Ceritasilat Novel Online

Api Di Bukit Menoreh 23

08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 23


Panembahan Senapati merenung sejenak. Namun kemudian iapun mengangguk-angguk. Katanya " Itu agaknya alasan yang lebih baik daripada sekedar berebut harta dan pusaka. Mungkin langkah itu akan aku ambil. "
" Bicarakan dengan Kiai Gringsing " minta Ki Juru.
" Ya paman. Aku akan membicarakannya. Untara akan segera memanggilnya. Meskipun ia baru saja kembali dari Mataram, biarlah ia pergi lagi ke Mataram, karena persoalannya adalah persoalan yang menurut aku. cukup penting. " desis Panembahan Senapati.
Demikian, maka Panembahan Senapati telah memutuskan untuk memanggil Kiai Gringsing ke Mataram. Jika berkesem"patan baik juga Ki Gede dan Agung Sedayu untuk datang pula bersama Kiai Gringsing.
Tetapi Panembahan Senapati mengerti, bahwa Untara agaknya sangat letih hari itu, karena ia harus bertempur melawan orang-orang yang agaknya telah dipasang oleh Tume"nggung Wiladipa untuk membunuhnya. Sehingga karena itu, maka Panembahan Senapati memberi kesempatan Untara dan Sabungsari beristirahat semalam di Mataram dan pergi ke Tanah Perdikan Menoreh dikeesokan harinya.
Sebenarnyalah malam itu Untara dan Sabungsari benar-be"nar dapat beristirahat dengan tidur nyenyak setelah beberapa saat di Pajang ia mengalami ketegangan-ketegangan Di Mataram Untara dan Sabungsari sama sekali tidak mencemas"kan sesuatu terjadi atas mereka sehingga dengan tenang kedua"nya dapat tidur nyenyak hampir semalam suntuk.
Pagi-pagi benar dikeesokan harinya, keduanya telah pergi ke Tanah Perdikan Menoreh untuk menjemput Kiai Gringsing serta apabila tidak berkeberatan Ki Gede dan Agung Sedayu.
Perjalanan Untara sama sekali tidak menemui hambatan apapun juga. Hari itu ia sampai ke Tanah Perdikan Menoreh bersama Sabungsari, maka iapun langsung mempersilahkan Ki"i Gringsing, Ki Gede dan Agung Sedayu untuk pergi ke Mataram.
" Apakah angger Untara tidak akan beristirahat di Tanah Perdikan" " bertanya Ki Gede.
" Terima kasih Ki Gede. Agaknya Panembahan Senapati ingin segera membicarakan persoalan ini. Tetapi jika Ki Gede dan Kiai Gringsing berhalangan hari ini, maka Panembahan Senapati akan menunggu kesediaan Ki Gede dan Kiai Gringsing " jawab Untara.
Tetapi Kiai Gringsing dan Ki Gede tidak dapat menunda panggilan itu. Apalagi persoalan yang dihadapinya adalah per"soalan yang cukup penting.
Karena itu, maka ietelah beristirahat sejenak dan menjamu Untara dan Sabungsari, maka Kiai Gringsing, Ki Gede dan Agung Sedayu pun telah pergi ke Mataram bersama dengan Untara dan Sabungsari.
" Apakah angger Untara tidak letih hari ini" " bertanya Kiai Gringsing.
" Semalam aku tidur semalam suntuk " jawab Untara " karena itu hari ini aku merasa sangat segar. "
Kiai Gringsing tersenyum. Ia percaya, bahwa Untara memang tidak letih pada hari itu, selelah semalam ia beristirahat sepenuhnya.
Hari itu juga, Kiai Gringsing, Ki Gede dan Agung Sedayu telah menghadap Panembahan Senapati yang menunggu mereka bersama Ki Juru Martani.
" Hamba mohon maaf Panembahan, bahwa kedatangan hamba terlambat sekali " berkata Kiai Gringsing.
" Ah, tentu tidak. Agaknya kami disinilah yang diburu oleh ketergesa-gesaan sehingga rasa-rasanya kami menunggu sudah terlalu lama. Tetapi nalar dan pertimbangan kami mengerti bahwa Kiai dan Ki Gede tidak dapat begitu saja meningalkan tugas dan kewajiban di Tanah Perdikan Menoreh.
" Tidak ada tugas yang lebih penting daripada menghadap Panembahan pada hari ini " berkata Ki Gede.
Panembahan Senapati tersenyum. Katanya " Aku minta maaf Ki Gede, bahwa kedudukanku menghendaki aku mema"nggil Ki Gede. Jika saja aku masih seperti dahulu, maka akulah yang akan datang ke Tanah Perdikan. "
" Kami mengerti " jawab Ki Gede " kedudukan Panembahan menuntut sikap yang berbeda daripada Panemba"han semasa masih belum menduduki jabatan ini " berkata Ki Gede " sebagaimana juga Pangeran Benawa sekarang harus berbeda sikap daripada Pangeran Benawa dahulu. "
Panembahan Senapati tertawa. Iapun mengerti bahwa Pangeran Benawa pada waktu itu juga banyak berada di perjalanan. Di tempat-tempat yang memungkinkannya untuk menyepi, untuk memusatkan nalar dan budi tanpa terganggu oleh kesibukan dunia dan perputarannya.
JILID 193 " BAIKLAH Ki Gede " berkata Panembahan Sena"pati " sebenarnyalah kami memerlukan Kiai Gringsing dan Ki Gede serta Agung Sedayu untuk memecahkan persoalan yang kami hadapi. Agaknya persoalan yang berkembang di Pajang harus ditanggapi dengan sungguh. Bukankah Un-tara sudah berceritera tentang perjalanannya ke Pajang. "
" Ya Panembahan. Sebagian dari perjalanannya dan apa yang dialaminya telah disampaikannya kepada hamba " jawab Kiai Gringsing.
" Nah, sekarang bagaimana pertimbangan Kiai ten"tang hal itu" " bertanya Panembahan Senapati.
Sementara Kiai Gringsing, Ki Gede dan Agung Sedayu merenung maka Panembahan Senapati berkata kepada Ki Juru " Paman, silahkan Paman menjelaskan sikap kita. "
Ki Jurupun kemudian berkata " Kiai, kami memer"lukan pertimbangan Kiai tentang sikap yang akan kami am"bil. Kiai Gringsing, Ki Gede dan Untarapun mendengar"kannya dengan saksama sikap yang mungkin dapat mereka ambil menghadapi seorang yang bernama Ki Tumenggung Wiladipa.
" Persoalan yang berkembang di Pajang harus segera
mendapat tanggapan " berkata Panembahan Senapati.
" Hamba sependapat Panembahan " berkata Kiai Gringsing " tanpa sikap yang tegas, maka di Pajang akan berkembang sikap yang kurang baik. Mungkin Kadipaten-kadipaten yang lain melihat perkembangan yang terjadi di Pajang. Jika Mataram tidak mengambil tindakan yang tegas, maka mungkin sekali pelanggaran atas paugeran itu akan berkembang. Mungkin Kadipaten-kadipaten lain akan dapat juga tidak menghormati lagi utusan Panembahan Senapati. Bukankah perlawanan yang demikian terhadap utusan Panembahan Senapati akan sama artinya de -ngan perlawanan atas Panembahan Senapati sendiri" "
" Itulah yang kami pikirkan Kiai " desis Ki Juru " dengan demikian, maka agaknya sikap kita sejalan. "
Kiai Gringsing mengangguk-angguk. Dengan nada dalam iapun kemudian berkata " Itu adalah jalan yang jauh lebih baik daripada Panembahan Senapati menyerang Pajang untuk mengambil pusaka-pusaka Pajang yang seharusnya menjadi hak Mataram karena pusat pemerin"tahan yang telah berpindah pula, sebagaimana dipertim"bangkan oleh Ki Juru. "
" Nah " Ki Jurupun menyahut " bukankah dibanyak hal pikiran kita sejalan. Jika demikian, maka aku usulkan saja kepada Panembahan Senapati untuk mengirimkan utusan ke Pajang menyampaikan persoalan yang me"nyangkut Ki Tumenggung Wiladipa. "
Panembahan Senapati mengangguk-angguk Katanya " Aku mengerti Ki Juru. Aku akan menyiapkan pasukan untuk mengambil Ki Tumenggung Wiladipa.
" Panembahan " berkata Kiai Gringsing " hamba sependapat. Tetapi apakah tidak dicoba dengan cara yang lebih lunak. Panembahan tidak usah mengirimkan beberapa orang untuk mengambil Ki Tumenggung Wiladipa, Jika Ki Tumenggung tidak diserahkan, maka barulah Panembahan mengirimkan pasukan ke Pajang. "
" Aku mengerti Kiai " jawab Panembahan " tetapi apakah dengan demikian kita dapat menjamin utusan itu" Utusanku yang terdahulu telah dicegat oleh Ki Tumeng"gung dan benar-benar akan dibunuh. Untunglah Untara dan Sabungsari mampu mengatasinya. "
" Aku mempunyai jalan tengah " berkata Ki Juru " angger Panembahan mengirimkan utusan, sementara itu pasukan Pajang disiapkan. Jika dengan utusan itu per"soalan selesai dan Ki Tumenggung Wiladipa diserahkan, maka kita akan menarik pasukan itu tanpa melakukan tin"dakan apapun juga. Tetapi jika Pajang tidak mau menyerahkan Ki Tumenggung Wiladipa. maka pasukan Mataram akan memasuki Pajang dan berusaha menangkap Ki Tumenggung Wiladipa. Namun sementara itu disegenap pintu gerbang keluar harus diamati, agar Ki Tumenggung tidak dapat melarikan diri. "
" Bukankah dengan demikian kita justru mengepung Pajang berkata Panembahan Senapati.
" Apaboleh buat " jawab Ki Juru " tetapi sekali lagi dengan pengertian, jika Ki Tumenggung sudah diserahkan maka pasukan Mataram tidak akan berbuat apa-apa. "
Namun nampak kerut dikening Panembahan Senpati. Katanya " Paman. Tetapi apakah yang harus kita lakukan, apabila Ki Tumenggung itu begitu saja diserahkan" Bukankah kita memang memerlukan pusaka-pusaka yang masih berada di Pajang itu sebagai sipat kandel pusat pemerintahan di Tanah ini. "
Ki Juru mengangguk-angguk. Tetapi katanya " Panembahan. Tanpa Ki Wiladipa. aku kira Pajang tidak akan menentang kehendak angger lagi untuk selanjutnya. Mudah-mudahan setelah Ki Wiladipa diserahkan kepada Mataram, segalanya dapat berlangsung dengan baik dan rancak. "
Sementara itu Kiai Gringsing menambahkannya" Alangkah baiknya jika semuanya dapat diselesaikan tanpa kekerasan sedikitpun dan tanpa titiknya darah setetespun.
" Ya " sahut Ki Juru " alangkah baiknya. "
Panembahan Senapati menarik nafas dalam-dalam Namun iapun kemudian berkata " Aku berharap, mudah-mudahan adimas Adipati Pajang dapat mengerti. "
" Nah, jika demikian, maka Panembahan segera dapat mengadakan persiapan. Untuk mengepung Pajang tentu diperlukan prajurit yang jumlahnya sangat banyak. Sebagaimana yang pernah dilakukan pada saat Mataram melawan Pajang pada masa Pajang dibayangi oleh kuasa Kakang Panji " berkata Ki Juru.
Namun dalam pada itu Untarapun menyela " Ampun Panembahan, jika hamba diperkenankan untuk mengutarakan sesuatu. "
" Katakan " jawab Panembahan Senapati.
" Sebelum pasukan Mataram benar-benar bergerak, meskipun hanya sekedar untuk mengepung, maka perkenankanlah hamba menghubungi para prajurit Pajang yang dapat mengerti persoalan yang sebenarnya. Setidak-tidaknya pasukan berkuda dari kesatuan khusus Pajang yang kemudian menjadi prajurit Pajang yang sekarang akan dapat aku ajak bicara. " berkata Untara.
" Apa yang akan kau lakukan dengan mereka" " ber"tanya Panembahan Senapati.
" Mereka adalah salah satu unsur kekuatan Pajang. Jika mereka menyatakan diri untuk tidak ikut-ikutan dengan tingkah laku Ki Wiladipa. maka Pajang telah kehilangan sebagian dari kekuatannya. Bahkan mungkin ada kesatuan-kesautan lain dari pasukan Pajang akan dapat mengerti pula hukuman yang akan diberikan Mataram kepada Ki Wiladipa. sehingga mereka tidak akan dapat digerakkan oleh Ki Wiladipa untuk mehndungi dirinya dan bertempur melawan Mataram. Menurut pendapat hamba, mereka sudah jemu berhadapan lagi dengan Mataram sebagaimana pernah terjadi diseberang-menyeberang Kali Opak. Apalagi dalam kedudukan seperti sekarang. " jawab Untara.
Panembahan Senapati mengangguk-angguk. Dengan nada dalam ia berkata " Jika kita dapat mengusahakannya, alangkah baiknya, Tetapi jika kau yang pergi ke Pa"jang Untara, apakah hal itu tidak akan dapat berbahaya bagimu.
Apalagi jika Ki Wiladipa yang merasa telah gagal mem"bunuhmu itu mengetahuinya. "
" Hamba akan berusaha Panembahan Mudah-mudahan hamba berhasil. Sebab dengan demikian, maka pertumpahan darah akan dapat dihindarkan, setidak-tidaknya diperkecil. Tanpa dukungan prajurit-prajurit Pa"jang khususnya dari kesatuan pasukan berkuda dan kesatuan-kesatuan khusus yang lain. maka Ki. Wiladipa tidak mempunyai kekuatan apapun juga. Meskipun harus diakui, bahwa pengaruh kekuatan apapun juga. Meskipun harus diakui, bahwa pengaruh Ki Tumenggung Wiladipa memang sudah agak luas. " sahut Untara kemudian.
Panembahan Senapati mengangguk-angguk. Setiap usaha untuk mengurangi benturan kekerasan dan pertum"pahan darah sangat dihargainya. Karena itu, maka katanya " Kita akan mencoba Untara. Tetapi segala unsur yang akan terlibat harus bekerja bersama, sebaik-baiknya agar ti dak terjadi korban yang sia-sia. "
Untara mengangguk hormat. Ia mengerti maksud Panem"bahan Senapati. Karena itu, maka Untarapun berkata " Am"pun Panembahan. Jika demikian, maka perkenankanlah hamba mengetahui nanti pada saatnya, siapakah yang akan mendapat perintah untuk meminpin pasukan Mataram pergi ke Pajang. "
" Baiklah " berkata Penembahan Senapati " aku akan menghimpun beberapa orang Senapati yang aku anggap akan dapat menanggapi keadaan dengan cepat. Aku juga tidak ingin seorang seorang Senapati yang cepat mengambil keputusan un"tuk berperang saat seperti ini. Tetapi juga bukan Senapati yang tidak mudah tanggap atas keadaan yang dihadapinya.
"Hamba Panembahan. Namun menurut pendapat hamba, sebaiknya segala sesuatunya diselenggarakan secepatnya. " berkata Untara " bahkan apabila Panembahan berkenan, ma"ka dalam dua tiga hari ini hamba akan memasukki Pajang men"dahului pasukan dan utusan resmi yang akan menghadapi Kang"jeng Adipati untuk mengambil Ki Tumenggung Wiladipa.
" Aku tidak berkeberatan Untara, tetapi berhati-hatilah. Kau termasuk seorang Senapati yang terlalu maju berpikir dida-lam olah keprajuritan. Dalam satu hal kau adalah prajurit linu-wih. Misalnya sebagaimana kau perlihatkan di Prambanan pada saat Mataram berhadapan dengan Pajang. Tetapi kali ini aku minta kau sedikit mengekang diri. Jika kau sudah berada dian-tara prajurit Pajang, maka kau tidak boleh tergesa-gesa ambil sikap. Kau harus pandai melihat, siapakah yang kau ajak ber"bincang. Bukankah menurut pendapatmu pengaruh Wiladipa sudah agak luas?" pesan Panembahan Senapati.
Untara menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Hamba Panembahan Hamba akan melakukan segala pesan Panemba"han."
Panembahan Senapati tersenyum. Katanya " Baik-lah. Dalam derap selanjutnya, mungkin aku masih akan banyak mohon pertimbangan Kiai Gringsing, Ki Gede dan Agung Seda"yu. Apalagi apabila saatnya kita akan mengambil Ki Wiladi"pa."
" Apapun yang Panembahan tugaskan, apabila lakukan
" berkata Kiai Gringsing " namun sebenarnyalah hamba me"mang sudah tua, semakin tua. Tidak ada orang yang akan mam"pu melawan merayapnya umur. Karena itu, mungkin yang da"pat hamba lakukan kemarin, besok sudah tidak dapat lagi ham"ba kerjakan."
" Aku mengerti Kiai " jawab Panembahan Senapati " te"tapi bagaimanapun juga yang penting adalah pendapat, pikiran dan kemudian pesan-pesan Kiai bagi kami semuanya " Hamba akan melakukannya Panembahan. Tetapi juga seperti kemam"puan wadag hamba yang semakin ringkih oleh ketuaan yang ti"dak dapat hamba cegah dengan jenis ilmu apapun juga, maka kebeningan, berpikirpun menjadi semakin susut, sehingga pada suatu saat hampa akan menjadi pikun, betapapun pengalaman dan perbendaharaan ilmu seandainya dapat hamba miliki.
Panembahan Senapati mengerutkan keningnyu. Namun ke"mudian iapun tersenyum dipandanginya Ki Juru sambil berkata
" Satu peringatan bagi kita paman."
Ki Jurupun tersenyum, sementara Kiai Gringsing berkata " Ampun, Panembahan. Hamba lebih banyak menperingatkan diri hamba sendiri. Karena kadang-kadang hamba lupa, siapa kah hamba sebenarnya."
" Ya Kiai " jawab Panembahan Senapati " aku kira seti"ap orang memang harus selalu memperingatkan dirinya sendiri. Tetapi jika peringatan bagi dirinya sendiri itu ada artinya bagi orang lain, maka apakah salahnya. Jika Kiai ingin memperi"ngatkan diri Kiai sendiri, siapakah sebenarnya Kiai dihadapan langit dan bumi dan terutama dihadapan Penciptanya, serta usaha Kiai memberikan kesadaran kepada diri sendiri setiap saat, betapa keterbatasan kuasa seseorang atas dirinya sendiri, maka sebenarnyalah peringatan itu berlaku untuk setiap orang."
Kiai Gringsing menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Ji"ka nyala api itu dapat menerangi kesuraman disekitarnya, ada"lah satu kebahagiaan yang sangat besar artinya didalam hidup ini. Tetapi baiklah Panembahan, hamba akan berbuat apa saja yang dapat hamba lakukan."
" Terima kasih Kiai " berkata Panembahan Senapati " agaknya kalian akan dapat beristirahat sebentar. Tetapi aku mohon, kalian akan bermalam di Mataram. Nanti, setelah kali"an beristirahat, membersihkan diri dan makan, maka kita akan berbicara lagi tentang rencana ini. Mungkin pembicaraan kita
menjadi agak panjang, tetapi mungkin pula tidak. Tetapi pokok-pokok permasalahannya telah kita pecahkan. Jika kita masih akan berbicara lagi, persoalannya hanyalah sekedar menentu"kan siapakah yang akan bertanggung jawab terhadap tugas ini. Sudah tentu bukan Untara sendiri, karena Untara akan berada didalam lingkungan Pajang sendiri. Tetapi tentu usaha itu akan dilakukannya dengan diam-diam."
" Hamba Panembahan " berkata Untara " hamba akan mendahului semua langkah yang diambil."
" Baiklah. Dengan demikian, maka aku persilahkan se"muanya beristirahat, sebagaimana akan aku lakukan juga. " berkata Panembahan Senapati.
Demikianlah, maka merekapun telah mundur dari pengha"dapan. Sementara itu Panembahan Senapati yang juga ingin beristirahat serba sedikit, telah berangan-angan tentang satu pe"kerjaan yang besar yang akan dilakukan oleh Mataram. Sebe"narnyalah seperti yang dikatakannya, masalahnya bukan saja masalah Ki Wiladipa itu sendiri, tetapi kesediaan Pajang untuk menyerahkan pusaka-pusaka dan benda-benda berharga dari masa kuasa Sultan Hadiwijaya kepada Mataram, sebagaimana dikehendaki oleh Sultan Hadiwijaya sendiri."
" Ki Tumenggung Wiladipa ternyata termasuk orang besar yang mampu menggerakkan sekian banyak orang " berkata Panembahan Senapati didalam dirinya sendiri. Namun, Panem"bahan Senapati telah memerintahkan beberapa orang untuk menghadapnya malam itu juga.
Demikianlah, maka pada malam hari itu juga Panembahan Senapati telah meletakkan dasar-dasar dari rencananya untuk mengambil Ki Wiladipa dari Pajang serta kemudian menyelesai"kan pemindahan pusaka-pusaka dari Pajang ke Mataram. Untara yang hadir juga dalam pertemuan itu, memang wa"jib untuk mengetahui rencana dalam keseluruhan, agar ia mam"pu menyesuaikan diri. Untara harus dengan teratur mengirim"kan laporan-laporan untuk menentukan langkah-langkah yang akah diambil oleh pasukan yang sudah disediakan oleh Mata"ram.
" Bagaimana pendapatmu jika prajurit yang akan dikirim ke Pajang adalah prajurit dari Jati Anom " bertanya Panemba"han Senapati.
" Hamba kira dapat dilakukan Panembahan " jawab Un"tara. Namun ia melanjutkan " tetapi apakah pasukan yang berada di Jati Anom sudah cukup ?"
" Tentu belum " berkata Panembahan Senapati " karena itulah, maka sekarang hadir beberapa orang pimpinan kepra"juritan."
Untara mengangguk-angguk. Katanya " Semuanya terse"rah kepada Panembahan."
Panembahan Senapatipun kemudian berbicara dengan beberapa orang Senapati. Seorang diantara mereka berkata " Pasukan khusus di Tanah Perdikan Menoreh merupakan pa"sukan yang akan dapat menjadi pasangan dari pasukan di Jati Anom."
Panembahan Senapati mengangguk-angguk. Namun pada saat itu, justru tidak hadir pimpinan pasukan khusus di Tanah Perdikan Menoreh. Meskipun demikian, susunan keprajuritan di Mataram memungkinkan untuk dengan cepat menggerakkan pasukan itu.
Tetapi pasukan Mataram memang tidak tergesa-gesa ber"gerak. Mataram justru akan menunggu laporan dari Untara yang akan berada di Pajang mendahului semua langkah pasu"kan Mataram.
Sementara itu Panembahan Senapati bertanya " Bagaima"na dengan pasukan pengawal Kademangan Sangkal Pulung, yang menurut laporan yang aku terima telah menjadi semakin kuat dan mempunyai tingkat kemampuan prajurit Mataram?"
Untara termangu-mangu. Hampir diluar sadarnya ia ber"paling kearah Kiai Gringsing.
Sementara itu seolah-olah terjadi sentuhan di hati Kiai Gringsing^Kiai Gringsing berkata " Ampun Panembahan. Bu-kan maksud hamba mengurangi nilai kekuatan pasukan penga"wal di Sangkal Putung, justru karena pimpinan pasukan me"ngawal yang memang sudah mencapai tataran kemampuan pra"jurit itu adalah muridku. Hamba akan ikut bersenang hati jika pasukan pengawal Sangkal Putung itu dapat dipergunakan un"tuk kepentingan Mataram. Tetapi pasukan itu agaknya tidak sesuai digerakkan untuk kepentingan seperti ini. Hamba menge"nal betul sifat dan watak Swandaru, sehingga hamba mohon, bahwa pasukan Sangkal Putung tidak dipergunakan sekarang ini. Justru hamba berpendapat, bahwa prajurit Mataram yang berada di Jati Anom dan pasukan khusus di Tanah Perdikan Menoreh akan cukup banyak untuk kepentingan ini, apabila ada tanda-tanda yang pasti dari angger Untara tentang pasukan berkuda yang berada di Pajang itu. Namun jika ternyata bahwa pasukan berkuda di Pajang tidak dapat digerakkan seperti yang dimaksud oleh angger Untara, maka dengan satu isyarat, maka pasukan Sangkal Putung akan dapat digerakkan setiap saat. Agaknya demikian pula pasukan Tanah Perdikan Menoreh, meskipun waktu untuk mencapai Pajang tentu lebih panjang di"banding dengan pasukan Sangkal Puttung."
Panembahan Senapati mengangguk-angguk. Dengan nada dalam Panembahan Senapati berkata " Aku mengerti. Biarlah pasukan di Jati Anom berangkat ke Pajang bersama pasukan khusus dari Tanah Perdikan Menoreh. Tetapi semuanya itu akan tergantung kepada semua isyarat yang diberikan oleh Un"tara. Sedangkan pasukan di Sangkal Putung dan Tanah Perdikan Menoreh diminta untuk bersiaga, sehingga setiap saat diperlu kan dapat digerakkannya.
Untara mengangguk hormat. Katanya " Hamba akan berusaha sejauh dapat hamba lakukan. Hamba akan menyerah"kan palsukan di Jati Anom kepada seorang Senapati yang pada saatnya akan menghadap Panembahan. Sedangkan Sabungsari akan pergi bersama hamba ke Pajang sebelumnya. "
" Aku percaya akan kematangan rencanamu Untara Teta"pi akupun menyadari bahwa yang kau lakukan itu adalah tugas yang mempertaruhkan nyawamu dan nyawa Sabungsari " berkata Panembahan.
" Semoga hamba dapat menyelesaikan tugas ini sebaik-baiknya Panembahan " jawab Untara.
Dengan demikian, maka Panembahan Senapatipun telah menunjuk satu lingkaran kepemimpinan dari keseluruhan tugas yang akan dilakukan oleh para prajurit Pajang. Seorang harus bertanggung jawab atas tugas ini. Dan orang itu akan ditunjuk diantara beberapa orang diantara para Senapati yang akan terli"bat. Namun agaknya Panembahan Senapati akan memberikan tugas itu kepada Ki Lurah Branjangan. Meskipun saat itu Ki Lu"rah tidak hadir karena tugasnya di lingkungan pasukan khusus di Tanah Perdikan Menoreh.
Dalam pertemuan itu beberapa keputusan telah diambil dan menjadi dasar kebijaksanaan Sehingga dengan demikian, maka setelah malam menjadi sangat larut, pertemuan itupun dianggap selesai. Salah satu dari beberapa keputusan adalah, bahwa Dalam waktu tiga hari lagi Untara akan berada di Pajang Selanjutnya ia akan selalu membuat hubungan dengan Mataram Dan orang yang ditunjuk untuk menjadi penghubung itu adalah Agung Sedayu.
Namun dalam pada itu, sebelum pertemuan itu benar-benar diakhiri, Agung Sedayu masih mengajukan satu pertanyaan " Ampun Panembahan. Mungkin yang ingin hamba tanyakan ti"dak langsung bersangkutan dengan tugas-tugas ini. Tetapi ba"gaimanapun juga, hamba ingin mendapat kepastian, bahwa Ra"den Rangga tidak akan terlibat didalam persoalan ini "
Panembahan Senapati mengerutkan kening nya. Namun ke"mudian iapun tersenyum. Katanya " Memang satu hal yang akan dapat mengganggu. Tetapi untuk ini aku akan menyerah"kannya kepada paman Juru Martani, sehingga semua rencana ini tidak akan terganggu oleh kenakalannya. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Ternyata orang-orang lainpun menganggap bahwa pertanyaan itu memang perlu. Jika dalam masalah yang penting itu Raden Rangga mencampurinya, maka persoalannya akan dapat menjadi lain. Sehingga karena itu, jauh sebelumnya Raden Rangga harus sudah mendapat per"hatian.
Kepada Ki Juru Martani Panembahan Senapati kemudian berkata " Paman. Terserah kepada paman. Cara apakah yang akan dapat mengekangnya, agar Rangga tidak ikut campur da"lam persoalan ini."
" Baiklah angger Panembahan " jawab Ki Juru " aku akan berusaha. "
" Menurut pengamatanku, orang yang paling dihormati dan diturut perintah-perintahnya adalah paman Juru Martani " berkata Penembahan Senapati kemudian.
Ki Juru Martani mengangguk-angguk. Namun ada juga se"dikit kecemasan dihatinya, bahwa pada saatnya Raden Rangga tidak lagi dapat dikendalikan.
Meskipun demikian dengan pernyataan Panembahan Sena"pati itu, maka menjadi kewajibannya, bahwa ia harus menga"mati Raden Rangga. Seorang anak muda yang memiliki kemata ngan ilmu mendahului kematangan berpikir dan mengurai persoalan. Sehingga dengan demikian terjadi sedikit perso"alan dengan tingkah lakunya yang kadang-kadang terasa mengganggu orang lain.
Demikianlah, maka pembicaraan itupun kemudian telah di"anggap selesai. Dihari berikutnya, orang-orang yang datang dari luar Kota Raja Mataran akan kembali ketempat masing-masing. Untara akan kembali ke Jati Anom dan mempersiapkan pa"sukannya. Iapun harus menunjuk seorang yang akan menjadi wakilnya, bertanggung jawab atas pasukannya, dengan persetu"juan Panembahan Senapati. Sementara Kiai Gringsing, Ki Gede dan Agung Sedayupun akan kembali ke Tanah Perdikan Me"noreh dengan pesan, agar mereka menyampaikan perintah ke"pada Ki Lurah Beranjangan untuk menghadap Panembahan Se"napati di Pajang. Sementara itu Ki Gedepun harus menyiapkan para pengawal yang dapat digerakkan sewaktu-waktu diperlu kan.
Malam itu mereka masih berada di Mataram, Mereka masih sempat berbicara serba sedikit di bilik penginapan mereka. Namun merekapun kemudian memasuki bilik masing-masing dan tidur nyenyak.
Pagi-pagi benar mereka telah meninggalkan Kota Raja. Un"tara dan Sabungsari ke Jati Anom, sementara Kiai Gringsing, Ki Gede Menoreh dan Agung Sedayu menuju ke Tanah Perdikan Menoreh,
Tidak ada persoalan diperjalanan. Sementara itu Kiai Gringsing, Ki Gede dan Agung Sedayu tidak lupa singgah diba-rak pasukan khusus Mataram di Tanah Perdikan untuk me"nyampaikan perintah agar Ki Lurah menghadap.
" Ada apa" " bertanya Ki Lurah.
" Nanti ki Lurah akan mengetahuinya " jawab Kiai Gringsing. Namun orang tua itu telah memberikan sedikit pen"jelasan tentang maksud Panembahan Senapati memanggilnya.
Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Meskipun Kiai Gringsing tidak mendahului perintah Panembahan Senapati, namun Ki Lurah sudah menduga, bahwa ia akan mendapat be"ban, karena ia adalah pimpinan pasukan khusus Mataram yang berada di Tanah Perdikan Menoreh.
Hari itu juga Ki Lurah Branjangan telah meninggalkan ba"rak khususnya bersama dua orang pengawal dari pasukan khu"sus itu menuju ke Mataram. Ia harus segera menghadap untuk menerima perintah dari Panembahan Senapati.
Namun yang tidak diduganya adalah bahwa Panembahan Senapati justru telah menyerahkan pimpinan tertinggi dan ren"cana mereka mengambil Ki Tumenggung Wiladipa pada Ki Lu"rah Branjangan.
" Lakukanlah dengan sebaik-baiknya " berkata Panem"bahan Senapati " tugas ini adalah tugas yang sulit. Ada dua kemungkinan akan terjadi. Pasukan itu ditarik tanpa berat apa-apa, atau pasukan itu harus memasuki Pajang dan mengambil Ki Tumenggung Wiladipa untuk dibawa ke Mataram. Bahkan masih ada satu hal lagi yang harus diperhitungkan, ya"itu pasukan-pasukan Pajang yang seharusnya dipindahkan ke Mataram sebagai pusat pemerintahan.
Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk kecil Katanya " Hamba akan menjalankan segala perintah Panembahan. "
Kau harus sudah bersiap-siap " berkata Panembahan Se"napati " Bagaimana para prajurit yang berada di Jati Anom ju"ga sudah dipersiapkan oleh Untara."
" Dan hamba akan memegang kendali bersama Ki Un"tara" " bertanya Ki Lurah.
" Tidak " jawab Panembahan Senapati " Untara men"dapat tugas tersendiri. Juga dalam hubungan dengan persoalan ini. Yang akan memegang pimpinan atas para prajurit Jati Anom akan ditentukan kemudian oleh Untara."
Ada semacam kekecewaan dihati Ki Lurah Branjangan Ba"ginya Untara adalah seorang yang memiliki kemampuan dalam perang gelar yang sulit dicari imbangannya, meskipun mungkin secara sendiri ilmunya bukannya ilmu yang berada pada tataran tertinggi.
Jika ia berangkat bersama Untara, maka Untara akan men"jadi kawan berbicara serta membuat pertimbangan-pertimba"ngan sebelum diambil satu keputusan.
Namun ia tidak akan dapat merubah keputusan Panemba"han Senapati. Jika Untara sudah mendapat tugas yang lain, ma"ka Untara memang harus menjalankan tugas itu.
Karena itu, maka yang dapat dilakukannya kemudian ada"lah mempersiapkan diri. Pasukan khususnya harus digerakkan untuk menjadi masak menghadapi tugas yang berat itu. Mung"kin lebih mudah baginya untuk meneriakkan aba-aba agar pasu"kannya memecahkan pintu gerbang daripada mengekang pasu"kannya dan menariknya kembali tanpa berbuat apa-apa setelah dipersiapkan dalam kesiagaan tertinggi di hadapan mulut ger"bang lawan.
Pasukan khusus itu harus dipersiapkan lahir dan batinnya. Juga melatih pasukan itu untuk mengekang diri Justru latihan yang paling sulit bagi pasukan khususnya itu.
Demikianlah, maka Matarampun dalam keseluruhan telah bersiap-siap. Selain kesiagaan itu, maka Ki Juru dengan teliti te"lah mengawasi Raden Rangga yang mungkin akan dapat berbuat sesuatu menurut kehendaknya sendiri, sehingga mengacaukan semua rencana yang sudah diatur sebaik-baiknya.
Seperti yang telah disepakati bersama oleh para pemimpin di Mataram, maka Untara dan Sabungsari telah berangkat lebih dahulu ke Pajang. Setelah ia menghadap Panembahan Senapati untuk mohon restu terhadap seorang perwira yang telah ditun"juknya untuk menjadi penggantinya.
Untara memasuki Pajang tidak dalam kedudukannya seba"gai seorang Senapati, utusan Panembahan Senapati si Mataram. Karena itu, maka ia sama sekali tidak mengenakan pakaian seo"rang perwira dalam pasukan terpilih di Mataram. Namun Un"tara dan Sabungsari memasuki Pajang dengan pakaian orang kebanyakan yang menyatu dengan orang-orang yang hilir mu"dik memasuki gerbang Kota Raja untuk membawa hasil bumi"nya ke pasar, atau memerlukan untuk membeli sesuatu bagi ke"pentingan pekerjaan mereka disawah.
Ternyata Untara, Senapati besar dari Mataram yang sudah ter"lalu banyak dikenal itu masih sempat dan mampu memasuki pintu gerbang Pajang tanpa diketahui oleh para prajurit yang ti"dak menduga bahwa Untara dan Sabungsari akan kembali ke Pajang dalam pakaian kusut dan memakai caping yang lebar.
Dalam pada itu, maka Untara dan Sabungsaripun telah langsung menuju kerumah sahabatnya, seorang prajurit dari ke"satuan berkuda yang telah didatanginya pula pada saat ia da"tang ke Pajang terdahulu.
" Kau datang lagi Untara " " bertanya sahabatnya itu dengan heran. Tetapi ia dapat mengenali Untara ketika Untara dan Sabungsari berdiri berdiri dibawah tangga pendapa rumah"nya sambil tersenyum dan melepas caping mereka.
" Apakah aku boleh naik?" bertanya Untara.
" Marilah kedatanganmu kali ini membuat aku lebih ber"debar-debar daripada saat kedatanganmu dalam pakaian leng"kapmu sebagai seorang Senapati di Mataram sahut sahabat"nya itu.
Untara dan Sabungsaripun kemudian telah naik ke penda"pa. Sementara itu maka sahabatnya telah menyuruh pembantu ; rumahnya untuk menyiapkan suguhan sekedarnya
" Kau dirumah hari ini" " bertanya Untara.
" Semalam aku bertugas meronda diseputar istana. " jawab
sahabatnya. " O, jadi kau juga mendapat tugas untuk menjaga istana" " bertanya Untara.
"Ya. Tetapi diluar dinding istana " jawab sahabatnya
Untara tersenyum. Katanya " Aku sudah menduga. Tentu tidak didalam istana, karena yang berada didalam sebagian besar adalah prajurit-prajurit yang berasal dari Demak yang diba"wa Ki Tumenggung Wiladipa serta prajurit-prajurit Pajang yang sudah dipengaruhi dan bersikap pasti.
Sahabatnya itupun tersenyum. Katanya " Tahu juga kau agaknya bahwa, di Pajang ada beberapa tataran keprajuritan, bahkan dilihat dari segi tugas dan kewajibannya, namun dilihat dari segi kesetiaannya."
Untara mengerutkan keningnya. Dengan bimbang ia bertanya
" Kesetiaannya yang mana?"
Sahabatnya itu tertawa. Katanya " Kesetiaannya kepada Kangjeng Adipati, tetapi dengan keterangan, sebagaimana dike"hendaki oleh orang-orang Demak yang berada di sini."
Untarapun ikut tertawa juga. Namun kemudian Untarapun sempat menceritakan, apa yang dialaminya pada saat ia kembali ke Mataram beberapa saat yang lampau.
Sahabatnya mengerutkan keningnya. Katanya " Itu sudah
keterlaluan, Itu sudah melanggar paugeran dari para kesatria. Sedangkan utusan yang memasuki lingkungan musuh bebuyu-tanpun harus dihormati dan dijaga keselamatannya, bukan jus"tru dirampok seperti itu, apalagi utusan Mataram di Pajang. De"ngan, demikian, maka hal itu sudah dapat dianggap satu pem"berontakan."
" Ya " jawab Untara " pemberontakan yang khusus.
" Apa maksudmu" Apakah Mataram tidak akan datang dengan pasukannya segelar sepapan" " bertanya sahabatnya.
" Jika demikian bagaimana dengan kalian" " bertanya Umara kemudian.
Orang itu mengerutkan keningnya. Namun kemudian kata"nya " Pertanyaanmu terlalu tiba-tiba sehingga sulit bagiku un"tuk menjawabnya."
Untara tersenyum. Kemudian katanya " Aku datang da"lam hubungannya dengan persoalan itu."
Sahabatnya menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian katanya " Tetapi aku tentu tidak akan dapat ingkar jika aku terlibat kedalam persoalan yang rumit ini. Tetapi baiklah. Aku berjanji kepadamu untuk mengetahui bagaimanakah sikap se"bagian besar dari para prajurit dari pasukan berkuda. " jawab sahabatnya itu.
Bukankah Panglimanya masih Pranawangsa" " bertanya Untara.
" Ya " sahabatnya itu mengangguk " ia masih panglima sampai saat ini, meskipun ia tidak disukai oleh orang-orang De"mak. Tetapi pengaruhnya cukup besar dilingkungan pasukan berkuda sehingga jika ia diganti, maka akan dapat menimbulkan keresahan."
Untara mengangguk-angguk. Katanya " Aku mengenal Pranawangsa seperti aku mengenalmu. He, apakah kau mem"punyai hubungan dekat dengan Panglimamu itu?"
" Ia sering datang kerumah ini. Ki Pranawangsa senang se"kali kepada jenis burung berkicau. Bukan perkutut. Dan aku mempunyai banyak burung. " jawab sahabatnya itu.
Tetapi Untara tertawa. Katanya " Omong kosong. Tentu bukan persoalan burung yang kalian bicarakan. Mungkin seke"dar pembicaraan untuk mengurangi ketegangan dihati. Tetapi mungkin lebih dari itu. "
Sahabat Untara mengurutkan keningnya. Namun akhirnya iapun tertawa pula.
Keduanya kemudian sepakat untuk bertemu dengan Ki Pranawangsa. Masalahnya memang harus disampaikan kepada orang itu untuk mendapat pertimbangan lebih lanjut.
Bagi Untara maka ia benar-benar harus mempertaruhkan segala-galanya. Jika hal itu disampaikan kepada Ki Pranawang"sa, dan dengan demikian maka Ki Pranawangsa mempunyai tanggapan yang sebaliknya, sehingga Untara justru ditangkap"nya, maka itu merupakan satu diantara akibat-akibat yang
sudah harus diperhitungkan. Dengan demikian, seandainya Untara harus dihukum mati sekalipun, ia harus menerimanya de"ngan ikhlas sebagai akibat dari pengabdiannya.
Tetapi yang dilakukan Untara bukannya tidak berperhitu-ngan. Ia yakin bahwa sahabatnya bukan seorang yang dungu atau dengan sengaja menjerumuskannya.
Dengan demikian pada saat yang bersamaan, di Pajang dan di Mataram telah dilakukan persiapan-persiapan untuk me"ngemban satu tugas yang penting. Tujuan terakhir adalah bah"wa pusaka-pusaka Pajang harus dipindahkan ke Mataram.
Namun Mataram tidak dengan terang-terangan akan me"ngambil pusaka itu dengan kekerasan. Tetapi Mataram akan menyatakan, bahwa seorang utusannya telah diancam untuk di"bunuh oleh seorang yang menjabat sebagai seorang pemimpin yang berpengaruh di Pajang, sehingga Mataram merasa berhak untuk menghukum orang itu. Jika orang itu sudah tidak ada di Pajang maka sikap Pajang tentu akan lain. Tetapi akan lebih baik jika sekaligus kedua-duanya-dapat dilakukan, sehingga se"kaligus tujuan terakhirnya sudah dapat dicapai.
Di Tanah Perdikan Menoreh. Ki Lurah Branjangan telah menyiapkan pasukan khususnya. Bukan saja kesiagaan wadag. Tetapi mereka mendapat penjelasan kemungkinan yang dapat terjadi.
Sementara itu, Agung Sedayu ternyata mendapat tugas yang paling berat. Ia akan menjadi penghubung antara Untara dan kekuatan yang ada di Jati Anom dan Tanah Perdikan Me"noreh.
Namun ternyata Agung Sedayu ingin mendapat seorang ka"wan yang dapat membantunya. Ia akan menjadi penghubung antara Pajang dan Mataram. Sementara itu, ia memerlukan orang yang dapat membantunya menghubungi Tanah Perdikan Menoreh dengan cepat.
Agung Sedayu tidak segera mengambil keputusan. Tetapi dengan Sekar Mirah ia sempat berbincang " Apakah aku dapat meminta Glagah Putih melakukannya!"
" Tentu dapat" jawab .Sekar Mirah " agaknya guru dan ayahnya tidak akan berkeberatan."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Ia akan dapat mem"berikan kepada Glagah Putih untuk melakukan tugas yang dibe"bani dengan tanggung jawab.
Tetapi tentu ia sebaiknya tidak sendiri " berkata Agung Sedayu,
" Dengan siapa" " bertanya Sekar Mirah.
" Satu atau dua orang pengawal Tanah Perdikan " jawab Agung Sedayu. Namun kemudian " bagaimana pertimbangan jika aku minta Prastawa ikut serta. Dengan demikian ia merasa bahwa tenaganya masih diperlukan olah Tanah Perdikan ini. Selama ini dengan hadirnya Glagah Putih ia merasa tersisih se"kali lagi, sebagaimana saat kehadiranku."
Sekar Mirah mengerutkan keningnya. Katanya " Apakah tidak terjadi sebaliknya" Prastawa akan merasa dirinya sekedar mengawani anak-anak ?"
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Mungkin memang justru tanggapan Prastawa berbeda, justru berlawanan dengan niatnya, sehingga Prastawa justru merasa terhina karenanya.
Dalam pada itu, maka Sekar Mirahpun berkata " Ia mera"sa sudah terlalu banyak melakukan kesalahan. Biarlah ia berada dalam keadaannya, sehingga ia benar-benar menjadi tenang. Mungkin tugas lain dapat diberikan kepadanya atas persetujuan Ki Gede dan atas perintah yang diberikan oleh Ki Gede pula.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Ia mengerti akan hal itu. Karena itu maka katanya " Baiklah aku sependapat. Biar"lah Glagah Putih melakukannya bersama dua pengawal terpi"lih."
Dengan demikian, maka Glagah Putih telah bertugas untuk menjadi penghubung antara Mataram dan Tanah Perdikan Me"noreh.
Namun ketika hal itu diutarakan kepada Ki Lurah Branja"ngan, maka Ki Lurahpun menjadi heran.
" Anak muda itu" " bertanya Ki Lurah.
" Ya. Kenapa" " bertanya Agung Sedayu.
" Ia memang sudah meningkat dewasa sekarang. Tetapi bagaimanapun juga ia adalah seorang yang baru saja menjadi dewasa sehingga pengalamannyapun masih belum mencukupi untuk dipergunakannya sebagai bekal dalam tugas yang berat ini. Mungkin ilmu kanuragannya mencukupi karena ia adalah muridmu dan sekaligus murid seorang Jayaraga. Namun bagai"manapun juga harus dibarengi dengan seorang yang memiliki kemampuan menanggapi persoalan secara luas dan mampu me ngurangi setiap persoalan dengan cepat. " Ki Lurah itu berhen"ti sejenak, lalu " Kenapa tidak Sekar Mirah ?"
" Biarlah ia beristirahat dirumah dan menyelenggarakan sebagaimana seharusnya seorang perempuan. Hanya dalam kea"daan yang penting ia akan menggantikan pakaiannya dengan pakaian tempurnya. "
Ki Lurah tersenyum. Katanya " Baiklah. Jika demikian, untuk kepentingan bersama, biarlah aku memberikan seorang perwira sebagai kawan Glagah Putih. Perwira yang juga masih muda, meskipun sudah tentu lebih luas dari Glagah Putih, se"mentara ia sudah memiliki pengalaman yang cukup luas."
" Baiklah jika demikian " berkata Agung Sedayu " ke"betulan sekali. Aku sedang memikirkan siapakah yang sebaik"nya mengawaninya."Bersama dengan Ki Lurah kemudian ditentukan siapa yang akan menjadi penghubung antara Tanah Perdikan Menoreh dan Mataram, sementara bagi Jati Anom, Agung Sedayu sendiri akan dapat singgah di Jati Anom jika ia pergi ke Pajang meng"hubungi pemimpin pasukan yang kemudian ditunjuk.
Pada hari yang ditentukan, maka Agung Sedayu telah mengajak Glagah Putih ke Mataram atas ijin guru dan ayahnya. Namun Agung Sedayu dan Glagah Putih telah singgah di barak pasukan khusus Mataram di Tanah Per"dikan.
Di barak itu Ki Lurah Branjangan telah menyiapkan pula seorang perwira muda untuk menjadi kawan Glagah Putih.
" Namanya Suradarma " berkata Ki Lurah Bran"jangan.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Namun hampir diluar sadarnya ia bertanya " Orang itu berasal dari mana"
Ki Lurah Branjangan mengerutkan keningnya. Namun kemudian jawabnya " Ia datang dari Pasantenan. "
Agung Sedayu masih mengangguk-angguk. Tetapi ia merasa tidak pantas untuk menolak orang itu dan minta se"orang pengawal khusus yang berasal dari Tanah Perdikan Menoreh.
Karena itu, maka siapapun orangnya, Agung Sedayu harus menerimanya.
Hari itu juga, maka Agung Sedayu telah pergi ke Mata"ram bersama Glagah Putih dan Suradarma. Keduanya harus tetap berada di Mataram untuk menunggu keda"tangan Agung Sedayu yang akan pergi ke Pajang.
" Jika ada sesuatu yang penting, maka kau berdua harus segera pergi ke Tanah Perdikan Menoreh " pesan Agung Sedayu yang kemudian menyerahkan Glagah Putih dan Suradarma kepada seorang Senopati atas perintah Panembahan Senapati sendiri.
Keduanya akan tinggal dibarak prajurit yang dipimpin oleh Senapati itu.
Demikianlah, maka pada hari berikutnya. Agung Se"dayu telah berangkat ke Pajang. Berbeda dengan Untara yang sudah mengenal Pajang sebagaimana ia mengenal kampung halamannya sendiri, maka Agung Sedayu menge"nal Pajang berdasarkan atas petunjuk-petunjuk Untara. Karena itu, maka Agung Sedayu tidak memasuki Pajang dengan berkuda. Tetapi Agung Sedayu telah singgah ke Sangkal Putung dan meninggalkan kudanya di Kade-mangan itu.
Swandaru terkejut menerima kedatangan Agung Sedayu sendiri. Tetapi iapun segera mendapat penjelasan apa yang terjadi dan apa yang sedang dilakukannya.
" Apakah aku boleh ikut ke Pajang" " bertanya Swan"daru.
Agung Sedayu menggeleng. Katanya " Tugasku adalah tugas penghubung. Karena itu, untuk sementara biarlah aku sendiri. "
" Bukankah lebih baik ada seorang kawan daripada sendiri" " bertanya Swandaru.
Tetapi Agung Sedayu ragu-ragu. Ia tahu sifat dan watak Swandaru. Karena itu, maka agaknya Swandaru tidak sesuai untuk menjalankan tugas yang mendekati petugas sandi dalam tugas penghubung.
Karena itu, maka katanya " Pada kesempatan lain aku tentu memerlukan bantuanmu. Jika benar-benar terjadi benturan kekerasan antara Mataram dan Pajang, maka sudah tentu Mataram akan bertumpu pada kekuatan yang pernah mendukungnya sebelumnya. Termasuk Sangkal Putung. "
Swandaru mengangguk-angguk. Ia tidak dapat memaksa Agung Sedayu untuk menyertainya, meskipun didalam hatinya ia ingin melakukannya.
" Kakang Agung Sedayu tidak membayangkan baha"ya yang dapat mencengkamnya didalam tugas sandi. " ber"kata Swandaru didalam hatinya. " Ia memang agak salah menilai kemampuannya sendiri. Mungkin kesalahan itu juga sebagian terletak pada Sekar Mirah yang terlalu mengaguminya, sehingga Agung Sedayu sendiri akhirnya ikut mengagumi dirinya sendiri. "
Namun demikian, Swandaru itupun berkata kepada
Agung Sedayu " Baiklah kakang. Tetapi jika kakang ber"ada dalam kesulitan, maka kakang dapat minta bantuanku dan jika perlu seluruh kekuatan pasukan pengawal di Sang"kal Putung. "
" Terima kasih " jawab Agung Sedayu " aku menitip"kan kudaku disini. "
Agung Sedayupun minta diri kepada Ki Demang dan Pandan Wangi. Dengan sungguh-sungguh ia berpesan, agar mereka menyadari bahwa tugasnya adalah tugas rahasia.
Sepeninggal Agung Sedayu, masa Swandarupun ber"kata kepada ayahnya " Kakang Agung Sedayu memilih berjalan kaki dari Sangkal Putung ke Pajang daripada memasuki Pajang diatas punggung seekor kuda. Sebe"narnya kakang Agung Sedayu tidak perlu berbuat seperti itu. Ia dapat saja membawa kudanya. Dengan seekor kuda, ia akan dapat berbuat lebih cepat dari sekedar berjalan kaki. "
" Tetapi ia tidak dapat bergerak bebas sebagaimana jika ia tidak membawa kuda " jawab ayahnya " ia dapat menyusup kemana saja. Mungkin ia harus memasuki satu lingkungan dengan tanpa diketahui oleh siapapun. Atau mungkin ia harus berada ditempat-tempat terbuka dengan penyamaran. "
Swandaru mengangguk-angguk. Ia mengerti keterang"an ayahnya. Tetapi bagaimanapun juga, ia menganggap bahwa Agung Sedayu masih saja dibayangi oleh sikap ragu-ragu dan sangat berhati-hati. Namun justru ia tidak dapat membayangkan bahaya yang sesungguhnya yang dapat mencelakainya. "
" Dalam kebimbangan dan keragu-raguan kakang Agung Sedayu ingin mempertahankan nama besarnya yang sudah terlanjur dimilikinya " berkata Swandaru didalam hatinya, karena baginya Agung Sedayu tidak lebih dari se"orang yang secara kebetulan saja dapat mencapai nama yang kemudian dikagumi oleh banyak orang.
Namun demikian, Swandarupun kemudian berkata " Tetapi aku percaya pesannya, bahwa pada suatu ketika
Mataram memerlukan bantuan pasukan pengawal Kade-mangan ini sebagaimana pernah terjadi. "
Ki Demangpun menyahut " Kau dapat membuat per"siapan-persiapan tertentu dalam batas kewajaran, agar kegelisahan tidak timbul lagi diantara penghuni Kade-mangan ini. "
" Ya ayah " jawab Swandaru " aku masih akan mera"hasiakan apa yang sebenarnya mungkin terjadi seba"gaimana dikatakan oleh kakang Agung Sedayu yang kebe"tulan mendapat kepercayaan dari Panembahan Senapati. Namun hal itu wajar, karena kaitannya dengan Untara Ki Demang tidak menyahut lagi. Ia tidak mengerti dengan pasti apakah sebenarnya yang tersirat pada kata-kata Swandaru itu. Namun yang penting baginya. Sangkal Putung dapat mempersiapkan para pengawalnya tanpa membuat Kademangan itu menjadi gelisah.
Dalam pada itu, maka Agung Sedayupun telah menem"puh perjalanan yang panjang ke Pajang. Sebelumnya ia sudah mendapat petunjuk apa yang harus dilakukannya. Kemana ia harus datang dan dengan siapa ia harus berhu"bungan.
Ternyata bahwa Agung Sedayu memang belum banyak dikenal di Pajang. Tidak seorangpun yang memperhati"kannya ketika ia memasuki gerbang kota, sebagaimana orang-orang lain yang memasuki gerbang itu.
Dengan ketajaman nalar seorang yang memiliki penga"laman dalam dunia pengembaraan dan pengamatan, maka Agung Sedayu tidak banyak mengalami kesulitan untuk menemukan tempat yang harus dicarinya.
Sebenarnyalah bahwa Agung Sedayu harus berada ditempat itu untuk menunggu pesan-pesan yang akan dibe"rikan oleh Untara.
Dalam pada itu, Untara telah berada di rumah seorang yang pernah dikenalnya dengan baik. Bahkan ternyata bahwa Ki Pranawangsa telah minta agar Untara untuk sementara berada ditempatnya. Dengan demikian maka tidak akan ada kecurigaan apapun juga, jika Untara pada
suatu saat berbicara dengan para pemimpin dari pasukan berkuda, karena para perwira itu datang kerumah Pang"limanya.
Kesempatan itu telah diterima dengan sebaik-baiknya oleh Untara. Ia telah berkesempatan untuk bertemu dengan para perwira dari pasukan berkuda.
" Ternyata dugaanku adalah benar " berkata Untara.
" Apa yang benar" " bertanya Pranawangsa.
" Bahwa kami akan dapat bekerja bersama dengan kalian dalam keadaan seperti ini. " jawab Untara " baik"lah. Keterangan ini merupakan keterangan yang akan disambut baik oleh Panembahan Senapati. "
" Kami memang tidak akan dapat mengingkari kenya"taan, bahwa pemerintahan telah berpusat di Mataram. Kami telah mempelajari sikap dan tingkah laku Sultan Hadiwijaya pada saat-saat terakhir. Ternyata bahwa perpindahan kekuasaan ke Mataram itu memang dires"tuinya meskipun tidak dalam ujud lahiriah " berkata Ki Pranawangsa. Lalu " Karena itu, maka ternyata bahwa kami harus mengikuti langkah-langkah yang pernah kau tempuh meskipun agak terlambat, karena kami sempat diperalat oleh orang yang disebut dengan Kakang Panji atau setidak-tidaknya kami telah berpikir salah pada saat itu. "
" Tetapi semuanya telah lampau " berkata Untara " mudah-mudahan kini kesalahan serupa tidak terjadi lagi. "
" Ya. Kami tidak akan jatuh kebawah pengaruh Ki Tu"menggung Wiladipa meskipun ia ternyata mampu mempe"ngaruhi Kangjeng Adipati " jawab Ki Pranawangsa.
" Baiklah. Hal ini harus segera di dengar oleh Panem"bahan Senapati, sehingga dengan demikian langkah-lang"kah berikutnya akan dapat diambil. Sementara itu, terserah kepada kalian langkah-langkah apakah yang harus kalian ambil dalam hubungan dengan rencana Panembahan Sena"pati. "
" Baiklah " berkata Ki Pranawangsa " kami akan mempersiapkan diri. Tetapi kau tentu tahu, bahwa langkahlangkah yang akan kami ambil adalah langkah-langkah yang harus sangat berhati-hati. "
" Terima kasih " berkata Untara " semula aku mengi"ra bahwa aku akan masuk kedalam satu jebakan dan kemu"dian dijadikan tangkapan yang akan diikat ditengah-tengah alun-alun. "
Ki Pranawangsa tertawa. Namun kemudian katanya " Tetapi kemungkinan itu tetap ada. "
Untarapun tertawa juga. Namun kemudian Untara itu"pun berkata " Kesediaan kalian akan kami sampaikan ke Mataram. "
" Apakah kau akan pergi ke Mataram" " bertanya Ki Pranawangsa.
Untara menggeleng. Katanya " Bukan aku. "
Ki Pranawangsapun segera mengetahui, tentu ada penghubung yang akan menyampaikan pesan Untara itu ke Mataram, sementara Untara akan tetap berada di Pajang.
Ternyata semuanya berjalan seperti yang direncana"kan. Untara dan Sabungsari akan tetap berada di Pajang, sementara Agung Sedayulah yang akan pergi ke Mataram untuk menyampaikan kesediaan pasukan berkuda di Pa"jang untuk membantu Mataram jika terjadi benturan kekuasaan antara Pajang dan Mataram.
" Panembahan Senapati dapat mempertimbangkan langkah berikutnya " berkata Untara kepada Agung Se"dayu.
" Mengirimkan utusan untuk minta agar Ki Tumeng"gung diserahkan desis Agung Sedayu.
" Ya. Tetapi berhati-hatilah. Jika ada orang yang dapat mengenalimu, mungkin keadaan akan berubah. " berkata Untara.
Agung Sedayu menyadarinya. Karena itu, maka iapun dengan sangat berhati-hati telah meninggalkan Pajang un"tuk pergi ke Mataram.
Sebagaimana saat ia berangkat, maka pada saat ia kem"bali ke Mataram, Agung Sedayupun telah singgah di Sang"kal Putung untuk mengambil kudanya.
" Apakah sudah ada pesan dari Untara bagi kami" " bertanya Swandaru.
" Secara khusus belum " jawab Agung Sedayu " kita masih harus menunggu. Tetapi mungkin dalam waktu dekat, aku akan dapat memberikan keterangan lebih jauh.
Swandaru mengangguk-angguk. Sebenarnya ia agak kecewa bahwa ia tidak mendapat kepercayaan berbuat sesuatu sebagaimana Agung Sedayu, meskipun ia mengira bahwa kesempatan yang didapat oleh Agung Sedayu itu adalah karena ia adik Untara.
Dalam pada itu, maka Agung Sedayu tidak singgah ter"lalu lama di Sangkal Putung. Iapun kemudian segera minta diri untuk melanjutkan perjalanan ke Mataram dengan se"ekor kuda.


08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Diperlukan langkah-lagkah cepat sebelum orang-orang Pajang mengetahui apa yang akan terjadi " berkata Agung Sedayu kepada diri sendiri.
Sementara itu, dengan hati-hati sekali, Ki Pranawangsa telah berbicara dengan semua pemimpin kelompoknya. Berganti-ganti mereka dipanggil untuk datang kerumahnya. Sebagian-sebagian diantara mereka mendapat penjelasan dari Ki Pranawangsa apa yang harus mereka lakukan.
Namun Ki Pranawangsa berpesan " Jangan sampai para prajurit mendengar hal ini. Diantara kita masih berlaku paugeran seorang prajurit. Siapa yang berkhianat akan dihukum mati. "
Para pemimpin kelompok itu menyadari. Dan merekapun mengerti, jika para prajurit mendengarnya pada saat yang masih terlalu pagi seperti itu, mungkin sekali rahasia itu akan jatuh ketangan orang-orang Pajang yang setia kepada Kangjeng Adipati dan yang telah dipengaruhi oleh angan-angan Ki Tumenggung Wiladipa.
" Jangan sampai terdengar oleh para prajurit bahkan para perwira yang bertugas di istana dan di lingkungan dalam yang langsung berhubungan dengan istana " berkata Ki Pranawangsa. Lalu " Jika sampai demikian; maka mereka tentu akan bertindak lebih dahulu. "
Para perwira itu mengerti sepenuhnya, sehingga karena itu, maka merekapun menjadi sangat berhati-hati.
" Kita dapat meningkatkan latihan-latihan untuk membayangi sikap kesiagaan kita " berkata Ki Pranawangsa " itupun dengan langkah-langkah yang diperhitungkan dengan saksama, karena jika kita berbuat sesuatu dengan tergesa-gesa, maka tentu akan sangat menarik perhatian. "
Dengan demikian, maka para perwira dari pasukan berkuda itupun kemudian telah melakukan langkah-langkah yang diperlukan tanpa menumbuhkan kecurigaan. Namun dengan cermat para perwira telah berhasil memper"siapkan pasukan mereka dalam keseluruhan tanpa diketahui dan disadari oleh para prajurit itu sendiri.
Sebenarnyalah bahwa ternyata Pajangpun tidak ting"gal diam. Ketika Ki Tumenggung Wiladipa mendapat laporan tentang kegagahan orang-orangnya yang mencegat Untara dan agaknya Untara menghubungkan peristiwa itu dengan Ki Tumenggung Wiladipa, maka Ki Tumenggung yang cerdik itupun telah membuat persiapan-persiapan. Mau tidak mau Pajang harus bersiap-siap untuk menghadapi kekerasan.
Karena itulah, maka para prajurit Pajang yang menjadi alas kekuatan Ki Tumenggung Wiladipapun telah diper"siapkan. Mereka terdiri dari pasukan pengawal khusus, pasukan yang datang dari Demak yang ternyata cukup besar jumlahnya, dan prajurit Pajang sendiri yang setia kepada Adipati Pajang yang berkuasa. Namun demikian ternyata bahwa Ki Tumenggung Wiladipa telah memanggil Ki Pranawangsa, sebagai Panglima pasukan berkuda yang mempunyai kedudukan khusus di Pajang.
" Ki Pranawangsa " berkata Ki Tumenggung Wiladipa " mungkin kau sudah mendengar bahwa Mataram berusaha untuk merampas semua jenis pusaka
yang berada digedung perbendaharaan di Pajang. Dengan tamak Panembahan Senapati menganggap bahwa Pajang sudah tidak wajar lagi untuk tetap tegak. Karena itu, maka Panembahan Senapati benar-benar ingin menghancurkan Pajang sampai benar-benar tidak memiliki apa-apa yang dapat menjadi sipat kandel, apalagi Panembahan Senapati menganggap bahwa diantara pusaka yang terdapat di Pa"jang itu terdapat pusaka yang dapat menjadi tempat bersemayam wahyu keraton. Jika Panembahan Senapati sampai saat ini masih belum mengangkat dirinya dengan resmi sebagai seorang Raja dengan Gelarnya, maka sebenarnyalah ia memerlukan alas yang kuat dan dapat mendukung kewibawaannya. "
Ki Pranawangsa tidak menjawab. Ia hanya mengangguk-angguk saja mengiakan.
" Nah " berkata Ki Tumenggung Wiladipa " bagaimana menurut pendapatmu. Apakah pusaka-pusaka itu harus kita pertahankan atau harus kita serahkan. "
Ki Pranawangsa termangu-mangu sejenak. Ia tidak me"nyangka bahwa ia akan mendapat pertanyaan itu. Namun ia berhasil menguasai perasaannya dan menjawab " Kami adalah prajurit. Kami tidak akan menentukan sikap apapun juga. Terserah kepada Kangjeng Adipati. Apakah pusaka itu akan dipertahankan atau tidak. "
" Tetapi bukankah kau juga dapat memberikan sum"bangan pikiran yang barangkali akan dapat menjadi bahan pertimbangan " " bertanya Ki Tumenggung.
" Di lingkungan Kangjeng Adipati telah terdapat banyak orang yang cerdik pandai dan memiliki pandangan kedepan serta berlandaskan kepada perhitungan yang cer"mat atas kenyataan tentang Pajang sekarang. Karena itu, biarlah mereka mengambil sikap. " jawab Ki Pranawangsa.
Ki Tumenggung Wiladipa mengerutkan keningnya. Sementara itu Ki Pranawangsa berkata " Ki Tumenggung. Jangan merubah kebiasaan yang berlaku di Pajang. Kami biasanya tidak pernah mendapat tugas untuk ikut memikirkan langkah-langkah dan kebijaksanaan yang akan
ditempuh. Tetapi yang kami lakukan adalah perintah untuk bersiaga dan bertindak. "
" Baiklah " berkata Ki Tumenggung Wiladipa " ber"siaplah untuk menghadapi segala kemungkinan. "
" Maksud Ki Tumenggung apabila Mataram akan mengambil pusaka-pusaka itu dengan kekerasan" " ber"tanya Ki Pranawangsa.
" Ya " jawab Ki Tumenggung.
" Kami menunggu perintah " jawab Pranawangsa.
" Aku sudah memberikan perintah " jawab Ki Tumenggung.
Pranawangsa mengerutkan keningnya. Namun kemu"dian katanya " Sejak kapan kangjeng Adipati mengangkat Ki Tumenggung menjadi Panglima Tertinggi di Pajang" Aku akan menunggu perintah dari Kangjeng Adipati. "
Wajah Ki Tumenggung tiba-tiba saja menjadi merah. Tetapi ia masih menahan diri. Katanya " Baiklah. Perintah dari kangjeng Adipati akan segera datang. Tetapi apakah salahnya jika kau mendahului perintah dan bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan. "
" Jika yang diucapkan oleh Ki Tumenggung itu sekedar saran, maka aku justru akan memperhatikan " jawab Pranawangsa.
Wajah Ki Tumenggung Wiladipa bagaikan membara. Tetapi ia masih tetap berusaha untuk menahan diri, karena ia harus mengingat kepentingan yang lebih besar dari sekedar membiarkan perasaannya bergejolak. Ia sadar sepenuhnya bahwa untuk menghadapi Mataram yang mungkin akan bertindak, ia memerlukan seluruh kekuatan yang ada di Pajang.
Karena itu, maka Ki Tumenggung itu berusaha untuk tetap pada sikapnya dan berkata " Baiklah, Segalanya akan diatur oleh Kangjeng Adipati yang tentu lebih bi"jaksana dari aku dan setiap orang di Pajang ini. "
Ki Pranawangsapun berusaha untuk menahan pera"saannya pula. Bahkan ia merasa beruntung, bahwa Ki
Tumenggung telah menyarankan kepadanya untuk ber"siaga. Dengan demikian maka ia akan mendapat alasan un"tuk menyelenggarakan latihan besar-besaran, tanpa dicurigai oleh Ki Tumenggung Wiladipa.
Sebenarnyalah ketika Ki Pranawangsa telah berada kembali diantara pasukannya, maka iapun telah menceriterakan sikap Pajang yang diucapkan lewat lesan Ki Tumenggung Wiladipa kepada Untara, Sabungsari dan perwira-perwiranya yang terbatas.
Bahkan Ki Pranawangsa itupun telah mengatur latihan-latihan yang berat bagi pasukan berkudanya dihari-hari berikutnya untuk mendapatkan kesiagaan yang tertinggi.
Ternyata bukan hanya pasukan berkuda itu sajalah yang menyelenggarakan latihan-latihan. Ternyata pasukan khusus yang sebagian adalah prajurit-prajurit yang datang dari Demakpun telah menyelenggarakan latihan-latihan yang juga cukup berat. Bahkan Pajang cenderung berusaha untuk memamerkan kekuatannya kepada orang-orang Mataram yang menurut perhitungan Ki Wiladipa, tentu telah mengirimkan pasukan sandinya ke Pajang.
Sebenarnyalah bahwa Agung Sedayu beberapa hari kemudian telah berada di Pajang lagi untuk menyampaikan printah Panembahan Senapati, bahwa Mataram segera akan mengirim utusan untuk mengambil Ki Tumenggung Wiladipa.
" Mataram akan menyertakan pasukan dari Jati Anom dan pasukan khusus yang berada di Tanah Perdikan. " berkata Agung Sedayu. Lalu " sementara pasukan pengawal Tanah Perdikan Menoreh dan pasukan pengawal Kademangan Sangkal Putung akan berada di perbatasan.
Untara mengangguk-angguk. Ia sadar bahwa agaknya perang tidak akan dapat dihindarkan lagi.
Namun dalam pada itu, Untara berkata " Agung Sedayu, cobalah melihat kekuatan Pajang. Tentu diluar perhitungan orang-orang Mataram. "
" Ya. Orang-orang Mataram tidak akan menduga, bahwa Pajang telah menyiapkan sekian banyak prajuritnya " jawab Agung Sedayu.
" Tetapi sebaiknya kau berada di Pajang satu dua hari. Kau akan melihat lebih jelas lagi, sehingga laporanmu akan mendekati keadaan yang sebenarnya. " berkata Untara " dengan dasar itu, maka kau akan dapat memberikan pertim"bangan, apakah prajurit dari jati Anom dan pasukan khusus itu sudah cukup. Mungkin Mataram dapat menarik pasukannya meskipun hanya sebagian yang berada di Turi dan di Jurang Jero atau berhubungan dengan Pasantenan dan Mangir. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Tetapi katanya " Bukankah pasukan berkuda di Pajang ini dapat diajak bekerja bersama?"
Untara mengerutkan keningnya. Namun kemudian jawabnya " Ya. Aku sudah mendapat kepastian. "
" Jika demikian, untuk sementara pasukan yang berada di Jati Anom, pasukan khusus di Tanah Perdikan Menoreh, serta para pengawal dari Tanah Perdikan dan Sangkal Putung sudah mencukupi. "
Untara mengangguk-angguk. Katanya " Ya. Agaknya memang demikian. Tetapi kau tunggu satu dua hari. Jika usaha Pajang menghubungi Jipang dan membujuk Pangeran Benawa berhasil, maka kekuatan yang diper"siapkan itu tentu tidak akan mencukupi. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Ia mengerti, bahwa kakaknya adalah seorang Senapati medan yang memiliki kelebihan dari Senapati yang lain, sehingga jika Untara berkata demikian, maka keadaan yang sebenarnya tentu tidak akan berbeda terlalu jauh. "
Dengan demikian maka seperti yang diminta oleh Un"tara, maka Agung Sedayu akan berada di Pajang Untuk satu dua hari lagi, sekaligus menunggu berita, apakah hubungan antara Pajang dengan Jipang akan tetap berlangsung sebagaimana didengar oleh Ki Pranawangsa.
Sementara itu, di Tanah Perdikan Menoreh, Glagah
Putih dan Suradarma telah menghubungi Ki Lurah dan Ki Gede sesuai dengan berita yang disampaikan oleh Agung Sedayu. Pasukan khusus itu harus benar-benar dalam kesiagaan tertinggi. Sementara pasukan pengawal terpilih dari Tanah Perdikan Menorehpun akan menjadi pasukan cadangan yang harus siap di medan.
Namun dalam pada itu, hubungan Glagah Putih dengan Suradarma ternyata tidak begitu baik. Ketika mereka menempuh perjalanan dari Mataram ke Tanah Perdikan Menoreh, sikap Suradarma beberapa kali menyinggung perasaan Glagah Putih. Untunglah bahwa Glagah Putih adalah adik dan murid Agung Sedayu, sehingga iapun memiliki kesabaran yang cukup.
Tetapi ketika mereka sudah bersiap-siap untuk pergi ke Mataram lagi dan singgah di barak pasukan khusus, telah terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Glagah Putih.
Atas permintaan Suradarma, maka keduanya ber"malam di barak pasukan khusus itu. Tetapi karena Glagah Putih tidak mempunyai tempat tersendiri sebagaimana Suradarma, maka ia telah tidur di serambi ruang khusus para perwira yang bertugas malam, diluar pengetahuan Ki Lurah Branjangan.
Ketika keduanya bangun di pagi hari, maka dengan serta merta, Suradarmapun berkata " Glagah Putih, bersihkan kudaku dan siapkan pelananya. Kita akan berangkat pagi-pagi "
Glagah Putih mengerutkan keningnya. Beberapa kali Suradarma memang memberikan perintah kepadanya sebagaimana kepada bawahannya. Tetapi sikapnya saat itu sudah keterlaluan bagi Glagah Putih.
Namun demikian Glagah Putih tidak membantah, meskipun ia tidak mengerjakan perintah Suradarma itu.
Setelah mandi dan membenahi diri, Glagah Putih telah membersihkan dan memasang pelana kudanya sendiri. Kemudian ia telah duduk di serambi sambil menunggu.
Beberapa orang perwira yang melihatnya telah mempersilahkannnya duduk didalam sambil minumminuman hangat. " Kau terpaksa kedinginan semalam he" " bertanya seorang perwira.
" Aku terbiasa tidur diatas batu sungai " jawab Glagah Putih sambil tersenyum
Para perwira itupun tersenyum pula. Seorang dian-taranya mempersilahkan " Minumlah, mumpung masih hangat. "
Glagah Putih mengangguk sambil menjawab " Terima kasih "
Tetapi baru saja ia mengangkat mangkuknya, terdengar suara Suradarma " He, Glagah Putih, Kenapa kudaku belum kau bersihkan dan pelananya belum kau kenakan" "
Glagah Putih mengerutkan keningnya. Namun iapun kemudian meletakkan mangkuk di bibirnya. Setelah meneguk minuman hangat itu, barulah ia menjawab " Aku tidak sempat. Aku sudah membersihkan kudaku sendiri. "
" Apa" Tidak sempat" Dan kau sekarang duduk sambil minum sementara aku belum selesai membenahi diri" " ber"tanya Suradarma.
Wajah Glagah Putih menegang. Lalu katanya " Lakukanlah sendiri. "
" He " Suradarma itu memandang Glagah Putih dengan tajamnya " buat apa kau diikutsertakan dalam tugas ini jika kau tidak mau melayani kepentinganku Lebih baik aku pergi dengan seorang pekatik, gamel atau bahkan seorang diri saja daripada bersama seorang pemalas seperti kau."
Jantung Glagah Putih berdenyut semakin cepat, Namun ia masih berusaha menahan diri. Katanya " Aku tidak bertugas melayanimu. Aku mengemban tugas kakang Agung Sedayu. "
" Omong kosong " jawab Suradarma " aku mendapat tugas dari Ki Lurah. Dan kau ditugaskan untuk melayani aku dalam tugas ini. "
Tetapi jawab Glagah Putih benar-benar menyinggung perasaan Suradarma " Aku tidak merasa pernah menerima tugas yang demikian. Aku akan pergi ke Mataram. Dengan atau tidak dengan kau. "
" Gila " Suradarma menjadi sangat marah. Tiba-tiba saja ia meloncat dan mengibaskan mangkuk di tangan Glagah Putih sehingga minuman panas itu tumpah. Bahkan terpercik dipakaiannya dan pakaian seorang perwira yang duduk disebelahnya.
" Suradarma " desis beberapa orang perwira hampir bersamaan.
" Anak ini terlalu sombong. " geram Suradarma " dikiranya ia seorang Senapati Agung yang tidak mau diperintah. Ia tidak lebih anak padesan yang harus pergi un"tuk melayani aku selama aku menjalankan tugas ini. "
" Seharusnya kau kenal anak ini. " berkata seorang perwira yang sudah separo baya.
" Ya aku kenal. Ia adalah Glagah Putih, anak Tanah Perdikan Menoreh, adik Agung Sedayu yang oleh Ki gede diperintah untuk ikut bersama aku dalam tugas ini. " berkata Suradarma
" Tidak " jawab Glagah Putih " kita bersama-sama menjalankan tugas ini. "
" Tutup mulutmu " bentak perwira muda yang ber"nama Suradarma itu " aku adalah perwira dari pasukan khusus Mataram di Tanah Perdikan Menoreh. Sedang kau adalah anak padesan di Tanah Perdikan Menoreh ini. "
" Tetapi aku bukan pelayanmu " Glagah Putih sudah kehilangan kesabaran " aku bukan budakmu. Kita sama-sama menjalankan tugas ini. "
" Kita akan menjalankan tugas ini bersama-sama jika derajad kita sama " jawab Suradarma.
" Aku tidak peduli derajat dan pangkat. Tetapi yang penting kita mampu menjalankan tugas kita " jawab Glagah Putih
Suradarma itupun kemudian mendekatinya dengan tangan dipinggang. Namun sementara seorang perwira telah berusaha melerainya " Sudahlah. Tidak ada gunanya dipertengkarkan. Sekarang, kalian akan menjalankan tugas bersama. "
" Tidak tugas bersama " jawab Suradarma " ia harus melayaniku dalam tugas ini. Aku adalah seorang perwira dari pasukan khusus. "
" Tetapi anak itu bukan dari lingkungan kita " jawab seorang perwira.
" Justru karena itu, maka ia harus membantu aku. Ter"masuk menyiapkan kuda dan kepentingan-kepentingan lain. " jawab Suradarma.
" Aku tidak mau " sahut Glagah Putih " meskipun kau seorang perwira dari pasukan khusus, tetapi aku men"dapat tugas langsung dari kakang Agung Sedayu. Yang penting, apakah kita mampu melakukan tugas kita atau tidak. "
Suradarma menjadi sangat marah. Lalu katanya -Anak ini perlu diajari untuk mengenal, kedudukannya. "
" Apa yang akan kau lakukan" " bertanya seorang perwira.
Suradarma termangu-mangu sejenak. Namun kemu"dian katanya " Memaksanya untuk melakukan perintahku.
" Caranya" " bertanya kawannya pula.
Sekali lagi Suradarma termangu-mangu. Namun iapun kemudian menjawab " Dengan segala cara, sampai anak itu benar-benar melakukannya. "
" Kekerasan" " bertanya perwira itu pula.
" Jika perlu " jawab Suradarma
Namun Glagah Putih menyahut " Aku menolak segala perintahmu. Jika kau ingin memaksaku dengan kekerasan, maka aku akan membela diri. "
" Anak setan " geram Suradarma " kau kira kau ini apa he" Jika kau berusaha untuk melawan, maka kau hanya akan membuat dirimu sendiri semakin sulit. Bahkan mungkin aku akan kehilangan kesabaran dan membuatmu menyesal sepanjang hidupmu. "
" Apapun yang akan terjadi. Tetapi aku bukan budakmu. " jawab Glagah Putih.
Para perwira yaang ada diruang itupun saling berpan"dangan. Namun mereka tidak segera mengambil sikap.
Sementara itu Suradarma yang benar-benar telah ter"singgung itu sekali lagi membentak " Anak dungu. Cepat lakukan sebelum aku kehilangan kesabaran. Sikap sombongmu benar-benar membuat aku menjadi muak. "
" Aku tidak peduli " geram Glagah Putih " jika kau berteriak membentakku sekali lagi Aku akan menampar mulutmu.
Kata-kata Glagah Putih itu sudah keterlaluan. Karena itu, maka Suradarma sudah tidak sabar lagi. Ialah yang akan mendahului menampar mulut Glagah Putih.
Namun dalam pada itu, seorang diantara para perwira itu tiba-tiba saja telah berdiri diantara kedua orang yang marah itu. Dengan suara yang berat ia berkata " Sura"darma, apakah kau benar-benar akan memaksa anak itu menuruti perintahmu, meskipun ia bukan bawahanmu" "
Perwira itu kemudian berpaling kepada Glagah Putih " Dan kau berkeras untuk menolaknya" "
" Ya. Aku menolaknya " jawab Glagah^ Putih.
" Baiklah. Aku kira kalian berdua adalah laki-laki. Kita selesaikan persoalan kalian dengan jujur dan jantan. Jika Suradarma akan mempergunakan kekerasan, maka biarlah Glagah Putih juga mempertahankan sikapnya dengan keke"rasan. Kami menjadi saksi. Tetapi jika salah seorang di"antara kalian kalah, maka kekalahan itu harus diakui dengan jantan pula. Untuk seterusnya tidak ada lagi per"soalan diantara kalian, karena yang kalah akan melakukan keinginan dari yang menang. " berkata perwira itu.
" Bagus " geram Suradarma " aku akan membuatnya menyesal sepanjang hidupnya. "
Para perwira itupun kemudian membawa kedua orang itu kedalam sanggar tertutup, tempat latihan-latihan olah kanuragan secara pribadi dari para prajurit dari pasukan khusus itu, yang pada langkah-langkah permulaan pernah dibimbing oleh Agung Sedayu. Namun perwira-perwira yang datang menyusul, memang ada yang tidak mengalami tempaan Agung Sedayu seperti beberapa orang yang se"akan-akan merupakan pendiri dan cikal bakal dari pasukan khusus itu.
" Apakah kita akan melaporkan kepada Ki Lurah " desis seorang diantara para perwira itu.
" Tidak usah. Tetapi kita harus berhati-hati. Jangan sampai timbul korban diantara mereka " jawab kawannya " karena itu, kita semua akan mengamati perkelahian itu dengan saksama dan berhak menghentikannya setiap saat.
Yang lain mengangguk-angguk.
Demikianlah, maka keduanya benar-benar telah diha"dapkan dalam satu arena. Seorang perwira yang sudah separo baya mengatur perkelahian itu dan minta agar semua orang perwira yang ada didalam sanggar itu menjadi saksi dan sekaligus pelerai. Mereka berhak menghentikan perkelahian itu jika mereka menganggap salah seorang sudah dikalahkan.
Dengan pintu tertutup, maka kedua orang itupun segera bersiap-siap untuk menentukan siapakah diantara mereka yang memiliki kemampuan paling baik.
Seorang perwira telah mengamati keduanya dengan saksama, sehingga ia yakin bahwa keduanya telah mele"paskan senjata mereka karena mereka akan bertempur tan"pa mempergunakan senjata apapun juga.
Dua orang perwira muda yang ada didalam sanggar itu pula tersneyum-senyum. Mereka seakan-akan telah menda"patkan satu tontonan yang tentu mengasyikkan. Tetapi merekapun menganggap bahwa Glagah Putih itu terlalu sombong meskipun ia adalah adik sepupu Agung Sedayu.
" Anak itu memang harus mendapat tegoran dan seka"ligus mengetahui dengan pasti tingkat kemampuan para perwira dari pasukan khusus ini. " desis salah seorang di"antara keduanya.
Tetapi seorang perwira yang separo baya itu berkata didalam hatinya " Anak-anak dari pasukan khusus ini harus mengetahui, bahwa mereka bukan orang terbaik di
Mataram dalam olah kanuragan secara pribadi. Jika Glagah Putih memiliki kelebihan meskipun hanya sebagian kecil dari Agung Sedayu, maka Suradarma akan mendapat sedikit pelajaran dari sikapnya. Sebenarnyalah sikap se"orang prajurit apalagi dari pasukan khusus bukan untuk memperbudak orang-orang yang dianggapnya tidak sedera jat dengan dirinya. Bahkan sebaliknya. "
Sejenak kemudian maka perwira yang separo baya itu, yang bukan saja tertua umurnya, tetapi juga pangkat dan kedudukannya, telah mengatur perkelahian itu agar ber"langsung dengan jujur, karena keduanya adalah laki-laki.
Suradarma menjadi tidak sabar lagi. Namun ia terpaksa
menurut perintah perwira yang lebih tua dan lebih tinggi kedudukannya daripada dirinya.
" Bersiaplah " berkata perwira itu " kita berada dida"lam sanggar. Bukan di arena sabung ayam. Karena itu kita harus menghormati martabat kita masing-masing dengan sikap yang jujur. "
Suradarma dan Glagah Putih tidak menjawab. Tetapi keduanya telah bersiap untuk bertempur.
Demikianlah, maka suradarma yang sudah tidak sabar lagi itu mulai bergerak. Ketika ia melangkah mendekati, Glagah Putih bergeser menyamping.
Tiba-tiba saja Suradarma telah meloncat sambil meng"gerakkan kakinya, sementara Glagah Putih masih saja ber"geser. Tetapi dengan serta merta Suradarma telah memutar tubuhnya dan kakinya itupun berputar mendatar. Tumit"nya telah menyerang ke arah perut Glagah Putih.
Tetapi Glagah Putih cukup cekatan. Dengan sigapnya ia menghindari serangan itu. Bahkan dengan cepat pula, ia telah meloncat sambil menyerang tengkuk dengan tangan"nya.
Namun Suradarma cepat mengelak. Tetapi Glagah Putih tidak membiarkannya. Iapun cepat memburu. Kaki"nyalah yang kemudian terjulur mengarah kepada Sura"darma.
Suradarma kemudian harus mengelak lagi, sehingga beberapa saat kemudian pertempuran itupun telah mening"kat semakin cepat.
Dengan geram Suradarma ingin dengan cepat membukti"kan kepada Glagah Putih, bahwa anak itu tidak akan dapat me"nolak perintahnya. Kecuali Glagah Putih bukan apa-apa selain anak pedesan, ternyata bahwa iapun bukan apa-apa dalam olah kanuragan.
Namun Suradarma mulai gelisah ketika untuk beberapa saat kemudian ia tidak segera dapat menundukkan anak muda yang bernama Glagah Putih itu. Bahkan ketika ia meningkatkan ilmunya semakin tinggi, maka Glagah Putih itupun masih saja mampu mengimbanginya.
" Anak iblis " geram Suradarma. Ia mengerti bahwa Gla"gah Putih adalah adik sepupu Agung Sedayu. Tetapi yang me"miliki kemampuan yang tinggi adalah Agung Sedayu. Seandai"nya anak ini belajar kepada Agung Sedayu, maka seberapa ting"gi ilmu yang sudah dapat disadapnya.
Namun ternyata bahwa Suradarma harus berhadapan de"ngan satu kenyataan, bahwa anak yang dianggapnya tidak lebih dari anak pedesan yang disertakan dalam tugasnya untuk mela"yaninya itu memiliki kemampuan yang mampu mengimbanginya.
Perkelahian antara keduanya semakin lama menjadi sema"kin sengit. Suradarma yang semakin marah, akhirnya tidak me"ngekang diri lagi. Ia memang memiliki ilmu yang tinggi. Bukan saja yang telah disadapnya selagi ia berada didalam lingkungan keprajuritan, tetapi sebelumnya ia pernah berguru kepada seseorang yang memiliki ilmu yang tinggi di Pasantenan.
Tetapi ternyata bahwa ia tidak dapat berbuat banyak menghadapi anak muda dari Tanah Perdikan Menoreh itu.
Bahkan semakin lama semakin ternyata bahwa Glagah Pu"tih memiliki beberapa kelebihan. Anak itu mampu bergerak le"bih cepat dari Suradarma, bahwa kecepatan gerak Glagah Putih semakin membuat Suradarma kebingungan.
" Anak iblis " geram Suradarma. Kemarahannya benar-benar sudah sampai kepuncak, sehingga dengan demikian maka segenap kemampuannyapun telah dikerahkan.
Glagah Putih terkejut ketika pada sat-saat terakhir, bentu"ran-benturan yang terjadi membuatnya terdesak. Kekuatan
Suradarma tidak menjadi berlipat. Tetapi pada saat-saat ia me"nangkis serangannya atau sebaliknya, sentuhan tubuhnya terasa bagaikan menyentuh batu.
" Ilmu apakah yang dimiliki orang ini" " pertanyaan itu telah tumbuh dihati Glagah Putih.
Namun Glagah Putih berusaha untuk mengerahkan ke"mampuannya, sehingga meskipun sentuhan-sentuhan dengan tubuh lawanya membuatnya kesakitan, namun Suradarma se"kali-sekali telah terdesak oleh kekuatan Glagah Putih. Bahkan dalam benturan yang terjadi kemudian Suradarma kadang-ka"dang terlempar satu dua langkah surut, meskipun Glagah Putih harus menyeringai menahan bagian-bagian tubuhnya yang ke"sakitan, karena tubuh SUradarma bagaikan menjadi batu pa"das.
Meskipun demikian Suradarma sama sekali tidak merasa terdesak. Ia meloncat menyerang, sambil meningkatkan il"munya sampai kepuncak.
Glagah Putih termangu-mangu. Ia menjadi semakin sulit menghadapi lawannya, meskipun ia sadar, bahwa yang dihadapi bukannya ilmu kebal, karena jika serangannya yang kuat me"ngenai tubuh lawannya yang bagaikan membatu itu, nampak wajah Suradarmapun telah berubah.
Tetapi tubuh Glagah Putih menjadi semakin kesakitan ka"rena sentuhan-sentuhan yang keras dan seolah-olah menghan"tam batu padas.
Namun Glagah Putih tidak mudah menjadi putus asa. Ia adalah salah seorang yang tidak ada duanya yang pernah ber"latih bersama Raden Rangga dengan cara yang keras dan berat.
Karena itu, maka dalam keadaan yang memaksa, Glagah Putih telah mengerahkan segenap kemampuannya. Dengan me"musatkan segala nalar budinya, maka gejala kemampuan dida"lam dirinya yang masih belum mapan telah terungkap.
Dengan demikian maka pertempuranpun menjadi semakin sengit. Beberapa orang perwira yang menyaksikan pertempuran itu menjadi tegang. Satu dua orang perwira itu telah mengetahui puncak ilmu Suradarma, sehingga para perwira itu menjadi ce"mas.
" Suradarma benar-benar kehilangan pengamatan diri " desis salah seorang perwira " menghadapi anak-anak ia agak"nya telah mengungkapkan puncak ilmunya, sehingga setiap sen"tuhan telah membuat lawannya kesakitan."
" Itu haknya " jawab perwira yang lain "- tanpa kemam"puan puncaknya ia mengalami kesulitan."
" Tetapi apakah pantas, bahwa ilmunya itu dipergunakan untuk mengalahkan anak Tanah Perdikan itu" " bertanya per"wira yang pertama.
" Mungkin menurut pertimbangannya, itu lebih baik da"ripada ia dikalahkan oleh anak-anak " jawab kawannya.
Perwira yang pertama menarik nafas dalam-dalam. Ter"nyata ia tidak dapat membantah lagi. Memang rasa-rasanya akan sangat tersinggung jika ia dikalahkan oleh Glagah Putih.
Namun bagi perwira itu, bahwa Glagah Putih mampu bertahan sampai saat itu, sudah merupakan satu kelebihan yang sulit dicari bandingnya. Anak yang masih terlalu muda itu dapat memaksa Suradarma mengerahkan ilmu puncaknya.
Beberapa perwira yang lainpun telah bersiap-siap pula un"tuk melerai pertempura itu setelah mereka melihat Suradarma benar-benar telah mempergunakan puncak ilmunya. Bagi para perwira itu, akan sangat sulit bagi Glagah Putih untuk dapat ke"luar dari cengkaman ilmu yang dahsyat itu. Menurut para per"wira itu, daya tahan Glagah Putih tidak akan dapat berlangsung lama, karena ternyata Suradarma dengan sengaja selalu mem"bentur tubuh Glagah Putih. Bahkan Suradarma sama sekali ti"dak mengelak jika ia dikenai serangan Glagah Putih meskipun kadang-kadang ia harus menyeringai menahan sakit dan terdo"rong surut.
Namun dalam pada itu, ternyata Glagah Putih telah menge"rahkan segenap kemampuan yang ada di dalam dirinya, meski"pun masih belum terlalu mapan. Namun apa yang dimilikinya itu merupakan gejala dari sejenis ilmu yang nggegirisi, yang akari menjadi semakin matang bersamaan dengan peningkatan ilmunya. Bahkan gurunya tentu akan mampu mengarahkannya, sehingga kekuatan yang tersimpan didalam dirinya itu akan be"nar-benar menjadi dasar kekuatannya disamping ilmu-ilmunya
yang lain yang disadapnya dari cabang ilmu yang berbeda-be"da tetapi luluh menjadi satu.
Seperti lawannya, maka Glagah Putihpun kemudian tidak berusaha untuk menghindari benturan-benturan. Meskipun terasa setiap sentuhan membuatnya kesakitan, namun dengan mengerahkan kemampuan daya tahannya, maka Glagah Putih berusaha mengatasi perasaan sakitnya.
Yang kemudian terjadi, membuat para perwira yang me"ngamati perkelahian itu menjadi heran. Mereka memang meli"hat perubahan-perubahan yang terjadi pada keduanya.
Suradarma dengan sadar berusaha menyakiti tubuh lawan"nya dengan ilmunya yang dibanggakannya. Namun ternyata bahwa Glagah Putih bukannya tidak meninggalkan rasa sakit pada tubuh lawannya.
Apalagi saat-saat terakhir, setelah Glagah Putih mengerah"kan kemampuan yang ada didalam dirinya, sebagaimana ia ber"latih melawan Raden Rangga.
Mula-mula Suradarma tidak begitu memperhatikan sesuatu yang terjadi pada dirinya, karena ia sama sekali tidak menyadari dan bahkan sama sekali tidak menduga bahwa hal itu dapat ter"jadi. Namun kemudian, Suradarma itupun merasakan sesuatu yang menggetarkan jantungnya.
Dalam benturan-benturan dan sentuhan-sentuhan yang ter"jadi, ternyata bahwa seakan-akan getaran yang tidak dikenal te"lah merambat dan bahkan meloncat lewat sentuhan-sentuhan yang bagaimanapun kecilnya. Getaran-getaran itu seakan-akan telah mengguncang bagian dalam tubuhnya melalui aliran darah dan hubungan urat sarafnya.
Suradarma yang kemudian menyadari akan hal itu, menja"di berdebar-debar. Dalam benturan-benturan yang terjadi ke"mudian, ia menjadi semakin yakin, bahwa goncangan-gonca-ngan itu langsung mempengaruhi bagian dalam tubuhnya, terutama jantung dan pernafasannya.
" Gila " geram Suradarma.
Namun ia tidak segera berkecil hati. la masih yakin akan il"munya. Jika benturan-benturan itu masih saja terjadi, maka ia berharap bahwa keadaan wadag Glagah Putih akan lebih dahu"lu kehilangan kemampuannya untuk berbuat lebih banyak lagi.
Tetapi ternyata bahwa kemampuan Glagah Putih tidak saja berpengaruh atas tubuh Suradarma dalam benturan-benturan yang terjadi. Tetapi pengaruhnya justru langsung menusuk jan"tung. Sedangkan benturan itu sendiri masih juga mampu me"nyakiti kulit daging Suradarma, meskipun Glagah Putih harus juga berusaha menahan sakit karena tubuh Suradarma seo"lah-olah telah membatu.
Dengan demikian maka para perwira itu melihat perubahan yang terjadi pada keseimbangan pertempuran itu. Glagah Putih tidak lagi menyerang dengan keras dan menahan benturan-ben"turan kekuatan Suradarma sambil menyeringai kesakitan Teta"pi Glagah Putih mulai menghindari tbenturan-benturan keras. Ia hanya memerlukan sentuhan-sentuhan kecil untuk melontarkan serangan langsung kedalam bagian dalam lawannya.
Suradarma menjadi semakin heran merasakan getaran-ge"taran yang mengguncang jantungnya. Rasa-rasanya jantungnya itu berdenyut tidak wajar, sementara pernafasannyapun menja"di terganggu.
Sebagai seorang yang berpengalaman maka Suradarmapun kemudian mulai mengamati pertempuran itu dengan saksama. Ia mulai merasakan setiap perubahan yang terjadi didalam diri"nya serta mencoba untuk menemukan sebabnya.
Namun ia tidak mempunyai banyak kesempatan. Glagah Putih berusaha untuk mengikat Suradarma dalam perkelahian yang sibuk.
Dengan demikian, maka sentuhan-sentuhan diantara ke-duanyapun menjadi semakin sering terjadi. Sentuhan-sentuhan itu tidak terlalu menyakiti tubuh Glagah Putih, tetapi cukup memberi kesempatan untuk menyengatkan getaran-getaran yang dapat memperngaruhi bagian dalam tubuh Suradarma.
Suradarma tidak mempunyai kesempatan lagi untuk mele"paskan diri dari libatan kecepatan gerak Glagah Putih. Meski"pun Suradarma sendiri berusaha untuk melakukan benturan-benturan yang keras, tetapi Glagah Putih mampu menghindar kan diri dan kemudian menyerang dengan cepat untuk dapat menyentuh tubuh Suradarma.
Ternyata bahwa latihan-latihan yang keras dan berat de ngan Raden Rangga serta bimbingan dan pengarahan yang sungguh-sungguh dan tekun serta tidak mengenal lelah dari gurunya dan Agung Sedayu, telah membuat Glagah Putih seo"rang anak muda yang luar biasa.
Dengan ketahanan tubuhnya yang tinggi serta kecepatan geraknya, maka Glagah Putih akhirnya mampu mengatasi la"wannya, mengatasi kesakitan pada tubuhnya dalam benturan-benturan yang terjadi, bahkan bagaikan membentur batu padas kemudian menyusupkan serangan serangannya yang langsung merayap lewat saluran darah dan urat saraf menusuk jantung.
- Semakin lama para perwira yang menyaksikan pertempu"ran itupun menjadi semakin meyakinkan apa yang terjadi. Mereka tidak tergesa-gesa melerai perkelahian-itu, karena mere"ka tidak lagi mencemaskan keadaan Glagah Putih. Namun jus"tru sebaliknya, mereka melihat bahwa Glagah Putih menjadi se"makin mendesak lawannya.
Dua orang perwira muda yang ingin melihat Glagah Putih mengakui kelebihan Suradarma dan para perwira muda pada khususnya, menjadi gelisah. Tetapi beberapa orang perwira yang lebih tua menarik nafas dalam-dalam melihat perkelahian itu.
Perwira yang sudah separo baya itu kemudian berkata di"dalam hatinya " Pantaslah jika anak ini adik sepupu Agung Sedayu. Pada umurnya, ia sudah menunjukkan sesuatu yang su"lit dicari imbangannya. Para perwira dari pasukan khusus ini-pun sulit untuk dapat mencapai tataran tingkat ilmunya, kecuali satu dua orang khusus saja."
Untuk beberapa saat para perwira itu masih menyaksikan keduanya bertempur. Tetapi Suradarma tidak lagi segarang se"mula. Kekuatannya perlahan-lahan bagaikan larut kedalam ge"taran-getaran yang mengguncang jantungnya, sehingga kemudi"an terasa tenaganya demikian cepat susut.
Dua orang perwira muda yang melihat bahwa Suradarma akan menjadi semakin terdesak, tiba-tiba saja telah bergeser maju. Seorang diantara mereka berkata " Cukup. Ternyata ka"lian memiliki kemampuan yang seimbang. Sampai kapanpun perkelahian ini diteruskan, kalian tidak akan dapat mencapai satu keadaan dimana salah seorang akan menang terhadap yang lain."
Suradarma yang merasa menjadi semakin terdesak, me-nganggap bahwa pernyataan itu benar-benar dapat menyelamat"kannya! Karena itu maka iapun telah meloncat surut sambil ber"kata " Apa yang harus kami lakukan?"
" Berhenti " jawab perwira muda itu " dan saling me"ngakui bahwa kalian memiliki tingkat ilmu yang sama."
Sebenarnya Glagah Putih menolak keputusan itu. Tetapi pengaruh kakak sepupunya dan nasehat-nasehat yang selalu di"dengarnya dari orang-orang tua maka iapun terdiam. Ia tidak ingin memperpanjang persoalan, agar ia tidak dijadikan budak oleh Suradarma.
Dalam pada itu, Suradarmalah yang menyahut pula " Aku tidak berkeberatan, meskipun sebenarnya perkelahian ini masih dapat diteruskan."
Dalam pada itu perwira yang sudah separo baya itupun me"motong " Sokurlah jika kalian dapat menempatkan diri kalian dengan wajar. Karena kalian tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang, maka kalian akan kembali kedalam tugas-tugas kalian dalam tingkat yang sejajar. Yang satu bukan pelayan yang lain dan sebaliknya."
Tetapi tiba-tiba saja Suradarma memotong " Dalam olah karturagan memang mungkin kemampuan kita tidak jauh berbe"da. Mungkin anak itu memiliki daya tahan yang dapat memper"panjang waktu perlawanannya. Tetapi ada satu hal yang berbe"da. Jika ia menang, memang tidak ada persoalan. Tetapi justru karena kami dianggap memiliki kemampuan yang sama, maka kelebihanku terletak pada martabatku."
Salah seorang diantara dua orang perwira muda yang ada didalam sanggar itupun berkata " Aku sependapat."
Namun perwira yang sudah separo baya itu kemudian ber"kata dengan nada rendah " Jika demikian, biarlah perkelahian ini diteruskan. Mungkin memerlukan waktu sehari penuh atau bahkan lebih. Aku tidak peduli. Bahkan aku rasa, aku wajib melaporkannya kepada Ki Lurah Branjangan.
Para perwira yang berada didalam sanggar itu saling berpandangan. Namun mereka menyadari, bahwa jika yang dikata"kan oleh perwira yang sudah separo baya itu dilakukan, maka sudah pasti, bahwa Suradarma akan dapat dikalahkan.
Karena itu, maka salah seorang diantara para perwira itu-pun berkata " Sudahlah. Kita jangan terlalu berpijak kepada harga diri yang berlebihan. Tidak ada perbedaan martabat dian"tara kita dengan anak-anak Tanah Perdikan Menoreh. Mungkin Glagah Putih kerjanya sehari-hari tidak lebih dari seorang gem"bala lembu atau seorang petani yang berjemur diteriknya mata"hari dalam kubangan lumpur yang kotor. Tetapi pada hakekat-nya memang tidak ada perbedaan diantara kita."
Suradarma termangu-mangu sejenak. Tetapi iapun menya"dari, jika ia harus benar-benar meneruskan perkelahian itu, ma"ka ia tidak akan dapat yakin bahwa ia akan berhasi mengalah"kan Glagah Putih Bahkan akan dapat terjadi sebaliknya.
Karena itu, maka tiba-tiba saja Suryadarma itu berkata " Aku akan menarik diri dari tugas yang menjemukan ini."
"- Apakah kau dapat melakukannya ?" bertanya perwira yang sudah separo baya itu.
" Aku akan menyampaikannya kepada Ki Lurah Branja-ngan " jawabnya.
Para perwira itu tidak dapat mencegahnya. Bahkan mereka menganggap bahwa hal itu adalah hal yang paling baik, sehing"ga mereka tidak akan selalu merasa terganggu didalam tugas-tu"gas mereka.
" Terserahlah kepadamu " berkata perwira yang sudah separo baya itu.
Suradarma tidak menjawab. Tetapi ia merasa bahwa sebe"narnyalah ia tidak akan dapat menyembunyikan diri dari penga"kuan bahwa Glagah Putih memang mempunyai kelebihan da"ripadanya. Karena itu, maka akan lebih baik baginya jika ia ti"dak bertugas bersama dengan anak itu.
Ketika hal itu disampaikan kepada Ki Lurah Branjangan, maka Ki Lurah menjadi heran. Menurut pengartiannya, Glagah Putih adalah seorang anak muda yang baik. Adalah sulit dime"ngerti bahwa keduanya telah bertengkar dan bahkan Suradarma merasa tidak lagi dapat bekerja sama dengan Glagah Putih.
" Aku akan melakukan tugas ini sebaik-baiknya Ki Lurah "berkata Suradarma " tetapi tidak dengan anak cengeng itu. Berilah seorang pembantu dari anak muda Tanah Perdikan yang manapun juga asal bukan Glagah Putih."
Ki Lurah mengangguk-angguk. Namun kemudian katanya " Aku akan mempertimbangkannya. Hari ini aku akan mem"berikan keputusan."
" Seharusnya hari ini kami sudah berada di Mataram " berkata Suradarma " namun persoalan yang kecil ini akan da"pat mengganggu tugas kami dalam keseluruhan.
Ki Lurah Branjangan menarik nafas dalam-dalam. Ia tidak menyangka bahwa ia akan menghadapi persoalan yang jarang ditemuinya. Seorang perwira menarik diri dari penugasan yang diberikan.
Tetapi Ki Lurah tidak ingin melakukan satu kekeliruan ka"rena kedua orang petugas itu tidak sesuai. Persoalan yang mere"ka bawa termasuk persoalan yang penting dan rahasia. Jika dua orang petugas merasa diri mereka tidak sesuai, maka mungkin sekali akan dapat terjadi sesuatu yang merugikan tugas itu sen"diri.
Meskipun demikian, Ki Lurah bukannya tidak menaruh perhatian terhadap sikap bawahannya yang aneh itu, meskipun tidak dengan serta merta.
Karena itu maka Ki Lurahput" kemudian berkata " Tung"gulah. Aku akan merenungkan sikapmu itu."
Suradarmapun kemudian meninggalkan Ki Lurah. Ia sa"dar, bahwa Ki Lurah tentu akan memanggil Glagah Putih dan bertanya kepadanya, apa yang telah terjadi. Tetapi Suradarma"pun mengharap bahwa Ki Lurah sependapat dengan dirinya, bahwa Glagah Putih dalam tugas itu bukannya petugas yang se"tingkat dengan dirinya.
Tetapi Ki Lurah ternyata tidak memanggil Glagah Putih, Ia memanggil dua orang perwira yang dianggapnya mengetahui persoalan antara Suradarma dan Glagah Putih karena mereka bertugas pada saat Glagah Putih tidur di barak itu.
Ternyata yang dipanggil adalah perwira yang sudah separo baya yang malam itu berada dibilik para perwira.
" Apakah kau tahu sebabnya kenapa tiba-tiba saja Sura"darma mengajukan keberatan untuk pergi ke Mataram bersama Glagah Putih" bertanya Ki Lurah Branjangan.
" Semalam Glagah Putih tidur diserambi barak khusus ba"gi para perwira yang bertugas " jawab perwira itu.
" Kenapa di serambi" Apakah tidak ada tempat yang lebih pantas dari pada serambi" " bertanya Ki Lurah.
" Ia tidak mau tidur dibilikku atau bilik orang lain yang bukan tempatnya. Menurut Glagah Putih, ia terbiasa tidur di-mana mana " jawab perwira itu.
" Tetapi bukankah Suradarma yang mengajaknya berma"lam disini" " bertanya Ki Lurah.
" Ya-. Tetapi Suradarma menganggap bahwa sudah sepan"tasnya anak itu tidur diserambi " jawab perwira itu. Lalu " Bahkan dalam beberapa hal, Suradarma menganggap bahwa Glagah Putih mempunyai kedudukan yang lebih rendah dari ke"dudukan Suradarma, sebagai seorang perwira dari pasukan khusus ini."
" Bagaimana terjadi seperti itu" " bertanya Ki Lurah.
Perwira itupun kemudian menceritakan apa yang telah ter"jadi. Sikap Suradarma dan sikap Glagah Putih yang lugu tanpa di buat-buat.
Ki Lurah Branjangan menarik nafas dalam-dalam. Katanya " baiklah. Jika demikian, maka aku mengijinkan Suradarma menarik diri. Aku akan menugaskan orang lain untuk melaku"kan tugas yang meskipun tidak terlalu berat, tetapi harus dilaku"kan dengan sungguh-sungguh " Perwira yang sudah separo baya itu tidak menjawab. Tetapi ia melihat sesuatu yang meng"getarkan dadanya pada mata Ki Lurah Branjangan.
" Panggil Glagah Putih " berkata Ki Lurah. Lalu " Dan kau juga harus menghadap kembali dengan salah seorang perwi"ra pemimpin kelompok yang kau anggap akan dapat bekerja sa"ma dengan Glagah Putih."
" Siapa " bertanya perwira itu.
" Terserah kepadamu. Aku merasa bahwa perintahku te"lah diabaikan oleh Suradarma. Akulah yang mengusulkan kepa"da Agung Sedayu, bahwa Glagah Putih akan dikawani oleh seo"rang perwira dari pasukan khusus. Bukan sebagaimana sikap Suradarma itu. " jawab Ki Lurah Branjangan.
Perwira yang sudah separo baya itupun kemudian minta di"ri. Ia akan memanggil Glagah Putih dan seorang yang dapat menjadi kawannya dalam tugas. Benar-benar kawannya. Bukan orang yang akan memerintahnya seperti budak.
Sejenak kemudian Glagah Putih, perwira yang sudah sepa"ro baya itu dan seorang perwira muda telah menghadap. Per"wira muda itu ternyata bukan salah seorang yang menyaksikan perkelahian didalam sanggar. Tetapi perwira yang sudah separo baya itu telah menceritakan apa yang telah terjadi.
" Orang inikah yang akan kau tugaskan untuk pergi ?" bertanya Ki Lurah Branjangan.
" Ya Ki Lurah " jawab perwira itu " aku sudah mengata"kan tentang beberapa hal mengenai Suradarma Karena itu, mu"dah-mudahan ia dapat menempatkan diri sebagaimana Ki Lu"rah kehendaki."
Suradarma terlalu sombong. Ia merasa dirinya mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari anak-anak Tanah Perdikan, meskipun seharusnya ia tahu, bahwa Glagah Putih bukan anak Tanah Perdikan ini yang sebenarnya, karena ia adalah seorang pendatang. Tetapi anak itu sebagaimana Agung Sedayu dan Se"kar Mirah, sudah menempatkan dirinya sebagaimana orang-orang Tanah Perdikan ini sendiri " berkata Ki Lurah " nah, ji"ka orang ini akan mengawani Glagah Putih, maka ia harus ber"buat sebaik-baiknya. Ia harus menyadari, bahwa Glagah Putih mendapat tugas langsung dari Agung Sedayu, dan aku mena"warkan salah seorang diantara kita untuk membantu tugas itu. Bukan sebaliknya.
Perwira muda itu mengangguk-angguk, sementara Glagah Putih hanya menarik nafas panjang. Tetapi ia merasa lebih baik ia tidak bertugas dengan Suradarma daripada memungkinkan untuk timbul persoalan-persoalan baru diantara mereka.
Ki Lurah Branjangan masih memberikan beberapa pesan kepada perwira muda itu dan kepada Glagah Putih. Namun sementara itu, maka ia berkata " Kalian boleh meninggalkan ruangan ini. Selamat jalan. Mudah-mudahan tugas kalian selalu berhasil baik. " sementara itu perintah Ki Lurah kepada per"wira yang sudah separo baya " sekarang panggil Suradarma dan para perwira yang bertugas malam tadi. Semuanya. "
Perwira itu menjadi berdebar-debar. Ia tidak segera menge"tahui, apakah maksud Ki Lurah Branjangan. Namun perwira itupun kemudian pergi juga memanggil para perwira yang sema"lam bertugas bersama Suradarma.
Para perwira itu menjadi berdebar-debar. Demikian pula Suradarma. Apalagi ketika iapun kemudian mendengar bahwa ada orang yang telah ditunjuk oleh Ki Lurah.
" Gila " geram Suradarma " jadi Ki Lurah lebih membe"ratkan Glagah Putih daripada aku?"
Namun sebenarnyalah, bahwa yang kemudian berangkat ke Mataram adalah Glagah Putih bersama seorang perwira muda yang lain.
Ketika mereka sudah menghadap Ki Lurah Branjangan, maka Ki Lurahpun kemudian bertanya, dimana Glagah Putih ti"dur semalam. Apakah ia mendapatkan ransum makan dan mi"num serta keperluan-keperluan lain"
Tetapi para perwira itu saling berpandangan. Akhirnya Ki Lurah pun mengetahui bahwa Glagah Putih sama sekali tidak mendapatkan apapun juga. Bahkan kemudian ia telah berteng"kar dengan Suradarma.
Ki Lurah Branjangan benar-benar menjadi marah. Dengan nada keras iapun kemudian bertanya kepada Suradarma " Kaulah yang membawanya kemari, sehingga kau harus bertang-gungjawab terhadap anak muda itu. Semalam ia tidur di seram"bi tanpa makan dan minum."
Wajah Suradarma menjadi tegang. Iapun lupa berbuat sesuatu bagi Glagah Putih agar ia mendapat makan dan minum semalam. Tetapi semuanya sudah terlanjur, sehingga karena itu, maka yang dapat dilakukannya adalah sekedar menunggu perin"tah Ki Lurah Branjangan.
Bahkan Ki Lurah itupun berkata " Apalagi kau telah beru"saha memeras anak,itu agar mau menurut segala perintahmu ka"rena kau menganggapnya tidak lebih dari seorang anak pede-~ saan yang diperintahkan untuk melayani diperjalanan."
Ki Suradarma hanya menundukkan kepalanya saja. Ia sama
ma sekali tidak mengira, jika akibat dari langkahnya itu telah menimbulkan persoalan yang berlarut-larut.
Bahkan dalam pada itu. Ki Lurah yang marah itu telah menjatuhkan perintah - Suradarma, hukuman bagi tingkah la"kumu yang kasar terhadap Glagah Putih, adik sepupu Agung Sedayu adalah, kaulah yang harus membersihkan kuda para perwira yang sekarang ini berada disini dalam sepekan. Tidak seorang pun diperbolehkan membantu. Kau harus melakukan"nya sendiri sejak kau bangun dari tidur."
Perintah itu memang sangat mengejutkan. Serentak para perwira itu mengangkat wajahnya memandang kearah Ki Lurah Branjangan. Namun Ki Lurah agaknya sudah mantap dalam ke-putusannya saat itu.
Karena itu, maka tidak seorangpun yang akan dapat meru-bah keputusannya. Memberikan beberapa ekor kuda setiap pagi dalam waktu sepekan.
Betapapun perintah itu sangat menjemukan, tetapi Sura darma tidak berani menolaknya meskipun ia juga menyesal, bahwa ia telah memperlakukan Glagah Putih tidak sewajarnya. Dengan demikian maka Ki Lurah agaknya benar-benar menjadi marah dan menghukumnya dengan cara yang sama sekali tidak menarik.
Kawan-kawannya menjadi kasihan melihat nasib Suradar"ma. Tetapi mereka tidak dapat membantunya. Jika Ki Lurah melihat seseorang membantu Suradarma, maka ia tentu akan memberikan hukuman yang lain lagi, yang barangkali semakin tidak menyenangkan bagi Suradarma.
Demikianlah, maka yang telah melakukan tugas bersama Glagah Putih adalah seorang yang lain, yang ternyata memiliki sikap dan sifat tidak seperti Suradarma, sehingga dengan de"mikian maka ia telah dapat melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Dalam pada itu, maka hubungan antara Mataram dan Pa"jang telah berkembang kearah yang tidak dikehendaki. Ter"nyata Pajang yang merasa bahwa Mataram tentu tidak hanya akan tinggal diam, telah bersiap-siap pula. Sebagaimana dike"hendaki oleh Pranawangsa, maka ternyata perintah dari Kangjeng Adipati benar-benar telah turun bagi pasukan berkuda di Pajang untuk bersiaga.
Semua perkembangan Pajang telah ditangkap oleh Untara dan disampaikan kepada Mataram oleh Agung Sedayu yang ke"mudian menyebar ke Tanah Perdikan Menoreh. Sehingga akhir"nya, sampailah saatnya utusan Panembahan Senapati berangkat ke Pajang dengan membawa perintah Panembahan Senapati un"tuk memanggil Ki Tumenggung Wiladipa.
Sebagaimana direncanakan, maka pasukan Mataram yang terjadi dari pasukan khusus di Tanah Perdikan Menoreh dan pasukan yang telah dipersiapkan Jati Anom telah bergerak ke Pajang. Sementara itu dibelakang pasukan itu telah dipersiap"kan pula pasukan Tanah Perdikan Menoreh, para pengawal dari Sangkal Putung dan prajurit-prajurit Mataram yang ditarik dari beberapa tempat di lingkungan Mataram.
Kedatangan sekelompok utusan yang memasuki pintu gerbang Pajang memang telah diduga. Bahkan para petugas sandi Pajang telah mengetahui bahwa Pajang telah dihampiri oleh ke"kuatan Mataram segelar sepapan dalam susunan ganda.
Namun sementara itu. Untarapun telah mengetahui pula serta telah sampai ke Mataram dan Panglima pasukan Mataram yang mendekati Pajang, Ki Lurah Branjangan, bahwa Pajang telah bersiap sepenuhnya.
Sekelompok prajurit Mataram itupun langsung menuju ke istana Pajang dan menyampaikan niat mereka untuk bertemu dengan Kangjeng Adipati.
" Atas nama Panembahan Senapati " desis salah seorang diantara utusan itu.
Para pengawal di pintu gerbang istana mempersilahkan iring-iringan itu masuk dan menunggu. Seorang perwira yang bertugas berkata. Silahkan. Kami akan menyam"paikannya kepada Kangjeng Adipati, apakah Kangjeng Adipati dapat menerima.
" Jangan bertanya apakah Kangjeng Adipati dapat mene"rima. Katakan, bahwa kami, utusan Panembahan Senapati akan menemuinya sekarang " berkata pemimpin sekelompok utusan dari Mataram itu.
Perwira yang bertugas itu mengerutkan keningnya. Namun ia menjawab " Segala sesuatunya terserah kepada Kangjeng Adipati. "


08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Baiklah. Katakan, bahwa utusan Panembahan Sena"pati yang dipimpin oleh Ki Mandaraka akan bertemu " pesan pemimpin dari utusan itu.
" Ki Mandaraka" " perwira itu bertanya " tetapi aku tidak melihat Ki Mandaraka diantara kalian. "
" Ki Mandaraka sendiri tidak datang hari ini. " Jawab pemimpin kelompok utusan dari Mataram itu.
Perwira itu menjadi tegang. Wajahnya menjadi merah. Dengan suara bergetar menahan gejolak perasaannya ia berkata " Ki Sanak. Aku menghormati kalian, karena kali"an adalah utusan Panembahan Senapati. Tetapi kenapa kalian mempermainkan kami dengan menyebut bahwa pemimpin utusan dari Mataram adalah Ki Mandaraka, sementara Ki Mandaraka tidak ada diantara kalian. "
Bloon Cari Jodoh 1 Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt Pedang Kayu Harum 1

Cari Blog Ini