Ceritasilat Novel Online

Neraka Puncak Lawu 1

Wiro Sableng 021 Neraka Puncak Lawu Bagian 1


SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
1 SAAT ITU MEMASUKI permulaan
musim semi. Pohon-pohon yang
dulu gundul tak berdaun kini
kelihatan mulai menghijau segar
kembali. Dibagian barat daratan
Madiun yang leas menjulanglah
pegunungan gunung Lawu dengan
lebih dari setengah lusin puncakpuncaknya yang tinggi. Sebegitu
jauh hanya satu dua saja dari
puncak pegunungan ini yang
pernah diinjak kaki manusia.
Pegunungan Lawu membujur dari barat ke timur. Diapit disebelah utara oleh daerah
Gondang dan pegunungan Kendeng. Disebelah selatan terletak daerah Jatisrana,
Purwantara dan pegunungan Kidul serta dataran tinggi Tawangmangu.
Pegunungan Lawu bukan saja dikenal sebagai sebuah pegunungan terbesar di Madiun,
namun juga merupakan pusat satu partai silat terkenal dan disegani pada masa itu
yakni partai Lawu Megah.
Sejak Resi Kumbara mengundurkan diri lima tahun yang lalu maka tampuk jabatan
ketua dipegang oleh adiknya yang juga merupakan adiknya seperguruan Resi Tumbal
Soka. Adapun pengunduran diri Resi Kumbara, selain usianya yang sudah amat
lanjut yakni hampir mencapai 100 tahun, paderi ini sudah jemu dengan segala
macam urusan partai yang menyangkut 1001 macam masalah keduniaan.
Kalau Resi Kumbara dulu sempat dan berhasil mengangkat nama partai Lawu Megah
menjadi satu partai besar yang dihormati dan disegani, maka agaknya tidak
demikian dengan Resi Tumbal Soka. Sejak dia memegang jabatan ketua, banyak KARYA
1 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
perobahan-perobahan yang dilakukannya di dalam partai. Keluarpun dia kurang
mendapat tempat yang baik karena tindakan-tindakannya yang tidak tepat.
Akibatnya partai Lawu Megah pernah berselisih faham dengan partai-partai silatbesar lainnya. Bahkan satu telah terjadi bentrokan yang membawa korban dengan partai Merapi
Indah. Beberapa orang paderi tua pernah menemui Resi Kumbara di ruangan samadinya.
Mereka melaporkan keadaan di dalam dan di luar partai dan meminta agar Resi
Kumbara suka memegang jabatan ketua kembali. Sekurang-kurangnya untuk sementara
sampai kemendungan selama ini bisa dipulihkan.
Cuma sayang Resi Kumbara menolak. Orang tua ini berkata, "Apa yang sudah
kuserahkan pada orang lain tak boleh kuminta kembali. Demikian juga dengan
jabatan ketua partai. Adik-adikku, sebenarnya kalian datang ke alamat yang
salah. Bukan aku yang harus kalian temui, tapi kakak kalian, Resi Tumbal Soka.
Bukankah kalian bisa berembuk dengan dia" Bukankah kalian pembantu-pembantunya"
Temui dia dan carilah jalan yang sebaik-baiknya. Cuma satu hal aku ingin
tekankan. Aku tidak suka melihat adanya keretakan di antara kalian. Tak ada yang
paling baik dari pada musyawarah danpersatuan. Nah, sekarang kalian pergilah.
Aku tak ingin diganggu lebih lama."
Kelanjutannya tak ada seorangpun diantara paderi-paderi tua itu yang menemui
Resi Tumbal Soka. Mereka tahu sifat ketua mereka ini. Selain mempunyai pribadi
yang tertutup, juga sulit untuk diajak berunding. Dia merasa bahwa hitam putih
segala sesuatunya dalam partai adalah di tangannya. Dia bisa saja mendengarkan
pendapat-pendapat para pembantunya, namun apa maunya juga yang kelak akan
dijalankan. Akibatnya dalam tubuh para pimpinan partai terjadi kelompok-kelompok yang saling
bertolak belakang.
Kelompok pertama dipimpin oleh Resi Permana yang ingin melihat partai Lawu Megah
kembali seperti masa sewaktu dipimpin oleh Resi Kumbara. Kukuh di dalam dan
mempunyai hubungan baik diluar dalam kalangan persilatan.
Kelompok kedua dipimpin oleh Resi Godra. Ketidaksenangan paderi ini terhadap
ketuanya lebih banyak ditimbulkan oleh hal-hal pribadi. Sesudah Resi Kumbara
KARYA 2 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
mengundurkan diri maka dengan usianya yang sudah 90 tahun paderi Resi Godra
merupakan orang yang paling tua di partai Lawu Megah. Dengan sendirinya dia
merasa mempunyai hak untuk menduduki jabatan ketua. Namun dia menjadi kecewa
sekati ketika jabatan itu diserahkan pada Resi Tumbal Soka, padahal paderi ini
10 tahun lebih muda dari dia. Rupanya sang ketua yang lama lebih mementingkan
hubungan darah Resi Tumbal Soka adik kandung Resi Kumbara dari pada tata cara
yang berlaku. Ditambah dengan sikap dan salah urus dari Resi Tumbal Soka, maka semakin tidak
sukalah paderi yang satu ini terhadap ketuanya itu.
Kelompok ketiga ialah kelompok Resi Tumbal Soka sendiri bersama pendukungpendukungnya. Meskipun di luaran paderi tiga kelompok tersebut masih menunjukkan sikap rukun
dan saling hormat, namun diam-diam laksana api dalam sekam mereka saling
bertentangan. Pada pagi hari itu hujan rintik-rintik turun di puncak gunung Lawu. Menyaksikan
keadaan puncak ini nyatalah bahwa ada satu peristiwa besar tengah terjadi di
pusat partai terkenal ini.
Para pucuk pimpinan dan anak-anak murid partai semua berkumpul disebuah lapangan
besar. Pada tengah-tengah lapangan ini berdiri sebuah tiang kayu setinggi tiga
meter, lengkap dengan seutas tambang besar. Salah satu ujung tambang ini dibuhul
demikian rupa membentuk lingkaran sedang ujungnya yang lain terikat kukuh pada
palang kayu diatas tiang. Sebuah kursi terletak dekat tiang itu. Sekali
memandang saja jelaslah bahwa benda-benda itu dipersiapkan untuk menggantung
seseorang! Sejak berdirinya Partai Lawu Megah hampir 200 tahun yang silam, tak pernah hal
seperti ini berlangsung. Baru waktu Resi Tumbal Soka menjabat ketualah peristiwa
ini terjadi. Gerangan siapakah yang hendak digantung pada pagi hari itu"
Ketua partai berdiri bersama pembantu-pembantunya sekitar dua puluh langkah
sebelah kanan tiang gantungan. Disamping Resi Tumbal Soka tegak seorang dara
berpakaian biru. Rambutnya kusut dan wajahnya yang cantik kelihatan mendung.
Sebentar-sebentar dia pergunakan sehelai sapu tangan untuk menyapu air mata yang
jatuh membasahi pipinya.
KARYA 3 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
"Sularwasih! Hentikan tangismu! Mana ketabahan hatimu sebagai seorang murid
Partai Lawu Megah?" Resi Tumbal Soka berkata pada gadis berpakaian biru. Gadis
ini adalah murid kesayangannya.
"Guru" kalau guru mengizinkan, murid lebih suka mati bunuh diri saat ini juga...
" Sularwasih tiba-tiba menyahut dengan suara parau.
"Jangan ngacol" Ketua Partai Lawu Megah kelihatan marah. "Bukan kau yang harus
mati, tapi bangsat terkutuk itu! Kau akan saksikan sendiri kematiannya di tiang
gantungan sebentar lagi!"
Resi 'Tumbal Soka memandang berkeliling kemudian berseru, "Bawa pemuda laknat
itu ke tiang gantungan!"
Suara teriakan sang ketua yang disertai hawa amarah den tenaga dalam amat tinggi
laksana geledek menggetari seantero puncak gunung Lawu. Bila getaran teriakan
itu sirna, kesunyian mencengkam menegangkan.
Dari arah rumah besar kelihatan seorang pemuda berkulit coklat keluar digiring
oleh dua orang anak murid partai tingkat tertinggi.
Di sebelah depannya mendahului seorang Resi.
Pemuda berkulit coklat itu, memiliki rambut gondrong sampai ke bahu. Kedua
tangannya diikat di sebelah belakang dengan sehelai benang aneh yang
bagaimanapun diusahakannya tak sanggup diputuskan. Tampangnya tolol, tapi
sikapnya gagah bahkan dia melangkah cengar cenqir. Seolah-olah tengah dalam
perjalanan ke satu tempat yang bagus, bukan tengah menuju ke tiang gantungan
yang telah disediakan untuk dirinya!
Murid-murid partai berkerumun di ssbelah timur menyeruak memberi jalan.
Pemuda asing den pengiringnya sampai di depan tiang gantungan. Ketegangan
semakin memuncak. Kesunyian tambah tidak enak.
Resi Tumbal Soka menganggukkan kepala pada paderi yang menyertai pemuda berambut
gondrong itu. Dan sang paderi lantas membalikkan diri, berpaling pada si pemuda.
"Orang asing yang mengaku bernama Wiro Sableng!" katanya dengan suara lantang
hingga terdengar ke segenap penjuru. "Kami orang-orang Partai Lawu Megah masih
bersedia memberikan sedikit kelonggaran padamu sebelum kau menjalani hukuman
KARYA 4 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
mati di tiang gantungan . . . ."
Tawanan yang hendak dihukum mati itu ternyata adalah Pendekar 212 Wiro Sableng,
murid Eyang Sinto Gendeng dari gunung Gede yang sejak beberapa tahun belakangan
ini bertualang di daratan Tiongkok. Wiro tersenyum mendengar ucapan paderi itu.
"Terima kasih. Kelonggaran apakah yang kalian hendak berikan padaku..."!"
bertanya Wiro acuh tak acuh tanpa memandang pada paderi yang tadi berkata
padanya. "Sebelum menjalani hukuman mati kau diperkenankan mengajukan satu permintaan
atau menyampaikan pesan terakhir."
Kembali Wiro Sableng tertawa cengar cengir.
"Aku tak punya karib kerabat apa lagi sanak saudara disini. Pesan apa dan kepada
siapa pula aku kusampaikan... ?"
"Kalau begitu permintaan terakhir saja," kata paderi itu.
