Ceritasilat Novel Online

It Takes Two To Love 1

It Takes Two To Love Karya Christina Juzwar Bagian 1


http://pustaka-indo.blogspot.com1 7
B ANYAK televisi swasta di Indonesia menayangkan
infotainment berisi gosip-gosip seputar aktris. isinya sangat
beragam, ada yang bercerai, berantem, yang mau kawin,
bahkan yang mau masuk penjara gara-gara narkoba. Berita
yang sungguh tidak penting seperti pindahan rumah,
berkunjung ke sekolah dasar anaknya sampai acara memasak
untuk suami juga ditayangkan.
Aku menontonnya dengan malas-malasan. Mataku tertuju
ke layar televisi tetapi pikiranku melayang-layang separuh
melamun, entah memikirkan apa. Semua isi tayangan hanya
lewat sepintas. Itulah kebiasaan yang kunikmati setiap sore.
Duduk di sofa besar dengan posisi duduk yang hampir melorot
dan menyamping, tangan memegang remote control dengan jari
yang siap mengganti channel jika mata menangkap iklan atau
acara yang terlalu membosankan. Tiba-tiba saja kepalaku sudah
bersandar nyaman pada suatu tempat, yang membuatku
semakin betah. "Sar! Duduk yang benar dong! Entar lama-lama elo skolis
loh!" bentak Igi kepada aku sambil mengedikkan bahu agar
http://pustaka-indo.blogspot.com8
kepalaku menyingkir dari sana. Ia melakukan itu karena
kepalaku di bahunya dan membuat cowok itu risih, apalagi
dengan rambutku yang panjang menggelitik leher dan pipinya. "Skoliosis!" Aku meralat ucapan Igi tetap dengan suara
malas. Aku mencoba duduk tegak, tapi apa mau dikata, sepertinya tubuhku memang menjadi tidak bertulang. Sekarang
yang lebih parah lagi, kepalaku sudah berada di pangkuan Igi
dan dengan enaknya aku memejamkan mata sedikit rapat
karena mengantuk. Hoamm... aduh kok jadi tambah ngantuk
begini ya" Igi, yang pahanya menjadi korban kekejaman kepalaku yang
berambut lebat dan panjang hanya bisa mengeleng-geleng geli,
jengkel, dan bete. Biasanya kalau sudah begitu, akan terjadi
perang bantal yang cukup dasyat sehingga Mbak Nah, pembantu di rumah, kalang kabut menghentikan tingkah dua
orang dewasa yang berjiwa balita ini. Tetapi sepertinya Igi
sedang malas meladeniku yang menjadikan pahanya seolah
bantal bulu angsa yang nyaman dan empuk untuk ditiduri.
Rumahku memang sepi, terutama pada jam-jam segini. Yang
ada hanya aku, Igi, dan Mbak Nah yang sekarang sibuk di
dapur untuk menyiapkan makan malam. Yah, kalau dipikirpikir, Igi memang termasuk penghuni rumah ini. Dia terkadang
menginap, jika tidak, otomatis hanya aku dan Mbak Nah saja
yang menempati rumah ini.
Siapa yang mempunyai rumah ini" Tentu saja kedua orangtuaku. Tetapi karena tidak ada yang menempati, dan keduanya
tidak berada di Jakarta, mereka membiarkan aku, anak mereka
yang terlahir dengan nama Sarah Renata Indrawan ini untuk
menempatinya. Semua orang bilang aku cantik (ge-er!) dan,
kebanyakan orang juga bilang tubuhku serbalangsing. Kakiku
langsing, body-ku langsing, leherku langsing, sampai jari-jariku
pun langsing. Wajahku putih agak pucat dengan mata belok
http://pustaka-indo.blogspot.com9
dan hidung mancung. Yang kubenci hanya bibirku yang tebal,
ng... meskipun tidak tebal-tebal banget sih" pokoknya perbatasan antara milik Mick jagger dengan Angelina jolie dalam
skala yang masih bisa ditolerir.
Sedangkan rambutku tidak neko neko, dari zaman dahulu
tetap berpotongan ala Jennifer Aniston pemeran Rachel di ilm
komedi Friends yang terkenal itu, dan yang sempat menjadi
obsesi para perempuan di seluruh dunia. Tetapi kalau ditelaah
kembali, potongan rambutku ini memang agak ketinggalan
zaman, bayangkan, ilm Friends itu menjadi hits pada akhir
tahun 1990-an, dan sekarang rambut itu sudah tidak tren lagi,
karena potongan rambut Jennifer Aniston sendiri sudah tidak
seperti itu lagi. Tetapi aku suka sekali dengan potongan rambut
ini, yang sangat serasi dengan daguku yang lancip, jadi sebodo
amat dengan tren, this is the hair style that suits me!
Tidak hanya itu, telingaku masing-masing punya empat
tindikan. Ini membuatku agak boros dalam soal membeli
anting. Bayangkan, orang lain hanya mempunyai dua tindikan,
aku ditambah enam! Lalu yang membuat mamaku hampir
kolaps melihat anak perempuannya ini adalah tato di pergelangan kakiku. Aku iseng membuat tato permanen sebuah
gambar yang cukup manis dan cocok untuk perempuan yaitu
bunga mawar. Jangan salah, tato ini adalah impianku sedari
SMA, dan baru sekarang terwujud ketika keberanian sudah terkumpul dengan mantap. Malahan aku berencana akan menato
tengkukku. Aku pernah menyampaikan keinginanku ini kepada
Igi, namun dia malah menarik-narik rambutku tanda tidak
setuju. Dia memang selalu menentang tato-menato dengan
tinta permanen ini. "Memangnya kanvas?" Begitu alasannya.
"Tubuh lo kan digambarnya bukan pakai pensil, mana ada
penghapusnya?" begitu ucap Igi lagi. Huh, reseh!
Aku tinggal sendiri di Jakarta yang semerawut dan macet
ini. Orangtuaku sudah bercerai. Mama tinggal di Singapura
http://pustaka-indo.blogspot.com10
bersama suaminya yang baru dan Simon, adik laki-lakiku yang
baru menginjak umur sepuluh tahun. Beda umurnya denganku
memang agak jauh, yaitu lima belas tahun. Sedangkan Papa
tinggal di Surabaya bersama istri barunya yang umurnya hanya
lima tahun lebih tua dariku. Tetapi aku tidak terlalu memedulikannya. Aku sendiri jarang berhubungan dengan Papa, meskipun Papa terkadang masih rutin mengirimkan uang untuk
kebutuhan hidupku di Jakarta.
Banyak pertanyaan yang terlontar, yang pastinya penuh dengan nada sinis serta iri. Kok masih dikirimin uang sama orangtua" Lo kagak kerja" atau Orangtua lo kaya ya" Males amat sih!
Waduh, pertanyaannya nggak ada yang enak ya" Sebenarnya,
aku kebetulan saja anak seorang bapak yang sangat royal terhadap anaknya, yang enggan melihat tabungan anaknya habis
tak terurus. Jadi jangan salahkan daku bila tabungan dan
hidupku agak-agak sejahtera karena kiriman orangtua. Namun
jawabanku ini membuat mereka semakin tertekan, tambah
sinis dan tambah iri, biarlah.
Tapi mengenai pengiriman uang secara rutin oleh papaku,
itu dulu, cuma sampai setahun yang lalu. Pada saat aku masih
pengangguran setelah berpindah pekerjaan ke sana kemari.
Tidak ada yang cocok. Ada saja masalah yang dihadapi. Saking
capeknya dengan situasi yang sama terus-menerus, aku memutuskan untuk berdiam diri di rumah saja. Namun, begitu
mendapatkan pekerjaan yang mantap, aku memintanya untuk
tidak mengirimkan uang lagi.
Sekarang aku sendiri sudah bekerja di sebuah majalah wanita terkenal di Jakarta, Women"s Style. Aku nyemplung di
majalah ini sejak setahun yang lalu. Aku benar-benar tidak
sengaja tercebur hingga basah tak kepalang. Aku tidak pernah
memimpikan bekerja di sebuah majalah. Jangankan memimpikan, memikirkannya pun tidak. Aku hanya tahu tentang ritme
kerja majalah dari Igi saja.
http://pustaka-indo.blogspot.com11
Dulu, pada waktu menjadi pengangguran setengah hidup
setengah mati, ternyata diam-diam Igi memasukkan CV-ku ke
majalah Women"s Style. Entah apa yang dilakukan Igi terhadap
CV-ku tersebut, hingga aku dipanggil untuk interview di kantor
mereka. Aku terkejut. Bagaimana bisa" Seingatku aku tidak
pernah mengirimkan apa pun kepada majalah Women"s Style,
lalu terkuak bahwa panggilan ini atas rekomendasi seorang
fotografer bertubuh besar dan berkacamata bernama Igi. Ha!
Seharusnya sudah bisa kuduga! Sebenarnya aku malas memenuhi panggilan ini, tidak ada niatan sama sekali, karena
posisi yang ditawarkan agak tidak sesuai dengan kepribadianku,
beauty editor. Lah, beauty dari mananya" Dandan enggak, merasa cantik enggak, nggak ada ayu-ayunya, boro-boro deh keterima. Jadi aku hanya pasrah. Karena masih punya perasaan
tidak enak kepada Igi yang sudah begitu baik dan tulus membantuku dengan bersusah payah mengirimkan CV-ku, jadi aku
mengikuti semua sesi interview hingga akhirnya...
"Sarah, saya tertarik dengan kamu. Meskipun pengalaman
kamu bisa dibilang nol di bidang ini, tetapi saya punya feeling
kamu akan bisa memegang posisi ini. Kapan kamu bisa mulai"
Lebih cepat lebih baik."
Ternyata mereka menyukaiku dan langsung memintaku bekerja saat itu juga. Tinggal aku yang bengong, tak percaya
mendengar apa yang dikatakan oleh ibu yang mewancaraiku
ini. "Yakin, Bu?" tanyaku kepada perempuan berusia kira-kira
empat puluh tahun dengan paras cantik, penuh senyum, tetapi
berwibawa. Dialah yang mewancaraiku pada sesi keempat ini.
Ibu Dinar, sang editor in chief majalah Women"s Style yang sifatnya ternyata berlawanan sekali dari Miranda Presley, bos majalah Runway yang kejam di ilm The Devil Wears Prada. Ibu
Dinar tertawa kecil melihat raut wajahku yang aku yakin pasti
aneh. http://pustaka-indo.blogspot.com12
"Tentu saja! Kalau tidak yakin buat apa saya menyuruh
kamu langsung bekerja?"
Aku hanya bisa garuk-garuk kepala.
Jadilah sejak detik itu aku menjadi beauty editor di majalah
Women"s Style. Sepulang interview, aku menelepon Igi dan memberitahukannya kabar itu. "Wah, selamat ya, Sar!" ucap Igi dengan gembira. "Kita akan
berada dalam satu grup media loh!"
Aku mendengus, dan sangat tidak setuju dengan aura kegembiraan yang dipancarkan olehnya, "Selamat apanya?" sahutku ketus. Bete. Ini semua kan gara-gara Igi.
"Loh, akhirnya lo dapat kerjaan kan, Sar, setelah jadi tuyul
rumah selama hampir setahun ini."
Sialan! "Tapi, Gi, lo lihat dong posisi yang ditawarkan" Beauty
editor! BEAUTY EDITOR! Edan! Sejak kapan gue peduli sama
urusan kecantikan" Boro-boro ngurusin diri sendiri, ntar ngasih
tips ke pembaca gimana" Mau nulis apaan gue" Ngerti aja
kagak!" "Kepinteran lo akan berjalan sendirinya, kok!" sahut Igi asal.
"Lagi pula, posisi ini bagus, supaya lo ada penyadaran diri, jadi
perempuan tuh merawat diri." Dih! Tambah kurang ajar dia!
Lalu siapakah Igi itu"
Igi sahabatku. Dia tidak terlahir hanya dengan tiga huruf
itu, untung saja. Kalau iya, berarti gila juga mama"papanya,
pelit sekali memilihkan nama untuk anaknya sendiri. Nama
panjangnya Ignatius Gerald, keren ya" Sayangnya attitude yang
punya nama tidaklah sekeren nama yang disandangnya.
Aku yang menyingkat namanya agar lebih mudah memanggilnya. Karena sudah mengenalnya sejak kecil, aku melihat Igi tumbuh menjadi lelaki berperawakan tinggi dan besar,
http://pustaka-indo.blogspot.com13
padahal sewaktu kecil dia masuk dalam golongan anak bertubuh kerempeng alias kurus. Tingginya sekarang mencapai
182 cm, dan tidak diketahui apakah akan bertambah atau
tidak, karena hanya Tuhan yang tahu. Berparas tampan, memakai kacamata (yang diakuinya minus, bukan bohongan"
tetapi jangan khawatir, sudah dibuktikan kebenarannya oleh
diriku sendiri sampai mataku jereng.). Menolak mentah-mentah
yang namanya lensa kontak karena menurut Igi, akan mengurangi nilai kegantengannya. Well built, dalam arti body
bagus, berkat terlalu sering menghabiskan waktu di fitness
center, dan tak ketinggalan senyum yang mampu membuat semua perempuan meleleh seperti mentega atau es krim yang
terkena panas dalam hitungan detik.
Aku dan Igi bersahabat sejak duduk di bangku SD. Sebenarnya awalnya bisa dibilang bukan sahabat, tetapi lebih cocok
dikategorikan sebagai musuh bebuyutan. Dari yang namanya
luka gigitan, cakaran, cubitan yang membiru semuanya sudah
kami rasakan di tangan masing-masing, saking seringnya kami
bertengkar. Sampai pada suatu saat, aku pulang sekolah
sendirian, lalu tiba-tiba saja di sebuah jalan kecil yang biasa
kulewati untuk memotong jalan, aku diadang sekumpulan
anak SMP dan dipalak. Mereka mengambil paksa tasku dan
merusak semua isinya. Mereka juga meminta paksa uang jajanku. Saat itulah Igi datang dan menolongku. Tidak membuat
mereka semua kabur sih, karena mereka berlima, sedangkan
kami hanya berdua. Igi membantuku kabur dari sana dan bersembunyi di balik tembok rumah penduduk. Sejak saat itu
kami menjadi lengket... ket dan menjalin persahabatan yang
sangat unik, hingga kini.
Pekerjaan Igi" Oh iya, Igi adalah fotografer. Sewaktu SMA, dia hobi sekali
membidik isi satu sekolahan dengan kamera hibahan bapaknya
yang sudah agak-agak tua dan bulukan itu. Tapi kondisi
http://pustaka-indo.blogspot.com14
kamera itu tidak membuat Igi minder, dia malahan bangga.
Sewaktu SMA, kamera itu masih bisa dikatakan beradab, dan
tentunya masih bisa dipakai, tetapi tidak berlaku deh ya sekarang, karena kamera itu sudah sepatutnya masuk museum.
Tetapi tetap saja, Igi selalu membanggakan kamera yang masih
awet dan sekarang terbilang barang antik itu.
Masih bisa dipakai nih! Begitu alasan yang dilontarkan oleh
Igi jika semua orang sudah mulai menghina kamera kesayangannya itu. Tapi, bo, tolong dong sekarang kan sudah zamannya
kamera digital, bukan kamera isi rol ilm yang harus dicuci
dulu untuk melihat hasilnya, please deh! Bergaul dong dengan
kemajuan zaman! Tetapi yang namanya Igi, tetap pada pendiriannya. Kamera itu the best baginya. Untung saja dia masih
sadar diri untuk tidak menggunakan kamera tersebut pada saat
menjalankan tugasnya sebagai fotografer. Kamera kuno dan
antik itu tersebut dia gunakan untuk kepentingan pribadinya
saja. Igi sekarang bekerja di salah satu majalah pria, yang
notabene masih satu perusahaan dengan tempatku bekerja,
Men"s Style. Tempat kerja kami terpisahkan oleh gedung yang
berbeda. Igi sudah cukup lama bekerja di Men"s Style, kuranglebih sudah empat tahun ia bercokol di majalah tersebut. Maka
dari itu dia bisa memasukkan CV-ku di Women"s Style. Wong
banyak kenalannya! Agak-agak KKN gitu deh! Tapi terbukti,
kan"

It Takes Two To Love Karya Christina Juzwar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

