Ceritasilat Novel Online

Api Di Bukit Menoreh 30

08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 30


Glagah Putih tersenyum. Katanya " bukankah kau menghendaki jala dan wuwu anak itu" Keduanya telah ditinggalkannya disini. "
" Tetapi mereka memukuli aku. Kepalaku menjadi pening " jawab anak itu.
" Bukankah kau tadi berkelahi" Bukankah orang yang berkelahi memang saling memukul" Kau tidak sedang dipukuli. Tetapi kaupun memukul mereka " berkata Glagah Putih.
" Mereka berdua. Aku lebih banyak dipukul daripada memukul. Dan kau membiarkan saja aku menjadi hampir pingsan. Kau sama sekali tidak mau membantuku. " geram anak itu.
Glagah Putih tertawa. Katanya " Aku sudah membantumu berdiri. "
Anak itu terdiam. Ia memang melihat kedua anak itu juga memukul Glagah Putih. Tetapi Glagah Putih sama sekali tidak merasa kesakitan apalagi mengalami keadaan sebagaimana dialaminya.
" Jika saja kau mau membantu aku " desis anak itu.
" Sudahlah. Kau sudah menunjukkan keberanianmu " berkata Glagah Putih.
" Ajari aku berkelahi lebih baik " berkata anak itu " kau mengajari aku tidak bersungguh-sungguh. "
" Baiklah " jawab Glagah Putih " tetapi nanti, pada saatnya. Dan sudah tentu tidak serta merta. Perlahan-lahan seperti yang aku alami pada permulaan. "
" Tetapi kemampuanku tidak pernah meningkat " geram anak itu.
Glagah Putih tertawa semakin keras. Tetapi katanya " Kau sudah bersikap seperti seorang laki-laki. Aku senang
melihat kau berani melakukan sesuatu meskipun sendiri, tanpa menunggu bantuan lain. "
Anak itu tidak menjawab. Sementara Glagah Putih berkata selanjutnya " Tetapi kau harus telaten. Tidak mungkin dalam waktu satu dua hari kau mempunyai kemampuan yang dapat mengalahkan dua orang anak muda yang lebih besar dari mu sekaligus
" Aku tidak ingin terlalu cepat menjadi seorang yang berilmu tinggi seperti Agung Sedayu " jawab anak itu " tetapi kemampuanku dari hari ke hari nampak meningkat. " Glagah Putih masih tertawa. Katanya " marilah. Kita ambil ikan dipliridan. Sebentar lagi langit akan menjadi terang, dan ikan-ikan akan kembali masuk kedalam liangnya. "
" Kau kira ikan mempunyai liang" " sahut anak itu " kecuali belut. "
" Kau memang bodoh " desis Glagah Putih " tetapi cepat. Kita tutup pliridan. "
-- Pasang wuwu itu " berkata pembantu rumah Agung Sedayu " aku simpan dibawah pematang pliridan. Jangan pakai wuwu anak yang akan mencuri itu. Kita pakai wuwu kita sendiri. "
Glagah Putih tertawa lagi. Katanya " Hamba tuanku. Hamba akan memasangnya atas perintah tuanku. "
Anak itu tidak menjawab. Tetapi terdengar ia mengge-remang. Namun ketika ia akan melangkah terasa tubuhnya masih nyeri. Sekali lagi ia menyeringai menahan sakit sambil mengeluh " Uh, punggungku hampir patah. "
" Tidak apa-apa. Bukankah kau laki-laki" " desis Glagah Putih.
" Ya " jawab pembantu rumah Agung Sedayu itu.
" Karena itu, marilah Kita bekerja tanpa menghiraukan perasaan sakit itu " berkata Glagah Putih.
Anak itupun kemudian melangkah juga ke pliridan.
Ditutupnya pliridan itu setelah wuwunya dipasang. Kemudian setelah airnya menjadi semakin dangkal dan hampir habis, maka dengan segulung belarak mereka menggiring ikan yang ada didalam pliridan itu kearah wuwu yang sudah terpasang. Dengan demikian, maka ikan yang berada didalam pliridan itu telah masuk kedalam wuwu dan tidak dapat keluar lagi.
Malam itu Glagah Putih tidak mendapat ikan terlalu banyak. Tetapi kepisnya yang cukup besar itu hampir penuh meskipun sebagian terbesar adalah ikan wader pari.
" Kakang Agung Sedayu lebih senang ikan lele " geram Glagah Putih " ternyata kita hanya mendapat beberapa ekor. "
" Itu sudah cukup " desis pembantu itu.
Glagah Putih tertawa lagi. Tetapi ia tidak berkata apa-apa lagi. Bahkan anak itulah yang kemudian berkata " Marilah. Kita pulang. Kita sudah mendapat wuwu dan sebuah jala besar. "
Glagah Putihpun kemudian mengikuti pembantu rumah Agung Sedayu itu meninggalkan pliridannya yang sudah tertutup. Merekapun kemudian mendaki tebing yang tidak terlalu tinggi.
Ketika mereka sampai dirumah, hari masih cukup gelap. Keduanya masih sempat beristirahat setelah mencuci kaki dan tangan, sementara mereka menyimpan ikan yang mereka peroleh didalam gledeg bambu.
Dalam pada itu, maka pada hari-hari berikutnya Glagah Putih telah kembali dalam kerja keras yang dilakukannya sebagaimana sebelum peristiwa antara Mataram dan Pajang terjadi. Disamping kerja keras untuk meningkatkan tata kehidupan di Tanah Perdikan Menoreh maka Glagah Putihpun telah bekerja keras untuk meningkatkan ilmunya. Dengan tekun dan sepenuh hati ia mematuhi segala laku yang diwajibkan oleh gurunya, Kiai Jayaraga disamping kakak sepupunya Agung Sedayu.
Namun dalam kesempatan yang terluang Agung Sedayu sendiri telah menempa dirinya pula. Isi kitab yang dipinjamnya dari Ki Waskita serta dari gurunya. Kiai Gringsing, masih banyak yang harus dipahami dan ditekuninya dengan berbagai laku.
Untuk mengikuti suaminya dalam peningkatan olah kanuragan, maka Sekar Mirah sendiri juga memerlukan waktu khusus untuk memperdalam ilmunya pula. Meskipun gurunya sudah tidak ada, tetapi Sekar Mirah seakan-akan telah mewarisi segala unsur dari ilmu itu, sehingga yang dilakukan kemudian adalah mengembangkannya. Kadang-kadang Sekar Mirah memang mendapat bantuan Agung Sedayu. Namun kadang-kadang Sekar Mirah harus bekerja sendiri, karena Agung Sedayu sedang menekuni ilmunya serta mengembangkannya atas dasar isi kitab yang pernah dibacanya serta menyangkut didalam ingatannya.
Perlahan-lahan Agung Sedayu memang meningkat. Bahkan ilmu yang sudah jarang diketahui orang, namun terdapat didalam kitab Ki Waskita dan Kiai Gringsing, mulai dicobanya untuk diketahui sifat-sifat dan ujudnya.
Sementara itu, Glagah Putih telah memperdalam pengenalannya atas kemampuan yang terdapat pada ilmu yang sedang ditekuninya dalam hubungannya dengan kekuatan api, air, udara dan bumi. Dibawah tuntunan Kiai Jayaraga, maka kemajuan Glagah Putih menjadi pesat. Sementara itu, pada saat-saat tertentu, ia masih selalu bertemu dengan Raden Rangga untuk berlatih bersama. Dengan demikian maka Glagah Putih dapat memperluas pengenalannya atas ilmu kanuragan. Bahkan ternyata latihan-latihan yang dilakukannya bersama Raden Rangga bukan saja memaksanya untuk memacu kecepatan peningkatan ilmunya sendiri, tetapi telah memperkaya unsur-unsur yang dapat ditrapkan bagi ilmunya.
Tetapi, meskipun Glagah Putih tekun dengan dirinya sendiri, ia tidak melupakan Tanah Perdikan Menoreh sebagaimana Agung Sedayu. Disiang hari, pada saat-saat tertentu ia berada diantara anak-anak muda Tanah Perdikan.
Sedangkan sawah dan ladangnya tidak pernah terlambat dikerjakan. Bahkan Kiai Jayaraga yang tua itupun tidak mau tinggal diam. Pada saat-saat kerja di sawah memerlukan banyak tenaga, iapun telah turun pula membantu Agung Sedayu dan Glagah Putih, sementara di saat matahari sepenggalah, Sekar Mirah menyusul pula pergi ke sawah sambil membawa kiriman makanan dan minuman.
Demikianlah, disela-sela kehidupan yang tenang dan seakan-akan sebagai wajah air dibelumbang yang tidak tersentuh oleh desir angin yang betapapun lembutnya, terdapat gejolak yang menderu didalam dada Glagah Putih, Agung Sedayu dan Sekar Mirah dalam mengolah diri menempa jasmani dan rohani untuk mencapai satu tataran yang lebih baik serta pengetahuan yang lebih luas dalam banyak hal.
Pada saat yang demikian Matarampun tumbuh semakin besar. Panembahan Senapati berhasil, mengatasi beberapa kesulitan yang timbul sejalan dengan perkembangan Mataram itu sendiri.
Sementara itu, dibawah asuhan Ki Juru Martani yang bergelar Ki Patih Mandaraka, Raden Rangga untuk beberapa saat agak terkekang kegemarannya bermain kuda telah mengikatnya pada satu ketekunan tersendiri.
Namun beberapa saat kemudian, telah timbul satu kegemaran baru pada Raden Rangga dengan kudanya. Ia kembali menjelajahi Mataram namun dengan kudanya yang tegar dan kuat.
Tetapi agaknya Raden Rangga tidak banyak lagi menimbulkan kesulitan.
Demikianlah, pada satu saat, ketika Glagah Putih sedang sibuk bekerja disawah bersama Agung Sedayu dan Kiai Jayaraga, seorang penunggang kuda telah mendekati mereka. Ternyata orang itu adalah Raden Rangga. Sambil tertawa ia berkata kepada Glagah Putih " He, Glagah
Putih, apakah kau tidak ingin memuji kudaku. "
" Luar biasa " desis Glagah Putih " aku tidak sekedar ingin memuji, tetapi kuda itu memang kuda yang sangat bagus. "
" Apakah kau tahu juga menilai seekor kuda" " bertanya Raden Rangga.
" Tidak " jawab Glagah Putih " tetapi aku melihat bahwa kuda Raden adalah kuda yang besar dan kuat. "
Raden Rangga tertawa. Katanya " Apakah kau juga senang dengan kuda" "
" Kakang Agung Sedayu mempunyai beberapa kuda. Aku dapat mempergunakannya. Tetapi bukan kuda sebesar dan setegar kuda Raden itu " berkata Glagah Putih.
" Besok aku akan memberimu seekor kuda sebesar dan setegar kudaku ini " berkata Raden Rangga.
Wayah Glagah Putih tiba-tiba menjadi cerah. Diluar sadarnya ia melangkah mendekati Raden Rangga yang berada dijalan diseberang parit. Dengan kagum ia mengamati kuda yang besar dan tegar dengan warna abu-abu itu.
Tanpa turun dari kudanya Raden Rangga tersenyum sambil memandangisikap Glagah Putih yang mengagumi kudanya. Namun tiba-tiba saja ia bertanya " Apakah kau akan mencobanya ?"
Ternyata Glagah Putih telah digelitik oleh satu keinginan untuk mencoba kuda yang tinggi tegar dan kuat itu. Karena itu, maka iapun telah mengangguk sambil berdesis " Jika Raden tidak berkeberatan."
Raden Rangga telah meloncat turun, sementara Agung Sedayu dan Kiai Jayaragapun telah mendekat pula.
" Hati-hatilah " pesan Agung Sedayu.
Kudaku terlalu jinak " Sahut Raden Rangga " kuda ini adalah kuda penurut."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Namun ia menjadi berdebar-debar juga melihat Glagah Putih meloncat keatas punggung kuda itu.
" Bawalah mengelilingi Tanah Perdikan ini " berkata Raden Rangga " aku akan mengerjakan pekerjaanmu disawah."
" Ah, Raden tentu tidak dapat " jawab Glagah Putih. " kenapa " Aku dapat mengerjakan semua pekerjaan " berkata Raden Rangga kemudian.
Glagah Putihpun kemudian minta diri kepada Agung Sedayu dan Kiai Jayaraga untuk mencoba kuda Raden Rangga yang tinggi dan tegar itu.
Sejenak kemudian, maka kuda itupun telah berlari menyusuri jalan bulak yang panjang. Seperti yang dikatakan oleh Raden Rangga, kuda itu adalah kuda yang baik, yang tahu benar keinginan penumpangnya. Karena itu, maka Glagah Putih merasa aman diatas punggung kuda yang tinggi dan tegar itu.
Ketika Glagah Putih mencoba untuk mempercepat derap kaki kudanya maka kuda itupun berlari lebih cepat. Ketika seorang anak muda yang berdiri dipinggir jalan memandanginya dengan kagum, Glagah Putih justru menghentikan kudanya itu.
" Kudamu bagus sekali Glagah Putih. Aku baru melihatnya sekarang " berkata anak muda itu.
Glagah Putih tersenyum. Jawabnya " Kau kira ini kuda siapa ?"
Anak muda itu berpikir sebentar. Lalu katanya " Agung Sedayu telah membelinya untukmu."
Glagah Putih tertawa. Katanya " Kau kira kakang Agung Sedayu mempunyai cukup uang untuk membeli kuda seperti ini" Kuda ini adalah kuda Raden Rangga."
" Raden Rangga putera Panembahan Senapati itu " " bertanya anak muda dipinggir jalan itu.
" Ya. Aku hanya dipinjaminya sebentar karena aku mengagumi kuda ini " jawab Glagah Putih.
Demikianlah maka Glagah Putih telah mengelilingi Tanah Perdikan itu. Berulang kali ia harus menjawab pertanyaan tentang kuda yang dipergunakannya itu. Namun sebenarnyalah bahwa didalam hatinya, Glagah Putih memang berpenghargaan, bahwa Raden Rangga tidak hanya sekedar membual saja dengan janjinya untuk memberinya seekor kuda.
Ternyata bahwa Raden Rangga memang tidak hanya membual saja. Ia benar-benar menyediakan seekor kuda yang tinggi, besar dan tegar untuk diberikannya kepada Glagah Putih.
Ketika Glagah Putih mengembalikan kuda berwarna abu-abu itu, maka Raden Ranggapun berpesan " Datanglah ke Mataram."
Glagah Putih mengerutkan keningnya. Namun nampaknya ia merasa ragu-ragu.
Raden Rangga melihat keragu-raguan itu. Karena itu, maka iapun berkata pula " Aku lebih banyak berada di Mandara-kan daripada di Kasatrian. Datanglah ke Mandarakan. Tetapi kita harus berbicara tentang waktu. Kapan kau akan datang. Supaya aku siap menerimamu."
