Ceritasilat Novel Online

Raja Rencong Dari Utara 3

Wiro Sableng 011 Raja Rencong Dari Utara Bagian 3


matanya menyorot penuh amarah!
"Saudari kau galak sekali!" kata Gandra Seloka dan kembali dia mulai cengar
cengir. Saudaranya menimpali.
"Bukalah kerudungmu itu agar kami bisa melihat, betapa cantiknya paras mu kalau
sedang marah!".
"Keparat! Kalian minta mampus!" bentak Pan dansuri. Kursi di depannya ditendang
hingga hancur berantakan dan hancuran kursi itu melesat ke arah dua bersaudara
Seloka. Tapi lagi-lagi keduanya bisa mengelak! Ini membuat Pandansuri semakin
meluap amarahnya.
"Anjing anjing bermuka manusia! Kalian tahu dengari siapa berhadapan" Aku
Pandansuri anak Raja Rencong Dari Utara!"
Kini rasa terkejut kedua pemuda itu bukan rasa terkejut main-main lagi. Lutut
mereka menggigil sedang mata mereka membeliak, mulut menganga.
Meski mereka menguasai ilmu silat yang dapat diar.
dalkan, tapi berhadapan dengan anak Raja Rencong Dari Utara benar-benar mereka
tidak punya nyali, bukan tandingan mereka!.
"Celaka kakak", bisik Djebat Seloka, "baiknya kita segera saja angkat kaki dari
sini!" Gandra Seloka menganggukkan kepala. Lalu
. kedua pemuda ini cepat melompat ke pintu.
"Bedebah, mau kabur kemana"!" teriak Pandansuri.
Tubuhnya berkelebat dan tahu-tahu dia sudah
menghadang di ambang pintu! Kedua pemuda laksana kain kafan pucat paras mereka.
Djebat seloka bicara tergagau-gagau:
"Saudarai ha...
harap kau mau mememaafkan.
Ka... kami tidak mengira kalau kau.. .. adalah anaknya Raja Rencong . .. I".
Di balik kerudungnya Pandansuri mendengus.
Dia melompat ke muka. Kedua tangan terpentang 64 Bastian Tito
lebar dan tahu-tahu kedua pemuda bangsawan itu merasakan rambut mereka diiambak
lalu: praakl Kedua kepala pemuda bersaudara itu diadu satu sama lain oleh
Pandansuri, hingga mengeluarkan
suara keras! Batok kepala Djebat dan Gandra Seloka pecah. Darah dan otak
bermuncratan. "Itu hadiah yang paling bagus buat kalian"
Kata Pandansuri seraya melepaskan jambakannya.
Tubuh Djebat dan Gandra Seloka melingkar di Lantail.
Dang Lariku si pemilik rumah makan ketika menyaksikan bagaimana kepala kedua
pemuda itu pecah lantas saja roboh pingsan! Para pelayan tak ada seorangpun yang
berani menjengukkan muka!
Seperti tak ada kejadian apa-apa Pandansuri kembali ke mejanya lalu berteriak
memanggil pelayan.
Pelayan datang dengan tubuh menggigil mukapucat.
"Hidangkan makanan baru buatku!" kata Pandansuri.
"Ba .... baik yang mulya kata pelayan.
Sesaat kemudian Pandansuri sudah duduk pula
menyantap hidangannya.
Belum lagi waktu berjalan sampai lima menit
tiba-tiba di luar terdengar derap kaki kuda banyak sekali dan suara seseorang
memberi aba-aba berhenti.
Pandansuri tidak mengambil perduli suara berisik di luar rumah makan. Juga tidak
menoleh ketika seorang laki-laki bertubuh tinggi besar, berkumis melintang serta
membawa sepasang pedang di pinggang, diiringi oleh lima orang yang juga ratarata berbadan tegap memasuki rumah makan!
"Hai!"
Keenam orang itu sama-sama mengeluarkan seruan dan menghentikan langkah diambang
pintu sewaktu mata mereka membentur dua sosok tubuh
yang menggeletak di lantai rumah makan dengan kepala-kepala pecah!
"Apa yang terjadi di sini"!" ujar laki-laki paling depan lalu dia memandang
seputar ruangan dan sewaktu matanya melihat Pandansuri yang duduk di sudut kanan
enak-enak menyantap hidangan kembali laki-laki ini berseru terkejut: "Hai! Dia
adalah anaknya Raja Rancong! Musuh besar yang kita cari-cari! Kurung seluruh
rumah makan ini!". Kelima orang di samping laki-laki itu segera memencar dan
memberikan perintah beruntun hingga dalam sekejap saja seluruh rumah makan itu
telah dikurung lebih oleh dua puluh orang.
Siapakah laki-laki berkumis melintang serta pengiring-pengiringnya itu" Dia
adalah Dipa Warsyah seorang perwira tinggi balatentara Kesultanan Deli, yang
tengah menjalankan tugas Sultan Deli
yaitu mencari dan menangkap Raja Rencong Dari Utara baik hidup atau mati! Karena
Raja Rencong 65 Bastian Tito
sudah dikenal kehebatan dan kesaktiannya, meskipun Dipa Warsyah bukan seorang
yang berkepandaian rendah namun perwira ini tidak mau ambil risiko.
Dalam menjalankan tugas Sultan itu maka Dipa warsyah membawa serta lima orang
tangan kanannya dan dua puluh orang prajurit-prajurit yang terlatih baik!
Mendengar seruan Dipa Warsyah tadi, Pandansuri berpaling sebentar lalu
meneruskan makannya
dengan sikap yang kelihatannya tetap acuh tak acuh, tapi diam-diam gadis ini
mempertinggi kewaspadaan-nya karena dia tahu siapa adanya orang-orang itu!
Melihat sikap ei gadis demikian rupa, sang perwira merasa dongkol dan dianggap
sepele. "Anak Raja Rencong! Kau berhadapan dengan perwira Kesultanan Deli I".
Sebelum Dipa Warsyah meneruskan bicaranya,
Pandansuri sudah berpaling dan memotong: "Apa urusanmu, perwira" Apa mau
mengemis ketika orang sedang makan" Hanya pengemis-pengemislah yang suka
mengusik orang makan!"
Merahlah paras Dipa Warsyah.
Dia berpaling pada kelima bawahannya yang
berkepandaian tinggi dan memerintah: "Atas nama Sultan Deli tangkap gadis itu!".
Kelima orang yang diperintah segera bergerak.
"Tunggu dulu!" seru Pandansuri dengan suara keras dan sambil mencampakkan tulang
ayam yang di tangan kanannya ke lantai papan hingga tulang ayam itu menancap di
lantai!. "Atas alasan apa Sultan kalian menyuruh tangkap aku"!" bentak Pandansuri
lantang. Dipa Warsyah menjawab: "Sebenarnya ayahmu yang kami cari! Tapi menangkap
anaknyapun cukup berharga!".
"Pandansuri tertawa gelak-gelak. Suara tertawa itu merdu sekali namun kemerduan
itu dibayangi oleh sesuatu yang mengerikan. Dia memandang pada kelima bawahan
Dipa Warsyah. "Kalian mau menangkap aku" Majulah!".
Mengandalkan jumlah yang banyak serta kepandaian mereka yang tinggi maka tanpa cabut senjata kelima anak buah Dipa
Warsyah melompat ke muka. Lima pukulan dan lima totokan menderu bersirebut
cepat! Sekejap kemudian mengumandanglah lima pekikan di dalam rumah makan itu!
66 Bastian Tito
DUABELAS KEDUA MATA DIPA WARSYAH MEMbelalak besar seperti mau melompat dari
rongganya sewaktu menyaksikan bagaimana
kelima bawahannya jatuh bergedebukan di lantai dalam keadaan tubuh hangus
dihantam pukulan kuku api yang dilancarkan oleh Pandansuri.
"Gadis jahanam I Jaga batang lehermu!"
Tubuhnya melompat ke muka dan hampir tak
kelihatan kapan dia mencabut sepasang pedangnya, tahu-tahu dua sinar putih telah
menyambar pinggang dan leher Pandansuri dari kanan dan kiri!
Pandansuri terkejut melihat datangnya serangan hebat dan cepat ini. Lekas-lekas
dia menyingkir ke samping lalu menyusupkan satu tendangan ke arah perut sang
perwira. Permainan pedang Dipa Warsyah hebat sekali karena begitu serangannya
mengenai tempat kosong, sepasang pedang itu laksana kilat menderu ke bawah
membuat Pandansuri terpaksa tarik pulang kaki kanannya dan sewaktu dia
melancarkan dua jotosan ganas ke dada dan ke kepala lawan, kembali' sepasang
pedang membabat ke atas menggagalkan serangannya!
Panaslah hati si gadis. Dia bersuit nyaring dan sekali tubuhnya berkelebat
lenyaplah dia dalam jurus-jurus serangan yang ganas! Kedua orang itu berkecamuk
dalam pertempuran yang luar biasa hebatnya!
Meski sang perwira dalam hal tenaga dalam masih kalah satu tingkat dari
Pandansuri namun dengan
permainan sepasang pedangnya yang hebat luar biasa dia berhasil memberikan
tekanan-tekanan yang
berbahaya pada lawannya! Kalau saja ilmu meringankan tubuh Pandansuri belum
mencapai tingkat yang lebih tinggi dari sang perwira, niscaya gadis ini sudah
sejak tadi kena celaka tersambar ujung pedang!
Melihat lawan begitu tangguh dengan hati memaki Pandansuri mulai keluarkan
jurus-jurus simpanannya yang terlihay. Dipa Warsyah terkesiap melihat bagaimana
permainan silat si gadis berubah total dan sukar diduga sasaran yang ditujunya.
Dengan serta merta perwira ini percepat permainan pedangnya hingga rumah makan
itu terbenam dalam deru sepasang pedang!
