Ceritasilat Novel Online

Jejak Di Balik Kabut 44

Jejak Di Balik Kabut Karya Sh Mintardja Bagian 44


Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Sementara itu, seorang yang bertubuh agak gemuk berkata lantang, "Aku setuju. Selanjutnya kita akan bersiap untuk menghadapi para perampok. Seandainya kita tidak menangkap kedua orang ini, maka kita pun harus bersiap menghadapi para perampok itu. Kita tidak mau menjadi lahan yang subur dari para perampok dengan membiarkan mereka mengambil apa saja yang mereka maui di padukuhan kita ini" Tiba-tiba saja seperti meledak orang-orang itupun berteriak, "Kita hukum mereka. Kita hukum mereka" Seorang yang bertubuh tinggi agak kekurus-kurusan berteriak melengking di antara suara yang gaduh itu, "Aku tahu bahwa Ki Bekel adalah orang yang berilmu tinggi. Karena itu, para perampok itu tidak akan berarti apa-apa bagi Ki Bekel. Pada beberapa waktu yang lalu, Ki Bekel tidak sempat menghadapi para perampok itu karena yang terjadi adalah demikian tiba-tiba" Ki Bekel itupun menggeretakkan giginya. Dengan lantang iapun kemudian berkata, "Tangkap mereka. Jika keduanya melawan, biarlah aku yang menyelesaikannya" Orang-orang yang berada di halaman itupun serentak telah bergerak. Mereka membuat lingkaran mengepung Wijang dan Paksi yang berdiri termangu-mangu. "Orang-orang ini sulit diajak berbicara" berkata Wijang. "Kita sudah mencoba untuk menghindari kekerasan. Namun nampaknya dendam orang-orang padukuhan ini sangat mendalam, sehingga nalar mereka menjadi kabur di bawah bayang-bayang dendam mereka" sahut Paksi. "Pernyataan Ki Demang tidak mampu melunakkan hati Ki Bekel yang selain juga mendendam, ia juga seorang yang mudah tersinggung, agak tinggi hati dan kurang menghargai orang lain, terutama dari tataran terendah" "Apa yang harus kita lakukan?" "Meloloskan diri. Bukankah kita tidak akan membiarkan korban jatuh di padukuhan ini?" "Ya. Aku sependapat"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Wijang dan Paksi tidak mempunyai banyak waktu untuk membicarakan sikap yang akan mereka ambil. Namun mereka sama sekali tidak berniat untuk menciderai seseorang. Jika itu terjadi, tentu tidak disengaja atau karena mereka tidak mempunyai pilihan lain. "Ki Sanak" berkata Wijang kemudian kepada orang-orang yang mengepungnya, "dengarlah baik-baik, Ki Sanak. Kami sama sekali tidak berniat untuk bermusuhan dengan kalian. Tetapi jika kalian tetap berniat menangkap kami, maka tentu saja kami berkeberatan. Jika dalam gesekan kewadagan ini ada di antara kalian yang terpaksa kami sakiti, kami minta maaf sebelumnya" Tetapi Ki Bekel yang marah itu masih saja menjadi salah paham. Dengan garang iapun berkata, "Ternyata kalian adalah orang-orang yang sangat sombong. Siapapun kalian, maka kami akan menangkap kalian hidup atau mati" "Jangan berkata begitu, Ki Bekel. Jangan gege pati. Akibatnya akan dapat tidak baik" "Persetan kalian. Jika demikian, menyerahlah. Kami akan mengikat kalian pada pohon jambu air itu" "Itulah yang tidak aku senangi" jawab Wijang. "Senang atau tidak senang, aku tidak peduli" "Akibatnya akan berbeda. Jika aku tidak senang terhadap perlakuanmu, maka aku pun dapat membuat kalian tidak senang" "Cukup. Tangkap mereka dan ikat pada pohon jambu itu" Orang-orang yang mengepung Wijang dan Paksi itupun segera bergerak maju. Tetapi Wijang dan Paksi tidak membiarkan orang-orang itu menyentuh tubuh mereka. Paksipun segera memutar tongkatnya di atas kepalanya, sementara Wijang yang bergeser menjauhpun telah bersiap pula. Tiga orang yang pertama mendekati dan menggapai lengannya, telah terlempar jatuh. Seorang yang bertubuh agak gemuk itulah yang kemudian meloncat menyergap
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Wijang dari belakang. Dengan tangannya yang kokoh orang itu menyekap kedua lengan Wijang. "Pukul perutnya" teriak orang yang agak gemuk itu. Orang yang tinggi besar itulah yang datang mendekat bersama dua orang kawannya. Tetapi sebelum orang itu sempat memukulnya, Wijang telah mengibaskan orang itu. Demikian kerasnya, sehingga sekapan orang itu terlepas. Bahkan orang itu telah terpelanting dan jatuh menimpa kawan-kawannya. Orang yang bertubuh tinggi besar itu tertegun melihat kawannya yang dianggapnya mempunyai tenaga yang sangat besar itu terlepas. Tetapi sejenak kemudian orang itupun menyergap Wijang dengan garangnya. Namun yang terjadi kemudian sama sekali tidak dapat dimengerti oleh orang-orang yang sedang berusaha menangkap Wijang dan Paksi itu. Tiba-tiba saja mereka melihat orang yang bertubuh tinggi besar itu terangkat tinggitinggi di atas kepala pengembara itu. Kemudian tubuhnya diputar semakin lama semakin cepat. Ketika tubuh itu dilepaskan, maka tubuh itu telah terlempar ke dalam kerumunan orang-orang yang sedang bergerak maju mendekati Wijang. Terdengar beberapa orang berteriak. Namun suara teriakan itupun telah diatasi oleh teriakan yang lain. Dua orang terhuyung-huyung dan jatuh terbanting di tanah. Seorang memegangi dadanya, seorang lagi memegangi lambungnya. Ternyata tongkat Paksi telah menyentuh dada dan lambung kedua orang itu. Hanya sentuhan kecil. Tetapi sentuhan itu terasa bagaikan petir yang menyambar. Orang-orang yang mengepung Wijang dan Paksi itupun tiba-tiba telah bergeser surut. Beberapa orang tengah menolong orang-orang yang terjatuh karena tertimpa oleh kawan-kawannya. Oleh orang yang bertubuh tinggi besar serta orang yang agak gemuk itu. Sementara itu orang yang menimpa mereka itupun masih menyeringai menahan sakit di
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
punggungnya. Baru kemudian merekapun berusaha untuk bangkit berdiri. Sementara itu, dua orang yang tersentuh tongkat Paksi, merangkak keluar dari arena. Rasa-rasanya mereka tidak lagi dapat bangkit berdiri. Bahkan ketika kawan-kawannya membantunya, rasa-rasanya keduanya tidak lagi memiliki tenaga. "Sudahlah" berkata Wijang kemudian, "jangan memaksa kami berbuat lebih kasar lagi. Sampai saat ini kami masih tetap menahan diri. Tetapi jika kalian masih saja mendesak dan memaksa kami, mungkin sekali kesabaran kami akan sampai ke batas" Orang-orang padukuhan itu termangu-mangu. Tidak seorang pun yang menyahut. Tetapi sebagian besar dari mereka memandang Ki Bekel dengan tajamnya. "Hanya Ki Bekel yang dapat melakukannya" berkata orangorang itu di dalam hatinya. Sebenarnyalah bahwa jantung Ki Bekel itupun bagaikan terbakar. Sebagai seorang yang berkedudukan tertinggi di padukuhan itu, ia merasa bertanggung jawab. Ki Bekel itupun merasa bahwa dirinya telah berbekal ilmu ketika ia menjabat kedudukan yang diwarisinya dari ayahnya. Sejak ia masih remaja, ayahnya telah mempersiapkannya dengan baik. Ia telah dikirim pada seorang guru yang mempersiapkannya bukan saja sebagai seorang pemimpin, tetapi juga dalam olah kanuragan. Karena dengan kepercayaan diri yang tinggi, Ki Bekel itupun melangkah maju sambil berkata lantang, "Minggirlah. Aku akan menangkap mereka berdua. Tetapi jangan urai kepungan ini agar mereka tidak dapat melarikan diri" "Ki Bekel" berkata Wijang, "kami tidak pernah menduga bahwa akan terjadi akibat yang sangat buruk ini. Aku minta Ki Bekel mempertimbangkan sikap Ki Bekel. Biarkan kami pergi. Seperti yang kami katakan sejak awal, kami tidak bermaksud buruk. Kami pun sudah mencoba dengan berbagai cara dan alasan agar tidak terjadi kekerasan seperti ini"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Persetan dengan celotehmu itu. Menyerah atau kalian akan menyesali kesombongan kalian" "Ki Bekel, seharusnya Ki Bekel dapat menilai sikap Ki Demang. Kenapa Ki Demang tidak berniat menangkap kami" "Kalian dapat mengelabuhinya. Tetapi kalian tidak dapat mengelabui aku" Wijang menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Sekali lagi aku mohon, Ki Bekel. Biarkan kami pergi" "Cukup. Menyerah atau bersiaplah. Aku akan menangkap kalian berdua" Wijang melangkah selangkah maju sambil berkata kepada Paksi, "Biarlah aku melakukannya, Paksi. Awasi saja orangorang yang mengepung kita" Paksi mengangguk sambil berdesis, "Baiklah. Hati-hatilah" Wijang mengangguk. Iapun menyadari, bahwa menilik sikapnya Ki Bekel tentu bukan orang kebanyakan. "Apa yang akan kau lakukan?" bertanya Ki Bekel. "Melawan. Aku tidak mau ditangkap" "Bagaimana dengan yang seorang lagi?" "Biarlah adikku menjadi saksi. Aku akan menghadapimu Ki Bekel. Kau telah memaksaku untuk melakukannya" "Persetan. Ternyata kau lebih sombong dari dugaanku" "Aku ingin menjelaskan dengan cara ini kepadamu, bahwa seorang pemimpin tidak boleh menuduh seseorang melakukan kejahatan dengan semena-mena. Seorang pemimpin juga tidak boleh meremehkan orang-orang yang dianggapnya termasuk pada tataran pergaulan yang terendah. Yang kau lakukan Ki Bekel, merupakan kesalahan yang sangat besar yang akan kau sesali kemudian" "Cukup. Kau kira sesorahmu itu dapat melunakkan hatiku?" Wijang menarik nafas dalam-dalam. Tetapi iapun kemudian telah bersiap menghadapi Ki Bekel yang marah itu. Dalam pada itu Paksi telah bergeser ke samping. Seperti pesan Wijang, maka iapun mengawasi orang-orang yang sedang mengepung mereka berdua.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Ki Bekel yang juga sudah berada di dalam kepungan itupun melangkah mendekati Wijang sambil menggeram, "Bersiaplah. Aku akan menghancurkan kebanggaan dan kesombonganmu serta gerombolanmu" Wijang tidak menjawab. Tetapi iapun melangkah mendekat pula. Namun tiba-tiba saja Ki Bekelpun telah meloncat menyerang. Tangannya dengan cepat terjulur lurus ke arah dada Wijang. Namun Wijangpun dengan cepat mengelak. Ia belum menjajagi kekuatan dan kemampuan Ki Bekel sehingga ia masih harus berhati-hati menghadapinya. Serangan-serangan Ki Bekelpun kemudian datang beruntun. Cepat dan berbahaya. Sekali-sekali Wijang dengan sengaja menyentuh serangan-serangan itu. Menangkis sambil mengelak. Dengan demikian, maka beberapa saat kemudian Wijangpun berhasil menjajagi kekuatan dan kemampuan Ki Bekel. Iapun kemudian dengan cepat pula dapat mengukur, seberapa jauh kemampuan Ki Bekel di dalam olah kanuragan. Namun Wijangpun menyadari, bahwa, Ki Bekel itu tentu masih belum mengerahkan segenap kemampuannya. Karena itu, maka Wijangpun telah berusaha memancing, seberapa tinggi puncak kemampuan Ki Bekel itu. Karena itulah maka Wijang tidak hanya sekedar menangkis dan menghindar. Tetapi Wijangpun kemudian telah menghentak pula menyerang. Serangan-serangan Wijang yang datang membadai itu telah mengejutkan Ki Bekel. Ia tidak mengira bahwa anak muda pengembara itu mampu berbuat sebagaimana dilakukan itu. Karena itu, maka Ki Bekelpun segera berloncatan surut untuk mengambil jarak. Wijang tidak memburunya. Ia melihat betapa wajah Ki Bekel menjadi tegang. Nafasnya mengalir semakin cepat. Rasa-rasanya sulit untuk mempercayai tataran kemampuan pengembara itu.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Ki Bekel" berkata Wijang kemudian, "sekali lagi aku minta Ki Bekel berpikir jernih. Aku akan pergi. Jangan halangi jalanku atau aku akan membuka jalanku sendiri. Jika aku harus membuka jalanku sendiri, maka aku tidak bertanggung jawab atas segala akibat yang dapat timbul" Ki Bekel itu menggeram. Ia tidak mau melihat kenyataan itu. Karena itu, maka iapun berkata, "Aku akan membungkam mulutmu" Wijang tidak sempat menjawab. Orang itu tiba-tiba saja telah meloncat menyerang dengan garangnya. Kakinya terjulur mengarah ke lambung. Tetapi Wijang dengan sigapnya menghindar. Bahkan sambil berputar kaki Wijang telah menyambar dada Ki Bekel. Ki Bekel itupun terhuyung-huyung. Namun akhirnya ia tidak dapat mempertahankan keseimbangannya, sehingga Ki Bekel itupun jatuh terlentang. Ki Bekel berusaha untuk segera melenting berdiri. Namun demikian ia bangkit, tangan Wijang telah menyambar tengkuknya, sehingga sekali lagi Ki Bekel itu jatuh. Tertelungkup. Ki Bekel itu mengerang kesakitan. Wajahnya menjadi kotor oleh debu. Bahkan terasa pahit di mulutnya yang menjadi sangat kotor. Betapa kemarahan membara di jantungnya. Namun Ki Bekel itu tidak segera dapat bangkit berdiri. Sekali terdengar ia mengerang kesakitan. Sementara itu, Wijangpun bergeser mundur. Iapun segera memberi isyarat kepada Paksi. Sebagaimana mereka putuskan, bahwa mereka akan berusaha meloloskan diri dari orang-orang padukuhan itu. Dengan demikian, maka Wijang dan Paksi akan menghindari kemungkinan yang lebih buruk lagi. Paksilah yang kemudian berjalan di depan sambil memutar tongkatnya. Orang-orang yang mengepung Wijang dan Paksi itu terkejut melihat keadaan Ki Bekel. Menurut anggapan para penghuni padukuhan itu, Ki Bekel adalah orang yang tidak