Glagah Putih itupun memandang Agung Sedayu untuk mendapatkan pertimbangan. Sementara Agung Sedayupun kemudian berkata " Kapan saja aku ingin datang. Besok ?"
Glagah Putih mengangguk. Jawabnya " Ya kakang. Bagaimana kalau besok."
" Bagus " berkata Raden Rangga " datanglah besok. Aku menunggumu di Mandarakan."
" Baiklah Raden " sahut Glagah Putih kemudian " aku akan datang ke Mataram besok. Aku akan menemui Raden di istana Ki Mandaraka. Tetapi aku belum pernah datang ke tempat itu."
" Datanglah pada waktu matahari naik sepanggalah di saat pasar temawon. Aku menunggumu dipintu gerbang. " pesan Raden Rangga.
" Jadi aku harus berangkat pagi-pagi benar dari Tanah Perdikan ini. " gumam Glagah Putih.
"Ya. Kau harus berangkat pagi-pagi benar dan kau harus pergi sendiri. Tidak usah mengajak kakangmu Agung Sedayu seperti anak-anak ingusan yang takut turun kesungai. Biarlah kakangmu Agung Sedayu tidak kau ganggu dengan persoalan persoalanmu. Demikian pula gurumu. Kau sudah pantas untuk melakukan dan menyelesaikan persoalanmu sendiri. " berkata Raden Rangga.
Agung Sedayu tersenyum. Raden Rangga yang muda itu dapat juga memberi nasehat kepada Glagah Putih. Tetapi sebagaimana yang selalu dilakukan. Raden Rangga tidak pernah membawa pengantar untuk melakukan apapun juga. Apalagi pada saat-saat kenakalannya lagi timbul. Ia melakukan sendiri pada saat ia memindahkan tugu batu sebagai batas dua wilayah. Dan ia juga melakukannya sendiri menangkap seekor harimau untuk menggoda seseorang dan melepaskan dihalamannya.
Namun Glagah Putih hanya tersenyum saja mendengar pesan itu. Tetapi sebenarnyalah bahwa ia tidak takut menempuh perjalanan. Tetapi yang diseganinya adalah justru bagaimana ia mengetuk pintu regol dan berbicara dengan para penjaga dire-gol, karena ia masih saja diganggu oleh pertanyaan, apakah ia akan percaya untuk bertemu dengan putera Panembahan Senapati ?"
Tetapi karena Raden Rangga bersedia untuk menunggunya diregol, maka memang tidak ada lagi persoalan baginya. Dan besok Glagah Putih sudah berketetapan hati untuk pergi ke Mataram.
Hari itu Glagah Putih justru kelihatan gelisah, Raden Rangga yang tidak singgah kerumah Agung Sedayu itupun telah membuat Glagah Putih berangan-angan tentang seekor kuda yang besar dan tegar.
Agung Sedayu yang melihat keadaan Glagah Putih hanya tertawa saja. Bahkan Sekar Mirah yang kemudian mengetahuinya juga tentang angan-angan Glagah Putih itu justru sambil tersenyum mengganggunya " Jangan bermimpi. Besok Raden Rangga telah lupa pada janjinya."
" Ah " tetapi Glagah Putih tidak menjawab.
" Karena itulah, maka sampai jauh malam Glagah Putih tidak dapat tidur, sehingga Agung Sedayu memperingatkannya " Kau akan bangun sebelum dinihari dan menempuh perjalanan yang meskipun tidak sangat jauh, tetapi cukup panjang. Istirahatlah barang sejenak.
Lewat tengah malam Glagah Putih baru dapat memejamkan matanya. Hanya sebentar. Karena ia pun segera terbangun dan bersiap-siap untuk berangkat.
" Cepatlah " berkata pembantu rumah Agung Sedayu.
" Aku baru berpakaian " jawab Glagah Putih.
" Kenapa berpakaian " He, kau akan kemana ?" bertanya anak itu.
" Kau kira aku akan kemana" " Glagah Putih justru bertanya.
" Bukankah kita akan pergi kesungai menutup pliridan" " sahut anak itu.
Glagah Putih tersenyum. Katanya " Kali ini aku tidak akan turun kesungai. Kau sajalah yang menutup pliridan. Mungkin kau mendapat banyak ikan lele. Aku akan pergi ke Mataram."
" Ke Mataram" " bertanya anak itu " untuk apa?"
" Sekedar melihat-lihat. " jawab Glagah Putih.
" Aku ikut. Biar saja pliridan itu kali ini tidak ditutup " berkata anak itu pula.
Tetapi Glagah Putih menggeleng. Jawabnya " kau tinggal dirumah membantu mbokayu Sekar Mirah. Jika kakang Agung Sedayu dan Kyai Jayaraga pergi ke sawah, maka kau tinggal dirumah. Apalagi jika mbokayu pada saat matahari sepenggalah mengirimkan minuman ke sawah."
Anak itu memberengut. Tetapi ia tidak dapat memaksa Glagah Putih yang nampaknya memang tidak bersedia mengajaknya.
Menjelang dini hari, Glagah Putih telah minta diri kepada Agung Sedayu. Sekar Mirah dan Kiai Jayaraga yang telah terbangun pula. Ia meninggalkan regol bersama pembantu rumah Agung Sedayu yang akan turun kesungai menutup pliridan.
" Kau akan sampai ke tujuan pagi-pagi " desis anak itu.
Tetapi Glagah Putih meggeleng. Katanya. " Tidak. Aku akan sampai ketujuan setelah matahari tinggi. Aku tidak perlu berjalan tergesa-gesa. Kaulah yang justru kesiangan."
Anak itu menengadahkan wajahnya. Langit masih nampak hitam.
" Belum " jawab anak itu "hari masih terlalu pagi. Lebih pagi dari kemarin.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Hari memang masih terlalu pagi. Menjelang dini hari.
Ketika anak yang pergi bersama Glagah Putih itu sudah berbelok dan turun kesungai, maka Glagah Putihpun dengan tanpa disadarinya telah mempercepat langkahnya. Ia ingin berjalan seenaknya dan tidak tergesa-gesa. Tetapi oleh dorongan yang mendesak satu keinginan untuk segera bertemu dengan Raden Rangga, diluar sadarnya telah membawa langkahnya semakin lama semakin cepat.
Karena itulah, maka jalan yang masih gelap dan menembus bulak-bulak panjang itu dilaluinya dengan cepat pula.
Dengan demikian Glagah Putih telah sampai dipinggir Kali Praga ketika hari masih gelap pula.
" Apakah para tukang satang telah bangun?" bertanya Glagah Putih didalam hatinya.
Tetapi iapun kemudian telah turun ketepian berpasir dipinggir Kali Praga itu.
Namun ternyata Glagah Putih terkejut ketika ampat orang tukang satang seakan-akan telah menyambutnya dan memper-silahkannya naik ke rakitnya.
" Silahkan tuan. Kami memang sudah menunggu " berkata salah seorang dari tukang rakit itu.
Glagah Putih memang merasa heran. Apakah sebenarnya yang telah terjadi. Namun ia tidak menolak. Iapun telah naik keatas sebuah rakit yang agaknya memang sudah disediakan.
Glagah Putih yang tidak mengetahui latar belakang sikap keempat tukang satang itupun menjadi sangat berhati-hati menghadapi keadaan. Mungkin ada niat tersembunyi dalam sikap itu.
Namun ketika mereka sudah sampai ketengah, barulah Glagah Putih mengerti. Dengan tarikan nafas dalam-dalam, ia berkata didalam hati " Tentu pokal Raden Rangga."
Sebagaimana dikatakan oleh tukang satang itu, bahwa seorang anak muda telah memesan mereka untuk menyediakan sebuah rakit pagi-pagi benar. Seorang anak saudagar yang kaya raya akan lewat menjelang pagi. Menurut pesannya, ciri-ciri anak saudagar itu terdapat pada Glagah Putih.
Glagah Putih pun|emudian menanyakan ciri-ciri anak muda yang memesannya. Dan ia yakin bahwa anak muda itu tentu Ra den Rangga dengan kuda berwarna abu-abunya.
" Kami mengira bahwa tuan akan datang berkuda sebagaimana anak muda yang memesan kami " berkata salah seorang tukang satang.
" Aku sudah jemu berkuda. Karena itu, kali ini aku ingin berjalan kaki saja " jawab Glagah Putih.
Namun permainan Raden Rangga itu membawa akibat. Glagah Putih yang merasa wajib menyesuaikan diri tidak akan memberikan upah sebagaimana biasanya. Karena itu, ia harus menyediakan upah berlipat.
Tetapi akibat lain, ketika tukang-tukang satang itu membicarakannya kemarin, seorang yang sebenarnya tidak berkepentingan telah mendengarnya pula, bahwa anak seorang saudagar kaya akan lewat.
Glagah Putih yang menanggapi tingkah laku Raden Rangga itu sebagai satu kelakar saja dan dengan sengaja tidak membantah meskipun ia harus mengeluarkan beaya yang lebih besar untuk penyeberangan itu, tidak menyangka bahwa ada akibat yang lain ternyata jauh lebih buruk daripada sekedar membayar berlipat.
Tukang satang yang mendapat pesan Raden Rangga itu telah berbicara yang satu dengan yang lain, bahwa besok mereka tidak boleh terlambat bangun.
" Kita akan mendapat upah lebih banyak " berkata salah seorang dari tukang-tukang satang itu.
Paling sedikit lipat dua " sahut kawannya " anak saudagar
kaya raya itu seorang yang baik hati dan pemurah. Ia selalu membawa uang banyak untuk dibagi-bagikan atau dengan cara lain yang lebih tersamar. Misalnya dengan membayar sesuatu dua kali lipat dari yang seharusnya."
Tukang-tukang satang itu tertawa. Seorang diantara mereka berkata " Kita bangun pagi-pagi dan bersiap di tepian."
" Kita bergantian menunggu. Meskipun uang yang dua kali lipat itu sendiri tidak terlalu besar, tetapi kita akan mengenalnya dan mendapatkan sawabnya. Mudah-mudahan dengan uang itu kita akan mendapat kemujuran bukan saja sehari, tetapi sepekan. Kita akan mendapat banyak uang."
Kawan-kawannya tertawa. Yang lain menyahut " Kita tidak terlalu memikirkan uang. Kita akan memberikan pelayanan
yang menyenangkan bagi anak saudagar kaya raya itu. Mudah-mudahan pada kesempatan lain ayah dan ibunya menyeberang juga dengan rakit kita."
Para penumpang rakit yang kebetulan dibawa menyeberang telah mendengar pembicaraan itu. Seorang diantara mereka telah menangkap pembicaraan itu didalam hatinya.
" Satu kesempatan yang tidak boleh dilewatkan " berkata orang itu didalam hatinya " besok pagi-pagi benar, anak itu harus ditunggu di tempat yang sepi. Ternyata bahwa rejeki itu datang kepada kita meskipun kita tidak usah bersusah payah mencarinya."
Sebenarnyalah orang itu telah melakukan sebagaimana dikatakannya. Untuk meyakinkan bahwa ia akan berhasil, maka dibawanya seorang kawannya menyertainya.
Namun kawannya itu telah mentertawakannya meskipun ia ikut pula bersamanya sambil berkata " Sejak kapan kau jadi pengecut. Jika benar yang akan lewat itu sekedar kanak-kanak, kenapa kau bawa aku serta" Jika yang akan lewat dan membawa uang banyak itu seorang Senapati perang, barulah kau ajak aku. Atau jika bukan senapati Mataram, mungkin Ki Gede Menoreh atau Agung Sedayu."
" Persetan " geram orang yang ingin mencegat Glagah Putih itu " ikut aku atau tidak?"
" Baiklah. Harta kekayaan anak saudagar yang kaya raya. itulah yang sangat menarik. Mungkin setelah kita berhasil, kita akan berkelahi sendiri " berkata kawannya.
" Tutup mulutmu " geram yang pertama " kau sangka aku tidak dapat membunuhmu."
Kawannya hanya tertawa saja. Namun keduanya telah benar-benar melakukan rencananya. Kedua telah berusaha untuk menyamun seorang anak saudagar yang kaya raya.
Dalam pada itu, Glagah Putih sama sekali tidak mengira bahwa dua orang telah mengamatinya dengan niat buruk. Untuk melibatkan diri kedalam permainan Raden Rangga, maka ia berpura-pura menjadi anak seorang saudagar. Dengan dada tengadah maka ia telah membayar tukang satang itu dengan ongkos yang berlipat.
Tukang-tukang satang itu telah mengucapkan terima kasih.
Disamping mereka merasa beruntung bahwa pagi-pagi benar mereka telah mendapat uang dan berlipat pula, merekapun telah berkenalan dengan seorang anak saudagar kaya yang ternyata sangat ramah. Selama mereka menyeberang, maka banyak yang sudah dibicarakan. Meskipun anak saudagar kaya itu tidak mengaku dimana rumahnya, tetapi ia berjanji untuk kembali pula.
" Mungkin ayah dan ibu tuan akan menyeberang " berkata salah seorang tukang satang " jangan mempergunakan rakit yang lain. Carilah kami yang mempergunakan rakit dengan candik berwarna hitam dan berujung bergaris putih, sedangkan sayap rakit kami telah kami warnai pula dengan warna hitam bergaris merah soga."
" Baik " berkata Glagah Putih " aku telah mengenali ra kit kalian. Ternyata rakit kalian sangat menyenangkan aku. Tidak ada goncangan sama sekali. Rasa-rasanya aku tidak sedang menyeberangi sebuah sungai yang besar, tetapi seperti bermain disebuah telaga yang airnya diam dan tenang.
" Ah, tuan memuji " salah seorang tukang satang itu tertawa.
Namun dalam pada itu ketika Glagah Putih meninggalkan tepian dan naik ke tanggul, maka dua orang telah mengikutinya. Sementara pagi masih suram dan bahkan berkabut.
" Kita seret anak itu ke gerumbul ilalang. Ia tentu membawa keris berpendok emas bertretes berlian. Timang dan mungkin perhiasan-perhiasan lainnya. Disamping perhiasan itu, ia tentu membawa uang banyak dan bekal yang cukup. " berkata orang yang akan menyamun Glagah Putih itu.
Kawannya mengangguk-angguk. Katanya " kita terkam saja anak itu. Ia tidak akan dapat berbuat apa-apa Yang gila adalah ayah ibunya, membiarkan anaknya yang masih sangat muda untuk menempuh perjalanan panjang.
" Tetapi pakaiannya tidak menunjukkan bahwa ia adalah seorang anak saudagar yang kaya raya " berkata orang yang pertama.
" Tentu satu usaha untuk menyamar, agar tidak diketahui orang bahwa ia kaya raya dan membawa bekal banyak " jawab kawannya.
