Ceritasilat Novel Online

Sumpit Beracun 2

Kibot 01 Sumpit Beracun Bagian 2


"Anda meracuni anak-anak ini dengan dugaan yang buruk" sengatnya seraya menuding Darwis. Setelah berkata begitu ia lalu bergegas pergi Darwis tidak berusaha mencegahnya. Begitu pula dengan ketiga anak itu.
"Aku jadi curiga dengan sikap Pak Tua itu," cetus Ombing.
"Jangan-jangan Pak Bing. ah, aku tidak berani mengatakannya, desah Boboi.
"Kita memang tidak boleh menuduh Pak Lumbing terlibat dalam penculikan itu sebelum ada bukti yang kuat. Tapi kita harus waspada terhadap orang tua itu," kata Darwis.
"Sebaiknya kita sama-sama menyerahkan surat ini kepada Pak Astor."
"Wah, maaf saja. Bukan kami tidak bersedia datang kerumah Pak Astor .Kami masih ada urusan lain. Sebaiknya Kak Darwis sendiri saja yang menyerahkan surat itu," sela Tonde.
"Kami akan meneruskan penyelidikan di muara, Boboi menimpali.
"Ah kalian seperti detektif saja" ujar Darwis
"Jangan bertindak terlalu jauh. Ini bukan urusan kalian, dan bahayanya pun sangat besar Serahkan saja kepada polisi. Biar mereka yang menangaminya."
"Terima kasih. Nasihat Kak Darwis sungguh berharga Tapi kami tetap akan meneruskan penyelidikan itu sesuai dengan rencana kami semula sahut Ombing dengan sikap gagah.
Darwis temenung mendengarjawaban Ombing Ia mengawasianak-anak itu. Terutama Tonde yang menggenggam sumpitnya. Dan Kaisar pun tak luput dari pandangan pemuda itu. Sumpit dan beruang itu merupakan kekuatan yang ampuh.
"Keberanian kalian patut dikagumi Saya salut dan menyatakan bergabung Kita pergi naik speed boat saja Bagaimana?" katanya
"Boleh saja. Asal Kak Darwis tidak merepotkan kami Iya nggak Bing?" sahut Boboi .Ombing mengangguk setuju
"Merepotkan" Misalnya, apa?" tanya Darwis agak heran
"Pokoknya segala keputusan kami yang menentukan, sahut Boboi.
"Boleh boleh saja," ucap Darwis.
"Lalu bagaimana dengan surat itu"' tanya Tonde
"Pokoknya aku tidak mau ikut ke rumah Pak Astor .Aku segan menghadapi orang yang sadis itu."
"Saya yang akan menyerahkan surat ini. Tapi saya minta salah seorang di antara kalian ikut .
Kalau tidak bagaimana Pak Astor akan mempercayai saya" Salah-salah saya dituduh hanya mengada-ada saja. Darwis mencoba memberi pengertian kepada ketiga anak itu 'Oke Aku yang akan ikuti sahut Boboi tanpa keraguan.
"Aku juga ikut" ujar Ombing pula. Tonde terbengong bengong dengan keputusan kedua temannya. Ia menggerutu.
"Kalian tidak setia kawan!" sengatnya .Akhirnya Tonde pun bersedia mengikuti Darwis .Tapi anak itu tetap tidak mau masuk ke dalam rumah Pak Astor. Ia hanya menunggu bersama Kaisar tak jauh dari rumah Pak Astor.
Boboi boleh bergembira. Ia tidak perlu bersusah payah mengayuh pendayungnya Kini ia bersama
Ombing dan Tonde berada di atas speed boat
merah yang dikemudikan oleh Darwis Jukung pun
meluncur tanpa awak di belakangnya. Mengikuti
tarikan speed boat yang terkadang melonjak lonjak.
"Kalau begini kita seperti sedang tamasya!" Tonde berteriak agar suaranya bisa menandingi kebisingan suara mesin speed boat. Ia duduk di depan mendampingi Tonde.
"Mau kamu kan begitu, Ton' sela Boboi. Ia menggamit bahu Ombing lalu menuding Tonde.
"Aku tahu tempat yang menarik," kata Darwis.
"Di sana kalian bisa melihat aneka ragam ikan kerang dan tumbuh-tumbuhan laut yang berwarna-wami. Jika kalian ingin ke sana, aku bersedia mengantarkan kalia
n ke tempat itu Kalian pasti tidak kecewa"
"Di mana, Kak"' tanya Tonde. Dia berminat sekali dengan tawaran Darwis.
"Wah, itu rahasia" ujar pemuda itu. "Bukan apa-apa, karena tempat itu ditemukan oleh teman Kak Darwis yang mempunyai hobi menyelam. Tentunya kami tidak mau tempat itu dicemari oleh orang-orang yang tidak bisa menjaga kelestarian alam. Yang sering datang ke sana hanyalah kalangan penyelam saja. Bagaimana" Apa kalian tidak berminat berkunjung ke sana?"
"Minat sih ada, tapi keputusan ditentukan oleh mereka yang duduk di belakang," ujar Tonde tanpa menengok lagi. Ibu jarinya saja yang menunjuk ke belakang
"Kurasa Ombing dan Boboi tidak keberatan Iya kan, Bing" tanya Darwis kepada Ombing Seolah dia merasa yakin, ajakannya akan diterima oleh Ombing dan Boboi.
"Boleh saja kalau urusan kita sudah beres," sahut Ombing singkat
"Sebaiknya memang begitu," Boboi menimpali
"Setelah penyelidikan kita berhasil, kita bisa bersenang-senang sepuas hati."
"Kalau begitu, ya tidak apa-apa. Kapan-kapan pun boleh," gumam Darwis. la kecewa karena tawaran itu ditolak oleh Ombing dan Boboi.
Tonde lebih kecewa lagi. Wajahnya bagai ditekuk-tekuk mendengar keputusan kedua temannya. Ia betul-betul keki
"Hei Kita sudah terlalu jauh!" Tiba-tiba Boboi berteriak. Ia sampai terlonjak dari tempat duduknya
setelah melihat tempat yang sedang dilalui speed boat itu.
"Oh!" desah Darwis. Alisnya terangkat dan mulutnya terbuka lebar karena kagetnya.
"Bagaimana bisa sampai ke sini?" Serempak mereka memandang ke belakang. Ternyata muara yang akan mereka datangi jauh di belakang.
"Putar haluan, Kak. Kita kembali ke selatan lagi!" ujar Boboi Suaranya bernada memerintah
"Huh.. Gara-gara melayani omongan Tonde kita kehilangan waktu" gerutu Ombing kesal. Darwis memutar haluan speed boat itu. Speed boat meluncur lagi ke muara dari arah utara. Baru berjalan seratus meter lebih, suara mesin speed boat terbatuk-batuk. Jalannya pun tersendatsendat. Sekejap kemudian mesin itu tak berbunyi sama sekali.
"Ada-ada saja!" Darwis menggerutu. Ia lalu beranjak, dan berjalan ke mesin speed boat.
"Kenapa, Boi?" tanya Ombing. Boboi memberi tanda dengan menyayatkan lehemya dengan sisi telapak tangannya.
"Mesinnya mati," katanya.
"Aku tahu mesinnya mati. Tapiapa sebabnya?" kata Ombing sengit.
"Bahan bakarnya habis sahut Darwis singkat.
Darwis mengambil jerigen bensin yang terletak di samping mesin. Lalu memeriksanya.
"Kita tidak punya cadangan bahan bakar sama sekali," kata Darwis seraya menunggingkan jerigen bensin itu.
Tonde memandangi mulut jerigen yang tak mengeluarkan setetes bensin pun. Jergen bensin itu benar-benar kosong
"Jadi kita tidak bisa pulang lagi" tanya Tonde dengan melotot
"Pulang sih bisa, tapi hari ini penyelidikan kita bisa gagal total," sahut Darwis.
"Diteruskan pun percuma kalau hari sudah gelap."
Ombing dan Boboi saling berpandangan. Kedua anak itu sangat terpukul mendengar ucapan Darwis. Mereka menyesal telah menerima bantuan pemuda itu. Padahal dengan jukung pun mereka sanggup mencapai muara itu.
"Aku heran, padahal pagi tadi jerigen ini penuh bensin. Aku sungguh tak mengerti!" Darwis bergumam 'Jangan-jangan ada orang yang sengaja mengosongkan jerigen ini!"
"Maksud Kak Darwis ada orang yang melakukan sabotase, begitu?" Ombing bertanya dengan dada berdebar.
"Aku tidak berani mengatakannya begitu.
Kejadian ini seolah merupakan rentetan d
ari surat yang kalian temukan. Aku makin mencurigai Pak
Lumbing". Ombing terperanjat mendengannya. Sekilas ia teringat akan Pak Lumbing. Orang tua itu tampak gugup sekali ketika membaca surat penculik itu. Memang beralasan sekali. Dari sikapnya saja Pak Tua itu patut dicurigai. Tapi mengapa Pak Tua itu ketakutan" Atau memang ia seorang aktor ulung yang bisa bersandiwara di depan orang banyak" Pak Lumbing memang penuh misteri. Dia hidup tanpa anak dan istri .Bahkan sanak saudara pun ia tak punya. Mungkinkah ia berkomplot dengan para penculik itu" Pikir Ombing dengan kepala pusing Tapi jika benar Pak Lumbing terlibat, Ombing akan mencari bukti tentang keterlibatannya. Tapi di mana" Semuanya masih serba gelap untuk dipecahkan
"Lalu sekarang kita akan melakukan apa?" tanya Ombing seraya menatap Darwis.
"Hanya ada dua pilihan," ujar Darwis. "Mencari bensin di kampung yang terdekat, atau menunggu pertolongan dari para nelayan yang akan lewat. Cuma itu kemungkinan kita untuk bisa pulang Ombing menghela napas panjang
"Bagaimana keputusanmu, Boi"' tanyanya kepada Boboi.
"Kita tidak mungkin mengharapkan bantuan dari nelayan. Langkah yang paling jitu adalah membeli bensin. Aku tahu tempatnya. Biar aku saja yang membeli bensin. Kalian tetap meneruskan penyelidikan ini ke darat Daerah ini pun patut kita curigai. Siapa tahu penculik itu malah bersarang di sini!" ujar Boboi. Ia tidak rela jika kedua temannya
menganggur saja di darat. Sementara ia bersusah payah mengayuh jukungnya untuk mencari bensin di kampung nelayan yang terdekat.
Boboi meloncat ke jukungnya, setelah menerima uang bensin dari Darwis.
"Tapi kamu harus menarik speed boat ini ke darat dulu, Boi.. Bisa-bisa kami hanyut ketengah' kata Darwis sambil menyerahkan jangkar.
Boboi mengikuti permintaan Darwis tanpa banyak bicara Jangkar itu dikaitkan di ujung jukungnya. Sedangkan ujung talijangkar itu terikat di moncong speed boat. Pekerjaan menarik speed boat, bukanlah hal yang ringan Ombing dan Tonde membantu mendayung jukung. Sedangkan Darwis dan Kaisar tetap berada di atas speedboat.
"Maaf, Kak Sumpit itu jangan dibuat mainmain," tegur Tonde melihat Darwis mencoba meniup-niup sumpitnya Tonde paling tidak suka jika sumpitnya ada yang memakai .Dalam hal itu ia pelit sekali. Apalagi terhadap orang yang mulutnya berbau Melihat gigi pemuda itu yang agak hitam. Tonde yakin kalau mulut itu baunya tak sedap.
"Siapa yang bermain-main" Nih, saksikan caraku menyumpit!"
Darwis memasukkan sebatang peluru ke dalam lubang sumpit .Kedua pipinya menggelembung
ketika ia siap menembak dengan sumpit itu.
"Jangan!" seru Tonde. Ia terkejut melihat laras sumpit itu tertuju kepadanya. Lebih terkejut lagi tatkala melihat cara Darwis menggunakan sumpititu. Persis seperti cara para menyumpit mahir menembakkan peluru sumpit Blup. Darwis menembakkan peluru sumpit itu. Tuk Peluru sumpit itu mengenai batang pendayung yang sedang digenggam Tonde. Tonde merasakan getaran peluru sumpit itu sewaktu menghantam pendayungnya.
"Kaulihat, kan, hasil tembakkanku" Mungkin lebih jitu dari pada tembakanmu," ujar Darwis membanggakan hasil bidikannya. 'Apa kata Kak Darwis, deh! Yang jelas cukup sekali saja menggunakan sumpit saya itu," kata Tonde tak senang .Setelah speedboat mencapai darat, maka Boboi cepat-cepat mengayuh jukungnya ke arah utara .Sedangkan Ombing dan Kaisar sudah berlari ke pantai.
"Dari siapa Kak Darwis belajar menyumpit?" tanya Tonde yang masih penasaran.
"Saya tidak percaya kalau Kak Darwis bisa menyumpit tanpa seorang guru."
  "Rupanya kau tertarik, he!" Darwis tertawa.
"Kau pernah mendengar nama kampung Manggalau?"
"Ya. Di kampung itu banyak penyumpit mahir."
"Di sanalah aku belajar ketika aku bekerja di perusahaan Pak Astor."
"Pantas Kak Darwis mahir menggunakan sumpit. Kak Darwis beruntung sekali. Tak ada orang luar yang boleh menggunakan sumpit selain orang Dayak," kata Tonde.
Darwis pergi entah ke mana Tonde pun tak peduli lagi dengan pemuda itu. Ia bergegas menyusul Ombing dan Kaisar yang asyik bercengkerama. Berlomba lari sepanjang pantai .Terkadang berguling-guling di atas pasir.
Darwis muncul, setelah sekian lama menghilang
"Dari mana saja, Kak"' tanya Ombing berbasabasi.
Darwis menepuk-nepuk perutnya sambil meringis-ringis.
"Oh," desah Ombing. Ia menyesal Kalau tahu pemuda itu habis bertelur tak sudi ia menyapanya.
Dengan menampilkan wajah cemberut, Ombing berbalik pergi.
Ombing mencari beruangnya. Tadi ia melihat Kaisar berjalan ketempat yang dituju oleh Darwis Apa Kaisar mau buang hajat pula" Pikir Ombing. Ia pun lalu ke sana.
Ombing menjelajahi jalan setapak yang entah tembus sampai ke mana. Jalan itu tak pantas di sebut jalan. Banyak belukar lebat di situ Agaknya jalan itu sudah terlalu lama tidak pernah dilalui Orang.
"Kaisar Kaisar Suit!" panggil Ombing berulang-ulang.
Tiba-tiba, dua tiga langkah di depan Ombing terdengar dedaunan bergesekan Ombing hampir terpekik Ternyata dari balik belukar itu muncul moncong Kaisar.
'Aduh, Kaisar Kau bikin aku kesal saja Ayo lekas kembalil Sekali lagi kau menyusahkan .aku tak segan-segan memukulmu!" Ombing mengomel panjang lebar. Ia tidak peduli beruang itu memahami ucapannya atau tidak. Tapi dengan begitu ia bisa melampiaskan kekesalan hatinya. Kaisar pun tidakpeduli dengan omelan Ombing. Ia menyurukkan kepalanya ke kaki Ombing .Ombing lagi segan bercanda. Ia tidak senang melihat tingkah Kaisar. Ia hampir menjitak kepala Kaisar, namun melihat Kaisar sedang menggigit sebuah benda, tak urung ia pun terkejut
"Benda apa yang kaubawa itu" Sini berikan padaku!" ujar Ombing seraya mengambil benda yang berwarna kekuning-kuningan dari mulut Kaisar. Ombing meneliti sejenak .Ternyata benda itu adalah pipa rokok terbuat dari gading
"Pipa begini, kaupungut Buat apa he?" Ombing bergumam. Pipa itu ditimang-timang Ombing .Semula benda itu hampir dilemparkannya.. Tapirasanya ia pernah melihat pipa itu.
"Ah ini pipa cangklong milik Pak Tua!" teriaknya setelah mengingat-ingat
"Yuk, kita kembali." Tanpa menengok ke belakang lagi, Ombing sudah berlari meninggalkan Kaisar. Terpaksa Kaisar mengikuti tuannya. Ombing berlari dengan napas hampir putus. Penemuan pipa cangklong milik Pak Lumbing itu membuat kegembiraannya
meledak-ledak. Apalagi setelah melihat disisi speed boat tertambat jukung Boboi. Ia pun bisa menduga kalau Boboi sudah kembali dari membeli bensin
"Hoi Lihat, aku menemukan petunjuk!" Ombing berteriak-teriak dari jarak jauh. Ia hampir tak bisa mengendalikan dirinya lagi. Ombing sudah megap-megap. Ia tidak kuat lagi mengayuhkan kakinya. Akhirnya anak kurus itu duduk saja di atas pasir. Sementara itu, Boboi dan Tonde sedang mengawasi Darwis menuangkan bensin ke dalam tangki speed boat. Mendengar teriakan Ombing, kedua anak itu memalingkan wajah mereka. "Ayo kita lihat, Boi. Barangkali ia digigit ular," ujar Tonde. 'Paling-paling digigit Kaisar gumam Boboi tak acuh. la kembali mengawasi Darwis yang sibuk bekerja. Tonde berlari mendatangi O
mbing yang kehabisan napas. Saat itu Kaisar muncul dari dalam belukar.
"Aku punya penemuan menarik," ucap Ombing dengan sikap malas. "Nih, kaulihat sendiri." Ombing melemparkan pipa cangklong penemuannya. Tonde memungut benda itu dan menelitinya sejenak. Ombing tak acuh. Ia asyik mengusap-usap kepala Kaisar. Itu ucapan terima kasihnya kepada beruang kesayangannya.
"Kaudapat dari mana, Bing?" "Bukan aku, Kaisar yang menemukannya.?"Buat aku, ya" Kakekku pasti senang kalau kuhadiahi benda ini" Ombing terlonjak. Matanya melotot
"Kau tahu apa itu, kan?"
"Tahu Pipa cangklong untuk merokok"
"Bego Buka lebar-lebar matamu. Pipa itu milik siapa" Tunjukkan pada Boboi kalau kamu belum mengerti!" hardik Ombing. Tonde terbengong dihardik begitu .la heran, barangkali Ombing dirasuki setan laut. Pikirnya Tapi ia penasaran. Dengan pipa di tangannya, ia bergegas mendatangi Boboi.
"Pipa ini jelas milik Pak Lumbing' desis Boboi sewaktu menerima pipa itu dari Tonde. Tonde terhenyak mendengarnya
"Pantas Ombing bilang aku bego, karena aku tidak tanggap." gumamnya dalam hati
"Kau yakin, Boi?" Darwis bertanya tak percaya
"Ya, saya yakin sekali Saya pemah lihat Pak Lumbing menggosok-gosok pipa ini Tadi pun Pak Lumbing bilang pipanya hilang Bahkan ia menyuruh kami mencarikannya."
"Kalau begitu, kecurigaan Kak Darwis beralasan sekali. Sebaiknya sekarang kita segera pulang .Kita tunjukkan pipa ini kepada Pak Lumbing Kita bisa melihat bagaimana sikap orangtua itu," ujar Tonde bersemangat.
"Kita sudah mendapatkan suatu petunjuk. kenapa mesti pulang?" sela Darwis seraya memperhatikan wajah Tonde dan Boboi
"Pak Lumbing pasti pernah ketempatini. Tentunya tidak
untuk keluyuran mencari angin. Kenapa kita tidak melacaknya" Barangkali ada bukti lain yang bisa membuka tabir penculikan Ike. Jika Pak Lumbing benar-benar terlibat, tentu Ike disekap di sekitar daerah ini."
"Betul juga pendapat Kak Darwis. Kenapa hal itu tak terpikir dalam benakku?" seru Boboi. Ia lalu berlari mendatangi Ombing.
Ombing mulai bisa berjalan lagi. Tertatih-tatih, ia menyongsong Boboi,
"Ayo, Bing Kita ketempat pipa itu ditemukan." ajak Boboi seraya hendak menarik tangan Ombing.
"Untuk apa kesana lagi"' tanya Ombing sambil menepiskan tangan Boboi.
"Mencari Ike. Kini giliranmu bertindak sebagai penunjuk jalannya" kata Boboi yang tak sabar melihat sikap Ombing.
"Mak. maksudmu, si Betina Kecil itu disekap di sini?" Ombing tergagap-gagap. Ia heran, dan tak perCaya.
"Jika pikiranmu saat ini sedang jernih, tentu kau
bisa meraba kenapa pipa Pak Lumbing ditemukan di tempat ini" kata Boboi.
Ombing berpikir. Dahinya sampai berkerutkerut. Ia mencoba memahami ucapan Boboi.
"Ah, bodohnya aku," Ombing memukul kepalanya sendiri.
"Coba hal itu terpikir sejak tadi, wah.
Aku bisa menemukan anak itu walaupun hanya bersama Kaisar?"Ala, jangan banyak omong dulu .Sekarang saja kita belum tahu di mana anak itu disekap," ujar Boboi seraya hendak melangkah pergi.
"Sabar, Boii Kita tunggu Kak Darwis dan Tonde dulu. Lebih baik kita tidak bergerak sendirisendiri," kata Ombing mencegah.
Boboi menurut. Ia menunggu Darwis dan Tonde dengan perasaan gelisah.
Semuanya telah berkumpul Kecuali Kaisar yang terus berjalan hilir mudik Beruang itu seperti tak pernah lelah saja.
Pelacakan itu mulai dilakukan. Pertama-tana mereka menyusuri jalan setapak yang lebat ditumbuhi belukar. Terus ke dalam menjauhi pantai .Bahkan sampai tak terdengar lagi suara ombak. Keadaan pun semakin sunyi saja.
"Di sini aku bertemu dengan Kaisar, Ombing berbisik kepada Tonde
"Jalan terus," bisik Tonde pula. Ia menggenggam sumpitnya erat-erat. Telapak tangannya mulai
basah oleh keringat. Ombing berjalan merunduk-runduk. Ia merasa yakin tempat ini sudah dekat dengan sarang penculik .Maka ia makin merapatkan badannya ke tubuh Kaisar. Anak itu seperti tak mau terpisahkan dengan beruangnya. Ombing makin tegang saja. Namun ia siap memberi aba-aba kepada Kaisar jika terjadi serangan mendadak dari pihak penculik.
Tiba-tiba, secara tak terduga, Kaisar menyeruak ke depan. Tonde melompat ke samping karena
terkejut. Namun anak itu sudah siap siaga dengan Sumpitnya. Ombing dan Boboi berpencar. Sedangkan Darwis tegak di tempatnya. Pemuda itu seolah menanti datangnya serangan.
"Kaisar panggil Ombing pelan seraya bersiul dua kali. la tegang sekali memikirkan keselamatan Kaisar. Terdengar Kaisar menggeram. Sesaat kemudian beruang itu muncul kembali. Kali ini Kaisar juga membawa sebuah benda temuan. Agaknya sejak semula Kaisar sudah tahu letak benda itu. Hanya saja beruang itu tidak bisa membawa dua benda sekaligus. Ombing berjongkok di depan Kaisar. Benda itu diambilnya, lalu diamatinya. Sebuah kaca mata merah dengan bentuk seperti mata kelelawar
"Kalau tidak salah, kaca mata ini milik si Betina Kecil" desis Ombing. Darwis datang mendekat. Ia berjongkok pula di sebelah Ombing
"Jika betul kaca mata itu kepunyaan Ike, kita sudah menemukan satu bukti lagi. Coba kulihat," ujar Darwis seraya merebut kaca mata yang ditemukan Kaisar. Darwis baru saja akan meneliti kaca mata itu, namun tanpa diduganya tiba-tiba Kaisar menerkam tangannya.
"Beruang gila. Lepaskan tanganku" pekik Darwis seraya memukulkan sebelah tangannya yang bebas ke tubuh Kaisar.Ombing terkesiap la tak menduga kenapa. tiba-tiba Kaisar menjadi beringas.
"Pergi, Kaisar teriak Ombing seraya mengibaskan tangannya. Kaisar berlari ke belakang Tonde. Mata beruang itu menatap tajam ke arah Darwis. Kecelakaan kecil itu terjadi secara mengejutkan Siapa menduga Kaisar akan menyerang Darwis" Adegan itu berjalan amat tiba-tiba
"Kubunuh binatang itu" maki Darwis dengan sikap beringas pula .Matanya berkilat-kilat penuh amarah.
"Kak Darwis tidak pantas mengucapkan itu" sembur Ombing yang menjadi berang mendengar ancaman Darwis.
"Tidak pantas apanya" Binatang itu telah menggigit tanganku Masih kaubela" Lihat ini akibat kebuasannya!" dengus Darwis seraya menyodorkan tangan kanannya yang terluka
"Itu karena salah Kak Darwis sendiri Kaisar mengira Kak Darwis mengambil kaca mata itu secara paksa. Seharusnya jangan asal comot saja. Kaisar menduga Kakak akan merampas benda yang ditemukannya. Ia tidak suka pada orang yang berbuat kasar terhadap tuannya," kata Ombing dengan penuh kemarahan.
"Tapi aku tetap tidak terima diperlakukan begitu!" geram Darwis.
"Oh, begitu," ujar Ombing dengan bibir mencibir,
"Lalu Kak Darwis siap bertarung lawan
Kaisar" Jika mau mencoba, silakan!"
Darwis mendengus. itu merupakan tantangan baginya. Namun Darwis tak berani menerima tantangan itu. Ia bisa mengukur kekuatan yang tersimpan di dalam kegempalan tubuh Kaisar .Jika ia berbuat nekat, tubuhnya sendiri bisa habis tercabik-cabik oleh kuku dan taring beruang itu. Akhirnya Darwis hanya
sanggup mencaci maki beruang itu dengan kata-kata yang kasar .la puas bisa melampiaskan kemarahannya, walaupun hanya lewat kata-kata
"Lupakanlah kejadian ini, gumamnya sambil meringis. Ia mendekap pergelangan tangannya yang berlumuran darah.
"Maaf, aku telah berlaku kasar. Kupikir semua salahku. Aku terlalu ceroboh, sehingga mengundang kesalahpahaman saja."
"Saya pun menyesali kejadian ini, sahut Ombing khidmat .Mari saya bersihkan luka itu
"Tidak usah! Aku bisa mengurusnya. Sebaiknya kalian meneruskan pencarian Ike Aku menunggu di speed boat sambil mengobati luka ini," ujar Darwis seraya tersenyum.
"Sebaiknya memang begitu.' Boboi berkata setelah lama berdiam diri
"Saya lihat ada kotak obat dispeedboat Ike .Mudah-mudahan saja masih ada persediaan obat dan perban di situ."
'Jika terjadi apa-apa, segeralah kalian menghubungi aku. Yuk" ujar Darwis seraya berjalan ke arah pantai
Darwis menghilang di balik belukar. Entah apa yang tersimpan di dada pemuda itu. Namun
Ombing berharap, pemuda itu tidak membenci Kaisar. Kini anak-anak itu mulai mengatur rencana baru.
"Daerah ini sangat luas, kata Boboi setelah memandang sekeliling tempatnya berdiri
"Waktu kita tidak cukup banyak untuk menjelajahi daerah seluas ini. Jika hari keburu gelap, kita tidak bisa berbuat banyak. Sebaiknya kita berpencar saja .Aku dan Tonde akan menyelidiki tempat-tempat yang berbukit. Kau dan Kaisar bisa mengawasi tempat-tempat disekitar sini. Bagaimana menurut mu. Bing?"
"Jadi tugas kita harini hanya menyelidiki tempat persembunyian para penculik saja" Boleh juga kurasa langkah paling baik memang begitu, sahut Ombing setelah berpikir panjang
"Tapi apa tidak lebih baik kita tetap bersamasama" Kalau terpencar-pencar kekuatan kita akan rapuh. Kita bisa dengan mudah diringkus oleh para penculik itu protes Tonde yang tidak sependapat dengan Boboi
"Makanya kita tidak boleh bertindak gegabah, Ton! Yang kita hadapi adalah orang-orang yang sudah sering menggunakan kekerasan. Kalau kita tidak cerdik, bisa bisa kita pulang nama saja. Dalam penyelidikan ini kita berlagak seperti sedang melancong .Berusahalah bersikap wajar tanpa menimbulkan kecurigaan pada siapa pun Kau membawa sumpit, pura-pura saja hendak mencari tupai, burung atau apa sajalah!" kata Ombing memberi saran kepada Tonde.
"Kamu mengerti kan, Ton"' Boboi menimpali
"Bagaimanapun kita harus memikirkan keselamatan diri sendiri Yuk, kita pergi!"
"Kami duluan, Bing!" sahut Tonde seraya mengikuti langkah Boboi yang sudah berjalan lebih dulu
"Kutunggu hasil kerja kalian! Dan jangan lupa, sebelum matahari tenggelam kita sudah berkumpul lagi di speed boat pesan Ombing kepada kedua temannya yang berjalan tergesa-gesa kearah timur. Berdua dengan Kaisar, Ombing menyusuri jalan setapak yang makin sulit dilalui. Jalan yang sedang mereka tempuh adalah cabang dari jalan yang tadi dipilih oleh Boboi dan Tonde. Jalan ini ketenggara Entah apa nama daerah ini. Seolah daerah tak bertuan. Pucuk-pucuk nyiur melambai-lamba tertiupangin Seakan meminta perhatian. Buahnya cukup subur, tapi tak ada yang mengurusnya.
"Perjalanan panjang yang melelahkan," keluh Ombing. Langkahnya semakin gontai. Ia merasakan keletihan yang sangat di betisnya. Ombing tidak tahu, jalan yang dilaluinya akan tembus sampai ke mana. Seperti juga ia tak tahu di mana persembunyian orang-orang yang sedang ia selidiki. Tak ada tempat-tempat yang patut dicurigai. Tak ada gubuk atau rumah yang bisa dikunjungi .Pencarian ini benar-benar memusingkan kepalanya
"Kita sudah sekian lama berjalan, tapi tak ada tanda-tanda yang menggembirakan Ombing berbicara pada Kaisar. Ia selalu merasa yakin beruang itu memahami kata-kata tertentu dengan bantuan isyarat tangan. Rasa letih semakin memuncak saja Ombing tak kuat l
agi menahannya. Ia lalu mengajak Kaisar melepas lelah dibawah pohon waru. Tapi baru saja ia menyandarkan punggungnya pada batang pohon waru, rasa mengantuk mulai datang Sia-sia
saja ia bertahan "Kaisar, aku ingin tidur sebentar Kau jangan
pergi ke mana-mana. Jaga aku di sini," kata Ombing seraya menyuruh Kaisar mendekatinya
"Jika hari hampir gelap kau boleh membangunkan aku."
Ombing benar-benar terlelap. Tarikan napasnya teratur. Ia merasa tentram bersama Kaisar di sampingnya.
Semburat warna keemasan memancar dari kaki langit di sebelah barat. Matahari yang tampak rendah itu pun perlahan-lahan makin tenggelam.
Menebarkan bayang-bayang senja ke permukaan laut.
Ombing, Kaisar, Tonde, dan Boboi, berkumpul lagi di atas speed boat, sesuai dengan perjanjian yang telah mereka tetapkan semula. Berhasil atau tidak mereka harus segera pulang.
Darwis memperhatikan ketiga anak itu. Melihat wajah mereka, ia merasa iba. Wajah-wajah suram yang penuh kecewa. Darwis bisa menduga,
anak-anak itu tak menemukan apa-apa.
"Kalian tak usah kecewa, kita sudah mempunyai dua bukti yang kuat," kata Darwis mencoba menghibur hati anak-anak itu.
"Tapi bukti itu tidak memberikan petunjuk yang pasti," cetus Ombing "Aku heran, mereka sanggup bertahan disini. Sedangkan nyamuk pun segan tinggal di daerah begini. Mau makan apa para penculik itu di sini?"
"Dugaanmu itu sangat keliru, Bing!' sela Tonde
"Jadi menurut kamu mereka menyekap si Betina Kecil di sini?" tanya Ombing tak percaya Tonde tersenyum penuh misteri Lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Mereka tidak bersembunyi di sini," katanya dengan suara berdesis
"Kami telah menyusuri jalan ke timur itu sampai ke ujungnya. Walaupun jaraknya sangat jauh, tapi dari sini bisa mencapai jalan raya. Tembusnya di dekat Sumur Panas , sekitar enam kilometer dari pinggiran kota. Jika dugaanku benar, maka pelaku penculikan Ike hanya dilakukan oleh orang yang sudah berpenga laman di bidang penculikan. Mereka bekerja sangat rapi .Sulit dilacak jejak mereka. Ringkasnya. kesimpulanku begini setelah Ike diculik, mereka menurunkannya di tempat kita ini. Sebab jika mereka lewat kota tentunya akan menarik perhatian orang, atau Ike bisa berteriak minta tolong Sedangkan lewat jalan ini, para penculik
bisa leluasa mencapai jalan raya. Mereka sudah menyiapkan sebuah kendaraan di jalan itu."
"Pantas aku pusing mencari-cari tempat persembunyian mereka Nggak tahunya di sini mereka cuma numpang lewat ha. ha. ha!" Ombing terbahak-bahak. Ia sedih, hari ini jerih payahnya terasa tidak sia-sia. Kali ini mereka terkecoh oleh kecerdikan para penculik. Ombing memang lucu, kalau sedang sedih malah tertawa-tawa Terkadang sudut matanya sampai berair.
"Bing, kamu tertawa atau menangis, sih?" Tonde bertanya dan menertawakan sikap Ombing.
"Dua-duanyal Sedih kan tidak harus ditangisi." ujar Ombing seraya menyapu sudut matanya dengan punggung tangan
"Aku kasihan pada si Betina Kecil .Usaha kita yang tulus ini ternyata menemukan jalan buntu."
"Tapi kita sudah mempunyai dua bukti tentang keterlibatan Pak Lumbing. Sebenarnya mudah saja untuk mengakhiri drama penculikan Ike, Kita bisa menyeret Pak Lumbing ke kantor polisi. Lalu urusan ini kita serahkan kepada polisi. Tapi bisakah polisi menjamin keselamatan Ike" Inilah susahnya. Walau pun Pak Lumbing sudah tertangkap, tapi komplotan Pak Lumbing masih bisa mengajukan tuntutannya. Tanpa Pak Lumbing mereka tetap menyandera Ike. Bahkan bisa pula menuntut agar Pak Lumbing dibebaskan," kata Darwis.
"Kalau begitu kita harus bertindak terhadap Pak Lumbing Atau kita mengawasi sampai Pak Lumbing dihubungi oleh komplotannya. Dan kita
bisa menyergap me reka," kata Boboi dengan semangat meletup-letup.
"Kalian harus ingat, hanya mengawasi Pak Lumbing saja. Sikap kalian harus tetap wajar terhadap orang tua itu. Seolah kalian tidak mencurigainya. Dan kalian tidak boleh menyinggung masalah bukti yang kita temukan di sini," ujar Darwis.
"Terus terang aku jadi curiga pada Kak Darwis. Jangan-jangan Kakak seorang reserse yang dikirim oleh Letnan Margan," ujar Ombing .Darwis tertawa-tawa.
"Atau salah seorang penculik itu!" katanya bergurau. la lalu menghidupkan mesin speed boat dan langsung menjalankan kendaraan air itu.
6. PAK TUA YANG MISTERIUS
Pak Lumbing melarikan diri .Itu berita besar malam ini. Anehnya, Pak Lumbing melarikan diri tanpa diketahui sebabnya. Penuh misteri. Jika ada penerbitan surat kabar di Kotabaru, mungkin malam ini Hotel Air Biru akan dipenuhi para wartawan. Tapi berita pelarian Pak Lumbing tidak sampai tersebar luas .Hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja. Dan berita itu sengaja diusahakan agar jangan sampai bocor.
"Aku heran, Pak Tua itu kok melarikan diri Padahal kita kan tidak akan menangkapnya." Ombing bergumam. Mulutnya penuh makanan. Suaranya terdengar tak jelas. Tonde, Ombing, Boboi, dan Kaisar, sedang beristirahat di tangga kayu yang menghadap ke laut. Mereka menikmati makanan yang dibeli Darwis.
"Aku yakin Pak Lumbing punya ilmu pemisah raga," kata Tonde begitu yakin
"Tanpa kita sadari Pak Lumbing hadir di dekat kita. Ia pasti ikut mendengarkan pembicaraan kita dengan Kak Darwis.
"Aku tidak percaya' bantah Boboi. Mulutnya menyemburkan makanan, dan matanya membesar
"Tapi jangan melotot" sungut Tonde
"Itu hakmu untuk tidak percaya, tapi aku pun berhak mengemukakan pendapatku. Di daerah kakekku. ilmu semacam itu bukan hal yang aneh. Hanya ilmu membuat kulitmu bule saja yag tidak ada."
"Kalau ilmu itu ada, aku bersedia mencobanya. Nggakapa-apa jadi orang bule," ejek Boboi Kedua tangannya yang berkulit hitam diperlihatkan kepada Tonde.
Tonde mendengus Tangan Boboi ditepis kannya
"Ini bukan hal sepele, Ton! Tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan ilmu gaib Pak Lumbing melarikan diri, tentu ada sebabnya Mungkin ia punya firasat yang kuat. Ia merasa kejahatannya akan terbongkar sebelum ia menikmati hasilnya Daripada ditangkap maka Pak Lumbing memutuskan untuk meloloskan dirisaja." kata Boboi seraya menepuk-nepuk pundak Tonde.
"Sekarang Pak Tua pasti bergabung dengan komplotannya Begitukan pendapatmu, Boi?" sela Ombing menerka pikiran Boboi,
"Ya memang begitu. Kau tahu saja, Bing" ujar Boboi penasaran.
"Tentu, dong! Aku kan menggunakan ilmu
penyerap pikiran seru Ombing seraya terbahakbahak.Boboi tertawa pula. Sedangkan Tonde menampilkan wajah masam. 'Sialan" sungutnya 'Kuteluh beneran, tahu rasa kalian' Tonde terus memaki-maki kedua temannya. Tapi anak Dayak itu tidak marah sungguhan. la tidak bisa menyalahkan Ombing dan Boboi yang tidak pernah bisa mempercayai ilmu gaib. Tiba-tiba, Letnan Margan sudah berdiri di atas tangga kayu itu. Suara batuknya mengejutkan ketiga anak itu, juga Kaisar yang asyik mengunyah sepotong roti
"Malam, Pak Letnan!" sapa Ombing tergagap gagap. Semula Ombing hampir tidak mengenali Letnan Margan. Karena polisi itu mengenakan jaket kulit berwarna hitam. Berkat bantuan cahaya lampu teras, Ombing bisa mengenali lelaki yang seperti tukang pukul itu adalah Letnan Margan.
"Hmm. kalian masih ada disini?" sahut Letnan Margan dengan suara besar. la menuruni anak tangga, lalu ikut duduk pula di anak tangga itu. Tonde, Boboi, dan Ombing, merasa kikuk duduk berjejer dengan Letnan Margan, walaupun sikap Letnan Margan begitu terbuka pada mereka. Ketiga anak itu saling menyodokkan sikut
"Hari sudah malam!" gumam Letn
an Margan. "Mestinya kalian sudah berada di rumah. Ini bukan tempat kalian melepas lelah."
"Apa pendapat Bapak tentang Pak Lumbing?" tanya Boboi tanpa mempedulikan teguran itu.
"Ah kalian selalu ingin tahu saja, desah Letnan Margan
"Bukan apa-apa Pak, kami tidak yakin Pak Tua itu menghilang begitu saja," ujar Ombing menim pali. Letnan Margan mendesah. Ia lalu bangkit, dan berdiri dengan tangan terlipat di depan dadanya. Kalian terlalu mencampuri urusan ini. Jangan mencari kesulitan, Dik. Apalagi berkhayal bisa membongkar kasus ini. Buanglah impian itu. Lebih baik kalian belajar di rumah, katanya tegas.
"Simpanlah pertanyaan kalian tadi. Aku tidak bersedia memberi komentar tentang Pak Lumbing."
"Karena Pak Letnan memang tidak tahu persis persoalannya," kata Ombing mengkritik polisi itu Letnan Margan tertawa terbahak-bahak. la merasa ditelanjangi oleh Ombing. Namun ia pun mengakui kehebatan anak kurus itu. Pikirannya seperti orang dewasa saja
"Tidak apa-apa kalau Pak Letnan tidak bersedia mengatakannya, gumam Ombing dengan sikap mengejek. Letnan Margan menarik napas panjang tiga kali Matanya menatap Ombing terus-menerus. Dalam hati ia mengagumi anak kurus itu. Dengan terburu-buru Letnan Margan menyulut sebatang rokok.
"Saya bersedia mengatakannya untuk memuas kan hati kalian dan menghargai jerih payah kalian, kata Letnan Margan diringi suara batuknya. Agaknya ia tersedak oleh asaprokoknya
"Kejadian ini sedang kami selidiki. Menjelang magrib tadi dari kamar Saudara Darwis terdengar letusan senjata api Tak ada seorang saksimatapun yang melihat pelaku penembakan itu. Tapi ada orang yang melihat Pak Lumbing keluar dari kamar itu lewat jendela dan menghilang dalam kegelapan."
"Lalu apa yang dilakukan Pak Tua itu di kamar Kak Darwis" Tentu ada sesuatu yang dicarinya" seru Ombing dengan wajah serius.
"Di sinilah keanehannya. Menurut Saudara Darwis, ia tidak kehilangan barang miliknya secuil pun. Sedangkan kejadian itu tanpa ada korban jiwa. Masalah ini akan kamitangani terus, dan akan kami usut siapa pemilik senjata api itu." 'Sebuah kasus yang misterius, seperti Pak Tua itu sendiri" Ombing bergumam.
"Nah, kalian sudah puas mendengarnya, kan" Saya perintahkan kalian segera pulang dan tidur. Lupakanlah keinginan kalian menyelidiki kasus ini. Sebab jika terjadi apa-apa, kami akan repot Lebih-lebih orangtua kalian. Jika tetap bandel, kalian akan kumasukkan ke dalam tahanan" gertak Letnan Margan.
"Ah, Bapak Kita kan se-es, Pak! Masa tega bertindak keras sama kami!" ujar Tonde merayu.
"Bagi seorang petugas, tak ada se-es atau kerabat Kita harus bisa bertindak tegas. Apalagi terhadap kalian yang hanya mengganggu tugas polisi saja. Bila perlu, malam ini kalian bisakumasukkan ke dalam sel supaya tidak mencampuri kami lagi."
Tonde mendengus. Ia tidak senang mendengar ancaman Letnan Margan. Ia lalu bangkit, dan menarik tangan kedua temannya.
"Yuk, kita pulang" ajaknya
"Tenang, Ton! Dengarkan Pak Letnan bicara Mungkin Pak Letnan sedang pusing belum mampu menangani kasus ini. Wajar kalau Pak Letnan ngomong begitu, agar kita tidak bisa menyainginya," Ombing berbicara keras supaya Letnan Margan mendengar ucapannya. Ia memang sengaja ingin mengejek. Ia pun kesal ditakuti-takuti akan dimasukkan ke dalam sel tahanan.
"Heil Bicara apa" Jangan beranggapan bahwa diri kalian detektif yang bisa menyelesaikan segala persoalan. Kalian bisa apa" Ayo pulang!" hardik Letnan Margan.
Boboi menatap Letnan Margan dengan mata berkilat-kilat. Ia geram sekali mendengarejekan itu. Kebenciannya menggumpal di dadanya. Dalam hati, ia ingin mengajak letnan itu duel di dalam air. Hanya di dalam air ia merasa mampu mengalahkan polisi itu.
"Kami akan membuktikan bahwa kami sanggup menjadi detektif" semburnya
  "Aku akan mengangkatmu menjadi sersan kalau kau bisa membongkar kasus ini!" ejek Letnan Margan pula.
Boboi menggerutu. Hatinya panas juga diejek begitu Kalau ia berhasil membongkar kasus ini, ia ingin mengejek Letnan yang nyentrik itu.
PENYUMPIT GELAP Kakek Andin sedang menjamu Dukun Barok di ruang tamu. Kedua orang tua itu duduk bersila di atas tikar anyaman rotan. Sudah dua hari Dukun Barok menginap di rumah Tonde. Rencananya, besok ia akan kembali ke pedalaman setelah berhasil menyembuhkan kenalan Kakek Andin yang digigit ular berbisa.
Tonde keluar dari dalam kamarnya. la berjalan ke ruang tamu. Dukun Barok tercengang melihat anak itu. Tonde mengenakan pakaian khas suku Dayak la berbaju kulit kayu tanpa lengan Kepalanya dililit anyaman rotan yang lemas Bagian belakang ikatan itu, berhiasan tiga helai bulu burung. Lehernya dilingkari kalung untaian taring binatang. Dipinggangnya tergantung sebilah mandau kecil. Dari ujung gagang senjata itu mencuat segenggam rambut kuda. Gagang mandau itu berbentuk paruh seekor burung .Terbuat dari tanduk rusa. Mandau kecil itu dilengkapi pula dengan sebilah pisau bergagang panjang.


Kibot 01 Sumpit Beracun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"sebangsa parang khas suku Dayak"Kau mengingatkan aku pada kepahlawanan suku Dayak pada masa lalu saja," ujar Dukun Barok.
"Jika seorang lelaki Dayak sudah mengenakan pakaian perang, maka ia bersedia mempertahankan nyawanya. Dia berani mati dengan kaki tegak di atas tanah. Lalu untuk apa kau mengenakan pakaian begitu?"
"Biar lebih gaya," sahut Tonde 'Sayang kalau pakaian ini tidak pernah saya kenakan." Dukun Barok mengangguk-angguk .Pakaian yang dikenakan Tonde adalah hadiah yang diberikannya kepada anak itu. Ia senang anak itu bisa menghargainya. Hal itu merupakan suatu kehormatan baginya. Kakek Andin hanya bisa menggeleng saja melihat tingkah cucunya
"Mau pawai ke mana Ton?" tegurnya melihat Tonde menuruni tangga kayu di depan rumahnya.
"Keliling kota. Biar orang sekota tahu cucu Kakek pahlawan Dayak sejati" Dukun Barok dan Kakek Tonde tertawa Tonde menggenjot sepeda tuanya ke rumah Boboi .Dalam benaknya, ia merasa sedang menunggang kuda. Kadang kala sumpitnya dijadikan cambuk untuk memukul sepedanya. Bau ikan dijemur menebar di perkampungan nelayan suku Bajau. Baunya khas sekali Menyengat hidung. Tonde Perutnya terasa mual setiap memasuki daerah Rampa itu. Jembatan kayu bakau itu hanya sebesar lengan. Membujur di depan rumah Boboi sebanyak dua
batang .Agak sulit juga meniti jembatan yang berayun-ayun itu Hampir saja Tonde terjatuh. Ia tidak bisa memusatkan pikirannya. Telinganya panas mendengaranak-anak Bajau menyorakinya Agaknya anak-anak itu belum terbiasa melihat pakaian yang dikenakan Tonde.
"Hoi.. Ada orang hutan ke kampung kita" teriak seorang anak.
"Ada Indian nyasar' sahut yang lain. Tonde tak mempedulikan ejekan itu. Ia terus melangkah ke rumah Boboi.
"Astaga Apa-apaan kau berpakaian begitu, Ton?" Boboi berseru menyambut Tonde. Ia bengong melihat Tonde.
"Suruh diam dulu rakyatmu, tuh! Aku bisa ngamuk kalau mereka tetap brengsek"
"Kau juga yang aneh-aneh, sih! Datang ke sini seperti mau main drama saja!" Tapi aku tidak suka cara mereka mengejekkul Aku tersinggung dibilang orang hutan, tahu Kalau bukan rakyatmu, sudah kugenjot mereka habishabisan!"
"Kau harus siap mental, dong Lagi pula untuk apa membawa senjata tajam begitu lengkap" Kaupikir Indonesia sudah perang apa?"
"Terus terang Boi, aku merasa lebih perkasa jika mengenakan pakaian tempur begini"
"Ya, sudah Anak-anak itu nggak usah diributkan.Yang penting sekarangkita segera berangkat." ujar Boboi sambil menurun tangga di samping rumahnya. Di kolong rumah itu tertambati
jukungnya. Ia meloncat ke atas jukung itu. Di belakang, Tonde mengikutinya
  "Kak Darwis kita jemput, nggak" tanya Boboi sambil mengayuh jukungnya.
"Tidak usah! Biar saja ia bersama Ombing menyelidiki Pak Lumbing .Pemuda itu hanya bikin sial saja" sungut Tonde. Boboi diam saja. Artinya ia setuju dengan pendapat Tonde. Ia memang tidak bisa bekerja dengan Darwis .Pendapat Darwis terlalu berbelitbelit Terlalu berteori seperti Ombing .Cocoklah kalau keduanya bergabung .Biar berpuluh teori dipelajari untuk menemukan Pak Lumbing
"Tujuan kita ke mana, Boi?" tanya Tonde. Dalam urusan di laut, ia menyerah kepada Boboi
"Ke galangan kapal Daeng Mattompo Waktu aku membeli bensin dikampung Bugis, aku melihat seorang pemuda menjinjing tangki bensin speed boat Aku sudah bertanya-tanya tentang pemuda itu. Kata penduduk, mereka tidak kenal siapa dia. Tapi belakangan ini pemuda itu sering berkeliaran di dekat galangan kapal," ujar Boboi menceritakan pengalamannya sewaktu mencari bensin untuk speed boat merah.
"Kau mencurigainya?"
"Ya Kukira kita patut menyelidikinya. Itu kalau kau setuju."
"Kali ini aku nurut saja. Tapi dalam urusan di hutan, kau harus tunduk padaku, sahut Tonde. Galangan kapal milik Daeng Mattompo letaknya di bawah mercu suar. Mereka mendarat di sana.
Tempat pembuatan kapal kayu itu tampak sepi .Hanya ada empat orang pekerja. Mereka adalah para pembuat kapal kayu. Boboi berbicara dengan salah seorang pekerja itu .Barangkali orang itu bisa memberi keterangan yang diperlukannya. Sedangkan Tonde menunggu di bawah mercu suar di puncak bukit kecil .Dari tempat itu Tonde bisa melihat-lihat keadaan sekitarnya. Ia melihat dua petak tambak ikan, juga sebuah rumah tersembunyi di hutan bakau.
"Orangnya bertubuh tegap Sering memakai kaca mata hitam," kata Boboi ketika pekerja galangan kapal itu menanyakan ciri-ciri orang yang dicarinya.
"Rasanya aku memang pernah melihat orang itu. Tapi benar tidaknya, aku tidak berani memastikan. Coba saja kaucari di sana. Karena orang itu sering muncul dari hutan itu," kata pekerja itu. Ia lalu meneruskan pekerjaannya. Boboi masih ingin bertanya lebih banyak. Tapi ia cukup mengerti, agaknya orang itu tidak mau diganggu lagi
"Terima kasih. Paman .kata Boboi sambil cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Tonde menyongsong Boboi, ketika melihat temannya itu hendak menuju ke mercu suar.
"Kita cari ke sana. Orang itu sering muncul dari dalam hutan bakau, ujar Boboi. Ia bergegas memasuki jalan kecil di dekat galangan kapal itu
"Maksudmu rumah rombeng itu"' tanya Tonde. Tadi dari mercusuar ia memang melihat rumah itu.
"Jadi di dalam hutan itu ada rumahnya?"
"Bukan ada rumah lagi, malahan ada tambak ikannya. Tapi aku sangsi apakah ada penghuninya. Agaknya tambak itu sudah tidak digarap lagi. Mungkin sudah ditinggalkan pemiliknya."
"Itu yang kita cari' seru Boboi
"Tempat semacam itu sangat cocok untuk persembunyian." Kedua anak itu terus menuju ke tambak ikani Namun jalan kecil ituterpotong oleh sebuah sungai
"Kita cari tempat penyeberangan. Di sekitar sini tentu ada jembatannya," ujar Tonde. Ia berjongkok dan mengambil sepotong ranting yang patah. Tentu ada orang yang menginjaknya Boboi mengawasi keadaan di sekitar sungai itu
"Tempat ini baru saja dilalui orang desis Tonde 'Mungkin kedatangan kita sudah diketahui oleh orang itu. Sehingga ia kembali ke rumah itu."
"Kamu yakin" tanya Boboi penasaran. Padahal ia tahu, Tonde sangat lihai mencari jejak di hutan.
"Patahan ranting ini menunjukkan baru saja diinjak orang Tonde memperlihatkan potongan ranting itu kepada Boboi
"Aku juga menemukan jejak yang menunjukkan orang itu berputar kembali."
"Tentu orang itu menyeberang dari arah sana!"
"Kita lihat saja," sahut Tonde seraya bergerak mengikuti jejak yang ditemukannya. Kedua anak
itu tidak mengetahui kalau sedang diawasi oleh seseorang .Orang itu mengintip dari seberang sungai .Tangannya menggenggam sebatang sumpit.
Tempat penyeberangan itu merupakan jembatan gantung dari batang bambu. Tonde dan Boboi menyeberang lewat jembatan gantung itu. Tiba-tiba Tonde melihat sebuah benda yang dibungkus oleh terpal tak jauh dari pinggir sungai
"Kau bisa menebak benda yang dibungkus itu. Boi" katanya sambil menuding benda itu Boboi memperhatikan benda yang terbungkus terpal itu. Lalu berkata,
"Itu tentu sejenis perahu. Ayo kita buktikan!" Tonde berlari ke arah benda itu. Dikuti Bobol dari belakang Setibanya di sana Tonde langsung mengangkat terpal pembungkusnya.
"Sebuah speed boat!" serunya dengan terkejut .Speed boat itu berwarna hitam. Bermesin tunggal. Tongkat kemudinya terletak di samping meSinnya.
"Jika tidak salah, speed boat inilah yang kita cari cari, cetus Boboi .Tonde menatap Boboi Benarkah mereka memasuki sarang penculik itu" Pikirnya. Jika dugaannya benar mereka harus bertindak untuk membebaskan Ike.
"Hati-hati, Ton! Kita sudah mendekati sasaran, kata Boboi. Tonde mengangguk la segera menyiapkan sumpitnya. Mandaunya diserahkan kepada Boboi
"Buat menjaga dirimu," katanya ketika Boboi menolak senjata itu Boboi menimang-nimang mandau Tonde. Ia merasa asing dengan senjata itu. Tidak seperti
Tonde yang akrab dengan berbagai jenis senjata tajam
"Hei Tolong! Aku di sini!" Tiba-tiba seruan itu menggema dari dalam rumah rombeng. Ike langsung berteriak ketika dua orang penculiknya membicarakan kedatangan anak-anak itu. Ia tidak tahu siapa yang datang. Tapi ia berharap mereka bisa menolong dirinya.
"Itu suara Ike. Ayo kita datangi" seru Boboi. Ia memburu ke rumah itu.
"Jangan ceroboh, Boi" seru Tonde memperingatkan temannya. Boboi terus berlari menyusuri pinggiran tambak ikan. Ia tidak tahu kalau laras sebatang sumpit sejak tadi mengintainya dari balik belukar 'Aou!' Boboi memekik Mandau di tangannya terlepas. Anak itu terguling seraya memegangi tangan kirinya. Tonde urung menyusul temannya. Ia terperanjat melihat Boboi terguling Mengerti bahaya sedang mengintai dirinya, cepat-cepat.Tonde berlindung di balik pohon bakau. Sumpitnya siap ditembakkan
"Jangan kemari. Ada penembak gelap" cegah Boboi sambil merintih kesakitan. Ia merangkak mendekati Tonde yang terlindung di balik pohon bakau.
"Cepat ke sini, Boi. Aku akan melindungimu" Tonde berteriak. Ia menjadi panik melihat keadaan Boboi. Sehingga hampir saja ia menjadi korban kedua. Sebuah peluru sumpit menancap tak jauh dari tubuhnya.
Tonde melihat gerakan penyumpit gelap itu. Orang itu berada di sebelah kirinya. Terlindung belukar. Agaknya orang itu lari menjauh. Tonde bergerak hendak memburu.
"Jangan tinggalkan aku, Ton' rintih Boboi. Tonde terkesiap. Ia lupa kalau Boboi sedang terluka. Terpaksa ia urung mengejar orang itu.
"Sumpit beracun' desis Tonde ketika memeriksa keadaan Boboi. Wajah Boboi tampak pucat. Ia memegangi lengannya. Dilengan itu tertancap peluru sumpit. Sementara itu, dari dalam rumah menghambur dua orang lelaki. Yang seorang memanggul tubuh ike .Mata anak itu ditutup sapu tangan. Begitu juga mulutnya. Kedua orang itu berlari menyusuri belukar. Sedangkan si penyumpit bersiaga Kalau Tonde mengejar, ia akan menembak lagi dengan sumpitnya. Beberapa saat kemudian terdengar deru mesin speed boat menjauh. Para penculik itu membawa Ike pergi ke tempat lain.
"Mereka kabur membawa Ike" kata Bobol dengan suara pelan.
"Sudah, jangan pikirkan mereka dulu. Keadaanmu bisa gawat kalau tidak segera ditolong," desah Tonde. Jika keadaan Boboi tidak berbahaya. mungkin Tonde tega meninggalkan temannya itu. Tonde melepaskan ikat kepalanya Anyaman rotan itu dikatkan ke lengan Boboi. Tindakan itu untuk mencegah agar racun sumpit
tidak menjalar ke jantung dan pembuluh darah.
"Tahan' kata Tonde ketika mencabut peluru sumpit beracun itu .Boboi meringis ketika Tonde menarik peluru itu dari lengannya. Darah mulai mengucur dari luka itu .Tonde mencabut pisau kecil yang terselip di sarung mandau. Ia lalu menorehkan pisau itu dengan cara menyilang dilengan Boboi Membentuk tanda plus. Darah makin mengucur karena goresan mata pisau itu Tonde lalu menyedot luka itu dengan mulutnya. Ia meludah. Darah dan racun itu terbawa dalam ludahnya. Berkali-kali ia melakukan hal itu. Begitulah cara mengeluarkan racun dari luka. Cara itu pernah diajarkan Dukun Barok kepada Tonde.
"Untuk sementara kamu boleh tersenyum. Racun itu sudah kukeluarkan dari dalam tubuhmu," ujar Tonde setelah pertolongan pertama itu selesai dilakukannya.
"Semuanya?" "Mudah-mudahan. Tapi kau akan kubawa ke rumahku. Di sana ada Dukun Barok. Semoga saja beliau belum pulang." 'Lakukanlah apa yang terbaik menurut kamu. Aku berutangnyawa kepadamu, Ton," kata Boboi dengan suara lirih.
"Jangan ngomong begitu Aku tidak suka," sahut Tonde
"Kau bisa berjalan tidak" Kalau tidak, biar aku gendong"
"Tidak usah Aku masih kuat berjalan." Tonde mengambil mandaunya yang tergeletak di tanah. Ia juga menyimpan peluru sumpit yang
melukai Boboi. Lalu ia memapah Boboi sampai ke galangan kapal. Disana ia mencari kendaraan darat yang bersedia mengantar mereka kerumah. Tonde khawatir racun itu masih tersisa di tubuh Boboi,
Dukun Barok meneliti luka di lengan Bobol
"Pekerjaanmu sudah bagus," katanya kepada Tonde
"Luka itu sudah bebas dari racun."
"Ini peluru sumpit yang melukainya," kata Tonde seraya menyerahkan peluru sumpit itu kepada Dukun Barok. Dukun Barok mencium ujung peluru sumpit itu. Juga menelitinya. Ia terkejut melihat ukiran berbentuk mata burung dipangkal peluru. Ia kenal siapa yang biasa menggunakan peluru sumpit dengan ukiran seperti itu
"Peluru ini menggunakan bisa ular belang. Racunnya sangat ganas," kata Dukun Baroksambil menatap Boboi
"Untung kau cepat bertindak. Ton Kalau tidak dalam semalam Boboi tak akan bisa diselamatkan." Boboi bergidik mendengar keterangan itu. Jika tidak ada Tonde, mungkin nyawanya tak tertolong lagi. Dukun Barok membuka tas anyaman rotannya. Dari dalam tas itu ia mengeluarkan ramuan obat-obatan. Lalu ia mengobati luka di lengan Boboi dengan ramuan obat yang dipilihnya. Dan
membalut lukaitu dengan perban yang diambilkan Tonde.
"Dua hari lagi lukamu akan mengering Tapi tanganmu itu jangan dulu digunakan untuk bekerja berat, kata Dukun Barok kepada Boboi. "Ajak Boboi beristirahat di kamarmu dulu, kata Kakek Andin menyuruh Tonde .Tonde membawa Boboi ke kamarnya. Ia bergegas kembali ke ruang tamu. Agaknya ada rahasia yang disembunyikan oleh Dukun Barok.
"Aku mengenal peluru itu milik Lohan." Terdengar suara Dukun Barok dari ruang tamu. Tonde tak jadi memasuki ruangan itu. Ia hanya berdiri di balik pintu
"Lohan keponakanmu itu?" tanya Kakek Andin tak percaya.
"Ya Aku harus segera kembali ke pedalaman. Jika Lohan ternyata terlibat kejahatan, akan kuseret ia ke kantor polisi," kata Dukun Barok dengan gerannya
"Saya ikut" seru Tonde. Ia keluar dari balik pintu
"Kau berani mendengarkan pembicaraan orang tua, ya" Lancang!" hardik Kakek Andin
"Saya tidak sengaja mendengarnya," sahut Tonde dengan kepala menunduk.
"Saya tertarik karena merasa terlibat dalam perkara ini."
"Sebenarnya kejahatan apa yang sedang kauselidiki?" tanya Kakek Andin. "Penculikan putri Pak Astor." Kakek Andin tercengang
"Astaga.Jadi anak itu diculik orang" Tidak mati tenggelam seperti yang diberitakan masyarakat?"
seru Kakek An din heran "Tahu begitu, aku pasti akan turun tangan membantu Pak Astor"
"Kalau kau mau membantu Pak Astor, sebaiknya ikut aku ke pedalaman," ujar Dukun Barok kepada kakek Tonde
"Kita bisa bersama-sama membekuk Lohan."
"Baik Aku akan menyertaimu ke sana kata Kakek Andin tegas.
"Saya ikut, rengek Tonde kepada kakeknya .Kakek Andin mengawasi Tonde. Ia kenal betul sifat cucunya. Jika tidak diajak, tentu akan merepotkan Nenek Andin saja. Tonde akan bertingkah macam-macam
"Cepat kemasi pakaianmu" kata Kakek Andin akhirnya. Tonde melonjak kegirangan. Bergegasia berlari ke kamarnya. Boboi dan Nenek Andin mengantarkan kepergian Dukun Barok, Kakek Andin, dan Tonde yang akan berangkat ke pedalaman. Perjalanan mereka
membutuhkan waktu sepuluh jam untuk mencapai kampung Manggalau. Jika tidak ada hambatan, lusa mereka akan tiba kembali di Kotabaru. Boboi berharap agar penyumpit gelap itu berhasil dibawa.
8. PENGENDARA SEPEDA MOTOR BERHELM MERAH
Beruang itu terus menarik-narik kaki tuannya. Ombing menggeliat sebentar, lalu terdelap kembali. Adegan itu terulang sampai tiga kali. Tiga kali pula Ombing membalikkan badannya. Akhirnya Kaisar pun meninggalkan kamar Ombing Pintu kamaritu dirapatkannya dengan cara menggigit pegangan pintu itu dan bergerak mundur.
"Ombing Setengah jam lagi pukul delapan, hoi Kau belum menyiapkan segala keperluan sekolahmu' Umak menegur dari luar kamar Ombing.
Ombing menguap. Ia merasa malas turun dari tempat tidurnya. Kepalanya terasa pening Matanya merah, karena kurang tidur. Tapi Umak mana mau mengerti kesulitannya.
"Akhir-akhir ini kau malas sekali bangun pagi Pulang ke rumah selalu larut malam. Apa saja yang kaukerjakan di luar, he" Kecil-kecil sudah ikutikutan begadang Kaupikir itu baik untuk kesehatanmu?" Umak mulai mengomel.
Umak menunggu di luar kamar. Tapi Ombing belum keluar dari kamarnya ..
Astagal Umak terkejut setelah memasuki kamar Ombing. Ia melihat Ombing tertidur lagi. Bergegas Umak mengambil segayungair. Lalu menuangkannya ke wajah Ombing. Ombing gelagapan. Ia melompat dan bergegas berlari kekamar mandi Kalau tidak, gayung plastik itu bisa diayunkan ke badannya .Ombingtahu betul sifat ibunya. Jika sudah tega menyiram begitu, tentu kesabaran Umak sudah habis. Dalam waktu setengah jam, Ombingmestitiba di sekolah. Kalau tidak, ia bakal terlambat seperti kemarin. Padahal untuk mencapai sekolah dibutuhkan waktu tidak kurang dari lima belas menit itu pun dengan jalan cepat. Maka terpaksa ia hanya membasuh wajahnya dan menggosok giginya saja Menyiapkan buku-buku pelajarannya, lalu mengenakan seragam sekolah dan sepatunya. Kerja kilat itu tetap membutuhkan waktu lima belas menit Belum berangkat sekolah saja ia sudah terlambat lima belas menit Rasanya harinia tidak bergairah pergi ke sekolah. Tapi melihat kilatan mata Umaknya, Ombing memutuskan untuk berangkat ke sekolah saja. Kecuali jika ia bersedia menahan pukulan rotan yang berbuku-buku itu .Umak memang suka memukul dengan tongkat rotan. Tergesa-gesa Ombing melangkah di Jalan Melati. Sebuah Daihatsu jurusan Pasar Baru lewat .Jika naik kendaraan itu, ia bisa tiba di sekolah sebelum bel masuk berbunyi. Tapi hari ini Ombing benar-benar miskin. Uangnya hanya seratus
rupiah. Tentu pada jam istirahat ia harus berpuasa jika uang itu digunakannya untuk naik Daihatsu.
Persis di depan gedung SMP Negeri I, tiba-tiba sebuah sepeda motor berhenti disamping Ombing. Bannya mencicit seperti bunyi tikus terjepit. Pengendara sepeda motor itu memakai kaca mata gelap. Kepalanya terbungkus helm berwarna merah. Orang itu mengangguk kepada Ombing.
Ombing terpana. Ia tidak merasa mengenal pengendara sepeda motor itu. Apalagi orang itu tersembunyi di balik kaca mata hitam dan helm berwarna merah.
"Kau yang berna ma Ombing" Orang itu tiba-tiba bertanya.
Ombing terkesiap. Ia memikirkan cara agar bisa tiba disekolah tanpa terlambat. Ombing menganggukkan kepalanya membenarkan pertanyaan orang itu
"Kakak akan kejurusan Irama" tanya Ombing pula
"Tidak. oh, ya. Ya Tujuan saya memang ke sana," jawab orang itu agak gugup.
"Boleh ikut, kan?"
Orang itu diam sejenak. Agaknya ia merasa keberatan dengan permintaan Ombing. Namun sebelum ia memberi jawaban, Ombing sudah membonceng di belakangnya.
"Saya bisa terlambat ke sekolah jika Kakak tidak berhenti di samping saya," kata Ombing dengan wajah berseri-seri.
Orang itu menghela napas panjang, sebelum menjalankan sepeda motornya.
"Ngebut saja," pinta Ombing setengah meme rintah. Ia tak sabar melihat cara orang itu menjalankan sepeda motornya.
Anehnya, seperti seekor sapi yang jinak, orang itu mengikuti kemauan Ombing. Sepeda motor itu melaju pada saat jalan raya sedang ramai
ramainya. Berkelok-kelok mendului kendaraan lainnya.
Ombing merasa ngeri. Tapi ia berlagak tenang.
Ternyata orang itu sangat terampil mengemudikan sepeda motornya.
"Turunkan saya di gereja itu!" seru Ombing seraya menunjuk gereja yang berseberangan dengan Bioskop Irama. Suara sepeda motor menderu-deru dalam keadaan berhenti .Ombing pun bergegas turun.
"Terima kasih, ya!" ucap Ombing seraya mengangkat tangannya. Pengendara sepeda motor itu tidak tersenyum, apalagi membalas ucapan Ombing. Sikapnya kaku sekali Urat lehernya menegang .la seperti robot hidup. Orang itu mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya. Ternyata sebuah amplop.
"Ini titipan dari sobatmu.Ambil!" katanya
dengan sikap kaku. Ia menyodorkan amplop itu kepada Ombing.
Kali ini Ombing yang seperti sapi penurut Amplop itu disambutnya. Sedangkan pengendara
sepeda motor itu langsung kabur dengan kecepatan tinggi.
Adegan itu berlangsung cepat Ombing tidak sempat berpikir lagi. Ia mengawasi pengendara sepeda motor itu sampai menghilang dalam kesibukan arus lalu lintas di Jalan Pangeran Hidayat.
Sobatmu" Gumamnya dalam hati. Pikirannya bercabang dua, antara amplop dan pengendara sepeda motoritu. Ditatapnya amplop tanpa alamat di tangannya. Makin dipikirkan, makin mengundang rasa penasaran. Dengan hati-hati Ombing membuka amplop dan membaca surat di dalamnya.
Papa, Sayang Malam ini Ike minta dijemput Ike tunggu di
sekitar Tanjung Ayun. Papa datang ke sana pukul 21.00 nanti malam. Papa akan tahu tempatnya jika melihat kedipan lampu sebanyak tiga kali Jangan lupa hadiah yang dipesan mereka, Pa! Hanya nanti malam mereka mau menunggu hadiah itu.
Tolong, Papa Ike Tubuh Ombing gemetaran setelah mengetahui isi surat itu. Wajahnya pucat. Ia seperti orang demam di pinggir jalan .
Pada saat itu, sebuah mobil Hardtop meluncur dari Pasar Baru. Di balik kemudi mobil duduk
Darwis dengan tenangnya. Ia membelokkan kendaraan itu ke Jalan Pangeran Hidayat, namun sekilas dilihatnya Ombing tegak bagai patung di pinggir jalan. Darwis cepat menginjak rem mobil Mobil itu berhenti secara tiba-tiba. Lalu bergerak mundur. Darwis meloncat turun dari mobil itu. Ia menghampiri Ombing
"Bing Kau kenapa?" tanyanya. Ia mengguncang-guncangkan bahu Ombing "Sadar, Bing" Ombing masih bengong .Mulutnya bergerakgerak, agaknya ia ingin mengucapkan sesuatu Namun tak sepatah kata pun yang terucapkan Darwis melihatsurat yang digenggam Ombing .la pun merebut surat itu. Lalu membacanya dengan terburu-buru. Darwis menarik napas panjang la menatap Ombing yang agaknya mulai bisa menguasai dirinya lagi. Ombing lalu menceritakan asal penyakit demamnya itu kepada Darwis. Darwis terbahak-bahaksetelah mendengar cerita Ombing Airliurnya menyembur. Bahkan
perutnya sampai sakit karena menahan geli
"Makanya, jadi orang jangan asal mempel Begitulah akibatnya Untung kamu nggak dicomot penculik itu!" kata Darwis. Ombing tersenyum masam. Ia lalu berkata,
"Bagaimana dengan surat ini, Kak Darwis"
"Nanti kita serahkan kepada Pak Astor setelah kamu pulang sekolah. Kamu akan kujemput di sini."
"Sekarang Kak Darwis mau ke mana?"
"Aku baru saja mengantar Pak Astor ke bank untuk mengambil uang Beliau masih di sana."
Bel masuk berdentang-dentang. Ombing lari terbirit-birit ke kelas.
N Tuk, tuk,tuk. Suara sepatu Pak Astor berderap di ruang tamu rumahnya. Sejak tadi Pak Astor hanya berjalan hilir-mudik diruangan itu. Sejak ia membaca surat yang tadi diserahkan Ombing, tampaknya iagelisah saja. Mulutnya menyemburkan asap rokok Entah berapa batang rokok yang telah disapnya. | Di kursi berukir duduk Bu Astor sambil mendekapkan surat Ike ke wajahnya. Wanita itu hanya bisa menangis dan terisak-isak saja. Kadang kala ia mendesah lirih tanpa kata-kata yang jelas. Suasana di ruangan itu terasa mencekam sekali
"Sebaiknya Tante masuk ke dalam saja Mungkin disitu Tante bisa mendapatkan ketenangan," kata Ombing hati-hati. Ia duduk persis di hadapan Bu Astor. Dihalangi oleh sebuah meja tamu yang berukir pula. Disebelah kanan Ombing, duduk Darwis. Sejak tadi pemuda itu mengawasi tingkah laku Pak Astor. Bu Astor memandangi Ombing. Ia tersenyum dan berkata dengan suara lirih,
"Tantelebih tenang di sini. Silakan airnya diminum." Ombing hanya bisa menghela napas melihat wanita itu terbenam dalam dukanya.
"Kau yakin penculik itu bisa dipercaya" Tiba-tiba Pak Astorbertanya kepada Darwis. Orang tua itu berbicara seraya memandangi laut yang terbentang dari jendela rumahnya. Ia memunggungi orang-orang yang sedang duduk di kursi tamu itu.
"Sudah pasti, Pak Mereka menyandera Ike hanya karena menginginkan uang tebusan. Setelah tuntutan mereka kita penuhi, tentu mereka akan
membebaskan Ike pula." Pak Astor membalikkan badannya. Ia meman
dangi Darwis dan berkata dengan tangan menun juk, 'Baiklah. Aku akan memenuhi tuntutan mereka dengan uang kontan. Nanti malam kita berangkat menyerahkan uang itu" Darwis mendesah. Ia mengambil sebatang rokok dan menyulutnya. Sejak tadi pemuda itu merasa tegang menunggu keputusan Pak Astor. Kini ia merasa lega setelah Pak Astor bersedia menyerahkan uang tebusan tanpa melalui bank.
"Kalau Oom bersedia, nanti malam saya ingin ikut menyaksikan penyerahan uang itu," kata Ombing agak tergagap.
"Kamu tidak takut jika nanti disandera oleh penculik, Nak" Oom tidak mau melibatkanmu dalam bahaya."
"Tidak Oom! Mereka pasti tidak berminat menangkap saya. Buat apa" Kecuali ayah saya seorang jutawan." Bu Astor tersenyum mendengar jawaban Ombing .
Pak Astor tepekur. Betapapun hatinya berat mengizinkan anak itu bermain dengan bahaya. Namun ia sulit menolak permintaan Ombing. Ia mengerti anak itu banyak membantu dalam menghadapi kasus penculikan Ike
"Jika begitu keputusanmu, baiklah. Biar nanti malam Darwis menjemput kerumahmu," kata Pak Astor
"Yang penting berhati-hati, Nak. Semoga Tuhan melindungimu," ucap Bu Astor pula.
"Oom dan Tante tidak usah khawatir. Saya sanggup menjaga diri. Lagi pula ada Kaisar yang akan melindungi saya," kata Ombing menghibur
Ombing dan Darwis bergegas meninggalkan rumah Pak Astor. Ombing merasa segan berjalan. Perutnya kenyang setelah dijamu makan siang di rumah jutawan itu.
Laut tenang Speed boat merah itu bergerak menembus keremangan malam ke arah selatan. Sayang bulan bersinar redup. Disaput mega-mega hitam yang tak juga bergerak pergi. Lampu speed boat itu hanya menerangi laut di depan haluan sejauh dua puluh m
eter. Kinispeedboat itu melalui perkampungan nelayan suku Bajau yang rumahrumahnya berderet sampai ke dekat pabrik pengalengan udang. Untuk mencapai Tanjung Ayun, dibutuhkan waktu setengah jam lamanya
Tangan kanan Ombing merangkul Kaisar la duduk di belakang bersama Kaisar. Sesekali ia membelai leher binatang kesayangannya itu. Ia merasa tegang juga, walaupun ada Kaisar di sampingnya.
"Kita hampir mendekati sasaran, Pak, kata Darwis yang mengemudikan speed boat merah itu Pak Astor duduk di sebelah kiri Darwis. Orang tua itu mendekap erat-erat sebuah tas merk President. Di dalam tas itu tersimpan uang sebanyak seratus juta rupiah.
"Kamu tidak merasa takut, Bing" tanya Darwis.
"Takut juga, tapi hanya sedikit."
"Saya saja merasa tegang, Nak" kata Pak Astor. Darwistersenyum mendengar ucapan Pak Astor. Ombing ingin tertawa, tapi ditahannya. Ia takut menyinggung perasaan Pak Astor. Tanjung Ayun tampak di depan mata mereka. Speed boat merah itu melaju melewati Lapangan Terbang Stagen. Sasaran semakin dekat
"Kira-kira dimana tempat mereka, Kak" tanya Ombing setelah speed boat memasuki daerah Tanjung Ayun
"Entahlah, sahut Darwis seraya memandang ke kiri dan kanan. 'Sebaiknya kita ke pinggir saja. Kurasa mereka berada tidak jauh dari tempat kita," ujar Pak Astor dengan suara bergetar.
"Iya, Pak!" Darwis menjalankan speed boat itu ke pinggir. Lalu menyusuri pinggiran hutan bakau perlahan-lahan.
"Itu mereka di sana" seru Ombing Ia melihat isyarat dari para penculik Kurang lebih lima ratus meter di depan mereka terlihat kedipan lampu sebanyak tiga kali.
Ombing makin tegang Deru mesin speed boat milik penjahat semakinjelas terdengar Speed boat itu datang tanpa menyalakan lampu.
Kedua buah speed boat itu saling berhadapan. Moncongnya saling bersentuhan .Kini penjahat menyalakan lampu speed boat. milik penjahat itu berwarna hitam. Mereka hanya berdua. Seorang penjahat memegangi tongkat kemudi di buritan speed boat. Sedangkan penjahat yang berjaket hitam, merapat di belakang Ike seraya menggenggam sepucuk pistol.
'Ternyata kalian datang juga' teriak penjahat berjaket hitam itu 'Mana uangnya" Kami tidak punya waktu untuk berbicara panjang-lebar dengan kalian"
Pak Astor menyerahkan tas itu kepada Darwis. Menghadapi bandit ia tidak berani gegabah. Bisa saja para penjahat itu malah menyandera dirinya. Darwis berdiri dihaluan speedboat merah itu. Ia memperlihatkan tas itu seraya menepuk-nepuknya.
"Ada disini" kata Darwis dengan suara lantang .Ia berdiri dengan sikap menantang.
"Buka tas itu!' "Bawa dulu adikku mendekat ke sini. Baru aku bersedia memperlihatkan isi tas ini!".
"Jangan bertingkah! Kalian semua bisa kuhabisi. sembur penjahat berjaket hitam seraya menodongkan pistolnya ke arah Darwis
"Lihat' teriak Darwis seraya membawa tas itu kesisi speedboat. la tidak mempedulikan ancaman penjahat itu "Tas ini akan kulemparkan ke laut kalau kamu berbuat macam-macam Aku ingin menyelesaikan urusan ini tanpa ada kecurangan"
Penjahat yang memegang kemudi mencabut pistol melihat Darwis akan melemparkan tas itu. Ia lalu berkata,
"Habisi saja orang itu!" Penjahat berjaket hitam menyuruh temannya diam. Ia lalu mendorong Ike naik ke haluan. Anak itu menurut saja. Bibirnya gemetar. Wajahnya sangat pucat. Ia tegang sekali. Namun sama sekali ia tidak meneteskan air mata. Ia benar-benartabah dalam kekuasaan para penjahat. Diam-diam Ombing menyuruh Kaisar bersiapsiaga jika penjahat-penjahat berbuat curang
"Aku sudah memenuhi pemintaanmu. Seka rang cepat perlihatkan uang itu!" kata bandit berjaket hitam. Darwis membuka tas itu. Kedua mata penjahat itu terbeliak melihat tumpukan uang di dalam tas 'Sekarang serahkan uang itu!" teriak penjahat berjaket hitam.
" Baik Tapi biarkan adikku menyeberang kemari dulu." "Ayo melompat, Ke!" seru Pak Astor seraya naik ke haluan. Ike melompat ke haluan speed boat merah.
Sedangkan Darwis menyerahkan tas itu kepada penjahat berjaket hitam.
"Papa jerit Ike seraya menghambur ke dalam pelukan papanya. Speedboat hitam itu bergerak keselatan. Kedua penjahat itu kabur bersama uang seratus juta rupiah.
"Tenang tenanglah Sekarang kau sudah bebas, kata Pak Astor sambil membimbing ike ke jok belakang. Ike duduk di belakang bersama Ombing Kaisar mendekam di bawah jok
"Kau ada di sini?" tanya Ike setelah mengenal Ombing. lamulai tampak ceria setelah terlepas dari kekuasaan para penjahat
"Kupikir kamu lupa padaku, Betina Kecil"
"Apa" Kamu berani memanggilku begitu?"
"Sori. Aku lupa kalau namamu Ike!"
"Nggak ada sori-sorian Nih Rasakan" kata Ike seraya menendang kaki Ombing dari bawah jok 'Aou Papaaa Binatang apa di bawahku!"
Ike menjerit ketika ayunan kakinya mengenai tubuh Kaisar. Lebih terkejut lagi setelah ia mengawasi Kaisar.
Pak Astor dan Darwis tertawa-tawa.
"Dia juga termasuk penggemarmu yang setia, kok' Ombing terbahak-bahak
"Kamu memang brengsek Beraninya bawa
pengawal sungut Ike "Ayo tancap, Kak Darwis. ike rindu sama Mama, nih.
Speed boat merah itu terlonjak ketika melaju dengan kecepatan tinggi. Menerjang ombak yang bergerak ke arah utara
Ketegangan itu membuat Ombing merasa letih. Ia dan Kaisar berjalan ke rumahnya. Mereka baru saja diantar oleh Darwis dengan mobil Pak Astor. Tiba-tiba Kaisar menggeram. Ombing terkejut Tentu ada orang di belakangnya. Ombing menengok ke belakang Di jalan beraspal itu ia melihat seorang lelaki berjalan dengan tergesagesa. Ombing mengamatinya.
"Pak Lumbing" Ombing berseru setelah merasa yakin akan penglihatannya. Lelaki tua itu memang Pak Lumbing. Ia terkejut mendengar panggilan itu.
"Sergap orang itu, Kaisar" perintah Ombing. Kaisar menerjang Pak Lumbing. Untung Pak Lumbing bersikap waspada. Ia berlari ke belakang bangunan Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Disana ia bersembunyi Menggantung di atas tiang bangunan. Kaisar mencari ke sana kemari Beruang itu kehilangan jejak Ombing ikut mencari Pak Lumbing dari arah lain. Ia menuju ke tempat persembunyian orang tua itu. Tiba-tiba Ombing terkejut. Ia disergap Pak Lumbing dari belakang Mulutnya di bekap orang tua itu."Aku Pak Lumbing Aku tidak bermaksud jahat terhadapmu," kata Pak Lumbing pelan
"Kalau kau bisa tenang, akuakan melepaskanmu. Kau bisa tenang, tidak?"
"Ngg. Ingg," Ombing berkata dengan mulut dibekap .Kepalanya mengangguk berulang kali Setelah merasa yakin dengan sikap Ombing, akhirnya Pak Lumbing melepaskan anak itu.
"Panggil Kaisar ke sini.Tapi jangan suruh binatang itu menerkamku," kata Pak Lumbing.
"Aku mau bicara denganmu. Aku tahu, semua orang mencariku. Mereka ingin menangkapku Tapi aku minta kau bisa mengerti." Ombing belum hilang rasa terkejutnya. Ia hanya bisa mengikuti apa yang diperintahkan oleh Pak Lumbing saja
"Demi Tuhan! Aku tidak terlibat dalam penculikan itu Buat apa aku melakukannya" Ike sudah kuanggap sebagai anakku sendiri Aku hanya menjadi korban fitnah Darwis saja. Aku tahu Darwis tidak senang kepadaku. Karena aku sering mengawasi gerak-gerik temannya."
"Lalu apa yang dilakukan Pak Tua ketika memasuki kamar Kak Darwis" Ombing bertanya dengan sikap menyelidik.
"Aku menemukan sejenis obat di kamar Darwis. Sekarang obat itu sudah kuserahkan kepada Letnan Margan. Sedang diselidiki di laboratorium Aku menduga obat itu sejenis morfin. Akhir-akhir ini aku sering membaca di surat kabar banyak penyelundup obat terlarang itu berkeliaran. Akucuriga pada Darwis dan kedua temann
ya. Mungkin mereka komplotan penyelundup obat terlarang itu. Aku nyaris terbunuh ketika memasuki kamar Darwis. Salah seorang teman Darwis menembakku ketika aku mengambil obat itu." Ombing percaya pada kejujuran orangtua itu. Ia percaya Pak Lumbing tidak akan berbuat jahat terhadap keluarga Pak Astor.
"Tapi sekarang ike sudah dibebaskan."
"Syukurlah Tapi aku belum berani muncul di tempat umum secara terang-terangan. Pada saatnya aku akan kembali ke hotel lagi."
"Sekarang Pak Tua mau ke mana?"
"Aku akan bersembunyi ditempat yang aman."
"Di mana?" 'Wah! Itu rahasial Jangan-jangan nanti kau menyerbu bersama kawan-kawanmu," gurau Pak Lumbing. Mereka berpisah di ujung Jalan Melati .Pak Lumbing terus menyusuri jalan ke selatan. Ia menuju ke Sungai Paring.
Di sana ia mengetuk pintu sebuah rumah beratap rumbia.
"Ada orang .Coba kaubuka pintu itu. Barangkali Kakek Andin dan Tonde sudah pulang," kata Nenek Andin kepada Boboi. Boboi bergegas ke pintu depan Sudah dua malaan ia tidur di rumah Tonde. Sambil bersiul Boboi membukakan pintu
"Pak Lumbing" Boboi terpekik. Ia tak menyangkasama sekali bahwa tamu itu Pak Lumbing. Daun pintu dihempaskannya. Lalu ia menghamburke dalam .Tangan kirinya yang terluka digendong dengan selendang
"Hei Jangan lari" seru Pak Lumbing yang sudah berada di ruang tamu. Boboi terus berlari. Nenek Andin bergegas ke luar dari kamarnya mendengar kegaduhan itu. Kedua orang itu saling bertabrakan. Nenek Andin mengomel panjang-lebar
"Ada penjahat ke sini, Nek Lekas kembali ke kamar" kata Boboi agak gugup. Ia tak tahu harus berbuat apa Nenek Andin bergegas memasuki kamarnya Namun perempuan tua itu kembali ke ruang tamu dengan menggenggam sebilah mandau. 'Mana penjahatnya" Biaraku menghadapinya" kata Nenek Andin seraya bersiaga.
"Hati-hati, Nek. Dia sangat berbahaya" kata Boboi. Ia terpaksa mengikuti Nenek Andin keluar. Nenek Andin melangkah dengan sikap gagah. Mandau itu berkilat-kilat dalam genggamannya Namun ia terpukau ketika mengenali tamu itu.
"Kau gumamnya. "Ya, aku Lumbing" sahut Pak Lumbing
"Kenapa Mamak Andin membawa mandau segala?"
"Dialah penculik putri Pak Astor' seru Boboi.
"Buron polisi yang sedang diburu" Pak Lumbing malah tersenyum mendengar tuduhan Boboi.
"Di luar dia boleh berbuat jahat. Tapi di rumah ini dia tidak berani mengusik kita," ujar Nenek
Andin. Ia lalu menyerahkan mandau itu kepada Boboi
"Simpan di kamar" Boboi menerima mandau itu. Tapi ia tetap berdiri saja di samping Nenek Andin
"Saya tidak mengerti maksud Nenek," katanya bengong
"Kakek Tonde adalah sahabat Pak Lumbing. Dia sangat menghormati Kakek Tonde Makanya aku berani menjamin, Pak Lumbing tidak akan berbuat jahat di rumah ini," kata Nenek Andin
"Tapi Tonde tidak pernah menceritakan hal itu."
"Tonde pun tidak tahu bahwa kakeknya mengenal Pak Lumbing Pak Lumbing hanya datang ke rumah ini jika sedang dalam kesulitan," ujar Nenek menyindir Pak Lumbing. Pak Lumbing meringis.
"Tolong buatkan aku segelas kopi pahit." pintanya kepada Nenek Andin.
"Aku ingin bicara dengan anak ini. Banyak persoalan yang ingin kusampaikan kepadanya." Tergesa-gesa Nenek Andin menghidangkan segelas kopi. Pak Lumbing mereguk kopi pahit itu, sebelum ia menceritakan kejadian yang menimpanya kepada Boboi.
Pada saat yang sama, jauh di pedalaman kampung Manggalau, Kakek Andin sedang mereguk secangkir kopi yang dihidangkan oleh Lohan. Disebelahnya, duduk bersila Dukun Barok dengan mata merah memandangi Lohan. Sedikit pun
Dukun Barok tak menjamah kopi yang diletakkan di depannya. Lohan gelisah dipandangi terus-menerus seperti itu oleh pamannya. Ia juga merasa tegang atas kedatangan Dukun Baro
k yang tiba-tiba. Apalagi sikap pamannya itu tidak ramah seperti biasanya .Untuk mengalihkan ketegangan, ia terpaksa mengajak Tonde ngobrol tentang keadaan kota.
Dukun Barok mendengus. Ia lalu mencabut peluru sumpit beracun yang terselip di pinggang nya. Peluru itu dilemparkannya kehadapan Lohan.
"Ini milik siapa" semburnya. Lohan memungut peluru sumpit itu. Ia meneliti sejenak Melihat tanda berbentuk mata burung di pangkal peluru itu, dadanya langsung berdebar.
'Apa maksud Paman"' tanyanya dengan sikap hormat. 'Jawab dulu pertanyaanku Benda itu milik siapa!" hardik Dukun Barok dengan suara menggelegar.
"Benda ini memang milik saya. Tapi sejak lama peluru dan sumpit itu saya hadiahkan kepada seorang sahabat."
"Ceroboh!" Dukun Barok berteriak .la langsung bangkit hendak menghajar kemenakannya.
"Sabar" kata Kakek Andin seraya menarik lengan Dukun Barok
"Rasanya tidak adil juga bila kita tidak menjelaskan persoalannya. Biar aku menjelaskan masalah ini kepada Lohan .Nikmatilah kopi itu, rasanya segar sekali." Dukun Barok mendengus. Ia segera duduk kembali. Kakek Andin lalu menjelaskan tentang peluru beracun yang telah melukai Boboi. Juga tentang kejahatan yang telah dilakukan oleh si penyumpit
"Kurang ajar Dia telah mengotori arti persahabatan kami" Lohan menggeram marah setelah mendengar cerita Kakek Andin.
"Akan kuselesaikan urusan ini dengan cara berdarah!" Lohan melompat ke dalam kamarnya. Ia meraih sebilah mandau.
"Kau mau ke mana?" tanya Dukun Barok.
"Saya akan ke Kotabaru. Saya tahu dimana dia berada."
"Tapi malam ini tidak ada kapal yang berangkat ke kota," kata Kakek Andin.
"Kita bisa meminjam speedboat milik perusahaan Pak Astor. Saya akan berbicara dengan Pak Alam, wakil Pak Astor!" Dengan sikap beringas Lohan menuruni anak tangga di depan rumahnya. Dukun Barok dan Kakek Andin mengikutinya dari belakang .Tonde pun bergegas menyusul mereka. Orang-orangitu menuju keperusahaan milik Pak Astor yang terletak di pedalaman. Lohan menemui Pak Alam, wakil Pak Astor yang mengepalai perusahaan kayu itu. Untunglah Pak Alam menyediakan sebuah speed boat yang bisa disiapkan dengan cepat .Malam itu juga, Lohan, Kakek Andin, dan Tonde, berangkat ke Kotabaru. Dukun Barok.
hanya mengantar mereka sampai demaga. Ia berharap perjalanan mereka tidak mendapat hambatan ditengah jalan. Agar speedboat bisa tiba di Kotabaru pada pagi harga
9. SAAT-SAAT MENDEBARKAN

Kibot 01 Sumpit Beracun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jalan di depan Hotel Air Biru masih sepi. Hari pun masih pagi. Tak banyak orang yang melewati jalan beraspal itu Kecuali sebuah mobil Hardtop yang baru tiba di depan hotel.
Ike meloncat turun dari dalam mobil. Diikuti oleh Bu Astor. Dari pintu belakang turun Ombing dan Kaisar. Disusul Boboi dan Pak Lumbing .Mereka langsung menyerbu ke dalam hotel. Mereka akan mengantarkan Darwis ke lapangan terbang.
Pak Astor masih berada di balik kemudi mobilnya. Ia merenungi pertemuannya dengan Pak Lumbing Tadi, ketika ia bersama Ombing hendak menjemput Tonde, ternyata yang dijumpainya adalah Pak Lumbing dan Boboi .Pak Astor tak habis pikir. Sejak kasus penculikan Ike, banyak peristiwa yang mengejutkan dialaminya.
"Biar saya bantu, Kak" kata Ombing melihat Darwis agak kepayahan mengangkat kopor pakaian.
"Tak usah. Aku masih kuat."
"Atau saya yang membantu," sela Pak Lumbing .Darwis yang membelakangi Pak Lumbing segera berbalik.
"Pak Lumbing" Anda mengejutkan saya!" seru Darwis yang tak menyangka akan bertemu lagi dengan Pak Lumbing
"Saya sudah menduga Anda pasti terkejut melihat saya," sahut Pak Lumbing
"Saya minta maaf. Saya telah menuduh Anda yang bukan-bukan." Pak Lumbing terkekeh.
"Sebagai manusia, kita wajar saling memaafkan," katanya
"Hanya saya minta, agar pipa cangklong saya dikembalikan. Kata Ombing pipa itu Anda simpan." Darwis tertawa tergelak. Begitu juga Ombing dan Boboi.
"Hampir saja pipa Pak Lumbing ikut terbang bersama saya," kata Darwis seraya membuka kopornya. Ia lalu mengambil pipa cangklong milik Pak Lumbing dan menyerahkannya kepada orang tua itu. Pak Astor dan Bu Astor datang disertai Ike
"Kak Darwis nggak usah pergi deh!" kata Ike. Darwis tersenyum mendengar pemintaan Ike.
"Permintaan Ike sebaiknya kaupenuhi," kata Pak Astor
"Kau bisa bekerja kembali di perusahaanku. Aku akan menempatkanmu di bagian yang kausukai Kepala gudang" Kepala produksi" Atau menjadi pembantu Pak Alam. Pilihlah sesukamu. Hanya itulah tanda terima kasihku atas segala jasamu."
Darwissalah tingkah mendapat tawaran pekerja an dari Pak Astor
"Terima deh tawaran Papa, Kak. Biar kita terus kumpul," bujuk ike Lalu ia berseru kepada Ombing dan Boboi,
"Hoil Ayo dong Bantu aku membujuk Kak Darwis Kita bisa pesiar setiap hari kalau Kak Darwis mau bekerja lagi di perusahaan Papa" Ombing dan Boboi bingung Mereka tidak tahu harus berbuat apa
"Terima kasih atas perhatian Bapak yang begitu besar kepada saya," kata Darwis setelah didesak terus-menerus oleh Pak Astor,
"Bukan saya menolak tawaran itu, tapi saya sudah terikat dengan perusahaan lain. Sebetulnya saat ini saya sedang melakukan peninjauan di hutan untuk membuka perusahaan kayu di daerah ini."
"Kamu kan bisa meninggalkan perusahaan itu. Bapak bisa marah ho! Jika kebaikannya ditolak orang," ujar Bu Astor
"Akan saya pikirkan tawaran Bapak. Tapi saya belum bisa memberi keputusan dalam waktu singkat."
"Begitu, dong!" seru Ike, Pak Astor tampak senang mendengar keputusan Darwis.
"Pukul berapa kita berangkat ke lapangan terbang" tanyanya. 'Setengah jam lagi, Pak Sekarang baru pukul enam," sahut Darwis setelah melihat jam tangannya.
Sebuah speed boat milik Pak Astor memasuki perairan Kotabaru. Embusan angin laut di pagi hari sangat dingin. Tetapi Tonde malah berkeringat karena merasa tegang. Sumpit yang digenggamnya licin sekali .Telapak tangannya telah basah keringat sejak speed boat yang ditumpanginya mendekati Hotel Air Biru.
"Kita tidak bisa merapat di demaga, Pak" kata kapten kapal kepada Lohan 'Kapal ini tidak dilengkapi dengan surat jalan."
"Arahkan ke Hotel Air Biru. Kita merapat di sana."
"Baik," sahut kapten kapal. Ia lalu menyuruh juru mudiagar membelokkan haluan kapal kearah hotel.
"Itu mobil Pak Astor" seru Tonde ketika melihat Toyota Hardtop diparkir di halaman hotel
"Itu Pak Lumbing' seru Kakek Andin pula "Sudah lama aku tidak jumpa dia."
"Jadi Pak Lumbing juga sahabat Kakek?" tanya Tonde heran. Kakek Andin hanya mengangguk Kapal itu merapat di sisi teras hotel yang menghadap ke laut. Lohan seperti lupa pada kebaikan kapten kapal itu. Ia meloncat ke teras hotel tanpa mengucapkan terima kasih lagi. Matanya merah bagai bara api. Tangannya menggenggam sebilah mandau. Sikapnya tetap beringas ketika melangkah di lorong hotel. Di belakangnya, melangkah pula Kakek Andin dan Tonde.
Semua orang yang berada di halaman hotel terkejut melihat kedatangan Lohan. Sikap pemuda itu menakutkan.
Pak Astor lekas lekas menarik tangan Ike dan mamanya. Ia segera memunggung anak dan istrinya itu .Pak Lumbing tercengang .Darwis terkesiap. Sedangkan Ombing dan Boboi terbengong-bengong tak mengerti. Mereka tidak siap menghadapi kedatangan ketiga orang lelaki yang hadir secara tiba-tiba itu
"Kau memang seorang aktor ulung, Kawan .Tapi sandiwaramu hanya cukup sampai disini!" sembur Lohan. Ia berhenti sepuluh langkah di depan Darwis .Pemuda Dayak itu tegak ba
gai sebuah karang dengan tatapan penuh dendam ke arah Darwis.
"Apa maksudmu"' tanya Darwis tak mengerti .Tangannya memegangi ujung jaket yang dikenakannya.
Lohan mencabut peluru sumpit beracun yang telah melukai tangan Boboi. Ia melemparkan peluru bilah bambu itu ke hadapan Darwis.
Sekilas Darwis memandangi peluru sumpit itu. Wajahnya tampak berubah pucat. Tapi ia masih bisa mengendalikan perasaannya yang semakin tegang.
"Katakan dengan jelas apa maksudmu memperlihatkan peluru sumpit itu?"tanyanya dengan suara bergetar."Dasar bandit Pada saat terakhir kau masih bisa berkelit juga, Kawan!" hardik Lohan seraya mencabut mandaunya
"Mestinya kau berdoa sebelum senjata ini meminum darahmu!'
"Dialah sebenarnya dalang penculikan Ike!" tiba-tiba Tonde berteriak. Semua orang terkejut mendengar ucapan Tonde. Orang-orang yang berada di situ menghambur menjauhi Darwis, ketika pemuda itu tiba-tiba mencabut pistol yang berada di balik jaketnya
"Ayo kita tentukan siapa yang pantas disebut lelaki" teriak Lohan sambil mengayunkan mandaunya. Tonde menembakkan sumpitnya ketika Darwis membidikkan pistolnya ke arah Lohan Blup. Dor. Dalam detik yang sama pistol Darwis menyalak sekali. Lohan terhuyung .Bahunya ditembus sebutir peluru. Mandaunya terlepas .Jatuh ke tanah, bersamaan dengan pistol Darwis. Darwis mencabut peluru sumpit yang menancap dipergelangan tangan kanannya. la ingin mengambil pistolnya lagi karena melihat Lohan memungut mandaunya.
"Kaisar Sergap orang itu!" perintah Ombing. Kaisar menerjang Darwis begitu mendengar perintah dari tuannya. Namun Darwis sempat melihat Kaisar menerkamnya. Ia berkelit ke samping, namun pistol itu tak sempat diraihnya. Gerakan Darwis masih kurang cepat dibandingkan
dengan terkaman Kaisar. Pundak pemuda itu tercakar kuku Kaisar yang runcing .Pakaiannya
terkoyak. Darah mulai memerahi pakaiannya yang
sobek itu. Darwis bingung menentukan sikapnya. Kaisar
sudah siap menerkam pemuda itu. Lohan dengan mandau tergenggam ditangan kiri mendatanginya. Akhirnya Darwis melarikan diri dengan cara terjun ke air. Ia berenang mendekati speed boat merah yang tertambat di tangga kayu Melihat hal itu, Boboi tidak membuang kesempatan. Anak yang digelari oleh teman-temannya sebagai
"Manusia Ikan dari Rampa itu langsung terjun dari teras hotel. Tubuhnya meluncur begitu derasnya ke air. Ia menyelam dan memburu tubuh Darwis yang berenang ke arah speed boat .Rasa perih mulai menjalar di lukanya. Tapi Boboi tak mempedulikan rasa sakit yang semakin menjadijadi di lengannya. Darwis berenang sekuat tenaga .Air laut memerah di sekitarnya. Darwis yakin, ia bisa melarikan diri dengan speed boat merah itu. Namun tiba-tiba kedua kakinya ditarik oleh seseorang. Darwis timbul tenggelam di permukaan air. Kedua kakinya dirangkul oleh Boboi. la menjadi gelagapan diperlakukan begitu. Tonde siap melepaskan peluru sumpitnya untuk yang kedua kalinya. Namun melihat Darwis teler diperlakukan oleh temannya, ia tak tega menembakkan peluru berbentuk tusukan sate itu .Maka ia bergegas mendatangi Lohan.
Bu Astor menjerit-jerit menyaksikan kejadian di air itu. Pak Astor berusaha menenangkannya. Para tamu hotel bermunculan. Mereka berlari ke sisi teras. Ada pula yang hanya melongok dari balik jendela. Di pinggir band orang-orang mulai berderet .Adegan di air itu hanya menjadi tontonan.
"Sudah, Boi. Orang itu bisa mati lemas" Ombing berteriak sambil berlari menuruni anak tangga. Kaisar mengikutinya.
"Sikat saja Jangan kasih ampun!. Dia pantas dihukum seperti itu!" seru Ike sambil bertolak pinggang di atas speed boat. Saat itu juga ia membenci Darwis. Orang yang disangkanya
pahlawan besar itu ternyata penjahat besar yang berkedok orang berbudi.
"Boi. Hentikan perbuatanmu.' Pak Lumbing berseru.
Pak Lumbing kebi ngungan. Tindakan Boboi harus dicegah. Tapi ia dan Kakek Andin sibuk menghadapi amukan Lohan. Pemuda Dayak itu mengamuk sejadi-jadinya. Ia nekat hendak membunuh Darwis. Kakek Andin dan Pak Lumbing hampir kewalahan memegangi Lohan, jika tidak dibantu Tonde dan kapten kapal
"Lepaskan aku!' sembur Lohan seraya meronta-ronta. Ia tak mempedulikan pundaknya telah basah oleh darah.
"Dia harus mati! Dia mengkhianati persahabatan kami"
"Sadar, Lohan" bentak Kakek Andin.
"Kendalikan dirimu?"Pergi kalian! Jangan rintangi aku Sia-sia aku ke sini kalau tidak membunuh bandit itu" Lohan mengamuk sekuat tenaga. Dia menendang siapa saja. Tonde terjengkang dihantam kaki Lohan. Ia meringis kesakitan. Lohan hampir bisa membebaskan diri. Namun orang-orang yang melihat tak tinggal diam. Mereka membantu menangkap Lohan yang telah menjadi gila karena rasa kecewa. Boboi pun begitu la seperti dirasuki setan. Ia menjadi lupa diri .la dendam pada Darwis Pemuda itutega melukainya dengan peluru sumpit beracun. Maka Boboi bertindak secara liar. Ia hampir membunuh Darwis. Pada saat yang gawat, tiba-tiba sebuah Toyota Kijang dengan bakterbuka berhenti di depan hotel. Letnan Margan tiba di situ disertai anak buahnya Polisi itu menyibak kerumunan orang di pinggi band. Letnan Margan terkejut melihat pergulatan di air. Ia mencabut pistolnya dan menembak ke udara. Mendengar letusan senjata api, Boboi terkejut. Ia menjadi sadar akan perbuatannya yang bisa membahayakan jiwa Darwis. Lalu ia menyeret tubuh Darwis ke dekat speed boat dengan cara memegangi pundak pemuda itu dan belakang Sehingga tubuh Darwis tidak bisa tenggelam. Darwis dipapah menaiki anak tangga oleh dua orang polisi .Pemuda itu tak berdaya lagi. Ike meludah ke air ketika Darwis lewat di sisinya. la melampiaskan kebenciannya.
Darwis berjalan dengan kepala menunduk. Ia menghindari tatapan mata Pak Astor. Orangtua itu
mencegatnya di teras. "Dasar bandit" Pak Astor menggeram. Dia merenggut leher jaket Darwis.
"Sabar, Pak' cegah salah seorang polisi.
"Biarkan kami mengurus luka-lukanya." "Dia pantas mati"
"Maaf, Pak Jangan main hakim sendiri!"
"Kau memuakkan Tak tahu diri' sembur Pak Astor tanpa mempedulikan teguran polisi itu. Darwis terpaksa digiring ke tempat yang aman, untuk menghindari amukan Pak Astor. Juga beberapa awak kapal yang ikut-ikutan melihat kemarahan bos mereka. Sementara itu, Boboi masih berendam di air. Ia tak kuat naik ke atas speed boat. Tenaganya habis diperas untuk melumpuhkan perlawanan Darwis. Tanpa bantuan Ombing dan Ike, tak mungkin ia bisa merayap ke speedboat. Ombing dan Ike menarik Boboi keatas
speed boat ''Gila kau, Boi. Kamu hampir menjadi pembunuh!" sembur Ombing .Boboi tak bisa menyahut lagi. Ia telentang di jok speed boat .Napasnya megap-megap.
"Payahl Jagoan apaan Begitu saja teler!" ejek Ike.
"Husy Ngomong jangan sembarangan!" kata Ombing tak senang.Ike mencibirkan bibirnya. Ia lalu berlari menaiki anak tangga seraya berkata,
"Jangan khawatir. Kalian kuhadiahi teh botol"
"Ike. panggil Boboi pelan seraya mengacungkan dua jarinya.
"Beres Khusus kamu kukasih dua botol" Ike berpapasan dengan Letnan Margan di lorong hotel. Letnan Margan berjalan mendatangi Pak Astor.
"Maaf saya datang terlambat," katanya kepada Pak Astor.
"Tapi Anda datang tepat pada waktunya. Jika tidak, mungkin anak itu bisa masuk tahanan," sahut Pak Astor seraya menunjuk Boboi. Letnan Margan menuruni anak tangga bersama Pak Astor.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Letnan Margan melihat Boboi mengurut-urut lengannya.
"Tidak, Pak!" sahut Boboi. Ia bangun dan duduk bersandar di jok speed boat. Ike datang membawa teh botol sebanyak empat botol.
"Saya kagum pada keberanian kalian membongkar kasus penculikan ini," ka
ta Pak Astor khidmat. "Tapi kami hampir terkecoh oleh kecerdikan Kak Darwis, Pak. la sengaja meletakkan pipa cangklong dan kaca mata Ike untuk dijadikan bukti palsu. Supaya kami mengalihkan penyelidikan untuk mencari speed boat yang digunakan untuk menyergap Ike," sahut Ombing
"Tapi kami belum mengerti cara mereka menyergap ike."
"Para penjahat itu menggunakan obat bius untuk menyergap aku," kata Ike.
"Kalau begitu, kesimpulan saya benar, sahut Letnan Margan. 'Obat yang diserahkan Pak Lumbing pada saya, setelah diselidikixtenyata obat bius. Saya menduga Darwis terlibat dalam kasus penculikan ike Maka pagi ini saya akan menangkapnya."
"Tapi Pak Letnan kalah cepat dengan kami," sahut Boboi mengejek.
Letnan Margan hanya bisa tersenyum.
"Kenapa penjahat yang kabur membawa uang tebusan itu tidak dikejar saja, Pak?" tanya Ike.
"Mungkin mereka belum begitu jauh!"
"Jika dalangnya sudah tertangkap, mereka pun akan tertangkap pula. Kami tinggal mengorek keterangan dari Darwis. Persembunyian mereka pasti sudah diatur oleh Darwis." sahut Letnan Margan.
"Hati-hati ho, Pak! Kami bisa bergerak lagi untuk menangkap mereka!" sahut Boboi.
"Kali ini saya tidak mau didului kalian lagi!"
"Kalau begitu saya berhak dong disebut, Sersan Boboi'
"Belum Tindakanmu tadi sangat liar!Jadi belum pantas menjadi anak buahku!"
"Tapi Pak Letnan kan pernah janji" desak Boboi.
"Saya tetap akan menepati janji itu. Akan saya tunjuk siapa yang pantas menjadianak buah saya.?"Saya ya, Pak?" kata Ombing sambil menunjuk dadanya.
Letnan Margan menggeleng "Tonde, Pak" tanya Boboi penasaran.
"Juga bukan." "Lalu siapa?" desak Boboi
"Ini!" sahut Letnan Margan seraya menepuk nepuk kepala Kaisar.
"Pak Letnan curang" seru Boboi dan Ombing serempak.
Letnan Margan terbahak-bahak. Namun dalam hati, ia mengakui kehebatan anak-anak itu .Pak Astor tersenyum menyaksikan keakraban mereka. Tapi Ike ini menyaksikan semua itu.
10. KEJUTAN IKE "Tolong! Ada mobil gila!" teriak Tonde sambil berlari pontang-panting di jalan beraspal itu. Sejak tadi ia menghindari kejaran mobil Pak Astor. Ia bingung, dan marah sekali. Mobil itu terus menguntit di belakangnya. Jika ia berjalan, mobil itu akan bergerak perlahan. Bila ia berlari sekuat tenaga, mobil itu akan melaju mengejarnya. Begitu seterusnya. Kini Tonde kehabisan akal dan kehabisan napas. Ia tidak bisa lagi menghindari kejaran Pak Astor. Akhirnya ia hanya menunggu di pinggir jalan dengan napas terengah-engah. Matanya memandangi Pak Astor yang berada di dalam mobil
"Percuma deh, adu kecepatan lawan mobil Bagaimanapun kau tidak mampu mengalahkan tenaga mesin," gurau Pak Astor. Ia sengaja bersikap lucu agar Tonde bersedia bertatap muka dengannya. Memang susah menghadapi anak yang keras hati seperti Tonde. Harus dihadapi dengan kesabaran.
"Sebenarnya Oom mau apa?" dengus Tonde. Giginya bergemerlutukan menahan kemarahan.
Sampai kini ia belum bisa memaafkan kekasaran Pak Astor tempo hari .Soal yang sepele, tapi bagi Tonde hal itu merupakan penghinaan.
"Saya membutuhkan tenagamu."
"Maaf saja, Oom Saya sedang sibuk".
"Keadaan Ombing sangat gawat Hanya kau yang mampu menolongnya."
Tonde terkejut. Ia sampai mundur setapak
"Ada apa dengan Ombing?"
"Dia keracunan. Seorang penyumpit gelap telah melukainya."
"Oom jangan main-main!" kata Tonde sambil menatap Pak Astor.
"Sudahlah. Rupanya kau sulit diajak bicara," kata Pak Astor. Ia lalu menjalankan mobilnya pelan-pelan.
Tonde terbengong-bengong la seperti mimpi mendengar Ombing keracunan
. Jika bukan Pak Astor yang ngOmong, ia tak mungkin percaya. Bergegas ia mengejar mobil Pak Astor
"Oom! Oom! Saya ikut"
Pak Astor melihat Tonde berlari dari kaca spion .Ia pun lalu menunggu anak itu
"Ayo naik" katanya seraya membukakan pintu mobil.
"Saya di belakang saja, Oom."
"Kenapa di belakang"
"Karena saya ingin duduk di belakang" sahut Tonde agak jengkel.
Pak Astor tertawa. Ia lalu membukakan pintu belakang seraya berkata,
"Agaknya kau masih marah juga, ya"
Tonde diam saja. Tapi sebenarnya ia malu duduk di samping Pak Astor.
Di dalam mobil yang sedang melaju, Tonde menerka-merka tentang keadaan Ombing .Jika racun di tubuh Ombing sudah lama mengeram, mungkin ia tidak sanggup mengeluarkan racun itu. Ombing terpaksa harus dibawa ke tempat Dukun Barok Tapi rumah Dukun Barok sangat jauh. Bisakah jiwa Ombing diselamatkan" Tonde bergidik memikirkan hal itu. Mobil Toyota Hardtop itu terlonjak ketika berhenti di depan rumah Pak Astor.
"Kok banyak orang, Oom?" gumam Tonde. Ia heran melihat banyak anak di teras rumah Pak Astor.
"Mereka teman sekolah Ike. Kau bisa berkenalan dengan mereka Yuk, kita turun" Tonde ragu-ragu. Ia curiga melihat suasana di rumah Pak Astor .Teman-teman sekolah ike mengenakan pakaian yang bagus-bagus. Tapi akhirnya Tonde mau juga turun dari mobil itu. la berjalan mengikuti Pak Astor. Boboi dan Ombing senyum-senyum menyambut kedatangan Tonde. Tonde malah terkejut. Ia tidak melihat Ombing terluka. Anak itu malah berpakaian rapi sekali. Pak Lumbing juga ada di situ. Ia tampak tak acuh. Orang tua itu asyik menggosok-gosok pipa cangklongnya. Matanya seperti orang mengantuk Setengah terbuka dan setengah tertutup. Tetapi sebenarnya Pak Lumbing sedang mengawasi kedatangan Tonde.
Ada apa sebenarnya" Tonde semakin tak mengerti
"Keadaanmu gawat ya. Bing" tanya Tonde. Ia penasaran, walaupun melihat keadaan Ombing segar-bugar.
"Apanya yang gawat?" tanya Ombing pula.
"Kata Oom, kamu keracunan Ada orang yang menyumpitmu"
Boboi dan Ombing terbahak-bahak Pak Lumbing terkekeh-kekeh mendengar ucapan Tonde.
"Kena juga kau diakali Pak Astor!" ujar Ombing
"Terus terang saja Ton, aku dan Boboi tidak yakin kalau kau bersedia datang ke sini. Tapi agaknya Pak Astor punya akal untuk menundukkan kekerasan hatimu."
"Jadi sebenarnya aku tertipu" Tahu begitu aku nggak bakal mau kemari" sembur Tonde dengan hati dongkol.
'Mestinya kau merasa bangga dijemput sendiri oleh seorang jutawan seperti Pak Astor. Berarti Pak Astor menghargaimu" kata Pak Lumbing menerangkan tentang maksud baik Pak Astor.
Tonde menunduk malu. Apa yang dikatakan oleh Pak Lumbing memang tepat sekali. Ia mengakui sikapnya yang kurang terpuji kepada Pak Astor. Seharusnya ia malah berterima kasih atas kebaikan jutawan itu. Karena kakeknya sering
menumpang kapal milik Pak Astor jika pergi ke Batu Besar.
"Lalu untuk apa kita kumpul-kumpul di sini?" katanya pelan
"Hari ini keluarga Pak Astor khusus menjamu kita. Gara-gara kamu nggak datang, terpaksa acara makan-makan ditunda. Perutku jadi lapar, tahu!' sungut Boboi.
"Hanya acara syukuran saja!" kata Pak Astor yang sudah berada di samping Tonde. "Sekarang sudah bisa dimulai Hei. Mana Ike" Kok malah tidak ada"
"Tadikatanya mau ke dalam dulu, Oom!" sahut Ombing seraya mengusap-usap kepala Kaisar. Kaisar menggeram saja. Tandanya beruang itu sedang lapar
"Ke dalam saja lama sekali!" geruru Pak Astor. 'Ikel Ike! Keluar, dong! Kamu atur acaranya!'
Pak Astor bergegas masuk akan memanggil Ike,
"Aaaaaooo!" Tiba-tiba terdengar lengkingan dari dalam kamar Ike.
Pak Astor terkejut Demikian pula orang-orang yang berada di
teras itu. Serentak mereka menyerbu ke kamar Ike.
Bu Astor lebih dulu memasuki kamar Ike. Sewaktu mendengar jeritan itu, ia sedang menyiapkan makanan di ruang tamu.
"Paaa Cepat ke sini!" Bu Astor berteriak panik mengetahui keadaan Ike. Wajahnya seketika pucat
"Ada apa, Ma?""Kenapa Ike, Tante" tanya Tonde pula yang berada di belakang Pak Astor
"Astaga Bagaimana bisa begini?" Ucap Pak Astor tergagap ketika melihat wajah Ike di cermin .Ike duduk di depan cermin. Ia tersedu-sedu melihat wajahnya yang asing sekali Seluruh permukaan wajahnya berbulu. Tidak bedanya seperti orang hutan.
"Hi, Ike berbulu" teriak teman Ike yang melongok dari luar jendela.
"Ikejadi orang hutan! Wajahnya mengerikan" seru anak perempuan lainnya seraya cepat-cepat menyingkir dari jendela Ombing dan Boboi terkesiap. Mereka iba melihat wajah Ike yang begitu mengerikan. Kalau tidak melihat sendiri, mereka takkan percaya .Pak Lumbing tersedak oleh asap rokoknya sewaktu melihat wajah Ike. Semua orang yang hadir menjadi gempar melihat perubahan itu 'Apa yang membuatmu begitu rupa, Nak" Kesalahan apa yang pernah kaulakukan"' tanya Pak Astor dengan suara bergetar. Ia tegak di samping Ike. Perlahan-lahan Ike membalikkan badannya. Kini ia menghadapi orang-orang yang berkerumun di depan pintu kamarnya. Tiba-tiba Ike menudingkan jarinya ke arah Tonde. Tonde terkejut Wajahnya pucat .Tiba-tiba anak itu lari terbirit-birit hendak ke luar. Tapi dengan sigap Pak Lumbing menangkap tangan anak itu. Tonde meronta-ronta seraya menendang Pak
Lumbing .Orang tua itu hampir kewalahan menghadapi amukan Tonde .Untung Ombing dan Boboi membantu melumpuhkan Tonde.
"Lepaskan aku Lepaskan!"
"Pasti kau yang mengguna-guna Ike! Aku ingat, kau pernah mengancam akan membuat wajah Ike berbulu sembur Boboi
"Bohong! Aku tidak pernah melakukan apaapa. itu hanya gertakan saja!" lengking Tonde. Ia mengamuk membabi buta. Kakinya menendang ke sana kemari.
"Tidak mungkin Bukti sudah ada.Kau memang terlalu, Ton. Memalukan teman saja!" hardik Boboi seraya menempeleng pipi Tonde.
"Tetapi aku cuma menakut-nakuti Ike. Lepaskan aku. Pak Astor dan Bu Astor mendengar percakapan itu. Mereka mengawasi Ike yang sedang memegangi wajahnya dengan kedua tangannya. Hanya mata, hidung, dan mulutnya, yang tampak penuh bulu Tiba-tiba Pak Astor merenggut kedua tangan ike yang sedang menutupi sebagian wajahnya. Sebagian bulu itu terlepas. Tetapi bulu palsu itu bisa mengecoh banyak orang.
"Kau memang keterlaluan, Ke" ujar Bu Astor seraya mencubit pipi Ike, 'Aduh Ampun, Ma!" Ike terlonjak Bergegas ia berlari ke luar. Bu Astor menggeleng-gelengkan kepalanya karena tingkah anaknya. Pak Astor berlari menyusul Ike.
Di luar, Ike diserbu teman-temannya yang merasa keki karena ulahnya yang mengejutkan itu. Ike dicubit dijambak, dan rambutnya diobrak abrik. Yang paling kesal adalah Tonde. Tamparan Boboi masih terasa panas di pipinya. Ia berlari ke samping rumah Ike .Diambilnya seember air. Lalu air itu dituangkannya di atas kepala ike.
'Sekarang tahu rasa, deh seru Pak Astor. Ia terbahak bahak melihat adegan itu. Lalu ia bergegas masuk kedalam rumahnya. Ia mengambil kamera polaroid .Adegan itu masih berjalan juga, Pak Astor masih sempat mengabadikannya. Klik.i Sekali jepret, kamera itu menghasilkan foto adegan ike dikerubuti teman-temannya.
Ike duduk di tengah teman-teman sekolahnya .Di antara Farida dan Dahlia. Ike mengenakan celana panjang jeans yang berpotongan seperti celana monyet .Dilengkapi dua utas selempang yang menggantung di bahunya. Kausnya berlengan pendek bergambar kepala seekor gorila. Membuat Tonde geram saja. Ike sengaja ingin mengejek anak Dayak itu. Sewaktu disekap penculik, ia tidak begitu takut. Ia lebih ngeri memikirkan ancaman Tonde. Hampir sepanjang hari ia merasa ngeri membayangkan guna-gun
a Tonde. Puncak ketakutannya adalah tadi malam. Batas waktu yang telah dijanjikan Tonde. Tapi kenyataannya Tonde cuma menakut-nakuti saja. Ia malu dan keki, karena bisa dikerjain begitu.
Padahal tidak ada ilmu gaib yang bisa mengubah wajah orang menjadi berbulu. Tapi Ike puas bisa membalas ulah Tonde.
Pak Lumbing selesai membaca doa. Pak Astor mengajak orang tua itu untuk memulai mencicipi hidangan yang tersedia di atas meja.
"Serbu!' seru Ike setelah Pak Lumbing dan papanya selesai mengambil sepiring makanan. Ike menuju ke tempat piring dan sendok-garpu .Anak-anak mengikutinya. Sebentar saja ruangan itu penuh dengan bunyi sendok dan piring beradu .Bu Astor sibuk dengan kamera polaroidnya. Jepret sana jepret sini
"Kaisar galak nggak, Bing"' tanya Ike sambil menghampiri Ombing yang sedang makan dengan sikap malu-malu.
"Wah, galak Terutama terhadap orang yang mengganggu tuannya!"
"Kok nggak dikasih makan?"
"Dia sedang puasa. Hari ini dia hanya mau minum susu."
"Bilang saja minta susu untuk Kaisar .Piara binatang nggak punya modal" Ombing meringis. Ike berlari ke dapur. la membuatkan serantang susu untuk Kaisar. Tidak tanggung-tanggung Tapi itu siasatnya untuk mendekati Kaisar .Hanya cara itulah yang paling jitu untuk menundukkan Kaisar. Mula-mula Kaisar enggan menyentuh susu yang disodorkan Ike. Tapi cara Ike yang merayu dengan sikap memanjakan,binatang itu, akhirnya mampu menundukkan Kaisar. Sebentar saja Ike sudah akrab dengan beruang itu.
"Difoto dong, Ma!" pinta Ike dengan suara manja. Di tangga teras, Ma Yuk, Bing Ajak yang lain juga" Bu Astor mengikuti kemauan Ike. la membuntuti Ike yang sedang membujuk-bujuk Kaisar agar mau berjalan ke tangga teras.
"Mau foto di mana, Ke?" tanya Ombing yang dikuti Tonde dan Boboi.
"Sembarang deh Yang penting kita bergaya!" sahut Ike. 'Di tangga saja!" ujar Boboi
"Kita duduk berurutan dari atas ke bawah Hasil fotonya pasti menarik. ike setuju sekali. Kaisar disuruh duduk di anak tangga teratas. Sedangkan Ike duduk di anak tangga kedua di bawah Kaisar. 'Sori. Ya, Ke. Aku nggak duduk di dekatmu." ejek Tonde.
"Aku juga nggak mau!' sahut Ike dengan bibir mencibir
"Kamu duduk di bawahku, Boi. Biar Tonde paling bawah saja, aku nggak tahan dengan baunya" Tonde cemberut. Tapi ia mengikuti perintah Ike .Ia duduk di anak tangga nomor lima, di bawah Ombing
"Difotonya empat kali ya, Ma. Biar masingmasing menyimpan fotonya"
"Cerewet" gerutu Bu Astor. Tapi melihat susunan itu, Bu Astor terkesan juga. Kaisar, Ike, Boboi, Ombing, dan Tonde, duduk berurutan pada setiap anak tangga. Klik ..Bu Astor menekan tombol kamera. Lalu menunggu foto yang sudah jadi itu muncul dari dalam kamera. Setelah itu dijemurnya dan ia menjepret lagi.
"Sekarang tangan kalian masing-masing memegangi bahu temanmu Tonde melipat tangan saja." kata Bu Astor ikut mengatur gaya anak-anak itu Lalu ia menekan tombol kamera lagi. Membuat foto itu sebanyak dua kali dari arah yang berbeda
"Kita foto ramai-ramai, ya?" kata Ike setelah mamanya selesai dengan kameranya. Farida, Lia, yuk Kita foto sama-sama'
"Ah enggak, deh Kalau mau, kita saja, nggak usah sama beruang itu!' Teman-teman sekolah Ike enggan difoto berdampingan dengan anak laki-laki
"Lihat hasil fotonya, Ma' kata Ike yang tak mempedulikan sikap teman sekolahnya.
"Hati-hati, belum kering benar!" ujar Bu Astor seraya menyerahkan selembar foto kepada Ike
"Yang ini untuk kalian simpan!" Tonde menerima selembar foto dari Bu Astor. Begitu juga Boboi dan Ombing Mereka bisa melihat hasil foto itu tanpa saling berebutan.
"Foto ini agak aneh," gumam ike 'Ada misterinya kalau kita perhatikan baik-baik. Coba saja kalian baca"
"Ah, masa foto bisa dibaca Jangan ngawur!"
sahut Boboi. Tapi ia penasaran juga. Foto itu diperhatikannya lebih teliti. Tapi tidak ada misteri apapun. Kecuali gambar mereka yang kalau dilihat memang menarik.
"Aku juga tidak menemukan keanehan di sini." sahut Ombing
"Menurut kamu bagaimana, Ton?"
"Hasilnya bagus. Kakekku pasti senang kalau foto ini kutunjukkan kepadanya!" sahut Tonde.
"Kalan terlalu bego, sih" gerutu Ike.
"Nih, perhatikan kalau mau tahu rahasianya. Yang duduk di atas adalah Kaisar. Dan paling bawah Tonde. Coba kalian baca huruf awal nama kita masing-masing .Huruf awal itu kita rangkaikan menjadi satu. Kalian pasti menemukan satu kata dari rangkaian nama kita."
Ketiga anak itu pun mengikuti kemauan Ike.
"Kii." Boboi mengeja.
"Kibot!" ujar Ombing hampir bersamaan dengan Tonde.
"Ya, Kibot" sahut Ike. Nama itu biasa kita pakai
sebagai nama grup kita. Kita membentuk grup Kibot"
"Grup apaan" Grup ngamen?" cetus Ombing
"Aku setuju" Boboi menimpali.
"Aku yang nyanyi dengan Ike Tonde yang memainkan musiknya. Ombing bagian penagihan uang Kita mengelilingi setiap kampung Uangnya bisa kita gunakan untuk menyumbang panti asuhan!"
"Sip!' sahut Ike 'Ike juga bisa main gitar sedikit-sedikit.
"Setiap rumah kita datangi dan kita ngamen di situ Kalau tuan rumahnya pelit, Kaisar bisa kita suruh menakut-nakuti" ujar Ombing. Keempat anak itu tertawa-tawa. Ike melonjak lonjak kegirangan . Grup Kibot telah dibentuk. Banyak peristiwa yang bakal mereka alami pada petualangan Kibot yang akan datang.
Tamat. Ebook by BBSC edit teks SAIFUL Bahri. Seandainya Mereka Bisa 1 Pendekar Naga Putih 67 Jerat Peri Kembangan Imbauan Pendekar 9

Cari Blog Ini