Ceritasilat Novel Online

Antara Soputan Dan Bunaken 2

Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena Bagian 2


Maksud saya, apabila mereka pulang ke kampung halaman di
Minahasa, tentu saja mereka rindu mencicipi masakan khas daerah
yang sudah lama tidak mereka nikmati!" sahut Bu Esti.
Anak-anak masih asyik memperbincangkan restoran Kasuang
itu walaupun bus mereka sudah jauh meninggalkannya. Ada rasa
bangga dalam hati mereka. Bahkan lebih dari itu ada rasa ingin
menikmati lezatnya masakan khas daerah di restoran terkenal itu.
"I-Ieh, mestinya tadi kita berhenti sebentar di Kasuang," kata
Didik. "Betul, betul, Dik! Mestinya, demilengkapnyakaryawisata ini,
kita harus mencicipi masakan khas Minahasa di restoran-restoran
terkenal itu," dukung Tole bersemangat.
"Eh, boleh-boleh saja, Le! Masalahnya, apakah kantongmu
cukup untuk membayar seekor ikan mas bakar?" kata Mike.
"Apakah harga masakan di situ mahal, ya?" tanya Tole agak
terkejut. "Yah, namanya saja objek wisata terkenal dan mewah! Tentu
saja harga sekali santap cukup tinggi menurut ukuran kita ini,"
jawab Lela. "Kalauhanyasekedarminum tusksetengah mangkuk mungkin
kamu bisa, Le!" kelakar Umi sambil tersenyum.
"Eh, kalau begitu restoran-restoran itu bukan untuk kita?"
seru Tole kesal. "Ooo, tidak juga, Le! Restoran Kasuang ini terbuka untuk
umum, untuk semua orang. Tentu saja pintunya akan terbuka
semakin lebar bagi mereka yang berduit dan yang kebetulan
menganggapnya bukan masakan haram. Itu saja syaratnya. Mudah,
bukan?" kata Mike sambil tertawa lebar.
"I-Iei, di sinibanyak tanaman sayur-sayuran, ya?" sela Sri tibatiba. Anak-anak segera melihat ke kiri dan ke kanan jalan.
"Wah, itu kebun kol yang lagi besar-besarnya!" tunjuk Anis
kagum. &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "I-I ei, di sana ada kebun mentimun yang luas! Buahnya banyak
dan besar"bes ar, ya?" sambung Lela.
"Wah, itu ada sayur bayam yang subur"subur!" tunjuk Tole.
"Betul, Anak-anak! Ini sudah termasuk wilayah Kecamatan
Tomohon. Tomohon memang terkenal dengan hasil sayur"
mayurnya," sela Bu Esti.
"Mengapaperkebunan sayur-mayur seperti ini tidak terlihat di
Kecamatan Remboken, Eris, atau Tondano, Bu?" tanya Udin.
"Tentu saja karena pengaruh tingkat kesuburan tanah! Selain
itu, keadaan suhu dan cuaca turut mempengaruhinya. Biasanya
tanaman sayur-mayur seperti ini akan tumbuh subur di daerah
pegunungan," sahut Bu Esti lagi.
"Betul! Tomohon memang dikenal sebagaikotaberhawasejuk!"
dukung Nunik. "Seperti juga daerah Kecamatan Modoinding di selatan
Minahasa, ya, Bu?" sambung Wardi.
"Ya, Modoinding juga termasuk daerah berhawa sejuk karena
letaknya jauh di atas permukaan laut. Modoinding dan Tomohon
adalah duadaerahp enghas il sayur-may1_rryangdikonsumsip en du duk
Minahasa, Manado, Bitung, bahkan sampai Kotamobagu!" kata Bu
Es ti menjelaskan. Beberapa menit kemudian rombongan telah memasuki
perkampunganp enduduk diTomohon. M ata anak"anak itujelalatan
ke kiri, ke kanan, dan ke depan. Mereka sibuk mengamat"amati
gedung dan perumahan penduduk di kota sejuk ini.
"I-I ei, adapatung ditengahjalan!" teriak Bagio sambil menunjuk
ke depan. "I-Iuh, itu patung Opo atau Dotu Tololiu Tua, Gio! Monumen
itu terletak di simpang tiga. Jika kita membelok ke kanan berarti
menuju Manado. Jika membelok ke kiri, kita akan menuju
Kecamatan Sonder,"jelas Mike.
"Belok ke kanan, Pak!" perintah Bu Esti.
Segera saja bus membelok ke kanan dan menyusuri jalan
kota yang makin lebar dan ramaiyang tidak saja diramaikan oleh
;;;1. 5P 51 kendaraan bermotor, tetapi juga karena dipadati oleh bendi"bendi
yang sarat penumpang. "Ck"ck"ck"ck! Tampaknya Tomohon ini jauh lebih ramai
dibandingkan dengan Tondano, ya?" gumam Udin kagum.
"Teman"teman, pandangi dan amatilah kota sejuk Tomohon
ini!" teriak Bagio lalu berdiri menghadap teman-temannya. "Inilah
kota sejuk, kota pendidikan, kota sayur, dan jugakota bunga."
"Apa sebabnya disebut kota pendidikan, Gio?" tanya Lela.
"Di kota ini banyak terdapat lembaga pendidikan, dari taman
kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Di kota ini terdapat
puluhan taman kanak-kanak dan sekolah dasar, beberapa sekolah
menengah pertama dan sekolah lanjutan atas. Di kota ini terdapat
tigaperguruan tinggi,yaituUniversitas KristenlndonesiaTomohon
atau UKlT, lnstitut Teknologi Minaesa Tomohon atau lTM, dan
Sekolah Tinggi Seminari Tomohon. Di kota ini terdapat ribuan
pelajar dan mahasiswa yang tidak saja datang dari pelosok desa
di Sulawesi Utara, tetapijuga dari beberapa provinsi di .Indonesia
bagian timur," jawab Bagio berapi"api seperti seseorang sedang
berpidato. "Di samping kel ebihan-kelebihannya itu, ternyata kota ini ada
juga jeleknya, Gio!" sambung Desi dengan nadakeras.
"Lo, jeleknya di mana, Des?" tanya Bagio heran.
"Itu, yang berserakan di jalan dan lorong"lorong pusat kota!"
tunjuk Desi sambil tersenyum.
"Sampah?" gumam Bagio terkejut.
"I-Ie-eh, he-eh, sampah!" jawab Desi meniru sengauan yang
biasa ditayangkan ikl an televisi.
Anak"anak tertawa mendengar lelucon Desi itu.
"Itulahkejelekanyangpertama,Gio!"sambungDesitersenyum.
"Yang kedua?" "Itu, tumpukan kereta eh, maksud saya tumpukan mobil di
jalan yang sempit!" jawab Desi sambil menunjuk tumpukan mobil
di terminal. "Lho, itu namanya terminal, Des !"
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "O oo, itu terminal, ya?" kata Desipura"pura terkejut.
"N ah, oranggunung di desa terpencil memang begitu!" kelakar
Bagio merasa menang. "Eh, setahu sayaterminal bukan dijalan raya, ataujalan umum,
Gio! Terminal itu harus terletak pada lokasi khusus, teratur dan
tertatabaik," tantang Desi sengit.
"Yah ..., barangkali untuk sementara, saja ...?"
"Nah, itulah jeleknya, Gio! Sebagai suatu kota yang sudah
tergolong cukup ramai, mestinya Tomohon sudah mempunyai
terminal yang baik. Akibat terminal itu ada di sana, pusat kota
tampak sumpek dan jorok!" sahut Desi lalu mengepit hidungnya
denganjari. "Ya, ya, harus saya akui kejelianmu melihat kekurangan kota
ini. Yah, saya kira ini hanya kekurangan bukan kejelekan. Karena
itu, saya yakin pemerintah dan masyarakat tidak akan membiarkan
kekurangan"kekurangan itu," kata Bagio dengan nada lemah.
"Agaknya kamu berbakat menjadi camat atau bupati dikota ini
nanti, Des!"kelakar Tole.
Suasana dalam bus semakin semarak mendengar guyonan
Desi dan Tole itu. "Eh, gedung apa di atas bukit itu?" selaAnis tiba"tiba sambil
menunjuk gedung megah di sebelah atas kampus UKIT.
"Wah, bagus sekali, ya" Mana di atas puncak bukit lagi!" puji
Modi. "Itu namanya 'Bukit Inspirasi', Anak"anak!" jawab Bu Esti.
"Oooo,itukahyangdisebutBukitInspirasi!"gumam Moditerkagumkagum. "I-I ei, Gunung Lokon jelas sekali tampak dari sini!" seru Nunik
sambil menunjuk ke gunung di sebelah kiri mereka.
Anak"anak segera menengok ke arah yang ditunjuk.
"Wuah, tinggi juga Gunung Lokon ini, ya" Berapa meter
tingginya, ya?" gumam Nane kagum.
"Eeem, kalau tidak salah ..., kalau tidak salah tingginya 1.089
meter, Ne!" kata Mona setengah ragu"ragu.
;;;1. 5P aa "Betul, Mona, tinggi gunung Lokon ini 1.689 meter!" Bu Esti
membenarkan. "Lereng gunungnya bertebing-tebing curam dan gundul, ya?"
kata Mike talq'ub. "Eh, bagian puncak dan lereng sebelah utaranya gundul total
persis Gunung Soputan!" sambung Udin.
"Yah ..., maklum saja, Gunung Lokon ini juga adalah gunung
berapi yang aktif. Tentu saja nasib lingkungannya sama seperti
Soputan!" ujar Bagio tegas.
"Eh, di sebelah kanan sana ada juga gunung!" seru Tole
menunjuk ke arah yang dimaksudnya.
"O oo, itugunung ..., gunung Maha ..., Maha ..., aduh, apa ya"
Lupa!" Udin tergagap bingung.
"Mahabrata, Din?" potong Lela cepat sambil tersenyum.
"Bukan, bukan!"
"Mahaguru, Din?" seru Nunik tersenyum.
"Maha ..., oya, Gunung Mahawu, teman-teman!" sorak Udin
bertepuk tangan. "Wah, rupanya Mahawu itu termasuk juga gunung berapi, ya"
Hutan di sekitar puncaknya tampak jelas bekas terbakar!" ujar Nini
mengira-ngira. "Betul, Ni, gunung itu merupakan gunung api aktif. Ketika
Lokon meletus tahun 1990 yang lalu, gunung ini pun turut
memuntahkan laharpans," Desi membenarkan.
"Wah, Kelurahan Kakaskasen ini tergolong perkampungan
yang banyak pemandangan alamnya, ya?" ujar Nane kagum.
"Ya, betul, Ne, sekaligus rawan oleh ancaman bencana alam."
sahut Desi. "Ketika Lokon meletus hebat tahun 1984, sebagian besar
rumah penduduk di kelurahan ini rusak berat. Eee, maksud saya,
sebagian besar atap rumah penduduk yang terbuat dari seng rusak
oleh belerang," sambung Mike.
"Nah, sekarangjalan mulaimenurun!" celetuk Onal.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Kita sedang memasuki wilayah Tambulinas," jawab Bu Esti
sambil menoleh ke kanan melihat tebing kecil di tepi jalan.
"Katanya di sini ada kolam renang, Bu?" sela Atok ingin tahu.
"Lihatlah! Di Sebelah kanan kita agak ke bawah itulah kolam
renangnya" tunjuk Bu Es ti.
Beberapa anak berebut melihat ke arah kanan agak ke bawah
jalan. Mereka sempat melihat kolam renang 'Tumbalinas' itu.
Airnya tampak jernih. Letaknya juga memang cukup baik, jauh
dari keramaian perkampungan. Walaupun matahari sedang di
atas kepala, ada juga beberapa anak dan orang dewasa yang asyik
berena"renang disana.
"Wah, tampaknya kolam renang ini cukup baik, ya?" gumam
Bagio memuji. "Ya, s aya dengar itulah kolam renang terbaik di Sulawesi Utara
selama bertahun"tahun sebelum kolam renang 'Rano Wangun' di
Manado di bangun," ujar Mike.
"Mestinya kita turun sebentar untuk menikmati sejuknya air
kolam renang itu," selaTole.
"Ya,ya,silakan turun,Le,!KamuakankamitunggudiManado!"
teriak Lela menggerakkan tangan mempersilakan Tole.
Bus terus menyusurijalan menurun dan berbelok-belok. Tidak
berapa lama mereka sudah meninggalkan perkampungan kota
Tomohon. Di sebelah kanan mereka ada jurang yang cukup dalam
dan cukup membuat nyali orang ciut.
"Idih, sekali sang supir lalai, tubuh kita akan berada di dasar
jurang s ana !" gumam Sri bergidik.
"Rupanya di dasar jurang ini ada sungai, ya?" tanya Siska.
"Ya! Ketika kita hendak melewati perumahan penduduk
terakhirtadi, ada sebuah jembatan, bukan" Nah, di bawah jembatan
itu ada sungai yang cukup deras airnya," Desi membenarkan.
"Aduh, tebing di sebelah sana malah lebih tinggi lagi!" kata Sri
sambil menunjuk ke seberang jurang.
* 55 ;; $ "Eh, sudah curam begitu masih ada saja penduduk yang
merombak hutannya. Lihatlah, pohon"pohon cengkih di sebelah
sana!" tunjuk Mike kesal.
"Ya, demi cengkih, penduduk tega merusak lingkungan hidup
yang seharusnya dilestarikan!" omel Lei a.
"Padahal pohon-pohon cengkihnya tidak subur, bahkan pada
umumnya tampak berias dan akan mati," ujar Desi.
Sementara anak"anak asyik membicarakan keadaan alam
yang mereke lewati, bus terus menembus jalan berbelok"belok
dan menurun. Kendaraan yang berpapasan dari arah berlawanan
sepertinya tidak akan pernah habis. Memang jalan TomohonManado ini sangat ramai setiap harinya. Jalan ini termasuk ruas
transportasi darat utama antara Manado dan beberapa kota
kecamatan,sepertiTomohon,Tondano,Eris,Remboken,Langowan,
Tampaso, Kawakoan, Ratahan, Belang, dan jugaTambatu.
Kios buah"buahan yang banyak terdapat di tepi"tepi jalan
raya itu cukup menarik perhatian anak"anak. kios"kios itu milik
penduduk Tinoor yang hanya muncul sewaktu"waktu. Artinya,
jika sedang musim buah, kios-kios itu penuh dijejali buah-buahan,
seperti langsat, pisang, mangga, dan rambutan. Tentu saja
pembelinya ialah orang"orang yang sedang dalam perjalanan.
