Ceritasilat Novel Online

Janji Hati 3

Janji Hati Karya Evira Natali Bagian 3


Setelah dipikir-pikir, bangun pagi tidaklah terlalu buruk. Udara
pagi di hari libur terasa sejuk dan menyegarkan paru-paru. Pohon
menari-nari diembus angin, tidak terlalu banyak aktivitas di
Kompleks Perumahan Pantai Mutiara. Sepi dan sunyi.
Amanda mengepalkan kedua tangannya di depan dada dan
berlari-lari kecil menyusuri jalanan itu bersama Leo. Sudah 25
menit mereka tak berhenti berlari dan sekarang gadis itu mulai
lelah. Amanda berhenti dan menepi di taman pinggir jalan. Ia merasa
sudah tak sanggup berdiri. Napasnya tersegal-segal dan dadanya
terasa sesak. 193 Janji Hati.indd 193 "Capek?" tanya Leo.
Amanda mengangguk. Leo pun ikut terduduk di rerumputan taman. "Yah, masa
segitu aja udah capek" Katanya atlet, payah deh!"
Gadis itu mendengus kesal, "Ye, biarin. Atlet juga manusia!"
Amanda merebahkan diri di rerumputan, kemudian matanya
terpejam. "Masih mengantuk?"
Gadis itu mengangguk. "Pergilah, aku ingin tidur di sini.
Sebentar saja, nggak akan lama."
Leo menggeleng tersenyum, "Nggak. Tidurlah. Aku nggak
akan ke mana-mana. Aku akan menemanimu di sini."
Cowok itu melepaskan jaketnya dan meletakkannya di atas
tubuh mungil Amanda. "Aku akan menjagamu," ucapnya sambil
menelan ludah dengan susah payah.
Alunan musik yang dikenal Amanda sayup-sayup terdengar dari
kantong celananya. Matanya masih terpejam, ia malas bangun.
Namun angin menerpanya dengan sangat kuat, sehingga tu"
buhnya sedikit menggigil.
Ia tersentak, dan mengerjap-ngerjapkan mata bulatnya. Di
mana Leo" Matanya mencari-cari ke sudut taman. Tidak ada
siapa-siapa. Hanya ia, seorang diri. Ponselnya terus bergetar,
de"ring nada pesan singkat masuk terus berbunyi. Amanda bi"
ngung, siapa lagi yang berani meng-SMS-nya berbondong-bon"
dong seperti ini" Bikin kesal saja.
194 Janji Hati.indd 194 Ia merogoh-rogoh kantong celana abu-abunya dan memeriksa
ponselnya. Ada lima pesan masuk. Banyak sekali, gerutunya
dalam hati. Kemudian ia membuka pesan-pesan di folder kotak
masuk itu. Dari nomor asing. Amanda tak pernah mengenal nomor itu.
Pesan-pesan tersebut berasal dari nomor yang sama. Amanda
mengerutkan kening, ditekannya tombol ujung kanan ponsel
untuk membuka pesan-pesan itu.
Pesan itu rangkaian kalimat yang berkaitan. Gadis itu mem"
baca pesan masuk dari yang terbawah. Semakin ke atas, pesan
itu semakin membuat tenggorokannya sakit dan semakin pedih.
Ada amarah yang sulit dijelaskan yang mengunci mulutnya.
Amanda membuka pesan masuk itu dari awal lagi. Ia ingin mem"
bacanya sekali lagi, barangkali matanya masih mengantuk
sehingga ia salah membaca isinya.
Pesan pertama... Amanda Tavari, benar kan itu namamu"
Gadis itu mengerutkan keningnya dan bingung. Ya, benar,
ada apa" jawabnya dalam hati.
Kamu adik Revan Tavari, bukan"
Amanda mencoba membuka matanya lebar-lebar yang dirasa"
nya sudah mulai memanas. Ya, benar... Aku adik Revan Ta"
vari. Kalau kamu ingin tahu, siapa pembunuh Revan, datanglah
ke lapangan Green Bay. Mata bulatnya melebar. Siapa orang ini" tanyanya dalam hati.
Apakah orang ini pelakunya" Amanda menggeleng pelan. Ta"
195 Janji Hati.indd 195 ngannya semakin gemetar hebat ketika membaca pesan selan"
jutnya. Air mata"nya mulai menetes, namun gadis itu menye"
kanya. Hari ini. Pukul lima sore. Jangan terlambat.
Dan bunyi pesan yang terakhir...
Datanglah sendirian. Jangan mengajak siapa pun. Jangan
takut, ka"mu tidak akan terluka sedikit pun.
Selesai. Pesan itu nyata, dan ia tidak bermimpi atau berhalusinasi. Ini
nyata. Benar-benar nyata"
Air matanya mendadak tumpah tak tertahankan. Amanda
melem"parkan ponsel itu sembarangan ke rerumputan. Ia bangkit,
berjalan ke tepi taman dengan gontai dan bersandar di sebuah
pohon yang cukup rimbun. Hatinya pedih. Sakit. Bahunya
berguncang hebat. Ia masih terlalu kaget dengan semua yang
barusan terjadi. Entah sudah berapa lama ia menangis, ia tak sadar dan sama
sekali tak peduli. Tapi sekarang matanya sudah cukup lelah dan
akhirnya gadis itu menarik napasnya perlahan dan mengembus"
kannya kembali. Air matanya berhenti. Gadis itu menyeka ma"
tanya dengan punggung tangan.
Siapa orang itu" katanya dalam hati.
"Amanda..." Suara itu sangat pelan dan lirih, seperti takut tapi tak berdaya
melakukan apa pun. Amanda mendongak. Untung ia sudah berhenti menangis, tak
196 Janji Hati.indd 196 ada yang perlu tahu dirinya menangis. "Ya" Kukira kamu sudah
pulang sejak tadi." Leo tersenyum. "Sudah kubilang aku takkan meninggalkanmu.
Tadi aku hanya sedang berjalan-jalan mengelilingi taman ini."
Amanda tak memberi respons apa pun. "Ayo kita pergi dari
sini. Aku ingin pulang."
Sejenak Leo ragu, namun akhirnya ia mengangguk.
Gadis itu sudah kembali ke dalam rumahnya.
Kini, perasaan bersalah Leo bercampur aduk dan menghantam
tubuhnya begitu kuat. Apa yang dilakukannya tadi pada Amanda"
Ia tahu ini kesalahan, pesan-pesan misterius itu membuatnya
menangis. Tadi cowok itu bisa melihat sendiri bahwa air mata
gadis itu berderai. Dan yang lebih buruknya, ia tak bisa meng"
hapusnya, tak bisa mendekatinya, tak bisa menghiburnya, dan
membuatnya kembali tersenyum...
Ia baru mendekat ketika tangis Amanda mereda. Sungguh,
sungguh terkutuk dirinya. Tapi, ia hanya ingin mempersiapkan
segala sesua"tunya, mempersiapkan segala kemungkinan terbu"
ruknya. Memper"siapkan bahwa Amanda takkan mau bertemu
dengan dirinya lagi setelah sore nanti. Bersiap bahwa ia akan
kehilangan gadis yang sa"ngat ia cintai itu selamanya...
Tubuhnya terasa sangat lemas. Ia merogoh saku celana,
mengambil kunci Everest biru gelap yang dulu menyebabkan
Revan Tavari me"ning"gal dunia. Ia menendang mobil itu keras
hing"ga berbunyi, namun tak ada sakit sedikit pun yang dirasa"
197 Janji Hati.indd 197 kannya. Yang sakit bukanlah kakinya, melainkan hatinya, juga
jiwanya. Mengapa semua harus terjadi" Mengapa Amanda Tavari harus
muncul dalam hidupnya dan sekarang sangat dekat dengan adik
tirinya" Ngomong-ngomong, Dava sama sekali tak tahu soal
kejadian ini. Beberapa minggu setelah kecelakaan beberapa tahun
silam itu, ibu Leo baru menjalin hubungan dengan ayah Dava.
Ibu Leo sudah berjanji akan merahasiakan hal ini dari siapa pun,
termasuk ayah Dava juga Dava.
Tapi demi Tuhan, waktu itu ia sedang kalut. Saat itu ibunya
telepon menjerit-jerit dan bilang bahwa ayahnya akan mencerai"
kan ibunya. Siapa yang tidak akan kalut jika mendengar kabar
seperti itu" Alhasil, Leo menyetir mobil asal-asalan. Sama sekali
tidak awas pada kendaraan-kendaraan lain yang ada di sekitar"
nya. Apakah setelah pengakuannya terwujud, gadis itu akan tetap
dekat dengan adik tirinya"
Entahlah, itu sama sekali tak diharapkan olehnya. Ia sudah
terlalu banyak terluka. Segenap hatinya memohon agar dunia
tak menambah kutukannya...
Tenggorokannya sangat perih dan sakit. Sungguh, ia takkan
bisa membayangkan eksekusinya sore nanti. Demi Tuhan, ia tak
sanggup melihat reaksi gadis itu nanti. Ia tak bisa membayangkan
Amanda Tavari menangis dan itu semua karena dirinya.
Ia sama sekali tak ingin memcabut jangkar kepedihan gadis
itu, juga kepedihan dirinya. Namun, yang bisa ia lakukan hanya
pas"rah... 198 Janji Hati.indd 198 tidak bisa diam. Sejak tadi ia tak bisa
melakukan segala sesuatu dengan tenang dan baik.
Segalanya selalu tergesa-gesa, juga terburu-buru.
Jantungnya berpacu dua kali lebih cepat daripada biasanya. Ia
sudah tidak sabar menunggu pukul lima sore tiba.
Ia merutuki dirinya sendiri karena tidak bisa duduk diam
walau hanya sedetik. Sekujur badannya terasa panas dan aliran
darahnya kian meningkat. Selangkah lagi waktu akan menjawab
semua ke"gelisahannya, rasa penasarannya, dan segala yang
membuat luka di hatinya selama ini...
Amanda mencoba mencerna ulang sekali lagi segala sesua"
tunya. Apakah ini hanyalah lelucon dari seseorang yang jail"
Tapi rasanya tak mungkin. Sepengetahuannya, tak ada temannya
manda 199 Janji Hati.indd 199 yang tahu tentang tabrak lari Revan. Mereka hanya tahu cowok
itu meninggal karena kecelakaan. Kecuali Sindi, orang-orang
yang tinggal bersamanya, juga kerabatnya.
Tapi kenapa orang itu menyerahkan dirinya secara tibatiba"
Otaknya mendadak terasa panas. Orang itu laki-laki atau pe"
rempuan" Ia bertanya-tanya dalam hati. Sudah tua atau masih
muda" Yang terpenting adalah apakah ia mengenal orang itu"
Amanda menimbang-nimbang segala sesuatunya dengan bim"
bang. Peluh membasahi pelipisnya. Ia merogoh kantong celana
dan mengambil ponsel. Orangtuanya... Iya, sebaiknya mereka
dihubungi. Amanda menekan nomor ibunya di ponselnya. Ah,
tunggu, gadis itu menghentikan tangannya. Tidak, tidak, pikirnya
cepat. Sebaiknya jangan menghubungi mereka dulu. Pertama,
ia tak ingin kedua orangtuanya khawatir. Amanda tidak dapat
membayangkan betapa histerisnya mereka bila ia menceritakan
hal ini. Kedua, ini semua belum benar-benar pasti. Bisa saja ada orang
yang mengerjainya atau membuat lelucon yang sama sekali tidak
lucu. Oh, oh... Orangtuanya pun pasti akan melarangnya jika ia pergi sen"
dirian untuk menyelidiki semua ini. Sedangkan isi pesan itu
melarangnya agar membawa siapa pun.
Tapi, gadis itu tak merasa takut sedikit pun.
*** 200 Janji Hati.indd 200 Sekarang pukul lima sore tepat.
Amanda baru saja memasuki kawasan perumahan itu. Seperti
biasa, keadaannya tak jauh berbeda dengan kompleks perumah"
annya. Sepi dan legang. Gadis itu melonggarkan genggamannya
pada setir mobil dan melepas seatbelt-nya. Ia mengemudikan
mobil sendirian"sengaja tidak bersama Pak Sutris"agar segala
sesuatunya dapat berjalan dengan aman dan lancar. Matanya
bulatnya menyipit karena sinar matahari sore yang menembus
kaca mobil menerpa wajahnya. Menyilaukan.
Beberapa saat kemudian, sampailah Amanda di lapangan
Green Bay, tempat ia melakukan hal konyol yang mencelakakan
Dava. Ia memarkirkan mobilnya di seberang lapangan, sengaja
agak menjauh dari lapangan. Gadis itu mematikan mesin, dan
keluar dari mobil. Kakinya hendak melangkah, namun raganya tidak mengizinkan.
Tiba-tiba sebersit pemikiran kembali melanda otaknya. Ngo"
mong-ngomong, kenapa ia baru menyadari bahwa orang mis"
terius itu menyuruhnya bertemu di lapangan Green Bay" Kenapa
tidak di tempat yang lain saja" Aneh, semakin aneh saja rasa"
nya... Ia memutar bola matanya. Sudahlah, tak perlu membuangbuang waktu lagi, pikirnya. Amanda merapikan T-shirt birunya
dan me"langkah menuju tengah lapangan.
Tidak biasanya lapangan sepi. Biasanya selalu saja ada
aktivitas yang terjadi, apalagi ini hari Minggu. Tapi hari ini tidak
ada. Lapangan luas itu kosong. Seperti sudah dipersiapkan secara
khusus agar tak ada seorang pun berada di sana. Di mana si
201 Janji Hati.indd 201 pengirim SMS" Mata Amanda mencari-cari semampu batas jarak
pandangnya. Eh... Sepertinya sosok di ujung lapangan itu tidak asing...
Bukankah itu Leo" Mata Amanda menyipit untuk memastikan sosok itu benarbenar orang yang ia maksud. Ia mendekati sosok yang
membelakanginya sambil memasukkan kedua tangan ke saku
celana. Sosok itu sedang mengisap sebatang rokok. Amanda
masih bisa melihatnya karena tubuh itu sedikit menyamping.
Penasaran. Amanda mendekati sosok itu. Perlahan tapi pasti,
ia terus melangkah sambil tetap waspada pada sekelilingnya.
"L-leo?" ucapnya terbata sambil memiringkan kepala.
Sosok itu menoleh. Dan dugaan Amanda sangat tepat.
Cowok itu menjatuhkan rokoknya ke tanah dan menginjakinjaknya hingga api yang menyala pada benda batang berwarna
putih kuning itu padam. "Kamu merokok?"
"He-eh," cowok itu tersenyum.
Amanda memiringkan kepala, kebingungan bercampur kehe"
ranan terlukis di wajahnya. "Benarkah" Aku baru tahu. Sejak
kapan?" "Sudah lama," jawabnya santai. "Ya, aku memang selalu me"
nyen"diri jika hendak menghidupkan benda itu," matanya terarah
pada batang rokok yang diinjaknya tadi"bentuknya sudah sama
sekali tidak mirip dengan sebatang rokok. Sudah patah menjadi
202

Janji Hati Karya Evira Natali di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Janji Hati.indd 202 banyak bagian, juga hancur. Hancur seperti keadaan dirinya saat
ini... Kemudian hening. Tak ada yang bicara.
Bingung, Amanda kembali mencairkan suasana, "Ngomongngo"mong, kamu sedang apa di sini?" tanyanya bingung.
Jantung Leo berdesir. "Aku...?" reaksinya agak lambat.
"Sedang ingin mencari ketenangan dan kedamaian," ia tertawa
lirih. "Kamu sendiri?"
Amanda terlonjak kaget, untuk beberapa saat berpikir-berpikir
apa yang hendak diutarakannya. "Sama. Selain itu juga mengecek
lapangan untuk pertandingan minggu depan. Biasanya ada pihak
iseng yang suka pasang ranjau ketika pertandingan sudah de"
kat." "Benarkah?" "Ehmm," gadis itu mengembuskan napas cukup panjang. Ia
berpikir sejenak, mungkin tak ada salahnya jika ia memberitahu
Leo apa yang sebenarnya terjadi. Ya, tidak ada salahnya sama
sekali. Cowok itu baik dan selalu bisa dipercaya, "Sebenarnya,
tidak juga sih," kepalanya sedikit terunduk. "Aku, ada janji.
Dengan sese"orang..."
"Siapa?" Leo merasa jantungnya berdebar cepat sekali.
"Bukan siapa-siapa," Amanda tersenyum. "Seseorang yang
tidak kukenal, namun menorehkan luka yang begitu besarnya.
Luka yang bertahun-tahun ini..." ia menarik napas dalam-dalam,
"tidak bisa sembuh."
Demi Tuhan... Amanda"
203 Janji Hati.indd 203 "Dia pelaku tabrak lari Revan Tavari"kakakku"tiga tahun
lalu. Tadi pagi, tiba-tiba ada SMS dari nomor asing yang menye"
butkan bahwa orang itu memintaku untuk menemuinya jika
memang aku ingin tahu siapa dia."
?"" "Dia memintaku datang ke sini," jawab Amanda pelan. "Tapi
orang itu belum muncul sampai sekarang..."
Saat itu, ponsel Amanda berdering. Bunyi pesan masuk.
Dengan satu gerakan cepat gadis itu mengambil ponsel dalam
tas pung"gung"nya.
Kamu sudah sampai" Datanglah ke gudang tua di pojok
lapangan. Di belakang pohon akasia.
Amanda terkesiap. Matanya mencari-cari gudang tua yang
di"maksud orang itu. Di pojok lapangan... Di belakang pohon
aka"sia. Matanya berhenti, mencoba menangkap sesuatu di balik pohon
akasia yang rimbun. Ada gudangkah di belakangnya" Tunggu,
sudah bertahun-tahun ia datang ke sini, hampir setiap minggu,
namun ia tak pernah melihat gudang yang dimaksud oleh orang
misterius itu. "Lihatlah!" Amanda langsung menyodorkan ponselnya ke
depan wajah Leo. Cowok itu terenyak, lalu tersenyum. "Ayo!"
"Ayo?" Amanda memiringkan kepala bingung.
"Ayo kita ke sana," kata Leo lirih. "Tapi..."
"Tenanglah. Percayalah padaku."
204 Janji Hati.indd 204 *** Begitu mengerikan. Begitu mendebarkan. Begitu mencekam.
Begitu" Terlalu banyak "begitu" dan tidak bisa dijelaskan lagi dengan
kata-kata. Ternyata memang ada gudang kecil yang sudah terhalang di
balik pohon-pohon besar akasia di lapangan itu. Alang-alang
liar tumbuh tak terusik di sana. Tinggi. Membuat siapa saja yang
berada di sana ikut tenggelam dalam lengan-lengan hijau dan
daun-daun cokelat yang telah layu.
Leo mengarahkan perhatian ke bangunan di depannya. Tangan
kirinya terulur ke belakang punggung dengan posisi telapak ta"
ngan membuka ke atas. Amanda menatap telapak tangan yang terbuka itu. Ia meraih"
nya. Dengan kewaspadaan supertinggi. Leo melangkah menuju
ambang pintu gudang tua itu, sementara Amanda berada di bela"
kang perlindungannya. Sekarang, jantung gadis itu benar-benar
ingin berpindah dari tempatnya. Ia takut. Takut tiba-tiba ter"
sangka itu membuka pintu dan langsung membunuhnya.
"Leo," desisnya cepat. "Jangan dibuka pintunya. Bahaya!"
Leo menoleh, "Nggak, tenang aja," katanya pelan. "Kan ada
aku." Ia tersenyum menenangkan. Ya ampun, desis Amanda
dalam hati. Sebelah matanya menutup rapat-rapat.
Grekkk... Kosong. 205 Janji Hati.indd 205 Tidak ada seorang pun di dalam sana. Ya, benar-benar kosong.
Gadis itu kembali membuka sebelah matanya perlahan. Tangan
besar Leo terus menariknya agar ia bergerak masuk.
"Permisi..." Leo mengeraskan suaranya di ruangan yang penuh
peralatan olahraga bekas itu.
Meski itu gudang tua yang sudah tak terpakai, ternyata da"
lamnya masih sangat terawat. Gawang, tiang, dan net voli, bola
basket, ring basket, dan beraneka macam perleng"kapan untuk
keperluan olahraga dan lapangan tertata rapi di sana. Pencahayaan
di ruangan itu pun masih bagus, lampu neon berwarna kuning
redup yang sudah dihidupkan, entah oleh siapa, membuat gudang
itu tak gelap dan menyeramkan.
Amanda menarik-narik lengan Leo keras. "Eh," desisnya pelan
namun tajam, "Jangan teriak-teriak begitu. Aduh, bisa mampus
kita, Le..." "Sudahlah, kita keluar aja. Kita tunggu di luar aja!" katanya
lagi. Ternyata ini jauh lebih menyeramkan dan menegangkan
daripada menonton film Friday the 13th atau mendengarkan lagu
Glommy Sun"day. Namun saat Amanda berbalik, matanya terbelalak ketika
mendapati pintu gudang itu telah tertutup.
"Astaga, kenapa pintunya ditutup?" Amanda mendesis keras
sambil menatap tajam ke arah Leo.
Leo tak menjawab. Kedua matanya menatap Amanda luruslurus, kemudian ia melangkah mundur.
206 Janji Hati.indd 206 Amanda membalas tatapan itu dengan bingung. Tangan kanan
Leo merogoh saku belakang celana jinsnya. Leo mengeluarkan
sebentuk cincin logam hitam lalu meletakkannya di meja kayu
berwarna putih pudar di dekatnya.
Mulut Amanda menganga lebar tanpa bisa dicegah ketika
matanya menangkap jelas benda itu.
Benda itu... Ia mendekati cincin itu dan memandangnya lekat-lekat. Ia
tahu benar, siapa pemiliknya.
Cincin itu milik almarhum kakak tirinya! Cinta pertamanya!
Revan Tavari! Bagaimana cincin itu bisa berada pada Leo"
Amanda menatap benda itu lurus-lurus, dan perlahan menyipit.
Perlahan pula, sebuah fakta yang buram di dalam benaknya
menjadi jelas. Sontak ia menganga lagi. Ia meng"angkat kepala
dengan lunglai. "Kamu"!?" "Akulah orang yang selama ini kamu cari."
Cowok di depannya berbicara dengan lirih. Ia mengucapkannya
dengan penuh sesal dan kepedihan. Namun ia melakukan itu
juga dengan penuh kasih sayang dan cinta. Untuk menebus
semua kesalahan, untuk belajar menerima kenyataan. Untuk
seseorang yang mendadak harus ia hapus pada masa lalu dan
kini hadir kembali dalam hidupnya.
Amanda histeris, "Tidak. Tidak mungkin. Ini bohong..." Ke"
palanya menggeleng kuat-kuat, menolak pernyataan yang sulit
dipercaya. 207 Janji Hati.indd 207 Leo menelan ludahnya dengan susah payah. Ia menggeleng
pelan. "Tidak. Aku tidak bohong. Akulah yang menyebabkan
kakakmu meninggal." Ia tersenyum masam. "Cincin ini," ia
mengambilnya dengan lemas dari meja, "ini aku ambil pada saat
kejadian, karena aku tak ingin polisi mendapat sidik jariku."
Matanya terpejam. "Karena aku sempat menyentuh tangan Revan
untuk memeriksa denyut nadinya."
Amanda terhuyung mundur. Pucat pasi. Punggungnya ter"
bentur dinding. Ini benar-benar tidak bisa dipercaya...
"Bohong!" ia berteriak. "Kamu bohong. Ini lelucon, kan?"
Leo terdiam, tak sanggup lagi berbicara. Lidahnya kelu.
Keadaan ini sama seperti kejadian tiga tahun lalu. Keadaan yang
membuat hatinya begitu pedih. Saat mendadak dirinya terpuruk
dan frustrasi karena perceraian kedua orangtuanya. Gadis di
depannya ini juga pasti akan pergi dan takkan pernah kembali
lagi. Dan ia tahu, hatinya akan jauh lebih hancur daripada tiga
tahun lalu. Air mata Amanda berderai. "Tapi, bagaimana dengan pesanpesan misterius itu?" katanya sambil berharap semua ini hanyalah
permainan. "Saat pesan-pesan itu masuk," ia diam sejenak, "ka"
mu sama sekali tak memegang ponsel," ia tertawa getir. "Jadi,
berhentilah membuat lelucon. Ini tidak lucu!"
Cowok itu menunduk, tangannya merogoh saku belakang
cela"nanya. Ia mengambil sebuah ponsel dan meletakkannya di
meja. Amanda tahu ponsel itu memang milik Leo. Lalu apa
maksudnya" Jeda sesaat. Kemudian sebelah tangan Leo meng"
208 Janji Hati.indd 208 ambil ponsel lagi dari saku depan, kali ini ponsel asing. Amanda
mendekat pelan. Ia benar-benar tak mengerti.
Leo mengacungkan ponsel asing itu, memperlihatkan sebuah
program pengiriman pesan otomatis yang bisa di-setting berda"
sarkan waktu. Amanda tersentak hebat.
"Aku sudah memperhitungkan segala sesuatunya sejak harihari kemarin. Tempat, waktu, dan semuanya. Dan ternyata per"
hitunganku tak meleset. Semuanya tepat waktu."
Amanda terhuyung. Sekarang ia benar-benar merasa lumpuh.
Isak tangisnya pecah. Air matanya berderai tak terhingga. Kali
ini tak ada yang bisa dipertanyakan dan dilakukannya. Memang
segala sesuatunya sudah terbukti dengan sangat jelas. Leo
pembunuh Revan! Cowok itu sudah merenggut nyawa orang
yang sangat dicintainya. "Aku mau pulang!" teriaknya histeris. Ia berlari menuju pintu
keluar. "Man..." "Pergi! Jangan halangi! Aku mau pulang"!"
Di luar kesadarannya, Leo berlari secepat kilat, mencegah
Amanda yang sudah meraih gagang pintu. Ia memutar tubuh
mungil Amanda dengan paksa. Ia peluk gadis itu erat-erat"
"Lepaskan!" Namun pelukan itu semakin kuat, Leo enggan melepaskan.
Leo tak peduli Amanda yang terus-terusan meronta. Gadis itu
menge"rahkan seluruh kekuatan, namun lengan Leo menguncinya
209 Janji Hati.indd 209 begitu kuat. Ia terperangkap dan tak bisa ke mana-mana. Pada
akhirnya ia pasrah. Leo mengembuskan napasnya perlahan, lalu menunduk. Ia
rebah"kan kepala gadis itu di dadanya"pusat segala lukanya.
"Amanda, tolong dengarkan aku," ucapnya lirih. "Ini untuk yang
terakhir kali. Aku janji."
Leo membuka mulutnya, matanya mulai memanas. "Tiga
tahun lalu, kampusku, Atma Jaya, mengadakan pertandingan
persahabatan olahraga antar-SMA se-Jakarta Selatan," ia menarik
napas, "dan aku menjadi panitia acara itu..."
Lomba olahraga" Kampus Atma Jaya"
"Aku melihat seorang gadis tomboi yang cantik," katanya
dengan suara sendu. "Aku nggak tahu siapa nama gadis itu, yang
jelas aku menyukainya. Dia ikut pertandingan bola voli. Me"
makai kaus nomor punggung delapan."
Kaus bernomor punggung delapan...
"Setelah itu aku mencari tahu siapa dia," diam sejenak. "Akhir"
nya aku tahu. Namanya Amanda Tavari," seulas senyum tercetak
di wajah"nya. "Aku sadar, aku suka pada gadis itu. Ini nggak
bohong," katanya serius. "Berminggu-minggu aku mencari infor"
masi tentangnya sampai peristiwa mengejutkan itu datang secara
tiba-tiba." Dada Leo sesak. Amanda pun memejamkan matanya
rapat-rapat. Tiga tahun silam... Saat itu hari sudah senja. Sebuah Everest biru gelap melaju
210 Janji Hati.indd 210 cepat keluar dari Universitas Atma Jaya yang terletak di kawasan
Jakarta Selatan. Pengemudinya tak lain adalah Leo Ferdinan. Ia
melajukan mobilnya sangat cepat, tak melihat ke kanan dan ke
kiri jalan. Pokoknya ia hanya fokus pada arah depan dengan
kecepatan penuh. Pikirannya sedang kalut karena ibunya men"
dadak menelepon bahwa ayahnya menggugat cerai. Masalahnya
apa, Leo tidak tahu. Maka ia langsung panik.
Ia terus menambah kecepatan dan menikung pada sebuah
jalan kecil yang sudah cukup jauh dari kampusnya.
Dug! Tiba-tiba ada bunyi benturan sangat keras di bagian kiri
mobilnya. Panik. Leo segera menyadari bahwa ia telah menabrak
sebuah motor sport berwarna biru gelap. Dengan gemetar Leo
turun dari mobil. Kebetulan jalanan itu sepi, tidak ada satu orang
pun yang melihat insiden ini. Ia turun dan mendapati seorang
cowok seusia dirinya tak sadarkan diri. Dari kepalanya keluar
banyak sekali darah. Helm dan motor pemuda itu terlempar
beberapa meter jauhnya...
Kemudian dengan sangat kalut, Leo memegang tangan cowok
yang ditabraknya. Jarinya menyentuh sebentuk cincin logam di
jari manis pemuda itu. Buru-buru Leo memeriksa denyut nadi"
nya, sangat lemah. Di kejauhan terdengar sirene"mungkin
sebenarnya sirene itu datang dari mobil pemadam kebakaran
atau ambulans yang tidak ada hubungannya dengan tabrakan ini,
tapi Leo segera panik. Polisi tidak boleh menangkapnya! Leo
tidak boleh menambah masalah orang"tuanya, apalagi di saat ini.
Ia tidak boleh meninggalkan jejak. Leo sadar tadi ia sempat
211 Janji Hati.indd 211

Janji Hati Karya Evira Natali di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memegang cincin di tangan kiri pemuda itu. Ia memutarnya
hingga cincin itu terlepas. Ia bergegas kembali ke mobil dan
melaju pergi. Ia meninggalkan Revan Tavari sekarat...
"Aku mencari berita tentang kecelakaan itu di koran-koran. Dari
berita yang kubaca, aku jadi tahu nama Revan. Dan aku juga
tahu bahwa Revan adalah kakakmu. Aku sungguh kaget saat
menyadari bahwa aku telah mencelakakan kakak gadis yang
kukagumi dari pertandingan voli di kampus," kata Leo lirih.
Hati Leo terasa nyeri, ngilu, dan sakit saat bercerita. Amanda
bungkam, ia memejamkan mata dan air matanya kembali
tumpah. Ia merasakan pelukan Leo melonggar.
"Tolong maafkan aku..." napasnya terdengar sangat lirih. Leo
menyadarkan dagunya di pucuk kepala Amanda.
Mendadak kekuatannya pulih. Amanda melepaskan pelukan
Leo. Ia mendorong tubuh tinggi Leo hingga menjauh beberapa
meter darinya. "Kamu... Kamu pembunuh!" ucapnya terbata.
"Aku tahu aku pengecut..." bisik Leo pelan. "Aku tahu aku
hanya lari dari kenyataan. Tapi itu semua karena aku nggak
ingin kamu pergi. Aku sangat" Aku sangat mencintaimu."
Tangis Amanda semakin menjadi-jadi. Ia merasa begitu bodoh
telah menganggap Leo sebagai pemuda yang baik. Ia salah besar.
Cowok itu nggak lebih dari seorang pembunuh yang meman"
faatkan situasi. Amanda benci semua ini. Sekarang, luka-lukanya muncul
212 Janji Hati.indd 212 kembali ke permukaan. Percayalah, ini lebih menyakitkan
daripada apa pun... Dengan sisa kekuatannya, gadis itu berlari keluar dari sana.
Jiwa raganya benar-benar lelah. Leo tak bisa mencegahnya, ia
membiarkan Amanda lari. Tubuhnya meluruh ke lantai
bersamaan dengan kepergian gadis itu.
Leo menekan telapak tangannya di dada. Perih...
Benar kata orang bahwa dunia itu sempit. Dan sangat benar pula
bahwa takdir itu ajaib. Tapi sayang, takdir itu bukan membahagiakan. Takdir yang
datang ke dalam hidupnya selalu menyakitkan. Selalu.
Matanya sudah mirip mata panda, namun Amanda tak peduli.
Sekarang ia tak peduli pada apa pun. Ia tak peduli akan ada
gem"pa, badai, tsunami, kebakaran, ataupun gunung meletus.
Hidupnya miris sekali, gadis itu berkata pada dirinya sendiri
dengan getir. Ia berjalan menuju tepi jendela kamarnya. Malam ini langit
begitu gelap, segelap suasana hatinya. Ia mendekap erat buku
hariannya lalu mulai menulis, menumpahkan segala peristiwa
yang terjadi hari ini. Sebelah tangannya menggenggam gantungan
bintang tersenyum yang diberikan oleh Revan untuknya. Ia ber"
harap, perasaannya bisa menjadi lebih baik dengan menyentuh
benda pemberian orang-orang yang ia cintai.
Setelah berjam-jam menulis, tangan Amanda mulai lelah.
213 Janji Hati.indd 213 Amanda berhenti. Ia menutup buku itu, memeluknya sejenak,
lalu meletakkan"nya di tepi jendela.
Baiklah, katanya lirih dalam hati. Sudah terlalu banyak luka
masa lalu yang ditorehkan padanya... Juga sudah terlalu banyak
luka yang lain. Ia ingin melupakan semuanya dan memulai hidup
yang baru, membuka lembaran baru.
Untuk itu" Amanda memutuskan untuk tak ingin mengenal Leo lagi.
Untuk itu, ia juga harus menjauhi Dava. Ia ingin menghapus
semua tentang mereka. Mulai esok takkan ada Amanda Tavari
yang akan datang ke rumah bergaya Yunani di kompleks peru"
mahan Green Bay. Waktu itu mereka sepakat bahwa Amanda
akan berhenti membersihkan ruang musik ketika hidung cowok
itu sudah sembuh. Sekarang hidung Dava pun sudah nyaris
sembuh. Jadi, takkan ada gadis yang akan bersedia untuk membersihkan
ruangan musik Dava. Takkan ada juga gadis yang akan menemani
Leo untuk sekadar ke mal atau pergi ke toko musik. Semua itu
takkan pernah ada lagi. Oh ya, Dava... Apakah cowok itu tahu tentang semua ini" Apakah Leo mem"
beritahunya" Atau memang Dava selama ini tahu, namun
berusaha tak peduli" Amanda berpikir sejenak. Entahlah, itu
sama sekali bukan urusannya. Yang jelas, sejak pengakuan Leo
tadi sore ia sama sekali belum bertemu Dava. Mungkin ia akan
menemui Dava untuk terakhir kalinya karena akhir-akhir ini toh
214 Janji Hati.indd 214 mereka cukup dekat. Sungguh, Amanda benar-benar pusing. Ia
menyeka air mata yang membasahi pipinya.
Hurry up and wait so close but so far away... Everything that
you"ve always dreamed of... Close enough for you to taste but
you just can"t touch...
Amanda mengerjap. Ponselnya menari-nari di meja belajarnya.
Dengan satu gerakan cepat ia bangkit dan menyambar ponselnya.
Matanya mendadak beku ketika melihat nama yang tertera di
layar ponsel itu. Entah ada dorongan dari mana tiba-tiba tangan"
nya spontan menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan
tersebut. "H-ha-lo?" ucapnya dengan suara terbata setelah sempat
berdiam beberapa detik. "Hei," suara itu menyapa sendu, "Sibuk?"
Gadis itu menggeleng, tenggorokannya perih mendadak.
"Kenapa?" tanyanya dengan suara yang sedikit bergetar.
"Nggak apa-apa. Gue cuma bingung aja kenapa lo nggak
datang hari ini..." Lirih. Perih. Pilu. Segalanya terasa menyakitkan. Bagaimana
mung"kin ia datang... Ia takkan datang lagi. Kenapa cowok itu
meneleponnya tepat di saat seperti ini" Saat ia sedang menim"
bang-nimbang apakah perlu bertemu dengan Dava untuk terakhir
kalinya... Setelah mendengar suara cowok itu barusan rasanya memang
perlu. Amanda tidak tahu mengapa itu perlu, namun satu hal
yang pasti, ia hanya ingin... melihat sosok galak yang akhir-akhir
ini selalu membuatnya merasa aneh.
215 Janji Hati.indd 215 Amanda mengembuskan napas. Ia tak berniat menjawab
pertanyaan itu. "Dava..." ucapnya pelan.
"Hmm?" "Kurasa kita harus bertemu sekarang."
"Sekarang?" tanya Dava bingung.
"Ya. Sekarang. Aku tunggu di pantai."
Jeda sejenak. Namun pada akhirnya Dava menyetujui per"
mintaan Amanda tanpa bertanya lebih dalam lagi.
Telepon berakhir. Dava merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Suara gadis
itu... terdengar seperti elegi yang begitu menyedihkan. Suara
yang men"dadak membuatnya seperti dihantam batu yang sangat
keras. Amanda duduk di tepi pantai, memandangi ombak yang ber"
gulung-gulung kencang di lautan. Kedua tangannya terkepal di
dalam saku jaketnya. Kuku-kukunya menancap di telapak tangan
tapi gadis itu tidak merasakan sakit. Butuh usaha keras untuk
memaksa jemarinya membuka.
Amanda menelan ludah dengan susah payah. Udara di pantai
mendadak membuat dadanya sesak. Sudah berjam-jam pikirannya
terforsir mengulang masa lalu dalam ingatannya. Ia benar-benar
pu"sing. "Amanda." Dengan enggan ia menoleh. Dava menatap langsung ke
216 Janji Hati.indd 216 matanya, lalu tersenyum. Senyum yang sudah beberapa kali ini
Amanda lihat yang menurutnya adalah senyum istimewa. Se"
nyum yang diam-diam Amanda sukai. Tapi sayangnya ia tidak
bisa membalas senyum itu. Hatinya terlalu hancur untuk terse"
nyum. "Ada apa tiba-tiba lo minta gue datang ke sini?"
Amanda tak menjawab. Ia diam seribu bahasa. Namun bahasa
tubuhnya mengisyaratkan agar cowok itu memberikan sedikit
waktu untuk berdiam sebelum dirinya mulai bicara.
Setelah bimbang sesaat, Dava mengulurkan tangan kanannya.
Amanda menatap tangan yang terjulur itu. Ia tahu cowok itu
me"nyuruhnya untuk bangkit berdiri. Ia menyambut uluran tangan
Dava dengan gemetar. Kehangatan tangan besar itu mengalir ke
sekujur tubuh Amanda, mengisi hati dan jiwanya, juga semakin
membuat raganya seolah teremas.
Sekarang ia telah berdiri, berhadapan dengan cowok bermata
cokelat gelap itu. "Jadi, ada apa?"
Dengan enggan Amanda mencoba memulai pembicaraan,
"Aku... Mulai besok, aku tidak akan akan datang lagi ke rumah"
mu." "Apa?" Dava terkejut. "Kenapa?"
Gadis itu tersenyum, "Ya," ia memutar otaknya sejenak.
"Hidungmu kan sudah berangsur normal," ia tertawa lirih, "jadi
kukira hukumanku sudah berakhir."
Dava tercengang. "No, no, no!" ia menggeleng pelan. "Jadi
lo nyuruh gue ke sini hanya untuk ngomongin ini?" tanyanya
217 Janji Hati.indd 217 bingung. "Amanda, selama beberapa bulan ini gue kenal lo, lo
emang nggak pernah nggak konyol."
Tangis Amanda sudah mengancam akan jatuh lagi, "Bukan...
Aku nggak bisa..." "Nggak bisa" Nggak bisa apa?"
"Aku nggak bisa terus-terusan bergaul dengan orang yang
telah merenggut nyawa orang yang aku cintai," sekarang air
matanya benar-benar meleleh. "Aku nggak bisa?" ia menutup
mulutnya sendiri"bahunya berguncang hebat.
"Aku tidak bisa bergaul dengan pembunuh... Atau" kerabat
pembunuh! Pembunuh cinta pertamaku?"
"APA"!" Lelah. Kekuatannya habis sudah. Napasnya tersengal-sengal. Seluruh
emosi sudah ia tumpahkan. Semuanya. Rupanya Dava memang
benar-benar tidak tahu-menahu tentang kecelakaan tiga tahun
silam. Ya, cowok itu sama sekali tidak tahu. Tapi sekarang ia
sudah tahu. Amanda sudah menceritakan semuanya. Tak ada
sedikit pun detail yang terlewat.
Dava amat terguncang, tidak dibuat-buat. Seumur hidupnya,
ia belum pernah seterkejut ini. Kabar itu jauh lebih menyakitkan
daripada hidung retak yang dideritanya...
Kenapa harus gadis ini"
Lagi-lagi pertanyaan itu muncul. Namun, segalanya sudah
218 Janji Hati.indd 218 terlambat. Takkan ada yang bisa mengubah keputusan Amanda
untuk melupakan Leo dan Dava lalu memulai hidup yang baru
lagi. Demi Tuhan, apa yang harus ia lakukan" Dava meremas
kepalanya yang sekarang benar-benar terasa berat. Sudah terlalu
banyak hari gadis itu mengisi hatinya, sudah terlalu banyak ia
memerlukan bantuan-bantuan gadis itu. Sudah setiap hari pula
ia melihat wajah cantik itu.
Hei, Dava sadar, ia sudah banyak bergantung pada Amanda
Tavari... Bahkan sekarang sudah terlalu bergantung.
Adakah cara lain untuk membuat gadis itu tak pergi dari
hidupnya" Sungguh, keputusan Amanda untuk menjauh ini
bukanlah jalan keluar yang bisa menyelesaikan masalah.
"Hei," Dava mendongak. "Gue janji nggak akan menjadikan
lo sebagai pesuruh lagi... Tapi tolong, cabut keputusan lo. Jangan
kayak gini." Amanda menggeleng lemah, "Nggak bisa," ia tertawa sum"
bang. "Selama ini aku selalu ikhlas membantu kamu setiap hari.
Membersih"kan ini dan itu. Itu sama sekali bukan masalah. Kamu
pasti me"ngerti."
"Tapi gue bukan Leo, Amanda!" Dava membentaknya. "Gue
ini Dava. Kami berbeda!" emosinya mulai membara. "Lo nggak
bisa kayak gini... Lo nggak bisa! Sama sekali nggak ada alasan
untuk ngejauhin gue karena masa lalu lo!"
"Tidak bisa..."
"Kenapa tidak bisa?"
219 Janji Hati.indd 219 "Karena..." Amanda terdiam sejenak. "Karena, aku juga tidak
akan tinggal di sini lagi."
"Apa"!" "Ya," gadis itu mengangguk. "Aku akan tinggal bersama
kedua orangtuaku. Aku akan pindah." Keputusan ini memang
mendadak tercetus begitu Amanda yakin ia tak ingin bertemu
Leo atau Dava lagi. Amanda bahkan belum memberitahu kedua
orangtuanya, tapi ia tahu mereka pasti tidak akan keberatan.
"Pindah" Ke mana?"
"Los Angeles." "Kapan?" "Secepatnya. Mungkin berangkat bulan depan," kata Amanda
mengarang jawaban. "Berapa lama?" "Entahlah. Mungkin," desahnya lirih, "aku takkan pernah
kembali lagi ke sini."
Di tengah angin malam yang kencang dan deru ombak yang
terdengar keras, Dava berkutat dengan pikirannya. Hening. Tak
ada yang ingin berbicara ataupun mencoba berbicara. Amanda
masih menangis pelan. Dava membuka mulutnya perlahan, "Lo janji, kalau lo pindah
ke sana kehidupan lo akan kembali normal?"
"Maksudnya?" "Ya, lo bisa melupakan semua ini. Lo bisa memaafkan semua
kejadian di masa lalu. Lo bisa ceria lagi" Tertawa lagi," ucap
Dava sendu. 220 Janji Hati.indd 220 Amanda berpikir sejenak. Sesaat kemudian ia mengangguk
lirih. Kalau begitu, Dava harus membiarkan gadis itu pergi. Asal"


Janji Hati Karya Evira Natali di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kan Amanda tidak pernah menangis lagi, itu sudah cukup. Dari"
pada ia mempertahankan gadis itu di sini, namun setiap hari
gadis itu murung dan sedih seperti ini. Ia takkan sanggup...
Ia ingin Amanda yang ceria dan selalu tertawa seperti biasa"
nya. Berarti, ia memang harus melepaskan gadis itu...
Tiba-tiba Dava menarik tangan Amanda dengan keras dan
penuh keyakinan, menarik gadis itu mendekat padanya dan
menarik Amanda ke dalam pelukannya.
Gadis itu terkesiap dan tercengang, namun sama sekali tak
punya kekuatan untuk menghindar ataupun menolak. Ia mem"
biarkan Dava melingkarkan sebelah lengan di sekeliling tubuh"
nya. Rasanya seperti mimpi. Ia membiarkannya. Untuk pertama
kalinya cowok ini meme"luknya dan pelukan itu amatlah erat.
Saat itu, Amanda berharap waktu bisa berhenti. Amanda rela
membiarkan apa saja terlewatkan asalkan waktu dapat berhen"
ti... Amanda menelan ludah dan air matanya semakin mengalir
deras. "Satu hal yang harus lo tahu, gue sama sekali nggak nyesel
karena Tuhan sudah membiarkan seorang Amanda Tavari masuk
ke kehi"dupan gue. Walaupun caranya nggak enak banget buat
diingat," Dava tertawa, berusaha menghibur diri sendiri.
Dava melonggarkan pelukannya dan mundur selangkah supaya
221 Janji Hati.indd 221 bisa menatap mata bulat Amanda. "Kalau lo akan pindah ke Los
Angeles, itu hak lo. Pada akhirnya gue sama sekali nggak punya
hak buat mencegah. Tapi berjanjilah, lo akan baik-baik saja,"
ucapnya pelan. "Kalau ternyata lo malah jadi anak nggak benar,
gue akan kecewa seumur hidup!"
Aku akan baik-baik saja... Aku janji, kata Amanda dalam
hati. "Hei," panggil Dava. "Berjanjilah."
Amanda membasahi bibirnya. Wajah Dava buram di matanya
karena terhalang air mata. Setelah terdiam cukup lama, akhirnya
ia mengangguk. Dava melepas pelukannya dengan lembut lalu tersenyum. Ia
mengangkat tangannya dan membelai rambut Amanda. Tanpa
sadar gadis itu menyukai sentuhan itu"sentuhan terakhir dari
Dava. "Selamat tinggal. Jaga diri lo baik-baik," Dava menarik ta"
ngannya dan memasukkannya ke saku celana.
Jangan pergi... Jangan pergi...
Amanda ingin meneriakkan kata-kata itu, memohon Dava
untuk tak meninggalkannya. Sejujurnya ia sadar permohonannya
salah besar karena ia sendiri yang menghendaki cowok itu untuk
pergi dari hidupnya. Ia hanya bisa pasrah dalam hati sementara
Dava berbalik dan berjalan pergi.
Perpisahan ini sungguh menyedihkan...
Isakan hebat keluar dari dalam kerongkongannya. Amanda
berusaha menutup mulut dengan tangan yang bergetar hebat. Ia
tak ingin Dava mendengarnya. Punggung cowok jangkung itu
222 Janji Hati.indd 222 semakin menjauh dan tangis Amanda semakin tak terkendali.
Isakan"nya terdengar sangat keras. Amanda harus berusaha keras
membekap mulut dengan kedua tangan. Namun itu tidak cukup
mem"bantu. Karena sekarang ini, hatinya lebih rapuh daripada air matanya
yang jatuh" Dava tahu Amanda menangis hebat. Ketika berbalik dan berjalan
pergi, ia mendengar isakan gadis itu. Butuh tekad baja juga
segenap kendali diri agar ia tak berbalik dan berlari memeluk
Amanda. Dava tahu, kalau berbalik, ia yakin seyakin-yakinnya
bahwa ia takkan pernah sanggup membiarkan Amanda meninggal"
kannya. Membiarkan Amanda pergi adalah keputusan yang terbaik, ia
tahu itu. Gadis itu butuh suasana baru untuk melepas segala luka.
Hanya ini yang bisa ia lakukan walau sejujurnya tak rela. Dan ia
tahu, kecelakaan itu bukanlah kesalahan Leo sepenuhnya. Jadi, ia
tidak akan melakukan apa-apa pada kakak tirinya itu. Lagi pula
Amanda sudah berpesan agar ia tidak membesar-besarkan masalah
ini. Baik, ia janji. Seorang Dava Argianta, yang biasanya mem"
perhitung"kan segala sesuatu hingga titik penghabisan kini akan
mengabaikan masalah ini. Hanya demi Amanda Tavari.
Hatinya sakit sekali ketika memeluk Amanda tadi, tapi jauh
lebih sakit lagi ketika melepaskannya. Baiklah, tidak apa-apa...
Saat gadis itu meninggalkan bagian bumi ini, seluruh hatinya
tidak akan sakit lagi. 223 Janji Hati.indd 223 Seluruh hatinya akan mati dibawa gadis yang entah sejak
kapan memiliki tempat istimewa di hatinya itu... Ketika saat itu
tiba, ia tahu dirinya takkan bisa merasakan apa pun lagi.
224 Janji Hati.indd 224 lagi, ia akan pergi meninggalkan Indonesia...
Hari ini dirinya sangatlah rapuh. Sama sekali tidak
bertenaga. Ya, hari ini Amanda akan berangkat ke Los
Angeles"menyusul kedua orangtuanya yang bekerja dan tinggal
di sana. Yang paling buruk adalah kemungkinan besar ia takkan
pernah kembali lagi ke sini.
