Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik Bagian 21
yang amat bangga atas undangan anda. Namun, saya mohon maaf, dari tahiti saya harus menjenguk ibu saya
yang kini dirawat di sebuah rumah sakit?" "Sampaikan salam saya pada ibu anda tuan?" "Akan saya
sampaikan, Tuan Presiden. Dan saya yakin adalah sesuatu yang amat membanggakannya mendapat kiriman
salam dari Tuan?" "Baiklah, kelak kalau anda punya waktu, anda bisa menelpon saya langsung di Gedung Putih.
Dan saya yakin merupakan hari yang membanggakan bagi saya kelak bila bertemu dengan anda?"
"Terimakasih tuan Presiden?"
Dan hubungan radio itupun berakhir, pesawat yang dia kemudikan membelah udara Amerika memasuki
wilayah lautan Pasifik. Sementara itu di Mexico City, seluruh aparat yang terlibat dalam penyelesaian
pembajakan itu bergerak dengan cepat. Ketujuh pembajak segera di bawa oleh Angkatan Udara Amerika,
kesuatu tempat di Amerika Serikat, yang seorang pun tidak tahu tujuannya, selain pimpinan tertinggi negara
itu saja. Para Sandera yang dibebaskan itu, sesuai dengan janji Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, segera di
terbangkan dengan pesawat carteran ketempat mereka masing-masing. Dikota di mana mereka turun,
pengawalan di lakukan dengan ketat, tetapi tidak menyolok. Dalam perjalanan menuju kota masing-masing,
beberapa petugas yang menyertai para sandera itu meminta pada mereka untuk tidak memberikan keterangan
pers kepada para wartawan. Himbauan itu disampaikan demi keselamatan para sandera itu sendiri.
"Kita tidak bisa mengawasi semua orang di negeri kita ini untuk melindungi anda?"ujar petugas FBI itu
di dalam pesawat, "Letaklah kita bisa mengawasi orang-orang asing yang dicurigai, tapi bagaimana kalau
misalnya yang akan mencelakai anda adalah orang Amerika yang tak kita curigai sedikitpun" Harap anda
ketahui, sungguh sukar bagi kita untuk mengawasi yang mana orang Amerika yang pro-Komunis dan mana
yang tidak?" Para bekas sandera itu memang lebih suka berdiam diri dari pada harus di ancam marabahaya. Itulah
sebabnya kenapa masing-masing, mereka umumnya berdiam diri saja ketika dikerubuti para wartawan untuk
mendapatkan cerita dari drama pembajakan yang amat menegangkan itu. Saat para pembajak akan di naikan
kepesawat, gadis Pramugari yang jadi pimpinannya tiba-tiba mengajukan permintaan.
"Saya ingin mengajukan sebuah permintaan?"katanya ketika dia akan dipindahkan dari mobil tahan
peluru kepesawat khusus Angkatan Udara Amerika yang telah menanti. Direktur CIA yang menyertai mereka
mengangguk menyetujui permintaan untuk mendengarkan permintaan gadis itu. "Saya ingin bertemu dengan
salah seorang dari penumpang pesawat itu tadi.." "Salah satu dari yang anda sandera itu?" "Benar?"
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-460
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 468
Direktur CIA itu saling pandang dengan petugas keamanan. ?"Jangan khawatir. Dia bukan bahagian dari
kami. Dia benar-benar seorang penumpang biasa. Seorang lelaki. Saya harap Anda bisa mengerti..?" Dan tibatiba saja Direktur CIA itu menjadi maklum. Dia punya seorang anak gadis yang sebaya dengan pramugari cantik
ini. Gadisnya itu seorang yang manja.
?"Baik, Anda bisa sebutkan namanya. Tapi kami hanya bisa memberi waktu lima menit. Tak lebih?"
?"Terimakasih. Saya justru hanya butuh waktu setengah menit..?" ?"Nona, bisa sebutkan namanya, agar kami
bawa dia kemari..?" ?"Saya tak tahu namanya..?" Direktur CIA itu tertegun heran. ?"Ya saya tak tahu namanya.
Namun saya bisa sebutkan ciri-cirinya?". ?"Baiklah. Anda sebutkan ciri-cirinya..?"
Yuanita menyebutkan ciri lelaki yang ingin dia temui itu. Di ruang khusus di salah satu tempat dekat
lapangan itu, para bekas sandera masih ada yang menunggu pesawat. Sebahagian besar diantara mereka telah
diterbangkan ke kota masing-masing. Seorang petugas bergegas ke sana. Menyeruak diantara petugas
keamanan yang menjaga dengan ketat. Berbisik dan mencari-cari. Kemudian mendekati seorang lelaki. ?"Tuan,
Anda diminta datang ke ruang itu..?" petugas tersebut bicara pada si lelaki. Lelaki itu, yang tak lain daripada Si
Bungsu, jadi kaget. ?"Saya..?"" ?"Ya, Tuan..!?"
Si Bungsu memandang pada Tongky yang tengah duduk bersandar di kursi sambil menaikkan kaki ke
meja. Di meja ada dua botol bir yang telah kosong. Sebuah piring yang penuh tulang ayam. ?"Saya dengan teman
saya ini?"" ?"Tidak, Anda sendirian..?" Tongky mengedipkan mata. Dan Si Bungsu mengikuti petugas itu. Dia
segera dibawa ke luar ruangan. Ke sebuah jalan di depan ruang tunggu. Naik ke sebuah jip, kemudian jip itu
dipacu ke sudut lapangan yang lain. Lalu berhenti di dekat sebuah pesawat jet kecil yang dijaga dengan ketat.
Di dekat tangga, ada tiga orang tegak. Satu diantaranya adalah perempuan. Yang segera dikenali oleh Si Bungsu
sebagai Yuanita. ?"Dia yang Anda maksud..?"" tanya Direktur CIA itu begitu jip tersebut berhenti.
Gadis itu mengangguk. Matanya tak lepas menatap Si Bungsu yang termangu-mangu di atas jip. Si
Bungsu benar-benar tak tahu akan mengapa. Dia turun dari jip itu. Kemudian melangkah mendekati gadis yang
tetap saja memandangnya tak berkedip. Petugas-petugas, termasuk Direktur CIA, menatap setiap gerak kedua
orang itu dengan diam. Sebenarnya adalah tak sopan berlaku demikian. Menatap sepasang anak muda yang
barangkali entah akan mengapa. Tapi yang mereka hadapi ini bukan sembarang anak muda. Yang perempuan
adalah gembong pembajak komunis yang amat militan.
Siapa tahu, kesempatan seperti ini dia pergunakan untuk bunuh diri, atau melakukan penyanderaan lagi,
misalnya. Jika gerakan mencurigakan seperti itu mereka lihat, mereka sudah siap sedia. Gadis ini merupakan
salah satu tertuduh utama, dan merupakan mata rantai amat penting dalam menggulung sindikat terorisme
internasional. Makanya dia tak boleh diabaikan.
Itu pula sebabnya, meski dalam keadaan bagaimanapun, dia harus diawasi dengan ketat, walaupun
terasa agak kurang sopan. Namun Si Bungsu sama sekali tak tahu untuk apa dia datang ke sana. Kalaupun benar
seperti yang diucapkan Direktur CIA, maka dia juga tak tahu kenapa gadis itu memintanya untuk datang. Dia
mendekati gadis itu. Yang rambutnya tergerai ditiup angin di lapangan udara
Mexico City itu. Kemudian tegak tiga langkah di depanya. Dia masih menatap sejenak. Menatap gadis
yang sejak tadi memang telah menantinya. ?"Anda meminta saya untuk kemari, Nona?"" tanya Si Bungsu pelan.
Gadis itu tak menjawab, melainkan mendekat padanya. Menglurkan tangan untuk bersalaman. Si Bungsu raguragu, namun akhirnya menyambut uluran tangan itu. Gadis itu menjabatnya dengan erat, dan tanpa diduga "
dan tak dapat dielakkan Si Bungsu" Yuanita menarik tangannya mendekat. Menyebabkan tubuh mereka saling
merapat dan tubuhnya langsung dipeluk gadis itu. Tidak berhenti sampai di sana, gadis itu mencium bibirnya
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-461
Si Bungsu gelagapan. Namun entah mengapa, dia tidak mau berlaku kurang sopan dan dianggap tidak
gentelmen. Perlahan tangan nya membalas memeluk pinggang Yuanita, dan membalas ciumannya. Ketika
peristiwa itu selesai, dengan masih memegang tangan Si Bungsu, gadis itu merenggangkan diri.
"Terima kasih Love, peluk ciummu kabawa mati. Sebentar lagi?"ujarnya dengan mata berkaca.
Kemudian gadis itu berbalik, menuju kepesawat yang menunggu dari tadi. Setelah pesawat itu berangkat, Si
Bungsu kembali naik ke mobil jip yang tadi membawanya. Direktur CIA itu juga ikut naik, duduk disampingnya
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 469
di kursi depan.Jip itu kembali keruang tunggu khusus. Direktur CIA berkata pelan pada Si Bungsu ketika jip
meluncur di avron menuju ruang tunggu. "Kalian pasti belum saling kenal?" "Belum?"jawab Si Bungsu pelan.
"Perempuan memang laut yang amat dalam. Yang amat sukar menduga isinya. Saya yakin dia mencintai anda,
dengan amat sangat?"
Si Bungsu menoleh kesampingnya, pada lelaki yang tidak diketahuinya bahwa orang itu adalah Direktur
CIA. Sebuah lembaga Intelijen yang amat berpengaruh didunia. Dia diam tidak membari komentar atas ucapan
itu, sungguh mati dia amat terguncang atas peristiwa sebentar ini. Dia bukan lelaki yang lemah iman, tapi tidak
pula lelaki yang berpura-pura berlagak suci.
Dia datang dan sampai ke negeri ini justru dalam usaha mencari gadis yang amat di kasihinya. Dalam
sejarah hidupnya yang amat panjang dan berbelit ini, tak berapa yang pernah singgah di hatinya. Namun
peristiwa dengan Yuanita yang barusan tadi, gadis yang tidak dia kenal itu, benar-benar membuncah
perasaannya. Jip itu baru saja akan mencapai tempat dimana para penumpang yang pernah menjadi sandera
itu menanti, ketika mereka mendengar suara seperti letupan bedil di udara.
Letupan itu tak begitu menarik perhatian mereka yang ada di jip tersebut. Mereka baru tertarik tatkala
beberapa petugas lapangan menunjuk kesuatu titik jauh dibelakang sana. Makin lama makin banyak yang
melihat, dan mereka juga melihat, kearah pesawat jet angkatan udara Amerika yang tadi membawa para
pembajak komunis asal cuba itu.Jauh disana kelihatan sisa asap yang mengepul, kemudian.. lenyap!
"Jet itu meledak?"kata seseorang. Kepastian tentang itu baru didapat ketika dua orang petugas tower
berlarian mendekati Direktur CIA yang ada didekat Si Bungsu. "Pesawat itu meledak?" katanya. Semua
terdiam. Tak seorang pun yang tahu penyebabnya. Namun sudah bisa diduga, pesawat itu hancur berkeping
karena Bom waktu yang berasal dari salah seorang teroris tesebut. Mereka memang telah di periksa dengan
amat teliti. Namun dengan meledaknya pesawat itu di udara, bisa dipastikan ketelitian pihak Amerika ternyata
masih terkecoh oleh kelihaian teroris itu. Ledakan itu mustahil disebabkan pihak Amerika, sebab jet itu milik
Angkatan Udara Amerika. Yang menerbangkanya tentu Pilot Amerika, seorang AU Amerika berpangkat Mayor
yang terpercaya. Si Bungsu termangu. Membayangkan betapa gadis yang baru sebentar ini memeluk dan
menciumnya, kini hancur berkeping.
"Ya tuhan,.." terdengar kepala CIA di samping nya berucap. Tongky yang juga berlarian keluar dari ruang
tunggu menatap langit, di langit tidak terlihat apa-apa,kosong. "Pesawat itu meledak?" tanya Tongky. Si Bungsu
hanya tegak mematung. Mereka tegak dengan diam disisi jip itu sampai akhirnya panggilan untuk berangkat
terdengar. Di pesawat yang membawa mereka ke Dallas, Si Bungsu masih memikirkan ledakan pesawat jet itu.
Para pembajak tersebut ternyata masih memilih mati dari pada harus diinterogasi dan diadili di Amerika.
Apakah tak mungkin yang meledakan pesawat itu adalah Yuanita"
Gadis itu tadi air matanya berlinang ketika mereka berpelukan. Apakah peluk dan ciuman gadis itu
adalah peluk dan cium perpisahan" Tiba-tiba dia teringat bisikan gadis itu dengan mata berkaca sesaat setelah
mereka berciuman. "Terima kasih Love, peluk ciummu kubawa mati. Sebentar lagi?"
Ya tuhan, gadis itu memang merencanakan kematiannya. Dan sesaat sebelum kematiannya, dia
mengucapkan selamat tinggal dalam bentuk lain pada lelaki yang barangkali dia cintai. Lelaki yang belum dia
kenal, anak Indonesia yang berasal dari Situjuh Ladang Laweh. Ya tuhan, mengapa aku tidak arif kemana ujung
ucapannya tadi, bisik hati Si Bungsu.
DALLAS!. Kota ini berada di Texas. Salah satu negara bahagian Amerika Serikat. Ada dua hal yang segera
terbayang di kepala setiap orang bila mendengar nama Texas. Pertama adalah ladang-ladang Minyak yang
tersohor. Disinalah pusat minyak yang terkenal dengan sebutan CALTEX itu bermarkas besar. Sebuah
perusahaan minyak patungan dua raksasa dari california dan Texas.
Operasi minyaknya hampir menjangkau nyaris seluruh wilayah di permukaan bumi. Mulai dari wilayah
bersalju di Amerika utara sampai ke wilayah tak berpenghuni di daerah Selatan Australia. Mulai dari Houston
di timur sampai Ke Inggris ke belahan bumi paling barat dan mencengkam di padang-padang pasir negara Arab
di wilayah timur tengah. Texas juga mengingatkan orang pada zaman paling keras dan paling hitam dalam sejarah Amerika
Serikat. Yaitu zaman Wild west, saat berkuasanya para bandit dan cowboy. Yang memerintah dari punggung
kuda. Melintasi punggung- punggung bukit berbatu terjal, membelah padang-padang prairi yang di penuhi
kaktus-kaktus berduri. Kota ini merupakan pusat kegiatan para bandit yang tak kenal ampun. Bicara tentang Dallas adalah
bicara tentang dunia bandit. Tak ada kota-kota di dunia yang bisa menandingi kehebatan bandit-bandit Dallas.
Tak ada kota manapun di dunia, yang pernah menjadi pusat kegiatan bandit sehebat Dallas. Dunia cukup
banyak mengenal kelompok-kelompok bandit yang termasyhur.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 470
Sebutlah misalnya Yakuza di Jepang, POLT di rusia. KLU KLUX KLAN dari Amerika. Mira dari Israel. Tapi
dunia hanya mengenal satu komplotan bandit yang pernah ada di permukaan bumi. Komplotan itu adalah
MAFIA yang berasal dari Sicilia di Italia sana. Dan dunia juga mengenal bahwa jantung Mafia yang tersohor itu
adalah di DALLAS! Kini dikota itulah Si Bungsu, lelaki bersamurai yang berasal dari Gunung Sago itu datang! Ke kota pusat
para bandit. Ke kota pusat perjudian yang senantiasa mengundang maut. Ke kota yang kata orang-orang yang
tak punya rasa belas kasihan kepada siapapun.! Ke kota yang telah menjadi belantara kejahatan.
Dallas ditahun kedatangan Si Bungsu itu berpenduduk kurang lebih sekitar tujuh juta jiwa. Kotanya yang
luas terbagi dalam tiga bahagian utama. Bahagian utara disebut sebagai Civilation City, di bahagian ini terletak
kantor-kantor pemerintah. Di bahagian selatan disebut sebagai Country city, daerah pemukiman pegawai,
pedagang, bankir dan..siapapun tahu, di antara mereka juga merangkap profesi sebagai"bandit!
Dari Kecamuk Perang Saudara Ke Dallas Menuntut Balas (Episode II-462)
Di bahagian tengah, disebut sebagai Centrum City. Pusat kota tidak hanya disebut Centrum karena
berada di tengah. Pengertian Centrum diartikan sebagai "pusat"nya segala kegiatan. Kegiatan yang dimaksud
adalah kegiatan yang mengatur dunia! Sekali lagi, "yang mengatur dunia"! Di bahagian inilah para bandit Mafia
mengatur cabang dan kegiatannya hampir di seluruh penjuru dunia.
Di bahagian ini pula terdapat sebuah kantor Caltex, yang kelihatannya tak begitu besar, namun dari
situlah seluruh kebijaksanaan perusahaan minya raksasa itu dikomandokan. Dan.. di bahagian ini pula pusat
perjudian, pelacuran serta kegiatan politik disutradarai! Jadi bedanya amat menyolok antara kota bahagian
utara dimana Gubernur berkantor dengan bahagian Centrum dimana para bandit bermarkas. Bahagian Utara
dengan gubernurnya dianggap tidak sebagai pusat kekuasan. Tidak sebagai pusat pengambil keputusan.
Keputusan dan kekuasaan justru ditentukan oleh orang-orang yang bukan duduk di pemerintahan, tak
berpangkat dan tak jelas identitasnya. Mereka bermarkas di Centrum City! Itulah selintas gambaran tentang
Dallas. Dan ke sanalah Si Bungsu menuju. Ke belantara yang tak berbelas kasihan itu. Dia dan Tongky menginap
di Dallas Hotel. Hotelnya terbilang sederhana. Bertingkat dua belas dengan gedung model Abad ke 19. Begitu
masuk loby hotel, seorang gadis cantik berpakaian seperti perwira Spanyol zaman Napoleon membukakan
pintu mobil. Membawanya masuk dan mengantarkan ke bahagian front office. Di sana, dua orang gadis yang
hanya mengenakan kutang, memperlihatkan sebahagian besar dari dadanya yang ranum, menerima mereka.
Mulai dari mencatatkan nama, menentukan kamar, lalu mengantarkan mereka ke kamar. Yang mengantarkan
seorang gadis dengan pakaian Ceong Sam yang lazim dipakai di negeri Cina. Belahan samping baju itu seperti
dirobek. Mulai dari mata kaki, sampai ke atas pinggul. Belahan itu menampakan betis, paha, pinggul yang tak
bertutup. Mereka menaiki lif yang modelnya kuno sekali. Sebuah kotak empat segi dengan tutup seperti jerajak
besi di penjara. Ketika tombol bernomor dipencet, yaitu tingkat dimana mereka akan ditempatkan, lif itu
memperdengarkan bunyi berdenyit. Persis seperti membuka pintu di rumah-rumah kuno. Gadis yang memakai
baju "robek lebar" di paha, dan model dada terkelayak separuhnya itu tersenyum manis. Tongky mengerdipkan
mata pada gadis itu. Mereka menempati kamar 707. Gadis itu mengantarkan mereka sampai ke dalam kamar.
Menunjukan letak kamar mandi, tempat sabun, lemari pakaian, handuk dan lain-lain. ?"Jika Anda butuh apa saja,
tekan bel itu" dan ngomong lah, mintalah. Apa saja, akan kami layani?"" ujar gadis itu. ?"Kalau kami minta Anda,
Nona..?"" ujar Tongky memulai kedegilannya. ?"Tuan hanya tinggal menekan aiphone itu, dan katakan pada bos
saya, bahwa saya demam dan harus berada di kamar ini untuk jangka waktu yang ditentukan..?" gadis itu
menjawab penuh sikap profesional. Tongky bersiul. ?"Terimakasih, kami akan pikir tombol mana yang akan
kami tekan setelah kami mandi nanti..?" ujar bekas pasukan Baret Hijau itu sambil meletakan uang sepuluh
dollar ke belahan dada gadis itu, yang terbuka dua pertiga bahagiannya. Gadis itu tersenyum dan meninggalkan
kamar. ?"Wow, inilah Dallas Bungsu. Sambutan untuk kita di hotel ini ternyata cukup lumayan?". Si Bungsu yang
sejak tadi sudah merebahkan diri di pembaringan menatap isi kamar itu. Kamar itu luar biasa mewahnya.
Seluruh lantainya di alas permadani biru. Dindingnya juga berwarna biru. Alas kasur dan selimut tebalnya juga
berwarna biru dan mewah. Tiba-tiba ada suara di aiphone dalam kamar itu. ?"Tuan, jika tuan ingin dipijat, kami
akan mengirimkan dua orang pemijat ke sana..?" ?"Apakah tukang pijatnya lelaki atau perempuan?"" tanya
Tongky dari pembaringannya. ?"Tuan boleh pilih..?" jawab aiphone itu. Tongkay tertawa bergumam dan
mengucapkan terimakasih. Buat sementara mereka hanya memesan minuman. Tongky memesan gin yang tak
ada dalam kulkas kecil di kamar dan Si Bungsu memesan teh panas. Hari sudah malam ketika mereka sampai
di hotel itu. Karenanya tak seorangpun diantara keduanya yang berminat untuk meninggalkan hotel. Mereka
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 471
memilih untuk tidur dan istirahat. Sehabis memesan minuman mereka memesan makan malam. Berupa ayam
goreng dan nasi putih. ?"Apakah tuan"
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-463-464
"Apakah Tuan ingin makan malam di kamar?"tanya gadis pengantar minuman. "Ya,kami makan di kamar
saja?" "Perlu ditemani?"Cara orang-orang hotel ini menjajakan seks, menjejalkannya pada tamu, tanpa rasa
malu dan tanpa pandang bulu, benar-benar mendatangkan risih, khususnya pada Si Bungsu. Tongky
nampaknya mengerti jalan pikiran temannya itu. "Begitulah keadaannya di sini, kawan. Mereka juga cari
makan. Disini persaingan luar biasa kerasnya. Jika mereka tidak menawarkan dengan gencar, maka ada
harapan langganan membeli barang lain. Begitu hukum dagang, bukan?"
Si Bungsu tidak mengomentari. Tidak lama pesanan makan malam itu di antarkan oleh dua orang gadis
yang pakaiannya juga merangsang. Malam itu mereka tertidur karena letih yang amat sangat. Esoknya ketika
bangun pagi, Si Bungsu melihat Tongky sudah lebih dulu bangun. Negro yang baik hati itu tengah latihan Pushup. Menelungkup di lantai dengan bertelekan telapak tangannya, kemudian mengangkat dan menurunkan
badannya yang penuh otot Si Bungsu kekamar mandi dan mengambil wudhu. Ketika berwudhu itulah entah mengapa tiba-tiba saja,
sebuah perasaan tak sedap menyelinap dihatinya. Bayangan Tongky melintas amat cepat dalam pikirannya.
Dia berhenti berwudhu ketika baru sampai membasuh telinga. Cepat dia keluar kamar mandi dan melihat
Tongky. Negro itu masih melakukan push-up berkali-kali, dalam kamar itu tidak ada orang lain!
Si Bungsu menarik napas panjang, lega. Dia kembali kekamar mandi dan melanjutkan berwudhu.
Kemudian sembahyang tak jauh dari tongky yang merubah gerakan push-up dengan gerakan lari-lari dalam
posisi jongkok dalam kamar itu. Negro bekas pasukan Green barret itu tetap menjaga tubuhnya dengan latihan
ringan setiap hari. Biasanya Si Bungsu juga melakukan hal yang sama setelah sembahyang subuh. Namun kali ini setelah
sembahyang sekitar jam setengah enam pagi waktu setempat itu, dia tidak melakukan olah ringan itu. Dia
duduk di sisi pembaringan, menatap Tongky yang meloncat-loncat sambil jongkok di seputar kamar.
"Hei, kau tidak sport kawan?"seru Tongky sambil masih loncat-loncat jongkok. "Saya kurang enak
badan"."katanya. Padahal yang tak enak adalah perasaannya.Si Bungsu kini tak ingin lagi terkecoh oleh
perasaannya, dia sudah hafal dengan firasatnya. Firasatnya selalu tak berdusta. Entah mengapa, ternyata
berada di kota Dallas ini, dikota belantara yang tak mengenal belas kasihan ini, firasatnya yang tajam, yang
selama ini "macet"kini berangsur bekerja lagi dengan sempurna.
Barangkali itu disebabkan atas kesadarannya pada bahaya mengancam. Dia datang kemari mencari
Michiko. Dan Michiko sampai ke kota ini bukan kemauannya. Dia dibawa oleh seorang bekas pilot perang dunia
II. Sejak semula dia sudah punya firasat, akan ada darah yang tumpah atas kedatangannya kekota ini.
Dan kini perasaan tak sedapnya timbul tiba-tiba. Dia tahu, firasatnya memberikan isyarat bahwa sesuatu
yang tak dingini akan terjadi. Sesuatu yang tak diingini itu barangkali akan menimpa Tongky. Dia tahu itu, sebab
ketika berwudhu itu tadi wajah Tongky melintas dalam ingatannya.itu suatu isyarat pasti!
Tapi bagaimana dia akan mengatakannya pada Tongky" Tongky menyelesaikan senam paginya.
Kemudian memakai kimono yang terbuat dari bahan handuk. Kemudian minum kopi dan makan hamburger.
Lalu membaca koran pagi yang di letakkan orang didepan pintu. Dimasukkan di bawah pintu lewat lubang
antara daun pintu dengan lantai.
"Hei, lihat! Ada gambarku"!" seru Tongky begitu membuka koran lokal. Dia memperlihatkannya pada
Si Bungsu. Koran itu terbitan Dallas, bernama PIONEER. Dalam gambar kelihatan Tongky tengah duduk dengan
kaki dimeja. "Busyet, foto ini diambil ketika kita berada diruang tunggu lapangan terbang Mexico kemaren.
Sialan, kenapa ada wartawan disana?" Tongky menggerutu.
Koran itu memberitakan tentang pembajakan pesawat Japan Airlines di bandara Mexico. Pembajakan
itu digagalkan oleh seseorang dan pioneer berhasil mendapatkan foto "Pahlawan penyelamat" itu dengan
membelinya dari New York Times. Tongky tertawa membaca bualan koran tersebut. Hari sudah pukul
sembilan ketika mereka menyusun rencana untuk mulai bergerak, mencari jejak Michiko.
"Di kota ini kita akan menghubungi seorang teman bernama Alex. Dia banyak tahu tentang kota ini. Dan
telah mencium jejak Michiko.." kata Tongky. Mereka lalu membuat rencana, pagi itu mereka akan menuju ke
wilayah utara, ke Civilation City, ke wilayah perkantoran pemerintah. Di sana Alex bekerja. Meraka lalu turun
menuju Lobi. Dalam Lift menuju kebawah Si Bungsu akhirnya berkata.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 472
"Tongky, pagi ini perasaanku sangat tak sedap.."Tongky tersenyum. "Lumrah, kawan. Engkau akan
bertemu dengan kekasihmu, perasaan itu yang membuat kau gundah?" "Bukan, ada sesuatu yang akan terjadi.
Barangkali atas diri kita berdua atau atas diri mu Tongky.." akhirnya Si Bungsu berterus terang. Tongky
menepuk bahu Si Bungsu. "Terima kasih kawan, kita akan berhati-hati?"
Si Bungsu lega, dia sudah memberi ingat. Mereka sampai di lobi. Bersamaan dengan mereka keluar lift,
lift di sebelah kanan mereka juga berhenti dan dari dalamnya keluar empat orang, dua lelaki dan dua
perempuan. Tongky menuju ke Front Office dan menyerahkan kunci, Si Bungsu tegak disisinya.
"Apakah kami bisa memakai taksi?"tanya Tongky kepada gadis di front office. "Tentu?"dan gadis itu
memberi isyarat kepada seorang gadis lainya yang tegak dekat pintu masuk. Isyaratnya dengan membunyikan
dua jari dengan menyentikkannya, gadis itu mendekat. "Taksi?"ujar recepsionis. "Mari, silahkan?"sahut gadis
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
petugas hotel itu. Kedua mereka mengikuti gadis yang pahanya tersimbah-simbah itu. Dekat pintu dia melambaikan
tangannya ke deretan taksi di sayap kanan hotel. Dan sebuah taksi segera mendekat. Kaca taksi itu sesaat
berkilat ketika memasuki teras hotel, berkilat oleh terpaan sinar matahari yang langsung menerkam mata
mereka yang tegak menantinya.
Si Bungsu memejamkan mata, demikian Tongky dan gadis hotel itu. Dan taksi itu sampai di dekat
mereka. Tapi taksi itu tidak berhenti, hanya melambatkan jalannya. Dan..dhas..dhas..dhas"!! Tiga tembakan
dengan pistol yang berperedam. Suara dhas hanya berupa suara yang agak lemah. Dan taksi itu tiba-tiba
menekan gas kuat-kuat. Seperti melejit terbang kejalan raya, meninggalkan suara ban berdenyit-denyit.
Saat itu tubuh Tongky tersentak-sentak. Si Bungsu terlompat memburu temannya itu, merangkul
tubuhnya yang hampir terbanting ke lantai. Dan gadis petugas bertubuh montok dengan pakaian merangsang
itu terpekik. Dan heboh pun terjadi! Darah membasahi dada dan kepala tongky. Tiga peluru bersarang di
tempat yang Fatal! Si Bungsu seperti hilang semangatnya, Tongky terkulai. Menggelepar dan terdengar
suaranya berbisik-bisik. "Firasatmu benar kawan. Maaf"Saya?" Dan sepi! Sepi yang benar-benar sunyi!
Si Bungsu tertegun disana memeluk kepala dan tubuh kawannya itu. Orang berkerumun diam.
Kemudian sebuah Ambulance yang datang entah dari mana, sampai didepan hotel dengan suara meraungraung. Orang bersibak, empat petugas melompat turun. Dua orang membawa tandu dan dua lagi memeriksa.
"Jantungnya masih berdenyut lemah?" salah seorang berteriak.
Teriakan itu seperti mendatangkan harapan baru bagi Si Bungsu. Dia mengangkat tubuh kawannya itu
ketandu, kemudian ikut masuk kebahagian belakang ambulance tersebut, menunggui tubuh Tongky. Dua
petugas memasukan slang karet ke mulut tongky, kemudian menekan dada tentang jantung tongky. Menekan
pelan, menolong membuat nafas buatan. Tak ada hasil. "Peluru tentang jantungnya ini harus dikeluarkan. Kita
operasi, siapkan darah tambahan?"ujar dokter itu. Ambulan itu meraung terus dan berlari kencang menuju
rumah sakit. Membelah kota kota Dallas yang riuh rendah itu. Si Bungsu teringat sesuatu. Dia harus bertindak,
kerja dokter ini pasti lamban.
