Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik Bagian 22
baca di perpustakaan. Bagaimana orang-orang Klu Klux Klan ini mendapatkan dana. Yaitu dari beberapa
donatur yang mengusahakan rumah perjudian. Dan dia pun teringat akan kemahirannya berjudi. "Saya ingin
sekali melihat tempat perjudian itu.." ujarnya pelan. Angela tentu tidak dapat menebak dibalik ucapan Si
Bungsu yang pelan itu. "Nampaknya untuk masuk kesana, kau harus berpakaian yang pantas.." Angela bangkit menuju telpon.
Dia memutar nomor, kemudian berbicara. Nampaknya dia berbicara pada toko yang terletak satu blok dari
sana. Toko yang memang melayani keperluan orang-orang di flat itu. Tak lama kemudian pintu diketuk,
seorang wanita pelayan toko itu datang mengantarkan satu set pakaian dan Angela membayarnya. "Kau boleh
coba, semoga sesuai"."
Si Bungsu memang merasa sudah harus berganti pakaian. Pakainnya sudah di basahi keringat ketika
mereka di kejar-kejar tadi. Dia berdiri dan mengambil pakaian yang dipesan tadi. Masuk ke kamar dan pas!
Terdiri dari celana berbahan woll dan kemeja panjang dan sepatunya masih baru tak perlu diganti.
"Terikasih, anda bisa menebak ukuran tubuhku.." katanya setelah berada diluar kembali. Kemudian
mereka turun, dan sampai di garase kaca mobil yang kena terjang peluru tadi telah di ganti. Angela
mengarahkan mobilnya kearah Centrum city. Saat itu hari sudah jam delapan malam. Kota sudah dari tadi
bermandikan cahaya gemerlap lampu. "Untuk menhilangkan kecurigaan, kita harus ikut berjudi untuk
beberapa saat. Nanti saya akan menunjukkan mana orang-orang Klu Klux Klan?" ujar Angela. "Tidak apa-apa
polisi berjudi.." tanya Si Bungsu. "Ini bahagian dari tugas?"jawab Angela.
Dari Kecamuk Perang Saudara ke Dallas Menuntut Balas Episode II 477-478
Di jalan 7 Rd. Stenson, di depan gedung delapan lantai bertuliskan TEXAS ADIOS. Angela memarkirkan
mobilnya. Dari gedung bertingkat itu kelihatan sepi dari manusia yang terlihat hanya gemerlap cahaya lampu
reklame menggambarkan koboi menunggang kuda dan seorang gadis dengan pakaian merangsang tengah
berdiri berkacak pinggang. Di depan gedung itu berderet mobil dalam jumlah yang cukup banyak.
Mereka masuk setelah membayar semacam uang jaminan di kasir. Lalu menuju keruang atas dimana
terdapat beberapa buah meja rollet. Angela menukarkan sejumlah uang dengan koin untuk taruhan. Nilai koin
itu paling rendah lima dollar dan paling tinggi seratus dollar.
Ada sepuluh buah koin bernilai lima ribu dollar, sepuluh buah koin sepuluh dollar, sepuluh buah dua
puluh lima dollar dan sepuluh buah koin berharga lima puluh dollar. Jumlah koin itu kalau di tukarkan menjadi
sembilan ratus dollar, jumlah yang cukup banyak. Mereka tegak beberapa saat diantara orang-orang yang
memasang taruhan. Angela menarik tangan Si Bungsu kemeja yang berada ditengah. Seorang petugas
mempersilakan mereka. Ada sebuah meja penuh dengan angka-angka. Di ujung meja itu terletak rollet yang diputar oleh seorang
lelaki bertopi plastik hanya ada pet depannya saja, kebahagian belakang nya di lilit pita karet. Sementara bagian
atas topi pet itu terbuka. Sistem permainannya adalah rollet diputar lebih dahulu, sebelum bola menggelinding
di piring rollet itu berhenti disalah satu nomor, petaruh memasang taruhan di angka yang dia ingini.
Biasanya taruhan sudah terletak dimeja sebelum rollet berhenti. Dan jika rollet nya sudah berhenti
disalah satu angka, maka petaruh yang memasang diangka tersebut menang taruhan. Si Bungsu dan Angela
berdiri didepan meja taruhan, rollet diputar orang-orang mulai memasang taruhan dimeja. "Anda ingin
memasang?" kata Angela sambil menyerahkan beberapa koin pada Si Bungsu.
Si Bungsu menggeleng. Angela memasang taruhan di angka delapan, ada empat orang memasang
diangka tersebut. Beberapa saat kemudian bola kecil seperti krital timah berkilat itu berhenti di angka enam!
Angela kalah! Semua yang taruhannya kalah, koinnya ditarik dengan semacam pengait berbentuk cangkul kecil
dari plastik. Yang memenangkan taruhan itu hanya seorang, dia memasang sepuluh dollar dan dapat koin
kemenangan seratus dollar.
Pada putaran kedua, Angela memasang seluruh koin lima dollarnya di angka enam belas, kemudian
memasang diangka lima seluruh koin sepuluh dollar nya. Dan dia kalah lagi, mereka sial dimeja tersebut
kemudian pindah kemeja yang satu lagi. Dua kali pindah, akhirnya di meja ketiga Angela berbisik pada Si
Bungsu. Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 489
"Yang jadi pemutar rollet itu adalah salah satu agen Klu Klux Klan yang cukup penting?" Si Bungsu
memperhatikan orang itu. Nampaknya dia adalah seorang Amerika keturunan Yahudi, berhidung bengkok
berotot besar. Angela memasang taruhan seratus dollar pada angka sepuluh dua buah. Dan kalah. Selama
memasang taruhan dia hanya menang dua kali.
Akhirnya di meja itu, dia hanya punya satu koin, senilai seratus dollar! Angela berpeluh. Sembilan ratus
dollar uangnya ludes. Si Bungsu menjadi kasihan. "Boleh saya pasangkan yang terakhir ini?" katanya.
Angela separuh putus asa mengangguk. Si Bungsu maju kedepan, waktu itu yang memasang di meja itu
hanya tiga orang. Berempat dengan mereka. Petugas berotot itu mulai memutar rolletnya. Beberapa saat Si
Bungsu memperhatikan putaran rollet itu. Orang yang tiga itu memasang taruhan diangka enam dan dua belas
dua orang. Si Bungsu masih melihat. Perlahan, indera judinya yang pernah merajai perjudian di jaman Jepang itu
dulu menyelinap perlahan. Dia mendengar putaran rollet itu, memperhitungkan berapa kali lagi putaran rollet
itu. Berapa berat bola rollet itu. Dan dia letakkan taruhan terakhir itu di angka satu!
Bola berhenti. Menang! Angela berteriak dan memeluk Si Bungsu. Angka satu, berarti mereka
mendapatkan bayaran dua puluh kali lipat. Mereka mendapat kan koin dengan nilai dua ribu dollar! Petugas
Yahudi itu tersenyum, meraih taruhan yang kalah dan membayar taruhan Si Bungsu. Lalu memutar lagi dan Si
Bungsu kembali mendengarkan beberapa saat. Petaruh yang tiga orang itu memasang di angka enam, tiga dan
sebelas. Si Bungsu mendorong koin yang bernilai dua ribu dolar itu. Meletakkanya di angka tiga belas! Petaruh
yang lain melotot matanya melihat taruhan yang besar tersebut, mereka menanti dengan dada berdegup. Bola
berhenti, tiga belas! Angela memekik, memeluk dan mencium Si Bungsu. Petugas rollet itu masih tersenyum,
meraih taruhan yang kalah dan membayar taruhan Si Bungsu.
Jumlahnya menjadi dua puluh ribu dollar! Pekik Angela dan seruan kagum tiga petaruh lainnya,
membuat orang-orang memalingkan kepala. Dan melihat koin menumpuk diangka tiga belas, mau tak mau
mereka melangkah kemeja tersebut. Dan sekeliling meja itu jadi penuh sesak.
Dan seperti ada kesepakatan saja, ketika rollet diputar lagi tak seorang pun yang ikut memasang. Mereka
menanti dan melihat Si Bungsu. Si Bungsu membiarkan rollet itu berputar beberapa saat. Kemudian berbisik
pada Angela yang bergelantungan di bahunya. "Biarkan saja di angka tiga belas itu".." dan Angela memberi
isyarat kalau taruhan mereka tetap di angka tiga belas tersebut. Orang menanti dengan tegang! Dua puluh ribu
dollar ditaruhkan sekaligus. Apa yang akan terjadi" Perlahan putaran rollet itu berputar perlahan dan..
KLIK!"bola kecil itu masuk dikotak dimana tertera angka TIGA BELAS!
Orang berseru dan bertepuk tangan, riuh.. Angela nyaris pingsan. Dia tak berani bersorak, dia hanya
menggelantung dibahu Si Bungsu. Sambil bibirnya berkali-kali menyebut nama Tuhan. "Oh my god! my God".!"
desisnya. Di depannya teronggok uang dua ratus ribu dollar! Untuk membayar jumlah itu, si petugas Yahudi
terpaksa menyuruh orang mengambilnya di kasir. Petugas rumah judi itu hampir semuanya berkumpul disana.
Berpeluh dan memandang tidak percaya pada orang yang memenangkan taruhan tersebut.
"Anda masih ingin memasang?" kata petugas Yahudi tersebut. "Tergantung anda, jika kalian masih punya
uang, saya akan memasangnya.." yang lain bertepuk tangan mendengar ucapan itu. "Anda akan memasang
kembali semua uang taruhan itu seperti tadi?" "Benar?"mereka berbisik sesamanya. "Baik, Anda boleh
memasang, tapi petugas rolet akan diganti. Ini hanya soal teknis?" "Boleh, asal kalian membayar saja?" "Kami
akan membayar berapun nilai kemenangan anda?"
Si Bungsu hanya tegak menunggu dengan tenang. Kali ini pengunjung diminta menghindari tepi meja.
Petugas yang dikatakan pengganti itu pun tiba. Seorang lelaki gemuk dengan hidung merah dan berkepala
botak. Di sekitar meja itu penuh dengan petugas rollet, Angela berdebar, tegang dan berpeluh. Tapi tidak hanya
dia yang demikian. Hampir semua yang disana tegang, berdebar dan berpeluh, kecuali Si Bungsu!
Tak peduli apakah mereka petugas rolet ataupun pengunjung. Meja-meja lain sudah ditutup. Tak ada
orang yang berminat memasang taruhan. Semua mereka pindah untuk menyaksikan "keajaiban" di meja tengah
dimana seorang lelaki berkulit coklat dan gadis Amerika sedang menguras uang bandar. Kejadian itu amat
jarang terjadi. Judi adalah bahagian dari penipuan dan pemerasan.
Artinya, setiap orang yang datang kemeja judi yang sudah dipersiapkan seperti itu, maka sebenarnya dia
telah menyiapkan dirinya unutk dikuras habis-habisan oleh pemilik rumah judi. Siapa yang menang dan siapa
yang kalah seperti sudah diatur. Kalau ada yang menang itu biasanya hal itu "diberi". Artinya dalam judi harus
ada yang dibiarkan menang dan tepat menebak secara tepat. Kalau tidak rumah judi itu sudah tidak punya daya
tarik lagi. Biasanya kemenangan yang sudah di beri itu pada satu, empat lima orang itu telah diperhitungkan.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 490
Kemenangan itu diberi dari seratus kekalahan penjudi yang lainnya. Jadi rumah judi tak pernah mengalami
kekalahan. Jika ada penjudi yang lihai, yang biasanya sekali setahun ada penjudi yang mampu "menguras" rumah
judi, maka itupun bisa "diatur". Meja rollet yang peralatannya berputar itu bisa diatur sedemikian rupa. Punya
alat yang rumit yang bisa dikendalikan dari tempat tegak petugasnya. Jika orang memasang diangka 5,7,9,11,23
dan seterusnya. Maka bandar judi tinggal memilh kepada siapa kemenangan akan diberikannya.
Biasanya dia memiilih dari angka yang paling sedikit nilai taruhannya. Jadi bandar membayar sedikit
pula. Atau dia tidak memenangkan siapun. Itu bisa dilakukan karena alat mesin rolet itu ada alat yang bisa
untuk memberhentikan putaran rolet itu dengan menginjak tombol alat yang ada di lantai kaki petugas. Alat
itu terpasang dengan rapi dan tak terlihat, walau di periksa bersama-sama sangat susah menemukannya.
Namun tak jarang terjadi, ada saja penjudi yang tak bisa "dikerjai" begitu, ada saja penjudi-pejudi
otodidak, yang berhasil menguras bandar. Dan jika ini pun terjadi, biasanya sudah ada orang yang "tidak
dikenal" yang merampok atau jika perlu membunuh si pemenang. Dan uang yang telah dimenangkan itu lenyap!
Rumah judi adalah tempat dimana pemerasan atau penipuan dan bahkan pembunuhan dilakukan orang.
Dan kini, rumah judi di pusat kota Dallas tersebut tiba-tiba jadi geger karena kemenangan berturut-turut dalam
waktu yang singkat yang dialami seorang lelaki berkulit sawo matang yang ditemani gadis Amerika.
Kegegeran tersebut sampai pada pimpinan rumah judi tersebut. Dalam waktu dekat dia sudah tiba
disana. Dia melihat orang tengah mengelilinggi sebuah meja dan petugas yang lain berbisik tatkala bos mereka
datang, namun si bos memberi isyarat halus dan mereka berbuat seolah-olah sibos tidak ada disana, namun Si
Bungsu dapat menagkap isyarat tersebut.
Dia tahu si bos bertubuh atletis dan berpakaian mentereng. Dua orang polisi juga di panggil untuk
menyaksikan putaran rolet ini. Si Bungsu tahu, bos judi ini berniat main curang, sebenarnya hal itu sudah
terjadi dari tadi, namun dia masih dapat mengatasinya. Dia bukannya tidak tahu kalau rolet ini ada pesawat
yang dapat diatur sedemikian rupa. Namun dia dapat mengatasi karena ketajaman indera dan perhitungan
yang matang. Angela memeluk Si Bungsu. "Kita berhenti saja.." bisik gadis itu cemas.
Betapun dia seorang polisi namun tetaplah seorang wanita, dia tahu keadaan sangat berbahaya bagi Si
Bungsu dan dirinya. "Tak mungkin kita berhenti dalam waktu begini.." ujar Si Bungsu sambil menggenggam
tangan Angela menenangkan gadis itu. "Anda siap.." kata petugas botak itu dengan tiba-tiba sambil menggosokgosokan telapak tangannya.
Si Bungsu mengangguk. Petugas itu memberi isyarat dengan mengangkat telapak tangannya tinggitinggi. Orang-orang mengikuti gerakannya dengan seksama. Kemudian tangannya menyentuh pinggir piring
rollet. Lalu dengan sebuah gerakan memutar seperti sentakan halus, piringan roolet itu dia putar.
