Wiro Sableng 108 Hantu Muka Dua Bagian 2
jadi mayat terlepas dari gendongannya. Tapi sebelum menyentuh lantai kaki kanan
Hantu Muka Dua telah menendang hingga mayat itu mencelat mental sampai beberapa
tombak. Hantu Muka Dua usap-usap telapak tangannya satu sama lain. Dia melirik pada
Lasulingmaut lalu berpaling pada Lahidungbesar. "Tadi kau mengatakan sebenarnya
kalian dengan mudah bisa membereskan pemuda dari negeri asing itu. Nyatanya
kalian memang tidak mampu! Apa yang terjadi"!" Hantu Muka Dua membentak
membeliak. "Ada seorang berkepandaian tinggi menolong pemuda itu," jawab Lahidungbesar.
"Kau tahu siapa"!"
Lasulingmaut bergumam keras lalu tiup suling tengkoraknya. Matanya tampak
berkaca-kaca seperti tadi.
"Jangan cengeng!" bentak Hantu Muka Dua pada kakek berambut ijuk putih yang
selama ini kemana-mana selalu didukung oleh Lapicakkanan. Hantu Muka Dua
berpaling pada Lahidungbesar. "Kau tahu atau tidak ta hu siapa adanya orang yang
membantu Wiro"!"
"Orangnya tidak menunjukkan diri. Tapi kami berdua yakin dia adalah orang yang
selama ini menjadi tanda tanya besar di Negeri Latanahsilam yaitu Si Penolong
Budiman." Tampang Hantu Muka Dua mendadak sontak berubah menjadi tampang kakek-kakek
pucat. Ini satu pertanda selain kaget dia juga merasa tidak enak.
"Bagaimana kau bisa yakin wahai hidung besar...?"
Hantu Muka Dua ajukan pertanyaan.
"Orang itu lepaskan pukulan berupa tebaran sinar hitam yang ada serpihanserpihan aneh. Apa lagi kalau bukan Pukulan Menebar Budi. Yang dihantamkannya
saat itu adalah Pukulan Menebar Budi Hari Ke tigal"
Mendengar keterangan Lahidungbesar itu sepasang mata Hantu Muka Dua mendelik
besar. Lalu dia usap-usap mukanya sebelah depan berulang kali. Dalam hati dia
membatin. "Pukulan Menebar Budi Hari HANTU MUKA DUA 32
Ke tiga saja sudah membuat anak buahku kelabakan.
Belum lagi Pukulan Menebar Budi Hari Ke empat, Ke lima, Ke enam dan Ke tujuh!
Siapa adanya manusia satu ini harus diselidiki, diringkus dan dihabisi. Tapi
mungkinkah dia Dewa yang turun ke bumi melakukan penyamaran?" Hantu Muka Dua
memandang pada dua kakek di hadapannya lalu berkata.
"Aku melihat pertanda buruk. Sudah sebelas malam aku seolah melihat wajah-wajah
aneh. Beberapa kali aku melihat gambar bunga dalam lingkaran. Sayang Lagandrung
dan Lagandring sudah mampus! Kalau mereka masih hidup mungkin bisa memberi
keterangan yang aku harapkan. Selama ini kabut rahasia selalu menyelubungi
kehidupanku. Aku tak pernah tahu asal usulku. Aku tak pernah tahu siapa ayah
siapa ibuku! Wahai!" Sambil bicara rawan seperti itu Hantu Muka Dua usap-usap
bagian bawah lengan dekat ketiak kanannya di mana terdapat tanda berbentuk bunga
dalam lingkaran!
"Junjungan, Raja Diraja Segala Hantu, mengapa kau bicara seolah memperlihatkan
kelemahan hati kerendahan jiwa?"
Ucapan Lahidungbesar itu membuat Hantu Muka Dua seolah tersadar." Kau betul
wahai Lahidungbesar.
Percuma aku mengaku diri sebagai Raja Diraja Segala Hantu di Negeri
Latanahsilam, percuma aku membangun Istana Kebahagiaan sebagai pusat kekuasaan
Kerajaan baru! Percuma aku dijuluki Hantu Segala Keji, Segala Tipu, Segala
Nafsu! Ha... ha... ha!"
Sebelum kita lanjutkan apa yang akan dilakukan Hantu Muka Dua terhadap Peri
Angsa Putih yang kena ditawan oleh Lahidungbesar, dalam Bab berikutnya kita
ikuti dulu serangkaian kejadian di masa puluhan tahun silam.
* * HANTU MUKA DUA 33
LELAKI yang membekal parang terbuat dari batu biru di tangan kanannya itu
hentikan lari di ujung jurang.
Memandang ke bawah sesaat dia jadi tercekat.
"Jurang batu.... Dalam sekali! Celaka! Tak mungkin kuterjuni...." Dia silangkan
parang di depan dada lalu berpaling ke belakang. Belum selesai dia membuat
gerakan tiba-tiba sesosok tubuh melayang di udara, membuat gerakan berjumpalitan
dua kali. Di lain kejap sosok ini sudah tegak di hadapannya dengan muka
menyeringai garang dan membersitkan nafas menyapu panas sampai ke permukaan
wajahnya. "Latumpangan! Tempat larimu sudah putus! Kau hanya punya tiga pilihan! Mampus
bunuh diri me-nerjuni jurang! Mati di tanganku atau menyerahkan Jimat Hati Dewa
padaku!" 'Orang yang memegang parang biru mendengus lalu meludah ke tanah. "Selama Parang
Langit Biru masih berada di tanganku, jangan kau berani mencari mati wahai
Lasedayu!"
Lasedayu si muka garang tertawa bergelak. "Parang Langit Biru hanya ciptaan
alam. Apakah sanggup melawan diriku Wakil Para Dewa di Negeri Latanahsilam
ini"!"
"Kau bermimpi atau mungkin juga mengigau! Sudah sejak dua puluh tahun lalu kau
tidak lagi menjadi Wakil Para Dewa di muka bumi ini! Hak Perwakilanmu telah
dicabut karena Para Dewa meragukan kesetiaan dan kelurusan hatimu! Buktinya saat
ini kau sengaja mengejar aku, memaksa untuk mendapatkan benda yang bukan hakmu!"
"Aku memaksa, kau tidak mau menyerahkan! Wahai!
Sungguh buruk bakai jadinya bagi dirimu wahai Latumpangan!" ujar Lasedayu pula.
"Terserah padamu! Aku sudah siap berjibaku sampai tetes darah terakhir, sampai
hembusan nafas penghabisan!" Latumpangan geser dua kakinya memasang kuda-kuda
kokoh. "Sayang sekali otakmu dirasuk seribu kebodohan dan hatimu dihantui seribu
kepicikan! Kau memilih mati dari pada menyerahkan benda yang kuminta.
Tapi aku masih memberi kesempatan sekali lagi agar kau mau berpikir. Kau mau
menyerahkan Jimat Hati Dewa itu padaku agar bisa selamat?"
Latumpangan menggeleng. "Jimat ini adalah titipan HANTU MUKA DUA 34
Dewa. Aku tidak akan menyerahkan pada siapapun!"
"Wahai! Benar-benar sangat disayangkan!" Lasedayu gerakkan sepuluh jari tangan
kanannya. Jari-jari tangan itu keluarkan suara berkeretekan. Bersamaan dengan
itu mulutnya membentuk seringai buruk.
"Serahkan Jimat Hati Dewa!" Lasedayu membentak sambil ulurkan tangan kanannya.
Meminta! Suara bentakannya menggelegar sampai ke dalam jurang.
Sepasang matanya membelalang menyeramkan.
Namun Latumpangan tidak takut. "Bukan jimat yang akan kau dapat! Makan mata
parangku!" Tangan kanan Latumpangan berkelebat.
"Wuuutttt!"
Sinar biru berkiblat begitu Parang Langit Biru membabat ke depan. Lasedayu cepat
tarik tangannya yang diulurkan. Sambaran angin pedang terasa dingin dan membuat
tubuhnya sebelah depan tergetar, me maksa kakinya bergeser lersurut setengah
langkah. Dalam hati dia berkata. "Parang Langit Biru boleh juga!
Tapi persetan! Siapa takut!"
Kaki kanan Lasedayu menyapu ke depan, berusaha menendang betis kiri Latumpangan.
Yang diserang membuat babatan menukik untuk menangkis sekaligus membacok kaki
lawan. Namun serangan Lasedayu itu hanya tipuan belaka. Begitu sinar biru pedang
bertabur ke bawah, dia hentakkan kaki kirinya. Saat itu juga tubuhnya melesat
setinggi dua tombak. Sambaran parang batu lewat menderu.
Dari atas, tangan kanan Lasedayu menyambar ke arah batok kepala Latumpangan
dalam kecepatan luar biasa.
"Pecah kepalamu!" teriak Lasedayu.
Latumpangan rundukkan kepalanya. Sambil selamatkan diri dia tusukkan Parang
Langit Biru ke arah dada lawan yang mengambang di atasnya. Lasedayu kertakkan
rahang, menggeram marah karena dia tahu bagaimanapun cepatnya hantaman tangannya
ke kepala Latumpangan, ujung parang lawan akan menembus dadanya lebih dulu!
Masih melayang di udara Lasedayu pergunakan kaki kiri untuk menendang. Namun
luput! Sementara itu parang biru terus menusuk ke atas! Lasedayu keluarkan
teriakan keras. Bersamaan dengan itu dia membuat gerakan aneh. Tubuhnya seolah
terbanting ke samping.
Latumpangan percepat gerakannya menusuk,
"Rasakan!" teriaknya. Parang biru amblas ditubuh sebelah kanan Lasedayu.
Ternyata hanya menusuk di celah sempit antara ketiak dan rusuk lawan! Walau
selamat tapi Lasedayu tahu betul bahaya besar yang HANTU MUKA DUA 35
mengancamnya. Jika lawan bertindak cepat dan sigap, mata parang yang sangat
tajam itu bisa merobek tembus daging dan memutus tulang-tulang iganya. Dan
memang itulah sepertinya yang akan dilakukan Latumpangan. Tangan kanannya
diputar demikian rupa tapi bukan untuk menyayat ke arah tubuh melainkan
dibabatkan ke belakang untuk memutus lengan kanan Lasedayu!
