Ceritasilat Novel Online

Janda Pulau Cingkuk 2

Wiro Sableng 164 Janda Pulau Cingkuk Bagian 2


baru saja selesai melakukan sembahyang tahajud dan siap berzikir
ketika tiba-tiba di kejauhan terdengar alunan suara serunai memecah
kesunyian malam.
Sang Datuk angkat kepala. Wajah berubah, hati tercekat, dada
berdebar. Perlahan mulutnya berucap.
"Puluhan tahun aku tidak pernah mendengar suara bebunyian
itu. Apakah dia yang meniup" Apakah dia yang datang" Ah,
mungkinkah dia masih hidup" Adakah kerinduan yang tersemat di
hatiku juga ada di hatinya hingga dia datang ke sini?"
Datuk Rao Basaluang Ameh duduk tak bergerak. Mengambil
sikap menunggu sambil sepasang matanya yang biru menatap ke arah
jauh di kegelapan dari mana datangnya suara tiupan serunai yang
mendayu berhiba-hiba, menimbulkan perasaan haru di lubuk hati
Datuk Rao Basaluang Ameh. Orang tua yang konon adalah setengah
roh manusia dan telah menemui kematian seratus tahun silam ini
pegang saluang yaitu seruling khas Minang yang terbuat dari emas
dan terselip di pinggang. Perlahan-lahan dia tarik saluang ini lalu
ujungnya ditempelkan ke bibir. Sesaat kemudian suara tiupan saluang
menggema di udara malam, menimpali dan saling bersahutan dengan
suara serunai. Seolah-olah dua mahluk gaib yang tengah memadu
kasih. Di tengah Danau Maninjau, permukaan air tampak bergetar,
membentuk gelombang-gelombang halus yang beriringan berarak ke
tepian danau. Untuk beberapa lama dua suara dua bebunyian itu saling
bersambut indah di keheningan malam. Begitu menyentuh hati
sehingga tanpa sadar butir-butir air mata meluncur jatuh di pipi Datuk
Rao Basaluang Ameh. Tangannya yang memegang saluang bergetar
dan tiupannya sesekali tertahan-tahan. Jauh di kegelapan ada suara
tersendat seperti orang menahan isak dan bersamaan dengan itu
suara tiupan serunai terdengar turun naik tak menentu.
Perlahan-lahan Datuk Rao Basaluang Ameh turunkan tangan.
Saluang emas diletakkan di atas pangkuan. Mata terus menatap ke
arah kegelapan. Mulut berucap gemetar.
"Laras Parantili. Jika memang kau yang datang perlihatkanlah
dirimu. Jangan membuat diriku sesak seperti dikurung dalam keranda
24 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
besi yang hendak ditenggelamkan ke dasar Danau Maninjau."
Suara tiupan serunai di kegelapan berubah perlahan lalu lenyap
sama sekali, tak lama kemudian kelihatan seseorang melangkah
keluar dari balik deretan pohon-pohon Kayu Manis berusia ratusan
tahun. Orang itu berjalan ke arah batu besar di tepi danau dimana
Datuk Rao Basaluang Ameh duduk lalu berhenti. Sang Datuk masih
belum bisa melihat jelas. Hatinya berkata. "Datanglah lebih dekat agar
aku bisa melihat dirimu..."
Seperti terdengar suara hati sang Datuk, orang dalam gelap
lanjutkan langkah, mendatangi. Hanya sejarak dua belas langkah dari
tempatnya duduk, Datuk Rao Basaluang Ameh kini tak ragu lagi. Dia
benar-benar mengenali siapa orang yang datang ini. Bukan saja dari
raut wajahnya tapi juga dari pakaian yang dikenakan.
"Allah Maha Besar! Aku memanjatkan beribu syukur! Laras
Parantili! Benar kau yang datang rupanya!"
Datuk Rao Basaluang Ameh segera berdiri. Saluang Ameh
diselipkan di pinggang.Tongkat kayu putih miliknya yang tadi
tergeletak di atas tikar kulit kambing diambil lalu cepat turun dari atas
batu. Dua belas langkah di hadapannya berdiri seorang perempuan
tua bertubuh tinggi semampai berambut putih perak, disanggul rapi
dihias sesusun sunting rendah terbuat dari suasa. Wajahnya bujur
telur berhidung mancung. Walau banyak kerut dan sepasang mata
agak sembab tanda habis menangis, wajah itu bersih dan masih
membayangkan kecantikan dimasa muda. Sehelai selendang biru
bergelung di leher, menjulai ke dada. Perempuan tua itu mengenakan
kebaya panjang dalam menyerupai jubah berwarna kuning gelap,
penuh dengan taburan sulaman bunga yang terbuat dari sulaman
benang perak. Di bawah kebaya panjang kuning dia mengenakan
sehelai celana panjang berwarna hitam. Di tangan kanan, sambil
diletakkan di atas dada dia memegang sebuah serunai, yaitu
bebunyian menyerupai suling tapi agak menggembung dan berkeluk di
bagian tengah. Untuk beberapa lama dua orang itu hanya saling bertatapan.
Kemudian Datuk Rao melangkah mendekati namun dua langkah di
hadapan perempuan tua itu dia berhenti. Jika menurutkan perasaan
hati, saat itu juga sang Datuk ingin sekali memeluk erat perempuan
tua berwajah cantik itu.
"Laras Parantili, ini kebesaran Tuhan yang paling indah. Aku
tidak menyangka kau akan datang. Ah... Berapa tahun kita tidak
pernah berjumpa" Sepuluh... dua puluh... empat puluh tahun..."
"Setengah abad Datuk. Setengah abad kita tak pernah saling
bertemu..." menjawab perempuan tua bernama Laras Parantili.
"Setengah abad. Benar sekali. Aku benar-benar berbahagia.
25 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Kalau bukan langkah Tuhan yang membimbingmu kemari tentu kita
tidak berjumpa malam ini."
"Disitulah rahasia Kebesaran Allah," kata Laras Parantili.
"Sejuta puji sejuta syukur!" ucap Datuk Rao Basaluang Ameh.
"Laras, mari kita bicara di atas rumah gadang gonjong lima. Aku tidak
tahu kau datang dari mana.Tapi yang pasti datang dari tempat yang
jauh. Kau pasti lelah. Kau perlu secangkir minuman panas untuk
menghangatkan diri. Selain itu kau tentu butuh istirahat..."
Laras Parantili tersenyum. Dia menatap ke arah kejauhan
dimana terlihat sebuah rumah panggung besar beratap ijuk dengan
gonjong berbentuk tanduk kerbau sebanyak lima buah.
"Terima kasih, Datuk. Kau tetap baik dan lembut seperti yang
sudah-sudah. Kalau kau tidak keberatan, biar kita bicara di sini saja.
Aku tidak ingin mengganggu ketenangan tidur para penghuni gadang."
Mendengar ucapan orang, Datuk Rao Basaluang Ameh maklum
kalau si nenek datang membawa suatu maksud dan maksud itu ingin
disampaikan secara cepat. Berarti dia tidak akan lama melihat
perempuan yang selama fni selalu dirindukannya itu.
"Laras Parantili, aku tidak akan memaksa kau agar mau naik ke
rumah gadang. Namun kalau boleh aku bertanya sudilah mengatakan
gerangan maksud kedatanganmu. Apakah ini menyangkut hubungan
kita masa lalu?"
"Datuk... pembicaraan kita mungkin akan sampai di sana.
Namun berterus terang aku katakan, kedatanganku membawa satu
kabar serta tujuan besar."
Sekilas harapan membayang di wajah Datuk Basaluang Ameh.
"Aku gembira mendengar hal itu. Katakanlah. Jika memang
perlu kita rundingkan maka akan segera kita bicarakan saat ini juga."