"Apakah peluru yang dua itu dijantungnya?"tanyanya. "Kita harap saja tidak, barangkali hanya melukai
jantungnya sedikit.Tapi kita tidak bisa menanti sampai rumah sakit. Dia kini sudah berada dalam keadaan mati
suri. Sudah empat perlima mati. Tindakan darurat harus diambil.." "Kalau begitu biar saya mengeluarkan
peluru itu?"ujar Si Bungsu mendekat. "Apakah anda dokter?" "Ya?" "Apakah anda punya sertifikat untuk
Dallas?" Si Bungsu tidak peduli. Dia mendekati temannya yang terbaring itu. Dari balik lengannya dia ambil dua
buah samurai kecil. Dua dokter di ambulan itu termasuk dua perawat wanita, ternganga. Si Bungsu merobek
baju didada Tongky. Kemudian setelah sejenak memejamkan mata, mengingat pelajaran tentang menghentikan
peredaran darah yang dulu dia pelajari di Jepang, dia pelajari dari Zato ichi, lalu dia menekan beberapa tempat
peredaran darah di leher dan dada Tongky.
Kemudian"Samurai kecil yang luar biasa tajamnya itu bekerja. Sebentar saja dada Tongky terbelah
tanpa setetes pun meneteskan darah! Dokter dan perawat ternganga. Si Bungsu dengan hati-hati mencungkil
dua peluru yang bertahan ditulang dekat jantung Tongky. Rongga dada temannya itu penuh darah. Dia
menyerahkan dua peluru itu pada si Dokter. "Kini tugas anda dokter?"katanya.
Dokter yang masih setengah ternganga itu mendekatkan kepalanya. Melongok ke rongga dada Tongky,
kemudian menatap kedua peluru yang barusan di serahkan Si Bungsu. Dia mengambil sejenis kapas dan mulai
mengeringkan darah di dada Tongky yang di sebabkan luka tembakan itu. Kemudian menekan Jantung Tongky
perlahan. Menekan dengan ibu jarinya, hati-hati sekali. Salah-salah jantung yang lunak itu bisa jebol! dan
Tongky mulai bernapas! Air mata mengalir dimata Si Bungsu. Temannya itu hidup!
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 473
"Jahit?"dan luka dijahit oleh dokter yang seorang lagi. Ambulan itu sampai dirumah sakit dan mereka
bergegas turun. Dan hampir berlarian, mereka menuju ruang operasi. "Peluru di kepalanya harus di keluarkan.
Mudah-mudahan tidak mengenai otak.."kata dokter pada Si Bungsu sambil berlarian kecil mengikuti brankar
yang di dorong cepat itu.
Di ruang operasi segalanya telah disiapkan. Dokter yang ahli yang lain sudah ada disana, dan operasi
siap di mulai. Namun alat perekam seperti televisi yang ada disebelah kanan tiba-tiba hanya memperlihatkan
garis lurus. Sebentar ini masih memperlihatkan naik turun seperti grafik. Kini.. "Pompa jantungnya.." Dokter
segera menekan jantungnya, tak ada hasilnya. "Buka jahitannya?"
Dokter yang satunya segera membuka jahitan didada Tongky. Kemudian kembali menekan jantung
dengan ibu jari. Sekali, dua kali. Si Bungsu menanti. Menanti. Berdoa dan menanti. Menanti dan berdoa. Lama
sekali. Lama sekali! "Dia sudah meninggal?"entah dari mana suara itu datangnya.
Barangkali diucapkan dokter yang sudah senior itu. Perlahan semua membuka kain menutup mulut dan
hidung mereka. Semua kegiatan seperti terhenti, alat deteksi jantung hanya memperlihatkan garis lurus di
layar, dan televisi itu dimatikan. Wajah Tongky kelihatan tenang. Jantungnya hanya sempat bekerja sesaat
setelah peluru dikeluarkan Si Bungsu tadi. "Peluru yang di kepalanya, yang menyebabkan kematiannya?" kata
dokter itu lagi. Ke Dallas Menuntut Balas -bagian- 465-466
Si Bungsu melihat kepala Tongky. Bahagian samping keningnya kelihatan berdarah. Peluru menghunjam
disana. Dia termangu. "Anda kerabatnya?"" ada suara bertanya, Si Bungsu mengangguk. "Harap anda tanda
tangani sertifikat kematian ini?"Si Bungsu menandatanganinya. Dia tak tahu berapa waktu telah berlalu,
seorang dokter wanita mendekatinya di ruang tunggu.
"Jika tak ada kaum kerabatnya di kota ini, kami akan memakamkannya di pemakaman umum. Biayanya
akan di tanggung"." "Saya kerabatnya,Dokter?"putus Si Bungsu. dokter itu menatapnya agak heran. "Anda
juga seorang negro?" "Ya,malah dari kelas yang paling bawah!" Dokter itu kaget dan merasa bersalah atas
pernyataannya tadi. "Maaf, bukan maksud saya menghina negro. Saya hanya tak melihat anda salah seorang dari mereka.."
"Berapa saya harus bayar?" "Untuk sebuah kematian anda tak usah bayar apa-apa. Negara menanggungnya.
Tapi jika anda ingin kerabat anda ini di makamkan dengan upacara, Anda harus membayar seratus dolar. Kami
akan menyiapkan peti mati yang baik, karangan bunga, pendeta untuk khutbah dipemakaman dan sekitar dua
puluh orang pengantar dalam pakaian berkabung. Untuk itulah uang yang seratus dolar itu?"
Si Bungsu merogoh kantongnya, mengeluarkan uang yang diminta. Dia duduk bersandar dan terasa letih
sekali. Tongky meninggal! Di tembak sehasta darinya! Mati dalam pelukannya! Ya tuhan, mungkinkah" Si
Bungsu menunduk, letih dan terpukul sekali. Inilah wujud firasat tak sedap yang menyelinap tatkala dia
berwudhu subuh tadi. Firasatnya yang merupakan indera keenam itu memang memberikan isyarat yang kuat.
Kenapa dia tidak bisa mencegahnya" Bukankah ketika berada dalam lift menuju lantai satu dari kamar mereka
tadi dia telah bicara soal firasatnya itu pada Tongky" Kenapa dia tak waspada" "Tentang takdir, Buyung, di
permukaan bumi ini, tak seorang pun kuasa mengungkitnya...."Suara ayahnya yang telah almarhum seperti
mengiang kembali. Si Bungsu bersandar di kursi, di gang rumah sakit Dallas yang sangat besar itu. Puluhan orang lalu lalang
didepannya. Perawat, Dokter, Pasien yang didorong di atas kursi roda maupun brankar, pasien yang melangkah
tertatih-tatih dengan tongkat kayu kruk diketiaknya. Hampir semua berseragam putih. Namun orang yang lalu
lalang itu, seperti tak hadir didepannya. Dia seperti tak ada di sana. Tubuhnya memang bersandar disalah satu
di rumah sakit itu tapi pikiranya entah dimana. Baru dua hari di kota rimba ini, sudah disambut dengan sangat
tak ramah. Hari-hari pertamanya dikota ini adalah hari yang luar biasa kerasnya.
"Tuan saya ingin minta sedikit keterangan"." lamunan Si Bungsu terputus. Sebenarnya orang yang
menegurnya itu sudah dari tadi disana, dan sudah dua kali dia ngomong tapi tak terdengar oleh Si Bungsu.
Dengan lesu dia menoleh dan melihat dua orang polisi tegak didepannya. "Oh, maaf?" katanya sambil memperbaiki duduk. Polisi itu menarik nafas, memperlihatkan sebuah koran. "Ini
negro yang bersama anda itu?" Si Bungsu tak menjawab pertanyaan itu, justru dia menatap polisi yang bertanya
tersebut. Ada sesuatu yang ganjil dalam pertanyaan polisi itu yaitu saat dia menyebut kata"negro" ada semacam
nada ketidaksukaan dalam ucapanya. Semacam kebencian rasis! "Tuan saya bertanya, apakah negro yang mati
tadi adalah yang ada dalam foto ini?" Si Bungsu tak menjawab, matanya masih menatap polisi itu. Si polisi yang
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 474
pertanyaannya tak dijawab, menoleh kepada polisi yang satunya lagi. "Barangkali dia pekak, atau tak mengerti
bahasa ingris.."katanya.
Yang satu lagi maju, dan tanpa ba atau bu dia segera menggeledah kantong. Si Bungsu. Nampaknya
mencari sesuatu, Si Bungsu tidak sedikitpun memberikan reaksi. Polisi itu merenjeng tangan Si Bungsu hingga
tertegak. Kemudian merogoh kantong celananya. Di kantong celana belakang, dia mendapatkan apa yang dia
cari, paspor! Membalik-balikan halamannya, lalu menatap pada Si Bungsu "Indonesian.." desisnya. Si Bungsu
hanya diam. Polisi kembali memperlihatkan wajah Tongky yang terpampang di koran.
"Temanmu?" tanyanya dalam bahasa Ingris yang kasar. Si Bungsu mengangguk dan polisi itu menggerutu
dan mengomel panjang pendek. Dan mencatat sesuatu dalam notesnya. "Nah bung, kalau kau mengerti bahasa
kami, dengarkanlah baik-baik. Begitu temanmu dikubur, maka sebaiknya segera kau tinggalkan kota ini. Kota
ini dan kami semua tak suka pada bau orang-orang kulit berwarna seperti kalian. Sebaiknya anda angkat kaki
sebelum teman mu dikuburkan, yang mati tak perlu direnungi?"dan polisi Dallas bertubuh besar itu masih
mengomel panjang pendek sambil mencatat-catat dalam notesnya.
Kemudian menyerahkan paspor Si Bungsu yang tadi dia ambil. Perlahan Si Bungsu duduk kembali
kekursinya. Kedua polisi itu pergi. Namun Si Bungsu segera melihat polisi itu justru menuju ruang mayat. Ke
tempat dimana tadi jenazah Tongky didorong. Dia segera bangkit dan mengikuti kedua polisi itu. Di ujung
sana,si polisi berbicara dengan seorang dokter wanita.
Dokter itu membawa kedua polisi itu keruang mayat. Si Bungsu mengikuti dari belakang, begitu masuk
ruangan itu, udara terasa sangat dingin, dingin sekali. Ada beberapa ruangan lagi, mereka melewatinya,
kemudian masuk ke pintu yang mirip pintu gudang yang dikunci dan tertutup rapat sekali. Begitu masuk Si
Bungsu merasa bergidik, tertegak dan ternganga. Ruangan itu sebuah ruangan yang besar, ada empat tidur
yang bertingkat-tingkat yang bisa di turun naikan dengan listrik.
Dan ditiap tingkat itu terbaring mayat-mayat! Di bahagian tengah ada gantungan yang mirip gantungan
baju. Terbungkus dalam plastik, dan di dalamnya terdapat mayat, bukan baju! Ya, mayat-mayat yang di gantung
berderet puluhan jumlahnya. Utuh dalam keadaan telanjang dan kaku. Di gantungkan dengan menjepit
kepalanya dengan semacam jepitan besi. "Di bahagian kanan.." kata dokter yang tadi mengantar kedua polisi
itu. Suara dokter itu menyadarkan Si Bungsu, dia segera melangkah mengikuti ketiga orang itu. Di bahagian
yang lain, ruang yang di penuhi peti-peti mati, udaranya tak sedingin ruangan yang tadi mereka lewati. Ruangan
ini nampaknya bahagian ruang mayat yang akan di kebumikan. Mayat-mayat yang dibuatkan peti mati oleh
sanak saudaranya. Sedangkan mayat-mayat sebelumnya adalah mayat-mayat tak di kenal. Yang barangkali di
perlukan untuk penelitian ilmiah.
Jumlahnya yang mungkin lebih dari seratusan menunjukan angka kematian yang tinggi dikota
berpenduduk sekitar tujuh juta jiwa itu. Tiap hari ada saja yang mati, baik oleh kecelakaan lalu lintas, bunuh
diri, perkelahian, sampai korban pembunuhan, perampokan, dan sejenisnya. Mayat yang tak dikenal yang
rusak, bahagian-bahagian penting tubuhnya yang penting. Seperti ginjal, jantung, hati atau mata diambil,
sisanya di kuburkan. Sementara yang utuh yang tidak ada keluarga mengambil atau mayat-mayat yang tak
dikenal sanak kerabatnya, di simpan seperti yang dilihat si Bungsu tadi. "Mana mayatnya?"polisi tadi bertanya.
Seorang petugas yang tengah menyiapkan peti mati dengan alas kain satin yang indah berwarna merah
jambu, menunjuk kesebuah altar. Di sana mayat Tongky terlihat tergeletak.Di meja-meja yang lain ada sekitar
delapan atau sembilan mayat yang masuk lebih belakangan dari mayat tongky menunggu peti dalam ruangan
itu ada delapan orang pekerja, mereka memasukan mayat-mayat kepeti yang sudah tersedia.
Mereka menyiapkan mayat dengan pakaian yang sudah di pesan sesuai permintaan keluarga. Ada yang
memakai jas, dasi dan sepatu. Kedua polisi itu berjalan kearah mayat Tongky.Yang seorang mengambil fotonya,
kemudian yang seorang lagi memeriksa kantong Tongky. Membalikan mayat itu dengan kasar, memeriksa
kantong celananya, mengambil paspor dan mencatat nomornya, dan mengambil jam tangan dan dompet.
"Apakah jam tangan dan dompet itu anda perlukan untuk Bukti?" tiba-tiba ada suara. Mereka menoleh
dan dengan heran menampak si"Indonesian" tadi tegak tidak jauh dari mereka dan amat fasih berbahasa inggris.
Polisi itu tak mengacuhkan, memasukan jam Rolex itu ke kantongnya berikut dompet berisi uang yang cukup
banyak. "Tuan saya bertanya, apakah kedua benda itu anda perlukan untuk bukti?" "Jahanam menyingkir dari
sini atau kuremukan mulutmu?" polisi bertubuh besar yang tadi menenteng tubuh Si Bungsu hingga tertegak
dikursinya menyumpah. Namun si Indonesia itu ternyata tak menyingkir. Dia malah mendekat dengan pandangan mata yang
menusuk dingin. "Jika tuan memerlukan benda-benda itu, tuan harus membuat tanda terimanya?" "Jahanam
kami tak perlu membuat tanda terima apapun dengan hewan hitam seperti kalian?" Sepi tiba-tiba, anak muda
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 475
itu melangkah makin mendekat pada polisi itu. "Berikan pada saya tenda terima atas kedua benda yang anda
kantongi itu.." katanya perlahan. Habis sudah kesabaran polisi bertubuh besar itu. Dia mencekal leher leher Si
Bungsu. Kemudian tangan kirinya menempelang. Namun si Indonesian itu juga sudah habis sabarnya, dia muak
perlakuan polisi rasis itu.
Begitu tangan polisi besar itu terayun, dia mengangkat lututnya, menghantam dengan keras
selangkangan polisi itu, mata polisi itu mendelik, mulutnya mengatup dengan kuat, tubuhnya menggigil, dia
tidak lagi mencengkram baju Si Bungsu, meski tangannya masih disana, lebih tepatnya bergantung kebaju si
Indonesian tersebut. Dia bergantung disana agar tak terjatuh kelantai, hantaman lutut itu benar-benar
menghancurkan benda diselangkangannya.Temannya yang satu lagi masih sibuk memotret-motret dengan
kamera kunonya. Si Bungsu merogoh kantong polisi itu, mengambil barang tongky tadi dan memasukannya
kekantong dia sendiri. Dan waktu itulah baru disadari polisi yang memotret itu kalau ada sesuatu yang tak
beres dengan temanya yang dahinya berkerinyut itu.
"Hei George, ada apa?"" Polisi itu menggeleng, matanya berair, dia ingin meraih pistolnya. Namun setiap
anggota tubuhnya digerakan terasa ngilu, kawannya mendekat. Polisi yang dipanggil George itu mendesis.
"Jahanam itu menghantam selangkang ku?" Polisi yang bertustel itu sadar apa yang terjadi. Tustel dia letakan
dan segera dia merenggut tangan Si Bungsu. Namun tangan yang bermaksud merenggut itu di cekal Si Bungsu.
Dan"Ketika renggutan itu membuat tubuh polisi itu doyong sedikit, kakinya dia sapukan dengan sebuah
sapuan silat yang telak. Tak pelak polisi itu terjatuh dengan hidung menghantam ubin! prakkk! Beberapa detik
dia tertelungkup. Ketika mencoba bangkit, kepalanya pusing tujuh keliling, darah mengucur dengan deras dari hidungnya
yang remuk! Si Bungsu tegak dengan diam dua depa dari mereka, menatap petugas itu dengan tenang. Kedua
polisi itu bangkit. Para petugas yang menyiapkan mayat dan dokter yang ada disana menyingkir ketepi dengan
wajah tegang. "Jahanam, kubunuh kau bersama dengan Negrro busuk?" Ucapan polisi itu terhenti oleh
tendangan Si Bungsu yang tepat di dagunya, polisi itu tercampak. Menggelepar dan pingsan! yang seorang lagi
meraih pistol. Si Bungsu menoleh kepada petugas rumah sakit itu, juga pada dokter cantik yang tegak melongo.
"Anda menjadi saksi, mereka yang mulai menyerang saya.."katanya dengan tenang.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian- 467
Dokter cantik itu menjerit melihat pistol ditangan polisi itu terarah pada Si Bungsu yang masih saja tak
mengacuhkannya. Dan Si Bungsu, yang telah pulih kembali naluri rimbanya, mendengar dengan jelas pelatuk
pistol yang ditarik. Dan hanya berbeda dua detik dari letusan pistol itu, dia lebih duluan membalik dan
mengayun tangan kanannya! Dua bilah samurai kecil lepas dari tangannya. Menghantam leher dan dada polisi
yang tengah menembak itu! Pistolnya meledak, pelurunya menghantam loteng, kemudian polisi itu rubuh! Si
Bungsu kembali menoleh pada para petugas Dallas Central Hospital itu, dan dengan tenang berkata :
?"Anda jadi saksi, saya hanya membela diri?"
Lalu dia memberi isyarat agar mengerjakan segera mayat Tongky. Dengan gugup petugas itu
melaksanakan perintahnya. Saat itu terdengar ada yang berkata ;
?"Anda mencari bencana, Tuan. Anda melawan Polisi Dallas. Anda melawan kawah gunung merapi..?"
Si Bungsu menoleh pada yang bicara itu. Dan yang bicara itu adalah dokter wanita cantik yang tadi
mengantar kedua polisi ke ruangan ini.
?"Anda membunuh mereka?"" kata dokter itu lagi.
Si Bungsu masih tak menjawab. Namun tak lama kemudian, salah seorang dari polisi itu, yaitu yang
bertubuh besar, yang kena hantam hingga pingsan, mulai bergerak.
?"Dia dan temannya itu takkan mati. Yang kena tikam pisau itu hanya pingsan untuk jangka waktu dua
atau tiga jam. Dia akan segera sadar..?" ujar Si Bungsu pelan sambil mendekati polisi yang tak bergerak itu.
Mencabut samurai kecil di leher dan di dada di polisi itu. Dia memang tak berniat membunuh polisi
tersebut. Kalau mau, dengan mudah dia bisa melakukan. Dia hanya merasa muak atas perlakuan mereka. Yang
merasa super menjadi orang putih. Yang amat menghina orang kulit berwarna. Kebenciannya pada orang kulit
berwarna tergambar dalam ucapan dan perlakuannya ketika memeriksa mayat Tongky.
Mereka tidak hanya memperlakukan mayat itu secara tak sopan, tetapi juga berniat merampok
dompetnya yang berisi uang dan jam tangan rolexnya! Itulah yang membuat mual Si Bungsu, dan yang
membuat amarahnya tak terkendalikan. Ketika polisi yang satu akhirnya sadar, dia mendapatkan dirinya telah
terborgol bersama temannya yang masih pingsan dengan leher dan dada berdarah. Si polisi menyumpahnyumpah mendapatkan dirinya dilumpuhkan begitu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 476
?"Jahanam, kau akan mendapat pembalasan..?" sumpahnya pada Si Bungsu.
Si Bungsu tak mengacuhkan. Namun suasana segera berubah, tatkala tiba-tiba dari arah mereka masuk
tadi terdengar derap sepatu. Seorang dokter lelaki kelihatan masuk, dan di belakangnya ada dua orang polisi
yang seragamnya persis seperti dua polisi yang dilumpuhkan Si Bungsu. Si Bungsu tahu, dia harus melawan
atau masuk bui. Daerah ini kelihatannya amat keras dan tak menyukai orang-orang kulit berwarna, terutama
orang negro. Makanya dia bersandar ke dinding, menatap dengan diam pada polisi yang datang itu. Dia akan melihat
situasi, kalau kedua polisi itu cukup sopan, dia akan melayaninya baik-baik. Tapi kalau mereka kasar seperti
kedua polisi yang terdahulu itu, maka dia juga akan melayaninya menurut selera mereka. Ah, jauh-jauh datang
dari Minangkabau, alangkah memalukannya kalau hanya takut melawan polisi yang zalim. Apalagi jumlahnya
hanya dua orang. Bukankah dulu ketika di Tokyo dia juga pernah menghadapi tentara Amerika" Tentara
Amerika yang hendak memperkosa Michiko. Dua tentara yang sombong, dan keduanya dia sudahi nyawanya!
Dia sudah datang di kota belantara ini. Dalam tiap belantara, berkeliaran mahluk-mahluk buas. Dia
sudah diberi ingat ketika masih di Singapura akan hal itu oleh teman-temannya. Kedua polisi itu menatap Si
Bungsu. Menatap pada dua polisi yang tergeletak berlumur darah dan tangannya diborgol di lantai. Si Bungsu
menatap dengan diam. Polisi itu menatap mayat Tongky. Kemudian menatap Si Bungsu.
?"Maaf, Tuan, kami dari Kepolisian Dallas, apakah Tuan yang meninggal tertembak ini teman Tuan?""
Si Bungsu buat sesaat tak bisa menjawab oleh sikap yang sopan itu. Tak ada nada permusuhan. Tak ada
nada kebencian terhadap kulit berwarna. Kedua polisi itu justru menyebut "Tuan" pada mayat Tongky.
?"Ya, saya temannya?"" ujar Si Bungsu akhirnya.
Namun dia masih tetap waspada. Kedua polisi itu mendekati temannya yang tergeletak. Si Bungsu jadi
kaget tatkala mendengar dialog polisi yang baru datang itu :
?"Jahanam! Kau merusak nama korps kami. Kini kau rasakan akibatnya. Kalian para bandit haus darah!
Kalian akan dihukum tanpa proses verbal!?"
?"Kawan-kawan kami akan membebaskan kami?" ujar polisi yang tergeletak itu sambil nyengir.
Dua orang polisi lainnnya segera hadir dalam kamar mayat itu. Dan kedua polisi yang baru datang itu
segera diperintahkan untuk menyeret dua polisi yang dilumpuhkan Si Bungsu. Si Bungsu tak mengerti apa
sebenarnya yang terjadi. Apakah ada komplotan dalam tubuh kepolisian Dallas" Kedua polisi itu kembali
melakukan hal yang tadi dilakukan oleh polisi terdahulu. Mencatat nama dan identitas Tongky dan Si Bungsu.
?"Maaf, kami datang terlambat ke hotel dimana kejadian ini berlangsung. Soalnya mereka telah
merencanakan pembunuhan ini dengan baik..?"
?"Merencanakan?"" kata Si Bungsu heran.
?"Ya, mereka. Anda tak tahu?""
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si Bungsu menggeleng. ?"Mereka dari kelompok gerombolan Klu Klux Klan, Anda tak tahu?""
Si Bungsu kembali menggeleng.
?"Anda tak tahu bahwa ini direncanakan atau Anda tak tahu apa-apa tentang Klu Klux Klan?""
?"Kedua-duanya. Saya tak tahu untuk apa organisasi itu merencanakan pembunuhan teman saya..?"
Kedua polisi itu saling pandang. Kemudian menarik nafas panjang.
?"Kawanmu ini, Tuan, dibunuh oleh suatu kelompok orang-orang yang haus akan darah negro. Mereka
adalah kelompok iblis yang sebenarnya. Negeri ini, dan hampir semua negeri di selatan ini, kini tengah dilanda
oleh kerusuhan rasial yang paling buruk. Kau akan melihatnya nanti" Kawanmu ini mati karena koran ini?""
ujar polisi itu memperlihatkan sebuah koran.
Koran itu sama dengan koran yang mereka baca tadi pagi di hotel: Pioneer! Di halaman satu ada foto
Tongky. Sedang duduk diruang tunggu lapangan di Mexico City. Kakinya ke atas meja, di depannya ada piring
bekas goreng ayam. Tongky tersenyum. Foto itu jelas diambil fotografer kawakan dengan memakai telelens.
Pioneer menceritakan tentang betapa Tongky menyelamatkan pesawat itu.
?"Kenapa dengan koran itu?"" tanya Si Bungsu tak mengerti.
?"Koran ini menjadikan kawanmu pahlawanan, Tuan?"
?"Lantas?""
?"Cerita itulah yang menyebabkan kematiannya?"
?"Saya tak mengerti?""
?"Tuan, seperti yang saya katakan, kedua polisi tadi adalah polisi gadungan. Mereka merencanakan
pembunuhan temanmu ini. Mula-mula mereka membaca koran pagi, bahwa ada seorang negro yang jadi
pahlawan. Menyelamatkan puluhan penumpang. Pemerintah Amerika dan rakyatnya tentu saja bangga dan
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 477
menganggap temanmu itu pahlawan. Hal itu menyakitkan hati anggota Klu Klux Klan, orang kulit putih yang
anti negro! Karenanya mereka lalu memutuskan untuk membunuh negro yang dianggap pahlawan ini. Mereka
memiliki hampir semuanya, senjata, uang, dan koneksi. Mereka memiliki uniform polisi, tentara atau bahkan
pakaian kerajaan?""
Hujan turun rintik-rintik tatkala seorang pendeta berjubah hitam membacakan doanya. Karangan bunga
kelihatan menumpuk di pusara itu. Ada sekitar dua puluh orang lelaki perempuan yang hadir dalam upacara
penguburan Tongky. Kesemuanya orang-orang yang dibayar. Inilah kehidupan di kota belantara. Untuk hadir
di pemakaman, orang bisa diupah. Semuanya hadir dengan pakaian berkabung.
Wajahnya sendu, kepala menunduk menatap bumi. Dan mereka tak beranjak, tidak pula berucap
sepatahpun meski hujan turun gerimis.
Setelah pendeta membaca doa, satu persatu mereka melangkah meninggalkan komplek pemakaman.
Berlalu dengan langkah yang tak tergesa-gesa. Betapapun, Si Bungsu merasa agak terhibur atas pelaksanaan
pemakaman temannya itu. Dia tinggal sendiri di pemakaman itu. Dengan mantel hujan tebal menutupi
tubuhnya. Sebuah topi stetson merek Morris di kepala.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-468
Dia mirip detektif yang tengah menatap pusara dengan lima atau enam karangan bunga.Karangan bunga
yang dipesan atas uang yang dia serahkan pada dokter di rumah sakit tadi pagi. Senjapun turun ketika dia
jongkok dekat pusara temannya itu. Dia ingin bicara, tapi tak ada suaranya yang keluar. Bersama mereka dari
Singapura, kini ketika hari pertamanya di sini, kawannya ini pergi mendahuluinya. Kawannya itu datang
kemari untuk menemaninya mencari Michiko. Dan ternyata dia mengorbankan nyawanya. Akan dia
beritahukah Fabian dan kawan-kawan eks pasukan baret hijau di Singapura" Belum ada simpulan yang dia
ambil. ?"Aku akan balaskan kematianmu, kawan" Aku bersumpah untuk membalaskan kematianmu?""
akhirnya terdengar juga ucapan separuh berbisik dari mulut Si Bungsu.
Tangannya memetik beberapa kuntum bunga plastik yang mirip benar bunga sungguhan yang dipakai
sebagai karangan bunga di makam itu. Dia menyimpan kuntum bunga berwarna violet itu dalam kantong jas
hujannya. Dan ketika dari kejauhan terdengar bunyi genta lonceng gereja, dia melangkah meninggalkan areal
pusara tersebut. Senjapun turun memeluk pemakaman itu.
Esoknya, dia duduk termenung sendirian di hotel. Memikirkan langkah yang akan dia ambil. Dia akan
mencari Michiko, tapi terlebih dahulu dia akan mencari jejak pembunuh Tongky. Pembunuh sahabatnya itu
harus dia temukan. Dia akan membuat perhitungan. Tapi kemana dia harus mencari mereka" Di negeri asing
dan seluas ini" Apa yang dia ketahui tentang negeri ini"
Ah, ketika mula pertama dia datang di Jepang dahulu dia juga tak tahu apa-apa tentang negeri itu. Malah
hanya bisa ngomong bahasa Jepang sepatah-sepatah, belajar dari Kenji selama pelayaran dari Singapura
menuju Jepang. Kini dia fasih berbahasa Inggeris. Dia dengan mudah berkomunikasi dengan setiap orang. Dia
duduk termenung, dan tiba-tiba ada suara di aiphone.
?"Tuan, jika tuan melihat keluar dari jendela kamar tuan, tuan akan melihat demonstrasi kelompok Klu
Klux Klan yang pagi kemarin membunuh teman tuan?""
Si Bungsu tersentak. Suara di aiphone itu pastilah suara petugas di resepsionis. Dia segera bangkit,
menuju ke jendela. Jauh di bawah sana, dalam terik matahari pukul sepuluh, dia lihat orang-orang berpawai.
Ada yang berkuda, ada yang berjalan kaki. Dari tempatnya di tingkat tujuh ini, kelompok di bawah sana tak
begitu jelas. Orang-orang di atas punggung kuda itu, maupun yang berbaris, hampir semua memakai semacam topi
yang bahagian atasnya runcing. Wajah mereka tertutup habis, hanya ada dua lobang kecil tentang mata untuk
sekedar tempat melihat. Sebahagian besar pula diantara orang-orang itu kelihatan memakai jubah putih.
Banyak sekali spanduk yang mereka bawa.
Merasa tak puas melihat dari jauh, dalam waktu singkat Si Bungsu sudah turun ke bawah. Para penghuni
hotel yang lain nampaknya tak acuh. Mereka lebih suka berada di hotel saja ketimbang melihat demonstrasi
itu. Si Bungsu mendekat ke jalan raya. Melewati teras dimana pagi kemarin Tongky tertembak mati. Lalu
berjalan sekitar lima puluh meter untuk mencapai jalan besar dimana para demonstran itu lewat.
Ternyata semua mereka memakai jubah putih mirip jubah pendeta. Di dada sebelah kiri mereka ada
gambar salib terbakar dan gambar bercak-bercak merah darah. Mereka umumnya membawa bedil. Senapan
mesin, pistol dan sejenisnya. Mereka membawa poster-poster yang mencaci maki pemerintah yang memberi
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 478
hati terhadap kulit hitam. Mereka juga menulis dalam poster tentang niat mereka melenyapkan kulit hitam dari
seluruh daratan Amerika. Beberapa kali demonstran ini menembakkan senapan mereka ke udara. Mereka berteriak-teriak. Si
Bungsu membayangkan, bahwa salah seorang diantara wajah-wajah yang bersembunyi di balik topeng itu
adalah wajah yang kemarin menembak mati Tongky di hotel ini. Dia tak mengerti kenapa demonstran begini
dibiarkan pemerintah. Kenapa tak seorangpun kelihatan polisi atau tentara yang dikerahkan untuk
membubarkan demonstrasi yang jelas-jelas menginjak injak deklarasi Amerika tentang penghapusan
perbudakan yang dipelopori oleh Abraham Lincoln itu.
Bukankah dahulu perang saudara yang dipicu oleh deklarasi penghapusan budak telah membelah
Amerika bahagian Utara yang anti perbudakan dengan wilayah di Selatan yang ingin tetap mempertahankan
perbudakan" Bukankah akhirnya Selatan kalah dan menerima tanpa syarat penghapusan perbudakan" Kenapa
kini ditahun 1963 ini, demonstrasi yang menghasut tumbuhnya kembali semangat perbudakan itu dibiarkan
berbuat leluasa" Pertanyaan itu terjawab ketika suatu hari dia berada di sebuah perpustakaan kota. Pustaka itu terletak
di sebuah gedung tua bertingkat enam. Pustakanya sendiri berada di lantai lima. Seorang tua terkantuk-kantuk
karena sepinya pengunjung.
?"Polisi bukannya takut menghadapi Klu Klux Klan itu, Tuan. Tapi mereka hanya menghindarkan bentrok
berdarah. Kaum anti-kulit hitam itu berdemonstrasi akibat disahkannya tiga Undang-Undang dalam setahun
ini, yang memberi hak sama dan keleluasaan lebih luas bagi kulit hitam. Itu berarti kalahnya loby mereka di
Senat?"" penjaga pustaka itu menjelaskan pertanyaan Si Bungsu sambil berjalan ke sebuah rak.
?"Anda butuhkan segala sesuatu keterangan tentang organisasi iblis itu?""
?"Benar, Pak ?""
?"Tak banyak keterangan tentang mereka. Yang ada hanyalah kliping koran, majalah dan sedikit bukubuku. Organisasi itu sendiri berdiri pada tahun 1865. Nah". Ini dia. Di rak yang sedikit ini adalah segala tulisan
tentang Klu Klux Klan. Anda bisa membacanya. Saya akan meninggalkan Anda di sini. Kalau Anda akan
meminjam buku, Anda bisa membawa sebanyak yang Anda suka dengan meninggalkan uang jaminan karena
Anda bukan anggota. Kalau Anda ingin membaca di sini, Anda dapat membacanya sampai besok pagi?""
?"Terima kasih, Pak tua. Saya akan membacanya di sini, barangkali hanya sedikit yang ingin saya baca?"
Orang tua itu meninggalkan Si Bungsu yang lalu meneliti buku-buku yang ada di rak yang tadi
ditunjukkan lelaki tua itu. Semua kelihatan masih baru. Hanya sedikit berdebu. Majalah, koran dan beberapa
buku cetakan khusus yang tak begitu tebal. Dia memilih sebuah majalah, The New York Times. Dia mengetahui
dari Kapten Fabian bahwa koran yang satu ini dapat dipercaya keterangannya.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-469-470
Penjelasan itu di berikan Fabian ketika mereka mendiskusikan berita-berita tentang Indonesia yang
dimuat oleh koran-koran asing. Edisi itu memuat tulisan khusus tentang gerakan Klu Klux Klan. Ditulis oleh
Wayne King. Koran yang bermarkas di San Fransisco itu menulis :
Lahirnya Klu Klux Klan di mulai dari pertemanan veteran perang saudara. Mereka yang berenam berasal
dari pasukan selatan yang di kalahkan pasukan utara dalam perang anti-perbudakan di zaman Abraham Lincoln.
Nampaknya mereka yang tampak lahirnya saja menerima kalah, namun dalam diri mereka masih berkobar
semangat anti-kulit hitam yang amat menyala-nyala. Pertemuan itu di lakukan di sebuah kantor pengacara
Pulaski, Tennessee, sehari menjelang natal tahun 1865.
Mereka bersepakat untuk mendirikan sebuah organisasi anti kulit hitam yang bernama Klu Klux Klan.
Nama itu di ilhami dari bahasa Yunani KUKLOS, yang artinya lebih kurang kelompok. Kuklos adalah untuk kata
Klu Klux, masih agak kurang serasi kalau hanya terdiri dari dua suku kata, mereka mencari satu kata lagi yang
akan ditambahkan. Rapat hari itu tidak berhasil memutuskannya. Barulah sebulan kemudian mereka
mendapatkannya. Salah satu dari perwira yang berenam itu secara tidak sengaja meneliti asal usul orang-orang yang
mendirikankan kelompok itu, ternyata keenam mereka berasal dari Scotlandia, Eropa Barat. Maka dari negeri
asal mereka itu diambil kata Klan, yang artinya kurang lebih sama dari Kuklos itu. Maka arti Klu Klux Klan itu
adalah kelompok-kelompok, yang sebenarnya ditafsirkan sebagai kelompok semu atau kelompok bayangan.
Mereka juga memberi nama gerakan mereka dengan KERAJAAN BAYANGAN PARA KSATRIA KLU KLUX
KLAN. Lambang yang mereka pakai untuk organisasi mereka adalah gambar salib yang dijilat api menyala
dengan bercak-bercak merah berwarna darah! Mereka menetapkan Hierarki kekuasaan dalam organisasi itu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 479
Menyebut secara rahasia nama hari dan bulan. Pemimpin besar klan yang pertama adalah Jendral (yang kalah
perang) Nathan Bedford Forrest.
Mereka mulai menghimpun senjata yang banyak di sembunyikan waktu perang saudara berakhir. Namun
saat itu senjata itu sudah dianggap ketinggalan Zaman. Lalu mereka menggalang dana secara terang-terangan
berkampanye mencari anggota. Rasa permusuhan terhadap kaum kulit hitam saat awal kekalahan perang
saudara itu masih sangat membara. Dan rasa pahit dikalahkan utara seperti luka yang masih menganga lebar.
Maka tak heran, hanya dalam waktu empat tahun saja, Klu Klux Klan telah menghimpun anggota tak
kurang dari empat juta orang! Dari anggota yang umumnya orang kaya dan tuan tanah di selatan, yang memang
membutuhkan budak-budak negro untuk bekerrja di perkebunan mereka, Klu Klux Klan mendapatkan dana yang
tidak sedikit, dari dana yang mereka peroleh itu, mereka belikan senjata modern dan mendirikan markas besar
di hutan atau di pegunungan, bahkan membelikan pesawat terbang!
Saat itu mesin rasialisme yang berbentuk Iblis, benar-benar telah lahir di Amerika. Dan mesin iblis ini kelak
akan terus hidup dan melindas Amerika dalam bentuk teror berdarah terhadap warga kulit hitam.
Demikian ditulis oleh Wayne King dalam The New york Times. Si Bungsu mendapat gambaran tentang
organisasi yang disebutkan wayne King, sebagai "mesin Iblis" itu. Mesin Iblis! Orang-orang itu membunuh tanpa
perasaan sama sekali. Mereka bergerak secara mekanis dan berdarah dingin.! Besoknya dia datang lagi ke
perpustakaan itu dan membaca buku lainnya yang memuat orang-orang dan pimpinan organisasi tersebut.
Dalam sebuah buku yang berjudul "Niger" ditulis oleh A.B.R.Rosevelt, diungkap kan bahwa :
Sekitar tahun 1875 atau dibawah tahun itu, organisasi teror ini membubarkan diri. Namun tahun 1915
Klu Klux Klan muncul kembali. Kali ini muncul secara mencolok di stone Mountain, Georgia. Waktu itu ada
imigrasi besar-besaran penduduk Yahudi, katolik dan sosialis dari eropa timur dan eropa selatan ke Amerika
serikat. Namun kemunculan awal tahun 1900-an itu tersendat-sendat karena depresi yang melanda Amerika.
Tahun 1961, klan membuat perserikatan klan Amerika. Sebagai pimpinan tertinggi terpilih seorang buruh pabrik
karet dengan wajah mirip burung elang bernama Robert M.Shelton. Begitu terpilih segera dia merekrut pasukan
keamanan dan ribuan pengikut di alabama.
Dan awal 1961-an ini, kaum kulit putih merasa ditampar oleh kemenangan kulit hitam dilapangan hakhak sipil yang disahkan senat, maka berbondong-bondonglah kaum rasialis kulit putih memasuki Klu Klux Klan,
menjadi pengikut shelton. Mereka, karena bencinya pada kaum kulit hitam, menyumbangkan pada shelton mulai
dari uang, senjata, mobil dan.. pesawat terbang! Dan pimpinan Klu Klux Klan ini tak membuang waktu. Dia
memulai aksi terornya. Mula-mula di california, seorang pejuang hak-hak sipil orang negro di berondong peluru
ketika berada di mobilnya. Lalu di Dallas dua orang pejabat berkulit hitam di tebas batang lehernya. Bahkan di
Birmingham, mereka membom gereja karena pendetanya mengutuk penindasan terhadap kaum kulit hitam. Dan
sampai kini aksi organisasi masih berjalan terus. Melanda kota-kota besar Amerika terutama kota-kota bahagian
selatan yang dulu memang dikenal mendukung perbudakan! Alat-alat negara bukannya tidak mau ikut campur,
mereka bahkan berkali-kali bentrok dengan kelompok itu. bentrok dalam bentuk perang terbuka. Beberapa
gembong Klu Klux Klan telah ditangkap dan dihukum penjara, namun beberapa di bebaskan karena di jamin.
Si Bungsu termenung dihotelnya. Dia kini tahu sudah tentang organisasi itu, dia tahu kenapa Tongky
dibunuh. Dia tahu kenapa organisasi itu berdiri, dari mana sumber dananya, dan siapa pemimpin tertingginya.
Namun hanya itu, penjelasan yang garis besar, tidak dijelaskan siapa-siapa tokohnya di Dallas ini. Dan tentu
tidak ada alamat rumah atau kantor. Kini akan kemana dia" sendirian dikota asing yang tak beralamat ini"
Mencari pembunuh tongky dimana" Semua jejak lenyap tak berbekas. Tak ada petunjuk, tak ada yang dikenal.
Tongky menyebut nama sebagai penunjuk di kota ke Dallas ini yang bernama Alex.
Namun Alex dimana " Mungkin ada ribuan orang bernama Alex dikota ini. Dimana dia bekerja" Tongky
menyebutkan dia bekerja di wilayah utara, di Civilation City. Di salah satu kantor pemerintahan, kantor yang
mana " Dan lagi Alex tanpa nama keluarga dibelakangnya, adalah sulit mencarinya, alex apa" Alex yr, Alex sr,
Alex kincaid, Alex ferguson" Tak pernah disebut Tongky, tak pernah.
Tiba-tiba dia teringat pada polisi yang menyamar tersebut! Ya, polisi yang dia lumpuhkan itu sebenarnya
adalah anggota Klu Klux Klan, bukahkah polisi gadungan itu di tahan oleh polisi asli yang datang kemudian di
rumah sakit" Dia harus kesana, ke kantor polisi untuk mencari jejak, walaupun sedikit!
"Anda tahu dimana kantor polisi nona?"dia bertanya pada gadis di front office hotel.
"Tahu beberapa buah, kantor polisi yang mana tuan inginkan tuan.."gadis berpakaian jaman napoleon
itu berkata. Si Bungsu tertegun, ya kantor polisi yang mana" "Kantor polisi di wilayah ini.."akhirnya Si Bungsu
menjawab. "Hmm, kalau diwilayah ini berada di jalan st.petersbug, tiga blok dari sini sebelah kiri anda, akan
ketemu sebuah sinagoge. Didepanya ada sebuah jalan kekanan, diujung jalan itulah kantor polisi tersebut?"
"Terima kasih Nona.."
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 480
Beberapa saat dia telah sampai dikantor polisi tersebut, nampaknya hanya seperti kantor polisi distrik
atau polsek tidak begitu besar. Di depannya terparkir empat buah mobil polisi berwarna putih, coklat, warna
khusus polisi dallas, dengan lampu merah panjang diatapnya. Kantor polisi itu sendiri terdiri dari dua lantai.
Tak ada yang mengacuhkannya ketika masuk. Banyak orang berlalu lalang dikantor tersebut. Di
bahagian depan agak kekiri duduk seorang perempuan yang lagi menangis di depan seorang polisi yang sedang
sibuk menulis sesuatu dibukunya. Kemudian dua orang pemuda berpakaian semrawut setengah berbaring di
kursi panjang tak jauh dari perempuan tersebut.
Mereka santai saja sambil mengunyah-ngunyah permen karet, di meja lain terdengar dua orang polisi
berbantah tentang perempuan lacur yang barangkali mereka tangkap tadi malam. Dia menuju ketempat
seorang polisi yang duduk dekat meja, polisi itu seperti mengisi teka-teki silang yang ada di majalah
didepannya. "Maaf, dapat tuan membantu saya?" polisi itu, usahkan menjawab, menoleh pun tidak. Dia hanya
memberikan isyarat dengan ibu jari kirinya kearah kanan. Sementara matanya asik memandang gambar porno
dimejanya. Si Bungsu mengikuti arah ibu jari polisi itu, dan dikanannya ada seorang polisi wanita yang cantik
yang tengah sibuk menerima telpon. Ketika berjalan kearahnya, polwan itu tengah menerima dua buah telpon
sekaligus, sementara telepon ketiga yang ada dimejanya berdering-dering dengan keras.
Dia tak tahu apakah polwan ini operator telpon atau bahagian informasi. Dia tegak cukup lama
didepannya. Ketika polwan itu melihatnya langsung memberikan pencil dan kertas pada Si Bungsu, kemudian
dengan isarat untuk menulis. Si Bungsu melihat kertas itu adalah kertas tentang pengaduan di kantor polisi.
Di situ di suruh jelaskan nama pengadu, umur, alamat, pekerjaan, kemudian isi pengaduan, kapan
terjadinya, dan disitu juga tertulis pasal-pasal dan hukumannya kalau isi pengaduan nya bohong. Si pengadu
bisa di penjara beberapa tahun sesuai dengan kualitas kebohongannya. Si Bungsu tidak mengisi apapun. Dan
polwan itupun kembali menunjuk surat pengaduan itu, Si Bungsu menjawabnya dengan menggeleng.
"Kalau tidak mengadukan apa-apa sebaiknya anda pergi, saya tak punya waktu.." kata polwan itu sengit.
Tak lama kemudian dia membanting kedua telpon yang ada ditangannya. Lalu mengangkat telepon yang
satunya, yang sejak tadi berering-dering terus.
"Ya! tidak! Lebih baik nyonya menelpon pemadam kebakaran. Tidak! saya katakan tidak. Kami tidak
punya tangga untuk menurunkannya, telepon saja pemadam kebakaran. Mereka punya tangga sampai ke langit,
anda cari saja nomornya di buku telepon?" kembali dia membanting telepon itu. Namun telepon itu berdering
lagi. "Nyonya, saya lapar. Belum makan tau..!"kembali dia membanting telepon itu. Kembali memandang Si
Bungsu sambil menghenyakan pantatnya yang besar itu di kursi.
"Well, Tuan. Saya tidak punya waktu untuk anda. Jika anda tidak ada pengaduan apa-apa, saya harap
anda menghindar dihadapan saya. Anda menghalangi orang lain yang ingin mengadu. Menghindarlah sebelum
saya lempar dengan telepon ini?" Muka Si Bungsu jadi merah, polisi taik apa ini pikirnya. Kasar dan kurang
ajar. Kertas yang sudah dia isi dengan beberapa kata dia coret dengan kasar. Lalu dengan penuh kekesalan dia
tulis beberapa kalimat. "LU benar-benar polisi judes dan jelek. Lapar kok menjadi kasar, datang ke hotelku nanti
ku beri makan sampai buncit..."
Lalu menghempaskan kertas pengaduan itu didepan meja polwan itu, kemudian balik kanan. Pergi
dengan hati bengkak dan muak. Lalu menyetop taksi diluar. Naik dan menyuruh jalan. "Kemana tuan..?"
"Kemana saja?" Sopir taksi itu tidak bertanya lagi, dia sudah teramat sering mendengar kalimat tersebut dari
penumpangnya. Dia tahu harus membawa kemana penumpang yang berkata demikian. Dia bawa penumpang
tersebut ke segala penjuru, kemudian berhenti didepan sebuah restoran.
"Disini ada makanan laut yang enak sekali, ada udang, kepiting, ikan. Semuanya masih segar, anda tinggal
pilih dan tinggal menunggu sebentar dan disini juga ada nasi. Anda dari salah satu negara di asia bukan?"
"Benar saya berasal dari asia, anda bermata tajam?" "Terima kasih, saya pernah bertugas di Vietnam selama
sepuluh tahun. Saya mengenal beberapa orang asia. Anda dari malaysia atau Indonesia?"
"Ah, Anda menebak benar sekali. Saya dari Indonesia.." "Indonesia, Hmm..Negeri yang indah. Saya
pernah cuti sepekan di negeri anda, saya turun di Jakarta sehari dan di Bali sepekan. Negeri yang indah meski
penduduknya miskin, Maaf.." "Anda benar, Apakah anda ingin menemani saya makan?" "Terimakasih, saya
membawa makananan sendiri?" Si Bungsu senang dengan sopir taksi ini, Dia ingin dapat kawan dikota ini.
Siapa tahu dari dia dapat informasi tentang Michiko atau jejak pembunuh Tongky.
"Marilah kita makan, saya traktir anda.." Sopir itu tertawa, kemudian mereka turun. Masuk keretoran itu
dan naik ke lantai dua. Si Bungsu memesan sepiring udang goreng, sopir itu memesan sejenis ikan kerapu
berukuran besar. "Anda berasal dar negeri ini.?" "Ah, maafkan kita belum berkenalan. Nama saya Malcolm.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 481
Henry malcolm.." sopir separuh baya itu mengulurkan tangannya pada Si Bungsu yang duduk didepannya. Si
Bungsuu menjabat tangannya sambil menyebutkan namanya.
"Ya, saya berasal dari negeri ini. Tapi dari wilayah agak selatan. Sebuah kampung miskin bernama Palm
Knock. Penduduk dari sana kebanyakan jadi buruh disini. Tentang negeri anda itu Indonesia, adalah negeri
yang indah. Komunis cukup berkuasa disana ya?" "Ya,komunis cukup banyak. Bukan berkuasa?" "Sama saja.
Maksud saya disini pun ada partai komunis. Dan itu legal, hanya disini mereka tidak punya posisi. Hanya partai
minoritas. Tak masuk hitungan. Anda sudah berapa lama disini?" "Baru sebulan lebih?" "Wow..Baru benar,
Selamat datang"."
Namun selesai makan dan Si Bungsu menceritakan tentang kematian tongky, Negro yang mati disebuah
hotel di Dallas itu adalah temannya, sopir itu terlihat jadi berubah sikap. Dia nampak agak takut. "Maaf saya tak
bisa membantu anda, walau ingin benar. Anda berhadapan bukan dengan manusia. Anda berhadapan dengan
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sindikat Iblis. Mereka tidak segan-segan menembak pastor atau kanak-kanak sekalipun.!" Si Bungsu akhirnya
kembali kehotel. Tidur karena lelah berpikir, apa daya dia untuk memulai pencarian"
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian- 471-472
Beberapa hari kemudian. Dia sedang menoton televisi tentang keterlibatan Amerika dalam perang
Vietnam, ketika didengarnya pintu kamar diketuk. Dia bangkit membuka pintu. Seorang wanita cantik berdiri
didepan pintu, Hmm.. Paling-paling menawarkan untuk menemani tidur, pikirnya. "Maaf,saya tidak memesan.."
katanya sambil menutup pintu.
Namun pintu itu ditendang wanita tersebut, Si Bungsu kaget kerana tendangan itu cukup kuat dan muka
wanita itu merah mendengar "penolakan" Si Bungsu.! "Kalau anda tidak memesan saya, saya tidak akan muncul
disini. Anda yang menulis di kertas ini bukan?" ujarnya sambil melempar secarik kertas ke muka Si Bungsu,
lalu melangkah masuk. Si Bungsu ngeri melihat nekatnya wanita ini. Ini pasti semacam rencana pemerasan, pikirnya. "Kapan
saya memesan anda, nona?" katanya dengan suara agak ditahan, masih mencoba bersopan-sopan karena yang
dia hadapi adalah wanita. "Baca kertas itu, itu tulisan tangan anda bukan?"ujar wanita cantik berbau harum itu
setelah berada dikamar dan tumitnya menghantam pintu hingga tertutup.
Si Bungsu masih menatap perempuan itu. Ini perangkap pikirnya, pasti! Dia menatap perempuan yang
menyelonong masuk kekamarnya dan duduk di sofa tanpa disilakan. Perempuan cantik itu juga menatapnya.
Si Bungsu mau tak mau menatap kertas yang dilempar ke dia tadi. Ya, tulisan di kertas itu memang tulisannya.
Asli! Dia heran, inikan kertas laporan yang tak jadi dibuatnya beberapa hari lalu di kantor polisi dan dia banting
di meja seorang polwan yang judesnya selangit itu. Kok bisa jatuh ketangan wanita ini."
"Y..ya ini tulisan saya. Tapi ini kan.." bicaranya terputus saat dia menatap tepat-tepat ke wanita itu.
Samar-samar ingatanya kembali membayangkan wajah polwan yang ada di polsek tersebut. Samar-samar
wajah polwan itu terbayang lagi. "Ya tuhan, inikan polwan yang ada di polsek tersebut?" Wanita itu yang
penampilannya jauh berbeda di banding saat dia bertugas di polsek dimana dia bertugas, hanya menatap dia
dengan diam. Tentu saja polwan itu dengan mudah menemukan hotel dan kamarnya, karena memang dia yang
menuliskannya di form pengaduan. Walau telah dia coret tentu tulisan itu tidak hilang. Tulisan yang di coret
dan ditambah dengan tulisan "Lu benar-benar polisi judes dan jelek, lapar jadi alasan buat marah-marah.
Datang saja ke hotelku akan ku kasih makan sampai buncit..!"
Si Bungsu gelagapan, sungguh mati, dia menulis begitu di formulir karena dia kesal. Karena niat untuk
menemukan pembunuh tongky tidak tercapai. Namun bagaimana pun tulisan itu memang salah. "Maaf, saya
benar-benar menyesal tentang apa saya tulis itu.." ujar Si Bungsu perlahan. "Saya datang mau makan sampai
buncit.." ujar polwan itu datar.
"Maafkan tulisan saya yang tidak senonoh itu.." "Well, Anda datang kekantor polisi dengan maksud
tertentu. Anda teman lelaki yang bernama Tongky yang terbunuh didepan hotel ini. Kepolisian menugaskan
saya untuk membantu anda secara diam-diam, karena anda baru dikota ini. Bantuan diam-diam ini diberikan
karena organisasi Klu Klux Klan itu amat kuat dan brutal. Sebelum kita bahas tentang kematian teman anda,
kita ke restoran dulu, saya ingin makan sampai buncit.."
Muka Si Bungsu merah karena kembali disindir dengan apa yang dia tulis di kertas itu. Kendati demikian
dia tatap Polwan itu. Dia benar-benar tak membayangkan kalau wanita yang menendang pintunya adalah
polwan "Judes dan Jelek" hari itu. Dia terkejut ketika polwan itu bicara.
"Kenapa anda melongo, ada yang salah?" "Waktu di kantor polsek itu kok cantik.." "Sekarang lebih cantik
lagi bukan ?"kata si polwan. Si Bungsu mati kutu, jalan pikirannya ditebak wanita itu. Tapi Si Bungsu mana
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 482
mau kalah. "Siapa bilang lebih cantik?" "Lalu?" "Anda amat pas kalau jadi bintang film.." polwan itu tersenyum.
"Bintang film Drakula.." sambung Si Bungsu cepat. Kini mau tak mau, polwan itu yang mati kutu.
"Saya, benar-benar minta maaf. Karena tadi tidak mengenal anda. Penampilan anda sangat berbeda dari
saat berdinas.." ujar Si Bungsu sambil mengulurkan tangan. Mereka berkenalan dan naik kerestoran hotel di
lantai 12. Polisi wanita itu bernama Angela. Mereka mengambil tempat di dekat kaca lebar dari mana mereka
bisa memandang sebagian kota Dallas.
"Maaf kekasaran saya dikantor beberapa hari yang lalu?" Gadis itu membuka pembicaraan. "Soalnya,
saya benar-benar lelah dan jengkel. Semua persoalan ditimpakan kesaya. Maksud saya penugasan penerima
telepon itu merupakan hukuman buat saya. Saya menolak menangani kasus perkosaan, soalnya terlalu sadis.
Tapi siang tadi merupakan penugasan terakhir saya?"
"Apakah mengakhiri hukuman..?" "Ya dan sekaligus dapat cuti sebulan. Sudah tiga tahun saya
menantikan cuti besar ini. Dan itulah mengapa saya ingin tugas saya hari selesai dengan cepat. Dan saya mujur
dihari pertama saya cuti anda mengundang saya"." Mereka bertatapan, Si Bungsu tersenyum, polwan itu juga
tersenyum. Polisi berpangkat letnan itu paling-paling baru berumur dua puluh tiga tahun.
"Kenapa menatap saya terus?" "Soalnya anda amat cantik, nona. Saya tak dapat membayangkan betapa
anda menghadapi tugas berat sebagi polisi ditempat anda bekerja. Gadis seusia anda, harusnya menempuh satu
dari dua jalan. Pertama jadi istri seorang jutawan, kedua pacaran dengan anak-anak orang kaya. Bertamasya
dari satu pantai kepantai lain.." wajah Angela bersemu merah. "Anda merayu saya?" ujarnya dengan senyum.
"Adalah bodoh, ada lelaki yang ada didepan anda tidak berusaha merayu anda?" "Anda membuat saya kikuk..
Mmm, apakah anda tahu penyebab kematian anda itu?" Si Bungsu menarik napas panjang kemudian menjawab.
"Karena dia seorang Negro.." "Karena dia Negro dan koran memberitakan dia sebagai pahlawan setelah
dia dia berhasil memberi isyarat kepada pasukan Amerika. Yang meyebabkan sepasukan tentara bisa
membebaskan pesawat dari pembajakan.." Angela menyambung. "Untuk itu anda datang kekantor polisi, untuk
mengetahui alamat pembunuh itu..?" Si Bungsu menatap gadis itu, kemudian mengangguk dan Angela juga
menatapnya. "Apa yang anda perbuat kalau sudah mengetahui alamat pembunuhnya?" "Saya akan membunuh dia
pula.." suara Si Bungsu terdengar pelan namun pasti. Gadis itu yakin kalau lelaki didepannya ini bukan lelaki
sembarangan. Ada sesuatu yang tersembunyi di balik sikapnya yang tenang ini. Di balik matanya yang bersinar
lembut. Namun apalah arti sesuatu "Yang luar biasa" itu jika dibanding dengan sebuah organisasi maut
bernama Klu Klux Klan" Dia jadi kasihan terhadap lelaki ini. Namun dia tidak ingin menyakitinya dengan
mengatakan bahwa mustahil untuk menyentuh pembunuh temanya itu.
"Barangkali membutuhkan kerja keras untuk menemukan pembunuh teman anda itu.." "Saya tahu,
untuk itulah saya datang kekantor polisi waktu itu?" "Anda berharap disana ada alamat mereka?" "Ya,
bukankah polisi mencatat identitas mereka?" "Benar, tapi perlu anda ketahui bahwa alamat yang dia berikan
adalah palsu?" "Kalau begitu, saya ingin menemui kedua polisi gadungan itu, menyakan sendiri pada mereka?"
"Mereka sudah dibebaskan?" "Di bebaskan?" "Ya, mereka dibebaskan karena ada yang menjaminnya dengan
membayar lima ribu dolar?" "Dibebaskan, padahal dengan tuduhan pembunuhan?"
"Di sini berlaku azas hukum Praduga tidak bersalah, artinya sebelum putusan perkara di putuskan
pengadilan, maka pelakunya dianggap tidak bersalah. Dan lagi pula yang membunuh teman anda itu bukan
mereka?" "Tapi mereka mengetahui siapa pembunhnya.." "Di negeri ini banyak yang bisa diatur"."Mereka
terdiam. Lalu Angela berkata lagi.
"Saya tahu anda ingin mencari mereka. Barangkali saya bisa membantu anda menemukannya. Karena
saya tahu dimana orang seperti mereka berkumpul"." "Terima kasih Nona"." "Panggil saja nama saya Angel"."
"Terima kasih angel?" "Kapan anda ingin mencari mereka?" "Begitu anda beritahu saya, dimana bisa
menemukan mereka?" "Kita akan pergi berdua?" Si Bungsu tertegun.
"Maaf, saya tidak bermaksud mengganggu waktu libur anda, sebutkan saja alamatnya. Saya akan
mencari sendiri.." Angela tersenyum. "Saya di beri cuti panjang untuk membantu anda. Alamat mereka tidak
disebuah tempat. Akan sulit menemukamya kalau anda tidak mempunyai penunjuk jalan"
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-473-474
Begitulah, kedua mereka menjadi sahabat dengan cara yang aneh. Si Bungsu tak dapat menolak jasa
baiknya Angela. Di pikir-pikir gadis itu ada benarnya. Kemana dia akan mencari jejak pembunuhan itu dalam
kota sebesar dan seganas ini"
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 483
Malam itu mereka menghabiskan hari direstoran sambil bercerita. Besoknya, pagi-pagi Angela telah
hadir dikamar Si Bungsu. Sarapan bersama, kemudian Angela menceritakan secara ringkas tentang Klu Klux
Klan. Namun ketika Si Bungsu mencoba membetulkan beberapa bahagian dari cerita itu berdasarkan yang dia
baca di Perpustakaan, gadis itu menatapnya dengan heran.
"Anda mengetahui tentang organisasi itu dengan terperinci dari pada saya?" "Tidak, hanya
mengetahuinya dari buku dan majalah yang saya baca di perpustakaan?" "Anda sudah membacanya?"
"Ya?"Gadis itu menatapnya dengan kagum. Terpikir olehnya, dia dan teman- temannya dari kepolisian belum
pernah keperpustakaan itu untuk membaca apapun. Selesai sarapan, Angela membawa Si Bungsu ke suatu
tempat dimana berpusat perdagangan tekstil.
"Disini berpusat agen-agen penjualan tekstil. Saya pernah melihat kedua orang polisi gadungan itu
diwilayah ini. Untuk anda ketahui, di balik ramainya jalan ini, tersenyum berbagai jenis bandit. Tapi ini adalah
wilayah bandit kelas menengah keatas.." tutur Angela, sambil memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Dari
dalam mobil Cadilac berpintu dua model sport berwarna biru laut, mereka menatap jalan george washington
yang membelah jantung kota itu.
"Anda kenal orang itu?"" tiba-tiba Angela menunjuk seseorang yang berjalan melintasi jalan ramai
tersebut, sekitar dua puluh meter didepan mereka. Sekali pandang Si Bungsu segera tahu, orang itulah polisi
gadungan yang dia lumpuhkan beberapa yang lalu, yang satu lagi mungkin tengah dirawat karena luka akibat
samurai kecil Si Bungsu didada dan lehernya. Si Bungsu mengangguk, dia bersiap untuk turun menyusul orang
itu. Tapi Angela memegang tangannya.
"Tunggu sebentar. Kita tunggu kemana dia masuk, barangkali itu adalah sarang Klu Klux Klan?" Si
Bungsu diam mendengarkan. Lelaki yang mereka perhatikan itu masuk kesebuah tempat yang didepannya
tertulis King Tekstil Corp. Tempat itu sebuah bangunan tua bertingkat tiga. "oke, mari kita menyusul?" ujar
Angela sambil mengepit tas tangan nya dan keluar mobil. Mereka bergegas melangkah sepanjang trotoar. Lalu
mendorong pintu berkaca tebal dimana lelaki tadi masuk. Kini mereka berada di sebuah ruangan luas dipenuhi
kain bergulung-gulung di atur merupakan gang, banyak sekali. Mereka melihat sekilas punggung lelaki tadi
menuju kearah mana. Mereka mengikuti. Beberapa kali berbelok di antara susunan kain yang tinggi, tiba-tiba saja mereka
berhadapan dengan tiga orang lelaki. Ketiga lelaki itu terkejut ketika tiba-tiba muncul dua orang didepan
mereka. Yang paling kaget adalah lelaki yang tadi baru masuk. Dia adalah polisi gadungan yang dihantam Si
Bungsu di ruang mayat di sebuah rumah sakit Dallas itu. Dia mengeram dan bermaksud menghambur
menyerang kearah Si Bungsu, namun teman disisinya memegang tangannya.
"Tenang, tenang..sobat?"katanya. "Jahanam ini yang menyerang kami.."rutuk lelaki itu. "Ya.. tenang
dulu?" Mereka terdiam. "Well, sobat anda datang tepat waktunya. Apa yang bisa kami bantu untuk anda?" kata
lelaki yang memegang tangan polisi gadungan itu. "Saya hanya ingin tahu alamat orang yang membunh teman
saya?"jawab Si Bungsu dengan tenang dan langsung pada pokok persoalan. Angela yang tegak di belakang Si
Bungsu, terkejut juga akan keterus terangan sahabatnya ini.
"Hmm, yang anda maksud anda adalah niger itu bukan?" tanya lelaki itu pula dengan nada menghina.
"Ya, dialah.."kata Si Bungsu. "Kami tidak tahu siapa si pembunhnya sobat.. Kami membaca pembunuhannya
dari koran. Sebagai mana jutaan orang lainnya juga mengetahui dengan cara yang sama?"Si Bungsu menatap
ketiga orang itu dengan pandangan yang dingin. "Kalau begitu kawan, kawan anda yang pernah jadi polisi itu
barangkali tahu dimana alamat pembunuh itu?" kata Si Bungsu. Suaranya pelan, namun siapapun yang ada
diruangan itu tahu, bahwa dalam nadanya yang pelan itu tersirat ancaman! Dan nada ancaman itu diterima
dengan cara yang berbeda. Angela mendengarnya dengan hati yang benar- benar khawatir. Kawannya ini
terlalu berani. Apa kekuatannya hingga dia berani mengancam orang dalam sarang harimau ini.
Dia mungkin bisa memberi bantuan, tapi dia yakin, ketiga orang itu memakai bedil didalam jasnya itu.
Jika terjadi pertarungan, maka keajaiban sajalah yang bisa menyelamatkan nyawa mereka berdua. Akan halnya
ketiga lelaki itu benar-benar berang dan agak lucu mendengar nada ancaman itu. Dengan nada menghina lalu
dia menjawab. "Kalau saya tahu, kamu bikin bisa apa bung?" "Mau bikin kau mengatakannya"."
"He..he..he..Barangkali aku mau bicara kalau kawan perempuanmu itu mau tidur bergantian dengan kami?"
Muka Angela merah padam. Ketiga lelaki di depan mereka tertawa cengar-cengir . Angela ingin
menembak mereka, namun dia tahu perbuatanya berarti bunuh diri. Dia ingin membawa Si Bungsu keluar dari
ruangan ini. Keluar untuk mengatur siasat. Dia maju dan memegang lengan Si Bungsu. "Kita keluar, Bungsu.."
katanya pelan. Namun terlambat. Ketika lelaki itu sudah menyebar, mereka terkurung di ujung jalan yang satu oleh dua
lelaki, diujung yang satu lagi oleh seorang lelaki. Di kiri kanan mereka adalah gumpalan kain yang tinggi.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 484
"Jangan cepat-cepat nona?" kata lelaki yang seorang. Angela tahu, ini bahaya, dia dengan cepat mengambil
pistol dalam tas tangannya. Pistol kecil tetapi cukup ampuh. Dia menodongkannya kelelaki seorang itu. Namun
lelaki itu tersenyum. "Lihat kebelakangmu Nona. Dan sebaiknya pistolmu itu kau letakan baik-baik dilantai"."
Angela menoleh kebelakang. Dan di belakangnya kelihatan dua lelaki lainnya ditengah menodongkan
pistolnya kearah mereka. Angela benar-benar mati kutu. Dia tak meletakkan pistolnya kelantai tapi
memasukannya kedalam tas tangannya, dia kini masuk jebakan.
Kalau saja dia bisa menelpon teman-temannya di kepolisian, mungkin masih bisa tertolong. Dia merasa
menyesal kenapa tidak menghubungi teman-temannya dulu sebelum masuk kesini. Kini sudah terlambat, dia
merapatkan tubuhnya pada Si Bungsu. Menatap kedepan, menatap kearah yang dipandang Si Bungsu. Dia kini
memang tak punya pilihan.
"Nah kawan, apa yang kau inginkan sekarang?" kembali salah seorang bertanya. Anehnya kembali Si
Bungsu menjawab pelan dan masih dengan nada pelan dan masih dengan nada mengancam. "Saya ingin anda
bicara, dimana alamat orang yang membunuh teman Tongky.." "He.. ehe.. Hu.. hu..! Bagaimana kalau saya tak
mau bicara, Tuan?" "Anda akan menyesali keputusan itu.. "Tentu saja ketiga lelaki itu tertawa ngakak. Si Bungsu
tetap tegak dengan tenang. Kepada Angela yang tegak rapat di sisinya dia berbisik. "Tegaklah di tepi gulungan
itu. Tegak dengan tenang?"
Angela menghindar tegak ketempat yang ditunjuk Si Bungsu. Jarak ketiga lelaki itu dengan mereka
sekitar enam atau tujuh depa. Angela tidak melihat kawannya itu memakai atau membawa sebuah senjata
apapun. Lalu dengan apa dia akan membuktikan ancaman itu, sementara mereka berada di bawah todongan
pistol" "Kawan, kalian akan kami bawa kemarkas kami untuk acara pengorbanan bulan ini?"yang satu bicara.
"Tidak, kamu harus bicara dimana alamat temanmu yang membunuh temanku itu?" "Hei bajinngan! kau
sangka berhadapan dengan siapa makanya berani mengancam begitu.." "Saya beri waktu tiga detik lagi untuk
mengatakannya tuan polisi.." ujar Si Bungsu.
Ketiga lelaki itu saling pandang dan merapatkan kepungannya. Si Bungsu membuktikan ancamannya.
Dia memutar badan seperti menghadap ke Angela. Saat berputar itu tangannya bergerak cepat. Dari balik
lengan bajunya, dua samurai kecil melesat dengan tak terikutkan mata. Dan kedua samurai kecil itu menancap
dilipatan siku kedua lelaki yang mengancam itu.
Kedua orang itu merasakan sakit yang amat sangat. Dan ketika mereka mencoba menggerakan
tangannya, tak ayal lagi jari-jari mereka jadi lumpuh. Samurai kecil Si Bungsu menancap di urat nadi besar
mereka! Kedua pistol mereka terjatuh dan mereka menatap dengan perasaan kecut dan terkejut.
Si Bungsu sudah berdiri disamping Angela. Lelaki yang tadi sendirian dihadapan Angela terkejut melihat
temannya. Dia bergerak cepat dan memasukan tangannya ke Jas dimana tersisip pistol otomatisnya. Namun
tangan nya tertahan disana, di balik jasnya itu. Ketika Si Bungsu terdengar berkata pelan.
"Kalau mau mengeluarkan tanganmu, jangan ada benda lain. Jika engkau ingin nyawamu masih utuh?"
Lelaki itu tertegun, menatap Si Bungsu. Namun dia tidak melihat senjata apapun di tangan lelaki asing itu yang
memungkinkan dia melaksanakan ancamannya. Angela menatap dengan berdebar. Tangan lelaki itu pasti
sudah menggenggam pistolnya. Dan kini hanya tinggal menarik dan menembak! Lelaki itu ingin mengeluarkan
tangannya keluar. Si Bungsu berkata lain. "Kuingatkan, jangan mengeluarkankan pistol kalau tuan ingin tetap
hidup"." Tetapi anggota Klu Klux Klan mana takut diancam. Dia sudah kenyang dengan ancaman-ancaman dan
pembunuhan. Makanya dia tahu ini hanyalah ancaman, apalagi yang mengancamnya adalah lelaki yang berasal
dari negeri entah berantah, tangannya bergerak dengan cepat dan pistol ditangannya.
Angela juga meraih pistol dari dalam tasnya, namun sebelum pistol itu keluar, dengan kecut dia melihat
pistol lelaki itu sudah terarah pada mereka. Jari lelaki itu sudah bergerak menarik pelatuknya, sementara Si
Bungsu masih terlihat tegak dengan diam. Tidak ada tindakan apapun untuk membuktikan ancamannya.
Tapi begitu pelatuk itu bergerak, tangan kanan Si Bungsu terayun. Ledakan pistol bergema, pelurunya
mendesing tidak jauh dari mereka. Namun lelaki itu tertegak kaku, diantara dua alisnya tertancap benda kecil
menancap, dan darah mengalir perlahan. "God, setan"!" keluhnya.
Tubuhnya rubuh dengan samurai kecil tertancap diantara dua alisnya. Angela ternganga. Perlahan Si
Bungsu memutar tegak. Menghadap pada polisi gadungan yang kini tak berdaya itu, menghampirinya dan
bertanya pelan. "Kini bicaralah, kalau engkau tak ingin nyawamu kuhabisi?" "Jahanam, kau tidak akan hidup
lama?" Namun ucapanya terhenti ketika sebuah pukulan mendarat di hidungnya. Lelaki itu terdongak dan
hidungnya remuk. "Bicaralah?" "Jahanam?"
Suaranya terhenti lagi, sebuah tendangan mendarat di kepalanya, tulang lehernya berderak patah!
Lelaki itu mati. Angela merasa ngeri, Si Bungsu mendatangi anggota Klu Klux Klan yang masih hidup seorang
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 485
lagi. "Kau yang terakhir sobat. Ucapan pertama yang harus keluar adalah dimana alamat si pembunuh, atau kau
yang akan ku bunuh?" "Kau, anak jadah. Nyawa?"
Hanya itu ucapannya, dan sebuah pukulan dengan sisi tangan menetak di lehernya, lelaki itu mendelik.
Tetakan tangan disertai tenaga penuh dan kemahiran yang tak bisa dianggap enteng itu telah mematahkan
tulang lehernya. Dia mati!
Perlahan Si Bungsu bangkit, mengumpulkan samurai-samurai kecilnya yang bertancapan di tubuh
anggota-anggota Klu Klux Klan itu. Membersihkannya dengan kain woll yang ada disana, kemudian
menyisipkannya kembali kesarung kulit yang ada di balik lengan bajunya.
Kemudian menatap berkeliling. Menatap tumbukan kain yang memenuhi ruangan tersebut. Lalu
berjalan pada salah satu mayat, merogoh kantong celananya. Mengambil korek api, dan berjalan keonggokan
kain woll england, yang terletak di sebelah kanannya.
Dia menyulut api, dan membakar kain woll itu. Angela masih menatap dengan diam. Si Bungsu
membakar di beberapa tempat. Lalu membuang korek api yang tadi diambil dari mayat anggota Klu Klux Klan
tersebut. Semua perbuatannya di lihat dengan diam dan penuh perhatian oleh Angela.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-475-476
"Mari, kita pergi"." katanya sambil memegang tangan Angela. Gadis itu menurut, mereka keluar dari
gudang kain yang besar itu. Mereka menaiki mobil Angela yang terletak satu blok dari gudang kain itu. Angela
menghidupkan mesin mobil, kemudian menjalankan kearah Houston Road di sebelah kanan wilayah Centrum
City itu. Di belakang mereka keributan mulai terlihat. Asap mengepul ke udara, api ternyata melahap dengan
rakus kain-kain di dalam toko tersebut. Angela menghentikan mobilnya didepan sebuah restoran. "Saya
haus"."ujar gadis itu.
Si Bungsu mengikutinya turun. Mereka mengambil tempat duduk di lantai tiga di sebelah depan. Dari
tempat itu mereka melihat di ujung sana mobil pemadam kebakaran menuju jalan yang diutara. Ke toko tekstil
yang terbakar itu, Angela menatap Si Bungsu dengan tajam. Lelaki di depannya ternyata lahar yang apa bila
meledak amatlah berbahaya.
Dia semula menilai lelaki ini adalah lelaki yang ulet dan punya hati yang keras. Namun melihat apa yang
dia perbuat, bagaimana cepatnya dia menyudahi nyawa ke tiga anggota Klu Klux Klan, maka nilainya yang
semula itu jauh tercecer. Lelaki itu jauh dari sekedar apa yang dia duga. Belum pernah dia menemui dengan
lelaki yang sependiam ini, tapi begitu tangguh dan berbahaya. Dia baru melihat kulitnya saja. Dia yakin masih
banyak hal lain yang tersembunyi di balik wajahnya yang murung, di balik tatapannya yang sayu.
"Kenapa mereka anda bunuh?" tanyanya setelah lama berdiam diri. Si Bungsu tak segera menjawab. Dia
yakin pasti perwira polisi ini akan bertanya hal itu. "Kau akan menangkapku, karena tuduhan pembunuhan?"
Si Bungsu balik bertanya, Angela menggeleng. "Kenapa kau bunuh mereka?" "Jika tidak mereka, maka aku yang
mereka bunuh?" kata Si Bungsu datar.
"Tapi mereka sudah tidak berdaya" "Mereka memang harus ditumpas, sebelum mereka merenggut lebih
banyak nyawa orang-orang kulit hitam.." "Mengapa toko kain itu anda bakar?" "Karena penghasilannya mereka
pergunakan untuk membiayai kegiatan anti kulit hitam, membeli senjata?" Angela kembali menatap Si Bungsu,
mencoba menyelami isi hatinya. Namun lelaki dari timur ini adalah lelaki yang penuh rahasia. "Apakah engkau
masih mau menjadi penunjuk jalanku dalam mencari pembunuh Tongky, Angel?"
Gadis itu menatapnya sesaat, lalu mengangguk sambil meminum jeruk manis di gelasnya, sementara
matanya tetap menatap dalam-dalam pada Si Bungsu. Si Bungsu tahu kalau dia di perhatikan oleh gadis itu.
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun dia berpura-pura tidak tahu, dia menghirup pula jeruk manis dingin di gelasnya. "Apakah engkau biasa
membunuh?" tiba-tiba gadis itu berkata lagi. Si Bungsu menatapnya, lalu mengangguk pelan tapi pasti. "Sempat
kau menghitung berapa jumlahnya" Lima, enam atau tujuh orang yang sudah kau bunuh?" "Kau akan terkejut
mendengar jumlahnya, Angel?" "Lebih dari sepuluh?" "Lebih dari enam puluh".! ujarnya dengan pelan dan
datar. Angela merasa tulang belulang nya menjadi dingin. Manusia macam apa yang dia hadapi ini" Lebih dari
enam puluh nyawa telah dihabisinya, namun dia menyebut angka tersebut seperti menyebutkan angka-angka
biasa. "Kau dibayar untuk pekerjaan mu itu?"
Angela menyesal telah mengucapkan pertanyaan itu. Namun sudah terlanjur, dia siap menanti reaksi
marah dari anak muda yang entah kenapa sejak dia melihatnya amat dia sukai itu. Namun anak muda
didepannya itu tenang-tenang saja. Tak marah dan tak bereaksi sedikit pun, anak muda itu dengan tenang
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 486
menghirup sisa minumannya. Menatap pada Angela dengan tenang. Angela memegang tangan Si Bungsu yang
terletak di meja. "Maaf?" "Tak perlu minta maaf,saya memang dibayar untuk setiap pembunuhan yang saya lakukan.."
Angela merasa sesuatu menikam hatinya mendengar jawaban tersebut. "Yang membayarnya saya sendiri.
Membayar dengan keselamatan saya. Banyak orang yang menginginkan keselamatan saya. Banyak orang
menginginkan nyawa saya, sejak dulu. Jika tak ada jalan yang bisa saya tempuh lagi, maka saya akan membunuh
mereka, sebelum mereka membunuh saya.."
Angela menarik nafas panjang, lega. Kalau begitu orang ini bukan pembunuh bayaran, pikirnya. Selain
tak ada tampang pembunh bayaran dan dia juga berharap begitu adanya. "Engkau tidak main-main dengan
angka diatas enam puluh tadi bukan?" gadis itu seperti ingin memastikan pendengarannya tadi. Berharap anak
muda ini berseloroh. Si Bungsu menarik napas panjang.
"Saya tidak tahu buat pembicaraan ini, Angela. Tapi engkau telah berbaik hati dengan menemaniku di
kota yang ganas ini. Saya tidak pernah berbohong, apa lagi pada wanita yang saya hormati. Tidak, jumlah enam
puluh itu bukanlah guyonan. Barangkali jumlahnya mendekati seratus. Saya telah benyak membunuh orang
dari berbagai bangsa. Sebutlah Jepang, Belanda, India, Melayu, Australia, Cina bahkan bangsa saya sendiri?"
Angela mendengar dengan diam. Cerita lelaki ini, tentang pembunuhan yang dia lakukan adalah cerita
yang luar biasa, yang rasanya mustahil terjadi. Namun perwira kota Dallas itu sedikitpun tak ragu, bahwa yang
diceritakan lelaki ini tidaklah bohong sedikitpun.! "Masih berminat menemani saya mencari jejak pembunuh
Tongky?" "Kita berangkat sekarang.." ujar Angela atas pertanyaan tersebut.
Namun, sesaat setelah Angela berkata demikian, Si Bungsu memegang tangannya yang terletak diatas
meja. Sentuhan itu membuat Angela mengurungkan niatnya untuk berdiri. Dia menatap Si Bungsu. "Jangan
menoleh kemana-mana. Saya merasa ada orang memperhatikan kita, saya tidak tahu dimana. Namun perasaan
saya mengatakan hal itu. Barangkali dia akan mengikuti kita. Berbuat sajalah seolah-olah tidak mengetahui
apa-apa?"Angela menarik nafas, mengangguk. Kemudian mereka sama-sama berdiri lalu membayar minuman,
lalu berjalan keluar. Angela menjalankan mobilnya, lewat spion dia melihat sebuah mobil Jaguar merah di
belakangnya membututi "Mereka memakai mobil merah?" katanya. Si Bungsu tidak menoleh, dia sudah tahu.
Angela melarikan mobilnya perlahan saja ditengah lalu lintas yang ramai dijalan 5 st.Venus itu.
"Berapa orang di mobil itu?" Angela kembali melihat spion dan menghitung. "Empat orang, Dua didepan
dua dibelakang.." Angela melarikan mobilnya ke Country City. Kendaraan dibelakang tetap mengikuti. Ketika
mereka mulai memasuki daerah yang jarang pemukimannya, sebuah tembakan terdengar. Kaca belakang mobil
Angela hancur di tembus peluru, tembus sampai kekaca depan. Hanya seinci dari samping telinga Si Bungsu.
"Mereka mulai?" kata Si Bungsu tanpa menoleh kebelakang. Angela segera menekan pedal gas. Si
Bungsu tetap berdiam diri, sebuah letusan kembali bergema. Namun pelurunya tidak mengenai mereka
maupun mobil yang mereka naiki. "Di dalam tas itu ada pistol, kalau kau berniat menghalangi mereka, ambil
dan pergunakanlah sebelum mereka mendahului kita.." ujar Angela sambil mendahului sebuah truk
didepannya. Namun Si Bungsu tetap berdiam diri. Mobil merah itu kelihatan lagi lewat kaca spion. Angela membelok
tajam kekiri kesebuah gereja Anglikan. Hanya selang berapa lama, mobil merah itu kembali menyusul. Jalanan
yang mereka tempuh sekarang kini sepi sekali. Karena tempat ini adalah pemukiman daerah selatan kota ini.
Kembali terdengar dua kali letusan dari belakang. Angela membelokkan mobilnya kekanan. Masuk kesebuah
jalan kecil yang kiri kanannya di penuhi rumpun bunga yang rimbun.
"Anda tidak berminat menghalangi mereka?" tanya Angela dengan jengkel melihat Si Bungsu diam-diam
saja ditempat duduknya. "Tidak. Saya ingin melihat bagaimana polisi Dallas menghindar dari orang yang
berniat membunuh mereka, tanpa balas membunuh orang yang akan membunuhnya?"
Angela tahu dia disindir. Dia menggertakkan gigi, membelok dengan tajam kekiri menimbulkan bunyi
ban yang berdenyit yang tajam ketika roda-roda mobilnya mencekam miring diaspal. "Yang akan dibunuhnya
anda, bukan saya" seru Angela matanya mempehatikan spion, melihat mobil merah itu yang terus memburu
diluar jarak tembakan. Untung saja mereka berdua memakai sabuk pengaman, hingga tubuh mereka tidak
tersentak kebelakang atau terdorong kedepan mengikuti laju mobil itu.
?"Kau sangka, kau tidak akan di bunuh" Kau akan jadi saksi jika mereka jika aku dibunuh, maka mereka
akan membunuh saksinya. Mereka tidak pernah meninggalkan jejak" kata Si Bungsu. Angela tidak sempat
menjawab, karena didepannya melintas seorang tua berjalan kaki menyebrangi jalan ke padang rumput
dikanannya. Mau tak mau dia terpaksa membanting stir. Mobil melompati parit kecil kemudian melaju diatas
lapangan rumput tersebut.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 487
Mobil merah itu turut memburu mereka dengan ikut pula melompati parit kecil itu. Beberapa orang tua
yang berjalan di padang rumput menatap dengan heran dan menggerutu dengan peristiwa tak lazim itu. Angela
kembali menyetir mobilnya kejalan raya, kemudian berbelok-belok tak menentu dalam jalan-jalan di daerah
pemukiman tersebut. "Berapa harga mobilmu ini?" tanya si Bunggsu sambil matanya untuk pertama kali melirik kebelakang,
kemobil merah itu. "Dua ribu lima ratus Dollar, kenapa?" "Mobil yang di belakangmu?" "Lima ribu dollar?" Si
Bungsu diam. Dia memutuskan untuk memakai pistol Angela saja. Dia ambil tas tangan gadis itu, membukanya
dan mengambil pistol didalamnya.
"Kau bisa mencari tempat yang tepat untuk menjebak mereka?" "Saya usahakan.." jawab Angela sambil
berbelok tiba-tiba kekanan. Kemudian memutar dua kali. Angela menekan gas kuat-kuat. Dengan terkejut Si
Bungsu melihat betapa mobil sedan yang mereka tumpangi tiba-tiba berbalik menuju kemobil sedan merah
yang memburu mereka. "Tembak! Tembak mereka!" teriak yang menyetir.
Namun mobil Angela melaju dengan berzigzag dengan kecepatan tinggi. Sopir mobil merah itu kaget dan
pucat. Dia membanting stir kekiri untuk menghindari tabrakan. Namun justru dia menabrak pohon pinus!
Sebuah ledakan yang kuat terdengar cukup kuat, sesaat kemudian api menjilat. Angela tidak membuang waktu
untuk melarikan kendaraannya pulang.
"Kau berhasil menembak mereka.." ujar Angela. Si Bungsu menarik napas panjang. Ketika Angela melirik
kepadanya. Si Bungsu melirik kebawah kedekat kakinya. "Kau melarikan mobil seperti setan mabuk. Pistol itu
tercampak ketika mobil berzigzag. Saya tak sempat menembak sekalipun, jangankan menembak menggenggam
pistol itu saja aku tidak sempat.." Angela mengerutkan kening, karena dia mendengar suara letusan saat mobil
mereka berendengan. "Suara letusan tadi?"
"Letusan orang itu sendiri. Barangkali tembakannya meleset dan sopirnya karena takut atau terkejut
justru menabrak pohon itu?" Angela tersenyum dan mengebutkan mobilnya kearah kota. Menjelang masuk
kota mereka memasuki pemukiman rumah bertingkat dan mereka masuk kesana. "Kita mampir dan istirahat
dan memperbaiki kaca mobil ini.." kata gadis itu.
Si Bungsu memang tidak mempunyai pilihan. Mobil dihentikan disebuah garase dibawah bagian gedung.
Angela turun dan langsung menuju ketelpon yang ada disana. Menelepon sesaat, kemudian mengajak Si Bungsu
naik lewat tangga berputar. Mereka memasuki sebuah ruang tamu yang karpetnya berwarna biru muda.
"Ini flatku, aku tinggal sendiri. Kamar itu bisa kau pakai, memang kamar khusus untuk tamu. Saya akan
mandi dan setelah itu akan membuatkan minum. Di kamar itu ada handuk, kau bisa mandi dan istirahat disana.
Kalau minumannya sudah siap nanti akan ku panggil".." Sambil berkata begitu, Angela membuka pakaiannya,
sekaligus masuk kekamarnya. Si Bungsu hanya termangu-mangu menatap punggung gadis itu yang putih
bersih. Tak lama kemudian Si Bungsu mendengar dari pintu yang terbuka nyanyian Angela di sela-sela suara
desiran air mandi. Dia memutuskan untuk masuk ke kamar yang tadi ditunjukkan Angela. Membaringkan
tubuhnya istirahat, ditempat tidur yang empuk dan menerawang, dan tanpa dapat dia cegah matanya terpejam,
tidur! Dalam tidurnya bayangan Angela mendekatinya dan menciumnya, dan menekannya dan dia membalas
memeluk, balas mencium. Terasa gadis itu tidak memakai apa-apa di balik kimononya. Terasa hasrat
kelelakiannya amat mendesak. Dan tiba-tiba dia tersentak dari khayalan yang memabukan itu. Dan begitu
membuka mata, dia melihat Angela diatas tubuhnya. Wajahnya dekat sekali dan terasa lembut. Gadis itu
mendaratkan sebuah ciuman yang memabukkan dibibirnya. Ciuman itu lama sekali, makin lama makin panas.
"Aku akan mandi?" ujar Si Bungsu, ketika dia merasa ciuman itu akan berakibat jauh. Angela tersenyum
dan turun dari tubuh Si Bungsu sambil menutup kimono tipis yang dia pakai. Si Bungsu turun dari
pembaringan, membuka baju dan mengambil handuk dan masuk kekamar mandi. Di sana dia membuka celana.
Angela menyiapkan minuman di ruang tamu, ketika dia muncul diruang tamu itu, Angela sudah berpakaian
rapi. Menyiapkan makan sore dan mereka makan dengan diam.
"Jika engkau tidak keberatan, dari pada membuang ongkos di hotel, lebih baik pindah saja kekamar itu
saja. Saya tak susah-susah menjemput dan mengantarmu kehotel?" Angela berkata setelah mereka selesai
makan. Si Bungsu tidak langsung menjawab. Tawaran itu bukannya tidak menarik, di flat Angela ini pasti
dirinya terurus, makan tak susah-susah. Tapi tidakkah ini akan berakibat lain" Berada serumah dengan seorang
gadis, betapapun juga punya "resiko". Misalnya seperti yang terjadi tadi.
Bagi orang Dallas tentu hidup serumah tanpa ikatan resmi, tentu hal yang lumrah sekali. Dan bagi dirinya
sendiri pun tidak ada masalah. Namun persoalan akan timbul kemudian. Apakah dia sudah siap menerima
akibatnya itu" Dia menghirup minumannya dengan tenang, memakan sepotong roti. Wajahnya tak bereaksi
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 488
apa-apa. Namun pikiran nya mempertimbangkan segala kemungkinan. "Apakah malam ini kita akan pergi
mencari jejak pembunuh temanmu itu?" "Jika engkau tidak keberatan"." "Baik, kita harus masuk kesarangnya,
sebuah tempat perjudian?"
Si Bungsu menatap Angela. Tempat perjudian! Si Bungsu teringat buku tentang Klu Klux Klan yang dia
Pusaka Golok Iblis 1 Pendekar Mabuk 017 Minyak Darah Malaikat Salam Terakhir Sherlock 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama