Wiro Sableng 022 Siluman Teluk Gonggo Bagian 3
kini terbuka lapang.
"Bagusi" seru Sumo Kebalen. Lalu dia berdiri dan melangkah ke tengah ruangan.
Sambil bertolak pinggang dia memandang ke jurusan kakek mata picak yang duduk di
dekat Wiro. "Rangga Lalenang! Jangan kau pura-pura tidak tahu kami!"
Wiro berpaling pada Lor Gambir Seta. Orang jelas bicara padanya tapi si kakek
ini duduk tenang-tenang saja tanpa berpaling sedikit pun.
Merasa dlanggap remeh tak diperdulikan, Sumo
Kebalen melompat ke hadapan Wiro dan Gambir Seta.
Tangan kanannya menggebrak meja hingga hancur berkeping-keping. Gilanya Lor
Gambir Seta masih saja tak bergeming dari tempat duduknya sementara Wiro mulai
naik darah. Wiro menatap wajah Sumo Kebalen sesaat lalu berkata:
"Pangeran tua bermuka putih dari mana yang pagi-pagi bagini mengamuk di rumah
makan orang" Kau kemasukan atau mabuk tuak"i"
Sepasang mata Sumo Kebalen seperti hendak
melompat keluar. Rahangnya menggembung. Wiro berdiri dari kursinya. Lor Gambir
Seta masih seperti tadi. Diam tak bergerak. Supit Inten dan dua gadis kembar
berdiri dari kursi masing-masing.
"Bocah bau apek. Kau menyingkirlah dari hadapanku.
Sekali lagi kau berani buka mulut, kubanting tubuhmu sampai melesak di lantai
rumah makan ini!"
Habis berkata begitu Sumo Kebalen lalu gerakkan tangan kirinya mendorong bahu
Pendekar 212 Wiro Sableng. Dorongan itu kelihatannya blasa-blasa saja.
Tetapi nyatanya mengandung tenaga dalam dahsyat
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
yang sanggup merobohkan tembok batu Sumo Kebalen sengaja hendak memberi
pelajaran pada pemuda yang dlanggapnya kurang ajar itu. Sekali dorong pasti si
gondrong ini mencelat mental. Tetapi betapa kagetnya manusia muka putih inil
Wiro sudah maklum kalau dari getaran hawa yang keluar dari telapak tangan Sumo
Kebalen, orang itu bukan hanya sekedar mendorong blasa saja. Tapi bermaksud
hendak mencelakakannya!
"Orang tua," kata Wiro seraya menghadang tangan dengan tangan kirinya, "Kalau
bicara tak usah pakai pegang-pegang segala. Aku bukan perempuan!"
Sesaat kemudian, telapak tangan Pendekar 212 saling beradu dengan telapak tangan
Sumo Kebalen. Kagetlah kepala Empat Teratai Darah ini. Telapak tangannya terasa panas,
lengannya bergetar keras.
Satu tenaga dorongan yang hebat membuat tubuhnya terhuyung tiga tangkah. Paras
Sumo Kebalen membesi.
Kalau tadi dia hanya mengerahkan seperempat tenaga dalamnya saja maka kini dia
lipatkan gandakan menjadi dua kali atau setengah dari seluruh kekuatan tenaga
dalam yang dimilikinya. Tapi celakanya malah kini dia dibuat terjajar empat
langkah! "Keparat!" maki Sumo Kebalen. Dia tak mau dibuat malu dipecundangi seorang
pemuda tak dikenal yang bertampang gendeng. Maka kini dia alirkan seluruh tenaga
dalamnya ke tangan kanan. Tapi untuk ketiga kalinya pimpinan Empat Teratai Darah
ini tampak terhuyung. Malah kini sampai enam langkah. Wiro telah kerahkan dua
pertiga tenaga dalamnya.
Meski sadar kini kalau pamuda itu bukan sembarangan namun Sumo Kebalen tetap membentak untuk menutup malunya: "Bangsat! Apa
kau muridnya manusia bernama Rangga Lelanang ini"!" Kalau sang murid memiliki
kepandaian yang begitu tinggi tentu sang guru lebih hebat lagi.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku bukan muridnya!" jawab Wiro. "Nah, kau mau tanya apa lagi"!"
Sumo Kebalen kini palingkan kepalanya pada kakek yang duduk di samping Wiro.
"Tua bangka mata picakl Jangan kau pura-pura tuli!
Empat Teratai Darah datang ke sini untuk membalas sakit hati penghinaan yang kau
lakukan terhadap guru kami dua tahun lalu di puncak Merapi!"
Si orang tua mata satu tetap tak bergerak atau memalingkan kepala.
Mendidihlah amarah Sumo Kebalen. Seumur hidup belum pernah dia dihina orang
begitu rupa, apalagi di hadapan adik-adik seperguruannya.
"Edan!" maki Sumo Kebalen. Kaki kanannya bergerak menendang. "Kau makan kakiku
ini Rangga Lelanang"
Karena tendangan kepala Empat Teratai Darah itu adalah tendangan maut, tentu
saja kali ini si kakek mata satu tak bisa berdiam diri lagi. Dengan gerakan
enteng tapi cepat dia melompat dari kursi. Tendangan menghantam kursi yang tadi
didudukinya hingga hancur berantakan. Ketika kembali hendak mengejar, Sumo
dapatkan si kakek mata satu sudah berdiri menghadang gerakannya. Untuk pertama
kali dia membuka mulut.
"Sumo Kebalen! Aku bukan Rangga Lelanang. Namaku Lor Gambir Seta. Aku sama
sekali tak ada urusan dengan kalian ataupun guru kalian. Atau juga dengan nenek
moyang kalian!"
"Bangsat tua! Jangan dusta!" Sesosok tubuh melompat ke hadapan Lor Gambir Seta.
Inang Pini. Menyusul Inang Resmi dan nenek-nenek bernama Supit Inten. "Kami
yakin kaulah yang telah menghina guru kami di puncak Merapi dua tahun lalu!"
Lor Gambir Seta tersenyum. "Gadis, parasmu cukup cantik. Tapi tidak
berkesesuaian dengan mulutmu yang kurang ajar! Aku jauh lebih tua darimu. Apa
gurumu Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
sebelum mampus tidak pernah memberi pelajaran budi pekerti padamu"!"
Inang Pini yang memang sudah dirasuk nafsu balas dendam menjawab dengan mencabut
pedangnya. "Mulutku tak seberapa kurang ajarnya, mata picakl Pedangku justru lebih kurang
ajar!" Habis berkata begtu Inang Pini gerakkan pergelangan tangan kanannya dan mata
pedang berkiblat ganas ke arah batang leher Lor Gambir Seta.
Si kakek goleng-goleng kepala. "Bakatmu rupanya memang untuk jadi orang kurang
ajar. Jangan salahkan aku kalau terpaksa harua memberi pelajaran!"
Lor Gambir Seta bergerak sewaktu pedang lawan hanya tinggal seperempat jengkal
dari batang lehernya.
Tubuhnya lenyap. Pedang lawan menebas tempat kosong.
Bersamaan dengan itu terdengar keluhan Inang Pini.
Gadis itu kini tampak tertegun kaku tak bisa bergerak lagi.
Satu totokan lihay telah bersarang di tubuhnya.
"Bagus! Kau sudah beri paiajaran pada adikku mata picak! Kini aku yang ganti
memberi pelajaran padamu!"
Yang berseru adalah Supit Inten. Dia tutup ucapannya dengan satu pukulan
mengemplang ke batok kepala Lor Gambir Seta.
"Ah, kau pun nenek sama saja tololnya dengan adikmu tadi! Biar aku sekalian beri
peiajaran padamul" jawab Lor Gambir Seta. Tubuhnya berkelebat. Tangannya
bergerak dan terdengar keluhan Supit Inten. Detik itu pula tubuhnya tampak kaku
tegang separti Inang Pini!
"Ada lagi yang minta diberi pelajaran"!" tanya Lor Gambir Seta.
Baru saja orang tua ini berkata Inang Resmi datang menyerbu. Dia menghantamkan
kedua tangannya
sekaligus. Dari telapak tangan kanan melesat sinar merah sedang dari telapak
tangan kiri menghambur dua lusin senjata rahasia berbentuk paku rebana berwarna
hitam. Senjata rahasia ini sebelumnya telah direndam dalam
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
racun ular selama satu tahun. Siapa saja yang terkena paku rebana ini paati akan
menemui kematian dalam waktu satu jam!
Menurut Sumo Kebalen, paling tidak enam dari dua lusin senjata rahasia adik
separguruannya akan dapat menghantam tubuh Lor Gambir Seta yang dlanggapnya
Rangga Lelanang itu. Memang dalam ilmu melemparkan senjata rahasia Inang Resmi
telah digembleng khusus selama tiga tahun dan merupakan yang terlihay di antara
Empat Teratai Darah.
