Ceritasilat Novel Online

Cheng Hoa Kiam 15

Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 15


"Lukamu karena Hek-tok sin-ciang tidak berat. Akan tetapi kalau diobati dengan ini akan lebih cepat sembuhnya. Kau pergilah."
Melihat air muka Kun Hong yang pucat dan aneh, Kong Bu tidak berani banyak cakap lagi. Ia menerima tongkat potong itu dan menghaturkan terima kasih lalu berlari menyusul ayahnya dan yang lain-lain.
Sampai di pantai, Kun Hong terus mengikut mereka. Ia melihat Pak-thian Koai jin menangkap seorang penjaga pantai dan mengancam, "Apa kau tadi melihat nona Eng Lan " Hayo bilang terus terang agar aku tak usah menggunakan kekerasan."
"Dia sudah pergi, naik sebuah perahu ...... ". jawab penjaga itu.
Jawaban ini diterima dengan hati lega oleh Pak-thian Koai-jin dan kawan-kawannya, akan tetapi dengan hati kosong dan semangat layu oleh Kun Hong. Benar - benar Eng Lan sudah pergi dan ia tidak akan melihat bayangannya lagi. Dari sedih ia menjadi benci dan marah, bukan kepada Eng Lan melainkan kepada Wi Liong ! Inilah yang menyebabkan ia menanti Wi Liong dan sengaja mengajak Wi Liong berkelahi mati - matian, sebetulnya sama sekali bukan Cheng-hoa-kiam yang menjadi sebab utama, melainkan Eng Lan!
Demikianlah dengan hati remuk dan perasaan menyesal kepada diri sendiri, Kun Hong menangis setelah mendengar ucapan Wi Liong yang membuka matanya. Wi Liong yang masih berdiri, terharu juga biarpun ia masih marah kepada Kun Hong. Terkenanglah ia akan pengalamannya sendiri, akan cinta kasihnya yang gagal bersama Siok Lan. la melihat bayangan asmara yang gagal dan remuk pula di depan mata, asmara antara Eng Lan dan Kun Hong.
Hatinya menjadi terharu dan tidak tega. Ia sendiri sudah merasai betapa pahitnya, betapa sengsaranya menderita patah hati dan ia tidak mau melihat lain orang menderita seperti dia. Perhubungan .Kun Hong dan Eng Lan masih dapat diperbaiki, kalau Kun Hong memang dapat memperbaiki kelakuannya. Ia dapat menduga betapa besarnya cinta kasih Eng Lan kepada Kun Hong, sebesar cinta kasih Siok Lan kepadanya. Dan sekarang ia dapat melihat pula bahwa Kun Hong sebetulnya amat mencinta Eng Lan, kalau tidak demikian, tidak nanti pemuda ini sekarang menderita penyesalan hebat seperti ini, sampai menangis tersedu - sedan seperti anak kecil !
"Apa artinya kau menangis seperti anak kecil di depanku " Semua salahmu sendiri, karena kau tidak bisa menjaga diri, tidak bisa menahan nafsu, karena kau pemuda lemah, pemuda mata keranjang dan cabul. Kau minta ampun kepadaku, apa artinya " Bodoh, kenapa tidak minta ampun kepada Eng Lan, menyusulnya cepat - cepat sebelum ia pergi terlalu jauh dan sukar disusul lagi" Benar bodoh !"
Mendengar ini, Kun Hong seperti baru sadar dari tidurnya. Ia melompat bangun dan dengan mata merah dan muka pucat ia memandang Wi Liong.
"Apa.........apa kau kira ......... dia akan sudi mengampuniku ........ ?"
"Cintanya suci. tidak seperti cinta kasihmu yang kotor dan palsu."
"Terima kasih !" Kun Hong berlari cepat sekali, menuju ke tempat perahu. Bagaikan dikejar setan ia melompat ke sebuah perahu dan mendayungnya cepat- cepat menuju ke pantai daratan Tiongkok untuk mengejar kekasihnya yang telah ia sakiti hatinya. Kalau ia teringat betapa tadi ia memperlakukan Eng Lan, tidak saja mengeluarkan kata - kata menghina sekali akan tetapi juga memeluk dan menciumi gadis itu seperti laku orang edan, mau ia memukul rusak mukanya sendiri.
"Eng Lan ......... Eng Lan ......... tunggu ......... !" keluhnya dalam hati.
Sementara itu, dengan mata basah karena terharu sekali melihat keadaan orang yang menderita karena cinta kasih seperti pernah ia derita. Wi Liong berdiri tegak memandang ke arah perginya perahu. Kemudian iapun menyusul dan mendayung sebuah perahu kecil yang diambilnya dari banyak perahu di tepi pulau itu.
"Semoga mereka itu dapat bertemu dan berbahagia kembali," bisiknya dan terbayanglah wa jah Siok Lan di depan matanya, membuat hati Wi Liong menjadi berduka sekali.
Kota An-king di Propinsi An-hui adalah sebuah kota yang ramai dan cukup besar. Sungai Yang-ce-kiang mengalir di pinggir kota sebelah selatan dan sungai ini merupakan jalan hubungan yang amat penting bagi An-king. Barang-barang dagangan yang keluar masuk kota itu banyak melalui sungai sehingga setiap hari permukaan air sungai di kota itu penuh dengan perahu-perahu hilir-mudik.
Di kotanya sendiri juga amat ramai. Banyak pedagang dan pelancong memenuhi hotel - hotel dan restoran - restoran. Karena letaknya kota ini di tengah- tengah, maka orang - orang yang nampak di kota inipun campur-aduk. Banyak juga orang - orang utara berada di situ, yang dapat dikenal dari langgam bicara mereka. Pada masa itu, di mana setiap saat dirasakan hawa ancaman dari bala tentara Mongol yang masih sibuk dengan penyerbuan ke dunia barat, banyak orang pergi keluar rumah membawa senjata. Banyak pula orang - orang kang ouw di kota ini, sehingga tidak menjadi aneh lagi kalau orang melihat orang-orang berpakaian ahli silat membawa - bawa pedang di punggung atau pinggangnya, malah banyak juga wanita-wanita, gadis-gadis cantik, berpakaian ringkas dan di pinggang mereka tergantung pedang atau golok.
Hari itu restoran Hok lo yang merupakan restoran besar dan selalu penuh tamu di An king, tidak begitu ramai. Meja - meja banyak yang kosong dan hanya ada empat lima meja yang dihadapi tamu - tamu. Sebabnya adalah karena pagi hari itu hujan turun rintik - rintik membuat orang orang segan keluar rumah. Pelancong-pelancong dan pedagang - pedagang juga segan meninggalkan kamar hotel, hawa begitu dingin dan jalan agak becek.
Di meja yang letaknya paling depan duduk dua orang menghadapi meja dan. hidangan. Mereka ini makan minum sambil mengobrol dan melihat - lihat keluar, ke jalan raya di depan restoran Hok lo. mentertawakan orang - orang yang tergesa-gesa berjalan menempuh hujan. Mereka adalah seorang gadis cantik sekali, masih muda remaja dengan sikapnya yang lincah kenes menarik hati, dan seorang pria gemuk bertopi sutera berkumis kecil. Gadis itu paling banyak baru delapanbelas tahun usianya, cantik dan manis akan tetapi sepasang mata yang indah itu kadang - kadang kelihatan berapi dan alis yang lentik itu kadang-kadang dikerutkan, membayangkan watak yang keras. Pakaiannya ringkas sederhana, akan tetapi tidak menyembunyikan keayuannya, malah membuat ia makin jelita. Sebatang pedang panjang tergantung di pinggangnya dan ini membuat ia kelihatan gagah sehingga mata laki-laki tidak begitu berani berterang memandang dan mengagumi kecantikannya. Adapun laki-laki itu. biarpun tubuhnya gemuk dan perutnya gendut, akan tetapi gemuk-gemuk kencang, tanda seorang kuat. Topinya dari sutera itu lain modelnya dari pada orang lain membuat ia kelihatan aneh dan asing. Di atas topi itu, di tengah - tengah, dihias sebuah mainan bundar dari benang bulu domba. Juga dia membawa pedang yang dipasang di belakang punggungnya, dari depan hanya gagang pedang yang tampak.
"Suheng. kau benar benar gembul sekali. Sering kali aku heran, siapa yang akan menang kalau bertanding minum arak dan makan mi. kau atau ayah." terdengar gadis itu berkata sambil tersenyum geli melihat laki - laki berusia tigapuluhan itu sudah menghabiskan belasan cawan arak dan dua kati mi goreng.
Laki - laki yang ternyata suhengnya (kakak seperguruan) itu hanya tertawa dan matanya menatap wajah sumoi (adik seperguruan) itu dengan lucu. Bagi orang yang sudah berpengalaman, melihat sinar mata laki - laki itu menatap wajah adik seperguruannya, mudah dilihat bahwa laki - laki ini menaruh hati kasih sayang yang besar kepada gadis itu.
"Entah mengapa, Lan-moi (adik Lan), kalau hari hujan, perutku ini rasanya tak pernah mengenal kenyang. Lapar terus !" Ia tertawa terbahak-bahak sambil menepuk nepuk perutnya yang gendut membusung seperti perut wanita mengandung lima bulan.
Gadis itu tertawa geli, menutupi mulutnya dengan telapak tangan. Biarpun dari suara ketawanya yang lembut nyaring ini ia termasuk gadis kang-ouw yang tidak malu - malu seperti gadis pingitan, namun caranya menutupi mulut ketika ketawa menunjukkan bahwa ia bukanlah gadis liar dan kasar yang tidak mengenal kesopanan seorang wanita.
"Sumoy. sebaliknya kenapa makanmu sedikit amat " Aku takut kau akan menjadi makin lama makin kurus kalau kau tidak mau menambah makanmu."
Anehnya, kalau dari setiap gerak - geriknya si gendut ini jelas seorang badut yang suka melawak, ucapan kali ini diucapkan penuh kesungguhan dan di dalam suaranya terkandung perhatian dan kasih sayang.
"Gadis mana yang kepingin gendut seperti kau ?" Gadis itu tersenyum. "Aku mana suka mempunyai potongan badan seperti bibi - bibi di Ban-mo-to " Biar aku makan setengah kenyang saja dari pada tubuhku menjadi gendut-gendut seperti tubuh mereka berempat!"
"Hush, sumoi, kau keterlaluan sekali. Masa bibi sendiri kau cela " Biarpun seperti itu, mereka itu lihai sekali kepandaiannya. Kalau tidak masa mereka itu menjadi pelayan - pelayan kesayangan Thai-houw ?"
Gadis itu nampak tak senang membicarakan urusan yang menyangkut Ban-mo-to. "Sudahlah, kalau bicara tentang Ban-mo-to, suka mengkirik (meremang bulu tengkuk) aku. Menyeramkan! Eh, suheng, kenapa ayah belum juga muncul ?" Gadis ilu melangak - longok ke jalan raya, melihat-lihat.
"Hi-hik, kaya belum kenal saja watak suhu. Tadi begitu hujan turun, suhu berlari keluar untuk hujan - hujan (bermain di bawah hujan). Katanya sudah setengah tahun tidak bertemu hujan, sekarang hendak bermain sepuasnya. Memang suhu lucu sekali. Ha-hak !"
Gadis itu ikut tertawa geli. Dua orang ini bercakap - cakap sambil bersendau-gurau. Memang hubungan kedua orang ini akrab sekali Hal ini tidak mengherankan kalau diketahui bahwa mereka adalah kakak beradik seperguruan semenjak gadis itu masih kecil, semenjak gadis itu masih kanak kanak dan baru bisa berjalan. Ketika masih kanak-kanak. laki-laki itu sudah seorang pemuda tanggung dan sering kali sumoinya itu digendong dan diasuhnya. Dengan demikian hubungan keduanya sudah seperti kakak dan adik sekandung, setidaknya demikian perasaan hati gadis itu. Bagi pemuda itu lain lagi karena diam-diam di dalam hatinya tumbuh cinta kasih yang besar, cinta kasih seorang laki laki terhadap seorang wanita ! Cuma saja hal ini tidak diketahui dan tidak terasa oleh gadis remaja yang masih hijau ini.
Siapakah mereka ini " Gadis yang dipanggil Lan moi (adik Lan) itu bernama Lan Lan, puteri Phang Ek Kok, orang aneh lucu gemuk pendek berkepala plontos yang menjadi kakak nenek kembar empat pelayan Kui-bo Thai houw di Ban-mo-to. Adapun pemuda yang usianya sudah tigapuluh tahun lebih itu bernama Sek she nya Kui. Kui Sek ini sebelum menjadi murid Phang Ek Kok belasan tahun yang lalu, telah ditinggal mati ayah bundanya. Ayahnya seorang guru silat, ilmu pedang, maka selain menerima pelajaran ilmu silat tinggi dari gurunya, Phang Ek Kok, lebih dulu Kui Sek juga sudah mewarisi ilmu pedang ayahnya. Wataknya juga jujur dan kasar lucu akan tetapi sayang agak menyombongkan kepandaiannya sendiri. Ia malah memakai julukan Sin hui kiam (Pedang Terbang Sakti) dan julukan ini saja sudah membayangkan kesombongannya !
Mereka sedang melakukan perjalanan bersama guru mereka, Phang Ek Kok yang begitu kegirangan melihait hujan turun sehingga seperti anak kecil saja, orang aneh itu meninggalkan orang orang muda itu di restoran untuk main - main di bawah siraman air hujan !
Setelah meninggalkan Kim Ie-san di mana ia tadinya ditugaskan menjaga oleh Kui-bo Thai-houw, Ek Kok mengajak puterinya. Lan Lan pergi ke Propinsi An hui di mana ia hendak mencoba mencari puterinya ke dua yang lenyap ketika masih kecil. Lan Lan sebetulnya adalah anak kembar, yang ke dua adiknya bernama Lin Lin. Lin Lin inilah yang lenyap dan sedang dicari - cari oleh Ek Kok, yang tidak melenyapkan harapan biarpun sudah mencari sampai sepuluh tahun lebih tanpa hasil.
Baik Lan Lan sendiri maupun Kui Sek murid nya, tidak tahu akan rahasia Ek Kok dengan Lan Lan. Sebetulnya Lan Lan ini bukanlah anak Ek Kok. Bagaimana Ek Kok bisa mempunyai anak kalau selama hidupnya dia tidak pernah mempunyai isteri " Akan tetapi kepada Lan Lan dan orang - orang lain ia menceritakan bahwa Lan Lan dan Lin Lin adalah anak kembarnya, dan bahwa isterinya, ibu anak kembar itu telah meninggal dunia ketika melahirkan anak kembarnya.
Phang Ek Kok sendiripun tidak tahu anak siapakah Lan Lan dan Lin Lin. Kira-kira enam belas tahun yang lalu, dia dan adik kembarnya yang empat orang, dikalahkan oleh Kui-bo Thai-houw dan selanjutnya adik kembarnya yang empat orang itu dijadikan pelayan oleh Kui-bo Thai-houw dan dibawa ke Ban-mo-to. Dia hidup seorang diri dan pada suatu hari, beberapa bulan kemudian, tiba - tiba muncul Kui-bo Thai-houw mendapatkannya dan wanita sakti dari Ban-moto ini datang membawa dua orang anak perempuan kembar yang baru berusia dua tahun.
"Ambil dua bocah ini sebagai puteri - puterimu dan didik baik - baik. Awas, jangan bocorkan rahasia. Sampai mampuspun kau tidak boleh menyatakan bahwa mereka bukan anak - anakmu. Mengerti !"
Kaget bukan main hati Phang Ek Kok. Bagaimana pula ia bisa membangkang, ia sudah dikalahkan dan ia tahu pula akan kekejaman Kui-bo Thai-houw. Membantah berarti menyerahkan nyawa ke dalam tangan iblis wanita itu. Pula ia sayang melihat dua bocah yang mungil-mungil itu, dua orang anak perempuan yang serupa benar.
Terpaksa ia menerima juga dan semenjak saat itu. Phang Ek Kok yang selama hidupnya belum pernah menikah, tahu tahu telah menjadi "bapak" dari dua orang anak perempuan. Baiknya Ek Kok selama ini hidup merantau, tidak pernah tinggal lama di tempat tertentu, maka mudah saja ia membohongi orang - orang bahwa anak-anak itu memang anaknya dan isterinya mati ketika melahirkan.
Akan tetapi setahun kemudian, ketika dua orang anak itu baru bisa belajar bicara dan sedang lucu-lucunya, pada suatu malam Ek Kok kehilangan Lin Lin ! Anak itu lenyap begitu saja tanpa meninggalkan bekas, seperti diculik setan. Bukan main marahnya Ek Kok. Sebagai seorang kang-ouw yang ulung tahulah dia bahwa Lin Ljn diculik orang yang berkepandaian tinggi. Semenjak saat itu. ia mengajak Lan Lan merantau dan di mana - mana ia mencari jejak Lin Lin tanpa hasil.
Kui-bo Thai houw juga marah sekali mendengar ini. Akan tetapi wanita itu hanya menekan kepada Ek Kok supaya terus mencari Lin Lin sampai dapat ditemukan kembali. Malah akhir - akhir ini Kui-bo Thai-houw menyatakan bahwa Ek Kok tidak boleh muncul lagi di Ban-mo-to sebelum menemukan kembali Lin Lin.
Demikianlah riwayat singkat keadaan Ek Kok dan "puterinya", Lan Lan yang sekarang duduk di restoran bersama suhengnya, Kui Sek. Dalam perjalanan di An-hui, Ek Kok dan Lan Lan bertemu dengan Kui Sek yang sekarang sudah tamat belajar dan hidup menyendiri di An king. Pemuda ini girang sekali bertemu dengan suhu dan sumoi-nya. Dipilihnya kamar terbagus dalam hotel terbaik di kota itu. malah ia lalu "mentraktir" suhu dan sumoinya di restoran Hok lo itu.
Ketika Kui Sek dan Lan Lan menanti datangnya Phang Ek Kok di restoran Hok-lo sambil memandang keluar, tiba tiba dari luar masuk seorang gadis cantik yang gagah sekali sikapnya. Seperti Lan Lan, gadis ini juga menggantungkan pedang di pinggang kirinya, langkahnya tegap dan gesit sekali, rambutnya agak basah oleh hujan rintik - rintik tadi. Sayang sekali wajah yang jelita dan manis itu nampak muram dam sinar matanya sayu.
Begitu memasuki restoran dengan tergesa - gesa karena kehujanan, gadis ini mengebut - ngebutkan pakaiannya yang agak basah, lalu mengusap rambut kepalanya. Pada saat itu seorang pelayan menyambutnya, akan tetapi gadis ini berdiri kaku dengan tangan di atas kepala. Pada saat ia mengusap rambutnya tadi, pandang matanya bertemu dengan wajah Lan Lan yang memandang kepadanya sambil tersenyum. Gadis itu kaget sekali kelihatannya, kaget dan heran sampai ia berdiri tegak dengan tangan masih di atas kepala dan tidak melihat bahwa seorang pelayan menyambutnya dengan manis budi dan ramah. Sampai lama dua orang gadis itu saling berpandangan.
"Luar biasa ............ kalau tidak jauh lebih muda, gadis itu seperti enci Siok Lan benar ! Bagaimana di dunia ada dua orang yang begitu sama wajahnya ?" gadis yang baru masuk ini dalam hatinya berkata dan memaksa diri untuk mengalihkan pandang dan mengikuti pelayan itu yang mengajaknya menghampiri sebuah meja. Kebetulan sekali, pelayan itu membawanya ke sebuah meja yang berdekatan dengan meja Lan Lan, malah duduknyapun menghadap ke dalam sehingga dari tempat duduknya ia dapat melihat Lan Lan dan suhengnya dengan jelas.
Begitu melihat, hati Lan Lan tertarik dan suka kepada gadis gagah yang baru masuk itu. Melihat gadis itu membawa pedang dan sikapnya gagah, timbul keinginan dalam hati Lan Lan untuk berkenalan dan terutama sekali, memenuhi dorongan darah mudanya, ingin ia mencoba ilmu silat terutama ilmu pedang nona itu. Ia memandang dengan sepasang matanya yang bening ke arah gadis itu dan tersenyum - senyum memancing - mancing perkenalan.
Akan tetapi gadis yang berwajah muram ini tidak melayaninya. Ia memang sebentar - sebentar melirik ke arah Lan Lan dan tiap kali memandang wajah Lan Lan ia kelihatan terheran, akan tetapi senyum Lan Lan tidak dibalasnya dan tidak dilayaninya. Dengan suara perlahan ia memesan makanan dan minuman kepada pelayan, kemudian duduk diam merenung sendirian sambil menanti datangnya masakan yang dipesannya.
Dasar harus terjadi keributan. Lan Lan di depan suhengnya memuji-muji Eng Lan dengan suara perlahan dan selalu dibantah oleh Kui Sek yang ingin menunjukkan kepada sumoinya itu bahwa ia tidak tertarik oleh lain wanita yang bagaimanapun juga !
"Enci itu cantik dan bukan main manisnya !" demikian Lan Lan mulai.
"Ah, biarpun cantik akan tetapi mukanya muram menakutkan orang. Tidak seperti kau yang selalu senyum dan bermuka terang. Aku paling benci melihat gadis bermuka masam." jawab Kui Sek perlahan sekali selengah berbisik dan suaranya ini memang takkan dapat terdengar oleh orang yang duduknya sejauh gadis tadi duduk.
"Suheng, mana kau tahu orang cantik " Enci itu manis sekali ! Dan melihat gerak - geriknya. aku berani bertaruh bahwa dia tentu memiliki ilmu silat dan ilmu pedang yang tinggi," kata pula Lan Lan sambil memandang ke arah Eng Lan yang sedang menerima hidangan yang dipesannya.
"Aaaahhh, tak mungkin ! Gadis - gadis macam dia itu sekarang seperti jamur di musim hujan banyaknya, berkeliaran di sana sini. Semua itu hanya untuk menakut-nakuiti orang saja supaya tidak berani mengganggunya, atau kebanyakan malah digunakan sebagai, modal berlagak. Membawa - bawa pedang, berpakaian ringkas seperli pendekar pedang, berjalan ditegak - tegakkan. Ah, sumoi pada waktu ini mana ada gadis segagah engkau ! Sukar dicari keduanya. Jangan kau memuji - muji gadis kota seperti dia itu."
Ucapan ini dikeluarkan lebih perlahan lagi karena si gendut ini hanya bicara untuk menyindirkan kepada sumoinya bahwa dalam pandangannya, di dunia ini tidak ada gadis yang lebih cantik atau lebih pandai dari pada Lan Lan ! Ia setengah berbisik karena sebenarnya ia tidak menghendaki kalau ucapan - ucapan ini terdengar oleh gadis yang baru mau makan mi-nya itu
Dasar celaka ! Gadis yang sejak tadi diam saja dan sekarang sudah mulai mengangkat sumpitnya, tiba - tiba berhenti dan tidak jadi makan, meletakkan sumpitnya di atas meja. Muka yang muram itu menjadi makin keruh dan sinar matanya berkilat - kilat ke arah Kui Sek ! Ia melompat dekat dan tangan kanannya meraba - raba gagang pedang,
"Babi gemuk, mulutmu kotor dan lancang sekali ! Kau keedanan gadis cilik ini bukan urusanku, akan tetapi kenapa kau membawa - bawa aku " Apa kau sudah bosan hidup " Hayo lekas berlutut minta ampun, kalau tidak benar - benar aku akan membikin kau menjadi babi gemuk tanpa kepala !" Gadis itu ternyata galak sekali dan setelah bicara amat lancar dan lincah, tanda bahwa sebelum ia diliputi awan kedukaan yang membuat ia pendiam dan muram, dahulunya ia seorang gadis yang lincah dan pandai bicara.
Kui Sek kaget setengah mati. Tak disangka sangkanya bahwa gadis itu dapat mendengar omongannya. Ataukah hanya ngawur saja " Lebih baik ia membodoh untuk menutupi malunya.
"Eh, eh, kau ini perempuan galak dari mana " Kenapa tiada hujan tiada angin ngamuk ngamuk dan memaki - maki orang ?" katanya dengan muka bodoh.
"Babi keparat ! Masih hendak pura - pura lagi " Kau ini laki - laki pengecut, percuma saja membawa - bawa pedang ! Bisa kau bilang orang membawa pedang untuk berlagak, tidak tahunya kau sendiri yang membawa pedang untuk menjual aksi yang tidak laku !"
Kui Sek boleh jadi dogol dan sombong, akan tetapi iapun mempunyai sifat baiknya, yaitu selain jujur juga bisa melihat kesalahan sendiri. Sekarang karena ia merasa salah. maka menghadapi gadis yang marah marah itu ia hanya tertawa ha-hah-he-heh sambil menundukkan mukanya yang menjadi merah.
Lan Lan semenjak kecil suka sekali kepada Kui Sek dan menganggap suheng ini sebagai kakaknya sendiri. Juga ia tidak sesabar Kui Sek, maka melihat suhengnya dimaki-maki orang, melihat suhengnya dihina begitu rupa, gadis muda ini menjadi naik darah. Ia melompat bangun dan menghadapi gadis yang marah-marah itu.
"Enci, sabar dulu. Kenapa marah marah dan memaki maki orang di tempat umum " Ini bukan sikap seorang gagah. Kau bersikap seakan - akan kau sendiri yang punya kepandaian. Ketahuilah, suhengku diam saja bukan sekali - kali karena takut padamu, melainkan karena dia merasa salah omong, salah kira karena kau tadi disangkanya gadis biasa. Kalau dia tidak merasa sudah salah, apa kami mau kauhina begini macam " Sudahlah, suhengku sudah salah, kau sudah memaki, jangan kau lanjutkan. Sayang seorang gadis cantik dan gagah seperti kau ini memaki - maki di tempat umum. Memalukan."
Ucapan Lan Lan ini biarpun mengakui kesalahan fihak suhengnya, namun mengandung teguran pedas sekali bagi gadis itu yang agaknya memang sedang risau pikirannya dan karenanya tidak bisa menahan sabar. Ia memandang kepada Lan Lan dan berkata ketus,
"Kau ini bocah cilik tidak tahu dijuali omongan manis membujuk merayu dari babi gemuk itu. Hati - hati, kalau kau tidak bisa menjaga diri kau akan terjatuh ke dalam perangkapnya ! Minggir, aku tidak berurusan dengan kau bocah cilik !"
Naik darah Lan Lan, Dia memang keras hati, sungguhpun watak keras hati ini jarang muncul karena tertutup oleh sifatnya yang periang dan lincah. Sekarang dia marah benar. Seperti juga gadis itu, tangan kanannya meraba gagang pedang dan ia menantang.
"Habis kau mau apa " Kau punya pedang, akupun punya, enci yang manis !"
"Bagus, bocah genit, keluarkan pedangmu. Setelah membikin kapok kau. baru nanti kuhajar babi gemuk !" bentak gadis itu.
Keduanya sudah siap dan sudah menggerakkan tangan hendak menghunus pedang ketika pada saat itu dari luar restoran terdengar seruan kaget, "Bu beng Siocia (Nona Tak Bernama) ......... !"
Baru saja suara ini terdengar, orangnya sudah tiba di ruangan restoran itu dan berkelebat menengahi antara Lan Lan dan gadis tadi. Baru sekarang pemuda yang baru datang ini melihat wajah gadis itu dan berserulah ia heran dan kaget.
"Nona Pui Eng Lan......... !"
Gadis yang marah - marah tadi memang Eng Lan adanya. Eng Lan melihat pemuda itu menjadi kaget juga karena pemuda itu bukan lain adalah Wi Liong! Dapat dibayangkan betapa kaget dan herannya Wi Liong tadi ketika lewat di depan restoran itu, ia melihat dua orang gadis tengah bersitegang hendak bertanding, dan melihat Lan Lan, ia menjadi pucat karena gadis ini memang tidak ada bedanya dengan Kwa Siok Lan yang dikabarkan telah tewas! Tanpa dapat dicegah lagi ia tadi berseru "Bubeng Siocia" karena teringat akan Siok Lan ketika pada pertama kali ia jumpa, dan cepat ia melompat untuk mencegah pertempuran itu. Makin besar keheranannya ketika melihat bahwa gadis yang seorang lagi adalah Eng Lan!
Lan Lan memandang kepada Wi Liong dengan mata terbelalak dan mulut tersenyum geli. Siapakah pemuda ini dan mengapa tadi menyebut Bu-beng Siocia" Tentu dia yang disebutnya itu, karena di situ hanya ada dua orang siocia (nona) dan nona yang menjadi lawannya itu sudah disebut namanya, yaitu Pui Eng Lan.
"Nona Pui, kenapa kau di sini " Mana ......... mana Kun Hong ......... ?" tanya Wi Liong. Melihat Eng Lan menjadi pucat mendengar disebutnya nama Kun Hong.
Wi Liong segera berkata lagi, "Kau duduklah dulu, harap jangan dilanjutkan pertempuran ini. Ada urusan apakah Nona Pui, kau duduklah di sana, nanti aku akan banyak bicara denganmu."
Karena Eng Lan terguncang sekali hatinya melihat munculnya Wi Liong yang menyebut-nyebut nama Kun Hong, ia mengangguk dan kembali ke tempat duduknya. Sementara itu, Wi Liong menghadapi Lan Lan yang masih tersenyum mengejek.
Untuk kedua kalinya, jantung Wi Liong berdenyut keras melihat wajah yang begitu cantik jelifa seperti wajah Siok Lan. Bahkan senyuman mengejek pada bibir merah itupun senyuman Siok Lan ! Ia mengejap-ngejapkan kedua matanya untuk memandang lebih nyata karena khawatir kalau matanya yang menipunya. Sudah terlalu sering ia membayangkan wajah Siok Lan sslungga kerap kali ia seperti melihat Siok Lan dan mendengar suaranya. Akan tetapi, betapapun ia mengejapkan mata, gadis di depannya itu tetap saja seperti Siok Lan, baik wajahnya yang jelita maupun bentuk tubuhnya yang ramping.
"Kau ......... kau siapakah ......... !" tanyanya gagap dan matanya memandang membelalak.
