Ceritasilat Novel Online

Jaka Pesolek Penangkap Petir 1

Wiro Sableng 177 Jaka Pesolek Penangkap Petir Bagian 1


Scanned and Editing By.
Begawan Alfarizi (abdulmadjid)
begawan_alfarisi@yahoo.co.id
177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
1/61 JAKA PESOLEK PENANGKAP PETIR
GADIS BERKUMIS HALUS TATAP ORANG-ORANG
YANG ADA DI HADAPANNYA LALU BERKATA. " NAMAKU JAKA. ORANG MENYEBUTKU JAKA PESOLEK. KARENA AKU MEMANG, SUKA BERDANDAN. KALIAN SUDAH MELIHAT DIRIKU.
BEGI NI LAH KEADAANKU. " " AKU . . . AKU MASI H BELUM MENGERTI
" KATA MAYAT ANEH KETI GA. " SAHABAT I NI SEBENARNYA SEORANG J AKA ATAU SEORANG GADI S?" JAKA PESOLEK TERSENYUM. DIA KEDIPKAN MATA PADA MAYAT
ANEH KETI GA. " KALAU DI TANYA AKU I NI SEORANG PERJ AKA ATAU SEORANG GADI S MAKA AKU ADALAH KEDUA DUANYA. " SATU PETI mati hitam melesat di udara seolah terbang hendak menembus langit. Di ufuk
timur sang surya memancarkan cahaya benderang namun belum mampu
meredam kesejukan pagi.
Di atas peti mati Empat Mayat Bersaudara atau Empat Mayat Aneh duduk
uncang-uncang kaki. Sesekali terdengar mereka tertawa cekikikan,
" Gadis di dalam peti. Tubuhnya molek. Aku yakin dia cantik sekali. Tapi mengapa
wajahnya aneh menyeramkan. Hidung berada di pipi! ihh... bagaimana mau
menciumnya! Hik... hik... hik!
" Yang berkata adalah Mayat Aneh Kesatu,
bicara sambil meletakkan dua tangan di atas mata.
Mayat Aneh Kedua turunkan dua tangan yang menekap mulut lalu menegur.
" Saudaraku, apa kau lupa ujar-ujar Pelihara Mulut Hanya Bicara Kebaikan"!
" " Wa l a h ... Aku s a l a h! Aku me ma ng salah! Tapi sekali-sekali bicara keindahan
mahluk ciptaan Yang Maha Kuasa ada bagusnya untuk penyegaran. Apa lagi mayatmayat seperti kita. Jarang
be r t e mu ga di s c a nt i k. Hi k...hi k...hi k. " Mayat Aneh Kesatu lalu tampar-tampar mulutnya sendiri.
" Kita diminta membawa gadis itu ke Candi Kalasan. Untuk dipertemukan
dengan kakek bernama ..."
Ucapan Mayat Aneh Ketiga segera dipotong oleh Mayat Aneh Keempat yang selalu
menekap bagian bawah perut.
" Husss' Jangan menyebut nama. Walau siang hari banyak roh jahat
gentayangan mendengar segala pembicaraan kita!"
" Betul!"Menyahuti Mayat Aneh Ketiga sambil turunkan dua tangan yang
menutup telinga. "
Kalau sampai gadis di dalam peti diculik orang, celaka kita.
Apa lagi kalau yang diculik cuma hidungnya yang aneh! Oala... dimana mau mencari
hidung pengganti!"
Empat Mayat Aneh sama-sama tertawa terpingkal-pingkal. Lalu diam. Mereka
rebahkan tubuh masing-masing di atas peti mati hitam besar. Mayat Aneh Kesatu
177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
2/61 menutup mata dengan dua tangan. Mayat Aneh Kedua menekap mulut. Mayat Aneh
Ketiga kembali tutup telinga dengan dua tangan sementara Mayat Aneh Keempat
menekap bagian bawah perut sambil sesekali di usap-usap dan mata terpejam meram
melek!. Sunyi beberapa lamanya sementara peti terus melayang di udara.
Tiba-tiba Mayat Aneh Ketiga bergerak duduk. Tangan kanan menunjuk ke arah muka.
" Apa tidak aneh! Disini terang benderang. Di depan sana mendung nyaris gelap
gulita!" Tiga Mayat Aneh lainnya bergerak bangun lalu palingkan kepala ke arah yang
ditunjuk saudara mereka Mayat Aneh Ketiga.
Mayat Aneh Pertama letakkan dua tangan di atas alis, menatap tajam ke depan.
Lalu berkata. " Mendung tebal di atas bukit Randugunting sebelah utara! Memang aneh. Tapi kita
tidak menuju ke sana. Candi Kalasan hanya tinggal setengah jalan lagi..."
Baru saja Mayat Aneh Pertama berucap tiba-tiba di depan mereka berpijar terang
sambaran kilat diikuti gelegar suara dahsyat. Udara bergetar. Peti mati hitam
bergoncang berderak. Empat Mayat Aneh dengan sigap melompat bangkit dan masingmasing melakukan gerakan agar peti mati kembali pada keadaan seimbang.
"Luar biasa! Petir menyambar di depan mata di siang bolong! Pertanda apa ini!
" Berseru Mayat Aneh Keempat sambil terbungkuk mengusap bagian bawah
perut. Tiba-tiba untuk kedua kalinya halilintar berkiblat. Kali ini cahaya terang yang
menggurat langit menyambar turun ke bumi hanya terpaut satu tombak saja dari
bagian depan peti mati. Kalau tadi peti mati hanya bergoncang, kali ini peti itu
berputar kencang hingga bagian yang tadi ada di depan berbalik ke kanan. Empat
Mayat Aneh berteriak keras lalu sama-sama tertawa terkekeh-kekeh.
" Para Dewa tengah menghibur kita dengan permainan alam yang sungguh
cantik!"Berseru Mayat Aneh Ketiga.
" Husss! Jangan bicara sembarangan!
"Membentak Mayat Aneh Kedua.
Mayat Aneh Ketiga letakkan dua tangan di belakang daun telinga, lalu
digoyang-goyang.
" Hai! Apa kalian tidak mendengar suara orang tertawa gelak-gelak di bawah sana"!
" " Kami tidak mendengar apa-apa!
" Jawab Mayat Aneh Keempat.
" Sekarang aku malah mendengar suara orang bertepuk tangan dan meneriakkan sesuatu."Berkata lagi Mayat Aneh Ketiga yang pendengarannya memang
jauh lebih tajam dari tiga saudaranya.
" Turunkan peti! Kita menyelidik ke bawah!"Mayat Aneh Pertama akhirnya
berkata sambil mata dinyalangkan tajam-tajam berusaha menembus ketebalan mendung
hitam di depan sana.
177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
3/61 Empat Mayat Aneh menekuk lutut. Pantat disonggengkan. Beginilah cara dan gerakan
mereka menurunkan peti. Perlahan lahan peti mati besar bergerak turun ke bawah.
" Hai! Kita kebablasan! Kalasan sudah kelewatan! Sekarang kita berada di bawah
gumpalan mendung tebal. Di atas Bukit Randugunting!"Mayat Aneh
Kedua yang berada di samping kanan peti mati berteriak.
Hanya sekejapan sesudah itu untuk ketiga kalinya kilat menyabung dari dalam
gumpalan mendung. Dan sekali ini ujung kilat mengarah tepat pada peti mati hitam
di atas mana Empat Mayat Aneh berada, sementara di dalam peti berada Dewi Kaki
Tunggal atau Sakuntaladewi bersama Ni Gatri!
" Celaka! Mati kita semua!
" Teriak Mayat Aneh Keempat.
" Turunkan peti cepat! Kita mati lagi bukan masalah! Yang penting bagaimana
menyelamatkan gadis berhidung aneh dan anak perempuan yang membawa Bunga
Matahari itu! " Mayat Aneh Kedua balas berteriak.
Empat Mayat Bersaudara kembali membungkuk dan sunggingkan pantat.