"Permintaan terakhir . . . ?" Wiro kerenyitkan kening. "Kalian sudah memutuskan
untuk membunuhku secara biadab, kini kenapa meributkan segala soal tetek bengek
begini rupa. Gantung saja aku detik ini juga habis perkara!"
Mendengar kata-kata Wiro itu, Resi Tumbal Soka menjadi marah wajahnya dan
berkata lantang, "Kau dihukum gantung secara biadab karena kau telah melakukan
kekejian yang biadab! Itu sudah pantas menjadi bagianmu! Jika kau tidak ada
kata-kata atau permintaan terakhir, itu lebih baik. Kau akan lebih cepat kami
singkirkan dari puncak Gunung Lawu ini!"
"Resi Tumbal Soka, mulut dan pendapat manusia itu tidak selamanya bisa dijadikan
hakim yang adil. Kudengarkan kau banyak melakukan hal-hal yang sembrono sebagai
ketua partai. Itu sebabnya ada yang tidak menyukaimu di pihak orang dalam
sendiri dan juga di dunia persilatan!" Habis berkata begitu Wiro tertawa
mengekeh. Marahlah ketua Partai Lawu Megah. Dia berteriak, "Gantung dia sekarang juga!"
Diam-diam dingin juga tengkuk Pendekar 212 dan bergetar juga dadanya. Ketika
bahulan tali hendak dilingkarkan ke lehernya lewat kepala, tiba-tiba dia
berteriak, "Tunggu dulul Aku ingin mengajukan satu permintaan terakhir!"
"Kurang ajar! Lekas katakan apa permintaanmu!" teriak Resi Tumbal Soka jengkel
KARYA 5 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
dan marah sekali. Dia memberi isyarat. Paderi yang hendak menjeratkan tali ke
leher Wiro menurunkan tangannya kembali.
Sepasang mata Wiro Sableng bergerak ke arah gadis berpakaian biru yang masih
sibuk menyeka air matanya. Dia goyangkan kepalanya pada gadis ini seraya
berkata: "Aku ingin bicara dengan gadis itu!"
Semua orang saling pandang. Tentu saja mereka tidak menduga sang tawanan akan
mengajukan permintaan demikian. Semua orang memandang pada Resi Tumbal Soka,
menunggu keputusannya. Ketua partai ini sendiri kelihatan bergerak-gerak
pelipisnya. Dia berusaha menekan amarahnya dan kemudian berkata, "Kau kami beri kesempatan
untuk bicara dengan gadis itu. Tapi cepat dan singkat!"
"Adik, kau kemarilah mendekat!." Wiro berseru.
Sularwasih memandang melotot. Mulutnya terbuka, "Manusia terkutuk! Aku tidak
sudi bicara denganmu!"
KARYA 6 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
2 SEPASANG ALIS MATA Wiro Sableng naik ke atas. Keningnya mengerenyit.
"Jika kau tak mau bicara denganku, berarti kelak kau bakal penasaran seumur
hidup," kata pendekar itu pula.
"Kaulah yang bakal jadi setan penasaran!" teriak Sularwasih.
"Sularwasih, kita harus memenuhi apa yang telah kita janjikan. Kau harus dengar
apa yang dikatakannya," ujar Resi Tumbal Soka, lalu berpaling pada Wiro.
"Katakan lekas apa yang ingin kau sampaikan padanya!"
"Apakah dia tidak boleh maju lebih dekat ke hadapanku?" tanya Wiro.
"Muridku, kau majulah sampai tiga langkah dari hadapannya," kata Resi Tumbal
Soka. Karena diperintah gurunya, meskipun hati kecilnya membantah namun dia tak berani
menolak. Sularwasih melangkah ke hadapan Wiro Sableng.
"Sekarang bicaralah!" seru ketua Partai Lawu Megah tak sabaran karena dilihatnya
Wiro masih cengar-cengir.
"Adik, kau, cantik sekali jika menangis begini. Kedua pipimu jadi merah". "
Kata-kata itu diucapkan oleh Wiro setengah berbisik hingga cuma nona Sularwasih
saja yang dapat mendengarnya. Dan si nona justru tiba-tiba menggerakkan tangan
kanannya. "Plak!"
Satu tamparan mendarat pipi Wiro. Demikian kerasnya hingga bibirnya luka dan
mengeluarkan darah. Selagi semua orang tercengang-cengang melihat kejadian itu,
Wiro kembali membuka mulut, "Nona Sularwasih, aku bersumpah bahwa aku sama
sekali tidak merusak kehormatanmu. Seorang lain yang melakukannya dan aku yang
jadi kambing hitamnya!" Kata-kata ini diucapkan Wiro dengan suara keras hingga
semua orang mendengar.
"Muridku, kembali ke tempatmu semula!" terdengar seruan paderi Resi Tumbal Soka.
KARYA 7 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
Sesaat Sularwasih masih tegak menatap tajam pada Wiro Sableng. Entah tertegun
dalam kemarahannya, entah terpukau dalam ketidakpercayaannya atas pengakuan
pemuda berambut gondrong itu. Kemudian sadar akan kata-kata suhunya, gadis ini
melangkah , mundur, kembali ke tempat semula.
"Laksanakan hukuman sekarang juga!" terdengar kembali seruan Resi Tumbal Soka.
Maka tali penggantung dilingkarkan ke leher Pendekar 212 Wiro Sableng. Dua orang
murid partai dengan paksa dan susah payah menaikkan pemuda itu ke atas kursi.
Mereka kemudian memegangi tawanan itu agar jangan berontak. Selagi perintah
untuk menyingkirkan kursi yang dipijak Wiro ditunggu, tiba-tiba dalam kesunyian
yang amat menegangkan itu terdengarlah suara nyanyian yang amat santar. Demikian
santarnya sehingga semua orang yang ada di situ termasuk Resi Tumbal Soka dan
para pimpinan partai lawu megah yang berkepandaian tinggi merasa liang telinga
masing bergetar!
Semakin tinggi mendaki puncak Gunung Lawu
Semakin indah permai pemandangan
Semakin sembrono tindakan seorang pimpinan
Semakin jauhlah dia tersesat dalam aturan dunia persilatan
Keadilan sejati tidak ada di muka bumi ini
Hukum yang benar jarang ditemui
Semua orang bisa jadi hakim
Tapi tidak semua orang bisa menghakimi tindakan diri sendiri.
Kata-kata dalam nyanyian itu membuat paras Resi Tumbal Soka berobah. Dia
berpaling ke arah timur. Baru saja dia putar kepalanya, tahu-tahu sesosok tubuh
laksana bayangan kilat telah berkelebat di depan tiang gantungan. Seorang kakekkakek kini kelihatan berdiri di situ. Mukanya demikian kurus hingga hampir


Wiro Sableng 021 Neraka Puncak Lawu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerupai tengkorak hidup! Tubuhnya pun luar biasa kurusnya hingga kelihatan
seperti jerangkong.
Melihat kakek-kakek ini Wiro berseru keras. "Pendekar Pedang Akhirat! Kakek, aku
yang hendak dihukum mati ini rupanya masih diberi kesempatan untuk menghaturkan
KARYA 8 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
hormat danmengucapkan selamat tinggal padamu. Apakah kau selama ini baik-baik
saja?" Ternyata kakek yang datang ini adalah pendekar yang telah menggetarkan dunia
persilatan selama puluhah tahun, yang beberapa waktu lalu pernah diselamatkan
Wiro Sableng dari satu lobang sekapan yang hampir merenggutkan nyawanya.
Pendekar Pedang Akhirat mendongak pada Wiro yang tegak di atas kursi. Lalu
tertawa gelak-gelak. "Selama ini aku ada baik-baik saja, sobatku. Tampaknya kau
sendiri tidak berada dalam keadaan baik-baik heh" Nasibmu sungguh malang harus
mampus di tiang gantungan."
Wiro menyeringai kecut.
Si kakek kemudian celengak-celenguk seputar pedataran yang penuh oleh para
pimpinan dan murid-murid Partai Lawu Megah. Kemudian pandangannya tertumbuk.
Dia tertawa dan menjura lalu berkata:
"Ah sobatku Resi Tumbal Soka " Sudah hampir empat puluh tahun sejak aku
penghabisan sekali menginjakkan kaki di puncak Gunung Lawu ini dulu. Ternyata
kini banyak perubahan. Ada apakah sebenarnya saat ini di sini, sobatku?"
Sesaat Resi Tumbal Megah masih berdiam diri. Terkesiap oleh kedatangan si kakek
yang tidak diduganya, yang ternyata mengenal tahanan yang hendak digantung.
Kemudian dia ingat dan buru-buru balas menjura.
"Selamat datang di Partai Tumbal Soka, sobatku Pendekar Besar Pedang Akhirat."
"Hai, julukanku hanya Pendekar Pedang Akhirat, tak perlu ditambah dengan kata
Besar!" Dan ini membuat wajah Resi Tumbal Soka menjadi bersemu merah.
Paderipaderi yang lain tak berani membuka mulut, bahkan bergerak dari tempat
masing-masing pun tampaknya mereka takut. Semuanya tahu siapa adanya kakek
bermuka tengkorak ini. Seorang tokoh silat yang sampai hari itu masih dianggap
sebagai datuknya orang persilatan. Yang ilmu kepandaiannya sukar dijajagi.
Bahkan Resi Kumbara yang sudah mengundurkan diri belum tentu setingkat
kepandaiannya dengan kakek jerangkong ini. Apa lagi jika dibandingkan dengan
Resi Tumbal Soka.
"Eh, aku tidak melihat sobat lamaku paderi Resi Kumbara"!" tiba-tiba Pendekar
Pedang Akhirat berseru lagi dan memandang celangak-celinguk kian kemari dengan
KARYA 9 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
sikap lucu, tapi tak satu orang pun berani tertawa, kecuali murid Eyang Sinto
Gendeng yang terus-terusan saja cengar-cengir.
"Kakakku itu sudah mengundurkan diri dari segala urusan partai. Akulah kini yang
menjadi ketua Partai Lawu Megah," menyahuti Resi Tumbal Soka.
"Oh, begitu" Astaga! Kalau begitu aku harus sekali lagi memberi penghormatan!"
Dan kembali si kakek jerangkong itu menjura. Penghormatan yang sekali ini terasa
satu hinaan halus oleh Resi Tumbal Soka. Tapi dia tak mau memberikan reaksi apaapa, cuma wajahnya saja yang kembali kelihatan bertambah merah.
"Betul-betul banyak perubahan di puncak Gunung Lawu ini," kata Pendekar Pedang
Akhirat sambil geleng-gelengkan kepalanya. "Hai! Sobatku Resi Tumbal Soka, kau
belum jawab pertanyaanku tadi. Ada apakah ramai-ramai di sini?"