Lan Lan menggerak gerakkan alisnya menahan geli hatinya, tetap saja ia tidak tahan dan tertawa sambil menutupi mulutnya yang kecil lalu berkejap - kejap meniru perbuatan Wi Liong tadi dengan lucunya. Kemudian ia menjawab sambil tersenyum,
"Kau sudah mengenalku, masih berpura-pura tak kenal lagi ?"
Meremang bulu tengkuk Wi Liong. Apakah yang di depannya ini roh Siok Lan yang mengganggunya " Mukanya sebentar merah sebentar pucat, dan suaranya gemetar ketika ia bertanya,
"Kau ......... kau siapakah " Siapa namamu" Apa betul kita pernah saling berkenalan ?"
Lan Lan memandang heran. Apakah pemuda ini miring otaknya " Sayang kalau miring otaknya, pemuda begini tampan dan suaranya sedap amat didengar. Kalau tidak miring otaknya, mengapa begini aneh " Dan suling itu ............ orang lain membawa pedang kenapa dia membawa suling "
"Tadi datang-datang kau menyebut namaku, masa lupa lagi !" Lan Lan mempermainkan.
"Betulkah" Aku lupa lagi. Siapa sih namamu ?" tanya Wi Liong, agak tenang hatinya karena sikap lincah dan kenes dari gadis itu membuat ia berbeda dari Siok Lan yang pendiam dan sungguh-sungguh. Juga sekarang baru terlihat jelas olehnya bahwa gadis ini jauh lebih muda dari Siok Lan. pantas menjadi adiknya.
"Namaku Bu-beng Siocia !" Lan Lan berkaca sambil tersenyum geli.
Wi Liong tertawa, tertawa gembira. Baru kali ini semenjak ia kehilangan Siok Lan. ia bisa tertawa segembira itu. Wajahnya menjadi menarik dan makin tampan, kelihatan muda sekali ketika tertawa ini sehingga Lan Lan tertarik hatinya.
"Dan kau siapa " Kenapa datang - datang mencegah orang hendak mengadu pedang ! Enci itu galak sekali, kalau kau kenal dengannya tolong kauberi tahu lain kali jangan galak - galak seperti ayam bertelur. Eh, kau siapakah " Kau membawa suling, tentu kau tukang tiup suling yang pandai ya ?"
Aneh sekali. Wi Liong biasanya bersikap pendiam dan serius, akan tetapi kali ini ia mau melayani gadis remaja yang mempermainkannya. Dengan gembira ia mengangguk. "Memang aku tukang suling."
"Twako yang baik, kalau begitu coba kau meniup sebuah lagu untukku. Mau ?"
Aneh benar. Seperti lupa diri, lupa bahwa ia berada di dalam restoran dan bahwa sekarang para tamu dan para pelaiyan menonton pertunjukan itu, lupa bahwa ia diperlakukan seperti seorang pemuda berotak miring, Wi Liong mengangguk menyanggupi permintaan Lan Lan, membawa suling pada bibirnya dan tak lama kemudian iapun menyuling sebuah lagu!
Suara suling melengking, mengalun, menyelinap di antara suara rincik hujan, menimbulkan suasana yang ganjil. Semua orang bengong karena pemuda ini benar - benar pandai menyuling. Lan Lan berdiri dengan mata bersinar-sinar, wajahnya berseri, akan tetapi lambat-laun pandang matanya menjadi sayu. Suara suling itu berubah, dari garang menjadi lembut, makin lama makin menyedihkan hati.
"Jangan begitu sedih ........." tak terasa lagi Lan Lan melangkah maju setindak dan berbisik, memandang Wi Liong dengan kasihan sekali.
Kui Sek yang melihat, ini semua, timbul kemarahannya karena cemburu, ia melompat ke depan Wi Liong dan membentak, "Berhenti !"
Akan tetapi Wi Liong seperti tidak mendengarnya dan menyuling terus.
Kui Sek makin marah. 'Tadi aku mengalah terhadap seorang nona. Akan tetap, kau pemuda gila ini jangan main - main di depanku, berhenti dengan suling gila itu !"
Wi Liong hanya melirik sedikit, keningnya berkerut tanda ia tak senang diganggu, namun ia menyuling terus,
"Kau berani berlagak di depan Sin-hui kiam Kui Sek " Apa kau ingin digampar ! Untuk ketiga kalinya, berhenti ! Kalau tidak, terpaksa ku gampar dan jangan bilang aku terlalu !" Berkata demikian ia mengangkat tangan mengancam sambil melirik ke arah Eng Lan seperti menyatakan bahwa sebagai orang gagah ia tidak sudi datang datang menampar orang, akan tetapi lebih dulu mengancam sampai tiga kali. Akan tetapi Eng Lan diam saja dan di dalam hatinya memandang semua itu sebagai lelucon. Tentu saja ia tidak mengkhawatirkan Wi Liong, ia tidak begitu gila untuk mengkhawatirkan keselamatan pemuda sakti ini.
"Benar - benar kau mencari celaka !" bentak Kui Sek dan tangannya sudah bergerak untuk menampar.
"Suheng, jangan ......... !" Lan Lan mencegah.
Akan tetap, terlambat. Tangan dengan telapakannya yang lebar dan kuat itu sudah melayang dan .........terhenti di tengah udara. Aneh sekali kalau dibicarakan. Tahu - tahu tubuh tinggi besar itu berdiri diam tak bergerak dengan tangan kanan masih diangkat di atas kepala Wi Liong, akan tetapi tidak jadi diturunkan dan tidak bergerak. Seluruh tubuh Kui Sek seperti beku dan kaku, hanya matanya yang sipit itu saja berputaran kaget dan bingung, Wi Liong masih menyuling terus !
Lan Lan yang melihat keadaan Kui Sek demikian itu, kaget sekali. Ia mengguncang - guncang tubuh Kui Sek dan memanggil. "Suheng .........! Suheng ......... !" Setelah memegang pundak suhengnya, baru ia tahu bahwa suhengnya telah ditotok jalan darahnya secara ajaib sekali !
Sementara itu, Wi Liong sudah menyelesaikan permainan sulingnya. Melihat Lan Lan mengguncang - guncang tubuh Kui Sek, ia lalu menggerakkan sulingnya ke arah iga pemuda dogol itu yang seketika terbuka kembali jalan darahnya, mengeluh dan memandang kepada Wi Liong dengan mata melotot.
"Bagaimana pendapatmu tentang permainan sulingku. Bu-beng Siocia ?" tanya Wi Liong yang tidak perduli ada orang melotot padanya dan mengajukan pertanyaan itu sambil memandang Lan Lan.
Gadis ini masih belum hilang kagetnya. Setelah Wi Liong tadi menotok iga suhengnya. barulah ia mengerti bahwa suhengnya tertotok oleh pemuda peniup suling ini, maka dapat dibayangkan betapa heran dan kagetnya, juga disertai rasa kagum.
"Bagus, hanya sedih sekali. Tadi kau apakan suhengku ?" tanya Lan Lan, lagaknya seperti anak kecil.
Wi Liong makin terharu melihat wajah dan gerak bibir serta suara yang membuat ia merasa berhadapan dengan Siok Lan. Ia tak dapat menjawab pertanyaan tadi, hanya memandang kepada Kui Sek dengan senyum. Kui Sek marah bukan main. Dicabutnya pedang dari punggungnya dan sambil berseru keras ia menerjang Wi Liong.
Para tamu dan pelayan restoran itu menjadi bingung dan ketakutan, lari berserabutan melalui pintu samping dan pintu belakang, melarikan diri karena takut terseret dalam perkelahian.
"Suheng, jangan ......... !" kembali Lan Lan mencegah suhengnya. Akan tetapi melihat Kui Sek nekat terus, terpaksa gadis ini melompat mundur dan menonton dengan hati berdebar, la melihat betapa pemuda tampan itu hanya menggunakan sulingnya tadi untuk menangkis serangan pedang suhengnya.
"Celaka, dengan suling saja mana dia bisa menjaga diri dari serangan pedang suheng yang lihai ......... ?" Gadis itu diam-diam amat mengkhawatirkan keselamatan Wi Liong.
Akan tetapi kekhawatirannya berubah keheranan luar biasa ketika ia melihat betapa tangkisan suling itu membuat tubuh Kui Sek terhuyung-huyung ke belakang dan pedang di tangan suhengnya itu hampir saja terlepas dari pegangan.
Wajah si gemuk menjadi pucat dan matanya terbelalak kaget. Akan tetapi sudah menjadi watak Kui Sek tidak mau kalah dalam pertempuran dan terlalu memandang tinggi kepandaian sendiri tanpa memandang kepandaian orang lain. Ia tadi merasa betapa tangkisan suling itu membuat seluruh lengan kanan yang memegang pedang seakan - akan lumpuh dan pasangan kuda - kuda kakinya tergempur hebat, akan tetapi sebaliknya dari pada kapok ia malah menyerang lagi lebih hebat.
"Aku tidak ada waktu untuk melayanimu!" Wi Liong berkata pelahan, sulingnya digerakkan secara aneh. Terdengar suara keras ketika suling itu menangkis pedang, akan tetapi kali ini suling itu terus bergerak ke arah lengan tangan Kui Sek. Pemuda gemuk itu berteriak kesakitan, pedangnya terlepas jatuh mengeluarkan suara nyaring di atas lantai dan ia melangkah mundur sambil memegangi lengannya yang sakit sekali.
"Luar biasa......... !" Lan Lan berseru, lupa untuk membantu suhengnya. Kekagumannya terhadap Wi Liong meningkat dan gadis ini hanya dapat berdiri bengong memandang.
Tiba - tiba pada saat itu terdengar suara ketawa - tawa tidak karuan dan dari luar restoran kelihatan "menggelinding" masuk seorang laki-laki gemuk pendek berkepala gundul pelontos.
"Hah-heh-hah-heh, Lan Lan........ Kenapa kau diamkan saja suhengmu dipermainkan orang ?"
Wi Liong memandang dan kagetlah ia karena ia sudah mengenal si gundul ini yang bukan lain adalah orang gundul yang dulu bertempur melawan kelua Pek-eng-pai di Kim Ie-san, kakak dari empat orang nenek kembar pelayan Kui-bo Thai houw.
"Maaf." katanya sambil menjura, "sekali-kali siauwte tidak mempermainkan orang, malah tanpa sebab diserang. Bukankah begitu, Bu beng Sio cia ?" tanyanya kepada Lan Lan.
Lan Lan mengangguk ! Matanya yang bening tidak pernah lepas dari wajah Wi Liong.
"Lan Lan, kau bagaimana sih " Malah membenarkan musuh !" tegur Phang Ek Kok kepada puterinya.
Wi Liong tercengang. Gadis inipun bernama Lan Lan, hampir sama dengan Siok Lan. Dan gadis ini puteri badut gundul yang lucu itu" Luar biasa sekali! Saking herannya pemuda ini sampai tidak bisa berkata apa - apa dan hampir saja ia tidak bergerak pula ketika Ek Kok menyerangnya dengan pakulan ke arah dadanya. Baru setelah Lan Lan berteriak kaget melihat ayahnya memukul pemuda itu, ia cepat mengangkat lengan tangan menangkis. Dan tubuh gemuk pendek itu terlempar ke belakang !
"Berani kau menjatuhkan ayah ?" Lan Lan berseru marah dan tangannya bergerak memukul.
"Plakk......... !!" Lan Lan merasa kepalan tangannya panas ketika mengenai dada permuda itu. Ia cepat-cepat melompat mundur karena jengah dan malu. Pemuda itu sama sekali tidak mengelak atau menangkis ketika ia pukul tadi, malah kelihatan menerima pukulan itu sambil tersenyum kepadanya ! Namun pemuda itu tidak kelihatan sakit sedikit juga, malah kepalan tangannya yang terasa panas !
Phang Ek Kok adalah seorang kangouw yang sudah berpengalaman cukup. Dia tidak dogol seperti Kui Sek, akan tetapi sekali gebrakan saja ketika tadi pukulannya tertangkis Wi Liong, tahulah ia dengan kaget dan heran bahwa tenaga dan kepandaian pemuda ini jauh lebih tinggi dari padanya.
"Apakah loenghiong (orang tua gagah) hendak mengamuk seperti ketika berhadapan dengan Pek-eng-pai lagi !" tanya Wi Liong sambil menatap wajah kakek pendek gemuk itu dengan tajam.
Makin kagetlah Phang Ek Kok. Kejadian di Kim-le san itu hebat sampai banyak orang Pek-eng-pai tewas. Sungguhpun bukan dia yang menewaskan, namun tewasnya karena bertempur dengan dia.
Kekejaman Kui-bo Thai houw yang membunuhi semua orang amat tidak menyenangkan hatinya. Ia tidak setuju dengan pembunuhan besar besaran itu dan peristiwa di Kim Ie-san Ini akan selalu dikenang dengan penyesalan. Sekarang pemuda ini menyebut - nyebut tentang Kim-Ie-san, jangan - jangan pemuda ini seorang dari Pek-eng pai yang akan membalas dendam. Tanpa banyak cakap lagi ia menyambar lengan Lan Lan dan berseru kepada Kui Sek,
"Hayo lekas pergi dari sini. Jangan mencari gara-gara meributkan tempat orang !" Setelah berkata demikian, ia berlari cepat menyeret puterinya. pergi dari situ diikuti oleh Kui Sek yang lari gedebag - gedebug di belakang suhunya.
Pelayan - pelayan rumah makan itu berteriak-teriak menagih uang makanan sambil mencoba untuk mengejar. Akan tetapi mana bisa mengejar tiga orang yang memiliki kepandaian lari cepat itu" Sebentar saja Ek Kok dan puteri serta muridnya sudah lenyap dari satu
Wi Liong menyesal sekali. Ia tak sempat berkenalan dengan Lan Lan. Lagi-lagi ia hanya mengenal gadis itu sebagai Bu-beng Siocia, seperti ketika ia mengenal Siok Lan untuk pertama kalinya. Ia berkata kepada pengurus rumah makan,
"Tak usah ribut. Biar aku yang akan membayar rekening mereka, berikut penggantian meja kursi yang rusak." Setelah berkata demikian. Wi Liong lalu duduk menghadapi Eng Lan yang sejak tadi hanya memandang saja, penuh keheranan akara sikap Wi Liong terhadap gadis muda galak yang tadi hampir berkelahi dengan dia. Setelah duduk berhadapan dengan Eng Lan, sampai lama Wi Liong masih diam saja seperti orang termenung, agaknya peristiwa yang baru saja dialaminya masih berkesan dalam - dalam di hatinya.
"Thio-taihiap, gadis tadi sama benar dengan enci Siok Lan," kata Eng Lan uniuk mengingatkan pemuda itu bahwa ia masih berada di situ
"Hemmm " Apa ............ " O ya nona Pui, kau masih di sini " Betul katamu, gadis tadi serupa benar dengan .......... dengan ......... nona Kwa Siok Lan," jawab Wi Liong gagap.
"Apakah kau sudah berjumpa dengan enci Siok Lan, Thio-taihiap " Dan bagaimanakah urusanmu dengan dia " Kuharap saja sudah beres kembali," kata pula gadis itu yang teringat akan peristiwa yang terjadi antara pemuda ini dengan Siok Lan, yaitu tentang terputusnya pertunangan, sehingga ia sendiri dahulu berusaha untuk mengusahakan penyambungannya kembali bersama Kun Hong.