?"" Sepertinya Igi mulai ikut mengantuk, karena tubuhnya mulai
merosot, kepalanya hendak mencari sandaran. Lalu tangannya
meraba-raba mencari bantal. Ketika akhirnya menemukan
bantal tersebut, dia meletakkannya di belakang kepalanya.
Tayangan infotainment di televisi sudah habis, dan berganti
http://pustaka-indo.blogspot.com15
menjadi berita petang yang sangat membosankan. Igi sudah
mulai tidak peduli akan apa yang ditayangkan di televisi,
meskipun volume televisi cukup kencang memenuhi ruang
santai yang lumayan luas. Matanya sudah tidak bisa diajak
berkompromi lagi sehingga mulai menutup perlahan. Belum
juga kelopak mata itu beradaptasi dan menyatu sempurna dengan bola mata, terdengar suara sendal jepit yang beradu dengan lantai, berjalan mendekati sofa tempat kami sudah
hampir pulas. Ternyata Mbak Nah datang dari belakang dan
berdiri di samping Igi sambil mencolek-colek lengannya.
"Mas! Mas Igi, bangun! Ada telepon dari rumah."
Igi yang kepalanya sudah miring ke kanan terlonjak kaget.
Ia membuka matanya dan mendapatkan Mbak Nah berdiri di
sampingnya. "Dari rumah siapa?" tanya Igi dengan bodohnya. Sepertinya
alam bawah sadar sudah menguasai pikirannya.
Mbak Nah langsung mesem-mesem. "Ya dari rumahnya Mas
Igi lah, masa dari rumah saya?"
Dengan sedikit menggerutu karena keinginannya untuk tidur
terganggu, Igi mengangkat kepalaku di pangkuannya dan menjatuhkan begitu saja ke sofa sehingga aku terbangun dari
mimpi indah yang baru saja aku masuki.
"Aduh! Apa-apaan sih lo, Gi!" aku mengerutu sambil bangun
dan duduk tegak di sofa. Igi tidak memedulikan omelanku dan menerima telepon tersebut. Ternyata adiknya menanyakan apakah dia akan pulang
malam ini. Keluargaku dan keluarga Igi memang sudah kenal
sangat dekat, maka dari itu terkadang Igi menginap di rumahku untuk menemaniku yang kesepian.
"Gue nggak pulang, malam ini gue mau nginep di sini," ia
berkata kepada adiknya. "Oke deh!" sahut adiknya dan menutup pembicaraan.
Igi mengulet dengan merentangkan tangannya lebar-lebar
http://pustaka-indo.blogspot.com16
dan kembali duduk di sofa empuk itu. Aku sudah mulai membuka mata lebar-lebar, dan nyawaku sudah mulai terkumpul.
"MBAK NAH!" aku berteriak memanggil pembantuku yang
tua dan setia itu. "Ya, Non?" sahut Mbak Nah begitu muncul kembali di
hadapanku. "Makan malam sudah siap?"
Mbak Nah mengangguk. "Sudah. Mau makan sekarang?"
Aku menyikut Igi. "Elo mau makan sekarang nggak?"
Igi melirik ke jam dinding superbesar yang terletak persis di
atas televisi. "Baru jam enam elo udah mau makan, Sar" Kecepetan, kali!" Aku berdiri dan berjalan ke arah ruang makan. "Bodo ah!
Gue lapar berat!" Igi mengekori diriku yang sudah berjalan meninggalkan sofa
nan empuk. "Yah, terpaksa gue ikut makan deh, kalau enggak
bakal habis sama elo. Betul nggak, Sar?"
Aku langsung berbalik dan menonjok lengan Igi yang besar,
"Heh! Lo mau makan di sini, nggak" Kalau enggak pulang,
gih!" aku mengusirnya dengan kejam.
Igi hanya bisa mingkem sambil mengusap-usap lengannya
yang sakit. Rumahnya agak jauh dari rumahku. Daripada disuruh pulang dan keburu kelaparan di tengah jalan, lebih baik
dia tidak usah mendebat. Igi lebih rela dihina olehku daripada
tidak diperbolehkan makan. Hehehe... kasihan Igi!
Kami menikmati makan malam dalam keadaan hening, terutama Igi. Dia kalau sudah kelaparan, mau suara angin ribut,
suara telepon, atau suaraku yang bisa menjerit untuk mengajaknya berbicara, tidak akan memengaruhinya. Begitu juga
dengan diriku, yang superlapar, tatapanku fokus kepada
makanan buatan Mbak Nah yang berada di tepat di depan
mata dan mengepul-ngepul hangat membangkitkan selera.
Dengan tenang, aku menyantap makanan sampai selesai dan
http://pustaka-indo.blogspot.com17
piringnya licin tandas bersih. Bahkan Igi sampai menambah
lagi. Dia memang menyukai masakan Mbak Nah.
Sesudah makan, kami berlalu dan kembali lagi ke sofa
empuk di ruang keluarga. Suasana rumah menjadi angker
seperti kuburan. Sepi dan sunyi. Saking bosannya, aku pun
mencoba untuk mengusulkan kegiatan yang lain.
"Igi, main Playstation, yuk!"
Igi menggeleng dan menatapku seolah aku mengatakan, Igi,
bersihin WC yuk! "Main Playstation?"
Aku mengangguk. Kemudian aku mengeluarkan peralatan
mainnya dan memasangnya di televisi. Igi sekarang menatapku
dengan penuh makna. Entah kasihan atau simpati, atau mungkin dia sudah menganggapku kehilangan akal sehat. Tetapi
ternyata aku salah. "Sejak kapan lo punya Playstation" PS3, lagi! Punya gue aja
masih PS2!" Suara Igi naik dengan nada penuh tuduhan. Aku
mengangkat bahu. "Sejak gue nggak kerja. Daripada gue nggak
ada kerjaan, mendingan main."
"Itu kan setahun yang lalu, Sarah! Kenapa lo nggak kasih
tahu gue" Gue benar-benar nggak terima elo menyembunyikan
fakta ini dari gue. Tau gitu kan gue pinjam dari lo!" kata Igi
sambil duduk di sebelahku. Ia mulai mencari-cari permainan
dari tumpukan CD yang kukeluarkan.
Aku melotot. Dasar! Aku pikir Igi akan menganggapku seperti anak kecil yang menggemari mainan seperti ini, tetapi
ternyata, tidak ada bedanya! Malah, sekarang Igi sangat bersemangat dengan PS3 yang aku miliki. Rupanya ia memang
sudah lama ingin mencoba permainan di PS3 ini. Matanya
berbinar ketika dia melihat salah satu CD yang ada dan mengeluarkannya. "Nah! Ini yang mau gue mainkan!"
"Resident Evil?"
Igi tidak menyahut. Dia sudah memasangnya, dan kami pun
http://pustaka-indo.blogspot.com18
asyik bermain. Tatapan kami tidak lepas dari para zombi dan
pembasminya itu. Namun, lewat dari satu jam, aku sudah
bosan. Aku memang tipikal orang yang cepat bosan dengan
satu permainan, makanya semua game yang ada tidak pernah
bisa aku selesaikan dengan sukses. Semua mengambang di
tengah jalan. Igi tetap bertahan untuk menghabiskan seluruh
zombi yang ada. Tetapi aku sudah tidak betah. Aku mulai
mengganggu Igi. "Gi, entar kita pergi yuk!" Tiba-tiba aku terinspirasi lagi.
"Mau ke mana?" tanya Igi mengerutkan kening. Tangannya
masih sibuk dengan joystick. Dia pasti heran melihatku mengajaknya pergi. Tumben sekali! Biasanya aku lebih suka mendekam di kamar, mendengarkan musik sambil asyik ngelamun
memikirkan bahan yang akan kutulis untuk edisi bulan depan.
Hari ini benar-benar pengecualian. Suntuk dan bosan, itulah
yang kurasakan hari ini. "Gue mau keluar aja, Suntuk banget di rumah. Kita nyari
makanan di luar yuk!" ucapku. Kemudian aku berdiri dan
bersiap-siap. "Gila! Kan kita baru aja makan," protes Igi. Dia menggelenggeleng. "Gue masih asyik nih!" Lalu terdengar suara tembakan
serta bom meledak. Seluruh zombi mati. Igi berteriak senang.
"Gue lagi kepingin makan Hoka-Hoka Bento!"
Igi melihatku tanpa berkedip. "Buset deh, lari ke mana
semua makanan tadi" Numbuh jadi bulu ya" Soalnya bulu
tangan dan kaki lo lumayan banyak tuh!"
"Aduh! Nyebelin banget deh lo! Mau temenin apa mau
menghina gue" Nanti gue sita ya PS3-nya. Lo nggak akan boleh main lagi." Dengan terpaksa, Igi pun menyudahi permainan PS3-nya.
"Ya sudah, gue temenin, tapi jangan lama-lama, gue ngantuk." "Ngantuk atau pengin main lagi?" aku menggodanya.
http://pustaka-indo.blogspot.com19
"Dua-duanya deh! Ayo cepat!"
Reaksiku hanya mengacak-acak rambut Igi dan pergi ke
kamar untuk bersiap-siap. Igi tidak perlu bersiap, karena dia
sendiri baru datang ke rumahku beberapa jam yang lalu dan
belum berganti baju. Ketika aku keluar dari kamar, Igi tidak
tahan untuk tidak mengomentari penampilanku.
"Elo mau pakai itu?" Igi menunjuk pakaian yang kukenakan. Aku melihat penampilanku sendiri dan mengangkat bahu.
"Memangnya kenapa?"
Igi memperhatikan diriku yang hanya memakai tank top
putih dan celana pendek jins. Rambutku dijepit secara acak
dan aku membawa tas yang diselempangkan di bahu.
"Lo yakin entar nggak akan kedinginan?" sahut Igi bertolak pinggang dengan tatapan masih menelusuri pakaianku.
Sepertinya dia sedikit tidak setuju melihatku berpakaian seperti itu. "Kenapa mesti kedinginan" Sudahlah! Elo juga sering jalan
sama gue dengan berpakaian seperti ini. Kalau elo keberatan,
kita misah di sana," aku mengancam Igi sembari melemparkan kunci mobil ke arah Igi yang secara spontan ditangkapnya. "Ye, jangan ngambek dong! Gue kan hanya komentar. Demi
kebaikan lo juga." "Jadi jangan komentar!"
"Galak!" "Rese!" "Judes! AWW!" Igi mengusap-usap lengannya kesakitan. Di
sampingnya aku berdiri dan berkacak pinggang dengan puas
melihat hasil cubitanku yang superampuh. Igi meringis kesakitan. "Sakit?" aku bertanya sambil menahan tawa.
"Sejak kapan elo jadi perhatian sama gue?" Igi cemberut.
http://pustaka-indo.blogspot.com20
"Sekarang! Ayolah, cepat pergi." Aku mengandeng lengan Igi
sambil tertawa. "Sialan lo, Sar! Masih sempat ketawa, lagi." Igi manyun.
?"" "Lo mau makan apa?"
"Tauk! Kalau elo?"
"Tauk deh! Elo maunya apa?"
"Bingung! Yang enak apa yah?"
Aku dan Igi berdiri di depan konter Hoka-Hoka Bento. Aku
memandangi papan menu di atas pada bagian kiri, sedangkan
Igi memandangi menu pada bagian kanan. Tetapi yang pasti,
mbak-mbak yang tepat berada di bawah papan menu tersebut
memandangi kami berdua dengan jutek. Benar-benar tidak
bersahabat. Sepertinya dia tidak sabar dengan kegalauan kami
berdua dalam memilih menu.
Aku mengerutkan kening, dan menyenggol Igi dengan siku,
"Lo pesan apa" Hoka 2 apa Hoka 3?"
"Dua-duanya sih kelihatannya enak, tetapi nggak mungkin
dong pesan dua-duanya?"
Aku kembali mikir. Benar juga apa kata Igi. "Jadi elo mau
yang mana, Gi?" Igi memandangku. "Kalau elo?"
"Mbak! Mas! Kalau mau makan di sini cepetan! Nggak lihat
di belakang banyak yang ngantre?" Si mbak Hoka-Hoka Bento
akhirnya bersuara karena tidak tahan melihat Igi dan aku kelamaan memilih makanan. Setelah dibentak seperti itu, aku
dan Igi hanya bengong memandang si mbak yang tampangnya
kesal dan jutek. Setelah saling pandang, akhirnya kami bisa
memutuskannya dengan cepat.
"Gue Hoka 2!" seru Igi dengan cepat.
http://pustaka-indo.blogspot.com21
"Gue mau Hoka 3," kataku dengan cuek tanpa melihat sekeliling. Si mbak hanya mendengus kesal dan mengisi nampan dengan makanan yang kami pesan, serta menerima uang yang
kusodorkan di kasir dengan tidak begitu ramah. Aku menjadi
kesal. Biasa aja dong, Mbak! kataku dalam hati. Begitu duduk,
aku dan Igi mulai salah-salahan dengan peristiwa yang barusan
terjadi. "Elo sih!" "Enak aja! Kan kerjaan elo!"
"Ye, yang milih menu pakai menghitung kancing itu siapa?"
seruku sambil mengaduk-aduk salad.
"Bukan gue," sahut Igi duduk di bangku dekat jendela.
Aku sudah malas berdebat dengannya, jadi sebagai gantinya
aku cuma memanfaatkan kekuatan kakiku untuk menendang
tulang kering Igi di bawah meja. Igi mengaduh dan meringis
sambil memegangi tulang keringnya yang berdenyut sakit.
"Aduh! Sar, jangan kayak cowok kenapa sih" Gue kan manusia, bukan pintu yang bisa lo tendang-tendang." Igi manyun.
Dia ngambek gara-gara kelakuanku. Dia menatap makanan di
hadapannya dengan malas. Dengan bibirnya yang sudah turun
beberapa sentimeter, dia mengaduk-aduk salad Hoka-Hoka
Bento itu dengan gerakan yang didramatisir.
"Hehehe... sori ya, Gi" jangan ngambek dong?" Aku memeluk bahu Igi dan mulai merayunya. Soalnya Igi kalau sudah
ngambek agak-agak susah dirayu, kadang tidak mempan.
Ambekannya ini melebihi bocah umur lima tahun yang tidak
dikasih permen oleh orangtuanya. Igi masih saja manyun. Dia
tidak mau berbicara denganku. Tetapi rupanya kelakuan kami
menarik perhatian sekitar, salah satunya sepasang bapak dan
ibu tua yang duduk di samping meja kami. Mereka agak syok
melihat perbuatan kami. Tatapan mereka penuh rasa tidak suka
dan kening mereka berkerut. "Memang ada-ada saja anak sehttp://pustaka-indo.blogspot.com22
karang kalau pacaran!" ucap si ibu kepada si bapak dengan
sedikit nyinyir. Aku gantian melotot ke arah mereka" ih" siapa juga yang pacaran! Nuduh sembarangan! Konirmasi dulu,
Bu, kalau mau bicara! "Nih, gue kasih deh saladnya. Elo kan suka salad." Aku menyendokkan salad dengan sumpit dan menaruhnya di piring
Igi, masih dalam rangka merayu serta meredakan ambekan
Igi.

