Ceritasilat Novel Online

Hantu Muka Dua 1

Wiro Sableng 108 Hantu Muka Dua Bagian 1


Episode 108 Ebook by : Dewi Tiraikasih
Djvu by : Anggotax2006
Email : 22111122@yahoo.com
HANTU MUKA DUA 1
KURA-KURA raksasa itu tengah melayang pesat ke arah utara dan siap menukik
menuju satu kawasan di mana terletak sebuah goa disebut Goa Pualam Lamerah.
Mendadak binatang ini keluarkan suara menguik keras. Di bawah sana, dari
kelebatan rimba belantara tiba-tiba melesat satu cahaya putih. Kalau saja
penunggangnya tidak cepat bertindak, menarik kepala kura-kura ke belakang
niscaya kepala binatang itu akan hancur!
"Ada pembokong jahat di dalam rimba!" kata si penunggang kura-kura raksasa
dengan rahang menggembung dan mata melotot tak berkesip. Dia adalah seorang
gadis berparas cantik, rambut digulung di atas kepala, mengenakan pakaian
berwarna Jingga.
Gadis ini rundukkan kepalanya lalu berbisik pada binatang tunggangannya.
"Laecoklat, lekas kau melayang turun ke arah timur lalu berballk dan terbang ke
jurusan datangnya cahaya serangan tadi...."
Seolah mengerti kura-kura raksasa bernama Laecoklat itu kepakkan sayapnya
demikian rupa hingga tubuhnya berputar ke arah timur. Di satu tempat kura-kura
terbang ini berbalik dan melesat ke bawah. Menjelang mendekati kawasan dari arah
mana tadi ada cahaya putih menyambar, gadis cll atas kura-kura angkat tangan
kanannya. "Aku mau tahu siapa yang kurang ajar berani mencari perkara!" Lalu
gadis ini pukulkan tangan kanannya. Selarik sinar Jingga menggebubu. Di bawah
sana kelihatan daun-daun dan ranting pepohonan amblas bermentalan. Sebelum daundaun itu luruh ke tanah, kura-kura raksasa telah mendarat di satu tempat. Gadis
di atasnya dengan cepat melompat turun lalu menyelinap sebat di antara
pepohonan. Belum jauh bergerak, si gadis hentikan larinya. Mukanya merah
mengetam pertanda geram.
Dua tangannya dikepal. Dari mulutnya serta merta keluar suara bentakan.
"Memang sudah kuduga!! Kau rupanya biang racun-nya! Tapi sungguh tidak kusangka!
Bangsa Peri itu ternyata makhluk pengecut yang tega mencelakai orang dengan
jalan membokong!"
Orang yang dibentak tertawa tawar. Sesaat dia usap kepala angsa raksasa di atas
mana dia berada lalu melompat turun. Sambil rangkapkan dua tangannya yang bagus
di atas dada, orang ini, yang adalah HANTU MUKA DUA 2
seorang gadis cantik bermata biru berkata dengan suara datar tenang-tenang saja.
"Gadis genit dan pongah Luhjelita! Wahai! Tak ada yang berlaku pengecut, tak ada
yang berniat membokong! Kalau memang ada niat mencelakai pukulan sakti sinar
putihku tadi pasti tak akan meleset!"
Mendengar ucapan orang, dara berpakaian Jingga jadi tambah penasaran. "Peri
Angsa Putih! Katakan apa maumu"! Apa tamparanku beberapa waktu lalu masih kurang
nyaman dan kau minta digebuk sekali lagi"!"
(Seperti dituturkan dalam serial Wiro Sableng sebelumnya berjudul Hantu Tangan
Empat antara Luhjelita dan Peri Angsa Putih telah terjadi bentrokan cukup hebat
Luhjelita kemudian membawa Wiro dengan kura-kura terbangnya, meninggalkan Peri
Angsa Putih dengan perasaan dendam penasaran. Dapat dimengerti kalau kini sang
Peri menghadangnya di kawasan rimba belantara itu).
Peri Angsa Putih tertawa panjang. "Luhjelita, aku mencegatmu di tempat ini untuk
menanyakan sesuatu.
Kemana kau bawa pemuda asing bernama Wiro Sableng itu. Apa yang telah kau
lakukan terhadapnya!"
"Astaga! Jadi hati serta pikiranmu rupanya masih belum lepas dari mengingat
pemuda satu itu!" Luhjelita geleng-gelengkan kepalanya. "Bukankah sudah jelasjelas kukatakan dia tidak menaruh hati padamu! Buktinya dia mau ikut bersamaku
dan kau ditinggal begitu saja! Sungguh aku tidak mengerti. Lelaki itu suamimu
bukan, kekasih juga bukan! Mengapa merepotkan diri mencarinya"!"
Merah padam paras Peri Angsa Putih mendengar ucapan Luhjelita. Rasanya ingin dia
melabrak gadis itu saat itu juga. "Luhjelita, jika pemuda itu ikut bersamamu apa
kau mengira dia suka padamu" Kau memang pandai merayu, kau menjual kecantikanmu
dengan bedak genit dan bujuk rayu. Selain itu kau juga mempergunakan ilmu
kepandaianmu secara keji, memaksa-nya ikut bersamamu! Setelah itu pasti kau
melakukan perbuatan tidak senonoh terhadapnya!"
Luhjelita tertawa sambil sepasang alisnya dinaikkan ke atas dan hidungnya
dipencongkan. "Cemburu! Kau tidak dapat menyembunyikan rasa cemburumu wahai Peri
Angsa Putih. Padahal pemuda itu bukan suami bukan kekasihmu! Hik... hik... hik!
Sungguh malang nasibmu wahai Peri Angsa Putih. Tak mendapatkan cinta di atas
langit sana, sampai-sampai keleleran ke Negeri Latanahsilam!"
"Gadis bejat berhati busuk! Dulu kukira hanya kaum lelaki di negerimu saja yang
mendapat julukan hidung HANTU MUKA DUA 3
belang! Ternyata para gadisnya juga pantas mendapat julukan itu! Satu di
antaranya adalah kau! Semua lelaki kau anggap bisa jatuh berlutut di hadapanmu!
Satu hari kelak kau bakal kena batunya! Huh! Tak layak bagiku bicara lebih lama
dengan manusia rendah sepertimu!" Habis berkata begitu Peri Angsa Putih balikkan
tubuhnya, melangkah menuju ke Laeputih, angsa raksasa tunggangannya.
"Peri sinting! Kau yang mencari pangkal sengketa me-mancingku di rimba ini!
Kalau pelajaranku tempo hari belum cukup biar kuberi pelajaran sekali lagi agar
mulutmu tidak lancang! Aku mau lihat apa kau masih bisa bicara lancang menghina
jika mukamu sudah kurobah menjadi muka setan!"
Sosok Luhjelita tiba-tiba melesat ke arah Peri Angsa Putih. Sepuluh jari
tangannya yang memiliki kuku-kuku cukup panjang menyambar ke depan. Dari ujungujung kuku itu menderu kepulan asap berwarna Jingga! Yang diserang adalah wajah
sang Peri! "Sepuluh Kuku Iblis Menggurat Langiti" seru Peri Angsa Putih kaget. Dia tahu
betul keganasan ilmu yang dipergunakan Luhjelita untuk menyerangnya itu.
Jangankan muka orang, batu keras sekalipun bisa hancur terkena cakaran sepuluh
kuku itu! Sambil berseru keras Peri Angsa Putih cepat menyingkir selamatkan wajahnya.
Bersamaan dengan itu dari sepasang matanya menyembur dua larik sinar biru! Kini
Luhjelita yang terkejut terkesiap dan buru-buru bersurut sambil tarik pulang
serangannya. "Wusss! Wusss!"
Dua larik sinar biru memapas satu jengkal di atas jari-jari Luhjelita Walau dia
berhasil selamatkan dua tangannya namun tak urung Luhjelita jadi terhuyunghuyung karena kuda-kuda sepasang kakinya sempat goyah.
Selagi dia berusaha mengimbangi diri Peri Angsa Putih memburu dan tangan
kanannya berkelebat sangat cepat.
"Gadis binal tukang rayu! Aku kembalikan hadiah yang pernah kau berikan tempo
hari!" Peri Angsa Putih berseru keras. Lalu "plaaakk!" Satu tamparan keras
mendarat di pipi kanan Luhjelita. Gadis ini terpekik dan jatuh terduduk di
tanah! Darah berlelehan dari sudut bibirnya yang pecah. Pemandangannya sesaat
berkunang-kunang. Tiba-tiba didahului suara menggembor Luhjelita melompat
bangkit. Dua kakinya dikembangkan dan sedikit menekuk. Mulutnya komat-kamit
sementara tangan kanannya yang diangkat ke atas diputar ke kanan. Angin
sedahsyat puting beliung dan memancarkan sinar merah menderu keluar dari HANTU
MUKA DUA 4 telapak tangan Luhjelita, membuat Peri Angsa Putih tersentak kaget.
"Pukulan Mengelupas Puncak Langit Mengeruk Kerak Bumi" teriak Peri Angsa Putih.
"Dari mana kau dapatkan ilmu itu kalau bukan dari Hantu Muka Dua!"
"Dari mana aku dapatkan boleh kau tanyakan pada setan di neraka langit ke
tujuh!" jawab Luhjelita lalu tertawa bergelak.
Peri Angsa Putih palangkan dua lengannya didepan dada. Sepasang matanya
memandang tak berkesip.
Begitu dia anggukkan kepala dari tangan yang bersilang menyambar keluar satu
gelombang sinar biru, menghantam laksana air bah memapasi sinar merah serangan
Luhjelita! Inilah ilmu kesaktian bernama Membalik Langit Menggulung Bumi,
merupakan satu ilmu langka yang dimiliki para Peri dan jarang sekali dikeluarkan
kalau tidakdalam keadaan terdesak.
