Ceritasilat Novel Online

Kutunggu Di Pintu Neraka 3

Wiro Sableng 076 Ku Tunggu Di Pintu Neraka Bagian 3


laksana ditolak oleh satu kekuatan dahsyat membalik ke arah asalnya. Lalu
terdengar suara letusan keras. Tubuh Kebo Pradah mental ke udara. Bukan dalam keadaan
tercabik-cabik. Darahnya muncrat ke mana-mana, menyiprat ke pakaian Dewi Merak
Bungsu, Wiro dan caping Kakek Segala Tahu.
Begitu letusan suara pupus keadaan di tempat itu sunyi senyap seperti di
pekuburan. Namun kesunyian ini justru membuat ketegangan yang mengantung di
BASTIAN TITO 42 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
udara menjadi tambah mencekam. Tiba-tiba terdengar suara orang menangis terisakisak. "Heh..... Siapa yang menangis?" tanya Kakek Segala Tahu celingukan.
"Hanya suara Kek, orangnya tak kelihatan," jawab Wiro. "Aku....." Murid
Sinto Gendeng tidak meneruskan kata-katanya. Saat itu terdengar suara aneh.
Suara seperti sebuah benda berat bergeser ke kiri dan ke kanan. Wiro memandang
berkeliling. Astaga! Dia terkejut besar. Pohon-pohon yang banyak berderet-deret
seperti membentengi hutan Tapakhalimun lenyap entah ke mana! Kini mereka berada
di satu tempat kosong yang serba putih. Tak ada peohonan, semak belukar atau
langit. Bahkan mereka tidak tahu tengah berpijak di mana saat itu karena semuanya sebar
putih. Suara gesekan semakin keras. Begitu juga suara tangisan. Dewi Merak
Bungsu melirik ke arah Wiro. Perempuan cantik ini tampak berusaha menahan rasa
tegang. Tangan kanannya didekatkan ke kepala. Siap untuk mencabut tusuk konde
berupa bulu burung merak yang kini tinggal enam lembar.
Tiba-tiba "bummmm!"
Satu ledakan menggelegar mengejutkan ketiga orang itu. Tabir putih di
hadapan mereka seperti terbelah. Yang sebelah kanan bergeser ke kanan dan yang
kiri ke kiri. Dari depan terdengar suara siuran angin. Bukan meniup ke arah tiga
orang itu justru menyedot dengan dahsyatnya hingga tak ampun lagi Dewi Merak Bungsu di
sebelah depan, menyusul Wiro lalu si Kakek Segala Tahu tersedot, laksana amblas
ke satu terowongan yang tidak kelihatan. Ketiganya kelihatan jungkir balik.
Karena mengenakan jubah panjang yang menggelembung, sewaktu tubuhnya
melayang di udara sedotan atas tubuh perempuan itu agak tertahan. Wiro yang tadi
ada di belakang dan tersedot lebih cepat langsung saja masuk ke dalam jubah itu!
"Manusia kurang ajar! Apa yang kau lakukan ini!" teriak Dewi Merak Bungsu
marah sekali. Kepala Pendekar 212 menyelip di antara kedua pangkal pahanya. Dari
dalam jubah terdengar suara Wiro menyahut tapi tidak jelas mengatakan apa. Dewi
Merak Bungsu berusaha menendang tubuh Wiro keluar dari dalam pakaiannya namun
tidak mudah. Sebelum berhasil tubuhnya bersama tubuh Wiro, menyusul tubuh si
kakek tiba-tiba terbanting ke bawah!
"Pemuda kurang ajar! Rasakan ini!" teriak perempuan itu sambil menarik
jubahnya ke atas lalu hantamkan lututnya. Wiro mengeluh tinggi. Perutnya yang
kena sodokan lutut seperti mau pecah. Terhuyung-huyung dia keluar dari dalam jubah
sambil pegangi perut.
"Ini lagi!" teriak Dewi Merak Bungsu. Kali ini masih dalam keadaan
terlentang kaki kanannya di tendangkan ke kepala Pendekar 212. Wiro cepat
menangkap betis sang Dewi.
"Aduh mulus dan putihnya. Lembut sekali...." Kata Wiro dalam hati.
"Benar-benar kurang ajar!" teriak Dewi Merak Bungsu. Dia hendak mencabut
selembar tusuk konde bulu meraknya. Ketika mau dilemparkan tiba-tiba terdengar
bentakan Kakek Segala Tahu.
"Kalian berdua jangan seperti anjing dan kucing! Coba lihat kita berada di
mana!" Wiro melepaskan pegangannya pada betis Dewi Merak Bungsu. Perempuan
itu cepat menggulingkan diri. Ketika keduanya memandang berkeliling mereka samasama tersentak. Di hadapan mereka ada sebuah bangunan batu berbentuk pintu
gerbang. Di sebelah atas pintu gerbang ini ada tulisan berbunyi "Pintu Neraka"!
Apa yang ada di pintu itu dan sekitarnya membuat Dewi Merak Bungsu dan Wiro jadi
merinding. BASTIAN TITO 43 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEBELAS Pada dua buah pilar Pintu Neraka bergelantungan belasan ular besar berwarna
hitam kelabu. Tubuhnya berupa ular namun kepalanya berwujud kepala setan
mengerikan. Di tiang kiri kanan tegak dua mahluk bertubuh tinggi besar dengan
tampang angker. Keduanya berkepala botak yang dibasahi dengan darah. Masingmasing memegang sebilah golok api berwarna merah. Sekujur tubuh mahluk yang
hanya mengenakan cawat ini penuh dengan kalajengking yang menjalar kian kemari.
Di atas Pintu Neraka duduk berjuntai enam jerangkong. Yang aneh dan
mengerikan kepala jerangkong berupa tengkorak ini memiliki sepasang mata merah
yang selalu berputar-putar kian kemari. Lalu dari rongga mulutnya mencelat
keluar sebuah lidah berwarna merah, sangat panjang dan ujungnya berupa kepala ular!
"Ya Tuhan, apakah kita benar-benar sudah masuk di neraka.....?" desisi
Pendekar 212 "Ceritakan apa yang kau lihat!" kata Kakek Segala Tahu. Wiro segera
menerangkan dengan cepat.
"Kita memang sudah berada di jalan menuju kawasan hutan siluman. Kita
harus melewati Pintu Neraka itu...."
"Celaka....." bisik Wiro yang masih berada dalam kengerian.
"Apa yang celaka"!" tanya Kakek Segala Tahu. Lalu enaknya saja dia
kerontangkan kalengnya. Tapi dia jadi melengak kaget. Bagaimanapun dia
mengguncang kalrng rombeng itu dan merasa batu-batu kerikil di dalamnya memukul
dinding kaleng, tapi sama sekali tidak ada suara yang keluar! "Kekuatan siluman
sungguh luar biasa. Kalengku tak bisa berkerontang....." kata si kakek. Lalu dia
berpaling pada Wiro. "Ada apa dengan kau?"
"Baru berada di ambang pintu saja aku sudah mau terkencing-kencing.
Bagaimana kalau sampai masuk....."
"Tak ada jalan mundur! Kita harus melewati Pintu Neraka ini!" kata Dewi
Merak Bungsu walau nyalinya juga hampir leleh oleh rasa ngeri terutama melihat
mahluk ular berkepala manusia yang menyeramkan itu. ketika hendak melangkah,
gerakanya tertahan. Dia berpaling pada Wiro dan Kakek Segala Tahu. "Siapa yang
masuk duluan....?" Tanyanya.
"Kau saja!" jawab Wiro.
"Sebaiknya kau!" kata sang Dewi.
"Sudah, jangan saling tolak-tolakan. Biar aku yang masuk duluan! Siluman itu
pasti tidak tertarik melihat tampang dan keadaanku. Mudah-mudahan mereka tidak
menggangguku. Yang disebelah belakangnya biasanya jadi incaan...."
"Kalau begitu biar aku yang masuk duluan!" kata Wiro.
Kakek Segala Tahu mengekeh. Dewi Merak Bungsu membentak halus. "Ini
bukan tempat bersuka ria tertawa segala! Kita bertiga bisa mampus kaki ke atas
kepala ke bawah!" dia berpaling pada Wiro. "Kau bilang mau jalan duluan. Ayo,
tunggu apa lagi"!"