Orang yang mendengar pembicaraan tukang-tukang satang itu mengangguk-angguk. Memang masuk akal bahwa anak itu telah berusaha untuk menyamar, agar perjalanannya selamat tanpa diganggu oleh orang lain.
Untuk beberapa saat kedua orang itu masih terus mengikuti Glagah Putih. Jalan memang masih sepi. Sementara itu, kabut-pun telah menyelimuti pandangan justru pada saat langit mulai merah oleh cahaya pagi.
" Marilah " berkata orang yang akan menyamun.
Kawannya mengangguk. Katanya " Kita tidak usah menerkamnya dan menyeretnya Kita paksa saja anak itu mengikuti kita di jalan simpang itu. Jika kita sudah memasuki jalan kecil, maka kita bawa anak itu kegerumbul ilalang.
Tidak ada jawaban kecuali anggukan kepala.
Dengan demikian maka kedua orang itupun telah menyusul Glagah Putih yang berjalan seenaknya. Namun iapun terkejut ketika dua orang yang berjalan dibelakangnya, tiba-tiba saja telah meloncat kesebelah menyebelahnya.
" Ikut aku berbelok ke jalan simpang itu " geram salah seorang dari kedua orang itu.
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Namun ia tidak sempat berbuat apa-apa. Kedua orang itu telah mendorongnya memasuki jalan simpang yang sempit.
Sebelum Glagah Putih sempat berbuat apa-apa, maka keduanya telah menariknya semakin dalam. Bahkan kemudian kedua orang itu telah meninggalkan jalan sempit dan berusaha menyeret Glagah Putih masuk ke padang ilalang.
Semula Glagah Putih memang berniat untuk melawan. Tetapi kemudian iapun justru membiarkan dirinya diseret oleh kedua orang itu. Ingin tahunya justru telah mendorongnya untuk berbuat demikian.
Ketika keduanya telah berada di padang ilalang yang terlindung dari jalan sempit itu, maka Glagah Putihpun telah dilepaskannya.
" Nah, anak muda " berkata salah seorang yang akan menyamun itu " kita berada disatu tempat yang sepi, yang tidak akan didatangi orang "
" Apa maksud kalian membawa aku kemari ?" bertanya Glagah Putih kepada kedua orang itu.
" Baiklah anak muda. Aku tidak akan berputar-putar. Biarlah urusan kita cepat selesai " jawab salah seorang dari keduanya " aku tahu bahwa kau adalah anak seorang anak muda yang terbiasa membawa uang banyak dan perhiasan yang mahal-mahal. Karena itu, jangan ingkar agar kau dapat cepat meneruskan perjalanan."
Wajah Glagah Putih menjadi tegang. Ia tidak segera dapat menebak apa yang sebenarnya telah terjadi. Namun iapun sudah menduga, bahwa persoalan yang dihadapinya itu ada hubungannya dengan kelakar Raden Rangga.
" Nah anak muda " berkata orang itu pula " serahkan pendok emasmu, timang bertretes berlian dan semua uang serta bekal yang kau bawa."
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Tetapi iapun kemudian bertanya " Siapa yang memberitahukan kepada kalian bahwa aku akan lewat ?"
" Tidak ada " jawab orang itu " tetapi kami telah mendengar tukang-tukang satang itu membicarakan seorang anak muda yang akan lewat pagi-pagi benar dengan membawa bekal yang banyak."
Glagah Putih mengangguk-angguk. Ia menjadi lebih jelas persoalanya. Karena itu, maka ia tidak dapat menyalahkan Raden Rangga yang berniat berkelakar dengan tukang-tukang satang itu.
Karena itu Glagah Putihpun harus mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan. Ia tidak akan dapat mengelak lagi dari tindakan kekerasan.
Sementara itu salah seorang dari kedua orang yang mencegatnya itupun berkata " Nah, anak muda. Jangan membuat persoalan agar kami tidak merasa perlu untuk mengambil langkah-langkah yang mungkin tidak kau senangi. "
Glagah Putih memandang kedua orang itu berganti-ganti. Namun kemudian katanya " Sebagaimana kalian lihat, aku tidak membawa keris. Dengan demikian maka aku sudah barang tentu tidak membawa pendok emas."
" Persetan " geram kedua orang itu. Seorang diantaranya menggeram " berikan timangmu."
Glagah Putihpun telah menyingkapkan bajunya dan menunjukkan timang pada ikat pinggangnya. Katanya " Jika kalian telah dapat melihat dalam kekaburan pagi, ini timangku. Bukankah hanya sekedar terbuat dari kuningan dan sama sekali tidak ada sebutir permatapun yang melekat ?"
Wajah kedua orang itu menjadi tegang. Seorang diantaranya membentak " Jangan kau sembunyikan kekayaanmu. Sekarang apa yang kau bawa yang dapat menebus nyawamu " Uang atau bekal yang lain ?"
" Ki Sanak " berkata Glagah Putih " aku memang tidak terbiasa ^membawa bekal yang banyak. Aku tahu bahwa seorang yang menunjukkan kekayaannya akan menjadi sasaran penyamun seperti kalian itu. Karena itu, maka aku tidak membawa apa-apa yang dapat aku berikan kepadamu. Uangpun aku tidak membawa berlebihan. Hanya cukup untuk membeli makanan dan minuman diperjalanan."
" Memang tidak ada orang yang dengan suka rela memberikan miliknya kepada orang lain. Tetapi ingat bahwa aku ti dak hanya sekedar minta kepadamu. Tetapi aku dapat memaksamu dengan cara apapun juga. Seorang penyamun bukan seorang yang dengan baik hati dan belas kasihan membiarkan korbannya lewat begitu saja tanpa menyerahkan miliknya. " geram salah seorang diantara mereka.
" Tetapi Ki Sanak. Aku tidak membawa apa-apa. Silah-kan untuk melihat. Silahkan membuka kantong ikat pinggangku. Aku sama sekali tidak membawa kampil uang dan tidak pula membawa perhiasan. " berkata Glagah Putih.
" Buka baju dan ikat pinggangmu dan serahkan kepadaku " bentak seorang diantara kedua orang itu.
Glagah Putih termangu-mangu. Ia sadar, bahwa kedua orang itu ingin melihat diseluruh badan dan pakaiannya, apakah ia membawa uang banyak.
Glagah Putih memang membawa bekal uang. Tetapi tidak seberapa. Sebagaimana kebiasaannya serta karena Glagah Putih sebenarnya memang bukan orang kaya. sehingga uang yang dibawanyapun sama sekali tidak sesuai dengan gambaran orang yang akan menyamunnya itu.
" Cepat " bentak orang itu " aku ingin tahu, apakah kau benar-benar anak seorang saudagar yang kaya raya. Jika ternyata kau tidak membawa apa-apa, maka kau akan merasakan akibatnya. Kau telah menipu kami, sehingga tidak ada ampun lagi bagimu. Kau akan mati dan mayatmu akan menjadi makanan burung gagak, karena tempat ini tidak pernah disentuh kaki manusia. "
Kenapa kau anggap aku telah menipumu" " bertanya Glagah Putih " kita belum pernah bertemu dan aku tidak pernah menyatakan diriku sebagai anak seorang saudagar kaya. "
" Satu permainan yang menjerumuskanmu kedalam kematian " berkata salah seorang dari keduanya " apa maksudmu dengan menyatakan dirimu orang yang kaya raya serta menyuruh seseorang menghubungi tukang satang agar mereka menjemputmu dini hari" Ternyata kau harus menebus kesombonganmu dengan nyawamu. "
" Aku tidak mengerti " jawab Glagah Putih " bukankah itu sama sekali tidak menyangkut kalian berdua" Aku hanya bergurau dengan tukang-tukang satang. Dengan mereka aku tidak lagi mempunyai persoalan. Kenapa tiba-tiba saja kalian membuat satu persoalan dengan gurau itu"
" Tutup mulutmu " bentak salah seorang di antara keduanya " berikan bajumu, ikat pinggangmu dan kampil uangmu. "
" Aku tidak membawa. Seandainya aku membawa kampil uang sekalipun, aku tidak akan memberikan kepada kalian " Glagah Putih mulai menunjukkan sikapnya yang sebenarnya.
" He " orang yang mendengar pembicaraan tukang satang sehingga timbul keinginannya untuk menyamun itu melangkah maju dengan wajah yang garang " aku akan membunuhmu. Itu adalah tebusan dari sikap gilamu, sehingga aku melakukan satu perbuatan yang sia-sia. Karena itu, maka jangan menyesal bahwa kau akan mati disini. "
" Aku tidak mau mati sekarang " jawab Glagah Putih " kau kira bahwa begitu mudahnya kau membunuh seseorang. Cacing yang terinjak kakipun menggeliat untuk berusaha menyelamatkan diri. Apalagi aku. "
" Jangan sombong anak gila " geram penyamun itu " semakin kau banyak tingkah, maka jalan kematianmu akan menjadi semakin pahit. Tetapi jika kau pasrah, maka kau akan cepat menyelesaikan batas hidupmu yang terakhir. " Ki Sanak " Glagah Putih menjadi semakin tersinggung " aku minta kalian pergi jika kalian masih ingin tetap hidup di hari ini. Sebab jika terjadi kekerasan, bukan aku yang a-kan mati, tetapi kalian berdua. Aku, anak seorang saudagar yang kaya raya, tentu yakin akan diri sendiri, Isertaberbekal perlindungan ilmu jika aku dilepaskan pergi sendiri seperti sekarang ini. Karena aku dan orang tuaku sadar, bahwa masih berkeliaran sekarang ini penyamun dan perampok seperti kalian ini meskipun nampaknya Mataram sudah aman. "
" Gila " geram orang yang akan menyamun itu " tundukkan kepalamu. Aku akan memenggal lahermu. "
" Leherku bernilai tujuh kali lipat dari kepalamu berdua " suara Glagah Putih menjadi semakin keras karena darah didalam tubuhnya menjadi semakin panas.
Tetapi jawaban Glagah Putih itu benar-benar telah membakar jantung kedua orang yang akan menyamunnya. Karena itu, maka keduanyapun segera bersiap. Mereka memencar beberapa langkah untuk mengambil arah.
" Anak gila " geram penyamun itu. Tetapi dengan sikap Glagah Putih yang meyakinkan itu, maka keduanya memang sudah menduga, bahwa anak itu tentu mempunyai bekal ilmu betapapun kecilnya.
Karena itu, maka keduanyapun menjadi berhati-hati menghadapinya.
" Aku masih memberi kesempatan " Glagah Putihlah yang berkata " jika kalian pergi sekarang, aku tidak akan berbuat apa-apa. Tetapi jika kalian berbuat sesuatu, maka aku tidak akan mengekang diri lagi. "
" Uh, anak setan " geram penyamun itu " aku tanam tubuhmu dan aku sisakan kepalamu di atas pasir di padang ilalang ini. Tidak akan ada orang yang melihatmu sampai saat matimu di bawah teriknya matahari yang membakar pasir dipadang ilalang ini. Seandainya kau berteriak, maka tidak akan ada orang yang mendengarnya. "
" O, satu permainan yang mengasikkan " desis Gla-gah Putih " aku akan mencoba melakukannya atas kalian.
Kemarahan kedua orang itu benar-benar telah memuncak. Karena itu, maka keduanyapun mulai bergerak. Tetapi sikap Glagah Putih telah memperingatkan agar mereka berdua tidak dengan serta merta menyerang Glagah Putih.
*** Buku 199 SEBENARNYALAH bahwa Glagah Putihpun telah bersiap. Bahkan diluar dugaan, justru Glagah Putihlah yang menyerang lebih dahulu.
Serangan Glagah Putih memang bukan serangan yang langsung kearah bagian-bagian tubuh lawannya yang lemah. Tetapi ia sekedar memancing agar kedua orang lawannyapun segera mulai bertempur. Ia tidak mempunyai banyak waktu, karena ia berjanji dengan Raden Rangga untuk datang pada saat pasar temawon.
Namun Glagah Putihpun menyadari, bahwa kedua orang itu tentu bukan orang kebanyakan. Keduanya tentu mempunyai bekal ilmu pula untuk melakukan pekerjaan mereka yang berbahaya itu. Sehingga karena itu, maka Glagah Putihpun tidak kehilangan kewaspadaan sama sekali meskipun ia dengan sengaja menunjukkan sikap yang memancing kemarahan lawannya.
Dengan demikian maka sejenak kemudian telah terjadi perkelahian antara Glagah Putih melawan kedua orang lawannya. Semakin lama menjadi semakin seru.
Kedua orang yang mencegat Glagah Putih itu benar-benar telah menjadi tersinggung karena tingkah laku Glagah Putih. Apalagi karena Glagah Putih telah lebih dahulu menyerang mereka.
Namun, demikian kemampuan mereka mulai bersentuhan, maka kedua orang itu telah terbangun dari sebuah mimpi yang mengasyikkan tentang anak seorang saudagar
kaya raya. Ternyata bahwa anak muda itu benar-benar memiliki bekal yang mampu dipergunakannya untuk melindungi dirinya.
Sebenarnyalah bahwa Glagah Putih telah mengerahkan kemampuannya. Ia ingin dengan cepat menyelesaikan persoalannya dengan kedua orang penyamun itu.
Namun kedua orang penyamun itupun telah mengerahkan kemampuan mereka pula. Keduanya dengan keras dan bahkan kasar telah menyerang dari arah yang berbeda. Dengan demikian mereka berusaha untuk memecah perhatian Glagah Putih.
Tetapi ternyata bahwa Glagah Putih memiliki kemampuan yang luar biasa. Ia tidak menjadi bingung mengalami serangan dari dua arah yang berbeda. Dengan tangkas ia mampu mengimbanginya, bahkan kemudian mengatasinya.
Dengan demikian maka pertempuran antara Glagah Putih dan kedua orang yang mencegatnya itu semakin lama menjadi semakin sengit. Mereka berloncatan di padang ilalang, serang-menyerang dengan kecepatan yang semakin lama menjadi semakin tinggi.
Namun sebenarnyalah bahwa kedua orang penyamun itu sama sekali tidak menduga bahwa sasarannya itu ternyata adalah orang yang berilmu tinggi.
" Persetan " geram salah seorang diantara mereka " anak ini memang keras kepala. "
" Tidak ada orang yang membiarkan dirinya dibunuh tanpa berusaha untuk menyelamatkan diri " sahut Glagah Putih sambil bertempur.
" Tetapi yang kau lakukan hanya sekedar mempersulit jalan kematianmu sendiri " lawannya yang lainpun menjawab pula.
