Ceritasilat Novel Online

De Winst 3

De Winst Karya Afifah Afra Bagian 3


berkembang menjadi negeri industri yang kuat. O, ya... di Asia
sendiri, ada Jepang yang akhir-akhir ini tengah giat melakukan
perluasan wilayah ke negara-negara di sekitarnya. Bahkan pada
saat perang melawan Rusia, sebuah negara kulit putih, Jepang
bisa memenangkannya. Sekarang, Ibu bisa melihat bahwa barang"barang buatan Jepang sudah mulai menyerbu negeri kita...."
Mata sang ibu terbelalak mendengar cerita sang putera. "Sulit
membayangkan rasanya, jika ada negeri yang lebih hebat dari
Belanda." "Di Jawa ini sendiri, dahulu juga berdiri kerajaan-kerajaan
besar yang hebat," timpal Sang Rama, tak mau kalah. "Ada
Majapahit yang luas negaranya meliputi Sumatera, Jawa, Borneo,
Celebes, Malaya dan Papua, juga sebagian dari Filipina. Ada
Sriwijaya, Singasari dan juga Mataram Islam yang berpusat di kota
Solo dan hingga kini masih tegak meskipun telak koyak moyak."
pustaka-indo.blogspot.com136
"Iya... kalau itu saya sudah pernah mendengar. Sekar yang
bercerita kepada saya..."
"Sekar, Bu?" Rangga keheranan.
"Setahun yang lalu, Sekar mendirikan semacam sekolah
tetapi khusus untuk wanita di keraton. Ia mengajari membaca,
menulis, berhitung dan sejarah."
"Dan sekarang?" Rangga menelan ludah, "Apakah masih
berjalan?" "Wah, sayangnya tidak. Soalnya Sekar itu dianggap
murangtata. Dia suka merusak paugeran. Ketika dia tidak mau
sungkem kepada Eyang Sultan PB X, semua kerabat istana
memusuhinya. Akhirnya, tak ada satupun yang mau belajar
dengannya. Sekar itu cerdas, pinter... tetapi kemaki. Itu kata
orang-orang lho..." "Kalau menurut Ibu sendiri?" pancing Rangga.
Kanjeng Ibu sesaat terdiam. Lalu perkataannya kembali
terdengar. Lirih. "Memang dia itu agak... lasak. Tetapi menurut
saya, dia anak yang baik. Dia sangat ramah, pintar dan rajin.
Soal tidak ngajeni tiyang sepuh, sebenarnya tidak juga. Dia cukup
andhap asor. Dia cuma tidak mau duduk ndeprok sambil ngesot
menyembah orang. Itu saja. Dan Ngger... meskipun dia terlihat
begitu... murangtata... saya tetap berharap dia menjadi istrimu.
Siapa tahu, jika kau mengarahkan, dia bisa bersikap lebih baik."
"Rama setuju," ujar KGPH Suryanegara. "Sekar menjadi
begitu, karena Dhimas Suryakusuma kurang tegas. Ia keras, tetapi
tidak mau tegas. Mungkin karena Sekar adalah anak wanita satu"satunya. Jika Sekar diarahkan dengan baik, ia pasti akan menjadi
wanita yang baik. Rama sendiri tidak setuju jika wanita hanya disuruh
pustaka-indo.blogspot.com137
untuk urusan dapur, sumur, atau kasur. Dahulu, di tanah Jawa
juga ada seorang wanita yang bisa menjadi Ratu yang adil. Namanya
Ratu Shima. Jadi, sejarah di Jawa itu sebenarnya memuliakan para
wanita. Wanita juga harus pintar, harus bisa mendukung suaminya.
Wanita harus bisa bermanfaat untuk bangsanya."
"Jadi, panjenengan tetap akan melanjutkan rencana
perjodohan itu, Kangmas?" tanya Raden Ayu Suryanegara.
"Tentu saja. Belum ada kata putus yang terlontar bukan?"
Giliran Rangga yang menghela napas panjang. Ia teringat kata"kata Kresna ketika pemuda itu mencegatnya di perkebunan tebu.
Ia sudah merasakan betapa patah hati itu pedih. Teramat pedih.
Tentu ia tidak akan ingin berlaku sama dengan menyakiti hati Kresna.
"Sayang sekali, Rama... Ibu, tampaknya Diajeng Sekar
Prembayun tidak memiliki minat terhadap saya," ujarnya, lirih.
"Diajeng Sekar telah memiliki seorang kekasih. Seorang pemuda
yang tampan dan terpelajar, yang tampaknya sangat cocok
berdampingan dengannya sebagai suami istri."
KGPH Suryanegara dan istrinya saling pandang.
"Darimana kau tahu, Ngger?" tanya sang Ibu.
Rangga tersenyum pahit. "Kekasih Diajeng Sekar, telah
meminta kepada saya, agar perjodohan itu dibatalkan...."
"Tidak bisa seenaknya begitu!" getas Sang Rama tiba-tiba.
"Tidak semudah itu. Kesepakatan ini sudah terjalin selama
belasan tahun." "Rama... yang hendak menikah adalah saya dan Diajeng
Sekar. Apakah menurut hemat Rama, pernikahan yang terjadi
karena adanya pemaksaan itu baik adanya?"
pustaka-indo.blogspot.com138
"Masalahnya, witing tresna iku jalanan saka kulina. Itu tresna
sing sejatine. Kalau hanya cinta karena nafsu, berbeda lagi. Dahulu,
ketika dijodohkan dengan ibumu, Rama juga tidak sedikit pun
menaruh rasa cinta. Tetapi buktinya... 5 anak terlahir, dan Rama
berbahagia. Demikian juga Ibumu. Rak begitu to, Diajeng?"
Raden Ayu Sintawati Suryanegara tersenyum malu. "Ya...
memang begitu adanya, Ngger. Setelah menikah beberapa tahun,
toh akhirnya ada juga perasaan cinta pada diri Ibu terhadap
Ramamu itu." "Tetapi, menyakiti hati orang juga tidak baik, Rama. Saya tidak
bisa membayangkan bagaimana hancurnya perasaan kekasih Sekar,
jika dia menikah dengan saya," ujar Rangga sambil tersenyum pahit.
"Sudahlah... sebaiknya kita ndak usah membahas
permasalahan ini lagi. Semua sudah jelas. Tak perlu dikaburkan
lagi. Kesepakatan ini mahal harganya. Rama tidak mau menjadi
pengkhianat yang melanggar janji. Rama baru mau mundur jika
Dhimas Suryakusuma yang menghendaki mundur. Seorang ksatria
Mataram, pantang menjilat ludah kembali!" tegas KGPH
Suryanegara, mantap. "Dan permasalahanmu dengan pabrik,
Rama meminta kau menundanya terlebih dahulu. Karena, kita
memiliki saham di sana. Selain itu, yang lebih penting lagi, kau
tidak mungkin meninggalkan ratusan buruh pabrik yang semua
adalah orang pribumi. Mereka sangat berharap besar bahwa kau
akan memperjuangkan nasib mereka, kesejahteraan mereka...
Meskipun harapan itu membebanimu, sebelum kau benar-benar
kalah, jangan pernah menyerah. Pertandingan baru saja dimulai.
Semusykil apapun, segala sesuatu bisa berubah jika kita memang
menginginkan untuk berubah."
Rangga termenung sesaat. Pada saat seperti itu, ia merasakan
pustaka-indo.blogspot.com139
bahwa ternyata ia begitu lemah. Ia tak sekuat Sekar Prembayun
dalam memberikan perlawanan. Namun, amunisi untuk perlawanan
itu memang sudah sirna dari dalam hatinya. Jika Sekar masih
memiliki Kresna, maka ia tak memiliki siapa-siapa yang
membuatnya termotivasi untuk melakukan pemberontakan.
Karena, Everdine Kareen Spinoza telah menjadi milik orang lain...
Atau memang bergantung dengan manusia itu sungguh tak
ada gunanya" Seperti perkataan Raden Haji Ngalim Sudarman
kemarin. "Ngger, jangan pernah bergantung kepada manusia. Lalukan
semua karena Allah Azza wa Jalla...."
Ya, jika semua dilakukan karena motivasi mengabdi kepada
Sang Pencipta, tentu semua akan menjadi lain. Semangat itu tak
akan pernah luntur, karena Sang Pencipta pun tak akan luntur.
Dan masalah pabrik... memang benar apa yang dikatakan
oleh Sang Rama. Akan tetapi, bagaimana caranya agar ia
senantiasa bisa tenang jika harus bertemu dengan seorang Jan
Thijsse yang telah memporak-porandakan harapannya" Yang
telah menggali lobang kebencian begitu dalam.
Kembalikan semua kepada Allah... kepada Allah!
pustaka-indo.blogspot.com140
"Berhenti... berhenti di sini, sopir!" perintah
perempuan bermata biru itu sambil memberesi syalnya
yang beterbangan terkena angin jendela, ketika oto yang
mereka naiki melewati depan pabrik gula De Winst.
Everdine Kareen Spinoza, perempuan itu, baru saja
mengunjungi sebuah undangan makan siang di rumah
Nyonya Magda De Veuer, istri seorang petinggi militer
di Kartasura yang tak lain adalah teman Kareen saat
masih sekolah di ELS. Begitu tahu bahwa Kareen telah
menetap di Solo, langsung saja Nyonya De Veuer
mengundangnya untuk reuni.
Kareen datang sendiri, karena suaminya, Jan
Thijsse ada acara mendadak ke Tawang Mangu. Baru
lusa lelaki bule itu kembali.
Bagi Kareen, berpisah dengan Jan, meski hanya 3
hari, merupakan saat-saat kebebasannya. Andai saja
sang Papa, Rob Frederich Spinoza tidak terbelit utang
pustaka-indo.blogspot.com141
hingga ratusan ribu gulden kepada Jan"akibat dari kebiasaan
buruknya yaitu berjudi, tentu Kareen tak akan sudi menikah
dengan anak keluarga Thijsse yang kaya raya itu. Semua berjalan
dengan cepat. Ia bahkan tidak diberi waktu untuk memikirnya.
Maka, harapan yang telah terbangun dengan buncahan
megah itu, mendadak lantak terkena gempuran tsunami.
"Nyonya mau ke mana?" tanya Bejo, sopir oto yang mereka
naiki. "Ke pabrik." "Bukankah Tuan Thijsse tidak ada di sana?"
"Siapa mau bertemu dengan Jan. Aku ingin bertemu
seseorang. Kau tunggulah saja di sini."
"Maaf, Nyonya... tetapi, saya disuruh oleh Tuan Besar untuk
menjaga Nyonya dengan baik. Siapa yang ingin Nyonya temui?"
Kareen memalingkan mukanya, seakan tak mau Bejo
melihat perubahan pada parasnya. "Itu bukan urusanmu, Jo!
Tugasmu adalah menjadi sopir, bukan menjadi penguntitku!"
"Nyonya jangan salah paham, saya..."
"Kau tunggu saja di sini! Saya mau ke pabrik sebentar."
Tergesa Kareen memasuki halaman pabrik yang berdiri
megah di tepi jalan itu. Beberapa orang buruh yang lalu lalang
menatapnya terheran-heran, namun mereka merasa tidak cukup
tinggi untuk berani menyapa istri Tuan Besar mereka itu.
Dari beberapa petinggi pabrik, ternyata tak ada satu pun
yang saat itu berada di lokasi. Semua mengikuti Jan ke Tawang
Mangu. Kenyataan itu membuat Kareen lega sekaligus cemas.
pustaka-indo.blogspot.com142
Lega, karena berarti tidak ada orang berkulit putih yang tentunya
akan bertanya-tanya melihat keberadaan Kareen sendirian di situ.
Cemas, karena jangan-jangan orang yang ingin ia temui pun
ternyata tak ada di tempat.
Juru tulis pabrik, Raden Sukoco yang cukup berpendidikan,
karena lulusan HBS, menemuinya di ruang tamu.
"Saya... saya hanya ingin bertemu dengan Meneer Herschel!"
Tentu saja Kareen hanya berpura-pura. Ia tahu persis, bahwa
administratur pemasaran itu telah mengundurkan diri dari
pabrik. Pensiun. "Ada beberapa masalah yang harus saya
bicarakan." "Oh, Meneer Herschel sudah tidak berada di sini lagi. Beliau
sudah berpamitan, pensiun. Sekarang beliau tinggal di Tawang
Mangu bersama istrinya yang cantik dan masih muda itu."
Kareen terdiam, pura-pura berpikir keras. "Kalau begitu,
tentu Meneer Herchel punya asisten... atau pengganti bukan?"
"Ada... Tuan Rangga Puruhita. Beliau kini menjadi
administratur bagian pemasaran. Nyonya ingin bertemu
dengannya?" "Emm... ya. Bisa!"
"Tetapi beliau sekarang sedang berada di perkebunan tebu.
Mungkin baru tengah hari nanti beliau pulang ke pabrik."
"Jauhkah perkebunan itu dari sini?"
"Tidak. Hanya sekitar sepuluh menit perjalanan dari pabrik."
"Bisakah saya diantar ke sana?"
Raden Sukoco terdiam sesaat. Terlihat ragu. Atau juga
pustaka-indo.blogspot.com143
mengira-ira, semendesak apa sih persoalan di antara mereka
sehingga sang mevrouw begitu berhasrat untuk segera bertemu"
Ini bahaya, desis Kareen. Ia menyesal, sikap tak berhati-hatinya
telah memancing rasa ingin tahu orang.
"Anda mengenakan gaun yang begitu indah dan pasti sangat
mahal harganya. Apakah Anda tidak takut jika gaun tersebut
akan rusak, atau kotor terkena lumpur?"
Jadi, ia hanya mencemaskan gaunnya. "Ah... itu bukan sebuah
masalah. Saya punya banyak gaun yang lain. Akan tetapi, untuk
bertemu dengan pengganti Meneer Herschel itu sungguh sangat
penting." Sang juru tulis pun mengangguk-angguk. Mudah-mudahan
ia memang benar-benar bisa diyakinkannya.
"Baiklah, Nyonya... akan saya utus beberapa orang
buruh untuk mengantar Anda menggunakan lori. Maaf, saya
sendiri tidak bisa ikut mengantar Anda, karena saya benar"benar banyak pekerjaan. Kecuali jika Anda membutuhkan
saya untuk..." Ini sungguh menyenangkan! "Tidak perlu, Tuan! Asal ada or"ang yang mengantar saya, itu sudah lebih dari cukup."