Seperti diketahui ilmu pukulan Mengelupas Puncak Langit Mengeruk Kerak Bumi yang
dilancarkan Luhjelita adalah satu ilmu ganas yang bisa membuat musuh menemui
ajal dengan sekujur tubuh terkelupas hingga tinggal tulang belulang. Di lain
pihak ilmu Membalik Langit Menggulung Bumi yang dilancarkan Peri Angsa Putih
memiliki kehebatan yang sanggup menggulung setiap serangan lawan yang datang
lalu membalikkan-nya pada si penyerang. Jika hal itu sampai terjadi maka
Luhjelita akan mengalami nasib "senjata makan tuan"
yakni menemui ajal oleh ilmu kesaktiannya sendiri. Kini yang menentukan ialah
tingkat kekuatan tenaga dalam masing-masing. Jika tenaga dalam Luhjelita lebih
hebat maka Peri Angsa Putih akan menemui ajal secara mengerikan. Sebaliknya jika
tenaga dalam sang Peri berada di atas lawan maka Luhjelita akan menemui nasib
mengenaskan! Dalam keadaan sangat menegangkan begitu rupa tiba-tiba satu bayangan putih
berkelebat disertai bentakan menggelegar menggetarkan seantero rimba belantara.
"Dua perawan tolol! Kawin saja belum! Mengapa nekad mencari mati"!"
"Wussss!"
Satu sinar putih panas dan menyilaukan berkiblat di antara sinar pukulan sakti
Luhjelita dan Peri Angsa Putih.
Dua gadis itu sama-sama terpekik dan terpental.
Luhjelita menyangsrang di antara semak belukar. Lelehan darah di mulutnya tampak
bertambah banyak.
Kakinya terkangkang demikian rupa hingga auratnya terpampang tak karuan rupa.
Peri Angsa Putih terguling di tanah. Dada pakaiannya tersingkap robek! badanya
HANTU MUKA DUA 5
mendenyut sakit. Untuk beberapa lamanya ke dua gadis ini tak bisa bergerak,
saling melotot lalu sama-sama berpaling ke satu arah di mana saat itu tampak
seorang pemuda berambut gondrong terduduk menyeringai di tanah sambil garukgaruk kepala. * * * HANTU MUKA DUA 6
SEPASANG mata Luhjelita dan Peri Angsa Putih sama-sama terbuka lebar. Sementara
itu dari atas hancuran rerantingan dan daun-daun pepohonan dalam keadaan hangus
melayang jatuh menutupi bahu serta badan orang yang mereka pandangi.
"Pendekar 212..." desis Peri Angsa Putih.
"Wiro Sableng..." desah Luhjelita. Dalam hati gadis satu ini membatin agak
gelisah. "Dia muncul disini.
Jangan-jangan dia sudah tahu apa yang terjadi di tepi sungai kecil tempo
hari...." Pemuda yang jatuh terduduk di tanah itu memang Pendekar 212 Wiro Sableng adanya.
Saat itu dadanya mendenyut sakit dan jalan darahnya tidak teratur akibat
bentrokan dengan kekuatan tenaga dalam dua gadis berkepandaian tinggi itu. Dia
masih menjelepok di tanah seperti orang kesakitan. Padahal saat itu sebenarnya
diam-diam matanya jelalatan melihat pemandangan yang tak mungkin terhindarkan.
Luhjelita masih melesak terkangkang di dalam semak belukar.
Lalu di sebelah sana Peri Angsa Putih terguling dengan dada terbuka.
Sang Peri sadar terlebih dulu. Dia segera rapatkan pakaiannya yang robek lalu
berdiri. Luhjelita melompat keluar dari semak belukar lalu membenahi pakaiannya
yang tersingkap awut-awutan di sebelah bawah. Dua gadis cantik ini sama-sama
memaklumi, kalau Wiro tidak muncul menengahi adu kekuatan tenaga dalam mereka,
salah satu dari mereka saat itu pasti menemui ajal dan yang lainnya terluka
hebat! "Pemandangan asyik. Gila.... Putih amat! Tapi sayang singkat sekali..." kata
sang pendekar konyol sambil tersenyum lalu bangkit berdiri tak lupa garuk-garuk
kepala. "Kalian berdua," ujar Wiro. "Pasal lantaran apa maka hendak saling berbunuhan?"
Luhjelita yang cerdik dan pandai merayu segera berbuat sesuatu mendahului Peri
Angsa Putih. Dia melangkah mendekati Wiro dan pegang lengan sang pendekar lalu
bertanya, "Wiro, kau.... Kau tak apa-apa"
Maafkan diriku. Aku...."
Mendapat Periakuan semesra itu tentu saja hati Pendekar 212 menjadi lebih
menaruh perhatian pada Luhjelita. Namun karena tidak mau terpengaruh begitu saja
Wiro mengulangi ucapannya tadi.
HANTU MUKA DUA 7
"Aku bertanya. Kalian masih tidak mau menceritakan silang sengketa apa yang ada
di antara kalian?"
Peri Angsa Putih geleng-gelengkan kepala. Dia hendak menjawab namun lagi-lagi
didahului oleh Luhjelita. "Kau tahu sifatku wahai Wiro. Tak mungkin aku mencari
lantai terjungkal membuat silang sengketa.
Kalau tidak karena sangat terpaksa, bagiku sangat tidak layak melayani Peri dari
langit ke tujuh ini.
Kejadian di tepi telaga tempo hari, rupanya dia menaruh dendam lalu menghadangku
di rimba belantara Ini. Bahkan sempat hendak membunuhku dengan cara membokong.
Wahai, kalau saja tadi kau tidak muncul dan menolong kami dengan pukulan
saktimu, niscaya peri jahat ini sudah kubuat melayang rohnya ke langit di atas
sana!" "Wiro, jangan percaya ucapannya!" kata Peri Angsa Putih setengah berteriak.
"Walau hatiku memang sakit menerima Perlakuannya namun tidak ada niat untuk
membunuhnya, apa lagi secara membokong! Aku hanya ingin memberi peringatan pada
gadis ini agar dia tidak bicara, bertingkah dan berbuat sembarangan! Ternyata
sampai saat ini dia masih saja pandai bermanis mulut padahal diam-diam dia
menebar bisa kejahatan di mana-mana!"
Luhjelita tertawa. "Mudah-mudahan pemuda sahabatku ini mau percaya akan apa yang
kau ucapkan. Wahai, mengapa tidak kau katakan sekalian padanya bahwa kau tengah mencari-cari
dirinya" Padahal seperti yang aku katakan padamu, dia bukan suami bukan pula
kekasihmu!"
Wiro jadi heran mendengar kata-kata Luhjelita itu.
Dilihatnya wajah Peri Angsa Putih menjadi merah.
Sebenarnya dia punya banyak pertanyaan pada dua orang gadis itu tapi karena
mereka saling berperang mulut pendekar kita hanya bisa garuk-garuk kepala.
"Dia memang bukan kekasih juga bukan suamiku!"
Peri Angsa Putih menyahuti ucapan Luhjelita.
"Apapun hubunganku dengan dirinya bukan urusanmu!
Aku tidak menyembunyikan sesuatu. Sebaliknya kau membekal niat buruk dalam
hatimu. Bukankah kau sebenarnya kaki tangan Hantu Muka Dua?"
Luhjelita mendengus. "Lagi-lagi kau menyebut Hantu Muka Dua. Peri Angsa Putih,
sungguh pandai kau bermain kata memutar lidah. Bukankah kau yang punya maksud
jahat terhadap pemuda ini" Aku tahu semua tentang bunga mawar kuning yang hanyut
di sungai kecil di satu bukit. Kalau bukan lindungan dari Para Dewa, sahabatku
ini pasti sudah menemui ajal secara mengenaskan."
HANTU MUKA DUA 8
Kening Pendekar 212 jadi mengerenyit. Kata-kata Luhjelita itu mengingatkan Wiro
pada kejadian beberapa waktu lalu. Dia segera bertanya. "Luhjelita, apa yang kau
ketahui tentang bunga mawar kuning beracun itu?"
Luhjelita mencibir ke arah Peri Angsa Putih. "Tanyakan saja padanya. Dia yang
punya pekerjaan! Tapi aku yakin dia akan menyangkal dengan seribu cara...."
Wiro berpaling pada Peri Angsa Putih. Setelah menatap wajah cantik berwarna biru
itu sesaat dia lantas berkata. "Peri Angsa Putih, kita cukup lama bersahabat Aku
telah menanam budi padamu. Banyak pertolonganmu yang belum dapat aku balas.
Sekarang, apakah kau mau mengatakan perihal mawar kuning beracun yang hampir
mencelakai diriku itu?"
"Wiro, aku tidak tahu menahu perihal yang kau tanyakan itu. Bunga mawar kuning
Aku tidak mengerti...."
Luhjelita tertawa. Sambil kembali memegang lengan Pendekar 212 dia berkata. "Kau
lihat dan dengar sendiri wahai Wiro. Bagaimana liciknya Peri ini. Masih bisa
berpura-pura pada saat perbuatan kejinya sudah ketahuan!"
"Gadis bermulut busuk berhati culas! Perbuatan keji apa yang telah aku lakukan
terhadap dirinya"!" kata Peri Angsa Putih hampir berteriak saking geramnya.
"Jika kau mau mendengar akan kubuka kedok kejahatanmu!" kata Luhjelita pula
sambil mengerling dan tersenyum pada Wiro. Namun sebelum gadis ini meneruskan
ucapannya Wiro mengangkat tangan dan cepat berkata. "Luhjelita, biar aku yang
menjelaskan padanya." Lalu Wiro memandang pada Peri Angsa Putih. Sambil bicara
dia memperhatikan sepasang mata biru si gadis untuk menjajagi apakah benar Peri
cantik ini tidak tahu menahu perihal bunga mawar kuning yang hampir merenggut
jiwanya itu. "Tak lama setelah aku meninggalkanmu, aku sampai di sebuah bukit Di situ ada
telaga dan aliran sungai kecil. Ketika berada di tepi sungai kulihat sekuntum
bunga mawar berwarna kuning dihanyutkan arus sungai. Karena belum pernah melihat
bunga mawar berwarna kuning, apa lagi bentuknya indah sekali, Ininya Itu
kuambil. Ketika bunga kudekatkan ke hidung dan kucium, mendadak aku tidak


Wiro Sableng 108 Hantu Muka Dua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sadarkan diri. Ketika siuman ternyata ada seorang kakek aneh berkepandaian
tinggi menolongku.... Menurut si kakek, bunga mawar kuning itu hanya tumbuh di
lapisan langit ke tujuh dan merupakan bunga tanaman atau peliharaan bangsa Peri.
Mendengar penjelasan itu aku menaruh HANTU MUKA DUA 9
syak wasangka bahwa ada seseorang yang bermaksud meracunku dengan bunga itu.
Lalu karena bunga itu hanya tumbuh di negeri Para Peri, aku jadi... hemmm..."
Wiro tidak teruskan ucapannya. Dia garuk-garuk kepala dan tersenyum namun tetap
mengawasi air muka terutama dua mata Peri Angsa Putih. (Mengenai bunga mawar
kuning yang hampir mencelakai Pendekar 212
harap baca serial sebelumnya berjudul Hantu Tangan Empat)
"Wahai.... Aku tahu terusan ucapanmu Wiro. Karena bunga mawar kuning itu hanya
tumbuh di negeri kami kecurigaanmu tentu jatuh pada kami bangsa Peri...."
"Dan karena saat itu kau satu-satunya Peri yang berada di Negeri Latanahsilam
maka jelas kaulah pelakunya. Bukankah begitu wahai sahabatku Pendekar 212 Wiro
Sableng?" ujar Luhjelita pula memojokkan Peri Angsa Putih hingga sang Peri
menjadi merah padam wajahnya. Sambil bicara Luhjelita kembali memegang lengan
murid Sinto Gendeng.
Setelah menenangkan hatinya yang bergejolak marah Peri Angsa Putih berucap.
Seperti Wiro tadi dia pun bicara dengan memandang tajam ke mata sang pendekar.
Pertanda bahwa dia tidak bergeming untuk menyatakan kebenaran apa yang
diucapkannya. "Wiro, kalau aku boleh bertanya. Ketika kau meninggalkan diriku, dengan siapakah
kau pergi dan kemanakah kau menuju?"
"Wiro, hati-hati dengan pertanyaannya! Dia pasti bersilat lidah memutarbalik
kenyataan!" Luhjelita langsung menimpali ucapan Peri Angsa Putih.
Peri Angsa Putih tetap mengarahkan pandangannya ke mata Wiro. Dengan tenang dia
berkata. "Aku bicara padamu wahai sahabatku Wiro. Bukan dengan gadis itu. Jangan
pegangannya pada lenganmu membuat hatimu menjadi luluh dan otakmu menjadi
tumpul! Kebenaran tidak akan terkubur dengan rayuan semesra apapun!"
Wiro garuk-garuk kepala, memandang pada Luhjelita. Dia hendak menarik tangannya
tapi pegangan Luhjelita justru tambah kuat sementara senyum dan kerling matanya
tambah memikat "Wiro..." kata Luhjelita setengah berbisik. "Tidak ada gunanya
bicara dengan Peri jahat ini. Ayo kita pergi saja dari sini "
"Wahai! Kau yang membuka pangkal cerita berbisa.
Ketika bisa itu hendak berbalik menerkam dirimu kau buru-buru hendak tinggalkan
tempat ini. Kau merasa takut kini Luhjelita?"
"Peri busuk! Siapa takutkan dirimu!" bentak Luhjelita dengan mata membelalang.
HANTU MUKA DUA 10
Peri Angsa Putih tersenyum. "Kau memang gadis pemberani. Terutama pada lelaki.
Kau memang tidak takut padaku. Tapi kau takut kalau kedokmu terbuka sendiri!"
"Hai! Bagaimana ini!" ujar Wiro. Dia memandang pada dua gadis itu bergantiganti. "Jangan bingung sendiri wahai pemuda asing," ujar Peri Angsa Putih pula. "Jawab
saja pertanyaanku tadi.
Nanti kau akan tahu apa yang sebenarnya terjadi...."
"Tak sulit bagiku untuk menjawab!" kata murid Slnto Gendeng pula.
"Kalau begitu jawablah. Dengan siapa kau pergi, kemana kau menuju?" Peri Angsa
Putih mengulangi pertanyaannya.
"Kau tahu sendiri karena kau juga melihat. Hemmm..."
Wiro garuk-garuk kepalanya dan memandang pada Luhjelita. Si gadis ini kembali
layangkan senyum manja dan mesra seraya berbisik. "Kita pergi saja sekarang juga
Wiro...." "Aku pergi dengan dia..." kata Wiro pada Peri Angsa Putih.
"Kau pergi dengan gadis itu. Pergi kemana Wiro" Kau tentu bisa dan mau
mengatakan," kata Peri Angsa Putih pula seolah menuntun.
"Waktu itu dia mengajakku pergi ke Goa Pualam Lamerah. Namun aku menolak dan
akhirnya kami pergi ke sebuah bukit. Di situ ada telaga serta anak sungai yang
kusebutkan...."
"Wahai, ingatanmu sangat jernih sekali Wiro. Jadi yang ada di tempat itu adalah
kau dengan dia.
Apakah aku juga ada di tempat itu?"
Pendekar kita gelengkan kepala.
"Berarti hanya kau dan dia yang berada di tempat itu. Jika kemudian ada bunga
mawar kuning dihanyutkan air sungai, apakah mungkin aku yang menghanyut-kannya
padahal aku tidak ada di sana?"
"Mungkin saja kau muncul secara diam-diam.
Dengan kepandaianmu kau bisa saja melakukan hal itu!" menukas Luhjelita.
"Kau tidak tuli wahai Luhjelita. Pemuda itu mengatakan di situ hanya ada kau dan
dia..." kata Peri Angsa Putih.
"Pada saat kejadian itu, aku tidak lagi bersama-sama denganmu Wiro. Bukankah
saat itu aku pergi mandi di telaga dan kau entah berada di mana! Kalau aku
berniat jahat, mengapa tidak aku lakukan pada saat kau bersamaku"!"
"Luhjelita, kau memang betul. Aku tidak mengikutimu sampai di telaga..." kata
Wiro pula. HANTU MUKA DUA 11
"Berarti pada saat antara aku pergi dan kau berada sendiri di tepi sungai kecil,
Peri ini muncul dan membuang bunga mawar beracun itu ke dalam aliran sungai
karena dia tahu kau ada di tepi sungai, pasti kau akanmelihat bunga itu dan
mengambilnya"
"Wiro," kata Peri Angsa Putih masih dengan segala ketenangan, "Bunga mawar
kuning itu katamu dihanyutkan arus sungai kecil. Apakah kau tahu dari mana atau
di sebelah mana anak sungai itu berasal?"
"Kalau aku tidak salah dari telaga di lereng bukit..."
"Wahai, kau menjawab jujur dan polos. Lalu siapakah yang mandi saat itu di
telaga di lereng bukit itu?"
Wiro terdiam tapi kemudian segera berpaling memandang ke arah Luhjelita. Di saat
yang sama Luhjelita berteriak keras dan melompat ke arah Peri Angsa Putih.
"Dasar Peri jahat! Kau putarbalikkan kenyataan!
Kau yang melakukan kebusukan malah kini menuduh diriku!" Tangan kanan Luhjelita
berkelebat ke depan, melancarkan satu jotosan keras ke arah dada Peri Angsa
Putih. "Luhjelita! Siapa yang tidak kenal dirimu! Kau menebar bujuk rayu cinta di manamana. Tapi diam-diam kau membekal maksud busuk dalam hatimu!"
balas berteriak Peri Angsa Putih. Dengan sebat dia hantamkan pula tangan
kanannya ke depan.
"Bukkk!"
Dua lengan saling beradu keras. Dua gadis sama-sama terpekik dan mundur dua
langkah. Peri Angsa Putih pegangi lengan kanannya yang tampak bengkak.
Luhjelita terbungkuk-bungkuk menahan sakit. Di sela bibirnya terlihat darah
mengucur pertanda dia mengalami luka dalam yang cukup berbahaya. Sambil terus
melangkah mundur Luhjelita memandang penuh geram pada Peri Angsa Putih.
" Peri jahat! Kalau saat ini aku terpaksa pergi bukan karena aku takut! Jangan
mengira kau telah mengalah-kan aku! Lain waktu kalau bertemu aku akan menghajarmu habis-habisan! Jangan harap kau bisa menginjakkan kaki lagi di
Tanahsilam ini!"
"Luhjelita! Tunggu! Kau mau kemana"!" berseru Wiro.
"Wiro, mari sama-sama kita tinggalkan tempat ini.
Jangan kau sampai terpengaruh dan tertipu oleh Peri jahat itu!"
"Harap maafkan aku Luhjelita. Kali ini aku tak bisa memenuhi permintaanmu.
Justru aku ingin kau tetap berada di sini agar masalah yang kita bicarakan bisa
menjadi jelas " Luhjelita kelihatan sangat kecewa.
HANTU MUKA DUA 12
"Tak apa.... Aku tahu kau mencurigai diriku. Kau telah termakan ucapan Peri
jahat itu. Kuharap satu waktu kau akan sadar. Di balik wajahnya yang cantik itu
ada maksud busuk yang akan mencelakai dirimu.
Di balik sinar matanya yang biru bagus itu ada kobaran api yang akan
membakarmu...." Dengan wajah sedih Luhjelita memutar tubuhnya. Ketika dia hendak
melangkah pergi tiba-tiba ada dua sosok bayangan berkelebat. Luhjelita tampak
kaget. Peri Angsa Putih tak kalah kejutnya tapi masih mampu berlaku tenang.
Sebaliknya Pendekar 212 tegak terheran-heran.
"Luhjelita, kau memang harus segera meninggalkan tempat ini!" Tiba-tiba salah
seorang yang barusan berkelebat muncul berkata. "Hantu Muka Dua sudah sejak lama
mencarimu!"
Luhjelita pandangi orang yang bicara padanya itu sesaat lalu berkata. "Kemana
aku mau pergi adalah urusanku sendiri...."
"Wahai! Aku khawatir Hantu Muka Dua tak sedap makan tak nyenyak tidur karena
sudah lama tidak melihatmu. Jangan tunggu sampai dia jatuh sakit..."
"Memangnya aku ada hubungan apa dengan Hantu Muka Dua"!" hardik Luhjelita. Gadis
ini keluarkan suara mendengus lalu berkelebat pergi dari tempat Itu.
"Wahai, galak amat dara satu itu. Pantas Hantu Muka Dua suka padanya. Hik...
hik... hik!"
Orang yang barusan bicara pada Luhjelita kini berpaling ke arah Peri Angsa Putih
lalu tertawa ber-golak. "Sahabat-sahabatku, tidak sangka Peri yang hendak kita
bunuh ini cantik sekali wajahnya. Kulitnya sehalus sutera. Putih dan mulus.
Senyumnya semanis madu. Ha... ha... ha...! Kalau kalian berdua setuju biar
kuperpanjang sedikit umurnya agar aku bisa berse-nang-senang! Aku tidak takut
kutukan Para Peri! Ha...
ha... ha!" Orang ini ulurkan lidahnya berulang kali.
Salah satu teman yang diajak bicara menjawabi.
"Dalam usia setua dan dosa karatan sekujur tubuh, aku tidak menampik menambah
sedikit dosa. Apakah kau mau berbagi kesenangan denganku wahai sahabat?"
Orang-orang yang barusan muncul itu lalu sama-sama tertawa bergelak.
* * * HANTU MUKA DUA 13
ORANG yang berdiri paling dekat di hadapan Wiro dan Peri Angsa Putih saat itu
adalah seorang kakek berkepala botak berwarna hitam. Hidungnya luar biasa besar
hampir menutupi sebagian mukanya yang keriput.
Orang ke dua juga seorang kakek, bertubuh kurus kering berambut seperti ijuk.
Matanya cuma satu, yang satu lagi yakni yang sebelah kanan terkatup picak dan
sengaja dipoles dengan cat warna merah. Yang hebatnya, kakek ini tegak sambil
mendukung seorang kakek lain di atas bahunya. Kakek ini juga memiliki rambut
seperti ijuk tapi putih semua.
Sambil duduk di bahu, si kakek tidak hentinya meniup sebuah seruling yang
ujungnya ditancapi sebuah tengkorak. Suara tiupan seruling itu sember tak
karuan. Tapi si kakek tampak begitu asyik dan dia seperti tidak peduli tengah berada di
mana, tidak acuh keadaan sekitarnya. Hidungnya kembang kempis dan pipinya
terkempot-kempot. Setiap dia meniup, dari mulut, hidung, dua telinga dan
sepasang mata tengkorak mengepul asap hitam!
Wiro dekati Peri Angsa Putih dan berbisik. "Dari omongan mereka aku menduga
keras mereka adalah kaki tangan Hantu Muka Dua. Apa kau kenal siapa-siapa mereka
ini?" Belum sempat Peri Angsa Putih menjawab, kakek yang kepalanya botak hitam membuka
mulut. "Sobatku mata picak, apakah pemuda ini yang menurut pesan Hantu Muka Dua
harus kita pesiangi dan kuras darahnya lewat ubun-ubun di kepalanya yang
gondrong"!"
Yang ditanya kedap-kedipkan mata kirinya beberapa kali baru menjawab. "Wahai!
Dari potongan tubuh dan ciri-cirinya memang tak salah!"
Mendengar ucapan orang murid Sinto Gendeng maklum kalau kakek-kakek itu jelas
membawa niat yang tidak baik terhadapnya. Dia memandang pada kakek picak lalu
kedap-kedipkan matanya meniru.
Kemudian sambil sunggingkan seringai mengejek dia berkata. "Matamu cuma satu,
apa kau tidak keliru melihat bahwa aku orang yang dimaksudkan Hantu Muka Dua"!"
"Kau pandai melucu!" menyahuti kakek mata picak.
"Setelah urusan kami dengan Peri Angsa Putih selesai, HANTU MUKA DUA 14
kau akan kukirim ke tempat setan neraka melawak!"
"Wah! Hebat sekali! Baru kali ini aku tahu kalau di neraka sana ada tempat
khusus untuk para setan melawak! Apa kau pernah mampir atau mungkin sudah
melihat sendiri"!" Murid Sinto Gendeng lalu tertawa gelak-gelak.
"Manusia tidak waras! Biar kubunuh kau sekarang Juga!" bentak kakek picak marah.
Namun kakek botak kepala hitam cepat memberi isyarat.
"Sobatku, jangan kesusu. Jangan merusak suasana.
Biarkan aku bersuka-suka lebih dulu dengan Peri cantik jelita ini!" Lalu si
kakek langsung saja mendekati Peri Angsa Putih sambil senyum-senyum dan kedipkedipkan mata sementara kakek yang berada di atas bahu si picak terus saja
meniup suling tengkoraknya. Asap hitam membumbung ke udara.
Pendekar 212 cepat menghadang. "Kakek hidung cendawan, tunggu dulu! Jelas kau
dan dua kawanmu Ini adalah kaki tangan Hantu Muka Dua! Heran, di usia sudah bau
tanah begini rupa mengapa kalian masih saja mau berbuat jahat mencelakai orang
lain"!"
"Hik... hik...! Sahabatku Lahidungbesar! Dengar pemuda itu! Enak saja kau
disebutnya kakek hidung cendawan! Hik... hik... hik! Lucu memang tapi apa kau
tidak jadi jengkel" Lekas katakan padanya kita bukan mau berbuat jahat! Tapi
justru mencari pahala! Hik...
hik... hik!" Yang bicara adalah kakek mata picak si pendukung kakek yang asyik
meniup suling tengkorak.
Kakek yang dipanggil dengan nama Lahidungbesar tertawa panjang. "Anak muda, kami
membunuhmu bukan berarti berlaku jahat berbuat dosa. Tapi justru mencari pahala!
Menurut Hantu Muka Dua kau telah membunuh seorang anak buahnya bernama Hantu Api
Biru. Gara-gara kau dia juga kehilangan seorang pembantu utama bernama Si
Pelawak Sinting.
Apa tidak pantas kalau Hantu Muka Dua memerintahkan kami membalas dendam
mencabut nyawamu, menguras darahmu lewat ubun-ubun. Kabarnya konon darahmu dan
dua temanmu mujarab untuk menjadi peredam senjata hingga mampu menjadi senjata
sakti mandraguna!"
"Ha... ha... ha!" Kakek mata picak tertawa. Lalu membentak. "Sekarang agar
kawanku Si Lahidungbesar memberi sedikit pengampunan dan mencabut nyawamu secara
enak, lekas kau beri tahu di mana dua kawanmu berada!"
"Makhluk-makhluk geblek!" maki Wiro. "Aku sudah bersumpah untuk membunuh Hantu
Muka Dua! Karena kalian kaki tangannya ada baiknya kalian kutumpas HANTU MUKA
DUA 15 lebih dulu!"
"Wahai sombongnya!" kata kakek mata picak.
"Hai! Kau majulah! Biar kuremas hidung cendawanmu sampai hancur!" Mengejek Wiro.
Membuat Lahidungbesar keluarkan suara menggeram marah.
Peri Angsa Putih mendekati Wiro dan cepat berbisik.
"Jangan kau anggap enteng ke tiga kakek itu. Yang barusan kau tantang memiliki
kepandaian hampir setingkat kakekku Hantu Tangan Empat
" "Apa?" ujar Pendekar 212 terkesiap kaget.
"Si botak itu sangat tinggi ilmunya. Kakek yang picak itu bernama Lapicakkanan.
Ilmunya sulit dijajagi.
Tapi yang sangat berbahaya adalah kakek berambut putih yang didukung di atas
bahunya. Asap hitam dari suling tengkoraknya jika sampai masuk ke dalam tubuh
bisa membuat aliran darah menjadi beku! Kakek satu ini setahuku bernama
Lasulingmaut."
"Siapa takutkan mereka!" kata Wiro pula walau dia jadi garuk-garuk kepala dan
tengkuknya mendadak menjadi dingin.
"Ikuti aku, melompat ke atas angsa putih. Kita harus cepat-cepat tinggalkan
tempat ini sebelum terlambat!"
Mendengar bisikan Peri Angsa Putih, Wiro menjadi bimbang. Tapi akhirnya dia
menjawab. "Kalau kau mau pergi silakan saja. Aku tetap di sini menghadapi tiga
kakek sambal itu!"
"Wahai.... Bagaimana ini"!" Peri Angsa Putih jadi bingung. Akhirnya dia
memutuskan untuk tetap berada di situ.'
"Hai, kenapa tidak pergi!" Wiro menegur sementara Lahidungbesar dengan
menyeringai telah bergerak mendekati Peri Angsa Putih. Sambil melangkah dia
berkata. "Lapicakkanan, kau bereskan si gondrong Ini.
Aku akan meringkus Peri cantik ini. Kalau berhasil kau pasti akan mendapat
bagian!" Lapicakkanan tertawa bergelak lalu basahi bibirnya berulang kali sedang mata
kirinya dikedipkan tiada henti. Di atas bahunya kakek yang bernama Lasulingmaut
terus saja meniup sulingnya. Kelihatannya tambah asyik karena matanya sampai
terpejam-pejam.
Tiba-tiba Lahidungbesar menyergap ke depan.
Tangan kanannya menyambar ke arah Peri Angsa Putih. Gerakannya seperti orang


Wiro Sableng 108 Hantu Muka Dua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hendak menotok. Ini adalah aneh karena setahu Wiro tidak satu orangpun di Negeri
Latanahsilam memiliki ilmu menotok. Dengan cepat Wiro menghadang gerakan si
kakek. Dia berhasil menelikung pinggang orang.
Sementara itu tanpa ada yang mengetahui, di atas sebuah pohon besar berdaun
rimbun hingga sulit HANTU MUKA DUA 16
terlihat dari bawah, mendekam seorang berpakaian rumput kering warna hitam.
Orang ini sulit dilihat wajah aslinya karena seluruh mukanya dilumuri dengan
sejenis tanah liat. Lalu tanah liat ini masih dilapisi pula dengan sejenis
jelaga berwarna hitam. Walau siang bolong begitu sosoknya tidak beda dengan
sosok hantu. Entah sejak kapan dia berada di atas pohon itu. Yang jelas orang
ini merasa sangat cemas menyaksikan apa yang terjadi di bawah sana.
"Peri Angsa Putih, ilmunya tinggi. Mungkin tidak sulit baginya menghadapi kakek
berhidung besar itu.
Namun jika dikeroyok tiga dan kalau sampai kakek di atas dukungan turun tangan,
wahai aku khawatir dia bisa kelabakan. Bahkan bakal cidera berat. Lalu pemuda
asing berambut gondrong itu. Sampai di mana kehebatannya" Berdua dengan Peri
Angsa Putih apa mungkin mereka menghadapi tiga kakek sakti kaki tangan Hantu
Muka Dua" Aku ingin sekali menolongnya tetapi firasat menyuruh aku harus
menunggu dulu sampai aku tahu siapa adanya sosok yang sembunyi di balik sayap
angsa putih di sebelah sana. Tapi apakah aku bisa menunggu, kalau sampai salah
satu dari dua orang itu mendapat celaka berarti hidupku tambah tidak tenteram!
Wahai mengapa nasibku jadi begini.
Sementara orang yang kucari masih belum juga ku-temukan" Orang di atas pohon
mendadak berkaca-kaca ke dua matanya. Dia cepat pergunakan tangan untuk mengusap
mata lalu tetapkan hati. Sambil memperhatikan apa yang terjadi di bawah pohon
sesekali dia mengerling memperhatikan sosok Laeputih, yakni angsa putih raksasa
milik Peri Angsa Putih. Ada siapa sebenarnya di bawah salah satu sayap angsa
raksasa ini"
Sesaat setelah orang bermuka hitam mendekam di atas pohon, secara tak sengaja
dia melihat sepasang kaki putih muncul di balik sayap sebelah kiri angsa putih.
Dari bentuk sepasang kaki itu dia bisa menduga itu adalah kaki milik seorang
perempuan. Lebih dari itu dia tak bisa menerka namun mendadak saja dadanya
berdebar. Kalau saja dia bisa melihat raut wajah perempuan yang sembunyi di
balik sayap angsa itu.
"Anehnya, setahuku angsa putih itu galak terhadap siapa saja yang bukan tuannya.
Tapi mengapa orang itu bisa enak-enakan sembunyi di bawah sayapnya tanpa si
angsa menjadi marah...?" Orang di atas pohon kembali memperhatikan pergumulan
antara Wiro dengan Lahidungbesar.
Begitu berhasil mencekal pinggang lawannya, dengan mempergunakan jurus Kincir
Padi Berputar HANTU MUKA DUA 17
Wiro angkat tubuh si kakek, siap untuk dibantingkan ke tanah. Tapi alangkah
kagetnya murid Eyang Sinto Gendeng ketika mendadak dirasakannya sosok kepala
botak hitam berhidung besar itu laksana seberat gu-nung! Dia tidak mampu
mengangkatnya! Penasaran Wiro kerahkan tenaga luar dalam dan mencoba sekali lagi. Keringat
sebesar-besar jagung bercucuran di keningnya.
"Kerahkan seluruh tenagamu anak muda! Keluarkan semua ilmu kesaktian yang kau
miliki! Asal jangan kau keluarkan isi perutmu! Ha... ha... ha!" mengejek
Lahidungbesar. "Sialan, sebentar lagi kubanting kau sampai remuk!"
kata Wiro dalam hati. Dia kerahkan tenaga habis-habisan. Sosok Lahidungbesar
terangkat tapi cuma setengah jengkal. Dan saat itu dari tubuh sebelah bawah
murid Sinto Gendeng tiba-tiba saja keluar angin yang bersuara nyaring.
"Bruuuttt!"
"Brengsek! Mengapa aku sampai kentut!" Wiro memaki diri sendiri.
Lapicakkanan tertawa mengekeh.
"Bangsat kurang ajar!" Lahidungbesar meludah dan memaki karena angin yang keluar
dari bagian bawah si pemuda menyambar hidungnya dan baunya
membuat dia mau muntah. Tiba-tiba kakek ini membuat gerakan aneh. Tahu-tahu kini
Wirolah yang di-cekalnya, ditarik ke atas bahu lalu "braakk!" Pendekar 212
dibantingnya ke tanah!
* * HANTU MUKA DUA 18
UNTUK sesaat lamanya pemandangan Wiro jadi berkunang-kunang. Tulang punggung
serasa hancur. Selagi dia tidak berdaya seperti itu tiba-tiba Lapicakkanan melompat dan
hunjamkan kaki kanannya ke dada Wiro!
"Amblas dadamu! Hancur jantungmu!" teriak Lahidungbesar.
Sesaat lagi kaki kanan Lahidungbesar benar-benar akan menghancur remuk tubuh
Pendekar212 Wiro Sableng, tiba-tiba sebuah benda panjang berwarna biru yang
menebar bau harum laksana seekor ular besar melesat antara telapak kaki
Lahidungbesar dan permukaan dada murid Sinto Gendeng.
"Dessss!"
Lahidungbesar laksana menginjak lapisan karet yang kenyal. Kakinya terpental ke
atas. Tubuhnya ikut melambung setinggi dua tombak. Ketika dia turun kembali
dilihatnya Wiro telah berguling selamatkan diri dan sesaat kemudian tegak
memasang kuda-kuda siap menghadapinya.
Dengan geram Lahidungbesar berpaling ke kiri.
DI situ dilihatnya Peri Angsa Putih tegak sambil memegang selendang sutera biru.
Selendang inilah tadi yang dipergunakan sang Peri untuk menyelamatkan Wiro.
"Wahai! Peri Angsa Putih menolong pemuda asing.
Ck... ck... ck...." Lahidungbesar decakkan lidahnya berulang-ulang. "Kalau tak
ada hubungan apa-apa antara kalian berdua pasti kau tidak akan bertindak seperti
itu wahai Peri Angsa Putih. Hemmm... aku membaur hal yang tidak enak.
Lapicakkanan, lekas kau bunuh pemuda itu. Aku akan meringkus Peri bermata biru
itu hidup-hidup!"
"Botak hitam hidung besar! Kalau kau berani mendekati Peri Angsa Putih
kupanggang tubuhmu saat ini juga!" Wiro membentak sambil Periahan-lahan tangan
kanannya diangkat.
Lahidungbesar tertawa bergelak. "Barusan kau hampir mampus di tanganku!
Selamatkan diri saja belum mampu bagaimana kau bersombong diri hendak menolong
Peri ini"!" Walau tertawa dan menganggap enteng Pendekar 212 namun diam-diam
Lahidungbesar merasa kaget ketika memperhatikan bagaimana tangan kanan pemuda
berambut gondrong di hadapannya tiba-tiba bergetar dan berubah HANTU MUKA DUA 19
menjadiputih menyilaukan seolah terbungkus seduhan perak!
Lahidungbesar bukan seorang penakut atau mudah menjadi kecut. Namun karena ingin
cepat-cepat menguasai Peri Angsa Putih maka dia memilih berlaku cerdik.
"Lapicakkanan!" seru Lahidungbesar pada kakek yang mendukung LasulingmauL "Aku
tak begitu bernafsu menghadapi si gondrong itu! Aku lebih bernafsu menghadapi
Peri Angsa Putih!" Habis berkata begitu tanpa tunggu lebih lama si hidung
cendawan itu melesat ke hadapan Peri Angsa Putih. Seperti tadi tangan kanannya
bergerak seolah hendak menotok. Peri Angsa Putih mundur dua langkah lalu
kebutkan selendang sutera di tangan kanannya.
"Wutttt!"
Sinar biru bertabur di udara. Laksana sebuah jala besar siap melibas sosok
Lahidungbesar. Tapi si hidung besar ini tertawa bergelak. Begitu selendang
sutera biru menyambar dia sengaja susupkan diri, masuk ke dalam selubungan
selendang. Selanjutnya dia membuat gerakan bergulung ke arah lawan.
Peri Angsa Putih berseru kaget ketika tahu-tahu lawan telah berada hanya satu
langkah di hadapannya. Dengan cepat gadis ini hantamkan tangan kanannya ke batok
kepala Lahidungbesar. Ini adalah satu serangan dahsyat yang jika mengenai
sasaran akan membuat rengkahnya batok kepala. Namun gerakan Peri Angsa Putih
masih kalah cepat dengan gerakan tangan kanan Lahidungbesar. Begitu tangan kanan
kakek botak itu menyambar di depan lehernya, Peri Angsa Putih merasakan ada satu
sambaran angin yang menusuk urat besar di tenggorokannya.
Selendang biru di tangan kirinya terlepas jatuh.
Lehernya seperti dicekik. Tubuhnya serta meria menjadi lemas. Sang Peri cepat
kerahkan tenaga dalam serta alirkan darah ke lehertapi sia-sia saja. Diatakmampu
membebaskan diri dari kekuatan yang menguasai dirinya.
Di atas pohon, orang yang mukanya dilumuri tanah liat hitam mendesah penuh
kaget. "Wahai! Ternyata Lahidungbesar benar-benar telah memiliki Ilmu Menjirat
Urati. Aku harus cepat menolong Peri itu!" Orang ini segera hendak melayang
turun. Namun hentikan gerakannya ketika tiba-tiba di bawah sana dilihatnya
pemuda berambut gondrong melompat mendekati Lahidungbesar yang telah memanggul
tubuh Peri Angsa Putih di bahu kirinya.
"Hidung besar hidung belang! Turunkan gadis itu!
HANTU MUKA DUA 20
Kalau tidak kutambus tubuhmu saat ini juga!"
Lahidungbesar tertawa mengejek. "Kau mau menembus tubuhku! Silakan saja! Wahai
sungguh senang mati berdua sambil memeluk gadis jelita ini!" Meski kelihatannya
menganggap enteng lawan namun diam-diam kakek kepala botak berhidung besar ini
merasa was-was juga ketika melihat bagaimana tangan kanan Wiro berubah menjadi
putih menyilaukan seperti seduhan perak tertimpa sinar matahari. Maka cepat dia
berkata pada Lapicakkanan. "Kau hadapi si gondrong itu! Aku akan membawa Peri
ini ke Istana Kebahagiaan. Kutunggu kau di sana...."
"Pergi saja cepat! Pemuda otak miring ini biar aku dan Lasulingmaut yang
membereskan!" menjawab Lapicakkanan.
Lahidungbesar cepat berkelebat namun gerakannya tertahan karena di hadapannya
telah menghadang Pendekar 212.
"Tua bangka jahanam berhidung besar! Kau membuat aku nekad!" Habis membentak
murid Sinto Gendeng langsung saja hantamkan tangan kanannya.
Sinar putih menyilaukan berkiblat. Hawa panas menerpa Seantero tempat. Beberapa
mulut keluarkan teriakan kaget.
Orang di atas pohon tersentak!
"Pemuda gila! Walaupun dia berhasil membunuh kakek itu, apa dia tidak sadar
pukulannya juga akan menghabisi Peri Angsa Putih"!" Orang di atas pohon serta
merta melompat turun sambil tangan kanannya dipukulkan ke bawah. Namun lagi-lagi
gerakannya tertahan karena tiba-tiba kakek yang ada di atas dukungan
Lapicakkanan dan sejak tadi asyik terus meniup suling tengkoraknya, mendadak
cabut suling tengkoraknya lalu disapukan ke bawah! Asap hitam menggebubu keluar
dari setiap lobang yang ada di tengkorak, menyambar dahsyat menghantam cahaya
putih panas pukulan Sinar Matahari yang dilepaskan Pendekar 212 Wiro Sableng!
"Blaaarrr! Blaaar! Blaaarr!"
Letupan keras disertai pancaran bunga api terang benderang menggema tiga kali
berturut-turut. Wiro terpental dan bergulingan di tanah. Mulutnya terasa asin.
Ketika dia meludah, ludahnya kelihatan merah bercampur darah pertanda ada bagian
tubuhnya yang terluka di sebelah dalam. Dia ingat ucapan Peri Angsa Putih. Yaitu
bahwa asap hitam yang keluar dari dalam tengkorak yang menancap di seruling
Lasulingmaut sanggup membuat darah lawan menjadi beku. Wiro segera bangkit,
gerakkan tangan dan HANTU MUKA DUA 21
kakinya. Dia merasa lega karena walau di dalam ada luka tapi lebih dari itu
keadaannya tidak kurang suatu apa. Namun murid Eyang Sinto Gendeng ini melengak
kaget ketika dilihatnya kakek bernama Lahidungbesar tak ada lagi di tempat itu.
"Celaka! Jahanam hidung besar itukabur bersama Peri Angsa Putih!"
Baru saja Wiro berkata begitu di samping kanan terdengar suara tawa mengekeh
disusul oleh tiupan seruling sember. Wiro menoleh. Kakek picak meman-dangnya
dengan seringai serta tawa mengejek. Di atas dukungannya kakek berambut putih
tampak asyik meniup suling tengkoraknya seolah di tempat itu tidak terjadi apaapa. Walau memperhatikan hanya sebentar dan diselimuti hawa marah namun murid
Sinto Gendeng melihat satu keanehan. Tadi-tadi tengkorak di ujung seruling itu
selalu mengepulkan asap hitam. Namun sekali ini tidak sedikitpun tampak asap
hitam. "Apa yang hendak dilakukan jahanam satu ini. Aku harus berhati-hati..." kata
Wiro membatin. Rahangnya menggembung. Dia segera alirkan tenaga dalam ke tangan
kiri kanan. Tubuhnya bergetar tanda kali ini Wiro siap mengerahkan seluruh
tenaga dalam yang dimilikinya.
Lapicakkanan tertawa mengekeh lalu kembali sunggingkan seringai mengejek.
"Pemuda gondrong!
Kuras seluruh tenaga dalam yang kau miliki! Aku mau lihat sampai di mana
kehebatan orang dari negeri yang katanya seribu dua ratus tahun lebih maju!"
"Jangan terpancing! Jangan lakukan apa yang dikatakannya! Jangan kerahkan
seluruh tenaga dalam!
Semakin kau mengerahkan semakin mudah baginya melumat dirimu!"
Tiba-tiba satu suara menggema dari atas pohon. Wiro belum sempat berpaling
Lapicakkanan dongakkan kepala dan gerakkan mata kanannya yang picak tertutup cat
merah. Selarik sinar merah menderu.
"Wussss!"
Pohon besar di atas sana mendadak sontak di-lamun kobaran api. Lebih dari
setengah bagian atas pohon ini kini tampak gundul hangus. Tapi orang yang tadi
berada di tempat itu telah berkelebat lenyap.
Lapicakkanan menggeram marah. Dia mendongak pada orang yang didukungnya.
"Wahai Lasulingmaut, siapa menurutmu bangsat di atas pohon tadi yang tahu
kelemahan ilmu Asap Iblis Pembeku Darah milikmu itu"!"
Kakek di atas dukungan lepaskan ujung suling HANTU MUKA DUA 22
dari mulutnya. Lalu keluarkan suara jawaban bergumam yang hanya diketahui dan
dimengerti oleh kakek pendukung. "Kau betul, pasti keparat berjuluk Penolong
Budiman. Sudah dua kali dengan ini dia menggerecoki kita. Kita harus segera
mencarinya!"
Kakek di atas dukungan kembali keluarkan suara bergumam. Kakek yang mendukungnya
tampak kecewa tapi berucap. "Kau benar. Memang bukan saat-nya mengejar bangsat
satu itu...."
Kakek di atas dukungan tiba-tiba rundukkan kepalanya. Mulutnya meniup ke arah
Wiro. Kalau tadi asap hitam menderu keluar dari semua lobang yang ada di
tengkorak, kini asap itu menyambar dahsyat dari mulutnya yang meniup.
Sesaat murid Eyang Sinto Gendeng jadi bingung apa yang hendak diperbuatnya.
Kalau dia ingat akan ucapan orang di atas pohon tadi dia tidak boleh menyambuti
serangan asap maut Itu dengan penge-rahan tenaga dalam. Tapi apa masuk akal"
Dengan tenaga dalam tinggi saja tadi dia tidak mampu menghadapi serangan asap.
Apa lagi tanpa tenaga dalam sama sekali! Dalam bingungnya Wiro akhirnya cabut
Kapak Maut Naga Geni 212. Begitu tenaga dalam disalurkan ke senjata mustika itu
dia langsung membabat.
Sinar putih panas disertai gaungan seolah ada seribu tawon mengamuk seperti
hendak meruntuhkan langit membelah bumi!
"Pemuda tolol! Mempergunakan senjata sakti itu sudah betul! Tapi dia masih saja
mengerahkan tenaga dalam!" Orang bermuka tanah liat hitam memaki sendiri melihat
apa yang dilakukan Wiro. Ucapan itu terdengar di balik serumpunan semak belukar.
Seperti ada petir menghantam bumi, rimba belantara itu sesaatterang benderang.
Tanah terbongkar.
Nyala api disertai gulungan asap hitam menggebu.
Kapak Maut Naga Geni 212 terlepas dari tangan Wiro.
Di atas bahu kawannya kakek berambut putih kembali meniup.
"Wussss!"
Semburan asap hitam menyambar ke arah Wiro yang saat itu berusaha menangkap
kapak saktinya yang tengah melayang jatuh ke bawah.
"Benar-benar tolol! Mencari mati!" Dari balik semak belukar kembali terdengar
suara orang. Lalu
"seetttt... seett!" Menyambar selarik sinar hitam yang mengembang berbentuk
kipas. Sinar hitam ini bukan sinar hitam biasa karena disertai serpihan-serpihan
aneh berbentuk bunga-bunga api yang memancarkan HANTU MUKA DUA 23
cahaya berkilauan.
"Pukulan Menebar Budi Hari Ke tigal" seru Lapicakkanan dengan tampang berubah
sementara di atasnya kakek berambut ijuk warna putih menggumam keras. Ke duanya
kaget dan kecut ketika melihat bagaimana cahaya hitam berbentuk kipas itu
mendorong dengan dahsyat pukulan Asap Iblis Pembeku Darah yang disemburkan
Lasulingmaut. Dua kakek terdorong ke belakang. Tubuh mereka bergetar hebat.
Kakek di sebelah atas cepat melintangkan suling tengkoraknya di depan dada. Lalu
benda ini diputarnya seperti titiran. Walau dia dan kawannya masih merasakan
adanya tekanan cahaya hitam lawan yang tak kelihatan namun dua kakek aneh itu
merasa lega karena mereka mampu meredam serangan mematikan itu. Ketika cahaya
hitam yang disebut Pukulan Menebar Budi Hari Ke tiga itu menyapu lewat di bawah
kaki mereka si kakek sebelah atas keluarkan lagi suara bergumam. Kali ini lebih
keras. "Aku tahu, aku sudah dengar Lasulingmaut! Walau hatiku panas memang ada baiknya
kita tinggalkan tempat ini! Urusan dengan pemuda gondrong itu biar kita
selesaikan lain waktu. Sialan.... Keparat betul! Dia muncul lagi! Seperti dulu
setiap muncul dia tak pernah memperlihatkan diri!"
Lapicakkanan pegang pinggang kakek yang didukungnya lalu bersiap memutar diri
untuk tinggalkan tempat itu. Namun baru membuat setengah lingkaran tiba-tiba
satu cahaya menyilaukan menyambar ke arah dadanya. Bersamaan dengan itu ada
suara meng-gaung aneh disertai hantaman hawa luar biasa panas.


Wiro Sableng 108 Hantu Muka Dua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil berteriak keras kakek bermata picak ini melompat mundur. Kakek yang
didukungnya menggumam keras lalu cepat-cepat kembangkan dua kakinya. Sambaran
sinar menyilaukan yang bukan lain adalah sabetan Kapak Maut Naga Geni 212 lewat
di dada Lapicakkanan dan hanya seujung kuku memapas di atas dua kaki
Lasulingmaut. "Pemuda keparat! Mampus kaul" teriak Lapicakkanan marah sekali. Matanya yang
picak digerakkan.
Namun belum sempat dia menyemburkan api merah dari matanya itu kapak sakti
warisan Eyang Sinto Gendeng dari puncak Gunung Gede kembali membabat. Sekali ini
Lapicakkanan tak bisa mengelak.
Kaki kirinya sebatas paha amblas papas dimakan Kapak Maut Naga Geni 212. Darah
menyembur. Tubuhnya mendadak sontak digerogoti hawa panas.
Lapicakkanan meraung keras. Lasulingmaut yang ada di atasnya melompat turun
sambil tangannya melem-HANTU MUKA DUA 24
parkan sesuatu. Saat itu juga terdengar letupan keras lalu asap pekat kelabu
menutupi pemandangan. Ketika asap itu lenyap, dua kakek aneh tak ada lagi di
tempat itu. Wiro hentakkan kaki penuh geram. Dia memandang berkeliling. Mencari-cari. Tidak
tampak siapa-siapa.
Bahkan orang di atas pohon dan kemudian bersembunyi di balik semak belukar,
yakni orang yang tadi menolongnya dari serangan Asap Iblis Pembeku Darah juga
tidak kelihatan. Di udara terdengar suara menguik. Wiro cepat mendongak. Dia
melihat Laeputih melayang terbang menuju ke timur. Di punggungnya duduk
perempuan berambut lepas, panjang terurai ditiup angin.
"Aneh, angsa putih raksasa itu adalah milik Peri Angsa Putih. Lalu siapa
perempuan yang menung-ganginya itu. Hendak dibawanya kemana angsa itu"
Mengapa Laeputih bersikap jinak?"
Selagi Wiro memperhatikan sambil bertanya-tanya, tiba-tiba di arah barat tampak
melayang kura-kura raksasa ditunggangi perempuan berpakaian Jingga.
"Luhjelita," desis Wiro. "Ternyata dia masih ada di sekitar sini. Melihat arah
terbangnya jelas dia seperti mengikuti angsa putih. Aku harus menolong Peri
Angsa Putih! Kakek keparat bernama Lahidungbesar Itu pasti membawanya ke Istana
Kebahagiaan! Aku akan menyusul ke sana. Tapi bagaimana dengan Naga Kuning dan Si
Setan Ngompol" Apakah mereka telah berhasil mendapat kesembuhan dari Hantu Raja
Obat?" Sesaat Wiro jadi bimbang. Akhirnya dia tetap mengambil Keputusan untuk berangkat
menuju Istana Kebahagiaan- Ketika dia hendak bergerak pergi mendadak
pandangannya membentur selendang biru milik Peri Angsa Putih yang tadi terjatuh
di tanah. Wiro segera ambil selendang ini, melipatnya lalu memasuk-kannya ke
balik pakaiannya.
HANTU MUKA DUA 25
DI ATAS sebuah pembaringan batu yang dialasi permadani dan bantal-bantal empuk
terbuat dari rumput kering, Hantu Muka Dua berbaring dengan mata terpejam,
ditemani setengah lusin gadis cantik berpakaian serba minim. Diantara mereka ada
yang memijat-mijat tangan atau kaki, ada pula yang memijit-mijit kepalanya.
Seorang gadis bermuka bulat berbadan sintal sesekali menyuapkan sejenis buah
menyerupai anggur ke dalam mulut Hantu Muka Dua yang saat itu terbaring dengan
penampilan wajah seorang lelaki separuh baya. Sudah beberapa kali gadis ini
berusaha memasukkan buah itu ke dalam mulut Hantu Muka Dua, namun Hantu Muka Dua
entah apa sebabnya sejak tadi selalu mengatupkan mulut Di sisi kanan bersimpuh
gadis ke enam, gadis paling cantik dari semua gadis yang ada di ruangan itu.
Gadis ini memegang sehelai kipas daun yang dikipas-kipaskannya ke arah Hantu
Muka Dua dan menebar bau harum. Beberapa waktu berlalu tanpa ada yang berani
bicara dan Hantu Muka Dua masih saja berbaring dengan mata terpejam.
Gadis yang memegang kipas bernama Luhkiniki.
Diantara semua gadis yang ada di Istana Kebahagiaan Itu memang yang satu ini
adalah kesayangan Hantu Muka Dua dan lebih berani dari yang lain-lainnya.
"Wahai Hantu Muka Dua, Junjungan kami para penghuni Istana Kebahagiaan, Raja
Diraja Segala Hantu di Negeri Latanahsilam. Sejak tadi kau berbaring berdiam
diri pejamkan mata. Mungkinkah sakit men-jangkit badan atau adakah sesuatu yang
kurang meng-enakkan" Kalau memang berkenan di hati sudilah Junjungan memberi
jawaban." "Jangan ganggu aku dengan berbagai ucapan dan pertanyaan. Aku tidak sakit! Tapi
sedang kalut pikiran. Banyak yang aku pikirkan saat ini! Kalian lakukan saja apa
kewajiban kalian! Dan awas! Jangan suapi lagi aku dengan buah celaka itu! Jangan
berani berisik apa lagi bertanya!"
"Wahai Junjungan, maafkan kami kalau berlaku menyakiti hatimu. Tidak maksud hati
berlaku kurang ajar. Kalau memang ada kekalutan pikiran dan kau mau
menceritakan, siapa tahu kami bisa membantu..."
berucap gadis yang memegang kipas.
"Luhkiniki, aku sayang padamu. Tapi saat kalut begini jangan kau berbanyak
mulut! Jangan kira aku HANTU MUKA DUA 26
tidak tega menampar mukamu yang cantik itu!"
Mendengar kata-kata Hantu Muka Dua itu, gadis bernama Luhkiniki memandang pada
lima kawannya lalu tutup mulutnya tak berani bersuara lagi.
Beberapa waktu lagi berlalu. Sesekali Hantu Muka Dua keluarkan suara seperti
mendengkur. Tapi semua gadis itu tahu sang Junjungan bukan tengah tertidur
lelap. Tiba-tiba Hantu Muka Dua bergumam. Lalu mulutnya terbuka.
"Tidak mungkin! Tidak mungkin!"
Dua wajah Hantu Muka Dua depan belakang tampak mengucurkan keringat sebesar
butiran-butiran jagung.
Kalau saja tidak takut kena marah, Luhkiniki sebenarnya ingin bertanya apa yang
tidak mungkin itu.
Namun karena takut gadis ini dan kawan-kawannya lebih baik memilih diam.
Mendadak Hantu Muka Dua bangkit dari berbaring. Duduk di pembaringan, memandang
berkeliling. Lalu berkata lagi. "Tidak mungkin! Tidak mungkin Lakasipo! Tidak
mungkin kau saudaraku! Tanda berbentuk gambar bunga dalam lingkaran yang ada di
bawah lengan dekat ketiak kananmu itu mungkin hanya satu kebetulan saja! Kita
tidak bersaudara. Haram bagiku bersaudara denganmu! Seharusnya aku bunuh kau
saat itu Lakasipo!
Tapi jahanam betul! Mengapa aku berlaku tolol! Mengapa tidak aku lakukan!"
Seperti dituturkan dalam serial Wiro Sableng berjudul Hantu Jati Landak di
sebuah pulau terjadi pertarungan hidup mati antara Lakasipo alias Hantu Kaki
Batu dengan Hantu Muka Dua. Saat itu Hantu Muka Dua hendak menghabisi Lakasipo.
Hampir Hantu Muka Dua akan merenggut nyawa lawannya itu tiba-tiba dia melihat
tanda seperti jarahan berupa gambar bunga dalam lingkaran di lengan sebelah
dalam dekat ketiak kanan Lakasipo. Dia serta merta ingat pada tanda yang sama
yang ada pada lengannya sebelah dalam dekat ketiak kanan. Terbayang oleh Hantu
Muka Dua wajah seorang kakek bernama Lamanyala. Terngiang di telinganya ucapan
orang tua itu. "Ketahuilah, kau memiliki tiga orang saudara.
Semuanya laki-laki. Ketika banjir besar melanda dae-rah tempat kediamanmu
puluhan tahun silam, kalian berempat dihanyutkan air bah ke empat penjuru angin.
Semua saudaramu masih hidup. Begitu kabar yang aku sirap. Namun di mana mereka
berada tidak aku ketahui dan tidak aku selidiki. Satu hal yang aku ketahui
kalian berempat memiliki tanda aneh di bawah lengan kanan sebelah atas, dekat
ketiak. Tanda itu berupa HANTU MUKA DUA 27
gambar setangkai bunga dalam lingkaran...."
Hantu Muka Dua memandang berkeliling. Pandangannya berhenti pada wajah jelita
Luhkiniki. Mem-boranikan diri gadis ini berkata. "Wahai Hantu Muka Dua, Raja
Diraja Segala Hantu, penguasa Kerajaan yang berpusat pada Istana Kebahagiaan,
hal apakah yang tengah kau alami" Tadi matamu terpejam tapi kau tidak tidur. Kau
tiba-tiba bicara sesuatu tetapi kau tidak mengigau. Kau menyebut-nyebut tidak
mungkin. Apa yang tidak mungkin wahai Hantu Muka Dua. Tidak dapatkah kami menolongmu dari
kekalutan yang mem-buncah pikiranmu?"
Hantu Muka Dua sesaat masih menetap Luhkiniki.
Kemudian dia memandang ke pintu. "Sudah belasan hari mereka pergi. Sampai saat
ini apakah masih belum kembali?"
"Wahai, gerangan siapa yang Junjungan pertanya-kan" Sudilah menyebut nama agar
kami bisa menjawab..." berkata Luhkiniki.
"Yang kutanyakan adalah tiga sahabat tangan kananku di Istana Kebahagiaan ini.
Si Lahidungbesar, Lapicakkanan dan Lasulingmaut!" jawab Hantu Muka Dua pula
dengan suara agak berang.
Baru saja Hantu Muka Dua selesai berucap tiba-tiba di luar ruangan ada orang
berseru. "Hantu Muka Dua Junjungan Penguasa Istana Kebahagiaan! Kami bertiga yang kau
tanyakan ada di luar sini! Mohon waktu untuk menghadap! Kami membawa kabar
buruk!" Dua wajah Hantu Muka Dua sesaat berubah menjadi wajah kakek-kakek pucat. Setelah
hatinya tenang wajahnya depan belakang kembali pada wajah dua lelaki separuh
baya. "Pintu batu tidak dikunci. Dorong dan masuklah!"
Hantu Muka Dua berkata. Matanya memandang tak berkesip ke ujung ruangan. Dinding
ruangan itu perlahan-lahan bergerak ke kiri. Dua orang kakek kelihatan tegak di
seberang sana. Salah seorang di antaranya mendukung satu sosok yang paha kirinya
buntung. Dari kutungan tubuh ini kelihatan darah masih mengucur.
Enam gadis yang ada di ruangan itu menjerit ngeri.
Membuat Hantu Muka Dua jadi tergagau kaget dalam kejutnya. "Gadis-gadis jahanam!
Keluar kalian semua!
Tinggalkan ruangan ini!" hardik Hantu Muka Dua.
Enam gadis cantik serta merta menghambur lari dan menghilang lewat sebuah pintu
yang ada di balik tiang besar berukir.
Dua kakek di ambang pintu bertindak hendak HANTU MUKA DUA 28
melangkah masuk.
"Jahanam! Jangan berani masuk mengotori kamar ketiduranku dengan darah busuk!"
Hantu Muka Dua kembali berteriak marah. Dia melompat ke arah pintu yang terbuka.
Saat itu dua wajahnya telah berubah menjadi muka raksasa yang menakutkan. Hidung
besar, mulut berbibir tebal, taring mencuat dan rambut, kumis serta janggut
lebat awut-awutan! Sepasang matanya yang besar memandang seperti mau menelan dua
kakek di depannya. Lalu dia memperhatikan kakek buntung paha yang ada dalam
dukungan kakek berhidung besar berkepala botak hitam.
Dengan suara bergetar menahan amarah Hantu Muka Dua bertanya. "Apa yang terjadi
dengan Lapicakkanan"! Lasulingmaut! Lahidungbesar! Jawab!"
Kakek di sebelah kanan yang berambut seperti ijuk berwarna putih keluarkan suara
bergumam lalu masukkan ujung suling yang ditancapi tengkorak dan meniup satu
kali. Suling itu keluarkan suara sember disertai mengepulnya asap hitam dari
lobang mata, hidung, mulut dan telinga tengkorak.
"Keparat! Lasulingmaut! Apa kau tak bisa bicara wajar"!" menghardik Hantu Muka
Dua. Rambut di kepalanya dan kumis tebal di bawah hidungnya sampai naik
berjingkrak! Yang dihardik, yakni kakek yang membawa suling, kembali meniup
sulingnya. Suara sember terdengar lagi dan asap hitam kembali mengepul.
"Jahanam! Kau mau membunuh aku dengan asap beracun itu! Kau memang sialan! Tak
pernah bisa bicara wajar!" Hantu Muka Dua berpaling pada kakek yang mendukung
orang tua buntung paha. "Kau juga tidak bisa bicara wajar" Atau Perlu kurobek
dulu mulutmu"! Lahidungbesar! Ayo ceritakan apa yang terjadi!"
"Maafkan kami wahai Hantu Muka Dua. Maafkan aku! Sesuai perintahmu kami berhasil
menghadang Peri Angsa Putih bahkan sekaligus menemukan kekasihmu Luhjelita!"
Mendengar kata-kata kakek yang hidungnya besar itu dua wajah Hantu Muka Dua
depan belakang berubah menjadi muka lelaki separuh baya kembali. Dia mendesah
sambil pejamkan mata. "Wahai Luhjelita kekasihku.... Bagaimana keadaannya" Lama
nian dia tidak menyambangiku. Lama nian aku tidak melihat wajahnya yang jelita.
Lama nian aku tidak melihat lekuk tubuhnya yang bagus putih dan kencang...."
"Luhjelita ada baik-baik saja wahai Hantu Muka Dua," jawab Lahidungbesar. Lalu
dia melanjutkan.
HANTU MUKA DUA 29
"Keberuntungan kami malah lebih besar dari yang kami duga. Di tempat di mana
Luhjelita dan Peri Angsa Putih berada, di situ juga ada pemuda asing dari negeri
seribu dua ratus tahun mendatang yang kau suruh bunuh itu!"
"Maksudmu pemuda gondrong sinting bernama Wiro Sableng itu?"
"Benar sekali wahai Hantu Muka Dua.... Tapi seperti katamu, pemuda itu tidak
lagi bersosok kerdil.
Tidak setinggi lutut! Tubuhnya sama besar dengan kita!"
"Jahanam! Siapa yang menolongnya hingga bisa jadi besar begitu rupa"!"
"Kami tidak tahu. Kami tidak sempat menyelidik...."
"Apa dua kawannya juga ada di situ" Seorang bocah banyak tingkah dan seorang
kakek bau pesing?"
Lahidungbesar gelengkan kepala.
Hantu Muka Dua menatap tajam pada kakek bernama Lahidungbesar lalu pandangannya
turun pada sosok buntung paha yang digendong si kakek. "Aku sudah bisa mendugaduga apa yang terjadi! Tapi kau harus menerangkan mengapa Lapicakkanan berada
dalam keadaan seperti ini! Siapa yang mencelakainya.
Peri Angsa Putih atau pemuda bernama Wiro Sableng itu"!"
Kakek mata picak dalam gendongan kakek hidung besar keluarkan erangan panjang
sementara darah masih mengucur dari pahanya yang buntung. "Hantu Muka Dua Aku
tak tahan. Sekujur tubuhku terasa panas.... Panas sekali
" Hantu Muka Dua perhatikan buntungan di paha Lapicakkanan. "Ini bukan luka biasa.
Sebagian pahanya yang masih bersisa kelihatan hangus seperti dipanggang...."
" Kakek bernama Lasulingmaut mendongak. Matanya berkaca-kaca. Dari mulutnya
keluar suara bergumam. Setelah meniup sulingnya satu kali kakek ini usut air
matanya. "Wahai Hantu Muka Dua. Sahabatku ini terkena sambaran kapak sakti milik pemuda
bernama Wiro Sableng itu "
"Jahanam besar! Kalian bertiga ternyata tidak becus!" Dua muka Hantu Muka Dua
kembali berubah menjadi wajah-wajah raksasa menggidikkan.
"Sebenarnya hal mudah bagi kami untuk membereskan pemuda itu. Malah Peri Angsa
Putih telah kami tawan...."
"Apa"!" Hantu Muka Dua tersentak. "Di mana Peri HANTU MUKA DUA 30
Itu sekarang?"
"Aku sembunyikan di sebuah sumur melintang dekat jalan masuk ke Istana
Kebahagiaan di sebelah utara...."
"Jangan bermain culas denganku Lahidungbesar.
Gadis itu harus kau bawa ke hadapanku! Aku sudah lama menyarang dendam
terhadapnya. Walau aku tidak boleh membunuhnya tapi aku sudah lama berniat untuk
merampas kehormatannya. Bahkan aku akan membuatnya hamil mengandung! Agar segala
kutuk jatuh pada dirinya!" Hantu Muka Dua basahi bibirnya dengan ujung lidah
berulang kali. Rangkungannya turun naik dan dua wajahnya berubah menjadi wajah
dua orang pemuda gagah. Ini pertanda bahwa dirinya telah dirasuki nafsu birahi
kotor!" "Hantu Muka Dua, wahai! Kau tentu tidak lupa.
Bukankah kita sudah membuat perjanjian" Jika aku berhasil meringkus Peri Angsa
Putih maka Peri itu akan menjadi bagianku untuk bersuka-suka sebelum kau
masukkan ke dalam ruang penyiksaan, Ruangan Obor Tunggal!"
"Memang kita sudah membuat perjanjian. Tapi aku kuasa untuk merubah segala
perjanjian! Apa seorang Raja Diraja seperti aku harus mendapatkan barang bekas"
Kau mau memberi sisa padaku Lahidungbesar"
Katakan berapa nyawa yang kau miliki!" Tampang raksasa kembali muncul di dua
wajah Hantu Muka Dua.
"Wahai Hantu Muka Dua, kau adalah Junjungan dan Raja Diraja Segala Hantu,
pembangun Kerajaan Kebahagiaan, Penguasa Tunggal di Istana Kebahagiaan, mana aku
berani membantah. Jika kau memang menginginkan Peri Angsa Putih, aku akan
membawanya ke sini!"
"Peri itu telah menghancurkan tempat kediamanku terdahulu. Dia menimbun dengan
lahar panas...."
(Baca riwayat Hantu Muka Dua sebelumnya dalam serial Wiro Sableng berjudul Peri
Angsa Putih) "Apa perintahmu akan kami patuhi wahai Hantu Muka Dua," kata kakek bernama
Lahidungbesar. "Panas... sekujur tubuhku terasa panas. Hantu Muka Dua, aku tak tahan..." ucapan
itu kembali meluncur dari mulut kakek bernama Lapicakkanan.
"Sekujur tubuhnya dijalari racun senjata sakti berbentuk kapak milik pemuda
bernama Wiro Sableng itu..." menjelaskan Lahidungbesar.
"Tak usah khawatir. Aku akan mengobatinya. Aku akan memberikan kesembuhan
padanya!" kata Hantu Muka Dua. Dia melangkah mendekati Lahidungbesar yang
mendukung kakek buntung Lapicakkanan. Tangan kanannya diangkat ke atas. Lalu
secepat kilat HANTU MUKA DUA 31
diayunkan ke bawah.


Wiro Sableng 108 Hantu Muka Dua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Praaakkk!"
Kepala Lapicakkanan langsung pecah!
"Manusia tak berguna! Apa guna hidup berlama-lama!" kata Hantu Muka Dua. Saat
itu wajahnya beberapa ketika berubah menjadi muka raksasa kemudian kembali ke
muka lelaki separuh baya.
Lahidungbesar merasakan tengkuknya menjadi dingin. Sosok Lapicakkanan yang telah
Pendekar Pemetik Harpa 27 Pendekar Gila 50 Prahara Di Gunung Kematian Dendam Iblis Seribu Wajah 9

Cari Blog Ini