Lor Gambir Seta maklum kalau bahaya besar mengancamnya. Si gadis benar-benar
inginkan nyawanya.
Sambil melompat dan beraeru nyaring, kakek itu pukulkan tangan kirinya. Dua
lusin paku rebana hitam mencelat ke atas, menancap pada langit-langit rumah
makan yang terbuat dari papan. Sinar merah yang tadi juga dilepaskan si gadis,
mengenai tempat kosong, terus melabrak dinding rumah makan hingga hancur
berhamburan. Sura Gandara, si pemilik rumah makan menyumpah panjang pendek dalam
hati. Hari itu bukan keuntungan yang didapatnya, malah bencana yang merugikan!
Inang Resmi gigit bibirnya. Dua lusin paku rebana tidak berhaail. Dia akan coba
tiga lusin sekaligus. Masakan tak ada yang dapat menghantam tubuh lawan" Gadis
ini sudah siap melepaskan senjata rahasianya sebanyak tiga puluh enam buah
ketika tiba-tiba dia terkesiap karena dilihatnya lawannya lenyap dari
hadapannya. "Bangsat tua, kau bersembunyi di mana"!" bentak Inang Resmi. Tiba-tiba gadis ini
mengeluh pendek.
Tubuhnya terhuyung ke depan lalu tak bergerak lagi.
Punggungnya dilanda totokan lihay. Membuat dia kaku tegang dengan masih
menggenggam tiga lusin paku rebana hitam
Ketua Empat Teratai Darah mengeluh dalam hati.
Tidak disangkanya kakek mata picak ini begitu lihaynya. Namun menyerah tidak ada
dalam kamusnya.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Rangga Lelanang! Kalau tidak kubunuh kau hari ini biar aku mati bunuh diri!"
teriak Sumo Kebalen.
Si kakek ganda tertawa. "Tak pernah kulihat manusia setololmu!" katanya. Lelu
dengan sikap tak perduli dia menarik sebuah kursi dan duduk seenaknya.
Sumo Kebalen menggereng. Lalu keluarkan suara bentakan dahsyat. Seluruh bangunan
rumah makan bergetar. Pemilik rumah makan yang gemuk macam kerbau bunting itu
ketakutan, apa lagi pelayan-pelayan.
Lor Gambir Seta melompat ke samping. Dinding di belakangnya hancur berantakan.
Sumo Kebalen potong gerakan lawan dengan satu tendangan ke arah perut.
Tetapi tendangan ini hanya tipuan belaka karena secepat kilat dia susupkan satu
jotosan ke pangkal leher lawan.
Namun Lor Gambir Seta agaknya memang bukan
tandingan kakek muka putih ini.
Sewaktu tendangan lawan dilihatnya mengapung Lor Gambir Seta segera maklum kalau
serangan itu tipuan belaka. Kemudian ketika dilihatnya jotosan datang dengan
deras, si picak ini cepat tundukkan kepala dan sekaligus menghantam paha kanan
lawan dengan lututnya. Sumo Kebalen terpental. Dia bergulingan di lantai lalu cepat tegak
kembaii. Namun balum sempat dia mengimbangi diri satu totokan hinggap di
dadanya, membuat dia kini kaku tak berdaya. Empat Teratai Darah kini tertegak di
tengah rumah makan dalam keadaan kaku tegang tak bisa bergerak. Cukup lucu
menyaksikan keadaan mereka saat itu.
Sumo Kebalen kerahkan tenaga dalamnya ke dada untuk membuyarkan totokan. Tapi
totokan itu bukan totokan sembarangan. Kalau bukan Lor Gambir Seta sendiri yang
memusnahkannya, totokan itu baru lenyap setelah tiga jam.
"Keparat kau Rangga Lelanang! Pengecut!" maki Sumo Kebalen. "Lepaskan totokan
ini. Mari kita berkelahi sampai seribu jurus!"
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Lor Gambir Seta tidak perdulikan ucapan orang, sebaliknya Wiro Sableng tertawa
gelak-gelak dan mencibir ke arah Sumo Kebalen. "Kambing muka putih," katanya.
"Legakmu hebat betui. Hendak berkelahi seribu jurus.
Nyatanya kau sudah jadi pecundang di bawah sepuluh jurus!"
Saking marahnya Sumo Kebalen lantas meludahi Wiro Sableng. Meski sudah mengelak
namun tamplasan air ludah masih sampat mamercik di muka pandekar ini.
"Sialan. Benar-benar sialanl" maki Wiro. Dibetotnya ujung jubah Sumo Kebalen
hingga robek. Kakek muka putih ini terbanting ke lantai dan memaki panjang
pendek. Wiro seka ludah di mukanya dengan robekan pakaian si kakek. Lalu robekan pakaian
itu diludahinya berulang-ulang, setelah itu dibuntainya bulat-bulat dan
disumpal-kannya ke mulut Sumo Kebalen hingga kakek ini megap-megap, tercekik dan
sulit bernafas.
"Pendekar 212," kata Lor Gambir Seta, "Kalau kau hendak mengisi perut cepatlah.
Kita tak punya waktu banyak."
Wiro berteriak memanggil pelayan yang datang dengan ketakutan. Makanan dan
minuman yang dipesan segera dihidangkan. Wiro langsung menyantapnya. Lalu dia
ingat pada orang tua di sebelahnya. "Hai, kau tidak makan?"
Yang ditanya menggeleng. "Kau saja yang makan. Dan cepat"
Sementara itu Supit inten, inang Pini dan inang Resmi tidak hentinya berteriak
memaki-maki. Tapi baik Wiro maupun Lor Gambir Seta tidak perdulikan.
"Rangga Lelanang!" teriak Supit inten. "Aku bersumpah akan memisahkan kepala dan
tubuhmu!" "Nenek-nenek tolol! Namanya bukan Rangga Lelanang, tapi Lor Gambir Setai" jawab
Wiro. "Rupanya si mata picak itu terlalu pengecut untuk mengakui namanya yang asli!"
menukas Inang Resmi.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kalian bertiga perempuan-perempuan cerewet. Tak bisa diam! Mengganggu makanku
saja!" damprat Wiro.
Lalu dari dalam mangkok sayur diambilnya tiga buah melinjo dan dilemparkannya ke
arah ke tiga perempuan itu. Langsung saja ketiganya jadi terbungkam tak bisa
bicara lagi! Sumo Kebalen yang megap-megap di lantai jadi
terbeliak. Kini disaksikannya sendiri, nyatanya pemuda rambut gondrong yang
dlanggapnya tolol itu memiliki kepandaian menotok yang luar blasa. Pasti ilmunya
tidak kalah dari si mata picak itu.
Selesai makan Wiro melangkah mendekati Sumo
Kebalen dan memeriksa pakaian kakek muka putih ini.
Dan kantong jubah sebelah kanan Wiro menemukan beberapa keping uang emas dan
perak. Wiro mengambil sekeping uang perak menyodorkannya pada Sura Gandara
"ini pembayar harga makanan dan minuman. Lebih dan cukup" Lalu dlangsurkannya
lagi sekeping uang perak.
"Dan ini untuk pembayar ganti kerusakan rumah makanmu!"
Si gemuk Sura Gandara yang tahu jelas dari mana asal uang Hu tentu saja tidak
berani menerimanya.
"Hai, ambilah" kata Wiro.
"Aku tak berani, itu uang Sumo Kebalen. Nanti aku dihajarnya" jawab Sura
Gandara. "Kalau dia berani berbuat begitu, beritahu aku. Aku akan ganti menghajarnya!"
sahut Wiro pula. Lalu dua keping uang perak Hu disusupkannya ke dalam saku
pakaian pemilik rumah makan. Sura Gandara merasa seolah-olah mengantongi bara
panas! *** Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
SANG surya telah jauh menggelincir ke barat. Sinarnya yang sebelumnya putih
memerak dan memerihkan jagat kini telah berubah redup kekuning-kuningan. Pada
saat itu Wiro Sableng dan orang tua bermata satu sampai di sebuah pedataran
berumput liar. Di ujung pedataran menunggu sebuah hutan belantara. Sejauh itu
berjalan baik Wiro maupun si orang tua tak satu pun pernah bicara.
Wiro mengikuti saja si mata satu itu memasuki rimba belantara. Setelah masuk
sejauh perjalanan dua kali peminuman teh, di pertengahan rimba nampak sebuah
pondok kecil. Dinding dan atap bangunan ini sudah bolong-bolong. Kaadaan pondok
reyot ini hanya menunggu roboh saja lagi. Dugaan Wiro bahwa si kakek akan menuju
ke pondok tersebut tidak meleset. Pintu pondok mengeluarkan suara berkereketan
ketika dibuka. Kedua orang ini masuk dan si kakek menutupkan pintu kembaii.
Wiro memandang berkeliling. Tak ada jendeia atau lobang angin. Lama-lama terasa
pengap di dalam situ. Di mana-mana abu menebar. Di sudut-sudut pondok tampak
labah-labah membuat sarangnya.
"Perlu apa kita masuk ke sini kalau cuma tegak dan membisu begini rupa?" tanya
Wiro akhirnya kesal.
Orang tua itu tak menjawab. Dia berdiri tanpa bergerak dengan kepala setengah
mendongak. Kelihatannya dia seperti tengah memasang telinga tajam-tajam.
"Kita menunggu seseorang di sini?" tanya Wiro lagi.
Tetap tidak ada jawaban, ini menjengkelkan murid Sinto Gendeng. Ketika dia
hendak membuka mulut kembali tiba-tiba Lor Gambir Seta melangkah ke salah
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
satu sudut pondok. Dilihatnya orang tua ini menggerakkan jari-jari tangannya,
menekan salah satu bagian dari tlang pondok yang sudah lapuk dimakan bubuk.
Wiro terkejut dan hampir tak percaya ketika tiba-tiba lantai pondok yang terbuat
Wiro Sableng 022 Siluman Teluk Gonggo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari papan itu membuka di sebelah tengah dan di bawahnya kelihatan sebuah tangga
batu, menurun menuju sebuah gang.
Lor Gambir Seta melangkah menuruni tangga setelah terlebih duiu memberi isyarat
pada Wiro agar mengikuti.
Melihat sikap si mata satu ini yang terus-terusan terasa aneh, mau tak mau lamalama pendekar kita jadi curiga.
Dia tak mau mengikut turun dan tetap di tempatnya.
"Lekas masuk!" kata Lor Gambir Seta ketika dilihatnya Wiro tak bergerak.
Wiro menggeleng.
"Terus terang aku mulai curiga terhadapmu, orangtua!"
"Curiga atau tidak lekas masuk. Aku tak punya waktu lama!"
"Soal waktu itu urusanmu. Cukup aku mengikutimu sampai di sini. Selamat tinggal"
Wiro putar tubuh dan siap melangkah keluar pondok. Namun ucapan si kakek
membuatnya kemudian batalkan niat.
"Kau ingin melihat dunia persilatan musnah di tangan manusia jahat itu" Kau
ingin pembunuhan, penculikan dan pemerkosaan berlangsung terus sampai kiamat"
Hingga kelak pada suatu ketika aku dan juga kau bakal menjadi korban
keganasannya?"
Wiro jadi garuk-garuk kepala. Lalu menjawab: "Kakek aneh, kalau kau memang punya
maksud baik, kenapa kau terlalu banyak merahasiakan segala sesuatunya padaku"
Kau selalu menutup mulut. Tak pernah menjawab setiap kutanya. Bukan mustahil kau
memang Rangga Lelanang seperti yang dikatakan oieh Empat Teratai Darah!"
"Siapa diriku setiap orang boleh menduga seribu cara seribu macam. Maksud baikku
terhadap dunia persilatan tak ada artinya. Tidak beda dengan setetes air yang
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
dicemplungkan ke dalam lautan. Kalau kau tak mau ikut aku, perduli setan. Asal
jangan kau nanti menyesal seumur hidup sampai ke llang kubur!"
Habis berkata begitu Lor Gambir Seta kembali
menuruni tangga batu. Wiro bersiul, garuk-garuk kepala.
Tiba-tiba dari mulut gang sebelah bawah tangga batu menggema satu suara halus
tapi amat jelas.
"Pendekar 212 jangan terlalu banyak bercuriga. Kau berada di tengah-tengah
orang-orang yang satu haluan..."
"Heh... siapa pula yang bicara itu?" tanya Wiro Sableng. Dilihatnya Lor Gambir
Seta terus melangkah menuruni tangga. Akhirnya pendekar kita melangkah juga
mengikuti kakek mata satu itu. Begitu sampai di anak tangga terakhir, bagian
atas iobang tertutup dengan sendirinya. Keadaan kini jadi gelap gulita. Tapi Lor
Gambir Seta melangkah cepat seperti dalam terang saja, seolah-olah dia punya
mata lebih dari satu! Wiro setengah memaki tetapi juga penuh rasa ingin tahu
mengikuti terus.
Lorong itu ternyata amat panjang. Akhirnya mereka sampai di hadapan sebuah pintu
batu berwarna putih.
Wiro berpikir-pikir siapa gerangan orang yang tadi mengeluarkan suara halus tapi
jelas itu. Pasti orangnya ada di belakang pintu itu. Dan pastilah dia seorang
manusia luar blasa karena sanggup mengirimkan suara sedemikian jauh.
Lor Gambir Seta mengetuk pintu batu itu. Pintu bergeser ke samping secara aneh.
Di belakang pintu kelihatan sebuah lorong panjang diterangi lampu-lampu minyak.
Keduanya memasuki iorong. Pintu batu putih di belakang mereka menutup dengan
sendirinya. Pada ujung lorong muncui sebuah pintu batu yang kali ini berwarna
merah. Seperti tadi kembali Lor Gambir Seta mengetuk pintu batu ini tiga kaii.
Pintu terbuka. Di hadapan Wiro tampak sebuah ruangan amat besar yang keseluruhan lantai,
dinding dan langit-langitnya tertutup permadani berbunga-bunga. Di ujung kamar
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
terdapat sebuah jendela. Jauh di belakang jendela tampak sebuah sungai dengan
air terjun yang tinggi. Segaia sesuatunya di luar jendela itu adalah rimba
belantara yang tak pernah dijejaki manusia.
Yang menarik perhatian Wiro saat itu ialah dua orang yang berada di samping
kanan ruangan besar. Yang satu seorang kakek berbadan gemuk macam gentong,
tetapi mengenakan pakaian yang kekecilan.
Orang ini berbaring melunjur di atas sebuah kursi malas.
Sebatang pipa terselip di sela bibirnya. Asap pipa itu menaburkan bau yang tidak
sedap. Di sebelah si gemuk duduklah seorang tua berjanggut putih. Di pangkuannya
terletak dua buah bumbung tuak.
Meskipun orang ini agak membelakang, tapi Wiro segera mengenalinya.
"Dewa Tuak!" Wiro berseru memanggil.
Orang yang dipanggil tidak berpaling, melainkan keluarkan suara tertawa
bergelak, lalu berkata: "Cepatlah masuk Wlro. Agar kita bisa lebih lekas
berunding mengatur rencana."
Wiro kerenyitkan kening. Sesaat dia memandang pada Lor Gambir Seta. Selagi si
mata satu ini menutup pintu batu merah, Wiro melangkah ke hadapan kakek janggut
putih yang dipanggilnya Dewa Tuak, lalu menjura dalam, dan juga menjura pada Si
gemuk di kursi malas. Menurut dugaan Wiro si gemuk inilah tadi yang telah
mengirimkan suara jarak jauh.
"Duduk..." si gemuk mempersilahkan. Suaranya halus.
Wlro duduk di kursi yang terletak di samping Dewa Tuak sementara Lor Gambir Seta
mengambil kursi lain.
"Guru, harap maafkan," kata Lor Gambir Seta pada si gemuk yang menghisap pipa.
"Dua bulan mencari baru aku berhasii menemui pemuda ini."
"Ah, ternyata si gemuk ini guru si picak," kata Wiro dalam hati.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Si gemuk menyedot pipanya dalan-dalam, lalu me-niupkan asap tampak dia membuka
muiut. Wiro menyangka si gemuk ini hendak muiai bicara. Ternyata dia menguap
lebar-lebar dan lama sekali
"Jika satu jam saja kalian terlambat, pasti aku sudah tidur lagi. Dan segaia
sesuatunya akan percuma saja karena aku tak akan bangun dalam tempo enam kali
bulan purnama!" kata si gemuk pula. Suaranya halus dan sember.
"Dapatkah kita mengatur rencana sekarang"' tanya Dewa Tuak sambil usap-usap
bumbung tuaknya.
Si gemuk untuk kedua kaiinya menguap tebar dan panjang hingga matanya tampak
berair. "Dewa Tuak," Wiro menyeling. "Mohon dijelaskan dengan orang gagah dari manakah
saat ini aku berhadapan dan siapa nama atau gelarnya. Lalu bagaimana pula kita
sampai bisa bertemu di sini."
"Semuanya telah diatur," memberitahu Lor Gambir Seta.
"Ya, ya. Diatur untuk satu rencana besar," sambung Dewa Tuak.
"Jelasnya rencana besar apa?" tanya Wiro kembali.
Si gemuk berdehem beberapa kali. "Aku akan terangkan anak muda. Aku akan
terangkan." Dia menoleh pada Dewa Tuak. "Coba terangkan dulu siapa aku ini
padanya...."
Dewa Tuak mengangguk lalu berkata, "Wiro, saat ini kita berada di tempat
kediaman tokoh paling tua di dunia persilatan. Umurku lebih dari delapan puluh
tahun. Tapi si gemuk ini berusia dua kali umurku...."
"Busetl" terlompat kata-kata itu dari mulut Wiro secara tak sengaja saking
kagetnya. Menyadari ketidaksopanan-nya buru-buru pemuda ini minta maaf. Dan Dewa
Tuak melanjutkan penjelasannya. "Dia tokoh silat paling tua.
Juga paling gemuk. Beratnya hampir dua setengah kwintal. Di samping itu dia
mendapat cap sebagai manusia
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
paling malas di seluruh dunia karena sifatnya yang doyan tidur, itu sebabnya dalam dunia
persilatan dia diberi nama Si Raja Penidur!"
Terbelalaklah Wiro Sableng ketika mendengar siapa adanya si gemuk itu. Selagi
digembleng di puncak gunung Gede oleh gurunya Eyang Sinto Gendeng, sang guru
pernah menerangkan bahwa satu-satunya manusia yang dlanggap paling tinggi ilmu
kepandaiannya dalam dunia persilatan ialah seorang lelaki gemuk bergelar Si Raja
Penidur. Usianya sudah amat lanjut. Karena sifatnya yang pemalas dan suka tidur,
dia jarang muncul dalam rimba parsilatan, karenanya kurang dikenal. Menurut
Eyang Sinto Gendeng kalau sekali Raja Penidur ini tidur maka tiga sampai empat
bulan mungkin belum bangun-bagun sekalipun gunung meletus dibawah ranjangnya.
Kini Wiro tahu itulah sebabnya Lor Gambir Seta selalu mendesak agar cepat-cepat
dalam perjalanan. Wiro benar-benar tidak menduga kalau hari itu dia bakal
bertemu muka dengan tokoh nomor satu itu.
"Sekarang soal rencana," kata SrRaja Penidur. Tapi ucapannya terputus karena
lagi-lagi menguap dan kucak-kucak mata. "Meskipun aku bisanya cuma tidur dan
malas-malasan di sini, tapi apa yang terjadi di dunia persilatan tidak luput
dari perhatianku. Beberapa tokoh silat berkunjung ke sini tiga buian lalu dan
menerangkan semua kejadian di luar sana. Kejadian-kejadian yang benar-benar
menggegerkan, biadab terkutuk serta tak mungkin dibiarkan lebih lama." Si gemuk
ini berhenti sesaat untuk menguap, baru meneruskan.
"Menurut hematku hanya ada satu manusia yang memiliki ilmu siluman dan mampu
terbuat seperti itu yakni Datuk Siluman dari Bukit Hantu. Maka kusuruh muridku
Lor Gambir Seta untuk melakukan penyelidikan. Siapa sebenarnya keparat biang
bencana itu dan di mana dia bercokol. Ternyata diketahui Datuk Siluman sudah
mati. Tertembus di bawah runtuhan rumahnya, atau dibunuh
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
orang atau bunuh diri. Ini memberi pengertian bahwa ada seorang lain yang jadi
penimbul malapetaka itu, dengan ilmu mirip sekali seperti yang dimiliki Datuk
Siluman. Dan penyelidikan muridku ternyata tidak sia-sia.... Ah... aku
mengantuk. Tak tahan beratnya mata ini. Aku mau tidur...."
"Guru!" berkata Lor Gambir Seta. "Jika kau tidur percumalah semua ini!"
Si Raja Penidur menguap, lalu mengulet dan geleng-gelengkan kepalanya berulang
kali untuk membuang kantuk. Setelah menyedot pipanya dalam-dalam baru dia
melanjutkan: "Bangsat penimbul malapetaka keji itu bernama Sonya. Dia bercokol
di sebuah goa yang bangunan dalamnya tidak beda dengan tempatku ini. Goa itu
terletak di Teluk Gonggo!" Si gemuk kembali menguap.
"Sonya memiliki ilmu siluman yang luar biasa. Mungkin dia bukan murid Datuk
Siluman karena sejauh kuketahui Datuk Siluman tidak punya murid. Tetapi tidak
bisa tidak manusia biadab ini pasti memiliki hubungan dengan Datuk Siluman. Ilmu
hitamnya lebih tinggi dari langit, lebih dalam dari lautan. Dan celakanya dia
tidak bisa mati, tidak bisa dibunuh!"
Wiro batuk-batuk lalu berkata: "Raja Penidur, aku tolol ini mohon penjelasanmu.
Bagaimana ada manusia yang tidak dapat dibunuh, tidak bisa mati! Setiap makhluk
hidup pasti mati. Itu hukum Yang Kuasa!"
Dewa Tuak dan Lor Gambir Seta tersenyum. Rupanya kedua orang ini sudah tahu
banyak tentang manusia bernama Sonya itu.
"Apa yang kau katakan itu memang benar, orang muda," jawab Raja Penidur. "Tapi
Sonya bukan manusia biasa lagi, tak dapat disebutkan manusia. Dia malah sudah
melebihi siluman. Dan hanya akan mati bila kita mengetahui titik kelemahannya
atau pantangannya. Kabarnya dia punya dua pantangan. Aku cuma tahu satu, sialan
betul!" Raja Penidur kembali menguap. Dia memandang
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
pada Lor Gambir Seta dan berkata: "Muridku, jelaskan padanya pantangan itu."
Lor Gambir Seta mengangguk. "Ketinggian ilmu kesaktian dan kehebatan ilmu kebal
manusia siluman ini akan punah bilamana tubuhnya terkena air hujan."
Wiro garuk-garuk kepala sedang Dewa Tuak
kerenyitkan kening sambil usap-usap janggutnya yang putih.
"Aneh dan hampir takmasuk akal..." kata Dewa Tuak.
"Memang setiap ilmu siluman selalu diselimuti keanehan," kata Lor Gambir Seta.
Raja Penidur menyambung. "Rasanya Sonya tidak sendirian. Selain memelihara
puluhan perempuan culikan, dia juga dikelilingi oleh tokoh-tokoh silat baik dari
golongan putih maupun hitam. Mereka menjadi budaknya diluar sadar. Perempuanperempuan malang itu harus diselamatkan. Juga tokoh-tokoh silat golongan putih.
Terhadap mereka dari golongan hitam kalian tak usah ragu-ragu bertindak. Jika
selama ini mereka sukar diatur dan sulit dibasmi, kali ini kalian punya
kesempatan untuk turun tangan. Persoalannya kuserahkan pada kalian bertiga...."
"Raja Penidur," berkata Wiro. "Kau bilang persoalannya kini pada kami bertiga.
Jika tokoh-tokoh silat kawakan sebelumnya tak berhasil membakuk manusia siluman
itu, bagaimana mungkin aku yang masih hijau ini bisa turun tangan?"
Si gemuk tertawa mengekeh. "Jangan terlalu me-rendahkan diri orang muda. Siapa
yang tidak tahu Sinto Gendeng" Siapa yang tidak pernah dengar muridnya yang
berjuluk Pendekar 212" Aku yakin kalian bertiga bisa bekerjasama membantai
manusia siluman terus lagi pula ingat akan satu ujar-ujar. Kapal besar belum
tentu tenggelam oleh ombak besar. Tetapi mungkin tenggelam oleh bocor kecil.
Dewa Tuak, ingat, kau bertugas membawa air hujan dalam bumbung bambumu itu!"
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Dewa Tuak usap-usap bumbung bambunya. "Ah, malang nian nasibku kali ini. Agaknya
aku terpaksa puasa minum tuak selama menjalankan tugas ini!"
"Lor Gambir Seta, kau punya tugas menyelamatkan tokoh-tokoh golongan putih yang
disekap di Teluk Gonggo. Dan Wiro, kau berkewajiban membasmi mereka yang dari
golongan hitam!"
"Lalu bagaimana dengan perempuan-perempuan yang puluhan itu dan kabarnya cantikcantik" Siapa yang dapat tugas menyelamatkan?" tanya Wiro.
Dewa Tuak tertawa gelak-gelak. Lor Gambir Seta senyum-senyum sedang Si Raja
Penidur kembali
menguap. "Mereka sudah barang tentu harus diselamatkan. Aku percaya kau bisa mengaturnya
Wiro," jawab Si Raja Penidur kemudian.
"Kau sendiri tidak ambil bagian dalam tugas besar ini"'
"Aku...?" ujar Raja Penidur ketika mendengar pertanyaan Wiro itu. Dihembuskannya
asap pipanya jauh-jauh. "Perlu apa aku turun tangan mencapaikan diri.
Lebih enak tidur di sini!" Dia menguap kembali.
"Kalian saksikan sendiri," kata Lor Gambir Seta sambil menggoyangkan kepala ke
arah gurunya yang
sudah pulas. "Baru delapan minggu yang lalu dia bangun setelah tidur selama
empat bulan. Dan kini sudah pulas lagi. Untung kita lekas sampai di sini. Kalau
tidak berarti dunia persilatan akan terus tenggelam dalam malapetaka sampai
beberapa bulan dimuka!"
Wiro hanya garuk-garuk kepala. Telah banyak dilihatnya tokoh-tokoh silat
bersifat aneh. Tapi si gemuk satu ini nomor satu aneh!
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
ANGIN bertiup kencang, memapasi lari tiga ekor kuda yang dipacu menuju ke utara.
Dari debu yang melekat di tubuh kuda serta para penunggangnya nyata bahwa mereka
telah menempuh perjalanan jauh. Sekeluarnya dari rimba belantara mereka memasuki
daerah berpasir yang ditumbuhi pohon kelapa. Orang-orang ini adalah Pendekar 212
Wiro Sableng, Lor Gambir Seta dan Dewa Tuak. Meraka menghentikan kuda masingmasing di ujung bukit pasir yang terjal.
"Kita berhenti di sini. Perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki," kata Lor
Gambir Seta seraya melompat turun dari punggung kuda, diikuti dua orang lainnya.
"Tapi ada beberapa hal penting yang harus kuterangkan pada kalian. Sonya manusia
siluman berhati iblis itu memiliki ilmu-ilmu luar biasa. Tiga di antaranya amat
berbahaya. Pertama yang disebut Cakar Siluman.
Karenanya dalam menghadapinya nanti jangan terlalu dekat. Ilmunya yang kedua
bernama Asap Jalur Penidur.
Jika seseorang sampai terlingkar oleh asap tersebut pasti akan menjadi lemah dan
jatuh tidur, ilmu ketiga, ini yang paling berbahaya ialah Asap Tenung Siluman.
Siapa yang sampai menciumnya pasti berubah jalan pikirannya dan merasa bahwa dia
adalah budak atau hamba sahaya Sonya. Dengan demikian Sonya bisa menyuruhnya
berbuat apa saja! Karenanya begitu berhadapan dengan manusia siluman itu harus
dapat menyiramkan air pantangan berupa air hujan ke tubuhnya!"
Setelah memandang berkeliling sejenak Lor Gambir Seta memberi isyarat untuk
meneruskan perjalanan.
Pada saat dia dan Wiro mulai melangkah, di sebelah belakang Dewa Tuak keluarkan
dua buli-buli kecil dari
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
balik pakaiannya. Seperti telah diketahui, karena dua bumbung bambu yang
dibawanya kini diisi air hujan maka dia terpaksa membawa tuak kegemarannya di
dalam buli-buli tersebut. Dibukanya tutup buli-buli lalu mendongak dan mulai
meneguk minuman itu.
Tiba-tiba Dewa Tuak turunkan buli-bulinya dan menyemburkan air minuman dalam
mulutnya ke depan.
Delapan buah pisau terbang yang meluncur ke arah Lor Gambir Seta dan Wiro
Sableng runtuh ke tanah.
"Bangsat! Siapa yang berani membokong!" bentak Dewa Tuak. Wiro dan Lor Gambir
Seta terkejut, cepat berpaling dan baru menyadari bahwa keduanya baru saja
diselamatkan oleh kakek janggut putih itu.
"pisau itu melesat dari arah bawah tebing pasir!
Pasti pembokong itu ada di sana" kata Dewa Tuak. Buli-buli tuaknya disimpan lalu
dia melompat ke bawah bukit pasir, diikuti Wiro dan Lor Gambir Seta.
Wiro Sableng 022 Siluman Teluk Gonggo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selagi ketiganya melayang di udara. Tiga lusin pisau terbang menderu lagi ke
arah meraka. "Keparat!" maki Wlro. Tangan kanannya dlpukulkan ke depan. Lor Gambir Seta dan
Dewa Tuak juga dorongkan telapak tangan kanan. Tiga puluh enam pisau maut itu mental, jatuh ke
pasir. "Bangsat! Lekas keluar dari balik batu" teriak Wlro.
Dia melihat jelas, serangan pisau itu keluar dari balik sebuah batu besar.
Ketika ditunggu tak ada yang keluar, Wiro lepaskan pukulan "Kunyuk Melempar
Buah". Satu gumpal angin keras laksana batu karang menghantam batu besar itu
dengan dahsyatnya hingga hancur barantakan. Di saat itu pula terdengar suara
jeritan. Di balik batu besar yang telah hancur tampak tiga lelaki bermuka hitam.
Yang satu menggeletak dengan dada hancur. Dua lainnya masih untung hanya
menderita luka dalam.
Setelah terhuyung sasaat, keduanya lantas cabut senjata dan menyerbu ke arah
Wiro dan kawan-kawan.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mereka pasti budak-budak Sonya" seru Lor Gambir Seta dan berkelebat menotok
lawan yang menyerangnya.
Sebaliknya Wiro tak memberi ampun. Orang yang coba menebaskan senjatanya ke
lehernya dihantam di bagian dada dengan jotosan tangan kiri hingga muntah darah
dan terkapar di pasir.
"Muka hitam!" sentak Lor Gambir Seta seraya menjambak rambut orang yang berhasil
ditotoknya. "Sebelum kau jadi budak manusia siluman bernama Sonya, apakah kau
dari golongan hitam atau putih"!"
"Apa perdulimu, mata picak"!" jawab si muka hitam.
Lor Gambir Seta menggereng. Dewa Tuak membisikkan sesuatu kepadanya. Lor Gambir Seta lalu berkata: "Nyawamu kuampuni.
Tapi lekas beri tahu di mana sarangnya Sonya I"
Si muka hitam terlawa. "Baik, tapi lepaskan dulu totokanmu!"
Tanpa curiga Lor Gambir Seta lepaskan totokan di tubuh si muka hitam. Tetapi
begitu totokannya terlepas secepat kilat si muka hitam hantamkan tinjunya ke
batok kepala sendiri! Dia menggeletak mati dengan kepala rengkah
"Kalian saksikan sendiri!" ujar kakek mata picak itu antara terkesiap dan juga
penasaran. "Dia sudah menjadi kerbau yang sangat, patuh pada Sonya. Lebih suka
bunuh diri daripada berkhianat!"
Ketiganya lalu melanjutkan perjalanan menempuh pedataran pasir penuh pohon
kelapa. Selang beberapa lama mereka sampai di tepi pantai berbentuk cekung
setengah lingkaran. Angin laut bertiup lembut dan air laut tampak tenang. Burung
elang beterbangan di udara.
Pemandangan di sini indah sekali. Inilah Teluk Gonggo. Di sini pulalah manusia
siluman Sonya membuat markasnya.
Tapi di sebelah mana"
Ketiga orang ilu bergerak dengan hati-hati. Bukan mustahil mereka bakal mendapat
rintangan-rintangan
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
maut lainnya dari budak-budaknya Sonya. Mereka mendekati daerah berbatu-batu di
bagian teluk sebelah kanan. Biasanya di tempat seperti Ku terdapat lobang atau
celah yang dijadikan pintu masuk. Di bagian yang menghadap ke laut, mereka tidak
menemukan apa-apa.
Ketiganya berputar menyelidiki bagian belakang bebukitan batu ini.
"Hai, itu ada lobang!" Wiro tiba-tiba berseru dan menunjuk pada sebuah lobang di
seia-seia dua batu besar. Ketiganya segera menuju ke situ. Ternyata mulut lobang
tertutup oleh satu sarang gonggo (labah-labah) yang luar biasa besarnya.
"Lobang buntu. Tak mungkin ada yang memakai sebagai jalan masuk!" kata Wiro
garuk-garuk kepala.
"Celaka! Perangkap setan apa pula ini!" kata Lor Gambir Seta. Tubuhnya dan juga
tubuh Wiro sudah terhisap sampai sebatas pinggul.
Melihat kedUa kawannya itu menghadapi bahaya
besar Dewa Tuak cepat keluarkan benang sutera putih saktinya yang selalu
dibawanya. "Bertahanlah! Lihat benangku ini!" seru Dewa Tuak.
Benang itu meluncur ke bawah langsung melibat pinggang serta dada Wiro dan si
kakek. Untuk dapat menarik keduanya dari hisapan pasir maut itu Dewa Tuak
kerahkan seluruh tenaga luar dan dalam. Sekali sentak, tubuh Wiro dan Lor Gambir
Seta berhasil ditarik keluar.
"Kurang ajar! Licik!" maki Wiro begitu selamat.
"Dewa Tuak, dua kali kau menyelamatkan jiwa kami.
Kami menghaturkan terima kasih," kata Lor Gambir Seta sementara Wiro cengarcengir. Dewa Tuak angkat bahu dan menjawab: "Bukan saatnya kita berbasa basi dengan
segala peradatan!
Lor Gambir Seta menghela nalas panjang. Dia memandang ke lobang batu yang ada
sarang gonggonya.
"Aku yakin, inilah pintu masuk ke sarangnya Sonya."
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tapi ada serang gonggonya begitu, mana mungkin?"
ujar Wiro. "itu bukan sembarang gonggo. Aku akan buktikan,"
kata Lor Gambir Seta. Diikuti oieh kedua orang itu dia menghampiri mulut lobang.
Membaui manusia di dekatnya, gonggo besar itu mulai menggerakkan kaki-kakinya.
Pandangan matanya membuas dan dari mulutnya keluar sebentuk lidah aneh bercabang
dua berwarna hijau berkilat-kilat tanda mengandung racun jahat.
Lor Gambir Seta mengambil sehelai sapu tangan.
Benda ini di buntalnya lalu dilemparkan ke serang gonggo.
Secepat kilat binatang ini menyambar dan menghancur luluhkannya.
Wiro membungkuk mengambil sebuah batu sebesar setengah kepalan. Batu ini
dilemparkannya ke sarang gonggo. Seperti sapu tangan tadi, batu ini pun dilumat
hancur oleh gonggo itu dalam waktu singkat! Mata Pendekar 212 membeliak
menyaksikan hal ini.
"Hebat...! Hebat!" kata Dewa Tuak. "Aku mau tahu apakah binatang ini doyan
tuakku!" Lalu diteguknya tuak dalam buli-buli. Tiga teguk berturut-turut.
Tegukan pertama dan kedua ditelannya. Tegukan ketiga tetap dalam mulut dendengan
mengerahkan tenaga dalam tuak itu disemburkannya ke arah gonggo di lobang batu.
Kepala binatang itu hancur. Tubuhnya remuk berkeping-keping. Kaki-kakinya
menggelepar dan putus-putus. Sarangnya musnah. Sesaat kemudian terjadilah hal
yang aneh. Baik gonggo maupun sarangnya berubah menjadi asap hitam untuk
kemudian musnah tak berbekas.
"Gonggo siluman!" desis Wiro.
Lor Gambir Seta memberi isyarat. Ketiganya segera menyelinap ke dalam lobang
dengan sangat hati-hati.
Ternyata lobang itu tidak seberapa dalam. Langkah mereka terhenti oieh sebuah
pintu papan. Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Awas, kurasa ini pintu siluman dengan berbagai senjata rahasia," kata Dewa Tuak
memperingatkan.
Lor Gambir Seta mengangguk. Dia memberi tanda agar kedua orang Ku bertiarap.
Lalu tangan kanannya dipukulkan ke depan.
"Braakl"
Pintu papan hancur berantakan. Dikejap itu pula beralur lima puluh batang golok
terbang di atas tubuh ketiga orang yang bertiarap itu. Begitu senjata-senjata
maut itu lewat, ketiga orang teraebut cepat melompat dan menerobos masuk lewat
pintu yang hancur. Mereka sampai ke sebuah ruangan besar yang penuh dengan
puluhan manusia. Di hadapan mereka berdiri kira-kira dua puluh orang lelaki dan
setengah lusin perempuan yang kesemuanya bermuka hitam. Mereka adalah tokohtokoh silat golongan putih dan hitam yang telah dicuiik dan dijadikan budak oleh
Sonya. Dengan muka hitam begitu rupa sulit bagi Wiro dan kawan-kawan untuk
mengenali mereka. Ini berarti mereka tidak mengetahui yang mana tokoh golongan
hitam dan mana tokoh golongan putih yang harus mereka selamatkan.
Di belakang jejeran orang-orang Itu, di satu lantai yang agak tinggi, duduklah
seorang lelaki berusia se tengah abad, barwajah luar biasa seramnya. Rambutnya
awut-awutan, kumis dan cambang bawuk tidak terurus.
Sepasang matanya menyorot ganas. Dia mengenakan pakaian buruk dekil penuh
tambalan. Tubuh dan pakaiannya ini menebar bau yang sangat busuk!
Di sekeliling si bau busuk ini, duduk bersimpuh lima belas orang perempuan.
Karena muka mereka tidak hitam maka dapat disaksikan bahwa mereka semua adalah
gadis-gadis berwajah cantik. Dan yang membuat Pendekar 212 jadi sesak nafas
sedang Dewa Tuak serta Lor Gambir Seta menjadi jengah ialah bahwa kelima belas
gadis itu tak satu pun mengenakan pakaian alias bertelanjang bulat!
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Dari balik sebuah ruangan tiba-tiba muncul seorang gadis yang parasnya cantik di
antara semua gadis di ruangan itu. Dia melangkah tanpa pakaian menghampiri
lelaki berpakaian buruk dekil itu dan langsung duduk di pangkuannya.
"Gila betul!" kata Wiro dalam hati.
Gadis itu bukan lain adalah Dwiyana, murid Akik Mapei.
Akik Mapei sendiri saat itu duduk di sudut ruangan beraama yang lain-lainnya.
Mereka siap menyerbu tiga orang yang baru datang itu, hanya menunggu perintah
majikan mereka.
Lor Gambir Seta berbisik pada Wiro dan Dewa Tuak:
"Keparat yang berpakaian rombeng busuk Sonya yang harus kita lenyapkan. Kita
harus bertindak cepat!"
Sebelum ketiga orang ini bergerak tiba-tiba di antara orang banyak menyeruak
empat manusia bermuka hitam.
Satu laki-laki dan tiga perempuan.
Meski tidak dapat mengenali wajah mereka tetapi dari jubah putih berbunga
teratai merah yang mereka kenakan, Wiro Sableng serta Lor Gambir Seta segera
mengetahui bahwa keempat orang ini bukan lain adalah Empat Teratai Darah yang
beberapa hari lalu pernah bentrokan dengan mereka di sebuah rumah makan.
Bagaimana keempat orang ini tahu-tahu sudah berada di sarangnya Sonya"
Tiga jam setelah ditotok oleh Lor Gambir Seta, totokan di tubuh Empat Teratai
Darah punah dengan sendirinya. Penuh rasa dendam, keempatnya bermaksud untuk
menemui seorang tokoh silat golongan hitam guna minta bantuan. Dalam perjalanan
itulah mereka berpapasan dengan Sonya. Mengetahui bahwa Empat Teratai Darah
merupakan kelompok berkepandaian tinggi dan cukup terkenal dalam peraitatan maka
Sonya segera menyerang mereka dengan asap tenung siluman. Dalam keadaan tak
sadar keempat orang itu kemudian
dibawanya ke Teluk Gonggo.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Rangga Lelanang! Dan kau pemuda gondrong sedeng"
membentak kepala Empat Teratai Darah yakni Sumo Kebalen. "Dicari-cari tidak
ketemu. Akhirnya hari ini kailan datang mengantar nyawa!"
"Hai! Kau rupanya "sahut Wiro seraya mencibir.
"Kalau aku tidak salah dulu mukamu putih macam kain kafan. Sekarang kenapa
berubah jadi pantat dandang"!"
Wiro lalu tertawa gelak-gelak dan diam-diam tangan kanannya meraba gagang Kapak
Maut Naga Geni 212
yang tersembunyi di balik pakaiannya.
Di sampingnya Dewa Tuak keluarkan buli-bulinya dan "gluk-gluk-gluk", dia meneguk
minuman itu seenaknya seolah-olah sedang berada di tempat per-jamuan. Lor Gambir
Seta sendiri sejak tadi sudah siapkan pukulan tangan kosong di tangan kiri
sedang di tangan kanannya kini tergenggam sebuah senjata aneh yakni sebuah
tanduk kerbau yang amat besar dan runcing salah satu ujungnya.
"Pendekar 212" bisik Lor Gambir Seta. "Ingat, kita harus bertindak cepat. Musuhmusuh golongan hitam harus disingkirkan dulu sebelum Sonya turun tangan."
Wiro mengangguk.
Sumo Kebalen menggereng marah mendengar ucapan Wiro tadi. Dia melompat diikuti
tiga adik seperguruannya.
Wiro dan Lor Gambir Seta siap menyongsong.
Wiro cabut senjatanya. Sinar putih berkiblat ketika Kapak Maut Naga Geni 212
mulai beraksi. Terdengar suara mengaung laksana seribu tawon mengamuk. Dilain
kejap Empat Teratai Darah sudah menggeletak dilantai.
Mereka menemui ajal tanpa mengeluarkan sedikit suara pun saking cepatnya
sambaran senjata Wiro. Dan mereka tidak pernah tahu senjata apa yang telah
menamatkan riwayat mereka.
Lor Gambir Seta tertegun melihat gebrakan kilat yang dibuat Wiro. Orang tua mata
satu ini sudah sejak lama mendengar kehebatan pendekar gondrong ini, tapi baru
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
hari ini dia menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Jika saja bukan di tempat
itu terjadinya, pastilah dia akan berseru memuji.
Sementara itu Dewa Tuak yang sudah tahu banyak tentang Wiro tertawa gejak-gelak
dan teguk tuaknya.
Begitu suara tawanya lenyap tempat itu telah berubah jadi kacau balau. Gadisgadis yang telanjang berpekikan, lelaki-lelaki bermuka hitam menggembor marah.
Sonya bertepuk tiga kali dan berteriak: "Hamba Sahayaku! Bunuh tiga bangsat
pangacau itu!"
Laksana air bah orang-orang bermuka hitam serta merta menyerbu. Dewa Tuak
semburkan tuak dari mulutnya. Dua orang penyerang berteriak roboh dengan tubuh
bergelimpang darah. Teman-temannya yang berhasil menyetamatkan diri segera
mengeroyok Dewa Tuak.
Tokoh silat berusia 80 tahun ini putar kedua bumbung bambunya. Tiga orang musuh
lagi terjelepak oleh serangan yang tidak mereka duga ini.
Baik Wiro maupun Dewa Tuak serta Lor Gambir Seta tidak dapat mengetahui mana
para penyerang yang berasal dari golongan hitam dan mana dari golongan putih.
Karenanya sebelum pertempuran berlangsung lebih jauh Lor Gambir Seta berteriak:
"Manusia-manusia muka hitam berasal dari golongan putih dengar. Kami tidak mau
kesalahan tangan.
Lekas mundur, selamatkan diri kailan!"
Tapi otak manusia-manusia golongan putih itu telah terjebak dalam Ilmu siluman
Sonya hingga tak satu dari mereka yang ambil peduli dan mendengar perintah itu.
Dewa Tuak menyemburkan tuaknya tenis menerus.
Tabung bambu dihantamkannya kian kemari. Selagi musuh menghindar Dewa Tuak
pergunakan kesempatan ini untuk mendekati Sonya.
Sonya melompat ke samping kiri. Matanya tidak lepas pada genangan air di lantai.
Dari tempat yang dirasakannya aman, dia keluarkan ilmu silumannya
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
yang bernama "Asap Jalur Penidur. Asap kecil hitam melesat bergulung-gulung,
melejit ke arah Dewa Tuak, Lor Gambir Seta dan Wiro Sableng.
"Lekas menyingkir" teriak Lor Gambir Seta.
*** SAMBIL berteriak Lor Gambir Seta melompat keluar menjauhi kalangan pertempuran.
Dalam mundur menjauh ini dia sempat menotok dua lawan bermuka hitam yang menurut
dugaannya adalah dari golongan putih.
Pendekar 212 babatkan kapak saktinya ke depan. Asap siluman yang menyerbunya
terpental dan buyar hingga dia selamat dari malapetaka. Lain halnya dengan Dewa
Tuak. Tokoh kawakan ini hantamkan tangan kirinya ke atas. Asap hitam buyar namun
dari samping membalik kembali dan menyerbu ke arahnya!
"Celaka!" keluh Dewa Tuak ketika dirasakanya kepalanya mendadak pusing dan
sepasang matanya menjadi berat laksana dicantoli batu Dia menahan nafas dan
kerahkan tenaga dalam. Lututnya goyah dan tubuhnya mulai menghuyung. Namun dia
masih sanggup bertahan dengan menutup seluruh inderanya.
Melihat Dewa Tuak dalam bahaya Wiro segera
bertindak cepat. Didahului teriakan menggelegar murid Eyang Sinto Gendeng ini
berkelebat. Tiga orang terjungkal. Dua bobol perutnya, satu lagi hampir tanggal
lehernya. Selagi tubuhnya mengapung di udara, Wiro lepaskan pukulan sinar
matahari yang panas dan me-nyilaukan. Asap siluman yang hampir menguasai Dewa
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Tuak musnah. Dewa Tuak sendiri terpental dan jadi kalang kabut ketika sebagian
janggut putihnya terbakar oleh pukulan sinar matahari.
"Gila! Edan! Ooala" teriak Dewa Tuak dan cepat padamkan janggutnya yang
terbakar. "Kurang ajar!" kutuk Sonya geram. Sedang matanya membersitkan sinar maut. Tak
dapat dipercayanya kalau hari itu semua asap-asap ilmu silumannya dapat
dimusnahkan lawan, satu hal yang tak pernah kejadian sebelumnya.
Sonya mengangkat tangannya tinggi-tinggi ke udara lalu kedua telapak tangannya
disatukan dan saling digesek.
"Gordal Keluarlahl Bunuh pemuda berambut
gondrong itu!"
Serangkum asap hitam keluar dari celah kedua telapak tangan manusia siluman itu
mengeluarkan suara mendesis. Asap itu kemudian berubah menjadi sesosok makhluk
yang luar blasa seram dan besarnya. Kepalanya menyondok langit-langit ruangan
Wiro Sableng 022 Siluman Teluk Gonggo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang tingginya hampir tiga meter itu. Sepasang matanya yang merah hampir sebesar
buah kelapa. Mulutnya menyeringai memperlihatkan barisan gigi-gigi raksasa. Dia
melangkah mendekati Wiro. Setiap langkah yang dibuatnya menggoyangkan lantai
ruangan! Tiba-tiba makhluk bernama Gorda ini ulurkan kedua tangannya yang besar dan
panjang, berbulu dan berkuku runcing. Wiro meskipun agak tergetar tapi cepat
babatkan Kapak Naga Geni 212. Didahului sinar putih perak, senjata mustika itu
membabat salah satu tangan Gorda. Makhluk ini menggerung dan melangkah mundur.
Tangan kirinya hampir putus dan anehnya mengeluarkan darah seperti darah
manusiai Menyadari bahwa senjatanya hanya mampu menciderai lawan maka murid Eyang Sinto
Gendeng ini segera menggenjot tubuhnya dan melayang ke udara.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekali lagi Kapak Maut Naga Geni 212 berkilat.
"Craass!"
Terdengar separti suara ratusan srigala melolong serentak. Kepala makhluk
siluman itu menggelinding.
Darah bergenangan. Namun sessat kemudian sosok tubuh siluman itu lenyap.
Darahnya yang membasahi lantai pun ikut lenyap tiada bekas!
Sonya terkesiap melihat apa yang terjadi hingga dia lengah ketika Pendekar 212
Wiro Sabieng kini menerjang ke arahnya dan membacokkan Kapak Maut Naga Geni 212.
Sonya tak punya kesempatan untuk mengelak.
Senjata warisen Eyang Sinto Gendeng itu mendarat di dadanya dan "trangl"
Terdengar bunyi keras. Tubuh Sonya tak bergerak sedikit pun. Kapak Naga Geni 212
laksana menghantam dinding baja yang maha atos. Inilah untuk pertama kaitnya
senjata mustika sakti itu tidak mempan menghadapi kehebatan ilmu kebal siluman
yang dimiliki Sonya. Dewa Tuak dan Lor Gambir terbeliak.
Saking kagetnya Wiro sampai lupa penjagaan dirinya.
Dia. terkesiap dengan mulut ternganga. Justru saat itulah Sonya melompatinya
dengan tangan kanan lancarkan serangan "Cakar Siluman yang sudah sama diketahui
kehebatannya. Jangankan tubuh manusia, tembok besi pun pasti hancur dibuatnya.
Kini Pendekar 212 lah yang tidak punya kesempatan untuk selamatkan diri.
Satu detik lagi muka Wiro Sableng akan hancur remuk diremas cakaran siluman itu,
tiba-tiba dari samping menderu air hujan yang disemburkan Dewa Tuakl Ketika air
hujan itu menyirami tubuh onya, terdengar suara seperti air disiramkan di atas
bara panas. Pakaiannya melepuh, kulit dan dagingnya mengelupas matang
mengepulkan asap dan mengumbar bau menjijikkan!
Dewa Tuak semburkan sekali lagi air hujan dalam mulutnya. Tubuh Sonya bergetar
hebat. Mukanya yang angker kelihatan seperti membesar. Pipinya menggembung dan
mulutnya tertutup rapat-rapat. Tiba-tiba mulut
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
itu membuka dan terdengarlah jeritannya yang mengerikan sepasang matanya
membeliak. Dia lari bangun jatuh seputar ruangan, kadang-kadang bergulingan.
Orang-orang bermuka hitam yang keseluruhannya telah ditotok oleh Lor Gambir Seta
tampak berdiri gelisah.
Sementara dari ruangan sebelah di mana gadis-gadis cantik tadi berkumpul,
terdengar suara mereka memekik aneh.
"Lekas kau selesaikan manusia siluman itu Wiro!"
kata Lor Gambir Seta.
Pendekar kita ragu sejenak. Sambil pandangi Sonya dan kapaknya.
"tak usah ragu. Hantamlah!" kata kakek mata picak itu.
Wiro bergerak. Kapak Naga Geni 212 berkelebat. Untuk kedua kalinya senjata itu
menghantam tubuh Sonya. Kalau tadi sama sekali tidak mempan, maka sekarang
kelihatan bagaimana senjata itu hampir membabat putus pinggang Sonya. Anehnya
dari luka besar di tubuhnya itu sama sekal! tidak mengeluarkan darah.
Sonya terhuyung-huyung, lantai yang diinjaknya laksana roboh. Tubuhnya
terjungkal. Dari tubuh itu kini mengepul asap, makin tebal dan makin hitam. Dari
mulutnya menggelepar jeritan dahsyat. Jeritan yang tidak beda dengan lolongan
srigala. Begitu lolongan itu berhenti maka putuslah nyawa manusia siluman ini.
Bersamaan dengan matinya Sonya, maka lenyap
pulalah segala macam ilmu siluman yang menguasai tokoh-tokoh silat yang ada di
ruangan itu, yang selama ini menjadi budak Sonya, disuruh membunuh dan menculik.
Wajah-wajah yang tadinya hitam berkilat secara aneh kini parlahan-lahan berubah
menjadi muka manusia wajar. Mereka tampak terheran-heran begitu lepas dari
kungkungan ilmu siluman. Memandang wajah-wajah mereka, Wiro, Dewa Tuak dan Lor
Gambir Seta segera mengenali mana-mana tokoh silat dari golonganputih.
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Murid Si Raja Penidur itu segera melepaskan totokan di tubuh mereka.
Begitu bebas dari totokan, mereka samua menjura dalam-dalam dan tiada hentinya
mengucapkan terima kasih. Beberapa di antara mereka ada yang berkaca-kaca
matanya. Wiro memandang pada empat tokoh golongan hitam yang ada di di tempat itu masih
dalam keadaan tertotok.
"Apa yang akan kita lakukan terhadap mereka?" tanya Wiro.
"Jika mereka menyesal atas segaia perbuatan mereka di masa lampau dan
selanjutnya mau menempuhhidup baik, aku akan beri ampunan pada mereka!"
jawab Lor Gambir Seta.
Tanpa ditanya lagi empat tokoh silat itu serempak membuka mulut, mohon ampun dan
berjanji untuk menempuh hidup baru yang benar. Lor Gambir Seta lalu lepaskan
totokan mereka. Keempatnya menjura, mengucapkan terima kasih lalu tinggalkan
tempat itu. Dewa Tuak menghela nafas dalam lalu teguk tuaknya.
Dia menyumpah dan bantingkan buli-buli itu kelantai.
"Sialan! Tuakku habisi" keluhnya. "Mati aku...!"
Wiro tertawa gefak-gelak sedang Lor Gambir Seta cuma mengulum senyum.
"Aku tak betah lagi di sini. Aku harus pergi. Aku harus dapatkan tuak! Kalau
tidak bisa matil"
"Aku pun harus pergi sekarang," berkata Lor Gambir Seta.
"Hai tunggu!" Wiro tiba-tiba berseru.
"Ada apa lagi pendekar?" tanya Lor Gambir Seta sementara Dewa Tuak terus-terusan
menggerutu. "Bagaimana dengan gadis-gadis cantik di ruangan sebelah itu?" tanya Wiro.
Dewa Tuak memandang sebentar pada Lor Gambir
Seta. Dewa Tuak kedipkan mata lalu kedua tokoh silat itu sama-sama tertawa
mengekeh. Kakek yang keDi Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
bakaran janggut itu lantas berkata: "Kami sudah tua bangka, mana pantas
mengurusi boneka-boneka itu.
Kau uruslah mereka. Tapi ingat, jangan main gila. Jangan berbuat apa yang
dilakukan manusia siluman bernama Sonya "itu"
Selesai berkata begitu Dewa Tuak berkelebat pergi.
Disusul oleh Lor Gambir Seta.
"Tunggu dulu!" seru Wiro. Tapi kedua tokoh itu sudah lenyap.
Wiro garuk-garuk kepala. Perlahan-Lahan dia
melangkah ke ruangan sebelah. Ruangan itu ditutup oleh sebuah pintu. Wiro
membuka daun pintu. Begitu pintu terbuka berpekikkanlah keenam belas gadis
cantik tanpa pakaian di dalam sana. Kalau sebelumnya mereka tidak merasa malu
sama sekali, setelah Sonya mati dan ilmu silumannya sirna, maka kini setelah
kesadarannya pulih, gadis-gadis itu jadi kalang kabut. Mereka berusaha menutupi
aurat masing-masing dengan kedua tangan.
Tentu saja mereka tak dapat menyembunyikan banyak.
Wiro menutup pintu dan kembali ke ruangan semula. Dia memandang pada tokoh-tokoh
silat golongan putih yang masih di situ.
"Dengar, kita butuh pakaian untuk gadis-gadis itu..." kata Wiro.
Seorang lelaki bermuka putih maju. Dia bukan lain adalah Akik Mapei alias
Malaikat Berambut Kelabu.
"Pendekar," katanya, "Di bawah ruangan ini ada sebuah gudang. Sonya menyimpan
segala macam barang di situ, termasuk pakaian gadis-gadis itu. Aku akan segera
mengambilnya."
"Cepatlah agar gadis-gadis itu tidak kedinginan,"
kata Wiro pula.
Akik Mapei menekan sebuah tombol rahasia. Lantai ruangan terbuka. Tampak sebuah
tangga menuju ke sebuah ruangan. Orang tua ini segera masuk. Di sini dia
mengambil enam belas potong pakaian perempuan. Ketika
Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
hendak keluar kepalanya membentur sesuatu. Mendongak ke atas dilihatnya burung
Nuri Merah dalam sangkar tulang. Akik Mapei tahu betul binatang ini adalah
peliharaan kesayangan Sonya. Tak dapat membalas dendam terhadap pemiliknya,
sebagai gantinya Akik Mapei membanting sangkar tulang Itu ke lantai dan
menginjak mati burung di dalamnya.
Setelah mengenakan pakaian, enam belas orang gadis itu keluar dari dalam
ruangan. Rata-rata mereka mengucurkan air mata, termasuk Dwiyana, murid Akik
Mapei. Gadis ini kemudian memimpin kawan-kawan senasibnya menghaturkan terima kasih
pada Wiro Sableng.
Pendekar kita jadi jengah dan sambil garuk-garuk kepala berkata: "Aku tak berani
menerima ucapan terima kasih kalian. Ada orang lain yang lebih pantas
menerimanya. Dialah yang mengatur rencana penyelamatan ini.
Orangnya berjuluk Si Raja Penidur!
Tentu saja gadis-gadis itu tidak tahu siapa adanya Raja Penidur. Sebaliknya para
tokoh silat yang ada tampak melengak kaget. Mereka tidak menyangka kalau manusia
paling lihay di dunia persilatan itu masih hidup.
"Kalau begitu sebaiknya kita menyambanginya ditempat kedlamannya," mengusulkan
Akik Mapei. Semuanya setuju. Akik Mapei memimpin jalan, diikuti para tokoh
silat, lalu Wiro Sableng yang diapit oleh keenam belas dara-dara cantik itu. Dia
berjalan sambil senyum-senyum.
"Eh, ada apakah?" berpaling Akik Mapei.
"Ah, kalian orang-orang tua jalan terus sajalah.
Biarkan kami orang-orang muda berjalan di belakang sini seenaknya," jawab Wiro
Sableng. Akik Mapei hanya bisa angkat bahu. Yang lain-lainnya mengulum senyum. Dan mereka
berjalan terus.Teluk Gonggo semakin jauh di belakang mereka.
TAMAT Di Upload di KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Suling Emas Dan Naga Siluman 9 Pendekar Slebor 08 Pengejaran Ke Cina Pedang Langit Dan Golok Naga 17
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama