Ceritasilat Novel Online

Gajah Kencana 23

02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana Bagian 23


mengerti mengapa tumenggung yang semalam telah
mencurahkan kasihnya sebagai seorang suami, kini
tampaknya seperti orang yang terkejut melihat kehadirannya di
bilik itu" Seolah pula asing kepadanya"
"Kakang tumenggung ...." baru ia berseru demikian,
tumenggung Kuda Pengasih sudah menukas, "Engkau
menyebut aku kakang tumenggung" Siapakah yang memberi
idin kepadamu ?" "Kakang tumenggung sendiri."
"Aku?" tumenggung Kuda Pengasih terbelalak, "bilakah
aku mengatakan begitu?"
"Semalam, ketika kakang tumenggung memondong aku ke
pembaringan ini." Merah padam wajah tumenggung Kuda Pengasih ketika
mendengar jawaban itu. Apa yang disaksikan dan dirasakan
saat itu, benar2 suatu kenyataan yang aneh. Dicobanya untuk
mengingat apa yang telah terjadi semalam. Ia masih ingat
tentang perjamuan yang diadakan Arya Damar untuk
menghormat kedatangannya. Iapun masih terbayang akan
tuak yang dihidangkan oleh Arya Damar. Demikian pula
tentang hidangan tari-tarian dari beberapa gadis Bali yang
cantik. Saat itu kepalanya terasa pening dan berat. Pandang
matanya pun mulai kabur. Kemudian ia dipapah Arya Damar
ke dalam sebuah bilik yang indah dan diharumi oleh kemelut
asap wangi. Ya. Ia masih ingat walaupun samar2 bahwa ketika
berbaring di tempat tidur yang indah, ia merasa darahnya
bergolak keras. Nafsu kejantanannya pun bangkit. Saat itu ia
menginginkan seorang gadis ayu berada di sampingnya.
Tetapi ia anggap hal itu tak mungkin. Kemudian ia merasa
seperti tertidur lelap dan bermimpi. Dalam mimpi ia melihat
kehadiran seorang gadis cantik. Gadis cantik itu adalah ni
Saraswati, gadis yang paling cantik dalam rombongan penari.
Gadis, itu serta merta memaserahkan diri kepadanya. Saat itu
ia merasa seperti bahagia sekali tetapipun penat. Ruas2 sendi
tulangnya serasa terlepas, tenaganya lunglai ....
Membayangkan impian itu, ia mengaitkan dengan
keterangan ni Saraswati. "Ah, tidak" tanpa disadari mulutnya
meluncurkan kata2. "Tidak?" ni Saraswati menegas penuh getar2 kekejutan.
"Aku hanya bermimpi. Itu semua terjadi dalam impianku
semalam" seru tumenggung Kuda Pengasih.
Ni Saraswati terlongong-longong. Hampir saja ia tak
percaya akan apa yang didengar dan dialaminya saat itu. Baru
semalam ia merasa kehangatan tangan dan mulut
tumenggung muda itu, yang memeluk dan mengecup leher,
bibir, pipinya. Bahkan dadanya pun habis di-lumati mulut
tumenggung itu, seperti seekor anak kambing yang kehausan.
Dan iapun menyerah paserah karena menganggap bahwa
tindakan tumenggung itu sesuai dengan keterangan Arya
Damar kepadanya. Bahwa tumenggung utusan nata Majapahit
itu telah jatuh hati dan berkenan hendak memperisterinya.
Pada saat ia telah merasakan kebenaran ucapan Arya
Damar, pada saat benar2 ia telah mereguk kebahagiaan
dengan tumenggung yang masih muda, cakap dan penuh
curahan kasihnya itu maka pada saat pertama kali ia
membuka mata dan kepulasan tidurnya yang indah, penuh
kesan yang tak mudah dilupakan dalam hidupnya, maka
segera ia menghadapi peristiwa yang mengejutkan. Ia mengira
bahwa pagi itu ia akan dibangunkan oleh bisik rayuan yang
menyentuh hati, akan dibelai dengan tangan yang penuh
kasih, akan dikecup dengan bibir yang membara. Tetapi yang
diperolehnya beda sekali, bahkan kebalikannya, seperti langit
dengan bumi, siang dengan malam.
Betapa pedih hatinya ketika mendengar ucapan
tumenggung itu yang mengatakan bahwa kesemuanya itu
hanya impian. Namun sebagai seorang gadis yang halus
perasaan, ni Saraswati masih berusaha untuk membangunkan
ingatan Kuda Pengasih bahwa apa yang terjadi semalam
bukanlah impian melainkan kenyataan yang indah. Sei ndah
keindahan mimpi yang indah.
"Tidak, itu bukan impian tetapi kenyataan. Lihatlah lecet
bibirku yang engkau gigit, sanggul rambutku yang engkau
uraikan, dadaku yang masih bergurat-gurat membekas jari
jemarimu yang nakal. Lihatlah pula betapa kusut pembaringan
ini. Engkau telah meminta dan telah kuserahkan semua
milikku. Mengapa engkau menyangkal kenyataan itu?"
Kuda Pengasih termangu-mangu mendengar uraian ni
Saraswati. Namun sesaat kemudian ia berseru, "Tidak! Aku
hanya bermimpi" Beberapa kali gagal meyakinkan tumenggung itu akhirnya
meluaplah perasaan ni Saraswati. Dia seorang dara rem"ja
yang cantik dan halus perasaan. Berapa malu, sedih dan
marahnya menghadapi peristiwa yang dibawakan oleh sikap
tumenggung Kuda Pengasih. Setiap manusia, laki atau
perempuan, tentu mempunyai harga diri. Memang rasa harga
diri apabila tiada terarah akan menjurus kepada rasa
keangkuhan, ke-Akuan. Tetapi sesungguhnya rasa harga diri,
beda dengan rasa angkuh dan ke-Akuan. Rasa harga diri
hanya menuntut suatu perlakuan yang wajar dan sama rasa.
Misalnya, samalah rasa sakitnya orang yang dicubit itu. Rasa
sakit itu berlaku pada setiap orang tanpa membedakan jenis
dan golongannya. Sedangkan rasa keangkuhan dan ke-Akuan, menuntut sesuatu yang lebih dari lain orang.
Dan ni Saraswatipun tahu akan harga dirinya. Serentak ia
turun dari pembaringan, berjongkok dan menyembah,
"Maafkan, gusti tumenggung. Paduka benar, hambalah yang
bersalah ..." Namun betapa kuat hatinya, dia tetap seorang
anak perempuan. Setelah meluapkan perasaan hatinya,
meluap pula sumber air yang menjadi unsur sifat
kewanitaannya. Air itu berderai-derai memercik dari kelopak
matanya. Dan kakipun berayun meninggalkan bilik itu.
Airmata merupakan kekuatan dari seorang wanita. Amarah
prabu Rahwanaraja yang meluap luap bagaikan gunung
meletus karena dewi Shinta menolak rayuannya, hancur luluh
diderai airmata puteri Trijata, puteri kemanakan raja itu, yang
meminta supaya sang prabu jangan melanjutkan juga
kemarahannya hendak membunuh dewi Shinta. Dan entah
berapa banyak lagi ksatrya2 dan panglima2 yang gagah
perkasa sakti mandraguna, harus tunduk menyerah dilarut
airmata sang juwita. Tumenggung Kuda Pengasih terpana, Airmata ni
Saraswati terasa menitikkan suatu rasa dingin kedalam
hatinya. Rasa dingin itupun segera menghapus darah-yang
panas. Panas yang memancarkan segala rasa keangkuhan
dan ke-aku-an. Panas pula yang menebarkan kegelapan
pikirannya. Sesaat maulah tumenggung itu merenung.
Mungkinkah impian itu menjadi suatu kenyataan yang nyata "
Ataukah kenyataan yang menjadi impian yang diimpikan " Tak
mungkin jika ia bermimpi, lalu gadis yang diimpikan itu benar2
berada disisinya. Tentu hal itu suatu kenyataan dan kenyataan
itu tentu mempunyai sebab.
Maka mulailah pikiran tumenggung Kuda Pengasih
merenung dan mengingat kembali peristiwa semalam. Semula
tenang2 saja perasaannya ketika melihat gadis2 cantik itu
menari. Semula enak saja rasa tuak yang dihidangkan Arya
Damar. Tetapi mengapa setelah piala demi piala diteguknya
kering, maka beberapa waktu kemudian ia rasakan darahnya
panas, pikirannya kabur dan nafsu kejantanannya timbul.
Pada saat itu mulailah timbul suatu keinginan dalam hatinya.
Keinginan untuk mendapat ni Saraswati yang cantik itu
sebagai teman tidur. Jika demikian, tentulah tuak itu yang
menjadi penyebab. Bukan sekali itu ia minum tuak, melainkan
sudah banyak kali. Di pura Majapahit iapun sering minum.
Tetapi selama itu, belum pernah ia mengalami perasaan
terangsang seperti kali ini.
"Sengaja?" tiba2 pikirannya tertumpah pada tingkah laku
Arya Damar yang sedemikian rupa melayani minum tuak,
"adakah Arya Damar sengaja hendak meloloh tuak
kepadaku?" Kemudian ia melanjutkan pula. "Jelas aku tak bermimpi
ketika melihat kehadiran gadis Saraswati itu dalam bilik
peristirahatanku. Keadaan itu suatu kenyataan, hanya aku
sendiri yang menganggapnya seperti bermimpi karena
pikiranku serasa kosong. Aku tak dapat berpikir apa-apa lagi
kecuali menginginkan kehangatan tubuh Saraswati. Dan tak
mungkin gadis itu akan muncul begitu saja apabila tiada orang
yang mengaturnya. Tidakkah kesemuanya itu memang
sengaja diatur oleh Arya Damar. Dia giat dan tekun sekali
menghidangkan tuak yang merangsang kemudian mengirim
gadis itu ke dalam bilikku. Aku mengira sedang bermimpi dan
gadis itu menangis karena merasa hal itu suatu kenyataan
......." "Nini!" serentak ia tersadar apa yang dialaminya. Serentak
ia berteriak menyuruh gadis itu berhenti. Bahkan ia terus
memburu ke pintu. Ni Saraswati berhenti dan berpaling, memandang
tumenggung muda itu. "Engkau tak bersalah nini" seru Kuda
Pengasih, "benar katamu nini. Aku tak bermimpi, kesemuanya
itu memang suatu kenyataan yang terjadi ...."
"Ah, ki tumenggung. Kukira terjadi apa2 dalam bilik ini
maka aku bergegas datang ketika mendengar suara hiruk.
Ternyata tak terjadi sesuatu apa dan ki tumenggung tampak
segar gembira. Akupun ikut senang sekali."
"Engkau Damar!" teriak tumenggung Kuda Pengasih demi
melihat orang yang berkata itu. Arya Damar muncul dan tegak
diambang pintu, tersenyum-senyum."
"Engkaukah yang mengatur kesemuanya ini?" tegur
tumenggung Kuda Pengasih dengan garang.
"Maaf, ki tumenggung" kata Arya Damar masih tersenyum
tawa, "apabila ki tumenggung masih merasakan sesuatu
kekurangan, sudilah ki tumenggung memberi titah kepadaku.
Aku akan berusaha untuk menyenangkan ki tumenggung."
Tumenggung Kuda Pengasih tahu kemana arah tujuan
kata-kata Arya Damar. Hampir meledaklah dadanya dan saat
itu juga ia hendak mendamprat Arya Damar habis-habisan.
Tetapi sesaat terlintaslah suatu pertimbangan dalam hatinya.
Peristiwa itu telah menjadi suatu kenyataan. Tak mungkin ia
dapat menyangkal lagi. Jika ia marah, mungkin Arya Damar
dapat membela diri bahkan dapat balas menuduh bahwa
dalam melakukan tugasnya di Bali, tumenggung itu telah
mempermainkan seorang anak lurah. Yang penting, ia harus
dapat menyelidiki apa tujuan Arya Damar melakukan hal itu.
Apabila sudah diketahui, mudahlah untuk menentukan langkah
selanjutnya. "Engkau belum menjawab pertanyaanku" katanya.
"O," Arya Damar tertawa, "ya, memang akulah yang
mengatur kesemuanya itu demi untuk menghibur ki
tumenggung yang habis menempuh perjalanan jauh
menyeberang lautan."
"Hm," desuh tumenggung Kuda Pengasih, "siapakah ni
Saraswati ini?" "Gadis yang menari ...."
"Kutahu," tukas tumenggung
kumaksud, siapakah diri gadis ini?"
Kuda Pengasih, "yang "O,"desuh Arya Damar, "dia adalah puteri dari tuha desa
ini." "Mengapa dia setuju tidur di bilikku" Apakah atas
kehendaknya sendiri" Apakah sudah mendapat persetujuan
tuha" Apakah karena kau paksa?"
Arya Damar tertawa. "Sama sekali aku tak memaksa. Aku
telah berunding dengan tuha tentang puterinya yang sudah
meningkat dewasa itu. Kukatakan sayang apabila gadis
secantik puterinya itu harus tetap hidup sebagai gadis di desa
ini. Kukatakan kepadanya pula bahwa ni Saraswati itu
layaknya harus menjadi isteri seorang priagung di kerajaan
Majapahit." "Dan tuha itu setuju?"
"Tuha amat mencintai puterinya. Diapun mengharap agar
puterinya kelak mendapat jodoh priagung. Maka diapun setuju
ketika kuusulkan bagaimana andaikata ki tumenggung
berkenan pada puterinya. Tuha girang dan akan berterima
kasih sekali apabila aku dapat mengatur hal itu sampai
berhasil." "O," desuh tumenggung Kuda Pengasih. "Engkau baik
sekali kepada tuha dan kepadaku. Terima kasih Arya Damar.
Nah, sekian dulu. Nanti kita lanjutkan pembicaraan lagi.
Silahkan." Setelah Arya Damar pergi maka tumenggung Kuda
Pengasih melanjutkan percakapannya dengan ni Saraswati.
"Nini, aku khilaf. Ternyata peristiwa semalam itu bukan suatu
impian seperti yang kurasakan tetapi suatu kenyataan."
Ni Saraswati mengangguk. Hatinya mulai terhibur.
"Nini" kata tumenggung Kuda Pengasih, "aku telah
mengakui dengan hati yang jujur. Kuminta engkau pun
menjawab sejujur-jujurnya atas pertanyaan ini."
"Silahkan, gusti," kata ni Saraswati.
"Benarkah keterangan dari Arya Damar tadi bahwa dia
telah berunding dengan ayahmu tentang soal ini?"
tumenggung Kuda Pengasih memulai pertanyaannya.
"Benar." "O, tuha setuju ?"
"Soal itu hamba tak jelas," kata ni Saraswati, "ayah hanya
mengatakan kepadaku, meminta kerelaanku untuk menyelamatkan jiwa keluargaku."
Tumenggung Kuda Pengasih terkejut, "Ayahmu berkata
begitu" Apa maksudnya?"
"Ayah mengatakan bahwa apabila aku tak bersedia
melakukan perintah raden Arya Damar, keselamatan jiwa
keluarga kami tak terjamin."
"Itu suatu tekanan atau paksaan secara halus?" seru
tumenggung Kuda Pengasih, "dan engkaupun setuju?"
Ni Saraswati tersipu-sipu merah wajahnya. "Hamba amat
sayang kepada ayah hamba. Hamba rela menurut perintah


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

demi keselamatan jiwa ayah hamba."
"Hm," Kuda Pengasih mendesuh pula. Ia merenung.
