Ceritasilat Novel Online

Bulan Sabit Bukit Patah 1

Wiro Sableng 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah Bagian 1


TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Episode 169 Ebook dibuat oleh Dewi Tiraikasih
http://cerita-silat.co.cc/
Email : 22111122@yahoo.com
Sumber buku: Kiageng80 dan Dani (solgeek)
1 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
GOA itu terletak di lereng timur Bukit Siangok. Bagian dalamnya berlapis batubatu pualam. Bebatuan ini selain memancarkan cahaya
terang juga mengeluarkan hawa sejuk di waktu siang dan menebar
udara hangat di malam hari. Siapa saja, bahkan lebih dari satu orang
bisa tinggal di goa itu untuk jangka waktu lama karena tak berapa jauh
dari goa terdapat sebuah perigi dangkal berair jernih. Di lereng di atas
goa ada satu hutan kecil ditumbuhi berbagai pohon buah yang bisa
dimakan. Selain itu Juga banyak berkeliaran ayam hutan yang tidak
terlalu sulit ditangkap untuk dijadikan santapan?
Untuk mencapai goa yang terletak di bagian bukit terpencil ini
jalan yang harus ditempuh cukup sulit. Penduduk beberapa dusun di
sekitar kaki Bukit Siangok jangankan naik ke bukit, mendekat di sekitar
kaki bukit saja tak ada yang berani. Konon di kawasan bukit banyak
berkeliaran harimau besar. Terkadang binatang ini tidak muncul
sendirian, ada kalanya berombongan atau anak beranak. Ada yang
mempercayai kalau binatang-binatang buas itu merupakan peliharaan
orang sakti. Namun siapa orangnya dan di mana tepat tempat
kediamannya tidak diketahui. Penduduk hanya menduga-duga bahwa
binatang buas itu adalah masih anak buah Inyiek Batino yang dikenal
sebagai Ratu Sekalian Harimau Betina di tanah Minangkabau.
Menjelang pertengahan hari dari arah utara kelihatan empat orang
berkelebat cepat. Salah seorang dari mereka berlari sambil memanggul
sosok perempuan muda berbadan elok, berambut hitam terurai.
Keempat orang ini ternyata menuju ke Bukit Siangok yang ditakuti
penduduk beberapa dusun itu.
Dengan ketinggian ilmu kesaktian yang dimiliki, empat orang itu
berlari secepat tiupan angin. Tidak selang beberapa lama mereka telah
berada di lereng timur Bukit Siangok, di mana goa tadi berada.
"Ini tempat rahasia yang aku ceritakan." Berkata orang yang
pertama sekali mencapai mulut goa. Orang ini berusia lebih setengah
abad. Mukanya aneh karena ditutupi bulu hitam di sebelah kanan dan
bulu putih di bagian kiri. Baju serta celana galembong hitam yang
dikenakannya kotor oleh debu dan selepotan tanah. Di pinggang orang
ini tergantung sebilah pedang tapi cuma sarungnya saja yang ada. Inilah
Tuanku Laras Muko Balang, salah seorang tokoh utama yang terlibat
dalam usaha mencari puteri Pangeran Tiongkok bernama Chia Swie Kim
yang kemudian diberi nama Puti Bungo Sekuntum, digelari Kupu Kupu
Giok Ngarai Sianok oleh Datuk Marajo Sati, Datuk Pucuk pimpinan Para
Datuk Luhak Nan Tigo. Seperti dituturkan dalam "Mayat Kiriman Di
Rumah Gadang", pedang sakti Al Kausar miliknya yang terbuat dari
2 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
perak murni dan konon berasal dari tanah Arab terjatuh di tanah tak
sempat diambilnya ketika terjadi perkelahian antara dirinya dengan
Wiro dan Si Kamba Mancuang. Masih untung dia bisa melarikan diri
selamatkan nyawa sekaligus memboyong Puti Bungo Sekuntum.
Akan halnya gadis cantik Puti Bungo Sekuntum, saat itu
tergeletak dalam keadaan tertotok di panggulan bahu kiri seorang lelaki
berdestar dan berpakaian serba merah yang bukan lain adalah Pandeka
Bumi Langit Dari Sumanik. Rambut panjang hitam tergerai awut-awutan,
wajah pucat dan dua mata tertutup.
Sekali-sekali Pandeka Bumi Langit meniup-niup tangan kanannya
yang merah melepuh. Sewaktu terjadi pertarungan dengan Pendekar
212 Wiro Sableng, dengan mengandalkan ilmu silat Sitaralak dia
berhasil menyarangkan pukulan bernama Tigo Alu Mangupak Lasuang.
Wiro semburkan darah akibat terluka di dalam walau tidak parah.
Pandeka Bumi Langit sendiri mengelupas kulit tangan kanannya mulai
dari ujung jari sampai ke pergelangan akibat hawa panas yang
memancar keluar dari tubuh Wiro berasal dari kapak sakti yang berada
dalam badan sang pendekar. (Baca: "Fitnah Berdarah Di Tanah Agam")
Orang ketiga yang ikut bersama Tuanku Laras Muko Balang tentu
saja adalah Ki Bonang Talang Ijo, orang tua sakti dari Kuto Gede di
tanah Jawa. Kakek bersorban dan berjubah hijau ini, yang menjadi
pimpinan rombongan pencari Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok
keadaannya mengenaskan sekaligus menggidikkan. Ketika bertarung
melawan Datuk Panglimo Kayo, walau dia berhasil membuat lawan
akhirnya menemui ajal, namun Datuk Panglimo Kayo sempat menginjak
hancur kening dan mata kanannya. Kini kening dan mata itu dibalut
sehelai kain hitam tebal. Blangkon hijau berbunga hijau yang
merupakan salah satu senjata andalan masih bertengger di atas kepala.
Tak jauh di sebelah kiri Ki Bonang berdiri seorang lelaki bermata
sipit berkulit kuning. Tangan kanan dibalut di bagian siku. Inilah
Perwira Muda TengSien yang daun telinga kanannya sumplung
dihantam patahan goloknya sendiri sewaktu berkelahi melawan
Pendekar 212 Wiro Sableng. Seperti diketahui dia adalah orang
kepercayaan Pangeran Chia di daratan Tiongkok yang merupakan ayah
dari Chia Swie Kim. Perwira berkepandaian tinggi ini bersama tiga orang
anak buahnya yang telah lebih dulu menemui ajal ditugaskan untuk
mengejar dan membawa kembali Chia Swie Kim yang didalam tubuhnya
terdapat sebuah benda pusaka keramat milik Kerajaan yaitu Kupu Kupu
Mata Dewa. Di dalam menjalankan tugas Perwira Muda itu diberi
wewenang untuk menyerahkan hadiah berupa batangan-batangan emas
sebanyak dua peti kepada siapa saja yang membantu mendapatkan
puteri sang Pangeran. Satu peti telah diberikan kepada Ki Bonang dan
semua orang yang memberikan pertolongan. Sisa satu peti disimpan di
satu tempat rahasia dan baru akan diserahkan kalau Chia Swie Kim
dalam bentuk seorang gadis ataupun dalam ujud kupu kupu batu giok
3 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
berhasil ditemukan dan untuk selanjutnya dibawa kembali ke Tiongkok.
(Baca episode pertama berjudul "Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok")
Dari air muka Teng Sien yang tembam keringatan dan kotor
terpancar perasaan jengkel kalau tidak mau dikatakan marah. Dia
tengah menghadapi satu hal yang tidak disukainya. Dia telah mencium
ada hal-hal yang tidak beres dengan orang-orang yang kini
membantunya. "Kalian semua cepat masuk ke dalam goa. Kita aman di sini. Kita
butuh istirahat..." Berkata Tuanku Laras Muko Balang. Lalu dia
mendekati Pandeka Bumi Langit untuk mengambil Puti Bungo
Sekuntum dari atas bahu dan membawanya masuk ke dalam goa.
Sewaktu Ki Bonang Talang Ijo hendak melangkahkan kaki
mengikuti Tuanku Laras, Perwira Muda Teng Sien cepat memegang
bahu si kakek dan berkata.
"Aku tidak akan masuk ke dalam goa. Bukan ini yang aku
inginkan! Bukan begini perjanjian kita! Aku punya tanggung jawab
besar pada Pangeran Chia dan Kaisar Tiongkok. Aku harus segera
membawa gadis itu ke Tionggoan. Dalam ujudnya seperti sekarang ini
atau dalam bentuk kupu kupu Giok! Mengapa orang bermuka belang
masih menahan gadis itu" Apa yang hendak dilakukannya" Aku punya
kecurigaan." (Tionggoan: Daratan Tiongkok)
"Perwira, sabar... tenang. Kita masuk dulu ke dalam goa. Istirahat
barang sebentar apa salahnya. Kita bicara di dalam..." Ki Bonang Talang
Ijo menjawab sambil membujuk dan memegang bahu Teng Sien.
Mendengar suara orang bicara di belakang dan kemudian melihat
Teng Sien tidak mau beranjak dari tempatnya, Tuanku Laras bertanya
pada Ki Bonang Talang Ijo. Orang tua dari Kuto Gede ini memang satusatunya yang mengerti bahasa Cina di dalam rombongan. Karena itu dia
juga bertindak sebagai juru bahasa antara Teng Sien dengan Ki Bonang
dan anggota rombongan lainnya.
"Ada apa Ki Bonang" Apa yang dibicarakan Perwira itu?"
Mendengar pertanyaan Tuanku Laras, Ki Bonang dengan polos
memberi tahu apa yang dikatakan Teng Sien.
Tampang Tuanku Laras berubah meregang. Bulu hitam putih
yang tumbuh menyelimuti wajahnya berjingkrak berdiri.
"Katakan pada Perwira Cina itu! Jika dia tidak mau masuk atau
mau Undang hapus dari tempat ini lebih baik dia pergi saat ini juga!"
(Undang hapus: pergi/angkat kaki) "Tapi ingat!" Tuanku Laras
cepat menyambung ucapannya. "Jangan harap aku akan menyerahkan
gadis Cina ini padanya. Sebaliknya dia punya kewajiban menyerahkan
sisa satu peti emas pada kita! Gara-gara urusan yang dibawanya banyak
sahabat kita di negeri ini menemui ajal! Ki Bonang, beri tahu apa yang
aku katakan padamu! Nanti aku ingin bicara dengan Ki Bonang
melanjutkan pembicaraan yang terputus tempo hari."
