Ceritasilat Novel Online

Tikam Samurai 10

Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik Bagian 10


Tokugawa memegang janjinya untuk takkan mengganggu Kenji, Hanako dan adiknya" suara Si Bungsu
terdengar lagi. Tokugawa berjalan ke depan. Di samping Si Bungsu ada sebuah meja kecil dimana terletak sebuah kendi
porselin putih. Tokugawa menurunkan porselin itu. Kemudian tiba-tiba dari balik kimononya dia mengeluarkan sebilah
samurai pendek. Dia memberi isyarat. Seorang pelayan bergegas membawa sehelai kain putih.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 208
Dia meletakkan tangan kirinya di atas kain putih itu. Lalu menghunus samurai pendeknya. Dia menatap
pada Si Bungsu. Menatap pada 20 anggotanya yang memandang padanya dengan kaget. Ke 20 anggota
pimpinan Jakuza itu tiba-tiba berlutut.
Si Bungsu tak mengerti apa yang akan diperbuat pimpinan Jakuza ini.
Dan tiba-tiba sekali, tangan Tokugawa bergerak cepat. Samurai ditangan kanannya memutus kelingking
kirinya! Kelingking yang putus itu dia bungkus dengan kain putih. Dan tangan kirinya segera dibalut dan diberi
obat oleh pelayannya. Tokugawa mengambil kelingkingnya yang telah putus yang terbungkus kain putih itu. Dia berjalan
menghampiri Si Bungsu. Si Bungsu benar-benar kaget. Dia tak mengerti, bahwa yang dilakukan Tokugawa
sebentar ini adalah sumpah seorang samurai.
Dalam hal-hal yang muskil, bila seorang samurai sejati bersumpah, sebagai tanda bahwa sumpahnya itu
takkan pernah dimungkiri, maka mereka memotong kelingking.
Dan ke 20 pimpinan Jakuza di Tokyo yang hadir itu menjadi maklum, bahwa sumpah Tokugawa
terhadap anak muda ini, untuk tidak mengganggu keluarga Hannako adalah sumpah yang tak boleh siapapun
melanggarnya. Dengan pemotongan kelingking itu, maka Hannako dan saudara-saudaranya, sepenuhnya berada di
bawah lindungan Tokugawa. Siapapun yang mengganggu, tak peduli dia anggota Jakuza atau tentara Amerika
sekalipun, maka Tokugawa akan tegak di depan sekali membelanya.
"Ini bahagian tubuhku, kuberikan padamu sebagai bukti bahwa janjiku adalah janji samurai. Siapapun
yang mengganggu Hannako dan saudaranya akan berhadapan denganku?"
Tokugawa mengulurkan kain putih yang berdarah itu. Si Bungsu tertegun. Kaget, heran dan takjub
bercampur baur dihatinya. Juga perasaan terharu.
"Jika aku mati sekalipun dalam pertarungan ini, saya takkan kecewa. Saya berterimakasih atas kebaikan
hati Tokugawa bersedia melindungi Hannako dan saudara-saudaranya?"
Berkata begini, anak muda dari Gunung Sago di Minangkabau itu membungkuk dalam-dalam dan
menerima kelingking yang telah putus itu. Dia memasukkannya ke kantong baju.
"Domo arigato gozaimasu?" katanya sambil sekali membungkuk dalam-dalam. Tokugawa membalas
membungkuk. Dan ketika mereka bertatapan, Si Bungsu melihat di sudut mata lelaki tua gagah kepala komplotan
bandit itu, berlinang air mata.
Ada sesuatu yang membuat Tokugawa terharu atas sikap anak muda itu. Yaitu keinginannya untuk
membela orang lain tanpa memperdulikan keselamatan dirinya.
Orang yang dia bela itu adalah orang Jepang yang dianiaya oleh orang Jepang sendiri.
Dan dia berani datang ke Jepang ke sarang harimau sendirian demi membela anak-anak Jepang yang
teraniaya. Usahkan memikirkan, malah orang-orang Jakuza yang menyebar bencana dan kesulitan di tengah orangorang Jepang yang jelas telah sengsara.
Kini, ada orang lain, entah siapa dia, entah darimana datangnya, yang mau mengorbankan nyawanya
demi membela anak-anak yang tertindas itu. Inilah yang membuat Tokugawa terharu.
Dia menitikkan air mata, sesuatu yang tak pernah dia lakukan selama hidupnya.
Tokugawa lalu berbalik, berjalan ke arah tempat dia tegak tadi.
"Nah, dengan apa engkau akan menantang Kawabata?" tanya Tokugawa.
"Terimakasih atas kesempatan ini. Saya memiliki sebuah samurai dan mengetahui sedikit cara
mempergunakannya. Saya dengar Jakuza mahir mempergunakan samurai. Maka saya berharap Kawabata mau
memberi pelajaran pada saya dalam hal ini.."
Ucapan anak muda ini jelas merendahkan diri. Tapi hal itu justru mengundang rasa kaget dan kagum
dihati Tokugawa dan seluruh pimpinan Jakuza Tokyo padanya. Seorang asing, anak muda yang berusia sekitar
28 tahun, menantang Kawabata yang kemahirannya bersamurai diantara anggota Jakuza Tokyo terkenal
sangat tinggi. Tokugawa menoleh pada Kawabata. Kemudian terdengar suaranya berbegu dingin :
"Sudah kukatakan beberapa kali pada kalian. Jangan mengganggu gadis Jepang. Jangan mengganggu
anak-anak yatim. Ternyata kalian tak menjalankan perintahku. Kawabata, engkau harus melayani tantangan
anak muda ini. Kalau engkau mati, maka persoalan selesai di sana. Tapi kalau engkau menang dan tetap hidup,
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 209
maka peradilan organisasi terhadap kesalahanmu seperti yang dilaporkan anak muda ini akan dilanjutkan.
Bersiaplah!" Tak ada yang bisa diperbuat Kawabata selain membungkuk dalam-dalam memberi hormat. Tokugawa
adalah pimpinan Jakuza yang disegani di seluruh Jepang. Dia memang tidak pimpinan Jakuza tertinggi. Dia
menduduki rangking ke 2 dalam urutan kepemimpinan Jakuza.
Tapi meski di urutan ke 2, Tokugawa adalah orang yang tak bisa dilewatkan begitu saja dalam oragnisasi.
Dia memimpin Jakuza Tokyo. Dan kota ini adalah kota ke 2 di Jepang setelah Kyoto. Kini sejak perang dunia ke
2 berakhir, maka Tokyo justru menjadi kota pertama di Jepang.
Posisinya ini, ditambah dengan wibawa dan kemahirannya serta nama besar keluarga Tokugawa,
membuat dia seorang yang amat disegani. Malah dalam pemilihan pimpinan pusat di musim semi yang akan
datang. Tokugawa disebut-sebut sebagai calon pimpinan yang tangguh.
Meski kerjanya memimpin komplotan bandit, namun Tokugawa orangnya sportif dan berbudi. Aturan
organisasi dia jalankan dengan ketat. Tak sembarang anggota boleh membunuh atau memeras atau maling
sesukanya. Ada aturan. Dan kalaupun ada anak buahnya yang melakukan semua hal itu, seperti Kawabata memperkosa Hanako,
atau seperti Kawabata yang memeras di terowongan bawah tanah, maka itu adalah semacam ekses daripada
ketidak disiplinan pimpinan bawahannya seperti Kawabata.
Untuk melawan Tokugawa" Amboi mak, minta ampunlah. Semua anggota Jakuza sangat kenal siapa
Tokugawa ini. Namanya saja sudah Tokugawa. Suatu klan yang melahirkan jago-jago samurai di seluruh tanah
Jepang. Suatu klan keluarga yang mula pertama memperkenalkan senjata tradisional Jepang itu kepada
manusia ribuan tahun yang lalu.
Dan Tokugawa ini termasuk seorang dari empat atau lima belas orang pemakai samurai tersohor di
Jepang saat ini. Itulah kenapa sebabnya Kawabata atau dedengkot-dedengkot Jakuza lainnya tak berani
membangkang terhadap putusan Tokugawa.
Dan itu pula sebab kenapa Kawabata terpaksa harus melayani tantangan Si Bungsu. Meskipun
sebenarnya dia ingin anak buahnya saja yang menyudahi Si Bungsu. Namun dia juga bersykur bahwa dia yang
diperintah untuk menghadapi anak muda asing ini.
Dengan demikian dia bisa membalaskan sakit hatinya pada anak muda yang telah membunuh lima
anggotanya dan mencelakai seorang dengan memutus tangannya.
Dia segera maju ke tengah rumah setelah menghormat pada Tokugawa. Yang lain pada membuat
lingkaran di sekitar dinding. Bagian tengah rumah besar itu kini terluang.
Kawabata membuat semacam acara tradisional di tengah ruangan. Kemudian seorang pembantunya
mengantarkan padanya sebilah samurai.
Samurai itu sebilah samurai panjang. Bergagang coklat seperti dari kulit kelas satu.
Dipangkal gagangnya ada jumbai kuning keemasan. Sarungnya di ujung dan di pangkalnya dibalut
ukiran kuning keemasan pula. Bukan kuning keemasan, balut sarung samurainya itu yaitu balut ujung dan
pangkalnya memang terbuat dari loyang emas murni.
"Nah, anak muda bersiaplah": Tokugawa memperingatkan. Kawabata telah menghunus samurainya. Si
Bungsu sendiri memperhatikan upacara yang dibuat Kawabata tanpa berkedip. Tanpa emosi dan tanpa
ekspresi. Aneh, dia melihat segalanya sebagai sebuah hal yang lumrah. Sebagai sesuatu yang tak patut untuk
diherankan apalagi untuk ditakuti. Bukankah dia sendiri yang datang dan menghendaki peristiwa ini"
Dan Kawabata kini mulai melangkah perlahan. Merendah sambil memegang samurai dengan kedua
tangannya. Langkah bergeser di lantai. Dan tiba-tiba Si Bungsu teringat pada perkelahiannya dengan Letnan
Kolonel Akiyama di Bukittinggi dahulu.
Langkah kaki Kawabata persis langkah Akiyama. Bergeser perlahan dengan kuda-kuda lebar. Mata lurus
menatap pada lawannya. Tangan kukuh memegang samurai.
Tokugawa menatap dengan tenang pada kedua orang ini. Terutama perhatiannya tertuju pada Si
Bungsu. Ke 19 orang pimpinan Jakuza daerah Tokyo dan sekitarnya itu juga memandang anak muda itu. Mereka
mulai ragu. Apakah anak muda ini benar-benar pandai mempergunakan samurai atau memang benar-benar
ingin belajar seperti yang dia katakan tadi"
Kalau dia ingin belajar, maka pelajaran yang akan dia terima dari Kawabata sesungguhnyalah pelajaran
yang paling akhir dan paling pahit. Yaitu kehilangan kepala dan nyawa.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 210
Jarak mereka hanya tinggal sedepa setengah. Dalam jarak begini sebuah serangan kilat sudah bisa
mematikan lawan. Kawabat sudah benar-benar dalam keadaan sempurna siaga. Tapi anak muda itu masih
tegak dengan santai. Matanya saja yang nanap melihat Kawabata. Tapi selain matanya yang mirip mata elang itu, tak ada
tanda-tanda bahwa dia akan bertempur.
Kakinya masih terpentang lebar menghadap lurus ke depan.
Tangan kirinya masih tergantung biasa memegang "tongkat" usangnya itu. Tangan kanannya masih
tergantung lemah seperti tak bertenaga. Tubuhnya diam tak bergerak. Malah yang bermata tajam dapat melihat
bahwa dia sebenarnya tak bernafas sejak Kawabata melangkah mendekatinya tadi. Dia telah menghirup nafas
panjang perlahan, menahannya di rongga dada. Mengeluarkan sedikit. Kini menahannya penuh.
Yang kaget bukan main melihat situasi ini adalah Tokugawa. Dia kaget luar biasa. Dia sudah bisa dengan
pasti mengatakan siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam pertarungan ini. Pasti sudah!
(56) Dan dia ingin melihat kekalahan dan kemenangan itu berlangsung dengan pasti. Akan dia perhatikan
setiap gerak kedua orang ini dengan cermat.
Dan saat itulah Kawabata melakukan serangan yang amat cepat. Serangannya tertuju pada dua arah
dengan dua kali hayunan cepat.
Yang pertama menghantam kaki yang tegak sejajar itu. Ada dua kemungkinan. Kalau anak muda itu
cepat, maka dia akan melompat tinggi. Dan saat itulah Kawabata akan menyerang bahagian kepalanya. Yaitu di
saat dia melompat tersebut. Ini adalah tipuan yang berbahaya. Dan Kawabata tersohor dengan serangan
tipuannya ini diantara para samurai.
Namun anak muda itu tak menggerakkan kakinya sedikitpun untuk melompat. Tahu-tahu samurai
Kawabata membentur samurai Si Bungsu di bawah. Bunga api memercik!
Kawabata melanjutkan serangannya yang kedua, membabat kepala. Serangannya bukan main cepat.
Namun Si Bungsu adalah orang yang ditakdirkan untuk menjadi seorang samurai yang mahir karena nasib.
Begitu tangan Kawabata membabat ke atas, kaki kanannya melangkah ke depan. Tubuhnya merendah
dengan cepat dan samurainya memintas di bawah rusuk Kawabata.
Cresss! Kawabata tersurut. Kejadian itu amat cepat. Tak seorangpun yang melihat bagaimana anak muda itu
menyerang. Mereka hanya melihat anak muda itu menjatuhkan dirinya di atas lutut kiri. Hanya itu!
Dan tiba-tiba mereka berseru kaget, karena mereka melihat darah menetes ke lantai dari rusuk kanan
Kawabata! Kawabata sendiri bukan main kagetnya. Dia menatap anak muda itu. Dan anak muda itu sudah tegak
lagi seperti tadi dan samurainya entah sejak kapan sudah tersarung lagi dalam sarangnya.
Dia tegak dengan tangan kiri memegang samurai dan tangan kanan kosong melompong. Mereka semua
seperti berhenti bernafas takkala Kawabata maju lagi.
Darah terus mengalir dari lukanya yang cukup lebar. Tiba-tiba Kawabata memekik dan menyerang
bertubi-tubi ke arah anak muda itu.
Anak muda itu tiba-tiba berputar dan ketika berbalik, samurainya bekerja.
Tiga babatan di bahagian atas. Kawabata berusaha menangkis. Tiga babatan di atas, di tengah dan di
bawah! Kawabata berusaha menangkis dan mengelak.
Benar-benar luar biasa. Kawabata yang tadi menyerang kini dipaksa untuk bertahan dan bergerak
mundur. Sebuah sabetan cepat ke tengah. Kawabata melompat dua tindak ke belakang! Nafasnya terengah!
Dan di ujung sana, Si Bungsu tegak seperti posisinya tadi. Persisi! Tak berobah sedikitpun. Tegak dengan
kaki terpentang, tangan kiri memegang samurai yang tersarung dalam sarungnya, dan tangan kanan kosong
serta merta menatap lurus ke depan!
Peluh tidak hanya membasahi punggung Kawabata. Tapi juga membasahi tubuh ke 19 anggota Jakuza
yang lain. Mereka belum pernah melihat pertarungan samurai sehebat dan seaneh ini.
Orang asing ini jelas bergerak tanpa mepergunakan kuda-kuda samurai. Tapi gerakannya hanya
malaikat saja yang tahu betapa cepatnya.
Dan diantara semua orang itu, hanya ada tiga orang yang tahu dengan persis, bahwa sebenarnya
Kawabata sudah sejak tadi harus mati. Tapi dia sengaja dipermainkan.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 211
Ketiga orang yang tahu dengan pasti itu adalah Si Bungsu yang sengaja mempermainkan Kawabata.
