Ceritasilat Novel Online

Sumpit Beracun 1

Kibot 01 Sumpit Beracun Bagian 1


TARIAN AIR Satu-satunya hal yang paling membahagiakan ike ialah mengemudikan speed boat. Hanya itu saja. Dia seperti orang kesurupan jika menjalankan speed boat-nya. Seolah dia adalah penguasa lautan. Keberaniannya menaklukkan ombak luar biasa. Namun ombak tidak selamanya bersikap ramah. Jika ombak sedang mengganas, kapal besar pun ditenggelamkannya. Apalagi hanya sebuah speedboat sekecil itu. Ombak dapat mengombang ambingkannya semaunya. Lalu dihempas sampai teler ke dasar laut. Tapi ombak hanya ganas bila musim barat tiba. Sekarang ini ombak sedang santai Membiarkan saja kepalanya diinjak-injak oleh speed boat milik Ike, yang memanjang seperti guling raksasa itu. Begitulah ombak Terkadang lembut, terkadang ganas tak terkira.
Sore kemarin, speed boat itu beraksi .Melonjaklonjak bagaikan kuda liar. Sungguh sebuah tontonan menarik yang hampir tiap sore disuguhkan. Kini hari sudah menjelang senja. Tapi Ike
masih asyik bermain di atas air. Speed boat-nya melingkar-lingkar amat tajamnya. Menciptakan ombak berjalur panjang di buritan. Bentuknya indah sekali, bagaikan sepasang ular naga saja. Ombak yang semula bergabung tiba-tiba memisah. Ombak yang satu menepi ke pantai, sedangkan lainnya menjauh ke tengah. Tak disangka gadis kecil itu mampu menyuguhkan tarian air yang mendebarkan. Padahal tidak sembarang orang mampu melakukannya. Sedikit saja salah perhitungan ketika menikung bisa berakibat fatal .Sampan bisa terjungkal dan hancur berkeping-keping Akibatnya bagi si pengemudi akan mengerikan. Kini sampan meluncur ke utara sambil berzigzag. Para penonton kagum. Mereka berderet di pinggir band persis di depan Bioskop Gembira. Kuli-kuli pelabuhan pun turut menyaksikan. Semua orang bagai tersihir melihat gaya mengemudi speedboat yang gila-gilaan itu. Melihat pakaian Ike saja orang akan tertarik Kain sutra merah darah melilit di kepalanya. Rambutnya dibentuk ekor kuda. Celananya pendek dan bajunya buntung. Buntung, karena lengan baju itu digunting menjadi rumbai-rumbai .Pakaian yang terbuat dari kulit itu pun berwarna merah darah. Juga warna tangkai kaca matanya yang berbentuk aneh .Aneh, karena bentuknya mirip mata kelelawar. Dengan warna pakaian yang serba merah itu saja .Ike telah menjadi
pusat perhatian. Lalu seutas gelang bahar berbentuk ular melingkar di lengan kanannya. Maka lengkaplah keunikan yang ada pada dirinya. Ada sebuah jukung melintas di depan speed boat Ike. Dikayuh oleh tiga anak lelaki. Ketiga anak lelaki itu adalah penonton pertunjukan ike. Speed boat melaju dengan kecepatan tinggi Semenit lagi Ike akan melampaui jukung itu. Dan dia sengaja merapat .Beberapa senti lagi speedboat dan jukung bakal bersinggungan. Jab. speedboat menikung tajam. Melakukan gerak melingkar yang amat bagus. Ike tertawa terbahak-bahak.
"Hai, Sahabatku .Agaknya kalian termasuk penggemarku yang setia. Ike berteriak nyaring, agar suaranya bisa menandingi kebisingan suara speed boat .Tak ada jawaban dari ketiga anak itu. Speedboat Ike yang tiba-tiba saja menikung tajam, menimbulkan gelombang besar.
Pegangan yang erat" teriak anak yang kulitnya hitam. Dia duduk di buritan jukung .Wajahnya menegang menatap gulungan ombak yang menuju ke lambung jukung
"Tenang Jangan panik. Kendalikan sebisanya!"
Tapi kedua temannya tidak siap menghadapi ancaman yang tiba-tiba. Wajah mereka menjadi pucat. Terutama si Kurus yang duduk di tengah .Keganasan ombak buatan itu sulit dikendalikan.
Jukung menjadi liar. Terempas-empas berulang kali .Sia-sia saja mereka mengimbanginya .Jukung kian oleng ke kiri. Lalu terbalik.
"Terjun" Dalam kesempatan terakhir si Kulit Hitam masih bisa memberi perintah.
Byur ...Kedua kawannya meloncat ke air. Hanya itu cara membebaskan diri dari tindihan jukung .Ketiga anak itu pun terhindar dari bahaya.
Adegan itu sempat membuat penonton geger. Kejadiannya
hanya sekejap, sangat mencekam perasaan. Ike yang tersenyum girang. Bagi dia, itu suatu tontonan menarik.
Kepala tiga anak lelaki itu menyembul di permukaan air. Paling awal kepala si Kurus Namanya Ombing. Dia megap-megap dengan wajah pucat. Lalu si Kulit Kuning yang memakai kalung untaian taring binatang Namanya Tonde. Wajahnya hanya merah. Tidak seperti Ombing Sedangkan si Kulit Hitam yang paling lama menyelam. Boboi namanya Wajahnya biasa-biasa saja. Hanya kedua matanya yang tampak menyeramkan. Merah bagaikan biji saga saja. Dalam dadanya tersekap kemarahan. Mata itu menyorot tajam ke arah Ike.
Tapi Ike tenang-tenang saja. Dia duduk santai di buritan speed boat-nya.
"Sori, deh! Nggak sengaja" kata Ike dengan suara merdu. "Tapi nggak apa-apa, kan" Kalian malah cakep kalau berendam di dalam air. Sungguh, kok"
"Brengsek sembur Boboi yang tak dapat menahan diri lagi
"Jangan galak, dong! Aku kan punya penyakit jantung sahut Ike seraya terkikik. Dia tahu kalau anak hitam itu naik pitam. Tapi dia senang mempermainkan anak lelaki itu. Boboi mengepalkan tinjunya
"Dengan hormat aku minta maaf. Ike berkata lagi seraya menyilangkan tangannya di dada dan membungkukkan badannya. Dia menyembah pada anak hitam itu. Aku juga minta maaf pada kamu dan kamu. Semoga kalian termasuk orang yang sabar."
"Maaf, maaf Enak saja minta maaf. Ini bukan perkara kecil, tahu Perbuatan itu sama saja hendak membunuh kami suara Boboi kian lantang .Hatinya pun tambah geram saja.
"Iya betul Kami tidak terima diperlakukan begini" seru Tonde.
"Jangan galak .Masa masalah kecil mau diperpanjang Kalian kan nggak terluka. Anggap saja itu caraku memperkenalkan diri Mau nggak kenalan sama aku" Jarang lho aku mau kenalan dengan orang tanpa diseleksi dulu. Bukan nyombong, tuh lihat penggemarku sudah antri" sahut Ike kalem sambil menunjuk para kuli pelabuhan yang sedang bekerja. Buat Boboi itu keterlaluan Tapi menghadapi gadis kecil itu otaknya jadi tumpul. Dia hanya bisa marah Hanya bisa menggeram Tapi tak tahu harus bertindak bagaimana Maka dia hanya
berpaling ke arah Ombing seraya mengedipkan matanya.
Ombing mengerti isyarat itu. Tapi dia harus mengatur napas lebih dulu. Dadanya masih terasa sesak
"Eh, Betina Kecil" seru Ombing sambil terbatuk .Dia tidak tahu harus memanggil bagaimana terhadap Ike. Betina Kecil, panggilan yang cocok buat membalas kebrengsekannya.
"Apa" Kamu bilang apa tadi?" sembur Ike berang
"Ya begitu tadi, jawab Ombing agak takut.
"Kamu bisa ngomong, nggak?" Tonde berbisik
pada Ombing "Jangan bikin malu, kita sudah basah kuyup"
Ragu-ragu Ombing menatap Ike. Jika berdebat soal pelajaran sekolah, dia pasti akan mengotot terhadap siapa saja di kelas. Tapi kini yang dihadapinya bukan soal matematika Lawannya seorang nenek muda yang cerewet .Muda usianya, tapi tua mulutnya Ombing pun salah tingkah,
"Kamu ngomong apa, Kurus bentak kegalak
Ombing tergagap. Kata-kata yang disiapkannya untuk menyerang Ike hilang tak berbekas di kepalanya.
"Bicaralah Aku sudah kedinginan Tonde memaksa Ombing
"Bicara apa" Ombing melotot Gampangsaja kau menyuruhl Terus terang aku nggak sanggup Aku ngeri menghadapinya. Kau sajalah!"
"Aku"' tanya Tonde tak yakin pada kemamPUannya.
"Payah" kata Boboi tak sabar.
"Minggir Kalian mengurus jukung saja!" Ombing dan Tonde berenang mendekatijukung .Mereka harus mengembalikan kedudukan jukung seperti semula itu pekerjaan berat. Tapi lebih baik begitu daripada harus perang sama gadis kecil itu.
"Ah, aku mau pergi, gumam Ike. Tapi dia tetap saja tidak beranjak. Bahkan kedua kakinya djuntaikan ke air. TEe, tunggu dulul Urusan kita belum beres" kata Boboi sengit
"Masa bodoh!' sahut Ike kale
m seraya meng angkat bahu. Telapak kakinya bermain-main diair. Wajah Boboi merah padam. Jika lawannya seorang anak lelaki, adu jotos di dalam air pun dia sanggup .Tapi kini yang dihadapinya adalah seorang anak perempuan.
"Kalau mau pergi, sana pergil Aku pun muak melihat tingkahmu!" Boboi bersungut-sungut. Aneh, Ike sama sekali tidak marah. Dia malah tertawa berderai.
"Kamu tidak usah mengaturku. Aku mau pergi, mau duduk, mau tidur, atau mau kentut itu bukan urusanmu," katanya dengan angkuhnya.
"Lalu maunu apa" Berantem" Diajak ngomong baik-baik saja susah!" kata Boboi ketus sambil memukulkan tinjunya ke air.
"Siapa bilang aku susah diajak bicara" Yang susah malah kalian! Nggak mau mengerti .Perkara
sepele saja dibesar-besarkan Padahal aku sudah minta maaf kok kalian masih sewot juga" Berjiwa besar sedikit, dong Kalau ada yang pingsan baru kubawa ke rumah sakit"
Rumah sakit umum terletak di Jalan Pangeran Indrakesuma. Sebuah bangunan tua peninggalan zaman Belanda. Satu-satunya tempat pelayanan kesehatan masyarakat yang ada di kota kabupaten di wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Sebuah kota yang dikelilingi oleh laut. Nama kota itu adalah Kotabaru Atau kota yang lebih dikenal karena lagunya, Kotabaru Gunungnya Bermega. Juga karena hasil laut dan hasil hutannya. Terutama ikan asin dan rotan Hingga banyak didatangi oleh pengusaha dari Pulau Jawa. Salah seorang pendatang itu adalah papa Ike. Di kota kecil itulah papa Ike menjadi pengusaha yang berhasil
"Boi.. Percuma saja berdebat sama dia Buangbuang tenaga saja. Tenagamu lebih berharga untuk membantu kami!" teriak Tonde. Dia kesal karena sudah kepayahan.
Sejak tadi Ombing dan Tonde belum juga berhasil menelentangkan jukung yang terbalik .Padahal tenaga mereka banyak terperas karena berusaha untuk tetap terapung di air.
'Jangan dilayani lagi, Boi.. Betina Kecil itu memang brengsek Kalau tidak mengganggu. mungkin mulutnya gatal" kata Tonde yang meminjam istilah Ombing dengan menyebut
"Betina Kecil pada gadis itu. Dia pun menjadi
marah. Karena terlalu lama berendam, kaki kirinya agak kram
"Diam kau. Orang hutan! Nggak usah ikut campur .Pergi ngaca saja, pantas nggak kamu pakai kalung seru Ike. Tonde menggeram. Hatinya tersinggung sekali. Dia menggerutu dalam bahasa yang sukar dipahami. Bicaranya seperti orang mengigau. Kedua kawannya saja tidak memahami bahasa itu .Tonde menggunakan bahasa Dayak.
"Aku akan membalas penghinaan ini. Aku tidak terima teriak Tonde dengan beringas seperti seekor harimau terluka.
"Tenang Tenang Ton. Biar aku yang membe reskannya Serahkan saja padaku." Boboi berusaha meredakan kemarahan Tonde.
"Jangan ikut campur Boi.. Betina Kecil ini memang pantas diberi pelajaran Aku akan meneluhnya. Aku kenal dukun yang paling top!" Tonde berteriak-terak seperti orang kesetanan
"Sabar, Ton Ombing ikut pula menenangkan Tonde.
"Tidak bisa Pokoknya tidak bisa! Anak itu sudah
kelewatan! Aku harus menghukumnya. Biar dia tahu rasa. Tonde menyembur lagi Agaknya kemarahannya sukar dipadamkan
Ike merasa ngeri juga. Tidak disangkanya anak yang tampak pendiam itu jadi beringas. Tapi lebih ngeri lagi mendengar ancamannya. Dia pernah
mendengar cerita tentang kemahiran suku Dayak
menggunakan guna-guna. Entah benar atau bohong hal itu tetap saja menakutkan
'Sadis, ahl Jangan main dukun-dukunan" katanya
"Tadi aku hanya main-main, kok"
"Terlambat! Bagiku amat pantang menarik kata-kata yang sudah kuucapkan! Aku tidak main-main Akan kubuktikan siapa diriku. Dalam seminggu kamu boleh melihat wajahmu di cermin. Jangan menyesal bila wajahmu berbulu".
Tuhan, benarkah semua kata-kata anak Dayak ini" Seminggu lagi wajah Ike penuh bulu Parasnya yang cantik jelita,
bakal jadi menakutkan. Mungkin berkumis, mungkin pula berjanggut
"Jangan mengatakan aku orang jahat Semua itu karena ulahmu." Tonde berkata lebih lantang lagi. Tapi kemarahannya telah mereda. Hatinya pun puas bisa membuat gadis kecil itu ketakutan.
Ike termenung, tapi hanya sebentar Keberaniannya timbul kembali
"Kamu boleh saja menakut-nakuti aku dengan guna-gunamu yang nggak mutu itu. Benar tidaknya ancamanmu itu perlu dibuktikan lebih dulu. Pokoknya aku tidak pedulil sahut Ike ketakutan.
"Kita lihat saja!" kata Tonde seraya tersenyum. Dia girang bisa membalas keberengsekan gadis kecil itu
"Ingat! Seminggu lagi kamu akan menderita akibat penghinaanmu"
"Jangan takabur!" teriak ike sambil mencibirkan bibinya
"Dalam seminggu ini aku bisa mengumpulkan dukun yang sanggup memberi mantra untuk menangkal guna-gunamu!"
"Silakan," kata Tonde datar. Ike menatap Tonde lekat lekat Hatinya bimbang mendengar jawaban anak Dayak itu. Sebuah tantangan yang tidak main-main. Jika benar wajahnya bakal berbulu, mungkin dia bisa sakit JIwa. Mesin speedboat telah menderu-deru. Ike sudah siap untuk segera kabur. 'Jangan lari Kita masih punya perhitungan!" Boboi berteriak. Ia memang masih penasaran
"Tunda dulu! Seribu tahun lagi boleh dibicarakan!" sahut Ike sengit seraya meluncurkan speed boat-nya dengan kecepatan tinggi .Ombing, Tonde, dan Boboi, bersungut-sungut memandangi kepergian Ike. speed boat itu menuju ke Hotel Air Biru. Hotel itu tegak diatas permukaan air. Sehingga kolongnya bisa dijadikan garasi speed boat. Ike mengamankan speed boat-nya yang ditambatkan di kolong hotel itu. Kemudinya dirantai Mesinnya dikunci Dia tidak pernah melupakan hal itu. walaupun sepanjang hari ada seorang penjaga yang bertugas di situ. Tapi tetap saja Ike merasa khawatir. Tak ada benda yang paling disayanginya kecuali speed boat warna merah darah itu.
"Kok sudah pulang" tanya seorang lelaki tua dengan sikap hormat. Dia adalah Pak Lumbing, Penjaga hotel yang diserahi tugas menjaga dan merawat speed boat Ike,
"Huh Capek, Pak" sahut Ike seraya meloncat dari speed boat-nya. Gerakannya amat gesit .Kakinya pun terlatih menapaki anak tangga yang terbuat dari kayu besi itu .Anak tangga itu berjumlah tiga belas batang .Jarak antara lantai hotel dengan permukaan air memang agak jauh. Ike tergesa-gesa sekali. Dia berlari dengan kepala tertunduk. Sehingga tak disadarinya ada seorang pemuda menghadang di atas tangga kayu itu
"Oh!" ike terpekik karena kagetnya. Hampir saja dia menubruk tubuh pemuda itu
"Halo, Ike! Pemuda itu menyapa. Suaranya bernada ramah dan bersahabat.
