Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus Bagian 2
Paras pucat Jarotomo tampak merah sekejapan. "Aku malu mengatakannya
padamu kisanak."
Wiro tertawa lebar. "Kita sama-sama lelaki. Mengapa harus malu" Aku yakin
perempuan itu terpikat padamu....."
Jarotomo menarik nafas dalam. "Aku.... Waktu itu aku harus melayani nafsu
terkutuknya. Selama satu minggu aku dikurung dalam sebuah kamar...."
"Kamar itu pasti terletak di rumah berbentuk aneh di puncak bukit Kemukus!"
memotong Wiro "Eh, bagaimana kau bisa tahu. Berarti kau pernah ke sana....."
Wiro tertawa dan manganggukkan kepala.
"Kisanak hati-hatilah jika kau berada di kawasan bukit Kemukus. Nyawamu
bisa terancam walau di sekitarmu kau melihat sorga dunia yang disuguhkan oleh
orang-orang sang ratu....."
"Satu lagi pertanyaanku. Selama satu minggu kau selalu bersama-sama sang
ratu. Apakah kau melihat kelainan atau cacat pada lengan kanannya?"
Jarotomo menggeleng. "Sekujur tubuhnya mulus.....Sama sekali tak ada cacat
sedikitpun......"
"Kalau begitu memang bukan dia rupanya...... Tapi aku tetap harus datang
lagi malam Jum'at depan. Segala sesuatanya bisa terjadi secara tidak terduga."
Setelah membatin begitu Wiro berkata pada Jarotomo bahwa dia harus pergi saat
itu juga. "Aku berterima kasih padamu kisanak. Kalau umur sama panjang aku ingin
bertemu lagi denganmu....."
Wiro tersenyum mendengar kata-kata Jarotomo itu. Ditepuknya bahu si
pemuda lalu memutar tubuh hendak tinggalkan tampat itu. Baru satu langkah
menindak Wiro mengerenyit. Punggungnya terasa sakit sekali seperti ada ratusan
jarum yang menusuk!
Di belakangnya tiba-tiba terdengar seruan Jarotomo. "Kisanak, kau
keracunan!"
Wiro membalik sambil merata punggungnya. Astaga! Bajunya di bagian
punggung ternyata telah robek besar dan kulit punggungnya terasa panas! Angin
pukulan "kelabang ijo"! Pasti pukulan yang tadi dilepaskan oleh Warok Ijo itulah
yang menyebabkan.
"Punggungmu tampak hijau dan ada bintik-bintik hitam....." berkata Jarotomo.
Murid Sinto Gendeng segera keluarkan senjata mustikanya. Jarotomo
terkesiap melihat senjata berbentuk kapak dan mengeluarkan cahaya itu.
"Senjatamu luar biasa sekali!" kata Jarotomo penuh kagum.
Wiro ulurkan Kapak Maut anga Geni 212 kepada Jarotomo seraya berkata
"Tolong kau sapukan mata kapak ini ke bagian punggungku yang berwarna hijau....."
Wiro buka pakaiannya yang telah koyak lalu duduk membelakangi Jarotomo.
Seperti yang dikatakan Wiro, dengan tangan gemetar Jarotomo sapukan mata kapak
BASTIAN TITO 25 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
ke punggung yang berwarna kehijauan akibat pukulan beracun Warok Ijo. Begitu
mata kapak menyentuh punggungnya, Wiro merasakan dagingnya terasa dibetot dan
sakit bukan kepalang hingga dia menggigit bibir menahan sakit.
"Luar biasa!" tedengar Jarotomo berseru.
"Apa yang terjadi" Apa yang kau lihat Jarot?" tanya Wiro sementara keringat
membasahi keningnya karena diam-diam dia harus mengerahkan tenaga dalam untuk
terlepas dari bahaya racun yang bisa mencelakai bahkan dapat membunuhnya.
"Warna hijau di punggungmu lenyap perlahan-lahan. Juga bintik-bintiknya....
Kini kedua mata kapak yang tampak berubah kehijauan...."
Wiro menjadi lega mendengar keterangan itu. Kalau mata kapak kini yang
berwarna hijau berarti senjata mustika itu telah berhasil menyedot racun jahat
yang ada di tubuhnya.
"Jika warna hijau dan bintik-bintik di punggungku sudah hilang, hentikan
usapkan senjata itu...."
"Sedikit lagi, sedikit lagi kisanak...." terdengar suara Jarotomo bergetar.
Perubahan suara yang tengah menolongnya itu memberi isyarat tidak enak pada
Pendekar 212. Lalu dirasakannya mata kapak tidak lagi menempel dan menyapu di
pungungnya. Dia menoleh ke belakang. Tepat saat itu dilihatnya tangan kiri
Jarotomo yang memegang senjata tengah mengayunkan Kapak Maut Naga Geni 212 ke
kepalanya! Wutt! Senjata itu mendesing seperti suara ratusan tawon mengamuk. Sinar
menyilaukan berkiblat. Wiro merasakan ada hawa panas dari senjata mustika itu
membersit ke arahnya!
Gila! Senjatanya sendiri hendak dipakai membunhnya!
Sambil berteriak marah Pendekar 212 jatuhkan dirinya ke tanah lalu berguling.
Kapak Naga Geni 212 menderu dua jengkal di atas kepalanya. Begitu jatuh di tanah
Wiro berguling ke kiri dan bersamaan dengan itu kaki kanannya menendang ke arah
dada Jarotomo! Terdengar pekik pemuda kepala desa Kenconowengi itu. Tubuhnya mencelat
samapi dua tombak. Kapak Naga Geni 212 terlepas dari tangannya.Wiro usap
keringat dinginnya dan cepat ambil senjata mustika yang tercampak di tanah lalu
melompat ke hadapan Jarotomo.
"Manusia tak kenal budi!" bentak Wiro. "Mengapa kau hendak
membunuhku"!"
Jarotomo tampak sulit hendak menjawab. Tulang dadanya melesak hancur.
Beberapa tulang iganya patah dan dari sela bibirnya tampak ada darah meleleh.
Nafasnya keluar dari hidungnya terdengar menyengal.
"Bangsat! Jawab pertanyaanku!" teriak Wiro.
"Aku..... entah mengapa.....tiba-tiba saja ingin memiliki senjatamu
itu.....maafkan aku kisanak......."
"Manusia tolol!" maki Wiro. Dia tahu kalau umur pemuda itu tak bakal lama.
Tanpa perduli lagi Wiro tinggalkan orang yang sedang sekarat itu.
BASTIAN TITO 26 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEMBILAN B egitu pintu besar itu terbuka, muncullah sebuah kepala perempuan tua
berwajah buruk.
"Hemmmm..... kau! Kowe ada keperluan apa Sawitri?"
"Ada hal penting yang harus saya laporkan pada Ratu...."
"Ratu sedang sibuk. Laporkan saja padaku, nenti kusampaikan padanya!"
berkata perempuan tua berwajah angker itu.
"Harap maafkan diriku Nenek Agung. Laporan ini harus saya sampaikan
sendiri pada ratu."
"Begitu....?" Si nenek berwajah angker perlihatkan wajah sinis. "Kau
tunggulah sebentar. Akan kuberi tahu kedatanganmu.... Jika ratu berkenan
menerimamu kau bisa bertemu dengan dia. Tapi jika ratu marah karena merasa
diganggu, apakah kau sudah siap untuk mati"!"
Sesaat paras Sawitri menjadi pucat. "Tapi....."
"Tapi apa"!" sentak si perempuan tua yang dipanggil dengan sebutan Nenek
Agung itu. "Justru yang hendak aku laporkan ini menyangkut keselamatan bukit
Kemukus, termasuk keselamatan ratu kita!"
"Hemm begitu" Kau tunggu di sini. Jangan pergi sampai aku datang lagi!" Si
Nenek Agung berkata lalu menghilang di balik pintu yang ditutupkan.
Tak lama kemudian pintu kayu itu terbuka kembali. Nenek Agung muncul
menyeringai. "Nasibmu mujur. Kau boleh masuk. Langsung menuju ruangan tamu. Tunggu
ratu di sana....."
Sawitri masuk. Sperti yang dikatakan perempuan tua tadi dia langsung menuju
ke sebuah ruangan tamu yakni sebuah ruangan besar beralaskan permadani lebar dan
tebal. Tak ada perabotan di ruangan itu, kecuali bantal-bantal besar yang
bertebaran di mana-mana. Pada salah satu dinding ruangan terpampang lukisan besar orang
perempuan berparas cantik jelita, berdiri tegak dipuncak bukit, mengenakan
pakaian biru muda sangat tipis yang tampak seperti berkibar-kibar ditiup angin. Di bawah
pakaian tipis itu dia tidak mengenakan apa-apa hingga sekujur auratnya kelihatan
hampir telanjang. Itulah lukisan Ratu Bukit Kemukus.
Perlahan-lahan, dengan hati-hati sawitri duduk di salah satu bantalan. Dia
menunggu cukup lama ketika akhirnya sang ratu muncul diiringi Nenek Agung.
Ternyata perempuan yang muncul ini memiliki wajah yang jauh lebih cantik dari
lukisan dinding. Tubuhnya yang semampai terbalut oleh pakaian berwarna hijau
muda yang tembus pandang memperagakan auratnya yang bagus dan memutih kencang.