Kemudian Tokugawa dan Kawabata sendiri. Si Bungsu sudah dapat menaksir sampai dimana kecepatan orang
ini. Karena itu dia ingin menghajarnya atas perbuatan yang dia lakukan atas diri Hannako.
Sebenarnya dalam gebrakan pertama tadi, dia sudah bisa membunuh Kawabata.
Tiba-tiba Kawabata menggeram dan maju lagi. Dan kali ini, Si Bungsu bergerak cepat.
Ketika Kawabata maju, dia bergulungan di lantai. Lompat tupai. Kawabata menghindar kekiri sambil
membacok rendah. Namun anak muda itu melenting tegak tiba-tiba. Dan sret!!!
Kimono Kwabata di bahagian punggung belah dua! Punggungnya tersingkap dan belah mengalirkan
darah! Terdengar seruan tertahan dari para anggota pimpinan Jakuza itu.
Tokugawa memandang tak berkedip. Bagaimana bisa seorang yang memegang samurai amat panjang
bergulingan di lantai, kemudian menyerang" Bergulingan dengan memegang samurai itu saja sudah suatu
pekerjaan yang amat berbahaya.
Salah-salah mata samurai itu bisa melukai muka atau perut ketika bergulingan. Gerak atau jurus seperti
itu tak pernah dikenal oleh para samurai Jepang bahkan nenek moyang Tokugawa sendiripun!
Kawabata menyerang lagi. Tapi tiga buah sabetan cepat menantinya. Pahanya terbusai. Tangannya yang
memegang samurai putus hingga siku. Dan perutnya robek!
Kawabata jatuh berlutut. Si Bungsu tegak didepannya dengan samurai telah masuk ke sarungnya!
Suasana benar-benar sepi. Di luar salju turun seperti kapas. Di dalam darah mengalir seperti kran yang terbuka
sumbatnya. Ke 19 anggota Jakuza Tokyo yang ada dalam ruangan itu jadi pucat melihat kejadian tersebut. Andainya
Tokugawa tak berjanji untuk melindungi Hannako, maka mereka sendiripun kini takkan mau ambil resiko
mengganggu gadis itu. Dengan anak muda yang kecepatan samurainya seperti iblis ini yang melindungi Hannako, siapa yang
bakal berani mengganggu" Bah, lebih baik cari kerjaan lain daripada mendekati orang begini, pikir mereka
kecut. "Bunuhlah saya?" Kawabata berkata perlahan dengan suara yang melemah.
"Saya bukan pembunuh?" Si Bungsu menjawab.
"Tetapi"engkau telah membunuh lima orang anak buah saya?" Kawabata menyanggah.
"Kematian terlalu enak buatmu Kawabata"." Si Bungsu berkata lagi. Tapi tiba-tiba ucapannya terhenti.
Ada angin bersuit ke arahnya.
Anak muda ini seorang yang memiliki indera yang sangat terlatih. Samurainya bekerja lagi dan
membabat ke samping. Mata samurai itu beradu dengan sebuah benda tipis yang melayang amat cepat. Benda itu terpukul dan
mental lalu menancap di loteng! Sebilah samurai pendek! Semua orang menoleh pada lelaki yang melemparkan
samurai gelap itu. Dan dia adalah Tokugawa! Si Bungsu juga menghadap padanya. Tokugawa tersenyum.
"Sempurna! Seorang samurai yang sempurna. Memiliki kecepatan dan ketajaman penglihatan. Memiliki
ketajaman firasat. Engkau adalah seorang samurai yang sempurna yang pernah ditemui Tokugawa, anak muda.
Kecuali gerak kakimu yang tak bisa kami mengerti, maka engkau memang seorang hebat?" Tokugawa berkata
dengan nada jujur. Dan sementara itu, Kawabata terjatuh di lantai. Dia mengerang. Mengelupur. Orang jadi ngeri melihat
lelaki itu mengakhiri nyawanya. Sangat sakit dan menggenaskan.
Tangan Tokugawa bergerak lagi. Kali ini sebilah samurai kecil, tak lebih dari sejengkal, melayang dari
tangannya. Samurai itu menancap persis di jantung Kawabata. Kawabata mati saat itu. Berakhirlah
penderitaannya. Gedung tua itu sepi. Tak ada yang bergerak. Si Bungsu yang tegak dengan kaki terpentang dekat mayat
Kawabata juga tegak diam.
Ketika dia merasa sudah cukup, maka dia menarik nafas panjang. Dan bernafas biasa kembali.
"Sudah saatnya saya pergi. Terimakasih saya yang tak tehingga pada Tokugawa"." Berkata begini dia
membungkuk memberi hormat pada lelaki tua gagah itu.
Lelaki itu membalas penghomatannya. Kemudian Si Bungsu melangkah keluar. Di luar, angin dingin dan
salju yang turun seperti kapas, menyambutnya.
Dia melangkah melintasi taman Shinjuku yang seperti lapangan kapas itu. Di rumah besar itu, Tokugawa
dan 19 anggota pimpinan Jakuza lainnya menatap kepergiannya dengan diam.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 212
Dia sampai ke depan rumah ketika hari telah sore. Hannako berlari ke depan begitu dia muncul.
"Bungsu-san, kami khawatir engkau tak kembali?"
"Saya sudah kembali bukan" Nah, bagaimana Kenji-san?"
"Dia sudah agak baik. Kini tengah melatih diri. Jakuza suatu saat, cepat atau lambat pasti datang lagi
kemari. Dan Kenji-san tak mau engkau sendiri yang menghadapinya?"
Si Bungsu masuk. Dia melihat Kenji tengah melatih tangan kananya yang luka. Kenji terus melakukan
gerakkan-gerakan Karate. Begitu dia melihat Bungsu masuk, dia menghentikan latihannya.
"Kami khawatir engkau pergi terlalu lama Bungsu-san. Negeri ini sangat buas terhadap orang-orang
asing" Bungsu tersenyum. Dia mengeluarkan bungkusan kain putih itu.
Memberikannya pada Kenji yang menatapnya dengan heran.
"Apa ini Bungsu-san?"
"Bukalah. Hadiah untuk engkau dan Hannako.."
Kenji membuka kain itu. Dan tiba-tiba matanya terbelalak melihat kelingking yang putus itu. Hannako
menjerit kecil. "Sumpah samurai?" Kenji yang mengetahui sumpah pemotongan kelingking itu bicara perlahan.
"Ya. Sumpah seorang samurai?"
"Kelingking siapa ini?"" tanya Kenji.
"Kelingking Tokugawa.."
"Tokugawa?" "Ya. Tokugawa keturunan pahlawan samurai itu. Dia salah seorang diantara mereka menjadi pimpinan
Jakuza wilayah Tokyo. Kelingkingnya lah itu?"
Kenji dan Hannako tak mengerti. Lalu Si Bungsu menceritakan tentang perjanjian itu. Menceritakan
sedikit tentang perkelahiannya dengan Kawabata. Menceritakan bahwa Kawabata telah mati. Dan
menceritakan tentang janji Tokugawa.
Hannako tak dapat menahan rasa harunya. Dia memeluk dan mencium Si Bungsu. Akan halnya Kenji
beberapa kali berlutut memberi hormat dan mengucapkan terimakasih pada Si Bungsu.


Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

---000--Namun persoalan tidak selesai sampai disitu. Diantara anak buah Tokugawa, yaitu salah seorang
pimpinan cabangnya, ternyata mata-mata tentara pendudukan Amerika.
Dia hadir ketika pertarungan antara Kawabata dengan Si Bungsu.
Ketika mendengar pengakuan anak muda itu, bahwa dialah yang membunuh kelima anggota Jakuza itu,
dan melihat bagaimana mahirnya dia mempergunakan samurai, maka dia teringat pada pembunuhan dua
orang tentara Amerika di penginapan Asakusa.
Dia tahu sampai saat ini pembunuhan kedua tentara Amerika itu belum terungkap. Tentara Amerika
berkeyakinan bahwa yang membunuh anggota mereka itu adalah orang Jepang.
Tapi penyelidikan menemui jalan buntu. Dan pimpinan cabang Jakuza itu kini melihat suatu
kemungkinan. Apakah tak mungkin bahwa yang membunuh tentara Amerika itu adalah orang asing ini"
Dia tahu, Tokugawa sduah menjamin dengan sumpah seorang samurai bahwa Jakuza takkan
mengganggu Hannako dan saudara-saudaranya.
Tapi kalau yang diganggu itu adalah orang asing ini, bukankah tak ada soal" Yang dijamin dibawah
perlindungan Tokugawa adalah Hannako dan saudaranya. Tidak Si Bungsu anak Indonesia itu!
Pimpinan cabang wilayah pelabuhan Tokyo itu tersenyum. Betapapun juga dia merasa benci pada anak
Indonesia itu. Bukankah Indonesia adalah negeri di lautan Hindia yang direbut Jepang dari Belanda kemudian
menyatakan diri merdeka setelah Bom Atom jatuh di Hiroshima dan Nagasaki"
Anaknya seorang tentara Jepang, mati di Indonesia. Karenanya dia merasa benci pada orang Indonesia
itu. Untuk menghadapi sendiri atau menyuruh anak buahnya anggota Jakuza menyikat anak muda itu, terang
dia tak berani. Usahkan anak buahnya, sedang Kawabata saja, seorang jagoan samurai diantara mereka, dibuat
tak berkutik sedikitpun. Lagipula, bukankah Tokugawa sendiri telah memuji anak muda itu sesaat setelah selesai pertarungan
dengan ucapan : Samurai yang sempurna!
Kalau Tokugawa saja, tokoh samurai diantara mereka sampai memuji demikian, bukankah itu sudah
merupakan suatu bahaya yang luar biasa kalau dihadapi sendiri"
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 213
Pimpinan cabang pelabuhan Tokyo itu, seorang Jepang dari keluarga Kawasaki. Dia mempergunakan
otaknya yang licik. Untuk menghadapi orang Indonesia itu, dia mempergunakan tangan Polisi Militer Amerika.
Seminggu setelah peristiwa perkelahian Kawabata dengan Si Bungsu, dihadapan rumah Kenji di jalan
Uchibori berhenti sebuah Jeep putih Polisi Militer. Dibelakangnya berhenti sebuah truk penuh tentara.
Mereka berlompatan dan segera mengepung rumah itu.
(57) Musim dingin sudah hampir berakhir. Salju tak turun lagi. Yang berada di bumi atau di pohon sudah
mulai mencair. Saat itu sudah di akhir bulan Nigatsu. Dimana salju berhenti turun. Tak lama lagi, musim bunga akan
segera menyusul. Tapi perpindahan musim yang indah itu justru perpindahan nasib yang malang bagi Si
Bungsu. Dia tengah sholat lohor ketika pintu diketuk dari luar. Hannako membuka pintu dan merasa heran
bercampur kaget dengan kemunculan tentara Amerika dirumah mereka.
Merasa bahwa tentara Amerika itu salah alamat, dia membuka pintu lebar-lebar.
"Selamat siang" sapa Polisi Militer itu dengan sikap tertib.
"Apa yang bisa saya bantu?" tanya Hanako.
Sementara itu Kenji juga keluar. Dia juga ikut merasa heran atas kunjungan tentara Amerika itu.
Mereka merasa heran sebab selama ini Si Bungsu tak pernah menceritakan peristiwa di penginapan
Asakusa itu. Peristiwa itu tetap disembunyikan Si Bungsu agar mereka tak ikut panik memikirkannya.
Sikap waspada tentara Amerika itu mengundang perasaan tak sedap pada hati Kenji. Dan ketika dia
menoleh ke belakang, dengan terkejut dia mendapati bahwa rumah mereka telah dikepung oleh seregu tentara
Amerika bersenjata lengkap.
"Ada apa sebenarnya?" tanya Kenji.
Sementara itu Si Bungsu sudah mengucap salam akhir dari sholatnya di kamar. Telinganya amat tajam
menangkap desah sepatu menginjak salju. Dan telinganya juga menangkap percakapan Kenji dan Hannako di
luar. Dia segera tahu, tentara Amerika telah mencium jejaknya. Perlahan dia menyelesaikan membaca doa.
"Apakah disini tinggal seorang Indonesia?" Kapten yang memimpin penangkapan itu bertanya dengan
sikap hormat. Hannako bertukar pandangan dengan Kenji.
"Ada apa sebenarnya?" tanya Hanako. Dan hal itu sudah cukup bagi Kapten itu untuk mengetahui bahwa
mereka memang tak salah alamat.
Dia mengeluarkan sepucuk surat.
"Markas besar memerintahkan kami menangkap orang Indonesia bernama.." dia melihat surat perintah
penangkapan itu, " bernama Bungsu. Dia dituduh telah membunuh dua tentara Amerika di penginapan Asakusa
beberapa bulan yang lalu?" Kapten itu berkata dengan sikap hormat sambil memberikan surat itu pada Kenji.
Kenji tak menerimanya. Mereka bertatapan. Tapi saat itulah Si Bungsu muncul. Dia merasa kalaupun dia
berniat melarikan diri, usahanya itu akan sia-sia. Sebab lebih dari selusin tentara mengepung rumah itu.
"Sayalah yang tuan cari"." Katanya perlahan. Kapten itu memandang keluar.
"Andakah yang bernama Bungsu?"
"Ya, sayalah orangnya?"
"Maafkan kami. Kami diperintahkan untuk menangkap anda dengan tuduhan membunuh dua orang
serdadu kami di penginapan Asakusa beberapa bulan yang lalu. Kami harap saudara bisa mengikuti kami?"
Kapten itu memberi hormat sambil memperlihatkan surat perintah penangkapan.
"Ya, saya ikut?"
"Bungsu-san?" Hanako berteriak. Tangisnya segera pecah. Dan dia berlari sambil memeluk Si Bungsu.
Kenji tertegak diam. "Tenanglah Hanako-san. Saya harus pergi"
"Tidak"tidak, oh jangan tinggalkan kami Bungsu-san".jangan tinggalkan kami?" tangis gadis itu tak
terbendung lagi. Kapten Amerika itu tetap tegak di luar dengan sikap hormat.
Si Bungsu menatap pada Kenji. Air mata Kenji berlinang. Tuduhan membunuh pendudukan adalah
tuduhan yang tak ada ampunannya. Bila terbukti, maka satu-satunya hukuman adalah hukuman mati.
"Apakah engkau memang melakukannya Bungsu-san?" Kenji bertanya dengan suara gugup.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 214
Si Bungsu tak segera menjawabnya. Ada beberapa saat dia terdiam. Matanya menatap pada Kenji.
Kemudian menatap pada Hanako pada Kenji. Kemudian menatap pada Hanako. Mereka semua pada terdiam.
Kemudian terdengar suara Si Bungsu perlahan, tapi pasti.
"Benar Kenji-san. Malam itu seorang letnan Amerika memakai kamar saya. Dia membawa seorang gadis
Jepang yang tak pernah saya kenal. Saya dengar gadis itu menangis dan menolak untuk dinodai si Letnan
Saya tak bisa melihat orang lain dianiaya. Saya minta letnan itu secara baik-baik untuk membebaskan
gadis itu. Tapi dia justru menghantam dan berniat membunuh saya. Maka tak ada jalan lain bagi saya, saya
harus membela diri bukan"
Begitu dia terbunuh temannya dari kamar sebelah datang dengan bedil di tangan. Dan saya kembali
harus mempertahankan nyawa saya. Keduanya mati karen samurai saya.
Malam itu saya melarikan diri dari penginapan Asakusa. Berlindung dari udara dingin di terowongan
bawah tanah di Yotsui. Tak lama setelah saya berbaring, seseorang datang dan tidur pula disisi saya. Dan
paginya saya ketahui, teman baru itu adalah Hanako-san"
Hanako merasa dirinya runtuh.