Raden Sukoco mengangguk takzim.
Lori itu berhenti tepat di depan sosok Rangga yang tengah
sibuk dengan pekerjaannya, yakni mengawasi penanaman
ribuan bibit tebu baru. Sebenarnya, ia hanya diminta bantuan
oleh sinder bagian produksi yang tengah mengikuti perjalanan
pustaka-indo.blogspot.com144
ke Tawangmangu. Entah ada urusan apa para pejabat itu
mendatangi Tawang Mangu, dan mengapa ia tidak diajak"
Padahal, sejak Meneer Herschel pensiun, jelas-jelas ia memiliki
jabatan sebagai sinder. Ini pasti rekayasa Jan Thijsse untuk melemahkan posisinya.
Baiklah, toh ia tak semata sinder. Ia juga komisaris. Jika saham
milik ayahandanya dicabut, De Winst akan mengalami kesulitan
keuangan yang cukup berarti.
Rangga tertegun, kaget melihat sosok itu tiba-tiba telah
berada di depannya. Diantar dengan lori oleh beberapa pekerja.
Sosok dengan baju panjang bersusun-susun yang terlalu ribet
untuk dipakai di lahan perkebunan yang becek.
Akan tetapi, Kareen tidak memperdulikan kebingungan
Rangga tersebut. Ia bahkan mengambil tas kecilnya, mengambil
beberapa lembar uang gulden dan membagi-bagikan kepada
semua buruh yang berada di situ, baik yang mengantarnya
maupun yang tengah sibuk mengikuti petunjuk Rangga.
"Pergilah kalian sebentar, kira-kira satu jam. Saya ada
pembicaraan penting dengan Tuan Rangga Puruhita."
Wajah-wajah buruh itu tampak bingung, namun juga girang
luar biasa melihat lembaran gulden yang mereka terima. Bayangkan,
hanya dengan meninggalkan tempat tersebut selama satu jam,
mereka menerima uang yang lebih besar dari upah mereka selama
satu bulan. Benar-benar rezeki yang turun dari langit.
"Rangga, sekarang kita hanya berdua!" kata Kareen dengan
wajah kemerahan karena berseri-seri. "Sungguh, telah tiga bulan
lamanya saya merindukan saat-saat seperti ini."
pustaka-indo.blogspot.com145
Rangga memalingkan wajahnya, gugup. "Me... mengapa
Nyonya mengusir mereka semua?"
"Tidak mengusir, Rangga. Hanya meminta meninggalkan
kita berdua di sini karena saya ingin bicara dengan Anda."
"Bicara tentang apa" Adakah yang perlu dibicarakan lagi?"


De Winst Karya Afifah Afra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

elak Rangga, namun mendadak, entah mengapa, Rangga merasa
menyesal telah mengucapkan kata-kata yang ketus itu.
Everdine Kareen Spinoza adalah seorang wanita yang lembut.
Tak sepantasnya itu bersikap kasar. Namun, saat ini, wanita
bule itu adalah istri orang. Dan sebuah bahaya besar jika ia
berdua-duaan dengan seorang makhluk berlainan jenis yang
bukan mahramnya, apalagi jika makhluk tersebut adalah orang
yang memikat hatinya. pustaka-indo.blogspot.com146
Lebih dari itu, Kareen adalah seorang wanita yang memiliki
status sosial sangat tinggi. Lelaki pribumi semacam dia, akan selalu
menjadi pesakitan jika ternyata terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, meskipun penyebab dari hal tersebut adalah wanita
itu sendiri. Keadilan masih belum sepenuhnya merata untuk
seluruh golongan. Pribumi, selalu menjadi pihak yang terkalahkan.
"Tentang pernikahan saya dengan Jan, itu semua di luar
kehendak saya. Anda tahu, Rangga... saya sangat membenci
Jan. Pernikahan itu, adalah sebuah kecelakaan besar bagi saya.
Pernikahan itu sempat menghancurkan bergunung harapan yang
tengah saya susun. Hanya saja, harapan itu kembali bersemi
ketika Jan ternyata membawa saya ke kota ini, Solo, dan
bertemu dengan Anda..."
"Saya... saya tidak mengerti maksud Anda menceritakan hal
tersebut kepada saya. Saya tidak pernah melarang Anda menikah
dengan siapapun," ujar Rangga.
Kareen menatap seraut wajah tampan Rangga. Ia sendiri
pun sesungguhnya merasa heran. Mengapa pula ia merasa harus
berterus terang kepada Rangga akan keadaan dirinya. Bukankah
pemuda pribumi itu bukan siapa-siapanya" Dan, sebuah
kemusykilan jika seorang anak keluarga Spinoza yang terpandang
seperti dia, berdampingan sebagai istri seorang inlander yang tak
lain adalah warga negara kelas tiga. Meskipun cucu seorang raja
yang berkuasa di tanah Jawa, lulusan terbaik perguruan tinggi
paling terkemuka di negeri Belanda, dan menjadi administratur
sebuah pabrik besar, inlander tetaplah inlader.
"Rangga, tidakkah Anda menyadari, bahwa sejak pertemuan
kita di kapal itu, terutama sejak Anda memberikan cenderamata
pustaka-indo.blogspot.com147
berupa cundrik itu kepada saya, telah terlukis sebuah kenangan
yang teramat istimewa di hati saya. Saya merasa, bahwa Anda
adalah seorang pemuda yang sangat baik."
Rangga menghela napas panjang. Sungguh, sejujurnya ia
sangat menyukai kalimat Kareen yang terucap barusan. Akan
tetapi, ia harus bersikap sangat waspada jika tidak ingin terjebak
kepada kesulitan yang besar.
"Nyonya Thijsse... bagaimanapun, sebenci apapun Anda
kepada suami Anda, sekarang Anda adalah istrinya. Sekali lagi, Anda
telah menjadi istri orang. Tak baik Anda berduaan dengan saya di
tempat sepi seperti sekarang ini. Jikapun Anda belum bersuami,
rasanya juga tak patut jika kita berduaan, apalah lagi saat ini."
"Nyonya Thijsse," Kareen tertawa sumir. "Tidakkah Anda
mengerti, Rangga... saya sangat membenci panggilan itu.
Seandainya tadi saya mengisi lambung cukup banyak, pasti isi
lambung itu telah saya muntahkan saat ini juga..."
"Maaf, sebaiknya saya harus segera mengantar Anda ke
pabrik, karena semua buruh telah Anda suruh pergi... mari
Nyonya, kita kembali ke pabrik!" dengan mencoba tak
menghiraukan perasaan Kareen, Rangga beranjak menuju
lokomotif lori, menghidupkan mesinnya. "Ayo, Nyonya!"
"Tidak! Saya tidak akan pergi! Saya akan tetap di sini!"
"Tidak mungkin," getas Rangga. "Tempat ini sangat
berbahaya. Banyak orang jahat yang sering melintas. Mari,
Nyonya! Jangan sampai saya memaksa Anda untuk naik ke lori!"
Wajah Kareen berubah menjadi merah padam. "Rangga,
Anda benar-benar kejam! Anda..."
pustaka-indo.blogspot.com148
"Maaf, tetapi Anda harus segera pulang! Ini bukan tempat
yang bagus untuk berpesiar!"
Akhirnya, dengan terpaksa, Kareen pun naik ke atas lori.
Rangga mengedikkan bahu, sementara tetes demi tetes air mata
membasahi pipi Kareen. Air mata yang membuat Rangga
terguncang, namun dengan seketika menegaskan hatinya untuk
tidak luruh karenanya... Masa telah berubah, Meneer Rangga...
pustaka-indo.blogspot.com149
Raden Haji Ngalim Sudar man tampak
bergembira melihat Rangga tampak antusias ketika
diajak mengunjungi perkampungan batik Laweyan pada
verlofnya dan berkenalan dengan para saudagar muslim
di sana. Apalagi, rata-rata pengusaha pribumi yang
ditemui, semua menunjukkan sikap ramah dan
sepertinya menaruh harapan besar kepadanya.
"Orang-orang seperti Andalah yang diharapkan
mampu membawa mereka kepada kehidupan yang lebih
baik, Denmas...," ujar Eyang Haji, jujur. "Para saudagar
pribumi membutuhkan bimbingan dari orang-orang yang
memiliki ilmu modern, agar mereka tidak kalah bersaing
melawan saudagar-saudagar China dan Eropa."
"Saya akan berusaha. Masalah hasil, semua
tergantung kepada kesungguhan kita semua."
"Dan tentu saja, Ridha Allah Azza wa Jalla,
Denmas... jangan lupakan Dia. Segala sesuatu yang
terjadi di dunia ini, semua atas kehendak-Nya."
pustaka-indo.blogspot.com150
Mereka melangkah dengan tegap, menyusuri lorong-lorong
perkampungan batik, menyapa para pekerja yang tengah
beristirahat sampai akhirnya tiba di Masjid Laweyan bersamaan
dengan berkumandangnya adzan shalat dzuhur.
"Eyang Haji... bukankah panjenengan adalah Eyang Haji"
Raden Haji Ngalim Sudarman, Imam Masjid Agung Kauman?"
seorang lelaki berusia sekitar 50-an tahun, mengenakan kopiah,
kemeja dan sarung batik, tergesa menghampiri mereka. "Saya
pasti tak salah lihat. Panjenengan adalah Eyang Haji, yang setiap
malam Jumat mengisi pengajian di masjid agung, bukan?"
Eyang Haji menatap lelaki itu. Tampaknya ia mengenali lelaki
yang barusan menyapanya itu. Kalaupun tidak, tentu bukan
masalah. Eyang Haji adalah sosok yang sangat mudah akrab dengan
orang lain, meskipun orang tersebut hanya seorang kuli panggul
di Pasar Gede yang berpenghasilan hanya beberapa ketip satu
harinya. "Assalamu"alaikum!"sapa Eyang Haji, hangat.
"Wa... walaikum salam!" balas lelaki itu. "Eyang Haji masih
ingat saya?" "Tentu. Panjenengan adalah Haji Suranto, salah seorang
pengusaha batik yang paling kaya di Kampung Laweyan, bukan?"
"Wah... wah, panjenengan terlalu memuji saya. Kekayaan yang
saya peroleh, semata-mata karena izin Allah, Eyang. Senang sekali
rasanya, bertemu dengan Eyang di kampung kami ini. Tetapi,
tumben... tidak seperti biasanya Eyang berjalan-jalan sejauh ini?"
"Saya sedang menemani Denmas ini!" Eyang Haji menepuk
pundak Rangga. "Ia ingin bersilaturahim dengan para alim ulama
yang banyak terdapat di Laweyan. Selain itu, beliau juga ingin
pustaka-indo.blogspot.com151
bertemu dengan para pengusaha pribumi yang menekuni usaha
batik. Denmas ini adalah putera dari Kanjeng Gusti Pangeran
Haryo Suryanegara, alias cucu Sinuhun Pakubuwana X...."
"Oh... masya Allah... jadi inilah priyayi agung yang baru
saja pulang dari studi di negeri Belanda?" Haji Suranto
menelungkupkan tangannya seraya membungkukkan badan.
"Oh... Bapa Haji, jangan bersikap seperti itu terhadap saya,"
cegah Rangga, buru-buru. "Saya bukan orang yang pantas
menerima penghormatan seperti itu!"
"Saya... saya benar-benar sangat takjub, karena bertemu
dengan dua priyayi agung hari ini. Jika panjenengan sedaya
berkenan, saya memohon panjenengan mampir ke gubuk saya!"
"Tentu saja kami sangat bergembira menerima undangan
dari andika, Nakmas Haji. Tetapi, ini sudah mau shalat dzuhur,
kami mau shalat dzuhur terlebih dahulu di Masjid Laweyan."
"Kebetulan... saya juga akan shalat di sana!"
"Wah, kalau begitu, kita bisa berbarengan!"
Berbeda dengan masjid Agung yang sering hanya dihadiri
beberapa gelintir orang, saat shalat ditegakkan, masjid Laweyan
dipenuhi oleh jamaah. Mereka adalah para penduduk kampung
Laweyan itu sendiri, para pengusaha serta buruh di pabrik-pabrik
batik yang banyak terdapat di kampung tersebut. Eyang Haji
didaulat untuk menjadi imam sekaligus berceramah sekitar
seperempat jam usai shalat berjamaah. Kesungguhan para jamaah
saat menyimak ceramah itu sungguh mengagumkan. Mereka
duduk dengan tenang, dan tampak sangat memperhatikan uraian
singkat namun mengena yang dibawakan oleh sang Imam.
pustaka-indo.blogspot.com152
Eyang Haji berceramah tentang keistimewaan bersedekah.
Ia menceritakan, bahwa ketika hendak menikah, Kanjeng
Rasulullah memberi Fathimah, anak bungsunya sebuah baju
pengantin yang indah. Pada saat Fathimah tengah mencobanya,
ada seorang pengemis yang memohon sedekah berupa baju. Hampir
saja Fathimah menyerahkan baju yang dipakai sehari-harinya, yaitu
baju yang sudah penuh tambalan. Namun Fathimah teringat
perintah Gusti Allah dan Kanjeng Rasul, bahwa jika hendak
bersedekah, sedekahkanlah barang-barang yang terbaik. Maka,
tanpa pikir panjang, Fathimah pun memberikan baju pengantinnya
itu. Ketika pernikahannya sudah hampir terlaksana, Malaikat Jibril
pun datang dan memberinya kain sutera berwarna hijau yang jauh
lebih indah dibanding baju pengantin yang disedekahkan itu...
Ada butiran embun mendinginkan perasaan batin Rangga
usai menyimak uraian singkat itu. Nuansa religius semacam itu,
sangat jarang Rangga jumpai, apalagi ketika ia tengah menempuh
studi di negeri Belanda. Ia merasa tenteram serta sejuk.
Usai shalat berjamaah, Rangga mengikuti Eyang Haji menuju
rumah Haji Suranto. Dan ternyata, yang disebut sebagai "gubuk"
itu, adalah sebuah rumah loji yang besar dan indah, meskipun dari
luar, keindahan rumah tersebut tidak terlihat, karena dipagar
dengan benteng yang tinggi, khas rumah-rumah di Laweyan.
Arsitekturnya perpaduan antara Jawa dan Eropa. Berbagai ukiran
yang indah membuat rumah itu terkesan mewah dan megah.