"Sahabatku Tuanku Laras, kita semua tidak pernah menduga
kalau dalam membantu Perwira Cina itu akan jatuh begitu banyak
4 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
korban dan terjadi silang sengketa di negeri ini. Semua rencana telah
salah arah. Yang penting sekarang bagaimana urusan ini bisa selesai
dengan baik..."
"Ki Bonang, seperti aku, kau terlibat dalam masalah besar ini.
Jadi jangan sekarang kau berpura-pura menyesal!"
Ki Bonang Talang Ijo tidak menyahuti ucapan orang tapi dalam
hati dia berkata "Manusia satu ini sudah salah kaprah! Apa yang ada di
benaknya" Ingin mendapatkan emas tapi tidak mau menyerahkan gadis
itu. Perwira Cina itu bicara dan punya jalan pikiran benar. Aku
menduga ada satu rencana mencari keuntungan sendiri dalam benak
Tuanku Laras. Dia bersikap seolah dialah yang kini jadi pimpinan dalam
rombongan. Padahal aku yang mengajaknya serta...
Tentu saja ki Bonang tidak mau menyampaikan ucapan Tuanku
Laras pada Perwira Muda Teng Sien. Karena kalau hal itu diberitahu
pastilah Perwira Cina itu akan menjadi marah dan bisa-bisa mengamuk.
Maka kembali Ki Bonang membujuk agar Teng Sien mau masuk dulu ke
dalam goa. Akhirnya Teng Sien masuk juga diikuti Pandeka Bumi Langit
di sebelah belakang.
Goa berlapis batu-batu pualam di lereng timur Bukit Siangok itu
ternyata. cukup besar. Gundukan batu-batu pualam putih setinggi
pinggul membentuk dan membagi bagian dalam gua menjadi empat
ruangan. Tuanku Laras masuk ke dalam ruangan paling ujung. Ki
Bonang di ruangan sebelah, lalu Pandeka Bumi Langit di ruangan kiri.
Perwira Teng Sien sambil mulut komat-kamit mengeluarkan suara
menggerendeng dudukkan diri dengan kesal di lantai batu pada ruangan
sebelah kanan yaitu yang paling dekat ke mulut goa.
Tak selang beberapa lama terdengar suara Tuanku Laras
memanggil Ki Bonang.
"Ki Bonang. Kita harus bicara dan mengambil keputusan sekarang
juga!" Kata Tuanku Laras begitu Ki Bonang duduk di depannya.
Sebenarnya tokoh silat dari tanah Jawa ini tidak suka menghadapi sikap
Tuanku Laras yang seolah dialah yang jadi pimpinan dalam rombongan.
Namun dia diam saja sambil memperhatikan keadaan sekeliling
ruangan. Di sebelah kiri Pandeka Langit Bumi pura-pura tidur tapi diamdiam telinganya menguping apa yang dibicarakan ke dua orang itu.
Sementara itu Puti Bungo Sekuntum telah dibaringkan di lantai goa
masih dalam keadaan tertotok tak bisa bergerak tak mampu bersuara.
Namun telinga dapat mendengar semua pembicaraan orang yang ada di
dalam goa. "Ki Bonang sahabatku," berujar Tuanku Laras, "Kau belum
memberi jawaban atas rencana yang pernah aku beri tahu. Hal itu tidak
bisa ditunda-tunda lagi. Perwira Cina itu sudah saatnya harus dihabisi!"
5 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
KI BONANG Talang Ijo terkejut mendengar kata-kata orang bermuka
belang yang duduk dihadapannya itu. Sebelumnya memang Tuanku
Laras pernah bicara bahwa dia ingin mengusir Perwira Muda Teng Sien
bahkan membunuhnya bilamana perlu. Saat itu Ki Bonang tidak begitu
menanggapi. Rupanya si muka belang ini tidak main-main dengan
ucapan serta rencananya.
"Tuanku Laras, mengapa kita musti membunuh Perwira Cina itu.
Dia datang minta tolong padaku laiu aku minta tolong pada Tuanku
Laras dan teman-teman di sini. Kita sudah menerima pembayaran satu
peti emas. Kita akan mendapatkan peti kedua setelah menyerahkan
gadis itu pada Teng Sien. Bukankah begitu perjanjiannya?" Rahang
Tuanku Laras menggembung. Lalu dia menyeringai dan enak saja
meludah di lantai goa. Wajah cacat Ki Bonang Talang Ijo tampak
berubah merah. Dia merasa tersinggung dan terhina oleh perilaku
meludah yang barusan dilakukan Tuanku Laras. Bukan saja karena dia
merasa jauh lebih tua tapi dimatanya Tuanku Laras adalah salah
seorang dari bawahan, anak buahnya.
"Ki Bonang, orang minta tolong wajib dibantu." Ucap Tuanku
Laras tanpa memperhatikan raut wajah Ki Bonang yang berubah. "Tapi
kalau permintaannya telah menjadi malapetaka bagi kita yang menolong
apa kita masih mau melanjutkan pertolongan" Sudah berapa kerabatku
menemui ajal. Aku kehilangan pedang sakti Al Kausar. Kau sehdiri...
Coba lihat dirimu. Kening hancur mata terpuruk buta! Kau masih mau
menolong Perwira Muda itu" Bagaimana kalau dia menggagahi gadis itu
ditengah jalan lalu membunuhnya. Apa Ki Bonang mau bertanggung
jawab"!"
"Mana dia berani melakukan hal itu. Ke manapun dia pergi pasti
akan diburu orang-orang Kerajaan. Dia akan dipancung! Tapi itu biar
menjadi urusannya. Urusan kita menyerahkan gadis itu padanya dan
dia menyerahkan satu peti emas pada kita. Urusan selesai. Habis
perkara. Perwira itu pulang ke Tiongkok, aku pula ke Jawa."
"Ki Bonang, kita tidak tahu banyak tentang siapa adanya Perwira
Muda Teng Sien. Mungkin saja dia sebenarnya adalah penjahat besar di
daratan Tiongkok. Sekarang aku ingin bertanya. Apa kau sejalan dengan
rencanaku atau tidak?" "Tuanku Laras, aku..."
"Kalau kita bunuh Perwira itu, emas yang satu peti tinggal kita
bagi dua. Kau pulang ke Jawa akan menjadi orang kaya raya!"
Ki Bonang terdiam. Rupanya ucapan Tuanku Laras mendatangkan kebimbangan dalam hatinya. Sesaat kemudian Ki
Bonang bertanya.
"Saat ini kita tinggal bertiga. Bagaimana dengan sahabat kita
6 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Pandeka Bumi Langit?" Bertanya Ki Bonang.
Tuanku Laras tinggikan kepala, memandang ke ruangan di
sebelah kiri di mana Pandeka Bumi Langit Dari Sumanik berada. Saat
itu dilihatnya sang Pandeka duduk bersandar ke dinding goa, mata


Wiro Sableng 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terpejam mulut terbuka dan mengeluarkan suara mengorok perlahan.
Setengah berbisik Tuanku Laras kemudian menjawab pertanyaan Ki
Bonang Talang Ijo.
"Dia cukup kita beri tambahan satu batang emas saja. Biar nanti
aku yang mengatur."
"Kalau dia menolak?" tanya Ki Bonang.
"Gilirannya kita habisi!" Jawab Tuanku Laras Muko Belang.
Ki Bonang Talang Ijo tidak menjawab.
"Sekarang katakan padaku di mana satu peti emas itu disimpan
Teng Sien. Ki Bonang pernah mengatakan kalau Ki Bonang tahu tentang
keberadaan emas itu. Kita bisa pergi sama-sama mengambilnya."
"Aku memang tahu. Tapi bagaimana mungkin aku menyalahi
perjanjian dengan Teng Sien?" kata Ki Bonang pula. Walau hatinya
tergoda untuk mendapatkan tambahan batangan emas yang begitu
banyak tapi dia tidak akan memberi tahu di mana satu peti batangan
emas yang lain berada. Dalam hati orang tua itu membatin. "Kalau aku
beri tahu sama saja aku menggadaikan nyawa. Setelah dia nekad
membunuh Teng Sien dan Pandeka Bumi Langit pasti aku pula yang
akan dibantainya."
Apa yang ada di benak Ki Bonang begitu pula yang diperkirakan
Pandeka Bumi Langit Dari Sumanik yang saat itu pura-pura tidur,
dalam hati dia berkata. "Ki Bonang, sekali kau memberi tahu di mana
emas itu berada maka nyawamu hanya tinggal bilangan hari saja."
"Aku kecewa mendengar ucapan Ki Bonang..." Tuanku Laras
berkata. "Rupanya aku harus bertindak sendiri."
"Maafkan aku Tuanku Laras. Tapi kita harus berlaku hati-hati
agar jangan salah bertindak." Jawab Ki Bonang. Lalu kakek ini alihkan
pembicaraan dengan bertanya. "Berapa lama kita akan berada di tempat
ini" Lalu ke mana tujuan kita selanjutnya?" Ki Bonang bertanya
mengalihkan pembicaraan.
"Kita melanjutkan perjalanan pada saat matahari tenggelam. Saat
ini aku belum bisa memberi tahu ke mana tujuan kita."
Tuanku Laras tersenyum. Senyuman yang terasa aneh di mata Ki
Bonang karena belum pernah dia melihat Tuanku Laras tersenyum
polos seperti itu. Biasanya orang ini kalau tersenyum selalu dibayangi
air muka menunjukkan sikap sinis atau melecehkan orang.
Sambil mendekatkan kepalanya ke samping wajah Ki Bonang,
Tuanku Laras berkata setengah berbisik.
"Kau betul. Gadis ini hanya akan menjadi beban saja. Tapi beban
yang sangat membahagiakan..."
"Apa maksud Tuanku Laras?" Tanya Ki Bonang sementara hatinya
menduga-duga. 7 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Aku tidak akan
melepas gadis satu ini. Aku akan mengambilnya menjadi istri."
Ki Bonang Talang Ijo sampai ternganga saking tercengangnya
mendengar ucapan Tuanku Laras. Lalu dia cepat tersenyum dan
berkata. "Maafkan diriku Tuanku Laras. Setahu saya bukankah Tuanku
Laras sudah punya tiga orang istri...?"
Meskipun matanya membeliak merah dan bulu hitam putih
dimukanya berjingkrak tegak Tuanku Laras masih mampu menjawab
dengan suara tenang.
"Aku bisa beristri sampai empat orang. Siapa yang melarang" Adat
membenarkan. Agama mengizinkan!"
"Aku mengerti Tuanku Laras. Hanya saja, kalau Tuanku Laras
melakukan hal itu, lantas apa bedanya dengan perbuatan yang telah
dilakukan Datuk Marajo Sati?"
Mendidihlah amarah Tuanku Laras Muko Batang mendengar
ucapan Ki Bonang Talang Ijo. Mata mendelik merah, rahang menggembung dan semua bulu yang menutupi wajahnya berdiri kaku.
Tangan kanannya tiba-tiba dipukulkan ke bawah.
"Braakk!"
Salah satu gundukan batu pualam putih di lantai gua hancur
berkeping-keping. Lantai goa sendiri melesak amblas sampai satu
jengkal. "Ki Bonang! Kalau kau bukan seorang sahabat sudah ku
pecahkan kepalamu seperti aku memecahkan batu ini!" Ucap Tuanku
Laras setengah berteriak hingga suaranya menggelegar di dalam gua,
membuat Pandeka Bumi Langit yang pura-pura tidur membuka kedua
matanya sebentar lalu meneruskan tidur bohong-bohongannya. Di dekat
mulut goa Perwira Muda Teng Sien berdiri dari duduknya, memandang
ke arah Tuanku Laras dan Ki Bonang lalu duduk kembali di tempatnya
sambil geleng-geleng kepala. Hatinya semakin tidak suka. Niatnya untuk
segera membawa Puti Bungo Sekuntum semakin besar.
Tuanku Laras Muko Balang yang masih belum reda amarahnya
kembali berteriak.
"Ki Bonang! Jaga mulutmu kalau bicara! Jangan samakan aku
dengan Datuk Marajo Sati keparat itu! Dia menyekap gadis ini sebagai
gendakl Aku akan mengawininya! Melalui pernikahan yang syah! Apa
kau kira aku ini lelaki mata keranjang yang tidak punya martabat"!"
Ki Bonang hanya bisa mengangguk-angguk kepala beberapa kali.
"Tuanku Laras, maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyinggung
perasaanmu." Belangkon hijau yang sejak tadi dipegang cepat-cepat
dikenakan lalu Ki Bonang berdiri.
"Kau mau ke mana Ki Bonang?" tanya Tuanku Laras.
"Aku mau ke luar goa. Ingin menghirup udara segar..."
"Di dalam goa ini aman dan udaranya sejuk. Apa Ki Bonang tidak
merasakan?"
8 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Aku tidak lama. Sebentar juga masuk kembali."
"Agaknya Ki Bonang tidak suka aku mengambil Puti Bungo
Sekuntum menjadi istri" Rupanya Ki Bonang juga punya hasrat
terhadap gadis ini?" Tuanku Laras bertanya sambil mengusap punggung
Puti Bungo Sekuntum yang tergolek tak bergerak di lantai.
Ki Bonang tertawa.
"Aku sudah tua. Jika aku mau di tanah Jawa aku bisa
mempunyai dua belas gundik! Tapi bagiku jaman untuk bercinta
mengumbar nafsu sudah lewat..." Ki Bonang berdiri lalu melangkah
keluar goa. "Ki Bonang!" Tuanku Laras memanggil.
Ki Bonang Talang Ijo hentikan langkah, berbalik menoleh ke arah
Tuanku Laras. Lelaki bermuka belang itu berkata.
"Ki Bonang, kalau kau punya niat hendak meninggalkan tempat
ini sebaiknya bicara terus terang!"
Ki Bonang Talang Ijo menyeringai lalu menjawab.
"Seperti kata Tuanku Laras tadi, aku ingin menjadi orang kaya
raya kalau pulang ke tanah Jawa."
Tuanku Laras Muko Balang tertawa mengekeh.
"Kau sahabatku yang cerdik!" Memuji Tuanku Laras walau dalam
hati ini dia punya pikiran, jangan-jangan orang tua dari tanah Jawa ini
yang harus dibunuhnya lebih dulu. "Ki Bonang, kau tunggu saja,
nyawamu hanya tinggal seujung kuku!"
Ki Bonang rapikan belangkon di atas kepala lalu teruskan langkah
ke mulut goa. Namun masih satu langkah kakinya akan mencapai mulut goa
tiba-tiba di luar sana terdengar suara angin menderu disusul suara
binatang menguik keras. Begitu hebatnya hantaman angin hingga
dinding di mulut goa batu bergetar. Satu bayangan putih berkelebat.
Di lain kejap satu kaki menderu ke depan.
Duukk! Ki Bonang keluarkan jeritan keras. Tubuhnya terlempar ke dalam
goa. Terjengkang di lantai batu, mulut kucurkan darah. Walau
menderita cidera luka di dalam yang cukup parah namun orang tua ini
dengan cepat melompat bangun. Dalam menahan sakit serta amarah
yang menggelegak Ki Bonang merasa sekujur tubuhnya bergeletar ketika
melihat siapa yang berdiri menghadang di mulut goa!
9 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
DI MULUT goa tegak berdiri seorang berjubah putih. Dagu tertutup
janggut hitam yang sebagian telah memutih. Di bahu kiri orang ini
bertengger seekor burung elang putih yang patah sayap kirinya.
Sepasang mata menatap menyorot ke arah Ki Bonang Talang Ijo, melirik
sebentar pada Teng Sien dan Pandeka Bumi Langit yang saat itu telah
melompat berdiri dari kepura-puraan tidurnya. Mata galak merah si
jubah putih juga memperhatikan ke jurusan Tuanku Laras Muko Balang
yang dengan gerakan cepat menyambar tubuh Puti Bungo Sekuntum
lalu bangkit berdiri.
Luar biasanya, orang berjubah putih ini tidak menjejak lantai
mulut goa tapi sepasang kaki berdiri di atas segulung sorban putih
berumbai, mengambang di udara.
"Manusia-manusia durjana! Akhirnya aku temui juga kalian!"
Orang berjubah di mulut goa keluarkan ucapan membentak. Sorban
yang bergulung di bawah kaki tiba-tiba melayang ke udara lalu turun
menutupi kepalanya. Saat itu juga tubuhnya bergerak turun dan dua
kaki yang mengenakan kasut kaki kini menjejak lantai goa.
Tuanku Laras Muko Balang mendengus. Teng Sien menggerendeng panjang.
"Urusan lagi! Urusan lagi! Aku sudah bilang apa guna pergi ke
tempat ini! Seharusnya aku sudah membawa gadis itu! Seharusnya aku
sudah mendapatkan kupu-kupu batu Giok dan kembali ke Tionggoan!"
Pandeka Bumi Langit Dari Sumanik membuka mulut membalas
ucapan orang berjubah putih di mulut goa yang ternyata adalah Datuk
Marajo Sati. "Datuk Marajo Sati! Pucuk Para Datuk Luhan Nan Tigo! Menyebut
kami manusia-manusia durjana! Padahal kau biang segala kedurjanaan
di negeri ini!"
"Kau membunuh Datuk Panglima Kayo!" Tuanku Laras berteriak
dari ujung goa. Mata memandang membara ke arah Datuk Marajo Sati.
Datuk Marajo Sati delikkan mata. Tubuh bergetar. Alang Putih
Rajo Di Langit yang bertengger di bahu menguik keras. Sayap
dikembangkan. Siap hendak melesat menyerang Tuanku Laras Muko
Balang. Datuk Marajo Sati cepat usap punggung binatang ini.
Ki Bonang yang berdiri di hadapan Datuk Marajo Sati batuk-batuk
beberapa kali. Setelah menyeka darah yang meleleh di dagu, orang tua
ini berkata. "Datuk Marajo Sati, tanpa sebab kau menyerangku. Aku
memaafkan perbuatanmu. Sekarang apakah kita bisa bicara dengan
tenang dan baik-baik?"
"Kita baru bicara kalau jahanam bermuka belang itu
10 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
menyerahkan gadis yang diculik itu!"
Menjawab Datuk Marajo Sati sambil menunjuk ke arah Puti
Bungo Sekuntum yang berada di atas panggulan bahu kanan Tuanku
Laras. "Ha... ha!" Tuanku Laras tertawa keras. "Jadi kau kemari rupanya
mencari gendakmu ini! Tua bangka tak tahu diuntung! Sudah punya
istri muda dan cantik masih saja mau menyekap daun muda yang satu
ini! Belum puas kau rupanya setelah berhari-hari mengurungnya di
dalam goa kediamanmu di Ngarai Sianok!"
"Baru beberapa hari kehilangan gendak sudah macam orang gila
tidak karuan rupa!" Menimpali Pandeka Bumi Langit Dari Sumanik.
Ki Bonang angkat tangan kiri, berusaha menenangkan suasana.
Namun Datuk Marajo Sati sudah kehilangan kesabaran.
"Alang Putih Rajo Di Langit," sang Datuk bicara pada burung
elang di atas bahu kirinya. "Beri jawaban pada manusia bermulut busuk
berhati setan berpakaian dan berdestar merah itu! Aku akan menghajar
biang bergundalnya!"
Mendengar ucapan sang Datuk Elang putih menguik keras lalu
melesat ke arah Pandeka Bumi Langit. Di saat yang sama Datuk Marajo
Sati melompat ke arah Tuanku Laras Muko Balang.
"Ki Bonang! Teng Sien! Bunuh manusia jahanam itu!" teriak
Tuanku Laras. Ki Bonang dan Perwira Muda Teng Sien coba menghalangi
terjangan Datuk Marajo Sati. Namun keduanya terpelanting akibat lebih
dulu terkena kibasan tubuh besar sang datuk.
"Manusia keparat bernama Tuanku Laras! Aku tahu kau dan kaki
tanganmu yang ada di goa ini yang telah membunuh Datuk Panglimo
Kayo! Jangan berani memfitnah kejahatan busuk kalian pada diriku!"
Pada saat melompat ke arah Tuanku Laras Muko Balang dari
sorban putih di atas kepala Datuk Marajo Sati menderu dua belas angin
memancarkan cahaya putih, menyambar ke arah Ki Bonang Talang Ijo
dan Perwira Muda Teng Sien. Inilah jurus serangan dari ilmu kesaktian
bernama Meniup Dua Belas Jalan Darah. Siapa saja yang sampai terkena
sambarannya pasti akan berubah menjadi patung hidup, tak bisa
bergerak tak mampu bersuara! Jika tidak tertolong sampai matahari
tenggelam nyawanya akan amblas. Di kepala dan tubuhnya akan
muncul lubang luka mengerikan sebanyak dua belas buah!
Begitu mendengar suara deru angin disertai memancarnya larikan
cahaya putih Ki Bonang Talang Ijo cepat kebutkan belangkon hijau.
Serangkum angin disertai kerlapan cahaya hijau menyambar
menghadang serangan ganas yang datang dari sorban putih di atas
kepala Datuk Marajo Sati.
Dari samping kiri, Teng Sien yang kini membekal sebilah golok
baru menyerbu ke arah Datuk Marajo Sati. Lancarkan serangan berupa
dua bebatan kilat ke arah tubuh dan satu bacokan ganas ke jurusan
leher. 11 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Blaarr... blaarr... blaarr!"
Letusan keras menggelegar sampai enam kali di dalam goa begitu
dua belas cahaya putih yang menyembur dari sorban Datuk Marajo Sati
bentrokan saling hantam dengan taburan cahaya hijau yang keluar dari
belangkon di tangan kanan Ki Bonang.
Pandeka Bumi Langit yang melihat kesempatan baik segera
susupkan pukulan tangan kosong ke arah lawan namun gerakannya
tertahan karena kaget oleh sambaran Alang Putih Rajo Di Langit berupa
cakaran dua kaki dan patukan paruh.
Goa batu pualam dipenuhi kilatan cahaya putih dan hijau.
Perwira Muda Teng Sien cepat merunduk ketika kaki kanan Datuk
Marajo Sati melesat ke kepalanya. Ki Bonang berseru kaget sewaktu
belangkon hijau di tangan kanan tiba-tiba breett! Robek besar disambar
tangan kiri Datuk Marajo Sati lalu bukkk! Oleh lawan robekan
belangkon dihantamkan ke kepala Ki Bonang. Walau dia masih mampu
membuat gerakan mengelak namun tak urung potongan belangkon
miliknya sendiri masih sempat menyambar menepis telinga kanannya


Wiro Sableng 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hingga hancur! Lengkap sudah kerusakan di wajah sebelah kanan tokoh
silat dari Kuto Gede ini. Sebelumnya kening dan mata kanan hancur,
kini telinga kanan remuk tak karuan rupa!
Sebenarnya pukulan menyusup ke arah dada yang dilancarkan
Pandeka Bumi Langit akan berhasil mendarat telak di dada Datuk
Marajo Sati, kalau saja Elang putih bermata merah peliharaan sang
datuk tidak datang menyambar.
"Breett!"
Leher baju merah Pandeka Bumi Langit robek besar. Sambaran
kuku Elang putih menggores luka kulit dan daging lehernya sementara
sayap kanan membeset pipi di bawah mata kiri hingga menimbulkan
luka mengucurkan darah. Saat itu juga pipi dan leher Pandeka Bumi
Langit menggembung merah kebiruan. Kepalanya terasa panas.
Ternyata paruh dan kuku cakar Elang putih mengandung racun jahat!
"Binatang jahanam celaka! Teriak Pandeka Bumi Langit kesakitan
sekaligus marah besar. Sambil melompat dua tangan berkelebat ke
udara dalam gerakan ilmu silat Sitaralak. Elang putih menguik keras
dan berusaha mematuk tangan kanan Pandeka Bumi Langit yang
berhasil mencekal kaki kanannya. Sebelum binatang ini bisa
membebaskan diri Pandeka Bumi Langit telah menghantamkan tubuh
dan kepala binatang ini ke dinding goa! Alang Putih Rajo Di Langit
menguik keras, menggelepar lalu tak bergerak lagi. Walau burung elang
itu sudah meregang nyawa dengan kepala dan sebagian tubuh hancur
namun seperti kesetanan Pandeka Bumi Langit masih terus
menghantamkan tubuhnya berulang kali ke dinding goa hingga
akhirnya hancur luluh tak berbentuk lagi!
Datuk Marajo Sati menggembor keras mengetahui apa yang terjadi
dengan burung Elang peliharaannya. Namun dia tidak bisa melakukan
sesuatu karena saat itu tubuhnya tengah melesat di sepanjang goa,
12 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
menyambar ke arah sosok Puti Bungo Sekuntum yang ada di bahu
kanan Tuanku Laras. Dua tangan sang datuk bergerak cepat. Dari
sorban kembali menderu dua belas larikan cahaya putih ke arah
musuh. Gerakan kilat Datuk Marajo Sati agaknya tidak sempat membuat
Tuanku Laras menyelamatkan gadis yang dipanggul. Sosok Puti Bungo
Sekuntum berhasil disambar Datuk Marajo Sati sementara dua belas
cahaya putih Meniup Dua Belas Jalan Darah menghantam kepala dan
tubuh Tuanku Laras!
Ki Bonang dan Pandeka Bumi Langit serta Teng Sien sama
berseru kaget melihat apa yang terjadi. Namun di lain kejap perasaan
terkejut itu menjadi bagian semua orang di dalam goa ketika hantaman
dua belas cahaya sorban sakti membuat tubuh Tuanku Laras Muko
Balang hancur berkeping-keping lalu berubah menjadi asap.
"Ilmu Bayangan Menipu Matai Jahanam pengecut!" teriak Datuk
Marajo Sati menyebut nama ilmu kesaktian yang dipergunakan Tuanku
Laras untuk menyelamatkan diri. Dia berusaha hendak mengejar
Tuanku Laras namun membatalkan niat Dia sudah mendapatkan Puti
Bungo Sekuntum. Perlu apa lagi mengejar manusia bermuka belang itu.
Lebih penting menyelamatkan dan membawa gadis itu ke tempat yang
aman. Namun kejut Datuk Marajo Sati bukan alang kepalang sewaktu
tubuh gadis yang dipanggulnya tiba-tiba berubah ringan lalu berderak
hancur berkeping-keping dan berubah pula menjadi asap! Lalu ke mana
lenyapnya sosok Tuanku Laras dan gadis Cina yang asli"
"Manusia bangsat keparat! Kau bisa menipuku dengan ilmu
jahanammu! Tapi kau tidak bisa lolos di tanganku!"
Secepat kilat Datuk Marajo Sati melesat ke ujung goa. Dia yakin di
ujung sana ada satu pintu rahasia. Kalau tidak mana mungkin Tuanku
Laras melenyapkan diri sekaligus memboyong si Kupu Kupu Giok Ngarai
Sianok! Dugaan Datuk Marajo Sati tidak keliru. Setelah melewati beberapa
tikungan akhirnya dia sampai di ujung goa. Di situ ternyata memang
terdapat sebuah pintu rahasia yang berhubungan dengan kawasan
Bukit Siangok. Pintu rahasia ini terbuat dari batu. Orang yang tidak
bermata tajam tidak dapat membedakannya dengan atap dan dinding
goa. Sekali kaki kanan Datuk Marajo Sati menendang pintu batu hancur
berantakan. Keluar dari jebolan pintu rahasia Datuk Marajo Sati hanya
disambut desir tiupan angin serta suara bergemerisik daun-daun
pepohonan. Sang Datuk menyumpah habis-habisan. Beberapa kali
kakinya dihujamkan ke tanah hingga membentuk lobang besar.
Beberapa kali dia memukul batang pohon hingga bertumbangan.
Sadar kalau tidak bisa mengejar Tuanku Laras, Datuk Marajo Sati
ingat pada tiga orang ada di dalam goa.
13 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Mereka harus bertanggung jawab! Kalau tidak bisa memberi
keterangan akan kubantai mereka semua!"
Dengan cepat Datuk Marajo Sati masuk kembali ke dalam goa
batu pualam. Namun sampai di dalam dan sampai dia keluar lagi dari
mulut goa, Ki Bonang, Teng Sien dan Pandeka Bumi Langit tidak
kelihatan lagi batang hidungnya! Kembali Datuk Marajo Sati
menyumpah panjang pendek.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara mengaum. Di langit
tampak jelas dua ekor harimau kuning belang hitam, ditunggang dua
orang gagah, melesat di udara lalu dengan cepat melayang turun di
Bukit Siangok, hanya beberapa langkah di hadapan Datuk Marajo Sati
yang berdiri di depan mulut goa.
*** 14 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
AIR MUKA Datuk Marajo Sati berubah. Yang pertama turun dari atas
dua ekor harimau kuning belang hitam ternyata adalah Datuk Kuning
Nan Sabatang, Datuk Penguasa dan Penghulu di Luhak Agam. Mukanya
yang berwarna kuning tampak tegang membesi. Sepasang mata merah
besar menatap tak berkedip. Ujung kumis tebal mencuat ke atas.
Tangan kanan mengusap kain sarung yang melintang di bahu
sementara tangan kiri bersitekan ke hulu keris yang terselip 4i pinggang
sebelah depan. Di sebelah Datuk Kuning Nan Sabatang berdiri Datuk Penghulu
dari Luhak Lima Puluh Kota yaitu Datuk Bandaro Putih. Wajahnya yang
jernih dan selalu tenang kali ini tampak kelam dan garang.
Merasa tidak sedap akan kehadiran dua Datuk bawahannya ini,
maka Datuk Pucuk Marajo Sati segera menegur.
"Datuk berdua! Ada apa kalian datang ke tempat ini"!"
Datuk Marajo Sati masih marah dan mendendam atas perbuatan
dua Datuk ini bersama Datuk Panglimo Kayo tempo hari. Menurut
Datuk Marajo Sati, tiga Datuk itu bersama Pakih Jauhari pemuda bekas
kekasih istrinya yang bernama Gadih Puti Seruni serta penduduk
beberapa dusun telah berkomplot memfitnah dan hendak membunuhnya di Ngarai Sianok. (Baca "Fitnah Berdarah Di Tanah
Agam") Datuk Bandaro Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang saling
pandang seketika. Lalu Datuk Bandaro Putih palingkan kepala ke arah
Datuk Marajo Sati dan berkata.
"Justru kamilah yang ingin bertanya dan ingin tahu. Gerangan
apa maka Datuk Pucuk sampai berada di tempat ini! Setahu kami ini
adalah goa rahasia milik Tuanku Laras Muko Balang."
"Aku mau berada di mana itu urusanku!" jawab Datuk Marajo
Sati. "Kalau kalian sudah tahu ini tempat siapa, maka tidak ada
pertanyaan kalian yang pantas aku jawab."
Habis keluarkan ucapan Datuk Marajo Sati segera bergerak
hendak tinggalkan tempat ini. Namun dua orang Datuk di hadapannya
segera pula bergerak menghadang.
"Tunggu, jangan pergi dulu Datuk," kata Datuk Kuning Nan
Sabatang sementara Datuk Bandaro Putih tegak sambil rangkapkan dua
tangan di atas dada.
Marahlah Datuk Marajo Sati. Dia membentak garang.
"Kalian berdua hendak berlaku kurang ajari Berani menghalangi
jalanku"! Waktu di Ngarai Sianok, kalau tidak karena ingin
menyelamatkan orang lain, kalian sepatutnya sudah kuhajar. Sekarang
masih berani kalian menjual lagak di hadapanku!"
15 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Datuk Pucuk Datuk Marajo Sati, harap tenang. Jangan marah
dulu. Kami datang untuk bertanya dan ingin mendapatkan keterangan
jujur. Kalau itu tidak kami dapatkan maka kami berdua memilih
berkubang darah di tempat ini!"
Sepasang mata Datuk Marajo Sati membeliak mendengar ucapan
Datuk Bandaro Putih yang selama ini dikenalnya sebagai Datuk yang
paling tenang dan selalu bicara lembut di antara tiga Datuk Luhak Nan
Tigo. "Ucapan hebat! Sejuk di pangkal tapi mengandung api di ujung!
Kalian benar-benar membuat aku marah! Apa maksud kalian"!" hardik
Datuk Marajo Sati.
"Kami datang membawa kabar buruk!" berkata Datuk Kuning Nan
Sabatang. Datuk Bandaro Putih menyambung, "Saudara kita Datuk
Panglimo Kayo mati dibunuh orang. Jenazahnya dikirim ke rumah
gadang kediamannya di Batusangkar. Sungguh keji sekali!"
"Aku sudah mendengar kabar itu," kata Datuk Marajo Sati dengan
suara dingin. "Syukur kalau Datuk sudah tahu. Lalu mengapa Datuk Pucuk
tidak datang melayat" Tidak ikut menyampaikan rasa duka cita kepada
istri dan kerabat yang ditinggalkan. Tidak pula ikut mengantar jenazah
ke kubur."
"Kelalaianku itu memang menjadi dosa yang akan aku tanggung.
Tapi aku melakukan semua itu karena harus mengerjakan sesuatu yang
sangat penting. Aku punya tanggung jawab besar untuk menyelamatkan
dan mendapatkan kembali gadis Cina yang diculik oleh komplotan orang
asing yang dipimpin orang bernama Ki Bonang Talang Ijo. Beberapa
tokoh di negeri ini ikut terlibat. Dan kalian berdua bersama Datuk
Panglimo Kayo yang seharusnya ikut bertanggung jawab atas
keselamatan gadis asing di negeri ini malah bergabung membantu
manusia-manusia laknat itu!"
"Sungguh luhur dan sangat tinggi budi Datuk Pucuk Datuk
Marajo Sati," kata Datuk Kuning Nan Sabatang. "Menyelamatkan
seorang gadis asing sementara kerabat yang mati dibunuh orang tidak
Datuk acuhkan. Maaf saja Datuk. Kami punya dugaan lain. Bahkan
mungkin bukan dugaan. Tapi satu kenyataan! Datuk tidak melayat
jenazah Datuk Panglimo Kayo karena Datuklah orang yang
membunuhnya!"
Rahang Datuk Marajo Sati menggembung. Sepasang matanya
seperti hendak melompat keluar dari rongga. Sorban di atas kepala naik
satu jengkal lalu turun lagi. Walau singkat tapi cukup untuk
memperlihatkan asap putih yang mengepul dari ubun-ubun sang Datuk!
"Selain itu!" Datuk Kuning Nan Sabatang meneruskan ucapan
lantangnya. "Beberapa saat sebelum mayat Datuk Panglimo Kayo
muncul, Inyiek harimau sakti tunggangannya terlebih dulu dikirim
dalam keadaan mati di rumah gadang. Baik Inyiek maupun Datuk
16 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Panglimo Kayo tubuh mereka sama-sama dilibat potongan Rantai Pintu
Akhirat! Hanya kita bertiga yang tahu kelemahan ilmu kesaktian Datuk
Panglimo Kayo! Kami berdua bersumpah bumi dipijak langit dijunjung!
Bukan kami yang mencelakai Datuk Panglimo Kayo! Berarti tinggal
Datuk seorang yang menjadi ayam putih terbang siang! Datuk
mencelakai dan membunuh Datuk Panglimo Kayo!"
"Datuk Kuning Nan Sabatang! Jaga bicara. Jangan sampai
kurobek mulut busukmu! Berani sekali kau menuduh dan memfitnahku
sebagai orang yang telah membunuh Datuk Panglimo Kayo!"
"Kami bicara bukan seperti orang barasian di tengah hari." Yang
menjawab Datuk Bandaro Putih. "Kami punya satu bukti kalau memang
Datuk yang membunuh Datuk Panglimo Kayo. Robekan sorban Datuk
tergenggam di tangan jenazah Datuk Panglimo Kayo. Semua orang di
Batusangkar mengetahui hal ini. Berita keji ini bahkan telah tersebar
hampir ke seluruh Luhak Tanah Datar!" (barasian: mimpi)
"Astagafirullah hal aziemm..." (Datuk Marajo Sati mengucap
berulang kali. Amarah menggelegak. Darah seperti hendak menyembur
dari ubun-ubun di atas kepala. Sorban putihnya berulang kali naik
turun. "Mulut busuk fitnah keji! Menyingkirlah kalian berdua dari
hadapanku! Atau kalian akan jadi bangkai tak terkubur di tempat ini!"
"Jangan meradang! Tahan sedikit amarahmu Datuk Marajo Sati!
Pergunakan akal sehat dan hati jernih!" kata Datuk Kuning Nan
Sabatang. "Ketika Datuk menghabisi Datuk Panglimo Kayo, apa tidak
terlintas di benak, tidak tergugah di hati, siapa Datuk Panglimo Kayo itu
sebenarnya. Dia bukan saja sahabat kerabat ke mudik dan ke hulu,
bahkan dia adalah Mamak dari Gadih Putih Seruni. Yang berarti adalah
masih mertua Datuk sendiri! Datuk terlahir sebagai orang beradat,
hidup sebagai orang beragama dan dipercayakan menjadi Datuk Pucuk
Luhak Nan Tigo. Setan apa yang masuk ke dalam tubuh Datuk hingga
membunuh sahabat dan saudara kami itu!" (Mamak: Paman)
"Kalian berdua sama jahanamnya!" teriak Datuk Marajo Sati. "Aku
bersumpah tidak membunuh Datuk Panglimo Kayo. Kalau aku berdusta
neraka jahanam bagianku!"
Datuk Kuning Nan Sabatang dan Datuk Bandaro Putih saling
berpandangan sambil sunggingkan senyum mengejek pertanda tidak
mempercayai apa yang dikatakan orang di hadapan mereka.
Dalam amarah yang menggelegak Datuk Marajo Sati tidak dapat
lagi menahan hati. Kesabarannya habis sudah!
"Bett... bett!"
Sorban putih di atas kepala Datuk Marajo Sati berkelebat dan
ujungnya menghantam dua kali berturut-turut ke arah dada dua orang
di hadapannya. Jangankan dada manusia, batu gunung pun bisa
hancur berkeping-keping jika sampai dihantam ujung Sorban Seribu
Sakti itu. Di antara para Datuk yang ada di Luhak Nan Tigo, sebagai Datuk
Pucuk atau Datuk Pimpinan Datuk Marajo Sati memiliki ilmu silat dan
17 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
kesaktian paling tinggi. Begitu ujung sorbannya menghantam sosok
tubuhnya sendiri lenyap dari pemandangan sehingga siapapun yang jadi
lawan tidak akan berkesempatan mengerahkan serangan balasan. Inilah
jurus silat yang dinamakan Di Balik Kabut Naga Mematuk.
Hanya saja saat itu yang dihadapi Datuk Marajo Sati bukanlah
dua lawan berkepandaian rendah. Begitu melihat ujung sorban mencuat


Wiro Sableng 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke atas, Datuk Kuning Nan Sabatang cepat kebutkan sarung yang
melintang di dada lalu melesat tinggi ke udara dan di lain kejap telah
berdiri di cabang sebuah pohon besar.
Datuk Bandaro Putih juga tidak kalah sebat. Secepat kilat dia
kebutkan lengan kiri baju hitam, lalu melompat ke atas batu menonjol
di atas mulut goa. Dengan demikian kini Datuk Marajo Sati terjepit di
tengah-tengah. Sadar akan kedudukannya yang berbahaya. Datuk
Marajo Sati segera melompat mundur hingga kini dia bisa melihat jelas
dua orang yang menjadi lawannya. Sorban kembali bergulung di atas
kepala. "Pengecut! Mengapa menjauh melarikan diri! Dosa kalian
memfitnahku lebih kejam dari pembunuhan! Apa kalian tiba-tiba takut
menghadapi kematian"!" teriak Datuk Marajo Sati. "Cabut Karih kalian!
Mari bertarung sampai darah berkubang nyawa melayang!" (Karih: Keris)
Habis keluarkan ucapan Datuk Marajo Sati cabut keris besar yang
tersisip di pinggang sebelah depan. Konon keris ini diberi nama Rajo
Kaluak Sambilan (Raja Keluk Sembilan) karena memiliki luk sembilan
lengkungan. Senjata yang berlapis perak murni ini berkilauan tertimpa
cahaya matahari.
Di tanah Minang, jika keris sakti atau keris pusaka sudah
terhunus keluar dari sarang berarti pertarungan keris melawan keris
sampai mati tidak dapat dihindarkan lagi!
Namun di atas cabang pohon Datuk Kuning Nan Sabatang
bersikap belum mau melayani tantangan orang. Di dinding goa Datuk
Bandaro Putih memperhatikan penuh waspada. Tangan kiri menekan
hulu keris tangan kanan siap menghantam jika lawan kembali
menyerang. "Datuk Marajo Sati!" berseru Datuk Kuning Nan Sabatang. "Kalau
Allah memang sudah menentukan kami berdua harus menghembuskan
nafas di tempat ini, masakan kami mampu mencari selamat. Tapi
sebelum kami menemui ajal, ada satu perkara lagi yang kami ingin
kejelasan."
"Jahanam! Aku tidak ingin bicara lagi dengan kalian berdua!
Najis!" teriak Datuk Marajo Sati. Pergelangan tangan kanan yang
memegang keris bergerak menyentak. Keris besar berluk sembilan itu
serta merta pancarkan cahaya putih menyilaukan. Pertanda sang Datuk
telah mengerahkan tenaga dalam penuh.
Walau jarak mereka cukup jauh namun keris sakti di tangan
Datuk Marajo Sati mampu mencapai lawan karena sang Datuk memiliki
18 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
ilmu bernama Tangan Sakti Menggapai Puncak Gunung. Melihat sikap
Datuk Marajo Sati yang jelas-jelas siap untuk kembali menyerang,
Datuk Kuning Nan Sabatang cepat sambung ucapannya tadi.
"Perkara yang kami maksudkan itu, apa benar Datuk telah
melakukan perbuatan maksiat, berbuat dosa besar! Melakukan zinah!
Berhari-hari menyekap seorang gadis Cina di goa kediaman Datuk di
Ngarai Sianok. Kami sempat melihat gadis itu sebelum diculik oleh
orang-orang asing. Kami juga sempat memeriksa ke dalam goa Datuk
dan menemukan beberapa potong pakaian perempuan serta bedak dan
pemerah bibir untuk berhias. Kami tidak percaya Datuk yang
mengenakan pakaian itu dan berhias diri seperti perempuan. Ha... ha...
ha. Bukan begitu Datuk Bandaro Putih"!"
Datuk Bandaro Putih angguk-anggukkan kepala lalu tertawa
gelak-gelak. Datuk Kuning Nan Sabatang berteriak.
"Kami sudah melihat dan sudah mengetahui. Tapi kami ingin
pengakuan jujur dari Datuk!"
Air muka Datuk Marajo Sati berubah semerah saga.
"Jahanam kurang ajar! Benar-benar kurang ajar! Tidak ada yang
harus aku akui! Karena aku tidak pernah melakukan perbuatan keji
apapun! Aku malahan semata-mata Lillahi Ta Allah menolong gadis itu.
Kalian tidak tahu ceritanya kini justru menuduhku berbuat maksiat!
Kalian berdua pasti sudah terkena hasut orang-orang asing itu! Percaya
pada pemuda kurang ajar bernama Pakih Jauhari! Percaya pada orang
dusun yang tolol! Tebus fitnah busuk kalian dengan kematian!"
Datuk Kuning Nan Sabatang keluarkan tawa bergelak.
"Datuk Marajo Sati, kalau memang hasrat mau menolong, banyak
orang yang patut ditolong di negeri ini. Mengapa Datuk hanya menolong
gadis asing yang cantik" Dengan cara menyekapnya di dalam goa tempat
kediaman Datuk" Sungguh naif sekali...! Ha... ha... ha!"
Keris Rajo Kaluak Sambilan di tangan Datuk Marajo Sati
pancarkan cahaya benderang menyilaukan.
"Wutttt!"
Selarik cahaya putih melesat keluar dari ujung keris sakti. Di
udara cahaya ini terbelah menjadi dua. Belahan pertama dengan
kecepatan kilat menyambar ke arah Datuk Bandaro Putih di dinding
goa, belahan kedua menyambar ke jurusan Datuk Kuning Nan Sabatang
di atas cabang pohon. Hanya tinggal beberapa jengkal lagi akan
menghantam sasaran tiba-tiba setiap belahan cahaya mencuat
berserabut menjadi sembilan ujung tombak panas membara merah!
"Sembilan Tombak Hantu Gunung Berapil" teriak Datuk Bandaro
Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang hampir berbarengan! Keduanya
dengan cepat hantamkan dua tangan sekaligus untuk menahan
serangan lalu menghindar dengan melompat terjun ke tanah!
"Wuss! Wusss!"
Dua ujung lengan kiri baju hitam dua Datuk sama-sama terbakar
hangus mengepulkan asap. Walau sepuluh jari tangan sampai ke
19 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
telapak tampak menjadi hitam hangus namun cidera yang dialami tidak
sampai parah karena dua Datuk yang diserang telah lebih dulu
memagari diri dengan semacam ilmu kebal.
"Datuk sesat Datuk Keparat! Kami mengadu nyawa denganmu!"
teriak Datuk Kuning Nan Sabatang lalu melayang turun ke tanah.
Tangan kanan kini sudah menggenggam keris pusaka bernama Datuk
Angin Kataun. Begitu dibabatkan senjata ini mengeluarkan suara
laksana badai melanda lautan!
Dari arah kiri Datuk Bandaro Putih melesat ke bawah sambil
acungkan keris yang menyemburkan nyala api berwarna biru! Konon
keris yang bernama Nago Gunung Singgalang ini terbuat dari batu sakti
berusia tiga ratus tahun yang terpendam di dasar kawah Gunung
Singgalang. "Traang! Traang!" Bunga api berpijar. Meski tiga bilah keris belum
sama sekali saling bersentuhan namun dalam keterpautan jarak
senjata-senjata sakti itu sudah saling berlaga dan mengeluarkan suara
berdentangan. Walau memiliki kesaktian dan keris yang lebih besar namun
diserang dua orang berkepandaian tinggi membuat Datuk Marajo Sati
terjajar sampai tiga langkah ke belakang. Ilmu Sembilan Tombak Hantu
Gunung Merapi meredup lenyap. Dada mendenyut sakit. Sang Datuk
menggeram marah. Di saat yang sama dua Datuk sudah menjejakkan
kaki ke tanah, sengaja menjaga jarak. Keris sudah disarungkan. Wajah
mereka tampak pucat.
"Datuk Marajo Sati! Kita sudahi pertarungan sampai di sini. Tidak
ada gunanya diteruskan. Siapa menang jadi arang, yang kalah jadi
debu! Sebenarnya kami datang membawa surat perintah dari Penghulu
Tertinggi tanah Minang, Sri Baginda Raja di Pagaruyung. Tadinya jika
Datuk mau bersikap jujur dan berjiwa besar kami tidak merasa perlu
mengeluarkan surat itu. Tapi nyatanya Datuk malah mau menang
sendiri padahal kilat beliung sudah ke kaki, kilat cermin sudah ke muka.
Datuk pucuk, terimalah surat perintah ini!" (kilat beliung sudah ke kaki,
kilat cermin sudah ke muka: apa yang terjadi sudah nyata) Dari balik baju
hitamnya Datuk Bandaro Putih dari Luhak Lima Puluh Kota
keluarkan selembar kain yang tergulung pada sebatang bambu kuning
sepanjang dua jengkal. Dengan mengerahkan tenaga dalam Datuk
Bandaro Putih lemparkan bambu itu, tapi sengaja tidak diarahkan pada
Datuk Marajo Sati melainkan dilempar ke arah dinding batu dekat
mulut goa hingga bambu menancap sepertiganya sementara gulungan
kain berputar keluar dari lilitan dan menjulai ke bawah.
Datuk Marajo Sati tidak perdulikan surat perintah yang menancap
di dinding batu. Wajah beringas menatap garang ke arah dua Datuk.
Mulut menggembor keras lalu menggelegar suara teriakan.
"Manusia-manusia durhaka! Mampuslah kalian berdua!"
Masih menggenggam keris sakti di tangan kanan, Datuk Marajo
20 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Sati guratkan kaki kanannya keras-keras ke tanah hingga mengeluarkan kepulan asap angker. Lalu!
"Rerrrrttttttttt!"
Debu mengepul ke udara.
Tanah di depan kaki Datuk Marajo Sati tiba-tiba mengeluarkan
suara berderak lalu terbelah memanjang, menjalar ke arah Datuk
Kuning Nan Sabatang dan Datuk Bandaro Putih berdiri.
Dua Datuk tersentak kaget
"Awas! Ilmu Tanah Tabalah Hukum Manimpol" teriak Datuk
Bandaro Putih. Bersama Datuk Kuning Nan Sabatang dengan cepat dia
membuat gerakan melompat selamatkan diri. Namun dalam tegang dan
kalut keduanya saling melompat ke arah yang bersamaan hingga tubuh
mereka saling bentur! Dalam keadaan seperti itu dari tanah yang
terbelah menderu suara angin keras, mengeluarkan kekuatan menyedot
kencang dan ganas luar biasa. Sebelum dua Datuk sempat mengimbangi
diri, tubuh keduanya sudah tertarik ke bawah siap dijepit dan dikubur
hidup-hidup oleh tanah yang terbelah.
"Celaka!" teriak Datuk Bandaro Putih.
"Allahu Akbar!" Datuk Kuning Nan Sabatang menyeru nama
Tuhan! Dalam keadaan tegang seperti itu tiba-tiba satu bayangan hitam
berkelebat Hanya tinggal dua jengkal saja kaki dua Datuk akan amblas
tersedot ke dalam belahan tanah si bayangan hitam dengan gerakan
cepat berhasil merangkul pinggang mereka lalu melompat membawa
keduanya ke tempat yang aman, menjauhi tanah yang terbelah dan
menyedot! "Hik... hik... hik!" Tiba-tiba ada suara perempuan tertawa.
"Sahabatku, kau memang hebat! Dua Datuk itu harus berterima
kasih padamu! Hik... hik... hik!"
*** 21 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
TIDAK menyangka ada orang yang akan menolong, selain merasa
bersyukur, dua Datuk tidak dapat menyembunyikan rasa terkejut
mereka. Datuk Bandaro Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang cepat
lepaskan diri dari rangkulan orang yang menolong lalu berbalik. Mereka
jadi sama-sama kernyitkan kening ketika melihat di depan mereka
berdiri seorang pemuda berbaju dan bercelana galembong hitam,
berambut panjang sebahu, mengenakan kopiah hitam.
Datuk Bandaro Putih hendak berkata menyampaikan rasa terima
kasih namun mulutnya tertahan karena saat itutiba-tibaberkelebat
seorang berpakaian putih dan di lain kejap telah berdiri di samping kiri
pemuda gondrong berpakaian hitam. Rambut putih digulung di atas
kepala, bagian belakang dibiarkan tergerai. Ketika menyeringai kelihatan
barisan gigi yang dilapis perak. Dua tangan memulai di sisi, panjang
hampir menyentuh tanah. Di balik punggung pakaian putihnya
menyembul gagang sebilah pedang terbuat dari perak.
Dua Datuk tentu saja tercengang melihat kemunculan si nenek
yang sangat mereka kenal. Ditambah lagi perempuan tua ini tadi
menyeru si pemuda sebagai sahabat.
"Kamba Mancuang Tangan Menjulai!" tegur Datuk Kuning Nan
Sabatang. "Tidak salahkah mata kami melihat" Benar kau ini, murid
InyiekSusu Tigo yang berdiri di hadapan kami"!"
Si nenek tersenyum. Pantulan sinar matahari membuat gigi
peraknya berkilau. Setelah terlebih dulu kedipkan mata nenek ini baru
menjawab. "Pandangan Datuk berdua tidak keliru. Mata kalian tidak salah
lihat. Aku ini memang si Kamba Mancuang Tangan Menjulai."
Walau kini merasa lega namun dua Datuk masih was-was.
"Kamba Mancuang, dan terutama kau anak muda berambut
panjang, kami berterima kasih kau telah menyelamatkan kami dari
serangan keji Datuk sesat itu!" berucap Datuk Bandaro Putih.
Si nenek menyeringai. Pemuda berambut panjang tersenyum
sambil anggukkan kepala dan sedikit membungkuk. Kopiah di atas
kepala diangkat. Saat itu Wiro mengenakan baju lengan panjang dan
celana galembong hitam serta kopiah yang tidak lagi kekecilan
pemberian si Kamba Mancuang.
Datuk Kuning Nan Sabatang lantas bertanya pada si nenek.
"Pemuda ini, benar dia sahabatmu?"
Si Kamba Mancuang anggukkan kepala lalu berkata, "Namanya
Wiro Sableng. Dia berasal dari tanah Jawa..."
Pemuda di samping si nenek yang memang adalah pendekar 212
Wiro Sableng tersenyum dan kembali membungkuk ke arah dua orang
22 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Datuk sambil kopiah hitam di atas kepala sekali lagi diangkat ke atas.
Datuk Bandaro Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang samasama saling pandang lalu berpaling kembali pada si nenek.
"Kamba Mancuang, kami mendengar kabar yang tidak sedap
tentang dirimu. Mudah-mudahan ini tidak benar. Konon kau dan
saudara kembarmu terlibat dalam satu komplotan sesat dengan
beberapa orang asing. Akibat perbuatan kalian beberapa tokoh di negeri
ini menemui ajal. Lalu pemuda sahabatmu ini dikabarkan menjadi salah
seorang penyebab semua kerusuhan di negeri ini."
Si nenek pencongkan mulut Dia menatap sebentar pada pemuda
di sampingnya. "Jelaskan saja Nek, biar kau tidak menjadi korban salah duga."
Berkata Wiro, "Kalau kau sudah bicara nanti ganti aku yang
menjelaskan..."
Si Kamba Mancuang anggukkan kepala.
"Datuk berdua, sebagian ucapanmu mungkin benar. Tapi
sekarang aku sudah tidak ada urusan lagi dengan segala macam
komplotan yang kau sebut sesat itu. Selain itu saudara kembarku telah
menemui ajal dibunuh manusia-manusia jahanam itu! Ini sudah cukup
menjadi hukuman batin bagiku! Aku..."
Belum sempat Si Kamba Mancuang meneruskan ucapan tiba-tiba
Datuk Marajo Sati yang sejak tadi memperhatikan maju selangkah
sambil membentak keras.
"Tua bangka busuk bergigi perak! Tidak ada yang perlu kau
jelaskan! Aku sudah tahu siapa dirimu. Kau bertanggung jawab atas
kematian beberapa tokoh. Termasuk sahabatku Sutan Paduko Alam di
pesisir barat. Lekas datang ke hadapanku! Berlutut minta ampun!"
Mendengar dirinya dimaki sebagai tua bangka busuk lalu diminta
datang berlutut, karuan saja hati Si Kamba Mancuang menjadi panas.
Dia sudah bicara polos tapi orang malah mencaci maki. Dalam
marahnya si nenek akhirnya tertawa tergelak-gefak. Aneh juga! Puas
tertawa dia gerakkan kaki melangkah ke arah Datuk Marajo Sati.
Namun Wiro cepat menahan bahunya dan berbisik, "Nek, biar aku yang
bicara," Lalu murid Sinto Gendeng mendahului maju ke hadapan Datuk


Wiro Sableng 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Marajo Sati. "Datuk yang saya hormati, biarkan saya mewakili nenek
sahabatku itu. Saya sudah datang ke hadapanmu. Apa yang hendak
kau katakan. Apakah saya harus berlutut juga"!"
Sepasang mata Datuk Marajo Sati membeliak besar berkilat
berapi-api, Sorban di kepala naik ke atas pertanda amarahnya meluap
besar. Namun dia tersurutdan terkesiap ketika Wiro tiba-tiba mengambil
tangan kanannya lalu mendekatkan ke hidung dan mencium tangan itu.
Datuk Marajo Sati cepat-cepat menarik tangannya. Dulu ketika pertama
kali menemui sang Datuk di dalam goa di Ngarai Sianok hal yang sama
yaitu mencium tangannya juga dilakukan Wiro pertanda hatinya
memang polos dan bersih tiada niat jahat. Namun jabat dan ciuman
23 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
tangan itu tidak menyurutkan amarah Datuk Marajo Sati.
"Laki-laki berambut seperti perempuan! Jangan kau berpura-pura
beradat bersopan santun! Berlagak sebagai Pandeka Gadang Mantiko
Langek Kau lebih busuk dari nenek satu itu! Ingat sewaktu secara
kurang ajar kau menyusup ke dalam goa kediamanku di Nagari Sianok"
Saat itu aku telah memaafkanmu tapi dengan peringatan. Jika aku
masih melihatmu berkeliaran di tanah Minang ini maka aku akan
menganggapmu sebagai musuh yang harus dihabisi!" (Pandeka Gadang:
Pendekar Besar) (Mantiko langek: Konyol kurang ajar)
"Datuk, saya dan nenek ini sengaja mencari Datuk untuk..."
Sebenarnya Wiro hendak, menceritakan pertemuan dan pertarungannya
dengan Tuanku Laras dan kawan-kawan di mana akhirnya manusia
bermuka belang itu melarikan diri sambil memboyong seorang gadis
Cina cantik jelita. Namun Wiro keburu dihardik sang Datuk.
"Tutup mulutmu! Jangan berpura-pura menunjukkan sikap
bersahabat padaku! Barusan saja kau membela dua Datuk di sana yang
hendak membunuhku!"
Sudah Datuk, biarkan saya dan nenek itu memberi penjelasan
lebih dulu..."
"Pemuda bernama Wiro Sableng!" tiba-tiba Datuk Bandaro Putih
berteriak, "Kau ini berada di pihak mana sebenarnya" Menolong kami
tapi sekaligus coba berbaik-baik dengan Datuk pembunuh itu! Ular
kepala dua kau rupanya!"
"Bukan cuma ular kepala dua! Tapi ular kepala dua belas!" Tibatiba ada dua suara berteriak berbarengan.
24 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
SESAAT kemudian di tempat itu telah berdiri satu sosok besar aneh.
Ujudnya adalah dua pemuda bertubuh dempet di bagian punggung.
Satu berkumis biru, yang satu lagi berkumis merah. Tubuh dempet itu
mengenakan satu jubah besar berwarna merah gelap. Dua pemuda
dempet ini diketahui berjuluk Tengku Mudo Sagalo Duo. Di tanah
Minang selain dikenal
sebagai dua mahluk aneh yang punya ilmu kepandaian tinggi juga
diketahui senang mengajak perempuan tua apa lagi muda untuk
berbuat mesum. Mereka merasa mampu memberi kesenangan lebih
karena memiliki bagian-bagian tubuh yang serba dua. Konon banyak
perempuan yang memang gatal mencari pemuda ini untuk mendapatkan
pengalaman dan kepuasan. Ternyata jika sudah satu kali sempat
berhubungan perempuan itu akan tergila-gila dan mencari mereka.
Kelebihan yang mereka miliki dipergunakan oleh Tengku Mudo Sagalo
Duo untuk memperalat perempuan itu melakukan apa saja yang mereka
inginkan. Salah seorang di antaranya adalah Niniek Panjalo yang
kemudian menemui ajal di tangan Wiro. (Baca Episode sebelumnya
berjudul "Mayat Kiriman di Rumah Gadang. ")
Kemunculan Tengku Mudo Sagalo Duo sebenarnya adalah
mengejar Si Kamba Mancuang. Sejak pertama kali melihat si nenek
keduanya sudah sama menaksir. Apa lagi mereka pernah mendengar
satu rahasia perihal siapa sebenarnya murid Inyiek Susu Tigo ini.
Namun mereka tidak menyangka kalau di tempat itu juga ada Pendekar
212 yang sebelumnya telah sempat membuat mereka merasa jerih.
Karena sudah kepalang tanggung dan keburu terlihat Tengku
Mudo Sagalo Duo tidak mungkin bersurut pergi begitu saja.
"Mahluk najis pengacau!" bentak Datuk Marajo Sati. "Urusan apa
kau muncul di sini! Lekas menyingkir pergi!"
"Datuk Pucuk Luhak Nan Tigo yang kami hormati," pemuda
dempet berkumis merah di sisi kanan berkata sambil bungkukkan
badan hingga saudara dempetnya tertarik ke atas. Ketika bicara
kelihatan barisan gigi yang ternyata juga berwarna merah. Pemuda ini
dipanggil orang dengan nama Sunguik Merah. Saudaranya yang
berkumis dan bergigi biru bernama Sunguik Biru. (Sunguik: kumis)
"Kami berdua datang bukan untuk mengacau urusan Datuk.
Mana berani kami melakukan. Kami justru datang untuk memperingan
pekerjaan Datuk. Perihal pemuda berambut seperti padusi itu, dia
memang pengacau sesat dari tanah Jawa yang harus dihabisi. Lalu
Datuk harus pula menghadapi dua Datuk angkuh pandai memfitnah
itu. Padahal mereka harus tunduk dan patuh terhadap Datuk.
Bukankah mereka bawahan Datuk" Lalu ditambah satu lagi nenek
25 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
bergigi perak murid inyiek Susu Tigo. Empat orang yang harus Datuk
Lawan sekaligus. Kami tahu dengan ilmu Datuk yang tinggi mereka
semua bisa saja Datuk pesiangi. Tapi bagaimana kalau nenek ini kami
saja yang menghadapi. Berarti berkurang satu lawan Datuk bertarung.
Selain itu kami diberi tugas oleh Tuanku Laras untuk mengambil
pedang Al Kausar yang dicuri nenek ini. Kami diminta meringkusnya
dan membawa ke hadapan Tuanku Laras Muko Balang!"
Datuk Badaro Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang sama-sama
unjukkan wajah kaget mendengar disebutnya pedang Al Kausar,
Datuk Marajo Sati sendiri sesaat terdiam mendengar ucapan
Sunguik Merah itu. Kepala didongakkan tapi sepasang mata melirik ke
arah belakang punggung Si Kamba Mancuang di mana tersembul
sebilah gagang pedang terbuat dari perak yang sebenarnya sejak tadi
sudah jadi perhatiannya. Dari bentuk gagang serta cahaya yang
memancar dia maklum kalau senjata itu bukan pedang sembarangan.
Menghadapi empat lawan sekaligus, dengan kemampuan yang dimiliki
sebenarnya Datuk Marajo Sati sama sekali tidak menaruh rasa takut.
Kalaupun dia menemui ajal paling tidak tiga orang lawan akan
bersimbah darah!
Namun jika pedang yang ada pada si nenek benar pedang Al
Kausar milik Tuanku Laras Muko Balang maka dia harus
memperhitungkan keberadaan senjata yang kehebatannya sudah
diketahui. Datuk Marajo Sati bukan pula orang yang pendek akal apa
lagi tolol dan mau saja mendengar ucapan orang. Dia juga maklum apa
maksud sebenarnya dari dua pemuda dempet itu hendak meringkus si
nenek. Tak lain hendak berbuat mesum! Setelah terdiam sejurus maka
sang Datuk berkata.
"Sunguik Merah, Sunguik Biru! Kalian berdua boleh melakukan
apa saja terhadap nenek itu! Aku tidak perduli! Tapi lebih dulu katakan
ke mana Tuanku Laras Muko Balang dan kawan-kawannya membawa
gadis Cina yang mereka culik!"
Tampang Datuk Bandaro Putih berkerenyut. Setengah berbisik dia
berkata pada Datuk Kuning Nan Sabatang. "Hati dan otak Datuk Pucuk
benar-benar sudah terpasung pada gadis Cina gendaknya itu. Orang
bicara lain dia berucap lain."
Sementara itu Wiro merasa heran dua pemuda dempet berkumis
merah biru masih punya nyali datang ke tempat itu dan bicara sombong
hendak meringkus Si Kamba Mancuang. Wiro cepat dekati si nenek dan
berbisik. "Nek, kalau dua pemuda dempet saling kentut ini berani muncul
di sini, aku mengira ada sesuatu yang diandalkannya. Aku tidak yakin
dia bisa membujuk Datuk Marajo Sati. Dugaanku mereka tidak datang
cuma berdua. Pasti ada..."
"Dugaanmu kurasa betul. Lain daripada itu aku rasa mereka
mengincar diriku..."
26 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Wiro miringkan mulut lalu tertawa, "Nek, kau jangan membuat
aku cemburu..."
Si Kamba Mancuang tertawa cekikikan.
"Nek, kalau tiba saatnya akan aku gebuk hancur kepala dua
pemuda itu atas bawah...!"
"Kalian berdua!" Di seberang sana Datuk Marajo Sati tiba-tiba
membentak sambil delikkan mata ke arah dua pemuda dempet "Kalau
tidak mau memberi tahu ke mana Tuanku Laras jahanam melarikan
gadis Cina itu, aku akan sangat-sangat berbaik hati membelah tubuh
kalian hingga tidak malakok lagi!" (malakok: dempet)
Enak saja Sunguik Biru menjawab, "Datuk, jika kau ingin tahu di
mana gadis Cina itu berada bersama Tuanku Laras, tolong kau rampas
dulu pedang Al Kausar dari nenek itu dan serahkan pada kami."
"Palasik jahanam! Manusia mesum! Berani kau memerintahku!"
teriak Datuk Marajo Sati marah luar biasa. (Palasik: di sini merupakan
makian kemarahan. Arti sebenarnya adalah semacam mahluk yang
kepalanya bisa tanggal dari leher lalu gentayangan mencari korban
untuk dihisap darahnya) "Sudah saatnya mahluk najis macam kalian
disingkirkan ke dalam neraka ke tujuh!"
Sepasang mata Datuk Marajo Sati memandang berkilat ke arah
dua pemuda dempet. Dia berusaha membuat kedua orang ini tidak
leluasa bergerak dengan ilmu Mengunci Gerak Tangan Pandangan Mata.
Sementara itu Sorban Seribu Sakti di atas kepala Datuk Marajo Sati
terbuka dari gulungannya. Tangan kanan sang Datuk cepat menyambar
salah satu ujung sorban. Ujung yang lain dikebutkan ke udara dua kali
berturut-turut. Inilah jurus sorban maut bernama Duo Kilek Manyemba
Gunung Singgalang Merapil (Dua Kilat menyambar Gunung Singgalang
Merapi) "Taarr!Taarrr!"
Dua kilatan menyilaukan berkiblat di udara. Menyambar ke arah
kepala dua pemuda dempet yang saat itu akibat pandangan mata yang
memancarkan hawa sakti dari Datuk Marajo Sati membuat walau hanya
sebentar dua kaki mereka bergetar dan terasa agak berat.
Wiro cepat melompat ke tengah kalangan sambil berseru.
"Datuk! Jika dua manusia najis ini tahu di mana gadis Cina itu
berada, mengapa hendak dibunuh! Biar saya dan Si Kamba Mancuang
mewakili Datuk untuk meringkus mereka dan mengorek keterangan!"
Pendekar 212 dorongkan dua telapak tangan melepas pukulan
Tameng Sakti Menerpa Hujan dalam gerak jurus bernama Membuka
Jendela Memanah Rembulan. Begitu angin pukulan saling bentrok
dengan dua cahaya putih yang keluar dari ujung sorban Datuk Marajo
Sati maka dess... dess! Wiro terjajar ke belakang. Ujung lengan baju
hitamnya kepulkan asap. Tangan mulai dari ujung jari sampai ke bahu
terasa kesemutan. Jari-jari tangan sampai ke telapak tampak membiru.
27 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Khawatir dalam keadaan seperti itu ada orang yang menyerang maka
Wiro cepat jatuhkan diri ke tanah.
Datuk Marajo Sati sendiri berteriak marah ketika melihat
bagaimana ujung sorban saktinya yang terkena sambaran angin
pukulan Wiro terpental lalu lepas dari pegangan sementara ada hawa
panas menjalar masuk ke dalam tubuh membuat dadanya berdenyut
sakit. Dalam keadaan seperti itu dia tersentak kaget dan keluarkan
seruan tertahan ketika menyaksikan bagaimana sambil jatuhkan diri ke
tanah Wiro tarik ujung sorban putih hingga meleset dan bergulung
melingkari kopiah hitam yang ada di atas kepalanya!
Walau yakin Wiro tidak cidera dan malah mampu mempermainkan sorban lawan namun ketika melihat Wiro menjatuhkan
diri di tanah, Si Kamba Mancuang yang merasa khawatir, cepat cabut
pedang Al Kausar dari balik punggung pakaian. Ternyata senjata yang
tidak bersarung ini dibungkus dengan libatan kain putih. Sekali si
nenek menyentakkan tangan maka libatan kain putih dengan cepat
bergulung membuka. Karena memang tidak akan dipergunakan untuk
menyerang orang tapi sekedar melindungi Wiro, maka si nenek hanya
berdiri berjaga-jaga di samping Pendekar 212. Justru di saat itu terjadi
satu hal yang tidak terduga.
Dua pemuda dempet menjerit keras ketika dua ekor harimau
kuning besar entah dari mana datangnya tahu-tahu telah melompat ke
arah mereka. Harimau di sisi kanan langsung menyambar menggigit
tangan kanan Sunguik Merah dan Sunguik Biru.
"Binatang jahanam! Mampuslah!" teriak Sunguik Merah sambil
menghantamkan tangan kiri ke kepala harimau besar. Hal yang sama
dilakukan oleh Sunguik Biru.
Sesaat lagi sebelum dua pukulan yang bisa membuat kepala dua
harimau besar rengkah mengenai sasarannya tiba-tiba dua bayangan
hitam berkelebat dari arah belakang. Keduanya langsung duduk di
punggung dua harimau besar sambil salah satu tangan ditusukkan ke
ubun-ubun Sunguik Merah dan Sunguik Biru. Ludah membusa dari
mulut dua pemuda dempet ini. Tubuh mereka langsung tersentak kaku
tak mampu bergerak. Hanya mulut yang masih bisa keluarkan teriakanteriakan keras. Dua harimau melesat makin tinggi ke udara. Di atas
punggung harimau-harimau sakti ini duduk dua orang berpakaian dan
berdestar hitam. Mereka bukan lain adalah Datuk Bandaro Putih dan
Datuk Kuning Nan Sabatang.
*** 28 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
MENGETAHUI kalau apa yang terjadi adalah perbuatan Datuk Bandaro
Putih dan Datuk Kuning Nan Sabatang, Sunguik Merah segera
berteriak. "Datuk berdua! Mengapa Datuk melakukan ini" Menganiaya kami!
Apa salah kami"!" Pemuda bernama Sunguik Merah berteriak.
"Siapa yang menganiaya"! Kami hanya ingin membawamu
berjalan-jalan barang sebentar!" Menyahuti Datuk Bandaro Putih sambil
menyeringai, "Bukankah selama hidup baru sekali ini kalian terbang di
udara" Sambil berjalan-jalan melihat keindahan nagari kami ingin
bertanya. Kecuali kalau kalian Ingin cepat-cepat turun dengan cara
terjun ke bawahi"
"Datuk berdua sudah gila rupanya!" Yang berteriak kini Sunguik
Biru. "Kalau ingin bertanya mengapa menyiksa kami seperti ini"!
Mengapa membawa kami terbang ke udara! Mengapa tidak bertanya di
daratan saja"!"
Dua Datuk cuma tertawa. Datuk Kuning Nan Sabatang lalu
berkata, "Dari bicara kalian tadi dengan Datuk Pucuk Marajo Sati
rupanya kalian tahu di mana beradanya Tuanku Laras Muko Balang.
Katakan kepada kami di mana manusia muka belang berbulu itu dan


Wiro Sableng 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gadis culikannya berada!"
"Datuk berdua! Apakah menginginkan Tuanku Laras atau gadis
Cina itu. Jangan-jangan Datuk berdua telah jatuh hati pula pada wajah
yang cantik, kulit putih mulus dan tubuh elok montok..."
"Plaakkk!"
Datuk Bandaro Putih tampar pipi Sunguik Biru hingga sudut bibir
sebelah kiri robek mengucurkan darah.
"Jangan berani bicara kurang ajar pada kami Datuk pimpinan
Setan Harpa 10 Pendekar Gelandangan - Pedang Tuan Muda Ketiga Karya Khu Lung Suling Emas Dan Naga Siluman 27

Cari Blog Ini