Ceritasilat Novel Online

Jejak Di Balik Kabut 40

Jejak Di Balik Kabut Karya Sh Mintardja Bagian 40


Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Ada apa ini?" bertanya Ki Gede Lenglengan yang juga sudah bangun. Dengan tergesa-gesa Ki Cakrawarapun menemui Ki Gede sambil berkata, "Ki Gede, ternyata kecurigaanku atas kesibukan para prajurit serta kesibukan di Manjung yang melampaui takaran itu terbukti sekarang" "Terbukti bagaimana?" "Kau dengar suara panah sendaren?" "Ya. Aku dengar" "Apa artinya menurut pendapatmu?" "Akan ada serangan" "Kau benar" Ki Cakrawara menarik nafas dalam-dalam, sementara Ki Gede Lenglengan itupun berkata, "Lalu setelah aku mengakui kebenaranmu, maka kita akan bertempur melawan mereka" "Ya. Tetapi apa kerja Ajak kerdil itu, he?" "Mungkin Ajak Bungkik itu sudah mati dibunuh orang-orang yang datang itu" "Mungkin" desis Ki Cakrawara. Dalam pada itu, beberapa orang kepercayaan Ki Gede berlari-lari menemuinya. "Bukankah suara itu suara panah sendaren?" bertanya Wira Sampak. "Ya" jawab Ki Gede Lenglengan. "Apa yang sebaiknya kita lakukan sekarang, Ki Gede?" "Pertanyaan yang bodoh. Bukankah kita semua sudah tahu, bahwa kita harus segera bersiap dan menghadapi mereka?" "Apakah kita harus mengerahkan semua kekuatan, Ki Gede" Bagaimana dengan orang-orang yang selama ini kita pekerjakan di padepokan ini?" bertanya Sura Sangga. "Bukankah sebagian dari mereka sudah mulai dapat kita percaya bahwa mereka akan bertempur untuk kita?" "Ya. Sebagian" "Mereka yang masih sangat meragukan, masukkan saja ke dalam bilik tahanan. Tutup semua pintu dan selarak dengan kuat"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Baik, Ki Gede" "Kita harus bergerak cepat, Ki Gede" berkata Ki Cakrawara. "Ya. Tetapi orang-orangku tidak menduga bahwa hal seperti ini akan terjadi" "Kita harus segera mengatur pertahanan sebaik-baiknya" Ki Gede Lenglenganpun kemudian telah memberikan perintah-perintah kepada beberapa orang kepercayaannya yang datang menemuinya. Pada umumnya mereka merasa gelisah. Peristiwa itu demikian tiba-tiba saja dihadapkan di muka hidung mereka. Namun pengalaman mereka yang luas telah dapat menuntun mereka untuk segera berada di tempat-tempat yang penting untuk mempertahankan padepokan mereka. Tetapi para prajurit telah bergerak dengan cepat. Ketika sekelompok orang di dalam padepokan itu bergerak untuk menutup pintu gerbang yang terbuka, maka beberapa orang prajurit telah berada di pintu gerbang, sehingga pertempuranpun segera terjadi. Sura Sangga yang berdiri di halaman depan itupun telah meneriakkan aba-aba. Sementara Wira Sampak memimpin sekelompok orang di bagian belakang padepokannya. Sedangkan kepercayaan Ki Gede Lenglengan yang lain, telah berteriak-teriak di antara barak-barak di padepokan itu. Namun sebagian dari mereka telah memasukkan beberapa orang pekerja yang masih dianggap meragukan ke dalam bilik tahanan yang memanjang namun tertutup rapat. Pintupintunyapun telah diselarak dengan kuat. Beberapa orang masih juga mendapat perintah untuk menjaga orang-orang yang masih dianggap meragukan itu. Dalam pada itu, Ajak Bungkik masih berada di sekat yang memisahkan padepokannya dengan dunia luar. Ia tidak mendengar suara panah sendaren yang dilontarkan oleh para penghubung prajurit Pajang itu. Karena itu, Ajak Bungkik itu masih saja berada di tempatnya.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Baru kemudian, setelah langit menjadi semakin terang, iapun mengajak kawan-kawannya untuk kembali ke padepokan. Namun seorang di antara kawan-kawannya itupun bertanya, "Apakah tidak mungkin, seseorang atau sekelompok orang memasuki sekat ini di siang hari?" "Tidak. Orang-orang tersesat mungkin saja memasuki lingkungan kita meskipun ia tidak gila. Namanya saja juga tersesat. Artinya, ia tidak tahu di mana ia berada dan ke mana ia harus pergi" "Tetapi mereka tidak akan menemukan jalur jalan untuk melampaui sekat yang rumit itu" "Mungkin justru tanpa disengaja" "Kau tidak yakin, bahwa sekat itu telah memisahkan kita dari dunia luar?" Ajak Bungkik mulai menjadi jengkel. Kawan-kawannya tidak menjawab. Jika Ajak Bungkik itu marah, maka ia tentu akan mengajak bertengkar dan kemudian menantang berkelahi. Di antara mereka, bahkan yang bertubuh raksasa itu, tidak akan ada yang dapat mengalahkan Ajak Bungkik. Dengan demikian, maka pembicaraan merekapun terputus. Mereka berjalan saja seenaknya sambil menikmati segarnya udara pagi di kaki Gunung Merapi. Burung-burung liarpun terdengar berkicau dengan gembira. Suaranya mengumandang menyusup di antara dedaunan. Ajak Bungkik itu menarik nafas panjang. Jarang sekali ia sempat memperhatikan, betapa segarnya udara pagi di kaki Gunung Merapi itu. Bahkan tiba-tiba saja Ajak Bungkik itu terkejut melihat ujung Gunung Merapi yang menjadi merah menyala. Seakan-akan ujung gunung itu sedang membara. "He, apa yang terjadi?" "Ada apa?" bertanya kawannya. "Kenapa ujung Gunung Merapi itu?" "Apakah kau belum pernah melihatnya?" Ajak Bungkik itu terdiam. Sementara kawannya berkata, "Sebentar lagi matahari akan terbit. Sinarnya sudah mulai
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
terlempar ke ujung gunung itu. Warna merah itu akan menjalar menuruni tebing. Namun kemudian akan hilang dengan sendirinya jika matahari kemudian sudah mulai nampak" Ajak Bungkik itu mengerutkan dahinya. Tiba-tiba saja jantungnya menjadi berdebar-debar. Menurut perasaannya, alam pagi itu menjadi sangat ramah kepadanya. Oleh hembusan angin pagi, daun padi yang hijau segar itu seakanakan melambaikan tangannya, mengucapkan selamat jalan kepadanya. "Aku tidak akan pergi ke mana-mana" tiba-tiba saja Ajak Bungkik itu berdesis. "Apa yang kau katakan?" bertanya kawannya yang mendengar desis Ajak Bungkik itu, tetapi tidak jelas bunyinya. "Tidak apa-apa" sahut Ajak Bungkik itu. Semakin lama, merekapun menjadi semakin dekat dengan padepokan mereka yang tertutup di tempat terpencil itu. Dalam pada itu, pertempuran sudah berlangsung dengan sengitnya. Terutama di pintu gerbang. Sekelompok prajurit berusaha menembus pintu gerbang yang akan ditutup itu. Namun para prajurit dengan cepat dapat mencegahnya, sehingga pertempuran telah terjadi. Sementara itu, beberapa orang prajurit yang lain berusaha untuk memasuki padepokan itu dari pintu butulan. Ada beberapa pintu butulan yang sempat ditutup dan diselarak dari dalam. Namun para prajurit itu berusaha untuk memecahkan pintu butulan itu. Adalah satu kelengahan, bahwa orang-orang padepokan itu merasa bahwa tempatnya tidak akan terusik. Karena itu, maka pintu gerbang maupun pintu-pintu butulan tidak dibuat cukup kuat sehingga mudah dipecahkan. Seorang prajurit yang bertubuh tinggi besar mengayunkan kapaknya untuk memecah pintu butulan itu. Sekali dua kali, kapaknya masih belum berhasil. Namun kemudian daun pintu regol butulan itupun mulai pecah.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Dalam pada itu, sekelompok pengikut Ki Gede Lenglengan telah bersiap-siap di belakang pintu regol butulan itu untuk menyongsong para prajurit yang akan segera memasuki halaman samping padepokan yang untuk beberapa lama terpisah dari dunia di sekitarnya. Demikianlah, maka beberapa saat kemudian, pintu regol butulan itupun benar-benar telah pecah. Demikian pintu itu roboh, maka ujung-ujung senjatapun telah mencuat dari belakang pintu yang roboh itu. Tetapi para prajuritpun telah siap menghadapinya. Sekelompok prajurit yang membawa perisai di tangan kirinya, bergerak maju sambil melindunginya dirinya. Ternyata bahwa para pengikut Ki Gede Lenglengan di pintu gerbang butulan itu sulit untuk membendung arus yang mendesak dari luar, yang datang melanda dengan derasnya seperti arus air yang meluap dari bendungan yang dadal. Dengan demikian, maka pertempuranpun mulai merembes ke dalam lingkungan padepokan. Sementara para prajurit belum berhasil menembus pertahanan di pintu gerbang utama, karena para pengikut Ki Gede Lenglengan mempertahankan mati-matian, sekelompok prajurit yang lain telah berhasil masuk ke dalam padepokan lewat regol butulan. Seorang penghubungpun segera memberitahukan kepada kelompok-kelompok yang lain, agar mereka memasuki pintu yang sudah berhasil dibuka itu. Sekelompok prajurit yang memasuki regol butulan yang terbuka itupun langsung berlari-larian ke pintu gerbang induk. Beberapa di antara mereka terhenti karena para pengikut Ki Gede Lenglengan telah menghambatnya. Namun sebagian yang lain telah berhasil mencapai pintu gerbang induk. Dengan mengerahkan kekuatan yang ada, mereka telah menyerang para pengikut Ki Gede Lenglengan yang bertahan di pintu gerbang induk itu dari belakang. Mereka yang mempertahankan pintu gerbang induk itu terkejut. Baru mereka sadari, bahwa salah satu pintu butulan tentu sudah terbuka, sehingga para prajurit itu dapat
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
memasuki dinding padepokan. Bahkan semakin lama menjadi semakin banyak. Sura Sangga yang memimpin para cantrik di halaman depan, masih saja berteriak-teriak memberikan aba-aba. Namun karena prajurit Pajang masih saja mengalir, maka para cantrik yang mempertahankan pintu gerbang utama itu telah mengalami kesulitan. Mereka harus bertempur melawan pasukan yang datang dari luar. Tetap mereka pun harus menghadapi para prajurit yang sudah berhasil memasuki padepokan itu. Apalagi ketika sekelompok prajurit telah berhasil membuka satu pintu butulan lagi dari dalam. Mereka mengangkat selarak yang berat dan kemudian membuka pintu regol butulan itu. Ki Gede Lenglengan dan Ki Cakrawara tidak dapat tinggal diam. Setiap kali pengikutnya telah datang menemui mereka, memberikan laporan tentang arus prajurit Pajang yang tidak terbendung. "Kau yakin, bahwa mereka adalah prajurit Pajang?" "Ya, Ki Gede. Nampak beberapa tunggul yang dibawa oleh para prajurit. Ada pula kelebet lambang kelompok-kelompok di dalam kesatuan mereka lebih besar" "Bagaimana mereka dapat mengetahui tempat ini?" "Tentu ada pengkhianatan. Bukankah aku sudah memperingatkanmu, bahwa di antara mereka yang tertangkap, tentu akan dapat terungkap keterasingan padepokanmu ini?" sahut Ki Cakrawara. "Pengkhianat itu tentu akan dikutuk sepanjang jaman" "Kalau ia terkutuk sepanjang jaman, apa yang akan terjadi padanya?" "Ia akan dibakar di api neraka" "Apakah mereka percaya kepada neraka?" "Tentu. Setiap orang harus mempercayainya" "Kau juga percaya?" Ki Gede Lenglengan termangu-mangu sejenak.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Namun sambil tertawa Ki Cakrawara itupun berkata, "Jika kau percaya bahwa orang-orang yang terkutuk akan masuk neraka, maka kau tidak akan berbuat sebagaimana kau lakukan selama ini" "Kau juga" "Itulah anehnya" Namun Ki Cakrawara itupun berkata, "Sudahlah. Waktu kita sedikit. Kita akan turun ke medan" Ki Gede Lenglengan menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Kita tidak perlu cemas. Tidak ada orang yang dapat mengimbangi ilmuku. Aku akan membunuh mereka seorang demi seorang sampai orang yang terakhir" "Dan kau masih juga mengatakan, bahwa kau percaya bahwa orang-orang yang terkutuk akan dilemparkan ke neraka?" "He?" "Sudahlah. Turunlah ke medan. Kau tidak boleh terlalu sombong dan merendahkan lawan-lawanmu. Kau akan menyesal" Tetapi Ki Gede Lenglengan tertawa. Katanya, "Aku tidak pernah merendahkan lawan-lawanku. Salah mereka jika mereka benar-benar rendah di mataku. Tidak akan ada orang yang mampu menyamai kemampuanku sekarang ini" Ki Cakrawarapun kemudian telah beranjak dari tempatnya sambil berkata, "Aku akan melihat medan. Terserah kepadamu. Padepokan ini adalah padepokanmu. Jika kau masih akan duduk sambil melamun, lakukanlah. Tetapi kau akan terkejut jika tiba-tiba ujung sebilah keris melekat di lehermu" Ki Gede Lenglengan tidak menjawab. Tetapi ia tertawa berkepanjangan. Dalam pada itu, Ki Cakrawarapun telah turun ke longkangan di belakang bangunan utama Padepokan Watukambang. Bersama dengan dua orang pengawalnya, Ki Cakrawara itupun melangkah ke samping. Dari longkangan sudah terdengar riuhnya pertempuran. Beberapa orang telah berteriak-teriak keras sekali.