It Takes Two To Love Karya Christina Juzwar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Igi tetap bungkam seribu bahasa.
Kami pun makan dalam diam. Aku membiarkan Igi ngambek sendirian. Nanti juga sembuh sendiri, pikirku dan mulai
mengunyah. Tak lama, sewaktu nasi dan sayuranku mau habis, Igi memberikan puding cokelatnya kepadaku. Aku tersenyum berterima
kasih kepadanya. Itu artinya dia sudah tidak marah lagi kepadaku.
Dalam perjalanan pulang, akhirnya Igi membuka suara,
"Minggu depan gue ada pemotretan, Sar."
Aku menoleh ke arah Igi yang sedang berkonsentrasi mengendarai mobil di tengah jalan yang sudah mulai terlihat sepi.
"Dari kantor?" Igi menggeleng. "Ada pemotretan prewedding di Pulau Bidadari. Adiknya si
Wanda, mau merit," kata Igi menyebutkan salah satu account
executive di kantornya. Mulutku membentuk bulatan penuh. Selain sebagai fotografer tetap di majalah Men"s Style, Igi juga bekerja sebagai
fotografer freelance, kebanyakan sih untuk acara pernikahan
atau foto prewedding. "Terus, kenapa si Wanda mintanya sama elo" Kan banyak
fotografer lain di kantor."
Igi mengangkat bahu. "Hasil foto gue paling bagus kali,
hehehe," sahutnya ge-er sendiri.
http://pustaka-indo.blogspot.com23
"Jangan sombong lo!" Aku mengingatkan dirinya.
"Loh, bukannya sombong, tapi kenyataan, kan?"
Gile, nih anak, rasa percaya dirinya benar-benar tingkat
tinggi, aku geleng-geleng. Aku memilih untuk diam dan menikmati alunan musik. Mendingan didiamkan saja daripada
disahutin terus, nanti tingkat percaya diri Igi melambung makin tinggi dan tak terkendali. Tapi di dalam hati kecilku, kuakui hasil foto Igi bagus-bagus. Setelah selesai mengambil
gambar pada acara apa pun, dia sering menunjukkannya kepadaku di komputer, dan asli, keren-keren banget! Aku sendiri
tidak mengerti bagaimana dia bisa memilih sudut yang bagus
sehingga hasil fotonya sangat luar biasa.
Tapi itulah Igi. Kecintaannya kepada fotograi melebihi apa pun.
?"" Keesokan paginya di kantor...
Ibu Dinar, masuk dengan langkah yang sangat ringan. Ia
terlihat cerah pagi ini. Bayangkan, dia memakai blazer putih
dengan tank top warna jingga di dalamnya, berpadu dengan
celana putih dan sepatu putih model pump. Penampilannya
sungguh segar. Seluruh anak buahnya terpana melihatnya.
"Selamat pagi semuanya!"
Gumaman selamat pagi memenuhi seluruh ruangan membalas salam dari Ibu Dinar dan rapat redaksi akhirnya dimulai.
Semuanya bergiliran mendapatkan pertanyaan dari Ibu Dinar
seputar bahan penulisan yang akan dibuat untuk edisi mendatang. Keseluruhan redaksi yang berjumlah sepuluh orang,
terlibat pembicaraan yang cukup serius bersama Ibu Dinar.
"Sarah, bagaimana dengan sesi foto untuk halaman kecantikan?" Akhirnya Ibu Dinar mengarahkan kepalanya ke sisi
kanan meja rapat, tempatku duduk.
http://pustaka-indo.blogspot.com24
"Ide sudah ada, Bu. Kita akan membuat tema kecantikan
dari berbagai bangsa dan negara, seperti India, Jepang, Cina,
Eropa, hingga Hawaii. Itu juga termasuk tatanan rambut yang
akan disesuaikan," kata-kataku mengalir dengan deras dan
lancar. Ibu Dinar mengangguk, "Bagaimana dengan modelnya?"
Aku melirik catatan di depanku. "Saya sudah kontak semuanya dan tinggal mengatur meeting dengan makeup artist untuk
memberikan gambaran ide yang akan kita kerjakan."
"Lokasi pemotretan?" lanjut Ibu Dinar.
"Saya sudah meminta izin ke tiga tempat yang berbeda
sesuai dengan tema."
"Di mana saja jadinya?"
"Hm... saya pilih di Taman Bunga Mekar Sari, Kota Wisata,
dan Ancol, sekalian digabung dengan pemotretan kolom
fashion," sahutku sambil melirik Maya yang langsung mengangguk setuju. Bibir Ibu Dinar membentuk senyuman. Aku lega mendapatkan senyuman itu. "Bagus, Sarah. Tapi ada satu permintaan dari saya, saya ingin salah satu modelnya menggunakan
Luna Maya. Bagaimana, bisa diatur tidak" Dia sudah cukup
lama tidak muncul, mungkin akan cukup menarik jika dia
mau menjadi model di Women"s Style. Bisa menarik perhatian
para pembaca atau para penggemarnya."
"Akan saya usahakan, Bu."
Ibu Dinar mengangguk memaklumi. "Sekarang bagaimana
dengan artikel yang kamu ajukan, Flo?" sekarang Ibu Dinar
gantian mengajukan pertanyaan kepada Florence, feature and
reality editor yang duduk di sebelahku. Sekarang giliran dia
yang sibuk melihat kertas-kertas yang bertebaran di hadapannya untuk memberikan jawaban kepada Ibu Dinar.
Tiba-tiba handphone yang aku taruh di atas meja bergetar
dengan hebat. Aku kaget, terlebih lagi Ibu Dinar. Semua mata
http://pustaka-indo.blogspot.com25
memandang ke arahku. Aku segera mengambilnya sambil nyengir lebar, mohon dimaklumi. Aku melihat layarnya, rupanya
dari Igi. Sialan! Kan sudah kubilang aku lagi rapat. Lupa atau
nggak tahu diri" Untung semenit kemudian Ibu Dinar menutup rapat dan
seketika ruangan menjadi riuh dengan suara. Aku segera
membereskan kertas-kertas kepunyaanku, beranjak ke meja
kerjaku lalu mengempaskan bokongku ke kursiku yang supernyaman. Jangan salah! Kursi ini baru karena yang lama sudah tidak
layak untuk diduduki. Bayangkan saja, kucing duduk di situ
saja bisa merosot, bagaimana dengan manusia" Daripada aku
duduk dengan tidak nyaman dan pekerjaanku malah terganggu, lebih baik minta kursi baru pada kantor.
Belum juga diriku menyatu dengan aura mejaku, handphoneku berbunyi kembali. Aku melihat siapa peneleponnya. Ternyata Igi menelepon lagi. Aku menjawabnya.
"Hoi, Sar, kok telepon gue dianggurin sih?"
"Sabar kenapa sih?" sahutku ketus.
"Eh, mau lunch bareng nggak" Gue sudah di kantor lo nih!"
sahutnya tanpa memedulikan bentakanku.
"Ngapain lo di sini?" tanyaku sambil membereskan kertaskertas hasil meeting dan memasukkannya ke satu folder. Aku
menjepit HP-ku di bahu. "Biasalah, mejeng! Sudah lama gue nggak kemari, kan mau
tebar pesona," katanya dibarengi tawa terkikik kayak kucing
keselek tulang ikan. "Mejeng... norak! Bilang aja jadi satpam pengganti. Ya udah,
tapi lo yang traktir ya!"
"Beres, Bos! Cepetan turun sebelum gue dikerubutin cewekcewek nih!" "Ih, amit-amit jabang kuntilanak!" Aku mematikan handphone-ku dan berjalan santai ke lift. Pada saat menunggu lift
http://pustaka-indo.blogspot.com26
yang kelihatannya lambat sekali turun ke lantai 5, aku menangkap sosok seseorang yang sedang menunggu lift juga. Aku
menoleh dan mencari tahu siapa. Tetapi aku malah mengerutkan kening, karena tidak pernah melihatnya. Jangan-jangan
orang baru nih! pikirku dan kembali memusatkan perhatian
pada angka di atas lift yang ternyata masih bercokol di lantai
15 dan belum juga turun. Tetapi dari ekor mataku aku melihat
pemuda itu sedang memperhatikan aku. Aku segera menoleh.
Benar saja. Ia malah melemparkan senyum kepadaku. Aku bingung dan
serbasalah, masa tidak dibalas" Siapa ya" Aku tidak mengenalnya. Maka aku pun membalas senyumnya demi kesopanan dan
kembali memperhatikan angka lift yang sudah hampir sampai. TING! Lift tersebut akhirnya sampai di lantaiku dan pintu
terbuka. Ternyata aku dan dia melangkah bersamaan dan kami berdua berhenti di depan lift bersamaan pula. Duh! menyebalkan!
Kami jadi canggung. Akhirnya dia mengalah dan mundur selangkah untuk membiarkanku masuk. Dengan langkah cepat,
aku memasuki lift diikuti langkah lelaki itu. Namun ketika
jariku mengarah kepada tombol bertuliskan G alias Ground,
lagi-lagi jari kami beradu.
"Sori," sahutnya cepat-cepat. Dia menarik jarinya dari tombol tersebut. Aku melempar senyum maklum. Tapi aku merasa mukaku
sedikit memanas. Sebelum aku sempat berpikiran macammacam, lelaki itu malahan mengeluarkan suara, "Sudah lama
bekerja di sini?" Aku terdiam sejenak karena tidak mau terlalu pede, siapa
tahu dia berbicara dengan orang lain. Tapi memangnya dia
mau bicara sama dinding lift" Soalnya di dalam lift itu hanya
ada kami berdua. http://pustaka-indo.blogspot.com27
Aku menoleh ke arahnya. "Baru satu tahun."
"Beauty editor, kan?" tebaknya.
Wah, jago juga nih orang main tebak-tebakannya. Aku menatapnya dengan sedikit terkejut. "Kok tahu?" tanyaku dengan
sedikit takjub. Namun bibirnya malah membentuk senyuman
seakan menyembunyikan rahasia.
Aku mengulangi pertanyaanku, "Kok tahu sih?"
"Ada saja!" serunya sambil melirik ke arahku. "Gue tahu kok
tentang lo." Eh, jawabannya malah seperti itu. Aku jadi sebal, rasa
simpatiku perlahan menghilang. Belum kenal tapi sudah main
rahasia-rahasiaan. Jadi aku diam saja. Mataku sibuk memperhatikan angka-angka yang turun bertahap dan perlahan.
Rasanya lama sekali lift berjalan dan kesunyian mengelilingi
kami berdua sampai akhirnya sampai di lantai yang kutuju.
TING! Begitu pintu lift terbuka, kali ini tidak ada yang berebutan
keluar. Dia dengan sopan mempersilakan aku keluar terlebih
dahulu. Di depan mataku, aku menangkap sosok Igi yang berdiri di depan meja resepsionis sambil menggoda para penghuninya dengan bualan khas buaya darat. Dasar cowok tengil!
Para resepsionis perempuan itu dengan gembira menanggapi
ketengilan Igi. Aku segera menghampiri Igi, sambil meneriakkan namanya.
Igi menoleh dan tersenyum namun tatapannya tidak ditujukan
kepadaku, melainkan kepada sosok yang berada tepat di belakangku. Aku menoleh dengan kesal, ternyata Igi tersenyum
kepada cowok yang satu lift denganku tadi!
"Hai, man! Apa kabar?" seru Igi dan menjabat tangan cowok
itu erat-erat. "Baik, Gi! Lo gimana?" sahut cowok itu.
"Baik... baik. Kok lo nggak ngabarin sih kalau mau ke sini?"
http://pustaka-indo.blogspot.com28
Mereka mengobrol dengan asyik, lupa ada aku yang sedang
menunggu dengan tidak sabar. Sialan, gue malah dicuekin! gerutuku. Aku melipat tangan di depan dada, makin tidak sabar
melihat mereka asyik-masyuk.
Seperti disentil udara di sekelilingnya, Igi menoleh ke arahku dan memanggilku, "Sar! Sini dulu! Jangan jauh-jauh!"
Aku berjalan dengan malas hingga berdiri tepat di sampingnya. "Kenalin, ini Jans, baru saja bergabung di kantor lo sebagai
fotografer. Jans ini Sarah, dia?"
"Beauty editor, kan?" tebaknya sekali lagi dengan memotong
omongan Igi. Dia mengulurkan tangan ke arahku dan tersenyum. Aku membalas jabatan tangannya dengan terpaksa. "Iya,
kami sudah..." "Ketemu di lift tadi," Jans meneruskan ucapanku sambil
tetap tersenyum. Ih! Heran deh nih orang! Hobi sekali ya memotong pembicaraan orang. Tidak sopan! Rasa kesalku memuncak sampai
ke ubun-ubun. Aku hanya bisa berkata... sabar, Sar" sabar...
sabar" sambil menarik napas superpanjang.
"Eh, kita mau makan siang nih, Jans... ikutan yuk?" ajak
Igi. Aku mendelik dengan kesal kepada Igi. Sial! Nih anak malah
ngajak-ngajak tuh fotografer, lagi. Ngapain juga sih" Tetapi
untungnya sebelum aku berkomentar apa pun, Jans sudah menolak ajakan Igi. "Sori, man, lain kali saja ya. Gue mesti cabut dulu nih!
Masih ada urusan yang harus diselesaikan." Dia menyodorkan
tangannya untuk bersalaman kembali dengan Igi.
"Oke, nggak papa kok, next time!" seru Igi membalas salaman Jans dan menepuk punggungnya.
http://pustaka-indo.blogspot.com29
"Sampai nanti, Gi! Yuk, Sar!" Jans berjalan menjauhi kami
berdua dan melambaikan tangan. Aku membalasnya dengan
senyum, yang sedikittt... banget! Bodo ah!
Setelah Jans menghilang dari pandangan kami berdua, aku
segera menyeret Igi. "Sabar dong, Bu!" teriak Igi ketika langkahku sudah menjauhinya. Aku berhenti dan menunggunya dengan tidak sabar.
Kali ini aku menarik tangannya. Igi sedikit kerepotan karena
sedang mencari kunci mobilnya yang tenggelam di dalam tas
ransel. "Sar, pelan-pelan. Gak usah narik-narik segala gitu! Memangnya lo sudah lapar?"
"Iya!" cetusku dengan judes.
"Deee"," sahut Igi sambil mencolek lenganku, "galak amat!
Tumben sensi" Lagi PMS, ya?"
"Eh, norak amat! Siapa juga yang lagi PMS" Kayak situ tahu
saja apa arti PMS," aku menggerutu.
"Halah! Pura-pura nih! Jangan merendahkan gue dong. Ginigini gue kan sangat mengerti perempuan. Gue hafal loh luardalam," kata Igi senyam-senyum nakal. Ih, dasar otak porno!
Aku mengelitiki pinggangnya sampai dia menjerit-jerit kegelian.
Mau tak mau aku tertawa terbahak-bahak melihat tingkahnya
yang lucu. Kami berdua sampai juga di rumah makan Padang yang di

