Ceritasilat Novel Online

Dendam Dalam Titisan 2

Wiro Sableng 100 Dendam Dalam Titisan Bagian 2


Pertama daya kekuatan untuk membunuh lawan dan kedua menyedot tenaga dalam yang
dimiliki lawan! Jika kau mau kau bisa membunuh lawanmu sekaligus menyedot tenaga
dalamnya. Kalau kau hanya inginkan tenaga dalam lawan kau bisa menyedotnya tanpa
membunuh...."
Dendam Dalam Titisan
20 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Junjungan Dewi Ular, aku sangat berterima kasih atas kebaikan hati dan berkah
darimu..." kata Suto Angil lalu bersujud. Mangkutani segera pula ikut menyembah
dan menghaturkan rasa terima kasih.
"Sarung tangan sakti itu harap kau jaga baik-baik seperti kau menjaga nyawamu
sendiri. Jika tidak kau pergunakan kau bisa melepaskannya dari tanganmu dan
menyimpannya di sebuah peti besi yang akan muncul sendirinya pada hari terakhir
samadimu di tempat ini...."
"Terima kasih sekali lagi junjungan Dewi Ular," kata Suto Angil sambil
membungkuk dalam.
"Sekarang syarat kedua yang harus kau lakukan. Tadi sudah kukatakan, aku dan
guruku Ratu Ular terpaksa melakukan bunuh diri di satu jurang akibat keganasan
orang-orang golongan putih. Karena itu orang-orang golongan putih harus
ditumpas. Terutama mereka yang berada di tanah Jawa ini dan di Pulau Andalas!
Kau harus menebar racun perpecahan di antara mereka hingga saling curiga dan
saling bunuh! Untuk itu kau harus mencari satu tempat yang baik sebagai markasmu
dan memaklumkan diri sebagai calon penguasa tunggal rimba persilatan...."
"Dewi Ular, aku mendengar apa yang kau katakan. Namun jika kau sudi memberi
petunjuk harap suka memberi tahu kira-kira di daerah atau kawasan manakah tempat
yang patut aku jadikan markas yang kau maksudkan itu."
"Tak jauh dari Telaga Gajahmungkur ada satu kawasan berupa lembah subur. Kau
dengan mudah bisa menemukannya. Jadikan lembah itu sebagai markasmu. Beri nama
lembah itu Lembah Akhirat dan umumkan dirimu sebagai Datuk Lembah Akhirat...."
"Terima kasih atas petunjuk Junjungan..." kata Suto Angil.
"Aku juga menghaturkan terima kasih," kata Mangkutani pula.
"Kalian berdua harus bekerja sama menyusun siasat hingga apa yang menjadi niat
Suto Angil bisa menjadi kenyataan," kata Dewi Ular. "Suto Angil, sekarang
dengarkan baik-baik syarat selanjutnya. Ini yang paling penting. Dari sekian
banyak para tokoh silat golongan putih yang harus kau bunuh, ada beberapa orang
yang harus kau hukum mati lebih dulu. Mereka adalah para penyebab kematian
diriku dan guruku Ratu Ular. Manusia pertama seorang pendekar muda bernama Wiro
Sableng, berjuluk Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Orang kedua seorang tokoh
bertubuh gemuk luar biasa, dikenal dengan julukan Si Raja Penidur. Orang ke tiga
adalah pemuda bernama Sandaka. Orang ini sebelumnya dikenal dengan julukan
Manusia Paku. ingat nama atau gelar tiga manusia keparat itu baik-baik. Bunuh
mereka dengan cara paling keji. Jika kau berhasil bawa mayat mereka dan letakkan
di atas makam tua ini hingga aku tahu kau telah melakukan perintahku...."
"Junjungan Dewi Ular, perintah akan aku lakukan. Kalau aku boleh bertanya untuk
melakukan tugas membunuh tiga prang itu apakah ada batasan waktu?" bertanya Suto
Angil. "Tiga orang itu adalah manusia-manusia berkepandaian tinggi. Memang tidak mudah
membunuh mereka. Itu sebabnya aku tidak memberi batasan waktu padamu untuk
melaksanakannya. Tapi khusus untuk Pendekar 212 Wiro Sableng, aku perintahkan
agar kau membunuhnya dalam waktu cepat!"
"Akan aku lakukan Junjungan Dewi Ular."
Dendam Dalam Titisan
21 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Sebentar lagi pagi akan datang, matahari akan terbit. Waktuku hampir habis.
Jika kalian tidak ada pertanyaan maka aku akan segera meninggalkan tempat
ini...." Suto Angil memandang pada Ki Juru Tenung alias Mangkutani. Kakek bermuka lancip
ini gelengkan kepala.
"Kami tidak ada pertanyaan apa-apa Junjungan.
Semua petunjuk dan perintahmu sudah jelas.... Kami sekali lagi menghaturkan
banyak terima kasih. Kami tidak tahu harus membalas bagaimana...."
"Hik... hik... hik." Dewi Ular tertawa panjang. "Kalian orang-orang berhati
jahat, nyatanya masih punya peradatan. Balasan yang kuharapkan adalah bunuh
Pendekar 212 Wiro Sableng secepat-cepatnya!"
Habis berkata begitu Dewi Ular angkat kedua tangannya ke atas. Gerakannya ini
membuat sosok tubuhnya yang hanya terbungkus kain tipis semakin jelas kelihatan.
Lalu di kejauhan tiba-tiba ada tiupan angin keras menyerupai bunyi seruling.
Bersamaan dengan itu tubuh Dewi Ular perlahan-lahan lenyap dalam kegelapan, Yang
tinggal kini hanyalah wangi bau tubuhnya.
Hanya sesaat setelah Dewi Ular raib dari puncak bukit |tu, di balik satu
gundukan tanah seorang berpakaian biru menyelinap dalam kegelapan. Tanpa setahu
Mangkutani dan Suto Angil orang ini berkelebat menuruni bukit ke arah timur.
Sambil berlari orang yang memiliki tubuh tinggi langsing dan bermuka klimis itu
berkata dalam hati. "Suto Angil aku tidak akan membiarkan keberuntungan menjadi
milikmu seorang. Aku tahu sejak lama kau punya rencana menguasai dunia
persilatan. Untuk itu kau hendak memanfaatkan diriku, menipu diriku. Tapi kelak aku pun akan
menyiasati dirimu! Kau boleh bangga punya nama besar Datuk Lembah Akhirat! Kau
lupa kalau seperti manusia lainnya kau cuma punya satu nyawa!" (Riwayat Dewi
Ular dan Ratu Ular bisa dibaca dalam Serial Wiro Sableng terdiri dari dua
Episode berjudul Dendam Manusia Paku dan Dewi Ular)
* * * Dendam Dalam Titisan
22 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ ENAM Sesuai petunjuk Mangkutani yang dipercayakan Suto Angil sebagai juru ramai atau
juru tenung maka Suto Angil tidak segera menggebrak rimba persilatan. Mereka
mengatur siasat sambil mencari para pembantu yang bisa diandaikan. Salah seorang
yang menurut Mangkutani bisa dimanfaatkan adalah Suto Abang, adik Suto Angil
yang memang memiliki kepandaian tinggi dan sudah mendapat nama dalam rimba
persilatan. Setelah diberi janji-janji muluk Suto Abang kemudian berangkat ke
Pulau Andalas. Kehadirannya di pulau ini adalah untuk menimbulkan perpecahan di
kalangan tokoh silat golongan putih lalu diam-diam membunuh mereka satu persatu.
Suto Abang mau meninggalkan tanah Jawa dan berangkat ke tanah seberang
sebenarnya mempunyai rencana tersendiri. Selain memang memiliki dendam kesumat
terhadap beberapa tokoh rimba persilatan dia juga merasa rindu dan ingin bertemu
dengan seorang nenek yang dimasa mudanya pernah dikenalnya dan kepada siapa
sebenarnya dia menaruh hati, perempuan itu adalah Sabai Nan Rancak.
Seperti pernah dituturkan sebelumnya sebenarnya dimasa mudanya Suto Abang pernah
berkasih mesra dengan Sinto Weni alias Sinto Gendeng guru Pendekar 212 Wiro
Sableng. Namun saat itu muncullah pemuda gagah bernama Sukat Tandika (yang
kemudian dikenal dengan julukan Tua Gila) yang membuat Sinto Gendeng tergilagila dan meninggalkan Suto Abang begitu saja. Ternyata Sukat Tandika tidak
bersungguh-sungguh mencintai Sinto Gendeng. Seperti burung elang Sukat Tandika
hinggap ke sana ke mari mencari dan menggauli gadis-gadis di tanah Jawa maupun
di Pulau Andalas. Salah satu gadis-gadis itu yang kemudian dihamilinya adalah
Sabai Nan Rancak. Suto Abang merasa sangat kecewa ditinggal Sabai Nan Rancak.