Berbeda dengan petugas yang tadi, mereka memutar dengan kencang. Maka petugas yang ini hanya
memutar dengan pelan saja. Kemudian bola mirip kelereng kecil itupun dimasukkan. Dan berputaran diatas
angka-angka di piringan rolet itu . Si Bungsu menanti beberapa saat. Piring rolet masih berputar, bola kecil itu
juga. Dan tiba-tiba dia bergerak, dia segera memindahkan seluruh uang taruhannya di angka delapan! Angela
dan semua orang yang menyaksikan, yang jumlahnya nyaris seratus orang, menarik napas. Kalau orang ini
menang, maka dia akan punya uang sebanyak dua juta dolar! Dua juta! Jumlah yang membuat tulang belulang
jadi gemertak! Dan..bola kecil itu tiba-tiba menyelonong ke angka enam! Masih berputar dan bola kecil itu tak cukup
kuat bertahan disana, dia bergulir dan menggelinding perlahan kekotak bernomor delapan, dan saat itu
piringan rolet itu berhenti! Dan suasana jadi riuh rendah, dari tepuk tangan yang luar biasa!
Angela memejamkan mata dan badannya jadi lemas. Dia menyandarkan tubuhnya ke tubuh Si Bungsu.
Para petugas rollet saling pandang tidak percaya. Polisi yang menyaksikan, mendatangi Si Bungsu dan
mengucapkan selamat. "Anda luar biasa .."kata polisi itu. "Terimakasih?"
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-479-480
Petugas yang tadi memutar rollet itu terhenyak di kursinya. Tubuhnya penuh dengan peluh dan
wajahnya pucat. Belum pernah seumur hidupnya dia mengalami hal tersebut. Belum pernah! Apakah dia tak
salah" Pada hal dia telah menginjak alat kecil yang dia dibawah karpet itu. Dan yakin alat itu bekerja sempurna.
Bukankah bolanya tadi masuk kekotak angka enam" Tapi kenapa bolanya bisa keluar dan pindah ke
angka delapan" Kenapa" Apakah orang itu memiliki ilmu sihir" Tapi dia tak sempat memikirkan banyak.
Sebuah isyarat dari atasannya bikin dia tertegak. Kemudian masuk kekamar pimpinan, dia berdiri dengan
tubuh lemas. Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 491
"Jahanam"!" Sumpah pimpinannya yang duduk dibelakang meja. "Tapi sudah saya tekan.." "Jahanam
kau..!" "Saya?" "Ambil perlengkapanmu dan kau tak usah kembali lagi kesini?"
Dan selesai sudah. Itulah yang dikhawatirkan petugas itu, dipecat! Di depan meja rollet, si bos yang
mendatangi meja Si Bungsu, mengulurkan tangan dan bersalaman dengan ramah. "Anda amat beruntung.
Selamat... silahkan kekantor saya untuk mengambil cek anda karena kami tidak mempunyai uang kontan
sebanyak itu.." Si Bungsu memegang tangan Angela. Kemudian membawa gadis itu mengikuti si bos kekantornya yang
terletak di bahagian tengah pada dinding utara ruangan judi tersebut. Ruangan yang dijadikan kantor itu,
adalah ruangan yang mewah. Seluruh lantainya beralaskan beludru berwarna merah darah. Dindingnya di
lapisi wallpaper yang menggambarkan air terjun Niagara. Dan disudut ruangan terdapat patung wanita
telanjang. Demikian pula gambar wanita berukuran besar yang memperlihatkan bahagian yang seharusnya
tertutup. "Silahkan duduk, anda mau minum apa" scot, martini.." "Terimakasih saya minum limun?" "Anda Nona?"
"Saya gin saja, terimakasih?" "Pakai es?" Angela mengangguk. Si bos mengambil sendiri minuman buat
tamunya di sebuah bar mini di dalam ruangan mewah itu. Kemudian menyerahkannya.
"Untuk kemenangan Anda berdua, selamat?" kata si bos sambil mengangkat gelas tinggi, kemudian
mereguk minumannya. Si Bungsu mereguk limunnya dengan tenang. Angela juga. "Dua juta Dollar. Jumlah yang
tak sedikit. Apakah anda bersedia menanamkan saham anda pada perusahaan kami?" si bos mulai mengajukan
tawaran. Si Bungsu bertukar pandang dengan Angela. Angela meminum gin dingin di gelasnya sambil
memejamkan mata, "Saya bukan pengusaha"."jawab Si Bungsu. "Saya tahu. Anda tinggal?" "Terimakasih, saya
tak berminat dengan tawaran Anda?" Bos rumah judi itu tersenyum. Dan mendekati Angela.
"Saya kira, Anda tentu berminat menanamkan uang anda dalam usaha kami, Nona?" "Ah, saya bukan
pemilik uang itu?" "Jangan merendah. Kami tahu pasti, uang itu adalah uang anda. Tuan ini hanya
memasangkan saja. Secara hukum andalah pemilik uang itu?" Muka Angela jadi merah karena marah. "Uang
itu milik kami berdua?"desisnya. "Tidak. Hanya milik anda?" "Kalaupun milik saya, tak seujung kuku pun saya
berminat untuk menanamkan saham ditempat anda?" Si Bos hanya tersenyum. Dia makin mendekatkan
wajahnya kewajah Angela. "Anda akan mendapatkan kesusahan nona, atasan anda tentu tidak ingin
perwiranya ikut berjudi?"
Angela tertegun. Ucapan orang ini diluar dugaannya. Ternyata mereka mengetahui siapa dirinya. Angela
menatap Si Bungsu. Lelaki itu tenang-tenang saja. "Lebih baik anda buatkan cek kemenangan yang kami
peroleh itu?" Kata Si Bungsu pelan. "Saya sedang bicara dengan pemilik uang itu?"ujar si bos memotong
ucapan Si Bungsu. Sehabis berkata begitu lelaki jangkung keturunan Yahudi itu menatap lagi pada Angela.
"Anda tentu tak ingin kehadiran dan ikutnya Anda berjudi diketahui oleh atasan?" Ucapannya terhenti
oleh tamparan Angela. Demikian kerasnya tamparan itu. Hingga bibir si bos berdarah. Tapi lelaki itu masih
tenang. Dengan tenang pula dia menghapus bibirnya yang berdarah dengan sapu tangan yang dia ambil dari
kantong jasnya. "Anda akan menyesali hal ini, Nona. Akan menyesal sangat?"
Sehabis berkata begitu dia bertepuk. Si Bungsu tahu adalah semacam isyarat. Tapi yang di luar dugaan
adalah kelanjutan dari isyarat itu. Tiba-tiba saja, dinding yang membatasi ruang kerja pemilik rumah judi itu
seperti terangkat keatas. Dan dikeliling mereka, berdiri tak kurang dari dua puluh lelaki dalam pakaian
tradisional Klu Klux Klan! Berjubah putih dengan bertopeng dan tutup kepala putih yang hanya kelihatan
matanya saja. Mereka semua memakai senjata otomatis.!
"Sudah kukatakan Nona. Anda akan menyesali tingkah anda itu. Anda telah banyak sekali membuat
kesalahan pada kami. Pertama menyediakan diri anda menjadi penunjuk jalan bagi lelaki asing mencari markas
kami. Dan kalian telah membunh tiga anggota kami kemaren dan membakar toko tekstilnya. Hari inipun
engkau datang kemari sebenarnya untuk mencari jejak pembunuh Niger itu, bukan..?"
Angela masih duduk di kursinya. Demikian pula Si Bungsu. Si Bungsu benar-benar tak dapat berbuat
apa-apa. Apa yang dia perbuat dalam keadaan seperti ini" Di kelilingnya berdiri kurang sedikit dua lusin orang
yang di lengkapi senjata otomatis. Dan dia ingin tahu siapa sebenarnya pemimpin dari orang-orang ini dan
orang yang membunuh Tongky.
Dia memandang keliling. Dan tiba-tiba menyadari bahwa rumah judi ini adalah salah satu markas Klu
Klux Klan yang terkenal itu. Dia segera ingat buku yang dia baca di pustaka tua itu.Yang mengungkapkan bahwa
organisasi iblis ini mendapat suplai biaya, peralatan dan persenjataan berkat beberapa anggotanya yang
memiliki rumah judi, rumah lacur dan industri.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 492
Seharusnya dia sudah bisa menduga kalau rumah lacur ini adalah salah satu tulang punggung dari
organisasi tersebut. Namun hanya kalau sekedar untuk menduga, sudah cukup terlambat. Kini mereka hanya
bisa menunggu apa yang akan terjadi. Bos judi yang tinggi jangkung itu memberi isyarat, dibawah todongan
senjata tangan Si Bungsu diborgol. "Kebetulan kami akan mengadakan upacara di kuil. Dan kami memerlukan
korban. Anda berdua datang pada saat yang tepat?"ujar Yahudi itu.
Mata Si Bungsu kemudian ditutup dengan kain hitam. Mereka berdua di masukan kedalam mobil lewat
pintu belakang. Si Bungsu mendengar lebih dari empat atau lima mobil yang berjalan mengiringi mobil yang
mereka naiki. Mereka berada dalam perjalanan cukup lama. Barangkali sekitar dua jam barulah kendaraan itu
berhenti. Tutup matanyya masih belum dibuka.
Dia didorong turun dan jatuh bergulingan diatas tanah berpasir. Dia segera merasakan angin yang
bertiup dan merasa di udara terbuka, sepi. Tutup matanya di buka. Didepannya dia lihat ada api unggun. Dia
berada disebuah lapangan yang tak begitu besar. Tapi jelas lapangan ini tempat suatu upacara.
Di samping api unggun ada sebuah pentas yang mirip dengan altar sembahyang suatu agama. Di tengah
pentas itu ada sebuah pembaringan batu. Dan sekitar lapangan yang tak lebih dari lapangan bola basket itu,
kelihatan tegak sosok-sosok lelaki dan perempuan.
Mereka menatap ketengah, kepada orang yang baru datang itu dengan diam. Si Bungsu dan Angela
segera diseret ketengah. Menghadap altar yang terang benderang itu. Mereka ditekan sampai terduduk.
Kemudian terdengar bunyi gendang,mirip seperti genderang yang dibunyikan suku Indian.
Seiring bunyi genderang tersebut, muncul dua orang berjubah sambil meliuk-liukkan tubuhnya. Dari
gerakannya segera diketahui. Kedua mereka berdua adalah perempuan. Hal itu terbukti ketika mereka
membuka tutup kepalanya dan melemparkannya ke altar.
Mereka meliuk terus mengikuti irama genderang yang dipukul dari balik api unggun. Berputar dalam
sebuah tarian ritual yang lebih banyak daya rangsangnya dari pada daya magisnya. Beberapa saat kemudian
mereka membuka jubahnya. Dan dibalik jubah itu mereka hanya memakai kutang dan cawat. Tubuh mereka
luar biasa menggairahkannya. Dengan buah dada yang sintal dan pinggang yang padat, mereka meliuk seperti
orang ketagihan atau tengah mengharap sesuatu yang merangsang.
Semua yang hadir dengan diam dari balik jubah dan topeng mereka. Kedua orang itu meliuk terus.
Tangan mereka menyentuh tempat-tempat terlarang di tubuh mereka sendiri dengan gerakan yang
merangsang. Mulutnya mendesah-desah da merintih. Kemudian salah seorang naik kealtar.
Di sana membuka kutang dan cawatnya. Kemudian berbaring diatas pembaringan batu pualam itu.
Kemudian meliukkan tubuhnya dengan naik turun, kekiri, kekanan. Kemudian terdengar seperti suara
lengkingan. Lelaki bertubuh besar tinggi muncul dan melemparkan jubahnya. Kini dia tak berpakaian!
Ditangannya ada sebuah kapak mirip milik bajak laut zaman dahulu kala. Dia melangkah satu-satu
dengan tubuh agak membungkuk kemuka kearah altar dimana perempuan tadi masih mengeluh, menggeliat.
Setiba dekat altar lelaki itu mengangkat kampaknya tinggi-tinggi, kemudian meletakkannya kedada
perempuan yang telentang itu.
Namun gerakan itu bukan untuk membunuh. Sejari sebelum mata kapak itu mencapai tubuh wanita
tersebut, kampak itu berhenti. Dan lelaki itu melompat keatas pembaringan batu tersebut. Kedua kakinya
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengangkang diatas tubuh perempuan itu. Dia tegak sambil menatap pada bulan penuh yang bersinar dilangit.
Mengangkat tangannya keudara. Dan memekik seperti pekik orang purba.
Di bawahnya, di antara kedua kakinya, perempuan itu tetap menggeliat dan merintih. Kini kedua
tangannya justru teracung keatas, seperti menanti turunnya tubuh lelaki itu. Perempuan yang seorang lagi,
masih tetap menari-nari disekitar altar. Dari orang-orang yang hadir disitu, tak terdengar suara apapun.
Mereka diam menatap dari balik topeng seperti dibius.
Lelaki besar itu duduk berlutut. Menatap pada perempuan yang terlentang diantara jepitan kakinya.
Menatap seluruh tubuh nya, dan sekali lagi dia mengangkat kampak tinggi-tinggi, dan dengan mengangkat
kampak itu dia menghimpitkan tubuhnya pada tubuh si perempuan.
Angela merasa jijik dan menundukan kepalanya dalam-dalam. Perempuan dialtar itu merintih dan
menggelinjang. Meronta, mendengus. Di langit bulan yang bulat besar itu tiba-tiba menyelusup diantara awanawan yang lembut. Lenyap beberapa saat di dalam palunan awan. Keluar sejenak dan kembali masuk ke awan
berikutnya. Bulan yang besar bulat itu beberapa kali masuk kedalam awan yang seperti menelannya bulat-bulat. Si
Bungsu tetap memandang ke altar yang sedang melakukan adegan yang menjijikan itu. Dan tiba-tiba,ketika
perempuan yang terbaring dibawah himpitan lelaki besar itu tengah berada dipuncak ganasnya yang hebat,
kampak ditangan si lelaki bergerak cepat.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 493
Crep!! tak ada suara lain. Tak ada pekik, tak ada keluhan, tak ada jeritan. Perempuan yang tengah diatas
puncak kenikmatan itu mati dengan kepala terbelah dua! sepi! Perempuan yang satu lagi, yang dari tadi menari
meliuk-liukkan tubuhnya, kini juga terhenti. Menatap temannya yang mampus dialtar. Dan seperti tersadar
dari bius yang hebat, dia memekik histeris, berbalik dan berlari tak tentu arah.
Namun dia hanya jadi tontonan. Dan lelaki yang masih mengangkangi perempuan bugil di altar itu
mengangkat kapaknya, dan dalam sebuah lemparan yang penuh perhitungan, kampaknya melayang crepp!
Kapak itu melekat persis di belahan dada perempuan yang tengah berlari berputar itu.
Dia seperti ditendang tenaga raksasa, tubuhnya tersurut kebelakang, masih tegak beberapa saat dan
rubuh dengan tubuh bermandi darah! Kemudian suara gendang ditabuh perlahan, seperti suara magis yang
menakutkan! Dum"Dum dum..dumm! Angela sempat melihat perempuan itu rubuh dengan kapak membelah
dadanya. Dia pingsan disebelah Si Bungsu yang tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab tangan nya masih diborgol.
Sungguh mati, sebagai perwira disebuah kota yang ganas seperti Dallas, dia telah banyak menyaksikan
peristiwa-peristiwa yang tak berperikemanusiaan. Namun tetap saja yang dia lihat malam ini, merupakan
puncak dari kebiadaban yang pernah dia saksikan. Perempuan dikorbankan begitu saja terhadap nafsu setan
kemudian di bunuh dengan kapak, semua dilakukan diacara ritual. Acara keagamaan dan kejayaan organisasi
Klu Klux Klan! Bayangkan betapa banyak sudah perempuan yang sudah dikorbankan dan binasa dalam acara seks dan
pembunuhan seperti ini sejak berdirinya organisasi ini tahun 1800-an. Si Bungsu tidak bisa berpikir banyak.