"Datuk, ketahuilah bahwa kedatanganku membawa satu amanat
dari alam gaib, menyangkut mahluk titisan..."
Datuk Rao Basaluang Ameh tatap wajah Laras Parantili.
Wajahnya membayangkan tanda tanya.
"Kau pasti belum mengerti. Biar aku lanjutkan ucapan," kata si
nenek pula sambil membetulkan gelungan selendang biru di lehernya.
"Aku tahu di dalam rumah gadang tempat kediamanmu saat ini ada
seorang anak perempuan berusia menjelang dua tahun. Bernama Ken
Permata." Datuk Rao Basaluang Ameh sembunyikan keterkejutannya
dengan tersenyum. "Lima puluh tahun tidak bertemu, lima puluh
tahun tidak pernah datang, bagaimana begitu muncul Laras Parantili
mengetahui kalau dirumahku ada seorang anak perempuan berusia
hampir dua tahun bernama Ken Permata." Sebelum sempat orang tua
ini mengatakan sesuatu, si nenek bermuka bulat sudah lebih dulu
lanjutkan ucapan.
26 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Anak perempuan itu adalah puteri dari seorang Tumenggung di
tanah Jawa bernama Wira Bumi yang kemudian menjadi Patih
Kerajaan. Nasib buruk sang Patih, dia tewas di tangan tokoh persilatan
golongan putih. Istrinya, ibu dari Ken Permata bernama Nyi Retno
Mantili, saat ini masih hidup tapi dalam keadaan tersiksa sengsara
karena telah kehilangan ingatan warasnya. Konon perempuan itu
masih berada di tanah Jawa."
"Dia tahu banyak tentang Ken Permata dan kedua orang
tuanya," ucap Datuk Rao dalam hati. Lalu pada si nenek dia berkata.
"Laras, tadi kau menyebut-nyebut soal titisan..."
"Ceritaku akan sampai ke sana Datuk." Jawab si nenek pula
dengan suara tenang penuh kesabaran sementara sebaliknya Datuk
Rao ingin cepat-cepat mengetahui apa sebenarnya maksud semua
ucapan dan kedatangan si nenek.
"Datuk, nasib anak perempuan bernama Ken Permata itu
mungkin akan sama buruk dengan apa yang terjadi dengan ibunya
jika tidak ada seseorang yang mau turun tangan dan menolong
menghindarkan kejadian itu..."
Datuk Rao yang tidak sabaran langsung memutus ucapan
dengan bertanya. "Lalu apakah kedatanganmu adalah sebagai orang
yang hendak menolong anak perempuan itu?"
"Aku tak kuasa menolong, aku hanya orang yang ketitlpan
amanat agar anak perempuan itu dapat menerima titisan yang bakal
datang atas dirinya. Bagaimana perjalanan hidupnya nanti Yang Maha
Kuasalah yang akan menentukan..."
"Laras parantili, terus terang aku masih belum jelas akan semua
apa yang kau katakan ini. Roh siapa yang akan menitis ke dalam diri
Ken Permata" Kapan hal itu akan terjadi?"
"Roh yang akan menitis berasal dari diri seorang perempuan
usia empat puluh tahun bernama Nyi Harum Sarti. Seorang
perempuan yang pernah menduduki tahta Kerajaan Laut Utara sebagai
Ratu namun tewas tiga hari yang lalu."
"Kapan penitisan akan terjadi?" tanya Datuk Rao yang kini
menjadi tampak tegang.
"Malam ini. Dan aku dibebankan amanat agar petitisan itu
terjadi dengan sebaik-baiknya tanpa halangan."
"Laras, kau mengatakan roh yang akan menitis ke dalam diri
Ken Permata adalah roh seorang ratu dari Kerajaan Laut Utara yang
tewas tiga hari lalu."
"Betul sekail Datuk." Jawab Laras Parantili.
"Kalau kau mengatakan dia tewas maka aku mempunyai dugaan
Ratu itu menemui kematiannya secara tidak wajar. Dibunuh
Orang?"tanya Datuk Rao.
"Soal kematiannya, dibunuh atau bukan, siapa yang membunuh
27 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
rasanya tidaklah penting Datuk. Jika penitisan terjadi maka Ken
Permata setelah usianya mencapai tahun ke tiga kelak akan memiliki
dasar-dasar ilmu kepandaian tingkat tinggi seperti hawa sakti, tenaga
dalam, tenaga luar dan sebagainya."
"Kalau yang masuk ke dalam diri anak itu adalah ilmu hitam,
apakah ada manfaatnya?" tanya Datuk Rao Basaluang Ameh.
"Ilmu putih ilmu hitam tergantung bagaimana seseorang
mempergunakannya. Sekalipun menguasai ilmu putih tapi jika
digunakan untuk kejahatan maka akan berarti orang itu telah merubah
ilmu putih menjadi ilmu hitam."
Datuk Rao Basaluang merenung beberapa ketika. Dalam hati
orang tua ini membatin.
"Tadinya aku mengira dia datang untuk berbaik-baik
membicarakan hubungan di masa lalu. Ternyata membekal sesuatu
maksud yang tidak aku duga. Kalau dia memang ketitipan amanat,
dirinya memang tidak bisa disalahkan. Tapi bagaimana hal ini bisa
terjadi?" "Laras, sebelum aku mengizinkan terjadinya penitisan itu, aku
minta waktu untuk lebih dulu menyelidiki siapa Nyi Harum Sarti itu
sebenarnya..."
"Datuk, mungkin kita tidak punya banyak waktu lagi. Seperti
kataku tadi, penitisan tadi akan terjadi malam ini." Jawab si nenek
cantik bernama Laras Parantili sambil menatap ke langit lepas di atas
danau. "Laras, ketahuilah, kesembuhan penyakit jiwa ibu Ken Permata
yang bernama Nyi Retno Mantili itu adalah jika dia berhasil
menemukan puterinya. Jika sebelum pertemuan si anak sudah
ketitisan roh orang lain, aku kawatir seandainya terjadi pertemuan
mungkin sekali kesembuhan tidak akan terjadi. Nyi Retno Mantili akan
sengsara seumur-umur. Saat ini cucu muridku Pendekar Dua Satu Dua
Wiro Sableng tengah berusaha mencari Nyi Retno Mantili dan
membawanya ke Danau Maninjau ini. Untuk dipertemukan dengan
puterinya."
"Datuk, aku mengerti kekawatiran Datuk, jawab Laras Parantili
pula. "Namun apakah Datuk juga memikirkan. Kalau penitisan tidak
terlaksana maka akan dua orang yang menderita sengsara yaitu Ken
Permata dan Nyi Retno Mantili."
"Aku tidak sependapat denganmu Laras. Sekarang bukankah
lebih baik kita membicarakan soal lain saja..."
Laras Parantili tersenyum. Senyum yang membuat Datuk Rao
Basaluang Ameh merasa berbunga-bunga hatinya.
"Kalau itu maumu, baiklah Datuk," kata si nenek pula. Lalu dari
balik pakaian kuningnya dia mengeluarkan sebuah kotak kecil berbalut
kain beludru merah yang telah kusam dan koyak di beberapa sudut
28 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
pertanda kotak ini sudah agak usang dimakan umur.
Melihat kotak yang dipegang Laras Parantili bercahayalah wajah
Datuk Rao. "Kotak beludru merah. Dia masih menyimpannya. Berarti dia
datang benar-benar karena masih mengingat hubungan kasih sayang
di masa muda. Sekali ini dia tidak akan aku biarkan pergi kemanamana lagi." Kata Datuk Rao dalam hati. "Laras, aku merasa bahagia
kau masih mendambakan diriku..."
Namun semua rasa senang bahagia orang tua sakti ini serta
merta sirna ketika Laras Parantili berkata.
"Datuk, puluhan tahun aku membawa kotak ini kemana aku
pergi. Kujaga baik-baik, seolah aku membawa nyawaku sendiri. Di
dalamnya masih tersimpan dua cincin kuning terbuat dari batu Giok.
Para tetua kita dulu mengharapkan suatu ketika dua cincin itu akan
saling kita jadikan kalung di leher masing-masing sebagai pertanda
ikatan perjodohan. Namun setelah setengah abad berlalu apa yang
pernah diharapkan tidak pernah terjadi. Aku di timur kau di barat. Aku
di selatan kau di utara. Aku membawanya kali ini dengan penuh
perasaan sedih. Karena aku akan menyerahkan kotak berisi dua cincin
Batu Giok ini padamu. Lebih baik kau yang menyimpannya. Aku harap
kau menjadi maklum, penyerahan dua cincin ini sebagai pertanda
bahwa kita memang tidak saling berjodoh."
Datuk Rao Basaluang Ameh seperti dihenyakkan ke bumi. Langit
seolah runtuh menimpa kepalanya.


Wiro Sableng 164 Janda Pulau Cingkuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Laras, tunggu dulu. Jangan kau berkata begitu. Malam ini
adalah malam berkat Tuhan Yang Maha Besar. Kau datang membawa
sepasang cincin. Bukankah ini berarti bahwa kita memang saling
berjodoh walau harus menunggu sampai setengah abad?"
Datuk Rao tidak berani menerima kotak beludru merah.
"Datuk, aku senang mendengar kata-katamu. Kalau saja katakata itu kau ucapkan lima puluh tahun yang lalu. Sebaiknya kau buka
dulu kotak itu. Lihat dan periksa, apakah benar dua cincin Giok kuning
masih ada di dalamnya dan apakah dalam keadaan baik, tidak retak
tidak gumpil?"
"Aku yakin kau telah menjaga kotak ini baik-baik. Aku percaya
dua buah cincin Giok kuning tidak kurang suatu apa."
Datuk Rao lalu mengambil kotak beludru merah dari tangan
Laras Palantili dan membuka penutupnya. Begitu tutup kotak dibuka
menyemburlah asap kuning pekat berbau busuk. Asap langsung
memasuki jalan pernafasan sang Datuk. Orang sakti ini cepat totok
dua urat besar dipangkal lehernya namun terlambat. Asap beracun
telah melewati tenggorokan dan mengancing dua paru-parunya.
Sebelum jatuh pingsan Datuk Rao Basaluang Ameh keluarkan suara
menggembor lalu roboh ke tepi Danau Maninjau. Mulut lelehkan cairan
29 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
kuning! 30 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
TERANG dan hangatnya cahaya mentari pagi menyadarkan Datuk rao
Basaluang Ameh dari pingsannya. Telinganya menangkap suara kicau
burung. Orang tua ini batuk-batuk beberapa kali, muntah-kan cairan
kuning. Terhuyung-huyung dia mencoba bangun. Dua kaki sulit
digerakkan. Akhirnya dia mampu duduk bersila. Pejamkan mata, tarik
dan hembuskan nafas panjang berulang kali. Hawa sakti dialirkan,
tenaga dalam dikerahkan. Ada denyutan rasa sakit di dada. Agaknya
masih ada racun asap kuning yang mengendap dalam tubuhnya.
Orang tua itu duduk bersila luruskan dada. Dua telapak tangan
ditekankan ke tanah. Sesaat kemudian perlahan-lahan tubuhnya
melayang naik ke udara. Pada ketinggian lima belas jengkal dari tanah
tubuh ini berbalik lalu menukik turun, kaki ke atas kepala ke bawah.
Begitu kepala menyentuh tanah Datuk Rao Basaluang menotok
urat besar di dada kiri kanan, pangkal leher serta kedua pelipisnya.
Saat itu juga ada hawa aneh menyedot dari dalam tanah. Inilah cara
orang sakti ini menguras racun yang mendekam dalam tubuhnya.
Selain mengandalkan kemampuan sendiri juga meminjam kekuatan
bumi. Cairan kuning meleleh keluar dari mata, hidung, telinga dan
mulut. Setelah itu tubuhnya melayang naik kembali, membalik di
udara turun dengan kaki lebih dulu.
Orang tua sakti ini telah terlepas dari bahaya besar yakni
lumpuh seumur hidup akibat racun jahat kuning!
"Laras Parantili. Tidak kusangka setega ini hati dan perbuatanmu
terhadapku..." ucap sang Datuk dalam hati. Dia berdiri dengan lutut
masih terasa goyah, memandang berkeliling. Perempuan itu tak ada
lagi. Lalu dia melihat kotak beludru merah tergeletak di tanah. Cepat
dihampiri dan diperiksa. Kotak ternyata dalam keadaan kosong. Tak
ada dua cincin Giok kuning.
"Laras, kau memang tidak membunuhku.Tapi apa yang kau
telah lakukan sama saja membuat aku mati dalam hidupku. Ini lebih
menyakitkan dari kematian sesungguhnya."
Tiba-tiba orang tua itu ingat.
"Ken Permata. Anak itu...!"
Secepat kilat Datuk Rao menghambur ke arah rumah gadang. Di
langkan depan rumah dia menemukan harimau sakti putih besar
Datuk Rao Bamato Hijau terbaring mendengkur di lantai.
"Tidak biasanya Datuk tidur di tempat ini. Sesuatu telah terjadi
dengan dirinya..." Datuk Rao cepat memegang kepala binatang itu,
mengusap beberapa kali lalu meniup keningnya. Tiba-tiba harimau
putih menggoreng keras dan melompat bangun. Sepasang matanya
31 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
yang hijau menatap ke arah Datuk Rao. Sesaat kemudian harimau
putih ini rundukkan kepala sambil menggoreng halus, mencium kaki
Datuk Rao. "Datuk, aku tahu, aku tahu sesuatu telah terjadi. Ada seseorang
menyirapmu, membuat dirimu tertidur tak berdaya. Dan kau mengaku
salah..." Datuk Rao kembali mengusap kepala harimau putih lalu dia
melangkah ke arah sebuah kamar di tengah rumah gadang. Di dalam
kamar dia menemukan Mande Saleha, perempuan yang merawat dan
menjaga Ken Permata terbaring tertelungkup di lantai papan dekat
pintu. Tangan kanannya terjulur seperti hendak menggapai sesuatu.
Ken Permata sendiri, anak perempuan yang biasa tidur dalam
pelukannya tidak ada di dalam kamar itu.Tempat tidur beralas kasur
tinggi dua jengkal kosong.
Datuk Rao tepuk punggung Mande Saleha sampai perempuan
berusia hampir setengah abad ini terbangun. Begitu matanya nyalang,
mulutnya langsung berteriak.
"Datuk! Saya mohon ampunmu..."
"Tenang Saleha. Katakan apa yang terjadi." Kata Datuk Rao
Basaluang Ameh pula. "Dimana Ken Permata?"
"Malam tadi Datuk..." jawab Mande Saleha setengah menahan
tangis. Lalu perempuan ini menerangkan. "Malam tadi Ken Permata
sudah tidur. Saya masih mengawang-awang, belum bisa memicingkan
mata. Tiba-tiba entah mengapa bulu kuduk saya terasa meremang.
Saya merasakan ada seorang lain dalam kamar. Saya bangun.
Memandang berkeliling. Pandangan saya bertumbuk dengan sosok
seorang perempuan berambut putih. Dia tegak tak bergerak di sudut
sana. Tubuhnya tinggi. Mengenakan baju panjang kuning berbunga
perak. Dia memakai sunting pendek. Ada selendang biru menggelung
di lehernya. Meski takut saya masih mampu bertanya menanyakan
siapa dirinya. Dia tidak menjawab. Tangan kanannya diangkat, dua
jari dituding lurus. Lalu saya melihat ada larikan sinar kuning keluar
dari sela jarinya. Saat itu juga saya menggelinding jatuh dari kasur.