Wajah Wi Liong tiba-tiba menyuram seperti api dian kehabisan minyak ketika mendengar pertanyaan ini. Ia maklum bahwa Eng Lan belum tahu akan urusannya dengan Siok Lan yang ruwet dan belum mendengar pula akan berita meninggal nya Siok Lan.
Melihat muramnya wajah Wi Liong yang menjadi sedih nampaknya sehingga garis - garis kesedihan muncul di dahinya, membuat pemuda itu nampak tua, cepat-cepat Eng Lan berkata. "Maafkan aku kalau aku mendatangkan perasaan tidak enak padamu, taihiap. "
Wi Liong menggeleng kepala dengan sedih.
"Kau tidak tahu. nona. Siok Lan sudah .......... sudah tidak ada lagi ........."
Eng Lan terkejut. "Masudmu ......... ?"
Wi Liong mengangguk lemah. "Dia sudah meninggal dunia. Berita ini kudengar dari See-thian Hoat ong dan ...... ah. nona Pui, harap kau jangan membicarakan tentang Siok Lan, tak kuat hatiku ......... "
Eng Lan menundukkan kepalanya, maklum bahwa tentu telah terjadi hal hebat yang membuat pemuda ini patah hati dan berduka. Ia tidak berani lagi bicara tentang Siok Lan sungguhpun hatinya ingin sekali tahu apa gerangan yang telah terjadi. Setelah beberapa kali bertemu dengan pemuda ini dan menyaksikan sepak terjangnya, Eng Lan menjadi kagum dan normal sekali kepada Wi Liong yang ia anggap sebagai seorang pendekar sakti yang patut dihormati.
"Nona Pui, aku tadi sengaja menahanmu di sini untuk bicara denganmu tentang ......... Kun Hong."
Eng Lan mengangkat mukanya yang menjadi pucat, sambil menatap wajah Wi Liong dengan pandang mata tajam. Ia benar terkejut dan tidak menduga bahwa pemuda ini akan bicara kepadanya mengenai Kun Hong.
"Aku tidak ada urusan dengan dia !" bantahnya ketus dan muka yang pucat itu segera berubah merah karena marah.
"Hemmm, kulihat kau marah kepadanya. Bagus, memang dia patut sekali menerima kemarahanmu, menerima hukumanmu."
Mendengar ini, Eng Lan seperti mendapat "hati", merasa mendapat kawan yang membenarkannya dalam perselisihannya dengan Kun Hong. Serta - merta air matanya mengalir turun dan ia berkata lirih, "Dia kurang ajar, dia menghinaku ! Manusia tak kenal budi itu !"
"Memang ........ memang Kun Hong amat menyakitkan hatimu, aku tahu sudah, nona Pui. Akan tetapi ........."
"Akan tetapi apa lagi " Aku tak dapat mengampunkan dia !" Eng Lan memotong, dapat menduga apa yang hendak dikatakan Wi Liong karena nada suara pemuda itu sudah menyatakan bahwa pemuda ini hendak membantu Kun Hong.
"Aku hanya ingin memberi tahu bahwa belum lama ini aku bertemu Kun Hong, malah kami saling bertempur. Dia ......... menaruh hati cemburu kepadaku terhadapmu, nona. Itulah kiranya yang membuat dia bersikap tidak layak. Harap kau ingat bahwa semenjak kecil Kun Hong berada dalam asuhan orang orang tidak benar. Akan tetapi dia tidak jahat, hanya tersesat untuk sementara dan kiranya hanya cinta kasihnya yang besar kepadamu yang akan menolongnya. Dia ......... dia amat cinta kepadamu, nona dan sekarang dia seperti orang gila mencari-carimu. Demi cinta kasih murni, apakah kau tidak mau menemuinya ?"
Air mata makin deras mengucur turun dan kedua mata Eng Lan. Ia melompat berdiri dan berkata terisak - isak. "Tidak ......... ! Ti ......... dak sudi lagi aku ...... ! Dia boleh mampus ......... !" Setelah berkata demikian ia berlari pergi.
Wi Liong hanya meneriakkan kata - kata. "Nona Pui. jangan ulangi lagi hal celaka yang terjadi antara aku dan Siok Lan ! Kun Hong dapat diinsyafkan oleh cinta kasihmu. Kasihanilah dia .......!"
Akan tetapi Eng Lan sudah pergi jauh, lupa membayar makanannya.
Terpaksa Wi Liong merogoh kantong dan membayar semua harga makanan, baik yang tadi dimakan oleh Kui Sek dan Lan Lan, maupun hidangan yang baru dimakan sedikit oleh Eng Lan. Dia sendiri tidak membeli apa - apa. tidak ada selera lagi padanya, tidak ada nafsu makan setelah ia mengalami hal-hal yang menegangkan hatinya. Apa lagi pertemuan dengan gadis yang serupa benar dengan Siok Lan tadi. Tak terasa dalam hatinya muncul harapan untuk bertemu kembali dengan Bu-beng Siocia tadi, yang ia hanya ketahui namanya memakai "Lan" juga.
Mari kita ikuti perjalanan Kun Hong yang hancur hatinya mengingat kelakuannya sendiri terhadap Eng Lan. Ia merasa berdosa kepada kekasihnya itu. Apa lagi' kalau ia teringat betapa ia telah memperlakukan Eng Lan sebagai seorang wanita rendah, malah ia maki lebih rendah dari pada para pelayan Kui-bo Thai-houw ! Alangkah jahat mulut dan hatinya. Eng Lan, gadis yang ternyata amat setia padanya, yang sampai hampir mengorbankan nyawa di Ngo-tok-kauw karena hendak mencarikan obat untuknya ! Gadis yang suci dan murni cintanya ini ia caci-maki ia perlakukan kasar dan rendah, ia tuduh yang bukan-bukan. Ia samakan dengan dirinya sendiri, dengan dia yang sudah rusak moralnya.
Makin diingat makin sakit dan menyesal hati Kun Hong kepada diri sendiri. Teringatlah ia akan semua pengalamannya, akan semua jalan hidup sesat dan hina yang pernah ia lalui. Teringat ia akan Tok-sim Sianli akan selir - selir gurunya, teringat pula ia kepada Ciok Kim Li yang kakinya sampai buntung karena dia. Teringat juga kepada wanita - wanita yang telah memasuki jalan hidupnya, kepada Kui-bo Thai-houw dan para pelayannya. Dia yang sudah begitu rusak dan bejat moralnya, masih berani mencaci - maki dan memfitnah yang bukan-bukan kepada Eng Lan. gadis suci murni itu !
"Aku sudah layak mampus !" katanya berkali - kali ketika seperti orang gila ia mendayung perahu pergi meninggalkan Ban-mo-to untuk mencari Eng Lan. "Aku harus temukan dia, aku harus minta ampun kepadanya atau mati di depan kakinya !" demikian ia mengambil keputusan. Karena sedih dan menyesalnya kepada diri sendiri, batu kemala Im-yang-giok-cu yang sudah ia dapatkan itu tidak ia pergunakan. Ia tidak perduli lagi berapa lama ia masih akan hidup.
Ia mencari keterangan bertanya sana - sini, namun Eng Lan seperti lenyap ditelan bumi, tidak meninggalkan bekas. Biarpun demikian, Kun Hong tidak menghentikan usahanya, terus mencari dengan hati mengandung kedukaan besar.
Pada suatu hari, kedua kakinya yang sudah penat itu membawanya ke lereng Gunung Thian-mu-san yang letaknya di perbatasan Propinsi Kiang-si dan An-hwi. Tanpa ia sengaja ia telah tiba di bagian yang penuh dengan tebing curam dan daerah yang berbatu amat berbahaya. Sukar sekali tempat ini dilalui orang kalau orang tadi tidak memiliki kepandaian tinggi. Kun Hong sendiri yang sudah tinggi ilmunya, karena tempat itu masih asing baginya, terpaksa melompat-lompat mencari jalan yang enak. Akhirnya ia tiba di dataran yang sebelah kirinya merupakan tebing yang amat curam, ratusan meter dalamnya jurang yang amat terjal di sebelah kiri itu. Akan tetapi kalau orang berdiri di atas tebing memandang ke bawah, tamasya alam yang luar biasa indahnya terbentang luas dt bawah kakinya, membuat orang terpesona oleh keindahan yang jarang terdapat ini.
Sampai lama Kun Hong berdiri di situ, menikmati pemandangan indah dan tiupan hawa gunung yang sedap nyaman. Terhibur juga hatinya oleh pemandangan dan suasana yang indah tenteram dan sunyi itu. Memang, di kala manusia menyadari akan kebesaran alam, di kala ia merasa bahwa dirinya sebagai satu titik bagian alam yang amat kecil, amat tidak berarti, saat itu ia akan kehilangan watak egoisnya, merasa bersatu dengan alam dan karenanya perasaan - perasaan pribadi seperti marah susah dan lain - lain lenyap sekaligus, terganti perasaan yang ayem tenteram.
Saking tertariknya Kun Hong oleh semua keindahan itu, yang membuat jiwanya yang selama ini kelelahan menjadi nikmat seperti mengalami istirahat yang nyaman, ia berdiri seperti patung, seperti dalam keadaan samadhi yang hening sehingga ia tidak tahu bahwa dari kaki gunung terdapat bayangan orang berkelebat ke sana ke mari, melompat dari batu ke batu dengan amat lincah tanpa mencari-cari jalan seperti Kun Hong tadi. Ini menandakan bahwa orang itu sudah biasa dengan jalan di daerah ini sehingga tanpa melihat ia dapat melompat ke sana ke mari mendaki ke tebing atas. Setelah dekat, ia mengeluarkan seruan tertahan melihat pemuda itu berdiri di pinggir jurang seperti patung batu.
Yang baru datang ini seorang gadis yang pendek sekali. Kalau dilihat dari jauh, tentu orang akan menyangka dia seorang anak perempuan yang masih kecil karena ketika meloncat - loncat tadi rambutnya yang diikat ke belakang melambai-lambai. Akan tetapi kalau dilihat dari dekat, wajahnya bukanlah wajah bocah, melainkan wajah gadis dewasa yang sudah masak, sedikitnya dua-puluh tahun usianya. Dari pinggang ke atas ia normal seperti gadis-gadis biasa, akan tetapi kakinya amatlah pendek. Ia memandang Kun Hong dengan wajah menjadi pucat setelah mengenal pemuda ini, dan tak terasa lagi bibirnya berseru keras.
"Kun Hong ............... !!"
Pemuda itu sadar dari lamunannya dan cepat memutar tubuh memandang, dengan mata penuh harap karena telinganya tadi menangkap suara memanggil namanya, suara....... Eng Lan. Akan tetapi keningnya berkerut tanda kecewa ketika ia melihat bahwa gadis itu bukanlah Eng Lan, melainkan......... Ciok Kim Li. gadis puteri Ciok Sam yang terbunuh olehnya, gadis yang pernah menjadi kekasihnya dan yang terpaksa ia buntungi kedua kakinya karena kaki gadis itu terluka parah oleh Tok-sim Sian-li.
"Kim Li, kau di sini ......... ?" katanya perlahan, baru sekarang merasa heran bagaimana gadis buntung ini bisa berada di tempat yang sesunyi ini.
Akani tetapi, sama sekali tak disangka - sangka, gadis buntung itu mencabut sebatang pedang dari punggungnya dan dengan pedang itu ia menuding muka Kun Hong sambil berkata marah,
"Bagus ! Agaknya Thian yang membawa kau ke sini agar aku bisa mengadu nyawa denganmu, manusia jahat !"
"Eh ......... eh .......... Kim Li, kau kenapakah ?" Kemudian Kun Hong teringat bahwa mungkin gadis ini marah dan sakit hati kepadanya karena ia telah membuntungi kedua kaki gadis itu. Ia menarik napas panjang, lalu menundukkan muka dan berkata,
"Yaaaah, memang aku seorang jahat yang layak dibunuh, Kim Li. Akan tetapi kalau kau marah kepadaku karena aku membuntungi kedua kakimu kau keliru. Kalau tidak kubuntungi kakimu, nyawamu tentu telah melayang oleh racun Tok-sim Sian-li."
Pedang di tangan Kim Li gemetar. "Aku tidak bicara tentang diriku sendiri. Aku sama jahat dan busuknya dengan kau! Ayahku kau bunuh aku malah menyerahkan diri padamu, tidak tahu dan buta mataku bahwa kau seorang manusia busuk. Biarlah, buntungnya kedua kakiku adalah hukumanku karena aku tidak berbakti kepada ayahku. Akan tetapi sekarang tiba saatnya bagiku untuk menebus semua kedurhakaanku. Tidak hanya untuk membalaskan mendiang ayah, melainkan terutama sekali membalaskan sakit hati mendiang enci Siok Lan dan membalaskan kesengsaraan suhu yang diderita karena kau !" Setelah berkata demikian, gadis buntung itu menyerang hebat dengan pedangnya, menusuk dada Kun Hong. Akan tetapi pemuda itu kaget dan heran sekali mendengar ucapan gadis tadi sehingga ia cepat mengibaskan tangannya ke arah punggung pedang. Pedang itu terpental ke samping dan hampir terlepas dari pegangan Kim Li.
"Nanti dulu, Kim Li. Apa artinya semua ucapanmu tentang nona Siok Lan dan suhumu tadi" Aku tidak mengerti kenapa aku kau persalahkan terhadap mereka"
"Huh, kau masih pura-pura tidak tahu !" bentak Kim Li yang menjadi makin marah karena ternyata ia tidak berdaya menghadapi pemuda yang lihai ini. Padahal selama ini ia telah mendapat kemajuan pesat di bawah pimpinan suhunya. "Enci Siok Lan sampai terputus perjodohannya dengan Thio Wi Liong, malah sampai meninggal dunia karena perbuatanmu yang merenggangkan perhubungan mereka ! Karena perbuatanmu yang tak tahu malu, mengaku-aku di depan Kwee lo-enghiong bahwa kau kekasih enci Siok Lan, kau telah mendatangkan malapetaka sehingga enci Siok Lan membunuh diri dan suhuku, Kwa suhu ayah enci Siok Lan menjadi berubah ingatan !"
Tentu saja Kun Hong kaget bukan main mendengar ini. Ia makin merasa nelangsa, makin tertindih batinnya karena bertumpuknya dosa, karena akibat perbuatannya mendatangkan banyak malapetaka. Makin terbukalah mata hatinya betapa hidupnya dahulu penuh kejahatan, betapa selama ini ia telah tersesat ke jalan hitam.
"Aduh, sampai begitu hebat " Di mana Kwa-lo-enghiong biar aku mencoba mengobatinya........." katanya, teringat akan Im-yang-giok-cu yang disimpannya. Ia akan rela memberikan bata kumala mujijat ini kepada Kwa Cun Ek, asal dapat menyembuhkannya dan dengan demikian ia dapat menebus sebagian dari pada dosanya.
Mana Kim Li mau percaya " Dengan marah ia menerjang lagi. "Keparat jahanam, omonganmu yang beracun siapa sudi percaya" Lebih baik kau mampus !" Pedangnya kembali menusuk dan kali ini dengan seluruh kekuatan yang ada padanya sehingga tubuhnya ikut melayang bersama pedang itu bagaikan seekor burung garuda menyambar.
Hebat serangan ini. Kun Hong mengerti bahwa kalau ia menangkis, tentu gadis ini akan terbanting dan terluka, maka cepat sekali ia menyelinap ke kiri sehingga tubrukan gadis itu mengenai tempat kosong.
Terdengar pekik mengerikan dan Kun Hong berdiri pucat sekali, tak bergerak seperti patung melihat betapa gadis itu yang tadinya menyerangnya sepenuh tenaga, sekarang karena menubruk tempat kosong, tak dapat dicegah lagi terlempar ke bawah, ke dalam jurang atau tebing yang ratusan meter dalamnya itu !
Sampai lama Kun Hong berdiri pucat, menutup telinga dengan tangan sambil meramkan mata agar jangan melihat arau mendengar kejadian yang hebat mengerikan ini. Kembali ia mengakibatkan malapetaka yang mengerikan. Akibat dari perbuatannya pula, biarpun kali ini tidak ia sengaja.
Mengapa dosa mengejar ngejarnya terus " Dua titik air mata turun membasahi pipinya. Ia berhasil menenteramkan guncangan hatinya, lalu menjenguk ke bawah. Tidak kelihatan apa-apa saking dalamnya jurang itu.
Tiba - tiba ia melihat gulungan tambang di tempat itu, tak jauh dari tempat ia berdiri. Tentu Kim Li yang membawa tambang ini tadi, entah untuk apa. Memang sebetulnya Kim Li yang tadi membawanya karena dalam perjalanannya terakhir ia harus menggunakan tambang untuk mencapai tempat tinggalnya, tempat tinggalnya bersama gurunya.
Tanpa berpikir panjang lagi. Kun Hong mengambil tambang itu dan mengikatkan ujungnya pada sebuah pohon. Kemudian ia merosot turun melalui tambang itu ke dalam jurang, dengan maksud mencari mayat Kim Li dan menguburnya baik baik. Untuk menjaga segala kemungkinan di tempat berbahaya ini, ia menghunus pedangnya dan terus merosot turun perlahan - lahan sambil memandang ke sana ke mari mencari - cari mayat gadis buntung itu.
Tiba - tiba terdengar bentakan nyaring, "Bangsat keji ! Setelah membunuh Kim Li cici, kau hendak melarikan diri ke mana " "
Kun Hong kaget memandang dan ternyata bahwa di tengah - tengah tembok karang dari tebing yang curam itu terdapat sebuah gua yang besar sekali dan di mulut gua ini sekarang muncul seorang gadis. Siok Lanlah gadis itu " Karuan saja Kun Hong merasa bulu tengkuknya berdiri. Bukankah tadi Kim Li menyatakan bahwa Siok Lan sudah mati " Kenapa sekarang tahu - tahu muncul di tempat yang luar biasa itu " Apakah ini roh Siok Lan yang datang mengganggunya "
Ia tidak sempat berpikir lebih jauh karena tiba - tiba gadis itu mengayun kedua tangannya. Tampak sinar berkilauan dan belasan batang senjata rahasia Kim thouw-ting (Paku Berkepala Emas) menyambar ke arahnya dengan kecepatan luar biasa dan hebatnya, yang diarah adalah jalan-jalan darah di tubuhnya. Inilah kepandaian hebat ! Kun Hong cepat memutar pedangnya menangkis. Paku-paku itu dapat ditangkisnya, akan tetapi ia merasa betapa pedangnya tergetar ketika menyampok paku - paku itu, tanda bahwa gadis itu betul-betul lihai sekali, tidak saja dapat menyambit dengan gerakan sulit yang disebut Boan-thian-hwai (Hujan Bunga dari Langit), yaitu cara melepas senjata rahasia yang hanya dapat dilakukan oleh seorang ahli am gi (senjata gelap) yang berilmu tinggi, juga ternyata memiliki tenaga lweekang yang hebat sekali.
Di lain fihak, gadis itu kelihatan tercengang ketika berondongan pertama dari tigabelas buah Kim-thouw-ting yang dilepasnya tadi sebuahpun tidak mengenai sasaran. Padahal, kalau ada sekelompok burung terbang di udara, tigabelas pakunya tadi sudah dapat dipastikan akan menghasilkan tigabelas ekor burung ! Kembali dua buah lengannya terayun dan kini sekaligus tujuhbelas buah paku melayang ke arah Kun Hong, sebagian menyambar tubuhnya bagian atas sampai kepala, sebagian pula menyambar tubuh bagian bawah sampai ke kaki !
Kun Hong kaget sekali. Benar - benar berbahaya serangan ini dan hanya dapat dihalau dengan pemutaran pedang mengelilingi seluruh tubuhnya. Ia menarik kedua kaki ke atas. berpegang erat-erat pada tambang dengan tangan kiri sedangkan pedangnya diputar cepat sekati di sekeliling tubuhnya.
Celaka baginya, ia lupa bahwa ia sedang tergantung pada sebuah tambang, maka tanpa dapat dicegah lagi, pedangnya sendiri membabat putus tambang di atas kepalanya dan tubuhnya melayang ke bawah !
"Eng Lan......... 1" Kun Hong berseru atau lebih tepat bersambat kepada kekasihnya. Dalam menghadapi maut. yang teringat olehnya hanya Eng Lan. Ia maklum bahwa kali ini tak ada harapan baginya, maka ia memegang pedang erat- erat untuk menghadapi kematian dengan pedang di tangan, biarpun mati terbanting hancur.
Pada detik yang gawat itu. dua buah paku menyambar dengan kepala di depan, tepat menotok jalan darah tai twi-hiat dan yan-goat-hiat di tubuh Kun Hong. Seketika itu juga tubuh Kun Hong menjadi-kaku seperti kayu ! Dia tidak mampu menahan karena memang keadaannya sudah tak berdaya dan ia sendiri tidak pertiuli lagi akan serangan orang maka mendiamkan saja jalan darahnya tertotok oleh paku paku yang sengaja disambitkan dengan terbalik itu !
Kemudian terdengar suara bersiut. Sebatang tambang lain menyambar dari arah gua itu. dengan cepat dan tepat sekali tambang itu melibat tubuh Kun Hong dan di lain saat tubuh pemuda itu sudah dibetot melayang ke arah gua, jatuh berdebuk di lantai gua depan kaki gadis gagah perkasa itu !
"Siapa yang kau tawan itu. anakku ?" terdengar suara laki - laki yang nyaring dan besar. Dari dalam gua muncullah dua orang laki laki, yang seorang tinggi tegap dengan jenggot panjang gemuk menutupi leher, matanya lebar dan nampaknya gagah sekali. Yang ke dua adalah seorang laki laki tinggi besar pula, akan tetapi kedua matanya buta. Mereka keluar dan melihat Kun Hong, tiba-tiba laki-laki tua tinggi besar itu tertawa bergelak.
"Ha-ha ha-ha, kalau kita bicara tentang iblis, dia muncul ! Saudara Kwee Sun Tek. tahukah kau siapa iblis yang ditangkap oleh anakku ?"
"Siapakah dia, saudara Kwa Cun Ek ?" balas tanya si buta.
"Ha-ha ha. siapa lagi kalau bukan jahanam keparat Kun Hong, biang keladi keributan antara kita. Ha-ha-ha !"
Orang buta itu nampak terkejut. Juga gadis gagah perkasa yang menawan Kun Hong tadi kelihatan kaget sekali. Siapakah dia " Apakah betul Siok Lan yang sudah mati di sungai " Dan kenapa Kwee Sun Tek dan Kwa Cun Ek bisa berada di tempat itu " Tentu pembaca bingung karenanya. Maka baiklah kita mundur sedikit mengikuti perjalanan Kwa Cun Ek, ayah Kwa Siok Lan yang dalam hidupnya banyak mengalami pahit getir ini.
Telah dituturkan di bagian depan betapa Kwa Cun Ek dengan hati sedih sekali pergi meninggalkan rumahnya setelah melihat Kwa Siok Lan anak tunggalnya minggat dari rumah lalu disusul oleh Tung-hai Sianli, isterinya. Kebahagiaan berkumpul dengan anak isterinya hanya dikecap sebentar saja, malah kini terganti oleh perceraian tidak karuan yang amat menyedihkan hatinya.
Belum jauh ia meninggalkan rumah, terdengar orang memanggil-manggil di belakangnya. Ketika ia menoleh, ia melihat Kim Li, gadis buntung yang menjadi muridnya itu, berdiri di depannya sambil menundukkan muka dan menangis.
"Kim Li, mau apa kau mengejarku ?" tanya Kwa Cun Ek keren.
Kim Li menjatuhkan diri berlutut dan sambil menahan tangis ia berkata.
"Suhu apakah hendak pergi pula" Enci Siok Lan pergi, subo pergi, kalau suhu pergi pula meninggalkan teecu, habis teecu bagaimana " Teecu mohon suhu sudi membawa teecu pergi, teecu akan membantu mencari subo dan enci Siok Lan."
Kwa Cun Ek mengerutkan kening, kemudian teringat bahwa Kim Li adalah seorang gadis yatim piatu dan sudah menganggap dia sebagai ayah sendiri. Memang kasihan sekali kalau ditinggal sendirian di rumah. Akhirnya ia mengajak muridnya ini pergi merantau, mencari isterinya dan puterinya. Sudah banyak tempat mereka jelajah, hasilnya sia - sia belaka, malah karena menderita pukulan batin dan kesedihan hebat. Kwa Cun Ek mulai menjadi linglung, malah sekarang lebih gila dari pada dahulu. Hanya berkat perawatan yang teliti dari Kim Li yang berbakti dan setia, orang gagah itu tidak sampai mati telantar di perjalanan.
Memang sudah nasib Kwa Cun Ek untuk mengalami kesengsaraan. Penderitaannya menjadi makin berat dan hebat ketika pada suatu hari kebetulan sekali ia bertemu dengan sutenya, See-thian Hoat-ong. Seethian Hoat-ong ini orangnya jujur dan kasar. Mendengar bahwa suhengnya ini mencari-cari Kwa Siok Lan, dengan terus terang ia ceritakan bahwa Siok Lan sudah mati, membunuh diri di sungai bersama suaminya, Chi-loya.
Mendengar ini Kwa Cun Ek roboh pingsan. Kim Li minta kepada See thian Hoat-ong supaya membantu cari Tung-hai Sian-li agar wanita itu mau merawat Kwa Cun Ek. See-thian Hoat ong pergi dan Kim Li merawat Kwa Cun Ek dengan penuh kebaktian. Pukulan batin ini hebat sekali dan sekaligus membuat Kwa Cun Ek betul betul berubah ingatannya. Ia kadang - kadang tertawa kadang - kadang menangis, kadang - kadang mengamuk. Hanya pada Kim Li yang merawatnya ia menurut.
Guru dan murid ini merantau dalam keadaan sengsara sekali. Kim Li tidak mampu mencegah suhunya pergi ke mana saja suhunya suka. la hanya mengikuti dengan setia dan jaranglah ditemui seorang seperti Kim Li setianya. Ia sudah menganggap gurunya sebagai ayah sendiri dan agaknya kepada ayah ke dua inilah ia hendak menebus dosanya terhadap ayah pertama yang terbunuh oleh Kun Hong akan tetapi ia malah menyerahkan diri kepada pembunuh ayahnya itu !
Perantauan mereka yang tidak karuan tujuannya itu membawa mereka ke Telaga Po-yang di kaki Gunung Thian mu-san. Pemandangan di telaga yang indah ini amat menggembirakan hati Kwa Cun Ek dan merupakan hiburan yang amat baik. Kim Li yang menjaga setengah mengasuh gurunya seperti mengasuh anak kecil, sengaja menyewa sebuah perahu dan memenuhi permintaan gurunya membeli arak baik. Kwa Cun Ek duduk di kepala perahu sambil minum - minum arak dan bernyanyi - nyanyi dengan suaranya yang nyaring.
Tentu saja para pelancong yang banyak berpesiar di telaga itu, menjadikan hal ini sebagai tontonan baru dan perahu Kwa Cun Ek menjadi perhatian orang. Tidak hanya para pelancong yang memperhatikan, juga lima orang laki-laki yang bertubuh tegap dan bersikap sebagai ahli ahli silat. Sejak Kim Li dan gurunya tiba di Telaga Po-yang. lima orang laki-laki ini sudah mengawasi dan menaruh perhatian besar.
Kwa Cun Ek sudah mabok. Tiga guci arak sudah memasuki perutnya semua. Ia masih merasa kurang.
"Kim Li ............. araknya tambah lagi !!" teriaknya dari kepala perahu.
"Cukup, suhu. Sudah habis tiga guci arak. Kalau terlalu banyak tidak baik untuk kesehatan suhu." jawab murid yang setia itu dari dalam perahu sambil menambali pakaian suhunya yang sudah mulai robek-robek.
Kwa Cun Ek mengomel akan tetapi tidak membantah. "Kalau kau tidak mau membelikan tambahan arak. biar aku beli sendiri ..........."
Orang tua ini mengomel perlahan, tidak terdengar oleh Kim Li.
Kwa Cun Ek bangun berdiri, tubuhnya terayun - ayun. Pada saat itu, perahu mereka berada di dekat pantai, kira - kira lima meter jauhnya Kwa Cun Ek membawa guci di kedua tangan, sebuah di kanan sebuah di kiri, lalu ia meloncat ke darat ! Kalau ia sedang waras dan tidak mabok, jangankan baru jarak lima meter, biar dua kali itu akan dapat ia loncati dengan mudah. Akan tetapi karena ia mabok. ketika ia tiba di darat, tubuhnya terhuyung-huyung. Biarpun demikian, loncatannya ini cukup membuat para penonton di situ bertepuk tangan memuji.
Lebih-lebih kagum dan heran semua orang ketika tiba-tiba dari dalam perahu berkelebat bayangan dan tahu-tahu Kim Li sudah melompat di dekat suhunya dan memegang lengan orang tua yang terhuyung mau jatuh itu.
"Hati hatilah, suhu. Hendak ke manakah ?" Tegur gadis itu. Semua orang kembali bertepuk tangan, kali ini mereka heran dan kagum betul-betul karena Kim Li kelihatan hanya seorang gadis kecil pendek saja. Orang-orang sudah menduga bahwa gadis ini tentu buntung kedua kakinya, kalau tidak masa begitu pendek sedangkan tubuh bagian atas normal.
Kwa Cun Ek menjawab, suaranya keras. "Punya uang untuk apa kalau tidak untuk beli arak " Kalau uang habis, itu perhiasan-perhiasan emas perak jual saja !"
Kim Li khawatir sekali. Memang mereka membawa perhiasan, emas dan perak dari rumah sebagai bekal perjalanan. Kalau suhunya begini berterang di muka umum. apakah hal itu bukan berarti menarik perhatian orang-orang jahat dan perampok "
"Hishhh, suhu. Baiklah teecu membeli seguci lagi. Suhu tunggu saja di sini. ya !"
Kwa Cun Ek mengangguk - angguk. Akan tetapi sebelum Kim Li pergi, tiba-tiba muncul lima orang laki - laki yang sejak tadi mengawasi guru dan murid ini. Sikap mereka mengancam dan mereka berdiri mengurung Kim Li dan gurunya.
"Tak salah lagi, tentu inilah maling kecil yang membunuh Giam sute! Maling cilik menyerahlah kau sebelum kami menggunakan kekerasan !" Orang yang bicara ini, seorang laki-laki berusia empatpuluh tahunan, menjangkau dengan jari tangan terbuka ke arah pundak Kim Li.
Akan tetapi, dengan mudah dan gesit Kim Li. miringkan tubuh mengelak sambil berseru marah. "Bajingan tengik jangan pegang pegang orang! Aku bukan maling, juga bukan pembunuh sute mu !"
Akan tetapi mana lima orang itu mau percaya " Sudah sebulan lebih, daerah Telaga Po-yang ini diganggu oleh seorang pencuri luar biasa yang tidak pernah meninggalkan jejak. Lima orang itu adalah rombongan ahli silat yang didatangkan oleh para hartawan di Nan-tiang yang menjadi korban pencurian, untuk menyelidiki dan menangkap pencuri itu. Lima orang ini tadinya berjumlah enam dengan Giam-kauwsu (guru silat Giam) Akan tetapi pada suatu malam beberapa minggu yang lalu, ketika mereka berenam mencari ke sana ke mari, Giam-kauwsu telah tewas dalam pertempuran melawan seorang pencuri wanita ! Lima orang iitu di antaranya adalah suheng - suheng dari Giam-kauwsu. Tentu saja mereka menjadi makin marah dan teliti. Dan pada hari itu mereka sengaja melakukan penyelidikan di Telaga Po-yang dan menjadi curiga melihat Kim Li, apa lagi ketika gadis ini terpaksa memperlihatkan kepandaiannya melompat ke darat dari perahunya.
"Kau mau melawan ?" bentak guru silat yang hendak menangkap tadi dan cepat mencabut goloknya.
Kim Li maklum bahwa tidak ada gunanya bertengkar mulut dengan orang - orang ini. Iapun mencabut pedang dipunggungnya dan membentak. "Anjing - anjing rendah, kalian jangan sewenang - wenang. Aku Ciok Kim Li tidak takut kepadamu !" Dengan gagah sekali gadis buntung kakinya ini melintangkan pedang di depan dada.
Lima orang itu mengeluarkan seruan marah dan orang yang sudah mencabut goloknya segera menyerang. Akan tetapi dengan gerakan lincah Kim Li mengelak dan sekali pedangnya menyambar, orang itu berteriak kaget, cepat mengguling kan tubuh ke belakang karena hampir saja perutnya dicium ujung pedang. Empat orang kawannya juga kaget, tidak menyangka bahwa gadis buntung ini demikian lihai. Serentak mereka mencabut senjata masing - masing dan di lain saat Kim Li sudah dikeroyok lima !
Para pelancong lari simpang - siur melihat perkelahian dengan senjata tajam ini. Yang berhati penakut cepat - cepat melarikan diri sipat kuping, yang tabah menonton dari tempat jauh karena tidak mau terbawa - bawa dalam pertempuran mati - matian itu.
Biarpun kedua kakinya buntung, namun sebagai murid Kwa Cun Ek, tentu saja ilmu pedang Kim Li lihai. Akan tetapi, kali ini ia menghadapi keroyokan lima orang guru silat yang rata - rata memiliki kepandaian tinggi sehingga dalam dua-puluh jurus lebih, gadis buntung ini sudah menjadi terdesak hebat dan hanya dapat melindungi diri, tak kuasa membalas serangan lawan yang bertubi-tubi datangnya.
Tiba - tiba terdengar seruan nyaring sekali dan Kwa Cun Ek dengan, geramnya menyerbu ke dalam pertempuran. Dua buah gucinya digerakkan dan pecahlah kepala seorang pengeroyok sedangkan guci yang satu lagi membikin pedang seorang pengeroyok terpental jauh ! Akan tetapi karena dalam keadaan mabok, tubuh Kwa Cun Ek terhuyung - huyung hampir jatuh.
Bukan main kagetnya empat orang lain yang melihat seorang di antara mereka roboh dan tewas sekali pukul oleh kakek mabok itu. Cepat mereka berteriak "Suhu, bantulah !"
Dari bawah pohon melompat seorang gundul tinggi besar bersenjata toya. Hwesio ini sejak tadi hanya menonton saja sambil melenggut seperti orang ngantuk. Sekarang ia melompat dan menerjang Kwa Cun Ek. Dia ini adalah seorang hwesio ketua kelenteng Thian-hwa-tang di kota Nan-kiang yang dimintai tolong oleh para guru silat ini. Bi Lam Hosiang adalah seorang hwesio Siauw-lim pai yang tinggi ilmu silatnya.
Pertempuran terpecah menjadi dua. Kim Li dikeroyok lagi oleh empat orang guru silat sedangkan Kwa Cun Ek digempur oleh hwesio itu. Kalau saja Kwa Cun Ek tidak begitu mabok, biarpun ditambah lagi dengan tiga orang hwesio seperti Bi Lam Hosiang, agaknya akan mudah baginya untuk mengalahkan lawan. Akan tetapi ia mabok keras, kepalanya ringan matanya kabur, gerakannya masih amat kuat akan tetapi kakinya limbung. Suara guci terbentur toya nyaring sekali dan Kwa Cun Ek beberapa kali terhuyung ke kanan kiri.
Sementara itu. keadaan Kim Li juga buruk seperti gurunya. Empat orang pengeroyoknya itu masih terlampau berat baginya. Ia sudah mulai berpeluh dan napasnya memburu.
Pada saat yang amat berbahaya bagi Kwa Cun Ek dan, muridnya itu, tiba - tiba berkelebat bayangan kuning dan terdengar suara, trang-tring-trang-tring dan......tahu - tahu semua golok dan pedang para pengeroyok Kim Li, juga toya di tangan Bi Lam Hosiang, patah - patah semua beterbangan ke sana sini ! Bukan main kagetnya mereka, dengan muka pucat hwesio dan empat orang guru silat itu melompat mundur.
Entah dari mana datangnya, di situ sudah berdiri seorang gadis cantik jelita dan gagah, berdiri dengan pedang berkilau di tangan kanan dan tangan kirinya bertolak pinggang.
Dengan mata bersinar - sinar ia memandang kepada Bi Lam Hosiang dan empat orang guru silat itu, lalu terdengar suaranya nyaring berkata.
"Manusia - manusia tak bermalu ! Mengeroyok seorang gadis cacad dan seorang tua sakit dan mabok ! Di mana kegagahan kalian ?"
Tahu bahwa gadis ini adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi. Bi Lam Hosiang menjura dan berkata. "Pinceng yang bodoh mohon maaf. Lihiap tidak tahu bahwa mereka berdua ini adalah maling - maling yang selama ini membikin kacau daerah sini, karenanya pinceng dan kawan-kawan ini berusaha-menangkapnya."
Gadis itu mengeluarkan suara jengekan. "Huh, ngawur saja ! Hartawan-hartawan di sini pelit dan menindas kaum tani yang miskin sekali, kalau sebagian hartanya ada yang ambil untuk digunakan menolong para petani miskin, sudah sepatutnya !"
"Lihiap, seorang sute kami dibunuh oleh maling itu !" kata seorang guru silat yang mengharapkan gadis perkasa ini berbalik membantu mereka menangkap maling.
"Sute kalian she Giam itu selain menjadi kaki tangan pembesar jahat, juga lancang mulut berani menghinaku, aku membunuhnya untuk menyingkirkan bahaya bagi rakyat jelata. Kalian mau apa " Kalau kalian mau tahu siapa yang selama ini mengganggu para hartawan dan pembesar keparat di daerah ini, akulah orangnya. Jangan ngawur menuduh orang - orang lain yang tidak tahu apa apa. Hayo, siapa mau menangkap aku ?" Ia menantang.
Bi Lam Hosiang dan empat orang kawannya kaget sekali, akan tetapi tidak berani bergerak karena tahu bahwa gadis ini lihai bukan main.
"Lekas kalian pergi, dan bawa mayat ini !" gadis itu membentak pula. Tanpa berani membantah empat orang guru silat itu mengangkat mayat kawan meieka dan bersama Bi Lam Hosiang meninggalkan tempat itu.
Gadis itu tersenyum, memutar tubuh menghadapi Kim Li dan gurunya. Kim Li berdiri bengong memandang kepadanya dengan mulut ternganga dan mata terbelalak. Kwa Cun Ek segera berteriak girang, "Siok Lan ......... !" lalu kakek ini menubruk dan memeluk gadis itu, mengelus-elus. rambutnya.
"Suhu, bukan ......... ! Bukan enci Siok Lan, biarpun serupa benar. Nona ini jauh lebih muda ......... !" kata Kim Li yang masih belum hilang kagetnya.
"Bodoh, apa matamu sudah buta" Ini Siok Lan anakku ......... !" Suara Kwa Cun Ek yang gemetar itu mengharukan hati gadis itu yang memberi kedipan mata kepada Kim Li supaya jangan mengganggu kakek itu. Kim Li membalas kedipan itu dengan pandang mata terima kasih sekali.
"Kalian ini hendak ke mana dan dari manakah " Di mana tempat tinggal kalian ?" tanya gadis itu setelah melepaskan diri dari pelukan "ayahnya" dan Kwa Cun Ek berdiri kegirangan, matanya yang lebar bersinar-sinar dan mulutnya tertawa - tawa tidak karuan. Gadis itu memandang terharu sekali. Entah bagaimana, wajah kakek ini mendatangkan kasihan dalam hatinya.
"Lihiap. kami orang-orang sengsara ......." dan tiba - tiba Kim Li menangis teringat akan nasibnya dan gurunya. "Kami tidak punya tempat tinggal dan kami mencari ........... puteri suhu ini, enci Siok Lan ......... yang serupa benar dengan kau. seperti pinang dibelah dua, hanya usia saja yang berbeda."
Gadis itu makin tertarik dan menjadi terharu. Ia memegang pundak Kim Li untuk menghibur dan berkata. "Kemana sih perginya Siok Lan itu ?"
Kim Li melirik kepada Kwa Cun Ek, lalu mendekati gadis itu sambil berbisik, "Enci Siok Lan sudah ......... meninggal dunia. Itulah yang membikin suhu seperti berubah ingatan ........."
Gadis itu menjadi pucat dan ia memandang kepada Kwa Cun Ek dengan terharu sekali. Pada saat itu, Kwa Cun Ek juga memandang kepadanya, lalu berkata penuh kasih sayang.
"Lan-ji (anak Lan), marilah kita pulang. Aku sudah kepingin sekali merasai masakanmu, anakku yang manis .........."
Gadis itu memegang tangan Kwa Cun Ek, lalu menjawab, "Baiklah, ayah. Mari kau ikut aku ke tempat tinggalku." Ia menoleh kepada Kim Li sambil berkata. "Mulai sekarang kau dan suhumu tinggal bersamaku."
Gadis itu membawa Kwa Cun Ek dan Kim Li ke lereng Gunung Thian-mut-san. Di tebing yang curam itu ia lalu mengerek turun Kwa Cun Ek dan Kim Li melalui seutas tambang dan ternyata "tempat tinggal" gadis ini adalah di dalam sebuah gua yang besar dan bersih, di tengah-tengah tebing atau jurang itu. Orang takkan merasa heran lagi kalau sudah berada di dalam gua, karena di situ benar - benar indah dan nyaman. Pemandangan di luar gua membikin orang merasa, berada di taman sorga dan hawanya nyaman bukan main.
Kwa Cun Ek senang tinggal di situ, apa lagi karena ia menemukan kembali anaknya. Gadis itu dengan sukarela mengaku diri sebagai Kwa Siok Lan, malah ia menurut nasihat Kim Li untuk berdandan persis seperti Siok Lan, baik pakaiannya maupun rambutnya yang digelung ke atas sampai tinggi.


Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dari Kim Li ia mendengar riwayat Kwa Cun Ek dan Kwa Siok Lan, mendengar pula tentang perjodohan yang terputus antara Siok Lan dan Thio Wi Liong, mendengar juga tentang perbuatan Kam Kun Hong yang menjadi biang keladi semua itu.
Tentu saja Kim Li tidak mau bercerita tentang diri sendiri dengan Kun Hong, hanya menceritakan bahwa kedua kakinya buntung karena kekejian Tok-sim Sian-li dan bahwa semenjak ia yatim - piatu, ia dipungut murid oleh Kwa Cun Ek. Semua penuturan ini didengarkan oleh gadis itu penuh perhatian dan ia menjadi terharu sekali. Apa lagi ketika mendengar tentang kematian Kwa Siok Lan yang membuat ibu gadis itu, Tung-hai San-li pergi entah ke mana dan membuat ayahnya, Kwa Cun Ek menjadi seperti gila.
"Kalau begitu, aku akan berusaha mencari Tung-hai Sian-li, agar suami isteri itu bisa berkumpul kembali. Kasihan suhumu kalau tidak ada yang merawat."
Kim Li menjatuhkan diri berlutut sambil berkata, "Lihiap tentu dikirim oleh Thian untuk menolong kami yang sengsara ini. Selanjutnya aku menyerahkan diri kepada lihiap, menurut segala perintah lihiap."
Gadis dtu mengangkat bangun Kim Li dan menghibur, "Kau gadis berhati emas, aku amat kagum melihat kesetiaan dan kebaktianmu. Kim Li, mulai sekarang kau boleh kuanggap sebagai saudaraku dan akupun tidak keberatan menjadi anak angkat suhumu."
Kim Li girang bukan main. lalu bertanya tentang riwayat gadis itu. Dengan singkat gadis itu bercerita.
"Riwayatku juga tidak menggembirakan hati. Aku tidak punya ayah ibu. atau kalau punya juga, aku tidak mengenal mereka, tidak tahu mereka siapa. Hidupku sebatangkara di dunia ini ........."
Gadis itu menarik napas panjang dan Kim Li mendengarkan dengan terharu sekali. Dianggapnya nasib gadis cantik yang berwajah seperti Siok Lan ini malah lebah buruk lagi. Pantas saja begitu melihat suhu yang kehilangan anak perempuan, ia menjadi kasihan dan begitu diaku anak oleh suhu, serta - merta menerima. Demikian pikir Kim Li dan memang betul apa yang ia pikirkan itu. Gadis yang semenjak kecilnya tidak mengenal ayah bunda ini, merasa terharu dan tertarik sekali mendengar Kwa Cun Ek kehilangan anak perempuan sampai menjadi gila dan dia yang selama hidupnya belum pernah merasai kasih sayang seorang ayah, ketika dipeluk oleh Kwa Cun Ek sebagai seorang ayah. ia merasa terharu dan bahagia.
"Aku hanya, tahu bahwa namaku Lin Lin, semua orang memanggilku demikian semenjak aku kecil. Bahkan suhuku sendiri, Liong-tosu seorang tokoh paling tinggi ilmu silatnya namun tidak mau mencampuri urusan partainya Kun-lun pai, tidak dapat menerangkan siapa ayah bundaku. Suhu hanya bilang bahwa aku dibawa oleh murid tunggalnya yang bernama Pek Hui Houw. Muridnya itu datang - datang sakit parah sampai meninggal dunia dan aku sejak berusia tiga empat tahun itu dipelihara oleh suhu Liong-tosu. Setelah berusia enambelas tahun aku tamat belajar dan oleh suhu diperintahkan merantau. Dua tahun aku merantau, ketika kembali ke Kunlun-pai, aku terlambat ......... " Gadis itu, Lin Lin kembali menarik napas panjang.