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Sementara itu di sisi yang lain, sekelompok orang bersoraksorak menyoraki kemenangan-kemenangan kecil yang mereka dapatkan di medan. Langkah Ki Cakrawara tertegun. Ki Gede Lenglengan telah memanggilnya. "Aku pergi bersamamu, Ki Cakrawara" berkata Ki Gede Lenglengan. Ki Cakrawara memang menunggu Ki Gede Lenglengan yang diikuti oleh sepuluh orang pengawalnya yang terbaik. "Di mana pemimpin mereka?" bertanya Ki Gede Lenglengan kepada orangnya yang memberikan laporan kepadanya itu. "Kami tidak tahu, Ki Gede. Yang kami ketahui hanyalah pemimpin-pemimpin kelompok di antara mereka. Tetapi kami belum melihat senapati mereka yang memegang pimpinan tertinggi pasukan Pajang itu" "Mungkin senapati itu mempergunakan ciri khusus. Tetapi mungkin pula tidak" "Kita tidak usah mencarinya" berkata Ki Cakrawara. "Jika kita berada di halaman depan, membunuh lawan sebanyakbanyaknya, maka pemimpin mereka tentu akan menemui kita" Ki Gede Lenglengan tertawa. Katanya, "Aku setuju. Aku pun akan membunuh sebanyak-banyaknya. Bahkan prajurit Pajang yang ada di halaman depan itu akan mati semuanya jika kita berada di antara mereka" Ki Cakrawara tidak menjawab. Tetapi ia melangkah semakin cepat menuju ke halaman depan Padepokan Watukambang. Tetapi langkah mereka tertegun. Sekelompok prajurit berlari-lari ke arah mereka. Para pengawal Ki Gede Lenglengan dan Ki Cakrawara segera menyongsong para prajurit itu, sehingga merekapun segera terlibat dalam pertempuran. Ki Cakrawara dan Ki Gede Lenglengan sempat menyaksikan pertempuran itu sejenak. Namun merekapun kemudian telah meninggalkan mereka. Berdua, tanpa seorang pengawal pun keduanya pergi ke halaman depan.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Para prajurit yang bertempur dengan para pengawal Ki Gede dan Ki Cakrawara itu tidak sempat meninggalkan lawanlawan mereka karena mereka segera terlibat dalam pertempuran yang sengit. Para pengawal terpilih itu segera telah mendesak sekelompok prajurit yang menyerang mereka dengan hentakan-hentakan yang sempat mengejutkan. Namun para prajurit itupun segera bangkit. Mereka adalah prajurit yang telah mengalami latihan khusus untuk menghadapi tugas yang terberat sekalipun. Karena itu, maka sekelompok prajurit itupun segera menghimpun kekuatan mereka mengimbangi hentakan-hentakan para pengawal Ki Gede Lenglengan dan Ki Cakrawara. Dengan demikian, maka pertempuranpun menjadi semakin sengit. Kedua belah pihak memiliki kelebihan dari yang lain, sehingga mereka saling menyerang, saling mendesak dan saling bertahan. Dalam pada itu, Ki Cakrawara dan Ki Gede Lenglengan telah berada di halaman depan. Mereka menyaksikan pertempuran yang menjadi semakin seru. Prajurit Pajang yang memasuki halaman depan itu menjadi semakin banyak. Ki Cakrawara termangu-mangu sejenak melihat kesigapan para prajurit Pajang. Mereka adalah prajurit-prajurit yang benar-benar telah terlatih dengan baik. "Kau biarkan saja orang-orangmu semakin menyusut?" bertanya Ki Cakrawara. "Gila, orang-orang Pajang. Mereka mengira bahwa hanya mereka sajalah yang mampu bertempur dengan garang" "Jangan tunggu sampai orangmu yang terakhir" Ki Gede Lenglenganpun menggeram. Iapun kemudian melangkah memasuki medan pertempuran bersama Ki Cakrawara. Kedua orang itu ternyata adalah orang-orang yang terlalu garang. Ketika para prajurit menyadari bahwa keduanya adalah orang yang berilmu tinggi, maka para prajurit itupun
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
segera bertempur di dalam kelompok-kelompok kecil untuk menghadapi Ki Cakrawara dan Ki Gede Lenglengan. Namun kelompok-kelompok kecil itu ternyata tidak mampu menahan gerak Ki Cakrawara dan Ki Gede Lenglengan. Satusatu prajurit yang bertempur dalam kelompok-kelompok kecil itu terlempar dari arena. Ki Cakrawara dan Ki Gede Lenglengan memang benarbenar berniat melaksanakan niatnya untuk membunuh lawan sebanyak-banyaknya. Namun tiba-tiba saja Ki Gede Lenglengan tertegun. Seperti melihat hantu, ia melihat seorang tua yang menguak prajurit Pajang yang sedang bertempur itu. "Apakah aku berhadapan dengan hantu?" desis Ki Gede Lenglengan. Ki Cakrawara yang mendengar suara Ki Gede itupun meloncat mendekatinya sambil bertanya, "Ada apa?" "Orang itu" "Kenapa dengan orang itu?" Ki Gede Lenglengan tidak segera menjawab. Orang tua itulah yang melangkah semakin lama menjadi semakin dekat. Orang itu berhenti beberapa langkah di depan Ki Gede Lenglengan yang telah ditinggalkan oleh sekelompok prajurit Pajang yang bertempur melawannya. Ki Cakrawarapun telah berhenti bertempur pula. Ia melihat betapa wajah Ki Gede Lenglengan menjadi tegang seakanakan Ki Gede itu benar-benar melihat hantu. "Kau masih ingat kepadaku, Lenglengan?" bertanya orang yang melangkah mendekat itu. Ki Gede Lenglengan menjadi sangat tegang. Dipandanginya orang itu dengan tajamnya, seakan-akan sorot matanya itu langsung menembus sampai ke jantung. "Kau tentu tidak lupa kepadaku, Lenglengan. Aku memang bertambah tua dari tahun ke tahun. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini, aku tidak terlalu banyak berubah. Aku tahu itu, jika aku bercermin di belumbang" "Iblis tua .Bukankah kau sudah mati?"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Kaulah yang mengira bahwa aku sudah mati. Tetapi aku belum mati, Lenglengan. Jika aku sudah mati, maka tentu aku sekarang tidak akan berada di sini" "Siapa orang ini, Ki Gede?" bertanya Ki Cakrawara. "Ajar Permati. Namanya Ajar Permati. Ia sudah mati beberapa tahun yang lalu. Aku sendiri melemparkan mayatnya ke dalam jurang. Tetapi agaknya ia telah menjadi hantu atau iblis, sehingga ia sempat datang kepadaku pada waktu yang gawat seperti ini" "Kau terlalu tergesa-gesa mengambil kesimpulan pada waktu itu, Lenglengan. Ternyata waktu aku kau lemparkan ke jurang itu, aku belum mati" "Jadi, kaulah yang menjadi cecunguk para prajurit Pajang ini" Kau bawa mereka untuk membalas dendam kepadaku?" "Bukan aku. Aku memang bekerja sama dengan para prajurit Pajang, Lenglengan. Tetapi tidak semata-mata untuk membalas dendam. Aku datang untuk menghentikan kegiatanmu, mempersiapkan kekacauan di masa depan. Para prajurit Pajang telah menenun usahamu meracuni anak-anak muda, bekerja sama dengan Harya Wisaka, untuk membentuk apa yang kalian namakan angkatan mendatang" "Omong kosong. Kau tidak tahu apa-apa tentang angkatan mendatang" "Aku memang tidak tahu apa-apa. Para prajurit Pajanglah yang tahu tentang angkatan mendatang itu. Karena itu, mereka telah datang kemari" "Kau manfaatkan kesempatan ini untuk membalas dendam?" "Lenglengan, jika kau mau menyerah kepada para prajurit Pajang, maka aku akan melupakan apa yang telah terjadi. Buat apa aku mendendammu?" "Kau licik, Permati. Kau hadapi aku dengan cara yang tidak pantas" "Aku tidak tahu maksudmu, Lenglengan" "Jika kau datang tanpa prajurit Pajang, aku akan menghormatimu. Jika kau ingin membuat penyelesaian antara
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
dua orang laki-laki, aku akan melayanimu. Tetapi cara yang kau tempuh ini sangat memuakkan" "Lenglengan, sudah aku katakan, bahwa prajurit Pajang itu datang karena kau berdiri di pihak Harya Wisaka. Bahkan kau sudah mempersiapkan apa yang kau sebut angkatan mendatang. Karena itu, maka Pajang merasa perlu untuk menghancurkan padepokan ini. Karena itu, sebelum pertumpahan darah ini menjadi semakin berlarut, menyerah sajalah. Jika kau menyerah, persoalan di antara kita pun akan aku lupakan" "Permati, kau akan melihat bahwa sebentar lagi orang terakhir dari prajurit Pajang itu akan mati. Aku akan membunuh mereka semuanya. Tidak seorang pun akan tertinggal. Nah, kemudian kita akan menyelesaikan persoalan kita" "Sudahlah. Jangan berbelit-belit. Sebaiknya kau segera menyerah. Dengan demikian, maka jumlah kematian akan dikurangi. Sementara itu persoalan di antara kitapun akan kita anggap sudah selesai" "Cukup, Permati. Kau tidak usah banyak bicara. Jika kau memang datang untuk menjajagi kemampuanku, aku akan melayanimu" "Baiklah, Lenglengan. Jika kau benar-benar mengeraskan hatimu" "Aku selesaikan tugasku sebagai pemimpin padepokan ini dahulu, Permati. Baru akan melayanimu" "Tidak. Aku tidak akan membiarkan kau membunuh lagi. Menurut pendapatku, kau sudah terlalu banyak membunuh" "Tetapi aku masih akan membunuh lagi. Setidak-tidaknya seorang" "Aku tahu. Tentu akulah yang kau maksud. Tetapi kau akan kecewa bahwa kau tidak akan berhasil melakukannya" Ki Gede Lenglengan tertawa. Katanya, "Kau sedang berkhayal, Permati" Namun Cakrawara tiba-tiba menyela, "Kenapa kau hanya berbicara saja, Lenglengan" Lakukan yang akan kau lakukan.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Aku akan berada di antara mereka yang sedang bertempur. Jika kau tidak dapat melakukannya karena kau melayani orang itu, biarlah aku membunuh semua prajurit yang ada di halaman ini" Ki Gede Lenglengan mengangguk. Katanya, "Biarlah. Biarlah Sura Sangga membantumu. Sebelum matahari sampai ke puncak, semua prajurit yang memasuki padepokan ini sudah akan mati. Ajar yang malang inilah yang justru akan mati lebih dahulu" Ki Ajar Permati tidak menjawab. Tetapi ia tersenyum sambil bergeser selangkah surut. Seperti yang dikatakannya, maka Ki Cakrawarapun segera meninggalkan Ki Gede Lenglengan terjun ke medan pertempuran. Dengan ilmunya yang sangat tinggi, maka Ki Cakrawara yakin, bahwa ia akan dapat membunuh seberapa saja yang ia kehendaki. Apalagi di halaman itu terdapat juga para pengikut Ki Gede Lenglengan yang dipimpin oleh Sura Sangga. Dengan garangnya, maka Ki Cakrawara itu bertempur menghadapi sekelompok kecil prajurit Pajang. Dalam waktu yang singkat, dua di antara para prajurit terpilih dari Pajang itu telah terlempar dari arena. Meskipun mereka masih dapat bangkit berdiri, namun dari mulut mereka mengalir darah. Dada mereka terasa bagaikan terhimpit oleh sebongkah batu karang. Sehingga karena itu, maka keduanya sudah tidak mampu lagi untuk bertempur melawan Ki Cakrawara yang garang itu. Sekejap kemudian, maka seorang prajurit Pajang menggeliat ketika lambungnya tersentuh tiga jari-jari tangan Ki Cakrawara. Namun prajurit itupun segera jatuh terbaring di tanah, sehingga hampir saja tubuhnya justru terinjak oleh kawannya sendiri. Namun kawan-kawannya masih belum sempat mengangkat dan menyingkirkan tubuh itu menepi. Ki Cakrawara benarbenar menjadi sangat garang. Jari-jari tangannya yang kokoh mengembang, menerkam orang-orang terdekat. Ketika jari-jari
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
itu sempat menyentuh pundak seorang prajurit, maka pundak itupun terkoyak. Namun Ki Cakrawara itu terkejut ketika di antara prajurit Pajang itu terdapat seorang yang masih terhitung muda, langsung menghadapinya. Bahkan orang itu pun telah minta kepada para prajurit untuk meninggalkannya. "Serahkan orang ini kepadaku" berkata orang yang masih terhitung muda itu. Ki Cakrawara meloncat surut. Diamatinya orang itu dengan seksama. Namun tiba-tiba saja iapun berdesis, "Kaukah Pangeran Benawa?" "Kau pernah mengenal aku" Kapan dan di mana?" bertanya Pangeran Benawa. "Kau dikenali setiap orang di kotaraja. Kau sering berkuda berkeliling kota. Kau sering bermain sodoran di alun-alun. Kau justru berada di mana-mana. Bahkan di pasar dan di pasar hewan" "Kau kenali aku meskipun aku tidak mengenakan pakaian kepangeranan?" "Mataku lebih tajam dari mata burung hantu di malam hari, Pangeran. Mungkin orang lain tidak dapat mengenalimu. Tetapi kau tidak dapat mengelabuhi aku" "Baik. Aku tidak akan ingkar. Aku memang Benawa" "Kenapa Pangeran berada di sini dalam keadaan yang buruk ini, bahkan akan dapat membahayakan jiwa Pangeran?" "Aku berada di dalam pasukan Pajang yang datang untuk menangkap Ki Gede Lenglengan" "Kenapa Ki Gede Lenglengan harus ditangkap?" "Kau tentu tahu jawabnya" sahut Pangeran Benawa. Namun kemudian iapun bertanya, "Kau siapa, Ki Sanak?" "Namaku Cakrawara, Pangeran. Aku dikenali sebagai seorang yang memiliki ilmu siluman, meskipun sebenarnya tidak. Ilmuku adalah ilmu yang wajar-wajar saja. Tetapi karena aku ditempa oleh seorang yang ilmunya sangat tinggi dan kemudian aku berhasil menyadap sampai tuntas, maka aku pun berilmu sangat tinggi"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Mengagumkan. Karena itu agaknya maka kau dapat menghalau beberapa orang prajurit dalam waktu dekat" "Ya. Dalam waktu yang pendek, prajurit-prajurit Pajang di padepokan ini akan mati. Apalagi setelah Ki Gede Lenglengan membunuh orang tua yang namanya Permati itu, maka para prajurit Pajang akan segera dilibat oleh angin pusaran yang dahsyat, sehingga boleh keluar dari padepokan yang tersekat ini hidup-hidup" "Kau tentu bukan murid Ki Gede Lenglengan" "Tentu bukan" "Apa hubunganmu dengan Ki Gede Lenglengan?" "Aku sahabatnya. Aku bekerja sama dengan Ki Gede Lenglengan untuk menangkap masa depan. Setelah Harya Wisaka ditangkap, maka kami harus menyusun rencana sendiri" "Dalam mimpimu kau menganyam masa depan. Bangunlah, dan hadapi kenyataan ini. Kau tidak akan dapat berbuat banyak di hadapan para prajurit pilihan" "Kau lihat, Pangeran. Dalam waktu sekejap aku telah menyingkirkan beberapa orang prajurit. Bukankah akan sangat mudah membunuh mereka" Para cantrik padepokan inilah yang akan menghabisi mereka yang sudah tidak berdaya" "Aku akan menghentikanmu, Cakrawara" "Pangeran akan melibatkan diri?" "Aku sudah melibatkan diri. Aku adalah salah satu dari para prajurit Pajang itu" "Baik. Kaupun memang harus dibunuh karena kau akan dapat membuka rahasia padepokan yang tersembunyi ini" Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Nampaknya ia berhadapan dengan seorang yang terlalu yakin akan ilmunya yang sangat tinggi. Pangeran Benawapun kemudian bergeser selangkah surut. Dipersiapkannya dirinya untuk menghadapi segala kemungkinan. Pangeran Benawapun menyadari, bahwa lawannya memang seorang yang berilmu tinggi.