Mengapa Arya Damar harus bertindak begitu terhadap
seorang tuha dan puterinya" Adakah dia benar2 hendak
menghaturkan hiburan kepadaku" Serentak terbayanglah ia
akan peristiwa2 semacam itu. Di kalangan mentri, senopati
dan narapraja kerajaan Majapahit, juga sering terjadi peristiwa
semacam itu. Dan setiap peristiwa begitu tentu mengandung
maksud tertentu. Yang memberi tentu mempunyai pamrih
terhadap yang diberi. Rasanya Arya Damar tentu begitu juga.
Tetapi apakah gerangan pamrihnya "
"Tentu ada," kata tumenggung Kuda Pengasih "dan ini
harus kuselidiki." Kemudian ia menyuruh ni Saraswati pulang. "Pulanglah,
nini. Sampaikan kepada ayahmu, bahwa aku bertanggung
jawab atas peristiwa ini."
Setelah ni Saraswati meninggalkan tempat itu,
tumenggung Kuda Pengasih pun keluar mencari Arya Damar.
Mereka bercakap-cakap dalam ruang pendapa.
"Bagaimana dengan keadaan pasukan pimpinan patih
Dipa?" Kuda Pengasih mulai membuka pembicaraan.
"Sampai sekian jauh, kami belum mendapat berita apa2"
kata Arya Damar, "kemarin telah kusuruh seorang pengalasan
ke Bedulu menghadap patih Dipa."
Kuda Pengasih kerutkan dahi. membahayakan jiwa pengalasan itu ?"
"Adakah tidak "Dia juga orang Bali yang telah menggabungkan diri pada
kita" "Maksudku, jika mungkin mengambil perjalanan dari utara
ke selatan, aku hendak menghadap patih Dipa menyampaikan
titah baginda." Arya Damar kerutkan kening, "Menilik keadaan saat ini,
walaupun pasukan kami sudah mencapai daerah pedalaman,
tetapi bukanlah berarti bahwa keadaan sudah aman. Orang2
Bali-Aga masih meneruskan perlawanan. Berbahaya apabila ki
tumenggung hendak melakukan perjalanan itu."
"Jika demikian, terpaksa aku harus berlayar mengitar ke
pantai selatan." Arya Damar mengangguk. "Ya. Tetapi apabila ki
tumenggung suka bersabar beberapa hari lagi, tentu
pengalasan itu akan membawa laporan kepada kita. Juga
kunjungan ki tumenggung, kupesankan kepada pengalasan itu
agar dihaturkan patih Dipa."
"Berapa lamakah pengalasan itu akan kembali?"
"Empat lima hari dia tentu sudah kembali." Sejenakmerenung tumenggung Kuda Pengasih berkata, "Baiklah, aku
akan menunggunya." Kemudian mereka bercakap cakap tentang lain2 hal.
Tumenggung Kuda Pengasih meminta keterangan tentang
pertempuran di daerah utara.
"Orang2 Bali-Aga setya dan keras hati. Walaupun sejak
Pasung Giri gugur, tiada tampak lagi pimpinan yang
berpengaruh, tetapi orang2 Bali-Aga itu tetap melanjutkan
perlawanan. Menghadapi orang2 yang senekad itu, terpaksa
aku berganti siasat. Kuganti cara kekerasan dengan
keramahan. Maka banyak orang2 Bali-Aga yang telah kami
tangkap dan akhirnya karena terkesan atas perlakuan kami
yang baik, banyak diantara mereka yang menyatakan mau
menggabungkan diri dengan pasukan kami."
Tumenggung Kuda Pengasih menghela napas. "Sudah
terlalu lama kalian berada di Bali. Harus segera diadakan
penyelesaian sehingga pasukan kita dapat kembali ke pura
kerajaan." "Hm" Arya Damar mendesuh, "ki tumenggung, kiranya
tuan tentu mengetahui bahwa pucuk pimpinan rombongan
utusan dan pasukan Majapahit yang menuju ke Bali ini, berada
ditangan patih Dipa. Jika patih itu tak menurunkan perintah,
kamipun tak berani bertindak lebih dulu."
"Jika demikian," sambut tumenggung Kuda Pengasih,
"mengapa engkau tak menggerakkan pasukan untuk
menggempur ke selatan."
Kembali Arya Damar menghela napas. "Sesungguhnya
akupun mengandung pikiran begitu. Tetapi aku takut kepada
patih Dipa." "Takut dalam hal apa?"
"Patih Dipa mengeluarkan pengumuman bahwa kedatangan utusan Majapahit ke pulau ini, bukan untuk
berperang atau mencari permusuhan dengan rakyat Bali,
tetapi hendak menyambung kembali hubungan antara
Majapahit - Bedulu yang putus. Oleh karena itu patih Dipa
melarang kami bertempur secara keras. Dengan cara itu,
entah berapa lama lagi patih Dipa akan menyelesaikan
tugasnya di Bali ini?"
"Itulah sebabnya baginda Jayanagara mengutus aku
kemari untuk memanggil kalian berdua kembali ke pura," kata
tumenggung Kuda Pengasih.
"Telah kukatakan, ki tumenggung," kata Arya Damar,
"bahwa sebagai orang bawahan, sudah tentu aku hanya
menurut saja akan keputusan patih Dipa."
"Sudah tentu pula patih Dipa pun akan mentaati titah
baginda," kata tumenggung Pengasih.
Arya Damar menghela napas. "Memang demikian
layaknya. Tetapi apabila ki tumenggung kenal dari dekat dan
bekerja sama dengannya, tentulah ki tumenggung akan
mengetahui jelas bagaimana sifat dan peribadi patih Dipa itu"
"Adakah sesuatu sifat yang kurang layak pada pribadi
patih Dipa ?" Arya Damar menghela napas.
"Aku tak berani mengatakan apa2 tentang peribadi patih
itu. Karena kuatir orang akan menuduh aku mempunyai
dendam atau perasaan tak suka kepadanya."
"Tetapi engkau mengatakan bahwa engkau tahu sesuatu
pada sifat patih Dipa. Sebagai orang yang bergaul cukup lama
selama di Bali, kupercaya engkau tentu mengerti. Nah,
katakanlah." "Tetapi ki tumenggung," bantah Arya Damar, "tidakkah ki
tumenggung akan mengandung kesan bahwa aku memiliki
rasa tak senang kepada patih Dipa?"
"Asal apa yang engkau katakan itu sesuai dengan
kenyataan yang sebenarnya, mengapa aku harus memiliki
kesan2 sedemikian "."
Diam2 giranglah hati Arya Damar. Namun ia masih
berusaha untuk menyembunyikan perasaan hatinya, "Baiklah,
ki tumenggung. Tetapi kesimpulan ini hanya dari kesan yang
kurasakan sendiri. Entah benar entah tidak"
"Ya" "Sesungguhnya peperangan ini dapat selesai lebih lekas."
Arya Damar mulai mengatur siasat dalam kata-katanya, "tetapi
mengapa sampai berlarut-larut sekian lama."
"Engkau tentu tahu dan kiranya hanya engkau yang
mengetahuinya," sambut Kuda Pengasih.
"Ketika pasukan yang dibawah pimpinanku ditempatkan di
Sanur, maka yang mendarat di Gianyar adalah pasukan
Majapahit dibawah pimpinan patih Dipa dibantu oleh
tumenggung Gajah Para. Dalam hal penempatan pasukan itu,
tentulah ki tumenggung dapat menarik sesuatu kesimpulan
tentang peribadi patih Dipa"
Tumenggung Kuda Pengasih tak lekas menjawab
melainkan merenung. Sesaat kemudian baru ia berkala,
"Adakah patih Dipa tak menyukai pasukanmu dari Sriwijaya ?"
"Ya" jawab Arya Damar "dari Sriwijaya kami datang
dengan tujuan hendak membantu pada kerajaan Majapahit.
Baginda pun telah merestui pengabdian kami sehingga kami
diikut sertakan dalam armada yang membawa utusan kerajaan
Majapahit ke Bedulu. Sebagai seorang pimpinan, selayaknya
patih Dipa tidak mengadakan perbedaan antara pasukan
Majapahit dan Sriwijaya. Tetapi ternyata apa yang kami alami,
tidak demikian." Berhenti sejenak Arya Damar melanjutkan, "Pasukan
Sriwijaya dan kami berdua, aku dan Arya Lembang,
ditempatkan di Sanur. Sedang patih Dipa sendirilah yang
menghadap raja Bedulu. Jelas tindakan itu memberi kesan
bahwa ia takut kalau pasukan Sriwijaya akan mendapat jasa.
Jasa itu hendak dikangkanginya sendiri."
Tumenggung Kuda Pengasih mengangguk-angguk tak
memberi ulasan apa2. "Patih Dipa mengeluarkan pengumuman kepada pasukan
Sriwijaya bahwa dalam peperangan, jangan menimbulkan
pertumpahan darah yang kurang perlu."
"Itu benar" kata ki tumenggung Kuda Pengasih
membenarkan tindakan patih Dipa, "karena tujuan yang
diamanatkan baginda kepada utusan kerajaan, yalah
membangun kembali jembatan hubungan Majapahit - Bedulu
yang dulu pernah terjalin."
"Itu memang betul" seru Arya Damar, "asal jangan
tercemar pamrih terselubung. Kami, pasukan Sriwijaya, pun
mentaati perintah itu. Tetapi ternyata patih Dipa sendiri telah
banyak melakukan pembunuhan terhadap prajurit dan
narapraja kerajaan Bedulu. Dan tentulah ki tumenggung
maklum, bagaimana mungkin dalam suatu pertempuran
takkan menumpahkan darah" Patih Bedulu yang bernama
Kebo Warung, telah mengamuk dan banyak membinasakan
prajurit2 Sriwijaya. Saat itu raja Bedulu sudah menerima
tawaran perdamaian dari patih Dipa tetapi patih Kebo Warung
tak mau tunduk kepada perintah rajanya. Banyak prajurit
Majapahit yang menjadi korban amukan patih gagah perkasa
itu. Bahkan tiada seorang senopati yang dipercayakan untuk
memimpin pasukan Majapahit selama patih Dipa sedang
menuju pura Bedulu, yang sanggup menghadapi Kebo
Warung." "Karena menyaksikan korban2 dari pasukan Sriwijaya
maupun Majapahit makin banyak
lalu aku maju menghadapinya dan beruntung dapat membinasakan patih
Bedulu yang teramat gagah perkasa itu. Dengan demikian
kerusakan pasukan kita dapat diselamatkan dan ratalah jalan
bagi patih Dipa untuk menekan raja Bedulu menerima tujuan
dari utusan baginda Majapahit. Tulang punggung dari
kekuatan Bedulu hanya terletak pada patih Kebo Warung
seorang. Selama patih itu masih hidup tentulah sukar bagi
patih Dipa untuk melaksanakan titah baginda Majapahit."
"Ya, benar," tumenggung Kuda Pengasih
tanggapan baik kepada tindakan Arya Damar.
"Tetapi apa tumenggung?" memberi yang kami terima dari patih Dipa, ki
Tumenggung Kuda Pengasih terkesiap. "Sudah tentu
jasamu akan dicatat oleh patih Dipa dan kelak tentu akan
dilaporkan kehadapan duli bagi nda Jayanagara."
"Kupercaya apabila ki tumenggung Kuda Pengasih yang
dipercayakan sebagai pimpinan pasukan Majapahit di Bedulu,
ki tumenggung pasti akan melakukan kebijaksanaan demikian.
Tetapi ki patih Dipa tidak berbuat begitu. Dan akupun
sesungguhnya tak rakus akan segala jasa. Apa yang
kulakukan hanyalah suatu kewajiban dari seorang senopati
yang hendak menyelamatkan anak pasukannya dari
kehancuran diamuk musuh."
Berhenti sejenak Arya Damar menyambung pula, "Aku rela
sekalipun jasaku itu tak dilaporkan ke hadapan baginda.
Tetapi bukan saja tampak tanda2 patih Dipa tak melakukan
hal itu, pun patih itu telah memberi dampratan kepadaku tajam
sekali. Patih Dipa marah karena aku membunuh Kebo Warung
dan beberapa tumenggung dari pasukan Bedulu. Patih Dipa
hendak segera mengirim aku dan pasukanku kembali ke
Majapahit." "Karena membunuh patih Kebo Warung itu ?" tumenggung
Kuda Pengasi h menegas. "Ya" sahut Arya Damar dengan mantap, "aku
dipersalahkan dan sebagai hukuman, aku diperintah supaya
kembali ke Majapahit. Benar2 aku tak tahu yang dikehendaki
patih Dipa. Jika patih itu hendak memiliki sendiri jasa2 dalam
peperangan di Bali ini, akupun tak menaruh rasa keberatan
apa2. Tetapi rupanya patih Dipa tak mau kepalang tanggung.
Patih itu hendak mengirim aku dan pasukan Sriwijaya kembali
ke Majapahit agar patih itu dapat leluasa bertindak di Bedulu?"
"Hm" tumenggung Kuda Pengasih mendesuh. Namun ia
tak mengatakan apa-apa. "Demi pengabdian kami terhadap kerajaan Majapahit aku
terpaksa minta maaf kepada patih Dipa dan berjanji akan
tunduk pada perintahnya. Tetapi kami jangan dipulangkan ke
Majapahit karena tugas yang diamanatkan baginda
Jayanagara belum selesai. Kami malu pulang sebelum
membawa hasil." Tumenggung Kuda Pengatik mengangguk-angguk.
"Dengan syarat perjanjian yang, berat, patih Dipa
meluluskan permintaanku. Tetapi apa yang terjadi di pura
Bedulu" Patih Dipa menyuruh raja Bedulu untuk berperang
melawan raja Dedela Nata dari Sumbawa, akibatnya kedua
raja itu tewas. Jika aku membunuh patih Kebo Warung, patih
Dipa marah sekali. Tidakkah dia harus lebih marah kepada
dirinya yang telah mengakibatkan raja Bedulu tewas."
Tumenggung Kuda Pengasih diam merenung.
"Kemudian timbul pemberontakan Pasung Giri yang
menghimpun orang Bali-Aga untuk mengangkat senjata
terhadap pasukan Majapahit. Pasukan Sriwijaya diperintah
supaya menyerang dari pantai utara dan pasukan Majapahit
convert txt : http://www.mardias.mywapblog.com
menyerang dari selatan. Sepintas pandang, rencana itu
merupakan siasat yang bagus untuk menjepit musuh"
Tumenggung Kuda Pengasih mengangguk.
"Tetapi sesungguhnya
terselubung dari patih Dipa"


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada suatu rencana "O" desuh tumenggung Kuda Pengasi h "apakah itu?"
yang "Ketika Patih Dipa menghadap ke pura Bedulu, raja Bedulu
dan patih Kebo Warung marah karena mendengar tuntutan
baginda Majapahit, maka patih Dipa dan pengiringnya ditawan
dalam goa Gajah. Tetapi, ki tumenggung," Arya Damar
berhenti sejenak untuk mencurahkan pandang ke wajah
tumenggung itu, "ternyata dalam goa itu patih Dipa telah
mendapat suatu benda yang amat berharga sekali?"
Tumenggung Kuda Pengasih terbeliak, "Apakah benda
berharga yang diperolehnya itu?"
"Sebuah kitab" "Sebuah kitab" Kitab apakah itu?"
"Tahukan ki tumenggung akan seorang mahayo-gin yang
termashyur dari kerajaan Panjalu?"
"Empu Bharada maksudmu ?"
"Benar" sahut Arya Darnar, "setelah raja Erlangga wafat
maka Empu Bharada berkunjung ke Bali untuk meminta agar
kerajaan Bali diserahkan kepada salah seorang putera dari
rahyang ramuhun Erlangga. Karena baginda Erlangga itu
adalah putera dan raja Udayana, cucu raja Warmadewa dari
Bali. Dengan demikian kedua putera baginda Erlangga berhak
atas kerajaan Bali. Tetapi mentri kerajaan Bali, Mpu Kuturan,
menolak lalu mengangkat Anak Wungsu, adik Erlangga,
menjadi raja Bali." Arya Damar berhenti sejenak untuk mengambil napas
kemudian melanjutkan pula, "Sudah barang tentu ketika Empu
Bharada berkunjung ke Bali, beliau telah membawa beberapa
benda berharga untuk dipersembahkan kepada kerajaan Bali.