Tenaga dalam dikerahkan ke kaki yang menginjak penutup peti. Peti mati besar
laksana terjun dengan cepat bergerak turun kebawah menuju puncak bukit kecil
bernama Randugunting. Namun datangnya sambaran petir tentu saja jauh lebih
cepat. Hanya sesaat peti itu akan menyentuh puncak bukit yang banyak ditebari
bebatuan dan dikelilingi pohon Randu, seratus tombak di udara ujung petir yang
laksana tombak api raksasa dan menghampar hawa luar biasa panas datang menyambar
dahsyat. Empat Mayat Aneh tidak bisa berbuat apa-apa selain melompat berserabutan sambil
berteriak kecewa karena tidak mampu menolong Dewi Kaki Tunggal dan Ni Gatri yang
terkurung di dalam peti mati!
Namun kenyataannya petir maut tidak sampai menyentuh peti mati besar!
Masih lima puluh tombak di udara tiba-tiba ada suara orang berteriak girang.
" Bagus! Petir besar! Ini yang aku mau. Tiga ratus hari menunggu baru muncul!
Ha ... ha ... ha! Huppp!"


Wiro Sableng 177 Jaka Pesolek Penangkap Petir di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Satu cahaya kemerahan melesat di puncak Bukit Randugunting. Demikian
cepat daya lesatnya hingga mampu memotong datangnya sambaran ujung petir.
Dan inilah yang sungguh luar biasa. Cahaya merah tadi bukan setan bukan jin
melainkan ternyata adalah seorang anak manusia berpakaian merah muda. Dua tangan
di kembang seperti seseorang menanggapi benda jatuh. Kepala mendongak sedikit
dimiringkan ke kiri. Ketika Ujung petir menghantam ke bawah, sulit dipercaya dan
diterima akal, dua tangan orang yang terkembang membuat gerakan menangkap kepala
petir hingga peti mati besar dan Empat Mayat Aneh yang ada di atas peti serta
Dewi Kaki Tunggal dan Ni Gatri yang terkurung di dalam peti selamat dari
kehancuran yang mengerikan!
" Wuttt... ! Blaarr... !"
" Huaa! Ha ... ha ... ha! Ini dia yang aku tunggu!"
Sosok orang berpakaian merah muda berpijar terang dan mengepulkan asap merah.
177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
4/61 Laksana menangkap kepala seekor ular raksasa begitulah orang tadi
menangkap ujung petir dengan kedua tangan lalu jatuhkan diri bergelung dan
berguling di atas batu sementara mulut tiada henti keluarkan suara tertawa.
Kalau tidak menyaksikan sendiri pasti tidak ada orang yang bisa percaya!
" Wah...wah! Mulai panas! Aku bisa leleh! Tubuhku bisa meledak! Hik ...
hik...hik ! " Orang di atas batu berteriak lalu tertawa cekikikan. Sambil melompat bangun, dua
tangan yang memegang kepala petir didorongkan kuat-kuat ke atas seraya mulut
berteriak. " Pergi! " Dua tangan berpijar terang!
Petir besar bergoyang keras lalu terlempar ke udara. Sekitar tiga tombak dari
atas bukit petir meledak dahsyat! Belasan batu besar hancur dalam bentuk ratusan
keping menyala! Lusinan pohon Randu rambas tenggelam dalam kobaran api lalu
tergelimpang tumbang dalam keadaan gosong.
Di atas bukit Randugunting, berdiri di atas batu besar, sekujur tubuh orang
berpakaian merah muda mulai dari kepala sampai ke kaki kecuali wajah dan rambut
nampak berpijar merah laksana terbungkus bara menyala. Sementara batu yang
dipijaknya ikut membara dan mengepulkan asap. Tapi luar biasanya orang itu
kemudian tampak berjingkrak-jingkrak dan bertepuk tepuk tangan. Lalu dia
jatuhkan diri, berlutut di atas batu merah panas membara.
" Berhasil! Aku berhasil menangkap petir paling besar! Terima Kasih Para Dewa!
Ilmuku rampung sudah! Hik ... hik ... hik!"
Habis tertawa cekikikan orang ini melompat girang, menari-nari di atas batu
besar. Setiap pijakan kakinya meninggalkan jejak, membuat batu merah panas
tenggelam seujung kuku. Sambil menari dengan gerakan yang tampak
menggairahkan orang di atas batu lantunkan nyanyian.
Rampung ilmu pertanda berkah Dewa
Terima kasih wahai Sang Hyang Jagat Bathara
Punya ilmu bukan berarti sudah jadi orang pandai
Apa lagi hendak berkuasa seolah langit sudah di gapai ilmu untuk kepuasan dan
keteguhan hati Karenanya dipakai untuk berbakti menolong sesama insani
Empat Mayat Aneh yang menyaksikan kejadian itu tampak terheran-heran tak
percaya. " Tidak bisa dipercaya! Tapi mata menyaksikan!."Ucap Mayat Aneh Kesatu
sambil usap-usap sepasang mata sementara Mayat Aneh Keempat tegak tertegun
sambil pegangi bagian bawah perut.
Mayat Aneh Kesatu kembali usap-usap sepasang mata.
" Selama puluhan tahun hidup jadi orang, selama puluhan tahun jadi mayat aku sudah
melihat ratusan keanehan! Tapi baru hari ini aku menyaksikan ada orang mampu
menangkap petir, menggeluti lalu melemparkannya kembali ke udara seperti anak
kecil bermain pita-pitaan! Apa benar dia anak manusia atau Dewa Agung yang
menjelma turun ke bumi!"
177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
5/61 " Yang jadi perhatianku bukan cuma semua itu. Tapi apakah kalian tidak
melihat bagaimana goyangannya tadi ketika menari?" Mayat Aneh Kedua
keluarkan ucapan, lalu menyambung.
" Dada besar putih menyentak-nyentak, pantat berpinggul besar diogel-ogel.
Oala ..." " Huss! Jaga mata hanya melihat kebaikan! Jaga mulut hanya bicara kebaikan!
" Mayat Aneh Ketiga membentak.
Diam sesaat lalu Mayat Aneh Kedua berkata.
" Hail Suara, orang yang tubuhnya membara itu aku dengar seperti suara lelaki.
Tapi mengapa tawanya menyerupai suara perempuan. Aku mau melihat lebih dekati.
Kalian ikut"! Jangan-jangan ada Puteri Jin yang kesasar main-main di bukit
Randugunting! " Habis keluarkan ucapan Mayat Aneh Kedua siap melompat ke arah orang yang masih
berdiri di atas batu dalam keadaan tubuh membara merah dan mengepul.
Tiga saudaranya segera, pula melakukan hal yang sama.
Namun gerakan mereka terhenti ketika tiba-tiba.
" Braakk! " Serangkum cahaya biru melesat keluar dari dalam peti!
Papan penutup peti mati hitam terpentang lebar. Bahkan ada bagian yang
berpatahan. Dari dalam peti melesat keluar Dewi Kaki Tunggal diikuti Ni Gatri!
" Oala! Hancur peti kediaman kita!
" Teriak Mayat Aneh Ketiga.
" Bagaimana mungkin!
"Mayat Aneh Kesatu ikut berteriak. "
Seratus setan gentayangan saja tidak mampu membuka penutup peti!"
177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
6/61 DUA DI DALAM serial sebelumnya (Dewi Kaki Tunggal) diceritakan sewaktu
Sinuhun Merah Penghisap Arwah hendak membunuh Dewi Kaki Tunggal dengan tendangan
maut, tiba-tiba di langit muncul Sepasang Arwah Bisu. Dua kakek nenek dari alam
roh ini segera melindungi Dewi Kaki Tunggal yang sebenarnya adalah cucu mereka
sendiri dengan ilmu Empat Tonggak Istana Dewa. Empat cahaya putih berkilau yang
keluar dari sepasang mata mereka memagari si gadis.
Namun dengan ilmu kesaktiannya yang luar biasa tinggi Sinuhun Merah
Penghisap Arwah menjungkirkan empat cahaya putih hingga berbalik menyerang
Sepasang Arwah Bisu. Untungnya kakek nenek ini masih bisa selamatkan diri dan
menghilang dari pandangan mata, masuk kembali ke dalam alam arwah.
