Ceritasilat Novel Online

Api Di Bukit Menoreh 9

07 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 9


Anak muda itu mengenai lengannya yang sakit. Sementara itu Pandan Wangi berkata, "Marilah. Seorang lagi diantara para pengawal supaya memasuki arena."
Pandan Wangipun berkelahi melawan tiga orang. Ternyata bahwa ia berhasil menyakiti ketiga-tiganya. Sehingga lawan itupun akhirnya bertaMbah lagi dan bertaMbah lagi.
Ketika Pandan Wangi melawan lima orang anak muda. maka ia seadiri baru mengerahkan kemampuan dan kecepatannya bergerak. Ternyata bahwa Pandan Wangi masih dapat menyakiti kelima orang lawannya. meskipun ia mulai mempergunakan tenaga cadangannya. Tidak pada tangannya yang mengenai anak-anak muda itu. tetapi terutama pada kakinya untuk mendorong kecepatan geraknya.
Pandan Wangi kemudian menghentikan perkelahian itu. namun dengan demikian ia sudah membuktikan kepada anak-anak muda itu. bahwa ia memang memiliki kemampuan untuk memberikan tuntunan kepada anak-anak muda Sangkal Putung, sebagaimana dilakukan oleh Swandaru sendiri.
Meskipun anak-anak muda Sangkal Putung sudah mengetahui kemampuan Pandan Wangi sebelumnya, namun setelah mereka mencoba langsung dalam arena perkelahian, maka keseganan merekapun menjadi berkurang.
Dengan demikian, maka pada saat-saat berikutnya. Pandan Wangi akan dapat melakukan tugasnya dengan lebih baik membantu Swandaru meningkatkan kemampuan para pengawal.
Namun dalam pada itu. dalam waktu yang mendesak, ternyata Swandaru telah memanggil orang-orang yang pernah berada dalam satu lingkungan olah kanuragan. Mungkin bekas prajurit. mungkn bekas pengawal atau mereka yang pernah berguru meskipun pada tataran yang tidak terlalu tinggi. Meskipun mereka pada umumnya sudah tua. tetapi Swandaru minta kepada mereka untuk membantu meningkatkan ilmu para pengawal Kademangan dan anak-anak muda yang lain pada umumnya. Namun bagi kelompok-kelompok terpenting, Swandaru dan Pandan Wangi sendirilah yang menanganinya. Terutama para pemimpin kelompok dari padukuhan-padukuhan yang memencar diseluruh Kademangan.
Dalam pada itu. ternyata bukan Sangkal Putung saja yang meningkatkan kemampuan para pengawalnya. Sikap Sangkal Putung telah mempengaruhi Kademangan disekitarnya. meskipun mereka tidak tersangkut langsung sebagaimana dengan Sangkal Putung. Dengan para pemimpin Kademangan disekitar sangkal Putung. Swandaru telah mencoba membuat hubungan. Tetapi ia harus sangat berhati-hati. Sebagai anak muda, ia mempunyai kawan dalam jangkauan yang luas di luar Kademangannya. Tetapi dalam hubungannya dengan Mataram, maka ia bersikap sangat berhati-hati.
Namun di Kademangan-kademangan disekitar Sangkal Putung, sulit untuk ditemui anak muda yang memiliki Ilmu sebagaimana dimiliki oleh Swandaru. Bahkan sulit pula ditemui anak-anak muda yang memiliki landasan perjuangan dalam jangkauan yang jauh seperti Swandaru.
Sementara itu. di Jati Anom, Untara telah bekerja keras pula. Tetapi Untara memiliki jalur dan paugeran yang telah mapan. Latihan-latihan dapat diadakan dengan lebih teratur. Setiap jenjang kepemimpinan akan dapat membantu memberikan latihan-latihan kepada para prajurit di lingkungannya. Baik yang berada di Jati Anom maupun yang ditempatkan di beberapa tempat yang menurut Untara memerlukan bantuan. Untuk lebih meningkatkan kebulatan tekad para prajurit Pajang dibawah pimpinan Untara, maka Untara telah mengambil beberapa kebijaksasaan. Prajurit-prajuritnya yang ditempaikan diluar Jati Anom menjadi semakin sering bertukar tempat dengan mereka yang berada di Jati Anom, agar sikap mereka dapat di amati. sementara para prajurit itu akan selalu mendapat keterangan tentang perkembangan keadaan disaat terakhir serta mendapat penjelasan tentang sikap yang diambil oleh Untara.
Namun agaknya Untara telah mengambil sikap lain pula, ia tidak saja menyiapkan para prajuritnya. Tetapi ia mulai membina anak-anak muda di Jati Anom dan Kademangan disekitarnya.
Sikap Untara itu memang menimbulkan beberapa pertanyaan bagi Swandaru. Tetapi menilik sikapnya yang terakhir. Swandaru tidak terlalu mencemaskan perkembangan sikap Untara itu. Meskipun Swandaru mengerti, bahwa Untara akan lebih mudah dan cepat membina anak-anak muda di Kademangan-kademangan itu karena ia mempunyai banyak tenaga yang dapat melatih dengan baik. Para pemimpin pada jenjang tertentu tentu memiliki kemampuan untuk memberikan latihan-latihan dengan cermat kepada anak-anak muda di Kademangan-kademangan disekitar Jati Anom.
Sebenarnyalah bahwa kemelut diantara Pajang dan Mataram telah memanasi banyak daerah di Pajang sendiri. Ki Tumenggung Prabadaru telah membuat pertimbangan-pertimbangan tertentu yang akan dapat menjadi bahan sikapnya dan beberapa orang yang sejalan dengan pikirannya. Sementara beberapa pihak lain di Pajang rasa-rasanya tidak mendapat kesempatan lagi untuk berbuat sesuatu.
Tetapi dengan demikian bukan berarti bahwa mereka tidak berbuat sesuatu. Namun mereka menyadari, bahwa mereka harus bersikap sangat barhati-hati menghadapi perkembangan keadaan.
Namun pasukan khusus di Pajang itupun telah dikembangkan pula oleh Ki Tumenggung Prabadaru. Hasil yang mereka capai di tepian Kali Praga masih sangat mengecewakan. Menghadapi beberapa orang yang meskipun Ki Tumenggung Prabadarupun mengetahui bahwa mereka bukan tukang satang yang sebenarnya, namun bahwa tataran kemampuan mereka tidak berselisih banyak, adalah satu hal yang pantas diperhatikan.
Tetapi Ki Tumenggung tidak mempunyai waktu banyak untuk membina pasukannya secara khusus. Jika mempercayakan pasukannya kepada beberapa orang pemimpin di pasukan khusus itu. sementara Ki Tumenggung sendiri sibuk dengan beberapa orang pemimpin lainnya, menyusun rencana-reneana yang akan dapat menentukan akhir dari hubungan Pajang dengan sekitarnya menurut citra golongannya.
Sementara itu Mataram juga tidak tinggal diam. Di Tanah Perdikan Menoreh, pasukan khusus yang dibentuk itupun telah bekerja lebih keras lagi. Kenyataan yang mereka hadapi di tepian telah memperingatkan para pemimpin pasukan khusus di Tanah Perdikan Menoreh bahwa tingkat kemampuan pasukan khusus itu masih ketinggalan dan mereka yang berada di Pajang.
Karena itulah, maka Mataram harus bekerja keras. Para pelatihpun harus bekerja lebih banyak lagi. Para pemimpin yang datang dari Mataram masih belum memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan ilmu para pengawal dan pasukan khusus itu dengan cepat dalam waktu dekat itulah sebabnya maka Ki Lurah Branjangan pun telah minta kepada Agung Sedayu. Ki Waskita, Ki Gede sendiri untuk memberikan waktu mereka lebih banyak bagi pasukan khusus itu.
"Tetapi aku tidak boleh melupakan pembinaan wilayahku," berkata Ki Gede. Lalu, "selebihnya para pengawal Tanah Perdikanpun harus mendapai pembinaan. agar pada suatu saat mereka dapat membantu sebaik-baiknya."
"Tentu Ki Gede," berkata Ki Lurah, "namun demikian aku mohon waktu yang khusus. Tidak terlalu banyak disamping Agung Sedayu dan Ki Waskita."
Ki Gede hanya mengangguk-angguk. Tetapi ia merasa. bahwa ia harus membagi waktunya sebaik-baiknya.
Demikianlah, dihari-hari mendatang, saat-saat untuk beristirahat bagi Agung Sedayupun telah lewat ia harus mulai terjun lagi di lapangan untuk membina mereka yang berada di lingkungan pasukan khusus yang berada di Tanah Perdikan Menoreh. Namun dimikian. menyadari keadaannya maka Agung Sedayupun telah berusaha sebaik-baiknya untuk berlaku sebagai seorang suami.
Namun waktu Agung Sedayu yang terampas oleh tugas-tugas memang terlalu banyak. sehingga kadang-kadang Sekar Mirah. seorang isteri yang baru saja menginjakkan kaki pada bebrayan baru, merasa terlalu sepi dirumah sendiri.
Tetapi ternyata bahwa Sekar Mirah mempunyai penilaian yang tajam pula terhadap keadaan. Iapun sadar bahwa Tanah Pardikan Menoreh dan barak pasukan khusus itu memerlukan tenaga. Karena itu, maka ketika senja turun. dan saat-saat duduk berdua dengan suaminya di ruang dalam sesudah makan malam. Sekar Mirahpun masih membicarakannya.
"Apa yang dapat aku lakukan untuk membantu kesibukanmu kakang," bertanya Sekar Mirah.
Agung Sedayu mengangguk-angguk, iapun mengerti bahwa Sekar Mirah memiliki bekal yang cukup dalam olah kanuragan. Namun apakah pantas jika ia menyampaikan niat itu kepada Ki Lurah Branjangan dan minta kepadanya agar Sekar Mirah diberi kesempatan untuk membantunya "
Dalam pada keragu-raguan Agung Sedayu berkata, "Sebenarnya masih diperlukan beberapa orang yang dapat membantu meningkatkan ilmu diantara anggauta pasukan khusus itu. Tetapi aku kurang yakin, apakah Ki Lurah Branjangan sependapat, bahwa kau akan membantuku dalam tugas-tugasku."
"Bukankah kakang dapat menanyakan hal itu kepada Ki Lurah. Jika Ki Lurah sependapat, maka aku akan dapat mengurangi waktu yang selama ini seakan-akan tidak mencukupi bagi kakang. Karena tugas kakang yang rangkap. Di barak itu dan di Tanah Perdikan itu," sahut Sekar Mirah.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Namua iapun mengerti pula. bahwa dengan demikian, ia telah melibatkan isterinya langsung kedalam persoalan yang akan berkembang menjadi persoalan yang besar.
Tetapi ternyata bahwa Sekar Mirah mempunyai minat yang besar pula. Kecuali ia akan dapat membantu suaminya, sebenarnyalah bahwa dengan demikian Sekar Mirah akan mulai merintis satu jenjang bagi dirinya sendiri. Dengan menunjukkan kemampuannya, maka ia bukan sekedar seorang Isteri yang hanya tinggal dirumah dan bergelut dengan alat-alat dapur.
"Mirah," berkata Agung Sedayu kemudian, "bagaimanapun juga sikapmu itu perlu aku sampaikan kepada Ki Lurah Branjangan dan Ki Gede Menoreh. Jika mereka tidak berkeberatan. maka akupun tidak berkeberatan pula. Dengan demikian, maka kau akan membantu memperingan tugasku."
"Tetapi bagaimana menurut penilaianmu sendiri kakang" Apakah aku pantas untuk melakukannya, dalam pengertian, apakah ilmuku sudah cukup memadai untuk memberikan latihan-latihan mereka pengawal khusus di dalam barak itu," bertanya Sekar Mirah.
Agung Sedayu tiba-tiba merenung ia tidak dapat menilai dengan cepat tingkat ilmu Sekar Mirah meskipun ia melihat bagaimana perempuan itu bertempur di medan.
Sebagaimana juga dengan Swandaru dan Pandan Wangi maka Sekar Mirah yang selalu melatih diri di Sangkal Putung itu. tidak pernah diamatinya secara teliti. Tetapi dalam benturan ilmu yang dapat disaksikannya. Sekar Mirah sudah termasuk dalam tataran yang tinggi. Namun demikian, untuk menjadi seorang yang akan membimbing pasukan khusus seperti yang terdapat di barak itu. tentu diperlukan lapisan tertentu. Apakah Sekar Mirah sudah sampai ketingkat yang dimaksudkan itu. Seandainya Sekar Mirah memiliki ilmu itu, apakah ia akan mampu menuangkannya kepada anak-anak muda yang berada di barak itu. Justru karena Sekar Mirah sendiri masih semuda anak-anak muda yang berada di barak itu. Apalagi ia adalah seorang perempuan.
Nampaknya Sekar Mirah melihat keragu-raguan Agung Sedayu. Karena itu. maka katanya, "Sudah barang tentu kakang akan dapat menilai langkah tingkat kemampuanku. Dengan demikian yang akan kakang katakan tentang diriku, bukan sekedar dugaan saja."
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak akan dapat menolak permintaan isterinya itu. Jika ia berkeberatan. maka Sekar Mirah akan dapat tersinggung.
Karena itu. maka katanya, "jadi. apakah maksudmu kita akan melakukan latihan untuk menilik tingkat kemampuan kita masing-masing."
"Aku tidak mengatakan demikian," sahut Sekar Mirah, "kakang Agung Sedayulah yang akan menilai kemampuanku, karena kakang Agung Sedayu pernah melihat dan mengetahui kemampuan para pelatih yang lain. Namun sudah barang tentu kemampuanku masih belum dapat diperbandingkan dengan kemampuan Ki Waskita dan Ki Gede Menoreh sendiri. Tetapi bukankah para pelatih di dalam lingkungan khusus itu tidak semuanya setingkat dengan Ki Waskita dan Ki Gede. Bukankah kakang juga termasuk salah seorang pelatih yang justru lebih banyak memberikan latihan-latihan daripada Ki Waskita dan Ki Gede sendiri."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Tetapi sudah terasa bahwa Sekar Mirah sendiri telah mulai menilai tataran ilmu Agung Sedayu.
Namun dalam pada itu. maka Agung Sedayu ternyata tidak berkeberatan. Seandainya Sekar Mirah memang mempunyai kemampuan yang cukup, maka sebenarnyalah memang diperlukan tenaga untuk memberikan latihan-latihan kepada anak-anak muda dalam lingkungan pasukan khusus itu, meskipun kepada Sekar Mirah tentu masih harus diberikan petunjuk khusus dan bahkan pengamatan pada hari-hari pertama.
Demikianlah, maka kedua suami isteri itupun telah pergi ke Sanggar. Sebagaimana Ki Gede mengetahui tentang Agung Sedayu dan Sekar Mirah, maka rumah yang diserahkan untuk dipergunakan oleh Agung Sedayu itupun telah dilengkapi pula dengan sebuah sanggar di bagian belakang.
Setelah Sekar Mirah membenahi pakaiannya, maka keduanyapun mulai mempersiapkan diri. Semula Agung Sedayu minta agar Sekar Mirah memperagakan beberapa unsur gerak untuk mendapat sedikit gambaran tentang kemampuannya menguasai tata gerak dan kecepatan geraknya.
Namun agaknya Sekar Mirah melakukannya dengan agak segan. Sebenarnyalah Sekar Mirah cenderung untuk mengadakan latihan bersama. Dengan memeragakan beberapa unsur gerak yang dikuasainya. Sekar Mirah merasa dirinya benar-benar telah dinilai oleh Agung Sedayu. Oleh seorang yang seakan-akan memiliki tataran kemampuan gurunya.
Bagaimanapun juga penilaian Sekar Mirah terhadap Agung Sedayu tidak terlepas dari penilaian Swandaru terhadap saudara tua seperguruannya. Bahkan Swandaru kadang-kadang didalam pembicaman setelah makan malam bersama Pandan Wangi dan Sekar Mirah, mencemaskan kemajuan yang dapat dicapai oleh Agung Sedayu. Berita kematian Ajar Tal Pitu dan kenyataan bahwa Agung Sedayu dapat mengalahkan Ki Mahoni, tidak terlalu banyak mempengaruhi penilaian Swandaru terhadap Agung Sedayu. karena Swandaru tidak dapat memgukur kemampuan Ajar Tal Pitu dan Ki Mahoni secara langsung. meskipun Swandaru sempat bertempur melawan murid Ki Mahoni.
Sebagaimana dikatakan oleh mund Ki Mahoni yang gemuk itu. bahwa ilmunya sudah tidak lagi banyak terpaut dengan Ilmu gurunya, sementara dengan tidak terlalu banyak kesulitan Swandaru berhasil mengalahkan murid Ki Mahoni itu. Sedangkan Agung Sedayu yang berhasil mengalahkan Ki Mahoni itu ternyata telah terluka di bagian dalam tubuhnya.
Ternyata Agung Sedayu melihat keseganan Sekar Mirah untuk melakukan peragaan itu. Langkahnya ragu-ragu dan tata geraknya kadang kadang terasa tertahan-tahan.
Hanya karena saat-saat mereka mulai hidup dalam lingkungan keluarga baru. masing-masing masih selalu berusaha untuk menunjukkan sikap-sikap yang manis. Betapapun segannya. Sekar Mirah melakukan juga permintaan Agung Sedayu itu.
Dengan demikian. maka Sekar Mirah tidak dapat menunjukkan menujukkan satu tataran yang baik dari kemampuannya. Karena apa yang dilakukannya bukannya tingkat kemampuannya yang sebenarnya.
Karena itu. maka Agung Sedayupun kemudian mengusulkan. bahwa mereka akan melakukan latihan bersama.
"Bukankah hal seperti ini sering kau lakukan bersama Swandaru?" bertanya Agung Sedayu.
"Ya," jawab Sekar Mirah.
"Swandaru dan aku mempunyai latar belakang ilmu yang sama. Karena mungkin kau tidak akan terlalu asing melakukan latihan bersama aku sekarang," berkata Agung Sedayu.
Keduanyapun kemudian telah mempersiapkan diri. Yang nampak pada Agung Sedayu, memang sikap sebagaimana dapat dilihat pada Swandaru. Namun karena perbedaan silat kedua saudara seperguruan itu, maka nampak juga perbedaan watak dan sikap itu. meskipun ujud lahiriahnya tidak berbeda.
Sejenak kemudian. Sekar Mirah telah mulai bergerak. Meskipun ia berusaha untuk menjadi seorang isteri yang baik. namun ia tidak dapat menyembunyikan gejolak keinginannya untuk menunjukkan kepada Agung Sedayu, bahwa ia memiliki kemampuan yang patut dibanggakan, dan yang barangkali akan mengherankan bagi suaminya.
"Mungkin tidak akan diduga oleh kakang Agung Sedayu," berkata Sekar Mirah didalam hatinya, "tetapi mudah-mudahan aku tidak menjadi terlalu kecewa melihat tingkat kemampuan suamiku ini."
Sejenak kemudian Sekar Mirah telah mulai menyerang. Sebagaimana terbiasa. serangan pertama tidak terlalu berbahaya, sehingga dengan demikian, maka dengan mudah Agung Sedayupun mengelakkannya.
Tetapi serangan-serangan berikutnya menjadi semakin lama semakin cepat. Gerak tangan dan kaki Sekar Mirah cukup deras, sehingga terasa angin yang menyambar pakaian dan kulit Agung Sedayu.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Swandaru, maka Sekar Mirah telah berusaha untuk meningkatkan kemampuan jasmaniahnya. Geraknya menjadi sangat cepat dan tenaga Sekar Mirah sungguh diluar dugaan. Apalagi ia adalah seorang perempuan.
Tetapi Agung Sedayu tidak ingin membentur kekuatan isterinya secara langsung. Hal itu akan sangat berbahaya bagi Sekar Mirah, karena agaknya Sekar Mirah sama sekali tidak mengendalikan dirinya, ia benar-benar ingin menunjukkan kepada Agung Sedayu seluruh kekuatan dan kemampuan yang ada padanya.
Itulah sebabnya gerak dan tandang Sekar Mirah nampak bebas lepas sebagaimana orang yang benar-benar sedang berkelahi.
Namun justru karena itulah. maka Agung Sedayu merasa berkewajiban untuk menyesuaikan dirinya.
Tetapi Agung Sedayu tidak ingin mengecewakan Isterinya. Meskipun ia dapat berbuat terlalu banyak jika ia menghendakinya, tetapi selalu menjaga dirinya. Ia berusaha untuk menyesuaikan kemampuannya pada tingkat kemampuan Sekar Mirah.
Sebenarnyalah Sekar Mirah tedah berkembang dengan pesat, ia memiliki kemampuan dan kecepatan bergerak yang mengagumkan. Sementara tangan dan kakinya menjadi semakin trampil. Kakinya yang ringan melontarkan tubuhnya seperti burung sikatan menyambar bilalang. Sedangkan tangannya mampu bergerak dengan kecepatan yang hampir tidak dapat diikuti oleh mata wadag, sehingga dengan demikian tangan perempuan itu seolah-olah telah berubah menjadi beberapa pasang tangan yang bergerak bersama-sama.
Latihan yang seolah-olah menjadi bersungguh-sungguh itu telah berlangsung semakin seru. Setiap peningkatan kecepatan gerak Sekar Mirah selalu diimbangi oleh Agung Sedayu. Sehingga akhirnya Agung Sedayupun menyadari bahwa Sekar Mirah tealah sampai pada puncak kemampuannya.
Sebenarnyalah Sekar Mirah adalah seorang perempuan yang luar biasa. Dalam puncak kemampuannya, sudah barang tentu Sekar Mirah tidak akan mempergunakan unsur-unsur gerak yang akan dapat meMbahayakan lawannya berlatih. Jika perempuan itu benar-benar bertempur ia tentu akan menjadi semakin garang.
"Apalagi jika ia membawa tongkat baja putihnya," bertata Agung Sedayu didalam hati.
Tetapi Agung Sedayu sendiri adalah orang yang memiliki ilmu berlapis-lapis. Karana itu. betapa tinggi ilmu Sekar Mirah, bagi Agung Sedayu yang telah berhasil membunuh Ajar Tal Pitu dan Ki Mahoni itu, masih belum sampai pada tingkat yang gawat. Namun ternyata bahwa Agung Sedayu telah mengendalikan perasaannya, sehingga ia tidak ingin mengecewakan isterinya.
Dengan demikian maka Agung Sedayu tidak menunjukkan batas kemampuannya sampai tuntas, karena ia menyadari, bahwa hal itu akan dapat menyinggung harga diri Sekar Mirah. karena Agung Sedayu sudah mengenal watak perempuan yang telah menjadi isterinya itu.
Sebenarnyalah Sekar Mirah merasakan sesuatu yang aneh pada lawannya berlatih itu. Semula ia merasa bahwa ilmu Agung Sedayu ternyata tidak terlalu mengejutkan baginya. Tetapi ilmu Agung Sedayupun tidak mengecewakan. Tetapi pada saat-saat ia meningkatkan Ilmunya masih selalu terasa bahwa ilmu Agung Sedayu masih tetap berada diatas ilmunya, sehingga akhirnya Sekar Mirah itupun telah mengerahkan segenap kemampuannya.
Meskipun Sekar Mirah masih tetap menyadari bahwa yang terjadi itu bukan sebenarnya berkelahi, namun ia berusaha untuk dapat menunjukkan kepada Agung Sedayu. bahwa ia memiliki kecepatan gerak yang tidak dapat diimbangi oleh Agung Sedayu.
Tatapi setiap kali ia berusaha menyentuh Agung Sedayu. ternyata ia telah gagal. Yang nampaknya terbuka, ternyata sama sekali tidak berhasil dijangkaunya.
"Luar Masa," desis Sekar Mirah didalam hatinya. "Dengan kemampuan apa yang membuatnya demikian liat." Sekar Mirah yang sudah sering berlatih bersama Swandaru dan Pandan Wangi itupun harus mengakui bahwa kemampuan Agung Sedayu tidak akan dapat dijangkaunya. Semakin keras ia bersikap, maka gerak Agung Sedayupun rasa-rasanya menjadi semakin cepat.
"Ada kelebihan kakang Agung Sedayu dari kakang Swandaru," berkata Sekar Mirah didalam hatinya, "kakang Agung Sedayu memiliki kemampuan dan kecepatan gerak yang luiar biasa. Tetapi agaknya kakang Agung Sedayu tidak memiliki kekuatan seperti kakang Swandaru."
Meskipun demikian. Sekar Mirah telah melihat satu kenyataan, bahwa Agung Sedayu memiliki sesuatu yang membuatnya seorang yang perkasa.
Tetapi dalam pada itu, sifat-sifat Sekar Mirah kadang-kadang memang kurang menguntungkan. Justru karena harga dirinya. Meskipun ia menyadari akan kelebihan Agung Sedayu. tetapi rasa-rasanya masih saja ada keinginan didalam hatinya untuk menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang memiliki ilmu yang sulit dicari bandingnya.
Semakin keras Sekar Mirah berkelahi. Agung Sedayupun semakin melihat sifat-sifat isierinya. Agaknya Sekar Mirah sulit melihat kenyataan tentang dirinya. Sejak semula Agung Sedayu sudah merasa bahwa Sekar Mirah memang ingin menunjukkan kepadanya, bahwa Ilmunya telah meningkat semakin jauh.
Namun dengan mengerahkan segenap kemampuan dan kekuatan yang ada pada dirinya, ternyata Sekar Mirah menjadi semakin cepat dibasahi oleh keringatnya. Bahkan tenaganyapun seakan-akan telah diperas sehingga kurang diperhitungkan, apa yang akan terjadi kemudian jika perkelahian itu akan berlangsung lama.
"Apakah benar kakang Agung Sedayu mempunyai ilmu selain olah kanuragan berdasarkan kewadagan," bertanya Sekar Mirah didalam hatinya.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Nampaknya Sekar Mirah memang ingin membantunya. Tetapi ada juga terbersit dugaan, bahwa Sekar Mirah memang ingin menunjukkan dirinya dan merintis jalan bagi kesempatan-kesempatan yang lebih luas.
Tetapi Agung Sedayu merasa bahwa ia tidak perlu menghalanginya.
Karena itu. maka Agung Sedayu itupun kemudian berkata, "Baiklah Sekar Mirah. Aku akan menyampaikan keinginanmu itu kepada Ki Lurah. tetapi juga harus ada ijin dari Ki Gede dan barangkali pertimbangan dari Ki Waskita."
"Terserahlah kepadamu kakang," jawab Sekar Mirah, "aku hanya menawarkan satu kemungkinan yang akan dapat mengurangi kesibukanmu serba sedikit."
"Aku mengerti Mirah. Tetapi keputusan terakhir tidak terletak ditanganku," jawab Agung Sedayu.
Sekar Mirah tidak mendesak lebih jauh. iapun mengerti. bahwa keputusan terakhir terletak pada Ki Lurah Branjangan dan ijin dari Ki Gede Menoreh yang menjadi pengganti orang tuanya.
Di hari berikutnya Agung Sedayu berjanji untuk menyampaikan keinginan Sekar Mirah itu kepada orang-orang yang berkepentingan. Meskipun dengan rasa segan namun ia menyampaikan keinginan Sekar Mirah itu kepada Ki Gede dan Ki Waskita.
Ki Gede merenung sejenak. Rasa-rasanya memang janggal. Tetapi Ki Gede sendiri mempunyai seorang anak perempuan yang memiliki ilmu kanuragan.
"Apakah Pandan Wangi juga berbuat sesuatu bagi anak-anak muda di Sangkal Putung" bertanya Ki Gede kepada diri sendiri.
Dalam pada itu. agaknya Ki Waskitapun merasakan kesulitan perasaan Agung Sedayu dan Ki Gede. Namun menilik keterangan Agung Sedayu. Sekar Mirah nampaknya benar-benar ingin berbuat sesuatu. Karena itu maka katanya, "Ki Gede. Apakah Ki Gede bependapat, bahwa biarlah Agung Sedayu menghubungi Ki Lurah Branjangan untuk menyatakan keinginan Sekar Mirah. Namun dengan pengertian. bahwa pada hari-hari pertama. Sekar Mirah akan membantu Agung Sedayu langsung. Maksudku, bahwa Sekar Mirah tidak melakukannya sendiri. Tetapi sekedar memberikan bantuan pada saat-saal Agung Sedayu memberikan latihan. Mungkin peragaan, mungkin petunjuk-petunjuk dan bimbingan, sebagaimana dimaksud oleh Agung Sedayu.
Ki Gede mengangguk-angguk. Katanya kemudian, "Baiklah Ki Waskita. Mungkin hal itu akan dapat dilakukan jika KiLurah tidak berkeberatan. Kita tahu bahwa kadang-kadang seseorang masih juga berpegang pada harga diri. Kehadiran Sekar Mirah tentu akan menimbulkan persoalan. Mungkin anak-anak itu ingin tahu dengan pasti. apakah Sekar Mirah benar-benar mempunyai kemampuan untuk melakukan tugas itu. Jika terjadi demikian, tentu akan berbeda dengan yang dilakukan oleh angger Agung Sedayu terhadap anak-anak itu."
"Aku akan mencoba mengekangnya Ki Gede," berkata Agung Sedayu kemudian.
Ki Gede mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah. Kau harus turut bertanggung jawab seandainya Ki Lurah Branjangan memberikan kesempatan kepada Sekar Mirah. Bertahap kau akan dapat melepaskannya, sehingga akhirnya ia benar-benar dapat membantumu dalam arti mengurangi kesibukanmu."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah Ki Gede. aku akan pergi ke barak. Apakah Ki Waskita juga akan pergi ke barak?"
Tetapi Ki Waskita tersenyum. Katanya, "Hari ini tidak Agung Sedayu. Bahkan tolong sampaikan kepada Ki Lurah, bahwa untuk dua tiga hari aku akan menengok rumahku. Jaraknya tidak terlalu jauh. Karena itu. aku akan dapat mondar mandir. Beberapa hari disini. dan beberapa hari dirumahku sendiri."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Dengan nada dalam ia berkata, "Kadang-kadang aku merasa kehilangan. Mungkin aku belum terbiasa berumah tangga. Rasa-rasanya disaat-saat tertentu aku merasa sendiri meskipun ada Sekar Mirah dirumah itu."
"Kau memang kehilangan Agung Sedayu," sahut Ki Waskita, "kehilangan satu kebiasaan untuk berbincang dengan aku dan Ki Gede menjelang malam atau sesudah makan. Jika kau berdua saja dengan isterimu, mungkin persoalan yang kau bicarakan berbeda dengan pembicaraan-pembicaraan yang sering kita lakukan. Tetapi kau akan terbiasa dengan itu. Sehingga kau tidak akan merasa sendiri lagi."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun minta diri untuk pergi ke barak.
Tetapi ketika Agung Sedayu sampai di barak. tidak segera dapat menyampaikan persoalannya kepada Ki Lurah, ia lebih dahulu melakukan kewajibannya sebagaimana seharusnya. Memberikan latihan-latihan yang cukup berat kepada anak-anak muda yang berada didalam lingkungan pasukan khusus itu. Apalagi setelah Agung Sedayupun menyadari bahwa kemampuan anak-anak muda itu masih belum berada dalam tataran yang sama dengan prajurit Pajang dan pasukan khusus yang dipimpin oleh Ki Tumenggung Prabadaru.
Baru setelah tugasnya hari itu selesai. Agung Sedayu telah menghadap Ki Lurah Branjangan meskipun dengan ragu-ragu.
Dengan jantung yang berdebaran. Agung Sedayu menyampaikan keinginan Sekar Mirah untuk ikut menyumbangkan tenaganya bagi perkembangan anak-anak muda di dalam barak itu.
Ki Lurah Branjangan mendengarkan permintaan itu dengan sungguh-sungguh. Namun nampak di wajahnya, bahwa iapun mengalami keragu-raguan untuk menentukan sikap.
"Agung Sedayu," berkata Ki Lurah, "bagaimana menurut pendapatmu sendiri tentang Sekar Mirah, ia masih terlalu muda. Meskipun kau juga masih muda, tetapi kau adalah laki-laki. Kehadiran Sekar Mirah di barak ini tentu akan merupakan satu persoalan tersendiri, ia akan menjadi seorang perempuan muda diantara sekian banyak laki-laki. Meskipun mereka tahu bahwa perempuan itu adalah Isterimu."
"Ada juga pengaruh dari suasananya, Ki Lurah," jawab Agung Sedayu, "dalam suasana yang sungguh-sungguh dibatasi jarak antara Sekar Mirah dan anak-anak muda yang dibimbingnya, aku kira persoalan yang dapat timbul akan dapat dielakkan."
Ki Lurah Branjangan menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian ia bertanya, "Apakah kau yakin demikian Agung Sedayu?"
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Pertanyaan Ki Lurah itu membuatnya harus berpikir ulang. Apakah sebenarnya ia berkata dengan jujur. atau sekedar karena keseganannya menolak permintaan Sekar Mirah.
Dalam karagu-raguan itu Ki Lurah Branjangan berkata, "Sebenarnya aku merasa ragu untuk mengambil sikap. Tetapi nampaknya kau sendiri sudah membuat pertimbangan-pertimbangan tertentu. Aku mengerti, bahwa isterimu adalah murid Ki Sumangkar. yang bahkan telah mengembangkan ilmunya semakin tinggi. Persoalan satu-satunya adalah karena ia seorang perempuan. Tetapi jika kau yakin, bahwa Sekar Mirah akan tetap memelihara jarak. maka akupun tidak berkeberatan jika Sekar Mirah ingin mencobanya."
Agung Sedayu menarik nafas, sementara Ki Lurah meneruskan, "Tetapi aku mempunyai permintaan. Sementara ini. aku masih tetap bertanggung jawab. Jika kehadiran Sekar Mirah ternyata tidak dapat diterima dengan pengertian yang luas. maka aku minta agar kau dapat mengerti dan Sekar Mirahpun dapat mengerti."
"Ya Ki Lurah," jawab Agung Sedayu, "aku menerima kebiiaksanaan Ki Lurah. Aku akan membicarakannya dengan isteriku."
"Baiklah. Aku menunggu perkembangan pendapatmu," berkata Ki Lurah kemudian.
Agung Sedayupun kemudian meninggalkan barak itu. Perlahan-lahan ia berjalan menyusuri jalan sempit menuju ke padukuhan induk. Matahari yang sudah turun ke Barat memancarkan cahaya yang kemerah-merahan, dan bertengger diatas bukit. Batang-batang nyiur yang bergoyang disentuh angin seakan-akan melambai mengantar langkah Agung Sedayu itu.
Masih terngiang kata-kata Ki Lurah Branjangan. Agung Sedayupun mengerti, bahwa sebenarnya Ki Lurah Branjangan tidak setuju. Tetapi karena Ki Lurah memerlukannya maka ia tidak dapat menolak. Namun demikian agaknya Ki Lurah membebankan tanggung jawab kepada Agung Sadayu.
Ketika Agung Sedayu sampai dirumahnya. yang pertama-tama ditanyakan oleh Sekar Mirah adalah persoalan tentang keinginannya untuk membantu Agung Sedayu memberikan bimbingan kepada anak-anak muda didalam barak pusukan khusus itu.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Memang terasa di hatinya, Sekar Mirah memang ingin membuat jalur kesempatan bagi namanya untuk mulai dikenal di Tanah Perdikan Menoreh dan selebihnya di Mataram.
"Aku terlalu berprasangka," Agung Sedayu masih tetap berusaha untuk tidak berpikir buram terhadap isterinya, "Sekar Mirah tentu benar-benar ingin membantuku ia melihat aku terlalu letih disetiap hari. Jika dihari-hari tugasku di barak itu agak ringan. aku akan berada diantara anak-anak muda Tanah Perdikan."
Karena itu. maka ketika keduanya sudah duduk diamben diruang dalam, serta Sekar Mirah sudah menghidangkan minuman hangat. Agung Sedayupun mulai berceritera tentang persoalan yang diajukan oleh Sekar Mirah. meskipun tidak seluruhnya.
"Ki Lurah tidak berkeberatan," berkata Agung Sedayu kemudian.
"Jadi aku akan dapat menjadi salah seorang pelatih di barak itu kakang?" bertanya Sekar Mirah.
"Tetapi dengan permintaan," jawab Agung Sedayu yang menjadi berdebar-debar.
"Permintaannya apa" Apakah Ki Lurah akan mengadakan pendadaran tentang kemampuanku, atau barangkali Senapati yang lain dari Mataram yang berada di barak itu?" desak Sekar Mirah.
"Tidak Mirah," jawab Agung Sedayu, "Ki Lurah tidak menyangsikan kemampuanmu. Segalanya diserahkan kepada penilaianku. Ki Lurah menganggap bahwa penilaianku tentu berdasar. Tetapi satu-satunya persoalan ialah bahwa kau seorang perempuan. Sementara di barak itu tinggal sepasukan anak-anak muda dari berbagai daerah, termasuk dari Sangkal Putung."
Sekar Mirah mengerutkan keningnya. Wajahnya menjadi muram. Hampir diluar sadarnya ia berkata, "Apakah salahnya jika aku seorang perempuan?"
"Kita tidak dapat menutup kenyataan tentang susunan masyarakat kita sekarang, Mirah. Disekeliling kita. perempuan pada umumnya tidak memiliki Ilmu sebagaimana kau miliki. Mereka seakan-akan mempunyai bagian kewajiban sendiri yang berbeda dengan kewajiban kaki-laki." berkata Agung Sedayu.
"Tetapi adalah satu kenyataan, bahwa aku memiliki ilmu yang diperlukan," sahut Sekar Mirah.
"Ya. Karena itu. Ki Lurah menyetujuinya. Namun karena kau adalah satu-satunya perempuan didalam tugas seperti itu, maka Ki Lurah tidak dapat membayangkan. apakah kau akan dapat melakukan tugas itu sebagaimana dilakukan oleh laki-laki. Atau didalam sisi lain. kau adalah satu-satunya perempuan didalam barak itu," berkata Agung Sedayu sambil menyeka keringatnya.
Sekar Mirah tersenyum. Katanya, "benarkah Ki Lurah berkata begitu?"
"Ya," jawab Agung Sedayu.
"Sokurlah. Jadi bukan kakang yang berkata begitu?" desak Sekar Mirah.
"Bukan. Bukan aku. Aku hanya menirukan apa yang dikatakan oleh Ki Lurah," jawab Agung Sedayu pula.
"Aku manjadi sangat bersedih jika kakang yang berkata begitu. Karena aku akan dapat memberikan arti. bahwa kakang tidak percaya kepadaku. Seolah-olah justru karena aku akan dikerumuni oleh anak-anak muda, maka akan timbul sesuatu yang tidak diharapkan. Apa begitu?" sambung Sekar Mirah.
"Bukan aku. Sudah aku katakan," Agung Sedayu menegaskan.
Sekar Mirah menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya, "Jika demikian baiklah kakang. Aku akan membuktikan kepada Ki Lurah Branjangan. bahwa aku akan dapat berbuat sebaik-baiknya."
Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Ia tidak tahu pasti. apakah yang dimaksud oleh Sekar Mirah. Apakah yang akan diperbuatnya kemudian. Mungkin Sekar Mirah akan berbuat baik sebagai pelatih dan pembimbing atau berbuat baik sebagai seorang perempuan muda diantara anak-anak muda di barak itu atau bahkan kadua-duanya.
Namun Agung Sedayu menjadi berdebar-debar ketika Sekar Mirah itu bertanya, "Kapan aku dapat mulai kakang" Besok ?"
"Ah," jawab Agung Sedayu, "jangan tergesa-gesa. Aku masih harus berbicara dengan Ki Lurah tentang pelaksanaannya."
Wajah Sekar Mirah menjadi buram. Nampak bahwa perempuan itu menjadi kecewa. Tetapi Agung Sedayu memang tidak dapat berbuat lain. Bukan Agung Sedayulah yang menentukan segala-galanya. Tetapi ia hanya berhak mengusulkannya.
Karena itu. maka katanya, "besok aku akan memberitahukannya lebih lanjut."
"Silahkan kakang. Tetapi lebih cepat akan lebih baik. Dengan demikian kehadiranku disini tidak sia-sia sementara kakang bekerja keras hampir siang dan malam," berkata Sekar Mirah kemudian.
Namun agaknya banyak yang harus dilakukan untuk memenuhi keinginan Sekar Mirah itu. Karena tugas yang terbagi di barak. maka jika Sekar Mirah hadir diantara para pelatih, maka akan ada sebagian dari anak-anak muda itu yang akan menerima latihan dan bimbingan dari seorang perempuan.
"Bagaimana jika justru anak-anak Sangkal Putung sendiri," berkata Agung Sedayu kemudian ketika ia berbicara dengan Ki lurah Branjangan.
"Aku kira itu adalah yang paling baik. Anak-anak muda yang datang dari Sangkal Putung itu akan berada dibawah pimpinanmu. Biarlah Sekar Mirah membantumu," jawab Ki Lurah Branjangan. Namun kemudian katanya, "Tetapi jika sampai saatnya harus terjadi putaran. maka akan datang waktunya kau dan Sekar Mirah akan memberikan bimbingan kepada orang lain."
"Tetapi ia sudah dikenal oleh anak-anak didalam barak ini sehingga kehadirannya bukan lagi merupakan satu kejanggalan," sahut Agung Sedayu.
Ki Lurah Branjanggan mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah Agung Sedayu. Tetapi aku sudah memperingatkan. Isterimu adalah seorang perempuan muda yang cantik. Jika aku memuji. maksudku justru mendorong agar kau memperhitungkannya lebih cermat."
"Aku sudah memperhitungkannya Ki Lurah," jawab Agung Sedayu sebelum merenungi kata-kata Ki Lurah itu.
Ki Lurah mengangguk-angguk. Katanya, "Besok kita akan mengadakan pembagian tugas. Isterimu akan segera dapat membantumu. Aku akan memilih kelompok yang diantaranya terdapat sebegian besar anak-anak muda sangkal Putung. Sudah tentu aku tidak dapat membagi secara tegas. bahwa dalam kelompok itu hanya terdapat anak-anak Sangkal Putung saja. Aku harus menilik kelompok yang sudah ada. yang memiliki anggauta paling banyak berasal dari Sangal Putung. Kelompok-kelompok itulah yang akan tergabung dalam sebuah kelompok yang lebih besar."
"Apakah Ki Lurah akan merombak kelompok-kelompok yang sudah ada di barak ini?" bertanya Agung Sedayu.
"Tidak. Aku hanya akan memilih diantara kelompok-kelompok itu dan menyerahkannya kepadamu. Memang mungkin kelompok-kelompok yang terdiri dari sebagian besar anak-anak Sangkal Putung itu tersebar dalam kelompok-kelompok yang lebih besar. Tetapi bukankah dasar pengelompokanku dalam latihan-latihan sejak semula tidak berdasarkan atas kelompok-kelompok yang besar" Sehingga dengan demikian maka didalam setiap kelompok yang besar, anak-anak menduga akan terbagi dibawah beberapa orang pelatih dan pembimbing. Peningkatan Ilmu pada segi yang berbeda itu akan memberikan warna yang berbeda didalam setiap kelompok yang besar. Meskipun pada saatnya akan datang putaran yang diharap dapat merata. namun penonjolan kemampuan yang berbeda akan menguntungkan bagi setiap kelompok itu dimedan perang. Karena masing-masing akan memberikan pengaruh tersendiri kepada lawan." berkata Ki Lurah Branjangan.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Ia adalah salah seorang dari para pelatih yang menilik kemampuan secara pribadi. Karena itu. maka tugas Agung Sedayu adalah tugas yang cukup berat. Namun yang dalam waktu yang singkat. Agung Sedayu akan mendapat seorang pembantu yang cukup baik.
Namun justru karena ada pergeseran tugas didalam barak itu maka Sekar Mirah memang masih harus menunggu barang satu dua hari. Namun geseran yang demikian telah merupakan sesuatu yang terbiasa terjadi. Pada saat-saat tertentu memang selalu terjadi pergeseran-pergeseran seperti itu.
Sekar Mirah hampir tidak sabar menunggu. Bahkan ia mulai menganggap bahwa Agung Sedayu hanya ingin menyenangkan hatinya, namun sebenarnya Ki Lurah Branjangan tidak menyetujuinya.