Lasedayu yang tahu bahaya segera jatuhkan tubuhnya ke bawah. Parang lawan yang
ada di ketiaknya seolah dijadikan tempat luncuran. Sebelum, bagian tajam mata parang berputar, dengan tangan kirinya Lasedayu mencekal
pergelangan tangan kanan Latumpangan. Sesaat kemudian tangan kiri Lasedayu ikut
meremas jari-jari lawan. Lalu "kraakkk..kraaaakkk!"
Dua kali suara patahan tulang hampir tak terdengar karena lenyap ditindih
jeritan Latumpangan.
Parang Langit Biru jatuh tercampak berkeron-tangan di tanah yang berbatu-batu.
Latumpangan sendiri tersurut beberapa langkah sambil matanya melotot memandangi
tangan kirinya yang memegangi lengan dan jari-jari tangan kanannya yang telah
hancur. "Remasan Sepuluh Jari Hantu...!" desis Latumpangan menyebut ilmu lawan
yang menciderainya. Tiba-tiba seperti kalap Latumpangan berteriak keras. Lalu
tangan kirinya laksana kilat menghantam berulang kali ke depan.
"Bukkk! Bukkkk! Bukkkk!"
Tubuh Lasedayu terangkat sampai tiga kali berturut-turut begitu jotosan
Latumpangan mendarat susul menyusul di dadanya.
"Puaskan hatimu Latumpangan! Pukul terus se-sukamu!" kata Lasedayu sambil
menyeringai buruk.
"Bukkk! Bukkk! Bukkkk!"
Kembali Latumpangan menghujani tubuh lawan dengan pukulan-pukulan keras. Kembali
sosok Lasedayu terangkat ke udara bahkan kini dari mulutnya kelihatan ada darah
mengucur. Tapi dia masih saja menyeringai.
"Cukup Latumpangan!" Tiba-tiba Lasedayu berteriak.
Tangannya kiri kanan berkelebat ke sekujurtubuh lawan, mulai dari kepala sampai
ke dada. "Kraaakk...kraaakkk... kraaakk!" Suara patah dan hancurnya tulang terdengar
mengerikan berulang kali.
Remasan Sepuluh Jari Hantu! Bertubi-tubi menghantam Latumpangan!
Sosok Latumpangan terhuyung-huyung tak karuan dan dari mulutnya keluar jerit
kesakitan tak berkeputusan. Tulang batok kepalanya amblas. Tulang HANTU MUKA DUA
36 kening dan tulang pipinya sebelah kanan hancur.
Darah berselemak menutupi wajahnya. Itu masih di-tambah lagi dengan tulang bahu
kiri kanan yang remuk serta dua tulang iga melesak patah.
Lasedayu tertawa bergelak. "Aku menawarkan madu, kau lebih suka racun! Wahai!
Silakan kau teguk sendiri!"
"Lasedayu keparat! Aku pasrah mati! Tapi kau juga harus ikut mampus bersamaku!"
kata Latumpangan dengan suara keras namun sember bergetar. Tiba-tiba Latumpangan
melompat nekad merangkul tubuh Lasedayu. Lalu dengan sekuat tenaga dia menarik
Lasedayu ke tepi jurang. Niatnya rupanya adalah untuk menjatuhkan diri bersamasama lawannya ke dalam jurang batu! Tentu saja Lasedayu tidak mau mati konyol
begitu rupa. Dengan tumit kirinya Lasedayu memijak gagang Parang Langit Biru yang tergeletak
di tanah. Begitu parang melesat mental ke atas segera disambarnya dengan tangan
kiri. Setelah itu terdengar jeritan Latumpangan. Matanya terpentang besar,
membeliak ke udara. Rangkulannya pada tubuh Lasedayu terlepas.
Sosok Latumpangan Periahan-lahan melosoh ke bawah lalu terkapar tertelentang di
tanah. Parang Langit Biru miliknya menancap di tubuhnya. Menembus ping-gangnya
dan kiri ke kanan!
Pada saat itu di langit sebelah utara mendadak menggelegar suara guntur
dibarengi kilatan cahaya terang. Sesaat Lasedayu terkesiap. "Aneh, langit cerah.
Tak ada mendung apa lagi hujan. Mengapa ada gelegar guntur dan sambaran
petir...." Membatin Lasedayu. Namun dia tidak mau memikirkan keanehan itu lebih
lanjut. Dengan cepat dia jongkok di samping mayat Latumpangan, menggeledah ke
balik pakaian orang itu. Di pinggang pakaian Latumpangan yang terbuat dari kulit
kayu sangat tebal dia menemukan benda yang dicarinya, sebuah kantong sebesar
kepalan tangan, terbuat dari sejenis daun yang sangat liat.
Lasedayu pergunakan kuku-kuku jarinya yang panjang hitam untuk merobek kantong
daun. Dari dalam kantong itu muncul sebuah benda berbentuk segumpal daging
berwarna kemerah-merahan. Gumpalan daging ini bergerak berdenyut-denyut seolah
hidup! "Jimat Hati Dewa..." desis Lasedayu dengan suara serta tangan bergetar. Seringai
menyeruak di mulutnya. Namun laksana direnggut setan seringai itu lenyap ketika
tiba-tiba dari langit sebelah utara dimana HANTU MUKA DUA 37
tadi menggelegar suara guntur disertai berkiblatnya petir, melesat sebuah benda
berwarna merah. Belum habis kejut Lasedayu tahu-tahu seorang kakek yang kulit
muka dan tubuhnya berwarna merah telah tegak di hadapannya. Kakek ini memegang
sebatang tongkat aneh yang mulai dari pangkal sampai ke ujungnya dikobari nyala
api berwarna merah.
Sepasang mata si kakek yang juga seolah dikobari api menatap tajam pada
Lasedayu. Begitu dia membuka mulut dan bicara, lidahnya tampak seperti dibuat
dari api. "Lasedayu, lekas kau serahkan Jimat Hati Dewa Itu padaku!"
"Wahai! Kau siapa?" tanya Lasedayu. Suaranya keras dan dalam hati dia mendugaduga siapa adanya makhluk aneh di hadapannya itu.
HANTU MUKA DUA 38
KOBARAN api di dua mata dan lidah si kakek yang muncul dari atas langit menjilat
ke depan. "Aku Wakil atau Utusan Para Dewa! Datang diperintahkan untuk mengambil Jimat
Hati Dewa yang kini kau pegang itu...." Si kakek ulurkan tangan kirinya.
Ternyata telapak dan jari-jari tangannya itu juga dijilati api!
Terkejutlah Lasedayu mendengar ucapan si kakek.
"Tunggu dulu! Aku juga Wakil Para Dewa di Negeri Latanahsilam ini! Antara kita
berada dalam kedudukan sama! Jangan kau berani memerintah diriku!"
"Lasedayu, kedudukanmu sebagai Wakil Para Dewa, seperti dikatakan Latumpangan
telah dicabut sejak dua puluh tahun lalu. Para Dewa sudarj banyak murka padamu
sejak lama. Hari ini kau membunuh
Latumpangan dan punya niat jahat hendak menguasai Jimat Hati Dewa yang bukan
menjadi hakmu! Aku tidak sudi bicara berpanjang-panjang. Serahkan Jimat itu!
Sekarang!"
"Kau tidak sudi bicara berpanjang-panjang. Aku tidak sudi menyerahkan benda yang
kau minta!"
"Lasedayu, kau berani menantang Wakil Para Dewa?"
suara si kakek bernada mengancam.
"Aku mau tahu kau hendak berbuat apa padaku!"
menantang Lasedayu.
Si kakek angkat tangan kirinya yang memegang tongkat.
"Wusssss!"
Tongkat di tangan si kakek berubah menjadi sebuah cambuk apL "Kau berani
membangkang, kau akan menerima azab!" Si kakek yang mengaku Wakil Para Dewa
kembali gerakkan tangan kirinya.
"Wusss!"
Petir api menggelegar dahsyat mengerikan, berputar di udara lalu menghantam ke
arah kaki orang di hadapannya. Lasedayu berteriak kaget dan cepat melompat. Kaki
celana kulit kayu sebelah kiri hangus.
Daging kakinya tampak terkelupas merah.
"Jahanam! Berani kau menciderai diriku!" teriak Lasedayu. Dia hantamkan tangan
kanannya. Lepaskan satu pukulan tangan kosong. Si kakek cepat menyingkir ketika
melihat satu sinar kuning berkiblat menyam-barnya. Sambil mengelak dia gerakan
cambuk apinya. "Wusss! Taaarrrrr!"
HANTU MUKA DUA 39
Nyala api panjang menembus kiblatan cahaya kuning. Saat itu juga cahaya kuning
bertabur berantakan dengan mengeluarkan suara letusan keras!
Tangan kiri si kakek bergetar keras. Cambuk api yang dipegangnya mental ke
udara. Dia cepat menguasai senjata itu sementara Lasedayu terjajar sampai tiga
langkah. Mukanya pucat. Tangan kanannya seperti kaku. "Kakek itu mampu
menghancurkan Pukulan Tangan Dewa Warna
Kuning...." Diam-diam Lasedayu menjadi kecut. "Akan kucoba dengan Pukulan Tangan
Dewa Warna Biru yang paling hebat!"
Lasedayu lalu kerahkan tenaga dalam ke tangan kanan dan tanpa menunggu lebih
lama dia segera menghantam. Si kakek rupanya sudah tahu apa yang hendak
Wiro Sableng 108 Hantu Muka Dua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dilakukan Lasedayu. Sambil menekuk lutut dan miringkan tubuh ke kiri, dia putar
cambuk apinya begitu melihat cahaya biru menderu keluar dari tangan kanan lawan.
"Wussss!" Cambuk api menderu di udara.
"Taarrr! Byaaaarrr!"
Lasedayu berseru kaget. Cepat dia gulingkan diri di tanah ketika melihat cambuk
api di tangan lawan menghancurkan Pukulan Dewa Warna Biru yang tadi dilepaskan.
"Taarrr! Taaarrr! Taaarrr!"
Cambuk api mengejar dan menghantam ke arah Lasedayu tiga kali berturut-turut.
Dua batu besar yang terkena hantaman cambuk api hancur berentakan dan
hancurannya berubah menjadi keping-keping merah membara!
Dua kali Lasedayu berhasil lolos dari hantaman cambuk api, namun kali yang ke
tiga dia tak mampu lolos. Cambuk itu mendarat melintang di permukaan dadanya,
mulai dari bahu kiri bersilang ke pinggang kanan. Tubuhnya terpental ke udara
sampai dua tombak. Lasedayu terbanting dan terkapar di tanah. Di sampingnya
tanah yang tadi terkena hantaman cambuk kelihatan terbelah dalam dan hangus.
Kakek Wakil Para Dewa sesaat tatap sosok Lasedayu yang tak berkutik itu. Dia
mendengus dan berkata.
"Kematian semudah dan secepat membalik tangan.
Mengapa manusia masih memPeriihatkan ketinggian hati yang sebenarnya hanyalah
satu kebodohan belaka"!"
Kakek ini gerakkan tangan kirinya. Cambukapinya kembali berubah ke bentuk semula
yakni sebatang tongkat berapi. Lalu dengan mulut komat kamit dia melangkah
mendekati sosok tak bergerak Lasedayu.
HANTU MUKA DUA 40
Ketika dia membungkuk hendak mengambil Jimat Hati Dewa yang masih berada dalam
genggaman tangan kiri Lasedayu tiba-tiba tidak disangka-sangka kaki kanan orang
yang diduga telah menemui ajal itu melesat ke arah dada si kakek.
"Bukkkk!"
Sang Wakil Para Dewa menjerit keras. Tubuhnya terpental tiga tombak, terbanting
jatuh punggung pada sebuah batu besar dan dari mulutnya menyembur darah kental!
"Wahai, mengapa aku bertindak lengah! Belum mati jahanam itu rupanya!" keluh si
kakek. Memandang ke depan dilihatnya Lasedayu terbungkuk-bungkuk berusaha
bangkit berdiri. Walau dadanya serasa hancur si kakek cepat bangun. Tangan
kirinya digerakkan.
Tongkat api kembali berubah menjadi cambuk menyala. "Kali ini harus kuputus
lehernya! Harus ku-tanggalkan kepalanya!" Si kakek berkomat kamit sambil putar
pergelangan tangan kirinya. Cambuk api bergetar, meliuk-liuk laksana sosok ular
hidup. Begitu dia menyentak maka cambuk api itu melesat ganas ke udara,
mengeluarkan suara menggidikkan disertai nyala api seperti hendak membakar
langit! Di depan sana, ketika cambuk api membuat dua kali putaran di udara dengan segala
kedahsyatannya, Lasedayu tiba-tiba menggerakkan tangan kirinya. Jimat Hati Dewa
yang berupa gumpalan daging merah hidup itu dimasukkannya ke dalam mulutnya lalu
dikunyahnya mentah-mentah!
Kakek Wakil Para Dewa berteriak kaget.
"Tidak! Jangan lakukan itu!"
Seperti orang kesurupan Lasedayu mempercepat kunyahannya. Daging yang dikunyah
keluarkan darah merah kehitaman dan mengucur dari dalam mulutnya.
Dari tenggorokannya ada suara seperti srigala menggeram tak berkeputusan.
Sepasang matanya menatap membeliak dan garang pada si kakek.
"Jangan! Lasedayu! Jangan kau telan benda dalam mulutmu! Semburkan keluar!"
Lasedayu tidak peduli. Kunyahannya semakin cepat.
Darah yang keluar dari mulutnya bertambah banyak.
Lalu gluk... gluk... gluk! Haaaaah! Jimat Hati Dewa ditelannya, amblas ke dalam
perut lewat tenggorokannya. Begitu sang jimat berada dalam tubuh Lasedayu,
terjadilah satu hal luar biasa. Justru inilah yang sejak tadi ditakutkan si
kakek. "Celaka wahai Para Dewa! Celakalah Negeri ini!
Ampuni diriku! Aku tak sanggup mencegah! Jimat itu berada dalam perutnya. Hawa
sakti telah mengalir HANTU MUKA DUA 41
dan bersatu dalam darahnya!" Wakil Para Dewa menjerit sambil jatuhkan diri.
Sosok Lasedayu tampak bergetar hebat. Lalu dari dalam tubuhnya seolah ada satu
cahaya biru membersit Ketika cahaya itu lenyap, luka menganga yang melintang
mengerikan di dada Lasedayu secara aneh mendadak sontak lenyap tak berbekas. Di
saat yang sama lelaki ini merasakan tubuhnya menjadi sangat ringan. Di dalam
badannya ada satu kekuatan sangat dahsyat yang siap meledak setiap saat! Ketika
dia menggeserkan dua kakinya dan tak sengaja mengalir-kan tenaga dalam ke kaki
itu, tanah berbatu yang dipijaknya amblas sampai satu jengkal dan keluarkan
kepulan asap. Dari mulut yang bercelemongan darah membersit suara menggereng.
Matanya menyorot ganas memperhatikan cambuk api yang menderu dahsyat di udara
lalu menyambar ke arah lehernya!
Jika saja Lasedayu tidak menelan Jimat Hati Dewa, pada saat cambuk api melilit
dan disentakkan dari lehernya, pastilah leher itu akan hancur putus dan
kepalanya akan menggelinding di tanah! Namun yang terjadi justru sebaliknya.
Cambuk api keluarkan suara
"dess... desss... desss" berulang kali disertai kepulan asap seolah diguyur air.
Lalu kelihatan bagaimana cambuk itu terputus-putus menjadi beberapa bagian.
Begitu si kakek melompat kaget dia lihat dan dapatkan cambuk apinya telah
berubah kembali menjadi se batang tongkat yang kini panjangnya hanya tinggal dua
jengkal! "Kakek yang mengaku Wakil Para Dewa! Takdir telah berbalik menentukan lain! Hari
ini kau terpaksa serahkan nyawamu padaku!" Lasedayu maju mendekat sambil tertawa
bergelak. "Kau akan terkutuk seumur-umur jika berani membunuhku!" kata si kakek seraya
melemparkan potongan tongkatnya ke arah Lasedayu. Benda berapi ini melesat
menyambar ke tenggorokan Lasedayu.
Sekali Lasedayu mengangkat tangan kirinya, tongkat itu berhasil ditangkapnya
lalu diremasnya hingga hancur. Jarak antara ke dua orang itu bertambah dekat.
Hanya terpisah satu tombak tiba-tiba Lasedayu pukulkan tangan kanan. Serangkum
angin yang memancarkan cahaya kuning berkiblat ganas, menyambar ke arah si
kakek! Pukulan Tangan Dewa Warna Kuning sebelumnya pernah dipergunakan Lasedayu
untuk menyerang lawannya itu dan amblas tak berdaya ditangkis cambuk api milik
si kakek. Namun kali ini si kakek tidak lagi memiliki tongkat ajaib atau cambuk
saktinya. Selain itu Jimat Hati Dewa yang kini HANTU MUKA DUA 42
telah menyatu dalam tubuh Lasedayu dan menjadi satu kekuatan dahsyat membuat
pukulan itu jadi berlipat ganda kehebatannya. Begitu cahaya kuning menghantam
langsung si kakek terpental. Masih melayang di udara tubuh sebelah kanannya yang
terkena sambaran pukulan hancur di bagian bahu sampai ke sisi sebelah kanan.
Sisi kanan si kakek kini hanya tinggal satu gerakan atau lobang besar. Tulangtulang iganya serta sebagian isi dada dan perutnya bisa terlihat dengan jelas.
Darah mengucur menggidikkan. Tapi aneh dan luar biasanya si kakek Wakil Para
Dewa itu sama sekali tidak menemui ajal.
Sesaat dia masih berusaha berdiri. Dengan langkah sempoyongan dia mendekati
mayat Latumpangan lalu mencabut Pedang Langit Biru yang menembus tubuh orang
itu. Semula Lasedayu mengira si kakek akan pergunakan senjata itu untuk
menyerangnya. Ternyata kemudian Periahan-lahan tubuhnya yang kini nyaris tinggal separoh itu
melayang ke atas.
Lasedayu berusaha mengejar sambil lepaskan satu pukulan lagi yakni Pukulan
Tangan Dewa Warna Biru. Seperti diketahui pukulan ini jauh lebih dahsyat dari
pukulan Tangan Dewa Warna Kuning. Akan tetapi saat itu sosok si kakek sudah
berada jauh di luar daya capai pukulan. Namun Lasedayu sudah cukup puas.
Dia bukan saja telah menciderai lawan, yang lebih penting saat itu Jimat Hati
Dewa telah mendarah daging dalam tubuhnya hingga kini dia menjadi seorang sakti
mandraguna luar dalam.
Sebelum berkelebat menghilang ke ufuk langit arah utara si kakek di atas sana
keluarkan ucapan yang ditujukan pada Lasedayu.
"Wahai anak manusia berhati jahat. Apa yang kau lakukan hari ini terhadapku
kelak akan membuat jatuh-nya kutukan Para Dewa terhadapmu! Dua pertiga dari
hidupmu akan kau jalani dalam kesengsaraan. Aku akan meminta kepada Para Dewa
agar hidup keluar-gamu morat marit dalam sengsara. Jika kelak kau punya anak
maka kau tidak akan memiliki mereka. Si bungsu yang paling kau sayangi justru
akan menjadi musuhmu paling besar di alam ini!"
Kakek gila! Wahai! Kau boleh mengoceh meminta kutukan Dewa. Siapa takut!"