Kemarahan Sinuhun Merah Penghisap Arwah terhadap Dewi
kaki Tunggal semakin menjadi-jadi. Dia membuat aliran bara panas di tanah yang siap melumat
tubuh gadis berkaki satu itu. Namun niat jahat sang Sinuhun lagi-lagi terhalang
dengan kemunculan tidak terduga sebuah peti mati besar. Kepulan asap putih yang
keluar dari bagian bawah peti menyumbat aliran cairan bara panas hingga untuk
kedua kalinya Dewi Kaki Tunggal yang masih berada dalam keadaan tidak sadarkan
diri selamat dari kematian. Dari dalam peti kemudian melompat keluar empat
mahluk yang sekujur tubuhnya kecuali wajah yang putih pucat tertutup oleh
gulungan kain putih. Mereka bukan lain adalah Empat Mayat Aneh. Mayat Aneh
Pertama dan Mayat Aneh Ketiga dengan cepat memasukkan Dewi Kaki Tunggal ke dalam
peti. Sinuhun Merah Penghisap Arwah berusaha menghalangi dengan melancarkan
serangan. Namun gagal. Ni Gatri yang kemudian muncul membawa Bunga Matahari juga
dimasukkan ke dalam peti. Sebelum peti ditutup Ni Gatri masih sempat melihat
sosok Dewi Kaki Tunggal terbaring di lantai peti. Peti ditutup dari luar.
Keadaan di dalam peti selain pengap juga gelap sekali.
" Dewi .... Dewi Kaki Tunggal...."Ni Gatri memanggil. Tak ada jawaban.
Dewi, saya takut sekali. Ada empat mahluk aneh memasukkan kita ke dalam peti.
Sepertinya peti tengah melayang di udara. Kita mau dibawa kemana" saya mencium
bau kemenyan. Saya takut. Dewi. Kau masih hidup atau bagaimana ..."
" Tetap saja tidak ada jawaban.
Ni Gatri beringsut ke kiri hingga tubuhnya bersentuhan dengan tubuh gadis
berkaki satu. Tubuh sang Dewi terasa hangat. Dia berharap tubuh itu masih
bernyawa. Namun anak yang cerdik ini ingin lebih meyakinkan. Dia meraba ke
sebelah atas hingga tangan kirinya menyentuh wajah Sakuntaladewi. Ketika tangan
diletakkan di atas hidung yang berada di sebelah pipi kanan, Ni Gatri dapat
merasakan hembusan nafas gadis berkaki satu yang disebutnya sebagai Dewi Kaki
Tunggal itu. Anak perempuan ini merasa lega. Dia kemudian ingat pada Bunga
Matahari yang ada di tangan kanannya.
Seperti yang diceritakan sebelumnya Dewi Kaki Tunggal telah mengalami cidera
dalam yang cukup berat akibat bentrokan pukulan sakti dan tenaga dalam dengan
Kesatria Roh Jemputan alias Pangeran Matahari. Ni Gatri yang tidak ingin
meninggalkan Dewi Kaki Tunggal seorang diri akhirnya baru mau pergi setelah 177
Jaka Pesolek Penangkat Petir
7/61 diperintah oleh si gadis agar dia mencari Ratu Randang dan meminta Bunga
Matahari yang diberikan Wiro kepadanya. Menurut Dewi Kaki Tunggal hanya dengan
Bunga Matahari yang telah dijampai oleh Patung Nyi Roro Jonggrang luka dalamnya
bisa disembuhkan.
" Dewi, saya sudah mendapatkan Bunga Matahari yang kau minta. Apa yang
harus saya lakukan untuk menolongmu ..."
" Ni Gatri menjadi bingung sendiri karena gadis berkaki satu yang berada dalam
keadaan pingsan tidak mungkin membuka mulut memberi jawaban. Dalam gelap Ni
Gatri meraba raba kembali dengan tangan kiri.
" Bathara Agung, saya mohon petunjuk-Mu agar saya bisa menolong Dewi
Kaki Tunggal..."Ni Gatri berucap perlahan. Tangan kirinya menyentuh kening
Sakuntaladewi. Anak perempuan ini lalu letakkan Bunga Matahari di atas kening.
Perlahan-lahan bunga sakti yang tetap dalam keadaan segar itu disapukan ke
wajah, melewati dagu turun ke leher lalu turun lagi ke dada. Pada saat menyentuh
dada, Bunga Matahari memancar kilatan cahaya putih. Tubuh Sakuntaladewi
menggeliat. Mulut mengeluarkan suara mendesah panjang.
" Dewi ...?"
Sunyi sesaat lalu ada suara.
" NiGatri, kaukah ini?"
Ni Gatri terpekik kecil saking gembiranya.
" Bathara Agung, terima kasih Kau telah menolong Dewi Kaki Tunggal,"ucap Ni Gatri
pula. Lalu pada Sakuntaladewi anak perempuan ini berkata. "
Dewi, saya sudah mendapatkan Bunga Matahari yang kau suruh minta dari Ratu Randang.
Sekarang bunganya saya letakkan di dada Dewi ..."
" Aku berterima kasih padamu,"jawab Sakuntaladewi. Lalu gadis ini pegang lengan
kanan Ni Gatri. Bunga Matahari ditekankan ke dada sambil menarik nafas dalamdalam. Nafas ditahan seketika lalu perlahan lahan dilepas dihembuskan.
" Ni Gatri, luka dalamku sudah sembuh...."Ucap Sakuntaladewi. Lalu Bunga Matahari
diambilnya dari tangan anak perempuan itu dan disimpan di balik pakaian Jingga
yang dikenakannya. Gadis, berkaki satu ini kemudian menatap berkeliling. Dia
merasa heran. " Gelap gulita, udara terasa pengap. Aku merasa kita seperti melayang. Ni Gatri,
kau tahu kita berada di mana?"
" Dewi, kita berada dalam satu peti mati besar hitam. Ada empat mahluk aneh
mengerikan menculik kita. Tubuh mereka memancar bau seperti kemenyan. Tidak tahu
kita mau dibawa kemana." Jawab Ni Gatri. Lalu atas pertanyaan
Sakuntaladewi anak perempuan ini menerangkan ciri-ciri empat mahluk aneh yang
dilihatnya sebelum dia dimasukkan ke dalam peti mati.
" Turut keteranganmu tidak ada mahluk
lain yang menyerupai ujud empat mahluk itu. Aku yakin mereka adalah Empat Mayat
Bersaudara atau Empat Mayat Aneh. Mereka mahluk alam roh yang aku tahu bukan
mahluk jahat. Tapi aku kawatir..."
" Kawatir bagaimana Dewi
" tanya Ni Gatri karena Sakuntaladewi tidak
meneruskan ucapan.
177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
8/61 " Siapa tahu mereka telah menjadi kaki tangan dan berada dibawah kendali Sinuhun
Merah Penghisap Arwah , mereka bisa lebih jahat dari setan neraka!"
" Tapi Dewi,"kata Ni Gatri pula. "
Kalau benar mereka kaki tangan Sinuhun
jahat itu, pasti kita sudah mereka habisi. Perlu apa susah-susah dimasukkan ke
dalam peti."
" Kau anak cerdik. Ucapanmu betul Ni Gatri. Ada sesuatu yang menjadi rahasia
dibalik perbuatan mereka. Selain itu aku pernah menyirap kabar kalau mereka
punya pantangan."Sakuntaladewi usap kepala Ni Gatri.
" Hanya saja, Dewi, sebelum mereka memasukkan saya ke dalam peti saya
melihat anjing kecil hitam terkapar di tanah dalam keadaan mati."
" Apa"! " " Saya mengira empat mahluk aneh itu yang membunuh. Tapi mereka
menyangkal."
" Seperti kataku tadi, setahuku mereka mungkin punya pantangan. Kalau tidak
terpaksa sekali mereka tidak akan membunuh. Termasuk membunuh binatang. Itu
sebabnya atas kuasa Para Dewa mereka mendapat rahmat, bisa pergi dan berada
dimana mana serta hidup lagi dalam kematiannya."
" Dewi, apa yang harus kita lakukan. Saya takut..."
" Tenang saja. Aku pernah berkata kalau Yang Maha Kuasa menolong, maka
pertolongan-Nya tidak pernah setengah-setengah. Ni Gatri, aku merasa peti ini
tengah melayang ke bawah..."


Wiro Sableng 177 Jaka Pesolek Penangkap Petir di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Baru saja Sakuntaladewi berucap tiba-tiba di luar sana terdengar suara dahsyat
disertai kilasan cahaya terang.
" Aku mendengar seperti gelegar suara petir. Aku harus melakukan sesuatu.
Kita harus keluar dari dalam peti celaka ini! Aku rasa peti sudah menyentuh
bumi." Sakuntaladewi lalu gerakkan dua tangan, keluarkan ilmu pukulan yang disebut Enam
Betas Gerakan Tangan Bisu. Saat itu juga enam belas cahaya biru
membersit lalu bergabung jadi satu, selanjutnya melesat ke atas menghantam
penutup peti mati !
Penutup peti mati langsung terpentang lebar dan sebagian kayunya ada yang
hancur. Sakuntaladewi pegang lengan kiri Ni Gatri lalu melompat keluar dari
dalam peti. Empat Mayat Aneh yang siap mendatangi orang di atas batu serta merta
batalkan niat. Saat itu Sakuntaladewi sudah berada di hadapan mereka.
" Empat Mayat Aneh, terima kasih kalian sudah mengajak aku dan sahabat
kecilku ini jalan-jalan di udara ..."
" Ah, dia tahu siapa kita!"Mayat Aneh Kesatu berkata girang setengah berseru.
" Tapi sebenarnya kami berdua juga ingin tahu mengapa kalian menculik kami berdua,
memasukkan kami ke dalam peti lalu menerbangkan kami ke udara.
Sebenarnya apa maksud kalian. Kalian mau membawa kami kemana?"Bertanya
Sakuntaladewi. 177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
9/61 " Kami tidak bermaksud jahat. Ada seseorang meminta tolong agar kami
membawamu menemuinya di satu tempat."Yang menjawab adalah Mayat Aneh
Ketiga. " Siapa orangnya dan berada dimana?"Tanya Sakuntaladewi.
" Kami dipesan untuk tidak memberi tahu kepada siapapun. Termasuk dirimu.
Kami hanya ditugaskan untuk membawamu kepadanya."
' Berkata Mayat Aneh
Keempat. " Dewi, mungkin mereka berdusta. Mereka bisa saja punya maksud jahat."
Berkata Ni Gatri.
Empat Mayat Aneh sama-sama. gelengkan kepala. Mayat Aneh Kedua maju
dua langkah mendekati Sakuntaladewi dan Ni Gatri,
" Sahabat kecil. Pelihara mulut hanya bicara kebaikan. Kalian berdua dengar baikbaik. Dari pada menuduh kami yang bukan-bukan lebih balk terlebih dulu kalian
mendatangi dan mengucapkan terima kasih pada mahluk aneh di atas batu sana."
Sakuntaladewi kerenyitkan kening. Sebelum dia sempat membuka mulut Ni Gatri
sudah bicara duluan.
" Mahluk aneh, mengapa kami harus mendatangi dan mengucapkan terima
kasih pada orang di atas batu yang tubuhnya diselimuti bara menyala... "
" Dia telah menyelamatkan kalian berdua dan hantaman petir ketika masih berada di
dalam peti."
Sakuntaladewi terkejut tapi dapat menyembunyikan perubahan wajahnya. Dia ingat
ketika masih berada di dalam peti telah mendengar suara gelegar dan kilatan
petir. " Menyelamatkan kami dari hantaman petir " Sungguh luar biasa ! Apa aku bisa
percaya ucapanmu ! Katakan apa yang terjadi !
"Kata Sakuntaladewi pula.
" Empat Mayat Aneh tidak pernah berdusta!"Kata Mayat Aneh Kedua lalu
menceritakan apa yang terjadi.
Setelah mendengar cerita Mayat Aneh Kedua Sakuntaladewi terdiam sejenak lalu
berkata. "
Sulit dipercaya. Kau berdusta! Kau mengarang cerita. Mana ada
manusia yang mampu menangkap petir lalu mempermainkannya, setelah itu
melemparkannya kembali ke udara!
" Empat Mayat Aneh gelengkan kepala lalu
salah seorang dari mereka berkata.
" Kami tidak berdusta. Kami tidak mengarang cerita. Kami juga luar biasa heran.
Tapi itu yang kami lihat dan itu yang kami ceritakan pada kalian!"
Mayat Aneh Keempat yang berdiri sambil pegangi bagian bawah perut
menyambung ucapan.
" Ketika kau keluar dari dalam peti, kami berempat bermaksud mendatangi mahluk
hebat itu. Tapi niat kami tertahan karena kau menghadang. Sekarang bagaimana
kalau kita sama-sama saja mendatanginya?"
Sakuntaladewi keluarkan suara bergumam. Dia berpaling pada Ni Gatri. Anak
perempuan ini anggukkan kepala. Tiba-tiba Sakuntaladewi balikkan tubuh. Sekali
melompat membal ke udara dan di lain kejap dia sudah berada di atas batu besar
di sebelah belakang orang yang tubuhnya masih membara. Ni Gatri lari menyusul.
177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
10/61 Empat Mayat Aneh tentu saja tidak mau ketinggalan. Mereka melesat ke atas batu,
berdiri di kiri kanan Sakuntaladewi dan Ni Gatri.
" Hik ... hik ... hik !"
Orang berpakaian merah muda di atas batu besar tertawa mengikik. Suara tawa
perempuan. " Sahabat hebat, mohon kau mau memutar tubuh. Kami ingin melihat wajahmu.
Bersama kami ada dua orang yang telah kau selamatkan dari hantaman petir.
Mereka ingin mengucapkan terima kasih. Kami juga mau melakukan hal yang sama
karena berkat pertolonganmu menangkap petir peti mati tempat kediaman kami tidak
sampai musnah dilabrak petir."
" Hik....hik! Rupanya ada orang yang melihat pekerjaanku! Lalu ada yang
hendak berterima kasih. Padahal aku merasa tidak menolong siapa-siapa."
Kalau tertawanya seperti tawa perempuan maka dalam berucap suaranya jelas lakilaki. Hal ini membuat heran ke enam orang yang berdiri di belakangnya. Rasa
heran ke enam orang itu berubah menjadi melengak kaget ketika tiba-tiba si baju
merah muda membalikkan badannya yang semampai.
" Hai, bagaimana ini. Tadinya aku men
gi r a . . . "Mayat Aneh Kedua segera
menekap mulut tidak berani meneruskan ucapan.
Mayat Aneh Keempat tekap kencang-kencang bagian bawah perutnya. "
Oala cantiknya. Dada tersingkap pula. "
rapi mengapa ada kumis-kumis halusnya"
Pelihara mata hanya melihat kebaikan. Pelihara kemaluan hanya untuk
kebaikan..."
177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
11/61 TIGA ORANG yang pakaian dan sekujur tubuhnya diselimuti bara menyala itu
temyata adalah gadis cantik belia berdandan sangat apik. Kulit muka licin di
lapis bedak halus. Sepasang alis kereng hitam melengkung seperti bulan sabit.
Dua bola mata bagus bening menatap bercahaya di hias bulu mata lentik. Hidung
kecil mancung. Di atas dagu yang bak lebah bergantung terdapat bibir bagus segar
merekah senyum. Rambut yang hitam tergerai sampai ke punggung. Sepasang daun
telinga dihias giwang bulat terbuat dari perak. Orang ini mengenakan pakaian
merah muda yang bagian dadanya agak tersingkap hingga belahan dadanya tampak
jelas diantara dua payudara yang putih kencang.
Namun ada satu hal yang menimbulkan kesan janggal di wajah gadis
cantik ini. Hal itu ialah adanya bulu-bulu halus di bagian atas bibir menyerupai
kumis halus anak lelaki yang tengah menginjak alam dewasa atau akil baleq.
Mayat Aneh Kesatu mendekati saudaranya Mayat Aneh Kedua. Lalu berbisik.
" Sssttt.... Bibirnya saja ada bulunya. Pasti di..."
Mayat Aneh Kedua segera sikut rusuk Mayat Aneh Kesatu. "
Pelihara mata hanya melihat kebaikan. Pelihara mulut hanya bicara kebaikan!" Gadis berbaju
maerh muda ini menatap enam orang yang berdiri di hadapannya di atas batu besar,
layangkan senyum hingga tampak barisan giginya yang putih rata dan bagus. Dan di
pipi kirinya muncul satu lesung pipit. Setelah merapikan rambut yang tergerai
gadis ini keluarkan sebuah cermin kecil. Perhatikan wajahnya di dalam cermin
lalu keluarkan sebuah kotak berisi bedak. Dengan cepat dia membedaki dan mematut
wajah. Setelah menyimpan cermin dan kotak bedak diapun berkata.