Wiro garuk kepalanya dengan tangan kiri. Tangan kanan mencabut Kapak
Maut Naga Geni 212. Sinar terang benderang memenuhi tempat itu. Lalu dengan
segala ketabahan dia mendekati tangga Pintu Neraka yang terdiri dari tujuh
undakan. Pada saat kaki kanannya menginjak undakan pertama belasan ular berkepala manusia
yang ada pada pilar pintu keluarkan desisan keras lalu berganti dengan teriakan
mengerikan. Dari mulut mahluk ini menetes-netes darah kental. Langkah Pendekar
BASTIAN TITO 44 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
212 tertahan. Dua mahluk berkepala botak angkat tangannya yang memegang pedang
merah. Di atas Pintu Neraka enam jerangkong menggoyang-goyangkan tubuhnya
mengeluarkan suara berkeresekan. Kedua tangan diangkat-angkat ke atas, mata
berputar liar dan dari mulut yang menyemburkan darah terdengar pekik-pekik
melengking tinggi. Sesekali lidah mereka yang panjang dan berbentuk kepala ular
itu menjulur ke bawah seperti hendak mematuk Wiro.
"Jalan terus, tak ada yang perlu ditakutkan!" kata Dewi Merak Bungsu seraya
mendorong punggung Pendekar 212.
Murid Sinto Gendeng melintangkan senjata mustikanya di depan dada lalu
naik ke anak tangga kedua. Tidak terjadi apa-apa. Begitu kakinya menginjak anak
tangga ketiga, dua mahluk bercawat melompat ke arahnya sambil menusukkan
pedang merah. Luar biasa. Pedang masih belum sampai sinarnya telah melesat ke arah
tenggorokan dan dada Wiro. Pendekar 212 segera lindingi diri dengan menyabatkan
Kapak Maut Naga Geni 212 ke depan. Sinar putih menyilaukan berkiblat disertai
deru lasana ribuan tawon mengamuk. Hawa panas yang menampar ke luar dari senjata
mustika itu membuat dua mahluk bercawat dan berkepala botak dan berlumuran darah
tersurut mundur sambil mengeluarkan teriakan marah. Sepasang mata mereka
melompat keluar lalu masuk lagi!
Walau ngeri melihat dua mahluk siluman yang ganas ini tapi Wiro sudah bisa
meraba bahwa mereka pun takut melihat serangan kapaknya. Maka dia cepat
melompat ke anak tangga keempat. Tidak terjadi apa-apa.
"Tangga berikutnya tangga kelima...." Kata Wiro membatin. "Mahlukmahluk penjaga Pintu Neraka ini baru berindak setiap aku menginjakkan kaki di
anak tangga ganjil. Jadi aku harus hati-hati...."
Benar saja. Begitu kaki Wiro menyentuh anak tangga kelima, enam
jerangkong di atas pintu keluarkan pekikan keras. Lalu keenamnya berlompatan.
Dua ke arah Wiro. Dua lainnya mengincar Dewi Merak Bungsu dan dua terakhir melesat
ke arah Kakek Segala Tahu!
Kembali Kapak Maut Naga Geni 212 membeset udara. Sinar putih berkiblat.
"Wuttt! Wuuuttttt!" Senjata mustika itu jelas-jelas membabat tubuh dua
jerangkong. Tapi sambaran mata kapak seolah menghantam udara kosong, lewat
begitu saja. Di kejauhan terdengar suara tawa cekikikan. Dua jerangkong membuat
gerakan jumpalitan lalu tiba-tiba sekali melesat kembali menyerang Wiro. Agak
gugup Wiro lepaskan pukulan sakti dengan tangan kiri. Jerangkong yang sebelah
kiri terangkat ke atas, hancur berantakan di udara dan lenyap. Saat itu pula srangan
jerangkong sebelah kanan sampai. Wiro berteriak keras ketika ujung lidah
jerangkong yang berbentuk ular itu mematuk bahu kanannya. Dia merasa seperti ditusuk besi
panas. Kapak Maut Naga Geni 212 hampir terlepas dari genggamannya. Darah
membasahi bahu baju putihnya. Dengan terhuyung dia menindak menaiki anak tangga
keenam. Aman. Terus pada anak tangga ketujuh yaitu yang terakhir.
Sementara itu dua jerangkong yang menyerang Dewi Merak Bungsu disambut
perempuan ini dengan mendorongkan kedua telapak tangannya ke atas.
"Wuuuss!"
"Wuuss!"
Dua angin deras menyambar ke atas. Dua jerangkong menjerit keras.
Keduanya mental berantakan lalu berubah manjadi kepulan asap dan akhirnya sirna.
Perempuan ini menarik nafas lega sesaat lalu mengikutiWiro menaiki tangga ke
enam. "Ada darah di bahumu...." Kata Dewi Merak Bungsu.
BASTIAN TITO 45 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Lidah ular salah satu jerangkong itu sempat mematukku," jawab Wiro.
Wajahnya pucat. Agak limbung dia menaiki anak tangga ketujuh yakni anak tangga
terakhir dari Pintu Neraka. Di atas sana terdengar suitan keras. Satu jerangkong
siluman yang tadi menyerangnya kini kembali menyerbu. Wiro segara hendak
menghantam dengan Kapak Maut Naga Geni 212.
Di bagian bawah tangga Kakek Segala tahu yang berada paling belakang dan
mendapat serangan dua jerangkong dongakkan kepala. Telinganya menangkap suara
mendesir. Dia cepat menghantam ke atas dengan tongkatnya. Ujung tongkat
menyambar ganas dan dengan tepat mengenai sosok dua jerangkong itu. namun
seperti sewaktu Wiro membabat dengan kapak mustikanya ternyata si kakek juga
seolah mengenai udara kosong. Dengan berteriak-teriak sambil menjulurkan
lidahnya yang berbentuk kepala ular dua jerangkong kembali menyerbu.
"O ladalah!" seru Kakek Segala Tahu yang maklum kalau serangan
tongkatnya gagal dan kini dia jerangkong itu kembali menyerangnya. Dengan cepat
dia tanggalkan caping bambunya. Sekali dia mengibaskan caping itu, satu
gelombang angin menderu laksana air bah. Dua jerangkong yang hendak menghujamkan lidah
ularnya mencelat mental ke atas. Di udara dua jerangkong ini hancur bercerai
berai, mengepulkan asap dan sirna.
Kembali pada Pendekar 212 yang mendapat serangan dari sisa jerangkong di
tangga ketujuh.
"Jangan pakai senjata!" teriak Dewi Merak Bungsu. "Hantam dengan pukulan
tangan kosong!"
Sesaat Wiro terkesiap. "Apa yang dikatakan Kuntini itu agaknya betul. Tadi
aku membabat dengna Kapak Maut Naga Geni tidak mempan. Sewaktu kuhantam
dengna pukulan benteng topan melanda samudera salah satu dari dua jerangkong it
ambruk....." Memikir sampai di sini maka murid Eyang Sinto Gendeng segera
lepaskan pukulan kunyuk melempar buah. Satu gelombang angin laksana gulungan
batu besar menderu. Jerangkong yang menyerang dari atas seolah tahu kalau dia
tak akan mampu menghadapi pukulan sakti itu menjerit keras lal berbalik dan melesat
pergi. Di anak tangga ketujuh Dewi Merak Bungsu memberitahu pada Kakek Segaal
Tahu bahwa Wiro terluka bahu kanannya akibat pukulan lidah ular jerangkong
siluman. Paras orang tua itu tampak berubah. Dia meraba-raba sekitar ujung
capingnya. "Dia untung. Obat ini masih tersisa satu. Bisa ular siluman seratus kali lebih
jahat dari bisa ular biasa..... Berikan obat ini padanya dan suruh dia segera
menelannya!"
Perempuan itu mengambil obat yang diberikan lalu menyerahakan pada Wiro.
Belum sempat obat berbentuk bulat sebesar ujung kelingking itu berpindah tangan,
tiba-tiba seekor ular besar berkepala setan yang melilit di pilat pintu sebelah
kanan melesat dan berusaha mematuk. Dewi Merak Bungsu terpekik. Saking kagetnya obat
itu terlepas dari tangannya, jatuh tepat di tangga ketujuh!
"Wiro lekas ambil!" teriak Dewi Merak Bungsu.
Wiro jatuhkan diri mengambil satu-satunya obat yang bisa menyelamatkan
jiwanya itu. namun ular berkepala manusia tadi meluncur lebih cepat. Pada saat
Wiro berhasil memegang obat , pada detik itu pula ular siluman membuka mulutnya
besar- besar. Kepala Pendekar 212 hanya setengah jengkal saja dari hadapannya.
Dalam keadaan genting begitu rupa, sebelum kepala Wiro sempat dilahap ular
siluman, ujung tongkat Kakek Segala Tahu dengan keras memukul putus ujung ekor
binatang ini. Ular siluman keluarkan jeritan seperti raungan anjing di malam
buta. Dia BASTIAN TITO 46 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
sabatkan ekornya ke arah si kakek. Orang tua ini cepat rundukkan kepala.