"Kalau tak ada lagi yang akan dibicarakan, kami ingin tuan mengikuti kami?" Kapten dari Polisi Militer
tentara Amerika itu bicara dengan tetap dalam nada yang sopan dan sikap hormat.
"Ya, saya sudah siap"nah, Kenji-san saya banyak belajar tentang hidup di Jepang darimu. Terimakasih
untuk segalanya, sahabat. Saya takkan melupakanmu. Saya takkan melupakan kalian. Jaga adik-adikmu baikbaik. Barangkali kita takkan bertemu lagi, selamat tinggal?"
Kenji tak dapat menahan airmatanya yang runtuh. Si Bungsu baginya tidak hanya seorang sahabat, tapi
juga seorang saudara yang telah melindungi mereka. Dan dia tahu, Hanako adiknya mencintai pemuda itu. Dia
suka kalau mereka menikah. Tapi dia tak pernah mau memulai pembicaraan ke arah itu.
Dia tahu, Si Bungsu mempunyai tugas yang amat besar datang kemari. Dia tak punya waktu memikirkan
jodoh. Kini ketika anak muda itu pergi, dia merasa suatu kehilangan yang alangkah pedihnya. Si Bungsu
menyalaminya. Kemudian memegang bahu Hanako. Gadis itu tak berani menatap mukanya.
"Baik-baik di rumah Hannako-san. Saya akan selalu mengingat budi baikmu"."
Dan dia berbalik. Kapten Polisi Militer itu melekatkan belenggu ke tangannya. Kemudian semua barangbarangnya diambil. Samurai, bungkusan dan pakaiannya dimasukkan ke dalam sebuah kantong sebagai barang
bukti. Hanako terduduk di depan pintu begitu Jeep Polisi Militer meninggalkan jalan Uchibori di depan rumah
mereka. "Kenji-san"dia telah pergi meninggalkan kita?" katanya lirih.
Kenji tiba-tiba teringat pada sesuatu.
"Tenanglah Hanako. Kita akan berusaha membebaskannya. Dia telah menolong kita banyak sekali. Kita
harus menolongnya. Tak ada orang lain yang akan menolongnya kalau tidak kita. Dia tak punya siapa-siapa di
negeri ini"." "Tapi bagaimana kita akan menolongnya?""
"Tenanglah Hanako. Kita akan mengusahakannya?" namun bagaimana Hanako akan bisa tenang"
Pemuda Indonesia itu telah mencuri separuh hatinya. Kini pemuda itu pergi, dirinya tiba-tiba terasa amat sepi.
---000--Tokugawa sedang menerima laporan dari berbagai cabang Jakuza. Dia berkantor di Nikko Hotel di jalan
Ginza di bilangan pusat kota Tokyo. Dia mencarter lima buah ruangan utama di tingkat paling atas dari hotel
tersebut. Tak seorangpun yang akan menyangka bahwa lantai teratas dari Nikko Hotel itu adalah pusat dari suatu
organisasi yang selalu mengacau di kota Tokyo.
Teror terhadap individu atau orang ramai yang dibuat oleh Jakuza, diatur dari hotel ini. Orang takkan
pernah menyangka, karena tak ada lift ke tingkat itu.
Ada sebuah lift yang sampai ke tingkat atas. Tapi lift itu tak boleh digunakan oleh umum. Di pintu lift
tertulis kalimat : Khusus Untuk Staff
Tak dijelaskan Staff apa yang boleh naik itu. Hanya di pintu lift yang satu itu, selalu ada penjaga dengan
pakaian sopan dan sikap ramah menolak dan menyilahkan orang naik ke lift lain yang sama kunonya dengan
lift yang satu itu. Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 215
Orang-orang di hotel itu tak pernah memperdulikan akan orang yang turun naik ke tingkat atas. Sebab
di tingkat lain, ada juga beberapa ruangan yang dipakai untuk kantor.
Di hotel itu ada kantor Perusahaan Honda. Kantor perusahaan pembangunan dan kantor perusahaan
penerbangan. Dan tak seorangpun yang pernah menduga bahwa pelayan lift yang sopan dan ramah itu,
sewaktu-waktu bisa berobah menjadi pembunuh yang berdarah dingin.
Tak ada yang tahu bahwa pelayan itu sebenarnya seorang ahli karate, judo dan samurai.
Ketika Tokugawa sedang memberi beberapa instruksi seseorang masuk. Membungkuk memberi
hormat. Kemudian berbisik dan menyerahkan sesuatu.
Tokugawa menerima pemberian itu. Membuka bungkusnya. Dan segera dia mengenal bahwa yang
dikirim padanya itu adalah kain putih bekas pembungkus potongan kelingkingnya dahulu.
"Dimana dia?" "Di bawah" "Antarkan dia kemari"
"Hai?" "Rapat ini saya skor sementara. Saya menerima tamu. Seorang anak lindungan"
Tak lama mereka menanti, Kenji yang membawa bungkusan kain putih berdarah bekas potongan
kelingking Tokugawa itu masuk diantarkan penjaga tadi.
Tokugawa bangkit dari duduknya. Demikian pula tiga orang "staf" Jakuza lainnya yang hadir disana.
"Anda pastilah Kenji-san. Kakak Hannako dan sahabat Bungsu-san orang Indonesia itu?" katanya ramah
menyambut Kenji. "Selamat siang tuan Tokugawa".saya?"
"Saya senang dapat membantu anda dan adik-adik anda. Maafkan atas kejadian yang lalu. Kawabata
telah mendapat balasan yang setimpal atas dosanya. Bungsu-san benar-benar seorang yang mahir
mempergunakan samurai. Nah, apa yang bisa saya bantu?""
"Saya"saya?"
"Jangan gugup. Mari, silakan duduk. Kita sahabat bukan" Nah, ceritakan apa yang terjadi. Ada yang
mengganggu Hannako?"
"Tidak. Terimakasih, Tokugawa telah melindungi kami. Tapi" ini mengenai Bungsu-san?"
"Ya, bagaimana dengan dia?"
Kenji terdiam. Dia tak tahu dari mana harus mulai. Tokugawa memberinya minum sake. Begitu pula
teman-temannya yang ada di kantor itu. Mereka minum bersama.
Setelah agak tenang. Kenji bercerita tentang nasib yang menimpa Bungsu-san. Tokugawa terdiam.
"Itulah yang terjadi tuan Tokugawa. Saya mohon tuan bisa membantunya keluar dari tahanan. Kalau
tidak, hukuman mati menantinya di sana?"
"Maafkan saya Kenji-san. Kalau yang menangkap Bungsu-san adalah Polisi Jepang, maka saya bisa
menjamin untuk mengeluarkannya. Tapi yang menahannya adalah tentara Amerika. Kami tak bisa berbuat apaapa. Maafkan kami"."
Kenji berlutut lantai. Membungkuk memberi hormat.
"Tolonglah dia tuan. Dia membunuh tentara Amerika itu karena ingin menolong seorang gadis Jepang
yang tak dia ketahui siapa orangnya. Tentara itu akan menodai gadis itu. Pemilik penginapan Asakusa itu
sendiri orang Jepang, tapi dia tak berniat menolong gadis Jepang malang itu. Malah dialah yang memberi tempat
untuk menodai gadis itu. Bungsu-san lah justru yang turun tangan menolongnya.
Orang asing yang tak punya kepentingan apa-apa dengan negeri kita, bersedia mempertaruhkan
nyawanya untuk membela seorang gadis yang tak dia kenal. Apakah kita tak patut membantu orang yang
begini?" "Engkau benar Kenji-san. Tapi percayalah, melawan tentara Amerika berarti punahnya organisasi kami.
Kami tak bisa berbuat apa-apa?"
Sekali lagi Kenji bersujud dilantai dan memohon :
"Maafkan saya kalau terlalu menyusahkan Tokugawa. Tapi, kami ikhlas Tokugawa mencabut
perlindungannya pada kami adik beradik asalkan Tokugawa mau membebaskan Bungsu-san. Tolonglah dia"."
Tokugawa dan ketiga pimpinan Jakuza yang ada disana jadi tertegun mendengar permohonan ini.
Tokugawa tak hanya tertegun. Tapi hatinya jadi sangat terharu melihat kesetia-kawanan Kenji adik beradik
dengan orang Indonesia ini.
Mereka bersedia tidak dilindungi. Artinya bersedia diganggu dan dianiaya oleh Jakuza atau kelompok
lain asal dapat membantu sahabatnya.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 216
Kepala penjahat ini benar-benar diberi pelajaran tentang setia-kawan dan rasa saling menyayang
sesama makhluk. "Bangkitlah anak muda. Rupanya dunia semakin tua. Kesetiaan kalian bersahabat sangat mengharukan
hati saya. Pertama saya mendapatkan betapa Bungsu-san, seorang asing mau mengorbankan dirinya bertarung
dengan orang-orang Jakuza untuk menyelamatkan kalian. Kini engkau datang, rela untuk tak dilindungi asal
sahabatmu itu dibebaskan. Ah, kami selama ini tak pernah berpikir tentang adanya persahabatan yang
demikian mulia. Yang tak memandang suku dan bangsa. Yang rela mengorbankan nyawa demi membela
sahabat". Kami selama ini hanya berfikir, bahwa persahabatan hanya diikat atas dasar laba rugi.
Baiklah, saya mendapat suatu pelajaran yang sangat berharga. Pulanglah, sampaikan pada adik-adikmu,
bahwa Tokugawa bersumpah akan membebaskan Bungsu-san?"
Kenji bersujud di lantai. Lama sekali. Tubuhnya terguncang menahan tangis.
"Domo arigato gozaimasu. Domo arigato". Terimakasih banyak tuan Tokugawa".terimakasih banyak?"
suaranya tersendat dalam sujud itu.
Tokugawa memegang bahunya. Membawanya bangkit.
"Tenanglah, tak ada yang tak bisa kita atur. Kenapa kita harus takut pada Amerika di negeri kita ini" Ini
negeri kita bukan" Tenanglah nak?"
Kenji diantar pulang dengan sedan milik Tokugawa. Dia menceritakan janji Tokugawa pada Hannako.
Siang itu juga mereka lalu pergi ke candi Gokokuji. Sebuah candi jauh dipinggir kota. Mereka sembahyang
bersyukur dan memohonkan keselamatan Si Bungsu.
--000-Tokugawa memang seorang lelaki turunan Samurai yang memegang teguh janjinya. Begitu Kenji
meninggalkan kantornya, dia mengangkat telepon di mejanya.
"Coba selidiki sebab musabab seorang lelaki Indonesia bernama Bungsu yang ditangkap Polisi Militer
Amerika dua hari yang lalu?"
Dia bicara di telepon itu. Tak diketahui pada siapa dan kemana dia bicara. Tapi Jakuza mempunyai
jaringan hampir di seluruh kantor di Tokyo.
Dua hari kemudian, laporan itu masuk. Tokugawa membacanya. Mengerutkan kening. Dari kantornya
yang tinggi itu dia menatap keluar melewati jendela kaca. Memandang kesibukan kota yang bergerak di bawah
sana. Lama dia memandang keluar. Nampak bahwa dalam pikirannya bergulat pertarungan yang luar biasa.
Meski wajahnya tetap kelihatan tenang, namun matanya tak demikian.
Akhirnya dia berjalan kembali ke meja besarnya di sudut ruangan. Menekan sebuah tombol. Tak selang
berapa detik., dinding di sebelah kanannya terbuka. Nampaknya dinding itu semacam pintu rahasia.
Seorang lelaki bertubuh sedang berwajah tampan muncul dan membungkuk memberi hormat.
"Kawasaki?" katanya perlahan.
"Hai"." Jawab lelaki itu.
Tokugawa menarik laci mejanya. Mengeluarkan sebuah kotak kecil sepanjang dua jengkal berwarna
merah. Menyerahkan pada lelaki tampan itu.
Lelaki itu membungkuk lagi memberi hormat. Kemudian menghilang ke balik dinding rahasia tadi.
Dinding itu menutup kembali. Persis seperti tadi. Disana tergantung sebuah lukisan candi besar. Tak ada tandatanda bahwa sebenarnya ruang Tokugawa itu dihubungkan oleh pintu rahasia ke empat jurusan.
Kawasaki, pimpinan Jakuza cabang pelabuhan itu tinggal di seberang taman Hamarikyu di tepai sungai
Sumida yang besar di pinggir kota Tokyo.
Rumahnya indah dengan pekarangan luas. Dia tinggal dirumah itu bersama isteri mudanya. Seorang
gadis Jepang bekas Sri Panggung di Kabukiza Theater.
Gadis itu cantik. Bertubuh padat. Isteri pertamanya sudah terlalu gembrot. Meski belum begitu tua, tapi
Kawasaki sudah menceraikannya.
Saat itu dia tengah istirahat di ruangan tengah ketika sebuah kendaraan berhenti jauh di jalan di depan
rumahnya. Dari pintu yang terbuka lebar, dia segera mengenal bahwa mobil yang berhenti itu adalah mobil dari
"markas besar" Jakuza.
"Ada pesan penting nampaknya,"." Katanya sambil berdiri.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 217
(58) "Masuklah ke dalam. Ada tamu penting"." Katanya pada isterinya yang sedang membaca koran pagi.
Perempuan cantik itu tegak. Berjalan ke kamar dengan lenggang pingulnya yang meransang.
Dua orang lelaki kelihatan memasuki pintu pekarangannya. Kemudian melangkah di taman. Semacam
perasaan tak sedap menyelinap di hati Kawasaki. Kedua lelaki ini dia ketahui sebagai pembawa pesan "amat
khusus". Dan keduanya adalah pembunuh-pembunuh berdarah dingin. Dua orang spesialis yang langsung
berada di bawah perintah Pimpinan Wilayah, Tokugawa.
"Gomenkudasai?" salah seorang diantaranya bicara sopan di luar pintu.
"Hai, dozo ohairi kudasai?" jawabnya menyilahkan kedua tamu khusus itu masuk
Kedua tamu itu membuka sepatu. Kemudian mereka masuk ke ruang tengah itu. Duduk membelakangi
pintu di lantai. "Ogenki desu ka.." (apa kabar apa") tanya Kawasaki sopan, setelah ikut duduk berlutut dua depa di


Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hadapan kedua tamunya ini.
"Kami disuruh menyampaikan pesan ini"." Jawab yang bertubuh kurus berwajah dingin seperti burung
gagak. Dia mengangsurkan sebuah surat beramplop panjang ke hadapan Kawasaki. Dengan perasaan tak sedap,
Kawasaki mengambil surat itu. Dan darahnya serasa seperti berhenti mengalir takkala melihat surat dalam
amplop itu tertulis di kertas merah.
Itu berarti perintah bunuh diri!
Dia berusaha menguatkan hatinya. Kemudian membaca surat merah itu.
"Tuan hadir dalam rapat di Shinjuku di rumah Kawabata. Saya telah menjamin dengan sumpah putus jari
dihadapan seorang Indonesia untuk keselamatan Hannako bersaudara. Saya telah membiarkan Indonesia-jin itu
pergi. Suatu pertanda bahwa saya juga menjamin keselamatannya. Seorang Tokugawa tak mau melanggar
sumpah. Dan lebih tak mau lagi kalau ada orang yang menodai sumpah itu. Indonesia-jin (orang Indonesia) itu
kini ditangkap tentara Amerika atas penghianatan tuan.
Bersama ini saya kirimkan untuk tuan sebuah peti merah.
"Tokugawa" Begitu selesai membaca, lelaki yang tadi masuk ke kamar Tokugawa, segera mengeluarkan kotak kecil
berwarna merah yang diberikan Tokugawa. Kotak kecil yang dia ambil dari dalam laci mejanya.