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
terkalahkan. Namun melawan anak muda pengembara itu, Ki Bekel seakan-akan menjadi tidak berdaya. Karena itu, maka orang-orang yang mengepung Wijang dan Paksi itupun menjadi gelisah. Bahkan kemudian perasaan takut pun mulai menyelinap di hati mereka. Sehingga ketika Paksi memutar tongkatnya sambil melangkah ke arah regol yang sedang diperbaiki itu, orang-orang yang mengepungnya telah menyibak. Sebelum Ki Bekel dapat bangkit dan memberikan aba-aba, maka Wijang dan Paksipun telah menghambur keluar regol halaman. Keduanyapun kemudian berlari menjauhi regol halaman rumah Ki Bekel itu. Bukan karena ketakutan, tetapi justru perasaan khawatir, bahwa karena tingkah laku mereka, di padukuhan itu akan jatuh korban. Rasa-rasanya memang aneh bagi Wijang dan Paksi yang harus berlari kencang seperti dua ekor tupai yang diburu oleh anak-anak sepadukuhan. Ketika Ki Bekel kemudian bangkit berdiri sambil mengusap wajahnya yang kotor oleh debu dan tanah berpasir, serta darah yang meleleh di sela-sela bibirnya, karena dua buah giginya patah ketika ia jatuh terjerembab, maka iapun segera bertanya, "Di mana pengembara edan itu?" Orang-orang yang berada di halaman itu saling berpandangan. Tetapi tidak seorang pun yang menjawab. "Di mana kedua iblis itu, he?" Orang yang bertubuh tinggi besar yang punggungnya masih terasa sakit itupun menjawab, "Mereka melarikan diri, Ki Bekel" "Lari" Dan kalian tidak berusaha menangkap mereka?" "Bagaimana mungkin kami dapat melakukannya, Ki Bekel?" "Jadi kalian yang jumlahnya sekian banyak itu tidak berani menangkap hanya dua orang pengembara?" Seorang yang bertubuh agak gemuk itupun berdesis, "Mereka mempunyai ilmu iblis, Ki Bekel" Ki Bekel termangu-mangu sejenak. Namun Ki Bekel itupun sempat mengingat-ingat, apa yang telah terjadi atas dirinya
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
hampir di luar sadarnya. Dengan kain panjangnya ia mengusap wajahnya beberapa kali. Beberapa goresan nampak di dahi dan hidungnya. Namun Ki Bekel tidak dapat menyalahkan orang-orang yang berada di halaman rumahnya. Ki Bekel tahu, bahwa kedua orang pengembara itu ternyata memiliki ilmu yang tinggi. Bahkan dirinya tidak mampu berbuat apa-apa menghadapi seorang saja di antara mereka. "Biarlah iblis itu lari" desis Ki Bekel kemudian. "Jika saja mereka tidak lari, aku akan membunuh mereka" Orang-orang yang berada di halaman itu tidak ada yang menyahut. Tetapi mereka melihat kenyataan di hadapan mereka, bahwa Ki Bekel itu tentu akan dikalahkan seandainya perkelahian itu akan berlanjut. Untuk beberapa saat lamanya orang-orang yang berada di halaman rumah itu saling berdiam diri. Baru kemudian Ki Bekel itupun berkata, "Pulanglah. Tetapi jangan kehilangan kewaspadaan. Mungkin kedua pengembara itu akan kembali bersama dengan kawan-kawannya" Orang-orang padukuhan itupun kemudian telah meninggalkan halaman rumah Ki Bekel itu pula ke rumah masing-masing kecuali para bebahu padukuhan. Tetapi beberapa orang di antara mereka justru berhenti di mulut jalan. Mereka masih membicarakan kedua orang pengembara yang gagal mereka tangkap. "Nampaknya keduanya memang bukan orang jahat" berkata seorang yang bertubuh kecil dan pendek. Orang yang bertubuh tinggi dan besar itupun berkata, "Ya. Agaknya mereka bukan orang jahat Meskipun punggungku rasa-rasanya patah ketika aku dilemparkannya, tetapi nampaknya mereka tidak ingin menyakiti siapa pun" "Tetapi lambungku rasa-rasanya telah dilubangi dengan tongkat itu" "Tetapi bukankah tidak apa-apa" Hanya sedikit biru?" Orang yang lambungnya tersentuh tongkat Paksi itupun berkata, "Kelihatannya memang hanya sedikit biru. Tetapi sakitnya sampai ke jantung"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Kau memang cengeng" berkata tetangganya yang lain. "Kemarin kau merintih kesakitan di belakang regol halaman rumahmu. Aku kira ada yang terjadi. Ternyata kau hanya diseruduk oleh kambing peliharaanmu sendiri" "Sakitnya bukan main. Coba kau pergi ke rumahku. Aku lepas kambing jantanku itu. Jika kau diseruduk pantatmu, maka tiga hari kau tidak akan dapat berjalan" Tetangga-tetangganya yang ikut berbincang di mulut jalan padukuhan itu tertawa. Namun seorang di antara merekapun berkata, "Agaknya Ki Demang benar. Panggraita Ki Demang cukup tajam, sehingga Ki Demang menanggapi kehadiran kedua orang itu dengan baik sebagaimana dikatakan oleh Ki Bekel" "Ki Bekel memang agak tinggi hati" "Keduanya adalah orang-orang yang berilmu tinggi. Menilik wajah mereka, mereka masih terlalu muda. Namun agaknya pengembaraan mereka telah membuat mereka menjadi matang" "Jika orang itu ingin membunuhku, maka agaknya dengan mudah dapat dilakukan. Tetapi aku tidak mati" berkata orang yang bertubuh tinggi besar. "Meskipun ujudnya sedang-sedang saja, tetapi bagaimana mungkin ia dapat mengangkatmu seperti mengangkat seonggok kapuk saja" "Aku juga keheranan atas tenaganya yang sangat besar. Aku diangkatnya begitu saja tanpa ancang-ancang" "Ke mana mereka sekarang?" "Entahlah. Bukankah kita tidak mau cari perkara?" Orang-orang itupun terdiam. Sementara itu, orang yang perutnya tersentuh tongkat Paksi itupun berkata, "Aku akan pulang. Keluargaku harus bersukur, bahwa aku masih sempat pulang. Jika perutku benar-benar berlubang, maka yang pulang hanyalah namaku. Anakku tidak akan ada yang mencarikan makan. Padahal mereka masih terlalu kecil untuk mencari makan sendiri. Aku tidak mau mereka menjadi anak tiri dari laki-laki manapun"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Orang itu masih akan berbicara lagi. Tetapi seorang tetangganyapun berkata, "Sudahlah. Pulanglah. Suaramu tentu lebih menggelisahkan daripada kemungkinan kembalinya kedua orang itu tadi" "He?" "Anak dan istrimu menunggumu di rumah" Orang itu mengerutkan dahinya. Namun kemudian iapun melangkah dengan kepala tunduk pulang ke rumahnya. Tetapi beberapa langkah kemudian orang itu berhenti. Ia masih saja berkata, "Aku akan pergi ke sawah. Tetapi aku harus pulang dahulu mengambil cangkul dan menunjukkan kepada keluargaku bahwa aku tidak apa-apa. Aku dapat mengatasi kesulitan akibat pukulan tongkat anak muda yang berilmu tinggi itu" "Ya" kawannya memotongnya, "baru sekarang kami, tetangga-tetanggamu sejak kita masih kanak-kanak, mengetahui bahwa kau kebal" "Kau mulai menghina" Tetangganya itu tertawa. Bahkan yang lainpun tertawa pula. Seorang di antara mereka berkata, "Jangan marah. Orang yang cepat marah, akan lekas menjadi tua. Sementara istrimu masih tetap muda" Orang itu bersungut-sungut. Namun iapun meneruskan langkahnya, pulang ke rumahnya. "Apa yang dilakukannya di rumah?" desis salah seorang tetangganya. "Ia harus bersukur bahwa anak dan istrinya betah mendengarkan celotehnya yang agaknya berlangsung siang dan malam" "Mereka tentu sudah terbiasa, sehingga tidak akan menimbulkan masalah lagi" Namun sejenak kemudian, orang-orang yang masih berada di ujung jalan itupun telah beranjak pulang ke rumah masingmasing. Dalam pada itu, Wijang dan Paksipun sudah menjadi semakin jauh dari padukuhan itu. Sambil melangkah di atas
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
jalan sempit, Wijangpun bertanya, "Menurut pendapatmu, bagaimana sikap orang-orang padukuhan itu?" "Mereka tidak marah kepada kita" jawab Paksi. "Ternyata bahwa mereka tidak mengejar kita" Wijang mengangguk-angguk. Katanya, "Bekel padukuhan itu terlalu tinggi hati dan sombong. Mudah-mudahan yang terjadi dapat menjadi pelajaran baginya. Keterangan Ki Demang tidak didengarkannya. Ia lebih senang mendengarkan kata hatinya yang sombong itu" "Orang itu akan berpikir dua tiga kali tentang sikapnya terhadap kita" "Bukankah Ki Bekel sudah telanjur bersikap" Jika saja kita tidak mempunyai kemampuan untuk meloloskan diri, apakah kita tidak menjadi bubur. Kita akan jatuh di tangan orangorang padukuhan ini, sementara Ki Bekel justru menginginkan kita dilumatkan. Tidak ada orang yang akan dapat melindungi kita" Paksi mengangguk-angguk. Iapun membayangkan orangorang yang tidak bersalah, yang harus mengalami nasib buruk karena sikap orang-orang yang berpikiran pendek. Untuk beberapa saat keduanya tidak berbicara. Mereka seakan-akan tenggelam ke dalam angan-angan mereka masing-masing. Dalam pada itu, mereka berdua masih menyusuri jalan sempit. Mereka merasa bahwa mereka telah menempuh arah yang benar. Ki Gede Lenglengan juga berjalan melalui kademangan itu. Mungkin mereka akan dapat keterangan dari padukuhan-padukuhan yang mereka lewati tentang sekelompok orang yang langsung dipimpin oleh Ki Gede Lenglengan beberapa hari yang telah lewat. Namun kedua orang pengembara itu merasa bahwa mereka tidak akan menuju ke daerah yang asing. Bahkan rasa-rasanya mereka akan pulang ke rumah mereka yang sudah lama mereka tinggalkan. Ketika Paksi menengadahkan wajahnya, maka dilihatnya selembar awan bergayut di langit. Sekelompok burung pipit
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
terbang melintas dengan cepatnya, seperti selembar kain hitam yang tembus pandang melayang membayangi awan yang putih. Namun sekejap kemudian telah hilang ke arah tenggara. "Kita akan melingkari gunung ini" berkata Wijang. "Ya. Kita akan menjelajahi kembali sisi selatan kaki Gunung Merapi" "Daerah yang sudah banyak kita kenal" Keduanyapun berjalan semakin cepat, seakan-akan mereka ingin segera sampai ke sisi selatan. Namun jalan yang mereka lalui bukan jalan yang lebar dan rata. Jalan yang mereka lalui adalah sebuah lorong sempit yang berbatu-batu. Namun keduanyapun kemudian telah turun ke sebuah jalan yang lebih besar. Jalan yang nampaknya lebih ramai. Ada bekas jalan pedati yang menjelujur sepanjang jalan itu. Mereka berduapun menepi ketika mereka berpapasan dengan dua orang berkuda. Nampaknya dua orang saudagar dalam perjalanan. "Marilah, kita ikuti jalan ini" berkata Wijang. Paksi mengangguk. Menurut dugaannya, jalan itu akan menuju di arah lain. Tetapi menurut penglihatan mereka, di depan mereka terdapat sebuah padukuhan yang lebih besar dari padukuhan-padukuhan yang lain. Demikianlah beberapa saat mereka berjalan menuju ke padukuhan di hadapan mereka. Sebuah padukuhan yang memang di ujung bulak persawahan yang nampaknya subur. Air yang jernih mengalir di parit yang membujur di pinggir jalan. "Mudah-mudahan di padukuhan itu ada pasar meskipun kecil atau sudah sepi. Asal masih ada kedai yang buka" desis Paksi. "Kau sudah lapar?" "Aku haus. Tetapi aku tidak ingin minum air parit. Bukankah kau akan mengatakan bahwa di parit itu mengalir air yang jernih?"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Wijang tertawa. Beberapa saat kemudian, maka merekapun telah sampai di regol padukuhan. Keduanyapun semakin yakin, bahwa padukuhan itu termasuk padukuhan yang alami dibandingkan dengan padukuhan-padukuhan di sekitarnya. Di pintu regol padukuhan mereka berpapasan dengan sebuah pedati yang agaknya mengangkut hasil bumi. Di belakang pedati itu, dua orang perempuan berjalan sambil menggendong bakul berisi berbagai macam kebutuhan dapur. Wijang dan Paksi melangkah terus menyusuri jalan padukuhan. Semakin lama semakin dalam. Namun mereka masih belum sampai ke pasar. Ternyata pasar itu justru terletak di sisi lain dari padukuhan itu. Pasar itu memang bukan satu pasar yang besar. Tetapi nampaknya hari itu adalah hari pasaran. Menilik bekasnya, maka hari itu di pasar itu penuh dengan para penjual dan pembeli sehingga meluap sampai di pinggir jalan. Meskipun saat itu pasar sudah nampak agak lengang, namun masih ada juga satu dua kedai yang pintunya terbuka. Sedangkan di sudut pasar itu masih terdengar suara pandai besi yang sedang menempa. "Marilah, kita lihat. Apa yang dikerjakan oleh pandai besi itu" ajak Wijang. "Bukankah kau mencari kedai?" "Kedai itu masih belum akan tutup" Paksi tidak menyahut lagi. Tetapi bersama-sama dengan Wijang keduanya memasuki pasar yang sudah menjadi agak sepi itu. Di sudut pasar itu, beberapa orang pandai besi masih sibuk menempa besi yang merah membara. Sementara yang lain masih juga membakar besi di dalam bara api yang merah dihembus oleh ububan di sebelah perapian. Wijang dan Paksipun kemudian berdiri sambil mengamati benda yang sedang ditempa itu. "Sebuah pedang" desis Wijang.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Ya" Paksi mengangguk-angguk. Beberapa lama mereka menunggui pandai besi yang sedang menempa sebilah pedang itu. Hasilnya memang tidak terlalu baik. Tetapi nampaknya pedang yang tidak terlalu panjang itu mencukupi kebutuhan bagi orang-orang pedesaan. Ketika Wijang dan Paksi kemudian berjongkok di sebelah gubuk tempat pande besi itu bekerja, Wijang menggamit Paksi sambil berdesis, "Tidak hanya sebuah. Lihat, ada beberapa bilah pedang yang sudah siap di sebelah ububan itu" Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Mungkin sebuah pesanan" "Mungkin sekali" Agaknya seorang di antara pandai besi itu melihat dua orang anak muda memperhatikan beberapa bilah pedang yang teronggok di sebelah ububan itu. Sambil mengusap keringatnya orang itu berdesis, "Kau tertarik pada pedangpedang itu, anak muda?" "Ki Sanak membuat beberapa buah pedang Pesanan?" "Ya. Tetapi jika kau ingin membeli, kami tidak berkeberatan. Kami masih juga membuat pedang yang lain" Wijang dan Paksipun kemudian melihat-lihat pedang yang sudah siap itu. Tinggal memberi hulu dan membuat sarungnya. "Kau tertarik, anak muda?" bertanya pandai besi itu. Wijang tersenyum. Katanya, "Pedang yang baik. Siapakah yang memesannya?" "Orang sepadukuhan telah memesan pedang. Bahkan orang-orang dari padukuhan sebelah menyebelah" "Kenapa tiba-tiba mereka memesan pedang sekian banyaknya?" Pandai besi itu termangu-mangu sejenak. Dipandanginya Wijang dan Paksi berganti-ganti. Pandai besi itu tidak melihat kesan buruk pada wajah-wajah mereka. Karena itu, maka iapun menjawab, "Beberapa hari yang lalu, sebuah padukuhan telah dirampok. Orang-orang padukuhan itu tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka tidak berani melawan karena orangEbook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
orang padukuhan itu tidak mempunyai senjata yang memadai. Hanya ada satu dua orang yang mempunyai keris. Tetapi agaknya keris terlalu kecil dan pendek untuk berkelahi melawan perampok yang bersenjata pedang dan golok. Karena itu, maka orang-orang padukuhan itupun telah memesan pedang. Jika para perampok itu datang kembali, maka mereka sudah siap untuk melawannya" Wijang dan Paksi mengangguk-angguk. Namun ingatan merekapun segera lari kepada Ki Gede Lenglengan. "Apakah perampok itu jumlahnya banyak?" bertanya Wijang. "Tidak terlalu banyak. Tetapi pemimpinnya, seseorang yang sudah cukup tua tetapi masih nampak garang, mempunyai ilmu yang tinggi" Wijang dan Paksi masih mengangguk-angguk. "Nah, apakah kalian juga akan membeli pedang?" "Kami belum pernah mempergunakan pedang, Ki Sanak. Ada keinginan untuk memilikinya. Tetapi kami tidak tahu untuk apa. Aku membayangkan, alangkah gagahnya jika aku membawa pedang di lambung" "Jika demikian, cobalah memiliki pedang" Tetapi pande besi yang lain, yang rambutnya sudah putih tergerai di bawah ikat kepalanya, menyahut, "Jangan, anak muda. Jika kalian tidak pernah membawa pedang, sebaiknya kalian tetap tidak membawa pedang. Pedang adalah ciri kekerasan. Alangkah damainya kalian yang tidak terbiasa membawa pedang, karena kalian akan dijauhkan dari kekerasan" Namun pandai besi yang muda menyahut, "Tetapi jika bahaya itu datang mengancam kita?" "Tanpa pedang di lambung, kalian akan merasa lebih tenang. Hidup kalian akan terasa damai" Pandai besi yang muda tidak menyahut. Namun iapun kembali ke pekerjaannya, menempa besi dan baja untuk membuat pedang.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Orang yang rambutnya sudah mulai putih itu sambil bekerja berkata, "Kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini ternyata memberikan kesempatan kerja yang lebih luas kepada kami. Tetapi setiap kali kami harus merenung, adakah kerja kami ini tidak bertentangan dengan tatanan kehidupan antara sesama yang seharusnya saling mengasihi?" Wijang dan Paksi tidak menjawab. Tetapi pandai besi yang muda itu berkata, "Senjata ini semata-mata untuk mempertahankan diri, Kek. Bukankah di dalam kenyataan hidup ini masih ada orang yang ingin berbuat jahat, yang ingin memaksakan kehendaknya atas kita" Seandainya orang-orang padukuhan itu tidak membuat pedang, apa yang dapat mereka lakukan jika para perampok itu datang kembali dengan membawa pedang di lambung mereka?" "Aku tidak ingkar dari kenyataan itu. Nyatanya aku pun ikut membuat pedang. Tetapi sebaiknya kedua anak muda itu tidak membeli pedang. Jangan membayangkan bahwa kalian akan nampak gagah jika di lambung kalian tergantung pedang" Wijang dan Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Ya. Kami tidak akan membawa pedang di lambung. Kami hanya ingin sekedar melihat, bagaimana pedang itu dibuat" Orang yang berambut putih itupun terdiam. Namun tangannya masih saja sibuk untuk menyelesaikan pedang yang sedang digarapnya. Beberapa saat kemudian, maka Wijang dan Paksipun minta diri. Perasaan haus itu terasa mengganggu mereka lagi. Apalagi mereka berada di panasnya perapian dari pandai besi itu. "Kita singgah di kedai itu sebentar" berkata Wijang. Namun ketika mereka baru beranjak beberapa langkah dari tempat pandai besi itu bekerja, mereka tertarik kepada sekelompok orang yang berjalan menuju ke tempat pandai besi itu bekerja di sudut pasar. "Apa yang akan mereka lakukan" Apakah mereka itu orangorang padukuhan yang memesan pedang?" desis Paksi.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Tidak. Tentu bukan. Mereka tentu bukan orang-orang padukuhan yang memesan pedang. Tampang mereka bukan tampang orang-orang lugu yang mencoba untuk melindungi diri mereka sendiri dengan pedang. Tetapi orang-orang itu justru orang-orang yang telah matang bermain pedang" Paksi mengangguk-angguk. Namun Wijangpun kemudian menariknya minggir. Agaknya lincak bambu itu dipergunakan oleh seorang penjual makanan dan minuman untuk mempersilahkan tamu-tamunya duduk. Tetapi karena hari sudah terlalu siang, maka penjual makanan dan minuman itu sudah pulang. Sebenarnyalah bahwa sekelompok orang itu telah melangkah menuju ke tempat pandai besi itu bekerja. Seorang di antara mereka tubuhnya tinggi besar dan dengan perut yang buncit, berkumis tebal, sedangkan rambutnya terurai lepas di bawah ikat kepalanya yang dililitkan begitu saja di kepalanya. "Apa yang kalian kerjakan, kakek tua?" bertanya orang yang tinggi besar dan perutnya buncit itu. "Kami membuat parang, Ki Sanak" "Parang apa?" "Parang pembelah kayu. Untuk mereka yang bekerja di dapur atau pencari kayu bakar di hutan" Orang itu tertawa. Katanya, "Jangan menganggap mataku buta atau otakku tumpul. Menurut penglihatanku, kau sedang membuat pedang" "Pedang?" suara orang berambut putih itu meninggi. "Apakah aku membuat pedang" Ki Sanak, ini namanya parang pembelah kayu bakar" Orang yang bertubuh tinggi besar dengan perut buncit itu tertawa semakin keras. Katanya, "Untuk apa kau membuat pedang, Ki Sanak" Bahkan tidak hanya sebuah. Sejak dua tiga hari yang lalu, orang-orangku melihat kau membuat pedang" "Ya" orang tua itu menarik nafas dalam-dalam, "kami memang mendapat pesanan pedang dari orang-orang Karangwaru"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Kenapa mereka beramai-ramai membuat pedang?" "Sekelompok perampok telah datang ke padukuhan itu, Ki Sanak. Untuk menjaga kemungkinan buruk itu terulang, maka merekapun telah memesan pedang kepada kami" Yang kemudian tertawa bukan hanya orang bertubuh tinggi besar dan perutnya buncit itu. Tetapi kawan-kawannya pun tertawa pula. "Orang-orang Karangwaru akan melawan jika di padukuhan mereka didatangi sekelompok perampok?" "Ya, Ki Sanak. Ketika perampok itu datang beberapa hari yang lalu, mereka sama sekali tidak siap menghadapinya" "Kemudian merekapun mempersiapkan diri dengan memesan sejumlah pedang kepadamu?" "Ya" Namun tiba-tiba saja suara tertawa orang yang bertubuh tinggi besar itu terdiam, seakan-akan ikut tertelan ke dalam perutnya yang buncit itu. Dengan lantang iapun bertanya, "Jadi di Padukuhan Karangwaru beberapa hari yang lalu telah didatangi sekelompok perampok?" "Ya, Ki Sanak. Pemimpinnya sudah tua, tetapi ia memiliki ilmu yang sangat tinggi" "Persetan dengan tikus itu. Kau tahu, siapakah pemimpin gerombolan perampok itu?" "Orang-orang Karangwaru tidak mengatakannya. Mereka agaknya belum mengenal orang yang memimpin perampokan itu" "Gila. Jadi ada sekelompok perampok yang berani merampok di daerah ini" Ini wilayahku. Ini wewenangku. Daerah ini ada di dalam kuasaku" "He, apa maksudmu" Apakah kalian wakil dari Pajang yang bertugas untuk melindungi kami?" "Orang tua yang dungu. Kami bukan petugas dari Pajang. Tetapi aku adalah Sura Tunda. Kau tentu sudah pernah mendengar namaku" "O" orang tua itu mengangguk-angguk. "Ya. Aku sudah pernah mendengar nama itu. Nama yang dapat membuat
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
setiap bulu di tubuh orang yang mendengarnya, meremang. Sura Tunda" "Jika demikian, kau tentu tahu, bahwa tidak ada gerombolan lain yang boleh mengusik daerah ini" "Entahlah, Ki Sanak. Aku tidak tahu apa-apa kecuali bekerja di perapian ini" "Jika kau tidak tahu, sekarang aku akan memberitahu kepadamu, bahwa kuasaku sekarang sudah merembes sampai lingkungan ini. Sejak sepekan ini aku sudah memperluas daerah kuasaku. Siapa yang mencoba menentang, akan aku hancurkan. Kuasaku itu meliputi Padukuhan Karangwaru pula" Pandai besi yang berambut putih itu mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah, Ki Sanak. Nanti aku beritahukan pula kepada orang-orang Karangwaru yang memesan pedangpedang ini" -ooo00dw00ooo Jilid 37 "YA. Katakan kepada orang-orang Karangwaru, bahwa aku, Sura Tunda, telah memperluas daerah pengaruhnya sampai ke Karangwaru. Karena itu, maka mereka tidak perlu takut terhadap gerombolan-gerombolan yang akan mengganggu padukuhan itu. Akulah yang akan menanganinya" "Baik, Ki Sanak. Baik. Aku akan mengatakan kepada mereka" "Karena itu pula, maka mereka tidak perlu memesan pedang kepadamu. Pedang itu tidak akan ada gunanya" "Tentu ada gunanya, Ki Sanak. Jika gerombolan itu tibatiba kembali" Bukankah kau tidak setiap hari berada di Karangwaru?" "Orang-orang Karangwaru tidak boleh bersenjata" "Tentu sebagian besar pedang itu sudah siap. Apa salahnya jika mereka menyimpan senjata di rumahnya?" "Mereka akan dapat melawan gerombolanku"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Apakah mereka berani melakukannya" Berbeda dengan gerombolan yang sekedar lewat. Mereka memang harus dilawan" "Kau tidak usah membantah, kakek tua. Serahkan pedangpedang itu kepadaku. Orang-orangku juga membutuhkannya" "Kalau kau membutuhkan pedang, kau dapat memesan kepadaku dengan harga yang sama dengan orang-orang Karangwaru" Orang berambut putih itu tertawa. Katanya, "Jangan bergurau, Kek. Waktuku tidak banyak. Serahkan pedangpedang yang sudah siap itu kepadaku" "Ki Sura Tunda, orang-orang Karangwaru sudah memberikan uang panjar kepadaku. Jika pedang-pedang ini tidak aku serahkan kepada mereka, maka mereka akan menuntut uang itu kembali" "Katakan saja bahwa pedang-pedang mereka telah aku ambil" "Tentu mereka tidak mau tahu. Mereka tentu menuntut kepadaku untuk mengembalikan uang yang telah aku terima. Padahal uang itu telah habis aku belanjakan bahan-bahan pembuatan pedang ini" Ki Sura Tunda itu tertawa semakin keras. Di sela-sela suara tertawanya iapun berkata, "Orang tua yang malang. Agaknya nasibmu memang buruk" "Karena itu, jangan ambil pedang-pedang itu, Ki Sura Tunda. Jika pedang-pedang itu kau ambil aku harus menjual tanah pekaranganku untuk mengembalikan uang panjar itu. Lalu aku dan keluargaku akan berkeliaran tanpa tempat tinggal" "Uruslah dirimu sendiri, kakek yang malang. Yang penting bagiku, pedang-pedang itu harus berada di tanganku" Paksi telah menggamit sambil berdesis, "Orang itu akan memaksa mengambil pedang-pedang itu" "Kasihan pande besi tua itu" sahut Wijang. "Apakah kita akan ikut campur?"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Tunggu. Kita akan melihat, apa yang akan terjadi. Kau lihat pande besi yang tua itu tidak nampak ketakutan?" "Aku lihat. Tentu ada sesuatu di balik sikapnya itu" Wijang dan Paksi tidak beranjak dari tempatnya. Sementara itu, orang yang menyebut dirinya Sura Tunda itupun berkata lantang, "Kek, jangan halangi orang-orangku mengambil pedang-pedang yang telah kau buat. Kami memerlukannya. Ada beberapa orang yang menyatakan diri untuk ikut bersama kami. Karena itu, maka aku ambil pedang-pedangmu untuk aku bagikan kepada mereka. Dengan demikian, maka kau sudah membantu menegakkan kuasaku di daerah ini, sehingga untuk seterusnya kau tidak akan terganggu lagi" "Jangan, Ki Sanak. Sudah aku katakan, bahwa aku sudah menerima uang panjar dari orang-orang Karangwaru" "Diam" akhirnya kesabaran Sura Tunda itupun sampai ke batas. Kepada orang-orangnya Sura Tunda itupun berkata lantang, "Ambil pedang-pedang yang sudah siap itu" Tetapi pande besi yang tua itu tiba-tiba saja bangkit berdiri sambil berkata, "Sura Tunda, aku katakan sekali lagi jangan ganggu kami. Kami juga sedang mencari uang untuk menghidupi keluarga kami. Jika kau ingin mencari kekayaan, harta benda dan apa saja dengan caramu, lakukanlah. Aku tidak akan mengganggumu. Tetapi kau jangan menggangguku" Wajah Sura Tunda menjadi merah. Kemarahannya bagaikan meledakkan jantungnya. Namun justru untuk sesaat Sura Tunda berdiri saja dengan mulut yang bergetar. Baru kemudian ia dapat berbicara, "Jadi kau akan melawan?" "Ya" jawab pande besi yang tua itu. "Kau sadari, apa yang kau lakukan, kakek tua?" "Aku sadari sepenuhnya. Daripada aku harus berhadapan dengan orang-orang Karangwaru, maka aku lebih senang berhadapan kau dan orang-orangmu" "Gila. Apakah kau memang sudah gila, Kek?" "Tidak. Aku dan kawan-kawanku yang bekerja di sini tidak gila. Jika aku menyerahkan pedang-pedang itu, maka aku
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
benar-benar sudah gila, karena aku harus menjual tanah pekaranganku dan rumahku" "Kau tahu, bahwa kau akan dapat mati karena pokalmu itu?" "Kalau aku mati, maka aku tidak perlu lagi berpikir untuk mengembalikan uang panjar yang sudah aku terima dari orang-orang Karangwaru" "Setan kau, kakek tua" Sura Tunda itupun menjadi semakin marah. Lalu katanya kepada orang-orangnya, "Tangkap orang tua itu. Aku ingin ia tetap hidup. Biarlah ia mati dibunuh orang-orang Karangwaru jika ia tidak dapat mengembalikan uang panjar yang sudah diterimanya" Dua orang pengikut Sura Tunda itupun segera bergerak. Namun orang tua itupun berkata, "Biarlah aku datang kepada kalian. Jika kalian datang kemari, agaknya akan sangat berbahaya bagi kalian. Jika kalian terperosok ke dalam perapian itu, maka kalian akan menjadi cacat. Bahkan mungkin mati" Wijanglah yang kemudian menggamit Paksi sambil berbisik, "Kita tidak perlu ikut campur" "Ya, orang tua itu nampaknya cukup meyakinkan" Sebenarnyalah, pande besi yang tua itupun kemudian keluar dari gubuk tempatnya bekerja. Demikian ia berada di depan gubuknya, maka dua orang telah menangkap lengannya. Namun tiba-tiba saja kedua orang itu telah terlempar. Seorang di antaranya menimpa Sura Tunda itu, sehingga hampir saja Sura Tunda itu jatuh terlentang. Untunglah tangan Sura Tunda dengan cepat mampu menggapai sebatang pohon pelindung di depan gubuk pande besi itu, sehingga sejenak kemudian, Sura Tunda itupun telah berdiri tegak. Darah Sura Tunda itu bagaikan mendidih di seluruh tubuhnya. Hampir berteriak Sura Tunda itupun berkata kepada orang-orangnya, "Lakukan, apa yang harus kalian lakukan.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Ambil pedang-pedang itu. Siapa yang menghalangi, singkirkan. Yang melawan, dapat kalian habisi saja" Namun orang-orang yang bekerja di gubuk itupun segera berloncatan. Ternyata merekapun dengan sigap melawan para perampok yang ingin mengambil pedang-pedang yang sedang mereka buat. Sejenak Sura Tunda berdiri termangu-mangu. Namun akhirnya ia melihat, bahwa para pande besi itu bukan orang kebanyakan. Mereka dengan tangkasnya berloncatan melawan para pengikut Sura Tunda yang akan merampas pedangpedang yang telah mereka buat dengan susah payah. Karena itu, terbakar oleh kemarahan yang memuncak, Sura Tunda pun segera turun ke arena perkelahian. Sura Tunda itupun langsung menghadapi pande besi tua, yang agaknya menjadi pemimpin dari kawan-kawannya yang masih mudamuda itu. "Kakek tua yang tidak tahu diri. Jika kau keras kepala, aku akan membunuhmu" Orang tua itu termangu-mangu sejenak. Namun iapun kemudian menjawab, "Bukankah sudah aku katakan, jika aku mati, maka aku tidak perlu lagi memikirkan, bagaimana aku harus mencari uang untuk mengembalikan uang panjar dari orang-orang Karangwaru" "Kau sudah gila, kakek tua. Tetapi baiklah, aku akan membunuhmu dengan caraku. Cara yang tentu lebih buruk dari cara yang dapat diambil oleh orang-orang Karangwaru" Orang tua itu tidak menjawab. Tetapi iapun segera bersiap menghadapi Sura Tunda. Sejenak kemudian, pertempuran itu berlangsung semakin sengit. Untunglah pasar itu sudah berangsur sepi, sehingga tidak terlalu banyak orang yang harus berlari-lari meninggalkan pasar itu. Sementara itu, Wijang dan Paksi masih saja berada di tempatnya untuk menyaksikan pertempuran yang semakin seru itu. Namun akhirnya Sura Tunda harus mengakui kenyataan. Pande besi tua itu ternyata memiliki ilmu yang lebih tinggi dari
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Sura Tunda sendiri. Sementara itu, kawan-kawannya yang bekerja bersamanya, telah melawan para pengikut Sura Tunda dengan segenap kemampuan mereka. Ternyata bahwa mereka bukannya orang-orang yang tidak berdaya. Sebagian dari mereka memiliki bekal olah kanuragan yang dapat mereka pergunakan untuk melindungi diri mereka. Dalam pada itu, kemarahan Sura Tunda rasa-rasanya tidak dapat diendapkannya lagi. Dengan garangnya, Sura Tunda itupun berteriak kepada para pengikutnya, "Panggil semua orang kemari. Kita bakar gubuk dan perapian ini. Kita akan menghancurkan semua peralatannya. Kita bawa semua pedang yang sudah jadi" Dua orang berlari meninggalkan arena. Di luar gerbang pasar terdengar mereka bersuit nyaring. Sejenak kemudian, sekelompok pengikut Sura Tunda yang tidak ikut masuk ke dalam pasar, telah berada di dalam pasar itu pula. Dengan geram Sura Tunda itu berteriak, "Hancurkan tempat kerja pande besi itu dan bakar gubuknya" Wijang dan Paksi menjadi berdebar-debar, meskipun pande besi yang tua itu mampu mengalahkan Sura Tunda, tetapi jumlah pengikut Sura Tunda itu terlalu banyak. Mereka akan dapat benar-benar menghancurkan tempat kerja pande besi itu. Karena itu, maka Wijangpun berkata, "Bukankah kita tidak akan tinggal diam dan membiarkan Sura Tunda menghancurkan peralatan pande besi itu?" "Ya. Marilah kita berbuat sesuatu" Sebelum para pengikut sura Tunda yang berdatangan semakin banyak itu benar-benar merusak peralatan pande besi serta membakar gubuk itu, maka Wijang dan Paksi telah mendekati lingkaran pertempuran itu. Dengan lantang Wijangpun berteriak, "Apa yang telah terjadi" Berhentilah, kenapa kalian berkelahi" Wijang memang tidak mempergunakan suara wajarnya. Pada getar suaranya terasa hentakan-hentakan pada dinding jantung orang-orang yang mendengarnya, sehingga dengan
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
demikian, maka orang-orang yang bertempur itu berloncatan surut. Dengan demikian, maka pertempuran itupun telah terhenti. "Apa yang terjadi?" bertanya Wijang pula. "Kau siapa?" bertanya Sura Tunda. "Kami orang-orang Karangwaru. Kami datang untuk mengambil sebagian pedang yang kami pesan. Bukankah sudah ada sebagian yang telah jadi?" "Setan kau, orang-orang Karangwaru" geram Sura Tunda. "Aku datang untuk mengambil pedang-pedang yang sudah siap" "Itu pedang pesanan kami" jawab Wijang. "Kami sudah memberikan uang panjar. Tidak ada orang lain yang dapat membeli pedang-pedang itu" Pande besi yang rambutnya sudah ubanan itu menarik nafas dalam-dalam. Sikap Wijang itu telah mengisyaratkan kepadanya, bahwa kedua orang anak muda itu bukan orang kebanyakan. "Kenapa aku tidak dapat mengenalinya ketika ia berbicara tentang pedang?" bertanya pande besi tua itu di dalam hatinya. Namun Sura Tunda itupun berteriak, "Jangan menghalangi kami. Aku tidak peduli, apakah kalian sudah memberikan uang panjar atau belum. Tetapi aku memerlukan pedang-pedang itu" "Gila kau, Sura Tunda. Kami, orang-orang Karangwaru memerlukan pedang-pedang itu untuk melawan para perampok" "Kami akan menghancurkan setiap gerombolan perampok yang mengganggu daerah kuasa kami" "Persetan dengan daerah kuasamu. Kami, orang-orang Karangwaru akan melawan kau dan para pengikutmu pula. Pedang-pedang itu akan sangat berarti bagi kami" "Setan, kau. Sekarang kau hanya berdua di sini. Kau mau apa, he?"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Para pande besi itu nampaknya berusaha mempertahankan pedang-pedang yang sudah kami pesan. Tentu kami akan berpihak kepada mereka" "Selagi masih ada kesempatan, pergilah. Jangan mengharapkan pedang itu lagi. Pedang itu kami perlukan untuk melindungi daerah kuasa kami, termasuk Karangwaru. Karena itu, orang-orang Karangwaru tidak memerlukan pedang lagi" "Kami memerlukan pedang itu. Justru untuk melawanmu dan para pengikutmu" Kemarahan Sura Tunda tidak dapat dibendung lagi. Karena itu, maka iapun berteriak nyaring, "Kalian tahu apa yang harus kalian lakukan. Jangan ragu-ragu. Yang keras kepala, akan dibinasakan" Wijang dan Paksipun segera bergeser saling menjauh. Sementara itu, pande besi yang tua serta kawan-kawannya telah bersiap pula untuk bertempur lagi. Meskipun mereka belum tahu tingkat kemampuan kedua orang anak muda yang mengaku orang-orang Karangwaru itu, serta mereka menyadari bahwa lawan terlalu banyak, namun pande besi itu tidak mau menyerahkan hasil kerja mereka kepada Sura Tunda dan para Pengikutnya. Sejenak kemudian, pertempuranpun telah menyala kembali. Jumlah pengikut Sura Tunda sudah menjadi lebih banyak. Tetapi dua orang anak muda yang asing, telah berpihak kepada pande besi itu. Pande besi yang tua itu masih bertempur melawan Sura Tunda. Namun Sura Tunda tidak lagi sendiri. Seorang pengikutnya yang bertubuh tinggi kekurus-kurusan telah bergabung bersamanya, sehingga pande besi tua itu harus bertempur melawan dua orang lawan. Dalam pada itu, Wijang dan Paksi telah melibatkan diri pula. Ternyata keduanya telah mengacaukan para pengikut Sura Tunda. Orang-orang yang bertempur melawan keduanya, segera terpelanting dan terlempar dari arena. Sebagian dari mereka masih mampu melenting bangkit berdiri untuk
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
meneruskan pertempuran. Tetapi ada di antara mereka yang menyeringai menahan sakit. Paksi yang membawa tongkat, seakan-akan telah berubah menjadi hantu yang menakutkan. Tongkatnya berputaran semakin cepat. Sentuhan-sentuhan tongkatnya, rasa-rasanya telah meretakkan tulang. Para pengikut Sura Tunda itupun telah mempergunakan senjata mereka pula. Ada yang mempergunakan pedang, ada yang membawa bindi dan ada yang membawa kapak. Sementara itu Wijangpun telah menarik sepasang pisau belatinya pula untuk melawan senjata-senjata para pengikut Sura Tunda. Namun Wijang dan Paksi memang sengaja tidak ingin membunuh. Tetapi dalam pertempuran yang semakin sengit, keduanya sulit untuk menjaga agar senjata mereka tidak melukai lawannya. Sekali-sekali ujung pisau belati Wijang juga menyentuh dan menggores tubuh lawannya, sehingga darahnya telah menitik. Sementara itu, tongkat Paksi telah membuat beberapa orang kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pertempuran. Bahkan ada di antara mereka yang tulang lengannya benar-benar menjadi retak. Seorang yang lain, pergelangan tangannya tidak lagi dapat digerakkan. Sedangkan seorang yang bertubuh tinggi kekurus-kurusan jatuh tersungkur karena tongkat Paksi menyambar pahanya sehingga tulang pahanya menjadi retak. Beberapa orang pande besi itu sempat melihat sekilas kedua orang anak muda yang sedang bertempur dengan garangnya itu. Mereka menyadari, bahwa keduanya adalah orang-orang yang berilmu tinggi. Bahkan pande besi yang tua itupun berkata kepada dirinya sendiri, "Alangkah bodohnya aku memperlakukan kedua anak muda itu sebagai anak-anak muda yang dungu. Ternyata mereka adalah anak-anak yang berilmu tinggi sekali"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Pande besi yang tua itu masih bertempur melawan Sura Tunda. Ternyata Sura Tunda masih saja mengalami kesulitan meskipun seorang pengikutnya membantunya. Semakin lama, kawan-kawan Sura Tunda pun menjadi semakin menyusut. Beberapa orang yang berusaha untuk menghentikan perlawanan Wijang dan Paksi yang mengaku orang-orang Karangwaru itu sudah tidak berdaya. Yang masih mampu bertempur sudah menjadi putus asa. Mereka seakanakan hanya tinggal mengepung Wijang dan Paksi dalam sebuah lingkaran yang semakin longgar. Para pande besi yang mempertahankan pedang yang telah mereka buat dengan susah payah itupun semakin mendesak lawan-lawan mereka pula, karena sebagian dari para pengikut Sura Tunda sudah tidak berdaya dan yang lain dalam kelompok menghadapi Wijang dan Paksi. Dalam pada itu, Sura Tunda sendiri menjadi semakin sulit. Ketika orang-orangnya menjadi semakin menyusut, maka seorang pande besi yang masih muda telah mengambil lagi pasangan Sura Tunda, sehingga dengan demikian Sura Tunda harus bertempur lagi seorang melawan seorang dengan pande besi yang tua itu. Dalam pada itu, Sura Tunda sudah tidak mempunyai harapan lagi. Para pengikutnya pun tidak mungkin lagi dapat mengalahkan para pande besi yang bertempur bersama-sama dengan kedua orang Karangwaru itu. Karena itu, maka Sura Tunda itu tidak mempunyai pilihan lain. Ketika keadaannya menjadi semakin rumit, maka ia pun segera bersuit nyaring. Dalam waktu yang singkat, maka pertempuran itupun segera menjadi kacau. Orang-orang Sura Tunda yang masih mungkin melarikan diri telah dengan sengaja membuat pertempuran itu menjadi tidak menentu. Mereka berlarian silang-menyilang untuk memberikan peluang kepada Sura Tunda untuk menghilang. Baru kemudian mereka berusaha untuk melarikan diri, meninggalkan arena pertempuran, sambil membantu kawankawan mereka yang kesakitan dan luka.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Pande besi yang tua itupun memberi isyarat kepada orangorangnya untuk tidak mengejar mereka. Iapun telah melepaskan Sura Tunda pula. "Orang-orang itu akan menjadi sangat berbahaya, Kek" berkata salah seorang pande besi yang masih muda. "Kita akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Kita akan berbicara dengan orang-orang Karangwaru, para bebahu padukuhan ini serta orang-orang yang ditugaskan di pasar ini" "Tetapi kedua orang anak muda itu bukan benar-benar orang Karangwaru. Mereka telah membantu kita serta menyesuaikan diri dengan keadaan yang sedang kita hadapi" Pande besi yang tua itu menarik nafas dalam-dalam. Selangkah demi selangkah orang itu mendekati Wijang dan Paksi yang berdiri termangu-mangu. "Terima kasih, anak muda. Kalian telah membantu menyelamatkan kami" "Bukan apa-apa, Kek. Bukankah sudah menjadi kewajiban kita untuk saling membantu?" "Aku minta maaf atas kebodohanku, anak muda" "Maksud Kakek?" "Aku tidak dapat melihat kemampuan kalian berdua sejak awal. Kalian tentu menertawakan aku ketika aku mencoba menggurui Angger" "Tidak, Kek. Tidak. Nasehat Kakek itu sangat berarti. Adalah kebetulan bahwa kami berdua yang mendengarkan kali ini. Tetapi nasehat Kakek itu akan sangat berarti pula bagi orang lain" Orang itu menarik nafas panjang. Ketika ia mengedarkan pandangan matanya, maka dilihatnya pasar itu sudah sepi. Satu dua orang yang berdatangan kembali setelah suasana menjadi tenang, masih berdiri termangu-mangu. Namun merekapun kemudian segera mengemasi barang-barang mereka yang tersisa. "Jangan takut untuk datang lagi ke pasar ini" berkata pande besi yang tua itu kepada mereka. "Pasar ini tidak boleh mati" Lalu suaranya menurun seolah-olah ditujukan kepada
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
diri sendiri, "Di sini aku mencari nafkah. Jika pasar ini mati, maka lapangan kerja kami juga akan mati" "Tidak, Kek" sahut Paksi. "Kakek sudah mempunyai beberapa orang langganan. Seandainya, hanya seandainya pasar ini mati, namun jika Kakek masih bekerja di sini, akan berdatangan orang-orang yang sudah terbiasa berhubungan dengan Kakek. Bahkan orang-orang baru pun akan berdatangan karena mereka membutuhkan alat-alat pertanian serta alat-alat kerja yang lain. Parang, kapak, dan ternyata Kakek juga membuat senjata. Sepanjang senjata itu berada di tangan yang benar untuk kepentingan yang benar seperti orang-orang Karangwaru, maka Kakek tidak perlu merasa bersalah" "Ya, Ngger" kakek itu mengangguk-angguk. "Nah, silahkan Kakek melanjutkan kerja kakek. Aku kira Sura Tunda akan berpikir ulang, jika ia ingin datang kemari" "Kami akan menyelesaikan kerja kami untuk hari ini, anakanak muda. Kami akan pergi ke Karangwaru untuk menyerahkan pesanan mereka yang sudah siap. Jika pedangpedang itu jatuh ke tangan orang lain, maka aku harus mengganti uang panjar itu" "Jadi, Kakek akan pergi ke Karangwaru?" "Ya, Ngger" Paksi itupun kemudian berpaling kepada Wijang sambil berdesis, "Apakah kita juga akan pergi ke Karangwaru" Kita akan dapat mendengar sedikit keterangan tentang perampok itu" Wijang mengangguk. Katanya, "Baiklah. Kita akan pergi bersama mereka ke Karangwaru" "Kalian berdua juga akan pergi ke Karangwaru?" bertanya kakek tua itu. "Ya, Kek" jawab Wijang. "Kami ingin mendapat sedikit keterangan tentang para perampok yang telah mengganggu ketenangan orang-orang Karangwaru" "Baik, anak-anak muda. Tetapi silahkan menunggu sebentar. Kami akan membenahi peralatan kami"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Wijang dan Paksipun kemudian duduk di atas amben panjang di depan gubuk itu. Sementara itu, beberapa orang yang telah mengemasi barang-barang dagangan mereka, maka mereka pun telah meninggalkan pasar itu pula. Sambil membenahi alat-alatnya pande besi yang tua itupun berkata, "Aku juga harus berbicara dengan Ki Bekel di padukuhan ini, anak muda. Pasar ini merupakan penghasilan yang baik bagi padukuhan ini, sehingga jika pasar ini mati, maka padukuhan ini akan kehilangan sumber yang terhitung deras. Karena itu, Ki Bekel harus mengambil langkah-langkah untuk mengatasi gerombolan-gerombolan seperti gerombolan Sura Tunda yang merasa dirinya berkuasa di daerah ini" "Bukankah Kakek dan Ki Bekel dapat bekerja sama dengan orang-orang Karangwaru yang telah terlanjur mempersiapkan diri?" "Ya. Itu adalah rencana yang sangat menarik. Orang-orang Karangwaru bukan sekelompok orang penakut. Tetapi perampok yang pernah datang ke Karangwaru itu dipimpin oleh seorang yang berilmu sangat tinggi. Orang-orang Karangwaru yakin, bahwa sebenarnya mereka bukan sekelompok perampok. Hanya karena keadaan yang memaksa, maka mereka telah merampok rumah seorang saudagar kaya di Karangwaru. Pemimpinnya telah memperlihatkan kelebihannya, dan bahkan tidak masuk akal bagi orang-orang Karangwaru" Wijang dan Paksi mengangguk-angguk. Bagi keduanya, keterangan itu sudah mengarah. Sekelompok orang yang merampok di Karangwaru itu tentu Ki Gede Lenglengan dan beberapa orang yang mengikutinya. Dengan demikian, maka mereka menjadi semakin yakin, bahwa arah yang mereka tempuh adalah arah yang benar. Demikianlah, setelah para pande besi itu selesai mengemasi alat-alatnya, maka merekapun meninggalkan gubuk mereka sambil membawa pedang yang telah siap untuk mereka serahkan kepada orang-orang Karangwaru.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Karangwaru terletak tidak terlalu jauh dari pasar. Bahkan Karangwaru adalah sebuah padukuhan yang terletak di kademangan yang sama. Ternyata Ki Bekel di Karangwaru adalah seorang yang ramah. Beberapa orang pande besi yang membawa pedang itu diterimanya dengan baik. Demikian pula Wijang dan Paksi yang datang bersama dengan mereka. "Baru sebagian, Ki Bekel" berkata pande besi tua itu. "Terima kasih" jawab Ki Bekel. "Aku baru merencanakan untuk melihat seberapa jauh pesanan kami sudah dikerjakan bersama Ki Jagabaya. Sebenarnya pagi tadi kami akan pergi ke pasar. Tetapi kami harus menunggui perbaikan bendungan, sehingga kami menunda rencana kami itu" "Adalah kebetulan bahwa Ki Bekel tidak pergi ke pasar pagi tadi" desis pande besi itu. "Kenapa?" Pande besi itupun kemudian menceriterakan apa yang telah terjadi di pasar. Sekelompok orang yang dipimpin oleh seorang yang menyebut dirinya Sura Tunda telah datang ke tempat kerja pande besi itu. "Untunglah ada kedua anak muda ini, sehingga kami dapat mengatasi gerombolan yang jumlahnya cukup banyak itu" Ki Bekel mendengarkannya dengan sungguh-sungguh, kemudian dengan nada ragu iapun bertanya, "Apakah ciri-ciri pimpinan segerombolan perampok itu seperti yang pernah aku katakan datang merampok di padukuhan ini?" "Tidak, Ki Bekel. Sama sekali berbeda. Bahkan Sura Tunda telah menyatakan diri untuk menjadi pelindung di daerah ini, termasuk Padukuhan Karangwaru" Ki Bekel mengangguk-angguk. Katanya, "Dengan demikian Sura Tunda itu akan dapat dengan leluasa memeras daerah yang disebutnya dilindunginya itu" "Ya. Karena itu, maka Karangwaru tidak memerlukan lagi pedang-pedang ini, sehingga pedang-pedang ini akan diambil oleh Sura Tunda"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Jadi Sura Tunda itu bukan orang yang ilmunya tidak dapat dimengerti itu?" "Tidak, Ki Bekel. Ternyata bahwa kami mampu melawannya. Meskipun agaknya tanpa kedua orang anak muda itu kami mengalami kesulitan, karena jumlah mereka terlalu banyak" "Baiklah. Terima kasih atas kesediaan kami mempertahankan pedang-pedang kami dan bahkan mengantarkannya kemari" "Mungkin kalian memerlukannya. Jika Sura Tunda itu datang kemari, maka sebagian dari laki-laki di Karangwaru sudah memiliki senjata yang memadai. Sedangkan sebagian yang lain akan segera kami selesaikan" "Terima kasih" "Namun aku ingin minta kepada Ki Bekel, agar kita dapat bekerja bersama menghadapi Sura Tunda dan para pengikutnya" "Tentu. Kita saling membutuhkan. Apalagi kedua orang anak muda itu. Mudah-mudahan kita akan dapat melawan Sura Tunda dan para pengikutnya. Namun kami, orang-orang Karangwaru harus berhati-hati menghadapi sekelompok orang yang dipimpin oleh orang yang berilmu sangat tinggi itu. Jumlah mereka tidak banyak. Tetapi nampaknya mereka tidak akan terlawan" "Aku kira mereka tidak akan datang lagi ke padukuhan ini, Ki Bekel" berkata Wijang menyela. Ki Bekel itu mengerutkan dahinya. Pande besi yang tua itu, serta kawan-kawannya pun merasa tertarik kepada keterangan Wijang itu. "Kenapa orang-orang itu tidak akan datang lagi?" bertanya Ki Bekel. "Mereka hanya lewat. Pada dasarnya mereka memang bukan perampok" jawab Wijang. "Dari mana kau tahu?" bertanya Ki Bekel. Wijang termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata, "Aku juga berkepentingan dengan mereka"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Ki Bekel memandang Wijang dan Paksi berganti-ganti. Sementara itu pande besi yang tua itupun berkata, "Jadi kehadiran kalian di sini ada hubungannya dengan perampok yang berilmu tinggi itu?" "Aku hanya sekedar mengikuti arah perjalanannya" "Tentu bukannya tanpa maksud" Wijang termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya, "Sudahlah. Kami akan segera meneruskan perjalanan kami mengikuti arah perjalanan orang-orang yang kalian sebut perampok itu" Tetapi Ki Bekel masih bertanya, "Jika mereka sebenarnya bukan perampok, siapakah mereka itu?" "Mereka pada dasarnya memang bukan perampok. Mereka justru lebih berbahaya dari sekelompok perampok. Orang itu jauh lebih berbahaya dari Sura Tunda" Ki Bekel dan pande besi yang tua itu mengangguk-angguk. Sementara Wijangpun berkata, "Sebaiknya kami minta diri. Kami akan melanjutkan perjalanan kami" "Kenapa kalian tidak bermalam barang semalam di sini" Besok pagi-pagi kalian dapat melanjutkan perjalanan. Seandainya kalian berangkat juga sekarang, maka beberapa saat lagi langit pun akan menjadi suram. Senja akan segera turun" "Terima kasih, Ki Bekel. Mudah-mudahan di perjalanan pulang kelak kami dapat singgah. Jika sebentar lagi malam turun, kami tidak harus segera berhenti. Sebagai pengembara kami dapat saja berjalan siang atau malam" Pande besi yang tua itu juga tidak dapat mencegah kedua anak muda itu untuk bermalam. Wijang dan Paksi berniat untuk melanjutkan perjalanan mereka. Setelah minum minuman hangat serta makan beberapa potong makanannya, maka keduanyapun telah minta diri. "Sura Tunda bukan orang yang menakutkan" berkata Wijang. "Jika Ki Bekel berhasil menggerakkan semua laki-laki di padukuhan ini maka Sura Tunda tidak akan berani berbuat apa-apa di sini. Apalagi jika Ki Bekel berhubungan dengan
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
para bekel di padukuhan yang lain serta berbicara dengan Ki Demang. Kakek pande besi itu tentu bersedia bekerja sama dengan padukuhan-padukuhan di kademangan ini" "Tentu, Ngger" sahut pande besi itu. "Dengan bekerja sama kami akan menjadi semakin kuat" "Ki Bekel" berkata Wijang kemudian, "kami mohon diri. Mudah-mudahan padukuhan ini untuk selanjutnya tidak akan diganggu oleh siapapun. Kek, dan saudara-saudaraku pande besi yang lain, kami minta diri" Demikianlah Wijang dan Paksipun meninggalkan padukuhan itu. Namun dengan demikian mereka yakin, bahwa mereka telah menempuh jalan yang benar. Mereka berada di jalan yang telah dilalui oleh Ki Gede Lenglengan, menuju ke sisi selatan kaki Gunung Merapi. Ketika kemudian malam turun, maka keduanya berada di sebuah padukuhan kecil. Meskipun padukuhan itu kecil, tetapi lingkungannya nampak sangat subur. Air melimpah di manamana. Parit-parit nampaknya tetap mengalir di segala musim. Meskipun demikian, nampaknya kehidupan di padukuhan itu tetap saja sederhana. Orang-orang padukuhan itu memanfaatkan kesuburan tanahnya secukupnya saja. Tetapi seperti kebanyakan orang-orang di padukuhan yang pernah dilewatinya, maka penghuni padukuhan itu agaknya juga orang-orang yang ramah. Wijang dan Paksi telah mendapat kesempatan untuk bermalam di banjar. Bahkan penunggu banjar itu telah menyuguhi mereka ketela rebus yang masih hangat menjelang tengah malam. "Kami telah merepotkan Paman dan Bibi" berkata Wijang. "Tidak apa-apa. Ketela itu adalah ketela yang kami tanam di kebun belakang banjar ini. Ternyata ketela itu berarti juga sebagaimana dapat kami suguhkan bagi kalian malam ini" "Kami hanya dapat mengucapkan terima kasih" Penunggu banjar itu tersenyum. Ditinggalkannya Wijang dan Paksi yang duduk di serambi banjar.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Silahkan tidur di amben bambu itu, Ki Sanak. Maaf, hanya seperti inilah yang dapat kami sediakan bagi kalian" "Sudah lebih dari cukup, Paman. Terima kasih atas semuanya ini" "Besok pagi, jika kalian ingin pergi pagi-pagi sekali, tinggalkan saja mangkuk itu di situ. Kalian dapat mandi di pakiwan. Jika aku belum bangun esok pagi, kami mengucapkan selamat jalan. Tetapi jika kalian tidak tergesa-gesa, kalian dapat menunggu aku bangun. Maaf, kadang-kadang aku memang terlambat bangun. Apalagi jika sampai tengah malam aku belum tidur. Mungkin karena aku tidak mempunyai banyak kerja di pagi hari" "Baik, Paman. Kami tidak ingin terlalu banyak mengganggu. Jika Paman esok belum bangun, kami mohon diri" Penunggu banjar itupun kemudian meninggalkan Wijang dan Paksi di serambi gandok itu. Tetapi rumah penunggu banjar itu hanya beradu dinding halaman saja dengan halaman banjar itu. Pada dinding itu terdapat sebuah pintu butulan. "Meskipun hidupnya sederhana saja, tetapi orang itu agaknya terbiasa membantu orang lain yang memerlukannya" berkata Wijang sambil berbaring. "Ya. Ia orang baik" desis Paksi yang masih duduk di bibir amben. "Aku hanya akan tidur sebentar. Nanti, jika kau mengantuk, bangunkan aku. Ganti kau yang tidur" berkata Wijang sambil memejamkan matanya. Paksi tidak menjawab. Tetapi iapun kemudian bersandar dinding sambil menyilangkan kakinya di amben bambu, di sebelah Wijang. Sejenak kemudian, Wijangpun telah tertidur nyenyak. Di dini hari, Wijang itupun terbangun dengan sendirinya sebelum Paksi membangunkannya. Wijanglah yang kemudian duduk bersandar dinding. Sementara Paksi berbaring untuk dapat tidur barang sekejap.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Pagi-pagi sekali keduanya sudah berbenah diri. Kemudian bersiap untuk berangkat. "Bukankah kita tidak perlu membangunkan penunggu banjar ini untuk minta diri?" bertanya Paksi. Wijang menggeleng. Sebelum matahari terbit, maka kedua orang anak muda itu telah meninggalkan banjar. Mereka berjalan menyusuri jalan padukuhan yang masih sepi. Namun satu dua sudah ada orang yang terbangun dan menyapu halaman rumah mereka dengan sapu lidi. Ketika kemudian matahari terbit, Wijang dan Paksi sudah berada di tengah-tengah bulak panjang. Di hadapan mereka, di seberang tanah persawahan yang subur, terdapat sebuah padang perdu. Di seberang padang perdu terdapat hutan di lereng gunung yang lebat. Sementara itu, penunggu banjar itupun telah terbangun. Ketika ia menggeliat, iapun teringat bahwa ada dua orang yang bermalam di banjar. "Nyi" penunggu banjar itu dengan serta-merta bangkit dan mencari istrinya. "Ada apa, Kang?" "Kau sudah merebus air?" "Sudah, Kang. Ada apa?" "Kau sudah memberi minum kedua orang yang bermalam di banjar?" "O, belum. Aku lupa bahwa ada orang yang bermalam di banjar" "Tolong. Buatkan mereka minuman. Apa saja. Aku akan menengoknya" Penunggu banjar itupun dengan tergesa-gesa lewat pintu butulan melihat dua orang anak muda yang bermalam di banjar. Tetapi keduanya sudah tidak ditemuinya. Yang masih terdapat di serambi gandok itu tinggal sebuah mangkuk yang masih berisi ketela rebus yang tinggal sepotong. "Anak-anak itu sudah pergi" desis penunggu banjar itu. "Kasihan. Mereka belum sempat minum minuman hangat. Apalagi makan apa saja. Ketela atau pisang rebus"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Sambil mengambil mangkuk dengan sepotong ketela rebus yang tersisa, orang itu masih saja bergumam, "Padahal mereka akan menempuh perjalanan di daerah yang jauh dari padukuhan. Mereka akan menempuh perjalanan melewati padang perdu yang panjang. Kemudian menyusuri jalan di pinggir hutan yang lebat. Mereka tidak akan bertemu dengan makanan sampai mereka melintasi hutan itu. Mungkin baru sore nanti mereka sampai ke lingkungan yang berpenghuni" Namun tiba-tiba saja mata orang itu terbelalak. Ketika ia memungut mangkuknya, dilihatnya di bawah sepotong ketela rebus itu beberapa keping uang. "Uang. Ini benar-benar uang" katanya kepada diri sendiri. Dengan gemetar ia meraba uang itu. Katanya, "Bagaimana mungkin di mangkuk ini ada uang. Apakah kedua orang pengembara itu yang meletakkannya" Jika demikian, mereka tentu orang yang mempunyai banyak sekali uang. Dengan uang ini aku akan dapat membeli dua ekor kambing. Jika mataku tidak rabun, uang yang ada di mangkuk itu adalah kepingkeping uang perak" Ketika ia mengatakan kepada istrinya, maka istrinya pun menjadi gemetar. Katanya, "Apakah itu benar-benar uang, Kakang. Aku belum pernah melihat keping-keping uang perak" "Uang. Ini uang. Kita pernah mempunyai sekeping uang perak di antara beberapa keping uang tembaga ketika kita menjual kambing kita untuk membiayai pengobatan anak kita. Waktu itu kita memerlukan uang untuk membayar tabib yang baik dan membeli reramuan obat-obatan, sehingga kita harus menjual kambing kita meskipun ditangisi oleh anak kita. Tetapi kita ingin anak itu sembuh" "Sekarang kita dapat membeli kambing lagi, Kakang" "Ya. Besok hari pasaran aku akan pergi ke pasar" "Yang Maha Pencipta itu agaknya selalu memelihara ciptaanNya. Anak kita akan menjadi sangat bergembira jika ia dapat menggembalakan kambing lagi bersama temantemannya"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Aku akan membeli dua ekor kambing muda. Jantan dan betina. Sisanya dapat untuk membeli kain panjang buatmu, Nyi" "Aku dapat memakai kain panjang apa saja. Kau yang membutuhkannya, Kakang. Jika ada tamu di banjar, kau memerlukan pakaian yang lebih pantas" "Kita akan membeli kain panjang dua lembar, ya Nyi" "Terserah kepada Kakang. Tetapi apakah uang itu memang untuk kita?" "Jika tidak untuk kita, uang itu tentu tidak akan diletakkan di dalam mangkuk itu" "Jika mereka hanya sekedar meletakkan selama mereka tidur, tetapi mereka lupa untuk memungutnya kembali?" "Kita akan menunggu sampai hari pasaran. Jika benar mereka sekedar lupa, maka mereka akan segera kembali. Tetapi jika sampai pada hari pasaran mereka tidak kembali, berarti mereka tidak sekedar lupa" "Jika mereka kembali?" "Kita harus mengembalikannya, Nyi. Utuh seperti saat kita temukan" Perempuan itu mengangguk-angguk. "Sekarang, biarlah aku simpan uang itu bersama mangkuk dan ketela yang sepotong itu. Jika mereka memang kelupaan dan kembali lagi, kita berikan mangkuk itu sebagaimana saat aku mengambilnya" Penunggu banjar itupun kemudian menyimpan uang di dalam mangkuk bersama sepotong ketela rebus itu di dalam geledeg di ruang dalam rumahnya yang tidak begitu besar. Anaknya tidak pernah membuka geledeg itu, sehingga ia tidak akan melihat bahwa di geledeg itu ada uangnya. Dalam pada itu, Wijang dan Paksi yang sudah berada di bulak panjang berjalan semakin jauh dari padukuhan kecil itu. Sambil menengadahkan wajahnya Wijangpun berdesis, "Penunggu banjar itu agaknya sudah bangun sekarang" "Ia akan terkejut melihat uang di mangkuk itu"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Mudah-mudahan uang itu tidak diketemukan oleh orang lain" "Kelak jika ada kesempatan kita singgah lagi. Mungkin orang itu masih ingat kepada kita" "Tetapi nampaknya kita memerlukan waktu yang panjang bagi pengembaraan itu" Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Ya. Agaknya kita memerlukan waktu yang panjang" Untuk sesaat keduanyapun saling berdiam diri. Mereka melangkah di jalan yang semakin lama semakin sempit dan agaknya semakin jarang dilewati orang. Jalan itupun kemudian berbelok memasuki padang perdu yang miring. Di seberang padang perdu itu, nampak hutan di kaki gunung yang lebat. "Kita sudah memasuki sisi selatan kaki Gunung Merapi, Paksi" berkata Wijang kemudian. "Sekarang kita akan pergi ke mana?" "Marilah kita cari gubuk yang pernah kita tinggalkan itu" Wijang mengerutkan dahinya. Katanya, "Mungkin kita masih menemukan bekasnya" Perjalanan merekapun menjadi semakin sulit. Mereka mulai berjalan di tanah yang berlekuk. Kadang-kadang mereka harus mendaki. Namun kadang-kadang mereka harus menuruni tebing, menyusuri sungai-sungai kecil yang berbatu-batu besar. Hutan di sebelah adalah hutan yang lebat, yang tentu dihuni oleh beberapa jenis binatang buas. "Kita akan pergi ke sebelah gumuk itu" berkata Paksi sambil menunjuk puncak sebuah gumuk yang tidak begitu besar di kaki Gunung Merapi itu. Wijang mengangguk-angguk. Sementara itu, mataharipun mulai turun di sisi barat. "Kita tidak akan menemui padukuhan lagi di jalur perjalanan kita" berkata Wijang. "Ya" "Kita harus menemukan sesuatu" "Kau mulai lapar?" Wijang tersenyum.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Tentu ada sesuatu yang kita dapatkan di gumuk kecil itu" berkata Paksi. Keduanyapun kemudian berjalan melingkari gumuk kecil. Seperti yang dikatakan oleh Paksi, maka merekapun menjumpai bukan sekedar beberapa batang pohon pisang, tetapi beberapa rumpun. Beberapa batang di antaranya berbuah. Dan beberapa tandan di antaranya sudah masak. Bahkan nampaknya tidak seorang pun yang pernah mengambil buahnya, sehingga nampaknya beberapa tandan telah membusuk dan jatuh di tanah. "Kau salah jika kau menganggap bahwa buah pisang itu utuh" berkata Wijang. Paksi mengangguk-angguk. Sebagian dari buah pisang itu nampaknya sudah dimakan burung. Tetapi agaknya di sekitar gumuk itu terdapat banyak sekali pohon pisang, sehingga masih banyak juga pisang yang tidak tersentuh oleh paruh burung. Wijang dan Paksi kemudian duduk beristirahat di atas sebuah batu yang besar. Mereka tidak menghadapi minuman hangat dan nasi yang masih mengepul seperti di kedai-kedai. Tetapi di depan mereka terdapat setandan pisang. Tetapi keduanya hanya memerlukan beberapa buah pisang saja. Keduanya sudah terbiasa menjalani laku mengurangi makan dan minum. Bahkan mereka pun pernah menjalani laku selama tiga hari tiga malam yang pada setiap hari mereka hanya minum semangkuk air putih dan tiga buah pisang raja. Setelah makan pisang dan menghirup air di sebuah mata air kecil di pinggir sungai kecil, mereka masih duduk beristirahat sambil memperhatikan lingkungan di sekitarnya. Mereka memperhatikan puncak Gunung Merapi yang bersih. Jalur-jalur yang agaknya lekuk-lekuk yang dalam, menjulur dari puncaknya. Wijangpun kemudian berdesis, "Kita tinggal melingkari gumuk ini. Kita akan segera berada di sekitar gubuk yang pernah kita tinggalkan itu"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Paksi mengangguk-angguk. Dipandanginya puncak Gunung Merapi. Hutan lereng gunung, jalur-jalur jurang yang dalam di lambung serta beberapa bukit yang ada di kaki Gunung Merapi itu. "Ya. Kita sudah tidak jauh lagi" Wijang itupun kemudian bangkit berdiri sambil berkata, "Kita akan meneruskan perjalanan. Mudah-mudahan kita akan sampai sebelum gelap" Keduanyapun kemudian melanjutkan perjalanan mereka. Masing-masing membawa beberapa buah pisang untuk bekal di perjalanan mereka yang sudah tidak terlalu panjang lagi. Sebenarnyalah, setelah mereka melingkari gumuk kecil itu, mereka sampai di tempat yang sudah mereka kenal. Mereka berada di pinggir sebuah sungai. Sebuah gerojogan berada tidak jauh agak di arah udik. "Air terjun itu" desis Paksi. "Ya" Wijang mengangguk-angguk, "gubuk itu ada di seberang" Wajah keduanya menjadi cerah. Rasa-rasanya mereka menemukan kembali sesuatu yang pernah hilang. "Ingat, Paksi" berkata Wijang, "di sini banyak ular. Kau harus bersiap-siap sebelum kakimu dipatuk ular yang paling tajam bisanya" Paksi tersenyum. Iapun mengangguk sambil berkata, "Aku akan menelan reramuan itu" Demikianlah maka keduanyapun kemudian menuruni jurang yang agak dalam. Demikian kaki mereka menyentuh air, maka rasa-rasanya seluruh tubuh mereka menjadi segar kembali setelah mereka berjalan di teriknya sinar matahari. Lelah dan panas yang serasa membakar kulit tiba-tiba telah hilang. "Kita lihat air terjun itu" desis Paksi. "Apakah kita tidak melihat gubukmu lebih dahulu" Nanti atau besok kita masih mempunyai banyak waktu untuk pergi melihat air terjun itu"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Paksi mengangguk kecil sambil berkata, "Ya. Kita akan melihat gubuk itu dahulu" Demikian merekapun telah naik tebing di seberang. Demikian mereka sampai di atas, rasa-rasanya mereka ingin segera meloncat ke gubuk yang pernah mereka tinggalkan. Untuk sesaat mereka mengamati keadaan di sekitar mereka. Semuanya memang telah berubah. Pohon perdu tumbuh di mana-mana di sela-sela batang ilalang. Namun agaknya lingkungan itu tidak lagi pernah dijamah oleh seseorang. "Kita akan menemukan kembali rumah kita" desis Paksi. Wijang menarik nafas dalam-dalam. Keduanyapun kemudian menyibak batang ilalang dan berjalan ke arah gubuk yang telah mereka tinggalkan. Gubuk mereka memang tidak begitu jauh lagi. Beberapa saat kemudian, ketika matahari sudah menjadi semakin rendah, Paksi dan Wijang itu telah menemukan sisa-sisa gubuk yang pernah mereka huni. Tetapi gubuk yang sederhana itu telah rusak. Atapnya sudah diterbangkan angin. Beberapa tiang sudah roboh. Sedangkan dindingnya sudah lapuk. Paksi dan Wijang berdiri termangu-mangu. Mereka memandangi sisa-sisa gubuk mereka dengan jantung yang bergetar. "Kita harus mulai dari permulaan" berkata Paksi. "Apa salahnya?" desis Wijang. "Kau masih mempunyai beberapa alat dapur yang masih utuh" "Apakah kita masih dapat memakainya" Mangkuk-mangkuk dari tanah itu sudah menjadi kehijau-hijauan oleh lumut yang tebal" Wijang mengangguk-angguk. Katanya, "Kita haru membeli lagi yang baru" "Kita dapat membeli di pasar itu. Aku kira pasar itu masih ada. Atau bahkan menjadi semakin besar" "Kita tidak tergesa-gesa. Kita dapat membuat perapian dan mengasapi buruan kita"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Jika kita akan menanak nasi?" Wijang menarik nafas dalam-dalam. Namun Paksipun kemudian berkata, "Tetapi hari ini kita belum memerlukannya. Bahkan mungkin kita tidak memerlukannya untuk selanjutnya, karena kita akan segera bergerak" "Ya. Kita memang akan segera bergerak. Tetapi bukankah ada baiknya jika kita mempunyai sarang tempat untuk hinggap?" "Aku tidak berkeberatan. Tetapi kita jangan terlena dengan sarang kita saja" "Paksi, bukankah ketika kita mendekati tempat ini, kita seakan-akan tidak sabar lagi untuk segera sampai" Untuk segera melihat apakah gubuk itu masih ada?" "Aku memang ingin segera melihat gubuk yang pernah kita huni ini. Tetapi setelah itu, aku merasa terlalu lamban bergerak untuk menemukan adikku. Jika kita tertambat pada gubuk ini, maka kesempatan kita untuk menemukan adikku itu menjadi semakin tipis" "Aku setuju untuk bergerak lebih cepat, Paksi. Tetapi bukankah kita harus merenungkan, ke mana kita akan pergi. Siapa yang pertama-tama akan kita hubungi dan mencari jawab dari berbagai macam pertanyaan yang lain?" Paksi menarik nafas dalam-dalam. Sementara Wijangpun berkata, "Besok kita khususkan waktu kita sehari untuk memperbaiki gubuk ini. Ada sebagian bahannya yang masih dapat dipergunakan" Paksi tidak menjawab. Tetapi ia mengangguk kecil. Sementara itu, langitpun menjadi semakin muram. Senja mulai turun. Sementara itu, Paksi dan Wijang masih mempunyai beberapa buah pisang yang dapat mereka makan. Malam itu keduanya tidur di atas ketepe yang masih mereka temukan di gubuk itu. Bergantian. Mereka tidak tahu, apakah lingkungan itu masih saja seperti pada saat-saat mereka tinggal di gubuk itu, atau menjadi lebih garang. Karena itu, maka mereka harus lebih berhati-hati.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Wijanglah yang tidur lebih dahulu. Baru kemudian di tengah malam tanpa dibangunkan, Wijang itupun bangun sendiri. "Tidurlah" berkata Wijang. "Aku sudah terlalu lama tidur. Kepalaku akan dapat menjadi pening jika aku tidur lebih lama lagi" Paksilah yang kemudian berbaring berselimut kain panjangnya. Dinginnya malam serasa menggigit tulang. Kaki Gunung Merapi itu rasa-rasanya telah membeku. Dedaunan, pepohonan dan rerumputan berdiri diam mematung. Tidak ada angin seberapa lembutnya pun. Sejenak kemudian, Paksipun terlelap. Ia memang sudah mulai mengantuk pada saat Wijang itu terbangun. Menjelang fajar Paksipun telah bangun. Keduanyapun telah pergi ke sungai untuk membersihkan diri. Ketika langit terang, keduanya telah duduk di depan gubuk mereka yang berserakkan. Dengan nada berat Wijangpun bertanya, "Apakah kau sudah siap untuk memperbaiki gubuk kita?" Paksi mengangguk sambil berdesis, "Marilah. Aku kira kita tidak memerlukan waktu terlalu lama" "Ya. Besok kita dapat turun untuk melihat suasana. Kita harus mengenali kembali lingkungan ini sebelum kita bergerak. Menurut jejak pelacakan kita, Ki Gede Lenglengan memang berada di sisi selatan Gunung Merapi. Sedang sepasang suami-istri itu untuk sementara kita anggap saja Repak Rembulung dan Pupus Rembulung, sebelum kita menemukan kemungkinan lain" Paksi mengangguk-angguk. Sementara itu Wijang yang benar-benar bersikap sebagai seorang kakak yang sangat memperhatikan adiknya berkata, "Nah, apakah kita akan mencari makanan lebih dahulu sebelum mulai dengan kerja?" "Ke mana kita mencari makanan?" "Di sebelah ada hutan yang memberikan kesempatan kita berburu. Di sungai banyak terdapat ikan. Nah, kita akan dapat mengasapinya. Kita buat api di pinggir sungai itu. Mungkin
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
asapnya akan membubung. Mudah-mudahan tidak ada orang yang memperhatikannya dan apalagi datang untuk menengoknya" "Nanti saja, Wijang. Sekarang kita mulai dengan kerja. Kita berharap bahwa di rumpun pisang itu kita mendapatkan pisang yang sudah masak" Wijang mengangguk-angguk. Iapun kemudian bangkit berdiri sambil menarik sepasang pisau belatinya. Katanya, "Nah, kau pakai yang satu. Kau siapkan tiangnya. Aku akan mengambil pelepah kelapa itu untuk membuat ketepe. Dinding gubuk ini harus diperbaharui" Paksi tidak menjawab. Diterimanya pisau belati itu. Namun ketika Wijang melangkah pergi, Paksipun berkata, "Kau akan memanjat pohon kelapa itu?" "Ya. Bukankah di pinggir kali kecil itu berderet pohon kelapa yang berdaun lebat" Bukan hanya daunnya, tetapi juga buahnya. Tidak ada yang memetiknya, sehingga berjatuhan dan hanyut ke hilir. Yang tersangkut di tepian akan tumbuh dan berbuah pula" Paksi tidak bertanya lagi. Tetapi ia mulai memilih potonganpotongan bambu yang masih mungkin dipakai. Yang sudah lapuk telah disingkirkan. Untuk menggantikan bambu yang sudah tidak dapat dipergunakan lagi, maka Paksipun harus memotong bambu dari rumpun bambu atau batang kayu yang tegak dan lurus, di pinggir hutan. Sehari itu, keduanya telah bekerja keras untuk membangun kembali gubuk itu. Wijangpun kemudian menyeret beberapa pelepah kelapa untuk membuat ketepe yang dapat dipergunakan untuk dindingnya. Sementara itu, mereka masih menemukan bekas atap ilalang yang dihanyutkan angin. Merekapun harus memperbaharuinya pula. Dicarinya ilalang kering untuk melengkapi atap gubuknya. Seperti yang mereka perhitungkan, maka hari itu juga mereka telah menyelesaikan sebagian besar dari gubuk mereka. Atap pun telah terpasang. Demikian pula dinding
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
ketepe meskipun lembar-lembar daun kelapanya masih basah. Jika daun itu kering dan menyusut, maka mereka harus merangkapinya dengan yang baru agar menjadi rapat. Ketika matahari menjadi semakin rendah, maka Paksipun berkata, "Kita sudahi kerja kita hari ini. Kita sempat mencari ikan dan mandi di sungai. Malam nanti kita akan mengasapi beberapa ekor ikan yang dapat kita tangkap. Sementara itu, kita dapat memetik buah pisang di rumpun-rumpun pisang di dekat tebing sungai itu" Wijang mengangguk. Katanya, "Baiklah. Malam nanti kita sudah dapat tidur di dalam sebuah gubuk yang tertutup serta beratap" Demikianlah, maka keduanyapun pergi ke sungai untuk membersihkan diri. Mereka sempat lewat di rumpun batang pisang yang lebat. Beberapa tandan pisang yang masak masih bergayut di batangnya. Ada di antaranya yang telah roboh. Tetapi ada pula yang telah dimakan burung. Ketika malam turun, maka Wijang dan Paksi yang letih telah berbaring di dalam gubuknya. Beberapa ekor ikan yang telah diasapi diletakkan di atas selembar daun pisang. Di sebelahnya, terkumpul duri beberapa ekor ikan yang telah dimakan dagingnya serta kulit pisang kapok kuning. Sambil berbaring keduanya masih sempat berbincang tentang rencana apa yang segera akan mereka lakukan. "Paksi" berkata Wijang kemudian, "kita tidak boleh tergesagesa. Kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di lingkungan ini setelah kita beberapa lama meninggalkannya. Mungkin adikmu berada di tangan Repak Rembulung dan Pupus Rembulung. Namun kita ketahui, bahwa sebelumnya ada permusuhan antara Repak Rembulung dan Pupus Rembulung serta beberapa perguruan yang lain dengan Harya Wisaka. Jika adikmu merupakan bagian dari anak-anak muda yang dipersiapkan bagi masa datang oleh Harya Wisaka, seharusnya mereka tidak berada di lingkungan Repak Rembulung dan Pupus Rembulung"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Paksi mengangguk-angguk. Katanya, "Menurut perhitungan nalar memang demikian. Tetapi mungkin ada perubahan sikap justru setelah Harya Wisaka tertangkap. Kita pun tidak tahu hubungan antara Ki Gede Lenglengan dengan Repak Rembulung dan Pupus Rembulung" "Ya. Banyak kemungkinan yang dapat terjadi. Karena itu, apakah yang sebaiknya kita lakukan" Apakah berusaha mencari hubungan dengan Repak Rembulung dan Pupus Rembulung" Mungkin kita dapat pergi ke Panjatan. Atau mungkin ke tempat yang lain. Tetapi kita harus tetap menyadari, bahwa sebenarnyalah di antara perguruanperguruan itupun terdapat persaingan. Mereka dahulu terikat dalam satu kerjasama untuk menentang Paman Harya Wisaka. Tetapi sekarang setelah Paman Harya Wisata tertangkap, persoalannya tentu berbeda. Aku tidak yakin, bahwa mereka sudah melupakan cincin kerajaan yang mereka anggap berada di daerah ini. Sepanjang cincin itu masih belum mereka ketemukan, maka mereka tentu masih berusaha mencarinya" "Tetapi berita bahwa cincin itu sudah berada di istana tentu sudah mereka dengar pula. Pangeran Benawa telah berada di istana pula" "Tetapi Pangeran Benawa itu sekarang sedang meninggalkan istana, sementara cincin itu masih ada padanya" Paksi menarik nafas dalam-dalam. Iapun kemudian bergumam seolah-olah ditujukan kepada diri sendiri, "Tidak seorang pun tahu, ke mana perginya Pangeran Benawa sekarang. Tidak pula ada ceritera tentang daru yang jatuh di daerah ini, sehingga agaknya mereka tidak berkumpul saling bermusuhan di sisi selatan kaki Gunung Merapi" "Kau benar, Paksi. Meskipun demikian, daerah ini merupakan daerah yang asing bagi kita sekarang" Paksi mengangguk-angguk.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Sudahlah" berkata Wijang, "kita beristirahat. Aku akan tidur sampai tengah malam. Kemudian bergantian kau yang tidur" Paksi mengangguk pula. Ketika Wijang memejamkan matanya, maka Paksi justru bangkit berdiri dan melangkah ke pintu. Didorongnya pintu gubuknya yang juga terbuat dari ketepe yang dirangkap. Demikian Paksi berada di luar pintu, maka terasa dingin malam menjadi semakin mencengkam. Langit nampak bersih ditaburi bintang yang jumlahnya tidak terhitung. Hutan lereng gunung nampak hitam pekat. Gumuk-gumuk kecil yang berserakan bagaikan batu-batu raksasa yang tergolek membeku. Paksipun duduk di atas sebuah batu yang besar. Batu itu sudah berada di tempat itu sejak ia membual gubuknya pertama kali. Paksi sempat merenung beberapa lama. Wajah-wajah dari orang-orang terdekat mulai membayang di angan-angannya. Ibunya, adik perempuannya dan yang paling jelas nampak adalah adik laki-lakinya. Wajah itu nampak muram dengan beberapa bercak noda yang melekat. Paksi menarik nafas dalam-dalam. Pertanyaan itu semakin lama semakin menghunjam di dadanya. Apakah ia akan dapat menemukan adiknya" Tetapi seandainya ia dapat menemukannya, apakah adiknya mau mendengar katakatanya, bahkan seandainya ia mengatas-namakan ibunya" Jantung Paksi terasa berdentang semakin cepat. Ia merasa betapa beratnya hari-hari yang akan dijalaninya dalam hubungannya dengan usahanya mencari dan membawa adiknya pulang dan menyerahkannya kepada ibunya. Paksipun menyadari, bahwa di hati adiknya telah tertabur racun. Adiknya tidak lagi menganggapnya sebagai saudaranya. Tetapi justru sebagai musuhnya. Ketika Paksi kemudian menengadahkan wajahnya, dilihatnya sebuah bintang meluncur dengan cepat. Ia sudah sering melihat lintang alian yang meluncur di langit. Bahkan
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
apa yang disebut ndaru dan teluh braja, yang berwarna kehijau-hijauan dan kemerah-merahan. Paksi itupun kemudian bangkit berdiri. Beberapa langkah ia berjalan ke samping gubuk kecilnya. Langkahnya terhenti ketika Paksi mendengar aum seekor harimau di pinggir hutan lereng gunung. Suaranya bergaung oleh gema yang seakanakan sahut-menyahut. Namun ketika dingin malam terasa semakin menusuknusuk kulit, Paksipun masuk kembali ke dalam gubuknya. Kemudian ditutupnya kembali pintunya rapat-rapat. Seperti malam sebelumnya, menjelang tengah malam, Wijang telah terbangun. Sambil duduk dan mengusap matanya, Wijangpun berdesis, "Sekarang giliranmu tidur" Paksi tidak menjawab. Dibaringkannya tubuhnya di atas anyaman ketepe berselimut kain panjangnya. Wijanglah yang kemudian duduk sambil menyilangkan kakinya. Namun beberapa saat kemudian, setelah Paksi tertidur, Wijangpun bangkit dan melangkah keluar pula dari gubuknya. Tetapi Wijangpun tidak lama berada di luar. Ia merasa lebih hangat berada di dalam gubuknya daripada di luar. Sementara itu kabut pun mulai turun dari lambung bukit, menyelimuti Gunung Merapi yang seakan-akan kedinginan itu. Menjelang fajar, Paksipun telah terbangun. Berdua mereka pergi ke sungai yang tidak terlalu jauh dari gubuk itu. Sementara itu kabut masih tersangkut di kaki bukit, sehingga Wijang dan Paksi harus sangat berhati-hati. Kecuali jalan yang licin, pandangan mata mereka pun terhalang oleh lapisan kabut yang keputih-putihan itu. Setelah mereka berbenah diri, maka Wijangpun berkata, "Paksi, sebaiknya kita mengamati keadaan di sekitar tempat ini untuk menentukan sikap kita lebih jauh" Paksi mengangguk. Katanya, "Ya. Kita akan melihat-lihat. Apakah telah terjadi perubahan di lingkungan ini" Menjelang matahari terbit, maka keduanyapun telah meninggalkan gubuk mereka. Keduanya belum merencanakan untuk membersihkan lingkungan di sekitar gubuk itu. Mereka
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
masih belum tahu, apakah mereka akan tinggal untuk waktu yang panjang di gubuk itu. Beberapa saat kemudian, keduanya mulai menuruni kaki Gunung Merapi. Mereka berjalan di padang perdu yang bagaikan bergelombang. Gerumbul perdu berserakkan di sana-sini. Tidak jauh dari padang perdu itu nampak hutan lereng gunung yang garang. Pohon-pohon raksasa tumbuh saling berdesakan. Namun pohon-pohon perdu pun tumbuh pula di antaranya, sehingga agaknya sulit untuk menyibak memasuki hutan yang lebat dan liar itu. Beberapa saat kemudian, Wijang dan Paksi sampai pada sebuah jalan setapak yang sempit di sela-sela lekuk-lekuk tanah di padang perdu itu. Tetapi agaknya jalan itu tidak pernah tersentuh kaki. Mungkin sekali dua kali ada orang yang sedang mencari kayu lewat di jalan setapak itu. Itupun tentu jarang sekali, karena di hutan itu masih berkeliaran berbagai jenis binatang buas. Menurut penglihatan Wijang dan Paksi, masih belum terdapat banyak perubahan di sekitar tempat itu. Yang mereka lihat masih yang dahulu juga. Ada sebatang pohon raksasa di dekat sebuah gumuk kecil yang roboh. Agaknya angin pusaran yang kuat telah memutar dan mencabut pohon itu sehingga roboh. Daun-daunnya sudah rontok. Namun beberapa tunas baru justru telah tumbuh di pangkal batang yang roboh itu. Agaknya sebagian akarnya yang masih menghunjam ke bumi, masih juga mampu menghisap makanan dari dalam tanah untuk menghidupi tunas-tunas yang baru itu. "Nampaknya kita akan sampai ke jalan yang menuju ke pasar, Paksi" berkata Wijang kemudian. "Ya. Tetapi apakah sebaiknya kita benar-benar pergi ke pasar?" "Baiklah. Mungkin ada yang dapat kita dengar apa yang terjadi di pasar itu" Dengan kesepakatan itu maka merekapun berjalan lebih cepat menuju ke pasar. Ketika mereka semakin mendekati pasar yang sering mereka kunjungi, jantung mereka menjadi
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
berdebar-debar. Dari kejauhan mereka sudah melihat, bahwa masih ada kesibukan di pasar itu. Namun rasa-rasanya pasar itu menjadi lebih sepi dari beberapa saat yang lewat, ketika mereka masih sering datang ke pasar itu. Beberapa puluh langkah dari pintu gerbang pasar mereka berhenti. Dengan nada dalam Paksipun berdesis, "Apakah karena hari ini bukan hari pasaran, maka pasar itu nampak agak sepi?" "Bukan karena itu, Paksi. Ketika kita sering datang ke pasar ini, merupakan bukan hari pasaran, pasar ini nampak lebih ramai dari hari ini" Paksi mengangguk-angguk. Sudah cukup lama ia tidak pergi ke pasar itu. Agaknya memang sudah terjadi banyak perubahan. "Marilah. Kita masuk. Kita sudah berada di pasar. Jika nanti kita kembali ke gubuk, kita dapat membawa beberapa alat yang barangkali kita perlukan. Di pasar itu tentu masih ada orang yang berjualan gerabah. Kita dapat membeli mangkuk, periuk dan barangkali kuali, di samping bumbu dapur, terutama garam" ajak Wijang. Paksi mengangguk sambil menjawab, "Marilah, kita akan melihat, apakah isi pasar itu masih seperti dahulu" Keduanyapun kemudian melangkah mendekati pintu gerbang pasar. Beberapa buah kedai masih nampak berdiri di depan pasar. Tetapi pada hari itu hanya ada dua buah kedai yang dibuka. Sesaat kemudian, maka mereka pun telah berada di dalam pasar. Masih banyak orang berjualan. Masih banyak pula orang yang berbelanja. Tetapi memang tidak seramai beberapa waktu yang lalu. Ketika keduanya berjalan untuk melihat-lihat, merekapun terkejut. Demikian mereka berpaling, mereka melihat penjual dawet itu masih berjualan, meskipun tempatnya agak bergeser.
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Bukankah kalian berdua yang dahulu sering membeli dawetku?" bertanya penjual dawet itu. Wijang dan Paksipun melangkah mendekat. Sambil tersenyum Paksipun menjawab, "Ya, Paman. Kami dahulu sering membeli dawet di sini. Tetapi bukankah dahulu Paman tidak berjualan di sini?" "Hanya sedikit beringsut, anak muda. Agak lebih jauh dari pintu gerbang. Duduklah. Apakah sekarang kalian juga akan membeli dawet lagi?" "Ya, Paman" jawab Wijang dengan serta-merta. Paksipun tersenyum pula. Iapun ingin juga minum dawet cendol yang manis itu setelah sebelumnya ia hanya minum air dari belik saja. Sambil menyendok cendol ke dalam mangkuk, penjual dawet itupun bertanya, "Ke mana saja kalian selama ini" Sudah lama sekali kalian tidak nampak di pasar" "Menengok pamanku, Paman" "Ya. Saat itu kau memang mengatakan akan menengok pamanmu. Tetapi begitu lama?" "Kami tidak boleh pulang. Paman dan bibi sendirian di rumah" "Apakah mereka tidak mempunyai anak?" "Ada, Paman. Tetapi tidak seorang pun dari anak-anaknya yang tinggal bersamanya. Setelah mereka menikah, maka satu-satu mereka meninggalkan paman dan bibi, ikut suami mereka masing-masing" "Apakah anaknya semuanya perempuan?" "Ya. Enam orang. Semuanya perempuan. Sementara itu paman dan bibi tidak mau meninggalkan rumah warisan dari kakek dan nenek. Jika saja paman dan bibi mau tinggal bersama salah seorang anaknya, maka tidak akan ada masalah lagi. Semua anak perempuannya minta agar paman dan bibi tinggal bersama mereka. Tetapi mereka tidak mau. Mereka memilih kesepian tinggal di rumah warisan. Nah, ketika aku dan Kakang menengok mereka, maka kami berdualah yang
http://www.mardias.mywapblog.com
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
jadi pengganti anak-anak mereka. Kami mau tidak mau harus tinggal bersama mereka" "Sekarang, kenapa mereka kalian tinggalkan?" Paksi termangu-mangu sejenak. Yang menyahut adalah Wijang, "Anak paman yang bungsu baru saja melahirkan. Ada alasan baginya untuk minta bibi menungguinya. Bahkan bersama paman" "Lalu rumah paman dan bibimu kalian tinggal begitu saja?" "Tidak. Rumah itu kami titipkan tetangga. Tetapi tetangga ini masih ada juga hubungan darah meskipun sudah agak jauh" Penjual dawet itu terdiam. Sementara itu mangkuk Wijang dan Paksipun telah kosong pula. "Tambah lagi, Ngger?" bertanya penjual dawet itu. Meskipun masih terhitung pagi, tetapi rasa-rasanya Wijang dan Paksi itu sudah kehausan. Karena itu, maka merekapun telah minta tambah lagi semangkuk dawet cendol. "Lagi, Ngger?" bertanya penjual dawet itu ketika melihat mangkuk dawet cendol Wijang dan Paksi telah habis kembali. Wijang tertawa. Katanya, "Perutku sudah penuh dawet, Paman. Meskipun kami belum makan pagi, rasa-rasanya perut kami sudah kenyang" "Tetapi ada seorang yang minum dawet empat mangkuk sekaligus, Ngger" Paksi mengerutkan dahinya. Rasa-rasanya ia memang pernah mendengar penjual dawet itu berkata demikian. Namun Wijangpun menjawab, "Perutku tidak cukup untuk menampung empat mangkuk dawet itu, Paman" Penjual dawet itu tertawa Dalam pada itu, selagi mereka masih duduk di lincak di depan penjual dawet itu, Paksipun bertanya, "Paman, kenapa pasar ini terasa sepi" Mungkin hari ini memang bukan hari pasaran, tetapi bukankah biasanya tidak di hari pasaran pun pasar ini terasa lebih ramai?"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
"Hari ini pasar ini sudah bertambah ramai. Tiga hari yang lalu, pasar ini menjadi sangat sepi. Hampir tidak ada seorang pun yang berjualan dan berbelanja di pasar ini" "Kenapa?" Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Ketika ada seorang perempuan yang membimbing anaknya membeli dawet, maka Paksi dan Wijangpun bergeser menepi, sehingga perempuan dan anaknya itu duduk pula di lincak panjang itu. "Pasarnya sudah mulai agak ramai lagi, ya Kang?" berkata perempuan itu. "Ya. Dua hari dawetku tidak laku" "Jadi kemarin dan kemarin lusa, Kakang juga berjualan?" "Ya. Menurut pendapatku, aku tidak akan diganggu" "Bukan itu, Kang. Tetapi seharusnya Kakang juga memperhitungkan, bahwa pasar ini akan menjadi sepi dan tidak ada orang yang membeli" "Aku sudah memperhitungkan. Aku pun hanya membuat dawet dan cendolnya seperempat dari hari-hari biasanya. Namun ternyata yang seperempat itu pun tidak habis" "Seharusnya Kakang tahu, bahwa pasar ini akan menjadi kosong barang dua tiga hari. Baru hari ini Kakang keluar dengan dagangan Kakang" "Aku salah hitung. Barangkali aku hanya ingin menyombongkan diri bahwa aku tidak takut meskipun terjadi kerusuhan" "Kakang tidak usah berbuat seperti itu. Kecuali dagangan Kakang tidak laku, jika terjadi sesuatu dengan Kakang, itu karena salah Kakang sendiri" Penjual dawet itu mengangguk-angguk. Sementara itu, perempuan dan anaknya itu telah selesai menghirup dawet semangkuk. Perempuan itupun kemudian membayar harga dawet itu sambil berkata, "Sudahlah, Kang. Tetapi lain kali, Kakang harus lebih berhati-hati. Uang memang dapat dicari, Kang. Tetapi di mana Kakang akan membeli nyawa, jika nyawa Kakang hilang?"
Ebook Cersil http://zheraf.wapamp.com/
Penjual dawet itu tertawa. Katanya, "Baiklah. Lain kali aku akan berhati-hati" Ketika perempuan dan anaknya itu sudah pergi, maka Wijangpun bertanya, "Ada apa sebenarnya beberapa hari yang lalu itu?" Penjual dawet itu termangu-mangu. Diedarkannya pandangannya ke sekelilingnya, seakan-akan ada yang sedang dicarinya, namun kemudian penjual dawet itupun berkata, "Ada orang ngamuk, Ngger" "Orang ngamuk?" "Semula orang itu memang tidak mengamuk. Tetapi agaknya ia memerlukan uang. Karena itu maka orang itu pun memaksa beberapa orang yang berjualan di pasar untuk memberi uang kepadanya, yang jumlahnya terhitung besar" Wijang dan Paksi mendengarkan ceritera penjual dawet itu dengan seksama. Sementara itu penjual dawet itupun berkata, "Tentu saja ada yang merasa berkeberatan. Apalagi mereka yang dagangannya belum laku" "Orang itu tidak mau mengerti?" "Ya. Orang itu tidak mau mengerti. Karena itu, maka segera terjadi perselisihan. Ketika beberapa orang laki-laki termasuk orang yang bertugas di pasar ini berusaha mengusirnya, maka orang itupun telah mengamuk" "Ia seorang diri?" "Sebenarnya ia tidak seorang diri. Tetapi agaknya kawankawannya tidak ikut campur" "Orang itu telah membunuh?" "Tidak ada yang terbunuh. Tetapi beberapa orang terluka cukup parah. Ia berhenti ketika beberapa orang menyatakan kesediaan mereka untuk mengumpulkan uang sebagaimana ia minta" "Paman dapat menyebut ciri-ciri orang itu?" "Untuk apa kau mengetahui ciri-cirinya?" "Tidak apa-apa, Paman. Sekedar ingin tahu saja" Penjual dawet itupun kemudian telah menyebut ciri-ciri orang itu dan satu dua orang yang datang bersamanya.
Hati Yang Terberkahi 2 Kisah Flarion Putera Sang Naga Langit Karya Junaidi Halim Terjerat Asmara Mistik 1

Cari Blog Ini