"Seperti kau seksikan sendiri. Pemuda asing itu akan menjalani hukuman mati.
Menilik gelagat kakek,gagah sebelumnya sudah kenal padanya?"
"Betul, aku memang kenal padanya. Tapi kenapakah dia hendak digantung?" ia
bertanya. "Dia telah merusak kehormatan salah seorang murid gunung Lawu," jawab Resi
Tumbal Soka seraya goyangkan kepalanya ke arah Sularwasih.
"Aha"! Ini betul-betul urusan kapiran!" Eh Wiro, betulkah kau telah memperkosa
nona itu"!" Sepasang mata si kakek menyorot tajam laksana menembus batok kepala
Pendekar 212. Wiro gelengkan kepala. "Aku bersumpah tidak melakukannya, kakek. Tapi mereka
tidak percaya. Jika saja anuku ini bisa bicara pasti dia akan mengatakan tidak!"
Pendekar Pedang Akhirat tertawa gelak-gelak.
"Jika saja anumu itu bisa bisa bicara! Hik....hik.... hik! Cuma sayang anumu
tidak bisa bicara heh! Tapi betul kau tidak mengganggu gadis itu" Maksudku
memperkosa-nya?"
"Demi Tuhan tidak."
Si kakek mengangguk. "Aku percaya pada sumpahmu," kata kakek itu. Lalu berpaling
pada ketua partai. "Dia sudah bersumpah. Bagaimana ini?"
"Siapa sudi percaya sumpahnya. Mana ada maling yang mengaku."
KARYA 10 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
"Tapi dia bukan maling."
"Penjahat keji terkutuk. Itu lebih pantas bukan?"
Si kakek tertawa. "Setahuku pemuda sobatku ini tak pernah mencari perempuan.
Justru perempuanlah yang pada mencarinya."
"Kakek gagah, apa dalam hal ini kau hendak mengatakan bahwa muridkulah yang
sengaja menyerahkan dirinya pada pemuda bajingan itu"!" kata paderi Tumbal Soka
dengan nada keras.
"Ooo, tentu saja tidak," sahut kakek muka tengkorak. "Tapi aku tak percaya kalau
sobatku ini telah memperkosa muridmu yang cantik itu."
"Itu urusanmu. Di sini kami melaksanakan urusan kami. Menjatuhkan hukuman
lengkap dengan bukti-bukti dan saksi!" kata Resi Tumbal Soka pula.
"Hemm begitu" Bolehkah aku mengetahui bukti atau mendengar saksi itu?"
Resi Tumbal Soka mengkal sekali. Tapi dia menganggukkan kepala pada seorang
pemuda bertampang keren yang tegak di samping Sularwasih. "Berikan kesaksianmu
padanya!" "Waktu itu?" si pemuda yang merupakan seorang murid partai tingkat tertinggi,
mulai memberi keterangan tapi buru-buru dipotong oleh kakek muka tengkorak.
"Tunggu, beritahu dulu namamu!"
"Saya bernama Tandu Wiryo," jawab si pemuda lalu mulai mengulangi keterangannya.
"Waktu itu saya dan adik seperguruan ini tengah menjalankan tugas dari ketua.
Suatu malam dalam perjalanan pulang kami menginap di sebuah penginapan. Di situ
sebelumnya telah menginap pula pemuda itu. Selagi kami mendaf-tar, saya saksikan
sendiri dia mengedip-ngedipkan matanya mengganggu adik. Semula adik hendak
menghajarnya, tapi saya larang karena menganggap pemuda itu berotak miring.
Malam hari itu saya ke luar sendirian, maksudnya untuk melihat-lihat kota.
Ketika kembali pada tengah malam, saya temui adik menangis di dalam kamarnya.
Ternyata peristiwa keji itu telah terjadi. Saya mengadakan penyelidikan. Di
dalam kamar adik saya temukan sebuah kancing baju. Ketika dicocokkan, persis
sama dengan kancing baju pemuda asing itu!"
"Mana kancing baju itu sekarang?" tanya Pendekar Pedang Akhirat.
KARYA 11 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
Tandu Wiryo mengeluarkan sebuah kancing baju dari dalam saku pakaiannya. Si
kakek mengamatinya dengan teliti. Ketika dia berpaling memperhatikan pakaian
Wiro, ternyata memang kancing itu sama dengan kancing pakaian si pemuda. Dan
salah satu dari kancing-kancing tersebut tanggal, tak ada lagi di tempatnya!
3 PENDEKAR Peciang Akhirat termenung sesaat. Kemudian dia berpaling pada
Sularwasih dan bertanya, "Sewaktu hal itu terjadi apakah kamarmu terang
benderang?"
Yang menjawab adalah Tandu Wiryo, "Sesuai dengan kebiasaannya, adik
seperguruanku selalu tidur dengan lampu dipadamkan."
"Bagaimana kau bisa tahu kebiasaan adik seperguruanmu itu?" tanya Pendekar
Pedang Akhirat pula.
Tak menduga ditanya demikian. Tandu Wiryo jadi terkesiap diam. Saat itu Resi
Tumbal Soka membuka mulut, "Kakek gagah, aku tidak suka akan tanya jawab ini.
Kau seolah-olah sebagai seorang penyelidik. Sebagai seorang pembela. Jika kau
ingin menyaksikan pelaksanaan hukum gantung ini, silahkan. Jika tidak" "
"Supaya aku angkat kaki dari sini"!" meneruskan kakek muka tengkorak sambil
tersenyum. "Tidak, sebelum persoalannya jelas begitu, aku tak akan pergi dari
sini!" Si kakek lalu berpaling pada Tandu Wiryo. "Orang muda, katakan padaku
kota dan penginapan di mana peristiwa itu terjadi."
Tandu Wiryo tidak segera menjawab sedang parasnya menunjukkan rasa tidak enak.
Dia menoleh pada Resi Tumbal Soka dan baru berkata, "Tanpa izin ketua aku tak
akan mau menjawab."
"Beritahukan saja padanya biar dia puas," ujar sang ketua pula.
"Penginapan Candi di Muntilan," Tandu Wiryo memberitahu.
"Kakek gagah, apakah kau puas sekarang?" tanya Resi Tunggal Soka.
"Puas. Tapi jadi tidak puas bila hukuman ini dilangsungkan!"
KARYA 12 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
"Apa maksudmu?" tanya sang ketua partai seraya memandang tajam pada kakek muka
tengkorak."
"Puluhan tahun aku hidup dalam dunia persilatan, tak pernah kejadian orang
digantung karena urusan begini rupa. Apalagi sampai dilakukan oleh satu partai
besar. Mungkin perbuatan itu terkutuk dan keji. Tapi menggantungnya lebih terkutuk dan
lebih keji. Jika betul kau yakin pemuda asing ini salah, kenapa tidak
dilaksanakan saja pelaksanaan hukuman lewat perkelahian antara dia dengan
muridmu ...."!"
"Kau bicara seenaknya saja, kakek gagah. Kau tahu, untuk menangkap pemuda
keparat itu kami membutuhkan selusin murid-murid tingkat tertinggi, enam orang
paderi utama dan membutuhkan waktu setengah hari!"
"Memang serba berabe," kata Pendekar Pedang Akhirat seraya usap-usap keningnya.
"Tapi akan lebih berabe lagi jika hukuman gantung itu dilaksanakan. Nama partai
Lawu Megah akan lebih cemar di dunia persilatan."
"Persetan dengan orang luar. Kami membuat sendiri dan menjalankan sendiri aturan
partai kami!" tukas Resi Tumbal Soka.
"Sekarang bagusnya begini saja," kata si kakek pula. "Serahkan pemuda ini
padaku. Jika nanti memang terbukti dia yang melakukan perbuatan keji itu, aku sendiri
yang bakal menghukumnya!"
Resi Tumbal Soka tertawa sinis.
"Dalam persoalan ini kau adalah orang luar, kakek gagah. Kedatanganmu ke sini
pun tidak kami undang."
"Kalau begitu biar aku pergi tanpa undangan pula dan harus bersama pemuda
sobatku ini!"
Resi Tumbal Soka hilang sabarnya. Dengan nada keras dia berkata, "Kakek gagah,
nama besarmu kami hormati. Harap kau juga menghormati kami. Kalau tidak terpaksa
kami berlaku tidak pada tempatnya terhadapmu!"
"Nah.... nah! Sekarang kau rupanya menantangku di sarang sendiri dan
mengandalkan jumlah banyak! Bagus .... bagus! Itu lebih baik. Mari kita mainmain barang sepuluh dua puluh jurus. Jika aku kalah kau boleh gantung aku
bersama sama pemuda itu. Tapi sebaliknya jika kau kalah, pemuda itu harus kau
serahkan padaku.
KARYA 13 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
Nah itu adil sekali bukan"!"
Resi Tumbal Soka sampai bergemeletukkan gerahamnya saking marah mendengar ucapan
Pendekar Pedang Akhirat itu.
Jika lain orang yang berkata demikian tanpa banyak tanya lagi pasti dilabraknya.
Namun dia menyadari kalau Pendekar Pedang Akhirat yang bertampang angker itu
bukan tandingannya. Jangankan dia, kakaknya sendiri belum tentu mampu menghadapi
tokoh-tokoh persilatan nomor satu ini. Untuk tidak memperlihatkan rasa jerihnya,
dengan seringai mengejek dia berkata, "Sayang Partai Lawu Megah sedang
melaksanakan urusan besar. Di lain kesempatan jangankan baru sepuluh dua puluh
jurus. Sampai seribu jurus pun aku tak keberatan melayanimu!"
Pendekar Pedang Akhirat tertawa jumawa dan menjawab, "Kalau kau merasa ragu
untuk maju sendirian, boleh saja mengajak beberapa paderi pembantumu."
"Kalau bicara jangan keterlaluan memandang rendah diriku!" kata Resi Tumbal Soka
marah sekali. Mukanya merah padam. "Kami harap kau segera meninggalkan tempat
ini!" Kemudian tanpa mengacuhkan lagi kakek muka angker itu Resi Tumbal Soka berpaling
ke arah tiang gantungan dan berteriak, "Laksanakan penggantungan!"
Seorang paderi segera gerakkan kakinya untuk menendang kursi dimana Wiro tegak.
Namun sebelum kakinya menyentuh kursi tahu-tahu tubuhnya sudah tegang kaku
hingga dia tegak dalam keadaan seperti orang sedang menari. Jika semua orang
merasa kaget maka Pendekar Pedang Akbirat tertawa gelak-gelak.
Resi Tumbal Soka memaki dalam hati setengah mati. Dia yang berkepandaian
demikian tinggi tidak melihat kapan si kakek menggerakkan tangan mengirimkan
totokan jarak jauh yang amat lihay hingga tubuh paderi pembantunya serta-merta
menjadi kaku! "Itu cuma sekedar peringatan saja bagi kalian semua yang ada di sini. Sekali
lagi ada yang berani turun tangan terhadap sahabatku pemuda asing itu aku tak
segan-segan menurunkan tangan jahat!" memperingatkan Pendekar Pedang Akhirat.
"Kakek, kau betul-betul berani mencampuri urusan partai kamil Apa kau kira kami
takut terhadap jerangkong busuk macammu?" teriak Resi Tumbal Soka yang sudah
KARYA 14 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
sampai pada puncak amarah dan kesabarannya. Sambil melangkah maju dia kibaskan
lengan jubahnya. Serta-merta buyarlah totokan pada tubuh paderi yang tadi hendak
menendang kursi. Tetapi di saat yang sama Pendekar Pedang Akhirat sudah
berkelebat. Demikian cepat gerakannya hingga di lain kejap semua orang menyaksikan Wiro
Sableng tak ada lagi di atas kursi dan kini tegak di samping si kakek. Keduanya
tertawa cengar-cengir.
"Kalian semua dengar!" teriak Pendekar Pedang Akhirat dengan mengerahkan seluruh
tenaga dalamnya hingga puncak gunung Lawu itu laksana disambar geledek.
"Aku akan tinggalkan tempat ini bersama sobatku si gondrong ini. Aku tak ingin
membuat kerusuhan dengan kalian orang-orang Partai Lawu Megah, apalagi sampai
timbul bentrokan kekerasan. Karenanya biarkan kami pergi dengan aman!"
"Mana bisa demikian, manusia muka setan! Kau telah mengacau di sini. Telah
melontarkan hina-hinaan. Dan menculik tawanan yang hendak dihukum gantung!
Tinggalkan pemuda itu atau kaupun akan kami gantung di puncak Lawu ini!"
"Kalau begitu sama-sama kita lihat apa yang akan terjadi," sahut Pendekar Pedang
Akhirat pula. Dia bergerak memanggul tubuh Pendekar 212 karena memaklumi pemuda
itu tak bakal bisa lari cepat dengan tangan terikat ke belakang.
Saat itu Resi Tumbal Soka memberi isyarat. Dua belas paderi-paderi utama dan
puluhan murid partai klas wahid segera mengurung kakek itu. Melihat ini Wiro
Sableng berbisik ke telinga Pendekar Pedang Akherat, "Lekas kau putuskan benang
yang mengikat lenganku. Kau tak bakal bisa menghadapi mereka sebanyak ini
meskipun ilmumu selangit."
"Huss, kau diam sajalah. Siapa pun takut menghadapi mereka. Benang sialan yang
mengikat tanganmu itu tak mungkin kulepaskan. Tak ada satu orang luar pun yang
sanggup melepaskannya kecuali Resi Tumbal Soka dan kakeknya!"
"Lalu apakah sampai kiamat aku akan terikat begini rupa?" tanya Wiro setengah
mengeluh. "Kubilang kau diam sajalah! Serahkan persoalan padaku. Lihat, orang-orang partai
Lawu mulai menyerang kita!"
Saat itu atas perintah yang diberikan Resi Tumbal Soka melalui isyarat, beberapa
KARYA 15 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
paderi utama terutama dari kelompok yang mendukung sang ketua telah bergerak


Wiro Sableng 021 Neraka Puncak Lawu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerang Pendekar Pedang Akherat dari segala penjuru.
"Hai, kalian ini betul-betul hendak menyerangku?" teriak si kakek memberi
peringatan yang terakhir.
"Bunuh keduanya!" yang berteriak adalah Resi Tumbal Soka ketua partai Lawu
Megah. Maka datanglah sembilan serangan paderi laksana topan prahara.
Menghadapi serangan ini Pendekar Pedang Akherat tertawa mengekeh. Tiba-tiba dia
lenyap dari kalangan pertempuran. Pihak yang menyerang jadi kaget. Memandang ke
atas ternyata kakek itu sudah mumbul bersama Wiro ke atas. Sembilan angin
pukulan dasyat mengebubu. Kembali si kakek tertawa dan balas memukul ke bawah.
Terdengar seperti gunung meledak sewaktu sembilan pukulan patai Lawu Megah dan
satu pukulan si kakek beradu di udara pada ketinggian dua tombak.
Wiro merasakan tubuhnya dan si kakek terpental, sampai setengah tombak.
Sebaliknya di bawah sana dilihatnya sembilan paderi Lawu berkaparan di tanah
jatuh duduk. Empat diantaranya muntahkan darah segar.
"Kalian mencari penyakit," teriak Pendekar Pedang Akherat. Diam-diam Wiro memuji
kekuatan tenaga dalam kakek penolongnya ini. Padahal dua tahun yang silam
sepertiga dari tenaga dalamnya pernah dipindahkannya ke tubuhnya yakni sewaktu
Wiro selamatkan kakek ini dari liang batu.
"Kakek sombong! Kau kira kau dan pemuda terkutuk itu bakal bisa lolos dari
sini?" terdengar Resi Tumbal Soka berteriak. Dia tutup teriaknya ini dengan
menghantamkan lengan jubahnya ke atas. Memang lengan jubah ini bukan saja
merupakan senjata lihai bagi sang ketua, tetapi juga dipakai untuk melepaskan
pukulan tangan kosong jarak jauh yang disertai aliran tenaga dalam tinggi
sekali. Di atas udara, sambil putar tubuhnya, si kakek balas menghantam. Kembali
terdengar ledakan di pancak gunung Lawu itu. Tubuh si kakek terdorong ke samping
sedang di bawah Resi Tumbal Soka kelihatan pucat wajahnya setelah tubuhnya lebih
dulu bergoncang keras akibat bentrokan tenaga dalam tadi. Memandang ke atas,
iawan dan Wiro Sableng sudah tidak kelihatan lagi. Segera ketua partai Lawu
Megah ini KARYA
16 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
berteriak, "Tutup semua jalan ke luar!"
Para paderi danmurid-murid partai segera bergerak laksanakan perintah ini.
KARYA 17 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
4 DENGAN gerakan cepat laksana kilat dan hampir tak terlihat oleh tokoh-tokoh
silat di puncak gunung Lawu itu Pendekar Pedang Akherat berkelebat mendukung
Wiro Sableng. Keduanya mendekam di balik atap bangunan besar di ujung lapangan.
"Tutup semua jalan dan geledah seluruh tempat!" terdengar kembali seruan Resi
Tumbal Soka. "Kakek, kita tak bisa sembunyi lama-lama di sini," bisik Wiro Sableng pada si
kakek bermuka tengkorak. "Orang-orang itu pasti akan menyelidiki ke mari. Sekali
mereka melihat kita."
"Tamatlah riwayat kita," menyambung si kakek sambil menyeringai yang membuat
wajahnya tambah buruk dan angker.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" bertanya Wiro.
"Kau tenang sajalah, Wiro. Jangan terlalu kawatir. Rasa takut membuat akal
manusia jadi pendek."
Setelah meneliti keadaan di bawah sana, Pendekar Pedang Akherat bergerak ke
samping kiri atap, terus hingga dia sampai di halaman belakang yang merupakan
sebuah taman kecil. Di sini dilihatnya dua orang berjaga-jaga. Seorang murid
tingkat tinggi dan seorang lagi paderi utama.
Sekali lagi kakek bermuka angker itu meneliti sekelilingnya. Lalu melompat ke
bawah, tepat di atas bahu paderi utama yang tegak berjaga-jaga di bawah cucuran
air. Buk! Paderi itu serta-merta roboh begitu kedua bahunya diinjak sepasang kaki Pendekar
Pedang Akherat. Salah satu tulang belikatnya patah. Dia hendak menjerit, tapi
kaki kanan Wiro yang sedang di panggul itu, telah lebih dulu menutup mulutnya
hingga dia roboh bergedebukan tanpa sempat menjerit.
Suara jatuhnya paderi ini membuat murid Lawu yang berdiri kira-kira dua tombak
dari sana memutar tubuh dan berseru kaget. Namun seruannya pun tak keluar dari
KARYA 18 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
mulutnya karena sekali Pendekar Pedang Akherat jentikkan jari-jari tangan
kirinya maka tubuhnya menjadi kaku tegang. Keadaannya lucu sekali. Berdiri
dengan satu tangan diangkat ke atas sedang mulut menganga!
Wiro Sableng hendak tertawa gelak-gelak melihat kejadian ini. Tapi untung lekas
Pendekar Pedang Akherat menotok jalan suaranya.
"Pemuda geblek! Kau kira kita dalam keadaan senang-senangkah maka kau hendak
tertawa bekakakan"!" desis kakek muka angker itu.
Dari sebuah gang di antara dua hangunan pada samping kiri taman terdengar suara
banyak orang mendatangi. Secepat kilat Pendekar Pedang Akhirat berkelebat dari
tempat itu, memasuki sebuah gang lain yang mendaki. Gang ini panjang sekali dan
menuju ke sebuah bangunan berbentuk bundar. Bangunan ini terpisah jauh dari
bangunan-bangunan lainnya. Tanpa ragu-ragu si kakek membawa Wiro masuk ke dalam
bangunan itu. Di bagian dalam bangunan ini merupakan satu ruangan bulat yang keseluruhan
lantai, dinding dan langit-langitnya terbuat dari batu pualam. Ruangan ini
diterangi oleh sebuah lampu kecil. Pada sudut yang agak kelam kelihatan duduk
seorang kakek berpakaian serba putih. Kedua matanya terpejam. Tubuhnya kurus
sekali. Wajahnya kelimis dan kelihatan masih segar untuk usia yang telah
mencapai 100 tahun.
Mendapatkan orang tengah bersamadi, Pendekar Pedang Akherat agak kecewa. Namun
sebagai manusia yang tahu peradatan, setelah menjura dia lantas duduk menunggu
di sudut lain yang gelap. Di luar didengarnya suara orang berlari kian kemari
diseling oleh suara teriakan aba-aba.