Amanda tahu kepergiannya begitu mendadak. Begitu pulang
ke rumah dari pertemuannya dengan Dava, ia langsung meng"
hubungi kedua orangtuanya agar mereka segera mengurus kepin"
dahannya. Amanda tahu, siapa pun pasti bingung dengan kepu"
tusannya yang begitu mendadak. Namun, pada akhirnya kedua
orangtuanya juga sangat senang karena memang sudah sejak
lama mereka ingin Amanda ikut bersama mereka. Selama ini
ebentar 225 Janji Hati.indd 225 Amanda selalu beralasan ingin berada di dekat teman-teman
lamanya dan baru akan pindah setelah kuliah nanti. Namun,
sekarang semuanya berubah. Gadis itu sama sekali tidak mem"
beritahu kedua orangtuanya bahwa Leo-lah yang menyebabkan
Revan meninggal. Semua ia lakukan karena tidak ingin mem"
perpanjang masalah. Ia berharap semoga kehidupan di Los Angeles nanti akan jauh
lebih baik, tidak akan serumit di Indonesia. Ya, itu adalah
harapan terakhirnya. Sekarang ia sudah berada di bandara dan napasnya terasa
sangat berat. Ia tahu ia akan sangat merindukan rumahnya, sa"
habat-saha"batnya, lapangan voli, dan yang terakhir adalah rumah
bergaya Yunani di perumahan Green Bay... Juga penghunipenghuni rumah itu.
Tubuhnya terasa beku. Ia hanya duduk diam sambil melirik
jam tangan tiap detiknya.
Ponselnya berdering. Dari Sindi.
Dengan bingung, ia menjawab panggilan itu, "Halo, Man.
Se"karang kamu sudah di bandara?"
"Iya. Aku sudah masuk di ruang tunggu," jawab Amanda
sambil membenarkan rambut panjangnya.
"Aku masih tak percaya kamu pindah. Mendadak banget,
lagi!" Amanda tertawa lirih, "Yah, mau bagaimana lagi... Aku
memang harus pergi. Aku bakalan kangen banget sama kamu,
Sin. Jaga tim kita ya, supaya terus menang dan eksis."
"Pasti." 226 Janji Hati.indd 226 Tiba-tiba pengumuman di bandara berbunyi, penumpang
pesawat dipanggil untuk boarding. Ia harus segera menonaktifkan
ponselnya. "Eh, Sin, aku berangkat."
Ada nada sedih dalam suara Sindi, tidak rela Amanda pergi.
Ia menghela napas. "Baiklah, jangan lupa kabari aku ya, Man,
kalau kamu sudah sampai di sana."
Amanda tersenyum, "Tenang. Kalau sudah sampai, orang
pertama yang akan kukabari itu pastinya kamu. Jangan lupakan
aku ya, Sin..." "Ngaco! Mana mungkin aku bisa lupa sama sahabat seperti
kamu." "Salam buat teman-teman lain juga ya."
"Oke, hati-hati kamu, Man!"
"Sampai jumpa, Sin. Aku sayang kamu. Eh?"
Kenapa, Man?" "Aku?" Amanda menelan ludah. "Boleh aku minta tolong
sesuatu sama kamu?" Sindi menghela napas, "Jelas boleh lah, Man. Kamu kan,
sahabat aku. Mau minta tolong apa?"
"Hmm, tolong jagain Dava, ya?"
"Jagain?" tanya Sindi bingung.
"Iya. Sering-sering kasih kabar ke aku tentang dia."
"Oh, jangan khawatir," kata Sindi dengan meyakinkan. "Aku
pasti bakal selalu kasih kabar tentang dia."
"Makasih, Sin," ucap Amanda lirih. "Aku jalan dulu. Bye,
Sin." "Bye. Hati-hati."
227 Janji Hati.indd 227 Telepon berakhir. Amanda memejamkan mata. Sedih. Terlalu banyak yang harus
ditinggalkan. Kemudian ia membuka tas ranselnya untuk mencari
sesuatu... Tidak ada. Amanda memeriksa ranselnya sekali lagi. Benda yang di"
carinya tetap tidak ada. Ke mana benda itu"
Panik. Amanda mulai panik. Ia mencari-carinya diseluruh
bagian tas dan sama sekali tidak ada. Benda itu tak mungkin
ada di dalam koper. Ia ingat betul.
Ya Tuhan... Amanda baru menyadari bahwa buku diary-nya masih ter"
tinggal di rumah. Sudah terlambat. Dan sangat tidak mungkin
jika ia pulang kembali ke rumah sekarang untuk mengambil"
nya. Dengan berat hati, gadis itu merelakan benda penting itu tak
ikut bersamanya. Seperti yang sudah diduganya, hatinya akan mati tepat ketika
gadis itu membawanya pergi. Dava terbaring lemah di tempat
tidurnya sambil memegangi kepala. Amanda sudah pergi, mening"
galkannya dan takkan pernah kembali lagi.
Ia bangkit. Ia butuh udara segar. Walaupun Dava sama sekali
tak membuat perhitungan dengan kakak tirinya, hubungan me"
reka mereng"gang" Bukan masalah, menurutnya. Toh, sejak
du"lu juga dirinya memang tak pernah dekat dengan Leo.
228 Janji Hati.indd 228 Tok... Tok... Tok... "Siapa?" Tidak ada jawaban. "Siapa?" ulang Dava sekali lagi.
Tetap tidak ada jawaban. "Masuk saja!" teriaknya dari dalam karena malas bertanya
lagi atau berjalan membukakan pintu.
Matanya menyipit dan ia heran melihat sosok yang ada di
ambang pintu. Leo. Ada apa lagi" Dava bertanya-tanya dalam
hati. "Boleh gue masuk?"
Dava mengangguk bingung. "Boleh gue bicara sama lo?" tanya Leo sambil berdiri menatap
Dava yang sedang menyandarkan tubuhnya di kepala tempat
tidur. Rasanya canggung sekali karena mereka jarang sekali
berkomunikasi. Kali ini pastinya penting sekali.
Leo menarik bangku di depan meja kerja Dava dan mendu"
dukkan dirinya di sana. Setelahnya ia menarik kursi yang beroda
itu dengan satu kakinya ke tepi ranjang, ke dekat Dava.
"Ada apa?" tanya Dava sambil merogoh-rogoh kantong snack
yang tergeletak di samping tempat tidur.
"Lo..." ia diam sebentar, "lo sudah tahu tentang... kakak
Amanda?" Dava mengangguk sambil mengunyah.
"Lo tahu gue yang menabraknya hingga tewas?"
Kepala Dava kembali mengangguk ringan.
229 Janji Hati.indd 229 Tenggorokan Leo mulai terasa serak. "Dia cerita sama lo"
Ka-kapan?" tanyanya resah.
"Iya. Kenapa memangnya?" ucap Dava tenang. "Setelah lo
mem"berikan pengakuan sama dia," katanya lagi. Tanpa beban
sedikit pun. Seolah sama sekali tak terjadi apa-apa.
Leo menatap adik tirinya itu dengan bingung. Kenapa Dava
diam saja" Kenapa cowok itu tidak menghajarnya" Seharusnya
kalau sudah tahu Leo menyakiti gadis yang disukainya, Dava
akan membuat perhitungan. Aneh... Seharusnya Dava mengha"
jarnya, agar ia merasa"kan penderitaan dan sakit yang dirasakan
Amanda. Seharusnya begitu"
"Kalo lo pikir gue bakalan membuat perhitungan?" sela Dava
tiba-tiba, seolah mengetahui apa isi hati Leo. "Tenang saja, gue
nggak akan buat perhitungan apa-apa. Itu bukan masalah gue
sama sekali," cowok itu mengangkat bahu cuek. "Lagi pula per"
cuma saja, Amanda juga sudah pergi. Dia pasti nggak bakalan
senang kalau gue malah bikin masalah baru lagi," Dava terse"
nyum getir. "A-apa?" tanya Leo terbata. "Pergi?" ucapnya bingung. "Ke
mana?" "Los Angeles. Baru saja berangkat hari ini."
Rasanya seperti ada yang memukul Leo dengan palu yang
sangat besar. Gadis itu pergi" Tidak mungkin, kenapa ia tidak
tahu" Kenapa ia tidak tahu" tanya Leo dengan kekecewaan menda"
lam. Amanda sama sekali tidak berpamitan. Oh, ia lupa. Amanda
sudah membencinya. Jadi hal itu sangat wajar. Leo menunduk
230 Janji Hati.indd 230 bingung. Sekarang ia kehabisan kata-kata. Ia hanya berharap,
suatu hari gadis itu akan kembali"
"Oya, ada satu hal lagi yang mungkin lo belom tahu tentang
Revan," ucap Dava datar.
"Apa?" tanya Leo dengan cepat. "Tolong kasih tahu gue!"
"Revan itu cinta pertamanya Amanda."


Janji Hati Karya Evira Natali di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cinta pertama?"
Dava turun dari tempat tidur sambil mengisyaratkan agar Leo
memberinya celah untuk menapakkan kaki ke lantai. "Ya, dia
anak adopsi. Mereka bukan saudara kandung. Sudahlah, Amanda
sudah maafin elo kok. Dia hanya butuh suasana baru," katanya
sambil berjalan menuju ambang pintu.
Leo terdiam. Hatinya benar-benar kacau. Hancur sehancurhancur"nya. Ia menatap kepergian Dava yang entah akan ke mana.
Ia benar-benar terluka. Namun ia tahu tak ada lagi hal bisa ia
lakukan untuk memperbaiki semua ini.
Namun, alam semesta tahu... Tahu siapa yang sesungguhnya
jauh lebih terluka daripada Leo.
Duccati hitam itu melaju cepat. Cowok itu hanya ingin pergi
dari rumahnya. Ia ingin menghirup udara segar. Sejujurnya, ta"
ngannya ingin sekali menghajar wajah Leo, namun ia bersusah
payah menahannya. Jalanan ramai. Namun tak sedikit pun Dava mengurangi
kecepatan motornya yang sudah di atas enam puluh kilometer
per jam. Berbagai kendaraaan roda dua dan roda empat disalip
231 Janji Hati.indd 231 lincah olehnya. Tak jarang yang membunyikan klakson yang
ditujukan untuk dirinya. Ia tak peduli.
Dava merasa muram dan letih. Ia mengelilingi seluruh wilayah
Jakarta tanpa henti. Dengan kecepatan motor yang sedari tadi
tidak berkurang sama sekali, ia berharap dirinya mati. Nihil.
Dirinya tetap selamat-selamat saja. Memang alam semesta dan
Sang Pencipta belum mengizinkannya mati sekarang, jadi sekeras
apa pun ia mencoba ingin mati, tetap takkan berhasil.
Akhirnya, tanpa ia sadari perjalanan itu berakhir di depan
rumah Amanda... Perlahan ia melepaskan helm, lalu merapatkan motor itu di
depan gerbang rumah Amanda. Rumah itu masih sama. Penuh
dengan tanaman yang tertata rapi juga bunga-bunga indah
berseri. Tapi, semua itu tak lagi terasa indah tanpa gadis cantik
yang menghuni rumah itu. Tanpa gadis yang merupakan satusatunya orang yang bisa membuat Dava nyaman selain almarhum
ibunya. Dari dalam, sepasang mata dari dalam rumah berhasil me"
nangkap sosok Dava yang melamun di depan gerbang rumah
itu. Dengan cepat ia berjalan dari taman samping ke arah pintu
gerbang. "Eh, Mas... Cari siapa ya?" kata seorang wanita setengah baya
ketika sampai di ambang pintu gerbang. Dava masih melamun
dan tak sadar akan suara yang memanggil-manggilnya.
"Mas!" Cowok itu tersentak dan hampir saja jatuh dari motornya.
232 Janji Hati.indd 232 "Eh," katanya tergagap. "Bi...bi?" Otaknya mendadak menjadi
lambat. Asisten rumah tangga itu menyipitkan mata. "Eh, mas ini,
Mas Dava, kan?" Ia mengamati sosok yang sempat beberapa
kali menjem"put Amanda di rumah.
"Iya, Bi," jawabnya singkat.
"Cari Non Amanda ya, Mas?" tanya wanita setengah baya
itu. "Non Amanda-nya sudah pergi..."
"Iya," Dava mendesah sambil turun dari motornya dan
mendekatkan diri ke pagar. "Saya tahu, Bi. Saya ke sini..." Dava
memutar otak, "mau ambil barang yang Amanda pinjam dari
saya." Asisten rumah tangga itu bingung. "Barang apa ya, Mas" Non
Amanda nggak nitip pesan apa-apa sama saya."
Dava memutar bola matanya. "Dia tadi telepon saya?" ia
berdeham, "katanya saya langsung saja ambil di kamarnya..."
Asisten rumah tangga itu mengangguk-angguk tersenyum.
"Oh begitu, masuk saja, Mas," ucapnya mempersilakan. Wanita
itu mero"goh kantong roknya dan mengambil kunci gerbang, lalu
membuka"nya. "Terima kasih, Bi," ucap Dava sopan.
Dava masuk. Sikapnya seperti terhipnotis dan pikirannya
seolah berada di alam bawah sadar. Bagaimana dirinya bisa
berkata bahwa Amanda menyuruhnya mengambil sesuatu di
kamar" Kedatangannya sebenarnya tak memiliki alasan yang
jelas. Langkahnya terbawa be"gitu saja. Tapi tak disangka-sangka
jawabannya malah mengantarkannya masuk ke rumah gadis itu.
233 Janji Hati.indd 233 Ya sudahlah, tak apa-apa, pikirnya. Tidak ada ruginya sama
sekali. Beruntung ia sudah beberapa kali datang ke rumah Amanda
sehingga Bi Sinem mengenali dan memperbolehkannya berada
sedikit lama berada di rumah ini. Ia sedikit terkekeh ketika saat
masuk tadi, juga meminta izin untuk mengelilingi rumah ini
dengan alasan ia rindu pada Amanda. Dan lebih beruntung lagi
ketika Bi Sinem tidak berpikir lama untuk memberi izin. Tapi,
sejujurnya, dari lubuk hati terdalam, Dava memang merindukan
gadis itu. Dava menyusuri lorong-lorong yang ada di lantai dua. Di
ujung lorong matanya menangkap sebuah pintu dengan pigura
oranye berukir tulisan "AMANDA". Kamar Amanda! pekiknya
dalam hati. Ia ingin segera masuk ke sana.
Dava mempercepat langkahnya. Dava menarik napas perlahan
dan mengembuskannya kembali dengan kuat. Dengan gemetar
ia meraih daun pintu itu dan" terbuka.
Oranye. Semuanya berwarna oranye.
Cowok itu tersenyum lirih dan melangkah masuk.
Aroma vanila yang mendominasi ruangan itu langsung mem"
buat napas Dava sesak. Kamar yang didominasi warna langit
senja itu sepi. Dan semuanya tertata sangat rapi karena pemilik
234 Janji Hati.indd 234 kamar itu sudah tak menempatinya lagi. Lebih tepatnya tak akan
pernah menempatinya lagi.
Dava rebah di tepi ranjang dan memegangi pelipisnya. Demi
Tuhan, sampai detik ini dirinya masih merasa bahwa ini mim"
pi"kepindahan Amanda meninggalkannya adalah mimpi. Semua
ini hanyalah khayalan... Dava bangkit. Matanya kembali menatap sekeliling. Matanya
menyipit ketika mendapati benda persegi panjang berwarna
oranye gelap tergeletak di lantai dekat kaki meja. Apa itu"
tanyanya dalam hati. Ia melangkah mendekati benda itu dan
ber"jongkok meraihnya, lalu kembali di tepi tempat tidur Aman"
da,menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang.
Buku. Tapi buku apa"
Cowok itu penasaran kemudian membukanya. Matanya
melebar. Astaga... Buku harian Amanda Tavari.
Bagaimana gadis itu bisa meninggalkan benda sepenting
ini" Dava tahu bahwa tidak sopan membaca catatan penting sese"
orang, apalagi sifatnya pribadi. Tapi, kali ini ia harus melanggar
peraturan tak tertulis itu. Keinginan yang begitu besar untuk
mengetahui berbagai isi curaham hati Amanda di dalam buku
itu sama sekali tak bisa ditahan...
Dava mengembuskan napas perlahan. Ia membuka buku diary
itu dan mulai membaca isinya...
"Aku tak membayangkan apa jadinya hidupku kalau tak ada
Leo yang menolongku saat itu. Dia seperti malaikat tanpa sayap.
235 Janji Hati.indd 235 Sikap-sikapnya membuatku sampai lupa bagaimana cara
membalas kebaikan orang lain. Aku menyukainya, sejak pertama
kali bertemu dengannya. Lambat laun, dia bisa membuat luka
hatiku karena kepergian Revan menjadi sedikit sembuh."
Dava terenyak. ?"aku berlatih bermain voli di lapangan Green Bay dan
entah mengapa ingin menendang bola yang berhenti tepat di
depanku. Sindi sudah berusaha memperingatkan, namun akan
tetap saja nekat. Alhasil, tendangan itu melesat dan korban pun
tercipta. Oh Tuhan, tolong maafkan kecerobohan ini. Aku
memang selalu ceroboh dan tidak pernah berpikir panjang atas
segala yang kulakukan. Bagaimana ini?"
Dava tertawa lirih. Bahunya berguncang.
