Ceritasilat Novel Online

Manjali Dan Cakrabirawa 2

Manjali Dan Cakrabirawa Karya Ayu Utami Bagian 2


Tangkuban Prahu. Tumang adalah anjing yang sekaligus me"rupakan ayah Sangkuriang.
Tapi ia tidak mendengar suara feminin Dayang Sumbi dari
lubang-lubang kecil telepon. Ia mendengar suara Sangkuriang.
Bukan Marja, melainkan Parang Jati.
"Hei, Chief Sitting Bull! Ke mana saja kau" Kuda betinamu
meringkik dan menendang-nendang terus sepanjang hari! Tak
bisa dijinakkan?" Lalu terdengar rintihan kesakitan Parang Jati. Yuda tahu,
di belahan bumi sana, Marja mencubit pinggang sahabat me"reka keras-keras karena menyebutnya kuda betina. Ia merasa
kekasihnya menikmati penganiayaan kecil demikian terhadap
Parang Jati. Ia tak tahu apakah Jati menikmati juga siksaan
kegemasan itu. Seksualitas Parang Jati selalu gelap bagi Yuda.
Hampir dengan semua teman pria, Yuda berbagi dongeng pe"tualangan seks. Seperti juga dengan Musa Wanara malam ini
Tapi, Parang Jati, sahabat terdekat jiwa-raganya, justru tak
pernah membagikan apa pun kisah penjelajahan syahwat.
Marja telah berada di ujung telepon sekarang. Parang Jati
masih merintih di latar belakang.
"Yuda! Kamu ke mana aja" Gimana, dosen sudah
pustaka-indo.blogspot.com67
pada Yuda bahwa ia masih menjaga kebohongan tentang ke"giatan Yuda di sekitar Bandung itu terhadap Jati.
Tak satu pun dosen telah dijinakkan.
Yuda menjawab dengan tawa dan mengatakan bahwa
semua aman terkendali. "Kamu sendiri apa kabar, sayang"
Senang-senang sama Jati" Gak apa kan kutinggal agak lama
lagi?" Tapi pertanyaan yang netral itu kini terdengar tidak wajar
di telinga Marja. Marja tercekat sedetik. Sebab ia memang
menginginkannya. Bersama Parang Jati lebih lama lagi. Tanpa
Yuda. Ia tak tahu ke mana keinginan itu akan berujung. Tapi
begitulah yang secara tulus ia inginkan.
Marja mencoba bernada sedih: "Sayang juga kamu tidak di
sini. Kami mau tur lihat candi-candi. Kami menemukan candi
yang masih tertutup tanah. Kami bikin penggalian..."
Yuda mendengarkan celoteh Marja sambil mengangguk"angguk dan mengunyah makan malam tak bergizi. Ia tidak
begitu tertarik candi-candi. Ia tak berminat pada arkeologi dan
ilmu-ilmu budaya lain. Jika ia menikmati perjalanan mereka,
itu lebih karena mereka bertiga. Di luar kebersamaan itu, ia
hanya tertarik pada tantangan tebing. Ia terpukau oleh alam
tanpa manusianya. Ia benci umat manusia. Barangkali, satu"satunya kelompok manusia yang menarik bagi Yuda adalah
yang bagi Jati telah kehilangan kemanusiaan mereka, yaitu
militer. Dan ia sedang menikmati berada dalam grup yang me"nanggalkan kemanusiaan mereka untuk menjadi mesin. Dan
kau, jangan kau pikir "kemanusiaan" hanya merujuk pada hal"hal baik tentang manusia. Kemalasan, sifat gelojoh, kemanjaan
juga bagian dari ke-manusia-an yang ditanggalkan oleh disiplin
militer ini. Pikiran Yuda tak sepenuhnya melekat pada cerita Marja.
pustaka-indo.blogspot.com68
arus aneh: hangat mie rebus, pedas cabai, gurih telur, manis
kopasus, Trio Macan dan si rambut keriting papan yang malang,
bayangan tentang Marja, tentang Parang Jati, mata kambing,
jimat kulit macan, Cakrabirawa...
"...Iya, betul. Cakrabirawa," kata Marja.
Yuda terkesiap. Ia tidak menangkap apa yang dikatakan
Marja sebelumnya dan bagaimana Marja bisa tiba-tiba mem"bicarakan yang sedang melintas di benaknya. "Hah" Apa?"
"Iya. Cakrabirawa!" ujar Marja lagi. "Aduh, bayangkan!
Padahal aku kira tentang Cakrabirawa itu cuma mitos aja."
Terdengar suara Parang Jati di latar belakang: "Yang benar
saja. Seumur hidup kita didoktrin untuk benci dan takut pada
Cakrabirawa lewat pelajaran sejarah perjuangan bangsa."
Marja menyahuti Parang Jati: "Iya, iya! Justru karena itu
aku jadi mengira itu cuma mitos. Kayak hantu. Karena terlalu
ditakut-takuti, kita jadi ngeri sekaligus gak percaya bahwa
makhluk itu ada benar. PKI, Cakrabirawa, itu begitu. Kayak
hantu." Ngeri-ngeri gimana gitu, demikian Marja senang me"ngatakannya.
Dengan penuh semangat Marja menceritakan penemuan
mereka pada Yuda. Nama Cakrabirawa membuat Yuda dapat
berkonsentrasi kali ini. Sebab ia baru saja menemukan secarik
kain ganjil berlambang pasukan elit itu dalam dompet Musa
Wanara. Kebetulan yang aneh bahwa kekasih dan sahabatnya
juga bertemu dengan sesuatu yang berhubungan dengan
Cakrabirawa, setidaknya dalam hal nama. Tapi Yuda bukan
orang yang tertarik pada hal gaib. Kebetulan adalah kebetulan
belaka, betapapun menarik. Cukuplah bahwa itu membuat
pikirannya tidak kabur ke tempat lain.
Ia tidak ambil peduli saat Marja menceritakan kesamaan
nama belakangnya dengan Ratna Manjali, putri tukang sihir di
masa kerajaan Prabu Airlangga, Calwanarang. Ratna Manjali.
Marja Manjali. Yuda lebih tak memperhatikan lagi ceracau
pustaka-indo.blogspot.com69
tentang anjing yang tiba-tiba melintas di tengah jalan, seolah
memberi peringatan bahwa mereka salah jalan, meskipun
Marja menegas-negaskan bahwa anjing adalah turangga atau
hewan Syiwa Bhairawa, dan betapa mirip anjing yang lewat
itu dengan anjing yang tertatah sebagai arca. Tapi Yuda ikut
senang bahwa Parang Jati menemukan sebuah candi yang bisa
jadi sangat penting untuk bersaksi mengenai masa Airlangga,
raja abad ke-11 yang tentangnya masih lebih berdasarkan sastra
ketimbang prasasti. Tentu penemuan yang menggairahkan.
Ia ingin bercerita pada Marja betapa ia merasa lucu
dengan kebetulan tentang Cakrabirawa ini. Tentang lambang
Cakrabirawa yang ada dalam dompet. Tapi bagaimana mungkin
ia menceritakan pengalamannya di kompleks remang tadi" Ia
tak mungkin mengungkapkannya pada Marja. Gadisnya tak
akan percaya bahwa ia tidak main dengan pelacur. Menjelaskan
konteks akan lebih repot daripada menceritakan kelucuan, yang
belum tentu lucu juga. Dan kalaupun ia bisa menceritakannya,
tak mungkin ia melakukannya di depan Musa Wanara. Maka
Yuda memilih mendengarkan Marja. Kali ini ia sungguh lebih
banyak mendengarkan, sebab ia tak ingin ada yang melompat
keluar dari mulutnya tanpa sengaja.
Celoteh Marja baru selesai ketika Musa Wanara telah me"nyalakan rokoknya. Yuda menyimpan telepon kembali ke dalam
kantong. "Tunanganmu, Sersan?" tanya Musa sambil menghembus
dengan satu sudut bibir. "Hm-mh. Belum resmi tunangan sih."
"Kamu harus menjaganya baik-baik."
Dengan cara tidak tidur dengannya tetapi main mata
kambing dengan pelacur-pelacur"
Yuda tidak mengatakan itu, meskipun kali ini ia agak tak
sabar dengan lagak saudara tua Musa Wanara. Ia mengalihkan
pembicaraan saja. pustaka-indo.blogspot.com70
"Hei, pacarku ikut ekspedisi. Mereka menemukan candi
kuno. Mereka menemukan arca Syiwa Bhairawa di sana, juga
prasasti yang kemungkinan berisi mantra Bhairawa Cakra."
Kalimatnya sendiri itu membuat Yuda teringat "setan da"lam dompet". Ia merogoh benda itu, hendak mengembalikan
kepada pemiliknya. Ketika menyodorkan dompet kulit ular merah darah itu, ia
menyadari bahwa ada yang berubah pada wajah Musa Wanara.
Sedetik kemudian, ia menyadari bahwa bulu tengkuknya me"remang melihat perubahan raut itu.
pustaka-indo.blogspot.com12
Ada yang berubah pada raut Musa Wanara dan itu membuat
tengkuk Yuda meremang. Ataukah petromaks di kedai mulai
kehabisan bahan bakar, nyalanya memerah sebelum mengecil,
sehingga sepasang mata itu menjadi gelap.
Tengkorak Musa mengingatkan kita pada tengkorak pri"mata. Tulang alisnya menonjol dan rahangnya seperti belum
lama menemukan bahasa. Dan bahasa, kawan, bukan hanya alat
untuk bermanis-tutur. Bahasa adalah alat untuk membungkus
nafsu-nafsu dan kehendak dasar kita. Musa bagaikan datang
dari suatu masa ketika manusia baru menemukan bahasa dan
belum terlalu fasih membungkus keinginan-keinginan primitif.
Ialah kehendak berkuasa. Kelak, sampai lama Yuda tak bisa melupakan mata itu.
Padanya ia menemukan kepolosan yang menakutkan. Ke"polosan yang berbalikan dari yang terpancar dari mata
sahabatnya, Parang Jati. Kepolosan mata Parang Jati adalah
kepolosan malaikat jatuh ke bumi. Ada yang sedih dan me"ngambang di sana. Mata yang mengetahui sesuatu dan ingin
menyampaikannya kepada dunia. Mata yang heran karena
pustaka-indo.blogspot.com72
dunia tak mengetahui apa yang ia tahu. Mata yang cahayanya
berasal dari dirinya. Tapi kepolosan mata Musa Wanara adalah
kepolosan seekor hewan. Mata yang takjub dan terpukau pada
dunia. Mata yang ingin mengetahui dan mengambil dunia bagi
dirinya sendiri. Mata yang cahayanya adalah pantulan kilau
duniawi. Dan Musa bukan hanya hewan. Mata itu tak hanya ingin
menguasai dunia manusia, melainkan juga dunia siluman.
"Kamu tahu makna mantra Bhairawa Cakra?" tanya Musa
dengan sorot setajam jarum dari mata gelapnya.
Yuda mengangkat bahu sambil menggeleng keras. Ia
sungguh tak tahu. Ia sungguh tak peduli, ia sungguh persetan,
sampai detik ia melihat mata nan gelap itu.
Musa bukan seorang pujangga yang memiliki kata-kata
dahsyat. Ia menjawab sendiri, "Siapa yang memiliki mantra itu
bisa menghancurkan apa pun yang dia mau hancurkan."
Mantra itu bisa mengelupas kulit, mematangkan daging,
dan menghanguskan tulang.
Ada yang ingin meledak pada Yuda. Ia seperti mendengar
komik silat dibacakan. Di dalam cerita itu, ia adalah kaki tangan
si penjahat. Tapi kepolosan gelap mata itu telah berhasil me"nimbulkan jeri. Yuda menelan tawanya sendiri, yang terasa tak
enak di perut. "Kawanku, Letnan Musa, k-kamu tidak sungguh-sungguh
percaya itu kan?" "Kenapa tidak?" Lelaki itu mengeluarkan suara yang tak
terbantah. Yuda tercekat. Ia teringat beragam jimat yang ia temukan
dalam dompet kulit ular. Sekarang ia sadar, lelaki di hadapannya
tidak main-main. Sejak awal ia bisa melihat ambisi di mata itu.
Ambisi menguasai dunia nyata dan dunia halus, seperti yang
dikuasai setiap raja Jawa. Yuda terdiam sebentar. Lalu, baiklah,
ia berkata dalam hati. Sebab ia tahu semua harus dihadapi.
Kini, tinggal menghitung langkah berikutnya. Sudah pasti
pustaka-indo.blogspot.com73
Musa Wanara ingin melihat wujud inskripsi mantra Bhairawa
Cakra itu. Setelah itu, sudah pasti bahwa lelaki itu hendak me"milikinya. Dia memiliki jimat kulit harimau dan jimat-jimat
lain. Kenapa pula dia tak ingin memiliki mantra itu kecuali
jika tertulis dalam bongkah batu sebesar gajah" Jika mantra
itu tertulis pada bongkah sebesar kerbau pun, mungkin Musa
masih berpikir untuk mengangkutnya dan menyimpannya
untuk diri sendiri. Yuda tak tahu, ia tak begitu mendengarkan Marja tadi,
perihal pada apa mantra itu dituliskan. Tapi ia tahu pasti, Musa
akan membuat dia terlibat dalam semua usaha memperoleh
mantra itu. Itu berarti masalah. Pertama, jika usaha itu di"lakukan secara terbuka, berarti kebohongannya akan ter"bongkar. Parang Jati akan tahu bahwa ia berlatih dengan
militer. Memang, berlatih dengan militer bukan dosa besar se"sungguhnya. Larang-melarang tak pernah jadi bagian dari per"sahabatan mereka. Tapi, ketahuan berbohong adalah hal yang
hina. Kedua, dan yang ini tergolong sebuah dosa, adalah tak
mungkin ia melakukan semua itu secara terang-terangan. Tak
mungkin mantra Bhairawa Cakra itu didapat kecuali dengan
cara mencurinya. Mantra itu bukan hak Musa Wanara. Jika pun
negara tidak berhak atasnya, maka yang menemukannyalah
yang berhak. Parang Jati dan kawanannya. Musa Wanara hanya
bisa memilikinya dengan cara merebut. Artinya, ini akan jadi
perbuatan kriminal. Ini ketidakadilan. Dan yang akan menjadi
korban adalah sahabat Yuda sendiri.
Yuda mengumpat dalam hati. Terkutuklah mantra
Bhairawa Cakra ini. Ia tak pernah percaya hal-hal gaib. Atau, se"tidaknya, jika hal-hal gaib itu ada, mereka tidak relevan dengan
kehidupan dia. Tapi, kini ia harus berhadapan dengan akibat
dari kepercayaan orang pada hal-hal irasional itu.
Jancuk. pustaka-indo.blogspot.com74
Stuck! Ia merasa seperti menghadapi jalan buntu di te"bing. Jika begini, ia perlu sedikit berjarak dan mencoba me"mahami tebing dalam ketenangan. Biasanya, jalur lain akan
menampakkan diri. "Musa," panggilnya dengan nada bersahabat. "Kamu me"nyimpan lambang Cakrabirawa di dompet. Kamu tidak takut...
dianggap simpatisan PKI?"
Seorang prajurit TNI-ABRI tak mungkin seorang pemuja
PKI sekaligus. Pemerintahan Jenderal Soeharto bermula dari penumpasan
partai komunis pada tahun 1965. Dalam bahasa Parang Jati:
rezim militer ini berdiri di genangan darah lebih dari sejuta
orang yang dituduh komunis. Bersamaan dengan itu, segala
unsur komunisme dilarang di negeri ini. Sampai hari ini. Istilah
"bersih lingkungan" diperkenalkan. Artinya, bersih dari segala
keterlibatan dan ikatan keluarga dengan anggota organisasi
komunis. Dan yang harus dipastikan bersih dari segala unsur
komunisme, tentu saja, adalah militer. TNI-ABRI. Tentara
Nasional Indonesia-Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
"Maaf, saya menemukan lambang itu waktu mau meng"ambil cincin mata kambing," ujar Yuda sambil mencoba ter"senyum, karena Musa tak segera menjawab. "Saya harap kamu
tidak marah." Musa menggeleng. "Tidak. Tidak apa. Saya sudah meng"anggap kamu sahabat saya. Saya percaya kamu seratus tujuh
persen. Haha. Seratus itu angka penuh, tujuh itu angka
keramat!" Tawa itu mengejutkan Yuda.
Bagaimana kamu tahu saya bisa dipercaya"
Yuda tak mengucapkan itu, tapi Musa menjawabnya:
"Saya punya mata ketiga untuk mengenal mana musuh
mana sahabat. Saya telah berguru ke banyak tempat. Dan saya
telah diberi ilmu itu." Nadanya begitu yakin. "Haha. Jangan
kira saya hanya belajar di sekolah calon bintara."
pustaka-indo.blogspot.com75
Jancuk! Umpat Yuda dalam hati lagi. Makhluk ini konsisten
dengan kleniknya. Bagaimana ia harus menghadapi sosok
yang begitu beriman pada hal-hal gaib dan menerapkannya
pada urusan praktis" Tapi, diam-diam Yuda merasa bahwa ia
tak berbantahan secara keras karena sosok itu adalah seorang
tentara. Seandainya saja Musa orang sipil, tentu ia berperilaku
sedikit lain. Ia merasa pecundang. Ia teringat Parang Jati:
Militer selalu menempatkan diri sebagai saudara tua. Mereka
bicara pada kita sambil menepuk-nepuk bahu kita. Dan kaki
mereka, tentu saja, selalu siap menginjak.
Musa menepuk-nepuk bahu Yuda. Persis seperti ramalan
Parang Jati. Yuda mengutuki diri, tapi segera mencoba mengen"dalikannya kembali. Ia menggeser kakinya, bagai menghindari
injakan. "Kamu tidak khawatir dompetmu ditemukan orang lain"
Komandan, misalnya?" Ia memberi nada simpati.
"Tidak," jawab Musa lebih dari yakin. "Sebab saya anti
komunis seratus empat puluh persen." Ia tertawa. "Haha.
Seratus itu angka penuh, empat puluh itu angkat keramat.
Jika saya bertemu dengan pengikut komunis, saya gebuk dia!
Saya tumpas! Kesetiaan saya pada NKRI!" Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Manjali Dan Cakrabirawa Karya Ayu Utami di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lalu, kenapa kamu menyimpan lambang itu di dompet?"
Dengan kilat mata polos hewaninya Musa memberi jawab
yang tak Yuda duga. "Karena Cakrabirawa adalah mantra sakti! Karena tak ada
hubungan antara Cakrabirawa dengan komunisme! Tak ada
urusannya Cakrabirawa dengan PKI!"
Bagaimana mungkin" Yuda mengerenyitkan dahi tanpa
bersuara. Bagi Musa, "Cakrabirawa" adalah mantra. Nama yang
sakti pada dirinya sendiri. "Cakrabirawa" bukan milik Letkol
Untung atau siapa pun komandan dan anggota pasukan
pengawal Presiden Sukarno, sekalipun nama resimen itu
pustaka-indo.blogspot.com76
adalah Cakrabirawa. Sebab, "Cakrabirawa" adalah nama sakti
yang hidup pada dirinya sendiri. Mantra yang mengatasi orang
per orang. Bagi Musa, adalah mantra "Cakrabirawa" yang menye"lamatkan Indonesia dari komunisme. Bagaimana mungkin"
Yuda bertanya lagi. Ya, jawab Musa. Jika Cakrabirawa tidak
melakukan kudeta, maka tak ada alasan bagi Angkatan Darat
untuk menumpas komunisme. Jika Angkatan Darat tidak me"numpasnya, PKI akan menang lewat pemilihan umum. Maka,
berkuasalah rezim komunis yang otoriter dan keji dan ateis"
seperti di Soviet dan RRC"bagi Indonesia. Pendek kata, berkat
kudeta Cakrabirawa yang gagal itu, Indonesia selamat dari
komunisme. Musa beretorika lagi: "Sebab apa" Sebab "Cakrabirawa",
atau Bhairawa Cakra, adalah mantra yang hidup pada dirinya
sendiri! Bhairawa Cakra memberi bisikan gaib agar orang"orang yang berniat jahat terhadap Pancasila itu melakukan ku"deta yang gagal. Dengan begitu, Mayor Jenderal Soeharto bisa
menumpas PKI." Bagi Yuda, penjelasan itu agak memusingkan kepala. Ia tak
bisa menunjukkan sesimpul ganjilnya. Ia sadar nilai pelajaran
sejarahnya selalu buruk. Ia hanya merasa, keterangan itu aneh.
Terutama karena melibatkan hal-hal gaib untuk menjelaskan
sejarah. Celakanya, hal-hal gaib tidak bisa dibantah dengan
argumen rasional. Jadi, bagaimana ia bisa beradu pendapat
dengan Musa Wanara" Lalu Musa memperlihatkan tanda lahir pada tubuhnya.
Sebuah toh, pigmen panjang kehitaman, yang melingkar di
lehernya seperti ular. Ular, kata letnan itu, adalah kalung Dewa
Syiwa. Bhairawa Cakra adalah mantra sakti yang diberikan
Dewa Syiwa. Karena itulah ia menyimpan lambang Cakrabirawa
dalam dompetnya. Malam itu Yuda tahu bahwa ia berada di ambang masalah.
Sedikit lagi, Musa Wanara akan meminta ia menunjukkan
pustaka-indo.blogspot.com77
letak candi dengan inskripsi mantra Bhairawa Cakra itu.
Memenuhinya berarti mengkhianati sahabat dan kekasih sen"diri. Tapi, bisakah ia menolaknya" Dan bagaimana caranya"
Salah satu dari bujang kedai mengambil petromaks yang
telah muram dari kait penggantung. Bebayang pun berayun
ganjil. Si pemuda membawa lentera itu ke belakang untuk
memompa agar nyalanya segar kembali. Tapi di dalam kedai
cahaya menghilang sebagian. Wajah primata di hadapan Yuda
gelap sepenuhnya. Lalu, mata itu berkilat lagi bersama datang"nya si budak kedai dengan lampu di tangan. Bebayang berayun
ganjil. Yuda menemukan kembali mata polos hewani yang mu"lai menjadikan ia sandera.
pustaka-indo.blogspot.comMisteri
pustaka-indo.blogspot.com13
Marja duduk pada sebuah batu. Ia memandang ke arah candi,
serta orang-orang yang sedang bekerja di sisinya. Entah kenapa
ia sedang agak sedih. Ia melihat warna-warna murung. Lumut
yang memakan candi itu sepuluh abad. Hijau, kehitaman, se"perti danau yang menelan kehidupan dari waktu ke waktu. Ia
melihat pucuk-pucuk hutan yang mengasingkan dia. Ia melihat
langit mendung. Ia memandangi candi itu lagi dan menjadi sedih bahwa
ia tak tahu apa-apa tentang candi. Ia diberi tahu bahwa pe"ninggalan ini mempunyai sebagian ciri bangunan suci gaya
Jawa Timur. Tapi ia tidak tahu seperti apa gaya Jawa Timur
itu, dan ketidaktahuan itu membuatnya galau. Kepadanya te"lah dijelaskan bahwa, lihat, candi ini sangat berbeda dari
Borobudur, Sewu, atau Prambanan, yang terletak di Jawa
Tengah. Ia bisa melihat perbedaan dengan Borobudur yang
raksasa dan gempal seperti gunung, tapi apa bedanya dengan
Sewu" Candi ini sama-sama ramping dan tidak besar. Parang
Jati dan Jacques telah mencoba menjelaskan rinciannya.
pustaka-indo.blogspot.com82
Misalnya, bahwa gaya candi Jawa Timur sangat dekat dengan
gaya pura Bali yang masih berlaku sampai sekarang. Tetapi ia
masih belum begitu faham. Ia belum pernah melihat-lihat candi
lain di Jawa Timur. Kali ini semua itu membuat ia muram. Ia
merasa bodoh dan tidak bahagia.
Lihat, Jacques yang orang Prancis tahu semua itu. Ya, me"mang dia arkeolog profesional. Tapi, Jati" Mahasiswa geologi
itu juga fasih mengenai seni zaman klasik. Bagaimana mungkin
dia sendiri yang tidak tahu apa-apa, padahal dia mahasiswa
jurusan seni rupa" Matanya turun dari puncak candi itu kepada orang-orang
di bawahnya, yang sedang membersihkan arca Syiwa Bhairawa.
Ia memandangi Parang Jati dan merasa sendu. Melankoli
datang dari rasa tak bisa memiliki. Ia tahu bahwa perjalanan
ini telah membuat ia jatuh cinta sungguh pada sahabatnya.
Sahabat kekasihnya juga. Ia tak tahu bagaimana persoalan ini
akan diselesaikan. Ia tetap mencintai kekasihnya. Yuda, yang jantan dan liar,
yang tahu bagaimana menyenangkan dia di tempat tidur. Tapi,
Parang Jati terbit pelan-pelan. Seperti matahari, makhluk itu
menyingkapkan pemandangan. Pengetahuan. Parang Jati se"lalu mengetahui lebih banyak daripada Yuda. Yuda memiliki
senyum bandel yang lucu, dengan giginya yang sedikit sompal
karena terantuk di masa kanak. Parang Jati memiliki senyum
yang sangat manis, yang menampakkan lesung pipit dan sebaris
gigi yang rapi. Marja merasa sedih sebab ia ingin melekatkan
bibirnya pada senyum itu dan mengubah senyum itu menjadi
lenguhan. Marja merasa berdosa pada Yuda. Itu membuatnya
semakin sedih. Ia merasa ingin buang air kecil sekarang. Dan itu juga mem"buatnya sedih serta tak berdaya. Ia, satu-satunya perempuan
di antara sekumpulan lelaki. Hanya dua yang terpelajar. Yang
pustaka-indo.blogspot.com83
lainnya adalah tukang-tukang yang akan dengan senang hati
mengintip gadis ibukota melepas celana. Biasanya ia akan
minta Yuda atau Parang Jati mengantar dan berjaga-jaga. Kali
ini ia sedih dan marah menyadari bahwa ia harus tergantung
pada orang lain untuk keperluan mendasar seperti itu. Betapa
terpenjara ia. Dalam kemurungan yang aneh, Marja memutuskan untuk
tidak mengganggu Parang Jati. Ia tidak ingin manja kali ini.
Ia tidak ingin bergantung pada orang lain. Barangkali itu ada"lah resistensi dari perasaannya yang dalam. Ia tak tahu. Ia tak
peduli. Ia bersumpah pada dirinya, ia tak akan meminta ban"tuan Jati lagi.
Ia bangkit dari tempat itu. Ia menoleh ke arah orang"orang yang bekerja, dan menjadi sedih karena Parang Jati
tidak memperhatikan dia. Ia mengangkat dagu, mencoba me"negakkan harga diri, entah terhadap apa. Ia pergi dari sana.
Ia mencari sebuah semak yang aman dan menemukannya.
Dengan cemas ia berjongkok di sana. Marja mendapati bahwa
ia tak hanya sedang melegakan diri, tetapi ia juga sedang datang
bulan. Ah, pantas ia begitu murung.
Ia sedikit mengutuki diri karena tidak membawa pembalut
dalam perjalanan ini. Kenapa aku selalu melakukan kebodohan
ini?"umpatnya. Kenapa menstruasi selalu datang di tempat
yang salah! Tapi ia sedang ingin tidak manja kali ini. Ia tak bo"leh mengeluh atau mengomel. Mengeluh dan mengomel, itu
sikap orang manja. Ia harus menyelesaikan persoalan. Begitu
saja. Seperti Yuda selalu bilang: semua hal harus dihadapi. Be"tapa ia masih anak remaja sesungguhnya.
Apa yang harus ia lakukan" Ia sudah bersumpah untuk
tidak mengganggu Parang Jati. Tapi mereka di tengah hutan.
Satu-satunya cara mendapatkan pembalut adalah berkendaraan
ke toko di kota terdekat. Tapi mobil itu Parang Jati yang punya.
Parang Jati pula yang menyimpan kuncinya. Tapi, Parang Jati
juga tak pernah menyembunyikan sesuatu darinya. Ia tahu di
pustaka-indo.blogspot.com84
mana kunci mobil biasa disimpan. Marja berpikir untuk meng"ambilnya sendiri di dalam tenda. Ia berpikir untuk menyetir
sendiri ke toko terdekat. Ia ingat ada satu Indomaret di jalan
menuju pasar sebelum kota. Ya, ia ingin membuang sifat man"janya dan melakukan segalanya sendiri.
Kini Marja telah melintas kembali di bidang datar tempat
candi itu berada. Ia menoleh ke arah orang-orang yang bekerja.
Dilihatnya Parang Jati tidak menyadari dia sama sekali. Marja
merasa merana, tapi ia mencoba tegak dan berkata bahwa pe"rasaan muram ini disebabkan oleh hormon datang bulannya.
Ia masuk ke tenda dan mengorek ransel Parang Jati
yang ia kenal betul. Ia menemukan kunci itu, lengkap dengan
STNK yang tersimpan dalam dompet kulit di gantungannya. Ia
mengendus-endus jejak bau pemuda itu dalam ransel. Ia me"mandang-mandangi celana dalam yang tergulung rapi di sana.
Tiba-tiba ia berpikir untuk pamit, jika bukan pada Parang Jati,
karena anak itu sedang sibuk, maka setidaknya pada Jacques.
Ya, ia akan bilang pada Jacques saja. Marja merapikan ransel
seperti semula dan menyusup keluar dari tenda.
Angin bertiup dan Jacques ada di depan tenda, sedang
menghisap rokok klobot. "Jacques, saya mau turun dulu, membeli sesuatu ke kota.
Tolong bilang Parang Jati, ya. Saya tidak mau mengganggu dia."
"Ya. Ya," sahut Jacques pendek sambil menyeringai. Tak
seperti biasanya Jacques berpelit kata.
Marja melesat tanpa mau menoleh ke arah orang-orang
yang bekerja lagi. Tapi tidak. Ketika ia hendak menuruni te"bing tanah dengan tambang, ia tak bisa mencegah kepalanya
untuk menoleh ke sana sekali lagi. Ah. Parang Jati tetap tidak
memperhatikan dia sama sekali. Pemuda itu masih sedang me"nafsirkan arca bersama Jacques sejak tadi. Marja merasa ada
yang aneh, tapi ia memanjat turun perlahan dan hati-hati.
Mobil pun melaju pelan di jalan turun berbatu. Marja
pustaka-indo.blogspot.com85
menyetir melewati hutan alami yang sepi, lalu hutan jati dengan
segerumbul pohon kemboja yang kokoh dan indah. Kesedihan
membuat ia tidak merasa takut. Biasanya, ia mendapat ke"nikmatan dari rasa takut, sebab rasa itu akan disambut oleh
perlindungan dua lelaki yang menyayangi dia, Yuda dan Parang
Jati. Ah, ia berkata dalam hati, lupakan dulu mereka. Kini, ia
tidak takut. Tapi, betapa menyedihkan, itu membuat ia ke"hilangan ketegangan yang asyik.
Di sebuah jarak di depan, tampak seorang ibu berjalan di
tepian dengan setumpuk kayu bakar terikat di punggungnya.
Tumpukan itu begitu tinggi sehingga perempuan tua itu ter"bungkuk. Mendengar suara mobil mendekat, ibu itu berjalan
semakin menepi. Marja yang diliputi hormon kesedihan menjadi semakin
sedih. Ia melihat sosok ibunya di sana. Ibunya lima belas tahun
lagi. Rambut sang ibu telah seluruhnya putih. Ibu, ibu itu, telah
ditinggal suami dan segala anak. Ibu menjadi renta seorang
diri, hidup di sebuah gubuk di tepi hutan. Tanpa listrik, tanpa
gas. Tanpa orang yang mengenang. Ibu kembali mencari kayu
bakar, terseok-seok dan menyingkir ke tepi jalan sebab sebuah
mobil hendak lewat dengan angkuhnya. Marja tak tahan. Setitik
air menggenang di pelupuknya.
Ketika melewati perempuan tua itu, Marja memperlambat
mobil, membuka kaca, dan menyapa.
"Ibu! Ibu mau ke mana?"
Marja; wajahnya mau menangis.
Ibu itu hendak ke pasar, menjual kayu bakar. Marja meng"ajaknya ikut dalam mobil. "Sebab saya juga akan ke pasar." Ibu
itu tampak ragu. Marja mengusap air mata yang mulai mengalir
kecil. Ibu itu melepaskan ikatan dari punggungnya, memuat se"rumpun kayu itu ke bagian tengah mobil, lalu duduk di depan
seperti yang diminta Marja.
"Anak mau apa ke pasar?" ibu itu bertanya.
Marja menjawab, ia mau membeli softex.
pustaka-indo.blogspot.com86
Ibu itu tertawa dan berkata bahwa ia tak pernah memakai
pembalut modern. Pada zaman dahulu kala wanita memakai
kain popok yang harus dicuci setiap kali. Mereka pun terlibat
percakapan yang riang soal perempuan dan Marja segera me"nyukai ibu itu.
Perempuan-perempuan desa zaman sekarang juga sudah
memakai softex, kata si ibu. Dalam perbincangan berikutnya,
Marja diberitahu bahwa gadis-gadis desa di sana mencuci pem"balut bekas dengan air dan sabun colek sebelum membuangnya
ke tempat sampah. Bagi Marja si gadis kota, itu adalah praktik
yang aneh. Kenapa" Kenapa harus dicuci?"ia bertanya. Itu kan
darah kotor, ibu tua itu menjawab. Marja selalu terganggu jika
menstruasi disebut darah kotor. Yuda tak pernah jijik dengan
darah haid dan mereka tetap bersetubuh meskipun ia sedang
datang bulan. Tapi ia tidak ingin berdebat mengenai itu dengan
ibu tua dusun yang pasti berbeda pandangan dan cara hidup. Ia
memakai jurus lain: "Tempat sampah juga kotor. Untuk apa membersihkan
barang yang mau dibuang ke tempat sampah?"
Ibu itu memberi jawaban yang menakutkan. "Karena
banaspati suka makan darah haid, Nak."
Semula Marja mengira banaspati adalah sejenis hewan.
Barangkali musang atau anjing liar. Ia tahu anjing suka meng"gondol banyak hal dari tempat sampah, termasuk popok ber"lumur darah ataupun tinja bayi.
Tapi banaspati bukan sejenis anjing.
Mereka menyebutnya hantu banaspati. Hantu hutan. Yang
samar-samar ditampakinya akan melihat ia sebagai bola api,
melayang-layang dari tengah hutan, pergi ke sebuah rumah
yang ia inginkan. Tapi, yang memiliki mata ketiga dapat melihat
lebih banyak daripada sebongkah bola api. Yaitu, sepenggal
kepala menyala-nyala dengan rambut-rambut api. Banaspati
suka memakan darah haid, dan perempuan yang haidnya di"jilat banaspati akan mengalami kesurupan. Karena itulah,
pustaka-indo.blogspot.com87
anakku, wanita di desa ini mencuci pembalutnya bersih-bersih
sekalipun hanya untuk dibuang ke tempat sampah.
Rasa sedih yang hilang membolehkan rasa takut muncul
kembali. Pendidikan modern membuat Marja tidak percaya
pada cerita itu. Tapi tidak betul. Ketakutan selalu berhubungan
secara aneh dengan sesuatu yang setengah kita percaya sete"ngah tidak. Seperti tentang Cakrabirawa. Sekolah mengajari
Marja untuk ngeri dan benci pada nama itu: Cakrabirawa.
Maka Cakrabirawa menjadi laksana hantu: Marja tak tahu lagi
apakah ia fakta ataukah fiksi.
Dan banaspati. Ada yang mengerikan di sana yang tak bisa
ia terangkan. Sesuatu yang bersembunyi di balik cerita bahwa
hantu hutan itu gemar memakan darah haid.
Marja tak jadi belanja di Indomaret sebelum pasar. Marja
menurunkan ibu tua itu, lalu pergi ke toko kelontong kecil milik
orang Tionghoa di dekat sana dan membeli kebutuhannya.
Marja memandangi satu buntal pembalut di tangannya dan
menjadi jeri. Sebab kini tak mungkin ia dapat membuang pem"balut bekas itu tanpa teringat pada cerita sang nenek.
Ketika mobilnya hendak meninggalkan alun-alun kecil, di"lihatnya lagi sang nenek di tepi jalan. Sedang berjalan ke arah
gunung. Marja agak ragu pada kebetulan yang aneh itu. Tetapi,
rasa murah hatinya mengharuskan ia menghentikan kendaraan
dan mengajak perempuan tua itu juga, sebab bukankah mereka
satu tujuan. Pulanglah mereka bersama-sama, meski tak ba"nyak lagi yang diceritakan di jalan.
Marja menurunkan ia di tempat ia naik, di dekat hutan jati.
Perempuan tua itu mengucapkan banyak terimakasih dan me muji kebaikan hati Marja, yang telah rela mengantarkan nenek
sihir celaka ini. Tiba-tiba Marja membayangkan bahwa perem"puan itu adalah Calwanarang yang menyamar. Sang ratu sihir.
"Semoga Gusti selalu menjagamu, anakku," ujarnya se"belum menghilang di antara pepohonan jati dan kemboja.
pustaka-indo.blogspot.com14
Parang Jati tampak sedikit marah. Mata bidadarinya diganti"kan oleh mata seorang ayah yang menemukan kembali anak
nakalnya. Ia berkacak pinggang di dasar tambang penolong,
membiarkan Marja yang menghampiri. Ia tak mau datang me"nyambut.


Manjali Dan Cakrabirawa Karya Ayu Utami di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Marja tahu, bukan kebiasaan Parang Jati bersikap seperti
itu. Tapi ia pun tak begitu yakin telah melakukan kesalahan
besar. Parang Jati tak mungkin melarang ia memakai motor,
mobil, atau benda-benda lain miliknya.
"Aku juga beli buah-buahan untuk kamu," kata Marja be"gitu berhadapan. Ia mencoba tidak bernada manja. Ah, betapa
senang ia melihat wajah itu lagi.
Parang Jati masih cemberut. "Setidaknya kamu kan bisa
pamit dulu, Marja! Dan telepon kamu juga malah ditinggal di
tenda." Setelah mengatakan itu barulah Jati merangkul Marja
ke dalam hangat tubuhnya. Ia berkata bahwa ia cemas dan telah
menyuruh satu pemuda desa mencari Marja dengan motor.
"Aku kan bukan anak kecil, Jati! Aku kan sudah dewasa."
pustaka-indo.blogspot.com89
Parang Jati mendengus sambil tersenyum kering. Wajah"nya mengatakan bahwa selama ini Marja juga selalu ingin di"jaga seperti seorang bocah.
"Kalau ada apa-apa dengan kamu, saya harus bilang apa
pada Yuda?" Marja kembali manja. "Kamu lebih sayang sama Yuda dari"pada sama aku!"
Parang Jati memandanginya. Dengan matanya yang malai"kat jatuh ke bumi. Marja terdiam, merasakan hangat terpompa
dari dada ke pipinya sebagai rona. Lalu, keduanya membuang
pandangan ke lengkung langit nun jauh.
"Lain kali, bilang kalau bosan dan mau jalan-jalan sendiri!"
Parang Jati membantu Marja mengambil hentakan pertama
untuk mendaki. "Aku bukan bosan. Aku mens, jadi harus beli duk!"
"Ya, ya. Tetap pamit dong."
"Aku kan sudah pamit pada Jacques. Soalnya, tadi kamu
lagi sibuk sekali." "Jacques gak bilang apa-apa."
"Dasar iseng si Jacques itu. Dia mau ngerjain kita kali."
"Masa Jacques sejahil itu, membiarkan satu anak kusuruh
keliling-keliling cari kamu sampai ketemu. Gak mungkin dia
setega itu." Marja mulai merasa heran. "Tapi aku sudah pamit pada
Jacques!" "Oh ya?" suara Jati datar, seperti menganggap Marja ber"kelit.
Mereka tiba di bidang datar tempat candi itu tegak selama
sepuluh abad. Jacques tua menyambut kedua anak muda itu seperti
seorang kakek yang hangat dan berpengalaman. "Oh la la,
mademoiselle! Anda membuat kami semua cemas. Terutama
Parang Jati ini. Dia kelimpungan. Nona tahu, kan" Di sini
pustaka-indo.blogspot.com90
hutan. Masih banyak hantu wewe dan gendruwo yang suka
menculik orang!" Kali ini Marja tidak terhibur oleh kata-kata Jacques yang
jenaka dan suaranya yang bernyanyi.
"Jacques!" Marja setengah menjerit. "Saya kan sudah pa"mit pada kamu tadi."
Tapi yang dilihatnya adalah wajah Jacques yang tidak
mengerti. Jacques berteguh bahwa ia tidak bercakap-cakap dengan
Marja tadi pagi. Ia memperhalus pengakuannya: "Setidaknya,
saya tidak ingat kalau Marja berpamitan. Tak bisa ingat sama
sekali. Barangkali si Jacques tua ini telah pikun?"
Marja merasa kacau. Ia merasa Jacques mempermainkan
dia. Barangkali untuk membuat Parang Jati cemas sehingga di
akhir hari ia dan Jati akan menjadi semakin mesra. Sejak awal ia
merasa Jacques punya skema jahil untuk menjodohkan mereka
berdua. Barangkali pengalih dari cintanya sendiri yang gagal
kepada gadis bermata almond. Tapi, ia pun merasa canda itu
kelewat jauh. Jacques bukan cuma merekayasa suasana men"cekam yang menimbulkan keintiman. Jacques sudah menakut"nakuti dia dengan tidak mau mengakui percakapan pendek tadi
pagi. Sebab, jika bukan dengan Jacques, dengan siapa ia pamit
pagi tadi" "Aaah, Jacques. Tidak lucu, ah! Saya pamit pada kamu
waktu kamu lagi merokok di depan tenda!" Marja menampar
lengan lelaki tua itu dengan cara kekanakan yang tak bisa me"nimbulkan amarah.
Mata Jacques semakin bulat oleh keheranan.
"Tapi saya tidak merokok," ujarnya. "Nona tahu Jacqes tua
ini tidak merokok." Marja terdiam. Ia kehilangan kata-kata.
Ia merasa angin berdesir di siluet tubuhnya. Siapakah
pustaka-indo.blogspot.com91
Jacques yang menghisap lintingan kulit jagung yang dengannya
ia bicara tadi pagi" Jacques yang menjawab pendek belaka.
Jacques yang tidak seperti biasa. Tiba-tiba ia teringat jarak
waktu yang sangat singkat antara percakapan itu dan Jacques
yang sedang sibuk di bawah candi. Jacques yang bercakap
dengan Marja. Dan Jacques yang sedang menafsir candi ber"sama Parang Jati. Jacques bagaikan ada dua.
Banaspati pustaka-indo.blogspot.com92
Marja mulai terisak di bahu Parang Jati. Perasaan muram"nya di hari itu memuncak. Yang paling menakutkan dari peris"tiwa itu adalah hilangnya rasa percaya. Adakah Jacques me"mang mempermainkan dia dengan berlagak seperti siluman
yang menyamar"seperti yang dipercaya orang" Ataukah ia
sendiri, Marja Manjali yang malang, yang mulai berhalusinasi"
Atau, jika di dunia ini ada makhluk-makhluk yang bisa meng"ambil wujud manusia"kita menamainya jin, khodam, atau
siluman"bagaimana kita bisa mengenali yang nyata dan yang
bayangan" Jika Jacques yang dihadapinya tadi pagi bukan
Jacques, bagaimana ia pasti bahwa Parang Jati yang ini adalah
Parang Jati... Marja menangis karena kehilangan rasa percaya.
pustaka-indo.blogspot.com15
Siapa pun Jacques yang mempermainkan Marja, makhluk itu
memberi alasan bagi kemesraan:
Malam itu Parang Jati membuka resleting kantong tidur
dan menjadikannya selimut. Mereka tidak lagi menyusup
dalam kepompong masing-masing seperti hari-hari lalu, me"lainkan berbaring pada alas yang sama dan di bawah kain
parasut yang sama. Parang Jati merangkul Marja mendekat
pada dadanya. Dengan sedikit sisa canggung Marja berbaring
miring dan menyandarkan kepalanya pada ketiak Parang Jati.
Namun kakinya melipat seperti janin yang berkelung, menjaga
tubuhnya dari persentuhan dengan tubuh lelaki itu.
Rasa bertemu hantu-hantu tak mengizinkan ia untuk segera
bernafsu. Malam ini para siluman mengizinkan kemesraan,
bukan hasrat. Barangkali belum.
"Jati," bisik Marja sedih, "bagaimana kalau banaspati men"jilat darahku?"
Parang Jati mengeratkan pelukan. "Itu cuma khayalan
orang, Marja." pustaka-indo.blogspot.com94
Tapi Marja merasa bagai bayi dalam pelukan induknya.
Aman, meskipun para setan berkitar-kitar di luar sana. Hangat.
Damai. Ia ingin menyusu. Ia ingin menghisap ketenangan dari
dada yang melindunginya. Ia ingin mengalirkan denyut di
dalam dada itu ke dalam denyutnya.
"Jati," bisik Marja saat pelukan Jati mengendur. "Bagai"mana jika nenek tua yang aku temui juga bukan manusia" Ia
menghilang di hutan kemboja..."
Jati kembali merapatkan dekap. "Kita cek besok, ya?"
Marja menggumam tidak lega. Tapi hidungnya menghirup
hangat Parang Jati yang ia kenal betul.
"Jati.... bagaimana kalau kamu juga ternyata bukan Parang
Jati?" Parang Jati tertawa. Marja tetap berkelung. Ia membayangkan lesung pipit
dan gigi pemuda itu yang berbaris rapi. Ia tidak mengangkat
wajahnya. "Apa yang bisa dilakukan manusia dan tidak bisa di"lakukan jin?"
"Hmm...," Parang Jati berpikir sebentar. "Mendongeng?"
Jawaban Parang Jati mengingatkan Marja pada Jacques
yang menghisap klobot dan menyahut pendek belaka. Jacques
yang pelit kata tak seperti biasa. Barangkali betul, siluman tak
pandai mendongeng. Betapa muram dunia ini jika kita tak bisa
percaya pada apa pun. "Kudongengkan kamu sesuatu ya?" kata Parang Jati.
"Semoga kamu yakin bahwa aku bukan siluman."
Marja tersenyum dan mengangguk. Parang Jati merasakan
kepala yang bergerak di dadanya dan rambut yang tersangkut
pada ujung bibirnya. Marja tahu Yuda mendongeng lebih baik daripada Parang
Jati. Yuda masuk dalam cerita dan menggila menjadi karakter"karakternya. Sekalipun dongeng itu tidak berarti. Parang
Jati selalu berjarak dengan dongengnya. Parang Jati selalu
pustaka-indo.blogspot.com95
membubuhi keterangan pada cerita"barangkali karena ia
terlalu banyak berpikir dan membaca buku. Tapi, malam ini,
bahkan dongeng peri yang diberi catatan kaki pun lebih baik
daripada kehilangan kepercayaan pada segala hal.
"Kamu takut pada banaspati?" ia bertanya dan Marja meng"angguk. "Kamu takut pada leyak?" ia bertanya lagi dan Marja
menggeleng. Sebab leyak ada di Bali dan banaspati ada di sini.
Manusia takut pada yang dekat. Parang Jati mengelus kepala
Marja dan berkata bahwa kadang kala gambaran orang tentang
leyak bertukar-tukar dengan gambaran tentang banaspati.
Sebuah kepala yang melayang-layang untuk menghisap darah
ataupun organ tubuh. Bukan, bukan kepala manusia. Me"lainkan kepala makhluk bermata nyalang dan berseringai taring
panjang. Lidahnya menjulur nyala. Rambutnya panjang me"riap-riap api. Makhluk itu melayang-layang dari sebuah tempat
di pepohonan keramat, seperti bola api.
"Jangan cerita yang ngeri-ngeri," kata Marja.
"Saya tidak sedang cerita yang ngeri, sayang. Saya cerita
tentang gambaran orang. Dan gambaran itu berhubungan
dengan candi di tempat ini."
Candi Calwanarang. Bukankah kau bilang ingin tahu tentang candi-candi"
Bukankah tadi pagi kau sedih karena merasa tak tahu apa-apa
sendiri" Bukankah kau bilang tak mau bodoh lagi" Lagi pula,
percayalah ini bukan cerita menakutkan.
Alkisah ini adalah tanah Jawa seribu tahun silam. Ada se"orang dara jelita. Namanya Ratna Manjali. Entah titisan siapa
putri ini, dan entah ke mana dan di zaman apa lagi ia akan
lahir kembali. Manjali hidup bersama ibunya yang sangat ia
cintai. Calwanarang namanya. Mereka tinggal di sebuah puri
di sebuah wilayah bernama Girah. Begitulah lontar yang disalin
turun-temurun di Bali bercerita.
pustaka-indo.blogspot.com96
Wahai, tidakkah tempat ini sekarang bernama dukuh Girah
pula" Tapi Calwanarang adalah seorang ratu sihir, begitu para
pujangga mencatatnya. Perempuan janda itu sangat ditakuti.
Ia menyebar teluh ke seluruh penjuru kerajaan Kahuripan.
Wabah berjangkit. Orang terserang demam di pagi hari dan
mati di malam hari. Mereka meregang nyawa dengan mata
mendelik dan kulit terbakar. Dan Calwanarang beserta pra"juritnya berpesta-pora, mandi darah, berkalungkan usus dan
berantingkan bola mata. Maka, Prabu Airlangga, raja Kahuripan, sangat sedihlah. Ia
ingin menghentikan teluh Calwanarang. Tapi sang ratu demikian
sakti. Segala tentara yang dikirim untuk mengalahkannya mati
sia-sia. Maka, Prabu Airlangga pun memanggil seorang pendeta
cendekia. Mpu Barada namanya. Mpu Barada pernah mem"bantu Airlangga membelah kerajaan Kahuripan menjadi Daha
dan Janggala, bagi kedua putra mahkota. Kali ini Barada yang
berilmu menasihati raja: Calwanarang punya satu saja titik
lemah. Apa gerangan?"tanya sang raja. Calwanarang ingin agar
putrinya dipinang orang. Tapi tak ada yang berani melamarnya,
sebab takut akan kekuatan sang ratu sihir.
Mpu Barada memiliki putra terkasih. Pemuda yang rupa"wan. Bahula namanya.
Maka, dikirimlah pemuda tampan itu untuk meminang
dara jelita Manjali. Pendek cerita, keduanya jatuh cinta dalam
pertemuan pertama. Maka pesta meriah pun diadakan untuk
menikahkan mereka. Namun, pada malam ketujuh mereka bercinta-cintaan,
Mpu Barada datang diam-diam ke puri itu dan membunuh
Calwanarang yang sedang berbahagia, demi merebut kitab
saktinya yang berisi mantra Bhairawa Cakra. Demikianlah,
pembunuhan atas Calwanarang dilakukan ketika putrinya,
Manjali, sedang bersetubuh di peraduan.
pustaka-indo.blogspot.com97
Manjali sangat sedih. Ia menangis tujuh hari tujuh malam.
Tapi para pujangga mencatat, bahwa ia tidak mendendam ke"pada kekasihnya, Bahula. Sebab, ya sebab, dengan demikian
ibunya mencapai moksa. Untuk memperingati ibunya, Manjali
mendirikan sebuah candi, di mana ibunya dipuja sebagai Durga.
Manjali dan Bahula hidup bahagia hingga akhir usia.
Angin bertiup samar-samar, membuat getaran pada kain
kemah. "Kamu suka cerita tadi?" tanya Parang Jati.
Marja menggeleng sejujur kanak-kanak.
"Kenapa?" "Karena tak adil. Aku merasa diriku Manjali. Apakah
Bahula tidak tahu bahwa ia diumpan untuk menikahi aku
agar ayahnya bisa membunuh Calwanarang?" Ia memandang
Parang Jati sekarang dan bertanya-tanya, adakah Parang
Jati merasa dirinya Bahula. Mereka bercinta-cintaan dan ibu
Manjali dibunuh oleh ayah sang kekasih. "Jika ia tahu, maka ia
jahat. Jika ia tidak tahu, maka ia bodoh. Aku tak suka kedua"duanya."
Parang Jati tertawa, sebab Marja telah mulai lupa pada ke"takutannya.
"Itu hanya salah satu versi cerita. Ada banyak versi dongeng
Calwanarang," sahut Parang Jati. "Setidaknya, malam ini kamu
mulai tahu tentang dongeng yang dipercaya berhubungan
dengan candi ini, Marja."
"Kalau begitu, ceritakan aku versi yang lain."
"Aku ceritakan besok. Supaya setiap malam kamu percaya
bahwa aku bukan siluman yang menyamar."
Sebab siluman tak suka mendongeng. Sebab mereka me"miliki suara yang aneh. Jika engkau ingin tahu adakah sosok
di hadapanmu suatu jelmaan, perhatikanlah suaranya.
pustaka-indo.blogspot.com16
Ia merasa bagaikan dalam dongeng seribu satu malam. Setiap
malam Parang Jati mendongeng untuk menunda sesuatu. Se"tiap malam pemuda itu bercerita agar Marja percaya bahwa ia
bukan siluman. Tapi keduanya tahu bahwa alasan itu perlahan
telah menjadi canda. Sesungguhnya, setiap malam Parang Jati
mendongeng untuk menunda percintaan. Setiap malam, se"buah cerita dikisahkan agar Marja mengantuk dan Parang Jati
sendiri lelah. Setiap malam, sebuah dongeng diniatkan agar
birahi sublim dalam narasi.
Entah pada malam keberapa, Marja melihat dirinya kem"bali Manjali. Seorang putri yang memandang dari jendela puri
di satu puncak bukit-bukit selatan. Memandang ke arah laut,
berkilometer di utara pulau. Hanya mata ketiganya yang bisa
melihat apa yang terjadi di sana.
Sebuah bahtera mendarat. Dua orang pengembara: pen"deta Budha, pulang dari benua nan jauh. Letih oleh jalur sutra,
namun bersemangat oleh kabar tentang sebuah candi agung
pustaka-indo.blogspot.com99
yang terlupakan di Jawa Dwipa. Candi Budha dari tiga abad
silam. Borobudur namanya. Dua pendeta itu, yang satu guru
yang satu murid. Yang guru Mpu Barada namanya. Yang murid
bernama Bahula. Wahai, tidakkah si pemuda memiliki mata bidadari, se"baris gigi yang rapi dan lesung pipit dalam senyumnya"
Mata ketiga Manjali terpikat pada pemuda itu. Lelaki yang
menjauhi daging. Ia sendiri, Manjali, adalah seorang gadis sakti,
yang mendapatkan kesaktiannya dari laku yang juga dijalankan
ibunya, yang bernama Calwanarang. Mereka penganut Tantra
lengan kiri. Mereka memuja Durga dan Bhairawa. Mereka men"dirikan patung dengan taring mengancam dan lidah menjulur.


Manjali Dan Cakrabirawa Karya Ayu Utami di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka mengadakan upacara dengan daging dan darah. Pemuda
itu menjauhi daging, sementara ia hidup meminum darah.
Mata ketiga Manjali melihat, pemuda itu dan gurunya
tiba di candi yang penuh arca berwajah damai dan terpejam.
Borobudur, yang terletak di jantung Jawa Dwipa, didirikan oleh
wangsa Sanjaya, dua tiga abad sebelum mereka yang hidup ke"tika Prabu Airlangga memerintah di timur pulau.
Pada masa Airlangga, orang-orang telah melupakan candi
Budha nan agung itu. Aduhai, betapa segera orang di tanah ini
melupakan. Mata ketiga Manjali melihat, pemuda itu dan gurunya
mempelajari kembali sang bangunan suci yang terlupakan.
Tapi datanglah utusan Prabu Airlangga yang menelusuri jejak
mereka. "Sembah bakti, Mpu Barada." Sambil bersujud dan me"ngatupkan tangan di depan dahi, utusan itu bercerita bahwa
Prabu Airlangga membutuhkan sang guru untuk menangani
perselisihan antara dua putra mahkota.
Airlangga adalah seorang penyembah Wisnu. Putri sulung"nya, yang tidak tertarik pada kekuasaan, adalah penganut Budha.
Kedua putranya, yang masing-masing tertarik pada kekuasaan,
pustaka-indo.blogspot.com100
menganut Syiwa dan Syiwa-Budha. Airlangga meminta seorang
pendeta Budha untuk menjadi penasihatnya. Dalam sejarah,
Airlangga dikenang sebagai raja bijak yang bersikap adil dan
terbuka pada perbedaan agama.
Namun, perebutan kekuasaan di antara dua putra selalu
sulit. Dan di tengah persoalan itu, terdapat sebuah wilayah yang
menolak untuk menjadi bagian dari kerajaan. Girah namanya.
Wilayah itu dipimpin oleh seorang ratu yang mampu mengirim
teluh ke seluruh kerajaan. Calwanarang namanya. Pemuja
Durga dan Bhairawa, penganut Tantra lengan kiri. Maka Mpu
Barada dipanggil ke istana.
Sang guru pun pergi untuk membagi kerajaan menjadi
Daha dan Janggala. Si murid ditinggalkan untuk mempelajari
candi kuna yang terlupakan. "Kembalilah kepadaku setelah
engkau selesai menyalinnya," perintah sang guru.
Waktu berjalan. Mata ketiga Manjali melihat. Pemuda itu telah selesai me"nyalin Borobudur dan kini dalam perjalanan kembali ke timur
pulau. Namun pendeta muda itu tersesat dan mendengar bisikan
yang ia kirimkan dalam angin. Tibalah si pendeta tampan di
Puri Calwanarang. Tapi teluh telah dipasang untuk menyerang
siapa pun yang masuk tanpa izin. Terkenalah pemuda itu oleh
demam dan radang. Jatuhlah ia dengan menderita.
Manjali merindukan saat-saat itu. Sebab dengan demikian
ia boleh membaringkan pemuda itu di peraduannya, dan ia bo"leh menjamah luka-lukanya.
Berhari-hari pemuda itu terbaring pada ranjang Manjali.
Setiap malam Manjali mendongengkan cerita agar siluman
tidak merebutnya ketika si pemuda mengigau demam. Setiap
malam sebuah dongeng disampaikan untuk menunda sesuatu.
Tapi cinta telah bersemi sejak mata bidadari si pemuda ber"temu dengan mata peri si gadis. Dan birahi terbit juga, seperti
anak gunung yang tumbuh. Maka, pada suatu malam, ketika
pustaka-indo.blogspot.com101
luka dan radang telah menutup, berkatalah Manjali kepada pe"muda itu:
"Ini akan menjadi terakhir kali aku membasuh tubuhmu."
Keduanya terdiam. Setelah empat puluh malam, si pe"muda telah menjadi tergantung pada tangan perempuan yang
menjamah luka-lukanya. Ia telah merindukan kedatangan
gadis itu setiap pagi, untuk membasuh tubuhnya, setiap siang,
untuk merawat radangnya, setiap malam, untuk mendongeng
baginya. Manjali tahu bahwa pemuda itu telah merindukannya
pula. "Tapi, kamu seorang biarawan. Dan aku seorang pemakan
daging." Berkata pemuda itu: "Kehidupan akan selalu berakhir
juga. Aku ingin membiarkan diriku menjadi daging bagimu."
Ambilah. Makanlah. Maka, bagi yang memiliki mata ketiga, lihatlah. Taring pun
tumbuhlah. Serta lidah menjilatlah, seperti api yang menjulur.
Arca Bhairawa. Manjali melepas kain pemuda itu seperti biasa ia hendak
membasuhnya. Ia melepas kainnya sendiri seperti tak biasa
jika ia hendak merawatnya. Ia membasuh pemuda itu bukan
dengan air, melainkan dengan dirinya sendiri. Lalu ia naik ke
atas si pemuda, mengepas kaki-kakinya yang berkilau keemasan
dalam cahaya perapian, pada pinggul lelaki yang tegang,
dan membiarkan mata bidadari itu melihat kuil tubuhnya.
Menjulang. Membusung. Ramping dan penuh bagai candi. Kuil
yang akan segera menghabisi kurban sajian di hadapannya ke
dalam asap dan harum dupa.
Manjali tidak peduli lagi pada apa yang terjadi terhadap
Mpu Barada, Airlangga, dan kedua putra mahkota. Bahkan ter"hadap Calwanarang.
Marja Manjali membuka mata. Alam senyap. Dalam redup
pustaka-indo.blogspot.com102
lampu baterai yang lupa dimatikan, didapatinya wajah Parang
Jati yang terpejam. Entah telah berapa lama mereka terlelap
dalam dongeng. Marja menikmati raut yang diam itu, menyalin
garis-garisnya ke dalam ingatan. Ingin ia menyentuhnya, mem"buktikan bahwa lelaki ini bukan siluman. Ah, itu pun cuma
dalih belaka. Ingin ia menyentuhnya, sebab memang ingin ia
menyentuhnya. Tapi, kau tahu, pandangan memiliki getaran.
Gelombang matanya menyentuh pelupuk si pemuda. Mata
Parang Jati terbuka, tiba-tiba, seperti sesuatu telah mengusap
kelopaknya. Keduanya terkejut. Marja; sebab terpergoki sedang me"mandang. Jati; entah karena apa. Marja menelan ludah. Ia me"lihat wajah malaikat jatuh ke bumi. Ada yang teguh padanya.
Namun ada pula yang kini guncang di sana.
Parang Jati memandangnya dengan luluh sekarang. Se"telah sekian malam-malam cerita. Dongeng yang mencoba me"nunda. Hangat nafas yang telah lama ditahan. Dua wajah itu
kini saling mendekat. Marja tak bisa ingat, bibir siapa yang
pertama kali mencecap. Tapi ia tahu lidahnyalah yang pertama
menjamah lembut langit-langit si lelaki.
pustaka-indo.blogspot.com17
Sandi Yuda ingin mengambil sebatang rokok dan mengisapnya.
Dipandang-pandanginya sebungkus Star Mild yang ia beli untuk
Musa Wanara. Tangannya gatal untuk mengerat strip segel"nya. Sebatang rokok. Sesekali. Mengapa tidak. Tapi tidak. Yuda
mengutuki diri. Sebab, ia hanya ingin merokok jika ia sedang
gelisah. Pada dasarnya ia tak suka rokok. Dan ia telah meng"hentikan keisengan itu semenjak ia menekuni panjat tebing.
Lebih lagi, tak mungkin seorang perokok bisa bersaing panjat
dengan Parang Jati yang berparu bersih dan berjari dua belas.
Tapi detik ini ia ingin merokok. Yuda tahu bahwa itu ber"arti ia sedang gugup. Ia tak bahagia mengakui bahwa ia tak bisa
menguasai diri. Tapi ia tahu bahwa ia telah sepenuhnya terjerat.
Ia duduk lunglai di bangku kios rokok tepi jalan itu. Kegagahan
hilang dari sikapnya. Tak lama kemudian, motor yang ia tunggu muncul dari
kelokan. Musa Wanara menunggangnya, mengenakan seragam
dinas lapangan. Tiger itu mencicit sebelum berhenti. Musa
memberi tanda baginya untuk naik.
"Bagaimana?" Yuda bertanya.
pustaka-indo.blogspot.com104
"Aman!" sahut Musa sambil memberikan sepucuk amplop
bagi Yuda dengan lambang korpsnya.
Itu adalah surat keterangan bahwa Sandi Yuda dibutuhkan
untuk latihan bersama militer dan panggilan tugas itu kerap
datang mendadak, sehingga Sandi Yuda kerap tidak bisa meng"ikuti kuliah. Tentu surat itu palsu. Musa menyiapkannya bagi
Yuda untuk menghadap para dosen agar diberi maaf dan izin
untuk mengikuti ujian ulangan. Tidak sekerap itu dan tidak se"mendadak itu Yuda dibutuhkan untuk latihan bersama militer.
Ia lebih banyak tidak menghadiri kuliah karena memanjat ber"sama Parang Jati ketimbang bersama prajurit TNI. Ia tahu ia
tak bertanggung jawab dan terancam DO sebagai akibatnya.
Tapi, seperti moto hidupnya, semua harus dihadapi. Kini ia
mengikatkan diri pada setan untuk menolong dirinya.
Musa mengantar Yuda ke rumah semua dosen yang harus
ia temui. Lelaki itu tidak ikut masuk ke dalam, melainkan hanya
duduk merokok di teras, atau bahkan di sadel motor, di tempat
yang terlihat dari mana pun dosen itu duduk. Para dosen
menghadapi Yuda yang duduk di ruang tamu dengan wajah
memelas dan tutur memohon kasihan. Dan ketika mereka bosan
dengan wajah mengemis itu lalu menatap ke luar lewat jendela,
mereka melihat seorang prajurit pasukan khusus, duduk di atas
motornya, sembari mulutnya mengepul-ngepulkan asap.
Yuda mendapatkan semua permakluman. Ia mendapat
kesempatan untuk mengikuti atau mengulang ujian. Tapi ia
tahu, ia bagai membuat perjanjian dengan iblis. Tak ada makan
malam yang gratis. Ia telah mendapatkan yang ia butuhkan.
Maka, tiba gilirannya untuk membayar semua itu. Kini, ter"bayang di pelupuk matanya: Parang Jati dan Marja, yang akan
harus ia khianati. pustaka-indo.blogspot.com18
Pada saat itu Marja merasa tak akan menyesal seandainya yang
berkelindan dengannya adalah siluman Parang Jati. Telah lama
ia saling memagut dengan Parang Jati dalam mimpinya. Maka,
apalah beda impian dengan siluman. Pada saat itu, seperti pada
saat-saat cinta yang dalam, manusia tak lagi memiliki tuntutan.
Pada saat-saat cinta yang hebat, manusia hanya ingin melebur.
Sesuatu dengan lembut dan aneh menyuruh agar ia me"nutup mata. Barangkali ruh cinta yang mengatasi rupa tubuh.
Dalam terpejam ia menghirup seluruh hangat lelaki itu. Ia ingin
mereguk seluruh kelembaban dari mulut lelaki itu dan mem"buatnya haus.
Lalu dirasakannya tangan pemuda itu sedikit bergetar
ketika bergerak ke atas dan membelai kepalanya, mengeratkan
dekapannya. Dirasakannya nafasnya dan nafas pemuda itu per"lahan terengah dan menyatu. Ia menghirup nafas lelaki itu ke
dalam paru-parunya, demikian pula sebaliknya. Parang Jati
tidak memiliki kerakusan yang ada pada Yuda. Maka Marja
pustaka-indo.blogspot.com106
kakinya pada pinggul lelaki itu. Ingin ia membiarkan pemuda
itu menyaksikan kuil tubuhnya yang bercahaya biru bulan. Dan
setelah beberapa saat, setelah ketakjuban mereda, barangkali
Parang Jati menjadi lebih tenang untuk berada di atas. Lalu,
ia akan membiarkan orgasme Jati rahasia, tak seperti orgasme
Yuda yang dipertunjukkan.
Pada saat itulah telepon berdering. Kejutannya mencerabut
Marja dan Parang Jati dari mimpi yang nyaris mewujud. Mereka
melepaskan diri dengan wajah menyesal.
Mereka menelan sisa liur yang tertukar.
Nama Yuda berkelap-kelip pada layar yang bercahaya. Pe"sawat telepon berputar oleh getarannya sendiri. Dengan gugup
Marja meraihnya, memijit tombol penerima.
"Yuda?" Suaranya serak.
Birahi mereda. "Hola! Si Tumang di sini! Sudah tidur, Dayang Sumbi?"
terdengar suara Yuda yang jahil, begitu keras sehingga Jati bisa
mendengarnya pula. Marja tergagap dan menjawab bahwa ia ketiduran. Jam be"rapa sekarang. Di sini malam tiba lebih cepat daripada di kota.
"Sangkuriang ada di situ" Haha. Hati-hati, Sangkuriang
punya oedipus complex."
Tapi canda Yuda yang nonsens kali ini tidak terasa lucu
bagi Marja. Ia berdebar jikalau kekasihnya merasakan sesuatu
sehingga menelepon malam-malam. Ia bertanya ada apa. Yuda
menjawab tidak ada apa-apa, "aku cuma kangen aja". Marja
semakin merasa cemas. Malam itu semua kata-kata Yuda
hanya membuat Marja cemas. Ia mencoba sebisa mungkin me"nyembunyikannya.
Di seberang lain, di kota yang mulai sepi pula, Yuda pun
berupaya menelan tanda-tanda kekhawatiran pada suaranya.
pustaka-indo.blogspot.com107
Ah. Sudah lama ini ia jarang menelepon kekasihnya. Bahkan
tak selalu ia membalas panggilan Marja yang ditelan kotak
suara. Malam ini tiba-tiba ia menelepon. Semoga Marja tidak
membacanya sebagai keanehan yang perlu diselidik. Semoga
Marja tidak marah. Semoga Marja mau bercerita banyak
seperti biasanya. Perempuan, kau tahu, akan mengunci mulut
jika mereka ngambek. Tapi didengarnya Marja tidak marah sama sekali. Syukur"lah. Hanya saja, gadis itu kurang manja seperti yang biasa ia
kenal. Tapi manisnya tidak berkurang. Marja justru berkata
bahwa ia cemas jika ada apa-apa dengan Yuda, lalu segera me"nambahkan bahwa ia cemas jika para dosen tidak memberi
pengampunan. Yuda tahu, kalimat yang terakhir disertakan
Marja untuk didengar Parang Jati. Untuk menghilangkan jejak
mengenai latihan dengan militer yang sesungguhnya dilakukan
Yuda. Marja ingin menegas-negaskan di telinga Parang Jati
bahwa Yuda tidak bersama mereka karena, dan hanya karena,
ia harus membereskan urusan kuliahnya. Yuda tersenyum
kecut. Marja menjaga rahasianya dari Parang Jati, tapi ia
sendiri memiliki rahasia dari Marja. Lebih parah lagi, skema
yang ia sembunyikan itu sembilan puluh persen mungkin me"manfaatkan Marja dan Jati diam-diam. Yuda merasa terkutuk,
tapi ia belum menemukan jalan keluar dari lorong sialan ini.
Malam ini ia harus menggali informasi tentang mantra
Bhairawa Cakra itu. Seperti apa persisnya tulisan yang ditemu"kan itu. Seperti apa bentuknya. Sebongkah batu seperti prasasti
Batutulis di Bogor kah" Tertera pada tonggak batu seperti
obeliks" Tertulis pada papirus tua" Ia sama sekali tak punya
gambaran. Ia berharap mantra itu tertatah pada tubuh candi, atau
sebongkah batu besar, sehingga ia bisa menganjurkan Musa
Wanara untuk tidak mencurinya. Cukup menyalinnya saja dari
prasasti yang duduk diam. Lalu, mereka bisa meminta seorang
pustaka-indo.blogspot.com108
ahli alih aksara untuk membacanya. Dengan demikian dosa
yang ia lakukan terhadap Marja dan Jati tidak terlalu berat.
Tapi, bagaimana jika mantra itu tertulis pada perkamen
kuno" Perkamen itu tak bisa dibaca begitu saja di tempat
terbuka, sebab pasti disimpan baik-baik. Oleh Parang Jati,
Suhubudi, atau siapa pun. Lebih celaka, jika itu sesuatu yang
ringan dan ringkas, sudah pasti Musa Wanara tidak puas hanya
mendapat salinan. Ia pasti hendak menguasainya. Sudah pasti
lelaki penggila ilmu gaib itu hendak mencurinya.
Celaka. Di ujung telepon yang lain Marja dihimpit rasa bersalah
pula, sebab ia menginginkan rahasia. Ia mengalihkan tekanan
itu dengan bercerita tentang hal yang paling mengguncangkan
yang bisa ia ceritakan. "Aku bertemu siluman, Yuda. Siluman yang menyamar
jadi Jacques. Dan aku ketemu seorang ibu tua, yang menyebut
dirinya nenek sihir dan menghilang dekat kuburan tua..."
"Bagaimana kamu tahu itu siluman dan kuburan itu tua?"
Yuda menyahut seadanya, meski Marja tak menangkap bahwa
pemuda itu sesungguhnya tidak tertarik dengan ceritanya.
"Kuburan itu telah menjadi hutan kemboja, di tengah
hutan jati." Marja terdiam sebentar. "Karena itu aku minta Jati
menemani aku terus."
Kini Marja menatap Parang Jati, yang mendengarkan per"cakapan ini dengan wajah galau. Parang Jati tidak mendengar
apa yang dikatakan Yuda, tapi didengarnya Marja menyahut, se"suatu yang berupa kebohongan, "Jati sudah tidur lagi sekarang.
Makanya aku berbisik-bisik supaya gak ganggu dia."
Parang Jati menggigit bibir. Ia berpandangan dengan Marja
sejenak lagi. Marja melihat mata itu kembali bidadari. Bidadari
yang jatuh ke bumi dan menjadi lebam. Malaikat yang memar
oleh gravitasi. Mata yang menampakkan luka yang dalam tapi
pustaka-indo.blogspot.com109
indah. Kini, rasa bersalah dan sopan-santun persahabatan
telah menguasai pemuda itu lagi. Parang Jati mengerjap pelan,
memberi tanda bahwa ia akan tidur sekarang. Agar tidak meng"ganggu percakapan telepon. Marja mengangguk sedih dan
pemuda itu berbaring membelakangi dia. Marja menatap pung"gungnya. Ingin ia mengelus kepala si pemuda, tapi ia meng"urungkan niat itu.
"Jadi, kayak apa penemuan kalian itu?" Akhirnya, setelah


Manjali Dan Cakrabirawa Karya Ayu Utami di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Marja mulai kehabisan cerita, Yuda bisa mulai masuk ke pokok
perkara. Telah sedari tadi ia menahan tema utama ini dan Marja
tidak mengetahuinya. pustaka-indo.blogspot.com19
Esok harinya Marja terbangun dengan pemahaman mengenai
makna tabu. Tabu adalah sesuatu yang tak boleh kau katakan,
sebab jika kau mengatakannya kau akan merusak maknanya.
Seperti ciumannya dengan Parang Jati semalam.
Ia mencoba mengingat bibir siapa yang pertama mencecap.
Ia tak bisa tahu. Tapi ia ingat segala rinci yang lain. Keringat yang
telah lama ia kenal. Hangat liur. Bunyi nafas di relung leher.
Mata yang setengah terpejam: menutupi kebidadariannya dan
menampakkan kemanusiaannya. Dekapan yang mengeratkan
payudara, meski pemuda itu tak berani menjamah bahkan kaki
kedua bukitnya. Parang Jati bukan Yuda, yang tak memiliki keraguan sedikit
pun dalam bercinta jika menginginkan. Tapi Parang Jati pun
bukan pemberi ciuman yang buruk. Marja biasa memberi nilai
pada lelaki, seperti lelaki juga biasa dengan pongah memberi
nilai pada perempuan. Ia memberi ponten merah pada lelaki
yang bernafas dengan mulut saat ciuman. Atau yang tidak
menggunakan lidah. Atau yang menjulurkan lidah melebar
seperti anjing. Lidah harus dijulurkan dengan meruncing
pustaka-indo.blogspot.com111
seperti pada ular, sebab begitulah cara meraba, merasai, dan
menekan sesuatu. Jika kau menjilat kekasihmu dengan lidah
lebar, ah, apa beda baginya dari dijilat anjing. Marja tak ingin
melanjutkan pertemuan dengan lelaki demikian, sebab ia per"caya bahwa pria yang buruk dalam berciuman tentu buruk pula
dalam bercintaan. Tapi kali ini Marja tak ingin memberi nilai pada Parang
Jati. Ia tak bisa melupakan ciuman semalam, yang selalu me"mompakan rona dari dada ke pipinya setiap kali ia teringat
akan itu. Toh ia tidak ingin memberi nilai. Ada di dunia ini
yang tak bisa diberi nilai, seperti ada di dunia ini yang tak
bisa dibicarakan. Dan inilah tabu: sesuatu yang tak bisa kau
bicarakan, sebab jika kau membicarakannya niscaya kau me"rusak maknanya.
Seperti biasa Parang Jati bangun lebih awal dari dia untuk
bekerja bersama Jacques di candi yang baru menampakkan
diri. Marja tahu bahwa apa yang terjadi semalam tidaklah untuk
ditanya-jawabkan. Namun ada sedikit cemas pada dirinya
mengenai reaksi Parang Jati pagi ini. Adakah anak itu merasa
bersalah karena pengkhianatan terhadap sahabat" Adakah rasa
bersalah itu akan mengganggu segitiga perkawanan mereka"
Ia merasa si Jacques tua mengamati mereka. Jacques me"nyimak bahwa antara dia dan Parang Jati ada rasa canggung
asmara di pagi itu. Hal itu terbaca pada tatapan lembut Parang
Jati padanya, dan tatapan lembut Marja pada pemuda itu,
yang sedemikian syahdu sehingga tak bisa bertahan lama.
Segera keduanya memalingkan wajah ke cakrawala. Sebab
tatapan mereka tidak lagi biasa-biasa saja. Tatapan mereka
telah demikian sensitif untuk tak saling mengiris. Dan Jacques
menikmati drama itu seperti menonton film cinta.
Ah, Jacques tua. Adakah pagi ini dia Jacques sungguhan
atau jin yang menyamar"
pustaka-indo.blogspot.com112
Hari itu mereka kedatangan seorang "arkeolog Jawa?"
menurut istilah Jacques. Ilmuwan Prancis itu menyebut
demikian untuk merujuk pada peminat purbakala yang mem"perlakukan primbon setara dengan rujukan ilmiah. Terutama
mereka yang melakukan penelitian untuk membenarkan apa
yang mereka percaya. Seorang ilmuwan seharusnya menguji
apa yang ia percaya, bukan mencari pembenaran. Demikian me"nurut Jacques. Dan, kebetulan, yang bersikap begitu di antara
para arkeolog adalah orang-orang Jawa. Sekali lagi, kebetulan
saja. Jacques telah memperhalus kalimatnya untuk tidak me"ngatakan semua orang Jawa bersikap mencari pembenaran.
Pendapat itu telah menimbulkan perdebatan-perdebatan, ka"dang kecil kadang tajam, antara Parang Jati dan Jacques.
Arkeolog Jawa yang datang itu adalah seorang lelaki
lima puluh tahunan. Ia dikenal sebagai juru air. Ia memilliki
keahlian"atau tepatnya kemampuan"untuk menemukan sum"ber air di bawah tanah. Demikian pula, konon ia memiliki ke"mampuan untuk merasakan apa-apa yang ada beberapa meter
di bawah tanah. Ia adalah magnetometer hidup, kata Parang
Jati. Tentu saja dia juga teman dekat Suhubudi, ayah angkat
Parang Jati. Adalah arkeolog Jawa tersebut yang mengatakan bahwa
candi ini adalah candi makam Calwanarang dan mereka akan
menemukan mantra Bhairawa Cakra di sana. Jika Jacques
sedang sinis, ia akan menganggap ramalan ini satu sentimeter
menuju lelucon. Jika Jacques sedang empatik, ia mengulangi
pendapatnya bahwa di tanah Jawa segala sesuatu berjalan
dengan dua saluran. Saluran fisik dan saluran metafisik.
Saluran nyata dan saluran gaib. Kadang kita tidak tahu mana
yang benar. Tapi lebih sering kita bisa tahu mana yang salah.
Parang Jati bisa menangkap ironi dan paradoks pada pendapat
Jacques, tetapi Marja tidak. Karena itu Parang Jati kerap
berdebat dengan lelaki tua itu mengenai hal-hal yang tak di"mengerti Marja.
pustaka-indo.blogspot.com113
Kini sang arkeolog Jawa datang kembali untuk menunjuk"kan di mana kotak peripih terkubur.
"Mari kita lihat saja!" Parang Jati maupun Jacques sama"sama berkata begitu. Tapi, diam-diam Jati mengharapkan arkeo"log Jawa itu benar dan Jacques mengharapkan sebaliknya.
Marja melangkah ke dalam bilik candi yang diperdebatkan.
Candi itu hanya memiliki satu ruang dalam saja. Rongga pintu"nya tak lagi berdaun. Kau tak pernah lagi menemukan daun
pintu pada candi peninggalan manapun. Tapi pada masa jaya"nya, kata Parang Jati, bilik candi berpintu dua daun, terbuat
dari kayu, seperti pintu rumah Jawa atau Bali. Pemuda itu me"nunjukkan ceruk di mana engsel daun pintu dahulu dipasang.
Ceruk itu kini kosong. Seekor cicak menggeliat dari dalamnya lalu menyusup hi"lang dalam celah batu, seperti sebuah puisi yang sulit dicerna.
Bilik batu itu dingin dan lembab bagaikan goa ataupun tem"pat yang disukai roh-roh halus. Marja menggigil. Ia merasakan
getaran itu lagi. Dingin dan lembab telah membangunkan
seekor ular yang mengeram dalam rahimnya untuk menggeliat
dan menggelesar sepanjang sumsum tulang belakangnya ke
arah tengkuk. Ular purba itu menemukan hawa yang ia kenal.
Jati bertanya apakah Marja baik-baik saja. Gadis itu
mengangguk ragu. Ia ingin bercerita. Tapi ia lebih ingin tidak
berbicara, sebab yang mereka lakukan semalam tak bisa di"bicarakan. Dan betapa ingin ia mencecap mulut pemuda itu
lagi. Di sini. Bilik itu, kurus tinggi, dindingnya terlapisi lumut dan
tanah. Pada lantainya tampak sebuah lubang yang menganga
untuk menelan tubuhmu utuh ke dalamnya. Itulah yang disebut
sumur peripih, kata Parang Jati. Dalamnya bisa sampai tiga
belas meter di bawah tanah. Di dalamnya seharusnya terdapat
kotak peripih, yang berisi benda-benda religi. Penempatan
peripih adalah bagian dari penyucian sebuah candi. Peripih
pustaka-indo.blogspot.com114
yang ditanam di dalam candi biasanya dikubur dalam sumur di
pusat candi. Sumur itu kemudian ditutup. Di atasnya diletakkan
arca dewa atau dewi yang dipuja, atau sebuah lingga-yoni.
Lingga-yoni adalah lambang persatuan Syiwa dan shaktinya,
yang dalam suatu perwujudan disebut Parvati, dan dalam per"wujudan yang lain disebut Durga. Tapi lingga-yoni secara fisik
adalah lambang persatuan kejantanan dan kebetinaan. Dan
Marja tak bisa menyangkal bahwa ia menginginkan persatuan
itu antara ia dan Parang Jati.
Ia tak berani melekatkan tubuhnya pada pemuda itu dalam
bilik batu yang sempit dan dingin ini. Ia ingin tapi ia tak berani.
Ia hanya memandang ke arah mulut liang pada lantai, yang
menunjukkan tanda-tanda digali orang sebelum kelompok
Parang Jati menemukannya. Mulut sumur itu terbuka sehingga
cukup untuk menghisap manusia ke bawah sana. Pada suatu
zaman, kata Parang Jati lagi, para garong Jawa ramai-ramai
menjarah candi-candi. Mereka memotong kepala arca atau
mencuri seluruh sosoknya untuk dijual kepada pasar barang
antik internasional. Mereka juga menggali sumur peripih sebab
hampir pasti di dalam kotaknya terdapat benda-benda sakral
dari emas. Itulah yang mungkin terjadi pada kotak peripih
candi Calwanarang ini. Lalu, ketika Parang Jati kehabisan cerita, dan suwung men"jelma di antara mereka, sewajarnya jika lelaki dan perempuan
muda dalam bilik yang dingin itu meraih satu sama lain dan
berlekatan. Tapi, kepala seorang tukang muncul dari balik bing"kai pintu. Orang itu berkata bahwa Parang Jati diminta datang
ke sana. "Ke mana?" "Ke tempat bapak itu telah menunjuk."
Ke tempat arkeolog Jawa itu telah menunjuk.
Tempat itu terletak sekitar seratus meter dari candi.
pustaka-indo.blogspot.com115
Pada sore harinya, setelah melakukan penggalian seharian
pada tempat yang ditunjuk, mereka menemukan kotak pe"ripih yang ditanam di luar candi. Sebuah kotak batu tufa yang
bertutup dan bertingkat dua. Yang atas terbagi menjadi tiga
puluh enam bilik kecil yang sama dan sebangun. Enam me"lintang, enam membujur, menghasilkan tiga puluh enam.
Masing-masing tampak berisi manik-manik dalam jumlah
yang berbeda-beda. Marja mendengar para peneliti bergumam
heran. Samar-samar suara-suara mengatakan bahwa yang se"perti ini belum pernah mereka dapati. Lalu mereka membuka
kotak yang bawah. Tampaklah beberapa lempengan emas, yang
disambut dengungan takjub. Orang-orang menjulurkan kepala
bergantian sambil berkomentar. Dan ketika tiba giliran Marja,
ia menyaksikan apa yang dikatakan orang-orang. Bahwa lem"pengan logam mulia itu adalah sebuah surat. Sebuah prasasti.
Sebuah kitab. Padanya ditatahkan hukum dan susastra yang di"inginkan agar abadi sebagaimana emas adalah abadi.
Padanya ditatahkan sang mantra Bhairawa Cakra"berkata
si arkeolog Jawa. Marja tertegun melihat lempeng-lempeng tipis yang tetap
mengilapkan gelap dan cahaya di balik debu yang menyaluti
permukaannya selama sepuluh abad. Inilah rupanya yang di"tanyakan Yuda dalam telepon semalam. Ah. Tentu ia akan
menceritakan penemuan menakjubkan itu hari ini. Setidaknya,
cerita itu akan menyamarkan cerita lain yang ia sembunyikan.
Rahasia yang ia inginkan.
Marja tak sedikit pun mengendus bahwa Yuda memiliki
rahasianya sendiri. Yuda mengirimkan telepon malamnya tepat sebelum
mereka membentangkan kantong tidur. Marja dan Parang
Jati. Jika Parang Jati membuka retsleting kantong dan
pustaka-indo.blogspot.com116
melebarkannya, maka itu adalah tanda bahwa mereka akan
berpelukan lagi pada alas itu. Dan barangkali mereka akan me"lakukan yang lebih jauh daripada kemarin malam. Tak satu
pun di antara keduanya mengucapkan apa yang diinginkan.
Jika Parang Jati tidak membuka retsletingnya, maka itu adalah
tanda bahwa masing-masing akan tidur dalam kantong sendiri.
Berdampingan. Tak berkelindan. Seperti dua kepompong.
Tapi Yuda menelepon persis ketika Parang Jati meraih
buntal kantong tidur dari sudut kemah. Marja mencoba tidak
kehilangan kemesraan pada suaranya saat menyambut telepon
itu. Lalu, setelah beberapa kalimat mereka bercakap, Parang
Jati membuka gulungan kantong tidur. Tapi ia tidak membuka
retsletingnya. Ia menata dua sak itu bersisian. Marja merasa,
telepon Yuda telah membuat mereka memutuskan untuk me"milih yang sebaiknya, dan bukan yang mereka inginkan. Tapi
Marja tidak merasa bahwa Yuda sedang menggali berita dari
mulutnya. Marja menceritakan semua yang dilihatnya hari ini,
serinci mungkin, demi menutupi apa yang dirasakannya se"malam dan apa yang sesungguhnya diinginkannya malam ini.
Lingga-yoni pustaka-indo.blogspot.com20
Hari ini Parang Jati akan memenuhi janji yang tertunda.
Untuk memastikan bahwa ibu tua itu bukan hantu"demikian
dalam bahasa Marja. Ibu tua yang diberi tumpangan oleh Marja
dan menghilang di balik hutan kemboja, beberapa hari lalu.
Tapi, ini adalah tugas yang berat sesungguhnya, protes Parang
Jati. "Bagaimana jika ibu itu ternyata tak ditemukan?"
"Berarti dia hantu!" jerit Marja, sok dramatis. Dengan Yuda
atau Parang Jati, ia senang membuat suasana terasa genting.
Itu adalah bagian dari kemanjaannya pada kedua pemuda itu.
Parang Jati memandangi Marja. Barangkali ia menikmati
wajah gadis itu. Barangkali ia mengenang ciuman mereka dua
malam silam. Barangkali ia bertanya-tanya apakah Marja me"mang mengambil kesimpulan demikian: jika ibu tua itu tak
bisa ditemukan, berarti sang ibu adalah hantu. Jika Marja
menyimpulkan begitu, Parang Jati akan memaafkan kebodoh"annya. Ia akan mengampuni kedurjanaan ibukota, yang telah
membesarkan anak-anak yang tak senang berpikir, sekalipun
mereka memiliki perangkat untuk itu.
pustaka-indo.blogspot.com118
Demi Marja, ia akan mengampuni.
Ia mengulurkan tangannya dan mengucak rambut Marja.
"Ini tugas yang aneh, Marja. Kita hanya mungkin membuktikan
bahwa ibu tua itu bukan hantu. Tapi kita tidak bisa membukti"kan bahwa ibu itu hantu hanya karena ibu itu tak ada. Sebab,
hanya jika kita menemukan maka kita tahu sesuatu itu ada.
Tapi jika kita tidak menemukan, kita tak bisa mengatakan bah"wa sesuatu adalah tidak ada."
Jika kita belum menemukan, maka kita belum menemu"kannya. Begitu saja.
Parang Jati menyalakan mobil dan kendaraan itu pun
melaju, menuruni bukit pada jalanan berbatu. Marja menunjuk"kan arah. Ingin rasanya ia memegang tangan Parang Jati yang
bersandar pada tongkat persneling. Ingin ia merasakan tangan
itu meraba rambutnya lagi dan mendekapnya seperti dua
malam lalu. Tangan itu. Jemari yang berjumlah enam. Lengan
yang kokoh. Jejalur urat yang memisahkan bayang-bayang. Otot
kedang yang menyembul setiap kali pemuda itu memindahkan
persneling. Ah. Tangan ini sama bagus, jika bukan lebih bagus,
daripada tangan Yuda. Tapi tangan ini lebih pemalu, lebih
canggung, dalam menghadapi perempuan.
Marja mencuri waktu untuk menyalin raut itu lagi. Ingin
ia menatap mata itu dari depan. Ingin ia menyaksikan mata
bidadari yang terbuka untuk dijelajahi. Inilah perbedaan
Parang Jati dari kebanyakan lelaki: matanya tidak menjelalati
tubuhmu. Matanya tidak menjelmakan engkau seonggok obyek.
Matanya berkata kepadamu bahwa di dalam sana ada rasi-rasi
bintang. Jelajahilah. Alamilah.
Tapi Parang Jati terus menatap ke jalan di muka. Ia hampir
tidak menoleh kepada Marja, sehingga Marja merasa bahwa
Parang Jati memang menghindari pertemuan mata. Pemuda
itu tidak berpandangan dengannya, kecuali jika ada alasan
benar. Seperti misalnya tadi, ia mencoba menilai adakah Marja
pustaka-indo.blogspot.com119
sedang sok dramatis atau memang mengambil kesimpulan
dengan jalan sesat. Di saat-saat demikianlah barangkali Parang
Jati juga mencuri kesedapan pada wajah Marja.
Pada suatu jeda percakapan, ketika keduanya tak tahu apa
yang harus dikatakan, barangkali kali karena canggung oleh
keintiman dua malam silam, Parang Jati menyetel musik. Lagu
lama kesukaan Jacques tua bernyanyi lagi. Danny Boy. Dari
Jim Reeves. Oh Danny boy, the pipes, the pipes are calling
From glen to glen, and down the mountain side
The summer"s gone, and all the roses falling
"Tis you, "tis you must go and I must bide.
Marja ingin menertawakan lagu itu, sebab Jim Reeves ada"lah ampun kunonya. Musik itu menegaskan rentang usia antara
ia dan Jacques tua. Tapi sesuatu mencegah ia tertawa. Jacques.
Sesuatu mengenai Jacques kini tak hanya mengingatkan ia pada
kesenjangan generasi. Sesuatu mengenai Jacques juga meng"ingatkan ia pada kesenjangan alam nyata dan alam gaib. Ia ter"ingat Jacques yang ditemuinya di depan tenda, yang sedang
menghisap rokok klobot. Jacques yang berpelit kata. Jacques
yang bukan Jacques. Marja bergidik.
Siluman tidak suka bercerita. Sebab siluman memiliki
suara yang aneh. "Jati, jangan diam aja dong!" Ia takut membayangkan
Parang Jati yang membawanya ini juga bukan Parang Jati.
Akan dibawa ke mana ia jika Jati pun bukan Jati. "Cerita se"suatu, plizz."


Manjali Dan Cakrabirawa Karya Ayu Utami di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Parang Jati memindahkan tangannya yang bersandar
pada tongkat persneling, lalu menggenggam tangan Marja.
Ia berharap kehangatannya membuktikan bahwa ia manusia.
Marja merasakan kasih sayang yang mendebarkan jantungnya.
Sekali lagi, rona terpompa dari dada ke wajahnya.
pustaka-indo.blogspot.com120
"Aku tidak akan mengizinkan siluman manapun meminjam
rupaku, Marja." Marja membiarkan Parang Jati menggenggam tangannya
beberapa saat lagi, meskipun ia tidak berani bereaksi. Ia bah"kan tak berani memandang wajah pemuda itu sekarang. Ah,
ia sudah terlalu mencintainya. Ia yakin Parang Jati tahu pe"rasaannya. Hanya rasa hormat pada Yuda yang menghalangi
mereka untuk pergi ke tempat yang lebih jauh.
Parang Jati menarik kembali tangannya, lalu bercerita me"ngenai lagu tua itu. Danny Boy. Marja menenangkan diri dan
membayangkan segala yang dikisahkan Parang Jati:
Danny Boy. Melodinya berasal dari lagu bangsa Irlandia.
Lagu ini menceritakan perpisahan dua kekasih. Lagu yang
kemudian dimaknai sebagai perpisahan bagi putra yang pergi
berjuang, putra yang barangkali pamit mati. Lalu. Jacques tua
yang masih muda. Era 60-an. Jacques muda yang memandang
dunia terbentang luas. Jacques mahasiswa yang gelisah dan
anti perang seperti Parang Jati sekarang. Jacques yang marah
atas peran negerinya, Prancis, dalam penjajahan dan perang
Vietnam. Jacques yang bersimpati pada Asia, yang di matanya
muncul sebagai masyarakat agraris nan damai: sekumpulan
manusia ramping yang mengenakan topi caping dan berdiri di
tengah sawah berkerbau, dengan gunung-gunung dan candi"candi di latar belakang. Lawan dari masyarakat industri yang
suka menguasai. Barat. Jacques yang memanggul dosa asal
kolonialisme dan ingin menebusnya. Jacques yang geram ketika
Amerika Serikat mengambil alih perang Vietnam. Jacques yang
menyaksikan berita televisi: John Fitzgerald Kennedy mati di"tembak dalam suatu perjalanan. Ia tak suka Amerika Serikat,
tetapi kemudaan dan kegagahan JF Kennedy menimbulkan
simpati juga padanya. Presiden AS itu dibunuh di tempat ter"buka tak lama setelah terjadi kudeta berdarah di Vietnam yang
konon disetujui AS. Lalu, Jacques yang menyaksikan berita
pustaka-indo.blogspot.com121
televisi lagi: fragmen prosesi pemakaman Kennedy dalam iring"an lagu Danny Boy, dengan syair yang berbeda.
Above the hills of time the cross is gleaming,
Fair as the sun when night has turned to day;
And from it love"s pure light is richly streaming,
To cleanse the heart and banish sin away.
Lagu tentang anak yang memenuhi tugas berperang. Lagu
bagi anak yang mati terbunuh dan dikuburkan. Harapan akan
hidup setelah kematian. Jacques yang ingin pergi ke Vietnam. Namun angin meniup
perahunya dan terdamparlah ia di pulau Jawa. Ia mendarat di
Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966. Hari yang bertuah bagi
rezim militer Indonesia. Hari itu dinyatakan sebagai hari ketika
presiden pertama RI, Sukarno, menyerahkan kekuasaan de
facto kepada Mayor Jenderal Soeharto, yang kelak menjadi
presiden kedua RI, melalui sebuah surat misterius. Sepucuk
surat yang dinamai Supersemar. Surat Perintah Sebelas Maret.
Tak ada yang tahu apakah surat itu memang ada, dan jika ada,
di mana surat itu sekarang. Tapi demikianlah nama bertuah
itu: Supersemar. Surat yang menjadi legitimasi kekuasaan
Soeharto selama lebih tiga puluh tahun. Super Semar. Super.
Semar. Super... Semar... Tapi bukan itu yang penting bagi Jacques muda. Setelah
menapakkan kakinya di bandara Kemayoran Jakarta, lagu
yang pertama kali didengarnya adalah ini: Danny Boy. Dari
Jim Reeves. Direkam awal tahun 60-an. Seorang mahasiswa
Indonesia yang sedang belajar bahasa Prancis sebelum studi
ke Sorborne diminta oleh Pusat Kebudayaan Prancis di Jakarta
untuk menjemputnya. Anak itu memutar Danny Boy dan
berkata, "Lagu ini akan menandai perubahan zaman."
Sebab, di zaman berikutnya, anak-anak muda tak ingin
lagi mendengarkan Jim Reeves. Mereka akan segera mereguk
pustaka-indo.blogspot.com122
The Beatles, yang sebelum ini dilarang oleh Paduka Yang Mulia
Presiden Seumur Hidup Sukarno. PYM Sukarno mengutuk
lagu-lagu Beatles sebagai musik ngak-ngik-ngok.
"Presiden Seumur Hidup itu kini menjelma lelucon, sebab
ia tak bertaring lagi," berkata si mahasiswa pada Jacques yang
juga muda. Angkatan Darat mencabuti gigi-giginya. Lalu anak
itu menyenandungkan Danny Boy, seperti merayakan sisa-sisa
dari era yang akan ditinggalkan. Tapi lagu itu mengiringi per"temuan pertama Jacques dengan Indonesia.
"Tak satu orang pun tahu bahwa Jim Reeves telah me"ninggal dalam kecelakaan pesawat ketika lagu itu ngetop di
Indonesia," kata Parang Jati, membuyarkan khayalan Marja.
"Oh ya?" Marja masih setengah melamun.
Ah. Pantas Jacques tua punya nostalgia dalam dengan lagu
ini"Marja menggumam dalam hati. Itulah lagu jatuh cintanya
pada Indonesia. Jika sebuah lagu mengiringi jatuh cintamu,
maka kau akan jatuh cinta setiap kali lagu itu terdengar.
"Kamu bosan dengan lagu-lagu jadul ya?" Pemutar telah
menyanyikan lagu Jim Reeves yang lain dan Parang Jati me"matikannya. Ia mengeluarkan piringan mengilap itu dan me"minta Marja memilih cakram baru dari laci.
Marja asal menjumput dan terambil olehnya sebuah cakram
lagu-lagu Sunda. Baginya koleksi itu tampak lucu untuk berada
di mobil Parang Jati. Lagu-lagu Sunda biasa hadir dengan
suasana restoran riung di persawahan. "Kok bisa ada di sini"
Tapi, gapapa deh. Cocok jugalah dengan suasana pepohonan,
meskipun ini hutan Jawa Timur."
Ia selipkan piringan itu ke dalam pesawatnya. Lalu ter"dengar suara lelaki bersenandung sendu:
Panon hideung, pipi koneng, irung mancung, euis
Bandung. Sebuah lagu tentang dara Bandung bermata hitam, ber"kulit kuning, berhidung bangir, yang membuat sang biduan
pustaka-indo.blogspot.com123
jatuh cinta. Kuliah di ITB, Marja tahu lagu itu dan ia pun segera
menyanyikannya. Parang Jati tertawa renyah dan menoleh kepadanya. Tapi
tatapan pemuda itu membuat Marja berdebar dan berhenti
bernyanyi. Ia merasa lidahnya kelu. Parang Jati memandangi
dia. Parang Jati telah mampu membuatnya gugup.
"Tahu kamu, Marja, lagu ini sebetulnya adalah lagu Rusia?"
Barangkali Parang Jati bertanya untuk mencairkan lidah Marja
kembali. "Oh ya" Kukira ini lagunya grup Bimbo?"
"Bukan! Itu folksong Rusia."
"Kok bisa?" "Kemungkinan besar dialihbahasakan di era 60-an. Waktu
hubungan Indonesia dan Uni Soviet sedang hangat-hangatnya.
Zaman Sukarno juga..."
Pada saat itu Marja merasa bahwa mereka telah begitu
dekat dengan hutan kemboja tempat ibu tua itu dulu meng"hilang. Ia melihat wilayah itu, yang terletak di tengah hutan jati
yang dilintasi jalan. Ia meminta Parang Jati berhenti. Mereka
memandangi sosok-sosok penjaga kuburan itu. Seratus lebih
jumlahnya, sebanyak makam yang dijaga satu per satu. Ce"cabangnya yang telah tua dan kekar mengangkat ke atas, me"nampakkan serat-serat kokoh dan parut-parut kulit yang telah
mengeras. Mereka tegak dalam postur meliuk, menampilkan
otot-otot kelabu yang terbangun bertahun-tahun. Seperti bala
tentara Calwanarang atau segala dewi kematian, mereka hidup
menghisap mayat. Tetapi mereka juga melahirkan bunga-bunga
putih nan harum dari ujung-ujung cecabangnya, berselang"seling dengan dedaunan hijau keras bergetah. Matahari pukul
sebelas menerobos di sela-sela ranting dan daun.
Ketika matahari pukul tiga sore kembali menerobos sela"sela reranting dan dedaun dari arah yang berlawanan, Marja
pustaka-indo.blogspot.com124
dan Parang Jati telah kembali ke tempat itu lagi. Mereka telah
menelusuri jalan setapak yang melintasi kuburan itu ke arah
bukit. Mereka menemukan percabangan dan telah mencoba
jalan yang ke kanan maupun ke kiri. Yang ke kanan berhenti di
sebuah tebing batu, yang ke kiri hilang di sebuah jurang. Dan,
betapa janggal, di pulau terpadat dunia ini mereka tak me"nemukan satu orang pun untuk ditanya.
"Ibu itu juga hantu," keluh Marja.
Parang Jati memandangi ia lagi, menaksir-naksir adakah
gadis itu sedang manja atau sedang malas berpikir.
"Ibu itu pasti hantu," Marja mengulangi.
Parang Jati berdecak sambil tersenyum. Demi Marja ia
akan mengampuni. "Marja, kamu harus ikut kursus logika, ya"
Satu. Ada yang dinamakan luas pengertian. Nah, pengertian
kita sekarang tak seluas daerah yang seharusnya kita sisir.
"Dua. Ada pernyataan negatif, ada pernyataan positif. Jika
hasil pencarian kita negatif, maka kita tidak bisa mengambil ke"simpulan positif. Jika kita tidak menemukan ibu itu, maka kita
tidak bisa menyimpulkan bahwa ibu itu adalah hantu. Sebab,
barangkali ibu itu tinggal di tempat yang luput dari penyisiran
kita." Jika kita tidak menemukan, maka kita belum
menemukannya. Tapi sesuatu membujuk Marja untuk enggan percaya.
Mengapa harus selalu pakai logika, sedangkan hampir bisa
dipastikan bahwa Jacques yang ditemuinya di depan tenda
bukanlah Jacques yang manusia. Jacques yang menghisap
klobot. Jacques yang berpelit kata. Sebab siluman memiliki
suara yang aneh, maka mereka tak suka berkata-kata. Tapi
Marja tak mengungkapkan keberatannya. Sebab ia tak mau
Parang Jati membantahnya. Ia dan Yuda tahu bahwa kecil ke"mungkinan mereka menang berdebat melawan Parang Jati.
pustaka-indo.blogspot.com125
Mereka bermobil ke arah kota untuk mengisi perut se"belum kembali ke perkemahan. Yang terdekat adalah sebuah
kedai lele mangut dan ayam lodo. "Kamu harus merasakannya.
Kata orang sangat istimewa." Parang Jati sendiri tak makan
daging. Kali ini ia mengucuri nasinya dengan kuah mangut,
selain menyedok sayur lodeh dengan beberapa potong emping.
Sambil makan, Parang Jati berkata bahwa ayah angkatnya,
Suhubudi, akan datang besok. Setelah penggalian mendapatkan
kotak peripih berisi lempengan emas berinskripsi, mereka se"pakat untuk menyerahkan penemuan itu kepada dinas ke"purbakalaan. Tak baik menyimpan benda-benda kecil berharga
itu secara partikelir. Temuan seperti itu harus disimpan dalam
museum bagi kepentingan orang banyak. Untuk itu, mereka
telah mengatur pertemuan antara Suhubudi, sebagai wakil
masyarakat yang menemukan candi itu, dengan pihak dinas ke"purbakalaan dan kalangan akademi. Suhubudi juga akan mem"bawa wartawan. Peristiwa ini harus diberitakan agar tidak ada
rahasia yang bisa melindungi tindak penggelapan.
Mereka kembali ke perkemahan ketika matahari hanya
tersisa cahaya. Tapi sesuatu nampak tak seperti biasanya. Dari
jalan mendaki pada tebing tanah pun mereka telah mendengar
suara ramai. Orang saling berteriak dengan suara genting. Se"suatu sedang terjadi. Marja membayangkan Jacques. Parang
Jati bergegas memanjat ke bidang datar bukit. Marja meng"ikutinya.
Di pelataran candi mereka melihat kerumunan. Para tukang
mengelilingi sesuatu dengan otot-otot mengencang. Mereka se"perti mengeroyok seekor hewan. Atau bahkan seseorang. Marja
teringat Jacques. Tangannya menjadi dingin. Tapi darahnya
mengalir hangat kembali ketika dilihatnya Jacques berlari dari
semak-semak menuju kerumunan itu. Agaknya keributan itu
baru saja bermula, dan Jacques, yang mungkin tadi sedang
pustaka-indo.blogspot.com126
buang air di hutan, kini bergegas untuk mengetahui apa yang
terjadi. Tapi Marja kembali cemas. Bukankah ia pernah melihat
Jacques yang bukan Jacques. Jacques yang kedua. Jacques yang
siluman. Jacques yang berpelit kata dan merokok lintingan kulit
jagung. Jika yang dikeroyok itu adalah Jacques, dan yang ber"lari dari semak-semak juga Jacques; mana yang manusia dan
mana yang siluman" Parang Jati dan Jacques yang berlari dari semak-semak
kini telah berada di kerumunan. Keduanya menarik sesuatu
dari tengah orang-orang itu. Marja melihat seorang pemuda.
Tampak seperti anak desa. Kelak Parang Jati memberi tahu
bahwa itu adalah pemuda yang dulu ditugasinya mencari
Marja dengan sepeda motor ketika gadis itu pergi tanpa pamit.
(Sesungguhnya, ketika Marja pergi dengan pamit pada Jacques
yang merokok klobot). Seluruh otot pemuda itu meregang. Magrib menyepuhkan
gelap sehingga lelaki itu tampak bagai tugu perunggu. Salah se"orang di antara kerumunan berkata: kesurupan, anak ini ke"surupan. Pemuda itu menjadi liar dan orang-orang mencoba
menjinakkannya. Melihat keadaan cukup terkendali, Parang
Jati mundur dan merangkul Marja di sampingnya. Tapi pe"muda kampung yang liar itu mengeluarkan suara yang men"dirikan bulu kuduk. Bukan sebuah suara, melainkan banyak
suara, seolah ada tujuh roh yang sedang mengisi tubuhnya.
Kau mendengar suara lengking bayi dan serak nenek sihir ber"samaan. Tengkukmu meremang karenanya. Lalu, di antara
ceracau yang sulit dimengerti itu, tiba-tiba terlontar sepatah
dua patah kalimat yang kau mengerti.
Sebuah suara dari mulut pemuda itu berteriak bahwa ada
yang menodai tempat ini. Ada yang menodai tempat ini! Itu saja
yang bisa dimengerti oleh orang-orang yang menyaksikannya.
Tiba-tiba pemuda itu menunjuk dengan gerakan tegas.
Otot-otot leher dan lengannya tampak getas. Anak desa itu
pustaka-indo.blogspot.com127
menunjuk ke arah Marja. Jarinya begitu jelas menuju. Maka
semua mata menatap gadis yang malang itu. Si pemuda terus
mengacungkan telunjuknya kepada Marja, dengan lengan yang
semakin bergetar oleh kaku tegangan. Marja merasa kakinya
menjadi lemas. Tegangan tinggi mengalir dari jemari lelaki
yang kerasukan itu ke dalam tubuhnya. Marja merasa kepala
dan lehernya mulai gemetar. Parang Jati maju selangkah dan
menyembunyikan Marja di balik punggungnya dari mata nanar
si pemuda desa dan telunjuknya yang mengirimkan kutukan.
"Tempat ini dinodai!"
Setelah berteriak begitu, si pemuda jatuh lemas.
pustaka-indo.blogspot.com21
Parang Jati tahu bahwa kesedihan dan ketakutan Marja kali
ini bukan datang dari kemanjaan. Ia tahu bahwa belum pernah
Marja semerana ini. Gadis itu meringkuk di dalam tenda
dengan mata berkaca-kaca. Ada yang barangkali tak mungkin
terbagikan dari penderitaan Marja ke panggul Parang Jati.
Yaitu suatu rasa bahwa ia dituduh menodai tempat ini. Dan pe"nodaan itu adalah karena ia sedang haid. Ia sedang kotor.
Bukankah ibu tua itu pun berkata bahwa setan banaspati
suka menjilat darah perempuan yang sedang datang bulan"
Karena itu perempuan di desa ini tetap mencuci pembalut se"belum dibuang ke tempat sampah.
Di luar kemah Marja mendengar para tukang bercerita
bahwa ada di antara mereka yang melihat bola api berputar"putar si sekitar candi itu semalam. Banaspati. Si hantu api, si
hantu hutan. Parang Jati tak akan sungguh memanggul apa yang gadis
itu rasakan. Yaitu, menjadi perempuan"bahkan satu-satunya
perempuan"dalam pengap suasana yang menganggap kotor
pustaka-indo.blogspot.com129
keadaannya. Marja merasa diperlakukan tidak adil. Mengapa
menstruasinya dianggap kotor. Bukankah itu adalah suatu
proses rahim menyiapkan diri untuk bisa menumbuhkan ke"hidupan. Tapi, pada saat yang sama, ia tak berdaya mengatasi
rasa takutnya. Ia tak bisa melawan kepercayaan bahwa darah
itu memang kotor. Kepercayaan yang barangkali tertanam pula
pada dirinya, diam-diam. Ia merasa seperti perempuan malang
yang terkena sakit perdarahan. Ia seperti manusia kusta. Ia me"rasa hina, tak rela, tak berdaya.
Tiba-tiba ia merindukan Yuda. Yuda yang tak pernah pe"duli pada datang perginya bulan. Yuda yang tetap bercinta mes"ki bulan sedang tiba hari pertama pun. Dan Jati. Barangkali
Jati tidak bercinta dengannya bukan demi hubungan mereka
dengan Yuda melainkan karena ia sedang tidak bersih.
Marja tak bisa mengatakan segala kegalauan itu, maka ia
hanya berkata, "Kamu bukan perempuan, Jati."
Parang Jati merangkul dan mengelus rambutnya.
"Saya memang bukan perempuan, Marja. Tapi, ayo, kita
bisa sama-sama menganalisanya dengan masuk akal."
"Apa yang masuk akal dengan orang kesurupan, Jati" Apa
yang masuk akal dengan penampakan Jacques" Bagaimana


Manjali Dan Cakrabirawa Karya Ayu Utami di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kamu mau pakai akal untuk semua ini?"
Parang Jati memandangi Marja, membuka mata bidadari"nya yang menyediakan diri untuk dijelajahi. Dan jika kau men"coba menjelajahinya, kau tahu bahwa ia menjanjikan ketulusan.
Hanya ketulusan. Maka Marja menurut bahwa memang ia ha"rus lebih banyak belajar logika dan pengambilan kesimpulan
yang lurus. "Dengar, Marja. Tak ada yang tahu bahwa kamu sedang
mens. Kecuali saya. Jadi, tukang-tukang yang omong tentang
banaspati itu sama sekali tidak menghubungkannya dengan ke"adaan kamu."
"Tapi, ibu tua itu bicara begitu."
pustaka-indo.blogspot.com130
"Itu hal yang terpisah, Marja." Parang Jati menekankan
agar Marja belajar tidak mencampuradukkan pelbagai perkara.
Jika kita mau menganalisa, sebaiknya kita pisahkan dulu satu
perkara dengan yang lain. Itu yang disebut orang-orang tua
dengan "meletakkan duduk perkaranya". Setelah itu baru kita
lihat apakah ada hubungan dan pola-pola di antara mereka.
Tanpa kemampuan memisahkan satu masalah dari yang lain,
kau hanya akan mendapat kekusutan.
"Lalu, kenapa ia menuduh aku menodai tempat ini?" Marja
menghapus genangan di tepi matanya.
"Fakta pertama: tak ada yang mengatakan bahwa itu karena
kamu sedang mens. Itu dugaanmu sendiri, Marja. Fakta kedua:
ia menunjuk ke arah kita. Saya dan kamu berdiri terlalu dekat,
Marja. Anak itu menunjuk, bisa ke arah kamu, bisa juga ke arah
saya. Bisa juga ke arah kita berdua."
Marja disergap ketakutan yang lain. "Jangan-jangan karena
kita berbuat... sesuatu yang tidak pantas." Ia tergagap sedikit,
dan menjadi malu, sebab ia tak ingin membicarakan apa yang
mereka lakukan dua malam lalu.
"Aduh, Marja. Kamu sangat dikuasai takhayul dan ke"takutan." Parang Jati mengeluh.
Parang Jati mengerti bahwa memisahkan dunia gaib dan
dunia nyata sama sulitnya dengan memisahkan hati dan ke"pala. Hanya dengan mengakui bahwa dua-duanya ada maka
kita bisa memisahkannya. Lalu, hanya dengan memisahkannya
maka kita bisa mencari keseimbangan di antara keduanya.
"Marja, memang ada dunia gaib yang tidak kita mengerti
dengan akal. Tapi janganlah itu membuat kita tidak mengguna"kan akal untuk memahami hal-hal yang bisa kita mengerti."
Masing-masing memiliki wilayahnya sendiri. Yang perlu
kita lakukan adalah bersikap proporsional.
"Ibaratnya, kita punya dua jenis telur. Yang pertama adalah
telur gaib, yang kedua telur biasa. Penampakan Jacques dan
pustaka-indo.blogspot.com131
peristiwa kesurupan adalah dua telur gaib. Mengenai ibu tua
yang kita cari, belum dapat diketahui apakah itu telur gaib atau
telur biasa. Nah, dua telur gaib tadi kita masukkan ke dalam
keranjang khusus. Jangan diutak-atik dulu. Yang bisa kita laku"kan dengan jernih adalah menganalisa telur-telur biasa."
Ah, telur Parang Jati. Meski demikian, ada fakta yang tak bisa diabaikan. Pemuda
desa itu berkata bahwa tempat ini dinodai sembari menunjuk
ke arah, setidaknya, Marja dan Parang Jati. Apa maksudnya"
Parang Jati tidak bisa memberi jawaban. Data atau fakta
pembandingnya belum cukup untuk mengambil kesimpulan,
kata lelaki itu. Marja termenung. Sebab ia tak bisa menghilangkan ke"percayaan bahwa darah haid adalah kotor. Kepercayaan itu
menjadi hantu di dalam kepalanya sendiri. Parang Jati tidak
cukup kuat untuk mengusir roh itu dari tubuh Marja. Bahkan
jika di sana ada sekawanan babi hutan untuk menjadi induk
semang baru bagi roh itu. Sebab, barangkali dalam hal ini Marja
lebih bebal daripada babi hutan.
Akhirnya Parang Jati menurut ketika Marja meminta
untuk tidak bermalam di sana. Suasana magrib ini terlalu tidak
nyaman bagi gadis itu untuk bisa tetap berkemah. Maka Parang
Jati dan Marja berkemas untuk meninggalkan tempat itu. Be"berapa saat kemudian mereka telah berkendaraan di jalan me"nurun, melewati hutan jati dan pemakaman yang dijaga se"kawanan pohon kemboja, menuju kota.
Marja lebih banyak berdiam diri dalam perjalanan. Rasa"nya, ia belum pernah berada dalam suasana hati yang demikian
rendah. Tak bisa tidak itu berhubungan dengan haidnya. Se"suatu yang sangat inheren dalam dirinya, sangat intim, justru
menyebabkan dunia bagai menudingnya. Ia tak pernah merasa
sekotor ini. Ia tak pernah merasa serendah ini. Seterpinggir ini.
Sebersalah ini. pustaka-indo.blogspot.com132
Lalu, ia menyadari sesuatu yang aneh terjadi padanya. Be"tapa ia merasa indah ketika Parang Jati mengangkatnya dari
dalam lembah dan berkata bahwa tak ada yang kotor pada"nya. Menstruasi adalah proses biologis yang biasa. Semua
mamalia mengalaminya dengan baik-baik saja. Manusialah
yang berlebih-lebihan. Tenanglah Marja. Tak ada yang kotor
padamu. Kau cantik dan bersih.
Tapi, sebuah sisi lain pada dirinya berkata, kenapa tak bisa
ia berkata begitu sendiri. Kenapa harus Parang Jati yang me"ngatakannya agar ia percaya" Kenapa tak bisa ia berdiri tegak
Dendam Sejagad 20 Trio Detektif 17 Misteri Nyanyian Kobra Napas Vampir 2

Cari Blog Ini