Ceritasilat Novel Online

Bulan Sabit Bukit Patah 2

Wiro Sableng 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah Bagian 2


Luhak!" kata Datuk Bandaro Putih. Tangan kanannya yang tadi
menampar masih menggantung di udara dalam keadaan bergetar, siap
untuk menampar kembali atau bahkan menjotos batok kepala Sunguik
Biru Melihat saudara dempetnya ditampar hingga luka Sunguik Merah
merasa tidak senang lalu keluarkan ucapan menantang.
"Kalau kami tidak mau memberi tahu Datuk berdua mau berbuat
apa"!"
Datuk Bandaro Putih siap hendak menghajar Sunguik Merah.
Tapi Datuk Kuning Nan Sabatang memegang lengannya, berpaling pada
Sunguik Merah lalu tertawa gelak-gelak.
"Jawabnya mudah saja. Aku akan perintahkan dua harimau
melepas gigitan di tangan kalian. Kalian boleh bergembira terjun jatuh
ke bawah. Coba kalian lihat apa yang ada di bawah sana!" Mendengar
29 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
kata-kata Datuk Bandaro Putih dua pemuda berjuluk Tengku Mudo
Sagalo Duo itu tukikkan pandangan ke bawah. Saat itu mereka berada
di atas sebuah bukit batu hitam yang di puncaknya terdapat beberapa
telaga. Dua pemuda dempet ini serta merta mengenali bukit itu. Mereka
tahu pula kalau di setiap telaga dihuni oleh lusinan buaya besar yang
kelaparan dan jarang bertemu manusia!
"Bukit Batu Lubuk Buaya!" teriak Sunguik Merah. Wajahnya dan
wajah saudaranya yang sejak tadi sudah pucat kini jadi tambah tidak
berdarah karena ketakutan setengah mati.
"Datuk berdua orang baik orang beragama. Mengapa hendak
berbuat sekejam itu menjatuhkan kami ke bukit batu yang banyak
buaya laparnya"!" ucap Sunguik Biru dengan suara bergetar.
"Mahluk bejat seperti kalian sebenarnya sudah lama harus
disingkirkan dari muka bumi ini! Tapi siapa tahu kalian masih bisa
berbuat kebajikan mengurangi dosa-dosa bejat kalian selama ini!" Kata
Datuk Kuning Nan Sabatang.
"Dengar, kami tidak tahu di mana Tuanku Laras berada. Tadi
kami hanya bicara membual mengharapkan Datuk Marajo Sati mau
merampas pedang Al Kausar dari tangan si nenek." Memberi tahu
Sunguik Merah. "Betul, sebenarnya kami memang tidak tahu di mana beradanya
Tuanku Laras," Sunguik Biru sambung ucapan Sunguik Merah.
Datuk Kuning Nan Sabatang tepuk pinggul kanan harimau yang
ditunggangi. Binatang ini segera lepaskan gigitannya di tangan kanan
Sunguik Merah. Tak ampun lagi sosok dua pemuda dempet itu berayun
melayang menggantung ke bawah namun masih tertahan karena
harimau yang ditunggangi Datuk Bandaro Putih masih menggigit lengan
kanan Sunguik Biru. Kedua pemuda dempet itu menjerit-jerit
ketakutan. Yang paling keras jeritannya Sunguik Biru karena luka
gigitan harimau di lengannya semakin besar menguak.
"Datuk! Ampun! Jangan jatuhkan kami! Kami akan memberi tahu!
Kami akan bicara! Tapi turunkan dulu kami ke tanah!" Sunguik Merah
berseru. Bagian bawah jubahnya telah basah oleh air kencing yang tidak
tertahankan lagi dan terpancar tak karuan.
"Kau hanya menipu!" teriak Datuk Bandaro Putih. Lalu membawa
harimau tunggangannya melayang lebih tinggi.
"Demi Tuhan! Kami bersumpah!" teriak Sunguik Biru ketakutan
setengah mati. "Aha! Masih punya Tuhan kalian rupanya!" ucap Datuk Kuning
Nan Sabatang. Lalu dia memberi isyarat pada Datuk Bandaro Putih.
Harimau besar yang masih menggigit tangan kanan Sunguik Biru
perlahan-lahan melayang turun ke bawah hingga akhirnya sampai di
salah satu puncak bukit batu hitam, hanya dua langkah dari pinggiran
sebuah jurang batu terjal sedalam hampir tiga puluh tombak. Di dasar
jurang terdapat sebuah telaga dihuni banyak buaya besar berkulit
30 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
coklat kehitaman yang sudah cukup lama tidak mengenyam makanan
lezat apa lagi yang namanya tubuh manusia.
Sambil perhatikan lengan masing-masing yang luka dan
berlumuran darah dua pemuda dempet itu menggerung kesakitan. Saat
itu keduanya masih dalam keadaan tak mampu bergerak. Tanpa turun
dari punggung harimau Datuk Bandaro Putih membentak.
"Sekarang beri tahu di mana beradanya Tuanku Laras Muko
Balang atau kami lempar kalian ke dalam jurang..."
"Datuk berdua, sebenarnya... sebenarnya ada keperluan apa
menanyakan keberadaan Tuanku Laras. Bukankah..."
Datuk Kuning Nan Sabatang jadi kesal. Dia majukan harimau
tunggangan mendekati dua pemuda dempet lalu kaki kiri diangkat,
diletakkan di atas dada Sunguik Merah, siap untuk menendang.
"Sunguik Merah! Jawab saja apa yang kami tanya. Kalau kau
berani berpanjang mulut, jurang di dekat kalian cukup dalam. Sekali
aku tendang dadamu, kau bersama saudara mesummu akan terpental
masuk ke dalam jurang. Sampai di dasar kalian sudah berubah lumat.
Kalau masih hidup, belasan buaya di dalam telaga siap menyantap
kalian hingga tidak ada lagi yang tersisa dari tubuh kalian!"
"Jangan Datuk, jangan! Kami berdua mohon ampun dan kasihan.
Apakah... apakah Datuk berdua tidak akan lebih dulu melepaskan ilmu
yang membuat kami tak bisa bergerak ini?" Sunguik Biru berkata
berhiba-hiba. Dua Datuk mana mau percaya.
"Sekali lagi kau berpanjang bicara, kudongak kalian berdua
masuk jurang!" hardik Datuk Kuning Nan Sabatang. Lalu kaki kirinya
yang menempel di dada Sunguik Merah didorongkan sehingga dua sosok
dempet itu terhuyung-huyung ke arah jurang, (dongak: tendang)
"OndeMakl Datuk! Tunggu! Jangan menendang!" teriak Sunguik
Biru dengan muka pucat. Saat itu tubuhnya memang menghadap ke
arah jurang hingga rasa takutnya bukan alang kepalang, nyawa serasa
terbang. Lalu dia berkata pada saudara dempetnya. (OndeMak\: Aduh
Ibu!) "Sunguik Merah lekas kau beritahu pada Datuk. Aku belum mau
mampus. Apa lagi mati bergulung jatuh ke dasar jurang batu, ditunggu
buaya-buaya lapar!"
"Baik... baik... Aku akan bicara," jawab Sunguik Merah. "Datuk
berdua, sebenarnya kami tidak tahu pasti di mana saat ini beradanya
Tuanku Laras. Ke mana dia membawa gadis Cina yang kabarnya pernah
disekap Datuk Marajo Sati itu. Belum lama ini secara tak sengaja kami
bertemu dengan Tuanku Laras. Dia menyuruh kami merampas pedang
Al Kausar miliknya yang berada di tangan Si Kamba Mancuang..."
"Pedang Al Kausar bukan senjata sembarangan. Mengapa
manusia muka belang itu mempercayai kalian untuk mendapatkannya
kembali?" ucap Datuk Kuning Nan Sabatang.
"Dia sibuk mengurusi gadis Cina itu!" jawab Sunguik Biru.
31 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Dua Datuk saling pandang dan diam-diam sama bisa menerima
penjelasan Sunguik Biru.
"Kalian berdua mau melakukan perintah Tuanku Laras.
Mengapa"!" tanya Datuk Bandaro Putih. "Setahu kami selama ini kalian
tidak punya hubungan dekat dengan dirinya."
"Kami dijanji jika berhasil akan diberi satu batangan emas murni,"
jawab Sunguik Merah.
"Kalian percaya"!" tanya Datuk Bandaro Putih.
"Tentu saja," jawab Sunguik Merah. "Tuanku Laras memperlihatkan beberapa batang emas yang ada padanya!"
Dua Datuk kembali saling berpandangan. Ini satu hal yang baru
bagi mereka. Dari mana Tuanku Laras mendapatkan batangan emas
itu" "Lalu bagaimana selanjutnya?" tanya Datuk Kuning Nan
Sabatang. "Jika pedang Al Kausar sudah didapat kami disuruh pergi ke
Bukit Batu Patah, di bekas tempat berdirinya Istana lama Kerajaan
Pagaruyung. Kami harus mengantarkan pada malam hari ketiga bulan
baru. katanya dia akan menunggu di sana."
"Mengapa di Bukit Batu Patah dan mengapa harus hari ketiga
bulan baru?" tanya Datuk Bandaro Putih.
"Itu yang kami tidak tahu," jawab Sunguik Merah pula.
Dua Datuk terdiam. Sejurus kemudian Datuk Kuning Nan
Sabatang berkata, "Kami akan menyelidik. Jika ternyata kalian menipu
umur kalian tidak akan lama. Sebelum bulan setengah lingkaran
muncul di langit malam kalian sudah kami temui dan kami habisi!"
Selesai keluarkan ucapan dua Datuk siap menggebrak harimau
masing-masing. "Datuk! Tunggu! Bagaimana dengan kami"!" teriak Sunguik
Merah. "Tubuh kami masih kaku tak bisa bergerak! Kami tidak mau
mati tagang di tempat cilako ini!" (tagang: tegang/kaku) (cilako: celaka)
"Sebelum matahari tenggelam kalian berdua akan bebas dengan
sendirinya!" jawab Datuk Bandaro Putih.
Belum sempat dua harimau besar melesat ke udara
menerbangkan dua Datuk tiba-tiba dari dalam jurang terdengar suara
menderu keras. Batu-batu di dinding jurang runtuh hancur berkepingkeping, debu mengepul ke udara. Di lain kejap tiba-tiba satu sosok aneh
yang tadinya melata melesat di dinding jurang kini berdiri di hadapan
dua pemuda dempet!
Mahluk yang muncul ini sungguh dahsyat!
32 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
SUNGUIK Merah dan Sunguik Biru walaupun berada dalam keadaan
kaku tak mampu bergerak namun masih bisa merasakan bagaimana
tubuh mereka menjadi bergetar dan tengkuk seperti diguyuraires!
Mahluk yang berdiri di hadapan mereka ujudnya setengah
perempuan setengah buaya. Leher ke atas atau bagian kepala berbentuk
kepala seekor buaya berkulit putih bermata biru. Di atas kening antara
kedua mata melekat sebuah batu permata memancarkan cahaya hijau.
Dari leher ke bawah sosok mahluk ini tidak beda dengan sosok
seorang perempuan muda bertubuh bagus dan elok menawari serta
berkulit putih mulus. Keelokan dan keputihan ini terlihat jelas karena
dari leher sampai ke pusar tubuh itu tidak tertutup apa-apa. Dari pusar
ke bawah mahluk perempuan berkepala buaya putih ini mengenakan
sehelai kain songket merah setinggi lutut hingga terlihat betisnya yang
putih menawan. Perempuan berkepala buaya ini memiliki dua tangan dan dua kaki
tidak beda dengan manusia. Dalam ujud yang seperti itu tubuhnya
menebar bau harum mewangi. Dua pemuda dempet sama menelan
ludah. Mata menatap tak berkesip, tenggorokan turun naik. Ingatan
mereka sekilas kembali pada masa beberapa waktu lalu.
Kemunculan sang mahluk membuat dua Datuk terkejut dan serta
merta menahan gerakan harimau tunggangan yang hendak melesat
terbang ke udara. Melirik ke arah kiri mereka melihat sepasang pemuda
dempet pucat pasi tampang mereka, jelas menunjukkan ketakutan.
"Inyiek Ratu Buayo." Sunguik Merah dan Sunguik Biru samasama keluarkan suara bergetar. Kalau saja dua kaki mereka bisa
digerakkan saat itu keduanya sebenarnya sudah memutuskan untuk
menghambur lari lintang pukang! (Buayo: Buaya)
"Bagus!" tiba-tiba sosok perempuan muda berkepala buaya
berucap. Suaranya menyerupai suara seorang gadis, sejuk dan lembut
terdengar di telinga. Padahal kata-katanya cukup membuat bulu kuduk
orang yang mendengar jadi berdiri dingin!
"Dua Datuk Luhak sahabatku telah mengantarkan kalian berdua
hingga aku tidak perlu susah-susah mencari. Tinggal mempesiangi saja!
Hik... hik!"
Tengku Mudo Sagalo Duo terdiam. Lalu Singuik Merah walaupun
nyali mulai leleh coba berkata menegur.
"Inyiek Ratu Buayo. Apakah kau baik-baik saja...?"
"Hmm... Jangan berpura-pura menegur berbasa-basi," menjawab
mahluk perempuan setengah telanjang berkepala buaya. "Banyak yang
tidak baik dengan diri ini! Semua sebab ulah kalian berdua..."
"Inyiek," Sunguik Biru berkata setengah berbisik. "Dua Datuk di
33 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
sebelah sana telah membuat kami tak bisa melangkah tak mampu
menggerakkan tangan. Tolong Inyiek bebaskan kami..."
Inyiek Ratu Buayo dongakkan kepala lalu tertawa.
"Itu hanya satu hukuman kecil. Hukuman dariku jauh lebih
besar!" "Inyiek, kalau kami bisa bebas, kita bisa bersenang-senang
kembali seperti dulu-dulu..."
"Bersenang-senang seperti dulu!" Inyeik Ratu Buayo mengulang
ucapan Sunguik Merah. Batu permata hijau di keningnya bersinar
terang. Sepasang mata yang biru pancarkan cahaya angker.
"Puan!" Tiba-tiba perempuan bertubuh perempuan bertubuh
molek berkepala buaya itu meludah. Ludahnya bukan seperti manusia
biasa meludah tapi seperti seorang manuang seember air! Ketika ludah
itu mengenai satu gundukan batu, batu langsung membuih dan
meleleh! Datuk Bandaro Putih berpaling pada Datuk Kuning Nan Sabatang.
"Ludah Hantu Buayo", bisik Datuk Bandaro Putih menyebut ilmu Inyiek
Ratu Buayo. Menyaksikan sang Inyiek meludah seperti itu bertambah pucatlah
wajah dua pemuda dempet. Kalau ludah tadi disemburkan ke kepala
atau tubuh mereka dapat dibayangkan apa yang terjadi. Agaknya
perempuan muda berkepala buaya itu tidak mungkin dibujuk apa lagi
dirayu. "Inyiek, kami berdua sebenarnya..."
"Tutup mulut! Jangan banyak bicara!" Mahluk kepala buaya
membentak memotong ucapan Singuik Biru. "Culas penipu! Busuk bejat
dan luar biasa mesum! Katamu hanya aku seorang yang jadi
kekasihmu. Ternyata kalian berkeliaran ke mana-mana mengumbar
nafsu! Bukan saja kalian sudah meniduri diriku tapi juga menipu
mengambil harta perhiasan milikku! Kalaupun dua Datuk itu tidak
membawa kalian kemari apa kalian mengira bisa lolos dari
pembalasanku?"
Mendengar ucapan Inyiek Ratu Buayo dua Datuk jadi merasa
jengah. Sebenarnya mereka ingin cepat-cepat meninggalkan tempat itu.
Mereka tidak ingin mencampuri urusan orang sementara urusan sendiri
belum selesai. Namun bagaimana pun juga mereka ingin pula
mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Inyiek, kami bukan menipu. Bagaimanapun Inyiek tetap satusatunya kekasih kami sehidup semati di tanah Minang ini. Kami pergi
hanya karena ada urusan..."
Mendengar kata-kata Sunguik Merah, perempuan muda berkepala
buaya membuka mulut lebar-lebar hingga kelihatan bagian dalam


Wiro Sableng 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mulutnya yang penuh dengan deretan gigi besar dan runcing
mengerikan. Untuk beberapa saat gelak tawa angker menggema keluar
dari mulut mahluk kepala buaya.
"Pergi selama enam bulan tidak kabar tidak berita! Sehidup
34 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
semati! Kalian yang hidup aku yang kalian buat mati jadi bangkai hidup!
Satu-satunya kekasih di tanah Minang! Padahal puluhan perempuan
sudah kalian gauli kalian tiduri! Hik... hik! Manusia-manusia mesum
terkutuk, aku pula yang hendak kalian tipu! Kepalaku yang hendak
kalian gadai!"
"Inyiek, kalau Inyiek mau mengambil kembali semua perhiasan
yang pernah Inyiek berikan pada kami, kami akan segera lakukan.
Malah akan kami tambah dengan apa yang kami miliki. Asal Inyiek mau
melepas ilmu yang membuat kami tidak bisa bergerak."
"Baik! Akan aku bebaskan kalian!" kata mahluk perempuan
kepala harimau. Dua tangan disilang di atas dada. Lalu disentakkan
dengan tiba-tiba.
"Wuutttt!"
Dari bagian tubuh sebelah belakang Inyiek Ratu Buayo mencuat
keluar sebentuk ekor panjang besar, berwarna coklat kehitaman,
bergerigi lentur namun lebih keras dari besi! Rupanya inilah ekor sang
Inyiek! Dua pemuda dempet yang dijuluki Tengku Mudo Sagalo Duo
tersentak kaget.
"Inyiek Ratu! Mulai saat ini kita bisa bersama-sama lagi. Kami
berjanji tidak akan pergi ke mana-mana. Kami tidak akan
meninggalkanmu barang sepicingpun!" Sunguik Biru berseru ganti
membujuk. Inyiek Ratu Buayo tertawa panjang.
"Kalian berdua memang tidak akan pergi ke mana-mana!"
Habis keluarkan ucapan itu ekor di belakang tubuh Inyiek Ratu
Buayo melesat menyambar ke bagian bawah tubuh dua pemuda dempet
yang tertutup jubah. Ekor buaya yang walau kelihatan lentur tapi lebih
keras dari besi itu menghantam dua pasang kaki. Terdengar suara
berderak dibarengi jeritan dua pemuda dempet
Dua pasang kaki buntung bergeletakan di tanah. Kalau tadi dua
pasang kaki itu tidak mampu bergerak kini dalam keadaan buntung
tampak berkelojotan di atas bebatuan yang telah digenangi darah.
Bersamaan dengan itu tubuh Tengku Mudo Sagalo Duo roboh di
atas batu lalu terguling masuk ke dalam jurang! Suara jeritan dua
pemuda dempet itu menggelegar menggidikkan. Sunguik Merah masih
mampu berteriak.
"Inyiek! Ampun kami! Tolong! Jangan sampai kami jatuh ke dasar
jurang! Datuk! Tolong...!"
Lalu suara jeritan lenyap. Hening sesaat. Kemudian terdengar
suara air telaga di dasar jurang membuncah. Belasan buaya lapar yang
ada di tempat itu bersirebut cepat menyantap dua tubuh dempet.
Dua Datuk di atas punggung harimau sampai mengelus kuduk
masing-masing saking tercekatnya.
"Dua Datuk penjaga negeri. Jika tidak ada sesuatu yang hendak
35 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
kalian sampaikan aku merasa tak ada gunanya berada lebih lama di
tempat ini."
Datuk Bandaro Putih mengusap wajah beberapa kali. Lalu
berkata. Mata tidak berani menatap ke arah tubuh yang setengah
telanjang itu. "Inyiek Ratu Buayo. Kami sudah lama mendengar riwayat dirimu.
Beruntung sekali hari ini kami bisa bertemu. Kami ingin berterima kasih
karena Inyiek telah mengerjakan apa yang sebelumnya menjadi niat
kami." Kepala buaya Inyiek Ratu Buayo mengangguk. Matanya yang biru
tampak redup. "Kematian mereka sudah nyata. Kematian diriku yang
belum jelas. Padahal dosa ini sudah setinggi langit sedalam lautan..."
Ucapan mahluk kepala buaya ini seolah menyesali nasib dirinya.
"Inyiek, Allah itu Maha Kuasa, Maha Mendengar, Maha
Mengetahui dan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Jika Inyiek mau
minta ampun dan bertobat pasti Allah akan mengampuni segala dosa
Inyiek. Seberapapun besarnya..."
"Begitu...?" Kepala berbentuk kepala buaya itu menganggukangguk. Lalu terdengar suaranya lirih. "Aku memang sudah lama
melupakan Tuhan Seru Sekalian Alam..."
"Ada kalanya manusia memang bersifat seperti itu Inyiek, sering
melupakan Tuhan," kata Datuk Kuning Nan Sabatang. "Namun yang
patut kita ketahui, Tuhan tidak pernah melupakan kita betapapun
buruk ujud kita, betapapun besar dosa kita. Itulah kerohimannya
Allah." Inyiek Ratu Buayo terdiam. Sepasang mata birunya semakin
redup. Perlahan-lahan air mata jatuh bercucuran dari kedua mata itu.
Datuk Bandaro Putih menghela nafas dalam.
"Sahabatku Inyiek Ratu Buayo. Air mata adalah ungkapan hati
nurani penuh kejujuran. Pertanda bahwa Inyiek sudah mendekatkan
diri pada Allah Yang Maha Kuasa, pertanda bahwa Inyiek siap bahkan
saat ini mungkin sudah menyatakan bertobat..."
"Inyiek, mungkin Inyiek harus meninggalkan tempat ini. Mencoba
hidup di tempat lain yang lebih baik..." berkata Datuk Kuning Nan
Sabatang menyambung ucapan Datuk Bandaro Putih.
"Mungkin memang harus begitu. Tapi ke mana aku harus pergi.
Bagaimana dengan anak-anakku" Lalu apakah orang mau menerima
diriku dalam keadaan seperti ini...?"
Dua Datuk maklum apa yang dimaksud Inyiek Ratu Buayo
dengan sebutan "anak-anak". Tidak lain adalah puluhan ekor buaya
yang ada di dasar jurang serta beberapa telaga yang terdapat di atas
bukit batu. "Inyiek, serahkan semua kepada Allah Yang Maha Kuasa dan
Maha Mengetahui. Allah menciptakan dunia, Allah pula yang akan
mengatur segala isi dan kejadiannya. Jika inyiek punya kesempatan
36 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
datanglah ke Luhak kami. Kami ada amalan baik. Inyiek akan langsung
berhadapan dan memohon kepada Tuhan. Mudah-mudahan Inyiek bisa
berubah ujud."
"Datuk berdua, kalian baik sekali. Aku sangat berterimakasih.
Sekarang mataku jadi lebih terbuka. Sesungguhnya begitu banyak orang
buruk dan jahat di dunia ini, tapi rupanya masih lebih banyak mereka
yang berhati putih dan bersifat baik seperti Datuk berdua. Bilakah
Datuk berkenan menerima kedatanganku?"
"Secepat yang bisa Inyiek lakukan. Namun kalau bisa datanglah di
penghujung bulan di muka..."
"Mengapa begitu lama sekali?" tanya mahluk perempuan muda
kepala buaya. "Karena saat ini kami tengah menghadapi satu urusan besar."
Datuk Bandaro Putih yang menjawab.
Inyiek Ratu Buayo terdiam lalu anggukkan kepala. Dia cukup
tahu diri untuk tidak menanyakan apa urusan besar yang tengah
dihadapi kedua Datuk tersebut.
"Aku benar-benar sangat berterima kasih pada Datuk berdua..."
"Kalau begitu mulai hari ini gantilah pakaian Inyiek. Tutupi aurat.
Dan yang paling penting mulai melakukan sholat lima waktu..." kata
Datuk Bandaro Putih pula.
Inyiek Ratu Buayo Putih rapatkan mulut, anggukkan kepala.
"Tapi ujudku yang seperti ini, lalu keningku yang tak mungkin
sujud..." Dua Datu k tersenyum mendengar kata-kata mahluk kepala
buaya itu. "Tuhan tidak pernah menolak sembah sujud umatnya. Sholat
seseorang tidak ditentukan oleh baik atau buruk rupanya. Itulah
Kebesaran Tuhan."
Setelah membungkuk memberi penghormatan dan melambaikan
tangan dua Datuk melesat ke udara di atas punggung harimau
tunggangan masing masing.
Inyiek Ratu Buayo usapkan dua tangan di atas kepala. Sepasang
mata biru yang berlinangan dipicingkan. Dalam hati dia berkata, "Tuhan
rupanya memang masih sayang padaku. Dia telah mendatangkan dua
Datuk itu, memberi jalan dan petunjuk. Terima kasih dua Datuk.
Terima kasih Tuhan. Engkau memang Allah Yang Akbar..."
*** 37 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
KITA kembali pada Datuk Marajo Sati. Sorban sakti yang bisa
dipergunakan sebagai alat tumpangan pembawa terbang tak ada lagi.
Harimau kuning belang hitam yang jadi binatang peliharaan dan bisa
ditunggangi melayang di udara masih terbujur sakit di Ngarai Sianok
akibat serangan racun Ilmu Santuang Panyasek yang dilancarkan
Tuanku Laras Muko Balang (baca episode sebelumnya "Mayat Di Rumah
gadang") Kerenanya Datuk Marajo Sati kini kerahkan ilmu lari yang selama
ini jarang dipergunakan bernama Tabang Di Bumi Malayang DiLangiek
(Terbang Di Bumi Melayang Dt Langit). Ketika langit di arah timur
memancarkan cahaya merah kekuningan pertanda tak lama lagi sang
surya akan tenggelam, di satu tempat sepi yang dirasakan aman yaitu di
tepi satu anak sungai berair jernih dan dangkal, sang Datuk duduk di
atas sebuah batu besar.
Sebuah benda yang sejak tadi diselipkan di pinggang dicabut
dikeluarkan. Benda ini bukan lain adalah potongan bambu berlilit
secarik kain putih yang merupakan Surat Perintah Sri Baginda Raja Di
Pagaruyung. Sebagaimana diketahui Surat Perintah itu dibawa dan
dilemparkan oleh Datuk Bandaro Putih hingga menancap di dinding
batu dekat mulut goa. Walau sebelumnya tidak mau perduli dengan
surat itu namun ketika berkelebat pergi Datuk Marajo Sati mengambilnya dengan sambaran tangan kiri.
Di bawah terang cahaya merah kekuningan sinar matahari Datuk
Marajo Sati buka gulungan kain putih yang melilit di batang bambu. Dia
berusaha menenangkan diri waktu membaca apa yang tertulis di atas
kain itu walau dua tangan yang memegang Surat Perintah tampak
sedikit bergetar.
Surat Perintah itu didahului dengan kata Basmallah ditulis dalam
bahasa Melayu dan beraksara Arab Gundul.
Terhunjuk Datuk Pucuk,
Datuk Marajo Sati
Datuk Pimpinan L uhak Nan Tigo
Berita buruk mengenai diri Datuk Pucuk telah tersiar dari mulut ke
mulut dan telah pula dihembuskan angin sampai ke telinga kami di
singgasana Nagari Adat Bertuah, Kerajaan Pagaruyung.
Kebenaran harus di jejak diselidiki agar keadilan bisa ditegakkan.
Jangan sampai karena seekor kerbau berkubang, sekandang kena
lumpurnya. Jangan karena nilai setitik rusak susu sebelanga. Jangan
pula karena perbuatan satu orang kutuk dan azab Allah jatuh menimpa
seisi negeri. Karena urusan ini sangat patut dirahasiakan sampai kebenaran
38 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
terungkap maka kami memerintahkan agar Datuk Marajo Sati datang ke
bekas Istana lama Kerajaan Pagaruyung di Bukit Batu Patah untuk
memberi kesaksian pada utusan yang telah kami percaya. Waktunya
malam hari bulan sabit malam ketiga.
Bilamana Datuk tidak bersalah maka Allah akan melindungi. Tetapi
jika Datuk memang orang berdosa maka Datuk akan menjadi orang
teraniaya. Hanya ampun dan tobat Datuk yang menyelamatkan Datuk.
Tapi itu adalah Hukum Akhirat. Hukum Dunia tetap Datuk
pertanggungjawabkan pada anak Nagari dan Kerajaan.
Semoga Allah melindungi dan memberi rakhmat pada kita semua.
Amin. Sri Baginda Raja Pagaruyung
Yang Dipertuan Raja Muning Alam Syah
Untuk beberapa saat lamanya Datuk Marajo Sati masih duduk di
atas batu besar di pinggir batang air (sungai kecil) itu. Namun wajahnya
tampak mengelam, tubuh meregang kaku dan bergetar.
"Kalau aku dijadikan orang yang teraniaya. Maka seluruh nagari
akan aku buat sengsara! Datuk Bandaro Putih dan Datuk Kuning Nan
Sabatang pasti manusia-manusianya yang berada di balik keluarnya
Surat Perintah ini." Dua tangan Datuk Marajo Sati yang masih
memegang bambu dan kain putih Surat Perintah meremas gemas.
"Dess! Desss!"
Dari genggaman sang Datuk melesat keluar nyala api. Batangan
bambu dan kain putih hancur dan musnah dilamun api. Bagian yang
masih tersisa berupa arang dan debu dimasukkan ke dalam saku celana
galembong hitam. Lalu kepala diangkat menatap ke langit.
"Malam ini bulan malam pertama munculnya bulan sabit. Berarti
waktunya dua malam dari sekarang. Wahai Sri Baginda Raja di
Pagaruyung. Aku insan tidak bersalah! Mengapa aku harus takut
menghadapi perintahmu" Tuhan Seru Sekalian Alam. Kau Maha
Mengetahui dan Maha Melihat!"
Perlahan-lahan Datuk Marajo Sati bangkit berdiri. Ternyata batu
besar yang tadi didudukinya telah berubah ceguk dan hitam serta
mengepulkan asap!
Itulah akibat hawa amarah yang keluar tanpa disadari sang
Datuk! KETIKA malam itu bulan sabit hari pertama muncul membayang
putih di langit, seorang pemuda berpakaian biru gelap mengendapendap di balik sederetan pohon ambacang, tak jauh dari sebuah rumah
besar bergonjong yang terletak di pinggiran timur Kota Gadang. Mata si
pemuda menatap ke arah jendela di bagian depan rumah sebelah kanan
yang disebut anjungan. Sewaktu bergerak hendak berpindah ke pohon
ambacang di sebelah kanan, mendadak langkah pemuda tadi tertahan.
Dada berdebar, wajah berubah pucat. Di hadapannya, hanya beberapa
langkah saja ada sebuah kuburan terbuat dari batu pualam kelabu.
39 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Bulu kuduk si pemuda meregang dingin ketika telinganya tiba-tiba
menangkap ada suara menyerupai orang menggembor ke luar dari
kuburan. Sambil membungkuk dan melangkah mundur pemuda itu susun
sepuluh jari di atas kening seraya mulut berucap perlahan, suara
bergetar. "Datuk... Datuk Indomo... Saya Pakih Jauhari. Maafkan saya.
Tiada maksud hendak mengganggu ketentraman Datuk di alam arwah.
Saya datang dengan maksud baik. Kalau Datuk mengizinkan, kalau
Tuhan meredhoi saya masih tetap ingin..."
Datuk Indromo adalah ayah kandung Gadih Putih Seruni yang
telah meninggal dunia dan dikubur di halaman dekat rumah
kediamannya. Konon lelaki ini menghembuskan nafas terakhir setelah
terlebih dahulu mengalami sakit akibat rasa sakit hati yang tidak


Wiro Sableng 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkenan atas perkawinan anak perempuannya dengan Datuk Marajo
Sati. Ucapan terputus. Si pemuda ternyata adalah Pakih Jauhari bekas
kekasih Gadih Putih Seruni yang kemudian diambil menjadi istri oleh
Datuk Marajo Sati cepat merapat ke batang pohon besar di sebelahnya.
Di halaman kiri rumah rumah besar berkelebat seorang bertubuh tinggi
besar berpakaian serba hitam. Cepat sekali dia sudah berada di tangga
samping rumah, naik ke atas dan tanpa kesulitan membuka pintu lalu
menghilang masuk ke dalam rumah.
Di balik pohon Pakih Jauhari berulang kali berkata. "Aku yakin...
Pasti dia... Tapi mengapa tidak memakai sorban. Kepala sulah
tersingkap..."
Tidak menunggu lebih lama begitu sosok tinggi besar tadi masuk
ke dalam rumah gadang, Pakih Jauhari segera berlari masuk ke dalam
kolong. Tepat di bawah kamar ketiduran Gadih Putih Seruni, istri Datuk
Marajo Sati yang dulu pernah menjadi kekasihnya dan sampai saat ini
masih sangat dicintainya. Pemuda ini berusaha mencuri dengar
pembicaraan di atas rumah, namun papan lantai terlalu tebal dan
jaraknya terlalu jauh.
Sementara itu di dalam rumah gadang. Di atas pembaringan
Gadih Putih Seruni yang sejak beberapa hari ini memang sulit tidur
memicingkan mata palingkan kepala ke arah pintu ketika telinganya
mendengar suara pintu dibuka orang. Pelita minyak di dalam kamar
nyala apinya memang sengaja dikecilkan.
"Ibu..." Gadih Putih Seruni menyangka ibunya yang datang.
Ternyata yang masuk ke dalam kamar adalah lelaki tinggi besar yang
serta merta dikenalinya.
"Seruni, ini aku. Datuk Marajo Sati. Suamimu."
Mendengar suara orang Gadih Putih Seruni segera turun dari
tempat tidur. Dia hendak membesarkan nyala api pelita minyak tapi
segera dicegah oleh Datuk Marajo Sati.
"Datuk..." Gadih Putih Seruni terduduk di tepi tempat tidur. Dua
40 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
tangan memegang dada, wajah pucat merebak hendak menangis. Tapi
dia masih bisa menahan dan keluarkan ucapan. "Datuk... Mengapa
Datuk berkeadaan seperti ini. Datang tengah malam hari seperti
sembunyi-sembunyi. Mana sorban Datuk...?"
Keadaan Datuk Marajo Sati saat itu memang tidak karuan rupa.
Pakaian kotor berdebu, wajah kusut dan kepala yang hampir botak
tidak tertutup sorban.
Datuk Marajo Sati cepat dekati istrinya, membelai rambut Gadih
Putih Seruni lalu berkata.
"Aku mohon maaf, sekian lama tidak mengunjungimu. Sebagai
suami dosaku terlalu besar..."
"Saya tidak memikirkan hal itu Datuk. Yang saya khawatirkan
adalah diri dan keselamatan Datuk. Saya mendengar berita yang telah
tersebar luas di seluruh nagari..."
"Aahh... Syukur kau sudah mengetahui hingga aku tidak perlu
menceritakan apa yang telah terjadi. Tapi ada satu hal sangat perlu aku
beritahukan. Semua cerita dan pergunjingan tentang diriku adalah
fitnah belaka. Semua ini adalah perbuatan Pakih Jauhari, pemuda
jahanam itu! Tidak bisa dia mendapatkan dirimu, aku yang dikerjainya!
Bersaksi kepada Allah dan RasulNya, aku tidak pernah berbuat zinah
dengan gadis Cina yang aku beri nama Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok
itu! Demi Allah semua yang aku lakukan adalah untuk menolong
semata. Dia dikejar dan hendak dibunuh orang yang datang
memburunya dari daratan Cina, dibantu seorang tokoh silat dari Jawa
serta beberapa tokoh silat di tanah Minang ini. Sekarang gadis itu entah
di mana beradanya. Dibawa lari oleh Tuanku Laras dan kawankawannya. Aku punya tanggung jawab besar untuk menyelamatkan jiwa
dan kehormatannya. Istriku, apakah kau bisa mempercayai diriku...?"
"Datuk..." Gadih Putih Seruni tidak bisa meneruskan ucapannya.
Dua tangan ditutupkan ke wajah lalu terdengar suara tangisnya
sesenggukan. "Istriku, aku tidak bisa berlama-lama di sini. Raja di Pagaruyung
telah mengeluarkan perintah akan mengadili diriku melalui seorang
utusan. Hal itu akan dilakukan pada bulan sabit malam ketiga di Bukit
Batu Patah, di bekas Istana Pagaruyung lama. Aku tidak gentar
menghadapi semuanya..."
"Kalau Raja di Pagaruyung ingin menyidik mengapa tidak
dikumpulkan orang cerdik pandai dan para ulama terkemuka se-nagari
dan perkaranya digelar di Balairung secara terbuka?"
"Sri Baginda Maharaja agaknya masih bertenggang rasa. Tidak
mau membuat perkara ini meruyak besar. Tapi sekali lagi aku katakan.
Aku tidak gentar. Karena aku tidak membekal secuil dosa dan
kesalahanpun. Bumi bisa berbalik. Ranah Minang ini bisa terjungkir
dan keadilan bisa saja berbalik menjauhi diriku. Mungkin aku akan
dipancung atau dibuang keluar rantau. Mungkin juga aku akan jadi
korban pembunuhan gelap. Jika itu terjadi, tabahkan hatimu, dekatkan
41 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
diri selalu pada Tuhan dan minta pertolongan serta perlindungan
dariNya. Aku pergi sekarang..."
Sekali lagi Datuk Marajo Sati membelai rambut istrinya. Lalu dia
membuka jendela dan memilih keluar dengan cara melompat lewat
jendela itu daripada melalui pintu dari mana tadi dia masuk.
Gadih Putih Seruni tidak tahu berapa lama dia tegak tertegun di
belakang jendela, memandang ke arah halaman samping yang gelap
ketika tiba-tiba dia mendengar suara pintu kamar terbuka dan ada
orang melangkah masuk. Kali ini pasti ibunya yang datang. Tapi ketika
dia memutar tubuh dan melihat orang yang berdiri di hadapannya,
berubahlah parasnya.
42 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"UDA..." Suara Gadih Putih Seruni bergetar begitu melihat pemuda yang
tegak di hadapannya. Mata terbeliak memandang tak percaya. "Sungguh
berani sekali Uda datang kemari..." (Uda: Kakak)
Pakih Jauhari tidak bergerak dari tempatnya tegak. Mulut
kemudian berucap.
"Seruni, rupanya kau tidak senang aku datang mene-muimu?"
"Bukan begitu Uda. Saya senang melihat Uda datang, tidak
kurang suatu apa. Datuk Marajo Sati baru saja datang ke sini. Baru saja
pergi. Kalau sampai dia melihat Uda, Uda pasti akan dibunuhnya!"
"Aku sudah tahu. Aku melihat dia masuk ke rumah itu. Seruni,
keadaan di I uar sana sudah sangat tegang. Raja di Pagaruyung
kabarnya akan mengusut perkara memalukan yang dilakukan Datuk..."
"Datuk tadi memang bercerita begitu. Menurutnya semua ini
gara-gara Uda. Uda katanya yang menebar fitnah..."
"Seruni, semua perbuatan Datuk Marajo Sati sudah diketahui
orang senagari. Apa yang aku lakukan bukan fitnah tapi kenyataan. Di
samping cintaku padamu yang tak mungkin hapus. Datuk Luhak Agam
dan Datuk Luhak Lima Puluh Kota tengah mengejarnya. Raja di
Pagaruyung telah pula turun tangan..."
