11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 10
dalam iring-iringan itu. Menjelang malam hari semuanya telah terpasang. Barangbarang
apapun yang akan dibawa telah dimasukkan didalam
pedati pula. Sedangkan pedati yang akan membawa orangorang
yang terluka telah dibentangi tikar dan dibawahnya telah
ditebari jerami yang bersih agar dasar pedati itu tidak menjadi
terlalu keras. Malam itu adalah malam terakhir para prajurit dan
pengawal berada di Madiun. Namun mereka tidak
meninggalkan kewaspadaan. Justru karena Ki Gede Kebo Lungit masih
belum tertangkap, maka kemungkinan buruk akan dapat
terjadi. Terutama pada parapengawaldari Tanah Perdikan
Menoreh dan Pegunungan Sewu.
Namun semalaman para prajurit dan pengawal rasarasanya
tidak ingin tidur sekejappun. Mereka sudah mulai
membayangkan jalan-jalan di kampung halaman mereka.
Rasa-rasanya mereka justru menjadi semakin rindu kepada
keluarga mereka masing-masing. Kepada orang tua mereka,
kepada anak dan istri, kepada saudara-saudara yang telah
cukup lama mereka tinggalkan. Mereka yang sempat pulang
adalah diantara para prajurit dan pengawal yang wajib
mengucap sokur bahwa mereka masih dapat bertemu dengan
keluarga mereka, sementara beberapa orang diantara kawankawan
mereka harus mereka tinggalkan.
Panembahan Senapatipun telah mempersiapkan segalagalanya.
Demikian pula Ki Patih Mandaraka, para Pangeran,
Senapati dan Tumenggung. Satu iring-iringan yang besar
besok pagi-pagi akan meninggalkan Madiun.
Dalam pada itu Panembahan Senapati memang sudah
menjatuhkan perintahnya, bahwa pasukan Mataram tidak
akan menunda saat keberangkatan mereka. Dalam waktu lima
hari Panembahan Senapati telah berhasil mempersiapkan
segala sesuatunya termasuk Madiun yang akan ditinggalkan
oleh pasukan Mataram. Menjelang dini hari, maka Madiun telah menjadi ramai.
Kota itu telah terbangun oleh kesibukan para prajurit yang
akan meninggalkan kota menuju ke Mataram setelah tugas
mereka dapat mereka selesaikan meskipun dengan banyak
pengorbanan. Untara telah siap pula dengan pasukannya, termasuk
pasukan pengawal Kademangan Sangkal Putung, yang
ternyata telah memasang tanda-tanda kebesarannya pula.
Beberapa tunggul dengan kelebet yang memanjang dalam
warna-warna cerah akan menjadi ujung dari pasukan
pengawal Kademangan Swandaru yang terluka itu telah
merasa sembuh atau pulih sama sekali,
meskipun bekas luka itu sendiri masih nampak. Sementara
tabib yang merawatnya masih selalu mengobatinya. Tetapi
luka yang tertutup oleh bajunya itu tidak lagi terpengaruh pada
gerak tubuh dan tangannya.
Seekor kuda telah siap untuk dipergunakannya. Sementara
sebuah pedati telah dipergunakan untuk membawa tiga orang
pengawal dari Sangkal Putung yang lukanya masih parah.
Beberapa orang yang terluka ringan tidak lagi memerlukan
pedati untuk membawa mereka. Mereka akan merasa lebih
berbangga jika mereka kembali dengan berjalan kaki
bersama-sama kawan-kawannya yang utuh.
Tanah Perdikan Menoreh dan Pegunungan Sewu
memerlukan beberapa buah pedati untuk membawa para
pengawal yang terluka. Mereka memerlukan pedati lebih
banyak. Tanah Perdikan sendiri memerlukan lima buah pedati,
sedangkan Pegunungan Sewu memerlukan tiga buah.
Namun pada umumnya para prajurit dan pasukan yang
tergabung dalam pasukan Mataram itu telah mendengar
peristiwa yang dialami oleh pasukan Tanah Perdikan Menoreh
dan pasukan dari Pegunungan Sewu itu. Sehingga karena itu,
maka bagi mereka adalah wajar sekali jika diperlukan pedati
yang cukup banyak untuk membawa para pengawal yang
terluka. Pada saat yang ditentukan, maka semua pasukan benarbenar
telah siap berangkat. Namun sebelumnya para
pimpinan telah dipanggil menghadap Panembahan Senapati.
Pesan-pesan singkat telah diberikan kepada mereka,
sehingga perjalanan mereka akan menjadi tertib dan tidak
mengikuti keinginan setiap kelompok di dalam pasukan itu
sendiri. Pasukan yang banyak itu pada saatnya kemudian telah
berkumpul di alun-alun Madiun. Berbagai macam tanda
kebesaran nampak menghiasi pasukan yang siap untuk
berangkat. Obor-obor yang jumlahnya tidak terhitung masih
terpasang di alun-alun. Beberapa saat kemudian terdengar bende berbunyi satu
kali. Pertanda bahwa semua pasukan harus sudah berada di
alun-alun. Ketika bende berbunyi dua kali, maka seluruh
pasu-kan harus sudah siap untuk berangkat.
Juru pemukul bende masih menunggu perintah untuk
membunyikan bende untuk ketiga kalinya. Namun ternyata Ki
Patih Mandaraka masih memberikan sedikit kesempatan
kepada setiap pasukan. Baru kemudian, setelah Ki Patih yakin bahwa semua
kesatuan dalam pasukan Mataram bersiap, bendepun telah
dipukul untuk ketiga kalinya.
Dengan demikian maka ujung pasukan Mataram itupun
mulai bergerak dengan urutan sebagaimana pernah di
beritahukan dalam pertemuan serta sesuai dengan tempat
setiap kesatuan itu dalam susunan pasukan di alun-alun.
Seperti seekor ular raksasa, maka pasukan Mataram itu
menjalar meninggalkan Madiun. Para pemimpin dari setiap
kesatuan memimpin pasukannya masing-masing diatas
punggung kuda. Sementara itu, pasukan Mataram tidak
berjalan terlalu cepat, karena di dalam pasukan itu terdapat
beberapa buah pedati. Baik yang membawa barang-barang,
maupun yang membawa para prajurit dan pengawal yang
terluka. Ternyata bahwa pasukan dari Tanah Perdikan Menoreh
dan Pegunungan Sewu berada diurutan yang hampir di paling
belakang. Namun diujung belakang iring-iringan itu adalah
pasukan Mataram yang tidak terlalu banyak, yang dipimpin
oleh seorang Lurah Prajurit.
Beberapa orang penghubung dari Pajang telah mendahului
pasukan itu sejak beberapa hari sebelumnya. Mereka harus
mempersiapkan sambutan bagi kehadiran pasukan Mataram.
Bukan sekedar upacara penyambutan, tetapi yang penting
adalah menyediakan perbekalan yang cukup untuk dua hari
serta tempat bagi para prajurit.
Para penghubung itu memang membuat para pemimpin
yang tidak ikut dalam pasukan Mataram ke Timur menjadi
sibuk. Mereka telah menyiapkan barak-barak prajurit serta
meminjam rumah-rumah yang cukup besar untuk menampung
para prajurit dan para pengawal yang ikut dalam pasukan
Mataram. Sementara itu telah dibuat dapur-dapur yang akan
menyediakan makan dan minum bagi seluruh pasukan.
Dalam pada itu pasukan Mataram merambat dengan
lamban. Namun mereka memang tidak tergesa-gesa. Tidak
ada tugas lain yang harus mereka selesaikan dengan cepat.
Meskipun demikian sebenarnyalah bahwa Ki Patih
Mandara-ka masih saja dibayangi oleh kegelisahan karena
sikap Adipati Pati di Madiun. Begitu saja Adipati Pati
meninggalkan Madiun maka bayangan yang buram mulai
menggantung lagi diatas langit Mataram, maka kemudian Pati
telah menunjukkan gejala yang mencemaskan.
Apalagi jika diingat, bahwa ayahanda Panembahan
Senapati dan ayahanda Adipati Pati adalah dua orang yang
bukan saja bersahabat dengan akrab. Tetapi keduanya adalah
saudara seperguruan yang telah bersama-sama, dibawah
petunjuk-petunjuk Ki Mandaraka saat ia masih disebut Ki Juru
Martani, menyelesaikan permusuhan antara Jipang dan
Pajang. Ki Gede Pemanahan dan Ki Panjawi adalah dua
orang pimpinan prajurit Pajang yang telah mendapat tugas
untuk memimpin pasukan Pajang menghadapi pasukan
Jipang di Bengawan Sore. Pada saat itu, Panembahan
Senapati yang masih sangat muda yang bergelar Mas
Ngabehi Loring Pasar dan yang juga dipanggil Sutawijaya,
telah turun pula ke medan dan berhasil membunuh Adipati
Jipang yang bergelar Arya Penangsang.
" Keduanya sebaiknya mengingat hubungan ayah mereka
yang akrab " berkata Ki Patih Mandaraka didalam hatinya.
Tetapi baik Panembahan Senapati maupun Adipati Pati, agaknya,
adalah orang-orang yang berpijak pada harga diri
yang tinggi, sehingga diantara keduanya sulit untuk
diharapkan seseorang lebih dahulu melakukan pendekatan.
Mendung itu sebenarnya sudah mulai terasa membayangi
pasukan Mataram. Beberapa orang pemimpin pasukan telah
membayangkan, bahwa pada suatu saat, mereka harus
berkumpul lagi untuk melakukan perjalanan yang panjang
sambil membawa senjata masing-masing.
Namun sebagian terbesar dari para prajurit dan pengawal
berusaha untuk menyingkirkan perasaan itu. Mereka justru
membayangkan kampung halaman mereka yang sudah lama
mereka tinggalkan. Iring-iringan yang lamban itu masih harus berhenti untuk
beristirahat ketika matahari terasa membakar tubuh mereka.
Tetapi tidak ada tempat yang mapan untuk beristirahat seluruh
pasukan, sehingga karena itu, maka mereka hanya
beristirahat sejenak mengeringkan keringat ditepi disebuah
hutan yang masih cukup luas.
Iring-iringan itu baru mencapai tujuanketika malam sudah
sangat larut. Bahkan lewat tengah malam.-iring-iringan itu
langsung menuju ke alun-alun Pajang. Beberapa orang
petugas yang menerima mereka telah menghubungi para
pemimpin pasukan. Setiappasukan akan diantar oleh petugas
tertentu ke barak mereka masing-masing.
" Mungkin kurang memadai " berkata para petugas itu "
tetapi inilah yang terbaik yang dapat kami sediakan. "
Para prajurit dan pengawal yang telah terbiasa tinggal
dimana-pun dalam keadaan yang khusus itu memang tidak
mengeluh. Dalam keadaan letih, mereka memasuki barak
masing-masing. Beberapa orang langsung berbaring dan
bahkan tertidur di serambi barak-barak mereka. Di pendapa, di
pringgitan dan dimana-mana.
Beberapa saat kemudian, maka beberapa buah pedati
telah memencar diseluruh kota Pajang membawa makanan
dan minuman yang dibagi-bagikan kepada para prajurit di
barak-barak mereka, dari dapur-dapur raksasa yang dibangun
dibeberapa tempat dibagian kota Pajang.
Mereka yang sudah tertidurpun telah dibangunkan.
Bagaimanapun juga para prajurit itu memang merasa lapar
dan haus. Selesai makan dan minum, maka para prajurit dan
pengawal yang letih itu telah kembali berbaring setelah
berbincang-bincang sejenak menilai makanan yang baru saja
mereka makan. " Tidak ada sambal " berkata seorang prajurit berkumis
lebat. " Buat apa sambal" Sayurnya pedas sekali. Lidahku terasa
menyentuh api " sahut kawannya.
" Kau terbiasa makan makanan bayi. Kalau kau tidak
membiasakan diri makan sambal maka kau masih akan tetap
tidak dapat berbicara dengan jelas " jawab prajurit berkumis
itu. " Apakah aku tidak dapat berbicara jelas" " bertanya
kawannya. " Ya " jawab prajurit berkumis itu,
" Ternyata kau kebanyakan sambal, sehingga telingamu
menjadi kurang baik " desis kawannya sambil berbaring lagi.
Kawannya yang berkumis itu menggeram. Tetapi kawannya
itu telah memejamkan matanya dan tidak menghiraukannya
lagiDemikianlah, disisa malam itu, para prajurit dan pengawal
tidur semakin nyenyak setelah perut mereka kenyang, kecuali
yang memang bertugas. Dihari berikutnya, maka para prajurit dan pengawal masih
sempat beristirahat. Namun Panembahan Senapati telah
memanggil semua pemimpin pasukan.
Panembahan Senapati telah memerintahkan dihari
berikutnya semua pasukan akan meninggalkan Pajang,
kecuali pasukan Pajang sendiri. Tetapi tidak semua pasukan
harus menuju ke Mataram lebih dahulu. Pasukan yang akan
menuju ke Utara, dapat langsung kembali ke daerah masingmasing.
Demikian pula yang lain apabila dikehendaki.
Agaknya keputusan Panembahan Senapati itu mendapat
sambutan baik dari para pemimpin pasukan. Mereka tidak
harus pergi ke Mataram, lebih dahulu. Baru kemudian kembali
ketem-pat masing-masing. " Tetapi semua yang akan memisahkan diri harus
memberikan laporan baik kepada Pangeran Mangkubumi
maupun kepada Pangeran Singasari " perintah Panembahan
Senapati. Demikianlah, maka Swandarupun telah mendapat
keterangan pula dari Untara tentang perintah itu. Karena itu,
maka Untara telah memberikan kesempatan kepada Swandaru,
jika pasukannya ingin langsung kembali ke Jati Anom, maka ia
akan menyampaikannya kepada Pangeran Singasari.
Swandaru termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
Swandaru telah menggelengkan kepalanya sambil berkata "
Tidak. Biarlah pasukan pengawal Kademangan Sangkal
Putung sampai ke Mataram lebih dahulu, baru kami kemudian
akan meninggalkan Mataram bersama-sama dengan para
prajurit yang berada di Jati Anom. Bukankah pasukan kakang
Untara juga akan ke Mataram lebih dahulu sebelum kembali
ke Jati Anom" "
" Ya, pasukanku memang akan menuju ke Mataram lebih
dahulu. " jawab Untara.
" Biarlah para pengawal Sangkal Putung mengenal lebih
banyak tentang Mataram. " jawab Swandaru.
" Baiklah. Jika demikian, aku akan menyampaikannya agar
bagi pasukan pengawal Kademangan Sangkal Putung
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
disediakan tempat dan perbekalan. " berkata Untara.
" Bukankah asal kita tidak memberikan laporan akan
memisahkan diri, maka dengan sendirinya persediaan itu
diadakan" " bertanya Swandaru.
" Aku hanya ingin agar tidak terjadi kekeliruan " jawab
Untara. Demikianlah, maka di keesokan harinya pasukan itu akan
berangkat ke tujuan yang berbeda-beda. Swandaru telah
memberitahukan pula kepada Agung Sedayu, bahwa ia akan
membiarkan pasukannya memasuki Mataram lebih dahulu.
Baru kemudian bersama-sama dengan pasukan Untara
kembali ke Sangkal Putung.
" Kau tidak ingin segera berada di Sangkal Putung
kembali" " bertanya Agung Sedayu.
" Aku akan memperkenalkan para pengawal lebih banyak
tentang Mataram. " jawab Swandaru.