Namun pada suatu hari Agung Sedayu berkata kepada Isterinya, "Sekar Mirah. Persiapan telah selesai. Kita berdua bersama Ki Waskita yang jarang-jarang dapat hadir. mendapat tugas untuk meningkatkan kemampuan beberapa kelompok dan pasukan didalam barak itu dalam olah kanuragan secara pribadi."
"Maksud kakang" Aku sudah dapat datang esok pagi?" bertanya Sekar Mirah.
"Besok kita akan datang bersama Ki Waskita," jawab Agung Sedayu, "kita akan memperkenalkanmu kepada kelompok-kelompok yang harus kita pertanggung jawabkan. Sebagaimana kau ketahui, ada beberapa orang pelatih didalam barak itu. Mereka memberikan bimbingan didalam berbagai hal yang harus diikuti oleh setiap anak muda didalam barak itu dalam putaran tertentu."
Sekar Mirah mengangguk-angguk. Tetapi rasa-rasanya persoalan itu sengaja dibuat terlalu sulit. Nampaknya jalan pikiran orang-orang yang memimpin barak itu terlampau berbelit-belit, sehingga soal yang dapat diselesaikan dalam sekejap harus dibicarakan, diulas dan pertimbangan sampai berhari-hari.
Namun akhirnya persoalan itu sampai juga pada satu keputusan, sehingga ia akan dapat segera mulai dengan tugas yang tentu akan merupakan satu pengalaman baru bagi Sekar Mirah. Namun juga pengalaman yang akan dapat menumbuhkan satu harapan baru bagi namanya. Bukan ketergantungan dari suaminya, tetapi karena hasil perbuatannya sendiri.
Dalam pada itu. Sekar Mirahpun bertanya, "Apakah Ki Waskita sudah kembali" Bukankah ia baru menengok keluarganya."
"Paman Waskita sudah kembali. Dan ia sudah berada di Tanah Perdikan lagi," jawab Agung Sedayu.
Demikianlah, maka dengan hati yang berdebar debar Sekar Mirah menunggu hari berikutnya. Rasa-rasanya hari berjalan lamban sekali. Apalagi malam hari. Seakan-akan waktu sama sekali tidak beringsut.
Tetapi akhirnya ayam jantanpun berkokok menyambut fajar. Sekar Mirah bangun pagi-pagi benar. Dipersiapkannya minuman dan makanan seperti biasanya di pagi hari sebelum Agung Sedayu pergi. Namun dengan sedikit tergesa-gesa karena Sekar Mirah masih harus membenahi dirinya sendiri dan ikut bersama suaminya pergi ke barak pasukan khusus.
Berbeda dengan Sekar Mirah, maka Agung Sedayu merasa kegelisahan mulai mengusik perasaannya. Ada beberapa pertimbangan yang tidak dapat dikatakannya kepada Sekar Mirah. Tetapi bagaimanapun juga. segalanya memang dapat dicoba dengan berbagai macam harapan.
Ketika Ki Waskita kemudian singgah di rumah itu. maka Sekar Mirahpun mempersilahkannya minum dan makan beberapa potong makanan. Baru kemudian mereka bersama-sama pergi ke barak.
Kedatangan mereka disambut oleh Ki Lurah Branjangan dengan beberapa orang perwira dari Mataram. Bagaimanapun juga sambutan resmi itu mendebarkan hati Sekar Mirah. Tetapi justru Agung Sedayulah yang merasa lebih gelisah. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya. Ia yakin bahwa Sekar Mirah mempunyai tingkatan Ilmu tidak kurang dari beberapa orang perwira yang ada di barak itu. Tetapi apakah hal itu akan menjamin keberhasilan tugasnya.
Ketiga orang itupun telah diterima dalam sebuah ruang yang khusus. Dengan sikap seorang yang diserahi tanggung jawab. meskipun untuk sementara atas pasukan khusus itu. maka sikap Ki Lurahpun mantap menghadapi kehadiran Sekar Mirah.
Sekar Mirah agak terkejut melihat sikap Ki Lurah Branjangan dengan para perwira. Ia pernah mengenal Ki Lurah. Dalam sikap sehari-hari Ki Lurah Branjangan ternyata berbeda dengan sikap resminya sebagai seorang Senapati.
Beberapa saat lamanya mereka berbincang-bincang di ruang itu. Beberapa pertanyaan ditujukan kepada Sekar Mirah. Dari pertanyaan yang wajar sampai ke pertanyaan yang terasa agak keras dan bahkan kurang meyakini kemampuannya.
Sekar Mirah hampir tidak dapat bersabar menghadapi sikap yang demikian. Namun mengingat keinginannya untuk terlibat dalam tugas di barak itu. Sekar Mirah masih berusaha untuk menahan diri.
Tetapi ia berkata didalam hatinya. "Jika saja Ki Lurah ini mau menjajagi ilmuku, ia dapat melakukannya sendiri atau seorang Senapatinya yang paling baik."
Tetapi akhirnya Ki Lurah itu berkata, "Baiklah Agung Sedayu. Kau dapat memperkenalkan Sekar Mirah pada tugasnya. Seperti yang sudah aku katakan. bahwa Sekar Mirah akan bertugas bersamamu pada sekelompok besar yang sudah aku tentukan, yang terdiri dari beberapa kelompok yang lebih kecil. Kau persiapkan mereka dengan baik. Kemudian pada saatnya, akan terjadi putaran tugas, sehingga setiap kelompok akan mendapatkan latihan-latihan dan bimbingan yang merata dalam berbagai segi kemampuan yang diperlukan."
"Baiklah Ki Lurah," jawab Agung Sedayu, "biarlah Sekar Mirah memperkenalkan diri hari ini dengan tugas yang harus dilakukannya disini."
Demikianlah, maka Sekar Mirahpun kemudian mengikuti Agung Sedayu meninggalkan ruang itu. Sementara Ki Waskita masih tetap berada di dalamnya bersama Ki Lurah Branjangan dengan beberapa orang perwira.
"Isterl Agung Sedayu memang memiliki kemauan yang membara didalam hatinya untuk berbuat sesuatu," berkata Ki Waskita.
Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Katanya, "Sebenarnya aku mempunyai beberapa keberatan Ki Waskita."
"Aku tahu. Tetapi Ki Lurah merasa segan menolaknya karena Agung Sedayu yang sangat diperlukan disini. Meskipun pada saat-saat tertentu Raden Sutawijaya sendiri berada didalam barak ini. sehingga tanpa Agung Sedayupun agaknya pasukan ini tidak akan mengalami kemunduran yang berarti."
"Bukan begitu Ki Waskita," jawab Ki Lurah, "kami benar-benar memerlukan Agung Sedayu. Bagaimanapun juga, kami masih berharap bahwa Agung Sedayu berada benar-benar didalam lingkungan pasukan ini."
Ki Waskita menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian, "Tetapi lepas dari gambaran yang kurang baik terhadap kehadiran Sekar Mirah, aku dapat memberikan sedikit keterangan tentang perempuan itu, ia memiliki Ilmu yang cukup tinggi yang diwarisinya dari Ki Sumangkar."
"Ya," jawab Ki Lurah, "kami mengerti. Tetapi kamipun tidak dapat menutup pengertian kami bahwa ia adalah seorang perempuan muda yang cantik. Tetapi mudah-mudahan tidak timbul persoalan-persoalan yang tidak diharapkan. Mungkin pada suatu hari aku akan dipanggil oleh Senapati Ing Ngalaga untuk mempertanggung jawabkan kehadiran Sekar Mirah di barak ini."
"Jika diperlukan, aku dapat membantu Ki Lurah. Agaknya Raden Sutawijayapun akan dapat mendengarkan keterangan-keterangan yang kita berikan tentang perempuan itu dalam hubungannya dengan diri dan tugas Agung Sedayu disini," berkata Ki Waskita kemudian.
"Baiklah Ki Waskita. Aku tahu, seperti Kiai Gringsing. maka setiap pendapat Ki Waskita akan didengar oleh Raden Sutawijaya," jawab Ki Lurah kemudian.
Dalam pada itu. Agung Sedayu dan Sekar Mirah telah menuju ketempat tugas mereka. Sebagaimana tugas yang berbeda-beda dari beberapa orang yang memberikan bimbingan kepada anak-anak muda didalam barak itu, maka tempat bagi merekapun telah terbagi. Beberapa bagian dari lapangan yang tersedia disekitar barak itu telah dilengkapi dengan peralatan yang diperlukan untuk latihan, sesuai dengan jenisnya masing-masing.
Ketika Agung Sedayu dan Sekar Mirah hadir di tempat latihan yang tersedia, maka sekelompok diantara pasukan khusus itu sudah menunggu. Kelompok yang masih dibagi dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil, yang dipimpin oleh anak-anak muda yang pada permulaan pembentukan pasukan itu hadir mendahului kawan-kawannya.
Kehadiran Agung Sedayu dan Sekar Mirah memang menarik perhatian. Anak-anak muda yang berasal dari Sangkal Putung, yang banyak terdapat diantara anak-anak muda di dalam kelompak yang besar itu menjadi berdebar-debar. Mereka sudah mengetahui bahwa Sekar Mirah telah kawin dengan Agung Sedayu. Merekapun telah mengetahui bahwa Sekar Mirah adalah murid Ki Sumangkar yang telah tidak ada. Namun demikian bahwa Sekar Mirah itu hadir di tempat latihan itu, agaknya memang sangat menarik perhatian.
Bahkan anak-anak muda yang berasal dari tempat lain, juga anak-anak muda yang berasal dari Tanah Perdikan Menoreh yang sudah mengenal Sekar Mirah itu pula, sempat tersenyum dan saling berbisik melihat perempuan cantik itu.
Namun anak-anak muda Sangkal Putung yang ada diantara mereka berusaha untuk memberikan penjelasan, bahwa Sekar Mirah memiliki kemampuan ilmu yang tinggi.
Dalam pada itu. maka Agung Sedayu dan Sekar Mirah itu. langsung menuju ke tempat anak-anak muda itu menunggu. Betapapun juga Agung Sedayu melihat, senyum yang tertahan disetiap bibir para pengawal khusus itu. Terutama yang tidak berasal dari Sangkal Putung yang ada diantara mereka.
Tetapi Agung Sedayu tidak menghiraukannya iapun kemudian berdiri dihadapan pengawal khusus yang sedang berbaris menunggunya.
Dengan singkat Agung Sedayupun memberikan penjelasan, karena ia menghadapi kelompok yang baru disusun. Meskipun kelompok-kelompok kecil didalam kelompok-kelompok itu adalah kelompok yang sudah ada. tetapi dalam keseluruhan. kelompok yang besar itu adalah sebuah kelompok yang baru.
"Perubahan susunan seperti ini perlu," berkata Agung Sedayu, "kita. akan mendapatkan suasana baru. Kita akan mendapatkan bentuk latihan yang semakin meningkat dari susunan kelompok yang berbeda. Tetapi aku yakin, bahwa kemampuan kalian secara pribadi, sebagaimana menjadi tugasku untuk meningkatkannya, pada umumnya adalah rata-rata.
Anak-anak muda yang tergabung dalam pasukan khusus itu mendengarkan dengan saksama. Tetapi sebelum dari mereka tidak dapat melepaskan tatapan mata mereka kepada Sekar Mirah yang berdiri disamping Agung Sedayu.
Sementara itu Agung Sedayu meneruskannya, "Perubahan-perubahan susunan kelompok yang besar seperti ini telah beberapa kali diselenggarakan. Maksudnya untuk mendapatkan kesegaran baru dan membaurkan setiap lingkungan dalam peningkatan Ilmu. Pada saat ini dan seterusnya sampai terdapat perombakan dari susunan baru. maka aku dan istriku akan memberikan bimbingan dalam olah kanuragan secara pribadi disamping bimbingan-bimbingan yang akan kalian terima dari para perwira dan Senopati.
Demikianlah, maka Agung Sedayupun mulai menyusun bagian-bagian yang lebih kecil dari pasukan yang diserahkan kepadanya untuk beberapa waktu, sebelum terjadi putaran berikutnya.
Para pemimpin kelompok akan memberikan latihan kepada anggauta kelompoknya dibawah pengawasan Agung Sedayu dan Sekar Mirah. Para pemimpin kelompok adalah mereka yang pernah berada di barak itu mendahului kawan-kawannya dan mendapatkan tempaan khusus untuk mempersiapkan mereka menjadi pemimpin di lingkungan pasukan khusus itu.
Untuk beberapa saat Agung Sedayu dan Sekar Mirah mengamati latihan yang diberikan oleh para pemimpin kelompok itu untuk mencari sandaran permulaan dari latihan-latihan yang akan diberikan oleh Agung Sedayu.
Berbeda dengan latihan-latihan dalam segi yang lain. maka tugas Agung Sedayu adalah menilik kemampuan anak-anak muda itu secara pribadi, sehingga dalam waktu tertentu, anak-anak muda yang diserahkan kepada Agung Sedayu memang tidak sebanyak yang diserahkan kepada para pembimbing yang lain.
Setelah melihat tataran kemampuan anak-anak muda itu. maka mulailah Agung Sedayu membuat ancang-ancang. Sementara ia minta Sekar Mirah untuk memperhatikannya apa yang dilakukannya pada hari itu.
Pada hari yang pertama Agung Sedayu tidak memberikan latihan yang langsung melibatkan anak-anak muda itu dalam kemampuan olah kanuragan. Tetapi Agung Sedayu memerintahkan mereka untuk melatih ketrampilan kaki mereka. Berturut-turut mereka harus meniti patok-patok batang kelapa yang ditanam setinggi orang dewasa pada jarak lebih dari selangkah. Anak-anak muda itu harus berlari berurutan untuk kemudian meniti patok-patok yang dimulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Setinggi tubuh orang dewasa yang berjajar beberapa puluh langkah.
Latihan seperti itu telah sering dilakukannya. Kecuali untuk meningkatkan kekuatan dan ketrampilan kaki. justru untuk meningkatkan keseimbangan anak-anak muda itu.
"Hanya itu," bisik Sekar Mirah.
"Tenlu tidak, " jawab Agung Sedayu.
Apakah kepada mereka tidak diberikan tuntunan peningkatan unsur-unsur gerak dalam olah kanuragan yang sederhana. Dalam benturan di medan, hal itu tentu. akan sangat bermanfaat," berkata Sekar Mirah.
"Tentu. Mereka sudah sampai satu tingkatan tertentu itu yang cukup mantap. Kau lihat bagaimana mereka bertempur di tepian ?" bertanya Agung Sedayu.
Buku 158 SEKAR MIRAH mengangguk-angguk. Iapun melihat meskipun sekilas. bagaimana tukang-tukang satang yang ternyata adalah anak-anak muda dari barak itu. menghadapi lawan-lawannya.