Dengan sikap sangat hormat, lelaki tampan ini meletakkan kotak ramping itu di lantai. Kemudian dengan
kedua tangannya dia menyorongkan kotak itu ke depan Kawasaki.
Kawasaki jadi pucat. "Ini tidak betul. Saya menghadap sendiri ke Pimpinan"." Katanya gugup. Namun kedua lelaki itu
menatap padanya dengan pandangan dingin.
"Saya bisa membebaskan Indonesia-jin itu?" dan ucapannya terhenti. Dengan berkata begitu jadi jelas
bahwa memang dia yang "mengatur" agar Si Bungsu tertangkap.
"Saya akan menelpon"." Suaranya terhenti. Kedua lelaki itu menggeleng perlahan.
Dengan isyarat halus, keduanya menunjuk pada kotak merah kecil itu.
Namun Kawasaki tegak. "Saya akan menemui pimpinan"." Suaranya lebih mirip orang takut dan putus asa. Dia bergegas
memutari kedua lelaki itu dalam jarak yang jauh menuju pintu.
Kedua lelaki itu tetap duduk tak memutar sedikitpun. Kawasaki sudah sampai di pintu. Tiba-tiba kedua
lelaki itu bergerak sangat cepat. Mereka berbalik serentak setelah mengambil sesuatu dari balik jas mereka.
Demikian cepat gerakan kedua orang itu, sehingga tak diketahui siapa yang lebih dahulu bergerak. Yang
jelas, begitu mereka berbalik. Kawasaki merasa dada dan rusuknya perih dan linu sekali.
Dia berpaling, tapi tubuhnya tak kuat tegak. Dia rubuh di atas kedua lututnya. Tangannya jadi lumpuh.
Pada dada dan rusuknya yang terasa linu dan menyebabkan kelumpuhan itu, tertancap dua bilah samurai
pendek. Tak lebih dari sejengkal.
"Pimpinan menghendaki tuan harakiri. Mati sebagai Jakuza yang terhormat. Tapi tuan lebih
menginginkan mati secara begini. Maafkan kami"."
Kedua lelaki itu, yang kini duduk berlutut di depan Kawasaki yang terhenyak tak bisa bergerak, berkata
perlahan. Aneh, tak sedikitpun wajah mereka menunjukkan emosi. Tak terlihat mereka marah atau menyesal,
apalagi takut. Mereka bicara seperti sedang bicara dengan orang biasa saja.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 218
Padahal Kawasaki sedang berjuang dengan sakratul maut. Mulut Kawasaki bergerak. Namun tak ada
suara yang keluar. "Maafkan, kami mohon diri"." Kata yang berwajah tampan. Kedua mereka segera membungkuk dalamdalam ke lantai. Kemudian tegak. Yang satu berjalan ke tengah ruangan. Mengambil surat yang tadi dibaca
Kawasaki. Kemudian mereka melangkah pergi. Melangkahi tubuh Kawasaki yang terbelintang di tengah pintu.
Kawasaki hanya bisa menatap kepergian orang itu dengan gerak matanya yang makin melayu. Kedua
orang itu berjalan di batu di tamannya. Suara sepatu mereka berdetak satu-satu. Jantung Kawasaki juga
berdetak satu-satu. Kedua orang itu membuka pintu mobil, lalu masuk. Menghidupkan mesin. Lalu pergi. Suara mesin
mobilnya makin jauh makin lenyap. Dan ketika suara deru mobil itu lenyap sama sekali, nyawa Kawasaki juga
lenyap. Aneh terdengar. Seorang Tokugawa membunuh tokoh Jakuza bawahannya. Dia bunuh hanya karena
Kawasaki membocorkan rahasia pada Amerika bahwa yang membunuh tentara Amerika di Asakusa adalah Si
Bungsu. Karenanya anak muda itu tertangkap.
Namun seperti bunyi suratnya pada Kawasaki, dia membiarkan anak muda itu bebas keluar dari rumah
Kawabata setelah memenangkan perkelahian hari itu, adalah sebagai tanda, bahwa dia juga menjamin
keselamatan anak muda itu.
Dan keanehan-keanehan memang banyak terjadi di dunia para penjahat ini. Meski mereka kumpulan
pembunuh, pemeras, penodong, penjambret, namun mereka mengenal kesetiaan, keperwiraan, kejujuran dan
kasih sayang. --000-Si Bungsu mengakui seluruh tuduhan yang diajukan padanya. Memang dia yang membunuh seorang
letnan dan seorang Sersan di penginapan Asakusa.
Meskipun dia membela orang lain, namun tentara pendudukan selalu berkuasa. Tentara yang dalam
perang selalu mendahulukan kepentingan para prajuritnya ketimbang ketentuan hukum.
Lagipula, terhadap kasus Si Bungsu, tak ada ketentuan hukum yang harus dipertimbangkan. Di Jepang
tak ada konsulat Indonesia saat itu. Karenanya, tak ada perlindungan diplomatik.
Amerika tak punya hubungan diplomatik dengan Indonesia sepanjang menyangkut hak-hak
kewargaannya di negeri Jepang. Maka sesuai undang-undang yang berlaku, Si Bungsu diperlakukan dengan
hukum perang. Meskipun belum disidangkan oleh Mahkamah Militer, namun kepadanya telah disampaikan kira-kira
hukuman apa yang bakal dia dapatkan.
Hukuman tembak mati! Si Bungsu tak menyesal. Dia malah berharap agar gadis yang dia tolong itu selamat.
Sebulan dia dalam tahanan, persidangannya segera dibuka. Agak aneh juga, ternyata pengadilan
terhadap dirinya dipercepat.
Di gedung pengadilan, tiba-tiba dia bertemu dengan Kenji dan Hannako serta adiknya.
"Bungsu-san"." Terdengar suar halus ketika dia turun dari mobil tahanan. Dia menoleh, dan melihat
Hannako bersama Kenji. Hannako memeluknya. "Bungsu-san?" katanya lirih.
"Hanako, Kenji".terimakasih, kalian datang menegokku, domo arigati gozaimasu?" katanya perlahan.
Hannako menyerahkan ke tangannya setangkai bunga Sakura yang berwarna merah jambu.
"Sekarang sudah musim bunga Bungsu-san ?"katanya perlahan.
"Arigato?" "Lihatlah, dimana-mana bunga Sakura pada mekar. Engkau akan bebas Bungsu-san"."tambah Hannako.
Si Bungsu benar-benar terharu. Gadis itu memakai baju dari sutera berwarna biru berkembangkembang. Wajahnya cantik. Dia tersenyum menatapnya.
Dan ketika persidangan dimulai, seorang ahli Hukum terkenal di Tokyo saat itu, tuan Yasuaki Yamada
muncul sebagai pembela Si Bungsu.
Tentara pendudukan Amerika seperti ditekan oleh pihak lain yang punya kekuatan terselubung untuk
mengadili orang Indonesia itu secara terbuka.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 219
Semula tentara Amerika akan mengadilinya secara penjahat perang. Ada alasannya, membunuh tentara
Amerika yang sedang bertugas di negeri taklukan. Bukankah itu sama dengan kejahatan perang"
Namun "kekuatan terselubung" yang meminta agar perkara itu diadili secara terbuka, nampaknya punya
kekuatan yang benar-benar tak dapat diabaikan.
Tentara pendudukan Amerika terpaksa menyetujui permintaan yang diajukan lewat ahli hukum Yasuaki
Yamada itu. Dalam persidangan terjadi debat yang amat sengit antara Jaksa Militer dengan pembela Si Bungsu.
"Pembelaan terhadap terdakwa tak bisa diakui secara hukum. Terdakwa bukan warganegara Jepang.
Dan pembunuhan terhadap tentara Amerika yang sedang bertugas haruslah diadili oleh mahkamah perang"
Demikian oditur militer Amerika menuntut pembatalan persidangan secara terbuka ini.
Ruang sidang itu sendiri penuh sesak. Ada sekitar lima ratus orang hadir. Terdiri dari tentara Amerika
dan penduduk sipil Jepang.
Yamada, pembela dan ahli hukum terkenal itu segera bangkit.
"Terdakwa memang bukan orang Jepang. Tapi di membunuh tentara Amerika karena membela seorang
warganegara Jepang. Maka selayaknyalah kami orang Jepang membelanya"
Ucapannya mendapat tepuk tangan yang gemuruh dari pengunjung yang penduduk Jepang.
"Meski demikian, dia membunuh 2 tentara Amerika yang sedang bertugas"."
"Apa tugasnya" Memperkosa seorang gadis Jepang?" potong Yamada. Tepuk tangan gemuruh lagi. Muka
oditur Militer yang berpangkat Mayor itu jadi merah.
"Tak ada bukti yang menguatkan bahwa kedua tentara itu akan memperkosa seorang gadis Jepang. Mana
buktinya. Buktinya haruslah gadis yang akan diperkosa itu sendiri".kami minta gadis itu diajukan sebagai
saksi!" Yamada benar-benar jadi terdiam. Semua isi pengadilan itu juga terdiam. Inilah kartu mati bagi Yamada.
Dalam sebulan ini dia telah berusaha mencari tahu siapa gadis yang ditolong di hotel Asakusa. Namun usahanya
sia-sia. Gadis itu tak pernah ditemui. Dan kini, kelemahannya itu dijadikan sebagai truf oleh Oditur untuk
membatalkan persidangan ini.
Pemilik penginapan yang diajukan sebagai saksi, hanya mengatakan bahwa kedua tentara itu datang
membawa dua gadis. Sebenarnya mereka bertiga. Dan setelah mereka masuk kamar, dia tak tahu lagi apa yang
terjadi. Dia hanya mendengar serentetan tembakan dan ketika dia muncul di kamar itu, kedua tentara itu telah
mati. Orang Indonesia yang menginap disana sudah lenyap entah kemana. Itulah kesaksian yang bisa dia
berikan. Dia tak mengenal siapa gadis yang dibawa letnan Amerika itu.
Yamada sudah menyangka bahwa dia akan menghadapi kesulitan ini. Namun Tokugawa yang berdiri
dibalik pembelaan terhadap Si Bungsu ini, membayarnya amat tinggi untuk membela anak muda tersebut.
"Bela dia sampai bebas. Sekurang-kurangnya hanya dihukum setahun dua. Tentang biaya jangan tuan
pikirkan. Saya yang menjamin"." Kata Tokugawa.
--000-Persidangan diundur untuk memberi kesempatan pada Yamada mencari saksi. Tokugawa tak berani
memasang iklan untuk memanggil gadis itu.
Pihak lain bisa saja menjegal gadis tersebut di perjalanan. Terutama pihak Amerika yang ingin
persidangan itu dilakukan secara Militer.
Tokugawa menyebar mata-matanya ke seluruh pelosok untuk mencari gadis itu. Ciri-cirinya ditanyakan
pada Si Bungsu dan pemilik penginapan. Si Bungsu teringat, bahwa sebelum lama berdarah itu dia pernah
bertemu dengan gadis itu di daerah Ginza.
Maka Tokugawa menyapu seluruh toko, kantor, tempat-tempat mandi uap dan rumah-rumah pelacuran
atau rumah-rumah pribadi dalam usaha mencari gadis tersebut.
Tapi mencari seorang gadis cantik di Tokyo dengan ciri-ciri yang samar-samar alangkah sulitnya. Di
Tokyo ada ratusan ribu gadis cantik. Dan hampir semua punya ciri tubuh seperti gadis yang dikatakan Si
Bungsu. Bagaimana menandainya"
(59) Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 220
Sepekan setelah itu persidangan dibuka lagi.
"Kami berpendapat, percuma sidang ini diadakan kalau tak ada saksi utama. Tak ada yang melihat atau
mendengar bahwa ada perkosaan kecuali tertuduh. Dan tertuduh tak bisa diminta keterangannya sebagai saksi.
Hukuman mati patut dijatuhkan padanya?" Oditur Militer itu berkata tegas setelah bertegang urat leher
dengan Yamada. Yamada bangkit. Dia memandang keliling. Kemudian memandang pada Hakim Militer yang mengadili
perkara ini. "Amerika sudah cukup banyak membunuh orang di negeri ini. Hitunglah yang mati di kancah
peperangan. Terakhir hitung pula mereka yang mati tanpa dosa di Hiroshima dan Nagasaki. Dimakan Bom
Atom laknat itu. Apakah kalian masih akan menambah angka kematian itu lagi?"
Tubuh Yamada sampai menggigil mengucapkan kalimat ini. Dia mengucapkan itu memang dengan
penuh kebencian. Tapi juga dengan penuh tantangan. Dia bisa diseret sebagai menghina tentara Amerika!
Beberapa pejabat kota Tokyo pada duduk dengan pucat. Meskipun yang diucapkan pembela itu adalah
isi hati mereka, namun mereka menilai Yamada terlalu berani dengan ucapannya ini.
Ruangan pengadilan itu jadi sepi.
Semua pada terdiam dan gugup. Yamada sendiri tetap tegak ditempatnya yang mirip api yang membakar
sumbu dinamit. Yang bisa meledakkan seluruh Jepang dalam peperangan yang lebih dahsyat.
Seperti dikatakan, hampir seluruh balatentara Jepang tak menghendaki menyerah pada sekutu. Semua
mereka siap untuk berperang sampai tetes darah terakhir. Itulah kenapa ribuan di antara mereka yang memilih
mati bunuh diri dengan harakiri ketika Tennoheika tetap menyuruh mereka menyerah.
Dan kini, masalah bom atom di Nagasaki dan Hiroshima itu merupakan sesuatu yang tak pernah
dibicarakan orang. Sesuatu yang amat sensitif.
Akhirnya Hakim menarik nafas. Menjilat bibirnya. Kemudian bicara, suaranya terdengar tenang
berwibawa : "Anda benar tuan Yamada. Kami tak dapat lagi untuk menambah korban. Oleh karena itu peperangan
harus dihentikan. Pengadilan ini akan berjalan terus. Tak ada korban yang boleh jatuh dengan sia-saia. Kedua
tentara Amerika itu menurut file pemeriksaan sebelum tuan jadi pembela, membuktikan bahwa mereka
memang membawa gadis ke penginapan itu.
Saya undurkan sidang ini 15 hari untuk memberi kesempatan pada anda tuan untuk mencari saksi
utama itu. Saya juga akan memerintahkan Polisi Militer Amerika untuk mencari gadis itu. Demi kemurnian
hukum" Dan dia mengetukkan palunya. Semua pengunjung di pengadilan bertepuk menyambut putusan Hakim
yang luar biasa itu. Yamada sendiri sampai berpeluh karena tak yakin akan putusan itu.
Orang-orang pada berdatangan memberi salam padanya. Rasa simpati makin hari makin mengalir pada
Si Bungsu. Orang jadi tahu, bahwa pemuda asing dari negeri bekas jajahan Jepang ini diadili karena membela
seorang gadis Jepang. Dan terungkap pula, pemuda itu juga telah menyambung nyawanya melawan komplotan
Jakuza dalam membela Hannako dan saudara-saudaranya.
Sebuah badan sosial mengumpulkan dana untuk membiayai pembelaan Si Bungsu. semuanya berjalan
tanpa diketahui oleh anak muda itu. Dia tetap berada dalam kamar tahanannya. Dan sama sekali tak
terpengaruh oleh jalannya sidang.
Baginya, bebas ya syukur. Dengan demikian bisa melanjutkan pencariannya terhadap saburo
Matsuyama. Perwira Jepang yang membunuh keluarganya.
Kalau tak bebas dan dihukum mati, dia juga tak keberatan. Dia sudah pasrah pada Tuhan. Apakah lagi
yang paling pokok dalam kehidupan ini selain daripada pasrah pada kehendak Tuhan"
Orang yang telah berusaha, kemudian memasrahkan dirinya pada kehendak Tuhan YME, adalah orang
yang paling bahagia. Tenteram dan tenang hidupnya. Kebahagiaan, ketenteraman dan ketenangan hidup tidak
terletak pada harta atau kekayaan. Tapi terletak pada hati.
Itulah yang dilakukan Si Bungsu. Memasrahkan dirinya pada kehendak Yang Satu!
--000-Yamada tengah mempelajari berkas perkara itu di kantornya di daerah Ginza ketika tiga orang
berpakaian parlente masuk.
"Kami dari Yayasan Universitas Tokyo. Ingin menyumbangkan pada tuan sedikit uang untuk membiayai
pembelaan terhadap Si Bungsu?" kata salah seorang diantara mereka.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 221
Yamada menatap mereka. Pengacara terkenal dan termahal bayarannya ini kemudian tersenyum.
"Terimakasih. Semula saya memang menerima bayaran dari seseorang untuk membela pemuda itu.
Tapi, semakin saya pelajari kasus ini, semakin saya malu pada diri saya. Kenapa saya harus menerima bayaran
untuk membela orang ini"
Yang saya bela ini bukan seorang Indonesia. Lebih dari itu. Yang sedang diadili ini adalah harga diri dan
moral orang Jepang. Selama bertahun-tahun di negeri ini, terjadi erosi terhadap harga diri. Terjadi erosi terhadap moral
bangsa. Selama perang dunia berakhir, di negeri ini kota-kota berobah jadi neraka bagi penduduk.
Kita tak lagi terharu melihat orang-orang yang teraniaya. Kita tak lagi prihatin mendengar berita
perkosaan terhadap perempuan-perempuan kita. Kita tak lagi peduli terhadap penderitaaan orang lain.
Padahal sebelum tentara Amerika menduduki negeri kita ini, kita terkenal sebagai bangsa yang berbudi
halus. Terkenal sebagai masyarakat yang paling homogen di dunia.
Kita cepat menaruh perhatian dan membantu penderitaan orang lain. Kini kemana semuanya itu" Kita
kini saling menyelamatkan diri sendiri. Kita malah menjauh dari penderitaan orang lain. Takut kalau-kalau kita
terserang pula oleh penderitaan itu.
Tiba-tiba seorang anak muda entah dari mana, entah siapa dia, datang kemari. Dia datang dari negeri
yang pernah dijajah dan dirobek-robek oleh balatentara yang kita banggakan.
Dia datang dari negeri yang dimana ratusan ribu rakyat mati menjadi romusha. Kerja paksa di hutan
belantara. Dia datang dari negeri dimana balatentara Kemaharajaan Jepang pernah melakukan pembantaianpembantaian yang tak berperikemanusian.
Dari sanalah dia datang. Dan untuk kalian ketahui, secara kejiwaan saya dapat menebak, anak muda ini
datang kemari dengan membawa dendam yang dahsyat.
Dia mencari seseorang di negeri ini. Seseorang dari bangsa kita. Yang barangkali pernah membunuh
sanak keluarganya. Dia datang untuk membalas dendam.
Tapi takkala dia tiba di negeri ini, di saat dia sebenarnya bisa membiarkan gadis di penginapan Asakusa
itu ternoda oleh tentara Amerika. Atau di saat seorang gadis lain bernama Hannako dan saudara-saudaranya
terancam dibunuh oleh Jakuza. Dia bisa saja membiarkannya. Apa guna dia ikut campur" Dia tak kenal dengan
mereka. Tapi ternyata dia tak berlaku masa bodoh. Dia menyimpan dendam yang dia bawa menyebrang laut itu
di dalam hatinya. Tapi turun tangan mempertaruhkan keselamatan dan nyawanya untuk membantu gadis itu
di Asakusa. Dan dia turun tangan membantu Hannako dan saudara-saudaranya dari ancaman Jakuza.
Anak muda Indonesia ini, yang berasal dari Gunung Sago, dari sebuah kampung kecil bernama situjuh
Alang Laweh di Minangkabau, yang dia perbuat di sini hanya dapat disimpulkan dengan satu kalimat : dia telah
membela harga diri orang Jepang. Dia membelanya, disaat orang Jepang sendiri berlaku Homo Homonilupus.
Orang Jepang yang satu jadi serigala bagi orang Jepang lain.
Saya bisa buktikan itu dengan ketidak acuhan kita terhadap sesama bangsa. Saya berani buktikan itu
dengan ribuan manusia yang kini hidup di terowongan bawah tanah. Ribuan kanak-kanak tanpa orang tua.
Ribuan orang miskin tanpa tempat berteduh. Sementara kita di atas ini hidup serba berkecukupan.
Saya merasa malu pada diri saya. Kenapa tak sedari dulu saya bela anak ini. Saya telah menerima
bayaran cukup tinggi dari seseorang yang tak mau disebutkan nama dan alamatnya.
Uang bayarannya yang tinggi untuk menyelamatkan anak muda itu telah saya kembalikan dua hari yang
lalu. Dan kini saya akan membelanya mati-matian. Kalau sampai dia tak bisa saya bebaskan, saya tidak hanya
akan berhenti menjadi pengacara, tapi saya akan berhenti jadi orang Jepang! Saya akan harakiri!
Demi Budha, saya akan menepati sumpah saya ini. Membebaskannya atau bunuh diri. Dan kini, tuantuan datang kepada saya untuk menyerahkan uang pembayar pembelaan anak muda itu. Seharusnya saya
marah, tapi karena tuan-tuan tak tahu, tak apalah.
Bawalah uang itu kembali. Serahkan pada yayasan lain. Bantu anak-anak yang ada dalam terowongan
itu. Bantu orang-orang miskin itu. Tentang pembelaan anak muda ini, serahkan pada saya. Seluruh kekayaan
saya akan saya pergunakan untuk menyelesaikan perkara ini"
Yasuaki Yamada berhenti. Matanya berkaca-kaca. Namun wajahnya memperlihatkan sikap yang teguh.
Ketiga lelaki, yang terdiri dari para Sarjana Universitas Tokyo itu, yang datang menyerahkan bantuan,
duduk terdiam seperti patung mendengarkan ucapan pengacara mashyur tersebut.
"Lalu, apa yang bisa kami perbuat untuk membantu membebaskan anak Indonesia itu?" tanya salah
seorang di antara mereka.
Yamada menarik nafas panjang.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 222


Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ada satu hal, dan itu adalah soal terbesar yang bisa tuan bantu. Yaitu mencari gadis yang akan diperkosa
tentara Amerika itu, yang kemudian dibela oleh Si Bungsu. Sampai saat ini saya belum bisa menemukannya.
Jejaknya lenyap seperti salju yang mencair kemudian menguap lagi ke udara. Kita tak tahu siapa namanya.
Dimana tinggalnya, nah tolonglah saya mencari gadis ini. Kalau dia bertemu, dan dia berada dipihak kita, maka
saya yakin anak muda itu bisa dibebaskan?"
Dan akhirnya soal itulah yang mereka rembukkan. Bagaimana mencari gadis tersebut.
"Apakah tuan telah menanyakan pada pihak Polisi Milter Amerika tentang gadis itu" Mungkin saja
mereka mengetahui datanya?"
"Saya sudah tanyakan hal itu. Mereka memang mengakui menahan gadis itu semalam. Lalu dilepas lagi.
Tapi mereka mengatakan tak menanyakan namanya dan tak mencatat alamat siapa-siapa?"
"Itu adalah dusta sama sekali?" kata seorang profesor diantara anggota Tokyo University itu.
"Ya. Saya tahu itu dusta yang paling jahanam. Tapi mereka memang berhak berbuat begitu menurut
hukum di negeri mereka. Kitalah yang harus mencari bahan bukti?"
"Apakah tak bisa didesak agar pengadilan itu diadili oleh Hakim Jepang. Bukankah negeri ini bukan
negeri Amerika, sehingga secara Juridis hukum Amerika tak bisa diterapkan disini?"
"Ucapan tuan benar seandainya negeri kita tidak kalah perang. Status negri kita ini, diatas sedikit dari
negeri jajahan, tak memungkinkan hal itu terjadi. Mereka berhak menerapkan pengadilan menurut sistim di
negeri mereka, karena yang terbunuh justru tentara mereka. Hukum negeri kita bisa dipakai kalau kedua belah
pihak yang diadili tidak ada sangkut pautnya dengan warganegara atau kepentingan orang Amerika"
"Apakah namanya juga tak diketahui?"
"Pihak Amerika mengatakan Michiko atau Machiko. Mereka tak begitu jelas perbedaaannya. Soalnya
gadis itu masih nerfus malam itu"
"Michiko, Machiko"ribuan gadis bernama seperti itu di kota ini?"
"Ya, itulah kesulitannya. Apalagi pihak Amerika katanya tak menyanyakan siapa nama keluarganya. Tak
pula mencata alamatnya. Menurut proses verbal, gadis itu didapat oleh tentara Amerika dari suatu taman di
tengah kota. Kalau keterangan itu benar, maka gadis itu pastilah kupu-kupu malam. Tapi saya tak yakin, sebab
menurut Si Bungsu, si gadis menangis tak mau dinodai. Terjadi pergumulan cukup lama. Si Bungsu mendengar
suara gadis itu merintih"jangan, jangan nodai saya. Jangan! Itu suatu pertanda, bahwa gadis itu bukan seorang
pelacur. Dia pastilah seorang gadis baik-baik. Hanya kenapa sampai ke taman itu dimana berkumpul pelacurpelacur yang lain" Inilah hal-hal yang menyulitkan pencaharian terhadap gadis itu.
Saya juga telah menanyai dua perempuan yang sama-sama dibawa ke penginapan Asakusa itu. Kedua
perempuan itu yang telah lama beroperasi sebagai pelacur mengatakan bahwa mereka baru malam itu
bertemu dengan gadis itu. Mereka tak mengenalnya sebelum peritiwa itu"
"Ya, di Universitas juga ada ratusan mahasiswi yang bernama Michiko atau Machiko?" kata ketua
Yayasan yang bergelar Profesor itu.
Mereka semua terdiam. Dan peradilan itu akhirnya dideponir oleh pihak Amerika. Meski dibawah
peraturan yang sangat ketat, namun puluhan mahasiswa dan penduduk sipil suatu hari membawa poster
berdemonstrasi menuntut pembebasan Si Bungsu.
---000--Tak kurang dari Jenderal Mac Arthur sendiri yang turun tangan mendeponir perkara ini. Jenderal ini
adalah Panglima balatentara sekutu untuk wilayah Pasifik.
Dia bersama pasukannya semula "terusir" dari Filiphina oleh tentara Jepang. Tapi dalam suatu
pertarungan ulang, dia berhasil "revans" dan tidak hanya merebut Filiphina saja, tapi menaklukan seluruh
kawasan Asia yang diduduki Jepang. Termasuk menduduki Jepang sendiri!
(60) Laporan tentang terbunuhnya 2 orang pasukan di Asakusa itu disampaikan padanya oleh pihak
Peradilan Amerika. Saat itu, masalah tersebut menjadi pembicaraan semua pihak di Tokyo.
Pentagon, yaitu Kementerian Pertahanan Amerika Serikat yang mendapat laporan peristiwa itu melalui
badan Intelijen Internasional FBI, segera menekan Jenderal Mac Arthur untuk mendeponir persoalan tersebut.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 223
"Mata dunia tengah diarahkan ke Jepang sejak jatuhnya Bom Atom di Nagasaki dan Hiroshima. Masalah
fasisme Jepang bisa dilupakan orang jika persoalan perikemanusian diungkit. Karena itu, pihak Tentara haruslah
menghindarkan sedapat mungkin timbulnya emosi massa yang menyebabkan kerusuhan di Jepang.
Persoalan terbunuhnya Letnan Richard dan Sersan Young di Penginapan Asakusa Tokyo, saat ini
merupakan sebuah dinamit yang siap meledak berupa kerusuhan anti Amerika dikota itu.
Jika hal ini dibiarkan, maka tak dapat tidak, Amerika akan menghadapi kesulitan baru. Penduduk Jepang
yang fanatik itu akan tepancing solidaritas nasional mereka. Issu yang tercipta saat ini sangat rawan. Yaitu
membela harga diri dan Kehormatan Bangsa Jepang.
Dalam kasus Asakusa, Letnan Richard dan Sersan Young di duga bersalah karena bermaksud memperkosa
seorang gadis. Karena itu, pihak tentara hendaknya mendeponir peristiwa ini. Pengaturannya agar tak menjadi hal yang
membesar dikalangan masyarakat, bisa dibicarakan dengan pembela si tertuduh. Yaitu pengacara Yasuaki
Yamada. Perlindungan terhadap tentara Amerika di negri pendudukan adalah penting. Namun perlindungan
terhadap nama baik seluruh Bangsa Amerika jauh lebih penting dari segalanya. Jangan sampai dunia
internasional mengetahui, bahwa peradilannya membela seorang pemerkosa.
Demikian bunyi radiogram Menteri Pertahanan Amerika yang mengepalai Pentagon. Radiogram itu
ditujukan kepada Panglima Angkatan Perang Amerika di wilayah Pasifik, Jenderal Mac Arthur.
Bunyi radiogram itu adalah yang terkeras yang pernah diterima Mac Arthur selama dia menjadi
Panglima Wilayah Pasifik. Bahkan ketika dia melarikan diri dari pulau Bataan di Filiphina, diburu oleh
balatentara Jepang, pihak Pentagon justru memberi radiogram yang membangkitkan semangat. Tidak
mencapnya sebagai pengecut yang meninggalkan medan perang. Padahal waktu itu dia meninggalkan 3
bataliyon pasukannya di pulau itu. Dan ketiga bataliyon itu dihancurkan separoh oleh Jepang. Separohnya lagi
menyerah. Dengan radiogram kasus Asakusa ini, jelas pihak Pentagon lebih mementingkan suatu "Stabilitas" di
Jepang daripada harus membela dua orang tentaranya yang mati. Sebab mereka juga merasa ragu akan
kebenaran tentara yang mati itu.
Yang jelas, ke 2 tentara itu mati dalam pakaian tak senonoh. Di penginapan pula. Jauh dari pos dimana
mereka seharusnya berada.
Jenderal Mac Arthur sendiri nampaknya menyetujui sikap Pentagon itu. Bukan karen dia "takut" akan
sanksinya. Sebab sudah bukan rahasia lagi, seorang Jenderal yang paling berkuasa sekalipun bisa digeser atau
dipecat oleh seorang Menteri Pertahanan yang mengepalai Pentagon. Dan bukannya tak jarang, Menteri
Pertahanan itu adalah seorang sipil. Namun kekuasaannya dipatuhi oleh semua Jenderal.
Mac Arthur tidak takut pada "Kekuasaan" Pentagon ini. Namun dia merasa bahwa anak buahnya
memang bersalah. Karena itu dia menyetujui untuk mendeponir peristiwa itu.
Sebab, adalah kurang enak pula bila harus menyalahkan bawahan sendiri di negri jajahan itu.
Perundingan dengan Yamada, pengacara yang membela Si Bungsu segera diadakan.
--000-Yamada menyetujui pendeponiran itu. Baginya juga menyulitkan untuk membebaskan Si Bungsu secara
murni. Sebab gadis yang ditolong itu tak pernah bersua.
Bagi Yamada bukan masalah popularitasnya bisa membela Si Bungsu yang penting. Yang sangat penting
baginya adalah membebaskan anak muda itu.
Maka untuk jalan pertama, Si Bungsu dipindahkan ke kota Odawara. Sebuah kota kecil di selatan Tokyo.
Kota yang terletak di pinggir laut.
Sebulan di sana, ketika persoalan itu sudah agak dingin, dia dipindahkan lagi ke Tokyo. Dan suatu hari
dimusim panas di bulan Shichigatsu (Juli) dia dibebaskan dari tahanan.
Tubuhnya kelihatan agak gemuk dengan rambut agak gondrong. Meski tahanan dalam kasus
pembunuhan, namun Polisi Militer Amerika memperlakukannya dengan hormat sejak awal ditahan.
Dalam sistim peradilan di Amerika, setiap orang tetap belum bersalah sebelum diputus oleh Pengadilan.
Maka itulah sebabnya dia tetap dihormati dan diperlakukan dengan baik ditahanan.
Ketika hari pembebasannya tiba, yang menantinya di luar adalah Yamada dan Tokugawa. Dia tegak
tertegun melihat kehadiran tokoh Jakuza itu. Dia tak mengerti kenapa Tokugawa bisa hadir di sana. Sebab tak
seorangpun yang menceritakan bahwa proses pembebasannya pada awalnya diusahakan oleh Tokugawa.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 224
Hannako dan Kenji yang sesekali sempat menjenguk ke tahanan juga tak menceritakan hal itu. Tokugawa
melarang mereka menceritakan hal tersebut.
Tapi ketika pembebasannya, dia tak melihat kehadiran Hanako dan Kenji, serta adik-adiknya. Yamadalah
yang pertama datang menyalaminya di pintu tahanan.
"Engkau telah membela harga diri dan kebanggaan bangsa kami"terimakasih banyak Bungsu-san"
pengacara terkenal itu bicara dengan terharu sambil menyalami tangan Si Bungsu dengan erat.
"Terimakasih atas bantuan tuan"." Katanya. Kemudian dia menoleh pada Tokugawa yang tetap tegak di
sisi mobilnya. Mereka saling bertatapan. Sungguh, Si Bungsu tak mengetahui arti kehadiran Tokugawa di sana.
Lelaki tua yang gagah itu akhirnya tersenyum lembut. Si Bungsu tetap tegak ketika dia melangkah
mendekatinya. Tokugawa mengulurkan tangan. Si Bungsu menyambutnya. Jabat tangan lelaki tua itu terasa kukuh dan
penuh persahabatan. "Selamat atas kebebasanmu Bungsu-san?"
"Arigato gozaimasu?" jawab Si Bungsu.
Matanya mencari-cari kalau-kalau ada Kenji dan Hanako. Tapi kedua orang itu tak kelihatan. Tokugawa
mengerti siapa yang dicari Si Bungsu.
"Mereka sengaja tak kami beritahu tentang kebebasanmu ini. Sebab pihak tentara Amerika
menghendaki agar kebebasanmu tidak begitu tersiar. Secara psikologis kurang mengenakkan bagi tentara
Amerika. Tapi mereka tetap sehat wal afiat. Dan saya menjaganya terus, seperti yang pernah saya janjikan
padamu?" "Domo arigato gozaimasu?" jawab Si Bungsu terharu.
"Kalian nampaknya sudah saling kenal?" kata pengacara Yamada memutus.
"Ya, kami sudah saling mengenal?" Tokugawa memutus.
"Tuan inilah yang pertama kali mengusahakan pembebasanmu Bungsu"." Yamada menjelaskan. Dan
tiba-tiba Si Bungsu menjadi sadar akan latar belakang usaha pembebasannya.
Dia menatap Tokugawa. Tapi Tokugawa segera menyilahkan dia masuk ke mobil.
"Mari kita berangkat?" katanya.
Dan di dalam mobil secara selintas menceritakan bahwa dia mengetahui Si Bungsu ditangkap Polisi
Militer Amerika dari Kenji. Kenji datang ke kantornya dan minta agar Tokugawa membebaskan Si Bungsu.
Si Bungsu merasa terharu sekali atas bantuan Kenji dan adik-adiknya.
"Maaf, apakah engkau kami antar ke rumah Hannako" Yamada memutus cerita. Si Bungsu tak segera
menjawab. "Apakah mereka tahu bahwa saya sudah bebas?"
"Belum. Pembebasanmu memang lebih awal dari yang direncanakan. Kami juga diberitahu pagi tadi.
Makanya tak sempat memberi tahu"."
"Kalau begitu antarkan saya ke salah satu hotel di kota ini. Ada sesuatu yang ingin saya kerjakan terlebih
dahulu?" jawabnya perlahan.
Tokugawa membawa Si Bungsu ke Daiichi Hotel yang masih terletak satu jalan dengan markas Jakuza di
Nikko Hotel. Dia menempati kamar utama di lantai satu yang menghadap ke taman yang indah.
Ketika dia sudah berada di kamar, Yamada berkata :
"Bungsu-san, kami tak bisa menyatakan betapa terimakasih kami padamu. Pembebasanmu dari tahanan
Amerika tak bisa membalas yang engkau perbuat dalam menolong dua orang gadis bangsa kami. Ini ada sedikit
uang, bukan untuk pembalas jasa. Barangkali engkau akan cukup lama di Jepang ini.
Mana tahu, ada niatmu yang besar yang akan kau laksanakan. Untuk itu engkau tentu butuh biaya. Maka,
terimalah uang ini. Berasal dari beberapa dermawan yang tak ingin disebutkan namanya?"
Si Bungsu menatap pada amplop besar di tangan pengacara terkenal itu. Amplop itu pastilah berisi uang
jutaan Yen. Dia menarik nafas panjang.
"Terimakasih. Bukan saya menolak, tapi saya ada membawa sedikit bekal dari negeri saya. Saya rasa itu
masih cukup. Terimakasih atas segalanya. Kalau saya boleh menyarankan, barangkali uang itu bisa
disumbangkan pada anak-anak terlantar di terowongan bawah tanah sana, atau berangkali bisa diberikan pada
Hannako dan saudara-saudaranya. Anggaplah atas nama saya?"
"Apakah engkau tak berniat menemui mereka?" Tokugawa memotong perlahan.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 225
"Barangkali tidak lagi. Saya akan meninggalkan kota ini. Dan saya tak membuat perpisahan jadi
menyedihkan. Kalau saya bertemu dengan mereka, saya akan jadi sedih. Sebab mereka sudah saya anggap
sebagai saudara saya?"
"Baiklah kalau begitu uang ini kami berikan pada mereka. Kami katakan dari engkau. Ini alamatku, kalau
ada apa-apa jangan segan untuk datang. Saya senang dapat membantumu"
Yamada menyalami Si Bungsu.
"Nah, tuan Tokugawa, saya pergi duluan. Barangkali tuan masih ingin tinggal disini?"
"Tidak, kita sama-sama pergi. Hanya ada satu hal yang ingin saya tanyakan padamu Bungsu-san. Saya
tahu engkau datang ke negeri ini dengan satu tujuan"
Tokugawa berhenti. Menatap pada Si Bungsu. Si Bungsu tetap tegak. Wajahnya tak berekspresi
sedikitpun. Dia menanti lanjutan ucapan Tokugawa.
"Barangkali engkau mencari seseorang yang mungkin telah menyakiti hati atau membunuh keluargamu.
Maaf, kami bukan bermaksud mencampuri urusan pribadimu. Tapi saya hanya ingin dapat berbuat sesuatu
untukmu. Kalau engkau mau, katakan saja siapa orangnya. Dan kami akan mencarinya sampai dapat untuk mu.
Dan jika kau kehendaki, orang itu bisa kami kerjakan tanpa kau susah-susah turun tangan"
Si Bungsu tetap tak bereaksi. Kalau saja dia belum dapat informasi tentang Saburo Matsuyama, mungkin
dia akan minta bantuan Tokugawa. Dan dia yakin lelaki ini pasti bisa membantunya.
Tapi di tahanan, dia bersahabat dengan seorang Letnan Amerika bernama Jhonson. Melalui letnan
Jhonson lah dia dapat informasi yang berharga tentang bekas tentara Jepang yang berada di negeri ini.
Mereka yang pensiun atau diberhentikan dan pulang ke Jepang sebelum Bom Atom jatuh, tidak ditahan
oleh Amerika. Dan nasib mujur juga dialami oleh Saburo Matsuyama.
"Terimakasih atas bantuan itu Tuan Tokugawa. Demikian juga tuan Yamada. Saya takkan melupakan
kebaikan tuan-tuan. Percayalah, suatu saat nanti saya akan datang, dan akan minta bantuan tuan-tuan?"
Kalau demikian sudah tiba saatnya kami untuk pergi. Sekali lagi, kami akan senang menerima
kedatanganmu dan menolongmu. Sayonara"."
"Sayonara?" "Sayonara?" Kedua lelaki itu kemudian meinggalkannya sendiri. Si Bungsu menatapnya hingga jauh ke jalan raya.
Masuk ke mobil dan lenyap.
Lambat-lambat dia memutar tegak. Menatap ke kursi panjang berkasur empuk dimana barang-barang
terletak. Sebuah ransel ukuran sedang. Dan sebuah samurai! Dia tatap samurainya lama-lama. Kemudian
melangkah mengambil ransel dan samurai tersebut.
Membawanya masuk ke kamar besar dan mewah beralaskan permadani tebal. Dia butuh waktu untuk
melatih otot-otonya. Di penjara dia memang latihan. Tapi latihan tanpa samurai.
Kini dalam kamarnya yang cukup luas, dia berlatih dengan samurainya. Berlatih sehingga peluh
membasahi tubuh. Gerakannya terasa agak lamban. Apakah itu karena tubuhnya agak gemuk selama dalam penjara"
Ah, dia tak boleh merasa lamban. Dia tak boleh merasa gemuk. Ini adalah saat-saat di mana dia akan
berhadapan dengan musuh bebuyutannya.
Karena itu dia berlatih terus dengan disiplin yang keras.
Subuh buta dia berlari keliling kota. Cukup jauh. Dia mengambil route dari hotel Daiichi dimana dia
menginap terus ke utara menyelusuri jalan raya Ginza. Masuk ke Chuo Dori. Dari Chuo Dori di belok ke kanan.
Melintas di jembatan kecil di atas sungai Sumida. Kemudian balik ke Selatan lewat jalan Kiyosumi. Dari ujung
jalan itu belok lagi ke kanan. Melintasi sungai Sumida kembali. Sampai di gedung Kabukiza. Dari sana terus
pulang ke hotel. Hari sudah agak siang bila dia sampai kembali dari lari jarak jauh itu. Namun itu terus dia lakukan.
Dengan lari pagi, kegemukan badanya jauh berkurang. Tubuhnya kini berubah jadi kekar.
Selesai makan siang di hotel, dia istirahat. Kemudian latihan samurai.
(61) Hannako tengah mengurus bunga di taman depan rumahnya di jalan Uchibori ketika sebuah mobil
berhenti diseberang sana.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 226
Dia tak tahu ada mobil berhenti. Seorang lelaki tua, tapi gagah turun dari mobil. Dua orang lelaki lainnya
menanti tegak di sisi mobil.
Lelaki tua itu berjalan menyebrangi jalan. Masuk ke pintu taman.
"Gomenkudasai?" kata orang tua itu perlahan. Hannako menoleh. Melihat lelaki tua gagah itu. Dan jauh
dibelakangnya dia lihat sebuah mobil dan dua orang lelaki berdiri.
"Hai..ogenki desu ka?" (Ya, apa kabar") Jawab Hannako sambil berdiri, dan membungkuk memberi
hormat. Lelaki tua itu juga memberi hormat.
"Apakah nona bernama Hannako?"
"Ya, saya Hanako. Ada apa?" tanya Hannako gugup.
"Jangan gugup. Saya hanya menyampaikan pesan seseorang. Apakah ada Kenji di rumah?"
"Tidak. Dia pergi ke Budokan. Latihan karate"
"Oh ya?" "Apa kabar" Mari silahkan masuk?"
"Tidak. Terimakasih?"
Lelaki tua itu menatap pada Hannako dengan matanya yang lembut. Kegugupan Hannako lenyap melihat
wajah lelaki tua yang kelihatannya penyayang itu.
Lelaki itu mengeluarkan sesuatu dari balik kimononya.
"Saya diminta seseorang untuk menyampaikan kiriman ini pada nona?" katanya sambil melangkah
mendekati Hannako. Hanako ragu. Dia tak segera menerima amplop besar yang diulurkan lelaki itu.
"Apa ini, dan dari siapa?" tanyanya.
"Ambillah"." Lelaki itu mengangsurkan amplop tersebut. Mau tak mau Hannako mengambilnya. Melihat
alamatnya. Dan tiba-tiba dia tertegun.
"Dari Bungsu-san?"katanya kaget.
"Ya. Dari dia".." jawab lelaki itu.
Hannako segera membuka amplop tersebut. Menyangka kalau di dalamnya ada surat. Namun dia kaget.
Di dalamnya hanya ada uang dalam jumlah yang sangat besar.
Dia tersurut. Matanya menatap lelaki itu.
"Ya. Dia yang mengirimkannya untuk nona dan saudara-saudara nona. Dia tak sempat datang kemari?"
"Bu"bukankah dia di penjara?"
"Sekarang tidak lagi nona?"
Hannako tak mengerti. Dia menatap lelaki itu.
"Dia sudah bebas dua hari yang lalu. Dan dia sudah pergi entah kemana. Dia hanya menitipkan ini untuk
nona?" Tubuh Hannako gemetar. "Oh, tidak".! Tidak mungkin. Dia pasti kemari kalau keluar dari penjara. Dia tak mungkin sudah bebas.
Perkaranya belum diputus?"
Hannako menangis. Dan dia berniat berlari ke rumah. Namun ucapan lelaki tua gagah itu
menghentikannya. "Percayalah padaku nak. Dia memang telah bebas?"
"Tapi".kenapa dia tak kemari?"


Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ada sesuatu yang sangat penting, yang akan dia urus. Barangkali sekarang dia tak di kota ini lagi?"
"Tuan siapa, dan bagaimana saya bisa mempercayai ucapan tuan?"
Lelaki tua itu menarik nafas. Namun Hannako jadi terkejut takkala matanya tertatap pada jari-jari tangan
kiri lelaki tua itu. Kelingking kiri lelaki tua itu tak ada!
Hannako kaget menatapnya.
"Tuan?" Lelaki itu menatap pula ke kelingking kirinya.
"Ya, saya Tokugawa?" katanya perlahan.
Mata Hannako membelalak. Lelaki ini tokoh Jakuza di kota ini. Lelaki inilah yang telah menjamin
keselamatan dirinya dan saudara-saudaranya dengan sebuah sumpah memutus jari di hadapan Si Bungsu.
Hannako membungkuk memberi hormat.
Lelaki itu memang Tokugawa, juga membungkuk dalam-dalam membalas penghormatan Hannako.
"Kapan Bungsu-san bebas?" tanya Hannako.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 227
"Dua hari yang lalu?"
"Kenapa kami tak diberi tahu?"
"Kebebasannya memang dirahasiakan. Betapapun juga. Amerika tak mau menanggung malu terlalu
besar. Tapi mereka juga tak berani menghukumnya. Sebab anak muda itu berada di pihak yang amat benar?"
"Bapak ada disana waktu dia bebas?"
"Ya. Saya disana?"
"Apakah".apakah dia sehat" Maksud saya. Apakah dia tak kurang satu apapun?"
"Tidak. Dia benar-benar sehat. Dia hanya minta saya menyampaikan kiriman ini padamu. Dan dia
menyampaikan, bahwa dia sangat menyayangi kalian?"
"Tidak. Dia tak menyayangi kami?"
"Kenapa tidak?"
"Karena dia tak pulang kemari?" Hannako berkata dengan suara lirih. Tokugawa merasa sayang pada
gadis ini. Dia tahu, gadis ini menaruh hati pada pemuda Indonesia itu.