Lama tak mendengar kabar, setelah puluhan tahun baru diketahuinya bahwa Sabai
diam di Gunung Singgalang. Maka pada kesempatan dia menginjakkan kaki di Pulau
Andalas Suto Abang segera mencari Sabai yang tentunya sudah berusia lanjut alias
sudah nenek-nenek. Di Pulau Andalas Suto Abang memperkenalkan diri dengan nama
Sutan Alam Rajo Di Bumi. Dia segera mencari Sabai Nan Rancak di Gunung
Singgalang dan berhasil menemui kekasih dimasa mudanya itu.
Walau sudah tua sama tua namun riwayat pengalaman dan hubungan mereka dimasa
muda menggugah hati sepasang kakek nenek itu. Sabai Nan Rancak tidak segan-segan
menerima dan melayani kasih sayang Suto Abang dimasa tuanya dengan sepenuh hati.
Tanpa dia mengetahui bahwa sebenarnya laki-laki itu tengah menjalankan siasat
bersandiwara. Seperti diceritakan sebelumnya kelak Suto Abang akan memanfaatkan
Sabai Nan Rancak sesuai dengan rencana besar yang dibuatnya bersama kakaknya
yaitu Suto Angil.
* * * Hujan rintik-rintik turun dalam kegelapan malam. Dua sosok berjubah hitam
mendekam di kawasan Candi Jombang. Mereka adalah Ki Juru Tenung alias Mangkutani
dan Suto Abang. Malam merayap dingin. Suto Abang mulai tidak sabaran.
Dendam Dalam Titisan
23 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Ki Juru tenung, apa kau tidak keliru menyirap kabar" Sudah lewat tengah malam.
Sebentar lagi menjelang pagi. Dua kelompok yang katamu hendak mengadakan
pertemuan di tempat ini mengapa masih belum muncul?"
Si kakek yang dipanggil sebagai Ki Juru Tenung itu menyeringai. Saat itu dia
memegang sehelai daun yang ditekuk demikian rupa dan diberi air. Dalam gelap
kakek ini memperhatikan ke dalam air. Sebutannya sebagai Ki Juru Tenung ternyata
bukan nama kosong belaka. Orang tua ini dengan cara melihat air mampu mengetahui
sesuatu yang bakal terjadi.
"Kesabaranku tidak sia-sia Suto. Dalam air di. atas daun ini aku melihat ada dua
benda bergerak ke arah Candi Jombang ini. Selain itu telingaku sudah mendengar
detak roda kereta dari dua arah. Timur dan barat. Sebentar lagi rombongan itu
akan muncul dan mengadakan pertemuan di tempat ini. ingat baik-baik apa yang
telah kita atur. Kau membunuh dan menyedot tenaga dalam Warok Kunto Ireng dan
Tumenggung Wiro Culo.
Tapi biarkan hidup tangan kanan Tumenggung yang berjuluk Si Raja Candu. Setahuku
dia memiliki dan menimbun harta kekayaan di satu tempat. Harta kekayaan, itu
bisa kita pergunakan untuk mengembangkan Lembah Akhirat. Selain itu aku menyirap
kabar Si Raja Candu mempunyai seorang kakek berkepandaian tinggi dikenal dengan
julukan Mayat Tiga Warna.
Manusia ini memiliki ilmu pukulan sakti yang sangat langka. Siapa saja yang kena
hantamannya akan mati dengan tubuh berubah menjadi debu warna hitam, hijau atau
merah. Kalau kau telah memiliki ilmu itu, kurasa sudah saatnya kau
mengumandangkan kehadiran Lembah Akhirat di rimba persilatan."
"Aku percaya padamu Ki Juru Tenung. Aku akan turuti apa katamu..." kata Suto
Angil menyeringai.
"Ini berarti semua perempuan yang dibawa Tumenggung untuk Warok Kunto Ireng akan
menjadi milikmu hah"!"
Ki Juru Tenung tertawa cekikikan tapi kemudian cepat-cepat menutup mulutnya dan
berbisik. "Dua rombongan sudah di depan mata." Ki Juru Tenung buang daun berisi
air yang sejak tadi dipegangnya.
Saat itu suara gemeletakan roda kereta dan gerobak terdengar makin keras dan tak
selang berapa lama dalam kegelapan muncullah dua rombongan yang dinanti-nantikan
kedua orang itu.
Dari sebelah kiri kelihatan sebuah gerobak besar ditarik oleh dua ekor kuda. Di
atas gerobak yang tertutup, rapat kajang bambu ini ada enam orang perempuan
desa. Tiga janda, dua istri orang dan seorang lagi masih gadis. Di samping kiri
gerobak, ada seekor kuda putih ditunggangi seorang lelaki berusia setengah abad,
berpakaian biru dan wajahnya sebatas mata ke bawah ditutupi sehelai sapu tangan
hitam. "Yang memakai penutup muka kain hitam itu adalah Tumenggung Wiro Culo. Dia
sengaja menyamar agar tidak ketahuan." Berbisik Ki Juru Tenung.
Di samping kanan gerobak, di atas seekor kuda hitam, duduk seorang kakek sambil
terkempot-kempot menghisap sebuah pipa panjang. Kepalanya di sebelah tengah
botak berkilat. Rambutnya yang putih panjang hanya tumbuh di samping kiri dan
kanan. "Si botak berpipa itu pasti Si Raja Candu..." kata Suto Angil.
"Betul," jawab Ki Juru Tenung. "Kemana-mana dia selalu menghisap pipa candunya.
Pipa itu juga sebagai senjata. Dia menyemburkan hawa candu dari ujung pipa yang
bisa Dendam Dalam Titisan
24 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
membuat lawan pusing lalu dihabisinya dengan ujung pipa lainnya yang biasa
dihisapnya. Kalau kau perhatikan ujung pipa ini diselimuti kerak berwarna hitam dan bau
busuk. Itu adalah darah korban-korban yang dibunuhnya dan telah mengering) Suto
semua urusan kini berada di tanganmu!" Habis berkata begitu Ki Juru Tenung lalu
menyelinap dalam gelap. Sesaat kemudian dia sudah berada di sebuah cabang
sebatang pohon. Dari tempatnya berada dia bisa melihat segala apa yang bakal
terjadi di tempat itu.
Dari balik pakaiannya Suto Angil keluarkan satu gulungan kain putih. Di dalam
gulungan kain ini tersimpan sepasang sarung tangan sakti pemberian Dewi Ular
yakni Sarung Tangan Penyedot Batin. Sarung tangan ular kobra tiga warna ini
dengan cepat dikenakannya di tangan kiri kanan.
Sementara itu dari arah kanan muncul rombongan kedua. Rombongan ini terdiri dari
enam orang berkuda bertampang garang, berpakaian dekil dan bau. Sebuah kereta
ditarik oleh seekor kuda berada di belakang keenam orang ini. Di bagian tengah
sebelah depan, bertubuh pendek gempal dan berkulit hitam legam adalah pimpinan
rombongan yakni Warok Kunto Ireng, pimpinan rampok paling ditakuti di seantero
kawasan Jawa bagian tengah. Dua bilah golok panjang berkeluk melintang di
pinggangnya kiri kanan.
Dari atas kudanya Warok Kunto Ireng angkat tangan kiri dan berseru. "Tumenggung
Wiro Culo! Kami datang sesuai janji. Dalam kereta ada enam peti besar berisi
barang-barang berharga untukmu. Sebagai imbalan apakah kau membawa apa yang kami
suka"!"
Orang bercadar, Tumenggung Wiro Culo, balas mengangkat tangan kiri. "Dalam
gerobak tertutup kajang ini ada enam hidangan nikmat yang kalian suka!"
Warok Kunto Ireng tertawa lebar. Lima anak buahnya bersorak gembira. Sang
Tumenggung kembali mengangkat tangan. "Sobatku Si Raja Candu juga tidak lupa
membawa satu tas kulit berisi candu murni untuk kalian!"
Kembali anak buah Warok Kunto Ireng berteriak gembira.
"Kalau begitu pertukaran bisa kita laksanakan sekarang juga!" kata Warok Kunto
Ireng. "Harap bersabar. Ada satu keterangan yang aku inginkan. Pada pertemuan terakhir
kita bicara soal menyingkirkan Adipati Ajibarang dan Grobokan. Apa rencana
kalian sudah disiapkan?"
"Rencana sudah disiapkan. Tinggal menunggu saat baiknya!" jawab sang Warok.
"Aku ingin tahu kapan saat baik kau maksudkan itu. Orang-orangku yang siap
menggantikan dua Adipati tak berguna itu sudah tidak sabaran!"
"Jangan khawatir Tumenggung. Pada hari delapan bulan di muka dua Adipati itu
berjanji berburu bersama di sebuah hutan belantara. Saat itulah aku dan anak buahku
akan menghabisi mereka!"
"Hemmm.... Baik kalau begitu. Sekarang pertukaran bisa dilaksanakan!" kata
Tumenggung Wiro Culo pula.
Warok Kunto Ireng memberi tanda pada kusir kereta. Disaat yang sama Tumenggung
Wiro Culo memberi isyarat pula pada kusir gerobak. Sementara kakek berjuluk Si
Raja Candu ambil sebuah kantong kain yang tergantung di leher kudanya. Sekali
tangannya berkelebat kantong itu dilemparkannya ke arah Warok Kunto Ireng yang
segera disambuti oleh kepala rampok ini sambil tertawa mengekeh.
Pada saat gerobak berisi enam orang perempuan sama-sama bergerak hendak
dipertukarkan tiba-tiba dari kegelapan ada satu suara membentak.
Dendam Dalam Titisan
25 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Candi Jombang dan sekitarnya adalah daerah kekuasaanku! Apa saja yang ada di
sini menjadi milikku, termasuk nyawa kalian semua!"
Semua orang yang ada di tempat itu tentu saja menjadi terkejut kecuali Si Raja
Candu. Kakek ini lontarkan lirikan ke arah gelap dari mana datangnya suara tadi. Lalu
dengan tenang dia menghisap pipa candunya kembali. Asap candu mengepul dari


Wiro Sableng 100 Dendam Dalam Titisan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

liang hidung dan ujung pipanya.
Yang pertama sekali bersuara dan membuat gerakan adalah Warok Kunto Ireng. Dari
atas punggung kudanya kepala rampok bertubuh gempal pendek ini melesat ke udara.
Setelah jungkir balik dua kali dia langsung melesat ke hadapan orang tinggi
besaryang barusan keluar dari balik semak belukar.
"Bangsat rendah! Siapa kau berani mencari mati mencampuri urusan Warok Kunto
Ireng!" Si tinggi besar bermuka tertutup rambut gondrong, kumis lebat, janggut dan
berewok tebal menyeringai. "Malam terlalu gelap rupanya. Hingga kau buta tidak
melihat tuan besarmu sendiri!"
Dijawab seperti itu marahlah Warok Kunto Ireng. "jahanam! Biar tubuhmu yang
tinggi besar aku buat jadi dua belas kutungan!"
Entah kapan tangannya bergerak tahu-tahu Warok Kunto Ireng telah cabut sepasang
golok berkeluknya. Dilain kejap dua senjata itu berkiblat memapas ke arah leher
dan kepala orang. Suto Angil angkat kedua tangannya untuk menangkis.
"Traang!"
"Traang!"
Dua golok panjang di tangan Warok Kunto Ireng keluarkan suara berdentrangan
disertai percikan bunga api begitu membentur sepasang sarung tangan ular kobra
laut yang dikenakan Suto Angil, Warok Kunto Ireng berteriak kaget dan cepat
melompat mundur.
Yang membuat kaget pemimpin rampok ini bukan saja atosnya sarung tangan lawan
namun karena saat itu mendadak dia merasakan sesuatu.
"Aneh, tubuhku mendadak terasa lemas! Tenaga dalamku seperti mengendor!"
Dengan mata berapi-api sang Warok memandang pada Suto Angil. "Makhluk jahanam,
siapa kau! Manusia atau setan!"
Suto Angil menyeringai.
"Aku Datuk Lembah Akhirat! Penguasa rimba persilatan dari Lembah Akhirat!"
Warok Kunto Ireng tertawa bergelak. "Baru sekali ini aku dengar namamu dan nama
Lembah Akhirat! Berarti benar dugaanku kau adalah sebangsa hantu yang kesasar
turun dari akhirat!"
Suto Angil tertawa bergelak.
Untuk pertama kalinya Si Raja Candu angkat kepala dan cabut pipa lalu berpaling
ke arah Suto Angil. Bagi kakek satu ini nama Datuk Lembah Akhirat dan Lembah
Akhirat sama sekali tidak mengejutkannya. Dia juga tidak terkesiap melihat
kekebalan sarung tangan yang dipakai orang. Yang membuat dia tiba-tiba
mencurahkan perhatian adalah suara tawa Suto Angil tadi. Dia merasa empat kaki
kuda dan perut binatang tunggangannya bergetar aneh ketika Suto Angil keluarkan
suara tawa bergelak tadi.
"Manusia tinggi besar itu memiliki tenaga dalam luar biasa..." kata Si Raja
Candu dalam hati.
Dendam Dalam Titisan
26 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Warok Kunto Ireng!" kata Suto Angil. "Kalau orang pendek dan bau sepertimu ini
sudah tahu aku adalah bangsanya hantu, mengapa tidak lekas menyembah agar
kuampuni selembar nyawamu"!"
"Bangsat haram jadah! Nyawamu justru tak ada ampunannya!" Habis membentak begitu
pimpinan rampok ini langsung menggebrak dengan dua golok panjang. Namun sekali
ini gerakannya tidak bertenaga lagi. Sepasang senjatanya boleh dikatakan
membabat hanya mengandalkan tenaga luar saja akibat tenaga dalamnya yang telah
tersedot dan pindah ke dalam tubuh Suto Angil!
"Bukk!"
"Bukk!"
Dua jotosan melanda perut dan dada Warok Kunto Ireng. Kepala rampok ini menjerit
keras lalu, terjengkang di tanah. Matanya mendelik, sekujur tubuhnya seolah
tidak bertulang lagi. Setelah megap-megap sebentar orang ini akhirnya terkapar
tak berkutik dan tak bernafas lagi!
Tumenggung Wiro Culo tak percaya akan apa yang barusan disaksikannya. Dia
berpaling pada Si Raja Candu.
Si Raja Candu cabut pipanya dari mulut. Matanya menatap tak berkesip. "Aku tak
percaya. Warok Kunto Ireng bukan lawan yang mudah ditaklukkan dalam dua gebrakan
saja! Sarung tangan yang dikenakan si tinggi besar itu pasti mengandung satu
kekuatan hebat. Aku harus menguji!" Memanfaatkan kemarahan lima anak buah Warok
Kunto Ireng atas kematian pimpinan mereka maka Si Raja Candu lantas berteriak.
"Kalian berlima mengapa cuma jadi patung! Apa tidak mau membalas kematian
pimpinan kalian"!"
Mendengar teriakan itu lima anak buah Kunto Ireng seolah baru sadar sama
berteriak marah. Masing-masing cabut senjata terus menyerbu Suto Angil. .
"Monyet-monyet tolol! Disuruh mampus mau saja!" teriak Datuk Lembah Akhirat.
Kedua tangannya digerakkan kian kemari. Menangkis dan menghantam. Suara
berdentrangan terdengar berulangkali diseling suara bergedebukan. Lima anggota
rampok itu berpekikan dan. berkaparan tumpang tindih di tanah.
"Tua bangka botak penyadik candu! Kau ambil, patung-patungmu ini!" teriak Suto
Angil. Lalu satu persatu mayat kelima anggota rampok itu dilemparkannya ke arah
Si Raja Candu. * * * Dendam Dalam Titisan
27 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TUJUH Raja Candu kepulkan asap pipanya ke udara, Sekali dia bergerak maka tubuhnya
melesat lenyap dari atas kuda hingga tidak satu pun dari lima mayat yang
dilemparkan Datuk Lembah Akhirat mengenai tubuhnya. Dilain kejap kakek ini tahutahu sudah berdiri di hadapan Suto Angil dengan sikap mengejek. Kepala mendongak
ke langit gelap. Mulut menyedot pipa dan tangan kiri berkacak pinggang.
"Puluhan tahun malang melintang dalam rimba persilatan baru hari ini aku
mendengar adanya manusia berjuluk Datuk Lembah Akhirat berasal dari Lembah
Akhirat. Kalau aku boleh bertanya siapa kau sebenarnya dan dari mana asalmu sebetulnya!"
"Raja Candu! Aku tidak begitu suka berbincang-bincang dengan manusia sepertimu.
Manusia laknat yang menjual dari menyebar candu membuat rakyat melarat! Juga
temanmu berpangkat Tumenggung bernama Wiro Culo itu! Musuh Raja dalam selimut.
Yang mau membunuh Adipati-adipati tidak berdosa agar kaki tangannya bisa
menduduki jabatan itu!"