Sawitri cepat berdiri dan membungkuk hormat.
"Menurut Nenek Agung kau datang untuk melaporkan sesuatu yang
menyangkut keselamatan diriku dan bukit Kemukus. Betul....?" Ratu Bukit Kemukus
menegur. Suaranya mengalun lembut tetapi penuh kharisma.
"Betul sekali ratu. Mohon maafmu kalau...."
"Langsung saja katakan apa yang hendak kau sampaikan!" memotong sang
ratu. "Sejak tiga minggu belakangan ini saya kedatangan tamu muda aneh dan
mencurigakan....."
"Aneh dan mencurigakan bagaiman?"
BASTIAN TITO 27 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Dia memiliki kertas biru. Tapi samapi tiga kali datang kemari dia tidak
pernah melakukan hubungan badan. Dia banyak bertanya mengenai ratu. Setiap
datang dia selalu berkeliling seolah-olah tengah melakukan penyelidikan. Pling
sering dia mendekati bangunan ini dan memperhatikan lama sekali....."
"Aku belum melihat keanehan dan kecurigaan!" berkata Ratu Bukit Kemukus.
Mendengar kata-kata ratunya itu Sawitri meneruskan. "Setiap datang pemuda
itu selalu minta saya membubuhi tanda di kertas biru. Dia juga minta bajunya
dibubuhi minyak wangi. Jelas dia bermaksud mengelabui para penjaga di jalan
masuk dan jalan keluar...."
"Penjagaan oleh petugas-petugas berpakaian seragam dan berpakaian biasa di
bukit ini tak memungkinkan siapa saja bisa berbuat sesuatu yang tidak diingini.
Apa yang kau sampaikan bagiku tetap tak ada artinya....." Sang ratu memutar tubuh
hendak meninggalkan tempat itu. Nenek Agung perlihatkan tampang cemberut pada
Sawitri. "Ada satu hal lagi ratu....." Sawitri tiba-tiba membuka mulut lagi.
Ratu Bukit Kemukus hentikan langkah. Tapi dia sama sekali tidak berpaling.
Tegak menunggu.
"Pemuda itu membekal sebuah senjata aneh, ratu!"
"Bagaiman kau bisa tahu"!" tanya Ratu Bukit Kemukus pula.
"Ketika dia memeluk saya, terasa ada benjolan di bagian perutnya...."
Ratu Bukit Kemukus berpaling lalu tertawa panjang. "Tentu saja dia
membekal senjata seperti itu! Senjata yang dibawanya sejak lahir! Nenek Agung,
suruh dia pergi! Dia hanya menghabiskan waktuku saja!"
Nenek Agung melangkah mendekati Sawitri.
Sebelum ditarik pergi Sawitri masih berusaha meyakinkan ratunya. "Pemuda
itu bukan membekal golok atau keris, ratu. Tapi sebilah senjata aneh....."
"Kau tidak melihatnya. Bagaimana bisa mengatakan senjata aneh?"
"Karena ketika senjata di balik pakaian itu menyentuh diri saya, tubuh saya
terasa bergetar aneh....."
"Apakah pemuda itu bertampang gagah?" Ratu Bukit Kemukus bertanya.
"Terus terang, walau lagaknya sering kali konyol dan suka bergurau, tapi
wajahnya memang cakap. Rambutnya gondrong sebahu dan tubuhnya......"
"Siapa nama pemuda itu?"
"Harap maafkan saya . Sampai kedatangannya yang ketiga dia tidak
memberitahu namanya....."
"Itu satu kelalaian Sawitri!" yang bicara adalah Nenek Agung. "Kau harus
tahu nama setiap tamumu. Apalagi dia akan menidurimu sebanyak dua puluh satu
kali!" "Tapi pemuda gagah itu tidak melakukannya terhadapku....." sahut Sawitri.
"Kalau begitu....." terdengar sang ratu berucap. "coba panggil penjaga jalan
masuk yang bertugas melakukan pencatatan nama-nama para tetamu." Sang ratu
anggukkan kepalanya kepada Nenek Agung.
Perempuan tua itu mengerling jengkel ke arah Sawitri namun dia cepat
meninggalkan ruangan itu. Tak lama kemudain dia kembali bersama seorang lelaki
bertubuh tinggi besar, mengenakan pakaian merah dan bertampang galak. Tapi di
hadapan sang ratu kegalakannya lenyap, dia berubah menjadi seekor kucing kuyu.
"Kau yang bertugas mencatat nama-nama para tetamu di jalan masuk?"
"Betul ratu" jawab petugas itu sambil membungkuk dalam.
BASTIAN TITO 28 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Coba kau ingat-ingat nama seorang pengunjung. Masih muda berambut
gondrong sebahu. Berpakaian warna.....Sawitri, apa warna pakaian pemuda itu"!"
bertanya Ratu Bukit Kemukus.
"Dia selalu mengenakan pakaian dan ikat kepala putih...." Menjelaskan
Sawitri. Penjaga jalan masuk itu mengingat-ingat sebentar, lalu memeriksa kertas
berisi nama-nama para pengunjung. Sesaat kemudian terdengar dia berkata "Mungkin
yang ini orangnya. Namanya Wiro....."
"Siapa"!" tanya sang ratu.
"Namanya Wiro." Mengulang petugas berpakaian merah itu.
Tampak perubahan pada paras Ratu Bukit Kemukus. Ketika dia bertanya lagi
jelas suaanya agak bergetar. "Wiro apa.....?"
"Hanya Wiro saja, ratu....." jawab si petugas seraya membunkuk.
Ratu Bukit Kemukus merenung sesaat. Lalu "Apakah pemuda itu mempunyai
kebiasaan suka menggaruk-garuk kepala atau rambutnya?"
"Betul sekali ratu....." jawab Sawitri dan si penjaga berbarengan.
"Kalian semua boleh pergi!"
"Saya juga ratu?" tanya Nenek Agung.
"Semua kataku!" sentak Ratu Bukit Kemukus.
Ketiga orang itu mejura dalam-dalam lalu cepat-cepat tinggalkan ruang tamu
itu. Setelah berada sendirian, Ratu Bukit Kemukus melangkah mundar-mandir.
"Celaka. Kalau benar dia yang muncul urusan bisa berabe....." membatin sang
ratu. Kedua tangannya diusapkan kemuka. Dia tersentak ketika merasakan bagaimana
kulit wajahnya yang jelita itu mengendur. Diangkatnya tangan kanannya dan
diperhatikannya lekat-lekat lengannya. "Ah..... cacat bekas luka itu sudah muncul
lagi. Aku harus berangkat ke Kotaraja malam ini juga!" Cepat-cepat sang ratu
tinggalkan ruangan tamu itu. Setiap langkah yang dibuatnya menyebabkan pakaian
halusnya mengeluarkan suara berdesir. Setiap goyangan pada tubuhnya menebar bau
harumnya wewangian yang dipakainya.
BASTIAN TITO 29 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEPULUH Tumenggung Sundorojati turun dari ranjang kamarnya di tingkat atas.
Disingkapnya tirai jendela. Angin malam yang dingin menyapu wajahnya. Dia
memandang ke arah pintu halaman. Mneungu. Di kejauhan terdengar suara derap kaki
kuda mendatangi.
"Pasti dia...." Kata tumenggung ini dalam hati. Apa yang diduganya tidak
meleset. Hanya sesaat kemudian tampak seorang berpakaian serba hitam,
mengenakan cadar dan menunggangi kuda coklat memasuki pintu halaman. Seperti
sudah biasa, penunggang kuda coklat ini lagsung menuju halaman belakang. Setelah
manambatkan kudanya di sebuah tiang, orang ini bergegas menuju serambi belakang.
Dia memandang berkeliling. Seorang pegawai bersenjatakan tomabak pendek muncul
Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari kegelapan. Tapi ketika mengenali orang bercada itu segera saja dia menjura
lalu mengundurkan diri dan lenyap di halaman samping.
Orang bercadar melangkah cepat menaiki tangga batu yang menuju tingkat
atas bangunan di mana kamar Tumenggung Sundorojati terletak.
Pintu kamar terbuka ketika orang bercadar samapaai pada anak tangga teratas.
Tumenggung Sundorojati memberi isyarat. Tamu larut malam itu segera menyelinap
masuk. "Aku kira kau lupa akan jadwal kunjunganmu , Darmini. Seharusnya kau
datang kemarin." Berkata Tumenggung Sundorojati, sorang lelaki yang berusia
hampir enam puluh tahun. Tubuhnya kurus tinggi, seluruh rambut di kepalanya
telah berwarna putih.
"Banyak masalah di bukit...." Jawab tamu yang barusan datang. Ternyata
suaranya suara perempuan. Dia duduk di sebuah kursi. Dari balik pakaian hitamnya
dia mengeluarkan sebuah kantong kain yang kemudian diletakkannya di atas meja di
sampingnya. Tumenggung Sundorojati segera menyambar kantong kain itu dan
melemparkannya ke sebuah guci di sudut kamar dekat tempat tidur.
"Kau tidak menghitung jumlah uang dan kepingan perak di dalamnya
Tumenggung?"