Meski saya masih sadar namun saya tidak bisa bersuara. Sebagian
dari tubuh saya, yang sebelah kiri terasa berat. Lalu perempuan tua
membuka jendela lebar-lebar. Saat itu saya melihat satu cahaya putih
menyilaukan datang dari luar, masuk ke dalam kamar melalui jendela.
Cahaya ini menyelubungi tubuh Ken Permata. Beberapa kali saya lihat
tubuh anak Itu terangkat ke atas. Lalu cahaya putih lenyap seolah
habis diserap masuk oleh Ken Permata. Sebelum jatuh pingsan saya
berusaha mencegah tapi tak berhasil." Selesai memberikan penjelasan
Mande Saleha menangis sejadi-jadinya. "Ini kali yang kedua kejadian
seperti ini..." katanya di antara tangisnya. (Baca "Bayi Satu Suro"
dimana Ken Permata diculik oleh Wira Bumi dan Nyai Tumbal Jiwo).
32 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Saleha, hentikan tangismu. Kalau musibah sudah ditakdirkan
datang, tidak ada yang bisa mencegah. Aku akan mencari anak itu..."
Tiba-tiba di kejauhan terdengar suara anak menangis.
"Datuk...Itu suara Ken Permata..."Ucap Mande Saleha.
Tidak ditunggu lebih lama Datuk Rao Basaluang Ameh melompat
keluar rumah lewat jendela yang terbuka. Berkelebat ke arah
terdengar suara tangisan anak kecil. Harimau putih besar
mengikuti.Tangisan itu ternyata hanya datang dari dalam goa batu
pualam yang menjadi tempat kediaman sekaligus pertapaan Datuk
Rao. Ken Permata ditemukan duduk tersandar di dinding goa,
menangis menjerit-jerit. Ketika melihat Datuk Rao Basaluang Ameh,
anak ini hentikan tangis. Dua matanya yang bening menatap
memperhatikan si orang tua.
Datuk Rao melihat pancaran aneh keluar dari mata anak
perempuan itu. Juga caranya memandang terasa tidak seperti
biasanya. "Cucuku, kau bermain jauh sekali. Mande Saleha sampar
menangis mencarimu. Mari kita pulang ke rumah gadang." Datuk Rao
dukung Ken Permata, melangkah cepat kembali ke rumah bergonjong
sambil membelai punggung si anak.
"Tubuh anak ini ringan sekali. Tidak seperti biasanya..." kata
Datuk Rao dalam hati ketika melangkah sambil menggendong Ken
Permata. Sampai di dalam rumah Ken Permata diberikan pada Mande
Saleha yang menyambut si anakdengan menangis keras tapi kali ini
merupakan tangis bahagia. Sementara Mande Saleha mendukungnya
Datuk Rao Basaluang Ameh memeriksa keadaan Ken Permata. Mulamula diperiksa bagian punggung dan kepala sebelah belakang. Lalu
diteliti wajahnya serta tangan dan kaki. Tidak ditemui kelainan. Datuk
Rao menyuruh Mande Saleha membaringkan Ken Permata di atas
kasur. Dada diperiksa. Tetap tidak ada hal yang mencurigakan.Tapi
ketika sang datuk menyingkapkan pakaian di bagian perut Ken
Permata disitulah dia melihat tanda biru pada pusar si anak.
Datuk Rao Basaluang Ameh picingkan kedua mata. Menarik
nafas panjang berulang kali. Hatinya membatin.
"Titisan telah terjadi. Melewati pusar anak ini. Pusar adalah
lambang pintu yang senantiasa tertutup. Kalau ada yang mampu
membuka maka itu akan terjadi sekali seumur hidup. Berarti aku, atau
siapapun tidak bisa mengeluarkan roh dari mahluk yang telah menitis
masuk ke dalam tubuh anak ini. Ya Tuhan, ya Robbi. Yang buruk
selalu datang dari kami manusia jelata. Yang baik selalu datang dari
diriMu. Berilah semua kebaikan pada diri anak ini. Lindungilah dia
dalam segala usia, pada segala tempat dan pada setiap kurun waktu."
33 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
BEBERAPA minggu setelah peristiwa di Pulau Menjangan Kecil. Pada
masa itu dunia perdagangan antara pulau Jawa dan Pulau Andalas
mengalami kemajuan pesat. Tidak mengherankan kalau Selat Sunda
setiap hari siang maupun malam dilayari oleh perahu-perahu dagang
besar membawa berbagai macam barang dagangan dan bahan
mentah termasuk rempah-rempah. Beberapa negeri asing ikut
meramaikan perdagangan dengan mengirim perahu-perahu layar
besar. Kota-kota pelabuhan di pesisir utara pulau Jawa dan pesisir
selatan pulau Andalas berkembang menjadi pelabuhan besar dan
penting. Kehidupan rakyat yang dulunya hanya bertani maupun jadi
nelayan kini banyak yang membuka usaha, ikut berdagang. Tingkat
kehidupan penduduk menjadi jauh lebih baik dari pada yang sudahsudah.Namun keadaan itu berubah ketika jalur lintas pelayaran Selat
Sunda diganggu oleh kaum perompak atau bajak laut. Dengan perahuperahu layar kecil berkecepatan tinggi mereka menghadang kapalkapal dagang, mengeroyok dan menjarahnya di tengah lautan. Konon
para perompak memiliki senjata api berupa bedil yang mereka rampas
dari orang-orang Portugis. Beberapa waktu sebelumnya memang
terjadi kejahatan di tengah laut. Namun tidak sesering dan sehebat
belakangan ini. Kabarnya para perompak yang mencari mangsa di
kawasan Selat Sunda itu dilakukan oleh komplotan besar. Dan yang
membuat seluruh kawasan menjadi geger konon mereka memiliki
pimpinan baru seorang perempuan yang dikenal dengan panggilan
Janda pulau Cingkuk. Sejak perempuan yang kabarnya memiliki ilmu
silat serta kesaktian tinggi dan disebut Janda pulau Cingkuk itu
menjadi pimpinan kaum perompak walau kejahatan mereka tambah
merajalela namun jarang sekali ada korban yang terbunuh. Paling
banyak hanya terluka, itupun tidak parah.
Akibat dari terjadinya penjarahan di tengah laut yang tidak
berkeputusan ini arus pelayaran kapal dagang di Selat Sunda hari
demi hari jadi jauh berkurang. Perdagangan merosot jatuh. Yang
paling dirugikan bukan saja para pedagang dan pemilik kapal layar
tapi juga penduduk di sepanjang pesisir utara pulau Jawa sebelah
barat dan pesisir selatan pulau Andalas yang selama ini mencari
tambahan mata pencaharian dari ramainya perdagangan antar pulau
dan antar negeri itu.
Sepak terjang para perompak yang dipimpin oleh janda Pulau
Cingkuk itu akhirnya sampai ke pusat Kesultanan Banten. Banten yang
punya hubungan dagang berupa jual beli lada dengan para petani dan
34 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
pedagang di pulau Andalas sebelah selatan menderita kerugian paling
besar karena belasan kapal-kapal dagang Kerajaan yang membawa
lada dirompak di tengah laut.
Sultan memanggil para pembantunya. Dicari jalan bagaimana
cara untuk dapat menumpas para perompak. Diputuskan, sebelum
tindakan diambil perlu dilakukan penyelidikan rahasia tentang
kekuatan lawan. Siapa saja pimpinan mereka selain Janda Pulau
Cingkuk serta dimana pusat persembunyian mereka. Sekitar dua belas
orang berkepandaian tinggi disebar sebagai mata-mata, menyamar
melakukan tugas itu.
Dari dua belas orang yang berangkat hanya delapan yang
kembali. Yang empat orang tidak diketahui kemana raibnya atau apa
yang terjadi dengan diri mereka;
Berdasarkan penuturan delapan orang yang kembali menghadap
Sultan Banten didapat keterangan bahwa para perompak bermarkas di
sebuah pulau kecil yang oleh para nelayan disebut Pulau Cingkuk.
Jumlah mereka sekitar dua belas orang. Kecuali Janda Pulau Cingkuk
tidak terdapat seorang perempuan pun di pulau itu. Ada dugaan
bahwa para perompak yang tentunya mempunyai anak istri itu
mempunyai pemukiman rahasia di pulau lain dekat Pulau Cingkuk
dimana keluarga mereka tinggal. Sebelum para perompak bermukim
di sana, tentunya pulau itu hanya dihuni ratusan kera berbulu coklat.
Para nelayan yang jarang berhenti di pulau itu menyebut kera-kera itu
dengan nama cingkuk karena sepanjang hari binatang-binatang itu
selalu mengeluarkan suara riuh kuk...kuk...kuk. Sejak itu pulau
tersebut dikenal dengan nama Pulau Cingkuk.
Letak Pulau Cingkuk agak tersembunyi di antara gugusan pulaupulau kecil di Selat Sunda, tepatnya di selatan Pulau Rakata Kecil dan
di utara Pulau Rakata Besar. Menurut para mata-mata bilamana
Kesultanan Banten mengirim pasukan besar untuk menumpas kaum
perompak kemungkinan mereka akan terjebak. Karena waktu mereka
lewat akan sangat mudah menjadi bulan-bulanan serangan. Apa lagi
kalau para perompak memang benar memiliki senjata yang bisa
berdentam dan mampu membunuh dari jarak jauh yaitu yang disebut
bedil atau senapan. Korban yang jatuh diantara kedua belah pihak
akan-berjumlah besar.
Mengenai pemimpin yang bernama Janda Pulau Cingkuk
diketahui dia seorang perempuan bertubuh tinggi semampai,
berpakaian serba merah. Kepala sampai ke rambut ditutup selendang
merah, wajah dilindungi cadar merah. Sebegitu jauh tidak ada
seorangpun anak buahnya yang tahu siapa nama perempuan Ku
sebenarnya. Juga tidak pernah ada yang melihat wajahnya. Namun
dari gerak gerik, bentuk tubuh serta suaranya agaknya dia masih
sangat muda dan kemungkinan sekali memiliki wajah cantik.
35

Wiro Sableng 164 Janda Pulau Cingkuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Diberitahukan pula bahwa perempuan itu selain punya ilmu silat dan
kesaktian serta gerakan cepat laksana kilat hingga dianggap bisa
menghilang, dia juga memiliki sebilah pedang sakti berwarna hijau
yang disebut Pedang Lumut Batu. Menurut cerita ketika pertama kali
menundukkan Hang Damar Hantu Laut Selat Sunda yang menjadi
pimpinan kaum perompak, Janda Pulau Cingkuk pergunakan pedang
sakti dan berhasil mengalahkan pimpinan bajak laut itu bersama
hampir dua ratus anak buahnya. Dalam pertempuran hebat tidak ada
lawan yang terbunuh sementara Hang Damar Hantu Laut Selat Sunda
hanya tergores luka lengan kirinya. Menyadari kehebatan perempuan
itu yang kalau mau bisa membunuhnya, Hang Damar Hantu Laut Selat
Sunda yang telah berusia enam puluh lima tahun menyatakan
menyerah dan tunduk tanpa ada rasa dendam sama sekali. Dia
merasa memang sudah saatnya kedudukan sebagai kepala bajak laut
digantikan oleh orang lain yang lebih muda dan berkepandaian tinggi.
Hanya saja Hang Damar Hantu Laut Selat Sunda tidak pernah
menyangka kalau penggantinya adalah seorang perempuan penuh
misteri. Sejak Janda Pulau Cingkuk memegang tampuk pimpinan
gerombolan bajak laut terjadi banyak perubahan pada diri para
perompak. Mereka yang tadinya bertampang sangar memelihara
kumis lebat dan cambang bawuk lebat serta berambut gondrong, kini
rata-rata berwajah klimis. Cara bicara dan sikap mereka yang selama
ini kasar kini tampak sopan dan lembut. Selain itu mereka sekarang
lebih suka mengenakan pakaian putih-putih dari pada pakaian serba
hitam. Ikat kepala kain merah diganti dengan daster atau belangkon
bahkan banyak yang memakai peci hitam.
Terbetik pula berita bahwa sebagian besar hasil rampokan di
tengah laut ternyata disumbangkan kepada ratusan penduduk miskin
di berbagai tempat dalam bentuk uang serta makanan. Yang paling
banyak menerima sumbangan tersebut adalah penduduk di bagian
selatan Pulau Andalas dan bagian Pulau Jawa terutama rakyat Banten.
"Janda Pulau Cingkuk," kata Sultan pula menyebut nama
pimpinan bajak laut yang malang melintang di Selat Sunda itu.
"Perempuan yang penuh rahasia. Dia menjadi kepala gerombolan
bajak laut. Namun dibaiik kejahatannya dia berbuat kebaikan. Ini
seperti cerita seribu satu malam. Dia banyak membantu rakyat miskin
termasuk rakyat Banten. Kita tidak bisa mengambil tindakan
sembarangan atas dirinya. Tapi bagaimanapun kejahatan harus
dihentikan..."
Sultan mengusap dagu, merenung sejenak lalu bertanya pada
delapan orang yang duduk di hadapannya. "Ada diantara kalian yang
mengetahui siapa dan berasal dari mana perempuan bernama Janda
Pulau Cingkuk itu adanya" Dia tidak mungkin muncul secara tiba-tiba."
36 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Tidak ada yang menjawab karena memang tidak ada yang tahu.
"Ada yang pernah melihat wajahnya?" tanya Sultan lagi.
Delapan orang yang ditanya gelengkan kepala.
Sultan Banten tersenyum seolah saat itu yang dibicarakan
bukanlah satu masalah besar, satu komplotan rampok beranggota
ratusan orang, yang telah menjarah puluhan kapal pedagang milik
Kesultanan Banten dan membuat Kerajaan kehilangan hasil
perdagangan lada dengan daerah di kawasan selatan Pulau Andalas.
"Baiklah, pertemuan aku nyatakan selesai." Kata Sultan Banten
pula. "Kalian semua boleh pergi dan beristirahat disertai ucapan terima
kasihku. Ramanda Maulana Yusuf, harap Ramanda tetap di sini dulu.
Ada yang akan saya bicarakan."
Setelah delapan orang itu pergi, sultan Banten berpaling pada
Maulana Yusuf, seorang tua arif bijaksana berusia tujuh puluh tahun
yang selama ini menjadi penasehat Sultan. Dalam banyak hal Suitan
memperlakukan orang tua ini sebagai ayahnya sendiri.
"Ramanda, mendengar semua keterangan orang kita tadi, saya
tidak akan menempuh jalan kekerasan. Saya merasa ada sesuatu
dibalik semua kejahatan yang terjadi. Terutama sejak perempuan
bernama Janda Pulau Cingkuk itu menjadi pimpinan kaum perompak."
"Sri Paduka Sultan telah mengambil sikap sangat bijaksana.
Saya sangat mengharap agar jangan sampai terjadi pertumpahan
darah atau jatuh korban," ucap Maulana Yusuf. "Mungkin kita bisa
mengundang Hang Damar Hantu Laut Selat Sunda untuk datang kesini
dan bicara mewakili pimpinannya. Saya cukup kenal dirinya sebelum
dia jadi kepala perompak."
"Itu rencana bagus. Tapi kalau Ramanda setuju saya ada
rencana lain," kata sultan Banten pula.
"Kalau saya diberi tahu dan jika saya diberi kepercayaan saya
bersedia menjalankan rencana itu."
"Saya belum akan memberi tahu sebelum menerima petunjuk
serta keredohan Allah Yang Maha Kuasa. Malam ini saya akan
melakukan tirakat. Sholat tahajud, berzikir dan berdoa. Mudahmudahan Tuhan memberi petunjuk. Menjelang pagi tunggu saya di
halaman mesjid kecil."
MALAM itu kawasan Istana Kesultanan Banten diselimuti
kesunyian. Di luar tembok Istana hanya ada beberapa perajurit yang
meronda sementara di dalam istana tidak ada satu orang pengawalpun
kelihatan bertugas. Ini satu pertanda betapa tingginya tingkat
keamanan di Kotaraja dan sekitarnya, sekaligus merupakan petunjuk
bahwa Kesultanan Banten berada dalam keadaan damai tenteram dan
Sang Raja yang tahu bagaimana rakyat mencintai dirinya tidak merasa
kawatirakan keselamatannya.
Di dalam kawasan tembok Istana terdapat sebuah mesjid kecil.
37 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Disitulah setiap saat Sultan Banten melakukan sholat lima waktu,
berdoa dan berzikir serta melaksanakan sembahyang sunat lainnya.
Acap kali pula Sultan mengajak permaisuri dan putera puterinya
sembahyang bersama berjamaah. Di mesjid itu pula Sultan Banten
sering mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa, terutama pada
saat-saat Sultan membutuhkan petunjuk atas setiap rencana yang
akan dilakukannya.
Sementara Sultan Banten masih berada dalam mesjid, di
halaman dibawah kerindangan satu pohon besar, di atas sehelai tikar
putih, Maulana Yusuf dengan sabar menunggu Sultan menyelesaikan
permohonannya pada Yang Maha Kuasa untuk dberikan petunjuk
dalam menghadapi komplotan perampok pimpinan Janda Pulau
Cingkuk. Bertepatan dengan kokok ayam jantan pertama pertanda hari
telah pagi dan fajar tak lama lagi segera akan menyingsing, Maulana
Yusuf melihat Sultan keluar dari mesjid kecil. Orang tua ini segera
berdiri, menggulung tikar lalu melangkah menemui Sultan.
"Ah, Ramanda tentu sudah sangat lama menunggu saya," Sultan
Banten menyapa lebih dulu.
"Apakah Sri Paduka Sultan sudah mendapatkan petunjuk dari
Allah Yang Maha Pengasih?" Maulana Yusuf langsung ajukan
pertanyaan. Sultan pegang bahu orang tua itu lalu berkata.
"Tolong Ramanda panggilkan pangeran Aji Triyasa."
"Pangeran Aji Triyasa?" Maulana Yusuf mengulang nama itu.
Sultan mengangguk.
"Pergilah, saya menunggu di sini. Kalau dia datang kita bicara di
dalam mesjid."
Walau merasa heran karena tidak bisa menduga apa hubungan
sang pangeran Aji Triyasa dengan persoalan yang tengah dihadapi
namun si orang tua melakukan apa yang dikatakan Sultan.
Aji Triyasa adalah putera adik lelaki Sultan, berarti dia adalah
keponakan Sultan. Usianya baru dua puluh dua tahun. Selain bertubuh
tegap perkasa dan berwajah tampan dia memiliki ilmu silat dan
kesaktian tinggi karena konon selama dua belas tahun digembleng
oleh seorang kiai sakti di puncak Gunung Karang dalam berbagai ilmu
termasuk ilmu keagamaan. Sejak kecil Aji Triyasa lebih dekat dengan
Suitan dari pada ayah kandungnya. Kepada Sultan pemuda itu sangat
hormat dan patuh. Gagah tampan, memiliki ilmu silat dan kesaktian
tinggi, mendalami ilmu agama serta budi pekerti baik membuat Sultan
memiliki rasa sayang yang berlebihan atas diri keponakannya itu.
Kegagahan Pangeran yang dekat dengan rakyat ini konon telah
tersiar ke berbagai penjuru hingga menjadi kerinduan banyak gadis
yang ingin melihat diri dan menatap langsung wajahnya. Yang merasa
38 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
cantik apa lagi puteri bangsawan atau pejabat Kesultanan tentu saja
berharap bisa menambat hati sang pangeran dan membawanya ke
pelaminan. Sebegitu jauh Pangeran AjiTriyasa belum diketahui telah
memiliki seorang gadis yang menjadi pilihan buah hatinya.
39 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
ENAM orang perompak yang masing-masing berlindung di balik
kelebatan pohon bakau di dua pulau kecil mengapit arus laut jalan
masuk menuju Pulau Cingkuk menatap dengan mata besar tak
berkesip ke arah sebuah perahu yang tengah meluncur perlahan di
atas permukaan air laut.
Sang penumpang duduk di sebelah belakang perahu, di atas
bangku yang menyatu dengan badan perahu. Orang itu ternyata
adalah pemuda berambut panjang sekuping, mengenakan blangkon
biru. Kepala merunduk, dada serta bahu terlihat bidang dan kokoh.
Saat itu pemuda yang mengenakan baju lengan panjang dan celana
putih-putih sederhana itu tengah asyik membaca kitab keagamaan
bertuliskan huruf Arab gundul berjudul "Kasih Allah Sepanjang Zaman,
Kasih Ibu Sepanjang Jalan, Kasih Anak Sepanjang Penggalan." Gaya
sikap pemuda itu seperti seseorang yang tengah pesiar berjalan-jalan.
Pemandangan laut di kawasan itu memang indah dengan beberapa
pulau kedi bertebaran dimana-mana. Sesekali sekawanan burung
terbang melayang rendah di atas permukaan air laut lalu naik
membumbung ke udara.
Apakah si pemuda tidak menyadari kalau saat itu dia berada di
kawasan sarang kediaman Janda Pulau Cingkuk, pimpinan bajak laut
Selat Sunda yang ditakuti"
Demikian asyiknya pemuda ini membaca kitab hingga dia tidak
sadar kalau perahu akan melewati dua pulau kecil apitan menuju
Pulau Cingkuk. Dia juga unjukkan sikap tenang ketika ada suara suitan
bersahutan lalu menyusul suara bentakan menggeledek.
"Orang di atas perahu! Hentikan perahu! Berputar balik!
Tinggalkan kawasan ini!"
Si pemuda angkat kepala, menatap ke pulau sebelah kanan dari
mana tadi datangnya suara membentak. Dia mendengar bentakan
namun tidak melihat siapa-siapa. Maka enak saja dia meneruskan
menikmati bacaannya.
"Kami sudah memperingatkan! Kau berpura tuli! Terima
nasibmu!" Kembali terdengar orang membentak. Kali ini diikuti gelegar
suara letusan! Perahu kecil yang ditumpangi pemuda berblangkon biru
bergoncang. Namun dengan sentuhan ringan tangan kiri si pemuda
pada pinggiran kiri, perahu itu kembali mengapung tenang.
"Suara apa itu" Baru sekali ini aku mendengar."
Ucap si pemuda dalam hati. Dia memandang ke pulau kecil di
40 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
kiri kanan. Kali ini matanya segera melihat orang-orang yang
berlindung di balik semak belukar dan pohon bakau. Pemuda itu
memandang ke lantai perahu ketika merasa dua kakinya yang
mengenakan kasut kulit sapi basah dan dingin. Ternyata air laut sudah
memenuhi lantai perahu, menggenang sampai ke mata kaki. Pemuda
itu membungkuk memperhatikan. Dia melihat ada sebuah lobang
sebesar lingkaran jari telunjuk dan ibu jari tangan pada dinding perahu
sebelah depan sekitar setengah jengkal di atas lantai perahu. Dari
lobang itulah air laut mengucur masuk.
"Bunyi letusan dan lobang di perahu. Apakah ada
hubungannya?" Pemuda itu berpikir. Lalu dengan tangan kiri dia
mematahkan ujung kayu yang ada di bagian depan atas perahu yang
di pahat begitu rupa seperti kepala kerbau. Sekali tangan kirinya
meremas maka kayu yang keras itu menjadi bongkahan lunak, mudah
dibentuk seolah berubah menjadi lilin. Oleh si pemuda bongkahan
kayu disumbatkan ke dalam lobang hingga air laut berhenti mengucur
masuk. "Aman sekarang," kata si pemuda. Dia kembali duduk di bagian
belakang perahu. Kitab dibuka lalu kembali membaca. Belum lama
membaca mendadak empat buah perahu masing-masing ditumpangi
tiga orang lelaki berpakaian serba putih telah menghadang.
Salah satu dari dua belas orang itu menahan bagian depan
perahu si pemuda dengan kaki kiri sementara yang lain-lain tegak
menghunus golok, enam orang menarik gendewa siap menghamburkan panah dan seorang lagi tegak sambil mengarahkan
moncong sebuah besi panjang bergagang kayu yang bukan lain adalah
sepucuk bedil. Pemuda di atas perahu perhatikan kedua belas orang itu. Tidak
seorangpun diantara mereka memiliki wajah angker. Juga tidak ada
yang memelihara cambang bawuk dan rambut panjang. Kebanyakan
dari mereka mengenakan pakaian putih gunting Cina serta kopiah
hitam."Eh, apakah mereka ini bajak laut perompak anak buah Janda
Pulau Cingkuk" Aneh! Tidak satupun dari mereka berwajah seram." Si
pemuda berkata dalam hati. Saat itu kitab yang tadi dibaca sudah
dilipat dan dikempit di ketiak kanan.
Lelaki yang memegang bedil di atas perahu terdepan arahkan
mulut senjatanya ke dada si pemuda.
"Kami sudah memerintahkan agar kau meninggalkan kawasan
ini! Mengapa berpura tuli!"
"Ki sanak, mohon dimaafkan. Saya datang ke sini tidak
membawa maksud buruk. Tadi mungkin saya terlalu asyik membaca."
Beberapa orang memperhatikan bagian bawah perahu yang
telah disumbat sambil berpikir-pikir dengan apa dan bagaimana
41 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
pemuda itu mampu menyumbat perahu yang bolong.
Lelaki memegang bedil memberi tanda pada kawan-kawannya.
Perahu bergerak lebih mendekati perahu si pemuda hingga kini ujung
bedil bisa ditempelkan ke dada kiri si pemuda, tepat di arah jantung.
"Anak muda, aku dan kawan-kawan tidak perduli apa maksud
kedatanganmu ke sini. Kau sudah mendengar apa perintah kami. Ini


Wiro Sableng 164 Janda Pulau Cingkuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kawasan terlarang bagi siapa saja. Putar perahumu, tinggalkan tempat
ini. Atau aku akan membuat satu lobang besar di dadamu!" jari
telunjuk orang yang memegang pemicu bedil bergerak-gerak turun
naik, siap melepaskan tembakan.
"Ki sanak harap mau bersabar dulu. Saya akan terangkan
maksud kedatanganku ke sini!" Kata si pemuda dengan suara perlahan
dan sikap tenang.
"Kami tidak perlu keteranganmu!" Lelaki di perahu sebelah
kanan membentak. "Jagran! Lekas kau tembak saja! Tunggu apa lagi"!
Atau aku akan suruh teman-teman menembus tubuhnya dengan enam
anak panah sekaligus. Pemuda ini bicara manis tapi aku tahu dia
sangat berbahaya!" Jagran adalah orang yang memegang bedil.
Agaknya dia yang jadi pimpinan diantara rombongan orang-orang itu.
Tidak peduli apa yang diucapkan orang si pemuda mengambil
kitab yang ada dikempitan tangan kanan, membuka lalu mengambil
secarik lipatan kertas yang ada di salah satu bagian kitab.
"Saya datang membawa surat untuk disampaikan pada seorang
paman bernama Barat Sanjaya. Beliau tinggal di Pulau Cingkuk. Paling
tidak beliau ada di kawasan ini."
Jagran berpaling ke arah kawan-kawannya yang sebelas orang.
Semua menggelengkan kepala.
Tidak ada yang bernama Barat Sanjaya di Pulau Cingkuk! Jangan
mengarang cerita! Lekas putar perahumu atau kutembak sekarang
juga." "Ki sanak, saya yakin kau pasti mampu membunuh saya. Apa
lagi dengan senjata berbentuk aneh yang mampu mengeluarkan suara
keras berdentam itu." Sambil berkata si pemuda usap-usap besi bedil
dengan tangan kiri. "Saya tidak percaya tidak ada yang bernama Barat
Sanjaya di Pulau Cingkuk. Kata mereka yang pernah melihat,
orangnya tinggi besar, dulu memelihara rambut sepinggang, dijalin
dan digulung di atas kepala. Memelihara cambang bawuk meranggas
serta berkumis lebat melintang. Memiliki sepasang mata besar dan
merah. Kesukaannya selalu bertelanjang dada. Dada penuh otot dan
berbulu. Di bagian kiri dada ada jarahan gambar tengkorak dengan
tulang bersilang." Si pemuda diam sebentar, memperhatikan wajah
dua belas orang disekitamya. Dia dapat melihat perubahan pada wajah
orang-orang itu. Malah secara sembunyi-sembunyi ada yang saling
berbisik. "Nah, apakah orang dengan ciri-ciri seperti yang saya
42 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
katakan itu benar-benar tidak ada di Pulau Cingkuk?"
Dua belas orang termasuk Jagran tidak menjawab, tidak
bersuara. "Jika semua ki sanak di sini tidak ada yang kenal dengan Barat
Sanjaya baiklah, saya akan memberi tahu. Orang itu juga dikenal
dengan nama Hang Damar Hantu Laut Selat Sunda."
Semua kepala tertegak. Semua mata membesar.
"Anak muda, kau ini siapa sebenarnya"!" tanya Jagran masih
dengan suara keras membentak.
"Saya hanya seorang santri yang bodoh dari kesultanan Banten.
Jika kalian tidak mengizinkan saya menemui paman Barat Sanjaya
atau Hang Damar Hantu Laut Selat Sunda tidak jadi apa. Tapi tolong
sampaikan surat ini pada beliau. Jika beliau nanti mencari saya,
katakan bahwa saya sudah pergi sesuai dengan perintah ki sanak di
sini." Sehabis berkata begitu pemuda berpakaian putih berblangkon
biru ulurkan lipatan kertas pada Jagran seraya berkata "Jangan lupa
mengatakan pada paman Barat Sanjaya atau Hang Damar Hantu Laut
Selat Sunda. Surat ini datang dari Panembahan Maulana Yusuf, orang
tua di Kesultanan Banten yang sudah dianggap sebagai kakak sendiri
oleh paman Hang Damar Hantu Laut Selat Sunda."
Mendengar ucapan si pemuda semua orang terutama Jagran
yang memegang bedil jadi terkejut dan berubah wajahnya. Ada
bayangan rasa takut.
"Anak muda, aku akan ambil surat ini dan serahkan pada
pimpinan kami. Tapi kau jangan kemana-mana. Tunggu di sini. Aku
akan memberi tahu kedatanganmu pada Hang Damar Hantu Laut Selat
Sunda. Kami tidak tahu kalau nama sebenarnya Hang Damar adalah
Barat Sanjaya. Jagran dan dua temannya satu perahu segera tinggalkan tempat
sementara sembilan orang di atas tiga perahu tetap berada di tempat
itu, di atas perahu masing-masing. Sikap mereka tidak lagi garang dan
penuh curiga. Golok sudah diselipkan di pinggang. Busur digantung di
bahu dan anak panah dimasukkan ke dalam sarangnya.
Tak selang berapa lama Jagran dan tiga kawannya muncul. Dia
atas perahu kini, disebelah depan berdiri seorang lelaki tinggi besar
bertelanjang dada penuh bulu, hanya mengenakan celana putih dan
sabuk kulit hitam besar. Dua tangan dirangkap di depan dada.
Sepuluh jari tangan berwarna hitam sampai ke ujung kuku. Pada dada
kiri ada jarahan berupa tengkorak bersilang dua tulang. Sepasang
mata menatap lurus ke depan. Rambut panjang dijalin dan disusun di
atas kepala. Kumis tebal melintang, dagu tertutup janggut tipis rapi,
tidak memelihara berewok atau cambang bawuk. Melihat raut wajah
usianya sudah cukup lanjut, sekitar enam puluh lima tahun.
43 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Kurang satu tombak dari perahu orang ini tiba-tiba melesat. Di
lain saat dia telah berdiri di bagian depan perahu yang ditumpangi
pemuda berblangkon biru. Walau tubuhnya besar namun ketika
kakinya menginjak lantai perahu, perahu kayu kecil itu sama sekali
tidak bergoyang, air laut tidak bergelombang!
Sungguh dia memiliki ilmu meringankan tubuh yang hebat!
Begitu berhadapan dengan orang tinggi besar ini pemuda
berblangkon biru segera menunduk dan memberi salam.
"Paman Hang Damar yang juga saya kenal dengan nama Barat
Sanjaya, salam sejahtera untukmu. Assalam'mualaikum..."
Si tinggi besar bertelanjang dada penuh bulu sesaat terdiam.
Sudah lama sekali dia tidakdisalaml orang seperti itu. Kalau
sebelumnya ada rasa tidak senang pada pemuda itu kini perasaan itu
jadi mengendur. Setelah menyahuti salam Aji Triyasa, Hang Damar
Hantu Laut Selat Sunda bertanya.
"Anak muda, apakah kau yang membawa surat ini?" Suara si
tinggi besar ini keras dan serak tapi tidak menunjukkan keberangasan.
"Benar sekali Paman," jawab si pemuda.
Dipanggil paman untuk kedua kalinya Hang Damar Hantu Laut
Selat Sunda tersenyum
"Saya mohon maaf kalau kedatangan saya telah mengganggu
ketenangan dan ketentraman paman."
"Kau sendiri apa hubunganmu dengan Panembahan Maulana
Yusuf?" "Saya hanya seorang santri." Jawab si pemuda pula.
"Santri?" Dua alis Hang Damar naik ke atas."Anak buahku
memberi tahu kau mampu menambal lobang besar di dinding perahu
dengan menghancurkan kayu perahu, apakah ilmu kepandaian seperti
itu diajarkan pada para santri di Banten?"
"Mohon maaf paman. Saat itu memang saya takut sekali. Tetapi
Allah menolong saya. Saya tidak sadar telah melakukan apa karena
setengah mati takut tenggelam."
Hang Damar Hantu Laut Selat Sunda tatap sepasang mata si
anak muda, tersenyum lalu membuka lipatan surat yang dibawanya,
membacanya sekali lagi dan berkata.
"Dalam surat ini, kakakku Panembahan Maulana Yusuf memang
tidak mengatakan siapa dirimu. Dia hanya bilang agar aku bisa
mempertemukanmu dengan pimpinan kami. Janda Pulau Cingkuk.
Sekarang katakan siapa kau sebenarnya?"
"Paman, maaf kalau saya menolak menjawab. Tapi saya akan
mengatakan siapa saya hanya kepada pimpinan paman."
Hang Damar perhatikan si pemuda mulai dari blangkon sampai
ke ujung kaki yang tersembunyi di balik genangan air laut di lantai
perahu. Dalam hati bekas pimpinan perompak ini membatin.
44 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Sikapnya memang sikap seorang santri. Sopan bersahaja.
Sepasang tangannya halus seperti tangan perempuan. Wajah bersih
seperti paras seorang gadis. Namun dibalik semua ini aku merasa ada
satu kekuatan dahsyat dalam tubuhnya. Aku pernah satu kali melihat
wajah Sultan Banten yang gagah dan cakap. Jangan-jangan..."
"Paman, apakah saya diperkenankan menemui pimpinan?"
Bertanya si pemuda.
Hang Damar menyeringai, lalu tertawa. Makin lama tawanya
makin keras hingga perahu bergoncang keras, air laut mendadak
membuntal. Hampir tidak kelihatan telapak tangan kirinya menekan ke
bawah ke arah air laut. Tiba-tiba dari bawah air laut bergulung
gelombang besar. Saat itu juga perahu dimana kedua orang itu berada
melesat terpental ke udara!
Jagran dan anak buahnya berseru kaget menyaksikan apa yang
terjadi kemudian. Perahu yang mental ke udara terbelah dua lalu jatuh
kembali ke dalam laut. Pada salah satu belahan perahu tegak berdiri
Hang Damar Hantu Laut Selat Sunda. Sementara pemuda berblangkon
biru tidak kelihatan, tapi tampak ada tangan kiri yang mencuat ke atas
permukaan laut memegang kitab.Tak lama kemudian muncul kepala si
pemuda, megap-megap berusaha berenang mencapai belahan perahu
kedua."Tolong! Tolong! Saya tidak dapat berenang..."
Hang Damar berteriak memberi perintah pada anak buahnya
agar segera menolong si pemuda. Maka empat orang terjun ke laut
dan menaikkan pemuda yang telah kehilangan blangkonnya itu ke atas
perahu. Sekujur tubuh dan pakaian basah kuyup. Hanya kitab
bertuliskan huruf Arab gundul "Kasih Allah Sepanjang Zaman, Kasih
Ibu Sepanjang Jalan, Kasih Anak Sepanjang Penggalan." Yang masih
berada dalam keadaan kering.
Hang Damar tersenyum. Dalam hati dia membatin. "Aku tadi
menjajalnya. Dia memperlihatkan diri seperti tidak punya ilmu
kepandaian. Atau mungkin dia cerdik bersandiwara. Aku menaruh
curiga anak muda itu memiliki ilmu lebih tinggi dari yang aku punya.
Mungkin dia berbahaya, mungkin juga tidak. Kalau bukan Panembahan
Maulana Yusuf yang mengirim sudah kuremukkan tubuhnya. Sebelum
dia menghadap pimpinan, aku harus memberi salinan pakaian
padanya. Lalu sewaktu dia menghadap pimpinan aku harus
mengawasinya."
45 164 Janda Pulau Cingkuk -WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
KETIKA mendarat di Pulau Cingkuk pemuda yang mengaku santri dari
Kesultanan Banten itu melihat hampir seluruh tepian pantai berada
dalam keadaan terbuka dan gersang. Tak ada semak belukar tak ada
deretan pohon kelapa. Di tempat-tempat tertentu dia melihat
gundukan-gundukan batu dan di belakang setiap gundukan terdapat
lobang setinggi bahu manusia. Di situ tempat terdapat satu bangunan
tinggi terbuat dari bambu. Agaknya semua keadaan ini telah
dipersiapkan jika sewaktu-waktu ada serangan.
Sampai saat itu dua belas orang yang tadi naik. perahu masih
terus melakukan pengawalan atas diri si pemuda. Sang "paman" Hang
Damar Hantu Laut Selat Sunda membawanya ke sebuah goa. Di sini
dia diberi pakaian bersih warna biru pengganti pakaian yang basah. Di
dalam goa ini si pemuda melihat banyak sekali senjata. Mulai dari
Keris Naga Sakti 2 Dewa Arak 23 Setan Mabok Hati Budha Tangan Berbisa 15

Cari Blog Ini