" Maafkan, aku telah membuat kalian menunggu sampai aku selesai bersolek Sahabat
semua, rasanya kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Apakah
kehadiranku di tempat ini membuat kalian merasa terganggu?"
Astaga! Ketika bicara suara si gadis jelas suara lelaki walau terdengar halus
dan lembut! Empat Mayat Aneh saling pandang satu sama lain sedang gadis berpakaian merah
muda memperhatikan keadaan kaki Sakuntaladewi sementara pancaran bara menyala
yang melapisi tubuhnya perlahan lahan mulai meredup dan akhirnya lenyap sama
sekali. " Harap maafkan, aku harus membuang dulu sisa-sisa petir yang masih ada dalam
tubuhku... "Gadis berpakaian merah muda lalu sambil menutup mulutnya dengan
tangan kiri keluarkan suara bersendawa. Dari sela-sela jarinya kelihatan
berhembus keluar nyala merah menebar hawa panas.
" Ah, rasanya masih belum
bersih semua. Masih ada yang menyelinap di bawah kakiku..."Si gadis berkata
lagi. Kaki kiri kanan yang mengenakan kasut kulit halus digeser geser di atas
batu dan wuss ... wusss! Dari telapak kaki menyambar keluar dua larikan cahaya
merah. " Mudah-mudahan sudah bersih semua. Nah
sekarang kita bisa
melanjutkan pembicaraan."Sambil bicara si gadis meraba bagian perutnya.
Agaknya ada sesuatu yang mengganjal.
177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
12/61 " Sahabat, kehadiranmu di sini sama sekali tidak mengganggu. Malah agaknya telah
mendatangkan berkah bagi kami."Menjawab Sakuntaladewi. "
Kami sengaja datang menemuimu. Menurut empat sahabat yang aku kenal dengan nama Empat Mayat
Aneh ini, kalian telah menyelamatkan aku dan adik kecilku ini dari sambaran
petir ketika berada di dalam peti. Kami berdua datang untuk
menyampaikan rasa terima kasih atas budi baikmu itu."
" Kami berempat juga ingin berterima kasih. Karena berkat pertolonganmu peti mati
tempat kediaman kami tidak sampai hancur dihantam petir."Berkata Empat Mayat
Kedua mewakili saudara saudaranya.
Gadis cantik bersuara laki-laki tampak tercengang lalu gelengkan kepala. Lalu
lagi-lagi mengusap bagian bawah perut sementara kening tampak mengernyit.
" Sahabat, agaknya ada sesuatu yang menimbulkan rasa sakit di bagian bawah
tubuhmu" "Sakuntaladewi bertanya.
" Bukan ... bukan sakit. Tapi ada, rasa geli-geli. Hik...hik. Agaknya ada sisa
petir nakal yang menyelinap ke dalam auratku sebelah bawah. Aku mengalami
kesulitan mengeluarkannya. Paling tidak harus menunggu satu hari satu malam..."
Menjawab gadis berpakaian merah muda.
Sakuntaladewi ingat pada Bunga Matahari yang ada di balik pakaiannya.
Bunga segera dikeluarkan lalu berkata. "
Kalau kau tidak keberatan, mudah-mudah
aku bisa menolongmu."
Gadis berkumis halus menatap bunga di tangan Sakuntaladewi. "
Bunga Matahari. Indah sekali. Tapi dengan bunga itu?"Dia bertanya.
Sakuntaladewi tersenyum lalu mengangguk.
"Ihhh.... !"Gadis yang hendak ditolong undur satu langkah dan tekap bagian bawah
tubuhnya. Sakuntaladewi berpaling pada Mayat Aneh Keempat yang selalu menekap
bagian bawah perut. Lalu berkata. "Kau yang melakukan. Usapkan Bunga
Matahari ini di bagian bawah tubuh gadis itu."
" Oala ! Mengapa aku "!
"Mayat Aneh Keempat ikutan mundur tapi sambil
senyum-senyum karena sebenarnya dia ingin sekali melakukan hal itu tapi merasa
malu pada tiga saudaranya !
Tiba-tiba Ni Gatri mengambil Bunga Matahari dari tangan Sakuntaladewi.
Dengan cepat bunga itu diusapkan ke bagian depan bawah perut gadis berpakaian
merah muda. "Ihhhh!"Si gadis berkumis halus terpekik.
Dari dalam Bunga Matahari memancar cahaya putih. Saat itu juga dari bagian bawah
perut si gadis yang terkena usapan bunga memancar cahaya merah dan kepulan asap
lalu lenyap. "Luar biasa, aku merasa lega sekarang !
" Berkata si gadis berpakaian merah muda. Dia berpaling pada Ni Gatri yang saat
itu tengah mengembalikan Bunga Matahari pada Sakuntaladewi. Dia
kedipkan mata dua kali lalu berkata. "
Sahabat cilik, masih kecil begini usapanmu
mantap luar biasa. Apa lagi kalau kelak kau sudah gadis. Ah, beruntunglah lelaki
yang bisa menjadi suamimu ! Hik ... hik ... hik !
" 177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
13/61 Empat Mayat Aneh tertawa ditahan-tahan. Sakuntaladewi tampak bersemu
merah wajahnya. Ni Gatri melengos cemberut. Setelah tertawa si gadis berkumis
halus menoleh pada Sakuntaladewi. "
Kau telah menolongku dengan Bunga Sakti
itu. Aku sangat berterima kasih. Sekarang mari kita lanjutkan bicara. Kalian
berkata kalau aku telah menyelamatkan kalian dari hantaman petir. Aku ... aku
merasa tidak pernah menolong kalian. Kehadiranku di sini .... Ah, aku tidak
boleh memberi tahu. Tapi kalian semua agaknya bisa aku percaya."
" Kami mohon sahabat mau memberitahu apa sebenamya yang terjadi. Apa
yang telah kau lakukan. Selain itu aku ingin memperkenalkan diri. Namaku
Sakuntaladewi. Aku juga dipanggil dengan nama Dewi Kaki Tunggal. Anak perempuan
ini bernama Ni Gatri. Aku ingin tahu siapa gerangan sahabat adanya yang konon


Wiro Sableng 177 Jaka Pesolek Penangkap Petir di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku diberi tahu mampu menahan, menangkap dan mempermainkan petir."
" Kami Empat Mayat Aneh atau Empat Mayat Bersaudara."Mayat Aneh
Keempat menyambung kata-kata Sakuntaladewi. "
Kami berempat juga ingin tahu
siapa gerangan sahabat adanya."
Si gadis berkumis halus menatap orang-orang yang ada di hadapannya lalu berkata.
" Namaku Jaka. Orang-orang menyebutku Jaka Pesolek. Karena aku
memang suka berdandan. Kalian sudah melihat diriku. Beginilah keadaanku."
" Aku ... aku masih belum mengerti,"kata Mayat Aneh Ketiga. "
Sahabat ini sebenarnya seorang jaka atau seorang gadis?"
Mayat Kedua langsung meremas pinggang Mayat Aneh Ketiga. "
Kau ini bicara apa" Mulutmu usil kurang ajar !
" " Orang bertanya tidak jadi apa."Jaka Pesolek berkata sambil tersenyum. Dia
kedipkan mata pada Mayat Aneh Ketiga. "
Kalau ditanya aku ini seorang perjaka
atau seorang gadis maka aku adalah kedua duanya."
Ucapan orang membuat semua yang ada di situ jadi terdiam, terkesima
melongo. Sakuntaladewi cepat memecahkan suasana yang agak mengganjal dengan
berkata. " Sahabat Empat Mayat Aneh menerangkan kau telah menolong diriku dan Ni Gatri dari
hantaman petir. Sebaliknya kau tadi mengatakan tidak menolong siapa-siapa.
Bagaimana ini " Aku tidak mengerti."
" Aku akan jelaskan. Aku akan ceritakan pada kalian."Jawab Jaka Pesolek.
" Saat ini aku tengah menuntut satu ilmu aneh yang kedengarannya tidak masuk akal.
Ilmu itu adalah ilmu Tangan Dewa Menangkap Petir. Hari ini aku berusaha
merampungkan ilmu kesaktian itu. Tapi masih ada yang belum tuntas . Aku masih
belum bisa membersihkan diri dari sisa-sisa petir yang masuk ke dalam tubuhku.
Kalau kentut pasti aku akan mengeluarkan asap merah meliuk-liuk dari bawah
bokongku! Betapa malunya! Hik ... hik ... hik!"
Empat Mayat Aneh ikut tertawa gelak-gelak mendengar ucapan orang.
" Aku dan saudara-saudaraku telah menyaksikan ilmu itu. Sungguh luar biasa!
" Berkata Mayat Aneh Kesatu.
177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
14/61 " Aku datang ke Bukit Randugunting ini karena di sini cuaca selalu mendung dan
paling banyak sambaran petirnya. Ratusan hari sudah aku lewati. Selama ini aku
hanya menangkap petir yang kecil-kecil. Baru tadi muncul petir besar. Walau agak
kesulitan tapi aku mampu menahan, menangkap dan mempermainkan petir itu sebentar
lalu melemparkannya kembali ke udara. Kalian lihat sendiri tubuhku nyaris telah
ditimbun bara menyala yang berasal dari panasnya api petir. Pada saat aku
menahan dan menangkap petir besar kebetulan saja kalian lewat bersama peti besar
hitam itu. Kalaupun kalian menganggap aku telah menyelamatkan dua nyawa dan peti
hitam, semua terjadi secara tak sengaja, secara kebetulan.
Mungkin kalau kalian tidak datang petir itu juga tidak muncul. Hik... hik...
hik! " " Bagaimanapun juga aku dan Ni Gatri tetap berterima kasih dan merasa
berhutang budi dan nyawa padamu."Kata Sakuntaladewi pula.
" Kami juga begitu,"ujar Mayat Aneh Keempat.
" Ah, lupakan segala peradatan. Hidup di dunia ini bukankah harus saling tolong
menolong?"
" Kakak Jaka Pesolek ... "Tiba-tiba Ni Gatri berkata. "
Mataram telah dilanda
malapetaka yang diciptakan oleh orang-orang jahat. Semua orang termasuk Raja
kejatuhan demam panas dan menderita lumpuh serta ada benjolan merah di kening.
Saya tidak melihat benjolan itu di kening Kakak."
" Adikku,"jawab Jaka Pesolek. "
Terkadang kejahatan memang selalu satu
langkah lebih dulu dari kebenaran. Tapi itu bukan berarti kejahatan mampu
melakukan segala-galanya.
Diatas kekuatan jahat masih ada kekuatan kebenaran dan semua itu berpulang pada
kehendak Para Dewa. Kau lihat sendiri, Empat Mayat Aneh dan juga kakakmu Dewi
Kaki Tunggal tidak memiliki benjolan di keningnya. Kau juga tidak ketularan
penyakit bisul aneh itu. Semua telah diatur sesuai kehendak Yang Maha Kuasa!
" Sakuntaladewi berbisik. "
Ni Gatri, apa yang dikatakan sahabat baru kita itu
memang betul. Kita bangsa manusia merupakan mahluk penerima takdir sesuai
kehendak Yang Maha Kuasa."Sakuntaladewi kemudian bungkukkan badan
memberi hormat pada Jaka Pesolek. "
Sahabat, sayang sekali aku dan Ni Gatri
harus meninggalkan tempat ini karena ada satu urusan sangat penting. Jika umur
sama panjang aku berharap kita bisa bertemu lagi."
" Dewi Kaki Tunggal, tunggu dulu. Kau mau kemana "!
"Tanya Mayat Aneh
Kesatu. " Kami punya tugas membawamu menemui seseorang."
" Sahabat berempat. Aku berterima kasih kalian telah mengajak aku melayang jalanjalan di udara walau dari dalam peti yang tertutup aku dan Ni Gatri tidak bisa
melihat pemandangan indah di luar sana. Lain kali peti matinya tolong dibuatkan
jendela! Hik ... hik...hik! Sahabat berempat, perjalanan dan pertemuan kita
cukup sampai disini dulu. Lain kali jika kau mengajak lagi, pasti kami berdua
tidak akan menolak. Kerajaan Mataram tengah dilanda bencana. Aku yang tidak
memiliki kepandaian apa-apa ini bagaimanapun juga punya kewajiban untuk
menyelamatkan Raja dan rakyat Mataram. Aku mohon maaf kalian semua."
177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
15/61 " Tunggu! Jangan pergi dulu! Kami membawamu menemui seseorang justru
dalam tujuan untuk membantu menyelamatkan Kerajaan! Kami juga tidak punya
kepandaian apa-apa."Berkata Mayat Aneh Ketiga merendah.
Sakuntaladewi terdiam. Setelah menatap Mayat Aneh Ketiga sesaat dia lalu
gelungkan tangan di pinggang Ni Gatri sambil berkata. "
Sahabat berempat, kalian
lakukan apa yang bisa kalian lakukan. Aku lakukan apa yang aku sanggup."
Sakuntaladewi hentakkan kakinya yang cuma satu ke tanah. Kejap itu juga tubuhnya
melesat membal ke udara. Dalam tiga kali lompatan saja bersama Ni Gatri gadis
kaki satu itu telah lenyap di kaki Bukit Randugunting.
" Urusan jadi kacau! Apa yang harus kita katakan pada..."
Ucapan Mayat Aneh Kesatu terputus karena saat itu Mayat Aneh Kedua
berseru. " Astaga! Gadis cantik berkumis itu tak ada lagi di sini!
" Empat Mayat Aneh sama-sama terduduk lemas di atas batu besar datar. Setelah
berdiam diri beberapa lama, Mayat Aneh Keempat keluarkan ucapan.
" Terus terang aku masih penasaran. Terserah kalian mau bilang aku bermulut kotor,
tidak bisa memelihara mulut. Tapi aku ingin tahu, orang yang bernama Jaka
Pesolek tadi, apa anunya anu lelaki atau anu perempuan. Atau dia punya dua anu!
Hik ... hik ! " Mayat Aneh Kedua menyahuti.
" Tadi gadis berkaki satu yang punya hidung di pipi itu menyuruh kau
mengusapkan Bunga Matahari ke bagian bahwa perut! Mengapa kau tidak mau
melakukan" Padahal jika kau lakukan kau bisa mengusap dan mengetahui dia punya
anu apa atau punya anu berapa! Sekarang mengapa bicara segala
penasaran"!
" " Ah, memang tololnya diriku!
" Kata Mayat Aneh Keempat lalu usap-usap
bagian bawah perutnya yang selalu ditekap sementara tiga saudaranya melangkah
menghampiri peti mati besar hitam!
177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
16/61 EMPAT " BUKIT BATU HANGUS. Pendekar 212 Wiro Sableng mulai melakukan
tugas. Dia memilih menolong Tabib Sepuluh Jari Dewa alias Soka Kandawa terlebih
dulu karena dilihatnya orang tua bertubuh gemuk berambut merah ini menjelepok di
tanah, tersandar di batu dalam keadaan megap-megap nyaris tidak sadarkan diri.
Begitu sampai di hadapan sang tabib Wiro segera tempelkan telapak tangan kanan
yang sudah dialiri ilmu kesaktian Menahan Darah Memindah Jazad.
Wiro mengusap empat benjolan di atas kening.
" Desss! " Orang banyak yang melihat apa yang terjadi sama-sama keluarkan seruan dan
menunjuk ke kening sang tabib. Soka Kandawa yang merasa ada perubahan pada
dirinya, letakkan tangan kiri di atas kening. Astaga! Kening yang sebelumnya ada
empat benjolan kini licin polis. Berpaling ke kiri dia melihat empat benjolan
yang sebelumnya menempel di keningnya tergeletak di atas batu, berdenyut-denyut
dan mulai leleh. Dan bukan itu saja! Demam panas yang selama ini membungkus
tubuhnya dan membuat dia tiada henti menggigil ikut lenyap ! Lalu ketika dia
menggerakkan kaki ternyata dua kakinya yang selama beberapa hari ini berat
lumpuh kini bisa diangkat. Tidak tunggu lebih lama sang tabib langsung bangkit
berdiri dan berseru gembira menyebut nama Yang Maha Kuasa berulang kali.
Ternyata dia bukan hanya mampu berdiri tapi juga sanggup berjalan bahkan
melompat! Sekali melompat dia sudah berada di hadapan Pendekar 212.
" Kesatria Panggilan, aku berterima kasih padamu. Aku ..."
Wiro ingat pada ucapan Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal bahwa ilmu Menahan
Darah Memindah Jazad
yang dimilikinya dan dipakai
untuk menyembuhkan orang, orang yang sembuh akan mampu menyembuhkan orang
lain. Begitu secara berantai hingga pertolongan bagi semua orang di Bhumi
Mataram dapat dilakukan secara lebih cepat.
Maka diapun berkata. "
Tabib Sepuluh Jari Dewa! Kau sekarang punya
kemampuan menyembuhkan orang. Pergunakan tangan kananmu untuk mengusap kening
orang lain. Yang sudah sembuh harus segera menolong yang lainnya !
Cepat lakukan !
" Mendengar seruan Wiro tabib gemuk berambut dan berpakaian serba
merah itu segera menghampiri sahabatnya Eyang Dukun Umbut Watukura.
Tangan kanan dengan cepat ditempelkan di kening sang dukun lalu beett! Sekali
mengusap empat benjolan lenyap, berpindah ke telapak tangan.
" Weehhh!"Sang Tabib merasa ngeri dan jijik melihat empat benjolan merah yang
menempel berdenyut denyut di telapak tangannya. Cepat-cepat dia kibaskan tangan
kanan hingga empat benjolan jatuh terbanting ke tanah.
" Umbut Watukura! Kau sudah sembuh! Ayo kita menolong yang lain-lain!
" Berteriak Tabib Sepuluh Jari Dewa.
" Hyang Jagat Bathara!
"Eyang Dukun Umbut Watukura berseru lalu melompat
bangkit. Sekali berkelebat dia sudah ada di hadapan Rauh Kalidathi, nenek sakti
bermuka bulat. 177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
17/61 Si nenek berdandan menor yang kini sudah awut-awutan dan tidak punya alis ini
tertawa, sepasang mata dikedap-kedip.
" He.. he ... Terima kasih kau memilih diriku untuk ditolong lebih dulu. Ini bukan
berarti karena kau suka padaku" Hik ... hik!
" Kesal mendengar ucapan si nenek Umbut Watukura bukan cuma mengusap
kening, tapi malah mengeplak kening perempuan tua hingga Rauh Kalidathi
terjengkang dan terpekik.
" Hai! Kau bernafsu sekali terhadapku atau memang kurang ajar"!
"Teriak si
nenek namun tertawa gelak-gelak ketika mengetahui benjolan di keningnya lenyap.
Demam panas menghilang dan dua kaki sembuh dari kelumpuhan! Sadar kalau dirinya
telah lepas dari sengsara azab Malam Jahanam, Rauh Kalidathi segera berteriak. "
Kesatria Panggilan! Cepat tolong Raja Mataram!
"Lalu nenek
ini berkelebat kian kemari menolong orang-orang yang ada di sekitarnya.
Mendengar teriakan si nenek dengan cepat Wiro mendatangi Sri Maharaja Mataram
Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala.
" Yang Mulia, izinkan saya..."Ucap sang pendekar lalu arahkan tangan
kanannya ke kening Sri Baginda. Seperti diketahui, ketika malapetaka Malam
Jahanam jatuh menimpa Bhumi Mataram, Raja hanya menderita kemunculan
benjolan di keningnya. Dia sama sekali tidak terserang demam panas dan
kelumpuhan. "
Kesatria Panggilan. Lakukan tugasmu.
Para Dewa memberkatimu. Jika sembuh aku dan semua pembantu akan segera menumpas
orang-orang yang telah menimbulkan malapetaka!
" Begitu mendapat izin, Wiro segera tempelkan telapak tangan kanannya ke kening
Raja Mataram. Namun hanya tinggal seujung kuku telapak tangan akan bersentuhan
dengan kening yang ada empat benjolan, tiba-tiba dari arah utara bukit
menggelegar dan berkiblat cahaya merah menyapu lereng Bukit Batu Hangus sebelah
barat. Walau matahari pagi telah menerangi lereng bukit namun kilau cahaya merah
membuat keadaan tambah benderang. Melihat bahaya besar ini Wiro cepat menarik
Raja Mataram ke balik batu besar lalu dari balik batu dia lepaskan pukulan
Tangan Dewa Menghantam Matahari. Dalam waktu hampir
bersamaan di langit Wiro melihat ada selarik sinar jingga melesat menghantam
bagian tengah larikan cahaya merah angker.


Wiro Sableng 177 Jaka Pesolek Penangkap Petir di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Letusan dahsyat laksana seratus halilintar berkiblat menggoncang lereng Bukit
Batu Hangus sebelah barat ketika cahaya merah, sinar putih pukulan sakti yang
dilepaskan Wiro serta cahaya jingga sating bentrokan di udara. Wiro mendengar
ada suara pekikan perempuan di atas sana. Lalu dia merasakan dadanya
mendenyut sakit. Sementara itu puluhan batu-batu besar mengepulkan asap,
terbongkar bergemuruh. Diantara suara gemuruh batu runtuh terdengar banyak suara
jeritan. Lalu tampak belasan orang berkaparan di lereng bukit dalam keadaan
tubuh merah melepuh, mengepulkan asap! Salah satu korban yang menemui ajal
secara mengenaskan itu adalah Klingkit Kuning, tokoh silat Istana Mataram
berkepala gundul kuning yang belum sempat ditolong dilenyapkan empat benjolan di
keningnya. Temyata hantaman cahaya merah memiliki
kekuatan di atas cahaya putih dan jingga!
177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
18/61 Dari lereng bukit sebelah atas kemudian terdengar suara tawa bergelak. Semula
semua orang yang ada di lereng bukit sebelah barat mengira salah seorang dari
dua Sinuhun jahat yang muncul menebar maut dengan serangan ilmu Delapan Arwah
Sesat Menembus Langit atau Delapan Sukma Merah. Namun ketika
mereka menatap ke atas lereng bukit yang tampak adalah Kesatria Roh Jemputan
alias Pangeran Matahari. Saat itu dia masih mengenakan mantel hitam, namun ikat
kepala dan pakaiannya telah berganti dengan warna biru pekat. Dan di tangan
kanannya dia memegang sebuah benda yang terlihat aneh bagi semua orang Mataram
tapi tidak aneh bagi Pendekar 212 yang sebelumnya pernah melihat benda itu.
Satu langkah di belakang Pangeran Matahari berdiri puluhan mahluk tinggi hitam
berperut buncit menebar bau amis! Kepala botak bercula. Setiap mulut terbuka
dari dalam mulut terjulur lidah panjang merah. Puluhan mahluk mengerikan ini
berdiri sambil pentang dua tangan ke atas. Sepuluh jari tangan memiliki kuku
panjang berwarna merah, mencuat laksana cakar elang! Meski dalam keadaan bugil
namun tidak diketahui apakah mereka lelaki atau perempuan karena bagian bawah
perut berbentuk licin plontos! Seratus Jin Perut Bumi Anak buah Sinuhun Merah
Penghisap Arwah!
Di jajaran sebelah depan berdiri mahluk Jin Perut Bumi bertampang paling angker
dengan hidung di Canteli sebuah anting-anting terbuat dari batu hitam.
Inilah pimpinan Seratus Jin Perut Bumi yang biasa dipanggil dengan sebutan Sang
Ketua. Di dalam "
Dua Nyawa Kembar' diceritakan bagaimana Wiro dihadang oleh
Seratus Jin Perut Bumi di dekat sebuah telaga selagi dia berusaha mencari Eyang
Sinto Gendeng. Dalam pertarungan mati hidup dengan mempergunakan pukulan-pukulan
sakti yang di dapat dari Datuk Rao Basaluang Ameh, Wiro berhasil menumpas musnah
dua puluh jin. Kini walau mereka tinggal delapan puluh namun tetap saja bakal
mendatangkan bahaya besar bagi Wiro dan semua orang yang ada di Bukit Batu
Hangus. Tiba-tiba Sang Ketua keluarkan satu suitan keras. Puluhan anak buahnya serta
merta melesat menebar dan dalam bilangan kejapan sudah membentuk lingkaran,
mengurung lereng Bukit Batu Hangus sebelah barat! Melihat hal ini Wiro segera
alirkan tenaga dalam ke tangan kiri kanan, menyiapkan pukulan sakti warisan
Datuk Rao BasaWang Ameh yakni Pukulan Tangan Dewa Menghantam Matahari dan
Pukulan Tangan Dewa Menghantam Batu Karang. Dulu ketika dirinya
diserbu Seratus Jin Perut Bumi (baca episode sebelumnya berjudul "
Dua Nyawa Kembar" ) dengan dua pukulan sakti itulah Wiro membantai dua puluh Jin Perut
Bumi. Sambil memandang pada benda yang dipegang Pangeran Matahari di tangan kanan,
Wiro berkata dalam hati.
"Lentera lblis! Bagaimana Pangeran keparat itu bisa mendapatkan kembali senjata
jahanam yang sudah hancur musnah itu" Pasti Sinuhun Merah Penghisap Arwah yang
melakukan. Aku tidak melihat mahluk terkutuk itu bersama Pangeran Matahari! Tapi
aku merasa dia ada di sekitar sini. Memberi bantuan pada 177 Jaka Pesolek
Penangkat Petir
19/61 Pangeran keparat itu secara sembunyi. Aku harus merampas atau menghancurkan
lentera itu. Bagaimana caranya. Aku ingat, ketika Eyang Sinto menghancurkan
lentera itu dulu, dia tidak mempergunakan ilmu kesaktian, tendangan atau
pukulan. Dia hanya menjepit lentera di antara dua kaki. Ada satu rahasia. Ada
satu kelemahan pada Lentera Iblis itu !
" Benda yang berada di tangan kanan Pangeran Matahari memang adalah sebuah lentera
yang mempunyai pegangan berbentuk kepala ular naga terbuat dari sejenis
perunggu, mempunyai tiga dinding tembus pandang. Setiap dinding menyerupai kaca
memiliki warna berbeda yaitu merah, kuning dan hitam.
Seperti diriwayatkan dalam serial Wiro Sableng berjudul "
Api Di Puncak Merapi"sebelum menemui kematian, Lentera Iblis yang menjadi senjata baru sang
Pangeran berhasil dilumpuhkan dan dibuat meledak hancur berkeping keping oleh
Sinto Gendeng. Kini bagaimana Pangeran Matahari muncul dengan
membawa lentera itu kembali dalam keadaan utuh"
Sebelumnya Sinuhun Merah Penghisap Arwah berhasil menjajagi kalau
Pangeran Matahari di masa kehidupannya di alam delapan ratus tahun mendatang
memiliki satu senjata sakti hebat luar biasa. Setelah memandikan dan menjumpaijampai sang Pangeran di Telaga Banyuraden serta memberikan seperangkat pakaian
baru, Sinuhun Merah lalu menanyakan pada Pangeran Matahari senjata apa yang
pernah dimilikinya, yang menurut penglihatan Sinuhun memancarkan cahaya tiga
warna. Pangeran Matahari ingat pada Lentera liblis yang pernah dimilikinya latu memberi
tahu pada Sinuhun Merah. Sinuhun segera melakukan samadi kilat di atas satu
pohon besar di pinggir Telaga Banyuraden. Kalau mendatangkan manusia yang sudah
mati dan berada di alam arwah Sinuhun Merah mampu
melakukan maka mengambil sebuah benda mati seperti Lentera Iblis hanya merupakan
satu hal mudah baginya.
" Kesatria Roh Jemputan, aku sudah mendatangkan Lentera Iblis. Ini
kesempatan terakhir bagimu. Bunuh Raja Mataram, musnahkan semua orang, yang ada,
di Bukit Batu Hangus."
Pangeran Matahari anggukkan kepala. Dia cepat mengambil Lentera Iblis yang
diserahkan Sinuhun Merah. Tidak menunggu lebih lama secara gaib dan cepat
Sinuhun Merah lalu membawa Pangeran Matahari bersama senjatanya ke Bukit Batu
Hangus. Di tengah jalan melalui ilmu menyampaikan suara dari jarak jauh dia
memberi tahu kepada saudara arwah kembarnya Sinuhun Muda agar segera menyusul ke
Bukit Batu Hangus. Saat itu Sinuhun Muda berada di satu tempat dalam keadaan
marah setelah dipermainkan oleh Empat Mayat Aneh.
Di Bukit Batu Hangus walau Sinuhun Merah Penghisap Arwah berdiri tidak jauh dari
sang pangeran dan deretan delapan puluh jin namun tidak ada satu orangpun yang
melihat sosoknya karena dia melindungi diri dengan ilmu bernama Insan Berjalan
Tanpa Bayangan.
Keadaan bagi Pendekar 212 Wiro Sableng, Sri Maharaja Mataram Rakai
Kayuwangi Dyah Lokapala dan semua orang Mataram yang ada di Bukit Batu Hangus
memang sangat mencekam. Selain di kurung oleh Seratus Jin Perut Bumi, 177 Jaka
Pesolek Penangkat Petir
20/61 mereka harus pula menghadapi Kesatria Roh Jemputan yang kini membawa
senjata sakti mandraguna Lentera Iblis. Selain itu ditambah lagi dengan Sinul
tun Merah Penghisap Arwah yang secara licik tidak mau memperlihatkan diri. Belum
terhitung Sinuhun Muda Ghama Karadipa yang segera akan muncul. Satu
malapetaka besar dan dahsyat akan terjadi setiap saat atas diri Pendekar 212 dan
orang-orang yang ada di Bukit Batu Hangus.
Di batik batu besar Raja Mataram yang tengah berusaha berdiri didatangi oleh
Tabib Sepuluh Jari Dewa. Pada saat itu Pendekar 212 sendiri tengah mengalirkan
hawa sakti ke seluruh tubuhnya yang tadi mengalami goncangan hebat akibat
bentrokan pukulan sakti yang dilancarkannya untuk menangkis serangan jurus
pertama Lentera Iblis jurus pertama Lentera Iblis yang disebut Api Neraka.
" Yang Mulia, harap tetap duduk dulu di tempatmu. Saya akan melenyapkan benjolan
di kening Yang Mulia.
" Dengan cepat tabib gemuk yang sudah diselamatkan Wiro ini ulurkan tangan kanan
ke arah kening Raja Mataram. Namun sebelum dia sempat menyentuh kening Rakai
Kayuwangi tiba-tiba satu tangan luar biasa besar, hitam berbulu dan memiliki
lima kuku mencuat merah mencekal lengannya. Sang tabib merasa tubuhnya seperti
dipanggang oleh hawa panas luar biasa yang keluar dari tangan yang mencekal.
Tiba-tiba! Sekali puntir saja kraak! Tangan kanan Tabib Sepuluh Jari Dewa
berderak tanggal di bagian persendian bahu !
177 Jaka Pesolek Penangkat Petir
21/61 LIMA SELAGI Tabib Sepuluh Jari Dewa menjerit kesakitan, satu sosok tinggi besar
menebar bau amis membanting tubuhnya ke batu besar. Bagaimanapun tabib ini bukan
cuma ahli dalam bidang pengobatan tapi juga menguasai ilmu silat dan kesaktian.
Ketika tubuhnya menghunjam ke bawah dia masih sempat memberi perlawanan. Dengan
tangan kiri dia melepas Pukulan Tangan Api Menjebol Tembok Berhala. Tangan gemuk
pendek sang tabib berubah panjang dan merah membara lalu bukk ! Tangan itu
menghantam telak dada mahluk tinggi besar yang berdiri di hadapannya yang bukan
lain adalah salah satu dari sisa delapan puluh mahluk Seratus Jin Perut Bumi !
" Wusss ! " Dada jin yang kena dihantam pukulan berlobang besar. Dari dalam lobang
menggebubu kobaran api. Jeritan keras menggelegar keluar dari mulut Jin Perut
Bumi. Sebelum tubuhnya hancur dalam bentuk kepingan yang dikobari api dan amblas
masuk ke dalam tanah Jin Perut Bumi masih sempat melanjutkan
membanting Tabib Sepuluh Jari Dewa ke atas batu. Malangnya kepala sang tabib
sampai lebih dulu.
Sekejapan lagi batok kepala Tabib Sepuluh Jari Dewa akan pecah beradu dengan
batu besar tiba-tiba satu bayangan jingga melesat dari arah kiri dan satu kaki
aneh menyorong di antara kepala dan batu.
" Dess ! " Kepala Tabib Sepuluh Jari Dewa membentur kaki aneh. Dia terkesiap karena merasa
kepalanya seolah membentur gumpalan kapas lembut, bukannya gundukan batu keras.
Pedang Keadilan 1 Pengemis Binal 14 Prahara Di Kuil Saloka Iblis Sungai Telaga 28

Cari Blog Ini