Hampir dua jam menunggu, kakek kurus yang bersamadi masih saja duduk tak
bergerak. Tiba-tiba terdengar langkah-langkah kaki mendatangi tertangkap oleh
telinga tajam Pendekar Pedang Akhirat. Kakek ini berangsur ke sudut ruangan yang
lebih gelap. Kemudian di ambang pintu kelihatan muncul Resi Tumbal Soka. Karena habis dari
tempat terang sedang sudut-sudut ruangan itu gelap, maka dia hanya dapat melihat
kakek yang duduk bersamadi di belakang lampu.
Resi Tumbal Soka sesaat tampak ragu-ragu dan hendak berbalik. Namun dengan KARYA
19 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
memberanikan diri akhirnya dia membuka mulut.
"Kakang Resi Kumbara, mohon maafmu. Apakah kau mendengar seseorang menyelusup ke
ruangan pengasinganmu ini?"
Setelah ditegur berulang kali, barulah paderi yang tadi bersamadi buka sepasang
matanya. Ternyata dia adalah Resi Kumbara bekas ketua partai Lawu Megah, kakak
Resi Tumbal Soka yang kini berada dalam ruangan pengasingan. Hari demi hari
dilewatinya dengan bersamadi terus-menerus. Diganggu seperti itu tentu saja dia
merasa gusar. "Tumbal Soka, apakah kau tidak tahu aturan hingga mengganggu orang yang sedang
bersamadi di ruangan yang tak satu orang lain pun boleh mendekati apalagi sampai
masuk!" Kakek kurus itu menegur. Pandangan matanya tajam sekali laksana sambaran
ujung pedang yang runcing.
"Mohon maafmu kakang. Adik dan saudara-saudara satu partai tengah menghadapi
kesukaran. Seorang pemuda yang telah merusak kehormatan anak murid partai telah
diculik dan dilarikan oleh tokoh silat Pendekar Pedang Akhirat. Adik telah
menyuruh tutup semua jalan ke luar danmenggeledah seluruh tempat. Tapi kedua
orang itu tidak kutemui. Satu-satunya tempat yang belum diperiksa adalah di
sini." "Jadi kau mengira aku menyembunyikan orang-orang itu" Sungguh lancang mulutmu,
adik!" "Bukan, adik tidak berprasangka demikian. Cuma siapa tahu selagi kakak bersamadi
dia menyusup dan bersembunyi di sini," kata Resi Tumbal Soka pula.
"Sudahlah, jangan ganggu aku lebih lama. Aku akan meneruskan samadi. Jika kau
niasih kurang puas silahkan periksa ruangan ini!"
Tanpa mengacuhkan adiknya Resi Kumbara lantas pejamkan matanya kembali dan lagi
bersamadi. Meskipun telah disuruh melakukan pemeriksaan namun Resi Tumbal Soka tak berani
melaksanakannya. Dia berpikir-pikir talk mungkin kakaknya tidak mengetahui kalau
ada orang yang masuk, sekalipun tengah tenggelam dalam alam samadi. Setelah
merenung sejenak dia lantas tinggalkan tempat itu.
Sesaat setelah Resi Tumbal Soka pergi, dari tempat gelap Pendekar Pedang Akhirat
KARYA 20 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
buka suara, "Terima kasih sobat, kau telah melindungi kami berdua. Budimu tak
akan kulupakan. Apakah kau ikhlas menanam sedikit budi lagi pada kami?"
Terdengar helaan napas panjang. Kakek yang tadi hendak bersamadi kembali buka
kedua matanya. Sebetulnya dia sudah tahu kalau ada dua orang masuk ke dalam
ruangan tersebut.
"Agaknya terlalu banyak manusia yang tidak tahu peradaban di dunia ini. Masuk ke
rumah orang tanpa izin sudah menyalahi aturan. Apalagi masuk ke dalam ruangan
seperti ini danmengganggu orang yang bersamadi!"
"Harap dimaafkan sobatku Resi Kumbara. Semua terjadi karena terpaksa," sahut
Pendekar Pedang Akhirat.
"Siapa berani berbuat harus berani tanggung jawab. Pendekar Pedang Akhirat Batar
yang terkenal kawakan menyembunyikan diri di ruangan pengasingan Partai Lawu
Megah setelah terlebih dulu melakukan pengacauan .... Sungguh lucu!"
"Maaf, aku sama sekali tidak mengacau. Semula aku datang kemari untuk
menyambangimu. Tahu-tahu di sini terjadi satu hal yang luar biasa. Seorang
kawanku hendak digantung dengan cara biadab. Apa pun kesalahannya mana mungkin
aku lepas tangan."
"Kau tak berhak mencampuri urusan partai kami."
"Agaknya sobatku Resi Kumbara tidak tahu jelas persoalannya?"
"Aku sudah dengar semua apa yang terjadi di luar sana," kata Resi Kumbara pula.
Sungguh luar biasa pendengaran dedengkot Partai Lawu Megah ini. Meskipun berada
di ruangan pengasingan yang bertembok tebal dan jauh dari lapangan tempat
penggantungan namun dalam samadinya dia sanggup mendengar segala sesuatu yang
berlangsung di luar sana!
"Syukurlah kalau kau telah mengetahui persoalannya dengan jelas."
"Apakah kau yakin kalau pemuda kawanmu itu betul-betul tidak berdosa?" Resi
Kumbara bertanya.
"Aku tahu pribadinya. Namun memang sulit untuk menyatakan padamu kalau dia betul
tidak bersalah."
"Kalau begitu kau telah turun tangan secara sembrono!"
KARYA 21 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
"Mungkin. Namun dengan menggantung secara biadab, orang-orang Partai Lawu
berarti melakukan kesembronoan yang lebih besar. Sekarang aku minta padamu agar
menunjukkan jalan keluar bagi kami berdua!"
Resi Kumbara tertawa perlahan dan elus janggutnya yang menjulai sampai ke dada.
"Pendekar Pedang Akhirat. Kau telah berani mencampuri dan mengacau urusan orang.
Sekarang kau menemui jalan buntu dan minta tolong padaku. Apa kah tidak malu....
?" Kata-kata Resi Kumbara itu cukup memukul kakek muka tengkorak. Namun sambil
tertawa ayem dia menjawab. "Dalam dunia biasa satu sama lain saling bertolongan.
Hari ini kau menolongku. Lain ketika aku akan ganti menolongmu."
Resi Kumbara geleng-gelengkan kepalanya. "Tak mungkin kau menolongku. Usiaku
sudah lanjut. Mungkin aku sudah lebih dulu menutup mata sebelum pertolonganmu
datang." "Turut pada bicaramu, kiranya kau tidak lebih baik dari adikmu yang tampaknya
telah banyak sesat dalam memimpin partai. Jika kawan satu golongan minta tolong,
dan si penolong mengharapkan balas jasa, sungguh aku tidak mengerti...."
Kini Resi Kumbaralah yang merasa terpukul.
"Sebetulnya aku sudah sejak lama tidak mau mencampuri urusan di luaran. Tapi
memandang persahabatan dan nama besarmu coba kau katakan pertolongan apa yang
kau kehendaki. Mungkin aku bias mempertimbangkan."
"Setahuku di puncak Lawu ini ada jalan rahasia menembus terowongan. Tunjukkan
padaku jalan itu dan aku tak bakal melupakan budi besarmu ini...."
Resi Kumbara tertawa mendengar kata-kata Pendekar Pedang Akhirat itu. "Rupanya
nyalimu meleleh menghadapi orang-orang Partai" Jika kau takut kenapa berani
berlaku sembrono.... ?"
"Dalam kamus hidupku tak ada kata takut, sobatku Resi Kumbara. Demi persahabatan
dan memandang namamu serta pimpinan partai lainnya, aku tak mau bentrokan dalam
kekerasan. Harap kau suka mempertimbangkan!"
Bekas ketua partai Lawu Megah itu merenung sejenak,
"Baiklah, akan kutunjukkan jalan rahasia itu padamu." kata Resi Kumbara pada
KARYA 22 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
akhirnya. Pendekar Pedang Akhirat menjura. "Terima kasihi sobat. Sekarang satu lagi
kuminta budi besarmu!"
"Eh, kau seperti lintah darat minta tanah. Diberi sejengkal minta sedepa...."
Si Pedang Akhirat menyengir. "Pertolongan kalau tanggung-tanggung sama saja
tidak tidak menolong bagiku," katanya.
KARYA 23 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
5 RESI Kumbara balas tersenyum, "Katakan apa maumu!"
Si kakek menunjuk pada sepasang lengan Wiro Sableng yang terikat dengan sehelai
benang putih halus.
"Partai Lawu terkenal dengan ilmu yang aneh-aneh. Aku mengaku tolol tak mampu
membuka atau memutus benang yang mengikat lengan sahabatku itu. Kau tolonglah!"
Resi Kumbara lagi-lagi tersenyum. Memang benang sutera halus Partai Lawu itu
merupakan salah satu benda aneh dalam dunia persilatan pada masa itu. Tak satu
orang luar pun sanggup memutusnya.
Acuh tak acuh paderi tua itu cabut selembar janggutnya yang panjang putih lalu
memberi isyarat agar si kakek membawa Wiro Sableng ke dekatnya.
Acuh tak acuh pula, seperti main-main Resi Kumbara selusupkan janggutnya pada
celah sempit antara lengan dan benang yang mengikat. Ketika janggut itu kemudian
ditarik maka putuslah benang aneh yang mengikat kedua tangan Wiro.
Mau tak mau si kakek jadi melongo menyaksikan hal ini. Sebaliknya begitu
ikatannya lepas. Wiro gerakkan tangannya untuk garuk-garuk kepala.
"Hai, kau ucapkanlah terima kasih pada sahabatku ini!" kata si kakek sambil
tepuk punggung Wiro.
Wiro yang tahu peradatan buru menjura dan berulang kali mengucapkan terima kasih
pada Resi Kumbara.
"Sekarang dimanakah pintu terowongan rahasia itu, sobatku?"
"Tunggu dulu," sahut Resi Kumbara. "Sebelum kalian pergi aku harus punya
jaminan. Tanpa jaminan kalian tak bisa kubiarkan pergi."
"Heh, jaminan bagaimana maksudmu Resi Kumbara?" tanya Pendekar Pedang Akhirat.
"Bagaimana kalau nanti sahabatmu yang gondrong itu ternyata benar-benar telah
merusak kehormatan murid Partai Lawu?"
KARYA 24 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu


Wiro Sableng 021 Neraka Puncak Lawu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau itu yang kau tanyakan, jika terbukti dia bersalah, aku sendiri yang akan
menghukumnya. Aku sendiri yang akan membawa kepalanya kemari dan kuserahkan
berikut kepalaku sendiri sebagai penebus keteledoranku."
Resi Kumbara menyeringai.
"Bagaimana mungkin kau menyerahkan kepalamu padaku karena itu berarti kau sudah
konyol!" tukasnya.
"Jangan berpura-pura tolol sobatku! Aku akan bunuh diri di hadapanmu. Kau puas?"
Resi Kumbara menggeleng.
"Perjanjian jaminan ini hanya kita bertiga yang membuat dan mengetahui, tak ada
saksi. Aku kawatir setelah aku mati duluan dalam usia tua, kalian tidak akan
menepati janji."
"Kami bukan manusia-manusia yang ingkar janji," Wiro bicara dengan nada kesal.
"Aku percaya, tapi tetap aku tak dapat menerimanya. Kalian harus meninggalkan
sesuatu. Sesuatu yang kalian anggap berharga."
Wiro Sableng garuk-garuk kepala dan saling pandang dengan Pendekar Pedang
Akhirat. "Apakah aku harus meninggalkan kepalaku saat ini?" tiba-tiba kakek muka
tengkorak itu bertanya.
"Tidak," sahut Reni Kumbara. "Saat ini kepalamu itu tidak ada harganya bagi aku
dan partai...."
"Lantas apa maumu?" tanya Wiro penasaran.
"Sesuatu yang berharga dan pantas dijadikan jaminan," sahut sang paderi Partai
Lawu. Wiro kembali garuk2 kepalanya yang gondrong. Tiba-tiba diambilnya Kapak Naga
Geni 212. Begitu senjata ini keluar dari balik pakaiannya maka sinarnya yang
menyilaukan menerangi ruangan yang redup gelap itu. Diam-diam Resi Kumbara
terkesiap juga. Belum pernah dia melihat senjata mustika yang hebat begini rupa
dan aneh pula bentuknya. Sebuah kapak bermata dua bertuliskan angka 212.
"Ini kau ambillah kakek sebagai jaminan kami berdua. Tapi ingat aku tak ingin
KARYA 25 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
senjata warisan guruku ini rusak atau cacat, apalagi sampai hilang. Kalau itu
sampai terjadi seluruh puncak Lawu ini akan kuterabas sama rata dengan tanah!"
Resi Kumbara tertawa dingin.
"Sejak ratusan tahun lalu Partai Lawu Megah berdiri sampai hari ini tak ada yang
sanggup melakukan hall itu. Apalagi manusia semacammu yang bukannya terima kasih
setelah menerima budi orang justru malah pergi dengan meninggalkan ancaman."
Tampang Pendekar 212 jadi mengelam merah tapi dari mulutnya yang menyeringai
keluar suara siulan.
"Senjata itu sama nilainya dengan nyawaku, Resi Kumbara. Kalau sampai hari ini
belum ada orang yang sanggup menggusur Partai Lawu Megah, jangan kira di
kemudian hari tak ada yang berani dan bisa melakukannya. Apalagi terhadap sebuah
partai yang kini nyata telah jauh sesat dalam tindak-tanduknya. Dan kau sebagai
dedengkotnya cuma bisa mengoceh, bersamadi yang sama sekali tak ada gunanya bagi
partai dan ketenteraman dunia persilatan. Kau berlepas tangan dengan berkedok
mengasingkan diri, bersamadi dan sudah tak mau ikut campur urusan dunia luar!
Jika tidak ada pendekar tua kawanku ini pasti telah berlangsung penggantungan
biadab terhadap diriku. Dan kau mengetahuinya tapi diam saja. Aku bukan bangsa
manusia yang takut mati jika memang punya salah dan dosa. Aku mungkin orang
tolol, tapi aku bersama kawanku ini mempunyai firasat bahwa dibalik kekalutan
pimpinan di Lawu ini ada tangan-tangan kotor yang hendak menjadikan aku kambing
hitam yang pantas digorok lehernia! Dengan cuma bersamadi sampai kiamat kau tak
bakal dapat melempangkan kembali orang-orangmu yang telah tersesat. Dan jangan
kau takabur Resi Kumbara, dalam keadaan seperti begini satu tangan jahil yang
tak punya kekuatan apa-apa bukan mustahil sanggup menggusur Partai Lawu.
Bagaimana kalau orang-orangmu diadu domba" Apa bukan jadi berantakan nantinya?"
Wiro Sableng bakal nyerocos terus kalau tidak diberi isyarat kedepan mata oleh
Pendekar Pedang Akhirat.
Resi Kumbara sendiri saat itu merah padam wajahnya yang putih kelimis. Dia
hendak membuka mulut tapi si kakek buru-buru mendahului.
"Sudahlah, tak ada gunanya kita berdebat saat ini. Lain kali saja kita teruskan
KARYA 26 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
obrolan ini dalam suasana yang lebih tenang sambil makan minum tentunya. Kau
sudah menerima barang jaminan yang amat berharga. Sekarang tunjukkanlah pintu
terowongan rahasia itu."
Dengan menindih rasa marahnya, Resi Kumbara lantas menekan salah satu ubin
ruangan itu. Tiba-tiba lantai ruangan sebelah kiri bergeser. Pada bekas geseran
ini kelihatanlah sebuah tangga batu yang menuju kebawah, memasuki mulut
terowongan yang gelap.
Tercekat juga kedua orang itu rnelihat terowongan yang gelap seram ini.
"Kalian tunggu apa lagi"!" texdengar suara Resi Kumbara.
Pendekar Pedang Akhirat Batara angkat bahu dan melangkah menuju tangga menurun.
Wiro Sableng sesaat garuk-garuk kepala, memandang pada paderi yang duduk di
hadapannya, angkat bahu dan akhirnya melangkah pula mengikuti kakek muka angker.
Di dalam terowongan yang gelap itu tangan di depan matapun tak kelihatan. Wiro
dan si kakek yang melangkah sebelah depan berjalan dengan mengandalkan perasaan
dan pendengaran mereka yang tajam. Meskipun demikian tak jarang mereka terbentur
pada dinding terowongan pada tempat dimana terowongan itu membelok.
Yang menjengkelkan Wiro Sableng inilah karena sepanjang perjalanan melewati
terowongan itu si kakek selalu mengajaknya bicara.
"Omong-omong gadis anak murid Partai Lawu Megah yang bernarna Sularwasih itu
cantik juga heh..?" Batara berkata.
"Memangnya kenapa kau berkata begitu?" bertanya Wiro Sableng.
"Aku berpikir-pikir, apakah betul kau tidak memperkosa gadis itu. Soalnya aku
yang sudah tua ini bisa blingsatan juga melihatnya."
"Kakek tidak percaya padaku?"
"Oh tentu. Tentu aku percaya padamu. Tapi banyak hal-hal yang memberatkan
tuduhan atas dirimu."
Wiro memaki dalam hati.
"Tapi aku sudah bilang, kalau saja anuku ini bisa bicara?"
"Soal anumu itu tak usah diulangi lagi. Sampai kiamatpun tak ada anu yang bisa
KARYA 27 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
bicara." "Lalu, seandainya kakek merasa ragu, kenapa menolongku?"
"Dengan satu syarat sobat mudaku . . . ."
"Syarat apa?" tanya Wiro penasaran.
"Jika nanti terbukti kau memang bersalah, aku sendiri yang akan membawa
kepalarnu kepada ketua partai Lawu Megah" sahut Pendekar Pedang Akhirat.
Dalam hatinya Pendekar 212 Wiro Sableng kembali memaki.
KARYA 28 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
6 SETELAH kurang lebih dua jam menempuh terowongan gelap itu di sebelah depan
tiba-tiba terdengar suara Pendekar Pedang Akhirat mengeluh.
"Ada apakah ...?" tanya Wiro dari belakang seraya bersiap-siap. Melihat sikap
Resi Kumbara tadi diam-diam pendekar ini merasa curiga. Bukan mustahil
terowongan itu memiliki alat rahasia yang bakal mencelakakan dirinya dan si
kakek. "Terowongan ini buntu!" seru Batara.
"Hah"!" Wiro terkejut. Dia meraba ke depan.
Terasa olehnya dinding batu yang keras. "Bekas ketua partai itu menipu kita!
Sialan betul!"
Sesaat kedua orang itu sama-sama terdiam.
"Apa yang harus kita lakukan" Kembali ke tempat semula?"
"Kakiku letih. Sebaiknya kita duduk saja dulu melepaskan lelah sambil omongomong", jawab si kakek.
Wiro Sableng garuk-garuk kepala dan jadi menggerendeng. Bagaimana si kakek enakenak saja bicara seperti itu dan bukannya mencari jalan keluar dari terowongan"
Namun karena tak tahu mau berbuat apa, akhirnya pemuda ini duduk menjelepok di
lantai terowongan, bersandar ke dinding yang lembab.
Dalam gelap itu Wiro merenung kejadian yang baru saja dialaminya di puncak
gunung Lawu. Kemudian dia bertanya. "Kakek.... Tadi kau mengatakan banyak halhal yang memberatkan tuduhan atas diriku. Misalnya apa .... ?"
"Kau ketahuan mengedipkan mata sewaktu bertemu dengan Sularwasih itu di
penginapan. ..."
Wiro Sableng tertawa.
"Kurasa kau pernah muda sepertiku ini, kakek. Orang muda biasa suka iseng. Kau
sendiri tadi mengatakan sudah tua bangka begini masih blingsatan melihat gadis
cantik itu. Soal iseng dan mengedipkan mata apakah bisa dinilai sebagai
memperkosa...."
KARYA 29 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
Justru orang yang memperkosa sering mendapat kehormatan dipungut mantu!"
Si kakek tertawa gelak-gelak.
"Baiklah kalau kau bilang begitu, sobat mudaku. Lantas kancing bajumu yang
ditemui dalam kamar si Warsih itu ... ?"
"Akupun heran dan bertanya-tanya bagaimana kancing baju keparat itu bisa ada dan
ditemui disitu. Padahal aku ingat betul kancing itu putus sewaktu aku menabrak
keranjang sayur seorang perempuan yang kebetulan keluar dari penginapan. Aku tak
berusaha menemukan kembali kancing baju itu. Ini agaknya menjadi kesalahan yang
kini kusesalkan...."
"Sulit bagimu untuk membuktikan hal itu, bukan" Saksi-saksi hidup dan bukti kuat
berada di pihak Warsih!"
"Kelihatannya begitu. Apalagi jika mengikuti jaIan pikiran yang berat sebelah.
Namun kalau dari sudut pemandanganku yang kau anggaplah geblek, akupun menaruh
kecurigaan pada seseorang...."
"Siapa?" tanya Pendekar Pedang Akhirat.
"Aku tak dapat mengatakannya karena belum ada bukti-bukti."
"Kau hendak mencari kambing hitam ...?"
"Kalau kambing putih ada, buat apa cari kambing hitam?" ujar Wiro pula.
Si kakek tertawa bergelak. "Asalkan jangan aku saja yang kau curigai...."
"Bisa saja. Karena kenapa kau tahu-tahu muncul dipuncak gunung Lawu...." tukas
Wiro. Si kakek memaki panjang pendek dan kini Wiro yang ganti tertawa gelak-gelak.
Tiba-tiba murid Eyang Sinto Gendeng ini hentikan tawanya dan menggamit bahu
Pendekar Pedang Akhirat.
"Aku mendengar sesuatu...."
Kedua orang itu berdiam diri dan sama-sama pasang telinga.
Suara tadi terdengar lagi sayup-sayup lalu hilang. "Suara kaki-kaki kuda." desis
si kakek. "Juga ada suara orang berlari," menyahuti Wiro. Mereka menunggu. Namun suarasuara itu tidak terdengar lagi.
KARYA 30 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
St kakek berdiri dari duduknya. Dia merapatkan tubuhnya. pada dinding yang
menutup terowongan.
Ketika telinganya ditempelkan ke dinding batu itu, rapat-rapat dia kembali dapat
mendengar suara derap kaki kuda, lalu lenyap sama sekali.
Setelah meraba sana sini, Batara kerahkan seluruh tenaganya dan coba mendorong
dinding batu itu. Terasa dinding ini bergerak sedikit demi sedikit.
"Wiro! Bantu aku mendorong dinding buntu ini! Aku yakin kita sudah sampai di
mulut pintu keluar terowongan!"
Mendengar ucapan itu Wiro segera berdiri dan bantu Pendekar Pedang Akhirat
mendorong dinding. Oleh tenaga dorongan yang luar biasa dari dua manusia
berkepandaian tinggi ini, dinding dihadapan mereka bergeser. Tiba-tiba terdengar
suara keras. binding yang didorong roboh. Cahaya terang masuk menyilaukan mata
kedua orang itu. Tetumbuhan liar banyak menutupi mulut terowongan. Keduanya
keluar sambil menyibakkan tanam-tanaman itu. Berdiri diluar mereka dapatkan saat
itu berada di kaki sebelah timur gunung Lawu.
"Sialan! Akhirnya kita keluar juga dari terowongan celaka itu. Aku tadi sudah
berprasangka buruk terhadap ResiKumbara kata Wiro pula sambil yaruk-garuk
kepala. Keduanya mendorong dinding batu berat itu untuk menutupi terowongan rahasia.
Terlindung oleh tanaman-tanaman liar, orang yang tidak tahu sulit untuk
membedakan batu penutup terowongan itu dengan batu-batu besar yang berbentuk
sama dan banyak terdapat di kaki gunung Lawu itu.
"Nah sekarang bagaimana kakek" Aku masih memikul urusan berat dan hendak
berangkat ke selatan.
"Aku sendiri akan menuju ke barat. Tapi satu bulan dimuka aku akan tunggu kau
disini. Kurasa saat itu aku sudah dapat mengetahui apakah kau bersalah atau
tidak ..."
Wiro Sableng menyeringai, dan menjawab, "Mudah-mudahan kau datang tepat pada
waktunya sebelum aku menerabas puncak Lawu ini. Selamat jalan dan terima kasih
kau telah memperpanjang umurku sampai satu bulan dimuka."
Setelah masing-masing menjura dan bergerak hendak pergi, satu keselatan lainnya
ke barat, tiba-tiba terdengar seruan lantang dari samping gunung sebelah kiri.
KARYA 31 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
"Jangan harap kalian bisa pergi dari sini dengan masih membawa nyawa."
Wiro dan si kakek muka tengkorak sama-sama kaget. Memandang ke atas mereka lihat
belasan orang berlompatan turun dari lamping-lamping batu gunung ke tempat
mereka. Orang-orang ini bukan lain adalah paderi-paderi Lawu. Diantaranya Tandu
Wiryo, yang sebelumnya telah memberikan kesaksian sewaktu Wiro hendak di
gantung. "Digantung tidak maul Dicincang rupanya lebih pantas," terdengar hardikan dari
sebelah kiri. Memandang ke jurusan ini dua pendekar yang barusan keluar dari
terowongan melihat lima penunggang kuda. Empat orang paderi danseorang gadis
berpakaian biru yang bukan lain adalah Sularwarsih.
Dikurung demikian Wiro Sableng jadi melongo dan garuk-garuk kepala gondrongnya
sedang Pendekar Pedang Akhirat goleng-goleng kepala. Sekali memandang
berkeliling dia sudah dapat menghitung jumlah pengurungnya. Seluruhnya 21 orang!
"Kalian mau apa . . . "!" Si kakek bertanya.
Tandu Wiryo mendengus.
"Orang datang minta nyawa masih berlagak tolol!" sentaknya.
"Minta nyawa...." Sungguh kaulah yang tolol orang muda. Mana ada didunia ini
orang yang suka menyedekahkan nyawanya!" Habis berkata demikian si kakek lalu
tertawa gelak-gelak. "Kalian semua cari penyakit. Lebih baik kembali ke puncak
Gunung Lawu. Aku sudah berjanji pada Resi Kumbara. Jika pemuda sobatku ini nanti
terbukti betul-betul bersalah, aku sendiri yang akan mengantarkan kepalanya pada
kalian!" "Kami tidak butuh kepalanya! Kami ingin nyawanya saat ini juga!" teriak
Sularwarsih. "Beranikah kau satu lawan satu dengan dia....?" tanya Pendekar Pedang Akhirat
dengan nada dan mimik mengejek.
"Manusia laknat seperti dia tak perlu dilayani satu persatu . . . !"
"Tapi sekurang-kurangnya kau pernah melayaninya satu persatu, bukan Warsih" Itu
jika betul-betul dia yang merusak kehormatanmu heh....?"
Merahlah paras Sularwasih. Dia menjerit keras dan cabut pedangnya, melompat
turun dari kuda seraya berteriak.
KARYA 32 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
"Bunuh manusia-manusia haram jadah ini!"


Wiro Sableng 021 Neraka Puncak Lawu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gerakan Warsih gesit dan cepat sekali. Pedangnya bersiuran menyambar ganas ke
arah Pendekar 212 Wiro Sableng. Jika murid Eyang Sinto Gendeng ini tak lekas
melompat ke belakang niscaya lehernya sudah kena dibabat putus.
Baru saja Wiro imbangi diri dari lompatan mengelak disamping kiri dilihatnya
empat paderi yang menemani Warsih telah turun dari kuda masing-masing sedang
dari kanan, Tandu Wiryo bersama saudara-saudara seperguruan dan paderi-paderi
lainnya telah menyerbu turut pula.
"Kalian cari penyakit! Betul-betul cari penyakit!" seru Pendekar Pedang Akhirat
seraya berpaling acuh tak acuh pada Wiro dan bertanya pada pendekar ini.
"Bagaimana pendapatmu, sobatku"!"
"Apa boleh buat!" sahut Wiro Sableng sambil angkat bahu. "Penyakit harus
diobati. Kalau tidak bisa berabe!"
KARYA 33 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
7 DARI dua puluh satu orang partai Lawu Megah yang menyerbu itu yang menggempur
Pendekar 212 Wiro Sableng adalah empat paderi utama, dua paderi biasa, lima
murid kelas satu dan Sularwasih serta pemuda bernama Tandu Wiryo.
Sisanya sebanyak delapan orang yakni empat paderi biasa danempat murid kelas
satu mengurung dan menyerang Pendekar Pedang Akhirat.
Semua penyerang dari Lawu ini pergunakan pedang sedang dua yang jadi bulanan
serangan-serangan sampai satu jurus bergebrak masih andalkan tangan kosong.
Meskipun sering memperlihatkan sikap seperti orang tolol danmemiliki jalan
pikiran macam orang sinting namun kadang kadang Wiro Sableng tak jarang memiliki
otak yang jernih dancerdik. Dia merasa heran melihat orang-orang Partai Lawu
lebih banyak menyerangnya dan terdiri dari mereka yang berkepandaian tinggi.
Semakin besarlah kecurigaannya bahwa betul-betul ada yang tak beres dengan
orang-orang itu.
Pendekar Pedang Akhirat sendiripun terheran-heran kenapa yang menyerangnya cuma
paderi-paderi biasa dan murid klas satu. Dan cara mereka menyerang jelas hanya
mengurung demikian rupa hingga dia terpisah jauh dari Wiro Sableng.
Empat paderi utama dan dua paderi biasa serta empat murid partai klas satu
dipimpin oleh Sularwasih dan Tandu Wiryo melancarkan serangan laksana air bah
yang betul-betul ganas hingga akan celakalah Pendekar 212 dalam waktu singkat
apabila dia masih mengandalkan tangan kosong.
Wiro sendiri merasa agak menyesal telah menyerahkan Kapak Naga Geni 212 pada
Resi Kumbara hingga saat itu dia menghadapi bahaya maut tanpa senjata sama
sekali. Dengan mainkan ilmu silat "orang gila" yang dipelajarinya dari Tua Gila di pulau
Andalas dulu, pendekar ini bergerak gesit kian kemari. Gerakan-gerakannya
merupakan sesuatu yang aneh bagi lawan hingga untuk sementar Wiro bisa selamat
dari sera nga n-sera ngan maut lawannya. Dalam pada itu sesekali dia mainkan
pula jurus-jurus silat
"tameng sakti menerpa hujan", "kincir padi memutar", "kipas sakti terbuka"
dansebagainya yang merupakan jurus-jurus pertahanan ampuh. Disamping itu Wiro
KARYA 34 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
pun lepaskan pula pukulan-pukulan sakti "benteng topan melanda samudera", "orang
gila mengebut lalat" dan sebagainya yang membuat para penyerang berseru kaget
dan terpaksa mundur, tetapi kemudian menyerang lagi dengan ganas.
"Warsih!" teriak Wiro Sableng. "Jika kau dan yang lain-lainnya ini tidak
hentikan pertempuran jangan menyesal . . ."
"Kaulah yang menyesal bakal jadi setan kuburan!" teriak sang dara dan mendahului
kawan-kawannya menyerang Wiro Sableng. Pedangnya bersiur membabat ke leher
pendekar itu. Dua belas orang lainnya serentak menyerbu pula.
Wiro memaki panjang pendek dan lepaskan pukulan. "Segulung ombak menerpa
karang." Terdengar suara menderu.