Kim Li mendengarkan penuh perhatian, la pernah mendengar nama Kun lun-pai, partai persilatan yang terkenal sekali di dunia persilatan sebagai partai besar yang dipimpin orang - orang sakti. Kalau Liong-tosu itu seorang tokoh yang paling pandai di Kun-lun-pai. tidak mengherankan apa bila kepandaian gadis ini hebat luar biasa, pikirnya.
"Aku terlambat karena suhu telah meninggal dunia. Orang satu - satunya di dunia ini yang mencintaku, yang kuanggap pengganti orang tuaku, meninggal dunia tanpa kuketahui. Kemudian aku merantau meninggalkan Kun-lun-pai karena aku tidak disuka oleh orang - orang Kun-lun yang menganggap aku seorang luar, bukan anggauta Kun-lun yang memiliki ilmu silat Kun-lun-pai. bahkan lebih tinggi dari pada sebagian besar dari mereka. Karena sudah biasa tinggal di bukit dan mencinta tamasya alam di gunung, aku memilih tempat ini di sini sampai aku bertemu secara kebetulan dengan kau dan suhumu."
"Hebat sekali pengalaman hidupmu, lihiap. Ternyata kau malah lebih banyak penderitaanmu, dan kau nampak gembira saja. Benar-benar kau seorang kuat lahir batin, aku takluk dan kagum sekali. Kuharap kau sudi memberi petunjuk ilmu silat kepadaku."
Lin Lin tersenyum dan memegang tangan Kim Li. "Jangan kau merendah. Setelah sekarang aku mendengar darimu bahwa suhumu itu adalah Siang-jiu Lo-thian Kwa Cun Ek, tentu kepandaianmu juga tinggi. Aku girang sekali bahwa aku dianggap puteri oleh suhumu yang terkenal sebagai eorang tokoh besar yang gagah perwira. Anehnya, keluarga suhumu rusak karena perbuatan orang yang bernama Kam Kun Hong, sedangkan suhuku juga meninggal karena dia."
"Apa ......... " Bagaimana ......... ?" Kim Li bertanya kaget.
"Ketika aku pulang ke Kun-lun-pai, suhu sudah tidak ada. Menurut penuturan para pemimpin Kun-lun-pai, suhu tewas karena menghabiskan tenaga lweekang dalam usahanya mengobati seorang bernama Kam Kun Hong, anak pungut dari suheng Kam Ceng Swi yang katanya tersesat masuk ke dalam kalangan Mo-kauw menjadi murid Thai-khek-sian. Apakah yang kaumaksudkan Kun Hong pengrusak rumah tangga suhumu itu juga Kun Hong yang ini ?"
"Dia. itulah penjahatnya !" jawab Kim Li gemas.
Lin Lin termenung. "Sering kali aku heran bagaimana semua suhu di Kun-lun-pai membenci dan memburukkan nama Kun Hong itu, malah sekarang kau sendiripun membencinya dan menganggapnya penjahat."
"Memang dia manusia jahat !" seru Kim Li penuh kemarahan, akan tetapi mata Lin Lin yang tajam dapat melihat sinar aneh dalam mata gadis buntung itu.
"Aku takkan menyangkal." kata Lin Lin kemudian, "akan tetapi yang kuherankan, kalau memang dia itu orang jahat, bagaimana suhuku mau menolongnya sampai suhu mengorbankan nyawa sendiri. ! Suhu seorang yang arif bijaksana, seorang waspada yang tentu dapat membedakan orang jahat dan orang baik."
Kim Li tidak menjawab, hanya termenung, teringat akan masa pertemuannya dengan Kun Hong dahulu, yang mesra, akan tetapi juga menyedihkan karena dalam pertemuan itulah ia kehilangan ayahnya.
Setelah tinggal di dalam gua besar itu bersama Lin Lin, kesehatan Kwa Cun Ek pulih kembali. Ia nampak segar dan gembira sungguhpun kesehatan jiwanya masih belum pulih benar. Pada suatu hari ia menulis surat dan menyuruh Kim Li pergi mengantar surat itu ke Wuyi-san, kepada Kwee Sun Tek !
"Aku telah mendapatkan kembali anakku, kuharap saudara Kwee sudi datang menengok agar kita bisa membicarakan urusan perjodohan antara anakku dan keponakanmu." demikian antara lain bunyi surat itu ! Kim Li tidak berani membantah, juga Lin Lin diam saja karena ia merasa seakan akan Kwa Cun Ek telah menjadi ayahnya sendiri. Bahkan andaikata ayahnya ini hendak memaksanya berjodoh dengan orang yang namanya Thio Wi Liong, kiranya iapun takkan banyak membantah untuk membahagiakan hati orang tua yang dikasihinya itu.
Kwee Sun Tek datang bersama Kim Li. Tentu saja orang tua yang buta ini tidak dapat melihat Lin Lin dan karena suara Lin Lin memang sama benar dengan suara Siok Lan, iapun mengira bahwa gadis itu benar-benar Siok Lan. Dua orang tokoh ini bergembira ria, mengobrol tiada berkeputusan. Kwee Sun Tek dalam kesempatan ini mengakui kesalahannya dan mengharapkan maaf dari tuan rumah.
Melihat keadaan dua orang itu. Lin Lin diam-diam terharu sekali dan yakinlah bahwa orang yang mengakuinya sebagai anak ini benar-benar seorang gagah yang berbudi, juga bahwa tamu yang buta ini bukan orang sembarangan, melainkan seorang gagah perkasa juga.
Dan pada saat itu ia mendengar jerit Kim Li yang tubuhnya terlempar ke dalam jurang ! Lin Lin cepat melompat keluar, ia melihat seorang pemuda menjenguk dari atas tebing dan masih sempat melihat tubuh Kim Li meluncur turun. Lin Lin kaget dan merasa ngeri sekali. Dari kaget dan duka melihat Kim Li jatuh ke dalam jurang yang tidak kelihatan dasarnya itu, ia menjadi marah sekali. Cepat ia mengambil senjata rahasinya yaitu Kim-thouw-ting dan menyerang pemuda itu yang bukan lain adalah Kun Hong.
Bukan karena kasihan maka Lin Lin melontarkan tambang menyelamatkan Kun Hong dari bahaya maut di dasar jurang, melainkan karena penasaran. Ia hendak tahu lebih dulu mengapa pemuda ini membunuh Kim Li. Seperti telah diceritakan di bagian depan, Kun Hong tertawan oleh Lin Lin, ditotok dua jalan darahnya dengan paku Kim-thouw-ting, kemudian tubuh pemuda yang menjadi kaku ini terbanting di lantai gua dan begitu melihat pemuda ini, Kwa Cun Ek tertawa girang karena mengenal pemuda ini sebagai Kun Hong!
Kita kembali lagi ke dalam gua di mana Kwa Cun Ek tertawa tawa melihat tubuh Kun Hong menggeletak di depan kakinya,
"Ha-ha-ha ! Saudara Kwee Sun Tek, dasar Thian itu adil ! Entah apa sebabnya, iblis muda ini datang ke sini dan dapat ditawan oleh anakku ! Inilah dia biang keladi segala kejahatan biang keladi keributan yang timbul antara kita."
"Dan baru saja dia membunuh cici Kim Li !" kata Lin Lin dengan marah.
"Apa kau kata ......... " ?" Kwa Cun Ek marah sekali dan kepalan tangannya bergerak hendak memukul kepala pemuda yang menggeletak tak berdaya itu.
"'Tahan dulu, saudara Kwa !" kana Kwee Sun Tek. "Pertemuan menggembirakan antara kita ini jangan kita kotori dengan pembunuhan. Nona Kwa Siok Lan, betulkah dia membunuh orang " Apa kau melihat sendiri ?"
"Aku tidak melihat sendiri, akan tetapi tubuh Kim Li cici terjerumus ke dalam jurang sedangkan dia ini menjenguk dari atas lalu menggunakan tambang turun ke sini," jawab Lin Lin.
"Kalau begitu biarlah aku membawanya pergi dari sini. Tentang perbuatannya yang membuat hubungan antara kita hampir terputus, adalah perbuatan menipu kepadaku. Sudah sepatutnya kalau aku yang memberi hukuman kepadanya. Saudara Kwa, tentu kau tidak keberatan, bukan " Selain urusan antara dia dan aku, juga ia telah mencuri pedang Cheng-hoa-kiam dari tanganku, dan juga aku mempunyai dugaan bahwa dia ini bukanlah putera Kam Ceng Swi, melainkan putera musuh besarku."
Kwa Cun Ek mengangguk-angguk. "Ah, begitukah " Kalau ada hal - hal yang demikian pelik, memang lebih tepat kalau kau yang menghukumnya. Biarlah kami berikan iblis ini kepadamu, hitung hitung emas kawin dari kami." Kwa Cun Ek menengok kepada Lin Lin dan melihat wajah anaknya merah, ia tertawa bergelak.
Kwee Sun Tek lalu memanggul tubuh Kun Hong yang masih pingsan, lalu pergilah dia dari gua itu, melalui sebuah anak tangga terbuat dari pada tambang yang dipasang oleh Lin Lin. Dapat dibayangkan betapa hebat kepandaian kakek buta ini, sudah tua dan buta memanggul tubuh seorang pemuda, hendak melakukan perjalanan dari Bukit Thian mu-san ke Bukit Wuyi-san di sebelah selatan! Setelah tiba di atas tebing, ia bernapas lega lalu melanjutkan perjalanan dengan langkah tetap, tangan kanan memegang sebatang ranting panjang untuk menjadi alat pemilih jalan.
Mengapa Kwee Sun Tek mau bersusah payah memanggul tubuh Kun Hong" Betulkah ia mempunyai niat menghukum Kun Hong " Sama sekali tidak. Biarpun dahulunya Kwee Sun Tek ini adalah seorang yang terkenal berwatak keras sekali, akan tetapi semenjak ia menjadi murid Thian Te Cu, tidak saja menerima ilmu tinggi, juga menerima ilmu kebatinan, ia menjadi seorang yang berwatak halus dan pemurah. Banyak hal yang menjadi sebab mengapa ia minta kepada Kwa Cun Ek untuk membawa pergi Kun Hong. Pertama karena ia tidak tega kalau pemuda itu dibunuh Kwa Cun Ek, padahal belum tentu kalau pemuda ini membunuh Kim Li. Ke dua. ia merasa kasihan kepada pemuda ini yang semenjak kecil terjatuh ke tangan orang-orang jahat, apa lagi kalau mengingat bahwa pemuda itu besar kemungkinan adalah putera Beng Kun Cinjin. Ke tiga, ia hendak minta kembali Cheng hoa-kiam dan ke empat dan ini penting sekali, ia hendak bertanya kepada pemuda ini apakah betul gadis yang berada di gua itu Kwa Siok Lan. Ia tentu saja tadinya tidak menyangka yang bukan-bukan, akan tetapi setelah mendengar bahwa Kun Hong dapat dilawan oleh Siok Lan, ia merasa heran sekali. Sepanjang ingatannya, kepandaian Kun Hong sebagai murid Thai Khek Sian adalah luar biasa sekali, dia sendiri yang sudah menerima gemblengan Thian Te Cu merasa tak sanggup mengalahkan Kun Hong. Bagaimana Siok Lan yang hanya menerima pelajaran dari Kwa Cun Ek bisa menawan Kun Hong " Jangankan gadis itu, biarpun ayahnya sendiri turun tangan, kiranya sukar untuk mengalahkan Kun Hong, apa lagi menawan ! Timbul kecurigaannya dan ia ingin sekali mendapat keterangan ini dari Kun Hong.
Setelah melakukan perjalanan cepat selama setengah hari. Kwee Sun Tek mengaso di bawah sebatang pohon besar karena saat itu tengah hari yang amat terik. Ia menurunkan tubuh Kun Hong dan dari gerakan pemuda itu ia mendapat kenyataan bahwa Kun Hong tidak pingsan lagi. Ia lalu meraba - raba jalan darah di tubuh pemuda itu dan akhirnya berhasil membuka jalan darah, membebaskan Kun Hong dari pengaruh totokan.
Pemuda itu mengeluh, kemudian diam saja karena sedang mengumpulkan tenaga mengatur nafas untuk melancarkan jalan darahnya yang tadi terganggu sampai setengah hari lamanya. Tubuhnya terasa kaku dan sakit-sakit. Setelah kesehatannya pulih kembali, ia mengeluh lagi dan berkata,
"Aaahhh...... aku telah melihat setan ...!
Kwee lo-enghiong. kenapa kau menolong aku orang berdosa ini" Kenapa kau tidak membiarkan aku mereka bunuh saja " Aku hendak kauajak ke manakah?"
"Kun Hong, di mana-mana kau mendatangkan onar dan ribut saja. Perbuatan apa lagi yang kaulakukan tadi " Kenapa kau membunuh gadis buntung itu ?" Kwee Sun Tek sudah mengenal Kim Li yang membawa surat ke Wuyi-san dan merasa kasihan kepada gadis buntung itu.
Kun Hong menarik napas panjang. "Dasar aku yang sialan, lo-enghiong. Aku sama sekali tidak bermaksud membunuhnya. Begitu aku tiba di tebing, ia datang menyerangku kalang-kabut seperti orang gila, mengatakan bahwa aku yang menjadi gara-gara nona Siok Lan membunuh diri, dan Kwa-enghiong menjadi gila. Aku mengelak dan saking bernafsunya ia menyerang, tubuhnya terjerumus ke dalam jurang. Bagaimana aku bisa mencegahnya" Aku hendak menuruni jurang itu dengan tambang yang ia tinggalkan dengan maksud mencari mayatnya dan menguburnya baik-baik. Tidak tahunya di tengah-tengah ........." pemuda itu nampak bingung, "aku melihat......setan! Ataukah Kim Li itu yang membohongiku ketika mengatakan bahwa Siok Lan sudah membunuh diri" Tetapi tak mungkin aku melihat arwah gadis itu yang menggodaku. Dia betul-betul Siok Lan, akan tetapi aneh ......... entahlah, lo-enghiong. aku bingung sekali. Akan tetapi aku berani mengatakan dengan sumpah bahwa aku tidak melakukan sesuatu yang jahat di tempat tadi."
"Aku percaya kepadamu, orang muda. Akan tetapi gadis itu .......... kau tentu pernah melihat Siok Lan dahulu, bukan ?"
"Pernah, ia seorang gadis cantik yang keras hati dan gagah," jawab Kun Hong.
"Dan gadis yang menawanmu itu. benar-benar dia Siok Lan yang pernah kau lihat ?"
"Inilah yang membingungkan hatiku, lo eng-hiong. Nona Kwa Siok Lan yang kulihat dua tahun yang lalu itu kepandaiannya biasa saja, akan tetapi nona tadi bukan main lihainya. Sambitan Kim-thouw-ting yang dihujankan kepadaku tidak saja dilepas secara luar biasa, akan tetapi juga mengandung tenaga lweekang yang belum tentu kalah olehku. Lagi totokannya dengan kepala paku, benar - benar hanya dapat dilakukan oleh orang pandai."