Tongkatnya

Wiro Sableng 076 Ku Tunggu Di Pintu Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali berkelebat. Terdengar lagi raungan seperti anjing itu. Ujung tongkat
Kakek Segala Tahu menancap tepat di leher ular siluman. Darah menyembur. Si kakek
menghindar agar tidak kecipratan. Ular siluman itu bergelimang darah menyentaknyentak di atas tangga Pintu Neraka. Wiro berguling memasuki Pintu Neraka sambil
menelan obat yang berhasil diambilnya sementara Dewi Merak Bungsu cepat menarik
tangan Kakek Segala Tahu lalu keduanya melompat melewati Pintu Neraka.
BASTIAN TITO 47 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA BELAS Selewatnya Pintu Neraka ketiga orang itu berada di satu rimba belantara
ditumbuhi pohon-poon besar dan semak belukar aneh. Keadaanya redup sekali dan udara terasa
dingin. Kesunyian yang mencekam justru menimbulkan suasana tambah
menggidikkan. Kakek Segala Tahu mendongak. "Aneh....." katanya. "Tak ada suara barang
sedikitpun. Bahkan suara siliran angin tidak terdengar. Kita harus berhatihati.... Mungkin kita akan berkubur di sini atau mati dan ikut jadi siluman...." Wiro dan
Kuntini saling berpandangan dengan wajah tegang. "Apa yang kalian lihat?" si
kakek bertanya. "Pohon-pohon besar di mana-mana. Semak belukar setinggi langit seperti
jaring. Batu-batu besar menyerupai binatang purba...." Yang menjawab Dewi Merak
Bungsu. "Apa lagi?" tanya Kakek Segala Tahu.
"Hanya itu...." sahut Wiro.
"Tak ada hantu atau siluman yang muncul?"
"Tidak," jawab Wiro dan Kuntini berbarengan.
Kakek Segala Tahu coba kerontangkan kalengnya. Tetap tak mau berbunyi.
"Hemmmm.... Keadaan di tempat ini benar-benar berbahaya. Hati-hatilah. Kita bisa
mati mendadak di sini.... Satu hal harus kalian ingat. Kita harus tetap bersama.
Jangan sampai tercerai...."
Baru saja orang tua ini berkata begitu tiba-tiba terdengar suara. "Wusssss!"
Disusul dengan munculnya sinar merah benderang. Wiro dan Kuntini keluarkan
seruan tertahan.
"Ada apa....?" Tanya Kakek Segala Tahu sambil melintangkan tongkat kayu
di depan dada. "Satu pohon besar tiba-tiba saja terbakar. Gejolak apinya laksana menjulang
langit...." Menerangkan Dewi Merak Bungsu.
"Tak dapat kuketahui apa artinya ini...." kara si kakek pula dan berusaha
berpikir memecahkan arti keanehan itu.
"Ada bayangan orang di atas pohon. Di dalam api!" teriak Dewi Merak
Bungsu. "Astaga! Itu Bunga sahabatku!" teriak Wiro seraya lari ke arah pohon. Si
kakek dan Kuntini segera mengikuti.
Di atas salah satu cabang pohon besar yang dilamun api itu kelihatan sosok
tubuh seorang perempuan berambut panjang. Wajahnya cantik tapi sangat pucat dan
pakaiannya penuh darah. Seperti yang dilihat Wiro sebelumnya gadis ini berada
dalam keadaan terikat. Namun tonggak kayu di mana dia diikatkan tidak kelihatan
lagi. Sepasang mata Bunga tampak sangat ketakutan. Mulutnya terbuka. "Wiro....
Wiro...." "Bunga!" teriak Pendekar 212. Seperti kalap pendekar ini hendak memanjat
pohon. Tapi begitu hawa panas menyengat sekujur tubuhnya dia jadi tak berdaya
dan terpaksa melangkah mundur.
Di atas pohon kembali terdengar suara Bunga memanggil memelas. "Wiro....
Taolong..... Aku tak tahan lagi....."
Pendekar 212 bantingkan kakinya. Kapak Maut Naga Geni 212 digenggamnya
erat-erat. Tapi senjata itu tak akan ada gunanya.
BASTIAN TITO 48 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Wiro, kita tak dapat menolong sahabatmu itu. Api di pohon besar sekali...."
Kakek Segala Tahu yang diam-diam sudah dapat membaca keadaan bertanya.
"Api di pohon, apakah membakar tubuh, rambut atau pakaian sahabatmu itu....?"
"Ti.... Tidak. Memang tidak...." Jawab Wiro melotot.
"Berarti dia bukan sahabatmu sungguhan!" juar Kakek Segala Tahu.
"Dia siluman!" kata Dewi Merak Bungsu pula.
"Aku tidak percaya. Aku sudah melihat keadaannya seperti itu
sebelumnya...." Jawab Wiro. Dengan nekad dia maju beberapa langkah lalu berteriak.
"Bunga! Jatuhkan dirimu dari atas pohon! Jatuhkan drimu! Aku akan menangkapmu
di bawah sini!"
"Tolong.... Tolong aku Wiro...."
"Jatuhkan dirimu!" teriak Wiro lagi.
"Sambut aku Wiro..... Aku akan jatuhkan diri...." Kata Bunga dari atas pohon.
Lalu tampak gadis itu menggeliatkan tubhnya. Begitu kedua kakinya bergeswe dari
cabang pohon yang dipijaknya tubuhnya langsung melayang jatuh ke bawah!
Pendekar 212 Wiro Sableng rentangkan tangan mengatur tempat tegaknya
agar bisa menyambut tubuh Bunga yang jatuh itu dengan tepat.
"Blukkkk!"
Tubuh Bunga jatuh tepat dalam pelukan Wiro.
"Syukur...." Kata Wiro lega. "Kau selamat Bunga. Aku akan membawa kau
keluar dari tempat jahanam ini!"
Tiba-tiba di kejauhan terdengar suara raungan anjing. Bersamaan dengan itu
keadaan menjadi tambah redup. Lalu menyusul suara tawa cekikikan menggidikkan.
Dewi Merak Bungsu diam-diam merasa cemburu melihat Pendekar 212
memeluk gadis cantik itu tiba-tiba berseru kaget ketika melihat gadis yang
dipeluk Wiro berubah menjadi sosok raksesi. Menyeringai mengerikan mencuat keluar,
bergelimang darah.
"Wiro! Lemparkan gadis itu! Dia bukan sahabatmu!" teriak Dewi Merak
Bungsu. Tapi terlambat. Raksesi dalam pelukan Wiro gerakkan kepalanya. Mulutnya
ditempelkan ke leher Pendekar 212. Murid Eyang Sinto Gendeng menjerit keras.
Darah muncrat dari lehernya. Tubuh yang dipeluknya langsug dibantingkan ke
tanah. "Hik.... Hik.... Hik....!" Raksesi cepat bangkit berdiri dan julurkan lidahnya
yang bergelimang darah. Darah itu disemburkannya ke arah Kuntini lalu didahului
dengan raungan panjang dia melompat ke arah Wiro. Kedua tangannya berkelebat
lebih dulu. Ternyata dua tangan raksesi ini memiliki jari sebesar pisang dengan
kuku- kukunya hitam panjang sekali. Dalam keadaan masih tegang oleh rasa kaget serta
luka di leher dan sebelumnya di bahu, Wiro seperti tak berdaya dan bertindak lamban.
Saat itu pula jari tangan berkuku panjang menyambar ke lehernya!
Dalam keadaan gawat seperti itu di mana nyawa Pendekar 212 hanya tinggal
seujung rambut tiba-tiba dari samping melesat sebuah benda memancarkan sinar
aneka warna disertai suara menggemuruh. Bulu merak sakti!
Raksesi yang hendak mencengkeram leher Pendekar 212 keluarkan jeritan
tinggi dan berusaha menghindar. Namun bagian tajam dari bulu burung merak yang
dilemparkan Dewi Merak Bungsu keburu menghantam keningnya! Kepala raksesi itu
hancur berkeping-keping. Hancurnya menyiprat ke muka dan tubuh Pendekar 212.
Sebelum tubuh raksesi siluman itu lenyap terlebih dulu terdengar suara raungan
disertai suara lolongan anjing di kejauhan.
BASTIAN TITO 49 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Wiro usap mukanya. Kedua kakinya goyah. Dia jatuh berlutut. Wajahnya
tampak pucat. Dia memandang pada Dewi Merak Bungsu. "Kuntini.... Terima kasih.
Kau menyelamatkan jiwaku...."
"Kau belum lolos dari kematian...." Jawab Dewi Merak Bungsu.
"Apa maksudmu?"
"Luka di lehermu bekas gigitan mahluk siluman itu cukup parah....."
"Mari kuperiksa lukamu...." Kata Kakek Segala Tahu yang tadi ikut hanyut
dalam ketegangan. Dengan ujung tongkatnya diraba dan ditusuk-tusuknya luka bekas
gigitan di leher Pendekar 212 hingga pemuda ini menjerit kesakitan.
"Hemmmmm.... Untung tak ada urat yang putus. Lebih untung lagi gigitan itu
tidak beracun..... Biar kutotok agar darahnya berhenti!"
Kakek Segala Tahu tusukkan ujung tongkatnya dua kali berturut-turut. Wiro
meringis kesakitan. Luka di lehernya seperti bertaut kembali dan darah berhenti
mengucur. Dewi Merak Bungsu ulurkan tangan kirinya menolong Wiro berdiri.
Sambil pegangi lehernya Wiro berkata. "Apa yang harus kita lakukan
sekarang" Kau mungkin benar Kek, kita akan mati di sini dan ikut jadi
siluman....."
Baru saja ucapan Wiro berakhir tiba-tiba terdengar suara tawa bergelak
laksana guntur mengguncang bumi. Suara tawa itu menggema panjang mengerikan.
"Pendekar 212 Wiro Sabelng..... Kau dan dua kawanmu telah memasuki Pintu
Neraka Kerajaan Siluman! Sekali masuk tak ada jalan keluar.... Ha..... ha.... ha!"
"Heh.... Siapa yang tertawa dan bicara itu?" tanya Kakek Segala Tahu.
"Orangnya tak kelihatan. Dari mana arahnya pun sulit dicari....." jawab Wiro.
"Pendekar 212! Membunuhmu saat ini semudah membalik telapak tangan!
Tapi aku ingin menyiksa kau lebih dulu sampai puas! Ha... Ha.... ha.... ha!"
"Keparat! Siapa kau! Coba unjukkan diri!" berntak Wiro.
Jawaban hanyalah suara tertawa. "Ha.....ha.....ha.....ha!"
"Mahluk pengecut! Tak berani memperlihatkan diri! Siluman keparat!" teriak
Wiro. "Ha....ha....ha! Aku berada di dekatmu Wiro! Dekat sekali! Dari tahta
Kerajaan Siluman aku akan menyaksikan dirimu tersiksa dalam ketakutan. Lalu.
"Blaaaammmmm! baru kubunuh dirimu! Ha..... ha..... ha....!"
Suara tawa lenyap. Tempat itu kembali sunyi.
"Kau tidak mengenali suara orang tadi yang bicara dan tertawa itu?" bertanya
Dewi Merak Bungsu.
"Sulit sekali. Suara gemanya terlalu tinggi dan panjang...." Jawab Wiro.
"Itu tantangan jadi seorang pendekar dalam dunia persilatan...." Terdengar
Kakek Segala Tahu berkata. "Kita akan punya banyak musuh. Begitu banyaknya
hingga kita tidak mengenali lagi suaranya. Bahkan kalau ketemu muka mungkin kita
lupa. Setelah dibokong dan sekarat meregang nyawa baru kita ingat. Tapi sudah
terlambat...."
Ucapan Kakek Segala Tahu terputus. Di belakang mereka terdengar suara
menggemuruh seperti ada ombak menggulung menyerbu. Tiga orang itu cepat
membalik. "Ada gelombang air menyerbu ke jurusan kita!" seru Wiro.
"Cairan berwarna merah....!" Pekik Dewi Merak Bungsu.
"Aku mencium amisnya bau darah!" teriak Kakek Segala Tahu tegang.
"Gelombang air itu! Astaga. Itu memang darah!" teriak Wiro.
"Darah mendidih!" jerit Dewi Merak Bungsu. "Kita harus selamatkan diri!"
"Cari tempat ketinggian!" teriak Kakek Segala Tahu.
Wiro dan Dewi Merak Bungsu memandang berkeliling.
BASTIAN TITO 50 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Di sebelah sana ada kawasan berbatu-batu. Tapi letaknya tak lebih tinggi dari
tempat ini..... Celaka!" seru Dewi Merak Bungsu.
"Kita naik saja ke atas pohon!" teriak Kakek Segala Tahu dan siap-siap
hendak melompat.
"Lebih celaka!" seru Wiro.
"Apa yang lebih celaka"!"
"Semua pohon kini dipenuhi puluhan ular siluman. Bahkan ratusan
kalajengking...."
"Ah, kalau begitu kita pasrah saja. Kematian sudah di ambang mata!" kata
Kakek Segala Tahu.
"Jangan pasrah macam orang tolol!" teriak Wiro. "Ayo lari dari sini. Jauhi
gelombang darah mendidih itu.....!"
Tiba-tiba terdengar suara.
"Grokkk....groookkkk....grooookkk!"
"Heh....suara malaikat mautkah itu?" ujar Kakek Segala Tahu yang membuat
Wiro dan Dewi Merak Bungsu mau rasanya memaki panjang pendek.
Di hadapan ketia orang itu melayang satu sosok siluman. Mahluk satu ini
hanya mengenakan cawat. Tua dan berkepala panjang seperti pepaya. Sekujur
tubuhnya penuh luka-luka. Darah membasahi badannya. Kedua matanya memberojol
keluar sperti mau tanggal. Sepasang telinganya lancip mencuat ke atas. Lidahnya
terjulur panjang dan pada lidah ini menancap sepotong besi runsing. Potongan
besi kedua menyatai telinganya dari kiri ke kanan. Di lehernya ada sebuah lobang
besar yang terus menerus mengucurkan darah. Dari lobang ini keluar suara
grooookk....groookkk. Itu! Kedua tangan dan kakinya terikat dengan rantai besi
panas membara. Ketika mahluk ini hendak mendekati Dewi Merak Bungsu,
perempuan ini cepat cabut bulu merak yang dijadikannya tusuk konde dan merupakan
senjata sakti luar biasa. Begitu dia hendak menghantam Wiro dengan cepat
mencegah. "Jangan!"
"Heh! Kau sudah gila! Siluman ini hendak membunuhku dan kau
menghalangi!"
"Dia bukan siluman jahat! Mahluk ini yang dulu menolongku. Memberi
petunjuk agar mencari Kakek Segala Tahu. Dia tidak bisa bicara. Dia menuliskan
pesan dengan darahnya! Hanya heran. Kenapa sekarang tangannya tidak buntung"!"
"Kau tidak bergurau!"
"Edan! Masakan dalam keadaan seperti ini aku mau bergurau!" teriak Wiro.
Mahluk siluman masih terus berputar-putar mengelilingi mereka sambil
mengeluarkan suara "grokkk.....groookkkkk!" sementara gelombang air bah cairan
darah mendidih dan berbau sangat busuk semakin dekat. Tiba-tiba mahluk siluman
itu melesat ke kiri. Di sini dia berputar dua kali, lalu melesat lagi. Demikian
dilakukannya berkali-kali.
"Aku tahu! Mahluk itu memberi isyarat agar kita mengikutinya!" teriak Wiro.
"Ayo! Tunggu apa lagi!" Wiro pegang tangan Kakek Segala Tahu dan Dewi Merak
Bungsu. "Jangan-jangan mahluk itu hendak menjebak kita! Di tempat ini kita tidak
tahu mana kawan mana siluman!" kata Dewi Merak Bungsu bimbang. Namun ketika
dilihatnya gelombang darah mendidih semakin dekat, mau tak mau perempuan ini
akhirnya lari juga mengikuti Wiro dan Kakek Segala Tahu.
BASTIAN TITO 51 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA BELAS Mahluk siluman itu melayang ke arah deretan tujuh buah pohon besar yang
batang dan cabang-cabangnya hampir tertutup oleh akar-akar gantung. Tiga orang
di belakangnya mengikuti dengan rasa takut dan juga bimbang. Bukan mustahil seperti
yang dikatakan Dewi Merak Bungsu tadi mahluk ini hendak menjebak mereka
menuju maut. Di balik deretan tujuh pohon besar kelihatan sebuah daerah berbatubatu yang makin ke sebelah sana semakin tinggi. Lalu di puncak bebatuan ini
terdapat beberapa buah gundukan batu besar.
Seperti terbang mahluk siluman itu melesat ke arah salah satu gundukan batu.
"Lihat! Di atas sana ada gundukan batu membentuk goa!" seru Wiro. "Mahluk
itu memberi isyarat aga kita lari menuju goa itu!"
Di belakang mereka suara gelombang cairan darah terdengar menggemuruh
sewaktu melewati celah-celah tujuh pohon besar.
"Lekas naik ke bukit batu!" teirak Wiro. Kakek Segala Tahu lepaskan
pegangannya dari tangan Wiro. Walaupun kedua matanya buta tapi dengan cekatan


Wiro Sableng 076 Ku Tunggu Di Pintu Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang tua sakti ini melompat enteng dan sebat hingga akhirnya dia sampai di
puncak gundukan batu dan masuk ke dalam goa lebih dulu. Baru menyusul Wiro dan Dewi
Merak Bungsu. "Grokkkk.....groookkkk.....grokkkk!"