Namun sebagaimana juga dikatakan oleh Agung Sedayu. bahwa kemampuan mereka masih belum setingkat dengan lawan-lawan mereka. Karena menurut Agung Sedayu. Ki Tumenggung Prabadaru juga hadir di pertempuran itu. maka kemungkinan terbesar dari antara lawan mereka terdapat para prajurit dari pasukan khusus di Pajang. Sehingga dengan demikian dapat diambil kesimpulan. bahwa pasukan khusus di Pajang masih selapis lebih baik dari pasukan khusus yang disusun di Tanah Perdikan Menoreh itu.
Dalam pada itu. karena agaknya Sekar Mirah masih termangu-mangu. Agung Sedayu menjelaskan, "Sekar Mirah untuk memberikan bimbingan kepada sekelompok pengawal memang agak berbeda dengan menempa satu atau dua orang murid. Kiai Gringsing misalnya atau Ki Sumangkar. Dengan segenap perhatiannya atas murid-muridnya secara pribadi, mereka dapat menempa muridnya itu. Tetapi agak berbeda dengan memberikan latihan kepada orang yang jumlahnya terlalu banyak seperti yang akan kau hadapi sekarang ini."
Sekar Mirah mengangguk-angguk ia mengerti, bahwa menghadapi para pengawal memang diperlukan satu cara yang berbeda dengan sekedar menghadapi dua atau tiga orang murid.
Dalam pada itu. maka latihan-latihan sebagai ancang-ancang itu telah dilakukan dengan baik. Sejenak Agung Sedayu memberikan mereka kesempatan untuk beristirahat. sambil menunjuk satu diantara kelompok-kelompok kecil itu untuk menerima langsung latihan-latihan yang akan diberikan.
Seperti biasanya Agung Sedayu memang menunjuk satu kelompok diantara kelompok yang besar itu berganti-ganti. Dengan jumlah yang kecil, maka Agung Sedayu akan dapat memberikan latihan-latihan yang lebih terperinci, sementara kelompok-kelompok yang lain akan menyaksikan latihan-Latihan itu dengan memutari arena.
Demikianlah. Sekar Mirah telah melihat, bagaimana Agung Sedayu membimbing para pengawal dari pasukan khusus itu. Cara yang ditempuh oleh Agung Sedayu memang mungkin tidak sama dengan cara yang ditempuh oleh para pelatih yang lain. Tetapi menurut Agung Sedayu. cara itulah yang paling baik yang dapat ditempuhnya. Sementara dalam waktu-waktu khusus Agung Sedayu masih juga memberikan latihan-latihan tersendiri kepada para pemimpin kelompok yang terdiri dari anak-anak muda yang mendahului memasuki barak itu sebelum kawan-kawannya yang lain datang. Mereka sudah mempunyai bekal melampaui kawan-kawannya. Namun sebagaimana dipesankan oleh Raden Sutawijaya. bahwa mereka harus selalu ditingkalkan. sehingga para pemimpin kelompok itu akan tetap memiliki kelebihan dari kawan kawannya. yang akan dapat menunjang kewibawaan kepemimpinannya
Pada hari pertama. Sekar Mirah tidak berbuat sesuatu. Ia hanya menyaksikan apa yang dilakukan oleh Agung Sedayu. Dengan demikian ia sudah memiliki gambaran, apa yang dapat dilakukannya jika itu pada suatu saat benar-benar harus tampil.
Namun dalam pada itu. sebenarnyalah telah terjadi satu persoalan yang sudah diduga sebelumnya. Beberapa orang anak muda mulai membicarakan perempuan cantik. isteri Agung sedayu itu. Meskipun mereka tidak ingin berbuat sesuatu. karena mereka mengerti bahwa Agung Sedayu adalah orang yang luar biasa. namun mereka tidak dapat mengelakkan diri dan perhatian mereka terhadap perempuan itu. Terutama anak-anak muda yang bukan dari Sangkal Putung. Karena bagaimanapun juga Ki Lurah Branjangan memilih, maka disetiap kelompok tidak ada yang utuh terdiri dari anak-anak muda yang berasal dari satu daerah.
Anak-anak muda Sangkal Putung sendiri tidak senang mendengar kelakar yang dapat membuat telinga mereka panas. Namun beberapa orang diantara mereka telah berbicara yang satu dengan yang lain tentang Sekar Mirah.
"Aku tidak sependapat bahwa Sekar Mirah ikut serta memberikan latihan-latihan kanuragan di barak ini," berkata salah seorang diantara anak-anak muda Sangkal Putung itu.
"Ya," desis yang lain, "kehadirannya dapat menimbulkan sikap yang menyakitkan hati. Aku sebenarnya kurang dapat menahan diri mendengar gurau yang kurang mapan itu."
"Agaknya karena kita mengenal siapakah Sekar Mirah itu," sahut yang lain lagi, "bagi kami. Sekar Mirah adalah anak pimpinan tertinggi dari Kademangan kami."
Anak-anak Sangkal Putung itu mengangguk-angguk. Sebenarnya mereka sependapat. Tetapi mereka tidak dapat menyampaikannya kepada Agung Sedayu, apalagi kepada Sekar Mirah sendiri. karena merekapun mengenal, siapakah Sekar Mirah itu dengan segala sifat dan sikapnya.
Yang lebih menyakitkan bagi anak-anak muda Sangkal Putung itu adalah anggapan, bahwa sebenarnya Sekar Mirah tidak akan dapat berbuat banyak. Kehadirannya semata-mata tergantung sekali dengan kebesaran nama Agung Sedayu.
Sekali-sekali anak-anak muda Sangkal Putung itu juga berusaha untuk menjelaskan. bahwa Sekar Mirah adalah murid Ki Sumangkar. Bahkan anak-anak yang berasal dari Tanah Perdikan Menoreh, yang juga sudah mengetahui serba sedikit tentang Sekar Mirah yang memiliki kemampuan olah kanuragan seperti Pandan Wangi serta mereka yang kebetulan menyaksikan Sekar Mirah bertempur ditepian. sudah berusaha untuk meyakinkan mereka tentang kemampuan Sekar Mirah. Namun agaknya masih ada juga diantara anak-anak muda itu yang kurang mempercayainya. Bahkan ada yang beranggapan bahwa anak-anak Sangkal Putung itu hanya sekedar ingin menunjukkan salah seorang perempuan yang aneh dari Kademangan mereka.
"Nampaknya mereka diperlukan pembuktian seperti saat pasukan ini pertama kali dibentuk," berkata seorang anak muda Sangkal Putung yang menjadi pemimpin sebuah kelompok. Lalu, "Pada saat itu seorang diantara kita yang ditempa disini meragukan kemampuan Agung Sedayu. Sehingga akhirnya Agung Sedayu harus membuktikannya."
Ternyata bahwa hal yang serupa telah dirasakan pula oleh Sekar Mirah. Meskipun ia diam saja dan seolah-olah tidak melihat sikap beberapa orang anak muda. namun Sekar Mirah sebenarnya melihat, bagaimana satu dua orang memandanginya dengan tatapan mata yang kurang sewajarnya.
Demikianlah ketika keduanya pulang dari barak, menjelang matahari semakin rendah diatas bukit. Sekar Mirah berkata kepada suaminya, "Kau lihat sikap-sikap yang aneh itu kakang?"
"Ya," jawab Agung Sedayu singkat, "Hal seperti itulah yang sudah kami bicarakan."
"Kami siapa?" bertanya Sekar Mirah.
"Aku. Ki Gede Menoreh. Ki Waskita dan Ki Lurah Branjangan serta para perwira Mataram di barak itu," jawab Agung Sedayu.
"O, mereka juga meragukan kemampuanku?" bertanya Sekar Mirah.
"Tidak. Bukan kemampuanmu. Tetapi kemungkinan timbulnya sikap itu. Bukankah aku sudah pernah menyinggungnya?" bertanya Agung Sedayu.
Sekar Mirah mengangguk-angguk. Dipandanginya sawah yang luas terhampar dihadapannya. Sawah yang hijau segar parit-parit yang mengalir ternyata telah dapat menjangkau sampai kotak sawah yang paling dekat dengan kaki bukit.
Namun ternyata jawab Sekar Mirah mendebarkan jantung Agung Sedayu, "Bukankah hal itu wajar kakang " Anak-anak muda itu tentu merasa aneh bahwa seorang perempuan yang sebaya dengan mereka telah hadir di barak pengawal khusus. Tidak sebagai juru masak, tetapi hadir untuk memberikan bimbingan dan latihan kanuragan."
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Ya. Hal itu memang agak aneh."
"Tetapi jika hal seperti ini sudah terbiasa, maka tentu bukan merupakan satu keanehan lagi," jawab Sekar Mirah. Namun tiba-tiba Sekar Mirah itu bertanya, "Atau mungkin mereka meragukan kemampuanku?"
Agung Sedayu tidak segera menjawab. ia teringat pada saat-saat ia berhadapan dengan anak-anak muda itu iapun harus membuktikan bahwa ia memang mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dari anak-anak itu.
"Memang ada dua kemungkinan," berkata Agung Sedayu didalam hatinya, "mungkin mereka menganggap bahwa Sekar Mirah sebagai seorang perempuan tentu kurang memiliki bekal untuk ikut serta menempa anak-anak muda itu. Tetapi mungkin juga. justru karena Sekar Mirah adalah seorang perempuan yang masih muda. Hampir sebaya dengan anak-anak yang berada didalam barak itu."
Namun tiba-tiba Agung Sedayupun berpikir mungkin ada baiknya bagi Sekar Mirah untuk menunjukkan kemampuannya. Baik bagi mereka yang meragukan, maupun yang melihatnya sebagai perempuan cantik. Jika mereka sudah melihat kemampuan Sekar Mirah yang sebenarnya, maka mereka akan menjadi segan terhadapnya.
Tetapi Agung Sedayu tidak segera mengatakannya.
Mungkin jika tidak dipaksa oleh keadaan. Agung Sedayu tidak akan berbuat demikian bagi kepentingan sendiri saat ia memasuki barak itu. Tetapi justru karena sikap anak-anak muda itu terhadap Sekar Mirah, maka niat untuk memberikan bukti kemampuan isterinya itu tumbuh didalam hatinya.
Dalam pada itu. kedua orang suami isteri muda itu masih berjalan menyusuri jalan-jalan bulak menuju keinduk padukuhan. Mereka sengaja tidak melangkah dengan cepat, meskipun matahari menjadi semakin rendah. Rasa-rasanya langkah-langkah mereka dalam silirnya angin di sore hari terasa segar sekali.
Sekali-sekali Agung Sedayu harus menjawab sapa seorang petani yang kebetulan bekerja di sawah. Mereka mengenal Agung Sedayu dengan baik sebagaimana mereka mengenal anak-anak Tanah Perdikan itu sendiri.
Langkah Agung Sedayu dan Sekar Mirah tertegun ketika mereka bertemu dengan tiga orang anak muda yang memanggul cangkulnya meloncati parit dipinggir jalan. langsung menunggu Agung Sedayu dan Sekar Mirah lewat.
"He," berkata salah seorang anak muda itu, "kau jarang sekali nampak di gardu di malam hari sekarang Agung Sedayu."
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Sementara seorang yang lainpun menyambung, "Ada perubahan pada dirimu Agung Sedayu. Apakah gardu-gardu itu tidak menarik lagi di malam hari?"
Ketiga onak muda itu tertawa. Agung Sedayupun kemudian tersenyum pula. Tetapi Sekar Mirah menundukkan kepalanya meskipun ia juga menahan senyum.
"Tugasku di barak semakin bertaMbah," berkata Agung Sedayu, "aku merasa terlalu letih akhir-akhir ini. Tetapi itu tidak akan lama. Beberapa hari lagi, aku akan berada di gardu di malam hari."
"Jangan," desis anak muda yang bertubuh tinggi, "kau masih mempunyai banyak waktu. Gardu-gardu itu tidak akan lari. Gardu-gardu itu akan menunggu."
Agung Sedayu tertawa sebagaimana anak-anak muda itu. sementara Sekar Mirah melemparkan pandangan matanya membentur pegunungan yang menjadi pudar karena matahari mulai bertengger diujung pepohonan diatas bukit.
"Sudahlah," berkata salah seorang dari anak-anak muda itu, "kami akan beristirahat. Malam nanti aku meronda di padukuhan Induk. Bukankah kau juga akan beristirahat setelah hampir sehari penuh berada di barak?"
"He. aku tidak mengerti," sahut Agung Sedayu.
"Bukankah kau berada di barak sehari penuh" Dan itu tentu sangat melelahkan. Kau memerlukan waktu untuk beristirahat," yang lain menjelaskan.
"Aku dapat beristirahat semalam penuh," jawab Agung Sedayu.
Anak-anak muda itupun tertawa. Katanya, "Baiklah. Kita akan bersama-sama beristirahat."
"Kita pulang bersama-sama," berkata Agung Sedayu kemudian.
"Kami akan mengambil jalan pintas lewat pematang," jawab salah seorang.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia mengerti, bahwa anak-anak muda itu tentu segan berjalan bersamanya, karena ia justru bersama Sekar Mirah.


07 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena itu, maka Agung Sedayupun berkata, "Baiklah. Silahkan. Aku akan berjalan menyusuri jalan ini. Perlahan-lahan. Mungkin kalian tidak akan telaten berjalan bersama kami."
Anak-anak muda itu tersenyum. Merekapun kemudian minta diri dan kemudian meloncati parit di pinggir jalan, dan maniti pematang di bulak panjang.
Agung Sedayu dan Sekar Mirah memang menyusuri jalan itu perlahan-lahan. Banyak yang mereka bicarakan disepanjang jalan tentang barak dan penghuninya.
Akhirnya Sekar Mirah berkata, "Aku harus membuktikan kepada anak-anak muda itu bahwa aku memang berhak untuk hadir di barak itu sebagai pelatih mereka."
Apa yang akan kau lakukan?" bertanya Agung Sedayu.
"Menunjukkan kepada mereka, bahwa aku mampu melakukan apa yang tidak mampu mereka lakukan," jawab Sekar Mirah.
"Aku kira hal itu tidak perlu dilakukan secara khusus," berkata Agung Sedayu, "pada suatu saat mereka akan menyadari bahwa kau memang memiliki kemampuan yang diperlukan untuk memberikan bimbingan kepada mereka."
"Tetapi hal yang demikian itu akan membuang waktu yang lama. Waktu yang tersia-sia. Jika aku menempuh jalan yang pendek, maka mereka akan segera menyadari kesalahan penilaian mereka," berkata Sekar Mirah.
"Mungkin mereka tidak meragukan kemampuanmu," jawab Agung Sedayu, "Tetapi kehadiranmu di barak itu."
"Hal itupun akan dapat dihentikan dengan meyakinkan kepada mereka, bahwa mereka tidak berhak berbuat demikian. Jika mereka melihat bahwa aku memang pantas untuk mereka hormati, maka dengan sendirinya mereka akan menaruh hormat kepadaku," berkata Sekar Mirah kemudian.
Agung Sedayu termangu-mangu ia mengerti, bahwa cara itu memang dapat ditempuh. Tetapi cara itu kurang sesuai dengan perasaannya. Namun demikian. Agung Sedayu tidak dengan segera dapat menolak pendapat itu ia melihat kebenarannya. Tetapi ia merasa kurang dapat untuk melaksanakannya.
Sejenak keduanya saling berdiam diri. Keduanya berjalan disilirnya angin pegunungan. Matahari sudah menjadi semakin rendah. Namun cahayanya masih tersangkut di bibir mega. Kemerah-merahan.
Agung Sedayu dan Sekar Mirah sama sekali tidak menjadi tergesa-gesa. Keduanya masih saja berjalan dengan langkah-langkah lamban. Meskipun langit kemudian menjadi semakin suram."
Mereka memasuki padukuhan induk. setelah lampu-lampu disetiap rumah mulai dinyalakan. Beberapa buah pintu rumah masih nampak terbuka. Namun sebagian dari pintu-pintu rumah itu sudah tertutup.
Jalan-jalanpun menjadi sepi. sementara gardu-gardu masih belum terisi. Anak-anak muda sabagian baru saja pulang dari sawah. Mereka masih harus mandi dan kemudian makan sebelum mereka pergi ke gardu.
Ketika Sekar Mirah dan Agung Sedayu memasusi halaman rumahnya, maka malampun menjdi semakin gelap. Sebelum mereka membuka pintu. Agung Sedayu telah mengambil batu thithikan dari kantong ikat pinggangnya. Kemudian dengan thithikan itu iapun telah membuat api.
Sekar Mirah yang mengambil segenggam belarak kering dan kemudian ditelakkan sejumput emput gelugut aren pada ujungnya. Sambil menghembus amput aren itu. Sekar Mirah menunggu Agung Sedayu yang mengambil oncor disudut rumahnya. Oncor yang terbuat dari biji jarak kepyar.
Sejenak kemudian. maka Sekar Mirahpun telah berhasil menyalakan segenggam blaraknya. Dengan api belarak itu. Agung Sedayu menyalakan oncor jaraknya.
Baru kemudian keduanya masuk kedalam rumahnya. Yang pertama-tama mereka lakukan adalah menyalakan lampu-lampu minyak diruangan-ruangan rumah mereka.
"Anak itu tentu baru pulang," desis Sekar Mirah.
"Ya. Biarlah ia pulang. Nanti ia akan datang sebelum anak-anak keluar ke gardu-gardu," berkata Agung Sedayu.
Tetapi Sekar Mirah menjadi tidak begitu senang. Pembantunya terlalu sering meninggalkan rumahnya pulang kepada orang tuanya tanpa mengenal waktu. Kapan saja ia ingin pulang, maka iapun pulang.
"Ia masih terlalu kanak-kanak," berkata Agung Sedayu, "jika ia sudah terbiasa terpisah dari orang tuanya. maka ia akan tidak terlalu sering pulang."
Sebenarnyalah seorang laki-laki yang masih terlalu muda telah datang justru setelah semua lampu dinyalakan. Ada niat Sekar Mirah memarahinya. Tetapi agaknya Agung Sedayu tidak sependapat. Bahkan Agung Sedayu bertanya dengan lunak, "Kau baru saja pulang Sukra?"
"Ya kakang," jawab anak itu, "aku mengambil gasing kayu sawo. Sore tadi gasinganku pecah, ketika aku bermain pathon."
Sekar Mirah menarik nafas dalam-dalam. Tetapi Agung Sedayu berdesis ketika Sukra telah pergi ke belakang, "Anak-anak sebayanya memang senang bermain gasing di halaman sebelah. Aku tidak sampai hati melarangnya.
"Tetapi ia harus berlatih mengerjakan pekerjaannya dirumah ini," berkata Sekar Mirah.
"Ya. Ia sudah mulai melakukannya meskipun belum mapan." jawab Agung Sedayu. Lalu tiba-tiba saja ia berkata, "Seandainya anak itu mempunyai kawan disini. mungkin ia akan kerasan tinggal dirumah."
"Siapa?" bertanya Sekar Mirah.
"Aka berpikir untuk membawa Glagah Putih kerumah ini," jawab Agung Sedayu.
Sekar Mirah merenung sejenak. Tiba-tiba ia berkata, "Aku sependapat Glagah Putih adalah seorang anak yang rajin, cerdas dan memiliki banyak kelebihan. Tetapi ia terlalu besar bagi Sukra."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Memang Glagah Putih agak lebih tua dari Sukra, anak tetangga yang ikut pada keluarga baru itu. Tetapi jika Glagah Putih berada di Tanah Perdikan Menoreh, bukan berarti bahwa ia hanya akan mengawani Sukra. anak tetangga Agung Sedayu itu.
Setelah mereka membersihkan diri, mandi dan kemudian makan malam, maka pembicaraan tentang kemungkinan untuk mengambil Glagah Putih itupun di lanjutkan.
"Ambillah anak itu kakang," berkata Sekar Mirah, "semakin cepat semakin baik. Menilik kemampuannya ketika ia berada di tepian. maka ia sudah bukan anak-anak lagi. Ia memiliki kemampuan yang mengejutkan dibanding dengan anak-anak muda sebayanya. Bahkan anak-anak dari antara mereka yang berada di barak itupun tidak akan dapat menyamainya.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya, "itulah. Jika ia berada bersama kita. maka ia akan dapat mengembangkan ilmunya. Mudah mudahan bermanfaat bagi masa depannya dan bagi lingkungannya. Apalagi bagi tanah tercinta ini."
"Ambillah kakang. Kau akan dapat minta waktu untuk pergi ke Jati Anom. Aku akan menyertaimu." berkata Sekar Mirah.
"Tetapi tentu tidak segera Sekar Mirah. Baru beberapa hari ini aku memasuki tugasku, setelah aku mendapat waktu beberapa lama meninggalkan barak," jawab Agung Sedayu.
"Aku sudah rindu Sangkal Putung," desis Sekar Mirah.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam ia mengerti. bahwa Sekar Mirah tentu sudah rindu kepada orang tuanya, kepada saudaranya dan kepada kawan-kawannya bermain. Berbeda dengan Agung Sedayu yang sudah terpisah dari keluarganya sejak masa mudanya. Namun sudah tentu bahwa Agung Sedayu tidak dapat dalam waktu dekat minta ijin lagi untuk meninggalkan barak. Meskipun ia dapat berbuat demikian tanpa ada yang dapat menghalangi. tetapi ia sendiri merasa segan. untuk melakukannya.
Namun dalam pada itu. Agung Sedayupun menjawab, "Sekar Mirah. Aku mengerti bahwa kau tentu merindukan keluargamu. karena kau jarang sekali berpisah untuk waktu yang lama. Tetapi kau harus melatih berbuat demikian. Akhirnya kau akan terbiasa."
Sekar Mirah mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah kakang. Aku akan mencobanya. Aku akan berusaha meyakinkan diriku sendiri, bahwa aku tidak boleh terikat kepada kerinduan seperti itu. Meskipun demikian sebenarnya aku ingin mengatakan. bahwa Glagah Putih secepatnya dapat kau ambil dan seterusnya tinggal bersama kita disini. Kita akan lebih tenang meninggalkan rumah kita. Dan kitapun akan merasa mempunyai satu kewajiban terhadap keluarga kita. Karena dengan hadirnya Glagah Putih kita akan terpaksa berbuat sesuatu sebagaimana sebuah keluarga. Jika kita hanya berdua saja. maka kita akan kurang memperhatikan keadaan rumah tangga ini. karena kita akan sering pergi berdua disiang hari."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Namun sesuatu telah menyentuh perasaannya. Sekar Mirah terlalu yakin, bahwa ia akan menjadi salah seorang diantara para pelatih di barak itu.
Ketika malam kemudian menjadi semakin dalam, maka keduanyapun mulai dihinggapi oleh perasaan mengantuk. Lamat-lamat dikejauhan terdengar suara kentongan. Tetapi tidak seperti biasanya. Agung Sedayu malam itu tidak pergi ke gardu, sebagaimana dilakukan sejak ia kembali dari saat-saat perkawinannya.
"Anak-anak muda itu menunggu kehadiranmu," desis Sekar Mirah.
Sambil menarik nafas dalam-dalam Agung Sedayu berkata, "Morekapun harus belajar berbuat sendiri. Biarlah di saat lain aku akan berada di gardu-gardu itu lagi."
Demikianlah ketika matahari mulai membayang seperti biasanya Agung Sedayu dan Sekar Mirahpun telah bangun. Adalah kebiasaan Agung Sedayu sejak ia berada di padepokannya ia sendiri turun kehalaman dan membersihkannya dengan sapu lidi.
"Lihat aku," berkata Agung Sedayu kepada sukra, "lakukanlah sambil berjalan mundur. Bekas sapu lidimu akan nampak bersih. Telapak kakimu tidak akan membekas sama sekali."
Sukra memperhatikan cara yang ditempuh oleh Agung Sedayu. Kemudian iapun mencoba menirukannya.
Agung Sedayu memperhatikan anak itu dengan saksama. Dengan cepat anak itu mengerti yang dimaksudkannya dan langsung melakukannya.
Agung Sedayu teringat kepada Glagah Putih. Pada saat-saat permulaan ia membimbingnya dalam olah kanuragan. maka ia melatih anak itu membuat ikatan-ikatan bagi dirinya sendiri. Ternyata kemudian bahwa Glagah Putih dalam waktu yang terhitung singkat, telah menguasai ilmu kanuragan dari cabang Ilmu Ki Sadewa.
Anak yang bernama Sukra itupun telah menunjukkan suatu sikap yang nampaknya cukup mapan menurut tingkat umur dan kemampuan yang ada padanya.
"Tangannya trampil," berkata Agung Sedayu kepada diri sendiri.
Demikianlah Sukra telah membersihkan halaman dan kebun disekitar rumah Agung Sedayu, bersama Agung Sedayu sendiri, sementara Sekar Mirah membersihkan bagian dalam rumahnya sambil menjerang air di dapur dan merebus jagung muda.
Agung Sedayu sendiri hari itu tidak terlalu tergesa-gesa pergi ke barak, ia tidak mulai dengan latihan-latihan terlalu pagi.
Baru setelah matahari memanjat langit bersama dengan Sekar Mirah iapun pergi ke barak pasukan khusus yang disusun oleh Mataram itu.
Seperti di hari sebelumnya, maka masih saja ada beberapa orang anak-anak muda yang memandang Sekar Mirah dengan cara yang tidak sewajarnya. Namun Sekar Mirah berusaha menahan diri. Meskipun sebenarnya ia mempunyai satu keinginan untuk menunjukkan kemampuannya kepada anak-anak muda itu. agar dengan demikian, mereka menjadi yakin, dengan siapa mereka berhadapan.
Namun Sekar Mirah masih belum menemukan cara yang baik untuk melakukan niatnya.
Justru karena itu. ketika mereka barjalan pulang. Sekar Mirah berkata kepada Agung Sedayu, "Kakang, apakah kau dapat menyetujui pendapatku yang barangkali akan dapat menghentikan mereka."
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Namun dengan jantung yang berdebaran ia bertanya juga, "Apakah pendapatmu itu?"
Sekar Mirah menarik nafas dalam dalam. Kemudian katanya, "Berilah mereka satu latihan pada tataran baru yang sulit. Jika tidak seorangpun yang dapat melakukannya, maka biarlah aku melakukan hal itu."
Agung Sedayu tertegun sejenak, sehingga langkahnya justru terhenti.
Sekar Mirahpun ikut berhenti pula. Dipandanginya wajah Agung Sedayu. Tetapi Sekar Mirah tidak segera mengerti, apakah tanggapan suaminya atas pendapatnya itu.
Namun kemudian Agung Sedayupun melangkahkan kakinya lagi diikuti oleh Sekar Mirah. Dengan nada datar ia berkata, "Ada juga baiknya."
"Kau setuju?" bertanya Sekar Mirah.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya, "Aku setuju. Besok kita akan membuat satu permainan. Permainan yang tidak merugikan orang lain, tetapi kau berhasil meyakinkan mereka."
"Baiklah kakang. Besok aku akan bersiap. Carilah satu cara yang paling baik untuk menunjukkan kepada mereka, bahwa aku memang memiliki kemampuan yang cukup untuk mengajar mereka berolah kanuragan," jawab Sekar Mirah.
Agung Sedayu sependapat. Tetapi ia kurang mapan mendengar cara Sekar Mirah mengucapkannya. Meskipun demikian Agung Sedayu tidak menegurnya.
Demikianlah. ketika keduanya sudah berada dirumah. serta setelah mereka membersihkan diri dan makan malam, maka kedua orang suami istri itu mulai mencari cara yang paling baik untuk menunjukkan kemampuan Sekar Mirah.
"Yang dilakukan oleh seorang demi seorang," desis Agung Sedayu.
"Ya. sehingga tidak akan menimbulkan kesan kalah dan menang," sahut Sekar Mirah.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Kemudian katanya, "Mirah, aku pernah bermain-main dengan anak-anak muda itu diatas patok-patok batang kelapa untuk meningkatkan keseimbangan mereka. Karena itu. maka aku akan mulai dengan patok-patok yang lebih kecil. Aku akan mulai dengan patok-patok bambu. Jika ada diantara mereka yang mampu melakukannya, maka biarlah kau tidak usah mencobanya, kita akan mencari cara yang lain. suatu latihan yang lebih sulit."
Sekar Mirah mengangguk nngguk. Katanya, "Baiklah kakang, aku tidak akan mengalami kesulitan dengan patok-palok bambu itu."
Demikianlah, maka Agung Sedayu memang sudah berniat untuk melakukannya. Kadang-kadang ia memang merasa aneh. bahwa tiba-tiba saja ia ingin menunjukkan satu kelebihan yang ada pada dirinya. Kelebihan dari kebanyakan orang. bahwa istrinya adalah seorang perempuan yang memiliki kemampuan luar biasa.
"Bukan satu sikap sombong," Agung Sedayu mencoba untuk memantapkan sikapnya, "semata-mata untuk menghindarkan satu anggapan yang kurang baik dari anak-anak muda itu. seolah-olah isteriku bukan orang yang berhak ikut serta membina mereka."
Ketika keduanya di hari berikutnya berada di barak. maka iapun membawa anak-anak muda dari pasukan khusus itu ke lapangan yang lain dan yang biasa mereka pergunakan sebelumnya. Diatas lapangan itu sudah terdapat patok-patok bambu yang tidak terlalu tinggi. Patok-patok itu memang sudah ada sejak anak-anak muda yang mendahului kawan-kawannya berada ditempat itu.
Para pemimpin kelompok yang terdiri dari anak-anak muda yang mendahului kawan-kawannya memasuki barak itu telah pernah melakukan latihan-latihan yang berat diatas patok-patok bambu itu. Sebagian beasr dari mereka telah berhasil mancapai satu tingkat kemampuan yang memungkinkan keseimbangan mereka menjadi semakin mantap.
Karena itu. merekapun segera mengetahui. apa yang akan dilakukan oleh Agung Sedayu.
Namun seorang pemimpin kelompok telah berbisik kepada seorang kawannya. Nampaknya Agung Sedayu agak tergesa-gesa. Latihan-latihan dengan patok patok batang kelapa itupun rasa-rasanya masih belum mulai. Hari ini Agung Sedayu akan mulai dengan patok-patok bambu."
"Agak berbeda dengan pemantapan latihan disaat kita melakukannya," sahut kawannya. Tetapi mungkin ia merupakan satu percobaan dari Agung Sedayu untuk mempercepat peningkatan kemampuan anak-anak itu." Sejenak kemudian, anak-anak muda dari pasukan pengawal itu sudah berada di seputar patok-patok bambu yang tidak terlalu tinggi. tetapi berjajar membujur dalam dua baris yang berjarak selangkah lebih sedikit seperti juga jarak antara patok yang satu dengan patok yang lain disetiap baris.
Kita akan mulai dengan latihan-latihan berikutnya," berkata Agung Sedayu, "kita sudah berlatih dengan patok-patok batang pohon kelapa. Maka sekarang kita akan meningkat pada patok-patok bambu. Tidak banyak bedanya jika keseimbangan kalian telah mantap, maka apakah kalian berada diatas patok-patok batang kelapa, atau patok-patok bambu. tidak akan banyak berbeda. Pada suatu saat kalian akan berlatih berloncatan diatas patok-patok yang lebih kecil lagi sekaligus untuk melatih ketrampilan kaki."
Anak-anak muda dari pasukan khusus itu memandang patok-patok bambu yang berjajar dua baris itu nampaknya memang tidak terlalu banyak berbeda dengan patok-patok batang kelapa.
Sejenak kemudian, maka Agung Sedayupun mulai dengan beberapa petunjuk untuk meniti patok-patok itu dari ujung sampai keujung. Jika orang bersama-sama pada barisan patok-patok yang berjajar dua itu.
Setelah mengatur anak-anak muda itu dalam barisan berjajar dan pula. maka Agung Sedayupun mulai dengan dua orang pertama yang akan meniti patok-patok bambu itu. Berjalan cepat atau berlari.
Beberapa langkah anak-anak muda itu masih mampu menguasai keseimbangan mereka. Naman ternyata bahwa pada suatu saat, keduanya telah mengalami kesulitan untuk mempertahankan keseimbangan mereka, sehingga akhirnya keduanyapun harus meloncat turun.
Demikianlah berturut-turut anak-anak muda itu harus meniti patok-patok bambu itu sambil berjalan atau berjalan cepat.
Tetapi ternyata tidak seorangpun diantara mereka yang dapat menyelesaikan sampai ke patok yang paling akhir. Pada langkah-langkah ketiga dan keempat. keseimbangan mereka mulai goyah.
Kalian harus lebih banyak berlatih," berkata Agung Sedayu, "sebenarnya latihan ini bukan latihan yang berat. Nah kalian akan dapat melihat. bagaimana seharusnya kalian melakukan latihan ini."
Anak-anak muda itu termangu-mangu. Sementara itu Agung Sedayu berkata terus, "Kalian akan melihat, bagaimana seharusnya kalian melakukannya."
Anak-anak muda itupun kemudian melihat. Sekar Mirah berjalan ke ujung patok bambu itu. Dengan pakaian khususnya Sekar Mirah siap untuk melakukannya ia akan memperlihatkan kemampuannya pada satu tingkat lebih baik dari anak-anak muda itu.
"Nah. Lihatlah," berkata Agung Sedayu kemudian, "Sekar Mirah akan melakukannya."
Sekar Mirahpun kemudian meloncat pada patok yang pertama. Kemudian dengan langkah cepat, ia meniti dari patok yang satu ke patok yang lain. Dengan keseimbangan yang mapan, Sekar Mirah akhirnya sampai pada patok yang terakhir.
Tetapi Sekar Mirah tidak segera meloncat turun. Tetapi iapun berputar dan sekali lagi meniti patok-patok itu kearah yang berlawanan, sehingga akhirnya ia sampai patok yang pertama.
Ketika ia meloncat turun, maka anak-anak muda yang menyaksikan itupun bertepuk tangan. Yang mula-mula memulainya adalah anak-anak muda dari Sangkal Putung sendiri.
Namun demikian, ternyata sebagaimana diduga oleh Agung Sedayu, ada saja orang yang tidak mau menerima hal itu tanpa menunjukkan gejolak perasaannya. Seorang anak muda bertubuh tinggi yang kebetulan telah dikirim mendahului kawan-kawannya dari Mangir melangkah maju sambil berkata, "Bukankah latihan-latihan seperti itu pernah kami lakukan sebelum kawan-kawan kami datang kemudian. Latihan yang tidak ada kesulitan apa pun juga itu dapat aku lakukan pada latihanku yang pertama. Aku langsung dapat meniti patok itu saat pertama kali aku naik."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya, "Ya. Baik. Kau memang dapat melakukannya. Aku ingat benar akan hal itu. Tetapi contoh ini diberikan kepada anak-anak muda yang datang kemudian."
"Contoh seperti itu dapat aku lakukan," jawab anak muda bertubuh tinggi itu.
"Bagus," sahut Sekar Mirah, "lakukanlah. Tetapi sudah tentu bahwa kemampuan seseorang mempunyai tataran dan unda usuk. Lakukanlah dengan sebaik-baiknya. Kemudian kita akan melakukan bersama. Mungkin kita akan dapat menunjukkan ketrampilan kaki dan keseimbangan kita masing-masing dengan cara kita masing-masing."
Anak muda bertubuh tinggi itu tersenyum. Namun agaknya ia masih merasa segan terhadap Agung Sedayu. Ketika ia memandanginya dengan tatapan mata yang bimbang, maka Agung Sedayupun mengangguk sambil berkata, "Lakukanlah. Mungkin akan bermanfaat bagi kawan-kawanmu."
Anak muda itupun kemudian melangkah keujung jajaran patok-patok bambu itu. Sejenak ia memandang kawan-kawannya, para pemimpin kelompok-kelompok kecil yang datang bersamanya mendahului kawan-kawannya.
Kemudian. setelah memperhatikan patok-patok itu dengan saksama, maka ia mulai meloncat naik ke atas patok yang pertama. Kemudian iapun langsung meniti patok-patok itu sampai ke patok terakhir. Tetapi seperti yang dilikukan oleh Sekar Mirah, maka ia tidak langsung meloncat turun. Tetapi iapun kemudian berbalik seperti yang dilakukan oleh Sekar Mirah sehingga sampai ke patok yang pertama.
Ketika ia meloncat turun, maka kawan-kawannyapun telah bertepuk tangan pula justru lebih riuh dari yang pertama.
"Ternyata kau mampu juga melakukannya," berkata Sekar Mirah, "tetapi marilah. Kita akan naik bersama-sama. Apakah kau dapat menunjukkan. bahwa kita mempunyai cara berlatih dengan alat ini dengan cara yang lebih baik dari hanya meniti saja."
Agung Sedayu mulai menegang. Kemudian iapun mendekati Sekar Mirah sambil berdesis, "Suduh cukup."
"Belum," jawab Sekar Mirah, "dengan demikian anak-anak itu belum melihat satu tataran yang lebih baik dari mereka sendiri."
Agung Sedayu merasa ragu-ragu juga. sehingga Sekar Mirah mengulangi kata-katanya, "Marilah bersama-sama akan menunjukkan. cara-cara yang lebih baik dari sekedar berlari-lari meniti patok-patok itu."
Anak muda itu sekali lagi memandang Agung Sedayu dan sekali lagi Agung Sedayu mengangguk.
"Silahkan," berkata Sekar Mirah kemudian.
Anak muda bertubuh tinggi itu mengerti, bahwa ia harus melakukan latihan-latihan ketrampilan kaki lebih dari berjalan cepat atau berlari-lari saja diatas patok-patok itu. Tetapi Ia harus menunjukkan kemampuannya bermain-main dengan patok itu.
Anak muda bertubuh tinggi itu merasa. bahwa ia pernah melakukan latihan-latihan yang berat dengan patok-patok seperti itu. Karena itu maka iapun dengan penuh kepercayaan kepada diri sendiri, akan melakukannya.
Sejenak kemudian anak muda itu telah meloncat ke patok yang pertama. Kemudian loncatan-loncatan berikutnya adalah gerak yang tidak saja menunjukkan kemampuan keseimbangannya, tetapi juga kecepatan gerak kakinya, ia meloncat beberapa langkah maju. Kemudian berputar dan meloncat kearah yang berlawanan sekali lagi ia berputar dan dengan cepat ia meniti patok-patok itu hampir sampai ke patok yang terakhir. Tetapi anak muda itu berhenti. Sekali lagi berbalik dan mengulangi langkah-langkahnya yang cepat.
Pada saat itu. maka Sekar Mirahpun telah meloncat pula. ia mengikuti dan menirukan langkah-langkah anak muda bertubuh tinggi itu beberapa lamanya. Jika anak muda itu maju. Sekar Mirahpun meloncat maju. Jika anak muda itu berputar, maka Sekar Mirahpun berputar pula.
"Tidak ada kelebihan apa-apa," berkata anak-anak muda yang memperhatikan keduanya dengan saksama. Apalagi anak-anak muda yang datang mendahului kawan-kawannya di barak itu.
Demikianlah keduanya memang nampak tidak berbeda. Keduanya berdiri pada deretan patok yang berbeda. Namun mereka melakukan tata gerak yang sama karena Sekar Mirah memang menirukan anak muda bertubuh tinggi itu.
Beberapa saat lamanya mereka berloncatan. Sementara itu. anak-anak muda yang menyaksikannya kurang mengerti, apakah arti kedua gerakan yang sama itu.
Agung Sedayu memandang Sekar Mirah dengan dada yang berdebar-debar, Sekar Mirah ingin menunjukkan kelebihannya tanpa mengalahkan orang lain. Tetapi dengan caranya itu ia sudah akan memberikan kesan mengalahkan orang lain.
"Sulit untuk mengekangnya," berkata Agung Sedayu didalam hatinya.
Dalam pada itu. anak muda bertubuh tinggi itupun akhirnya merasa cukup. iapun tidak melihat Sekar Mirah berbuat sesuatu yang mengherankan, melampaui permainannya. Sekar Mirah tidak menunjukkan kelebihan ketrampilan kakinya dan tidak menunjukkan kecepatan geraknya.
"Apa kelebihannya?" bertanya anak muda bertubuh tinggi itu.
Karena itu, setelah ia mempertunjukkan hasil latihan-latihannya yang berat dengan permainan yang mendebarkan. maka akhirnya iapun meloncat turun.
Sekali lagi kawan-kawannya bertepuk dengan riuhnya. Namun dalam pada itu. anak-anak Sangkal Putung masih juga bertanya-tanya, apakah maksud Sekar Mirah yang sebenarnya.
Ketika anak muda itu sudah meloncat turun, maka Sekar Mirahpun bertanya, "Tidak adakah diantara kalian yang memiliki kemampuan bermain diatas patok ini melampaui seorang anak muda yang lincah ini?"
Pertanyaan itu benar-benar mendebarkan. Bahkan Agung Sedayupun menjadi berdebar-debar, meskipun karena alasan yang berbeda.
Karena tidak ada seorangpun yang menjawab. maka Sekar Mirahpun berkata, "Baiklah. Jika tidak ada lagi yang ingin bermain patok, aku sajalah. Aku sudah menirukan setiap gerak anak muda bertubuh tinggi ini. Dengan demikian, maka diantara kami berdua memang tidak nampak tataran kemampuan. Tetapi yang telah aku lakukan. menirukan tata gerak anak muda bertubuh tinggi itu. bukannya kemampuan puncakku. Karena itu, baiklah aku akan memberikan permainan yang sedikit berbeda dengan yang sudah ditunjukkan. Sedikit dari kemampuan yang ada padaku."
Wajah-wajah menjadi tegang, Agung Sedayupun menegang. Ia tidak pernah mempergunakan cara yang langsung seperti Sekar Mirah. Ketika ia mencoba marah dan menghukum anak-anak muda yang bersalah, maka keringatnya telah mengalir membasahi seluruh tubuhnya. Namun sementara itu Sekar Mirah dengan tanpa kesan apapun telah menyatakan dirinya sebagai seorang yang memiliki kemampuan yang tinggi.
"Aku juga pernah mencobanya," berkata Agung Sedayu dalam hatinya untuk mengurangi kegelisahannya, "aku juga pernah terpaksa bersikap sombong untuk memamerkan sikap anak-anak yang bengal itu."
Sebenarnyalah Sekar Mirah telah bersiap untuk melakukan satu permainan yang akan dapat menyentuh perasaan anak-anak muda itu. Yang paling berdebar-debar adalah anak-anak muda Sangkal Putung, bagaimanapun juga. mereka masih dipengaruhi oleh hubungan diantara mereka dengan Sekar Mirah, anak perempuan pemimpin Kademangan mereka.
Sekar Mirah memang masih berada diatas patok bambu, ia berdiri diatas satu kakinya yang beralaskan sebatang patok untuk sesaat Sekar Mirah berdiam diri sambil memandangi patok-patok itu. Namun sejenak kemudian, maka iapun mulai dengan permainannya.
Ketika Sekar Mirah mulai dengan langkah-langkah pertamanya, anak-anak muda itu tidak terkejut karenanya. Bahkan mereka menganggap bahwa Sekar Mirah hanya akan membuang-buang waktu saja, karena yang dilakukan tidak lebih menang dari anak muda bertubuh tinggi.
Namun langkah Sekar Mirah semakin lama menjadi semakin cepat. Anak-anak itu terkejut ketika tiba-tiba saja Sekar Mirah meloncat dari deret yang satu kederet yang lain. Kemudian meloncat lagi ke deret yang pertama.
Anak-anak muda itu mulai menjadi berdebar-debar. Ternyata gerak Sekar Mirah menjadi kian cepat. Langkahnya menjadi semakin ringan, sehingga anak-anak muda itu menjadi berdebar debar ketika mereka menyaksikan Sekar Mirah berloncatan diatas patok itu dalam putaran yang cepat dan loncatan-loncatan segi tiga diatas kedua deret patok bambu itu.
Agung Sedayu menyaksikan tiap gerak Sekar Mirah dengan hati yang berdebar-debar pula. Apalagi ketika Sekar Mirah benar-benar telah menunjukkan kemampuannya. Tubuhnya bagaikan tidak lagi mempunyai bobot. Pada ujung kakinya menyentuh patok-patok itu. kemudian melenting kepatok yang lain. Bahkan kadang-kadang Sekar Mirah tidak meloncat dari patok yang satu ke patok berikutnya, tetapi kadang-kadang ia meloncati satu patok dan hinggap pada patok berikutnya untuk melenting lagi ke patok yang lain.
Ketegangan menjadi semakin memuncak Sekar Mirah mulai menari diatas patok-patok itu. Dengan satu gerak yang tidak disangka-sangka. Sekar mirah bagaikan dilontarkan dari deretan palok yang satu kederetan yang lain. Demikian pula sebaliknya.