Si Raja Candu kepulkan asap pipanya lalu tertawa gelak-gelak. Tapi diam-diam dia
melirik memperhatikan sepasang sarung tangan yang dikenakan orang. "Ucapanmu
sungguh hebat luar biasa! Manusia miskin sepertimu mana mampu membeli candu
hingga tidak tahu kenikmatan dunia! Ha... ha-ha! Tapi aku akan berbaik hati
memberikan secuil kecil padamu asal kau mau menyerahkan sepasang sarung tangan
kulit ular tiga warna itu!"
"Ah, kau inginkan sarung tanganku rupanya! Hendak kau pertukarkan dengan secuil
candu! Kau baik sekali! Aku menerima tawaranmu!" Lalu Datuk Lembah Akhirat
membuat gerakan seperti hendak membuka sarung tangannya. Tapi tahu-tahu tangan
kanannya meluncur ke arah dada Si Raja Candu!
Yang diserang keluarkan suara tawa mengekeh, "ilmu baru sejengkal. Sarung tangan
butut mau diandaikan! Ha... ha... ha!" Orang tua yang rambutnya hanya tumbuh di
samping kepala ini berkelebat mengelak. Tangan kanannya bergerak. Ujung pipanya
menusuk ke mata kiri Datuk Lembah Akhirat!
Sang Datuk mendengus marah. Kalau dia teruskan pukulannya pasti mengena. Tapi
dia tak mau kehilangan mata. Karenanya dengan cepat sang Datuk menyingkir ke
kiri. Kaki kanannya menendang. Si Raja Candu kembali tertawa mengejek serangan
itu. Tubuhnya membuat gerakan aneh. Berputar setengah lingkaran. Asap candu
membuntal ke arah muka Datuk Lembah Akhirat. Serta merta jalan pernafasannya
tersumbat dan kepalanya pusing.
Sesaat pemandangannya jadi berkunang. Tubuhnya tertegun nanar. Di atas pohon Ki
Juru Tenung menjadi cemas.
"Celaka! Apa yang terjadi!" pikir Ki Juru Tenung.
Saat itulah didahului suara tawa memandang enteng Si Raja Candu yang menganggap
lawan telah tak berdaya dibawah pengaruh asap candunya, tusukkan pipa candunya
ke tenggorokan Suto Angil.
"Kalau asalmu dari akhirat kembalilah ke akhirat! Mampus!" bentak Si Raja Candu.
Sejengkal lagi ujung pipa maut akan mengenai sasarannya tiba-tiba tangan kanan
Datuk Lembah Akhirat berkelebat ke atas. Karena tidak menyangka lawan masih
mampu menangkis, Si Raja Tandu terlambat mengelak, Pipa kayu beradu dengan
belakang telapak tangan kanan Datuk Lembah Akhirat. Pipa dan sarung tangan
langsung bertempelan!
Dendam Dalam Titisan
28 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Si Raja Candu keluarkan seruan tertahan ketika dia merasakan ada hawa sakti
tertarik keluar dari dalam tubuhnya lewat tangan terus ke pipa. Serta merta
tubuhnya menjadi limbung. Sadar apa yang terjadi kakek ini cepat kerahkan tenaga
dalam dan menghantam dengan tangan kiri. Justru inilah kesalahan besar yang
tidak disadarinya. Ketika dia mengerahkan tenaga dalam langsung saja sarung
tangan sakti menyedot seluruh tenaga yang disalurkannya. Akibatnya tangan kiri
Yang hendak melancarkan serangan tadi jadi terkulai jatuh.
"Celaka! Apa yang terjadi!" pikir Si Raja Candu. Dia semburkan sisa asap pipa
yang masih ada dalam mulutnya sambil melompat mundur. Tapi terlambat. Disaat
yang bersamaan jotosan tangan kiri Datuk Lembah Akhirat menghajar dadanya dengan
telak. Tokoh silat tangan kanan Tumenggung Wiro Culo ini terpental satu tombak. Darah
segar menyembur dari mulutnya. Tubuhnya terbanting jatuh punggung di tanah. Dia
mengerang pendek lalu dengan cepat bangkit berdiri, tapi saat itu juga tubuhnya
kembali terkapar di tanah. Dirinya seolah telah berubah menjadi selembar benang
basah yang tak sanggup ditegakkan lagi karena seluruh kekuatannya sudah tersedot
masuk ke tubuh Datuk Akhirat!
Ketika sang Datuk keluarkan suara tawa bergelak maka suaranya membahana
menggetarkan seantero tempat karena tenaga dalamnya telah bertambah dengan
tenaga dalam milik Si Raja Candu yang berhasil disedotnya.
Melihat apa yang terjadi Tumenggung Wiro Culo menjadi leleh nyalinya.
Kepandaiannya jauh di bawah tingkat kepandaian Si Raja Candu. Untuk melawan sama
saja dengan bunuh diri. Maka orang ini segera memutar otak dan dekati Datuk
Lembah Akhirat.
"Aku Tumenggung Wiro Culo. Aku punya pengaruh besar di Keraton. Orang sehebatmu
patut mendapat tempat yang layak di Kerajaan. Jika kau mau ikut menjadi orang
kepercayaanku, aku akan memberikan satu jabatan tinggi untukmu!"
Datuk Lembah Akhirat menyeringai. "Jabatan apa" Tumenggung sepertimu atau
Adipati sial yang bakalan mati kau bunuh" Ha... ha... ha!"
"Aku tidak main-main. Orang sehebatmu bisa dijadikan Kepala Pasukan Kerajaan.
Selain itu kau dengar baik-baik. Aku punya segudang timbunan harta kekayaan. Kau
tinggal menyebutkan apa saja yang kau inginkan. Semua akan kuberikan padamu.
Sebagai gantinya cukup kau memberikan satu saja dari sarung tangan kulit ular
itu. Kau pasti tidak akan menolak. Mulai saat ini kita bisa menjadi dua
sahabat!" "Hemmmm...." Datuk Lembah Akhirat bergumam sambil usap-usap jenggot tebal di
dagunya. "Aku tidak melihat orang sepertimu ada artinya bagiku. Datuk Lembah
Akhirat tidak butuh orang sepertimu!" Habis berkata begitu sang Datuk lalu
melompat dan cekal leher Tumenggung Wiro Culo dengan tangan kanannya. Wiro Culo
berteriak dan memukul kian kemari. Namun tak ada gunanya. Tubuh Datuk Lembah
Akhirat yang sudah sarat dengan tenaga dalam itu seolah kebal terhadap pukulan.
Sambil mengangkat tubuh Tumenggung itu ke atas, Sarung Tangan Penyedot Batin
langsung menyedot tenaga dalam yang dimiliki Tumenggung. Begitu tubuh orang ini
dibantingkan ke tanah bukan saja tenaga dalamnya telah terkuras habis tapi
nyawanya pun putus sudah!
Datuk Lembah Akhirat melangkah mendekati kusir gerobak dan kusir kereta yang
berusaha melarikan diri tapi keburu dicekal dan dijambak.
"Kalian berdua tidak akan kuapa-apakan. Kalian boleh pergi dari sini. Tapi
ingat! Kalian harus memberi tahu kepada setiap orang apa yang telah kalian saksikan di
sini. Katakan pada semua orang bahwa ini semua adalah pekerjaan. Datuk Lembah Akhirat
dari Dendam Dalam Titisan
29 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Lembah Akhirat!" Begitu cekalan dan jambakan mereka dilepaskan kusir kereta dan
kusir gerobak itu serta merta ambil langkah seribu!
Sambil berteriak gembira Ki Juru Tenung melompat turun dari atas cabang pohon.
Dia langsung berlari menuju gerobak yang ditutup rapat dengan kajang bambu.
Begitu kajang yang menutupi bagian belakang gerobak ditarik lepas, terlihatlah
enam orang perempuan desa
"Kalian semua tidak perlu takut. Datuk Lembah Akhirat dan aku Ki Juru Tenung
telah menyelamatkan kalian dari perbuatan keji Tumenggung Wiro Culo. Lekas turun
dari gerobak. Aku akan membawa kalian ke tempat aman sebelum kukembalikan ke
desa kalian."
Mendengar ucapan kakek itu walau mereka tidak kenal namun enam perempuan desa
itu segera saja berserabutan turun dari gerobak. Salah seorang dari mereka
adalah seorang janda bertubuh tambun gemuk. Datuk Lembah Akhirat berkobar
birahinya melihat si gemuk ini. Langsung saja dia mencekal pinggang si gemuk
dengan tangan kiri sementara tangan kanan merobek lepas pakaian yang melekat di
tubuh perempuan itu.