"Cocok ! Begitupun jalan pikiranku. Kun Hong, hal itu benar-benar aneh. Maukah........ maukah kau menolongku, menolong seorang buta yang tak dapat melakukan pekerjaan ini sendiri ?"
Sampai beberapa lama Kun Hong tidak menjawab. Kwee Sun Tek tidak tahu bahwa tiba-tiba pemuda itu menjadi pucat sekali, matanya terbelalak memandang ke depan, dari mana datang berlari - lari tiga orang, yang dua laki - laki dan yang seorang wanita.
Matanya terbelalak memandang yang perempuan karena wanita ini bukan lain adalah .........Siok Lan ! Atau seorang wanita yang tiada bedanya seujung rambut dengan wanita di bawah yang merobohkan dia tadi, baik wajahnya, maupun bentuk tubuhnya ! Hanya pakaiannya dan sanggul rambutnya yang berbeda.
"Kun Hong, maukah kau menolongku ?"
Anehnya, dari pucat wajah Kun Hong menjadi biru dan pemuda itu menggigil seluruh tubuhnya, lalu roboh tak ingat diri di dekat Kwee Sun Tek. Kakek buta ini tadi hanya mendengar napas terengah-engah, maka cepat ia meraba dan alangkah kagetnya ketika ia mendapat kenyataan bahwa tubuh pemuda itu diam tak bergerak dalam keadaan yang amat panas seperti terbakar! Ia tahu bahwa pemuda ini menderita sesuatu yang amat berbahaya seperti orang terkena racun yang amat jahat. Cepat Kwee Sun Tek mengangkat tubuh itu, dipanggulnya lagi dan dibawanya pergi setengah berlari. Ia tidak melihat betapa tiga orang, Phang Ek Kok, Kui Sek, dan Lan Lan yang tentu akan membuat ia kaget setengah mati kalau melihatnya, berlari - lari tanpa memperhatikannya menuju ke Bukit Thian-mu san di belakangnya.
Tanpa memperdulikan kelelahannya, Kwee Sun Tek membawa tubuh Kun Hong yang masih panas tak bergerak itu naik Gunung Wuyi-san. Terengah-engah kakek buta ini menurunkan tubuh Kun Hong di depan Thian Te Cu yang sedang bersamadhi.
"Siansu ......... tolonglah pemuda ini ......." katanya dengan napas masih memburu.
Thian Te Cu menarik napas panjang dan membuka matanya. Kakek ini sudah makin tua. akan tetapi anehnya, makin tua dia makin kurus tubuhnya makin banyak keriputnya, sebaliknya rambutnya menjadi makin menghitam! Karena rambutnya yang makin hitam dan panjang ini, lebih cocok lagi nama poyokan Mayat Hidup yang diberikan padanya karena dikelilingi rambut hitam itu mukanya yang kurus menjadi makin kurus dan makin pucat seperti muka mayat.
Kipas daun di tangan kiri dipindahkannya ke tangan kanan dan dengan tangan kirinya Thian Te Cu meraba dada Kun Hong. Ia mengerutkan kening karena tidak tahu apa yang menyebabkan pemuda itu menjadi demikian. Dibukanya baju pemuda itu untuk melihat dada dan pusarnya, dirabanya lagi dan terdengar kakek sakti ini berkata.
"Siancai ....... siancai ....... damai ....... damai ........ bocah ini menjadi korban pukulan Im-yang-lian-hoan dari Kun-lun-pai. pukulan jahat ....... pukulan jahat ......... aku yang bodoh mana bisa mengobatinya " Di dunia ini hanya ada satu orang yang bisa menyembuhkannya, yaitu Kui-bo Thai-houw di Ban mo-to. Kalau tidak, dia hanya akan tahan sampai tiga hari lagi. Pukulan ini dideritanya hampir dua tahun yang lalu. Eh,. Sun Tek, siapakah bocah yang kuat ini " Dia sampai bisa tahan dua tahun !"
"Siansu. dia ini seorang bernama Kam Kun Hong, murid Thai Khek Siansu di Pek-go to."
Thian Te Cu menggangguk angguk, keningnya makin dalam berkerut. "Hemmm ...... sayang menjadi muridnya, tulangnya baik sekali. Aneh juga muridnya bisa menahan Im-yang lian-hoan sampai hampir dua tahun." Sambil berkata demikian. Thian Te Cu menutupkan kembali baju yang tadi dibukanya. Pada saat itu, seuntai kalung perak dengan mata batu kemaia yang aneh sekali warnanya, hitam putih, merah kuning berubah ubah tak menentu, jatuh dari dalam saku baju itu.
Thian Te Cu mengambil kalung itu, mengamat-amati batu kemalanya dan mukanya berubah,
"Thian Yang Maha Adil ! Im-yang giok-cu sendiri yang hadir ! Dengan obat tunggal ini di dalam sakunya, kenapa bocah ini sampai menjadi begini " Sun Tek, bocah ini telah membawa obatnya sendiri. Lekas kau ambil mangkuk dan nyalakan api dalam tungku."
Sampai tiga bulan lebih Kun Hong berada di Wuyi-san, mendapat perawatan dan pengobatan Thian Te Cu yang menggunakan sari hawa Im-yang-giok cu untuk menyambung nyawa pemuda itu. Tidak hanya menerima pengobatan lahir, malah pemuda itu menerima pengobatan batin, yaitu menerima wejangan dan gemblengan batin dari mulut Thian Te Cu sendiri.
Terbukalah mata hatinya dan makin yakinlah hati pemuda itu bahwa selagi hidup ia harus memupuk kebaikan sebanyaknya dan membasmi kejahatan. Makin jelaslah baginya bahwa jika hidup sebagai manusia tidak memupuk kebajikan dan menjadi hamba nafsu kejahatan ia hanya akan mengotorkan dunia, mengotorkan nama leluhur dan tidak pantas dilahirkan sebagai manusia.
Kalau dulu semenjak ia mengenal Eng Lan, Kun Hong sudah mendapat banyak kemajuan, sekarang ia lebih sadar lagi dan lebih kuat iman dan batinnya. Malulah ia kalau teringat betapa mudahnya ia jatuh terpikat oleh Kui-bo Thai-houw.
Pada suatu hari, Thian Te Cu memanggilnya dan setelah pemuda ini menghadap sambil berlutut, kakek itu berkata. "Kau sudah sembuh sama sekali boleh turun gunung. Harapanku, tidak sia-sia selama ini kau berada di sini dan kau turun gunung sebagai orang yang sudah sadar betul dan tahu ke mana harus kemudikan langkah hidupmu."
Sambil berlutut Kun Hong memberi hormat. "Teecu sudah menerima budi pertolongan Siansu, sudah mendapat pertolongan sehingga teecu masih hidup sampai sekarang. Yang lebih penting lagi. teecu sudah menerima petunjuk - petunjuk dan wejangan yang takkan teecu lupakan selama hidup. Mohon doa restu Siansu saja supaya teecu kuat menjalani semua petuah yang berharga itu."
Thian Te Cu nampak puas. la mengeluarkan sebuah kotak kecil dan memberikan kotak itu kepada Kun Hong. "Di dalam kotak ini terisi batu kemala Im-yang-giok-cu yang sudah menyembuhkanmu. Kau harus antarkan batu ini kembali kepada Kui-bo Thai houw dan menyatakan terima kasihmu."
"Ke Ban-mo-to......... ?" Kun Hong berkata perlahan, kaget.
"Apa yang kau khawatirkan " Kau ke sana untuk mengembalikan Im yang-giok-cu, dan bukankah kau masih ingat akan semua petuahku ?"
Wajah Kun Hong menjadi merah sekali. Kenapa ia takut kepada diri sendiri" Dahulu ia sampai tersesat dan mudah dipermainkan oleh Kui bo Thai-houw oleh karena ia masih lemah dan pula karena ia mempunyai keinginan mendapatkan obat. Sekarang ia hanya mengembalikan batu kemala itu, apa salahnya"
"Baiklah, Siansu. Teecu mentaati perintah." Demikianlah, daiam keadaan sehat jasmani dan rohani, Kun Hong turun gunung, meninggalkan Wuyi-san untuk pergi pertama - tama ke Ban mo-to mengembalikan Im-yang-giok-cu kepada Kui-bo Thai-houw. Tidak hanya Im-yang-giok-cu, juga pedang yang masih tergantung di pinggangnya, akan ia kembalikan kepada Ratu Ban-mo to itu.
Sementara itu, di Gunung Thian-mu-san terjadi pula hal yang amat ganjil. Pada saat Kwee Sun Tek memanggul tubuh Kun Hong yang pingsan karena pengaruh pukulan Im-yang lian-hoan yang dideritanya, sudah diceritakan bahwa Phang Ek Kok dan puteranya, Lan Lan serta muridnya, Kui Sek berlari menuju ke gunung itu.
Dari manakah mereka ini " Ek Kok tak pernah menghentikan usahanya mencari Lin Lin dan kalau memang Lin Lin masih hidup, hal itu mudah saja ia lakukan bersama Lan Lan. Bukankah wajah dan potongan tubuh Lin Lin sama benar dengan Lan Lan " Dengan membawa Lan Lan, ia bertanya ke sana ke mari kalau-kalau ada orang melihat seorang gadis yang serupa dengan Lan Lan.
Akhirnya perantauannya membawa ia bertemu dengan Kui Sek. Muridnya ini memang sudah lama jatuh hati kepada Lan Lan, maka Kui Sek lalu menyatakan hendak ikut gurunya, bantu mencari. Kemudian mereka bertiga sampai di Telaga Po-yang.
Mulailah terjadi hal - hal yang aneh terhadap diri Lan Lan. Begitu ia muncul, para pelancong' dan para tukang yang menyewakan perahu kelihatan ketakutan, malah dari jauh ada yang menuding - nuding ke arah Lan Lan dengan sikap ketakutan. Seorang penjual makanan yang tergesa - gesa hendak melarikan diri sambil membawa dagangannya, tersandung dan jatuh tertelungkup di depan Lan Lan !
Gadis itu merasa geli dan juga kasihan, maka ia hendak turun tangan membantu orang itu mengumpulkan dagangannya yang menggelinding ke mana - mana. Akan tetapi tiba-tiba orang itu dengan tubuh menggigil menjatuhkan diri berlutut di depan Lan Lan sambil berkata.
"Mohon diampuni jiwa hamba ........ hamba orang miskin ........."
Lan Lan menarik kembali tangannya, jidatnya berkerut. "Ngaco-belo, kau bicara apakah ?" bentaknya.
Orang itu berdiri ketakutan dan Lan Lan dengan jengkel membentaknya menyuruhnya pergi. Juga Ek Kok dan Kui Sek terheran-heran melihat sikap orang- orang yang berada di situ. Setiap orang penjual makanan yang mereka dekati, tiba - tiba melarikan diri, malah ada yang meninggalkan dagangan mereka.
"Mereka ini ada apakah ?" Lan Lan paling merasa karena semua mata ditujukan kepadanya dengan ketakutan.
"Perut lapar, kalau mereka bersikap begitu semua, apakah kita akan kelaparan " Hayo kita makan saja, habis perkara !" kata Kui Sek yang duduk di atas sebuah bangku persediaan pedagang mi.
"Hush. pedagangnya tidak ada, suheng." kata Lan Lan. Pedagang mi itupun melarikan diri ketika tadi melihat Lan Lan.
"Kita ambil dan masak sendiri, masa tidak bisa ?"
"Jangan begitu, aku tidak sudi mencuri makanan orang."
Ek Kok menengahi mereka. "Lan Lan. tidak ada yang mencuri. Kita makan saja dan nanti kita tinggalkan uang di mejanya. Suhengmu benar, orang - orang ini bersikap aneh dan kalau kita tidak berani melayani perut sendiri, kita akan kelaparan."
Karena ayahnya membenarkan suhengnya, terpaksa Lan Lan menurut dan demikianlah, tiga orang ini lalu makan mi yang dimasak sendiri oleh Kui Sek ! Biarpun tempat itu menjadi sunyi karena semua orang melarikan diri, namun mereka merasa bahwa banyak pasang mata diam - diam mengawasi gerak - gerik mereka
"Sungguh aneh sekali. Apa sih yang terjadi di sini ?" Lan Lan kembali berkata, hatinya tidak puas melihat sikap orang-orang itu. Iapun tidak dapat makan banyak lenyap nafsu makannya melihat keadaan yang amat ganjil itu.
"Mengapa pusing - pusing " Kita nanti tangkap saja seorang dan paksa dia mengaku !" kata Kui Sek yang bersama suhunya makan dengan lahapnya.
"Heh-heh-heh, A Sek (si Sek) benar sekali. Makanlah, Lan Lan," kembali Ek Kok membenarkan muridnya. Kui Sek bangga sekali, akan tetapi Lan Lan jengkel. Ayahnya ini sering kali memperlihatkan sikap memanjakan muridnya, malah ada tanda - tanda ayahnya ini hendak menjodohkan dia dengan suhengnya !
Pada saat itu, seorang kakek datang terbongkok-bongkok ke tempat, mereka. Dari pakaiannya, jelas bahwa kakek ini seorang miskin, agaknya tukang perahu. Melihat kedatangan orang, Kui Sek berdiri dan membentak, "Ini agaknya biang keladinya !" Dan ia menjangkau hendak menangkap.
"Suheng, jangan !" bentak Lan Lan.
Kakek itu nampak terkejut dan ketakutan, lalu serta - merta menjatuhkan diri di depan Lan Lan.
"Lihiap yang mulia, harap suka mengampuni kami orang - orang miskin. Bukankah lihiap kaita nya hanya akan mengganggu hartawan jahat dan pembesar korup " Bukankah kaitanya lihiap melindungi orang - orang miskin " Kami semua, pedagang - pedagang makanan dan tukang - tukang perahu yang mencari nafkah di tepi telaga, adalah orang - orang miskin. harap lihiap jangan mengganggu."
Lan Lan tertarik. Tentu ada terjadi apa-apa yang aneh di sini, pikirnya. Ia membangunkan kakek itu dan bertanya dengan suara ramah dan halus, "Lopek, siapakah yang bilang begitu " Kau mendengar dari siapa tentang aku ?"
Kakek itu memandang wajah Lan Lan, tidak begitu takut lagi setelah Lan Lan bersikap ramah. Ia malah tersenyum. "Siapa yang tidak mendengar " Lihiap, kau memang hebat. Semenjak lihiap mengalahkan guru-guru silat itu kemarin dulu, kami semua sudah mendengar belaka tentang perbuatan-perbuatan lihiap yang mulia, yang memberi hukuman kepada para hartawan dan bangsawan jahat untuk melindungi orang - orang miskin. Lihiap, kami semua berterima kasih kepadamu. akan tetapi tak dapat dicegah lagi semua orang takut kepada lihiap. Harap lihiap jangan mengganggu kami orang - orang miskin ........."
Berubah wajah Lan Lan. Akan tetapi Kui Sek yang dogol itu sudah membentak, "Kunyuk tua, apa yang kau obrolkan itu " Sumoiku ini......"
"Suheng, diamlah kau. Di sini ada sesuatu yang menarik."
"A Sek, biarkan Lan-ji berurusan dengan dia," kata pula Ek Kok yang juga tertarik sekali.
Dendam Empu Bharada 20 Rajawali Emas 10 Mata Malaikat Cinderella Jakarta 2

Cari Blog Ini