Diantaranya sebuah kitab yang berjudul SUTTA-PITAKA.
Salah sebuah dari tiga kitab atau TIPITAKA agama Buddha.
Karena Empu Bharada itu seorang mahayogin Buddha. Kitab
SUTTA-P1TAKA itu, ki tumenggung, merupakan salah sebuah
kitab yang paling berharga dan merupakan salah sebuah inti
pelajaran agama Buddha. Tujuan Empu Bhara.da adalah
supaya agama Buddha berkembang luas di Bali."
"Bagaimana engkau tahu hal itu, Arya?" tegur Kuda
Pengasih. "Peristiwa kunjungan Empu Bharada ke Bali itu,
merupakan cerita yang tersebar luas di kalangan rakyat
Sriwijaya. Karena kerajaan Sriwijaya juga memeluk agama
Buddha. Dan akupun mendengar cerita itu dari orangtuaku."
"Maksudmu patih Dipa berhasil menemukan kitab SUTTAPITAKA ketika ditawan di gua Gajah."
"Ya." "Dan hal itu merupakan suatu penemuan yang berguna
juga. Adakah sesuatu yang hendak engkau kemukakan atas
hasil penemuan patih Dipa itu ?"
"Ada" sahut Arya Damar "jika tak ada tak perlu kiranya
kubawa dalam laporanku kepada ki tumenggung."
"Cobalah engkau katakan?"
"Jika kitab itu dihaturkan patih Dipa kepada baginda
Jayanagara, itu masih dapat dimaklumi. Tetapi dikuatirkan
patih Dipa tak mempunyai keinginan demikian."
"Dengan alasan apa engkau memiliki prasangka begitu?"
tegur tumenggung Kuda Pengasih.
"Karena penemuan patih Dipa atas kitab pusaka itu, tiada
seorangpun yang tahu."
"Tetapi buktinya engkau pun tahu juga. Bagaimana engkau
dapat berkata begitu?"
"Soal itu tumenggung," kata Arya Damar, "karena berkat
cara2 yang kulakukan untuk menyelidikinya. Terus terang, ki
tumenggung, aku mempunyai orang kepercayaan dalam
barisan pengiring patih Dipa itu."
"Baiklah" kata tumenggung Kuda Pengasih, "akan kucatat
keteranganmu ini. Bila kelak kudengar patih Dipa tak
menghaturkan kitab itu ke hadapan baginda, tentu akan
kulaporkan kepada baginda," kata tumenggung Kuda
Pengasih, "lalu apakah hanya kitab itu saja yang diperoleh
dalam gua Gajah." "Tidak," sahut Arya Damar dengan nada yakin seolah ia
tahu pasti akan apa yang dikatakannya, "patih Dipa juga
menemukan beberapa senjata pusaka yang sakti antara lain
keris Lobar." "O," tumenggung Kuda Pengasih mulai agak terkejut dan
menaruh perhatian, "sampai sedemikian banyakkah yang
diperolehnya selama ditawan dalam gua Gajah itu?"
"Mungkin tidak terbatas di gua Gajah saja, ki
tumenggung?" kata Arya Damar, "karena pada waktu raja
Pasung Rigih berangkat berperang ke Sumbawa maka yang
diserahi untuk menjaga keamanan keraton Bedulu adalah
patih Dipa. Pada hal raja Pasung Rigih telah tewas, pada hal
pula dalam keraton Bedulu itu penuh dengan harta kekayaan
intan permata yang tak terhitung jumlahnya. Tidakkah kita
layak cenderung untuk menduga bahwa patih Dipa mendapat
manfaat yang sebesar-besarnya karena kematian raja Bedulu
itu?" Tumenggung Kuda Pengasih termenung. Ia merangkai
suatu pembayangan tentang apa yang diceritakan Arya Damar
itu. Hampir ia tak mempunyai alasan untuk menolak dugaan
Arya Damar itu. Rupanya Arya Damar tahu bahwa liur lidahnya mulai
menyusup ke dalam liang hati tumenggung itu. "Ki
tumenggung," katanya pula, "semua yang kuceritakan ini
walaupun berdasar hasil penyelidikan dan laporan dari
beberapa orangku, tetapi aku tak mau memaksakan hal itu
sebagai suatu laporan resmi kepada ki tumenggung. Yang
penting, ki tumenggung tahu akan hal itu. Adakah ki
tumenggung menganggap perlu atau tidak untuk dilaporkan
kehadapan baginda Majapahit itu terserah kepada
pertimbangan ki tumenggung sendiri. Aku tidak memaksa dan
tidak mengharap." Dengan keterangan itu Arya Damar berusaha untuk
membebaskan diri. Seolah dia berhati bersih, tak senang
mencelakai orang atasannya, tidak mengandung suatu pamrih
apa2. Dengan demikian, akan lenyaplah prasangka
tumenggung Kuda Pengasih terhadap dirinya.
Tumenggung Kuda Pengasih mengangguk tetapi tak
mengutarakan apa2. "Kembali pada soal yang dipandang baginda Majapahit
memakan waktu lama pasukan Majapahit berada di Bali,
sehingga baginda mengirim ki tumenggung sebagai utusan
untuk memanggil kami berdua, mau tak mau kita terpaksa
mengaitkan hal itu dengan apa yang dilakukan patih Dipa
selama di Bedulu itu."
"Maksudmu patih Dipa memang sengaja memperlambat
penyelesaian di Bedulu karena mempunyai rencana mencari
benda2 pusaka yang berharga lagi?"
"Mudah-mudahan dugaanku salah, ki tumenggung."
Demikian setelah berbincang-bincang agak lama
mengenai keadaan pasukan Majapahit selama di Bali dan
keadaan Bali selama ini, tibalah tumenggung Kuda Pengasih
pada hal yang hendak diselidikinya, "Arya, aku hendak
bertanya kepadamu, apakah maksud dan tujuanmu menghibur
aku dengan menghidangkan gadis Saraswati yang cantik itu ?"
"Ah, hal itu hanya suatu persembahan yang biasa, dari
seorang senopati yang menerima kunjungan utusan sang
nata." "O," desuh tumenggung Kuda Pengasih, "haruskah
demikian cara orang bawahan menyambut seorang duta sang
nata?" Arya Damar agak tertegun. Namun cepat ia dapat
menjawab, "Keharusan menyambut seorang duta nata,
memang harus dengan cara yang layak. Soal cara tergantung
dari masing2. Misalnya, lain kita menyambut seorang mentri
yang sudah berusia lanjut dengan seorang senopati yang
masih muda. Seorang mentri yang suci, dengan seorang
utusan yang masih gemar akan kesenangan duniawi."
"Hm" tumenggung Kuda Pengasih mendesuh geram,
"maka engkau persamakan diriku sebagai mentri muda atau
utusan yang gemar akan kesenangan duniawi itu, bukan?"
"Maaf, ki tumenggung. Arya Damar tertawa, "adakah apa
yang kuhaturkan kepada ki tumenggung itu tidak berkenan
dalam hati ki tumenggung" Adakah persembahan itu
menyinggung perasaan dan martabat ki tumenggung?"
Tumenggung Kuda Pengasih terkesiap.
"Ki tumenggung," kata Arya Damar menyusuli katakatanya pula, "kita adalah kaum pria. Apa arti seorang gadis
penari cantik terhadap kehormatan ki tumenggung, dia tak
berarti sarna sekali, seperti sebuah impian yang
menyenangkan saja. Bukankah baginda Jayanagara sendiri
juga amat gemar kepada wanita cantik?"
"Tetapi Arya" seru tumenggung Kuda Pengasih pula,
"caramu menghaturkan tuak yang engkau campur dengan
bahan2 perangsang, tindakanmu menyelundupkan gadis
cantik itu kedalam bilikku, memberi kesan bahwa engkau
sangat bernafsu sekali agar aku mau menerima persembahan
itu?" Arya Damar tertawa, "Cara apapun jenisnya, hanyalah
sebagai sarana saja. Yang penting adalah hasilnya, ki
tumenggung." "Engkau menjerumuskan aku !" kata Kuda Pengasih agak
keras. "Menjerumuskan kearah sesuatu yang menyenangkan,
bukanlah menjerumuskan. Seperti
halnya jatuh, ki tumenggung. Jatuh dan jatuh ada dua. Jatuh ke bawah, lain
halnya dengan jatuh ke atas. Jatuh ke bawah merupakan
kejatuhan yang menderita. Tetapi jatuh ke atas, mengiaskan
sesuatu yang membahagiakan"
Tiba2 tumenggung Kuda Pengasih berbangkit dan
menuding Arya Damar dengan wajah marah, "Arya Damar,
tentu ada sebabnya engkau mempersembahkan gadis itu
kepadaku. Bicaralah dengan sejujurnya. Aku bersedia
mendengarkan. Tetapi apabila engkau berani berbicara
bohong, aku duta sang nata, berhak untuk menangkapmu atau
menghaturkan laporan kepada baginda tentang perbuatanmu
itu." Terkejut Arya Damar menghadapi perobahan sikap
tumenggung Kuda Pengasih yang tak terduga-duga itu.
Namun pada lain saat cepat sudah Arya Damar menguasai
keadaan. "Benar, ki tumenggung. Aku memang mempunyai
maksud kepada ki tumenggung. Silahkan duduk, akan
kukatakan dengan sejujurnya."
Tumenggung Kuda Pengasih agak tenang dan duduk pula.
"Ki tumenggung" kata Arya Damar setelah berhasil
menundukkan kemarahan utusan itu, "memang aku
mempunyai maksud. Tetapi maksudku itu tidaklah sesuatu
yang berlebih-lebi han, tidak pula sesuatu yang memberatkan
atau menyulitkan ki tumenggung."
"Katakan," kata tumenggung itu.
"Sebenarnya maksudku itu sudah kupaparkan dalam
laporanku tadi." "Mengenai keadaan pasukan Majapahit dan Sriwijaya
selama berada di Bali?"
"Ya. Dan tentang pimpinan patih Dipa serta kebijaksanaan
yang telah ditindakkan selama ini."
"Lalu maksudmu ?"
"Bahwa baginda Jayanagara telah memilih ki tumenggung
sebagai duta untuk memanggil kami berdua pulang,
menyatakan betapa besar kepercayaan baginda yang
dilimpahkan terhadap diri paduka, ki tumenggung. Dan
kepercayaan itu tentu didasarkan bahwa ki tumenggung
seorang yang pandai dan bijaksana, setya bhakti aprabu"
"Hm" tumenggung Kuda Pengasih mendesuh,
"Apa yang kulaporkan tadi, tentu akan bersua pada
kebijaksanaan ki tumenggung dalam menanganinya Sesungguhnya tak perlu kuminta, tentulah ki tumenggung
akan sudah dapat menilai tentang tindakan ki patih Dipa dan
sepak terjangku selama di Bali ini. Dan penilaian itu,
kupercaya, ki tumenggung akan mempersembahkan ke bawah
duli bagi nda" "Dengan mempersembahkan seorang gadis penari untuk
menghibur keletihan ki tumenggung itu, bukan berarti aku
hendak menghaturkan suatu suapan ataupun hendak
menebarkan perangkap yang berisi paksaan halus terhadap ki
tumenggung. Sama sekali tidak dan jauh dari rasa pemikiran
semacam itu. Aku hanya mohon agar ki tumenggung dapat
menilai dengan seadil dan sebijaksananya, kemudian
menghaturkan laporan kehadapan baginda. Karena tanpa
orang ketiga atau seorang utusan raja yang menjadi saksi,
tentu laporan2 yang akan dihaturkan ki patih Dipa kepada
baginda, hanya menguntungkan dirinya. Dan sukar dihindari
pula. setiap hal yang bersifat menguntungkan atau
membaikkan diri, tentu akan merugikan dan memburukkan lain
orang." "Hanya itulah maksudku, ki tumenggung." Arya Damar
mengakhiri pembicaraannya. Pembicaraan yang telah disusun
dan dirangkai dengan ulasan yang indah untuk menyelimuti
maksudnya yang sebenarnya.
Tumenggung Kuda Pengasih mengangguk pelahan.
"Akan kuperhatikan harapanmu itu, arya. Tetapi aku pun
perlu untuk bertemu muka dengan ki patih Dipa untuk
menyelidiki lebih lanjut"
"Benar, ki tumenggung," sambut Arya Damar, "memang
seyogyanya demikian. Janganlah ki tumenggung hanya
percaya keterangan sefihak saja."
"Ya" "Asal ki tumenggung jangan terpengaruh oleh rasa
mengindahkan terhadap patih Dipa, maupun rasa takut
terhadap seorang patih, serta terpikat oleh laporannya dan
lain2 hal" "Aku bukan anak kecil, arya. Aku dapat menilai hal yang
akan kudengar dan kulihat nanti," kata tumenggung Kuda
Pengasih. "Apabila ki tumenggung berkenan membantu dan
memperhatikan

02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harapanku, akupun bersedia untuk menghapus peristiwa tentang gadis penari itu. Kujamin hal itu
takkan tersiar di kalangan narapraja kerajaan Majapahit,
terutama pada baginda."
"Hm" desuh tumenggung.
"Walaupun soal begitu sudah jamak terjadi di kalangan
para mentri, senopati dan narapraja yang berpangkat tinggi,
tetapi kurang sedap bagi keluhuran nama paduka, apabila
peristiwa itu sampai tersiar luas di pura Majapahit" sekali lagi
secara halus, Arya Damar menekankan peringatan kepada
tumenggung Kuda Pengasih.
Kemudian setelah bercakap-cakap beberapa saat lagi,
Arya Damarpun mengantarkan tumenggung kembali kedalam
tempat peristirahatan. Sampai pada hari keempat ternyata pengalasan yang
dikirim Arya Damar ke daerah selatan, belum juga kembali.
Arya Damar mulai cemas dan tumenggung Kuda Pengasih
pun mulai tak sabar. "Arya, bagaimana kalau engkau gerakkan
pasukanmu menuju keselatan agar dapat bergabung dengan
pasukan ki patih Dipa" kata tumenggung itu.
Setelah dipertimbangkan dengan Arya Lembang, akhirnya
Arya Damar menerima baik usul tumenggung Kuda Pengasih.
Pada hari kelima, pasukan Sriwijaya dipimpin Arya Damar dan
Arya Lembang segera berangkat ke selatan. Tumenggung
Kuda Pengasih pun ikut serta. Ia hendak meninjau keadaan
tanah Bali untuk melengkapi laporannya kepada baginda.
0o-dwoz-mch-ismo-o0 III DUA hari kemudian pasukan Arya Damar tiba di kaki
gunung Batur, sebuah gunung berapi satu-satunya di Bali.
Ketika memasuki desa Abuan, mereka dikejutkan oleh
sekelompok prajurit bersenjata lengkap yang menjaga di mulut
desa. Tetapi rasa kejut dan cemas itu segera terhapus oleh rasa
gembira ketika mengetahui kelompok prajurit itu adalah
prajurit2 Majapahit. Prajurit2 penjaga desa itu segera
mengantarkan rombongan Arya Damar dan tumenggung Kuda
Pengasih. Namun rasa kejut dan heran itu masih menghinggapi Arya
Damar dan rombongannya ketika mereka menuju ke
pesanggrahan patih Dipa di desa Trunyang yang terletak di
tepi danau Batur. Suasana sepanjang jalan daerah itu ramai sekali. Rakyat
berbondong-bondong menuju ke sebuah lapangan. Mereka
seolah-olah tidak terkejut dan tidak menaruh perhatian akan
rombongan Arya Damar. Ratusan rakyat itu menggotong sebuah menara buatan
setinggi hampir limabelas tombak. Menara buatan itu dihias
dengan kain yang indah. Menara itu diiring oleh nagabenda
atau khewan buatan dari kayu, terdiri dari beberapa macam
bentuk. Yang dimuka sendiri seekor banteng, lalu seekor
singamara atau singa bersayap dan beberapa rusa.