Mereka segera digiring kesatu tempat, yang kemudian dia ketahui sebagai penjara. Sekurang-kurangnya
tempat itu digunakan sebagai tempat menahan para terhukum menurut Klu Klux Klan.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian- 481-482
Rumah yang dijadikan penjara itu terdiri dari beberapa kamar. Pintu-pintu hanya berjerajak besi, tak
punya daun penutup. Si Bungsu ditempatkan disebuah kamar berukuran 3x3m, bersama seorang lelaki yang
nampaknya keturunan Indian. Angela dimasukan ke sel yang terletak persis di depan sel tahanannya.
Dia hanya sendiri dalam kamar tahanan itu. Mereka dimasukan kesana sekitar pukul dua tengah malam.
Orang Amerika keturunan Indian dikamar itu segera mengingatkan Si Bungsu pada bintang film Jhon Wyne
yang tersohor itu. Tinggi besar dengan mata sipit. Hanya bedanya orang ini berkulit seperti warna tembaga.
"Anda lihat Choncita?" Tiba-tiba saja Indian itu bertanya kepada Si Bungsu, Si Bungsu tak segera
menjawab. "Anda bisa berbahasa inggris?" tanya Indian itu pula. Si Bungsu mengangguk. "Choncita, anak
gadisku. Berambut panjang hitam dengan anting-anting besar. Dia dibawa tadi keluar bersama gadis yang lain.
Mereka juga membawa kampak besarku. Kau lihat dia?"
Si Bungsu tidak menjawab. Dia teringat gadis yang terlentang diatas altar itu, berambut hitam lebat dan
beranting-anting besar dan tubuh menggairahkan. Yang mati dipuncak nikmat dengan kepala di belah kapak,
ternyata kapak ayahnya! "Kau melihat mereka diluar sana?" Kembali Indian itu bertanya. "Maaf, dia sudah
mati?" Indian itu termenung. Matanya menatap keluar sana seperti mata elang. Rahangnya kelihatan mengeras.
Dia bicara sendiri dalam bahasa Indian Comanche yang tidak diketahui Si Bungsu. Si Bungsu teringat lelaki
besar yang menggagahi anak Indian ini, juga bertampang Indian.
Sayup-sayup diluar terdengar suara lolong anjing. Tempat ini pastilah diluar kota. Kemana saja orangorang anggota Klu Klux Klan yang tadi berkumpul di acara persembahan di luar tadi" Si Bungsu tersandar
dengan tangannya terikat dengan borgol ke belakang, ketika sesosok tubuh muncul. Dia segera ingat kalau dia
si bos rumah judi yang dia sikat uangnya itu.
Nafas lelaki itu menyebarkan bau minuman keras.Tanpa menoleh kekiri atau kekanan dia langsung
menuju kekamar tahanan Angela berada. Dia membuka kunci kamar tahanan tersebut. Lalu masuk, tanpa
menutupkan pintu dia segera membukai pakaiannya. Angela saat itu tertidur pulas.
Si Bungsu tahu apa yang akan dilakukan lelaki jahanam tersebut. Namun dia tak berdaya, kedua tangan
nya masih terborgol kebelakang. "Angela bangun"!" serunya berusaha memberitahukan gadis itu akan bahaya
yang dia hadapi. Angela tersentak bangun. Dan memekik melihat lelaki telanjang di dalam kamarnya yang
diterangi listrik 100 watt itu. Namun gadis itu yang tangannya juga terikat tidak bisa berbuat apa-apa.
"Sudah ku katakan, kau akan menyesal karena memukul wajahku, Nona.."ujar pemilik rumah judi yang
berkebangsaan Yahudi itu. Lalu sekali sergap, Angela sudah berada di dalam pelukannya, bibirnya menjalar
kemana-kemana. Angela meronta. Tangan Yahudi itu menyentakan pakaiannya. Terbuka bagian atas. Si Bungsu
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 494
mengatupkan bibir. Dia tak berdaya. Belenggu jahanam itu mencekam kedua tangannya kebelakang. Tangan
Yahudi itu merenggut lagi, lagi dan lagi!
Angela kian terengah. Tak berkain secabik pun. Indian sekamar dengan Si Bungsu hanya menatap sesaat
kekamar didepannya. Dimana tengah terjadi pertarungan yang tak berimbang itu. Kemudian dia menunuduk.
Diam seperti patung. Di seberang sana tubuh si Yahudi itu telah menimpa tubuh Angela yang menggiurkan. Gadis itu berusaha
menyelamatkan dirinya. Namun dia hanya seorang perempuan. Dia memang belajar bela diri, karate dan yudo.
Dua kali seminggu selama dinas di kepolisian. Namun dengan tangan terikat kebelakang apa yang dapat dia
perbuat. Tangan Yahudi itu meremas-remas dengan penuh nafsu. Angela merasa sakit seluruh tubuhnya. Yahudi
itu menghimpit dirinya, Angela menerjangkan kakinya Yahudi itu tercampak kesamping. Kemudian Yahudi itu
bangkit, dan menghimpit lagi, menghantamkan tinjunya kepelipis Angela. Angela pingsan!
Dengan leluasa Yahudi itu melaksanakan niatnya. Si Bungsu menggigil, betapa laknatnya. Gadis itu
datang kemari karena ingin menolongnya mencari jejak pembunuh Tongky. Kini gadis itu dicemarkan
kehormatannya di hadapan mata kepalanya, tanpa dia dapat berbuat secuilpun!
Yahudi itu leluasa sekali karena Angela pingsan. Nafasnya mendengus, bibirnya menjalar keseluruh
tubuh Angela yang tidak tertutup. Indian yang anaknya telah binasa setelah dibius, diberi perangsang dan
dinodai itu, tertunduk. Lalu suatu saat dia menoleh pada Si Bungsu. Lelaki asing itu dia lihat tertunduk dan
matanya basah menahan berang. Dan tubuhnya yang basah bermandi peluh. Dia melihat di bawah cahaya
terang 100 watt dalam kamar itu, betapa lelaki itu berdarah tentang pergelangan tangan nya yang di borgol.
Dia tahu lelaki ini ingin melepaskan borgolnya. Usaha nya justru membuat borgol itu memakan daging
tangannya. Tapi dia melihat sesuatu ditangan Si Bungsu, seperti pisau kecil. Rupanya dalam usaha membuka
borgol itu, membuat samurai kecilnya yang terselip dilengan itu meluncur turun.
Sebuah samurai kecil tergeletak dilantai. Perlahan Indian itu mendekati Si Bungsu. Mengambil samurai
itu dan menelitinya. "Milikmu?" Si Bungsu mengangguk. Dan Indian itu tiba-tiba bergerak cepat. Dia meraih
tangan Si Bungsu, meneliti borgolnya. Kemudian ujung borgol yang tipis itu dia masukkan ke lubang borgol.
Waktu itu Yahudi di seberang sana selesai. Dia melekatkan pakaian. Kemudian melangkah meninggalkan kamar
tahanan. Lelaki itu menoleh pada Si Bungsu yang tersandar, pada Indian yang terbaring diam, sambil
melambaikan tangan. Kemudian dengan wajah berpeluh berjalan keluar. Begitu dia lenyap, Indian itu bangkit.
Melanjutkan pekerjaannya. Dan hanya selang dua menit, borgol itu terbuka. Meski terbuka hanya sebelah,
Namun bagi Si Bungsu hal itu sudah lebih dari cukup.
Dia bangkit, tapi satu hal dia hadapi lagi. Pintu kamar mereka terkunci dari luar. Tengah dia tegak
bingung, lelaki Indian itu memberi isyarat. Dan dia berjalan ke pinggir kamar yang berdinding batu. Si Bungsu
masih tetap ditempatnya. Tiba-tiba Indian itu menghantam dinding itu dengan kepalan tangannya. Dinding itu
jebol! Dia hantam beberapa kali dan dinding itu rubuh.
"Keluar lewat sini, imbaunya?" Si Bungsu yang ternganga akan tenaga Indian itu buat sesaat masih
termangu. Indian itu sudah keluar. Si Bungsu ikut menyelinap di lobang yang pas-pasan badan itu. Dia
menyelinap dimana kamar Angela terbaring dalam keadaan tak berkain secabik pun.
Cepat dia menutup tubuh gadis itu dengan kainnya yang terserak-serak. Dan ketika dia memangku tubuh
gadis itu dipintu, dia melihat Indian besar itu telah tegak disana, sebuah senapan otomatis tergenggam ditangan
nya. "kemana jalan keluar bisiknya?".
Tanpa banyak bicara Indian itu berjalan duluan, menyelinap keluar dan mendapatkan tubuh anaknya di
altar. Hanya kini tubuhnya sudah ditutupi kain putih bersih dengan lambang salib terbakar ditengahnya.
Lambang Klu Klux Klan! Indian itu menatap anaknya. Kemudian bergegas mencari jalan keluar. Markas ini
nampaknya terdiri dari tiga bangunan. Di tengah ketiga bangunan itu altar tersebut berada. Dekat pintu Si
Bungsu mendapati tubuh terkulai. Barangkali lehernya patah. Dan Si Bungsu menduga, orang ini adalah
pengawal yang dibunuh oleh tangan si Indian untuk mendapatkan bedilnya.
Mereka berlari cepat dengan Si Bungsu masih memanggul tubuh Angela. Si Indian membawa Si Bungsu
kegedung kedua. Disana mereka menyelinap, masuk. Mendapatkan beberapa kamar tertutup namun tidak
terkunci. Di sebuah kamar si Indian menyelinap masuk. Kemudian keluar lagi. Dia meyerahkan bedilnya pada
Si Bungsu. "Anda jaga jangan ada yang masuk?" kata Indian itu singkat. Sekilas Si Bungsu melihat kampak besar
yang dipakai untuk membunuh kedua gadis di upacara itu berada ditangan si Indian. Indian itu sudah
menyelinap lagi kedalam kamar. Si Bungsu menduduk Angela di sebuah kursi di ruang tengah. Dan dari dalam
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 495
tiba-tiba dia dengar erangan panjang. Dia menghambur kedalam. Dan Indian itu dilihat tegak dengan kampak
berlumur darah. Di tepi kamar dilihat Si Bungsu sesosok tubuh, yang segera dikenal Si Bungsu sebagai lelaki besar tinggi
yang membunuh kedua gadis malam tadi, yang salah satunya adalah anak dari Indian itu. Kepala lelaki yang
berwajah Indian itu terbelah dua, persis seperti kepala gadis yang dia bunuh setelah dia gagahi diatas altar
tersebut. "Cepat kita tinggalkan tempat ini"." kata Indian tersebut. Saat mereka berjalan keluar Angela terbangun
dari pingsan yang hebat. Dan mulutnya terbuka untuk memekik. Namun Indian itu bergerak cepat. Sebuah
pukulan menghantam tengkuk gadis itu. Dia pingsan lagi. Indian itu menunggu lama, dia membopong gadis itu
keluar. Si Bungsu mengikuti dari belakang sambil mengawasi dengan bedilnya. "Jalan ini?"ujar si india sambil
berbelok kekanan. Nampaknya dia hapal daerah ini. Jalan yang dia tempuh menuju mobil pick-up putih. Indian itu bertindak
cepat. Mereka masuk, dan dengan merenggutkan kabel kontak, mengadu kabel positif dan negatifnya mobil itu
hidup. Kemudian seperti dilonjakkan menghambur kearah jalan. Memasuki padang rumput, kemudian
beberapa kali tembakan terdengar dari rumah tersebut. Kaca belakang dan dinding mobil berkeping dihantam
peluru. Namun Indian itu mahir sekali.
Dia melarikan mobil itu, berbelok-belok. Beberapa menit kemudian mereka sampai dijalan raya. Mobil
itu melunjur dalam udara pagi yang dingin. Angela siuman. Dan memekik kuat-kuat. Gadis itu amat terguncang
atas perlakuan yang dia terima tadi malam. Dinodai oleh si Yahudi pemilik rumah judi tersebut. Dan dia kembali
memekik. "Kuasai diri mu nak?" kata si Indian itu sambil tetap melarikan mobil dengan kencang. Angela menangis
terisak. Kemudian merebahkan dirinya ke bahu Si Bungsu yang duduk dikanannya. Si Bungsu hanya diam.
Tangan nya memeluk bahu gadis itu dan membelai kepalanya. Mobil itu dilarikan kencang membelah udara
subuh. Di arahkan ke jantung kota Dallas. Si Indian terus memacu mobilnya, dan tiba-tiba saja mereka sudah
berada dihalaman sebuah rumah bagus. Bangunan rumah itu cukup besar dan berpekarangan luas, namun
tidak berpagar. Seekor anjing besar muncul dan menggonggong. Si Indian membuka pintu, anjing yang luar biasa
besarnya itu menerkam. Indian tetap duduk dengan diam. Dan begitu anjing itu sampai kedekat dia, tangannya
terulur. Entah dengan cara bagaimana, tiba-tiba saja leher anjing itu berhasil dia cekik dengan tangan kirinya
yang berada di sebelah pintu yang terbuka.
Anjing itu meronta, menggelepar. Namun jepitan tangan si Indian itu kuat seperti jepitan besi. Lalu tubuh
anjing itu diam tak berkutik. Dengan sekali ayun tubuh anjing yang besarnya tak kurang dari manusia dewasa
itu tercampak hingga dua depa. Indian itu meraih senapan yang tersandar dekat Si Bungsu. Meletakkanya di
pangkuan Angela. "Turunlah. Masuk kerumah itu. Lelaki yang menodaimu itu berada dalam rumah ini. Jangan khawatir,
dirumah ini dia tinggal sendirian. Paling-paling yang ada hanya seorang pengawal atau ajudannya. Dia bisa kau
bereskan dengan senapan ini?" Si Bungsu terheran-heran. Nampaknya si Indian kenal betul dengan sindikat
Klu Klux Klan ini. Atau sekurang-kurangnya dia kenal betul dengan si Yahudi pemilik rumah judi itu.
Angela turun, setelah Si Bungsu turun duluan. Gadis itu bergegas masuk dari pintu depan yang
nampaknya tak terkunci. Begitu masuk, seorang lelaki yang di kenali Angela sebagai petugas di rumah judi
malam tadi, datang menghadang. Namun matanya terbelalak melihat tubuh si Indian yang berdiri di belakang
Angela. Tangannya bergerak kebalik jas, meraih pistol. Angela mengangkat bedil. Namun sebelum bedilnya,
meletus. Lelaki yang didepannya sudah terjungkal. Dikepalanya persis tentang dahi, tertancap kampak besar!
Indian tersebut bergerak lebih cepat.
"Kamarnya di sebelah kanan, yang pintunya bercat hijau?" Indian itu berkata seperti memberi petunjuk
pada Angela. Gadis itu segera menuju kesana. Memasuki ruangan tengah yang seluruh lantainya beralas
beludru berwarna putih. Di sebelah kanan ada pintu berwarna hijau, ditengah ruangan itu ada sebuah taman
dengan air mancur dan ikan-ikan dari tropis yang berwarna-warni. Angela membuka kamar dengan bedil yang
siap dimuntahkan. Kamar itu seluruh lantainya berwarna beludru biru. Di Pembaringan yang besar lagi antik,
tertelentang sesosok tubuh. Si Yahudi!