Meskipun sekilas rumah-rumah itu tertutup, namun ternyata
hubungan antar tetangga tetap terjalin, karena antar loji itu,
dihubungkan dengan pintu-pintu khusus. Mereka pun dipersilahkan
duduk di pendapa, di kursi empuk yang terbuat dari kayu jati.
pustaka-indo.blogspot.com153
Melihat kemewahan yang tersaji, sangat jelas bahwa Haji
Suranto adalah seorang bumiputera yang teramat kaya. Baru saja
mereka duduk menikmati kenyamanan suasana ruang, beberapa
orang pelayan datang membawa nampan berisi aneka macam
hidangan makan siang. Mulai dari teh manis, kelapa muda, aneka
jajan, nasi liwet, timlo, lodeh, gulai kambing, thengkleng hingga
ayam bakar terhidang di meja besar depan mereka. Ada juga
beberapa buah segar yang disusun dengan indah di tempat
penjalin. "Sudah saatnya makan siang. Saya sangat senang jika Eyang
Haji dan Den Mas Rangga Puruhita bersedia makan siang di
sini!" kata Haji Suranto.
Rangga berdecak kagum. Bahkan di rumahnya yang
mer upakan istana kepangeranan, ia tidak menemukan
kemewahan sehebat rumah saudagar dan pengusaha batik itu.
pustaka-indo.blogspot.com154
Bagaimana mungkin para priyayi, kaum ningrat itu, mengatakan
bahwa mereka lebih mulia dibanding para pengusaha hanya
karena setiap hari mereka bekerja keras untuk mendapatkan uang.
Jika mereka mengatakan bahwa menjadi ambtenaar itu lebih
bergengsi, mereka benar-benar telah dibodohi oleh penguasa
Belanda, yang tentu tak menginginkan jika etos kerja kaum
pribumi semakin membaik. "Tentu saja, kami tidak akan menolak tawaran rezeki ini.
Akan tetapi, hidangan ini terlalu banyak buat kami... kami tentu
saja tidak akan sanggup menghabiskannya," ujar Eyang Haji,
separuh bergurau. "Tenang saja, Eyang... ada lebih dari 30 pekerja di pabrik
saya yang siap menghabiskan sisa makanan tersebut!" jawab Haji
Suranto. "Sementara ini, kemana saja Bapa Haji memasarkan hasil
produksi batik perusahaan ini?" tanya Rangga.
"Kebanyakan masih sekitar telatah Jawa, Denmas. Ada
beberapa pedagang besar di Jakarta, Surabaya, Bandung dan
Semarang yang setiap bulannya mengambil barang dalam jumlah
besar. Mereka akan menjualnya kembali di kota-kota mereka.
Untuk tanah seberang, ada juga dari Makassar, Tarakan, Balik
Papan dan Medan, tetapi jumlahnya belum seberapa."
"Belum dicoba dipasarkan ke mancanegara?"
"Wah... sebenarnya ada keinginan begitu. Dahulu ada
pedagang dari Hongkong dan Bombay datang kemari, akan tetapi
kami kalah bersaing dengan pengusaha China. Mereka lebih
memilih mengambil barang dari orang-orang China."
Rangga mengangguk-angguk. Melihat indahnya kain-kain
pustaka-indo.blogspot.com155
batik yang dihasilkan, semestinya mereka sudah mampu
menembus perdagangan skala internasional. Dalam hati, Rangga
berjanji, ia akan mencoba mengusahakan hal itu. Jika batik
pribumi bisa menembus kota-kota dagang raksasa seperti Port
Said, London, Paris, Roma, New York, Tokyo dan sebagainya,
para pengusaha pribumi itu akan benar-benar makmur.
Imbasnya, para pekerja yang juga pribumi, akan mendapatkan
gaji yang layak. Mereka tak perlu lagi tergantung kepada
pengusaha Eropa yang kapitalis murni itu, yang menganggap
para buruh pribumi tak lebih sebagai sapi perahan.
Tetapi, hal tersebut tentu tidak mudah. Selain harus
berhadapan dengan orang-orang China, menembus perizinan
ke pemerintah kolonial juga tidak mudah. Selama ini, konon,
kata para pengusaha pribumi, pemerintah kolonial lebih
berpihak kepada orang-orang China. Maklum, mereka adalah
warga negara kelas 2, sedangkan pribumi, inlander semacam
dia, hanya warga negara kelas 3. Menyedihkan memang.
Mereka adalah pemilik negeri ini, tetapi keberadaannya hanya
setingkat di atas binatang.
"Sebenarnya, saya ingin meminta saran kepada panjenengan,
Eyang...." kata Haji Suranto, ketika mereka telah menyelesaikan
acara makan siangnya. "Saran apa yang bisa saya berikan untukmu, Nakmas Haji"
Ada permasalahan apakah?"
"Ini soal kemenakan saya, Jatmiko. Eyang Haji masih
mengenalnya?"

De Winst Karya Afifah Afra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tentu saja. Dia anak muda yang cerdas dan kritis.
Bukankah dia bekerja di Pabrik Gula De Winst juga" Betul bukan,
Denmas?" Eyang Haji menatap Rangga.
pustaka-indo.blogspot.com156
"Oh, Bung Jatmiko?" sepasang mata Rangga melebar. Seraut
wajah murung dengan laguna di bola matanya, yang terlihat lebih
tua dari usianya yang kemarin mencegat di halaman Pabrik Gula
De Winst terbayang di layar batinnya. "Saya pernah bertemu
dengan beliau. Jadi Bung Jatmiko adalah kemenakan Bapa Haji?"
"Dia putera sulung mbakyu saya."
"Akan tetapi, beliau sudah tidak bekerja lagi di De Winst."
"Betul. Sudah hampir 2 tahun ia dipecat dari perusahaan
karena mempengar uhi para bur uh untuk melakukan
pemogokan. Sejak masih di MULO, Jatmiko memang sudah
giat dalam berbagai organisasi. Ia baru berumur 15 tahun
ketika menjadi salah seorang juru tulis Tuan Haji Omar Sahid
Cokroaminoto. Dia bergabung dengan Sarekat Islam saat itu,
dan begitu mengagumi sosok sang ketua. Namun, ketika mulai
berkenalan dengan para pemuka ISDV 6
seperti Semaun dan Darsono, pola pikirnya mulai berubah. Ia pun keluar dari
Sarekat Islam dan bergabung dengan ISDV. Namun saat ISDV
ber ubah menjadi Partai Komunis Indonesia, Jatmiko
memutuskan untuk meninggalkan partai itu, dan justru aktif
sebagai pengurus Partai Rakyat. Ia tidak setuju seratus persen
dengan komunis. Ia bahkan sesumbar, ingin menggabungkan
ajaran Islam yang ia dapatkan dari Tuan Haji Cokroaminoto
dengan Marxisme. Entahlah" saya tidak tahu, apa bentuk
ajaran gabungan itu. Ketika terjadi penangkapan besar"besaran para aktivis tahun 1926, kebetulan dia selamat. Akan
tetapi sekarang, seperti itulah nasibnya. Saya mendengar, dia
menjadi wartawan di sebuah pekabaran berbahasa Jawa."
terang Haji Suranto panjang lebar.
6. Indische Sociaal Democratische Vereniging
pustaka-indo.blogspot.com157
"Yang membuat saya benar-benar menyayangkan, sejak
berkenalan dengan pemuka ISDV, Jatmiko mendadak berubah.
Ia sering mengkritik saya dengan keras. Katanya, saya tidak ada
bedanya dengan para penjajah. Kap... kapitalis... begitu katanya.
Saya tidak tahu apa maksudnya...."
"Kapitalis itu berasal dari kata kapital, atau modal. Kapitalis
adalah orang-orang yang memiliki modal. Mereka memiliki
prinsip, dengan modal sekecil mungkin, mereka mencoba mencari
keuntungan sebesar-besarnya. Karena prinsip yang mereka anut
itulah, pada praktiknya mereka sering memeras tenaga para
buruh untuk menghasilkan provit melimpah tanpa imbalan yang
memadai," jelas Rangga. "Hal itulah yang terjadi pada pengusaha"pengusaha Eropa. Mereka membuat pabrik-pabrik,
memperkerjakan para pribumi dengan gaji yang sangat rendah.
Mereka menjadi sangat kaya, akan tetapi para buruh itu
senantiasa miskin. Padahal, tanpa mereka, tidak mungkin pabrik
itu bisa menghasilkan keuntungan, bukan?"
Mendengar penjelasan Rangga, wajah Haji Suranto menjadi
muram. "Jika itu maksud Jatmiko, saya sungguh sangat
menyesalkan. Saya tidak seperti orang-orang yang Anda
gambarkan itu, Denmas Rangga. Maafkanlah, saya tidak
bermaksud menyanjung diri sendiri. Saya senantiasa menggaji
pekerja saya dengan gaji yang cukup baik. Ketika mereka sakit,
saya juga memberi biaya pengobatan ke mantri kesehatan, bahkan
dokter. Juga jika mereka sedang punya hajat, menikah, mantu
atau mempunyai anak. Setiap bulan, selain gaji, saya juga
memberi tunjangan beras dan pakaian."
"Saya percaya, bahwa Bapak bukan bagian dari kaum
kapitalis," ujar Rangga seraya tersenyum. "Mencari keuntungan
pustaka-indo.blogspot.com158
dengan modal yang kita miliki, bukan sesuatu yang buruk,
bahkan sangat baik. Asal cara yang kita gunakan manusiawi, tidak
semata mengejar provit belaka sehingga kita menghalalkan segala
cara, termasuk memperbudak manusia."
"Ya... asal segala sesuatunya ditegakkan atas dasar akhlakul
karimah, seperti yang dicontohkan oleh Kanjeng Rasul dan para
sahabat. Antara lain, kita dilarang menahan gaji para buruh.
Jangan menunggu keringat mereka kering untuk membayar upah
mereka. Kita juga harus memperlakukan mereka dengan baik,"
lanjut Eyang Haji. "Saya tentu akan senantiasa memegang pesan itu. Hanya
saja, kembali pada masalah kemenakan saya itu, Jatmiko. Saya
merasa sangat gelisah. Almarhum bapaknya telah menitipkan
kepada saya untuk dididik menjadi santri sekaligus pengusaha.
Akan tetapi... dia bahkan sudah tidak mau lagi pulang ke rumah
ini. Ia mengatakan, lebih menyukai kehidupan yang pro...
proletar... apa itu maksudnya?"
"Proletar itu kaum yang tidak memiliki apa-apa, orang"orang miskin begitulah...." jawab Rangga lagi.
"Ya, dia lebih senang bergabung dengan orang-orang proletar
dibanding tinggal di sini."
"Jadi, Jatmiko sekarang tinggal di mana?" tanya Eyang Haji.
"Di sebuah rumah kecil di Semanggi. Rumahnya sungguh
tidak layak, Eyang. Tak ada perabotan yang berharga di sana.
Ketika saya mengirim kasur empuk dan sepasang kursi jati,
dengan tegas dia menolaknya. Dia tidur di atas kasur tipis yang
sudah keras, memasak makanannya sendiri, dan sehari-harinya
ia habiskan untuk bergelut dengan mesin ketiknya. Pernah ia
pustaka-indo.blogspot.com159
sakit hingga beberapa minggu, namun ketika saya berniat
membawanya ke ziekenhuis, ia menolak."
"Jadi, apa pekerjaan Nakmas Jatmiko sekarang?" tanya
Eyang Haji lagi. "Begitu dipecat dari De Winst ia sempat bekerja sebagai
guru di Perguruan Taman Siswa. Meskipun gajinya tak besar,
pekerjaan itu cocok baginya, karena ia pernah belajar di sekolah
guru. Akan tetapi, ia mengundurkan diri, sudah sekitar 1 tahunan
ini. Kini ia hidup dengan mengandalkan gaji sebagai wartawan
sebuah koran berbahasa Jawa, dengan honor tulisan-tulisan yang
tidak seberapa. Sering saya memberinya uang, namun lagi-lagi ia
tolak. Ia mengatakan, tak akan mau menggunakan uang yang
berasal dari memeras orang lain. Saya... saya sungguh tidak bisa
mengerti jalan pikirannya."
Eyang Haji menatap Haji Suranto dengan prihatin. Sementara
dalam benak Rangga, diam-diam timbul rasa penasaran. Ia ingin
mengenal sosok Jatmiko lebih dekat.
"Apa yang bisa saya bantu untuk Anda, Nakmas Haji?"
"Saya ingin Eyang menasihati Jatmiko. Bukankah Jatmiko,
sewaktu masih remaja dulu, sering mengunjungi Eyang" Selain
Tuan Haji Cokroaminoto, Eyang Haji adalah gurunya dalam hal
ilmu agama." "Ya. Sampai dia lulus MULO, ia masih sering berkunjung,
bahkan bermalam di masjid Agung. Namun setelah ia
melanjutkan belajar di sekolah guru, tak pernah lagi ia
mendatangi saya. Berikan saya alamat Jatmiko. Saya akan
mencoba mengunjunginya."
pustaka-indo.blogspot.com160
"Baiklah... terima kasih... terima kasih sebesar-besarnya saya
haturkan kepada Eyang Haji. Sungguh, meskipun hanya kemenakan,
saya sudah menganggap Jatmiko sebagai anak saya sendiri. Apalagi,
kelima anak saya, semua perempuan. Sebenarnya saya berharap
Jatmiko mau menjadi penerus usaha saya. Saya tidak akan merasa
lega jika ia masih dalam keadaan seperti sekarang ini."
"Jatmiko itu orang baik. Juga cerdas dan sangat peka
terhadap penderitaan sesama. Mungkin dia hanya sedang terbebat
emosi sesaat. Eyang akan mencoba berbicara dengannya...."
Lagi-lagi Haji Suranto berkali-kali mengucapkan terima
kasih. Ketika mereka berpamitan, beberapa bungkus oleh-oleh
berupa kain batik, memenuhi jok belakang oto yang disopiri
Rangga. Seorang saudagar pribumi yang sukses... desah Rangga,
bangga. Seandainya semua pribumi seperti dia... pustaka-indo.blogspot.com161
Sekar Prembayun melayangkan pandangan ke
balik jeruji jendela yang menjadi perantara semilirnya
angin memasuki ruang kamarnya yang indah, namun
membosankan. Ini hari ke-21 sejak ayahnya
memberlakukan peraturan untuk sama sekali tidak
boleh keluar dari lingkungan Dalem Suryakusuman,
kecuali dengan pengawalan ketat dari orang-orang
kepercayaan sang ayah. Ia nyata-nyata telah dipenjara.
Bukan saja fisiknya, tetapi juga hatinya. Selama ini,
gerak-geriknya memang dibatasi, tetapi tidak dengan
memenjarakannya semacam ini.
Apa salahnya"! Hanya karena ia mengatakan dengan
jujur, bahwa ia tidak mau menerima rencana pernikahan
itu. Pernikahan dengan orang yang sama sekali tidak ia
cintai. Orang yang bukan menjadi muara harapannya.
"Nimas, sudah selesaikah melukis kain batik
sidomuktinya"!" sebuah suara lembut menyapanya. Dia
pustaka-indo.blogspot.com162
adalah Rara Mulyani, seniwati batik yang paling kenamaan di
istana dan masih kerabat dekatnya. Selama ia dipenjara,
ayahandanya memaksa dia untuk belajar membatik kepadanya.
Membatik, adalah ketrampilan wajib yang harus dimiliki oleh
para puteri Jawa, begitu kata Sang Rama.
Sekar tersenyum tawar. "Ya, sudah kuselesaikan
semalaman... Mbakyu lihat saja hasilnya!" Sekar menunjuk ke
kain mori putih yang kini sudah berwarna kecokelatan sebab
malam menggoresinya. Masih ada canting tergeletak, menandakan
bahwa belum lama Sekar mengerjakannya.
Ada sebuah kerut aneh menghias wajah Rara Mulyani. "Ini...
corak batik apa, Nimas?"
"Sidomukti," jawab Sekar, tenang.
"Sidomukti" Setahu saya, bukan seperti ini, tetapi...."
"Sidomukti menurut saya, begini ini, Mbakyu!" Sekar
menghampiri lukisan batik itu. Sebuah lukisan yang tidak
semestinya. Ada puluhan orang yang tengah bekerja keras
memukuli batu-batu cadas menjadi serpihan kerikil dengan
menggunakan palu. Gambar itu dilingkari dengan rantai panjang
yang menghimpun seluruh aktivitas tersebut. "Sidomukti, artinya
jadi mulia. Kita akan menjadi mulia jika bersatu melawan
penindasan. Lihatlah, batu cadas itu... ia begitu keras. Namun
jika orang-orang bersemangat menghancurkannya, dan mereka
bekerja bersama, saling bahu-membahu, dalam kebersamaan yang
egaliter, pastilah sekeras apapun cadas, bisa dipecahkannya...
Akan tetapi, saya menghadapi batu cadas bernama Kanjeng Gusti
Pangeran Haryo Suryakusuma seorang diri. Tentu saja, kesulitan
besarlah yang menghadang saya...."
pustaka-indo.blogspot.com163
Rara Mulyani mendekap dadanya. Memang benar kata
orang-orang. Puteri Pangeran Suryakusuma ini... agak aneh sifatnya.
"Tetapi... kain ini tidak pantas digunakan oleh Nimas untuk
bersanding dalam pernikahan Nimas, kelak. Suami Nimas pun,
pasti tidak bersedia mengenakannya."
"Mengapa tidak?" Sekar tertawa. Tawa yang lepas. Sejak ia
tidak diizinkan keluar, baru kali ini ia tertawa lepas. "Justru inilah
syarat yang akan kuberikan kepada lelaki yang akan menjadi suami
saya. Ia harus memahami kebersamaan. Mukti... hanya akan dicapai
dengan perjuangan bersama. Tak ada ndara, tak ada abdi dalem.
Tak ada kasta. Tak ada feodalisme. Semua orang itu, hakikatnya
sama saja." "Akan tetapi...."
"Dan orang yang memahami kebersamaan dengan
sedemikian mendalam, bukanlah Raden Mas Rangga Puruhita,
Mbakyu. Dia adalah Mas Jatmiko."
"Jat... Jatmiko?"
"Hanya dia, lelaki yang bisa membuatku luruh. Dia seorang
pejuang. Dia bukan lelaki biasa. Aku sangat mengaguminya. Ia
meninggalkan kehidupan yang mewah di rumah pamannya, dan
memilih hidup bersama dengan rakyat jelata. Tetapi yang
terpenting adalah, ia tidak mau bekerjasama dengan para penjajah
kapitalis itu. Ia pemuda yang hebat."
Saat mengucapkan kalimat itu, sepasang mata Sekar
berbinar-binar. "Saya... saya bisa dihukum oleh Kanjeng Pangeran jika gagal
melatih Nimas membatik...."
pustaka-indo.blogspot.com164
"Tidak, Mbakyu! Kau telah mengajariku dengan baik.
Hanya saja, aku tidak mau diikat oleh pakem. Aku ingin berkreasi
sesuai dengan keinginanku. Kau tidak bersalah. Dan jika ayah
menghukummu, akulah yang akan mati-matian membelamu."
Rara Mulyani tertunduk dalam. Sungguh, ia benar-benar tak
mampu menyelami jiwa gadis muda itu.
"Saya hanya menjalankan tugas yang diberikan Kanjeng
Pangeran...." ujarnya, lemah.
"Ayah memang selalu menganggap bahwa semua orang itu
bisa dia kendalikan sekehendak hatinya. Saudara-saudaraku,
mungkin hanya orang-orang lemah, akan tetapi... tidak dengan
saya. Apapun yang ia lakukan untuk memenjarakan saya, segala
upaya akan saya kerahkan untuk melawannya. Zaman sudah
berubah. Di Asia dan Afrika, para pemuda sudah bergerak
melawan kekuasaan kolonialis yang sewenang-wenang. Di Hindia
itu pun begitu. Beberapa kalangan muda sudah bergerak. Dan
saya harus terlibat di dalamnya. Karena itu, apa yang dilakukan
oleh Ayah terhadap saya, adalah sebuah kekeliruan yang besar.
Pandangan ayah masih sangat sempit. Ia masih mencita-citakan
berdirinya Mataram sebagai sebuah kerajaan besar, padahal nyata"nyatanya, sistem aristokrasi sudah mulai lapuk diterpa zaman."
Rara Mulyani hanya terbengong mendengar ucapan panjang
lebar gadis muda itu. Begitukah cara pandang orang yang
bersekolah" Dibanding gadis-gadis keraton pada umumnya, Sekar
memang termasuk beruntung, karena bisa bersekolah hingga
AMS. Sementara, ia sendiri hanya beberapa tahun memasuki
bangku HIS. Tak sempat selesai, karena orang tuanya lebih
menyukai ia belajar membatik.
pustaka-indo.blogspot.com165
"Ada baiknya Mbakyu segera pulang. Saya ingin
berkonsentrasi meneruskan roman saya." kata Sekar kemudian.
"Tetapi, saya belum mengajar apa-apa hari ini...."
"Itu tak masalah. Jika ayah marah, saya yang akan
menghadapinya." "Bb... baik, Nimas!"
Meskipun ragu, Rara Mulyani akhirnya bangkit dan berkemas
pergi. Benar-benar aneh putri Kanjeng Pangeran Suryakusuma ini, batinnya.
Pratiwi datang lagi! Ketika melihat tatapan mata tajam Jan Thijsse mengarah
kepada gadis remaja yang duduk dengan muka tegak di tengah
para Administratur Pabrik, mendadak ada perasaan iba sekaligus
khawatir menghinggapi kalbu Rangga. Gadis itu masih begitu
polos. Ketika menghadapi Tuan Biljmer yang pada dasarnya


De Winst Karya Afifah Afra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memiliki hati yang lembut, bisa saja Pratiwi, gadis yang mengaku
sebagai wakil dari warga 3 desa yang tanahnya hendak disewa
sebagai lahan perkebunan tebu itu, berkelit dengan kelihaiannya
bersilat lidah. Namun menghadapi Jan, si bajingan itu."
"Jadi Anda merasa begitu besar, karena bisa memaksa kami
membayar 10 kali lipat dari harga sebelumnya?" cecar Jan dengan
kata-kata tajam. "Apakah Anda tidak tahu, bahwa kami adalah
bangsa Eropa yang terhormat" Bahwa kami bisa balik memaksa
Anda untuk menyerahkan tanah Anda, bahkan tanpa uang sewa
sepeser pun"!" pustaka-indo.blogspot.com166
Pratiwi membelalakan bola matanya. Serangkaian panjang
kata-kata sepertinya hendak ia lontarkan. Namun, belum sempat
ia mengucapkan sepatah kata pun, Jan kembali mencecarnya
dengan kalimat-kalimat ketusnya.
"Anda tahu, bahwa bangsa Belanda telah berbuat banyak
kepada negeri Anda. Gubernemen telah membangun sekolah"sekolah, jalan-jalan, rumah sakit, pasar, sistem irigasi dan rel
kereta api di bumi ini, semata-mata untuk kemakmuran bangsa
kalian. Dan Anda tahu, Nona Pratiwi yang baik, dengan apa
gubernemen membangun semua itu" Dengan uang. Uang pajak
yang dibayarkan oleh para pengusaha. Dan Pabrik gula De
Winst, adalah salah satu pembayar pajak terbesar kepada
gubernemen. Jadi, jika Anda tidak mau bekerja sama dengan
kami, berarti Anda melawan gubernemen. Kami bisa melaporkan
Anda kepada politeweizen!"
Logika yang disampaikan oleh Jan membuat alis Rangga
berkerut hebat. Namun pemuda itu hanya bisa merutuki
ketidakmampuannya membela Pratiwi, karena hingga
per undingan ber jalan lebih dari satu jam, ia belum
mengeluarkan sepatah katapun untuk mendukung gadis
pemberani itu. "Bagaimana, Nona Pratiwi?" desak Jan. "Anda setuju
menyerahkan tanah itu dengan harga lama, atau kami terpaksa
melaporkan Anda kepada polisi dengan tuduhan hendak
merongrong kekuasaan Ratu Belanda di negeri ini" Anda tahu,
para pemberontak itu, hukumannya adalah internering. Sudah
ada beberapa perempuan semacam Anda yang diinternir Yang
Mulia Gubernur Jenderal di Buitenzorg ke Boven Digul. Anda
ingin menyusul"!"
pustaka-indo.blogspot.com167
Suasana ruang yang lebar itu menjadi senyap. Beberapa sinder
dan kontrolir saling melempar senyum bernada meremehkan
perempuan muda yang datang dengan kawalan beberapa lelaki
yang hanya bisa membisu itu. Lelaki-lelaki bodoh, lelaki desa
yang tak makan pendidikan.
Dan bagaimana dengan Anda, Tuan Rangga" Bukankah Anda adalah
lulusan Leiden" Lulusan terbaik" Mengapa hanya bisa terdiam" Apa bedanya
Anda dengan lelaki-lelaki desa yang bodoh itu" Mendadak sebuah suara
dalam batin Rangga sibuk mengadili bangsawan Jawa itu.
"Saya tidak yakin, bahwa kata-kata Anda benar adanya,
Tuan!" ujar Pratiwi, dengan suara lantang yang membuat para
lelaki di ruangan itu tertegun. Betapa beraninya gadis remaja
itu. "Saya yakin, Anda adalah pembohong besar yang tengah
mencoba menakut-nakuti saya. Tak perlu ada lagi perundingan!
Semua telah jelas. Hanya ada 2 pilihan, pabrik menyewa tanah
dengan harga 10 kali lipat lebih besar dari harga semula, atau
kami akan garap sendiri tanah kami."
"Dan polisi akan menangkap kalian?" cecar Jan dengan suara
meninggi. "Mengapakah polisi harus menangkap kami"!" suara Pratiwi
tak kalah tinggi. "Kami menggarap tanah milik kami sendiri.
Jika polisi menangkap kami, berarti memang benar, apa yang
kalian, bangsa Belanda lakukan di negeri ini, adalah praktik
penjajahan. Kami, seluruh warga pribumi akan bangkit untuk
melawan kalian demi mencapai kemerdekaan."
"Anda berani sekali mengucapkan kalimat itu"!"
"Mengapa tidak"! Saya berani, karena saya benar."
Jan yang memang bertemperamen tinggi menggebrak meja.
pustaka-indo.blogspot.com168
Lantas jemarinya tertuding kepada Pratiwi. "Perempuan idioot!
Saat ini juga, saya akan panggil polisi untuk menangkap Anda.
Centeng, ringkus perempuan tak tahu diuntung ini!"
"Anda tidak bisa sewenang-wenang seperti itu, Tuan
Thijsse!" mendadak Rangga meloncat ke depan administratur
kepala Pabrik Gula De Winst tersebut. "Apalagi yang tengah Anda
hadapi sekarang adalah seorang perempuan. Atau, memang
begitukah sikap Anda terhadap perempuan"!"
"Tuan Rangga, jangan ikut campur dalam masalah ini.
Segerah apapun saya melihat Anda, Anda tetap bagian dari
perusahaan. Kita satu tim, dan tidak boleh ada perbedaan
pendapat," tukas Jan, berang. Amarahnya memang senantiasa
mendesaki ubun-ubun jika berhadapan dengan sosok yang telah
berhasil merebut hati wanita paling dicintainya itu. Jan sangat
menyadari, bahwa meskipun Kareen telah menjadi istrinya, jiwa
perempuan itu masih belum berhasil ia miliki. Penyebab utamanya
tentu si bastaard Jawa itu. Laporan Raden Sukoco bahwa sang
istri telah menemui Rangga di perkebunan tebu yang sepi, saat
ia tidak berada di pabrik telah membuat kecemburuan di dalam
hatinya semakin meledak-ledak.
"Ada seorang perempuan yang satu bangsa dengan saya
Anda perlakukan sewenang-wenang, saya berhak membelanya."
"Ucapan perempuan ini bisa dikategorikan ketidaksetiaan
kepada Ratu Belanda. Jika Anda membelanya Anda pun bisa
dituduh tak setia terhadap Sri Ratu Wilhelmina?"
"Tidak usah membelokkan perkara hingga sejauh itu, Tuan.
Permasalahannya sudah cukup jelas. Gadis ini memberikan
pilihan yang logis. Sudah 70 tahun lebih De Winst menyewa tanah
pustaka-indo.blogspot.com169
dari warga desa dengan harga yang sangat murah. Ketika mereka
menuntut kenaikan, itu suatu hal yang sangat wajar. Apa yang
Anda ucapkan barusan, bahwa Anda bisa mengambil tanah
rakyat tanpa sewa sepeser pun, adalah sebuah kebohongan besar.
Jika kebohongan itu bisa terlaksana, berarti Anda dan gubernemen
telah melakukan kezaliman besar. Dan saya, sebagai orang yang
satu bangsa dengan gadis ini, tentu tidak terima!"
"Tuan Rangga, apakah Anda sadar, bahwa perkataan Anda
itu bisa membuat Anda dipecat dari De Winst"!"
Rangga tertawa sinis. "Anda ingin memecat saya" Silahkan!
Mungkin Anda bisa bersikap sekehendak hati Anda kepada para
pribumi semacam Sarmin atau yang lainnya. Akan tetapi,
menghadapi saya, Anda harus banyak perhitungan. Jangan sampai
De Winst yang sudah hampir roboh ini benar-benar ambruk karena
tindakan bodoh dan teledor Anda dengan memecat saya."
Wajah Jan merah padam. Rupanya kemarahan benar-benar
telah merajai sukmanya. "Baiklah, Tuan Raden Mas Rangga
Puruhita Suryanegara. Mulai saat ini juga, Anda saya pecat.
Silahkan Anda cabut modal Anda yang tak seberapa itu dari De
Winst. Tak usah menunggu rapat komisaris. Dengan 50 persen
saham yang saya miliki, saya berhak memberikan sebuah
keputusan tanpa melibatkan siapapun."
"Dan silahkan Anda mempersiapkan diri untuk bangkrut,
Tuan Jan!" Rangga berbalik, mengemasi kertas-kertas di atas
meja dan ia masukkan ke dalam tasnya. Lalu ia menatap sosok
Pratiwi. "Pertahankan hak Anda, Nona! Apa yang Tuan Jan
Thijsse katakan itu, hanya kebohongan besar. Hanya gertak
sambal belaka. Percayalah, saya berada di pihak Anda, dan siap
membela Anda!" pustaka-indo.blogspot.com170
Tanpa berpamitan, Rangga berjalan dengan langkah tegap,
dengan dada tegak dan muka terangkat. Di hadapan para
cecunguk bule itu, tak perlu ia memperlihatkan kesantunannya.
Kecongkakan mereka harus dihajar dengan keangkuhan yang
setimpal pula, bahkan bila perlu, keponggahan yang lebih.
Usai kepergian Rangga, buru-buru Tuan Jack Smith, pemilik
15% saham De Winst mendekati Jan. "Tuan, yakinkah Anda
dengan keputusan Anda" Pada masa krisis seperti saat ini, kita
membutuhkan modal yang kuat untuk bertahan. 20 persen modal
itu tidak sedikit. Kita bisa bangkrut!"
"Percayalah Mr. Smith, bahwa jika Anda pun ikut mencabut
saham Anda, perusahaan ini tidak akan bangkrut!" ketus Jan.
Lantas ia pun menatap Pratiwi tajam. "Sudah tidak ada lagi yang
bisa dibicarakan lagi, perempuan idioot! Saya akan meminta Tuan
Controleur Engelenberg mewakili saya melakukan pembicaraan
dengan Anda. Tetapi, jangan harap kami akan menerima tuntutan
Anda yang tidak masuk akal itu."
"Baiklah. Silahkan Anda mewakilkan kepada siapa pun yang
Anda tunjuk. Akan tetapi, pilihan yang kami berikan tidak akan
berubah!" Pratiwi mengangkat wajahnya, membuat rasa dongkol
di dada Jan semakin kuat.
Kau akan mendapatkan pembalasan setimpal atas
kekurangajaranmu itu, idioot! makinya dalam hati.
Hari ini, Jan benar-benar serasa ingin memecahkan cadas
di hadapan rumah batunya dengan kepalan tangannya oleh
karena rasa geram yang berbongkah-bongkah menindas
pustaka-indo.blogspot.com171
sanubarinya. Permasalahan di pabrik telah membuat dadanya
segersang sahara. Muka masam Everdine Kareen Spinoza saat
melihat kehadirannya laksana satu skuadron ababil yang
melemparinya dengan bebatuan neraka.
Kenyataan itu membuat amuk di dada Jan semakin gencar.
Hingga 3 bulan lebih menikah, ternyata Kareen belum juga
bersedia menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Ia selalu
mengelak, dan Jan merasa terlalu mengaguminya untuk
melakukan sebuah paksaan. Seberingas apapun Jan, ia tetap
menganggap istrinya itu laksana sebutir berlian sebagai perhiasan
yang harus dibelainya sepenuh cinta.
"Ingat perjanjian kita, Jan... Ik hanya mau menikah secara
hukum saja dengan Anda. Sebagai lelaki, Anda tidak boleh
melanggar janji." Mendapatkan sosok Kareen, tidaklah mudah. Jika keluarga
Spinoza tidak terjebak hutang dalam jumlah sangat besar kepada
keluarga Thijsse akibat kebiasaan buruk Tuan Spinoza yang gemar
berjudi, mungkin hingga detik ini, Everdine Kareen Spinoza masih
berada di awang-awang. Ia telah memiliki Kareen, meskipun
belum sepenuhnya. Ada sebuah perjanjian yang hanya mereka
berdua yang mengetahui, bahwa Kareen hanya mau menjadi istri
di atas kertas belaka. Perempuan jelita itu memberikan syarat
itu, dan tanpa pertimbangan apapun, Jan menerimanya. Ia
berharap, seiring dengan waktu, Kareen akan luluh juga
kepadanya, dan mau menjadi istri dalam arti yang sesungguhnya.
Namun, hingga tiga purnama lebih berselang, belum ada
tanda-tanda bahwa Kareen ingin berdamai dengannya. Ruang
peraduannya menjadi tempat yang steril dari langkah kakinya,
pustaka-indo.blogspot.com172
dan ia selalu marah jika Jan mencoba-coba mendatangi dan
merayunya. Mereka hanya terlihat berdua jika berada dalam
acara-acara resmi. Selebihnya, dunia Kareen dan dunianya,
terpisah oleh tembok raksasa yang kukuh.
Sebenarnya, hasrat di jiwa Jan sering kali mendesaknya untuk
meminta paksa sang bidadari agar mau merangkai keping-keping
kewajibannya dalam bentuk keindahan sebuah pernik pernikahan.
Akan tetapi... Kareen terlalu terhormat untuk ia tempatkan dalam
kenistaan. Ia adalah anak keluarga Spinoza, bangsawan Istana
Oranje"yang seandainya tidak terlibat hutang dengan
keluarganya"tentu tak akan setara jika dibandingkan dengannya
yang hanya orang kebanyakan, seberkuasa dan sekaya apapun
orang tuanya. Terlebih lagi, cinta yang ingin ia persembahkan
kepada perempuan itu, adalah buncahan perasaan dari hati yang
terdalam. Ia tak mau perasaan luhur itu tercabik menjadi serpihan
tiada harga. Semakin kuat penolakan Kareen, semakin berhasratlah
ia untuk menaklukkannya. Dan penaklukan itu akan semakin besar
maknanya jika terjadi atas dasar suka sama suka. Kemenangan
yang ia peroleh, adalah prestasi yang sesungguhnya.
Akan tetapi, Jan adalah manusia dewasa yang normal
secara seksual. Untuk melampiaskan kebutuhan biologisnya, ia
pun memilih cara seperti yang dilakukan oleh sebagian besar
lelaki sebangsanya. Ia memiliki seorang wanita pribumi sebagai
gundik. Partini, nama perempuan itu. Seorang wanita jelita
yang begitu pintar memikat hati lelaki. Kemiskinan yang
menghimpit, telah membuat ia memilih jalan pintas, yakni
menjual satu-satunya yang ia miliki, rupa elok sekaligus tubuh
yang semok. Sebelum menjadi gundik Jan, Partini adalah
seorang kembang tayub yang cukup terkenal di telatah Jawa
pustaka-indo.blogspot.com173
Tengah bagian timur, mulai dari Blora, Purwodadi,
Sragen, Karanganyar hingga kota Solo. Ia hidup dari
suwelan demi suwelan yang disumpalkan para lelaki hidung
belang ke balik kembennya. Tak hanya suwelan saat ia menari
serta menyinden, juga saat ia memuaskan birahi para
pelanggannya di atas ranjang empuknya.
Jan mengenal perempuan itu dari Hendrik De Haas, salah
seorang administratur pabrik, yang rupanya cukup mampu membaca
kelaparan di ornamen pembiakan sang atasan. Sekali jumpa, Jan
langsung merasa cocok. Namun ia masih cukup rasional untuk tidak
tergesa-gesa. Sebelum melanglang ke surga dunia, ia membawa
Partini kepada seorang dokter asal Perancis yang cukup terkenal di
daerah Surakarta. Ketika dokter mengatakan bahwa Partini tidak
mengidap penyakit kotor, Jan pun menjadikan sang wanita sebagai
pustaka-indo.blogspot.com174
buruh seksual kontraknya dengan syarat selama dalam kontrak,
Partini dilarang melayani lelaki lain, berapapun besar bayarannya
serta harus selalu siap jika Jan mendatanginya sewaktu-waktu.
Partini, ternyata sanggup memberikan pelayanan yang ia
butuhkan dengan sangat baik. Ia selalu berhasil membuat Jan
merasa puas. Maka, ketika Jan merasa sudah tidak mampu
menahan bergumpal geram dalam jiwanya untuk tidak menjelma
menjadi lautan petir, tanpa bertukar busana, ia pun melarikan
oto-nya ke arah tenggara kota Solo, menuju rumah batu yang ia
hadiahkan untuk wanita simpanannya itu di pinggiran kota Solo,
tepatnya daerah Sawahan. Ternyata, untuk kali ini pun, Partini memerankan sikap yang
diharapkan sang bule. Ketika suara oto itu terdengar memasuki
halaman rumah batunya yang mungil tetapi indah itu, bergegas ia
berlari keluar. Ia telah berdandan cantik dengan kebaya dan kain
terbagus yang ia miliki, sebab ia merasa bahwa malam itu, Jan
pasti akan datang menemuinya.
Jan keluar dari oto dengan raut muka kusut. Masih terngiang
jelas kalimat-kalimat tak bersahabat dari sang isteri ketika ia kembali
mencoba menyambangi privasinya dengan mengetuk pintu


De Winst Karya Afifah Afra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kamarnya. "Jangan mengganggu saya, Jan!" ketus wanita itu.
"Ik... Ik hanya ingin menatap wajahmu yang jelita. Empat
hari tidak bertemu, sungguh Ik merasakan rindu teramat
sangat...." "Tak usah menggombal dengan kata-kata romantis, Jan.
Ingat, saya bukan apa-apa Anda."
"Jij adalah istri saya!"
pustaka-indo.blogspot.com175
"Nee.... nee... siapa bilang" Saya masih tetap seorang Kareen
yang lajang dan tak terikat dengan siapapun! Jika je ingin dipeluk
wanita, tidakkah je lebih baik mendatangi istri muda je itu?"
"Je cemburu padanya?"
"Cemburu"!" Kareen tertawa sinis. "Untuk apa mesti
cemburu. Je bukan apa-apa saya! Jika Anda memiliki seribu or"ang gundik sekalipun, tak akan ada serambut dibelah tujuh pun
rasa cemburu di dalam hati saya."
Hati Jan bukan sekadar memar, namun terkoyak. Cintanya
kepada sang bidadari begitu mendalam. Ia memendam rasa itu
sejak masih belia, saat mereka duduk di kelas terakhir ELS di
kota Bandung. Cinta itu terus bersemi dan merangkai mahkota
yang senantiasa membuncah dalam jiwanya. Keketusan dan
ketidaksukaan yang terpancar secara terus terang, justru menjadi
pupuk yang menumbuhsuburkan petala asmaranya. Jan adalah
seorang pribadi yang gila tantangan. Sikap Kareen yang sejak dini
telah memasang pagar pembatas, justru membuat pengejarannya
menjadi menarik. Gairah menaklukan sang bidadari terus berkobar.
Dan ia bersumpah akan terus berusaha mendapatkan Kareen,
apapun caranya, sampai Kareen berhasil ia persunting. Langkah
itu nyaris berhasil. Bukan nyaris, tetapi hampir. Tinggal kesabaran
Jan sajalah yang menjadi penentu purnanya penantian panjangnya,
yakni bertekuklututnya Sang Everdine di hadapannya.
Maka, perasaan bungah di wajah cantik yang Njawani milik
Partini pun, tak mampu menyentuh lubuk hatinya yang terdalam.
Bagi Jan, Partini tak lebih sebagai budak nafsu belaka, yang ia
beli dengan sejumlah uang. Hubungan mereka hanya sebatas
bisnis kenikmatan. Ia membeli tubuh Partini untuk dinikmati.
pustaka-indo.blogspot.com176
"Meneer, sudah makan malamkah" Saya memasak kentang
goreng dan ayam bakar kesukaan Meneer," kata Partini, lembut.
Tepatnya menggoda. Meskipun hanya perempuan yang tak makan
sekolahan, Partini sangat berpengalaman dalam meruntuhkan
hati para lelaki. Dan, berinteraksi dengan seorang lelaki Eropa
yang masih muda dan rapi, sungguh merupakan sebuah anugerah
besar baginya, mengingat para pelanggannya selama ini,
kebanyakan adalah bandot-bandot tua yang berkantong tebal
namun kasar dan menjijikan.
"Darimana kau tahu, bahwa saya suka makan kentang
goreng dan ayam bakar?" tanya Jan, heran.
"Dari Mbakyu Riyani. Dia adalah Nyai-nya Meneer De
Haas." Berbeda dengan Partini yang hanya seorang pelacur
langganan, perempuan yang disebut Partini barusan, sedikit
lebih beruntung. Ia diperistri oleh Hendrik De Haas, salah
seorang karib Jan, sehingga berhak menyandang status Nyai.
Perempuan itu tinggal di rumah batu yang tak terlalu jauh
dari rumah Partini. Mereka sering bertukar informasi tentang
kebiasaan para lelaki Eropa. Hal itu penting bagi mereka
sebagai bekal penyempurnaan pelayanan mereka kepada
pasangannya masing-masing.
"Baiklah... saya akan mencobanya, meski saya sebenarnya
masih kenyang." "Meneer jangan salah sangka, meski saya hanya inlander, saya
sanggup memasak makanan kegemaran para meneer Eropa."
Keprofesionalan Partini, membuat Jan merasa terhibur. Ia
pun membiarkan perempuan itu membukakan jas, dasi serta
pustaka-indo.blogspot.com177
sepatunya. Ketika Partini menyodorkan sebuah piama sutera"
yakni piyama yang sengaja ia tinggal di rumah Partini, dengan
senang hati ia menyambutnya.
"Jika Meneer ingin mandi air hangat, saya sudah siapkan!"
Udara di daerah tempat tinggal Partini memang sejuk, karena
terletak di lereng gunung Lawu.
"Ya, itu bagus."
"Saat Meneer mandi, makanan akan saya siapkan. Jadi, Meneer
bisa bersantap segera usai bersalin."
Jan tersenyum tipis. Seandainya perempuan yang
memperlakukannya sehangat itu adalah... Everdine Kareen
Spinoza, alangkah bahagia hatinya. Sembari membayangkan
sosok sang bidadari yang tengah melayaninya, Jan beranjak
menuju pemandian. Pada saat itulah, pandangan matanya
berbenturan dengan sesosok tubuh ramping yang tengah sibuk
di dapur. Seorang perempuan muda. Jan mengernyitkan
keningnya. Selama ia mengunjungi rumah Partini, baru sekali
ini ia melihatnya. "Dia adik saya, Meneer"." jelas Partini sesegera mungkin,
melihat keheranan di raut wajah Jan. Mendengar suara Partini,
perempuan itu menoleh, sehingga Jan bisa dengan jelas melihat
raut wajahnya. Seraut wajah yang polos, cukup jelita sebenarnya,
namun bukan itu yang membuat Jan tersentak kaget.
Ia mengenali paras itu. Dia adalah gadis yang akhir-akhir
ini membuat adrenalinnya tersekresi lebih banyak dari biasanya.
Gadis yang turut berperan besar menciptakan sahara dalam
hatinya. Seketika itu juga Jan menggeram.
"Jadi, Pratiwi adalah adikmu?"
pustaka-indo.blogspot.com178
"Betul," ujar Partini. "Meneer sudah mengenalnya?"
"Apakah dia sudah tahu, bahwa kau ini seorang.?"
"Wanita simpanan?" Partini bertanya seraya tertunduk. "Ya,
dia tahu. Akan tetapi, dia belum tahu bahwa Meneer adalah.?"
"Baguslah, jika dia tidak tahu bahwa sejak sebulan ini, kau
bekerja untuk saya. Apakah dia juga berprofesi seperti dirimu?"
"Ah, tidak! Sama sekali tidak, Meneer," jawab Partini, cepat.
"Dia anak yang baik, dan saya berharap dia tidak mengikuti jejak
mbakyunya ini. Bagaimanapun, saya menginginkan ada dari
keluarga saya yang tumbuh menjadi orang terhormat. Sejak kecil,
dia diangkat sebagai anak oleh seorang Lurah di Karang Pandan.
Jadi, dia sempat sekolah hingga lulus MULO."
"Jadi dia lulusan MULO?" tanya Jan, tertarik. Cukup tinggi
untuk ukuran perempuan pribumi, akan tetapi masih terlalu
rendah untuk melahirkan seorang perempuan sekritis dan
secerdas Pratiwi. Siapa sebenarnya otak yang bekerja di belakang
gadis kurang ajar itu"!
"Ketika ia lulus, ayah angkatnya meninggal. Dia sekarang
bekerja sebagai guru swasta yang mengajar orang-orang desa di
Colomadu. Sekarang, dia sedang libur, dan mengunjungi saya
selaku kakak tertuanya."
Guru di Colomadu" Pantas orang-orang desa itu memilihnya
sebagai wakil saat berunding dengannya. Mungkin guru itu telah
menghasut warga desa dengan mengharap bagi hasil tersendiri.
Dari Hendrik, Jan pernah mendengar, bahwa Partini adalah
sulung dari 9 bersaudara. Ia besar di sebuah gubuk yang dijejali begitu
banyak anggota keluarga. Kemiskinan menjerat mereka, hingga pada
pustaka-indo.blogspot.com179
titik nadir terendah. Ayah Partini yang hanya seorang buruh tani,
tak mampu berbuat banyak untuk mengubah nasib mereka.
"Ada Holand Indesche Kweek School di Margoyudan. Tak
tertarikkah ia memasukinya?" tanya Jan lagi.
"Itu yang sebenarnya ia cita-citakan. Akan tetapi, setelah
Bapak angkatnya itu meninggal, Pratiwi tak mampu melanjutkan
sekolah karena tak ada biaya...."
Jan mengedikkan bahunya. Namun kilatan mata yang
memiliki muatan khusus itu, terbaca dengan jelas oleh Partini.
Seketika itu, Partini pun mengalungkan lengannya, memeluk tubuh
jangkung Jan. "Nee Meneer" Jangan pernah terpikat dengan gadis
belia ini. Ia bukan seorang wanita yang mampu membuat orang
seperti Meneer terbang ke langit ke-7. Ia sangat berbeda dengan
saya. Apalagi, ayah saya telah berpesan kepada saya, mewanti-wanti
agar ia tidak mengikuti jejak saya."
Jan menyingkirkan lengan Partini, pelan. "Maksudmu?"
"Bapak saya sebelum meninggal berpesan kepada saya, agar
saya menjaga Pratiwi baik-baik. Meski ia satu ibu dengan saya,
tetapi darah yang mengalir pada tubuhnya, berbeda. Ia memiliki
kemuliaan trah, yang tidak dimiliki oleh saya dan saudara-saudara
yang lain. Keberadaan dia, telah sedikit mengangkat martabat
keluarga kami." Lelaki jangkung bermata biru itu mengerutkan keningnya.
Partini tersenyum lembut.
"Tujuh belas tahun yang lalu, seorang ksatria Jawa, pernah
mendatangi rumah gubuk kami, hanya gara-gara tertarik dengan
seorang wanita yang tengah mengambil air dengan sebuah kendi
di pancuran. Ksatria itu, mengikuti wanita itu dari pancuran dan
pustaka-indo.blogspot.com180
mendapatkan kenyataan, bahwa wanita yang memikat hatinya
itu, ternyata telah bersuami dan memiliki beberapa orang anak."
"Patah hatikah, ksatria itu?" tanya Jan, mulai tertarik dengan
cerita Partini. Ia sengaja menutupi kegeraman hatinya karena
melihat sosok Pratiwi di rumah itu. Siapa tahu, dari Partini ia
bisa mengorek, siapa sebenarnya orang-orang yang telah
memasang Pratiwi sebagai prajurit di garis depan yang
berkeinginan menghancurkan De Winst dan terkhusus adalah
dirinya" "Tidak. Tetapi, ia mendatangi suami wanita itu."
"Apa yang ia lakukan?"
"Ia meminta izin untuk menggauli wanita itu, semalam saja."
"Saya bisa membayangkan, pasti suami wanita itu marah
besar, pertumpahan darah itu terjadi?" Jan mengangkat sudut
bibir atasnya. "Tidak!" jawab Partini, tenang. "Sang suami justru
merasakan bahwa ia telah mendapatkan kehormatan besar.
Ksatria itu, bukan orang sembarangan. Ia adalah putera seorang
raja yang berkuasa di tanah Jawa ini. Justru untuk menyambut
malam itu, sang suami, yang hanya seorang petani miskin,
merelakan untuk menyembelih satu-satunya sapi yang ia miliki
dan memanggil penari tayub. Pesta meriah pun digelar."
"Pesta untuk merayakan pengkhianatan istrinya?"
"Sang istri tidak berkhianat. Ia hanya menyediakan rahimnya
untuk menjadi persemaian salah satu bayi yang kelak akan
menjadi manusia agung."
Jan heran bukan main. "Lantas, apa hubungan semua ini
pustaka-indo.blogspot.com181
dengan Pratiwi, adikmu itu?"
"Pratiwi adalah hasil dari peristiwa malam itu. Sebenarnya
Bapak sedikit kecewa, karena bayi yang terlahir, ternyata bukan
laki-laki. Seorang laki-laki, akan meneruskan gelar
kebangsawanannya kepada keturunannya. Berbeda dengan
seorang wanita. Namun begitu, Bapak tetap merawat cucu
seorang raja itu dengan sepenuh hati. Dan sebagai anak sulung,
warisan berupa amanah itu kini melekat kepada saya."
"Mengapa kau tidak membawa Pratiwi kepada lelaki yang
sebenarnya adalah ayah kandungnya itu?"
"Niat itu pernah hendak dilaksanakan oleh Bapak, sewaktu
Pratiwi masih berusia 10 tahun. Bapak berharap, setelah ia
mempersembahkan Pratiwi kepada sang pangeran, ia akan
mendapatkan kemuliaan hidup. Tetapi, Ibu tidak bersedia. Ia
keberatan berpisah dengan Pratiwi. Dan setelah Bapak meninggal,
Ibu masih bersikeras untuk tetap bersama Pratiwi. Anak itu
sendiri, setelah tahu bahwa ia sebenarnya bukan anak kandung
Bapak, justru marah besar. Ia tidak mau dijadikan alat penukar
kemuliaan itu. Ia bahkan sangat terpukul mendengar cerita itu."
Jan terdiam sejenak. Ketika sosok itu kembali muncul dari
kamarnya, untuk menuju dapur, melanjutkan pekerjaannya, entah
mengapa sebongkah hasrat, mencengkeramnya begitu kuat. Ia
selalu tertarik dengan perempuan yang congkak, seperti Everdine
Kareen Spinoza. Kecongkakan itu menantangnya untuk
mengeluarkan jurus demi menaklukannya.
"Kalau boleh Ik tahu, siapa ayah Pratiwi sebenarnya?"
Partini mengerlingkan sepasang matanya yang jeli. Ada sebuah
keraguan memancar, namun tergilas sejenak oleh sebuah hasrat
pustaka-indo.blogspot.com182
tertentu. Sayangnya, Jan tidak sanggup mencerna lebih jauh, apa
sebenarnya yang bermain di alam pikir wanita penari tayub itu. Yang
jelas, ia sangat mengerti, Partini bukanlah seorang wanita bodoh
yang begitu saja menerima perjalanan hidup dengan kepasrahan.
"Anda pasti mengenalnya, Meneer."
"Siapa dia?" "Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Suryanegara"."
Mendadak, Jan merasa mendapatkan benang merah dari
peristiwa yang tengah menimpanya. Rangga Puruhita, anak
Pangeran Suryanegara, adalah kakak tiri gadis keras kepala itu.
Pantas jika Rangga membela gadis itu. Terbuktilah bahwa
kenaikan harga sewa hingga 10 kali lipat itu, adalah skenario
yang dirancang oleh Rangga. Bedebah! pustaka-indo.blogspot.com183
Sengaja Kareen menggunakan kereta kuda untuk
menyisir jalan menuju perkampungan di pinggiran Kali
Pepe, yakni salah satu sungai di bagian Utara kota Solo
yang bermuara pada Bengawan Solo. Selain jalan menuju
ke tempat itu belum diaspal, sehingga sulit dilewati oto,
bepergian menggunakan kereta kuda juga lebih
membuatnya leluasa menikmati hamparan sawah yang
luas membentang, dengan bulir-bulir padinya yang mulai
menguning. Sesekali, ia bisa turun dan bercakap-cakap
dengan para petani yang tengah sibuk bekerja. Sedikit
banyak, ia memang sudah mulai bisa bercakap-cakap
dalam bahasa Jawa. Apalagi, beberapa petani juga cukup
mengerti sepatah dua patah bahasa Belanda, karena
seringnya berinteraksi dengan para pejabat gubernemen.
Para petani yang sederhana itu, tampak takjub melihat
sosok Kareen yang jelita dan anggun, yang bagi mereka
laksana bidadari dari alam pewayangan yang muncul ke
pustaka-indo.blogspot.com184
dunia fana. Hanya saja, bidadari itu ternyata bermata biru. Namun
kebiruan mata itu, serta rambut yang kemerah-merahan, justru
membuat pesona sang bidadari semakin memancar. Mereka pun
berkerumun mengelilingi kereta saat kendaraan itu berhenti di
pekarangan sebuah gubuk dekat areal pesawahan. Seorang wanita
setengah baya, dengan kebaya dan kain yang telah kusam, berlarian
keluar dengan paras girang. Ia diikuti oleh dua orang anak bertubuh
kurus dan seorang kakek bertubuh bongkok. Belasan laki-laki dan
perempuan dewasa pun ikut berlarian menghambur dengan pancaran
wajah sumringah, seakan benar-benar tengah menyambut seorang


De Winst Karya Afifah Afra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

puteri dari Kayangan Jonggring Salaka.
"Sugeng Rawuh, Ndara Noni!" sapa para penduduk kampung,
antusias, membuat sebuah senyum indah tersungging di bibir
Everdine Kareen Spinoza, alias Nyonya Jan Thijsse. Masyarakat
bumiputera dari kalangan bawah memang biasa memanggil para
Nederlander perempuan dengan panggilan Noni.
Bejo yang diam-diam memperhatikan sosok itu dari arah
samping menelan ludah. Sunggingan wajah itu mirip lukisan
seorang perempuan Italia yang replikanya dipajang di salah satu
rumah seorang meneer yang pernah menjadi majikannya dahulu.
Kalau tidak salah, namanya Monalisa. Nyonya Thijsse memang
benar-benar seorang bidadari dari Jonggring Salaka. Tak hanya
parasnya yang memesona, keindahan kalbunya juga memikat
sukma. Selama belasan tahun mengabdi kepada keluarga Eropa,
baru kali ini Bejo mendapati seorang wanita Belanda yang
memiliki kelembutan hati melebihi untaian kain sutera.
Ia teringat, saat perjalanan menuju pabrik gula De Winst, yakni
saat pesta penyambutan administratur baru yang tak lain adalah
Jan Thijsse, dua orang bocah kurus berperut buncit yang tengah
pustaka-indo.blogspot.com185
bermain-main di tepi jalan, ternyata sanggup memicu rasa iba sang
Nyonya Besar. Tanpa menghiraukan keberatan Tuan Thijsse, Sang
Nyonya pun memutuskan untuk berhenti sejenak, bercakap-cakap
dengan mereka serta memberikan beberapa bingkisan yang semula
dimaksudkan untuk diberikan kepada para pekerja pabrik.
Surati, nama perempuan setengah baya yang menjadi ibu
dua bocah pengidap busung lapar itu, serta belasan tetangganya
yang menghuni perkampungan miskin di pinggiran Kali Pepe
itu, memang layak berbahagia. Bagi mereka, Nyonya Thijsse
ibarat Dewi Sri yang sengaja datang untuk berbagi kebahagiaan.
Rupanya, pertemuan pertama dengan anak-anak penderita busung
lapar itu, tidak serta merta memuaskan sang Nyonya. Beberapa
hari setelah peristiwa itu, Nyonya Thijsse kembali mendatangi
mereka di rumahnya yang tak terlampau jauh dari jalan besar,
tentu saja dengan hadiah-hadiah yang lebih melimpah. Mulai dari
pakaian-pakaian bekas yang masih sangat layak pakai, obat"obatan, makanan dalam kaleng, hingga buah-buahan.
Dan pada kunjungan kali ini, Nyonya Thijsse melengkapi
barang bawaannya dengan vitamin, puluhan kaleng susu, serta
buku-buku. Entah bagaimana buku itu bisa dipahami oleh anak"anak petani yang miskin dan terbelakang itu, karena sebagian
besar buku itu berbahasa Belanda. Yang jelas, kekaguman dalam
hati Bejo benar-benar semakin menggunung dari hari ke hari.
"Piye kabare sampeyan" Apik-apik wae, ta?" sapa Kareen dengan
bahasa Jawa ngoko yang diajarkan Bejo. Begitu menginjakkan kaki
di bumi Surakarta Hadiningrat, yang dilakukannya pertama kali
adalah meminta diajari bahasa kaum pribumi. Maka, sebagaimana
ia cukup memahami percakapan bahasa Sunda, yakni saat masih
tinggal di Bandung, ia juga sudah bisa mengerti ucapan-ucapan
pustaka-indo.blogspot.com186
sederhana dalam bahasa Jawa. Sengaja Bejo tidak mengajarkan
bahasa krama inggil, selain sulit, bagi Bejo, derajat perempuan bule
itu terlampau tinggi untuk berbahasa dengan unggah-ungguh yang rumit.
Logat Kareen yang sangat kental Belandanya, membuat para
penduduk tersenyum geli sekaligus menambah rasa cinta dan
hormat mereka kepada sosok berkulit putih itu. Tarno dan Darno,
bocah penderita busung lapar, anak-anak Surati, mendekati
Kareen, mencium tangan perempuan itu.
"Wah, kowe saiki wis ketok rada lemu!" Kareen, tanpa merasa
jengah, membelai rambut Tarno yang kusam kemerahan, karena
jarang tersentuh shampo. "Inggih, Mevrouw! Saya selalu minum susu yang diberikan
Mevrouw!" Tarno menunduk, tersipu malu karena Kareen
membelai rambutnya. Ia tak pernah diperlakukan semesra itu,
bahkan oleh ibunya sendiri.
"Naaa" itu bagus sekali! Kowe semua, harus rajin minum
susu. Itu, saya bawakan juga banyak kaleng susu. Nanti dibagi
semua ya, yang rata!"
"Inggih, Mevrouw!" kali ini yang bicara adalah Nyai Surati.
"Kami semua sangat senang dengan hadiah-hadiah dari Mevrouw.
Kami pasti akan membagi semua itu dengan rata."
"Saya membawa juga buku-buku bacaan. Ada yang sudah
bisa membaca di sini?"
"Kula saged!" seorang gadis remaja menunjukkan jari, diikuti
beberapa yang lain. Tarno dan Darno juga ikut menunjukkan jari.
"O, ya" Bagus. Kalian pasti bersekolah bukan?"
"Tidak, Mevrouw," kata gadis yang pertama kali menunjukkan
pustaka-indo.blogspot.com187
jari. "Kami belajar baca tulis kepada Ndara Mas Kresna dan Mbak
Pratiwi. Mereka datang tiga kali sepekan untuk mengajari kami."
Kresna" Pratiwi" Kareen mengerutkan kening. Nama-nama
yang asing. Namun keheranan perempuan itu tidak berlangsung
lama, karena hanya berselang beberapa saat, sebuah kuda putih
tiba-tiba bergerak mendekati kerumunan itu. Penunggangnya,
adalah seorang lelaki muda berparas rupawan. Ia mengenakan
celana panjang putih, kemeja putih, sepatu boat, mantel panjang
warna cokelat dan topi lebar.
"Goede middag, Mevrouw! Prettig U te ontmoeten!" sapa
penunggang kuda putih itu, dengan senyum manis terkembang.
Sejenak Kareen ternganga, terpesona. Sepanjang menjejakkan kaki
di bumi nusantara, baru kali ini ia bertemu dengan seorang
pemuda pribumi yang begitu rupawan. Rangga memang tampan,
tetapi masih kalah jauh dibanding dengan si penunggang kuda
itu. "Saya Kresna. Para penduduk di kampung ini tahu siapa
saya, karena saya adalah bagian dari mereka!"
"Ndara Mas Kresna!" teriak Darno, seraya menghambur ke
arah kuda itu diikuti beberapa bocah yang lain. Tampaknya anak"anak itu sangat mengenal dan dekat dengan pemuda itu. "Ini
Mevrouw yang saya ceritakan!"
Kresna tersenyum menawan, membuat hati Kareen sesaat
berdebar. "Saya berterima kasih, atas perhatian Mevrouw yang begitu
luar biasa terhadap saudara-saudara kami di sini. Jika semua or"ang Belanda sebaik Mevrouw, pasti negari ini telah merdeka sejak
dulu kala dan sekarang telah hidup dalam alam kemakmuran,
sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia ini."
pustaka-indo.blogspot.com188
"Saya cukup banyak mengikuti perkembangan politik,
karena berhubungan erat dengan ilmu yang saya pelajari di bangku
kuliah," ujar Kareen, halus. "Dan pada prinsipnya, saya termasuk
orang yang tidak setuju dengan imperialisme. Tetapi, saya bukan
birokrat. Saya hanya seorang perempuan biasa."
"Perempuan biasa yang luar biasa!" puji Kresna. "Begitu
banyak keterpurukan di sudut-sudut negeri ini. Kemiskinan,
kebodohan, keterbelakangan, menjadi pemandangan sehari"hari"."
"Dan Anda telah berjuang keras untuk mengentaskan itu
semua. Anda seorang pemuda pribumi yang luar biasa!" Kareen
balas memuji. "Ah, apa yang saya lakukan belum ada apa-apanya. Apalah
artinya seorang Kresna jika dibanding dengan kewajiban yang
bertumpuk-tumpuk di pundak saya?"
"Tadi, disebut-sebut nama Pratiwi" Siapa dia?"
"Dia seorang gadis remaja yang memiliki idealisme sangat
tinggi. Ia tinggal di kampung sebelah, kira-kira 5 mil dari sini. Ia
bercita-cita menjadi guru, namun tak sanggup memasuki sekolah
guru karena tak ada biaya. Seluruh penduduk di perkampungan
miskin ini mencintai gadis itu, dan bahkan sering mewakilkan
berbagai urusan komunal yang penting untuk ia selesaikan."
"Tentu, dia juga seorang anak muda yang mengagumkan
seperti Anda. Ah, betapa beruntungnya negeri ini, karena
memiliki pahlawan-pahlawan seperti kalian. Rasanya, saya tak
sabar untuk bertemu dengannya."
"Datanglah kemari lusa, kira-kira pada jam yang sama. Kami
biasa mengajari penduduk kampung ini di rumah Pak Bayan."
pustaka-indo.blogspot.com189
"Apa yang bisa saya bawa untuk membantu kalian" Saya
punya banyak koleksi buku anak, ada juga pensil dan buku tulis.
Jika masih kurang, saya bisa minta bantuan ke teman-teman saya."
"Itu bagus!" Kresna kembali mengumbar senyum. "Akan
tetapi, hati-hatilah. Jika pemerintah tahu aktivitas Nyonya di sini,
bisa jadi Nyonya akan dicurigai berkomplot dengan kaum
pergerakan nasional."
Kareen tertegun sesaat. "Ah, saya tidak pernah berpikir
sejauh itu!" "Ya. Karena hati Nyonya sangat mulia. Tetapi, orang-orang
yang berada di pemerintahan, yang sebangsa dengan Nyonya,
selalu saja memiliki celah untuk curiga jika ada salah satu rumpun
penduduk negeri ini yang menggeliat." Kresna memutar arah
kudanya, lalu bersiap-siap menarik tali kendalinya. "Maaf, saya
harus segera pergi. Pertemuan dengan Anda, sungguh sangat
menyenangkan hati saya, Nyonya!"
"Tunggu! Kapan Anda akan memperkenalkan saya dengan
gadis bernama Pratiwi itu, Tuan?"
Lagi-lagi Kresna mengumbar senyum indahnya. "Tadi sudah
saya katakan, datanglah kemari lusa, kira-kira jam tiga sore."
Lantas, kuda itu pun benar-benar bergerak meninggalkannya.
Seberkas aroma harum, serta kesan yang mendalam tertebar,
menguar hingga lubuk hati Kareen yang terdalam. Jujur, ia ingin
mengenal pemuda itu lebih dekat. Ada banyak kesamaan antara
Kresna dengan Rangga. Mereka inlander, tetapi memiliki aura pribadi
yang mengagumkan. Bedanya, Rangga terlihat lebih kalem dan mahal
berkomentar, sementara, Kresna jauh lebih ekspresif dan dinamis.
Selain itu, secara fisik, Rangga lebih jangkung dibanding Kresna
yang termasuk mungil untuk ukuran seorang lelaki.
pustaka-indo.blogspot.com190
Namun, lepas dari itu, rasa-rasanya ia tak akan mungkin
memiliki satu pun dari keduanya. Jerat yang ditebarkan oleh Jan
Thijsse, telah membuat kebebasannya terampas. Ia tak tahu, dari
celah mana ia harus melepaskan diri".
Pratiwi telah mempersiapkan peralatan mengajarnya,
termasuk sebuah sepeda tua yang dihadiahkan oleh lelaki yang
sangat ia kagumi, Kresna, ketika Partini dengan tergesa
menghampirinya. "Wi, bukannya hendak mengusir, tetapi sebaiknya, untuk
beberapa saat, kau jangan datang ke rumah ini!"
Pratiwi mengerutkan kening. "Saya datang ke sini karena
permintaan Mbakyu." "Ya, di rumah baru ini, saya memang sangat membutuhkan
teman. Saya kesepian. Akan tetapi, situasi telah berubah. Kau
dalam bahaya besar!"
"Maksud Mbakyu?"
Partini terdiam sesaat. Parasnya memuat rasa bingung.
"Aku" aku mungkin terlalu pencuriga. Tetapi, aku melihat, ada
kilat yang aneh di mata Meneer Thijsse. Aku rasa, dia
menginginkanmu, Wi."
Kali ini, giliran Pratiwi yang tampak tertegun. "Meneer
Thijsse" Siapa dia?"
"Dia?" Partini mendadak semakin bingung ketika
menyadari bahwa sang majikannya telah bersikap begitu aneh.
pustaka-indo.blogspot.com191
Begitu sampai di rumahnya, lelaki itu langsung masuk ke dalam
kamarnya, dan ia pergi pagi-pagi buta, sebelum kamar Pratiwi
terbuka. Apakah Meneer Thijsse menghindari pertemuan secara
langsung dengan Pratiwi. "Meneer Thijsse adalah lelaki yang
menghadiahkan rumah ini kepadaku. Dia?"
"Apakah Meneer Thijsse ini adalah" pemilik sekaligus
administratur baru Pabrik Gula De Winst"!" selidik Pratiwi.
"Kau" mengenalnya"!"
Wajah Pratiwi berubah muram. Ia tahu, bahwa mbakyunya
itu bukanlah perempuan baik-baik. Para lelaki, muda-tua,
berganti-ganti menyambanginya untuk merasakan kehangatan
dekapannya. Namun jika lelaki yang menjadi penikmat tubuh
sang kakak saat ini adalah orang yang tengah begitu dibencinya,
ia benar-benar tak menduganya.
pustaka-indo.blogspot.com192
"Mbakyu mengatakan bahwa ia menginginkan saya?"
"Ya. Ketika menatapmu dari kejauhan, kilat matanya aneh.
Kau tahu, apa yang akan dilakukan oleh seorang Meneer yang
memiliki banyak uang dan dekat dengan kekuasaan seperti dia,
jika telah menginginkan sesuatu" Dengar Wi, mungkin dengan
menjadi seorang Nyai, atau paling tidak, simpanan seorang
Meneer, kau akan mendapatkan banyak uang. Hidupmu akan
bergelimang kemewahan. Tetapi, kehidupan semacam itu,
bukanlah sebuah kehormatan. Aku tak mau kau hidup dalam
kenistaan. Cukup aku saja, Mbakyumu yang menjadi korban.
Sedangkan dirimu, maaf" terpaksa aku mengungkit lagi.
Seperti pesan mendiang Bapak, kau harus kupertemukan
dengan ayah kandungmu yang seorang Pangeran itu dalam
keadaan masih perawan. Masih terjaga kehormatannya. Dengan
demikian, Bapak merasa bangga, karena bisa menjaga titipan
sang Pangeran dengan baik."
"Mbakyu!" seru Pratiwi, dengan nada tak suka. "Bagiku,
Bapak yang kukenal selama ini, adalah orang tuaku. Aku tak
pernah punya harapan sekecil apapun tentang kemuliaan menjadi
anak seorang bangsawan."
"Kau bisa saja berkata seperti itu, akan tetapi pada
kenyataannya, kau memang keturunan seorang priyayi agung
berdarah luhur. Suatu saat, entah kau mau ataupun tidak mau,
senang ataupun tidak senang, aku pasti akan membawamu
menghadap Kanjeng Pangeran Suryanegara. Aku sudah beberapa
kali bertemu dengan beliau meskipun beliau tentu saja tak
mengenaliku. Sungguh, ayah kandungmu itu, adalah seorang
lelaki yang tampan berwibawa. Ia memiliki nama baik yang
menjulang tinggi?" pustaka-indo.blogspot.com193
"Dan nama baik itu akan rusak, karena pada kenyataannya,
ia memiliki seorang anak haram?" sinis Pratiwi.
"Kau bukan anak haram! Kau adalah salah satu bibit yang
beliau titipkan di rahim Ibu kita"." Partini terlihat tidak suka
dengan ucapan adiknya. "Seorang anak yang dilahirkan tanpa ikatan pernikahan, adalah
anak haram. Meskipun orang tua dari anak itu adalah maharaja
sekalian alam sekalipun. Aku justru merasa iri kepada Mbakyu
dan saudara-saudara yang lain, setidaknya Mbakyu dan mereka,
lahir sebagai buah dari pernikahan yang sah menurut agama."
"Jangan berpikir seperti itu, Wi! Kau justru harus merasa
bangga, karena terlahir sebagai putera seorang pangeran.?"
"Ah, sudahlah!" ketus Pratiwi, jengah. Bagaimanapun, ia
tak pernah bisa menerima logika berpikir orang-orang di
sekitarnya. Bagaimana mungkin ada seorang suami yang dengan
ikhlas, bahkan bangga, bersedia mengumpankan istrinya untuk
dicaplok lelaki lain" Kalaupun ada, suami itu pasti telah terbebat
oleh perbudakan harga diri yang sangat ketat. Sementara, sang


De Winst Karya Afifah Afra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

istri pun, telah kehilangan kemuliaannya sebagai seorang wanita
yang terhormat. Menyakitkannya, karena suami istri itu, adalah
orang-orang yang selama ini ia kenal sangat baik. "Sebaiknya,
tak usah kita bicarakan soal itu. Tetapi mengenai Meneer Thijsse,
saya sangat sepakat dengan Mbakyu. Saya akan menjauhinya.
Akan tetapi, pernyataan bahwa ia menginginkanku, tak
sepenuhnya tepat. Jikapun ada yang ia inginkan dari saya,
keinginan itu adalah melihat saya tergeletak tanpa nyawa."
"Mengapa engkau berkata seperti itu?" Partini terkejut.
"Para penduduk di daerah Banyuanyar dan Colomadu telah
pustaka-indo.blogspot.com194
mewakilkan saya untuk menjadi wakil dalam perundingan sewa"menyewa tanah perkebunan dengan pihak pabrik gula De Winst.
Sebenarnya, pada awalnya Mas Kresnalah yang dimintai bantuan.
Namun karena suatu alasan yang tidak dikatakan, Mas Kresna
menyuruh saya yang maju. Ketika Tuan Biljmer masih berada di
De Winst, ia memperlakukan kami dengan baik. Akan tetapi,
Tuan Thijsse" ia benar-benar congkak dan.?"
"Pratiwi, mengapa engkau tidak bercerita soal ini kepada
Mbakyu" Mbakyu mungkin hanya seorang lonte, Wi" tetapi
Mbakyu tidak akan mau menjual diri kepada orang yang sangat
dibenci olehmu, dan bahkan menginginkan kematianmu.?"
Kali ini Pratiwi tersenyum. Ditepuknya pundak sang
Mbakyu, lembut. "Saya sangat menghargai apa-apa yang Mbak
pikirkan. Tenanglah, saya akan berhati-hati. Dan Mas Kresna"
serta Raden Rara Sekar Prembayun, pasti mereka akan
melindungi saya.?" Saat mengucapkan kata-kata itu, bayangan seraut wajah
seorang lelaki mendadak melintas di batin Pratiwi. Seorang
pemuda tampan, dengan tutur kata lembut serta penampilan yang
sangat terpelajar. Begitu pertama berjumpa dengan pemuda itu,
gunung karang kesombongan yang selama ini terbangun begitu
kukuh jika berhadapan dengan lawan jenis, runtuh seketika.
"Kau sendirian" Tak bersama teman-temanmu atau diantar
oleh saudaramu?" tanya pemuda itu, begitu melihatnya seorang
diri melenggang, meninggalkan gedung pertemuan tempat ia
menghadiri pidato seorang pentolan Partai Rakyat dari Bandung
yang hadir untuk membakar semangat para pemuda kota Solo.
Pratiwi membaca selebaran pengumuman tentang pidato itu saat
pustaka-indo.blogspot.com195
berada di Kebon Raja, Sriwedari, dan ia begitu tertarik untuk
mendatangi acara itu. Ia sudah cukup sering membaca tulisan-tulisan sang tokoh
lewat koran-koran yang ia dapatkan saat masih bekerja di sebuah
kantor maskapai dagang milik Haji Abidin di Sriwedari selepas
lulus dari MULO. Sebagai aktivis Sarekat Islam, Haji Abidin
senantiasa mengikuti perkembangan berita baik lewat pekabaran
ataupun radio berbahasa Jawa, Melayu, serta Belanda. Hal itu
tentu saja sangat menguntungkan Pratiwi yang juga sangat suka
melahap berita terbaru, terutama tentang perkembangan politik.
Sayang, maskapai dagang Haji Abidin kemudian mengalami
kebangkrutan, sehingga ia harus menganggur.
Dan pidato sang tokoh pribumi itu, membuatnya semakin
menyadari, bahwa bangsanya selama ini memang terjajah.
Pengkelasan warga negara, di mana orang kulit Putih menduduki
posisi sebagai warga negara kelas satu, sedangkan kaum pribumi,
yang semestinya paling berhak menempati bumi nusantara justru
dipurukkan sebagai warga negara kelas tiga, adalah salah satu
bentuk penindasan yang sangat nyata. Betapa sulit kaum pribumi,
terutama yang berasal dari kalangan rakyat jelata untuk
mendapatkan pendidikan yang layak, serta perlakuan hukum
yang jauh dari keadilan, menegaskan bahwa gubernemen memang
tidak pernah memperhatikan nasib bumiputera. Ia sendiri, jika
saja tidak diangkat anak oleh Bapa Mangun Sukandar, Lurah
Karang Pandan, mungkin ia tak memiliki kesempatan bersekolah
hingga lulus HIS dan MULO. Bisa bersekolah di folkschool, alias
sekolah ongko loro saja, sudah bersyukur. Buktinya, saudara"saudaranya yang hidup bersama Bapak dan Ibu, bahkan sebagian
tidak mengenyam pendidikan apapun, termasuk Mbakyu Partini.
pustaka-indo.blogspot.com196
"Saya memang sendirian!" jawabnya saat itu, dengan wajah
tertunduk malu. Pemuda tampan itu pun turun dari kereta anginnya.
"Dari peserta rapat terbuka tadi, hanya kau seorang yang
baru pernah saya lihat, karena semua yang hadir adalah anggota
partai. Kau anggota baru?"
Pratiwi menggeleng. "Saya membaca selebaran pengumuman
tentang pidato ini."
"Siapa namamu" Saya senang sekali, jika melihat ada seorang
wanita yang tertarik dengan masalah politik. Karena, jarang sekali
para wanita mau mengerutkan kening sejenak untuk mencermati
nasib yang menimpa bangsanya."
"Nama saya Pratiwi."
"Kau siswi MULO" Atau AMS?"
"Saya sudah lulus MULO Taman Siswa."
"Itu pun sudah cukup bagus. Nama saya Kresna. Senang
berkenalan denganmu, Pratiwi. Di mana tinggalmu?"
"Saya tinggal di pondokan, di Sriwedari. Tetapi, mulai besok,
saya akan kembali ke rumah saya di Colomadu."
"Kenapa?" "Semula saya bekerja di kantor Haji Abidin.?"
"Ya, saya tahu, Haji Abidin. Dia pedagang yang cukup
sukses, juga aktivis Sarekat Islam yang cukup dalam jiwa
nasionalismenya," sahut Kresna.
"Tetapi, usaha beliau sekarang sudah bangkrut. Kalah
pustaka-indo.blogspot.com197
bersaing dengan saudagar China. Jadi, saya terpaksa harus
menganggur." Saat itulah, pemuda bernama Kresna, yang tampan seperti
Arjuna, menawarinya menjadi guru di sebuah sekolah yang
dikelola oleh Kresna sendiri. Sekolah itu tak seperti pada
umumnya. Tempatnya di pendapa rumah seorang perangkat desa,
tak ada bangku atau kursi, hanya tikar rombeng yang tergelar,
melapisi lantai tanah. Masuknya pun tidak setiap hari, hanya 3
kali seminggu. Yang lebih unik lagi, siswa sekolah itu, bermacam"macam usianya. Ada yang sudah sepuh, ada yang masih remaja,
namun kebanyakan adalah anak-anak.
"Yang terpenting, kita mengajari mereka membaca, menulis
dan berhitung terlebih dahulu. Nanti, jika semua telah rapi, kita
bisa membikin semacam sekolah rakyat swasta, atau bahkan HIS
dan MULO," kata Kresna. "Bagaimana, kau tidak keberatan?"
Bukan hanya karena tutur kata pemuda tampan itu begitu
lembut merentas kalbu, namun, sejak dulu Pratiwi memang
bercita-cita menjadi guru. Hanya saja, ketika ia bermaksud
hendak mendaftar di sekolah guru, Bapak Mangun Sukandar
terlebih dahulu dipanggil oleh Sang Kuasa. Ia dikembalikan
kepada keluarganya yang miskin dan tak mampu membiayai
sekolahnya. Ia pun hanya bisa membungkus keinginan itu
rapat-rapat. Gaji Pratiwi sebagai guru partikelir di sekolah yang tak jelas
bentuknya itu, tak seberapa. Jauh dari cukup. Namun, Kresna
memberinya sebuah kereta angin, yang meskipun sudah tua,
sangat membantu aktivitasnya. Ia pun sangat menikmati
profesinya itu. Apalagi daerah tempat ia mendarmakan baktinya
pustaka-indo.blogspot.com198
itu, tak jauh dari tempat tinggalnya. Dan lambat laun, jerat pesona
Kresna telah membuatnya terperosok ke dalam harapan yang
menggunung Lawu. Rasa cinta yang mendalam, telah merubah
sosoknya dari Pratiwi yang polos dan pemalu, menjadi sosok
yang kukuh, cerdas dan pemberani. Ketika warga desa
mengeluhkan bahwa mereka tak bisa menggarap tanahnya sendiri
karena petak-petak subur yang mereka miliki disewa dengan harga
yang teramat murah oleh pabrik gula De Winst, penuh semangat
ia menerima anjuran Kresna untuk mewakili perundingan dengan
pihak perusahaan, meskipun ia tak pernah memiliki pengalaman
menjadi duta dalam sebuah perundingan resmi.
"Tenanglah, Pratiwi" saya akan membantumu dari
belakang. Demikian juga Rara Sekar Prembayun. Kami akan siap
memback-up dirimu dalam perjuangan ini."
Dan nyatanya, tak hanya sukses menjadi duta yang cerdas,
Pratiwi bahkan sempat membuat para pejabat di De Winst
kelimpungan. Bagi Pratiwi, Kresna serta Rara Sekar Prembayun yang rajin
mendoktrinnya lewat surat-surat panjangnya, adalah seorang in"spirator serta motivator yang mampu mengobarkan semangat di
dalam dadanya dengan begitu dahsyat.
Meskipun demikian, ia cukup menyadari, bahwa mendapatkan
sosok Kresna, barangkali hanya sebuah mimpi baginya. Kresna,
meskipun ia belum begitu tahu asal-usulnya, dilihat dari
penampilannya, jelas seorang bumiputera dari golongan atas.
Barangkali, ia adalah seorang Raden Mas, atau bahkan Pangeran
dari keraton. Pendidikannya pun pasti jauh di atasnya. Keberadaan
mereka, status mereka, seperti bumi dan langit. Namun, sekadar
pustaka-indo.blogspot.com199
merajut impian pun, bagi Pratiwi adalah sesuatu yang teramat indah.
"Wi!" suara Partini mengejutkannya dari lamunan. "Barusan
kau menyebut nama Ndara Mas Kresna. Meskipun saya jarang
bertemu dengan beliau, namun dari raut wajahmu saat mengucap
nama itu, tampaknya kau senang dengan pemuda itu?"
Wajah Pratiwi bersemburat merah. "Senang kepadanya"
Tentu saja. Mas Kresna itu sangat baik, pandai dan.?"
"Kaya" Tentu dia adalah seorang pemuda dari kalangan
ningrat bukan" Ah, Wi" seandainya saja, kau mau kuajak
menemui ayah kandungmu yang seorang Pangeran itu" bisa jadi
memiliki lelaki itu, bukan sekadar mimpi"."
Pratiwi tercenung. Ucapan Mbakyunya itu, membuka
pandangan lain dari sepasang matanya. Ya, jika ia adalah benar"benar putera seorang pangeran, adik dari lelaki bernama Raden
Mas Rangga Puruhita yang membelanya saat berada di kantor
pabrik De Winst, harapan mendapatkan Kresna barangkali bukan
sebatas mimpi indah. Namun, buru-buru ia menggelengkan
kepalanya. "Tidak Mbakyu! Jika memang Mas Kresna menginginkan saya,
tanpa harus menjadi seorang puteri keraton, ia pasti akan
mengungkapkannya kepada saya. Ia seorang pemuda yang sangat
menghargai persamaan derajat sesama manusia. Ia bahkan sering
mengkritik adanya pengkelas-kelasan masyarakat dalam gelar
kebangsawanan. Semua orang, menurut dia, sebenarnya sama saja."
"Dan, apakah Mas Kresnamu itu, pernah mengatakan,
bahwa ia menyukaimu?"
Lagi-lagi Pratiwi tertegun. Kresna, meskipun baik, selama
pustaka-indo.blogspot.com200
ini hanya membicarakan seputar pekerjaan dan aktivitas
perjuangan mereka di Partai Rakyat. Tak pernah ada kata-kata
bernada harapan terlontar dari bibirnya yang indah"terlalu indah
untuk seorang lelaki. Ah, mungkin aku memang hanya seekor pungguk
yang merindukan bulan, desis Pratiwi, sedih.
"Mbakyu lihat saja nanti!" desahnya akhirnya. "Saya pamit
dulu, hendak mengajar, Mbakyu! Nanti saya langsung pulang ke
Colomadu." Pratiwi pun menaiki kereta anginnya, menggenjot pedalnya
perlahan. Saat itulah, seekor kuda kekar diam-diam mengikutinya
dari belakang. Penunggangnya adalah seorang lelaki jangkung,
dengan mata biru dan kulit putih" pustaka-indo.blogspot.com201
Jan Thijsse merasa tengah menjadi sesosok ksatria
abad pertengahan di benua Eropa yang tengah
mengincar seekor harimau betina yang bandel, galak,
namun sekaligus gemuk dan menggemaskan. Bibir
Hikmah Pedang Hijau 12 Dendam Si Anak Haram Karya Kho Ping Hoo Pelangi Lembah Kambang 2

Cari Blog Ini