Glagah Putih justru tertawa. Katanya " Sekarang mulai nampak oleh kita. Siapakah yang akan segera menjadi korban dari perkelahian ini. Siapakah yang akan berjongkok dan menyerahkan lehernya untuk dipenggal "
" Anak iblis " salah seorang diantara kedua lawannya hampir berteriak " Kau terlalu sombong anak muda. Kau ternyata salah menilai kemampuan kami. Apa yang kau alami barulah permulaan dari seluruh permainan kami. "
" Aku tidak perduli " sahut Glagah Putih " Tetapi bahwa aku akan dapat membunuh kalian, telah mulai aku rasakan sekarang. Kalian tidak akan mampu bertahan lebih lama lagi.
" Omong kosong " geram salah seorang dari kedua lawannya yang memang sebenarnya mulai terdesak. Namun tiba-tiba orang itu telah menggenggam senjatanya sambil berkata " Sebentar lagi mayatmu akan terkapar dipadang ilalang ini. "
Glagah Putih mengerutkan keningnya. Ia memang tidak membawa senjata yang memadai. Ia sama sekali tidak mengira, bahwa ia akan menghadapi dua orang penyamun yang karena salah paham telah mencegatnya dan bahkan akan merampoknya. Permainan Raden Rangga ternyata telah membawa akibat yang jauh.
Glagah Putih tidak sempat termangu-mangu terlalu lama. Ujung senjata lawannya itu telah terayun mengarah ke lambungnya. Sehingga dengan demikian maka Glagah Putihpun harus melenting untuk menghindarinya.
Tetapi lawannya itu tidak membiarkannya. Karena itu, maka iapun telah memburunya dengan loncatan panjang. Senjatanya terjulur lurus mengarah kedada.
Glagah Putih meloncat kesamping. Ujung senjata itu itu memang tidak mengenainya. Namun pada saat yang demikian, lawannya yang seorang lagi ternyata telah mencabut senjatanya pula. Dengan tangkasnya senjata itu telah terayun kearah leher.
Glagah Putih menggeliat. Dengan kecepatan geraknya maka ia masih berhasil menyelamatkan diri.
Namun Glagah Putihpun menyadari, sampai berupa lama ia mampu menghindari kedua ujung senjata yang menyambar-nyambarnya dengan cepat.
Glagah Putih memang merasa menyesal, bahwa ia tidak membawa senjata. Ia merasa bahwa keadaan benar-benar sudah menjadi baik, dan iapun merasa kurang mapan apabila ia menghadapi putera Panembahan Senapati sambil membawa senjata.
Namun Glagah Putih tidak dapat membiarkan dirinya menjadi korban permainan Raden Rangga itu. Karena ia tidak bersenjata, maka iapun merasa bahwa tidak ada salahnya jika ia mempergunakan ilmunya untuk melindungi dirinya, karena agaknya kedua orang itu benar-benar ingin membunuhnya.
Untuk beberapa saat Glagah Putih masih berusaha untuk berloncatan menghindari serangan-serangan lawannya dengan dorongan kekuatan cadangan yang ada didalam dirinya.
Namun ternyata bahwa kedua orang itu juga memiliki kemampuan untuk bergerak cepat. Senjata mereka menyambar-nyambar diseputar tubuhnya. Bahkan sekali telah menyentuh pakaianya, sehingga jantung Glagah Putih itu berdenyut semakin cepat.
" Gila " geram Glagah Putih " mereka benar-benar ingin membunuhku "
Karena itulah, maka Glagah Putih tidak menunggu lebih lama lagi. Ia harus berusaha menyelamatkan dirinya sendiri dari kedua ujung senjata itu.
Karena itulah, maka Glagah Putih justru meloncat menjauh untuk mengambil jarak. Dengan demikian waktu yang sekejap itu dapat dipergunakannya untuk membangunkan ilmunya.
Dengan demikian maka telah terjadi perubahan pada pertempuran itu. Kedua orang yang ingin menyamun Glagah Putih yang dikiranya anak seorang saudagar kaya itu tiba-tiba telah merasakan perubahan udara tanpa diketahui sebabnya.
Namun selagi mereka termangu-mangu oleh udara yang tiba-tiba terasa panas, maka dengan serta merta Glagah Putih telah menyerang mereka. Demikian cepatnya, sehingga salah seorang diantara mereka yang mendapat serangan itu tidak sempat mengelak.
Tangan Glagah Putih ternyata telah menyambar pundak orang itu. Tidak terlalu keras. Namun terasa panas yang menggigit pundak itu. Sentuhan tangan Glagah Putih bagaikan sentuhan bara yang merah menyala.
Orang itu mengaduh tertahan. Dengan tangkas ia mengayunkan senjatanya. Namun Glagah Putih telah melenting menjauh. Bahkan hampir diluar kemampuan pengamatan mereka, Glagah Putih telah menyerang orang yang lain pula.
Seperti kawannya, maka orang itupun merasakan api yang menyentuhnya, sehingga karena itu, maka ia telah berteriak mengumpat-umpat.
Tetapi mereka tidak dapat sekedar mengumpat dan mengayun-ayunkan senjata mereka. Udarapun telah berubah menjadi semakin lama semakin panas.
" Gila " geram salah seorang dari kedua orang penyamun itu " Kita berhadapan dengan ilmu iblis. "
" Kita harus segera membunuhnya " sahut kawannya. Kedua orang itupun dengan cepat mulai bergerak dari
arah yang berbeda. Tetapi keringat yang memang sudah mengalir itu bagaikan terperas dari tubuhnya. Bukan saja karena mereka telah memeras tenaga,tetapi juga karena udara yang seakan-akan menjadi semakin panas.
Ternyata bahwa udara yang panas itu telah sangat mempengaruhi mereka. Gerak mereka menjadi bertambah lamban, dan sekali-sekali mereka justru merasa tercekik oleh panasnya udara itu.
Dalam keadaan yang demikian Glagah Putih telah menyerang mereka semakin cepat. Dalam kesempatan-kesempatan tertentu, meskipun tidak terlalu banyak Glagah Putih telah berhasil menyentuh tubuh lawannya.
Glagah Putih memang tidak mempergunakan tenaganya untuk menghantam lawannya. Ia hanya sekedar menyentuhnya. Namun sentuhan itu adalah sentuhan bara api yang benar-benar dapat membakar kulit lawannya.
Setiap kali tangan Glagah Putih menyentuh kulit lawannya, terdengar lawannya itu mengaduh.
Ternyata bahwa kemarahan Glagah Putih telah membuatnya sulit mengendalikan diri. Kedua lawannya itu benar-benar akan membunuhnya, bahkan dengan cara yang tidak sewajarnya.
Namun dalam pada itu, kedua lawan Glagah Putih itu mulai kehilangan harapan untuk dapat memenangkan pertempuran itu. Anak yang disangkanya anak saudagar kaya itu benar-benar seorang yang memiliki ilmu yang sangat tinggi. Ia bukan saja mampu mempergunakan tenaga cadangan yang luar biasa besarnya, tetapi ternyata ia mempunyai kekuatan aji yang dapat membuatnya bagaikan api yang selain memancarkan panas, maka sentuhannya benar-benar dapat membakar kulit.


08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan demikian, maka orang yang telah mendengar pembicaraan tukang satang itu telah berpikir dengan sangat licik. Ia tidak menghiraukan kawannya yang diajaknya untuk menyamun saat itu. Ia hanya memikirkan keselamatannya sendiri. Bahkan dengan sengaja ia telah mengumpankan temannya itu, agar ia sempat melarikan dirinya.
Itulah sebabnya, maka untuk beberapa saat lamanya ia mencari kesempatan itu. Kawannya yang masih bertempur dengan gigihnya sama sekali tidak mengira bahwa orang yang mengajaknya menyamun saat itu justru telah menjerumuskannya.
Demikianlah, ketika kesempatan itu datang, selagi Glagah Putih melibat kawannya dalam serangan-serangan yang mendesak, tiba-tiba saja orang itu telah meloncat dan melarikan diri.
Glagah Putih terkejut melihat orang itu bersikap licik. Ada niatnya untuk mengejarnya. Tetapi dengan demikian ia harus melepaskan lawannya yang seorang lagi. Bahkan mungkin ia tidak dapat menangkap yang pertama dan kehilangan yang kedua pula.
Karena itu, maka Glagah Putihpun telah membiarkannya lari.
Tetapi dengan perhitungan, bahwa jika ia dapat menangkap yang seorang, maka dengan menyerahkannya kepada prajurit Mataram, yang seorang lagi tentu akan dapat dicari.
Namun dalam pada itu, dalam keadaan yang sulit dan tidak ada kesempatan untuk melarikan diri, kawannya itu berteriak " He, jangan tinggalkan aku. Licik kau. Tunggu.
Tetapi kawannya yang melarikan diri itu sama sekali tidak mendengarkannya. Iapun justru berlari semakin cepat menembus gerumbul-gerumbul batang ilalang.
Tetapi Glagah Putih kemudian justru terkejut karenanya, sebagai mana juga lawannya. Orang yang melarikan diri itu dan yang telah hilang dibalik gerumbul, tiba-tiba telah terlempar kembali dan jatuh diluar gerumbul ilalang. Demikian orang itu jatuh ditanah, maka orang itu sama sekali tidak bergerak lagi.
Glagah Putih menjadi heran. Demikian juga lawannya. Namun Glagah Putih tidak boleh lengah, sehingga ia masih tetap menghadapi lawannya dengan kewaspadaan.
Namun lawannya yang merasa terjerumus kedalam kesulitan oleh kelicikan kawannya itu, tiba-tiba saja telah melemparkan senjatanya sambil berteriak " Aku menyerah. Aku menyerah. "
Glagah Putih tertegun sejenak. Hampir saja ia mengakhiri hidup lawannya. Tetapi untunglah ia sempat mengekang dirinya.
Untuk beberapa saat Glagah Putih termangu-mangu. Namun tiba-tiba ia berkata " Apakah benar kau menyerah"
" Ya Ki Sanak " jawab orang itu sambil gemetar.
" Jika demikian, marilah, kita melihat apa yang terjadi dengan kawanmu. Tetapi jangan kau coba untuk berbuat sesuatu yang akan dapat mencelakakan dirimu sendiri. " geram Glagah Putih.
Lawannya itu tidak menjawab. Tetapi ketika Glagah Putih memberi isyarat, maka orang itupun melangkah dengan ragu-ragu mendekati kawannya yang terbaring diam.
Sementara itu, Glagah Putih menjadi sangat berhati-hati. Ia tidak tahu, permainan apa yang sedang dilakukan oleh kedua lawannya itu. Mungkin yang mereka lakukan adalah satu cara untuk menjebaknya dan menjerumuskannya dalam satu keadaan yang sangat pahit.
" Lihat, apa yang terjadi dengan kawanmu " perintah Glagah Putih. Ia sama sekali tidak melepaskan kewaspadaannya. Ia berdiri selangkah dibelakang orang yang telah menyerah itu, sementara orang itupun merasa ragu untuk mendekati kawannya yang terbaring diam.
" Berjongkoklah " perintah Glagah Putih " lihat, apa yang terjadi dengan kawanmu itu. "
Orang itu tidak berani menolak. Iapun kemudian berjongkok disisi kawannya terbaring. Namun tiba-tiba wajahnya menjadi pucat. Dengan nada dalam ia berdesis " Ia sudah meninggal. "
" Meninggal " desis Glagah Putih " apakah ia ter-luka" Orang itu terdiam sejenak. Dirabanya tubuh kawannya yang mulai mendingin. Sambil menggeleng ia menjawab " Ia tidak terluka sama sekali. "
Glagah Putih termangu-mangu. Tetapi menilik keadaannya, maka orang itu agaknya memang sudah meninggal. Karena itu, maka Glagah Putihpun mendekatinya. Dengan hati-hati ia berjongkok disamping tubuh itu, berseberangan dengan orang yang telah menyerah itu. Namun sebenarnya menurut penglihatannya orang yang terbaring itu memang sudah meninggal.
" Kenapa" " desis Glagah Putih.
" Aku tidak tahu " sahut lawannya yang menyerah itu. " Aku melihat ia menghilang didalam gerumbul ila-lang. Namun ia telah terlempar kembali dan jatuh disini. Langsung terbunuh " berkata Glagah Putih " tentu ada sebabnya. Tidak mungkin ia terlempar surut dan mati tanpa sebab. "
Lawannya yang sudah menyerah itu tidak menjawab. Ia memang tidak mengerti apa yang telah terjadi. Namun sebagamana dilihatnya, bahwa kawannya itu telah mati.
Dalam pada itu, tiba-tiba saja Glagah Putih telah melenting berdiri. Iapun segera bersikap menghadapi segala kemungkinan. Sementara lawannya yang sudah menyerah itupun terkejut pula karena sikap Glagah Putih. Namun dengan gerak naluriah iapun telah bersiap pula menghadap kearah Glagah Putih menghadap pula.
" Ada apa" " bertanya orang yang telah menyerah itu. " Aku mendengar sesuatu didalam gerumbul itu " jawab Glagah Putih " mundurlah. Mungkin loncatannya akan dapat menjangkaumu. Agaknya ada hubungan dengan kematian kawanmu. "
Orang itu bergeser menjauh. Ia kemudian berdiri selangkah disisi Glagah Putih, yang berdiri tegak, namun siap menghadapi segala kemungkinan.
Sejenak keduanya menunggu. Orang yang berdiri disisi
Glagah Putih itupun kemudian melihat, bahwa ujung ilalang digerumbul itu bergerak-gerak. Agaknya memang ada seseorang didalam gerumbul itu.
Sebenarnyalah bahwa sejenak kemudian, ilalang itu telah menyibak. Ketika seseorang muncul dari balik batang-batang ilalang, Glagah Putihpun telah surut selangkah. Kakinya merenggang dan kedua tangannya terangkat dan bersilang didada .
Namun Glagah Putihpun kemudian menarik nafas dalam-dalam. Hampir saja mulutnya menyebut nama orang itu. Tetapi orang itu telah mendahuluinya " Siapakah kau" - Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Namun ia tanggap maksud orang itu, sehingga karena itu, maka jawabnya " Aku adalah anak seorang saudagar yang kaya raya. Apakah yang kau kehendaki" " Apakah kau ingin mengalami nasib seperti orang itu" "
" Jangan membual " berkata orang itu " aku tahu apa yang telah terjadi. Orang itu adalah seorang yang licik. Agaknya ia akan menyamun dan merampokmu. Mungkin orang itu mengetahui bahwa kau adalah seorang anak dari seorang saudagar kaya raya. Tetapi ternyata bahwa orang itu tidak dapat mengalahkanmu. Bahkan ia telah bertempur berdua dengan kawannya " Orang itu berhenti sejenak, lalu " tetapi yang paling aku benci adalah sifatnya yang licik dan berkhianat. Aku tidak akan ikut campur seandainya ia hanya sekedar merampokmu. Tetapi justru karena ia telah berkhianat melarikan diri dari medan dengan mengumpankan kawannya sendiri, maka aku telah ikut campur. Seorang pengkhianat memang sepantasnya dibunuh. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Tetapi iapun kemudian berkata " Lalu, apa yang sebaiknya kita lakukan"
" Serahkan mayat itu kepada kawannya " berkata orang itu " aku akan pergi. Jika kau akan menungguinya, silahkan. Tetapi jika kau menganggap bahwa kau tidak berkepentingan lagi, maka kau dapat meninggalkannya. " Glagah Putih berpikir sejenak. Kemudian jawabnya "
Baik. Aku akan menyerahkan mayat itu kepada kawannya. Aku kira aku sudah tidak mempunyai kepentingan apapun lagi. Orang yang menyerah ini, biarlah tetap hidup, bahkan ia akan dapat mengurusi mayat kawannya itu. "
" Terserahlah " berkata orang yang membunuh itu " aku akan pergi. "
" Kita dapat pergi bersama-sama sahut Glagah Putih.
Orang itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya " Baiklah. Jika kau ingin pergi bersamaku, aku tidak berkeberatan. Tetapi jangan menyesal bahwa tiba-tiba diperjalanan aku ingin membunuhmu karena aku melihat cacatmu sebagaimana aku lihat pada orang yang aku bunuh itu. "
Glagah Putih tidak menjawab. Tetapi ketika orang itu pergi, maka Glagah Putihpun mengikutinya.
Dalam pada itu, orang yang ditinggalkannya itupun berdiri termangu-mangu. Sekali-sekali dipandanginya kawannya yang terbunuh, namun kemudian dipandanginya kedua orang yang berjalan semakin jauh.
Namun ia tidak dapat berbuat apa-apa, ia memang harus mengubur kawannya yang terbunuh itu. Karena yang ada ditempat itu hanyalah senjata mereka berdua, maka iapun telah berusaha mempergunakan senjata itu untuk menggali lubang. Tetapi karena tanah ditempat itu lunak karena bercampur pasir, maka iapun dapat melakukannya meskipun sulit.
Akhirnya kawannya yang terbunuh itupun telah dikuburkannya dilubang yang tidak begitu dalam. Tetapi orang itu tidak berani menyampaikannya kepada keluarganya, karena dengan demikian akan dapat memancing persoalan. Bahkan mungkin keluarganya akan mencurigainya dan merencanakan pembalasan dengan atasnya.
Karena itu, agar persoalannya tidak berkepanjangan, maka lebih baik baginya untuk mengubur saja orang itu.
Dalam pada itu, Glagah Putih yang mengikuti orang yang telah membunuh itu sudah menjadi semakin jauh. Akhirnya ia tidak dapat menahan diri lagi dan bertanya " Apa maksud Raden Rangga sebenarnya" Apakah Raden memang memancing agar orang itu berbuat demikian sehingga Raden mempunyai alasan untuk membunuhnya" "
Orang itu tersenyum. Katanya " Tidak. Aku tidak ingin memancing persoalan. Aku memang hanya ingin bermain-main dengan tukang satang itu. Adalah diluar dugaanku, bahwa telah terjadi sesuatu yang gawat atasmu. Untunglah bahwa kau adalah murid Agung Sedayu dan Kiai Jayaraga. Aku sudah melihat kemampuanmu meskipun masih terlalu buruk dibanding dengan kemampuan gurumu. Tetapi ternyata ilmumu yang masih buruk itu telah mampu kau pergunakan untuk melindungi dirimu. "
" Aku baru mulai Raden " berkata Glagah Putih " mudah-mudahan aku akan dapat dengan cepat memperbaikinya, sehingga tidak nampak terlalu buruk pada Raden. "
" Jangan kecewa. Aku berkata sebenarnya. Tetapi aku yakin bahwa kau akan mampu mencapai tingkatan tertinggi dari ilmu itu, juga ilmu yang akan diturunkan oleh Agung Sedayu kepadamu. " berkata Raden Rangga itu.
Tetapi Glagah Putih yang muda itu masih juga membela diri " Apalagi aku memang tidak berusaha mengerahkan segenap kemampuan karena sejak semula aku tidak akan membunuh mereka. "
Raden Rangga justru tertawa. Katanya " Kau kira aku tidak dapat membedakan ilmu yang terpancar dari tataran yang tinggi dan tataran yang buruk seperti yang kau lakukan" "
Glagah Putih memang tersinggung. Tetapi ia masih berusaha untuk menahan diri. Namun ia menjawab " Betapapun buruknya, aku berhasil mengalahkan mereka. "
"Tetapi kau tidak mampu menguasai keduanya, ternyata yang seorangdiantara mereka sempat melarikan diri.
" berkata Raden Rangga.
" Aku memang melepaskannya " jawab Glagah Putih.
Raden Rangga mengerutkan keningnya. Namun iapun kemudian tertawa berkepanjangan. Katanya " Kau tersinggung. Jika demikian maka kau tidak akan maju dalam ilmumu. Sebagai seorang sahabat aku harus berkata sebagaimana keadaanmu. Aku tidak dapat berkata asal saja menyenangkanmu. Dengan demikian aku telah menje-rumuskanmu Coba, jika aku mengatakan bahwa ilmumu luar biasa. Kau sudah mampu menyamai gurumu atau kata-kata pujian yang lain, maka kau akan menjadi besar kepala dan tidak lagi dengan sungguh-sungguh berusaha meningkatkan ilmu. Tetapi jika aku berkata apa adanya, maka kau akan melihat kenyataan didalam dirimu, bahwa kau masih harus banyak belajar. "
Glagah Putih mengatupkan giginya rapat-rapat. Tetapi perlahan-lahan ia menyadari, bahwa kata-kata Raden Rangga itu memang benar. Karena itu, maka katanya kemudian " Terima kasih Raden. Aku mengerti maksud Raden. "
" Sudahlah. Apapun yang tergores dihatimu, namun aku bermaksud baik. Nah, marilah kita segera menyelesaikan perjalanan yang tinggal tidak terlalu panjang lagi ini
" berkata Raden Rangga.
" Masih cukup panjang " jawab Glagah Putih " tetapi sudah barang tentu lebih dekat dari Tanah Perdikan Menoreh. "
" Ya. Lebih dekat dari Kali Praga " sahut Raden Rangga.
" Tetapi permainan Raden Rangga dengan tukang satang itu sangat berbahaya. Akibatnya dapat Raden lihat sendiri " berkata Glagah Putih.
" Aku tidak mengira " jawab Raden Rangga - tetapi
aku senang melihat sikap tukang-tukang satang itu. Sebenarnya mereka memang kasihan. Untuk sekedar mendapatkan uang mereka berbuat apa saja. Menunggu kedatangan seorang anak saudagar yang kaya raya, dan barangkali pekerjaan-pekerjaan lain di antara kedua tepi sungai ini. "
" Tetapi kedua orang penyamun itu telah melibatkan diri " desis Glagah Putih.
" Sudah aku katakan, diluar perhitunganku " jawab Raden Rangga " untunglah bahwa aku berniat untuk melihat keadaanmu karena aku tahu kau akan diperlakukan dengan sikap yang menurut pendapatmu tentu aneh. Tetapi yang kita jumpai selain yang aku harapkan, juga dua orang penyamun yang seorang diantaranya ternyata sangat licik. Karena itu, maka akupun ingin berbuat sesuatu atasnya. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Namun iapun masih bertanya " Tetapi kenapa Raden tidak mau disebut sebagaimana seharusnya" Bahkan Raden justru bertanya tentang diriku. "
" Jangan terlalu bodoh Glagah Putih " jawab Raden Rangga " Aku tidak mau ayahanda mendengar bahwa aku telah membunuh lagi. Jika seorang kawannya yang masih hidup itu mengetahui siapa aku, maka pada satu saat tentu akan didengar oleh ayahanda, bahwa aku telah membunuh lagi. Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada datar ia berkata " Seharusnya Raden memang tidak membunuh. "
" Jangan menggurui aku " sahut Raden Rangga " akupun sebenarnya juga ingin tidak membunuh. Tetapi sikap orang-orang tertentu itulah yang telah memancing keinginanku untuk membunuh. "
Glagah Putih termangu-mangu. Namun ia tidak menjawab lagi.
" Sudahlah " berkata Raden Rangga " kita lupakan peristiwa yang baru saja terjadi itu. Kita anggap bahwa hal itu tidak pernah terjadi sebelumnya. Sekarang, kita kembali ke Mataram. "
Glagah Putih mengangguk-angguk, sementara itu. Raden Rangga telah mulai berceritera tentang hal-hal lain. Terutama tentang kuda.
Glagah Putih hanya mendengarkan saja centera Raden Rangga. Sekali-sekali ia bertanya karena ia memang tidak banyak mengetahui tentang kuda.
Tetapi Raden Rangga sama sekali tidak menceriterakan kepada Glagah Putih kuda yang telah disediakan untuknya. Glagah Putihpun segan pula untuk mempertanyakan. Namun didalam hati timbul keragu-raguan, apakah benar bahwa Raden Rangga telah menyediakan seekor kuda yang tegar buat dirinya, atau Raden Rangga memang sekedar ingin bermain-main dengannya sebagaimana dilakukan pula atas tukang-tukang satang itu.
Bahkan menjelang mereka memasuki gerbang kota, Raden Rangga yang banyak berceritera tentang kuda itu sama sekali tidak menyebut dan bahkan menyinggung tentang kuda yang dijanjikannya.
" Kita tidak memasuki kota lewat gerbang utama " berkata Raden Rangga " kita akan memasuki kota lewat gerbang samping. "
" Kenapa" " bertanya Glagah Putih " apakah karena Raden berjalan bersama aku" "
" Tidak " jawab Raden Rangga " aku telah keluar lewat gerbang itu. Biarlah para penjaga melihat bahwa aku sudah kembali bahkan bersama seseorang, sehingga para prajurit tidak mempunyai prasangka yang bukan-bukan terhadapku dan melaporkannya kepada eyang Mandaraka. " Glagah Putih hanya mengangguk-angguk saja. Sebenarnya baginya tidak ada bedanya, apakah mereka akan memasuki kota lewat gerbang utama atau bukan.
Demikianlah, sebagaimana dikatakan oleh Raden Rangga, maka mereka telah memasuki kota lewat pintu gerbang samping. Para prajurit yang bertugas justru nampak terkejut ketika mereka melihat Raden Rangga lewat dihadapan mereka. " Raden " bertanya perwira yang bertugas " Raden pergi dari mana" "
Raden Rangga mengerutkan keningnya. Namun iapun menjawab " Sekedar melihat-lihat. Sudah lama aku tidak menyusuri pematang diantara tanaman-tanaman padi. "
" Tetapi kami tidak melihat Raden keluar" Apakah Raden keluar dari gerbang yang lain" " bertanya perwira itu pula.
" Sejak kapan kau bertugas disini" " Raden Rangga ganti bertanya.
" Lewat fajar, kami sekelompok mendapat giliran bertugas disini " jawab perwira itu.
" Dan kawan-kawanmu yang kau gantikan tidak mengatakan bahwa aku keluar menjelang dini hari" " bertanya Raden Rangga pula.
" Tidak Raden " jawab perwira itu.
" Jika demikian maka biarlah aku yangmemberitahu-kan kepadamu. Aku keluar menjelang dini hari lewat pintu gerbang ini pula. Dan sekarang aku telah memasuki kota kembali " berkata Raden Rangga.
Perwira itu mengangguk-angguk. Jawabnya " Baik Raden. Silahkan. "
Raden Rangga tidak menjawab lagi. Tetapi beberapa langkah kemudian ia bergumam " Ternyata para petugas di gerbang itu sudah berganti orang. "
Glagah Putih hanya mengangguk-angguk saja. Sementara kaki mereka berdua sudah mulai menyelusuri jalan-jalan kota.
Ternyata Raden Rangga memang seorang yang sudah terlalu dikenal oleh orang-orang Mataram. Disepanjang jalan banyak orang yang menyapanya, mengangguk hormat dan bahkan berbicara sepatah dua patah kata. Anak-anak muda nampaknya menyukainya dan mengaguminya.
Namun nampaknya orang-orang Mataram juga sudah terbiasa melihat Raden Rangga berjalan sendiri atau bersama satu dua orang seperti yang mereka lihat saat itu. Tanpa pengawalan dan tanpa pertanda-pertanda apapun. Bahkan orang-orang Mataram sudah terbiasa melihat Raden Rangga masuk kedalam pasar dan duduk didekat pandai besi yang sedang sibuk bekerja. Bahkan agaknya menjadi kesenangan Raden Rangga menunggui pandai besi yang sedang menempa bermacam-macam alat, terutama alat pertanian.
Tetapi sekali Raden Rangga membuat seorang pandai besi kehilangan akal ketika pandai besi itu mencari alat untuk mengambil besinya yang sudah membara untuk ditempa.
" He, dimana tanggemku" " ia bertanya kepada pembantunya.
Pembantunya menjadi sibuk. Namun tiba-tiba saja sambil tersenyum Raden Rangga mengambil besi yang membara itu dengan tangannya.
" Tempalah " berkata Raden Rangga.
Orang itu menjadi bingung. Tetapi Raden Rangga berkata " Jangan takut memukul. Biar saja jika tanganku terkena. "
Tetapi pandai besi itu tidak berani mengayunkan alat pemukulnya untuk menempa besi yang telah membara yang dipegangi oleh Raden Rangga meskipun terletak diatas paron.
Raden Rangga tersenyum. Sekali lagi berkata " Tempalah. "
Tetapi pandai besi itu menggeleng sambil berdesis " Tidak Raden. "
Raden Rangga tertawa. Dilepaskannya besi yang telah membara itu sambil berkata " Itu tanggemmu berada diba-wah tempat dudukmu. "
" O " pandai besi itu bangkit. Tanggem yang dicarinya memang berada dibawah tempat duduknya, dan dibe-lakang.
" Bagaimana tanggem ini dapat sampai disini. " geram pandai besi itu " aku tidak bangkit sejak pagi. "
" Tanggemmu memang dapat merayap sendiri " jawab Raden Rangga masih tertawa.
Pandai besi itu mengerutkan keningnya. Ia tidak dapat mengerti bagaimana tanggemnya dapat berada dibawah tempat duduknya. Tegapi tiba-tiba ia teringat, ia telah meninggalkan tempat duduknya untuk minum beberapa teguk. Mungkin pembantunya telah berbuat sesuatu dan tanpa sengaja kakinya telah menggeser tanggem itu.
Namun dengan demikian, pandai besi itu menjadi semakin kagum terhadap Raden Rangga. Jika Raden Rangga datang menungguinya bekerja, rasa-rasanya pekerjaannya menjadi lebih cepat selesai. Apalagi jika sekali-kali Raden Rangga itu telah menggerakkan tangkai ububan. Rasa-rasanya apinya panasnya menjadi berlipat.