Lasedayu lepaskan pukulan Tangan Dewa Warna Biru. Namun tidak sanggup mencapai
sasaran sementara si kakek yang tubuhnya nyaris tinggal sebelah sudah melesat
lebih jauh ke atas dan akhirnya lenyap di langit sebelah utara.
HANTU MUKA DUA 43
BEBERAPA belas tahun setelah kejadian di tepi jurang... "Wahai istriku
Luhpingitan, aku akan meninggalkanmu dan anak-anak. Aku pergi tak akan lama,
hanya sekitar sepuluh tahunan. Jika aku kembali maka aku akan membawa kalian ke
Lembah Bulan Sabit. Di situ aku sudah membangun satu rumah besar untuk tempat
tinggal kita yang baru...."
Perempuan bernama Luhpingitan memandang
sedih pada suaminya. Walau masa sepuluh tahun di Negeri Latanahsilam sama dengan
setahun di tanah Jawa namun seolah tak sanggup dia menatap mata sang suami,
perempuan itu alihkan pandangannya ke arah tempat tidur besar terbuat dari batu
berlapiskan jerami kering. Di atas tempat tidur itu terbaring empat anak lakilaki masing-masing berusia setahun, dua tahun, tiga tahun dan empat tahun sesuai
ukuran usia di Negeri Latanahsilam yang tidak sama dengan negeri lainnya pada
masa itu. Ke empat anak itu tengah tertidur nyenyak dalam dinginnya udara
menjelang pagi.
"Lasedayu wahai suamiku. Sebelum kau pergi, apakah kau tidak akan memberi nama
dulu pada ke empat anak kita?"
Mendengar pertanyaan istrinya Itu Lasedayu tersenyum. Sambil memegang bahu
Luhpingitan dia menjawab. "Istriku, jangan kau merasa sedih. Aku memang sudah
menyiapkan masing-masing sebuah nama untuk mereka. Nama-nama itu akan kusebut
dan beritahu padamu kelak jika aku kembali sepuluh tahun mendatang...."
"Suamiku, sebenarnya sejak beberapa waktu belakangan ini muncul banyak
kekhawatiran dalam diriku. Aku sering mimpi buruk tentang dirimu, tentang ke
empat anak kita. Mereka...."
"Luhpingitan, orang di Negeri Latanahsilam ini menyebut mimpi adalah rampai
bunganya tidur. Buruk atau baiknya yang akan terjadi adalah suratan Para Dewa di
atas langit...."
"Justru aku juga telah beberapa kali kedatangan Dewa dalam mimpiku wahai
Lasedayu. Sepertinya ada yang tidak disenangi Para Dewa terhadap kita sekeluarga...."
Lasedayu tersenyum namun diam-diam dia teringat HANTU MUKA DUA 44
pada kejadian belasan tahun silam ketika dia berkelahi dengan Wakil Para Dewa
dan berhasil menciderai kakek itu. Walau hatinya mendadak tidak enak, pada
istrinya Lasedayu tetap saja berkata lembut dan menghibur.
"Sudahlah Luhpingitan, aku akan berangkat sekarang. Tenangkan hatimu. Lihat
anak-anak kita. Mereka tidur nyenyak, mereka gemuk-gemuk semua tanda sehat. Dan
lihat tanda bunga dalam lingkaran yang ada di bawah lengan kanan dekat ketiak
mereka. Itu adalah tanda dari Para Dewa bahwa kelak mereka akan
menjadi orang-orang gagah di Negeri ini. Empat putera Lasedayu dari istri
bernama Luhpingitan akan menjadi orang-orang hebat tanpa tandingan. Wahai, aku
pergi, jaga mereka baik-baik...."
"Lasedayu..." kata Luhpingitan sambil memegang tangan suaminya. Matanya entah
mengapa mendadak saja berkaca-kaca begitu menatap ke empat anaknya.
"Anak-anak itu. Aku...."
Lasedayu merangkul istrinya lalu berbisik. "Jika kau masih khawatir aku akan
usahakan mempersingkat perjalanan. Aku berjanji akan kembali dalam waktu lima
tahun...."
Luhpingitan sandarkan kepalanya ke dada Lasedayu. "Kalau begitu janjimu alangkah
gembiranya hatiku. Pergilah wahai suamiku. Jaga dirimu baik-baik...."
Di malam dingin menjelang pagi Lasedayutinggalkan anak istrinya di tempat
kediaman mereka yang terletak di satu kaki bukit dekat aliran sebuah sungai
besar. Lasedayu sampai di tepi sungai pada saat langit di ufuk timur kelihatan terang
pertanda sang surya segera akan muncul menerangi jagat Dia menarik nafas dalamdalam. Hawa segar memenuhi rongga dadanya. Belum sempat lelaki ini menghembuskan
nafas dari dadanya tiba-tiba telinganya menangkap suara menggemuruh dari arah
hulu sungai. Lalu mendadak langit yang tadi mulai terang kini kembali menghitam. Dua kali kilat menyambar disusul oleh gelegar guruh yang menggetarkan
tanah! "Wahai, Ini satu pertanda alam yang tidak baik.
Apa yang bakal terjadi"!" membatin Lasedayu. Hatinya serta merta terasa tidak
enak. Suara menggemuruh semakin keras dan dahsyat. "Sepertinya ada air bah
datang melanda dari hulu!" Baru saja Lasedayu berkata begitu angin keras
bertiup. Tubuhnya sampai HANTU MUKA DUA 45
terpental dua tombak. Dengan cepat lelaki ini menggapai satu pohon besar tapi
"kraakk!" Pohon itu tumbang dihantam angin. Langit tambah kelam. Gelegar guruh
tiada henti. Hujan lebat mendadak turun. Air sungai bergerak aneh. Lalu dari
arah hulu tiba-tiba menderu gelombang air bah yang bukan olah-olah dahysatnya.
Jangankan semak belukar, dan pepohonan. Batu-batu besar yang ada di sepanjang
tepi sungai porak poranda dihantam air.
"Banjir tiga ratus tahun!" seru Lasedayu menyebut air bah yang biasanya terjadi
sekali dalam tiga ratus tahun. Wajahnya tegang sekali. Dia memandang ke arah
barat, ke jurusan tempat kediamannya. "Anak istriku! Aku harus kembali!"
Laksana terbang Lasedayu melompat ke sebuah batu besar yang bergulingan dihantam
air bah. Dari atas batu ini dia melayang dan injakkan kaki di atas tumbangan
pohon besar. Sesaat dia bingung. Kemana lagi dia hendak melompat. Kemana mata
memandang hanya gelombang air yang terlihat. Tiba-tiba satu putaran air
menghantam batang kayu di atas mana Lasedayu berada.
"Celaka!" seru Lasedayu. Pada saat batang kayu yang dipijaknya mencelat mental
dia cepat melompat.
Di udara dia jungkir balik satu kali lalu sebelum batang kayu tadi tenggelam di
dalam air dengan cepat dia menggapai, memegang batang kayu itu erat-erat. Malangnya batang kayu ini meluncur deras ke arah sebuah batu besar. Benturan tak
dapat dihindarkan.
Lasedayu menjerit keras. Tulang punggungnya terasa seperti hancur luluh ketika
tubuhnya sebelah belakang beradu keras dengan batu besar. Lelaki ini langsung
jatuh pingsan namun dua tangannya masih tetap memeluk erat batang kayu yang
merupakan satu-satunya benda penyelamat nyawanya!
**** LASEDAYU duduk terbungkuk-bungkuk di tanah yang becek. Sekujur tubuhnya terutama
di sebelah belakang mendenyut sakit Mukanya pucat dan pandangan matanya sayu.
Kalau saja dia bisa meminta rasanya saat itu dia lebih suka memilih mati.
Periahan-lahan dia turunkan tangan kanan yang sejak tadi dipergunakan untuk
menopang keningnya. Memandang ke depan dia hanya melihat tanah rata yang disanasini masih digenangi air. Lasedayu sampai di HANTU MUKA DUA 46
tempat itu malam tadi. Dan kini matahari menjelang tenggelam. Berarti hampirsatu
hari penuhdia terduduk di situ, didera oleh rasa sakit di sekujur tubuh serta
perasaan hancur di dalam hati. Otaknya seperti mau gila menghadapi kenyataan
ini. "Rata semua.... Rumahku, lenyap tak berbekas. Para Dewa.... Wahai tunjukkan
padaku dimana mereka berada. Mengapa kau jatuhkan cobaan maha berat ini padaku!
Anak istriku... Luhpingitan, anak-anakku....
Apakah mereka masih hidup" Dimana mereka sekarang?" Tenggorokan Lasedayu turun
naik. Dadanya terasa sesak. Matanya berkaca-kaca. Suara isakannya tak bisa
ditahan. Isakan ini kemudian berubah menjadi ratap tangis memilukan. "Wahai....
Apa kesalahanku.
Apa kesalahan anak istriku... Luhpingitan, anak-anakku!
Dimana kalian"!" Lasedayu kembali letakkan tangan kanannya di atas kening.
"Kalau saja aku tidak pergi mungkin aku masih bisa menolong mereka...."
Lasedayu kembali meratap. Dia tundukkan kepalanya hampir menyentuh tanah yang
becek. Rasanya ingin dia menghunjamkan dirinya ke dalam tanah dan mati terkubur
di tempat bekas rumahnya itu.
Lasedayu menarik nafas dalam. Pandangannya jauh ke depan tapi kosong. Dia ingat
sesuatu! Tiba-tiba pelipisnya bergerak-gerak. Rahangnya menggembung dan
pandangan matanya menjadi beringas. Dua tangannya dikepalkan di atas paha. Dari
mulutnya keluar suara memaki.
"Jahanam! Ini pasti akibat ulah ucapan keji Wakil Para Dewa itu!" Seolah
terngiang, Lasedayu mendengar kembali ucapan Wakil Para Dewa di masa kejadian
belasan tahun silam.
"Wahai anak manusia berhati jahat. Apa yang kau lakukan hari ini terhadapku
kelak akan membuat jatuh-nya kutukan Para Dewa terhadapmu! Dua pertiga dari
Wiro Sableng 108 Hantu Muka Dua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hidupmu akan kau jalani dalam kesengsaraan. Aku akan memohon pada Para Dewa agar
hidup keluarga-mu morat-marit dalam sengsara. Jika kelak kau punya anak maka kau
tidak akan memiliki mereka. Si bungsu yang paling kau sayangi justru akan
menjadi musuhmu paling besar di alam ini!"
Sosok Lasedayu bergeletar. "Ucapan keji itu agaknya telah menjadi kenyataan.
Kutukan Dewa telah jatuh atas diriku!"
Sesaat setelah matahari tenggelam dan tempat itu diselimuti kegelapan mendadak
Lasedayu mendengar suara bisikan halus, seolah datang dari lubuk hatinya.
"Wahai Lasedayu, tiada gunanya kau berhiba diri HANTU MUKA DUA 47
duduk di tempat ini. Sampai seratus tahun pun kau di sini kau tak mungkin
menemukan istri dan empat anakmu. Bangkitlah! Tinggalkan tempat ini! Cari anak
istrimu walau kau harus berjalan jutaan tombak dan menghabiskan waktu ratusan
tahun!" "Wahai! Siapa kau yang bicara padaku seperti itu"!"
Lasedayu keluarkan suara seraya memandang berkeliling.
"Aku suara hati nuranimu. Aku ada di dalam hatimu!"
suara jawaban itu menggema di dalam dada
Lasedayu. Lelaki ini usap mukanya berulang kali. Dia memandang lagi berkeliling.
Lalu Periahan-lahan dia bangkit berdiri.
* * HANTU MUKA DUA 48
PULAU karang kecil di pantai barat Negeri Latanahsilam itu adalah pusat arus air
laut berputar. Tidak mengherankan kalau sepanjang hari sepanjang tahun di
sekitar pulau selalu terdengar suara seperti mengaung. Suara ini ditimbulkan
oleh kencangnya arus yang berputar dan ditepis oleh derasnya tiupan angin laut.
Serombongan burung camar melayang di udara.
Beberapa diantara burung-burung ini memisahkan diri lalu menukik turun ke tengah
pulau di mana terdapat satu tonjolan batu karang rata. Burung-burung ini, yang
membawa rumput-rumput segar dalam jepitan paruh mereka hinggap di atas satu
gundukan batu berwarna kehijauan berselimut lumut. Burung-burung camar itu
kemudian mulai menggesek-gesekkan kaki masing-masing pada gundukan tempat mereka
hinggap sambil mengeluarkan kicau berisik. Tiba-tiba gundukan berlumut itu
bergerak. Di sebelah tengah ada bagian menyerupai sepasang tangan. Lalu di
sebelah atas dua lobang kecil membuka, menyerupai mata!
Astaga, benda berupa gundukan berlumut ini ternyata satu benda hidup adanya! Dan
ketika satu lobang lagi membuka di bagian atas di bawah dua lobang kecil tadi,
terdengarlah suara orang bicara!
"Kawan-kawanku.... Wahai camar laut. Kalian datang lagi membawa makanan
untukku.... Aku sangat berterima kasih pada kalian. Sejak kakek yang memeliharaku meninggal dunia, jasa kalian tidak ter-hingga! Kalau kalian tidak
selalu datang membawa rumput-rumput segar untuk makananku pasti sudah sejak lama
aku menjadi bangkai tulang belulang ber-serakan di puncak pulau karang ini!"
Burung-burung camar kembali menggesekkan kaki mereka di atas kepala makhluk aneh
yang duduk di atas batu karang sambil keluarkan suara kicau tiada henti. Makhluk
berlumut gerakkan tangan kanannya.
Satu persatu dia mengambil rerumputan segar yang terjepit di paruh burung-burung
itu lalu memasukkan-nya ke dalam mulut dan mulai mengunyah memakan-nya. Sambil
makan rumput dia pergunakan tangan kiri untuk mengusap dan membelai binatangbinatang yang selalu datang membawakan makanan untuknya itu.
"Kalian berjasa besar. Kalian memberikan nafas HANTU MUKA DUA 49
kehidupan padaku. Wahai burung-burung camar, aku tidak bakal melupakan budi
kalian seumur-umur...."
Burung-burung di atas kepala makhluk aneh itu keluarkan kicau riuh. Sesaat
setelah semua rumput segar yang mereka bawa diambil dan habis dimakan, binatangbinatang itu merentangkan sayapnya lalu terbang ke udara diikuti pandangan
sepasang mata si makhluk aneh. Dari mulutnya keluar ucapan setengah berdesah.
"Terima kasih.... Terima kasih wahai kawan-kawanku.
Enam puluh tahun.... Sudah enam puluh tahun aku berada di tempat ini. Kalau
menuruti kata-kata si kakek yang sudah meninggal itu aku harus berada di sini
sepuluh tahun lagi. Setelah itu aku harus masuk ke alam pengembaraan, menjajal
segala ilmu kepandaian yang kumiliki sambil mencari tahu dimana dan siapa adanya
ayah bundaku...."
"Wahai makhluk di puncak batu karang tempat arus berputar! Jika kau mengikuti
petunjukku, kau tak Periu harus menunggu sampai sepuluh tahun lagi! Sebelum sang
surya tenggelam hari ini, kau sudah boleh meninggalkan pulau karang!"
Makhluk di atas batu karang tersentak kaget. Dia mendongak ke atas. Di antara
silaunya sinar matahari dia melihat ada sebuah benda berwarna merah melayang
turun dari sebelah utara. Belum sempat dia berkejap, benda ini tahu-tahu sudah
sampai di hadapannya! Kejut si makhluk aneh bukan alang ke-palang!
Sosok yang tegak di depannya saat itu adalah sosok seorang kakek yang keadaannya
sungguh mengerikan. Sekujur badannya dikobari nyala api. Namun sosok sebelah
kanan yaitu bagian bahu sampai ke pinggang hanya merupakan satu lobang besar
menggidikkan. Makhluk berlumut di atas batu bisa melihat isi dada dan perut
serta genangan darah di dalamnya.
"Makhluk api yang sosokmu hanya tinggal sebelah!
Siapa kau adanya! Apa maksud ucapanmu tadi"!"
Yang dftanya menyeringai. Lidah api membersit dari mulutnya. Sepasang matanya
juga memancarkan nyala api. "Namaku Lamanyala. Sejak dua ratus tahun silam aku
adalah Wakil Para Dewa di Negeri ini. Kau sendiri, apakah kau bisa menerangkan
siapa adanya dirimu wahai makhluk berlumut"!"
Yang ditanya tergagau lalu bungkam tak bisa menyahut.
Makhluk berapi yang mengaku bernama Lamanyala tertawa mengekeh hingga lidah api
keluar dari mulut, mata dan sepasang telinganya. "Enam puluh tahun HANTU MUKA
DUA 50 hidup di tempat terpencil ini! Kau tidak tahu dirimu sendiri. Bahkan kau tidak
punya nama. Sungguh malang hidupmu wahai makhluk berlumut! Untuk mengurangi
kemalangan itu biar saat ini aku memberi nama padamu. Agar kau mengenali dirimu
sendiri dan aku mudah menyebut memanggilmu. Wahai apakah kau suka kupilihkan
sebuah nama untukmu?"
Makhluk berlumut masih membisu.
Kakek bertubuh api melanjutkan. "Aku akan namakan kau Labahala."
Makhluk berlumut yang sampai saat itu masih duduk di atas batu karang dongakkan
kepalanya. Dua matanya memandang tak berkesip pada si makhluk api. "Wahai! Nama
yang kau berikan padaku sungguh tak sedap didengar dan buruk sekali arti
maknanya! Apa tak ada nama yang lebih baik dari itu!"
Si kakek bernama Lamanyala dan mengaku Wakil Para Dewa tertawa bergelak.
"Berpuluh tahun bahkan sejak kau masih ada di rahim ibumu, aku sudah menyirap
memperhatikan keadaan dirimu serta meramal keadaanmu di masa mendatang.
Mengingat siapa dirimu maka nama itu adalah yang paling tepat untukmu!"
"Kau bukan ayahku bukan pula kerabat keluarga!
Apa hakmu memberi aku nama"!"
Kembali Lamanyala tertawa panjang. "Makhluk berlumut, kau tahu apa tentang
ayahmu! Kau tahu apa tentang kerabatmu! Satu-satunya makhluk yang kau kenal
adalah kakek gurumu yang sudah mati itu!
Satu-satunya kerabat yang dekat denganmu hanyalah burung-burung camar yang
selalu datang membawakan rumput makanan bagimu! Dan kau tidak tahu burung-burung
itu sebenarnya adalah suruhan Para Dewa hingga kau tidak menemui ajal percuma di
pulau terpencil ini! Sekarang apakah kau tidak berterima kasih pada Para
Penguasa di atas sana"! Berani menolak nama pilihan yang kuberikan"!"
Terkejutlah makhluk berlumut. Sesaat dia hanya bisa berdiam diri.
"Labahala, kau dengar baik-baik. Kehidupan masa depanmu sudah ada dalam bayangan
benakku! Aku akan memberi petunjuk dan kau hanya tinggal men-jalankan!"
"Kalau aku tidak mau mengikuti dan menjalani petunjukmu, kau mau berbuat apa
wahai Lamanyala?"
"Tidak ada makhluk setololmu di muka bumi ini!
Jika kau masih terus mendekam di tempat ini apa yang akan kau dapat" Dan jika
Para Dewa menghentikan anugerahnya melalui burung-burung camar itu, apa HANTU
MUKA DUA 51 kau bisa bertahan hidup sampai satu tahun di muka"
Di tempat ini kau hanya mendapatkan angin, embun, terik panas matahari dan
lumut!" "Guruku telah mengajarkan berbagai ilmu padaku!
Itu sudah memberikan kepuasan tiada tara padaku!"
"Kau punya ilmu katamu, bagus! Tapi kapan kau mempergunakan ilmu itu" Apa yang
kau dapat dari ilmumu itu" Kau tidak lebih dari seekor cacing tanah terpencil di
pulau celaka ini! Apakah kau akan menghabiskan hidupmu seumur-umur di tempat
ini"! Sebaliknya jika kau ikut petunjukku, kelak kau akan mendapatkan berbagai
ilmu kesaktian mandraguna, yang akan menjadikanmu makhluk tiada tandingan."
"Menurut guru. Sepuluh tahun lagi aku boleh meninggalkan pulau. Mengembara
kemana aku suka sambil memanfaatkan semua Ilmu yang kumiliki! Aku sudah cukup
puas dengan ilmu yang aku miliki! Aku tidak Periu ilmu tambahan. Juga tidak dari
kau wahai makhluk api!"
"Wahai, sungguh picik jalan pikiranmu. Rupanya lumut bukan hanya menutupi
tubuhmu sebelah luar tapi juga sudah membungkus otakmu! Ha... ha... ha!"
"Wahai! Jangan keliwat menghina makhluk api!
Akan kuPeriihatkan padamu bahwa aku bukan makhluk bodoh!" Habis berkata begitu
makhluk berlumut yang oleh Wakil atau Utusan Para Dewa diberi nama Labahala
hantamkan tangan kanannya ke batu karang datar yang ada di depannya.
"Braaakkk!"
Batu karang amblas membentuk lobang besar sementara pecahannya berkeping-keping
melayang ke udara. Makhluk berlumut meniup. Pecahan-pecahan batu karang yang
ternyata sebenarnya telah hancur itu berubah, beterbangan menjadi debu dan luruh
ke tanah! "Kau bisa menghancurkan, tapi apakah kau sanggup mengembalikan debu karang itu
ke bentuknya semula?" bertanya kakek api Lamanyala.
"Aku tidak mengerti..." jawab makhluk berlumut.
"Kau tidak mengerti! Ha... ha... ha! Lihat apa yang aku lakukan!" Kakek api
ulurkan tangan kanannya lalu disapukan ke tanah. Debu hancuran batu karang yang
tadi dipukul makhluk berlumut mem-bubung ke udara, menyatu kembali secara aneh.
Si kakek gerakan tangan kanannya dua kali, kali ketiga dia seperti memukul ke
arah lobang di depan makhluk berlumut.
"Wuuttt! Seetttt! Setttt! Bluuupppp!"
Lobang besar akibat hantaman pukulan tadi kini HANTU MUKA DUA 52
tertutup oleh gumpalan debu, rata tak berbekas seperti keadaan semula!
Labahala hanya bisa leletkan lidah menyaksikan kejadian itu. Kakek api
menyeringai lebar lalu berkata.
"Sungguh hebat ilmu pukulan Menghancur Karang Membentuk Debu yang kau
Periihatkan padaku.
Wahai, bukankah itu nama pukulan yang barusan kau Periihatkan padaku" Hik...
hik... hik!"
Makhluk berlumut terkesiap kaget. Tidak mengerti bagaimana si kakek api tahu
nama pukulan yang barusan dikeluarkannya.
"Makhluk berlumut yang aku beri nama Labahala, jika kau mengikuti petunjukku kau
akan dapatkan berbagai ilmu yang jauh lebih hebat dari yang barusan kau
Periihatkan. Kau tak Periu menunggu sepuluh tahun. Sebelum sang surya tenggelam
hari ini kau sudah boleh meninggalkan pulau ini! Terserah apakah kau mau
menerima berkah atau tetap jadi cacing tanah dengan sejuta ketololan!"
Makhluk berlumut merenung sejenak. Lalu dia bertanya. "Petunjuk apa yang hendak
kau berikan padaku wahai kakek api?"
"Pertama, kau akan kuwariskan beberapa ilmu kepandaian yang akan membuatmu kelak
menjadi makhluk tanpa tandingan di Negeri Latanahsilam. Semua akan tunduk padamu
dan kau akan menjadi Raja Di Raja Segala Makhluk bergelar Hantu yang ada di
Negeri itu...."
"Dari guru saya pernah mendengar bahwa Para Hantu di Negeri Latanahsilam adalah
para tokoh sakti mandraguna yang sangat tinggi ilmu kepandaiannya "
"Kau tak usah khawatir! Dengan ilmu yang aku berikan mereka akan tunduk di bawah
telapak kakimu! Kau akan menjadi Raja Di Raja! Untuk itu kelak kau harus
membangun satu Kerajaan yang berpusat pada satu istana yang harus kau beri nama
Istana Kebahagiaan. Di dalam istana itu kau akan menemukan kesaktian dan
kehebatanmu. Di dalam istana itu kau akan menemukan kebahagiaan dunia tiada
taranya. Karena di istanamu itu akan berkumpul semua perempuan cantik delapan
penjuru angin. Hik... hik... hik! Aku tanya apa kau tidak suka hidup seperti itu..."!"
Si makhluk berlumut leletkan lidahnya di ujung bibir. Perbuatannya ini sudah
cukup memberi tanda pada kakek api bahwa orang di hadapannya itu me-nyukai apa
yang didengarnya dan berarti bersedia mengikuti apa-apa yang dikatakannya.
HANTU MUKA DUA 53
" Labahala, begitu kau menginjakkan kaki di Negeri Latanahsilam maka kau berhak
menyandang gelar Hantu Muka Dua, dan dirimu adalah pelambang makhluk Hantu
Segala Keji, Segala Tipu, Segala Nafsu! Ha-ha... ha...!"
Labahala kerenyitkan kening. Gelar dan pelambang yang dikatakan si kakek api
sungguh angker terdengar di telinganya. "Kakek Lamanyala, gelar dan pelambang
yang kau sebutkan barusan
" Si kakek angkat tangan kanannya yang dikobari api mulai dari bahu sampai ke
telapak. "Aku tahu apa yang ada dalam benak dan hatimu. Gelar dan pelambang yang
kusebutkan tadi adalah yang paling cocok untukmu karena aku akan membuatmu
demikian rupa hingga keadaanmu menjadi memiliki satu kepala dengan dua muka
seumur hidupmu!"
"Kek, aku...."
"Jangan bicara! Jangan memutus ucapanku sebelum selesai!" Kakek api membentak.
Kobaran api di muka dan matanya menjilat ke depan membuat makhluk berlumut
cepat-cepat tarik kepalanya ke belakang takut terbakar. "Dengar Labahala,
sebelum kau tinggalkan pulau ini kau wajib membersihkan diri di pantai pulau
sebelah timur. Lalu begitu kau berada di Negeri Latanahsilam maka kau akan
memiliki kepala dengan empat pasang macam muka. Muka Pertama adalah muka aslimu
yakni muka lelaki separuh baya.
Putih di sebelah depan. Itu muka jahatmu. Lalu hitam di sebelah belakang, itu
muka baikmu. Muka ke dua adalah muka seorang kakek pucatpasi, sama warna depan
dan belakang. Kau akan memiliki muka ini jika kau berada dalam keadaan kaget
atau takut. Muka ke tiga akan muncul jika kau sedang bergairah atau naik nafsu
terhadap lawan jenismu. Kau akan memiliki dua muka anakmuda yang sangat tampan.
Putih di sebelah depan, hitam di bagian belakang. Muka terakhir adalah mukamu
yang paling dahsyat. Wajahmu depan belakang akan berubah menjadi wajah raksasa
jika kau sedang marah!"
Tidak terasa si makhluk berlumut usap mukanya sebelah depan dan gosok-gosok
kepalanya sebelah belakang. Lamanyala tertawa. "Belum, kepalamu masih belum
berubah wahai Labahala. Kepalamu masih tetap memiliki satu wajah. Ha... ha...
ha! Sekarang dengar apa yang harus kau lakukan begitu berada di Negeri
Latanahsilam. Pertama sekali kau harus mencari makhluk sakti bernama Hantu
Tangan Empat Dia memiliki beberapa ilmu kesaktian. Satu yang paling hebat adalah
ilmu pukulan bernama Tangan Hantu HANTU MUKA DUA 54
Tanpa Suara. Kau harus merampas ilmu itu dari tangannya. Dengan akal kejimu kau
harus menundukkan Hantu Tangan Empat karena saat ini dialah yang paling tinggi
ilmu kepandaiannya. Selesai urusanmu dengan Hantu Tangan Empat kau harus mencari
seorang berjuluk Hantu Lumpur Hijau. Makhluk ini diam di satu tempat bernama
Kubangan Lalumpur. Dari dia kau harus merampas ilmu kesaktian bernama Hantu
Hijau Penjungkir Roh. Bilamana dua tugas itu sudah kau selesaikan maka kau harus
pergi ke satu lembah di selatan Negeri Latanahsilam. Lembah ini bernama Lembah
Seribu Kabut Di situ ada seorang pertapa bernama Lasedayu. Kesaktiannya konon
lebih tinggi dari Hantu Tangan Empat. Jadi kau harus hati-hati terhadap makhluk
satu ini. Dia memiliki banyak ilmu kepandaian. Satu diantaranya adalah pukulan
ganas bernama Mengelupas Puncak Langit Mengeruk Kerak Bumi. Semua ilmu yang
dimiliki Lasedayu dengan mudah bisa kau dapati hanya dengan jalan
mencungkil dan merampas pusarnya! Kau paham wahai Labahala?"
"Aku paham wahai Lamanyala. Namun jika Lasedayu memiliki kepandaian tinggi tentu
sulit untuk mencungkil merampas pusarnya
" "Kau benar. Tapi jika kau mempergunakan alat ini pekerjaan itu akan jadi
mudah...." Kakek api lalu masukkan tangan kirinya ke dalam lobang di sisi kanan
tubuhnya. Dari dalam rongga ini dikeluarkannya sebuah benda yang diselimuti
darah kental. * * HANTU MUKA DUA 55
LABAH ALA kernyitkan kening. Dia tidak tahu benda apa yang dipegang si kakek api
Wakil Para Dewa itu. Si kakek mendongak ke langit, pejamkan matanya lalu meniup.
Serta merta darah yang melumuri benda yang dipegangnya lenyap. Kini kelihatan
ujud benda itu, ternyata adalah sebuah sendok aneh bergagang pendek, terbuat
dari emas murni memancarkan cahaya kuning berkilauan.
Wiro Sableng 108 Hantu Muka Dua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ini adalah Sendok Pelangkah Nasib. Dengan benda ini dengan mudah kau bisa
mengorek pusar Lasedayu.
Ambillah, simpan baik-baik. Benda ini hanya boleh kau keluarkan pada saat kau
siap mencungkil pusar Lasedayu. Jika telah selesai kau harus pergi ke tepi
pantai, menghadap ke utara lalu buang Sendok Pelangkah Nasib ke dalam laut
Secara gaib sendok ini akan kembali padaku...."
Si kakek api ulurkan tangannya yang menyala.
Dengan hati-hati Labahala ambil benda itu. Tangannya bergetar begitu memegang
sendok emas dan kuduknya terasa dingin. Setelah memperhatikan sejenak Sendok
Pelangkah Nasib dimasukkannya ke balik sosoknya yang penuh' lumut.
"Labahala, kelak kau akan menjadi Raja Di Raja Para Hantu di Negeri
Latanahsilam. Dalam perjalanan hidupmu ada satu pantangan yang harus kau ingat
baik-baik. Yaitu kau sekali-kali tidak boleh membunuh perempuan, anak-anak
ataupun orang dewasa. Ter-masuk binatang yang betina...."
"Wahai, mengapa begitu Kek?" tanya makhluk berlumut
"Pantangan sudah begitu kejadiannya. Tak ada pertanyaan untuk hal itu dan tak
ada jawabnya bagimu!" kata Lamanyala pula. "Ada beberapa hal lagi yang harus kau
lakukan wahai Labahala. Begitu Hantu Tangan Empat jatuh dalam kekuasaanmu, kau
harus memerintahkannya untuk pergi ke Negeri Seribu Dua Ratus Mendatang. Negeri
itu disebut Tanah Jawa.
Hantu Tangan Empat satu-satunya makhluk di Latanahsilam yang punya kesaktian
untuk menembus jarak serta perbedaan waktu. Di Tanah Jawa dia harus mencari tiga
manusia. Yang pertama bernama Wiro Sableng, berjuluk Pendekar Kapak Maut Naga
Geni 212. Yang ke dua seorang bocah aneh dipanggil de-HANTU MUKA DUA 56
ngan sebutan Naga Kuning atau Naga Cilik. Yang ke tiga seorang kakek berjuluk Si
Setan NgompoL Salah satu dari ke tiga orang itu memiliki sebuah batu sakti
bernama Batu Pembalik Waktu. Batu itu harus kau dapatkan untuk mencegah orangorang di Tanah Jawa bisa masuk ke dalam alammu. Sebaliknya dengan memiliki batu
itu kau bisa masuk ke dalam alam seribu dua ratus tahun mendatang. Bilamana kau
berhasil menjejakkan kaki di Tanah Jawa, segudang ilmu kepandaian akan mudah kau
dapatkan. Lebih dari itu kau bisa pula menjadi Raja Di Raja di Negeri asing
itu...." "Kakek Lamanyala, aku sangat berterima kasih atas semua petunjukdan apa yang kau
berikan padaku. Setelah membersihkan diri aku segera akan berangkat menuju
Lembah Seribu Kabut tempat kediaman Lasedayu. Namun wahai Kakek Lamanyala, jika
aku boleh bertanya mengapa sampai aku yang terpilih menerima semua berkah ini?"
Si kakek api tertawa lebar. Ketika mulutnya terbuka kobaran api menjilat-jilat
keluar. "Takdir dan perjalanan nasibmu sudah begitu Labahala. Kau terpilih
menerima rezeki besar. Sekarang dengar, masih ada satu dua petunjuk lagi yang
harus kau dengar dariku wahai Labahala. Tiga manusia yang kusebutkan tadi bisa
menjadi bencana bagimu karena itu harus kau bunuh mereka setiap ada kesempatan.
Tetapi mereka juga memiliki ilmu kesaktian yang sangat tinggi. Darah yang
mengalir di tubuh mereka bisa kau jadikan cairan sakti peredam senjata apa saja
yang kau inginkan hingga senjatamu itu menjadi satu sen- jata mustika sakti
mandraguna. Jadi bunuh dia tapi ambil darahnya!
Petunjuk selanjutnya akan sampai kepadamu melalui mimpi-mimpi."
"Terima kasih atas petunjukmu Kek," kata makhluk berlumut lalu rundukkan
tubuhnya ke depan sampai keningnya hampir menyentuh tanah. Si kakek api tertawa
senang. Dia ulurkan tangan kirinya menepuk-nepuk bahu Labahala. Karuan saja
makhluk berlumut ini kelojotan karena kobaran api yang ada di tangan si kakek
langsung membakar bahunya, membuat lumut di bagian tubuh itu hangus kering.
"Aku pergi sekarang wahai Labahala. Sudah tiba saatmu untuk mandi membersih
diri!" Habis berkata begitu si kakek ulurkah tangan kanannya mencekal kuduk
Labahala. Sekali dia menyentakkan tangan itu maka melesatlah sosok makhluk
berlumut itu, melayang di udara dan akhirnya jatuh di dalam laut dangkal di
pantai timur pulau karang.
HANTU MUKA DUA 57
"Labahala! Bersihkan tubuhmu dari selimut lumut!
Setelah itu pergi ke pantai sebelah selatan. Kau akan menemukan sebuah perahu.
Kayuh perahu itu menuju daratan Negeri Latanahsilam. Selamat jalan wahai Raja Di
Raja Segala Hantu! Selamat jalan wahai Hantu Segala Keji, Segala Tipu, Segala
Nafsu!" Di dalam air laut Labahala memandang berkeliling.
Dia mendengar suara itu tapi sama sekali tidak melihat sosok si kakek api.
Anehnya ketika dia "mengusap lengannya, lumut hijau yang telah bertahun-tahun
membungkus tubuhnya hingga menyerupai lapisan batu terkelupas rontok. Labahala
terkesiap. Digosok-nya bagian tubuh yang lain. Hal yang sama terjadi.
Labahala mengusap wajahnya. Beberapa kali mengusap saja seluruh wajahnya serta
merta menjadi bersih!
Kembali ke pulau karang ternyata kakek Wakil Para Dewa di Negeri Latanahsilam
masih berada di tempatnya semula. Seringai lebar menguak di wajahnya. Dari
mulutnya meluncur ucapan.
"Lasedayu, dendamku puluhan tahun silam akan segera terbalaskan! Kau tidak
pernah tahu siapa sebenarnya yang mencelakai dirimu! Kau akan hidup sengsara
terkutuk seumur-umur! Celakalah kau Lasedayu!"
Kakek yang tubuhnya geroak dan terbungkus nyala api itu tertawa panjang dan
puas. Namun tawanya mendadak sontak lenyap ketika di langit ada cahaya putih
disusul suara mengiang di ke dua telinganya.
"Lamanyala, Wakil Para Dewa di Negeri Latanahsilam. Kami memang menginginkan
hukuman dijatuh-kan atas diri Lasedayu. Namun bukan dengan cara seperti yang
telah kau kerjakan. Pelaksanaan hukuman bukan berarti membakar dan menebar
dendam. Apa lagi kau sadar penuh siapa adanya Lasedayu dan siapa pula adanya
makhluk berlumut yang kau beri nama Labahala itu!"
Si kakek api menatap ke langit. Lalu rapatkan dua tangan dan letakkan di atas
kening. Lututnya ditekuk sedikit
"Wahai Junjungan Dari Atas Langit, mohon maaf kalau aku telah keliru bertindak.
Namun bukan maksud hati membakar dan menebar dendam. Kalau Junjungan melihat
keadaan diriku yang sengsara dan mengerikan begini rupa, hukuman apakah yang
akan setimpal sebagai balasan atas kejahatan Lasedayu terhadap diriku puluhan
tahun silam" Selain itu wahai Junjungan, bukankah karena perbuatan Lasedayu pula
maka Jimat Hati Dewa raib selama-lamanya, tak HANTU MUKA DUA 58
mungkin kembali lagi ke tangan para Junjungan?"
"Lamanyala, sebenarnya kami telah menyiapkan satu hukuman yang setimpal terhadap
Lasedayu. Namun kedahuluan oleh tindakanmu. Sungguh disayangkan kau mengambil
keputusan dan bertindak sendiri, tidak menaruh hormat dan berunding dulu dengan
kami. Karenanya segala apa yang kelak terjadi sepenuhnya akan menjadi tanggung
jawabmu!" Rahang si kakek api menggembung. Telinganya panas dan hatinya meradang. "Wahai
Para Junjungan, sudah nasib diri kami manusia di bumi ini. Jika salah langsung
diterpa, jika celaka tidak pernah diambil kira.
Puluhan tahun aku hidup dengan sosok hanya tinggal sebelah! Siapa yang peduli
akan kesembuhanku"
Manusia di bumi tidak, para Dewa di langit juga tidak!
Tapi ketika aku mengambil keputusan memperkarakan makhluk jahat bernama
Lasedayu, kesalahan justru ditimpakan pada diriku! Wahai Junjungan, seperti
katamu, aku akan ber- tanggung jawab akan segala apa yang terjadi sebagai akibat
perbuatanku! Tapi ketahuilah, mulai saat ini jangan disebut lagi diriku ini
sebagai Wakil Para Dewa Di Negeri Latanahsilam! Kelak Labahala tidak hanya akan
membuat kegegeran di permukaan bumi Latanahsilam tapi juga akan membuat heboh
Para Dewa di atas langit sana!"
Si kakek tundukkan kepala, tekuk lututnya lalu berkelebat tinggalkan tempat itu.
Di langit sinar putih menyambar ke atas pulau namun Lamanyala telah lenyap tanpa
bekas! HANTU MUKA DUA 59
KITA kembali ke Istana Kebahagiaan. Seperti dituturkan dalam Bab Lima kakek
sakti bernama Lapicakkanan yang buntung paha kirinya akibat tebasan Kapak Maut
Naga Geni 212 akhirnya menemui ajal dibunuh Hantu Muka Dua karena menganggap
kakek itu tidak ada gunanya lagi. Saat itu matahari mulai naik.
Udara tampak cerah. Dari sebuah jalan rahasia di sebelah timur Istana
Kebahagiaan kelihatan seorang kakek berkelebat cepat, lari sambil mendukung
seorang kakek di atas bahunya. Kakek yang berlari adalah Lahidungbesar sedang
yang didukung sudah dapat ditebak ialah Lasulingmaut adanya. Seperti biasanya
sambil didukung Lasulingmaut tiup suling tengkoraknya yang mengeluarkan suara
sember dan mengepulkan asap hitam.
"Lasulingmaut!" sambil berlari Lahidungbesar berkata.
"Ini kali pertama dan kali terakhir aku mendukungmu!
Jangan samakan aku dengan Lapicakkanan. Aku tidak sudi mendukungmu kemana aku
pergi. Aku bukan keledai tunggangan!"
Lasulingmaut si kakek aneh yang tak pernah bicara menyeringai lalu tiup
sulingnya yang mengeluarkan suara sember. Setelah itu dia bergumam beberapa
kali. "Aku tahu kau marah! Wahai terserah padamu! Apapun yang terjadi! Apapun yang kau
lakukan, jika urusan ini selesai aku tetap tidak akan mau mendukungmu lagi!
Sialan!" Lasulingmaut tiup lagi suling tengkoraknya hingga asap hitam berkepulan. Tibatiba suling itu melesat ke arah wajah kakek hidung besar. Kali ini tak ada
kepulan asap. Tapi ujung suling berkelebat mengarah ke mata kanan Lahidungbesar!
Lahidungbesar menggembor marah dan hantamkan tangan kanannya ke atas. Siap untuk
memukul hancur suling yang ditancapi tengkorak itu. Kakek yang didukungnya
menggumam keras lalu gerakkan tangannya sedikit. Suling yang dipegangnya serta
merta melenceng ke kiri. Hantaman tangan Lahidungbesar hanya mengenai udara
kosong. Untuk pertama kalinya Si Lasulingmaut keluarkan suara tertawa aneh
bergumam. "Lasulingmaut jahanam keparat! Wahai! Kau hendak menusuk mataku! Membuat aku
picak seperti Lapicakkanan!" teriak Lahidungbesar marah.
HANTU MUKA DUA 60
Di belakang ke dua orang itu, empat orang lelaki bertubuh tegap, mengenakan
pakaian kulit kayu berbentuk jubah coklat dilengkapi kopiah tinggi juga berwarna
coklat berlari sebat membawa sebuah tandu terbuka. Pada bagian pertengahan tandu
itu berbentuk kursi. Di atas kursi ini duduklah Raja Diraja Segala Hantu,
penguasa Istana Kebahagiaan yang disebut Junjungan alias Hantu Muka Dua.
"Kalian berdua di depan sana!" Tiba-tiba Hantu Muka Dua berseru pada dua kakek
yang tengah bertengkar. "Kita tengah menghadapi satu urusan besar!
Jika tidak segera berhenti bertengkar, jangan salahkan kalau kepala kalian
kupecahkan seperti aku memecah-kan kepala Lapicakkanan!"
Hidung besar kakek bernama Lahidungbesar mengembang tambah besar. Mulutnya
menggerutu lalu diam. Di atasnya Lasulingmaut bergumam keras lalu tiup suling
tengkoraknya. Di sebuah lereng bukit berbatu-batu Lahidungbesar hentikan larinya. Yang disebut
sumur melintang seperti dikatakan oleh kakek itu ternyata adalah sebuah goa batu
di lamping bukit sedalam tiga tombak. Sepanjang bagian dasar goa ada hamparan
batu rata setinggi pinggul hingga goa itu tidak bedanya merupakan sebuah
pembaringan. Karena saat itu sinar sang surya berada di sisi lain dari lereng
bukit maka bagian dalam goa batu tersebut tidak terlihat jelas.
"Wahai Junjungan Hantu Muka Dua, ini sumur melintang tempat aku meninggalkan
Peri Angsa Putih,"
berkata Lahidungbesar, memberi tahu Hantu Muka Dua.
Hantu Muka Dua memberi isyarat. Empat pengusung tandu segera turunkan tandu ke
tanah. Sepasang mata Hantu Muka Dua membesar berbinar-binar. Tatapan-nya tidak
beralih ke arah goa yang gelap. "Kau tunggu apalagi Lahidungbesar! Lekas
keluarkan Peri itu dari dalam sumur melintang. Pastikan dia masih berada di
bawah pengaruh Ilmu Menjirat Urat yang aku ajarkan padamu!"
"Jangan khawatir Junjungan. Sampai saat ini dia pasti berada dalam keadaan tidak
berdaya." Lahidungbesar diam-diam merasa menyesal telah memberftahu bahwa Peri
Angsa Putih berada di dalam goa itu.
Padahal sebenarnya dia sudah punya niat keji untuk mengumbar nafsu merusak
kehormatan sang Peri.
Periahan-lahan Lahidungbesar turunkan Lasulingmaut dari dukungannya. Lalu dia
melangkah ke mulut goa, membungkuk, terus masuk merangkak sejauh setengah
tombak. Begitu tangannya menyentuh dua kaki dia HANTU MUKA DUA 61
tidak segera menarik tapi diusap-usapnya lebih dulu.
Usapannya naik ke betis. Nafas Lahidungbesar memburu dilanda nafsu. Hidungnya
yang besar tambah mengembang. Kalau saja Hantu Muka Dua tidak ada di situ, pasti
tangannya akan menggerayang lebih ke atas.
"Lahidungbesar! Apa yang kau lakukan berlama-lama di dalam sumur itu!" Hantu
Muka Dua berteriak tidak sabaran.
"Sebentar wahai Junjungan. Sumur ini agak sempit..."
jawab Lahidungbesar yang disambut dengan suara tiupan suling semberoleh
Lasulingmaut. Kakek satu ini agaknya sudah tahu apa yang tengah dilakukan
kawannya itu. Ketika menarik sepasang kaki itu dalam gelap Lahidungbesar merasa heran dan
membatin. "Aneh, mengapa sosok Peri ini jadi sangat berat. Waktu kakinya
kupegang terasa kasar. Lalu mengapa betisnya seperti ada bulu-bulunya. Keras
berotot. Seharusnya halus dan lembut." Sesaat kakek hidung besar ini berhenti
menarik. Dia mengendus-endus. Lalu kembali berkata dalam hati." Seingatku sosok
Peri Angsa Putih menebar bau harum mewangi. Saat ini aku seperti mencium bau
keringat. Ada yang tidak beres
" Walau hatinya kini mendadak merasa tidak enak Lahidungbesar kembali menarik dua
kaki. Ketika dia sampai di ujung sumur melintang, pada bagian yang terang dia
melihat ke bawah, memperhatikan.
"Wahai!" Lahidungbesar berseru. Tampangnya berubah pucat tanda terkejut amat
sangat "Lahidungbesar! Ada apa"!" bertanya Hantu Muka Dua.
Lasulingmaut turunkan sulingnya dari mulut, menatap tajam ke arah mulut goa.
"Ka... kaki itu..." jawab Lahidungbesar. Namun ucapannya terputus dan berubah
menjadi jerit kesakitan setinggi langit ketika satu tendangan menghantam dadanya
keras luar biasa!
Darah menyembur merah dari mulut kakek itu.
Karena sebagian mulutnya tertutup oleh hidungnya yang besar maka muncratan darah
bersibak memba-sahi separuh muka, leher dan bajunya. Tubuh Lahidungbesar
terbanting ke lamping batu lalu roboh terduduk di tanah! Mukanya sepucat kain
kafan! Lasulingmaut melompat empat langkah menjauhi mulut goa sambil keluarkan suara
bergumam. Hantu Muka Dua berteriak marah.
"Jahanam di dalam sumur melintang! Siapa kau!"
Dua kaki yang terjuntai di mulut goa bergerak ke HANTU MUKA DUA 62
atas ke bawah, menimbulkan dua gelombang angin deras, membuat semua orang yang
ada di depan goa cepat-cepat menyingkir. Sesaat kemudian orang yang ada dalam
goa itu melompat keluar sambil tertawa bergelak.
"Kurang ajar! Pendekar 212 Wiro Sableng! Kau rupanya!" teriak Hantu Muka Dua
marah. Walau marah namun diam-diam hatinya jadi tidak enak. Maksud kedatangannya
jauh-jauh ke tempat itu adalah untuk menemui Peri Angsa Putih, musuh besarnya.
Tapi kini yang keluar dari dalam sumur melintang itu adalah orang lain yang juga
merupakan musuh besarnya yang selama ini telah berkali-kali ingin dibunuhnya!
Hantu Muka Dua memandang mendelik pada Lasulingmaut, lalu pada Lahidungbesar dan
membentak. "Lahidungbesar! Bagaimana bisa pemuda asing jahanam ini yang ada di
dalam sumur melintang! Mana Peri Angsa Putih yang kau katakan itu"! Kalian
mempermainkan aku hah"!" Wajah Hantu Muka Dua depan belakang langsung berubah
menjadi wajah-wajah raksasa menggidikkan. Sepasang matanya mendelik pada dua
kakek di depannya.
Lasulingmaut hanya gembungkan mulut lalu bergumam, membuat Hantu Muka Dua tambah
marah. Lahidungbesar gelengkan kepala dengan dada sesak. Dia coba membuka mulut hendak
menjawab tapi yang keluar dari mulutnya bukan ucapan melainkan semburan darah.
Di depan goa, orang yang barusan melompat keluar tegak dengan kaki terkembang,
Istana Pulau Es 13 Pendekar Mata Keranjang 8 Geger Para Iblis Cinta Bernoda Darah 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama