Ceritasilat Novel Online

De Winst 2

De Winst Karya Afifah Afra Bagian 2


"Saya... saya tidak mengerti maksud Anda?" Rangga
mengerutkan kening. Kresna tertawa menang. "Jika begitu adanya, berarti kau ini memang orang yang sangat
tidak peka melihat penderitaan sesama. Mestinya, setelah berkelana
memutari kota ini, melihat dari dekat kehidupan rakyat jelata,
kau menjadi tahu bahwa banyak di antara penduduk negeri ini
yang masih kelaparan sementara kau tertidur dalam kondisi
kekenyangan. Kemuliaan, kekayaan dan kehormatan, telah
membuat matamu buta, bukan?"
"Jangan menuduh sembarangan! Saya baru saja pulang dari
negeri Belanda. Saya tidak tahu kondisi negeri ini. Apa yang saya
kerjakan beberapa hari ini, belum menggambarkan seberapa parah
pustaka-indo.blogspot.com71
keadaan bangsa ini. Anda tahu, di pemukiman padat penduduk
di kota Rotterdam atau Amsterdam pun, banyak pula dijumpai
orang-orang miskin. Jadi?"
"Akan tetapi, apakah orang-orang miskin di Rotterdam serta
Amsterdam itu sebegitu miskinnya sehingga sering kali hanya
makan sehari sekali" Tentu tidak! Sekalian Nederlanders telah
dilimpahi kemakmuran karena penghisapan mereka atas
kekayaan negeri ini. Tuan Rangga, saya memang belum pernah
datang ke negeri Belanda, akan tetapi saya mengenal banyak para
pelajar yang menempuh pendidikan di negeri Belanda seperti
Anda. Tetapi, berbeda dengan Anda yang hanya berkutat dengan
diri Anda sendiri, mereka adalah orang-orang yang tak pernah
letih memperjuangkan nasib bangsanya. Mereka berlomba-lomba
memberikan sumbangan untuk kemerdekaan tanah airnya.
Mungkin Anda, dengan ketampanan dan uang yang Anda miliki,
setiap hari hanya berfoya-foya, memikat para bidadari bermata
biru, berpesta-pesta, mabuk-mabukan...."
"Cukup! Anda menuduh saya tanpa bukti. Itu fitnah
namanya!" Suara Rangga meninggi. Kemarahannya semakin
memuncak. Pemuda tampan ini, benar-benar tengil.
"Wah... begitu saja marah. Tetapi, syukurlah kalau Anda
marah. Jika marah, berarti Anda mungkin tidak seperti yang saya
duga. Sepertinya, saya sudah menganggu waktu Anda. Saya tak
jadi menonton film, karena ada suatu hal yang harus diurus. Untuk
kopi susu yang Anda minum, sudah saya bayar. Kali ini, saya yang
mentraktirmu. Lain kali, giliran Anda. Setuju?"
Sambil menebar senyum congkak, Kresna bangkit dari
kursi dan pergi dengan langkah tegap. Beberapa pasang mata
para gadis"baik si mata cokelat lebar, mata sipit maupun mata
pustaka-indo.blogspot.com72
biru, terlihat memandangi sosok pemuda itu dengan binar
kekaguman. Yah, lelaki itu memang sangat menawan. Andai
saja ia mau sedikit santun, Rangga pun akan dengan senang
hati berkenalan dengannya....
Gadis bermata sayu itu masih berkutat dengan mesin
ketiknya ketika sosok dengan busana kejawen itu memasuki
kamarnya yang hanya diterangi lampu minyak. Suasana kamar
terasa syahdu dengan nyala lampu yang tak terlampau terang.
Ranjang dari kayu jati dengan kasur berseprai batik, almari besar
yang tergeletak di sudut ruang, kelambu berwarna putih, rak besar
berisi buku-buku, meja tulis dan kursi... berderet memagari
ruangan yang tak terlampau luas tersebut. Sebuah pot bunga
imitasi yang terpajang di tepi jendela, serta tirai-tirai berwarna
cerah, menandakan bahwa pemilik kamar tersebut adalah seorang
gadis muda yang berjiwa dinamis.
Wanita dengan busana kejawen, yakni kain batik sidomukti,
kebaya putih dan rambut digelung rapi itu sesaat tertegun. Ada
binar kecemburuan menyelinap di kisi-kisi batinnya. Lihatlah...
sosok yang tengah serius menekuri mesin ketik itu"barang yang
baginya teramat mewah dan modern, adalah seorang perempuan,
sama seperti dirinya. Namun, perempuan itu jauh lebih beruntung
dibanding dirinya. Jika perempuan itu mampu bersahabat dengan
alam modern, maka selamanya, ia senantiasa berkutat dalam
kubangan alam tradisional yang senantiasa membelenggunya.
Beruntunglah kau, Nak... desah wanita kejawen itu.
"Sekar!" panggil wanita itu, pelan, sangat berhati-hati, seakan
takut mengoyak konsentrasi gadis yang tak lain adalah anak
pustaka-indo.blogspot.com73
perempuan semata wayangnya itu. Dari rahimnya terlahir 4 jiwa,
3 di antaranya lelaki dan ketiga-tiganya seakan memasang jarak
dengannya. Hanya Sekar, belahan jiwanya, yang senantiasa ia
belai dengan sepenuh kasih. Ia menyayangi sang gadis sepenuh
hati, meskipun hingga detik ini, ia belum mampu menyelami
alam pikir sang puteri yang sering kali penuh misteri.
Namun panggilan pelan itu, ternyata cukup mampu
mengusik saraf auditori sang gadis. Sekar pun menoleh,
melemparkan senyum"senyum yang terkesan tidak sopan"
namun ia sukai karena terlontar dengan tulus, dari dasar hati. Ia
pun meraba-raba kenangannya. Setahunya, tak pernah sekalipun
ia berani melempar senyum kurang ajar kepada Sang Ibu, seorang
istri bangsawan yang sangat teguh memegang tradisi Jawa.
"Malam ini, ibu terlihat cantiiiik sekali. Meskipun Ibu
sudah hampir 50 tahun, kelihatannya masih
seperti gadis remaja ningrat seperti pustaka-indo.blogspot.com74
dia, sebenarnya tak boleh tertawa terbahak-bahak seperti itu.
Tidak sopan. Namun seperti biasa, ia selalu tak berdaya
menghadapi tingkah sang anak. Bukan saja tak berdaya, namun
juga... menikmati. Bahkan ia pernah bermimpi, mengenakan
baju seperti sang puteri, bertamasya ke sebuah taman bunga,
dan di sana ia tertawa lebar sepuasnya. Mimpi yang tak mungkin
terjelma di alam nyata. Karena, ia adalah garwa padmi seorang
pangeran. "Ibu meminta saya mengenakan kain dan kebaya" Wah...
wah... bisa-bisa saya jatuh karena tidak bisa melangkah. Ibu lupa,
sudah hampir 5 tahun, sejak lulus dari ELS, saya tidak lagi
mengenakan kebaya dan kain batik."
"Hanya untuk malam ini, Nduk! Tamu istimewa akan
berkunjung." "Siapa dia?" "Apa Mbok Dinah belum memberitahu?"
"Mungkin sudah. Saya yang tidak perhatian. Lihatlah Bu,
saya sudah hampir menyelesaikan roman saya. Mas Jatmiko
sudah berkali-kali mengingatkan agar saya segera mengebut
tulisan ini. Dia akan membacanya terlebih dahulu sebelum saya
mengirimnya ke penerbit Balai Pustaka di Jakarta."
"Kau masih suka berhubungan dengan Nak Jatmiko?"
Sekar berdiri dari kursinya, lalu menghampiri sang ibu dan
memeluknya, manja. "Kenapa" Tidak boleh" Ibu... Mas Jatmiko
itu orang yang pintar. Dia guru saya dalam menulis maupun
berfilsafat. Dialah yang selama ini mengajari Sekar, Bu."
"Tetapi, kau harus ingat, bahwa ramamu sangat tidak suka
pustaka-indo.blogspot.com75
dengan Jatmiko. Lagipula, kau sudah terikat pertunangan dengan
orang lain." "Orang yang akan datang malam ini" Siapa namanya"
Rangga Puruhita" Borjuis yang sombong itu?" Sekar
mengerucutkan bibirnya. "Mungkin dia tidak tertarik beristri
seorang pribumi seperti saya. Yakinlah... pemuda setampan dia,
pasti sudah punya belahan hati. Mungkin seorang gadis Belanda
bermata biru. Mungkin dia bahkan sudah menikah dan punya
banyak anak." "Ora pareng berkata begitu, Nduk! Tidak baik...."
"Ibu... bukankah sudah saya katakan berkali-kali. Saya tidak
pernah menyetujui perjodohan itu. Ketika dijodohkan saya masih
berusia 7 tahun, saya tidak tahu apa-apa."
"Dahulu Ibu dijodohkan dengan ramamu sejak masih bayi,
Nduk!" "Zaman sudah berubah, Bu. Sekarang alam modern.
Pernikahan itu harus berlangsung karena suka sama suka. Bukan
paksaan dari orang tua."
"Jangan membantah keinginan orang tua. Orang tua selalu
menginginkan yang terbaik buat anak-anaknya. Lagipula, apa
sebenarnya kekurangan Raden Mas Rangga Puruhita" Ia seorang
yang berbudi, pandai, tampan dan ningrat. Ia doktorandus dari
Belanda. Bahkan kabarnya, dia sudah bekerja di pabrik gula De
Winst pimpinan Tuan Biljmer."
"Wah, berarti dia sudah menjadi borjuis seratus persen.
Gayanya pasti sudah seperti para Meneer Belanda. Kebarat-baratan,
padahal kulitnya cokelat sebagaimana orang Jawa."
"Sudahlah...! Ibu tidak mengerti apa yang kau katakan.
pustaka-indo.blogspot.com76
Sekarang, mumpung masih ada sedikit waktu, sebaiknya kau
berganti busana. Kau harus terlihat seperti puteri Jawa yang
anggun dan penuh wibawa, Nduk..."
"Nanti sajalah... kalau si Rangga Puruhita itu datang, dan
ia ternyata memakai kain, beskap dan blankon, baru saya mau
memakai kain dan kebaya. Bukankah tidak adil namanya, jika
saya sudah bersusah payah memakai pakaian yang ribet itu,
ternyata ia datang memakai pakaian barat?" Sekar mengangkat
pundaknya seraya membentangkan kedua tangannya.
"Nduk, ora pareng berkata begitu."
"Ibu, pokoknya saya tidak mau bersusah-payah memakai
kebaya!" tegas Sekar akhirnya. Lantas, gadis berusia awal 20-an
tahun itu bangkit, berjalan menuju almari dengan cermin besar di
pintunya. "Begini saja, saya rasa sudah cukup sopan untuk
menerima tamu. Saya menemui Mas Jatmiko, bahkan Leraar Van
Persie, juga mengenakan baju ini. Apa sih keistimewaan Rangga
Puruhita dibandingkan dengan mereka?"
"Nduk, Raden Mas Rangga Puruhita itu calon suamimu!"
Tawa Sekar kembali terdengar, bergelak. "Suami" Ya
ampuuun... di zaman serba modern seperti sekarang ini, masih
ada juga yang namanya perjodohan. Ibu, bahkan di Perancis sana,
raja-raja yang berkuasa sudah tumbang. Raja Louis dan
permaisurinya, Maria Antoniette telah digunting lehernya oleh
rakyat yang marah dengan kesewenang-wenangan mereka hingga
tewas. Kini, angin demokrasi telah berhembus di seluruh penjuru
Eropa, termasuk negeri Belanda. Kekuasaan Ratu Wilhelmina
sudah tak lagi absolut, karena ia telah didampingi perdana menteri
dan parlemen. Semua orang sederajat dan tidak boleh saling
memaksakan kehendak."
pustaka-indo.blogspot.com77
"Tetapi ini di Jawa, Nduk... bukan Perancis atau Belanda.
Sudahlah... jangan banyak membantah. Anak perawan, harus nunut
sama paugeran, ndak boleh memberontak," tegas Sang Ibu akhirnya.
"Sekarang, dandanlah yang rapi. Nanti Ramamu duka sama dirimu.
Kau bisa dilarang bepergian lagi seperti setahun yang lalu."
Sekar menggaruk-garuk kepala, ingat ketika beberapa yang
lalu, ketika ia masih menjadi seorang siswa di AMS, Sang Rama
melarangnya pergi kemana-mana selama hampir sebulan. Ia bahkan
tidak boleh pergi bersekolah dan hanya diizinkan untuk bergerak
di sekitar lingkungan Dalem Suryakusuman. Permasalahannya,
bagi dia sangat sepele. Ia tidak mau melakukan sembah sungkem
kepada sang Eyang, Sri Susuhunan yang berkuasa di Istana
Kasunanan. Ketika para wayah dalem berderet untuk mengantri
ritual sakral itu, ia malah berdiri seraya cengar-cengir. Tentu saja
KGPH Suryakusuma menjadi sangat murka kepadanya.
Untunglah, berkat campur tangan Leraar Van Persie, guru
bahasa Belanda kesayangan Sekar di AMS, serta berkat
perjuangan kanjeng Ibu, hukuman itu pun dicabut, meskipun
dengan berat hati. KGPH Suryakusuma memiliki ambisi menjadi
salah seorang pengageng parentah di keraton. Memiliki seorang puteri
yang murangtata adalah tamparan berat baginya.
Dan ternyata, peringatan sang Ibu, cukup berpengaruh juga
di hatinya. Sekar pun mengeluh dengan wajah muram.
"Ibu, bagaimana rasanya menikah dengan orang yang tak
pernah kita cintai?" tanyanya, di tengah rasa putus asa yang
mendera. Di luar dugaan, sang Ibu mendadak terdiam. Ada galau yang
menyeruak hebat. Tentu saja tidak menyenangkan, Nduk... karena
Ibu juga sudah pernah mengalaminya.
pustaka-indo.blogspot.com78
Raden Ayu Sariti menghela napas panjang. Dulu, 30 tahun
yang lalu, sebuah binar cinta sebenarnya telah memancar. Ia selalu
terpesona jika menatap sesosok pemuda yang dengan gagahnya
menunggangi kuda putihnya. Sayang pemuda itu bukan seorang
ningrat. Ia hanya seorang Lurah Prajurit. Cintanya pun terdampar
pada sebuah padang gersang... mati!
Lantas, datanglah KGPH Suryakusuma. Seorang lelaki yang
jauh dari romantis. Seorang bangsawan yang memiliki harga diri
teramat tinggi, dan sangat berambisi untuk menduduki kursi
kekuasaan sebagai raja di Tanah Jawa ini, meskipun ia hanya
putra seorang garwa ampeyan. Seorang pribadi yang keras kepala
dan suka menang sendiri. Apakah ia mencintai lelaki yang telah hampir 3 dasawarsa
itu menjadi suaminya" Yang telah membuat ke-4 anaknya terlahir
dari rahimnya" Entahlah... kalau pun ia mencoba menjadi istri
yang baik, itu semata demi pengabdian. Ia seorang wanita Jawa
yang hanya bisa pasrah... sumarah.
"Nduk...," desahnya kemudian. "Jangan dahulu berbicara
soal cinta. Bukankah kau sendiri juga belum pernah bertemu
dengan calon suamimu itu?"
Sekar tidak menjawab. "Baiklah Nduk... bersiaplah. Sebentar lagi, tamu kehormatan
itu akan datang." Sekar hanya bisa menelan ludah. Bukan karena menyerah.
Ia hanya tak ingin menyakiti hati orang yang sangat ia kasihi itu.
Bunda. Kanjeng Ibu... pustaka-indo.blogspot.com79
Rangga menatap sosok yang barusan muncul dari balik pintu
itu dengan takjub. Bayangan sosok wanita Jawa yang malu-malu
dengan kain batik wiru dan kebaya serta rambut digelung rapi,
buyar seketika. Sekar... Raden Rara Sekar Pembayun, ternyata
tak jauh berbeda dengan Sekar yang dulu. Sekar yang bandel
dan nakal. Lihatlah! Ia mengenakan pakaian seperti seorang
pelajar Barat. Rok panjang dan blouse yang sebenarnya lebih
pantas dikenakan untuk bersekolah atau aktivitas yang tidak
terlalu resmi seperti malam ini. Meskipun sama-sama berpakaian
ala barat, ia cukup bisa menata diri. Ia mengenakan jas dan dasi,
serta sepatu yang disemir mengilat. Gadis belia itu pun tidak
mencoba menampakkan sikap seperti yang ditampakkan oleh
para wanita yang hadir malam itu. Ia terlihat begitu tenang,
dengan wajah terangkat dan tatapan penuh percaya diri.
Namun, satu hal yang Rangga akui... gadis itu sangat cantik.
Dan pancaran matanya yang sedikit nakal... mendadak


De Winst Karya Afifah Afra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengingatkannya pada seseorang. Tetapi, siapa dia" Rangga tak
juga menemukan sosok yang tepat.
Dan jujur saja, Rangga lebih suka bertemu dengan Sekar
dengan penampilan seperti itu. Ia tak tahu harus bersikap semacam
apa jika ternyata Sekar adalah seorang wanita Jawa yang teguh
memegang adat-istiadat keraton.
Bahwa Sekar adalah seorang yang terpelajar, ia sudah
mendengarnya. "Rara Sekar sudah lulus AMS, Den!" cerita seorang abdi dalem,
kemarin sore. "Sebenarnya dia sangat berkeinginan untuk melanjutkan
kuliah di sekolah hukum karena ia sangat ingin menjadi pokrol. Tetapi
Kanjeng Pangeran Suryakusuma tidak mengizinkannya. Menurut beliau,
seorang gadis, bisa bersekolah hingga AMS saja, sudah sangat luar biasa."
pustaka-indo.blogspot.com80
Namun bahwa Sekar telah menjadi sosok yang sangat
egaliter seperti sekarang ini, benar-benar di luar perkiraannya.
"Inilah anak saya Sekar... dia...," ucapan KGPH Suryakusuma
terhenti begitu melihat sosok sang puteri. Raut mukanya berubah
dahsyat. Ada sebentuk ketidaksukaan yang terpancar sangat kentara.
Ia tentu tak menginginkan anaknya berpenampilan seperti
itu, desis Rangga. Cepat-cepat, ia pun berinisiatif membelokkan
topik pembicaraan. "Tak disangka, bocah yang dahulu pemalu
dan masih sangat mungil, ternyata sekarang sudah menjadi
sesosok gadis dewasa..." Ia pun melempar senyum ke arah gadis
yang sebenarnya masih saudara sepupunya itu. Bukannya
membalas keramahannya, Sekar justru mencibir.
"Sesudah lama sekolah di negeri Barat, Anda rupanya sudah
berubah menjadi pemuda klimis yang pintar merayu para gadis?"
serangnya, di luar dugaaan.
Raden Ayu Sariti sendiri dengan cepat menutup mulutnya,
kaget dengan semburan perkataan yang ketus dari sang puteri
kesayangannya itu. "Aa... apa maksud Raden Rara?" tanya Rangga, masih santun
meskipun terbata. "Anda seorang pemuda tampan, ningrat dan terpelajar. Pasti,
sudah banyak gadis yang menjadi korban Anda bukan?"
"Saya... saya...." Rangga kebingungan. Gadis ini tak hanya
egaliter, juga liar. Rangga menjadi salah tingkah.
"Nduk Sekar!" tegur KGPH Suryakusuma, dengan suara
murka. "Tak pantas kau mengatakan hal semacam itu di hadapan
calon suamimu!" pustaka-indo.blogspot.com81
"Calon suami?" suara Sekar meninggi, terdengar sengit. "Jika
Kanjeng Rama atau Kanjeng Ibu yang hendak menikahinya,
silahkan saja! Tetapi, saya hanya akan menikah dengan orang
yang saya pilih sendiri. Zaman sudah berubah, seorang wanita
memiliki hak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Saya..."
"Cukup!" bentak KGPH Suryakusuma, dengan wajah merah
padam, antara murka dan malu. "Kau benar-benar gadis yang
tak tahu tata krama."
"Saya hanya berusaha jujur terhadap kata hati saya. Saya
tidak mau dijodohkan dengan siapapun, apalagi jika saya tidak
terlibat dalam proses pemilihan jodoh tersebut!"
"Kualat kau!!" KGPH Suryanegara saling bertatap pandang sejenak dengan
istrinya. Rikuh juga terlibat dalam suasana yang kurang menyenangkan
seperti malam itu. Sementara, Rangga sendiri diam-diam merasa
salut luar biasa kepada gadis belia bernama Sekar itu. Ia juga tidak
menyetujui perjodohan itu. Namun, ia tak pernah punya daya untuk
menentangnya. Ia tak memiliki cukup keberanian.
"Dhimas...," KGPH Suryanegara mencoba menengahi.
"Sepertinya, tak elok jika kita melanjutkan perbincangan ini.
Bagaimana jika kita membicarakan hal yang lain saja" Sementara,
untuk urusan perjodohan, biar sementara kita tunda terlebih
dahulu. Mungkin Nimas Sekar Prembayun memang kurang enak
badan atau apa..." KGPH Suryakusuma pun menyetujui usulan kakak beda
ibunya itu. Mereka pun membincangkan banyak hal. Namun
kentara sekali, bahwa suasana telah berubah menjadi sangat
kaku. Tak lama keluarga Rangga berada di Dalem
pustaka-indo.blogspot.com82
Suryakusuman yang megah dan indah itu, karena sejam
kemudian, mereka pun berpamitan.
Malam telah sangat larut. Dalem Suryakusuman pun telah
lama meluruhkan aktivitasnya sejenak. Lampu-lampu dimatikan,
dan para penghuninya pun pulas di balik kelambu ranjangnya
masing-masing. Hanya ada beberapa perjurit Kasunanan yang
ditugaskan untuk berjaga di istana kepangeranan tersebut yang
terlihat berlalulalang dengan kewaspadaan penuh. Meskipun rumah
seorang pangeran, maling yang beraksi sering kali terlampau nekad.
Seminggu yang lalu Dalem Wuryaningratan disatroni maling,
beberapa harta pusaka kebanggaan lenyap. Aksi maling itu menjadi
sebuah rangkaian jika disambung dengan beberapa aksi
sebelumnya. Maka, sang Manggala Yudha keraton Kasunanan pun
menugaskan para perjuritnya untuk bersiaga penuh. Mereka
bekerjasama dengan KNIL dan politiewezen, meningkatkan
penjagaan dengan lebih seksama. Hasilnya, sudah seminggu ini
sang maling tidak lagi berkeliaran.
Namun, selain para perjurit Kasunanan tadi, ternyata ada juga
salah satu penghuni yang masih terjaga di kamarnya. Dia adalah
sosok yang tengah duduk termenung di depan meja tulisnya. Raden
Mas Rangga Puruhita. Dia tidak peduli pada aroma malam,
termasuk hawa dingin yang masuk melalui ventilasi jendela
kamarnya. Ia bahkan masih mengenakan pakaian yang digunakan
untuk berkunjung ke rumah "calon istrinya" itu.
"Ah... calon istri..."!" desisnya, seraya tercenung.
Pertemuannya dengan gadis itu benar-benar telah menimbulkan
pustaka-indo.blogspot.com83
kegemparan tersendiri di hatinya. Ia tak pernah menyangka, jika
sosok Sekar ternyata adalah seorang perempuan yang begitu
pemberani. Ia kagum kepada sikap tegas"yang meskipun
terkesan agak lasak itu. Ia bahkan berani bertaruh, bahwa
perempuan itu, pasti bukan perempuan biasa. Barangkali, dia
adalah jenis-jenis perempuan pergerakan yang menyimpan bom
waktu di dalam dadanya dan sewaktu-waktu akan meledak.
Sebenarnya cukup mengherankan jika ada seorang perempuan
dari kalangan keraton seperti Sekar bisa tercetak seradikal itu.
Seorang perempuan istana Jawa, akan dididik dengan disiplin yang
ketat untuk bisa menjadi seorang wanita yang tulus mangabekti
kepada ingkang raka, suaminya. Ia akan dilatih untuk menari Bedaya
Ketawang dengan gerakannya yang halus, memainkan canting
untuk menghasilkan goresan lukisan berselera tinggi di kain-kain
mori putih, ataupun merias diri dengan berbagai ramuan yang
membuat kulit tubuh akan menjadi selembut sutera. Ia tidak
diajarkan bagaimana mengeluarkan isi hati, sebaliknya, ia dituntut
untuk senantiasa nerima ing pandum. Seorang wanita sejati, akan
dicintai oleh seorang pria berawal dari belas kasih"karena rasa
trenyuh akan pengabdiannya yang tiada henti. Itulah doktrin
seorang wanita Jawa. Rangga cukup memahaminya.
Jika akhirnya Sekar Prembayun bisa menjadi sesosok macan
betina, Rangga sungguh tertarik untuk menelusuri penyebabnya.
Jika dibandingkan dengan ayahnya, KGPH Suryanegara, ayah
Sekar, KGPH Suryakusuma adalah seorang bangsawan yang
kolot. Ketiga puteranya, yakni saudara-saudara Sekar yang semua
lelaki, dididik dengan tradisi yang ketat. Maka, bahwa Sekar
kemudian justru berani memproklamasikan dirinya sebagai
pemberontak sejati, kenyataan itu sungguh mengherankan.
Bahkan Sekar ternyata bersekolah hingga bangku AMS.
pustaka-indo.blogspot.com84
Menurut Suryadi, anak Raden Ngabehi Suratman yang ambtenaar
BB itu, Sekar pernah bersikeras hendak melanjutkan ke sekolah
hukum di Jakarta. Hanya saja, keinginan itu ditentang keras oleh
Sang Ayahanda. Kalaupun bukan karena kekukuhan hati Sekar
semata, pasti ada sosok orang yang telah menempa semangatnya
dalam frekuensi yang kerap.
Dan entah mengapa, Rangga tiba-tiba teringat kepada sosok
pemuda tampan bernama Kresna. Watak kedua orang itu hampir
sama. Ada hubungan apa antara Kresna dengan Sekar"
Percintaan" Persahabatan" Atau... guru dan murid"
Rangga bangkit dari kursi penjalinnya. Tatapan matanya kini
beralih ke arah jas putih yang ia gantungkan di dekat almari.
Sebuah horloge terbuat dari emas, mengingatkan ia pada secarik
kertas wangi yang ia terima beberapa hari yang lalu. Surat dari
sang pemberi horloge itu...
Rangga... sungguh saya sangat senang, karena sebentar lagi,
mungkin kita akan berjumpa lagi. Tetapi, jangan terkejut jika Anda
melihat, kenyataan apa yang telah menimpa diri saya. Saya berharap,
Anda tetap bersedia menjadi sahabat terbaik saya, sepanjang masa...
Everdine Kareen Spinoza Sebuah surat sangat singkat yang menyimpan teka-teki besar.
Apa maksud perempuan itu menuliskan bahwa sebentar lagi mereka
mungkin akan berjumpa" Dan, kenyataan apa yang telah menimpa
dirinya" Bagaimana pula dengan rencana mendirikan kantor hukum
di mana ia akan bertindak sebagai pengacara" Pengacara perempuan,
sesuatu yang sangat hebat, karena jarang terdapat, apalagi di negeri
yang masih sangat terbelakang semacam Hindia Belanda.
pustaka-indo.blogspot.com85
Jujur saja, surat itulah yang terutama membuat Rangga merasa
sangat gelisah malam itu. Fenomena Sekar memang cukup menyita
perhatiannya. Namun bahwa getar hatinya telah melantunkan
sebuah konser kerinduan... ia tak mampu memungkirinya.
Karena hanya Kareen Spinoza, gadis yang telah berhasil
mencuri sebagian hatinya.
pustaka-indo.blogspot.com86
Rangga merasakan kebahagiaan bertumpuk di
dadanya. Akhirnya, setelah beberapa hari tak memiliki
kegiatan, kini ia disibukkan dengan pekerjaan barunya
di Pabrik Gula De Winst. Tak terasa, hampir satu bulan
ia menjadi bagian dari perusahaan tersebut. Barusan,
di ruang pertemuan, ia mengikuti rapat yang diikuti oleh
para pejabat pabrik. Dari sekitar 10 orang peserta rapat,
hanya dia yang inlander, lainnya berkulit putih meski
tidak semua Nederlander. Tuan Jack Smith berasal dari
Inggris, sementara Tuan Henry Althusser berasal dari
Perancis. Sebagaimana orang Eropa yang merasa sebagai
bangsa terhebat di dunia, mereka memandang remeh
keberadaan Rangga, meskipun inlander itu memiliki gelar
doktorandus di depan namanya. Namun, ketika ia
mencoba mempresentasikan sistem pemasaran baru
yang ia rancang beberapa hari sebelumnya, mereka mulai
terlihat menghargai ketajaman analisisnya.
pustaka-indo.blogspot.com87
Mereka harus tahu, dengan siapa tengah berhadapan!
Seorang jongos mengantarkan segelas kopi ke mejanya.
Rangga mengangguk ramah seraya mengucapkan terimakasih.
"Sudah lama bekerja di sini?" tanyanya.
"Inggih, Ndara Sinyo!" jongos itu menunduk dalam-dalam.
"Sudah hampir 20 tahun. Sejak saya belum menikah."
"Siapa nama sampeyan?"
"Sarmin, Ndara Sinyo! Lengkapnya Sarmin Martosunaryo.
Martosunaryo itu nama tua saya."
Rangga mengangguk paham. Dalam tradisi Jawa, memang
sudah lazim jika seorang lelaki, setelah menikah, akan
mendapatkan nama baru. "Di mana rumah sampeyan?"
"Di sebelah selatan pabrik itu, Nyo! Sekitar 100 tombak
dari sini. Hanya gubuk reot, tapi saya sangat betah tinggal di
sana." "Wah, pasti karena di rumah itu ada seorang bidadari cantik
yang setiap hari, saat sampeyan pulang kerja, menyambut dengan
senyum menawan, bukan?" goda Rangga. Pak Sarmin terkekeh,
memperlihatkan 2 buah gigi depannya yang patah. Konon,
menurut cerita jongos itu, gigi depannya patah saat ia bertarung
melawan warok asal Ponorogo yang berhasrat menjadi Bu
Sarmin?"bidadari cantik" itu"sebagai istri ke-20nya. Rangga
berdecak, hebat betul warok itu, mampu menjadi pejantan bagi
19 orang istri. "Wah, Ndara Sinyo ini ada-ada saja. Istri saya sudah tua.
Sudah punya anak 5. Bagaimana mungkin bisa dikatakan bidadari
cantik." pustaka-indo.blogspot.com88
"Lho... cantik atau tidak, itu tergantung bagaimana kita
memandang, bukan" Berapa sampeyan digaji di sini, Pak Sarmin?"
Wajah Pak Sarmin berubah murung. "Kecil, Nyo" tetapi
ya" gaji seberapa pun, kalau kita tidak bisa mengelolanya, juga
mboten nate cekap ta?"
"Berapa gaji sampeyan?"
"Seharinya 30 sen, Nyo."
"30 sen"!" Paras Rangga bersemburat merah. Gaji itu bahkan
lebih rendah dibandingkan dengan buruh wanita. Dengan
penghasilan sekecil itu, bagaimana Sarmin bisa menghidupi istri
dan kelima anaknya" Meskipun labanya terus menurun, Pabrik
De Winst tentulah tidak semiskin itu hingga hanya mampu
menggaji jongosnya 30 sen sehari.
"Bagaimana sampeyan mengatur gaji itu hingga cukup untuk
hidup?" selidiknya. Sarmin mendesah. "Yang penting nrimo, Nyo. Kalau ada
beras, kami sekeluarga makan beras. Jika tidak ada, makan
thiwul juga echo, Nyo. Di belakang gubuk kami ada sepetak
tanah, istri menanam pohung di sana. Lumayan, bisa dibuat tiwul.
Terkadang kami juga makan nasi aking karena sering kali kami
mendapat sisa-sisa nasi dari warung makan. Kalau memasaknya
pintar, enak juga." Nasi aking adalah sisa-sisa nasi yang seringnya hampir basi yang
dijemur dan dimasak kembali menggunakan parutan kelapa dan
garam. Rangga geleng-geleng kepala dibuatnya. Dengan penampilan
para administratur yang perlente, otomobil-otomobil yang dikendarai,
serta rumah-rumah loji mereka, keberadaan orang-orang semacam
Sarmin benar-benar sebuah praktik perbudakan.
pustaka-indo.blogspot.com89
"Goedemorgen Meneer Rangga!" sebuah suara dengan logat
Eropa meramaikan pembicaraan. Sesosok tubuh tinggi besar,
terbungkus setelan jas warna putih, memasuki ruang kerja
Rangga. Tuan Biljmer. Meskipun wajah lelaki itu sebenarnya
tidak terlalu tampan, tetapi hari itu, seraut wajahnya yang bule
tampak berseri-seri. Rambutnya yang keemasan berkibar-kibar
terkenag angin perkebunan tebu, semakin memperkuat
kesan kebahagiaan yang tampaknya memang tengah menjadi dominasi
batin lelaki Eropa itu. "Ah, cerah sekali Anda saat ini, Meneer?"


De Winst Karya Afifah Afra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yah, secerah mentari di langit. Anda tahu, apa yang
membuat saya begitu bergembira hari ini?"
Rangga menggeleng. pustaka-indo.blogspot.com90
"Aha, Tuan Rangga... pasti Anda akan tercengang jika saya
menceritakan apa penyebabnya. Tahukah Anda, permohonan saya
untuk melanjutkan kuliah di Leiden diterima. Saya sudah
mendapatkan suratnya akhir pekan kemarin. Saya tidak akan
berlama-lama. Awal bulan depan, saya akan bertolak ke Nederland."
Rangga mengangkat bahu, membelalakan mata,
menampakkan reaksi kagum. "Tampaknya, ini menandakan
bahwa bagi pihak universiteit, Tuan adalah seorang mahasiswa
yang sangat cemerlang. Tak semua orang bisa mendapatkan
keberuntungan sebesar ini. Tetapi, bagaimana dengan anak dan
istri Meneer" Apakah mereka...."
"Maria dan anak-anak tidak menolak. Mereka bahkan
merasa sangat senang, karena akan menetap di tanah nenek
moyang. Kebetulan, ayah Maria, Vader Billy memang bermaksud
menikmati masa pensiunan di Rotterdam. Anda tahu, apa yang
paling menarik di saat perjalanan dari Rotterdam menuju Leiden?"
"Ah, ya!" Rangga tersenyum. "Het Grone Hart Van Holland!"
"Ya. Anda benar. Dan tahukah Anda yang tengah menjadi
impian Robin anak saya" Ia ingin berkemah di sana. Ini tentu
sangat menyenangkan, bukan?" Tuan Biljmer merentangkan
sepasang lengannya. "Jadi, kami sekeluarga akan beramai-ramai
meninggalkan tanah Jawa ini."
"Dan perusahaan ini, pasti akan sangat kehilangan Anda,
bukan?" Suara Rangga terdengar menyayangkan. Bagi Rangga
pribadi, berhubungan dengan Meneer Biljmer lebih terasa
menyenangkan dibandingkan jika harus berurusan dengan para
administratur lainnya. Meneer Biljmer cukup menghargai para in"lander. Ia tidak pandang bulu dalam mengapresiasi bawahan"bawahannya. Hanya saja, sering kali ia kurang tegas dalam
pustaka-indo.blogspot.com91
mengambil keputusan. Terbukti, ia belum mampu memberikan
gaji yang memadai kepada para buruh. Ia tak mampu mematahkan
argumentasi Meneer Frank Meyer, direktur bagian keuangan yang
didukung oleh sebagian besar pejabat lainnya. Dengan dalih mal"aise, mereka menggaji karyawan seenaknya sendiri.
"Sudah ada yang akan menggantikan saya. Dia adalah putera
Meneer William Thijsse. Saya belum bercerita kepada Anda,
bahwa saya telah menjual saham pabrik De Winst yang saya miliki
kepada Meneer William Thijsse. Terus terang, saya membutuhkan
banyak uang untuk kembali ke Holand. Jadi, saat ini Meneer
Thijsselah pemilik saham terbesar perusahaan ini. Sama seperti
Anda, putera Meneer Thijsse itu juga sarjana ekonomi. Tetapi,
kalau tidak salah, dia menempuh studinya di Rotterdam.
Mengenai pribadinya, saya tidak terlalu mengerti. Saya hanya
beberapa kali berjumpa dan berurusan dengan vadernya."
Meneer Thijsse. Nama itu mengingatkan Rangga pada
seseorang. Celakanya, ingatan yang terlontar adalah sesuatu yang
negatif. Ia pernah terlibat perseteruan dengan seseorang yang
memiliki nama keluarga Thijsse.
Tetapi, bukankah banyak orang Belanda yang mempunyai
nama keluarga yang sama" Seperti Everdine Kareen Spinoza
dengan tokoh pemikir Benedictus Spinoza. Semoga saja Thijsse
yang satu ini bukanlah orang yang masuk dalam ingatan Rangga.
Jika tidak, Rangga tentu tak akan bersedia tinggal satu atap dan
menjadi bawahan lelaki itu. Tidak akan!
"Mungkin akhir bulan ini, Meneer Thijsse akan datang ke
kota ini. Ik sudah minta Meneer Venendal serta Raden Sukoco
untuk merancang sebuah pesta kecil untuk menyambut
kedatangan beliau." pustaka-indo.blogspot.com92
"Sebuah pesta dansa?" Rangga mengedikkan bahunya.
Seingatnya, lelaki bule di hadapannya itu sangat menggemari acara
pesta-pesta dansa. Tuan Biljmer dan istrinya, adalah pedansa"pedansa yang mahir. Konon, selalu saja mereka menjadi
primadona pesta-pesta yang diadakan oleh orang-orang kulit putih
yang berada di kota Solo dan sekitarnya. Bahkan pertemuan
mereka pertama kali, juga terjadi di ajang pesta dansa.
"Oh... tidak, Tuan Rangga. 90 persen pegawai pabrik ini
adalah orang Jawa. Jadi, kita akan mengadakan pesta yang lebih
bernuansa Jawa. Hanya sebuah acara makan malam bersama, yang
dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk.
Apakah Anda tahu, siapa dalang paling baik di Solo?"
Rangga tertawa kecil. "Saya kurang tahu, tetapi saya bisa
bertanya kepada kerabat saya. Mereka adalah orang-orang yang
sangat menggemari wayang kulit."
"Baguslah... dan Anda bisa undang sekalian mereka."
Rangga mengangguk. Namun kabar bahwa Meneer Biljmer
akan meninggalkan De Winst, cukup mengacaukan pikirannya
juga. Ia akan semakin sendirian di pabrik itu. Orang-orang bule
itu akan semakin gencar menyerangnya. Apalagi jika pengganti
Meneer Biljmer itu benar-benar Meneer Thijsse yang pernah
berurusan dengannya"
"O, ya" sedang sibukkah Anda, Tuan?" Tanya Meneer
Biljmer. "Kebetulan pekerjaan saya sudah selesai."
"Jika begitu, bisakah Anda menemani saya menemui
perwakilan dari warga yang tanahnya akan disewa De Winst?"
pustaka-indo.blogspot.com93
"Perwakilan warga?" Rangga mengernyitkan dahi.
"Rupanya Anda belum memahami sistem sewa tanah di
sini" Kepemilikan tanah di pedesaan tanah itu bersifat komunal.
Tak ada kepemilikan pribadi. Warga desa secara bergiliran akan
menggarap tanah yang menjadi milik bersama. Jadi, di situlah
letak kesulitannya. Kita harus berurusan dengan wakil dari
banyak orang yang memiliki banyak keinginan. Dahulu, wakil"wakil itu mudah saja kita bujuk untuk melepas tanah dengan
harga murah. Namun wakil masyarakat pedesaan saat ini,
rupanya sudah dirasuki pemikiran para tokoh pergerakan. Ia
mengajukan kenaikan uang sewa hingga 10 kali lipat dari
biasanya." Meneer Biljmer menyibak Andam yang menutup
sebagian mukanya. "Tadinya, saya pikir kenaikan 10 kali lipat
itu hanya gertak sambal mereka. Ternyata, wakil masyarakat
pedesaan itu bersikukuh, tak mau melepas tanah dengan harga
yang kita ajukan. Ini akan menjadi masalah besar, apalagi di
masa krisis seperti sekarang ini. De Winst bisa pailit jika
memperturutkan tuntutan mereka."
Rangga menatap sang administratur kepala itu dengan
pandangan antusias. "Saya ingin mengajak Anda untuk bersama-sama berunding
dengan mereka sebagai wakil pabrik. Administratur lainnya
menolak karena telah habis kesabarannya. Mereka menganggap
orang-orang desa itu keras kepala dan tak tahu diri. Terus terang,
sebenarnya secara pribadi, saya ingin sekali mengabulkan
permintaan para warga. Dengan berbagai efisiensi, dana kita masih
cukup untuk membayar sewa. Akan tetapi, Anda tahu bukan,
bagaimana keras penentangan para administratur yang lain"
Lagipula, pabrik ini sudah bukan milik saya lagi. Saya tidak mau
meninggalkan masalah untuk administratur kepala yang baru."
pustaka-indo.blogspot.com94
"Baiklah, Tuan" di mana kita akan menemui wakil dari
desa itu?" "Mereka yang akan datang kemari. Kira-kira, setengah jam
lagi." "Baiklah, jika begitu, izinkan saya shalat Asar dan
beristirahat sejenak, karena saya belum sempat makan siang,"
kata Rangga. Tuan Biljmer mengangguk.
Dalam bayangan Rangga, perwakilan dari desa yang tanahnya
hendak disewa oleh De Winst itu adalah para lelaki bertubuh kekar
seperti warok yang bersuara keras menggelegar dengan kolor di
pinggang yang ledakannya mampu membuat seorang pria bule tak
sadarkan diri. Atau juga sosok lelaki muda dengan mulut yang lincah
bersilat lidah, serta pakaian ala barat yang mungkin salah satu anasir
dari pergerakan nasional negeri ini. Tetapi ia telah salah sangka,
karena yang datang setengah jam kemudian, ternyata adalah seorang
perempuan. Benar ia diiringi oleh beberapa lelaki, akan tetapi terlihat
jelas bahwa para lelaki itu memasrahkan sepenuh jalannya
perundingan kepada sang perempuan bernama Pratiwi itu.
Dan perempuan itu, benar-benar terlihat masih belia dan
polos, meskipun pancaran matanya memperlihatkan
kecemerlangan daya pikirnya. Ia datang dengan berbusana rok
serta blus bewarna putih yang sudah tampak kusam. Rambutnya
yang panjang dikepang dua. Ia juga mengenakan sepatu dan kaos
kaki, persis seorang pelajar sekolah menengah. Bahkan bisa jadi,
pakaian yang dikenakan itu adalah bekas seragamnya sewaktu
masih bersekolah, atau justru ia saat ini masih bersekolah, dan
ia mendatangi kantor De Winst selepas jam sekolah.
pustaka-indo.blogspot.com95
Akan tetapi, ketika mendapati, betapa wanita belia itu
begitu pintar bersilat lidah, bersitan rasa kagum menumpuk sedikit
demi sedikit di rongga thoraxnya, menyusun segunung kesalutan.
Kemunculan sosok Pratiwi beserta dualismenya, yakni
penampilan lugu dan kemahiran berdiplomasi, telah menyihirnya
sedemikian dalam. Ia bahkan tak mampu mengeluarkan suaranya
hingga beberapa menit. "Saya membaca di pekabaran, khususnya De Express bahwa
De Winst mendapatkan laba sangat besar dan disebut-sebut
sebagai perusahaan yang tangguh meski disergap malaise," ujar
gadis belia itu dengan tenang. Ia bahkan menguasai teknik-teknik
diplomasi dengan sangat baik. Satu-satunya kekurangan dia
adalah" penampilannya yang jauh dari meyakinkan. "Hampir
70 tahun sejak berdiri, De Winst menyewa tanah kami dengan
harga yang sangat murah. Tentu saja kami telah sangat dirugikan.
Jika tanah itu kami garap sendiri, maka kami akan mendapatkan
penghasilan yang jauh lebih besar. Setelah menyadari hal tersebut,
apakah salah jika kami meminta kenaikan sewa?"
"Ya... ya," ujar Meneer Biljmer, gugup. "Akan tetapi, harga
yang kami bayarkan ke warga selama ini, adalah harga yang telah
disepakati bersama. Kami melakukan teken kontrak di depan
kontrolir dengan kekuatan hukum yang mengikat."
"Saya tidak menyalahkan pihak maskapai De Winst,
meskipun saya menyayangkan, mengapa Tuan-Tuan di maskapai
ini begitu saja membodohi mereka dengan nilai sewa yang sangat
tidak manusiawi. Bahkan saya melihat bahwa kebodohan orang"orang desa itu sengaja dimanfaatkan untuk mengeruk provit
sebesar-besarnya. Oleh karena itu, wajar bukan, jika setelah kami
menyadari hal tersebut kami mengajukan kenaikan sewa?"
pustaka-indo.blogspot.com96
"Tentu saja kalian berhak meminta kenaikan. Akan tetapi,
10 kali lipat itu terlalu besar."
"Jika dihitung dari laba yang diperoleh De Winst, apa yang
kami minta ini sebuah kewajaran. Ini adalah harga mati. Jika De
Winst tidak memperpanjang kontrak, kami siap menggarap
sendiri tanah kami dan kami yakin, bahwa kehidupan kami justru
akan semakin membaik."
Ancaman yang cukup menggiriskan. Seandainya semua
pribumi bersikap seperti itu, para pemodal asing tak akan
bersikap seenak sendiri kepada mereka. Diam-diam Rangga sibuk
berpikir, siapa yang telah mengajari gadis manis yang terlihat
polos dan lugu itu sehingga bisa seberani itu. Bahkan seorang
Tuan Biljmer pun tampak kualahan dalam menghadapinya.
"Anda sama sekali tidak berniat menurunkan penawaran
Anda?" Tanya Tuan Biljmer.
Gadis itu, Pratiwi, mengangkat wajahnya, lantas menggeleng
tegas. "Kami katakan tadi, permintaan kenaikan sewa tanah itu,
bagi kami adalah harga mati. Hanya ada dua pilihan yang kami
ajukan, Anda sewa tanah kami dengan harga tersebut, atau kami
akan garap sendiri tanah kami."
Tuan Biljmer menggigit-gigit bibirnya dengan wajah bingung.
"Baiklah" baiklah, Nona" beri kami waktu untuk berpikir.
Ini" ini sebuah perubahan yang sangat besar. Kami butuh
mempertimbangkan dengan seksama."
"Tentu saja kami akan memberi waktu. Namun, musim
hujan telah datang. Saat yang tepat untuk mulai bercocok tanam.
Kami butuh kepastian segera."
Perundingan pun dihentikan. Gadis itu, diikuti ke-3 lelaki yang
pustaka-indo.blogspot.com97
ternyata hanya mengawalnya, meninggalkan ruangan. Tak ada
kendaraan, baik kereta, sepeda atau kuda di depan pabrik. Berarti
mereka berjalan kaki. Mungkin, mereka adalah penduduk di salah
satu kampung di daerah Colomadu. Hanya seorang gadis kampung,
tetapi mampu membuat Tuan Biljmer bertekuk lutut. Lihatlah, lelaki
yang barusan merayakan keberhasilannya untuk kuliah kembali di
Leiden, kini menelungkupkan kepalanya di atas meja.
"Saya tidak mengerti, mengapa justru di akhir karir saya di
sini, saya harus mengalami permasalahan seperti ini. Tampaknya,
ini akan menjadi pekerjaan besar buat pengganti saya. Saya tidak
sanggup mengatasi permasalahan ini, karena saya harus segera
pergi," keluhnya. Namun Rangga yang baru saja dibuat terpana akan
keberanian gadis belia bernama Pratiwi itu tak menanggapi
keluhan tersebut. Ia justru tengah berpikir, bagaimana caranya
agar perusahaan mengabulkan permintaan Pratiwi. Ia menaruh
simpati yang mendalam kepada gadis itu. Suatu saat, ia pasti
akan menemuinya secara pribadi. pustaka-indo.blogspot.com98
Sebenarnya Rangga sangat sibuk. Pagi ini, ia
bersama administratur produksi, Meneer Karel Van
Loon akan mengecek langsung penanaman tebu di lahan
baru di Colomadu seluas 10 hektar. Lahan baru itu
disewa dengan harga yang sangat murah dari seorang
lurah. Tanah bengkok para petinggi desa statusnya
adalah hak milik petinggi, bukan komunal, sehingga tak
perlu meminta persetujuan seluruh penduduk desa
untuk menyewakannya. Namun tanah tipe semacam itu
hanya seperempat dari total tanah yang disewa Pabrik
gula De Winst. Tiga perempatnya disewa dari desa-desa
yang menunjuk Pratiwi sebagai wakilnya. Kenyataan
itulah yang membuat Tuan Biljmer dan para
administratur lainnya seakan kebakaran jenggot.
Sebenarnya, dengan pemaksaan, yang melibatkan
gubernemen, bisa saja mereka mendapatkan tanah itu
dengan sewa seperti sebelumnya. Namun Tuan Biljmer
pustaka-indo.blogspot.com99
menolak tegas cara-cara semacam itu. Sikap Tuan Biljmer itulah
yang membuat berang para administratur bawahannya yang
kebanyakan adalah para Nederlanders konservatif yang
menganggap bahwa kaum bumiputera adalah budak-budak
mereka. Namun mereka tak dapat berbuat apa-apa karena sta"tus mereka hanya bawahan.
Siangnya, bersama atasannya, administratur pemasaran,
Meneer Joseph Herschel ia akan bertolak menuju Afdeling
Jombang untuk berstudi banding dengan beberapa pelaku industri
gula di sana. Jombang dan Mojokerto merupakan daerah industri
gula yang paling intensif digarap di Pulau Jawa. Sebagai daerah


De Winst Karya Afifah Afra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

percontohan, barangkali mereka memiliki kiat khusus mengatasi
ancaman kepailitan yang disebabkan oleh malaise. Juga kiat
menghadapi tuntutan warga pemilik tanah yang mereka sewa.
Selanjutnya, lusa Rangga akan berekspedisi ke Semarang,
mengawasi langsung pengiriman gula ke Makasar dengan
menggunakan kapal dagang dari Pelabuhan Tanjung Mas. Sebuah
maskapai dagang besar di kota Makasar membeli hampir seribu
ton gula produksi pabriknya. Dan itu adalah hasil kecemerlangan
lobi Rangga yang berhasil meyakinkan Babah Li Sen, seorang
pedagang besar keturunan Tionghoa itu.
Sebelum itu, ratusan ton gula menumpuk di gudang karena
tidak laku terjual. Dengan tawaran pembayaran secara
mengangsur, akhirnya Babah Li Sen tertarik untuk membelinya.
Memang harga yang disepakati masih lebih rendah dibanding saat
jaya-jayanya industri gula, akan tetapi sedikit lebih tinggi dari
harga yang berlaku di pasaran. Untuk kehebatannya itu, Joseph
Herschel untuk yang pertama kalinya, memujinya secara terang"terangan. "Semula saya beranggapan bahwa Anda hanyalah
pustaka-indo.blogspot.com100
seorang sarjana yang mengerti teori belaka. Ternyata, Anda piawai
juga di lapangan!" Ya, Rangga sangat sibuk akhir-akhir ini. Apalagi setelah
Meneer Herschel mengutarakan niatnya untuk pensiun, karena
merasa sudah terlalu tua. Beberapa pekerjaan yang semestinya
ditangani oleh Meneer Herschel, mau tidak mau menjadi
tanggungjawabnya. Meneer Herschel ingin menghabiskan sisa
hidupnya bersama istrinya yang seorang pribumi itu di sebuah
vila di Tawang Mangu. Mereka telah membangun sebuah
komplek pertanian yang luas dan modern di sana. Berkali-kali ia
mempersilahkan Rangga untuk berkunjung ke sana di akhir
pekan. Akan tetapi, Rangga benar-benar sangat sibuk.
Apalagi, ia juga tengah mempersiapkan sebuah konsep
lembaga keuangan yang berkonsentrasi kepada pembiayaan
usaha kecil. Ide itu meletik beberapa saat setelah ia kembali
dari Warung Nyai Darmi. Jika saat ini gubernemen hanya
melayani kepentingan para pengusaha besar, yang kebanyakan
adalah bangsa Eropa, maka harus ada orang atau organisasi
yang khusus bergerak menaungi kalangan pengusaha kecil, yang
hampir seluruhnya adalah kaum bumiputera. Penggarapan
konsep itu cukup menyita banyak waktu dan pikirannya. Sering
kali Rangga tidak tidur hingga semalaman karena bergelut
dengan bertumpuk buku serta kertas-kertas yang berisi coretan"coretan konsep. Sebagai percobaan, Rangga telah mendatangi
Nyai Darmi, memberikan sejumlah modal tambahan dengan
status pinjaman. Ia tidak menerapkan bunga, akan tetapi bagi
hasil. Rencananya, setiap sebulan sekali Rangga akan
mendatangi Nyai Dar mi untuk mengecek langsung
keberlangsungan usaha janda beranak lima itu, sekaligus
memberikan beberapa saran terkait dengan kemajuan atau
pustaka-indo.blogspot.com101
kemunduran usaha warung itu. Jika Nyai Darmi berhasil
mengembangkan warungnya karena bantuan modal sekaligus
pengarahannya itu, ia akan berupaya memperluas ke pengusaha
kecil lainnya, setahap demi setahap. Sebuah usaha yang
membutuhkan ketekunan, ketelatenan, kesabaran serta waktu
yang panjang. Akan tetapi, ekonomi pribumi tak akan kunjung
menggeliat jika tidak ada sosok-sosok yang ber usaha
membangkitkannya. Oleh karena kesibukannya itulah, ia tak mau membuang
waktu percuma. Saat menyisir jalan beraspal yang membelah
perkebunan tebu siap panen milik pabriknya dengan
menggunakan oto fasilitas maskapai, ia menyetirnya dengan
kecepatan tinggi. Akan tetapi, seekor kuda putih yang melintang
di hadapannya, membuat ia terpaksa menginjak rem dengan
cepat. Sesosok tubuh yang menaiki kuda itu, tampaknya sengaja
ingin menghentikan laju otonya.
"Hai, maaf jika saya menganggumu!"
Rangga mendumel dalam hati. Apalagi ketika berhasil
menangkap raut wajah sosok yang telah berhasil menghentikan
aktivitasnya itu. Kresna.
"Apakah memang begitu kegiatan Anda selama ini" Mengusik
pekerjaan orang dengan cara yang tidak sopan?" gerutunya
akhirnya, kesal. Berhadapan dengan pemuda itu memang
senantiasa memacu adrenalinnya.
"Maaf Tuan Asisten Administratur..., sejak dari pabrik tadi,
saya perhatikan Anda begitu kemrungsung. Saya tahu, dengan cara
baik-baik, saya tidak akan mungkin Anda beri waktu untuk
bicara." pustaka-indo.blogspot.com102
"Tentu saja tidak. Anda salah besar. Jika Anda meminta
baik-baik, saya pasti akan menanggapinya dengan baik."
"Meskipun Anda sangat sibuk?"
"Sesibuk apapun saya!" tegas Rangga. "Apa yang ingin Anda
bicarakan?" Pemuda itu menyunggingkan sebuah senyum"yang seperti
biasanya terkesan congkak dan meremehkan.
"Bisakah Anda keluar dari oto Anda dan berbicara dengan
saya di gubuk pinggir jalan itu"!" Kresna menunjuk sebuah gubuk
peristirahatan para pekerja di kanan jalan. Tanpa menunggu
persetujuan Rangga, ia pun bergegas memacu kudanya dan
berhenti tepat di depan gubuk itu. Rangga pun akhirnya
meminggirkan otonya dan mengikuti Kresna.
"Apa yang akan Anda bicarakan?" tanyanya, tanpa
mengikuti langkah Kresna yang memilih duduk dengan santai di
atas risban yang hanya dilapisi sehelai tikar yang sudah rombeng.
"Mengapa Anda tidak duduk dulu di sini bersama saya?"
tanya Kresna. "Atau... takut celana Anda yang tentunya dibuat
dari kain yang sangat mahal itu, menjadi kotor?"
Paras Rangga memerah, terutama karena dugaan Kresna
memang betul adanya. Meski tak terlalu kotor, ia melihat ada
beberapa serakan debu di atas tikar. "Itu tidak penting untuk
kita bicarakan bukan?" getasnya.
"Mengapa Anda tak bisa bersikap ramah kepada saya?"
"Saya hanya akan bersikap ramah kepada orang yang
memang bersikap ramah kepada saya!"
pustaka-indo.blogspot.com103
"Yakni... para penjilat itu" Orang-orang yang mencoba
memikat Anda karena kedudukan yang Anda miliki?"
"Saya tidak memiliki kedudukan apapun sehingga harus
dipikat." "Haha...," tawa Kresna bergelak. "Anda keliru. Anda adalah
sarjana lulusan Leiden, memiliki posisi cemerlang di sebuah
perusahaan yang didominasi oleh orang kulit putih. Anda seorang
raden mas... seorang pemuda tampan... seorang..."
"Cukup! Jika hanya itu yang ingin Anda bicarakan,
sebaiknya saya pergi saja..."
"Hei... tenang dulu! Anda ini benar-benar orang yang sangat
formil. Tidakkah Anda melihat, bahwa orang-orang yang
pustaka-indo.blogspot.com104
barangkali bersikap tidak sopan"sopan santun menurut etika
yang dipahami orang kebanyakan tentu saja, mungkin dia lebih
memiliki kejujuran dan ketulusan" Anda sepertinya terbiasa
melihat seseorang hanya dari sosok lahirnya saja."
"Saya bukan seorang dukun yang bisa melihat isi hati
seseorang!" ketus Rangga akhirnya.
"Baiklah, Tuan Muda Rangga Puruhita. Tampaknya saya
memang harus banyak berbasa-basi kepada Anda, karena dengan
basa-basi, saya akan Anda pandang sebagai orang yang santun,
bukan?" ejek Kresna.
"Cukup!" "O... ya... begini, Tuan Rangga. Saya hanya ingin Anda
menolong seseorang yang sedang dalam kesulitan."
"Maksud Anda?" "Seorang gadis yang sebenarnya memiliki hubungan pertalian
darah yang cukup dekat dengan Anda...."
"Siapa dia?" "Sekar Prembayun. Dia dalam kesulitan besar karena
menolak dijodohkan dengan Anda."
Sejenak Rangga tertegun. Sekar Prembayun" Lelaki muda
menyebalkan ini kenal dengan Sekar Prembayun" Benar
dugaannya. Kresna dan Sekar tak hanya saling mengenal, akan
tetapi juga memiliki hubungan khusus.
"Kesulitan apa?"
"Dia dilarang untuk keluar dari rumahnya. Ia ditekan oleh
ayahnya. Bahkan, ia tidak diperbolehkan aktif kembali di Partai
pustaka-indo.blogspot.com105
Rakyat yang sudah bertahun-tahun ia ikuti. Sejak kecil, ia
memang sudah dibatasi geraknya. Namun ia senantiasa berontak.
Ia senantiasa memanfaatkan berbagai celah yang ia dapati untuk
berperan dalam pergerakan menuju kemerdekaan. Dan inilah
klimaks dari kekerasan ideologi yang dilakukan ayahandanya. Ia
dipenjara di komplek Dalem Suryakusuman."
"Anda sebut apa yang dilakukan ayahanda Sekar sebagai
kekerasan ideology?"
"Ya. Ayah Sekar melarang puterinya itu untuk melakukan
apa yang menjadi idealismenya, bukankah itu adalah kekerasan
ideologi" Sang ayah begitu menginginkan Sekar menjadi seorang
wanita Jawa tulen sesuai dengan keratabasa dari wanita itu sendiri,
wani ditata. Seorang wanita Jawa, harus manut dengan segenap
paugeran, tak boleh memberontak, meskipun apa yang harus
dimanuti itu, berlawanan dengan kata hati, bahkan dengan nilai"nilai kebenaran yang sejati."
Rangga menghela napas panjang. "Sebenarnya, apa saja
kegiatan Sekar selama ini?"
"Dia... dia adalah seorang gadis yang sangat bersemangat.
Baik lewat Partai Rakyat maupun secara pribadi, ia sangat gencar
memperjuangkan nasib bangsanya, terutama kaum perempuan
yang menurut dia sangat tertindas oleh tradisi kolot yang
membelenggunya. Salah seorang muridnya, saat ini barangkali
tengah membuat heboh perusahaan Anda."
"Maksud Anda?" Kresna tersenyum. "Mungkin Anda mengenal nama
Pratiwi?" Rangga seketika manggut-manggut. Benang ruwet itu telah
pustaka-indo.blogspot.com106
terurai. Ternyata, ada sebuah jalinan satu sama lain antara 3 or"ang yang belakangan ini begitu menarik perhatiannya. Pratiwi,
murid Sekar Prembayun" Pantas ia bisa secerdas dan seberani
itu. Dan bahwa Sekar Prembayun memiliki hubungan khusus
dengan Kresna pun, ia telah menduganya.
"Sebenarnya bukan murid secara langsung. Hanya keduanya
sering berhubungan lewat surat. Sayalah yang menjadi kurir
keduanya. Mereka berdiskusi lewat sarana itu."
"Anda juga mengenal Pratiwi?"
"Tentu saja. Sudah saya katakan, saya adalah perantara
mereka berdua." "Dan ide tentang kenaikan uang sewa lahan perkebunan
menjadi 10 kali lipat bersama segala hitungannya yang njlimet
itu, tentu juga berasal dari kalian."
"Sebenarnya Pratiwi tidak bodoh. Hanya saja, bagi dia yang
lulusan MULO, berhadapan dengan para Meneer berpendidikan
tinggi, termasuk Anda, mungkin terlalu berat. Terus terang,
kami memang mengajarinya, apa-apa yang mesti ia sampaikan
kepada tuan-tuan administratur De Winst yang terhormat itu."
Kresna tersenyum sinis. "Tetapi, lain kali saja kita berbicara
soal Pratiwi. Kembali kepada Nona Sekar Prembayun. Anda
sering membaca pekabaran?"
"Ya... ada beberapa. Ayahanda saya berlangganan De
Express dan Fikiran Rakyat."
"Anda tahu seorang penulis artikel yang bernama Elizabeth
Weston?" "Ya. Artikel yang ia tulis sebenarnya tidak terlalu terstruktur.
Ia lemah di sistematika, namun isinya tajam dan menggigit. Terus
pustaka-indo.blogspot.com107
terang saya menggemari tulisan-tulisan dia, meskipun memang
banyak kritikan yang ingin saya berikan kepadanya."
"Anda tahu siapa dia?"
"Pasti dia seorang terpelajar dari kalangan Eropa yang
menganut prinsip liberal. Tampaknya, dia sangat mengagumi
pemikiran John Locke, Montesqieu ataupun Voltaire, namun
ada juga sedikit pemikiran Sosialis-Marxisnya. Yang jelas, ia
bukan seorang Calvinist apalagi konservatif. Jika ia seorang
Nederlander, mungkin dia terinspirasi oleh pemikiran elastische
gaya Erasmus, Johan Van Oldenbarneveldt, P.C. Hooft atau
Benedictus Spinoza."
Kresna berdecak kagum. "Wah" wah, pengetahuan Anda
tentang masalah filsafat benar-benar sangat luas. Saya menjadi
sangat tertarik untuk banyak berdiskusi dan belajar dari Anda,
Tuan Rangga. Akan tetapi, Anda salah besar jika menyangka
bahwa Juffrouw Weston adalah seorang perempuan Eropa. Eliza"beth Weston adalah nama pena dari Sekar Prembayun. Dia
memang penulis muda yang sangat produktif. Dia bahkan sudah
hampir menyelesaikan romannya yang mengangkat kisah
perbudakan di kalangan buruh pabrik gula."
Kali ini, Rangga benar-benar membelalakan matanya. "Anda
tidak bergurau?" "Untuk apa saya menjadi badut di depan Anda, Tuan
Rangga" Uang yang Anda miliki tak akan cukup untuk
membayarnya," gurau Kresna. "Saya hanya ingin menegaskan,
bahwa Sekar adalah seorang yang sangat dibutuhkan oleh bangsa
ini untuk bangkit dari keterpurukan. Sayang, tradisi ketat yang
kolot telah membelenggu langkahnya."
pustaka-indo.blogspot.com108
Rangga tahu, bahwa Sekar adalah seorang gadis muda yang
cerdas. Namun, bahwa ia secemerlang itu"tentu saja jika Kresna
tidak berbohong"baru saat ini ia menyadarinya. Artikel-artikel
Elizabeth Weston yang sering dimuat di koran-koran baik
berbahasa Belanda maupun Melayu seperti De Express, De Java
Bode, Fikiran Rakyat atau Sin Po, merupakan tulisan yang
bermutu tinggi. Karena Rangga adalah pecinta sastra, ia pun
tahu, bahwa muatan sastra yang diangkat oleh penulis itu, sangat
kental. Tak terbayangkan jika karya sehebat itu, dihasilkan oleh
seorang gadis yang masih begitu muda. Gadis yang sejak kecil
sudah dijodohkan dengannya.
"Jika saja ucapan Anda benar, Tuan Kresna... apa yang Anda
inginkan dari saya?"
"Anda adalah orang yang cukup berpengaruh bagi keluarga
Anda. Pertama, Anda harus berani memutus perjodohan itu. Saya
yakin, Anda juga tidak mencintai Sekar bukan" Pemuda
setampan Anda... pasti sudah memiliki kekasih, bahkan mungkin
lebih dari satu," ujar Kresna, sambil menyungging senyum.
Sebaliknya, Rangga justru berpikir diam-diam. Dan bagaimana
dengan Anda, Tuan Kresna" Anda jauh lebih tampan dari saya. Jangan"jangan, kau juga memadu kasih dengan Sekar dan Pratiwi sekaligus.
"Kedua... Anda harus meyakinkan paman Anda, Kanjeng


De Winst Karya Afifah Afra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gusti Pangeran Suryakusuma, bahwa apa yang dilakukan oleh
Sekar, bukanlah sesuatu yang salah. Alam sudah berubah.
Sekarang kita hidup di zaman modern. Masa kerajaan... sebentar
lagi akan lewat. Jika bangsa ini merdeka, saya yakin... bahwa
yang dipilih oleh para tokoh pergerakan, adalah negara
demokrasi. Negara republik yang egaliter. Bukan lagi aristokrasi
yang kampungan." pustaka-indo.blogspot.com109
Ucapan Kresna, mirip benar dengan apa yang keluar dari
mulut Ramandanya tempo hari. "Hanya itu?"
"Ya. Hanya itu. Tetapi, jika Anda bisa mengabulkan
permohonan saya, saya sungguh sangat berterima kasih kepada
Anda. Dan tentu saja, Sekar pasti akan menjadi gadis paling
berbahagia di dunia ini."
"Untuk yang pertama, saya mungkin bisa melakukannya.
Saya pun tidak mungkin bisa menikah dengan orang yang tidak
saya cintai...," suara Rangga melemah. Sekelebat sosok bidadari
bermata biru melintas di batinnya. Dan bisakah saya menikah
dengan orang yang saya cintai"
"Tetapi, untuk yang kedua... saya hanya bisa mencoba.
Pamanda Suryakusuma adalah benteng kokoh yang sulit sekali
untuk ditembus." "Terima kasih. Kalaupun hanya itu yang bisa Anda lakukan,
Tuan Rangga... saya sudah sangat bergembira." Mata Kresna
terlihat berbinar-binar ketika menelungkupkan sepasang
tangannya ke depan dadanya.
Rangga tersenyum kecil. "Kalau boleh tahu, kenapa Anda
begitu peduli terhadap adik sepupu saya itu?" pancingnya.
Terlihatlah kemudian, bahwa paras Kresna berubah menjadi
merah. "Tak bisakah Anda mengira-ngira?" ia malah balik bertanya.
"Ya. Saya bisa menebaknya. Tentu saja... Anda adalah
kekasihnya bukan?" Kresna tertawa tergelak. "Bisa juga dibilang begitu. Tetapi
bagi saya, Sekar adalah seorang gadis yang luar biasa. Baiklah...
pustaka-indo.blogspot.com110
Tuan Rangga... terima kasih! Maaf jika saya telah menganggu
Anda. Silahkan lanjutkan aktivitas Anda!"
Kresna bangkit, berlalu menuju kuda putihnya, lalu
meloncat dan pergi seraya melambaikan tangan kirinya. Ia
memacu kudanya menuju arah yang berlawanan.
Seorang pemuda yang unik. Pantas Sekar berani bersikap
radikal semacam itu. Ada seseorang yang senantiasa mengajarinya.
Kresna! Tetapi siapa sebenarnya Kresna itu" Rangga belum
memperoleh informasi apapun dan dari siapapun. Yang jelas, ia
pasti seorang yang berasal dari keluarga kaya raya dan terpelajar.
Mungkin dia anak tunggal, karena sikapnya yang seringkali terlihat
begitu urakan. pustaka-indo.blogspot.com111
Lelaki berwajah penuh kabut itu mungkin hanya
lebih tua beberapa tahun di atasnya. Akan tetapi,
tatapannya yang serupa laguna saat memantulkan
mendung kelabu, membuat ia terlihat lebih tua dari
usianya. Ia mencegat Rangga yang baru saja keluar dari
kantornya dan tengah menuju otomobilnya.
"Bung Rangga, perkenalkan, saya Jatmiko. Dulu
saya pernah bekerja di pabrik ini."
Rangga mencoba mengenali sosok di depannya itu.
Jangkung, berkulit bersih dan berambut agak ikal.
Sebenarnya cukup tampan. Tetapi kabut dan laguna itu
berhasil memudarkan pesona yang ia miliki. Setelah
beberapa menit mencoba menguak memori, Rangga
akhirnya menyerah. Ia benar-benar tidak mengenal
pemuda bernama Jatmiko itu.
"Saya pernah menjadi ketua serikat buruh De
Winst. Akan tetapi, karena saya mempelopori
pemogokan massal para buruh, saya pun dipecat."
pustaka-indo.blogspot.com112
Sebuah fakta mengaktifkan sinaps di otak Rangga. Eu"reka! Jatmiko, ia tahu file lelaki itu. Ia adalah klerk bidang
pemasaran. Ia pernah melihat berkas biodatanya di meja Meneer
Joseph Herschel. "Ah, ya" saya pernah mendengar nama Anda," jawab
Rangga sambil tersenyum ramah. "Adakah yang bisa saya bantu?"
"Saya hanya meminta satu hal kepada Anda." Suara itu
serak, namun penuh tekanan. Berwibawa.
"Apakah itu?" "Kehadiran Anda di sini menerbitkan harapan besar pada
ratusan buruh De Winst. Kebanyakan dari mereka adalah anggota
Partai Rakyat. Mereka orang-orang yang memiliki cita-cita besar,
meskipun hidup dalam himpitan kesulitan."
"Anda aktivis Partai Rakyat juga?" Rangga tertarik. Kemarin
Kresna mengatakan bahwa Sekar Prembayun juga aktivis Partai
Rakyat. Jalin menjalin cerita itu menjadi semakin menarik.
"Saya ketua cabang di kota ini."
"Oh, berarti yang tengah berhadapan dengan saya bukanlah
orang sembarangan." "Tak usah berbasa-basi," tegas Jatmiko. "Para buruh De Winst
digaji dengan sangat rendah. Mereka pekerja, namun lebih mirip
sebagai budak, sebagai sapi perah. Anda adalah salah seorang
petinggi pabrik dan Anda pribumi. Anda harus perjuangkan nasib
mereka. Saya yakin, Anda bisa melakukan apa yang tidak bisa
saya lakukan saat menjadi bagian dari De Winst. Para petinggi itu
tidak akan dengan semena-mena memecat Anda, karena Anda
memiliki kekuatan yang cukup besar. Saya tahu, ayah Anda
termasuk pemilik saham di pabrik ini."
pustaka-indo.blogspot.com113
"Apa yang bisa saya lakukan untuk mereka?"
"Saya mendengar di pekabaran, gaji sekalian buruh pabrik
akan diturunkan hingga 37%, itu kabar yang mengerikan bagi
sekalian para buruh. Saya minta, Anda berjuang keras, agar
keputusan itu digagalkan. Jika perlu, gaji yang sudah sangat rendah
itu semestinya dinaikkan. Dengan mengurangi sedikit saja jatah
deviden untuk para pemilik modal, hal itu akan teratasi."
Rangga terdiam, hanya menghela napas panjang. Ia mulai
menyadari, betapa berat beban kewajiban yang mesti ia tanggung
sebagai pribumi pemegang jabatan yang cukup tinggi di pabrik
itu. Ia harus bersimpati terhadap perjuangan pribumi yang lain
dalam mengusahakan haknya. Apalagi, selama ini kaum pribumi
senantiasa ditindas oleh penguasa asing, baik berwujud
gubernemen, ataupun dengan topeng pengusaha. Semua sama
saja, imperialis! Penjajah!
"Saya akan berusaha, Bung!" katanya akhirnya, tegas.
"Terima kasih. Saya senang, Anda cukup peduli dengan
penderitaan sesama. Anda tahu, berapa mereka digaji" Hanya 45
sen untuk buruh lelaki, dan 35 sen untuk buruh perempuan. Gaji
untuk para jongos lebih rendah lagi. Apa yang bisa mereka beli
dengan uang sekecil itu, sementara mereka bekerja secara penuh,
sehingga tak ada waktu untuk mencari tambahan penghasilan.
Selain itu, para mandor yang selalu mencari muka, siap menghardik
mereka, mencambuki mereka, jika mereka terlihat bermalas"malasan saat bekerja. Ya, tentu saja para mandor itu giat mencari"cari kesalahan para buruh, karena jika mereka tak melihat kesalahan
itu, mereka merasa belum bekerja. Nasib para buruh perempuan
lebih parah lagi. Mereka harus tetap bekerja meskipun baru
beberapa hari melahirkan, karena jika mereka tidak masuk sekali
pustaka-indo.blogspot.com114
saja, mereka akan langsung dipecat. Mereka terpaksa
meninggalkan anak mereka yang membutuhkan ASI karena
tuntutan biaya hidup yang semakin hari semakin berat. Tak ada
itu tunjangan kesehatan, uang lembur, apalagi pesangon bagi yang
dihentikan dari pekerjaan. Saya tahu betul kenyataan itu, karena
saya pernah lama bekerja di sini."
Napas Rangga terasa semakin berat.
"Berjanjilah bahwa Anda akan berjuang sekuat tenaga
menghilangkan perbudakan di Pabrik De Winst ini!" tekan Jatmiko.
"Saya katakan perbudakan karena apa yang dilakukan para petinggi
pabrik terhadap para buruh memang hampir mirip dengan praktik
perbudakan." Dan ia adalah bagian dari petinggi pabrik itu. Jadi, secara
tidak langsung, ia juga terlibat dalam perbudakan itu. Meskipun
Gunung Lawu seakan baru dipindahkan ke pundaknya, Rangga
mengangguk pelan. "Ya. Saya berjanji."
Jatmiko meraih telapak tangan Rangga, menyalaminya erat.
Ada elan yang tampaknya ingin ia salurkan kepadanya. Namun
Rangga hanya membalasnya dengan genggaman lemah, sekaligus
senyum pahit. Masalah Pratiwi belum selesai, kini Jatmiko datang.
Gusti Allah, berilah saya kekuatan, desahnya.
Maka, ia pun mencoba mencari kekuatan di tempat itu.
Sebuah ruang yang sangat lapang, di mana dengan sepenuh
ketundukan, ia meletakkan dahinya di atas sajadah. Ada tetes
demi tetes bening yang membasahi sajadah ketika ia menyebut
asma Allah. pustaka-indo.blogspot.com115
Lantas, begitu shalat Jumat usai, ia pun menyandarkan
tubuhnya. Ia merasa enggan untuk meninggalkan tempat itu
dan kembali ke pabrik. Ia bahkan hampir terlelap dalam
tidurnya, ketika sebuah tepukan membuatnya tersadar. Seorang
lelaki berusia 60-an, mengenakan gamis dan surban putih,
dengan rambut dan jenggot yang juga telah memutih terlihat
tersenyum kepadanya. Raden Haji Ngalim Sudarman. Imam Masjid Agung
Kauman itu tampak begitu berbahagia melihat kehadiran sosok
Rangga. Beberapa hari yang lalu, beliau mengirim surat
kepadanya, mendaulat doktorandus lulusan Leiden itu untuk
berkhutbah di atas mimbar. Dan barusan, meskipun harus
bersusah payah mencari berbagai sumber, ia mampu juga
membuat sebuah naskah khutbah. Sebenarnya tidak ia tulis
sendiri. Ia hanya menyalin sebuah makalah tulisan Tuan
Muhammad Hatta tentang pentingnya seorang muslim berusaha,
dan ia terjemahkan dalam bahasa Jawa.
"Saya merasa sangat berbahagia, karena akhirnya ada
pemuda keraton yang mau datang ke masjid ini. Umur saya
sudah sangat tua, Ngger. Har us ada orang yang bisa
menggantikan saya. Dan saya meyakini jika andika bisa menjadi
generasi penerus takmir masjid ini, Ngger. Sungguh sangat
sedikit, para pemuda keraton yang tertarik untuk masuk ke
masjid, apalagi untuk menjadi imam atau khatib. Sayang,
bacaan Al-Qur"an andika masih belum begitu sempurna, belum
tartil. Makhraj huruf dan tajwidnya masih banyak yang salah.
Andika harus berusaha memperbaikinya."
Rangga tersenyum malu. Terakhir dia belajar baca Al-Qur"an
adalah ketika duduk di kelas terakhir MULO. Saat itu, secara
pustaka-indo.blogspot.com116
rutin ia belajar agama, langsung kepada Raden Haji Ngalim
Sudarman, atau yang lebih terkenal dengan sebutan Eyang Haji
Keraton itu. Selain belajar huruf hijaiyah, ia juga belajar bahasa
Arab. Bahasa Arab penting sekali diketahui, karena belum ada
satu pun kitab Al-Qur"an yang telah diterjemahkan.
Namun selama 8 tahun tinggal di negeri Belanda, ia sama
sekali tidak pernah menyentuh kitab Al-Qur"an. Kitab tersebut
jarang dijumpai di sana. Ia bahkan sempat nyaris lupa, bahwa ia
adalah seorang muslim. Baru ketika bertemu dengan Ahmed
Khan, seorang pemuda India yang juga belajar di Universitas
Leiden, ia mulai kembali menjalankan shalat lima waktu, dengan
beberapa surat pendek yang masih dihafalnya. Beruntung Ahmed
Khan mau membimbingnya untuk menghafal kembali bacaan"bacaan shalat. Ahmed juga sering memberikan beberapa
selebaran yang berisi tulisan cendekiawan muslim seperti
Jamaludin al-Afghani, Syeikh Rasyid Ridha atau Muhammad
Abduh. Ia juga menceritakan kemunculan seorang lelaki salih di
Mesir yang mendirikan sebuah jamaah yang bernama Ikhwanul
Muslimin. Lelaki itu, adalah seorang guru yang sederhana
bernama Hasan al-Banna. Pokok dari ajaran Hasan al-Banna
adalah penegakkan kembali Islam secara integral di bumi ini.
Ajaran Islam adalah sesuatu yang bersifat menyeluruh, bukan
hanya masalah ibadah secara khusus, tetapi meliputi berbagai
aspek kehidupan manusia seperti politik, sosial, ekonomi bahkan
olahraga. Idealisme Hasan al-Banna itu rupanya muncul karena
Islam lambat laun hanya menjadi semacam ibadah ritual belaka,
dan dipisahkan dengan berbagai unsur kehidupan yang penting
bagi kemaslahatan sekalian umat manusia.
Sayang, pertemuannya dengan pemuda salih itu hanya
berjalan beberapa bulan. Ahmed Khan ditangkap oleh pemerintah
pustaka-indo.blogspot.com117
Belanda dan diserahkan kepada tentara Inggris. Pemuda yang
juga aktif di Liga Penentang Imperialisme dan kerap berhubungan
dengan tokoh-tokoh IV itu dianggap menggalang kekuatan untuk
kemerdekaan India. Ia pun dijebloskan ke penjara Inggris, dan
dijatuhi hukuman mati beberapa bulan kemudian. Ia pun tiada,
namun rakyat India mengelu-elukannya.
Rangga merasa sangat kehilangan. Baginya, Ahmed Khan
bukan hanya seorang rekan, tetapi juga kakak dan guru. Sayang,
karena latar belakang Ahmed Khan itulah, ditambah
kesibukannya sebagai asisten guru besar, ia"dengan sangat
terpaksa"mencoba menghindar dari segala macam jejak pemuda
itu. Ia takut dituduh berkomplot membantu pemuda itu. Kini ia
menyadari bahwa ia ternyata terlalu penakut, meskipun untuk
sekadar memproklamirkan kedekatan dan kekagumannya kepada
pejuang Tanah Benggala itu.
"Saya sangat bergembira jika sekiranya Eyang Haji mau
mengajari saya membaca Al-Qur"an beserta artinya."
"Tentu saja, Ngger... jika andika punya waktu dan bersedia,
Eyang dengan senang hati akan mengajari. Usia Eyang sudah
tua, sudah saatnya ada pergantian imam di masjid Agung. Tetapi,
murid Eyang sangat sedikit. Dibanding dengan sahabat-sahabat
Eyang di Laweyan, Eyang benar-benar kalah jauh. Mereka
memiliki murid yang banyak dan bersemangat. Kapan-kapan,
jika andika ada waktu, datanglah ke Masjid Laweyan ataupun
Kampung Mangkuyudan. Di sana banyak anak-anak kecil
hingga sebaya dengan andika, bahkan ibu-ibu berduyun-duyun
minta diajari mengaji."
"Saya memang sungguh memiliki minat untuk berkunjung
ke Laweyan. Saya ingin melihat dari dekat produksi batik para
pustaka-indo.blogspot.com118
saudagar di sana. Bukankah Haji Samanhudi pun tinggal di sana?"
"Ya. Mereka memiliki semangat memperbaiki diri"
terutama dari segi ekonomi yang sangat baik. Merekalah yang
patut andika dukung dengan ilmu-ilmu yang jauh-jauh andika
pelajari di negeri Belanda, Ngger..."
Lama mereka bercakap-cakap di serambi Masjid. Ketika
horloge di saku kemeja putih Rangga telah menunjukkan angka 2,
baru pemuda itu berpamitan. Ia akan kembali ke Pabrik gula De
Winst di Colomadu. Ia ditugasi untuk mengurusi pesta
penyambutan direktur baru, sekaligus pelepasan direktur lama.


De Winst Karya Afifah Afra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ada panggung dan tratag yang harus didirikan. Besok malam
minggu, akan digelar pesta yang sangat dinanti-nanti oleh seluruh
buruh dan warga sekitar pabrik. Pasalnya, selain Meneer Biljmer
yang terkenal baik hati itu menyembelih 3 ekor sapi untuk dimasak
dan dimakan bersama-sama, mereka juga akan dihibur dengan
pertunjukan wayang kulit semalam suntuk.
Sempat ketika Rangga mengendarai otonya, keluar dari
gapura Gladak, ia melihat sosok Kresna melintas dengan sepeda
anginnya. Kening Rangga sedikit berkerut. Ia tidak menjumpai
sosok pemuda itu di masjid ketika shalat Jumat barusan. Apakah
Kresna bukan seorang muslim" Atau kalaupun muslim,
barangkali sekadar muslim abangan yang tak pernah shalat, seperti
mayoritas kaum ningrat di Solo.
Sabtu malam... Suasana di halaman Pabrik Gula De Winst benar-benar
meriah. Tratag yang dialasi tikar, telah penuh oleh para
pustaka-indo.blogspot.com119
pengunjung. Gamelan pun telah ditabuh, meskipun pertunjukkan
wayang masih beberapa jam lagi. Beberapa orang sinden, dengan
dandanan khas puteri Jawa, melantunkan tembang-tembang segar,
bersahut-sahutan dengan suara para gerong.
Di panggung kehormatan, tempat puluhan kursi kayu jati
berukir halus ditempatkan berjajar, para tamu kehormatan yang
terdiri dari para perwira KNIL, komisaris polisi, administratur
perkebunan, kontrolir, para bupati, pangageng parentah di Puri
Mangkunegaran dan Keraton Kasunanan, asisten residen hingga
residen sendiri, duduk dengan tenang, menikmati hidangan yang
disediakan oleh para sinoman. Sementara itu, Rangga dan Tuan
Biljmer, serta para administratur Pabrik De Winst, berdiri dengan
ramah menyambut para tamu.
"Meneer Thijsse beserta istri sedang dalam perjalanan menuju
Pabrik!" lapor Mas Darmo, seorang mandor pabrik yang ditugasi
menjemput Tuan Thijsse kepada Tuan Biljmer. "Sebentar lagi
mereka akan sampai."pustaka-indo.blogspot.com120
"Mereka naik otokah?" tanya Tuan Biljmer.
"Benar. Tadinya kami sama-sama berangkatnya. Akan
tetapi, Nyonya Thijsse tertarik ketika melihat ada seorang anak
kecil dengan perut buncit berdiri di tepi jalan. Ia turun dari oto
dan memberikan beberapa bingkisan. Sepertinya, Nyonya Thijsse
itu orang yang sangat lembut dan baik hati."
"Saya tidak tahu jika putera Tuan William Thijsse itu sudah
menikah. Cantikkah istrinya?" tanya Tuan Biljmer lagi.
"Wah... saya belum pernah melihat seorang wanita kulit putih
yang lebih cantik daripada Nyonya Thijsse, Meneer!" jawab Mas
Darmo, tampak jujur. "Jadi, kau ingin mengatakan bahwa istri saya kalah cantik
dibanding dia?" Mas Darmo tampak gugup, membuat Rangga merasa geli.
Namun diam-diam, ia penasaran juga mendengar penjelasan Mas
Darmo. Secantik apakah istri Tuan Thijsse itu" Lebih cantik mana
dibanding bidadari pujaan hatinya... Everdine Kareen Spinoza"
Beberapa menit kemudian, sebuah oto buatan Perancis
berwarna kuning gading, yang terlihat masih baru, memasuki
halaman pabrik. "Itu dia Tuan dan Nyonya Thijsse!" kata Mas Darmo. Tuan
Bijlmer, Rangga dan para petinggi perusahaan pun spontan
mendekat. Sepasang lelaki-perempuan Belanda turun dari mobil itu.
Yang laki-laki, seorang yang berperawakan tinggi, dengan rambut
pirang yang kaku"seperti duinen"dan sepasang mata sangat biru
yang bersinar tajam, cerdas namun licik. Ia tak terlalu tampan.
pustaka-indo.blogspot.com121
Senyumnya yang mengembang terkesan menyiratkan dominasi
dan kecongkakan hatinya. Tampaknya, ia adalah seseorang yang
sangat percaya akan kemampuan dirinya.
Sedangkan yang perempuan... Rangga terpesona. Ia benar"benar sesosok bidadari dengan rambut pirang keemasan, sepasang
mata bening kebiruan, serta kulit yang lembut seperti pualam.
Gaun panjang berwarna putih, serta topi lebar yang dikenakan,
semakin membuat anggun penampilannya.
Namun yang membuat serangkaian bom seperti tengah
diledakkan di dada Rangga adalah... ia mengenal wanita itu.
Tak salah... Nyonya Thijsse adalah... Everdine Kareen
Spinoza! pustaka-indo.blogspot.com122
Baik Rangga maupun Nyonya Thijsse tampak
gugup luar biasa ketika terpaksa harus saling
berhadapan. Ada semacam getaran aneh sekaligus rasa
nyeri yang membuat Rangga tak sanggup mengeluarkan
sepatah kata pun. Sementara Kareen sendiri tampak
serba salah tingkah. Justru Jan Meiyer Thijsse,
administratur kepala pabrik yang baru itulah yang
kemudian memecah kebekuan yang terjadi.
"Tampaknya, saya pernah bertemu dengan Anda?"
tanyanya seraya menatap sosok Rangga dari ujung
rambut hingga ujung kaki, seperti seorang belantik di
pasar hewan yang tengah menaksir binatang piaraan
incarannya. "Ah, ya... betul! Kita bertemu pada sebuah
pesta di sebuah hotel Batavia. Bukankah Anda adalah...
teman istri saya?" "Hanya teman seperjalanan saat berada di kapal,"
kata Rangga, berusaha meredam debur yang
pustaka-indo.blogspot.com123
bergemuruh di dadanya, seakan sebuah tsunami dahsyat barusan
menggempurnya. "Hanya teman seperjalanan!" ulang Meneer Thijsse dengan
nada suara mengejek. "Tetapi perjalanan Anda tentulah sangat
menyenangkan sehingga menimbulkan kesan yang begitu
mendalam?" "Sesudah perjalanan itu, kami tidak pernah bertemu lagi, Jan!"
kata Kareen, tampak tidak senang dengan kalimat suaminya
barusan. "Tentu saja, karena je keburu saya lamar menjadi istri saya,
begitukah?" Jan tertawa bangga, menimbulkan sebuah tusukan
pedih di hati Rangga. Apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka
berdua. Bukankah saat bertemu di hotel itu, ketika Rangga
disuruh berpura-pura menjadi kekasih Kareen, tampak betul
bahwa wanita Belanda itu berusaha keras menghindari kejaran
lelaki bernama Jan Thijsse itu. Kebencian itu tampak begitu
nyata, sehingga Kareen bahkan menganalogikan sang Thijsse
dengan Fantom, hantu buruk rupa dalam Le Fantom de La Opera.
"Dia terus menerus ada di samping saya, membosankan sekali
bukan" Baru ketika dia izin ke kamar kecil, saya buru-buru
melarikan diri. Dia mengaku disuruh Papi menjemput saya. Tetapi
saya tidak percaya. Setahu saya, Papi juga tidak terlalu suka
kepadanya." Kalimat itu masih senantiasa terngiang-ngiang di telinga
Rangga. Maka, jika kemudian mereka muncul sebagai suami
istri"dalam waktu hanya kurang dari 3 bulan... sebenarnya, ada
kenyataan apakah" Sepanjang pesta, Rangga memilih menjauh dari panggung
kehormatan. Ia lebih suka berada di tratag, berbaur bersama
pustaka-indo.blogspot.com124
ratusan buruh rendahan yang berasal dari kalangan pribumi.
Menikmati aroma keringat kaum proletar yang khas dari para
buruh yang tengah menunggu buah perjuangannya dengan harap"harap cemas. Ia terdiam seribu bahasa, hanya sedikit berkomentar
ketika Tuan Biljmer mengajaknya berbicara tentang hobi Prof.
De Vondell. Ia meminta saran kepada Rangga, buah tangan apa
yang sekiranya tepat untuk diberikan kepada guru besar ilmu
ekonomi Rijkuniversiteit Leiden itu. Rangga menganjurkan agar
Tuan Biljmer membawakan kain batik yang dilukis dengan mo"tif khusus, misalnya bunga tulip, tampaknya lelaki bule itu setuju
dan bahkan menganggap ide itu sebagai ide briliyan.
Horloge di saku baju Rangga menunjukkan pukul 11 malam
ketika ia bermaksud untuk berpamitan. Sebenarnya ia berencana
untuk bersama-sama dengan para buruh semalam suntuk menonton
pertunjukan wayang kulit yang kali ini mengambil lakon Arjuna
Wiwaha. Namun pertemuannya secara tak sengaja dengan Everdine
Kareen Spinoza benar-benar telah membuatnya luluh lantak.
Kekecewaan memuncak Himalaya, membuat dadanya terasa sesak.
Sesaat Rangga tertegun ketika tatapannya mendarat pada
horloge itu. Ia harus mengembalikan benda itu secepatnya. Setelah
itu, segala kenangan dan harapan yang melambung tinggi, harus
ia sapu bersih-bersih. Tak akan ada lagi nama Juffrouw Spinoza
dalam hatinya. Tak akan ada... Ia seorang lelaki sejati. Sepedih
apapun duri itu menusuk jantungnya, ia tidak boleh menjadi lemah.
Rangga menggigit bibirnya erat-erat. Cepat ia merengut
horloge itu dan membungkusnya dengan sapu tangan, untuk
kemudian ia masukkan dengan kasar di saku celana panjangnya.
Namun pada saat itu... "Akan kau buang kemana horloge itu, Rangga?"
pustaka-indo.blogspot.com125
Rangga tersentak. Wajahnya yang bersemburat merah
diangkatnya perlahan, dan tatapannya seketika tertuju kepada
seraut paras ayu yang berseliput mendung.
"Nyonya Thijsse, a... ada perlu apa" Ada yang bisa saya
bantu?" tanyanya, dengan kegugupan yang ia balut lekat-lekat
dengan formalitas. Ia mencoba bersikap tenang, akan tetapi,
pencuri manakah yang tak menjadi gegar ketika tertangkap basah
sedang melakukan aksinya, sebagaimana ia tertangkap basah
hendak membuang horloge itu"
Kareen tertawa sedih. Namun tawa itu hanya berumur
dalam kisaran detik, karena bulir-bulir permata cair mendadak
bergulir dari pelupuk sepasang berlian biru itu. Bulir yang lantas
pecah dan menimbulkan lapisan bening di pipi sehalus pualam
itu. "Rangga... ada banyak hal yang telah terjadi. Saya tidak bisa
bercerita sekarang. Tetapi, Anda harus tahu... saya tidak dengan
senang hati menjalankan kehidupan saya sekarang ini."
Rangga menunduk. Ia ingin membunuh keterbataannya,
namun ujung pedangnya mendadak tumpul. "Mm... maaf,
tampaknya, tak ada lagi yang harus kita bicarakan. Saya... saya
akan segera berpamitan. Ibunda saya menyuruh saya untuk tidak
berlama-lama di pesta ini," tukas Rangga cepat. Tidak! Tidak
boleh ada celah untuk membuka harapan itu lagi. Kenyataannya,
wanita di hadapannya itu adalah istri orang. Dan bagi seorang
ksatria Jawa seperti dia, terlebih lagi dia adalah seorang muslim,
pantang baginya merusak pagar ayu...
"Rangga, saya tahu, mungkin saya telah menghancurkan
sebuah harapan, meskipun harapan itu baru sepucuk tunas
mungil pada biji kedelai?"
pustaka-indo.blogspot.com126
"Harapan apa?" Rangga tertawa, tawar. "Terlalu berani
menyimpan harapan kepada seorang nyonya Belanda yang
demikian menjulang status sosialnya. Sejak dulu, sudah saya
katakan, bahwa saya hanya seorang inlander."
"Baiklah Rangga," desah Kareen di antara sisa isaknya. Sama
seperti Rangga, ia pun tampak berusaha untuk tetap tenang. "Saya
tahu, saya telah bersalah pada Anda. Mudah-mudahan, suatu waktu,
Anda mau mendengarkan curahan perasaan saya. Sekarang, hanya
satu permintaan saya. Saya... saya mohon dengan sangat, jangan
buang horloge itu. Jika Anda tak mau memakainya, paling tidak...
simpanlah di tempat yang baik, sebagaimana saya menyimpan cundrik
itu di salah satu kotak perhiasan saya. Kenangan yang telah kita
lampaui terlampau indah untuk dibuang begitu saja...."
"Pesan Nyonya akan saya laksanakan. Akan tetapi, jangan
pernah merasa bersalah. Selama ini, kita belum terikat hubungan
apapun. Maaf, saya permisi dahulu!"
Dalam tatapan penuh kepedihan dari sepasang berlian biru
milik wanita bule itu, Rangga berjalan membelah malam.
Mengendarai otonya dengan perasaan gulana...
Dari jauh, samar-samar suara Dalang Ki Sumardi Siswocarito
sahut semahut dengan klenengan gamelan serta suara sinden. Nada"nada tinggi dan rendah dari Ki Dalang, memperagakan dengan
sempurna dialog antara Raden Janaka, ksatria dan Madukara
bersama Lara Ireng, alias Sembadra, calon istrinya. Dialog yang
seakan-akan diucapkan untuk mengejeknya.
Rangga memukul kemudi dengan gemas.
pustaka-indo.blogspot.com127
KGPH Suryanegara mengerutkan kening, parasnya berubah
dahsyat ketika Rangga mengungkapkan keinginannya untuk
mengundurkan diri dari Pabrik Gula De Winst sore itu, di
pendapa Dalem Suryanegaran yang luas dan nyaman itu. Bahkan
alunan gambang dari Raden Ngabehi Suratman yang biasanya
membuat sang pangeran merasa tenang, mendadak tak mampu
menjalankan perannya dengan baik. Terbukti paras memerah sang
pangeran tak juga memudar meskipun Den Ngabehi Suratman
telah memainkan pangkur kesayangannya.
"Sudah kau pikirkan masak-masak, Ngger?" tanyanya,
dengan nada yang masih tetap halus namun penuh tekanan.
"Semalam saya telah memikirkan banyak hal, Rama. Sepertinya,
produksi gula pasir sekarang sudah tidak lagi menjanjikan. Dunia
tengah dihantam krisis, dan gula bukan lagi menjadi sektor yang
baik untuk bertahan. Lagipula, saya merasa beban saya terlalu berat
jika tetap berada di sana. Saya harus memperjuangkan nasib ratusan
buruh yang terancam diturunkan gajinya, serta berhadapan dengan
warga desa yang meminta kenaikan sewa tanah hingga 10 kali lipat.
Saya merasa berdosa jika tak bisa memperjuangkan mereka,
sementara untuk itu, saya harus berhadapan dengan para
administratur yang serakah dan congkak."
"Bukankah baru beberapa minggu yang lalu kau mencoba
meyakinkan Ramamu ini bahwa masih ada celah untuk
menerabas malaise" Bukankah malaise pula yang membuat para
buruh itu terancam diturunkan gajinya?"
Ya, tetapi celah itu terlalu mahal untuk seorang Jan Thijsse.
Tidak! Untuk lelaki yang menjadi musuhnya itu, ia tidak akan mau
memberikan ide-ide cemerlangnya. Lelaki itu terlalu congkak. Ia
menganggap dirinya sangat pintar, sementara yang lain hanyalah
pustaka-indo.blogspot.com128
para pecundang. Rangga teringat, pada rapat kemarin, usulan"usulan idenya dibantah habis-habisan oleh lelaki itu. Ia
mengusulkan 3 hal sebagai solusi atas berbagai permasalahan baik
internal maupun eksternal yang menimpa De Winst. Solusi itu
meliputi penurunan gaji para administratur yang ternyata memakan
budget sangat besar, mengurangi deviden yang dibayarkan kepada
pemilik modal, serta melakukan efisiensi di berbagai bidang. Dalam
presentasinya itu pula ia mengusulkan agar gaji buruh tidak
diturunkan, karena akan membuat kinerja mereka menurun. Ia
juga sepakat dengan tuntutan pemilik tanah untuk menaikkan sewa
hingga 10 kali lipat. Alasan yang ia kemukakan, lahan yang selama
ini ditanami tebu, adalah salah satu jenis tanah dengan tingkat
kesuburan yang terbaik. "Idioot!" teriak Jan tiba-tiba seraya menggebrak meja, usai
Rangga menyelesaikan presentasinya. "Jij mau bikin kita, sekalian
administratur dan pemegang saham mati kelaparan"!"
"Tak separah itu," ujar Rangga, bersikeras. "Dengan gaji


De Winst Karya Afifah Afra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diturunkan hanya 30%, tak akan membuat Tuan-Tuan semua
menjadi miskin. Ini hanya sementara. Jika malaise berakhir dan
keadaan kembali normal, gaji Tuan-Tuan pasti akan kembali naik.
Janganlah kita menuntut para buruh, yang gajinya tak cukup untuk
hidup layak itu untuk semakin mengencangkan ikat pinggang. Demi
kelangsungan perusahaan, Tuan-Tuan sekalianlah yang harus sedikit
berkorban. Gaji seorang administratur bidang di pabrik ini, sama
dengan gaji 50 orang buruh. Ini sangat tidak adil. Buruh juga salah
satu sektor produksi yang utama. Tanpa mereka, bisa apa kita"!"
"Bastaard!" maki Jan, kali ini ia meluruk ke meja Rangga,
menarik kerah baju pemuda Jawa itu. "Apa yang Anda ucapkan,
tak lebih sampah. Sampah busuk hasil karya para idioot!"
pustaka-indo.blogspot.com129
Wajah Rangga telah merah padam dan hampir saja
mengayunkan kepalan tangannya untuk menghajar Jan ketika Mr.
Jack Smith yang kewarganegaraan Scotlandia dan merasakan betul
bagaimana tanah airnya dicaplok dan dianggap sebagai bagian dari
kerajaan Britania Raya itu bergegas melerai pertikaian itu.
"Saya rasa, apa yang disampaikan Meneer Suryanegara cukup
rasional," katanya. "Ini bukan masalah adil tidak adil. Ini adalah
strategi perusahaan."
"Tidak bisa! Ini pemikiran orang tidak waras. Selama saya
menjadi administratur kepala, tak akan ada penurunan gaji para
administratur sesen-pun. Apalagi para administratur yang berasal
dari kalangan Eropa yang terhormat. Tetapi, jika Anda yang
dipotong gajinya, Tuan Inlander", saya tidak berkeberatan.
Mungkin Anda ingin menyumbangkan seluruh gaji Anda kepada
para buruh sehingga gaji mereka tidak diturunkan, itu sangat
baik. Kelak, jika negara Anda merdeka, Anda akan diangkat
sebagai menteri kemakmuran rakyat. Dan jika Anda telah menjadi
mayat, Anda akan tetap dielu-elukan sebagai the real hero!"
Wajah congkak itu benar-benar membuat Rangga sangat
bernafsu untuk menggamparnya. Sekuat tenaga ia mencoba menahan
diri, namun penghinaan Jan Thijsse telah merusak harga dirinya,
membuat kebencian itu semakin marak menghantam dadanya.
Rangga menggertakkan geraham, mencoba menghilangkan
kemarahan yang merebak saat mengenang kejadian di kantor itu.
Namun kemarahan itu justru semakin membuat ruang dalam
kepalanya terasa pepat. Maka, ia pun hanya bisa menekan meja
bundar terbuat dari kayu jati Alas Kethu itu kuat-kuat. Getaran
yang tercipta, ternyata berhasil ditangkap oleh sang Rama.
pustaka-indo.blogspot.com130
"Jangan pernah tunduk dengan hawa amarah, Ngger!" ujar
sang Rama, "Karena nafsu amarah hanya akan membawa kita
kepada jurang kehancuran."
Rangga menelan ludah. "Saya... saya hanya ingin mencoba
bidang lain yang lebih berpihak kepada kaum pribumi, Rama..."
"Pabrik gula itu, lebih dari separuh, bahkan hampir seluruh
buruhnya juga pribumi," ujar Sang Rama, bersikeras.
"Tetapi, mereka hanya buruh dengan gaji yang jauh dari
standar kehidupan yang layak. Bayangkan, satu hari mereka
hanya dibayar sekitar 30 hingga 45 sen. Keberadaan saya di sana
membuat mereka menaruh harapan besar akan adanya perbaikan
nasib. Harapan itu sungguh membebani saya. Karena saya hanya
sendirian berjuang di sana."
"Kau pengecut jika hendak lari dari medan perang!" desis
sang rama, mendadak. "Sikap semacam itu tidak mungkin dimiliki
oleh seorang ksatria Jawa, bahkan oleh seorang Haryo Penangsang
atau bahkan Ki Ageng Mangir yang pemberontak sekalipun. Kau
belum melakukan apa-apa, namun sudah menyerah. Apa
sebenarnya yang kau pelajari setelah bertahun-tahun sekolah di
negeri Belanda" Kepengecutan itu" Kepintaran melempar
tanggung jawab?" Rangga mengangkat wajah, mulutnya terbuka, namun tak
sepatah katapun ia lontarkan. Mungkin betul ucapan sang rama,
ia tak lebih seorang pengecut.
"Kau tahu, mengapa Rama bersusah payah membeli saham
De Winst" Karena Rama ingin ada pribumi yang mau
memperjuangkan para buruh rendahan yang mereka semua ada
pribumi!" pustaka-indo.blogspot.com131
KGPH Suryanegara terdiam. Sesaat keheningan meraja, namun
hanya untuk beberapa menit, karena sang Rama kembali
memecah suasana dengan suara baritonnya yang nadanya mulai
merendah. "Tapi, baiklah... Rama ingin tahu, jika akhirnya kau
ingin berpindah dari perusahaan gula itu, lantas, bidang apa yang
ingin kau kembangkan saat ini?"
Sang putera mendesah panjang. Ucapan Sang Rama barusan,
meskipun tidak terlontar dalam koar-koar, cukup mampu
menancapkan pisau belati di ulu hatinya. "Saya ingin beralih
bidang ke usaha batik. Rama bisa melihat, begitu banyak
pengusaha pribumi yang menekuni usaha ini. Jika mereka
dibimbing dengan baik, diberi bekal manajemen keuangan yang
baik, pasti mereka akan menjadi pengusaha-pengusaha yang
pustaka-indo.blogspot.com132
sangat kuat. Kota Solo ini bisa dikembangkan menjadi pusat
usaha batik yang sepenuhnya dikuasai oleh kaum pribumi. Jika
dimungkinkan, sekalian dibuka perkebunan kapas dan pabrik
tekstil guna mendukung perkembangan industri batik itu."
"Jadi, kau hanya ingin membimbing mereka?"
"Saya ingin mendirikan sebuah lembaga yang memberikan
jasa konsultasi dan bimbingan kepada mereka. Jika mungkin,
juga bantuan permodalan untuk meningkatkan produktivitas
mereka. Di negeri Belanda, ataupun negeri-negeri Eropa sana,
lembaga semacam itu cukup banyak, Rama...."
"Lembaga macam apa itu" Rama tidak mengerti..."
"Rama," Rangga tersenyum, suaranya yang tadinya berapi"api, berangsur melembut. "Perusahaan yang baik, tak hanya
dilihat dari produksinya, tetapi juga bagaimana mereka mengatur
keuangan mereka, bagaimana mereka membuat strategi
pemasaran yang baik, juga bagaimana mereka mengatur buruhnya
masing-masing agar bisa menjadi seorang buruh yang optimal
dalam bekerja. Nah, saya melihat... pada perusahaan-perusahaan
milik pribumi, hal semacam itu belum dilakukan. Akhirnya,
mereka kalah bersaing dengan orang-orang China ataupun Eropa.
Bukankah hal itu yang mendasari mengapa Tuan Haji Samanhudi
dahulu mendirikan Sarikat Dagang Islam."
"Jadi, kau sudah ikut-ikutan pemikiran Haji Samanhudi?"
tuduh Sang Rama. "Tak ada yang salah dari pemikiran beliau. Malahan, jika
dikaitkan, sebenarnya pemikiran beliau sama persis dengan apa
yang dipikirkan Kanjeng Rama...."
"Tetapi, saya tidak mau ikut-ikutan berkecimpung dalam
pustaka-indo.blogspot.com133
soal politik...." KGPH Suryanegara tampak keberatan dibanding"bandingkan dengan Haji Samanhudi. Pasal yang wajar. Kaum
ningrat keraton, sering menganggap para saudagar adalah warga
masyarakat kelas dua, sekaya apapun mereka. Kemuliaan hidup
adalah dengan menjadi ambtenaar, bukan pengusaha atau
pedagang, apalagi buruh. Meskipun sang rama memiliki
pandangan yang lebih maju daripada para bangsawan pada
umumnya, kenyataannya, pemikiran yang demikian kolot masih
bercokol juga di otaknya.
"Apalagi Sarikat Islam juga sudah disusupi orang-orang
komunis," lanjut sang Rama. "Meskipun kemudian orang
komunis itu mendirikan Sarekat Rakyat, terbukti bahwa Sarekat
Islam tidak memiliki sistem yang baik untuk mengelola
organisasinya. Berpolitik tanpa persiapan yang matang, justru
akan menghancurkan kita. Pemberontakan PKI tahun 1926
kemarin sebagai bukti. Bukan hanya orang komunis yang
diinternir, tetapi juga aktivis yang tidak ada hubungan apa-apa
dengan peristiwa itu."
"Sebenarnya, politik itu sendiri adalah bagaimana
menjadikan kehidupan itu lebih baik. Termasuk dalam bergerak
di bidang ekonomi, kita tak akan bisa terlepas dari politik, Rama...
Politik dan lainnya, satu sama lain saling terkait, karena
kehidupan itu sendiri bersifat menyeluruh."
"Saya tidak mau berdebat. Tetapi, jika kau bersikeras ingin
mengundurkan diri dari pabrik gula, itu hakmu, Ngger. Kau sudah
cukup dewasa. Kau pun bukan orang bodoh. Hanya saja, Rama
menyayangkan karena posisimu sekarang sudah mapan. Rama ingin
kau segera memikirkan pernikahanmu dengan Sekar Prembayun..."
Ucapan tentang Prembayun menikam keaktifan Rangga
pustaka-indo.blogspot.com134
dalam berbicara. Mendadak ia terdiam, sibuk memikirkan kalimat
apa yang tepat untuk menjawab ungkapan Sang Rama barusan.
Beruntung, pada saat ia dicekam kebingungan, mendadak Sang
Ibu muncul dengan nampan berisi teh poci panas, gula batu dan
sepiring pisang goreng. Bukannya mundur setelah menghidangkan
penganan dan minuman tersebut, Sang Ibu justru menarik sebuah
kursi berbahan rotan dan ikut duduk bersama mereka. Berbeda
dengan kaum ningrat lainnya yang cenderung tidak mau jika
istrinya ikut campur urusan kerumahtanggaan ataupun urusan
lainnya, KGPH Suryanegara memang selalu menganjurkan Sang
Istri untuk terlibat dan memikirkan bersama apa-apa saja yang
harus beliau putuskan sebagai kepala rumah tangga. Mungkin
kedekatan itulah yang membuat KGPH Suryanegara"lagi-lagi
berbeda dengan para pangeran pada umumnya"tidak berminat
untuk menikah lagi, ataupun sekadar memiliki selir. Beliau cukup
merasa berbahagia dengan satu istri dan 5 orang anak, 4 puteri
yang semuanya telah berkeluarga dan tinggal bersama suami
masing-masing, serta satu-satunya putera, yaitu Rangga Puruhita,
anak nomor 3. "Rama, Ibu... kemapanan dalam bekerja itu bukan sebuah
harga mati. Dahulu, usaha gula sungguh menjanjikan. Begitu
banyak pabrik gula yang didirikan, di mana para buruhnya
kebanyakan adalah kuli-kuli kontrak. Akan tetapi, setelah terkena
malaise, banyak pabrik yang lantas ditutup. Menjadi ambtenaar,
mungkin juga sebuah posisi yang baik. Terhormat, gajinya besar.
Tetapi, siapa yang bisa menjamin bahwa Belanda akan terus
berkuasa di negeri ini" Bisa jadi, suatu saat, mungkin... orang-or"ang Belanda akan terusir dari negeri ini, baik oleh kaum pribumi,
maupun oleh bangsa asing yang menjadi musuh Belanda."
"Ngger, apakah ada bangsa asing yang lebih hebat dari
pustaka-indo.blogspot.com135
Belanda, sehingga mampu mengalahkannya?" tanya Raden Ayu
Sintawati, polos. Rangga tersenyum menyaksikan kepolosan wanita yang
melahirkannya ke dunia itu. "Ibu, Belanda memang sebuah negeri
yang maju. Tetapi, jika Ibu melihat di peta, Ibu akan terkejut,
bahwa luas negeri Belanda, dibandingkan dengan Pulau Jawa
ini, ternyata tak ada apa-apanya. Yah, negeri Belanda itu sangat
kecil. Luasnya hanya sepertiga pulau Jawa. Penduduk negeri itu,
dibandingkan dengan kaum pribumi, juga kalah banyak. Nah,
apakah ada negara yang lebih kuat dari Belanda" Jawabnya...
banyak. Di Eropa sana ada Inggris yang armada lautnya sangat
kuat. Jika Belanda menjajah Nusantara, maka jajahan Inggris
adalah India, Malaya, China dan banyak lagi. Ada juga Perancis
yang industrinya berkembang sangat pesat. Di benua Amerika,
ada United States of America, atau USA yang juga sudah
Kutukan Empu Bharata 2 Pendekar Rajawali Sakti 51 Tumbal Penguasa Samudera Permainan Di Ujung Maut 1

Cari Blog Ini