Demikianlah Raden Rangga ternyata sering berada diantara orang-orang kebanyakan, sehingga orang-orang itupun menjadi akrab dengannya. Namun orang-orang itupun menyadari, bahwa kadang-kadang Raden Rangga telah melakukan permainan yang terasa memusingkan kepala banyak orang.
Dalam pada itu, Raden Rangga dan Glagah Putihpun telah sampai di istana Ki Mandaraka. Seperti ketika mereka memasuki kota, maka merekapun tidak mengambil jalan lewat gerbang utama. Tetapi mereka memasuki halaman lewat pintu gerbang butulan.
" Aku tinggal dibagian belakang " berkata Raden Rangga.
" Apakah Raden selalu berada disini" Tidak di kasa-trian, diistana ayahanda" " bertanya Glagah Putih.
" Aku lebih banyak berada disini sekarang, ayahanda memerintahkan eyang Mandaraka untuk membimbing aku.
karena menurut ayahanda aku adalah seorang anak yang sulit dikendalikan " jawab Raden Rangga.
" Dan Raden menyadarinya" " bertanya Glagah Putih.
" Ya. Aku menyadarinya. Tetapi akupun menyadari, bahwa akupun sulit mengendalikan diriku sendiri. Sekarang aku mencoba mati-matian untuk mengekang diri. Tetapi baru saja aku telah membunuh lagi. " jawab Raden Rangga.
" Tetapi nampaknya Raden tidak terkesan apapun setelah melakukannya " berkata Glagah Putih kemudian.
Raden Rangga mengerutkan keningnya. Dipandanginya
Glagah Putih dengan tajamnya. Namun katanya kemudian " Bukannya tidak terkesan dan bukannya aku tidak menyesal. Tetapi kau harus menilai siapakah yang telah aku bunuh itu. " Raden Rangga berhenti sejenak. Lalu katanya " Terhadap orang-orang yang demikian aku memang ingin melakukannya. "
Glagah Putih tidak bertanya lagi. Ia tidak ingin pada satu kali, tanpa disadarinya telah menyinggung perasaan Raden Rangga itu.
" Nah sudahlah " berkata Raden Rangga " marilah. Kau akan aku ajak langsung ke bilikku. "
Glagah Putih tidak menjawab. Sementara itu, para penjaga di halaman itupun sama sekali tidak menyapa ketika Raden Rangga lewat dihadapan mereka. Mereka hanya mengangguk hormat sementara Raden Rangga hanya tersenyum saja kepada mereka.
Ketika kedua orang anak muda itu memasuki bilik Raden Rangga. Glagah Putih terkejut. Ia melihat pada dinding bilik itu tergantung segala jenis senjata. Senjata pendek, senjata bertangkai pendek dan panjang, senjata lontar dan senjata-senjata kecil yang dilemparkan dengan tulup. Didalam bilik itu terdapat juga berbagai macam senjata bertangkai. Tombak, canggah, trisula, tombak berujung rangkap dan bermacam-macam jenis yang diantaranya berasal dari seberang. Sejenis kapak dan kapak yang bermata ganda. Perisai berbagai macam bentuk dan macamnya.
Raden Rangga yang melihat Glagah Putih terheran-heran itu berkata " Aku memang mempunyai kegemaran mengumpulkan segala jenis senjata. Tetapi aku sendiri jarang sekali membawa senjata. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Tetapi ia bertanya
" Darimana saja Raden mendapatkan berjenis-jenis senjata ini" "
" Dari mana-mana " jawab Raden Rangga " sebagian besar aku sudah lupa. "
Glagah Putih hanya dapat menarik nafas dalam-dalam, sementara Raden Rangga berkata " Duduklah. Bilik ini kotor. Tetapi eyang Mandaraka tidak berkeberatan melihat senjata-senjata ini aku tempel didinding. Semula senjata ini aku tempel didinding bilikku di kasatrian didalam istana ayahanda. Tetapi setelah aku berada disini, maka semuanya telah aku pindahkan kemari. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Iapun kemudian duduk disebuah amben disudut bilik yang agak luas itu. Sementara Raden Ranggapun telah pergi kesebuah gledeg disudut yang lain.
" Aku haus " katanya sambil mengangkat sebuah gendi. Ternyata Raden Rangga telah minum dari gendi itu. Air dingin.
" Jika kau haus minumlah. " berkata Raden Rangga
" aku tidak terbiasa minum minuman panas dengan gula kelapa seperti seorang kakek-kakek yang kerjanya hanya minum dan makan jadah dan jenang saja sambil duduk terkantuk-kantuk. "
Raden Rangga mengangguk-angguk. Ia mengerti, bahwa Raden Rangga tentu bukan seorang yang manja. Karena itu, maka ia tidak akan telaten menunggu pelayan menghidangkan minuman panas jika ia merasa haus.
" Kau dapat beristirahat dengan tenang disini " berkata Raden Rangga " bilik ini adalah bilikku. Tidak ada orang yang berkeliaran didalam bilik ini, selain seorang yang setiap hari membersihkan bilik ini. Dibelakang bilik ini terdapat juga sebuah bilik yang aku pergunakan sebagai sanggar. "
" Dibelakang bilik ini" " bertanya Glagah Putih.
" Ya " jawab Raden Rangga " marilah. Jika kau ingin melihat, lihatlah. "
Glagah Putih memang ingin melihat apa yang terdapat didalam sanggar. Bilik Raden Rangga sudah penuh dengan senjata. Apalagi sanggarnya, tentu penuh dengan bermacam-macam senjata yang lebih baik dari yang terdapat di bilik ini.
Raden Ranggapun kemudian telah membawa Glagah Putih memasuki sebuah pintu yang terdapat didinding bilik itu pula.
Namun ketika Glagah Putih memasuki bilik itu ia menjadi heran. Bilik itu bukanlah bilik yang cukup luas dipergunakan untuk berlatih olah kanuragan. Bahkan tidak terdapat sebuah alatpun yang dapat dipergunakan untuk itu. Yang terdapat dibilik itu justru sebuah pembaringan. Hanya itu.
" Bagaimana mungkin bilik ini dapat dipergunakan sebagai sanggar" Apakah Raden dapat berlatih ditempat yang sesempit ini" " bertanya Glagah Putih.
Raden Rangga menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya Glagah Putih sejenak, lalu katanya " Aku tidak mengatakan kepada setiap orang. Tetapi aku akan mengatakan kepadamu. Aku tidak mengalami istilah-istilah sebagaimana sering kita lakukan jika aku berada ditepian sungai bersamamu. Aku tidak berlatih disanggar sebagaimana kau lakukan. "
" Jadi apa yang Raden lakukan didalam sanggar ini" " bertanya Glagah Putih.
Raden Rangga tiba-tiba telah terduduk dipembaringan. Wajahnya tiba-tiba menjadi sayu. Glagah Putih yang selalu melihat wajah itu cerah dan penuh kegembiraan, tiba-tiba dihadapkan pada satu kesan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
" Kenapa" " bertanya Glagah Putih termangu-mangu.
" Duduklah " berkata Raden Rangga.
Glagah Putihpun kemudian telah duduk disebelah Raden Rangga. Tetapi ia tidak bertanya sepatah katapun. Ia menunggu apa yang akan dikatakan oleh Raden Rangga itu.
" Glagah Putih " berkata Raden Rangga " aku menyadari, bahwa ada sesuatu yang tidak wajar pada diriku. Tetapi aku sama sekali tidak dapat berbuat apa-apa. Yang terjadi itu adalah diluar kuasaku. Karena itu, maka aku hanya dapat menerimanya sebagai satu kenyataan. Memang kadang-kadang terbersit didalam hati untuk melepaskan diri dari ikatan yang tidak dapat aku mengerti, tetapi aku sadari adanya. "
Glagah Putih hanya dapat mengangguk-angguk saja.
Sementara itu Raden Rangga berkata " Tetapi semuanya itu akan segera berlalu". "
" Apa maksud Raden" " bertanya -Glagah Putih.
Raden Rangga menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Glagah Putih. Ada rahasia yang menyelubungi diriku. Rahasia tidak dapat aku pecahkan sendiri. Tetapi itu terjadi dan mengikat diriku pada satu keadaan yang serba samar. Jika kau lihat sanggar ini, maka kau tentu menjadi heran. Justru itu adalah sangat wajar. Yang tidak wajar adalah yang terjadi didalam sanggar ini. "
" Apa yang telah terjadi" " hampir diluar sadarnya Glagah Putih bertanya.
" Nampaknya perjalananku sudah terlalu jauh, sehingga aku harus kembali pulang " berkata Raden Rangga " maka mungkin ada baiknya aku mengatakan kepadamu, setidak-tidaknya ada seseorang yang akan mengenangku dengan segala macam rahasianya yang tidak akan pernah dapat aku pecahkan. "
Glagah Putih menjadi berdebar-debar.
" Glagah Putih " berkata Raden Rangga " dipembaringan inilah aku selalu menempa diri sehingga aku memiliki kelebihan dari kebanyakan orang, apalagi yang seumur dengan aku."
Glagah Putih mengerutkan keningnya. Tanpa dikehendakinya bibirnya telah bergerak " Bagaimana mungkin. "
" Tidak seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orang
" berkata Raden Rangga " Aku selalu berlatih dalam dunia yang lain dari dunia kita sekarang ini. "
" Aku tidak tahu yang Raden maksudkan " desis Glagah Putih.
" Aku berlatih didalam mimpi " jawab Raden Rangga
" dalam tidur aku menempa diri. Rahasia itulah yang tidak aku mengerti. Demikian aku terbangun, maka kemampuan dan ilmuku selalu bertambah-tambah. Waktuku didalam mimpi rasa-rasanya berlipat dari waktu yang kita jalani bersama. Dalam sekejap aku tertidur disini, maka rasa-rasa-, nya aku sudah berlatih untuk waktu lebih dari setengah hari.
Itulah agaknya maka umurkupun merupakan umur ganda. Sebagai aku dalam kehidupan ini, maka aku memang masih sangat muda. Tetapi agaknya waktu-waktu yang terdapat didalam mimpi menjadi dua kali lipat dari umurku sebagaimana kau lihat. Sementara itu kemampuanku pun menjadi dengan sangat cepat, menurut ukuran-mu, meningkat dan bertambah-tambah. Tetapi aku tidak akan dapat mengajarkannya kepada siapapun dengan cara sebagaimana aku tempuh. Karena itu, yang dapat aku lakukan, adalah sekedar bermain-main melawanmu dalam latihan-latihan yang tentu kau anggap berat. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Tetapi rasa-rasanya kulitnya telah meremang. Agaknya Raden Rangga memang bukan orang kebanyakan betapapun tekunnya ia berlatih. Sebagaimana diduganya, bahwa ia tentu mempunyai rasa berlatih yang lain.
Glagah Putih pernah mendengar cara berlatih yang aneh yang dilakukan Agung Sedayu pada saat ia mulai. Tetapi terdorong oleh sifatnya yang masih belum berkembang pada waktu itu, Agung Sedayu juga mempunyai cara berlatih yang aneh. Ia tidak berada disanggar atau ditempat tempat yang sepi. Tetapi Agung Sedayu berlatih didalam biliknya dibawah sinar lampu yang terang. Kadang-kadang disiang hari ia duduk menyendiri di kebun belakang duduk bersandar sebatang pohon yang rimbun.
Agung Sedayu berlatih dengan mempergunakan ketajaman angan-angannya. Ia membuat gambar-gambar dari unsur-unsur gerak yang dapat menghidupkan olah kanu-ragan yang pernah disaksikannya pada masa kanak-kanak, jika ia ikut berlatih atau menunggui kakaknya, Untara, berlatih dibawah asuhan ayahnya sendiri.
Tetapi Agung Sedayu tidak melakukannya dengan tubuhnya. Ia hanya melakukan hasil ketajaman angan-angannya. Dan ternyata ketika nalarnya berkembang dan terjadi perubahan didalam dirinya, maka ketajaman angan-angannya serta lukisan-lukisannya itu berarti juga bagi ilmunya.
Kini ia berhadapan dengan seorang lagi yang mempergunakan cara yang lebih aneh lagi untuk berlatih. Ia tidak sekedar mempergunakan ketajaman angan-angannya. Tetapi Raden Rangga justru melakukan latihan-latihan tidak dengan wadagnya, namun yang dilakukan seakan-akan wajar sekali. Tetapi didalam mimpi.
Didunia mimpi Raden Rangga ternyata hadir secara utuh sebagaimana didalam hidupnya sehari-hari. Unsur wadag didalam dunia mimpinya bukanlah wadagnya yang terbaring di pembaringan, namun Raden Rangga tetap utuh. Yang berlaku didalam mimpinya atas wadag semuanya, dapat ditrapkan didalam kehidupannya dengan wadag kasarnya. Sementara itu, ternyata waktu mempunyai ke-dalam tersendiri, sehingga terasa waktunya didalam dunia mimpinya jauh lebih panjang dari waktu didunia wadag kasarnya. Tetapi Raden Rangga mampu memanfaatkan waktu itu untuk berlatih dan menguasainya dalam dunia wadag kasarnya.
Keanehan yang terdapat pada Raden Rangga berbeda dengan keanehan yang dilakukan oleh Agung Sedayu. Apapun yang dilakukan oleh Agung Sedayu, adalah peristiwa yang memang dapat digapai dengan penalaran. Tetapi yang terjadi dengan Raden Rangga, sama sekali tidak berlandaskan pada nalar.
Karena Glagah Putih agaknya dicengkam oleh berbagai perasaan yang asing, maka Raden Rangga itupun kemudian berkata dengan nada dalam " Glagah Putih, agaknya waktu yang diberikan kepadaku untuk hidup dalam dunia wantah ini tidak akan terlalu lama. Rasa-rasanya disetiap mimpi, dalam latihan tangan yang melambai memanggilku untuk kembali. Kadang-kadang aku melihat kereta yang meluncur diatas roda-roda yang besar, ditarik oleh beberapa ekor kuda semberani yang bersayap seperti sayap seekor burung rajawali raksasa melintas diatas gelombang-gelombang raksasa yang menghempas ke pantai.
Dan akupun kadang-kadang melihat ibuku duduk diatas kereta yang demikian dalam ujud yang asing dan hampir tidak dapat aku kenali, selain kelembutan wajahnya serta senyumnya yang selalu membelai perasaanku. Pakaiannya yang cemerlang seperti matahari, serta tatapan matanya yang bercahaya bagaikan bulan bulat, selalu membuat hatiku berdebaran. Dalam kehidupan sehari-hari, ibuku adalah seorang yang sangat sederhana meskipun ia adalah seorang puteri keraton. "
Raden Rangga berhenti sejenak menelan ludahnya. Pandangannya menjadi redup dan kata-katanyapun menjadi sendat " Glagah Putih. Waktuku tidak akan lama lagi.
Tiba-tiba Glagah Putih seperti sadar dari sebuah mimpi yang dahsyat. Dengan suara gagap ia menyahut " Jangan berkata begitu Raden. Mungkin Raden menangkap sesuatu dengan pengertian yang kurang tepat. "
" Memang mungkin. Tetapi aku mempunyai ketajaman penggraita. Biasanya apa yang terasa didalam hati, akan terjadi sebagaimana aku lihat sebelumnya " berkata Raden Rangga " demikian juga tentang diriku sendiri. "
" Jangan mendahului kehendak Yang Maha Agung " berkata Glagah Putih.
" Memang pantang mendahului kehendak Yang Maha Agung, apalagi mencobainya. " jawab Raden Rangga " tetapi jika isyarat itu datangnya dari Yang Maha Agung, apakah demikian itu dapat juga disebut mendahului kehendaknya" "
" Tetapi apakah seseorang dapat menentukan, apakah uraiannya tentang isyarat itu pasti benar" Sebagaimana dilakukan oleh Ki Waskita yang mempunyai kelebihan karena kurnia Yang Maha Agung untuk mengenali gejala dan isyarat yang mampu dilihatnya, sekali-sekali merasa bahwa keterbatasannya sebagai manusia tidak dapat menentukan kebenaran pengenalannya atas isyarat itu. Setiap kali ia merasa diuji oleh kenyataan, apakah penglihatannya benar atau tidak. " berkata Glagah Putih.
Raden Rangga tersenyum. Katanya " Aku sependapat. Kau agaknya ingin melihat sepercik harapan didalam hatiku bahwa penglihatanku serta uraianku atas isyarat itu keliru Tetapi aku harus mempersiapkan diri untuk melakukan perjalanan yang jauh dan mungkin tidak akan kembali lagi. "
Glagah Putih tertegun sejenak. Meskipun Raden Rangga tersenyum, tetapi nampaknya wajahnya diselimuti oleh kegelisahannya.
Sejenak kemudian, maka iapun berkata " Tetapi masih ada waktu Glagah Putih. Aku tidak akan pergi besok. Sementara itu, kita masih dapat berlatih lagi ditepian.
Mudah-mudahan dalam kesempatan terakhir aku dapat membantu kemajuan ilmumu. Pada suatu saat, aku ingin berlatih bersamamu dibawah pengawasan langsung, bukan sekedar melihat-lihat, kedua gurumu. Agung Sedayu dan Kiai Jayaraga. Aku ingin minta kepada kedua gurumu, apa yang dapat dipetiknya dari ilmuku, karena aku tidak akan mempergunakannya lebih lama lagi.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Ia memang berharap untuk dapat meningkatkan ilmunya dalam latihan-latihan yang dilakukannya dengan Raden Rangga. Sebagaimana dikatakan oleh Agung Sedayu maupun oleh Kiai Jayaraga, maka latihan-latihan itu memang sangat bermanfaat bagi Glagah Putih.
Namun dalam pada itu, tiba-tiba saja Raden Rangga itu berkata " Glagah Putih. Apakah kau bersedia mencoba sesuatu yang tidak kita mengerti akibatnya" "
" Maksud Raden" " bertanya Glagah Putih.
" Bukankah malam nanti kau akan tidur disini" " bertanya Raden Rangga.
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Lalu katanya " Apakah dengan demikian tidak akan menggangu Raden"
" Kenapa mengganggu" Jika kau tidak tidur disini, kau akan tidur dimana" " bertanya Raden Rangga.
" Aku masih sempat kembali ke Tanah Perdikan " jawab Glagah Putih.
" Tidak " berkata Raden Rangga " malam nanti kau tidur disini. Kau tidur bersama aku didalam sanggar ini Siapa tahu, bahwa yang aku alami tidak sekedar berlaku atas aku saja. Tetapi juga atas orang lain yang berada didalam sanggar ini. "
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Namun Raden Rangga mendesaknya " Tentu tidak apa-apa. Seandainya kau tidak dapat mengalami seperti yang aku alami, bukankah tidak ada ruginya" "
Glagah Putih masih saja ragu-ragu. Namun akhirnya iapun berkata " Tetapi Raden yang bertanggung jawab. Aku melakukannya atas keinginan Raden. "
" Ya. Aku akan bertanggung jawab " jawab Raden Rangga.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Namun terasa jantungnya berdegupan oleh kegelisahan.
Demikianlah, hari itu Glagah Putih tidak kembali ke Tanah Perdikan. Ia berada didalam bilik Raden Rangga yang sederhana. Bahkan ketika mereka makanpun hidangan yang disuguhkan juga hidangan yang sederhana sebagaimana hidangan bagi Raden Rangga sehari-hari.
Namun menjelang senja, Raden Rangga telah mengajak Glagah Putih untuk pergi kebelakang. Ditunjukkannya beberapa ekor kuda milik Raden Rangga yang dipeliharanya dengan rajin. Seorang gamel dan seorang pekatik memelihara kuda-kuda itu dengan tekun dan tertib.
Sementara itu Raden Rangga sendiri juga selalu ikut menangani kuda kudanya dengan penuh perhatian.
Tetapi sampai saatnya mereka kembali ke bilik Raden Rangga setelah hari menjadi gelap. Raden Rangga sama sekali tidak menyebut kuda yang manakah yang akan diberikannya kepada Glagah Putih. Namun Glagah Putih merasa segan untuk menanyakannya. Bahkan seandainya sampai Glagah Putih mohon diri kembali ke Tanah Perdikan Raden Rangga tidak menyebut tentang kuda yang dijanjikannya, maka Glagah Putih tidak akan menanyakannya pula.
Seperti dikatakan oleh Raden Rangga, maka ketika ma lam menjadi semakin malam, Glagah Putihpun dipersilah-kan tidur dipembaringan didalam sanggar itu bersama Raden Rangga. Namun Glagah Putih merasa segan untuk tidur disebelah Raden Rangga, yang bagaimanapun juga a-dalah putera Panembahan Senapati yang berkuasa di Mataram. Karena itu, maka Glagah Putihpun telah memilih untuk tidur dilantai diatas sehelai tikar pandan.
" Baiklah " berkata Raden Rangga " tetapi bukan akulah yang menempatkanmu dilantai ltu atas kehendakmu sendiri dan kau lakukan dengan senang hati. "
" Ya Raden " jawab Glagah Putih " aku memang lebih senang tidur dilantai. Bahkan menjadi kebiasaanku tidur tanpa alas. "
Raden Rangga tidak menjawab. Rasa-rasanya matanya sudah menjadi redup dan kantuknya kemudian tidak dapat ditahankannya lagi.
Sementara itu Glagah Putih yang berbaring dilantai, mengamati sanggar itu dengan saksama. Terasa juga kulitnya meremang. Sementara itu Raden Rangga telah tertidur nyenyak.
Namun akhirnya Glagah Putihpun memejamkan matanya juga. Sejenak kemudian, maka iapun telah tertidur.
Tetapi dalam pada itu, Raden Rangga tiba-tiba telah terkejut. Iapun segera meloncat dari pembaringannya dan mengguncang tubuh Glagah Putih.
Glagah Putihpun tergagap bangun. Keringatnya membasahi tubuhnya bagaikan diguyur hujan di halaman.
" Kenapa" " bertanya Raden Rangga " kau berteriak didalam tidurmu. "
" Aku bermimpi buruk " jawab Glagah Putih.
" Mimpi apa" " bertanya Raden Rangga.
" Aku telah hanyut oleh ombak yang besar. Namun beberapa saat kemudian tubuhku telah dihempaskan dibatu karang. Beberapa kali dan setiap kali terasa tulang-tulangku berpatahan. " jawab Glagah Putih.
Raden Rangga mengerutkan keningnya. Kemudian katanya " Aku tidak mengerti, kenapa kau harus bermimpi demikian buruknya. Tetapi mimpi memang dapat saja terjadi dimana-mana. Tidurlah. Mudah-mudahan kau tidak bermimpi buruk lagi. "
Keduanyapun kemudian kembali berbaring. Beberapa saat keduanya telah tertidur pula.
Namun sekali lagi Glagah Putih berteriak-teriak dalam tidurnya sehingga Raden Rangga sekali lagi meloncat dan membangunkannya.
-- Kau bermimpi buruk lagi" " bertanya Raden Rangga.
" Ya. Seekor ular raksasa yang muncul dari laut. " jawab Glagah Putih. Tubuhnya menjadi semakin basah.
" Baiklah " berkata Raden Rangga " berjaga-jagalah sejenak. Jangan tertidur sebelum aku tidur nyenyak. "
" Kenapa" " bertanya Glagah Putih.
" Kita hanya mencoba. Mudah-mudahan kau tidak lagi mengalami mimpi buruk. " jawab Raden Rangga.
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnya ia menjadi segan untuk terus tidur didalam sanggar yang aneh itu. Tetapi Raden Rangga memaksanya " Jangan lari ketakutan seperti seorang pengecut. Kau harus tetap berada di bilik ini sampai kau dapat tidur nyenyak. "
Glagah Putih tidak menjawab. Tetapi ia tidak beranjak dari tempatnya, meskipun ia tidak berbaring lagi. Tetapi duduk bersandar dinding.
" Aku akan menunggu sampai Raden tidur nyenyak " desisnya kemudian.
Raden Rangga mengangguk. Katanya " Bagus. Kau akan tinggal disini sampai pagi. "
Demikianlah maka Raden Rangga telah berbaring lagi dipembaringannya. Untuk beberapa saat matanya tidak terpejam. Namun akhirnya Raden Rangga itupun tertidur lagi, sementara Glagah Putih menunggu sampai Raden Rangga itu tertidur nyenyak.
Tetapi meskipun kemudian Raden Rangga sudah tertidur nyenyak, namun Glagah Putih rasa-rasanya sulit sekali untuk mencoba tidur meskipun ia sudah berbaring disehelai tikar yang terbentang dilantai. Seperti pesan
Raden Rangga, bahwa ia sebaiknya mencoba untuk tidur lagi setelah Raden Rangga tertidur nyenyak. Meskipun ia tidak tahu artinya, tetapi ia akan mencoba untuk mengikuti petunjuknya.
Beberapa saat lamanya Glagah Putih memejamkan matanya meskipun ia belum tertidur. Dicobanya untuk menenangkan hatinya dan mengosongkan angan-angannya agar ia dapat segera tertidur. Tetapi rasa-rasanya ia masih saja terganggu oleh kecemasannya tentang mimpi-mimpinya.
Belum lagi Glagah Putih dapat tertidur, maka ternyata Raden Rangga justru telah terbangun. Sambil duduk di bibir pembaringannya Raden Rangga itu berdesis " Kau tidak akan diganggu lagi. "
" Diganggu apa" " bertanya Glagah Putih.
" Mimpi-mimpi buruk " jawa Raden Rangga " didalam mimpi aku sudah menjelaskan, bahwa akulah yang bertanggung jawab atas kehadiranmu disini. "
" Didalam mimpi Raden " " bertanya Glagah Putih.
" Ya, didalam mimpiku. " jawab Raden Rangga.
" Apakah hubungannya mimpi Raden dengan mimpiku" " bertanya Glagah Putih.
" Menurut nalar memang tidak ada hubungan apa-apa. Tetapi yang terjadi atas diriku selama ini memang tidak mengikuti penalaran wajar seseorang. Bagaimana mungkin aku dapat berlatih didalam mimpi, namun kemudian ternyata aku memiliki kemampuan yang meningkat sebagaimana terjadi didalam mimpi itu" " Sahut Raden Rangga.
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Namun ia tidak sempat berbicara lebih banyak lagi, karena Raden Rangga justru sudah berbaring sambil berdesis " Aku masih mengantuk. Aku akan tidur lagi, meskipun aku akan terbangun didalam dunia mimpiku. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Iapun kemudian mencoba lagi untuk tidur.
Sebenarnyalah, Glagah Putih tidak menyadari lagi, kapan ia tertidur, karena ia telah tidur nyenyak sampai menjelang dini hari.
Glagah Putih terbangun tidak karena mimpi buruk. Ia terbangun sebagaimana kebiasaannya bangun menjelang dini hari jika ia akan pergi menutup pliridan. Namun Glagah Putih tidak keluar dari dalam sanggar. Tetapi ia duduk saja bersandar dinding.
Tetapi ia tidak lama berbuat demikian, karena Raden Ranggapun kemudian telah terbangun pula. Sambil menggeliat Raden Rangga berkata " Tubuhku terasa segar sekali pagi ini. He, apakah kau bermimpi buruk lagi" "
" Tidak Raden " jawab Glagah Putih.
" Nah, bukankah yang aku katakan itu benar" " Aku sudah minta agar kau tidak terganggu lagi. Dan permintaanku itu ternyata dipenuhi, sehingga kau tidak berteriak-teriak lagi karena mimpi buruk. " gumam Raden Rangga yang masih saja berbaring.
Ketika Glagah Putih tidak menjawab, maka sekali lagi Raden Rangga itu menggeliat dan bangkit duduk di bibir pembaringannya.
" Apakah kau terbiasa mandi pagi-pagi" " bertanya Raden Rangga.
" Aku terbiasa pergi ke sungai untuk menutup pliridan " jawab Glagah Putih " karena itu, aku terbiasa bangun pagi-pagi. "
" Marilah, kita akan pergi ke sungai. " desis Raden Rangga.
" Sungai yang mana" " bertanya Glagah Putih.
" Disebelah Barat ada sungai yang tidak begitu besar. Tetapi ditikungan terdapat kedung kecil yang dapat untuk berendam " jawab Raden Rangga " he, apakah kau tidak membawa ganti sama sekali" "
" Aku membawa " jawab Glagah Putih " meskipun hanya selembar. "
" Jika demikian, marilah kita mandi. Berendam sebentar agar tubuh kita menjadi semakin segar. " berkata Raden Rangga.
Mereka berduapun kemudian meninggalkan sanggar dan keluar pula dari dalam bilik. Diregol butulan mereka memberitahu kepada penjaga yang bertugas, bahwa mereka akan pergi ke sungai.
Para prajurit tidak pernah mencegah apapun yang dilakukan oleh Raden Rangga secara langsung sebagaimana pesan Ki Mandaraka. Hanya dalam keadaan yang sangat gawat saja mereka diminta untuk sekedar mencegah. Tetapi sebaiknya mereka langsung melaporkannya kepada Ki Mandaraka.
Karena itu, maka para prajurit yang diregol halaman istana Ki Mandaraka maupun di pintu gerbang butulan kota, hanya menyapanya saja.


08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Demikianlah, dalam keremangan dini hari keduanya berendam di sebuah kedung kecil disungai yang tidak begitu besar untuk menyegarkan tubuh-tubuh mereka.
Namun dalam pada itu, tiba-tiba saja Glagah Putih terkejut. Ketika ia sedang berenang di kedung kecil itu, tiba-tiba saja ia telah melihat seekor buaya yang besar muncul dari dalam air. Karena itu, maka dengan tangkasnya Glagah Putih meloncat dan menghindar. Dengan satu loncatan Glagah Putih telah berdiri didarat sambil bersiaga menghadapi segala kemungkinan.
Ketika Glagah Putih melihat Raden Rangga masih tetap berendam diair maka iapun berteriak " Raden. Minggirlah. Seekor buaya raksasa. "
Raden Rangga termangu-mangu. Namun iapun menjawab " Disini tidak pernah ada seekor buaya. "
" Aku melihatnya " Glagah Putih menjelaskan.
" Dimana" " bertanya Raden Rangga.
Glagah Putih termangu-mangu. Namun ia tidak melihat lagi buaya raksasa itu. Kedung itu memang terlalu kecil untuk bersembunyi buaya yang besar itu, meskipun seandainya dibawah batu-batu karang itu terdapat liang yang besar.
Sejenak Glagah Putih termangu-mangu. Namun tiba-tiba ia melihat sesuatu yang bergerak dibawah air. Dalam keremangan dini hari, dan dalam suasana yang tegang maka dengan serta merta iapun berteriak " Itu Raden. Disebelah kiri. "
Raden Rangga memang berpaling. Tetapi iapun kemudian tertawa. Ketika benda dibawah air itu kemudian mengapung, maka yang ada disebelah Raden Rangga adalah sepotong balok kayu.
" Inikah buaya itu" " bertanya Raden Rangga.
Wajah Glagah Putih menjadi tegang. Ia tidak sedang melamun ketika ia melihat seekor buaya. Tetapi yang ada kemudian adalah sebatang kayu.
Tiba-tiba saja Glagah Putih mengerahkan kemampuan penglihatannya. Sebagaimana ia mempelajari berbagai macam ilmu dari Agung Sedayu dan Kiai Jayaraga, maka penglihatan bantinnyapun segera menangkap isyarat, bahwa sebenarnya tidak ada apa-apa.
Karena itu, maka iapun menarik nafas dalam-dalam sambil berkata " Raden mulai bermain-main. Demikian tiba-tiba sehingga aku tidak bersiap menanggapinya. Kini aku melihat, bahwa yang ada hanyalah Raden dan barangkali beberapa ekor ikan dibawah air. Tidak ada buaya dan tidak ada sebatang kayu. Jika sebatang kayu itu memang ada, tentu sudah mengapung dan hanyut ke hilir.
Raden Rangga tertawa. Katanya " luar biasa. Kau mampu mengamati dengan penglihatan batinmu. Benda-benda itu memang semu. "
Glagah Putihpun kemudian terjun lagi kedalam air sambil berkata " Raden mampu membuat benda-benda semu. " Hanya satu permainan yang barangkali kurang menarik bagi orang lain " berkata Raden Rangga.
" Kakang Agung Sedayu juga pernah berceritera tentang ilmu yang demikian " jawab Glagah Putih.
" Apakah Agung Sedayu juga mampu melakukannya" " bertanya Raden Rangga.
" Aku tidak tahu " jawab Glagah Putih " kakang Agung Sedayu pernah menyebutnya. Ki Waskita adalah salah seorang yang memiliki kemampuan menumbuhkan bentuk-bentuk semu. "
Raden Rangga mengangguk-angguk. Katanya " Memang mungkin sekali ada satu dua orang yang mampu melakukannya. Jika kau bersedia, kau dapat mempelajarinya kepada Ki Waskita. Sayang kau tidak dapat belajar padaku, karena aku sendiri tidak tahu, bagaimana mungkin aku memilikinya. "
" Raden " berkata Glagah Putih " bukankah Raden pernah mengatakan, bahwa apa yang terjadi didalam mimpi itu tidak ubahnya terjadi dalam kehidupan wadag" Yang terjadi didalam mimpi itu akhirnya berujud didalam kehidupan wadag kasar Raden. "
" Ya. Memang begitu" " jawab Raden Rangga.
" Bukankah dengan demikian Raden dapat mengingat, apa yang telah terjadi didalam mimpi" " bertanya Glagah Putih.
" Aku mengerti maksudmu " Raden Rangga mengangguk-angguk " kau memang cerdik. Tetapi tidak semua yang terjadi didalam mimpi itu dapat diingat seluruhnya dengan jelas. "
" Tetapi bukankah tidak semuanya terlupakan" Mungkin Raden mampu mengingat beberapa peristiwa dan laku yang Raden jalani didalam mimpi. Tentu sulit dan berat, sementara wadag Raden sendiri terbaring nyenyak dipembaringan tanpa melakukan perbuatan apapun juga. " berkata Glagah Putih.
Raden Rangga termangu-mangu. Namun kemudian katanya " Aku akan mencobanya. Mungkin ada sesuatu yang dapat aku katakan kepadamu. Didalam mimpi yang panjang, seolah-olah aku memang telah menjalani laku tiga hari tiga malam. Namun sebenarnyalah aku tidur tidak lebih dari satu malam. Sejenak malam menginjak saat sepi uwong sampai menjelang seput-lemah di dini hari. "
" Silahkan mencoba Raden " berkata Glagah Putih " mungkin dengan demikian ada yang dapat Raden lakukan bagi orang lain. "
" Aku mengerti. Kau berharap untuk memiliki kemampuan yang khusus jika mungkin dapat aku tularkan kepadamu " berkata Raden Rangga. Lalu " Jika pada suatu saat aku menemukan kemungkinan itu, serta apabila kedua gurumu tidak berkeberatan, aku dapat menularkan kemampuanku, tentu saja hanya yang mungkin. Apalagi menurut penglihatanku, maka sesuatu atau seseorang atau apapun telah memanggil aku untuk meninggalkan kehidupan yang penuh dengan ketidak pastian ini. "
" Seharusnya Raden menghilangkan kesan itu " berkata Glagah Putih " dengan demikian kita memandang hidup ini dengan cerah, sebagaimana sebentar lagi matahari akan terbit.
Raden Rangga menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian katanya " Marilah. Kita sudah selesai. Sebentar lagi, banyak orang yang akan turun ke sungai ini untuk bermacam-macam keperluan.
Keduanyapun kemudian telah naik ke tepian dan membenahi diri. Kemudian mencuci pakaian mereka yang basah dan sebelum banyak orang datang, merekapun telah meninggalkan kedung kecil itu.
" Kita menyusuri sungai ini " berkata Raden Rangga " ditempat yang sepi, yang tidak pernah dikunjungi orang, kita menjemur pakaian yang basah ini, jika matahari nanti terbit.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Merekapun kemudian telah pergi menyusuri tepian ketempat yang tidak banyak dikunjungi orang. Sementara itu, mataharipun telah terbit dan cahayanya yang lunak mulai meraba tepian yang berpasir.
Glagah Putih dan Raden Rangga telah menjemur pakaian mereka yang basah diatas batu-batu besar. Meskipun panas matahari masih belum terasa menggatalkan kulit, namun ternyata bahwa panas itu sudah mampu mengeringkan pakaian yang basah meskipun memerlukan waktu beberapa lama.
Ketika keduanya telah berada kembali di dalam bilik Raden Rangga, sementara itu Raden Rangga sama sekali masih belum berbicara tentang kuda yang akan diberikannya, maka Glagah Putihpun berkata " Aku tidak akan dapat terlalu lama berada di sini. "
" Apa maksudmu" " bertanya Raden Rangga.
" Hari ini aku akan kembali ke Tanah Perdikan Menoreh " berkata Glagah Putih.
Raden Rangga mengerutkan keningnya. Katanya " Begitu tergesa-gesa" "
" Aku mempunyai tugas-tugas khusus di Tanah Perdikan " jawab Glagah Putih.
" Besok sajalah kembali " berkata Raden Rangga " hari ini kau masih tetap disini. Aku ingin melihat, apakah malam nanti kau dapat tidur nyenyak atau tidak. "
Glagah Putih termangu-mangu. Namun Raden Rangga mendesaknya " Apakah kau benar- benar ketakutan tidur di sanggar itu" Atau barangkali kau tidak senang tidur dilantai dan aku tidur di pembaringan" "
" Tidak Raden. Bukan itu " jawab Glagah Putih.
" Jika demikian kenapa" " bertanya Raden Rangga pula.
Glagah Putih tidak dapat menjawab. Karena itu, maka
Raden Rangga berkata " Nah, bukankah kau tidak mempunyai alasan untuk memaksa pulang hari ini" "
Akhirnya Glagah Putih menarik nafas sambil berdesis " Baiklah Raden. Tetapi besok pagi-pagi aku akan kembali ke Tanah Perdikan Menoreh. "
Raden Rangga tertawa. Katanya " Nah, aku masih akan dapat membuktikan, apakah kau masih akan selalu bermimpi buruk atau tidak dalam tidurmu malam nanti. "
Sebenarnyalah ketika malam turun, keduanya telah berada disanggar sejak awal. Meskipun keduanya belum mengantuk, tetapi Raden Rangga telah mengajaknya berada didalam sanggarnya yang sempit itu.
Untuk beberapa lama mereka masih berbincang-bincang tentang berbagai macam persoalan. Dari unsur dan jenis olah kanuragan sampai jenis buah-buahan yang ditanam didalam kebun-kebun di Tanah Perdikan Menoreh.
Namun akhirnya keduanyapun mengantuk pula. Menjelang sepi-uwong keduanya telah berbaring. Namun baru menjelang tengah malam, keduanya tertidur nyenyak.
Ternyata Glagah Putih tidak lagi diganggu oleh mimpi-mimpi buruk. Bahkan malam itu ia benar-benar dapat tidur nyenyak sekali. Udara didalam sanggar itu terasa hangat didinginnya malam.
Ketika menjelang dini hari ia terbangun, maka ia melihat Raden Rangga sudah duduk di bibir pembaringannya. Wajahnya nampak bersungguh-sungguh sambil memandang Glagah Putih dengan tajamnya.
" Berkemaslah " berkata Raden Rangga.
" Untuk apa" Apakah kita akan pergi mandi seperti malam kemarin" " bertanya Glagah Putih.
" Kita memang akan mandi. Tetapi tidak dikedung kecil itu " jawab Raden Rangga.
" Aku tidak usah berkemas " jawab Glagah Putih " bukankah kita akan berendam. Aku akan sekedar membenahi pakaianku ini. "
Raden Rangga mengangguk-angguk. Namun iapun segera berdiri. Katanya " Marilah. Kita akan pergi ke Gumuk Payung. "
" Gumuk Payung" " bertanya Glagah Putih.
" Ya. marilah. Jangan terlambat. " ajak Raden Rangga- Glagah Putihpun kemudian membenahi pakaiannya. Sejenak kemudian keduanyapun telah keluar dari halaman istana Mandaraka, dan lewat gerbang butulan merekapun keluar pula dari kota.
" Kita berjalan cepat. Jaraknya agak jauh " berkata Raden Rangga.
Glagah Putih tidak tahu maksud Raden Rangga. Tetapi ia mengikuti saja arah perjalanan Raden Rangga yang ternyata berjalan kearah Timur.
Glagah Putih menyadari, bahwa perjalanan mereka bukan sekedar perjalanan untuk mandi disebuah belum-bang di gumuk yang disebutnya Gumuk Payung, karena mereka telah menyusuri sebuah hutan yang meskipun tidak terlalu lebat, tetapi hutan itu masih nampak liar. Namun keduanya hanya menyentuh hutan itu dibagian tepinya dan tidak terlalu panjang. Beberapa saat kemudian, merekapun telah mengambil jalan sempit yang menjauhi hutan itu.
Glagah Putih terpaksa mengerahkan kemampuannya untuk dapat berjalan secepat Raden Rangga. Meskipun demikian, ia masih mendengar Raden Rangga berdesah " Langit sudah menjadi terang. "
Namun akhirnya merekapun telah berhenti disebuah lingkungan yang ditumbuhi pepohonan yang lebat meskipun bukan bagian dari hutan yang pernah mereka lewati. Lingkungannya tidak lebih dari sebuah gumuk kecil yang tidak terlalu tinggi. Namun gumuk itu telah berada dikaki pegunungan yang memanjang sampai ke Bukit Seribu.
" Kita naik ke gumuk itu " berkata Raden Rangga. Cahaya pagi sudah menjadi semakin terang. Keduanyapun kemudian menyusup rerungkutan, menyibakkan gerumbul-gerumbul perdu.
" Nah, kita kini berada ditepi sebuah belumbang " berkata Raden Rangga.
" Belumbang" " bertanya Glagah Putih.
" Dibawah rerungkutan itu adalah belumbang. Pohon preh itu tumbuh tepat dipinggirnya " jawab Raden Rangga.
Raden Ranggapun kemudian maju beberapa langkah, ketika ia kemudian mulai menyentuh air direrungkutan dan pepohonan perdu, maka iapun berkata " Aku sudah berada diping-gir belumbang."
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Belumbang itu adalah belumbang kecil yang hampir tidak nampak karena rerumputan ilalang yang liar dan pohon-pohon perdu yang tumbuh disekitar dan didalamnya. Beberapa batang pohon air dan sebatang pohon preh raksasa tumbuh dipinggirnya.
" Kita akan mandi di belumbang itu " " bertanya Glagah Putih.
" Kemarilah. Kau belum melihat airnya. " berkata Raden Rangga.
Glagah Putihpun kemudian bergeser maju. Iapun kemudian merasakan pada kakinya, bahwa ia mulai turun kedalam air.
" Ya. Aku merasa. " berkata Glagah Putih.
" Lihat airnya, jangan hanya merasakannya " berkata Raden Rangga.
Glagah Putihpun kemudian menunduk. Ketika ia menyibakkan daun ilalang dibawah kakinya, maka iapun berdesis " Airnya nampak sangat jernih. "
" Ya. Air dibelumbang ini memang jernih meskipun dikotori oleh dedaunan yang runtuh dari pohon preh raksasa itu serta pohon-pohon perdu yang lain " berkata Raden Rangga.
Glagah Putih mengangguk-angguk Tetapi ia masih belum
mengerti, kenapa Raden Rangga memilih tempat itu untuk mandi.
Raden Rangga yang melihat Glagah Putih termangu-mangu itupun kemudian berkata " Glagah Putih. Kita sudah sampai ketempat yang ditunjukkan kepadaku. Aku sendiri sebelumnya baru sekali datang ketempat ini. Tetapi ternyata bahwa aku telah mendapat petunjuk, bahwa belumbang ini akan memberikan arti kepadamu. "
Kimya Sang Putri Rumi 4 Tanah Semenanjung Karya Putu Praba Drana Bisnis Kotor 3

Cari Blog Ini