"Perwira edan! Makan pukulan selaksa palu godam ini!" teriak Pandansuri.
Tubuhnya berkelebat dan tahu-tahu tangan kanannya menyusup di bawah pedang
sebelah kiri Dipa Warsyah, menderu ke atas mengarah muka sang perwira!
Meski kagetnya bukan alang kepalang, tapi perwira ini tidak kehilangan akal.
Dengan sebat pedang di tangan kanannya digerakkan ke atas! Pandansuri terkejut
dan tak menyangka lawannya
67 Bastian Tito
akan bergerak sekalap dan secepat itu. Namun demikian meskipun pedang datang
menyambar gadis ini tidak takut. Sedikit saja dia merubah gerakan pukul-annya
tadi maka lengannya telah menghantam badan pedang. Pedang itu bukan saja mental
dari tangan kanan Dipa Warsyah tapi juga patah dua!
Sambil mengirimkan satu tusukan sang perwira
melompat ke samping kiri dan ke luar dari kalangan pertempuran. Justru ini
adalah kesalahan besar. Dengan memisah jarak sejauh itu dia memberi kesempatan pada Pandansuri untuk melepaskan pukulan kuku api
yang ganas! Perwira ini berusaha mengelak sambil menangkis tapi sia-sia saja.
Tubuhnya sebatas dada ke atas hangus dilanda lima larik sinar merah kekuningan
yang melesat dari lima kuku jari tangan kanan Pandansuri!
"Perempuan iblis!" teriak seorang kepala prajurit yang mengurung rumah makan.
Sekali dia berteriak maka dua puluh prajurit-prajurit lainnya menyerbu! Rumah
makan itupun hiruk pikuklahl
Tapi hanya sebentar karena setiap kali Pandansuri berkelebat, setiap kali dia
menjentikkan kelima jari tangannya maka sekelompok demi sekelompok prajuritprajurit itu rebah ke lantai tanpa nyawa dan dalam keadaan tubuh hangus!
Akhirnya enam orang sisa-sisa yang masih hidup segera ambil langkah seribu!
Rumah makan itu kini penuh dengan gelimpangan mayat. Suasana yang mengerikan itu
ditambah pula bergidiknya oleh beberapa orang prajurit
yang masih hidup megap-megap merintih menjelang ajal sampai! Kursi dan meja
centang perenang tak karuan. Piring-piring dan gelas berhamburan dimana-mana.
Makanan berhamparan! Satu-satunya meja dan kursi yang tidak berpindah dari
tempatnya ialah yang tadi diduduki oleh Pandansuri!
Gadis ini melangkah ke kursi, duduk di situ dan meneguk tuak harum di dalam
piala perak beberapa kali. Di tengah-tengah suasana yang mengerikan itu dia
meneruskan menyantap hidangannya kembali!
Pandansuri sudah menyelesaikan makannya dan
tengah meneguk tuak sewaktu dari pintu terdengar suara keras menggetarkan
Seantero ruangan:
"Buset ! Ini rumah makan apa tempat pembantaian manusia" !..Anak gadis Raja
Rencong Dari Utara terkejut dan cepat berpaling.
"Ah, dia ", kata Pandansuri. Kedua bola matanya
bersinar. Dia merasa geli dan juga merasa aneh melihat sikap orang diambang
pintu menyaksikan mayat yang malang melintang dalam rumah makan dengan mata
membeliak, mulut ternganga dan sambil garuk-garuk kepala! Tiba-tiba orang itu
berpaling kepadanya dan:
"Hai kau!" seru pemuda rambut gondrong.
68 Bastian Tito
Dia melangkah melompati mayat-mayat yang bergelimpangan mendadak dia
menghentikan langkahnya ketika salah seorang dari mayat mayat itu dikenalnya.
"Ini Dipa Warsyah, perwira pasukan Kesultanan Deli!" katanya setengah berseru
dan kembali memalingkan kepala pada Pandansuri. Sambil melangkah ke meja gadis
itu dia bertanya: "Apa yang terjadi di sini?"
"Siapa tanya siapa"!..
"Eh !., si pemuda tertegun. Dua alis matanya yang tebal naik ke atas lalu
sekelumit senyum tersungging di mulutnya. "Tentu saja aku bertanya dengan kau
saudari, kecuali kalau mayat-mayat itu masih sanggup diajak bicara!"
Pandasuri pelototkan matanya. Si pemuda juga
beliakkan sepasang matanya meski senyum tadi masih belum pupus dari mulutnya.
"Berlalu dari hadapanku sebelum aku jadi muak !"
bentak Pandansuri.
"Saudari, kau galak sekali! Tidak percuma kau jadi anaknya Raja Rencong Dari
Utara"!...
Pandansuri terkejut.
"Dari mana kau tahu aku anak Raja Rencong"!"
"Ah kehebatan ayahmu dan kehebatanmu
disampaikan orang dari mulut ke rnuiut. Dihembuskan angin ke pelbagai
penjuru ... Pemuda itu kemudian menyeret sebuah kursi yang terbalik lalu duduk di hadapan
Pandansuri dengan sikap seenaknya.
"Pemuda lancang! Kalau kau sudah tahu siapa aku mengapa tidak lekas angkat kaki
dari rumah makan ini"!"
Si pemuda tertawa pelahan.
"Kau tak punya hak mengusirkul Rumah makan ini bukan milikmu!" "
Si gadis mendengus.
"Ka|au begitu berarti akan bertambah satu mayat lagi di tempat ini!"
Si pemuda yang bukan lain Wiro Sableng si
Pendekar 212 adanya tertawa perlahan.
"Jadi kau rupanya yang telah membunuhi semua manusia ini!", Wiro gelengkan
kepala dan leletkan lidah. "Dan aku yakin mereka bukan manusia-manusia berdosa !
Sekalipun punya salah tapi sangat tak berperikemanusiaan menjagal mereka seperti
ini !". "Punya dosa atau tidak, salah atau tidak itu bukan urusanmu ! Lekas menyingkir
dari hadapanku!" bentak Pandansuri. "Kecuali kalau mau segera mampus!".
Kembali Pendekar 212 tertawa. Dia memandang
69 Bastian Tito
ke luar lewat pintu rumah makan lalu berkata:
"Seekor binatang jika dilepaskan dari bahaya besar, mungkin masih bisa
menyatakan terima kasih! Tapi seorang manusia malah sebaliknya!"
"Keparat ! Kalau tidak mengingat pertolonganmu tadi siang-siang aku sudah bunuh
kau!", bentak Pandansuri. "Soal pertolongan yang tak seberapa itu jangan
diungkap-ungkap! Lagi pula siapa yang engkauminta tolong padamu sewaktu aku
bertempur melawan empat manusia hina dina itu"!"
"Aku sama sekali bukan bermaksud meng-ungkap-ungkap pertolongan kecil itu" sahut
Wiro, "tapi cuma sekedar membandingkan seorang manusia dengan seekor binatang., I".
Ejekan ini membuat Pandansuri menjadi marah
sekali. "Keparat! Kau betul-betul mau mampus cepat-Cepat !". Pandansuri mengangkat
tangan kanannya. Lima jadi tangannya siap dijentikkan ke arah Pendekar 212 Wiro
Sableng. Yang hendak diserang sebaliknya tenang-tenang saja malah tersenyumsenyum. Ketenangan ini membuat Pandansuri menjadi ragu.
"Eh, kenapa maksudmu tidak diteruskan"
Bukankah kau mau membunuh aku"!" kata Wiro ketika dilihatnya Pandansuri berada
dalam kebimbangan.
"Setan alas!" maki Pandansuri geram. Sekali tangan kirinya digerakkan maka meja
makan yang dihadapannya melesat ke arah Wiro Sableng. Piring mangkuk dan gelas
menyambar lebih dahulu!
"Benar-benar manusia yang tak tahu budi orang!" damprat Wiro Sableng. Laksana
panah lepas dari busurnya tubuhnya mencelat ke atas. Piring mangkuk dan gelas
lewat di sampingnya. Begitu meja makan menyusul datang, tanpa tedeng aling-aling
Wiro Sableng tendangkan kaki kanannya. Meja itu hancur berantakan. Pecahan

Wiro Sableng 011 Raja Rencong Dari Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pecahan papan dan kaki-kaki meja yang keseluruhannya berjumlah delapan belas
keping langsung menyerang ke tubuh Pandansuri!
Dengan cekatan gadis ini melompat ke atas seraya memukulkan tangan kiri ke muka.
Kepingan-kepingan meja yang menyerangnya berpelantingan kian ke mari. Wiro
kemudian susulkan dengan satu jotosan ke arah perut si gadis. Dengan gerakan
gesit Pandansuri berhasil mengelakkan malah di lain kejap dia berhasil menyambar
patahan kaki meja dan menyerang Wiro Sableng dengan benda itu.
"..wut"l
Wiro membuang diri ke samping kanan. Terlambat sedikit saja pasti pipinya kena
disambar ujung kaki meja itu! Melihat serangan untuk kesekian kali 70 Bastian
Tito luput lagi maka Pandansuri berkelebat cepat dan serangan dahsyatpun bertubi-tubi
melanda Pendekar 212 wiro Sableng!
Diam-diam Wiro Sableng memuji kehebatan ilmu
sifat dan kegesitan Pandansuri. Sebelum dirinya kena didesak, Wiro segera
berkelebat cepat untuk mengimbangi kegesitan lawart. Lima jurus pertempuran
berkecamuk dengan hebat Kaki meja di tangan Pandansuri merupakan senjata yang
ampuh, menderu kian ke mari laksana belasan buah banyaknya dan menyerang dalam
gerakan-gerakan yang sukar diduga. Penasaran sekali, wiro Sableng keluarkan
sebuah jurus silat tangan kosong yang dipelajarinya dari Tua Gila (Mengenai
siapa adanya Tua Gila harap baca serial Wiro Sableng yang berjudul: Banjir Darah
di Tambun Tulang). Jurus ini bernama: "ular gila membelit pohon menarik
gendewa"! Jurus ini sepenuhnya mempergunakan kecepatan gerakan tangan. Bagi Pandansuri
yang tak bisa melihat kecepatan tangan lawannya, dan hanya melihat tubuh lawan
berada dalam keadaan tak terlindung segera hantamkan kaki meja di tangan
kanannya secepat kilat ke arah dada Wiro Sablengi
"Wuutt!"
Kaki kursi itu menderu dan diantara dahsyatnya deru tersebut Pandansuri
mendengar suara tertawa lawan yang menjengkelkan hatinya. Tenaga dalamnya
dilipat gandakan hingga dalam satu kejapan mata lagi akan hancur remuklah dada
Pendekar 212 dilanda kaki meja!
Namun betapa terkejutnya Pandansuri sewaktu
merasakan gerakan tangan kanannya itu tertahan oleh satu kekuatan yang tak
kelihatan, dan tahu-tahu kaki meja terlepas dari genggamannya!.
Bila dia menyurut mundur dan memandang
ke depan dilihatnya Wiro Sableng berdiri tertawa-tawa sambil membolang balingkan
kaki meja itu! "Saudari, kurasa cukup sudah kita main-mainl Sekarang kau dengarlah baik-baik!
Sewaktu melihat kau bertempur melawan empat orang tokoh silat itu dan berada
dalam keadaan terdesak aku telah membantumu! Tapi setelah kau lolos dan tahu
siapa kau adanya, nyatalah bahwa aku telah membuat kesalahan besar! Aku berjanji
pada keempat orang itu untuk menangkap dan menyerahkanmu kepada mereka. Nah
bagaimana tanggapanmu! Menyerah baik-baik atau terpaksa kita musti main-main
lagi barang beberapa jurus"!"
"Menyerah diri pada manusia macammu lebih baik bunuh diri!".
"Ah jangan! Jangan bunuh diri!" tukas Wiro sambil senyum-senyum. "Kalau kau
bunuh diri ke-kasihmu tentu akan sedih dan menangis, lalu meng-71 Bastian Tito
amuk macam orang gila! Aku kawatir manusia-manusia tak berdosa akan jadi korban
amukannya!"
"Pemuda sombong kurang ajar! Aku meng
adu jiwa sampai seribu jurus!" teriak Pandansuri Didahului oleh satu pekikan
yang dahsyat maka gadis ini menyerang hebat sekali. Gerakannya jauh berbeda dari
jurus-jurus serangan sebelumnya.
Sebelum serangan itu sampai anginnya sudah
menyambar keras!
Wiro tetap berdiri di tempatnya sambil bolang
balingkan kaki meja di tangan kanannya. Dia terkejut sewaktu merasakan angin
serangan yang tajam menyelusup ke arah barisan tulang-tulang iga di sisi
kanannya! Wiro Sableng sabatkan kaki meja dengan sigap.
"Buuk"!
Wiro Sableng mengeluh! Kaki meja terlepas dari tangan kanan sedang tubuhnya
terjajar ke belakang sampai tiga langkah! Ketika memandang kelengannya sebelah
kanan lengan itu kelihatan bengkak dan merah.
Ternyata tumit kiri Pandansuri telah berhasil menghantam lengan itu!
"Itu baru lenganmu! Sebentar lagi kepalamu yang bakal pecah!"
Wiro keluarkan suara bersiul.
"Rupanya kau memang tak boleh dibuat main!
Baik, kau mulailah!" kata Pendekar 212 Wiro Sableng dan memasang kuda-kuda untuk
menyerang. Namun sebelum dia bergerak tubuh si gadis sudah berkelebat dan lenyap! Angin
serangan yang dahsyat menelikung sekujur tubuh Wiro. Untuk mengimbangi gerakan
lawan mau tak mau pemuda ini kerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan sesaat
kemudian tubuhnya itu hanya merupakan bayang-bayang pu tih saja!
Diam-diam Wiro Sableng merasa kagum juga
dengan permainan silat Pandansuri. Saat itu mereka sudah bertempur sepuluh jurus
lebih. Meski Pandansuri tak berhasil menjatuhkan serangan kepadanya namun dia
sendiri dipaksa untuk bertahan terus-terusan, sama sekali tak punya kesempatan
untuk balas menyerang! Ini membuat Wiro Sableng menjadi penasaran. Beberapa kali
totokannya tak mengenai sasarannya. Kalau saja dia tidak bermaksud untuk
meringkus gadis itu hidup-hidup, itu lain perkara, dia bisa turun tangan dengan
ganas! Dalam telikungan serangan yang dahsyat itu
mendadak Wiro Sableng menyaksikan berkelebatnya sinar merah kekuningan! Melihat
lawan menyerang dengan ilmu pukulan sakti yang berarti
menginginkan jiwanya maka Wiro Sableng tentu saja tak mau tinggal diam lagi.
Tenaga dalamnya yang 72 Bastian Tito
sejak tadi sudah disiapkan secepat kilat dialirkan ke tangan kanannya. Sesaat
kemudian tangan itupun didorongkan ke depan. Gerakan Wiro Sableng ini sekaligus
merupakan campuran dari pukulan "ben-teng topan melanda samudrra" dan "tameng
sakti menerpa hujan".
Terdengar suara letusan yang dahsyat. Langit-langit rumah makan hancur hangus
berantakan. Tubuh Pandansuri mencelat sepuluh langkah, terbanting ke dinding!
Wiro sableng sendiri terhuyung gontai.
Kejutannya bukan olah-olah sewaktu menyaksikan bagaimana ujung lengan bajunya
mengepul hangus terasa panas dan perih! Buru-buru pemuda ini merobek ujung
lengan baju itu. Ketika dia memandang ke jurusan dinding dimana tubuh Pandansuri
tadi terbanding keras, astaga! Gadis itu sudah lenyap!
Wiro melompat ke pintu depan! Kasip sudah! Si gadis tak kelihatan lagi! Wiro
memaki dalam hati.
Segera pula dia meninggalkan rumah makan itu.
73 Bastian Tito
TIGABELAS HARI ITU TANGGAL SATU, SAAT peresmian
berdirinya Partai Topan Utara. Puluhan perahu kelihatan menyeberangi Danau Toba
menuju ke pulau besar yang terletak di tengah- tengah danau. Penumpang-penumpang
perahu-perahu itu ialah tokoh-tokoh silat dari pelbagai penjuru yang sengaja
datang untuk menghadiri peresmian berdirinya Partai Topan Utara. Semua mereka
ini tiada menduga bahwa kedatangan mereka itu ke sana hanya untuk mengantar
nyawa karena Raja Rencong yang berhati sejahat iblis itu telah berniat untuk
menamatkan riwayat semua tokoh-tokoh silat, tak perduli dari golongan manapun
mereka adanya! Di Arena Topan Utara yang terletak di bawah
bangunan tua di bukit Toba suasana penuh sesak oleh para tetamu. Kelihatannya
para tamu itu sudah tak sabar lagi menunggu kemunculan Raja Rencong Dari Utara.
Namun sampai sedemikian lama sang tuan rumah masih juga belum muncul. Ini
menimbulkan kegelisahan di kalangan para tamu.
Sementara itu di lereng bukit kelihatan sekelebatan sosok tubuh manusia. Paras
dan perawakannya tidak dapat diteliti dengan jelas karena luar biasa cepat
larinya. Dalam tempo yang singkat dia sudah lenyap ke dalam rimba belantara,
meneruskan larinya dengan melompat dari atas cabang pohon yang satu ke cabang
pohon lainnya hingga akhirnya dia sampai di hadapan bangunan tua, satu-satunya
bangunan yang terdapat di Bukit Toba itu. Suasana kelihatan sepi tapi matanya
yang tajam dapat mengetahui bahwa sebelumnya belasan orang telah memasuki
bangunan itu. Apalagi
sebelumnya dia telah melihat perahu banyak sekali di tepi pantai. Setelah
memandang berkeliling, orang di atas pohon ini melompat ke bawah dan tanpa
menimbulkan suara dia bergerak ke bagian belakang bangunan. Berlindung di balik
sebuah runtuhan dinding tembok dia meneliti bagian belakang bangunan itu dengan
cepat hingga akhirnya pandangannya membentur serumpun semak belukar lebat di
hadapan sebatang pohon kelapa. Jika saja dia tidak mendapat penjelasan dari
gurunya Si Tua Gila pasti dia tidak mengetahui bahwa di bawah rerumpunan semak
belukar itu terdapat sebuah lobang yang merupakan jalan rahasia menuju ke bagian
bawah bangunan tua!
Segera orang ini melompat tanpa suara ke arah
semak belukar, menarik semak belukar itu ke atas hingga kini kelihatan sebuah
lobang yang sangat kotor dan besarnya hanya untuk tempat masuk sesosok tubuh
manusia. Tanpa ragu-ragu orang ini masuk ke dalam lobang itu dan menyeret
rumpunan semak-semak hingga lobang kembali tertutup seperti 74 Bastian Tito
sedia kala. Lobang itu ternyata hampir lima belas tombak dalamnya. Setengah
bagian sebelah atas dari tanah sedang setengah bagian sebelah bawah dilapisi
dengan batu. Dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya, orang yang masuk ke
lobang ini menyerosot turun tanpa mengeluarkan sedikit suarapun! Dia sampai di
satu lorong sempit dan gelap.
Lantai, dinding dan atap lorong yang terbuat dari batu itu penuh dengan debu
tebal. Agaknya lorong tersebut tak pernah dilalui orang selama bertahun-tahun.
Ditempuhnya lorong itu hingga dia mencapai sebuah pengkolan. Tepat di pengkolan
ini terdapat dua buah pintu Pengkolan itu sendiri buntu.
Orang itu menggaruk rambutnya yang gondrong. Rambut gondrong dan kebiasaan
menggaruk kepala
yang tidak gatal bukan lain dua ciri-ciri khas dari Pendekar Kapak Maut Naga
Geni 212! Dan memang orang yang menyelinap masuk ini adalah Wiro Sableng!
Dengan penuh hati-hati Wiro mendekati pintu
sebelah kiri. Ternyata pintu itu tidak dikunci. Dan ketika dibuka, kelihatanlah
sebuah ruangan empat persegi. Di dalam ruangan ini terdapat sebuah roda besi
yang amat besar. Bagian pusat dari roda besi ini berhubungan dengan dua puluh
helai kawat-kawat halus. Selanjutnya kawat-kawat halus ini menyelusup ke bagian
atas ruangan tak diketahui Wiro kemana seterusnya.
"Mungkin sekali ini adalah senjata rahasia"
pikir Wiro Sableng. Ditutupnya pintu itu kembali lalu bergerak ke pintu yang
satu lagi. Begitu dibuka maka kelihatanlah sebuah tangga batu pualam yang menuju
ke atas. Tak membuang-buang waktu Wiro segera melompat dan sampai di sebuah
lorong yang sangat bagus. Dinding-dindingnya penuh dengan lukisan-lukisan sedang
sebagian dari gang itu tertutup permadani berbunga-bunga. Pada sisi kiri kanan
lorong terdapat masing-masing sebuah pintu. Pintu yang ketiga terletak di ujung
gang. Perlahan-lahan dan hati-hati sekali Wiro Sableng bergerak mendekati kedua pintu
di kiri kanan lorong. Tiba-tiba dia menghentikan langkahnya. Dari pintu sebelah
kanan terdengar suara orang bercakap-cakap. Seorang laki-laki dan seorang
perempuan. Suara yang perempuan ini rasa-rasa pernah didengar Wiro Sableng. Cepat pendekar
ini tempelkan telinganya ke daun pintu untuk mendengarkan pembicaraan kedua
orang di dalam kamar.
Sementara itu di dalam kamar Raja Rencong Dari Utara duduk di sebuah kursi
besar. Dia mengenakan pakaian ungu yang baru bertaburkan mutiara. Di tangan
kirinya ada sebuah piala berisi anggur harum. Setelah meraba sebentar kumisnya
yang tebal hitam melintang, 75 Bastian Tito
laki-laki ini bertanya: "Apakah semua tamu sudah datang?".
Pertanyaannya itu diajukan pada gadis berbaju ungu yang berdiri di hadapannya,
parasnya cantik jelita dan dia bukan lain Pandansuri anak Raja Rencong sendiri.
"Sudah", menjawab Pandansuri. "Agaknya sudah waktunya bagi ayah untuk keluar".
"Yasudah waktunya", kata Raja Rencong pula dengan tersenyum. Diteguknya anggur
dalam piala. Tangannya yang memegang piala tiba- tiba diturunkan dan dia memandang lagi pada
anaknya: "Pemuda rambut gondrong yang bertempur denganmu di rumah makan Dang
Lariku apa juga kelihatan?".
"Sampai saat terakhir saya mengintai dari jendela rahasia di Arena Topan Utara
dia tidak kelihatan".
"Panglima Sampono dan ketiga kawannya itu juga hadir?".
Pandansuri mengangguk.
Raja Rencong Dari Utara meletakkan piala
anggur ke atas meja lalu berdiri.
"Segera aku meninggalkan kamar ini, kau cepat menuju ke kamar pesawat rahasia
itu. Di mimbar telah kupasang sebuah tombol. Kelak bila tomboi itu kutekan
pesawat rahasia itu akan berbunyi dan detik itu juga kau harus mencabut dua
puluh helai kawat-kawat halus pada pusat pesawat secara sekaligus!
Kau mengerti tugasmu, Pandansuri"!"
"Mengerti ayah", jawab Si gadis.
Raja Rencong Dari Utara tertawa lalu berkata:
"Sekali kawat-kawat itu terlepas dari pusat pesawat, lantai Arena Topan Utara
akan ambruk, atau akan runtuh! Semua keparat-keparat yang ada di situ akan
tertimbun hidup-hidup! Akan mampus!"
"Dan kita ayah dan anak akan menguasai dunia persilatan di seluruh Pulau Andalas
ini!" "Benar! Benar sekali!" kata Raja Rencong dengan tertawa gelak-gelak. "Namun
demikian, meski keparat keparat di Arena Topan Utara itu sudah berada dalam
perangkap kita, segala hal yang tak terduga mungkin saja terjadi. Agar kau dapat
menjalankan tugas dengan aman, kau bawalah pedang ini". Raja Rencong Dari Utara
menyerahkan sebilah pedang ke tangan anaknya. "Senjata ini tidak kalah hebatnya
dengan Rencong Perakmu yang hilang itu.
Pandansuri ". Pandansuri menerima senjata itu. Kemudian dilihatnya ayahnya mengeluarkan
sehelai lipatan kertas.
"Sekali lagi kukatakan", ujar Raja Rencong pula, "segala kemungkinan yang tak
diingini bisa terjadi. Surat ini kuberikan padamu, anakku. Kelak kau baru boleh
membukanya jika aku menemui ajal secara tak terduga di Arena Topan Utara nanti.
76 Bastian Tito
Jika segala sesuatunya berjalan beres, surat itu musti kau kembalikan padaku ".
"Ayah, apakah artinya ini?" tanya Pandansuri.
Kata-kata dan surat yang diserahkan ayahnya itu membuat hatinya tidak enak.
Raja Rencong Dari Utara tertawa perlahan.
ditepuknya bahu Pandansuri. Dibukanya mulutnya hendak mengatakan sesuatu tapi
mendadak kepalanya dipaling ke pintu kamar.
"Seperti ada seseorang yang tengah mencuri dengar pembicaraan kita. Pandan
" Pandansuri menoleh ke pintu lalu berkata:
"Ah itu cuma perasaan ayah saja. Siapa orangnya yang berani menyusup ke sini
dari Arena Topan Utara" Sekali dia memasuki lorong pertama pasti tubuhnya akan
tertambus senjata-senjata rahasia meski bagaimana pun tinggi ilmunya!"
Raja Rencong membenarkan hal itu. Namun
kekawatiran belum lenyap dari hatinya. ..menyusup dari Arena Topan Utara memang
tidak mungkin. Tapi yang aku kawatirkan ialah penyusupan lewat lobang rahasia di bagian
belakang bangunan tua.
Dari lobang sampai ke lorong dan sampai ke sini sama sekali tidak dirintangi
oleh satu senjata rahasiapun!"
"Ayah", kata Pandansuri tertawa. "Menurut keteranganmu satu-satunya manusia yang
mengetahui seluk beluk dan jalan rahasia masuk ke tempat ini ialah Tua Gila, Dan
orang itu sudah mati belasan tahun yang silam. Apakah dia mungkin hidup kembali
dan menggerayang ke sini"!"
Raja Rencong Dari Utara merasa malu pada
dirinya sendiri. Namun telinganya yang tajam itu tadi telah mendengar suara
hembusan nafas tepat.
di belakang daun pintu kamar dimana dia beradal Melihat ayahnya masih berada
dalam kebimbangan, Pandansuri berkata lagi: "Kalaupun ada seseorang yang
berhasil masuk ke sini, masakan telinga ayah tak sanggup mendengar gerakan
langkahnya"!"
"Aku belum puas kalau belum menyelidikinya sendiri" kata Raja Rencong pula. Lalu


Wiro Sableng 011 Raja Rencong Dari Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan cepat melompat ke pintu!
* * * 77 Bastian Tito
EMPATBELAS DI LUAR KAMAR SEWAKTU MENDENGAR
ucapan Raja Rencong bahwa dia merasa
ada seseorang yang mendengarkan pembicaraannya maka Wiro segera maklum cepat atau lambat laki-laki itu akan segera ke
luar untuk menyelidik. Untuk lari ke ujung lorong yang tadi dile-watinya terlalu
besar risikonya karena ujung lorong itu jauh sekali. Untuk baku hantam menempur
Raja Rencong dan Pandansuri baginya bukan halangan.
Sekalipun dia harus pasrahkan nyawa dia bisa mati dengan rela. Tapi yang paling
penting ialah menyelamatkan jiwa puluhan tokoh-tokoh sakti yang ada di Arena
Topan Utara, terutama mereka yang dari golongan putih!
Wiro Sableng melangkah cepat ke pintu di samping kiri. Didorongnya pintu itu
tapi ternyata dikunci. Mendobrak pintu itu akan menimbulkan suara berisik dan
sama saja dengan memberi tahu terang-terang kehadirannya di situ pada Raja
Rencong! Wiro berkelebat ke pintu di ujung depan lorong.
Baru saja dia berdiri di depan pintu itu mendadak terdengar suara macam nyamuk
mengiang di telinganya.
"Cepatlah masuk anakku".
Wiro terkejut bukan main. Meski tidak tahu apakah yang bakal ditemui di dalam
sana perangkap yang sangat berbahaya namun tanpa pikir panjang dalam keadaan
kepepet begitu rupa Wiro Sableng segera mendorong daun pintu. Pintu itu ternyata
tak dikunci. Wiro cepat masuk ke dalam. Ketika daun pintu itu tertutup kembali
maka daun pintu dilorong sebelan kanan terbuka. Raja Rencong Dari Utara ke luar.
Matanya meneliti setiap sudut lorong.
Tak seorangpun yang kelihatan. Namun Raja Rencong tak yakin bahwa perasaan dan
telinganya telah menipunya. Sekali dia melompat maka dia sudah sampai di pintu
kamar di ujung lorong dan sekaligus membuka pintu itu!
Sewaktu Wiro masuk ke dalam' kamar itu satu
pemandangan yang luar biasa membuat dia sangat terkejut hingga sepasang kakinya
laksana dipakukan ke lantai!
Kamar itu tak seberapa besar. Meski bagian luarnya kelihatan bagus tapi di
dalamnya hanya merupakan dinding lantai dan atap batu yang kasar. Seluruh kamar
diselimuti debu. Di beberapa sudut labah-labah telah membuat sarangnya. Di
tengah-tengah kamar inilah kelihatan duduk seorang laki-laki tua bermuka biru,
berpipi sangat cekung. Tubuh-nya yang kurus tertutup sehelai jubah biru yang
luar 78 Bastian Tito
biasa besarnya hingga bagian bawahnya menutupi hampir seluruh lantai kamar!
Kedua tangan orang tua ini buntung sebatas siku, salah satu telinganya sumplung. Pada lehernya terikat sebuah rantai baja yang ujungnya dipantek dengan
sebuah paku besar ke dinding batu di belakangnya. Sikap orang tua ini yang
memeramkan matanya tak ubahnya seperti orang yangtengahbersemedi,
"Orang tua, kau siapa"!" tanya Wiro.
Orang tua itu membuka kedua matanya.
Astaga! Wiro merasa tengkuknya dingin. Kedua
mata itu hanya merupakan sepasang rongga yang dalam dan mengerikan!
"Anak tolol! Lekas sembunyi dalam jubah di belakang punggungku!" kata si orang
tua. Wiro Sableng yang sadar akan keadaannya segera mengikuti perintah si orang
tua. Namun demikian karena dia tiada mengenal siapa adanya orang tua ini dan
bukan mustahil seorang musuh yang hendak menjebak maka sambil menyusup ke dalam
'jubah biru yang lebar diam-diam Wiro siapkan pukulan sinar matahari di tangan
kiri sedang tangan kanan memegang gagang Kapak Naga Geni 212! '
"Anak, aku bukan musuhmu! Kenapa musti meraba senjata segala"!", tiba-tiba
terdengar suar mengiang di telinga Wiro Sableng. Suara orang tua itu!
Orang ini hebat sekali, tentu sakti luar biasa, pikir Wiro.
Tapi mengapa kedua tangannya buntung dan matanya buta sedang lehernya dirantai
begitu rupa"
Tiba-tiba pintu terbuka dan terdengar bentakan Raja Rencong Dari Utara:
"Tua renta buta! Siapa yang masuk ke sini"!"
Si orang tua menghela nafas dalam lalu menjawab.
Suaranya kecil sekali seperti suara anak perempuan.
"Jika aku sampai tidak mengetahui ada seorang yang masuk ke sini itu bukan
karena ketololanku tapi karena mataku memang tak melihat. Tapi jika kau yang
punya mata dan telinga tajam sampai tidak mengetahuinya dan malah bertanya
padaku itu adalah satu ketololan yang tak ada taranya! Apakah kau lihat ada
orang lain di kamar ini"!"
Ejekan itu membuat Raja Rencong Dari Utara
memaki habis-habisan. Memang selain orang tua itu tak ada siapapun di situ
"Apakah kau sudah memeriksa, Hang Kumbara?"
bertanya si orang tua.
"Tutup mulutmu setan tua!"
engkauDimaki begitu rupa malah si orang tua tertawa dan menyahuti: "Hari ini
hari peresmian berdirinya Partai Topan Utara bukan"!"
"Kunyuk peot! Kau tahu apa tentang Partai Topan Utara!" semprot Raja Rencong.
"Aku memang tidak tahu-tahu apa-apa. Tapi 79 Bastian Tito
di balik ketidak tahuan itu aku mendapat firasat bahwa Partaimu itu akan runtuh
sebelum saat diresmikannya. Dan kau sendiri akan mampus. Hang Kumbara . . .!
"Ya, aku akan mampus!" jawab Hang Kumbara alias Raja Rencong Dari Utara. "Tapi
sebelum mampus, untuk yang keseratus kalinya terima dulu tamparanku ini!".
"Plaak"!
Tamparan yang dilayangkan Raja Rencong keras luar biasa. Tubuh si orang tua
terhuyung-huyung dirasakan oleh Wiro tapi tidak roboh. Mulutnya mengucurkan
darah! Wiro Sableng marah sekali melihat orang tua yang telah tolong menyembunyikan
dirinya diperlakukan begitu rupa. Segera saja dia hendak melompat ke luar dari
balik jubah. Tapi ditelinganya terdengar suara seperti ngiangan nyamuk: "Jangan
tolol anak!". Terpaksa Wiro Sableng mendekam terus di belakang punggung orang
tua itu. Kemudian terdengar pintu kamar ditutupkan, Raja Rencong telah ke luar.
"Sekarang kau keluarlah!" kata orang tua itu.
Wiro keluar dari balik jubah lalu menjura hormat: "Terima kasih atas budi
pertolonganmu, orang tua. Harap kau sudi menerangkan namamu. Kelak di kemudian
hari aku harap bisa membalas budi besarmu ini . . .!
Orang tua itu tertawa.
"Sewaktu mendengar langkahmu di bagian belakang bangunan tua, sewaktu kudengar
kau mengangkat rerumpunan semak-semak lalu menyusup turun ke dalam lorong hatiku
gembira. Kukira kau adalah Tua Gila. Tapi dari suara langkahmu kuketahui
kemudian bahwa kau bukanlah si Tua Gila.
Namun demikian aku yakin kau ada sangkut paut dengan orang tua itu. Mungkin
sekali kau muridnya.
Betul"!"
Wiro Sableng melengak.
"Aku hanya menerima beberapa jurus ilmu silat dari Tua Gila. Bagaimana kau bisa
tahu semua gerak gerikku?" tanya Wiro heran.
"Ilmu yang tinggi adalah seribu mata dgn seribu telinga bagi seseorang", jawab
si orang tua. "Tapi semuanya itu berakhir dalam kesia-siaan! Buktinya diriku
ini!" "Kenapa kau sampai dirantai begini rupa?"tanya Wiro.
"Muridku sendiri yang melakukannya" jawab si orang tua penuh rawan dan
penyesalan. "Muridmu"!" kejut Wiro.
"Kau terkejut"! Tak perlu terkejut atau heran orang muda. Di dunia ini sekarang
penuh dengan orang-orang sesat dan murtad!".
"Kalau aku boleh bertanya, siapa muridmu itu?"
"Masakan kau tidak bisa menerka. Hang Kumbara!"
80 Bastian Tito
"Maksudmu Raja Rencong Dari Utara?"
"Itu gelarnya".
"benar-benar terkutuk manusia itu!" geram Wiro. Sekali digerakkannya- tangan
kanannya membetot maka tanggallah paku di dinding batu. Dengan cepat Wiro lalu
melepaskan rantai yang mengikat leher orang tua itu.
"Terima kasih anak. Tenaga dalammu luar biasa sekali. .*. ".
"Aku cuma punya waktu sedikit, orang tua.
Harap kau sudi memberikan sedikit keterangan tentang dirimu. Kelak kalau tugasku
selesai aku akan membawamu dari tempat terkutuk ini!"
"Terima kasih terima kasih! Tak perlu kau bawa diriku yang sudah pikun cacat dan
tak berharga ini.
Dengar anak, namaku adalah Nyanyuk Amber. Dulu aku diam di Gunung Singgalang
sampai kedatangannya Hang Kumbara manusia laknat itu Dia datang mengemis ilmu
padaku. Karena kulihat sifatnya baik dan lagi pula dia adalah murid kenalan
baikku si Datuk Mata Putih maka aku tak keberatan mewariskan beberapa ilmu yang
hebat kepadanya! Tapi siapa nyana kalau manusia itu sesungguhnya sudah sejak
lama mendekam maksud jahat hendak menimbulkan bencana di atas jagat ini!
Maksudnya mendirikan Topan Utara dan memaksa
orang-orang untuk menghadirinya adalah bohong belaka!
Sebenarnya dia sengaja untuk menghimpun seluruh orang-orang pandai di sini lalu
dibunuh secara masai!
Gurunya sendiripun, gurunya yang pertama sebelum aku yaitu Datuk Mata Putih dia
juga yang membunuhnya! Benar-benar manusia iblis yang haus darah", si orang tua
yang bernama Nyanyuk Amber menghela nafas panjang lalu berkata: "Meski
bagaimanapun dibandingkan dengan Datuk Mata Putih aku masih bernasib lumayan,
tidak dibunuh! Tapi apakah artinya hidup cacat begini rupa"!".
"Apakah Hang Kumbara juga yang telah memutus kedua lenganmu?" tanya Wiro.
"Bukan hanya lenganku anak. Bukan hanya lenganku! Coba kau singkap jubah ini di
bagian kakiku".
Wiro menyingkapkan jubah biru Nyanyuk Amber.
Astaga, ternyata kedua kaki orang tua itu sebatas lutut juga telah buntung!
"Hang Kumbara yang melakukannya", desis Nyanyuk Amber. "Juga kedua mataku ini
dia yang mengorek!"
"Benar-benar laknat terkutuk yang kejam luar biasa!" kata Wiro geram. "Orang
tua, aku berjanji untuk memecahkan kepalanya demi membalaskan
sakit hatimu. Tapi orang tua mengapa dia sampai melakukan kekejaman begini rupa
terhadapmu"1..
Nyanyuk Amber menghela nafas dalam lalu
81 Bastian Tito
menjawab: "Seperti Datuk Mata Putih akupun datang ke sini untuk menginsyafkan
Hang Kumbara dari kesesatannya! Tapi dengan ilmu yang kuajarkan kepadanya Hang
Kumbara menyerangku. Tubuhku
berhasil ditotoknya. Kedua tangan dan kakiku di-potong, kedua mataku dicongkel.
Dalam keadaan tubuh masih tertotok aku diseret ke sini dan leherku dirantai!"
"Keparat betul manusia itu! Belum pernah aku menemui manusia sejahat dia. Tapi
apa pula sebabnya dia mempunyai niat jahat untuk melenyapkan seluruh orang-orang
pandai yang kinf berada di Arena Topan Utara itu"!"
"Panjang kisahnya anak, panjang sekali! Kelak jika sama-sama ada umur akan
kututurkan padamu.
Sekarang lakukanlah apa yang bisa kau lakukan untuk menyelamatkan jiwa orangorang yang berada di Arena Topan Utara!".
Wiro mengangguk. Sebelum pergi dilepaskannya totokan di tubuh Nyanyuk Amber. Si
orang tua itu mengucapkan terima kasih. Tiba-tiba ingat sesuatu.
"Orang tua, kalau sekiranya tak dapat dicegah penghancuran Arena Topan Utara
oleh Raja Rencong, mungkin tempat ini turut musnah. Sebaiknya kuselamatkan dulu
kau ke tempat yang aman!"
"Ah, kau terlalu memikirkan diriku, anak.
Tempat ini cukup jauh dari Arena Topan Utara, tak akan sampai ambruk. Kau
pergilah cepat sebelum terlambat".
Mendengar ucapan itu maka Wiropun meninggalkan kamar itu dengan cepat.
82 Bastian Tito
LIMABELAS ARENA TOPAN UTARA
Ruangan ini penuh sesak oleh manusia. Di
Tengah-tengah terletak sebuah mimbar dan
berdiri di belakang mimbar itu ialah Raja Rencong Dari Utara!
Matanya yang menyorot memandang ke arah
tamu-tamu yang hadir. Pada dasarnya semua tamu itu terbagi atas dua golongan
yaitu golongan putih dan golongan hitam. Namun golongan putih telah ter-pecah
menjadi dua hingga dengan demikian semua orang pandai di situ terbagi menjadi
tiga golongan. Golongan pertama ialah golongan hitam yang
secara mutlak tunduk dan berada di pihak Raja Rencong Dari Utara. Golongan kedua
ialah golongan putih yang telah ditaklukkan oleh Raja Rencong dan dipaksa untuk
masuk serta menghadiri peresmian berdirinya Partai Topan Utara. Baik golongan
hitam maupun golongan putih yang tersebut di atas semuanya telah masuk perangkap
Raja Rencong, dicekok dengan pil-pil kematian yang disuruh telan secara paksa
oleh Raja Rencong pada saat mereka menyatakan diri bersedia masuk ke dalam
Partai Topan Utara.
Golongan putih yang kedua ialah mereka yang
sengaja datang ke Bukit Toba bukan untuk menghadiri peresmian Partai tapi untuk
membalas dendam, untuk membalaskan sakit hati kawan-kawan mereka yang telah
menemui kematian di tangan Raja Rencong Dari Utara atau di tangan anaknya!
Raja Rencong sendiri sudah mengetahui jelas akan golongan-golongan para tamunya.
Dalam hati dia tertawa. Tertawa karena dia tak perduli siapapun adanya para tamu
itu, apakah dari golongan
putih ataupun hitam, yang jelas mereka semua sudah berada di tempat itu yang
berarti sudah masuk ke dalam perangkap mautnya! Raja Rencong melirik ke sebuah
tombol merah yang terletak di kayu mimbar dekat tangan kanannya! Sekali dia
menekan tombol ini maka tubuhnya akan melesat ke atas, ke luar dari ruangan
tersebut lewat sebuah celah yang terbuka secara otomatis sedang pada detik itu
pula lantai Arena Topan Utara akan longsor ke bawah, atap runtuh! Begitu semua
orang tertimbun hidup-hidup maka seluruh Arena Topan Utara akan meledak hingga
jangan diharapkan satu nyawapun bisa selamat dari tempat itu!
Setelah memandang berkeliling. maka Raja Rencong Dari Utarapun membuka suara:
"Saudara-saudara sekalian, pertama sekali aku Raja Rencong Dari Utara,
mengucapkan banyak terima 83 Bastian Tito
kasih atas kedatangan saudara-saudara. Beserta dengan ucapan terima Kasih itu
aku sampaikan pula permohonan maaf karena mungkin penyambutan
dan layanan terhadap saudara-saudara kurang me-muaskan dan juga maaf karena
peresmian berdirinya Partai Topan Utara ini tidak disertai upacara dan pesta
besar-besaran I
Saudara-saudara sekalian, dalam mendirikan Partai Topan Utara ini aku sama
sekali tidak melihat kepada asal usul saudara-saudara atau menilai golongan mana
adanya saudara. Bagiku, jika Saudara-saudara sudah mau datang dan hadir di sini
maka berarti saudara-saudara semua sudah masuk menjadi anggota Partai Topan
Utara!" Ucapan ini membuat tokoh-tokoh silat golongan putih yang datang untuk menuntut
balas kematian kawan-kawan mereka menjadi gelisah. Dan di antara
kegelisahan itu maka melesatlah ke atas Arena empat sosok tubuh. Mereka adalah
panglima Sampono, Datuk Nan Sabatang, Lembu Ampel dan Sebrang Lor.
Sementara tiga orang kawannya berdiri berjejer maka Panglima Sampono maju ke
hadapan mimbar.
Suasana di Arena menjadi sesunyi di pekuburan!
"Manusia-manusia tak tahu aturan I" bentak Raja Rencong marah sekali.
"Perbuatanmu naik ke depan mimbar merupakan penghinaan besar bagi semua anggota
Partai yang hadir di sinil".
"Raja Rencong!" menyahut Panglima Sampono.
"Kami berempat ke sini bukan untuk masuk Partaimu tapi untuk minta pertanggungan
jawab atas kematian sobat-sobat kami tokoh-tokoh silat golongan putih!"
"Kalau begitu berarti kalian ingin segera menyusul mereka!" tukas Raja Rencong.
Dia berpaling ke Arena sebelah timur dan berseru: "Empat Tombak Sakti! Lenyapkan
pengacau-pengacau ini!"
Baru saja seruan Raja Rencong berakhir maka melompatlah empat orang berpakaian
ringkas hitam. Tampang-tampang mereka galak buas dan mengerikan!
Dalam kejap itu pula empat buah tombak
menderu ke arah kepala Panglima Sampono dan ketiga kawannya!
Pertempuran antara Empat Tombak Sakti melawan Panglima Sampono, Datuk Nan


Wiro Sableng 011 Raja Rencong Dari Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sabatang, Sebrang Lor dan Lembu Ampel berjalan seru sekali.
Kedua belah pihak agaknya berimbangan. Serangan-serangan datang silih berganti!
Namun walau bagaimanapun seimbangnya satu pertempuran, pada suatu saat tertentu
pasti salah satu pihak akan menjadi pecundang!
Setelah bertempur hebat selama lima belas
jurus maka korban pertamapun robohlah. Korban pertama ini orang ketiga dari
Empat Tombak Sakti, 84 Bastian Tito
meregang nyawa di ujung pedang Sebrang Lor!
Panglima Sampono kemudian berhasil pula
merobohkan orang kedua dari Empat tombak Sakti hingga dengan bertempur kini
adalah Datuk Nan Sabatang dan Lembu Ampel melawan orang ke satu dan ke empat!
Tingkat kepandaian Datuk Nan Sabatang dan Lembu Ampel hanya sedikit lebih rendah
dari Panglima Sampono maka setelah lima jurus lagi berlalu kedua orang terakhir
dari Empat Tombak Sakti itupun menemui ajalnya pula. Raja Rencong Dari Utara
marah luar biasa.
"Tongkat Baja Hijau! Majulah untuk menghancurkan empat bangsat-bangsat rendah
ini!" Sekelebat sosok tubuh berpakaian hijau melesat ke atas Arena. Orang ini berbadan
tinggi langsing.
Tubuhnya agak bungkuk dan usianya sudah lanjut.
Di tangan kanannya ada sebuah tongkat yang hampir sebetis besarnya. Tongkat ini
terbuat dari baja asli dan dilapisi racun hijau yang dahsyat!
"Lekas lenyapkan mereka Tongkat Baja Hijau!"
kata Raja Rencong.
Tongkat Baja Hijau tertawa mengekeh. Tongkat
bajanya diketuk-ketukkan ke lantai Arena. Hebat sekali, semua orang merasa
bagaimana lantai yang mereka injak jadi bergetar! Panglima Sampono dan kawankawan segera maklum bahwa manusia berjubah hijau ini tinggi sekali ilmunya dan
senjata di tangannya sangat berbahaya.
"Tak usah kawatir Raja Rencong", kata Tongkat Baja Hijau. "Manusia-manusia macam
kunyuk-kunyuk ini mudah saja dibereskan!". Lalu dia menyapu paras keempat orang
di hadapannya dan bertanya: "Hai, kalian mau maju satu-satu atau berempat
sekaligus"
Bagusnya berempat saja biar cepat kubereskan!"
Merah paras keempat tokoh itu. Panglima
Sampono bergerak tapi Sebrang Lor mendahuluinya melompat ke hadapan Tongkat Baja
Hijau. "Tongkat Baja Hijau! Setahuku dulu kau adalah seorang tokoh golongan putih!
Sungguh disayangkan di samping sesat kau juga mau-mauan masuk menjadi
bergundalnya Raja Rencong, murid murtad si pembunuh guru itu! Kau mulailah Mari
kita bertempur sampai ratusan jurus!"
Tongkat Baja Hijau mengekeh.
"Jika aku tak salah lihat, kau adalah manusia yang bernama Sebrang Lor. Tempatmu
jauh di tanah Malaka. Aneh juga kalau kau sampai nyasar ke sini! Orang Malaka
jangan jual lagak di sini, kau tahu hanya namamu saja yang kembali ke negerimu!"
Habis berkata begitu Tongkat Baja Hijau menyerbu ke muka. Sinar hijau menderu
dari tongkat mustikanya.
Sebrang Lor segera pula kiblatkan pedang berkeluknya.
85 Bastian Tito
Maka pecahlan pertempuran yang hebat! Tapi kehebatan itu segera berubah menjadi
satu pertempuran yang tidak seimbang! Serangan-serangan tongkat hijau datang mencurah
laksana hujan. Dalam jurus keempat senjata itu menderu ke bahu Sebrang Lor tanpa
bisa ditangkis dan dikelit! Sebrang Lor menjerit!
Tubuhnya terguling-guling ke luar Arena, nyawanya lepas!
"Keparat, aku lawanmu!" teriak Datuk Nan Sabatang menggeledek! Tubuhnya
berkelebat dan keris biru meluncur dahsyat ke arah tenggorokan
Tongkat Baja Hijau!
"Jangan omong besar Datuk!" ejek Tongkat Baja Hijau. Sekali tongkatnya disapukan
Datuk Nan Sabatang tersurut sampai lima langkah! "Ha...ha! Aku muak bertempur satu
lawan satu! Ayo Panglima dan Lembu Ampel, kalian berdua majulah!" Sambil
menyerang Datuk Nan Sabatang,
Tongkat Baja Hijau sekaligus melancarkan serangan pada Panglima Sampono dan
Lembu Ampel! Mula-mula kedua orang ini tak mau ikut turun ke dalam kalangan
pertempuran. Tapi karena diserang terus terusan mau tak mau akhirnya kedua orang
ini turun juga ke gelanggang!
Bagi orang-orang yang ada di situ nama Panglima Sampono dan kawan-kawannya
adalah nama-nama besar. Namun sewaktu melihat bagaimana dengan seorang diri Si
Tongkat Baja Hijau berhasil mendesak ketiga lawannya maka diam-diam semua orang
memuji kehebatan Si Tongkat Baja Hijau!
Dalam jurus ke sepuluh terdengar pekik Datuk
Nan Sabatang! Tubuhnya mencelat mental. Kepala-pecah karena tongkat lawan'
bersarang tepat di kepalanya!
"Tongkat Baja Hijau, yang dua lainnya segera saja dibereskan cepat-cepat!"
berseru Raja Rencong.
"Jangan kawatir Raja Rencong jawab Tongkat Baja Hijau. Didahului oleh satu
bentakan yang menggelegar Si Tongkat Baja Hijau mengeluarkan satu jurus yang
lihay luar biasa! Tokoh-tokoh silat golongan putih yang hadir di situ terkesiap
dan cemas. Serangan lawan yang hebat tak mungkin dikelit atau ditangkis karena tongkat baja
yang dahsyat itu hanya tinggal sejengkal saja lagi dari kepala Panglima Sampono
dan Lembu Ampel!
Dalam detik yang tegang itu tiba-tiba berkelebat satu bayangan putih! Satu
gelombang angin yang bukan kira-kira dahsyatnya menderu laksana topan
menggila! Beberapa tokoh silat yang berada di tepi Arena merasa tubuh mereka
tergetar oleh sambaran angin itu dan tahu-tahu terdengar pekik Si Tongkat Hijau!
Orang dan tongkatnya mencelat sampai menghantam dinding Arena. Begitu jatuh
nyawanya sudah 86 Bastian Tito
lepas dengan muka hancur memar. Di tengah Arena semua mata menyaksikan
berdirinya seorang pemuda berambut gondrong dengan senyum di bibirnya!
"Pemuda gondrong! Kau siapa"!" bentak Raja Rencong.
"Siapa aku bukan urusanmu.- Terlebih dulu perkenankan aku bicara!".
"Keparat! Kau terlalu berani mampus!" damprat Raja Rencong. Dia berpaling ke
kanan dan berseru:
"Sepasang Pengemis Gila bunuh pemuda ini!" lalu sambil berpaling ke kiri: "Datuk
Arak Sakti musnahkan Panglima Sampono dan "Lembu Ampel!"
Dari Arena sebelati kanan melesat dua orang berambut acak-acakan dan berpakaian
kotor bertambal-tambal. Mereka inilah Sepasang Pengemis Gila. Keduanya sambil
berteriak-teriak tak karuan langsung menyerang Pendekar 212 Wiro Sableng!
Dikejap yang sama dari samping kiri melompat pula seorang berpakaian merah, dari
mulutnya menyem-bur arak yang menyerang ke seluruh jalan darah di tubuh Panglima
Sampono dan Lembu Ampel!
Kedua orang ini terkejut dan cepat-cepat memukul ke depan. Namun di saat itu
terjadilah satu peristiwa yang membuat semua orang kaget dan kagum luar biasa!
Tiga jeritan terdengar susul menyusul! Tiga tubuh mencelat mental dan terbanting
ke dinding lalu roboh di antara orang banyak!
Apakah yang telah terjadi"!
Sewaktu Sepasang Pengemis Gila dengan berteriak-teriak melompat menyerang Wiro
dan sewaktu Datuk Arak Sakti menggempur Panglima Sampono dan Lembu Ampel, Pendekar 212 Wiro
Sableng mendorongkan kedua telapak tangannya ke arah orang-orang yang menyerang
itu. Dua pukulan yang dilancarkannya bukan lain pukulan "dewa topan menggusur
gunung" yang dipelajari Wiro Sableng dari Tua Gila. Pukulan yang luar biasa
hebatnya itu ,mana sanggup diterima oleh Sepasang Pengemis Gila dan -Datuk Arak Sakti Tak
ampun lagi ketiganya terlempar dan mati!
Baik tokoh-tokoh golongan hitam maupun golongan putih sama-sama leletkan lidah
melihat kehebatan si pemuda.
Di lain pihak mata Raja Rencong terbeliak besar-besar.
Dua pukulan yang dilepaskan pemuda rambut gondrong itu adalah pukulan "dewa
topan menggusur gunung".
Dan setahunya hanya satu orang yang memiliki ilmu pukulan dahsyat itu yakni Tua
Gila! Tapi si pemuda telah melancarkan ilmu pukulan itu tadi yang berarti dia
punya sangkut paut dengan Tua Gila! Rasa kecut membuat dingin tengkuk Si Raja
Rencong, Inilah untuk pertama kalinya dia merasa ngeri! Tua Gila sudah lama
didengarnya meninggal, dan seumur hayatnya tak 87 Bastian Tito
pernah punya murid. Tapi bagaimana sekarang ada seorang pemuda memiliki ilmu
pukulan Tua Gila"
Apakah Tua Gila masih hidup dan telah mengambil seorang murid" Dan yang lebih
mengawatirkannya lagi apakah Tua Gila juga berada di dalam ruangan itu"
Dan untuk pertama kalinya Raja Rencong
ingat akan kecurigaannya sewaktu berada di kamar bersama Pandansuri tadi. Jika
betul pemuda rambut gondrong itu murid Tua Gila, pastilah dia telah menyelusup
lewat jalan rahasia di bagian belakang bangunan tua. Tapi dimana dia bersembunyi
sewaktu seluruh tempat diselidikinya tadi"
Raja Rencong Dari Utara tak mau berpikir
berpanjang-panjang. Saat itu sudah tiba waktunya untuk menekan tombol merah di
atas mimbar! Sambil tertawa mengekeh Raja Rencong menggerakkan jari telunjuknya ke tombol merah dan berseru; "Manusia-manusia tolol,
kalian semua pergilan ke neraka!". Dan jari telunjuk itupun ditekan sekuatkuatnya pada tombol merah!
Mata Raja Rencong membeliak seperti mau
tanggal dari sarangnya. Parasnya berobah total.
terkejut amat sangat! Sewaktu tombol ditekan, atap di atas tidak membuka, lantai
Arena Topan Utara tidak ambruk! Seperti tak percaya akan dirinya sendiri Raja
Rencong menekan lagi tombol merah itu. Lagi, lagi dan lagi sampai berulang kali!
Tetap saja tak satu pun yang terjadi!
Tiba-tiba didengarnya suara tertawa bergelak.
Ketika dia mengangkat kepala yang tertawa itu bukan lain si pemuda berambut
gondrong Wiro Sableng!
"Kau heran dan terkejut melihat ruangan ini tidak amblas, tidak hancur lebur?"
Wiro tertawa lagi gelak-gelak. "Ha ha! Pesawat rahasia terkutukmu yang hendak
membunuh semua orang yang hadir di sini tidak bisa berjalan, Raja Rencong!"
Bukan main marahnya Raja Rencong Dari Utara.
Tanpa menunggu lebih lama lagi segera sepuluh jari tangannya dijentikkan!
Sepuluh larik sinar merah kekuningan menderu
menyambar Pendekar 212! Wiro sudah pernah menyaksikan keganasan ilmu pukulan
kuku api yang dimainkan oleh Pandansuri! Kalau Raja Rencong yang mengeluarkannya
tentu lebih dahsyat lagi!
Karenanya pemuda ini cepat-cepat melompat ke atas seraya lepaskan pukulan sinar
matahari! Ruangan itu laksana mau pecah sewaktu pukulan sinar matahari beradu
dengan dahsyatnya dengan pukulan kuku api! Karena tenaga dalam Wiro dan Raja
Rencong berada dalam tingkat yang sama maka setelah saling berbentur kedua sinar
pukulan sakti itu melesat 88 Bastian Tito
ke kiri dan buyar keempat penjuru! Jerit kematian terdengar di bagian itu.
Sembilan orang tokoh golongan hitam roboh hangus! Delapan tokoh golongan putih
meregang nyawa! Dengan serta merta kacau balaulah suasana!
Di antara kekacau balauan itu Wiro berteriak keras: "Semua tokoh silat yang ada
di sini mari bersama-sama mencincang manusia biang malapetaka
ini. Sebelumnya dia telah punya rencana untuk me-ngubur kalian hidup-hidup di
bawah ruangan ini!"
Mendengar teriakan itu tak perduli tokoh silat golongan manapun laksana air bah
serentak menyerbu Raja Rencong! Raja Rencong adalah tokoh silat sakti luar
biasa. Namun melihat lebih dari dua puluh jago-jago ternama menyerbunya ditambah
dengan kegugupan, nyalinya jadi meleleh! Dia segera berkelebat melarikan diri.
Namun lebih cepat dari itu Wiro Sableng sudah menghadangnya dengan Kapak
Naga Geni 212 siap di tangan!
"Keparat kau kubunuh lebih dulu!" teriak Raja Rencong.
"Sreet!"
Raja Rencong cabut Rencong Emas maka sinar
kuningpun bertaburlah. Di lain kejap puluhan
senjata berkelebat menggempur Raja Rencong dan di depan sekali Kapak Naga Geni
212 menderu laksana seribu tawon mengamuk!
"Trang"!
Rencong Emas dan Kapak Naga Geni 212 beradu.
Bunga api berpercikan! Raja Rencong terkejut bukan main. Senjata di tangannya
hampir saja terlepas dilanda senjata lawan! Dan rasa terkejut ini masih belum
habis sewaktu laksana kilat Kapak lawan kembali menderu di depan hidungnya
sementara dari sekelilingnya menggempur puluhan senjata tajam! Raja Rencong Dari
Utara keluarkan jurus yang hebat yang dinamakan jurus "sepasang kincir sakti
menghadang bumi". Kedua tangannya kiri kanan bergerak cepat. Jurus ini bukan
saja merupakan jurus pertahanan yang paling tangguh dari ilmu silatnya namun
sekaligus juga merupakan jurus serangan yang hebat luar biasa. Sinar kuning
Rencong Emas bergulung gulung sedang lima jari tangan kiri tak henti-hentinya
dijentikkan melancarkan ilmu pukulan kuku api! Beberapa orang tokoh silat
tergelimpang disambar pukulan jahat itu!
Namun betapapun hebatnya Raja Rencong
mana mungkin baginya menghadapi tokoh-tokoh kias wahid yang berjumlah lebih dari
dua puluh orang itu. Apalagi sambaran Kapak Naga Geni 212
saat itu sudah menelikung mendesaknya. Angin senjata itu menyakitkan mata dan
memerihkan kulitnya.
89 Bastian Tito
Sesaat kemudian terdengar jeritan Raja Rencong ! Kuping kanannya putus dibabat
Kapak Naga Geni 212. Racun yang hebat dari senjata itu mulai mempengaruhi
dirinya. Raja Rencong cepat menutup jalan darah penting dibeberapa Bagian tubuh lalu
dengan sisa kekuatan mengamuk membabat ke arah salah seorang tokoh
putih diantaranya Lembu Ampel yang kena sambaran Rencong Emas. Akan tetapi itu
tidak lama karena begitu Pendekar 212 Wiro Sableng menyusup dibalik serangan
Raja Rencong, Kapak Naga Geni 212 berhasil membabat putus lengan kiri tokoh
silat durjana itu ! Tidak sampai disitu saja, sewaktu jerit kesakitan Raja
Rencong belum sirna Kapak Naga Geni 212 mengaung dahsyat dan
"crass"! Darah muncrat membasahi pakaian beberapa orang tokoh silat. Raja
Rencong dari Utara terhuyung huyung dengan kepala hampir tebelah. Dalam keadaan
begitu rupa dia harus menerima tusukan dan sabetan senjata tajam lainnya
sehingga tubuhnya tak beda dengan daging yang dicincang cincang.
Sewaktu tubuh yang hancur dari Raja Rencong
menggeletak di Arena Topan Utara, Pendekar 212
Wiro Sableng sudah melompat pergi dari ruangan itu.
Sesungguhnya apakah yang telah terjadi sehingga ketika Raja Rencong menekan
tombol merah, Arena Topan Utara tidak amblas ke bawah"
Seperti telah dituturkan di atas, sehabis meninggalkan Nyanyuk Amber, Wiro
Sableng segera pergi ke kamar di mana senjata rahasia penghancur itu berada.
Karena di sini sudah berada Pandansuri maka dengan sendirinya pecahlah
pertempuran. Kalau sewaktu di rumah makan Dang Lariku, Wiro Sableng masih bisa
main-main melayani gadis ini maka kini menghadapi keselamatan puluhan jiwa
tokoh-tokoh sakti yang berada di Arena Topan Utara, Wiro tidak bisa main-main
lagi. Meski senyum cengar cengir tetap tersungging di mulutnya namun Wiro
menempur habis-habisan.
Pandansuri hingga dalam tempo tiga jurus akhirnya dia berhasil menotok jalan
darah di tubuh si gadis. Dari sini Wiro langsung menuju Arena Topan Utara dan
terjadilah kelanjutan sebagaimana yang dituturkan di atas.
Kini Pendekar 212 Wiro Sableng kembali ke kamar pesawat rahasia itu. Pandansuri
duduk tersandar ke dinding dekat pintu masih dalam tubuh tertotok.
"Saudari, hukuman yang setimpal telah jatuh atas diri ayahmu ".
"Maksudmu kau telah membunuh ayahku"!"
"Aku dan tokoh-tokoh silat yang ada di Arena Topan Utara!" sahut Wiro Sableng.
"Keparat! Lepaskan totokanku! Mari kita bertempur sampai seribu jurus!"
Wiro Sableng tertawa.
90 Bastian Tito
"Apakah kau masih belum melihat jalan terang menuju kehidupan yang baik" Atau
mungkin kau mau menerima nasib seperti ayahmu" Sekali aku beritahu pada orang-orang itu
bahwa kau berada di sini, pasti kau akan mati secara mengenaskan!".
"Silahkan kau beri tahu! Aku tidak takut!"
jawab Pandansuri ketus. Wiro tertawa.
"Kau keras kepala tapi kuhargai nyalimu saudari. Dan aku tidak sepengecut yang


Wiro Sableng 011 Raja Rencong Dari Utara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau duga untuk memberitahukan kau pada orang-orang itu!". Pemuda ini melangkah
mendekat. "Sebelum pergi aku ingin melihat wajahmu dulu, saudari."
"Keparat kalau kau berani...................".
Tapi tangan Wiro Sableng sudah bergerak menarik kerudung ungu yang menutupi wajah Pandansuri.
Begitu kerudung terbuka terkejutlah Wiro Sableng.
"Ah, kiranya parasmu cantik sekali saudari."
memuji Wiro sejujurnya. "Tapi sayang aku tak bisa lama-lama menikmati kecantikan
parasmu. Aku harus pergi dari sini bersama Nyanyuk Amber.
Selamat tinggal
". "Saudara tunggu dulu!" seru Pandansuri. "Lepaskan dulu totokanku ".
"Dan setelah bebas kau akan menyerangku?"
ejek Wiro. "Aku berjanji untuk tidak melakukan apa-apa kecuali hanya untuk membaca sepucuk
surat. Selesai membaca kau boleh menotok aku kembali!
Membunuhpun aku tak keberatan!"
"Heh, surat katamu" Surat apa" Surat dari pacarmu?"
Wiro melihat kesungguhan di paras si gadis.
"Baik aku percaya ucapanmu", kata Wiro pula lalu melepaskan totokan di tubuh
Pandansuri dan berdiri di ambang pintu kamar pesawat rahasia menjaga segala
kemungkinan yang ada sementara Pandansuri mengeluarkan sehelai surat dari balik
pakaiannya. Surat ini adalah surat yang diberikan Raja Rencong kepadanya. Dibukanya lipatan
surat lalu dibacanya: Pandansuri,
Kalau aku sudah mati maka itulah saatnya aku memberitahukan rahasia besar
tentang dirimu melalui surat ini. Sebenarnya kau bukan anak kandungku tapi
seorang anak angkat . Jelasnya kau
kuculik dari orang tuamu sejak kau masih kecil.
Ayahmu Kepala kampong Pasirputih. Kembalilah Padanya dan tempuhlah jalan hidup
yang baik. Raja Rencong Wiro Sableng terkejut sewaktu melihat tetesan-tetesan air 91 Bastian Tito
mata membasahi pipi Pandansuri
Sedang surat yang dibacanya terlepas dan jatuh Ke lantai. Wiro mengambil surat
itu dan membacanya.
Dilipatnya surat itu kembali seraya menghela napas Panjang.
"Sekarang jelas bagimu bahwa kau berasal
Dari orang baik baik. Karenanya musti kembali ke jalan Baik baik ", kata Wiro
Sableng. Dikembalikannya Surat yang dipegangnya pada Pandansuri dan
Berkata lagi. " Aku tak akan menotok tubuhmu
Kembali. Apa yang kau lakukan terserah padamu.
Selamat tinggal "
"Saudara, kau hendak meninggalkan Danau Toba ini
?" "Ya, menyeberang bersama-sama Nyanyuk Amber".
"Keberatan kalau aku ikut bersama kalian?".
"Ah justru itulah yang aku harapkan" jawab Pendekar 212 seraya senyum dan
mengedipkan mata kirinya. Dan Pandansuri tidak membantah sama sekali sewaktu
Wiro Sableng memegang tangannya dan melangkah bersama-sama menuju kamar Nyanyuk
Amber. TAMAT. 92 Bastian Tito
Tujuh Pedang Tiga Ruyung 8 Naga Beracun Lanjutan Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo Putera Sang Naga Langit 4

Cari Blog Ini