Ceritasilat Novel Online

Dewi Dua Musim 1

Wiro Sableng 184 Dewi Dua Musim Bagian 1


Episode ke 184 Ebook by : Dewi Tiraikasih
Scan Kitab by : Syaugy_ar
mailto:22111122@yahoo.com
Dewi Dua Musim berjongkok di samping kepala pemuda yang dipantek di atas papan.
"Cabut lebih dulu paku kayu yang ada di dalam mulutnya...." Ucapan itu terngiang
lagi di telinganya. Si gadis ulurkan tangan kiri kanan. Gerakan dua tangan
membuat mulut si pemuda terbuka. Begitu dia melihat ke dalam mulut Dewi Dua
Musim tercekat. Ternyata di dalam mulut pemuda itu memang ada satu paku kayu,
menancap ke bagian dalam tenggorokan yang digenangi darah. Dewi Dua Musim
geleng-geleng kepala.
"Jahat sekali!" Katanya dalam hati. Lalu dengan cepat tangan kanan dimasukkan ke
dalam mulut. Begitu paku kayu ditarik, darah menyembur.
1 Bidadari Dua Musim
SETELAH didera musim kemarau lebih dari setengah tahun, ketika akhirnya hujan
turun cukup lebat pagi itu penduduk di kawasan kering tanah Jawa terutama di
bagian tengah dan timur merasa lega dan gembira. Banyak diantara mereka, yang
umumnya para petani pemilik ladang dan sawah memanjatkan puji syukur kepada Sang
Pencipta Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang dengan berbagai cara baik dalam
upacara adat maupun bentuk keagamaan. Di laut utara dan selatan para nelayan
tidak kalah rasa syukur dan gembira mereka. Karena pada akhir musim kemarau yang
memasuki musim penghujan.
ikan di laut muncul dalam jumlah lebih banyak dari biasanya dan tentu saja ini
merupakan rahmat serta rezeki berlimpah dari Yang Maha Kuasa.
Hari ke lima setelah hujan pertama kali turun, para petani mulai ramai ke sawah
untuk menanam bibit padi. Pemilik ladang mulai mencangkul tanah guna persiapan
menanam berbagai macam tanaman yang dapat dipanen dalam waktu singkat anak-anak
terlihat riuh di kali dan sungai, berenang dan bermAih-mAih sambil memandikan
kerbau. Pagi itu, di lereng Bukit Menoreh sebelah timur, tak jauh dari kaki Gunung
Gajah, seorang gadis belia duduk di bawah sebatang pohon, asyik menatap
pemandangan indah yang terhampar di hadapannya. Di kejauhan Gunung Gajah
menjulang biru kehijauan. Di kaki gunung petak-petak sawah yang sebelumnya
merupakan tanah gersang kini basah berlumpur, ramai oleh petani. Mereka bekerja
penuh semangat sambil sesekali tertawa berseloroh. Ada yang memperbaiki pematang
sawah, ada yang membongkar saluran air yang tersumbat.
Kerbau-kerbau pembajak tanah terlihat mundar-mandir hampir di setiap petak
sawah. Beberapa petani yang mampu bekerja cepat malah sudah mulai menyemai
menebar bibit padi.
Di kejauhan d, arah timur Kali Progo membelintang
biru seolah seekor ular panjang membelah bumi. Sesekali alunan arusnya tampak
berkilau oleh pantulan sinar matahari yang tidak terlalu terik.
Hanya beberapa tombak dari lereng bukit di mana gadis berpakaian biru duduk
menikmati pemandangan indah, ada satu jalan tanah yang cukup lebar, sejajar
dengan Bukit Menoreh.
Akibat hujan, tanah yang tadinya keras gersang ini, sekarang 2 Bidadari Dua
Musim berubah menjadi gembur becek.
Jalan tanah ini merupakan salah satu dari jalan utama yang menghubungi Kotaraja
dengan kawasan di sebelah barat.
Mulai dari Godeyan dan Gamping sampai ke Renteng, terus ke Sibolong dan
Girimulyo, terus lagi ke Borobudur. Di sebelah selatan slmpangan jalan tanah
menuju ke Sedayu, Argosari dan berakhir di Wates.
Siapakah gerangan gadis yang duduk sendirian di lereng Bukit Menoreh itu" Dari
pakaian birunya yang sederhana serta kasut kulit kasar yang menyarungi dua kaki,
sulit untuk menduga apakah dia seorang yang berasal dari desa atau penduduk
Kotaraja! Wajahnya sama sekali tidak dipalut dandanan namun kecantikan alami
yang dimilikinya mengagumkan untuk dipandang. Sepasang mata bulat jernih.
Bagian putih tampak bening, bola mata hitam pekat membuat mata Ku seolah
berkilat. Ini menambah pesona pada kecantikan raut wajahnya. Lalu mengapa dia
berada seorang diri di lereng bukit itu" Apa benar hanya untuk menyaksikan
keindahan alam yang terpampang di hadapannya" Terlalu berbahaya bagi seorang
gadis sebelia dia berada seorang diri di tempat sunyi seperti itu. Karena sejak
beberapa waktu belakangan im daerah itu merupakan salah satu tempat orang jahat
seperti begal dan rampok berkeliaran. Sesekali si gadis memandang ke arah ujung
jalan di sebelah selatan, sambit telinga dipasang. Agaknya ada yang tengah
ditunggunya. Sayup-sayup di kejauhan tiba-tiba terdengar suara derap kaki-kaki kuda, sekalisekali ditingkah suara binatang itu meringkik. Kalau saja tanah jalanan tidak
berubah becek derap kaki kuda niscaya akan terdengar lebih keras. Diantara suara
derap kaki kuda terdengar suara aneh berkepanjangan. Suara ini seperti sebuah
benda yang bergerak menggeser tanah jalanan.
Sepasang mata gadis berpakaian biru membesar tak
berkesip. Dua alis hitam lengkung bergerak naik lalu mata itu menatap ke arah
kiri lereng bukit. Pandangan ditukik ke bawah, ke arah jalanan tanah. Dari balik
kerapatan pepohonan dia bisa melihat ada dua ekor kuda dipacu ke jurusan utara
Gunung Gajah. "Aku bisa melihat dua ekor kuda dan penunggangnya.
Tapi aku tidak bisa melihat benda yang mengeluarkan suara berkepanjangan. Apakah
orang yang kutunggu sudah datang"
Seharusnya ada penunggang kuda ke tiga."
Gadis berpakaian biru membatin dalam hati. Lalu dia berdiri. Gerakannya anggun
dan penuh kelembutan. Dari balik pakaiannya dia mengeluarkan satu kotak kayu
kecil. Ketika dibuka isi kotak itu ternyata adalah berbagai alat untuk 3
Bidadari Dua Musim
menghias diri. Mulai dari pupur merah muda, kayu penebal alis dan kayu merah
berujung lembut untuk pemoles bibir. Pada bagian belakang penutup kotak menempel
sebuah cermin kecil.
Sambil memperhatikan ke dalam cermin, gadis itu bukannya mulai menghias wajah,
tapi malah tertawa. Ketika mulutnya terbuka tampaklah barisan gigi yang putih
berkilau bak mutiara serta lidah merah basah.
'Mengapa aku masih merasa diri seperti gadis desa yang baru menanjak dewasa"
Apakah aku masih memerlukan cara berhias kuno mempergunakan segala macam
peralatan tolol ini" Aih, sungguh bodohnya diri ini."
Kotak kayu kecil ditutup kembali. Lalu tangan kanan diayun satu kali dan wuttt!
Kotak kayu dilempar ke udara! Kotak ini kemudian menyangsrang jatuh di
serumpunan semak belukar.
Di jalan tanah di bawah lereng bukit, dua penunggang kuda mulai nampak semakin
jelas namun benda yang mengeluarkan suara geseran dengan tanah masih belum
diketahui. Gadis di lereng bukit dongakkan kepala. Sepasang mata yang jernih
menatap ke langit. Telapak tangan kanan dikembang. Perlahan-lahan telapak tangan
di usap ke wajah.
mulai dari kening sampai ke dagu. Begitu tangan diturunkan kelihatanlah wajah si
gadis yang tadi cantik alami tidak berdandan kini telah berubah jauh lebih
cantik. Kulit wajah kelihatan merah segar, sepasang alis melengkung bagus lebih
hitam dan bibir merah merekah. Dia telah menghias diri secara gaib. Tidak sampai
di situ. Sehelai kain biru diikat di kening.
rambut diacak lalu digerai lepas. Kini kecantikannya seolah bertambah. Sungguh
sangat mempesona.
Di kaki bukil, kembali terdengar suara kuda meringkik.
Gadis cantik berpakaian biru tidak menunggu lebih lama. Sekali dia menggerakkan
dua kaki, tubuhnya melesat ke udara lalu seperti seekor burung tubuh itu menukik
melayang ke bawah.
sepasang kaki menjejak enteng di cabang satu pohon besar yang tumbuh di tepi
jalan tanah yang akan dilalui dua penunggang kuda Semua gerakan yang dilakukan
gadis itu sungguh Indah, seolah dia tengah menari di udara cerah. Selain ituu
jelas sudah, gadis cantik Ini bukan orang sembarangan.
Paling tidak dia mempunyai ilmu kesaktian yang membuatnya mampu bergerak cepat
dan gesit serta ilmu meringankan tubuh pada tingkatan yang bukan sembarang orang
bisa memiliki. Ketika si gadis alihkan pandangan ke ujung jalan, ke arah dua kuda dan
penunggangnya saat itulah untuk pertama kali dia melihat benda apa yang
mengeluarkan suara bunyi menggeser tanah berkepanjangan.
Sepasang alis mata si gadis langsung berjingkat naik!
4 Bidadari Dua Musim
Bibir yang merah merenggang terperangah. Kepala digeleng beberapa kali.
Penunggang kuda di sebelah depan bertubuh gemuk
gempal, mengejakan pakaian dan belangkon hitam. Pada bagian depan belangkon
tersemat hiasan bintang dalam lingkaran, terbuat dari kuningan berkilat. Tampang
garang tertutup kumis dan berewok meranggas tebal.
Penunggang kuda kedua berpakaian dan
mengenakan belangkon yang sama. Walau kumisnya kecil saja dan hanya dagunya yang
ditumbuhi jenggot kasar namun tampangnya tampak angker. Apa lagi di wajah
sebelah kiri ada codet bekas luka.memanjang mulai dari mata sampai
pertengahan pipi. Cacat ini membuat kelopak mata kirinya mencuat merah
mengerikan. Sambil menunggang kuda orang ini mencekal seutas tambang yang
ujungnya diikat ke leher kuda. Ujung tambang yang lain terikat pada sebatang
balok yang menjadi salah satu landasan tiga buah papan. Di atas papan terkapar
sosok seorang lelaki, tubuh dan pakaiannya penuh lumuran darah. Wajah tak jelas
karena dipenuhi darah yang mengucur dari luka di kening.Dua tangan orang ini
terpentang ke atas. Telapak tangan kiri kanan dipantek ke papan dengan potongan
bambu yang dibuat seperti paku besar. Dua kakinya juga dipantek dengan potongan
bambu. Darah mengucur dari luka pantekan. Tak dapat dipastikan apakah orang itu
masih hidup atau sudah menjadi mayat
"Yang datang bukan orang-orang yang aku tunggu"
Gadis cantik di atas pohon berucap perlahan. Walau hatinya kecewa besar namun
wajahnya tetap tenang, malah dia sama sekali tidak unjukkan rasa ngeri melihat
orang yang dipantek di atas papan yang diseret kuda! Di dalam hati dia berkata.
"Kasihan, dosa kesalahan apa yang dibuat orang itu hingga diperlakukan begitu
rupa. Dalam kehidupan yang katanya beradab ini mengapa masih ada kekejaman
begini rupa...."
Beberapa tombak lagi dua kuda dan penunggangnya
akan sampai di bawah pohon besar, gadis di atas cabang pohon membuat gerakan
enteng, melayang turun sambil berseru.
"Dua kerabat berbclangkon hitami Mohon berhenti barang sebentar. Ada yang akan
aku tanyakan!"
5 Bidadari Dua Musim
DUA ekor kuda yang tengah berlari kencang meringkik keras.
Dua penunggang berusaha menghentikan lari kuda masing-masing dengan menarik tali
kekang kuat-kuat hingga binatang itu berjingkrak dan sepasang kaki depan naik ke
atas. Di atas punggung kuda, dua orang penunggangnya hampir saja mencelat jatuh
kalau tidak cepat-cepat memagut leher tunggangan mereka yang larinya akhirnya
bisa dihentikan dengan susah payah. Celakanya kuda kedua, walau bisa berhenti
namun papan yang ditarik terus meluncur deras di tanah becek lalu menghantam dua
kaki belakangnya
"Kraakk!Kraaakl"
Dua kaki belakang kuda patah. Didahului suara
meringkik keras binatang ini ambruk ke tanah, melempar penunggangnya. Rupanya
sang penunggang orang berilmu juga karena dengan gerakan enteng dia tidak sampai
jatuh terbanting di tanah becek. Sepasang kaki menyentuh dan menginjak tanah
lebih dulu. Papan di atas mana orang yang dipantek tergeletak melesat satu
tombak ke udara lalu jatuh ke tanah, berpatahan di beberapa bagian namun sosok
di atasnya tetap terpentang tak bergerak.
Lelaki gemuk bermuka berewokan di sebelah depan
hendak mendamprat marah, namun ketika melihat siapa yang berdiri di tengah
jalan, amarahnya langsung saja menjadi surut. Sebaliknya kawan di sebelah
belakang yang kaki kudanya patah dan masih tergeletak di tanah tidak bisa
membendung amarah. Dia membentak garang.
"Perempuan jahanam! Kau mematahkan dua kaki
kudaku! Aku akan menghajarmu!" Habis membentak si codet ini melompat ke hadapan
gadis berpakaian biru sementara temannya si gendut sudah melompat turun ke
tanah. Si gadis tenang saja, tidak beranjak dari tempatnya.
Malah sambil mengangkat tangan dia berkata dengan suara lembut.
"Aih! Maafkan, bukan aku yang mematah dua kaki kuda itu. Tapi papan yang kau
seret sepanjang jalan. Tapi memang aku mengaku salah karena aku yang membuat
gara-gara kuda kalian terkejut ketakutan. Sekarang biar aku perbaiki dua kaki
kudamu." "Memperbaiki dua kaki kudaku" Gelo! Kau kira dua kaki kudaku bisa diperbaiki
seperti memperbaiki ladam besi"l Dua 6 Bidadari Dua Musim
kaki kuda itu patah tahu!. Bagaimana kau mau memperbaiki"
Wong edan" Lelaki bermuka codet, berkumis dan berjanggut kasar berkata setengah
berteriak. "Maksudku, aku akan mengembalikan keadaan dua kaki kudamu seperti semula..."
Jawab si gadis sambil tersenyum.
"Apa"!" Lelaki berwajah codet menghardik merasa dipermAihkan.
Tanpa perdulikan kemarahan orang si gadis dekati kuda yang tergeletak di tanah.
Binatang ini meringkik keras. Kepala dan dua kaki depan berusaha ditegakkan
namun tubuhnya kembali roboh. Selanjutnya binatang ini hanya bisa melejanglejang dan meringkik berulang kali.
"Sahabatku kuda bagus, tak usah takut. Tenang... tenang saja. Memang tadi garagaraku dua kakimu jadi patah. Sekarang biar aku menyembuhkan." Si gadis usapusap tengkuk kuda dan bagian kening antara kedua matanya.
Kuda yang tergeletak di tanah becek dan tadi bersikap liar karena rasa sakit
luar biasa pada kedua kakinya yang patah, mendadak berubah jinak dan diam.
Kepala dijulur lalu ditidurkan di tanah. Sepasang mata setengah terpejam.
"Kudaku mati!' Teriak si codet dengan mata mendelik, tampang beringas.
Gadis cantik tersenyum lalu berkata. "Kudamu tidak mati.
Dia mendengar apa yang aku ucapkan dan pasrah untuk mendapat kesembuhan. Semoga
Yang Maha Pengasih
menolong sahabatku ini."
Sambil berkata si gadis berjongkok di samping kuda yang rebah. Dua tangan
diulur. Tangan kiri memegang kaki belakang sebelah kanan lalu tangan kanan
mengusap mengurut-urut kaki itu tiga kali berturut-turut sambil mulut meniup. Hal yang
sama dilakukan dengan kaki kiri belakang si kuda. Selesai mengurut si gadis
tepuk pinggul kuda sambil berseru.
"Kuda bagus! Ayo berdiril Kau sudah sembuh!"
Ajaib! Begitu ditepuk walau agak terhuyung-huyung tapi kuda yang patah dua kaki
belakangnya itu mampu berdiri kembali!
Dua lelaki berpakaian dan berbelangkon hitam sama-sama terkejut dan saling
pandang terheran-heran. Walau menyaksikan dengan mata kepala sendiri tapi masih
tak bisa percaya. Bagaimana mungkin! Dua kaki kuda yang patah disembuhkan hanya
dengan cara mengusap mengurut sambil meniup! Kedua orang ini palingkan kepala,
menatap ke arah si gadis. Memperhatikan mulai dari kepala sampai ke kaki.