Lima perempuan lainnya yang tadi merasa gembira karena ada orang yang menolong
kini kembali dilanda ketakutan. Ketika Ki Juru Tenung mendekati mereka,
kelimanya menjerit. Salah seorang berhasil melarikan diri tapi yang empat lagi
tidak berdaya. Ki Juru Tenung agaknya memiliki satu ilmu aneh yang membuat
perempuan-perempuan desa itu tidak berkutik lagi. Keempatnya diseret kakek ini
ke satu tempat satu persatu.
Beberapa hari berselang ketika seorang penebang kayu lewat di tempat itu, dia
menemukan lima perempuan desa itu telah jadi mayat membusuk. Dibunuh dengan
kepala pecah! Datuk Lembah Akhirat jambak rambut putih Si Raja Candu. Sambil memandang ke
tengah danau kecil di hadapannya dia berkata. "Anggota badanmu akan kutanggalkan
satu persatu jika nanti terbukti kau menipuku. Bagaimana mungkin ada orang
tinggal di bawah danau!"
"Buat apa aku mendustaimu Datuk. Kau sudah merampas harta kekayaan yang kusimpan
di dalam goa. Diri dan nyawaku ada dibawah kekuasaanmu..." jawab Si Raja Candu.
Datuk Lembah Akhirat berpaling pada orang kepercayaannya. "Ki Juru Tenung, coba
kau lihat apa benar yang dikatakan tua bangka ini!"
Ki Juru Tenung segera melangkah ke tepi danau. Dengan dua tangannya dia menciduk
air danau lalu memperhatikan beberapa saat. Perlahan-lahan dia anggukkan kepala.
"Memang ada tanda-tanda kehidupan di bawah danau. Namun jalan ke sana bukan
lewat air atau menyelam. Agaknya ada satu jalan rahasia yang harus kita tempuh.
Si botak ini pasti mengetahui."
Datuk Lembah Akhirat goncang kepala Si Raja Candu yang dijambaknya. "Lekas kau
beri tahu jalan rahasia menuju bawah danau! Atau kutanggalkan batang lehermu
saat ini juga!"
"Sulit ditemukan. Kakekku selalu merubah-rubah jalan rahasia itu. Mungkin ada
sepuluh atau dua belas jalan rahasia berbeda-beda...."
"Kalau begitu kita urut satu persatu. Masakan tidak bertemu!" kata Ki Juru
Tenung. Dendam Dalam Titisan
30 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Memang akan bertemu. Tapi membutuhkan waktu lebih dari sepuluh hari!" jawab Si
Raja Candu. Lidahnya dijulurkan berulangkali membasahi bibirnya yang kering dan
kasat. Setengah meratap dia berkata. "Aku sudah tak tahan. Berikan secuil candu
padaku!" "Kau mau candu" Ini candumu!" Datuk Lembah Akhirat menjumput tanah di tepi danau
lalu disumpalkan ke mulut Si Raja Candu. Orang tua ini menyemburkan tanah dalam
mulutnya berulangkali. "Kau tak mau bicara memberi tahu?"
Yang ditanya diam saja.
"Tak ada jalan lain Datuk. Puntir lehernya sampai putus!" kata Ki Juru Tenung


Wiro Sableng 100 Dendam Dalam Titisan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak sabaran. Baru saja dia berkata begitu tiba-tiba satu bayangan hitam berkelebat disertai
suara membentak.
"Siapa berani memuntir leher cucu Mayat Tiga Warna"!"
Datuk Lembah Akhirat bersurut dua langkah sambil ikut menyeret tubuh Si Raja
Candu sementara Ki Juru Tenung keluarkan seruan tertahan. Di hadapan mereka
tegak seorang berjubah gombrong warna hitam. Orang ini memiliki muka ditutupi
selapis cat berwarna hitam. Rambutnya yang keriting kecil-kecil dicat hitam,
tinggi menyerupai kerucut. Sebagian wajahnya tertutup kumis dan jenggot tebal.
Hidungnya hanya merupakan dua lobang kecil karena hampir sama rata dengan pipi.
Sepasang telinganya ditindis dengan tulang manusia. Pada bahu kirinya orang ini
memanggul seekor babi besar yang empat kakinya diikat demikian rupa hingga
binatang ini tidak bisa bergerak.
Melihat kemunculan orang itu diam-diam Si Raja Candu menjadi gembira.
"Manusia aneh! Turut bicaramu kau kenal baik tua bangka botak ini. Juga tahu
dengan seorang berjuluk Mayat Tiga Warna!"
"Orang tinggi besar. Kau bukan saja telah masuk ke dalam kawasan terlarang. Tapi
memperlakukan Si Raja Candu secara kurang ajari Lekas lepaskan orang tua itu.
Nyawamu akan kuampuni. Aku hanya akan minta sepasang matamu dan mata temanmu itu
sebagai gantinya!"
Datuk Lembah Akhirat tertawa bergelak. "Kalau benar si tua bangka ini cucu
manusia berjuluk Mayat Tiga Warna itu, aku harap kau mempertemukan kami dengan
dia! Berani membantah akan kubunuh orang ini saat ini juga!"
Orang bermuka hitam balas tertawa. "Aku Pengiring Mayat Muka Hitam! Sepuluh
tahun mengabdi pada Mayat Tiga Warna haru hari ini ada gembel kesasar yang
berani bicara ngacok! Buka mata kalian lebar-lebar. Lihat batu di depart sana!"
Baru saja Datuk Lembah Akhirat dan Ki Juru Tenung menoleh ke arah batu yang
ditunjuk, si muka hitam gerakkan tangan kanannya yang berwarna hitam.
"Wusss!"
Selarik angin berwarna hitam menderu. Dan astaga! Batu hitam besar yang tadi
utuh tiba-tiba dikobari api aneh berwarna hitam. Begitu api lenyap batu itu
telah berubah menjadi debu hitam! Ki Juru Tenung leletkan lidah. Datuk Lembah
Akhirat sendiri diam-diam merasa kaget juga melihat kesaktian si muka hitam itu.
"Kau masih belum mau melepaskan orang tua itu?" tanya si muka hitam seraya
menyeringai dan tangan kirinya diangkat siap menghantam ke arah Datuk Lembah
Akhirat. "Ah, hari ini sungguh aku sangat beruntung! Bertemu dengan seorang sakti
mandraguna! Tapi bagaimana kau akan membunuhku dengan pukulan saktimu itu kalau
cucu si Mayat Tiga Warna ini aku jadikan tameng seperti ini"!"
Dendam Dalam Titisan
31 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Dengan cepat Datuk Lembah Akhirat angkat tubuh Si Raja Candu dan menempatkannya
di depan badannya.
"Jahanam! Kau kira aku tidak mampu membunuhmu"!"
"Jangan takabur muka hitam! Kalau kakek ini sampai cidera pasti kau akan
mendapat hukuman berat dari Mayat Tiga Warna!"
Pengiring Mayat Muka Hitam memaki habis-habisan. Tiba-tiba dengan kalap dia
melompat ke samping. Dari samping dia hendak lancarkan serangan. Tapi gagal lagi
karena dengan cepat Datuk Lembah Akhirat memutar diri demikian rupa hingga Si
Raja Candu tetap saja terlambat menarik pulang tangannya laksana kilat Datuk
Lembah Akhirat mencekal lengan orang itu. Sarung Tangan Penyedot Batin langsung
menyedot tenaga dalam Pengiring Mayat Muka Hitam. Selagi orang ini berteriak
kaget dan tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya tenaga dalamnya telah habis
terkuras masuk ke dalam tubuh Datuk Lembah Akhirat. Tubuhnya menjadi lemah
seperti tidak bertulang lagi dan langsung roboh bersama babi gemuk yang
dipanggulnya! Ki Juru Tenung tepuk-tepuk rambut keriting si muka hitam yang mumbul lalu
pelintir tulang hiasan di kedua daun telinganya hingga Pengiring Mayat Muka
Hitam menggerenyit dan mengeluh kesakitan.
"Muka hitam! Sejak saat ini hidupmu tidak berguna lagi karena jika kekuatanmu
tidak segera dipulihkan, dalam tempo satu hari satu malam kau akan cacat lumpuh
seumur hidup. Kau boleh pilih, hidup menderita sengsara seumur-umur atau
menunjukkan jalan ke tempat kediaman Mayat Tiga Warna...."
Mula-mula Pengiring Mayat Muka Hitam bersikeras tidak mau membuka mulut.
Tap! ketika diancam hendak ditinggalkan begitu saja akhirnya dia berkata. "Aku
akan tunjukkan. Tapi apa jaminan bahwa kalian akan memulihkan kekuatanku"!"
"Datuk Lembah Akhirat tidak pernah dusta pada orang yang mau bekerja sama.
Siapa tahu dikemudian hari kau bisa dipercaya dan diangkat menjadi wakilnya.
Datuk Lembah Akhirat akan menjadi raja diraja dunia persilatan, ingat itu baikbaik...." "Babiku.... Aku hanya akan pergi jika kalian mau membawa serta babiku..." kata
Pengiring Mayat Muka Hitam.
"Binatang itu demikian bergunanya bagimu?" tanya Ki Juru Tenung pula. Dia dekati
Datuk Lembah Akhirat lalu berbisik. "Aku punya firasat babi gemuk itu sama
berharganya seperti seorang perempuan cantik bagi si muka hitam itu!" Ki Juru
Tenung dan Datuk Lembah Akhirat lalu tertawa gelak-gelak.
* * * Dendam Dalam Titisan
32 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DELAPAN Sosok tua kurus kering itu yang telah sangat uzur itu tergeletak hampir sama
rata dengan pembaringan. Kalau tidak diperhatikan benar tubuh itu seolah tidak
bernafas lagi. Apalagi sepasang matanya terpejam. Dalam keadaan seperti itu
masih tertinggal satu keangkeran di wajah tua renta ini. Mukanya yang tak lebih
menyerupai sebuah tengkorak hidup tertutup dengan warna merah, hijau dan hitam.
Lalu karena hanya mengenakan sehelai celana pendek komprang dan tidak berpakaian
maka tulang belulang di dadanya tidak beda dengan susunan tulang-tulang
jerangkong. Dua orang lelaki aneh duduk di samping pembaringan. Yang pertama adalah seorang
berpenampilan serba merah. Mulai dari pakaian, rambut maupun mukanya. Selain
tidak memiliki alis pada cuping hidung sebelah kiri menancap sepotong tulang
kecil. Di sebelah kiri orang ini duduk tak bergerak lelaki yang berpenampilan
serba hijau. Rambutnya yang keriting hijau tak beda dengan sarang tawon di atas
kepalanya yang peang. Mukanya penuh benjolan dan pada bibir sebelah bawah
mencantel sepotong tulang manusia.
Orang yang tergolek di atas pembaringan itu adalah seorang tokoh silat sangat
tua yang usianya hampir mencapai 180 tahun. Dialah yang dikenal dengan julukan
Mayat Tiga Warna. Sejak sepuluh tahun lalu keadaannya seperti itu, tak pernah
meninggalkan pembaringan. Mati tidak hidup pun seolah tidak. Dua orang yang
duduk di samping pembaringan adalah murid-muridnya yang dikenal dengan panggilan
Pengiring Mayat Muka Merah dan Pengiring Mayat Muka Hijau.
Dari mulut orang tua di atas pembaringan tiba-tiba terdengar suara sangat halus.
"Kakek guru, kau hendak mengatakan sesuatu?" tanya Pengiring Mayat Muka Hijau
seraya beringsut mendekati pembaringan. Temannya mengikuti. Keduanya mendekatkan
telinga ke mulut orang tua itu. Tapi bagaimanapun mereka berusaha tetap saja
tidak tahu apa yang hendak dikatakan sang guru. Tiba-tiba Pengiring Mayat Muka
Merah melihat ibu jari tangan kanan gurunya bergerak seolah menunjuk ke atas
sedang jari telunjuk dan jari tengah disilangkan. Si muka merah ini segera
memberi tahu kawannya. Menyaksikan tanda-tanda yang dibuat sang guru Pengiring
Mayat Muka Hijau berbisik. "Kakek guru memberi tahu ada orang di atas. Datang
membawa bahaya. Aku akan menyelidik ke pintu rahasia.
Kau berjaga-jaga di sini."
Baru saja Pengiring Mayat Muka Hijau hendak bangkit berdiri tiba-tiba sebuah
benda melayang di dalam ruangan lalu jatuh bergedebukan di atas lantai dibarengi
suara menguik keras. Si muka hijau dan si muka merah berseru kaget lalu melompat
berdiri. Di atas ruangan terkapar seekor babi dalam keadaan terikat keempat
kakinya. Mulutnya pecah akibat berbenturan dengan lantai batu. Berpaling ke arah
pintu masuk, dua orang dalam ruangan tambah terkejut. Mereka melihat kakek yang
mereka kenal sebagai cucu guru mereka diseret oleh seorang kakek tak dikenal.
Lalu kawan mereka Pengiring Mayat Muka Hitam tersandar ke dinding. Rambutnya
dijambak oleh seorang lelaki tinggi besar bertampang angker tertutup kumis,
janggut dan berewok lebat.
"Pengiring Mayat Muka Hitam!" seru si muka merah. Lalu melompat ke hadapan
temannya, memperhatikan dengan mata melotot. Si muka hijau segera pula melakukan
hal yang sama. Dendam Dalam Titisan
33 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kalian siapa" Mengapa memperlakukan teman dan cucu guru kami seperti ini"!"
bentak si muka hijau. Tangan kanannya diangkat ke atas. Si muka merah juga
melakukan hal yang sama. Siap untuk menghantam.
"Siapa diriku biar temanmu yang menerangkan!" jawab si tinggi besar yang bukan
lain adalah Datuk Lembah Akhirat. Lalu dipuntirnya rambut si muka hitam hingga
orang ini mengerang kesakitan dan segera membuka mulut.
"Orang yang menjambakku ini adalah Datuk Lembah Akhirat, calon penguasa tunggal
rimba persilatan. Kakek kawannya bernama Ki Juru Tenung. Mereka datang ke sini
untuk mencari tahu tentang ilmu pukulan Mencabut Jiwa Memusnah Raga. Jika tidak
mendapatkan ilmu itu kami berdua akan dibunuh. Kalian dan juga kakek guru akan
menjadi korban keganasannya."
"Manusia jahanam!" teriak Pengiring Mayat Muka Merah. Tangan kanannya serta
merta dihantamkan ke arah Datuk Lembah Akhirat.
"Tahan! Jangan serang!" teriak Pengiring Mayat Muka Hitam memperingatkan. Tapi
terlambat. Baru saja tangan si muka merah bergerak, tangan kiri Datuk Lembah
Akhirat yang mengenakan sarung tangan sakti melesat ke atas.
"Bukk!"
Dua lengan saling beradu. Kekuatan dahsyat yang ada dalam sarung tangan itu
serta merta menyedot tenaga dalam yang dimiliki si muka merah. Sesaat kemudian
tubuh murid Mayat Tiga Warna ini terkulai lalu roboh ke lantai. Datuk Lembah
Akhirat menyeringat pada si muka hijau. "Kalau kau ingin mengalami nasib seperti
kawanmu ini silahkan menyerang!"
Menggelegak amarah Pengiring Mayat Muka Hijau. Ketika dia hendak bergerak si
muka hitam cepat berteriak. "Lepaskan pukulan dari jauh. Jangan sampai, tangan
atau tubuhmu kena disentuh!"
Datuk Lembah Akhirat tertawa bergelak. "Silahkan menuruti nasihat temanmu. Aku
siap menerima pukulan!" Lalu dengan cepat sang Datuk menarik tubuh Pengiring
Mayat Muka Hitam dan Muka Merah untuk melindungi dirinya!
"Jahanam! Aku mengadu jiwa!" teriak Pengiring Mayat Muka Hijau. Lalu dengan
nekad dia kembali hendak menghantam. Tak perduli walau serangannya akan
menciderai dua teman asalkan Datuk Lembah Akhirat bisa dibunuhnya.
"Muka Hijau! Jangan bertindak tolol! Kita berdua bisa mati konyol dan nyawamu
serta nyawa kakek guru belum tentu bisa tertolong!"
"Perduli setan!" sahut si muka hijau yang memang paling keras hati di antara
tiga murid Mayat Tiga Warna itu.
Tiba-tiba sesiur angin menerpa dalam ruangan. Tubuh Pengiring Mayat Muka Hijau
terjajar ke samping. Tiupan angin terus menyambar ke arah jalan masuk hingga
Datuk Lembah Akhirat dan Ki Juru Tenung juga ikut terhuyung-huyung. Ketika dia
memandang ke arah kiri ruangan, di atas pembaringan dilihatnya sosok tua seperti
jerangkong tahu-tahu telah duduk di atas pembaringan, menatap ke arahnya walau
sepasang matanya masih dalam keadaan terpejam dan tubuh terhuyung-huyung seperti
mau jatuh. Melihat keadaan gurunya Pengiring Mayat Muka Hijau segera
menghampiri. "Kakek guru! Harap kau berbaring saja. Biar kami para murid yang menyelesaikan
semua urusan di tempat ini!"
Dendam Dalam Titisan
34 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Muridku, malang tidak dapat ditolak, untung belum tentu bisa diraih. Takdir
Yang Kuasa mungkin akan berlaku atas diriku. Tapi aku tidak akan berpangku
tangan begitu saja.
Aku bersedia hancur dan lebur bersama orang yang menginginkan keributan di
tempat ini!"
Habis berkata begitu orang tua yang dikenal dengan nama Mayat Tiga Warna ini
angkat sedikit kepalanya ke atas. Saat itu juga sekujur tubuhnya memancarkan
cahaya merah, hitam dan hijau.
Pengiring Mayat Muka Hijau, Muka Hitam dan Muka Merah serta Si Raja Candu samasama terkejut menyaksikan keadaan Mayat Tiga Warna. Selama bertahun-tahun orang
tua berusia seratus delapan puluh tahun itu hanya terbaring di atas ranjang,
jangankan duduk seperti saat itu, bicara saja dia tidak mampu lagi. Tapi kini
mereka menyaksikan semua keanehan itu. Sang guru duduk di atas pembaringan,
berbicara malah tubuhnya memancarkan sinar tiga warna!
"Orang tua di atas pembaringan. Aku Datuk Lembah Akhirat tidak datang mencari
keributan. Tetapi bilamana kau coba melawan takdir memang nasibmu akan hancur
dan lebur. Aku kemari untuk meminta ilmu kesaktian yang disebut Mencabut Jiwa
Memusnah Raga. Jika kau tidak memberikan maka kalian semua akan kuhabisi!"
"Ilmu kesaktian bukan diperjualbelikan. Apa lagi dipertukarkan secara murah
dengan nyawa manusia! Aku dan murid-muridku siap menerima kematian. Tapi siapa
saja yang ada di tempat ini termasuk dirimu tak akan lolos dari maut! Pengiring
Mayat Muka Hijau, tanggalkan alat rahasia penyanggah dasar danau...."
"Tua bangka tolol! Cukup kau saja yang tolol. Jangan menyuruh muridmu ikutikutan tolol!" Habis membantah begitu Datuk Lembah Akhirat hantamkan tangan
kanannya. Selarik angin mengandung tenaga dalam luar biasa menyapu ke depan.
Ruangan di bawah danau itu bergoyang keras dan "braaakk!" Pembaringan kayu di
atas mana Mayat Tiga Warna duduk-duduk walau kini tubuhnya mengapung di udara.
Sekaligus hal ini menunjukkan bahwa kakek ini selain memiliki tenaga dalam
tinggi juga menguasai ilmu meringankan tubuh yang langka.
"Hebat! Kau bertahan untuk hidup tanpa memikirkan keselamatan murid-muridmu!
Aku ingin tahu apa kau sanggup menerima pukulanku yang kedua ini!"
Datuk Lembah Akhirat kembali menghantam. Kali ini dengan seluruh tenaga dalamnya
yang ada. Ruangan batu di dasar danau itu laksana dihantam gempa dahsyat.
Semua orang yang ada di dalamnya termasuk sang Datuk sendiri berpelantingan
jungkir balik. Namun tidak demikian dengan Mayat Tiga Warna. Sosok orang tua ini
tetap mengapung tak bergerak. Akibat hantaman Datuk Lembah Akhirat tadi dinding
ruangan di samping kiri hancur berkeping-keping. Dari bagian yang hancur
merembes masuk air danau.
Mayat Tiga Warna tertawa perlahan. "Kematian bersama tak bisa dihindari. Air
danau telah masuk ke dalam ruangan!"
"Tua bangka geblek! Kau silahkan mati duluan!" teriak Datuk Lembah Akhirat lalu
sekali lagi lancarkan pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam tinggi. Dari
tubuh Mayat Tiga Warna menyambar keluar cahaya hitam, merah dan hijau. Datuk
Lembah Akhirat berteriak keras dan melesat ke atas.
"Wusss!"
"Wusss!"
Dendam Dalam Titisan
35 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Cahaya merah dan cahaya hijau sempat memapas kaki celana dan bahu pakaian hitam
sang Datuk hingga hangus dan berubah menjadi debu. Kaki serta bahunya serasa
dipanggang. "Tua bangka geblek! Kau memilih mati daripada selamat!" Selagi masih di udara
Datuk Lembah Akhirat kembali menghantam dengan tangan kiri dan kanan sekaligus.
Ruangan batu itu porak poranda. Mayat Tiga Warna tak bisa bertahan lagi seperti
tadi. Tubuhnya melayang kian kemari. Ketika dia mendengar ada siuran angin di
belakangnya dia kerahkan tenaga dalam. Cahaya merah dan hitam membersit
melindungi tubuhnya.
Namun sekali ini si kakek tertipu. Sambaran angin itu sengaja dibuat Datuk
Lembah Akhirat dengan tiupan mulutnya. Begitu lawan terkecoh sambil berjungkir
balik dia melayang; turun lalu hantamkan tangannya ke dada si orang tua.
"Bukk!"


Wiro Sableng 100 Dendam Dalam Titisan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kraaak!" . Mayat Tiga Warna terpental menghantam dinding.
Walau tangan kanan Datuk Lembah Akhirat bertempelan dengan tubuh orang tua itu
hanya sekejapan saja, namun kesaktian luar biasa dari Sarung Tangan Penyedot
Batin sanggup menguras habis tenaga dalamnya dan masuk ke dalam tubuh Datuk
Lembah Akhirat!
Pengiring Mayat Muka Hitam dan Muka Merah berteriak keras tapi tak bisa berbuat
apa-apa. Pengiring Mayat Muka Hijau menggembor marah saksikan gurunya tergeletak
dengan dada hancur. Si muka hijau ini tahu betul bahwa orang tua itu sudah tak
bernyawa lagi. Dia berbalik untuk melabrak Datuk Lembah Akhirat. Justru saat Ku
lehernya dicekal sang Datuk dari belakang. Dengan nekad dia masih coba
menghantam tapi tak ada artinya.
Tubuhnya terasa lemah. Kakinya menekuk. Begitu dibanting ke lantai yang sudah
tergenang air dia tak sanggup lagi berdiri.
"Muka hijau, merah dan hitam! Kalian bertiga masih bisa kuampuni jika mau
memberi tahu di mana guru kalian menyimpan jimat ilmu pukulan tiga warna itu.
Aku menjanjikan kehidupan dan jabatan tinggi bagi kalian di Lembah Akhirat!
Selain itu tenaga dalam kalian yang sudah kusedot akan kukembalikan sebagian
pada kalian!"
"Kau boleh membunuh kami! Kami tidak akan memberi tahu apa-apa!" jawab Pengiring
Mayat Muka Hijau lalu meludah ke lantai.
"Bagus! Kau murid yang setia pada guru. Tapi kesetiaan buta hanya akan membawa
sengsara! Korban pertama akan segera jatuh. Buka mata kalian lebar-lebar.
Saksikan apa yang terjadi!"
Datuk Lembah Akhirat menjentikkan tangannya ke arah Ki Juru Tenung yang tegak
menjambak Si Raja Candu. Melihat isyarat itu Ki Juru Tenung segera lemparkan
tubuh si penyadik candu itu hingga jatuh tergelimpang di atas lantai berair,
tepat di depan Datuk Lembah Akhirat.
"Lihat baik-baik!" teriak sang Datuk. Lalu "praak!" Kaki kanannya menendang
pecah kepala Si Raja Candu. Langsung tiga-murid Mayat Tiga Warna menjadi ciut
nyalinya. "Korban kedua!" teriak Datuk Lembah Akhirat. Kembali dia memberi isyarat dengan
jentikkan jari. Ki Juru Tenung lemparkan tubuh Pengiring Mayat Muka Hitam ke
arah Datuk Lembah Akhirat. Kaki kanan sang Datuk berkelebat menyambar ke arah
bagian bawah perut si muka hitam ini.
"Tahan! Aku akan memberi tahu!" Pengiring Mayat Muka Merah tiba-tiba berteriak.
Datuk Lembah Akhirat hentikan gerakan kaki kanannya.
Dendam Dalam Titisan
36 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Muka Merah! Roh guru akan mengutukmu sampai kiamat kalau kau berkhianat memberi
tahu!" berteriak Pengiring Mayat Muka Hijau.
"Ini bukan soal berkhianat atau apa!" jawab Pengiring Mayat Muka Merah. "Guru
sudah mati! Kita tidak bisa menyelamatkannya! Apa guna mengorbankan diri secara
sia-sia!" "Dia mungkin benar...." Pengiring Mayat Muka Hitam ikut bicara.
"Kalian jahanam semua!" teriak Pengiring Mayat Muka Hijau. Lalu seperti anak
kecil dia menangis menggerung.
Datuk Lembah Akhirat menginjak kepala Pengiring Mayat Muka Merah. "Lekas beri
tahu dimana gurumu menyimpan benda yang kucari!"
"Di dalam tubuhnya. Di dalam perutnya..." jawab Pengiring Mayat Muka Merah.
"Bangsat sialan! Jangan kau berani bicara ngacok dan dusta!" bentak Datuk Lembah
Akhirat. "Aku tidak ngacok tidak dusta!" jawab si muka merah.
Sang Datuk berpaling pada Ki Juru Tenung.
Kakek ini segera menyiduk air di lantai dengan tangan kirinya lalu
rnemperhatikan.
"Dia tidak dusta! Menurut penglihatanku memang ada sesuatu dalam perut Mayat
Tiga Warna...."
Mendengar penjelasan si Juru Tenung, Datuk Lembah Akhirat cepat hampiri jenazah
Mayat Tiga Warna. Dengan tangan kanannya dijebolnya perut orang tua itu hingga
isinya berbusaian keluar. Di antara isi perut dan darah Datuk Lembah Akhirat
temukan sebuah benda berupa batu bulat pipih memancarkan warna redup hitam,
merah dan hijau. Pada permukaan batu itu tertera tulisan dalam huruf Jawa Kuna
dan huruf-huruf aneh seperti huruf Arab.
"Apa yang akan kulakukan dengan benda ini...?" tanya Datuk Lembah Akhirat pada
Ki Juru Tenung sementara tangannya yang memegang batu pipih itu mulai terasa
panas dan bergetar.
Ki Juru Tenung periksa bolak-balik batu bulat pipih. Lalu dia menciduk air dari
lantai. Untuk kesekian kalinya kakek ini pergunakan keahliannya untuk melihat
sesuatu yang tak mungkin dilihat oleh orang biasa.
"Datuk kau harus menelan batu tiga warna itu," kata Ki Juru Tenung sesaat
kemudian. Datuk Lembah Akhirat tampak bimbang.
"Jangan ragu Datuk. Benda itu kau temukan dalam perut Mayat Tiga Warna. Berarti
memang di situlah tempatnya bagi setiap orang yang ingin memiliki dan menguasai
ilmunya!" Mendengar ucapan orang kepercayaannya itu Datuk Lembah Akhirat buka mulutnya dan
masukkan batu bulat pipih, langsung ditelan. Beg itu batu masuk ke dalam perut
besar terjadilah satu hal yang hebat. Perut Datuk Lembah Akhirat menggembung
besar ialu menciut kembali. Bersamaan dengan itu dari kepalanya mengepul asap
tiga warna. Ketika asap lenyap kelihatan muka Datuk Lembah Akhirat telah berubah
menjadi belang merah, hijau dan hitam!
"Datuk, kau telah menguasai ilmu itu! Lihat wajahmu dalam air!" seru Ki Juru
Tenung. Dendam Dalam Titisan
37 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Datuk Lembah Akhirat berteriak girang. Dia sambar dan panggul tubuh Pengiring
Mayat Muka Merah lalu menyeret Pengiring Mayat Muka Hitam. Pada Ki Juru Tenung
dia berteriak agar menyeret Pengiring Mayat Muka Hijau lalu mengikutinya keluar
dari ruangan di bawah danau. Hanya beberapa saat setelah mereka berada di tempat
terbuka di tepi danau, langit-langit dan dinding ruangan di dasar danau jebol.
Air danau menggemuruh masuk. Lenyaplah ruangan rahasia yang selama puluhan tahun
menjadi tempat kediaman kakek sakti Mayat Tiga Warna bersama murid-muridnya.
* * * Dendam Dalam Titisan
38 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEMBILAN Mari kita ikuti apa yang dilakukan Sabai Nan Rancak. Saat itu langit di ufuk
barat berwarna kuning oleh saputan sinar sang surya yang hendak tenggelam Di
bawah bayang-bayang cahaya kuning, di antara kerapatan pepohonan Sabai Nan
Rancak berkelebat mengikuti Sutan Alam Rajo Di Bumi. Dia sengaja mengukur jarak,
agar orang yang dikuntit tidak sampai tahu kalau dirinya tengah diikuti. Berlari
sekitar sepeminuman teh nenek sakti dari Pulau Andalas ini diam-diam mulai
merasa heran. "Melihat arah sang surya, memperhatikan jurusan yang ditempuh Suto Abang alias
Sutan Alam Rajo Di Bumi. Aku yakin ini adalah arah ke Lembah Akhirat. Adalah
aneh kalau dia sekarang justru menuju ke sana...."
Dalam hati penuh tanda tanya serta berbagai pikiran muncul dalam benaknya Sabai
Nan Rancak terus juga mengikuti Sutan Alam. Apa yang diyakininya ternyata tidak
meleset. Sutan Alam Rajo Di Bumi memang menuju dan memasuki kawasan Lembah Akhirat
sementara sang surya yang mulai tenggelam membuat suasana perlahan-lahan menjadi
gelap. Dari balik kerimbunan kawasan pepohonan yang sangat luas serta dalam udara yang
sunyi tiba-tiba terdengar suitan aneh tiga kali berturut-turut. Satu datang dari
barat, satunya dari timur dan yang ketiga dari jurusan depan atau sebelah utara.
Belum lama gema suitan lenyap tahu-tahu tiga sosok tubuh berkelebat menghadang
Sutan Alam Rajo Di Bumi.
Tiga orang berjubah hitam, hijau dan merah tegak sambil menolakkan tangan kiri
di pinggang masing-masing. Rambut dan wajah dipoles dengan sejenis cat yang
warna nya sesuai dengan warna jubah mereka. Pada tangan kanan mereka tergenggam
sebilah tombak yang bagian tengahnya ditancapi tengkorak kepala manusia berwarna
hitam, hijau dan merah.
Orang lain mungkin bisa putus nyalinya melihat kemunculan tiga sosok aneh
menyeramkan ini. Namun Sutan Alam. Rajo Di Bumi tenang saja, Ketika salah
seorang penghadang membentak menanyakan siapa nama dan gelarnya dia ganda
menyeringai. Sambil rangkap tangan di muka dada dia berkata.
"Namaku Suto Abang. Gelarku Sutan Alam Rajo Di Bumi. Setelah tahu siapa diriku
apa kalian masih layak berdiri di depanku"!"
Mendengar orang menyebutkan nama dan gelar tiga manusia berwajah hitam, hijau
dan merah serta merta jatuhkan diri bersujud di tanah. Salah seorang dari mereka
dengan suara gemetar berkata.
"Harap maafkan kami bertiga yang buta dan bodoh! Tidak tahu kalau Gunung
Singgalang menjulang di hadapan kami! Kami bertiga pengawal Lembah Akhirat siap
mengantar saudara besar dan tetamu agung menemui Datuk Lembah Akhirat."
"Aku tahu jalan! Tak usah pakai diantar segala. Katakan saja di mana Datuk
Lembah Akhirat berada saat ini!" kata Sutan Alam alias Suto Abang.
"Datuk berada di dalam Ruangan Sorga. Tengah bersuka-suka dengan Yuyulentik,
kekasih barunya,"
Dendam Dalam Titisan
39 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Sutan Alam hanya keluarkan suara bergumam lalu mendorong pengawal di sebelah
kiri dengan kakinya. Setelah itu berkelebat lenyap memasuki Lembah Akhirat. Tiga
pengawal lembah yang tadinya ketakutan setengah mati merasa lega. Perlahan-lahan
mereka bangkit berdiri lalu bergerak cepat ke arah lenyapnya Suto Abang tanpa
mengetahui bahwa di belakang mereka saat itu mengendap-endap sosok Sabai Nan
Rancak. Yang disebut Ruangan Sorga adalah sebuah kamar dilengkapi sebuah tempat tidur
besar. Karena pengawal tidak berani mengganggu maka terpaksa Sutan Alam sendiri
mengetuk pintu sambil berteriak memanggil.
"Suto Angil! Aku adikmu Suto Abang datang!"
Di dalam ruangan terdengar suara ranjang berderik disertai suara tawa perempuan.
Tak ia ma kemudian pintu besar terbuka. Sesosok tubuh lelaki tanpa pakaian
berdiri di hadapan Suto Alam. Tubuhnya penuh bulu. Mukanya tertutup kumis,
cambang bawuk dan jenggot lebat serta tiga warna yakni hitam, hijau dan merah.
"Manusia sontoloyo! Kalau kau bukan adikku dan datang dari jauh pasti sudah
Seruling Gading 5 Si Rase Hitam Hek Sin Ho Karya Chin Yung Perempuan Lembah Hitam 1

Cari Blog Ini