"Tidak perlu. Dari besar dan beratnya sudah kuduga. Sama dengan bulanbulan sebelumnya. Ada kabar kurang baik untukmu Darmini. Atasanku minta upeti
dilipat gandakan!"
"Dilipat gandakan"!" Tamu bercadar tersentak dan sesaat tertegak dari
kursinya. "Akhir-akhir ini tamu jauh berkurang dan banyak masalah terjadi di
bukit. Bagaimana mungkin aku bisa memenuhi upeti yang dinaikkan sampai dua kali lipat
begitu" Aku harus menemui atasanmu Tumenggung!"
"Sudah kubilang sejak dulu. Dia tak mau ditemui. Segala urusan harus
dilakukan melaluiku....."
"Kalau begitu kau sampaikan padanya rasa keberatanku!" ujar sang tamu pula.
"Akan kusampaikan. Nah sekarang, apakah kau tidak akan menanggalkan
pakaian luarmu dan membuka cadarmu" Aku sudah rindu pada wajah dan
tubuhmu....."
Tamu yang duduk di kursi berdiri dan perlahan-lahan tanggalkan pakaian luar
yang dikenakannya. Ternyata pakaian ini hanya berupa mantel saja untuk menahan
hawa dingin. Di bawah mantel orang itu mengenakan pakaian panjang berwarna biru
tipis. BASTIAN TITO 30 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Tumenggung Sundorojati memperbesar cahaya lampu dalam kamar hingga
kini sepasang matanya dapat lebih jelas menembus ketipisan pakaian orang di
hadapannya. Perlahan-lahan tetamu itu kemudian membuka cadar yang sejak tadi menutupi
wajahnya. Begitu cadar terbuka kelihatanlah wajahnya. Ternyata sang tetamu yang
disebut dengan nama Darmini itu bukan lain adalah Ratu Bukit Kemukus.
"Ah..... Wajahmu tetap cantik. Namun kulit mukamu tampa mengendur....."
berkata Tumenggung Sundorojati seraya melangkah mendekati lalu merangkul tubuh
perempuan itu kuat-kuat. Tangannya menjelajah ke bawah.
"Berikan obat itu lebih dahulu Tumenggung. Baru nannti kita berpuas-puas....."
bisik Ratu Bukir Kemukus.
"Tentu..... tentu......" sahut sang Tumenggung. Dirabanya wajah Ratu Bukit
Kemukus lalu diperhatikannya lengan kanan perempuan itu. Luka bekas cacat yang
ada di lengan itu mulai nampak menjelas sedang kulit lengan terasa mengendur.
"Aku sudah merasa kau bakal datang. Karena itu aku sudah menyiapkan air putih untuk
obatmu." Tumenggung Sundorojati masuk ke sebuah kamar di samping kamar tidurnya.
Sesaat kemudian di akeluar lagi membawa sebuah tempurung berisi air putih.
Tempurung itu diletakkannya di atas meja sementara Ratu Bukit Kemukus duduk
memperhatikan dengan mata tak berkesip. Dari dalam saku pakaiannya sang
tumenggung kemudian mengeluarkan sebuah kantong kain berwarna hitam. Dari
kantong ini menyembullah sebuah batu cincin sebesar telur burung, berwarna biru
gelap yang memantulkan cahay aneh ketika tertimpa sinar lampu kamar.
Oleh Tumenggung Sundorojati, batu biru itu tadi dimasukkannya ke dalam air
putih di dalam tempurung kelapa. Serta merta air itu menjadi kebiru-biruan.
Ratu Bukit Kemukus ulurkan tangan kanannya hendak menjangkau
tempurung itu. Tumenggung Sundorojati tersenyum dan bantu mendahului
mengambil tempurung lalu menyerahkannya pada Ratu Bukit Kemukus.
"Kau tak sabaran sekali tampaknya Darmini....."
"Saat-saat seperti ini aku selalu diburu rasa takut. Sekali aku terlambat
calakalah sisa hidupku ....." sahut perempuan itu.
Sambil membelai rambut Darmini, tumenggung Sundorojati berkata " Selama
batu itu masih di tanganku, kau tak bakal celaka. Sisa hidupmu tidak akan
berubah. Kau akan tetap muda dan cantik. Tubuhmu akan tetap kencang dan menarik. Nah,
minumlah....."
Ratu Bukit Kemukus cepat meneguk air biru dalam tempurung sampai habis.
Kemudian seperti orang lelah berat dia duduk tersandar di kursi dan menengadah
ke atas. Kedua matanya dipejamkan. Nafasnya terasa memburu. Sesaat kemudian seperti
ada kabut tipis yang menutupi wajah dan sekitar tubuhnya. Ketika kabut tipis itu
lenyap maka wajah perrempuan itu tampak seperti bersinar, menjadi jauh lebih
muda. Kulit muka dan tubuhnya yang tadi mengendur kini tampak kencang segar!
Tumenggung Sundorojati mengambil tempurung dari tangan Ratu Bukit
Kemukus lalu menyimpan batu cincin biru ke tempatnya semula di dalam kantong
kecil. Kantong dan batu ini kemudian dimasukkannya ke saku pakaiannya.
Perlahan-lahan Ratu Bukit Kemukus buka kedua matanya. Lalu dia berdiri dan
melangkah ke arah kaca yang tergantung di dinding kamar. Matanya tampak gembira
bercahaya ketika melihat bahwa wajahnya telah kembali muda, tak ada kulit yang
kendur, tak ada garis-garis ketuaan.
Dari belakang Tumenggung Sundorojati datang merangkul dan berbisik "Aku
minta bagianku sekarang, Darmini.....".
BASTIAN TITO 31 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Ah, kini kau yang kelihatannya tidak sabaran......."
Lelaki itu tersenyum. "Menunggumu empat puluh hari bukan pekerjaan
mudah. Kalau atasanku minta upeti dilipat gandakan, mengapa aku tidak minta
jatahku menjadi dua kali lipat dalam empat puluh hari......?"
Darmini alias Ratu Bukit Kemukus tersenyum. Dia merebahkan tubuhnya di
atas ranjang seraya berkata "Itu bisa diatur tumenggung. Jika kau minta diriku
dua kali, akupun minta pengobatan dua kali dalam empat puluh hari......"
"Kau memang perempuan cerdik. Biar urusan itu kita bicarakan kemudian.
Sekarang kita bersenang-senang dulu......" lalu lelaki tua itu tanggalkan pakaiannya
kemudian melompat ke atas ranjang.
Begitu tubuhnya menyentuh ranjang terdengar suara pekiknya kesakitan. Lalu
menyusul suar makiannya.
"Perempuan laknat! Jahat terkutuk.....!"
Ratu Bukit Kemukus tertawa panjang dan cabut pisau besar yang barusan
dihujamkannya di perut Tumenggung Sundorojati. Darah mengucur membasahi
ranjang. Terhuyung-huyung, sambil pegangi perutnya lalaki itu ulurkan tangan
hendak menjambak rambut Ratu Bukit Kemukus. Tapi satu tususkan lagi pada
tenggorokannya membuat Tumenggung Sundorojati jatuh terkapar. Kedua kakinya
melejang-melejang beberapa kali, lalu diam tak berkutik. Lagi.
"Tua bangka tak tahu diri! Kalau saja aku tidak tergantung pad batu
mukjizatmu tak akan sudi aku kau sentuh!" lalu dengan cepat perempuan ini
menggeledah baju sang tumenggung. Batu cicin biru ditemukannya di salah satu
saku pakaian itu. Cepat-cepat dimasukkannya ke balik pakaiannya. "Sekarang aku tidak
tergantung pada siapapun lagi! Seumur hidup aku akan tetap muda! Ha.... Ha..... ha!"
Tiga kali lompatan saja Ratu Bukit Kemukus sudah sampai di ujung tangga
sebelah bawah. Saat itu justru ada orang tiba-tiba menghadangnya . Ternyata
penjaga tadi. "Saya mendengar tumenggung menjerit. Ada apakah.....?"
"Tidak ada apa-apa," jawab Ratu Bukit Kemukus. Dia bersikap seperti hendak
berlalu. Tapi tiba-tiba tangan kirinya berkelebat menjambak rambut pengawal itu.
lalu kepala si pengawal dibantingkannya ke tembok rumah hingga mengeluarkan suara
berderak. Ketika jambakannya dilepas, pengawal itu langsung roboh tanpa nyawa
lagi! BASTIAN TITO 32 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEBELAS Pendekar 212 Wiro Sableng memandang berkeliling. Lalu melirik pada Sawitri
yang duduk di sebelahnya.
"Malam ini adalah malam terakhirmu. Kau sudah berada di sini sebanyak dua
puluh satu kali. Tapi kau tak kelihatan gembira. Padahal bukankah setelah mandi
di pancuran sana kau akan segera bertemu sang ratu. Mendapatkan ilmu kebal dan
lebih dari itu aku yakin ratu akan terpikat pada kegagahan tampangmu serta kekukuhan
tubuhmu...."
Wiro tertawa lebar dan mendehem beberapa kali. "Tentu saja aku gembira.
Setelah menunggu dua puluh satu minggu akhirnya aku akan segera bertemu muka
dengan ratumu. Hanya saja aku punya rasa was-was....."
"Maksudmu.....?" tanya Sawitri.