"Ternyata korbannya adalah seorang"ya ampun, bagaimana
aku harus mengatakannya ya" Yang pasti dia mengerikan. Aku
tahu dari anak-anak. Aku nggak mau jadi gila, jadi kuputuskan
untuk mengejar cowok yang katanya bernama Dava itu. Sulit
sekali meminta maaf darinya. Namun aku tak menyerah begitu
saja. Sampai akhirnya, astaga, aku dijadikan pesuruhnya! Aku
harus datang setiap hari untuk membersihkan ruang musiknya
yang sebenarnya sudah terlalu bersih. Aku sudah melakukan
semuanya dengan baik. Yang mengejutkan adalah ketika aku
tahu bahwa Leo dan Dava adalah kakak-beradik tiri..."
"Lama-lama Dava tak terlalu mengerikan. Bahkan aku lebih
236 Janji Hati.indd 236 dekat dengan Dava akhir-akhir ini karena Leo selalu bepergian
sedangkan cowok selalu ada di rumah. Sedikit demi sedikit aku
mulai mengenal dirinya..."
Lembar demi lembar buku itu itu dibacanya. Tak ada detail yang
terlewatkan sedikit pun. Dimulai dari awal hingga sampai pada
peristiwa saat Leo mengungkapkan segalanya. Kesalahan masa
lalunya membuat semua pihak terluka.Tak terkecuali Dava.
Sungguh, hatinya benar-benar hancur. Isak tangis tak dapat
ia bendung lagi. Tubuhnya meluruh ke lantai. Ia menunduk
sambil bersedekap. Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun seorang Dava
Argianta menangis. Ia membiarkan emosinya tertumpah sejenak.
Lalu, setelah merasa agak lega, ia mengusap wajahnya yang
basah Kemudian tangannya meraih lembaran terakhir buku itu. Ia
mulai membacanya. "Apakah seluruh dunia tahu apa arti kehilangan?"
Dava merasa dadanya benar-benar sesak sekarang. Ia juga
pernah merasakannya"
"Aku sudah terlalu banyak merasakannya. Sudah terlalu ba"
nyak luka yang terpendam di hatiku Walau baru satu kali jatuh
cinta, tapi rasanya begitu menyakitkan. Karena cinta mening"
galkanku dengan cara yang begitu tragis."
"Tadinya kupikir setelah membuka lem"baran baru semua
akan menjadi lebih baik. Hidup ini memang sungguh aneh, juga
237 Janji Hati.indd 237 tidak adil. Siapa yang pernah berpikir bahwa ketika keadaan
sudah mulai membaik, kau justru jatuh ke jurang yang paling
dalam. Aku sudah melambung begitu tinggi ke langit ketika
tiba-tiba aku jatuh lagi ke tanah dan rasanya sangatlah
sakit." "Tapi alam semesta tak perlu khawatir. Hari ini, aku sudah
bisa memaafkan semuanya. Aku sudah bisa memaafkan Leo.
Tidak akan ada dendam atas kematian Kak Revan. Sungguh.
Aku tidak akan pernah mengungkit lagi tentang kejadian ini.
"Sekarang aku ingin menuliskan sesuatu yang lebih penting
dari pada apa pun?" Dava menelan ludah dengan susah payah. Apa yang ingin
gadis itu katakan" "Mungkin ini sedikit tidak waras, tapi ini nyata. Aku" Aku
menyukai Leo dan Dava. Aku menyukai keduanya. Aku sendiri
juga tidak mengerti kenapa ini bisa terjadi. Mungkin karena
masing-masing dari mereka mengandung sebagian jiwa Revan.
Misalnya saja, Dava yang suka musik klasik dan Leo yang selalu
bisa mem"buatku merasa nyaman ketika berada di dekatnya.
Karakter mereka memang sangat berbeda dan bertolak belakang,
namun masing-masing dari mereka bisa membuatku merasa
nyaman dengan cara mereka sendiri.
"Ada petuah mengatakan bahwa jika ingin memiliki, aku
harus memilih satu di antaranya. Aku tak boleh memiliki ke"
duanya atau malah tidak akan memiliki yang mana pun. Hei,
238 Janji Hati.indd 238 sejujurnya aku tidak tahu apa perasaan mereka berdua terha"
dapku, aku hanya sedang ingin menguji perasaanku sendiri."
"Aku belajar banyak tentang hal ini. Aku menganalisis pesan
Bude Lastri saat berkunjung ke panti asuhan. Pesan yang takkan
pernah bisa enyah dari ingatanku seumur hidup. Katanya, "Suatu
saat kamu akan mengerti apa perbedaan rasa suka dengan rasa
cinta." Aku mencoba mempelajarinya. Dan aku rasa aku sudah
dapat membedakannya. "Tapi... Aku masih terlalu takut untuk mengatakannya kepada
dunia. Aku tak ingin mengambil risiko terluka lagi.
"Baiklah, aku akan mengatakannya di sini saja, walau se"
muanya sudah terlambat. "Seandainya saja keadaannya berbeda, seandainya saja
takdir tak seperti ini, dan seandainya aku boleh memilih takdir
yang ingin kupilih. Seandainya saja aku punya keberanian untuk
mengatakan semuanya... "Aku ingin tetap berada di sini. Dan aku ingin Dava mene"
maniku dan mengisi hari-hariku. Aku ingin dia selalu bersama"
ku. Karena aku mencintainya."
Dan mata Dava benar-benar memanas ketika membaca
rangkaian kalimat terakhir yang menjadi penutup buku harian
itu. "Aku mencintaimu Dava Argianta. Dan aku pun berjanji takkan
pernah ingin menjadi benar seandainya mencintaimu adalah
salah." Kekuatan Dava menghilang. Kendalinya yang sudah sangat
rapuh akhirnya hancur berkeping-keping. Tangisnya kembali
239 Janji Hati.indd 239 pecah. Seluruh tubuhnya berguncang keras. Cowok itu mem"
biarkan air matanya tumpah. Ia tak peduli. Ia hanya berharap
rasa sakit dan perih di hatinya akan berkurang"walau hal itu
mustahil. Luka menganga di hati"nya.
Kumohon dengan sepenuh hati, pulanglah... Aku benar-benar
membutuhkanmu. 240 Janji Hati.indd 240 hampir setengah tahun berlalu sejak Amanda me"
ninggalkan Indonesia. Sedikit-banyak gadis itu sudah
bila mengembalikan hidupnya seperti biasa. Amanda
berusaha menjalani hari-harinya di Los Angeles dengan sebaik


Janji Hati Karya Evira Natali di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mungkin. Tapi, setiap hari Dava masih muncul dalam pikirannya,
walau ia sudah berusaha keras membuang bayangan cowok itu
sejauh mungkin. Baik dirinya maupun Dava tak pernah berusaha untuk saling
meng"hubungi sejak mereka berpisah. Sekarang Amanda tak tahu
bagaimana keadaan Dava. Apakah cowok itu baik-baik saja"
Pada akhirnya Amanda tak bisa menahan diri untuk penasa"
ran. Semuanya berjalan dengan baik tanpa ada masalah dan
udah 241 Janji Hati.indd 241 hambatan setitik pun. Sampai akhirnya gadis itu menerima
telepon tentang berita buruk yang membuat jantungnya nyaris
berhenti berdetak. Hari ini Amanda sangat sibuk karena harus mengantarkan ibunya
ke kedutaan untuk mengurus segala surat-surat kepindahannya
ke Ame"rika yang belum lengkap kemarin.
"Ayo, Ma, lama sekali," keluhnya. "Aku harus membeli
beberapa ka"mus tambahan untuk kelas percakapan bersama
Madam Tifan"ny."
Amanda memang tidak langsung bersekolah karena sebentar
lagi kenaikan kelas sehingga ia harus menunggu sekitar dua
bulan lagi untuk bisa bersekolah. Untuk itu, ia mengambil kursus
tambahan agar saat semester baru, ia dapat langsung beradap"
tasi. Wanita berumur yang masih terlihat cantik itu tersenyum,
"Sabar dong, Man!" ucapnya lembut. "Mama kan juga lagi
masak buat makan nanti siang."
Amanda melangkah ke luar dapur. Gadis itu berjalan ke ruang
TV dengan bermalas-malasan. Ya ampun, di sini udaranya sangat
berbeda dengan Indonesia, kalau di Indonesia selalu panas, di
sini sebaliknya. Di sini, udaranya sangat sejuk dan dingin, selalu
membuatnya ber"malas-malasan menjalankan rutinitas.
Telepon berdering. Gadis itu tersentak kaget dan segera
bangkit dari kursi dengan cepat.
"Halo?" 242 Janji Hati.indd 242 "Amanda, sedang apa kamu?"
Amanda mendesah, "Oh, Papa. Menunggu Mama masak nih.
Ada apa?" "Nothing, honey, cuma mau mengingatkan jangan lupa kering"
kan kemeja yang baru Papa beli kemarin," pintanya. "Besok ada
rapat penting." "Ya, Papa..." "Good job, my lovely daughter. I love you."
Klik! Telepon berakhir. Amanda mengerang, Astaga, Papa memang tidak pernah
berubah. Selalu saja merepotkan...
Gadis itu menggaruk-garuk kepalanya yang terasa tidak gatal
dan melangkah kembali menuju sofa untuk menonton TV.
Telepon berdering lagi. Pasti Papa lagi.
Amanda kembali berbalik menuju telepon.
"Papa" Papa nggak usah khawatir, pasti Amanda keringkan
kemejanya?" katanya dengan nada kesal.
Hening. Tak ada suara. "H-halo?" katanya bingung. Amanda merasa papanya mungkin
marah mendengar nada kesal dalam suaranya. "Papa," panggil"
nya. "Aku kan cuma becanda. Masa begini saja Papa marah?"
Namun alisnya menyatu ketika yang ia mendengar suara
seseorang yang sangat di kenalnya. Sindi.
"Dari dulu kamu emang nggak pernah berubah," cela Sindi.
"Selalu marah-marah tanpa dipikir dulu," tawa Sindi meledak.
"Ya ampun, Sin!" pekik Amanda senang. "Apa kabar?"
"Baik. Kamu sendiri?"
243 Janji Hati.indd 243 "Baik juga. Jauh lebih baik. Tumben nelepon, ada apa"
Kangen sama aku, ya?"
"Iya, aku kangen kamu. Pulang ke Indonesia, dong!" Ada
nada sendu di ucapan gadis itu.
Amanda terkekeh. "Ya ampun, sampe segitunya, Sin?"
Hening sejenak. Lalu Sindi mulai bicara lagi.
"Man," Sindi terdiam sejenak, "sebenarnya aku menelepon
ini karena ingin memberitahu sesuatu..."
"Apa" Katakan saja, Sin," kata Amanda penasaran.
"Mmm?" Sindi mengembuskan napas lirih.
"Kok diam saja" Ada apa sih" Kamu baru menang tanding,
ya?" tanya Amanda antusias.
"Bukan, Man," jawab Sindi lemah. "Ini soal" Dava."
Nama itu... Ada apa dengannya"
"Kenapa dia?" kejar Amanda cepat.
"Dava sakit," Sindi menarik napas. "Kemarin aku sempat
ngobrol sama teman satu tim futsalnya. Aku tahu dari temannya
itu." Sakit" Amanda mulai panik" Tubuhnya mendadak beku dan
tidak bisa bergerak. Darahnya seakan berhenti mengalir. Sakit"
Sakit apa" Apakah sakitnya parah"
"Sin, jangan becanda kayak gitu, dong. Nggak baik," Amanda
mulai kalut. "Aku serius, Man. Siapa yang bercanda?" kata Sindi emosi.
?"" "Sikapnya berubah jauh lebih buruk sejak kamu meninggalkan
Indonesia. Dia sering ugal-ugalan dan kebut-kebutan dalam
244 Janji Hati.indd 244 balapan motor. Lalu," Sindi mengembuskan napas lirih, seolah
enggan mengatakan hal ini, "Dava kecelakaan. Aku tahu kabar
ini dari teman-teman futsalnya. Sudah lama juga aku sama sekali
nggak lihat cowok itu di lapangan, jadi aku tanya ke teman"
nya?" "Apa" Gimana?" Suara Amanda mulai serak dan parau.
Dengan susah payah Amanda menelan ludah. Sekarang tenggo"
rokannya benar-benar tercekik. Akhirnya ia hanya bisa bertanya,
"Lalu bagaimana keadaannya sekarang?"
"Kudengar... Kudengar" Dia koma."
"Kenapa baru ngabarin aku sekarang?" isak tangisnya mulai
pecah. "Sori, Man. Aku juga baru tahu pasti tentang kabar buruk ini
tadi pagi." Amanda mendadak lemas. Ia tidak bisa bernapas. Ia tidak bisa
menopang tubuhnya untuk berdiri dan meluruh ke lantai. Ber"
samaan dengan itu gagang telepon yang dipegangnya terjatuh
ke lantai. Sebelah tangannya berusaha menopang tubuhnya di
lantai. Sebelah tangannya yang lain memegang dada yang menda"
dak terasa sangat sakit. Amanda merasa dingin. Begitu dingin sampai-sampai tubuh"
nya gemetar hebat. Perlahan penglihatannya menjadi buram.
Pendengar"annya pun menjadi tak jelas seperti tersumbat. Yang
ia masih bisa sadari adalah ibunya berjalan tergesa mendekati
dirinya lalu berbicara dengan Sindi di telepon.
Kepala Amanda berputar-putar hebat. Matanya bulatnya kian
menyipit dan nyaris terpejam. Seluruh pandangannya mendadak
245 Janji Hati.indd 245 buram. Ia mengerang sambil berusaha menghirup oksigen se"
kadarnya. Satu hal terakhir yang dapat didengarnya adalah ibu"
nya menyerukan namanya dengan histeris. Beberapa detik ke"
mudian segalanya benar-benar menjadi gelap.
Buram. Kelopak matanya perlahan mengerjap-ngerjap. Penglihatannya
masih belum begitu baik dan semuanya tampak tidak jelas.
Sedikit-sedikit ia berhasil melihat langit-langit putih di atasnya.
Ini bukan kamarnya. Di mana ini" tanyanya dalam hati. Sejenak
kemudian ia mengenali interior kamar orangtuanya. Gadis itu
menoleh ke sekeliling dan mendapati ibunya duduk di dekatnya
dengan raut wajah yang lesu dan kusut. Ibunya cemas, Amanda
tahu itu. Otaknya kembali berputar menuju detik-detik sebelum
ia tak sadarkan diri. Amanda segera beranjak dari tempat tidur
untuk bangkit, namun yang ia rasakan malah kepalanya berputarputar hebat.
"Kamu sudah sadar, Sayang?" tanya ibunya cemas, kemudian
membantu Amanda duduk. Gadis itu mengangguk. "Ma," rintihnya. "Tadi Mama sempat
berbicara sama Sindi?" tanyanya penasaran. "Apa katanya?"
Ibunya menarik napas sejenak, "Mama sudah dengar se"mua"
nya," katanya sambil tersenyum tipis. "Temanmu yang bernama
Dava itu" kritis sejak satu bulan yang lalu," kata ibunya dengan
parau. Astaga, ini pertanda buruk. Sangat-sangat buruk...
246 Janji Hati.indd 246 Amanda menelan ludah. Perutnya langsung terasa mual,
tenggo"rokannya juga mendadak pedih"sepedih hatinya sekarang
ini. "Tapi... Dava baik-baik aja, kan?" katanya berusaha meya"
kinkan dirinya sendiri. "I don"t know, Honey," ibunya menarik napas, berusaha
menghibur putri semata wayangnya, "Sindi bilang dokter tidak
bisa memprediksi berapa lama lagi dia akan bertahan?"
"Tidak!" sela gadis itu kuat-kuat. "Itu bohong!"
"Amanda, tenang?"
"Cukup!" Amanda menahan isakan yang sudah siap untuk
tertumpah dari mulutnya. Ia menggeleng kuat-kuat juga menutup
telinganya rapat-rapat dengan kedua telapak tangannya. Ia tidak
ingin dengar... Tidak ingin...
Hening. Yang terdengar hanya isak tangis Amanda, juga
ratapan iba ibunya. Tak pernah wanita itu melihat putrinya
sesedih ini... Sehisteris ini... Setakut ini sejak bertahun-tahun
silam... "Mama..." rintih Amanda pilu, "tolong izinkan aku menemui"
nya..." "Kamu ingin kembali ke Indonesia?"
Amanda mengangguk mantap sambil menyeka air matanya,
"Plea"se, Mom," rengeknya. "Sebentar saja," ucapnya serak.
"Aku ingin melihat keadaannya. Aku janji tidak akan lama."
Ibunya agak terkejut, ternyata pemuda bernama Dava itu
sangat berarti bagi putrinya.
"Sebentar saja, Ma," kata Amanda memohon melihat ibunya
masih mempertimbangkan perminta"annya.
247 Janji Hati.indd 247 Akhirnya ibunya tangan Amanda dan tersenyum.
"Baiklah," ucapnya lembut. "Jaga dirimu baik-baik di sana.
Be carefull," ucapnya dengan sedikit khawatir.
Amanda berbinar dan tersenyum bahagia. "Makasih banyak,
Ma. Terima kasih." Ia langsung memeluk ibunya dengan sangat
erat. "Kapan kamu akan pergi?"
"Begitu dapat tiket, Ma," ucapnya mantap sambil mengeratkan
pelukannya. Amanda menyandarkan kepala di bahu ibunya. Bagaimana
kalau Dava... Amanda menelan ludah. Biasanya ia selalu mem"
persiapkan diri menghadapi kemungkinan buruk dan pada
akhirnya bisa menghadapi kemungkinan-kemungkinan itu. Tetapi
entah mengapa kali ini ia sama sekali tak bisa membayangkan
dan tidak yakin dirinya kuat untuk menerima segala kemungkinan
yang tidak diingin"kannya itu.
Sudah sebulan lebih ia tak mengetahui apa yang terjadi di
In"donesia. Dan sekarang, ini benar-benar seperti mimpi! Sejak
tinggal di Los Angeles, Amanda memang selalu berpikir bahwa
suatu hari nanti ia akan kembali bertemu dengan Dava"tapi
tidak dalam keadaan yang seperti ini.
Sekarang semuanya sudah terjadi, cowok itu koma. Walaupun
nanti luka di hatinya akan semakin menganga, setidaknya ia bisa
melihat Dava lagi... Tapi bagaimana jika suatu saat nanti ia tidak bisa melihat
Dava lagi" Tidak, tidak. Membayangkannya saja sudah membuat
tubuhnya mati rasa. Amanda tidak tahu apa yang akan terjadi
248 Janji Hati.indd 248 jika ia harus menghadapi kenyataan terpahit yang tak pernah ia
bayangkan sebe"lumnya...
249 Janji Hati.indd 249 tiba di Indonesia, Amanda langsung kembali
ke rumah lamanya, lalu pergi ke rumah sakit tempat
Dava dirawat. Sepanjang perjalanan dari bandara ke rumahnya, lalu dari
rumahnya ke rumah sakit, Amanda terus menunduk"sesekali
memegangi pelipisnya yang terasa mau pecah, juga dadanya
yang terus-terusan sesak. Seluruh jiwanya tak bisa tenang sampai
ia tiba di rumah sakit. Gadis itu menyadari bahwa kuku-kukunya
menancap ke telapak tangannya, namun ia tak merasakan sakit
sama sekali. Di rumah sakit, ia melihat ibu Leo di duduk di ruang tunggu
ICU. Gadis terus melangkah dengan susah payah mendekati
sosok itu. egitu 250 Janji Hati.indd 250 Banyak sekali perubahan yang terjadi. Wanita itu terlihat jauh
lebih tua daripada yang terakhir Amanda lihat. Amanda bisa
merasakan berbagai guratan di wajah wanita itu adalah guratan
penderitaan dan kesedihan. Sekarang, ia merasa guratan-guratan
itu seolah ikut memenuhi wajahnya.
Ibu Leo tidak butuh waktu lama untuk menyadari kehadiran
Aman"da. Ia segera menghampiri Amanda dan memeluknya
sangat erat. Tangis gadis itu pun tak terbendung lagi...
"Amanda!" seru ibu Leo lirih. "Ini benar kamu?" tanyanya
tak percaya. "Kamu sungguh-sungguh datang ke sini?"
Gadis itu mengangguk. "Iya, Tante. Ini aku Amanda," bisik"
nya lirih. Mereka terus berpelukan erat. Belum sempat ia memejamkan
mata untuk berpikir bahwa semua pertemuan ini adalah nyata,
tiba-tiba saja di balik punggung wanita yang sedang memeluknya
itu pintu ruang ICU terbuka. Butuh beberapa detik bagi Amanda
untuk menenangkan dirinya setelah melihat sosok itu yang keluar
dari pintu itu. Leo Ferdinan. Perlahan Amanda melepaskan pelukan ibu Leo. Matanya


Janji Hati Karya Evira Natali di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkunci. Cowok tinggi itu mengunci tatapannya. Kemudian, Leo
berjalan mendekati dirinya. Semakin dekat... semakin dekat,
membuat Amanda lupa cara bernapas dengan benar.
"Amanda," panggil Leo pelan.
Leo hanya melihat Amanda. Seluruh fokusnya ditujukan pada
gadis itu. Begitu pun dengan Amanda. Waktu pun serasa berhenti
berpu"tar. 251 Janji Hati.indd 251 Tiba-tiba saja, tangis gadis itu kembali tumpah. Dengan satu
ge"rakan cepat, ia memeluk erat cowok tinggi di depannya.
Amanda membiarkan dirinya tenggelam dan menyandarkan
kepalanya di tempat hatinya dulu berada"di dada cowok itu.
Leo tersentak, namun beberapa detik kemudian ia melingkarkan
tangannya di punggung Amanda.
"Hai," bisiknya lemah. "Apa kabar?"
Amanda menelan ludah, "Ba-baik," ucapnya sambil mem"
basahi bibir. "Seperti yang kamu lihat sendiri." Kemudian ia
melepaskan pelukannya. Melihat Amanda sudah lebih tenang, ibu Leo mengajaknya
untuk masuk menengok Dava, namun Amanda belum siap. Ia
tidak sanggup melihat keadaan di dalam sana"di ruang ICU
yang penuh peralatan medis mengerikan.
"Tante silakan masuk saja dulu," katanya pelan. "Aku akan
me"nyusul nanti."
Ibu Leo memaklumi persaan gadis itu. Ia meninggalkan
Amanda. "Aku akan menemanimu di sini," Leo menyentuh lembut
pundak Amanda yang terlihat sangat ringkih.
Amanda menoleh dan mengangguk ringan.
"Bagaimana Los Angeles?"
"Hmm, begitulah. Tidak ada yang istimewa," jawabnya datar
sambil duduk di bangku kosong.
Leo menatap Amanda dengan kening berkerut. Sudah ber"
bulan-bulan ia tak melihat gadis yang sangat dirindukannya dan
sekarang ia bisa melihat gadis itu secara nyata. Jujur, ia sangat
252 Janji Hati.indd 252 bahagia. Tapi Amanda datang untuk adiknya, Dava, bukan untuk
dirinya. Ia harus sadar akan hal itu. Dan sepertinya cowok itu
juga menyadari bahwa Amanda memang memiliki perasaan
istimewa pada adik tirinya.
Tidak ada yang berubah dari gadis itu. Senyumnya, nada
bicaranya, kecantikannya, dan segalanya masih tetap sama.
Bahkan sepertinya Amanda sama sekali tak ingat bahwa beberapa
bulan lalu ada berbagai kesedihan yang melanda jiwanya.
"Man, kamu masih membenciku?" tanya cowok itu secara
tiba-tiba. Amanda kaget dan bingung. Apa benci" Apa ia tidak salah
dengar" "Hei, sejak kapan aku membencimu?"
"Sejak kukatakan bahwa akulah pelaku korban tabrak lari
Re"van." Amanda mendesah dan tertawa ringan, "Aku sama sekali tidak
membencimu. Aku sudah mengikhlaskan semuanya."
Jujur saja, sekarang ia sama sekali sudah tak memikirkan
masalah kecelakaan itu. Sekarang hanya Dava yang memenuhi
seluruh benak"nya, seluruh jiwanya, dan seluruh hidupnya...
"Revan itu?" Leo menelan ludah. "Cinta pertamamu?"
Amanda menoleh, lalu mengangguk lemah. "Dari mana kamu
tahu?" "Adikku." "Ya," Amanda tersenyum. "Sudah, ini sama sekali tidak pen"
ting untuk dibicarakan. Ba-bagaimana keadaan adikmu seka"
rang?" 253 Janji Hati.indd 253 Leo memejamkan mata, lalu mendesah lirih. Baiklah, ia rasa
ia tak perlu terus-terusan merasa bersalah. Sekarang ia akan
memastikan sesuatu yang ingin ia pastikan sejak dulu sebelum
ia menjawab pertanyaan tentang keadaan Dava.
"Kamu ingin tahu?"
"Tentu saja," kata Amanda heran.
Leo tertawa. "Kamu menyukai Dava?"
"Apa?" "Iya, apakah kamu menyukainya?"
Pertanyaan yang sederhana, namun berhasil mencabik-cabik
hati Amanda yang memang sudah tersobek sana-sini.
Aku bukan hanya menyukainya. Aku mencintainya... Aku
mencin"tainya melebihi aku mencintai hatiku sendiri.
Langit yang terang ini sangat kontras dengan suasana yang
teramat sendu di taman rumah sakit. Hening. Bahkan Leo yang
duduk di samping Amanda tidak berani melakukan apa pun
untuk menghibur gadis yang menangis hebat di bangku putih
pojok taman. Ia hanya bungkam, dan ikut sedih bersama dengan
semesta yang mendadak seolah tersaput mendung kelabu.
Di benak Amanda, semua tutur kata Leo berputar seperti lagu
yang menyedihkan... "Sejujurnya walau tak terlalu dekat dengannya, aku paham
dengan sifat-sifat dan kebiasaannya. Sedikit atau banyak, salah
ataupun benar, terbukti ataupun tidak terbukti, aku tahu bahwa
Dava banyak berubah. Sejak kamu datang di hidupnya, dia
254 Janji Hati.indd 254 berubah. Tak sekasar sebelum mengenal kamu. Dia juga bisa
lebih mengerti apa arti orang-orang di sekelilingnya dan juga
apa arti hidupnya" "Sejak kamu datang dan mengisi hidupnya banyak sekali sifat
buruknya berubah perlahan. Dava yang dulu sangat kasar
mendadak jadi lembut. Dava yang sangat egois juga berubah
menjadi pengertian. Dava yang keras kepala juga berubah bisa
menjadi pengalah?" "Tapi hal itu tak berlangsung lama. Saat kamu pergi, sifatnya
kembali lagi seperti semula"bahkan lebih mengerikan daripada
sebelum"nya. Kamu tahu, kadang kalau marah dia bisa meme"
cahkan kaca dengan tangannya. Bukan hanya itu, seisi rumah
juga bisa jadi beran"takan. Kedua orangtuaku pun angkat tangan.
Dava begitu agresif dan tidak bisa diganggu oleh siapa pun. Dia
jarang keluar kamar, keluar kamar pun hanya untuk bermain
futsal" "Kulihat dia jarang makan, pemurung, dan hidupnya pun
berantakan sekali. Dia juga kelelahan karena latihan futsal gilagilaan untuk per"tandingan beberapa minggu lalu."
Leo menatap bingung pada Amanda yang sedari tadi menyeka
air mata yang tak kunjung berhenti mengalir. Jadi aku harus
bagaimana" Apakah seluruh pengakuan jujurnya malah membuat
gadis itu semakin sedih" Leo menarik napas dalam-dalam dan
mengembuskannya perlahan ke udara"
"Sejujurnya aku cemburu melihatmu jauh-jauh datang dari
Los Angeles demi menjenguknya," Leo tertawa lirih. "Tapi aku
sadar, kalian cocok."
255 Janji Hati.indd 255 Gadis itu menoleh, menyeka air mata yang membasahi seluruh
bagian wajahnya. "Kamu mencintainya, bukan" Kurasa adikku juga mencin"
taimu." Kurasa adikku juga mencintaimu"
?"" "Aku percaya, dia masih bertahan sampai sekarang ini karena
menunggumu datang." Bertahan" Menungguku datang...
Amanda semakin menangis tersedu-sedu. Dadanya sakit.
Udara di sekelilingnya terasa berat. Suara itu semakin lirih dan
menyedihkan bagi Leo. Baru saja cowok itu memikirkan bagai"
mana cara membuat gadis yang ia sayangi itu tidak menangis
lagi, ponselnya berbunyi.
"Halo?" ucapnya datar. "Taman rumah sakit" Iya. Ada di
sini juga bersamaku. Apa" Sekarang" Baik."
"Ada apa?" tanya Amanda dengan suara serak dan sedikit
ce"mas. Leo menggeleng. "Aku harus mengambil beberapa keperluan
Bunda di rumah untuk di rumah sakit. Dan aku pun ingin ber"
istirahat sebentar di rumah. Lelah sekali," katanya sambil meng"
usap air mata di pipi Amanda. "Kamu mau ikut?"
Amanda mengangguk. "Eng" Leo..."
"Kenapa?" "Tidak," sergahnya cepat. "Aku ikut," ucapnya beberapa detik
kemudian. 256 Janji Hati.indd 256 Tuhan, apakah Dava akan berhenti menunggu ketika aku
menemui"nya nanti" Kumohon jangan, aku tak bisa membayangkan
kemung"kinan buruk itu. Kumohon, jangan lakukan itu. Jangan
biarkan hal itu terjadi. Kemudian gadis itu bangkit dari bangku taman dengan gontai
dan berjalan meninggalkan rumah sakit bersama Leo.
Rumah bergaya Yunani yang selalu membuatnya terpesona
sekarang ada di depan mata. Rumah yang menyimpan banyak
kenangan setiap harinya sebelum ia pergi meninggalkan Indo"
nesia. Segalanya masih sama. Ruang tamunya masih dipenuhi
foto keluarga yang mendominasi dinding dan meja. Ruangan
musik Dava yang kebetulan tidak terkunci pun masih rapi dan
bersih walau sudah berbulan-bulan tidak ia bersihkan. Amanda
merasa bahagia bisa berada di rumah itu lagi.
"Mau masuk?" kata Leo sambil membuka pintu kamarnya.
Amanda berpikir sejenak. Akhirnya ia mengangguk.
Ruangan yang didominasi warna biru tua itu mengingatkannya
saat ia tak sadarkan diri dan Leo menolongnya. Perlahan senyum
terukir di bibir Amanda. Lucu sekali kalau diingat-ingat. Sudah
lama sekali peristiwa itu terjadi. Amanda memutuskan untuk
duduk sofa di dekat pintu.
"Aku mau tidur dulu sebentar," kata Leo sambil merebahkan
diri di ranjangnya. Amanda mendelik, "Oh, kalau gitu, aku di luar saja," ucapnya
sambil membasahi bibir. 257 Janji Hati.indd 257 "Di sini saja, nggak masalah kok."
Amanda menggeleng lalu tersenyum. "Aku mau melihat-lihat
saja, Le. Sudah lama sekali aku nggak berkunjung ke rumah
ini?" Setelah Leo mengangguk memberi persetujuan, Amanda
keluar dari kamar itu, lalu menutup pintu. Ia melihat-lihat seke"
liling dan matanya berhenti pada satu titik. Berhenti di sebuah
pintu di ujung lorong di seberang ruang musik. Kamar Dava.
Apa kabar kamar itu" Bagaimana kondisi di dalamnya" Sudah
berminggu-minggu penghuni"nya tidak menempatinya...
Kakinya melangkah ke arah pintu tersebut. Ia merasa seakan
ada pusaran angin yang menariknya agar terus mendekat. Dada"
nya berdebar-debar dan ia merasa sangat gugup. Entah mengapa
dulu dan sekarang berbeda, dulu ia tidak pernah segu"gup ini
ketika ingin masuk ke kamar itu.
Sekarang ia sudah berada di depan pintu berwarna kayu jati
yang tertutup rapat. Amanda ragu sejenak. Dengan tangan yang mendadak bergetar
hebat ia meraih pintu dan membukanya. Sepi. Kosong. Semua
yang biasanya berantakan kini berubah mendadak menjadi sangat
rapi. Tempat tidur cowok itu tersusun sangat rapi, begitu juga
perabot-perabot yang lain. Padahal biasanya kamar ini sangat
berantakan dan penuh barang berserakan yang menurut Amanda
sangat menganggu jalan dan pemandangan. Maklum saja, sudah
berminggu-minggu Dava pindah ke ruang ICU yang ada di
rumah sakit. 258 Janji Hati.indd 258 Tapi, ada satu yang tidak berubah.
Meja berbentuk persegi panjang yang ada di kamar itu.
Tempat cowok itu biasa bekerja"entah apa yang dikerjakannya
selama ini Amanda juga tidak pernah tahu. Mejanya masih
berantakan, banyak sekali kertas putih yang bertebaran dan
memenuhi seluruh bagian meja. Juga kertas-kertas yang bertu"
liskan partitur lagu dan not balok. Tidak lupa ada laptop yang
terbuka walau tidak dinyalakan. Gadis itu mengambil satu per
satu kertas dan itu dan membacanya sambil tersenyum sekilas.
Ia memutuskan untuk merapikannya.
Kedua tangannya lincah mengambil kertas-kertas itu dengan
cepat. Namun, tiba-tiba Amanda berhenti...
Matanya mendelik selebar-lebarnya, lalu mengerjap-nger"
jap. Tunggu... Apakah ia tidak salah lihat"
Di sela-sela tumpukan kertas itu ada benda yang tidak asing
baginya. Buku berwarna oranye yang begitu mencolok indra
pengli"hatannya. Bagaimana benda ini bisa berada di sini"
Hatinya bertanya-tanya hebat.
Dengan lemah, ia menarik bangku yang ada di depan meja,
lalu duduk di sana. Kepalanya pusing, ia sangat lelah. Tangannya
meraih buku itu dengan hati-hati dan membukanya...
Ini memang buku hariannya. Tidak salah, itu semua tulisan"
nya" Bagaimana ini bisa terjadi" Dengan segala emosi yang
berkecamuk di dalam hatinya, Amanda membolak-balik lem"
baran buku itu dengan kasar. Ia terisak. Detik berikutnya ia
merasakan ada sesuatu yang jatuh dari dalam buku itu ke
259 Janji Hati.indd 259 samping kakinya. Buru-buru, Amanda meraihnya-kertas-kertas
yang terlipat jadi satu dan membukanya.
Astaga... Kertas itu berisi sketsa-sketsa wajahnya.
Amanda membekap mulutnya dengan kedua tangan... Ia
menahan napas. Sketsa itu sangat mirip dengan wajahnya. Amanda tidak tahu
bahwa Dava sangat pandai menggambar. Di setiap sketsa Dava
menuliskan keterangan kecil pada pojok kiri kertas.
Kapan Dava membuat semua ini" Ia sama sekali tidak tahu.
Sketsa pada lembar pertama, bergambar wajah close-up
Amanda dengan latar belakang cahaya matahari menembus
jendela... "Senyumnya secerah matahari."
Lalu sketsa pada lembar kedua bertempat di ruang musik di


Janji Hati Karya Evira Natali di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rumah cowok itu sendiri. Gadis itu tidak bisa menahan air mata"
nya ketika ia membaca tulisan kecil di pojok bawah kertas.
"Dia sangat pandai memainkan piano klasik."
Sketsa pada lembar ketiga berlatar di taman di panti asuhan
Asih Lestari saat di berada di ruang belajar anak-anak panti.
"Mewakili segala harapan terakhirku dalam hidup."
Semakin pedih saja hatinya membaca tulisan itu. Pada lem"
baran terakhir bukanlah sebuah gambar. Melainkan tulisan...
Jangan marah padaku ketika suatu saat
buku ini kembali lagi ke tanganmu. Maaf
karena aku mengambil buku ini di kamar"
260 Janji Hati.indd 260 mu tanpa izin . Ini tidak sengaja. Aku
me"ne"mukannya tergeletak di bawah meja
saat aku berkunjung ke rumahmu tanpa
tujuan . Dava Amanda menangkupkan kepala di atas kedua punggung tangan
di atas meja. Lengan tangannya menyeuntuh permukaan keypad.
Aman"da mendongak. Memandangi laptop itu selama beberapa
detik. Men"dadak ia jadi tertarik untuk membuka laptop itu. Ia
menyalakan laptop itu. Amanda iseng memeriksa file-file yang
tertera di menu utama. Banyak sekali foto, dokumen, musik, juga video yang tersim"
pan di sana. Matanya sibuk memandangi isi laptop itu. Penasaran,
gadis itu membuka satu per satu isinya.
Foto-foto Dava waktu bayi...
Musik-musik yang ia aransemen dengan indah...
Dokumen-dokumen lirik lagu yang cowok itu ciptakan
dan... Yang terakhir adalah video yang sama sekali tidak berjudul.
Dan video itu hanya ada satu.
Amanda mengerutkan dahi dan bergumam, "Video apa ini?"
Ia menekan mouse dua kali dan terbukalah video itu. Selama
beberapa detik layarnya gelap. Gadis itu memanyunkan mulut.
Kosong" Namun sela beberapa detik kemudian layar yang gelap
itu berubah menjadi terang.
Amanda menelan ludah dan mendelik. Latar video itu di ruang
261 Janji Hati.indd 261 musik Dava. Cowok itu sedang duduk membelakangi kamera
yang menyorotnya dari arah samping sehingga wajah Dava hanya
bisa terlihat profilnya. Tangannya bersiaga di tuts-tuts piano. Ia
terlihat menarik napas sejenak-kemudian berbicara"
"For Amanda Tavari, I want to sing a song for you from my
heart." Amanda mengerjap. Ketika kesadarannya belum sepenuhnya
kembali ke tubuhnya, Dava dalam video mulai menekan tuts-tuts
piano dan memainkan sebuah lagu"
Sorry I never told you all I wanted to say. Now it"s too late
to hold you cause you"ve flown away so far away"
Lagu itu mengalun begitu lembut. Dava memainkan grand
piano sambil bernyanyi. Dava bernyanyi. Cowok itu begitu
memukau. Amanda sampai menahan napas karena ia tak tahu
bahwa cowok itu pandai bernyanyi.
Never had I imagined, living without your smile, feeling and
knowing you hear me. Alive and I know you"re shining down
on me from heaven like so many friends we lost along the way,
and I know eventually we"ll be together, one sweet day"
Gadis itu menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya.
Lagu itu mengalun dengan lembutnya hingga menggetarkan
jiwa... Ia memejamkan mata sambil mengetuk-ngetuk meja
sesekali untuk mengatasi kegugupannya. Ia sesak napas.
Darling I never showed you. Assumed you"d always be there.
Took your presence for granted. But I always cared and I miss
the love we shared. Although the sun will never shine the same
262 Janji Hati.indd 262 I"ll always look to a brighter day. Lord I know when I lay me
down to sleep, you will always listen as I pray"
Sekitar lima menit kemudian, lagu itu berakhir. Dan seperti
mimpi, tiba-tiba saja kamera itu sudah menyorot wajah Dava
secara dekat. Amanda nyaris melompat saking kagetnya.
Sekarang, kamera itu berada di tangan besar Dava...
"Apa kabar" Suka dengan lagunya?" katanya sambil sedikit
membetulkan posisi kamera juga posisi duduknya.
"Kalo kamu bingung kenapa tiba-tiba aku merekam diri sambil
membuat video ini aku juga tidak tahu alasannya," katanya
sambil mengalihkan pandangan sejenak dari kamera. "Yang pasti
aku memiliki firasat kamu akan kembali lagi ke sini," ia meng"
angkat bahu. Amanda mengusap wajahnya dengan telapak tangan, kemudian
menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Ia berusaha mengen"
dalikan sekujur tubuhnya yang gemetar.
"Pertama-tama, aku ingin meminta maaf. Selama ini, aku
sudah banyak menyusahkanmu. Aku memperlakukanmu sangat
tidak layak juga tidak pernah membuatmu nyaman di dekat"
ku." Tidak" Kamu salah. Kamulah yang justru paling bisa mem"
buatku merasa nyaman. "Tapi, aku punya satu alasan untuk hal-hal tersebut. Mau
tahu?" Tanpa sadar Amanda mengangguk-angguk. "Karena aku
hanya tidak ingin ketika seseorang nyaman di dekatku lalu suatu
saat orang itu pergi, maka aku bersedih," katanya dengan nada
263 Janji Hati.indd 263 begitu lirih. "Aku tidak ingin mengulang saat-saat terburuk ketika
aku kehilangan ibuku dulu."
Gadis itu tercekat. Napasnya sesak. Matanya memerah.
"Dan ternyata kamu memang meninggalkanku sebelum aku
meninggalkanmu," Dava tertunduk. "Saat itu aku tidak tahu apa
yang bisa kulakukan," ia menggeleng pelan. "Dunia terasa seperti
kiamat. Saat itu aku berharap kamu kembali. Aku tidak tahu apa
mau diriku sendiri, tapi saat itu diriku menolak keras-keras
kenyataan bahwa kamu memang pergi."
Dava tertawa lirih, "Oh ya, anak-anak panti merindukanmu.
Waktu aku ke sana setelah kepergianmu, mereka bilang kangen
sama Kak Amanda. Mereka bertanya, kenapa kamu nggak ikut"
Aku bilang, kamu sedang banyak tugas," cowok itu terkekeh
sambil mengusap kepalanya sendiri. "Mereka menagih janjimu
akan mengajari mereka bermain musik" Kamu tahu, saat aku
bohong tentang keberadaanmu pada anak-anak, rasanya sebagian
jiwaku menguap begitu saja?"
Amanda terisak. Tangisnya semakin menjadi-jadi mendengar
setiap kata yang meluncur dari mulut cowok itu.
"Dan yang paling aneh adalah hampir setiap malam aku selalu
mendengar suaramu ketika angin berembus. Aku mencoba
berbicara dengan bayanganmu di pikiranku. Dan aku sadar aku
benar-benar merindukanmu."
Amanda mengerang. Jiwanya semakin rapuh.
"Tapi, aku tak ingin mengatakan apa-apa lagi sekarang. Pada
akhirnya aku tahu, aku tidak perlu takut lagi," ia tersenyum.
"Kamu akan selalu bersamaku, dalam setiap pikiran dan setiap
264 Janji Hati.indd 264 perhitungan, dalam setiap kebahagiaan dan kesedihan. Ketika
aku membaca buku harianmu, aku sadar bahwa aku akan baikbaik aja dan aku akan ber"samamu selamanya?" Dava terlihat
susah payah menelan ludah"nya.
"Karena kamu mencintaiku."
"Dan karena... aku juga mencintaimu."
Amanda tercengang. Sekujur tubuhnya mendadak lemas dan
ia kembali tidak bisa bernapas. Apa" Dava mencintainya"
Apakah ini mimpi" "Aku minta maaf karena baru mengatakannya sekarang. Tapi
aku harap kamu mau menerima semua ini. Aku sama sekali tidak
bohong. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu sepenuh hati dan
jiwaku. Bahkan aku mencintaimu lebih daripada aku mencintai
diriku sendiri. Jangan pernah menangis lagi, air matamu sudah
terlalu banyak terbuang untuk hal-hal yang seharusnya tak perlu
ditangisi sampai berlarut-larut...
"Yang terakhir, aku ingin memberitahumu satu hal terpenting...
Konon, mencintai tidak menuntut segalanya, tapi aku ingin
menuntut sesuatu darimu."
Amanda mendelik lebar-lebar. "Apa" Katakan saja..." bisiknya
le"mah sambil mengusap air matanya. Apa pun itu, pasti akan
kulakukan... Dava tersenyum tulus dan lembut, "Aku ingin?" ia menarik
napas sejenak. "Aku ingin apa pun yang terjadi pada hari ini,
atau berapa pun lamanya waktu berjalan, kamu akan tetap yakin
padaku, kamu akan mengingat siapa diri kita dan kamu tidak
akan pernah kehilangan harapan."
265 Janji Hati.indd 265 Isak tangisnya pecah. Amanda tersedu-sedu hebat. Tapi kali
ini ia bukan menangis karena sebuah kesedihan"
Hari ini ia menangis karena sebuah kebahagiaan. Hari ini ia
me"nangis karena pada akhirnya ia tahu bahwa ia Dava Argianta
men"cintainya. Amanda berjanji dirinya akan selalu baik-baik saja dan takkan
pernah kehilangan harapan karena ia yakin Dava akan selalu
men"jaganya dan meyakinkan dirinya dalam keadaan apa pun.
Sore sudah menjelang malam ketika ia tiba kembali di rumah
sakit. Di sana terlihat ibu Leo duduk berjaga di depan pintu ICU.
Wanita itu langsung menghambur memeluk Amanda ketika
melihat keda"tangan gadis itu. Entah mengapa firasat Amanda
semakin buruk saat ia bertatapan dengan wanita itu dari dekat.
Ia merasa bahwa sebentar lagi ia akan kehilangan Dava...
"Tante, bagaimana keadaan Dava?"
Ibu Leo menggeleng lemah. Isakan tiba-tiba muncul begitu
saja dari tenggorokannya. "Sama saja. Tidak ada perubahan yang
berarti selama beberapa jam terakhir ini," katanya sambil
memeluk Amanda. "Kondisinya malah semakin lemah, dan
dokter pun sudah tak bisa berbuat banyak..."
"Apakah kamu mau menemui Dava, Amanda?" tanya ibu Leo
sambil menghapus air matanya.
Amanda menunduk, menimbang-nimbang dengan berat. Ia
menghela napas dan mengembuskannya kembali dengan cepat
dan keras. Pada akhirnya kepalanya mengangguk.
266 Janji Hati.indd 266 Amanda berdiri terpaku dengan tegang di depan ruang ICU
Dava. Tangannya mencengkeram pintu besi ruangan tersebut.
Bersiap membukanya. Ia memejamkan mata sejenak agar air
matanya tidak keluar. Gadis itu tahu bahwa ia harus mengumpulkan seluruh jiwa,
raga, serta keberaniannya untuk melihat Dava. Ia harus mengen"
dalikan dirinya sendiri terlebih dahulu. Setelah dirasa cukup
berhasil, perlahan ia membuka pintu dan melangkah masuk.
Sekarang ia sudah berada di ruangan penuh peralatan medis
mengerikan yang sama sekali tidak menyenangkan untuk dili"
hat... Dingin... Mencekam... Segalanya pun beratus-ratus kali lipat lebih mengerikan dari"
pada saat ia berada di depan kamar rawat itu. Tubuhnya gemetar.
Ia menarik napas dalam-dalam.
Yang dilihatnya pertama kali adalah sosok Dava yang
terbaring tak bergerak di ranjang. Kemudian matanya terarah
pada berbagai selang dan kabel-kabel panjang mesin-mesin yang
dihubungkan ke tubuh cowok itu. Amanda bergidik, dengan
susah payah ia mencoba mengalihkan pandangannya ke arah
monitor yang menunjukkan kon"disi vital cowok itu, mesin yang
menunjukkan detak jantung Dava.
Garis-garis pada monitor itu bergerak naik-turun dengan
teratur, pertanda bahwa Dava masih hidup.
Dengan kaki yang terasa kian lemas, Amanda berjalan ke sisi
ranjang Dava. Amanda tersenyum tipis, melihat wajah cowok
yang menurutnya jauh lebih kurus sejak terakhir bertemu
267 Janji Hati.indd 267 dengannya itu. Dava terlihat sangat tenang dalam tidurnya,
membuat Amanda semakin tak tega untuk mengusiknya.
Apa yang harus kulakukan" Amanda bertanya-tanya dalam
hatinya. Berbicara" Apakah kalau ia berbicara Dava bisa men"
dengar"nya" Tapi kalau hanya diam, sepertinya juga bukan pilihan
yang tepat. Oh Tuhan... Amanda menatap wajah Dava dan bergumam lemah, "Aku
merin"dukan suaramu. Aku rindu kegaduhan dan amarah tidak
jelas yang sering kamu ucapkan tanpa memikirkannya terlebih
dahulu. Kenapa tidak bangun saja dan sekarang kamu lakukan
itu padaku?" Tidak ada jawaban. Raut wajah Dava pun tetap sama seperti
saat pertama Amanda melihatnya tadi. Begitu tenang.
Gadis itu menghela napas dan menarik kursi yang ada di sisi
ranjang lalu duduk. Ia memejamkan mata lalu menunduk.
"Tadi aku ke rumahmu. Leo yang mengajakku," suaranya
melemah. "Dan aku masuk ke kamarmu. Rapi sekali," Amanda
tersenyum tipis. "Pasti karena kamu tinggalkan, bukan" Tapi
mejamu tetap tidak berubah. Berantakan sekali. "Dan aku mene"
mukan buku harianku," Amanda mendongak. "Aku tidak marah
kamu membacanya. Terima kasih untuk sketsa-sketsa wajahku
yang kamu gambar." Amanda tersenyum tulus. "Aku anggap itu
sebagai ganti rugi karena kamu mencuri bukuku diam-diam.
Sungguh aku tidak tahu kamu sangat pandai menggambar..."
Amanda mendesah. "Oh ya, aku juga" aku juga sudah
melihat video itu." 268 Janji Hati.indd 268 Ia mengamati wajah Dava dan berharap cowok itu menge"
luarkan reaksi, sekecil apa pun. Namun, nihil. Ia tetap diam dan
tidak bergerak sama sekali.
"Kapan kamu membuat rekaman itu" Suaramu juga sangat
indah. Aku sama sekali tidak tahu bahwa seorang Dava Argianta
pandai bernyanyi. Ternyata bakatmu itu banyak sekali yang
terpendam," ia meringis. "Kenapa tidak pernah mengenalkanku
pada romantismu sejak dulu" Oh ya, aku ingat, kamu tidak mau
membuat seseorang merasa nyaman di dekatmu lalu pergi..."
Air matanya menetes. Begitu spontan. Gadis itu mengepalkan
tangannya di atas lutut. Demi Tuhan, ia tidak bisa mengenda"likan
air matanya. Bodoh! Dava tidak suka melihatnya mena"ngis... Ia


Janji Hati Karya Evira Natali di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak boleh menangis... "Kupikir seorang cowok sepertimu sudah melupakanku begitu
saja saat perpisahan itu terjadi. Kupikir..." Amanda menghela
napas. "Kupikir kamu sama sekali tidak akan mengingatku lagi.
Tapi ternyata aku salah. Aku benar-benar menyesal sekarang
karena waktu itu memu"tuskan untuk pindah ke Los Angeles,
memutuskan untuk meng"hapus jejakmu dari hidupku."
Amanda berusaha sekuat tenaga untuk mengangkat kepalanya
dan menatap Dava lekat-lekat.
"Hei, terima kasih," ucapnya lirih. "Terima kasih untuk segala"
nya." Ia meraih tangan Dava. "Terima kasih karena kamu telah
mencintaiku..." Sekarang ia makin merasa bodoh. Tak seharusnya ia pergi.
Tak seharusnya ia meninggalkan Dava. Semua itu tak seharus"
nya... 269 Janji Hati.indd 269 Sekarang semua sudah terjadi dan waktu tidak akan pernah
bisa berputar mundur. Di sinilah ia, berbicara dengan sosok yang
sangat ia cintai. Namun sosok itu tidak memberi reaksi apa pun
untuknya. Hatinya benar-benar pilu.
Tolong, bangunlah... Bolehkah ia egois untuk hari ini saja"
Boleh"kan ia minta agar Tuhan mengabulkan doanya sekarang
juga" Bo"lehkah Dava sadar detik ini juga"
Tunggu, mata bulat Amanda melebar. Sepertinya ada yang
basah dari mata cowok itu, tidak terlalu jelas karena ruangan itu
remang-remang. Gadis itu mencondongkan tubuh perlahan dan
mengamati wajah Dava lebih dekat.
Astaga! Dava menangis! Apakah ia tidak salah lihat"
Benar... Dava menangis...! Cowok itu mengeluarkan air mata!
Dava bisa mendengar suaranya"!
"Dava!" Amanda membekap mulutnya sendiri dan mulai
terisak. "Kamu menangis" Apakah kamu mendengarku" Kamu
bisa mendengar setiap yang kukatakan?"
Hening. Tidak ada suara. Namun ada setetes air mata yang
kembali meluncur dari mata terpejam cowok itu.
"Aku tahu kamu tak suka melihatku menangis," Amanda
menyeka air matanya. "Tapi kenapa sekarang kamu menangis?"
ia tertawa sumbang. Matanya menatap Dava lekat-lekat. Kese"
kian kali Amanda berharap bahwa Dava bereaksi. Namun
beberapa waktu kemudian, ia tahu memang alam semesta tetap
tidak mengabulkan keingin"an"nya.
Baiklah. Tidak apa-apa, pikirnya. Setidaknya ia yakin Dava
270 Janji Hati.indd 270 bisa mendengarkan suaranya. Gadis itu memutuskan untuk
kembali berbicara. "Aku janji tidak akan pernah menangis lagi. Tapi kumohon
hari ini jangan larang aku untuk menangis. Bisa, kan?" Amanda
tertawa lirih. "Hari ini saja" Hanya hari ini. Aku janji setelah
hari ini aku akan kembali seperti biasa. Aku akan menjadi Aman"
da yang selalu ceria dan semangat seperti biasa. Aku bersumpah.
Dan aku pastikan semuanya akan baik-baik saja."
Gadis itu mengusap kepala Dava lembut, "Aku janji akan
selalu mencintaimu. Aku janji perasaan ini tidak akan pernah
berubah sedikit pun."
I promise to love you in every moment and until forever...
Amanda bangkit berdiri, mencondongkan tubuhnya dan
mencium lembut kening Dava selama beberapa detik. Kemudian
ia menjauhkan sedikit tubuhnya dari wajah cowok itu"mena"
tapnya kembali"dan berusaha tegar walau sebenarnya kondisi
hatinya sudah tak tertolong lagi. Ibu jarinya menyentuh sudut
mata Dava untuk menyeka sisa-sisa air mata cowok itu.
Mendadak terdengar bunyi panjang dari monitor yang menun"
jukkan kerja jantung Dava. Garis di sana tidak lagi bergerak
naik-turun. Hanya ada garis lurus yang panjang dan semakin
memanjang hingga memenuhi seluruh layar.
Segalanya berlangsung seperti sangat lambat. Amanda berkalikali memutar kepalanya untuk menatap wajah tenang Dava dan
juga layar monitor itu...
Apa yang terjadi" Belum sempat gadis itu berpikir lebih jauh, tiba-tiba saja pintu
271 Janji Hati.indd 271 kamar itu terbuka dan beberapa orang berseragam putih masuk
tergesa-gesa ke kamar. Amanda merasakan tangan besar menarik"
nya menjauh dari kerumunan itu. Leo. Cowok itu menariknya
menjauh dari sisi ranjang dan memeluknya. Ibu Leo juga terisak
hebat di samping mereka. Mereka semua saling berpegangan
tangan dan berpelukan. Amanda tidak bisa melihat sosok Dava
di tengah kerumuman paramedis.
Pada akhirnya, usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang
berseragam putih itu nihil. Tidak ada perubahan. Satu per satu
secara perlahan menjauh dari tempat Dava. Pemandang"an pada
monitor itu pun tak berubah"garis lurus tetap memenuhi layar"
nya. Amanda menelan ludah dengan susah payah. Ia merasa
kesadar"annya melumpuh...
Orang-orang itu tidak berhasil menyelamatkan Dava... Mereka
gagal menyelamatkannya. Ia menangis. Amanda masih bisa mendengar orang-orang
yang berada di dekatnya sekarang menangis. Leo... ibunya...
Mereka semua menangis. Amanda merasakan kedua orang itu
memeluknya. Tapi ia hanya diam. Ia sedang berusaha sekarang...
Berusaha agar reaksi orang-orang di sekelilingnya tidak membuat
kesedihannya semakin parah.
Dava Argianta, aku berjanji tidak akan pernah menangis lagi
sete"lah ini" Percayalah, aku akan selalu tersenyum dalam ke"adaan
apa pun. Sekarang pergilah. Aku tahu kamu lelah. Aku tahu kamu
ingin beristirahat. Aku akan merindukanmu. Sangat...
Jangan pernah lupakan aku. Jangan pernah hapus aku dari
272 Janji Hati.indd 272 ingatanmu. Aku pun takkan pernah menghapus bayanganmu
dalam ingatanku" Aku berjanji aku akan selalu mengingat siapa diri kita dan
aku tidak akan pernah kehilangan harapan.
Amanda Tavari yakin bisa membuktikan ucapannya pada
Dava Argianta. Cowok itu tidak perlu khawatir. Dava akan
melihat sendiri nanti. Gadis itu tidak akan pernah ingkar janji.
Karena hatinya sudah termatraikan untuk menyimpan abadi kisah
ini. Dalam setiap hari-harinya, juga dalam setiap hembusan
nafasnya. Tidak peduli akan menghabiskan berapa banyak waktu dan
pikiran. Tidak pernah ada kepastian akan hal itu".
Hanya ada satu yang pasti, cinta itu untuk selamanya.
273 Janji Hati.indd 273 Janji Hati.indd 274 Epilog tengah kerumunan anak panti asuhan Asih
Lestari yang antusias berpiknik, Amanda menyen"
diri. Ia duduk di ayunan yang tergantung di bawah
pohon, jemarinya erat memegang pena. Ia sibuk menulis.
"Aku mencintai bahagia karena dia membuatku ceria. Namun
aku juga mencintai luka karena dia membuat dewasa."
Selesai ia menuliskan kalimat terakhir di halaman buku itu.
Amanda mendongak sejenak, kemudian menunduk sambil
menutup buku harian oranyenya. Ia tersenyum lalu memejamkan
mata bulatnya yang indah. Rambut panjangnya menari-nari
tertiup angin sore sejuk di bukit berumput itu. Ia melempar
bukunya ke sembarang tempat. Kedua tangannya meraih tambang
ayunan di sisi kanan-kiri tempat ia duduk. Ia menggerakkan kaki
275 Janji Hati.indd 275 dengan satu gerakan menarik ke belakang kemudian mele"
paskannya. Kepalanya menengadah, menyaksikan awan-awan bergo"yang.
Hari sudah senja dan gadis itu ingin menyaksikan matahari
terbenam. Sendirian. Hari ini Amanda merasa dunianya begitu tenang dan da"
mai" Ia telah belajar banyak hal yang begitu berharga dari orangorang di sekelilingnya"khususnya Dava. Cowok itu telah meng"
ajarkan arti kekuatan hati sesungguhnya, makna cinta yang se"
benarnya" "Bahwa beberapa orang memang dipertemukan untuk jatuh
cinta, tapi tidak ditakdirkan untuk bersama. Namun itu bukanlah
sesuatu yang menyedihkan, karena kisah cinta sejati tidak akan
pernah berakhir." Matanya terbuka. Tiba-tiba ada sekuntum mawar segar, entah
di mana-jatuh tepat di pangkuannya.
Sebuah tangan memegang bahu gadis itu itu. Lembut. Amanda
tersentak kemudian menoleh dan mendapati seorang anak kecil
berdiri di belakangnya sambil memegangi balon biru.
"Bobi" Ada apa?" tanya Amanda heran.
"Suka mawarnya?" tanya anak itu polos. "Itu dari Kak Dava,
buat Kak Amanda." Amanda terperangah. "Ya ampun, Bobi?" Gadis itu bingung
apa yang ingin ia katakan.
"Kata Kak Dava, cewek suka bunga mawar," Bobi menggarukgaruk rambut ikalnya. Anak itu merogoh kantong celana dan
meng"ambil sebuah kertas lusuh yang terlipat-lipat. "Oya, Kak
276 Janji Hati.indd 276 Dava juga titip ini sama aku!" Ia menyodorkan kertas itu. "Kak
Dava bilang, seandainya Kak Dava udah nggak ada lagi dan aku
ketemu sama Kak Amanda, aku harus kasih ini ke Kakak!"
Amanda memandangi Bobi yang tersenyum ceria kepadanya.
Kemudian ia menatap kertas itu dan membukanya.
Tolong pindahkan semua alat musik di rumahku ke panti.
Ja"ngan lupa ajari mereka bermain musik karena kamu sudah
pernah janji sama anak-anak. Aku percaya padamu. Aku tahu
kamu hebat dan berbakat. PS: Itu tugas terakhirmu. Kalau kamu tidak melaksanakannya
dengan baik, maka bersiaplah anak-anak yang akan menghukum"
mu. Amanda terkejut. Surat ini surat apa" Amanat atau ancaman"
Ia tertawa dalam hati. Gadis itu teringat akan perkataan Bude
Lastri tempo hari" "Jangan heran kalau kamu melihat banyak sekali alat musik
di rumahnya pada sebuah ruang khusus." Dan ternyata alat musik
itu memang benar untuk anak-anak panti. Dava benar-benar
baik. Amanda bangkit dari ayunan kemudian memeluk Bobi. "Bobi,
apa kamu sudah pernah membaca surat ini?"
Bobi mengangguk. Gadis itu mengerutkan kening. Air matanya mulai menetes.
"Sekarang Kak Dava tidak akan pernah kembali lagi, apa kamu
sedih?" Anak berusia sekitar delapan tahun itu menggeleng sambil
terse"nyum. 277 Janji Hati.indd 277 "Kenapa?" Bobi tertawa memperlihatkan gigi-gigi permanennya yang
mulai tumbuh. "Kak Dava bilang jangan sedih kalau kehilangan
seseorang. Soalnya kita jadi tahu seberapa pentingnya orang itu
buat kita," ia memeluk Amanda.
Amanda membekap mulutnya. Tidak percaya bahwa Bobi
bisa berkata seperti itu. Gadis itu langsung mendekap tubuh Bobi
dengan erat dan air matanya pun berderai. "Bobi, kamu memang
anak yang hebat!" Ia melepaskan pelukannya dan menengadahkan ke angka"sa.
"Dava! Tentu aku akan mengajari anak-anak bermain musik,"
ucap Amanda sambil melirik Bobi yang juga sedang menengadah.
"Aku akan menjadikan mereka anak-anak yang pandai dan
hebat!" ucapnya lirih. "Aku nggak akan ingkar janji. Kamu bisa
mengawasi aku dari atas sana," Amanda berteriak sambil meme"
luk kembali anak kecil yang berdiri di sampingnya. Kemudian
gadis itu menengadah kembali dan tersenyum manis.
Terima kasih karena telah menjadi bagian dari warna-warni
hidup"ku. Sekarang berbahagialah kamu di antara barisan bintang di
la"ngit. Aku berjanji akan selalu baik-baik saja di sini...
Karena aku tahu... Tuhan akan mempertemukan kita di kehidupan berikutnya, di
dalam janji hati kita. "Ayo, Bobi! Panggil anak-anak yang lain kemari," perintah
Aman"da ceria. "Kita belajar main musik!"
278 Janji Hati.indd 278 Anak kecil itu berbinar-binar dan mengangguk-angguk, kemu"
dian langsung berlari dan berteriak-teriak memanggil teman-te"
mannya. 279 Janji Hati.indd 279 Profil Pengarang lvira Natali lahir bertepatan pada hari Natal, enam belas
tahun silam. Menulis adalah hobi sekaligus rutinitas
baru yang dilakukannya sejak dua tahun terakhir. Ce"
wek penggemar musik pop R"n B ini juga sangat suka me"nyanyi
dan membaca buku fiksi. Saat ini Vira menetap di Lampung dan masih duduk di kelas
XI di SMA Xaverius Bandar Lampung. Anak sulung dari dua
bersaudara ini akan berusaha semaksimal mungkin untuk tetap
produktif berkarya di sela-sela kesibukannya sebagai pelajar.
Janji Hati adalah novel fiksi pertamanya yang ia tulis selama
kurang lebih empat bulan.
Facebook: Elvira Natali Twitter: elpignutt Janji Hati.indd 280 Now a major motion picture
ELVIRA NATALI "Tadinya, Amanda Tavari nyaris putus asa menanggapi sikap Dava. Tapi, gara-gara tak
sengaja melukai cowok itu, Amanda telanjur berjanji akan melakukan apa pun agar Dava
memaafkannya. Lalu Amanda tersenyum heran menyaksikan cowok itu bisa bersikap lemah
lembut ketika mengajar anak-anak panti asuhan.
Tadinya, Dava Argianta sangat membenci cewek ceroboh yang menghancurkan
impiannya itu. Namun belakangan, Amanda malah menjadi sosok malaikat tanpa sayap
yang selalu ada di saat ia membutuhkan bantuan. Dava mendesah lirih, bagaimana mungkin
dirinya bisa membenci cewek yang berhasil mengembalikan tawanya yang bertahun-tahun


Janji Hati Karya Evira Natali di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hilang" Sayangnya, kedekatan Amanda dengan Dava memunculkan kembali luka lama yang
selama ini ditutup rapat oleh waktu. Luka lama yang membuat Dava maupun Amanda
sangat tersiksa. Luka lama yang mengantarkan mereka berdua pada kebenaran yang
menyakitkan" Saya sangat senang dengan cara Elvira menyampaikan pesan dalam Janji Hati ini, yang dibuat ringan hingga bisa
dibaca di mana pun. Content-nya segar dan mudah dipahami siapa pun yang membacanya. Vira berhasil memotret
kehidupan sehari-hari dengan tema yang tak terduga, tapi sebenarnya cukup sering terjadi di sekitar kita. Gayanya
sederhana namun kreatif; pesannya merasuk ke dalam sukma dan menusuk ke dalam kalbu. Baca buku ini,
perjuangkan mimpi Anda, dan berkaryalah untuk negara kita tercinta. Indonesia, Pasti Bisa!"
MERRY RIANA Motivator Wanita No.1 di Indonesia & Asia, Tokoh Biografi Mega Best-Seller Mimpi Sejuta Dolar
Radio Host "The Merry Riana Show" on Sonora Network
"Semua karakter dalam cerita ini berhasil membawa saya ke level emosi yang paling dalam."
RUDI SOEDJARWO Sutradara Garuda Di Dadaku 2, www.rumahterindah.com
"Janji Hati, sebagaimana judulnya, menjanjikan keajaiban dari indahnya hati, persis seperti milik Amanda Tavari. Dan
lewat goresan tintanya, Elvira pun menjanjikan banyak keindahan pada masa depan."
WIWIEN WINTARTO Novelis Fade in Fade out ELVIRA NATALI Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Kompas Gramedia Building Blok I, Lantai 5 Jl. Palmerah Barat 29-37 Jakarta 10270 www.gramediapustakautama.com
janji hati-movie.indd 1 "Adakah kesempatan untuk mengulang waktu...?"
Malaikat Berwajah Putih 1 Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung Siluman Ular Merah 2

Cari Blog Ini