"Lekas menyingkir!" teriak salah seorang paderi utama yang telah banyak
pengalaman dan terkejut melihat hebatnya pukulan sakti ini.
Dua orang murid partai tidak keburu menghindar. Tubuhnya mencelat dihantam angin
pukulan, jatuh ke tanah muntah darah tak berkutik lagi alias mati! Empat paderi,
melompat ke udara dan dari atas kebutkan lengan jubah masing-masing. Empat
gelombang angin deras menggebu menangkis dan menghantam pukulan sakti yang
dilepaskan Wiro Sableng.
Terdengar suara berdentum.
Empat paderi kelihatan pucat wajah masing-masing dan turun ketanah dengan tubuh
gemetaran. Mereka menyadari bahwa bentrokan pukulan sakti yang mengandung hawa
tenaga dalam dahsyat itu telah membuat tubuh mereka di sebelah dalam menjadi
tidak beres untuk beberapa ketika. Tandu Wiryo dan Warsih masih untung karena
mereka keburu menghindar dengan gerakan gesit.
Wiro sendiri yang terkena sapuan empat angin deras yang menggebu dari lengan
jubah paderi-paderi utama gunung Lawu itu tampak agak terhuyung-huyung. Dadanya
berdenyut-denyut seperti ditekan batu berat. Selagi dia berusaha mengimbangi
diri, dari belakang tiba-tiba terdengar suara menderu dingin.
Seseorang telah menyerangnya dari belakang secara licik. Hal ini diketahui betul
oleh Wiro. Seperti kilat dia jatuhkan diri ke depan seraya tundukkan kepala.
Gerakannya yang sepontan ini menyelamatkan kepalanya dari sambaran pedang maut
Tandu Wiryo yang datang dari belakang Namun demikian bahu kirinya masih KARYA
35 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
sempat kena bacok. Wiro mengeluh kesakitan. Dirasakannya perih yang amat sangat
lalu cairan panas meleleh deras keluar dari bacokan itu. Darah!
"Bunuh! Habisi dia!" teriak Sularwasih yang laksana jadi kesetanan melihat darah
membasahi pakaian dantubuh Wiro.
Sebaliknya rasa sakit akibat luka besar pada bahu kirinya itu membuat Pendekar
212 Wiro Sableng menjadi kalap. Seumur hidup barulah saat itu dia mendapat luka
yang demikian parah dan akibat serangan pengecut pula. Marahnya bukan alang
kepalang. Teriakan menggeledek keluar dari mulutnya. Dia putar tubuh menghadapi
Tandu Wiryo. Tangan kanannya bergetar oleh aliran tenaga dalam yang disalurkan
secara menyeluruh. Sesaat kemudian tangan itu sampai sebatas siku kelihatan
berubah menjadi putih perak.
"Awas! Dia hendak lepaskan pukulan sakti yang dasyat!" teriak salah seorang
paderi gunung Lawu dengan suara gemetar bergidik.
Dari samping Warsih kirimkan satu tusukan nekad ke tubuh Wiro Sableng dan
kesempatan ini dipergunakan oleh Tandu Wiryo untuk berpindah tempat Semula
meskipun diserang dengan pedang begitu rupa Wiro sudah bertekad untuk terus
lepaskan pukulan sinar matahari ke arah Tandu Wiryo. Namun karena si pemuda
sudah berpindah tempat maka Sularwasihlah yang kini jadi sasarannya.
Saat itu tusukan ujung pedang sudah dekat sekali hingga akan kasiplah jika Wiro
terus kalap untuk lancarkan pukulan "sinar matahari". Menyadari hal ini maka
Wiro melangkah mundur dan pergunakan tangan kanannya untuk mencengkeram lengan
Sularwasih. Si gadis terdengar menjerit kesakitan, melompat jauh sambil kibaskibaskan tangannya yang kelihatan merah gembung melepuh akibat hawa panas tenaga
dalam pukulan "sinar matahari" pada tangan Wiro. Pedangnya telah berpindah
tangan, kena di rampas oleh Pendekar 212. Dengan pedang ini Wiro Sableng
kemudian mengamuk hebat. Dua murid partai roboh mandi darah. Empat paderi datang
menyongsong sambil berteriak marah.
"Paderi-paderi tua tidak tahu diri! Seharusnya kalian memberi petunjuk pada
orangorang muda partaimu! Sekarang malah kalian sendiri yang ikut melibatkan
diri! Mampuslah!"
Karena paderi-paderi itu masih beberapa langkah di depannya, Wiro tidak KARYA
36 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
menggunakan pedang rampasannya untuk menyerang tetapi alirkan tenaga dalam ke
tangan kiri. Ketika tangan itu serta merta menjadi putih perak pendekar ini
menghantamkannya ke depan. Maka laksana topan prahara menderulah sinar putih
menyilaukan mata dan panas luar biasa.
Terdengar jerit kematian empat paderi utama partai Lawu Megah itu tatkala tubuh
mereka kena disapu pukulan "Sinar matahari". Mayat mereka terlempar sampai
sepuluh tombak, jatuh bergedebukan dalam keadaan hangus mengerikan!
Wiro sendiri sehabis melepaskan pukulan "Sinar matahari" tersebut tiba-tiba
mengeluh tinggi. Kedua lututnya goyah, pemandangannya mendadak gelap berkunangkunang. Akhirnya pendekar dari gunung Gede ini roboh tak sadarkan diri.
Sewaktu siuman dari pingsannya Wiro Sableng rasakan kepalanya pusing dan berat
sedang tubuhnya panas dingin. Bahunya mendenyut sakit. Perlahan-lahan dibukanya
kedua matanya. Mula-mula segala sesuatunya tampak hitam dan gelap. Sesaat demi
sesaat pemandangannya menjadi pulih. Kini diketahuinya bahwa dirinya terbaring
di atas kasur jerami dalam sebuah ruangan terbuka dari satu bangunan tua. Sebuah
lilin terletak disudut ruangan. Tak seorangpun dilihatnya disitu. Dia berpikir,
ingat pada apa yang telah terjadi sebelumnya dan bertanya-tanya dimana gerangan
Pendekar Pedang Akhirat.
Tenggorokannya terasa sekat dan kering. Wiro batuk-batuk beberapa kali. Mendadak
diluar kamar didengarnya suara orang berseru.
"Hai, kau sudah siuman!"
Wiro tersirap. Suara itu bukan suara si kakek melainkan suara perempuan. Rasa
kawatir menggerayangi dirinya karena dia tak dapat memastikan apakah itu suara
Sularwasih murid Partai Lawu Megah yang berniat membunuhnya itu atau bukan.
Menyusul terdengar langkah-langkah kaki mendatangi. Wiro semakin tegang. Pada
puncak ketegangannya pintu ruangan terblika mengeluarkan suara berkereketan
karena engsel-engselnya sudah karatan. Satu tangan halus tampak mendorong pintu
itu. Kemudian kelihatan sosok tubuh seorang perempuan berpakaian biru. Persis warna
pakaian yang sebelumnya dilihat Wiro dikenakan oleh Warsih!
"Celaka!" keluh murid Sinto Gendeng dalam hati. "Pasti aku dibunuhnya saat ini
juga...!" KARYA 37 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
8 WIRO yang saat itu tak kuasa bergerak karena demam panas dan lemah menyerang dan
membuatnya seperti lumpuh, hanya bisa pejamkan mata menunggu kematian. Tetapi
maut yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang. Didengarnya suara orang berdiri
dan berlutut disampingnya. Lalu tangan halus sejuk meraba keningnya. Kemudian
suara perempuan berkata,
"Heh" tadi kau sudah siuman, kenapa sekarang diam kembali?"
Perlahan-lahan Wiro Sableng buka sepasang matanya. Dibawah nyala api lilin yang
tidak seberapa terang pendekar ini lihat seorang gadis berpakaian biru bersimpuh
disebelahnya. Semula disangkanya Sularwasih ketika dilihat wajahnya ternyata
bukan. Gadis ini berwajah bujur telur, berkulit kuning. Rambutnya yang hitam digelung
diatas kepala ditancapi tusuk konde dari gading bergambar burung. Gerak-geriknya
sama sekali tidak kaku seolah-olah dia dan Wiro sudah akrab betul.
"Saudari" " tegur Wiro Sableng agak tersendat, "kau ini siapakah" Aku berada di
mana saat ini....?"
"Ah.... rupanya kau betul-betul telah siuman. Cuma kau masih terserang demam.
Namaku Wilarani. Saat ini kau berada di sebuah Candi tua yang tak terpakai lagi
dan menjadi tempat kediaman aku beserta ayahku."
"Ayahmu?" Wiro kerenyitkan kening. Apa mungkin gadis ini puteri Pendekar Pedang
Akhirat" Mustahil. "Siapa nama ayahmu?" tanya Wiro kemudian.
"Panda Wisuna."
"Kau.... kau...." Wiro tak dapat teruskan kata-katanya. Tenggorokannya kesat dan
kering. "Air..." desisnya.
Wilarani ambil sebuah gelas. Isinya diminumkan pada Wiro.
"Racun apa ini"!" tukas Wiro Sableng begitu dirasakannya air yang diteguknya
pahit seperti empedu.
Wilarani tertawa geli.
"Ini bukan. racun pendekar. Tapi obat! Agar kau lekas sembuh."
KARYA 38 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Neraka Puncak Lawu
"Kau... kau seorang tabib?" tanya Wiro.
Sang dara baju biru gelengkan kepala. "Tapi aku memang banyak mempelajari
berbagai macam ilmu pengobatan...."
"Baiklah, biar kuminum obat itu " kata Wiro pula. "Sekalipun racun aku tak
menyesal mati di hadapanmu." Lalu pendekar ini teguk cairan dalam gelas sampai
habis. "Tahu berapa lama kau pingsan, pendekar?"
"Tak usah sebut aku pendekar. Namaku Wiro. Berapa lama aku pingsan?"
"Dua hari dua malam?"
Wiro kaget karena tidak menyangka sampai sedemikian lama dia jatuh pingsan.,
"Bagaimana aku sampai kemari" Apa hubunganmu dengan Pendekar Pedang Akhirat?"
"Pendekar tua itu yang membawamu kesini. Tadinya untuk minta pertolongan ayah
agar kau diobati. Tapi ayah sedang ke Weleri. Aku berusaha sebisaku..."
Rahasia Istana Kuno 1 Pendekar Slebor 13 Sepasang Bidadari Merah Tumbal Tujuh Dewa Kematian 2

Cari Blog Ini