It Takes Two To Love Karya Christina Juzwar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tuju. Aku segera menyedot es teh dengan nikmat. Hua! Panas
sekali di luar sana, sampai matang rasanya otakku. Keringat
memenuhi keningku dan aku menyeka berulang kali dengan
tisu. Sama halnya dengan Igi. Dia malah lebih parah, keringatnya mengucur deras. Sebelum makanannya datang pun, dia
sudah menghabiskan dua gelas es teh saking dehidrasinya. Lalu
ketika kami sedang menikmati makanan, hatiku yang diliputi
rasa penasaran tidak tahan untuk tidak mencari tahu mengenai
kejadian di lobi kantor tadi.
http://pustaka-indo.blogspot.com30
"Gi?" "Hm?" Mulutnya penuh dengan nasi.
"Memang lo kenal sama orang tadi?"
Igi mengunyah dulu sesaat sambil berpikir. "Orang tadi"
Oh" Jans maksud lo?"
"Iya, lo kenal di mana?"
"Dulu pernah motret bareng di acara kawinan temannya
Jans. Yang ngundang gue sih temennya dia, dan gue kenalan
di situ." Mulutku membundar. "Eh, memangnya kenapa, Sar?" tanya Igi.
Aku menggeleng sambil menyuapkan sesendok nasi beserta
ayam bakar yang nikmat banget. Tapi malah gantian Igi yang
penasaran kepadaku. Dia berhenti makan dan memperhatikanku
lekat-lekat saking ingin tahunya.
"Sar! Kok lo nanya-nanya soal Jans sih" Kenapa" Lo suka,
ya?" Igi menyunggingkan senyum aneh kepadaku.
Dih! Nih anak memang suka asal. Sekarang aku yang melotot kepadanya. "Memangnya kalau gue nanya nggak boleh"
Dan asal lo tahu, gue nggak suka sama dia! Sebel iya!"
Senyum Igi memudar. Sekarang ekspresi muka Igi menjadi
bingung. "Kok sebal" Baru juga kenal?"
"Bisa saja dong! Siapa suruh jadi cowok bawel banget!"
"Oh ya" Bawel gimana?" tanya Igi agak tertarik. Dia meneruskan makan dan memasang kuping untuk mendengar kelanjutan
ceritaku. Akhirnya aku bercerita tentang kejadian di lift, saat Jans
sangat sok kenal denganku, dan tak ketinggalan diam-diam saat
dia memperhatikanku tanpa ada basa-basinya.
"Masa?" Igi menanggapi ceritaku setelah selesai.
"Halo" Cuma masa doang?"Aku kesal karena reaksinya yang
terlalu sederhana. Benar-benar sahabat yang baik ya, Igi!
"Itu namanya bukan bawel, tapi ramah," Igi menjelaskan
kepadaku. http://pustaka-indo.blogspot.com31
"Ramah dari Ujung Kulon" Itu namanya SKSD, padahal
ngeliat juga baru lima menit!" Aku menunjukkan semua jari
di tangan kiriku yang belepotan bumbu ayam bakar.
Igi mengangkat bahu. Aku jadi manyun karena dicuekin.
Tetapi Igi jadi bersikap aneh setelah mendengar ceritaku tadi.
Dia tidak bersuara atau berkomentar macam-macam seperti
yang biasa dia lakukan. Sampai kami selesai makan dan dia
mengantarkanku ke kantor lagi, tapi tetap bungkam seribu
bahasa. "Kenapa sih lo, Gi?"
"Gak papa kok, Sar," jawabnya.
"Bohong! Kok setelah gue selesai cerita tentang teman lo
itu, lo jadi diam?" "Serius nggak papa. Karena bagi gue, nggak ada yang perlu
lo khawatirkan dan nggak ada yang perlu dibahas. Nggak terlalu penting juga. Lagian, seperti yang gue bilang, mungkin
dia hanya ingin bersikap ramah sama lo." Kemudian Igi melihat jam tangannya. "Gue balik dulu ya, ada pemotretan
nih." Aku tidak menahan Igi lama-lama, karena sudah keburu kesal dengan Igi yang melancarkan aksi mengunci mulut serta
jawabannya yang mengesankan dirinya tidak terlalu peduli.
Aku benar-benar harus mendinginkan otakku nih, hari ini
bawaannya mau marah melulu!
http://pustaka-indo.blogspot.com32
SEKITAR dua minggu setelah hari yang menyebalkan itu, aku
berkutat di depan komputer dengan kacamata yang hampir
merosot di hidungku. Aku mengeklik tombol save lalu menyandarkan tubuhku ke bangku dan merentangkan tangan ke
atas seraya menguap, HOAMMMM! Aku melirik jam di pergelangan tanganku, sudah pukul delapan malam. Kantor sudah
sepi, yang terdengar hanya alunan musik Coldplay dari radio
Florence, yang sedang berjuang menulis artikel yang bisa bikin
ngelotok kulit kepala saking banyaknya. Aku berdiri dan melongok ke kubikel di sebelahku. Maya ternyata sedang menatap
layar komputer tanpa berkedip. Ia browsing di Internet mencari
gambar-gambar baju yang oke untuk dicontoh dan dijadikan
inspirasi yang menjadi tren saat ini.
"Sstt!" aku berdesis memanggilnya.
Maya mengangkat kepala, asli tampangnya kucel sekali.
Orang tidak akan percaya sama sekali kalau diberitahu bahwa
Maya adalah fashion editor. Coba saja lihat penampilannya sekarang, rambut panjangnya digelung ke atas dan dicepol, sangat tidak meyakinkan sebagai seorang fashion editor. Bajunya
http://pustaka-indo.blogspot.com33
apalagi, hanya kaus gombrong bertuliskan Fashion Rules! dan
celana jins legging yang warnanya sudah buluk. Buset!
Mentang-mentang fashion editor getuu!
Tetapi otaknya itu loh, fashion minded banget! Ide-idenya
benar-benar cemerlang, kreatif, dan mantap, serta sanggup
mengundang decak kagum para pembaca. Tapi tampilannya ini
kan hanya ketika dia harus berkutat di kantor. Coba kalau disuruh ke acara fashion show atau event semacamnya, dandanannya canggih! Keren sekali dan lain daripada yang lain. Maya
totally menjadi orang yang berbeda, seolah dirinya memiliki
dua kepribadian. "Belum pulang lo?" tanyaku, bertengger di pinggiran kubikel
dan menatap meja kerjanya yang superberantakan.
Maya menggeleng. "Banyak kerjaan nih!"
"Kapan mulai pemotretan?"
"Lusa. Pulang gih sana, ngapain masih di sini" Nanti dicariin Mama-Papa," goda Maya sambil menyeruput gelas kopinya yang entah sudah kesekian.
"Lo juga. Ya sudah, gue cabut!" Aku segera membereskan
barang-barangku, mematikan komputer, kemudian berjalan
menuju lift sambil pamit kepada Florence yang disambut dengan lambaian tangan dari balik kubikelnya. Aku pun menunggu lift yang datang. Begitu lift terbuka, tebak siapa yang
aku lihat di dalamnya"
"Hai, Sar!" sapa orang itu sambil tersenyum.
Mataku langsung sepet begitu melihatnya. Duh, Gusti, kenapa, kenapa, kenapa, kenapa, dan kenapa harus bertemu lagi
dengan orang ini" Aku membalas sapaannya dengan senyum
singkat dan memasang tampang kucel plus jelek seakan-akan
aku sedang capek sekali dan tidak berkenan diajak ngobrol.
Sayangnya, dia tidak bisa membaca raut wajahku dan malahan
merusak mood-ku. "Lembur, ya?" dia mulai mengajakku berbicara.
http://pustaka-indo.blogspot.com34
Tuh kan! Mulai lagi! "He-eh!" Aku menjawabnya lewat suara tenggorokan.
"Gue baru ketemu Ibu Dinar di atas, barusan selesai diskusi
soal foto-foto," ujar Jans.
Ih, siapa yang nanya" Aku bergumam dalam hati. Aku tetap
bergeming. Begitu lift sampai di lantai bawah, dia malah menawarkan diri untuk mengantarkanku pulang. "Sar, pulang
naik apa" Mau gue antar pulang?"
Nah lho! Nekat benar nih orang! Ketemu juga baru sekali
sudah berani menawarkan diri untuk mengantar pulang. Aku
menggeleng. "No, thanks! Gue bawa mobil kok." Aku tetap bersikap cool.
Matanya menyipit, sepertinya dia sedikit tidak percaya. "Yakin?" Tuh kan! Apa coba maksudnya dengan bertanya seperti itu"
Mataku menyipit dan aku menatapnya dengan dingin. "Gue
nggak hilang ingatan kok. Jadi gue yakin seratus persen gue
bawa mobil tadi pagi," sahutku agak ketus. Gila, tersinggung
dong disangka bohong dan hilang ingatan! Masa aku dikira
amnesia" huh! "Sori, bukannya meragukan?" Dia menjadi salah tingkah
dengan kata-katanya sendiri. Sepertinya dia merasa aku agak
tersinggung. Tapi terlambat, aku memang sudah tersinggung.
Menyebalkan! Aku menggeleng dan berkata tanpa senyum. "Gak masalah." Dia mengangguk. "Oke, hati-hati, Sar!"
Aku berbalik dan berjalan memunggungi dia. Aku masih
merasa ada sepasang mata yang masih menatapku. Yah, Jans
masih memperhatikanku hingga aku hilang dari pandangannya.
Aku merinding sendiri, kenapa ya aku jadi agak takut dengannya" Perasaanku menjadi tidak nyaman. Ternyata Jans berjalan
dengan menjaga jarak di belakangku. Aku menjadi sedikit takut
http://pustaka-indo.blogspot.com35
dan berjalan dengan sedikit cepat. Begitu sampai di mobilku,
aku memasukkan kunci, namun karena sedikit gugup, prosesnya tidak berjalan dengan lancar. Aku melihat Jans berjalan
semakin dekat, dan dekat... dan akhirnya dia berjalan menuju
mobil yang terpakir di sebelah mobilku. Aku melongo.
"Ini mobil lo?" aku bertanya dengan tidak percaya dan tidak
terima, masih sedikit curiga.
Jans tersenyum kecil dan mengangguk.
"Lo yakin" Atau lo cuma ngikutin gue?" Pertanyaanku mulai
tidak masuk akal. Biarlah, blakblakan, karena aku belum sepenuhnya mengenal Jans. Bisa saja dia punya niat jahat, tidak
ada yang tahu. Pertanyaanku dijawab oleh Jans dengan menekan tombol
alarm yang tergantung pada kuncinya. Seketika lampu yang
terhubung dengan alarm tersebut menyala pada mobil di
hadapan Jans. Aku hanya bisa menyipitkan mata dengan sebal
dan cepat-cepat masuk ke mobil. Tetapi ketika aku hendak memajukan mobil, ternyata Jans juga melakukan yang sama sehingga membuat mobil kami hampir bersenggolan. Citt! Aku
menginjak rem dengan tiba-tiba. Aku menahan amarah dan
membuka jendela. "Lo kenapa sih?" tanyaku dengan sedikit berteriak.
Jans mengangkat tangan tanda menyerah dan mempersilakanku berjalan terlebih dahulu.
?"" HP-ku berdering menggila di ranjangku. Aku yang baru saja
selesai mandi segera mengangkatnya. "Halo?"
"Di mana?" "Baru aja selesai mandi, gue tadi lembur, Gi. Lo di mana?"
"Gue udah di depan rumah lo."
"Ya ampun! Masuk kenapa" Ngabisin baterai HP gue saja!"
http://pustaka-indo.blogspot.com36
Aku segera mematikan handphone-ku dan berteriak kepada
Mbak Nah untuk membukakan pintu untuk Igi. Lalu aku beranjak ke ruang duduk untuk menyambut sahabatku itu. Tidak
sampai semenit, Igi sudah muncul di sana, dan langsung
menaruh tubuhnya di sofa dengan sukacita.
"Aduh, enaknya. Capek! Tumben lo lembur?" tanya Igi.
Aku mengangguk. "Besok gue ada pemotretan, jadi lagi
nyiapin bahan dan segala keperluan dan perlengkapannya."
Igi memperhatikanku dengan saksama, kemudian dia mencolek pipiku. "Kenapa sih, kok cemberut gitu?"
Aku mengibaskan tangan untuk mengusir jarinya dari pipiku. "Jangan macem-macem deh, gue sudah cukup kesal hari
ini." "Siapa yang sudah buat lo kesal?"
"Tuh, teman lo yang sok baik itu."
Igi tertawa. "Kenapa lagi si Jans" Lo nggak akur amat sama
dia." "Udah ah, males gue ceritanya."
Igi meraih stoples berisi kacang dan mulai mengunyahnya
pelan. Rambutnya berantakan sekali, dan dia juga tidak memakai kacamata, tapi tatapannya tertuju pada televisi. Aku
heran, memangnya dia bisa melihat tanpa kacamata kebanggaannya itu" "Hoi!" "Apa?" sahut Igi
"Ngelamun aja! Jangan mikir jorok di rumah gue! Pamali,
tau!" Igi mengelak. "Ye, siapa yang ngelamun juga" Gue lagi nonton tivi!" "Yah, gue kok lo bohongin! Lo kan buta! Nggak bisa lihat
kalau nggak pakai kacamata."
Igi nyengir karena ketahuan bohong dan mukanya langsung
berubah merah karena ketahuan sedang melamun. Kemudian
http://pustaka-indo.blogspot.com37
dia beranjak dari kursi dan mengambil kacamata dari dalam
tasnya. Aku pindah tempat dan duduk tepat di sebelah Igi.
Tetapi hidungku mulai mencium bau-bau yang tidak menyenangkan. Aku menutup hidung dan menjauh dari Igi.
"Ih, lo kok bau gitu sih" Belum mandi, ya!"
"Enak aja bau! Ini wangi Lacoste!" Igi mencoba membela
diri. "Lacoste moyang lo! Bau keringat kaya gitu lo bilang wangi
parfum mahal. Bisa dituntut lo! Sudah, mandi dulu sana!" Aku
mengusirnya dan bergidik. Ih dari mana sih nih anak jadi bau
begitu" Pokoknya baunya bikin mual deh! Campuran antara
bau rokok dan bau ketek. Dengan tidak tahu diri dia malah
tertawa sampai terkikik-kikik melihat mukaku yang mulai
menghijau saking mualnya. Igi pun pergi ke kamar mandi sambil bernyanyi dengan suaranya yang sumbang.
Aku kembali asyik menonton TV. Lama-kelamaan mataku
berat. Sebelum benar-benar tidak sadarkan diri dan hanyut
dalam mimpi, buru-buru aku masuk ke kamarku.
Aku terbangun tengah malam dan mendapati tubuhku sudah terbungkus selimut. Kamarku memang terasa dingin sekali. Tersaruk-saruk aku keluar kamar untuk mengambil minum.
Di ruang tengah, mataku tertumbuk sosok bertubuh besar,
yang terakhir kulihat masuk ke kamar mandi. Sosok Igi terbaring di sofa bed dengan selimut yang lari tak keruan menutupi tubuhnya karena cara tidurnya yang belingsatan seperti
hendak mengajak perang semua properti pelengkap tidur,


It Takes Two To Love Karya Christina Juzwar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mulai dari kasur, seprai, hingga bantalnya.
Aku tersenyum melihatnya, pasti Igi yang menyelimutiku,
aku berkata dalam hati. Sekarang aku ganti menyelimuti dia,
meskipun tidak dijamin selimut itu bakal berdiam manis di
tubuhnya. Taruhan, pasti dalam sepuluh menit selimut tersebut
sudah terlempar entah ke mana. Aku geli memikirkan apa
http://pustaka-indo.blogspot.com38
yang akan terjadi, karena pemandangan tersebut sudah sering
aku lihat. Aku teringat kenapa aku keluar kamar tadi dan berbalik ke
ruang makan untuk mencari minum. Aku melirik jam di dinding, ternyata sudah pukul 00.05. HOAMMMM! Duh, ngantuk
dan capeknya" Tiba-tiba handphone yang kutinggalkan di meja makan, berbunyi. Aku agak terkejut karena suaranya yang cukup nyaring
bergema di tengah kesunyian malam. Aku melihatnya di tengah kegelapan, nomor yang tidak dikenal. Duh, angkat nggak
ya" Malas sekali meladeni telepon tidak jelas seperti ini. Siapa
sih yang kurang kerjaan menelepon tengah malam begini" Aku
melihat lagi nomor yang tercantum.
Setelah beberapa deringan, akhirnya aku memutuskan untuk
mengangkatnya. "Halo?" aku menyapa dengan suara yang serak.
"Halo" Sarah?"
Suara yang berat menyebut namaku. Sepertinya suara lelaki
ini tidak asing. Siapa ya" Rasanya kok pernah dengar"
"Ini gue, Jans."
Tampangku langsung kusut. Pantesan rasanya aku pernah
mendengar suara ini. Ngapain dia telepon malam-malam begini" kataku dalam hati dengan kesal. Rasanya damai setelah
beberapa saat tidak bertemu dan mendengar suaranya yang sok
tahu itu, eh sekarang" Tuhan memberikan aku cobaan dengan
memperdengarkannya, di malam hari pula!
"Ada apa?" sahutku ketus.
"Gue ganggu, ya?"
Hell, ya! seruku dalam hati.
"Gue sudah tidur," jawabku singkat.
"Hm... gini... gue mau say sorry soal?"
Aku berpura-pura lupa. "Soal apaan?"
"Gue nggak percaya sama lo?"
http://pustaka-indo.blogspot.com39
"Yang mana?" "Yang waktu itu gue menawarkan untuk mengantarkan lo
pulang, dan gue tidak percaya ternyata lo bawa mobil..."
"Oh itu" Gue sudah lupa. Jadi cuma itu keperluan lo telepon gue tengah malam?" aku tetap ketus. Kemudian aku baru
menyadarinya. Ngomong-ngomong soal telepon, dia dapat
nomor teleponku dari mana ya" aku bertanya dalam hati. Ini
sungguh mencurigakan. "Eh, lo dapat nomor gue dari mana?" tanyaku dengan ketus
setelah tersadar bahwa pasti ada yang memberikan nomor teleponku ini kepada Jans. "Dari Igi. Lo keberatan, ya?" mungkin Jans menangkap
gagasan itu dari suaraku.
Aku memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaannya.
"Gue mau tidur nih, tadi lo ngebangunin gue."
"Oke... oke... sori ya" met tidur, Sar."
KLIK. Met tidur" MET TIDUR" Kacang mete memangnya"
BETEEE!!! Aku bergegas ke ruang duduk dan langsung menghidupkan
lampu. Benar juga kan, selimutnya Igi sudah lari dari tubuhnya, malahan sekarang selimut tersebut berada di lantai! Ajaib
benar sahabatku ini kalau sedang tidur. Tanpa pikir panjang,
aku mengambil bantal dan menimpuk Igi dengan bantal tersebut, tepat sasaran mengenai kepalanya.
"Eh! Bangun!" Antara sadar dan tidak sadar, Igi terbangun. "Ha" Eh! Ada apa"
Apaan" Ada maling?" cerocos Igi dengan asal. Matanya dia
kedipkan cepat karena suasana ruangan yang tiba-tiba terang.
"Maling kutu! Siapa yang nyuruh lo kasih nomor HP gue ke
Jans?" http://pustaka-indo.blogspot.com40
Igi terdiam sambil mengaruk-garuk kepala, sepertinya berusaha mencerna semua ucapanku, karena otaknya sepertinya
masih ketinggalan di bantal. Kemudian dia menatapku lama
dan... "Oh, itu doang" Aduh, Sar! Besok gue ada pemotretan pagi,
ngapain juga gue dibangunin hanya karena hal sepele?" Dia
mengambil bantal, mulai bergelung lagi dengan gulingnya, dan
menutup wajah dengan bantal.
"Igi, dengar dulu dong!" Aku menarik bantal dari mukanya.
"Jangan kasih apa-apa lagi ke Jans ya! Jangan-jangan lo kasih
nomor beha gue juga, awas lo ya!"
"Iya... iya...," sahut Igi dengan mata yang sudah mulai menutup kembali. Sambil menggerutu panjang-lebar, aku mematikan lampu
dan bersiap ke kamarku. Tepat sebelum aku kembali beranjak,
terdengar suara Igi, "Sar?"
"Apa?" jawabku jutek.
"Selimutin gue dong," rajuknya manja.
Aku mengambil selimutnya yang masih di lantai, dan melemparnya ke mukanya. "Nih, pake sendiri! Jangan kayak bocah!" ?"" Dua bulan berlalu sejak telepon tengah malam yang membuat
bete itu. Untung tidak ada insiden menyebalkan dengan Jans
lagi. Terus terang, aku berusaha menghindarinya di kantor. Aku
juga berusaha menghindari kerja sama dengannya. Selama ini
aku selalu berhasil memesan fotografer lain untuk bekerja sama
denganku, padahal sebagai beauty editor aku lumayan sering
harus melakukan pemotretan. Seperti sekarang, aku tengah menyiapkan pemotretan dengan... taraaa... Luna Maya lagi! Memang cewek yang satu ini model favoritnya Ibu Dinar. Apalagi
http://pustaka-indo.blogspot.com41
hasil pemotretan yang kemarin sangat bagus, sehingga pemimpin redaksiku itu langsung memintaku kembali menggunakan
si manis Luna dalam pemotretan kali ini.
"Halo, Jeng!" bahuku ditepuk oleh seseorang. Aku menoleh,
ternyata Angel. Makeup artist yang sering membantuku pada
saat pemotretan sudah hadir di lokasi. Aku melirik jam di
dinding studio, baru pukul sembilan pagi, padahal pemotretan
akan dimulai pukul sebelas. Wah, pagi juga si Angel!
"Hai, Angel!" sapaku balik. Kemudian kami melakukan ritual
seperti biasa yaitu cipika-cipiki. "Tumben sekali pagi-pagi sudah
datang?" "Iya nih, bo! Soalnya tadi gue nebeng sama temen kos gue,
daripada gue keluar duit naik taksi... hehehe?"
Aku tertawa mendengar penuturannya yang kemayu sekaligus lugas. "Halah" lo mau ngirit atau memang lagi nggak
punya duit?" Aku mencolek pinggangnya untuk menggodanya. "Idih, jangan begitu dong, bo! Eike memang lagi nggak
punya duit, kali." Bibirnya manyun sedih.
Angel bukan nama sebenarnya dari makeup artist ganjen dan
centil ini. Nama sebenarnya adalah Budi. Yup, he"s gay. Padahal
ya, orangnya tinggi besar, dengan perut membusung dan
bokong menonjol, dan rambut yang dibiarkan panjang. Aku
senang sekali menggoda dia, apalagi sepertinya dia sedang
naksir Doni, teman kantorku yang berprofesi sebagai desainer
grais. Tiap kali Angel datang untuk pemotretan, pasti deh
yang dicari dan ditanya adalah Doni. Gosip menyebar secepat
sambaran api, yang akhirnya menjadi bahan godaan dan ledekan orang-orang satu kantor. Pertama kali diberitahu, Doni
marah, tapi mana bisa marah sih doi, semakin dia marah, satu
kantor makin getol menggoda dia. Jadi langkah berikutnya,
jika Doni mendengar adanya pemotretan di kantor, dia akan
memilih untuk bersembunyi atau kabur entah ke mana, menghttp://pustaka-indo.blogspot.com42
ambil langkah seribu pergi dari kantor dan dari kejaran si
Angel! Tapi soal makeup atau hair styling, jangan ditanya, bagiku
Angel tuh juaranya! Pertama kali bertemu, gayanya memang
agak tidak meyakinkan karena serbaselonong dan ngasal, tetapi
begitu melihat hasil karyanya, aku terpana dan memilih untuk
bekerja sama dengannya, serta memercayakan semua pengerjaan proyek di majalah kepadanya, hingga sekarang.
Sementara aku memilih baju yang telah disediakan oleh
Maya kemarin sore, Angel mempersiapkan peralatan perangnya.
Luna Maya baru saja muncul dan langsung duduk setelah
menyapa orang-orang di sekelilingnya.
"Temanya masih tetap seperti yang kita rapatkan beberapa
hari yang lalu kan, Say?" tanya Angel.
Aku mengangguk. "Warna-warna cerah yang diambil dari
bunga, Ngel. Gue mau warna merah, putih, dan ungu agak ke
pink, Jadi semuanya ada tiga warna makeup, tema kita kan
flower. Tetapi kali ini untuk pemotretan cover aku mau warnanya yang lebih berani ya..."
"Pemotretan di lokasi kapan?"
"Besok." "Banyak banget ya, bo, jadinya."
Aku mengangguk. "Iya, soalnya yang besok juga digabung
sama pemotretan fashion."
"Cap cus... Siap deh!"
Angel langsung asyik bercengkerama dengan Luna Maya,
sedangkan aku memilih untuk keluar dari ruang makeup.
Suasana kembali sunyi. Kemudian aku mendengar suara pintu
di sisi lain studio terbuka yang secara spontan membuatku menengok ke arah pintu. Pasti Edi, aku berkata dalam hati. Aku
memang sudah menunggunya karena ada yang harus aku
diskusikan mengenai pemotretan hari ini. Tetapi aku terpaku
ketika melihat siapa yang masuk dari pintu tersebut.
http://pustaka-indo.blogspot.com43
"Ada perlu apa ya" Hari ini gue pakai studio ini buat
pemotretan beauty." Suaraku pasti terdengar ketus dan cukup
keras, karena Angel langsung keluar dari ruang makeup dan
melotot menatap aku dan sosok itu bergantian.
"Gue tahu. Gue yang bertugas menjadi fotografer hari ini,
Sar," sahutnya dengan sabar tanpa menanggapi keketusanku.
Dia menaruh barang-barang yang dibawanya di sebuah meja
yang sangat besar. Keningku langsung berkerut penuh rasa heran. Aku sungguh
tidak mengerti apa maksud perkataan Jans barusan. "Hah"
Nggak salah" Gue lihat di papan tadi Edi yang bakal memotret
hari ini." Jans hanya mengangkat bahu antara gue-nggak-peduli dan
gue-nggak-tahu-emangnya-gue-pikirin-habis-sudah-ditugaskan.
Setelah itu dia menyibukkan diri dengan kamera dan lampulampu yang masih harus dia pasang dan persiapkan. Dia dibantu oleh salah satu asisten fotografer. Aku yang merasa tidak
puas dengan jawaban angkat bahu Jans terus menanyakan
perihal pergantian fotografer ini.
"Memangnya Edi yang bilang sama lo" Kok gue nggak di
kasih tahu?" Dia menggeleng sambil terus berbenah. "Darius yang kasih
tahu gue untuk menggantikan Edi. Dia sakit hari ini."
Darius adalah koordinator fotografer di Women"s Style.
Dialah yang mengatur jadwal pemoretan dan siapa fotografer
yang bertugas. Aku terdiam, memang sih, tidak ada yang
bisa mengganti jadwal pemotretan kecuali atas seizin Darius,
tetapi aku cukup kesal karena tidak diberitahu mengenai
sakitnya Edi dan siapa yang akan menggantikan. Masalahnya,
ini kan proyekku. Pemotretanku. Konsepku. Darius memang
pelupa! Tanpa mengatakan apa pun lagi, aku kembali membereskan
baju dan memisahkannya berdasarkan kebutuhan yang kuhttp://pustaka-indo.blogspot.com44
inginkan dengan kekesalan yang masih membuncah di dada.
Tiba-tiba tanganku dicolek dari belakang, ternyata Angel.
"Bo, siapa tuh" Ganteng amat. Fotografer baru, ya" Wah boleh juga ya..."Angel malah nyerocos sampai mulutnya
monyong-monyong ke segala arah. Ih, mulai gatal deh nih
bencong! "Kenapa" Mau" Ambil aja!" seruku jutek. "Gue kasih gratis."
"Eh, tapi ya, tadi gue dengar, lo kok jutek amat sama dia"
Lagi berantem ya, bo" Kalau lo nggak mau buat gue saja,"
sahutnya dengan tatapan yang tidak lepas dari Jans.
"Kan udah gue bilang, ambil aja. Siapa juga yang mau sama
dia!" "Oke deh!" ucap Angel sambil berlalu dengan berlengaklengok. Lalu kami sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Studio
terasa hening, meskipun ada tiga orang lebih di studio tersebut. Tetapi aku merasakan diam-diam Jans memperhatikanku.
Jika aku melihat ke arahnya, dia pasti membuang muka dan
pura-pura sibuk dengan kamera atau lampunya. Aku mendengus tidak peduli. Pemotretan pun dimulai. Jans memasang musik dari laptopnya yang juga dipasangi speaker agar suasana pemotretan
menjadi lebih hidup. Aku agak jengah, karena mau tidak mau
harus berkomunikasi dengan Jans untuk mendapatkan fotofoto dari sudut yang kuinginkan. Aku memang sedikit cerewet
kalau bekerja sama dengan orang baru, terutama fotografer.
Masalahnya, dia belum tahu cara kerjaku dan aku belum tahu
cara kerjanya pula. Jadilah aku lebih bawel daripada biasanya.
Permintaanku dan tuntutan akan kelancaran pemotretan
menjadi lebih tinggi. Namun yang cukup mengherankan, Jans
ternyata sabar dalam menghadapiku. Dia menuruti semua katakataku. Ajaibnya, komunikasi kami sungguh lancar.
Sesaat aku memperhatikan Jans bekerja. Tanpa disadari, aku
http://pustaka-indo.blogspot.com45
menikmati apa yang sedang kulihat. Percaya atau tidak, aku
menganggap Jans sungguh luwes ketika sedang memotret, menyerupai model yang luwes bergaya di depan kamera. Dia
begitu menyatu dengan kameranya seakan itu bagian dari
tubuhnya sendiri. Pada sesi pemotretan terakhir, aku duduk di
studio paling belakang dan memperhatikan mereka. Memperhatikan Jans yang sedang mengarahkan gaya dan Luna Maya


It Takes Two To Love Karya Christina Juzwar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang berpose dengan manisnya. Terkadang mereka berdua
tertawa, bahkan sampai terbahak-bahak hanya karena banyolan
Angel yang lucu dan tak ada habisnya ketika sedang membenahi makeup di wajah Luna Maya.
Dan tiba-tiba aku terpaku menatap pemandangan di hadapanku. Aku terpaku karena aku belum pernah melihatnya.
Aku melihat Jans untuk pertama kalinya tertawa terbahakbahak. Aku memperhatikan setiap detail wajahnya ketika dia
tertawa. Bibirnya melebar membentuk lesung pipi. Matanya
juga ikut menyipit. Lalu jantungku berdegup sedikit lebih kencang. Kuakui, aku cukup terpesona melihatnya. Tanpa sadar, mataku hampir jarang berkedip demi menangkap momen indah
tersebut, bahkan aku sedikit menahan napas. Ketika aku berhasil menemukan napasku kembali, hatiku menangkap sinyal
yang dipancarkan otakku. Akui deh, Sar, dia tampan, kan" Ya,
dia terlihat begitu tampan di mataku.
Kok bisa" Hm... padahal aku kan tidak menyukainya, malahan cenderung sebal kepadanya. Iya kan..." Iya... kan" Loh kok aku jadi bingung sendiri"
Tapi memangnya kalau sebal dilarang untuk melihat dan
memuji" Aku mengerutu, lebih ditujukan kepada diriku sendiri,
mencoba membela diri. Aku kan punya mata untuk melihat
http://pustaka-indo.blogspot.com46
ciptaan Tuhan yang indah. Ketika aku melihatnya kembali tertawa, pertahanan diriku sedikit demi sedikit runtuh, dan dengan berat hati harus kuakui, Jans memang tampan. Sepertinya, aku memperhatikannya cukup lama hingga dia tersadar
dan Jans menoleh ke arahku, mata kami berdua bertumbukan. Great! Sekarang dia melihat tampangku yang tolol sedang
memperhatikannya tanpa berkedip. Cepat-cepat aku membuang
pandanganku kepada kalung, gelang, dan anting yang sedang
kubereskan. Aku merasakan wajahku yang menjadi panas, begitu pula kupingku. Duh" pasti merah deh!
"Sar?" Aduh, jangan-jangan dia mau meledek dan menyindir lagi"
Shit... Shit! Aku menyesali kebodohanku.
"Sar?" panggilnya lagi. "Mau lihat sekarang foto-fotonya?"
Aku mengangkat wajahku, dan mendapati bukan hanya Jans
yang sedang menatapku, tetapi juga Luna Maya dan Angel.
Mereka menungguku. Duh, untung saja...
"Oh" Eh... Ng" Boleh... sini gue lihat..."
Aku mendekati mereka dengan salah tingkah dan sedikit
gugup. Meskipun mencoba untuk terlihat cuek dan tidak peduli, aku cukup yakin wajahku pasti masih menyisakan warna
merah karena tertangkap basah sedang menatap Jans. Aku
menghampiri mereka serta meneliti semua foto yang diambil
oleh Jans di laptopnya. Begitu banyak foto yang diambil dan
kuakui sekali lagi, hasil foto Jans sangat bagus dan cocok dengan selera serta keinginanku. Dia benar-benar dapat menerjemahkan apa yang kugambarkan. Sudah tampan, jago
motret pula... Hei! Lho kok" Kenapa aku jadi memuji-muji dia" Sial, kenapa jadi seperti ini" Kepalaku mulai berdenyut-denyut dan
aku mencoba menghilangkan bayangan Jans dari pikiranku.
Untung saja beberapa menit ke depan, pemotretan selesai.
http://pustaka-indo.blogspot.com47
Luna Maya sudah berganti baju dan berpamitan dengan Angel,
Jans, dan Aku. Setelahnya, aku kembali sibuk dengan semua
baju dan properti pemotretan, begitu pula Angel dan Jans dengan propertinya masing-masing.
"Gimana, Sar?" "Ha" Apa?"
Jans sudah berdiri di depanku. Aku yang sedang duduk di
bawah harus mendongak untuk melihatnya.
"Gimana hasil fotonya?" Sekarang dia duduk di hadapanku,
lebih tepatnya berjongkok agar bisa sejajar dengan posisiku
yang duduk di lantai. Aku mengangkat bahu. "Yah, not bad lah." Aku memutuskan
untuk tidak mengumbar banyak pujian kepadanya. Wajah Jans
memancarkan rasa lega yang luar biasa. "Lega deh. Gue pikir
lo bakal nyuruh gue mengulang semua pemotretan." Kemudian
Jans tertawa. Aku suka melihatnya tertawa. Tawanya itu mampu memancingku untuk tersenyum. Untuk pertama kalinya,
aku memberinya senyum yang tulus, bukan senyum paksaan
dan memberi kesan senyum-gue-mahal-dan-terlalu-berhargabuat-lo. "Thanks, it"s nice working with you," katanya dengan lembut. "Me too," aku menjawab tanpa melihat ke arahnya. Aku
benar-benar tidak tahan melihat senyumnya itu.
Lalu Jans meninggalkanku dan pamitan kepada Angel. Aku
memperhatikannya hingga dia menghilang di balik pintu
studio. Angel menghampiriku untuk berpamitan.
"Thanks ya, Angel," sahutku sambil kembali melakukan
ritual kami, cipika-cipiki.
"Sama-sama lah, bo" eh, Si ganteng kayaknya demen sama
lo." Aku melotot, ngasal banget deh omongannya! Teori dari
mana pula itu" http://pustaka-indo.blogspot.com48
"Gilingan!" Aku memukul tangannya. "Gue sama dia nggak
akur, gimana mau saling suka?"
"Ih, sutralah kalau nggak percaya!" Angel memanggul tasnya
dan bersiap keluar. "Orang dia ngeliatin lo mulu dari tadi kok!
Dah, nek!" Lalu dia melambaikan tangannya dan keluar.
Angel meninggalkan aku yang terpana, seakan tidak percaya
dengan segala perkataannya. Jans" Ngeliatin aku selama
pemotretan" Masa sih aku tidak sadar" Bodoh sekali kamu, Sar!
Tapi rasanya tidak mungkin! Aku masih tetap tidak percaya.
Kemudian aku menggeleng dan mencoba menjernihkan
pikiranku. Oke, Sar! Stop it! Jangan ge-er dulu! Aku berkata kepada diriku
sendiri. Jangan terlalu dimasukkan ke hati. Semua perkataan
Angel terkadang memang suka asal bunyi. Bisa saja Angel salah
menafsirkan gerak-gerik Jans. Mengingat itu, aku hanya
mendesah dan kembali ke ruangan untuk memilih foto.
?"" Hoaaaamm! Aku menguap sambil merentangkan tangan tinggi-tinggi ke
atas untuk melepaskan semua ketegangan yang menggelayuti
pundakku sejak tadi pagi. Kemudian aku menyeruput kopiku
yang masih mengepul hangat, dan melirik jam di tanganku,
sudah jam enam sore. Duh... ingin pulang! Aku sudah membayangkan mandi dengan air hangat pasti akan menyenangkan,
apalagi setelah sesi pemotretan yang begitu melelahkan. Aku
mengecek kembali semua pekerjaanku sampai tiba-tiba saja
messenger di layar komputerku berbunyi.
BUZZ! Aku tersenyum ketika melihat siapa yang menyapaku dan
segera membalasnya. http://pustaka-indo.blogspot.com49
Rah_007: Ada apa, darling"
Igi_gerald: My name is Bond... James bond...
Rah_007: Najis! Otak jangan kayak dodol,
lengket sana lengket sini nggak
jelas" Igi_gerald: belum pulang, honey"
Rah_007: Honey... honey... madu, kali! Baru
selesai kerjaan nih, lo sendiri"
Igi_gerald: Baru selesai motret juga...
Rah_007: Oh ya" Motret apaan" Cewek-cewek
bugil" Huehueheuhe...
Igi_gerald: Tau aja lo.. "
Igi_gerald: Mau jadi peramal ya" Apa janganjangan sudah" Ramalin gue dong...
kapan neh gue bisa punya cewek" "
Rah_007: Aah... otak lo kan emang udah di
charge dari sononya untuk selalu
berpikiran jorok... apalagi dengan
tampang mupeng begitu... Igi_gerald: Najis deh lo, Sar! Tampang ganteng
begini jangan dihina-hina! Ntar
muka gue tersinggung... Rah_007: Muka dengkul lo! Eh btw... serius
neh, tadi pemotretan apa"
Igi_gerald: Cuma pemotretan produk kok, Sar...
gue seharian nih di kantor?"
Igi_gerald: Eh, I heard that someone is very
nice today... banyak pamer
senyum... ceritanya nggak mahal
lagi nih senyumnya?"
http://pustaka-indo.blogspot.com50
Keningku bertaut. Nice" Siapa yang nice" Pamer senyum sama
siapa" Aku masih belum menangkap arah dan maksud
perkataan Igi barusan. Rah_007: Nice" Siapa yang nice" Lo dengar
dari siapa" Igi_gerald: Jangan pura-pura bloon deh"
heuehueheu" Rah_007: " Rah_007: Iggiii!!! Gue serius!!!
Igi_gerald: Loh" Igi_gerald: Ternyata emang bolot toh?"
Igi_gerald: Hihihi" becanda, Sar... becanda"
Igi_gerald: Sar" Hellow" R u there"
Igi_gerald: Yah" ngambek" sori dong, honey"
Igi_gerald: Kata Jans hari ini lo pemotretan
sama dia, dan katanya lo nice
banget sama dia. Kok bisa sih"
Bukannya lo sebel banget sama dia"
Rah_007: ?"?""
Rah_007: What" WHAT"
Rah_007: Are u bloody serious"
Igi_gerald: Cross my heart... suer!
Igi_gerald: Emang lo nggak nice sama dia" Yang
bohong sapa nih" Lo apa dia"
Rah_007: Nggak juga sih...
Igi_gerald: Eh, bolot ya! Gak nyambung sama
yang gue tanya... Aku mulai segan membicarakan topik seputar Jans. Entah
kenapa, perasaanku menjadi aneh, dan yang membuatku
sedikit dongkol, untuk apa dia mengatakan hal itu kepada Igi"
Kok jadi kesannya seperti dua wanita yang senang bergosip
http://pustaka-indo.blogspot.com51
sih" Atau, apa yang kutakutkan benar terjadi, bahwa mereka
berdua sebenarnya membicarakan aku"
Si ganteng kayaknya demen sama lo deh...
Kata-kata Angel terulang kembali di kepalaku. Masa sih"
Kepalaku rasanya pening sekali. Tuh kan, berarti ini tandanya
otak dan perasaan aku menolak semua hal yang berhubungan
dengan Jans. Igi_gerald: Sar" Lo koit ya"
BUZZ! Rah_007: Udah ah! Gue mau pulang! Lo mau
ikut nggak" Igi_gerald: Nope, gue mau ngedugem dulu" mau
ajeb-ajeb dulu?" Rah_007: Monyong! Trus gue nggak diajak gitu"
Awas lo ya... lain kali gue nggak
mau ngajak lo ke mana-mana... "
Igi_gerald: Take it easy, baby" Gue ada
bachelor party buat temen gue" lo
nggak mau kan kalau ikut ke sana
tiba-tiba lo disuruh striptease...
huheuheuaeuehe" Rah_007: Monkey lo! Udah sana berlalu dari
hadapan gue! Igi_gerald: Muach! Bye, honey!
Igi_gerald has sign out Begitu Igi sign out, aku masih termenung menatap
komputerku beberapa saat. Beberapa orang di kantor yang
hendak pulang menyapa serta berpamitan kepadaku. Aku
menanggapinya hanya dengan lambaian tangan dan senyum
singkat. Beberapa saat aku enggan beranjak. Pikiranku masih
berkecamuk dan bergelayut pada pembicaraanku dan Igi tadi.
http://pustaka-indo.blogspot.com52
Akhirnya, aku pulang dengan langkah gontai dan tak bersemangat. Ideku untuk berendam air hangat yang tadi
kupikirkan dengan semangat meluap-luap tiba-tiba menguap
begitu saja. Rasanya jadi malas sekali. Begitu sampai di rumah,
aku hanya berganti baju dan langsung pergi tidur. Aku memejamkan mata dan mencoba melupakan semua, termasuk
topik hari ini, yaitu Jans. Enggan rasanya memikirkan sosok
itu. Tetapi ingatanku seperti tak rela menghapus Jans begitu
saja. Semakin aku tak mau memikirkannya, semakin sering
wajahnya muncul dalam benakku.
?"" Aku datang ke kantor dengan tak bersemangat. Meski sudah
tidak banyak kerjaan karena semua pemotretan sudah terselesaikan, aku harus tetap masuk demi gaji yang akan habis
di akhir bulan. Layaknya zombi, aku datang ke kantor seperti
tak berarwah, sepertinya nyawaku masih tertinggal di rumah.
Rupanya tampilanku ini mampu menarik perhatian temanteman kerjaku. "Lo kenapa siiih, Cyin?" tanya Flo. Dari raut wajahnya yang
memandangiku dari atas sampai bawah, sepertinya wajahku
dan penampilanku memang hancur lebur.
"Dikejar-kejar deadline ya, Bu?" ledek Maya yang terlihat
sangat ceria dengan sweter warna kuningnya. Silau sekali!
Mengingatkanku akan matahari pagi. Namun keceriaannya
membuatku semakin ogah beranjak ke mejaku.
"Mbak Sarah lagi sakit, ya?" Raut cemas menghiasi wajah
Dini, sekretaris redaksi yang sangat baik dan ramah saat bertanya kepadaku. Aku menggeleng dan memberinya senyuman
terima kasih atas perhatiannya. Aku segera melarikan diri ke


It Takes Two To Love Karya Christina Juzwar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pantry, tempat yang paling hangat dan tenang, dan yang
paling penting, ada kopi, teh, dan camilan lainnya. Siapa tahu
http://pustaka-indo.blogspot.com53
semua camilan dan minuman hangat bisa mengembalikan
semangatku dan membawa jiwaku kembali ke tubuhku secara
utuh. Namun, begitu aku membuka pintu pantry, sebuah suara
menyambutku dari belakang,
"Hai, Sar, morning."
Tubuhku tiba-tiba kaku. Ada Jans! Aku menoleh dan mendapatinya berdiri di belakangku. Dia melangkah masuk ke
pantry sehingga begitu dekat denganku sampai aku bisa mencium parfumnya, hm... Hugo Boss Soul yang hampir membuatku melayang dengan wanginya. Rambut di sekitar rahang
yang tumbuh tipis membuat dia kelihatan semakin macho dan
tampan. Tiba-tiba tanpa tersadar terselip rasa sesal di hatiku
mengapa aku tidak berdandan rapi dan cantik hari ini. Aku
melihat pakaianku sendiri pada kaca yang tergantung di belakang pintu pantry. Celana 7/8 berwarna khaki dan kaus yang
warna hitamnya hampir memudar. Rambutku dikucir asalasalan dan berantakan sehingga kuciran tersebut terlihat seperti
direkatkan dengan lem kepada kepalaku. Dan tak ada makeup! Aku tersenyum kecil dan mulai menyeduh kopi. Kemudian
aku mengambil donat yang memang selalu tersedia di pantry
tersebut untuk para karyawan.
"Kopi?" tanya Jans ketika melihatku menuangkan air panas
ke cangkir milikku yang berwarna hitam.
Aku mengangguk. "Gue juga suka kopi." Sesaat dia terlihat sibuk dengan kopinya. Terdengar dentingan gelas beradu dengan sendok kecil
untuk mengaduk. Diam-diam aku melirik untuk memperhatikan
Jans yang sedang menakar kopi. Dua sendok kopi, dua sendok
gula, dan satu sendok krimer. Hm... takaran yang pas!
"Suka kopi apa?" Suara Jans membuyarkan lamunanku tentang kopinya. "Aku suka semua macam kopi. Tergantung mood-ku saja
http://pustaka-indo.blogspot.com54
maunya kopi seperti apa hari ini." Aku menghirup kopiku lagi
dan memutar gelasku dengan sedikit gugup. Dia melirik ke
dalam gelasku. "Lagi stres" Atau nervous?"
Iya, gue lagi nervous gara-gara ada lo nih! sahutku dalam
hati. Tetapi aku pura-pura cuek dan berlagak pilon. "Kok bisa
ngomong gitu?" Jans menunjuk gelasku, "Black coffee."
Oh iya, aku lupa kalau dia melirik ke gelasku. Kenapa dia
bisa menebak dari kopi, ya" Wah, jangan-jangan dia juga pakar
kopi. Atau dia seorang psikolog yang mempelajari sifat dan
perasaan orang dari kopi" Wah, boleh juga tuh minta ilmunya.
Pikiranku sudah mulai ngaco dan aku berusaha menghilangkannya dengan mengeleng-geleng. Aduh, aku mulai sinting!
Aku segera duduk di meja kecil di pojok ruangan.
"Ada rencana apa hari ini, Sar?"
Waduh, si tampan ini mulai berbicara lagi, dan sekarang dia
malah duduk di depanku. Dalam seketika, wajahku merah
seperti kepiting rebus. Entah mengapa aku jadi gugup seperti
ini. Dia pasti akan lebih mudah meneliti semua penampilanku
yang nggak banget ini, dan harap dicatat, dari jarak hanya
satu meter dengan penghalang meja. Belum lagi wajahku yang
memerah pasti akan terlihat jelas olehnya. Aku pun menggosok
kedua pipiku dengan telapak tangan guna menghilangkan
warna merah yang tak diundang tersebut.
"Mau kerja," jawabku tolol. Yah, aku baru sadar ketika bicara dengan Jans, semua yang keluar dari mulutku adalah
jawaban yang super-duper-bodoh.
Jans terkekeh perlahan. Duh, lesung pipi itu muncul kembali. Tahan imanmu, Sarah, jangan norak, jangan berbuat sesuatu yang lebay, dan jangan sampai lupa diri, hati kecilku
mengingatkan diriku sendiri. Aku menggenggam cangkir kopihttp://pustaka-indo.blogspot.com55
ku lebih erat supaya aku tetap berpijak pada bumi. Sesaat dia
menikmati kopinya dalam diam, sehingga ada jeda di antara
kami berdua. "Maksud gue nanti siang mau ke mana?" tanya Jans lagi.
"Nggak ke mana-mana, paling makan siang. Hari ini sepertinya akan seharian di kantor," jawabku dengan lebih bodoh
lagi. Tetapi rupanya kebodohanku itu ditanggapi oleh Jans dengan bersemangat, tiba-tiba dia melontarkan sebuah pertanyaan. "Makan siang bareng yuk sama gue, mau?"
"Ha?" Aku tidak bisa membayangkan tampangku sendiri ketika
mengucapkan "ha". Pastilah dengan melongo, mulut terbuka
hingga amandelku terlihat dari jarak sedekat itu.
"Sama gue?" Waduh! Ingin rasanya aku menampar diriku
sendiri. IQ-ku pasti lagi jongkok. Pertanyaan serta jawaban
tolol terlontar terus. Bagus, Sarah! Dalam sekejap di depan pria
tampan ini, kamu berubah menjadi perempuan yang tidak
punya otak. "Ya iya sama lo lah." Jans tersenyum. Oh... senyum itu
lagi... Sial! Kenapa sih aku jadi deg-degan seperti ini di hadapan Jans" Apa kabar Sarah yang dulu jutek dan sebal dengannya, hah" Where are you, the other Sarah"
Dengan spontan aku mengangguk dan membuat senyum di
bibir Jans langsung merekah. Sepertinya aku tidak sadar dengan gerakan kepalaku itu. Sampai akhirnya aku mendengar
Jans berkata sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Oke, sampai nanti ya, Sar! Jam dua belas gue SMS."
Loh, memangnya aku mengiakan ajakannya ya"
Duh, aku kenapa" Aku menelungkupkan kepala di meja setelah Jans pergi dari pantry. Aku sungguh-sungguh bertingkah
sangat konyol. Kok aku jadi seperti anak SMP yang sedang
diajak kencan" Hati berdebar-debar tidak jelas, malu-malu tapi
http://pustaka-indo.blogspot.com56
dalam hati mau, benci tapi... aku terdiam. Aku tidak mau memikirkan kelanjutannya. Aku meneguk kopi hitamku yang
pahit itu sampai habis dan hanya menyisakan ampas, kemudian melangkah keluar dari pantry menuju meja kerjaku. Begitu
aku sampai di meja kerjaku, Maya ternyata sudah bersandar di
kubikelnya dan menatapku dengan sangat prihatin.
"Sar, lo minum Krating Daeng nih, kayaknya lo loyo banget.
Tampang lo nggak sedap dipandang mata. Ibu Dinar bisa syok
kalau melihat kondisi lo seperti ini." Maya menyodorkan
sebuah minuman energi. "Abis main berapa ronde lo sampai
kayak begini sih?" Lalu Maya bertanya lagi sambil terkekeh.
Eh, dia malah meledek, tetapi aku tidak punya daya untuk
membalasnya. Ternyata Maya serius. Dia benar-benar menyodoriku minuman energi tersebut dan memaksaku untuk
memegang serta meminumnya.
"Nggak diminum" Beneran ampuh loh! Gue pernah coba
waktu lagi deadline ketat."
"Nggak, gue perlu yang superampuh!"
"Memangnya ada ya?"
"Ada, obat tidur!"
http://pustaka-indo.blogspot.com57
JIKA sampai sekarang diriku masih jomblo, bukan berarti
aku antilelaki. Aku masih normal seperti perempuan lain yang
tergiur begitu melihat pria tampan atau menoleh ketika bertemu dengan mereka yang terlihat yummy, keren, serta mampu
membuat kita menahan napas atau megap-megap saking
tampannya. Dulu aku sempat berganti-ganti pacar, bahkan sejak SMP.
Tak sedikit cowok yang mengungkapkan perasaannya kepadaku,
yang baru kenal pun sudah berani bilang suka kepadaku. Padahal ya, keaslian wajah serta niatan mereka untuk berpacaran
denganku masih sangat disangsikan.
Tetapi aku mulai lelah dengan yang namanya menjalin
hubungan dengan pria sejak dikhianati oleh seseorang yang
teramat sangat kusayangi. Dia berselingkuh tepat di depan
mukaku. Ketika itu aku masih SMA dan dia sudah kuliah.
Sialnya, aku mengetahuinya ketika sedang makan sendirian di
sebuah restoran fastfood, dan di sanalah dia sedang berdua
dengan seorang perempuan. Mesra" Pasti. Malah dia sedang
suap-suapan kentang goreng, seolah dunia dan restoran terhttp://pustaka-indo.blogspot.com58
sebut milik mereka berdua. Yang membuatku lebih sakit hati,
dia tidak merasa bersalah. Malahan, dia menuduhku hanya
mengaku-aku sebagai pacarnya. Aku pun pulang dengan hati
yang hancur. Baru kali itu aku merasakan apa yang dinamakan sakit hati
karena cinta. Aku menangis tersedu-sedu dan mengurung diri
di kamar selama seminggu. Aku sungguh merana, karena
terlalu dalam menyerahkan hatiku kepadanya. Namun, entah
bego, tolol, atau mungkin keduanya, ketika ia kembali mendatangiku, meminta maaf, serta menyatakan niatnya untuk
berpacaran kembali denganku"dengan embel-embel dirinya
sungguh khilaf dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya
lagi, disertai air mata palsu"aku luluh dan memutuskan untuk
menerimanya kembali. Saking naifnya, aku tidak belajar dari pengalamanku itu.
Kembali pula hatiku tercabik-cabik dengan kebiasaannya bermain mata dengan perempuan lain. Penyakit selingkuhnya tak
hanya berulang sekali-dua kali, namun berulang kali. Tak terhitung berapa banyak kebohongan yang terlontar dari mulut
busuknya itu. Tak ada ampun lagi, dengan emosi yang bercampur antara sedih dan amarah memuncak, serta dengan
kesadaran yang supertinggi, akhirnya aku pun berani mengambil keputusan untuk mengakhiri hubungan tersebut tanpa
ampun. Tetapi, apakah hanya dengan lelaki tukang selingkuh itu aku
merasakan sakit hati karena dikhianati pacar" Apakah selanjutnya hubunganku dengan lelaki akan berjalan dengan mulus"
Aku inginnya seperti itu, tetapi ternyata aku salah.
Ternyata masih ada kejadian-kejadian lain yang lebih menyakitkan yang kualami dengan pacar-pacarku yang berikutnya.
Mulai diselingkuhi (lagi), dibohongi, sampai ada yang meminta
putus without any clear reason. Sampai akhirnya aku tiba pada
suatu titik ketika aku benar-benar lelah menghadapi makhluk
http://pustaka-indo.blogspot.com59
yang bernama lelaki. Aku mulai kehilangan respek terhadap
mereka, terutama mereka yang berniat untuk mendekatiku.
Aku terakhir berpacaran kira-kira empat tahun yang lalu.
Yup, I"ve been single alias jomblo for four damn years!
Rekor yang dipertanyakan oleh orang-orang di sekelilingku,
tetapi sekaligus menjadi troi atas kegagalanku berpacaran.
Sungguh, sebenarnya tidak ada setitik kebanggaan pun dari
kenyataan ini, namun angka empat itulah yang menunjukkan
sebentuk protes hatiku. Tetapi, jika melihat empat tahun yang kosong, apakah itu
artinya aku sudah tidak laku untuk mendapatkan available guy
yang cocok dan baik" Ataukah sudah tidak ada pria yang
bersedia berpacaran lagi denganku" Tidak juga. Selama empat
tahun yang kosong melompong itu banyak pria yang mendekatiku, baik yang berkenalan tanpa sengaja atau banyak juga
usaha dari teman yang berniat menjodohkanku dengan pria
baik pilihan mereka. Berbagai model pria sudah kutemui, mulai
yang handsome-rich-guy sampai dorky-narcism-annoying-guy
gencar melancarkan jurus-jurus pedekate mereka kepadaku. Tak
terhitung berapa banyak kata cinta terucap, berapa banyak
bunga yang layu karena kubuang, dan berapa puluh missed call
yang tercantum di handphone-ku.
Namun, tidak satu pun pria yang nyangkut serta membekas
di hatiku. Semua usaha yang mereka lakukan tidak membuat
hatiku luluh ataupun berbunga-bunga. Nope, not even one single
guy" not even one hunk" yang sanggup membuatku mengatakan ya serta bersedia menjadi pacar mereka. Terbayang kan,
berapa banyak pria yang kutolak selama empat tahun itu"
So this is me now, terdampar di pulau jomblo.
The one and only man in this four long years (and for 20 likea-hell years!) is Igi. Aku sampai hafal baju yang dia miliki,
sepatu yang dibelinya, wanita yang dia goda, sampai jumlah
tahi lalatnya. Tetapi, ini Igi lho! Tak lain dan tak bukan adalah
http://pustaka-indo.blogspot.com60
sahabatku. Posisinya sungguh berbeda jika dibandingkan dengan pria yang menjadi pacarku karena dia sanggup meluluhkan hatiku. Dulu, ketika menolak seorang pria entah untuk kesekian
puluh kalinya, aku sempat mengira tidak akan jatuh cinta lagi
dan I"m going to be single, jomblo, serta perawan tua. Bahkan
sudah terbayang di benakku aku akan sendirian, bahkan ketika
umurku bertambah terus. Aku melihat diriku mendampingi Igi
yang menikah, punya anak, bahkan sampai punya cucu. Aku
juga melihat diriku yang kesepian. Sedikit mengerikan memang, namun aku menyadari, aku tidak ingin seperti itu. Aku
tidak ingin kesepian dan hanya bisa mendampingi Igi melewati
hari-harinya. Aku tidak ingin hanya menjadi pemeran pembantu atau iguran. Aku ingin punya peran yang cukup besar,
bukan dalam kehidupan orang lain, tetapi dalam kehidupanku
sendiri. Tetapi sekarang" Pikiranku dipenuhi sosok Jans. Terusmenerus aku memikirkannya. Sosoknya benar-benar menghantui pikiran dan hatiku. Perutku terasa aneh. Seperti banyak
kupu-kupu beterbangan dan mengelitiknya. Inikah yang
dinamakan jatuh cinta" Sejujurnya aku sudah lupa seperti apa
rasanya jatuh cinta. Jatuh cinta. Aku mengeja dan mencoba meresapi artinya.
Benarkah aku jatuh cinta kepada Jans" Secepatnya itukah"
Apakah dia memang orang yang Tuhan kirimkan dan turunkan
dari langit supaya aku bisa melupakan masa lalu dan kembali
punya seorang kekasih"
Pikiranku kembali melayang sewaktu pertama kali aku
melihatnya di kantor ini, sekitar tiga bulan yang lalu. Aku
sebal setengah mati melihatnya bersikap sok akrab kepadaku.
Masih terbayang pula sikap yang kulontarkan, begitu jutek dan
sinis. Tapi meskipun menerima perlakuan yang tidak bersahabat, dia tetap bersikap ramah.
http://pustaka-indo.blogspot.com61
Wajahku memucat ketika aku menyadarinya, Oh no"
jangan-jangan ini karma"


It Takes Two To Love Karya Christina Juzwar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

?"" Lobi gedung kantor tempat majalah Women"s Style bernaung
sudah ramai dipenuhi karyawan yang bekerja di sana. Banyak
dari mereka yang berkumpul untuk pergi makan siang di luar,
atau sekadar menunggu teman mereka untuk menikmati
makan siang di food court yang terletak di lantai basement. Aku
keluar dari lift. Mataku mencari-cari sosok yang sudah terlebih
dahulu mengirimkan SMS bahwa dirinya sudah menunggu di
lobi kantor. Akhirnya aku pun menemukannya berdiri di dekat
pintu masuk. "Hai, Sar!" sapanya dengan senyum superlebar menghiasi
wajahnya ketika dia melihatku berjalan menghampirinya. Aku
hanya melambaikan tangan untuk membalas sapaannya. Jans
langsung mengajakku ke parkiran yang terletak di luar. Aku
memayungi mataku dengan telapak tangan, sedangkan Jans
memasang kacamata hitamnya. Matahari sedang luar biasa
panasnya. Teriknya sangat menyengat, membuatku ingin cepatcepat berlari dan masuk ke mobil Jans.
"Kita mau makan di mana?" tanyaku dengan sedikit berbasabasi. Kami sudah sampai di mobilnya dan buru-buru masuk
menyelamatkan diri dari sinar matahari yang terik.
"Hm... kayaknya gue mau ngajak lo makan siang di
Prosteak," kata Jans sambil menyalakan mobilnya. Tak lama
mobilnya pun bergerak perlahan meninggalkan parkiran. Meskipun agak tersendat di pintu keluar, akhirnya mobil Jans berhasil meluncur di jalanan ibu kota.
Aku tidak pernah mendengar nama restoran itu. "Di mana
tuh?" "Di daerah Radio Dalam, steiknya enak sekali! Pokoknya lo
http://pustaka-indo.blogspot.com62
mesti coba. Gimana, mau?" tanyanya sambil memutar setirnya
di putaran balik dekat lampu merah.
"Terserah, boleh-boleh aja."
Jans pun mengarahkan mobilnya menuju daerah Radio
Dalam. Jalanan siang itu cukup macet, tidak bisa disalahkan
juga, rupanya banyak orang berpikiran sama dengan kami berdua, makan siang di luar kantor, mencari suasana baru untuk
menghilangkan kejenuhan setelah sekian lama terkurung di
dalam kantor. "Sar..." "Hm...?" Aku menoleh ke arah Jans.
"Thanks ya." "Untuk?" "Untuk kesediaan lo menemani gue makan siang. Tapi yang
penting, thanks lo udah nggak galak lagi sama gue, dan please
jangan jutek-jutek lagi ya sama gue. Gue tersiksa, tahu, dijutekin sama lo. Gue sampai nggak bisa tidur."
Aku tersenyum. Wajah Jans yang memelas karena memohon
belas kasihan dariku menjadi lucu seperti anak kecil. Namun,
aku tahu di balik suara dan wajah yang dibuat sepolos mungkin itu, semua perkataannya penuh kesungguhan. Bagaimana
mungkin aku bisa bilang tidak"
"Glad to see that smile," sahut Jans dengan sangat lega begitu
melihat senyum yang tersungging di bibirku. "Jadi, artinya gue
sudah dimaafkan?" tanya Jans sambil tersenyum lebar. Aku
tidak menjawabnya. Tetapi aku tahu, ketika ikut mendendangkan lagu yang mengalun dari tape mobil Jans, hatiku lega serta
ringan. Aku tidak ingin lagi mengingat kekonyolan yang kami
perbuat tempo hari. Kami terjebak di daerah Ratu Plaza yang macet. Aku mencuri-curi pandang, memandangi interior mobil Jans. Cukup
bersih dan wangi pula. Hm... nilai tambah buat dia. Aku tersenyum-senyum sendiri. Aku sempat melirik ke bangku belahttp://pustaka-indo.blogspot.com63
kang, sangat bersih dan tidak ada barang apa pun, selain
bantal mobil berbentuk Mickey Mouse. Wah... demen sama
Mickey Mouse juga" hihihi" lucu, aku berkata dalam hati.
"Sar" Kok senyum-senyum sendiri" Kenapa?"
Ups! Ketangkap basah deh. Aku menggeleng dan mengatakan yang sejujurnya. "Ng... nggak papa... mobil lo bagus ya..."
"Ah, nggak juga," sahutnya merendahkan diri.
"Lo apik sekali merawat mobil," pujiku lagi. "Gue pernah baca
di majalah, kalau pria bisa merawat mobilnya dengan baik,
berarti dia akan memperlakukan kekasihnya dengan baik pula."
Kali ini aku benar-benar tulus memujinya. Aku benar-benar
kagum, karena apa yang kulihat dari Igi malah sebaliknya. Mobilnya sungguh berantakan, dengan banyak barang berserakan.
Jans tertawa mendengar pujianku. Bahkan tawanya sedikit
tidak wajar. Dia tertawa hingga terbahak-bahak dan mukanya
memerah. Aku heran dan menjadi sedikit kesal. Dipuji kok
malah tertawa seperti raksasa hingga bergema ke seluruh mobil
begitu" "Kok ketawa?" Bibirku manyun.
"Sar... Sar..." Jans masih dalam tawanya, "You are so different
compare to the first time I met you?"
Aku terpaku mendengar perkataannya. Aku tidak bisa protes
dengan perkataan yang barusan dilontarkan oleh Jans. Aku
terkena sekakmat, skor 1-0 untuk Jans. Apa yang diutarakan
oleh Jans memang benar. Tapi apa alasanku untuk menjelaskan
semuanya itu" Dulu jutek sekarang manis" Dulu sebal sekarang" heh" Mukaku memerah sendiri memikirkannya. Jadi
aku jatuh cinta kepadanya" Kalau memang benar... Dear God!
Lamunanku tentang Jans terputus karena handphone-ku berbunyi. Aku melihat nama yang tertera di layar, Igi. Mau apa
lagi sahabatku ini" Aku menjawab teleponnya. "Apa?"
http://pustaka-indo.blogspot.com64
"Galak benar!" Aku menarik napas. "Kayak lo baru tahu aja. Ada apa?"
"Nggak" dari orok lo juga sudah galak. Gue dikasih tahu
sama nyokap lo sewaktu lo lahir, lo bukannya nangis, malah
marah-marah," cerocos Igi sembarangan, membuatku ingin
segera mencekiknya. "Lo di mana sih?" tanyanya kembali.
"Di luar..." "Gue tahu, Say! Makanya gue telepon ke handphone lo. Lo
pergi makan siang ya" Sama siapa?"
"Sama Angel," jawabku asal.
"Halahh, kalau mau bohong jangan sama Om Igi! Ngebohongin tukang bohong... hueheuehue..." Tawanya membahana sampai aku harus menutupnya dengan telapak tangan
karena Jans sampai menengok untuk mencari tahu apa yang
terjadi. Dia menatapku dengan pandangan bertanya-tanya. Aku
memberitahunya tanpa bersuara, "Igi."
Jans mengangguk maklum. "Sarahhh! Jahat sekali sih lo, ninggalin gue makan siang,
baru aja gue mau ngajak lo lunch, eh... lo malah kabur...
hayooo... sama siapa?" cecar Igi.
Duh... pengin rasanya kulempar handphone ini ke luar
jendela supaya tidak bisa mendengar suara jelek Igi, bawelnya
ampun-ampunan, mengalahkan kaum perempuan. Aku mencoba mengingatkan diri sendiri, aduh... sabar... orang sabar disayang Tuhan... dan semesta alam, aku mengurut dada. Aku
masih sayang handphone-ku.
"Sama Maya, sudah ya, sudah masuk nih... dahhhhhh..."
"Tadi bilang sama Angel sekarang kok sama..."
KLIK. Aku menutup telepon dengan puas. Tak hanya itu, aku mematikan teleponku untuk menghindari gangguan dari si parasit
Igi serta telepon-telepon lainnya yang akan merusak suasana
http://pustaka-indo.blogspot.com65
hati. Well, pagi hari sudah kumulai dengan suasana hati yang
tidak terlalu menyenangkan, aku tidak mau kalau harus menggenapkannya menjadi sehari penuh merasakan suntuk yang
tak berkesudahan. Semoga saja pergi lunch bersama Jans bisa
membuat a bad day menjadi a good day, doaku dalam hati.
"Masih jauh, ya?" aku bertanya kepada Jans.
"Sudah dekat." Jans memutar setirnya perlahan dan halus. Dia membunyikan klakson pelan karena ada taksi yang memotong di depan
mobilnya. Tak lama giliran handphone Jans yang berdering. Dia
mengangkatnya dan tersenyum ketika mendengar suara di
seberang sana. "Halo" Ya" Ada kok... tunggu sebentar..."
Lalu dia menyorongkan handphone-nya ke arahku. Aku bingung, untuk apa dia memberikannya kepadaku"
"Siapa?" "Igi nih, mau ngomong sama lo," kata Jans.
What the..." Aku merampas handphone dari tangan Jans dengan gemas.
"Apa sih?" "Nah ya... ketahuan lo pergi sama Jans... heuheuheuhueu..."
Tawanya sekarang penuh kemenangan dan kelicikan. Setan!
Bagaimana Igi bisa tahu" Pasti banyak bocoran di kantor nih!
Aku kurang peka dan terlambat menyadari bahwa Igi adalah
mister kepo paling yahud di kantor kami. Informannya banyak. Hal itu menjelaskan mengapa ia bisa segitu cepatnya
mengetahui kepergianku bersama Jans.
"IYA! TERUS KENAPA?" bentakku dengan kesal dan malu.
Heran, nih orang nggak ada kerjaan apa"
"Cie... cie" Sarah" pergi sama Jans" Cie"," ledek Igi dengan noraknya. "Tahu dari mana lo?"
"Di sini banyak saksi mata, honey."
http://pustaka-indo.blogspot.com66
Aku menepuk jidatku. Benar juga, kan! Sebelum membalas
kata-katanya, aku tersadar mobil Jans sudah memasuki restoran
tempat kami akan makan siang. Save by the restaurant!
"Entar aja telepon lagi, gue udah mau makan nih... dah!"
Dengan sangat tega, sambungan telepon langsung kumatikan
kembali. Sambil tersenyum manis, aku mengucapkan terima
kasih kepada Jans dan mengembalikan handphone-nya.
"Kalian akrab ya?" tanya Jans ketika kami sudah duduk di
dalam. "Hm" Siapa?" Aku tidak konsen dengan pertanyaan yang
diajukan Jans. Aku terlalu sibuk membaca menu makanan
karena sudah sangat lapar. Rasanya semua menu yang tertera
di buku menu itu ingin kupesan.
"Lo dan Igi." "Oh..." Aku menaruh menu di meja, kemudian berkata
kepada pelayan yang sudah menunggu di samping meja, "Saya
mau tenderloin steak yang dari New Zealand ya, Mbak, sama ice
coffee, trus sama scallop fries satu."
"Saya Chicken Burger dan bir."
"Sori," aku menanggapi pertanyaan Jans yang sempat terputus, "Igi memang sahabat gue yang paling gokil, tapi juga
paling ngertiin gue," sahutku sambil nyengir.
"Hm" jadi iri"," Jans bergumam dan mengerling nakal.
"Iri sama gue atau sama Igi?"
"Sama Igi... bisa dekat sama lo...," ucapan Jans seperti menggantung di udara. Buz! Wajahku memerah dengan sendirinya. Heran, Jans
senang sekali membuat wajahku menjadi merah. Sekarang ini,
rasanya seperti tersiram saus sambal, seluruhnya menjadi
panas. Tanpa sadar aku mengipasi wajahku dengan telapak
tangan di ruangan yang dingin itu. Jans bingung melihatku.
Soalnya ruangan itu benar-benar dingin, kenapa juga harus
kipas-kipas. http://pustaka-indo.blogspot.com67
"Panas memangnya?"
"Iya," kataku. Padahal, hati aku yang panas, nih!
"Minum dulu, Sar... kok muka kamu merah gitu?" Jans menyodorkan minuman ice coffee-ku tanpa menyadari apa yang
menyebabkan mukaku menjadi merah. Aduh, nggak sehat
banget sih dekat-dekat dengan Jans.
"Gue dengar dari Igi kalau kalian bertemu melalui seorang
teman." Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
Jans mengangguk. "Teman sesama fotografer. Komunitas
kami meskipun luas dan terdiri atas berbagai macam klub fotograi, tetapi saling mengenal satu sama lain."
"Jadi, lo bisa masuk ke majalah ini juga karena Igi?"
"Yah, begitulah. Informasi seputar pekerjaan pasti akan
menyebar dengan cepat di kalangan kami. Kami saling membantu. Sama-sama untung kok. Kebetulan gue baru saja keluar
dari pekerjaan yang terdahulu, dan Igi menginformasikan ada
lowongan di Women"s Style, gue pikir, why not" Majalah ini
bagus dan terkenal. Gue bisa membangun nama gue di sini."
"Berarti ada rencana untuk usaha sendiri?"
"Tentu saja." Jans mengangguk dengan semangat.
Setelah makanan habis, kami masih asyik mengobrol. Jans
bertanya lagi, "Gue lihat kalian juga sangat dekat. Igi memang
protektif sama lo, terlihat sih dari caranya bicara sama lo dan
perhatian yang diberikannya. Memangnya tidak pernah punya
masalah dengan pacar-pacar kalian?"
Aku berpikir sesaat, kemudian mengangkat bahu. "Begitulah
Igi, memang terlihat menyebalkan, tetapi sejujurnya, dia sangat
baik..." Aku tertawa pelan mengingat kelakuan Igi. Kemudian
sambil termenung aku berkata, "He"s the best friend I"ve ever
known... Pacar tidak pernah menjadi masalah di antara kami,
begitu juga dengan pacar-pacar kami, mereka tidak pernah
mempersoalkan hubungan gue dengan Igi. Karena sebelumnya
sudah gue jelasin, siapakah Igi itu dan siapakah Sarah itu."
http://pustaka-indo.blogspot.com68
Lalu berceritalah aku tentang Igi, tentang hubungan kami,
dari yang serius, sampai yang konyol-konyol, juga apa yang
sudah kami lewati bersama selama ini. Selama bercerita, aku
menyadari bahwa Jans memperhatikanku lekat-lekat. Hal ini
membuatku jadi salah tingkah. Sampai akhirnya aku melakukan sesuatu yang memalukan, dengan gerakan tanganku yang
melayang-layang karena terlalu asyik bercerita dan bercampur
dengan perasaan yang terlalu senang karena diperhatikan oleh
Jans, tanpa sengaja aku menyenggol minumanku dan isinya
langsung tumpah ke meja. "Aduh!" Aku langsung berdiri guna menghindari air yang
mulai mengalir turun dari meja.
Great! Just great! aku memaki dalam hati.
"Aduh... sori...!" Aku berusaha membersihkan meja dengan
sisa tisu yang ada. Jans juga membantuku.
"Nggak papa, Sar, santai aja... Mbak!" Jans menenangkanku


It Takes Two To Love Karya Christina Juzwar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil memanggil pelayan untuk membersihkan tumpahan
minumanku. Untung saja kami berdua tidak terkena tumpahan
minuman tersebut. Si pelayan dengan sigap membersihkan
meja, dan tak lama kembali dengan membawakan minuman
yang baru untukku. "Kok jadi diam sih?" tanya Jans ketika menyadari bahwa
aku lebih diam daripada sebelumnya. Aku menutup wajahku
dan menggeleng. "Tadi sungguh memalukan!"
Jans tertawa, dan menular kepadaku. Kami pun akhirnya
menertawakan peristiwa tumpahan minumanku. Tak lama,
gantian Jans yang bercerita mengenai dirinya.
?"" "Enak nggak, Sar, makanannya?" tanya Jans di mobil. Kami
berdua dalam perjalanan kembali menuju kantor. Jam sudah
menunjukkan pukul dua siang. Tapi aku tetap santai, karena
http://pustaka-indo.blogspot.com69
deadline kerjaan sudah terpenuhi. Aku memang terhitung karyawan yang cukup bandel, tetapi daripada bengong di kantor,
lebih baik mencari kesibukan, siapa tahu dengan keluar dari
kantor kita bisa mendapatkan ide atau inspirasi untuk mengisi
artikel kan" "Enak kok, sekarang kenyang banget nih, kok lo bisa tahu
sih tempat makan yang enak kayak tadi?"
"Dulu gue sering makan di sana, punyanya teman bokap
gue." "Pantas!" Kami tertawa, kemudian ketika tawa itu hilang terciptalah
hening. Aku dan Jans sama-sama sibuk dengan pikiran kami
masing-masing. "Bete dan stresnya sudah hilang?" Jans kembali bersuara.
"Hehehe... sudah kok." Aku tertawa dengan sedikit malu.
"Kapan-kapan kita pergi makan lagi ya," ajak Jans.
Aku tersenyum dan mengangguk. "Boleh."
"Kalau makan malam, boleh?" Jans memberanikan diri
menawarkan sesuatu yang lebih dalam daripada sekadar makan
siang. Ketika menanyakan hal ini, mata Jans menatap mataku
dalam-dalam, namun aku mendapati bahwa tatapan itu membuatku nyaman. Aku terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk. Tentu
saja dengan perasaan gugup yang membuncah di dada. Sebelum berpisah di lift"Jans akan menuju lantai tiga, sedangkan aku ke lantai lima"Jans berbisik di dekat telingaku, "Jadi,
kalau sekarang gue telepon lo, jangan nggak diangkat ya."
Pernyataan yang halus namun mengandung sejuta makna.
Telapak tangan kami sempat bertaut, jemariku sedikit diremas
lembut olehnya. Secara halus aku menarik tanganku, bukan karena menolaknya, tetapi karena sel-sel di tubuhku penuh rasa gugup dan
kaget. Meskipun hanya beberapa detik, namun apa yang dihttp://pustaka-indo.blogspot.com70
lakukan Jans mampu membuat jantungku berdebar-debar.
Jawaban yang kuberikan kepadanya tetap sama dengan pertanyaannya mengenai kemungkinan kami akan makan siang
bersama lagi"aku mengangguk dengan jantung yang berdegup
sangat kencang. Dengan senyum lebar, dia pun keluar ke lantai tiga dan berjalan menuju ruangannya. Dengan harap-harap cemas, aku
melirik kanan dan kiri, karena takut ada yang mendengarkan
bisikan tersebut. Namun, setelah berpikir sejenak, aku jadi bertanya sendiri untuk apa takut" Apa yang kutakutkan" Rasanya
aku tidak perlu mengkhawatirkan soal itu. Yang ada sekarang
adalah, hatiku ceria dan berbunga-bunga, serta perasaan lega
merambat dari ujung rambut hingga ujung kaki. Juga tak ketinggalan rasa geli yang hinggap di perutku. Perasaan ini
sungguh luar biasa. Sesampainya di meja kerjaku, aku sudah tidak sesuntuk tadi
pagi. Wajahku menjadi lebih ceria. Hal ini menyebabkan semua orang yang berada di lantai lima bertanya-tanya. Masalahnya, tadi pagi raut wajahku benar-benar seperti orang yang tak
bernyawa, suntuk serta bete, ditambah tidak ada senyum sama
sekali. Tetapi sekarang" Semua orang langsung berbisik, Cepat
amat si Sarah sembuhnya" Obatnya apa tuh" Bisikan itu merambat cepat seperti tanaman sulur, atau seperti wabah lu
burung. Mungkin saja dalam hitungan menit, akan sampai ke
lantai tiga, ataupun tujuh.
Hm" mungkinkah obatnya adalah steik enak lumayan
mahal yang sekarang sudah berdiam nyaman di perutku"
Ataukah obatnya itu tidak bisa dibeli oleh uang sebanyak
apa pun, karena berupa... cinta"
Meskipun hatiku menelurkan begitu banyak pertanyaan, aku
belum bisa menemukan jawabannya. Namun yang pasti, siang
ini menjadi siang yang paling menyenangkan.
http://pustaka-indo.blogspot.com71
SUARA dering telepon di mejaku sanggup mengejutkan seluruh tetangga kubikelku. Mereka semua langsung menggerutu
dan mencari tahu telepon siapakah yang berani menganggu
ketenangan siang hari yang penuh kantuk ini" Ketika aku
menjawabnya, mataku langsung melebar dan kantukku hilang.
Ternyata telepon dari Ibu Dinar. Ya ampun, siang hari yang
panas begini, di saat AC juga ikut tidur dan tidak bisa mendinginkan ruangan dengan maksimal, serta di saat-saat kantuk
menyerang urat saraf mataku, Ibu Dinar memanggilku untuk
datang ke ruangannya. Jangan-jangan, Ibu Dinar melihatku
sedang merem-melek menahan kantuk. Gawat!
Aku segera merapikan diri dan berjalan dengan sisa-sisa
kantuk yang masih menggelayuti kelopak mata. Tetapi begitu
sampai di ruangannya, mata ini kupaksakan untuk terbuka
lebih lebar. Ibu Dinar mempersilakanku masuk. Begitu aku
duduk di depannya, Ibu Dinar berkata, "Sar, minggu depan
kamu pergi pemotretan ke Lombok, ya."
Ternyata dia memanggilku karena ada tugas spesial. Ibu
Dinar menugasiku menjadi koordinator pemotretan yang
http://pustaka-indo.blogspot.com72
berlokasi di Lombok. Pemotretan yang bertema liburan ini
memang sudah diputuskan akan bertempat di pantai. Bukan
sembarang pantai, tetapi dipilih pantai yang paling indah dan
cukup mewakili keindahan Indonesia.
"Ke Lombok, Bu?" tanyaku heran.
"Iya, Lombok, NTB," Ibu Dinar menegaskan kembali.
"Sungguhan, Bu?" aku menekankan sekali lagi.
"Ya iya dong, masa bohongan?"
Aku meringis. "Mendadak sekali ya, Bu?"
Ibu Dinar mengangguk. "Memang ini tugas dadakan buat
kamu, karena sebenarnya yang harus bertugas adalah Maya, tetapi
ternyata Maya harus pergi karena ada Singapore Fashion Week."
Aku mengangguk. Pikiranku sudah melayang, wah, ke
Lombok! Di saat-saat jenuh seperti ini, bepergian ke luar kota
memang paling enak dan mujarab. Meskipun bukan liburan
dan bukan cuti, dan tetap harus bekerja, tapi lumayan kan
refreshing mencari suasana baru, melihat pemandangan laut
yang biru serta pepohonan yang hijau rindang.
Penugasan ini juga bisa sebagai ajang cuci mata serta cuci
otak dari kesumpekan kota Jakarta, serta tatapan mata yang tak
pernah lepas dari layar komputer yang berwarna hitam, serta
terkurung di dalam kubikel abu-abu yang lama-lama membuat
kepala jadi butek serta kulit pucat karena jarang sekali terkena
sinar matahari" Asyikkk" Pantai, here I come!
Lamunanku terhenti. Ibu Dinar menyodorkan kertas berisi
list yang harus kulakukan selama di sana, model-model yang
akan ikut serta fotografer yang akan bertugas memotret. Mataku melotot begitu melihat nama yang tertera.
"Nanti kamu berangkat bersama Jans, dia yang akan bertugas sebagai fotografer di sana," lanjut Ibu Dinar seakan membaca pikiranku. Dengan Jans" Serius" Serius nih" Dua rius" Apa satu juta rius"
http://pustaka-indo.blogspot.com73
Tetapi ini benar-benar serius. Aku membaca sekali lagi nama
fotografer yang tertera di kertas pemberian Ibu Dinar, Jans
Stefano. Benar, itu nama orang yang sudah tiga bulanan ini
bertukar SMS dan sering jadi teman makan siangku. Aku menahan diri untuk tidak melompat-lompat, maupun tersenyum
sangat lebar di hadapan Bu Dinar. Bisa-bisa aku disangka gila
dan akhirnya menjadi mencurigakan.
"Sar! Kok malah melamun" Kamu siap kan pergi ke sana"
Semua tiket sudah disediakan kok, nanti kamu tinggal minta
sama Dini ya." "Siap, Bu!" Aku jadi bersemangat.
"Itu saja. Good Luck!"
Aku meninggalkan ruangan Ibu Dinar dengan hati lapang
dan bahagia. Senangnya bakal bepergian ke Lombok! Sinar
matahari, laut yang kebiruan, cowok-cowok tampan, bule
tampan, lalu yang nggak kalah seru dan asyiknya, aku akan
pergi bersama Jans! Otomatis aku senyum-senyum sendiri sampai duduk di bangku kerjaku. Maya, yang sedang asyik mendengarkan lagu, dan dengan lincahnya mengoyang-goyangkan
pinggulnya yang bahenol meledekku, "Dari raut wajahnya, lagi
senang tuh! Gaji lo dinaikkan ya sama si Ibu?"
"I wish, tapi... Thanks to you, Say! Gue akhirnya akan ketemu
pantai!" Aku melompat-lompat kecil di dalam kubikelku.
"Jadi ke Lombok, ya" Enak lo! Padahal gue kepingin banget
ke sana." "Eh, udah bagus lo ke Singapura, lebih indah dan surga
shopping." Aku mencolek pipinya.
Tiba-tiba pembicaraan kami terhenti karena ada SMS masuk
ke handphone-ku. From: Jans (081278945) What a nice surprise! "
Bisa honeymoon nih... hehe...
http://pustaka-indo.blogspot.com74
Ternyata dia juga sudah mendengar kabar kepergian kami
ke Lombok. Aku tertawa membaca isi SMS-nya. Melihatku tertawa dengan malu-malu seperti ini, langsung timbul rasa ingin
tahu dari Maya. "Kenapa lo senyum-senyum sendiri, Sar" Dari
siapa tuh" Igi apa Jans" Pilih satu saja, jangan dua-duanya
dong, Sar... rakus deh! Bagi kita-kita kek. Kita nih lagi kekurangan pria-pria tampan. Disabotase semua sama lo!" cerocos
Maya. Aku melotot, kurang asem, kenapa si nenek satu ini bisa
berkata seperti itu"
Tetapi dengan cueknya, Maya pun melanjutkan serangannya,
"Halahhh... nggak usah pura-pura kaget, Sar... kita tahu lo lagi
dekat sama mereka berdua."
Aku mencibir mendengar kata-katanya. "Yah, si nenek
bawel! Masih aja susah dijelaskan. Otaknya sudah tumpul sih
ya. Gue dan Igi sahabat... dengar nggak, May" SAHABAT!" Aku
menekankan kata-kata sahabat itu. Aku kesal masih dihubunghubungkan dengan Igi mengenai masalah romantisme dan
teman-temannya, padahal sudah berulang kali aku mengatakannya, bahkan ketika pertama kali aku bekerja di sini. Tetapi
rupanya para karyawan di sini definately need Gibolan.
"Kalau Jans" Kayaknya dia lagi nempel terus sama lo
belakangan ini." Maya mengerling genit ke arahku.
"Perangko, kali! Tau, ah! Bawel lo! Kerja lagi sana! Hush!"
Aku mengusirnya. Tetapi Maya sepertinya belum selesai. Maya
sekarang malah datang ke mejaku, duduk serta mencomoti
permen cokelatku. "Dia kan suka sama lo, Sar. Duh, itu mah sudah menjadi
rahasia umum. Hehehehe. Kalau jadian traktir gue ya. Jangan
lupakan gue lho!" Maya masih asyik mengusikku. Aku berhasil
merebut permen cokelat yang hampir saja menghilang ke
dalam mulutnya. "BAWEL!" http://pustaka-indo.blogspot.com75
"Kalau bisa jadiannya di Lombok aja... Wah... romantis
buangetttt...," desah Maya seolah membayangkan dirinya yang
berada di pulau tersebut bersama seorang pria.
Taruhan deh! Mukaku pasti bertambah merah kaya tomat!
Brengsek si Maya! Aku sudah bersiap-siap membalasnya sampai
akhirnya dia berinisiatif pergi dan meninggalkanku sambil tertawa-tawa. Setelah bebas dari gangguan Maya, diam-diam aku
menaruh handphone-ku di bawah meja dan membalas SMS
Jans. To : Jans (081278945) Yup... can"t wait! "
Aku mengenggam handphone-ku erat-erat saking bersemangatnya. Aku kembali bekerja dengan semangat tinggi. Rasa kantuk
sudah menguap tertelan pendingin ruangan. Aku memeriksa
messenger-ku, ternyata Igi sedang online, aku pun segera
menyapanya. Aku ingin membagi kebahagiaanku ini dengannya. Dia pasti akan terkejut dan superiri.
Rah_007: Igiiiii!!! Igi_gerald: Saraaaahhhhh!!
Rah_007: Monyong?" Igi_gerald: Eh, tolong dijaga mulutnya ya" situ
kan cewek... yang manis dikit
kenapa" sopan dan santun getuuu"
Rah_007: Banci lo" jangan merusak mood gue
yang sedang bahagia ini ya"
heuheuheuheu... Igi_gerald: Tumben lo segar" Biasanya juga bete
mulu" ketiban apa lo, Sar" Naik
gaji ya" Huehe... traktir dong kalo
gitu?" http://pustaka-indo.blogspot.com76
Rah_007: Ih... soal gaji mah sori aja ya,
gue nggak berbagi dengan siapa pun.
Igi_gerald: Jadi beneran soal naek gaji" Gak
seru ah! Gue protes! Masa lo sudah
naek gaji sedangkan gue mandek dan
jalan di tempat kaya begini?"
Rah_007: Shut up! Listen, minggu depan gue
mau ke Lombok! Yippie! Igi_gerald: Damn! Enak bener! Gue udah lama nih
nggak ada pemotretan di luar kota!
Grr" Rah_007: Ngiri kan lo" Ngiri kan"
Heuheuhueheu... Igi_gerald: Huh! Nggak tuh! Sori aja... Eike
nggak pernah ngirian jadi orang...


It Takes Two To Love Karya Christina Juzwar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nanti Eike minta pemotretan yang
lebih hebat daripada situ...
Rah_007: Eh, nyong! Apa itu namanya kalo
bukan ngiri" Dudung!
Igi_gerald: Dudul! Rah_007: Ah... ngomong sama lo nggak bermutu
banget sih... ngabisin waktu gue
aja... udahan deh! Igi_gerald: Hehehe... si non cantik ngambek...
sudah dong ayok cerita... pergi ama
siapa saja ke sana" Rah_007: Pokoknya bakalan asyik deh, Gi...
gue dapat 4 hari, pemotretan sih
cuma 2 hari, dan 2 hari lagi gue
bisa bersenang-senang! Gue pergi
sama Angel, 1 model, dan Jans...
Igi_gerald: Wait... wait! wait a minute! Sama
Jans" Rah_007: Memangnya kenapa"
http://pustaka-indo.blogspot.com77
Sesaat Igi menghilang dari messenger-nya, aku menunggunya
dengan tidak sabar, berkali-kali aku memanggilnya, tetapi tidak
dijawab olehnya. Setelah lima belas menit berselang, barulah
dia muncul kembali. Igi_gerald: Sar, sori, tadi dipanggil si bos...
Rah_007: Sintinggg!! Pergi nggak bilang
bilang... bete lo! "
Igi_gerald: You know me... heheheh... lanjut!
Wah, what a great news, huh" Pergi
ama Jans" I thought u hated him...
Rah_007: Says who" Igi_gerald: Says you, my darlin"!
Rah_007: In your dream kalee...
Igi_gerald: Wah... berubah benci jadi cinta
nih" My dearest friend Sarah
berubah sedrastis itu dalam waktu
singkat" Woooowww...
Rah_007: Shut up! Igi_gerald: Nggak usah malu-malu ama gue, kali,
Sar... najis amet sih lo" Gue tau
banget lo lagi jatuh cinta...
Bibirku langsung mencibir membaca apa yang ditulisnya.
Tetapi di dalam hati, aku tidak menyangkalnya, dan tidak pula
mengakuinya. Aku seperti berada di dua sisi berlawanan, tetapi
harus kuakui, aku sungguh-sungguh senang. Ketika mengingat
apa yang Igi tulis lagi, kupu-kupu di perutku mulai menggelitik, seolah mengingatkanku bahwa sebenarnya...
Igi_gerald: Tul kan kata gue" Ya nggak" Ya
nggak" Ya nggak"
http://pustaka-indo.blogspot.com78
Tanpa panjang kali lebar, aku langsung mematikan messengerku. Biar tau rasa! Diam-diam aku pun tersenyum. Senyum dengan
hati yang dipenuhi rasa senang dan lega, Lombok, I"m coming!
?"" Ketika angin meniup rambutku dan aroma pantai tercium
begitu kuat, hatiku senang tak terkira.
Akhirnya aku menjejakkan kaki di Lombok. Biarlah disebut
sedikit norak, aku memang belum pernah mendatangi tempat
yang indah ini. Ternyata semua yang mengatakan kepadaku
bahwa Lombok itu indah" Hm" they"re absolutely right. I feel
like I"m in paradise... heaven... Senangnya!
Kami memilih Pantai Senggigi sebagai tempat pemotretan.
Kami tiba di hotel sekitar pukul dua siang, saat matahari memang lagi bersinar dengan cerahnya. Jumlah kru kami hanya
sedikit, empat orang, yang terdiri atas aku, Jans, Miss Angel
yang takkan pernah terlupakan, serta salah satu model dari
modelling agency di Jakarta. Aku menyuruh mereka beristirahat
terlebih dahulu di hotel, sedangkan aku sudah bersiap untuk
hunting lokasi pemotretan.
Dengan celana pendek, tank top putih, topi, serta kacamata
hitam, aku berniat meninggalkan hotel dengan bersemangat
tanpa sedikit pun lelah. Aku siap menjelajahi pantai.
Namun, baru saja aku menutup pintu kamar hotelku, muncul Jans dari dalam kamarnya, yang tepat berada di sebelah
kamarku. Kami pun bertegur sapa, "Mau ke mana, Sar?"
"Mau hunting lokasi pemotretan," sahutku sambil menutup
pintu kamar, mengunci, dan menyimpan kuncinya di dalam
tasku. "Sendirian?" "Nggak, sama bell boy hotel... Ya sendirian lah!" jawabku
bercanda. http://pustaka-indo.blogspot.com79
Sosoknya keluar dari kamar dan menghampiriku. Jans sudah
rapi... dan wangi pula! Gila, sempat mandi aja gitu" Aku saja
tidak terpikir akan hal tersebut sama sekali.
"Gue temenin ya," kata Jans tanpa menunggu persetujuanku. "Kenapa" Takut gue hilang ya?" godaku.
"Iya, kalau lo hilang trus siapa yang menggantikan posisi
lo?" "Huu... bisa saja! Bilang aja takut gue kenapa-kenapa. Nggak
usah malu-malu... hehehe..."
Aku berjalan mendahului Jans. Dia tetap mengekoriku sampai di luar hotel. Aku mengenakan kacamata hitam karena
sinar matahari yang begitu terik menyilaukan mataku. Ketika
aku menoleh ke belakang, Jans juga sudah mengenakan kacamata hitamnya. Dia berjalan santai dengan kedua tangan di
Sepasang Naga Lembah Iblis 3 Gento Guyon 25 Gelombang Naga Kail Naga Samudera 2

Cari Blog Ini