Anak-anak muda itu bagaikan membeku diam ditempatnya sambil menarik nafas. Mereka tidak dapat membayangkan. bagaimana mungkin seorang perempuan akan dapat berbuat demikian.
Namun dalam pada itu. Agung Sedayu ternyata telah menangkap sesuatu yang mendebarkan. Ternyata Sekar Mirah telah sampai pada satu sikap yang dapat menumbuhkan kegelisahan. ia tidak saja menunjukkan ketrampilan kakinya bergerak diatas patok-patok bambu. tetapi ia sudah meraMbah pada kekuatan dan kemampuan Ilmunya yang mendebarkan.
Tidak ada orang lain yang melihatnya. Baru Agung Sedayu sajalah yang dapat menangkap niat Sekar Mirah untuk membuat pangeram-eram.
"Mirah, jangan," minta Agung Sedayu sambil mendekati Sekar Mirah yang berputaran dan berloncatan diatas patok-patok bambu itu.
Sekar Mirah seolah-olah tidak mendengar suara Agung Sedayu itu. Ia masih saja berloncatan. Semakin lama menjadi semakin cepat. Dan menurut penglihatan Agung Sedayu. Sekar Mirah benar-benar ingin menunjukkan sesuatu yang tidak akan diduga sebelumnya oleh anak-anak muda itu.
Tetapi sekali lagi Agung Sedayu berkata, "Cukup Mirah. Aku minta kau mendengarkannya."
Namun agaknya Sekar Mirah benar-benar ingin mengguncang perasaan anak-anak muda itu. Karena itu. maka ia sama sekali tidak menghiraukan peringatan Agung Sedayu. Bahkan ia telah mengerahkan kemampuannya, sehingga yang ingin dilakukannya itupun terjadi semakin sepat.
Agung Sedayu menjadi berdebar debar, ia tidak ingin membiarkan Sekar Mirah melakukannya. Tetapi agaknya Sekar Mirah sama sekali tidak menghiraukannya.
Karena itu. Agung Sedayu tidak mempunyai pilihan lain. kecuali mencegahnya dengan caranya.
Beberapa langkah Agung Sedayu justru bergeser surut untuk mengambil jarak. Kemudian iapun telah mengetrapkan ilmunya yang memancar dari sorot sepasang matanya. Namun dalam lapidan yang sengat lemah.
Dengan hati-hati ia mengetrapkan Ilmunya itu diarahkan kepada ujung kaki Sekar Mirah yang sedang menari-nari. Sekilas-sekilas saja. Bukan serangan yang sungguh-sungguh yang dapat melumpuhkan kaki itu. Namun sentuhan Ilmu Agung Sedayu yang lemah itu bagaikan sentuhan api yang menjilat kaki Sekar Mirah.
Sekar Mirah terkejut. Kakinya benar-benar merasakan sentuhan-sentuhan panas. Sekilas lalu hilang. Tetapi sesaat kemudian perasaan panas itu telah menyentuhnya pula.
Jantung Sekar Mirah menjadi berdebar-debar iapun sadar, bahwa perasaan panas itu bukan karena sentuhan kakinya dengan patok-patok bambu itu. Tetapi tentu ada sebab lain. Dan Sekar Mirahpun menyadari. justru karena Agung Sedayu telah memperingatkannya, tetapi tidak dihiraukannya.
Ternyata Sekar Mirah tidak dapat mengabaikan peringatan Agung Sedayu, ia tidak tahu. bagaimana cara Agung Sedayu melakukannya. Tetapi dengan demikian Sekar Mirah sadar, bahwa Agung Sedayu memang seorang yang memiliki ilmu yang lain. yang tidak kasat mata dan yang jarang dimiliki oleh orang lain.
Karena itu. maka Sekar Mirahpun tidak mempunyai pilihan, ia harus memperhatikan peringatan Agung sedayu yang sudah menunjukkan kepadanya, satu kemampuan ilmu yang tidak dapat dimengertinya.
"Tetapi kemampuan ini tidak banyak berarti dalam benturan olah kanuragan," berkata Sekar Mirah yang masih berpijak diatas harga dirinya, "dalam pertempuran yang sebenarnya, seseorang akan bertempur pada jarak jangkau tangan-tangan mareka atau senjata-senjata yang mereka pergunakan. Dengan demikian apakah kakang Agung Sedayu akan berkesempatan melontarkan serangan dengan permainan panas sepert ini."
Namun pada kaki Sekar Mirah terasa sentuhan-sentuhan perasaan panas itu. Karena itulah. maka permainan Sekar Mirahpun telah mengendor sehingga geraknya tidak lagi menjadi bertaMbah cepat dan yang mendebarkan jantung Agung Sedayu adalah pangeram-eram yang akan dilakukannya.
Tetapi dalam pada itu. Sekar Mirah yang pada dasarnya memiliki ketajaman penglihatan dan panggraita itu-pun dapat menduga. bahwa Agung Sedayu memiliki kemampuan melontarkan satu jenis ilmu lewat sorot matanya. Kemampuan yang pernah didengarnya, tetapi secara pasti belum pernah dapat dibuktikannya.
"Tetapi jika kemampuan itu adalah kemampuan yang begini, maka ilmu yang lain ini bukannya ilmu pamungkas yang nggegirisi," berkata Sekar Mirah didalam hatinya.
Dengan kecewa Sekar Mirahpun kemudian terpaksa mengakhiri permainannya. Dengan tangkasnya Sekar Mirah kemudian meloncat dari patok-patok bambu itu. turun dan berjejak diatas tanah.
Demikian ia meloncat turun. maka anak-anak muda itupun telah bertepuk dengan gemuruh, seakan-akan telah memecahkan langit. Terutama anak-anak Sangkal Putung. Meskipun sebenarnya Sekar Mirah ingin menunjukkan lebih dari sekedar berloncatan saja.
Dalam pada itu. ketika Agung Sedayu mendekatinya, maka Sekar Mirahpun bertanya sambil berbisik, "Kenapa kau mencegahnya kakang?"
"Belum waktunya kau perlihatkan sekarang," jawab Agung Sedayu.
"Kakang salah," jawab Sekar Mirah, "mereka belum melihat sesuatu yang dapat mereka kagumi. Karena itu. mereka tentu masih ada yang akan menuntut lebih banyak."
"Aku kira sudah cukup Mirah. Mereka sudah puas." jawab Agung Sedayu pula.
"Belum. Dan kakang selalu ragu-ragu dan berbuat setengah-setengah. Kenapa tidak kita lakukan sampai tuntas," jawab Sekar Mirah.
Agung Sedayu tidak menjawab. Tetapi kemudian dipandanginya patok-patok bambu itu. Agaknya patok-patok itu telah membenam lebih dalam dari semula hampir setebal jari. Jika Agung Sedayu tidak mencegahnya. maka Sekar Mirah tentu akan melakukannya, sehingga patok-patok itu akan membenam lebih dalam kira-kira sejenkal dari semula. Dengan demikian, ia memang akan berhasil mengguncang hati anak-anak muda itu. Tetapi itu adalah sikap yang sangat sombong.
Dalam pada itu. anak-anak muda itupun benar-benar telah dicengkam oleh kekaguman melihal ketangkasan Sekar Mirah. Mereka tidak sempat melihat, apa yang telah dilakukan lebih jauh oleh Sekar Mirah itu, karena Sekar Mirah baru memulainya. Mereka belum melihat bahwa patok-patok bambu itu mulai membenam lebih dalam.
Namun dalam pada itu. dugaan Sekar Mirahlah yang lebih mendekati kebenaran. Yang dilihat oleh anak-anak muda itu baru ketrampilan kaki, keseimbangan dan kecepatan bergerak saja.
Karena itu, maka kekaguman anak-anak muda. terutama anak-anak muda yang tidak berasal dari Sangkal Putung dan Tanah Perdikan Menoreh semata-mata hanyalah pada tata gerak saja. Belum melihat kedalaman ilmu yang menggetarkan jantung.
Karena itulah, maka anak-anak muda yang mendahului memasuki lingkungan pasukan khusus itu. dan mendapat tempaan yang berat, masih belum dapat melihat kelebihan yang mendalam pada Sekar Mirah itu. Bahkan seorang anak muda yang memiliki tingkat kemampuan melampaui kawan-kawannya berkata, "Sungguh luar biasa. Tetapi sekedar permainan kaki dalam kecepatan gerak. sehingga apakah ketrampilan kaki itu akan banyak memberikan arti dalam benturan ilmu yang sebenarnya."
Ternyata anak muda itu dengan sengaja telah memancing perhatian Sekar Mirah. karena kata-kata itu seolah-olah memang diperdengarkan kepada perempuan itu.
Jantung Sekar Mirah menjadi berdebaran. Dengan nada tajam ia berkata kepada Agung Sedayu, "Kau lihat kakang. Bagaimana tanggapan anak-anak itu atas permainan yang tidak berarti apa-apa itu. Mereka menuntut sesuatu yang dapat menggetarkan jantung mereka sebagai anggauta satu pasukan khusus. Yang mereka perlukan adalah satu pameran ilmu. bukan sekedar tarian diatas patok-patok bambu."
Jantung Agung Sedayupun menjadi berdebar-debar pula. Ternyata ia keliru menilai. ia menganggap bahwa pengaruhnya terhadap anak-anak muda itu cukup kuat untuk mendorong mereka menghargai Sekar Mirah sebagai isterinya.
Tetapi ternyata anak-anak itu menghendaki lain. Mereka ingin melihat Sekar Mirah itu sebagai Sekar Mirah. Seorang perempuan cantik yang masih muda. yang menempatkan dirinya sebagai salah seorang diantara para pembimbing dalam pasukan khusus itu. Pasukan yang bekerja keras untuk membentuk diri mereka sebagai satu pasukan yang dapat dipercaya di segala medan peperangan, menghadapi segala macam lawan dari segala tataran.
Satu dua orang diantara mereka yang sempat melihat Sekar Mirah bertempur di tepian. tidak mempunyai banyak pengaruh atas pendapat anak-anak muda itu. Apalagi diantara mereka yang menyelubungi diri mereka dengan ujud tukang-tukang satang itu sebagian besar adalah anak-anak Tanah Perdikan Menoreh sendiri, yang memang sudah mengenal Sekar Mirah.
Tetapi anak-anak muda dari Mangir dari Pasantenan, dari Mataram sendiri, masih belum tahu pasti kemampuan Sekar Mirah yang dengan berani menempatkan dirinya didalam deretan nama para pembimbing.
Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Sementara itu Sekar Mirahpun berkata, "Aku tidak menghendaki perbandingan langsung untuk mengetahui takaran ilmu. Tetapi kakang agaknya telah menyudutkan aku untuk berbuat demikian. Jika aku harus menjawab tantangan anak-anak muda itu. bukankah berarti bahwa aku harus berkelahi.' Bukankah kakang sendiri tidak sependapat dengan cara itu?"
Tetapi Agung Sedayu tidak dapat menutup mata dan telinganya, ia melihat wajah-wajah yang kurang percaya akan kemampuan Sekar Mirah. Dan iapun sudah mendengar tanggapan anak-anak muda itu terhadap kemampuan Sekar Mirah yang seakan-akan hanya pandai bermain kejar-kejaran dan keseimbangan saja.
Dalam keadaan yang demikian, tiba-tiba masih juga terdengar seorang anak muda yang lain berkata, "Kami memang ingin melihat satu kedalaman ilmu sebagaimana telah ditunjukkan oleh Agung Sedayu. Sejak pertama kali ia memberikan latihan-latihan kepada kami. kami sudah mengetahui. bahwa sebilah pisau yang tajam tidak mampu mengoyak kulitnya."
Wajah Agung Sedayu menegang. ia teringat kepada seorang anak muda Pasantenan yang telah menjajagi ilmunya ditepian. Yang telah menaburkan pasir kematanya dan kemudian menusuknya.
Karena itulah. maka akhirnya Agung Sedayupun mengambil satu kesimpulan. Katanya kepada diri sendiri, "Hal-hal semacam itu memang perlu. Ternyata anak-anak ini sekarang juga membutuhkannya."
Tetapi Agung Sedayu tidak ingin membiarkan Sekar Mirah membenturkan ilmunya dengan anak-anak muda itu. meskipun ia akan melawan sepuluh orang sekaligus. Dengan demikian, mungkin Sekar Mirah akan melakukan satu pameran kekuatan yang akan dapat menyulitkan keadaan anak-anak muda itu. justru karena Sekar Mirah merasa terhina karenanya.
Karena itu. maka Agung Sedayu agaknya terpaksa kembali kepada cara yang akan ditempuh oleh Sekar Mirah. yang semula telah dicegahnya.
"Baiklah Sekar Mirah," berkata Agung Sedayu kemudian, "lakukanlah permainan yang ingin kau lakukan. Aku kira itu akan lebih baik daripada kau harus menunjukkan kemampuanmu dengan diperbandingkan langsung atas anak-anak muda itu."
Sekar Mirah memandang Agung Sedayu sambil tersenyum kecil. Katanya hampir berbisik ditelinga Agung Sedayu, "Baru beberapa hari aku berada disini. Ternyata aku lebih mengenal jiwa mereka daripada kau. Karena kau sendiri terlalu ragu-ragu dan banyak pertimbangan, sehingga langkahmu kadang-kadang patah ditengah oleh keragu-raguanmu itu. Ilmu yang tertimbun didalam dirimu. Agaknya akan kurang bermanfaat bagi lingkunganmu jika kau selalu dibayangi oleh keragu-raguan dan ketidak percayaan kepada perhitungan sendiri."
Agung Sedayu tidak menjawab. Sebelum Sekar Mirah menjadi isterinya. ia sudah sering mendengar anggapannya atas sikapnya. Karena itu. maka Agung Sedayu tidak membantah lagi.
Dalam pada itu. maka Sekar Mirahpun kemudian menghadap langsung kepada anak-anak muda itu. Katanya, "Permainanku belum selesai. Kakang Agung Sedayulah yang menganggap bahwa permainanku sudah selesai. Namun akhirnya kalian hanya melihat satu permulaan yang tidak bernilai. selain sekedar mempertunjukkan ketangkasan kaki dan kecepatan gerak. Memang tidak tebih. Tetapi baiklah, aku akan melanjutkan permainanku atas ijin kakang Agung Sedayu. Bukan sikap sombong seperti yang disangka oleh kakang Agung Sedayu. Tetapi sekedar memenuhi keinginan kalian untuk melihat kedalaman Ilmu yang ada padaku. Jika permainan ini masih juga tidak memberikan kepuasan, maka aku akan menyerahkan persoalannya kepada kalian, apakah yang kalian kehendaki dariku untuk membuktikan bahwa aku memang memiliki ilmu itu."
Kisah Membunuh Naga 1 Joko Sableng 25 Kutuk Sang Angkara Raja Pedang 12

Cari Blog Ini