AgungSedayu mengangguk-angguk. Ia tidak berkeberatan,
Namun bagi Agung Sedayu hal itu tidak perlu sama sekali. Ia
yakin bahwa Panembahan Senapati tidak akan
memerintahkan penyambutan yang berlebihan. Karena Agung Sedayu
mengerti, Swandaru ingin menyaksikan penyambutan atas
pasukan yang kembali dari peperangan. Termasuk pasukan
pengawal dari Ka-demangan Sangkal Putung.
Dihari berikutnya, pasukan Mataram di Pajang telah
berangkat ketujuan yang berbeda. Baru yang terakhir,
pasukan Mataram yang akan menuju ke Mataram. Termasuk
pasukan pengawal dari Tanah Perdikan Menoreh, dari
Pegunungan Sewu dan dari Sangkal Putung.
Perjalanan dari Pajang ke Mataram memang lebih pendek
dari perjalanan dari Madiun ke Pajang. Namun pasukan
Mataram tidak menunggu matahari menjadi semakin tinggi.
Demikian pasukan yang lain yang semula berada dalam
kesatuan pasukan Mataram meninggalkan alun-alun Pajang,
maka pasukan yang akan berangkat ke Matarampun telah
meninggalkan Pajang pula.
Satu iring-iringan yang sudah tidak terlalu panjang lagi
meskipun masih menunjukkan satu pasukan yang
mendebarkan, karena semua tanda kebesaran dan setiap
kesatuan masih dipasang. Umbul-umbul, rontek, kelebet pada
tunggul-tunggul yang berwarna kuning keemasan.
Sementara itu, di Mataram memang sudah dipersiapkan
penyambutan. Tetapi sebagaimana pesan Panembahan
Senapati sendiri, sambutan itu tidak berlebihan.
" Apa yang dapat diibanggakan" " bertanya Panembahan
Senapati kepada diri sendiri.
Meskipun jarak Pajang sampai ke Mataram tidak sepanjang
jarak antara Madiun dan Pajang, namun pasukan itu
memasuki pintu gerbang kota Mataram setelah jauh malam,
meskipun belum sampai tengah malam.
Sebenarnyalah, rakyat Mataram memang menunggununggu
kehadiran pasukannya yang kembali dari peperangan.
Berita tentang keberhasilannya pasukan Mataram yang
dipimpin langsung oleh Panembahan Senapati itu telah lebih
dahulu sampai ke Mataram, jauh sebelum pasukan itu datang.
Hampir setiap hari, datang penghubung dari Madiun memberikan
laporan-laporan khusus kepada para pemimpin yang berada di
Mataram untuk dapat menyesuaikan dirinya serta mengambil
kebijaksanaan tertentu apabila diperlukan.
Meskipun Panembahan Senapati tidak memerintahkan,
namun ternyata bahwa rakyat Mataram seakan-akan telah
tumpah kejalan-jalan raya yang menuju ke alun-alun. Rakyat
Mataram dengan bangga menunggu kedatangan para prajurit
dan pengawal yang telah menyemarakkan nama Mataram
yang sedang berkembang. Para prajurit dan para pengawal memang merasa bangga
atas sambutan itu. Meskipun hari telah larut malam, namun
rakyat Mataram seakan-akan tidak lagi mengenal waktu.
Berpuluh-puluh, bahkan beratus-ratus obor menyala disepanjang
jalan dan disekitar alun-alun. Sorakpun mengguruh
mengumandang memenuhi seluruh kota. Anak-anak yang
telah tertidurpun menjadi terbangun pula karenanya. Mereka
menangis meronta-ronta. Tetapi ketika mereka dibawa keluar
rumah dan melihat kebesaran pasukan Mataram menyusuri
jalan-jalan maka merekapun telah terdiam.
Para prajurit dan pengawal dapat melupakan sejenak
perasaan letih dan lapar. Namun mereka telah berada di alunalun
untuk beberapa saat sambil menunggu setiap pemimpin
pasukan yang menghadap Penembahan Senapati untuk
mendapat penjelasan, maka perasaan letih dan lapar itu mulai
mengganggu mereka lagi. Sementara itu, rakyat menjadi semakin berdesakan.
Ternyata mereka tidak saja ingin memberikan penghormatan
yang setinggi-tingginya kepada para prajurit dan pengawal.
Tetapi sebagian dari mereka juga segera ingin tahu, apakah
keluarga mereka yang ikut dalam kesatuan yang tergabung
dalam pasukan Mataraam itu sempat kembali atau tidak.
Panembahan Senapati memang menghendaki, agar
pengumuman tentang para prajurit yang gugur diberikan
setelah seluruh pasukan sempat beristirahat di barak yang sudah
disediakan. Beberapa saat kemudian, maka para pemimpin
pasukannya telah kembali ke pasukan masing-masing.
Mereka telah menyampaikan perintah Panembahan Senapati.
Para prajurit dan pengawal telah diperkenankan untuk pergi ke
barak masing-masing. Namun mereka belum boleh
meninggalkan Mataram sampai menunggu perintah
berikutnya, Sementara itu, ada petugas khusus yang akan
mengumumkan siapakah yang telah gugur di medan
pertempuran. Khususnya para prajurit Mataram sendiri.
Termasuk para prajurit yang berada di Sangakal Putung.
Pasukan Khusus di Tanah Perdikan Menoreh dan pasukanpasukan
yang lain yang mengikuti perjalanan ke Timur.
Sementara itu, pasukan pengawal akan mengumumkan para
pengawal yang gugur di daerah mereka masing-masing oleh
para pemimpin pasukannya.
Dengan demikian, maka para prajurit dan pengawal yang
berada di alun-alun dalam keadaan letih dan lapar itupun
kemudian telah menuju ke barak masing-masing. Sementara
itu beberapa orang yang tidak sabar telah berusaha mendekati
para prajurit yang sedang berbaris itu untuk menanyakan
apakah keluarganya selamat atau tidak. Apalagi mereka yang
telah mengenal satu dua orang prajurit yang berjalan diantara
iring-iringan itu. Cahaya obor yang berjajar disepanjang jalan
telah menggapai wajah-wajah yang layu itu.
Tetapi setiap prajurit selalu menggeleng sambil menjawab "
Besok, pada saatnya akan diumumkan. "
" Kau kenal suamiku bukan" " bertanya seorang
perempuan " apakah ia ada dalam pasukan ini" "
Prajurit itu termangu-mangu. Ia mengenal perempuan itu
dengan baik. Ia mengenal suaminya dengan baik. Ia tahu pasti
bahwa suami perempuan itu telah gugur. Tetapi ia tidak
berhak memberi jawaban atas pertanyaannya.
Perempuan itu mengikutinya sambil membawa obor di
tangan kanannya. Dengan nada tinggi serta menahan tangis
ia bertanya " Kau tahu suamiku bukan" "
Prajurit itu menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada
dalam ia berkata " Besok akan diumumkan, siapakah yang
tidak dapat kembali bersama-sama dengan kami. "
" Jawablah. Jawablah " desak perempuan itu.
Tetapi prajurit itu justru menjadi semakin bingung, sehingga
pemimpin kelompoknya telah terpaksa ikut mencampurinya "
Maaf Nyi. Kami tidak mendapat wewenang untuk menjawab
pertanyaan itu. Kami tidak tahu pasti apakah yang terjadi diantara
kawan-kawan kami yang banyak itu. Sebagaimana
diketahui, bahwa pasukan kami terdiri dari beberapa pasukan
dari berbagai daerah. "
Perempuan itu memang tidak dapat memaksa. Tetapi iapun
segera berlari ke kesatuan yang lain untuk melihat, apakah
suaminya ada disana. Ternyata perempuan yang gelisah itu tidak hanya sendiri.
Sepasang suami isteri yang sudah melewati pertengahan
abad menunduk sambil mengusap air mata setelah usahanya
untuk melihat anak mereka tidak berhasil.
Seorang gadis menangis tersedu-sedu, sementara dua
orang anak dalam pelukan ibunya memandang berkeliling
tanpa tahu apa sebabnya ibunya menangis.
Namun mereka yang telah melihat keluarganya didalam
barisan itu telah bersorak dengan gembiranya. Seakan-akan
mereka telah menemukan kembali harta yang paling berharga
yang telah dicemaskan akan hilang.
Mereka telah bersorak-sorak dan menari-nari. Anak mereka
ternyata pulang dengan membawa keberhasilan.
Kegembiraan dan air mata mewarnai rakyat Mataram yang
telah menyambut kedatangan para prajurit dan para
pengawal. Tetapi para pengawal yang masih berada di Mataram
itupun menj adi gelisah. Jika ia pulang ke kampung halaman,
maka akan datang gilirannya, tangis dan tawa akan mewarnai
penyambutan atas kehadiran mereka.
Agung Sedayu yang melihat hal itu hanya dapat mengusap
dadanya. Tanah Perdikan Menoreh adalah salah satu daerah
yang akan ikut mengalaminya.
Tetapi Agung Sedayu tidak dapat ingkar dari akibat yang
terjadi dalam satu peperangan. Madiun telah mengalaminya
pula sebelumnya. Pasuruan dan Pajang tentu juga
mengalami. Kemudian datang gilirannya Mataram, Tanah
Perdikan Menoreh, Sangkal Putung dan yang lain.
Sejenak kemudian maka para prajurit dan pengawal telah
berada di barak yang telah disiapkan sebelumnya. Seperti
saat mereka berada di Pajang, maka merekapun telah
mempergunakan kesempatan sebaik-baiknya untuk
beristirahat. Beberapa saat kemudian, maka beberapa
pedatipun telah menyebar pula mendatangi barak-barak itu
untuk membagikan makan dan minum.
Karena jumlah prajurit dan pengawal tidak lagi sebanyak
saat mereka berangkat, maka mereka telah mendapat tempat
yang lebih lapang bagi setiap kesatuan. Mereka tidak perlu
lagi berdesak-desakan dan tidak lagi harus tidur di serambi
dan di sudut-sudut yang sempit.
Dengan demikian, maka para prajurit dan pengawal dapat
beristirahat dengan sebaik-baiknya.
Ketika fajar menyingsing, maka para prajurit dan pengawal
tidak telaten saling menunggu mandi di pakiwan. Tetapi atas
ijin para pemimpin pasukan, maka sebagian dari mereka telah
pergi ke sungai yang terdekat.
Hari ini, para prajurit dan pengawal tidak mempunyai
kewajiban khusus. Mereka benar-benar berhak untuk
bertistirahat sepenuhnya kecuali beberapa orang yang
bertugas. Agung Sedayu dan Glagah Putihpun sempat mengunjungi
Untara dan Swandaru di barak mereka. Ternyata Swandaru
benar-benar telah pulih kembali. Perjalanan yang panjang itu
justru telah membuatnya menjadi segar serta mendapatkan
kekuatan sepenuhnya. Kemudian, keduanya sempat berjalan-jalan menyusuri
jalan-jalan kota. Bahkan bukan hanya Agung Sedayu dan
Glagah Putih, tetapi Swandarupun telah ikut bersama-sama
mereka. Mereka sempat melihat pasar yang penuh dengan orangorang
yang bukan saja berjual beli bahan-bahan makanan dan
keperluan sehari-hari, tetapi di pinggir pasar itupun terdapat
beberapa orang pande besi yang membuat alat-alat pertanian.
Mereka telah membuat parang, sabit, dan bahkan bajak serta
alat-alat yang lain. Ketiganya asyik memperhatikan pembuatan alat-alat itu,
karena alat-alat seperti itu sangat diperlukan di lingkungan
mereka masing-masing. Baik di Sangkal Putung, maupun di
Tanah Perdikan Menoreh. Bukan berarti bahwa di Sangkal Putung dan Tanah
Perdikan Mnenoreh tidak ada pande besi yang mampu
membuat alat-alat seperti itu, tetapi di pasar yang terdapat
dipusat kota itu, berderet-deret pande besi yang semuanya
bekerja keras membuat alat-alat pertanian dan pertukangan
serta senata yang sederhana. Dengan melihat kerja keras
para pande besi itu terbayang, derap kerja para petani yang
sedang menggarap sawah. Tukang kayu yang membuat
perabot rumah dan bagian rumah yang lain yang sedang
dikerjakan pembuatannya. Serta kerja-kerja yang lain
diseluruh bagian dari Mataram yang sedang berkembang itu.
Namun dalam pada itu, ketika mereka bertiga sedang
berjalan menyusuri lorong-lorong sempit yang berjejal di pasar
itu, Glagah Putih terkejut sehingga ia terhenti sambil menarik
lengan baju Agung Sedayu.
Agung Sedayupun terhenti. Demikian pula Swandaru.
" Ada apa" " bertanya Agung Sedayu " apakah kau melihat
Ki Gede Kebo Lungit" "
Glagah Putih tidak menjawab. Yang terdengar adalah suara
seorang gadis menyebut namanya " Glagah Putih. Kaukah
itu" Semua orang berpaling kearah suara itu. Seorang gadis
menyelinap diantara orang-orang yang berdesakan di pasar
itu. " Wulan " desis Glagah Putih.
Langkah Wulanpun terhenti ketika kemudian ia sadar akan
dirinya. Sebagai seorang gadis yang sedang meningkat
dewasa Sementara itu dihadapannya kemudian telah berdiri
seorang anak muda yang telah dipanggil namanya bersama
dengan dua orang lagi. Seorang dikenalnya karena Wulan
pernah berada di Tanah Perdikan Menoreh. Tetapi yang
seorang masih belum. Bahkan wajah Wulan menjadi merah.
Glagah putih yang tidak menduga akan bertemu dengan
gadis itu untuk sejenak bagaikan membeku. Namun kemudian
Glagah Putih berusaha untuk menguasai dirinya dan bertanya
" Sudah lama kita tidak bertemu Rara. Bagaimana
keadaanmu" Wulan menunduk. Tetapi ia menjawab-" Baik Glagah Putih.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kenapa kau sekarang berada disini" Apakah kau sedang
mengunjungi seseorang. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya "
Aku bersama kakang Agung Sedayu dan kakang Swandaru. "
Wulan memandang Agung Sedayu dan Swandaru bergantiganti.
Gadis itupun kemudian telah mengangguk hormat.
Sementara Agung Sedayulah yang bertanya " Sudah lama kau
tidak pergi ke Tanah Perdikan. mBok Ayumu Sekar Mirah
selalu menanyakan, kapan kau berkunjung lagi. "
Wulan menarik nafas dalam-dalam. Namun sebelum ia
berkata sesuatu seorang anak muda telah dengan tergesagesa
mendekatinya. Kemudian menarik lengannya dan
bertanya " Apa yang kau lakukan" Marilah, kita masih belum
selesai. " Tetapi Wulan mengibaskan lengannya sambil berkata "
Tunggu sebentar. " Anak muda itu memperhatikan Agung Sedayu, Swandaru
dan Glagah Putih berganti-ganti. Kemudian iapun telah
bertanya " Siapakah mereka" "
Wulan termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun
menjawab " Mereka adalah keluarga Ki Gede Menoreh dari
Tanah Perdikan Menoreh. "
Namun Glagah Putih membetulkan " Kakang Swandaru
datang dari Kademangan Sangkal Putung. "
" O " Wulan mengangguk-angguk " karena itu agaknya
maka aku belum pernah melihatnya. "
Anak muda itu memandangi Swandaru sejenak. Orang
yang masih terhitung muda dan sedikit gemuk itu tersenyumsenyum
saja. Namun tiba-tiba anak muda itu berkata " Apa hubunganmu
dengan mereka" "
" Bukankah aku pernah ikut kakek ke Tanah Perdikan
Menoreh" Nah aku telah berkenalan dengan Glagah Putih dan
kakak sepupunya, kakang Agung Sedayu yang memimpin
para pengawal di Tanah Perdikan Menoreh. " jawab Wulan.
Tetapi anak muda itu seakan-akan tidak
mendengarkannya. Katanya " Kita selesaikan pesan ibu lebih
dahulu. Kita masih harus membeli beberapa macam bahan. "
" Ya. Aku mengerti. Kita akan cepat selesai. " jawab Wulan.
Namun kemudian iapun bertanya kepada Glagah Putih
" Dimana kau menginap. "
" Buat apa kau tanyakan itu" " berkata anak muda itu
dengan wajah buram. " Apa salahnya" jawab Wulan.
" Sudahlah. Marilah " bentak anak muda itu.
Swandaru merasa tidak senang melihat sikap anak muda
itu. Tetapi ketika ia bergeser selangkah, maka Agung Sedayu
telah menggamitnya. Tetapi sekali lagi Wulan mengibaskan lengannya. Justru ia
berkata kepada Glagah Putih " Singgahlah kerumah. He, kau
menginap dimana" Atau barangkali kau hari ini akan kembali
ke Menoreh " " Jangan hiraukan mereka. Orang-orang padesan itu tentu
bermalam di tempat pemberhentian pedati. Dan kau tidak
pantas untuk menemuinya ditempat-tempat seperti itu "
berkata anak muda itu. Glagah Putih sama sekali tidak menyahut. Namun Swandarulah
yang dengan tidak sabar berkata " Maaf Rara. Kami
tidak sedang sekedar mengunjungi Mataram untuk melihat-lihat.
Tetapi kami justru datang dari Timur. Kami baru dalam satu
perjalanan panjang. "
" Dari Timur" " bertanya Wulan.
" Ya. Kami baru saja kembali dari Madiun bersama
Panembahan Senapati. Bahkan dari Pasuruan bersama
sepasukan prajurit segelar sepapan. Di Mataram kami berada
dibarak kami masing-masing. Tidak dipemberhentian pedati
seperti yang dikatakan oleh anak muda itu. "
" O " Wulan tiba-tiba saja teringat untuk memperkenalkan
anak muda itu. Katanya " Anak muda ini bernama Sawung
Panunggul. Putera paman Tumenggung Tambakrana. "
Swandaru mengangguk-angguk. Tetapi ia bertanya "
Apakah Ki Tumenggung Tambakrana juga pergi ke Madiun"
Bukankah Ki Tumenggung juga seorang prajurit"
" Paman Tumenggung tidak pergi ke mana-mana " berkata
Wulan. Namun kemudian gadis itu bertanya " Jadi kalian ikut
dalam pasukan yang melawat ke Timur" "
" Ya " jawab Swandaru.
" Jika demikian, kalian ikut serta dalam penyambutan
semalam. Semua orang keluar dari rumah untuk menyambut
kedatangan pasukan itu " berkata Wulan.
" Ya " jawab Swandaru pula.
" Kau juga Glagah Putih" " bertanya Wulan. "
" Ya Rara. Kami bertiga memang baru datang dari
perlawatan itu. " jawab Glagah Putih.
" Kalian ikut berperang" " bertanya gadis itu pula.
" Kakang Swandaru telah terluka. Tetapi luka itu telah
sembuh " jawab Glagah Putih.
"Bukan main. Kalian termasuk prajurit-prajurit yang pantas
mendapat sambutan " berkata Wulan.
Yang kami lakukan tidak lebih dari satu kewajiban yang
tidak perlu mendapat perhatian berlebihan " berkata Agung
Sedayu dengan nada rendah " seperti juga orang lain
melakukan kewajibannya dihidang lain. Apa yang dapat kami
lakukan di medan perang adalah karena dukungan semua pihak
yang melakukan kewajiban mereka masing-masing. "
Wulan mengangguk-angguk. Sementara Sawung
Panunggul itupun berkata " Cukup. Marilah. Kita masih belum
selesai seluruhnya. "
" Sampai kapan kau berada disni" " bertanya Wulan.
" Kami belum tahu " jawab Glagah Putih " kami harus
menunggu perintah. "
" Tentu tidak hari iani bukan" " bertanya Wulan pula.
" Agaknya tidak hari ini " jawab Glagah Putih.
" Bagus. Dimana letak barakmu" " bertanya Wulan
kemudian. " Buat apa kau tanyakan itu" " potong Sawung Panunggul.
Tanpa menghiraukan anak muda itu Glagah Putih
menyahut " Kami berada dibarak pasukan pengawal dari
Tanah Perdikan Menoreh dan dari Pegunungan Sewu. Maaf
Rara, aku belum begitu mengenal nama-nama tempat disini. "
" Bagus. Tidak akan terlalu sulit untuk menemukannya "
berkata Wulan. Tetapi anak muda yang menemani Wulan itu merasa tidak
senang dengan pembicaraan itu. Karena itu, maka sekali lagi
ia mengajak Wulan meninggalkan mereka " Kita akan
kesiangan nanti. " " Ah, kau ini mengada-ada saja. Kenapa kesiangan"
Bukankah bahan-bahan yang harus kita beli baru akan
dipergunakan nanti sore" Ibumu baru akan mulai masak
setelah lewat tengah hari. Apalagi sebagian besar bahan itu
telah tersedia. Bukankah kita hanya membeli kekurangannya
saja. " jawab Wulan.
" Tetapi aku tidak senang kau berbicara dengan orangorang
yang tidak begitu kita kenal disini. Di pasar. " berkata
Sawung Panunggul. " Kenapa kau berkeberatan" " bertanya Wulan " Mereka
adalah prajurit seperti ayahmu. "
" Tetapi ayahku adalah Tumenggung " jawab Sawung
Panunggul. Jawaban itu memang menyakitkan hati. Tetapi Agung
Sedayu telah terbiasa membiarkan orang lain menyinggung
perasaannya dalam batas-batas tertentu. Glagah Putihpun
harus menahan diri jika ia berada di hadapan kakak
sepupunya. Namun Swandaru agak bersikap lain. Dengan
nada tinggi ia berkata " Yang menjadi Tumenggung itu adalah
ayahmu. Tetap ia sikapmu melampaui sikap seorang
Tumenggung. Wajah anak muda itu menjadi merah. Dengan suara yang
bergetar ia berkata " Kau mulai menghina aku" Kau kira kau
berhak berkata seperti itu kepadaku" Orang-orang pedesaan
memang tidak tahu unggah-ungguh. "
" Anak muda " berkata Swandaru " lukaku dipeperang-an
sudah sembuh. Karena itu, aku telah tergelitik untuk berbuat
sesuatu. " Agung Sedayu mulai cemas. Karena itu, maka iapun
kemudian berkata"Sudahlah. Kami minta diri. Kami harus
segera kembali ke barak kami dan melaporkan diri kepada Ki
Gede Menoreh. " Wulan mengangguk kecil Katanya " Aku akan mencari
barakmu. Kakek tentu tidak berkeberatan mengantarku. "
" Tidak perlu " geram Sawung Panunggul.
" Yang akan mencari bukan kau. Tetapi aku " jawab Wulan.
"Terima kasih " berkata Glagah Putih yang mulai jengkel
melihat sikap anak muda itu " Kami akan menunggu. "
Agung sedayulah yang kemudian mengajak Glagah Putih
dan Swandaru meninggalkan gadis itu. Semakin lama
pembicaraan mereka berlangsung, maka suasana akan
berkembang menjadi semakin buruk. Mungkin ia akan dapat
mengendalikan Glagah Putih. Tetapi belum tentu Agung
Sedayu dapat mengendalikan Swandaru.
Beberapa langkah mereka menjauh, Glagah Putih sempat
berpaling. Ia masih melihat Wulan yang agaknya bertengkar
pula dengan kawannya. Namun kesan yang timbul pada Glagah Putih, anak muda
itu adalah kawan Wulan yang tidak mempunyai hubungan
lebih jauh daripada kawan biasa. Mungkin karena keduanya
kebetulan anak pimpinan prajurit di Mataram yang mempunyai
hubu-nganyang akrab, maka anak-anak merekapun
berkenalan dengan baik. Tetapi bagi Wulan, agaknya tidak
lebih dari itu. Sebenarnyalah Wulan menyesali sikap anak muda yang
mirip dengan sikap kakaknya itu. Dengan nada tinggi Wulan
berkata " Kau terlalu sombong. "
" Buat apa kau memperhatikan anak-anak padesan itu" "
bertanya kawannya, Sawung Panunggul.
" Kau belum tahu siapa mereka. Mereka adalah sahabatsahabat
Panembahan Senapati. Seorang Tumenggung tidak
dapat menghadap Panembahan Senapati setiap saat mereka
kehendaki, tetapi kakang Agung Sedayu akan selalu
dipersilahkan masuk keruang khusus kapan saja ia ingin
berbicara dengan Panembahan Senapati. " berkata Wulan.
" Kau jangan mengigau, Wulan " sahut Sawung Panunggul"
Panembahan Senapati bukan orang kebanyakan. Ia
mempunyai kesibukan yang tidak kita mengerti. Karena itu,
maka yang kau katakan itu tidak masuk akal. "
Tetapi Wulan tertawa. Katanya " kaulah yang picik. Kau
ternyata tidak tahu apa-apa diluar dinding rumahmu. Tidak
lebih dari aku. Itulah agaknya kita tidak tahu bahwa mereka
ada dalam pasukan Mataram yang datang semalam. "
Sawung Panunggul mengerutkan keningnya. Tetapi ia
berkata ". Ada beribu orang yang berangkat untuk melawat ke
Timur. Jadi orang-orang yang berangkat bukannya orang yang
memiliki kelebihan apa-apa selain kebetulan saja kesatuannya
ditunjuk untuk berangkat. Mereka hanyalah tiga orang diantara
beribu orang. Apakah kelebihannya" "
" Mereka adalah tiga orang diantara beribu orang. Kita"
Kita sama sekali tidak ada diantara yang beribu orang itu.
Karena itu, sementara mereka sibuk mengatur pasukannya,
kita tidak lebih daripada sibuk berbelanja bahan-bahan untuk
menyiapkan suguhan pada satu pertemuan keluarga yang
besardan meriah. - Apakah sebenarnya yang akan dilakukan oleh keluargamu
dan keluargaku itu dapat dianggap berlebihan dalam suasana
seeperti sekarang ini" Disaat pasukan Mataram yang luka dan
letih itu kembali dari medan perang" Kita semalam sempat
menyaksikan betapa banyak orang yang menangis karena
mere-ka tidak melihat sanak kadangnya diantara mereka yang
datang. Meskipun belum tentu bahwa orang yang ditangisi itu
masih ikut berbaris dengan tegaknya. " sahut Wulan.
Sawung Panunggul tidak senang mendengar kata-kata
Wulan itu. Karena itu, maka katanya " Cukup. Sekarang, kita
selesaikan tugas kita. Sebenarnya kaulah yang harus
menentukan bahwa kita sebaiknya segera membawa bahanbahan
itu pulang, aku hanya mengantarkanmu. Justru kau
yang menyebabkan kita menjadi lambat. "
" Sudahlah. Kau memang hanya mengantarkan aku. Jika
keterlambatan ini membuat ibumu dan ibuku marah, biar
mereka marah kepadaku. " berkata Wulan.
" Kau memang tidak tahu diri " berkata Sawung Panunggul
" kita tidak boleh merendahkan derajad orang tua kita. "
" Siapakah orang tua kita" " bertanya Wulan " apakah
orang tua kita mempunyai kedudukan lebih tinggi dari
mereka" " Itu sudah jelas " jawab Sawung Panunggul.
" Baik. Orang tua kita memang mempunyai kedudukan
lebih tinggi. Tetapi apakah nilai seseorang hanya diukur
dengan kedudukan" " bertanya Wulan.
" Sudah. Sudah " desis Sawung Panunggul " kita akan
berbicara nanti di rumah. Disini kita akan menjadi tontonan. "
Wulanpun menyadari. Karena itu, maka iapun tidak
menjawab lagi. Berdua mereka menyusup diantara orangorang
yang masih berjejal di dalam pasar.
Glagah Putih tidak lagi merasa tenang berada didalam
pasar yang ramai itu. Ia tidak lagi menghiraukan orang-orang
yang berdesakan. Setiap kali ia mulai menunduk, sehingga
beberapa kali orang yang berpapasan telah mendorongnya
menepi. Agung Sedayu dan Swandaru melihat perubahan sikap
Glagah Putih itu. Agung Sedayu yang lebih banyak mengenal
hubungan Glagah Putih dan gadis itu sempat berbisik ditelinga
Swandaru. Swandaru mengangguk-angguk. Katanya " Kenapa Glagah
Putih tidak menantang anak itu" Ia punya alasan. Anak itu
telah menghinanya. "
" Ah. Tentu kurang baik. Persoalannya akan menyangkut
banyak pihak. Apalagi ayah anak itu seorang Tumenggung. "
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berkata Agung Sedayu. " Kenapa jika ia Seorang Tumenggung. Kakang Agung
Sedayu mempunyai hubungan baik dengan pimpinan tertinggi
di Mataram ini. Jika ia bertumpu kepada pangkat ayahnya
yang Tumenggung itu, maka kau dapat menghubungi
kakakmu Untara, atau bahkan Panembahan Senapati. "
" Ah " Agung Sedayu justru tersenyum " dengan cara ini
bukankah tidak terjadi sesuatu" "
" Kau selalu terlalu mengalah dalam setiap persoalan. Pada
suatu saat kau akan mengalami kesulitan dengan sikapmu itu
" berkata Swandaru. Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Aku
bermaksud bahwa dengan sikapku itu, aku dapat menghindari
perselisihan-perselisihan yang tidak perlu. Tetapi sudah tentu
ada batasnya. " Swandaru mengangguk-angguk. Sejak ia mengenal Agung
Sedayu pertama kali, ia menganggap bahwa sikap Agung
Sedayu memang terlalu lemah. Ia tidak mau menghadapi
Sidanti dalam lomba kemampuan memanah, sehingga
Swandaru telah meneriakkan kelebihan Agung Sedayu
kepada orang-orang Sangkal Putung. Juga saat Agung
Sedayu harus menghadapi penyelesaian yang dipilih oleh
Sidanti dengan menjadikan diri masing-masing sasaran dalam
adu kemampuan memanah. Ternyata Agung Sedayu bersikap
ragu-ragu dan tidak membuat penyelesaian sama sekali.
Namun Swandaru tidak mengungkitnya lagi dihadapan
Glagah Putih. Ia lebih tertarik kepada sikap Glagah Putih yang
terpengaruh oleh Agung Sedayu itu.
Sementara itu, Glagah Putih berjalan beberapa langkah di
hadapan Agung Sedayu dan Swandaru. Justru karena Glagah
Putih ingin segera menjauhi tempat itu, maka Agung Sedayu
dan Swandaru kemudian justru berada beberapa langkah
dibela-kangnya. " Tetapi pertemuan itu sendiri ternyata memang
mempengaruhi sikap Glagah Putih bukan saja dalam
perjalanan kembali ke barak setelah mereka keluar dari pasar.
Tetapi juga kemudian setelah berada di barak.
Swandaru yang tidak singgah di barak Agung Sedayu
sempat berpesan disaat mereka berpisah " Bersikaplah
sebagai seorang laki-laki, Glagah Putih. "
Glagah Putih termangu-mangu. Ia tidak tahu pasti maksud
Swandaru. Namun sambil tersenyum, Swandaru berkata "
Sudahlah. Aku akan kembali ke barak. Bukankah aku tidak
bersalah, jika aku bercerita kepada kakang Untara" "
" Jangan " minta Glagah Putih.