Dan sebagai orang tua, Tokugawa juga tahu bahwa Si Bungsu jatuh hati pada Hannako. Hanya tugas
besar yang belum selesailah yang menyebabkan dia tak mau datang ke mari.
Itu pertanda bahwa anak muda itu lebih mementingkan tugasnya daripada soal-soal pribadinya.
"Dia menyayangimu nak"percayalah"." Tokugawa berkata perlahan.
"Darimana dia dapat uang sebanyak ini?"
"Uang itu dikumpulkan oleh suatu Yayasan untuk membelanya. Ternyata pembelanya tak mau
menerima uang tersebut. Pembelanya merasa sebagai suatu kewajiban membela anak muda itu. Maka uang ini
diserahkan padanya. Dan dia ingin agar disampaikan padamu Hannako.
Hannako terharu. Dia bahagia. Si Bungsu ternyata masih mengingatnya. Airmata mengenang di sudut
matanya. "Kalau bapak jumpa dengannya, katakan bahwa kami mengucapkan terimakasih yang amat besar. Dan
katakan bahwa ada seorang gadis yang sudah berkali-kali ternoda kehormatannya, tapi hatinya masih suci,
yang selalu setia menantinya di rumah ini". Bapak sampaikan itu padanya?"
Tokugawa ikut terharu bersama kesedihan gadis itu. Gadis itu merasa terasing karena dinodai oleh
Kawabata dan anak buahnya. Diam-diam dia merasa ikut berdosa. Sebab Kawabata yang mati ditangan Si
Bungsu itu adalah anak buahnya.
Diam-diam dia bersumpah akan membatu gadis ini dan saudara-saudaranya setiap saat.
"Jangan sedih nak?" hanya itu yang bisa dia ucapkan. Hatinya yang luluh menyebabkan tak ada lagi
kalimat yang bisa dia ucapkan. Haripun berangkat sore.
--000-Namun sebenarnya Si Bungsu masih tetap di Tokyo. Hanya nasib yang tak mempertemukan Hannako
dengan anak muda itu. Si Bungsu tetap menjalankan latihannya yang sangat ketat.
Saat itu di Jepang, para samurai telah menggantung samurai mereka di dinding rumah.
Yang masih tetap belajar samurai adalah kaum penjahat komplot Jakuza. Selain itu, samurai hanya
dipelajari oleh para pesilat samurai di kaki gunung di kampung yang jauh di pelosok.
Namun kalau ada seorang manusia yang berlatih samurai sangat tekun di seluruh Jepang saat itu,
mungkin orangnya adalah Si Bungsu. Melebihi ketekunan para samurai Jepang manapun di sana.
Dan hampir dua bulan setelah dia dibebaskan, dia berada dalam kereta api cepat menuju Kyoto!
Kyoto adalah ibu negara Jepang zaman Dinasti tokugawa. Yaitu dinasti raja-raja yang melahirkan
pendekar samurai yang tersohor ke segenap penjuru dunia.
Dinasti Tokugawa adalah pengganti dinasti Edo. Pada zaman dinasti edo, ibunegara Jepang berada di
kota Nara. Tokugawalah yang memindahkan Ibunegara Jepang ke Kyoto.
Namun disaat dinasti Tokugawa digantikan oleh dinasti Meiji, yaitu dinasti yang memerintah saat ini,
dinasti leluhur Tenno Heika, Ibunegara dipindahkan pula ke Tokyo.
Ke Kyoto lah Si Bungsu kini menuju. Dia meninggalkan Tokyo dengan menekan kuat-kuat keinginan
hatinya untuk datang pamitan ke rumah Hannako dan Kenji.
Tapi dia kawatir pertemuan itu justru akan menggundahkan hatinya dan hati Hannako. Gadis itu terlalu
baik padanya. Dia tak mau perpisahan itu diantar oleh tangis Hannako.
Jarak antara Tokyo dengan Kyoto sekitar 500 km. Dengan kereta api saat itu, jarak tersebut akan
ditempuh selama 24 jam. Sehari semalam.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 228
Untuk mencapai Kyoto dari Tokyo naik kereta api ada tiga jalur yang bisa ditempuh.
Pertama jalur pantai barat. Jalur ini sangat jauh. Menempuh kota-kota Takasaki, Nagano, Naoetsu,
Toyama, Kanazawa, Fukui terus ke Kyoto.
Jalur kedua adalah jalur tengah. Menempuh kota-kota Kofu, Shiojiri, Nagoya, Gifu, Otsu dan Kyoto. Jalur
ketiga adalah jalur pantai timur melewati kota-kota Matsudo, Shizuoka, Nagoya, Gifu, Otsu dan Kyoto. Jalur
inilah yang terdekat yang ditempuh Si Bungsu.
Kereta api yang dia naiki berwarna merah. Saat itu menarik gerbong 20 buah yang panjang
keseluruhannya tak kurang dari 200 meter. Mendengus dan menggelinding di atas rel baja.
Saat itu bulan Desember. Musim dingin telah datang pula. Si Bungsu memakai baju tebal. Persediaan
keuangannya masih cukup meski dalam ukuran sederhana.
Di bawah tempat duduknya dia letakkan ransel lusuhnya. Sementara samurainya dia simpan di balik
baju tebalnya. Melekat ke dirinya. Dia merasa aman senjata itu di sana. Sewaktu-waktu bisa dia pergunakan.
Kerata api itu sebenarnya cukup baik. Tapi setelah perang dunia ke II semua angkutan memang jadi
semrawut. Penumpang berjubel. Demikian juga dengan kereta api ini.
Meski dia duduk di gerbong kelas I tapi tak urung penumpang dari kelas dua dan kelas ekonomi
nyelonong kesana. Saat itu sudah mencapai kota kecil Gamagori. Kota ini terletak di tepi teluk Atsumi. Perjalanan itu sudah
jauh meninggalkan Tokyo. Sudah melewati kota-kota Shizuoka dan Toyohashi. Kini kereta mereka akan menuju
Nagoya. Sudah lebih separoh perjalanan.
Dua orang lelaki, berpakaian kimono hitam naik di stasiun Gamagori. Mereka naik di gerbong kelas dua.
Terus menyelusur arah ke depan. Ke gerbong kelas satu.
Pintu gerbong kelas satu didorong. Kondektur yang berpakaian coklat tebal yang semula merasa berang
ada orang masuk tanpa izin, begitu melihat siapa yang masuk cepat-cepat menghindar dari jalan dan
membungkuk memberi hormat.
Kedua lelaki itu tak mengacuhkan hormat si kondektur. Mereka terus ke depan. Berjalan dari gerbong
yang satu ke gerbong yang lain. Seperti ada yang mereka cari. Matanya plarak-plirik ke kiri dan ke kanan.
Di gerbong nomor tiga dari depan, mereka berhenti. Seorang gadis cantik kelihatan duduk dekat jendela
dengan diam. Satu bangku dengan gadis itu sebenarnya ada dua orang lagi. Seorang perempuan tua dan
seorang lagi lelaki dewasa. Tapi saat itu kedua mereka sedang pergi ke WC.
Kedua lelaki itu saling pandang. Lalu tersenyum. Senyumnya lebih tepat dikatakan menyeringai.
"Maaf, tempat ini kosong bukan?" yang seorang bertubuh ceking tinggi seperti tengkorak hidup berkata
dengan suara mirip burung gagak.
Gadis itu terkejut. Menoleh. Dan dia lebih terkejut lagi melihat kedua lelaki bertampang seram itu.
Sebelum dia sempat menjelaskan, kedua lelaki itu telah menghenyakkan pantatnya di sisinya.
Bau minuman sake segera tercium begitu mereka duduk.
"Tempat ini ada orangnya"." Gadis itu coba menjelaskan dengan ramah.
"Ya, kami orangnya bukan?" jawab yang pendek dengan suara seperti bebek, sambil tangannya melewati
tubuh si jangkung kurus mencowel pipi gadis itu.
Gadis itu cepat mengelak dengan wajah berang. Dan kedua lelaki itu tertawa. Tawanya menyeramkan.
Yang satu seperti burung gagak. Mengakak memperlihatkan gigi yang kuning. Yang satu mendesah-desah
seperti suara bebek. Air ludahnya menyembur-nyembur.
Gadis itu segera bangkit akan pindah tempat. Meskipun dia tahu semua tempat sudah penuh, tapi
daripada berdekatan dengan kedua lelaki ini, lebih baik tegak sampai ke tujuan. Namun yang jangkung menarik
tangannya. Menyentakkannya.
Gadis itu terhenyak duduk kepangkuannya. Dia menjerit. Kedua lelaki itu hanya tertawa. Para
penumpang lain hanya melirik. Kemudian kembali seperti tak tahu menahu.
Mereka segara tahu, sikap demikian hanya dimiliki oleh penjahat-penjahat. Di daerah ini, ada dua
kelompok penjahat yang berkuasa. Yaitu Jakuza dan Kumagaigumi (Beruang Gunung).
Keduanya sama-sama berbahaya untuk dicampuri urusannya. Karena itu, para penompang lebih suka
berdiam diri. Dengan jahanamnya, tangan si kurus ini meremas dada gadis tersebut. Gadis itu terpekik.
Saat itulah kedua penompang yang duduk disebelah gadis itu muncul dari WC.
Melihat ada orang duduk di tempat mereka, yang lelaki, seorang pegawai kantor kota, berkata: "Maaf
Bung, ini tempat saya dan ibu ini"
Kedua lelaki itu, yang tengah tertawa cekikikan terhenti. Menatap pada lelaki tersebut.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 229
"Apa bukti bahwa disini tempat saudara?" Si gemuk pendek balik bertanya. Lelaki itu mengeluarkan
karcisnya. Perempuan itu juga. Si gemuk dan si jangkung mengambilnya. Melihatnya. Dan menyimpannya ke
dalam jubahnya. "Apa bukti bahwa disini tempat saudara?" si pendek gemuk mirip babi itu bertanya lagi.
Lelaki itu segera mengetahui bahwa orang ini mencari gara-gara. Karcis mereka kini ada padanya. Dia
tahu, kedua orang ini pastilah anggota bandit-bandit Jakuza atau Kumagaigumi.
Tapi harga dirinya sebagai seorang pegawai pamong, ditambah dengan tujuan yang masih jauh, maka
dia tetap protes. "Jangan main-main. Saudara bisa saya laporkan pada kondektur?" katanya. Kedua lelaki itu tertawa.
Kondektur lewat. Lelaki itu menyampaikan persoalannya.
(62) Namun Kondektur hanya menelan ludah. Wajahnya pucat. Kesempatan itu dipergunakan gadis tadi
untuk berdiri. Menghindar dari dua lelaki yang memuakkan itu.
Dia sudah akan berhasil pergi, namun si gemuk pendek merenggutkan tangannya. Gadis itu kembali
terpekik dan terjerembab ke lantai. Lelaki pegawai pamong itu berusaha menolakkan si gemuk. Namun si kurus
menghajar perutnya dengan sebuah tendangan karate yang telak. Pegawai pamong itu terjajar.
Suasana jadi heboh. Gadis itu diangkat kembali oleh si kurus. Didudukan ke pangkuannya. Orang-orang
pada berdiri dari kursinya melihat kejadian itu.
"Duduklah kembali, kalau kalian tak ingin kehilangan kepala"."si pendek gemuk dengan suara bebeknya
mengancam. Kepala-kepala manusia itu seperti disentakkan alat otomoatis. Lenyap dan duduk kembali dengan
diam. "Nah, orang tua, pergilah cari tempat lain" suara si pendek gemuk seperti babi itu terdengar lagi.
Perempuan tua itu tahu, lelaki ini amat berbahaya. Dia membungkuk mengambil barang-barangnya di
bawah tempat duduk. Ketika dia bangkit akan pergi, seorang lelaki berdiri di belakangnya.
"Akan kemana ibu?" tanyanya perlahan. Perempuan itu tak menjawab. Dia mengangkat barangnya dan
berputar. "Jangan pergi. Tempat Ibu disini bukan" Duduklah kembali?" lelaki itu mencegahnya dengan suara yang
amat tenang. Kedua lelaki yang duduk itu, yang kurus seperti jailangkung, yang pendek seperti babi, melotot pada
lelaki yang baru datang itu.
Lelaki itu justru tersenyum pada mereka.
"Berdirilah. Ibu ini akan duduk. Kalian tak punya karcis bukan?" katanya dengan suara yang alangkah
tenangnya. Para penompang yang lain tentu saja jadi tertarik. Kalau Kondektur saja tak berani bertindak, kini
ada orang lain yang berani, maka siapakah orang ini" Pikir mereka.
Yang pendek gemuk segera saja jadi berang. Dia bangkit menghantam lelaki itu. Namun begitu dia
bangkit, begitu sebuah tendangan menghajar kerampangnya.
Dia mengeluh. Terduduk lagi dengan muka yang putih karena menahan sakit.
"Jangan duduk di sana, pindahlah?" kata lelaki itu dengan perlahan.
Yang kurus tinggi bangkit. Tangannya terhayun dalam bentuk pukulan karate. Namun dia kembali
terlambat. Sebuah pukulan dengan tongkat kayu menusuk bawah hidungnya "prakkk!" patah dua buah! Dan dia
tersurut ke belakang! "Pergilah. Ini bukan tempat kalian.." lelaki yang baru datang itu berkata lagi dengan tenang. Kedua lelaki
itu jadi ragu. Mereka bertatapan. Kemudian tangan mereka serentak berkelabat ke balik kimono mereka
dimana samurai pendek mereka tersimpan.
Namun demi malaikat, demi syetan dan iblis kedua lelaki itu hampir-hampir tak mempercayai mata
mereka. Tangan lelaki itu justru lebih cepat!
Sebuah tongkat kayu dengan cepat mendahului gerakan samurai mereka. Tongkat kayu itu menghentak
persis tentang jantung mereka. Mata mereka mendelik. Karena hentakan ujung tongkat itu persis ketika
mereka menghirup nafas. Mereka jadi pucat.
Dan berikutnya, tongkat itu menghajar kepala mereka. "prakk! Prakk!" dua hentakan keras melanda
kening. Dan kening mereka benjol sebesar telur. Penompang-penompang yang telah menjulurkan kepalanya
kembali, jadi kaget dan kagum melihat kecepatan lelaki ini.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 230
"Pergilah, sebelum kepala kalian makin besar oleh benjolan-benjolan?" lelaki itu berkata lagi, masih
dengan suara tenang. Dan kini, keberanian kedua lelaki itu ambruk. Meleleh seperti ingus. Dan mereka ngeloyor pergi. Tapi di
pintu belakang, mereka berhenti, yang bersuara gagak berkata :
"Awas kau! Awas kau!"
Hanya itu, kemudian dia bergegas pergi.
Lelaki itu hanya menatap dengan matanya yang sayu. Lalu mendudukkan perempuan tua itu ke
bangkunya. Dan dia tersenyum pada gadis yang duduk dekat jendela. Tapi senyumnya beku tiba-tiba. Gadis itu, yang
sejak tadi meperhatikannya tiba-tiba juga jadi pucat. Mereka saling pandang kaget.
"Kau".?" Kata lelaki itu yang tak lain dari Si Bungsu itu pada si gadis.
"Anda?"" suara gadis itu serak.
"Engkau yang di penginapan Asakusa?"" Tanya Si Bungsu.
"Ya"sayalah itu?" gadis itu berkata perlahan sambil matanya yang basah tak lepas-lepas menatap Si
Bungsu. Perlahan dia bangkit.
"Engkau menyelamatkan aku kembali. Domo arigato gozaimasu?" kata gadis itu membungkuk. Si
Bungsu menarik nafas. Lega dia. Tersenyum.
"Siapa namamu?"" tanyanya.
"Michiko?" "Michiko, "ya Michiko?" kata Si Bungsu mengulang. Para penompang melihat saja kejadian itu dengan
heran. Heran dan kagum menyaksikan seorang gadis Jepang yang cantik ngomong dengan lelaki asing yang
gagah. "Dimana anda duduk?" Tanya Michiko. Si Bungsu memalingkan kepalanya ke depan.
"Di sana, di bangku paling depan?" katanya sambil menunjuk ke bangku tiga deret di depan tempat
Michiko. "Maaf, saya belum tahu nama anda?"
"Oh ya, nama saya Si Bungsu?"
"Bungsu-san terimakasih banyak atas budimu. Dua kali anda menolong saya"."
"Hei, bangku saya kebetulan kosong di depan sana. Hanya saya sendiri. Anda mau pindah ke sana?"
Wajah Michiko berseri. Dia mengangguk.
Si Bungsu juga tersenyum. Lalu menoleh pada ibu tua dan pegawai pamong yang duduk di sebelah
Michiko. "Saya harap ibu dan tuan senang duduk disini?" katanya perlahan.
"Terimakasih banyak nak" anda mahir berbahasa Jepang. Saya yakin anda bukan orang sini. Anda orang
Malaya?" perempuan tua itu bicara.
"Tidak, Watashi wa Indonesia-jin desu?"
"Aa, Indonesia-jin desu"." Ulang perempuan itu. Dan Michiko juga baru tahu, bahwa pemuda yang
menolongnya ini adalah orang Indonesia.
Perempuan itu mengucapkan terimakasih kembali. Demikian juga pegawai pamong yang perutnya kena
schak oleh kaki si kurus jailangkung tadi.
--000-Michiko yang ternyata berpergian sendirian lalu pindah ke tempat Si Bungsu di depan. Si Bungsu
membawakan tasnya. Para penompang pada mengangguk memberi hormat ketika dia lewat di dekat mereka. Si Bungsu
membalas mengangguk dan tersenyum. Para penompang saling berbisik.
Orang Indonesia. Bukankah itu adalah negeri yang dijajah oleh tentara kita enam tahun yang lalu, bisik
mereka. Kini anak muda dari negeri itu datang menolong tiga penduduk Jepang yang akan dianiaya oleh
penduduk Jepang lainnya"
Si Bungsu meletakkan tas Michiko di rak bagasi di depan mereka. Di sisi ransel lusuhnya. Dia
menyilahkan Michiko duduk dekat jendela. Kursinya memang kosong. Dia duduk di samping gadis itu.
Michiko menatap pada Si Bungsu. Dia seperti tak yakin akan pertemuan ini.
"Kemana saja engkau setelah peristiwa di Asakusa itu?" tanya Si Bungsu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 231
"Saya"saya?" Michiko menunduk. Akan dia katakankah bahwa setelah dilepas oleh Polisi Militer
Amerika dulu dia lalu mencari Si Bungsu"
Ah, dia jadi malu. "Untuk beberapa hari saya masih di sana. Tapi hari ke enam, saya lalu ke tempat bibi di kota Hamamatsu"
"Oh, engkau naik di stasiun Hamamatsu pagi tadi?"
"Ya, saya naik di sana.."
"Kota kecil sebelum danau Hamana?"
"Ya, disanalah saya selama ini?"
Si Bungsu mengangguk. Dia jadi mengerti kenapa selama dua bulan usaha pengacara Yamada untuk
mencari gadis ini tak pernah berhasil. Rupanya dia sudah berada ratusan kilometer dari Tokyo. Di sebuah kota
kecil yang tak begitu dikenal.
Peluit kereta api terdengar memekik.
"Kereta akan berangkat" kata Michiko.
Mereka sama menoleh lewat jendela ke luar. Teluk Atsumi kelihatan indah dalam udara sore yang
merah. Burung-burung camar kelihatan terbang berkelompok. Terbang rendah, tiba-tiba seekor menukik
terjun ke air. Lalu tiba-tiba membubung ke udara.
"Itu teluk Atsumi"." Kata Michiko perlahan takkala sebuah sampan nelayan bergerak di puncak ombak
dengan layar yang berwarna kuning.
"Alangkah indahnya"." Kata Si Bungsu. Michiko menoleh. Dan tiba-tiba wajahnya berhadapan dengan
wajah Si Bungsu yang tetap melihat ke teluk. Jarak wajah mereka hanya sejengkal.
Si Bungsu tertegun. Mata Michiko yang hitam bersinar, hidungnya yang mancung dengan anak-anak


Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rambut keluar dari balik penutup kepala yang terbuat dari bulu binatang. Gadis ini adalah salah satu diantara
sekian gadis Jepang yang cantik.
Mereka bertatapan. Michiko menatap mata Si Bungsu tepat-tepat.
Pemuda ini, bermata hitam dengan sinar yang teguh, beralis tebal dengan rambut yang juga tebal hitam,
adalah pemuda asing yang telah dua kali menyelamatkan dirinya.
Dulu, ketika dia selamat dari perkosaan tentara Amerika di Asakusa, seminggu lamanya dia memutari
kota Tokyo. Mencari pemuda ini. Dan dengan kecewa dia akhirnya pergi ke tempat bibinya di kota Hamamatsu.
Dan di tempat bibinya itu, selama beberapa bulan, dia tak bisa melupakan wajah anak muda ini. Seorang
yang berwajah murung, bermata sayu tapi kukuh, berkulit hitam manis yang entah kenapa tak bisa dia lupakan.
Kini anak muda itu ada sejengkal di depannya.
"Bungsu-san,". " katanya perlahan dari jarak sejengkal itu, tanpa melepaskan tatapan matanya dari
wajah Si Bungsu. "Michiko-san?" jawab Si Bungsu perlahan.
"Terimakasih atas budimu padaku. Di Asakusa dan kini di Gamagori?"
"Tak usah dipikirkan?"
"Masih ingat ketika engkau bertanya tentang kereta yang akan ke Shibuya?"
Tentu saja Si Bungsu ingat. Peritiwa itu terjadi di daerah Ginza. Dia akan mencari Kenji ke Shibuya. Dan
dia bertanya pada seorang gadis, kereta mana yang akan menuju Shibuya.
Gadis itu tak segera menjawab. Melainkan menatap dahulu pada dirinya. Ketika itu diketahuinya bahwa
pemuda yang bertanya itu adalah orang asing, yang nampaknya dari Malaya atau Philipina atau Indonesia, dia
lalu membuang muka dan melanjutkan perjalanan tanpa menjawab pertanyaannya.
Dan dua hari setelah itu, ternyata gadis itu di selamatkan di Asakusa!
"Masih ingat?" tanya Michiko.
Tanpa memindahkan tatapan matanya dari mata Michiko Si Bungsu mengangguk dan tersenyum kecil.
"Saya menyesal"maafkan saya Bungsu-san?" Michiko berkata perlahan. Di sudut matanya ada air
menggenang. Bungsu tersenyum dan berkata lembut.
"Jangan dipikirkan. Lupakanlah?"
Tiba-tiba Michiko menyandarkan kepalanya ke bahu Si Bungsu. Bungsu jadi gugup dan berdebar.
"Tenanglah?" katanya sambil memegang rambut Michiko yang keluar dari balik topi bulu binatangnya.
Perlahan Michiko mengangkat wajahnya kembali. Mereka bertatapan lagi. Perlahan Si Bungsu
menghapus air mata di pipi Michiko dengan jari-jari tangannya.
"Domo arigato"." Kata Michiko.
"Lihatlah keluar sana, indah sekali. Negerimu sangat indah?" kata Si Bungsu. Michiko menoleh keluar.
Kemudian menoleh lagi pada Si Bungsu. Dia tersenyum.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 232
"Belum juga berangkat kereta ini?" tanya Si Bungsu.
"Ya, biasanya sudah berangkat.." jawab Michiko. Ucapan mereka baru saja habis takkala Kondektur
dengan wajah pucat datang bergegas pada mereka.
"Larilah" me"mereka datang"!" Kondektur itu bicara gugup pada Si Bungsu. Si Bungsu dapat segera
menebak bahwa yang datang itu adalah komplotan lelaki tadi yang kalau tak salah dengar ada penompang yang
bilang bahwa mereka dari komplotan Kumagaigumi.
Michiko jadi pucat. Penompang yang lain juga pada panik. Namun belum satupun yang sempat mereka
perbuat ketika empat lelaki berwajah tak menyedapkan naik ke Kereta Api itu. Dan langsung ke gerbong
dimana Si Bungsu dan Michiko duduk.
Ke Empat lelaki itu tiba-tiba saja sudah tegak di gang di depan Si Bungsu.
Satu diantaranya adalah yang kurus seperti jailangkung. Yang giginya rontok dua buah digetok hulu
samurai Si Bungsu tadi. "Dialah jahanam itu"." Kata lelaki tersebut dengan suaranya yang mirip suara gagak.
Seorang lelaki bertubuh sedang, dengan samurai di tangan kiri, bermata sipit berambut gondrong, yang
nampaknya boss diantara yang empat orang itu, menatap dengan mengerenyitkan matanya pada Si Bungsu.
"Dia?" tanyanya dengan nada tak percaya. Sementara mulutnya masih tetap kemat-kemot mengunyah
sesuatu. "Ya, dialah anjing itu?" pekik si Kurus. Michiko memegang tangan Si Bungsu. Memegang tangan kirinya.
Sementara keempat bajingan itu berada di sebelah kanan mereka.
"He, kau, berdiri"!" perintah lelaki itu.
Suaranya mirip geraman harimau. Si Bungsu berdiri. Michiko yang akan berdiri dia suruh tetap duduk.
"Tetaplah duduk Michiko?" katanya sambil menanggalkan pegangan tangan gadis itu dari lengannya.
Dia berdiri. Tegak sedepa dari keempat lelaki Jepang yang menatapnya dengan perasaan heran itu
Terutama lelaki yang tengah mengunyah yang nampaknya sebagai pimpinan itu. Dia tak yakin, apakah
anak muda asing ini memang sanggup mengalahkan dua orang anak buahnya yang terkenal itu.
"Apakah engkau tadi yang merontokkan giginya?" lelaki bertubuh sedang itu bertanya sambil tetap
mengunyah sesuatu. Nampaknya seperti gula-gula karet, sambil menunjukkan jempolnya pada si kurus
kerempeng yang jangkung. "Dia yang minta. Saya telah minta dia untuk pergi baik-baik. Namun dia lebih menyukai giginya rontok?"
Si Bungsu menjawab seadanya.
Dan hal itu menyebabkan si kurus kerempeng itu menggebrak maju akan menghantam Si Bungsu.
Nampaknya keberaniannya jadi tumbuh dekat teman-temannya ini.
Namun gerakan majunya tertahan oleh tangan temannya yang bertubuh kekar.
"Marilah kita sikat dia"." Kata lelaki itu.
"Ya, kalian sudahi dia. Dan bawa gadis itu padaku"." Yang mengunyah gula-gula karet itu nampaknya
tak mau turun tangan. Pemuda asing itu dia anggap bukan lawannya. Terlalu enteng!
Makanya dia menyerahkan hal sepele itu pada ketiga anak buahnya. Bagaimana dia akan turun tangan"
Apakah nama besarnya sebagai si Tangan Besi pimpinan Kumagaigumi kota Gamagori akan dibuat cemar
dengan melawan orang asing tak terkenal itu" Ah, itu pekerjaan anak-anak, pikirnya.
Ketiga lelaki anggota Beruang Gunung yang bermarkas besar di Osaka itu memang segera turun tangan.
Yang lebih dulu maju adalah yang kururs tinggi tadi.
Dia merasa dapat beking kuat dengan kehadiran kedua temannya ini. Dia segera maju menghantam Si
Bungsu dengan sebuah tendangan yang tadi pernah melumpuhkan pegawai pamong praja itu.
Namun Si Bungsu juga tak mau kasih hati pada orang Jepang pongah ini. Dari balik mantel tebalnya,
samurainya dengan sangat cepat menjulur keluar. Samurai itu tak dia cabut, hanya gagangnya dia hentakkan
ke kening si kerempeng itu.
Terdengar suara berdetak ketika kayu gagang samurai itu menghajar kening si kurus. Demikian cepat
dan kuatnya hentakkan itu, membuat si kurus tersurut dua langkah.
Dan keningnya kini tak hanya bengkak seperti tadi. Tapi juga berdarah!
Dan samurai itu kini di pegang dengan tangan kirinya di luar mantel tebalnya oleh Si Bungsu.
Dia melangkah. Ketiga Jepang itu mundur dengan kaget.
Si Bungsu menoleh pada Michiko.
"Tenanglah di sana. Saya akan kembali?"
(63) Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 233
Berkata begini dia melangkah lagi. Ketiga Jepang anggota Beruang Gunung itu mundur terus.
Akhirnya mereka terpepet ke pintu.
Salah seorang tiba-tiba maju sambil mencabut samurai. Tapi Jepang ini sungguh bernasib malang. Dia
memang sudah lama belajar samurai. Tapi orang dia hadapi adalah "malaikat" nya samurai.
Samurai baru terangkat sedikit, ketika dia rasakan perutnya pedih bukan main. Ayunan samurainya
terhenti. Dia melihat ke bawah. Dan wajahnya jadi pucat. Pucat karena kaget dan malu.
Celananya telah dibabat putus oleh samurai anak muda itu persis di bawah pusatnya!
Celananya terluncur ke bawah. Dan perutnya berdarah. Dan darahnya mengalir hingga ke bawah!
Dia lari turun ke jalan. Si Bungsu maju terus. Dan kini mereka tegak di bawah, di depan stasiun kecil di
kota Gamagori itu. Pimpinan mereka tadi, yang telah turun lebih duluan merasa kaget melihat anak buahnya belum juga
berhasil menyudahi orang asing ingusan itu.
Peristiwa itu tentu saja menarik penduduk yang memenuhi stasiun tersebut. Mereka secara otomatis
membuat lingkaran yang amat lebar.
Angin bersuit panjang membawa udara musim dingin yang menusuk tulang.
Kini dia telah dikepung oleh empat orang. Penduduk hanya melihat dari kejauahan. Ada seorang Polisi
dengan pistol di tangan yang menyeruak di antara kerumunan orang ramai.
"Hentikan semua i".!" bentakkannya terhenti takkala dia melihat siapa yang sedang mengepung seorang
asing itu. "Oh"eh"glep"plzf.." mulutnya berkomat kamit tak menentu. Dan akhirnya dia menyuruk lagi kedalam
kerumunan orang ramai itu.
Yang dia bentak sebentar ini adalah kepala bandit kelompok Kumagaigumi. Niat hatinya tadi ingin
dianggap pahlawan oleh orang banyak. Karena berhasil mengatasi sebuah kericuhan. Tapi kini nyalinya jadi
ciut. Dan dia harus menelan pil pahit takkala penduduk mengejeknya. Dia menyuruk dan menghindar dari sana.
Sudah bukan hal yang aneh lagi, bila di kota kecil seperti Gamagori, Nishio, Yaizu, Ena, atau Azuchi di
tepi danau Biwa sana, yang berkuasa bukanlah aparat penegak hukum. Melainkan kelompok-kelompok bandit
seperti Jakuza dan Kumagaigumi.
Demikian berkuasanya mereka, sehingga dengan kekuatan uang dan keuatan fisik mengandalkan jumlah
anggota yang banyak mereka bisa saja menggeser kedudukan seorang penguasa kota kecil itu.
Tapi yang paling ditakuti pejabat resmi itu bukanlah tergesernya mereka dari kedudukan. Melainkan
teror dan pembunuhan yang tak kenal perikemanusiaan. Orang-orang ini bisa saja menyerang keluarga
Pendekar Sakti Dari Lembah Liar 6 Goosebumps - Petualang Malam Pendekar Kidal 12

Cari Blog Ini