Rasa terkejut Ike belum hilang. Dia mengamati pemuda itu. Di dahi lelaki muda itu ada goresan kecil .Tampaknya bekas luka akibat sayatan benda tajam. Dengan goresan kecil di dahinya, wajah pemuda itu sangat mudah dikenali Rasanya Ike memang pernah mengenal pemuda itu. Tapi entah di mana
"Siapa, ya" Rasanyakita pernah bertemu," kata Ike berhati-hati.
"Lupa, kan?" jawab pemuda itu sambil tersenyun-senyum.
"Bukan lupa. Memang tidak tahu, kok"
"Coba deh dingat-ingat, siapa yang pertama kali mengajari kamu mengemudi speed boat."
"Jadi Anda adalah.' Ike sudah tertawa-tawa tanpa melanjutkan lagikata-katanya. Kini baru jelas
siapa lelaki muda didepannya itu. Orangitu pernah bekerja diperusahaan papa Ike sebagai sopir speed boat. Karena ulah Ike lelaki muda itu pernah dimarahi oleh Papa.
"Kak Darwis masih dendam nggak sama pencuri speed boat itu" Dulu Kak Darwis kan pernah mengancam akan menggantung kaki pencurinya jika tertangkap. Nah, sekarang Kak Darwis sudah berhadapan dengan pencurinya."
"Apa" Jadi pencuri itu kamu" Sialan Kenapa baru sekarang ngakunya' Lelaki bernama Darwis itu merasa gemas terhadap Ike. Bagaimana mungkin
dia melupakan peristiwa hilangnya speed boat perusahaan milik papa Ike. Dia sempat dimaki-maki. Sempat dibuat bingung Ternyata tiga hari kemudian speed boat yang hilang itu kembali lagi. Hanya saja siapa pencurinya tetap menjadi rahasia. Karena pengakuan Ike, maka jelaslah siapa biang keladinya.
"Liburan bulan lalu Ike datanglagi ke kamp. Kak Darwis sudah nggak ada. Kata Papa, Kak Darwis sudah berhenti dan pulang ke Surabaya. Kok sekarang sudah ada di sini?" tanya Ike seraya melangkah di samping Darwis. Kamp adalah
tempat pemusatan kerja dan rumah para karyaWan.
ike berjalan lewat lorong hotel .Darwis melangkah disisi kiri Ike. Yang dimaksud dengan jalan itu adalah jembatan kayu. Menghubungkan lantai hotel itu dengan halaman berpasir.
"Sejak aku berhenti bekerja dari papamu, aku sering bertualang Aku pergi ke Surabaya, Jakarta, bahkan sampai Ke Brunai dan Serawak."
"Hebat, dong Bisa menjelajah negara orang Wah. Pasti sekarang Kak Darwis sudah jadi bos. Sekali-kali ke diajak, dong'
"Kamu bisa saja, Ke.. Jangan bandingkan aku dengan papamu. Kalau kedatangan papamu ke kota-kota besar sudah tentu menyangkut urusan keuntungan perusahaannya. Sedangkan kunjunganku ke sana, tidak seenak perkiraanmu." Darwis berkata agak ketus .ike terhenyak mendengarnya. Dia menoleh, memperhatikan wajah Darwis. Aneh, wajah Darwis agak tegang Entah apa yang tersirat di dalam benak lelaki muda itu.
"Di sini Kak Darwis tinggal di mana?"
"Sementara aku menginap di hotel ini."
"Oh, ya?" "Sebetulnya aku sudah menginap dua malam di hotel ini. Sejak kemarin sore aku sudah melihatmu. Tapi aku masih ragu-ragu akan menyapamu." Darwis berkata pelan. Seolah dia berbicara pada dirinya sendiri
"Ike pulang dulu, ya" Atau Kak Darwis ingin ketemu dengan Papa" Yuk, kita sama-sama" kata Ike mengajak lelaki muda itu mampir kerumahnya. Titip salam saja Lain kali aku akan mengunjungimu" Ike berjalan bergegas meninggalkan Darwis. Tapi di tepi halaman hotel itu ia berhenti sejenak
"Oh, ya.. Lusa Ike punya acara keliling pulau .Kak Darwis mau ikut?"
"Boleh saja, kalau urusanku sudah selesai' Daaah."
Hari sudah gelap ketika Ike sampai di rumah .Lampu-lampu kapal dan perahu nelayan berpendaran di tengah laut Seharusnya Ike bisa lebih cepat tiba di rumah kalau lewat jalan pintas di belakang rumah sakit. Tapi jalan setapak itu penuh semak belukar lagipula letaknya persis dibelakang kamar mayat.
2. KAISAR MENGAMUK Kreyot, kreyot, kreyot. Rantai sepeda tua itu riuh-rendah bunyinya. Padahal Tonde sudah sering membetulkannya. Berulang kali tutup rantai itu digedor-gedornya. Tapi sepeda tua itu tetap berisik saja. Akhirnya Tonde tak peduli lagi. Ia terus menggenjot Pinggulnya bergoyang kekanan dan ke kiri. Hanya ujung telapak kakinya yang bisa menyentuh pedal sepeda itu, walaupun dia sudah duduk di pipa besi yang membujur antara sadel dan setang sepeda. Sepeda begitu lebih lazim disebut sepeda batang atau sepeda laki-laki. Ia baru saja berkunjung ke Hotel Air Biru bersama Ombing dan Boboi. Di sana mereka mencari keterangan tentang anak yang setiap sore bermain speed boat merah. Kata Pak Lumbing, anak itu bernama, Ike, anak kelas enam di SD Sebatung. Keterangan itu cukup berharga. Sebab besok sore mereka akan melakukan pembalasan Tonde ingin selekasnya tiba di rumah .Sore ini dia berjanji akan membelah kayu bakar untuk neneknya. Sejak kecil Tonde sudah yatim-piatu.
Kedua orang tuanya meninggal karena terserang wabah penyakit .Beruntung Tonde terhindar dari malapetaka itu. Sewaktu kampungnya terserang penyakit kolera dia ikut Kakek dan Nenek di kota. Kakeknya seorang pedagang tembakau keliling . Berjualan dari satu desa kedesa lainnya. Desa-desa itu letaknya saling berjauhan. Hanya bisa ditempuh lewat jalan a
ir. Terkadang sampai tiga pekan lamanya Kakek baru kembali ke rumah.
Masih jauh lagi jarak yang harus ditempuh oleh Tonde. Satu kilometer jauhnya. Tidak seperti Ombing yang duduk membonceng Sebentar lagi dia akan turun di ujung Jalan Melati. Itu jalan di
depan rumah Ombing .Sedangkan Tonde tinggal di Sungai Paring
Ombing mengeluh. Kakinya terasa kaku. Dia duduk disadel sepeda. Kedua tangannya bertumpu di pundak Tonde. Sayang sepeda itu tanpa boncengan. Sehingga Ombing tidak bisa bersantai
"Mestinya sepeda begini ditempatkan digudang saja, Ton" gerutu Ombing 'Setelah seratus tahun baru kamu keluarkan Pasti menjadi barang antik Zaman sekarang orang menyukai barang kuno. Mereka berani membayar dengan harga yang tinggi"
'Sudah diboncengkan, cerewet, lagi!" Tonde bersungut-sungut .
"Aku serius, nih!" kata Ombing seraya memukul pundak Tonde .Terus ngoceh. Nanti sepeda ini kutabrakkan" Ombing tertawa tergelak-gelak. Dia terus menggoda Tonde.
"Aku benar-benar berminat kepada sepeda ini Bagaimana kalau ditukar dengan Kaisar" Minatmu terhadap Kaisar kan besar sekali, Ton."
"Bing kalau tahu begini aku menyesal melepas Kaisar ke tanganmu. Jika kamu bukan seorang penyayang binatang, tak mungkin Kaisar kuserahkan padamu," kata Tonde sengit. Dia tidak suka sepeda peninggalan ayahnya disepelekan.
"Ingat sejarah, dong .Biar kamu mawas diri" Ombing meringis malu. Kalau Tonde sudah menyinggung asal mula Kaisar, mulutnya menjadi bungkam.
"Aku punya sejarah menarik yang perlu dikisahkan, Bing .Mau dengar atau kamu mau tutup telinga, terserah .Tonde berpikir-pikir sebentar. Dia mulai menyusun kata-kata. Lalu mengucapkannya,
"Kejadiannya di pedalaman kampung Manggalau. Sewaktu liburan kelas dua, aku mudik dengan Kakek Suatu sore, entah hari apa aku lupa, aku ke ladang pamanku. Di situ ada seekor anak beruang hitam melintas .Mungkin binatang itu tersesat atau mencari induknya. Tapi yang jelas beruang itu kelaparan. Jalannya pun sudah sempoyongan .Mula-mula akan kutangkap hidup-hidup, tapi takut pada induknya. Aku bisa mati diserangnya. Maka aku lekas lekas menyiapkan sumpit. Sebelum aku membidiknya, entah malaikat mana yang mendorongku ke samping
Sehingga aku tersungkur. Setelah kuperhatikan ternyata yang mendorong tubuhku seorang anak dengan badan kurus. Namun pakaiannya amat rapi .Tentu anak kota, pikirku. Sebab anak-anak kampung itu jarang yang pakai baju. Anak kurus itu menghardikku begini,
"Jangan bunuh binatang itu .Dia milikku. Aku yang lebih dulu melihatnya dan sudah kukejar-kejar sejak tadi" Tapi aku tetap Ingotot ingin membinasakan binatang itu. Anak kurus itu pun tidak mau kalah Saking kesalnya, kepala anak itu kugetok dengan ujung sumpit. Eh, anak kurus itu menangis meraung-raung Padahal pukulan itu pelan sekali. Tapi anak kurus itu tetap keras kepala. Dia tetap saja mencegah tindakanku terhadap anak beruang itu walaupun dia kutakut takuti akan kusumpit matanya .Anak kurus itu nekat sekali. Dia berbuat apa saja untuk melindungi anak beruang itu. Bahkan anak kurus itu memohon dengan menangis hanya karena seekor anak beruang. Sebenarnya aku kesal sama anak kurus itu. Tapi melihat perjuangannya untuk melindungi binatang itu dari kekejamanku, hatiku menjadi lunak. Bahkan timbul rasa kagumku. Aku mengajukan syarat, agar anak beruang itu dipeliharanya Supaya tidak mati sia-sia oleh kekejaman orang lain. Dia menyanggupi Sejak saat itu kami bersahabat. Sayangnya, anak kota itu tidak tahu diri, tidak tahu berterima kasih, dia jadi besar kepala karena memiliki beruang itu."
"Stop, stop! Aku turun di sini saja!" teriak Ombing seraya meloncat turun.
"Kamu mimpi, apa" Rumahmu bukan di sini Tuh satu belokan lagi!"
"Biar, aku jalan kakisaja Memutar lewat rapak'
"Kamu marah atau malu"' tanya Tonde seraya tertawa-tawa.
"Dua-duanya." "Syukur deh .Berarti kamu masih waras .Aku duluan, ya. Salam buat Kaisar Kalau dia nggak betah di rumahmu, aku siap menampungnya" teriak Tonde seraya menggenjot sepedanya kencang-kencang. Rapak adalah tanah berlumpur yang banyak ditumbuhi pohon bakau. Jika air laut sedang pasang rapak sulit dilalui. Tanahnya menjadi berlumpur. Tapi tanah itu cepat pula mengering. Sehingga bagian-bagian tanah yang kering mudah dilalui .Kini Ombing sedang berjalan di situ .Jalannya berputar-putar. Menyebalkan. Terkadang kakinya terperangkap ke dalam lumpur. Jika tadi tidak keki pada Tonde, ia tidak akan memilih jalan ini. Tapi bila dia terus membonceng sepeda Tonde, maka cerita tentang anak kurus itu akan berkepanjangan Tonde sering mengungkit ungkit cerita itu jika terpojok oleh godaan Ombing. Ombing malu mendengar cerita itu, karena dialah anak kurus dalam cerita Tonde. Di depan rumah Ombing banyak orang berkerumun. Ombing terkejut. Perasaannya menjadi tidak enak. Dia cemas umak"-nya mendapat
musibah .Maka ia pun bergegas mendatangi
rumahnya. "Kaisar mengamuk seorang tetangga berseru
sambil menyongsong Ombing.
"Hah Aneh benar?" kata Ombing tak percaya.
Ombing merasa heran, tapi hatinya tetap cemas. Tidak biasanya beruang itu bertingkah macam macam.
Ruang tamu rumah itu porak-poranda. Kursi dan meja rotan terjungkir disapu lengan Kaisar. Beruang hitam itu berguling-guling tak menentu. Sesekali ia menggeram keras. Memperlihatkan taringnya yang mengkilat. Wajahnya tampak beringas sekali .Agaknya binatang itu benar-benar marah. Untung kemarahannya hanya diluapkan terhadap benda-benda di sekitarnya. Bukan terhadap kerumunan orang yang sedang menonton.
"Diam, Anak manis. Diam, ya" Nanti Umak ambilkan makanan. Pasti kau lapar." Umak berkata pelan. Sejak tadi Umak berusaha membujuk Kaisar. Tapi kali ini Kaisar benar-benar bandel.
Umak bergegas ke dapur. Diambilnya air tajin yang bercampur dengan bubur.
Semangkuk air tajin disodorkan ke hadapan
Kaisar. Asapnya mengepul-ngepul Biasanya lidah
Kaisar terjulur-julur. Dia akan segera melahap
makanan itu. Kali ini air tanakan nasi itu malah
diaduk-aduk dan dihamburkannya. Maka ruang tamu itu semakin tak keruan saja.
"Cukup, Kaisar" Umak membentak 'Sekarang
kau semakin nakal. Semakin liar Belajar di mana heh?"
Kali ini umak Ombing naik pitam. Dia kesal melihat ulah Kaisar .Secepat kilat Umak meraih sepotong rotan Pangkal rotan itu berbuku-buku .Umak biasa menggunakan rotan itu untuk memukul pantat Ombing bila Ombing melakukan kesalahan
Kali ini Umak memukulkan rotan itu ke pantat Kaisar.
Buk., Kaisar memekik nyaring. Pantatnya terasa panas oleh pukulan itu. Binatangitu beranjak bangkit. Dia menggeram panjang .Matanya menyorot tajam ke arah Umak.
Setapak langkah Umak surut .la takut juga melihat keberingasan Kaisar. Tetapi Umak tetap mengayunkan rotan itu. Siap mengadakan perlawanan bila Kaisar sungguh-sungguh menerjang ke depan.
Kaisar tegak di tempatnya. Dia mengambil ancang-ancang. Di luar, orang-orang yang berkerumun berteriak ngeri .Kaisar pun menengok ke sana. Lalu binatang itu menyeruak keluar. Tempat yang ramai itu menjadi gempar. Orang-orang yang panik berhamburan ke segala arah. Mereka berusaha menyelamatkan diri dari terkaman Kaisar. Tetapi Kaisar terus berlari di antara kepanikan itu. Beruang itu berlari di gang yang
merupakan jembatan kayu. Tanpa menggigit SeOrang pun. Ombing tiba ditempatitu. Dia melihat kepanikan itu. Juga dilihatnya Kasir yang berlari semakin jauh.
"Suuit!" Suitan itu melengking panjang Ombing membunyikannya dengan cara memasukkan ibu jari dan jari manisnya ke dalam mulut .Kedua jari yang membentuk lingkaran itu mendorong ujung lid
ah. Sehingga ujung lidahnya menekuk ke
atas. Lalu ditiup sekuat-kuatnya Kaisar sedang berlari kencang Tiba-tiba ia
berhenti .Kepalanya mendongkak ke atas mende ngar suara suitan itu. Lalu menengok ke belakang .Dilihatnya Ombing berlari mendekat .Maka Kaisar pun bergegas menyambutnya.
"Kamu bandell" hardik Ombing seraya menjitak kepala Kaisar. Nguk, nguk, Kaisar mendengus-dengus.
Kepalanya digosok-gosokkannya ke lengan Ombing Sesekali lidahnya menjilati lengan anak kurus itu.
"Heh Jadi kau ingin susu?"
Kaisar meringis. Seolah-olah ia memahami ucapan Ombing
Tapi aksimu itu tidak benar. Semua orang ketakutan karena ulahmu! Sekali lagi bertingkah begitu, kau akan kuserahkan pada Tonde. Jangan meringis dulu Ayo Kita lihat hasil kebrengsekanmuitu kata Ombing dengan geram. Ia memarahi Kaisar seperti seorang ayah memarahi anaknya.
Ombing melangkah ke rumah. Diikuti oleh Kaisar dari belakang .Beruang hitam itu sangat patuh pada Ombing Apa pun yang diperintahkan Ombing akan dilaksanakan. Kaisar bukan saja jinak, ia juga amat pintar. Ia mengerti beberapa isyarat yang diperintahkan oleh Ombing .Daya penciumannya teramat tajam, sehingga bisa disuruh mencari jejak. Kaisar pun sanggup melindungi Ombing dari ancaman kejahatan. Tetapi untuk menjadikan Kaisar seekor binatang yang pandai, bukanlah pekerjaan mudah. Dua tahun lamanya Ombing mendidik binatang itu. Sejak kecil Kaisar sudah dilatih bermacam-macam keahlian. Sehingga Ombing berhasil menjadikan Kaisar seekor binatang yang hebat. Semua itu berkat dorongan ayahnya, seorang pegawai Dinas Peternakan yang bertugas sebagai penyuluh.
Umak berdiri di bawah pintu. la masih memegang sepotong rotan .Agaknya kemarahan Umak belum juga mereda.
Ombing ragu-ragu memasuki rumahnya. Ia takut dijadikan sasaran kemarahan Umaknya. Pantatnya bisa biru kalau rotan itu dipukulkan kepadanya Akhirnya Ombing menyuruh Kaisar masuk ke dalam rumah lebih dulu.
Umak menunjuk Ombing dengan rotan itu. Artinya Ombing harus mendekat Dengan segan Ombing memasuki halaman rumahnya.
"Kaisar minta susu, Umak," kata Ombing takut-takut.
"Hm. biarkan Kaisar kelaparan kalau ia tidak mau makan air tajin. Sekarang kau-urus ruang tamu yang berantakan itu!" ujar Umak dengan suara kaku.
"Inggih, Umak" kata Ombing seraya lewat disisi Umak dengan membungkukkan badannya. Ia mengucapkan inggih yang dalam bahasa Banjar berarti ya. Kata itu khusus digunakan terhadap orangtua atau kepada orang yang patut dihormati .Ombing membereskan ruang tamu yang berantakan akibat amukan Kaisar itu.
"Setelah itu lantainya dipel" kata Umak sebelum pergi ke dapur.
"Inggih, Umak!' sahut Ombing. Dalam hati ia marah sekali terhadap Kaisar. Kaisar mendekam di dekat pintu penghubung antara ruang dalam dan ruang tamu. Matanya menatap Ombing Seolah ia sengaja mengejek tuannya.
"Gara-gara ulahmu, aku dihukum Umak!" sembur Ombing seraya hendak menjitak kepala Kaisar. Ia geregatan sekali. Tapi tidak sampai hati menyakiti Kaisar
"Biar, besok kau tidak jadi kuajak menyerang musuh." Besok sore rencana Ombing dan kedua temannya akan mencegat Ike .Mereka masih menyimpan dendam, akibat ulah Ike yang keterlaluan.
3. SEBUAH PERISTIWA Ike menyukai keindahan alam. Dia sering menatap laut berlama-lama, terutama kala matahari merah membara menciptakan lembayung senja. Betapa menakjubkan! Letak rumah Ike memang menguntungkan sekali. Rumah itu tegak di atas sebuah bukit. Jika Ike sedang berada di teras rumah, maka akan terpampang segala keindahan alam. Di sebelah barat, laut menghampar luas. Di utara sana, Gunung Sebatung tegak bagai menggamit mega. Sedangkan di sebelah selatan, berdiri sebuah mercu suar. Orang menamakan bukit itu Gunung Pemandangan. Sejak tadi
ike sama sekali tak beranjak dari duduknya. Ia asyik menatap laut yang terbentang di depannya sambil duduk bersila di tepi teras rumahnya. Bagaikan orang bersemadi. Sebuah teropong tergeletak di pangkuannya. Dia betah duduk begitu berlama-lama. Di situ dia sering temenung .Kadang juga merasa kesepian. Ike bisa berduka kalau dirundung sepi. Apalah artinya sebuah rumah besar kalau hanya membawa rasa sunyi .Rumah Ike termasuk yang paling besar .Kamar tidurnya saja enam. Namun kamar tidur yang ditempati hanya dua. Ike tidur di kamar samping teras. Sedangkan Papa dan Mama menempati kamar utama .Hanya pada waktuwaktu tertentu seluruh kamar digunakan. Dirumah itu ike menjadi anak tunggal. Tunggal karena hanya dia seorang yang mau ikut Papa dan Mama menetap di kota kecil ini. Sedangkan kedua kakaknya lebih senang tinggal di Jakarta bersama Kakek dan Nenek. Kedua orang kakak Ike perempuan Susan, nama kakak yang pertama sedangkan yang kedua bernama Vera. Setiap liburan, Susan dan Vera datang ke kota kecil ini .Pada saat itulah suasana rumah yang besar itu tampak semarak sekali .Kerinduan yang terpendam bagaikan gunung meletus. Meledak-ledak pada saat pertemuan terjadi .Hari-hari yang singkat itu mereka gunakan untuk bercengkerama.
"Ke Ike Ini jaketnya Sudah Mama siapkan" ujar Mama dari dalam rumah. Ya Ma, sahut Ike datar Tanpa menoleh sedikit pun. Juga tak beranjak dari tempat duduknya
"Jangan lupa termos susunya, Ke.. Kamu sudah dua hari lho tidak minum susu'
"Ya, Ma.' Perhatian kedua orangtuanya terkadang berlebihan. Ike sering diperlakukan bagai putri raja. Apa saja pemintaannya akan diluluskan. Ikut tamasya keruangangkasa pun, pasti dikabulkan. Tetapi dia
tidak manja karena itu. Dia tidak suka berlebihan .Dia tidak banyak menuntut. Dia hanya ingin bebas berkawan seperti anak-anak lainnya. Tapi permintaan itu tidak bakal terkabul .Papa dan Mama amat ketat menanamkan peraturan. Pergaulan Ike dibatasi. Dia tidak boleh bermain dengan sembarang teman. Dia hanya diizinkan berkawan dengan anak-anak kerabat papanya. Tetapi Ike tidak bisa mematuhi peraturan itu. Dia selalu merasa tidak cocok bergaul dengan anak-anak pilihan papa dan mananya .Watak ike memang keras. Sulit diajak berdamai. Dia berani. Dia akan mengamuk kalau ditekan. Tapi mudah lunak bila dihadapi dengan sikap lemah lembut. ike menggeliat ke kanan dan kiri. Diambilnya teropong itu. Diarahkannya lensanya ke Hotel Air Biru. Tampak jelas speed boat-nya sedang bergoyang-goyang dipermainkan riak. Masih tertambat seperti kemarin. Ia lega sekali. Dia merasa sangat berterima kasih kepada Pak Lumbing. Orang itu menjalankan tugasnya dengan baik. Teropong digeser sedikit. Diarahkannya ke halaman hotel .Ike mencari-cari Kak Darwis lewat lensa teropongnya. Namun pemuda itu tak tampak di sana. Iseng-iseng teropong itu dialihkan ke dermaga kapal. Air laut agaknya mulai pasang Hanya ada sebuah kapal yang tertambat di situ. Tiba-tiba wajah ike menegang. Giginya mengatup rapatrapat melihat dua orang anak sedang bercengkerama di atas jukung. Jukung itu hanya tampak samar-samar karena terhalang oleh tonggak tonggak kayu penyanggah dermaga. Telunjuk tangan Ike memutar sebuah benda bulat yang terletak ditengah-tengah teropong .Benda bulat itu gunanya untuk menyetel lensa teropong agar menghasilkan gambar yang jelas. Kini ike bisa melihat dengan Jelas, siapa kedua penumpang jukung itu Si kerempeng dan si kulit kuning amat nyata di mata Ike .Kedua orang anak itu sedang tertawa-tawa. Ike geregetan .Terutama terhadap anak Dayak itu. Si anak Dayak mendapat perhatian khusus. Gambar wajahnya diperbesar Seolah Ike ingin mencari, adakah jerawat di wajah Tonde, si anak Dayak2. Ike gemas, juga dendam pada Tonde. Rasanya dia ingin menjitak kepala anak itu. Bagaimana Ike tidak marah, semalam dia hampir tidak dapat tidur .Matanya sulit dipejamkan karena selalu teringat akan ancaman anak Dayak itu .Padahal dia sudah membaca ayat-ayat suci Alquran
yang dihapalnya. Tetapi tetap saja dia cemas dan malam itu Ike betul-betul dibuat sakit bingung .Makanya Ike menyimpan dendam pada anak Dayak itu .ike berlari ke dalam rumah. Diambilnya kunci. speed boat-nya. Diambilnya pula kaca matanya Lalu dikenakannya sepatu karet. Semua itu dikerjakannya dengan tergesa-gesa. Sepatu yang dikenakan Ike bentuknya mirip telapak kaki Lengkap dengan kelima jari kakinya.
Itu sepatu khususnya .Ike menamakannya sepatu amfibi. Dipakai di darat pun enak Tetapi kelebihan sepatu itu terutama di air. Bisa digunakan untuk berenang tanpa mengganggu gerakkan kaki .Terbuat dari karet yang amat halus dan kuat. Papa sengaja memesannya di pabrik sepatu. 'Ma Daah dulu, ya' Ike berpamitan Ike menghambur ke luar seraya meraih jaket jeans yang tadi ditaruh Mama di sofa. Lalu dikenakannya sambil menuruni tangga teras.
'Ike .. Termos susunya ketinggalan Mama menyongsong ke teras. Tangannya menjinjing termos.
"Buat Mama, deh Ike sedang diet"
"Mengejek, ya!"
"Ha. ha. hal" Ike menertawakan mamanya. Beberapa bulan ini, berat tubuh Mama kian bertambah saja Ike protes keras. Dia meminta agar Mama mengurangi berat tubuhnya. Tapi Mama tenang-tenang saja. "Ayo dibawa, Ke!"
"Kepalang tanggung larinya nih, Ma. Remnya blong'
Mama menggeleng Hatinya gemas bukan main.
Ike makin mempercepat larinya. Tapi beberapa meter kemudian dia berhenti sejenak. Dilihatnya Mama sudah kembali ke dalam rumah. Maka Ike mengambil jalan pintas. Tapi harus tanpa sepengetahuan mamanya. Mama tak bakal mengizinkannya lewat jalan itu.
Jalan pintas itu menyeramkan. Merupakan terowongan belukar. Cuacanya remang-remang .Namun Ike senang melalui jalan pintas itu. Dia seperti tak kenal takut. Padahal jalan itu menjadi sarang sekawanan anjing liar .Binatangitutinggal di dalam belukar .Malam hari mereka serempak keluar dari sarangnya.
Dengan merunduk-runduk ike menyusuri jalan setapak itu. Dia harus berjalan dengan hati-hati, karena banyak ranting kayu yang mencuat. Juga untuk menghindari anjing-anjing liar yang sering muncul secara tiba-tiba. Binatang-binatang itu
memang tidak menyerang. Namun hiruk-pikuk suara mereka amat mengerikan.
Dalam waktu singkat Ike telah tiba di hotel.
Pak Lumbing sedang duduk dibangku panjang Menghadap ke arah jalan raya. Orang tua itu sedang asyik menggosok pipa cangklongnya. Pipa rokok itu terbuat dari gading. Ia merawat pipa itu seperti merawat dirinya saja. Bersih dan mengkilap karena sering digosok dengan cairan minyak pembersih.
"Ee, Ike datang juga!" sapa Pak Lumbing agak tergagap. Dia segerabangkit berdiri.
"Pak Lumbing kira Ike tidak jadi ke laut."
ike tersenyum, setiap kali melihat sikap Pak Lumbing seperti itu. Dia tahu kalau Pak Lumbing hanya berbasa basi saja.
"Memangnya ada orang yang mencari saya, . Pak?" anda
sendiri heran," ujar Pak Lumbing seraya tertawa tawa.
"Jangan menghina dong, Pak'
"Bukan menghina Kok tumben ada orang mencari Ike.'
"Ike orang top, Pak .Tentu saja banyak yang mencari Ike," sahut Ike dengan wajah cemberut aDia pura-pura tidak senang dibilang tidak punya teman.
Pak Lumbing tertawa terkekeh-kekeh. Dia lalu mengeluarkan tembakau dan memasukkannya ke dalam pipa cangklongnya. Tembakau itu dinyala
kan. Pak Lumbing seperti sengaja mempermainkan Ike.
"Siapa saja orangnya, Pak?"
"Pak Bing sendiri tidak kenal mereka. Mereka
datang bertiga Mungkin usia mereka hampir sebaya denganmu."
"Oh, mereka!" Ike setengah bergumam. Dia heran, mau apa ketiga anak lelaki itu mencarinya .Apa perlunya memperpanjang perkara yang sudah basi" Tersulut juga kemarahan Ike .Hatinya panas. Dia memandang ke dermaga.
"Siapa lagi yang menanyakan Ike, Pak?"
"Oh, itu tamu hotel yang kemarin bersamamu."
"Kak Darwis," ujar Ike pelan.
"Pak Bing tidak tahu siapa namanya. Katanya dia pernah menjadi karyawan Pak Astor .Pemuda itu titip salam untukmu Sore ini dia ada janji
dengan temannya. Maka hari ini dia tak bisa menyertaimu."
"Sayang," keluh Ike dengan hati kecewa. Padahal dia perlu seorang penunjuk jalan untuk menjelajahi pulau itu. Kak Darwis hapal seluk-beluk Pulau Laut.
Seharusnya Ike bersyukur tidak jadi pergi dengan orang itu. Pak Bing mencurigainya."
"Kenapa harus dicurigai, Pak" Kak Darwis orang baik, kok.. Ike mengenal dia bukan baru kemarin. Papapun kenal dengan Kak Darwis," ujar Ike agak sengit. Dia tidak setuju dengan pendapat Pak bing
"Ya, ya, Pak Bing mengerti perasaanmu. Tapi, sejak tidur di sini dia sering dikunjungi oleh dua orang lelaki. Gerak-gerik kedua tamunyaitu sangat mencurigakan. Agaknya mereka bukan orang baik-baik."
"Ah, Pak Bing bisa saja! Dosa lho, menuduh orang sembarangan!"
"Bukan menuduh, tapi curigakan boleh Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan kita perlu bersikap hati-hati terhadap orang yang masih asing."
Pak Lumbing memang selalu begitu. Bukan baru kali ini dia memberi peringatan seperti itu. Karena Pak Lumbing merasa ikut bertanggung jawab jika terjadi sesuatu terhadap diri Ike .Anak itu bagaikan seekor burung yang langka, namun amat liar. Maka butuhkan pengawasan
Bagai anak panah lepas dari busurnya, speed boat merah itu melesat dari kolong hotel
"Lihat Betina kecil itu sudah keluar dari sarangnya" teriak Ombing seraya menunjuk ke arah speed boat itu. Mata anak kerempeng itu berbinar-binar. Ia berada di atas jukung bersama Tonde.
"Kesempatan baik untuk membuat pembalasan" seru Tonde tak kalah riangnya 'Pancing dia agar mau mendekati kita, Bing Mulutku sudah gatal rasanya Hel Mana Boboi" Sialan! Dia belum muncul juga!"
"Jangan terlampau bersemangat, Kawan! Nanti malah kamu yang dihajar dial Kita tunggu Bobo. dulu, sahut Ombing.
Ombing dan Tonde mengharap-harap kehadir an Boboi.
Waktu itu Boboi sedang menyelam. Dia sedang mencari kerang laut. Dalam hal menyelam, Bobo. jagoannya. Dia mampu bertahan di dalam air selama lima menit. Sehingga teman-temannya menjulukinya
"Manusia Ikan dari Rampa'. Rampa adalah perkampungan nelayan yang didiami oleh suku Bajau. Rumah-rumah mereka tegak di pinggiran laut. Bagaikan dangau ditengah sawah .Tonggak-tonggak yang menyangga rumah itu terbuat dari kayu bakau. Bila diterpa ombak, rumah itu akan bergoyang-goyang .Di perkampungan nelayan itulah rumah Boboi berada .Berseberangan dengan gudang rotan milik Babah Liong.
"Mana sih Boboi"Lama betul'Tonde menggerutu.
"Sabar, dong' sahut Ombing
"Masalahnya yang kita kejar bukan benda mati Bing. Lihat Tuh, Betina kecil itu makin jauh dari kita."
"Sejauh-jauhnya anak bangau terbang masa sampai ke Amerika" ujar Ombing tertawa
terbahak-bahak. Perhatiannya terhadap Ike tidak sebesar perhatian temannya.
"Nggak usah berpantun dulu, deh!" Tonde berkata ketus. Dia terus mengawasi speed boat itu.
Tangannya menimang-nimang sebatang kayu berwarna kehitaman.
Benda yang ada ditangan Tonde adalah sumpit Panjangnya .lebih dari sedepa, terbuat dari kayu besi. Indah sekali, kedua ujungnya penuh dengan ukiran. Tonde amat membanggakan senjatanya itu. Baik keampuhan maupun bentuknya. Apalagi sumpit itu hadiah dari seorang kepala adat suku Dayak. Kepala suku yang amat dihormati dan disegani oleh warganya. Tonde mendapat sumpit itu sewaktu mudik bersama kakeknya. Waktu itu musim panen. Untuk menyambut musim panen tahun itu, diadakan pertandingan menyumpit .Tonde sudah dilatih menyumpit oleh kakeknya.
  Dia ikut sebagai peserta, dan dia keluar sebagai juara.
Hari ini Tonde memang sengaja membawa sumpitnya. Dia ingin membuat perhitungandengan ike. Untuk itu dia sengaja menyiapkan peluru khusus.
Bobo muncul di permukan air dengan kedua belah tangan menggenggam kerang laut. Tak tampak sedikit pun kelelahan di wajahnya. Napasnya sedemikian teraturnya sewaktu menghirup udara segar .Anak berkulit hitam itu sudah akrab dengan laut. Sejak kecil dia lebih luka bermain di laut daripada di darat .
"Boi.. cepat naik.. musuh sudah di depan rata" Baru Tonde tak dapat menyembunyikan saraf gembiranya melihat kehadiran Boboi,
Bobo merayap naik ke atasjukung. Kerang laut dilemparkannya ke geladak. Lalu tangannya mengibaskan butir-butir air laut yang melekat di seluruh tubuhnya
"Apa yang akan kita lakukan terhadap anak perempuan itu?" Ombing mengajukan pertanyaan
"Kita lihat aja nanti, apa yang patut kita lakukan. Yang penting sikap kita sesuai dengan rencana
semula. Perang habis-habian," kata Bobo. menjelaskan.
"Dengan anak perempuan sebagai musuhnya" ujar Ombing mencela. Sejak kemarin Ombing memang menentang rencana kedua temannya.
"Apa boleh buat" kata Tonda tak peduli .
Bobo sudah siap dengan pendayungnya memegang pedayung. duduk di buritan Berindak sebagai juru mudi.
ombing duduk di haluan . pula Sedangkan Tonde berada di tengah-tengah kedua temannya. Jukung meluncur. Memburu speed boat merah itu .Bobo mengerahkan segenap tenaganya. Dia mendayung bagaikan orang kesetanan .Semangatnya meletup-letup di dalam dadanya
"Nah, itu dia seru. Ombing melonjak kegirangan. Dia orang pertama yang melihat kemunculan speed boat merah itu dari hutan bakau. Apa kataku, Ton" Anak bangau terbangnya nggak tinggi kan?" Tonde membisu saja. Dia berpura-pura tidak mendengar ejekan itu. Tetapi bola matanya seperti hendak meloncat keluar. Hatinya girang sekali. Dia pun cepat-cepat menyiapkan peluru sumpitnya.
"Biarkan dia mendekat dulu Ton.' Boboi mencegah .Jangan bertindak ceroboh, bila tidak mau celaka lagi Kita tidak tahu dia mau berbuat apa. Sebaiknya kita siap siaga saja Kau, Bing Jangan panik lagi Keseimbangan jukung betul betul harus dijaga Kau siap, kan?"
"Beres sahut Ombing seraya mengacungkan ibu jarinya tinggi-tinggi


Kibot 01 Sumpit Beracun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau Ton" Siap tidak" Kalau bidikanmu meleset kita tidak punya kesempatan lagi tanya Boboi dengan perasaan cemas.
"Tenang saja. Bidikanku pasti tak akan meleset asalkan kalian bisa mengurangi guncangan jukung sahut Tonde mantap. Keahlian Tonde menggunakan sumpit memang tak usah diragukan lagi Sudah sering Tonde
membuktikannya di depan kedua temannya. Tapi mampukah tembakannya mengenai sasaran" Menembak di atas sampan yang bergoyang goyang sungguh pekerjaan yang sulit .Tonde, Ombing, dan Boboi, menatap kedatangan speed boat merah dengan hati berdebar-debar. Speedboat mendekat dengan kecepatan penuh. Kedua kendaraan air itu saling menyongsong dari arah yang berlawanan. Jika di antara mereka tidak ada yang mau mengalah, maka akan terjadi benturan teramat dahsyat.
"Awas! Tenang! Tenang!" Sekali lagi Boboi memberi peringatan. Dia komandan dalam urusan di laut. ike tertawa geli melihat ketegangan di wajah ketiga anak itu .Bila mau, dia bisa menjungkirbalikkan jukung itu. Tapi hari ini dia tidak berselera mengusik anak-anak itu. Ia mengurangi kecepatan speed boat-nya. Lalu mematikan mesin kendaraan air itu. Ketiga anak itu saling tatap. Mereka tidak mengerti mengapa tiba-tiba Ike mematikan mesin speedboat-nya. Namun ketiganya menjadi gembira. Hal itu malah menguntungkan mereka. Jukung tidak menjadi oleng ke sana kemari dipermainkan ombak.
"Ayo, Ton! Apa lagi yang ditunggu" Boboi mendesak Tonde agar segera bertindak. Tonde tersadar. Ia segera menarik sumpit kayunya dari
balik punggungnya. Gerakannya sangat cepat. Dia mengeluarkan peluru khususnya,dicelupkannya ke dalam air laut. Setelah itu dimasukkannya ke dalam lubang sumpitnya Laras sumpit mengarah ke kepala Ike, Tonde menggenggam batang sumpitnya dengan kedua belah tangannya. Dia menarik napas panjang .Kedua belah pipinya menggelembung sebesar buah apel
"Heil Damai Kita damai" Ike berteriak-teriak di atas speed boat-nya. Ia melambaikan kedua tangannya tinggi-tinggi. 'Sikat, Ton Peluang emas buat kita" kata Boboi tidak sabaran.
"Jangan! Aku bisa mengamuk" seru Ike .Kedua bola matanya mendelik menatap larassumpit yang tertuju ke arahnya.
Tanpa keraguan Tonde menyemburkan naPaSnya.
Blup Blup Blup... Tiga butir pelor sekaligus meluncur deras dari laras sumpit.
ike tidak berteriak kesakitan. Dia hanya terkejut merasakan peluru sumpit itu menyusup disela-sela rambutnya
"Hore Aku berhasil" Tonde melonjak-lonjak kegirangan. Bidikannya benar-benar tepat. Padahal jarak sasarannya sepuluh meter lebih. Dengan kedudukan yang tidak menguntungkan pula.
Semula Ike tidak marah mendapat perlakuan seperti itu. Ternyata peluru sumpit itu tidak menyakitkan .Peluru itu hanya menempel di
rambutnya. Bagai telur burung di atas jerami ike mencabutnya. Ternyata cukup keras. Sehingga beberapa helai rambutnya ikut tercabut.
Peluru itu diperhatikannya. Mata Ike terbelak lebar. Keramahannya mendadak sirna mengetahui peluru sumpit anak Dayak itu permen karet bekas kunyahan. Keterlaluan
"Kau. kau. mencemari mahkotaku" ujar Ike tergagap-gagap karena marahnya. Bola matanya berkaca-kaca. Dia sakit hati sekali atas perlakuan Tonde 'Aku tidak rela Ini penghinaan besar. Dasar anak hutan Kau tidak tahu rambutku baru dicuci. Bersihkan Ayo bersihkan"
Ike mencak-mencak di atas speed boat-nya. Dia kalang kabut sendiri. Mulutnya tak henti-hentinya memaki Tonde. Dia betul-betul kalap.
Tonde dan Boboi terlongoh-longoh seperti orang bego. Sedangkan Ombing merasa ngeri menyaksikan kegusaran Ike .Anak perempuan itu bagai menjelma menjadi seekor singa betina yang kehilangan anaknya. Beringas tak terkendali
"Gawat nih! Yuk, kabur saja sebelum dia melumat kita" Ombing berseru ketakutan Dia sudah menggerakkan dayungnya.
Semula Tonde dan Boboi tidak setuju. Ombing memang penakut. Tapi alasan Ombing masuk akal juga. Mereka bisa dihancurkan dengan speed boat merah itu.
Jukung dikayuh sekuat tenaga. Menjauh selekas lekasnya dari situ.
Ike tidak melakukan tindakan apa-apa. Dia sibuk mengurusi rambutnya. Tapi usahanya membuang pemen karet itu sia-sia saja. Tonde menyanyikan lagu peperangan suku Dayak .Boboi dan Ombing mengiringinya dengan menirukan bunyi tetabuhan. Mereka merayakan kemenangan itu. Semua bergembira. Terutama Tonde. Dia menari-nari diatas jukung yang sedang berjalan. Namun rasa gembira itu mendadak sirna. Di belakang mereka menderu-deru suara mesin speed boat ''Gila Anak itu betul-betul mendatangi kita!" seru Boboi seraya menengok ke belakang
"Kita berdamai saja, Boi.. Dia pasti mau" teriak Ombing Dia mulai gelisah.
"Takut, apa" Aku punya ini!" Tonde memperlihatkan kantung peluru sumpitnya
"Jangan pakai itu, Ton! Berbahaya" kata Boboi.
Boboi betul. Peluru sumpit Tonde yang disimpan di tas rotan itu terbuat dari bambu pentung berbentuk tusuk sate. Bisa membahayakan jika yang menjadi sasarannya adalah leher, mata, dan bagian tubuh yang lemah. Apalagi di antara peluru-peluru sumpit itu ada yang beracun.
Ketiga anak itu saling berdebat. Semua ingin mengakhiri sengketa itu. Tapi mereka tidak tahu harus bertindak bagaimana. Sebab kemauan Ike sulit ditebak.
Speedboat merapat dari sebelah kiri. Dijalankan dengan perlahan. Sehingga tidak terjadi benturan seperti yang dibayangkan Ombing. Juga t
idak menimbulkan gelombang besar
"Hai.. Kita berdamai saja ya" Ombing menyapa lebih dulu Karena ia yang jaraknya paling dekat dengan Ike Namun dia tidak berani memanggil Betina Kecil lagi. Dalam keadaan gawat begini dia memang perlu bersikap ramah.
"Kau mau kan" Nanti kamu akan kuperkenalkan dengan Kaisar. Kaisar sangat jinak dan lucu Kamu pasti menyayanginya" Sepatah pun Ike tidak menjawab teguran Ombing. Dia hanya memandang seraya tersenyum manis pada Ombing .Tonde dan Boboi terbengong-bengong. Mereka terpesona oleh sikap manis yang ditampilkan Ike .Tidak dibentak-bentak pun mereka merasa bersyukur. Sehingga kepala mereka tidak dibikin pusing oleh ulah Ike .Sikap manis itulah yang diinginkan oleh kedua anak itu. Ike melangkahi jok belakang speed boat nya .Gerak-geriknya diamati oleh ketiga anak lelaki itu .Karena gaya begitu tidak patut dilakukan oleh anak perempuan .Tapi Iketidak peduli. Ia membungkuk di sisi mesin speedboat nya. Disitu ada sebuah peti terbuat dari besi. Penutup peti itu dibukanya. Di dalamnya tersimpan sebuah jangkar besi berukuran sedang. Lengkap dengan talinya. Lalu jangkar itu dibawanya ke dekat Ombing dan dikaitkannya ke ujung jukung. Tali jangkar dilemparkan ke air. Sedang ujung tali terikat pada speed boat Semua itu dilakukan Ike dengan gerakan cepat. Tanpa memberi keempatan kepada ketiga anak lelaki itu untuk memahami kemauannya. Setelah itu Ike bergegas duduk di baik kemudi.
Grung Speed boat merah menyentak bagai hendak terbang Tali jangkar terentang kencang Maka jukung terlonjak ke depan Mengikuti luncuran speed boat itu.
Semua anak yang ada di jukung terkejut Ombing terlambat mencegah .Jukung sudah meluncur kencang di permukaan air. Haluannya terhempas hempas, terkadang melompat-lompat. diatas air . Mereka sadar telah mendapat kesulitan.
"Hel, he hel Berhenti Ombing berteriak. keras
"Dengar, Betina Kecil ini pembajakan Aku biamenuduhnu teroris. Kau dengar, Beira Kecil" Berhentilah Aku tidak suka dengan caramu Kamu keterlaluan Sungguh keterlaluan" ike tidak peduli pada ocehan ombing .Dia malah tertawa tawa.
"Sialan.. Dia betul-betul nekat. Semoga saja speed boat ini tidak menikung tajam. Kita bisa celaka, Ton" ujar Boboi dengan suara bernada tinggi. Dia gusar sekali,
"Ton suruh dia menghentikan kegilaannya itu."
Ombing berkata pelan. Dia menderita sekali oleh perbuatan ike .Perutnya mual karena terhempas
Hempas seperti itu. Kepalanya terasa pening.
Ombing tidak tahan lagi duduk di depan. Dia merangkak ke belakang
. melihat keadaan ombing, tonde merasa iba juga geli.Cara ombing merangkak mirip seperti kaisar.
untuk menghentikan kegilaan itu, Tonde nekat akan menggunakan peluru sumpitnya . Dia merasa tidak punya pilihan lain. Dia mulai menyiapkan sumpitnya.Lalu mengisinya dengan peluru tusuk sate.Lalu dia bangkit.Kakinya terpentang lebar lebar.Sikapnya memungkinkannya untuk membidik.
Tonde memusatkan pikirannya.Tetapi dia tak mampu melepaskan peluru sumpitnya.
Laras sumpitnya terus bergetar. Guncangan jukung membuat laras sumpitnya tak mau diam.Tonde hanya menunggu kesempatan baik.
Ikda tersenyum senyum.Dia berlagak tidak tahu akan diserang
,matanya cukup melirik ke kaca spion saja.Dia mencari kesempatan juga.Nah ,dilihatnya anak Dayak itu tidak bisa mempertahankan keseimbangan tubuhnya.Ike memutar sedikit kemudi speed boatnya kekanan,maka jukungpun mengegos kekanan pula.
Tonde terkejut.Sentakan itu membuat tubuhnya terjengkang ke geladak jukung.Namun masih untung ,sumpitnya tidak terlepas dari genggamannya.
"Brengsek " Tonde memaki sambil meringis kesakitan.Kepalanya sakit bukan main karena terantuk lantai jukung yang terbuat dari kayu besi.
Ombing yang sedang panik merasa geli juga.
Sedangka n Boboi tidak bisa menahan tawanya lagi. Dia terbahak-bahak.
"Makanya jangan sok. Masih belajar nyumpit saja mau bergaya" olok Boboi.
"Boi, kamu memihak siapa sih?" dengus Tonde. Dia kesal karena keahliannya menggunakan sumpit diremehkan
"Ha. ha. ha Begitu saja sengit!" ejek Boboi.
"Kau enak tidak merasakannya" kata Tonde agak mengotot.
"Kiramu aku tidak menderita, apa" Yang mencetuskan revolusi inikan kamu, Ton! Aku tidak akan ikut sengsara begini kalau mendengarkan omongan Ombing.' Boboi mendengus
"Kita sama-sama menderita, Ton. Sekarang sebaiknya kita duduk-duduk saja. Biarkan apa maunya anak itu." Jukung terus dibawa ke arah selatan. Ike tenang-tenangsaja dibalik kemudi speedboat-nya. Tadinya dia telah membatalkan rencana mengelilingi pulau. Dia merasa iseng kalau harus pergi seorang diri. Kini dia tidak merasa kesepian lagi. Ada kawan yang mau menemaninya jalan-jalan. ike menganggap ketiga anak lelaki itu kawan seperjalanan. Padahal mereka sangat menderita sekali. Terhempas-hempas dengan kerasnya. Rasa mual dan nyeri tak tertahankan lagi .Dalam keadaan apa pun, sikap Boboi selalu tenang. Dia hampir tidak pernah lengah sejak jukungnya ditarik secara paksa oleh Ike .Matanya waspada mengikuti arah yang ditempuh Ike. Speedboat itu mengarah ke utara. Melewati mercu suar. Tiba-tiba hati Boboi terkesiap. Di depan sana, sebuah speed boat sedang melaju dari arah utara- Hal itu harus dihindari .Mereka tidak boleh berpapasan di jalan. Sebab akan membahayakan jukung yang sedang ditarik. Ike pun terkejut. Tidak biasanya ada speed boat datang dari arah utara. Sebab di ujung utara pulau itu tidak terdapat desa atau perusahaan kayu. Siapakah pemilik speed boat itu" Pertanyaan itu melingkar dibenaknya. Agaknya pengemudispeed boat itu seperti sengaja memburu mereka. Ike mengambil teropongnya, namun benda itu diletakkannya lagi .Guncangan badan speed boat tidak memungkinkan untuk menggunakan teropong. Gambar yang ditangkap oleh lensa teropong itu akan naik-turun tak menentu. Seperti pikiran Boboi, Ike pun bisa menduga bahaya yang bakal terjadi bila speedboat-nya tetap melaju terus Supaya jukung tetap aman, speed boat-nya dibelokkan ke muara Sungai Sigam.
"Dia memang seorang pengemudi tanpa tandingan Tindakannya sungguh tepat sekali. Entah apa yang bakal menimpa kita semua bila kita tidak dibawa berlindung ke muara. Aku benar-benar salut dengan kecerdikan anak itu.' Boboi memuji sungguh-sungguh. Tindakan Ike memang patut dipuji Seandainya speed boat itu tetap melaju ke depan, ah, Boboi tidak berani membayangkannya. Sebab jika kedua speed boat itu saling berpapasan, maka akan
bertemu dua gelombang besar. Benturan dua gelombang itu bisa menghancurkan jukung menjadi kepingan kecil. Tetapi tujuan Ike bukan untuk berlindung. Dia malah menyeret jukung itu makin ke hulu. Ike sudah hafal seluk-beluk daerah itu. Keadaan di sekitarnya sunyi sekali Sungai itu berkelok-kelok Speed boat pun hanya bisa meluncur dengan
pelan. "Buat apa kita masuk kemari, hei Jangan
berbuat tololl" Tonde meneriaki Ike. Dia protes
dibawa menyusuri sungai itu.
"Revel Kaptennya kan aku .Buka lebar-lebar matamu Tuh, lihat diatas pohon, rakyatmu sudah menunggu. Ike juga berteriak. Dia menunjuk ke hutan bakau yang banyak dihuni monyet. Ike sengaja mengejek Tonde.
Tonde keki disindir sebagai raja monyet.
Speedboat berputar kembali Melingkari sebuah gundukan tanah yang tegak di tengah sungai .Ike membiarkan speed boat-nya berjalan tanpa di kemudikan. Sedangkan dia melangkah ke arah ikatan tali jangkar. Lalu ikatan itu dilepaskannya. Ujung talinya dilemparkan ke arah Ombing
"Aku titip jangkar itu Kalau hilang, awas!" katanya kepada Ombing
"Di sini harus berhatihati, banyak silumannya Daaah! Ha. ha."
Gruung ..Speed boat merah itu meluncur pergi
  "Wah, kita dikerjain lagi. Dasaranak brengsek!" gerutu Ombing.
"Sial Tahu mau ditinggalkan di sini kapalnya kutembak dengan ini geram Tonde seraya menembakkan peluru sumpitnya ke dalam air.
"Kalau tahu akan begini, aku tidak bakal mau perang lawan dia Boboi menertawakan sikap Tonde. Sedangkan dia sendiri tidak ambil pusing dengan perbuatan Ike,
"Sekarang bagaimana, Boi" Masa mau bermalam di sini?" tanya Ombing dengan wajah memelas. Dia menyesal tidak mengajak Kaisar. Bila Kaisar ikut, perasaan Ombing tidak takut begini. Ombing selalu merasa tentrambila bersama Kaisar.
"Yang jelas kita akan kemalaman diperjalanan," desah Boboi Dengan hanya dua pendayung, mereka tidak bakal bisa tiba di rumah dalam waktu singkat
ike memang keterlaluan. Ketiga anak itu ditelantarkan saja di sungai. Namun anak-anak itu tidak merasa sakit hati. Bahkan mereka merasa kian akrab saja.
Benarkah mereka telah bersahabat" Saling mengenal namanya saja pun belum Tapi perkenal an tidak harus dengan berjabat tangan. Dengan cara yang aneh pun persahabatan bisa terjalin Dan mereka telah menjalin tali persahabatan itu dengan cara yang aneh pula.
Ketiga anak itu membisu. Masing-masing terbuai oleh kesenyapan alam sekelilingnya. Sejak kepergian Ike, semuanya tidak bersemangat lagi untuk membuka mulut.
Boboi memang suka mengkhayal bila tidak ada teman yang mengajaknya bicara. Tidak peduli sekalipun ketika sedang mengendalikan jukung Kalau sedang iseng, pikirannya jadi melantur ke mana-mana. Sejak tadi pikirannya memang menerawang ke rumah Ike. Dia membayangkan Ike sedang menghadapi meja makan.
"Ah. tentunya anak itu enak-enakan menikmati hidangan lezat. Sedangkan aku masih kutak-kutik disini, guman Boboi Tangannya terus menggerak gerakkan pendayung yang juga digunakan sebagai pengemudi. Matanya memandang ke depan dengan tatapan kosong
"Boi Awas nabrak pohon!" Tiba-tiba Tonde berteriak
Duuuki Boboi terkejut. Namun terlambat membelokkan jukungnya. Sehingga ujung jukung menabrak pohon bakau yang tumbuh di sungai
"Bagaimana sih juru mudinya. Payah amat" Ombing menggerutu seraya menengok ke bela kang
"Sori mek" sahut Boboi sambil berpura-pura
menggosok-gosok matanya. "Mataku kelilipan Aku tidak bisa mengemudi lagi."
"Ala, bilangsaja ngantuk Kan selesai, Boi Masa matamu kelilipan dua-duanya!" sahut Tonde seraya mencibirkan bibirnya."Iya deh, terserah apakata kamu. Tapi aku minta tugasku digantikan," kata Boboi seraya menyerahkan pendayungnya kepada Tonde.
Tonde menerima pendayung itu dengan gerakan kasar.
"Sini" katanya "Bilang dong dari tadi, kan
nggak nabrak. Boboi tertawa. Lalu dia menelentang di lantai jukung
"Dua puluh derajat bujur selatan, itulah arah kapal kita Sekarang Kapten mau istirahat Anak buah dilarang mengusik Kecuali dalam keadaan gawat baru kalian boleh kasih tanda bahaya padaku. Ingat, ya" Hanya dalam keadaan gawat" kata Boboi dengan mata terpejam
"Siap, Kapten Tempel" sahut Ombing dengan suara bernada tinggi. Dia kesal karena didahului oleh Boboi. Padahal sejak tadi dia ingin menyerahkan pendayungnya kepada Tonde. Dia sudah lelah sejak tadi mendayung terus. Jukung itu meluncur perlahan sekali. Bagaikan sabut kelapa hanyut di sungai. Sejengkal demi sejengkal meluncur di permukaan air. Terkadang terbawa arus ke belakang lagi. Mereka kewalahan melawan arus air yang amat deras. Arus itu datangnya dari arah muara. Sehingga air laut yang sedang pasang itu mendorong-dorong jukung ke hulu lagi. Bila laut sedang pasang, air sungai memang berbalik ke arah hulu. Tubuh Ombing mandi keringat Dia berusaha setengah mati mendayung .Mulutnya tak henti
hentinya menggerutu. Menyalahkan Tonde yang bertindak sebagai juru mu
di "Bisa nggak sih kamu mengemudi, Ton" Sini Aku yang jadi juru mudinya dengus Ombing seraya memutar badannya. Ia akan menjadikan haluan jukung sebagai buritannya.
"Kan belajar, Bing Kalau jadi pilot pesawat terbang sih sudah sering!" ujar Tonde seraya tertawa. Dia memang kurang trampil sebagai juru mudi
"Nggak usah ngomong, deh Sama saja kamu memeras tenagaku" sahut Ombing kesal Ombing mau mengomel panjang-lebar lagi .Namun secara tidak terduga pandangannya tertumbuk pada sebuah benda merah yang hanyut terbawa arus ke arah hulu. Benda berwarna merah itu sebuah speed boat yang terapung-apung tak menentu. Ee, Ton Kalau nggak salah itu speed boat-nya si Betina Kecil" seru Ombing terheran-heran
"Tapi tanpa awaknya, Ton" Cepat bangunkan Kapten Tempel" Tonde bengong memandangi speedboat merah yang hanyut itu
"Bangunkan Kapten Tempe, Tond ini berita buat dia" ujar Ombing seraya mendayung jukung agar menghampir speed boat itu Tonde menarik-narik kaki Bobo. Dia berusaha membangunkan Boboi yang lelap tertidur
"Boi Boi Bangun"
"Hah! Ada apa, sih" Kalau nggak gawat KaptenMu
mau tidur" sahut Bobo dengan mata tetap
terpejaan "Ini lebih gawat daripada pembajakan pesawat
terbang tahu!" sahutTonde didekat telinga Boboi,
"Ah, yang bener" kata Bobo seraya bergegas bangkit. Punggung tangannya mengucak-ngucak kedua matanya.
"Lihat di depan matamu itu, benda apa?" kata Tonde dengan tangan menuding speedboat merah itu.
"Speedboat merah Milik musuh kita. Iya, kan?" sahut Boboi kalem.
"Ah kenapa aku jadi bego" ujar Tonde seraya memukul kepalanya.
"Maksudku speed boat itu tanpa si Betina Kecil"
"Bilang dong dari tadi" seru Boboi dengan wajah tegang .Diapun bergegas merebut dayung di tangan Tonde. Lalu membantu Ombing yang hampir kehabisan tenaga karena mendayung terus-menerus.
Speed boat merah itu meluncur pelan di sisi jukung .Dengan sigap Bobo meloncat ke geladak speed boat. Lalu membawanya menepi. Dan meneliti keadaan di dalam jukung itu.
"Seekor nyamuk pun tidak ada di sini Barangkali anak itu mau ngerjain kita lagi?" kata Boboi dengan heran. Semua sudut sudah diperiksanya. Tapi tidak ada petunjuk yang bisa memberi keterangan Kecuali sebuah teropong tergeletak di bangku belakang.
"Hati kecilku mengatakan ini bukan hal yang disengaja, kata Ombing yang sudah berada diatas speed boat pula
"Dia tidak mungkin mau menghanyutkan speed boat-nya. Ini bukan barang
murah." "Jadi pendapatmu bagaimana"' tanya Tonde serius.
"Kecelakaan ...Ombing berkata dengan suara mendesis.
Tonde dan Boboi tersentak. Keduanya saling pandang .Dalam hal ini mereka setuju dengan pandapat Ombing
"Kecelakaan apa yang menimpa dia Bing?" tanya Boboi mendesak.
"Mana aku tahu" Bisa saja ketika dia berenang tiba-tiba kakinya kram. Atau dia terjatuh ketika sedang berdiri di pinggir speed boat-nya lalu kepalanya menimpa benda keras. Tetapi aku lebih yakin dengan pendapatku yang pertama. Ombing menjelaskan dengan nada mantap
"Baik kalau memang pendapatmu itu benar, ayo kita cari ujar Boboi dengan hati berdebardebar.
"Dari mana kita memulai pencariannya, Boi?" tanya Tonde ingin tahu.
"Dimana, ya"Aku juga bingung Menurut kamu dari mana, Bing" tanya Boboi seraya memandangi Ombing .Ombing terdiam. Dia tidak bisa segera menjawab pertanyaan itu .Lama sekalianak kurus itu berpikir Dan berulang kali menarik napas panjang.
"Kukira tempat yang paling cocok di mulut muara. Itulah tempat yang paling memungkinkan untuk kita selidiki," ujar Ombing setelah sekian lama berdiam diri.
"Kamu yakin"' tanya Boboi penasaran.
"Masa aku tidak yakin dengan pendapatku sendiri, Boi?" sahu
t Ombing balas bertanya. Boboi mengangkat kedua pundaknya. Mereka bersiap menuju ke muara itu.
"Kita tidak mungkin menarik speedboatini, Boi" Sebaiknya kita tinggalkan disini saja," kata Tonde yang masih berdiri di jukung .Dalam benaknya sudah terbayang kesulitan untuk menarik speed boat itu.
"Bukan jukung yang akan menarik. Tapi jukung yang akan ditarik oleh speed boat Aku akan mengemudikan speed boat ini," sahut Bobol seraya duduk di balik kemudi. Ia segera menghidupkan mesin speed boat itu.
"Kamu yakin bisa mengemudikannya, Boi?" tanya Ombing.
"Jika tidak yakin, masa aku berani menghidupkan mesinnya, Bing" Jelek-jelek begini aku sudah terbiasa dengan benda semacam ini," kata Boboi seraya tertawa lebar. Diantara mereka, paras Boboi yang paling jelek. Kulitnya hitam dan rambutnya kaku seperti ijuk, membuat wajahnya lebih jelek bila dibandingkan dengan wajah kedua temannya.
Mereka menuju muara dengan menumpang speed boat Ike, Boboi bertindak sebagai juru mudi
speed boat itui Kedua temannya duduk di buritan speed boat. Jukung mereka ditarik dengan tali
"Kita tambatkan di situ saja," ujar Boboi seraya mematikan mesin speed boat.
"Sebaiknya kalian berdua menyelidiki di darat. Sebentar lagi hari hampir gelap juga air laut akan naik ke darat Kita harus bertindak cepat!" Boboi langsung terjun ke dalam air. Dia mulai melakukan pencarian di dalam air. Anak berkulit hitam itu tidak perlu melepas bajunya lagi, karena dia memang sudah bertelanjang dada. Itu kebiasaannya jika berada di laut
"Yuk, kita cari didarat, Bing'Tonde menggamit lengan Ombing Menyuruh agar Ombing mengikutinya.
Kedua anak itu hanya berputar-putar di sekitar hutan bakau. Mereka tidak bisa berbuat banyak, karena keadaan di dalam hutan bakau remangremang, hingga mereka tidak bisa memperoleh petunjuk apa pun.
Di dalam air, Boboi mengalami kesulitan pula Dia tidak dapat melihat dengan jelas apa yang ada di dasar muara itu. Dia hanya bisa meraba-raba .Namun hal itu tidak banyak menolongnya untuk mendapatkan petunjuk. Maka Boboi bergegas muncul ke pemukaan air lagi.
Boboi merayap ke atas jukungnya. Dia merasa canggung kalau harus merayap ke speed boat Ike, Kemana lagi kedua anak itu" Pikir Boboi karena Ombing dan Tonde belum muncul juga. Dia
menunggu seraya menyeka badannya dengan telapak tangannya
"Bing Ombing Tondel Kalian di mana" Boboi berteriak berulang kali setelah menunggu terlalu lama .Tak ada satu suara pun menyahut dari dalam hutan bakau. Kecuali gema suara Boboi yang melingkar-lingkar di dalam hutan. Boboi menjadi cemas. Dia tidak habis pikir kenapa kedua temannya tidak menyahut
"Ombing panggil Boboi lagi dengan suara keras.
"Oei Kami di sini. Boi" Itu suara Ombing Boboi mengenalinya. Tetapi mengapa suara itu terdengar dari tepi pantai sebelah selatan" Bukankah seharusnya mereka berada di dalam hutan" Boboi tambah tidak mengerti lagi Kepalanya pun terasa pusing.
"Boi Kami tidak bisa menemukan jalan keluarnya sahut Ombing dengan putus asa.
"Ah kalian, gumam Boboi berkata pada dirinya sendiri. Dia menyesali kebodohan kedua temannya itu. Dengan enggan Boboi meloncat ke atas speed boat merah itu. Lalu menghidupkan mesinnya, dan menyalakan lampunya. Lampu itu menyorot ke depan dengan warna kuning. Sebagai isyarat agar Ombing dan Tonde mudah menemukan tempat Bobo berada .Beberapa menit kemudian. Tonde dan Ombing muncul dari tepi hutan bakau. Kaki mereka kotor
sekali, penuh lumpur sampai sebatas pergelangan kaki.
"Sialan Kami tersesat" gerutu Tonde seraya berjalan ketepi muara. Dia berjongkok membasuh kedua kakinya
"Kami terperangkap oleh cuaca gelap Ternyata kami hanya berputar-putar di situ saja." Barang siapa yang tidak biasa memasuki hutan bakau, memang akan kebingungan. Merek
a harus membuat jalan sendiri. Menyibak kerimbunan daun bakau. Juga harus menghindari jebakan lumpur yang dalam. Tetapi bagi mereka yang terbiasa pun akan tersesat, bila cuaca di dalam hutan bakau teramat gelap
"Bagaimana hasil penyelidikan kalian"' tanya Boboi. Ucapan itu dibisikkan kepada Ombing .Suaranya bergetar. Dia terlalu tegang. Padahal dia biasa bersikap tenang
"Aku mengkhawatirkan nasib anak itu, Bing. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk menemukan jejaknya."
"Kita sama-sama mendapat jalan buntu, Boi. Sebaiknya kita segera melapor kepada orang tuanya," ujar Ombing tak bersemangat. Dia berjalan dengan gontai ke arah Tonde. Lalu membersihkan kakinya pula. Betapapun juga mereka pasti terlibat dalam kejadian ini. Ombing bisa menduga, mereka akan mendapat kesulitan dengan hilangnya putri seorang pengusaha besar di kotanya. Dugaan Ombing mendekati kenyataan. Di teras hotel yang menghadap ke laut itu, sudah banyak
orang berderet. Beberapa orang menunjuk ke arah speed boat merah yang ditumpangi Ombing, Tonde dan Boboi.Ketiga anak itu menjadi cemas. Setibanya di kolong hotel, dua orang lelaki memandang mereka dengan wajah yang kurang ramah. Terutama lelaki yang memakai kaca mata putih. Usianya sekitar empat puluh tahunan. Mata lelaki setengah baya itu menatap tajam ke arah Tonde, Ombing dan Boboi. Pakaiannya sangat rapi. Terbuat dari bahan yang mahal. Dia adalah Pak Astor. Tubuhnya yang tinggi dan tegap, menampilkan kesan seram
"Kalian siapa" Teman sekolah Ike"' tanyanya dengan suara berat .Matanya menatap Boboi yang berdiri di balik kemudi speed boat.
"Sekarang di mana anak saya?" Boboi menjadi salah tingkah dipandang terusmenerus begitu. Dia tidak bisa menjawab. Dia hanya berharap agar Ombing bersedia menerangkankepada Pak Astor. Maka secara diam-diam kaki Ombing diinjaknya. Isyarat itu agaknya terlihat oleh Pak Astor .Padahal Boboi sudah bersikap hati-hati
"Kenapa kalian diam" Apa kalian sudah menjadi tuli, heh!" hardik Pak Astor dengan suara mengguntur. Agaknya Pak Astor tak dapat mengendalikan dirinya lagi. Dia ingin segera mendapatkan penjelasan tentang anaknya. Pak Astor tampak tegang sekali. Dia mencemaskan keselamatan putri bungsunya.
Ombing, Tonde, dan Boboi, tersentak. Mereka terkejut bukan main mendapat perlakuan begitu .Terutama Tonde, dia mengurungkan maksudnya untuk menjawab pertanyaan Pak Astor.
"Pa' panggil seorang wanita dari lantai hotel .Parasnya cantik sekali. Rambutnya tergerai menyentuh bahu. Bibirnya yang dipolesalat pemerah itu tersenyum pada ketiga anak yang berada di speed boat. Dia mama Ike. Dengan sikap hati-hati wanita itu menuruni anak tangga kayu.
"Bersikap ramahlah terhadap mereka, Pa. Mereka akan takut bila diperlakukan dengan kasar," kata mama Ike .Ucapan itu dibisikkan di dekat telinga Pak Astor .Hanya lelaki yang berdiri di sisi Pak Astor yang bisa mendengar ucapan itu. Namanya Pak Mukti Namun lebih akrab dengan panggilan Pak Haji Dialah pemilik Hotel Air Biru. Hubungannya dengan Pak Astor sangat akrab. Bagaikan dua saudara kandung saja.
"Mama Ike benar. Mereka harus kita perlakukan dengan baik. Sebaiknya kita bicara di dalam saja. Aku mengerti kau dalam keadaan kalut. Tapi anak-anak itu mana mengerti kecemasanmu," ujar Pak Mukti pelan. Lalu berpaling kearah Tonde dan teman-temannya, seraya mengajak,
"Mari kita naik" Ombing Tonde, dan Boboi menuruti ajakan itu. Mereka melangkah dengan segan memasuki ruangan hotel yang cukup lebar .
Di dalam ruangan itu hanya ada delapan orang. termasuk Tonde, Boboi, dan Ombing .Di antara lima orang dewasa itu, hanya Pak Lumbing yang telah mengenal ketiga orang anak itu.
"Coba salah satu menjelaskan apa yang telah terjadi pada diri Ike, ucapDarwis yang ikut hadir di stu. Pemuda itu berdiri di sisi Pak Astor. Lagi-lagi mereka mendapat kesulitan untuk menjawab. Ombing meli
rik ke arah Tonde dan Boboi .Keduanya hanya diam. Ombing mengerti, dialah yang harus menerangkan. Tapi sikap Pak Astor tadi membuat Ombing jadi salah tingkah.
"Bicaralah Tak usah takut-takut, agar kami semua bisa mendengarnya dengan jelas," ujar Pak Mukti penuh pengertian. Keramahan Pak Mukti membuat Ombing lebih berani. Lalu dia mulai bercerita tentang penemuan speedboat yang hanyut itu. Juga tentang pencarian mereka yang gagal. Mula-mula suara Ombing terputus-putus. Setelah agak lama kalimat demi kalimat meluncur deras dari mulutnya. Sejak awal cerita, mama Ike tak bisa menahan isak tangisnya. Kecemasannya terhadap keselamatan putrinya tak bisa dikatakan lagi. Dia tak bisa membayangkan bagaimana jika putrinya benarbenar mendapat musibah. Dadanya pun bagai dihimpit Gunung Sebatung. mendapat kenyataan
pahit itu. 4. PERTEMUAN DI BATU DATAR
Jam istirahat pertama usai. Baru lima menit pelajaran matematika dimulai di kelas lima, ketika kepala sekolah memasuki ruangan kelas. Hal semacam itu tidak biasanya dilakukan oleh Bu Yati kepala sekolah itu. Setiap kali ia mempunyai keperluan dengan guru atau murid. selalu diutusnya Pak Hamid, pesuruh sekolah di Sekolah Dasar Patmaraga, untuk memanggil. Karenanya seluruh murid kelas limaterheran-heran melihat kedatangan kepala sekolah mereka. Mereka saling bertanya dan berbisik-bisik. Tak terkecuali Ombing yang duduk di bangku nomor dua di deretan sebelah kiri.
"Tentuada persoalan penting sampai Bos sendiri turun tangan," bisik Ombing pada Boboi. Ombing dan Boboi sama-sama duduk di kelas lima. Mereka duduk sebangku pula
"Kalau bukan penting masa Bu Yati bersusah payah mau ke sini, sahut Boboi dengan pandangan tetap ke depan .Bu Yati menghampiri Pak Herman, guru matematika itu. Keduanya terlibat dalam pembicaraan. Suara mereka teramat pelan. Sehingga isi pembicaraannya tidak tertangkap oleh semua murid .Berulangkali kepala Pak Herman mengangguk-angguk Sesekali pandangannya dilemparkan ke deretan meja sebelah kiri Setelah Bu Yati meninggalkan ruang kelas lima. Pak Heman lalu memanggil Boboi.
"Kamu juga, Bing!" ujar Pak Herman menyuruh Ombing tampil ke depan. Ombing yang tidak menduga akan dipanggil menjadi terkejut. Jantungnya berdebar debar .Dengan sikap enggan Ombing berjalan dibelakang Boboi.
"Kalian temui Bu Yati di ruang guru sekarang juga," kata Pak Herman.
"Jangan bertanya kenapa kalian dipanggil Di sana kalian akan mendapat keterangan sejelas-jelasnya Nah, pergilah Bu Yati sudah menunggu kalian." Pak Herman kembali menghadapi anak-anak. Meneruskan pelajaran matematika yang terhenti karena kedatangan Bu Yati .Di halaman sekolah, Ombing dan Boboi berjalan berdampingan. Kedua anak itu melangkah ke ruang guru.
"Panggilan ini terasa aneh, desis Boboi seraya menyamai langkah Ombing
"Kok cuma kita berdua yang dipanggil Bu Yati Kira-kira ada apa ya, Bing?" 'Lhokoknanya aku" Aku sendiri bingung, Boi'
"Barangkali kita akan mendapat bea siswa"
"Wah! Kejutan besar, dong.
"Mudah-mudahan saja ya, Bing kata Bobo. seraya tertawa-tawa. Tapi dia sendiri tidak meyakini kebenaran kata-katanya.
Mereka tiba di depan ruang guru. Setelah mengetuk pintunya, keduanya lalu masuk keruang itu .Ternyata di ruangan itu Bu Yati sedang berbincang-bincang dengan seorang lelaki. Ombing dan Boboi menjadi gugup. Mereka jadi salah tingkah.
"Ayo, duduk .Disini juga boleh, dekat Ibu," kata Bu Yati menyilakan kedua anak itu dengan ramahnya .Dari sikap Bu Yati yang teramat manis saja Ombing bisa menangkap ketidakwajaran itu. Apalagi dengan kehadiran seorang lelaki yang duduk tegak di hadapan Bu Yati .Semua itu membuat jantung Ombing kian kencang berpacu. Dia tidak dapat menyembunyikan ketegangan Perasaannya. Ombing memilih tempat duduk di sisi Bu Yati Sedangkan
Boboi duduk di sebelahnya. Sikapnya amat tenang .Agaknya Boboi tidak ambil pusing dengan tamu kepala sekolahnya. Kumis tamu itu teramat tipis Lekukan bibir atasnya sama sekali tak berbulu. Tubuhnya kekar Menimbulkan kesan sebagai tukang pukul, paling tidak seorang petinju. Siapa pun akan tertunduk bila beradu pandang dengan lelaki itu.
"Bapakini polisi," ujar Bu Yati memperkenalkan lelaki yang duduk dengan sikap berwibawa di depannya.
"Saya Letnan Margan," ujar lelaki tegap itu memperkenalkan diri
"Saya kemari memang akan menemui Adik berdua sehubungan dengan kasus hilangnya putri Pak Astor."
Pyar Hati Ombing berdesir. Dia tidak menyangka lelaki yang berkemeja kusam itu polisi .Wajahnya seketika berubah pucat Demikian pula dengan Boboi. Dia tampak gelisah sekali setelah mengetahui siapa gerangan lelaki yang duduk di hadapannya.
'Tapi kami tidak merasa berbuat kejahatan, Pak. Semua itu karena kesalahan putri Pak Astor sendiri Lalu kenapa kami yang akan ditangkap" Ombing berbicara degan tersendat-sendat. Dia ketakutan sekali, sehingga badannya terasa panas dingin.
"Sungguh kok, Pak Kami tidak bersalah!" Boboi menimpali. Suaranya bergetar. Demikian pula dadanya.
Letnan Margan tertawa lebar melihat sikap kedua anak itu. Sedangkan Bu Yati hanya tersenyun-senyum
"Jangan terlalu tegang Santai saja," kata Letnan Margan dengan bijaknya
"Polisi tidak akan sembarangan menangkap orang .Tapi polisi berhak untuk meminta keterangan kepada siapa pun juga Saya hanya meminta agar Adik bersedia membantu polisi Tentunya bantuan itu berupa keterangan yang jelas."
"Alhamdulillah" Kata Ombing dalam hatinya Kalau hanya berupa keterangan, itu soal mudah.
Semula dia ketakutan karena menyangka akan ditangkap .Kini Ombing bisa bernapas dengan lega. Boboi pun merasa tenang mendengar keterangan Letnan Margan.
"Lalu keterangan apa yang Bapak perlukan dari kami" Kami sudah memberi keterangan kepada Pak Astor. Keterangan kami hanya itu. Kami tidak pernah merahasiakan apa-apa," kata Ombing dengan lantangnya. Ucapan itu meluncur begitu saja. Dia berani karena tak ada beban ketakutan lagi 'Apa yang dikatakan oleh teman saya ini, semua betul, Pak Kalau Bapak masih kurang percaya Bapak boleh menanyakan kepada seorang teman kami yang lain lagi. Sayang dia tidak bersekolah di sini. Dia anak SD Melati,' Boboi menguatkan keterangan temannya 'Maksud kalian, Tonde" Saya sudah ke sana." sahut Letnan Margan
"Memang keterangan Tonde hampir sama dengan keterangan yang saya peroleh dari Pak Astor. Tapi ada beberapa hal lagi yang ingin saya tanyakan kepada kalian." Ombing menatap Bu Yati. Dia hendak memohon bantuan.
"Katakanlah apa yang kauketahui. Dengan keterangan itu berartikau sudah membantu polisi," ujar Bu Yati memberi semangat
"Betul apa yang dibilang Bu Yati .Keterangan kalian amat berharga bagi saya, sahut Letnan Margan dengan ramahnya. Ombing dan Boboi saling berpandangan.
"Baiklah, Pak Kami akan menjawab pertanyaan Bapak kalau jawaban itu kami ketahui," kata Ombing dengan tenang.
Letnan Margan membetulkan letak duduknya. Badannya dicondongkan ke depan. Sikapnya tampak gagah sekali.
"Kira-kira pukul berapa pertama kali kalian lihat speed boat itu"' tanyanya seraya memandangi kedua anak itu
"Coba salah seorang menje. laskan.'
"Itu bagian saya, Pak Saya yang pertama kali melihat speed boat itu," sahut Ombing cepat. Dia merasa tidak ragu-ragu lagi untuk berbicara dengan Letnan Margan. Seolah dia sedang menghadapi pertanyaan yang diajukan oleh gurunya. Speed boat itu saya lihat kira-kira pukul enam sore. Waktu itu matahari hampir tenggelam."
Letnan Margan mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia menyimpan keterangan Ombing di dalam benaknya. Tak perlu dicatat dibuku catatan.
"Satu pert anyaan lagi akan saya ajukan. Berapa menit perjalanan antara tempat kalian ditinggalkan oleh Putri Pak Astor dengan tempat kalian menemukan speed boat itu?"
Ombing menghela napasnya Pertanyaan itu sulit dijawab.Ia mengajak Boboi berunding Sayang sekali Boboi tidak banyak membantu. Dia tidak bisa menentukan menit perjalanan jukung ke
tempat speed boat ditemukan. Karena pada waktu itu Boboi sedang tertidur.
"Kira-kira dua puluh lima sampai tiga puluh menit," kata Ombing setelah memutar otak sekian lama.
"Tapi jawaban itu bukan patokan yang pasti, Pak Itu hanya perkiraan saya."
"Terima kasih! Saya menghargai pendapatmu itu, sahut Letnan Margan seraya mengangguk anggukkan kepalanya.
"Tapi dari penelitian kami kemarin, waktu perjalanan itu sekitar lima belas menit."
"Bapak tahu dari mana?" Boboi bertanya
"Kami telah melakukan pengulangan mendayung ditempat kejadian dengan dua anak yang usianya sama dengan kalian."
"Apa Bapak melakukan pengulangan itu pada waktu air laut sedang pasang"' tanya Boboi mendesak.
"Oh, tidak Kami melakukannya pada siang hari, sahut Letnan Margan.
"Nah, disitulah letak perbedaan waktu kita, Pak.Kami mendayung pada saat air laut pasang sehingga jukung dalam keadaan melawan arus. Tentu saja waktu kami lebih lama daripada hasil penelitian Bapak," kata Boboi bersemangat Letnan Margan menarik napas lega. Dia merasa puas telah memperoleh keterangan yang berharga dari kedua anak itu. Dia pun mengagumi kecerdikan mereka. Wawancara itu berjalan amat lancar karena kedua anak itu tidak merasa tertekan. Mereka bisa memberikan jawaban yang diperlukan oleh Letnan Margan.
Letnan Margan sudah bersiap akan berdiri. Namun dia kembali duduk
"Satu hal perlu kamu ketahui," katanya dengan suara bernada tegas
"Sampai detik ini kami belum menemukan putri Pak Astor itu. Sedangkan berita ini sudah tersebar luas di kalangan masyarakat. Walaupun di kota kita tidak ada penerbitan surat kabar, tapi kabar ini mudah menjalar ke mana-mana Untuk itu saya minta agar kalian merahasiakan pertemuan ini. Juga tentang hilangnya putri Pak Astor. Maklumlah kota kecil Sekecil apa pun peristiwa yang terjadi, masyarakat kita segera menjadi gempar Saya mengharap pengertian kalan."
"Baik, Pak Kami akan mengingat pesan Bapak, sahut Ombing seraya berdiri karena melihat Letnan Margan telah berdiri pula
"Terima kasih Selamat siang semuanya," kata Letnan Margan seraya menepuk pundak Ombing dan Boboi.
Setelah berbincang-bincang sejenak dengan Bu Yati, Letnan Margan meninggalkan ruangan itu.
'Sebaiknya kalian kembali ke kelas Masih ada waktu untuk mengikuti pelajaran," ujar Bu Yati seraya menepuk pundak kedua anak itu. Lalu menggiring mereka ke balik pintu.
Ombing dan Boboi kembali ke kelas. Namun mereka tak bisa mengikuti pelajaran selanjutnya dengan sepenuh hati. Terutama Ombing Pikiran nya selalu terkait pada pertemuan dengan Letnan
Margan. Dia berharap agar bel pulang segera berbunyi.
Bel es - karena bel itu sama seperti yang digunakan oleh penjual es berdentang berkalikali. Tanda pulang terdengar di mana-mana .Setelah Pak Herman meninggalkan ruang kelas lima, anak-anak segera menghambur keluar pula
"Jadi menemui Tonde, nggak?" tanya Bobot sambil menunggu Ombing yang sibuk memasuk kan buku-buku ke dalam tasnya. Mereka tidak segera meninggalkan ruang kelas.
"Jadi, dong Atau kamu ada kesibukan lain" Nggak apa-apa. Biar aku sendiri yang akan ke rumah Tonde, sahut Ombing tanpa menengok ke arah Boboi Dia masih sibuk menyusun bukubukunya. 'Sibuk apa" Itu kan sudah rencana kita."
"Ya, sudah Tapi mampir ke rumahku dulu. Aku akan ngasih makan Kaisar. Umakku hari ini sedang pergi," kata Ombing seraya melangkah
"Terserah kamu, deh,"
gumam Boboi seraya menjejeri langkah Ombing .Mereka anak-anak yang terakhir meninggalkan kelas. Di halaman sekolah, mereka berbaur dengan anak-anak lainnya. Mereka akan segera menuruni bukit kecil .Jalan menurun di bukit itu merupakan undak-undakan tanah. Sehingga mereka tidak leluasa menuruni bukit itu sambil berlari. Bangunan sekolah dasar itu memang tegak di atas bukit. Di sebelah bawahnya, berdiri Bioskop Irama. Sebuah batu besar menyembul di atas
permukaan tanah di halaman bioskop itu. Pemukaan batu itu agak datar. Di sana orang sering duduk-duduk .Kali ini yang duduk di batu besar itu adalah Tonde. Ia menekur seraya menunggu Ombing dan Boboi.
"Itu Tonde, Bing Yuk, kita segera turun' seru Bobo seraya bergegas menuruni undakan tanah itu. Ombing menyusul dari belakang. Agaknya Tonde pun sudah melihat kedua temannya itu. Dia melamba-lambaikan tangannya.
'Syukur deh kamu kemari, Ton Tadinya kami hendak kerumahmu, seru Ombing dari jarak yang masih jauh
"Mau apa kamu ke rumahku" Paling-paling minta makan" sahut Tonde seraya tertawa.
"Sialan Mentang mentang aku kerempeng dibilang kelaparan sungut Ombing seraya menendang sepeda tua Tonde yang disandarkan di dekat batu.
"Ada kabar penting untuk kalian, kata Tonde serius tanpa menghiraukan tingkah Ombing
"Tadi di sekolah aku didatangi seorang polisi Hebat nggak, tuh! Kalau bukan orang top mana mau polisi bersusah payah datang mencariku?".
Boboi terbahak-bahak melihat Tonde menjadi besar kepala hanya karena didatangi polisi.
"Kenapa tertawa, Boi"' tanya Tondepenasaran.
"Nggak nggak apa-apal Teruskan saja ceritamu tentang polisi itu. Tapi ceritamu itu sudah basi.
Sebab kami pun sudah kenal dengan Letnan Margan, sahut Boboi mengejek
"Bilang dong dari tadi.Akukan jadi tidak buang waktu dengus Tonde
"Makanya jangan besar kepala dulu" Ombing menimpali. Dia lalu duduk di atas batu besar itu menghadap Tonde


Kibot 01 Sumpit Beracun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Boi Kamu duduk, dong .Kita berunding di sini saja."
"Di sini" Gila Panas-panas begini" sungut Boboi
"Lebih baik kita cari tempat yang enak"
"Biardeh, kepanasan sebentar Kita sidang kilat saja," bujuk Ombing. Boboi melangkah dengan enggan. Dia duduk di sisi Tonde, juga di atas batu besar yang permukaannya agak datar itu. Ketiga anak itu mulai berbicara dengan sikap sungguh-sungguh. Tanpa peduli sengatan matahari dan hiruk pikuk di sekitar mereka
"Hilangnya Betina Kecil itu agak aneh," kata Ombing serius.
"Sampai sekarang anak itu belum ditemukan. Bagaimana pendapat kalian?"
Ombing memandangi kedua temannya. Dia berharap agar salah seorang di antara mereka bisa memberikan pendapatnya. Dia sendiri mempunyai
pendapat tentang Ike. Namun dia tidak mau mencetuskannya lebih dulu. Dia ingin membandingkannya dengan pendapat temannya.
"Ini suatu tantangan buat kita," katanya memancing agar kedua temannya bersedia mengemukakan pendapat.
"Memang tidak masukakal kalau anak itu hilang secara gaib," ujar Boboi setelah sekian lama membisu 'Jika dia tenggelam, tentu ada mayatnya. Tapi aku meragukannya, soalnya anak itu pandai berenang. Kalau tidak, mana mungkin dia suka mengemudikan speed boat-nya seorang diri?"
"Mungkin dia mati tenggelam dan mayatnya tidak ditemukan. Bagaimana menurut kalian?" tanya Ombing.
'Satu hal yang patut kita ketahui, Bing sahut Tonde 'Pada malam hari setelah kejadian itu, kebetulan kakekku pulang dari Desa Batu Besar. Kebetulan juga beliau menumpang kapal perusahaan milik Pak Astor. Kapal itu langsung diperintahkan untuk mencari Ike setelah Pak Astor berbicara dengan kapten kapalnya melalui radio. Kata kakekku, seluruh kapal milik Pak Astor dikerahkan kesana. Juga banyak lagi kapal lainnya yang turut membantu."
"Tapi kenyataannya mereka
-kan tidak menemukan mayat Ike!" kata Ombing
"Karena mayatnya tidak muncul. Padahal mayat orang yang mati tenggelam, akan terapung selama kira-kira dua jam sebelum tenggelam untuk selamanya," sahut Boboi. Dia memang tahu banyak tentang hal-hal di laut.
'Siip" kata Ombing seraya mengacungkan kedua ibu jarinya 'Angka seratus buat pendapat kalian'
"Tapi kau sendiri belum mengeluarkan pendapatmu" protes Tonde.
Boboi setuju dengan protes Tonde. Diapun ingin mendengar pendapat Ombing si kerempeng itu. Biasanya Ombing gemar membuat kejutankejutan. Membuat teman-temannya bengong karena pendapatnya sering mendekati kebenaran .Kali ini pun mereka berharap agar Ombing bisa memecahkan misteri hilangnya si Betina Kecil.
"Pendapatku hampir tak ada bedanya dengan pendapat kalian. Tapi setelah kurangkaikan dengan pembicaraan Letnan Margan, aku berkesimpulan anak itu tidak hilang begitu saja."
"Maksudmu"' tanya Tonde dan Boboi hampir bersamaan.
"Dia hilang karena diculik ketika berada di atas
speed boat-nya Entah dengan cara apa kita tidak tahu!"
Boboi dan Tonde terperanjat Kedua anak itu memandangi Ombing Kadang-kadang mereka tidak percaya pada anak kerempeng itu. Tapi tentunya anak itu tidak main-main mengemukakan pendapatnya.
"Ini kasus penculikan yang pertama dikota kita" kata Ombing serius.
"Siapa kira-kira dalangnya, Bing"' tanya Tonde ingin tahu
"Masalah ini aku angkat tangan Aku tidak tahu siapa dalang penculikan itu. Tapi penculik itu pasti akan meminta uang tebusan."
"Jadi anak itu masih hidup?" tanya Boboi dengan gugupnya.
"Mudah-mudahan Tuhan melindunginya," gumam Ombing
Ketiga anak itu tepekur diatas batu datar. Mereka terkenang akan ulah Ike yang ugal-ugalan.
"Sekarang sudah jelasanak itu diculik Lalu apa yang akan kita perbuat"' tanya Tonde memecah keheningan.
"Sebaiknya kita laporkan kepada Letnan Margan, sahut Boboi.
"Tidak! Aku tidak setuju" kata Ombing 'Ini hanya dugaan kita. Walaupun aku yakin seratus persen, tapi kita tidak boleh mengatakannya kepada Letnan Margan. Kita tidak punya bukti yang kuat. Bisa-bisa kita dituduh hendak mengacau saja."
"Lalu rencana kita apa?" tanya Boboi kepada Ombing
"Kita selidiki sendiri siapa dalang penculikan itu. Kita cari di mana anak itu disekap. Setuju?"
"Kita hanya mencari penyakit saja. Sedang ayahnya galak seperti singa" dengus Tonde seraya mencibirkan bibirnya. Tapi dia tidak bilang kalau tidak setuju.
"Kau harus ingat, Ton" kata Ombing dengan mata melotot.
"Penculikan itu terjadi secara tak langsung, gara-gara kamu juga .Coba kalau kamu tidak menyumpitnya, apa mungkin anak itu menyeret jukung kita ke muara?" .
Tonde diam. Ucapan Ombing memang benar juga. Bagaimana pun dia ikut bersalah
"Baiklah aku mendukung gagasanmu itu," katanya seraya menepuk pundak Ombing
"Dan kau, Boi"' tanya Ombing
"Sebentar. Aku sedang berpikir, sahut Boboi serius. Dia seperti sedang mengingat-ingat sesuatu
"Sekarang aku ingat! Kenapa kita sampai dibawa kemuara" Sebab anak itu menghindari speed boat yang datang dari utara. Sudah pasti pelaku penculikannya adalah penumpang speed boat itu. Penculikan itu berlangsung di atas speed boat. Penjahat menangkap Ike, lalu membawa anak itu dengan speedboat mereka. Hanya itu kemungkinannya!"
"Ini baru kejutan!" Ombing melonjak kegirangan.
"Kita tinggal mencari di mana speed boat penjahat itu disimpan itulah kuncinya. Kita bisa menemukan anak itu kalau berhasil menemukan sarang penculiknya!" Ombing melonjak-lonjak kegirangan. Namun dia segera diam. Ia sadar bahwa itu hanya awal penyelidikan mereka.
"Kapan kita akan melakukan penyelidikan?" tanya Tonde.
  "Lebih cepat lebih baik! Iya, nggak, Bing?" kata Boboi.
"Sebaiknya begitu!" sahut Ombing 'Sekarang lebih baik kita pulang dulu. Nanti pukul satu aku dan Tonde ke rumahmu, Boi Jemput aku ya. Ton'
"Oke.. sahut Tonde seraya beranjak Lalu duduk di atas sepedanya. Sedangkan kaki kanannya tetap menapak di atas batu.
"Aku pulang duluan ya. Boi," ujar Ombing seraya membonceng di sadel sepeda.
"Pergi deh'" sahut Boboi
"Jangan lupa bawa sumpit, Ton! Juga Kaisar, Bing"
"Memangnya mau ke medan perang Yuki sahut Tonde seraya mengayuh sepedanya. Boboi memandangi kedua temannya yang sedang melaju di atas sepedanya. Setelah mereka membelok di Jalan Veteran, Boboi meloncat dari atas batu. Terus melangkah menuju Rampa.
5. SURAT DARI PENCULIK Matahari sedang terik-teriknya. Panasnya bukan main Kulit bagai terbakar. Tapi sengatan sinar matahari tak mengendorkan semangat ketiga anak lelaki yang akan melakukan penyelidikan. Semangat itu terpancar dari paras mereka, juga dari cara mereka mendayung.
Tonde mendayung dari sebelah kanan. Dia duduk di haluan. Sedangkan Ombing duduk di tengah-tengah jukung .Dia pun turut mendayung dari sebelah kiri. Membantu kedua temannya agar jukung melaju lebih cepat lagi. Anak kerempengitu ditemani oleh binatang piaraannya, si Kaisar. Beruang itu seperti tak betah berada diatas jukung. Ia berjalan hilir mudik seraya mendengus dengus. Sesekali mengibaskan bulunya. Gerakan tubuh Kaisar yang gempal itu terkadang membuat jukung oleng ke kiri dan kanan.
Buritan jukung ditempati oleh Boboi. Dia bertindak sebagai juru mudi. Cara mendayungnya berpindah-pindah, dari sebelah kanan ke sebelah kiri. Begitu seterusnya. Gerakan tangannya amat cekatan memindahkan pendayungnya. Penuh
irama Sekilas Boboi seperti sedang menari Anak itu bertelanjang dada. Kulitnya yang hitam bagai membara disengat matahari .Butir-butir keringatnya amat nyata membasahi badannya. Namun Boboi takberusaha menutupi badannya, walaupun ia membawa kaus berlengan pendek. Kaus itu hanya dililitkan saja di lehernya. Anak berkulit hitam itu seperti sengaja hendak memamerkan dadanya yang bidang dan lengannya yang sangat berotot .Jika dia melipat tangannya, maka akan menyembul otot lengan sebesar kepalan tangan. Semua itu berkat seringnya Boboi mendayung dan berenang.
"Sebaiknya kita singgah dulu ke hotel. Kita jumpai Pak Tua itu," kata Ombing. Ia sengaja memanggil Pak Lumbing dengan sebutan Pak Tua. Karena namanya sendiri dan penjaga hotel itu sama-sama berakhiran, Bing. Hal itu tidak disukai oleh Ombing
"Kesana apa perlunya" tanya Tonde. Dia tidak setuju dengan usul Ombing
"Buang-buang waktu saja Iya nggak, Boi?"
"Belum tentu, Ton.Barangkali Ombing punya alasan mengapa mau ke sana. Coba terangkan, Bing Biar kami mengertiapa maumu," ujar Boboi.
"Kita tidak tahu apa si Betina Kecil sudah dibebaskan atau belum .Kalau anak itu sudah bebas, percuma saja penyelidikan kita Kan sebaiknyakita cari keterangan disana dulu Supaya usaha kita tidak sia-sia."
"Oh, begitu maksudmu" Baiklah," gumam Boboi. Ia lalu membelokkan jukungnya ke arah hotel .Tonde pun akhirnya setuju. Ia puas setelah mengetahui tujuan mereka ke hotel hendak mencari keterangan .Maka ia mendayung dengan bersemangat. Teras hotel yang menghadap ke laut itu amat lengang. Para tamu hotel agaknya segan duduk duduk di situ pada tengah hari begini. Maka tak seorang pun melihat Tonde, Boboi, Ombing dan Kaisar, ketika tiba di kolong hotel
"Kita merapat di sisi speed boat ike saja," kata Boboi seraya mengarahkan haluan jukungnya ke samping speed boat merah yang tertambat di tangga kayu. Sebelum jukung merapat benar, Ombing lebih dulu meloncat ke atas speed boat. Tonde lalu melemparkan tali jukung ke arah Ombi
ng Dan Ombing menerimanya. Lalu mengikatkan tali itu pada tonggak besi di moncong speed boat. Setelah jukung ditambatkan, Tonde pun meloncat ke atas speed boat. Diikuti oleh Boboi. Sedang Kaisar masih mendekam di jukung .Agaknya beruang itu segan mengikuti Boboi dan Tonde. Ombing bersiul kepada Kaisar seraya berkata,
"Kaisar, ayo!" Kaisar merayap ke atas speed boat. Sedangkan ketiga anak itu sudah berlarian di tangga kayu.
Ketiga anak itu segera tiba di lantai teras. Lalu berlarian ke tempat yang teduh. Mereka bernaung
di bawah teras yang beratap sirap. Genteng yang terbuat dari kayu besi dibelah tipis dan berujung runcing.
"Mana Kaisar, Bing"' tanya Tonde.
"Aku tidak melihatnya, sahut Ombing seraya menengok ke belakang. Ia lalu berlari ke samping teras kanan hotel Barangkali Kaisar sedang berkeliaran di lorong hotel
"Heran, Kaisar tidak ada," pikir Ombing. Padahal beruang itu bisa lari lebih cepat dari pemiliknya.
"Sebentar, kulihat dibawah dulu," kata Ombing kesal. Dengan segan ia melangkah ke sisi halaman hotel yang lebar itu.
"Sialan Kaisar menghambat kita saja!" geram Boboi. Ia lalu bersandar di dinding hotel dengan kepala mendongak ke langit-langit teras.
Kaisar masih berada di speed boat merah itu .Mulutnya menjepit sebuah amplop putih. Hidung. nya mengendus-endus. Agaknya beruang itu mencium bau yang aneh. Entah dari mana bau itu menyebar, namun daya penciuman Kaisar yang tajam bisa merasakannya.
'Heil Cepat kesini!" seru Ombing kepada kedua temannya setelah mengetahui kelakuan Kaisar
"Kaisar menemukan surat"
Ombing bergegas menuruni tangga kayu Sedangkan Tonde berlari menyusulnya. Hanya Boboi yang takbergeming sedikitpun. Agaknya dia sama sekali tidak tertarik dengan penemuan Kaisar.
speed boat merah itu bergoyang ketika kaki Ombing dan Tonde menginjak geladaknya .Ombing meloncat ke samping Kaisar. Ia lalu mengambil surat itu Sejenak ia meneliti surat itu seraya duduk di atas jok belakang 'Surat apa, Bing"' tanya Tonde. Dia berjongkok di sisi Ombing
"Nggak tahu Amplop ini tidak diberi alamat." sahut ombing seraya memperlihatkan surat itu kepada Tonde
"Ah, mungkin pemilik surat ini belum sempat membubuhkan nama dan alamat yang dituju. Atau pemiliknya akan menuliskannya di kantor pos sebelum memasukkannya ke kotak pos. Ah. kasihan Tentu pemilik surat ini kebingungan mencari-cari suratnya yang hilang," ujar Tonde. Ombing temenung Surat itu ditimang-timangnya. Ia tidak bisa menerima pendapat Tonde. Rasanya tidak masuk akal seseorang melupakan suratnya.
"Eh. Siapa tahu ini surat dari penculik" Tidak mustahil jika penculik itu ingin mengadakan hubungan dengan Pak Astor .Dengan surat inilah penculik menyampaikan keinginannya. Kita lihat saja Apa benar pendapatku ini!" ujarnya. Tapi Tonde merebut amplop itu dari tangan Ombing. Ia langsung menyobeknya. Lalu membaca surat di dalamnya.
"Nih" kata Tonde mengembalikan surat itu setelah membacanya.
"Isi suratnya tidak ada yang menarik Tulisannya berantakan"
Ombing ragu-ragu akan membaca surat itu. Tapi ia penasaran melihat sikap Tonde yang terlalu dibuat buat itu. Ia pun bergegas membacanya.
Yth Pak Astor, Putri Bapak kami pinjam. Dalam beberapa hari akan kami kembalikan lagi setelah Bapak memberikan uang tebusan sebesar seratus juta rupiah .Kami tidak ingin Bapak berhubungan dengan polisi Ingat Keselamatan putri Bapak ditentukan oleh sikap Bapak sendiri Bapak akan kami hubungi lagi jika kami nilai Bapak sudah menuruti perintah kami.
Tangan Ombing yang memegangi surat itu gemetar Wajahnya pucat pasi
"Sialan, kau. Ini surat dari penculik' Ombing menggerutu.
"Kau bilang tidak menarik Surat ini penuh ancaman yang mengerikan, tahui"
"Karena itu aku tidak mau mengatakannya. Ak
u khawatir kau kelenger!" Tonde terbahak-bahak. Bisa juga ia mengakali anak kerempeng itu. Suara Tonde mengundang kedatangan Boboi Boboi pun ikut membaca surat itu.
"Penculik itu bukan saja kejam, juga serakah!" Boboi berkata dengan suara berdesis. "Mereka menuntut tebusan tidak tanggung-tanggung, seratus juta rupiah'.
"Tapi itu bukan jumlah yang besar bagi Pak Astor Jutawan itu mampu menyediakannya demi keselamatan putrinya," kata Ombing dengan lantang. Beberapa saat lamanya mereka terlena. Masing masing terpukau oleh surat penculik itu
"Lalu kita apakan surat ini?" tanya Boboi setelah diam cukup lama
"Atau kita serahkan kepada Letnan Margan saja" Ya, sebaiknya kita serahkan kepada Letnan Margan agar polisi bisa melakukan tindakan pencegahan!"
"Jangan. Sama saja kita melanggar perintah penculik itu. Akibatnya tentu akan menyulitkan pembebasan Ike .Iya, kalau penculik itu memaafkan tindakan kita Kalau tidak, tentu nasib Ike semakin tak menentu," sahut Tonde. Ia lalu memandang Ombing seraya berkata,
"Betul tidak, Bing" Ombing tidak menjawab Hanya kepalanya mengangguk sebagai tanda setuju dengan pendapat Tonde.
"Kalau begitu surat ini kita serahkan saja kepada Pak Astor," kata Boboi
"Setuju" Hei Jangan bengong saja, Bing" Ombing terkejut Benaknya sedang memikirkan surat penculik itu.
"Ah aku lupa" katanya.
"Seharusnya surat itu tidak boleh kita pegang Kita bisa menyuruh Kaisar mengenali bau orang yang meletakkan surat itu di sini. Dengan cara begitu, Kaisar bisa mengetahui siapa yang meletakkan surat itu diatas speedboat."
"Salah kamu sendiri, kenapa tidak tanggap .Kita bisa gagal membongkar kasus ini hanya gara-gara soal sepele Boboi bersungut-sungut.
"Sudahlah Yang penting penyelidikan jalan terus," kata Tonde sambil menaiki anak tangga itu. Ia mengikuti Kaisar yang berjalan lebih dulu. Beruang bertubuh gempal itu terus menapaki lorong hotel .Kepalanya menunduk ketika berjalan .Penglihatannya memang kurang baik. Beruang lebih banyak mengandalkan indria penciuman dan pendengarannya. Kaisar tiba dihalaman hotel yang menghadap ke jalan raya. Tanpa permisi lagi beruang itu memasuki lobi hotel. Pada saat itu banyak orang berada di sana. Ada sepasang suami-istri dan anaknya yang baru tiba di hotel .Mereka sedang memesan kamar Dan banyak lagi yang dudukduduk di serambi itu. Kedatangan Kaisar yang tiba-tiba itu mengejutkan mereka. Ada yang meloncat ke balik meja, berlindung di pilar, dan berlarian. Bahkan wanita yang baru tiba itu menjerit-jerit seraya mendekap anaknya. Tempat itu menjadi gempar. Jeritan wanita itu terdengar oleh Ombing juga Boboi dan Tonde. 'Wah, gawat Kaisar pastidisana!" seru Ombing seraya lekas lekas bersuit Ombing berlari ke lobi hotel diikuti kedua temannya. Namun di lorong hotel, Kaisar sudah menunggu Ombing memarahinya. Tapi Kaisar mendekam saja.
"Hei Tahu aturan tidak" Sembarangan melepas beruang Kaukira disini kebun binatang, apa?" Pak Lumbing berteriak marah.
"Halo, Pak Tua" salam Ombing.
"Kau." kata Pak Lumbing dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Masa lupa sama kami?" sahut Boboi yang sudah tiba di situ.
"Bagaimana aku bisa lupa pada anak-anak seperti kalian" Biangnya penyakit pusing" Pak Lumbing menggerutu.
"Kok biangnya pusing, Pak" Bukan obatnya pusing?" sahut Ombing
"Obat pusing, apa. Orang-orang dibikin ketakutan, apa aku tidak pusing" Ombing dan Tonde merasa geli melihat sikap
Pak Lumbing .Wajahnya yang ramah itu tampak lucu kalau dia marah.
"Sori, Pak" kata Ombing seraya memberi hormat kepada Pak Lumbing
"Kali ini aku tidak mau memaafkan Kecuali kalian menemukan pipa cangklongku yang hilang."
Boboi terbahak-bahak. Ia bisa membayangkan, tentu Pak Lumbing berubah perangai karena kehilan
gan pipa cangklongnya "Pantas saja Pak Bing marah-marah, nggak
tahunya karena pipa itu kabur!" katanya kepada Ombing.
"Oh, cuma pipa Pipa begitu saja sih banyak dijual .Belisaja yang baru. Harganya murah kok, sahut Ombing
"Ee, jangan bilang begitu protes Pak Lumbing
"Itu bukan sembarangan Jangan disamakan dengan yang ada di pasar, ya. Itu pipa gading sungguhan. Gading gajah Afrika, lagi. Kalian tahu pipa itu hadiah dari siapa, heh" Dokter Peter van Holl Dokter Belanda yang pernah mengoperasi luka karena peluru yang bersarang disini," ujar Pak Lumbing seraya menunjukkan bekas jahitan di perutnya. Tonde, Boboi, dan Ombing, berebutan untuk melihat bekas luka di perut Pak Lumbing .Jahitan itu masih membekas nyata. Tidak seberapa panjang Tapi jika benar akibat peluru senjata api tentunya Pak Lumbing menderita sekali
"Kalian sudah puas melihatnya, kan" Nah, sekarang kalian harus mencarikan pipa itu sampai ketemu!' Pak Lumbing memang suka humor. Dia baik hati. Apa pun yang ia miliki akan diberikan kalau diminta Kecuali satu, pipa cangklongnya yang terbuat dari gading itu. Tapi pipa itu kini entah ke mana hilangnya.
"Wah, sayang kami tidak bisa membantu."sahut Tonde seraya merentangkan kedua belah tangannya
"Bukan kami tidak mau mencarikannya. Pak Sebab kami sedang me."
"Ton Jaga mulutmu!" Ombing membentak. Tonde terkejut. Ia hampir saja membongkar rahasia. Untunglah Ombing sempat mencegah. sehingga Tonde tidak sempat menceritakan tentang surat penculikan itu kepada Pak Lumbing
"Rupanya kalian berahasia kepadaku ya?" tanya Pak Lumbing seraya tertawa.
"Sekarang tinggal pilih Kalian boleh masuk ke dalam hotel. asalkan tidak berahasia-rahasiaan padaku."
"Kalau kami tidak bersedia, bagaimana?" tanya Tonde menyela.
"Kalian harus meninggalkan tempat ini."
"Pak Tua kejam' sungut Ombing
"Itu menurut penilaian kalian, karena kalian merasa dirugikan Tapisayapun mempunyai risiko bila membiarkan kalian berkeliaran disini. Pak Haji akan marah besar," ujar Pak Lumbing seraya tersenyum penuh kemenangan
"Ah, Pak Tua memang cerdik Untuk memaksa kita, ia menggunakan kekuasaannya, kata Ombing kepada kedua orang temannya. Ketiga anak itu bersungut-sungut Pak Lumbing memperhatikan mereka sambil terkekeh. Kalau tidak diakali tentu ketiga anak itu tetap keras kepala Tonde, Ombing, dan Boboi, berunding Terpaksa, mereka memutuskan untuk menceritakan rencana mereka kepada Pak Lumbing .Dan mereka pun merasa Pak Lumbing patut dipercaya
"Surat ini bukti kebenaran pendapat kami," ujar
Ombing seraya menyerahkan surat penculik itu
kepada Pak Lumbing setelah ia menceritakan Semuanya.
Pak Lumbing menerima amplop itu. Lalu membuka dan membaca isinya.
Ketiga anak itu memperhatikan wajah Pak Lumbing
"Dari mana kalian memperolehnya?" Pak Lumbing bertanya dengan sikap menyelidik. setelah mengembalikan surat itu kepada Ombing
"Kamitemukan dispeed boat merah Ike, sahut Tonde
"Tidak mungkin Pak Bing tidak percaya surat ini kalian temukan di sana." Pak Lumbing protes. Ia tampak gugup sekali
"Kenyataannya begitu, Pak" sengat Bobo. dengan suara bernada tinggi.
"Jangan main-main! Sama saja kalian menuduh aku yang meletakkan surat itu disana!" sengat Pak Lumbing
"Maksud kami bukan begitu, Pak," kata Ombing
"Lalu apa maksud kalian?"
Ketiga anak itu menjadi bingung Mereka tidak mengerti mengapa sikap Pak Lumbing tidak ramah lagi
"Ada apa ribut-ribut, Pak?" tiba-tiba seseorang bertanya dari balik jendela sebelah kanan.
"Ah tidak apa-apa. Biasa, anak-anak memang suka bikin ulah. Masa beruang dilepas di tempat umum" ujar Pak Lumbing tergagap-gagap .la tampak gugup sekali berbi
cara dengan orang yang ada di balik jendela itu.
Tonde dan Boboi serempak menoleh ke arah jendela itu. Ternyata orang yang berada di balik jendela itu adalah Darwis.
"Kalau tidak salah dengar, tadi kalian meributkan sebuah surat dan menyebut-nyebut tentang penculikan Maaf. Saya tidak sengaja mendengar kannya Tadi saya sedang asyik membaca novel tapi suara kalian sangat berisik .Terus terang, saya merasa terganggu" ucap Darwis dengan wajah masam. Tampaknya ia menyesali keributan itu.
"Maaf. Kak! Kami tidak bermaksud mengganggu," ujar Ombing dengan perasaan menyesal.
"Tapi benar kalian meributkan tentang sebuah surat?" tanya Darwis,
"Kami memang menemukan surat dari penculik
Ikel' cetus Tonde. "Apa" Surat dari penculik Ike?" Darwis terkejut
Ia segera melompat dari jendela itu. Ia mendekati Pak Lumbing seraya berkata,
"Benar, Pak Lumbing?"
"Ya, benar. Tapi cara Anda melompati jendela itu yang tidak benar," ujar Pak Lumbing tak Senang. Tonde pun tidak senang dengan gaya pemuda itu.
"Maaf, saya tidak bisa mengendalikan luapan kegembiraan," kata Darwis seraya tersenyum.
'Lho, kok malah gembira?" cetus Boboi, 'Ng. maksud saya begini, saya sudah menyangka anak itu mati tenggelam. Ternyata Ike
hanya diculik Berarti dia masih hidup," kata Darwis agak tersendat
"Tapi anak itu tetap dalam bahaya" sengat Ombing
"Saya mengerti Tapi sembilan puluh persen masih ada harapan untuk membebaskan anak itu. Saya ingin tahu bagaimana isi surat itu. Boleh saya baca?" kata Darwis dengan ramahnya
"Anda terlalu ikut campur dalam urusan ini." sungut Pak Lumbing
"Maksud Bapak?" sahut Darwis dengan sikap menantang
"Anda tidak perlu mengetahui isi surat itu Karena yang berkepentingan dengan surat ini adalah Pak Astor" kata Pak Lumbing dengan menampilkan wajah tak sedap. Darwis tertawa pendek. Ia menertawakan sikap Pak Lumbing itu.
"Dalam hal ini saya memang orang luar. Tak beda dengan Pak Lumbing sendiri. Tapi saya rasa Pak Astor lebih percaya terhadap saya, karena beliau meminta bantuan saya untuk mencarikan putrinya yang hilang. Dan tanda kepercayaan itu dibuktikan dengan menyerahkan speed boat itu kepada saya," ujarnya seraya menatap tajam Pak Lumbing. Pak Lumbing mendengus. Ia berpaling ke arah lain. Kebenciannya terhadap pemuda itu tak disembunyikannya.
"Kalau Kak Darwis ingin mengetahuiisi surat ini, baca saja. Kak Darwis bisa langsung menyampaikannya kepada Pak Astor," ujar Ombing seraya menyodorkan amplop itu. Dengan cara itu, ia berharap bisa meredakan ketegangan antara Pak Lumbing dengan Darwis.
"Kalian percaya padaku"' tanya Darwis dengan senyum terkembang. Surat itu belum diambilnya.
"Jangan karena terpaksa, lho!"
"Baca saja, Kak' Boboi menyahut
"Kami tidak merasa dipaksa, kok"
"Terima kasih atas kepercayaan ini. Kalian memang sahabatku" Darwis menerima amplop itu. Lalu membacanya dengan serius. Ombing dan Boboi hampir tak berani melihat wajah Pak Lumbing. Mereka pura-pura tak tahu kalau Pak Lumbing menatap tajam kearah mereka. Agaknya orang tua itu tidak senang dengan tindakan anak-anak itu. Darwisselesai membaca surat itu. Surat itu dilipat kembali dan di masukkan ke dalam amplopnya lagi
"Dimana surat ini kalian temukan?" ia bertanya dengan sikap menyelidik.
"Di speed boat merah itu!" sahut Tonde.
"Di speed boat" Ah, rasanya tidak mungkin. Padahal speed boat itu kupakai sampai pukul sebelas siang Aneh, tentu orang yang meletakkan surat ini sudah mengenal keadaan disini, gumam Darwis seraya melirik ke arah Pak Lumbing.
Ucapan Darwis amat mengejutkan ketiga anak itu.
"Maksud Kak Darwis?" tanya Ombing
"Aku mencurigai seseorang .Tentu p
elaku penculikan ini adalah orang dalam sendiri. Mustahil ia berani menaruh surat ini pada siang hari," ujar Darwis tanpa mengalihkan pandangannya dari Pak Lumbing. Ucapan itu lebih mengejutkan lagi. Ketiga anak itu pun ikut-ikutan memandangi Pak Lumbing. Pak Lumbing mendengus. Ia balas menatap Darwis dengan wajah merah padam.
Bayang Bayang Kematian 2 Kembalinya Sang Raja The Return Of The King The Lord Of The Rings Buku Tiga Karya J.r Tolkien Dendam Empu Bharada 2

Cari Blog Ini