Sementara itu kuda yang barusan ditolong kini berdiri menggeser-geserkan
moncongnya ke bahu si gadis sambil 7 Bidadari Dua Musim
keluarkan suara menggeru perlahan. Agaknya dengan cara itu binatang ini ingin
menyampaikan rasa terima kasihnya.
Si gadis tersenyum. Dia balas membelai tengkuk dan kepala kuda sambil berkata.
"Kau kuda yang mendapat berkah.
tahu mengucapkan rasa terima kasih walau kau hanyalah seekor binatang.Tapi
banyak yang namanya anak manusia tidak tahu berterima kasih setelah menerima
berkah dari Yang Maha Kuasa...."
Lelaki codet yang tadi marah besar dekati temannya dan berbisik.
"Kita harus hati-hati. Gadis itu bisa saja Lelembut Bukit Menoreh atau seorang
penyihir jahat yang tengah berkeliaran mencari mangsa!"
Betum habis kejut ke dua lelaki itu, di depan mereka si gadis membuka mulut
berkata. "Dua kerabat harap lupakan apa yang terjadi. Sekarang apakah aku boleh
mengajukan barang satu-dua pertanyaan?"
Dua telaki kembali saling pandang. Si codet yang masih penasaran lalu berkata
dengan nada kasar.
"Katakan dulu siapa dirimu! Mengapa berani menghadang kami orang-orang Pangeran
Banowo yang tengah mengurus satu perkara besar!"
"Aih! Jadi kerabat berdua adalah orang-orang Pangeran Banowo. Bukankah Pangeran
itu dikabarkan adalah calon Adipati Magelang" Salam hormatku untuk kalian
berdua." Si gadis lalu membungkuk, menjura memberi penghormatan pada kedua orang


Wiro Sableng 184 Dewi Dua Musim di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di hadapannya. Lelaki gemuk menatap dengan pandangan penuh selidik.
Lalu bertanya. "Bagamana kau tahu kalau Pangeran Banowo akan menjadi Adipati
Magelang. Hal itu adalah masih merupakan rahasia Kerajaan."
"Maaf kalau aku bicara ceroboh Tapi kabar rahasia yang disebar angin, mana ada
manusia yang bisa menekap
mencegahnya."
Si gemuk terdiam tapi temannya si codet sudah membentak lagi.
"Kau belum menjawab pertanyaanku! Siapa kau, apa punya nama dan datang dari
mana! Mengapa berada di tempat terpencil ini! Apa keperluanmul" Lalu pada
temannya yang bertubuh gemuk si codet berbisik. "Aku curiga, jangan-jangan gadis
tak dikenal Ini sebenarnya tengah menghadang kita.
Jangan-jangan dia ada sangkut paut dengan orang yang kita pantek di atas papan!"
Si gemuk berewok yang agak lebih sabaran balas
berbisik. "Aku malah menduga jangan-jangan dia kaki tangan suruhan Klingkit
Jenung. Sudah, kau diam dulu. Gadis secantik 8 Bidadari Dua Musim
Ini jangan diperlakukan sembarangan. Apa kau tidak melihat dia punya ilmu
kepandaian" Biar aku yang bicara."
"He...he!" Si codet menyeringai. "Aku tahu maksud dibalik bicara bagusmu! Kau
mulai suka pada gadis itu kan"!"
"Sudah! Diam saja!" Si gendut lalu berkata pada gadis di depannya. "Ning Ayu
Cantik," begitu si gendut memanggil si gadis. "Sebelumnya biar kami
memperkenalkan diri lebih dulu.
Aku bernama Lor Randuwali. Sahabatku ini Seno Kalamurti.
Tadi kau memanggil kami dengan sebutan kerabat. Kau juga telah menunjukkan
itikad baik menolong kaki kuda yang patah.
Sekarang harap kau mau memberi tahu apa yang ditanyakan temanku tadi."
"Hemmm ..." Si gadis bergumam. "Tidak ada sulitnya menjawab pertanyaan sahabatmu
itu. Sebagai manusia tentu saja aku punya nama. Tapi aku lupa siapa namaku
sebenarnya.."
"Geto. Mana ada orang lupa sama nama sendiri!" Si codet Seno Kalamurti memotong
ucapan si gadis dengan bentakan.
Yang dibentak cuma tersenyum. "Aku tidak berdusta.
Sungguhan aku lupa siapa nama yang diberikan kedua orang tuaku ketika aku
dilahirkan. Sejak beberapa waktu lalu orang-orang memanggil aku dengan nama
Dewi. Nah, itulah namaku Kerabat berdua boleh memanggil aku dengan nama itu."
Pelipis Seno Kalamurti bergerak-gerak. Rahang
menggembung. "Dew....Dewi apa! Kau seperti menyembunyikan sesuatu. Di dunia ini
ada banyak perempuan bernama Dewi!
Kau Dewi apa"! Dewi Lelembut! Dewi Gandaruwo atau Dewi Hantu Laut"!"
Gadis di hadapan kedua lelaki berpakaian dan
berbelangkon serba hitam itu masih juga tersenyum. "Aih...."
katanya. "Kurasa diriku ini tidak jelek-jelek amat. Masakan tega aku diberi nama
Dewi Lelembut, Dewi Gandaruwo, Dewi Hantu Laut "
Seno Kalamurti kembali mau menghardik. Tapi Lor Randuwali cepat memberi isyarat
agar si codet itu tidak membuka mulut lagi.
Maka diapun berkata. "Harap maafkan sahabatku ini. Dia memang suka berangasan
tapi sebenarnya hatinya baik. Hanya saja apa yang dikatakannya tadi betul
adanya. Nama Dewi banyak sekali. Apa hanya sesingkat itu nama yang kau miliki"
Pasti ada tambahannya."
"Orang-orang memanggilku Dewi Dua Musim."
Lor Randuwali dan Seno Kalamurti terperangah, sama-sama saling pandang. "Terus
terang, belum pernah aku mendengar nama seaneh namamu. Apa artinya itu. Mengapa
kau disebut Dewi Dua Musim?"
Si gadis mengangkat bahu. "Aku tidak pernah menanyakan 9 Bidadari Dua Musim
pada orang-orang itu mengapa mereka memanggilku Dewi Dua Musim..."
"Randu," Seno Kalamurti berbisik. "Kurasa gadis Ini tengah mempermainkan kita.
Sebaiknya kita bereskan saja. Terakhir sekali aku meniduri perempuan empat bulan
silam. Masih ada cukup waktu sebelum kita meneruskan perjalanan ke Magelang. Si
cantik ini rupanya memang sudah jadi rejeki kitat Tidak mustahil dia memang
sengaja mengantar diri. Hemmm..."
10 Bidadari Dua Musim
LOR RANDUWALI meski memang tertarik pada kecantikan wajah dan kemolekan tubuh
Dewi Dua Musim, saat itu tidak acuhkan ucapan temannya. Dia tidak mau bertindak
ceroboh karena diam-diam sudah merasa kalau gadis tak dikenal itu memiliki ilmu
kepandaian tinggi. Pada si gadis dia berkata.
"Sekarang jelaskan mengapa kau berada di tempat sunyi di lereng Bukit Menoreh
ini. Dari apa yang telah kau lakukan.kaml menduga kau sepertinya sengaja
menghadang perjalanan kami.*'
Si gadis gelengkan kepala. "Aku tidak ada niatan jahat.
Apa lagi maksud menghadang orang-orang gagah seperti kerabat berdua. Seperti
kataku tadi aku hanya ingin mengajukan barang satu-dua pertanyaan."
"Begitu" Apa yang ingin kau tanyakan?" Tanya Lor Randuwali.
"Ketika kerabat berdua dalam perjalanan menuju ke sini, apakah pernah berpapasan
atau melewati tiga orang penunggang kuda berpakaian serta berbelangkon hitam
seperti kerabat berdua" Bedanya mereka tidak mencantel hiasan bintang dalam
lingkaran seperti yang ada pada belangkon kerabat berdua..."
Lor Randuwali mengingat-ingat lalu berpaling pada si codet. Kedua orang Ini
kemudian sama gelengkan kepala.
"Selama perjalanan sampai ke sini kami tidak berpapasan atau melewati
siapapun...."
"Kerabat berdua tidak keliru" Tiga orang yang aku tanyakan itu, dua diantara
mereka masih muda-muda. Orang ketiga seorang kakek berwajah aneh. Dua telinganya
terletak di kening, mulut berada di leher..."
"Pasti setan, bukan manusiai" Ucap Seno Kalamurti.
"Betul kerabat berdua tidak melihat ke tiga orang itu?" Si gadis ingin
meyakinkan. "Tidak, kami tidak pernah menemui mereka dalam perjalanan." Jawab Lor Randuwali.
"Aku tahu kerabat berdua telah berkata jujur. Untuk itu aku sangat berterima
kasih." Si gadis yang mengaku bernama Dewi Dua Musim alihkan pandangan pada
sosok yang tergeletak di atas papan. Lalu bertanya. "Siapa orang itu" Dosa
kesalahan apa yang telah dilakukannya hingga mengalami nasib seperti itu."
11 Bidadari Dua Musim
"Siapa orang ini, apa dosa dan kesalahannya adalah urusan kami! Kau tidak layak
bertanya!" Yang menjawab adalah Seno Kalamurti.
"Kerabat berdua, apakah...apakah kalian berdua yang memperlakukannya seperti
itu?" "Apa perdulimul" Bentak Seno Kalamurti.
"Kasihan dia. Aku ingin sekali menolongnya"
"Dewi Dua Musiml Siapapun namamu! Jangan sekali-kali berani berkata seperti
itu!" Seno Kalamurti berkata sambil delikkan mata.
"Manusia menolong sesama adalah hal biasa. Memangnya mengapa aku tidak boleh
menolong orang itu?"
"Kau mulai berani kurang ajari" Seno Kalamurti melangkah mendekati si gadis.
"Sebaiknya kau bersiap-siap ikut bersama kami ke Magelang!" Lalu enak saja
tangan kanannya diulurkan menyentuh dagu si gadis.
Dewi Dua Musim tenang-tenang saja diperlakukan seperti itu. Dia sama sekali
tidak berusaha menghindar hingga tangan Seno Kalamurti benar-benar menyentuh dan
mengusap dagunya. Si codet ini letakkan tangannya yang bekas mengusap di depan
hidung lalu menyedot dalam-dalam. Dia mencium bau harum sekali. Melihat orang
tidak marah, malah seperti sengaja memasang diri Seno Kalamurti jadi lebih
berani dan tambah kurang ajar. Kembali dia ulurkan tangan kanan.
Kali ini diarahkan ke dada si gadis.
Hanya seujung kuku tangan itu akan menyentuh dada
Dewi Dua Musim tiba-tiba dari samping Lor Randuwali bertindak cepat mencekal
tangan temannya itu.
Seno Kalamurti berpaling.
"Randu! Apa yang kau lakukan! Lepaskan tanganku! Nanti kau juga bakal dapat
bagian!" "Urusan kita belum selesai Mengapa mencari urusan baru!
Lekas ikut aku pergi dari sini. Magelang masih cukup jauh dari sini! Jangan kita
sampai kemalaman dijalan."
"Randu....Randu. Rupanya kau mau jadi malaikat penolongl"
Seno Kalamurti merasa tidak senang.
"Manusia berhati malaikat itulah berkah Yang Maha Pengasih.
Kerabat Seno Kalamurti. sebaiknya kau Ikuti kata-kata Lor Randuwali. Cepat pergi
dari sini. Teruskan perjalanan kalian ke Magelang. Tapi tinggalkan orang yang
tergeletak di atas papanl"
"Apa"!" Seno Kalamurti berteriak marah.
"Dewi Dua Musim, kau tidak tahu siapa adanya orang yang dipantek di atas papan
itu. Siksa dan hukuman yang diterimanya baru sebagian. Kesengsaraannya baru
berakhir kalau sebelum matahari tenggelam nanti dia digantung di alun-alun
Kadipaten Magelang."
12 Bidadari Dua Musim
Dewi Dua Musim rangkapkan dua tangan di atas dada.
"Kalau begitu mengapa kerabat berdua tidak mau memberi tahu siapa adanya orang
itu" Aku sejak tadi bertanya apa dosa dan kesalahannya. Tapi kalian tidak
menjawab."
"Saat ini kami tidak bisa memberi tahu. Kalau kau mau tahu riwayatnya silahkan
ikut kami ke Magelang. Setelah dia digantung, orang banyak akan memberi tahu
semua apa yang kau tanyakan."
"Lor Randuwali, perlu apa susah-susah membawa gadis ini jauh-jauh ke Magelang.
Di dekat tikungan sungai di bawah sana ada sebuah pondok. Kita bawa dia ke
sana!" Habis berkata begitu Seno Kalamurti gerakkan dua telunjuk tandan kanan
hendak menotok urat besar di pangkal leher Dewi Dua Musim.
Totokan mendarat telak di pangkal leher. Seharusnya totokan membuat si gadis
saat itu juga menjadi kaku tak bisa bergerak tak mampu bersuara. Namun apa yang
terjadi justru kebalikannya. Dua ujung jari Seno Kalamurti yang menotok terus
saja menempel di pangkal leher si gadis. Tak bisa digerakkan apa lagi ditarik
lepas. Selarik cahaya putih keluar dari pangkal leher yang ditotok, mengalir ke
dalam dua jari, menjalar sepanjang tangan kanan, masuk ke dalam tubuh Seno
Kalamurti. Ketika cahaya putih merambas memasuki rongga pernafasan, Seno
Kalamurti menjerit keras. Tubuh mencelat mental, mulut menyembur darah segar. Si
codet ini kemudian tergeletak tertelentang di tanah becek, megap-megap. Kaki dan
tangan melejang-lejang. Belangkon hitam lepas dari kepala berguling jatuh ke
tanah. Tangan kanan, kaki kanan dan mata kanan menggembung merah.
Melihat apa yang terjadi dengan temannya itu Lor Randuwali merasa ngeri dan
cepat menolong. Namun semua usaha yang dilakukan tidak mampu membuat memulihkan
keadaan Seno Kalamurti. Lelaki ini terus saja megap-megap dan kejang-kejang.
"Kerabat Lor Randuwali, bawa sahabatmu pergi dari sini.
Begitu sampai di Magelang masukkan benda ini ke dalam mulutnya, suruh dia
menelan. Segala cidera di tubuhnya luar dalam akan segera slma.Semoga pelajaran
dariku ada manfaat bagi dirinya."
Lor Randuwali perhatikan benda putih berkilat seujung jari yang ada di telapak
tangan kanan Dewi Dua Musim.
"Cepat ambillah dan pergi dari sini."
"Dewi, aku....Mengapa...." Lor Randuwali bingung ada.
takut juga ada. Menatap wajah cantik si gadis dia merasa ada sambaran hawa aneh
keluar dari sepasang matanya yang berkilat, membuat hatinya bergetar.
Namun rasa amarah melihat temannya diperlakukan
13 Bidadari Dua Musim
seporti itu segera muncul menindih rasa bingung dan takut.
Sambil berdiri dia berkata. "Sekarang aku yakin. Kau pasti orangnya Klingkit
Jenung Hanya orang itu yang punya ilmu Membalik Hawa Sakti Menembus Jalan
Darah?" "Aih, kerabat Lor Randuwali. kau seharusnya bersyukur pada Yang Maha Kuasa yang
telah mendatangkan musim penghujan. Kalau saja saat ini masih musim panas pasti
keadaannya akan sangat mengenaskan bagimu dan sahabatmu itu."
"Apa maksudmu"." Hardik Lor Randuwali.
"Maksudku sederhana sekali " Jawab Dewi Dua Musim. Lalu kaki kanannya
dihentakkan ke tanah becek. Lor Randuwuli tersentak kaget ketika merasa ada
geteran aneh di dalam tanah di bawah kedua kakinya. Belum habis kagetnya tibatiba Dewi Dua Musim angkat tangan kiri. Tangan diayun ke udara begitu rupa.
Wuttt! Tubuh gendut Lor Randuwuli melesat ke udara lalu entah bagaimana tahutahu melayang turun dan jatuh duduk di punggung kuda miliknya walau menghadap ke
belakang! Dewi Dua Musim ulurkan tangan menepuk pinggul kuda. Binatang itu
meringkik lalu menghambur ke depan. Lor Randuwali berteriak-teriak sambil
berusaha berbalik menahan tali kekang menghentikan kuda. Namun apapun yang
dilakukannya binatang itu terus saja lari seperti dikejar setan.
Kepala lelaki gemuk ini berdenyut pening. Pandangan mata berkunang dan semua
tampak seperti terbalik. Seumur hidup baru sekali itu dia menunggang kuda
menghadap ke belakang!
"Tolong! Tolong! Kuda jahanam berhenti berian!" Teriak Lor Randuwali menyumpahnyumpah. Tapi kuda
tunggangannya malah berlari semakin kencang!
14 Bidadari Dua Musim
DEWI Dua Musim melangkah menghampiri Seno Kalamurti yang sampai saat itu masih
megap-megap dan melejang-lejangkan kaki serta tangan. Benda putih berkilat
seujung jari dimasukkannya ke dalam mulut si codet yang menganga.
dengan tangan kiri dia memijat tenggorokan orang. Hekkk! benda putih berkilat
masuk ke dalam tenggorokan si codet. lalu dengan tangan kiri dia mencekal kerah
pakaian orang itu. Sekali tangan mengayun tubuh Seno Kalamurti terlempar jatuh
menelungkup di atas punggung kuda miliknya. Si gadis lepaskan tambang yang
bergulung di leher kuda.
"Susul sahabatmu! Semoga kau akan mendapat kesembuhan begitu sampai di Magelang.
Kau beruntung saat ini musim penghujan!"
Dewi Dua Musim kemudian tepuk pinggul kuda. Seperti halnya dengan kuda Lor
Randuwali, binatang ini mengangkat dua kaki ke atas, meringkik satu kali lalu
menghambur lari. Sambil memperhatikan, dalam hati Dewi Dua Musim membatin. "Tig3
orang yang kutunggu, dimana mereka. Mengapa tidak muncul?"
Ingat pada orang yang tergeletak dalam keadaan dipantek di atas papan, si gadis
cepat balikkan tubuh. Dia lebih dulu memotes selembar daun keladi liar di tepi
jalan lalu mendekati orang itu Sambil menyibak rambut serta menyeka darah yang
mencelemongi wajah orang dia berkata.
"Manusia malang, apakah aku mengenalmu?"
Wajah yang tadi tertutup darah kini terlihat jelas. Ternyata orang ini seorang
pemuda berwajah tampan. Di keningnya ada luka.
"Aih. wajahnya tampan sekali. Aku tak mengenali siapa pemuda ini adanya. Mengapa
dua orang Pangeran Banowo tega-teganya memperlakukan dia begini kejami"
Dewi Dua Musim tarik nafas dalam. Sepasang mata
tampak berkaca-kaca. Dia seolah turut merasakan kesengsaraan orang. Telapak
tangan kiri diletakkan di atas kening si pemuda.
"Untung keningmu tidak panas. Berarti tak ada racun mengindap!"
Perlahan-lahan telapak tangan kiri diletakkan di atas dada si pemuda. Si gadis
tidak merasakan adanya detak jantung.
Hati-hati telinganya sebelah kanan ganti ditaruh di atas dada.
"Aihl Dia masih hidup. Aku dapat mendengar detak 15 Bidadari Dua Musim
jantungnya walau perlahan sekali. Mungkin mulai sekarat Aku harus melakukan
sesuatu agar dia tidak mati!"
Dengan cepat Dewi Dua Musim letakkan dua tangan di atas dada pemuda itu lalu
perlahan-lahan alirkan hawa sakti dengan dorongan tenaga dalam tinggi. Sampai
wajah dan tubuhnya berkeringat, dia tidak mampu membuat sadar si pemuda.
"Kasihan, apakah aku harus meninggalkannya dalam keadaan sengsara seperti ini"
Kalau saja saat ini musim panas aku tak akan perduli."
Sepasang mata Dewi Dua Musim perhatikan empat buah paku kayu yang memantek dua
tangan dan dua kaki si pemuda.
"Aku harus mencabut paku kayu itu. Mungkin bisa mengurangi penderitaannya disaat
sekarat." Si gadis membungkuk. Dia mulai dengan paku kayu yang memantek telapak tangan
kanan si pemuda. Sebenarnya hanya dengan mengandalkan tenaga luar dia akan mampu
mencabut paku kayu itu. Tapi sampai dia memaksa dengan mengerahkan tenaga dalam
sekalipun, paku kayu tidak dapat dicabut! Si gadis berpindah pada paku kayu yang
menancap di tangan kiri. Hal yang sama terjadi. Paku kayu tidak mampu disentak
dicabut Begitu juga ketika dicoba menarik paku kayu yang menancap di kedua kaki
orang. "Aih. sungguh aneh. Ilmu jahat apa yang dipakai orang memantek pomuda malang
ini. Mengapa aku tidak mampu mencabut satupun dari empat paku kayu itul
Bagaimana aku harus menolong pemuda ini." Si gadis melangkah mundar mandlr di
jalan becek. Tiba-tiba mengiang satu suara di telinga Dewi Dua


Wiro Sableng 184 Dewi Dua Musim di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Musim. "Musim hujan telah tiba. Segala kesejukan menaungi diri manusia, mulai dan
pikiran sampai ke dalam aliran darah.
masuk ke dalam kalbu dan menyentuh perasaan hati. Gadis berpakaian biru. kau
tidak akan mampu menyelamatkan pemuda itu kalau tidak dapat mencabut empat paku
kayu yang memantek bagian tubuhnya ke papan. Jangan mempergunakan kekuatan untuk
menghancur papan baru melepas paku karena dengan cara begitu paku tetap akan
menancap di dua tangan dan dua kaki. Cabutlah lebih dulu paku kayu yang ada di
dalam mulutnya. Kalau itu sudah kau lakukan mudah-mudahan Yang Maha Kuasa
menolongmu dan pemuda itu selamat dari
kematian."
Dewi Dua Musim terkesiap. Dia memandang berkeliling, mengusap telinga kiri yang
tadi mendengar suara mengiang itu lalu keluarkan ucapan, bertanya.
"Orang pandai siapa yang bicara?"
16 Bidadari Dua Musim
Yang menjawab hanya sapuan suara angin yang
membuat gemerisik daun-daun pepohonan di tepi jalan tanah.
Si gadis bertanya sekali lagi. "Orang pandai, dengan segala hormatku harap
unjukkan diri atau beri tahu siapa kau adanya."
Tetap saja tidak ada jawaban. Tidak ada suara mengiang susulan.
"Orang pandai, rupanya kau tidak mau diganggu.
Baiklah, aku akan ikuti petunjukmu. Aku berterima kasih padamu...."
Dewi Dua Musim berjongkok di samping kepala pemuda yang dipantek di atas papan.
"Cabut lebih dulu paku kayu yang ada di dalam mulutnya" Ucapan itu terngiang
lagi di telinganya. Si gadis ulurkan tangan kiri kanan. Tangan yang satu menarik
dagu orang ke bawah, tangan lain mendorong bagian mulut ke atas. Gerakan dua
tangan membuat mulut si pemuda terbuka. Melihat ke dalam mulut Dewi Dua Musim
tercekat. Ternyata di dalam mulut pemuda itu memang ada satu paku kayu. menancap
ke bagian dalam tenggorokan yang digenangi darah. Dewi Dua Musim geleng-geleng
kepala. "Jahat sekali!" Katanya dalam hati. Lalu dengan cepat tangan kanan dimasukkan ke
dalam mulut. Begitu paku kayu ditarik, darah menyembur dari mulut si pemuda.
Untung tidak sampai menodai tangan atau pakaian Dewi Dua Musim. Paku Kayu
ditancap ke tanah. Kini perhatian Dewi Dua Musim tertuju pada empat buah paku
kayu yang memantek dua tangan dan dua kaki si pemuda. Hatinya agak berdebar
ketika tangan diulur untuk menarik paku yang menancap di tangan kanan. Ada rasa
kawatir kalau-kalau usahanya kali ini mencabut paku itu akan gagal seperti tadi.
Namun kenyataannya paku yang menancap di telapak tangan kanan itu dengan mudah
bisa ditarik lepas.
Begitu juga dengan tiga paku kayu lainnya.
Begitu empat paku yang memantek dirinya ke papan lepas, sosok pemuda yang sejak
tadi diam tak berkutik tiba-tiba keluarkan suara mengerang lalu dua tangan
bergerak ke samping, bersitekan ke tanah dan luar biasa sekali. Orang yang
disangka sudah akan menemui ajal itu tiba-tiba bergerak bangun, duduk bersila di
atas papan. Sepasang mata yang sejak tadi terpejam perlahan-lahan terbuka,
menatap tepat dan langsung ke arah wajah cantik di depannya. Tidak pernah
sebelumnya dia melihat gadis luar biasa cantik seperti yang berada di hadapannya
saat itu. Perlahan si pemuda berucap."Seharusnya aku sudah mati. Apakah saat ini aku
melihat bidadari alam barzah. Diakah yang telah menyelamatkan diriku....?" Suara
si pemuda agak parau sember karena ada luka di dalam mulutnya. Sesekali tampak
dia seperti menelan ludah.
17 Bidadari Dua Musim
Mendengar ucapan si pemuda Dewi Dua Musim hanya
tersenyum, tidak berkata apa-apa. Si pemuda kembali berucap.
"Gusti Allah Yang Maha Kuasa Maha Pengasih memberkatimu. Siapapun kau adanya,
aku tahu kau adalah orang yang dikirimkan Gusti Allah untuk menolongku." Dalam
keadaan masih bersila pemuda itu lalu rundukkan tubuh hingga keningnya menyentuh
tanah. Dewi Dua Musim tersipu-sipu.
"Aih, jangan berkata dan bersikap begitu. Jika kau memang tahu kuasaNya Gusti
Allah maka berterima kasihlah padaNya.
Bukan padaku! Ayo lekas bangkit. Aku bukan mahluk yang pantas untuk disembah!"
Si pemuda luruskan tubuh kembali.
"Siapapun kau adanya, aku tidak akan melupakan budi pertolonganmu. Aku berharap
kelak dikemudian hari Gusti Allah memberi kesempatan padaku untuk membalas budi
besarmu. Kalau sampai tidak bisa membalas budi maka itu merupakan hutang besar yang akan
aku bawa sampai ke liang kubur."
"Aih. di antara kita tidak ada hutang piutang!" Berkata Dewi Dua Musim.
"Kalau begitu mohon aku bertanya, siapa gerangan sahabat ini" Aku sendiri
bernama Panji Ateleng. berasal dari satu desa kecil di timur Kuto Gede."
Di dalam hati Dewi Dua Musim berkata. "Pemuda ini baik sekali sikap dan tutur
katanya. Padahal aku yakin saat ini dia masih menahan sakit amat sangat akibat
luka di dua tangan dan dua kaki serta di dalam mulut. Kalau tidak memiliki ilmu
tinggi mana mungkin dia berkeadaan seperti ini."
"Kerabat Panji Ateleng aku tidak tahu siapa namaku.
Tapi orang-orang memanggilku dengan sebutan Dewi Dua Musim."
Si pemuda tatap sebentar wajah cantik di depannya.
Walau merasa heran mendengar nama itu namun dia unjukkan senyum. "Namamu bagus
dan indah didengar. Walau kehadiranmu pastilah atas kehendak Gusti Allah, tapi
tetap saja aku ingin mengetahui bagaimana kau sampai berada di tempat sunyi
ini." "Aku tengah menunggu kedatangan tiga orang sahabat.
Mereka seharusnya sudah melintas di jalan di kaki bukit ini.
Tapi mereka tidak datang. Yang muncul justru dua penunggang kuda yang mengaku
bernama Seno Kalamurti dan Lor Randuwali.
Yang bernama Seno Kalamurti menyeretmu dengan kudanya dalam keadaan kau dipantek
di atas papan."
"Dua manusia biadab itul Pasti mereka sudah kabur dari sinil" Kata si pemuda
pula "Aku yang memaksa mereka pergi. Ah, apakah aku telah 18 Bidadari Dua Musim
bertindak salah?"
Panji Ateleng terdiam sesaat lalu menjawab.
"Tidak, kau tidak salah. Mungkin memang sudah begitu kejadiannya. Lagi pula
bagiku kelak tidak sulit mencari mereka.
Jika bertemu aku akan membunuh keduanya."
"Aih, manusia adalah ciptaan Gusti Allah. Gusti Allah pula yang memberikan nyawa
kepada manusia. Maka tidaklah layak jika ada manusia membunuh manusia lain.
Karena nyawa seseorang bukan milik seseorang lainnya.*'
19 Bidadari Dua Musim
PANJI Ateleng terpana mendengar ucapan si gadis "Aih.
maafkan kalau aku bicara seperti seorang juru dakwah saja," si gadis berkata
sambil senyum-senyum. Lalu dia mengalihkan pembicaraan. "Kedua orang itu mengaku
sebagai orang-orangnya Pangeran Banowo."
"Mereka bicara begitu?" Si pemuda menelan ludah tanda luka di mulutnya kembali
terasa mencucuk sakit.
Dewi Dua Musim mengangguk.
"Sombong tapi tolol! Membuka rahasia sendiri! Jika Pangeran Banowo tahu pasti
mereka berdua akan digorok habis!"
"Sebenarnya siapakah mereka?"
"Keduanya memang anak buah Pangeran Banowo."
"Lalu mengapa mereka memperlakukanmu sekejam itu.
Tangan dan kakimu dipantek ke papan. Mulutmu ditancap dengan paku kayu..."
"Sebenarnya bukan mereka yang memantek diriku di atas papan ini. Ada seorang
lain yang punya ilmu hitam. Kedua orang itu hanya jadi bergundal-bergundal
suruhan. Mereka ditugaskan membawaku ke alun-alun Kadipaten Magelang.
Rencananya aku akan digantung di sana. Selama dalam perjalanan mereka juga
sempat menganiaya diriku secara kejam..."
"Aih, kau mau digantung! Memangnya kau salah apa"!"
Si gadis berkata sambil geleng-geleng kepala.
"Penderitaan yang aku alami belum seberapa." Panji Atcleng teruskan kisahnya.
"Atas perintah Pangeran Banowo mereka juga telah membunuh kakak perempuanku
Cemani secara keji. Padahal Cemani adalah istri Pangeran itu sendiri.
Luar biasa biadabi"
Sepasang bola mata hitam Dewi Dua Musim tampak
membesar dan berkilat lalu meredup sayu seolah merasakan penderitaan batin si
pemuda. "Musim hujan... seharusnya hati setiap manusia berada dalam kesejukan...."
"Sahabat, apa maksudmu?" Tanya Panji Ateleng ketika mendengar ucapan Dewi Dua
Musim. "Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya tidak mengerti mengapa mereka berbuat kejam
padamu dan kakak perempuanmu.
Mungkin....mungkin mereka berdua layak menerima hukuman 20 Bidadari Dua Musim
berat.." "Dewi Dua Musim, kelak akan aku ceritakan padamu asal usul semua kejadian.
Sekarang biar aku mengobati luka-luka pada tangan dan kaki serta mulutku lebih
dulu. Sakitnya tidak tertahankan lagi..."
"Seharusnya sudah sejak tadi hal itu kau lakukan. Kalau kau mau aku bisa
membantu..." Si gadis bergerak mendekati.
"Terima kasih. Biar aku mengobati diriku sendiri," jawab Panji Ateleng pula.
Habis berkata begitu pemuda yang masih duduk bersila di atas papan menjumput
tanah becek jalanan di sampingnya.
Tanah liat itu dipoleskan ke atas lubang luka bekas tancapan kayu pada telapak
tangan dan pergelangan kaki. Setelah merapal sesuatu dia lalu meniup empat kali
berturut-turut yaitu ke arah dua telapak tangan dan dua pergelangan kaki. Tanah
basah berubah kering. Berubah lagi menjadi debu yang begitu ditiup serta merta
berterbangan ke udara. Wajah cantik Dewi Dua Musim tampak kagum ketika melihat
lubang luka bekas tancapan paku kayu di dua tangan dan dua kaki lenyap tak
berbekas. "Ilmu Penyakit Berasal Dari Manusia. Penyembuhan Datang Dari Alam. Kuasa Gusti
Allah sungguh luar biasa..."
Berucap Dewi Dua Musim menyebut nama ilmu yang
dipergunakan Panji Ateleng untuk mengobati luka parahnya.
Seolah tidak mendengar apa yang diucapkan si gadis.
Panji Ateleng untuk kelima kalinya menjumput tanah becek.
Kali ini tanah jalanan itu dimasukkan ke dalam mulut. Setelah menunggu sesaat si
pemuda dongakkan kepala lalu meniup.
Dari dalam mulut menyembur keluar debu coklat. Disusul semburan darah merah
kehitaman. Setelah debu lenyap di udara Panji Ateleng terbatuk-batuk beberapa
kali. Mukanya yang pucat kini tampak berdarah kembali. Ketika bicara suaranya
tidak lagi parau sember. Sepasang mata menatap lekat-lekat ke arah gadis di
hadapannya. "Sahabat Dewi Dua Musim, bagaimana kau bisa tahu nama ilmu yang aku pergunakan
untuk mengobati luka tancapan paku?"
Dewi Dua Musim tampak agak terkejut mendengar
pertanyaan yang tidak disangka itu. Namun dengan tersenyum dia menjawab.
"Aku hanya mendengar, tidak pernah melihat sendiri. Ketika kau mempergunakan
tanah untuk menyembuhkan luka, aku hanya menduga dan asal bicara. Apakah aku
keliru berucap?"
Panji Ateleng hanya diam. Mata masih menatap tak
berkesip. Lalu dia berkata.
"Kau cantik. Sikap dan bicaramu lembut. Hatimu pasti begitu juga. Penuh welas
asih. Aku tahu, kau pasti bukan gadis sembarangan."
21 Bidadari Dua Musim
"Aih. kau keliwat memuji. Maksudmu apa....?" Dewi Dua Musim tersipu-sipu.
"Melihat dirimu, aku jadi ingat pada adikku. Sikap dan caranya bicara sama
sepertimu. Hanya sayang dia meninggal dunia sewaktu berusia enam belas
tahun...."
"Kasihan, rupanya kau telah kehilangan banyak orang terdekat dan kau
sayangi...."
Panji Ateleng menarik nafas dalam. Dua matanya
memperhatikan tangan si gadis kiri kanan. Lalu mata digosok-gosok. Dia seperti
melihat sesuatu. Merasa diperhatikan secara berlebihan Dewi Dua Musim bertanya.
"Mengapa, ada apa dengan kedua tanganku?"
"Tidak, tidak apa-apa," jawab Panji Ateleng walau saat itu sebenarnya dia
berdusta karena dia tadi memang telah melihat satu keanehan pada tangan kiri
kanan si gadis.
Dewi Dua Musim bangkit berdiri. Panji Ateleng juga melakukan hal yang sama.
Keduanya sama-sama tegak dan saling pandang dalam jarak hanya terpisah satu
langkah. Panji Ateleng dapat mencium bau harum badan dan pakaian si gadis.
"Bau harum yang menyejukkan hati. Seumur hidup aku tidak akan melupakan bau
gadis ini...." Panji Ateleng membatin dalam hati.
"Kerabat Panji Ateieng, ada apa. Ada sesuatu dalam benak atau hatimu?" Tiba-tiba
Dewi Dua Musim bertanya.
"Tidak...." Si pemuda tampak agak kelagapan karena tidak menyangka orang bisa
menduga-duga apa yang barusan diucapkan dalam hati
"Kerabat Panji Ateleng, aku harus mencari tiga orang yang tidak muncul itu. Aku
terpaksa meninggalkanmu. Kuharap kau baik-baik saja. Apakah kau akan pergi ke
Magelang?"
"Aku akan ke Kotaraja," jawab Panji Ateleng. Lalu pemuda ini bertanya. "Apakah
aku masih dapat berjumpa
denganmu?"
Dengan tersenyum si gadis menjawab. "Selama langit masih biru dan gunung masih
hijau. Selama air sungai masih mengalir ke laut dan selama sang surya masih
terbit di timur, uatu ketika kita pasti bertemu lagi."
"Ucapanmu indah dan menyejukkan hati...."
"Itu karena saat ini sudah musim penghujan..."
"Nah. kau lagi-lagi menyebut itu. Bagaimana kalau saat ini bukan musim
penghujan.Musim panas misalnya?"
Dewi Dua Musim tertawa. Barisan giginya tampak bagus putih dan rata. Panji
Ateleng mendekat dan berkata.
"Sebelum kita berpisah aku akan memberikan sesuatu padamu. Bukan saja sebagai
tanda kenang-kenangan tapi juga sebagai tanda terima kasih."
22 Bidadari Dua Musim
"Aih, kenapa kau mau repot-repot Aku tidak minta segala balas budi. Aih,
memangnya kau mau memberikan apa?" Dewi Dua Musim berkata sambil bersurat satu
langkah. Panji Ateleng luruskan dua jari tangan kanannya. Lalu tukkk! Dia menotok tangan
di bagian siku kiri sebelah dalam Ketika tangan itu ditarik, diantara dua jari
menempel sebuah benda bulat merah sebesar ujung jari kelingking.
"Ini Mutiara Merah, pemberian almarhumah ibuku. Ambil dan simpan baik-baik.
Jangan sampai ada orang lain tahu kau memiliki benda ini.
Pangeran Banowo sangat menginginkan Mutiara Merah ini.
Dia mau mempertaruhkan apa saja untuk mendapatkannya.
termasuk membunuh"
"Aih, aku tidak berani menerima pemberianmu. Mutiara Merah, mungkin hanya ini
satu-satunya di dunia...." Kata Dewi Dua Musim pula.
"Aku mohon dengan sangat dan segala hormat." Panji Ateleng letakkan Mutiara
Merah di atas telapak tangan kanan yang dikembang. "Ambillah..."
Dewi Dua Musim tckap mulutnya yang berbibir merah
bagus dengan tangan kanan. Mata berbinar-binar melihat kebaikan hati orang.
Namun kemudian kepalanya digelengkan.
"Kerabat Panji Ateleng.Mutlara Merah pasti benda langka. Aku yakin hanya ini
satu-satunya di dunia. Pasti bukan benda sembarangan. Aku...aku tidak berani
menerima kebaikanmu...."
"Aku memohon, sangat memohon. Karap kau mau menerima. Pemberian dari seorang
sahabat yang pernah kau selamatkan nyawanya. Hatiku akan sangat perih jika kau
tidak mau mengambilnya."
Dewi Dua Musim agaknya merasa terenyuh mendengar
ucapan si pemuda Akhirnya tangan kanan itu diulurkan juga untuk mengambil
Mutiara Merah. Setelah memperhatikan sebentar si gadis berkata. "Kau tadi
kulihat menyimpan Mutiara Merah ini di dalam tangan, pada lipatan siku sebelah
dalam. Apa aku juga boleh menyimpannya di tempat yang sama?"
Panji Ateleng terkejut mendengar ucapan si gadis.
Namun dia bisa sembunyikan perasaan dan raut wajah dengan cepat tersenyum lalu
menjawab. "Tentu, tentu saja kau boleh menyimpannya di tempat kau suka. Asal
aman." Dewi Dua Musim luruskan tangan kirinya. Mutiara Merah diletakkan di atas lipatan


Wiro Sableng 184 Dewi Dua Musim di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siku sebetah dalam. Lalu dengan tangan kanan benda itu ditekan.
"Blesss!"
Mutiara Merah masuk ke dalam tangan Dewi Dua Musim.
Kejut Panji Ateleng bukan alang-kepalang. Namun dia pandai menyembunyikan
perasaan, malah memuji.
23 Bidadari Dua Musim
"Kau gadis hebat. Aku kagum padamu."
"Aih, aku hanya meniru apa yang kau lakukan!" Jawab si gadis lalu tertawa renyah
dan sekali memutar tubuh serta menggerakkan kaki dia sudah berada di tikungan
jalan tanah di kaki Bukit Menoreh sebelah selatan.
Di satu tempat gadis ini hentikan larinya lalu berteriak sambil lambaikan tangan
kiri. "Hai1 Terima kasih untuk Mutiara Merah. Aku akan menjaganya baik-baik! Jangan
lupa mengobati luka di keningmu!"
Panji Ateleng tersenyum dan batas melambaikan tangan.
Untuk beberapa lama dia masih berdiri di tempatnya.
memandang ke arah lenyapnya Dewi Dua Musim sambil meraba luka di keningnya.
Dalam hati dia tidak habis pikir, siapa sebenarnya gadis cantik berpakaian biru
itu. 24 Bidadari Dua Musim
PANJl Ateleng memandang ke arah Kali Progo di kejauhan di bawah sana. Pandangan
kemudian dialihkan pada pesawahan oimana para petani tampak sibuk bekerja. Dalam
hati pemuda ini bicara sendiri.
"Kalau gadis itu seorang dari rimba persilatan, mengapa selama ini aku tidak
pernah mendengar namanya. Dia mengaku lupa nama adalah aneh seseorang lupa nama
sendiri. Tapi melihat pertemuan dalam keadaan dinku dipantek orang, wajar saja
kalau dia sengaja sembunyikan jati diri. Juga masih wajar kalau seandainya dia
menaruh curiga Lalu dia memperkenalkan diri sebagai Dewi Dua Musim. Kalau itu
merupakan gelar atau julukan, cukup aneh terdengarnya. Beberapa kali dia
menyebut musim penghujan Apa maksudnya....?"
Si pemuda usap-usap tangan kirinya yang sebelumnya ditancap paku kayu. Lalu dia
ingat dan membatin kembali.
"Gadis itu memasukkan Mutiara Merah yang aku berikan ke dalam tangannya.
Setahuku di dunia ini hanya ada dua orang yang mampu melakukan hal itu. Guru dan
aku sendiri. Ternyata gadis itu juga bisa melakukan hal yang sama. Dari mana dia
belajar ilmu kesaktian itu. Apakah guru pernah memberikan ilmu itu kepadanya
atau kepada seorang lain yang kemudian meneruskan pada gadis itu?"
Panji Ateleng perhatikan paku kayu yang menancap dan empat lainnya yang
tergeletak di tanah. "Dia mampu mencabut lima paku kayu itu. Walau tidak sadar
diri, aku yakin mulutku dalam keadaan terkancing.
Bagaimana dia bisa tahu kalau ada paku kayu menancap dalam mulutku"
Paku Kayu Pengunci. Tanpa mencabut paku satu itu apapun yang dilakukan empat
paku kayu lainnya tak mungkin bisa dicabut! Kalau tidak ada perkara besar di
Kotaraja rasanya saat ini aku ingin sekati mengikuti gadis itu."
Di langit sang surya mulai memancarkan sinarnya yang terik. Panji Ateleng masih
mengingat-ingat.
"Dua tangan gadis itu. Tak sengaja ketika memperhatikan aku melihat samar-samar
ada gambar matahari di tangan kanan.
Di tangan kiri ada gambar seperti air mengalir. Dewi Dua Musim memiliki beberapa
keanehan..."
Panji Ateleng memandang lagi ke arah kejauhan, ke jurusan lenyapnya Dewi Dua
Musim. Pemuda ini kemudian 25 Bidadari Dua Musim
tertawa sendiri. "Terus terang belum pernah aku melihat gadis secantik dia. Heh,
apakah aku sudah tertarik pada sang Dewi Dua Musim itu?"
Si pemuda membalikkan badan ketika tiba-tiba di
belakangnya terdengar suara kaki kuda mendatangi. Di kejauhan tampak tiga ekor
kuda berlari cepat ke arahnya. Dua ekor berwarna coklat. yang ketiga berwarna
hitam pekat berkilat.
Dua ekor kuda coklat masing-masing ditunggangi dua orang lelaki mengenakan
pakaian serba hitam, lengkap dengan belangkon yang juga berwarna hitam. Kuda
hitam sama sekali tidak ada penunggangnya.
Mengira rombongan tiga kuda itu akan melewatinya Panji Ateleng segera menepi
memberi jalan. Ternyata tiga ekor kuda itu mendadak berhenti beberapa langkah di
hadapannya. Dua penunggang kuda yang masih muda-muda, sebaya
dengan Panji Ateleng memperhatikan keadaan di lereng Bukit Menoreh, lalu melihat
ke jalan tanah becek yang banyak bekas kaki kuda. kaki manusia dan guratan aneh
sepanjang jalan becek. Mereka juga melihat lima paku kayu. Satu menancap di
tanah, empat lainnya tergeletak di jalan becek.
"Paku kayu itu...." bisik salah seorang penunggang kuda pada temannya. "Bukan
paku kayu biasa. Kau lihat papan di sebelah sana" Kau lihat guratan di sepanjang
jalan" Ada noda darah di tanah becek. Ada noda darah di wajah dan pakaian pemuda
itu. Sesuatu yang hebat agaknya telah terjadi di sini."
Sambil bicara si penunggang kuda melirik ke arah Panji Ateleng.
"Aku kawatir sesuatu telah terjadi dengan gadis itu."
Menjawab pemuda yang satunya. "Untuk meyakinkan coba kita periksa dulu dengan
Ilmu Di Dalam Udara Ada Raga."
Dua orang pemuda ini kemudian mendongak dan menghirup udara dalam-dalam seperti
tengah membaui sesuatu.
Penunggang di sebelah kanan berkata pada temannya.
"Aku sudah mencium baunya. Kau....?"
"Aku juga sudah. Dia pasti berada di tempat ini sebelumnya."
Pandangan dua penunggang kuda kemudian ditujukan
pada Panji Ateleng. Mereka tundukkan badan memberi penghormatan. Salah seorang
diantaranya berkata.
"Kl Sanak di tepi jalan, maaf kalau kami mengganggu perjalananmu. Kami ada
perjanjian dengan seseorang untuk bertemu di tempat ini.
Karena ada halangan kami datang terlambat. Tapi kami tahu sebelumnya orang itu
berada di tempat ini. Karena Ki Sanak telah lebih dulu berada di tempat ini.
apakah Ki Sanak melihat seseorang di sini" Seorang gadis berpakaian biru."
Walau dua orang penunggang kuda yang masih mudamuda itu menunjukkan sikap baik dan sopan, namun Panji 26 Bidadari Dua Musim
Ateleng tidak segera menjawab. Bisa saja keduanya menanyakan orang yang dicari
membekal maksud jahat terhadap orang yang mereka tanya yaitu Dewi Dua Musim.
Maka dia balik bertanya.
"Kalau boleh tahu keperluan apa Ki Sanak berdua menanyakan orang itu?"
Dibalik bertanya seperti itu. dua penunggang kuda serta merta maklum kalau
memang Panji Ateleng telah bertemu atau melihat orang yang mereka cari.
"Kami berdua ada urusan penting. Sayang kami tidak bisa menjelaskan. Dari ucapan
Ki Sanak cukup memberi tahu pada kami kalau gadis itu sebelumnya memang berada
di sini. Kalau dengan alasan tertentu Ki Sanak tidak mau menerangkan tidak menjadi apa.
Kami mencari gadis itu bukan dengan niat tidak baik." Penunggang kuda yang
bicara berpating pada temannya. "Kita melanjutkan perjalanan saja atau menunggu
Ajengan Manggala Wanengpati?"
Teman yang ditanya berpikir sejenak lalu menjawab. "Kita terus saja. Kurasa
gadis itu masih berada di kawasan ini.
Hembusan angin memberi petunjuk padaku dia meninggalkan tempat ini ke arah
selatan Bukit Menoreh."
Dua orang pemuda kemudian tundukkan kepala memberi hormat pada Panji Ateleng,
siap untuk meninggalkan tempat itu.
Setelah tahu dua pemuda tidak membekal niat jahat, Panji Ateleng cepat berkata.
"Ki Sanak berdua tunggu dulu!"
Dua orang pemuda yang siap menarik tali kekang dan menarik kuda ke tiga serta
merta hentikan gerakan.
Salah seorang dari dua penunggang kuda berkata.
Agaknya Ki sanak berubah pikiran. Mau memberi tahu?"
"Gadis yang Ki Sanak cari itu apakah dia bernama Dewi Dua Musim?" Bertanya Panji
Ateleng. "Benar!" Dua penunggang kuda menjawab berbarangan.
"Tadi dia memang ada di sini. Dia menerangkan tengah menunggu kedatangan tiga
orang sahabat. Karena yang ditunggu tidak muncul dia kemudian pergi begitu
saja..." "Ahh...." Salah seorang pemuda penunggang kuda tarik nafas panjang. 'Ki Sanak
tahu dia pergi atau menuju kemana?"
Panji Ateleng menggeleng.
"Mungkin Ki Sanak sempat bercakap-cakap dengan gadis itu.
Kalau boleh kami tahu apa saja yang telah dibicarakannya dengan Ki Sanak?"
"Dia tidak banyak bercerita.Hanya memberi tahu tentang tiga orang yang
ditunggunya. Dia juga tidak mengatakan siapa orang-orang itu."
"Hanya itu?" Tanya salah seorang penunggang kuda.
27 Bidadari Dua Musim
"Hanya itu." Jawab Panji Ateleng. Dia tidak mau menceritakan kejadian yang
dialaminya termasuk pertolongan yang diberikan Dewi Dua Musim.
Dua penunggang kuda melirik pada papan serta tebaran paku kayu di tanah. Salah
seorang kemudian bertanya. Ki Sanak sendiri apakah kebetulan saja berada di
tempat ini?"
"Aku dalam perjalanan ke Kotaraja.' jawab Panji Ateleng.
"Ki Sanak tinggal di Kotaraja?"
"Aku tinggal di desa kecil tak jauh dan Kuto Gede."
"Kami melihat noda darah di wajah dan pakaian Ki Sanak Apa yang telah Ki Sanak
alami?" Penunggang kuda di sampir kanan bertanya. Sementara teman di sebelahnya
kemba memperhatikan keadaan di tempat itu.
Panji Ateleng yang merasa didesak orang menjawab dengan tenang tapi suaranya
mantap. "Ki Sanak berdua jika kalian menarah curiga telah terjadi sesuatu antara aku
dengan gadis yang dicari, kecurigaan kalian tidak beralasan. Dewi Dua Musim
gadis baik. Dia memiliki kepandaian tinggi, berhati tulus ."
"Bagaimana Ki Sanak tahu gadis itu berkepandaian tinggi.
Apakah Ki Sanak sempat menjajalnya atau bertarung dengan dia?" Memotong pemuda
di atas kuda sebelah kiri Kawannya menyambung "Lagi pula yang kami tanyakan
bukan apa yang terjadi antara Ki Sanak dengan Dewi Dua Musim Tapi mengapa ada
noda darah di wajah serta pakaian Ki Sanak
"Maaf. aku tidak bisa memberi jawaban. Yang pasti ah tidak berbuat satu
kejahatan di tempat ini"
Sejengkal Tanah Sepercik Darah 1 Dewa Linglung 16 Keris Kutukan Iblis Seruling Perak Sepasang Walet 7

Cari Blog Ini