"Astaga, mengapa penduduk berani membangun rumah di
bibir jurang seperti itu?" seru Udin ketika merekamelewati deretan
rumah di tepi kanan jalan, persisi dibibir jurang.
"Kalau tidak salah, inilah yang disebut rumah makan 'Tinoor',
Din!" kata Desi menerangkan.
"O oo, itu rumah makan?" gumam Udin.
"Ya, rumah"rumah makan ini menyediakan bermacam"macam
masakan. Jauh sebelum ada restoran 'Kasuang' yang tadikitalewati,
rumah"rumah makan 'Tinoor' ini sudah dikenal orang dengan aneka
masakan khas Minahasa dan masakan lainnya," Desi menjelaskan
dengan nada bangga. &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Artinya, rumah"rumah makan ini dibangun untuk melayani
para sopir dan penumpang yang kebetulan lewat, bukan?" Udin
ingun mendapatkan penjelasan.
"Tepat! Dari dulu sampai sekarang, pengunjung rumah-rumah
makan ini adlah sopir dan penumpangnya. Tentu saja sesekali


Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

restoran ini disinggahi oleh orang-orang yang sedang melakukan
perjalanan dan kebetulan sedang lap ar," kata Desi lagi.
"Kalaubegitu, kita juga bisa singgah sebentar!" kata Udin agak
nyaring s ambil melirik kepada ibu gurunya.
"Lo, bukankah kita sudah makan, Din?" sela Mike.
"Eh, apakah kalau singgah sebentar di sini kita harus makan?"
"N ah, lalu untuk apa kita berhenti kalau tidak makan" Huu
buang-buang waktu saja dan ", aduh, awas Pak Sopir! I-Iaaaii!" jerit
Mike diikuti hampir semua anak. Mereka terkejut setengah mati
ketika bus berhenti secara mendadak.
"Sial!" maki sopir bus kepada mobil sedan yang ngebut di
tikungan dari arah berlawanan.
"Aduh, hampir saja bus kita bertabrakan!" seru Mike masih
merasaketakutan. "I-qu, dasar anak sombong! Mentang-mentang,mobil barulalu
ngebut seperti orang gila!" gerutu sopir itu gemas.
"Aduh, untung Pak Sopir cepat-cepat ngerem. Kalau tidak,
astaga, tabrakan tidak terhindarkan," gumam Desi dengan wajah
pucat. Suasana dalam bus memang dicekam ketakutan. Malahan
beberapa anak sampai menjerit ketakutan atau kesakitan karena
kepalanya membentur belakang kursi bus di depannya.
"Tenang saja, Anak"anak! Kita selamat dari tabrakan!" Bu Esti
menenangkan anak-anak. "M emang banyak anak muda yang ugal"ugalan menyetir mobil
di jalurjalan ini, Bu!" kata sang sopirgemas.
"I-I eh, mereka tidak bisa membedakan jalur jalan yang lurus
dan berbelok"belok seperti ini. Hampir mencelakai oranglain pun
* a" ;; $ mereka acuh saja. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika di
jalur jalan ini sering terjadi kecelakaan!"
"Ayo, Pak, jalan!" perintah Bu Esti.
Kembali bus menyusuri jalan mulus yang berbelok-belok itu.
Suasana dalam bus sepi. Anak"anak tampaknya masih dicekam
ketakutan. Memang hal seperti itu baru kali ini mereka alami.
"I-Ieh, bersyukurlah kepada Tuhan Yang Maha Esa kita
dihindarkan dari kecelakaan," gumam Desi khusuk.
"Saya kira, jika tadi terjadi tabrakan justru mobil sedan
itulah yang akan ringsek. Bus kita ini terlalu besar baginya untuk
ditabrak!" ujarAnis penasaran.
"Ah, sudahlah, Nis, aku tidak mau membicarakan hal itu lagi!"
sela Desi menutup matanya sejenak.
Ketika mereka melewati deretan rumah makan lagi, tampak
pemandangan mengagumkan jauh di seberang jurang sana.
"I-Iei, pemandangan di sini bagus sekali!" seru Lela sambil
menunjuk ke arah kanan mereka.
"Eh, iya, ya" Wah, kampung apa yang tampak jauh di sana, ya?"
tanya Bagio. "Itulah kota Manado, Gio!" jawab Mike cepat.
"O oo, itukah yang namanya Manado?" Aduh, tampaknya luas
dan padat, ya?" gumam Bagio.
"Perbukitan sebelah sana tampak sudah gundul, ya?" ujar Umi
sambil menunjuk bukit"bukit tidak jauh dari jurang tepi jalan raya
itu. "I-Ieh, masalahnya sama, Mi! Bukit dirombak hutannya untuk
dijadikan areal perkebunan cengkih! Kaulihat perkebunan cengkih
di sebelahnya itu. " sela Nunik kesal.
"Jangankan bukit-bukit di sana itu, bibir-bibir jurang ini saja
disikat penduduk hanya untuk tanaman cengkih!" gerutu Mike
kesal juga. "Eeee, sejak tadi kamu tidak bosan-bosannya membicarakan
hutan yang dirombak, Mik! Apakah tidak ada topik pembicaraan
yang lain?" protes Modi.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Entahlah, Mod! Hati kami memang tidak tega melihat
lingkungan hutan dirombak yang akhirnya membuat suatu daerah
menjadikritis. Kalau sudah begitu,yang merasakanpenderitaannya
nanti adalah penduduk itu sendiri," sahut Desikesal.
"Yah ..., sudahlah, Des! Keadaannya sudah begitu, kita tidak
bisa berbuat apa-apa selain hanya turut prihatin! Nah, daripada
sus ah"susah memikirkan hal yang sudah keburu terjadi, lebih baik
kita melihat masa depan. Lihatlah jalan di depan kita sane!" ujar
Modi sambil tersenyum. "Ayo kita bernyanyi, teman-teman!" sela Tole tiba-tiba.
"Lagu apa, Le?" tanya Siska.
"Mmm ..., 'Desaku yang Kucintai' saja!"
"Jangan! Kita sekarang sedang menuju ke kota, Le!" protes
Lela tertawa. Suasana dalam bus kembali menjadi riang gembira. Anak"
anak saling bergurau. Beberapa anak mulai mendengungkan lagu
"Desaku", mengiringi guliran roda"roda bus yang kian mendekat ke
kota Manado. manado. Kota Bersehati Tidak lama setelah melewati Desa Pineleng, bus rombongan
karyawisata itu memasuki wilayah Kotamadya Manado. Perkampungan pertama yang dilewati adalah Kelurahan Winangun.
"Wah, senang sekali bisa menginjak Manado lagi!" ujar Anis
bersorak. "Eh, mengapa membelok ke kanan, Pak Sopir?" tanya Atok
heran. "Kata Bu Guru kita akan melewati terminal bus sebentar!"
jawab sopir bus sambil terns menyetir.
Bus menyusuri jalan agak sempit dan menurun. Anak"anak
sibuk melihat ke kiri dan ke kanan. Mereka terkagum-kagum
melihat kemegahan suas ana kotamadya ini.
"I-I ai, itu terminalnya!" seru Siska.
"Apa nama terminal ini, Bu?" tanya Siska.
"Terminal Karombasan!" jawab Bu Esti.
"Apakah letak terminal ini di Kelurahan Karombasan, Bu. "
tanya Desi. "Ya, mungkin begitu, Desi!"
"Bus"bus jurusan mana saja yang masuk ke terminal ini, Bu?"
tanya Udin. "Wah, cukup banyak, Udin! Eee, kalau tidak salah terminal ini
menampung bus penumpang dari jurusan Minahasa bagian tengah
sampaike Tombatu!" "Bus jurusan Minahasa Selatan ada di terminal mane, Bu?"
tanya Udin ingin tahu pula.
"O oo, dulu memang Karombasan juga menampung bus"bus dari
jurusan Minahasa Selatan. Hanya saja, setelah dibangun terminal
"C! &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: Malalayang, make bus"bus penumpang jurusan itu dialihkan ke
sana." "Selain kedua terminal itu, apakah masih ada terminal lainnya
di Manado ini. Bu?" tanya Umi.
"Oo, ada, Umi! Dipusat kota terdapat terminal 'Pasar Empat
Lima'. Terminal ini khusus menampung opelet-opelet dariberbagai
jurusan dikotaini. Adajuga terminal Paal Dua di Kelurahan Paal Dua.
Terminal ini menampung bus penumpang dari jurusan kotamadya
Bitung, Kauditan, Airmadidi, Dimembe, dan Likupang!"
"Katanya di Kecamatan Manado Utara ada terminalnya, Bu!"
sela Udin. "Betul, Udin! Di Kecamatan Molas, dulunya bernsma
Kecamatan Manado Utara, terdapat terminal Tuminting, Terminal
ini menampung bus penumpang dari jurusan Kecamatan Wori.
Selain itu, terminal Tuminting ini menampung opelet dalam kota
untukjurusan Kecamatan Molas,baik daripusatkota, maupun dari
Desa Tongkaina, Meras, dan Molas !" jawab Bu Esti mantap.
Kendaraan di terminal yang berjubel sangat mengejutkan
anakanak itu. Baru kali ini mereka menyaksikan ribuan kendaraan
bermotor tertumpuk dalam satu tempat.
"Aduh, bagaimana cam mobil dan bus"bus itu keluar?" sent
Rustam heran. "Sudah ada petugas khusus mengatur ,masuk keluarnya
kendaman di terminal, Rus !" ujar Mike sambil tersenyum.
"Rasanyakendaraanbermotordikotainisudah sangatbanyak,
ya?" sela Bagio. "Betul, Bagio!" Umi mendukung. "Karena terlalubanyaknya
kendaraan, maka seringkali terjadi kemacetan lalulintas."
"Ya, sekali satu mobil mogok, jalan pasti macet!" dukung Nunik.
"Tidak itu saja, Nik, padatnya kendaraan di terminal dan jalan"jalan
menambah tebalnya polusiudara di kota ini!" ujar Desiprihatin.
"Asap kendaraan memang menjadi sumber polusi udara!"
dukung Bagio. "I-I ei, patung apa yang berdiri di tengah jalan itu?" seru Mona
ketika mereka tiba di simpang tiga Kelurahan Ranotana.
"Kalau tidak salah, kalau tidak salah, itu patung pahlawan
nasional Sam Ratulangi, teman-teman!" sera Mike yang memang
gemar membacaitu. "Ya, betul, Mik! Itu patung pahlawan kita, Doktor Sam
Ratulangi!" sambung Bu Es ti membenarkan.
Apa yang dikemukakan Mike dan Bu Esti benar. Ketika
bus melewati patung itu, jelas sekali terbaca tulisan pada bagian
bawahnya. "Mengapa namanya bukan Sam, ya?" seru Desi heran.
"Kamu benar, Des! Nama Sam itu sebenarnya merupakan
panggilan sehari-hari kepada pahlawan kita itu ketika ia masih
hidup. Sam itu sendiri diambil dari nama sebenarnya, 'Samuel!"
jawab Mike. "Mmm ..., kalau tidak salah pahlawan kita ini memiliki lima
nama lengkap, hanya saja aku sudah lupa, teman"teman!"
"Saya tahu, Mik!" selaAtok.
"Siap a, Tok?" "Namalengkappahlawannasional asaldaerah'NyiurMelambai'
ini ialah Doktor Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi! Panjang,
bukan?" "Wah, hebat kamu, Tok! Seratus untuk Atok! Tepuk tangan.
baginya, Teman"teman!" ajak Mike tersenyum memujilalubertepuk
tangan. Anak-anakbertepuk tangan gembira sementaraAtok manggutmanggut senang. "Jalan kota yang lebar dan mulus yang sedang kita lalui ini
bernama apa, ya?" tanya Nana tiba-tiba.
"Ya, itu tadi, Ne, Jalan Sam Ratulangi!" jawab Mike cepat.
Untuk sejenak suasana dalam bus rnenjadi tenang. Masingmasing anak tenggelam dalamkeasyikan menikmatikeramaian dan
kemegahan kotayang sedang merekalalui. Lalu"lintas di Jalan Sam
Ratulangi ini memang sangat ramai. Mobil, opelet, bus, truk, dan
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: sepeda motor berbagai jenis berseliweran tidak henti"hentinya.
"Sebagaimana kota"kota lainnya, tentu Manado ini ber"
penduduk padat, ya, Bu?" tanya Didi.
"Menurut sensus penduduk tahun 1990, penduduk kota
Manado berjumlah 320.600 jiwa, yakni 160.1?" jiwa penduduk
laki-laki, dan 160.428 jiwa penduduk perempuan," Bu Esti
menjelaskan. "Berapa luas wilayah Kotamadya Manado, Bu?" tanya Udin.
"Mmm, berapa, ya" Sebentar, akan saya lihat buku catatan
kecil ini!" kata Bu Esti lalu membuka-buka catatan kecilnya. "O,
ya, luas wilayah Kotamadya Manado adalah 15"kilometerpers egi,
Udin!" "Kalaubegitu, kepadatan penduduk kota ini adalah !" gumam
Udinsambil menggores"goresbukucatatankecilnyamencaritingkat
kepadatan penduduk. Setiap siswapesertakaryawisatainimemang
sudah dianjurkan membawa buku catatan kecil untuk menulis hal"
hal yang dianggapnya panting.
"Ya, kepadatan penduduk kota ini mencapai 2.024 jiwa per
kilometerpers egi. Wah ..."!"
"Eh, salah, Din! Dua ribu empat puluh dua, bukan dua ribu dua
puluh empat!" protes Desi cepat.
"Oya, ya, betul, Des! Saya yang salah menjumlahnya!"
"Astaga, Manado memang sudah tergolong berpenduduk
cukup padat, ya"!" gumam Mike.
"Betul Mike! Padahal ti'hgkat kepadatan penduduk Provinsi
Sulawesiutara hanya 90 kilometerpers egi!" sambung Bu Esti.
"Aduh, perbedaannya sangat jauh, ya?" gumam Bagio.
Saya kirakepadatan inibukan disebabkan tingkat kelahirannya
yang tinggi, melainkan karena tingkat urbanisasinya yang tinggi,"
sela Desi. "Betul, Desi! Sampai sekarang masih tents berlanjut anus
urbanisasi itu. Yah ..., barangkali juga karena disebabkan Manado
sebagaipusat perdagangan,pusat pendidikan,pusatpemerintahan,
dan sebagainya," dukung Onal bersemangat.
..:-1. 5P 75 "Oleh sebab itu, janganlah engkau bermimpi untuk pindah ke
kota, Nal!" ujar Desi mengingatkan.
"Setuju, Des, setuju! Asalkan ..."!"
"Asalkan apa?" potong Desi cepat.
"Asalkan kamu juga tidak berniat bekerja di kota!" kata Onal
cengingis an. "Tidak! Akubertekad akan membangun desa kita nanti dengan
ilmu dan teknologi yang kupelajari!" jawab Desi mantap.
Beberapa anak bersorak dan bertepuk tangan. Dalam hati
mereka pun memuji tekat dan sikap Desi ini. Rasanya merekajuga
akan bersikap dan bertekad seperti itu.
"Wah ..., sudah semakin banyak gedung bertingkat di kota
Manado ini, ya?" celetuk Siska kagum.
"Be betul, Sis! Aduh, gedung apa yangpaling tinggi di sebelah
kanan itu?" seru Bagio kagum.
"Itu gedung Bank Rakyat Indonesia cabang Manado, Bagio!
Gedung yang di depannya itu disebut 'Gedung Juang'. Bentuknya
agak lain dari yang lain!" ujar Mike.
"I-I eh, darimana engkau tahu?" seru Bagio.
"Darikoran, Gio!"
"Walaupun penduduk kota inipadat sekali, gedung"gedungnya
bertingkat-tingkat, kendaraannya bertumpuk-tumpuk, tampaknya
kota ini sangat bersih!" ujar Lela heran.
"Lho, apakah kamu tidak tahu bahwa Manado tergolong kota
sedang terbersih diIndonesia, Lela?" tanya Rustam heran.
"Kota Manado ini sudah tiga kali berturut-turut mendapat
penghargaan 'Adipura'. Apakah engkau sudah tahu adipura itu,
Lela. " "Eh, kendaraan apa itu, Rus?" tanya Lela heran.
Rustam dan beberapa anak tertawa terbahak"bahak. Bu Esti
pun turut tersenyum-senyum sambil menggelengkan kepala.


Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Adipura itu bukan kendaraan, Lela, tetapi masakan yang
lezat!" ujar Bagio di sela tertawanya.
761 &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: Lela semakin bingung melihat ulah teman"temannya ini. Ia
menggaruk"garuk belakang kepalanya yang berkeringat dan gatal!
"Adipura adalah piala berbentuk pohon, tetapi terbuat dari
logam dan emas ," potong Tole sungguh-sungguh.
Kembali suasana dalam bus menjadi riuh. Anak"anak tertawa
mendengar kalimat Tole tadi.
"Eh, kamu juga salah, Le! Piala yang kamu sebutkan tadi itu
namanya 'Kalpataru', bukan adipura protes Desi sambil tertawa.
"Begini, Lela! Adipura itu merupakan lambang penghargaan
tertinggi dari pemerintah terhadap kota-kota yang dinilai paling
bersih. Nah, Manado ini sudah tiga tahun berturut-turut, yakni
tahun 1990"1991, dan 1992 mendapat penghargaan 'Adipura'
sebagai kota sedang terbersih di Indonesia. "
"Benar! Kota ini bisa berhasil memperoleh Adipura berkat
upaya keras pemerintahnya, yang didukung oleh pengertian dan
kerjasama penduduknya, sela Bu Esti sungguh"sungguh.
"Ya, saya kira, bagaimanapun upaya pemerintah, tanpa
didukung penduduknya pasti berhasil kurang memuaskan," ujar
Nunik mendukung ungkapan; ibu gurunya.
"Apakah keberhasilan kota Manado ini dalam hal kebersihan ada
kaitannya dengan sebutan 'Manado Kota Bersehati', Bu?" tanya Lela.
"Tepat, Lela! Kota ini memang lebih dikenal dengan sebutan
'Kota Bersehati'. Apakah kautahu kepanjangan 'Bersehati' itu,
Lela?" Bu Esti ganti bertanya.
"Bersehati adalah singkatan dari Bersih, Sehat, Aman, Tertib,
dan Indah!" potong. "Ooo, begitu, ya" Kalau begitu sama seperti sebutan untuk
Minahasa, yakni 'Beriman', bukan?" sambut Lela kagum.
"Betul, Lela! Kalau Manado disebut 'Bersehati', maka Minahasa
disebut 'Beriman'. Nah, tahukah engkau apakepanjangan 'Beriman'
itu, Le?" tanya Desi.
"Beriman adalah Bersih, Indah, Mapalus, dan Aman!" jawab
Tole membusungkan dada, bangga.
"Kita sedang memasuki pusat kota Manado, Nal," bisik Anis.
..:-1. 5P 75 "Astaga pusat kota ini semakin ramai dan megah saja, ya?"
gumam Onal terkejut. Sebagian besar anak"anak dalam bus terkagum"kagum melihat
keramaian dan keindahan pusat kota Manado. Mereka kagum
melihat rumah"rumah dan toko yang berderet dan bertingkat"
tingkat. Mereka kagum pula melihat pusat-pus at perbelanjaan yang
sangat ramai oleh para pengunjung. Mereka kagum oleh beberapa
gedung bertingkat yang menjulang tinggi ke langit.
"Kitaberhenti di sini, Pak!" seru Bu Estikepada sopirnya ketika
mereka tiba di samping taman pusat kota.
Anak-anak segera turun dari bus dengan wajah riang. Mereka
gembira karena menginjakkan kaki di ibukota Provinsi Sulawesi
Utara. Ini bukan suatu mimpi, melainkan suatu kenyataan.
Bertahun"tahun kerinduan mereka ingin datang di kota indah dan
bersih ini terlaksana hari ini.
"Anak"anak, kalian tidak boleh berpencar dan berjalan jalan
sendirian. Kalian harus tetap berkelompok bersama rombongan.
Ingat, ini kota besar menurut ukuran kita yang dari desa. Jika
kalian terpisah dari kelompok, saya khawatir akan ada yang hilang.
Mengerti,Anak"anak?"
"Mengerti, Buuuu!"
"Bagio! Silakan kalian berjalan jalan di seputar taman ini!"
suruh Bu Gurulagi. "Taman apa ini, Bu?" tanya Bagio tersenyum.
"I-I e, Gio, apakah tidak kamu lihat tulisan yang besar"besar di
pintu masuk itu. " Nunik ganti bertanya.
"Ooo, he"he"he"he, iya, ya" Aduh, mengapa mata ini tidak
melihat sejak tadi?" gumam Bagio di sela tertawanya. "Jadi, tempat
inibernama 'Taman Kesatuan Bangui'!"
"Taman yang tampak lain daripada yang lain, ya?" gumam Tole
sambil menyapu seluruh sudut taman dengan mata tidak berkedip.
"Sebentar lagi, setiap sore dan malam hari, taman ini ramai
dikunjungi penduduk, tidak saja anak"anak dan muda"mudi, tetapi
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: sampai orang"orang tua, bahkan kakek dan nenek"nenek!" kata
Desi sungguh"sungguh.
"Mereka datang untuk sekedar bersantai, mencari hiburan
sambil menikmati keramaian dan keindahan pusat kota!"
"Eh, patung siapa yang ada di tengah taman itu?" tanya Sri
seraya menunjuk patung dimaksud.
"Ayo, kita mendekat!" ajak Mike setengah berlari mendekati
patung. Beberapa anak turut mendekati patung itu.
"Ooo, patung Doo Dotu Lolong Lasut!" ujar Sri sambil
tersenyum. "Siapa Dotu Lolong Lasut itu?"
"Iya, ya, siapa Dotu Lolong Lasut itu?" tanya Mike pula.
"Pak, Pak, bisa tanya sebentar?" tanya Sri mencegat seseorang
yang tidak mereka kenal. "Boleh, boleh, Nak! Silakan!"
"Siap akah Dotu Lolong Lasut ini, Pak?" tanya Sri sambil
menunjuk s ang patung di depannya.
"O oo, patung yang ini?"
"I-Ie-eh, iya, Pak!" Sri mengangguk.
"I-Ie-he-he-he! Saya juga tidak tahu, Nak, maaf!" jawabnya
sambil berlalu. "I-qu, gayanya seperti tahu, nyatanya hi"hi-hi"hi, seperti kita,
tidak tahu!" kata Sri sambil tertawa.
"Eh, Sri sebaiknya kita tanya kepada petugas penjaga jamban
taman di sana, ayo!" ajak Mike langsung menuju ke sudut taman
menemui sangpetugas. Sri, Umi,Tole, dan Siska mengikuti Mike daribelakang. Mereka
ingin segera mengetahui siapa patung indah yang berdiri gagah di
tengah taman ini. "Patung Dotu Lolong Lasut itu, Nak?" tanya petugas.
"Betul, Pak!"jawab Mike.
"Menurut yang pernah Bapak dengar, Dotu Lolong Lasut itu
adalah pendiri kota Manado ini, Nak! Dialah orang pertama yang
menjadikan daerah ini s ebagai perkampungan. "
ski-1. gp 77 Kelompok Mike itu kembali bergabung dengan rombongan
setelah berterima kasih kepada sangpetugas taman itu.
"Anak"anak, Manado disebut sebagai pusat pemerintahan di
Sulawesi Utara. Nah, adakah yang bisa kalian contohkan sebagai
bukti atas sebutan ters ebut?" tanya Bu Esti ketika mereka duduk"
duduk di tengah taman. "Contohnya seperti gedung bertingkat itu, Bu!" jawab Onal
menunjukgedung Bank Bleangletaknya persis di seberang taman
sebelah selatan. "Ah, saya tidak setuju dengan contohmu itu, Na!!" ujar Nini
cepat. "Eh, bukankah gedung itu milik pemerintah, Ni?"
"Tetapi, orangyang bekerja di dalamnya tidak langsung terkait
dengan urusan pemerintahan, Na!!"
"Nini benar, Nal!" dukung Nana.
"Menurut saya, contoh Manado sebagai pusat pemerintahan
ialah adanya kantor Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Provinsi
Sulawesi Utara!" katanya lagi dengan mantap dan pasti.
"Bagaimana, Anak-anak" Apakah semua setuju dengan
pendapat Desi tadi?" tanya Bu Esti.
" S e tujuuuuuu! "
"Kalau demikian, di manakah letak kantor gubernur itu, Des?"
sela Anis bertanya. "Wah, kalau tidak salah, alamat kantor gubernur adalah di
Jalan Sam Ratulangi yang sudah kita lewati tadi," jawab Desi.
"Salah, Des! Kantor gubernur kita sekarang terletak di Jalan
Tujuh Belas Agustus Manado!" sela Udin.
"Wah, kamu hebat, Din!" puji Onal. "Dari mana kamu tahu
alamat itu?" "Kebetulan saya pernah mendengarnya dari radio, Na!!"
"Di mana kira-kira Jalan Tujuh Belas Agustus itu?" tanya Mike.
"Jalan itu terletak di bagian sans, Anak-anak!" kata Bu Esti
sambil menunjuk ke arah selatan tenggara. "Tepatnya, kantor
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: gubernur terletak diKelurahan TelingAtas,Anak"anak!" "Kelurahan
TelingAtas"!" gumam Mike.
"Manado juga disebut sebagai pusat perdagangan dan
perekonomian di provinsi ini. Nah, dapatkah kalian sebutkan
contoh yang membuktikan pernyataan tersebut?" tanya Bu Es ti.
"Ada, Bu! Misalnya, pusat-pusat pertokoan itu!" jawab Mona
cepat sambil menunjuk deretan rumah-rumah toko bertingkat di
sebelah timur taman. "Termasuk juga pusat"pusat perbelanjaan itu dan itu, Bu!"
sambung Nane sambil menunjuk gedung di sebelah barat dan agak
ke timur taman. "Apakah nama kedua pusat perbelanjaan itu, Bu?" tanya Udin.
"Pusatperbelanjaan di sebelah barat ini disebut 'Pasar Empat
Lima', dan yang di sebelah timur laut itu biasa disebut orang
'Shoping Centre'!" jawab Bu Esti senang.
"Tampaknya di sana itu ada gedung bioskop juga, ya?" ujar
Didi. "Betul, Didi! Gedung bertingkat empat itu tidak saja berfungsi
sebagai pusat perbelanjaan, tetapi juga di dalamnya terdapat
bioskop, permainan komputer, dan juga kantor-kantor perusahaan
swasta," jawab Bu Esti.
"Gedung apa yang bersebelahan dengan 'Pasar Empat Lima"
di sebelah selatannya itu, Bu?" tanya Sri menunjuk ke arah sebuah
gedung bertingkat. "Itu juga pusat perbelanjaan khusus, Sri. Orang menyebutnya
sebagai pasar swalayan!" jawab Bu Es ti sambil tersenyum. "Apakah
hanya pusat"pusat perbelanjaan itu yang menjadi bukti bahwa
Manado adalah pusat perdagangan dan perekonomian?" tanyanya
kemudian. "Adanya gedung"gedung bank seperti itu merupakan salah
satu contohnya, Bu!" ujar Anis menunjuk gedung bertingkat tujuh
di sebelah selatan taman.
"Betul, Bu, gedung bank BNI yang megah inilah contohnya!"
dukung Bagio. "Ya, kamu betul, Anis! Di kota Manado ini terdapat banyak
sekali bank sebagailembaga perekonomian di daerah ini. Ada bank
milik pemerintah dan adajuga bank milik swasta. Dapatkah kalian
memberikan contohnya?" tanya Bu Estilagi.
"Bank pemerintah seperti BNI, Bank Rakyat Indonesia, Bank
Dagang Negara, dan Bank Bumi Daya, Bu!" jawab Desi cepat.
"Bank pemerintah lainnya ialah Bank Indonesia, Bank Ekspor
Impor, dan Bank Pembangunan Daerah," sambung Tole bangga.
"Di Manado tidak ada Bank Indonesia, Le! Bank tersebuthanya
ada di Jakarta!" protes Umi.
"Ada, ada Bank Indonesia cabang Manado, Umi!" potong
Bu Esti cepat. "Gedungnya yang itu, gedung bertingkat empat
berseberangan sebelah utara Pasar Empat Lima!"
"Bank milik swasta, misalnya Bank Central Asia, Bank
Pinaesaan, dan Bank Harapan Sentosa!" sela Mike cepat.
"Ada lagi, yaitu Bank Duta dan Bank Danamon!" sambung
Nane cepat. "Betul sekali jawabanmu, Mike, Nane! Pada umumnya baik
bank milik pemerintah maupun milik swasta yang kalian sebutkan
tadi memiliki gedung yang megah dan bertingkat-tingkat. Hmm,
sayangwaktukitaterbatassekalisehinggatidak sempatmelihatlihat
gedung bank tersebut," kata Bu Es ti.
"Selain sebagai pusat perbelanjaan dan bank, adakah
contoh lain lags yang membuktikan bahwa Manado adalah pusat
perekonomian dan perdagangan?"
"Misalnya, misalnya pasar-pasar di kota ini besar, serba ada,
dan dibuka siang malam!" jawab Nini mantap sambil tersenyum
menatap Tole. "Betul, Ni, saya setuju dengan pendapatmu!" dukung Desi.
Anak"anak lainnya turut mengangguk"angguk.
"Berapa banyak pasar yang ada di kota Lai, flu?" tanya
kemudian. "Mmm ..., di kota Manado terdapat tiga pasar yang ter"
golong besar, yaitu pasar 'Bersehati' di Kelurahan Calaca, pasar
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: 'Pinasungkulan' di Kelurahan Karombasan, dan pasar 'Orde Baru'
di Kelurahan Paaldua. Ada pula tiga pasar agak kecil, seperti pas ar
Tuminting' di Kelurahan Timinting, pasar 'Sembilan' di Kelurahan
Titiwungen, dan pasar 'Bahu' di Kelurahan Baru," jawab Bu Esti
mantap. "Apakahpelabuhanlaut dan bandarudara dapat menjadi contoh
bahwa Manado adalah pusat perekonomian dan perdagangan, Bu?"
tanya Nunik. "Prasarana itu sama saja dengan terminal dan jalan, Nunik!
Artinya, pelabuhan dan bandar udara merupakan prasarana
angkutan atau perhubungan laut dan udara. Terminal adalah
prasarana angkutan atauperhubungan darat," Bu Es ti menerangkan.
"Yah ", memang secara tidak langsung prasarana seperti itu
memperlancar transaksi jual"beli atau perdagangan dikota ini!"
"Sebagai ibukota provinsi, Manado juga disebut sebagai pusat
pendidikan di daerah ini. Apa saja contoh yang membuktikannya,
Bu. " tanya Lelabersemangat.
"Wah, itu pertanyaan saya untuk kalian, Lela!" jawab Bu Esti
tersenyum. "Nah, adakah di antara kalian yang dapat membantu
saya menjawab pertanyaan Lela?"
"Di kota ini ada Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara!" teriak Tole.
"Betul! Adakah contoh lainnya?"
"Di kota ini terdapat banyak taman kanak"kanak, sekolah
dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah lanjutan atas, Bu!"
jawab Udin cepat dan agak nyaring.
"Aduh, tolong suaramu diperkecil sedikit, Din!" protes Atok
sambil menutup kedua telinganya dengan wajah meringis.
"M aaf, Tok!" "Eh, saya tidak setuju, Din! Di setiap ibukota kecamatan di
daerah kita ini umumnya sudah terdapat sekolah-sekolah seperti
itu!" sanggah Mike. "Menurut saya, contoh yang lain ialah bahwa di kota ini
terdapat beberapa perguruan tinggi serta sekolah"sekolah kejuruan
yang jarang terdapat di ibukota kabupaten atau kecamatan," sela


Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Desi mengemukakan pendapatnya.
"Ya, kamu benar, Desi!" Misalnya perguruan tinggi apa?" Bu
Es ti membenarkan lalu bertanya lagi.
"Misalnya, Universitas Sam Ratulangi atau Unsrat dan Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan atau IKIP Manado, Bu!" jawab Desi
mantap. "Ya, kedua perguruan tinggi tersebut tergolong terbesar di
kota ini. Mahasiswanya tentu datang dari pelosok"pelosok daerah
kabupaten ataukotamadya,bahkan daribeberapaprovinsilainnya,"
Bu Esti membenarkan. "Selain itu, masih terdapat beberapa akademi yang tersebar
di kota ini, dan sekolah-sekolah kejuruan, seperti SMPS Negeri
Manado, SMKK Negeri Manado, SPK Negeri Manado, STM, SMEA
negeri dan swasta, dan sebagainya. Belum terhitung lembaga"
lembagaketerampilanyang tumbuh sepertijamurdikota'Bersehati'
ini." "Menurut saya, Manado menjadi pusat pendidikan antara lain
dibuktikan juga dengan begitu banyaknya siswa dan mahasiswa
dari desa dan daerah lainnya belajar di kota sela Diman memberi
pendapat. "Ya, kamu betul, Man!" dukung Modi. "Kalau bukan sebagai
pusat pendidikan, mans ada anak desa atau dari provinsi lainnya
bersusah payah datang ke sini?" tambahnya bersemangat sambil
menyeka keringat di dahinya.
"Apakah Manado dapat disebut sebagai pusat hiburan atau
rekreasi, Bu?" tanya Onal.
Sejenak Bu Esti berpikir sambil menatap Onal dengan
tersenyum. "Eee ..., saya kira bisa saja, Onal. Contohnya, di kota ini
terdapat fasilitas hiburan seperti gedung-gedung bioskop, gedung
pertunjukan 'Pingkan Matindas', stadion olahraga, kolam renang,
taman anggrek,pusat mainan anak"anak, dan juga Taman Kesatuan
Bangsa ini!" jawab Bu Esti.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Di samping itu, diwilayahkota Manado ini terdapat beberapa
objek wisata yang menarik!" sambung Desi. "Misalnya, keindahan
pantai Malalayang, pantai Molas, dan Taman Nasional Laut
Bunaken." "Ya, kamu betul, Des, aku setuju!" dukung Lela tersenyum.
"Tidak! Objek"objek wis ata itu sudah jauh dari pusat kota, Des"!"
sanggah Onal. "Memang benar, Nal, tetapi masih dalam wilayah Kotamadya
Manado, bukan?" ujar Desi.
"Anu, Bu, taman anggrek dikota Manado ini terdapat dibagian
mana?" sela Nunik. "Taman anggrek itu terdapat di Kecamatan Mapanget, Nunik.
Tepatnya, taman anggrek itu terdapat di Desa KairagiWeru," jawab
Bu Esti. "Mengapa disebut taman anggrek, Bu?" tanya Sri ingin tabu.
"Di sana terdapat tumbuhan berbagai jenis anggrek asli Sulawesi
utara, Sri!" jawab Bu Es ti lagi.
"Aduh, senang sekali kalau kita bisa pergike sana, ya?" gumam
Nini berharap. "Ya, sayang memang waktu kita sangat terbatas, padahal letak
taman itu cukup jauh dari sini," ujar Bu Esti.
"Apakah'denganbanyaknyapabrik makakota ini dapat disebut
sebagai pusat indus tri di Sulawesi Utara, Bu?"
"Ya, saya kira bisa, Desi!"
"Pabrik apa saja yang ada di kota ini, Bu?" tanya Atok.
"Wah, banyak sekali, Atok. Di Kecamatan Molas saja terdapat
pabrik plastik, obat anti nyamuk, dan pabrik karet bus a. Belum lagi
pabrik makanan dan minumanyangtersebardibeberapakecamatan
di kota ini!" jawab Bu Esti.
"Pabrik makanan" Ape contohnya, Bu?" tanya Atok lagi.
"Macam"macam, Atok. Ada pabrik kue, pabrik roti, pabrik
manis an pala, dan sebagainya!"
"Karena menjadi pusat industri, atau tepatnya pusat
perpabrikan, make tingkat polusi udara di kota ini tentu semakin
tinggi, ya, Bu?" tanya Desi.
Sejenak Bu Esti tampak terkejut dengan pertanyaan Desi itu.
Tidak dia sangkajika siswanya ini bisa bertanya dan berkesimpulan
begitu. "Wah, dayap ikirmu cukup kritis, Desi! Sayabangga mempunyai
siswa sepertimu!" puji Bu Esti sambil tersenyum bangga sambil
mengangguk"angguk."Memangharuskitaakuibahwahampirsemua
kota sedang, apalagi kota besar, mempunyai masalah polusi udara
seperti ini. Pabrik"pabrik memang merupakan salah satu penyebab
meningkatnya polusi udara. Semakin banyak pabrik, apalagi jika
asapnya tidak dikendalikan secara benar, semakin tinggi tingkat
polusi di suatu tempat atau kota. Heh ..., memang penyebab polusi
bukan pabrik satu-satunya. Kendaraan bermotor yang padat di
jalan yang macet, pembakaran"p embakaran sampah sembarangan,
termasuk rokok yang dibakar pare perokok merupakan sumber
polusi udara. " "Apakah pabrik harus ditutup, kendaraan bermotor harus
dikurangi, dan merokok harus dilarang agarpolus iudaraberkurang,
Bu. " tanya Tole. "Ah, tidak juga, Tole!" jawab Bu Esti sambil tertawa kecil.
"Para pemilik pabrik harus membangun kompleks pabriknya
sedemikian rupa agar tidak menghasilkan asap hitam tebal. Bukankah
demikian Bu?" jawab Mike lalu meminta penegasan ibu gurunya.
"Betul, Mike!" "Kalau begitu, agar tidak mengotori udara semua kendaraan
diup ayakan agar tidak mengeluarkan asap hitam," sela Lela memberi
pendapat. "Ya, kamu betul, Lela!" puji Bu Guru.
"Agar tidak mencemari udara, semua rokok diupayakan agar
tidak mengeluarkan asap!" celetuk Bagio agak nyaring.
Anak-anak tertawa. Bu Esti juga turut tertawa mendengar
kalimat Bagio. Sementara itu, Bagio tampak kebingungan.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Apa bisa ada rokok tanpa asap, Gio?" tanya Lela tertawa.
"I-I eh, maksudku semua orang dilarang merokok saja! Larangan
ini tidak saja mengurangi polusiudara, tetapi juga membuat orang
menjadi sehat. Entah sudah berapa ribu manusia yang menemui
ajalnya hanya karena perokok !"
"Saya kira lebih tepat lagi ialah menutup semua pabrik rokok,
Des!" sambung Mike memberi pendapat.
"N ah, jika nanti menjadi dewasa kalian jangan suits merokok!
Sayangilah dirimu sendiri dan juga orang lain di sekitarmu!" ujar
Lela seperti seorang guru mengajari anak didiknya.
"Baik, Bu Guru!" jawab beberapa anak lalu tertawa.
"Ya, imbauan Lela tadi benar, Anak"anak!" dukung Bu Esti
"Kalian semuaharus bertekad untuk tidak menjadi perokok setelah
dewasa nanti!" Para siswa mengangguk"angguk setuju. Kendatipun masih
anak remaja, mereka mulai sadar betapa berbahayanya merokok
itu. Dalam hati mereka bertekad untuk tidak pernah menyentuh
bendapembawa maut itu. "Ayo, Anak-anak, kita akan melanjutkan perjalanan. Akan
kita amati sungai dan tepi pantai kota Manado ini. Eee ..., tetapi
sebelumnya akan kita lihat beberapa kantor pemerintah, seperti
kantor gubernur dan kantor walikota. Setuju?"
"Setujuuuu!" jawab anak"anak serempak.
mengintip muara Sungai Tondano Setelah berkeliling sebentar di beberapa bagian kota
Manado, rombongan karyawisata itu akhirnya berhenti di ujung
suatu jembatan yang menghubungkan Kecamatan Wenang dan
Kecamatan Molas. Anak-anak segera turunlalu menuju ke trotoar
jembatan itu. Bu Esti mengikuti mereka daribelakang.
"Apa nama jembatan ini, Bu?" tanya Tole kagum melihat
panjangnyajembatan itu. "Jembatan Megawati, Tole!"
"Wah, cukup panjang, ya. " sela Udin.
"Ya, inilah jembatan terpanjang yang ada di Kotamadya
Manado saat ini, Udin!" sahut Bu Esti.
"Inikah yang disebut Sungai Tondano, Bu?" tanya. Umi
menunjuk sungai di bawah jembatan itu.
"Betul, Umi! Di sinilah muara Sungai Tondano!"
"Adakah jembatan lainnya di wilayah kota ini yang melintasi
Sungai Tondano ini, Bu?" tanya Umi pula.
"Ada, Umi! Di wilayah kota Manado, terdapat empat jembatan
yang melintasi Sungai Tondano ini. Selain jembatan Megawati, ter
dapat pulajembatan Kairagi di Desa Kairagi, jembatan Beringin
di Kelurahan Ketang Baru, dan jembatan Mahakam di Kelurahan
Wawonasa!" Bu Es ti menerangkan.
"Adakah manfaat sungai ini bagipenduduk kota Manado, Bu?"
tanya Rustam. &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Ya, tentu saja banyak manfaatnya, Rustam! Nah, adakah di
antara kalian yang bisa menyebutkan manfaat Sungai Tondano
bagi penduduk kota?" Bu Estiganti bertanya.
"Ada, Bu, antaralain menjadi sumber air bersih!" jawab Onal
cepat. "Sebagai sarana lalu-lintas air!" sahut Didi.
"Betul, Di! Lihatlah perahu-perahu kecil yang lalu lalang di
mulut muara s ana!" tunjuk Nunik ke arah barat.
"Perahu sampan itu digunakan untuk mengankut penduduk
yang hendak menyeberangi muara sungai ini. "
"Adakah manfaat sungai ini lainnya?" desak Bu Es ti.
"Sungai ini tentu menjadi tempat hidup hewan air, seperti
ikan, udang, dan ketam. Nah, tentu saja sungai ini bermafaat
sebagai tempat menangkap ikan!" celetuk Bagio seperti berbicara
kepada dirinya sendiri. "Manfaat sungai ini lainnya ialah sebagai tempat budi daya
ikan, Bu!" sambung Nini menyaringkan suaranya.
"Yang pertama tadi berarti menangkap ikan liar yang hidup
bebas dalam air sungai ini. Sedangkan budi daya ikan ialah ikan
memangsengaja dipeliharadarikecilsampaimencapaiukuranbesar
tertentu. Tentu saja ikan"ikan peliharaan itu dikurung. Kurungan
tempat membudidayakan ikan itu disebut ..., disebut ..., aduh, apa,
ya,?" Lela agak bingung.
"Merambak, Lel!" sambung Bagio cepat.
"Apa. Gio?" Desi balik bertanya.
"Ma"ram-bak!" jawab Bagio mengeja agak nyaring.
"I-Ii"hi"hi"hi"hi! Merambak itu artinya menempati rumah yang
baru sesuai dengan adat suku bangsa Minahasa, Gio!" teriak Desi
disela tertawanya. "Betul, Gio, merambak itu berhubungan dengan manusia,
bukan ikan, hi"hi-hi"hi!" sambung Mike tertawa pula.
"Eh, memang apa namanya?" Bagio balik bertanya bingung.
"Anu, Gio, anu, ma ma eh, karambak!" jawab Nane agak
ragu"ragu. "Ya, ya, tepat jawabmu, Ne! Ka"ram"bak!" dukung Bagio
bersemangat. Di mana tempat pembudidayaan ikan pada Sungai Tondano
ini, Nini?" tanya Tole.
"Aduh, di mana, ya" Anu, Le, saya hanya pernah membacanya
di koran. Beberapa tahun yang lalu ada ratusan karambak bersama
ribuan ikannya hanyut terbawa banjir di sungai ini! Itu yang masih
saya ingat!" ujarNini.
"Memang benar, Tole!" Bu Esti membenarkan. "Karambak"
karambak tempat budi daya ikan mas terdapat di sekitar kelurahan
Ternate Baru dibagian atas sana! Dari sini jaunya sekitarlebih dari
satu kilometer!" kata Bu Es ti sambil menunjuk ke arah timur. "Nah,
apakah masih ada manfaat sungai ini lainnya?"
Sejenak anak"anak terdiam. Mereka berpikir keras untuk
mencari jawaban atas pertanyaan ibu gurunya. Bertepatan dengan
itu ada sebuah sampan kecil yang penuh pasir lewat di bawah
jembatan. "Ada, Bu, ada! Itu, itu, manfaatnya!" teriak Udin girang sambil
menunjuk perahu bermuatan pasir di bawah sana. "Nah, coba lihat
benda yang ada dalam perahu!"
"Maksudmu pasir itu, Din?" tanya Siska.
"Iya, apa lagi kalau bukan pasir, Sis! Sungai ini bermanfaat
sebagai tempat penggalian pasir dan tentu dengan kerikilnya!"
Udin menjelaskan. "Eh, tampaknya pasir itu diambil dari pantai sana, Din!" seru
Nunik menunjuk daerah pantai sebelah barat.
"Ya, kalaupun pasir itu bukan diambil di sungai ini, saya yakin
dibagian hulu sana adapenduduk yangkerjanyamenggalipasir dan
kerikil di sungai ini!" sahut Udin bertahan dengan pendapatnya.
"Ya, Udin betul, Anak"anak! Ada sebagian penduduk di
Kelurahan Kombos dan Desa Kairagi yang sehari-harinya bekerja
sebagai penggalipasir dan kerikil di sungai Bu Esti membenarkan
sambil mengangguk"angguk.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Wah, menggali pasir dan kerikil di sungai seperti ini bisa
merusaklingkungan hidup sungai, Bu!" seta Desi.
"Betul, Bu! Menggali pasir dan kerikil adalah pekerjaan yang
merusak lingkungan. Mestinya pemerintah melarang penduduk
seenaknya merusak lingkungan sungai seperti itu!" dukung Mike.
"Yah ..., pendapatmu benar, Desi, Mike! Jika tidak salah,
pemerintah di kota ini pun sudah berkali-kali mengimbau
penduduknya agar tidak mengambil pasir dan kerikil di sungai ini.
Namun, tampaknya masih ada saja penduduk yang membandel.
Mungkin karena mereka belum mempunyai mate pencarian
lainnya!" Bu Esti menerangkan.
"Parapenggalipasir di sungai itu perlu diberikan keterampilan
khusus, biar mereka bisa beralih pekerjaan!" sela Nane.
"Mungkin karena ulah penggali"penggali pasir itulah yang
menyebabkan air sungai di muaraini tampak keruh !" Nini menduga"
duga. "Yah memang perusakan dan pencemaranlingkungan sungai
Tondano ini sudah tergolong memprihatinkan. Tidak hanya ulah
penggali pasir itu, tetapi ada ulah penduduk lainnya yang sangat
merusak dan mencemari sungai ini. Ada di antara kalian yang
tahu?" Bu Estibertanya dengan suara agak sedih.
"Saya tahu, Bu!" sela Lela.
"Misalnya, apa, Lela?"
"Penduduk membuang sampah seenaknya ke sungai!"
"Ya, tepat, Lela!" puji Bu Esti tersenyum. "Sampai saat ini
masih ada saja penduduk yang melakukan kebiasaan buruk itu,
yakni membuat sampah sembarangan ke sungai!"
"Adalagi, Bu!" sela Onal. "Sungai ini tercemar karenalimbah!"


Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eh, sampah dan limbah itu lama dan sebangun, Nal!" protes Lela.
"Maksud saya begin, Lei! Sampah yang dibuang ke sungai
ini berupa benda-benda padat, seperti plastik, pecahan kaca atau
beling, kertas, kardus, sang, benda dari besi, dan sebagainya.
Sedangkan limbah yang saya maksudkan ialah air buangan rumah
tangga seusai digunakan. Jadi, limbah yang saya maksudkan lebih
mengarah pada benda cair walaupun memang ada juga limbah yang
berbentuk padat." "Ya, saya setuju, Na! !" dukung Udin. "Jadi, Sungai Tondano ini
sudah sangat tercemar oleh beraneka ragam sampah dan air bekas
yang dibuang oleh rumah tangga, hotel, rumah makan, kantor, dan
sebagainya!" "Padahal, kita semua tahu bahwa kota Manado in sudah tiga
kali menerima penghargaan adipura, ya?" sela Anis. "Lalu, untuk
apapenghargaan kota terbersih itu jika dalam kenyataannya masih
ada penduduk yang jorok dan merusak lingkungan hidup sungai
dengan sampah dan limbah?"
"Wah, agaknyakitaharus pahami dulu bahwa kota yang dinilai
terbersihbelum berarti tidak ada bagiankotanya yang masih kotor.
Disebut terbersih karena kebetulan setelah dinilai masih lebih
bersih dari kota"kotalainnya," Desi menjelaskan.
"Artinya, jika kebiasaan penduduk seperti itu tidak diubah,
bukan tidak mungkin di tahun"tahun yang akan datang ada raja
kota lainnya yang dinilai lebih bersih daripada kota Manado in!
Benar, kan. " sela Mike tersenyum.
"Karenaitu,pemerintahkotainiselalumengimbaupenduduknya
agar menyadaribetapa pentingnya sampah dibuang pada tempatnya.
Penduduk diimbau pula agar membuat tempatpenampungan limbah
keluarga yang aman!" ujar Bu Esti menerangkan.
"Mungkin sebaiknya pemerintah kota rnenyediakan tempat
pembuangan sampah tidak saja di pinggir"pinggir jalan, tetapi juga
sampai di sepanjang tepi sungai seperti," sela Bagio.
"Ya, bukan tidak mungkin kelak akan diupayakan begitu, Bagio!
Kalian lihat tembok"tembok pengaman pinggir sungai yang baru
dibangun itu, bukan?" Bu Esti bertanya sambil menunjuk tembok
beton tebal yang memanjang di kedua sisi sungai.
"Betul, Bu!"jawab Mike dan Bagio berbarengan.
"Nah, dengan tembok pengaman itu pinggiran sungai mulai
tampak menarik, bukan" Dengan begitu, diharapkan penduduk
yang bermukim di tepi sungai akan merasa enggan melempar
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: sampah atau mengalirkan limbah ke sungai ini!" tambah Bu Esti.
"Katanya dulu di tepian Sungai Tondano ini banyak berdiri
rumah"rumah kumuh ya, Bu?" tanya Desi.
"Betul, Desi! Hanya saja, setelah mendapatkan penyuluhan
pemerintah, apalagi dengan dibangunnya tembok pengaman itu,
rumah-rumah kumuh itu mulai menghilang!"
"Apakah sungai ini masih dicemari pula oleh tinja dan air
kencing penduduk, Bu. " tanya Tole.
"Rasanya masih ads, Tole. Hanya saja tidak seperti beberapa
tahun silam. Dulu, di sepanjang tepi Sungai Tondano ini berdiri
jam-ban jamban darurat. Penduduk membuatnya darikardus bekas
ataurumbialapuk sebagaitemp atberlindung. Kotorannyalangsung
saja terjun ke permukaan air sungai!"
"Idiiih, jorok sekali, ya, Bu?" gumam Mike, geli.
"Mudah"mudahan warga kota di tepi sungai ini akan semakin
menyadari bahwa kencing dan berak di sungai langsung atau
tidak langsung adalah perbuatan tidak terpuji dan jorok!" Bu Esti
berharap. "Apakah akibat dari ulah penduduk yang mencemari sungai
iri, Bu?" tanya Atok menyela.
"Air sungai menjadi keruh, Bu!" jawab Bagio cepat.
"Pencemaran air sungai mengakibatkan air menjadi keruh,
sebab air sungai sudah bercampur dengan zat"zat yang bukan tidak
mungkin beracun!" "Pencemaran air sungai menyebabkan air menjadi kotor dan
mungkin juga mengandung kuman-kuman penyakit berbahaya!"
sambung Diman yang sejak tadi diam saja.
"Pencemaran air dengan sampah bisa pula menyumbat aliran
air sungai!" ujar Atok.
"Kalau aliran air sungai tersumbat, bisa timbul bahaya banjir!"
sambungAnis. "Sampah yang tidak mudah membusuk seperti baling dan
plastik, Berta sampah dari logam seperti sang dan besi, bisa
mengganggu kebebasan hidup hewan"hewan air," sela Sri.
Pencemaran air, baik olehlimbah, sampah., maupun kotoran manusia dapat
membawa bencana "Yah ..., pencemaran air bail oleh sampah, limbah, maupun
kotoran manusia dapat membawa rencana. Penyakit menular bisa
menyerang seluruh daerah aliran sungai. Semua hewan yang hidup
dalam airbisa musnah olehnya!" kata Bu Esti.
"Semoga saja warga kota yang bermukim di sepanjang Sungai
Tondano dan sungai lainnya di kota ini akan menyadari bahaya
yang ditimbulkan oleh pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup sungai itu," gumam Desipenuh harap.
"Ayo, Anak"anak, kita pergi ke tepi pantai!" ajak Bu Esti lalu
melangkah menyusuri lorong sempit yang menuju ke pantai di
Kelurahan Sindulang Satu!"
Dalam beberapa detik saja semua anak sudah setengah berlari
menyusurilorong di mana ibu gurunya berjalan. Walaupun ada ras a
lelah di tubuh mereka, apalagi sempat disiram terik matahari sore
tadi, mereka masih tampak riang. Tidak berapa lama rombongan
itu sudah tiba dipantai Manado, di Kelurahan Sindulang Satu. Ada
rasa lega di hati mereka manakala merasakan terpaan angin laut
yang mengusap wajah mereka. Namun, kelegaan itu hanya sesaat
setelah pandangan mereka tertuju pada keadaan pantai yang
memprihatinkan. "Astaga, mengapa pantai ini penuh sampah?" gumam Anis
terkejut. Anak-anak lainnya pun terkejut setengah mati melihat
tumpukan sampah di pantai maupun di permukaan air yang
menerpa bibirpantai. "Inilah akibat lain dari ulah penduduk membuang sampah
seenaknya ke Sungai Tondano, Anak-anak!" kata Bu Esti prihatin.
"Karena pantai ini dekat muara sungai itu, make tidaklah
mengherankan kalauharus memikul beban jorok seperti ini."
"I-Iei, di sana ada banyak babi berkeliaran!" seru Mike sambil
menunjuk sekelompok hewan yang asyik menyeruak pasir ber"
campur sampah. "Ya, ampun, lengkaplah sudah kejorokan pantai ini!" seru Desi
dengan nada sesal. * aa ;; $ "Lebih lengkap lagi dengan adanya rumah"rumah kumuh yang
berjajar di sepanjang pantai ini!" sambung Sri sambil menunjuk
perumahan gubuk yang kumuh di sepanjang pantai itu.
"Tentu saja warga di sekitar pantai ini membuang sampah,
limbah, dan kotorannya di pantai ini. Lengkap, bukan?" kata Mike
setengah bergurau tetapi dengan nada prihatin.
"Agaknya pemerintah kota ini perlu lebih bekerja karats
membina para warganya yang ada di sekitar pantai ini. Menurut
saya, sebaiknya mereka disediakan lokasi pemukiman lainnya
yang memenuhi syarat kesehatan dan layak untuk dihuni," Nunik
memberipendap at. "Kalau tidak salah, pemerintah kota ini memang sudah
merencanakan hal itu, Nunik!" Bela Bu Es ti yang tersenyum sambil
menutup hidungnya. Anak"anak ikut menutup hidungnya dengan tangan. Ada bau
tidak enak tiba"tiba menyerbu kelompok anak"anak itu.
"Astaga, kamu telah menginjak kotoran babi, Na!!" teriak Umi
jijik. Beberapa anak tertawa melihat Onal yang kelabakan membersihkan sepatunya darikotoran menjijikkan itu.
"Ayo, kits pindah ke tempat yang agak bersih itu!" ajak Bu Esti.
Dengan segera anak-anak dan Bu Esti berpindah tempat.
Tangan mereka belum juga turun dari hidungnya masing"
masing. "Sesuai dengan rencana tatakota yang pernah saya baca,
pemerintah merencanakan untuk menbangun jalan raya sepanjang
pantai ini!" Bu Esti melanjutkan penjelasannya.
"Wah, bagus kalau begitu!" puji Desi setuju.
"Saya yakin pantai ini akan menjadi menarik jika nanti jalan
rayanya selesai dibuat!" dugs Onal berharap.
"Aduh, kitapergi saja dari sini, Bu! Perutku mulai terasa mual,
tidak tahan mencium bau busuk terus-menerus!" mohon Lela.
"Ya, ayo kita segera pergi, Anak-anak!" ajak Bu Esti.
Anak"anak bergegas ke arah lorongyang mereka ikuti tadi.
"Eee, kita menyeberang muara sungai saja!" tegur Bu Esti.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Kita akan naik sampan, Bu?" tanya Desi.
"Ya, kita menyeberang dengan sampan"sampan di sana itu!"
"Sa... saya saya takut, Bu!" desis Desikhawatir.
"Sas saya juga, Bu!" kata Mike pula.
"Ah, dasar orang gunung kamu, Des, Mik!" ejek Bagio.
"Tidak usah khawatir, Desi, Mike Perahu-perahu itu tidak
akan menenggelamkanmu! Mereka sudah terbiasa mengangkut
penumpang selama bertahun"tahun!" bujuk Bu Esti.
"Tetapi ..."!"
"Sudahlah, Des, ayo!" ajak Bagio menarik lengan Desi.
"Eh, eh, aduh, jangan, jangan, Gio! Aku takut!" jerit Desi
meronta"ronta. Akhirnya, setelah dibujuk-bujuk, beberapa anak wanita yang
semula takut bersedia juga naik ke perahu. Dengan gembira Bagio
menuju ke perahu dan langsung naik ke atas nya.
"Ayo, ayo, Des, Mik, Nik, mari, silakan naik!" ajaknya sambi
tersenyum gembira. "Ayo, jangan khawatir, saya akan membantu.
Ayo ayo aaaa to to tolong, tolong!" jerit Bagio ketika
tubuhnya yang gendut itu oleh dan tercebur ke air. Hal itu terjadi
karena keseimbangan tubuhnya yang berdiri di ujung perahu goyah
ketika perahu oleh akibat pengaruh gerakan ombak yang datang
darilaut. "To to tolong, t010000ng!" jerit Bagio gelagapan.
"Hi"hi"hi"hi"hi! Jagoan kita kapok!" teriak Mike di sela ter"
tawanya. Anak"anak tertawa terbahak"bahak melihat tingkah Bagio itu.
Memang, suatu pemandangan yang lucu dan cukup menggelikan.
"I-Iuh dasar orang gunung!" sindir Desi tersenyum.
* 55 ;; $ menatap Bunaken Sebelum Pulang "Eh, rasanya jalan ini tidak kitalalui tadi, ya?" gumam Mona
sibuk melihat-lihat ke kiri dan ke kanan.
"Ya, kita tadi mengikuti Jalan Sam Ratulangi, Mona!" jawab
Bu Esti tersenyum. "Sekarang kita sedang menyusuri Jalan Piere
Tendean. Bagiorang Manado,jalan inilebihpopulerdengan sebutan
'Boulevard'. Kalian pernah mendengarnya, bukan. "
"Ooo, ini ya, yang disebut 'boulevard'!" gumam anak-anak.
"Wah, pantas saja orang sering memujinya. Jalan ini memang
mulus, indah, dan menarik!"
"Bolehkan kita berhenti sejenak untuk menikmati keindahan
'boulevard' ini, Bu?" Mike memohon.
"Bagaimana, Anak"anak?" Bu Esti menawarkan.
"Setujuuuu!" "Baiklah, kita berhenti paling lambat lima belas menit!" kata
Bu Esti memutuskan. "I-Iore, hore, asyiiik!" teriak beberapa anak kegirangan sambil
berebutan turun dari bus.
"Awas, tidak ada yang menyeberangjalan!" Bu Esti mengingatkan.
"Ya, Buu!" jawab anak"anak patuh.
Anak-anak merapatke dindingpembatasjalan danbibirpantai.
Mata mereka seakan tidak berkedip memandang lautan lepas
membiru. Di sana tampak beberapa perahu nelayan terombangambing tidakjauh daripantai. Sang nelayan tampak asyik melempar
kailnya ke laut. Sesekali ada perahu bermotor dengan kecepatan
tinggi lewat dan memecah kesepian sang nelayan.
"Eeee, tidak ada yang naik ke tembok itu! Tidak ada yang
berani turun ke bawah! Berbahaya!" Bu Esti mengingatkan dengan
nada agak keras. &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: Anak"anak patuh terhadap perintah ibu gurunya. Mereka
juga tahu bahwa sebagai orang gunung suasana pantai seperti ini
memang asing, walaupun menarik.
"Tampaknya air laut di sini bebas dari pencemaran, ya, Bu. "
ujar Nunik. "Yah memang tidak tampak sampah di permukaan air laut
ini. Namun, tidak berarti bebas sama sekali dari sampah!" Bu Esti
menerangkan. "Kadang-kadang masih ada juga pengunjung jalan
iniyang membuang sampah seenaknya!"
"Lho, apakah jalan ini menjadi objek wis ata, Bu?" tanya Desi.
"Wah, pernah sekali sayalewat di jalan inipada waktu malam.
Aduh, banyak 5 ekali oranglalu"lalang di trotoar ini. Belum terhitung
mereka yang asyik ngobrol sambil duduk-duduk di tembok ini, dan
menikmati panorama malam di lautan lepas itu!" Bu Esti bercerita
dengan penuh kekaguman. "Wah, jalan ini memang layak menjadi tempat rekreasi atau
setidak-tidaknya menjadi tempat pelepas lelah!" celetuk Tole.
"Inikah laut yang disebut Teluk Manado, Bu?" tanya Bagio.
"Astaga, pertanyaan apa itu, Bagio?" Nunik balik bertanya
sambil tersenyum. "Eh, ini pertanyaan dari orang yang belum tahu, Nik!" sahut
Bagio kesal sambil me lap air yang membasahipipinya.
"I-I i"hi-hi"hi! Itu pertanyaan kucing yang baru saja mandi, Nik! "
sindir Desibergurau di sela tertawanya.
"Ah, jangan menyindir terus"menerus, Des! Saya bisa darah
tinggi nanti!" kata Bagio masih terus melap wajahnya yang ditetesi
air dari rambutnya. "Ooo,tidak apa-apajika darahmunaik,Gio!Kitaakanusahakan
menamparnya biar turun lagi, hi"hi-hi"hi!" sahut Desi menggoda.
"Semua orang sudah tahu bahwa laut ini termasuk wilayahnya
Teluk Manado, Gio! Tidak perlu kautanyakan lagi! Malu jika
didengar orang luar," sela Mike tersenyum.
"Wah, jika pantai yang jorok tadi sudah diubah dengan jalan
seperti ini, saya bisa memastikan bahwa Manado akan semakin
cantik!" ujar Desi sengaja membelokkan cerita.
"Akan lebih molek lagijikasungai"sungai dan lautnya bebas dari
sampah dan limbah yang menjengkelkan!" sambung Onal berharap.
"Palau"pulau apakah yang tampak di sana itu, Bu?" tanya Sri
sambil menunjuk ke arah barat.
"Pulau yang tampak seperti gunung itu namanya Manadotua.


Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sedangkan pulau di sebelah kanannya, yang tampak rendah dan
datar adalah Pulau Bunaken," jawab Bu Esti tersenyum senang.
"O ooo, Bunaken?" gumam anak"anak terkejut.
"Dari sini tampak Pulau Bunaken biasa"biasa, ya?" ujarTole.
"Iya, Le! Dari jauh memang tampak seperti tidak ada apaapanya. Padahal kita semua sudah banyak kali mendengar atau
membaca di surat"surat kabar bahwa itulah pulau yang memiliki
panorama bawah air terindah di dunia!" kata Mike sambil matanya
tidak berkedip memandangjauh ke pulau itu.
"Pulau yang di sebelah kanan Bunaken bernama apa, Bu. "
tanya Anis. "Pulau yang tampak kecil itu, bukan?" Bu Es ti balik bertanya.
"Betul, Bu!" "Mmm namanya Pulau Siladen!"
"O oo, Siladen!" gumam beberapa anak.
"Sebenarnya dayatarik utama di Pulau Bunaken dan sekitarnya
itu apa, Bu?" tanya Atok ingin tahu.
"Namanya saja objek wis ata bahari. Jadi, keindahannya tentu
terdapat dilaut. Jelasnya, Bunaken itu terkenal karena keindahan
karang bawah lautnya," s ahut Bu Esti mantap.
"Ja jadi, untuk menikmati keindahannya, orang harus
menyelam, Bu?" tanya Bagio terkejut.
"Ya, harus menyelam, Bagio! Sekarangbanyakpusatp enyediaan
alat-alat selam di pantai Manado ini. Para wisatawan tinggal
memesannya, lalu mereka diantar"jemput jika hendak menikmati
keindahan bawah Laut Bunaken," kata Bu Esti.
"Wah, kalau begitu kamu cocok menjadi salah seorang
wisatawan lokal untuk menikmati taman Laut Bunaken, Gio!" goda
Desi tersenyum. &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: Objek wisata bahari Bunaken terkenal karena keindahan karang bawah lautnya.
"Apa" Saya, Des?" Bagio balik bertanya terkejut.
"Ya, kamu! Saya dengar ada lomba menyelam di dasar Laut
Bunaken. Nah, kamu orangnya yang cocok dan bisa meraih juara,
Gio!" kata Desi masih menggoda.
"Aduh, aduh, kap ok, Des, kapok! Biarpun hadiahnya milyaran
rupiah saya tidak berani, Des !" ujar Bagio menggetarkan tubuhnya
karena perasaan takut. Anak"anak tertawa mendengar dan melihat gerak"gerik Bagio
yang lucu. "Lo, tadi kan kamu sudah memulai latihannya, Gio?" desak
Desi menahan geli. "Apakah semua wilayah Laut Bunaken memilikikarang"karang
yang indah, Bu?" tanya Siska. menyela.
"O oo, tidak Siska! Kawasan yang memilikikarang"karang indah
hanya terdapat di sebelah selatan Pulau Bunaken. Tepatnya, taman
laut itu hanya terdapat di depan Pulau Bunaken yang menghadap
ke kota Manado. Eee ..., lebih baik saya gambarkan!" kata Bu Esti
mengambil buku catatan kecilnyalalu mulai menggambar.
"Kalau begitu, Taman Nasional Laut Bunaken hanya terdiri
atas bagian yang kecil ini, Bu?" seru Siska menunjuk gambar taman
laut pada buku catatan Bu Guru.
"Ah, tidakjug", Siska!Taman Nasional Laut Bunaken mencakup
seluruh lingkungan Pulau Bunaken dan sekitarnya. Bahkan
dapat mencakup wilayah Manadotua dan Pulau Sil aden!" Bu Esti
menerangkan. "O oo, jadi, kawasan Pulau Bunaken ini seluruhnya termasuk
daerah yang dilindungi pemerintah, Bu?" tanya Siska pula.
Anak-anak mengerumuni ibu gurunya dan mengamati gambar
pada buku catatan yang baru saja dibuatnya.
"Artinya, kawasan Pulau Bunaken dan sekitarnya sudah
ditetapkan sebagai daerah cagar alam yang harus dilindungi
kelestariannya. Betul begitu, Bu?" ujar Bagio tersenyum.
"Walaupun disebut Taman Nasional Laut Bunaken, tidak
berarti hanya lingkungan hidup lautnya yang harus dilestarikan.
Lingkungan hidup di darat pun harus dilindungi dari perusakan
dan kepunahan!" Bu Esti menerangkan lagi.
"Kalau begitu, penduduk tidak sembarangan saja merombak
hutan atau mengambil karang yang katanya banyak terdapat di
pulau itu, Bu!" kata Mike.
"Tepat sekali, Mike! Pokoknya,baiklingkungan biotik maupun
abiotik yang ada di kawasan Pulau Bunaken dan sekitarnya harus
dijaga keletariannya!" Bu Esti membenarkan.
"Tetapi, di pulau itu ada perkebunan penduduk, bukan, Bu. "
tanya Nane. "Ya, ada, Nane! Di sana banyak perkebunan yang ditanami
kelapa. Ada juga penduduk yang bercocok tanam dengan tanaman
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: palawija. Belum terhitung tanaman buah"buahan seperti mangga,
pisang, pepaya dan lain-lain!"
"Apakah di Taman Nasional Laut Bunaken itu sudah tercemar
atau rusak, Bu?" tanya Tol e.
"Aha,pertanyaanmubagus, Tole !Akhir" akhir ini memangbanyak
pakar lingkungan yang mengkhawatirkan kelestarian lingkungan di
kawasan itu!" kata Bu Esti sambil mengangguk-angguk.
"Kira-kira bentuk pencemaran dan perusakan lingkungan di
taman laut itu yang bagaimana, Bu?" tanya Modi.
"M enurut yang pernah s aya baca di surat"surat kabar daerah, di
tamanlaut itubanyak dicemari oleh sampahplastik. Beberapawaktu
lalu pernah sekelompok pecinta lingkungan hidup mengadakan
kerja bakti di sana. Mereka menemukan bahwa banyak sampah
plastik yang membungkus atau terselip di antara karang. Hal itu
tidak saja merusak pemandangan struktur karang yang indah,
tetapi juga mengganggu kebebasan gerak biota-biota laut di taman
tersebut!" Bu Eski menjelaskan dengan nada agak prihatin.
"Lho, lalu siapa yang membuang sampah sep erti itu, Bu?" tanya
Bagio heran. "Mungkin sampah dari Sungai Tondano terbawa arus sampai
ke sana, Bu!" sela Lela.
"Ya, ya, bisa saja terjadi begitu, Lela! Hanya saja ada yang
mempersalahkan penduduk di pulau itu, yakni penduduk di Desa
Bunaken dan Desa Alungbanua!"
"Pernah saya baca di surat kabar bahwajustru wisatawan yang
berkunjung di sanayang mencemari Taman Laut Bunaken itu, Bu!"
ujar Diman menyela. "I-I eh ..., menurut saya, kita tidak perlu saling m-mpersalahkan.
Hal.penting sekarang ialah bagaimana semua orang yang terkait
langsung atau tidak langsung dengan lingkungan hidup Taman
Nasional Laut Bunakenhendaknya turut merasa bertanggungjawab
terhadap kelestarian taman itu!" ujar Bu Es ti sungguh-sungguh.
"Tadi saya melihat banyak kayu bakau yang di jual di tepi
Sungai Tondano. Apakah kayu-kayu bakau itu beras al dari Bunaken
dan sekitarnya, Bu?" tanya Atok.
"M mm ..., ya, itu juga salah satu masalahperus akanlingkungan
pantai. Di Pulau Bunaken terdapat beberapa daerah hutan bakau
yang cukup besar. Misalnya terdapat di sebelah barat ini, dan
juga hampir seluruh pantai bagian utara ini!" kata Bu Es ti sambil
menunjuk daerah dimaksud pada gambar yang dibuatnya tadi.
Apakah hutan"hutan bakau itu masih dirusak penduduk, Bu?"
tanya Lela. "Yah, katanya masih ada saja penduduk yang suka merombak
hutan bakau di sans!" Bu Esti membenarkan.
"Wah, berarti kayu"kayu yang dijual itu mungkin berasal dari
Bunaken, Tok!" ujar Lela menduga-duga.
"Itu namanyaperusakan lingkungan hidup! Tindakan merusak
seperti itu harus dihentikan!" kata Bagio dengan nada gemas.
"Yah, kita berharap lewat penyuluhan dan himbauan, serta
pengawasan yang terus"menerus, kelak hutan bakau di Bunaken
akanbabas dari tangan-tanganjahil itu, Bagio!" Bu Es ti memberikan
harapan. "Bagaimana dengan penangkapan ikan di kawasan taman laut
itu, Bu?" tanya Desi.
"Nah, ini juga salah satu masalah, Desi! Pemerintah sudah
melarang penduduk menangkap ikan di kawasan taman laut.
Namun bukan tidak mungkin masih ada penduduk yang dengan
sembunyi-sembunyi menangkap ikan di kawasan taman!"
"Wah, saya kira sulit juga bagi penduduk di sana jika mereka
dilarang menangkap ikan. Bukankah sebagian besar penduduk
Bunaken itu adalah nelayan, Bu?" sanggah Umi tidak sependapat.
"O oo, daerah larangan. hanya pada radius taman laut, Umi!
Daerahpenangkapan ikan olehpenduduk masih sangatluas. Antara
taman Laut Bunaken dan pantai Manado masih sangatluas untuk
dijadikan iahan penangkapan ikan. Belum lagi daerah di sebelah
timur dan utara pulau itu yang tampaknya jauh lebih luas lagi!"
"Mungkin juga pemerintah berupaya melindungi ikan-ikan hias
yang melengkapi keindahan karang bawah laut, Bu!" s eru Anis.
"Ya, betul, Anis! Jika ikan"ikan lucu dan indah itu dibiarkan
ditangkap penduduk, wah ..., suatu saat nanti keindahan taman
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: akan meredup. Selain itu,keseimbanganlingkunganhidupnya akan
menjadi goyah!" "Berapa jarak dari sini ke Pulau Bunaken itu, Bu?" tanya Didi.
"Mmm ..., kalian bisa menghitungnya sendiri. Saya pernah
mengukurnya pada peta Sulawesi Utara, jarak pantai Manado
dengan Pulau Bunaken sekitar 1,1 centimeter. Peta itu berskala
1 : 1.400.000. Nah, kalian dapat menemukan jarak sebenarnya,
bukan?" tanya Bu Es ti tersenyum.
Segera saja anak-anak mencari soal yang baru saja diberikan
ibu gurunya. Tampaknya mereka sangat bersemangat mencari
jawaban atas pertanyaan Didi tadi.
"Saya telah mendapat jawabannya, Bu!" teriak Tole gembira.
"Jarak Manado-Bunaken ada 150 kilometer!"
"Berapa, Le?" Desi balik bertanya sambil tersenyum.
"Seratus limapuluh kilometer, Des!"
"Wah, salah, salah jawabanmu, Le!" protes Onal. "Jawaban
yang benar adalah 1500 kilometer," katanya lagi.
"I-Ii"hi-hi"hi! Kamu lebih salah lagi, Nal!" kata Desi di sela
tertawanya. "Lo, inijawaban yang paling tepat, Des ! Saya sudah mencarinya
dengan teliti!" bantah Onal sengit.
"Satu koma satu dikalikan satu juta empat ratus ribu, ada
berapa?" tanya Desi tersenyum.
"Satu juta lima ratus empat puluh ribu!" jawab Onal dan Tole
berbarengan. "Nah, jika satu kilometer sama dengan seratus ribu, berapa
kilometerkan satu juta lima ratus ribu lebih itu?" tanya Desi
memancing. Sejenak Onal, Tole, dan beberapa anak sibuk mencarijawaban
atas pertanyaan Desi itu.
"Betul, Des, jawaban Onal dan Tole salah!" teriak Bagio tiba"
tiba. "Jawaban yang betul ialah sekitar limabelas kilometer!"
"Bagaimana, Tole, Onal?" tanya Desi tersenyum.
"Ya, kamu betul, Bagio!" ujarTole tersipu"sipu.
"Kamu betul, Gio!" sambung Onal tertunduk malu.
"Ya, jawabannya memang sekitar 15 kilometer, Bu!" jawab Desi
mengangguk-angguk. "Ya, berdasarkan peta itu, maka jelaslah bahwa jarak kota
Manado dengan Pulau Bunaken ada sekitar lima belas kilometer.
Apakah pertanyaanmu sudah terjawab, Didi?"
"Sudah, sudah, Bu!"
"Jika kita naik perahu motor dengan kecepatan 40 kilometer
per jam, maka perjalanan kita dari pelabuhan Manado ke pulau itu
memakanwaktu sekitar 22,5 menit. Nah,jikaperahu dengankecepatan
30 kilometerperjam, berapalamaperjalanan kita ke sana?"
"Setengahjam, Bu!" jawab Desi cepat.
"Ada pertanyaan, Bu!" potong Wardi tiba-tiba.
"Silakan, Wardi!"
"Apa saja manfaat laut ini bagi penduduk kota Manado?"
"Wah,pertanyaanmubagus,Wardi!"pujiBuEsti. "Adakahyang
bisa menjawabnya." "Sebagai tempat mencari nafkah oleh nelayan, Bu!" jawab Tole
cepat. "Ya, betul! Laut ini dijadikan tempat untuk menangkap ikan
oleh para nelayan untuk kebutuhan hidup keluarganya!"
"Sebagaiobjek wisata, Bu!" teriak Mike.
"Eee ..., maksudmu,bagaimana, Mike?"
"Ternyata laut di Teluk Manado ini menyi,mpan pesona alam
yang menarik. Pertama, taman Laut Bunaken dengan karang dan
ikan hiasnya sudah terkenal keindahannyasampai ke mancanegara.
Kedua, pemandangan alamnya dari sini dan dari pantai sebelah
sana, wah ..., cukup menarik!" Mike menjelaskan.
"Betul jawabanmu, Mike!" Bu Esti mengangguk setuju.
"Sebagailalu"lintas air, Bu!" sela Desi cepat.
"Ya, tepat!" puji Bu Esti mengacungkan jempol. "Teluk Manado
ini tidak saja sebagai lalu"lintas dari dan ke Pulau Bunaken dan
sekitarnya, tetapijugs dari dan ke Kepulauan Sangihe Talaud!"
"Laut sebagai sumber pembuatan garam dapur, Bu!" sela Atok.
"Eh, Tok, rasanya di kawasan Manado dan sekitarnya ini tidak
terdapat pabrik garam. Eee ..., maksud saya, sampai saat ini belum
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: ada perusahaan yang khusus mengolah airlaut di teluk ini menjadi
garam dapur!" sanggah Nunik.
"Yah ..., tetapi garam dapur dibuat dari penguapan air laut,
kan. " Atok balik bertanya.
"Betul, Tok! Tetapi, di sini belum ada yang memanfaatkannya! "
jawab Nunik tegas. "Betul, Tok! Ini Teluk Manado bukan Pantai Madura!" sindir
Umi tersenyum. "Eee, begin, Anak"anak! Memang di sekitar Teluk Manado ini
belum terdapat ladang-ladang garam seperti di Madura Namun, bukan
tidak mungkin dipulau"pulau itu, adapenduduk yang membuat garam
kecil"kecilan untuk keperluannya sehari"hari!" Bu Esti menjelaskan
sambil menunjuk Pulau Bunaken, Siladen, dan Manadotua.
"Laut di Teluk Manado ini bergunas ebagai tempat berolahraga,
Bu!" teriak Mona. "Lo, olahraga ap a, M on?" tanya Onal pura"pura tidak tahu.
"I-quu, sudah sebesar ini tidak tahu olahraga air, Nal?" Mona
balik bertanya. "Eee ..., apa,ya?" gumam Onal berpura-pura.
"Misalnya, loncat indah, Nal !" celetuk Lela menggoda.
"Senam air, Nal!" sela Umi cekikikan.
"Ah, jangan membuatku bingung, Lela, Umi!" ujar Onal
tersenyum sambil mengedipkan mata.
"I-I e, laut ini dapat berguna untuk olahraga dayung, selancar
air, dan juga ski air!" kata Mona agak nyaring.
"O oo, itu, ya?" Onal pura-pura terkejut. "Kalau renang, boleh


Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak, Mon?" tanyanya tersenyum.
"M mm ..., he"eh, boleh juga!" sungut Mona.
"Ya, Teluk Manado ini sering dijadikan tempat lomba
renang lintas alam. Beberapa waktu lalu pernah diadakan lomba
mengarungi teluk ini dari pantai Malalayang ke Bunaken!" Bu Esti
mendukung sambil tersenyum.
"N ah, betul kan, Mon!" teriak Onal bertepuk tangan.
"I-I e"he ! " kata Mona manggut"manggut.
"Wah, ternyata teluk ini sangat berguna bagi penduduk di
kawasan Manado ini, ya?" kata Mike kagum.
"Manfaat penting yang belum disebut"sebut tadi ialah bahwa
teluk ini menjadi sumberprotein hewani!" sela Desi.
"Lo, tadi sudah dikatakan bahwa teluk ini sebagai tempat
mencari nafkah, Des!" sergah Bagio.
"Ya, itu manfaatnya bagi nelayan, Gio! Tetapi, ikan-ikan yang
mereka tangkap di perairan ini merupakan sumber protein bagi
penduduk kota dan sekitarnya!" Desi menerangkan.
"Ooo, ya, ya, saya mengerti, Des!" ujar Onal mengangguk.
"Kalau teluk ini tidak menghasilkan ikan, penduduk kota Manado
bisa kurus"kurus, kekurangan gizi!" seloroh Udin.
"Betul, Din, sekurus badanmu!" goda Lela tersenyum.
"Eh, jangan menghina begitu, Lela!" kata Udin kesal.
"M aaf, maaf, Din, aku hanya berguraukok!" ujar Lela menyapa.
"Ayo, Anak"anak, silakan naik ke bus!" perintah Bu Esti.
"Aduh, sayang, ya, masih asyik menikmatipemandangan yang
indah!" ujar Mike melangkah ke bus bersama anak"anak lainnya.
Sesaat kemudian rombongan darmawisata itu kembali melaju
menyusuri Jalan Piere Tendean (Boulevard). Tidak henti-hentinya
terdengar pujian dari anak"anak menyaksikan keindahan panorama
dari jalan ini. Walau begitu mereka juga menjadi kecewa ketika
pada suatu bagian jalan sebelah kiri tampak perumahan kumuh
penduduk yang merusak pemandangan.
"Eh, jalan sebagus ini masih dihiasi dengan rumah"rumah
kumuh seperti ini. " ujar Bagio prihatin.
"Ah, sebaiknya pemerintah segera menertibkan rumah"rumah
kumuh seperti itu!" gumam Siska.
"Saya yakin pemerintah kota akan segera menata kembali
perkampungan di daerah sini!" Desi meramalkan.
Ketika tiba di ujung Jalan Piere Tendean, mereka memasuki
Kelurahan Bahu kemudian melewati Desa Malayang Satu dan Dua.
"Apakah kita sedang menyusuri jalan pulang, Bu?" tanya Nini.
"Ya, kita segera menuju Desa Tombatu, Nini!"
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Kok, bukan jalan yang kita lewati ketika datang tadi, Bu?"
"Ya, kita akan mengikuti jalur jalan Manado-AmurungTombatu, Nini!" jawab Bu Esti tersenyum.
"Aduh, asyiik!" teriak beberapa anak riang.
"Kita akan menyaksikan panorama alam lewat jalan tepi
pantai, teman"teman!" ujar Udin sambil berdiri menghadap teman"
temannya. "Wah, seumur hidup barulah kali ini saya melewati jalan ini!"
gumam Desigembira. Suasana dalam bus agak ribut oleh seruan gembira anak"anak.
Jalurjalan yang dipilih ibu gurunya ini sangat menyenangkan.
"I-Iei, hei, mengapa banyak orang berkumpul di tepi pantai
itu?" seru Mike heran.
Anak-anak dengan cepat melihat ke arah kanan jalan. Memang
tampak cukup banyak orang lalu lalang di sana. Ada juga yang
duduk-duduk, dan tidak sedikit di antaranya yang sedang mandi
dengan riangnya. "Inilah objek wisata pantai Malayang, Anak-anak! Kompleks
wisata ini memang sangat ramai pada hari-hari libur seperti ini,
ataupun pada hari Minggu," kata Bu Estibangga.
"Wah, tampaknya pantai ini sungguh menyenangkan sebagai
tempat mandi-mandi, ya?" ujar Siska kagum.
"Ayo, Sis, kita mandi!" goda Tole.
"I-quu, dasar...!" omel Siska mencibir.
Tole tertawa. Anak"anak lainnya pun turut tertawa. Suasana
dalam bus tampak meriah. Bus terus melayu menembusjalurjalan rayayang mulus. Sesekali
mereka berpapasan dengan mobil yang datang berlawanan. Bahkan
tidak sedikit mobil yang nekad ngebut melewati mereka dengan
sombongnya. Beberapa saat kemudian mereka sudah melewati Desa
Kalasey kemudian Desa Tateli di Kecamatan Tombariri.
Beberapa anak tidak bosan-bosannya menikmati keindahan
panorama alam tepi pantai di sepanjang jalan. Sesekali mereka
berdecak kagum melihat pohon-pohon bakau yang rimbun
menghiasi pantai. Sesekali pula mereka terkagum-kagum melihat
tumpukan bebatuan hitam yang cukup melengkapi lingkungan
pantai di beberapa tempat. Namun, sesekali juga ada yang
menyesalkan melihat tebing-tebing di sebelah kirijalan yang sudah
gundul dirusak penduduk. "Wah, tampaknya lingkungan hidup pantai di sepanjang jalan
ini cukup terjaga!" komentar Desi kagum. "Namun, sayang tidak
seimbang dengan kondisilingkungan hidup di tebing-tebing ini!"
"Yah ..., mudah-mudahan saja tidak terjadi tanah longsor!"
gumam Mike prihatin. Sementara beberapa anak terkagum"kagum menikmati
panorama pantai yang mereka lewati, anak-anak lainnya telah
terkulai lemah, tidur kelelahan! Mereka tidak sanggup menahan
kantuk karenaletih dan dibuai oleh lenggangan bus di jalan mulus.
Mereka asyik menikmati panorama di alam mimpinya.
Ketika melewati Desa Tanawangko, jalan menanjak tajam
dan berkelok-kelok. Ada juga rasa khawatir dan was-was dalam
hati anak-anak yang tidak terbiasa melewati jalur jalan seperti itu.