"Mengapa mereka itu?" tanya tumenggung Kuda Pengasih
kepada prajurit yang mengantar jalan.
"Hari ini gusti patih Dipa menitahkan
diselenggarakan upacara Ngaben" kata prajurit itu.
supaya "Ngaben" Apakah ngaben itu?"
"Ngaben atau palebon adalah upacara pembakaran mayat,
gusti." Tumenggung Kuda Pengasih terkejut,
mayat" Mayat siapakah yang akan dibakar?"
"Pembakaran "Mayat2 dari orang2 Bali-Aga yang telah gugur dalam
pertempuran. Juga yang penting adalah jenasah dari panglima
Pasung Giri, gusti."
"Hai" teriak tumenggung Kuda Pengasih terkejut sekali.
Arya Damar dan Arya Lembang pun terbeliak juga, "mengapa
gustimu menyelenggarakan pembakaran mayat mereka ?"
Prajurit itu memberi sembah dan mengatakan tak tahu. "Itu
hanya keputusan dari gusti patih" katanya.
"Mengapa dilakukan pembakaran mayat ditempai ini ?"
tanya tumenggung Kuda Pengasi h pula.
"Daerah gunung Batur ini merupakan pusat kediaman
orang Bali-Gunung atau Bali-Aga. Setelah mematahkan
perlawanan sisa2 pasukan Bali-Aga dibawah pimpinan
panglima Pasung Giri, akhirnya pasukan gusti patih Dipa
menduduki pusat tempat kediaman orang Bali-Aga disini"
"O" desuh tumenggung Kuda Pengasih, "tetapi mengapa
gustimu menitahkan supaya diadakan upacara pembakaran
mayat?" "Gusti patih mengatakan kepada rakyat Bali-Aga bahwa
sesungguhnya orang-orang Majapahit datang ke Bali dengan
membawa maksud persahabatan dan kedamaian. Adalah oleh
karena sesuatu kesalah-fahaman sehingga sampai menimbulkan bentrokan berdarah. Gusti patih Dipa
menandaskan bahwa rakyat Majapahit sangat menghormat
dan memuji ksatrya. Kami pun menghormat dan menghargai
keksatryaan panglima Pasung Giri dan rakyat Bali-Aga, Maka
sebagai tanda penghormatan orang2 Majapahit, gusti patih
akan menyelenggarakan upacara ngaben untuk mereka2 yang
telah gugur dalam pertempuran."
"Hm, mengambil hati," gumam Arya Damar. Namun prajurit
itu tak mengerti dan tak menaruh perhatian atas ucapan Arya
Damar. Ia mengatakan kepada tumenggung Kuda Pengasih,
kemungkinan patih Dipa saat itu berada di balai Sumanggen
yang dibangun di sebuah tanah lapang.
"Apa balai Sumanggen itu?"
"Tempat penyimpanan mayat yang biasanya diletakkan di
beranda atau halaman rumah. Tetapi gusti patih khusus
menitahkan supaya membangun sebuah balai Sumanggen
yang besar dan indah ditanah lapang untuk tempat mayat2
orang2 Bali-Aga yang gugur itu"
"Apakah arti menara dan khewan2 buatan yang dibawa
dalam perarakan rakyat itu?" rupanya tumenggung Kuda
Pengasih tertarik perhatiannya.
"Menara tinggi itu berisi jenasah2 mereka yang akan
disempurnakan dalam pembakaran. Dan khewan2 buaian itu
melambangkan tingkat golongan mereka, gusti. Kaum Sudra
diharuskan membakar kaumnya yang meninggal dalam peti
terbuka. Kaum Waisya, membawa lambang khewan rusa.
Kaum Ksatrya dilambangkan dengan singamara atau singa
bersayap. Sedang kaum bangsawan membawa lambang
banteng untuk kaum pria dan sapi untuk kaum wanitanya."
"O, khewan buatan singamara dan banteng itu lambang
dari panglima Pasung Giri?" tanya Kuda Pengasih.
"Benar, gusti" "Baiklah, jika begitu bawalah kami ke Balai Sumanggen"
akhirnya tumenggung Kuda Pengasih berkata.
Tak berapa lama tibalah rombongan Arya Damar disebuah
lapangan. Di pinggir lapangan itu dibangun sebuah bangsal
besar dan mewah. Di mulut lapangan pun dibangun sebuah
pintu gerbang. Pada pintu gerbang digantungkan sebuah
lampu yang terbuat daripada janur dan disebut damar-kurung.
Benar juga, patih Dipa saat itu berada di Balai Sumanggen
untuk menghadiri upacara penerimaan iring-iringan menara
dan nagabenda itu. Kuda Pengasih memberi isyarat kepada prajurit pengantar
agar tak lekas2 membawa rombongannya menemui patih
Dipa. "Aku ingin menyaksikan upacara ngaben ini. Tak perlu
mengganggu gustimu dulu. Kami akan menyaksikan bersama
rakyat di sekeliling lapangan ini," katanya.
Setelah iring-iringan menara dan nagabenda itu tiba, maka
seorang pedanda yang mengepalai upacara, segera
menyambut. Mayat2 itu dipindahkan kedalam patulangan atau
tempat tulang2 mayat. "O, mayat2 itu sudah menjadi tulang kerangka semua?"
seru tumenggung Kuda Pengasih kepada prajurit pengantar
tadi. Maka menerangkanlah prajurit itu.
"Atas keterangan dari beberapa penduduk Bali-Aga yang
tua, rakyat Bali-Aga itu sesungguhnya tak mengadakan
pembakaran mayat dari orang2 atau keluarganya yang
meninggal. Melainkan dibiarkan saja mayat-mayat itu terbaring
di atas batu besar yang terdapat di desa Trunyang. Dibiarkan
saja mayat2 itu menjadi santapan burung2 elang dan
binatang2 buas. Kemudian karena gusti patih Dipa menitahkan
hendak menyempurnakan mayat2 itu sebagai tanda
penghargaan dan penghormatan orang Majapahit kepada
orang2 Bali-Aga yang gugur di medan-bhakti, maka mayat2
yang tinggal tulang kerangkanya itu segera diambil dan
dibawa ke dalam menara buatan, lalu dibawa ke balai
Sumanggen. Gusti patih pun menitahkan semua pembuatan
nagabenda, menara serta segala peralatan upacara ngaben
itu." Kuda Pengasi h menganguk-anguk.
Upacara pun mulai. Patulangan2 itu diletakkan di-sebuah
tempat yang disebut Balau Pabasmian, sebuah bangunan
rumah kecil tempat membakar mayat atau tulang belulang.
Sebuah tangga lalu diletakkan pada menara itu dan orang2
laki pun naik keatas menara buatan itu.
Beberapa putera atau puteri dari orang yang meninggal
duduk di menara itu lalu melepaskan dua ekor anak ayam
sebagai pengganti burung2 merpati dijaman dahulu. Dahulu
burung2 merpati dilepaskan oleh para janda raja atau
pangeran yang turut serta belapati dibakar sebagai tanda
kesetyaannya kepada sang suami.
Sesudah itu mayat atau tulang2 itu oleh putera atau
puterinya diserahkan kepada orang2 yang menaiki tangga ke
atas menara. Orang2 itu berdiri berderet-deret dari atas
sampai ke tanah. Mayat atau tulang2 itu diturunkan dari
tangan ke tangan sampai ke bawah dan orang2 itupun
berteriak-teriak keras. Maksudnya untuk mengusir setan2
yang hendak datang mengganggunya.
Sementara itu para wanita siap merentang kajang atau
sehelai kain putih panjang, diatas kepala mereka. Kajang2 itu
terus memanjang menuju tempat pembaringan mayat atau
tulang2. Sanak keluarga, handai taulan dari yang meninggal,
menjenguk untuk memberi penghormatan yang terakhir kali.
Setelah itu dimulailah pembakaran. Pandita memberkahi
arwah yang meninggal dengan mengucapkan mantera2,
sambil mencipratkan air suci pada mayat atau tulang2 itu.
Setelah itu maka kain kajang dan uang2 serta kain2 yang
indah ditumpuk di atas mayat atau tulang2 itu.
Kemudian pembakaran dimulai. Api untuk pembakaran
digunakan dari batu api atau kayu2 yang saling digosokkan.
Karena api yang diperoleh dari lain2 benda, dianggapnya tidak
bersih. Demikian setelah upacara pembakaran selesai, maka
rakyat pun pulang ke masing2 rumah. Abu dari mayat atau
tulang2 yang dibakar itu, biasanya dikumpulkan pada waktu
senja. Sesudah diberkahi, abu itu ditaruh dalam sebuah gendi
yang dibungkus dengan kain putih. Kemudian dibawa ke laut
dan abu itu disebarkan keempat penjuru laut.
Rombongan Arya Damar dan tumenggung Kuda Pengasih
dibawa prajurit pengantar ke pesanggrahan patih Dipa di desa
Trunyang, ditepi danau Batur. Setelah saling mengucapkan
kata2 penyambutan dan penghormatan maka tumenggung
Kuda Pengasih pun segera menyampaikan amanat seri
baginda Jayanagara yang menitahkan patih Dipa membawa
pasukannya kembali ke pura Majapahit.
"Apapun titah baginda, pasti akan kutaati?" kata patih
Dipa, "apalagi keadaan di Bali sudah cukup aman dan
berangsur-angsur telah pulih kembali. Baik kehidupan rakyat
dan pemerintahannya"
Kemudian patih Dipa pun melaporkan tentang peristiwa2
yang dialaminya selama ini dan serta tindakan2 yang telah
ditempuh dalam melaksanakan titah baginda Jayanagara.
Dalam selama mendengar laporan patih Dipa itu, tak hentihentinya Arya Damar mencuri pandang ke wajah tumenggung
Kuda Pengasih. Ia hendak mengetahui perobahan cahaya dan
kerut wajah tumenggung itu sehingga dapatlah ia menarik
kesimpulan tentang sikap tumenggung itu.
Tetapi ternyata tumenggung Kuda Pengasih tenang2 saja
mendengar laporan patih Dipa itu. Sekali dua kali ia
mengajukan pertanyaan meminta penjelasan tentang peristiwa
di pura Bedulu, tewasnya raja Pasung Rigih dan
pemberontakan Pasung Giri.
Patih Dipa telah memberi jawaban yang jelas tetapi bukan
sebagai pertanggungan jawab dari seorang senopati.
Sesungguhnya tumenggung Kuda Pengasih itu hanya
sebagai utusan raja untuk memanggil pulang kedua panglima
itu ke Majapahit. Hanya kepada baginda lah patih Dipa nanti
akan memberi laporan yang selengkap-lengkapnya.
Patih Dipa tahu akan hal itu. Demikian pula tumenggung
Kuda Pengasih. Tetapi demi mengunjukkan sikap yang
menghormat utusan raja, maka patih Dipa pun memberikan
laporan juga, walaupun bukan sebagai suatu pertanggungan
jawab akan kedudukannya sebagai seorang senopati.
Arya Damar pun memberi laporan kepada patih Dipa
tentang keadaan di medan utara dan kebijaksanaan yang
ditempuh selama ini. Patih Dipa pun memberi pujian yang
layak. Kemudian mereka berunding lebih lanjut tentang
keberangkatan kedua pimpinan pasukan itu. Patih Dipa
memutuskan agar Arya Damar dan pasukan Sriwijaya
langsung dari pantai utara Bali terus berlayar pulang ke pura
Majapahit. "Yang penting, raden harus mengangkat orang2 yang
tepat untuk mengepalai urusan pemerintah daerah setempat
agar keamanan dan kehidupan rakyat jangan terganggu"
pesan patih Dipa pula. Patih Dipa akan kembali ke Bedulu, menyerah terimakan
urusan pemerintahan kerajaan Bedulu pada mentri2 yang


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setya, kemudian menuju ke Gianyar lalu ke Sanur untuk
bergabung dengan pasukan dari tumenggung Gajah Para,
bersama-sama berlayar ke Majapahit.
"Sebaiknya ki tumenggung berangkat bersama kita.
Terserah, atau kah ki tumenggung hendak berangkat dengan
rombangan raden Arya Damar ataukah hendak bersama
dengan rombongan kami" kata patih Dipa.
Tumenggung Kuda Pengasih mengangguk, "Aku akan
berangkat bersama ki patih. Sekalian untuk meninjau keadaan
Bedulu dan daerah2 di selatan."
Arya Damar terkejut mendengar keputusan tumenggung
itu. Timbul kekuatiran dalam hatinya bahwa kemungkinan
pendirian tumenggung itu akan berobah manakala bersamasama dengan patih Dipa. Namun apabila ia menentang dan
minta tumenggung itu berangkat bersama rombongan
pasukan Sriwijaya tentulah akan menimbulkan kecurigaan
tumenggung itu. Bahkan patih Dipa juga. Oleh karena itu iapun
diam saja. Namun diam2, dalam waktu yang singkat sekali ia
sudah memiliki suatu rencana untuk menghadapi tumenggung
Kuda Pengasih apabila tumenggung itu akan berpaling haluan
kepadanya. Ternyata patih Dipa telah mengambil beberapa langkah
kebijaksanaan dalam usahanya menenteramkan kerajaan
Bedulu dan daerah2 di Bali. Ia telah mengangkat cucu dari
Empu Kapakisan untuk menduduki beberapa jabatan penting
dipemerintahan daerah2 yang dianggap penting. Banyak
Wukir, Banyak Ladrang, Banyak Kawekas, masing2 diangkat
sebagai Cakradara di daerah Balambangan, Pasuruan dan
Bali-Aga. Seorang cucu perempuan dari empu Kapakisan itu
diperisteri oleh raja Sukanya yang memerintah di pulau
Sumbawa. Orang2 Kapakisan yang dikirim Empu Kapakisan untuk
membantu patih Dipa, diangkat menjadi narapraja di Bali. Juga
terhadap tumenggung Gajah Para yang telah banyak berjasa
membantunya, diangkat untuk memerintah di Toya-Anyar.
Ketika terjadi pemberontakan orang2 Bali-Aga yang
dipimpin Pasung Giri, banyak rakyat Kapakisan yang terancam
bahaya dan menjadi.korban serangan orang2 Bali-Aga.
Menghadapi hal itu terpaksa patih Dipa turun ke medan
pertempuran. Kepada orang2 Kapakisan, ia menghadiahkan
sebuah keris disebut Kyai Lobar yang mempunyai daya untuk
menenangkan hati. Kemudian ia mengatur serangan ke utara.
Pasukan Majapahit dipecah menjadi dua. Sayap kiri dipimpin
tumenggung Gajah Para menyerang dari barat ke utara.
Sayap kanan dipimpin oleh patih Dipa sendiri, menyerang dari
timur terus menuju keutara. Kedua sayap pasukan itu berhasil
menembus perlawanan dan pertahanan orang Bali-Aga dan
akhirnya menduduki gunung Batur yang menjadi pusat
kediaman orang Bali-Aga. Ketika mereka berhasil menduduki daerah gunung Batur,
patih Dipa mendapat berita bahwa Pasung Giri telah tewas
dalam pertempuran melawan Arya Damar. Jenasahnya
diangkat ke gunung Batur dan dibaringkan di batu besar di
desa Trunyang. Demikian pula mayat2 dari orang2 Bali-Aga
yang telah tewas di medan pertempuran.
Patih Dipa segera menitahkan untuk menyelenggarakan
pembakaran mayat2 dan tulang2 mereka. Ia hendak memberi
penghormatan kepada mereka. Walaupun mereka memberontak, tetapi patih Dipa tetap menghormati mereka
sebagai pejuang yang dengan gigih telah mempertahankan
bumi kelahirannya. Disamping itu, patih Dipa pun hendak
menunjukkan kepada rakyat Bali-Aga bahwa orang Majapahit
benar2 tak mendendam permusuhan dengan mereka dan
sungguh2 hendak mengulurkan tangan persahabatan dan
kedamaian kepada rakyat Bali. Pun agar mereka menyadari
bahwa orang Majapahit itu rakyat yang beradab dan
berkebudayaan tinggi karena tahu akan menghargai ksatrya,
musuh sekalipun dia itu. Apa yang ditindakkan patih Dipa telah memberi buah yang
indah. Mulailah pandangan, sikap dan perasaan rakyat Bali
berobah baik terhadap kerajaan Majapahit. Perobahan itu
telah membawa ketenangan dalam batin mereka sehingga
pemerintahan dan kehidupan rakyat mulai berjalan lancar lagi.
Tumenggung Kuda Pengasih mendapat kesan yang
menyenangkan atas tindakan dan usaha2 patih Dipa dalam
memulihkan keamanan dan kehidupan pemerintahan serta
rakyat daerah2 di Bali. Mulai meremanglah penilaiannya
terhadap laporan Arya Damar mengenai diri patih Dipa itu.
Demikianlah setelah segala sesuatu telah selesai diatur
maka bertolaklah armada kerajaan Majapahit dari Gianyar.
Armada itu membawa rombongan patih Dipa dan tumenggung
Kuda Pengasi h pulang ke pura Majapahit.
Dalam pada itu Arya Damar dan Arya Lembang pun telah
mengemasi pasukannya dan setelah memilih hari yang baik,
armada Sriwijaya itupun berlayar menuju ke pura Majapahit.
"Kakang Damar, mengapa kakang membawa serta ni
Saraswati ke pura Majapahit?" kata Aiya Lembang ditengah
perjalanan mengarungi laut.
"St, jangan keras2 bicara, Lembang" kata Arya Damar,
"soal gadis cantik itu harus dirahasiakan. Jangan sampai
tersiar keluar. Bahkan kepada anak pasukan kita pun jangan
diberitahukan." "O, pentingkah diri ni Saraswati itu, kakang Damar," Arya
Lembang bertanya pula. Arya Damar mengangguk, "Nanti pada waktunya dia akan
sangat berguna kepada kita, Lembang."
Arya Lembang tak mau bertanya lebih lanjut. Ia tahu dan
percaya akan kecerdikan dan pengalaman Arya Damar. Ia
terus masuk ke dalain bilik perahu.
Arya Damar masih berada di geladak. Ia memandang jauh
ke cakrawala laut yang lepas bebas. Namun bukan
pemandangan laut itu yang menarik perhatiannya melainkan
sesuatu yang telah direncanakannya apabila ia tiba di pura
Wilwatikta. 0o-dwkz-mch-ismo-o0 Jilid 45 I PRABU JAYANAGARA amat bersukacita menerima laporan
dari patih Dipa tentang hasil perutusan kerajaan Majapahit ke
kerajaan Bedulu, Bali. Makin bertambah kepercayaan baginda terhadap patih itu.
Baginda tahu akan sifat patih Dipa. Patih itu tentu menolak
apabila diberi hadiah atas jasanya dapat mengamankan dan
melangsungkan hubungan Bedulu dengan Majapahit.
"Patih" kata baginda "apakah yang engkau kehendaki.
Katakanlah, apapun permintaanmu, tentu akan kululuskan"
Mungkin aneh kedengarannya bahwa seorang raja-diraja
dari sebuah kerajaan besar seperti Majapahit, harus
menitahkan seorang patih mengatakan sendiri apa yang ingin
dimintanya. Untuk seorang senopati atau mentri yang berjasa, baginda
berhak penuh untuk melimpahkan anugerah apapun juga.
Adakah anugerah itu berupa kenaikan pangkat, uang, tanah
ataupun puteri cantik, semua menjadi wewenang raja.
Tetapi baginda Jayanagara cukup faham akan peribadi patih
Dipa. Pangkat, patih itu sudah diangkat sebagai patih Daha.
Hanya tinggal selangkah lagi dan masuklah patih Dipa ke pura
Majapahit. Karena dulu sebelum baginda Jayanagara
dinobatkan sebagai raja di Majapahit, pangeran Kala Gemet itu
lebih dulu oleh ramanda ramuhun rahyang Kertarajasa, telah
diangkat sebagai yuwaraja atau raja muda di Daha. Dengan
begitu, Daha itu dianggap sebagai bumi narawita atau bumi
kedudukan raja. Hadiah uang, patih Dipa tentu menolak. Karena dalam soal
harta benda, patih itu tidak tamak. Baginya tiada kekurangan
lagi. Sebagai seorang patih hidupnya sudah serba cukup,
bahkan berkelebihan. Oleh karena itu banyaklah patih itu
membagikan dana untuk kepentingan memajukan wilayah
kekuasaannya, terutama untuk pembangunan candi2 dan
rumah2 sudharma. Tanah, memang baginda mempertimbangkan hendak
memberikan tanah sebagai tempat kediaman patih itu. Tetapi
baginda masih mempertimbangkan. Inginlah sebenarnya
baginda hendak memindahkan patih Dipa ke Majapahit. Tetapi
saat itu, kepatihan Majapahit sudah dijabat oleh Arya Tadah,
seorang patih tua yang baru saja dipindah dari Daha dan
kedudukannya di Daha diganti oleh patih Dipa. Maka baginda
belum dapat memutuskan suatu tempat yang sesuai untuk
patih Dipa. Kelak apabila patih Dipa sudah resmi pindah ke
pura Majapahit, barulah baginda hendak menentukan suatu
daerah tanah yang hendak dianugerahkan kepada patih itu.
Hadiah wanita" Ah, rupanya patih Dipa itu, walaupun
seorang muda, kurang memiliki gairah terhadap wanita. Patih
itu terlalu sibuk dengan pengabdiannya kepada kerajaan dan
tugas. Namun diam-diam bagindapun ikut memikirkan soal
wanita yang layak menjadi isteri patih Dipa,
Dalam pertimbangan itulah maka baginda terpaksa
menyerahkan pada patih Dipa sendiri, apa gerangan yang
diinginkannya. "Seri baginda junjungan hamba" kata patih Dipa "apa yang
hamba lakukan hanya menunaikan tugas hamba sebagai
seorang abdi kerajaan paduka. Bukan karena keinginan untuk
mengharap anugerah paduka maka hamba menerima titah
paduka itu. Melainkan karena keinginan hamba bahwa
kerajaan paduka, Majapahit, akan tumbuh menjadi negara
yang luas dan jaya" "Hm, bosan aku mendengar jawabanmu itu, patih Dipa"
baginda tertawa "karena setiap kali engkau melakukan
sesuatu tugas dengan berhasil, setiap kali aku hendak
melimpahkan anugerah sebagai imbalan atas jasamu itu,
engkau tentu mengatakan demikian"
"Demikianlah perasaan hamba, pikiran dan cita2 hamba
setiap kali hamba menerima titah paduka" patih Dipa
menghaturkan sembah. Baginda Jayanagara termenung sejenak.
"Baiklah, patih Dipa" akhirnya baginda bersabda pula "ada
beberapa anugerah yang tengah kupertimbangkan kepadamu.
Nanti apabila tiba saatnya engkau pasti akan kupanggil
menghadap" "Mana2 titah paduka, pasti akan hamba junjung diatas
ubun2 hamba" kata patih Dipa pula.
"Sekarang patih Dipa" kata baginda "dalam menanti suatu
jabatan yang memungkinkan engkau berada di pura
Wilwatikta, untuk sementara engkau tetap menjabat patih di
Daha. Tetapi disamping itu, engkau kuangkat pula sebagai
kepala bhayangkara puri keraton Tikta-Sripala"
Patih Dipa terkejut dan heran pula. Rasa kejut memang
selekas itu dapat dicairkan setelah merenungkan titah baginda
itu. Ia menyadari bahwa berhasilnya tugas ke Bedulu itu telah
memberi kesan yang makin baik pada baginda. Sebagai kepala
bhayangkara keraton, jelas ia akan lebih dekat pada baginda.
Tetapi rasa heran itu timbul manakala ia merasakan suatu
keganjilan dalam titah baginda. Menjadi patih di Daha dan
kepala bhayangkara di keraton Tikta-Sripala, betapa mungkin"
"Bagaimana patih Dipa, apakah engkau merasa keberatan
atas pengangkatan itu ?" tegur baginda demi melihat patih
Dipa agak tertegun. "Telah hamba haturkan" buru2 patih Dipa menghatur
sembah "bahwa jiwa dan raga Dipa telah hamba serahkan
kebawah duli paduka. Jangankan paduka berkenan
menganugerahkan pangkat itu, sekalipun tidak, hamba sudah
senang. Tetapi yang menjadi pemikiran hamba, gusti,
bagaimana cara hamba untuk menunaikan tugas sebagai patih
di Daha dan bhayangkara di keraton paduka ini ?"
"O, soal itu" baginda tertawa "begini, patih Dipa. Engkau
tetap menjabat patih di Daha. Tetapi apabila engkau anggap
tugas di Daha sudah longgar, engkau harus sering datang ke
puri keraton untuk mengawasi penjagaan disini. Setiap saat,
siang atau malam, engkau kuberi hak untuk masuk kedalam
puri agar dapat langsung mengawasi para petugas
bhayangkara itu. Dan inilah, patih Dipa" berkata sampai disitu,
baginda Jayanagara berhenti, mengambil sebatang pedang
dari samping mahligai dan di angsurkan kepada patih Dipa.
"Patih Dipa" seru baginda "terima pedang ini"
Patih Dipa tak tahu apa maksud baginda menganugerahi
sebatang pedang yang kerangkanya bersalut emas kepadanya.
Namun ia takut akan kemurkaan baginda maka dengan
khidmat segera ia menyambutinya.
"Pedang itu sebagai tanda kekuasaanmu masuk kedalam
istana pada setiap saat. Demikian pula memberi kekuasaan
kepadamu untuk menangkap, memeriksa setiap orang yang
engkau curigai mempunyai itikad buruk terhadap raja dan
keluarga raja" seru baginda "bila perlu boleh engkau bunuh
apabila dia jelas bersalah dan berbahaya"
Patih Dipa terkejut dan agak gemetar. Ia tak menyangka
bahwa baginda akan melimpahkan kepercayaan yang
sedemikian besar kepada dirinya. Kepercayaan makin besar,
makin beratlah tanggung jawabnya. Tetapi hal itupun
menandakan bahwa pengabdiannya kepada kerajaan telah
diakui dan dipercaya baginda. Dia gembira tetapi pun cemas.
"Dan tahukah engkau apa pedang itu?" tiba2 baginda
bersabda pula. Patih Dipa memandang pedang itu. Kerangkanya keras
berwarna hitam kelabu. Yang jelas bukan dari bahan kayu
melainkan dari kulit binatang. Tetapi binatang apa.
"Hamba tidak tahu gusti tetapi hamba, percaya bahwa
pedang anugerah paduka ini tentu sebuah pusaka"
"Benar, patih Dipa" seru baginda "memang pedang itu
sebuah pusaka tetapi pusaka yang tak sempat dipakai"
Makin heran patih Dipa mendengar ucapan baginda
sehingga beberapa jenak ia termangu-mangu.
"Pedang itu disebut pedang Adipetaka" ujar baginda
"pedang dari ramanda rahyang ramuhun Kertarajasa"
Patih Dipa terbelalak. Demikian pula beberapa mentri dan
senopati yang menghadap baginda, terkejut. Rahyang
ramuhun Kertarajasa, ramanda baginda atau raden Wijaya
rajakula kerajaan Majapahit. Mengapa baginda berkenan


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghadiahkan pedang ramanda baginda kepada patih Dipa "
Gemetar patih Dipa mendengar keterangan baginda.
Andaikata ia menerima anugerah harta besar atau pangkat
tinggi, mungkin tidak sekejut seperti disaat menerima pedang
pusaka milik ramanda baginda. Apakah maksud baginda"
"Ketahuilah patih Dipa" ujar baginda pula "pedang pusaka
Adipetaka itu, sesungguhnya merupakan pedang pusaka dari
ramanda yang sedianya akan dikenakan ramanda pada.
upacara penobatan ramanda sebagai raja Majapahit. Tetapi
karena belum selesai, maka ramanda tak sempat
memakainya" Putih Dipa mendengarkan dengan penuh ketrenyuhan hati.
"Pedang itu kuberikan kepadamu, patih Dipa" ujar baginda
pula "karena jasamu besar sekali terhadap kerajaan dan raja.
Dengan pedang Adipetaka itu, engkau kuserahi tanggung
jawab yang lebih berat. Selamatkanlah raja dan keluarga raja,
tegakkan kewibawaan kerajaan Majapahit"
Tersipu-sipu patih Dipa memberi sembah "Duh, gusti
junjungan hamba, betapa haru hati hamba menerima
anugerah paduka yang sebesar itu. Hamba berjanji akan
menyerahkan jiwa dan raga kehadapan paduka dan kerajaan
Majapahit, tetapi gusti, tidaklah lebih layak apabila pedang
pusaka ini paduka berkenan mengenakannya sendiri agar lebih
menambah kewibawaan paduka?"
"Tidak, patih Dipa" ujar baginda "karena pedang pusaka itu
belum pernah dipakai ramanda rahyang ramuhun maka
kuanggap belumlah pedang itu resmi sebagai senjata pusaka
ramanda. Sedang ramanda dulu mengenakan senjata pusaka
trisula, yang konon ceritanya, trisula itu berasal dari lidah ular
naga yang menggoda ramanda ketika ramanda sedang
bertapa di candi Wengker. Trisula itu memang tetap padaku
sebagai penegak kewibawaan kerajaan Majapahit"
Dengan penjelasan itu agak berkuranglah ketegangan
perasaan patih Dipa. Kemudian ia berjanji akan melaksanakan
tugas kewajiban yang tentunya diamanatkan oleh rahyang
ramuhun Kertarajasa dalam membuat pedang Adipetaka itu.
Pedang untuk memberantas setiap musuh yang hendak
mengganggu kewibawaan kerajaan Majapahit. Pedang untuk
membersihkan setiap ketidakadilan. Dan pedang untuk
membunuh setiap musuh dan mereka yang berhianat
terhadap kerajaan Majapahit.
Demikian anugerah pedang pusaka kepada patih Dipa itu
cepat menjadi buah bibir dikalangan mentri dan senopati
kerajaan Majapahit. Banyak tanggapan yang timbul dikalangan
narapraja. Pada umumnya, sedikit atau banyak, merekapun
mengiri atas anugerah dan rejeki patih Dipa.
Memang ada sesuatu yang terjadi dibalik keputusan
baginda Jayanagara untuk menganugerahkan pedang pusaka
itu kepada pada Dipa. Sejak melihat dari dekat peribadi Dipa
di Bedander, diam2 timbullah suatu kesan dalam hati baginda.
Ia melihat bekel bhayangkara itu memiliki keperibadian yang
tegas, jujur, berani dan setya. Baginda pun melihat suatu
manusia lain dalam diri bekel Dipa itu.
Dalam suasana perihatin di desa Bedander itu, walaupun
mengalami kegoncangan besar dan kegelisahan yang belum
pernah dialaminya sejak kecil mula, namun bagindapun
mendapat sesuatu yang selama ini hampir tak pernah
terbayang dalam pikirannya. Sesuatu itu tak lain adalah
kesadaran. Kesadaran bahwa dirinya seorang raja-diraja yang
harus memikul tanggung jawab besar terhadap kerajaan dan
rakyat. Kesadaran bahwa selama ini, beliau telah terlelap
dalam kegelapan akibat tindakan dari mentri2 yang sengaja
melelapkannya dalam genangan sanjung dan puji. Kesadaran
bahwa ternyata didalam tubuh pemerintahan pura Majapahit
terdapat beberapa kelompok dan golongan yang tidak
menyukai dirinya. Berkah yang terselubung. Demikian yang diperoleh baginda
selama dalam pengasingan di desa Bedander yang sunyi itu.
Tanpa kejutan2 dari peristiwa2 di pura kerajaan itu, ia tentu
tetap terlelap dalam kegelapan. Kemudian lahirlah suatu
kesadaran yang terakhir. Tubuh pemerintahan di kerajaan
harus dibersihkan dari mentri2 dan senopati2 yang bermuka
dua. yang penjilat, yang ber-hianat. Beliaupun memutuskan
untuk mengganti tenaga2 mereka dengan orang2 baru
yang telah ditilik dan dibuktikan, benar setya kepada raja.
Pilihan baginda-pun jatuh pada diri bekel Dipa
Selama Dipa diangkat sebagai patih Kahuripan, banyaklah
baginda menerima laporan tentang kegiatan patih itu dalam
membangun daerah menegakkan keamanan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Demikian pula ketika
patih Dipa dipindah ke Daha. Baginda mendapat laporan yang
memuaskan. Makin bertambah pula kemantapan baginda.
Ujian yang terakhir adalah mengutus patih muda itu untuk
memimpin perutusan ke Bedulu. Dan baginda menerima
laporan bahwa perutusan itu telah berhasil walaupun harus
mengalami pertumpahan darah.
Demikian pertimbangan2 yang mendorong baginda untuk
menganugerahkan pedang pusaka Adipetaka milik ramanda
ramuhun Kertarajasa kepada patih itu.
Nama patih Dipa mulai mendapat tempat di hati para
narapraji pemerintahan kerajaan Majapahit. Sudah tentu pula
hal itu menimbulkan berbagai tanggapan.
Sudah jamak apabila sesuatu tentu menimbulkan dua jenis
tanggapan. Yang suka dan yang tidak suka. Golongan yang
suka kepada tampilnya patih Dipa di pucuk pemerintahan pura
kerajaan itu adalah mereka, mentri2 tua yang setya kepada
kerajaan. Ataupun golongan yang mendukung baginda
Jayanagara. Sedang golongan yang tidak menyukai adalah mereka yang
terdiri dari beberapa kelompok dan alasan. Kelompok yang
tidak menyukai baginda Jayanagara duduk di singgasana.
Jumlah mereka kini sudah makin menipis setelah terjadi
peristiwa mahapatih Nambi dan peristiwa Dharmaputera Kuli.
Sebagai landasan dan alasan sikap mereka, adalah karena
baginda Jayanagara itu lahir dari ibunda puteri Malayu.
Lalu golongan kedua yalah mereka yang cemas dan iri hati
akan meningkatnya patih Dipa dalam pemerintahan kerajaan.
Mereka cemas karena melihat Dipa itu seorang pendatang
baru, berasal bukan dari kasta ksatrya atau brahmana, telah
membuat kejutan besar dalam menanjak di pemerintahan.
Mereka iri karena baginda menaruh kepercayaan besar dan
semakin besar kepada bekas bekel bhayangkara itu. Golongan
ini meliputi semua lapisan di kalangan narapraja dan nayaka
kerajaan. Kemudian golongan ketiga, merupakan golongan yang
kecewa. Terdiri dari mereka yang mendukung baginda
Jayanagara tetapi tak mendapat hati dari baginda. Pertama,
mereka yang mendukung baginda. Dan kedua mereka yang
bergabung dalam golongan pendukung gusti ratu Indreswari
Lalu yang ketiga yalah golongan para arya dari Malayu.
Golongan yang mendukung baginda kecewa karena
ternyata baginda lebih melimpahkan kepercayaan kepada
patih Dipa daripada mereka. Golongan pendukung gusti ratu
Indreswari juga kecewa karena ternyata pengaruh ibunda
baginda itu tak dapat menolong mereka untuk mendapatkan
kepercayaan baginda. Golongan arya dari tanah seberang,
yang mengharapkan suatu iklim subur untuk menanamkan
pengaruh yang berasal dari benih keturunan baginda serta
gusti ratu Indreswari, ternyata tak mendapat sambutan dari
baginda. Baginda merasa seorang raja Majapahit, bukan
keturunan raja Malayu. Demikian kelompok dan golongan2 yang tak senang dan
mencemaskan tampilnya patih Dipa di pura kerajaan. Dari
golongan arya tanah Malayu, mereka menggunakan dalih
bahwa Dipa itu mungkin dari keturunan orang Sudra bahkan
Paria, yang jelas bukanlah keturunan ksatrya dan brahmana.
Mereka cemas apabila Dipa sampai menanjak ke pimpinan
pemerintahan. Dalih itu disebarkan dan mulai mendapat pengaruh di
kalangan mereka yang iri dan cemas akan kemajuan patih
Dipa. Walaupun belum terbentuk suatu persekutuan, namun
mereka sudah merupakan kekuatan2 yang akan merintangi
kemajuan patih Dipa. -0o-dw^kz-o0Peristiwa patih Dipa menerima anugerah baginda sebuah
pedang pusaka kerajaan, mengejutkan tumenggung Kuda
Pengasih yang saat itu juga hadir menghadap baginda untuk
menghaturkan laporan. Tumenggung itu mendapat kesan bahwa baginda makin
melimpahkan kepercayaan besar kepada patih Dipa. Diam2
tumenggung itu merenung. Selama ini ia merasa telah
mendapat kepercayaan baginda. Kepercayaan itu dinyatakan
dengan dipilihnya sebagai utusan nata yang dititahkan
memanggil kedua senopati di Bali. Tetapi ketika menyaksikan
betapa dekat baginda dengan patih Dipa, betapa besar
kepercayaan yang dilimpahkan baginda kepada patih itu,
serentak menyurutlah hati tumenggung Kuda Pengasih. Jelas,
belumlah memadai besarnya, kepercayaan baginda kepada
patih Dipa dengan kepercayaan baginda kepada dirinya.
Sejarak bumi dengan langit.
Ia membayangkan dalam renungannya laporan yang
hendak dipersembahkan kepada baginda. Terngiang pula
pesan Arya Damar yang menghendaki agar dalam laporannya
tumenggung itu berusaha untuk memperkecil jasa patih Dipa
dan lebih menonjolkan jasa Arya Damar.
Tumenggung Kuda Pengasih marah apabila teringat akan
perbuatan Arya Damar yang sengaja memperalat seorang
gadis cantik untuk menguasai dirinya. Iapun tahu bahwa
sesungguhnya kedudukan Arya Damar itu hanya menggantungkan pada pengaruh gusti ratu Indreswari.
Sedangkan baginda tak begitu menyukai. Demikian pula
dengan kedatangan pasukan Sriwijaya di Majapahit,
Pertama, ia tak puas atas cara Arya Damar bertindak.
Seolah-olah arya itu telah memperangkap dan memberi
tekanan halus. Kedua, andaikata ia setuju melakukan
permintaan Arya Damar itu, pun tentu akan terbentur dengan
kenyataan yang berat. Kenyataan bahwa baginda sangat
mempercayai patih Dipa. Tidakkah suatu laporan yang
berlawanan dengan kepercayaan itu akan menimbulkan
tentangan yang hebat dari baginda" Sekali baginda
menentang, berbahayalah kiranya untuk kelangsungan
kepercayaan baginda terhadap diri tumenggung itu. Bahkan
mungkin akan menimbulkan kemarahan baginda yang
mengakibatkan suatu tindakan yang tak diinginkan. Dilorot
pangkatnya sebagai tumenggung, atau dipindah ke daerah.
Dengan pertimbangan2 diatas, akhirnya tumenggung Kuda
Pengasih mengambil keputusan. Akan menghaturkan laporan
menurut keadaan yang nyata. Dan kenyataan itu sudah tentu
akan lebih menonjolkan jasa patih Dipa. Untuk menghadapi
Arya Damar, tumenggung Kuda Pengasih sudah siap. Bila tiba
pada puncak peristiwa yang tak dapat diselesaikan, ia akan
menghadap baginda dan melaporkan perbuatan Arya Damar
ketika di Ularan, Bali. Demikian laporan tumenggung Kuda Pengasih itu hanya
merupakan suatu pengukuhan dari jasa patih Dipa. Atau
merupakan dukungan terhadap tindakan baginda menganugerahi ganjaran yang istimewa kepada patih Dipa.
Setelah mengundurkan diri dari hadapan baginda, patih
Dipa segera kembali ke Daha. Sebagai patih, ia harus lekas2
mengetahui tentang keadaan Daha yang telah lama
ditinggalkan itu. Demikian pula ia merencanakan akan
menemui empu Kapakisan untuk menyampaikan berita,
tentang cucu2 empu tersebut yang berada di Bali.
Demikian suasana di pura Wilwatikta tenang dan sejahtera
pula. Hasil perutusan ke Bedulu, didengar juga oleh para
kawula. Mereka bersukacita atas hasil yang gemilang itu.
Nama patih Dipa mulai menjadi kembang bibir para kawula.
Memang tumenggung Kuda Pengasih menduga bahwa Arya
Damar tentu akan menemuinya untuk meminta keterangan
tentang laporannya kepada baginda. Tetapi tidaklah secepat
itu Arya Damar akan datang. Ia memperkirakan beberapa hari
lagi tetapi ternyata malam itu juga setelah pagi hari Kuda
Pengasih menghadap baginda, ia harus menerima kunjungan
Arya Damar. "Patih Dipa semakin menanjak bintangnya" kata Arya
Damar memulai pembicaraannya.
"Ya" sahut tumenggung Kuda Pengasih "dan apakah
anugerah baginda kepada tuan ?"
"Sebidang tanah dan rumah" kata Arya Damar "beserta
pujian" "O, tuan beruntung" seru tumenggung Kuda Pengasih.
"Apa artinya rumah dan tanah jika dibanding dengan
anugerah yang diterima patih Dipa?"
"Apa maksudmu, arya?" tegur Kuda Pengasih.
"Pedang pusaka itu adalah peninggalan rahyang ramuhun
Kertarajasa, pendiri Majapahit. Dengan pembelian itu berarti
patih Dipa telah memperoleh kepercayaan yang besar. Seolah
baginda telah menyerahkan kepercayaan kepada patih Dipa
untuk menjaga dan menegakkan kerajaan Majapahit. Pedang
itu milik rajakula Majapahit, yang menerima pemberian
pedang itu berarti diamanatkan sebagai bhayangkara penjaga
kerajaan Majapahit" "Jangan mengada-ada dalam penafsiranmu sendiri" seru
tumenggung Kuda Pengasih "baginda tahu bahwa patih Dipa
tak menginginkan suatu apa"
"Hm, benarkah?" Arya Damar agak mencemoh.
"Apa yang dikehendaki lagi?" kata tumenggung Kuda
Pengasih "dia sudah menjabat patih. Hidupnya tiada


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kekurangan. Dia tak memerlukan kehidupan yang mewah
karena belum berkeluarga"
"Nah, itulah" tukas Arya Damar "sekarang dia belum
berkeluarga tetapi akhirnya tentu akan berkeluarga juga,
bukan?" "Tentu" "Manusia tentu tak lepas dari keinginan" kata Arya Damar
"aku tak percaya kalau patih Dipa tak mempunyai keinginan
suatu apa. Soalnya hanya terletak, cara .untuk menyalurkannya. Ada orang yang terlalu cepat terangsang
untuk memperoleh keinginannya itu sehingga tampaknya dia
seorang yang temaha akan pangkat dan harta benda. Tetapi
ada pula yang tenang dan pandai menahan diri dan
menyembunyikan maksudnya. Misalnya seperti patih Dipa,
sehingga termasuk baginda sendiri menganggap patih itu sepi
dari keinginan" "Tetapi ketahuilah, ki tumenggung" Arya Damar
melanjutkan kata-katanya pula "bahwa orang yang pandai
menahan nafsu dan menyembunyikan keinginannya itu lebih
berbahaya dari orang yang cepat terangsang menunjukkan
keinginannya. Jika orang cepat terangsang itu hanya terbatas
pada apa yang dihadapinya saat itu, tetapi orang yang pandai
menyembunyikan keinginannya itu akan mengarah yang lebili
tinggi bahkan mungkin yang paling tinggi"
"Tetapi patih Dipa lain . . ."
"Oleh karena manusia itu terbentuk dari unsur. Api, Air,
Bumi dan Angin, maka pada hakekalnya samalah sifatnya.
Apabila terdapat kelainan, adalah karena dia dapat menguasai
tersibaknya unsur dalam tubuhnya itu dengan unsur2 dari
luar. Ki tumenggung, patih Dipa itu seorang manusia biasa,
bahkan dia jelas dari keturunan Sudra mungkin pula Paria.
sudah wajar apabiia dia menginginkan kemajuan Hidup dan
peningkatan kedudukan serta keluhuran nama. Buktinya,
mengapa dia menerima pengangkatan sebagai patih
Kahuripan " Bukankah dari seorang bekel bhayangkara
menjadi seorang patih itu, amat jauh jaraknya?"
Tumenggung Kuda Pengasih termangu.
"Ki tumenggung" kata Arya Damar pula "jangan pikiran kita
mudah terkecoh oleh sikap seseorang. Jangan pula kita cepat
mendewa dewakan seseorang. Cobalah ki tumenggung
bayangkan sendiri, bagaimana rasanya apabila kita, termasuk
ki tumenggung, yang berasal dari keturunan priagung, sampai
diperintah oleh seorang yang lebih rendah kasta
keturunannya?" Cahaya muka tumenggung Kuda Pengasih mulai berombakombak, Jeias dia sedang mengalami pertentangan dalam hati.
Apa yang dikatakan Arya Damar itu memang benar. Patih Dipa
berasal dari kasta yang rendah. Jika dia sampai mencapai
puncak tangga pimpinan yang teratas, bukankah akan
tertampar muka para mentri, senopati dan narapraja yang
berasal dari keturunan priagung.
"Ki tumenggung" tiba2 pula Arya Damar berseru "adakah ki
tumenggung melupakan peristiwa di desa Ularan itu?"
Tumenggung Kuda Pengasih terkesiap "Apa maksudmu ?"
"Ni Saraswati yang cantik itu ..."
"Arya!" cepat ki tumenggung menukas setengah
membentak "jangan mengungkat hal yang telah lampau,
kecuali engkau memang mempunyai tujuan tak baik terhadap
diriku" "Justeru mengungkat peristiwa yang lampau itu kita berani
menghadapi kenyataan dan tanggung jawab" sahut Arya
Damar "karena peristiwa itu teiap ada dan memang masih
menanti penyelesaian kita"
"O, engkau hendak melanjutkan persoalan itu?"
tumenggung Kuda Pengasih mulai merah mata. Ia bersedia
untuk menentang arya itu apabila hendak memaksakan
kehendaknya. Arya Damar tertawa tenang.
"Benar, ki tumenggung. Aku memang hendak mempersoalkan diri gadis cantik itu. Namun kumohon
janganlah ki tumenggung terangsang oleh kemarahan lebih
dahulu. Ki tumenggung wajib menolong gadis itu"
"Bagaimana aku harus menolongnya " Mengambilnya ke
Bali dan menikahinya sebagai isteri?"
"Ya" Tumenggung Kuda Pengasih terbeliak.
"Jika ki tumenggung berkenan menikahinya. Tetapi bila
tidak, pun ki temenggung wajib menolongnya, agar nasibnya
jangan terkatung-katung diawang-awang yang tiada
berketentuan ujung pangkalnya"
Sebenarnya sudah hampir meluap kemarahan tumenggung
Kuda Pengasih mendengar pembicaraan Arya Damar itu.
Tetapi pada lain kilas, ia terpaksa harus menahan diri untuk
mengetahui apa yang akan dikatakan arya itu.
"Begini maksudku, ki tumenggung" Arya Damar mulai
bercerita "seperti kita semua tahu bahwa baginda itu amit
gemar akan paras cantik. Kudengar tentang berhasilnya patih
Aluyuda mendapat kepercayaan dari baginda adalah karena
patih itu pandai menuju kegemaran baginda. Peristiwa Rara
Sindura dan Damayanti masih banyak rakyat yang tahu"
"Maksudmu, kita juga akan menempuh jalan itu ?" tanya
tumenggung Kuda Pengasih.
"Patih Aluyuda memang seorang yang pandai dan dapat
memanfaatkan setiap hal yang dapat memberi keuntungan
kepadanya. Orang mengatakan bahwa dia terlalu besar nafsu
untuk meraih kedudukan mahapatih. Tetapi kukatakan, dia
adalah manusia sejati. Manusia yang bebas dari menyiksa diri,
mengekang keinginan, menindas kehendak. Dia merupakan
perwatakan dari sifat manusia. Dyah Aluyuda, juga dikenal
sebagai resi Mahapati. Seorang resi yang memiliki jiwa
pejuang, jiwa ksatrya. Karena diapun ingin mengabdi kepada
Majapahit. Dan karena besarnya keinginan untuk mengabdi
itu, maka ia bercita citakan menjabat sebagai mahapatih. Dia
memang berhak melakukan hal itu karena dia dari golongan
brahmana. Tetapi bagaimana kita rela kalau kedudukan
mahapatih itu akan direbut oleh patih Dipa, seorang yang
bukan dari keturunan priagung?"
Setiap kali Arya Damar selalu menandaskan tentang kasta
keturunan patih Dipa untuk menyumbat pemikiran
tumenggung Kuda Pengasih.
"Dalam melakukan rencana kita ini" kata Arya Damar pula
"ki tumenggung dapat berbuat dua hal secara serempak.
Pertama, ki tumenggung dapat menolong nasib gadis itu.
Dan kedua, dengan mempersembahkan gadis cantik itu
kepada baginda, dapatlah kita merebut kembali kepercayaan
baginda yang hampir seluruhnya diberikan kepada patih Dipa.
Nah, cobalah ki tumenggung renungkan"
Setelah berdiam diri beberapa saat, tumenggung Kuda
Pengasih berkata "Sebelum aku menyatakan setuju atau tidak,
sukalah arya menjelaskan dahulu bagaimana rencana
pelaksanaan hal itu"
Cerah wajah Arya Damar. Dengan meminta hai itu
sekurang-kurangnya tumenggung itu sudah mempunyai
perhatian. Dan perhatian berarti awal dari rasa setuju.
"Kita harus berterus terang kepada baginda" kata Arya
Damar "ki tumenggung menghadap baginda dan menuturkan
tentang nasib seorang gadis Bali yang melarikan .diri meminta
pertolongan kita karena dipaksa menikah dengan seorang
pemuda yang tak dicintainya. Ki tumenggungpun menghaturkan keresahan tentang gadis Bah itu. Tak layak
bagi ki tumenggung yang masih belum beristeri, harus
menerima gadis Bali itu ditempat kediaman ki tumenggung.
Kemudian apabila saat itu baginda mulai menunjukkan
perhatian maka ki tumenggung harus menggunakan
kesempatan itu untuk memohon kepada baginda agar gadis
iali itu dapat diterima sebagai dayang di keraton Tikta-Sripala.
Sampai disitu selesailah tugas ki tumenggung. Karena
bagaimana kelanjutannya kurasa kita sudah dapat menduga.
Ni Saraswati seorang gadis Bali yang cantik rupawan"
Tumenggung Kuda Pengasih berdiam diri. Ia merenungkan
hal itu lebih lanjut. Menghaturkan seorang gadis boyongan
dari Bali kepada baginda, bukan suatu kesalahan. Syukur
baginda berkenan kepada gadis cantik itu, apabila tidak,
dapatlah gadis itu dijadikan dayang perwara dalam keputren.
Memang terpaksa ia harus berbohong kepada baginda tetapi
hal itu tentu mungkin takkan diketahui baginda manakala ia
sudah memberi ajaran kepada ni Saraswati bagaimana harus
menjawab apabila baginda bertanya tentang asal usul dirinya.
Kemudian renungan tumenggung itu mencapai suatu pantai
dari sebuah laut yang besar gelombangnya. Gelombang yang
dahsyat itu menerjang sampai jauh ke pantai, menumbangkan
pohon dan rumah, membinasakan segala yang dilandanya.
Gelombang perkasa adalah ibarat kekuasaan besar yang
bersemayam di pucuk pimpinan kerajaan. Apabila pucuk
pimpinan itu dapat direbut oleh patih Dipa, alangkah besar
malapetaka yang akan diderita para mentri, senopati dan
narapraja. Kemudian terngiang pula kata2 Arya Damar yang
mengatakan bahwa patih Dipa itu berasal dari keturunan kata
yatig rendah. Apabila sampai dapat menduduki jabatan yang
tertinggi di pemerintahan, tentulah akan timbul suatu peristiwa
yang hina Para mentri, senopati dan narapraja yang berdarah
priagung akan tunduk pada perintah seorang yang berasal dari
keturunan rendah. Serentak terjagalah tumenggung Kuda
Pengasih dari lamunannya.
Rupanya Arya Damar membiarkan saja tumenggung itu
berkeliaran ke alam renungannya. Ketika melihat wajah
tumenggung itu bertebar warna merah dan dahinya mengerut,
Arya Damar dapat menduga bahwa tumenggung Kuda
Pengasih telah mencapai suatu keputusan.
"Ki tumenggung" serunya mempertimbangkan hal itu?"
"sudahkah tuan "Adakah kita harus kembali ke Ularan lagi untuk mengambil
ni Saraswati ?" seru tumenggung itu.
Diam2 giranglah hati Arya Damar. Jelas tumenggung itu
dapat menyetujui rencananya. Maka tertawalah ia "Tak perlu,
ki tumenggung. Ni Saraswati telah ikut aku ke pura
Wilwatikta" "O, gadis itu sudah berada di pura?" tumenggung Kuda
Pengasih menegas, agak terkejut.
"Benar, ki tumenggung" sahut Arya Damar "bilakah ki
tumenggung akan menghadap baginda?" tanyanya seolah
sudah memastikan bahwa tumenggung itu menyetujui
rencananya. Tumenggung Kuda Pengasih kerutkan dahi "Soal ini"
katanya sesaat kemudian "harus mencari kesempatan
tersendiri agar dapat berhadapan dengan baginda"
"Soal ini lebih cepat terlaksana lebih baik bagi kita, ki
tumenggung" desak Arya Damar "agar janganlah baginda
sempat untuk memikirkan sesuatu tentang diri patih Dipa"
"Baik" kata tumenggung Kuda Pengasih "besok malam aku
akan menghadap baginda"
"Jika demikian" kata Arya Damar "senja akan kubawa gadis
itu kemari" Tumenggung Kuda Pengasih mengiakan dengan nada yang
sarat. Kemudian sesaat Arya Damar hendak minta diri,
tumenggung itu memberi pesan "Arya, betapapun halnya, kita
telah merencanakan sesuatu terhadap raja junjungan kita"
"Tetapi hal itu bukan suatu kejahatan, ki tumenggung"
bantah Arya Damar. "Benar" jawab tumenggung Kuda Pengasih "tetapi itu sudah
termasuk sebuah siasat. Karena rencana itu mengandung
maksud tertentu" Arya Damar terkesiap. "Oleh karena itu" kata tumenggung Kuda Pengasih
"hendaknya kita merahasiakan rencana ini. Jika ada orang
ketiga yang mengetahui, aku tentu akan meminta
pertanggungan jawabmu, arya !"
Menganggap peringatan tumenggung itu memang tetap,
Arya Damarpun menyetujui untuk menjaga rahasia. Namun
ketika hendak ayunkan langkah, masih tumenggung Kuda
Pengasih mengulang peringatannya a-gar Arya Damar jangan
membuka rahasia itu kepada lain orang.
Demikian Arya Damar segera meninggalkan gedung
tumenggungan. Ia gembira karena rencananya akan
terlaksana. Iapun diam2 menertawakan tumenggung yang
dianggapnya bernyali kecil itu.
Sepeninggal Arya Damar, tumenggung Kuda Pengasih
masih temenung- menung. Banyak persoalan yang hinggap
dalam benaknya dan menyengat perasaannya. Persoalan
untuk melakukan rencana yang diajukan Arya Damar.
Persoalan terhadap diri ni Saraswati itu sendiri.
Persoalan dari Arya Damar itu memang masih berat
sekalipun ia sudah berjanji kepada Arya Damar. Betapapun ia
tak ingin mengikuti jejak patih Aluyuda dahulu. Ia ingin
mencapai kedudukan dengan jasa yang bernilai. Kedudukan
yang dicapai dengan jalan mengambil muka, menuju
kegemaran baginda, bukanlah cara yang gemilang. Namun
jika teringat akan patih Dipa yang makin melaju dalam
meningkat ke puncak tangga kedudukan, ia merasa gelisah.
Dan lebih cemas pula manakala mengetahui bahwa Dipa itu
berasal dari keturunan rakyat kecil. Bukankah jika Dipa


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berhasil memegang pucuk pimpinan kerajaan, dia tentu akan
berusaha untuk mengganti kedudukan beberapa mentri priagung dengan kawan-kawannya yang berasal dari keturunan
rakyat rendah pula" Andaikata tidak demikian, pun yang
nyata, akan merupakan suatu tamparan yang menyakitkan,
apabila para mentri dan narapraja yang berasal dari keturunan
priagung itu harus diperintahkan Dipa, anak rakyat kecil.
Persoalan kedua, mengenai diri ni Saraswati itu.
Sesungguhnya ia masih terkenang akan malam yang
mengejutkan tetapi yang berbahagia itu. Apakah kesalahan
gadis itu terhadap dirinya" Karena berani masuk keda-lam
ruang tidurnya" Tidak. Gadis itu tak bersalah. Dia masuk karena memang
telah diatur oleh Arya Damar. Dan gadis itu-pun rela
menyerahkan kehormatannya yang paling suci kepadanya.
Dan gadis itu ternyata mencintainya. Kala itu Kuda Pengasih
sangat marah dan tersinggung kewibawaannya. Dia seorang
tumenggung dan gadis itu hanya seorang gadis penari. Ia
merasa hina. Tetapi ketika membayangkan kecantikan gadis itu,
keluwesan gerak sikap dan kelemah-lembutan budi bahasanya
dan terutama bagaimana harum tubuhnya pada malam itu,
Kuda Pengasihpun termangu-mangu.
"Tidakkah dia layak menjadi isteri seorang tumenggung ?"
akhirnya timbullah pertanyaan dalam hatinya "beberapa
tumenggung dan gusti yang kuketahui, tiadalah isteri mereka
yang dapat melebihi kecantikan Saraswati. Malu " Mengapa
aku harus merasa malu dan hina" Bukankah manusia itu
diciptakan oleh Hyang Widdhi dengan unsur dan sifat yang
sama?" Makin mengenangkan peristiwa itu makin terkenanglah
tumenggung Kuda Pengasih akan ni Saraswati. Ia menyesal
bahwa ia terlalu menuruti keangkuhannya sebagai seorang
tumenggung. Mengapa ia harus menolak gadis yang telah
menyerahkan diri kepadanya itu"
Lama hingga sampai jauh malam tumenggung Kuda
Pengasih terbenam dalam renungan. Timbul suatu
pertentangan dalam batinnya. Antara suatu kenangan yang
indah dalam hidupnya dengan kenyataan yang a-kan
dihadapinya besok hari. "Tidakkah aku ini seorang pengecut mengapa rela
menyerahkan gadis itu kepada sri baginda ?" bertanyalah ia
kepada perasaannya. Lama ia tak dapat menjawab.
Tiba2 muncul pula bayang2 patih Dipa yang tampak
bersenyum simpul memasuki sebuah ruangan besar. Patih itu
mengenakan pakaian kebesaran sebagai seorang mahapatih.
Dengan angkuh, dia duduk di kursi kebesaran, dihadap oleh
sekalian mentri, senopati dan nayaka. Kuda Pengasih merasa
ikut menghadap patih itu ... .
"Hai, dengarkan sekalian mentri, senopati, nayaka dan
narapraja kerajaan Majapahit. Bahwa kini aku telah diangkat
baginda sebagai mahapatih kerajaan Wilwatikta. Baginda telah
menyerahkan semua kekuasaan dengan penuh kepercayaan
kepadaku. Barangsiapa yang tak tunduk kepada perintahku,
aku diberi wewenang untuk
kedudukannya ..." menghukum dan melorot "O . . ." tumenggung Kuda Pengasih tersentak dari
lamunan. Pengaruh kata2 Arya Damar tentang diri patih Dipa,
telah mengembangkan suatu bayang2 dalam lamunan Kuda
Pengasih. Ia ngeri melihat bayang2 itu. Dan tentu akan lebih
menderita apabila melihat kenyataannya. Impian yang indah
tentang malam bahagia dengan ni Saraswati, lenyap seketika
tersapu oleh bayang2 keseraman tentang diri patih Dipa.
"Kuda Pengasih, mengapa engkau memberatkan seorang
wanita dari nasib kedudukanmu, pangkat dan kewibawaanmu
" Bukankah sebagai seorang tumenggung engkau mampu
mencari beberapa gadis lagi yang lebih cantik dari Saraswati"
Tetapi mampukah engkau menolong derita penyesalanmu
apabila patih Dipa terlanjur mencapai kedudukan yang lebih
tinggi?" Sayup2 ia seperu mendengar hatinya mengumandangkan
suara. Entah benar dari suara hatinya atau karena
khayalannya tetapi yang jelas suara itu bersambut dengan
pikirannya yang menyetujui dan membenarkan.
"Ya, wanita cantik mudah dicari, tetapi pangkat dan
kedudukan memang tak mudah. Kini aku sudah berpangkat
tumenggung mengapa aku tak berusaha untuk meningkatkan
pangkat dan kedudukanku" Mengapa aku harus kalah dengan
patih Dipa dalam merebut kepercayaan baginda ...."
Demikian ingau yang terbawa dalam tidur tumenggung
Kuda Pengasih malam itu. Semalam tumenggung itu tak pulas
tidurnya. Bahkan lewat tengah malam, dia berteriak-teriak
hingga menjagakan para penjaga.
Rupanya tumenggung Kuda Pengasih menderita pertentangan batin yang hebat. Pertentangan antara suara
hati dengan pikiran. Suara hati yang membahanakan
kesyahduan malam indah bersama Saraswati, dengan pikiran
yang cemas akan bayang2 patih Dipa.
Pandang pertama dan mata ni Saraswati yang dibawa Arya
Damar ke gedung tumenggungan, amat menusuk uluhati
tumenggung Kuda Pengasih. Mata gadis cantik itu tampak
bersinar-sinar memancar gairah harapan. Rupanya gadis itu
amat terkesan dan gembira karena dapat bertemu pula
dengan tumenggung Kuda Pengasih, p;ia yang pernah
merenggut kesuciannya. Tetapi ia tak merasa kehilangan
karena ia senang dan rela menyerahkan kepada tumenggung
yang berwajah tampan itu.
Tetapi tiba2 wajah gadis itu tampak sayu muram dan
menundukkan kepala tak berani berhadapan pandang dengan
tumenggung Kuda Pengasih.
"Ki tumenggung" tiba2 Arya Damar, berkata.
dikejutkan agar tumenggung Kuda Pengasih
tertegun memandang Saraswati itu terjaga
kuantar kemari. Bilakah ki tumenggung akan
keraton?" Nadanya agak yang tampak "ni Saraswati berangkat ke "Apabila tiada aral melintang" sahut tumenggung Kuda
Kuda Pengasih "malam nanti aku ajian menghadap ke
keraton" "Mengapa ki tumenggung tertegun memandang gadis ini?"
tegur Arya Damar yang tak kuasa lagi menahan diri karena
melibat sikap tumenggung yang tampak gelisah berhadapan
dengan ni Saraswati. "Mengapa ni Saraswati tampak pucat dan lebih kurus dari
ketika berada di Ularan?" tumenggung Kuda Pengasih balas
bertanya. "Itu sudah jelas, ki tumenggung" kata Arya Damar "dia
belum pernah meninggalkan desa. Apalagi pergi ke negara
yang jauh dari kampung halamannya. Tentu dia masih takut.
Tetapi ki tumenggung, bukankah karena agak kurus itu ni
Saraswati bahkan bertambah cantik ?"
Tumenggung itu tertawa. Tapi tak bergairah. Mungkin ia
masih memikirkan keadaan gadis ayu itu.
"Ki tumenggung" kali ini suara Arya Damar agak pelahan
tetapi tandas "rencana kita hanya tergantung pada diri gadis
itu. Berusahalah sekuat kemampuan ki tumenggung agar apa
yang kita rencanakan itu dapat tercapai"
"Hm" tumenggung Kuda Pengasih hanya mendengus seraya
mengangguk segan. Demikian setelah bercakap-cakap beberapa saat, karena
melihat sikap tumenggung tak bergembira, Arya Damarpun
segera pamit pulang. "Nini" setelah berada berdua sampai beberapa saat,
akhirnya tumenggung Kuda Pengasih menegur ni Saraswati. Ia
kasihan melihat gadis itu menundukkan kepala sampai
beberapa lama "mengapa engkau menunduk kepala saja?"
Tiada terdengar penyahutan.
"Nini, jangan engkau takut kepadaku. Aku memang telah
menyadari bahwa tak seharusnya aku bersikap sekasar pada
ketika berada di Ularan waktu itu"
Masih ni Saraswati diam. "Nini" kata tumenggung itu pula "aku menyesal karena
telah menodai dirimu ...." tumenggung itu tak dapat
melanjutkan kata-katanya karena saat itu ia mendengar suara
isak tangis. Jelaslah kalau isak tangis itu berasal dari mulut
Saraswati. Tumenggung Kuda Pengasih terkesiap. Kemudian pelahanlahan ia menghampiri gadis itu "Nini, mengapa engkau
menangis?" Ni Saraswati tetap tak menyahut.
Tumenggung Kuda Pengasih maju mendekati, menjamah
kepala gadis itu dan membelai belainya "Nini, engkau tentu
marah kepadaku. Ya, aku merasa bersalah nini. Maafkanlah
..." Karena gadis itu tetap menunduk, akhirnya Kuda Pengasih
merabah dagunya dan mengangkat muka gadis itu "Nini,
katakanlah, mengapa engkau menangis ?"
Makin terisak tangis Saraswati saat itu.
"Nini, katakanlah" tumenggung Kuda Pengasih meminta
seraya membelai-belai rambut gadis cantik. Ia lupa bahwa
saat itu dirinya adalah tumenggung Kuda Pengasih. Iapun lupa
akan pesan Arya Damar tadi.
Yang terasa dan dirasakan oleh tumenggung itu hanya ia
tengah berhadapan dengan seorang gadis cantik sebagaimana
yang dikenangkan dalam peristiwa malam bahagia itu.
"Duh, ki tumenggung" terdengar mulut ni Saraswati
merintih "paduka bunuh sajalah diri Saraswati ini ... ."
Kejut tumenggung Kuda Pengasih lebih dari dipagut ular
berbisa "Mengapa nini ...."
Airmata Saraswati makin berderai-derai. Dalam pandang
mata tumenggung Kuda Pengasih, air mata itu bagaikan butir2
mutiara yang berhamburan diatas penampi "Nini, sudahlah,
jangan engkau menangis. Katakanlah apa sebab engkau
begitu sedih " Dan apa sebab engkau mengatakan supaya
kubunuh itu?" "Ki tumenggung" kata Saraswati "tidakkah paduka akan
marah apabila hamba katakan hal yang sebenarnya ?"
"Mengapa marah, nini?" ujar tumenggung Kuda Pengasih
"bukankah aku sendiri yang meminta engkau supaya
mengatakan dengan jelas?"
Airmata Saraswatipun mulai menyurut. Setelah menenangkan hati, berkatalah gadis cantik itu "Duh, ki
tumenggung, padukalah pria dalam kehidupan hamba yang
sekarang ini yang hamba sembah dan puja"
"Nini, tenangkaniah hatimu"
"Memang pada malam ini atas tekanan Arya Damar, demi
menyelamatkan jiwa orangtua hamba, maka hamba rela
mengorbankan diri untuk melayani paduka. Tetapi ki
tumenggung, serta hamba berhadapan dengan paduka,
luluhlah hati hamba. Hamba merasa bahagia dengan
penyerahan pada malam itu. Hamba merasa dewata telah
mengabulkan permohonan hamba agar hidup hamba dapat
mempersembahkan bhakti-setya hamba kepada seorang pria
yang hamba cintai ...."
Tumenggung Kuda Pengasih terkesiap. Kata-kata ni
Saraswati itu bagai sembilu yang menyayat-nyayat hatinya. Ia
tak menyangka bahwa Saraswati mempunyai tekad yang
sedemikian besar terhadap dirinya.
Perasaan tumenggung itu seperu diremas-remas. Kemudian
dengan nada haru ia berkata "Nini, semoga engkau bahagia
...." "Kala paduka ke Bali Selatan untuk menjumpai gusti patih
yang memimpin perutusan Majapahit, hati hamba tak keruan
rasanya. Ingin hamba menyusul paduka, tetapi hamba takut.
Takut apabila marah seperti pada keesokan hari dari malam
yang bahagia itu. Hamba lak ingin membuat paduka marah.
Biarlah hamba menanggung sendiri segala derita dan
kesakitan hati. ..."
Sebagai seorang pria, sebagai seorang yang pernah
menikmati kebahagiaan malam yang indah, tergugahlah
perasaan tumenggung Kuda Pengasih. Semangatnya bangkit
dan timbullah rasa tanggung jawabnya sebagai seorang pria
"Aku menyesal telah marah kepadamu"
Saraswati terkesiap, katanya kemudian "Benarkah paduka
tak marah apabila hamba menghaturkan cerita ini ke hadapan
paduka?" "O, ceritakanlah, nini, aku takkan marah"
"Ah ..." di luar dugaan ni Saraswati menghela napas rawan
"jika demikian, gusti menggung, adakah paduka tak sayang
akan hamba?" Tumenggung Kuda Pengasih terkejut "Apa maksudmu,
nini?" "Mengapa paduka tak marah" Adakah paduka merelakan
diri hamba di . . ." airmata Saraswati kembali bercucuran
mengalir dan menggenangi kedua pipinya.
Makin terkejutlah tumenggung Kuda Pengasih melihat sikap
gadis itu. Cepat ia dapat menduga bahwa ada sesuatu yang
telah terjadi pada diri Saraswati "Ceritakanlah, nini. Jika
kuanggap aku harus marah, tentu aku marah"
Mendengar itu berhentilah tangis Saraswati "Baik, gusti.
Hamba akan bercerita. Setelah menunggu lama, ternyata
paduka tetap tak datang. Yang datang adalah Arya Damar. Dia
mengajak hamba menyusul paduka ke Majapahit"
"O, itulah alasannya mengajakmu ke Majapahit?" seru
tumenggung. "Benar" sahut ni Saraswati "demi keinginan hamba untuk
berjumpa dengan paduka, mau juga hamba ikut dalam perahu
Arya Damar" "Hm" desuh tumenggung Kuda Pengasih dalam hati "arya


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu memang telah merencanakan siasat busuk untuk menekan
aku supaya merebut pengaruh dari baginda"
"Hamba kira Arya benar2 hendak menolong hamba" kata ni
Saraswati lebih lanjut "tetapi . . . tetapi ternyata ...." ia tak
melanjutkan kata-katanya melainkan menunduk.
Tumenggung Kuda Pengasih terkejut. Tentu ada sesuatu
dibalik kata2 gadis itu. Pikiranya.
"Ternyata bagaimana, nini?" serunya.
"Didalam kapal itu, dia hendak berbuat tak senonoh
terhadap hamba ...."
"Dia . . . . !" teriak tumenggung Kuda Pengasih dengan
keras. Wajahnya tegang sekali.
"O, terima kasih dewa" bisik ni Saraswati seraya
menengadahkan kedua tangannya ke atas Kemudian ia
menjawab pertanyaan tumenggung "tetapi hamba tak mau.
Bermula dia tetap hendak memaksa, tetapi hamba
mengancamnya, apabila dia berani menyentuh diri hamba, hamba akan membuang diri hamba ke laut" "Apakah dia takut?"
seru tumenggung makin tegang. "Karena melihat kesungguhan hamba, Arya itu-pun tak berani berbuat tak senonoh. Namun ia mengancam hamba, kelak pada suatu hari, dia pasti akan menikmati tubuh hamba" "Dia mengatakan begitu ?" teriak tumenggung. "Bahkan dia masih mengunjuk sikap sikap yang mencurigakan selama dalam
pelayaran itu" "Lalu ?" desak tumenggung makin tegang.
"Selama beberapa hari di kapal, hamba tak mau makan.
Karena hamba kuatir, dia akan memberi sesuatu dalam
makanan itu" "Arya Damar, iblis laknat, kubunuh engkau . . !" ketika
mendengar penuturan ni Saraswati tentang perbuatan Arya
Damar yang hendak mencemarkan kehormatannya, tumenggung Kuda Pengasih serentak marah dan mengepalkan
tinjunya dengan geram.....
"O, itulah sebabnya maka engkau
tumenggung terbelalak. begitu kurus?" seru "Demikian pula ketika tiba di pura Majapahit, hamba
ditempatkan di rumah kediaman arya itu. Selama beberapa
hari iapun mencoba untuk membujuk hamba. Tetapi inilah,
gusti menggung" tiba2 ni Saraswati mencabut sebilah patrem
atau keris kecil dari baju lalu diacungkan dihadapan
tumenggung "patrem ini adalah pemberian dari rama hamba.
Patrem pusaka keluarga hamba yang sudah beratus tahun
umurnya. Pesan rama, apabila hamba tak dapat menjaga
kehormatan, patrem ini akan menolong hamba. Apabila
ditusukkan ke tubuh, walaupun hanya sedikit saja ujungnya
yang masuk ke dalam daging, cukuplah sudah untuk
mengantarkan hamba ke alam kebebasan penderitaan.
Demikian pesan rama hamba"
"O, engkau nini" seru tumenggung Kuda Pengasih penuh
keharuan "adakah Arya Damar tahu akan hal itu ?"
Saraswati mengangguk. "Tahu" sahutnya "karena suatu malam ketika hamba tidur
di ruang yang disediakan untuk hamba, dia datang lagi dalam
keadaan setengah mabuk. Dia hendak mengulangi lagi
maksudnya. Hampir hamba tak dapat meloloskan diri tetapi
pada saat2 yang genting hamba teringat akan patrem ini dan
segera mencabutnya. Hamba mengancamnya, apabila dia
tetap hendak melanjutkan maksudnya, hamba akan bunuh diri
dengan patrem yang amat bertuah ini"
"Dia terus pergi ?" tanya tumenggung.
"Ya" jawab Saraswati.
"Hm, bedebah" gumam tumenggung Kuda Pengasih. Diam2
ia menduga tentulah Arya tak berani melangsungkan niatnya
karena takut Saraswati akan bunuh diri. Pada hal Arya Damar
masih membutuhkan gadis itu untuk melaksanakan
rencananya terhadap baginda.
"Betapa gembira hati hamba ketika dia mengantarkan
hamba ketempat paduka disini. Saat ini hamba merasa telah
menemukan dunia hamba. Dunia kehidupan dan ajal hamba,
hamba persembahkan kehadapan paduka, gusti menggung"
Tumenggung Kuda Pengasih termangu-mangu. Dari dahulu
kak hingga sekarang, ksatrya manakah yang kuat menghadapi
rintihan seorang jelita yang mendambakan kasihnya. Adakah
Kuda Pengasih seorang pria yang lemah iman dan goyah
pendirian" Rasanya, bukan hanya Kuda Pengasih seorang
yang telah luluh imannya terhadap seorang jelita. Bahkan
seorang raja-diraja, baginda Jayanagara pun, murka sekali
karena kehilangan wanita Rara Sindura.
Termenung-menung tumenggung Kuda Pengasih menghadapi persembahan ni Saraswati saat itu. Pikirannya
yang telah dibulatkan semalam, hancur luluh bagai lilin
dimakan api. Dan api asmara yang tengah membakar sanubari
tumenggung itu, jauh lebih panas daripada api biasa.
convert txt : http://www.mardias.mywapblog.com
"Nini" akhirnya ia berkata dengan pelahan "mengapa
sedemikian besar dan bulad tekadmu untuk mengabdi
kepadaku?" "Duh, gusti rnenggung junjungan hamba" seru ni Saraswati
"hamba sebenarnya malu mengatakan rahasia diri hamba ...."
"Rahasia" Rahasia apakah nini?" tumenggung Kuda
Pengasih terbelalak pula "adakah engkau masih memendam
sesuatu yang belum engkau katakan kepadaku" Mengapa
engkau tak mau mengatakan keseluruhannya, nini?"
Wajah gadis cantik itu bertebar warna merah.
"Hamba malu, gusti menggung" ia menunduk.
"Malu" Kenapa nini?" tumenggung itu makin tegang
"katakanlah" "Adakah paduka takkan marah terhadap diri hamba?"
"Tidak, nini. Aku berjanji takkan marah kepadamu. Tetapi
engkaupun harus berjanji untuk berkata dengan sejujur
hatimu" Walaupun masih tersipu-sipu namun akhirnya meluncur
juga kata2 dari gadis jelita itu "Gusti menggung, maafkan
diri hamba, karena hamba . . . hamba .. ."
"Mengapa engkau, nini?" tumenggung makin tak mengerti
"teruskanlah kata-katamu, nini"
"Karena hamba. . . telah mengandung benih putera paduka
..." Saraswati tak dapat melanjutkan kata-katanya karena
tersekat oleh isak tangisnya.
Serasa saat itu petir berbunyi di ruang tumenggungan
keuka tumenggung Kuda Pengasih mendengar ucapan ni
Saraswati. Tubuh tumenggung itu bergetar keras seperti
gemetar. Ia rasakan pandang matanya seperti berkunang.
Suasana hening seketika. Sementara tumenggung itu masih
terlongong-longong, ni Saraswatipun masih terisak-isak.
Tumenggung pejamkan mata, menghampakan pikiran dan
melayangkan suksamanya ke dirgantara "O, dewa agung,
adakah dewa menentukan garis hidup hamba harus begini"
Bagus Sajiwo 8 Dewa Arak 06 Prahara Hutan Bandan Dendam Bidadari Bercadar 1

Cari Blog Ini