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Pangeran" berkata Ki Cakrawara, "kedatangan Pangeran agaknya memang sudah menjadi keharusan, bahwa Pajang akan kehilangan putera mahkotanya. Umur Pajang memang tidak akan lebih panjang dari umur Sultan Hadiwijaya sendiri" Tetapi Pangeran Benawa itu tersenyum. Katanya, "Kau terlalu yakin akan kemampuanmu. Aku percaya, Cakrawara. Tetapi apa yang terjadi, tidak hanya tergantung kepadamu saja, tetapi juga tergantung kepada orang lain, tergantung kepada keadaan dan lingkungan dan yang menentukan adalah justru Yang Maha Agung" Ki Cakrawara tertawa. Katanya, "Kau mencari sandaran karena kau mengakui akan kelemahanmu, Pangeran" "Ternyata kau tidak mengerti apa yang aku katakan. Baiklah. Nanti kau akan mengerti, apa yang sebenarnya terjadi" Ki Cakrawara masih saja tertawa. Sementara Pangeran Benawa sudah siap untuk bertempur. "Sayang sekali, bahwa kau tidak akan berumur panjang, Pangeran. Tetapi itu adalah karena kesalahanmu sendiri. Seharusnya, seorang putera mahkota tidak berkeliaran bersama para prajurit yang sedang bertugas" "Aku senang dapat bertemu dengan kau, Cakrawara" jawab Pangeran Benawa. "Kau telah melengkapi sifat-sifat orang yang selama ini aku kenal" Cakrawara mengerutkan dahinya. Namun kemudian iapun berkata, "Jaga dirimu baik-baik, Pangeran" Pangeran Benawa tidak menjawab lagi. Ketika kemudian Cakrawara itu menyerang, maka Pangeran Benawapun bergeser menghindar. Sejenak kemudian, maka keduanyapun telah terlibat dalam pertempuran yang semakin lama semakin sengit. Namun dengan demikian, maka Pangeran Benawa tidak sempat untuk ikut menjaga agar Ki Gede Lenglengan tidak meninggalkan medan jika ia terdesak oleh Ki Ajar Permati. "Mudah-mudahan Paksi dapat melakukannya" berkata Pangeran Benawa di dalam hatinya.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Namun Paksipun ternyata harus bertempur menghadapi seorang yang memiliki kelebihan dari orang yang lain. Ketika ia melihat Sura Sangga mengamuk, maka Paksi tidak dapat membiarkannya. Sura Sangga dengan beberapa orang cantrik dari Padepokan Watukambang itu bertempur dengan garangnya. Para cantrik itu sendiri tidak terlalu banyak dapat berbuat menghadapi para prajurit yang terlatih dengan baik. Tetapi agaknya Sura Sangga memiliki kelebihan. Sambil berteriakteriak memberikan perintah-perintah yang dapat membesarkan hati para cantrik itu, Sura Sangga yang bersenjata sebuah golok yang besar telah mengaduk medan. Ketika seorang anak muda tiba-tiba saja telah memasuki lingkaran pertempuran, maka Sura Sangga menjadi sangat marah. Dengan garang iapun berkata, "Marilah, anak muda, jika kau ingin membunuh diri" Kepada para prajurit Paksipun berkata, "Biarlah aku mencoba menahannya" Para prajurit yang mengenal Paksi dengan baik, segera bergeser menjauhi Sura Sangga. Mereka percayakan Sura Sangga yang garang itu kepada Paksi, anak muda yang membawa tongkat di medan pertempuran itu. "Sebut nama ibu bapakmu, anak muda. Kau akan segera mati" "Bapakku bernama Tumenggung Sarpa Biwada" "He, kau anak Ki Tumenggung Sarpa Biwada?" "Ya" "Omong kosong. Anak Ki Tumenggung Sarpa Biwada tidak akan berada di antara prajurit Pajang. Ia adalah salah seorang pemimpin yang membantu perjuangan Harya Wisaka. Seorang anaknya berada di sini" "Di mana ia sekarang?" "Kau mau apa" Anak itu sudah terlindung dengan baik" "Biarlah ia menyebut tentang diriku. Apakah aku anak Tumenggung Sarpa Biwada atau bukan"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Jika kau benar anak Tumenggung Sarpa Biwada, maka kau tentu sudah mengkhianati ayahmu sendiri" "Ya. Aku memang sudah mengkhianati ayahku sendiri" "Jika demikian, buat apa kau cari saudaramu itu?" "Aku memerlukannya" "Persetan dengan kau, pengkhianat. Kau akan mati di sini" Paksi tidak menjawab lagi. Apalagi Sura Sanggapun telah meloncat menyerang dengan garangnya. Goloknya yang besar dan panjang itu terayun-ayun mengerikan. Namun Sura Sanggapun terkejut ketika goloknya yang besar itu membentur tongkat Paksi. Nampaknya anak muda itu tidak perlu mengerahkan tenaganya untuk menepis goloknya yang terayun ke arah lambungnya. "Gila anak ini" geram Sura Sangga. Paksi mendengar geram itu, tetapi ia tidak menyahut. Bahkan tongkatnya telah terjulur lurus mengenai lawannya. Sura Sangga berteriak kesakitan. Iapun terdorong beberapa langkah surut. Bahkan kemudian Sura Sangga itupun berteriak-teriak mengumpat kasar. Telinga Paksipun terasa panas mendengarnya. Karena itu, maka iapun segera menyerang lawannya dengan tangkasnya. Namun justru itu, Sura Sangga itu mengumpat semakin kotor. Tetapi Sura Sangga itu terdiam ketika tongkat Paksi tepat mengenai tengkuknya. Sura Sangga itu terdorong beberapa langkah justru ke depan. Kemudian iapun jatuh tertelungkup. Wajahnya yang tersuruk ke tanah itu menjadi kotor oleh debu yang melekat pada keningnya yang basah oleh keringat. Bahkan wajah Sura Sangga itupun menjadi terluka. Dahinya terkelupas, sehingga darahpun mengalir dari luka itu. Tetapi Paksi tidak sempat menyelesaikan lawannya yang jatuh tersuruk itu. Beberapa orang cantrik dari padepokan itu hampir bersamaan telah menyerang Paksi serentak. Namun Paksi cukup tangkas. Dengan cepat ia meloncat, melenting sambil memutar tongkatnya. Sebuah pedang terlempar dari tangan seorang cantrik. Ketika cantrik yang lain
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
menyerangnya dengan tombak pendek, maka dengan cepat Paksi mengungkit tombak itu sehingga terlepas dari tangan cantrik yang lain itu, terlempar ke udara, jatuh beberapa langkah dari cantrik itu. Ketika kemudian Sura Sangga bangkit berdiri, maka tulangtulangnyapun seakan-akan telah menjadi retak. Tengkuknya terasa sakit sekali. Demikian pula luka di dahinya terasa pedih, sementara darah dari luka di dahinya itu mengalir membasahi wajahnya. Kemarahan Sura Sangga telah membakar seluruh isi dadanya. Dengan geram iapun berkata, "Aku bunuh kau, pengkhianat" "Darahmu semakin banyak mengalir" berkata Paksi. "Kau nampak seperti seorang yang terluka parah. Padahal dahimu hanya lecet sedikit saja tergores batu padas" "Persetan, kau" Mata Sura Sangga bagaikan menyala. Tetapi Sura Sangga tidak lagi setangkas sebelumnya. Namun beberapa orang cantrik telah membantunya. Paksi memang sedikit mengalami kesulitan. Tetapi kesulitan itu membuatnya menjadi semakin panas. Tongkatnya berputar semakin cepat. Serangan-serangannyapun menjadi semakin garang. Seorang demi seorang lawannya telah terlempar dari arena. Sementara Sura Sangga menjadi lamban. Meskipun demikian. Sura Sangga itu masih saja mengumpat-umpat dan sekali-sekali berteriak, "Aku bunuh kau" Paksi menjadi semakin marah ketika seorang cantrik telah melontarkan tombaknya. Dalam kesibukannya, Paksi terlambat mengelak. Tombak yang mengarah ke punggungnya itu sempat melukai lengannya sehingga lengannya itu berdarah. Paksi yang sempat melihat cantrik yang melemparkan tombak itu tidak memaafkannya. Darahnya yang mulai panas, serta keringatnya yang telah membasahi seluruh pakaiannya, membuatnya sulit untuk mengendalikan dirinya. Karena itu,
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
maka dengan cepatnya ia meloncat sambil mengayunkan tongkatnya. Cantrik itu memang mencoba untuk mengelak dengan meloncat ke samping. Tetapi ayunan tongkat Paksipun berputar. Kemudian tongkat itu justru mematuk perutnya, sehingga cantrik itupun terbungkuk kesakitan. Paksi tidak membiarkannya. Dengan kerasnya Paksi memukul tengkuk cantrik itu, sehingga cantrik itupun terjerembab jatuh. Daya tahan cantrik itu tidak sebesar daya tahan Sura Sangga. Demikian cantrik itu jatuh menelungkup, maka nafasnyapun telah terhenti, sehingga ia tidak sempat menggeliat. Namun dalam pada itu, seorang cantrik yang lain sempat mempergunakan kesempatan itu untuk mengayunkan pedangnya ke arah punggung Paksi. Tetapi Paksi menyadari datangnya serangan dari belakangnya itu. Karena itu, maka Paksipun justru meloncati tubuh cantrik yang jatuh terjerembab itu dan menjatuhkan dirinya pada punggungnya. Sekali ia berguling, kemudian meloncat bangkit dengan cepatnya. Dalam pada itu, keadaan Sura Sangga sudah berangsur baik. Karena itu, maka Sura Sangga itupun telah menyerang Paksi pula sambil berteriak nyaring. Teriakan itu membuat jantung Paksi menjadi semakin membara. Karena itu, maka Paksi yang berhasil menghindari ayunan golok Sura Sangga itu telah menyerangnya dengan cepat. Tongkatnya berhasil memukul dada Sura Sangga dengan kerasnya. Kemudian terayun sekali lagi mengenai kening orang yang garang itu. Sura Sangga itupun terhuyung-huyung ke samping. Sebelum ia sempat menyadari apa yang telah terjadi, tongkat Paksi terayun dengan deras sekali menghantam bagian belakang kepalanya.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Terdengar Sura Sangga itu berteriak nyaring. Namun suaranyapun kemudian segera patah. Sura Sangga itu jatuh di tanah seperti sebatang pohon pisang yang rebah. Paksi tidak sempat merenungi tubuh Sura Sangga. Beberapa orang cantrik menyerangnya bersama-sama. Namun dengan tangkasnya Paksi melawan mereka. Dalam pada itu, pertempuran masih saja membakar padepokan itu. Ki Ajar Permati dan Ki Gede Lenglenganpun telah terlibat dalam pertempuran yang sengit. Keduanya adalah orang-orang yang berilmu tinggi. Mereka mempunyai persoalan tersendiri yang membuat jantung keduanya semakin membara. Ki Gede Lenglengan yang merasa pernah membunuh dan melemparkan mayat Ki Ajar Permati ke dalam jurang, rasarasanya tidak mau menerima kenyataan, bahwa Ki Ajar Permati itu telah datang ke padepokan yang telah direbutnya dengan licik itu. Bahkan Ki Ajar Permati itu telah menantangnya untuk bertempur. Sementara itu, betapapun Ki Ajar Permati berusaha untuk meredam dendam di dadanya, namun ketika Ki Ajar itu mulai bertempur melawan Lenglengan yang pernah ditolongnya namun yang kemudian meracuninya, maka dendam itu rasarasanya mencuat pula ke permukaan. Dengan demikian, maka keduanyapun telah meningkatkan kemampuan mereka untuk dapat mengalahkan lawannya. Lenglengan yang telah menempa diri beberapa tahun di saatsaat terakhir memang ingin menjajagi kemampuan ilmu Ki Ajar Permati. Karena itu, Ki Gede Lenglengan tidak segera sampai ke puncak ilmunya. Ia ingin tahu, sampai di mana batas kemampuan Ki Ajar Permati yang pernah memimpin Padepokan Watukambang itu. Sementara itu, Ki Ajar Permatipun ingin tahu pula puncak kemampuan Ki Gede Lenglengan. Karena itu seperti juga Ki Gede Lenglengan, maka Ki Ajar Permatipun meningkatkan ilmunya selapis demi selapis pula.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Namun akhirnya keduanya menyadari, bahwa mereka berdua telah mencapai tataran ilmu yang sangat tinggi, sehingga merekapun harus mengerahkan ilmu mereka masing-masing. Dengan demikian, maka pertempuran di antara merekapun telah berlangsung dengan dahsyatnya. Serangan-serangan merekapun datang silih berganti. Bahkan kemudian telah terjadi pula benturan-benturan ilmu yang seakan-akan telah menggetarkan udara di halaman Padepokan Watukambang. Di sisi lain, orang yang merasa ilmunya tidak tertandingi, bertempur dengan sengitnya melawan Pangeran Benawa. Namun Ki Cakrawarapun harus segera menyadari, bahwa Pangeran Benawa yang masih muda itu memiliki tataran ilmu yang tidak dapat diremehkannya. Ketika benturan-benturan terjadi, maka Ki Cakrawara dapat menjajagi kemampuan Pangeran Benawa yang mengagumkan itu. "Anak Karebet ini tentu mewarisi sebagian dari ilmu ayahnya" berkata Cakrawara di dalam hatinya. Karena itu, maka Ki Cakrawara tidak ingin membiarkan pertempuran itu berlangsung terlalu lama. Ia harus segera menyelesaikan anak Karebet itu. Kemudian membunuh para prajurit Pajang yang berada di halaman. Dengan demikian, maka Ki Cakrawara itu telah meningkatkan ilmu sampai ke puncak. Ia ingin segera menggilas putera mahkota yang telah berkeliaran sampai ke Padepokan Watukambang. Ketika Ki Cakrawara itu menghentakkan ilmunya, maka Pangeran Benawa memang terdesak beberapa saat. Tetapi sesaat kemudian, Pangeran Benawapun telah menjadi mapan kembali. Serangan-serangan Ki Cakrawarapun kemudian datang dengan dahsyat, seperti prahara yang berusaha mengguncang bukit. Namun Pangeran Benawa yang kokoh seperti bukit karang itu tidak mudah tergoyahkan.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Pangeran Benawa memang merasakan udara panas melibatnya. Ayunan tangan Ki Cakrawara seolah-olah telah menaburkan udara panas di seputar tubuh Pangeran Benawa. Namun dari tubuh Pangeran Benawa seakan-akan telah mengembun udara yang dingin, yang dapat meredam panas di seputar tubuhnya. Ki Cakrawara memang tidak menduga sama sekali, bahwa tingkat kemampuan ilmu Pangeran Benawa sudah sedemikian tinggi. Bukan saja udara panas yang ditaburkan tidak mampu membakar kulit Pangeran Benawa, tetapi justru udara yang dingin itu terasa di kulit Ki Cakrawara. "Iblis kecil ini ternyata memiliki ilmu yang sangat tinggi" geram Ki Cakrawara di dalam hatinya. Dengan demikian, maka Ki Cakrawara tidak lagi dapat menengadahkan dadanya sambil berkata, "Aku akan membunuh semua prajurit Pajang sampai orang yang terakhir" Apalagi pada saat itu, Ki Cakrawara sempat melihat kegelisahan medan pertempuran. Para cantrik pengikut Ki Gede Lenglengan rasa-rasanya mulai mendapat kesulitan. "Dimana Sura Sangga?" bertanya Ki Cakrawara di dalam hatinya. Namun sorak prajurit Pajang di sisi lain membuat Ki Cakrawara semakin bertanya-tanya. Apa yang terjadi dengan Sura Sangga" Pertanyaan itu semakin menekan dadanya. Namun tiba-tiba saja Ki Cakrawara melihat beberapa orang pengikut Ki Gede Lenglengan mengusung tubuh yang sudah tidak berdaya lagi. Pangeran Benawa yang juga melihatnya, justru ingin tahu, siapakah yang telah diusung itu. Tentu seorang yang dianggap penting oleh para pengikut Ki Gede Lenglengan. Karena itu, maka Pangeran Benawa seakan-akan sengaja memberi waktu kepada Ki Cakrawara untuk mengetahui, siapakah orang itu. Hampir di luar sadarnya Ki Cakrawarapun berteriak, "Siapakah orang itu?" Terdengar seseorang menjawab, "Ki Sura Sangga"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Sura Sangga" Kenapa" Siapakah yang telah mencederainya atau bahkan membunuhnya?" "Seorang anak muda bersenjata tongkat" jawab orang itu. Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Ia tahu, bahwa anak muda yang bersenjata tongkat itu adalah Paksi. "Para pengikut Ki Gede Lenglenganlah yang akan habis sampai orang yang terakhir. Bukan para prajurit Pajang" Ki Cakrawara terkejut mendengar suara Pangeran Benawa. Ia sadar, bahwa iapun sedang terlibat dalam pertempuran melawan seorang yang berilmu tinggi. Namun Ki Cakrawarapun mengerti, bahwa lawannya yang masih muda itu telah memberinya kesempatan. Ia tidak memanfaatkan kelengahannya ketika perhatiannya tertuju kepada Sura Sangga yang sudah tidak berdaya itu. "Nah" berkata Pangeran Benawa kemudian, "bagaimana dengan kau?" "Persetan dengan Sura Sangga yang rapuh itu. Sudah sepantasnya ia mati" "Sudah sepantasnya semua cantrik dari padepokan ini mati. Kecuali mereka yang menyerah. Kau pun akan mati juga jika kau tidak menyerah" "Apa" Aku" Kau kira aku ini siapa, Pangeran" Meskipun kau bertulang baja berkulit tembaga, kau tidak akan dapat mengalahkan aku" Pangeran Benawa tersenyum. Katanya, "Semakin banyak kawan-kawanmu mati, maka kau akan menghadapi lawan semakin banyak" "Aku tidak peduli. Bahkan seandainya ayahmu, Sultan Hadiwijaya ada di sini" "Jangan menyebut ayahandaku. Kehadiranku di sini sudah mewakilinya" "Sejak mudanya, ayahmu memang pengecut. Ia tidak pernah berani hadir di pertempuran manapun juga" "Kau membuat darahku mendidih. Udara panasmu tidak membuat jantungku membara. Tetapi kata-katamu itu membuat telingaku seperti disentuh api"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Jika kau akan marah, marahlah. Kita sudah berada di medan. Kau dapat berbuat apa saja. Tetapi aku pun dapat berbuat sekehendakku pula" Degup jantung Pangeran Benawa serasa menjadi semakin cepat. Kemarahannya benar-benar telah membakar isi dadanya. Apalagi ketika Ki Cakrawara itu berkata, "Pangeran, ayahmu itu tidak lebih dari seekor ayam jantan yang hanya dapat memburu betina, tetapi tidak berani turun ke gelanggang" Pangeran Benawa tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Dengan demikian, maka Pangeran Benawapun telah meningkatkan ilmunya sampai ke puncak. Serangan-serangan Pangeran Benawa kemudian datang melanda lawannya seperti badai. Dalam ilmu puncaknya, Pangeran Benawa menjadi sangat berbahaya bagi lawannya. Dalam pada itu, Ki Ajar Permati dan Ki Gede Lenglenganpun telah sampai ke puncak kemampuan mereka. Meskipun ilmu mereka merambat dari lapis ke lapis, namun ternyata ilmu mereka masih saja tetap berimbang. Dalam ilmu puncaknya, maka arena pertempuran antara Ki Ajar Permati melawan Ki Gede Lenglengan itu bagaikan lingkaran angin pusaran yang dahsyat. Sehingga dengan demikian, maka baik para pengikut Ki Gede Lenglengan maupun para prajurit Pajang telah bergeser menjauhinya. Dalam pada itu, Ki Tumenggung Yudatama bersama tiga orang pengawalnya sempat memperhatikan arena pertempuran itu dengan seksama. Ki Yudatama sendiri tidak mengikat diri dengan seorang lawan tertentu. Tetapi Ki Tumenggung itu seakan-akan menjelajahi seluruh medan. Sekali-sekali Ki Tumenggung itu terjun ke arena pertempuran bersama ketiga orang pengawal terpilihnya jika ia melihat sekelompok prajurit Pajang yang terdesak. Namun jika keseimbangan telah tercapai lagi, maka Ki Tumenggungpun telah bergeser meninggalkan kelompok prajurit Pajang itu. Di halaman belakang padepokan itu, Ki Tumenggung melihat lingkaran pertempuran yang nampaknya agak
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
menyulitkan para prajurit Pajang. Agaknya seorang kepercayaan Ki Gede Lenglengan bersama beberapa orang yang terpilih, bertempur dengan garangnya. Sekelompok prajurit Pajang yang bertempur melawan mereka agaknya telah terdesak. "Siapa orang itu?" bertanya Ki Tumenggung. Seorang pengawalnyapun telah menyusup di arena pertempuran dan menyempatkan diri bertanya, siapakah yang memimpin sekelompok pengikut Ki Gede Lenglengan yang sedang mengamuk itu. "Namanya Wira Sampak" Pengawal Ki Tumenggung itupun segera menyampaikannya kepada Ki Tumenggung Yudatama, bahwa yang memimpin sekelompok cantrik yang sedang mengamuk itu adalah Wira Sampak. Ki Tumenggungpun menggeram. Katanya, "Orang itu harus dihentikan" Demikianlah, Ki Tumenggung bersama ketiga orang pengawalnyapun segera terjun ke arena pertempuran itu. Wira Sampak yang melihat kedatangan orang baru itupun berteriak, "Siapa kau, He" Apakah kau sudah jemu hidup sehingga kau berani memasuki arena pertempuran ini?" "Aku Tumenggung Yudatama" jawab Ki Tumenggung. "Menyerahlah. Kau akan diperlakukan dengan adil" Wira Sampak itu justru tertawa berkepanjangan sehingga perutnya telah terguncang-guncang. Katanya, "Kau minta aku menyerah, Ki Tumenggung?" "Ya" "Kau kira aku itu siapa dan kau itu siapa" Kedudukanmu tidak lebih dari seorang Tumenggung. Apakah kau mampu menangkap petir sehingga kau berani memerintahkan aku menyerah?" "Aku memang tidak dapat menangkap petir. Tetapi aku akan dapat menangkapmu, karena kau bukan petir" "Persetan dengan celotehanmu itu, Ki Tumenggung. Sebaiknya kau tundukkan kepalamu agar aku dapat
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
memenggalmu dengan sekali tebas. Kau tidak akan mengalami kesakitan di saat-saat kematianmu. Besok seluruh prajurit Pajang akan berkabung karena seorang tumenggung yang dibanggakan telah gugur di pertempuran" Ki Tumenggung Yudatama tidak menjawab lagi. Iapun segera bergeser maju. Pedang yang sudah di tangannya itupun segera teracu. Wira Sampakpun segera bersiap pula. Ia menggenggam sebuah bindi di tangannya. Dengan garangnya Wira Sampak itupun telah meloncat menyerang dengan ayunan bindinya yang besar dan berat. Tetapi Ki Tumenggungpun cukup tangkas. Dengan cepat iapun mengelak. Kemudian pedangnya dengan cepat pula terjulur ke arah lambung. Tetapi Wira Sampakpun sempat mengelak pula, sehingga ujung pedang Ki Tumenggung tidak mengenai sasaran. Demikianlah, sejenak kemudian pertempuran antara keduanyapun segera meningkat menjadi semakin sengit. Para cantrik Padepokan Watukambang tidak sempat mendekati pertempuran itu, karena para pengawal Ki Tumenggungpun segera menghalanginya. Sementara itu, para prajurit Pajang yang semula mengalami kesulitan segera dapat memanfaatkan keadaan itu. Karena Wira Sampak harus bertempur melawan Ki Tumenggung Yudatama, sementara para pengawal Ki Tumenggungpun telah terjun pula di arena, maka lawan para prajurit Pajang itupun telah menyusut. Dengan demikian, maka para prajurit Pajang itupun telah mempergunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Mereka tidak tahu, apakah Ki Tumenggung akan berhasil dengan segera memenangkan pertempuran, karena menurut penilaian mereka, Wira Sampak adalah seorang yang berilmu tinggi pula. Seandainya, Ki Tumenggung mengalami kesulitan, maka satu dua orang prajurit bersama-sama pengawal Ki Tumenggung itu akan dapat membantunya sehingga dengan
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
cepat dapat menguasai keadaan Karena itu, maka para prajurit Pajang itupun telah mengerahkan sisa kemampuan mereka untuk melindas para pengikut Ki Gede Lenglengan. Dengan demikian maka pasukan para pengikut Ki Gede Lenglengan itulah yang kemudian mengalami kesulitan. Ternyata bahwa kemampuan Ki Wira Sampak tidak menggetarkan sebagaimana kata-katanya. Ketika Ki Yudatama mengerahkan kemampuannya, maka Wira Sampak itupun segera terdesak. Senjatanya yang terayun-ayun mengerikan itu tidak mampu menyentuh tubuh Ki Tumenggung Yudatama. Bahkan ujung pedang Ki Tumenggunglah yang kemudian mulai menggores kulitnya. Wira Sampak itu mengumpat kasar ketika tangan kirinya meraba bahunya yang berdarah. Kemarahannyapun kemudian telah menyala, membakar jantungnya. Sambil berteriak nyaring, Wira Sampak itupun meloncat menyerang dengan ayunan bindinya yang berat. Tetapi Ki Tumenggung telah menebas bindi yang terayun itu, sehingga bergeser ke samping. Justru pada saat itu, kaki Ki Tumenggung terayun dengan derasnya menghantam lambung Wira Sampak sehingga Wira Sampak itu terdorong beberapa langkah surut. Hampir saja Wira Sampak itu kehilangan keseimbangannya. Namun bertelekan pada bindinya, Wira Sampak masih tetap dapat bertahan untuk tidak jatuh terguling di tanah. Namun Ki Tumenggung tidak memberinya kesempatan. Demikian Wira Sampak berdiri tegak, maka pedang Ki Tumenggung itu menebas mendatar. Wira Sampak masih sempat bergeser surut selangkah, sehingga ujung pedang Ki Tumenggung tidak menggores dadanya. Namun pedang itupun berputar. Ujungnya terjulur menggapai tubuh Wira Sampak. Ternyata Wira Sampak tidak mempunyai kesempatan lagi. Meskipun ia berusaha menangkis dengan bindinya, namun ujung pedang Ki Tumenggung itu telah menggores lambungnya.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Memang tidak terlalu dalam. Namun darahpun mengalir dari luka yang menganga itu. Wira Sampak meloncat beberapa langkah surut untuk mengambil jarak. Sementara itu, Ki Tumenggung tidak tergesa-gesa memburunya. Dibiarkannya Wira Sampak menilai, apa yang telah terjadi pada dirinya. "Menyerahlah" berkata Ki Tumenggung. Namun Wira Sampak justru mengumpat kasar. Dengan lantang Wira Sampak itupun justru berteriak, "Aku bunuh kau, Ki Tumenggung" "Kenapa kau tidak mau melihat kenyataan tentang dirimu" Kau sudah terluka. Darah sudah mengalir dari tubuhmu. Semakin banyak kau bergerak, maka darahpun akan semakin banyak mengalir dari luka-lukamu" Tetapi Wira Sampak itu justru membentak, "Kaulah yang harus menyerah, Ki Tumenggung. Tidak ada orang yang dapat mengalahkan Wira Sampak" Kesabaran Ki Tumenggungpun akhirnya sampai pada batasnya. Apalagi Wira Sampak selalu membentaknya, mengumpat kasar dan berteriak-teriak mengancam. Karena itulah, maka ketika Wira Sampak menyerangnya, Ki Tumenggung tidak memberinya kesempatan lagi. Ayunan bindi Wira Sampak yang berat itu sama sekali tidak berhasil menyentuh tubuh Ki Tumenggung. Dengan merendahkan diri, Ki Tumenggung terhindar dari sambaran bindi Wira Sampak yang terayun dengan derasnya. Demikian bindi itu terayun di atas kepalanya, maka Ki Tumenggung yang sudah kehilangan kesabaran itupun segera mengakhiri pertempuran. Ki Tumenggung tidak ingin terikat terlalu lama di tempat itu karena ia harus mengamati seluruh medan. Pedang Ki Tumenggungpun terjulur dengan cepat, mematuk lambung Wira Sampak yang sedang mengayunkan bindinya itu.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Terdengar Wira Sampak berteriak nyaring. Lambungnya telah terkoyak oleh pedang Ki Tumenggung, sehingga lukanyapun telah menganga. Wira Sampak tidak lagi mampu untuk berdiri tegak. Lukalukanya yang sangat parah itu telah menghentikan mimpimimpinya tentang keperkasaan dirinya. Perlahan-lahan Wira Sampak itupun kemudian telah terjatuh pada lututnya. Ia masih mencoba bertelekan pada bindinya. Namun kemudian iapun roboh dan terbaring di tanah. Darah yang hangat mengalir dari luka-lukanya. Terutama dari lambungnya yang terkoyak. Beberapa orang pengikut Ki Gede Lenglengan yang mengetahui peristiwa itu terkejut. Beberapa orang yang berloncatan mendekatinya telah dihadang oleh para prajurit Pajang. Namun Ki Tumenggungpun berkata, "Biarlah orangorangnya berusaha menyelamatkan nyawanya. Tetapi bukan berarti bahwa pertempuran harus berhenti. Kecuali jika mereka semuanya telah menyerah" Tetapi beberapa orang pengikut Ki Gede Lenglengan itu justru telah menyerang para prajurit yang sedang termangumangu mendengarkan perintah Ki Tumenggung Yudatama. "Kami masih memberi kesempatan kalian untuk menyerah" berkata Ki Tumenggung Yudatama. "Siapa yang ingin mempergunakan kesempatan itu, pergunakanlah. Tetapi siapa yang tidak mau menyerah, akan dibinasakan. Kami tidak akan ragu-ragu menuntaskan pertempuran ini" Namun para pengikut Ki Gede Lenglengan tidak segera memanfaatkan kesempatan itu. Mereka masih saja bertempur dengan garangnya melawan para prajurit yang kedudukannya semakin mapan. Dalam pada itu, seperti yang diperintahkan oleh Ki Tumenggung Yudatama, para prajurit itu tidak menghalangi dua orang cantrik yang mencoba untuk membantu Ki Wira
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Sampak yang terbaring diam. Namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Wira Sampak itu sudah tidak bernyawa lagi. Ki Tumenggung Yudatama tidak menunggui arena pertempuran itu lebih lama lagi. Bersama ketiga orang pengawalnya, maka Ki Tumenggungpun telah meninggalkan lingkaran pertempuran yang sudah tidak mencemaskannya lagi itu untuk melihat keadaan arena pertempuran yang lain. Sementara itu, di halaman depan, debupun mengepul tinggi. Dua pusaran pertempuran telah terjadi di halaman depan. Ki Cakrawara yang bertempur melawan Pangeran Benawapun sudah mengerahkan kemampuannya sampai ke puncak. Serangan Ki Cakrawara datang seperti arus banjir bandang. Namun Pangeran Benawa adalah seorang yang memiliki ilmu yang tidak dapat dijajagi oleh lawannya. Jika semula Ki Cakrawara merasa dirinya tidak terkalahkan, namun kemudian iapun harus mengakui kenyataan yang terjadi, bahwa Pangeran Benawa adalah seorang yang berilmu sangat tinggi. Serangan-serangan Ki Cakrawara bukannya sekedar menebarkan udara panas yang ternyata mampu diredam oleh Pangeran Benawa, namun telapak tangan Ki Cakrawara itupun kemudian seolah-olah telah membara. Ketika telapak tangannya itu sempat menyentuh kulit Pangeran Benawa, maka sentuhan itu telah menimbulkan luka bakar yang nyeri. Namun sentuhan itu bukan saja menimbulkan luka bakar di kulit Pangeran Benawa, tetapi jantung Pangeran Benawapun bagaikan telah terbakar pula. Karena itu, maka serangan-serangan Pangeran Benawa selanjutnya telah menggulung semua kesempatan bagi Ki Cakrawara. Kedua tangan Pangeran Benawa itu bergerak dengan cepat sekali, sehingga seakan-akan tangan Pangeran Benawa menjadi beberapa pasang. Ki Cakrawarapun mengalami kesulitan untuk menangkis serangan Pangeran Benawa. Beberapa kali Ki Cakrawara berusaha untuk menangkis serangan Pangeran Benawa
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
dengan telapak tangannya yang membara, namun Ki Cakrawara tidak lagi berhasil menyentuh kulit Pangeran Benawa. Bahkan semakin lama Pangeran Benawa itu semakin membingungkannya. Bukan saja tangannya yang seakan-akan menjadi beberapa pasang, tetapi Pangeran Benawa seolaholah berada di segala arah di sekitarnya. Ki Cakrawara itupun mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya. Bukan saja wadagnya, tetapi juga panggraitanya. Namun Ki Cakrawara itu kadang-kadang masih juga kehilangan jejak lawannya. Serangan-serangan Pangeran Benawalah yang kemudian beberapa kali sempat mengenainya. Tangan Pangeran Benawa yang seolah-olah menjadi beberapa pasang itu setiap kali menghantam tubuhnya. Bahkan dari segala arah. Ki Cakrawara itupun terhuyung-huyung dan bahkan hampir saja jatuh terjerembab ketika tangan Pangeran Benawa mengenai tengkuknya. Namun Ki Cakrawara itu justru menjatuhkan dirinya. Berputar sekali, kemudian melenting berdiri. Dalam keadaan yang sulit itulah, tiba-tiba saja di seputar Ki Cakrawara itu terdengar desis seperti suara arus angin. Pangeran Benawa yang siap menyerang sempat melihat debu yang berputar di sekeliling lawannya itu. Sehingga sejenak kemudian, Ki Cakrawara itupun seakan-akan telah terlindung oleh pusaran angin keras. Pangeran Benawa justru bergeser selangkah surut. Namun kemudian putera Kangjeng Sultan Hadiwijaya itu telah menghentakkan ilmunya. Kedua telapak tangannya itupun ditakupkannya. Namun kemudian, Pangeran Benawa itupun justru segera meloncat ke arah angin pusaran itu. Tangannya yang terangkat itupun segera terayun dengan derasnya menghantam pusaran angin itu. Yang terjadi adalah benturan ilmu yang dahsyat. Bukan saja telapak tangan Pangeran Benawa, tetapi getar ilmunyalah yang telah membentur kekuatan ilmu Ki Cakrawara.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Yang terjadi telah menggetarkan jantung para prajurit dan para pengikut Ki Gede Lenglengan yang sempat menyaksikannya. Pangeran Benawa itu telah terangkat dan terlempar ke samping. Tubuhnyapun kemudian jatuh terbanting di tanah dan berguling beberapa kali. Ketika Paksi yang sedang bertempur melawan beberapa orang pengikut Ki Gede Lenglengan sepeninggal Sura Sangga melihatnya, iapun segera berlari mendekatinya. Namun Pangeran Benawa itu sudah tertatih-tatih berdiri. "Pangeran" desis Paksi. Pangeran Benawa itupun menyahut, "Aku tidak apa-apa, Paksi" Sementara itu, hampir berbareng keduanya berpaling ke arah Ki Cakrawara. Mereka tidak melihat lagi angin pusaran yang mengitarinya. Mereka tidak lagi melihat debu yang berterbangan serta getar udara panas. Yang mereka lihat, Ki Cakrawara itu terbaring di tanah sambil berdesah kesakitan. Beberapa orang pengikut Ki Gede Lenglengan melihat keadaannya. Tetapi tidak seorang pun yang datang mendekat. Mereka sibuk bertempur melawan para prajurit Pajang yang tidak memberi mereka kesempatan. Pada saat mereka terkejut, pertempuran yang terjadi di seputarnya seolah-olah memang terhenti. Namun kemudian para prajurit Pajangpun telah menghentak mereka lagi, justru semakin keras. Selain mereka tidak mendapat kesempatan, mereka memang tidak berani dengan tergesa-gesa mendekati. Mereka masih merasa cemas, bahwa lawan Ki Cakrawara itu akan menyapu mereka pula dengan ilmunya yang dahsyat. Karena itu, maka justru Pangeran Benawa dan Paksilah yang datang mendekati tubuh Ki Cakrawara itu. Pangeran Benawa dan Paksi itupun berjongkok di sebelah-menyebelah tubuh yang terbaring sambil menggeliat itu. "Pangeran" desis Ki Cakrawara sambil menyeringai menahan sakit, "aku sekarang yakin, bahwa apa yang dilakukan Lenglengan itu tidak ada artinya selain membuat keresahan"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Maksudmu?" "Jika Pangeran mampu berbuat seperti yang baru saja Pangeran lakukan, lalu apa saja yang dapat dilakukan oleh Kangjeng Sultan Hadiwijaya sendiri?" "Kau akan dapat berbicara dengan ayahanda pada kesempatan lain" Tetapi Ki Cakrawara itu menggeleng. Katanya, "Tidak akan ada kesempatan lagi, Pangeran. Sampaikan permohonan ampun kepada Kangjeng Sultan" "Kau akan dapat menyampaikannya sendiri, Ki Cakrawara" "Tidak. Umurku sudah sampai ke batas. Aku merasa bahwa aku harus kembali ke Yang Maha Pencipta, yang selama ini tidak pernah menyentuh jiwaku. Namun pada saat seperti ini, aku merasakan kuasa tanganNya" "Kau masih sempat mohon ampun kepadaNya" "Aku mohon ampun" suara Ki Cakrawarapun merendah. Kemudian terdengar suaranya sangat perlahan, "Alangkah tenteramnya hati mereka yang sudah mengenal sebelumnya dan meyakininya" "Ki Cakrawara juga meyakininya" Tetapi Ki Cakrawara itu tidak sempat menjawab. Matanyapun telah terpejam, serta nafasnya telah terhenti. Pangeran Benawa menyentuh leher orang itu. Tubuhnya masih terasa hangat. Tetapi detak darahnyapun telah terhenti. Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Namun tiba-tiba saja keduanya menyadari, bahwa pertempuran masih belum selesai. Karena itu, maka keduanyapun segera bangkit berdiri. Ketika mereka berpaling ke lingkaran pertempuran antara Ki Gede Lenglengan dengan Ki Ajar Permati, maka yang mereka lihat adalah debu yang tebal menyerupai kabut yang menutup pandangan mereka. Hampir di luar sadar, merekapun segera mengetrapkan Aji Sapta Pandulu, sehingga pandangan mata mereka berhasil menembus kabut itu meskipun hanya lamat-lamat.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Tetapi agaknya keduanya memang agak terlambat. Pada saat itu, mereka sempat melihat bayangan yang meluncur seperti anak panah meninggalkan arena. Merekapun melihat, bahwa bayangan yang lain mencoba mengejarnya, namun sekali lagi debu yang seperti kabut itupun telah terhambur. Beberapa saat Aji Sapta Pandulu itupun tidak mampu menembus. Baru sesaat kemudian, Pangeran Benawa dan Paksi dapat melihat ke dalam lingkaran kabut yang tebal itu. Namun yang mereka lihat tinggallah seorang yang berdiri termangu-mangu. Beberapa saat kemudian, ketika kabut itu terkuak, mereka melihat Ki Ajar Permati berdiri termangu-mangu. Tangannya masih memegangi dadanya yang nampaknya terasa nyeri. Di sudut bibirnya nampak setitik darah. "Ki Ajar" Pangeran Benawa berlari mendekat disusul oleh Paksi. "Aku tidak dapat menangkapnya" desis Ki Ajar Permati. "Ia berhasil melindungi dirinya dengan permainan kabutnya" "Jadi Lenglengan itu sempat melarikan diri?" Ki Ajar Permati mengangguk. "Tetapi bagaimana dengan Ki Ajar sendiri?" Ki Ajar Permati menarik nafas dalam-dalam. Kemudian katanya, "Ia berhasil melukaiku. Luka dalam. Tetapi aku pun telah melukainya pula. Ketika ia merasa bahwa ia tidak akan dapat mengalahkan aku, maka iapun melarikan diri" "Ki Ajar perlu beristirahat" "Aku tidak apa-apa. Aku menyesal bahwa Lenglengan berhasil melarikan diri" "Sayang sekali" desis Paksi. "Seharusnya aku ikut menjaga agar Ki Gede Lenglengan tidak mempunyai kesempatan. Aku kira bahwa ia tidak akan lari secepat itu" "Seandainya Angger Paksi ada di sini, agaknya masih saja mempunyai kesempatan untuk melarikan diri, karena permainan kabutnya yang sulit ditembus penglihatan, bahkan dengan Aji Sapta Pandulu sekalipun"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Paksi tidak menjawab. Ia hanya dapat mengangguk-angguk mengiyakan. Kabut itu memang sulit ditembus penglihatan, bahkan dengan Aji Sapta Pandulu sekalipun. "Sekarang" berkata Ki Ajar Permati kemudian, "segala sesuatunya terserah kepada Ki Tumenggung Yudatama" "Di mana Ki Tumenggung?" desis Pangeran Benawa. "Ki Tumenggung mengelilingi seluruh medan" sahut Paksi. Pangeran Benawapun kemudian memerintahkan seorang penghubung untuk mencari dan melaporkan apa yang terjadi kepada Ki Tumenggung Yudatama. Beberapa saat kemudian, Ki Tumenggung telah berada di halaman depan Padepokan Watukambang itu. Pertempuran di sana-sini masih terjadi. Ki Tumenggung itupun kemudian memerintahkan para pengawalnya untuk memberitakan kepada semua pengikutnya, bahwa Ki Gede Lenglengan telah melarikan diri, sementara Ki Cakrawara telah terbunuh. Kesempatan terakhir untuk menyerah, siapa yang tidak menyerah, akan ditumpas habis. Demikianlah, maka beberapa orang pengawal Ki Tumenggung telah meneriakkan pesan Ki Tumenggung itu di segala sudut padepokan. Merekapun dengan lantang berkata, "Ini adalah kesempatan yang terakhir. Siapa yang tidak mempergunakan kesempatan ini, akan ditumpas habis" Ternyata bahwa para pengikut Ki Gede Lenglengan itu masih saja tetap orang-orang yang mempunyai perasaan, meskipun kepala mereka sudah diracuni dengan berbagai macam keyakinan. Namun ketika mereka berada dalam keadaan yang paling rumit, maka merekapun masih juga sempat membuat pertimbangan untuk memilih antara hidup dan mati. Meskipun satu dua orang ada yang bertekad untuk mati dalam pengabdian, namun sebagian terbesar dari para pengikut Ki Gede Lenglengan yang tersisa itu menyerah. Dengan demikian, maka beberapa saat kemudian, pertempuran di padepokan terpencil itu sudah berakhir.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Pertempuran yang terhitung menegangkan. Beberapa orang korban telah jatuh di kedua belah pihak. Di antara orang-orang padepokan itu yang terbunuh adalah Ki Cakrawara, seorang yang merasa dirinya memiliki kemampuan yang sangat tinggi sehingga menyentuh langit. Namun ketika ia harus berhadapan dengan Pangeran Benawa, maka orang itu tidak berdaya untuk mempertahankan hidupnya. Para pengikut Ki Gede Lenglengan yang telah menyerah itupun kemudian dikumpulkan di halaman depan, dijaga oleh para prajurit Pajang dengan ketat. Para tawanan itu telah meletakkan senjata mereka di depan tangga pendapa sebagai pernyataan kesungguhan mereka untuk menyerahkan diri. Ki Tumenggung Yudatamapun kemudian telah memberikan beberapa peringatan kepada para tawanannya. Namun kemudian merekapun diperintahkan untuk mengumpulkan kawan-kawan mereka yang terluka dan terbunuh, sebagaimana para prajurit Pajang. Sementara itu, Pangeran Benawa dan Paksi telah menyusup segala sudut padepokan itu. Mereka memasuki bangsal-bangsal yang telah kosong. Namun Pangeran Benawa telah menemukan sebuah bangsal panjang kuat dan tertutup rapat, diselarak dari luar dengan selarak yang besar. "Bangsal apa ini?" desis Pangeran Benawa. "Marilah kita lihat" sahut Paksi. Pangeran Benawa memang merasa ragu. Namun akhirnya Pangeran Benawa itu telah mengangkat selarak yang berat itu. Ketika ia membuka pintu bangsal itu, merekapun segera melihat sebuah ruangan yang agak luas. Namun karena dinding yang rapat, maka di dalam bangsal itu nampak hanya remang-remang saja. Ternyata ada beberapa orang yang berada di dalam bangsal itu. Demikian mereka melihat pintu terbuka, maka beberapa orang itupun segera bergeser mundur. Mereka kemudian berkumpul berdesakan hampir di ujung bangsal.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Sejenak Pangeran Benawa dan Paksi termangu-mangu. Baru beberapa saat kemudian, Pangeran Benawa itupun bertanya, "Siapakah kalian" Apakah kalian juga para murid atau pengikut Ki Gede Lenglengan?" Beberapa saat tidak terdengar jawaban, sehingga Pangeran Benawa mengulanginya, "Siapakah kalian" Jika kalian memerlukan pertolongan, kami, para prajurit Pajang akan mencoba menolong kalian" Orang-orang yang berada di dalam bangsal itu saling berpandangan sejenak. Namun mereka masih tetap berdiam diri. "Jika tidak seorang pun di antara kalian yang tidak mau berbicara, maka kami tidak dapat berbuat apa-apa. Kami akan menutup dan menyelarak pintu ini kembali dan meninggalkan kalian di ruangan ini. Kamipun tidak akan tahu-menahu lagi, apa yang terjadi di padepokan ini" "Tunggu, Ki Sanak" desis seseorang. Pangeran Benawapun tertegun. Dari antara orang-orang yang berkumpul di ujung bangsal itu seorang melangkah maju sambil terbongkok-bongkok. "Ampun, Ki Sanak. Kami mendengar keributan di luar bangsal. Kami tidak tahu apa yang terjadi. Siapakah kalian berdua dan apakah maksud Ki Sanak berdua memasuki bangsal ini?" "Baru saja terjadi pertempuran di luar. Para prajurit Pajang memasuki padepokan ini. Kami adalah bagian dari mereka" "Apakah Ki Sanak akan membebaskan kami?" "Mungkin kami akan melakukannya. Tetapi kami tidak dapat berbuat dengan tergesa-gesa tanpa penelitian yang dalam. Karena itu, pada saatnya nanti akan datang orang yang akan menentukan, apakah kalian akan dilepaskan atau tidak. Segala sesuatu akan tergantung pada hasil penelitian. Namun kalian boleh berpengharapan" "Hanya berpengharapan?" "Untuk sementara, ya"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Orang itu terdiam. Dipandanginya kawan-kawannya yang berada di dalam ruangan itu. Baru kemudian iapun berkata, "Ki Sanak, selama ini kami di padepokan ini diperlakukan sebagai seekor binatang peliharaan yang setiap kali dipergunakan untuk menggarap sawah. Seperti seekor lembu yang di sore hari dimasukkan ke dalam kandang. Diberi makan secukupnya agar kami tetap kuat. Namun esok pagi, kami digiring ke sawah untuk melakukan kerja yang berat hampir sehari penuh. Orang-orang yang menunggui kami juga membawa cambuk sebagaimana mereka menunggu seekor lembu penarik bajak. Punggung dan lambung kami setiap hari menjadi sasaran, agar kami bekerja lebih giat" "Aku pernah melihatnya, Ki Sanak" "Kau pernah melihatnya?" "Ya" "Jadi sejak kapan kau berada di padepokan ini?" "Sejak lama. Kami melihat perlakuan yang tidak sepatutnya dilakukan atas sesamanya" "Selama ini kalian berada di mana" Apakah kalian juga murid Ki Gede Lenglengan?" "Bukan. Kami berdua bukan murid Ki Gede Lenglengan. Kami datang justru untuk menangkapnya" "Apakah sekarang Ki Gede sudah tertangkap?" Pangeran Benawa menggeleng. Namun sebelum Pangeran Benawa itu berkata sesuatu lagi kepada orang-orang yang disimpan dalam bangsal yang agak panjang itu, seorang lurah prajurit mendatanginya dengan nafas terengah-engah. "Ki Tumenggung Yudatama mencari Pangeran" "Baiklah, aku akan menemuinya. Marilah, Paksi" ajak Pangeran Benawa. Namun agaknya orang-orang yang berada di ujung bangsal itupun mendengar sebutan itu. Karena itu, orang yang terbongkok-bongkok itupun bertanya dengan suara gagap, "Siapakah yang Ki Sanak maksudkan dengan Pangeran?"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Pangeran Benawa" jawab prajurit itu yang justru menjadi heran mendengar pertanyaan itu. "Apakah kau belum pernah melihat Pangeran Benawa?" "Jadi, jadi Ki Sanak ini, eh, maksudku pangeran ini Pangeran Benawa?" "Ya" Orang itupun segera duduk di lantai bangsal itu sambil membungkuk hormat sampai dahinya menyentuh lantai. "Ampun, Pangeran. Hamba tidak tahu" Orang-orang yang lainpun segera duduk pula di lantai. Sebagian dari mereka membungkuk dalam-dalam, sedangkan sebagian yang lain menyembah. "Kami mohon ampun" desis seorang yang lain. "Tidak apa-apa. Aku sama sekali tidak marah. Bukankah dengan sengaja aku tidak mengenakan ciri-ciri kepangerananku?" "Hamba, Pangeran" "Nah, untuk sementara kalian akan tetap tinggal di sini. Tetapi seperti yang sudah aku katakan, kalian sekarang dapat berpengharapan, meskipun segala sesuatunya akan ditentukan oleh mereka yang memang berkewajiban. Namun apa yang pernah aku lihat terjadi di padepokan ini, akan dapat menjadi pertimbangan bagi mereka yang akan menentukan nasib kalian" "Hamba dan kawan-kawan hamba mohon belas kasihan, Pangeran. Kami sudah merasa terlalu lama dikurung seperti seekor kerbau yang sangat dungu. Kami sudah terlalu lama diperlakukan tidak seperti manusia lagi. Hamba dan kawankawan hamba merindukan satu kehidupan yang wajar. Tidaklah bermimpi terlalu jauh, jika kami diperkenankan pulang ke rumah kami, betapa pun miskinnya kami, kami akan sangat berterima kasih" "Baiklah, kami akan memperhatikannya" berkata Pangeran Benawa kemudian. "Sekarang, aku minta diri dahulu" Beberapa orang yang ada di bangsal itu menyembah. Yang lain, yang tidak terbiasa, telah membungkuk dalam-dalam.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Sejenak kemudian, Pangeran Benawa, Paksi dan lurah prajurit yang memanggilnya telah meninggalkan bangsal itu. Pintupun kemudian ditutup kembali dan diselarak dari luar dengan selarak yang kuat. Jika sebelumnya bangsal yang tertutup rapat itu dijaga oleh para pengikut Ki Gede Lenglengan, maka kemudian bangsal itu dijaga oleh para prajurit Pajang. Dalam pada itu, Pangeran Benawa dan Paksipun kemudian telah menemui Ki Tumenggung Yudatama dan Ki Ajar Permati di depan pendapa dari bangunan utama padepokan itu. Agaknya Ki Tumenggung masih mengatur para prajurit menanggapi keadaan setelah pertempuran berakhir. "Apakah Pangeran dan Paksi sudah melihat-lihat isi padepokan ini?" bertanya Ki Tumenggung. "Ya, Ki Tumenggung" jawab Pangeran Benawa. "Apakah ada yang menarik perhatian, Pangeran" Bagaimana dengan anak-anak muda dari angkatan mendatang itu?" "Kami tidak menemukan anak-anak muda itu, Ki Tumenggung" Paksilah yang menjawab. "Mungkin benar kata perempuan yang telah dapat kita tangkap lebih dahulu itu, bahwa anak-anak itu sudah dipindahkan" "Mungkin sudah ada isyarat yang dapat ditangkap oleh Ki Gede Lenglengan, bahwa pada waktu dekat, padepokannya akan diketahui oleh orang lain" "Mungkin sekali, Ki Tumenggung" Ki Ajar menganggukangguk, "mungkin kegagalan para pengikut Ki Gede Lenglengan merampok Manjung telah mengisyaratkan agar Ki Gede Lenglengan menjadi lebih berhati-hati" "Tetapi kegagalan itu baru saja terjadi" sahut Tumenggung Yudatama. "Bukan kegagalan yang terakhir" berkata Ki Ajar, "tetapi kegagalannya yang terdahulu" Ki Tumenggung Yudatama mengangguk-angguk. "Baiklah" berkata Ki Tumenggung kemudian, "mungkin untuk satu dua hari kami masih akan berada di padepokan ini, Ki Ajar. Kami
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
masih akan mengatur bagaimana sebaiknya kami membawa para tawanan, terutama yang sedang terluka parah" "Sebaiknya Ki Tumenggung memang tidak tergesa-gesa" sahut Pangeran Benawa. "Ki Tumenggung juga harus menyelesaikan persoalan sekelompok orang yang telah diperbudak oleh Ki Gede Lenglengan. Mereka dikurung dalam satu bangsal yang panjang di bagian belakang dari padepokan ini. Menurut mereka, mereka diperlakukan seperti seekor lembu. Mereka diberi makan dan minum cukup, namun kemudian mereka dipekerjakan di sawah atau di mana saja tanpa belas kasihan" Ki Tumenggung mengangguk-angguk. Sebelum mereka benar-benar memasuki padepokan itu, Pangeran Benawa sudah pernah mengatakan, bahwa di padepokan itu ada sekelompok orang yang diperlakukan sebagai budak-budak belian. "Baiklah" berkata Ki Tumenggung, "kita akan menangani mereka. Kita memang memerlukan waktu" Di sisa hari itu, Padepokan Watukambang nampak sibuk sekali. Tabib yang menyertai pasukan Pajang ke Watukambang seakan-akan tidak sempat minum karena kesibukannya. Para prajurit yang terluka dan bahkan yang parah, sangat memerlukannya. Beberapa orang prajurit yang dapat membantunya, telah berusaha berbuat apa saja yang mungkin mereka lakukan. Kecuali para prajurit, maka para pengikut Ki Gede yang terlukapun memerlukan penanganan. Meskipun mereka adalah musuh yang baru saja bertempur antara hidup dan mati, tetapi mereka tidak dapat dibiarkan dalam keadaan luka parah tanpa perawatan untuk menolong jiwanya apabila mungkin. Meskipun kelak kemudian mereka harus dihukum, tetapi mereka tidak boleh dibiarkan mati dalam keadaannya itu. Ketika malam turun, Ki Tumenggung Yudatama masih belum sempat berbicara dengan orang-orang yang dikurung oleh Ki Gede Lenglengan di bangsal panjang itu. Bahkan para
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
petugas di dapur pun hampir lupa memberi makan bagi mereka, setelah di siang hari mereka tidak makan, karena tidak ada pihak-pihak yang sempat melakukannya. Namun, meskipun Ki Tumenggung belum sempat menangani mereka, tetapi ketika senja turun, Pangeran Benawa dan Paksi telah berada di dalam bangsal yang panjang itu lagi. Orang-orang yang berada di bangsal itu tidak merasa takut lagi kepada Pangeran Benawa dan Paksi karena sikapnya yang ramah. Meskipun ia seorang pangeran, tetapi perhatiannya terhadap orang-orang kecil itu sangat besar. Dalam pembicaraannya dengan beberapa orang, maka Pangeran Benawa dan Paksi mengetahui, bahwa orang-orang yang ada di dalam bangsal itu berasal dari daerah yang berbeda-beda. Alasan mereka ditangkap dan dibawa ke padepokan itupun berbeda-beda pula. "Hamba tersesat waktu itu" berkata seorang yang sudah separo baya. "Hamba tidak tahu jalan yang harus hamba tempuh. Ternyata hal itu menyeret hamba ke dalam kesulitan yang berkepanjangan. Mula-mula hamba dituduh mematamatai padepokan ini, sehingga karena itu maka hamba harus ditangkap. Disekap dalam bilik sempit selama beberapa hari. Baru kemudian seorang di antara mereka datang untuk memeriksa hamba. Hamba sudah mengatakan apa yang sebenarnya kepada orang itu, namun orang itu tidak percaya, sehingga hambapun berada di sini" "Untuk selanjutnya menjadi budak di sini?" "Hamba, Pangeran" wajah orang itupun menjadi sayu. "Sudah berapa lama kau di sini?" "Hamba tidak dapat ingat lagi akan waktu. Bahkan hariharipun hamba tidak tahu lagi jika tidak ada orang lain yang memberitahukan kepadaku. Hamba tidak tahu, apakah hari ini Pon, Wage atau Kliwon"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Tetapi bukankah kau dapat mengingat, meskipun barangkali tidak tepat, seberapa lama kau dijadikan budak di sini?" Orang itu mengangguk-angguk. Katanya kemudian, "Mungkin sudah satu tahun" "Tentu lebih" berkata seorang yang masih nampak muda. "Aku sudah berada di sini kira-kira setahun. Sedangkan Paman sudah berada di sini lebih dahulu" "Ya, ya. Sekitar itulah" Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Sementara Paksipun bertanya kepada orang yang masih terhitung muda, "Kau kenapa berada di sini?" "Aku berkelahi dengan seseorang di dekat pasar Mungge. Aku tidak tahu siapa lawanku. Tetapi aku menyakitinya" Orang itu berhenti sejenak, lalu, "Tetapi nasibku memang buruk. Lima orang kemudian menjemputku di pasar dan membawaku bersama mereka. Ternyata aku sampai di sini" Pangeran Benawapun kemudian bertanya, "Kenapa kau berkelahi dengan orang yang tidak kau kenal itu?" "Orang itu mengganggu seorang gadis. Hamba kenal gadis itu, karena gadis itu tinggal sepadukuhan dengan hamba. Sebenarnya hamba tidak akan melawan orang yang mengganggu gadis itu. Tetapi ia melarikan diri" "Kemudian kembali bersama kawan-kawannya?" sambung Pangeran Benawa. "Hamba, Pangeran" Pangeran Benawa dan Paksi mengangguk-angguk. Banyak ceritera yang mereka dengar, kenapa orang-orang itu menjadi budak di Padepokan Watukambang. Seorang di antara merekapun kemudian berkata, "Sebenarnya tawanan yang disimpan di Watukambang ini lebih banyak dari kami yang ada di sini" "Di mana mereka sekarang?" "Sebagian dari mereka yang dianggap memenuhi syarat, dapat menyatakan kesetiaannya kepada Ki Gede Lenglengan.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Mereka akan mengalami masa-masa percobaan. Mereka mendapat perlakukan jauh lebih baik dari kami" "Kenapa kalian tidak melakukan hal yang sama dengan mereka yang menyatakan kesetiaan mereka itu?" "Merekalah yang memilih. Kami tidak tahu, dasar apakah yang mereka pergunakan untuk memilih di antara kami orangorang yang bersedia menyatakan kesetiaan. Tetapi ada orang yang telah terpilih, namun dalam waktu satu dua bulan dilemparkan kembali kemari, karena ternyata orang itu tidak memenuhi syarat" Namun tiba-tiba saja Paksi bertanya, "Apakah kau pernah melihat sekelompok anak muda yang ditangani secara khusus di padepokan ini?" Orang itu termangu-mangu sejenak. Dengan ragu-ragu orang itupun berkata, "Aku tidak tahu dengan pasti. Tetapi di sini pernah ada sekelompok anak muda yang disebut anakanak mas bagi hari depan" "Itulah yang kami maksudkan. Anak-anak muda bagi angkatan mendatang" "Ya" tiba-tiba yang lain menyahut, "itulah yang benar. Bukan bagi hari depan. Tetapi mereka adalah anak-anak mas bagi masa mendatang" "Apakah mereka sudah tidak ada di sini?" "Sudah beberapa lama kami tidak melihat kelompok itu lagi. Mereka adalah kelompok anak-anak muda yang berilmu tinggi. Mereka ditangani langsung oleh Ki Gede Lenglengan dan seorang yang kami tidak tahu" Paksi mengangguk-angguk. Namun sebenarnyalah terasa getar yang mengguncang jantungnya. "Baiklah" berkata Pangeran Benawa, "kami mengucapkan terima kasih. Meskipun kalian masih harus tetap tinggal di bangsal ini, tetapi percayalah, bahwa keadaan kalian tentu akan menjadi lebih baik" Sejenak kemudian, maka Pangeran Benawa dan Paksipun telah keluar dari dalam bangsal itu. Beberapa orang prajurit
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
bertugas berdiri tegak dengan tombak pendek di tangan mereka. Demikian Pangeran Benawa dan Paksi melangkah di hadapan mereka, maka merekapun serentak mengangguk hormat. Menjelang tidur, maka Pangeran Benawa dan Paksi masih berbincang beberapa lama dengan Ki Tumenggung Yudatama dan Ki Ajar Permati. Menurut Ki Tumenggung, tidak ada orang yang lebih baik dari Ki Ajar Permati yang dapat memimpin padepokan yang terpencil itu. "Apa yang dapat aku lakukan di sini, Ki Tumenggung" Aku hanya seorang diri. Tanpa seorang pun yang akan menjadi kawan untuk tinggal di sini. Bukankah padepokan ini harus dibersihkan setiap hari" Sawah dan ladang harus digarap. Kelengkapan sanggar harus dirawat. Bagaimana aku dapat melakukan itu semua hanya seorang diri?" "Ki Ajar akan segera mempunyai beberapa orang kawan. Orang-orang yang ditawan dan dijadikan budak oleh Ki Gede Lenglengan itu tentu ada yang dengan suka rela tinggal bersama Ki Ajar di sini. Mungkin dua atau tiga orang. Mungkin lebih. Sementara itu, Ki Ajar akan dapat memanggil beberapa orang anak muda terpilih yang dapat menjadi murid Ki Ajar, karena murid-murid Ki Ajar sebelumnya telah terbunuh" Ki Ajar termangu-mangu. Namun kemudian iapun mengangguk-angguk sambil berkata, "Baiklah. Aku akan bertanya kepada mereka yang berada di dalam bangsal yang tertutup rapat itu, Ki Tumenggung" "Besok aku akan mulai berbicara dengan mereka, Ki Ajar. Mungkin Ki Ajar, Pangeran Benawa dan Paksi akan dapat ikut serta dalam pembicaraan itu" "Baiklah, Ki Tumenggung" desis Ki Ajar kemudian. Dalam pada itu, di luar padepokan, Ki Gede Lenglengan telah berjalan semakin jauh dari padepokan. Ketika ia melarikan diri dari padepokan, ia telah bertemu dengan Ajak Bungkik yang sedang kebingungan. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Demikian Ki Gede Lenglengan melihat Ajak Bungkik, maka iapun langsung meloncat dan mencekiknya. "Ampun, Ki Gede. Ampun" wajah Ajak Bungkik itupun menjadi pucat. "Apa yang kau lakukan semalam, he" Kau tentu hanya tidur mendengkur. Kau tidak melihat sepasukan yang kuat telah mendatangi padepokan yang kita yakini tidak pernah diketahui oleh siapapun juga?" "Tidak, Ki Gede. Kami tidak tidur. Kami berjaga-jaga sampai matahari terbit" "Omong kosong. Jika demikian, kenapa kau tidak melihat pasukan yang tidak hanya terdiri dari satu dua orang. Tetapi beberapa kelompok yang sangat kuat?" "Kami sama sekali tidak melihat seorang pun, Ki Gede. Mungkin ketika kami sampai di mulut sekat, mereka sudah berada di dalam" Ki Gede Lenglengan termangu-mangu sejenak. Namun kemudian dilepaskannya tangannya dari leher Ajak Bungkik. "Setelah itu, kenapa kau tidak segera kembali, memasuki arena pertempuran membantu saudara-saudaramu?" "Kami menjadi ragu-ragu, Ki Gede. Kami tidak tahu suasana yang sebenarnya. Kami mengira bahwa padepokan itu sudah diduduki oleh para prajurit. Memang masih nampak pertempuran di sana-sini. Tetapi keadaannya benar-benar meragukan. Karena itu, aku dan kawan-kawanku memilih menunggu" "Pengecut. Seharusnya kalian turun di medan apa pun yang terjadi" "Kami mohon maaf. Sekarang kami akan melakukan apa saja yang Ki Gede perintahkan. Bahkan seandainya Ki Gede memerintahkan kami memasuki padepokan itu" "Pikiran gila. Aku tidak memerintahkan kalian untuk membunuh diri" "Apa saja yang Ki Gede perintahkan" "Ikut aku" "Ki Gede akan ke mana?"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Menghindar. Aku harus menyusun kekuatan untuk merebut padepokan itu kembali" "Masih adakah artinya?" bertanya Ajak Bungkik. "Kenapa?" "Sudah ada orang luar yang mengetahui keberadaan padepokan kita" Ki Gede Lenglengan termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya, "Kita pergi menemui anak-anak dari angkatan mendatang di padepokan mereka yang baru. Meskipun padepokan mereka letaknya tidak terpencil, tetapi keberadaan anak-anak itu di sana tetap merupakan rahasia sampai saatnya mereka dapat mengangkat beban yang diletakkan oleh angkatan sebelumnya di pundaknya" "Kami akan melakukan apa saja menurut perintah Ki Gede" Ki Gede Lenglengan itupun kemudian telah mengajak Ajak Bungkik dan beberapa orang yang bertugas bersama Ajak Bungkik itu untuk pergi meninggalkan padepokan mereka yang terpencil, yang menurut pendapat mereka tidak akan dapat diketahui oleh orang lain. Namun ternyata bahwa padepokan itu sudah direbut oleh para prajurit Pajang. Dengan cepat Ki Gede Lenglengan melewati sekat yang memisahkan padepokan itu dengan dunia di luarnya. Mereka seakan-akan telah memasuki sebuah dunia yang asing. Meskipun mereka mengenali dunia yang mereka masuki, tetapi mereka telah sering berada di dunia mereka sendiri yang terasing dan terpencil. Menurut Ki Gede, dunia yang lain itu adalah dunia yang hiruk-pikuk. Dunia yang isinya saling berkait, sehingga seakanakan mereka yang ada di dunia yang lain itu telah kehilangan kesendirian mereka. Mereka tidak mempunyai kesempatan untuk berbuat sesuatu atas namanya sendiri, bagi kepentingannya sendiri dan untuk kesenangannya sendiri. Mereka harus menghiraukan kepentingan orang lain bahkan apakah orang lain merasa terganggu atau tidak. Namun saat itu Ki Gede harus memasuki dunia yang tidak disenanginya itu, karena ia telah kehilangan dunianya sendiri.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Dunia yang seutuhnya bagi dirinya, bagi kepentingannya dan bagi kesenangannya. Jika di dunianya itu ada orang lain, maka mereka adalah penyangga-penyangga dari kepentingannya dan kesenangannya. Karena itu, betapapun sakit hatinya, namun Ki Gede Lenglengan terpaksa menjalaninya. Ia harus mulai sebuah perjalanan yang cukup panjang, mengitari kaki Gunung Merapi. Setelah untuk waktu yang panjang Ki Gede Lenglengan tidak lagi mengembara, maka perjalanan itu sangat tidak disukainya. Sementara itu padepokannya telah diduduki oleh para prajurit Pajang. Ketika kemudian malam turun, maka Ki Gede Lenglengan itu mengumpat-umpat sepuas-puasnya. Ia harus tidur di sembarang tempat. Mula-mula Ki Gede ingin minta ijin menginap di sebuah banjar padukuhan. Bahkan Ki Gede sudah berniat untuk boleh atau tidak boleh tidur di banjar itu. Namun Ki Gede masih juga merasa cemas, jika saja Ki Ajar Permati dan beberapa orang prajurit yang terpilih melacaknya, mungkin mereka akan dapat menemukannya. Ternyata Ki Gede merasa segan untuk berhadapan dengan Ki Ajar Permati sebelum ia sempat membenahi diri dan ilmunya, yang ternyata masih belum dapat menyamai tataran ilmu Ki Ajar Permati. Karena itu, Ki Gede Lenglengan itu telah mengajak Ajak Bungkik dan kawan-kawannya untuk bermalam di tempat terbuka. Udara terasa betapa dinginnya. Titik-titik embun terasa sangat mengganggu Ki Gede Lenglengan. Biasanya ia berada dalam sebuah bilik yang hangat. Yang dilayani oleh orangorang yang sangat patuh kepadanya. Setiap saat ia dapat memerintahkan orang-orangnya itu untuk menyediakan minuman hangat baginya. Tetapi Ki Gede itu tidak mempunyai pilihan lain. Malam itu Ki Gede tidur di tempat yang terbuka tanpa selimut selain kain
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
panjangnya sendiri. Hampir semalaman Ki Gede tidak dapat tidur. Ia merasa dirinya tersiksa dengan keadaannya itu. Di Padepokan Watukambang, Paksi juga tidak dapat memejamkan matanya. Ia selalu memikirkan adiknya yang masih belum dapat diketemukannya. Berbagai macam pikiran hinggap di kepalanya. Bahkan kemudian telah tumbuh bayangan-bayangan yang mengerikan tentang adiknya itu. Di bawah bimbingan Ki Gede Lenglengan, adiknya itu tidak saja mendapat bimbingan dalam olah kanuragan, tetapi tentu kepalanya juga diracuni dengan bayangan-bayangan yang salah tentang angkatan mendatang. "Jika adikku berilmu tinggi, maka apakah yang akan dilakukannya" Aku akan menjadi semakin sulit untuk mendekatinya dan berbicara dengan baik. Ia sudah terlanjur membentangkan jarak di antara kami berdua" berkata Paksi di dalam hatinya. Paksi menjadi ngeri membayangkan, betapa ia harus berhadapan dengan adiknya, meskipun berbeda ayah. Apakah mungkin ia harus menyakiti dan apalagi membunuh adiknya" Jika hal itu tidak dilakukannya, apakah mungkin ia membiarkan dirinya dibunuh oleh adiknya" Sungguh kematian yang sia-sia setelah sekian lamanya ia mencari adiknya untuk mengentaskannya dari dunia yang gelap itu. Pikiran Paksi memang menjadi kalut. Di dini hari, Paksi terkejut ketika ia mendengar Pangeran Benawa bertanya kepadanya, "Kau belum tidur?" Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Sulit bagi hamba untuk dapat tidur malam ini, Pangeran" "Panggil aku Wijang" "Tidak di antara para prajurit dan di hadapan Ki Tumenggung Yudatama" Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu Paksipun bertanya, "Pangeran juga belum tidur?" "Hampir. Aku masih mempunyai waktu sebentar untuk tidur"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Paksi tidak bertanya lagi. Iapun mencoba untuk menyingkirkan angan-angannya dan mencoba untuk tidur di sisa malam yang tinggal sedikit itu. Namun oleh perasaan letih lahir dan batin, Paksipun sempat tertidur meskipun hanya beberapa saat yang pendek. Di keesokan harinya, seperti yang dikatakan oleh Ki Tumenggung, maka Ki Tumenggung akan bertemu dengan orang-orang yang ditawan oleh Ki Gede Lenglengan. Bersama Ki Ajar Permati, Pangeran Benawa dan Paksi, Ki Tumenggung itu duduk di ruangan yang tidak terlalu luas, di sebelah bangsal tempat para tawanan itu disekap. "Panggil orang pertama" bertanya Ki Tumenggung kepada seorang lurah prajurit. "Dari mana kita mulai, Ki Tumenggung" Dari yang tua atau yang muda, atau dari sisi mana kita memandangnya?" "Lakukan dengan acak. Yang mana saja yang kau panggil lebih dahulu" Lurah prajurit itu mengangguk. Iapun kemudian melangkah menuju ke bangsal di sebelah. Seorang demi seorang telah dipanggil oleh Ki Lurah dan dibawa menghadap Ki Tumenggung. Berbagai macam pertanyaan sudah diajukan. Sebagian dari jawaban-jawaban itu sudah didengar oleh Pangeran Benawa dan Paksi, karena mereka sudah lebih dahulu bertanya. Namun dalam pada itu, Ki Ajar Permatipun memperhatikan jawaban-jawaban setiap orang yang dibawa menghadap Ki Tumenggung dengan seksama. Mungkin terselip hal-hal yang berarti bagi dirinya, karena Ki Tumenggung memang menginginkan beberapa orang bersedia tinggal di padepokan itu. Tetapi jika mungkin beberapa orang itu akan dipilihnya dari antara orang-orang yang ditawan itu. Namun dalam pada itu. Pangeran Benawa sempat mengingatkan, "Ki Tumenggung, orang-orang itu bukan tawanan kita. Mereka adalah tawanan Ki Gede Lenglengan" "Ya. Kenapa?"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Sikap Ki Tumenggung agak terlalu keras terhadap mereka. Justru mereka menginginkan perlindungan dari kita" Ki Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Baiklah, Pangeran. Tetapi kita tidak dapat bersikap terlalu lunak kepada mereka, meskipun mereka bukan tawanan kita. Baru saja mereka menghadapi sikap yang sangat keras dari Ki Gede Lenglengan. Jika kita terlalu lunak, maka yang nampak pada mereka adalah kelemahan, sehingga mereka menduga, bahwa mereka akan dapat memanfaatkan kelemahan itu bagi kepentingan mereka" "Tetapi yang kita lihat, mereka menjadi ketakutan. Bukankah kita berharap bahwa mereka menganggap kita bukan hantu yang sama menakutkannya dengan Ki Gede Lenglengan" Atau bahkan lebih lagi?" Ki Tumenggung Yudatama mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah, Pangeran. Aku akan bersikap lebih baik" Sebenarnyalah, Ki Tumenggung menjadi sedikit lebih lunak menghadapi orang-orang yang berada di bangsal tahanan itu. Namun dengan demikian, maka pertanyaan-pertanyaan Ki Tumenggung mendapat jawaban yang lebih lancar dan terbuka. Ki Ajar sempat menemukan beberapa orang yang dianggapnya akan dapat membantunya. Bahkan mungkin di antara mereka akan bersedia mempelajari ilmu kanuragan seberapa jauh dapat mereka capai. Bahkan jika kemudian orang itu memenuhi syarat, ia akan dapat menjadi murid utama Ki Ajar Permati yang sudah tidak mempunyai siapasiapa lagi. Ki Tumenggung memerlukan waktu sehari penuh untuk berbicara dengan mereka seorang-seorang. Ki Tumenggung hanya beristirahat di waktu makan siang dan di sore hari, untuk minum minuman hangat dan makan beberapa potong makanan. Namun dalam pembicaraan itu, Ki Tumenggung menemukan kesimpulan bahwa orang-orang itu adalah orangorang yang malang. Mereka tersuruk ke dalam sarang Ki Gede
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Lenglengan untuk mengalami penderitaan dalam waktu yang lama. Bahkan beberapa orang dapat menunjukkan bilur-bilur di kulit mereka akibat penganiayaan yang sewenang-wenang. Bilur-bilur itu ada yang terdapat di punggung, di lambung, lengan dan paha. Bahkan hampir di mana pun. Ada pula yang terdapat di wajah menyilang menyentuh mata. "Bagaimana menurut pendapat Ki Ajar?" bertanya Ki Tumenggung. "Kita bebaskan mereka" "Untuk kepentingan Ki Ajar sendiri?" "Aku ingin berbicara dengan sepuluh orang di antara mereka. Kecuali mereka memiliki tubuh dan benih kekuatan daya tahan tubuh sehingga mereka akan dapat pulang sehari dua hari kapan saja mereka kehendaki" "Baiklah, Ki Ajar. Besok aku berikan waktu kepada Ki Ajar untuk berbicara dengan mereka" "Tidak usah besok, Ki Tumenggung. Nanti malam aku dapat berbicara dengan mereka sepuluh orang" "Terserah saja kepada Ki Ajar jika itu yang Ki Ajar kehendaki" Sebenarnyalah, setelah beristirahat menjelang sampai lewat senja, maka seorang lurah prajurit telah memanggil sepuluh orang di antara mereka yang berada di dalam bangsal tahanan itu. Sepuluh orang yang pada umumnya masih muda-muda itu menjadi cemas. Mereka tidak tahu, untuk apa mereka dipanggil secara khusus. Kesepuluh orang itu diterima oleh Ki Ajar Permati, Pangeran Benawa dan Paksi. Mereka tidak perlu datang menemui Ki Ajar seorang demi seorang. Tetapi Ki Ajar telah menerima mereka bersepuluh bersama-sama. Ki Ajar tidak mulai dengan pertanyaan yang melingkarlingkar. Karena mereka sudah berbicara dengan Ki Tumenggung, yang juga didengar oleh Ki Ajar, maka Ki Ajar itu ingin langsung saja ke persoalannya.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Aku ingin menanyakan satu sikap dari kalian" berkata Ki Ajar Permati. -ooo00dw00ooo Jilid 34 KESEPULUH orang itu masih saja berdebar-debar. Mereka menebak-nebak di dalam hati, apakah kira-kira yang akan dikatakan oleh Ki Ajar Permati. "Anak-anakku" berkata Ki Ajar Permati kemudian, "apakah kalian ingin segera pulang ke kampung halaman?" Beberapa orang saling berpandangan. Keragu-raguan yang sangat nampak membayang di wajah mereka. Tidak seorang pun di antara mereka yang menjawab. Ki Ajar Permatipun tersenyum. Ia dapat mengerti, kenapa orang-orang itu dibayangi oleh keragu-raguan. "Anak-anakku" berkata Ki Ajar Permati kemudian, "baiklah aku beritahukan, Ki Tumenggung sudah mengambil keputusan, bahwa kalian semuanya akan dibebaskan. Kalian semuanya yang pernah ditawan dan diperlakukan tidak wajar di padepokan ini, akan diperkenankan pulang ke rumah kalian" Sepercik kegembiraan telah memuncul dari wajah-wajah mereka. Seorang yang tidak dapat mengendalikan dirinya bergeser setapak maju sambil bertanya, "Jadi, apakah kami boleh segera pulang?" "Besok kalian boleh pulang" "Besok kami boleh pulang?" sahut yang lain. "Ya" Ki Ajar Permati mengangguk-angguk. Seorang lagi di antara mereka bergeser setapak maju sambil bertanya untuk meyakinkan pendengarannya, "Jadi besok kami sudah dapat meninggalkan neraka ini?" "Ya. Kalian akan bebas" "Ternyata Yang Maha Agung tidak meninggalkan kami" desis orang itu sambil mengusap matanya yang basah. Katanya selanjutnya dengan suara sendat, "Ibuku sudah
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
menjadi semakin tua. Ayahku sudah tidak ada. Aku mempunyai tiga orang adik yang harus dihidupi" "Kau belum beristri?" Orang itu menggeleng. Katanya, "Belum, Ki Ajar" "Apakah adikmu perempuan atau laki-laki?" "Seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Aku berharap adikku laki-laki sudah dapat membantu ibu mengerjakan sawah, sedang adikku perempuan dapat mengerjakan pekerjaan di rumah" Ki Ajar Permati mengangguk-angguk. Katanya, "Keluargamu tentu akan merasa sangat gembira menerima kau kembali kepada mereka" "Ya, Ki Ajar" Namun dengan demikian, maka Ki Ajar itu pun berkata di dalam hatinya, "Anak ini sangat diperlukan oleh keluarganya. Apakah aku akan memberikan tawaran kepadanya untuk tinggal di padepokan ini?" Namun akhirnya Ki Ajar Permati berpendapat, bahwa ia hanya ingin menawarkan kesempatan. Apakah kesempatan itu akan dipergunakan atau tidak, tergantung sekali kepada kesepuluh orang itu. Karena itu, maka beberapa saat kemudian, Ki Ajar Permati itupun mulai berbicara tentang niatnya untuk mendapatkan beberapa orang yang bersedia tinggal bersamanya di padepokan itu. "Jangan salah paham" berkata Ki Ajar kepada mereka kemudian. "Bukan maksudku untuk menghambat kebebasan kalian. Yang aku katakan itu tidak lebih hanya satu tawaran. Besok kalian akan pulang ke rumah kalian masing-masing. Aku akan menunggu, siapa di antara kalian yang bersedia kembali, akan aku terima dengan senang hati. Jika aku mengundang kalian sekarang ini, karena menurut pendapatku, kalian masih muda, sehingga masih banyak kemungkinan yang dapat terjadi atas kalian di masa mendatang. Kepada kalianlah aku memberikan tawaran. Tidak kepada orang-orang yang lebih tua. Tetapi tawaranku ini dapat kalian tolak jika kalian tidak
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
tertarik. Mungkin kalian melihat kemungkinan yang lebih baik dari masa depan kalian lewat jalan yang lain" Seorang anak muda yang bertubuh tinggi bertanya, "Apakah yang akan kami lakukan dan bekal apakah yang akan kami dapatkan bagi masa depan kami jika kami berada di padepokan ini" Selama ini kami sudah banyak kehilangan waktu. Bahkan kami pun sudah berputus-asa dan menganggap bahwa hidup kami adalah sia-sia" "Anak muda" jawab Ki Ajar Permati, "padepokan ini, sebelum dikuasai oleh Ki Gede Lenglengan, adalah padepokan yang aku bangun bersama beberapa orang muridku. Pada kesempatan lain akan aku ceriterakan, apakah yang pernah terjadi di padepokan ini sehingga aku terusir, bahkan hampir saja aku mati. Tetapi Yang Maha Agung agaknya masih belum menghendaki hal itu terjadi" Ki Ajar berhenti sejenak. Sepuluh orang yang dipanggilnya itu mendengarkannya dengan seksama. "Di sini kalian akan belajar berbagai macam pengetahuan menurut batas-batas pengetahuanku. Tentang olah kanuragan, tentang menggarap sawah, sedikit tentang kerajinan bambu, kayu, besi, tanah, mengenali lingkungan dan alam dan lain-lain yang perlu sebagai bekal masa depan. Tetapi sekali lagi, hanya sebatas pengetahuanku. Kalian tidak dapat menuntut terlalu banyak" Keterangan Ki Ajar itu sangat menarik. Tetapi seorang anak muda telah bertanya, "Tetapi bukankah kami tidak akan dipekerjakan lagi sebagai seekor kerbau?" "Kita akan bekerja keras. Mungkin sekeras apa yang pernah kalian lakukan. Tetapi dengan kesadaran memiliki padepokan ini, sehingga kemauan kerja itu akan tumbuh dari dalam diri kita sendiri. Kalian tidak boleh salah menilai kehidupan yang akan kita bangun di padepokan ini, seolah-olah kitalah yang menjadi Yang Dipertuan. Kemudian para budak-budaklah, sebagaimana kalian pada masa kepemimpinan Ki Gede Lenglengan, yang bekerja keras melayani kita. Kita memang akan menjadi Yang Dipertuan di padepokan ini, tetapi kita
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
pulalah yang akan menjadi budak-budak itu atas kemauan kita sendiri" Kesepuluh orang yang mendengarkan itupun menganggukangguk kecil. Mereka mengerti maksud Ki Ajar Permati. "Karena itu, kalian dapat menentukan pilihan. Yang sudah berada di padepokan ini sehari dua hari, sebulan atau setahun, namun kemudian tidak kerasan, mereka setiap saat dapat meninggalkan padepokan ini" Sejenak suasana menjadi hening. Sepuluh orang itu nampaknya sedang memikirkan tawaran Ki Ajar Permati. "Kalian mempunyai waktu untuk membuat pertimbanganpertimbangan. Besok kalian akan pulang. Keluarga kalian sudah lama menunggu. Kalian dapat membicarakan tawaranku ini dengan keluarga kalian. Baru setelah tiga atau empat hari, kalian mengambil keputusan. Siapa yang menerima tawaranku, akan kembali ke padepokan ini. Siapa yang tidak menerima, biarlah mereka tidak kembali lagi" "Tetapi bagaimana kami dapat sampai ke padepokan ini seorang diri seandainya aku ingin kembali" Kecuali jalan terlalu rumit, mungkin aku akan bertemu dengan sisa-sisa para pengikut Ki Gede Lenglengan" "Aku akan menunggu kalian selama lima hari di penginapan Manjung. Kita akan bersama-sama naik ke padepokan ini" Orang-orang itu mengangguk-angguk. Seorang di antara mereka berkata, "Terima kasih atas kesempatan ini, Ki Ajar. Kami akan memikirkannya serta memperbincangkannya dengan keluarga kami" "Baiklah. Tetapi ingat, bahwa kita akan bekerja keras. Mungkin sekeras sebagaimana pernah kalian lakukan. Namun yang akan kita lakukan itu akan berarti bagi kita pula. Tidak bagi orang lain" Demikianlah, maka kesepuluh orang itupun telah dikembalikan ke bangsal yang diperuntukkan bagi mereka. Pangeran Benawa telah memberitahukan kepada mereka, bahwa mereka boleh mengabarkan kabar kebebasan itu
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
kepada kawan-kawan mereka, para tawanan di Padepokan Watukambang itu. "Biarlah malam nanti mereka dapat tidur nyenyak di malam terakhir mereka berada di padepokan ini, kecuali mereka yang kelak berniat untuk kembali ke padepokan ini" Kabar kebebasan itu benar-benar telah menggemparkan seisi bangsal. Ketika seorang dari sepuluh orang yang menghadap Ki Ajar Permati itu mewakili kawan-kawannya menyampaikan keputusan Ki Tumenggung bahwa esok mereka dapat meninggalkan padepokan itu, maka orangorang sebangsal itupun telah bersorak. Bahkan ada di antara mereka yang terduduk di pembaringan sambil menangis terisak-isak seperti anak-anak. Pangeran Benawa dan Paksi yang mendengar sorak itu tersenyum. Mereka ikut merasakan kegembiraan yang meledak dari mereka yang sudah merasa terlalu lama diperlakukan seperti seekor binatang. Mereka yang kebebasannya terbelenggu. Bahkan Pangeran Benawa itupun kemudian berkata kepada Paksi, "Marilah, kita lihat mereka" "Marilah, Pangeran" Pangeran Benawapun kemudian berkata kepada Ki Ajar Permati, "Kami akan ikut bergembira bersama mereka, Ki Ajar" "Silahkan, Ngger. Sudah sepantasnya kita ikut bergembira bersama mereka yang sedang bergembira. Tetapi kita juga ikut berprihatin bersama mereka yang sedang menyandang duka" "Ya, Ki Ajar. Aku mengerti" "Bahkan Pangeran dan Angger Paksi telah melakukannya" Pangeran Benawa tersenyum sambil mengangguk hormat. Orang-orang yang sedang bersuka-ria di bangsal tahanan itu tertegun ketika mereka melihat pintu bangsal itu terbuka. Demikian mereka melihat Pangeran Benawa dan Paksi memasuki ruangan, maka berebut mereka mendapatkannya. Sebagian langsung berlutut dan berusaha menyentuh kaki
Petualang Asmara 18 Kucing Suruhan Karya S B Chandra Pendekar Pedang Sakti 3

Cari Blog Ini