Kengerian mereka bertambah manakala melihat jurang menganga
di sebelah kiri jalan. Jika sopir tidak berhati-hati, hiii ..., tidak terbayangkan apa yang akan terjadi. Mungkin mobil yang terjerumus
akan tersangkut di pohon-pohon yang memang cukup rimbun
menutupi jurang itu. Tebing-tebing di sebelah kanan jalan pun
cukup mendirikan bulu kuduk melihatnya, curam dan gersang!
Melewati tanjakan yang membuat deg-degan itu, mereka kini
menikmati perkebunan cengkih yang rimbun di kiri"kanan jalan.
Memang daerah ini cukup terkenal pula dengan basil cengkihnya.
Sebagian besar penduduk di Kecamatan Tombariri ini pernah
menikmati masa kejayaan cengkih.
Setelah melewati Desa Senduk dan kemudian memasuki desa
Munte, jalan semakin menurut dan berkelok"kelok tajam. Hati
anak"anak yang tidak terlelap berdegup"degup. Jurang di aebelah
kiri jalan bisa membuat ciut mereka yang baru pertama kali
melewatinya. Andaikata sopir tidak berhati-hati, andaikata rem
mobil macet, huiii ..., entah apa yang akan terjadi dengan mobil
dan orang yang ada di dalamnya.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Eh, Pak Sopir, tolong hati"hati, ya?" Bu Esti mengingatkan.
"Ah, tidak apa-apa, Bu! Jalan ini sudah biasa sayalalui!" jawab
sopir bus tersenyum. "Eh, jangan begitu, Pak! Sudah terbiasa atau belum kita harus
berhati"hati melewati jalan mengerikan seperti ini!" protes Desi
bergidik. Sang sopir hanya manggut"manggut tersenyum, lalu memperlambat jalannya bus. Ia memang memaklumi penumpangnya kali
ini, selain masih anak-anak remaja, juga baru sekali ini melewati
jalur jal an ini. Setelah beberapa menit menahan kengerian, akhirnya mereka
tiba di jalan yang rata. Ada kelegaan mengusap benar anakanak. Sepertinya mereka baru saja melewati jalan 'neraka' yang
menegangkan. "I-Iei, di depan ada jembatan yang panjang!" seta Bagio agak
nyaring sampai membangunkan beberapa anak.
"Apa, apa, ada apa, Gio" Ada tembakan?" tanya Udin gelagapan
setelah ters andar dari tidurnya.
"Iya, iya, kita diserang musuh, Din, tiarap!" jawab Lela nyaring.
Ledakan tertawa tidak bisa tertahankan. Apalagi ketika Udin
benar-benar hendak bertiarap. Suasana dalam bus menjadi riuh
dengan tertawaan dan sorakan anak-anak. Mereka yang tadinya
terlelap otomatis terbangun oleh keributan itu.
"Ini jembatan Maruasei, Nak!" kata sopir setelah suasana reda.
"Ooo, jembatan Maruas ei" Cukup panjang juga, ya?" gumam Bagio
kagum. "N ah, sekarang aman, Din! Musuhnya sudah dipatahkan!"
goda Lela cekikikan. "I-Iuh, kamu membuat orang bingung, Lela!" gerutu Udin.
"Oleh 's ebab itujangan suka tidur! Kamu sekarang sedang ber"
karyawisata, bukan sedang di tempat tidur!" kata Lela menasihati.
"Untung saja pelurunya tidak mengenai kepalamu!" tambahnya
menggodalagi. Kembali suasana dalam bus menjadi riuh. Anak"anak tertawa
mendengar godaan Lela itu. Udin tampak serba salah sambil
menggaruk"garuk kepalanya yang tidak gatal. Sementara itu, jalan
yang mereka susuri mengikuti daerah aliran sebuah sungai.
"Eh, sungai apa ini, Bu?" tanya Nane tiba"tiba.
"Ooo, iniSungai Nimanga, Nane!"
"Wah, lebar juga sungai ini, ya?" gumam Nane kagum.
"Dalam catatan saya ini, panjang Sungai Nimanga 26,8 kilometer!" tambah Bu Esti sambil melihat-lihat buku catatan kecilnya.
"Apakah sungai ini yang terpanjang di daerah Minahasa, Bu. "
tanya Tole. "Ooo, tidak, Tole! Sungai terpanjang di Minahasa adalah
Sungai Poigar dengan panjang 54,2 kilometer. Sungai Nimanga ini
termasuk terpanjang kelima!"
"Eh, tampaknyalingkungan sungai ini telah terjadi kerusakan,
ya, Bu?" tanya Mona.
"Benar, Mona! Dibeberapabagian sungaiini, terutama di dekat
perkampungan desa Lelema, telah terjadi kerusakan lingkungan
sungai. Kerusakan itu terutama terjadi karena adanya kegiatan
penggalian pasir dan kerikil, tidak saja oleh penduduk setempat,
tetapi juga oleh suatu perusahaan!" jawab Bu Es ti prihatin.
"Apakah tidak ada larangan dari pemerintah, Bu?" tanya
Bagio. "Yah ..., memang menurut penelitian para pakar bangunan,
pasir dan kerikil di sungai ini tergolong paling bermutu di daerah
ini. Pemerintah memang memberikan izin penambangan pasir dan
kerikil di daerah aliran sungaiini, tetapi dengan berbagaipersyaratan
yang cukup ketat. Persyaratan itu tentu untuk menjaga kelestarian
struktur sungai dan lingkungannya!" jawab Bu Esti lalu menarik
napas panjang"panjang, kesal. "Perus akan lingkungan sungai ini
terjadi karena adanya pelanggaran terhadap persyaratan yang
diberikan pemerintah. Nah, bagi pelanggar itu tentu akan dihukum
sesuai dengan peraturanan peruhdang"undangan yang berlaku!"
"Wah, kerikil dan pasir termasuk lingkungan abiotik dan tidak
dapat diperbarui, bukan, Bu?" tanya Desi.
"Ya, betul, Desi!"
'l'lD &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Kalau terus"menerus digali, saya khawatir beberapa tahun
yang akan datanglingkungan Sungai Nimanga ini akan rusak total!"
ujar Desi menyesal. "Bagaimanapun, kekayaan alam yang tidak
dapat diperbarui akan habis jugajika diambil terus-menerus."
"Ah, pemerintah kita tentu berpikir bijaksana, Desi! Mereka
tahu batas"batas kelestarianlingkungan hidup. Jika batas itu sudah
tiba, tentu tidak satu pun orang yang diberi izin menambang pasir
dan kerikil di sini!"jawab Bu Esti tersenyum.
"Ya, moga-moga saja begitu, Bu!" Desi berharap.
"I-Iei, lihat, penduduk di desa ini asyik mandi dan mencuci
pakaian di sungai tepi jalan!" sela Bagio tiba-tiba, ketika mereka
memasuki Desa Popontolen.
"I-Ii"hi-hi"hi"hi! Itu bukan sungai melainkan saluran air, Gio!"
kata Mike di sela tertawanya.
"Lo, apa bedanya saluran air dan sungai, Mik?" Bagio balik
bertanya. "Eh, saluran air ini sengaja dibuat penduduk untuk mengairi
sawah di ujung kampung itu!" tunjuk Mike ketika mereka melewati
arealpersawahan yang luas.
"Wah, senang sekali penduduk di desa ..., desa apa ini, ya?"
Mona bertanya seperti ditujukan kepada dirinya sendiri. "Itu,
kantor desanya, Mon!" tunjuk Udin.
"Ooo, Desa Popontolen!" ujar Mona. "Wah, desa ini cukup
makmur,ya?" "Selamalingkungan saluraninidijaga,selamaairdalamsaluran
ini tidak dicemari oleh sampah dan kotoran manusia, pendapatmu
itu saya setuju, Mon!" kataAtok tegas.
"Eh, apabisa dibilang makmur jika saluran ini menjadi sarang
penularan penya kit?" Atok balik bertanya.
"Mmm ..., yah, semoga saja penduduk desa mampu menjaga
kebersihan dan kelestarian air saluran ini!" gumam Mona.
Anak-anak terkejut ketika melihat betapa areal persawahan
di antara Desa Popontolen dan Matani cukup luas. Tidak mereka
sangkajika di daerah dekat pantai terdapatpersawahanluas seperti
itu. Apalagi padinya tumbuh subur dan berbuah lebat.
..:-1. 5P iri Hari semakin sore ketika mereka melewati Tumpaan dan
sebagian Amurang. Keletihan yang menyerang tubuh para siswa itu
seolah-olahtak terasa. Merekalebih sibuk menikmatipemandangan
alam di kiri-kanan jalan daripada merasakan kelelahan itu.
Sebelum tiba di pusat kota Amurang, bus telah membelok ke
kiri mengikuti jalur jalan yang agak sempit tetapi mulus. Mereka
sekarang sedang menuju kampung halamannya, Tombatu. Jalur
jalan yang sedang mereka lalui ini adalah menghubungkan kota
Amurang dan Tombatu. Beberapa anak sudah seringkali melewati
jalurjalan ini. Semakin dekat, suasana alam terasa tidak asinglagi
bagi mereka. "Kita akan segera tiba, Anak-anak!" Bu Esti, nngingatkan. "Eh,
Din, kamujangan tertidurlagi!" goda Desi tersenyum. "Ooo, tidak
akan, Des!" jawab Udin tersenyum.
"Wah,kalau digambarkanpadapeta,jaluryangkitalaluiselama
sehari ini cukup mencengangkan, ya. " ujar Mike kagum.
"Ada, ada, Mike! Jaluryang kita lalui tadi seperti ini!" kata Bu
Es ti sambil menunjukkan petaperjalanan mereka.
Anak-anak segera mengerumuni Bu Esti sambil mengamati
petayang tertera dalam buku catatan kecilnya.
"Astaga, ternyata kita telah melakukan sesuatu yang luarbiasa
hari ini!" seru Bagio terkejut, namun hatinya bangga.
"Kira-kira berapajauh jarak yang kita tempuh, Bu?" tanya Nunik.
"M mm ..., mungkin sekitar dua ratus kilometer, Nunik!" jawab
bu guru tersenyum. "Wah, sangat jauh!" gumam beberapa anak.


Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yah ..., sangat jauh, dan sangat banyak pengalaman dan
pengetahuan yang kita peroleh hari ini!" sambung Desi girang.
Menjelang malam rombongankaryawisata itu tiba dikampung
halamannya, Desa Tombatu. Saat itulah baru terasa betapa tubuh
mereka sudah sangat lelah. Namun begitu, di wajah"wajah mereka
tetap terpancar keriangan yang mendalam, Betapa tidak" Hari ini
mereka telah mengukir sejarah baru dalam hidupnya!
"I-Iore, kita tiba dengan selamat!" teriak Bagio bersorak.
"Syukuuur!" gumam anak"anak gembira.
'l'lE &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: Daftar Pustaka Ananta. P. 1982 IlmaPengetahaan Bwni danAlain Sanesta. Klaten: PT
Intan Pariwara. Biro Pusat Statistik. 1990. Statistik Indonesia 1989. Jakarta: BPS.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 19"2. Monografi
DaerahSaiawasiUtara. Jakarta: Depdikbud.
", 1981. Geografi dan Kependudukan. Jakarta: Depdikbud.
", 1981. Karilenwn SMP, GBPPIlrnaPengetahaanSosial UPS) Sub Bidang
StudiGaografi dan Ekonomi. Jakarta: Depdikbud.
Faozi. T. Pakpak. OK.RLP. 1987. Atlas Indonesia dan Dunia. Jakarta:
FA. Hasar. Graafland N. & Kuli it Yoost. 19.82. Minahasa Masa Lalu dan Masa Kini.
Jakarta: Lembaga Perpustakaan Dokumentasi dan Informasi.
I-Iaryadhi. S. 1988. IPS, GaograH &mdudalnn SMP, Jilid 1, 2.
Bandung. Armico. Kantor Statistik. 1988. StatistikKependudahrn PropinsiSaiawesi Utara.
Manado: Kantor Statistik Suulut.
Kota Madia Manado. 1991. Manado dalam Angka 1990. Manado:
Kantor Statistik Kodia Manado. Minahasa. 1991. Minahasa dalam Angka 1990. Tondano: Kantor
Statis tik Kabupaten Minahasa.
Moeliono Anton. M. et.al. 1991. fii-ienas Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka. Raharctja. P. 1991. Ilmu Pengetahuan Sosial UPS), Geografi dan
Kependuduinn jilid 1, 2. Klaten: PT Intan Pariwara.
..:-1. 5P ria Republik Indonesia. 1990. Penduduk Indonaia, Yasil Sensus Penduduk
1990. Jakarta: Biro Pusat Statistik.
Sutjiati. T. & Purnama. A. 198" Pgangrnllnnu Pengetahuan Sosial jilid
1, 2. Bandung. Armico. Sulawesi Utara. 1981F1982. Monograd Propinsi Dati ISulawai Utara.
Manadb: Sekretariat Dati I Sulut.
Suwondo Bambang. et. al. ?"!"8. Adat Istiadat Daerah Sulawesi Utara.
Jakarta: Depdikbud. Wawointana. A. J. 19 92. Potret Sulawesi Utara. Jakarta: Pusat
Perbukuan Dep dikbud. Waworuntu. et. al. ?"?"8.AdatIstiadatDaerahSulawesiUtaru.Manado:
ProyekPenelitian danPeneat at an Budaya Daerah.
Yunus Ahmad. 1980r'1981. Permainan Rakyat Daerah Sulawesi Utara.
Jakarta: Depdikbud. * Peta Sulawesi * Peta Sulawesi Utara * Peta Manado * Peta Minahasa * Observasi Langsung di Kahupa ten Mina hasa dan Kodya Ma nado.
* Wawancara denga n beberapa tokoh masyarakat di desa Tornhatu I,
Langou'an, Kakas, Tandengr n, Remboken, dan Kelurahan Sindulang I.
mmm-namum.- Balai Pusuk: Penerbitan dan Percetakan
PT Balai Pustaka [Petet-ro)
6 Jalan Bunga Nata"ah.
Matraman, Jakarta Tlmu r 1 3140
V TeIiFaka. (az-211353 3369
Website: http:!Mwwbalaipustakaeoi-d
Seruling Gading 5 Sherlock Holmes - Salam Terakhir Sherlock Holmes Api Di Bukit Menoreh 5

Cari Blog Ini