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-483-484
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 496
Angela menarik picu bedilnya. Namun sesaat sebelum itu, dia teringat sesuatu. Dia memindahkan
sasaran tembaknya dari kepala kebahagiaan lain. Tembakannya menggema. Menghantam paha si Yahudi.
Yahudi tersebut terbangun dan meraung. Di pintu dilihatnya gadis yang baru dua atau tiga jam berselang dia
tiduri di tahanan, kini tegak dengan bedil yang masih mengepulkan asap. Bibirnya bergerak-gerak pucat dan
ketakutan. Demikian takutnya Yahudi besar itu, hingga tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Dia pulang
hanya dengan seorang pengawal. Siapa nyana, sebelum matahari terbit, orang baru saja dia nistai, dan siap
untuk dijadikan korban dalam acara Klu Klux Klan, kini muncul seperti malaikat maut.
Angela tak segera menyudahi nyawanya. Dia memberi isyarat pada Si Bungsu. Dan Si Bungsu tahu
maksud isyarat itu. Dia mendekati pembaringan. Tapi saat itu pula Yahudi itu meraih sesuatu dari bawah
bantalnya. Sepucuk pistol! Pistol itu dengan cepat diarahkan pada Si Bungsu, dan sebelum Si Bungsu bereaksi,
sebuah ledakan bergema, lelaki itu terpekik. Pergelangannya hancur, pistol tercampak. Angela ternyata
bertindak lebih duluan! "Katakan siapa yang telah membunuh temanku itu?"katanya Si Bungsu
"Jahanam, kau takkan mendapatkan apa-apa?"
Si Bungsu menggerakkan tangan. Samurai kecilnya berpindah dari sisipan di lengan ke tangannya. Tanpa
banyak bicara, samurai kecil itu disayatkan ketelinga Yahudi itu, Yahudi itu melolong. Telinganya yang kanan
putus! Situasi perumahan di mana Yahudi ini tinggal membuat dia tak tertolong. Rumahnya dibangun di tanah
yang luas dengan pekarangan padang rumput dan pohon mahoni. Rumah terdekat ada ratusan meter dari sana,
jadi tak bakal terdengar oleh mereka suara-suara letusan itu di rumah mereka.
"Sebutkan siapa yang membunuh kawan ku itu dan siapa yang menyuruhnya.." "Kau laknat.." makinya
terputus karena Si Bungsu menyayat hidungnya, dia kembali meraung kesakitan. Yahudi itu akhirnya
menyerah. Dia menyebutkan nama dan alamat yang diperlukan Si Bungsu.
"Kau harus melepaskan saya. Kau telah memperoleh apa yang kau inginkan, kau harus sportif.." kata
Yahudi bertubuh besar yang malam tadi memuaskan nafsunya dengan memperkosa Angela secara brutal. "Ya.
Saya membebaskanmu. Saya takkan menyakitimu seujung kaki pun.." kata Si Bungsu. "Benar?" "Benar!"
Si Bungsu meninggalkan pembaringan itu. Kini yang maju adalah Angela. Gadis itu menatapnya dengan
tatapan seperti akan merobek tubuhnya. Yahudi yang malam tadi alangkah ganasnya itu menjadi menggigil.
Dia menghimbau Si Bungsu yang baru menyatakan takkan menyakitinya itu. "Tt..tolong saya. Anda mengatakan
tadi akan membebaskan saya?" "Ya, saya berjanji dan saya tepati"." ujar Si Bungsu dari pintu dengan tenang.
"Tapi"tapi kawan anda ini?" "Itu bukan urusan saya. Antara kau dan aku tak ada urusan lagi. Tentang
gadis itu mungkin kau ada urusan, maka kalian harus menyelesaikan nya sendiri.." Si Bungsu berkata dengan
tenang. Wajah Yahudi itu,yang malam tadi begitu ganasnya kini menjadi pucat.
"Ya, kita ada persoalan, bukan" Kita akan menyelesaikannya menurut cara kita.."kata Angela penuh
dendam. Sebelum lekaki itu sempat bereaksi, popor bedil di hentakkan Angela ke wajahnya. Yahudi itu kembali
meraung. Hampir seluruh giginya rontok. Mulut dan hidungnya hancur. Namun Angela menatapnya dengan
dingin. "Berdiri?" desis gadis itu. Yahudi itu menyumpah. "Berdiri.." ulang gadis itu dengan mulut bedil
mengarah kekepala si Yahudi. "Bagaimana aku akan berdiri?" "Ku hitung sampai lima, jika tidak kepalamu
kuhancurkan...satu..dua?" Dengan menahan sakit yang luar biasa, dari kakinya yang hancur di tembak Angela
tadi, Yahudi itu berdiri dengan menopangkan berat badannya di kaki kirinya yang masih normal.
"Ku beri kalian semua kekayaanku, uang, permata, emas. Saya bersumpah takkan mengganggu?"
ucapannya terhenti. Sebuah letusan bergema. Bedil di tangan Angela menyalak. Pelurunya menghantam lengan
kanan Yahudi itu hingga putus antara siku dan bahu. Sebelum raungnya habis, sebuah tembakan lagi kembali
memutus lengan kirinya. Dia terhenyak duduk di pembaringan dengan kaki remuk dan kedua tangannya putus.
Matanya melotot ketakutan menatap Angela. "Yahudi iblis, Klu Klux Klan setan, kau rasakan pembalasanku?"
desis Angela. Sebuah tembakan menggema lagi. Dalam jarak hanya tiga depa itu peluru menghantam selangkangan si
Yahudi, peralatan di selangkangannya itu hancur, matanya mendelik, tubuhnya terhempas kebelakang,
tertelentang, mampus! Angela sudah membalaskan dendamnya. Meski kehormatannya tak pernah bakal
kembali setelah dinodai malam tadi. Namun dia puas telah menjagal Yahudi jahanam itu.
Dia berbalik dan menatap pada Indian yang membawanya kesini. Indian itu, yang anak gadisnya di
perkosa dan dibunuh di altar upacara Klu Klux Klan itu, tetap tegak dipintu. Menatap keluar, menjaga
kemungkinan yang tak di ingini. Angela menatap Indian tersebut. "Terima kasih pak, anda telah menunjukan
sarang serigala ini?" Indian itu hanya menatap sesaat.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 497
"Mari kita pergi, sebentar lagi tempat ini akan ramai.." katanya bergegas menuju kemobil yang mereka
curi di markas Klu Klux Klan itu. Mereka segera masuk ke mobil. Kemudian Indian itu menjalankannya. Dia
membawa mobil terus keselatan, kearah jalan raya One South. Memasuki hutan lindung, dan berhenti disana.
"Kita memintas hutan ini. Dua ratus meter kita sampai di jalan Two South. Disana kita mencegat taksi?"
Dan dia berjalan duluan, memasuki hutan lindung yang terawat bersih itu. Tak lama mereka sampai di jalan
Two South yang tadi dikatakan Indian itu. Dalam beberapa menit, mereka sudah berada dalam taksi.
"Kita ke flatku.." kata Angela. "Tidak nona, rumahmu, rumahku atau kalau teman asingmu ini juga punya
rumah, kini sudah tidak aman lagi. Setiap saat sudah akan terbakar. Klu Klux Klan tidak akan bertindak
tanggung-tanggung. Kita harus mencari persembunyian lain?" ujar si Indian.
Angela dan Si Bungsu bertukar pandangan. Indian itu berkata "kita" artinya mereka kini jadi suatu
kesatuan yang terdiri dari tiga orang. Siapa sebenarnya Indian ini" Dan kenapa dia sampai berurusan dengan
Klu Klux Klan" Pertanyaan itu tak sampai terjawab. Sebab mereka harus cepat-cepat mencari tempat untuk
menyusun langkah. Angela meminta taksi itu berhenti disebuah telepon umum yang terletak di pinggir taman. Dia menelpon
ke kantornya. Menceritakan sesuatu yang terjadi dengan ringkas. Memberi tahu pula tempat dimana
dilangsungkan upacara ritual kelompok Klu Klux Klan yang menjadikan gadis Indian itu sebagai korban ritual.
Dengan menodai dua orang gadis itu. Menceritakan pula Yahudi yang terbunuh itu.
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalau aku mati, sekurang-kurangnya mereka tahu harus mengusut siapa?" katanya setelah kembali
duduk didalam mobil di samping Si Bungsu. "Kita harus kehotelku, ada yang ingin aku ambil. Sebentar
saja?"ujar Si Bungsu. Indian itu menatapnya. "Dimana, hotelmu?" "Dallas hotel?"
Indian itu tidak bertanya lagi. Mobil diarahkan kesana. Setiba dihotel, setelah meneliti keadaan cukup
aman, Si Bungsu bergegas masuk mengambil pakaiannya. Kemudian menitipkan diresepsionis. Dia sendiri
dengan berbekal uang dikantong, kemudian berjalan ke mobil dimana Indian dan Angela menunggu dengan
diam. Mereka melihat lelaki dari Indonesia itu muncul dengan tongkat kayu ditangannya. Meski heran, namun
mereka tak berminat bertanya.
Ketika taksi berjalan, si Indian menyebutkan sebuah tempat. Nampaknya kesebuah tempat di pinggir
kota bahagian utara. Melewati daerah perkantoran, kemudian melewati padang rumput yang luas. Ada sebuah
hutan yang tak terawat. Taksi berhenti dipinggir hutan tersebut. "Kalau ada yang bertanya, kita tak pernah
bertemu. Ingat itu.." ujar si Indian itu pada sopir taksi. Dan menerima bayaran dari Angela. "Yes,sir?"jawab
sisopir taksi sambil melambaikan tangan.
Mereka melanjutkan berjalan kaki sambil tetap berdiam diri mengikuti si Indian yang berjalan didepan.
Setelah berjalan beberapa saat. Mereka melihat sebuah rumah bertingkat dua dari kayu. Ada asap mengepul.
Di halaman ada dua orang lelaki Indian yang tengah bekerja. Ada anjing yang melolong dan menyongsong
mereka. Kedua orang lelaki Indian itu serta merta berhenti bekerja dan tangan mereka dengan kukuh memegang
bedil dan menatap yang datang. Anjing itu mendengus dan menjilat kaki si Indian yang terus saja berjalan. Tiba
didekat dua Indian yang berhenti bekerja itu dia berhenti sejenak, saling pandang dan masih tanpa berkata
sepatah katapun, dia menuju rumah.
Pintu terbuka dan dari dalam muncul seorang perempuan berkulit putih! Perempuan itu belum tua
benar. Raut wajahnya masih memperlihatkan paras yang cantik. Baik Si Bungsu maupun Angela segera melihat
kemiripan antara perempuan separuh baya di pintu itu dengan gadis yang mati setelah dinodai di altar
persembahan Klu Klux Klan malam kemaren!
Perempuan itu menatap si Indian yang baru datang, Indian itu berjalan kearahnya. Tegak beberapa saat
didepan si perempuan kulit putih itu. Dari jarak sepuluh meter,Si Bungsu dan Angela melihat si Indian itu
seperti berbicara. Kemudian perempuan itu menangis, lalu memeluk lelaki Indian itu. Lalu mereka tegak
berpelukan di depan pintu di bawah tatapan mata Angela dan Si Bungsu. Ditatap pula oleh dua orang lelaki
Indian yang bertubuh besar yang masing-masing tangannya memegang kampak. Kemudian lelaki Indian itu
menoleh kepada mereka. Memberi isyarat untuk datang, Angela dan Si Bungsu mendekat.
Perempuan Amerika itu duluan masuk. "Mari masuk?" ujar Indian itu. Di dalam rumah, keadaannya
kelihatan bersih,meski amat sederhana. Kedua Indian yang semula bekerja membelah kayu kini berkumpul
dengan mereka. "Ini, Elizabeth, istriku.." ujar Indian itu memperkenalkan perempuan berkulit putih itu. Perempuan itu
mengulurkan tangan pada Angela sambil mencoba tersenyum. Kemudian pada Si Bungsu. Keduanya mereka
menyebutkan nama masing-masing. "Mereka teman-temanku, kami sama-sama melarikan diri dari Klu Klux
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 498
Klan.." ujar Indian itu menambahkan. "Ini keponakanku Elang Merah, ini adikku Pipa Panjang?" Indian itu
memperkenalkan kedua orang Indian yang tadi di luar rumah.
Kedua Indian itu hanya mengangguk. Tidak mengulurkan tangan untuk bersalaman. Indian itu kemudian
memperkenalkan siapa dirinya pada Angela dan Si Bungsu. Dia berbicara, bahwa namanya Yoshua. Nama
Indiannya adalah Beruang hitam. Mereka berasal dari nenek moyang suku Indian Apache. Yoshua bekerja
diperkebunan di utara Dallas, di luar kota Admore. Di perkebunan itu banyak bekerja orang-orang Negro.
Sekali seminggu, setiap sabtu, dia pulang kemari, kerumahnya ini. Namun sebulan yang lalu, di
perkebunan teh milik orang Amerika asal scotlandia di Admore itu terjadi kerusuhan. Buruh-buruh menuntut
kenaikan upah. Seorang negro mati dibunuh oleh mandor berkulit putih dengan menembaknya dikepala.
Peristiwa itu terjadi didekat yoshua. Dia tak dapat melihat orang itu berlaku sewenang -wenang.
Dengan pisau yang ada ditangan nya. Dia serang orang kulit putih itu. Tentu saja Mandor itu bukan
lawannya. Si Mandor berusaha menggertak dengan senapan. Namun Yoshua adalah Indian yang berdarah
kental. Dia menyerang dan kepala orang kulit putih itu putus! Itu memang kesalahannya. Salah karena membela
orang negro, dia melarikan diri. Seminggu bersembunyi.
Tak berani pulang kerumahnya yang terletak didaerah selatan. Takut di tangkap. Tapi ternyata orangorang perkebunan itu meminta bantuan Klu Klux Klan. Dua orang Klu Klux Klan menangkap Choncita, anak
Yoshua dengan Elizabeth. Penangkapan itu disertai pesan. Conchita akan di bebaskan kalau Yoshua
menyerahkan diri. Karena cinta pada anak, dia memutuskan untuk menyerah.
Tapi terlebih dulu dia membawa keluarganya secara sembunyi-sembunyi pindah kedaerah ini. Rumah
yang tak diketahui siapapun. Untuk menjaga Istrinya, dia memanggil adik dan keponakannya. Dia lalu
menyerahkan diri, namun siapa sangka. Ternyata Klu Klux Klan berlaku biadab dengan mengorbankan
Conchita setelah terlebih dulu di perkosa.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-485-486
Hari itu mereka istirahat di rumah Indian itu. Si Bungsu tahu, Indian itu ingin membalas dendam atas
perlakuan terhadap anaknya. Mereka tidak bisa bergerak tanpa kendaraan dan tanpa senjata. Si Bungsu punya
uang. Dengan uang yang ada dia suruh Yoshua membeli dua mobil bekas yang masih baik.
Kemudian membeli bedil dan Amunisi. Sekaligus membeli daging dan keperluan dapur lainnya. Siapa
tahu mereka akan terus menjadikan rumah ini sebagai markas besar. Yoshua semula menolak, namun setelah
dipaksa berkali-kali akhirnya menerima bantuan itu. Dia menyuruh adik dan keponakannya kekota. Membeli
mobil dan senjata secara terpisah. Senjata dan amunisi bisa dibeli dengan bebas di kota ini.
Malam itu entah bagaimana, mungkin Yoshua menganggap Si Bungsu dan Angela sebagai suami istri.