Mahluk siluman yang menolong tegak di atap goa. Tiba-tiba di kejauhan
kelihatan dua sosok besar melayang di udara. Ternyata mereka adalah mahluk
siluman perempuan yang hanya mengenakan cawat. Payudara mereka gundal-gandil
kian kemari. Tambutnya riap-riapan penuh dengan ular-ular kecil. Di tangan
masing- masing ada sebilah golok merah menyala.
Pendekar 212 cepa menarik sebuah batu besar dan menutupi mulut goa.
"Bantu aku.... Tarik batu-batu itu...." katanya pada Dewi Merak Bungsu. Di ats atap
goa, begitu melihat dua siluman perempuan telanjang itu mendatangi, siluman
penolong keluarkan suara seperti meratap lalu cepat-cepat berkelebat dan
menghilang. "Hak.....huk....hak....huk!" Dua siluman perempuan sampai di depan goa
mengeluarkan suara aneh. Keduanya tampak seperti memeriksa tempat itu. Wiro dan
Dewi Merak bungsu serta Kakek Segala Tahu yang berada di sebelah dalam goa
menjatuhkan diri sama rata dengan lantai goa.
"Hak..huk...hak....huk!" Dua siluman perempuan itu masih melayang-layang
di atas goa. "Celaka! Kalau mereka sampai mengetahui kita ada di sini, tamat riwayat
kita!" bisik Wiro pada Dewi Merak Bungsu.
"Aku tidak mengerti. Mengapa siluman yang lidahnya ditancap besi itu
menolong kita. Lalu siapa pula dua siluman perempuan telanjang ini...."
"Kelihatannya mereka seperti pengawal. Mereka yang dulu menambus
siluman penolong itu dengan pedang menyala. Sampai isi perutnya berojol
keluar...."
"Aku tidak mengerti...."
"Nanti saja aku ceritakan," kata Wiro.
Di luar goa masih terdengar suara hak huk hak huk dua siluman perempuan itu.
tak lama kemudian keduanya tampak berkelebat di udara lalu lenyap. Di bawah sana
gelombang banjir darah mendidih telah mencapai kaki bebatuan. Makin lama makin
tinggi. Bergerak mendekati goa di mana tiga orang itu berada. Wiro coba
mengintip di BASTIAN TITO 52 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
antaa celah-celah batu. Dewi Merak Bungsu melihat perubahan wajah pemuda ini dan
bertanya. "Ada apa....?"
"Air darah. Naik semakin tinggi. Hanya tinggal beberapa jengkal saja dari
mulut goa....."
"Kalau begitu kita harus keluar dari sini. Apa kataku! Siluman yang kau
katakan sebagai penolong itu ternyata menjebak kita di tempat ini!" Dewi Merak
Bungsu bergerak hendak berdiri.
"Tunggu!" kata Kakek Segala Tahu. "Telingaku menangkap suara gelombang
air darah mendidih berhenti di arah hulu. Berarti tak ada lagi cairan yang akan
mengalir ke sini....."
Wiro dan sang Dewi sama-sama mengintip. Memang benar. Ternyata cairan
darah tidak bertambah tinggi. Gelombangnya pun menyurut. "Aku tak bisa tenang.
Kita tak bisa terus menerus berada di sini...."
"Mau tak mau. Kita terpaksa menunggu sampai air darah surut...." Kata Wiro.
"Aku mengantuk...." Kata Kakek Segala Tahu lalu menguap. "Jangan-jangan
sekarang sudah malam."
"Di Kerajaan siluman tak pernah ada malam hari....." jawab Dewi Merak
Bungsu. Tapi saat itu dia sendiri sebenarnya juga sudah mengantuk selain letih.
Dia mengerling pada Wiro. "Kau mengantuk....?" Bisiknya bertanya sementara di
belakang mereka di bagian goa sebelah dalam si kakek terdengar sudah mendengkur.
"Kalau kau mengantuk, aku sebenarnya juga ingin tidur. Tapi kupikir-pikir
rugi kalau dalam keadaan seperti ini, berada dekat orang cantik sepertimu aku
harus tidur segala...." Jawab Wiro sambil senyum-senyum.
"Aku memang sudah dengar tentang kekonyolanmu. Tapi ternyata kau bukan
cuma konyol, malah juga sableng seperti namamu. Bagaimana mungkin dalam
keadaan dijepit maut seperti ini, di kawasan hutan siluman begini rupa kau masih
bisa bicara tidak karuan seperti itu....."
"Jadi kau mau tidur ngorok seperti kakek itu. aku juga tidur nyenyak. Lalu
kalau siluman yang datang menyerbu ita mati semua. Enak juga ya mati konyol
seperti itu....!"
Dewi Merak Bungsu terdiam.
"Heiiiii....." bisik Wiro.
"Apa lagi?"
"Kau tahu, wajahmu cantik sekali. Apa perlunya berdandan tebal-tebal seperti
ini?" Paras perempuan muda itu menjadi sangat merah karena jengah. "Apa.... Apa
betul aku cantik.....?"
Wiro mengangguk. Anggukannya ini membuat hidungnya mengusap pipi
Dewi Merak Bungsu. "Dingin sekali dalam goa ini....." kata perempuan itu. Wiro
menggeser tubuhnya lebih rapat. Tangannya diletakkan di punggung Dewi Merak
Bungsu. Perempuan itu diam saja. Lalu terdengar dia bertanya. "Gadis yang hendak
kau tolong itu.... Dia kekasihmu atau apa.....?"
"Sulit mengatakan. Mungkin ya, mungkin juga tidak."
"Mengapa kau bilang begitu"'
"Soalnya dia sebenarnya sudah mati. Diracun oleh calon suaminya sendiri.
Kini dia hidup dalam alam lain....."
"Keanehan yang aku tidak mengerti...."
"Lalu kau sendiri yang kau cari di Kerajaan Siluman ini?"
BASTIAN TITO 53 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Seseorang. Aku tak ingin membicarakannya sekarang...." Dewi Merak
Bungsu balikkan badannya. Dadanya yang membusung tersingkap lebar. Wiro merasa
seperti kesilauan. Dilihatnya perempuan itu memejamkan kedua matanya.
"Gila, dia seperti memberikan kesempatan. Apakah aku harus menyianyiakan....?" Perlahan-lahan Wiro turunkan kepalanya. Hidungnya menyentuh buah
dada perempuan muda itu. Nafasnya menghangati permukaan dada Dewi Merak
Bungsu. "Wiro, apakah kita bisa keluar dari tempat celaka ini?"
"Aku tak tahu Kuntini. Hanya Tuhan yang bisa menolong kita."
"Aku tengah berdoa..." bisik perempuan itu.
"Apa doamu?" tanya Wiro.
"Selain minta selamat aku juga berdoa kalau berhasil keluar dari tempat ini
aku ingin bersamamu...."
Wiro mengangkat kepalanya dan menatap paras Dewi Merak Bungsu dengan
pandangan heran. Saat itu dirasakannya degupan jantung perempuan itu mengeras.
Lalu tangan kanan Dewi Merak Bungsu mengelus kepalanya, mendorong ke bawah
hingga kembali wajah Pendekar 212 menyentuh dadanya.
Ketika Wiro dan Dewi Merak Bungsu terbangun Kakek Segala tahu masih
mengorok. Mereka tak tahu entah berapa lama mereka tertidur dalam goa itu. Dewi
merak Bungsu merapikan pakaiannya. Lalu membalikkan tubuhnya dan merangkul
Pendekar 212. Dia berbisik hangat. "Tak pernah aku merasakan sebahagia ini...."
Di dalam goa terdengar suara terbatuk-batuk.
"Kek, kau sudah bangun?" tanya Wiro.
"Ya.... Ya aku sudah bangun. Aku terbangun oleh suara-suara getaran pada
batu goa. Coba kalian mengintai keluar. Aku curiga sesuatu tengah terjadi di
luar sana..." Tiba-tiba di luar terdengar suara mengggelegar keras laksana suara guntur.
Goa di mana mereka berada terasa goyang. Lalu ada suara teriakan-teriakan
mengerikan dibarengi suara raungan anjing serta tawa cekikikan yang menegakkan
bulu roma. Mendadak semua suara itu sirap. Yang terdengar kini adalah suara
orang berucap, menggelegar dan menggema panjang.
"Tiga manusia dalam goa keluarlah! Kalian sudah terkurung. Tak mungkin
terus bersembunyi! Tak mungkin keluar hidup-hidup dari dalam Kerajaan Siluman
Tapakhalimun!"
"Suara itu sama dengan suara orang beberapa waktu lalu....!" Kata Dewi
Merak Bungsu sambil memegang jari-jari tangan Pendekar 212. Keduanya lalu
menggeser batu-batu besar yang menutupi mulut goa.
"Astaga...." Dewi Merak Bungsu terpekik kecil.
"Apa yang kalian lihat?" tanya Kakek Segala Tahu.
"Kek, agaknya kita memang akan sama-sama mati di tempat ini. Seluruh
kawasan telah dikurung ratusan siluman berbagai bentuk. Mereka berdiri di
puncak- puncak batu, di atas pohon, di seluruh tempat!" suara Wiro bergetar.
Kakek Segala Tahu menyeruak ke mulut goa. "Apa lagi yang kalian lihat"!"
tanyanya kemudian.
"Cairan darah mendidih itu lenyap. Tepat di depan kita ada sebuah bukit batu.
Di puncak bukit ada sebuah tempat duduk memancarkan sinar kuning menyilaukan.
Agaknya terbuat dari emas. Di atas kursi emas itu duduk seorang berjubah
hijau...."
"Kau mengenali siapa dia.....?" tanya Kakek Segala Tahu.
BASTIAN TITO 54 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Selain jauh, dia mengenakan caping. Bagian bawah caping sebelah depan
diberi lindungan kain jarang...." Wiro hentikan ucapannya.
Dewi Merak Bungsu ganti memberitahu. "Di sekeliling orang yang duduk di
kursi emas itu terdapat enam ekor anjing besar bertaring panjang. Lalu ada dua
belas siluman bersikap sebagai pengawal.... Enam di antaranya siluman perempuan tanpa
pakaian, hanya mengenakan cawat...."
"Sayang mataku buta! Hingga tak dapat menyaksikan pemandangan bagus
itu!" kata Kakek Segala Tahu. Lalu dia berkata. "Jika ada seorang duduk di kursi
emas. Dikelilingi pengawal binatang dan siluman berarti dialah Raja Siluman,
penguasa di tempat jahanam ini! kalian ingat apa ucapannya beberapa waktu lalu"
Dari tahta Kerajaan Siluman aku akan menyaksikan dirimu tersiksa dalam
ketakutan. Lalu blaaam! Baru kubunuh dirimu! Jadi jelas dia memang Raja penguasa hutan
siluman ini!"
"Berarti satu-satunya jalan untuk selamat adalah kita harus membunuh Raja
Siluman itu!" kata Dewi Merak Bungsu.
"Belum tentu," jawab Kakek Segala Tahu."Siluman tak bisa dibunuh. Mereka
bisa dihancurleburkan tapi kelak akan muncul lagi dlam bentuk semula atau
berubah bentuk. Coba kalian perhatikan orang yang duduk di atas kursi emas itu, apakah
kedua kakinya menginjak batu di bawahnya atau melayang"!"
Wiro dan Dewi Merak Bungau membuka mata lebar-lebar. "Kedua kakinya
memakai kasut. Kasut itu menempel di batu!" menerangkan Wiro atas apa yang
dilihatnya. "Berarti dia bukan siluman. Bukan hantu atau setan. Tapi manusia seperti kita
juga! Berarti dia memiliki satu kekuatan sakti luar biasa yang mampu menguasai
kawasan hutan Tapakhalimun serta seluruh isinya..."
Di luar sana orang berjubah hijau dan duduk di atas kursi keluarkan suara
mendengus. "Keparat, mereka masih berusaha bertahan di dalam goa itu. aku akan
berteriak lagi. Kalau mereka tidak keluar juga akan kulepaskan anjing-anjing
siluman!" Lalu orang ini kempeskan perutnya tanda dia mengerahkan tenaga dalam.
Sesaat kemudian terdengar suaranya menggelegar. "Pendekar 212! Saatmu habis!
Kalau kau dan dua kawanmu tidak segera keluar, kami akan datang menjemput!"
"Sebaiknya kita keluar saja.... Wiro kalau kita mendekat ke tempat penguasa
keparat itu, beritahu padaku setiap apa saja yang kau lihat. Terutama yang ada
pada dirinya," kata Kakek Segala Tahu. Lalu dia mendahului melangkah ke mulut goa.
Wiro dan Dewi Merak Bungsu saling pandang. "Kalau aku mati, aku ingin mati
bersamamu....." bisik perempuan muda itu.
"Kita tidak akan mati. Tuhan akan menolong kita...." Jawab Wiro.
"Setelah kita berbuat dosa di goa ini.....?" ujar Dewi Merak Bungsu pula.
"Sssstttt.... Jangan keras-keras. Nanti terdengar oleh orang tua itu," kata Wiro.
Lalu ditariknya tangan Dewi Merak Bungsu.
Di atas kursi emasnya, penguasa hutan siluman rupanya tidak sabaran. Dia
menjentikkan jari-jari tangannya tiga kali berturut-turut. "Jemput mereka! Bawa
ke hadapanku!"
BASTIAN TITO 55 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT BELAS Tiga ekor anjing siluman yang perawakannya seram hampir sebesar anak kerbau
meraung keras lalu melompat dan melesat menuruni bukit batu. Hanya dalam
beberapa kejapan saja tiga binatang ini sudah berada di puncak bukit batu di
mana goa terletak dan tiga orang itu baru saja bergeak ke luar.
"Awas anjing siluman!" teriak Dewi Mreak Bungsu. Namun terlambat.
Sebelum mereka sempat melakukan sesuatu tiga ekor anjing siluman itu telah
menggigit leher pakaian mereka lalu laksana terbang binatang-binatang siluman
ini melarikan kereka ke arah bukit batu. Sepuluh langkah dari kursi emas tempat si
penguasa duduk ketiga orang iu dijatuhkan di atas batu.
"Ha.... ha....! Tidak kusangka satu di antara kalian ternyata adalah seorang
perempuan cantik!" seru Raja Siluman. "Siapa namamu" Mengapa tersesat ikut
pemuda tolol ini ke sini?"
"Aku Dewi Merak Bungsu! Aku ke mati mencari seorang bernama Singa
Lodra.... Kau telah menculik dan menyekapnya di tempat celaka ini!"
Enam ekor anjing siluman menyalak keras. Puluhan siluman lainnya
keluarkan jeritan. Rupanya mereka tidak senang mendengar Dewi Merak Bungsu
menyebut tempat itu sebagai tempat celaka.
Orang di atas kursi tertawa lebar. "Di sini banyak sekali tawanan. Aku tidak
ingat lagi yang mana bernama Singa Lodra. Apa hubunganmu dengan orang ini"!"
"Dia kakakku!"
"Ah! Kalau dia kakakmu, aku pasti akan melepaskannya. Asal kau mau
mengikuti segala kemauanku!"
"Cis! Siapa sudi turut kemauan siluman macammu! Lekas katakan di mana
kau sekap kakakku itu! juga para tokoh silat lainnya!"
Orang di atas kursi tertawa bergelak.
Sewaktu orang itu bicara dengan Dewi Merak Bungsu, diam-diam Wiro
berbisik pada Kakek Segala Tahu. Menceritakan apa yang dilihatnya. "Aku masih
belum bisa melihat tampang keparat itu, Kek. Tapi suaranya aku rasa-rasa pernah
mendengar. Dia mengenakan jubah hijau. Aku yakin di balik jubah ini dia
mengenakan jubah lain...."
"Dengar...." Balas berbisik Kakek Segala Tahu. "Mata butaku menangkap
kilapan sinar putih berasal dari orang itu. Coba kau perhatikan. Mungkin di
pinggangnya dia menyelipkan senjata mustika, atau memakai kalung permata.... Apa
saja. Perhiasan, batu permata...."
Wiro memperhatikan dengan teliti. Tak ada kalung, tak ada senjata mustika,
juga tak ada gelang. Tapi! "Kek, aku melihat ada sebentuk cincin aneh di
kelingking jari tangan kanannya. Aku seperti pernah melihat benda ini sebelumnya. Astaga!
Ya Tuhan..... Mana mungkin!"
"Kau mengenali cincin itu?" tanya Kakek Segala Tahu.
"Aku tidak salah lihat! Benda itu dikenal dengan nama Cincin Warisan Setan.
Terbuat dari baja putih berbentuk kepala ular sendok!"


Wiro Sableng 076 Ku Tunggu Di Pintu Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"O ladalah! Cincin maha sakti itu! Kau tak salah lihat"!"
"Tidak Kek. Aku merasa pasti. Itu benar-benar Cincin Warisan Setan."
Si kakek gelengkan kepala. "Kau ingat waktu dulu kita merampas cincin
bahala itu dari tangan Randu Ireng sehabis dia diakali oleh Ratu Mesum. Lalu aku
sendiri yang membuang cincin pembawa malapetaka itu ke dalam laut di pantai
BASTIAN TITO 56 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Selatan. Kenapa kini muncul dan tahu-tahu berada di tangan orang tak dikenal
itu"! Berarti cincin itulah yang menjadi kekuatan dirinya untuk menguasai kawasan
hutan siluman ini. apapun yang terjadi kau harus merampas cincin itu Wiro!" (Mengenai
riwayat cincin ini dapat diikuti dalam serial Wiro Sableng berjudul "Cincin
Warisan Setan" ) "Aku akan melakukannya sekalipun harus mati! Tapi mengapa aku tidak
melihat Bunga dan para tokoh yang katanya disekap di tempat ini"'
"Jangan bodoh! Penguasa hutan siluman itu tentu saja menyembunyikan
mereka agar tidak mudah dirampas diselamatkan..... Lekas kau bisikkan pada kekasih
barumu itu agar dia ikut bantu merampas cincin itu...."
"Siapa kau bilang Kek" Kekasih baruku?" ujar Wiro heran.
"Jangan pura-pura. Kau kira aku tidak tahu kau dan Kuntini saling
bercumbuan di dalam goa"!"
Paras Pendekar 212 jadi berubah. "Waktu itu bukankah kau sedang tidur
ngorok"!"
"Mulutku yang ngorok tapi telingaku tidak ikut tidur!" jawab Kakek Segala
Tahu. "Sudahlah! Sekarang lekas kau katakan pada Kuntini hal itu. Aku berusaha
menghantam lepas caping dan pelindung muka di kepalanya. Aku kepingin tahu siapa
adanya manusia celaka ini!"
Terhuyung-huyung Wiro mendekati Dewi Merak Bungsu yang masih bicara
dengan orang yang duduk di atas kursi emas. Lalu dia pura-pura terjatuh dan
berpegangan pada Dewi Merak Bungsu. Kesempatan ini dipergunakan oleh Wiro
untuk berbisik. "Kuntini, usahakan agar kau bisa merampas cincin baja putih di
jari kelingking orang itu....."
"Aha! Pendekar 212! Datang mencari mati. Cukup lama aku menunggumu di
Pintu Neraka ini. akhirnya kau muncul juga. Bertahun-tahun mengincarmu, sekarang
baru berahasil! Kecuali kau punya nyawa rangkap maka kau tak akan bisa lolos
dari tempat ini. juga kawanmu tua bangka berbaju rombeng itu!"
"Bagaimana dengan perempuan ini"!" tanya Wiro.
"Itu urusanku!"
"Dengar, aku serahkan dia padamu. Kau boleh berbuat apa saja asal kau
lepaskan Bunga dan biarkan kami meninggalkan tempat ini!"
"Wiro!" teriak Dewi Merak Bungsu. Di belakang Wiro kakek Segala Tahu
juga terdengar memaki. "Aku tidak menyangka seculas itu hatimu! Pendekar jahat!
Kalau begitu perbuatanmu lebih baik aku menyerahkan diri sendiri padanya...." Lalu
Dewi Merak Bungsu jatuhkan diri berlutut di hadapan orang bercaping di atas
kurisi emas. Karena keadaanya yang lebih rendah dan tubuhnya agak membungkuk maka
keseluruhan payudaranya yang menggembung besar terlihat jelas. Orang di atas
kursi merasakan jantungnya seperti berhenti berdetak.
"Dewi Merak Bungsu, berdirilah...." Kata orang di atas kursi emas. Tangan
kirinya memegang bahu perempuan muda itu. ibu jarinya mengusap pangkal
payudaranya. Sedang tangan kanan mengusap wajah perempuan yang cantik. Dewi
Merak Bungsu usap jari-jari tangan orang itu, menekapnya dengan kedua tangannya
sambil pejamkan mata seolah-olah menikmati tangan kukuh dan hangat itu. lalu
mendekatkan tangan itu ke wajahnya, diusapkan berulang kali di wajahnya yang
cantik itu. kemudian perlahan-lahan didekatkannya ke hidungnya seperti orang
hendak mencium tangan itu dengan mesra.
Orang di atas kursi yang terangsang oleh kemesraan itu sama sekali tidak
menyangka apa yang sebentar lagi akan terjadi. Tiba-tiba Dewi Merak Bungsu
memasukkan jari tangan kelingking orang itu ke dalam mulutnya.
BASTIAN TITO 57 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Hai!" teriak orang di atas kursi kaget dan terlonjak dari tempat duduknya.
"Craaassss!"
Jari kelingking orang berjubah hijau putus dan masuk ke dalam mulut Dewi
Merak Bungsu bersama cincin Warisan Setan yang terbuat dari baja putih itu!
"Perempuan jahanam! Muntahkan cincin itu ata kau akan mampus!" teriak
orang berjubah. Tangan kirinya yang berlumuran darah dengan cepat memencet
kedua pipi Dewi Merak Bungsu hingga mulut perempuan ini terbuka dan cincin serta
potongan jari yang ada dalam mulutnya hampir tersembul ke luar. Namun sebelum
orang itu bisa mengambil cincin dalam mulut, Wiro dan Kakek Segala Tahu sudah
menggebrak. Si kakek lemparkan capingnya ke arah kepala orang yang tengah mencekal
Dewi Merak Bungsu. Di saat yang sama Kapak Maut Naga Geni 212 yang ada di
tangan Wiro menderu laksana ribuan tawon mengamuk, menghantam ke arah
pinggang orang berjubah hijau. Sinar putih panas berkilat!
"Kurang ajar!" teriak si jubah hijau. Dia segera berteriak! "Semua mahluk di
Kerajaan Siluman! Lekas bunuh ketiga orang ini!"
Biasanya, sekali memerintah saja semua siluman yang ada di tempat itu akan
melesat terbang melakukan apa yang dikatakannya. Tapi aneh. Saat itu semua
mahluk menyeramkan itu tetap diam di tempat masing-masing, hanya mengeluarkan suara
halus seperti orang merintih. Di kejauhan secara aneh terdengar suara orang
menangis. "Cincin itu! aku tak mampu menguasai mereka lagi tanpa cincin itu!" Orang
berjubah sadar apa yang terjadi. Sekali lagi dia masih berusaha mengambil cincin
baja putih dari dalam mulut Dewi Merak Bungsu. Tapi tak berhasil. Dalam pada itu dua
serangan datang menyambar. Tak ada kesempatan lagi. Dia harus melepaskan Dewi
Merak Bungsu lalu memilih apakah akan menghidari sambaran Kapak Maut Naga
Geni 212 atau menyelamatkan kepalanya dari hantaman caping yang dilemparkan
Kakek Segala Tahu. Orang ini memilih selamat dari serangan pertama.
Sambil melepaskan cengkeramannya dari muka Dewi Merak Bungsu dan
melompat menghidari sambaran Kapak Maut Naga Geni 212 si jubah hijau ini balas
menghantam ke arah Kakek Segala Tahu.
"Braaaakkk!"
Caping yang dilemparkan Kakek Segala Tahu menghantam caping di atas
kepala orang itu. hingga kepala dan wajahnya tersingkap. Sebaliknya pukulan yang
dilepaskannya membuat udara menjadi redup, lalu tiga larik sinar kuning, hitam
dan merah menyambar ganas ke arah Kakek Segala Tahu.
"Pangeran Matahari!" teriak Pendekar 212 ketika dia mengenali wajah orang
berjubah hijau di hadapannya. "Jahanam! Kau rupanya!" Murid Eyang Sinto Gendeng
melompat ke depan.
Kakek Segala Tahu sewaktu mendapatkan serangan pukulan "gerhana
matahari" dari orang berjubah yang bukan lain adalah Pangeran Matahari, musuh
bebuyutan Pendekar 212 Wiro Sableng, cepat melompat mundur dan kibaskan
tongkat kayu bututnya dalam gerakan setengah lingkaran.
"Kraaakkk!"
Tongkat kayu itu patah dan hancur berkeping-keping. Tapi si kakek selamat
dari pukulan sakti yang sangat mematikan itu! Menyadari siapa yang tengah
dihadapi Wiro, orang tua ini segera bergabung menyerbu manusia durjana terlahir bernama
Pangeran Anom, berjuluk Pangeran Matahari itu.
"Kurang ajar! Tak mungkin aku menghadapi mereka berdua sekaligus!" rutuk
Pangeran Matahari dalam hati. Lalu berteriak. "Pendekar 212! Kali ini aku gagal
lagi! BASTIAN TITO 58 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Tapi ingat! Aku akan terus memburumu! Mengincar nyawamu!" habis berkata begitu
Pangeran Matahari lemparkan sebuah benda ke tanah.
"Wussss!"
Asap hitam pekat membumbung ke udara menutup pemandangan. Ketika asap
itu lenyap, Pangeran Matahari tidak kelihatan lagi.
Dewi Merak Bungsu keluarkan potongan jari kelingking dan Cincin Warisan
Setan dari mulutnya. Dia meludah berulang kali dan keluarkan suara seperti orang
mau muntah. Cincin yang ada dalam genggaman tangan kirinya diserahkan pada
Kakek Segala Tahu.
"Benda pembawa malapetaka....." kata si kakek. Ketiga orang itu memandang
berkeliling. Semua siluman hutan Tapakhalimun tak satupun beranjak di empat
masing-masing. Mereka merundukkan kepala dan keluarkan suara seperti orang
merintih. "Kek....." kata Wiro. "Kalau memang cincin itu yang dipergunakan Pangeran
Matahari untuk menguasai mereka, berarti kau juga bisa mempergunakannya untuk
melakukan sesuatu....."
"Apa yang akan kulakukan" Menjadi Raja di Kerajaan Siluman ini?"
"Aku tidak melihat Bunga...."
"Kakakku Singa Lodra juga tak nampak. Jangan-jangan mereka semua sudah
dibunuh...." Kata Dewi Merak Bungsu.
Kakek Segala Tahu tanggalkan cincin baja berbentuk kepala ular sendok itu
dari potongan jari Pangeran Matahari. Lalu diusap-usapnya beberapa kali. Dia
berkata perlahan. "Cincin sakti. Kalau kau memang mempunyai kekuatan untuk menguasai
hutan siluman dan seluruh isinya, tunjukkan padaku!" Si kakek lalu memandang
berkeliling. "Siluman hutan Tapakhalimun! Kalian semua berada dalam kekuasaanku!
Lekas tunjukkan di mana para tahanan disekap. Bawa mereka semua ke mari!"
Semua siluman menyeramkan berbagai bentuk yang ada di tempat itu
keluarkan suara jeritan keras. Enam anjing siluman menyalak panjang. Mereka lalu
berkelebat lenyap. Tak lama kemudian kembali muncul membawa sembilan sosok
tubuh yang kesemuanya berada dalam keadaan terikat tangan dan kakinya.
"Bunga!" teriak Pendekar 212 ketika dia mengenali Bunga, gadis yang selama
ini hidup dalam alam gaib tapi tak berdaya di bawah kekuasaan siluman. Pemuda
ini memburu dan berusaha membuka ikatan di tubuh Bunga. Tapi tak bisa.
Dewi Merak Bungsu memandang berkeliling, mencari-cari. Lalu dilihatnya
Singa Lodra. "Kakak!" jerit gadis ini seraya lari lalu menjatuhkan diri di atas
tubuh seorang lelaki paruh baya bertelanjang dada dan tubuhnya penuh bekas cambukan.
Perempuan ini juga tak mampu membuka ikatan di tangan dan kaki kakaknya.
"Kek, pergunakan kekuatan cincin itu! perintahkan siluman untuk membuka
tali-tali ikatan para tawanan!" teriak Wiro.
"Kalian dengan ucapan itu! lakukan perintah! Buka ikatan para tawanan!" kata
Kakek Segala Tahu. Lebih dari duabelas siluman segera bergerak membuka ikatan
yang mengikat tangan serta kaki sembilan tawanan. Begitu ikatannya terlepas
Bunga segera memluk Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Kau datang juga akhirnya Wiro.... Aku sudah putus asa. Mengira tak akan
bisa keluar dari hutan siluman ini. Tak bisa kembali ke alamku. Terima kasih
Wiro.... Aku tak apa-apa. Darah ini hanya darah yang disemburkan mahluk-mahluk itu
sewaktu menakuti diriku. Pangeran Matahari sengaja tidak mencelakaiku untuk
memancing dirimu masuk ke tempat ini.... Terima kasih Wiro...."
"Berterima kasih pada dua sahabatku itu. Kakek Segala Tahu dan Dewi Merak
Bungsu...." Kata Wiro sambil melepaskan pelukannya karena saat itu dia melihat
BASTIAN TITO 59 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
beberapa orang yang dikenalinya diantara tokoh-tokoh silat yang jadi tawanan.
Datuk Harimau Gunung Merapi, Dewa Pedang dari Timur. Lalu Pendekar Tongkat Gading
dan tiba-tiba matanya membentur sosok tubuh yang luar biasa besarnya itu.
"Raja Penidur!" teriak Wiro lalu dia melompat ke arah orang tua berbobot
lebih dari 200 kati. Manusia gemuk luar biasa ini adalah seorang tokoh silat
paling dihormati dalam usianya yang lebih dari 160 tahun.
Raja Penidur menggosok-gosok matanya.
"Hah, kau rupanya. Murid si nenek jelek dari puncak Gunung Gede itu!" kata
Raja Penidur sambil ucak-ucak kedua matanya lalu menguap lebar-lebar. "Heh....
Aku rasanya kenal pada kakek jelek berbaju tambalan di sampingmu ini. Bukankan
dia manusia yang dijuluki si Segala Tahu itu?"
Kakek Segala Tahu membungkuk lalu tertawa mengekeh sambil membetulkan
capingnya yang jebol akibat dipakai untuk menghantam caping Pangeran Matahari
tadi. "Mereka mengambil pipaku! Tolong kalian carikan pipaku! Sementara aku
mau tidur dulu! Awas kalau ada yang berani membangunkan!" Raja Penidur menguap
lebar-lebar. Kedua matanya dipejamkan. Sesaat kemudian terdengar suaranya
mengorok. Wiro tiba-tiba ingat sesuatu lalu ia berteriak. "Ada satu siluman menolongku
dua kali! Aku tidak melihat dia di antara kalian! Bawa dia kemari cepat!" Sambil
berteriak Wiro ikut memgang cincin baja di tangan Kakek Segala Tahu.
Beberapa siluman kelihatan sibuk dan lenyap. Tak lama kemudian mereka
muncul lagi membawa siluman yang dimaksudkan oleh Wiro itu. telinga dan
lidahnya masih ditancapi besi runcing. Kedua kakinya diikat dengan besi panas.
Dewi Merak Bungsu dan Bunga mengerenyit ngeri melihat keadaan siluman satu ini. Apa
lagi lehernya bolong dan kedua matanya hampir copot!
"Aku mengerti, mungkin dia punya kesalahan hingga kalian menghukumnya
seperti ini! tapi sejak saat ini kalian harus membebaskan dirinya! Siapa berani
menyiksanya aku sate tubuhnya dengan besi panas dari pantat sampai ke mulut!"
Dua orang siluman bertubuh tinggi besar mendekati siluman yang satu itu.
mereka segera mencabut besi runcing dari lidah dan kepalanya. Lalu juga memutus
rantai besi panas. Begitu bebas siluman satu itu lantas menjatuhkan diri dan
berlutut di hadapan Wiro.
"Bagaimana kita harus keluar dari tempat ini"!" terdengar Dewi Merak
Bungsu bertanya sambil memapah kakaknya.
"Pergunakan kekuatan Cincin itu!" kata Bunga seraya melangkah mendekati
Wiro dan memeluk sang pendekar.
"Ah, kau betul!" kata Kakek Segala Tahu. Lalu diusapnya cincin berbentuk
kepala ulat sendok itu. "Siluman hutan Tapakhalimun! Kami tak mau diganggu dan
juga tak ingin mengganggu kalian. Kami ingin keluar dari tempat kalian. Bawa
kami keluar sampai di depan Pintu Neraka!"
Semua siluman yang ada di tempat itu bersorak keras. Lalu mereka melayang
kian kemari. Tahu-tahu semua orang yang ada di tempat itu telah melayang di
udara, digotong beramai-ramai. Kakek Segala Tahu di depan sekali, menyusul si gemuk
Raja Penidur dan beberapa tokoh silat lainnya. Setelah itu Bunga, lalu Dewi Merak
Bungsu dan kakak lelakinya dan terakhir sekali Pendekar 212 Wiro Sableng.
Yang menggotong dan membawa Wiro melayang justru adalah enam orang
siluman perempuan yang hanya mengenakan cawat. Payudara mereka yang sebesar
buah kelapa bergundal-gadil kian kemari. Ada yang sempat menampar dan menyapu
BASTIAN TITO 60 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
wajah atau tubuh murid Sinto Gendeng itu. Masih melayang di udara tiba-tiba Wiro


Wiro Sableng 076 Ku Tunggu Di Pintu Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berteriak. "Kurang ajar! Siapa yang meraba selangkanganku!"
Enam siluman perempuan itu menyeringai lalu bersorak ramai. "Ah, sudahlah.
Lebih baik memberi sedekah sedikit sekarang dari pada kemudian hari mereka
gentayangan mencariku!" kata Pendekar 212 dalam hati lalu pejamkan kedua
matanya. Tamat BASTIAN TITO 61 Perserikatan Setan 1 Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen Lauw Pang Vs Hang Ie 3

Cari Blog Ini