"Sudahlah Uda, saya tidak mau mendengar cerita itu berpanjang
lebar. Buruk atau baiknya Datuk adalah suami saya walaupun saya
tidak pernah mencintainya. Sekarang katakan mengapa Uda datang
malam-malam begini menyelinap menemui saya. Kalau selesai cerita
Uda, lekas pergi. Saya takut Ibu terbangun dan masuk ke dalam kamar
ini..." "Seruni, aku gembira mendengar ucapanmu bahwa kau tidak
mencintai Datuk Marajo Sati. Berarti diriku yang buruk ini masih ada
tempat di dalam hatimu. Aku telah lama merencanakan sesuatu. Malam
ini kurasa saat yang tepat untuk memberi tahu padamu. Empat hari di
muka ada sebuah kapal barang akan berlayar ke tanah Jawa. Beberapa
orang anak buah kapal adalah teman-temanku. Mereka bersedia
membawa kita ke tanah Jawa. Sampai di tanah Jawa kita akan mencari
usaha bagaimana caranya agar ada kadi atau orang tua yang bisa
menikahkan kita."
Sepasang bola mata Gadih Putih Seruni membesar. Menatap tak
berkesip ke arah pemuda yang tegakdi hadapannya.
"Uda, saya memang tidak pernah mencintai Datuk Marajo Sati.
Dan sampai saat ini kasih sayang saya pada Uda tidak pernah pudar.
Tapi apa yang barusan Uda katakan sungguh tidak berani saya
melakukan. Bagaimanapun juga saya adalah masih istri syah Datuk
Marajo Sati. Dosa besar akan menghadang kita dan anak keturunan kita
43 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
jika kita lakukan apa yang Uda rencanakan itu. Dosa kita akan jauh
lebih besar dan lebih berat dari apa yang sekarang dituduhkan orang
senagari ini terhadap Datuk... Seandainya saya ini belum menikah
dengan Datuk, pergi kawin lari menurutkan kata hati tetap akan saya
pikir dulu masak-masak. Saya tidak ingin memberi malu nama baik
keluarga, mencoreng arang di kening. Menginjak adat melanggar ajaran
agama. Saya tidak ingin arwah ayah saya menjadi tidak tenteram di
alam baka..." Waktu bicara sepasang mata Seruni tampak berkaca-kaca
dan dadanya turun naik.
"Seruni, aku tahu kau sedang bingung karena kedatangan Datuk
tadi. Mungkin juga takut. Selama aku masih berada di dekatmu jangan
pernah merasa takut Aku akan memberi waktu bagimu untuk berpikir.
Jika kau menerima apa yang aku katakan, datanglah dua hari lagi ke
bekas Istana Pagaruyung di Bukit Batu Patah. Datang malam hari,
seorang diri. Aku akan menunggumu di sana. Di tempat itu ada seorang
jalan Mamakku yang bertugas menjaga bekas Istana itu. Dia akan
membantu kita sampai kita pergi ke pesisir barat untuk berlayar..."
{jalan Mamak: masih Paman) "Maafkan saya Uda. Saya tidak berani
melakukan hal itu..."
Pakih Jauhari melangkah mendekati Gadih Putih Seruni.
Memeluk perempuan itu erat-erat lalu mencium keningnya.
"Kekasih buah hati, belahan jiwa pengarang jantung, kutunggu
kau malam dua hari lagi. Di Bukit Batu Putih. Bekas Istana Kerajaan
Pagaruyung di Gudam. Jangan kecewakan hati orang yang sangat
mencintaimu ini. Besok pagi, aku akan menyuruh sahabatku si Leman
menjemputmu dengan kereta. Perjalanan ke Bukit Batu Patah cukup
Jauh..." "Saya tidak mengerti..." bisik Gadih Putih Seruni.
"Apa yang tidak kau mengerti Seruni?"
"Mengapa harus dua malam lagi. Dan tempatnya musti di Bukit
Batu Patah...?"
"Itu tempat yang paling aman. Memangnya ada apa Seruni...?"
Gadih Putih Seruni hanya menggelengkan kepala.
"Aku pergi sekarang Seruni. Jaga dirimu baik-baik..."
Ketika Pakih Jauhari telah keluar dari kamar itu baru Gadih Putih
Seruni sadar. "Seharusnya aku katakan padanya bahwa dua malam di muka
Datuk Marajo Sati juga akan datang ke Bukit Batu Patah. Ah, mengapa
mulut ini tak bisa bicara..." Apakah... apakah aku harus memenuhi
permintaan pemuda itu. Apa yang akan terjadi jika nanti bertemu
dengan Datuk Marajo Sati" Mungkin aku harus menyuruh seseorang
menemui pemuda itu bahwa di malam yang sama Datuk Marajo juga
akan ada di sana. Bisa-bisa Pakih Jauhari juga akan diadili dengan
tuduhan penebar fitnah..." Gadih Putih Seruni telungkupkan badan di
atas pembaringan. Malam itu dia tidak bisa memejamkan mata
sepicingpun. Terhuyung-huyung dia baru turun dari suara Azan
44 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
menggema untuk mengingatkan umat akan kewajiban bersembahyang
Subuh. Dalam hati dia membatin.
"Tuhan, aku akan bersujud menghadapmu. Tolong ya Tuhan,
lindungi kami semua. Beri saya ketabahan menghadapi segala cobaan
ini..." *** PEMBACA yang budiman. Saatnya kita kembali pada sang
Pendekar 212 Wiro Sableng. Ketika Datuk Bandaro Putih dan Datuk
Kuning Nan Sabatang menerbangkan Tengku Mudo Sagalo Duo, melesat
ke udara dengan menunggang harimau sakti sementara Datuk Marajo
Sati juga lenyap entah ke mana, maka murid Sinto Gendeng kini tinggal
berdua dengan nenek Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai.
Wiro memperhatikan dinding batu dekat mulut goa. Kain bersurat
yang tergulung pada sebatang bambu dan menancap di dinding batu
tidak kelihatan lagi. Wiro dan juga si nenek maklum kalau sebelum
meninggalkan tempat itu Datuk Marajo Sati telah mengambil surat itu.
Sementara Wiro kemudian menatap ke langit memperhatikan dua
harimau yang ditunggangi dua datuk melesat membawa terbang sosok
dua pemuda dempet, si nenek sentakkan tangan kanan. Kain putih
panjang melesat bergulung melibat pedang Al Kausar. Senjata itu
disusupkan kembali ke balik punggung jubah putihnya.
Wiro masih terus menatap ke langit. Mulutnya berkata. "Tadinya
kita datang ke sini untuk menjernihkan suasana. Bicara pada dua
Datuk Luhak dan Datuk Pucuk. Siapa mengira kejadiannya bisa begini."
Si nenek mengikuti arah pandangan Wiro lalu bertanya.
"Menurutmu mengapa dua Datuk melarikan pemuda dempet itu" Lalu
ke mana mereka hendak membawanya?"
Wiro angkat kopiah hitam yang dilingkari sorban, menggaruk
kepala lalu menjawab.
"Aku punya dugaan begini Nek. Dua Datuk ingin mengorek
keterangan dari dua pemuda dempet di mana beradanya Tuanku Laras.
Jika tahu di mana manusia muka belang itu berada berarti di situ juga
ada gadis Cina yang dijuluki Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok itu.
Mungkin sekali dua Datuk ingin mengetahui langsung dari gadis itu apa
benar Datuk Marajo Sati telah melakukan perbuatan mesum terhadap
dirinya. Lalu dua Datuk sengaja menerbangkan dua pemuda dempet,
menjauhkan dari Datuk Marajo agar Datuk Marajo tidak mendengar apa
yang mereka bicarakan dan mengetahui di mana keberadaan gadis Cina
itu..." "Hemmm..." Si Kamba Mancuang tersenyum bergumam. "Otakmu
encer juga..."
"Bukan cuma otaknya! Tempurung kepalanya juga akan aku buat
encer seperti lilin disambar api!" Tiba-tiba satu suara garang menimpali
ucapan si nenek.
45 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
SI KAMBA Mancuang tersentak kaget. Pendekar 212 bersurut mundur
sambil memegang sorban yang membungkus kopiah hitam dikepalanya.
"Oala! Pasti dia!" Ucap Wiro setengah berbisik pada Si Kamba
Mancuang. Sesaat kemudian di tempat itu muncul seorang bertubuh gemuk
besar, tegak dengan kepala tertutup gulungan kain hitam menapak di
tanah sementara dua kaki ke atas. Rambut, kumis dan janggut kasar
menjulai. Dia hanya mengenakan celana hitam. Dada tertutup bulu
lebat namun jelas kelihatan menonjol tiga buah puting susu. Sepuluh
jari tangan yang mengenakan cincin batu aneka warna bergerak-gerak
tiada henti. Dua telinga dicanteli anting-anting besar terbuat dari suasa.
Sepasang mata yang besar memandang membehak ke arah Wiro dan si


Wiro Sableng 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nenek. Tiba-tiba weettt! Tubuh besar gemuk itu bergerak. Kejap itu juga
dia telah berdiri di atas dua kakinya.
"Inyiek! Guru!" seru Si Kamba Mancuang Tangan Manjulai
sementara murid Sinto Gendeng tertegun setengah melongo. Sambil
dalam hati berkata. "Tewas aku! Guru nenek ini pasti akan melanjutkan
niatnya membunuh diriku!"
Yang berdiri di hadapan Wiro dan Si Kamba Mancuang memang
adalah tokoh silat paling ditakuti di ranah Minang yaitu Inyiek Susu
Tigo yang sekaligus merupakan guru Si Kamba Mancuang.
"Kalian berdua! Mengingat apa yang telah kalian lakukan
seharusnya aku bunuh kalian saat ini juga!" Inyiek Susu Tigo membuka
mulut. "Tapi aku masih berbaik hati. Masih mau mengampuni." Mata
belok Inyiek Susu Tigo berputar menatap ke arah muridnya. "Kamba
Mancuang! Serahkan padaku senjata curian yang terselip di
punggungmu! Sesudah itu kalian berdua boleh pergi!"
"Inyiek, sebenarnya kami..."
"Pemuda gelandangan berambut seperti perempuan! Tutup
mulutmu! Kau juga mencuri sorban milik Datuk Marajo Sati!" Inyiek
Susu Tigo membentak Wiro ketika sang pendekar coba keluarkan
ucapan. Kamba Mancuang cepat menengahi. "Inyiek, jika Inyiek berjanji
tidak akan mengapa-apa kami, denai siap menyerahkan senjata yang
Inyiek minta. Senjata ini memang bukan milik denai..." Habis berkata
begitu si nenek lalu cabut pedang Al Kausar yang terselip di balik
pakaian punggung pakaian. Entah mengapa sebelum diserahkan, kain
putih panjang yang membalut pedang terlebih dahulu dibuka oleh si
nenek. Lalu pedang dalam keadaan telanjang itu baru diserahkan pada
46 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
sang guru. Dengan cepat Inyiek Susu Tigo mengambil pedang lalu
membentak. "Kalian berdua lekas lindas hapus dari hadapanku! Jika di
kemudian hari aku tahu kalian masih berbuat macam-macam akan aku
jadikan kalian satu macam alias kucincang sampai lumat dengan
pedang ini! Lekas pergi!" (lindas hapus: menyingkir pergi)
Si Kamba Mancuang memberi isyarat pada Wiro.
"Kami akan segera pergi Inyiek. Terima kasih Inyiek mengampuni
kami berdua. Sebelum pergi apakah Inyiek juga inginkan sorban curian
ini?" Wiro lalu buka gulungan sorban milik Datuk Marajo Sati yang
melingkar di kopiah hitam di atas kepala.
Sang Inyiek menyambar sorban itu. Tapi bukan untuk diambil
melainkan dibanting hingga amblas ke dalam tanah.
"Sorban bau seperti ini apa perlunya bagiku!" ucap Inyiek Susu
Tigo. "Kalian berdua tunggu apa lagi"!"
Dibentak begitu rupa tidak banyak bicara lagi kedua orang itu
segera berlalu dari hadapan Inyiek Susu Tigo. Namun tak berapa lama
kemudian tiba-tiba Wiro hentikan lari.
"Nek, aku rasa ada sesuatu yang tidak beres!" kata Pendekar 212
pula. "Sudah, nanti saja kita bicara. Makin cepat dan makin jauh kita
meninggalkan Inyiek makin baik..."
"Tunggu dulu Nek. Tidaklah kau melihat keganjilan pada diri
gurumu?" "Apa maksudmu Wiro?" tanya Si Kamba Mancuang.
"Pertama, seharusnya dia marah besar begitu melihat kita. Aku
kabur dari dalam telaga. Kau ada bersamaku. Jelas kau berkhianat
terhadapnya. Padahal niatnya semula jelas hendak membunuhku
apapun yang terjadi..."
"Dia merasa pedang Al Kausar yang aku berikan padanya
merupakan imbalan yang layak. Itu sebabnya dia tidak mengingat lagi
hal itu..." berkata si nenek.
"Bisa jadi begitu," sahut Wiro. "Tapi ada hal lain lagi. Mengapa
gurumu tidak menanyakan pada kita di mana keberadaan si gendut
Denok Tuba Biru. Padahal bukankah ia setengah mati jatuh hati pada
gadis itu dan sudah menganggapnya sebagai istri" Kurasa gadis itu jauh
lebih penting dari sebilah pedang. Gurumu bisa uring-uringan dan mati
berdiri kalau tidak mendapatkan gadis berbulu ketiak panjang itu!"
(Mengenai bagaimana Inyiek Susu Tigo tergila-gila pada Denok Tuba
Biru baca serial sebelumnya berjudul "Fitnah Berdarah Di Tanah Agam")
Si Kamba Mancuang termenung. Selagi dia berpikir-pikir sambil
menggulung kain putih yang sebelumnya dibalutkan pada pedang Al
Kausar Wiro tiba-tiba memegang lengannya.
"Nek, aku punya firasat buruk! Kita tidak tahu ke mana perginya
gurumu. Tapi ada baiknya kita kembali ke tempat tadi dia mendatangi
kita!" 47 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Si nenek tidak berkata apa-apa melainkan mengikuti saja ditarik
dan dibawa lari oleh Pendekar 212. Sewaktu tak selang berapa lama
mereka sampai ke tempat tadi mereka bertemu dengan Inyiek Susu Tigo,
mereka masih melihat satu kenyataan yang mengejutkan walaupun
kenyataan itu kemudian segera sirna.
Di tanah tampak kepingan-kepingan aneh tubuh manusia tanpa
darah, seperti kepingan patung hancur. Lalu ada robekan kain-kain
hitam dan hancuran sepuluh cincin berbatu. Hanya sekejapan
kemudian semua benda dalam bentuk ratusan kepingan itu berubah
menjadi asap lalu lenyap dari pemandangan!
"Ilmu Bayangan Menipu Matai" ucap Si Kamba Mancuang
setengah berteriak dan wajah berubah.
"Tuanku Laras! Jahanam keparat!" Wiro menyumpah.
"Berarti tadi jejadiannya yang muncul menirukan ujud guruku!
Kita tertipu Wiro!"
Wiro angkat kopiah hitam lalu garuk kepala habis-habisan.
Kemudian dia berusaha membujuk si nenek.
"Sudahlah, tidak perlu terlalu dirisaukan. Pedang itu memang
bukan milik kita."
"Bukan soal milik siapa. Tapi jika Tuanku Laras bisa
mendapatkan senjata itu kembali akan sulit bagi siapapun untuk
menghadapinya!" kata si nenek pula.
"Nek aku percaya di atas langit masih ada langit lagi."
Si nenek menatap ke langit.
"Heh, aku tidak mengerti apa maksud kata-katamu itu! Ayo coba
kau terangkan!"
Wiro tersenyum lalu menjawab, "Artinya banyak perempuan
cantik di negeri ini. Tapi yang paling cantik adalah dirimu!"
Si nenek terpekik. Tangan kiri dipukulkan ke dada Wiro. Wiro
tertawa gelak-gelak. Mendadak si nenek terdiam. Parasnya yang tadi
kemerahan kini berubah memutih. Dada berdebar dan dalam hati dia
membatin. "Apakah... apakah dia mengetahui siapa diriku sebenarnya"
Mungkin saudara kembarku Si Kamba Pesek pernah menerangkan atau
keterlepasan bicara...?"
"Nek, apa yang harus kita lakukan sekarang..."
"Jangan bicara dulu. Aku tengah memikirkan sesuatu."
"Kau tahu dirimu cantik. Apa lagi yang perlu dipikirkan?" Wiro
kembali menggoda.
Si nenek angkat ke atas tangan kanannya yang memegang kain
putih bekas pembungkus pedang Al Kausar. "Inyiek pernah memberikan
ilmu untuk mengikuti sebuah benda yang ada di tempat jauh. Tapi aku
tidak pernah mempergunakan. Aku juga tidak tahu apa bisa aku
terapkan... Dengan kain putih ini aku bisa mengetahui di jurusan mana
beradanya pedang Al Kausar karena sebelumnya kain ini telah
bersentuhan dengan senjata itu!"
"Hebat!" Puji Wiro. Pinggang si nenek dipeluk lalu tubuhnya di
48 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
angkat tinggi-tinggi ke atas.
Si nenek tidak berusaha menurunkan diri ke tanah. Dia berkata,
"Tapi butuh waktu. Paling tidak lebih dari satu hari satu malam."
"Kalau begitu lakukan sekarang! Kita cari tempat yang baik."
Wiro turunkan Si Kamba Mancuang ke tanah. Begitu diturunkan
dia langsung mencium pipi dan leher berulang-ulang hingga si nenek
terpekik kegelian. Di saat itu, seperti yang pernah dialami sebelumnya
walau sekilas Wiro kembali melihat perubahan pada wajah dan raut
tubuh si nenek.
"Seperti dulu, paras dan tubuhnya berubah jika aku peluk dan
aku cium. Berarti jika ada rangsangan... Kalau nenek ini sebangsa
mahluk jejadian, bisa-bisa aku celaka di kemudian hari..."
"Wiro, kau keterlaluan. Kalau ada orang yang melihat..." Si nenek
berkata sambil palingkan wajah ke arah lain, tak berani menatap sang
pemuda. "Bukan aku yang keterlaluan Nek."
"Lalu siapa?"
"Langit!" jawab murid Sinto Gendeng lalu tertawa gelak-gelak.
Si nenek kernyitkan hidung dan selanjutnya hanya bisa
mengulum senyum.
49 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
BUKIT Batu Patah di Gudam. Merupakan sebuah bukit yang dianggap
keramat karena di sinilah dulu berdirinya satu bangunan besar yang
disebut Rumah Gadang Nan Sambilan Ruang, yakni Istana pertama
Kerajaan Pagaruyung. Konon sampai bukit ini diberi nama Bukit Batu
Patah dikarenakan di salah satu lerengnya terdapat dua buah batu
besar dalam keadaan terpisah seperti patah dan menurut cerita dulunya
utuh bersambung menyatu. Meski telah lama ditinggalkan namun bekas
bangunan istana itu masih dipelihara dan dijaga oleh seorang lelaki tua
bekas perajurit Kerajaan.
Matahari belum tenggelam langit masih benderang dan tentu saja
bulan sabit hari ketiga masih jauh dari saat kemunculannya. Dari arah
kaki bukit seorang berpakaian dan berikat kepala biru memacu kuda ke
lereng bukit. Kuda yang sudah berlari kencang itu masih dicambuk
dengan tali kecil agar berlari lebih kencang, agar sampai lebih cepat ke
tujuan yakni bukan lain bangunan bekas Istana di lereng bukit sebelah
timur. Orang di atas kuda adalah Pakih Jauhari. Sesuai pintanya pada
Gadih Putih Seruni yang merupakan istri Datuk Marajo Sati si pemuda
akan menunggu kedatangan kekasihnya itu di bekas bangunan Istana.
Dia khawatir terlambat datang. Namun ketika sampai di lereng bukit
sebelah timur dia tidak melihat kereta atau pedati. Berarti dia tidak
terlambat. Sang kekasih belum sampai. Mudah-mudahan masih dalam
perjalanan dan akan segera datang.
Begitu melompat turun dari kuda, tanpa menambatkan binatang
itu lebih dulu Pakih Jauhari langsung menaiki tangga di samping kanan
bangunan. Sampai di atas rumah dia berteriak memanggil.
"Mamakl Mamak Jambek! Saya Pakih sudah datang. Di mana
Mamak?" (Mamak: Paman)
Tak ada orang di dalam rumah besar yang lantai dan dinding
papannya sudah mulai lapuk. Tak ada suara jawaban. Pakih Jauhari
memeriksa di sembilan ruangan namun sang paman tidak ditemukan.
Akhirnya pemuda ini keluar dari rumah, turun ke halaman. Dia mencari
ke sumur besar dihalaman belakang, memeriksa sekitar bangunan
tempat tabuh diletakkan (tabuh: beduk) sang Paman masih belum
ditemukan. Pakih Jauhari pindah ke halaman depan rumah besar di
mana terdapat tiga buah rangkiang. (rangkiang = tempat penyimpanan/lumbung padi) Sementara itu cahaya sang surya mulai
meredup pertanda akan segera masuk ke ufuk tenggelamnya. Rangkiang
pertama dilewati, begitu juga rangkiang kedua. Ketika Pakih Jauhari
bergerak ke rangkiang ketiga di paling ujung kiri darahnya tersirap.
Di bawah kolong rangkiang Pakih Jauhari melihat satu sosok
50 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
tergeletak. Pemuda ini segera berlari mendekati dan berteriak keras
ketika mengenali sosok itu adalah sosok paman yang tengah dicarinya.
Lelaki yang telah berusia hampir tujuh puluh tahun ini tergeletak
dengan mata nyalang menatap ke langit. Baju putih lengan panjang
tampak robek besar dan basah merah oleh darah! Di bawah robekan
baju yaitu di bagian dada melintang satu luka memanjang.
"Paman Jambek! Apa yang terjadi! Siapa yang melakukan
perbuatan kejam ini!" Pakih Jauhari jatuhkan diri ke tanah, cepat
meletakkan kepala pamannya di atas paha dan kembali berteriak. Mulut
orang tua yang sejak tadi terkancing membuka sedikit. Suaranya antara
terdengar dan tiada ketika menyebut nama Allah.
"Allahu Akbar... La llla... haillallah. Mataku kabur, aku tidak bisa
melihat. Tapi aku mengenali suaramu. Pakih Jauhari anakku, benar
kau yang datang?"
"Benar mamak, ini saya Pakih Jauhari..." jawab si pemuda.
"Katakan apa yang terjadi. Siapa..."
"Pakih... si... siang tadi ada or... orang datang. Mukanya berbulu
putih dan hitam. Dia... dia memaksaku menunjukkan di mana satu...
satu pet... pti emas disembunyL. kan. Aku tidak tahu perihal emas yang
dikatakannya. Dia berkata ada orang me... menyimpan satu peti emas di
sini. Aku pasti tahu. Aku tidak tahu. Aku tidak bL. bisa menjawab. Di...
dia tidak percaya. Dia lalu meng... aniaya diriku. Aku melawan. Ilmu
silatnya tinggi... tinggi sekali. Terakhir sekali dia menca... but sebilah
pedang..."
"Mamak, beritahu pada saya siapa adanya orang itu..."
Sepasang mata Mamak Jambek yang menatap nyalang tampak
memudar. "Aku tidak tahu Pakih. Dia mengenakan destar dan pakaian hit...
am. Dia membawa sebilah pe... pedang sakti terbuat dari perak. Dia...
Pakih, saatnya sudah dekat..."
"Mamak... apakah Seruni sudah datang ke sini...?"
Mulut sang paman hanya terbuka menganga. Tak ada lagi suara
yang keluar. Pakih Jauhari menggerung keras.
"Pembunuh durjana! Akan kucari kau sampai dapat! Akan aku
bunuh! Akan aku cincang!"
"Anak muda bermulut besar. Aku pembunuh Mamakmu sudah
ada di sini! Aku mau lihat bagaimana caramu mencincang diriku!"
Tiba-tiba ada yang bicara. Pakih Jauhari kaget luar biasa. Ketika
berpaling dia melihat lelaki tinggi besar berdestardan berpakaian hitam.
Wajahnya tertutup bulu. Bulu hitam di sebelah kanan, bulu putih di
sebelah kiri. "Kau! Kau pasti Tuanku Laras Muko Balang! Manusia durjana!"
Pakih Jauhari berteriak marah.
Kepala paman yang dipangku diletakkan di tanah lalu Pakih
Jauhari melompat. Secepat kilat tangannya menyambar ke arah
pinggang orang di depannya. Maksudnya hendak merampas pedang Al
51

Wiro Sableng 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Kausar yang tergantung di pinggang orang. Namun sambaran si pemuda
yang hanya berbekal silat kampung dengan mudah dapat dihindari dan
sebaliknya dia harus menerima satu jotosan dari lawan yang memang
Tuanku Laras Muko Balang adanya.
Pakih Jauhari mengeluh kesakitan. Darah mengucur dari hidung
yang dihantam pukulan. Selagi dia terhuyung-huyung, Tuanku Laras
Muko Balang sudah mencekik lehernya lalu tubuh pemuda ini diangkat
tinggi-tinggi ke udara.
"Kalau Mamakmu tidak tahu di mana peti berisi emas itu
disembunyikan, kau pasti tahu! Lekas bicara!"
Sepasang mata Pakih Jauhari membeliak besar. Mulut ternganga
dan lidah terjulur. Nafas megap-megap sementara darah masih meleleh
keluar dari hidung. Kepala berusaha digeleng-geleng pertanda dia juga
tidak tahu mengenai peti berisi emas yang ditanyakan.
"Brukkk!"
Tuanku Laras Muko Balang bantingkan pemuda itu ke tanah.
Untuk beberapa lama Pakih Jauhari terkapar nanar. Sekujur
tulang di bagian belakang tubuhnya seolah remuk. Ketika dia berusaha
bangkit dan duduk di tanah tahu-tahu ujung pedang yang runcing
sudah menempel di tenggorokan.
"Aku memberi kesempatan sekali lagi padamu! Ada orang
menyembunyikan satu peti emas di bekas bangunan Istana. Mungkin
juga dikubur di halaman sekitar bangunan. Kau pasti tahu dan mau
mengatakan. Atau nasibmu akan sama celaka seperti Mamakmu!"
Muka pucat Pakih Jauhari, basah oleh keringat ketakutan.
Tenggorokan dan dada turun naik. Mata mendelik.
"Ampun, ambo tidak tahu. Ambo...!" (Ambo: Saya)
"Pemuda keparat! Susul Mamakmu di narako!"
Tangan Tuanku Laras Muko Balang yang memegang gagang
pedang Al Kausar bergerak.
Saat itulah tiba-tiba berkelebat tiga bayangan. Salah seorang
diantaranya berseru.
"Tuanku Laras! Jangan bunuh pemuda itu! Seperti pamannya dia
memang tidak tahu apa-apa tentang peti emas itu!"
Tuanku Laras Muko Balang terkesiap sebentar. Perlahan-lahan
dia tarik pedang Al Kausar lalu berpaling. Mulutnya menyerukan
seringai pencong.
"Bagus! Sekarang aku bicara dengan manusia-manusia yang tahu
betul di mana beradanya peti berisi emas itu!" Mulut Tuanku Laras
Muko Balang berucap. Kaki kiri bergerak menendang.
"Bukk!"
Pakih Jauhari terpental muntah darah. Terguling di tanah. Megapmegap antara sadar dan pingsan.
Sementara itu udara mulai agak gelap. Di langit bulan sabit
malam ketiga telah muncul memperlihatkan diri.
52 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
TIGA orang yang muncul di halaman bekas Istana lama Kerajaan
Pagaruyung adalah Ki Bonang Talang Ijo yang kini tidak lagi
mengenakan blangkon hijau, Perwira Muda Teng Sien dan Pandeka
Bumi Langit Dari Sumanik.
Setelah Tuanku Laras kabur meninggalkan mereka begitu saja
sambil membawa gadis Cina Chia Swie
Kim alias Kupu-kupu Giok Ngarai Sianok, ke tiga orang itu
berunding apa yang akan mereka lakukan.
Secara berbisik-bisik Ki Bonang mengusulkan pada Teng Sien
agar mereka segera menuju ke bangunan Istana lama di Bukit Batu
Patah di mana sebelumnya satu peti emas telah disembunyikan.
Sebaliknya Teng Sien yang tidak pedulikan benda berharga itu merasa
lebih penting mendahulukan mencari dan menemukan Chia Swie Kim.
Setelah Pandeka Bumi Langit diajak ikut berunding akhirnya ke tiga
orang itu sepakat akan melakukan perjalanan ke Bukit Batu Patah
sembari di tengah jalan menyelidiki mencari jejak Tuanku Laras Muko
Balang. Pandeka Bumi Langit Dari Sumanik membawa kedua orang itu
ke beberapa tempat yang diduga kemungkinan berada dan
bersembunyinya Tuanku Laras. Namun dua hari berlalu tanpa hasil.
Karena sudah berada cukup dekat dengan Bukit Batu Patah akhirnya
Teng Sien menyetujui usul Ki Bonang untuk segera saja lebih dulu
memeriksa keberadaan satu peti emas yang disembunyikan sebelumnya
di tempat itu, Mereka sampai di permulaan malam.
Ketika tiba di bekas bangunan Istana lama Kerajaan Pagaruyung,
kejut Ki Bonang dan Perwira Muda Teng Sien bukan alang kepalang
melihat Tuanku Laras Muko Balang berada di tempat itu.
"Dia membunuh Jambek Magang penjaga bangunan Istana.
Sekarang hendak membunuh pula kemenakannya. Heran, dari mana
dia mengetahui kalau emas yang satu peti itu disembunyikan di
kawasan ini?" bisik Ki Bonang pada Teng Sien.
"Rahasia bisa saja bocor," jawab Teng Sien. "Saat ini aku ingin
sekali menabas batang lehernya," jawab Teng Sien. "Tapi dia datang
sendirian. Di mana dia meninggalkan Chia Swie Kim" Celaka besar
kalau dia telah membunuh gadis itu."
"Tuanku Laras tidak akan membunuh gadis itu. Karena dia ingin
memperistrikannya. Dia pasti menyembunyikan di satu tempat," jawab
Ki Bonang. Di samping kedua orang itu Pandeka Bumi Langit berkata, "Ki
Bonang kita harus menyelamatkan pemuda itu. Dia hendak dibunuh
padahal tidak punya kesalahan."
Maka ketiga orang itu melompat ke hadapan Tuanku Laras sambil
53 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Ki Bonang mengeluarkan seruan agar Tuanku Laras tidak membunuh
Pakih Jauhari. Seruan Ki Bonang disambut Tuanku Laras dengan seringai
pencong disusul ucapan.
"Bagus! Sekarang aku bicara dengan manusia-manusia yang tahu
betul di mana beradanya peti berisi emas itu!"
"Tuanku Laras. Mengenai emas itu pasti akan menjadi bagian kita
bersama jika gadis Cina itu sudah diserahkan pada Perwira Muda ini.
Kami tidak punya maksud untuk menipu Tuanku Laras. Kecuali jika
Tuanku Laras berniat serakah hendak memilikinya sendiri!" Menjawab
Ki Bonang. "Kepalamu yang hancur, matamu yang remuk pasti membuat
telingamu telah menjadi tuli! Ki Bonang! Apa kau tidak mendengar"!
Berapa kali sudah kukatakan. Emas itu lebih dulu baru gadis Cina aku
serahkan!"
Teng Sien geleng-gelengkan kepala. Tangan kanannya diletakkan
di gagang golok besar yang terselip di pinggang. Dalam bahasa Cina dia
berkata pada Ki Bonang. "Aku tidak percaya monyet muka belang ini.
Aku ingin membunuh manusia satu ini sekarang juga!"
"Sabar perwira. Kita harus mencari upaya yang terbaik agar Chia
Swie Kim selamat, kau mendapatkan Kupu Kupu Giok dan emas itu
tidak diserakahi jahanam itu seorang diri". Habis membujuk sang
perwira Muda Teng Sien Ki Bonang lalu berkata pada Tuanku Laras
Muko Balang. "Tuanku Laras, apapun yang terjadi di antara kita
sebaiknya dilupakan dulu. Dalam perjalanan ke sini kami melihat ada
sebuah kereta dikawal oleh prajurit Kerajaan Pagaruyung dari Istana
Baso. Pasti sekali mereka tengah menuju ke sini. Ada gerakan apa..."
"Setan atau iblis sekalipun yang datang berkereta ke tempat ini
apa perduliku!" Bentak Tuanku Laras memotong ucapan Ki Bonang.
"Kalau begitu silang sengketa antara kita tidak bisa lagi dihindari!
Kalau hidup, hidup bersama. Kalau mati, mati semua!"
Tuanku Laras tertawa gelak-gelak. Dia menunjuk ke arah Pandeka
Bumi Langit Dari Sumanik lalu keluarkan ucapan.
"Pandeka! Kau berada di pihak mana"! Jika berada di pihakku
lekas berdiri di sebelahku! Bunuh kedua jahanam ini!"
Pandeka Bumi Langit tertawa.
"Ketika di gua di Bukit Siangok kau menyangka aku tertidur
pulas. Padahal aku mendengar semua pembicaraanmu dengan Ki
Bonang. Saat itu kau berkata bahwa untukku cukup tambahan satu
batang emas saja. Jika aku menolak maka kau juga akan menghabisi
diriku sebagaimana kau hendak membunuh Perwira Cina itu! Apakah
Tuanku Laras masih perlu bertanya di pihak mana aku berada"!"
Tuanku Laras pencongkan mulut.
"Orang bodoh memang lebih baik memilih mampus lebih dulu!"
Sambil berucap Tuanku Laras Muko Balang berkelebat ke arah Pandeka
Bumi Langit Dari Sumanik. Pedang Al Kausar di tangan kanan menderu
54 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
ganas. Cahaya putih berkiblat di udara yang temaram.
Dengan gerakan cepat Pandeka Bumi Langit melompat mundur.
Sambil melompat dia loloskan kain sarung yang menyilang di bahu.
Ketika lawan lancarkan serangan jurus kedua Pandeka Bumi Langit
kebutkan kain sarung ke udara. Selagi kain sarung membuntal berputar
mengeluarkan suara bergemuruh disertai sapuan angin deras, Pandeka
Bumi Langit membungkuk dan kaki kanan menyapu menyambar tulang
kering kaki kiri Tuanku Laras. Inilah jurus yang disebut Kincir Berputar
Alu Menumbuk. "Brett... breett!"
Kain sarung robek besar. Tuanku Laras berseru kaget ketika kaki
kanan lawan masih sempat menepis kaki kirinya hingga tubuhnya
sedikit terhuyung. Melihat Tuanku Laras agak hilang keseimbangan
dengan nekat Pandeka Bumi Langit menyerbu dengan ilmu silat
sitaralak dalam jurus bernama Bumi Dibawah Langit Diatas. Tangan kiri berkelebat
ke arah dagu sedang tangan kanan menghantam ke bagian
perut. Kalau dua serangan itu sempat mengenai sasaran maka dagu
Tuanku Laras akan remuk, tulang leher bergeser dan di sebelah bawah
perut bisa terbongkar!
Kenekatan Pandeka Bumi Langit membuat dia lupa bahwa lawan
yang dihadapinya adalah seorang tokoh silat besar dengan ketinggian
ilmu hampir dua tingkat di atasnya. Itu jika Tuanku Laras
mengandalkan tangan kosong. Namun saat itu dia menggenggam
pedang sakti Al Kausar yang membuat tingkat kehebatannya menjadi
lebih dari dua kali dari kehebatan Pandeka Bumi Langit. Sebelum dua
pukulan sitaralak sempat menyentuh dagu dan perut Tuanku Laras,
seperti memiliki mata pedang Al Kausar bergerak aneh, menebas ke
arah dua tangan lawan. Kalaupun Pandeka Bumi Langit sanggup
mengelak maka tetap saja salah satu tangannya akan kena ditebas
putus! Ki Bonang berseru tegang, Perwira Teng Sien yang memang sudah
sangat jengkel dan benci terhadap Tuanku Laras Muko Balang segera
cabut golok besar di pinggang lalu secepat kilat dilempar ke arah orang
yang mukanya ditumbuhi bulu hitam putih itu.
"Aha! Sekarang ada dua orang yang minta mati cepat! Teng Sien
tunggu giliranmu!" Tuanku Laras berteriak. Pedang Al Kausar yang
dipegangnya terus menderu ke arah tangan Pandeka Bumi Langit
sementara tangan kiri yang memegang sarung pedang dipergunakan
untuk menangkis mental serangan golok Teng Sien.
Seperti yang sudah diduga, Pendeka Bumi Langit memang hanya
mampu selamatkan salah satu dari dua tangannya. Ketika Pedang Al
Kausar siap menebas putus tangan kirinya tiba-tiba terdengar suara
berdesir. Sebuah benda panjang yang ternyata adalah kain putih
melesat di udara laksana seekor ular terbang. Dengan cepat kain putih
itu melibat pedang Al Kausar.
"Bukkk!"
Pedang yang seharusnya membabat putus tangan kiri Pandeka
55 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Bumi Langit, karena sudah tergulung kain putih kini tak lebih dari
sebuah pentungan. Apa lagi sebelum melesat di udara seseorang telah
mengisi kain itu dengan tenaga dalam hingga sanggup menahan
ketajaman mata pedang sakti. "Kraakk!"
Pandeka Bumi Langit menjerit keras. Lengan kirinya patah. Itu
adalah lebih baik daripada putus! Menahan sakit hingga tubuhnya
bergetar, Pandeka Bumi Langit jatuhkan diri lalu bergulingan di tanah
menjauhi Tuanku Laras.
Dalam keterkejutan, semua orang berpaling ke arah datangnya
kain putih panjang tadi. Mereka melihat dua orang berkelebat
mendatangi. Keduanya ternyata adalah pemuda berambut seperti
padusi yaitu Pendekar 212 Wiro Sableng ditemani Si Kamba Mancuang.
Ternyata si nenek ini dengan ilmu yang dipelajarinya dari gurunya
Inyiek Susu Tigo, walau menghabiskan waktu satu hari satu malam,
dengan kain putih yang pernah bersentuhan dengan pedang Al Kausar
berhasil menjajagi dan menunjukkan di mana beradanya Tuanku Laras
Muko Balang. Secara kebetulan hal itu terjadi pada malam bulan sabit
hari ke tiga, bersamaan dengan kedatangan Pakih Jauhari, Ki Bonang,
Teng Sien dan Pandeka Bumi Langit Dari Sumanik ke Bukit Batu Patah
yang hendak memeriksa keberadaan satu peti yang disembunyikan jauh
hari sebelumnya.
"Ki Bonang!" Tiba-tiba berteriak. "Tadi kau mengatakan ada
rombongan Kerajaan yang tengah menuju ke sini! Ternyata yang datang
adalah kapuyuak muda dan cigak gaek ini!" (kapuyuak: kecoak) (cigak gaek:
beruk/monyet tua)
Tiba-tiba di kejauhan terdengar deru suara detak roda kereta dan
hentakkan kaki-kaki kuda. Lalu ada suara orang berteriak menyahuti
ucapan Tuanku Laras tadi.
"Siamang bermuka belang! Bersabarlah sedikit! Orang yang
hendak diadili belum kelihatan di tempat ini. Perlu apa kami datang
terburu-buru! Rupanya kau sudah siap-siap menjadi saksi!" (Siamang:
monyet besar biasanya berbulu hitam).
Disebut Siamang bulu diwajah Tuanku Laras berjingkrak kaku
saking marahnya. "Pedang sakti, coba berikan sambutan selamat datang
pada orang bermulut kurang ajar itu!"
"Wuuut!"
Tuanku Laras Muko Balang lemparkan pedang Al Kausar ke
udara. Senjata sakti ini serta merta menderu berputar-putar dan
melesat laksana kilat ke arah datangnya suara orang yang berteriak
tadi. TAMAT 56 169 Bulan Sabit Di Bukit Patah -WIRO SABLENG 212
Hina Kelana 37 Joko Sableng Kitab Serat Biru Malaikat Peti Mati 2

Cari Blog Ini