Atau dua orang kekasih, mereka ditempatkan di sebuah kamar berdua. Tentu saja yang kikuk adalah Si Bungsu.
Namun, tak tidur semalaman membuat dia tak punya daya untuk menolak rasa letih dan mengantuk yang amat
sangat. Ketika Angela mandi dia sudah terbaring dan tidur"! Dia terbangun mungkin lewat tengah malam.
Didapatinya dirinya berada dalam pelukan Angela. Gadis itu membuka mata begitu merasakan Si Bungsu
bergerak. Mereka bertatapan dalam jarak tak lebih dengan sejengkal. Angela tersenyum. "Tidurmu nyenyak
sekali?" bisik Angela sambil mendaratkan sebuah ciuman di mata Si Bungsu yang hanya terlongo-longo.
Dan tiba-tiba dia menyadari kalau dirinya ada yang berubah. Artinya pakaiannya terasa ganjil. Senja tadi
ketika dia akan tidur, dia masih berpakaian lengkap yang dia tukar dihotel, tapi kini pakaiannya itu tidak
melekat lagi ditubuhnya. Kini Yang ada di tubuhnya adalah sebuah piyama yang bukan miliknya, dia tatap
tubuhnya dengan merenggangkan pelukan Angela. "Piyama itu dibawa Elang Merah dari kota?"kata Angela
Si Bungsu sebenarnya tidak peduli siapa yang membawa pakaian itu, apakah Elang Merah, elang hijau,
maupun elang tak berwarna. Yang terpikir olehnya adalah bagaimana pakaian ini bisa melekat ke tubuhnya,
bagaimana pakaiannya bisa bertukar dengan piyama ini. Seperti mengerti kebingungan Si Bungsu, Angela
kembali berbisik. "Aku yang menukarkan pakaianmu dengan piyama. Kulihat kau tertidur lelap sekali, peluhmu
membasahi baju. Ku tukar pakaianmu dengan piyama ini?" bisik Angela sambil menatap mata Si Bungsu.
"Terima kasih, kau baik sekali"." bisik Si Bungsu. Ya, apalagi yang bisa dikatakan saat itu" Gadis itu telah terlalu
banyak berkorban untuknya. Menemaninya mencari jejak pembunuh Tongky.
Dan hal itu justru mencelakan dirinya, di perkosa dalam tahanan! Si Bungsu tak sampai hati melukai hati
Angela dengan pengorbanannya yang sangat besar itu. Namun dia juga tidak ingin membohongi gadis ini. Dia
cium bibir gadis itu dengan lembut. Dan Angela membalas sambil membelai rambut Si Bungsu. "Maaf atas yang
terjadi atas diri mu angel. Saya amat merasa bersa.."
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 499
Ucapannya terhenti karena dua jari gadis itu menempel di bibirnya sebagai isyarat agar dia tidak
meneruskan ucapannya. Namun perlahan dia melanjut kan ucapannya. "Kalau aku tidak meminta bantuanmu.
Tentu diri mu tidak.." "Kalau aku tidak datang ke hotel mu tentu peristiwa itu tak akan terjadi.." potong Angela.
Mereka kembali bertatapan. Masih dalam berpelukan.
"Angel?" "Ya?" "Ada yang ingin kusampaikan?" Gadis itu mengangguk dengan masih menatap Si
Bungsu. "Ku harap kau tak terkejut"."Angela menggeleng. "Aku tidak hanya mencari pembunuh temanku,
tetapi juga mencari seorang gadis?" Si Bungsu berhenti. Dia ingin melihat reaksi gadis itu. Tapi gadis itu tak
bereaksi sedikitpun. Tangannya tetap membelai rambut Si Bungsu, matanya tetap menatap mata Si Bungsu, tak
berkedip! "Gadis itu adalah kekasihku.." Si Bungsu menanti dengan berdebar. Namun Angela biasa-biasa saja. "Dia
datang ke kota ini. Dibawa lelaki yang bernama Thomas, bekas Kapten Angkatan udara Amerika. Keturunan
Ingris-Spanyol. Gadis itu adalah tunangan ku bernama Michiko, gadis keturunan Jepang?"
Si Bungsu berhenti lagi, dan menanti reaksi dari Angela. Dan Angela memang memberikan reaksi, dia
merapatkan wajahnya ke wajah Si Bungsu. Kemudian mencium bibir Si Bungsu lama sekali. Kemudian dia
menyurukkan wajahnya ke dada Si Bungsu, lalu berkata pelan. "Aku tak peduli siapa yang kamu cari. Juga siapa
dirimu. Dan bahkan aku juga tak peduli kalau kau tinggalkan setelah kau temukan kekasihmu itu. Itu hakmu,
mungkin aku akan turut gembira atau malah sedih. Aku tak memikirkannya kini.
Yang aku pikirkan kini adalah. Betapa aku akan tetap bersamamu, apalagi kau belum bertemu dengan
kekasihmu itu. Atau bertemu dengan gadis lain yang lebih memikat hatimu?"ujar gadis itu dengan mata basah.
Sepi. Si Bunggsu memejamkan mata, merasa jantungnya ada yang menikam pilu. Merasa ada relung hatinya
terenyuh, melihat sikap Angela, Perwira polisi Dallas itu. Betapa teguh dia menerima kenyataan ini. Si Bungsu
merasakan matanya panas. Berair. Dia tidak menangis. Namun ada sesuatu yang amat menggundahkannya,
sesuatu yang tidak dia ketahui.
Berapa panjang lagi jalan hidup berliku seperti ini harus dia tempuh" Dia dekap tubuh Angela dan belai
rambutnya. Dia cium rambutnya yang harum. Tuhan, dimana terminal tempatku berhenti. Tempat dimana aku
tak lagi diburu rasa bersalah seperti malam ini, bisik hatinya. Ketika subuh besoknya Si Bungsu terbangun. Saat
akan kekamar mandi, dia memalingkan wajah kepembaringan. Menatap Angela yang tidur nyenyak.
Wajahnya yang cantik seperti berbinar bahagia. Dia mandi dan mencuci seluruh tubuhnya dan
berendam dalam bak dengan air panas. Lalu dia berwudhu dan sembahyang subuh. Ketika dia mengucap salam,
dia lihat Angela duduk di pembaringan. Dia melilitkan selimut sebatas pangkal dada.
Memperlihatkan bahagian atas tubuhnya yang bersih. Gadis itu menatap nya dengan mata berbinar.
"Engkau sembahyang?" Si Bungsu mengangguk. "Engkau muslim?" Si Bungsu mengangguk
"Umat Mohammed?" Si Bungsu mengangguk. Sepi.
Mereka saling pandang. Si Bungsu masih berlutut di lantai yang dialas karpet hijau. Sedangkan Angela
di pembaringan yang malam tadi mereka tempati berdua. "Apapun yang telah terjadi bersamamu Bungsu, aku
sudah sangat bahagia. Merasa amat bahagia. Dulu aku pernah punya seorang calon suami, kami sama-sama di
perguruan tinggi. Suatu hari dia terbunuh dijalan raya. Nampaknya seperti kecelakaan biasa. Tapi aku ragu,
aku curiga dia dibunuh. Sebab dia bintang basket. Saat itu, sepekan akan bergulirnya liga basket di kota Texas ini. Ada yang
meminta dia di transfer dengan bayaran yang mahal. Dia menolak, malah dia datang ke pimpinan liganya dan
memberitahukan semua nya dan malah dia minta di gaji dengan wajar. Pimpinan liga nya menolak. Dia masih
main dua putaran. Ketika didesakkan kenaikan honor yang layak tetap tidak diterima.
Maka dia memutuskan pindah dengan mengambil tawaran bayaran mahal itu dengan fasilitas rumah
dan mobil. Dia mengatakan akan menikahiku setelah pindah klub. Tapi,terjadilah musibah itu. Dia mati, seperti
mendapat kecelakaan. Setamat dari universitas, saya memutuskan untuk masuk kepolisian. Setahun berdinas,
saya ceritakan kecurigaan saya itu ke atasan.
Dia berjanji akan membantu saya menyelidiki, ternyata dugaan saya benar. Kekasih saya itu dibunuh
oleh orang dari bekas klub nya itu. Mereka diseret kemeja hijau. Dan saya tetap berdinas dalam
kepolisian?"Angela diam sejenak. Memandangkan kedepan seperti menatap masa lalunya yang amat pedih. Si
Bungsu bangkit menghampirinya, memeluk dan membelai rambutnya. "Mandilah, mungkin hari ini banyak
yang akan kita kerjakan?"bisiknya.
Angela bangkit, tegak rapat di depan Si Bungsu. Menatap anak muda itu dengan matanya yang basah.
Kemudian mencium pipinya dan berjalan kekamar mandi. Selesai sarapan, mereka berkumpul diruang tengah.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 500
Jumlah mereka berlima yaitu, Bungsu, Angela, Yoshua, adik yoshua Pipa Panjang dan keponakan mereka Elang
Merah. Atas pertimbangan, bahwa Elizabeth tak mungkin tinggal sendirian dirumah, khawatir ada apa-apa,
maka salah satu dari mereka harus tinggal menemani. Yang tinggal adalah pipa panjang. Mereka merencanakan
akan bergerak dalam dua kelompok, yang pertama Angela dan Si Bungsu, yang akan mendatangi alamat
pembunuh Tongky, yang disebutkan oleh Yahudi pemilik rumah judi itu. Sedangkan yoshua dan keponakannya
akan pergi ke tempat upacara dimana anaknya di korbankan.
Dia harus mengambil mayat anaknya itu dan menguburkannya di suatu tempat. Sebab jika tidak begitu,
arwah gadis itu tidak akan tentram menurut ke percayaan mereka. Dengan dua kelompok ini tujuan yang akan
mereka capai tentu akan lebih cepat terlaksananya, makanya kemaren Si Bungsu menyuruh membeli dua buah
mobil. Angela menjalankan mobil. Gadis itu memakai baju berwarna merah darah dan sebuah saputangan
melilit di lehernya. Mereka sama-sama berangkat dari rumah di sebuah hutan yang terpencil itu. Ketika akan
berangkat Yoshua memeluk istrinya Elizabeth. Perempuan kulit putih itu menangis dan memeluk suaminya.
Baik Si Bungsu maupun Angela melihat ada semacam kabut misteri dalam kehidupan orang itu. Mereka
pasangan ganjil, seorang Indian dengan perempuan kulit putih. Walau saat itu hal ini sudah lumrah, tapi seperti
ada hal lain yang melingkupi kehidupan mereka. Apa lagi kalo diingat, Elizabeth adalah perempuan kulit putih
yang cantik. Sementara Yoshua, berwajah keras dan kaku. Masih kental Indiannya dan apalagi latar
belakangnya sebagai buruh perkebunan.
Namun betapun jua, orang-orang pasti bisa menduga kalau mereka adalah pasangan yang amat
mengasihi. Di perjalanan mereka tak banyak bicara. Sebelum berangkat mereka sudah sepakat untuk
mendatangi tempat-tempat yang akan mereka tuju. Dan mereka berjanji pada Yoshua. Kalau urusan mereka
dan masih hidup akan kembali mendatangi rumahnya.
"Kau melihat sesuatu yang ganjil dalam hubungan Yoshua dan istrinya?" Si Bungsu bertanya tatkala
mobil itu memasuki kota. "Seperti ada sesuatu yang terpendam.." sambung Si Bungsu. Angela mengangguk
sambil memperhatikan jalan di depannya. Arus lalu lintas kini amat ramai setelah mereka memasuki kota.
"Bungsu?" "Ya..?" "Aku takut?" Si Bungsu mencoba menentramkan hati gadis itu. "Kau bisa turun dan
menunggu di suatu tempat, Angela. Biarkan saya yang masuk sendiri?" "Tidak. Saya bukan takut pada
pertarungan yang akan terjadi. Tapi aku takut akan kehilangan mu?"
Si Bungsu menarik nafas panjang. Dan mereka pun sampai. Di depan mereka ada sebuah bangunan yang
tengah dikerjakan. Nampaknya sebuah supermarket. Mesin derek terdengar berdengung mengangkat plat-plat
nikel untuk di jadikan dinding. Buruh terlihat mondar-mandir dengan helm plastik warna merah di kepala.
Pakaian mereka dari kepar berwarna jingga. Angela memarkirkan mobilnya di deretan mobil para pekerja
bangunan tersebut. Dia membawa tas tangannya. Di dalamnya ada sepucuk senjata pistol magnum. Si Bungsu turun lebih
dulu. Angela melihat dan heran, sama seperti kemaren tatkala melihat Si Bungsu, kemana-mana membawa
tongkat kayu. Sampai saat ini keingin tahuannya tentang tongkat kayu itu belum terpecahkan apa perlunya
tongkat itu dibawa-bawa. Apakah tongkat itu semacam bedil" Melihat model nya yang lurus dan kurus, tongkat itu mustahil sebuah bedil. Dia turun menyusul langkah Si
Bungsu. Mereka memasuki kantor. Bertanya pada seorang security, petugas itu menunjuk sebuah tempat di
sudut. Di bahagiaan itu terlihat sekelompok laki-laki tengah istirahat. Mereka juga berpakaian seperti pekerja
lainnya. Namun topinya berbeda, sekuriti mengatakan kalau kelompok itu adalah para mandor yang lagi
istirahat. Si Bungsu dan Angela melangkah kesana, setelah menerima badges untuk tamu yang disematkan didada
sebelah kiri. Kelompok itu berhenti bicara atau minum tatkala mereka sampai disitu. Seorang lelaki maju
sambil menyentuh ujung helmnya sebagai penghormatan kepada Angela.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian- 487-488
"Nampaknya Anda mencari seseorang?" katanya ramah. Pertanyaan itu pasti untuk Si Bungsu. "Benar,
saya mencari Tuan Macmillan?" "Macmillan?" "Ya.Macmillan?"Seorang lelaki maju. "Tuan mencari saya?"
"Anda bernama Macmillan?" "Benar. Ada yang bisa saya bantu?" Angela maju dan memutus. "Macmillan dari
Bloomington, apakah Tuan orangnya?" "Oo, kalau begitu bukan saya?" lelaki itu menoleh kiri kanan, lalu
berseru pada seseorang di balik tiang sekitar sepuluh depa dari mereka. "Hei, Macmillan! Ada seseorang
mencarimu?" Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 501
Lelaki yang dipanggil itu menoleh dan menghampiri mereka. Di tangannya ada sebuah gelas yang berisi
kopi panas. Sementara dua lelaki yang pertama kali bicara dengan Si Bungsu mengundurkan diri setelah
mengangguk sopan dan setelah Si Bungsu mengucapkan terima kasih.
Lelaki yang datang itu seorang yang bertubuh besar, berotot kokoh dengan cambang lebat. Si Bungsu
merasa jantungnya berdenyut. Inderanya mengatakan, inilah orang itu. Angela mundur beberapa langkah.
Kelompok staf yang enam atau tujuh orang itu melanjutkan obrolan mereka. "Halo, Anda mencari saya?" tanya
orang itu. Si Bungsu mengangguk sambil menatap tajam. Samar-samar mengingat kembali orang yang duduk
dalam taksi, yang membaca koran tatkala mereka menunggu taksi itu mendekat di depan Hotel Dallas bersama
Tongky. Orang itu bertopi, namun samar-samar wajahnya dapat dia ingat. Samar sekali, tapi pasti. "Rasanya
kita belum pernah bertemu?" ujar lelaki bernama Macmillan itu. "Anda salah. Kita pernah bertemu"." kata Si
Bungsu datar. Dan lelaki itu menangkap nada yang lain dalam ucapan lelaki asing yang ada didepannya itu. Dia
menatapnya juga dengan tajam. "Well, Saya sudah katakan kita belum pernah bertemu, dan saya tak suka gaya
anda stranger"!" "Saya tahu, anda tidak menyukai saya seperti saya tidak suka anda.." jawab Si Bungsu.