"Sejak minggu keempat dulu aku merasa gerak gerikku berada di bawah
pengawasan orang-orang bukit Kemukus ini. Tindak tandukku seperti diintai......"
Sawitri keluarkan suara tertawa panjang.
"Memang ada yang mengawasi dan mengintaimu. Yaitu kawan-kawanku yang
rata-rata naksir padamu......" ujar Sawitri pula. "Tapi kalau mereka tahu bahwa kau
selama ini tidak pernah meniduriku. Hemm ..... mungkin mereka bisa menduga yang
bukan-bukan terhadapmu. Mungkin kau dikira banci. Atau tidak memiliki
kejantanan....."
Di kejauhan terdengar suara dua kali berturut-turut. Sawitri memgan lengan
Wiro lalu berkata "Saatnya kau kuantar mandi ke pancuran."
Wiro berdiri. Melangkah mengikuti perempuan muda bertubuh sintal itu.
Setiap langkah yang dibuat Sawitri membuat kain panjangnya tersibak hingga
betisnya yang putih dan bagus tersembul di depan mata sang pendekar.
Berjalan menuju puncak bukit sekali ini terasa lama sekali bagi Wiro Sableng.
Dia melangkah dengan kepala mengarah ke depan. Tetapi sudut matanya yang tajam
tak dapat ditipu. Dia melihat petugas-petugas berpakaian merah bersembunyi
mengawasinya di sepanjang jalan mendaki yang dilaluinya. Ada yang mendekamdi
balik semak belukar, ada yang mengawasi dari balik pepohonan, ada juga yang
mengintai dari balik batu-batu besar.
Kedua orang itu akhirnya sampai di bagian puncak bukit dimana terdapat
sebuah pancuran berair sangat dingin. Di sebelah bawah pancuran ada sebuah kolam
dangkal yang pinggiran dan dasarnya terbentuk dari batu-batu gunung berwarna
hitam. "Saatnya kau mandi......." Memberi tahu Sawitri. "Tanggalkan seluruh
pakaianmu....."
Wiro terkejut. "A.....apa"!"
"Tanggalkan pakaianmu, aku akan memandikanmu disaksikan oleh tujuh
orang pengawal kepercayaan ratu! Ayo lekas! Para pengawal itu sudah muncul!"
Wiro memandang ke jurusan kanan. Dia melihat tujuh orang perempuan
melangkah dari arah bangunan beratap lancip. Cepat sekali tahu-tahu ketujuhnya
sudah berada di sekeliling pancuran. Yang enam perempuan-perempuan muda yang
rata-rata berwajah jelita sedang yang satunya seorang nenek berwajah angker. Dia
bukan lain adalah Nenek Agung.
BASTIAN TITO 33 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Sawitri! Pasanganmu ini tunggu apa lagi"! Kulihat dia masih belum
menanggalkan pakaian. Apa perlu kami yang melakukannnya"!" Nenek Agung
membuka mulut. "Tunggu...... sebentar!" ujar Wiro. Dia melihat tidak ada jalan lain. Kalau dia
ingin menemui sang ratu secara jalan pintas yaitu dengan jalan kekerasan,
seharusnya sudah dulu-dulu dilakukannya. Maka dengan muka terasa panas karena jengah, murid
Sinto Gendeng ini akhirnya loloskan seluruh pakaiannya. Ketika membuka baju
dengan cerdik Wiro berhasil menyembunyikan Kapak Maut Naga Geni 212 dalam
buntalan bajunya.
"Hemmm...." Nenek Agung bergumam. "Menurut Sawitri pemuda gagah ini
membekal senjata, tapi aku tidak melihat dia membawa apa-apa...."
Dalam keadaan tanpa pakaian Wiro masuk ke dalam kolam yang airnya dingin
luar biasa. Tubuhnya teras menggigil. Apalagi ketika kepalanya tersiram air
pancuran. Saat itu dilihatnya Sawitri menyusul masuk ke dalam kolam. Perempuan ini
ternyata juga telah mencopot seluruh pakaiannya. Di tangan kanannya dia memegang air akan
mengeluarkan busah dan menebar bau harum.
Nenek Agung di pinggir klam mengeluarkan seruan. Enam perempuan muda
di sekitar kolam kemudian melemparkan tujuh macam bunga ke arah Wiro.
Bersamaan dengan itu Sawitri mulai menggosoki badan pemuda itu denga buah
berbusah. Enam perempuan muda dan si nenek menyaksikan upacara pemandian itu
dengan dada sesak dan darah mengalir lebih cepat. Bagaimanapun mereka adalah
manusia-manusia biasa yang setiap saat bisa terangsang nafsu lahir maupun
batinnya. Hanya saja kalau enam perempuan muda sulit untuk menguasai diri maka si nenek
masih mampu mengatur rangsangan lewat jalan pikiran yang jauh lebih
berpengalaman. Sepasang mata si nenek menembus dalam kegelapan malam,
memandang ke tengah kolan dimana Wiro tengah dimandikan di bawah pancuran.
Sesaat kemudian si nenek jadi tercekat ketika pandangan matanya mampir di dada
si pemuda dan melihat deretan rajah angka: 212.
"Jadi apa yang diduga ratu benar adanya. Pemuda ini pasti Pendekar 212 dari
puncak Gunung Gede. Aku harus segera kembali menemui ratu dan memberi
tahu....." membatin Nenek Agung.
"Cepat sedikit, aku tidak ahan kedinginan....." bisik Wiro di bawah pancuran
pada Sawitri. Ucapannya itu rupanya terdenga oleh Nenek Agung. "Anak muda, kau tidak
tahan dingin atau tak tahan menguasai nafsu.....Aku melihat bagian-bagian tubuhmu
mulai menunjukkan kelainan....!"
Wiro tak menyahuti ucapan orang tetapi dalam hati dia memaki habis-habisan.
Sesaat kemudian upacara pemandian itupun selesailah. Wiro disuruh mengenakan
pakaiannya kembali.
Nenek Agung melangkah ke tepi kolam. Kepalanya dijulurkan dan hidungnya
kembang kempis seperti membaui sesuatu.
"Ada bau pesing! Kolam ini telah tercemar kencing manusia!" Dengan mata
mendelik si nenek berpaling ke arah Wiro. "Anak muda, kau tadi kencing di kolam
ya"!"
"Aku sudah bilang tak tahan dingin. Sudha terdesak mau dibuang dimana
lagi...."!"
"Pemuda kurang ajar! Kalau ratu sampai tahu pasti kau akan menerima
hukuman berat!"
BASTIAN TITO
Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
34 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Ah, cukup kau saja yang tahu....." ujar Wiro pada si nenek lalu kedipkan
mata kirinya dua kali. Karuan saja si nenek jadi salah tingkah dan diam-diam
merasa dirinya muda kembali. Wajahnya yang keriputan bersemu merah. Dia mengerling
pada enam anak buahnya. Untung tak satupun dari mereka yang memperhatikan.
Ketika dia meoleh kepada Wiro, kembali dilhatnya pemuda itu kedipkan matanya,
kali ini sampai tiga kali.
"Ah, anu.....Saatnya membawa pemuda ini kehadapan ratu!" berseru Nenek
Agung agak gagap.
Wiro berpaling pada Sawitri. Sebelum melangkah pergi dia mendekati
perempuan yang tengah sibuk mengenakan pakaiannya itu dan berbisik "Jika aku
mendapat hadiah besar dari sang ratu maka kaupun bakal mendapat bagian. Tapi
jika aku menemukan kesulitan karena pengaduanmu, kau pasti akan menemui kesulitan
pula Sawitri...."
Paras Sawitri berubah pucat.
"Bagaimana..... bagaimana dia mengetahui kalau aku telah mengadukan
dirinya pada ratu....." Ah!" Perempuan ini balikkan tubuhnya dan cepat-cepat
tinggalkan tempat itu.
BASTIAN TITO 35 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA BELAS Karena jalan jauh di depan, Nenek Agung sampai lebih dahulu di istana kediaman
Ratu Bukit Kemukus dan langsung menemui sang ratu.
"Pemuda itu sebentar lagi akan sampai di sini, ratu....." meberitahu Nenek
Agung. "Bagus. Aku melihatnya lebih dekat. Akan kujadikan budakku sampai aku
puas. Setelah itu......!" Ratu Bukit Kemukus gesekkan tepi telapak tangannya di atas
leher. "Ada satu hal yang perlu saya beritahu padamu, ratu."
"Hem..... apa itu?" tanya Ratu Bukit Kemukus sambil membubuhi bagian
belakang kedua telingannya dengan minyak wewangian.
"Ketika mandi di pancuran, saya melihat ada rajah tiga angka di dada pemuda
bernama Wiro itu. Angka 212....."
"Berarti tidak salah lagi ia memang murid Sinto Gendeng! Nenek Agung,
siapkan empat ekor anjing hutan itu. Aku akan memberi tanda bilamana ada yang
tidak beres. Sekarang pergilah sambut kedatangannya. Bawa dia langsung ke kamar
tidurku. Ingat, jangan membuat hal-hal yang mencurigakan...."
Nenek Agung putar tubuh untuk pergi. Namun sebelum mencapai pintu dia
berbalik. "Ratu, saya ada permintaan......"
"Katakan!"
"Sebelum pemuda itu kita bunuh, apakah aku boleh merasakan sedikit
kesenangan bersamanya.....?"
Ratu Bukit Kemukus terkesiap mendenga pertanyaan pembantu
kepercayaannya itu. Kemudian terdengar tawanya cekikikan.
"Bagiku tak ada alasan untuk menolak. Tapi, dengan kadaan tubuh dan
wajahmu seperti ini apakah dia mau kau dekati......?"
"Untuk itu saya minta bantuan ratu. Bolehkah saya mendapatkan air putih
yang dicelup dengan batu keramat berwarna biru itu"!"
Ratu Bukit Kemukus geleng-gelengkan kepalanya. "Nenek Agung, kau pergilah. Aku
akan menyiapkan obat yang kau minta itu......."
"Terima kasih ratu. Terima kasih....." kata si nenek sambil membungkuk
berulang kali. Pendekar 212 Wiro Sableng tercengang-cengang melihat kebagusan kamar
tidur yang besar itu. Bau harum merasuk segar ke dalam jalan pernafasannya,
terus ke paru-paru. Mendadak dia ingat sesuatu. Tadi ketika masuk jelas-jelas dia melwati
sebuah pintu. Tapi kini setelah dia berada di dalam kamar itu sama sekali tidak
melihat lagi pintu itu. Semuanya hanya berupa dinding polos berwarna merah muda!
Juga sama sekali tidak ada jendela di tempat itu.
"Ruangan maha bagus tapi diselimuti keanehan....." membatin Wiro.
Selagi di mencari-cari dimana kira-kira pintu yang tadi dilewatinya tiba-tiba
dinding di sebelah kiri terbuka. Dan saat itu juga masuklah sosok tubuh Ratu
Bukit Kemukus. Pendekar 212 terkesiap menyaksikan wajah dan tubuh sang ratu. Belum
pernah dia melihat perempuan secantik ini dengan bentuk tubuh yang sangat
mengairahkan. Apalagi pakaian yang dikenakannya terbuat dari sutera tipis
sehingga BASTIAN TITO 36 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
boleh dikatakan hampir tak ada bagian tubuhnya yang terlindung dari pandangan
mata! Untuk beberpa lama kedua itu saling berpandangan. Kalau Wiro terpesona
kagum akan kecantikan da kebagusan tubuh sang ratu, maka tubuh Ratu Bukit
Kemukus sendiri diam-diam merasa kagum akan ketampanan wajah sang pendekar.
Ada bayangan sifat konyol di wajah itu dan justru inilah yang membuat sang ratu
lebih tertarik.
Wiro membungkuk dalam-dalam lalu berkata "Saya berhadapan dengan ratu,
kepada siapa saya menghaturkan banyak terima kasih karena telah diberi
kesempatan untuk bertemu....."
"Itu peraturan di bukit ini. Siapa yang selesai melewati dua puluh satu minggu
dan memang inginkan ilmu dariku, pasti akan mendapatkan apa yang dimasksud!"
menjawab Ratu Bukit Kemukus.
"Terima kasih ratu....." kata Wiro lalu kembali membungkuk. Dalam hati dia
bertanya-tanya, apa benar ini orangnya yang telah mencuri tusuk kundai keramat
milik gurunya dan hampir sempat membunuh Eyang Sinto Gendeng" Menurut
sahabatnya Kakek Segala Tahu penguasa bukit inilah yang telah melakukan hal itu.
Setahu Wiro si pelaku adalah seorang tokoh persilatan berjuluk Hantu Perempuan
Bertangan Empat, seorang nenek yang hanya berbeda umur sedikit dengan gurunya.
Tetapi mengapa kini dia berhadapan dengan seorang perempuan muda yang begitu
cantik" Wiro memandang ke aah lengan kanan yang tersembul di balik baju sutera
sang ratu. Di situ tak ada tanda-tanda bekas luka akibat guratan tusuk kundai
Sinto Gendeng ketika terjadi perkelahian.
"Orang muda, apa betul kau orangnya yang bernama Wiro Sableng, bergelar
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212?"
Pertanyaan sang ratu membuat Wiro terkejut sekaligus mengingatkannya agar
berwaspada. "Penglihatan dan pendengaran sang ratu sungguh tajam. Saya tak berani
mengelak bahwa memang itul nama saya....."
"Ah, kau berlaku jujur padaku," sang ratu kelihatn senang akan jawaban itu.
"Sebagai seorang pendekar sakti mandraguna yang sudah terkenal di delapan
penjuru angin kau tentu sudah memiliki segala macam ilmu kepandaian. Mengapa mau
bersusah-susah datang kemari?"
"Saya mendengar bahwa ratu bisa memberikan semacam ilmu kebal. Ilmu itu
tidak saya miliki. Saya harap ratu berkenan memberikannya...."
"Itu sudah menjadi ketentuan. Siapa saja yang dapat menyelesaikan kunjungan
samapai dua puluh satu kali pasti akan mendapatkan ilmu itu. Namun masih ada
satu syarat lain yang harus dijalani....."
"Kalau ratu mau mengatakannya....." ujar Wiro pula.
Ratu Bukit Kemukus melangkah ke sebuah meja dimana terdapat guci-guci
kecil terbuat dari tanah berisi berbagai macam minuman. Dia menuangkan sejenis
minuman yang harum ke dalam dua cangkir tanah, lalu memberikan salah satunya
kepada Wiro. "Minumlah. Tuak harum itu didatangkan dari negeri jauh. Kau tak usah
kawatir. Minuman itu tidak beracun....." Lalu sang ratu meneguk habis minumannya.
Tanpa ragu Pendekar 21 meneguk pula minumannya. Tubuhnya terasa segar
dan pandangan matanya terasa lebih tajam.
"Ratu belum memberi tahukan syarat yang harus saya lakukan untuk
mendapatkan ilmu kebal itu....." Wiro berkata sambil meletakkan cangkir tanah di
atas meja. BASTIAN TITO 37 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Syaratnya mudah saja. Malah sangat menyenangkan. Kau harus tinggal
bersamaku di tempat ini. Paling tidak se;ama satu minggu..... Mungkin juga selamalamanya!" Wiro terdiam sesaat, garuk kepalanya baru menjawab. "Saya tidak mengerti
maksud ratu......"
Ratu Bukit Kemukus tertawa. Dia melangkah dan duduk di tepi tempat tidur
besar. Dia menggerakkan bahunya sedikit maka baju sutera yang dikenakannya
melorot ke bawah, tertahan sebentar di lekukan atas sepasang payudaranya yang
kencang, baru melorot jatuh ke bawah. Pendekar 212 merasakan matanya seperti
silau melihat pemandanagan yang luar biasa itu.
"Kita hanya berdua di sini. Apa yang kau tunggu lagi Pendekar 212......?"
Wiro hampir tak bisa mnejawab pertanyaan itu. Kedua matanya sesaat
memandang berkeliling. Dadanya mendadak berdebar ketika disalah satu sudut kamar
dimana terletak lukisan yang terbuat dari susunan batang padi dia melihat
tergantung sebuah tusuk kundai terbuat dari perak. Dia kenal dan pasti betul, itu adalah
tusuk kundai milik gurunya yang telah dicuri orang! Ratu Bukit Kemukus yang muda dan
cantik Jelita inikah yang telah mencuri dan mencari perkara dengan Eyang Sinto
Gendeng" Sulit diduga. Tapi kalau bukan dia yang mencuri, mengapa tusuk kundai
itu berada di kamar tidurnya ini"
Di atas ranjang sang ratu telah merebahkan diri. Salah satu kakinya terjuntai
ke lantai sehingga pinggul sampai ujung kaki kirinya terbuka polos, putih dan
menantang. "Pendekar 212 ketahuilah. Salah satu syarat untuk mendapatkan ilmu kebal itu
ialah melayaniku paling tidak selama satu minggu. Jika kau menolak berarti satu
penghinaan. Dan penghinaan terhadap ratu adalah kematian!"
"Mana berani saya menghina ratu," menjawab Wiro. "Namun saya ada satu
pertanyaan. Mungkin ratu bisa menjawab atau memberikan keterangan....."
"Untukmu aku akan menjawab jika bisa. Ajukan pertanyaanmu" sahut sang
ratu pula. "Sebenarnya saya tengah mencari seorang tokoh persilatan yang telah mencuri
tusuk kundai pusaka milik Eyang Sinto Gendeng dan hampir membunuh guruku itu.
Apakah ratu pernah mendengar tentang seorang nenek sakti berjuluk Hantu
Perempuan Bertangan Empat.....?"
"Tak pernah kudengar perihal nenek sakti itu." sang ratu menjawab. Lalu
sambungnya "Nah, pertanyaanmu sudah kujawab. Sekarang naiklah ke atas tempat
tidur ini!"
"Pertanyaan saya belum selesai, ratu...." Kata Wiro pula.
Di atas ranjang tiba-tiba sang ratu melompat turun. Seluruh pakaiannya
merosot jatuh ke lantai. "Aku hanya bersedia menjawab satu pertanyaan. Dan
pertanyaanmu tadi sudah kujawab. Aku tak sudi mendengar pertanyaan lain. Ini
bukan waktunya bertanya jawab. Kemarilah Wiro...."
Pendekar 212 melangkah maju. Ratu Bukti Kemukus tersenyum dan ulurkan
kedua tangannya, siap untuk merangkul tubuh sang pendekar. Tapi ketika hanya
tinggal setengah langkah lagi dari rangkulan sang ratu tiba-tiba Wiro melompat
ke dinding kiri, langsung menyambar tusuk kundai yang tegantung di atas lukisan.
"Ini tusuk kundai guruku! Ratu Bukit Kemukus, katakan bagaimana perhiasan
ini bisa berada di sini!"
Ratu Bukit Kemukus yang tidak menyangka hal itu akan terjadi dan tidak
menyadari kalau tusuk kundai berada dalam kamar itu tampak gugup dan berubah
parasnya. Untuk beberapa lama dia hanya tertegun memandang ke arah Pendekar 212.
BASTIAN TITO 38 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Ada satu keanehan di tempat ini, ratu!" kata Wiro. "Dan kalau kau tidak
bersedia mengungkapkan keanehan itu....."
Sang ratu tiba-tiba keluarkan suara tawa meninggi.
"Orang muda ...... bertahun-tahun hidup di bukit Kemukus ini, tak
seorangpun pernah berani bicara mengancam!"
"Aku tidak mengancam siapapun!" jawab Wiro mulai kasar. "Aku hanya ingin
penjelasan bagaiman tusuk kundai guru yang hilang bisa berada di tempat ini!
Mustahil hantu atau jin pelayangan yang membawanya kemari lalu meletakkannya
secara baik-baik dekat lukisan itu!"
Kembali sang ratu keluarkan suara tawa mengikik. Sepasang teling Pendekar
212 Wiro Sableng mendenging. Dadanya berdebar. Dia mencium dan meraba
sesuatu! "Ratu..... suara tawamu jelas bukan suara tawa perempuan muda! Siapa kau
sebenarnya"!" Wiro membentak.
Serta merta suara tawa Ratu Bukit Kemukus berhenti. Sepasang matanya yang
bagus mendadak menyorotkan pandangan buas dan wajahnya yang jelita
membersitkan kebengisan. Perlahan-lahan dia mengulurkan tangannya ke samping, ke
arah kepala tempat tidur dimana tergantung sehelai tali berwarna merah berhias
rumbai-rumbai biru. Begitu tali ditarik, maka dinding di sebelah kanan tampak
bergeser dan di luar sana terdengar salak dahsyat binatang. Pendekar 212 tahu
betul. Itu adalah salakan anjing-anjing hutan yang sudah terlatih untuk mencabik-cabik
tubuh manusia! Wiro tak menunggu lama. Empat ekor anjing hutan raksasa, dengan lidah
terjulur dan mulut terbuka lebar memperlihatkan taring besar dan tajam melompat
masuk. Di belakang ke empat binatang ini tampak si Nenek Agung!
BASTIAN TITO 39 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA BELAS Sebelumnya Wiro telah menyaksikan bagaimana empat ekor anjing hutan bertubuh
raksasa itu mencabik-cabik tubuh manusia. Karenanya dia tidak berlaku ayal.
Begitu empat ekor anjing menggembor dan melompat ke arahnya, murid Sinto Gendeng
segera keluarkan Kapak Maut Naga Geni 212!.
Sinar menyilaukan memancar. Suara sperti tawon mengamuk menderu. Kapak
sakti berkiblat. Terdengar raung anjing hutan di samping kiri. Tubhny terkapar
di lantai kamar dengan leher hampir putus!
"Bunuh! Bunuh! " teriak Ratu Bukit Kemukus. "Nenek Agung jangan
menonton saja!"
Walau hati kecilnya masih mengharapkan untuk dapat bersenang-senang
dengan pemuda itu, namun si nenek mana berani membantah perintah sang ratu.
Maka dengan mengandalkan tangan kosong Nenek Agung ikut menyerbu bersama
tiga anjing yang sudah lebih dulu mengonggong dan melompat ke arah Wiro.
Kapak Maut Naga Geni 212 kembali berkiblat.
Seekor lagi dari tiga binatang itu menyalak panjang dan jatuh bergedebuk.
Yang satu ini robek perutnya. Dua kawannya menyalak ganas. Salah seekor
diantaranya sempat mencakar bahu kiri Wiro hingga bajunya robek besar dan
sebagian daging bahunya terkoyak luka!
Darah yang mengalir dari luka di bahu itu membuat du ekor anjing hutan
seperti terangsang. Keduanya menyalak keras lalu kembali melompati mangsanya.
Kali ini Wiro tidak memberi kesempatan. Dengan tangan kiri dia hantamkan satu
pukulan sakti. "Pukulan Sinar Matahari!" teriak Nenek Agung begitu mengenali pukulan
Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sakti tersebut.
Kamar besar itu berguncang. Sinar panas menyilaukan menghampar. Ratu
Bukit Kemukus berseru keras dan menyingkir ke sudut kamar. Nenek Agung jatuhkan
diri sama rata dengan lantai. Hanya dua ekor anjing yang tidak mengerti kalau
mereka tengah menghadapi pukulan maut, terus saja melompat. Lalu terdengar sura raung
kedua binatang ini ketika dihantam pukulan sakti mengandung hawa panas luar
biasa itu. Keduanya tewas tergeletak saling tindih. Sekujur tubuh tampak hangus dan
menebar bau daing terpanggang yang menggidikkan!
Dari sebelah depan Nenek Agung keluarkan teriakan keras lalu menghantam
dengan tangan kanannya. Terdengar deru angin disertai menyambarnya hawa panas.
Tapi sang ratu jelas melihat bahwa pukulan itu dilakukan tidak sepenuh hati.
Dia tahu apa sebabnya. Maka marahlan dia. Apalagi setelah menyaksikan bagaimana
empat ekor anjing peliharaannya tewas di tanganPendekar 212.!
"Nenek Agung mundur kau! Biar para pengawal yang mencincang pemuda
yang kau taksir itu!"
Paras si nenek tampak mengkerut jengah. Dia melompat keluar dari kalangan
pertempuran. Sang ratu sendiri saat itu telah keluarkan satu suitan keras.
Hanya beberapa saat setelah itu maka muncullah selusin pengawal berseragam
merah, bertubuh rata-rata tinggi besar dan masing-masing mencekal senjata
berbentuk celurit besar! "Bunuh pemuda itu!" perintah Ratu Bukit Kemukus. Saat itu dia telah
mengenakan pakaian tipisnya kembali.
BASTIAN TITO 40 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Dua belas pengawal yang taat akan perintah segera bergerak mengurung
walau hati masing-masing merasa beimbang setelh menyaksikan kematian empat ekor
anjing hutan di dalam ruangan itu. Sebelumnya mereka memang telah diperintahkan
mengawasi pemuda yang dianggap berbahaya itu. Mereka tidak pernah menyangka
kalau si gondrong ini memiliki kepandaian luar biasa. Membunuh salah seekor saja
dari anjing hutan itu bukan pekerjaasn mudah. Si pemuda malah telah membunuh
keempatnya! Nyali siapa yang tidak jadi lumer kalau disuruh menghadapi pendekar
ini. Dan senjata berbentuk kapak yang digenggamnya turut membuat ke dua belas
orang itu menjadi tambah ngeri.
"Serang!" teriak Ratu Bukit Kemukus tidak sabaran melihat para pengawal
masih berputar-putar mengelilingi lawan.
Mendengar itu selusin pengawal segera menyerbu. Pendekar 212 menunggu
sesaat. Di dahului suara bentakan keras, ketika dua belas orang pengeroyok
berserabutan maju sambil hantamkan clurit, Wiro melompat satu tombak ke udara.
Salah satu kakinya berhasil menginjak kepala seorang pengawal hingga orang ini
terjengkang denga leher patah. Masih melayang di dalam ruangan Wiro babatkan
Kapak Maut Naga Geni 212 ke bawah. Memang tak ada yang terkena langsung
hantaman senjata mustika itu. Namun hawa panas yang berkiblat membuat lima dari
dua belas pengeroyok menjerit dan jatuh bergelimpang. Dua orang mati dengan
sebagian dada hangus. Tiga lainnya luka parah terkena sambaran tak sengaja dari
senjata kawan-kawan sendiri!
"Gila! Pemuda ini luar biasa sekali!" kata Ratu Bukit Kemukus begitu
menyaksikan apa yang terjadi.
"Mundur semua!" teriak sang ratu. Para pengawal yang memang sudah tak
punya keberanian lagi untuk menyerbu serta merta melompat mundur. Tinggal kini
sang ratu berhadap-hadapan dengan Wiro di antara tebaran mayat manusia dan
binatang serta genangan darah dimana-mana!
"Pendekar 212, sekarang aku tidak akan menyembunyikan apa-apa lagi! Memang aku
yang menyerbu tempat kediaman gurumu. Aku berhasil melukainya dan merampas
salah satu tusuk kundainya! Nah sekarang apa kau puas mendengar
pengakuanku......"!"
"Belum!" sahut Wiro sambil melintangkan Kapak Maut Naga Geni 212 di
depan dada. "Menurut guru yang berbuat jahat terhadapnya adalah seorang nenek,
seorang tokoh silah bergelar Hantu Perempuan Bertangan Empat......."
"Lalu mengapa kau menuduh aku yang telah mencuri tusuk kundai itu"!"
bentak Ratu Bukit Kemukus.
Wiro menyeringai. "Aku yakin memang kau yang mencuri dan menciderai
guru. Hanya saja untuk membuktikan hal itu, seperti kataku tadi ada keanehan
yang belum dapat kutembus!"
"Kau tak akan pernah mengungkapkan keanehan itu Pendekar 212! Karena
nyawamu hanya tinggal beberapa kejapan saja!"
"Ah! Kalau begitu aku memilih mati sama-sama denganmu. Paling tidak
tubuhmu yang bagus itu bisa kujadikan bantalan di liang kubur!" ujar Wiro lalu
tertawa gelak-gelak.
Marahlah Ratu Bukit Kemukus mendengar ejekan itu. Di dahului satu teriakan
keras dia melompat menyerbu Wiro. Tangannya kiri kanan melancarkan serangan
hebat. Wiro yang sudah naik pitam tak perduli lagi apakah lawan mengandalkan
senjata atau tidak, terus saja dia menghantamkan Kapak Naga Geni 212!
Bukkk! BASTIAN TITO 41 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Terdengar suara bergedebuk ketika mata kapak mengahntam bahu kanan Ratu
Bukit Kemukus dengan keras. Sang ratu terpental ke kiri, tersandar keras ke
dinding. Tetapi astaga! Dia sama sekali tidak terluka sedikitpun! Hanya baju suteranya
tampak robek dan hangus!
Pendekar 212 terbeliak menyaksikan hal ini. "Ilmu kebal perempuan ini benarbenar luar biasa!" kata Wiro dalam hati. Itulah seumur hidup dia melihat
bagaimana senjata mustika pemberian gurunya tidak mampu melukai lawan, apalagi
membunuhnya! Ratu Bukit Kemukus berkacak pinggang lalu tertawa panjang. Lalu katanya
mengejek "Kalau kau mau tunduk padaku, nyawamu masih bisa kuselamatkan
Pendekar 212!"
Wiro menyeringai "Hei, bukankah kita sudah bertekad untuk mati berdua
saling tumpang tindih......"!"
Paras Ratu Bukit Kemukus tampak merah padam.
"Ketinggian ilmu yang kau miliki membuat dirimu sombong dan melecehkan
setiap orang seenaknya. Tapi sebentar lagi kau akan tahu siapa aku! Kau akan
bertekuk lutut menyembahku sebelum nyawamu kucabut!"
"Kau yang sebenarnya sombong! Menyebut dirimu sebagai ratu! Padahal
kerjamu mencari uang dan harta secara mesum! Wajahmu yang cantik dan tubuhmu
yang bagus sebenarnya penuh lumur dosa maksiat!"
"Kau pendekar mesum yang berlagak alim dan suci! Jika kau memang punya
ilmu keluarkanlah! Aku tidak takut! Serang dan pilih bagian tubuhku yang paling
empuk!" "Manusia takabur!" teriak Wiro. Kapak ditangan kanannya dipindahkan ke
tangan kiri. Lalu tangan kanan itu tampak berkilat-kilat tanda Wiro sudah siap
menghantamkan satu pukulan sakti.
Menghadapi hal itu Ratu Bukit Kemukus hanya ganda tertawa. "Kerahkan
seluruh tenaga dalammu! Ayo lepaskan pukulan sinar mataharimu yang terkenal itu!
Kau akan melihat bahwa pukulan saktimu itu tak lebih dar satu hembusan angin
belaka!" Jengkel oleh ucapan sombong sang ratu Pendekar 212 langsung saja
hantamkan "pukulan sinar matahari" ke arah perempuan itu. Gilanya sang ratu sama
sekali tidak berusaha menghindar.
Bummm! Pukulan sakti itu melabrak tubuh Ratu Bukit Kemukus. Perempuan ini jatuh
terbanting ke lantai, tapi segera bangkit lagi tanpa cidera sedikitpun kecuali
sekujur baju tipisnya kelihatan hangus hingga kini keadaannya sama saja dengan
bertelanjang! Pendekar 212 merasa seperti tersengat. "Kalau kapakku tak mempan dan
pukulan sinar matahari tak mampu menghancurkannya, apa yang harus
kulakukan......" begitu Wiro membatin.
Saat itu Ratu Bukit Kemukus mulai bergerak, melangkah mendatangi.
Wajahnya melemparkan senyum aneh. Setiap langkah yang dibuatnya mengeluarkan
suara bergemerisik. Tiba-tiba Wiro menyaksikan keanehan terjadi atas diri
perempuan itu. Tangannya yang tadi berjumlah dua kini mendadak menjadi empat!
"Berarti memang dia bangsatnya yang berjuluk Hantu Perempuan Bertangan
Empat!" "Ha..... ha..... ha! Kau sekarang tahu siapa diriku Pendekar 212! Bersiaplah
untuk mampus!" Ratu Bukit Kemukus tertawa mengekeh.
BASTIAN TITO 42 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Wiro kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Lalu mendahului menyerbu. Kapak
Naga Geni 212 menderu-deru di udara. Sinar putih menyilaukan berkiblat kian
kemari disertai suara menggemuruh. Hawa panas menghampar membuat Nenek Agung dan
sisa-sisa pengawal yang masih hidup menyingkir menjauhi.
Suara bukk.....bukkk terdengar berulang kali setiap saat senjata sakti di tangan
Wiro menghantam tubuh atau kepala Ratu Bukit Kemukus. Tetapi tak satupun senjata
itu sanggup melukai sasarannya. Ssang ratu hanya tergontai-gontai. Penasaran
murid Sinto Gendeng lepaskan beberapa pukulan sakti berturut-turut yaitu pukulan
"benteng topan melanda samudera", "kunyuk melempar buah", "dewa topan menggusur
gunung" lalu "dinding angin berhembus tindih menindih" bahkan akhirnya pukulan
"angin es"! Namun semua itu tidak sanggup merobohkan sang ratu. Hanya keadaan
kamar tidur besar itu kini jadi porak poranda.
Ratu Bukit Kemukus tertawa panjang.
Wiro jadi tertegun terkesiap. "Celaka! Apa lagi yang harus kulakukan!" pikir
Pendekar 212 dan tengkuknya terasa dingin.
"Hai! Mengapa berhenti"! Apa tidak ada lagi ilmu simpanannmu"!" mengejek
sang ratu. Wiro tiba-tiba ingat pada batu hitam pasangan Kapak Maut Naga Geni 212
yang tersimpan di pinggang kirinya. "Dengan api masakan tubuhnya tidak akan
leleh!" begitu Wiro memikir. Batu hitam di tangan kiri, kapak mustika di tangan
kanan. Wiro merapal bacaan sakti lalu batu dan mata kapak diadukannya satu sama
lain. Satu lidah api menggemuruh, menyamba ke arah Ratu Bukit Kemukus.
Yang mendapat serangan hebat itu kembali keluarkan suara tertawa. Lidah api
membungkus tubuhnya tetapi sama sekali tidak sanggup membakar. Perempuan itu
seolah-olah seperti dibelai oleh tiupan angin sejuk, bukan oleh kobaran api!Dan
dia melangkah terus! Tiba-tiba salah satu dari empat tangan memukul ke depan.
Wiro berteriak keras ketika dapatkan dirinya tak sanggup menahan gelombang
angin aneh yang keluar dari tangan sang ratu. Tubuhnya terpental menghantam
dinding. Dinding itu jebol dan Wiro dapatkan dirinya berada di halaman samping
bangunan. Udara malam dingin dan gelap. Selagi dia berusaha untuk berdiri dengan
sekujur tubuh terasa sakit, Ratu Bukit Kemukus sudah sampai di hadapannya. Empat
tangannya yang aneh bergerak mengeluarkan suara berderak-derak.
Kembali Wiro berseru ketika Kapak Naga Geni 212 miliknya berhasil
dirampas lawan! Dengan satu dari empat tangannya memegang senjata sakti itu,
Ratu Bukit Kemukus kembali maju mendekat. Pendekar 212 beringsut di tanah, mencoba
mundur dan mundur. Kedua kakinya tak sanggup lagi berdiri. Kekuatannya laksana
punah! "Gusti Allah! Tak pernah kusangka akan menemui kematian oleh senjata
milikku sendiri!" mengeluh Wiro sambil menyebut nama Tuhan.
Satu-satunya benda yang masih dipegangnya adalah batu api di tangan kirinya.
Ketika sang ratu semakin dekat, penuh putus asa Wiro lemparkan batu itu ke arah
lawan. Batu menghantam tepat di kening Ratu Bukit Kemukus dan mental lalu jatuh
ke tanah. Kening yang dihantam tidak ciera sedikitpun!
"Ah, aku betul-betul menemui ajal hari ini!" Disaat yang sangat menentukan
itu terbayang wajah gurunya. Tiba-tiba saja Wiro ingat pada tusuk kundai sang
guru yang tadi ditemuinya di dalam kamar Ratu Bukit Kemukus. Itu satu-satunya benda
terakhir yang bisa dijadikannya senjata. Tapi sanggupkah benda itu menjebol
kehebatan ilmu kebal sang ratu"
Wiro keluarkan tusuk kundai perak itu dari balik pakaiannya sambil beringsut
mencoba menjauhi lawan yang terus mendesak.
BASTIAN TITO 43 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Ha....ha ..... Kau sudah kehabisan pukulan dan senjata!" Ratu Bukit
Kemukus keluarkan tawa dan seruan mengejek. "Aku mau lihat apa yang bisa kau
lakukan dengan tusuk kundai yang kabarnya juga sakti itu! Ha.....ha .......ha.......!"
Wiro tiba-tiba gulingkan dirinya. Dengan sisa tenaga yang ada, dengan
kecepaan luar biasa dia berhasil menusukkan tusuk kundai ke betis kanan lawan.
Tapi sang ratu hanya merasa seperti digigit semut dan kembali perdengarkan suara
tertawa panjang! Tusuk kundai Eyang Sinto Gendeng ternyata juga tidak mempan!
"Waktumu sudah habis Pendekar 212. Kematianmu sudah di depan mata!"
Ratu Bukit Kemukus hentakkan kaki kanannya.
Wiro merasakan tanah bergetar dan tubuhnya terpental ke atas. Bersamaan
dengan itu tangan yang memegang Kapak Maut Naga Geni 21 dari sang ratu
membacok ke bawah! Pendekar 212 tak mampu mengelak ataupun menangkis!
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara berseru. "Wiro! Tusukkan tusuk
kundai itu ke kemaluannya! Arahkan ke kemaluannya! Itu titik kelemahan lawanmu!"
Yang berteriak adalah Nenek Agung!
Ratu Bukti Kemukus terkejut besar. Dia menoleh pada perempuan tua yang
tegak terpisah beberapa langkah. Justru ini adalah kesalahan besar yang tak
bakal dapat ditebusnya.
Wiro tak kalah kagetnya tapi otaknya cepat menangkap.
"Nenek keparat! Kau akan kubunuh! Bangsat!" Ratu Bukit Kemukus berteriak
marah. Lalu kembali berpaling ke arah Wiro. Saat itu sesuai petunjuk si nenek
Pendekar 212 sudah tusukkan tusuk kundai di tangan kanannya ke bawah perut sang
ratu! Penguasa bukit kemukus itu berteriak dahsyat. Dari kemaluannya yang
ditembus tusuk kundai terdengar suara letupan keras menyusul kepulan asap hitam
berbau busuk! "Keparat! Perempuan tua keparat......" sang ratu masih menyumpahi anak
buahnya itu. Namun tubuhnya sendiri limbung. Kapak Naga Geni 212 terlepas jatuh
dari genggamannya. Kedua tangannya memegangi bagian bawah perutnya dimana
tampak darah merah kehitaman mengucur menjijikan!
Pendekar 212 merasakan nafasnya megap-megap. Dengan tersengal-sengal dia
coba berdiri. Saat itu dilihatnya si Nenek Agung berlari memasuki kamar sang
ratu yang telah hancur berantakan. Dia menggeratak ke dalam sebuah lemari dan
menemukan benda yang dicarinya yaitu batu cincin biru sebedar telur burung yang
memiliki kekuatan aneh, yaitu bisa membuat seseorang menjadi muda. Setelah
mendapatkan batu mustika itu si nenek cepat lari mencari air.
Wiro tegak bersandar ke sebuah tiang di halaman samping. Sepasang matanya
mengerenyit ketika melihat apa yang terjadi dengan sosok tubuh Ratu Bukit
Kemukus yang kini menggeletak di tanah sambil mengerang menuju saat-saat kematiannya.
Ketika nyawanya lepas meninggalkan jasadnya pelahan-lahan wajah cantik
sang ratu berubah menjadi satu wajah sangat tua, keriputan dan mengerikan
seperti muka hantu. Rambutnya yang hitam berubah menjadi putih. Dan tubuhnya yang
telanjang, yang sebelumnya bagus mulus dan menggairahkan kini berubah menjadi
Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sosok kurus kering tinggal kulit pembalut tulang. Tangan anehnya yang tadi empat
kini tampak kembali pada bentuk semula yaitu tinggal dua. Pada lengan kanan
tampak cacat bekas guratan luka.
Wiro memandang berkeliling. Para pengawal berseragam merah yang masih
hidup ternyata sudah menghambur kabur dari tempat itu. Diambilnya batu hitam dan
Kapak Naga Geni 212 yang tercampak di tanah. Ketika dia hendak melangkah pergi,
pemuda ini ingat akan tusuk kundai milik gurunya itu. Dia kembali mendekati
mayat BASTIAN TITO 44 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Ratu Bukit Kemukus. Tusuk kundai itu masih menancap di bawah perut sang ratu.
Wiro segera mencabutnya, memperhatikan sesaat dengan muka mengerenyit dan
dalam hati dia berkata "Apa yang akan dikatakan Eyang Sinto Gendeng kalau dia
tahu tusuk kundainya ini pernah menancap di....." Wiro tidak teruskan ucapan hatinya
itu. Sambil menyeringai tusuk kundai itu disekakannya ke bajunya lalu didekatkannya
ke hidungnya. Sepasang mata Pendekar 212 terbalik jereng ketika mencium bau yang
masih menempel di tusuk kundai itu. Kembali disekakannya benda itu berulang kali
ke bajunya lalu cepat-cepat disimpannya di pinggang celananya tanpa mau lagi
menciumnya! Udara malam yang menuju pagi terasa mencucuk dingin. Pendekar 212
melangkah sepanjang kjalan menurun menuju kaki bukit Kemukus. Dia sampai di
peintu masuk dimana biasanya selalu berjaga-jaga beberapa pengawal bertampang
galak. Saat itu tak satupun diantara mereka yang kelihatan.
Wiro melangkah terus. Tiba-tiba dia mekihat ada seseorang menyelinap di
balik pohon dekat pintu keluar. Pendekar 212 segera siapkan pukulan tangan
kosong. Ketika orang dibalik pohon kemudian keluar menghadangnya Wiro angkat tangan
kanan, segera hendak menghantam. Tapi gerakannya dibatalkan dan tangan kanannya
perlahan-lahan diturunkan walau dia tetap berlaku waspada.
"Siapa kau" Apa maksudmu menghadang di tempat ini"!" Wiro bertanya.
Yang tegakdi hadapannya adalah seorang perempuan muda berwajah bujur
telur yang kecantikannya tidak kalah dengan kecantikan Ratu Bukit Kamukus!
"Tidak salah kalau tidak mengenali diriku....." Perempuan jelita itu menjawab
sambil tersenyum.
Wiro mengenali sura itu. Hampir tak percaya dia berkata "Eh, bukankah....."
Suaramu seperti suara Nenek Agung! Ya betul! Suara Nenek Agung! Kau....."
"Aku memang Nenek Agung. Tapi kenenekanku sudah berlalu. Sekarang aku
telah menjadi seorang seperti yang kau lihat....." Bagaimana mungkin" Janganjangan kau mahluk jadi-jadian atau bukan mustahil penjelmaan sang ratu!"
Perempuan di hadapan Wiro tertawa. "Aku berhasil mendapatkan mukjizat
keanehan yang membuat diriku bisa berubah muda. Aku malu menceritakannya
padamu. Jangan panggil aku lagi dengan nama Nenek Agung itu. Namaku adalah
Mayasuri......"
Wiro geleng-geleng kepala. Dia meneliti si jelita di hadapannya itu penuh rasa
tak percaya. Akhirnya pemuda ini bertanya "Kalau kau memang penjelmaan aneh dari
perempuan tua yang telah menolongku itu, aku pantas saat ini mengucapkan terima
ksih setinggi langit padamu! Kalau kau tak memberi petunjuk, aku tentu sudah
jadi mayat saat ini!"
Mayasuri mengangguk. "Dunia penuh keanehan. Dalam keanehan itu manusia
hidup tolong menolong agar mampu melupakan segala keburukan dan kepahitan di
masa lalu......."
"Aku setuju dengan ucapanmu itu. Tidak disangka kau rupanya juga seorang
penyair!" Mayasuri tersipu mendengar kata-kata sang pendekar.
"Sekarang apa yang hendak kau lakukan" Membawa aku kembali ke puncak
bukit Kemukus?"
"Aku bersumpah untuk tidak menginjak lagi tempat ini!" sahut Mayasuri.
"Lalu......"
"Aku ingin ikut bersamamu. Kita sama-sama seperjalanan meninggalkan bukit
celaka ini!"
BASTIAN TITO 45 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Wiro garuk-garuk kepalanya. "Ah, ini alamat urusan tidak beres lagi!" katanya
dalam hati. Tapi ingat akan budi besar orang yang telah menyelamatkannya, Wiro
ulurkan tangan kanannya. Mayasuri rangkulkan lengannya ke tangan sang pendekar.
Lalu keduanya meneruskan perjalanan saling bergandengan.
Sambil melangkah dalam hati murid Sinto Gendeng itu berkata "Ya Tuhan,
beri hambamu ini petunjuk. Saat ini aku tengah berjalan dengan seorang perempuan
cantik atau seorang nenek keriput......."
Tamat BASTIAN TITO 46 Para Ksatria Penjaga Majapahit 16 Keris Pusaka Nogopasung Karya Kho Ping Hoo Jaka Lola 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama