. Sewaktu melihat tubuh Husein dengan posisi menelungkup
berada di bawahnya, ia menjadi girang.
Sambil mengerahkan tenaga dalamnya, ia menghantam punggung Husein.
"Waakh...!" Husein menjerit.
Seisi dadanya terasa terguncang karena kuatnya pukulan itu.
Sehabis menjerit, dari mulutnya
tersembur darah segar bercampur darah kental kehitam-hitaman, pertanda bahwa ia
telam menderita luka dalam yang
cukup parah. Setelah menggodam punggung lawan
Mat Caplang berhasil melampaui lomba itu. Tubuhnya merangsek dengan posisi
merangkak, siap meraih patung Ratu
Shima. Tetapi ketika pendekar Betawi itu
baru saja memegang patung Ratu Shima,
tiba-tiba sebuah kaki menginjak tangan kanannya dengan sangat kuatnya, sehingga
tangannya menjadi remuk
berlumuran darah. Mat Caplang menjerti kesakitan sambil menarik tangannya.
Ketika ia mengangkat wajah, matanya terbelalak hingga kelihatan seperti hendak
meloncat keluar. Saking
terkejutnya, ia menjadi lupa akan rasa nyeri di tangannya.
Di hadapannya kini berdiri
seorang gadis cantik dengan rambut
terurai panjang. Tetapi bukan
kecantikan wanita itu yang membuat Mat Caplang bagaikan terpukau, melainkan
karena tubuhnya yang telanjang bulat, tanpa sehelai benang pun menutupinya.
Anehnya lagi, sekujur tubuh itu
dihiasi tatto (rajahan) dengan kombi-nasi warna yang sangat kontras, berupa
garis-garis yang
dibuat melingkarlingkar. Seperti tidak sadar, Mat Caplang
melirik selangkangan wanita itu.
Astaga! Kemaluannya pun dihiasi tatto pula, demikian pula sepasang payuda-ranya
yang montok. Wanita bertatto itu mengait patung Ratu Shima dengan kaki kirinya,
kemudian menendangnya hingga melayang ke tangan kanannya.
Husein pun terpana, bahkan sempat
mengira dirinya sedang bermimpi.
Seumur hidup, ia belum pemah melihat wanita seperti yang ada di hadapannya
sekarang. Jangan-jangan ini setan,
pikirnya. Tetapi sebagai orang yang berpengalaman dan bahkan menguasai
ilmu hitam pula, ia segera dapat
memastikan bahwa wanita itu adalah
manusia biasa. Tanpa sadar, mulut Mat Caplang
dan Husein ternganga menyaksikan
lekuk-lekuk tubuh yang sangat indah itu. Bagaimanapun juga, kedua pendekar itu
adalah laki-laki biasa, yang
sedikitnya pasti terpengaruh melihat tubuh wanita yang sangat cantik dalam
keadaan bugil. Dan kedua, kedatangan wanita bertatto itu pun sangat tiba-tiba,
bagaikan angin saja, mendadak sudah ada di hadapan mereka.
Siapakah sebenarnya wanita bertatto itu" Pembaca tentunya masih ingat pada kisah terdahulu tentang
seorang gadis yang tubuhnya telanjang bulat, penuh tatto. Itulah dia
Setyatun, tokoh kedua yang merebut
patung Ratu Shima.
Seperti telah diceritakan sebelumnya, patung Ratu Shima ditemukan Si Tolol, ketika bocah berkepala botak itu
hendak melubangi bumi yang melalui mimpinya diketahui berbentuk bulat.
Tapi patung emas itu kemudian dirampas Prawiro. Sewaktu hendak melarikan
diri, lelaki itu dicegat Setyatun dan dalam satu gebrakan saja maka tamatlah
riwayatnya. Namun rupanya, wanita
bertatto itu belum bernasib mujur,
karena tanpa disengaja patung emas
Ratu Shima jatuh ke tangan Raden Bei Kiduling Pasar.
Sejak kehilangan patung itu,
Setyatun yang kelak akan terkenal
dengan julukan Dewi Tatto, berkelana di segenap lereng gunung Muria. Dengan
kesaktiannya yang sangat tinggi, ia berkelebatan ke sana ke mari untuk
mencari orang yang melarikan patung Ratu Shima.
Tadi ketika sedang berlari-lari,
ia mendengar suara orang berkelahi.
Setyatun segera meloncat ke arah suara itu. Alangkah gembiranya hati wanita itu
melihat dua pendekar sedang
bergulat memperebutkan patung Ratu
Kalingga. Tetapi menjadi cemas,
melihat salah seorang di antaranya
sudah hampir berhasil mengambil patung itu. Maka tanpa berpikir panjang lagi,
Setyatun segera meloncat bagaikan
terbang dan langsung menginjak tangan Mat Caplang.
"Patung Ratu Shima ini lebih aman jika berada di tanganku. Kalau kalian semua
bermaksud memilikinya, aku
justru hendak memusnahkannya. Persetan dengan barang ini!" kata Setyatun sambil
menatap Mat Caplang dan Husein bergantian.
"Kau.... Siapa kau...?" tanya Mat Caplang tergagap-gagap.
"Huh, lelaki busuk seperti kalian tak perlu mengetahui siapa aku. Tetapi sekali
lagi kuperingatkan, kalian
jangan coba-coba berusaha merebut
patung ini kembali kalau kalian masih sayang nyawa. Sekali kalian muncul di
hadapanku, maka saat itu juga kalian akan
masuk kubur. Nah, selamat
tinggal!" Sehabis berkata begitu, tubuh wanita bertatto itu melesat
bagaikan anak panah dan hanya dalam sekejap saja sudah lenyap dari
pandangan mata Husein dan Mat Caplang.
"Setan mana lagi dia?" tanya Husein
sambil bangkit berdiri.
Wajahnya tampak masih pucat, karena luka dalam yang dideritanya akibat
pukulan Mat Caplang tadi.
"Dia bukan setan! Kaulah setan!"
"Luar biasa! Cantik tapi
telanjang bulat Sekujur tubuhnya penuh tatto dan ilmunya pun tinggi. Entah siapa
sebenarnya wanita itu," kata Husein tanpa memperdulikan makian Mat Caplang.
"Dialah Dewi Tatto, kalau lu
pengen tahu," tukas Mat Caplang seolah-olah sudah kenal baik dengan Setyatun.
"Oh, jadi kau sudah pernah ketemu dengannya?"
"Ah, diam lu! Gara-gara lu gue kagak jadi ngambil itu patung. Gue
embat juga jidat lu, sialan!"
"Jangan kira hanya kau saja yang merasa kehilangan. Bukankah tadi aku yang
duluan membawanya?"
"Nasib kita hari ini memang
sial." "Kalau begitu selamat berpisah, kawan. Barangkali nasib kita memang lagi apes.
Tapi suatu saat nanti
mungkin nasibku akan lebih mujur"
"Heh, gue bilang sama lu ye!
Sekali lagi ketemu ame gue, jangan harap masih bisa hidup. Gue kagak
bakal kasihan ame lu. Tapi ntar...."
Mat Caplang tidak meneruskan
ucapannya, karena Husein sudah meloncat pergi dari tempat itu. Mat
Caplang pun segera meloncat, melesat cepat ke arah yang berlawanan.
* * * 3 Sementara itu, Jaka dan Si Tolol
sudah sampai di rumah Pak Cokro.
Lelaki tua itu menghentikan pekerjaannya, ketika Jaka menghampirinya. Ia
mengerutkan kening, sehingga kerut
merut di dahinya tampak semakin nyata.
Di wajah yang sudah tua itu
terpancar sedikit rasa kecewa karena Jaka datang terlambat. Dan itu ter-bukti
pula dengan kata-katanya yang bernada teguran.
"Habis dari mana kau, Jaka" Gini hari baru datang?"
Jaka tersenyum untuk menutupi
rasa tak enak di hatinya. Memang ke-marin orang tua itu sudah berulangkali
mengatakan agar Jaka datang lebih
cepat, karena ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan. Tetapi sekarang,
Jaka justru datang terlambat.
"Maafkan, aku terlambat datang, Ki. Aku bangun kesiangan," ujar Jaka terus
terang. "Kau bawa bocah, siapa dia?"
tanya Pak Cokro sambil menatap Si
Tolol dalam-dalam.
"Dia seorang anak yang tidak
punya Sanak famili, Ki. Aku
menemukannya ketika sedang menuju ke sini. Katanya dia kesasar sampai ke sini.
Untuk sementara, biarlah ia
kuajak berteduh di rumahku."
"Baiklah kalau begitu. Tapi lain kali kau jangan terlambat lagi,
terutama kalau ada pesanan penting.
Ndoro Bei sudah berkali-kali datang kemari menanyakan pesanannya."
"Terimakasih, Ki! Barang pesanan itu sebenarnya sudah hampir selesai.


Si Tolol 5 Duka Lara Dewi Tatoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tinggal dibikin halus saja."
Selama kedua orang berbicara, Si
Tolol tak henti-hentinya menatap wajah Pak Cokro. Menurut penilaian anak itu,
Pak Cokro termasuk kakek galak.
Tubuhnya agak kurus, sedangkan jenggot
dan kumisnya yang dibiarkan tumbuh
panjang dan agak liar sudah semuanya memutih. Akan tetapi, naluri Si Tolol yang
sangat tajam membisikkan bahwa orang tua itu bukan orang jahat, seperti para
pendekar yang selalu
berusaha merebut patungnya.
"Barangkali kalian sudah lapar."
ujar Pak Cokro, "Sebaiknya kau ajak temanmu itu makan." Lalu kepada putrinya
Ronahyatun untuk menyediakan makanan untuk Jaka dan Si Tolol.
"Baik, Romo!" terdengar sahutan seorang gadis dari dapur.
"Nah, Jaka. Kebetulan masih ada nasi untuk kalian. Makanlah dulu
sebelum kerja."
"Terimakasih, Ki!"
Jaka menarik tangan Si Tolol
masuk ke dapur. Sementara Ronahyatun menyediakan nasi. Jemari tangan gadis itu
dengan lincah dan cekatan
bergerak. Diam-diam Si Tolol menelan air liur melihat gadis itu sedang
menyediakan makanan.
Dalam pandangan mata Si Tolol,
Ronahyatun merupakan gadis baik dan cantik jelita. Kulitnya kuning lang-sat,
sedangkan wajahnya yang berbentuk bulat telur itu tampak bersih dan
jernih. Sepasang matanya bening dan selalu bersinar-sinar, mencerminkan sikap
yang tabah dan keoptimisan dalam menghadapi perjalanan hidup. Rambutnya
yang hitam panjang dan agak
bergelombang jatuh berderai-derai
sampai ke puncak, menambah daya
tarikhya sebagai seorang gadis. Dari penampilannya yang sederhana terciptalah
suatu pesona yang sukar
dilukiskan, tetapi mudah dirasakan.
Melihat kedatangan Jaka tadi,
Ronahyatun menjadi gembira. Hatinya terasa berbunga-bunga. Tadi ia sudah cukup
lama menunggu kedatangan Jaka.
Dan ketika hari sudah hampir siang, dalam hatinya pun timbul kerisauan
bercampur rindu, karena mengira pemuda itu tidak akan datang hari itu.
Sebetulnya Ronahyatun dan Jaka
sudah lama saling menjalin hubungan cinta. Rasa cinta itu tumbuh dan
berkembang tanpa disadari, bagaikan kuncup bunga yang makin lama makin
mekar. Pertamanya, kedua insan itu
menganggap sesamanya adalah teman.
Tetapi ketika hubungan mereka makin akrab, karena Jaka memang setiap hari ke
rumah Pak Cokro, timbullah perasaan aneh, yang selama ini belum pernah
dirasakan. Mula-mula, Ronahyatun merasa
senang dan kagum kepada Jaka, begitu pula sebaliknya. Tetapi setelah itu,
terciptalah perasaan aneh dalam hati kedua remaja itu. Ada perasaan sungkan dan
malu jika mereka bertatapan atau berdekatan. Tetapi anehnya, keduanya
selalu saja ingin beradu pandang
setiap saat. Dan kalau kebetulan sinar mata mereka bertubrukan, maka bagaikan
sedang menatap matahari di siang
bolong, keduanya segera menunduk, atau mengalihkan pandangan matanya.
Jauh di lubuk hati Ronahyatun ada
gejolak perasaan ingin mengungkapkan perasaan aneh itu. Tetapi ia tak
pernah berani. Pada sisi lain, Jaka pun merasa demikian. Bahkan kemudian, ia
semakin sering merasa tak tahu
harus mengatakan apa kepada Ronahyatun. Pemuda itu mulai menyadari bahwa
kedalam hatinya telah menyusup racun yang selama ini belum pernah
bersentuhan dengannya.
Racun itu sering membuatnya termenung, sering membuatnya resah, sering membuatnya gugup
dan entah apa lagi. Dan yang lebih penting dari semua itu, ia ingin memiliki
Ronahyatun. Wajar jika pada hari selanjutnya
Jaka selalu dicekam keragu-raguan dan kecemasan. Ia selalu ingin mengungkapkan
gejolak perasaannya. Tetapi ia takut jika Ronah tidak mau
menanggapinya atau lebih sakit lagi kalau menertawakannya. Mau ditaruh
dimana nanti mukanya" Jika kekhawatirannya itu jadi kenyataan, rasanya tiada lagi keberanian baginya untuk tetap
bekerjasama dengan Pak Cokro.
Maka akan berantakan pulalah
kehidupannya. Untunglah pemuda itu memiliki
hati yang tabah, karena sejak kecil memang sudah terbiasa hidup prihatin.
Ia selalu ingat prinsip seperti yang sering dipesankan para orang tua bahwa baik
mengemukakan gejolak perasaan, daripada memendamnya terus-terusan
dalam hati. Biarpun misalnya, ia
terpaksa harus menerima resiko
kenyataan yang tak sesuai dengan
harapan. Suatu hari, Jaka mengungkapkan
perasaannya itu, setelah beberapa saat berjuang mati-matian menekan gejolak
kekhawatiran dalam hati. Ia menyatakan senang, sayang dan cinta kepada Ronah.
Lalu kemudian dengan ucapan yang
tersendat-sendat, ia melanjutkan bahwa demi Ronah, ia rela mengorbankan
apapun juga. Dan tentu saja semua itu dikemukakan dengan maksud agar gadis itu
pun memberikan jawaban.
Saat itu, Ronah memang tidak
mengatakan apa-apa, karena lidahnya terasa kelu dan kerongkongannya
bagaikan tersumbat. Banyak kata-kata yang bergejolak dalam dadanya. Tetapi tak
ada yang bisa keluar. Gadis itu terus diam. Diam dengan wajah bersemu merah dan
diam dengan tangan gemetaran serta dada bergetar tak karuan.
Itulah awal jalinan cinta asmara
di antara kedua insan remaja itu.
Permulaan dari tumbuhnya bunga mekar nan harum wangi. Dari kedua hati Jaka dan
Ronah tercipta pula benang kasih yang tak bisa dilihat dengan mata,
namun bisa dirasakan hati nurani insan ciptaan Tuhan.
"Silahkan makan," ujar Ronah sambil tersenyum manis. Ia memang
menghidangkan makanan di hadapan
kekasihnya itu serta Si Tolol.
"Terima kasih, Ronah!" kata Jaka, balas tersenyum.
Si Tolol tidak sempat lagi
mengucapkan apa-pa. Karena begitu
makanan terhidang di hadapannya,
langsung disambar dan dilahap dengan sangat rakusnya. Bocah itu memang
sudah sangat lapar dan karena ia memang agak terbelakang dalam hal
perkembangan pikiran, ia tak pernah tahu bersopan santun. Nasi yang masih panas
langsung saja dimasukkan ke mulut dan hanya dua tiga kali kunyah, segera pula
ditelan. Mulut anak itu mengeluarkan
suara berdecap-decap,
tulang rahangnya bergerak-gerak tidak beraturan, sehingga timbul kesan cara
makannya lebih mirip hewan daripada manusia.
"Jangan terburu-buru, Tong. Nanti keselek! Jangan khawatir, kalau
kurang, nanti bisa nambah lagi," kata Jaka yang
sejak tadi tak hentihentinya memperhatikan cara makan Si Tolol. Ronah yang duduk sekadar
menemani tamunya makan, juga tersenyum geli melihat tingkah Si Tolol. Sudah
kepalanya i;undul dan kelihatan lebih besar dari yang lazim, makannya begitu
lagi, pikir gadis itu.
Si Tolol hanya mengangguk-angguk
saja. Tetapi ia masih juga makan
seperti tadi. Jaka akhirnya diam saja sambil dalam hati mengharap agar anak itu
tidak sampai keselak.
Setelah mulai kenyang, maka Si
Tolol pun segera teringat akan
patungnya yang dikiranya, boneka
mainan itu. "Emph....! Kapan Akang mau
bikinin boneka itu?" tanya Si Tolol dengan terburu buru sehingga nasi dari
mulutnya berloncat an ke luar.
"Telan dulu tuh nasi kalau mau ngomong. Tentu akan segera kubikin setelah
selesai pesanan Ndoro Bei."
"Ndoro Bei siapa sih?" tanya Si Tolol seolah-olah tidak senang
mendengar nama itu.
"Dia orang yang sangat kaya di desa ini Pesanannya hari ini juga
harus selesai."
"Aku tak senang sama orang itu,"
kata Sil Tolol sambil lalu. Ia
sebenarnya belum pernah kenal Raden Bei Kiduling Pasar yang dikatakan
sebagai Ndoro Bei itu. Tetapi naluri
Si Tolol memang sangat tajam,
instingnya segera berbisik bahwa
lelaki kaya raya itu bukanlah orang baik-baik, melainkan, orang yang
sangat licik dan penuh akal busuk
serta mau bersenang senang di atas
penderitaan orang lain.
Sejak beberapa bulan terakhir
ini, lelaki yang giginya mencuat
keluar dan bentuknya mirip kampak,
jatuh hati kepada Ronah. Tetapi dia sangat penasaran karena gadis itu
sedikit pun tak mau bersikap manis padanya, bahkan dengan terang-terangan
mengatakan tidak suka padanya.
Walaupun sudah menyadari bahwa
Ronah tidak mau membalas maksud
hatinya, Raden Bei tetap saja tidak tahu diri. Ia malah semakin penasaran,
karena pada sangkanya hartanya yang melimpah ruah bisa menundukkan hati semua
wanita. Ia tidak pernah
memikirkan bahwa cinta tidaklah bisa dibeli
dan sama sekali tak bisa
dipaksakan. Hal itu terdorong pula oleh keberhasilannya menggaet lima
orang wanita yang semuanya kini jadi istrinya. Belum juga puas hati lelaki itu,
karena setiap kali melihat Ronah, maka segera pula bergejolak birahi
dalam dirinya. Melihat Ronah selalu bersikap
dingin, yang ditanggapi sikap yang
sombong, timbullah akal busuk dalam
benak Raden Bei. Dia meminta bantuan nenek tua Nyi Peri yang terkenal
sangat sakti untuk memelet Ronah.
Nenek tua yang terkenal sangat sakti itu setuju dengan syarat Raden Bei
harus mencari patung Ratu Shima dan memberikannya sebagai tebusan ramuan
obatnya. Pada waktu lalu, Raden Bei pergi
ke lereng gunung Muria untuk mencari patung emas itu. Secara kebetulan,
Dewi Tatto sedang bertarung dengan
Prawiro yang pertama kali merampas
patung itu dari tangan Si Tolol. Tanpa disengaja, patung itu terlempar dari
tangan Prawiro karena ditendan Dewi Tatto dan tepat jatuh ke hadapan Raden Bei.
Tanpa menunggu waktu lagi, lelaki kaya itu segera melarikan diri,
kemudian memberikan patung Ratu Shima kepada Nyi Peri.
Sekarang, Raden Bei Kiduling
Pasar sedang duduk
sendirian di rumahnya. Wajahnya yang mirip badut itu
tampak berseri-seri, sedangkan
bibirnya yang tebal dan hitam selalu dihiasi senyumman yang lebih mirip
seringai buas. Sebentar lagi si Ronah yang denok itu pasti dapat kupikat, kata
hati Raden Bei girang.
Ia kemudian meraih botol berisi
ramuan obat pelet yang diberikan Nyi Peri. Ramuan itu terdiri dari tiga
botol. Menurut pesan Nyi Peri, yang
satu dipakai sambil mandi keramas,
sedangkan ramuan botol yang ukurannya sedang untuk diminum. Botol ketiga
ukurannya lebih kecil, berisi ramuan untuk dipoleskan di alis mata, pelipis dan
di atas bibir. Dengan obat itu, jangankan si Ronah, putri Sultan pun akan
tergila-gila kepada Raden Bei
atau siapa saja pun yang memakainya.
Demikianlah pesan Nyi Peri tempo hari kepada Raden Bei.
Lelaki itu kemudian meletakkan
ketiga botol itu di atas meja, lalu berjalan mondar mandir dari ruang
depan sampai ruang belakang kemudian bolak balik lagi, sambil tak henti-hentinya
mengoceh sendirian.
"Sekarang hari masih siang benar, nanti kira-kira hampir beduk lohor aku mau
datang ke rumah Cokro ukir itu
untuk ketemu Ronahyatun," kata Raden Bei. Ia menyeringai lagi, sebab
sebetulnya pesanan ukirannya kepada Pak Cokro tak lebih dari sekadar
memperlancar niat busuknya. Ia tak
pernah mengerti tentang seni apalagi menghargainya, tetapi dengan cara
seperti itu, ia bisa menunjukkan
kekayaannya untuk mengambil hati kedua orang tua Ronah. Dan kedua ia akan
mempunyai kesempatan untuk bercakap-cakap dengan gadis itu.
Waktu jadi terasa sangat lambat
berputar bagi Raden Bei. Sudah hampir
tiga jam ia mematut-matut diri di
depan cermin. Setiap kali melihat
dirinya di dalam cermin, ia mereka
dalam dirinya masih ada yang kurang.
Ini kurang pantas, itu kurang pas
dan seterusnya. Tak mengherankan jika sudah lusinan pasang pakaian telah
dicobanya untuk memastikan mana yang paling cocok dan paling menarik.
Kadang-kadang ada penyesalan dalam
hatinya, kenapa sepasang matanya
selalu melotot hingga mirip jengkol, kenapa hidungnya lebar tapi pesek
hingga mirip sadel sepeda, kenapa
giginya lebar-lebar hingga mirip
kampak. Tetapi ia tidak menyesali
perutnya yang buncit walaupun itu
membuatnya mirip perempuan sedang
hamil. Akhirnya, hati Raden Bei menjadi
lega karena hari mulai sore. Ia telah siap berangkat ke rumah Pak Cokro. Ia
segera menghampiri mejanya. "Pesan Nyi Peri, kalau mau melangkah keluar pintu
harus menenggak air mujarab ini. Nah, sekarang tiba saatnya," kata Raden Bei
bicara pada dirinya sendiri. Lalu
sambil meraih botol itu, ia tertawa kegirangan: "Ronah, oh Ronah!
Kangmasmu pasti segera datang. Kau
pasti keedanan sama aku, Nduk!"
katanya. Raden Bei membuka tutup botol
itu, lalu perlahan-lahan mengangkatnya, siap menenggak. Tetapi mendadak sebuah tangan merampas botol itu
hingga berpindah tangan. Raden Bei
terkejut bukan main, dan lebih
terkejut lagi melihat siapa yang merebut botol berisi air mujarab, yang tak lain


Si Tolol 5 Duka Lara Dewi Tatoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak bukan adalah Nyi Peri
sendiri. Dengan seenaknya, wanita tua keriput itu menendang meja hingga
terjatuh, mendorong tubuh Raden Bei hingga terjengkang ke belakang.
Buru-buru Raden Bei bangkit
sambil menatap Nyi Peri dengan wajah pucat pasi.
"Astaga! Nyi.... Nyi.... Apa yang telah terjadi" Aku tak mengerti...."
kata Raden Bei tersendat-sendat.
Akan tetapi wajah Nyi Peri malah
tampak semakin beringas dan buas,
sehingga bulu kuduk Raden Bei
merinding melihatnya. Wanita tua dan kurus kerempeng itu menghentak-hentakkan
tongkat bengkok di tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya
masih mempermainkan botol berisi
ramuan obat. Sepasang matanya yang
dihiasi bulu memutih, mencorong tajam bagaikan memancarkan api.
"Kau tidak boleh minum obat ini, Bei!"
"Tapi.... Aku...."
"Diam! Kau harus menemukan patung itu kembali."
"Lha piye to, Nyi" Kan sudah
tanggap tangan mau bengi kae kok
jadi...." "Jangan banyak bacot! Patung itu lenyap lagi dicuri orang."
"Lha itu kan di luar perjanjian kita," protes Raden Bei dengan nada tak senang,
"Be... berarti Nyi Peri harus mengadakan perjanjian baru."
"Diam! Pokoknya kau mau si Ronah apa tidak?" Agaknya jiwa dagang dan sifat licik
yang ada dalam diri Raden Bei langsung bicara. Makanya dengan takut-takut ia
hendak menawarkan
perjanjian baru lagi agar ia dapat
memperolah keuntungan secara berlipat ganda. Namun Nyi Peri juga tak kalah
liciknya. Wanita tua itu tahu betul kelemahan I Raden Bei. Maka ia segera
mengancam tidak akan mau memberikan obat lagi kalau Raden Bei tidak setuju
mencari patung emas itu kembali.
"Aduh, kenapa jadi begini, Nyi?"
"Sudah kubilang kau jangan banyak bacot! Tahu sendiri nanti kalau aku
membatalkan semua perjanjian yang
pernah ada di antara kita."
"Baiklah, Nyi. Baiklah," ujar Raden Bei bersungut-sungut.
"Bagus! Kau memang pintar. Nah, obat yang sangat mujarab ini tidak
akan kuberikan padamu sebelum kau
mendapatkan patung emas itu kembali."
"Waduh, berabe punya urusan sama
orang sinting", pikir Raden Bei sambil
dalam hati memaki-maki.
"Heh, mengapa kau tidak menyahut, ya
kalau tidak" Kupotes lehermu,
tolol!" bentak Nyi Peri.
"Ya. Ya, Nyi. Akan kucari lagi patung itu sampai dapat!"
"Ingat, Bei. Sebelum kau
menemukan patung itu kembali, jangan harap bisa memiliki obat ini. Bahkan
mendekati si Ronah pun tidak bisa.
Pokoknya cari patung itu sampai dapat, lalu semuanya akan beres. Nah, selamat
bekerja. Aku mau pergi!" Dengan langkah tergesa-gesa, Nyi Peri
melangkah ke luar. Setibanya di depan pintu, ia segera meloncat sehingga
dalam sekejap telah lenyap dari
pandangan Raden Bei. Raden Bei
mengomel dan memaki-maki sendirian.
Tak terkatakan betapa kecewanya dia karena gagal kerumah Ronahyatun
sekarang. Padahal sejak tadi pagi ia sudah membayangkan betapa
indahnya nanti suasana pertemuannya dengan sang pujaan hati.
* * * 4 Sementara itu, di rumah Pak
Cokro, Jaka menekuni
pekerjaannya ukiran Raden Arjuna pesanan Raden Bei.
Kedua tangan pemuda itu bergerak
lincah dan cekatan, sementara Si Tolol sambil duduk bersila menunggunya.
Bocah itu tampak tidak sabaran,
terlihat dari sikapnya yang berulangkali menggaruk-garuk gundulnya biar pun
tidak gatal. "Kau tampaknya tidak sabaran
lagi, Tong. Sekarang rampunglah sudah ukiran yang dipesan Raden Bei Kiduling
Pasar. Semoga dia merasa puas. Memang susah meladeni kemauan Raden yang
terkenal rewel dan pelit itu," kata Jaka sambil mengamati hasil ukirannya,
gambar tokoh Raden Arjuna menaklukkan dewi-dewi cantik. Ukiran kayu jati itu
dibuat mirip gambar wayang, di mana seorang dewi jelita sujud di hadapan Arjuna,
mencerminkan sikap tunduk dan mau mempersembahkan segala yang
dimilikinya. "Ini gambar apa, Kang?" tanya Si Tolol.
"Ini gambar Raden Arjuna sedang menaklukkan dewi khayangan."
"Buat apaan gambar jelek begini?"
Si Tolol bertanya dengan sikap tolol pula.
"Ya, buat dipajang. Raden Bei
sudah berulang kali memesan ukiran
seperti ini. Mungkin dia ingin meniru perangai Lanang Sejati dari dunia
pewayangan ini. Lucu, bukan?"
"Tentunya Raden Bei itu orangnya jelek, yah" Eh, aku hampir lupa, Kang.
Bagaimana dengan bonekaku?"
"Tenanglah! Sekarang dari
sebatang kayu jati ini akan kuciptakan boneka yang sangat bagus untukmu."
"Cepat dong, Kang!"
"Yaa, kau harus sabar. Atau kau boleh tidur-tiduran
saja di situ sampai habis waktu kerja. Nanti kita pulang sama-sama," kata Jaka sambil
mempersiapkan pahat ukirnya.
Si Tolol segera duduk bersandar
tak jauh dari tempat kerja Jaka. Dan hanya sebentar kemudian, ia sudah
tertidur pulas. Suara dengkurnya mulai terdengar memenuhi ruangan itu. Jaka
sendiri sudah siap mengerjakan boneka yang diinginkan Si Tolol. Tetapi tiba-tiba
ia teringat bahwa ia belum tahu kira-kira bagaimana bentuk yang
diinginkan Si Tolol. Ia bermaksud
menanyakannya kepada Si Tolol. Tetapi bocah itu sudah tidur pulas.
Agaknya ia sangat kelelahan. Aku
tak ingin mengganggunya, kata hati Jaka. Tetapi kemudian, ia menjadi ragu
kembali. Sebab apakah ia harus
menunggu Si Tolol sampai bangun" Kalau begitu, sampai petang nanti bonekanya itu
tidak bakalan jadi. Tapi kalau dia kubangunkan, kasihan betul dia. Jaka semakin
kebingungan dan tanpa sadar menimang-nimang kayu jati itu.
Tiba-tiba kepala Si Tolol
mendongak ke atas sehingga dahinya
persis berhadap-hadapan dengan mata Jaka. Sesaat Jaka terpaku di tempat.
Alis matanya berkerut, karena sepasang matanya seakan-akan menembus ruang
rongga kepala Si Tolol dan menyaksikan sesuatu yang sangat aneh.
Jaka sungguh tak mengerti kenapa
tiba-tiba di dalam relung pikirannya muncul
sebuah bentuk patung yang
sangat indah. Bayangan itu berupa
patung seorang Ratu yang sangat cantik jelita, sedang mendekap kedua tangan di
dada. Sebenarnya itulah bayang
patung emas Ratu Shima. Tetapi karena Jaka sendiri belum pernah melihatnya ia
sedikit pun tak mengerti, selain berkata dalam hati bahwa patung itu sangat
indah. Dan ia pun tak tahu
bagaimana bisa terjadi dalam waktu
yang sedemikian cepatnya bisa melihat bayangan patung yang sangat indah.
Dan seperti disetir oleh kekuatan
gaib, Jaka bergerak menuju mejanya dan mulai mengerjakan sepotong kayu jati
menjadi sebuah patung sesuai bayangan yang dilihatnya barusan. Sekalipun
Jaka masih kebingungan karena kejadian barusan, ia malah bekerja jauh lebih
cepat dan cekatan. Mata pahatnya
bergerak cepat sekali namun tidak
sembarangan bergerak, melainkan
membentuk sebuah patung indah seperti bayangan yang terlihat oleh Jaka.
Memang ajaib kelihatannya, alam
pikir an berupa mimpi dari Si Tolol yang sedang tidur lelap bisa
dipindahkan ke alam pikiran Jaka,
sehingga ketika menatap dahi Si Tolol, Jaka melihat sebuah bayangan patung yang
sangat indah. Perpindahan yang aneh itu terjadi karena kekuatan
bathin Si Tolol yang tiba-tiba timbul dari bawah sadar.
Dalam waktu singkat, Jaka dapat
mewujudkan kayu jati itu berbentuk patung Ratu Shima walaupun masih agak kasar.
Hasil itu membuat Jaka merasa terheran-heran karena tidak mengira dirinya bisa
bekerja secepat itu.
Sebagai pengukir yang sudah ahli, ia dapat memperkirakan, biasanya untuk membuat
patung seperti itu sedikitnya harus memakan waktu dua kali lipat.
Sungguh luar biasa! Patung yang
kubikin ini sangat bagus. Tapi aku
masih tak percaya, kata hati Jaka
seolah-olah tak peercaya patung itu adalah bikinannya sendiri.
Matahari sudah hampir tenggelam
di ufuk Barat ketika Si Tolol
menggeliat bangun dari tidurnya. Bocah itu menguap sambil merentangkan kedua
tangan lebar-lebar.
Melihat itu, Jaka menjadi girang.
Ia ingin memperlihatkan patung
ukirannya yang sangat bagus. Anak itu pasti girang, pikirnya, lalu berseru:
"Hei, Tong! Coba lihat, boneka
yang kau minta sudah jadi. Kau pasti senang!"
Si Tolol bangkit berdiri. Tetapi
ia bukannya melangkah ke arah Jaka, melainkan keluar. Kedua tangannya
digerak-gerakkan kedepan sehingga
caranya berjalan seperii orang buta.
"Hei, hei, Tong! Sini kau.
Patungnya sudah jadi, nih!"
Tetapi Si Tolol terus melangkah
dan kinl sudah sampai di halaman rumah Pak Cokro. Sambil memegang patung yang
baru saja diukirnya, Jaka berlari
mengejar Si Tolol sambil berteriakteriak. Namun Si Tolol terus saja
berjalan tanpa menghiraukan panggilan Jaka. Pemuda itu menjadi penasaran dan
berlari ke hadapan Si Tolol dengan maksud
menghadang jalannya. Akan
tetapi alangkah terkejutnya ia melihat kedua mata Si Tolol masih terpejam
seperti ketika ia tertidur tadi.
"Hah" Dia... dia berjalan sambil tidur! Matanya terpejam!" teriak Jaka tanpa
sadar. Saking terkejutnya, Jaka sempat tertegun, sehingga Si Tolol
semakin jauh darinya.
"Oh, anak itu sudah jauh!" kata Jaka tersadar, "Tong! Tong....! Apa yang terjadi
pada dirimu" Ini
bonekanya, sangat bagus. Kau pasti
senang. Ah, dia diam saja. Apa dia
kesurupan setan gunung Muria" Oh, anak itu menuju ke gunung. Celaka!"
Jaka berlari mengejar Si Tolol.
Tangannya diulurkan hendak menangkap tangan Si Tolol. Tetapi tiba-tiba
tubuh Si Tolol melesat bagaikan
ditarik kekuatan gaib hingga melayang sampai ke atas tebing di pinggir desa.
Setelah kedua kakinya menginjak batu-batuan, tubuhnya melesat lagi bagaikan anak
panah. Jaka kembali dibuat terpukau,
seolah-olah tak percaya akan
penglihatannya sendiri.
"Astaga! Bagaimana
ia bisa meloncat setinggi dan secepat itu"
Dan... oh, dia benar-benar menuju
gunung Muria. Celaka, dia pasti telah kesurupan. Entah dosa apa yang telah
diperbuat anak itu," kata Jaka cemas.
Dalam pikiran Jaka, Si Tolol bisa
berlari dan meloncat bagaikan terbang pastilah karena pengaruh kekuatan roh
jahat. Ia tidak yakin Si Tolol
mempunyai kesaktian tinggi seperti
halnya pendekar, sehingga bisa berbuat demikian. Karena sangat khawatir akan
keselamatan anak itu, Jaka segera
berlari secepat mungkin untuk mengejar sambil berdoa dalam hati agar ia masih
sempat me nyelamatkan Si Tolol.
Memang penduduk di sekitar tempat
itu masih percaya bahwa di puncak
gunung Muria ada makhluk halus, yang setiap saat bisa merasuki roh orang.
Jika itu terjadi, berarti orang
tersebut akan mendapat kecelakaan,
karena selama ini hampir tidak ada
yang berhasil menyelamatkan diri jika sudah sempat dikuasai makhluk halus
penghuni gunung Muria.
Jaka terus berlari secepat
mungkin. Nafas pemuda itu mulai ngos-ngosan karena jalanan yang mendaki.
Namun ia terus memaksakan diri untuk berlari secepat-cepatnya sambil
sesekali berteriak dengan suara
terputus-putus.
Tiba-tiba kaki Jaka tersandung
batu. Sambil menjerit kesakitan,
tubuhnya tersungkur ke tanah. Kulit lutut dan telapak tangannya terkelupas dan
sedikit mengeluarkan darah Patung ukirannya terlempar beberapa meter.
"Oh, anak itu. Anak itu akan mati nanti. Aku harus mencegahnya...." Jaka bangkit
lagi tanpa memperdulikan rasa nyeri di lujutnya. Dipungutnya kembali patung
ukirannya, lalu
berlari mengejar Si Tolol ke puncak Kunung.
Sementara Si Tolol sendiri sudah
semakin jauh meninggalkan Jaka. Tidak menghe-rankan, karena anak itu memang
tidak berlari seperti Jaka, melainkan meloncat-loncat seperti bola karet.
Kadang-kadang, Si Tolol meloncat ke dahan-dahan pohon dengan gerakan yang sangat
ringan. Sebelum sampai ke puncak gunung,
ada sebuah jurang yang sangat dalam
yang din-dingnya terdiri dari batubatu cadas, berjarak sekitar enam
meter. Orang biasa tentu tidak akan ada yang mau meloncatinya. Tetapi
dengan enak saja, Si Tolol meloncat dari tepi jurang ke tepi yang satu
lagi. Lalu terus berlari hingga
akhirnya berhenti di depan sebuah gua.
Kedua mata Si Tolol masih
terpejam dan dengkurnya pun masih
terdengar jelas. Setelah terdiam
beberapa saat, tubuh anak itu bergerak lincah. Kedua kakinya terbuka lebar dan
ditekuk, sedangkan tangan kanannya dilipat ke dada dan tangan kiri
disilangkan secara tegak lurus di
depannya. Suatu kuda-kuda pembukaan sebuah jurus silat kelas tinggi. Sikap anak
itu memang seperti hendak mencari jejak musuh, atau seakan akan sedang mengintai


Si Tolol 5 Duka Lara Dewi Tatoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sesuatu. Sepasang matanya mencorong tajam ke mulut goa yang
gelap. * * * 5 Sementara itu, di dalam gua
tampak sesosok tubuh duduk bersila di atas sebongkah batu. Kedua tangannya
dilipatkan ke dadanya yang sedang
telanjang bulat. Tapi bukan hanya
dadanya, bahkan sekujur tubuhnya pun
tak ditutupi sehelai benang. Itulah dia Setyatun, atau yang dijuluki Dewi Tatto.
Di hadapan gadis itu terlihat
patung emas Ratu Shima. Seperti
diceritakan dibagian depan, Setyatun merampas patung itu ketika Mat Caplang dan
Husein sedang memperebutkannya.
Setelah itu, Setyatun langsung menuju puncak gunung Muria dan masuk ke dalam
gua. Apakah gerangan yang hendak
dilakukan gadis bugil itu" Apakah ia hendak mengambil surat wasiat berisi
rahasia kelanggengan tahta dan rahasia kecantikan yang ada di dalam rongga
patung Ratu Shima" Tidak! Dewi Tatto sama sekali tidak tertarik, tak ada niat
dalam hatinya untuk melihat surat wasiat itu, apalagi mempelajarinya
seperti yang sangat didambakan para pendekar.
Sekarang ia cuma ingin membuktikan sendiri apa memang betul ada
sesuatu di dalam rongga patung itu"
Dan dibagian mana rongga tempat
penyimpanannya. Itulah makanya Dewi Tatto duduk bersemedi untuk melihat keadaan
di dalam patung itu melalui mata bathinnya. Selang beberapa saat kemudian, ia
merasakan getaran-getaran halus yang bergema dari dalam tubuh patung Ratu
Kalingga. Segera ia menghentikan semedinya.
Sekarang ia sudah dapat memastikan
bahwa memang benar, bahwa dalam patung emas itu terdapat rongga yang
menyimpan beberapa benda tipis dan
ringan seperti daun-daunan kering. Ia menduga benda itu adalah daun lontar
berisi surat wasiat Ratu Shima.
Perlahan-lahan, ia meraih patung
emas itu, lalu meraba-rabanya dengan seksama. Benar dugaannya, di bagian kaki
patung itu seperti terdapat
sambungan. Mungkin dapat dibuka, pikir Dewi Tatto dan hendak membukanya.
Setelah itu, ia bermaksud memusnahkan patung Ratu Shima.
Ya, Dewi Tatto betul-betul ingin
memusnahkan patung emas itu. Karena selama ini ia telah melihat bahwa
banyak sekali pendekar yang memperebutkannya. Ia tak ingin seorang pun mengambilnya dengan maksud kepentingan
pribadi atau golongan. Ia sangat benci pada orang yang sangat berambisi
mencapai sesuatu tetapi dengan cara menghancurkan orang lain. Justru
itulah Dewi Tatto bermaksud memusnahkan patung Ratu Shima, karena
menurut penglihatannya patung itu
telah membuat perangai para pendekar menjadi busuk dan kejam.
Salah satu contoh yang dilihat
dengan mata kepalanya sendiri, adalah perbuatah Prawiro beberapa waktu lalu.
Saat itu Si Tolol baru saja menemukan
patung Ratu Shima dari dalam tanah
yang digalinya. Dengan menggunakan
seutas tali, Prawiro merampas patung itu dan kemudian mengubur Si Tolol hiduphidup di dalam lubang yang
digalinya sendiri. Alangkah kejamnya.
Gara-gara patung itu, Prawiro sampai hati mengubur seseorang tanpa menaruh
sedikit pun rasa kasihan. Sungguh
keterlaluan! Saat itu, sebetulnya Dewi Tatto
sangat menyesal, tetapi karena mengira Si Tolol pastilah sudah mati, ia pergi
begitu saja setelah membunuh Prawiro.
Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Si Tolol bisa menyelamatkan diri.
Menurut perkiraan dan keyakinan
Tiga Naga Sakti 4 Jodoh Rajawali 08 Bunga Penyebar Maut Bangkitnya Pandan Wangi 1

Cari Blog Ini