Swandaru tidak menjawab. Tetapi iapun masih saja tertawa
sambil melangkah pergi. Glagah Putih yang menjadi gelisah kemudian bertanya
kepada Agung Sedayu " Apakah kakang Swandaru benarbenar
akan menyampaikannya kepada kakang Untara" "
Agung Sedayupun tersenyum. Katanya " Kau tidak usah
menjadi gelisah. Seandainya Swandaru mengatakannya,
kakang Untara tidak akan mempunyai kesempatan terlalu
banyak untuk mempersoalkannya. "
" Tetapi apa maksud kakang Swandaru dengan berpesan
agar aku bersikap sebagai seorang laki-laki" " bertanya
Glagah Putih pula. Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Bukankah kau
mengenal sifat kakangmu Swandaru dengan baik" Nah,
dengan landasan itulah ia menganjurkan kepadamu, agar ia
bersikap sebagai seorang laki-laki, karena menurut pengenalan adi
Swandaru, laki-laki itu sejalan dengan sikap yang keras. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Sambil
mengangguk-angguk ia menyahut " Aku mengerti. "
"Nah, sementara itu sasaran langkah yang dianjurkan agar
kau bersikap sebagai seorang laki-laki itu tidak jelas " berkata
Agung Sedayu. " Ya " sahut Glagah Putih.
" Anak muda yang mengantar Wulan itu bukan orang yang
harus dimusuhi " berkata Agung Sedayu.
Glagah Putih menundukkan kepalanya. Ia mengerti bahwa
Agung Sedayu menghubungkan persoalannya langsung
dengan gadis yang ditemuinya di pasar itu.
Hari itu Glagah Putih memang menjadi terlalu banyak
merenung. Sudah agak lama Glagah Putih tidak bertemu
dengan gadis yang menarik perhatiannya itu. Namun ketika
tiba-tiba ia telah bertemu lagi dengan Wulan, maka wajah
gadis yang semula menjadi agak kabur tertindih oleh
bayangan-bayangan yang keras dalam pertempuran di daerah
Timur itu telah menjadi semakin jelas tergambar di anganangannya.
Agung Sedayu tidak ingin mengganggunya. Ia mengerti,
bahwa dalam keadaan yang demikian seorang yang menjadi
dewasa akan menjadi lebih banyak merenung dan bahkan
menjadi agak mudah tersinggung.
Sementara itu, para prajurit dan pengawal yang ada di
Mataram masih belum mendapat perintah apapun. Karena itu,
maka mereka masih belum dapat meninggalkan Mataram.
Mereka tidak tahu berapa hari lagi mereka baru dapat kembali
ketempat mereka masing-masing.
Sebenarnya para pemimpin pasukan ingin dapat segera
meninggalkan Mataram, karena mereka telah menjadi sangat
rindu kepada kampung dan halaman mereka.
Tetapi menurut pendengaran para pemimpin pasukan,
Panembahan Senapati masih akan mengadakan satu
pertemuan untuk menghormati para prajurit dan pengawal
yang telah meKang Zusi - http://kangzusi.com/
lakukan tugas mereka dengan sebaik-baiknya. Di Mataram
akan dilangsungkan pula satu keramaian dibeberapa tempat
sebagai pernyataan sokur bahwa tugas yang diemban oleh
para prajurit dan pengawal telah berhasil.
Agung Sedyu yang juga mendengar rencana itu telah
berbicara dengan Ki Gede menoreh, apakah kira-kira rencana
itu benar akan dilaksanakan.
Dengan nada rendah Ki Gede menjawab"Aku tidak tahu
pasti. Tetapi ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa hal
itu sama sekali tidak benar. Panembahan Senapati tidak
pernah memerintahkan untuk menyelenggarakan keramaian di
seluruh kota. " Agung Sedayu mengangguk-angguk. Sementara Ki Gede
Menoreh bertanya " Bagaimana menurut pendapatmu" "
" Jika aku mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapatku,
maka aku menganggap bahwa hal itu kurang pada
tempatnya. Keramaian dalam suasana seperti ini akan dapat
menumbuhkan kegelisahan dan bahkan keresahan, karena
diantara mereka yang berangkat ke Timur, sebagian tidak
pernah akan dapat kembali. Meskipun hal itu adalah satu
akibat yang wajar bagi seorang prajurit atau pengawal yang
memasuki me-danperang, namun sebaiknya rencana itu
ditunda untuk beberapa saat. " berkata Agung Sedayu.
Ki Gede tersenyum. Katanya " bagi kita, yang selama ini
tinggal di luar lingkungan sempit Mataram, meskipun kita
masih merupakan keluarga besar Mataram, yang paling baik
memang kesempatan untuk kembali ke kampung halaman. "
Agung Sedayu mengangguk kecil. Katanya " Agaknya
memang demikian Ki Gede. Namun rasa-rasanya juga kurang
adil bagi mereka yang keluarganya, apakah itu anaknya atau
suaminya atau bakal suaminya atau keluarga yang lain, tidak
dapat kembali pulang. "
" Meskipun niat itu sendiri dapat dimengerti " berkata Ki
Gede " karena niat itu menurut pendengaranku, justru timbul
dari mereka yang tidak ikut dalam perlawatan itu. Mereka menyatakan
niatnya untuk memberikan ucapan selamat,
pernyataan sokur serta ungkapan kegembiraan atas
keberhasilan Panembahan Senapati. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Aku
mengerti Ki Gede. Tetapi apakah hal itu tidak membuat luka
dihati mereka yang kehilangan itu semakin pedih. Agak
berbeda jika hal ini dilakukan setelah beberapa saat kemudian
setelah mereka yang kehilangan sempat merenung serta
menentukan keseimbangan jiwanya. "
"Aku sependapat"berkata Ki Gede"tetapi pembicaraan ini
masih belum berlandaskan pada satu persoalan yang pasti.
Kita masih akan menunggu kebijaksanaan Panembahan
Senapati. " " Ya Ki Gede"jawab Agung Sedayu"mudah-mudahan akan
segera mendapat kejelasan, sehingga kita tidak perlu merabaraba
lagi. " Hari itu, para pemimpin pasukan masih belum menerima
perintah apapun juga. Tetapi menjelang senja beberapa orang
penghubung telah datang ke barak-barak para prajurit dan
pengawal untuk menyampaikan perintah Panembahan
Senapati, agar para pemimpin pasukan serta beberapa orang
pembantunya menghadap pada satu paseban yang lengkap,
meskipun tidak pada tataran paseban Agung yang dikunjungi
oleh para Adipati dari pesisir Utara dan dari daerah Timur.
Pertemuan besar itu lebih banyak ditujukan bagi para
pemimpin pasukan yang masih ada di Mataram serta para
pemimpin Mataram sendiri.
Namun ketika penghubung itu datang ke barak pengawal
Tanah Perdikan, maka ia menambah perintah Panembahan
Senapati dengan sebuah pesan khusus " Panembahan
Senapati memerintahkan malam ini Agung Sedayu
menghadap. Jika Ki Gede Menoreh berminat, Ki Gede dapat
menemaninya. " Perintah khusus itu memang mendebarkan. Tetapi tidak
ada pilihan lain. Keduanya memang harus menghadap,
terutama Agung Sedayu sendiri.
Lepas senja maka keduanya telah bersiap. Keduanya minta
agar Ki Demang Selagilang dan Glagah Putih mengawasi
barak itu sebaik-baiknya.
" Kami ternyata telah mendapat perintah khusus. Terutama
Agung Sedayu " berkata Ki Gede Menoreh.
Agung Sedayu memang tidak mendapat kesulitan untuk
menghadap langsung Panembahan Senapati. Apalagi
beberapa orang petugas dalam telah mendapat pesan, bahwa
Panembahan Senapati memang memanggil Agung Sedayu
dan Ki Gede untuk menghadap.
" Kami telah mendapat laporan khusus tentang peranan
Agung Sedayu di padepokan Ki Gede Kebo Lungit " berkata
Panembahan Senapati ketika keduanya telah menghadap.
" Hamba hanya sekedar melaksanakan tugas
Panembahan. " jawab Agung Sedayu.
Panembahan Senapati tersenyum. Katanya " Aku sudah
tahu, bahwa kau akan memberikan jawaban seperti itu.
Bukankah aku sudah mengenalmu sejak kau masih sangat
muda" " Agung Sedayu menunduk dalam-dalam. Sementara
Panembahan Senapati berkata " Ilmumu menjadi semakin
mapan. Aku tahu, bahwa kau telah mencapai tataran gurumu.
Jika kau sempat mematangkannya, maka kau tidak ubahnya
sebagaimana Orang Bercambuk itu sendiri meskipun masih
ada bagian-bagian yang harus kau lengkapi dari kemampuan
Kiai Gringsing yang sebagian memang tersembunyi karena
Kiai Gringsing merasa tidak sepantasnya lagi untuk
mempergunakannya. " " Panembahan terlalu memuji. Hamba masih jauh dari yang
Panembahan katakan itu " sahut Agung Sedayu.
Panembahan Senapati tertawa kecil. Kepada Ki Gede,
Panembahan bertanya " Bagaimana pendapat Ki Gede"
Bukankah yang aku katakan itu benar" "
Ki Gede memang menjadi sulit untuk menjawab. Tetapi
sambil mengangguk dalam-dalam ia berkata " Hamba kurang
mampu melihat ilmu seseorang Panembahan. "
Panembahan Senapati tertawa semakin keras. Namun
kemudian katanya" Memang ada sesuatu yang ingin aku
bicarakan dengan Agung Sedayu dan Ki Gede menoreh. "
Agung Sedayu dan Ki Gede mulai mendengarkan dengan
bersungguh-sungguh. Sementara suara Panembahan
Senapati-pun mulai menurun " Aku ingin memberikan tawaran
yang barangkali dapat dipertimbangkan oleh Agung Sedayu. "
Panembahan Senapati berhenti sejenak. Diperhatikannya
wajah Agung Sedayu yang menjadi tegang.
" Agung Sedayu. Besok, dalam pertemuan besar yang akan
diselenggarakan bersama dengan para pemimpin pasukan,
para pemimpin prajurit dan pemerintahan di Mataram, aku
ingin memberikan beberapa penghargaan. Tiga orang akan
mendapat wisuda dengan gelar Tumenggung. Antara lain
adalah Untara yang sebenarnya sudah agak lama
mendapatkan kedudukan itu. Besok Untara akan dengan
resmi mendapatkan gelarnya bersama dua orang Senapati
yang lain lengkap dengan nama kehormatannya. Tetapi aku
minta kalian berdua masih merahasiakannya. Hanya beberapa
orang saja yang telah mengetahuinya yang tersangkut dalam
upacara wisuda besok. " Panembahan Senapati berhenti pula
sejenak. Dengan bersungguh-sungguh Panembahan Senapati
kemudian berkata " Agung Sedayu. Aku tahu bahwa kau
selama ini kurang berminat untuk menjadi seorang prajurit.
Namun aku masih ingin menawarkan satu kedudukan
keprajuritan bagimu. Karena menurut pengamatanku,
meskipun kau tidak menjadi seorang prajurit, namun apa yang
kau lakukan selama ini tidak ubahnya sebagaimana seorang
prajurit. Bahkan seorang Senapati. Karena itu, selagi besok
ada pertemuan besar meskipun bukan Paseban Agung, maka
aku ingin memberimu kedudukan yang dapat kau lakukan
bersamaan dengan pengabdianmu bagi Tanah Perdikan
Menoreh, Agung Sedayu termangu-mangu. Ia merasa gembira
bahwa akhirnya kakaknya akan diwisuda besok, sehingga ia
benar-benar berhak mempergunakan gelar itu. Sebagai
seorang prajurit, maka gelar itu akan sangat mempengaruhi
kedudukannya. Agaknya Pangeran Mangkubumi telah
memberikan laporan kelebihan Untara dimedan perang
sehingga Panembahan Senapati memutuskan untuk segera
memberikan gelar itu dengan resmi
dalam satu wisuda dihadapan para pemimpin prajurit dan
pemerintahan di Mataram. Namun Agung Sedayu juga menjadi berdebar-debar.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perintah apa lagi yang akan diberikan oleh Panembahan
Senapati itu kepadanya. Apakah kakaknya Untara telah
menyampaikan kepada Panembahan Senapati tentang
sikapnya menghadapi masa depannya sehingga kakaknya
mohon panembahan Senapati langsung memberikan perintah
kepada Agung Sedayu"
Sementara Agung Sedayu termangu-mangu, maka
Panembahan Senapati itupun telah menarik nafas dalamdalam.
Dibiarkan Agung Sedayu berteka-teki untuk beberapa
saat. baru kemudian Panembahan Senapati berkata " Agung
Sedayu. Aku telah mendahuluimu. Sebelum aku bertanya
kepadamu, aku sudah mengambil langkah-langkah meskipun
terbatas. Namun aku sudah melakukan pergeseranpergeseran,
sehingga saat ini Senapati yang memimpin
pasukan Khusus Mataram di Tanah Perdikan Menoreh telah
kosong. " Jantung Agung Sedayu bergetar semakin cepat. Yang
dikatakan oleh Panembahan Senapati itu telah memberikan
arah dugaan bagi Agung Sedayu dan Ki Gede Menoreh.
Namun keduanya masih tetap berdiam diri, sehingga
Panembahan Senapati berkata selanjutnya " Karena itu Agung
Sedayu, aku akan memerintahkanmu lewat Ki Gede Menoreh,
agar kau menyatakan diri menjadi prajurit Mataram. Kemudian
sekaligus kau akan ditetapkan menjadi Senapati pada
Pasukan Khusus Mataram di Tanah Perdikan Menoreh. "
Agung Sedayu terhenyak sesaat. Ia tidak bermimpi untuk
menjadi seorang prajurit. Ia merasa sulit untuk memenuhi
segala paugeran dan ketetapan tingkah laku sebagai seorang
prajurit. Apalagi seorang Senapati.
" Tetapi Panembahan Senapati kali ini tidak menanyakan
kepadaku, apakah aku bersedia atau tidak. Tetapi
Panembahan Senapati telah memerintahkan kepadaku untuk
menjadi seorang prajurit. Tetapi apakah itu wajar" Apakah
Panembahan Senapati berhak memerintahkan seseorang
untuk menjadi prajurit tanpa menghiraukan sikap, pendapat
dan kemauan seseorang" "
bertanya Agung Sedayu didalam hatinya.
Panembahan Senapati melihat keragu-raguan itu. Karena
itu maka katanya " Aku melihat, bagaimana kau merasa raguragu.
Tetapi Pasukan Khusus di Tanah Perdikan itu
memerlukan penanganan yang sungguh-sungguh. Aku sudah
berbicara dengan beberapa orang. Dan aku juga sudah
berbicara dengan Ki Lurah Branjangan. Ki Lurah yang menjadi
semakin tua itu, namun ia masih tetap seorang yang memiliki
pemikiran yang baik dan pandangan luas kedepan. "
Agung Sedayu memang menjadi bingung. Sementara
Panembahan Senapati berkata selanjutnya " Aku akan
berterus terang. Disini ada Ki Gede Menoreh yang memiliki
Tanah Perdikan Menoreh berdasarkan atas kekancingan yang
berlaku turun temurun. Kehadiran Agung Sedayu di Tanah
Perdikan akan dapat mempersulit Ki Gede pada suatu saat.
Agung Sedayu banyak berjasa kepada Tanah Perdikan.
Bahkan seakan-akan yang membuat Tanah Perdikan itu
dewasa adalah Agung Sedayu. Namun berdasarkan atas
hubungan darah, maka Agung Sedayu tidak akan mempunyai
hak dan wewenang apapun atas Tanah Perdikan itu. Satusatunya
anak Ki Gede Menoreh adalah pandan Wangi yang
menjadi isteri Swandaru, maka Swandaru-lah yang berhak
untuk memimpin Tanah Perdikan Menoreh atas nama
isterinya. Kelak hak itu akan temurun kepada anaknya. Jika
Swandaru mempunyai anak yang lain, maka seorang akan
memimpin Tanah Perdikan Menoreh, sedangkan yang lain
akan menjadi pemimpin di Kademangan Sangkal Putung.
Lalu. bagaimana dengan kau" Apakah kau merasa bahwa
tempatmu adalah di padepokan kecil di Jati Anom,
menjauhkan diri dari segala macam persoalan duniawi"
Seandainya isterimu sependapat, bagaimana kira-kira anakmu
kelak" " Agung Sedayu tidak segera dapat menjawab. Pertanyaan
seperti itu, pernah diucapkan pula oleh kakaknya, Untara.
Karena itu maka Agung Sedayu telah menduga, bahwa
Panembahan Senapati telah mendapat keterangan itu dari
kakaknya pula. Panembahan Senapati yang melihat keragu-raguan masih
saja bergejolak di hati Agung Sedayu telah berkata pula " Kau
tidak dapat mengabaikan masa depanmu Agung Sedayu.
Seandainya aku sekarang bertanya kepada Ki Gede,
kedudukan apakah yang dapat diberikan kepadamu di Tanah
Perdikan Menoreh yang telah kau bina dan kau kembangkan
selama ini. Ki Gede tentu akan menjadi bingung. Selain
Swandaru dan anaknya,di Tanah Perdikan juga ada Prastawa
yang mempunyai hubungan darah pula dengan Ki Gede.
Bahkan sangat dekat meskipun ayahnya mempunyai noda
hitam dalam hidupnya ditilik dari segi kesetiaan. Tetapi itu
dilakukan oleh ayahnya. "
Agung Sedayu masih belum menjawab. Ia tidak menduga
bahwa tiba-tiba saja ia dihadapkan pada persoalan yang
demikian rumitnya. " Agung Sedayu " berkata panembahan Senapati
selanjutnya " aku minta kau tidak menolaknya kali ini. Besok
aku akan mengumumkan, bahwa pimpinan prajurit Mataram
yang dikenal dengan pasukan Khusus di Tanah Perdikan
Menoreh akan dipegang oleh Agung Sedayu. Tidak ada orang
yang tidak mengenalmu. Pangeran mangkubumi sependapat
sekali ketika hal ini aku bicarakan dengannya. Demikian pula
Pangeran Si-ngasari. "
Agung Sedayu rasa-rasanya tidak mungkin dapat mengelak
lagi. Yang diucapkan oleh Panembahan Senapati itu memang
sebuah perintah. Namun ternyata Panembahan Senapati masih berkata "
Agung Sedayu. Aku memberikan waktu kepadamu untuk
beberapa lama. Jika ternyata kelak kau benar-benar tidak
merasa sesuai dengan tugas itu, maka kau dapat mengajukan
keberatanmu. Namun selama kau melakukan tugasmu, kau
masih mendapat beberapa kekhususan lagi. Kau dapat tinggal
diluar barak, sehingga kau tidak usah berpindah rumah,
sementara dengan demikian maka hubunganmu dengan
lingkunganmu tidak terbatasi oleh dinding barak. Selanjutnya
kau akan dapat memilih orang yang akan dapat membantumu.
Diangkat atau tidak diangkat sebagai seorang prajurit. Karena
agaknya sulit bagi seseorang untuk mendapatkan kawan
bekerja yang tepat jika itu bukan pilihannya sendiri.
Sebenarnya hal seperti itu tidak berlaKang
Zusi - http://kangzusi.com/
ku dalam hubungan antara tugas-tugas keprajuritan, karena
seorang prajurit akan dapat bekerja bersama dengan siapa
saja yang mendapat tugas untuk mendampinginya. Tetapi kau
adalah o-rang yang khusus bagiku. "
Agung Sedayu hanya dapat menundukkan kepalanya saja.
Sementara itu. Panembahan Senapati bertanya kepada Ki
Gede Menoreh " Bagaimana pendapatmu Ki Gede" "
" Bagi hamba " jawab Ki Gede " perintah Panembahan
adalah yang sebaik-baiknya bagi angger Agung Sedayu. Apa
yang Panembahan katakan memang benar. Hamba tidak akan
dapat berbuat sesuatu bagi masa depan angger Agung
Sedayu. Sebenarnyalah hal ini telah hamba pikirkan selama
ini. " Panembahan Senapati tersenyum. Katanya " Nah,
bukankah kau mendengar sendiri, apa yang dikatakan oleh Ki
Gede Menoreh" Sebenarnyalah aku ingin berbicara dengan
terbuka. Selebihnya, aku juga mempunyai kepentingan
dengan menun-jukmu sebagai Seorang Senapati yang tentu
dengan kepangkatan seorang prajurit. Selama ini kau sudah
berbuat terlalu banyak bagi Mataram. Jika kau selalu menolak
untuk menerima sebuah kedudukan, maka orang akan
menganggap bahwa aku adalah orang yang tidak mempunyai
perasaan terima kasih, khususnya kepadamu. Mungkin satu
sikap yang mementingkan diriku sendiri. Tetapi karena hal itu
terkait dengan persoalan-persoalan lain, maka hal itu telah
aku kemukakan pula kepadamu. Sekali lagi, aku memberi
kesempatan untuk menarik diri kelak jika kau merasa kurang
mapan dengan kedudukan itu. "
Agung sedayu menarik nafas dalam-dalam. Tetapi hatinya
tiba-tiba terbuka ketika ia mendengar langsung kesulitan yang
akan dialami oleh Ki Gede Menoreh. Alasan itulah sebenarnya
dorongan yang terkuat baginya untuk tidak dapat menolak
perintah itu, jika hal itu dapat meringankan kesulitan Ki Gede.
Beberapa saat Agung Sedayu masih merenungi perintah
itu. Namun ia tidak dapat berkata lain kecuali " Hamba akan
menjalankan segala perintah Panembahan. "
" Bagus " berkata Panembahan Senapati " yang aku
lakukan bukan sekedar satu gelar semata-mata, tetapi dengan
satu keyakinan bahwa kau akan dapat menempa Pasukan
Khusus yang ada di Tanah Perdikan itu menjadi pasukan yang
benar-benar memiliki kelebihan dari pasukan yang lain.
Sekarang pasukan khusus itu sudah cukup memberikan
kebanggaan. Tetapi tentu akan menjadi lebih baik lagi jika kau
benar-benar memimpinnya sepenuhnya. Bukan hanya
sekedar sebagai seorang yang memberikan latihan-latihan
olah kanuragan. " " Hamba mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya
atas penghargaan ini Panembahan " desis Agung
Sedayu. " Aku tahu, bahwa seharusnya kau mendapat tempat yang
lebih baik. Tetapi saat ini baru itulah yang dapat aku berikan
kepadamu. " berkata Panembahan Senapati.
" Apa yang Panembahan berikan itu bagiku merupakan
satu kehormatan yang sangat tinggi. " desis Agung sedayu.
Namun kemudian Agung Sedayu itupun berkata " Tetapi
apakah hal itu tidak menumbuhkan persoalan diantara para
Senapati" " " Aku telah melihat dan mendengarkan pendapat dan sikap
para prajurit. Aku kira para prajurit Mataram telah
mengenalmu dengan baik, terutama para perwira terpenting.
Dengan demikian maka tentu tidak akan ada persoalan lagi
dengan kedudukan yang aku berikan kepadamu itu. "jawab
Panembahan Senapati. Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu
Ki Gede Menorehpun berkata " Aku juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya Panembahan. Dengan demikian
Panembahan telah memberikan pemecahan atas masa depan
angger Agung Sedayu. Selama ini aku memang dihadapkan
kepada persoalan masa depannya. Aku merasa bahwa aku
tidak akan dapat memberikan apa-apa yang seimbang dengan
jasa yang telah diberikan oleh angger Agung Sedayu bagi
Tanah Perdikan itu. "
Agung Sedayu menunduk. Hatinya serasa memang terluka.
Ia orang lain di Tanah Perdikan Menoreh. Ia adalah sekedar
saudara seperguruan dari seseorang yang sepantasnya
berhak memerintah di Tanah Perdikan itu atas nama isterinya,
anak perempuan Ki Gede Menoreh itu.
Bahkan dengan segala macam kaitannya, sikap dan
anggapan Swandaru atas dirinya serta kemampuannya, maka
tanpa Ki Gede Menoreh tentu akan timbul persoalan yang
rumit di Tanah Perdikan itu. Padahal adalah satu hal yang
pasti, bahwa pada suatu saat, Ki Gede Menoreh itu akan tidak
ada lagi. Dengan demikian maka Panembahan Senapati itupun
kemudian berkata " Baiklah. Agaknya keperluanku dengan
Agung Sedayu dan Ki Gede malam ini sudah selesai. Besok
akan diselenggarakan pertemuan besar meskipun tidak
setingkat dengan Paseban Agung. Tetapi sekali lagi pesanku,
semuanya masih dirahasiakan sampai besok. Hal itu akan
diumumkan oleh salah seorang Tumenggung Wreda yang
ditunjuk oleh pamanda Ki Mandaraka. "
Agung Sedayu dan Ki Gede menjawab hampir bersamaan
" hamba Panembahan. "
"- Karena itu, maka kalian berdua dapat kembali ke barak berkata Panembahan Senapati kemudian.
Demikianlah, Agung Sedayu dan Ki Gede Menoreh telah
meninggalkan istana. Ketika mereka melintasi jalan dipinggir
alun-alun, maka Ki Gede Menoreh berkata dengan suara
lembut " Aku harus mohon maaf kepadamu ngger. "
Agung Sedayu terkejut. Dengan serta merta ia bertanya "
Kenapa Ki Gede harus minta maaf" "
" Aku telah memberikan pengakuan dihadapan
Panembahan Senapati. Sebenarnyalah kau memang
merupakan satu masalah bagiku. Angger Agung Sedayu
adalah seseorang yang terlalu besar bagi Tanah Perdikan
Menoreh. Jika pada suatu saat, aku harus mengundurkan diri
karena umurku yang lanjut, maka apa yang akan dapat aku
berikan kepadamu. Kedudukanku yang tertinggipun tidak akan
pantas bagi angger Agung Sedayu. Aku tidak dapat
membayangkan apakah angger Agung Sedayu akan dapat
menjadi pemimpin Tanah Perdikan ini, karena menurut
saluran darah kau adalah orang lain bagi Tanah Perdikan ini.
Apa yang dikatakan oleh Panembahan Senapati
semuanya adalah benar. " jawab Ki Gede Menoreh.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Ternyata
selama ini ia terlalu melihat kedalam dirinya sendiri. Ia terlalu
mendengarkan kata hatinya tanpa mempertimbangkan
pendapat orang lain. " Aku yang seharusnya minta maaf Ki Gede " berkata
Agung Sedayu dengan suara dalam " selama ini aku tidak
pernah mempertimbangkan perasaan Ki Gede. "
" Tetapi aku tahu kenapa angger Agung Sedayu berbuat
demikian " jawab Ki Gede. Lalu katanya " Angger telah
memberikan satu pengabdian yang tulus tanpa memikirkan diri
angger sendiri. Tanpa memikirkan kepada siapa pengabdian
itu diberikan selain bagi kemanusiaan dan peningkatan
kesejahte -raan hidup sesamanya. " Ki Gede berhenti sejenak,
lalu " Tetapi Panembahan Senapati telah memberikan
pemecahan yang bijaksana. Angger tetap dalam lingkungan
sehari-hari, sementara itu, angger dapat memberikan
pengabdian yang lebih luas. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar,
bahwa pengangkatan itu dilakukan tanpa urutan yang
biasanya dilakukan dalam lingkungan keprajuritan, ia sampai
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
malam hari sebelum wisuda masih belum mendapatkan surat
kekancingan, yang barangkali akan diserahkan disaat wisuda
itu dilakukan, atau bahkan sesudahnya atau malahan sama
sekali tidak dengan surat kekancingan. Tetapi karena ketidak
urutan menurut paugeran itu dilakukan oleh Panembahan
Senapati, maka segala sesuatu tentu akan menyusul
kemudian dan menyesuaikan dengan kepu-tusan yang telah
diambil oleh Panembahan Senapati itu.
Malam itu, dibarak Agung Sedayu dan Ki Gede benarbenar
tidak mengatakan kepada siapapun tentang wisuda
yang akan dilakukan di pertemuan yang akan diselenggarakan
di-keesokan harinya. Kepada Glagah Putihpun tidak. Bahkan
A-gung Sedayu seakan-akan justru telah menghindari
pertemuan dengan Glagah Putih dan Ki Demang Selagilang.
Demikian ia sampai barak, seperti Ki Gede Menoreh, maka
Agung Sedayu-pun segera pergi ke pembaringan.
Glagah Putih melihat sesuatu yang lain pada sikap Agung
Sedayu. Ia memang mendekati Agung Sedayu. Tetapi Agung
Sedayu hanya menyapanya"Kau belum tidur Glagah Putih" "
" Masih belum terlalu malam kakang " jawab Glagah Putih.
Namun Agung Sedayulah yang kemudian berkata " Aku
merasa letih sekali. Aku akan tidur. "
Glagah Putih tidak menyahut. Tetapi ia justru meninggalkan
Agung Sedayu dipembaringannya. Sementara itu Agung
Sedayu sebenarnya juga merasa iba membiarkan Glagah
Putih sendiri, sementara hatinyapun sedang menjadi risau
setelah ia bertemu dengan Rara Wulan. Seorang gadis yang
pernah dikenalnya ketika gadis itu berkunjung ke Tanah
Perdikan Menoreh. Bahkan yang telah menimbulkan beberapa
persoalan tersendiri. Tetapi jika ia berbincang-bincang dengan Glagah Putih,
maka Glagah Putih tentu akan bertanya, apa saja yang telah
dibicarakan dengan Panembahan Senapati.
Meskipun Agung Sedayu tidak dapat segera tidur, justru
karena perintah Panembahan Senapati itu. namun ia bertahan
untuk tetap berada dipembaringan meskipun rasa-rasanya ia
justru menjadi sangat lelah.
Namun akhirnya Agung Sedayu itupun tertidur juga ketika
barak itu menjadi sepi. Tetapi pagi-pagi benar Agung Sedayu telah terbangun.
Ternyata Ki Gedepun telah bangun pula. Bersama-sama
dengan para pemimpin yang lain, mereka segera mengatur
diri. Meskipun pasukannya tidak diminta untuk berkumpul,
namun Ki Gede telah mempersiapkan pasukan Tanah
Perdikan Menoreh dan Pegunungan Sewu. Jika ada perintah
apapun juga. pasukan itu sudah bersiap.
Yang kemudian datang ke pertemuan besar di paseban
bukan hanya Ki Gede dan Agung Sedayu, tetapi juga Ki
Demang Selagilang, Glagah Putih dan Prastawa. Sementara
itu, para pemimpin dari setiap pasukanpun telah membawa
beberapa orang pembantunya. Untara juga datang bersama
SabungsaKang Zusi - http://kangzusi.com/
ri, Swandaru dan seorang perwira yang lain dari pasukan
Mataram yang berada di Jati Anom.
Ketika matahari sepenggalah, maka paseban telah menjadi
hampir penuh. Yang hadir hampir sebanyak jika di paseban itu
diadakan Paseban Agung. Namun suasana dan urutan
penempatannya yang berbeda, meskipun dalam pertemuan itu
juga hadir para pemimpin pemerintahan di Mataram dan para
Senapati. Dalam pertemuan itu, Panembahan Senapati hadir dengan
segala pertanda kebesarannya. Sebagai penguasa tertinggi di
Mataram yang pengaruhnya sampai ke pesisir Utara dan
wilayah sebelah Timur. Setelah segala macam upacara berlangsung, maka
Panembahan Senapatipun kemudian telah memerintahkan Ki
Patih Mandaraka untuk memerintahkan kepada seorang
perwira wre-da agar membacakan keputusan Panembahan
Senapati untuk mewisuda beberapa orang prajurit dalam
kedudukannya sebagai Senapati dengan gelar Tumenggung.
Ketika perwira wreda itu kemudian menyebut tiga buah
nama, maka dengan serta merta pertemuan itu menjadi riuh.
Mereka lupa bahwa mereka berada dihadapan Panembahan
Senapati justru karena sebagian dari mereka merasa gembira,
orang-orang yang mereka anggap tepat, telah mendapat
wisuda. Tetapi sesaat kemudian, paseban itu telah menjadi tenang
kembali. Ketiga orang yang telah mendapat wisuda itu
diijinkan untuk bergeser kedepan. Mereka selain mendapatkan
gelar dan berhak mengenakannya, merekapun telah
mendapat anugerah nama dari Panembahan Senapati.
Agung Sedayu tidak terkejut. Tetapi ia ikut bersama mereka
yang hadir menjadi gembira. Apalagi Glagah Putih yang jauh
sebelumnya memang telah mendengar. Tetapi ia tidak
mengira bahwa hari itu telah dilakukan wisuda dan sekaligus
pemberian anugerah nama bagi ketiga orang Tumenggung itu.
" Tumenggung Untaradira " desis Glagah Putih " Aku akan
memanggilnya kakang Tumenggung Untaradira. "
Glagah Putih tidak memperhatikan lagi nama kedua orang
Tumenggung yang lain yang tidak begitu dikenalnya. Ia
memang mendengar perwira wreda itu menyebut
Tumenggung Ranasudi-ra dan Tumenggung Wirapraja.
Namun yang terkait dihatinya adalah Tumenggung Untaradira.
Swandaru yang juga hadir dalam pertemuan besar itu
mengangguk-angguk. Didalam hati ia berdesis " Apa
sebenarnya kelebihan kakang Untara, sehingga ia langsung
mendapat kedudukan gelar dan nama yang demikian
besarnya" Secara pribadi aku tentu lebih baik dari kakang
Untara. " Namun Swandarupun mengerti, bahwa pengabdian Untara
didalam lingkungan keprajuritan sudah cukup lama. Setidaktidaknya
Untara telah menunjukkan pengabdiannya dalam
lingkungan keprajuritan cukup panjang. Tentu demikian pula
kedua orang yang lain, yang bersama-sama dengan Untara
telah diwisuda pula menjadi Tumenggung.
Setelah suasana menjadi tenang kembali, maka perwira
wreda yang masih berada ditempatnya itu meneruskan
sesorahnya. Perwira wreda itu kemudian menyatakan, bahwa
atas kehendak dan atas pilihan langsung dari Panembahan
Senapati, maka telah ditentukan bahwa " Telah ditunjuk untuk
menjabat kedudukan yang telah kosong sebagai Senapati
yang memimpin Pasukan Khusus Mataram di Tanah Perdikan
Menoreh seorang prajurit muda yang diangkat dan ditetapkan
bersama kedudukan itu, serta mendapatkan hak dan
kewajibannya, Agung Sedayu. "
Sejenak paseban yang besar dan luas itu. menjadi hening.
Berbeda dengan saat diumumkannya wisuda atas ketiga
orang Tumenggung sebelumnya. Beberapa orang perwira
yang ada di paseban itu termangu-mangu. Kedudukan itu
adalah kedudukan yang menarik bagi para prajurit yang
merasa memiliki kelebihan karena Pasukan Khusus adalah
pasukan yang memang ditempa untuk menjadikan
setiap orang didalamnya memiliki kelebihan, baik
secara pribadi maupun bersama-sama. Apalagi nama yang
kemudian disebut adalah bukan nama seorang prajurit yang
sudah cukup lama mengabdi. Namun itu adalah nama
seorang pengawal dari Tanah Perdikan Menoreh. Agung
Sedayu diangkat dan ditetapkan menjadi prajurit bersamaan
dengan pengangkatannya menjadi seorang Senapati yang
memimpin satu kesatuan Pasukan Khusus yang banyak
dikenal. Pasukan khusus yang mampu berada disegala
medan dan bertempur dalam keadaan yang bagaimanapun
juga. Beberapa orang memang telah mengenal Agung Sedayu
dengan baik. Mereka yang telah melihat sendiri, betapa Agung
Sedayu memiliki kelebihan dari para perwira yang dianggap
berilmu tinggi, dapat mengerti pilihan yang telah dijatuhkan
oleh Panembahan Senapati itu sendiri. Tetapi bahwa Agung
Sedayu sebelumnya bukan seorang prajurit, memang telah
menimbulkan beberapa persoalan didalam hati para perwira
yang sedang berkumpul itu.
Perwira wreda yang membacakan keputusan itu
merasakan suasana yang lain itu. Bahkan Panembahan
Senapati juga merasakan. Karena itu maka setelah perwira itu
selesai dengan pernyataan pengangkatan itu, Panembahan
Senapati secara pribadi telah memberikan penjelasan khusus.
Dengan pendek Panembahan Senapati memberikan
keterangan tentang dasar-dasar pilihannya. Bahkan katanya
kemudian " Jika ada orang yang tidak sependapat dengan
pilihanku, apakah orang itu dapat menunjuk seorang pimpinan
yang lebih baik bagi pasukan khusus itu" Meskipun Agung
Sedayu bukan seorang prajurit sebelumnya, namun Agung
Sedayu pernah menjadi salah seorang pelatih yang sangat
dihargai pada Pasukan Khusus itu, justru pada saat
pembentukannya. Karena itu, maka Agung Sedayu bukan
orang asing bagi pasukan yang akan dipimpinnya, meskipun
ia baru saja ditetapkan sebagai seorang prajurit. Menjadi atau
tidak menjadi seorang prajurit,
namun Agung Sedayu telah memberikan banyak
sekali sumbangan kepada Pasukan Khusus itu sejak
pembentukannya. " Semua orang yang ada di paseban itu terdiam. Untara yang
baru saja berbesar hati atas pengangkatannya menjadi
seorang Tumenggung dengan resmi, meskipun sebelumnya ia
sudah mengetahuinya, hatinya telah mengembang pula. Ia
sendiri tidak pernah berbicara tentang adiknya itu kepada
Panembahan Senapati. Namun agaknya beberapa orang
langsung atau tidak langsung telah menangkap kesan sikap
adiknya itu bahkan tentu juga dari pendapatnya sebagai
seorang kakaknya, dan menyampaikannya kepada
Panembahan Senapati. Penjelasan Panembahan Senapati atas sikapnya itu telah
memberikan pengertian kepada sebagian besar para
Senapati. Tumenggung, pemimpin keprajuritan dan
pemerintahan yang ada di paseban. Namun ternyata ada juga
diantara mereka yang tidak dapat mengerti, kenapa hal seperti
itu dapat terjadi. " Apa yang telah membuat Panembahan Senapati silau
kepada orang itu" " bertanya salah seorang Senapati kepada
dirinya sendiri. Bahkan Swandarupun telah terkejut mendengar kepu-tusan
itu. Ia menjadi sangat heran, bahwa Agung Sedayu, yang
menurut pendapatnya, didalam tataran kemampuan ilmu di
perguruan Orang Bercambuk berada di bawah
kemampuannya, meskipun ia adalah diantara seperguruan
yang lebih muda, tiba-tiba saja telah diangkat dalam jabatan
yang memerlukan satu kelebihan yang meyakinkan.
" Kebesaran nama Untara dilingkungan keprajuritan telah
sangat berpengaruh " berkata Swandaru kepada diri sendiri "
selama ini kakang Agung Sedayu sendiri bukan apa-apa. Ia
bukan orang yang menentukan apa-apa di Tanah Perdikan
yang pada satu saat akan menjadi tanggung
jawabku. Ia tidak lebih dari orang yang selama ini
menumpang hidup. " Tetapi satu kenyataan yang harus diterimanya, bahwa
Agung Sedayu oleh Panembahan Senapati telah diangkat
menjadi Senapati yang akan memimpin Pasukan Khusus
Mataram yang ada di Tanah Perdikan Menoreh.
Prastawa yang mendengar pengangkatan itu menarik nafas
dalam-dalam. Rasa-rasanya dunianya menjadi terbuka. Jalan
dihadapannya menjadi lapang. Meskipun ia tidak lagi
bermimpi seperti ayahnya, sehingga ayahnya telah
meninggalkan kesetiaan seorang adik kepada kakaknya,
seorang diantara rakyat Tanah Perdikan Menoreh yang
memberontak terhadap Kepala Tanah Perdikannya, namun
bagaimanapun juga Prastawa menginginkan satu masa depan
yang lebih baik. Jika Agung Sedayu masih tetap berada di
antara pimpinan Tanah Perdikan Menoreh, maka Prastawa
merasa, bahwa ia tidak akan dapat melampauinya, meskipun
menurut urutan darah, ia adalah kemenakan Ki Gede. Tetapi
Prastawa tidak dapat menyingkir dari satu kenyataan tentang
kesalahan yang pernah dilakukan oleh ayahnya, sehingga ia
tidak akan dapat berbuat sesuatu. Jika ia menyatakan
sikapnya, maka orang akan dengan cepat menuduh, bahwa ia
akan melakukan sebagaimana pernah dilakukan oleh ayahnya
itu. Namun jika Agung Sedayu telah minggir dengan
sendirinya, justru karena satu kedudukan yang terhormat,
maka ia tidak akan merasa bersalah jika ia mulai
berpengharapan bagi masa depannya. Jika sepupunya
Pandan Wangi serta suaminya tidak dapat melakukan
tugasnya di Tanah Perdikan, maka ia adalah pemangku
jabatan itu menurut urutan keturunan darah.
Beberapa saat keadaan paseban itu memang menjadi sepi.
Semuanya seakan-akan merenungi penjelasan yang langsung
diberikan oleh Panembahan Senapati.
Namun kemudian, suara Panembahan Senapati telah
memecahkan keheningan itu. Panembahan Senapati telah
menyatakan pernyataan terima kasihnya kepada semua pihak
yang telah membantu Mataram sampai tuntas. Panembahan
Senapatipun akan mengutus beberapa orang Senapati
penghubung untuk menyampaikan pernyataan yang sama.
" Aku hanya dapat mengucapkan terima kasih " berkata
Panembahan Senapati " besuk lusa pasukan yang ada di
Mataram telah dapat meninggalkan kota. Kecuali yang
memang ingin tinggal lebih lama lagi. Tidak akan ada
ungkapan kegembiraan yang berlebihan atas hasil tugas kita
selain pertemuan hari ini. "
Dengan demikian, maka menjadi jelas, bahwa tidak akan
ada keramaian diseluruh kota sebagaimana yang pernah
didengar sebelumnya. Keberhasilan Mataram tetap diliputi
oleh suasana prihatin. Sehingga karena itu, maka keramaian
yang ingin diselenggarakan itu, harus ditunda.
JILID 259 BEBERAPA saat kemudian, maka Panembahan Senapati
telah menganggap bahwa pertemuan itu telah cukup. Tiga
orang prajurit telah diwisuda menjadi Tumenggung. Kemudian
Agung Sedayu telah ditetapkan menjadi seorang prajurit
sekaligus ditetapkan menjadi pemimpin Pasukan Khusus
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mataram di Tanah Perdikan.
Karena itu, maka pertemuan itupun telah dianggap selesai.
Panembahan Senapati sempat mengucapkan selamat jalan
kepada pasukan yang akan meninggalkan Mataram. Dihari
berikutnya, seorang petugas akan menyerahkan tunggul dan
panji-panji kehormatan kepada setiap pasukan yang sudah
langsung kembali ke daerahnya masing-masing, akan segera
dikirimkan melalui para penghubung.
Demikianlah, maka sejenak kemudian pertemuan itupun
segera dibubarkan setalah Panembahan Senapati
meninggalkan paseban. Para pemimpin Mataram yang lain
masih sempat mengucapkan selamat kepada ketiga orang
yang baru saja diwisuda serta kepada Agung Sedayu. Tetapi
tidak semua orang yang mengucapkan selamat kepada ketiga
orang Tumenggung itu juga mengucapkan selamat kepada
Agung Sedayu. Untara yang setelah menerima ucapan selamat dari para
pemimpin di Mataram itu telah mendekati Agung Sedayu.
Sambil menepuk pundaknya ia berkata " Akhirnya kau telah
menemukan jalan yang aku kira paling baik bagimu. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Katanya "
Terima kasih kakang, Tetapi apakah kakang telah
menyampaikannya kepada Panembahan Senapati tentang
sikapku" " Aku tidak akan berani mengatakannya " sahut Untara "
aku sudah mengira bahwa kau tentu menyangka bahwa
akulah yang telah memohon kepada Panembahan Senapati
agar kau mendapat kedudukan. Tetapi kau tentu sudah
mengenal Panembahan Senapati karena kau pernah
bersama-sama mengembara. Seandainya aku pernah
menyampaikannya dan memohon kedudukan bagimu, maka
aku sendiri tidak akan pernah diwisuda menjadi seorang
Tumenggung. " Agung Sedayu menundukkan kepalanya. Katanya "
Maafkan aku- kakang. "
" Seharusnya kau bergembira. Kecuali jika beban yang
diberikan kepadamu itu terlalu berat. Tetapi menurut
pendapat-ku, beban itu sesuai dengan kemampuanmu. Hanya
karena kau belum berpengalaman sajalah, maka kau masih
perlu banyak belajar. Bukan tentang tataran kemampuan dan
ilmu, tetapi tentang paugeran dan sikap seorang prajurit. "
desis Untara. Agung Sedayu mengangguk-angguk kecil. Ia mengerti
maksud Umara. Biasanya seorang prajurit harus memasuki
masa latihan untuk mengenal tentang dunianya. Meskipun
seseorang telah memiliki ilmu yang cukup tinggi, tetapi ia
harus melalui satu tempaan yang membuatnya menjadi
seorang prajurit, Namun Untarapun berkata selanjutnya "Tetapi serba sedikit
kau tentu telah mengenalnya. Kau pernah berada di barak
pasukan Khusus itu pula. Namun Untarapun berkata selanjutnya " Tetapi serba
sedikit kau tentu telah mengenalnya. Kau pernah berada di
barak Pasukan khusus itu pula. "
" Ya kakang " jawab Agung Sedayu. Namun iapun
kemudian berkata " Meskipun demikian, aku memang harus
banyak belajar. Sekarang aku tidak akan mungkin ingkar lagi
dari tugas ini. " " Ki Gede tentu akan banyak membantunya " berkata
Untara " apalagi kau telah mendapat kekhususan yang
memang dapat menimbulkan persoalan. Kau boleh tinggal
diluar barak. Kau dapat memilih pembantu-pembantumu dan
agaknya kau mempunyai terlalu banyak kebebasankebebasan
yang tidak dimiliki oleh para prajurit yang lain,
termasuk aku. " Agung Sedayu mengangguk-angguk pula. Namun sebagai
seorang yang telah terbiasa menguasai dirinya sendiri dalam
latihan-latihan yang berat, maka tentu tidak akan terlalu sulit
baginya untuk menyesuaikan diri dengan dunia keprajuritan.
Dalam pada itu, Swandarupun telah memberikan
pernyataan selamat kepada Agung Sedayu. Dengan nada
rendah ia berkata " Kau memang sangat beruntung kakang.
Dengan demikian, kau telah mendapatkan satu kedudukan
yang jelas. Masa depanmupun menjadi jelas. Guru akan
sangat bergembira jika mendengar hal ini. Karena
sebenarnyalah guru selalu merasa berprihatin tentang masa
depanmu yang mengambang. "
Agung Sedayu mengerutkan dahinya. Bagaimanapun juga
ia menangkap maksud yang bergetar dibalik kata-kata
Swanda-ru. Agaknya selama ini Swandarupun ikut memikirkan
nasibnya yang mengambang itu.
Tiba-tiba saja Agung Sedayu bertanya kepada diri sendiri"
Jadi apa yang selama ini aku lakukan di Tanah Perdikan
Menoreh" Menjual tenaga sekedar untuk mendapatkan
sebidang tanah garapan buat memberi makan istri dan adik
sepupunya" " Namun Agung Sedayu masih dapat menyembunyikan getar
perasaannya itu. Karena itu, sambil tersenyum Agung Sedayu
menjawab " Terima kasih. Semoga guru dan keluargaku dapat
menerima kemurahan hati Panembahan Senapati ini dengan
gembira. " " Tentu. Tidak seorangpun menduganya, bahwa kau tibatiba
saja akan mendapat sebuah kedudukan yang cukup
tinggi. Bukan saja karena pangkat yang akan kau terima,
tetapi kedudukan seorang pemimpin dari sebuah Pasukan
Khusus tentu dianggap seorang yang berilmu yang akan
dihormati oleh banyak orang. Baik karena pangkatnya,
kedudukannya maupun ilmunya.
" berkata Swandaru kemudian. Namun Swandaru
itupun kemudian berkata " Tetapi kakang harus benar-benar
menempatkan diri sebagai seorang pemimpin pasukan yang
dianggap terbaik. Meskipun pasukan itu terhitung kecil
dibandingkan dengan pasukan kakang Untara, tetapi yang
sedikit itu dianggap memiliki daya tempur yang sangat tinggi.
Dengan demikian, maka kakang akan ikut pula menjunjung
nama perguruan Orang Bercambuk. Bagaimanapun juga
kakang harus menyempatkan diri memperdalam ilmu yang
selama ini nampaknya kurang kakang tekuni. Selain bagi
kepentingan kakang dalam kedudukan kakang sebagai
pemimpin Pasukan Khusus, juga untuk menjunjung nama
perguruan Orang Bercambuk, yang dianggap sebagai satu
perguruan kecil namun dihormati karena tataran ilmunya. "
berkata Swandaru kemudian.
Yang telinganya merasa digelitik adalah Glagah Putih.
Tetapi karena Agung Sedayu justru tersenyum mendapat
pesan itu, maka iapun tidak berbuat sesuatu.
Untara yang tidak ingin mendengar sesorah Swandaru
lebih panjang lagi, telah minta diri. Bersama Sabungsari yang
telah mengucapkan selamat pula kepada Agung Sedayu,
keduanya telah meninggalkan Agung Sedayu yang masih
dikerumuni oleh beberapa orang.
" Kami masih mempunyai tugas di barak kami." berkata
Sabungsari. Namun iapun kemudian berkata " Menurut pendapatku,
kau adalah satu-satunya orang yang paling tepat
menduduki jabatan itu. Pasukan Khusus Mataram di Tanah
Perdikan, tentu akan menjadi jauh lebih baik dari Pasukan
Khusus yang ada di kota ini, juga yang ada di Ganjur, yang
selama ini dianggap pasukan yang paling baik. Justru
dihadapan kekuatan yang ada di Mangir. "
Agung Sedayu tidak sempat menjawab. Sabungsari sambil
tersenyum beranjak pergi mengikuti Untara yang telah, minta
diri pula kepada Ki Gede.
Swandaru yang mendengar pujian itu mengerutkan
keningnya. Apa sebenarnya yang membuat orang-orang itu
begitu menghormati Agung Sedayu yang ilmunya menurut
Swandaru masih harus ditingkatkan.
"Aku masih belum mendapat kesempatan yang baik untuk
melakukannya " berkata Swandaru yang kecewa didalam
hatinya karena Sabungsari justru berhasil menyelesaikan
lawannya ketika ia terluka " Aku menjadi lengah. Sebetulnya
akupun dapat menyelesaikannya. "
Yang kemudian datang memberikan pernyataan selamat
adalah Ki Lurah Branjangan. Dengan gembira Ki Lurah Branjangan
mengguncang kedua lengan Agung Sedayu.
Ki Gede dan Agung Sedayupun menjadi semakin gembira
dengan kehadiran Ki Lurah. Dengan nada tinggi Ki Lurah
Branjangan itupun berkata " Aku telah memberikan ucapan
selamat kepada Ki Tumenggung Untaradira serta kedua orang
Tumenggung baru yang lain. Ternyata Tumenggung Wirapraja
terlalu banyak berbicara sehingga aku hampir terlambat
mengucapkan selamat kepadamu. "
Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Di mana Ki Lurah
duduk sejak tadi" "
" Aku berada di belakang. Aku datang hampir terlambat.
Untung regol masih belum tertutup. " jawab Ki Lurah
Branjangan. " Ternyata aku harus memasuki tugas yang tidak banyak
aku ketahui. " berkata Agung Sedayu.
Ki Lurah tertawa. Katanya kepada Ki Gede " Bukankah
suara seperti itu yang selalu diperdengarkan kepada orang
lain, Ki Gede. Dengan demikian kita sudah tidak terkejut lagi. "
Ki Gedepun tertawa pula. Sambil mengangguk-angguk Ki
Gede menyahut " Nampaknya itu sudah menjadi satu ciri. "
Ki Lurah Branjangan itupun kemudian berkata agak
bersungguh-sungguh " Panembahan Senapati memang
pernah memanggil aku langsung menghadapnya. Kemudian
segala sesuatunya telah terbuka bagi angger Agung Sedayu.
Namun aku masih mendapat tugas yang pada saatnya tentu
akan diberitahukan kepada angger Agung Sedayu, bahwa aku
akan tetap diperbantukan untuk sementara di barak pasukan Khusus itu.
Aku harus memberikan tuntunan, maaf, aku mempergunakan
istilah Panembahan Senapati, kepada angger Agung Sedayu,
khususnya dibidang keprajuritan. Aku akan mengguruimu
meskipun ilmumu sebenarnya sudah jauh lebih tinggi dari
ilmuku. Juga pengetahuan tentang keprajuritan. "
" Ah tentu belum " jawab Agung Sedayu dengan serta
merta " aku akan berterima kasih jika Ki Lurah berada di barak
itu. " " Untuk sementara. Mungkin untuk lima atau enam bulan
atau paling lama setahun. Kau memang dalam keadaan yang
khusus. Pengangkatanmupun terjadi secara khusus langsung
dalam jabatan yang nampaknya disukai oleh para prajurit,
yang tidak terduga-duga justru diberikan kepada bukan
seorang prajurit. Meskipun dengan serta merta telah dianggap
seorang prajurit. Hal itu tidak akan terjadi tanpa sebab yang
diyakini kebenarannya oleh Panembahan Senapati." berkata
Ki Lurah Branjangan. " Ah " desah Agung Sedayu " Ki Lurah masih saja memuji. "
Ki Lurah tertawa. Namun ia pun kemudian berkata " Aku
akan pergi ke barakmu untuk berbicara agak panjang. Tidak di
sini. Apalagi halaman paseban ini sudah menjadi semakin
sepi. Marilah, kita pulang. "
Ki Gede mengangguk-angguk. Halaman paseban itu
memang sudah menjadi semakin sepi. Tinggal beberapa
orang yang berkelompok sambil berbincang-bincang.
Ki Gedepun kemudian telah melangkah pula menuju keregol
bersama-sama dengan beberapa orang lain yang
bersamanya, termasuk Ki Lurah Branjangan. Namun diluar
regol Ki Lurah Branjangan telah minta diri untuk langsung
pulang keru-mah. " Nanti aku akan pergi ke barak kalian " berkata Ki Lurah.
Ki Gede mengangguk hormat sambil menjawab " Kami
akan menunggu Ki Lurah. "
Ki Lurahpun kemudian berjalan kearah yang berbeda.
Dalam usianya yang semakin tua, Ki Lurah masih nampak
cekatan dan tangkas. Tubuhnya memang tidak cukup tinggi
dan tidak pula besar. Namun agaknya karena itulah, maka Ki
Lurah adalah seorang prajurit yang mampu bergerak seperti
seekor burung sikatan di padang rumput yang sedang berburu
bilalang. Ketika Ki Gede dan orang-orang yang bersamanya sampai
ke barak, maka mereka telah masuk ke bilik masing-masing.
Namun Agung Sedayu sempat duduk di pendapa bersama
dengan Ki Demang Selagilang.
Namun beberapa saat kemudian, Ki Gede yang sudah
berganti pakaian telah keluar lagi untuk menemui para
pemimpin kelompok yang masih tetap bersiap sepenuhnya
untuk menjalankan setiap perintah.
" Kalian sudah dapat beristirahat " berkata Ki Gede " kecuali
mereka yang bertugas. Tidak ada perintah yang harus kita
lakukan hari ini. " Dengan demikian, maka para pengawalpun sempat pula
beristirahat hari itu. Sementara Ki Gedepun telah
memberitahukan bahwa besok lusa pasukan telah
diperkenankan meninggalkan kota.
Namun berita yang paling menggembirakan telah mereka
dengar pula, bahwa Agung Sedayu kemudian akan menjadi
pemimpin Pasukan Khusus di Tanah Perdikan.
Tetapi tiba-tiba saja seorang diantara mereka bertanya "
Jadi Agung Sedayu akan segera meninggalkan kita" "
" Tidak " jawab Ki Gede " Agung Sedayu akan tetap tinggal
dirumahnya. Ia akan tetap bersama kita dalam kehidupan
sehari-hari. Namun sebagian waktunya sekarang,
diperuntukkannya bagi Pasukan Khusus itu. "
Para pemimpin kelompok itu mengangguk-angguk. Mereka
memang merasa ikut bergembira. Namun kemudian
merekapun merasa sayang jika Agung Sedayu tidak lagi dapat
membina Tanah Perdikan Menoreh, karena kemajuan yang
dicapai oleh Tanah Perdikan itu sebagian besar adalah karena kerja
keras Agung Sedayu. Swandaru yang telah langsung kembali ke baraknya pula,
telah berbicara dengan beberapa orang pemimpin kelompok
pengawal Kademangan Sangkal Putung. Diceriterakannya
pula bahwa Untara yang sudah sejak lama dipersiapkan untuk
menerima jabatan Tumenggung, dalam pertemuan di paseban
telah diwisuda menjadi seorang Tumenggung bersama dua
orang yang lain.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Tetapi nampaknya hal itu lebih wajar daripada yang terjadi
pada kakang Agung Sedayu " berkata Swandaru " kakang
Agung Sedayu tiba-tiba saja telah ditetapkan atau dianggap
atau dalam pengertian apapun, sebagai seorang prajurit dan
langsung menjabat sebagai pimpinan Pasukan Khusus di
Tanah Perdikan Menoreh. "
Para pemimpin kelompok pengawal Kademangan Sangkal
Putung itu termangu-mangu. Mereka tidak mengerti, perasaan
apakah yang telah bergejolak dihati Swandaru. Apakah ia berbangga
atau justru kecewa atau perasaan lain.
Tetapi para pemimpin kelompok itu hanya berdiam diri saja.
" Kita masih mendapat kesempatan hari ini dan besok
untuk beristirahat disini " berkata Swandaru " besok lusa kita
sudah dapat pulang. "
Para pemimpin kelompok itu merasa bergembira bahwa
mereka akan segera dapat bertemu dengan keluarga mereka.
Tetapi dalam pada itu Swandaru berkata " Kita harus bersiapsiap
memberikan jawaban, berapa orang dan siapa yang tidak
dapat kembali bersama-sama dengan kita. "
Para pemimpin pengawal yang bergembira itu tiba-tiba saja
telah menjadi gelisah. Mereka sadar, bahwa mereka harus
menghadapi keadaan sebagaimana pernah terjadi di kota
ketika pasukan Mataram itu memasukinya.
Tetapi mereka tidak dapat mengelakkan hal itu.
Dalam pada itu, disisa hari itu, para prajurit dan pengawal
masih dapat beristirahat. Khusus bagi para prajurit yang
tinggal di kota, hari itu, mereka masih berada di barak. Baru
esok pagi mereka diperkenankan kembali ke rumah mereka
masing-masing bergantian sesuai dengan pembagian waktu
yang diberikan oleh pemimpin kelompok mereka masingmasing.
Sementara itu dengan resmi pimpinan keprajuritan
Mataram telah mengumumkan, para prajurit yang tidak dapat
kembali pulang bersama mereka.
Tetapi pengumuman itu tidak terlalu menarik lagi.
Betapapun rapatnya para prajurit merahasiakannya, namun
nama-nama mereka yang tidak kembali sudah dapat didengar
oleh keluarga mereka sebelumnya.
Dalam pada itu, menjelang sore hari, ketika matahari mulai
turun, maka Ki Lurah Branjangan telah benar-benar berada di
barak pasukan dari Tanah Perdikan Menoreh dan
Pegunungan Sewu. Namun ternyata Ki Lurah tidak datang
sekedar keperluannya sendiri. Cucunya, Rara Wulan telah
berpesan kepadanya untuk mencari barak pasukan Tanah
Perdikan Menoreh. Setelah duduk beberapa saat ditemui oleh Ki Gede, Ki
Demang Selagilang dan Agung Sedayu, Ki Lurah Branjanganpun
berkata kepada Agung Sedayu " Sebenarnya Rara Wulan
ingin ikut bersamaku. "
" Kenapa tidak" " bertanya Agung Sedayu.
Ki Lurah tersenyum. Katanya " Aku tidak
memperbolehkannya. Agaknya kurang pantas jika Wulan
memasuki barak prajurit seperti ini. "
Agung Sedayu tersenyum sambil mengangguk-angguk "
Aku mengerti Ki Lurah. Memang kurang pantas bagi seorang
gadis. " Ki Lurahpun kemudian berdesis " Biar kalian saja datang
kerumahku. Angger Agung Sedayu dan angger Glagah Putih.
Nampaknya akan lebih pantas daripada Wulan yang datang
kemari. " " Aku akan membawa Glagah Putih kerumah Ki Lurah
besok. Bukankah besok kami masih ada disini" " sahut
Agung Sedayu. " Ya " Ki Lurah mengangguk-angguk " Rara Wulan masih
saja bertanya tentang kemungkinannya untuk berguru kepada
Sekar Mirah. Menurut Rara Wulan, Sekar Mirah sudah setuju
meskipun pada kedudukan yang tidak sepenuhnya
sebagaimana guru dan murid, karena Sekar Mirah sendiri
masih merasa, bahwa ilmunya jauh daripada cukup. "
" Bukankah ayah dan ibunya kurang setuju jika Rara Wulan
berada di Tanah Perdikan" Apalagi kakaknya itu " berkata
Agung Sedayu kemudian. " Entahlah, apa yang akan dilakukan oleh anak itu " berkata
Ki Lurah " tetapi kini seorang anak muda selalu datang
mengunjunginya. Bahkan nampaknya anak muda itu sangat
memperhatikan Wulan meskipun Wulan sendiri kurang senang
kepadanya. Tetapi anak muda itu mempunyai kesamaan sifat
dan watak dengan kakak Wulan, sehingga mereka justru
bersahabat rapat sekali. "
" Maksud Ki Lurah, anak muda yang bernama Sawung
Panunggul putera Ki Tumenggung Tambakrana?"desis Agung
Sedayu. " Darimana kau tahu" " bertanya Ki Lurah.
Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Kami telah pernah
bertemu dengan Rara Wulan dan Sawung Panunggul di
pasar. " " Wulan memang pernah bercerita kalau ia bertemu dengan
kau dan Glagah Putih. Tetapi ia tidak bercerita bahwa saat itu
ia bersama dengan Sawung Panunggul. " berkata Ki Lurah
kemudian. " Keduanya berbelanja di pasar. Keduanya tengah membeli
bahan yang akan dipergunakan untuk mengadakan satu
pertemuan keluarga. " berkata Agung Sedayu dengan agak
ragu. " Ya " berkata Ki Lurah " Pertemuan yang meriah. Aku tidak
tahu apa kepentingan mereka menyelenggarakan pertemuari
itu. Nanti malam aku juga diundang. Mungkin mereka
ingin mengurangi tabungan mereka yang sudah terlalu penuh.
Karena sama sekali tidak mau mempertimbangkan keadaan
prihatin yang sedang meliputi Mataram sekarang ini. "
" Bukankah Ki Lurah termasuk didalamnya" " bertanya
Agung Sedayu. Ki Lurah tersenyum. Katanya " Aku juga diundang. Bahkan
aku termasuk yang dituakan oleh keluarga yang akan
menyelenggarakan pertemuan itu. Tetapi aku sudah
menyatakan, bahwa aku tidak dapat datang dalam pertemuan
itu. " " Ah, mereka tentu kecewa " berkata Ki Gede " bukankah
sebaiknya Ki Lurah datang dan memberikan sedikit sentuhan
tentang suasana terakhir di Mataram.
Ki Lurah tertawa. Katanya " Sebaiknya aku tidak datang.
Pertemuan itu akan diselenggarakan dirumah Ki Tumenggung
Tambakrana ayah Sawung Pulungan. "
Ki Gede menarik nafas dalam-dalam. Namun ia dapat
mengerti sikap-Ki Lurah itu. Ki Lurah nampaknya terbenam
dalam suasana prihatin yang sedang menyelimuti Mataram,
sehingga rasa-rasanya ia menjadi segan untuk bergembira
dalam satu pertemuan sekelompok kecil pemimpin Mataram
yang meriah. " Memang hak mereka untuk melakukannya " berkata Ki
Lurah " karena itu, aku juga tidak mencegahnya. Namun
nuraniku agaknya tidak sesuai dengan pertemuan itu.
Meskipun dalam pertemuan itu akan dihidangkan suguhan
yang tentu sangat menarik, namun aku lebih senang
menghadiri pertemuan seperti tadi pagi di paseban tanpa
hidangan apapun. Minumpun tidak. "
Ki Gede menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak ingin
mencampuri persoalan keluarga Ki Lurah Branjangan,
sehingga karena itu, maka Ki Gedepun tidak bertanya lebih
jauh tentang pertemuan keluarga itu.
Yang kemudian dibicarakan oleh Ki Lurahpun telah
berkisar. Ki Lurah lebih senang berbicara tentang rencananya
untuk tetap berada di barak itu meskipun dalam kedudukan yang
jauh berbeda dari yang pernah dipangkunya.
" Tetapi aku akan merasa sangat senang. Sesuai dengan
umurku yang telah tua. " berkata Ki Lurah.
" Terima kasih Ki Lurah. " jawab Agung Sedayu.
Ternyata Ki Lurah Branjangan sempat berbicara panjang
bersama Ki Gede dan ki Demang Selagilang tentang
perkembangan Mataram kemudian. Bahkan merekapun telah
menyinggung pula sikap Adipati Pati ketika ia berada di
Madiun. " Tidak semua yang dilakukan Panembahan Senapati tanpa
cacat " berkata Ki Lurah " namun kita semua berharap bahwa
kepemimpinan Panembahan Senapati akan dapat
berlangsung langgeng sehingga Mataram akan dapat menjadi
semakin kokoh." Ki Gede mengangguk-angguk. Sementara Ki Lurah
Branjangan itupun bertanya " Kapan kau akan mulai dengan
tugas barumu Agung Sedayu" "
" Sebenarnya aku juga harus bertanya-tanya. Sebagaimana
Ki Lurah ketahui, kedudukan dan jabatan itu aku terima begitu
saja dalam sebuah pertemuan seperti itu. Menurut
pendengaranku maka tugas akan dilakukan setelah seseorang
menerima surat kekancingan yang menetapkan
kedudukannya. Tetapi aku belum menerima apa-apa. " jawab
Agung Sedayu. " Kau sebaiknya mohon waktu untuk menghadap " berkata
Ki Lurah Branjangan " tentu sulit bagi orang lain. Tetapi tentu
tidak bagimu. Kau akan mendapatkan kejelasan tentang
langkah-langkah yang harus kau tempuh, meskipun barangkali
Panembahan Senapati sendiri tidak akan mengurus soal surat
kekancingan atau semacamnya. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Ia masih mempunyai
waktu sehari. Karena itu, maka katanya"Baiklah. Besok, jika
diijinkan aku akan menghadap Panembahan Senapati. "
Namun ternyata Agung Sedayu tidak perlu melakukannya.
Disaat Ki Lurah Branjangan masih berada di barak Pasukan
Tanah Perdikan Menoreh dan Pegunungan Sewu, telah
datang tiga orang berkuda. Seorang diantaranya adalah seorang
Tumenggung. " Tumenggung Reksanegara " desis Ki Lurah Branjangan.
Ki Lurah Branjangan, Ki Gede, Agung Sedayu dan Ki
Demang Selagilang segera dengan tergopoh-gopoh telah
menyambut kedatangan mereka, dan mempersilahkan mereka
untuk naik ke pendapa. Ternyata Ki Tumenggung Reksanegara telah mendapat
tugas untuk menyelesaikan kekancingan penetapan Agung
Sedayu menjadi seorang prajurit dan sekaligus penetapannya
menjadi pimpinan Pasukan Khusus di Tanah Perdikan dengan
pangkat sementara Lurah Prajurit.
" Bukan main " desis Ki Lurah Branjangan " aku mulai dari
tataran terendah ketika aku mengabdi di Pajang. Kau
langsung diangkat menjadi seorang Lurah Prajurit dengan
kedudukan Pemimpin Pasukan Khusus Mataram di Tanah
Perdikan. Itupun tentu tidak lama. Kau akan segera menjadi
seorang Panji dan kemudian Tumenggung. "
Ki Tumenggung, kedua orang yang menyertainya, Ki Gede
dan Ki Demang Selagilang tertawa, sementara Agung Sedayu
sendiri menarik nafas dalam-dalam.
" Nah Ki Lurah " berkata Ki Lurah Branjangan pula " apa
rencanamu berikutnya" "
" Ah " Agung sedayu berdesah " sebelumnya kakang
Untara tidak pernah dipanggil dengan sebutan
kepangkatannya. " Tetapi aku selalu dipanggil Ki Lurah " jawab Ki Lurah
Branjangan. Orang-orang yang mendengarnya masih saja tertawa.
Sementara Agung Sedayu menjawab " Itu adalah soal
kebiasaan saja. " " Kau benar " berkata Ki Tumenggung " agaknya kau lebih
senang dipanggil namamu saja. Seperti beberapa orang yang
lain justru segan untuk disebut pangkatnya. "
" Mungkin mereka menunggu jika sudah menjadi Tumenggung
" jawab Ki Lurah. Lalu katanya " Seperti Ki Tumenggung
Reksanegara sebelumnya juga tidak pernah disebut Ki Panji
Reksapraja. Ki Tumenggung lebih senang disebut saja
namanya, Reksapraja. "
" Ah, sudahlah " berkata Ki Tumenggung " nampaknya
kakak Agung Sedayu sampai sekarang masih segan juga
disebut Ki Tumenggung Untaradira. Ia masih lebih senang
dipanggil namanya saja. Untara. Memang agak berbeda
dengan Ki Demang. Bahkan di Pegunungan Sewu sebutan Ki
Demang lebih dikenal dari namanya, Ki Selagilang. "
Kedudukan kepangkatan kita memang berbeda " berkata Ki
Demang. " Ya. Demang adalah kedudukan yang turun temurun.
Tetapi tidak dengan pangkat seorang prajurit " jawab Ki
Tumenggung. Demikianlah, untuk beberapa saat mereka masih sempat
berbincang. Namun ketika Ki Tumenggung sudah duduk
beberapa lama, maka iapun berkata " Dengan kelengkapan
surat kekancingan dan surat perintah, maka Ki Lurah Agung
Sedayu sudah dapat langsung melakukan tugasnya. "
"Terima kasih Ki Tumenggung"jawab Agung Sedayu"
namun aku mohon Ki Tumenggung memanggil namaku saja
agar tidak terbiasa disebut pangkatku didepan namaku. "
Ki Tumenggung tertawa pula. Katanya " Baiklah. Tetapi
dalam pembicaraan resmi, pangkat itu akan selalu terucapkan.
Agung Sedayu tidak dapat mengelak. Tetapi rasa-rasanya
sebutan itu justru membuatnya kurang mapan dan canggung.
Dalam pada itu, maka Ki Tumenggungpun kemudian telah
minta diri untuk meninggalkan barak itu, karena keperluannya
telah diselesaikannya. Namun dalam pada itu Ki Gedepun berkata " Maaf Ki
Tumenggung. Kami tidak dapat menghidangkan apa-apa bagi
Ki Tumenggung. " Ki Tumenggung tertawa. Katanya"Aku tahu. Dibarak ini
untuk keperluan sendiripun Ki Gede tidak dapat menyediakan
sekehendak sendiri. Apalagi untuk hidangan para tamu. "
Yang lainpun tertawa, sementara Ki Tumenggung dan
kedua orang yang menyertainya telah membawa kudanya
keluar regol. Ki Gede dan yang lain telah melepas ketiga
orang itu sampai di regol.
Ketika mereka kembali ke pendapa, maka Ki Lurah
Branjangan berkata " Nah, semuanya sudah selesai. Agung
Sedayu tinggal datang ke barak dan memperkenalkan diri
sebagai pimpinan yang baru. Agaknya salah seorang perwira
dari Mataram, mungkin juga Ki Tumenggung Reksanegara
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
atau yang lain akan ditugaskan untuk menyampaikan kepada
para prajurit tentang kedudukan Agung Sedayu dan
memperkenalkannya sebagai pimpinan yang baru, "
" Kapan itu dilaksanakan" " bertanya Agung Sedayu.
" Akan datang perintah kemudian " berkata Ki Lurah
Branjangan. " tetapi sekarang, Pasukan Khusus itu sudah
tidak mempunyai pimpinan lagi. Seorang perwira yang tertua
bertugas untuk sementara memimpin Pasukan yang tinggal di
barak, sedang seorang perwira yang lain memimpin Pasukan
Khusus yang ada di Mataram sekarang ini setelah melakukan
perlawanan. Semua pemindahan, pergeseran jabatan dan
pengaturan kembali kelompok-kelompok setelah perang
Madiun, telah dilakukan dalam waktu singkat. Baru kemudian
Panembahan Senapati memanggilmu. Tugasmu adalah
menyempurnakan dan kemudian meningkatkan kemampuan
Pasukan itu. Baik lahiriah maupun batiniah. "
Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Sementara Ki
Lurah Branjangan berkata selanjutnya " Nah, kau boleh tahu,
bahwa semua itu langsung ditangani oleh Pangeran
Mangkubumi dibantu oleh Ki Tumenggung Surarana. "
Yang mendengarkan keterangan Ki Lurah Branjangan itu
mengangguk-angguk. Semuanya memang menjadi lebih jelas.
Namun semuanya masih menunggu perintah berikutnya
meskipun surat kekancingan dan surat perintah untuk
melaksanakan tugas telah ada ditangan Agung Sedayu.
" Sudahlah " berkata Ki Lurah " jangan kau pikir. Bukankah
besok kalian masih akan tinggal disini sehari. Namun pada
saat kalian berangkat kembali ke Tanah Perdikan, maka
semuanya tentu sudah jelas dan tuntas. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Sementara Ki Lurah
Branjangan berkata " Nah, sekarang sebaiknya aku mohon
diri. Besok kau dan Glagah Putih aku harap datang
kerumahku. " Baik Ki Lurah " Jawab Agung Sedayu.
Ki Lurahpun kemudian telah minta diri kepada Ki Gede dan
Ki Demang yang lebih banyak mendengarkan pembicaraan
daripada ikut berbicara. Sepeninggal Ki Lurah, maka Ki Gede, Ki Demang dan
Agung Sedayu masih berbincang beberapa saat. Mereka
masih berbicara disekitar tugas Agung Sedayu yang akan
datang. " Sayang " berkata Ki Demang Selagilang " aku tidak dapat
menyaksikan angger Agung Sedayu menempa Pasukan
Khusus itu sehingga menjadi semakin tinggi kemampuannya. "
" Ah, apa yang dapat aku lakukan Ki Demang" " desis
Agung Sedayu. " Bukankah aku pernah menyaksikan sendiri tataran
kemampuanmu" " sahut Ki Demang.
"Tetapi apakah aku dapat melimpahkannya kepada orang
lain, itulah soalnya. Sementara itu, aku masih berguru kepada
Ki Lurah tentang paugeran dan ketentuan-ketentuan lainnya
bagi seorang prajurit " jawab Agung Sedayu.
Tetapi Ki Demangpun kemudian berdesis " Semuanya tentu
akan berjalan dengan sangat baik. "
Pembicaraan merekapun kemudian terputus ketika Ki
Demang minta diri " Aku ingin melihat anak-anak. "
Ki Gedepun kemudian telah meninggalkan Agung Sedayu
pula. Sementara Agung Sedayu telah turun pula ke halaman.
Yang direnungkan memang tidak ada lain kecuali kedudukannya
yang baru. Agung Sedayu sendiri masih merasa
bimbang, apakah ia bergembira atau kecewa. Namun ia telah
mengucap sukur bahwa ia telah mendapatkan kepercayaan
yang sangat tinggi. " Yang Maha Agung akan memberikan terang dihatiku "
berkata Agung Sedayu kepada diri sendiri.
Agung Sedayu itu berpaling ketika ia menyadari Glagah
Putih ada dibelakangnya, mengikuti langkahnya menuju ke
gerbang, sementara senja telah turun perlahan-lahan.
" Besok kita pergi ke rumah Ki Lurah " ajak Agung Sedayu "
Ki Lurah telah mempersilahkan kita singgah keru-mahnya. "
" Malam ini ada pertemuan keluarga yang besar dan meriah
Beruang Salju 6 Tembang Yang Tertunda Karya Mira W Kereta Berdarah 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama