Ceritasilat Novel Online

Api Di Bukit Menoreh 15

11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 15


orang-orang yang baru saja menyeberang dan yang akan
turun ke tepian telah melihat pertempuran itu. Justru dari
kejauhan. Mereka tidak berani mendekat dan apalagi
mencampuri persoalan yang tidak diketahui ujung pangkalnya
itu, kecuali orang-orang yang semula serakit dengan Rara
Wulan. Namun ternyata orang-orang yang ada serakit itupun
telah memberitahukan kepada orang-orang yang ada
didekatnya tentang gadis yang berkelahi dengan seorang lakilaki
yang bertubuh tegap dan kekar.
Apalagi ketika tiba-tiba saja rambut Rara Wulan yang
terurai itu terhempas ketika ia berputar dan tertangkap oleh
tangan lawannya. Rara Wulan memang terkejut. Tetapi ia ssndar sepenuhnya
atas apa yang terjadi pada dirinya. Karena itu. maka ketika
lawannya itu menarik rambutnya. Kara Wulan tidak berusaha
untuk bertahan. Ia justru memanfaatkan ayunan tarikan
lawannya sambil berputar. Namun demikian tubuhnya hampir
melekat tubuh lawannya yang berusaha menangkap tubuh
gadis itu, lutut Rara Wulan telah terangkai, bahkan terdorong
pula oleh gerak tubuhnya, telah menghantam bagian bawah
perut lawannya. Yang terdengar adalah keluhan menghentak. Tangan orang
itu justru urung menangkap Rara Wulan. Bahkan orang itu
telah terbungkuk-bungkuk sambil menyeringai menahan sakit.
Perutnya menjadi mual dan seakan-akan isinya telah
mendesak ke dadanya. Pada saat yang demikian, Rara Wulan yang marah itu telah
mendorong dahi orang itu sehingga wajah menengadah. Satu
pukulan yang keras kemudian lelah mengenai keningnya.
Sekali lagi terdengar orang itu mengeluh. Kepalanya
terangkat sehingga hampir saja ia jatuh terlentang. Tetapi
Rara Wulan cepat menangkap kepala itu. Ia tidak
menggenggam rambut lawannya sebagaimana dilakukan atas
dirinya. Tetapi gadis itu telah menekan kepala lawannya
dengan kerasnya bersamaan dengan lututnya yang terangkat.
Dahi orang itu telah membentur lutul Rara Wulan, demikian
kerasnya sehingga orang itu berteriak kesakitan. Ketika Rara
Wulan melepaskannya, maka orang itu telah terhuyung-huyung beberapa saat. Ia masih mencoba berdiri tegak.
Namun matanya menjadi kabur.
Rara Wulan masih akan menyerang perut orang itu. tetapi
ia terkejut ketika Glagah Putih menggamitnya.
" Cukup " berkata Glagah Putih.
" Aku ingin membuatnya jera." geram Rara Wulan.
Tetapi sejenak kemudian, orang itu ternyata telah
terhuyung-huyung dan jatuh di pasir tepian.
Tiga orang lelah terbaring diatas pasir. Mereka ternyata
tidak mampu berbuat banyak. Lawan Glagah Putih dan lawan
Rara Wulan memang tidak mengalami luka parah
sebagaimana seorang lagi yang kepalanya membentur rakit.
Namun keduanya untuk beberapa saat seakan-akan telah
kehilangan sebagian dari kesadaran mereka.
" Aku ingin membunuhnya " geram Rara wulan.
" Ingat pesan Ki Wirayuda. Kita jangan membunuh apapun
yang kita lakukan " desis Glagah Putih.
" Tetapi mereka benar-benar ingin memperlakukan aku
seperti barang mainan " jawab Rara Wulan.
" Bukankah Ki Wirayuda berkata, bahwa kita tidak boleh
membunuh apapun yang terjadi ?" desis Glagah Putih.
Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Dendamnya
sampai ke ujung rambutnya yang terurai itu. Sambil
menyanggul rambutnya ia berkata " Jadi bagaimana dengan
aku " Ikat kepalaku sudah terlempar entah di rakit entah
masuk ke dalam sungai."
"Sebaiknya kita tinggalkan orang itu. Orang-orang Tanah
Perdikan Menoreh sudah terbiasa melihat seorang perempuan
berpakaian seperti laki-laki. Mbokayu Pandan Wangi dan
mbok ayu Sekar Mirah juga melakukannya." berkata Glagah
Putih " Tetapi tanpa ikat kepala seperti ini ?" bertanya Rara
Wulan " Kau dapat menyanggulnya " dengan agak baik " berkata
Glagah Putih. Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Tetapi ia memang
memperbaiki sanggulnya. Kemudian tanpa ikat kepala mereka
telah pergi ke kuda mereka.
Namun Glagah Putih sempat melihat ikat kepala Rara
Wulan yang ternyata masih tersangkut di rakit. Karena itu,
maka iapun telah berlari-lari mengambilnya.
" Basah " desis Glagah Putih " tetapi sebentar lagi akan
kering. Sebelum kita sampai ke padukuhan pertama, kau telah
dapat memakai ikat kepalamu itu lagi."
Rara Wulan menerima ikat kepalanya yang basah dan
kotor. Tetapi itu tentu akan lebih baik daripada tidak
memakainya. Karena itu, maka setelah ikat kepalanya itu
diperasnya, maka kemudian diletakkannya di leher kudanya.
Beberapa saat kemudian, tanpa menghiraukan orang-orang
yang bersembunyi di balik tanggul dan gerumbul-gerumbul
liar, keduanya telah meninggalkan ketiga orang yang masih
terbaring di tepian. Namun beberapa saat kemudian, mereka
tentu akan segera bangkit lagi.
Namun Glagah Putih telah meninggalkan pesan kepada
orang-orang itu, bahwa kelompok Gajah Liwung merupakan
persoalan yang mendapat perhatian yang luas. Mereka harus
memperhatikan sikap banyak orang terhadap kelompok itu.
Bukan orang-orang yang sekedar ketakutan. Tetapi orangorang
yang berilmu tinggi. Sementara itu, Glagah Putih dan Rara Wulan telah
memacu kuda mereka di bulak-bulak persawahan. Meskipun
tidak terlalu cepat, namun mereka seakan-akan ingin dengan
cepat meninggalkan tepian Kali Praga. Melepaskan diri dari
berpasang-pasang mata yang mengenggap mereka sebagai
tontonan yang mengasikkan.
Ketika ikat kepala Rara Wulan menjadi agak kering karena
panas dan angin semilir di perjalanan, maka Rara Wulanpun
telah berhenti sejenak di pinggir jalan bersama Glagah Putih.
" Bantu aku " minta Rara Wulan yang mengenakan ikat
kepalanya itu. Rara Wulan memang belum begitu trampil mengenakan
ikat kepala, sehingga ia memang masih memerlukan bantuan.
Sejenak kemudian mereka telah berpacu kembali menuju
ke padukuhan induk Tanah Perdikan Menoreh.
Namun dalam perjalanan itu, ternyata masih ada yang
menyangkut di hati Rara Wulan. Karena itu, maka tiba-tiba
iapun.bertanya " Bagaimana dengan harta yang dirampas oleh
orang-oang yang mengaku dari kelompok Gajah Liwung itu ?"
" Harta yang mana ?" bertanya Glagah Putih.
" Bukankah kau juga bertanya tentang harta yang
dirampasnya dari suami istri yang kita temui di parjalanan itu
?" desis Rara Wulan kemudian.
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Kita
tidak akan menemukan buktinya. Mungkin benda-benda itu
sudah tidak ada di tangan mereka atau memang bukan
mereka yang melakukannya."
" Memang mungkin bukan mereka " desis Rara Wulan.
" Tetapi agaknya mereka benar-benar berasal dari bukit
kecil itu. Ketika hal itu aku tanyakan kepada salah seorang
dari mereka, maka nampak wajahnya telah berubah. Orang
itupun tidak membantah dengan serta merta." berkata Glagah
Putih. " Itulah, sebenarnya orang itu pantas disingkirkan " geram
Rara Wulan. " Tetapi kita terikat pada pesan Ki Wirayuda " jawab Glagah
Putih. " Sampai kapan pesan itu mengikat kita " Jika kita tidak
mampu bertindak lebih tegas lagi, maka orang-orang yang
mengaku dari kelompok Gajah Liwung itu akan menjadi
semakin garang dan buas." sahut Rara Wulan.
Glagah Putih tidak menjawab. Rara Wulan memang sangat
membenci orang-orang yang mengaku dari kelompok Gajah
Liwung itu sejak kelompok itu menculik gadis-gadis, apalagi
setelah ia diperlakukan dengan sangat kasar dan bahkan liar.
Kecuali itu, maka kelompok itu telah mencemarkan nama baik
dari orang-orang kelopok Gajah Liwung yang sebenarnya.
Tetapi mereka tidak dapat melanggar pesan Ki Wirayuda.
Demikianlah, untuk beberapa saat mereka saling berdiam
diri. Sementara itu, mereka telah melintasi beberapa bulak
panjang. Di padukuhan-padukuhan maka orang-orang yang
kebetulan melihat Glagah Putih telah menyapanya. Namun
mereka tidak segera mengetahui, apakah kawan Glagah Putih
itu laki-laki atau perempuan.
Semakin dekat mereka dengan padukuhan induk, maka
semakin banyak orang menyapanya. Anak-anak muda, orangorang
tua dan bahkan kanak-kanak. Hanya gadis-gadis yang
kadangLkadang hanya sempat mengagguk hormat sambil
menundukkan kepala mereka.
" Gadis-gadis pemalu " berkata Rara Wulan.
" Pada umumnya gadis-gadis padesan memang pemalu."
jawab Glagah Putih. " Apakah mbokayu Sekar Mirah juga pemalu ?" bertanya
Rara Wulan. " Mbokayu Sekar Mirah memiliki pengalaman yang sa-s. Ia
mempunyai latar belakang dan pengalaman yang dengan
gadis-gadis itu." berkata Glagah Putih.
" Jika mereka tetap menjadi pemalu seperti itu, maka
perembangan mereka akan sangat terhambat. Seharusnya :
mbokayu Sekar Mirah berusaha merubah cara hidup gadisgadis
Tanah Perdikan ini." berkata Rara Wulan.
" Itu memerlukan waktu " jawab Glagah Putih " selebihnya,
jika cara hidup gadis-gadis di padukuhanini harus berubah,
maka perubahan yang manakah yang paling baik diterapkan
kepada mereka itu " Menjadi gadis yang tidak pehialu " Atau
menjadi gadis yang bagaimana ?"
" Kau cemas kalau gadis-gadis itu akan berubah menjadi
gadis seperti aku ?" bertanya Rara Wulan.
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak
menjawab. Keduanyapun kemudian telah menjadi semakin dekat
dengan padukuhan induk. Di sepanjang jalan, Glagah Putih
semakin banyak harus menjawab pertanyaan-pertanyaan,
sapa dan ucapan selamat datang di Tanah Perdikan, setelah
agak lama tidak kelihatan. Bahkan saat Agung Sedayu
diwisuda oleh Pangeran Mangkubumi atas nama
Panembahan Senapati itu sendiri.
Ketika mereka sampai di bulak terakhir maka Glagah
Putihpun berdesis " Kita sudah sampai Rara."
Rara Wulan mengangguk kecil. Katanya " Ya, Sebentar lagi
kita akan memasuki padukuhan induk. Tetapi apakah kakang
Agung Sedayu masih berada di rumahnya atau tinggal di
barak Pasukan Khusus itu ?"
Glagah Putih tidak segera manjawab. Namun kemudian
sambil memandang ke padukuhan induk yang semakin dekat
ia berkata " Kita akan langsung pergi ke rumah kakang Agung
Sedayu. Aku juga tidak tahu apakah kakang Agung Sedayu
masih berada di rumah."
" Jika tidak ?" bertanya Rara Wulan.
" Kau akan bermalam di rumah Ki Gede." jawab Glagah
Putih. " Lebih baik aku bermalan di barak jika mbokayu Sekar
Mirah juga berada di barak itu." desis Rara Wulan.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Ia sendiri dapat berada
dimana saja. Bahkan berada di tepian sambil menungu
pliridan. Demikian mereka memasuki regol padukuhan induk, maka
Glagah Putih menjadi semakin sibuk menjawab pertanyaanpertanyaan.
Namun akhirnya Glagah Putihpun telah
mendekati rumah Agung Sedayu yang berada .di tepi jalan
induk. Dengan ragu-ragu keduanya memasuki regol halaman.
Namun mereka masih malihat halaman rumah itu terawat
dengan baik, pendapa dan tanaman-tanaman yang hijau.
Kedua orang yang berkuda memasuki halaman itu
menduga, bahwa Agung Sedayu tentu masih tinggal di rumah
itu. Ternyata dugaan mereka benar. Anak yang tinggal di
rumah Agung Sedayu itu telah melihat kedatangan Glagah
Putih dan seorang kawannya, sehingga anak itupun segera
memberitahukan kepada Sekar Mirah.
Dengan tergesa-gesa Sekar Mirah telah menyambut
mereka. Berlari-lari kecil Sekar Mirah yang berada di
belakang, langsung turun ke halaman lewat seketang.
" Glagah Putih " desisnya " kakakmu menunggumu. Hampir
setiap saat kakang Agung Sedayu bertanya apakah kau sudah
pulang." Glagah Puith yang sudah meloncat turun dari kudanya dan
menambatkannya di halaman segera menjawab " Aku terlalu
sibuk dengan permainanku di Mataram, mbokayu."
" Ternyata kau tidak datang seorang diri " desis Sekar
Mirah. " Apakah mbokayu tidak mengenalnya lagi ?" bertanya
Glagah Putih. Sekar Mirah memandang Rara Wulan yang mengenakan
pakaian laki-laki itu. Namun kemudian hampir memekik ia
menebak " Rara. Rara Wulan."
Rara Wulanpun kemudian telah berlari mendekatinya dan
memeluknya " Aku sudah menjadi sangat rindu."
" Aku selalu menunggu kedatanganmu Rara " berkata
Sekar Mirah kemudian setelah Rara Wulan melepaskan
pelukannya. " Sebenarnya sudah lama aku ingin kembali. Tetapi
keadaanku belum memungkinkan, mbokayu. Apalagi disaatsaat
terakhir, aku telah ikut terlibat di dalam permainan kakang
Glagah Putih." berkata Rara Wulan kemudian.
" Permainan yang berbahaya " desis Sekar Mirah " tetapi
jika kalian berhasil, maka kalian telah ikut serta membuat hati
rakyat Mataram menjadi damai."
" Agaknya satu perjuangan yang masih panjang " berkata
Rara Wulan kemudian " apalagi setelah tumbuh sekelompok
orang yang telah mencemarkan nama kelompok kami."
* Sekar Mirah mengerutkan keningnya. Sebenarnya ia tahu


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apa yang dimaksudkan oleh Rara Wulan. Namun kemudian
Sekar Mirah telah mempersilahkan mereka duduk setelah
beberapa saat mereka hanya berdiri saja di halaman.
" Marilah, duduklah."
Ketika Rara Wulan naik ke pendapa, maka Glagah Putih
telah melangkah ke belakang. Tetapi Sekar Mirah
mencegahnya. Katanya " Kawani Rara Wulan sebentar.
Akulah yang akan pergi ke dapur."
Rara Wulan sengaja berdiam diri. Tetapi demikian Sekar
Mirah masuk dan Glagah Putih naik ke pendapa, maka Rara
Wulanpun telah mengikuti Sekar Mirah lewat pringgitan dan
ruang dalam. Sekar Mirah yang kemudian sampai di dapur terkejut.
Katanya " Kau sekarang tamuku. Silahkan duduk."
Tetapi Rara Wulan menjawab " Aku tidak ingin diperlakukan
sebagai tamu supaya aku kerasan disini. Seorang tamu hanya
akan betah duduk paling lama setengah hari. Tetapi aku
berada disini lebnih dari satu hari satu malam."
Sekar Mirah tidak dapat memaksanya. Bahkan dengan
Rara Wulan telah membantu Sekar Mirah mengerjakan
pekerjaannya. Ketika Sekar Mirah mengisi periuk untuk
merebus air, maka Rara Wulan telah menyiapkan
perapiannya. Sambil mengipasi api di perapian, Rara Wulan bertanya
"Dimana kakang Agung Sedayu ?"
" Ia sekarang labih banyak berada di barak " jawab Sekar
Mirah. " Ia sekarang seorang Senapati " desis Rara Wulan " ia
tidak lagi dapat berbuat sekehendak hatinya. Kakang Agung
Sedayu tidak lagi dapat mengembara berhari-hari bahkan
berbulan-bulan seperti saat-saat sebelumnya."
" Ya " sahut Sekar Mirah " kakangmu Agung Sedayu telah
mulai mengeluh. Ia tidak betah tinggal di barak meskipun ia
mempunyai wewenang teringgi di barak itu. Tetapi rasarasanya
ia lebih senang menelusuri pematang dan tanggultanggul
parit." Rara Wulan termangu-mangu. Tetapi ia dapat mengerti
sikap Agung Sedayu yang terbiasa mengembara, bekerja di
sawah bersama dengan para petani dan berada eli gardugardu
dengan anak-anak muda. Meskipun ia sudah terbiasa
memberikan bimbingan dan tuntunan kepada anak anak
muda, namun ia masih belum terbiasa bersikap sebagai
seorang prajurit. Seperti yang disepakati, maka Ki Lurah Branjangan a-kan
mendampinginya untuk beberapa saat. Tetapi ternyata Ki
Lurah telah kemabli ke Mataram untuk menyelesaikan satu
persoalan kecil sebelum ia akan kembali lagi ke Tanah
Perdikan dan berada di barak Pasukan Khusus itu untuk
beberapa bulan. Tetapi Ki Lurah memang tidak memberitahukan kepada
Rara wulan dan bahkan Glagah Putih bahwa iapun
sebenarnya akan pergi ke Tanah Perdikan selelah urusannya
dapat diselesaikan. Dalam pada itu, sementara Rara Wulan membantu Sekar
Mirah di dapur, Glagah Putih telah berada di belakang rumah
menemui pembantu di rumah Agung Sedayu itu.
" Kau sekarang jarang-jarang ada di rumah " berkata anak
itu. "-Ya " jawab Glagah putih " aku sedang melakukan sesuatu
di Mataram." " Apa ?" bertanya anak itu.
Glagah Putih tersenyum. Jawabnya " Bukan apa-apa. Satu
permainan bagi anak-anak muda."
" Sekarang pliridan kita menjadi semakin besar dan
panjang " berkata anak itu.
" Sokurlah " Glagah putih mengangguk-angguk.
Namun kemudian terdengar suara Sekar Mirah
memanggilnya. Katanya " Minuman telah siap Glagah Putih.
Minumlah."- Tidak biasa ia minum sambil duduk di pendapa. Tetapi saat
itu Glagah Putih memang harus berada di pendapa untuk
mengantarkan Rara Wulan minum wedang sere yang panas
dan makan hidangan yang telah disuguhkan, meskipun Sekar
Mirah telah ikut pula menemui Rara Wulan di pendapa.
Bahkan keduanyalah yang menghidangkannya.
Tetapi sejenak kemudian, maka Glagah Putih telah minta
diri kepada Sekar Mirah untuk menemui gurunya, sebelum "ia
akan pergi ke barak mencari kakak sepupunya.
" Ki Jayaraga sudah sejak pagi tadi pergi ke sawah.
Sebentar lagi ia tentu akan kembali. Kau tidak perlu
menyusulnya ke sawah " berkata Sekar Mirah.
" Aku sudah lama tidak melihat sawah lita " berkata Glagah
Putih. " Baiklah " berkata Sekar Mirah " pergilah. Tetapi bawa
Kuda-kuda itu ke belakang."
Glagah Putihpun kemudian telah minta diri pula kepada
Rara Wulan. Agaknya anak muda itu memang tidak telaten
duduk di pendapa minum minuman panas dan amakn
makanan. Setelah membawa kuda-kuda yang ditambatkan ke
belakang, maka Glagah Putihpun telah meninggalkan
halaman rumahnya setelah ia berpesan kepada pembantu
dirumah Agung Sedayu itu untuk melepas pelana dan
menyiapkan makan dan minum bagi kuda-kuda itu.
" Kau akan pergi kemana ?" bertanya anak itu.
" Menyusul Ki Jayaraga." jawab Glagah Putih.
" Ia menjadi semakin tua sekarang " berkata anak itu.
" Bukankah itu wajar " Setiap orang akan mnjadi semakin
tua " berkata Glagah Putih.
Anak itu tidak menjawab. Ia hanya bersungut-sungut saja.
Sementara Glagah Putih tersenyum sambil berkata "
Maksudku, kita tidak perlu mencemaskannya."
Anak itu tidak menjawab. Sementara Glagah Putih telah
melangkah pergi. Ternyata ketika Glagah Putih sampai ke sawah, Ki
Jayaraga masih belum pulang. Ia masih duduk di gubug
sambil terkantuk-kantuk, kaki dan tangannya masih
berlumuran lumpur karena ia belum berniat mencuci tangan
dan kakinya untuk segera pulang. Ki Jayaraga masih akan
menyelesaikan pekerjaannya yang tinggal sedikit. Namun
tulang-tulang tuanya nampaknya sudah ingin beristirahat
menikmati kantuknya. " Satu pertanda " berkata Ki Jayaraga dalam hatinya "
bahwa tidak seorangpun akan mampu mengatasi kerapuhan
jasmaninya meskipun ilmunya menggapai langit lembar ke
tujuh. Beberapa waktu yang lalu, aku masih dapat sesumbar
bahwa aku akan mampu bertempur tiga hari tiga malam tanpa
berhenti, tanpa makan dan tanpa minum. Sekarang aku tidak
akan dapat bertahan bertempur dengan mengerahkan
segenap tenaga untuk satu hari penuh."
Namun Ki Jayaraga itu terkejut ketika ia melihat Glagah
Putih meniti pematang mendekati gubug itu. Dengan tergesagesa
iapun telah turun dari gubugnya dan menunggu
muridnya sambil bertolak pinggang.
" Kau Glagah Putih ?" sapa Ki Jayaraga.
Glagah Putih sempat membungkuk hormat ketika Ki
Jayaraga menepuk bahunya " Baktiku guru."
" Kau nampak semakin dewasa " sahut gurunya " aku
selalu berdoa bagimu Glagah Putih."
" Terima kasih guru " jawab Glagah Putih.
" Apakah kau sudah bertemu dengan kakakmu ?" bertanya
Ki Jayaraga pula. Glagah Putih menggeleng. Jawabnya " Belum guru.
Sebenarnya aku juga ingin segera bertemu dengan kakang Agung
Sedayu. Tetapi kakang Agung Sedayu masih berada di
baraknya. Rasa-rasanya agak segan juga menyusul kakang
Agung Sedayu yang sedang bertugas."
" Sebentar lagi kakakmu pulang. Kau tidak usah
menyusulnya ke barak. Jika kita pulang nanti, maka kakakmu
tentu sudah berada di rumah." berkata Ki Jayaraga pula.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya " Kebetulan
sekali. Aku juga agak kurang berminat untuk pergi ke barak."
" Marilah, duduklah " desis Ki Jayaraga.
Glagah Putihpun kemudian telah duduk di gubug itu pula.
" Aku telah mendengar tentang Agung Sedayu, apa yang
kau lakukan di Mataram. Akupun telah mendengar alasanmu
kenapa kau tidak dapat datang ketika kakakmu diwisuda. Ki
Lurah Branjangan yang sempat hadir telah men-ceriterakan
apa saja yang telah kau lakukan di Mataram." berkata Ki
Jayaraga. " Ampun guru. Aku tidak sempat meminta ijin kepada guru."
sahut Glagah Putih. " Tidak apa-apa, Glagah Putih. Aku tidak berkberatan .atas
apa yang telah kau lakukan di Mataram asal kau selalu ingat
tujuanmu sejak semula." berkata Ki Jayaraga.
" Kami berada di bawah kendali seorang perwira petugas
sandi dari Mataram guru " jawab Glagah Putih.
" Sokurlah bahwa kalian tidak dilepaskan begitu saja,
karena tanpa kendali anak-anak muda akan mudah tergelincir
justru kerena kemudaannya. Darahnya yang masih "mudah
mendidih serta tekadnya yang bagaikan lidah api yang
menyala-nyala " berkata Ki Jayaraga " namun denggan
kendali yang kuat, maka kalian akan tetap berada dalam
keseimbangan." " Ya guru." Glagah Putih mengangguk-angguk. Namun
kemudian katanya " Tetapi ada sesuatu yang ternyata timbul
kemudian. Ada sekelompok orang yang menyatakan diri
dengan nama yang yang sama dengan nama kelompok kami,
guru." Ki Jayaraga mendengarkan keterangan dari Glagah Putih
tentang kelompok Gajah Liwung yang timbul kemudian
dengan sifat dan watak yang bertentangan dengan tujuan
kehadiran kelompok Gajah Liwung yang dihimpun oleh Glagah
putih dan kawan-kawannya.
" Menurut keterangan terakhir yang kami dengar guru,
mereka ternyata adalah orang-orang dari Gunung Kendeng.
Tetapi segala sesuatunya masih harus diteliti lebih jauh. Para
petugas sandi dari Mataram sedang berusaha keras untuk
mengungkap kenyataan dari orang-orang itu." berkata Glagah
Putih kemudian. " Dari Gunung Kendeng ?" bertanya Ki Jayaraga.
" Ya Guru " jawab Glagah Putih.
" Pegunungan Kendeng adalah pegunungan yang panjang.
Dari sisi mana orang-orang yang telah menyebut dirinya dari
kelompok Gajah Liwung itu ?" bertanya Ki Jayaraga.
" Aku tidak tahu guru. Sedangkan keterangan bahwa
mereka berasal dari situpun masih harus diteliti kembali."
jawab Glagah Putih. Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Katanya " Mudahmudahan
bukan orang-orang dari padepokan Cundamanik."
" Padepokan Cundamanik " ulang Glagah Putih.
" Satu nama yang telah lama tidak terdengar. Tetapi pada
suatu saat di Pegunungan Kendeng terdapat sebbuah
padepokan yang semula tidak begitu besar bernama
Padepokan Cundamanik." berkata Ki Jayaraga lebih jauh.
" Tetapi yang datang ke Mataram dan mengaku orangorang
dari Gajah Liwung itu jumlahnya cukup besar." berkata
Glagah Putih. Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Katanya " Memang
masih memerlukan satu penelitian yang cermat. Tetapi jika
orang-orang itu ternyata dari perguruan Cundamanik, maka
perguruan itu tentu sudah berkembang. Dan yang perlu
mendapat perhatian adalah pimpinan padepokan itu. Seorang
yang berilmu tinggi sehingga sulit untuk dapat ditundukkan.
Tetapi sudah agak lama namanya tidak terdengar sehingga
mungkin sekali telah hadir orang lain di padepokan itu. Atau
memang telah berdiri sebuah padepokan lain di lereng
Pegunungan Kendeng yang panjang itu."
Glagah Putih mengangguk-angguk pula. Namun
keterangan gurunya merupakan satu bahan yang akan dapat
disampaikan kepada para petugas sandi di Mataram dalam
penyelidikan mereka terhadap orang-orang yang dianggap
baru di Mataram itu. " Mungkin kakakmu juga pernah mendengarnya atau
barangkali Ki Gede " berkata Ki Jayaraga kemudian " atau Ki
Waskita yang kebetulan nuga berada di Tanah Perdikan
Menoreh sekarang ini. Ki Waskita juga sempat menghadiri
wisuda kakak sepupumu di barak."
" Ya guru " jawab Glagah Putih.'
" Nah. Jika demikian aku akan menyelesaikan pekerjaanku
besok. Sekarang marilah kita pulang. Kakakmu mudahmudahan
sudah adadi rumah. Kemudian kita pergi kerumah Ki
Gede. Ki Waskita ada disana." berkata Ki Jayaraga kemudian.
" Jika guru masih akan menyelesaikan pekerjaan, aku
dapat membantu " berkata Glagah Putih.
" Tidak. Kita kembali saja " berkata Ki Jayaraga.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Tetapi masih
menjawab " Jadi guru sudah tidak akan bekerja lagi ?"
" Besok saja aku akan menyelesaikan pekerjaanku yang
tersisa. Tinggal sedikit lagi." jawab Ki Jagaraga.
Demikianlah maka keduanyapun telah meninggalkan gubug
itu, menelusuri pematang. Ki Jagaraga membawa cangkul
dipundaknya. Tanpa mengenakan baju.
Ketika mereka turun ke jalan, maka Ki Jagaraga telah
mencuci cangkul, kaki dan tangannya di air parit yang bening.
Kemudian mereka melalui jalan diantara kotak-kotak sawah
kembali ke padukuhan induk.
Seperti yang dikatakan oleh Ki Jagaraga, ketika keduanya
sampai ke rumah, maka Agung Sedayu telah berada di
rumahnya. Disambutnya adik sepupunya dan dimintanya
duduk di pendapa. " Aku ingin kau berceritera " berkata Agung Sedayu.
Demikianlah, maka Agung Sedayu yang baru pulang dari
barak itu telah minta Glagah Putih dan Rara Wulan duduk
di pendapa bersama dengan Ki Jagaraga dan Sekar Mirah
untuk menceriterakan permainan mereka di Mataram.
Glagah Putihpun kemudian telah mengulangi ceriteranya
sementara Rara Wulan telah menambahkan disana-sini. Merekapun
telah menceriterakan tiga orang yang bertemu di atas
rakit sehingga mereka telah berkelahi melawan ketiga orang


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu. " Ternyata permainan kalian telah mendapatkan tantangan
yang berat " berkata Agung Sedayu.
" Ya " jawab Jawab Glagah Putih " kami harus
membersihkan nama kami. Sementara itu orang-orang yang
mengaku dari kelompok Glagah Putih itu masih saja melakukan
kejahatan-kejahatan. Bukan lagi sekedar kenakalan anakanak
muda, tetapi benar-benar perampokan dan kejahatankejahatan
yang lain. Termasuk penculikan gadis-gadis."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Rasa-rasanya ia ingin
melihat apa yang terjadi di Mataram. Tetapi ia telah terikat
dengan barak Pasukan Khusus itu.
Namun dalam pada itu, Ki Jayaraga berkata " Tetapi jika
benar orang-orang itu berasal dari pegunungan Kendeng,
maka mereka memang harus mendapat perhatian khusus. Di
Pegunungan Kendeng yang panjang itu tentu terdapat tidak
hanya sebuah perguruan. Tetapi yang pernah aku dengar
adalah perguruan Cundamanik. Perguruan yang dipimpin oleh
seorang yang yang memiliki ilmu yang sangat Jinggi."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Aku juga
pernah menelusuri gunung Kendeng, justru bersama
Pangeran Benawa. Tetapi aku kurang mengenali perguruanperguruan
yang ada di Pegunungan itu. Adalah kebetulan
bahwa kami juga tidak menyentuh perguruan Cundamanik,
meskipun nama itu juga pernah aku dengar."
" Kita nanti malam akan berbicara dengan Ki Gede dan Ki
Waskita " desis Ki Jayaraga " mudah-mudahan mereka
mengenali perguruan-perguruan di pegunungan Kendeng."
" Ki Gede nampaknya tidak benyak mendengar tentang
daerah itu " sahut Agung Sedayu " mungkin Ki Waskita."
Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya " Aku juga
ingin menghadap Ki Gede."
" Aku ikut " desis Rara Wulan.
Beberapa saat kemudian merekapun telah membenahi
pakaian mereka. Rara Wulan ternyata ingin ikut pula bertemu
dengan Ki Gede, sehingga karena itu, maka Sekar Mirah telah
diajaknya pula pergi ke rumah Ki Gede.
Akhirnya Sekar Mirah tidak dapat menolak, la harus
menemani Rara Wulan menghadap Ki Gede MenorehDemikianlah ketika matahari menjadi semakin rendah,
maka seisi rumah itu, kecuali pembantu Agung Sedayu, telah
pergi ke rumah Ki Gede. Beberapa orang yang bertemu
dijalan telah menyapa mereka, terutama Glagah Putih yang
datang kemudian setelah Agung Sedayu beberapa lama
mendahuluinya. Kedatangan mereka telah disambut Ki Gede dengan
gembira. Demikian pula Ki Waskita yang masih berada di
rumah Ki Gede itu pula. Sejenak kemudian, maka merekapun telah berada di
pendapa. Minuman dan makanan telah dihidangkan pula.
Untuk beberapa saat maka Ki Gede dan Ki Waskita masih
mempertanyakan keselamatan Glagah Putih dan Rara Wulan
sebelum mereka kemudian menanyakan keadaan Mataram
Sepeninggal pasukan Tanah Perdikan Menoreh dari Kotaraja.
Namun pembicaraan mereka akhirnya sampai juga ke
Pegunungan Kendeng. Sebuah pegunungan yang memanjang
membujur ke Timur membelah tanah ini.
Ternyata tidak banyak yang diketahui oleh Ki Gede dan Ki
Waskita. Ki Gede bahkan belum pernah mendengar tentang
Padepokan Cundamanik. Ki Waskita yang pernah menjadi
pengembara ternyata mengenal dua nama padepokan di
Pegunungan Kendeng. Satu padepokan Cundamanik dan
yang lain, padepokan yang lebih kecil, disebut padepokan
Taligawe. Padepokan yang lebih banyak mengembangkan
pertanian daripada hubungan keluar dan olah kanuragan.
Dengan demikian maka tidak banyak bahan yang didapat
oleh Glagah Putih dan Rara Wulan tentang orang-orang yang
datang dan mengaku dari kelompok Gajah Liwung.
Namun Glagah Putihpun kemudian telah mengatakan pula,
bahwa dalam sepekan ini mereka tidak mempunyai tugas apaapa,
sehingga Glagah Putih dan Rara Wulan sempat
mengunjungi Tanah Perdikan Menoreh.
Ternyata mereka sempat berbincang-bincang di rumah Ki
Gede sampai larut malam. Baru menjelang tengah malam
Agung Sedayu, Sekar Mirah, Glagah Putih dan Rara wulan
telah minta diri, sementara Ki Jayaraga akan tinggal di rumah
Ki Gede. " Jangan tunggu aku malam ini " berkata Ki Jayaraga " aku
akan bermalam disini. Sudah lama aku tidak bermain mulmulan
melawan Ki Waskita."
Ki Waskita tertawa. Katanya " Terakhir kami tiga kali
bermain, aku telah memenangkan dua kali."
Ki Gedepun tertawa. Iapun menyahut pula " Siapa yang
menang baru akan melawan kau."
Tetapi Agung Sedayu menyahut " Besok aku akan ikut
bermain." Demikianlah, maka sejenak kemudian. Agung Sedayu dan
Sekar Mirah telah berada di rumahnya. Dipersilahkan Rara
Wulan beristirahat di bilik sebelah kiri di ruang dalam.
" Tempatnya sangat sederhana " berkata Sekar Mirah.
" Aku sekarang sudah terbiasa berada dimana saja " jawab
Rara Wulan " bilik yang bagus dan terang tidak menarik lagi
bagiku. Ditempat seperti ini aku merasakan akrabnya sebuah
keluarga. Tetapi itu tidak aku rasakan dirumahku yang serba
mewah. Setiap orang seakan-akan hidup sendiri-sendiri bagi
kepentingan sendiri-sendiri pula. Ibu sibuk dengan keperluan
ibu sendiri, sedangkan ayah tidak mempunyai waktu luang
untuk duduk-duduk dengan keluarga di rumah. Ada saja
persoalan yang harus dibicarakan dengan kawan-kawan ayah.
Sementara kakangmas mempunyai kepentingan sendiri."
" Rara lah yang harus menyesuaikan diri dengan kehidupan
keluarga Rara itu " desis Sekar Mirah.
" Aku lebih senang berada di rumah kakek atau di sarang
sekelompok anak-anak muda yang pikirannya sejalan dengan
aku. Meskipun aku satu-satunya perempuan diantara mereka."
berkata Rara Wulan. Sekar Mirah mengangguk-angguk kecil. Katanya kemudian
" Nampaknya Rara telah menentukan satu sikap dalam
mengarungi kehidupan di atas biduk yang agaknya kurang
sesuai dengan perasaan dan penalaran Rara."
" Ya " jawab Rara Wulan.
" Baiklah " berkata Sekar Mirah " besok kita berbincangbincang
lagi. Sekarang Rara beristirahat."
" mBokayu " desis Rara Wulan " sebenarnya aku
mempunyai kepentingan khusus datang ke Tanah Perdikan
ini." Sekar Mirah termangu-mangu sejenak. Rata Wulan
nampaknya bersungguh-sungguh. Karena itu, maka Sekar
Mirah-pun kemudian justru duduk di pinggir pembaringan.
" Ada apa Rara "." bertanya Sekar Mirah.
" mBokayu. Dalam permainan yang kami lakukan di.
Mataram, aku memerlukan kemampuan yang lebih baik dari
yang aku miliki sekarang. Kakek telah memberikan beberapa
pengetahuan tentang olah kanuragan. Tetapi ternyata bahwa
kesempatan kakekpun sangat terbatas. Karena itu, maka aku
memerlukan datang kepada mbokayu untuk serba sedikit
mendapat bekal bagi permainan yang ternyata cukup
berbahaya itu." jawab Rara Wulan.
" Barapa lama Rara akan berada disini ?" bertanya sekar
Mirah. " Sepekan " jawab Rara Wulan.
Sekar Mirah menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Waktu
sepekan adalah waktu yang terlalu pendek."
" Aku mengerti mbokayu. tetapi yang aku perlu adalah satu
atau dua unsur saja yang mampu mendukung kemampuan
kanuraganku yang baru sedikit sekali itu. Satu dua unsur yang
akan dapat menentukan menurut tataran kemampuanku."
berkata Rara Wulan. Sekar Mirah mengangguk-angguk kecil. Katanya " Satu
pekerjaan yang sangat berat. Sepekan itu tidak lebih dari lima
hari." " Jika perlu aku dapat menunda barang dua tiga hari "
berkata Rara Wulan. " Baiklah Rara " jawab Sekar Mirah " jika demikian besok
kita akan segera mulai. Aku tentu tidak akan dapat
memberikan sesuatu selain mempertajam apa yang telah
Rara miliki. Itupun seperti yang Rara katakan, hanya satu dua
unsur, namun memiliki kekuatan yang lebih baik dari unsurunsur
lain yang telah Rara miliki."
" Ya mbokayu " jawab Rara Wulan.
" Serta kemungkinan-kemungkinan yang yang dapat Rara
kembangkan kemudian berdasarkan pengalaman Rara."
berkata Sekar Mirah pula.
" Ya mbokayu " Rara Wulan mengangguk.
" Nah, jika demikian beristirahatlah. Rara dapat tidur
sampai esok pagi. Baru besok kita akan mulai." berkata Sekar
Mirah sambil bangkit. Lalu katanya " Selamat malam."
Ketika kemudian Sekar Mirah menutup pintu, maka Rara
Wulanpun telah membaringkan dirinya. Namun agaknya sulit
bagi Rara Wulan untuk segera tidur.
Sekar Mirah di biliknya telah mengatakan kepaSa Agung
Sedayu maksud Rara Wulan. Seperti Sekar Mirah, Agung
Sedayupun berpendapar bahwa waktu yang hanya
sepekan itu tentu sangat pendek.
Namun Sekar Mirah telah menjelaskan " Yang penting
bukan penguasaan unsur yang menentukan itu kakang. Tetapi
satu pengaruh jiwani yang membuat Rara Wulan semaki
percaya kepada kemampuannya sendiri disamping
kemungkinan pengembangan atas unsur itu sebenarnya justru
karena pengalaman dan kemampuannya sendiri."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Kau benar.
Keyakinan atas kemampuan diripun sangat berpengaruh.
Sementara pengalamannya benar-benar akan meningkatkan
kemampuan itu. Tetapi kita dapat minta tolong kepada Glagah
Putih dan barangkali kawan-kawanya yang lain untuk
membantu memberikan pengalaman kepada Rara Wulan
dengan latihan-latihan yang berat dan mapan. Jika hal itu
dilakukan dengan sungguh-sungguh dan setiap hari meskipun
hanya sebentar, tentu benar-benar akan menambah
kemampuan Rara Wulan."
" Kau katakan saja besok kepada Glagah Putih " sahut
Sekar Mirah besok aku akan mulai memasuki sanggar. Tetapi
aku juga ingin kakang dan Glagah Putih melihat tataran
kemampuan Rara Wulan."
" Besok sebelum aku berangkat aku akan memerluan
melihatnya " jawab Agung Sedayu.
Dalam pada itu, Glagah Putih ternyata sudah tidak ada di
rumah, bersama pembantu di rumah itu, Glagah Putih telah
pergi ke sungai. Ia sudah terlalu lama tidak melihat
pliridannya. Ternyata pliridan itu telah menjadi semakin besar.
Pembantu di rumah Agung Sedayu itu telah membuat pliridan
itu lebih panjang dan lebih lebar, meskipun tidak mengganggu
aliran sungai yang memang tidak begitu besar itu.
" Anak-anak nakal itu sering lewat lagi " berkata pembantu
rumah tangga Agung Sedayu " tetapi mereka tidak berani lagi
mengganggu aku." " Kenapa ?" bertanya Glagah Putih.
" Aku telah berkelahi lagi. Dua orang anak nakal itu telah
lari terbirit-birit." jawab pembantu rumah tangga A-gung
Sedayu itu. " Jangan suka berkelahi " pesan Glagah Putih " jika
keadaan tidak memaksa, lebih baik kita bersahabat dengan
siapa saja." " Kau dapat menasehati orang lain seperti seorang kakekkakek.
Tetapi kau sendiri hampir setiap hari berkelahi "
gumam anak itu. Glagah Putih tersenyum. Katanya " Tetapi aku tidak
bersungguh-sungguh berkelahi."
" Kau masih suka omong kosong. Setiap orang
membicarakan kau dan Ki Agung Sedayu." berkata anak itu.
" Membicarakan apa ?" bertanya Glagah Putih.
" Kau tentu tahu sendiri apa yang kau lakukan." jawab anak
itu. Glagah Putih tertawa. Namun iapun kemudian telah berdiri
di tanggul pliridannya. Dilihatnya kilatan air yang ber ning.
Namun malam cukup gelap sehingga Glagah Putih idak dapat
melihat dengan jelas beberapa ekor ikan yang berenang di
dalam pliridannya. Jika ikan-ikan itu tidak keluar pada saat
pliridan itu ditutup, maka ikan itu akan segera masuk ke
dalang kepis sebagai hasil tangkapan.
Namun berjalan-jalan di tepian di malam hari terasa betapa
tenangnya. Udara terasa sejuk mengalir dari arah laut yang
menyusuri lereng pengunungan.
Di Tanah Perdikan Menoreh Glagah Putih sempat
melupakan keributan anak-anak muda yang kurang
bertanggung jawab di Mataram. Meskipun jumlahnya tidak
terlalu banyak dibandingkan dengan anak-anak muda yang
baik, namun keberadaan mereka terasa semakin meresahkan.
Apalagi dengan kehadiran sekelompok anak-anak muda yang
justru mengaku dari kelompok Gajah Liwung.
Dalam pada itu, maka anak yang memelihara pliridan
itupun kemudian bertanya " Apakah kita akan membukanya
sekali saja menjelang dini ?"
Glagah Putih mengangguk. Katanya " Ya. Sudah terlalu
malam untuk membukanya dua kali."
" Jika demikian, kita pulang saja dahulu sekarang -ajak
anak itu.' " Pulanglah, aku akan beralan-jalan menelusuri sungai ini "
jawab Glagah Putih " nanti menjelang dini aku sudah disini ikut
membuka pliridan." Anak itu termangu-mangu. namun kemudian katanya " Kau
akan pergi kemana ?"
" Berjalan-jalan di tepian " jawab Glagah Putih.
" Hati-hatilah. Kau dapat berjumpa dengan anak-anak nakal
yang sering mencuri ikan di pliridan orang lain. Justru pada
saat-saat seperti ini." pesan anak itu.
" Bukankah tidak setiap hari ?" bertanya Glagah Putih.
" Siapa tahu hari ini mereka melakukannya " jawab anak itu.
" Tetapi bukankah mereka sudah kau kalahkan " bertanya


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Glagah Putih pula. " Tetapi kau ?" desis anak itu kemudian.
Glagah Puth tertawa. Tetapi ia justru berkata " Baiklah. Jika
aku melihat mereka, aku akan segera bersembunyi."
Anak itu termangu-mangu. Sementara Glagah Putihpun
telah berjalan menelusuri tepian. Ia merasakan suasana yang
tenang dan damai. Seakan-akan tidak ada pertentangan
antara sesama di dunia ini. Setidak-tidaknya di sebelah
menyebelah sungai itu. Ternyata ia bukan satu-satunya orang yang berada di
tepian. Glagah Putih telah bertemu dengan seorang yang
sudah berumur setengah abad, namun masih mampu bekerja
keras. Sambil membawa jala yang disangkutkan di pundaknya
orang itu berjalan menelusuri sungai. Sekali-sekali ia
mengangkat jalanya dan ditebarkannya ke dalam air.
" Ki Dali " sapa Glagah Putih.
Orang tua itu tersenyum sambil bertanya " Kau masih juga
sempat turun ke sungai ?"
" Sekali-sekali Ki Dali " jawab Glagah Putih " nampaknya Ki
Dali masih juga setiap malam turun ke sungai."
" Tidak ada kerja di sawah GLagah Putih " jawab Orang itu
" aku sudah selesai menyiangi tanaman. Di siang hari aku
dapat tidur, sementara istriku pergi ke pasar menjual
rempeyek wader yang aku dapatkan malam ini. Sekedar untuk
tambah membeli garam."
Glagah Putih mengangguk-angguk. Tetapi ia sempat
berpesan " Hati-hati Ki Dali jangan menangkap ular."
Orang tua itupun tertawa, katanya " Aku masih dapat
membedakan antara sidat dan ular."
Ki Dalipun berjalan semakin jauh menelusuri arus sungai
yang tidak begitu besar itu. Sudah bertahun-tahun Ki Dali
mengais uang di sungai itu disaat-saat kerja di sawah sedang
longgar. Ternyata bahwa kerja kerasnya tidak sia-sia. Ki Dali
sempat menabung serba sedikit sehingga akhirnya Ki Dali
telah dapat membeli lembu sendiri untuk mengerjakan
sawahnya. Dengan demikian maka kehidupannya menjadi
lebih baik dari orang-orang yang meskipun lebih muda, tetapi
enggan bekerja keras. Bahkan lebih banyak membuang
waktunya untuk melakukan kerja yang tidak berarti. Tidak
berarti bagi dirinya sendiri. Tidak berarti bagi keluarganya dan
apalagi bagi Tanah Perdikan Menoreh.
Ternyata Glagah Putih yang berjalan-jalan di tepian, yang
sekali-sekali harus naik ke atas tanggul, kemudian turun
diantara batu-batu padas yang terjal, telah mendapat kesan
tersendiri setelah beberapa lamanya ia berada di medan
pertempuran, di perjalanan dan yang terakhir diriuhnya
kenakalan anak-anak muda.
Seperti yang dijanjikan, maka menjelang dini, Glagah Pulih
telah kembali di tepian di sebelah pliridannya. Bersama
dengan pembantu di rumah Agung Sedayu itu, maka Glagah
Putih telah menutup pliridan. Meskipun ia telah menjelajahi
berbagai macam pengalaman, namun kerja di sungai itu idah
memberinya kegembiraan tersendiri.
Di ujung malam setelah pulang dari sungai, Glagah Pulih
sempat tidur sejenak di bilik pembantunya itu. Tetapi seperi i
biasa sebelum matahari terbit, Glagah Putih telah bangun.
Tetapi Glagah Putih termangu-mangu ketika Agung Sedayu
memanggilnya. Masih terlalu pagi untuk berbincang.
Namun Glagah Putih datang juga ke ruang dalam.
Di ruang dalam ditemuinya Agung Sedayu, Sekar Mirah
dan Rara Wulan telah bersiap-siap untuk memasuki sanggar.
" Apa yang akan kita lakukan ?" bertanya Glagah Putih.
" Kami menunggumu. Bersiaplah. Mbokayumu akan melihat
tataran kemampuan Rara Wulan. Aku dan kau dimintanya
untuk" ikut menyaksikan. Karena itu, kita melakukannya pagipagi
sebelum aku pergi ke barak." berkata A-gung Sedayu
kemudian. Glagah Putih mengangguk kecil. Tetapi ia tidak menjawab,
la langsung pergi ke pakiwan, mandi dan kemudian berbenah
diri. Glagah Putih tidak sempat membersihkan halaman dan
menimba air. Ketika ia melihat pembantu di rumah Agung
Sedayu berdiri termangu-mangu, maka iapun berkata " Ada
sedikit perlu. Nanti aku bantuu mengisi jam-bangan di pakiwan
dan menyapu halaman. Tetapi nanti."
" Nanti setelah jambangan penuh dan halaman menjadi
bersih." sahut anak itu.
" Jangan begitu. Kau tahu, aku dipanggil kakang A-gung
Sedayu " jawab Glagah Putih sambil bergegas pergi ke ruang
dalam. " Maaf, aku menghambat. Kakang tidak memberitahukan
semalam " desis Glagah Putih.
" Aku baru tahu menjelang tidur semalam " jawab Agung
Sedayu. Glagah Putih tidak menjawab lagi. Berempat merekapun
kemudian telah pergi ke sanggar Sementara itu, pembantu di
rumah Agung Sedayu itu menyapu halaman sambil bersungutsungut.
Demikianlah, sejenak kemudian mereka telah berada di
Sanggar. Sekar Mirah telah memberitahukan kepada Agung
Sedayu dan Glagah Putih bahwa mereka akan menilai
kemampuan Rara Wulan sebelum Sekar Mirah akan
memanfaatkan waktu yang hanya sepekan itu untuk mencari
kekuatan unsur-unsur gerak yang dimiliki oleh Rara Wulan.
Glagah Putih memang menjadi heran. Apa yang dapat
dilakukan dalam waktu sepekan. Namun Agung Sedayu
nampaknya telah menjadi bersungguh-sungguh sehingga
Glagah Putih tidak memberikan tanggapan apapun juga.
Ketika semuanya telah siap, maka Sekar Mirahpun telah
mempersilahkan Rara Wulan untuk berdiri di tengah-tengah
sanggar.. " Mulailah Rara " desis Sekar Mirah " tunjukkan yang
mungkin kau tunjukkan dalam hubungannya dengan
kemampuanmu." Rara Wulanpun kemudian telah mempersiapkan diri.
Dipusatkannya nalar budinya untuk mengungkapkan ilmunya
yang memang belum cukup banyak untuk langsung terjun ke
dunia olah kanuragan yang keras. Meskipun demikian, namun
kemampuan gadis itu sudah cukup memadai untuk
mengimbangi kemampuan anak-anak nakal di Mataram yang
semakin lama menjadi semakin menggelisahkan.
Sejenak kemudian Rara Wulanpun telah mulai. Mula-mula
Rara Wulan sekedar menghangatkan badannya. Gerak-gerak
yang sederhana dan lentur. Namun semakin lama gerak Rara
Wulan pun menjadi semakin semakin cepat dan semakin kuat.
Unsur-unsur geraknyapun menjadi semakin rumit.
Agung Sedayu memang mengenali unsur-unsur gerak itu
diwarisinya dari Ki Lurah Branjangan. Tetapi masih baru pada
tataran pemula meskipun ada beberapa unsur yang sudah
agak rumit. Bahkan pada bagian terakhir Rara Wulan mampu
menunjukkan kemampuannya bergerak dengan cepat dan
kuat. Meskipun Rara Wulan baru mulai dengan ungkapan
tenaga cadangannya, namun ternyata bahwa gadis ilu
memiliki kemampuan dasar yang tinggi.
Sebagaimana Pandan Wangi dan Sekar Mirah, Agung
Sedayu melihat kemungkinan yang besar ada di dalam diri
Rara Wulan. Keberaniannya memberikan dorongan yang
besar bagi kemajuan ilmunya jika gadis itu mendapat
penanganan yang baik. Glagah Putih yang sudah pernah melihat ungkapan ilmu
kanuragan Rara Wulan masih juga memperhatikan dengan
saksama. Dalam "keadaan yang lain di dalan sanggar,
mungkin Rara Wulan mampu menunjukkan unsur-unsur yang
terlewati dalam pertempuran yang sebenarnya, namun yang
ternyata mengandung kekuatan yang besar.
Beberapa lama Glagah Putih masih memperhatikan Rara
Wulan yang berusaha mengungkapkan ilmunya sejauh dapat
dilakukan. Namun kemudian Sekar Mirah tidak hanya sekedar ingin
melihat bekal yang ada di dalam diri gadis itu. Tetapi juga
kemampuannya menanggapi kemungkinan-kemungkinan
yang timbul di dalam satu pertempuran.
Karena itu, maka Sekar Mirah itupun kemudian berkata "
Hati-hati. Aku akan memasuki latihan, Rara."
Rara Wulan bergeser surut ketika Sekar Mirah meloncat
memasuki lingkaran latihannya. Dengan serta merta, Sekar
Mirah telah melontarkan serangan-serangan beruntun,
meskipun Sekar Mirah harus memperhitungkan segala
kemungkinan yang dapat terjadi.
Dengan demikian bentuk latihan itupun telah berubah. Rara
Wulan tidak sekedar mengungkapkan unsur-unsur gerak yang
dikuasainya, tetapi Rara Wulan juga harus memperhatikan
lawannya berlatih. Beberapa saat lamanya keduanya berlatih. Namun Rara
Wulan harus memeras tenaga dan kemampuannya untuk
mengimbangi serangan-serangan Sekar Mirah.
Tetapi hal itu tidak terlalu lama berlangsung. Sekar Mirah
segera mengetahui bahwa bekal kanuragan Rara Wulan
masih terlalu sedikit. Meskipun untuk menghadapi
kelompok-kelompok anak-anak nakal yang hanya
mengandalkan keberanian dan kekuatan kelompok-kelompok
mereka bekal Rara Wulan terhitung cukup memadai, namun
jika ia bertemu dengan seorang yang terlatih meskipun baru
pada tataran yang pertama, maka Rara Wulan harus memeras
segenap kemampuannya. Agung Sedayu dan Glagah Putih juga melihat hal itu.
Apalagi Glagah Putih yang sudah sering melihat Rara Wulan
benar-benar bertempur. Beberapa saat kemudian, maka Sekar Mirah telah
menganggap cukup. Apalagi Rara Wulan telah benar-benar
memeras keringatnya, sehingga tenaganya sudah menjadi
semakin susut. Karena itu maka Sekar Mirahpun telah
meloncat surut sambil berkata " Sudah cukup Rara."
Rara Wulan memang sudah menjadi sangat lelah.
Nafasnya menjadi terengah-engah. Pakaiannya yang basah
seakan-akan Rara Wulan telah berendam di dalam air dengan
seluruh pakaian yang dipakainya itu.
Demikian Sekar Mirah meloncat surut, maka Rara
Wulanpun telah beridiri dengan letihnya di tengah-tengah
sanggar itu. " Kita mengatur pernafasan kita " berkata Sekar Mirah.
Rara Wulang mengangguk. Kakeknya juga pernah
mengajarnya. Namun Sekar Mirah minta Rara Wulan
menirukan-nya. Rara Wulan yang berdiri berhadapan dengan Sekar Mirah
telah menirukan apa yang dilakukan oleh Sekar Mirah.
Mengangkat kedua belah tangannya, merentang dan
kemudian diangkat lebih tinggi lagi. Ketika kedua tangan itu
menurun, maka Sekar Mirah telah telah membuat beberapa
gerakan kecil dengan pergelangan tangannya yang terbuka.
Kemudian mengatupkan kedua telapak tangan tepat di depan
wajahnya dan menurun perlahan-lahan. Kedua telapak tangan
yang terkatup itu berhenti di depan dadanya. Satu tarikan
nafas panjang seakan-akan telah mengendapkan segala
kelelahan. Sekar Mirahpun kemudian melangkah mendekat sambil
menepuk bahu Rara Wulan sambil berkata " Rara telah
berusaha dengan sungguh-sungguh."
Namun Rara Wulan masih juga terengah-engah meskipun
dadanya sudah terasa sedikit lapang.
" Hanya itu yang dapat aku lakukan " desahnya.
" Sebagai bekal, maka itu sudah memadai ?" berkata Sekar
Mirah. Lalu katanya " Namun Rara harus bekerja keras. Tidak
hanya dalam waktu sepekan. Tetapi untuk selanjutnya."
Rara Wulan mengangguk-angguk kecil. Sedangkan Sekar
Mirah berkata selanjutnya " Glagah Putih akan dapat
membantu Rara jika kelak Rara kembali ke Mataram."
Rara Wulan masih saja mengangguk-angguk.
" Nah " berkata Agung Sedayu kemudian " aku sudah
melihat landasan kemampuan Rara. Nanti sore, setelah aku
kembali dari barak, aku akan memberikan beberapa
tanggapan. Sekarang aku akan bersiap-siap untuk pergi ke
barak. Aku sekarang terikat dengan waktu. Meskipun tidak
ada tugas-tugas yang penting dan mendesak, aku harus
berada di barak." Buku 263 RARA WULAN mengangguk. Katanya " Silahkan kakang."
" Biarlah mbokayumu Sekar Mirah mengawanimu di
sanggar " berkata Agung Sedayu kemudian.
" Tetapi sebaiknya kita beristirahat dahulu "berkata Sekar
Mirah kemudian. Keempat orang itupun kemudian telah keluar dari sanggar.
Namun Rara Wulan masih tetap berada di halaman belakang
bersama Glagah Putih. Rara Wulan yang pakaiannya masih
basah kuyup tidak berganti pakaian. Ia masih saja melakukan
gerakan-gerakan kecil di kebun belakang.
Sementara itu, Sekar Mirah telah menyediakan makan pagi
buat Agung Sedayu sebelum ia berangkat ke barak.
Ketika Sekar Mirah telah selesai, dan Agung Sedayu siap
untuk berangkat ke barak, maka Agung Sedayupun telah
berpesan kepada Glagah Putih agar sebelum tengah hari ia
sudah menyusulnya ke barak.
Demikian Agung Sedayu berangkat, maka Sekar Mirah
telah berada di halaman belakang rumahnya. Tetapi ia tidak
segera membawa Rara Wulan kembali masuk ke dalam
barak. Tetapi di halaman, di tempat yang tidak sepanas di
dalam barak, Sekar Mirah sempat memberikan beberapa
tanggapannya atas unsur-unsur gerak yang telah dikuasai
oleh Rara Wulan. " Lihat Rara " berkata Sekar Mirah memberikan beberapa
contoh unsur gerak yang telah dilakukan oleh Rara Wulan "
yang salah bukan unsur geraknya. Tetapi Rara dapat
melakukannya dengan lebih baik."
Sekar Mirahpun kemudian telah menunjukkan kelemahankelemahan
yang telah dilakukan oleh Rara Wulan pada unsurunsur
geraknya dan menunjukkan kemungkinan yang lebih
baik serta alasan-alasannya. Letak anggauta badan
,|arah|gerak dan pemusatan kekuatan harus mendapat
perhatian. " Jika Rara telah membiasakannya, maka semuanya akan
berjalan dengan sendirinya sesuai dengan kemauan Rara
serta akan muncul pada gerak-gerak naluriah yang seakanakan


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diluar kesengajaan." berkata Sekar Mirah " sedangkan
yang dimaksud dengan membiasakan itu adalah latihanlatihan
yang tekun." Rara Wulan mengangguk-angguk. Ternyata ia memang
seorang gadis yang cerdas, yang memiliki dasar bekal
kemampuan menyerap ilmu kahuragan. Karena itu, maka
iapun segera mengerti apa yang dimaksud oleh Sekar Mirah.
Karena itu, ketika ia perlahan-lahan mengulanginya, maka
Sekai Mirah telah melihat beberapa perbaikan sikap.
" Lakukan lebih cepat " berkata Sekar Mirah.
Rara Wulanpun kemudian telah melakukannya lebih cepat.
Ternyata bahwa Rara Wulan memang memahami maksud
Sekar Mirah. " Bagus " berkata Sekar Mirah " hari ini kita akar memahami
sifat dan watak dari unsur-unsur gerak yang sudah kita lihat
kelemahan-kelemahannya itu. Jika kita mampu memecahkan
hambatan-hambatan yang ada pada unsur gerak itu, baik
karena kelemahan dari unsur itu sendiri atau karena
keterbatasan kita, maka kita akan meningkat selapis. Tentu
,saja selapis tipis. Tetapi itu lebih baik daripada tidak sama
sekali. " Rara Wulan mengerutkan dahinya. Tetapi iapun kemudian
mengangguk-angguk. Yang mengatakan hal itu adalah
seorang yang memiliki ilmu cukup tinggi.
Untuk beberapa lama Rara Wulan masih mengulangi
unsur-unsur gerak itu diluar sanggar. Namun kemudian" Sekar
Mirahpun berkata " Kita akan masuk kembali kedalam
sanggar. Kita akan berlatih lebih bersungguh-sungguh sampai
matahari sepenggalah. Sementara itu, biarlah Glagah Putih
bersiap-siap untuk pergi ke barak. Pada kesempatan lain saja
kita akan memberinya waktu untuk melihat-lihat latihan kita.
Karena itu maka ketika Sekar Mirah membawa Rara Wulan
masuk kembali kedalam sanggar; Glagah Putih tidak ikut
bersama mereka. Tetapi iapun kemudian telah pergi ke dapar.
Udara didalam sanggar memang tidak sesejuk di kebun
belakang dibawah pepohonan. Tetapi udara didalam sanggar
itu terasa lebih panas. Namun didalam sanggar, latihan olah
kanuragan itu menjadi lebih bersungguh-sungguh.
Didapur, Glagah Putih mendapatkan pembantu dirumah itu
sedang merebus air. Sedangkan diperapian sebelahnya
tercium bau yang sedap. " Kendo udang " desis Glagah Putih " aku menjadi semakin
lapar. " " Baru saja aku naikkan keatas api " berkata anak itu " jika
kau makan pagi, pakai saja sambal terasi dan lodeh keluwih.
Ki Agung Sedayu juga hanya memakai sambal terasi dan
lodeh keluwih. " Glagah Putih tersenyum. Sambil menepuk pundak anak itu,
Glagah Putih berkata " Aku akan makan pagi dengan sambal
terasi dan lodeh keluwih. "
Anak itu tidak menjawab lagi. Tetapi ia justru bangkit berdiri
sambil bergeremang " Aku harus membuat kayu bakar. "
Glagah Putih tidak menyahut. Tetapi iapun telah memungut
mangkuk untuk makan. Sejenak kemudian, maka Glagah Putihpun telah siap
berangkat ke barak. Tetapi ketika ia menemui pembantu
rumah itu, maka anak itu sambil bersungguh-sungguh berkata
" Nanti aku akan mengisi pakiwan, akan membersihkan
halaman, akan membelah kayu, akan apa lagi, apa lagi. "
Glagah Putih tertawa. Katanya " Kau akan menjadi cepat
tua jika kau selalu marah saja. Sekali-sekali kau harus tertawa
keras-keras. " " Tergantung sikapnya " jawab anak itu " lebih baik 'tidak
pulang untuk dua tiga tahun. "
Glagah Putih tertawa semakin keras. Katanya " Sudah-' lah.
Aku akan pergi ke barak. Nanti jika mbokayii Sekar Mirah
menanyakan aku, maka kau jawab saja, bahwa aku menyusul
kakang Agung Sedayu. Siang nanti aku akan pulang untuk
makan dengan kendo udang. "
Anak itu tidak menjawab, sementara Glagah Putihpun
kemudian telah meninggalkan rumah itu menuju ke barak
Pasukan Khusus. Ketika Glagah Putih sampai di barak, maka oleh prajurit
yang bertugas ia dipersalahkan menunggu di gardu utama,
.sementara prajurit itu telah memberitahukan kepada
pemimpin Pasukan Khusus itu bahwa seseorang telah
mencarinya. " Siapa namanya" " bertanya Agung Sedayu.
" Glagah Putih " jawab prajaurit itu.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Bawa anak
itu kemari. " Glagah Putih yang kemudian dipersilahkan taiasuk ,ke
barak induk Pasukan Khusus itu telah terkejut ketika ia melihat
Ki Lurah Branjangan ada ditempat itu pula.
" Ki Lurah " desis Glagah Putih yang keheranan.
Ki Lurah tersenyum. Katanya " Kemarin menjelang senja
aku sampai disini. "
" Tetapi Ki Lurah tidak mengatakan bahwa Ki Lurah juga
akan pergi ke Tanah Perdikan Menoreh " sahut Glagah Putih.
" Memang tidak " jawab Ki Lurah " tujuan kita memang
berbeda. " " Kenapa berbeda" " bertanya Glagah Putih.
" Aku memang mendapat tugas untuk mendampingi Agung
Sedayu disini " jawab Ki Lurah.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Namun ia berkata "
Apa salahnya jika kita pergi bersama-sama. "
" Sekali-sekali aku ingin menempuh perjalanan seorang diri.
" jawab Ki Lurah. Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam sementara
Agung Sedayu sambil tersenyum berdesis " Ki Lurah ingin
tahu. apakah kau benar-benar bertanggung jawab jika kau
diserahi melindungi seorang gadis remaja: "
Glagah Putih mengerutkan keningnya. Tetapi
pengalamannya telah membuatnya bertambah dewasa,
sehingga ia tidak lagi menyembunyikan wajahnya. Tetapi ia
justru menjawab " Seandainya aku tidak bertanggung jawab,
kedatangan Ki Lurah Branjangan sudah terlambat. "
" Ki Lurah datang Jtemarin " desis Agung Sedayu.
" Jika aku tidak bertanggung jawab, segalanya dapat terjadi
dimana saja. Orang-orang yang berniat buruk itu seakan-akan
telah menunggu disetiap sudut tanah ini " jawab Glagah Putih.
Lalu katanya " Waktu yang kami perlukan menempuh
perjalanan dari Mataram ke Tanah Perdikan ini ternyata cukup
lama. Tetapi tidak sampai senja, sehingga Ki Lurah tidak akan
dapat berbuat apa-apa lagi menjelang senja karena jika terjadi
sesuatu diperjalanan tentu sebelum senja itu turun. "
Ki Lurah tertawa. Katanya " Tidak. Aku tidak ingin
mengujimu. Aku mempercayaimu. Karena itu, maka aku
biarkan kau berjalan sendiri bersama Rara Wulan, karena1
aku masih mempunyai beberapa pekerjaan yang harus aku
selesaikan. " Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam, sementara
Agung Sedayu berkata " Kau nampak bersungguh-sungguh
Glagah Putih" "
Glagah Putih tidak menjawab. Tetapi ia mencoba
tersenyum sambil menundukkan kepalanya.
Karena Glagah Putih tidak menjawab, maka Ki Lurah-pun
kemudian berkata " Sebelum aku berangkat, aku telah
bertemu dengan Ki Wirayuda. " .
Glagah Putih tiba-tiba telah benar-benar menjadi
bersungguh-sungguh. Dengan nada datar iapun bertanya "
Apakah ada pesan dari Ki Wirayuda" "
" Secara khusus tidak " jawab Ki Lurah " bahkan para
prajurit sandi masih belum mendapatkan keterangan baru.
Selain keterangan terakhir, bahwa kelompok yang mengaku
bernama Gajah Liwung itu berasal dari Pegunungan Kendeng.
" " Aku juga sudah mendengar " desis Glagah Putih " mudahmudahan
Ki Wirayuda segera mendapatkan keterangan yang
lebih lengkap. " s " Orang-orang yang tertangkap dari bukit kecil disebe-lah
hutan itu sulit untuk disadap keterangannya " berkata Ki Lurah
kemudian " tetapi para petugas sandi berusaha untuk
menangkap celah-celah keterangan mereka yang dapat
dipergunakan untuk menelusuri keterangan lebih jauh lagi.
Satu hal yang perlu kau ketahui, bahwa tingkat kenakalan
anak-anak muda itu menjadi semakin meningkat. "
" Bukan semata-mata kenakalan anak-anak muda, Ki
Lurah. Persoalannya memang diawali dari kenakalan anakanak
muda. Tetapi yang sangat meresahkan Mataram justru
kelompok yang memanfaatkan keadaan. Kelompok Macan
Putih tidak dapat disamakan dengan kelompok pendatang
yang menyebut kelompoknya dengan nama Gajah Liwung itu.
Landasan bergerak mereka berbeda, meskipun wujudnya
menjadi hampir sama. " berkata Glagah Putih.
" Kau benar Glagah Putih " sahut Ki Lurah Branjangan "
persoalan yang timbul karena sikap dan tingkah laku anakanak
Macan Putih memang harus mendapat penanganan
yang berbeda dengan kelompok Gajah Liwung yang datang
dari Gunung Kendeng itu. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya " Apalagi
bahwa kelompok itu dengan sengaja telah menyebut diri
mereka kelompok Gajah Liwung pula. "
" Tetapi bukankah Ki Wirayuda berharap agar kalian dalam
waktu sepekan tidak melakukan kegiatan apa-apa untuk
memberi kesempatan kepada para petugas sandi untuk
mengetahui lebih banyak tentang kelompok Gajah Liwung itu"
" desis Ki Lurah Branjangan.
Glagah Putih termangu-mangu. Tetapi iapun kemudian
berdesis " Seandainya kami mendapat kesempatan membantu
para petugas sandi. "
" Itu tidak mungkin karena para petugas sandi tidak
mengenal kalian " berkata Ki Lurah " Apalagi jika para petugas
sandi mengenal kalian sebagai anggauta kelompok Gajah
Liwung, maka persoalannya akan berkisar. "
" Sudahlah " Agung Sedayulah yang memotong
pembicaraan itu " aku akan memanggil beberapa orang pembantuku
disini. Aku ingin memperkenalkan Glagah Putih
kepada mereka. " " Baiklah " sahut Ki Lurah Branjangan " mungkin Glagah
Putih akan sering berhubungan dengan mereka. "
" Mudah-mudahan mereka tidak berhubungan dengan para
petugas sandi di Mataram. " desis Glagah Putih.
Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Tidak. Mereka tidak
akan berhubungan dengan para petugas sandi, khususnya
dengan persoalan yang sedang kau hadapi. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Meskipun agak ragu
iapun menyahut " Baiklah. Mudah-mudahan tidak akan
mengganggu permainanku di Mataram. "
" Tidak. Tentu tidak " jawab Agung Sedayu yang kemudian
telah memanggil beberapa orang pembantunya. Pada
umumnya mereka masih muda, meskipun tidak semuda
Glagah Putih. ' " Mereka orang-orang baru " desis Ki Lurah " Maksudku
baru pada jabatannya. Tetapi pada umumnya mereka sudah
beberapa lama berada di barak ini. "
Ketika para pemimpin pasukan khusus Mataram di Tanah
Perdikan itu berdatangan, maka "Glagah Putih dan Ki Lurah
Branjangan telah bergeser untuk memberi tempat kepada
mereka. Semuanya lima orang. Dan ternyata dua dian-tara
mereka adalah orang dari Tanah Perdikan Menoreh itu.
" Keduanya telah memasuki dunia keprajuritan sejak
Pasukan Khusus ini dibentuk " berkata Ki Lurah Branjangan "
ketika itu, aku mengambil anak-anak muda dari beberapa
daerah. Antara lain dari Tanah Perdikan Menoreh ini dan dari
Pegunungan Kidul, selain dari Mataram sendiri. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Ia belum sempat hadir
di Tanah Perdikan itu ketika Pasukan Khusus itu dibentuk.
" Nah " berkata Agung Sedayu " kau harus mengenal para
pembantuku. Pasukan Khusus ini dengan Pasukan Pengawal
Tanah Perdikan Menoreh harus dapat bekerja sama dengan
baik. Prastawa telah mengenal para pemimpin dari Pasukan
Khusus ini. ' Glagah Putih mengangguk dalam-dalam. Katanya " Aku
berterima kasih mendapat kesempatan untuk berkenalan
dengan para pemimpin dari pasukan khusus ini yang sebagian
memang sudah aku kenal meskipun belum terlalu dekat. "
" Kau akan berperan dalam pasukan pengawal Tanah
Perdikan Menoreh " berkata Agung Sedayu " aku tidak
mempunyai terlalu banyak waktu sekarang, meskipun aku
tidak dapat melepaskan pasukan pengawal itu dengan serta
merta. Apalagi bahwa didaerah ini kekuasaan tertinggi tetap
berada di tangan Ki Gede sebagai satu-satunya orang yang
memegang tunggul kepemimpinan. " Agung Sedayu berhenti
sejenak, lalu katanya " Karena itu, maka perkenalanmu
dengan para pemimpin Pasukan Khusus ini akan mempunyai
arti penting di masa mendatang. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya " Ya ka-kang.
Aku menyadari akan hal itu. "
" Karena itu, aku minta kau datang, karena waktu wisuda
yang dihadiri oleh Pangeran Mangkubumi dan Ki Patih
Mandaraka kau tidak akan sempat datang, meskipun aku
dapat mengerti alasanmu. " berkata Agung Sedayu.
Glagah Putih mengangguk-angguk kecil. Ia memang a-gak
menyesal bahwa ia tidak dapat mengikuti wisuda waktu itu.
Tetapi waktu itu ia benar-benar tidak dapat meninggalkan
kawan-kawannya yang jumlahnya memang hanya sedikit itu. "
Untuk beberapa lama Glagah Putih berada di barak
pasukan khusus itu. Bahkan kemudian Glagah Putih telah
diajak oleh Agung Sedayu untuk melihat-lihat keadaan barak
itu. Sebuah sanggar terbuka yang luas. Namun di dalam
lingkungan barak itu telah dibangun pula beberapa buah barak
tertutup. Glagah Putihpun sempat berkenalan dengan beberapa
orang pemimpin kelompok dari pasukan Khusus itu.
Ketika matahari kemudian mencapai puncaknya, maka
Agung Sedayu telah minta agar Glagah Putih tidak tergesa1
gesa kembali. Katanya " Kau harus mencicipi makanan di
barak ini. Aku ingin mengajakmu makan siang di sini nanti.
Glagah Putih tidak dapat menolak. Lewat tengah hari


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Glagah putih sempat makan di barak itu. Sementara mereka
makan maka Agung Sedayupun berkata " Aku sudah minta ijin
kepada para pemimpin disini untuk meninggalkan barak
beberapa hari. Aku ingin menghadap guru. Sejak aku kembali
dari Madiun, aku belum sempat menghadap. Aku juga ingin
melaporkan bahwa aku sekarang terikat di barak. Pasukan
Khusus Mataram di Tanah Perdikan ini. "
" Apakah kakang Swandaru belum memberitahaukan-nya"
desis Glagah Putih. " Mungkin sudah. Tetapi akan lebih mantap jika aku sendiri
datang menemui guru dan memberitahukan kemurahan hati
Panembahan Senapati itu langsung kepada Guru " jawab
Agung Sedayu. Glagah Putih mengangguk-angguk. Sementara Agung
Sedayu berkata " Itu pulalah sebabnya, kenapa Ki Lurah aku
minta untuk berada di sini. Selain tugasnya untuk
mendampingi aku, maka dalam dua tiga hari ini, Ki Lurah akan
menjalankan tugasku di sini. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Namun iapun bertanya
" Kapan kakang akan berangkat ke Jati Anom" "
" Kapan mau kembali ke Mataram" " justru Agung
Sedayulah yang bertanya. " Dalam sepekan ini " jawab Glagah Putih.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Kita a-kan
bersama-sama. " Wajah Glagah Putih menjadi cerah. Meskipun ia sudah
tumbuh dewasa dan memiliki ilmu yang tinggi, namun
menempuh perjalanan bersama Agung Sedayu akan dapat
memberikan kegembiraan kepadanya.
Karena perjalanan itu masih beberapa hari lagi, maka
mereka tidak membicarakannya lagi. Sementara itu, Glagah
Putihpun telah merasa cukup lama berada di barak, sehingga
iapun kemudian telah minta diri untuk kembali pulang.
" Baiklah " berkata Agung Sedayu " kau harus sering
datang ke barak ini. Bukan karena kau adikku, tetapi karena
kau salah seorang pemimpin pasukan pengawal di Tanah
Perdikan ini. Datanglah bersama-sama dengan Prastawa.
Sekali-sekali aku juga minta Ki Gede untuk mengunjungi barak
ini. " Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya " Baik kakang.
Aku akan sering datang kemari. "
Demikianlah, maka Glagah Putihpun telah minta diri pula
kepada Ki lurah dan para pemimpin Pasukan Khusus, untuk
.meninggalkan barak itu. Sementara itu Ki Lurah berpesan
agar Glagah Putih memberitahukan kepada Rara Wulan,
bahwa Ki Lurah berada di barak Pasukan Khusus.
Sejenak kemudian maka Glapah Putih telah berada di
perjalanan kembali ke padukuhan induk. Tetapi ia sempat
berhenti di beberapa tempat untuk berbicara dengan anakanak
muda di Tanah Perdikan itu.
Pada umumnya anak-anak muda di Tanah Perdikan itu
merasa bersyukur bahwa Agung Sedayu sempat menjadi
seorang prajurit. Dengan kedudukannya, maka Agung Sedayu
tentu akan dapat berbuat lebih banyak bagi Tanah Perdikan.
Ia akan dapat membantu memberikan kesempatan kepada
anak-anak muda Tanah Perdikan untuk mengabdikan diri
dalam lingkungan keprajuritan.
Glagah Putih tersenyum sambil berkata " Mungkin saja.
Tetapi kakang Agung Sedayu tentu tidak dapat meninggalkan
paugeran untuk menerima seorang prajurit didalam
lingkungannya. " Anak muda itu mengangguk-angguk. Katanya kemudian "
Tentu saja. Tetapi setidak-tidaknya kita akan mendapatkan
kesempatan pertama. Jika ada dua orang memenuhi syarat,
sedangkan seorang dari Tanah Perdikan itu, maka kita dapat
berharap bahwa Agung Sedayu akan memilih dari antara kita.
" " Ya, tentu " jawab Glagah Putih.
" Apakah kau juga akan menjadi seorang prajurit" "
bertanya seorang anak muda.
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun menjawab " Aku belum tahu. "
Demikianlah, berbagai macam pertanyaan telah dilontarkan
kepadanya sepanjang perjalanannya menuju ke padukuhan
induk. Ketika ia sampai di rumahnya, maka ia melihat Rara Wulan
yang masih letih sedang berjalan-jalan di kebun belakang. Ia
masih mengenakan pakaian yang dipergunakan untuk berlatih
di sanggar.. " Apakah kau baru saja selesai" " bertanya Glagah Putih.
" Ya " jawab Rara Wulan.
" Dimana mbokayu Sekar Mirah" " bertanya Glagah Putih
kemudian. " Baru berbenah diri.Aku sedang mengeringkan keringatku "
jawab Rara Wulan. Glagah Putih mengangguk-angguk. Tetapi iapun kemudian
duduk pula diatas sebuah dingklik bambu di kebun belakang
sambil bertanya " Apakah kau mencapai kemajuan hari ini" "
" Aku baru mengulang unsur gerak yang aku pahami "
jawab Rara Wulan. Glagah Putih mengangguk-angguk. Nampaknya Rara
Wulan akan dituntun untuk berangkat justru dari unsur gerak
yang paling dikuasai dan yang paling berarti baginya.
Tetapi Glagah Putih tidak mengatakannya. Segala
sesuatunya terserah kepada Sekar Mirah.
Namun sejenak kemudian, maka Sekar Mirahpun telah
memanggil Rara Wulan. Katanya " Mandilah. Kita akan
beristirahat. Nanti menjelang senja kita akan mulai lagi. "
Rara Wulanpun kemudian telah menyiapkan pakaiannya
dan langsung pergi ke pakiwan.
Dalam pada itu, selagi Rara Wulan mandi, maka Sekar
Mirah telah memanggil Glagah Putih. Nampaknya ada sesuatu
yang penting yang ingin disampaikan kepadanya oleh Sekar
Mirah. Ketika keduanya sudah duduk di ruang dalam, maka Sekar
Mirah pun berkata " Aku mendapat pesan dari Ki Jayaraga. "
" Dimana guru sekarang" " bertanya Glagah Putih.
" Itulah yang ingin aku katakan " jawab Sekar Mirah.
Glagah Putih termangu-mangu. Sementara Sekar Mirahberkata
lebih lanjut " Ki Jayabaya telah pergi ke Gunung
Kendeng. " " Ke Gunung Kendeng" " Glagah Putih terkejut " guru akan
menempuh perjalanan sejauh itu" "
" Ki Jayaraga telah membawa seekir kuda. Perjalanannya
tidak akan terlalu lama. Dalam tiga ampat hari ini Ki Jayaraga
tentu sudah kmbah. Sebelum kau kembali ke Mataram. "
bertanya Glagah Putih. " Ki Jayayaga ingin menemui orang yang pernah
dikenalnya di Pegunungan Kendeng. Tentu saja dalam
hubungannya dengan beberapa orang yang berada di
Mataram dan diduga berasal dari Pegunungan Kendeng.
Tentu orang-orang yang berada di Mataram itu sendirilah yang
mengaku berasal dari Pegunungan Kendeng itu. " jawab
Sekar Mirah. Glagah Putih menjadi berdebar-debar. Segalanya masih
belum jelas. Dan gurunya telah pergi ke Pegunungan
Kendeng. Menurut Sekar Mirah seakan-akan dapat membaca
perasaannya. Karena itu, maka katanya " Ki Jagabaya
menyadari, bahwa orang-orang Mataram masih belum yakin
a-kan keberanian pengakuan itu. Tetapi kepergian Ki
Jayaraga itu benar-benar atas kemampuannya sendiri terpisah
dari penyelidikan yang sedang dilakukan oleh para prajurit
sandi. Ki Jayaraga ingin meyakinkan apakah benar ada orangorang
dari Pegunungan Kendeng yang dengan sengaja ingin
membuat keributan di Mataram. "
" Apakah ada hubungan antara guru dengan Pegunungan
Kendeng" " bertanya Glagah Putih.
Pertanyaan itu ternyata telah membuat Sekar Mirah
termangu-mangu. Namun akhirnya ia menjawab sambil
menggeleng " Aku tidak tahu Glagah Putih. Tetapi menurut
pesannya, Ki Jayaraga akan menemui orang yang pernah
dikenalnya yang tinggal di daerah Pegunungan Kendeng. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak
bertanya lebih lanjut. Sementara itu maka Rara Wulanpun telah selesai berbenah
diri, sehingga sejenak kemudian maka Rara Wulanpun telah
ikut pula duduk diruang dalam.
Tetapi Sekar Mirah tidak lagi berbicara tentang Ki Jayaraga
yang pergi ke Pegunungan Kendeng. Tetapi Glagah
Putihlah yang kemudian berkata " Rara, ternyata Ki Lurah
berada di barak Pasukan Khusus. "
"Kakek" " bertanya Rara Wulan.
" Ya " jawab Glagah Putih.
" Kapan kakek berada di barak itu" " bertanya Rara Wulan.
" Sejak kemarin menjelang senja " jawab Glagah Putih. ,
" Kemarin" " ulang Rara Wulan.
" Ya, kemarin. " jawab Glagah Putih.
Rara Wulan termangu-mangu. Seperti Glagah Putih ia
merasa heran bahwa Ki Lurah Branjangan tidak mengatakan
kepadanya, bahwa iapun akan pergi ke Tanah Perdikan.
Dengan nada tinggi Rara Wulan itu bertanya " Kenapa kakek
tidak pergi bersama-sama dengan kita" "
" Aku tidak tahu " jawab Glagah Putih " ketika aku tanyakan
hal itu kepada Ki Lurah, maka Ki Lurah hanya menjawab,
bahwa Ki Lurah sekali-sekali ingin pergi sendiri.
" Tentu kakek mempunyai maksud tertentu " desis Rara
Wulan. Tetapi Sekar Mirah tersenyum sambil berkata " Ki Lurah
nampaknya memang ingin menempuh perjalanan tanpa
terganggu. " Rara Wulan mengerutkan dahinya. Senyum Sekar Mirah
nampaknya dengan sengaja ingin menggelitik perasaannya.
Namun Sekar Mirah kemudian bertanya " Apakah Rara
akan menemui Ki Lurah Branjangan" "
" Tidak " Jawab Rara Wulan " kakek dengan sengaja ingin
pergi ke Tanah Perdikan tanpa orang lain. "
Sekar Mirah masih saja tersenyum. Namun kemudian
Sekar Mirah itupun mempersilahkan " Kita akan makan lebih
dahulu bersama Glagah Putih. "
Aku sudah makan di barak " sahut Glagah Putih.
Karena itu, maka ketika Sekar Mirah dan Rara Wulan
makan siang, Glagah Putih justru telah pergi keluar rumah
mencari pembantu rumah itu.
Demikianlah, maka dihari-hari berikutnya, Rara Wulan telah
sibuk bersama Sekar Mirah di sanggar. Bahkan sekali-sekali
Agung Sedayu dan Glagah Putih telah ikut pula menunggui
dan memperhatikan kemajuan yang dicapai Rara Wulan
selama beberapa hari berada di Tanah Perdikan.
Agung Sedayu yang ikut serta membantu Sekar Mirah
memberikan jalan pintas agar Rara Wulan mampu
mengembangkan ilmunya telah berpesan kepada Glagah
Putih agar ia dapat memberikan bimbingan kepada Rara
Wulan untuk selanjutnya. " Selama kau berada di Mataram, maka kau akan dapat
memberikan tuntunan. Meskipun mungkin hanya langkahKang
langkah kecil, tetapi itu tentu akan lebih baik daripada tidak
sama sekali " berkata Agung Sedayu.
Glagah Putih hanya mengangguk kecil. Namun Sekar
Mirahlah yang berkata " Tetapi juga tergantung kepada Rara
Wulan. Jika Rara Wulan tidak berkeberatan, maka tentu akan
dapat dilakukan dengan baik. "
Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Tentu Rara Wulan
bersedia. Nampaknya Rara Wulan benar-benar ingin
meningkatkan ilmunya. Cara satu-satunya adalah berlatih. "
Rara Wulan sendiri tidak menjawab. Tetapi kepalanya
tertunduk dalam-dalam, sementara Glagah Putihpun hanya
berdiam diri saja. Agung Sedayulah yang kemudian berkata " Baiklah. Kita
serahkan saja hal itu kepada Glagah Putih dan Rara Wulan
sendiri. Namun yang penting, Rara Wulan dalam waktu yang
singkat ini telah mampu membuka kemungkinan-kemungkinan
baru bagi perkembangan beberapa jenis unsur-unsurnya. Jika
hal ini mendapat penanganan yang terus-menerus, maka
kemungkinan-kemungkinan kemampuan olah kanuragan bagi
Rara akan semakin meningkat. "
Rara Wulan masih saja menunduk, sementara Glagah
Putih hanya mengangguk-angguk kecil saja.
Tetapi baik Sekar Mirah maupun Agung Sedayu mengakui
bahwa didalam diri Rara Wulan memang tersimpan
kemungkinan yang luas bagi perkembangan ilmu kanuragan.
Sementara Rara Wulan mencoba untuk mengenali ilmunya
semakin mendalam, maka Glagah Putih datang waktu yang
pendek itu sempat berada diantara anak-anak muda Tanah
Perdikan Menoreh. Seperti pesan Agung Sedayu, maka
Glagah Putih telah datang ke barak bersama Prastawa,
sehingga dengan demikian maka hubungan antara para
prajurit dari Pasukan Khusus Mataram di Tanah Perdikan
Menoreh dengan para pengawal menjadi semakin akrab.
Namun Glagah Putih hanya berada di Tanah Perdikan
untuk sepekan. Karena itu, maka tidak banyak yang dapat
dilakukannya. Kepada anak-anak muda Tanah Perdikan ia
berjanji, bahwa jika tugas-tugasnya di Mataram selesai, maka
ia akan segera kembali lagi berada diantara para pengawal.
Dihari-hari terakhir Glagah Putih berada di Tanah Perdikan,
anak muda itu digelisahkan oleh kepergian Ki Jayaraga yang
berjanji akan kembali sebelum Glagah Putih meninggalkan
Tanah Perdikan itu. Namun ternyata sampai hari kelima, Ki Jayaraga masih
belum datang. " Tidak apa-apa " berkata Agung sedayu " jika Ki Jayaraga
terlambat, maka ia akan menyusulmu ke Mataram.
" Tetapi apakah Ki Jayaraga dapat mencari tempat tinggal
kami" Jika Ki Lurah ada di rumah, maka Ki Jayaraga akan
dapat berada di rumah Ki Lurah " berkata Glagah Putih.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Tetapi iapun berkata "
Kau dapat menunjukkan salah satu tempat yang sering kau
pergunakan. Ki Jayaraga tentu akan dapat mencarinya.
Glagah Putih memang agak ragu-ragu. Tetapi Agung
Sedayu berkata " Ki Jayaraga bukan anak-anak lagi.


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena itu, ia akan berhati-hati. "
Glagah Putih mengangguk-angguk kecil. Katanya " Baiklah
kakang. Aku akan menunggu kehadiran guru di Mataram. "
Glagah Putihpun kemudian telah memberikan ancar-ancar
dimana kelompoknya tinggal.
" Aku menunggu " berkata Glagah Putih.
" Kau harus memberikan pesan kepada mbokayumu.
Bukankah kita akan pergi bersama-sama. " berkata Agung
Sedayu. " O ya " jawab Glagah Putih " mbokayu akan
menyampaikannya kepada guru. "
" Ya. Aku akan menyampaikannya kepada Ki Jayaraga. Ia
tentu tidak akan berkeberatan untuk menyusulmu ke Mataram
" berkata Sekar Mirah.
Malam terakhir Glagah Putih di Tanah Perdikan, telah
dipergunakannya untuk menghadap Ki Gede dan bertemu
dengan para pemimpin kelompok pengawal Tanah Perdikan.
Glagah Putih telah minta diri untuk kembali ke Mataram.
" Tugasku masih belum selesai " berkata Glagah Putih
kepada para pengawal. Di malam terakhir itu, ternyata Ki Jayaraga masih juga
belum datang, sehingga Glagah Putih benar-benar harus
meninggalkannya. Di keesokan harinya Glagah Putih akan
kembali ke Mataram bersama-sama dengan Agung Sedayu
yang akan pergi ke Jati Anom.
Malam itu, terakhir kalinya Rara Wulan berada di sanggar
dirumah Agung Sedayu. Sementara Rara Wulan berlatih serta
mendapat penilaian terakhir dari Sekar Mirah. Agung Sedayu
dan Glagah Putih telah berada di sanggar itu pula. Dengan
singkat Agung Sedayu justru menunjukkan kepada Glagah
Putih bagian-bagian yang harus dipcrhialtikaii|iiya
Ternyata di malam terakhir itu Rara Wulan justru sampai
lewat tengah malam berada di sanggar Glagah Putih yang
menunggui bagian-bagian terakhir latihan RaraWulan telah
melihat apa yang harus dibenahi. Juga atas petunjuk Agung
Sedayu. Glagah Putih melihat kemungkinan-kemungkinan
yang terbuka bagi Rara Wulan untuk dengan jalan pintas
meningkatkan kemampuannya tanpa merugikan susunan
kewadagannya. Baru menjelang dini hari, latihan itu dihentikan oleh Sekar
Mirah. Dengan nada rendah Sekar Mirahpun berkata " Besok
Rara akan menempuh perjalanan. Sebaiknya meskipun hanya
sebentar Rara beristirahat. "
" Bukankah besok kita tidak berangkat terlalu pagi" "
bertanya Rara Wulan. " Memang tidak Rara " Agung Sedayulah yang menyahut "
besok pagi-pagi aku masih akan pergi ke barak sebentar,
kemudian bertemu dengan Ki Gede. "
" Nah, jika demikian, kita dapat berlatih terus sampai pagi. "
berkata Rara Wulan. Sekar Mirah tersenyum. Katanya " Sudahlah. Aku kira yang
kita lakukan sudah cukup. Kita semua harus beristirahat. "
Rara Wuian tidak menjawab. Sementara Sekar Mirah
berkata " Nah, Rara aku silahkan untuk membersihkan diri,
kemudian tidur barang sejenak. "
" Kau juga " berkata Agung Sedayu kepada Glagah Putih "
kau besok juga masih harus minta diri kepada seisi Tanah
Perdikan ini, serta Ki Gede. "
" Malam ini aku sudah menghadap " jawab Glagah Putih "
Kemudian aku juga sudah bertemu dengan para pemimpin
pengawal sebelum aku menyusul masuk ke sanggar. Aku
sudah minta diri kepada mereka. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Tetapi katanya "
Meskipun demikian kau juga harus beristirahat barang
sebentar. Besok kita akan menempuh perjalanan. Meskipun
tidak terlalu jauh, tetapi setelah berada di Mataram kau tentu
tidak akan sempat beristirahat. Kau tentu segera akan sibuk.
Glagah Putih mengangguk. Hampir saja ia mengatakan
bahwa Agung Sedayu akan pergi ke Jati Anom. Tetapi niat itu
diurungkannya. Demikianlah, maka sejenak kemudian mereka yang berada
di sanggar itu telah membenahi diri dan berada di
pembaringan. Rara Wulan yang letih segera tertidur pula.
Demikian pula Agung Sedayu dan Sekar Mirah. Namun
mereka hanya sempat beristirahat. Seperti biasa, menjelang
matahari terbit Agung Sedayu telah bangun untuk melakukan
kerja hariannya di rumah. Namun ternyata bahwa Glagah
Putihpun telah menimba air mengisi jambangan di pakiwan.
Ketika matahari terbit, maka Glagah Putih dan Rara Wulan
telah selesai berbenah diri. Tetapi Agung Sedayu justru masih
harus pergi ke barak dan menghadap Ki Gede.
Tetapi mereka memang tidak tergesa-gesa. Mereka masih
mempunyai banyak waktu. Ketika matahari sepenggalah, maka Agung sedayupun
telah kembali. Iapun segera bersiap-siap untuk berangkat ke
Jati Anom bersama-sama dengan Glagah Putih dan Rara
Wulan. Namun dalam pada itu, Agung Sedayu sempat berbisik
ditelinga Glagah Putih " Ki Lurah Branjangan membawa sedikit
pesan untukmu. Tetapi hanya untukmu. "
" Pesan apa" " bertanya Glagah Putih " Ki Lurah tidak
mengatakan apa-apa kepadaku. "
" Pesan itu disampaikan lewat aku " desis Agung Sedayu.
" Pesan apa" " bertanya Glagah Putih mendesak.
" Orang tua Rara Wulan ternyata mempunyai sikap lain
terhadap anak gadisnya " berkata Agung Sedayu " bahkan
mereka telah menuntut agar Ki Lurah tidak terlalu
memanjakan Rara Wulan. "
" Apakah Ki Lurah terlalu memanjakan gadis itu" " bertanya
Glagah Putih. " Ternyata kiesahiyang ada pada orang tuanya adalah
demikian " jawab Agung Sedayu. Lalu katanya pula "
Sementara itu Ki Lurah Branjangan sebagaimana sifat dan
kebijaksanaannya, sama sekali tidak menyangkal bahwa ia
telah memanjakan cucu perempuannya. Bahkan Ki Lurah
telah mengatakan kepada orang tua Rara Wulan bahwa gadis
itu akan dibawanya ke Tanah Perdikan. Kepada orang tua
Rara Wulan, Ki Lurah berkata " Meskipun aku bukan prajurit
lagi, tetapi aku masih mendapat kepercayaan untuk
mendampingi pimpinan Pasukan Khusus Mataram di Tanah
Perdikan. " " Apakah orang tuanya kemudian hanya berdiam diri saja
atas sikap Ki Lurah" " bertanya Glagah Putih.
" Untuk sementara mereka tidak berbuat apa-apa. Tetapi
orang tua Rara Wulan telah mengatakan bahwa Rara Wulan
sudah menginjak dewasa. Orang tuanya mulai memikirkan
hari depan gadis itu. Sebagai anak seorang yang dihormati,
maka kedua orang tuanya berharap bahwa Rara Wu-lanpun
akan mendapatkan seorang suami yang dihormati pula.
Wajah Glagah Putih tiba-tiba menjadi tegang. Agung
Sedayu sempat melihat sekilas. Tetapi Agung Sedayu tidak
menunjukkan tanggapannya. Bahkan Agung Sedayu seakanakan
tidak menghiraukan sikap Glagah Putih itu. Namun
sebenarnyalah sikap Glagah Putih itu memberikan kesan
tersendiri kepada Agung Sedayu.
Tetapi Agung Sedayu tidak berbicara lagi. Iapun segera
minta agar Glagah Putih bersiap untuk berangkat. Demikian
pula Rara Wulan yang masih membenahi dirinya di dalam
biliknya. Demikianlah, maka ketiga orang itupun kemudian telah
bersiap dipendapa. Kuda-kuda merekapun telah siap pula.
sementara Sekar Mirah mengantar mereka sampai ke tangga
pendapa. " mBokayu akan tinggal dirumah seorang diri" " desis Rara
Wulan. " Tidak " jawab Sekar Mirah sambil tersenyum " Aku masih
mempunyai seorang kawan. "
Rara Wulanpun kemudian mengikuti pandangan mata
Sekar Mirah. Ternyata pembantu di rumah itu berdiri
termangu-mangu di dekat regoi halaman. .
Rara Wulan mengangguk-angguk. Namun Sekar Mirah-pun
berkata pula " Kakang Agung Sedayu akan segera pulang.
Tidak lebih dari tiga hari. Bahkan mungkin hari ini Ki Jayaraga
sudah kembali karena ia tahu bahwa hari ini kalian kembali ke
Mataram. " Rara Wulan mengangguk. Sekali lagi ia minta diri.
Kemudian bertiga merekapun telah meninggalkan halaman
rumah Agung Sedayu. Glagah Putih masih sempat minta diri kepada pembantu
rumahnya sambil berkata " Pliridanmu menjadi semakin baik "
Anak itu mengangguk. Tetapi ia tidak menjawab.
Sejenak kemudian mereka bertiga telah berpacu di jalanjalan
bulak Tanah Perdikan. Tidak begitu cepat. Namun kudakuda
mereka adalah kuda-kuda yang tegar, terutama kuda
Glagah Putih. Sementara itu Agung Sedayu masih sempat bertanya
kepada Rara Wulan " Apakah Rara tidak singgah sebentar
untuk bertemu dengan kakek Rara" "
" Tidak. Kakek dengan sengaja membiarkan aku
menempuh perjalanan sendiri. " jawab Rara Wulan. Tetapi
iapun bertanya " Tetapi kapan kakek pulang" "
" Seharusnya Ki Lurah berada di barak itu untuk beberapa
bulan. Tetapi Ki Lurah seperti biasanya tentu akan hilir mudik
ke Mataram. " jawab Agung Sedayu.
" Biar kakek mencari aku. Tetapi aku tidak akan pulang
kerumah. " berkata Rara Wulan.
" Tetapi sebenarnyalah orang tuamu mulai menjadi cemas
Rara " berkata Agung Sedayu kemudian " apalagi Rara
menjadi semakin dewasa. "
" Jika aku dewasa kenapa" " bertanya Rara Wulan.
" Rara tahu, kemana perginya seorang gadis yang telah
dewasa" " bertanya Agung Sedayu.
Tetapi diluar dugaan Agung Sedayu, Rara Wulan
menjawab sebagaimana jawaban seorang gadis yang benarbenar
telah dewasa " Kawin. Bukankah maksud kakang
demikian" " Ya Rara. Nampaknya orang tua Rara juga berpikir
demikian " jawab Agung Sedayu.
" Bukankah itu terserah kepadaku sendiri" " bertanya Rara
Wulan. " Tetapi Rara seorang gadis. Bukan seorang laki-laki.
Bahkan seorang laki-lakipun kadang-kadang tidak dapat
menentukan pilihannya sendiri " berkata Agung Sedayu pula.
" Kakang ingin mengatakan, bahwa seorang gadis tidak
mempunyai wewenang untuk memilih. Bukan begitu" Aku
sadar kakang. Dunia seorang gadis memang seperti dunia
petamanan di halaman. Jika ada orang yang tertarik
memandangnya, maka ia akan masuk dan melihat-lihat. Jika
ia berkenan maka ia akan memetik sekuntum bunga. Jika
bunga itu mulai nampak layu, maka bunga itu akan dicampakkannya,
karena ia ingin memilih bunga yang lain. Atau bahkan
dua tiga kuntum sekaligus. Dan sebagaimana kakang lihat,
seorang gadis tidak wenang untuk menolak jika orang tuanya
sudah menerima pasangan seorang laki-laki. " berkata Rara
Wulan. Lalu katanya " Hal seperti itu tentu juga berlaku atasku
kakang. Tetapi justru karena itu aku telah memberontak sejak
awal. " Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Ia tidak tahu
apakah Rara Wulan tidak akan mengalami benturan dengan
kehendak orang tuanya. Agung Sedayu sendiri tidak pernah merasa mendapat
tekanan saat ia memilih seorang istri. Demikian pula Sekar
Mirah. Tetapi Agung Sedayu tidak dapat ingkar melihat
kenyataan yang berlaku. Seorang gadis memang tidak
mempunyai wewenang untuk memilih bakal suaminya.
Penyimpangan dari kebiasaan itu memang dapat dianggap
sebagai satu pemberontakan. Namun agaknya Rara Wulan
telah melakukannya dengan sadar. Apalagi agaknya Rara
Wulan mempunyai sandaran yang cukup kuat. Kakeknya, Ki
Lurah Branjangan. Agung Sedayu kemudian tidak bertanya lagi. Rara Wulan
memang sedang melakukan pemberontakan terhadap
keluarganya. Bahkan sedang merajuk pula, karena Ki Lurah
tidak memberitahukan kepadanya bahwa Ki Lurah juga akan
pergi ke Tanah Perdikan pada hari yang sama.
Demikianlah, maka Glagah Putih justru tidak dapat ikut
campur dalam pembicaraan itu. Baru kemudian ketika
pembicaraan mereka beralih tentang sawah dan pategalan,
maka Glagah Putih baru dapat ikut berbicara.
" Hutan dilereng pegunungan itu memang kita pertahankan
" berkata Glagah Putih ketika mereka mulai berbicara tentang
hutan. Tetapi jawaban Rara Wulan tidak diduga-duga " Aku sudah
tahu. Hutan itu diperlukan untuk menahan air dan tanah, agar
tidak terjadi banjir dan tanah longsor. Agar air dapat tertahan
dan meresap kedalam tanah, sehingga tidak terjadi
kekeringan dimusim kemarau dan banjir dimusim hujan. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Tetapi iapun
bukan kanak-kanak lagi. Karena itu, maka katanya " Habislah
sudah bahan pembicaraanku. "
Rara Wulan justru bersungut-sungut. Tetapi kemudian
iapun tersenyum sambil berkata " Maaf. Aku sedang marah
terhadap keluargaku. Juga kepada kakek. Tidak kepadamu.
" Tetapi karena yang ada sekarang aku, maka aku telah
mewakili sasaran kemarahan Rara. " desis Glagah Putih.
" Tidak. Bukankah aku sudah minta maaf" " jawab Rara
Wulan. Agung Sedayulah yang kemudian tidak mencampuri
pembicaraan itu. Tetapi iapun telah tersenyum mendengarnya.
Demikianlah, perjalanan mereka bertiga ternyata tidak
mengalami kesulitan apapun juga. Mereka melintasi Kali Praga
diatas rakit yang tidak terlalu banyak penumpangnya.
Beberapa orang membawa gula kelapa didalam bakul yang
besar. Sedangkan beberapa orang yang lain mempergunakan
keranjang-keranjang yang dipukul.
Beberapa saat kemudian, maka mereka bertiga sudah
berderap dijalan ramai yang menuju ke Mataram.
Seperti ketika mereka berangkat, maka orang-orang yang
sekilas melihat Rara Wulan berkuda, menganggap bahwa ia
adalah seorang laki-laki yang masih remaja.
Ketika mereka bertiga mendekati kota, maka Agung


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sedayu telah bertanya " Kita akan pergi kemana" Ki Lurah
Branjangan tidak ada dirumahnya" "
" Kakang akan singgah dimana" " justru Glagah Putih telah
bertanya pula. " Jika perlu aku akan langsung ke Jati Anom. Waktu masih
cukup lapang. " berkata Agung Sedayu.
" Apakah kakang tidak singgah barang sebentar" Jika
kakang tidak berkeberatan, kami minta kakang singgah disarang
kami, kelompok Gajah Liwung yang namanya baru
dikacaukan itu. " bertanya Glagah Putih pula.
Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun berkata " Baiklah. Aku akan singgah sebentar.
Tetapi apakah Rara juga akan langsung pergi ke tempat itu
atau pulang lebih dahulu" "
" Pulang kemana" Kakek tidak ada dirumah. " jawab Rara
Wulan. Agung Sedayu tidak bertanya lebih lanjut. Ia tahu bahwa
Rara Wulan yang telah menyatakan pemberontakannya
terhadap keluarganya itu, tentu akan bersedia pulang ke
rumah orang tuanya. Orang tuanya yang dianggapnya tidak
pernah memberikan perhatian yang diperlukannya, sementara
pada saat ia menginjak masa dewasanya, orang tuanya telah
siap dengan keharusan-keharusan yang akan dijalaninya.
Meskipun ia dapat bermanja-manja dimasa kanak-kanaknya,
namun semakin lama Rara Wulan merasa, bahwa ia tidak
mendapatkan apa yang dibutuhkannya dari orang tuanya.
Sejenak mereka saling berdiam diri.
Namun dalam pada itu, maka mereka lebih mendekati
rumah Suratama dan Naratama. Mereka bertiga telah
memutuskan untuk langsung menuju kerumah itu.
Ketika mereka sampai ke halaman, maka Sabungsaripun
telah menyongsong mereka dan mempersilahkannya
langsung masuk ke ruang dalam.
" Ternyata kau masih saja lebih senang diperjalanan dari
pada menetap disatu tempat " berkata Sabungsari kepada
Agung Sedayu. Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Aku hanya akan pergi
ke Jati Anom barang dua atau tiga hari. Aku sudah minta ijin
kepada Ki Gede dan menyerahkan pimpinan barak kepada Ki
Lurah dan beberapa orang pemimpin yang lain. "
" Sebaiknya kau berada disini " berkata Sabungsari
kemudian. Tetapi Agung Sedayu menjawab " Masa itu telah lewat
bagiku. Tetapi dalam hal tertentu, aku juga tidak berkeberatan.
Rasa-rasanya menarik juga untuk terlibat. Sayang bahwa aku
sekarang dikendalikan oleh kedudukanku di Tanah Perdikan. "
Sabungsari tertawa. Katanya " Cobalah memesan sebuah
topeng. Dengan topeng maka tidak seorangpun yang dapat
mengenalimu. " Agung Sedayu mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak
menjawab. Sementara itu, Rara Wulanlah yang telah bertanya "
Apakah sudah ada perkembangan baru selama ini" "
Memang agak sendat. Tetapia mereka yang ada ditangan
prajurit sandi mengatakan bahwa mereka memang datang dari
Pegunungan Kendeng. Tetapi mereka mengatakan, bahwa
mereka sama sekali bukan datang dari sebuah perguruan.
Mereka berasal dari kelompok-kelompok anak muda yang ada
di kaki Pegunungan itu. Namun para prajurit sandi tidak
langsung mempercayainya. " jawab Sabungsari.
" Lalu apa artinya kelompok kita harus menghentikan
semua kegiatan selama sepekan" " bertanya Rara Wulan.
" Dalam pekan ini para prajurit sandi telah bertindak lebih
keras. Penangkapana-penangkapan telah dilakukan. Bukan
hanya kelompok yang masih belum jelas itu. tetapi juga dari
kelompok-kelompok yang lain meskipun sebagian harus
dilepaskan lagi. " jawab Sabungsari.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Sementara Rara Wulan
berdesis " Semakin lama maka kesan tentang nama Gajah
Liwung akan semakin buruk. "
Tetapi Agung Sedayu sempat menyahut " Bagaimanapun
juga pesan Ki Wirayuda itu memang dapat dimengerti.
Seandainya dalam pekan ini kalian melakukan sesuatu dan
secara kebetulan tertangkap, maka akan banyak terungkap
kerahasiaan kalian. Yang kemudian terkena apinya adalah
para prajurit sandi sendiri karena sudah merestui kehadiran
kalian diantara kelompok-kelompok yang seharusnya justru
harus dilenyapkan, setidak-tidaknya secara perlahan-lahan Ki
Wirayuda akan dituntut untuk mempertanggungjawabkan
dukungannya atas lahirnya kelompok Gajah Liwung. apalagi
jika dinilai kelompok Gajah Liwung justru telah melakukan
banyak kesalahan. " Rara Wulan ternyata dapat mengerti juga keterangan
Agung Sedayu sehingga karena itu maka iapun telah
mengangguk-anggukkan kepalanya.
Sementara itu, ternyata bahwa Naratama sempat juga
menyiapkan minuman untuk menjamu Agung Sedayu. Bahkan
juga Glagah Putih dan Rara Wulan.
" Biasanya aku yang menyiapkannya " berkata Rara Wulan
" sekarang karena aku baru datang, maka aku telah menjadi
tamu disini. " Demikianlah, setelah mereka minum beberapa teguk,
Agung Sedayupun berkata;" Sebaiknya aku meneruskan
perjalanan. " " Kakang tidak bermalam disini" " berkata Glagah Putih.
" Biarlah lain kali. Seperti yang aku katakan, bahwa aku
sekarang telah dikendalikan oleh jabatanku di Tanah
Perdikan. Kecuali itu, maka aku harus berhati-hati untuk
melibatkan diri dalam permainan ini meskipun sebenarnya aku
ingin. " jawab Agung Sedayu.
Sabungsari tertawa pendek. Katanya " Bukankah aku
sudah mengusulkan pula agar kau memesan atau membeli
topeng" " " Lain kali aku akan membawa topeng " jawab Agung
Sedayu. Tiba-tiba saja ia teringat, bagaimana Kiai Gringsing
pernah mempermainkannya. Saat itu Kiai Gringsing juga
memakai sebuah topeng yang jelek untuk menutupi wajahnya.
Namun Agung Sedayupun kemudian benar-benar telah
minta diri. Namun ia berkata " Mudah-mudahan aku mendapat
serba sedikit keterangan dari guru. Aku akan mencoba untuk
tinggal barang sebentar besok jika aku kembali ke Tanah
Perdikan jika keadaan mengijinkan. "
Glagah Putih, Sabungsari, Rara Wulan dan yang lain yang
ada di rumah itu tidak dapat lagi menahan Agung Sedayu
yang mempunyai alasan yang tidak terelakkan untuk
meneruskan perjalanannya.
" Kakang menempuh perjalanan seorang diri ke Jati Anom"
" bertanya Glagah Putih.
" Keadaan sudah menjadi semakin baik. Justru di Mataram
dan sekitarnya sering terjadi keributan. " jawab A-gung
Sedayu. Demikianlah, maka sejenak kemudian Agung Sedayu telah
meninggalkan tempat itu, langsung menuju ke Jati Anom.
Namun ia masih mengingatkan Glagah Putih, bahwa mungkin
sekali Ki Jayaraga akan menyusulnya ke Mataram.
Sepeninggal Agung Sedayu, maka kelompok Gajah Liwung
itu telah memutuskan menunda lebih lama lagi semua
kegiatan mereka untuk membantu memberi kesempatan
kepada Ki Wirayuda bersama para petugas sandi untuk
mencari jejak orang-orang yang mengaku dari kelompok
Gajah Liwung. " Lalu apa kerjaku selama ini" " bertanya Rara Wulan
" aku tidak dapat pulang kerumah kakek, karena kakek
tidak ada dirumah. Apakah aku harus tinggal disini tanpa
berbuat sesuatu" "
" Tidak Rara " sahut Glagah Putih " jika Rara tidak
berkeberatan maka Rara dapat mengisi waktu dengan latihanlatihan.
Disini ada beberapa orang yang akan dapat
memberikan pengalaman bagi Rara, karena kami semuanya
.mempunyai latar belakang perguruan yang berbeda,
sehingga sifat dan watak dari unsur-unsur gerak yang kami
kuasai juga berbeda. "
Rara Wulan mengangguk-angguk. Katanya " kau benar.
Aku akan mempergunakan waktuku untuk melakukan latihan
latihan. Aku mohon saudara-saudaraku disini bersedia
membantu aku." " Tentu " jawab Sabungsari " kami akan bergantian
membantu Rara meningkatkan kemampuan Rara dan
meningkatkan kemampuan kami masing-masing. "
Sebenarnyalah, setelah beristirahat sebentar, maka rara
Wulan telah minta kepada anggauta Gajah Liwung itu untuk
berganti-ganti melakukan latihan bersama-sama.
" Tidak usah sekarang Rara " cegah Glagah Putih " Rara
perlu beristirahat. "
" Aku sudah beristirahat. Masih ada waktu sedikit sebelum
senja turun. " berkata Rara Wulan.
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Namun
nampaknya Rara Wulan memang bersungguh-sungguh.
" Kau sajalah " berkata Glagah Putih kepada Sabungsari.
Sabungsari mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah. Tetapi
apakah di Tanah Perdikan Rara Wulan melakukan latihanlatihan"
" " Ya " jawab Glagah Putih " tetapi ia memang memerlukan
pengalaman, lebih banyak. "
Sabungsari mengangguk-angguk. Tetapi kelompok Gajah
Liwung itu memang menganggap Rara Wulan sebagai
saudara mereka yang bungsu, sehingga rasa-rasanya ada
semacam kewajiban untuk memanjakannya.
Dengan demikian maka Sabungsaripun telah mengajak
Rara Wulan ke halaman belakang yang tertutup oleh dinding
batu yang agak tinggi. Tiga orang anggauta Gajah Liwung yang lain ikut
menyaksikan latihan itu termasuk Glagah Putih.
" Marilah " berkata Sabungsari " kita akan berlatih. Tetapi
sekedarnya saja karena kau tentu masih letih."
" Aku tidak letih " sahut Rara Wulan " bukankah sudah aku
katakan ?" Sabungsari tersenyum. Gadis itu memang keras hati.
Demikianlah, maka sejenak kemudian Sabungsari dan
Rara Wulan telah mulai dengan latihan yang ringan. Tetapi
semakin lama Rara Wulanlah yang justru semakin cepat
bergerak. Dengan Tangkas Rara Wulan berloncatan
menyambar-nyambar. Sabungsari yang harus menghindari serangan-serangan
Rara Wulan, segera melihat, bahwa di beberapa bagian dari
unsur gerak gadis itu, telah terjadi perkembangan. Seperti
pintu yang meskipun belum berubah, tetapi telah terbuka,
sehingga kemungkinan-kemungkinan yang luas telah
terbentang di hadapannya.
" Jadi inilah hasil kepergian Rara Wulan ke Tanah Perdikan
Menoreh " berkata Sabungsari di dalam hatinya.
Sebenarnyalah Rara Wulanpun merasa sesuatu yang agak
lain pada dirinya. Ia sudah pernah saling
menjajagi'kemampuan masing-masing dengan seluruh
anggauta Gajah Liwung. Namun setelah ia kembali dari Tanah
Perdikan, maka rasa-rasanya ia akan mampu menyadap
berbagai macam kemungkinan. Meskipun dengan demikian
Rara Wulan justru merasa bahwa ilmunya masih terlalu
rendah, tetapi ia melihat kemungkinan-kemungkinan yang
lebih baik untuk dapat berkembang lebih cepat.
Dengan demikian, maka latihan itupun berjalan semakin
cepat. Sabungsari yang lebih banyak melayani, ternyata juga
memberikan beberapa pancingan agar Rara Wulan
mengambil satu sikap menghadapi keadaan yang barangkali
belum dipikirkan sebelumnya.
" Bukan main " berkata Sabungsari di dalam hatinya " gadis
ini benar-benar mampu memanfaatkan keadaan selama ia
berada di Tanah Perdikan."
Sabungsari yang tertarik dengan perkembangan Rara
Wulan itu justru semakin tertarik untuk bermain-main. Tetapi
ketika langit semakin hitam, maka halaman belakang sarang
kelompok Gajah Liwung itupun menjadi semakin gelap.
Sabungsari yang justru mengagumi kesungguhan Rara
Wulan, telah meloncat mengambil jarak sambil berkata "
Sudahlah Rara. Hari mulai gelap."
Rara Wulanpun kemudian telah menghentikan latihannya
pula. Setelah mengatur pernafasannya, maka Rara Wulanpun
berdesis " Bagaimana menurut pendapatmu ?"
Sabungsari tersenyum. Dengan nada datar ia berkata "
Rara mendapat kemajuan."
" Kemajuan apa ?" bertanya Rara Wulan.
" Kemampuan olah kanuragan Rara " jawab Sabungsari.
" Bagaimana mungkin dalam waktu sepekan ilmuku dapat
meningkat ?" desis Rara Wulan.
" Maksudku, Rara. Ilmu Rara sendiri memang masih belum
meningkat. Unsur-unsur gerak yang nampak, masih juga
unsurl-iunsur gerak yang sudah Rara miliki. Tetapi
kemampuan Rara seakan-akan menjadi terbuka.
Kemungkinan-kemungkinan barui mulai nampak. Agaknya
selama di Tanah Perdikan, Rara telah menempa diri sehingga
dalam waktu singkat Rara telah mempersiapkan langkah
panjang dihari kemudian, dengan latihan-latihan yang tekun
dan terus menerus, maka ilmu Rara akan berkembang.
Meskipun masih pada landasan ilmu yang sama, tetapi
kekuatan dan kedalamannya , sudah jauh berbeda, sehingga
Rara menjadi yakin akan tujuan setiap unsur gerak kerena
Rara sudah menguasai sifat dan wataknya. Bukan lagi
sekedar melontarkan unsur gerak untuk sekedar melawan
unsur gerak lawan. Rara sudah mulai memikirkan akibat dari
setiap penggunaan unsur gerak, kemungkinankemungkinannya
dan kemudian memecahkan perlawanan
lawan atas unsur gerak itu."
" Darimana kau tahu ?" bertanya Rara Wulan. Sabungsari
tertawa. Dengan tidak ragu-ragu sabungsari menjawab "
Bukankah aku dapat melihat dan merasakan pada saat kita
berlatih." Rara Wulan mengangguk kecil. Namun Sabungsaripun
kemudian berkata " Sudahlah. Aku persilahkan Rara pergi ke
pakiwan apabila peluhnya sudah mulai mengering. Kami akan
berada di pringgitan."


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rara menganguk sambil menjawab " Baiklah. Nanti aku
akan menyusul." Demikianlah, ketika Galagah Putih dan Sabungsari telah
berada di pringgitan bersama beberapa orang anggauta Gajah
Liwung yang lain, Sabungsaripun berkata " Satu kemajuan
yang pesat. Agaknya Rara Wulan telah mendapatkan
tuntunan dengan cara yang tepat. Meskipun tidak langsung
meningkatkan kemampuan ilmunya, tetapi hasilnya justru akan lebih berarti."
" mBokayu Sekar Mirahlah yang telah memberikan
tuntunan itu." berkata Glagah Putih.
" Cara yang paling baik bagi Rara Wulan." Sahut Sabungsari.
Namun Rara Wulan memang telah puas bahwa latihan itu
hanya diselenggarakan sekali saja dengan seseorang. Tetapi
ketika ia berada di pringgitan dan minta salah seorang
anggauta Gajah Liwung yang lain mengadakan latihan malam
itu. Sabungsari telah mencegahnya.
" Sudah cukup untuk hari ini Rara. Bagaimanapun juga
Rara harus memperhatikan keterbatasan tubuh Rara.
Betapapun jantung kita bergejolak, namun kita harus
memperhitungkan keterbatasan itu agar latihan-latihan yang
kita lakukan tidak justru merugikan kita sendiri. " berkata
Sabungsari. " Tetapi aku sama sekali belum merasa letih " berkata Rara
Wulan. " Mungkin karena gejolak yang menyala didalam diri Rara
sehingga Rara tidak sempat memperhatikan kelelahan pada
tubuh Rara. " jawab Sabungsari.
Rara Wulan mengangguk kecil. Ia menyadari bahwa
Sabungsari yang memiliki ilmu yang tinggi dan pengalaman
yang luas tentu memiliki pengamatan yang tajam atas latihanlatihan
yang dilakukannya serta kemampuan dan kekuatan
wadagnya. Karena itu, maka Sabungsari itu tidak memaksanya.
Namun dihari berikutnya, untuk mengisi waktunya Rara
Wulan telah berlatih dengan tekun. Ia berlatih dengan ketujuh
orang anggauta Gajah Liwung berganti-ganti.
Dengan demikian, apa yang dilakukan Sekar Mirah telah
memungkinkan ilmu gadis itu berkembang. Berbagai macam
latar belakang perguruan yang berbeda telah memungkinkan
Rara Wulan untuk menyadap unsur-unsur gerak yang sesuai
dengan landasan dasar ilmunya yang diwarisinya dari kakeknya.
Tetapi itu memang satu-satunya jalan pintas yang dapat
ditempuhnya untuk sementara agar ilmunya tidak terlalu
sederhana dan sempit: Untuk menghadapi orang-orang yang
berilmu kanuragan, maka berbagai ragam unsur gerak
memang harus dapat dikuasainya, setidak-tidaknya dapat
diatasi dengan pemecahan yang bersumber dari unsur gerak
yang dikuasainya. Sebenarnyalah bahwa Rara Wulan memang memiliki dasar
didalam dirinya sehingga segala sesuatunya yang
berhubungan dengan olah kanuragan dapat diserapnya
dengan cepat. Namun dalam pada itu, dua hari kemudian, sarang
kelompok Gajah Liwung itu telah didatangi seorang tamu yang
mengejutkan mereka. Seorang yang datang secara khusus
untuk 1>ertemu dengan Glagah Putih.
Karena Glagah Putih saat itu sedang tidak dirumah itu,
maka tamu itu dipersilahkan untuk menunggu.
" Glagah Putih sedang pergi ke pasar. " berkata Ru-meksa
yang menerima kehadiran tamu itu. Namun kemudian
Rumeksa itupun bertanya " Tetapi siapakah Ki Sanak itu"
" Orang memanggilku Jayaraga " jawab tamu itu " aku
adalah penghuni Tanah Perdikan Menoreh. "
Rumeksa mengangguk-angguk. Lalu katanya " Agaknya
Glagah Putih tidak lama lagi akan datang. Ia sudah cukup
lama berangkat mengantar Rara Wulan. Rara Wulan tentu
tidak akan terlalu lama berada dipasar, karena ia tidak ingin
diketahui oleh orang tuanya. Kakeknya mengatakan kepada
orang tuanya, bahwa Rara Wulan sedang dibawanya ke
Tanah Perdikan. " Ki Jayaraga tersenyum. Katanya " Ki Lurah Branjangan
memang aneh. " "Ki Jayaraga mengenal Ki Lurah Branjangan" " bertanya
Rumeksa. " Meskipun tidak terlalu akrab, tetapi aku mengenalnya. "
jawab Ki Jayaraga. Rumeksapun kemudian telah mempersilahkan Ki Jayaraga
menunggu. Namun karena ia belum mengenalnya
sebelumnya, maka Rumeksa bukan saja sekedar
menemuinya, tetapi juga mengamatinya.
Seperti yang dikatakan, maka Ki Jayaraga memang tidak
perlu menunggu terlalu lama. Beberapa saat kemudian,
Glagah Putih telah datang bersama Rara Wulan.
" Guru " desis Glagah Putih.
Ki Jayaraga tersenyum. Sementara itu Glagah Putih
sempat memanggil kawan-kawannya yang belum mengenal Ki
Jayaraga dan memperkenalkannya sebagai gurunya.
" Selain kakang Agung Sedayu, aku berguru juga kepada Ki
Jayaraga. " berkata Glagah Putih.
Untuk beberapa saat Glagah Putih masih mempertanyakan
keselamatan gurunya serta keluarga di Tanah Perdikan
Menoreh. Namun kemudian Ki Jayaraga itupun bertanya "
Apakah Agung Sedayu masih di Jati Anom" "
" Ya " jawab Glagah Putih " Agaknya kakang Agung Sedayu
akan singgah kemari nanti jika ia kembali dari Jati Anom. "
Mister Tabib Siluman 2 Pendekar Perisai Naga 3 Penguasa Gua Barong Pedang Kilat Membasmi Iblis 2

Cari Blog Ini