Pertengkaran itu terdengar oleh kelompok pekerja yang ada di belakang mereka. Orang-orang itu tentu saja
tertarik dan menghentikan pekerjaan mereka. Lalu menatap pada dua orang itu. "Nah, nampaknya kalian ada
urusan penting. Kini saya telah anda temui. Lalu anda mau apa?"
Sebagai jawabannya, Si Bungsu mengembang koran ditangannya. Memperlihatkan pada orang itu.
Halaman pertama koran itu memuat gambar Tongky yang tertawa ketika di lapangan Udara Mexico, namun
diatasnya di bawah judul besar, tertulis : "VETERAN PERANG VIETNAM BEKAS PASUKAN BARET HIJAU
INGGRIS, MATI TERBUNUH DI DALLAS HOTEL"
Para mandor di belakang mereka juga melihat kekoran itu. Mereka diam tak mengerti. Macmillan juga
menatap koran itu. Wajahnya sesaat jadi tegang. Namun cepat dia kuasai dirinya. "Apa yang ingin kau
sampaikan tentang itu, stranger?" "Saya ada disana, ketika dia terbunuh. Dan juga anda disana Tuan Mac
Millan.." "Anda keliru, stranger. Saya tak pernah pelesiran di hotel mana pun.." "Anda memang tidak pelesiran.
Anda kesana untuk membunuh veteran perang Vietnam tersebut?" sepi. Semua terdiam. Sepi yang mencekam.
"Anda salah menuduh orang, stranger.." "Tidak, saya punya saksi. Yahudi pemilik rumah judi yang
sekarang sudah mati.." Lelaki itu tiba-tiba berbalik dan berjalan menuju kearah temannya. Namun Si Bungsu
terdengar berkata. "Jangan meninggalkan tempatmu, Macmillan?" "Stranger, Anda mencari gara-gara?"
"Tidak, saya menuntut kematian teman saya.."
Nah, kini jelas sudah. Lelaki itu tertegun. Lelaki-lelaki yang lain, yang enam atau tujuh orang itu juga
terdiam. Seseorang berbicara dari kelompok mandor itu. "Well, Tuan. Saya juga membaca koran itu beberapa
hari yang lalu. Menurut koran itu dia terbunuh oleh orang Klu Klux Klan, begitu bukan?" "Anda benar tuan,?"
jawab Si Bungsu tenang. Lelaki itu batuk beberapa kali, kemudian terdengar dia bertanya.
"Nah, kalau yang membunuhnya adalah orang Klu Klux Klan, apa hubungannya dengan Macmillan?" "Dia
bahagian dari kelompok itu, Tuan?" Para pekerja itu kaget. Mereka menatap pada Macmillan dari Bloomington
itu, kemudian menatap pada Si Bungsu. "Saya tak berniat melayani anda, stranger. Anda ngawur?" "Saya punya
saksi, seorang perwira polisi.." Si Bungsu menunjuk pada Angela. Angela mengeluarkan Badge polisi
identitasnya yang terbuat dari kuningan sebesar kartu dari dompetnya. Memperlihatkan pada orang itu. "Saya
mendengar pengakuan seseorang tentang pembunuhan itu. Dan Tuan adalah orang yang melakukannya.."
Angela berkata tegas. Macmillan tiba-tiba bersuit. Isyaratnya terdengar oleh hampir semua orang. Tak lama, empat laki-laki
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berpakaian buruh muncul ditempat itu.muncul dengan berbagai macam alat pemukul. Ada yang membawa
linggis, ada yang membawa kayu sedepa. Si Bungsu masih tegak ditempatnya. Sementara kelompok mandor
itu mundur. Mereka jadi takut berurusan, ini masalah Klu Klux Klan.
Mereka benar-benar tak menduga kalau dalam kelompok mereka ada seorang pembunuh dan beberapa
orang buruh berada dalam kelompok Klu Klux Klan yang di takuti sekaligus dibenci. Keempat lelaki itu
mengurung Si Bungsu. Macmillan nampaknya sudah bersiap-siap sejak jauh hari. Mereka tahu lambat atau
cepat, identitas mereka akan diketahui. Karena itulah sebagai mandor dia menyusupkan beberapa orang
anggotanya untuk melindungi dirinya dari berbagai kemungkinan.
"Selesaikan dia, ..kecuali perempuan itu.." ujarnya sambil bergerak untuk pergi. "Anda jangan pergi,
Macmillan?"ujar Si Bungsu. Macmillan berhenti tersenyum. "Saya takkan pergi jauh stranger, saya akan
menyaksikanmu di buat mainan.."
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 502
Dan dia bergerak lagi, namun Si Bungsu kembali mengingatkannya. "Selangkah lagi anda menjauh,
Macmillan. Anda tak akan sempat lagi menyesal" Tiba-tiba Macmillan berbalik, dan gelas ditangannya
dilemparkan kemuka Si Bungsu. Jarak mereka hanya sekitar lima depa. Lemparan itu demikian terarahnya,
menuju lurus kemuka Si Bungsu. Namun sekali sabet dengan tongkat kayunya, gelas itu hancur bertaburan.
Angela kagum juga melihat ketangkasan Si Bungsu dengan tongkatnya itu. "Selesaikan bajingan itu..!" perintah
Macmillan sambil berbalik melangkah pergi.
Namun tiba-tiba langkahnya terhenti seiring dengan teriakan sakit dan kaget oleh lemparan Si Bungsu.
Tongkat itu jatuh kelantai setelah menggetok kepalanya. Dengan marah yang tak terkendali dia mencabut
pistol dari bajunya. Angela sadar bahaya akan mengancam. Dia merogoh pistol dalam tasnya. Celaka tasnya
tertutup. Dia harus membuka resleting penutupnya. Sebelum tasnya terbuka, moncong pistol Macmillan sudah
terarah ke arah Si Bungsu. Namun hanya sampai di disitu, saat terdengar ucapan Si Bungsu. "Sudah kukatakan,
selangkah lagi anda menjauh, Anda takkan sempat lagi merasa menyesal?" ucapan itu diiringi kibasan tangan
kanannya ke arah macmillan.
Sedetik setelah itu, kepala Macmillan tersentak. Tubuhnya tertegak. Di antara dua matanya tertancap
sebilah samurai kecil. Tegaknya kembali tertegak lurus, sesaat kemudian tubuhnya rubuh kearah depan. Wajah
dan keningnya terhempas ke lantai beton. Samurai kecil di antara alisnya tertekan amblas kedalam! "Itu
pembalasan atas kawanku.Negro yang kau bunuh di depan Hotel Dallas.." ujar Si Bungsu perlahan.
Sampai disitu, orang-orang yang menyaksikan itu hanya terlongo-longo. Macmillan terkenal jagoan yang
jarang menemukan lawan seimbang. Kini mereka melihat betapa orang yang mereka takuti itu mati dalam
waktu yang singkat tanpa sempat berbuat apapun! Dia sudah mencabut dan menodongkan pistolnya pada
orang asing itu, namun kibasan samuarai kecil orang asing itu jauh lebih cepat!
Tapi empat orang anak buah Macmillan itu belum paham apa yang terjadi. Mereka dengan kayu dan
linggis ditangan, serentak maju dari empat posisi mengerubuti Si Bungsu. Dan terjadilah apa yang harus terjadi!
Ke empat orang Klu Klux Klan yang sangat di takuti itu terjengkang malang melintang. Yang datang dari depan
dengan linggis, di hantam hidungnya oleh Si Bungsu dengan pukulan yang amat telak.
Linggisnya masih dalam posisi diatas kepala untuk dihantamkan kekepala Si Bungsu saat orang asing itu
menghantam hidungnya. Dan mematahkan empat giginya, dia jatuh dengan berlutut menahan sakit. Yang
dikanan dan belakang kena sepakan yang membuat dada mereka seakan pecah. Dengan mata melotot dan
memuntahkan darah mereka terpelanting dan roboh kebelakang. Yang dikiri yang menyerang dengan
sepotong kayu, kena sapu kakinya. Jatuh berdebum dan sebuah hentakan tumit didada membuat dia berhenti
bernafas. Hanya hitungan detik, perkelahian itu selesai. Dan lima orang anggota Klu Klux Klan itu pada
terbelintang, termasuk Macmillan. Mandor yang lain, yang tadi mengobrol dengannya, hanya menatap dengan
diam. Di hati mereka tersimpan rasa jijik dan takut. Jijik dan takut pada kelompok Klu Klux Klan yang terkenal
tidak berperikemanusiaan itu. Mereka benar-benar tak menduga, bahwa diantara mereka, ada orang dari
kelompok pembunuh itu. Dan mereka benar-benar tak pernah menduga, ada lelaki asing yang demikian
tangguhnya. Si Bungsu perlahan melangkah kearah mayat Macmillan yang tertelungkup. Darah menggenang di lantai
beton di bawah wajahnya. Di balikkannya badan Macmillan, kemudian mencabut samurai kecil yang menancap
di kening Macmillan. Perlahan di sengsengkan lengan bajunya sebelah kanan. Di lengannya itu terlilit ban karet
tipis, dan disana masih ada dua samurai kecil yang terselip. Si Bungsu menyisipkan samurai kecil yang tadi
menempel di jidat Macmillan.
Kemudian menutup lengan bajunya. Semua gerakan itu seperti sengaja dia perlihatkan kepada semua
orang yang ada disitu, termasuk pada Angela yang masih mengenggam Magnum yang tak sempat dia gunakan.
Kemudian mengambil samurai yang tadi dia gunakan menjitak kepala Macmillan.
"Maafkan aku Angel, kau menyangsikan kekerasan yang aku lakukan pada orang sebangsa mu.." ujar Si
Bungsu saat sudah berada di mobil yang di sopiri Angela. Gadis itu meminggirkan mobil di bawah bayangbayang sebatang pohon oak yang rimbun. Dia menatap Si Bungsu yang menunduk diam. "Peluk
aku..please"ujarnya.
Perlahan Si Bungsu menoleh dan mereka bertatapan, Si Bungsu merangkul gadis itu, yang kemudian
merebahkan kepalanya didada Si Bungsu. Lama mereka terdiam sambil berpelukan. Perlahan Angela meraih
tangan Si Bungsu, menyingkap lengannya dan memperhatikan tiga samurai kecil yang tersisip disana. "Kini
engkau percaya kalau aku sudah membunuh puluhan orang,bukan?"
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 503
Angela tidak menjawab, dia masih memperhatikan samurai-samurai kecil itu. Banyak yang ingin dia
katakan. Terutama pada kekagumannya pada lelaki tangguh ini dalam mempertahankan hidupnya yang amat
keras. Namun dia tak tahu harus memulainya dari mana. Sepi!
Dari Kecamuk Perang Saudara Ke Dallas Menuntut Balas episode 489-490
Yoshua, Indian yang menolong Si Bungsu itu, menjalankan mobilnya dengan pelan ketika memasuki
tempat dimana malam sebelumnya dia masih ditahan. Dia menghentikan mobilnya jauh diluar pekarangan.
Dibawah bayangan pohon. Lalu mereka berdiam sejenak di dalam mobil memperhatikan situasi pada ketiga
bangunan yang ada di bahagian depan sana. Sepi.
Kemudian Yoshua dan keponakannya, Elang Merah turun dari mobil. Kedua mereka berbekal bedil dan
kampak di pinggang. Mereka berpencar, Yoshua masuk dari arah depan kiri, ponakannya dari samping kanan.
Bangunan itu kelihatan sunyi. Namun kedua Indian itu dapat membau bahaya dari gedung-gedung yang
kelihatan sepi itu. Indera mereka yang terkenal tajam, yang mereka warisi dari nenek moyangnya, meski telah
puluhan tahun hidup dikota, tetap saja masih mereka miliki.
Yoshua segera menelungkup ditanah, sebelum serentetetan tembakan membongkar tanah sejengkal
dari tempatnya. Dia berguling kekanan. Masuk keparit kecil tatkala tempat sekitarnya di hujani tembakan yang
gencar. Sepi. Lapangan di sekitar bangunan itu di tumbuhi rumput setinggi lutut. Sebenarnya tidak ada yang
bisa sembunyi dari sana selain tikus dan marmut. Namun kedua Indian itu lenyap dari pandangan, tak ada
benda lain yang bergerak.
Lambat-lambat ada bunyi burung. Elang Merah tahu itu isyarat dari pamannya si yoshua tua. Isyarat itu
menyuruhnya untuk melindungi Yoshua dengan membidik arah jendela dimana tadi terdengar tembakan
gencar. Yoshua menanti beberapa saat, kemudian terdengar suara burung yang sangat sulit membedakannya
dengan suari burung asli. Suara burung itu belum lenyap, ketika tiba-tiba Yoshua bangkit dan memekik dengan
suara khas suku Indian Apache yang berperang.
Dia melintasi padang rumput itu kearah rumah. Empat langkah dia maju, dua buah laras bedil mencuat
dari jendela. Saat itu pula Elang Merah yang sejak tadi mengawasi jendela itu bangkit dan menembak. Rentetan
tembakannya itu mengakibatkan ujung bedil di jendela itu lenyap bersamaan suara raungan. Tapi pada saat
yang bersamaan si Elang Merah juga dihujani tembakan dari gedung yang dibelakang. Dia terpelanting. Sepi.
Yoshua lenyap dari pandangan. Elang Merah lenyap dari pandangan.
"Setan.." rutuk seseorang dari rumah depan. "Mereka tetap saja Indian yang buas?" bisik orang yang
satunya, yang tadi menembak Elang Merah. Mereka tak dapat melihat dimana kedua Indian itu bersembunyi.
Padahal didepan mereka hanya rerumputan setinggi betis. Ada gonggong anjing perlahan. Sepi.
Gonggong anjing lagi, juga perlahan. Orang-orang Klu Klux Klan di kedua gedung itu menatap ketengah
padang rumput di sekitar rumah, yang mereka tempati. Mencari suara gonggong anjing yang lemah itu. Namun
tak di ketahui dimana. Yoshua tahu, lewat isyaratnya menirukan gonggong anjing itu, bahwa ponakannya luka.
Dia juga tahu lewat suara anjing, yang mereka tirukan dengan sempurna itu.Yang hanya suku mereka saja yang
mengetahui artinya, bahwa luka ponakannya itu tidak parah. Hanya luka dibahu kanan.
Dia membuka bajunya dengan tetap telentang ditanah, kemudian dengan menghimpun tenaga dia
melemparkan bajunya itu jauh-jauh, lalu dia sendiri bergulingan menjauh dari tempatnya. Hanya beberapa
detik, kedua tempat itu, yaitu tempat bajunya jatuh dan tempat dia melemparkan baju itu tadi, segera dihujani
tembakan. Namun Elang Merah sudah tak disana.
Dan yang lebih penting, Yoshua berhasil memanfaatkan kejadiaan yang dia rencanakan itu untuk
merangkak dengan keahlian yang amat lihai, hingga dia berada rapat didinding tak jauh dari jendela dari mana
tembakan itu berasal. Dia menanti dengan beberapa saat kemudia dengan isyarat lagi dengan siulan mirip suitan angin. Dan
saat itu Elang Merah yang sejak tadi tiarap ditanah, Bangkit berdiri.Menatap kejendela dengan berkacak
pinggang. Dua anggota Klu Klux Klan sesaat heran, kemudian bergerak cepat menembak. Mereka mengangkat
bedil hampir serentak, sebab sasaran yang begitu empuk belum tentu datang sekali setahun. Nyaris tanpa
membidik mereka menembak.
Namun hanya sepersekian detik, tiba-tiba mereka dibuat kaku. Di depan mereka tiba-tiba berdiri
seorang Indian bertubuh besar kukuh, seperti munculnya hantu. Dengan wajah di gambari merah hitam,
seperti suku-suku Indian yang tengah berperang di tahun 1800-an dulu. Kedua anggota Klu Klux Klan itu
jantungnya seperti berhenti berdetak melihat kehadiran yang tiba-tiba itu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 504
Kehadiran sosok yang jaraknya hanya sejengkal didepan batang hidung mereka. Dan yang muncul itu
tak lain tak bukan adalah Yoshua. Ketika kedua anggota Klu Klux Klan ini masih tertegun, saat itu pula kampak
besar ditangan Yoshua beraksi. Yang seorang belah kepalanya. Yang seorang lagi saking kagetnya
mencampakkan bedilnya, kemudian balik kanan, lari! Namun belum sampai di pintu, dia tersentak,
punggungnya terasa amat sakit. Sakitnya sampai kehulu hati.
Dia mencoba menggapai, namun tubuhnya rubuh. Kampak besar itu menancap persis di tulang
punggungnya. Kampak besar Indian itu "telah digali". Perang telah dimulai. Dalam waktu singkat Elang Merah
telah berlari menghambur masuk kekamar dimana Yoshua telah menanti. Dia melihat kedua tubuh anggota Klu
Klux Klan itu. Tanpa bicara mereka mengambil bedil kedua anggota Klu Klux Klan itu berikut pelurunya.
Membuang bedil mereka sendiri. Lalu tegak seperti mendengar sesuatu.
"Joe..!" "Joe.., Moran! Kalian dengar aku memanggil?" Sepi. Kedua Indian itu saling pandang, dan
merapatkan badan kedinding. Orang yang memanggil itu semakin dekat. Detak sepatu nya dilantai semakin
jelas. "Joe..Moran..!"
Pintu terbuka. Dan orang yang memanggil itu tertegak ketika didepanya tiba-tiba melihat dua orang
Indian dengan telanjang dada tegak menatapnya. Dia adalah anggota Klu Klux Klan, yang barangkali sudah
banyak membunuh orang. Namun kini berhadapan dengan dua orang makhluk yang dua orang itu, Indian yang
laksana dewa ngamuk itu, lengkap dengan bedil dan kampak yang lebar yang berlumur darah, anggota Klu Klux
Klan itu menggigil. Sialnya senapannya menghadap kebawah, jadi kalau dia menembakannya akan mengenai
lantai. Untuk mengangkat bedil itu dan mengarahkannya kepada Indian tersebut, dibutuhkan waktu.
Sedangkan jarak mereka tak sampai sedepa. Dan yang lebih penting, dia tak punya tenaga untuk mengangkat
bedilnya untuk di bidikkan ke Indian itu. Tak ada daya. Dia tetap saja tegak dengan badan menggigil dan
berpeluh. Indian itu mengambil senapannya, dia lepaskan saja bedilnya tanpa perlawanan sedikitpun.
Malah dihatinya berharap kalau Indian itu akan melepaskannya setelah mengambil senapan itu. Tapi
rintihan sukmanya tak makbul. Indian itu kini memegang tangannya, kemudian perlahan membawanya masuk
kekamar dimana temannya telah bergelimpangan jadi mayat, dia nyaris rubuh ketakutan.
Namun dia keraskan hatinya untuk tetap tegak. Indian itu, Yoshua, membawanya terus ke jendela.
Menunjuk keluar ke padang rumput setinggi rumput dimana tadi dia datang. Kemudian Yoshua memberi
isyarat. Anggota klu itu mengerti, dia mengikuti isyarat itu. Menanggalkan seluruh pakaiannya sehingga tinggal
kolor saja. Lalu dia memanjat bendul jendela. Melompat keluar dan tegak diatas rerumputan. Menoleh kedalam,
kearah Yoshua Indian itu memberikan sebuah bedil yang berisi penuh, kemudian mengangguk dan berkata
pelan seperti berbisik. "Kuberi kau kesempatan sepuluh hitungan, larilah lurus kedepan, kemudian merangkak tiarap di
rerumputan itu. Jika kau lolos dari tembakan kami, kau bebas. Sekarang..satu".!"Indian itu mulai menghitung,
anggota Klu Klux Klan tak berpikir panjang, dia lari sekuat tenaga. Lari".! dia seperti mendengar suara Indian
itu berisik di pangkal telinganya : Dua..Tiga"Empat"Lima"Enam"Tujuh! Ketika sampai ditempat dia rasa
aman, pada hitungan kedelapan dia menjatuhkan diri. Tiarap di dalam lekuk yang dia rasa cukup aman. SEPI.
Di kejauhan dia dengar Indian itu berhenti di hitungan kesepuluh. Dia menanti Sepi. Angin berhembus
pelan. Dia telungkup dan berpikir, bagaimana keluar dari sini" Mereka hanya berlima, dua orang sudah mati
duluan. Dua orang lagi baru saja dia tinggalkan bangkainya dikamar dimana Indian itu. Kini hanya tinggal dia
sendiri. Dia harus selamat. Dia punya seorang Istri dan seorang"piaraan"yang masuh beusia belia. Dia sudah
empat puluh tahun dan anaknya ada tiga orang. Yang besar sudah diperguruan tinggi. Tapi "piaraan"nya masih
berusia lima belas. Bertubuh montok dan masih sekolah di tingkat SLTP! Masih amat muda, tapi amat mahir
bercinta. Mahir benar. Mahir luar biasa!
Tidak, dia tak mau mati ditangan Indian celaka itu. Dan dia harus hidup, Dan" Dia mulai merayap rendah
ditanah dirumput setinggi betis. Dia tak pernah melakukan ini. Tapi kini dia harus coba, kepala tetap serendah
mungkin, agar tak kena tembak. Ada semut menggigit tangan dan punggungnya. Dia berhenti dan memaki,
berbaring diam. Dia tak berani mengangkat tangan mengusir semut itu takut tangan nya melewati lalang dan
tangannya kelihatan oleh si Indian itu.
Dia bergerak lagi, dan tiba-tiba sebuah tembakan bergema. Sebuah lagi. Dia mengkerut ditanah. Namun
tembakan itu diarahkan tiga depa dari tangannya. Kalau begitu, Indian itu tidak tahu dimana dia berada.
Mereka hanya menembak semak yang bergoyang di tiup angin, yang disangka dirinya.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 505
Dia gembira,dan merangkak lagi. Didepan dia ada sebuah parit kecil. Bergegas dia merayap kesana,
sesaat sebelum dia menjatuhkan diri keparit itu, dia lihat jejak tubuh bekas merayap. Dia segera tahu. Kalau
bekas itu adalah rayapan si India ketika mendekati rumah itu.
Dia gembira, kalau begitu dia menemukan jalan yang tepat. Parit ini pasti menuju parit yang lebih besar
di ujung sana. Dia bersyukur. Dan tanpa meghiraukan rasa penat, dia mulai merayap keparit itu. Merayap
disepanjang jalur parit. Indian sialan itu pasti tidak melihat gerakannya. Dia tak menyentuh ilalang sedikit pun!
Dia hampir sampai diujung parit sana, sedikit lagi" kini dia sampai. Dia tak peduli bedil tadi dia
tinggalkan. Persetan dengan bedil. Bedil itu hanya memperlambat dia bergerak dan merayap. Yang penting
bagaimana keluar secepatnya dari semak itu. Dan lari dari kedua Indian Jahanam itu.
Tubuhnya sudah penuh lumpur parit itu ketika dia sampai diujungnya. Dia masih merangkak sesaat lagi.
Setelah merasa aman, baru dia bangkit dengan perlahan. Namun tiba-tiba, jantungnya nyaris copot.
Didepannya, hanya berjarak sehasta dari tempat dia, Indian itu telah berada disana menghadangnya.!
Dia tegak dengan mata melotot, melihat Indian yang tak lain adalah Elang Merah. Indian itu menatapnya
tanpa berkedip. Melihat si Indian hanya sendiri dan tak bersenjata, timbul sedikit keberaniaan dari hati anggota
Klu Klux Klan yang kini hanya bercawat itu.
Dia tiba-tiba menubrukkan kepalanya keperut Indian itu. Namun Elang Merah sudah siap, tubrukan itu
dia sonsong dengan pukulan tangannya. Pukulan itu tentu saja mendarat di ubun-ubun si anggota Klu Klux Klan
itu. Demikian telaknya, demikian kuatnya hingga anggota Klu Klux Klan itu terjengkang dua depa dan meraung
kesakitan sambil memegangi ubun-ubunnya.
Dia merasa seakan kepalanya bolong tentang ubun-ubunnya. Dia menggelepar dan menyesal
meninggalkan bedilnya entah dimana. Kemudian bangkit tapi buru-buru merangkak lagi. Kali ini habislah
sudah keganasannya sebagai anggota Klu Klux Klan.
Punahlah sudah kehebatannya yang tersohor itu. Jika bersama-sama mereka seperti harimau kelaparan.
Bunuh sana, bunuh sini, tembak sana, tembak sini, pukul sana pukul sini. Tapi kini didepan Indian itu dia seperti
cacing. Dia merangkak dan dia mencium tanah.
"Ampunkan aku, aku akan berikan kau uang yang banyak sekali. Jangan bunuh aku, aku punya anak dan
istri. Jangan ambil nyawaku?" katanya sambil menangis dan menyembah-nyembah. "Berdirilah dan larilah kepadang rumput itu. Dan carilah bedilmu?" kata Elang Merah dingin.
Kali ini lelaki itu bangkit, dengan menangis dia menyeruak ilalang, mencari bedil yang tadi dia
tinggalkan. Jejaknya dengan murah di ikuti. Dan dengan mudah juga bedil itu dia peroleh. Dia menoleh ke si
Indian itu sebelum memungut bedil itu. Indian itu masih tegak di tempatnya.
Tak bersenjata sebuah pun.! Tapi kalau pun dia bersenjata, kapak misalnya. Maka lemparannya tak akan
sampai walau sekuat tenaga! Indian itu jelas tak bersenjata. Kedua tangannya menggantung disisi tubuhnya,
wajahnya coreng-coreng seperti Indian jaman dulu.
Mungkin Indian babi itu menyangka, aku tak akan menemukan bedil ini. Dengan cepat dia menunduk
dan mengokang senjatanya. "Babi, merangkak kau. Kalau tidak merangkak kemari. Kau akan kubunuh babi..!"
Elang Merah tetap tegak dengan dada di busung.
"Ayo merangkak babi, aku hitung sampai tiga, kalau tidak akan ku bunuh kau. Satu, Dua.." Dan karena
Indian itu tak bergerak maka dia benar-benar menembak. Dan dalam seperdetik, dua letusan bergema. Elang
Merah masih tegak ditempatnya, dan anggota Klu Klux Klan itu tersentak. Dan seperti ada yang menembus
punggungnya. Bedil memang meledak tapi beberapa detik setelah ledakan pertama, dari punggungnya terdengar
tembakan. Dia jatuh terlutut dan bedil masih ditangannya. Dia menoleh dan dari jendela rumah itu terlihat
Yoshua si Indian tua itu, terlihat memegang bedil yang masih berasap. Anggota Klu Klux Klan jatuh
tertelungkup diatas semak setinggi betis.
Yoshua segera menemukan mayat Choncitta, dia tutupi tubuh anaknya itu kemudian membawanya ke
mobil. Sedangkan Elang Merah menyiram bensin yang terdapat digudang, keseluruh gedung. Mereka pergi dari
sana setelah api berkobar marak dan ganas di musim panas hari itu.
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-491-492
Mereka berkumpul lagi dirumah Yoshua. Si Bungsu dan Angela tiba lebih duluan. Mereka di sambut oleh
Elizabeth, isteri Yoshua, tegak dengan bedil ditangan dengan sikap waspada. Bedil dia letakkan kedalam setelah
mengetahui siapa yang datang. Elizabeth segera meletakkan makan siang untuk para tamunya. Angela datang
membantu. Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 506
"Yoshua dimana?" tanya Elizabeth. Jelas nadanya sangat mencemaskan suaminya. "Dia akan pulang
dengan selamat, tenanglah?" bujuk Angela menggenggam tangan separoh baya itu. Elizabeth tak dapat
menahan kecemasannya. Dia menangis meski nampak untuk tak meneteskan airmata. "Dia segala-galanya
untukku. Dia tak hanya suami tapi juga ayah dan sahabat bagi kami?" bisiknya lirih.
Saat menanti kedatangan Yoshua itulah, Elizabeth yang masih kelihatan cantik itu bercerita tentang
dirinya. Cerita yang mengungkapkan misteri yang sejak kemaren sudah "tercium" oleh Si Bungsu dan Angela.
Gadis yang meninggal itu benar anak kandungnya, tapi bukan anak Yoshua.
Anak itu hasil hubungannya dengan seorang laki-laki yang bekerja di perusahaan. Namun setelah dia
hamil, lelaki itu meninggalkannya begitu saja. Ketika dia menuntut untuk bertanggung jawab, justru lelaki itu
mengirim tukang pukul dan penjahat yang nyaris membunuhnya.
Elizabeth dilemparkan ke sungai setelah dianiaya. Nampaknya seolah-olah seperti kecelakaan. Elizabeth
tak kuasa untuk mengadu. Uang nampaknya berkuasa. Dia luntang lantung dalam keadaan hamil dan melarat
sekali. Saat demikianlah dia bertemu dengan Yoshua. Indian itu membawanya kerumahnya, memberinya
makan dan pakaian. Merawatnya hingga sembuh. Elizabeth bersumpah dalam hati, apapun yang terjadi setelah itu dia akan
tetap mengabdi pada Indian itu. Betapa tidak, lelaki yang menghamilinya ternyata hanya menginginkan tubuh
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan kecantikannya saja. Dan lelaki Amerika manapun tak seorangpun mengulurkan tangan untuk membantu.
Justru seorang Indianlah yang membantunya.
Anak itu lahir dirumah Yoshua. Lahir tampa pertolongan seorang dokter. Waktu itu kehidupan Yoshua
sangat sulit. Tapi dia pernah menolong kelahiran secara Tradisional. Dialah yang membantu kelahiran dengan
selamat dan anak itu mereka beri nama Conchita.
Elizabeth sangat terharu, betapa penuh perhatiannya Yoshua pada anaknya, pada dirinya. Diam-diam
tanpa dapat dihindari rasa cinta yang tulus tumbuh dihatinya pada Indian yang berusia lebih tua darinya. Tapi
suatu hari ketika Conchita berusia tiga tahun, ketika dia sudah sehat benar, Yoshua menawarkan agar dia
meninggalkan rumah itu. Tentu saja Elizabeth amat terkejut.
"Apa..apakah kami sangat memberatkan mu, Yoshua?" Indian itu menggeleng. "Engkau masih muda dan
cantik, Nona. Masa depanmu pasti cerah kalau menggalkan rumah reotku ini.." "Apakah kau tidak menyayangi
kami?" Yoshua diam. Seperti merenungi hidupnya yang sunyi. "Aku mencintai anakmu Nona, tapi?" "Kau tak
mencintaiku?" "Tidak?"
Elizabeth seperti ditikam jantungnya. Dia ingin mendengar Indian itu berterus terang. Dia bukannya tak
tahu, banyak lelaki Amerika yang akan tergiur pada kecantikan dan kemontokan dirinya. Tapi Indian ini seperti
teluk yang sangat dalam dan amat tenang, tak beriak sedikitpun permukaanya.
Tak dapat diduga apa yang terjadi didalam sana. Elizabeth ingin tahu apa pendapat Indian yang sangat
di hormati itu tentang dirinya. Dan ketika Indian itu berterus terang, bahwa tidak mencintainya, dia benarbenar merasa tertikam untuk sesaat dia tak dapat bicara.
"Apakah..apakah karena diriku yang sudah ternoda itu sehingga engkau tak mencintaiku?" "Bagiku kau
tak bersalah Nona. Kau adalah wanita cantik dan lembut. Yang pantas dicintai lelaki terhormat?" "Lalu
kenapa"." "Sudah kukatakan, kau layak dicintai lelaki terhormat. Bukan seorang Indian sepertiku. Aku tak
mencintaimu karena kau berkulit putih. Adalah aib bagi kalian, kalau mencintai seorang Indian, bukan?" ujar
Yoshua perlahan. Apa yang dikatakannya adalah kebenaran mutlak. Kebenaran tentang perbedaan kelas yang hidup subur
ditengah masyarakat kulit putih Amerika. Elizabeth merasa ditikam jantungnya. Ternyata karna itulah, kenapa
selama ini dia bersikap dingin terhadapnya.
Namun Elizabeth tak mau meninggalkan rumah itu. Dia tetap tinggal disana, hingga akhirnya telah tiga
tahun sejak itu, Yoshua berhasil dia yakinkan kalau dia memang benar-benar mencintainya. Mereka akhirnya
menikah dan membesarkan conchita dengan penuh kasih sayang.
Yoshua adalah suami yang penuh kasih sayang dan bertanggung jawab, dia juga punya toleransi yang
besar. Baik sesama orang Indian maupun terhadap orang Amerika lainnya. Apakah kulit putih atau negro.
Pernah suatu kali elizabeth meminta mencari lelaki yang pernah menghamili dan mengirmkan orang untuk
membunuhnya. Agar yoshua membalaskan dendamnya. Namun Yoshua memeluk Elizabeth dengan penuh
kasih sayang dan berkata :
"Aku tak mungkin memenuhi permintaan mu itu, justru aku malah berterima kasih padanya. Jika dia tak
berbuat begitu padamu, misalnya saja dia mau bertanggung jawab dan menikahimu, maka aku tak akan pernah
menikahi wanita kulit putih yang cantik dan baik hati sepertimu?"
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 507
Elizabeth merasa terharu. Dia peluk lelaki itu dan menangis didadanya yang kukuh dan perkasa.
Demikianlah hidup yang mereka jalani hari demi hari. Yoshua bekerja di sebuah perkebunan dan Elizabeth
tetap dirumah. Secara materil memang hidup mereka amat bersahaja, namun elizabeth benar-benar amat
berbahagia. Si Bungsu dan Angela terdiam mendengar kisah Elizabeth. Tak lama kemudian, orang yang mereka
tunggu, Yoshua dan Elang Merah, muncul dengan sedan mereka. Elizabeth memburu keluar. Demikian juga
Pipa panjang, Yoshua membopong jenazah Conchita. Anak gadisnya yang terbunuh dalam upacara ritual di
markas Klu Klux Klan. Elizabeth tegak melihat tubuh anaknya yang sudah tak bernyawa itu. Yoshua terus membawanya ke
belakang, rumahnya terletak dalam palunan rimba yang tak diketahui orang. Dan halamannya di penuhi pohonpohon besar. Sebuah altar dari balok-balok kayu telah disiapkan pipa panjang. Di altar itu tubuh conchita di
rebahkan ayahnya. Malam itu Yoshua, Elang Merah dan Pipa Panjang mengadakan ritual untuk jenasah itu menurut adat
atau upacara suku mereka. Yoshua duduk sedepa dari mayat anaknya. Bersila diam dengan mata terpejam,
pipa panjang duduk tentang kepala mayat dengan hanya memakai cawat dan tubuh dipenuhi gambar-gambar
perang suku Indian sioux dan tombak ditangan. Di bahagian kaki duduk Elang Merah dengan sebuah gendang
kuno yang secara perlahan, dan tetap dengan nada yang ritmenya penuh daya magis, membunyikannya terus
menerus. Dum-Dum"Dum!Dum-Dum"Dum!Dum-Plak"Dum-Dum"Dum! Bunyi gendang yang perlahan itu
bergema dalam hutan sunyi itu. Lewat tengah malam, Yoshua menyanyi, atau seperti nyanyianlah yang
terdengar ditelinga Si Bungsu dan Angela. "Ooooo. Trixno o polino sinumux Tre O ohano ferima enrima senrima
pilano Oooo. Trixno o polino-polino.."
Ucapan-acapan yang tak dimengerti Si Bungsu dan Angela. Bahasa yang dipakai pasti bahasa Indian Suku
Sioux yang hanya mereka mengerti. Namun nyanyian seperti meratapi kepergian Conchita, sayu dan lembut.
Atau barangkali ucapan selamat jalan dan doa-doa untuk para Dewa.
Upacara tersebut berlangsung sampai subuh. Si Bungsu dan Angela yang masuk kamar tidur pada jam
dua tengah malam, ketika terbangun suara itu masih terdengar dan mendayu bertalu-talu dan berdentam
pelan. Dan nyanyian Yoshua masih bergetar menyelusup di antara sejuknya udara pagi.
Angela mengintip lewat jendela, posisi ketiga Indian tersebut masih seperti kemaren. Pipa Panjang
masih tegak tentang kepala dengan tombak ditangan yang ujungnya ditancapkan ketanah. Elang Merah masih
bersimbuh dekat kaki sambil membunyikan gendang itu. Yoshua masih bernyanyi, nyanyian mirip gumaman.
Ketiga mereka bertelanjang dada. Dada dan muka mereka masih dipenuhi cat berwarna hitam, merah
dan putih. Barangkali semacam gambar-gambar Indian yang akan berperang melawan musuh dan yang
mengaharukan, Elizabeth juga tetap duduk bersimpuh tak jauh di belakang suaminya.
Dia duduk diam mengikuti acara upacara ritual yang pasti tak dimengerti itu. Namun kecintaan pada
anak dan suaminya, membuat segala beban dan penderitaan jadi ringan bagi perempuan itu. Paginya, upacara
yang nampaknya belum akan selesai. Angela segera kedapur, menyiapkan makanan untuk mereka semua. Dia
ragu untuk memberikan kopi atau makanan kepada ketiga Indian itu. Namun untuk elizabeth dia
mengantarkan segelas susu berikut roti bakar dan daging.
Perlahan dia sentuh pundak Elizabeth. Perempuan itu membuka matanya yang terpejam, menoleh pada
Angela. Angela menyodorkan sarapan pagi itu, Elizabeth tersenyum dan menggeleng pelan. Angela tertegun,
betapa keras hati dan setianya perempuan Amerika ini demi membalas budi Indian yang menyelamatkan
nyawa dan hidupnya itu. Dia tak bersedia mengecap makanan apapun, sebelum ketiga Indian itu makan dan
minum terlebih dahulu. "Dia perempuan yang sangat mencintai Yoshua?" bisik Angela pada Si Bungsu yang di teras belakang
menatap upacara ritual yang amat lama itu. Elizabeth kembali memejamkan mata. Kemudian dengan tetap
bersimpuh diatas kedua lututnya, dia menunduk dan mendengarkan nyanyian ritual tersebut. "Kita tunggu
sampai mereka selesai baru kita pergi?" tanya Angela.
Si Bungsu menghirup kopi yang di buat Angela itu, lalu mengangguk. Dia harus menunggu upacara
tersebut selesai. Sebab kalau gadis itu dikuburkan, maka mereka harus ikut menguburkannya bersama.
Upacara itu ternyata baru selesai setelah menjelang jam sepuluh siang. Saat itu Elizabeth sudah terbaring
ditanah, dia amat letih, mengantuk dan amat lapar, namun dia tak pernah mau menyerah.
Yoshua segera bangkit melihat tubuh istrinya yang terbaring di belakangnya. Padahal perempuan itu
tadi malam sudah dia bilang tak diperkenankan lkut upacara yang melahkan itu. Perlahan dia angkat tubuh
istrinya itu. Kemudian mencium keningnya dengan lembut. Elizabeth terbangun, membuka mata dan mereka
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 508
bertatapan. "Tidurlah nona, kau amat lelah.." kata yoshua, yang tak mau menukar panggilan nona terhadap
Elizabeth. Perempuan itu menggeleng, dengan berpegang ke tengkuk suaminya, dia bangkit dan turun ke kamar
mandi. Elang Merah dan Pipa Panjang segera menyiapkan peti mati. Sementara Yoshua dengan di bantu Si
Bungsu membuat lobang lahat. Mereka menguburkan conchita di halaman belakang tersebut. Sementara ketiga
Indian itu segera berpakain tanpa membasuh coretan di muka dan tubuh mereka.
"Mengapa mereka tidak mencuci tubuh mereka?" Tanya Angela pelan ketika dia berada dihalaman
depan bersama Si Bungsu. "Barangkali mereka menganggap perang dengan Klu Klux Klan belum selesai.."
"Apakah mereka akan mencari anggota Klu yang lain?" "Bisa saja begitu, atau malah anggota Klu Klux Klan yang
akan mencari mereka."
Angela menatap Si Bungsu dan lelaki yang berasal dar Indonesia itu memang berkata benar. Bagi Klu
Klux Klan perang itu belum selesai. Mereka memang tengah berusaha melacak jejak Indian dan lelaki asing
yang lolos dari tahanan di gedung tempat upacara ritual itu. Kematian anggota mereka di rumah tempat
upacara tersebut, kemudian di tempat proyek pembangunan, merupakan tamparan yang membuat mereka
murka. Ketiga lelaki keturunan Indian itu sepertinya punya firasat kalau perang melawan Klu Klux Klan belum
selesai, nampaknya mereka tak harus menunggu lama. Nampaknya anggota Klu Klux Klan itu berhasil
menemukan jejak mereka. Orang-orang itu tengah minum ketika tiba-tiba Yoshua mengangkat kepala. Dia menatap pada Elang
Merah dan Pipa panjang. Memberi isyarat yang tak kentara. Kemudian berdiri dan diikuti kedua lelaki Indian
itu. Si Bungsu sebenarnya sudah dari tadi punya firasat tak enak. Tapi dalam halnya firasat, Yoshua
nampaknya lebih tajam. Ketiga Indian itu menyambar senjata mereka, dan Si Bungsu segera tahu, bahaya telah
datang. Yoshua berjalan kekamar Istrinya. Menatap perempuan Amerika yang tertidur pulas tersebut. Dan
keluar menemui Si Bungsu dan Angela.
"Ada orang yang mendekat kesini, mungkin empat atau lima orang?"Si Bungsu menatap ke halaman
rumah ditengah hutan itu yang sepi. Tapi memang firasatnya berkata, ada sesuatu yang bergerak mendekat.
Firasatnya yang tajam, yang waktu dulu, bertahun-tahun yang lalu pernah diasah dan dilatih di Gunung sago,
kini bekerja lagi. "Kita akan menyambut mereka sebelum mereka sampai di rumah ini?" katanya sambil
tersenyum. Lalu dia mengambil samurainya dan memegang bahu Angela dan berkata. "Kali ini, Anda harus
tetap dirumah. Menjaga Nyonya Elizabeth.."
Ke Dallas Menuntut Balas -bagian-493-494
Seorang anggota Klu Klux Klan yang ada di sayap kiri melihat samar-samar seorang Indian tengah duduk
mengintai kejalan di halaman rumah mereka. Indian itu duduk tak bergerak dengan bedil siap ditangan.
"Ku pecahkan kepalamu, Indian busuk?" rutuk anggota Klu itu sambil berjalan mengendap mencari
tempat yang lebih baik untuk menembak. Dia tahu, Indian-Indian ini amat berbahaya. Karenanya dia harus
hati-hati. Melangkah sepelan mungkin agar tak menimbulkan suara. Kekanan sedikit lagi, agar bisa membidik
pelipisnya. Nah, kini dia mendapatkan tempat untuk itu. Dari tempat dia tegak dia bisa menembak pelipis kanan
Indian jahanam itu dengan cepat. Indian itu kelihatannya masih muda. Mungkin baru sekitar tiga puluhan
usianya. Kalau begitu yang satu ini bukanlah Indian yang ditahan di rumah peribadatan dan yang meloloskan diri
dengan orang asia itu, tapi betapun jua, sesuai perintah yang diterima, setiap orang berada dirumah ini, yang
terdiri dari dua Indian atau barangkali lebih, kemudian seorang lelaki Asia, lalu dua orang perempuan, seorang
diantaranya adalah Letnan Polisi Dallas, semuanya harus di bunuh. Tak ada kecuali.
Nah, kini dia membidik. Tadi dia sudah mendengar beberapa tembakan. Sebagai komandan dari
penyergapan ini, seharusnya kawan-kawannya menunggu perintah dari dia. Tapi keadaan mungkin mendesak
mereka untuk segera menembak, tak apalah. Jadi kini dia juga harus menembak. Dia membidik. Tapi"ujung
bedilnya itu, yang entah dari mana datangnya, yang tak diketahui kapan munculnya itu. Ya Tuhan! Makhluk itu
tak lain dari si Indian tuan, Yoshua!
Indian itu bertelanjang dada dan tubuhnya sebatas pusat keatas, termasuk wajahnya, penuh gambar
corang-coreng. Mirip Indian di filem-filem jaman dahulu! Tapi pimpinan regu Klu Klux Klan ini tak langsung
takut seperti anak buahnya dulu, dia melepaskan bedilnya.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 509
Kemudian menghujamkan pukulannya ke wajah Indian itu! Yoshua sudah siap. Tangan yang
memukulnya itu dia tangkis dengan" kampak! croot! Pukulan yang keras itu menerpa mata kampak besar yang
amat tajam itu! Dan anggota Klu yang hebat itu meraung! Raungnya juga hebat.
Betapa dia takkan meraung, tinjunya terbelah dua sampai pergelangan. Di ujung sana, Indian yang tadi
dia membidik yang tak lain dari pada si Pipa Panjang, menoleh dan tersenyum. Dia memang sengaja duduk
disana sebagai perangkap untuk pimpinan regu anggota Ku itu. Yoshua menyambar topeng yang dipakai
anggota Klu Klux Klan itu. Merenggutkannya, orang itu merunduk begitu topengnya terbuka. Namun yoshua
menjambak rambutnya, menyentakkan hingga orang itu menengadah.! "Itzak..!"desis Yoshua begitu melihat
wajah orang itu. Dan orang yang dia kenal itu, yang tak lain dari pada mandornya di perkebunan dimana dia bekerja
Suling Naga 11 Sherlock Holmes - Petualangan Rumah Kosong Penguasa Danau Keramat 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama