Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 17
"Bagaimana aku bisa mencintanya dan bagaimana aku bisa tahu dia cantik atau tidak. Melihatpun belum !" jawab Wi Liong.
"Aneh ! Kalau belum melihatnya, kenapa kau begini ....... begini setia " Bagaimana kalau kelak ternyata ia amat buruk seperti monyet ?" tanya Lin Lin dan mulailah ia tersenyum, diikuti oleh Lan Lan yang kini mulai mengerti hingga ia diam-diam makin kagum dan memuji kesetiaan "tunangannya".
"Jangankan hanya seperti monyet, biar seperti kadal sekalipun, aku akan mengawininya kelak", jawab Wi Liong tersenyum karena ia menjadi gembira juga melihat gadis gadis itu tidak marah, malah mulai berkelakar.
Lin Lin cemberut. Siapa orangnya tidak cemberut kalau ia dikatakan seperti kadal " Memang yang dikatakan seperti kadal itu adalah dia sendiri orangnya, tunangan Wi Liong melalui pamannya. Hampir saja gadis ini yang kadang-kadang mempunyai watak keras merenggut sepatu kecil yang disimpan di balik bajunya dan membantingnya di depan pemuda itu. Baiknya Lan Lan yang melihat wajah adiknya, cepat meremas jari-jari tangan Lin Lin.
"Kau hebat, tuan Thio. Kau setia sekali !" memuji Lan Lan.
"Bagaimana aku takkan setia " Pamanku adalah pengganti ayah bundaku, mana aku berani membikin marah dan membantahnya " Pula ........." Suaranya berubah dan pemuda ini nampak berduka, "aku......... aku selain mentaati paman juga hendak menghukum diri sendiri. Aku tak ingin mengulangi pengalaman pahit yang pernah kualami."
"Pengalaman pahit dalam asmara ?" tanya Lin Lin kenes.
Wi Liong mengangguk. "Ceritakanlah, tuan Thio," kata Lan Lan.
Wi Liong menggeleng kepalanya. "Kelak saja kuceritakan Sekarang yang paling penting, aku sudah mengaku terus terang. Karena itulah maka aku sungguh menyesal terpaksa menolak pesan terakhir dari Tung-hai Sian-li tentang perjodohan itu. Kuharap saja nona Pek Lan Lan suka memberi maaf sebesarnya kepadaku. Sudikah nona mengampuniku ?" tanyanya tanpa memandang langsung kepada seseorang. Ia memancing agar nona Lan Lan suka menjawab pertanyaannya ini hingga ia dapat mengetahui yang manakah enci dan mana adiknya.
Hampir saja Lan Lan terpancing. Akan tetapi Lin Lin cepat berkedip kepadanya dan mendahului cicinya, "Soal ampun itu bukan urusan kami berdua. Perjodohan tak dapat dipaksakan, kalau kau lebih suka berjodoh dengan monyet atau kadal dari pada dengan ........ dengan kami, silahkan"
Wi Liong kaget menangkap suara keras dalam kata-kata ini, dan iapun masih ragu - ragu apakah gadis ini yang bernama Lan Lan " "Aku ........ aku menyesal sekali, nona Lan Lan......"
"Hush. jangan ngawur !" bentak Lin Lin, pura-pura marah akan tetapi akhirnya tak dapat menahan ketawanya melihat kebingungan Wi Liong. Juga Lan Lan menjadi geli dan tersenyum sungguhpun di dalam hati ia amat kasihan kepada pemuda yang mereka permainkan ini.
"Kalau begitu kaukah nona Lan Lan ?" tanya Wi Liong, berpaling kepada Lan Lan.
"Tentu saja seorang di antara kami bernama Lan Lan, akan tetapi yang mana kau terka sendiri. Bagi kami, Lan Lan maupun Lin Lin sama saja."
Pada saat kedua orang gadis kembar itu mempermainkan dan mentertawakan Wi Liong, tiba-tiba pemuda ini menggerakkan dayungnya, mendayung dengan kecepatan luar biasa ke arah kiri sehingga dua orang gadis itu menjadi kaget dan heran.
"Eh, ada apa ?" tanya Lin Lin.
"Di sana banyak perahu menuju ke pulau itu." jawab Wi Liong sambil menggerakkan mukanya ke depan. Dua orang gadis itu memandang dan betul saja, jauh di kaki langit tampak enam perahu hitam dengan layar terkembang menuju ke sebuah pulau.
Wi Liong terus mendayung perahunya ke sebuah pulau kecil yang besarnya paling banyak satu li persegi, penuh pohon dan karang. Ia mendaratkan perahunya dan melompat ke darat.
"Kita mengintai dari sini. Enam buah perahu itu mencurigakan," katanya. "Anehnya, mereka tidak menuju ke Pek-go-to, melainkan ke tiga Pulau Sorga ! Hemm mana bisa ada tamu sampai sekian banyaknya datang sekaligus di tempat ini?"
"Jangan-jangan bajak laut," kata Lin Lin, "Lebih baik kita menghampiri mereka dan kalau benar bajak laut, kita basmi habis !"
Lan Lan menyatakan setujunya dengan usul adiknya yang gagah ini. Akan tetapi Wi Liong menggeleng kepala. "Tak mungkin bajak laut. Mana ada bajak laut begitu tak tahu mati beroperasi di daerah ini" Nama Thai Khek Sian sudah terlampau terkenal. Memasuki daerah ini berarti mati. Tentu ada hal - hal aneh yang perlu diselidiki. Pamanku sudah pesan bahwa suhu menaruh curiga dengan undangan Thai Khek Sian, maka menyuruh aku menyelidiki."
Tiba-tiba Lin Lin berseru, "Awas.........!!" dan gadis ini dengan sigapnya melompat untuk melindungi encinya. Tangan kirinya dikibaskan, dan runtuhlah dua batang anak panah yang menyambar ke arah dia dan Lan Lan. Sedangkan Wi Liong dengan mudah menangkap anak panah itu.
Baru saja mereka berhasil menggagalkan serangan anak-anak panah, kembali datang serangan berupa senjata rahasia yang datangnya cepat sekali dan biarpun hari telah senja, senjata rahasia kecil itu masih mengeluarkan cahaya kuning.
Kembali Lin Lin bergerak cepat. Pedangnya sudah di tangan dan sekali putar beberapa Kim ji piauw runtuh. Wi Liong melompat jauh dan diam - diam ia girang karena sekarang tahulah ia mana Lan Lan mana Lin Lin. Tentu saja yang begitu lihai menangkis Kim-ji-piauw adalah Lin Lin, gadis perkasa murid Liong Tosu itu. Akan tetapi pada saat itu ia tidak sempat mengurus hal ini karena Lin Lin dengan beraninya telah melompat dan lari ke arah penyerang gelap sambil membentak.
"Anjing - anjing pengecut jangan lari !"
Lan Lan juga mencabut pedangnya dan sudah mengejar adiknya menyerbu musuh yang melakukan penyerangan gelap. Dengan suling di tangannya Wi Liong juga menyusul.
Ketika Lin Lin dan Lan Lan keluar dari hutan kecil, mereka melihat dua orang gadis cantik berpakaian mewah berdiri memandang mereka dengan sinar mata kagum dan di belakang dua orang gadis cantik ini masih berdiri belasan orang gadis lain yang pakaiannya juga indah-indah. Semua gadis ini memegang sebatang pedang.
"Siluman - siluman jahat, tentu kalian yang melakukan penyerangan gelap!" Lin Lin membentak marah.
Seorang di antara dua gadis itu setelah hilang kaget dan herannya melihat dua orang gadis kembar, menudingkan pedangnya dan berkata, "Kalian ini tentulah mata - mata yang dikirim orang jahat. Siansu menyuruh kami menangkap semua orang yang mencurigakan. Kawan-kawan, tangkap dua orang ini!"
Akan tetapi sambil mengeluarkan suara mengejek Lin Lin sudah memutar pedangnya diikuti oleh Lan Lan. Mereka disambut dengan pedang pula dan terjadilah pertempuran hebat. Akan tetapi Lin Lin memang lihai. Beberapa gebrakan saja sudah cukup baginya untuk merobohkan beberapa orang pengeroyok. Dua orang gadis kepala rombongan itu marah dan cepat maju mengeroyok Lin Lin, sedangkan Lan Lan dikeroyok oleh anak buahnya.
Namun, segera mereka itu mendapat kenyataan betapa lihainya Lin Lin. Pedang gadis ini berkelebatan dan membuat dua orang pengeroyoknya menjadi silau dan pening. Biarpun mereka berdua juga memiliki ilmu pedang yang ampuh dan aneh. namun menghadapi Lin Lin mereka kalah tingkat.
Pada saat itu Wi Liong muncul dan pemuda ini mengeluarkan seruan kaget ketika mengenal dua orang gadis kepala rombongan itu.
"Cheng In dan Ang Hwa cici, harap hentikan pengeroyokan!" Sambil berseru demikian Wi Liong menyerbu. Kemana saja ia bergerak, ia sudah dapat menangkis semua senjata dan membuat pemegangnya terpaksa melompat mundur sehingga dalam sekejap mata saja semua pertempuran terhenti.
Dua orang gadis cantik berpakaian mewah itu memang Cheng In dan Ang Hwa dua orang selir Thai Khek Sian atau murid-muridnya yang paling disayang. Mereka juga segera mengenal Wi Liong dan kedua gadis itu tersenyum manis.
"Ah, kaukah kiranya ini, Thio-kongcu " Kenapa kau dan .........dua orang gadis ini di sini ?" tanya Cheng In si baju hijau.
Pertanyaan yang disertai pandang mata penuh selidik dan arti ini membuat muka Wi Liong menjadi merah. Ia tahu orang-orang macam apa adanya selir-selir Thai Khek Sian ini, maka setiap kali melihat pria bersama wanita tentu menimbulkan pikiran yang tidak-tidak dalam benak mereka.
"Aku mengantar dua nona Pek ini yang hendak ikut menghadiri pertemuan di Pek-go-to," jawabnya singkat.
"Kenapa tidak langsung ke sana melainkan datang ke pulau sunyi ini ?" tanya Ang Hwa yang mainkan matanya secara genit.
"Waktunya masih belum tiba. karenanya kami hendak menunggu beberapa hari di sini"
"'Ooohhh, hi-hi-hi, kami mengerti, kongcu.. Dua nona Pek ini cantik - cantik sekali dan kepandaiannya tinggi ........." kata Cheng In dengan suara dibuat - buat, lagaknya genit sekali.
"Tutup mulutmu yang kotor ! Kalau hendak mengobrol, jangan bawa-bawa nama kami !" Lin Lin membentak marah dan mengancam dengan pedangnya. Gadis ini marah bukan main. demikian juga Lan Lan, melihat dua orang perempuan baju hijau dan merah itu bicara dengan Wi Liong serta bersikap demikian genit. Cemburu yang besar menerkam hati kedua orang gadis kembar ini. Betapapun juga, mereka menganggap Wi Liong sebagai tunangan mereka yang sah!
Wi Liong sendiri tak senang bertemu dengan para selir Thai Khek Sian ini, akan tetapi ia mengerti bahwa daerah ini memang dapat disebut daerah kekuasaan Thai Khek Sian dan kedatangannya di situ hanya sebagai tamu. Maka untuk meredakan ketegangan, ia segera memperkenalkan dua orang selir itu kepada Lin lin dan Lan Lan,
"Inilah nona Cheng In dan nona Ang Hwa beserta semua kawannya, mereka itu adalah ....... adalah ......" Wi Liong bingung hendak mempergunakan sebutan apa, selir ataukah murid " Baiknya Ang Hwa yang dapat menduga kesulitannya segera membantu dan menyambung dengan ketawa,
"Kami adalah selir - selir yang tercinta, juga murid-murid yang setia dari Thai Khek Siansu di Pek goto, Kami girang sekali bahwa kedua adik yang cantik manis dan perkasa adalah sahabat - sahabat baik Thio-kongcu (tuan Thio). Biarlah kawan kawan kami yang terluka merupakan penebus kelancangan kami atau pembuka jalan perkenalan kita. Kami girang sekali dapat berkenalan dengan adik - adik yang lucu."
Lin Lin dan Lan Lan jemu mendengar kata-kata dan melihat sikap genit dari Ang Hwa. Apa lagi Lin Lin. Ia makin mendongkol dan bentaknya nyaring, "Kami tidak butuh berkenalan dengan segala macam selir !" Kemudian sambil melirik ke arah Wi Liong, ia menyambung, "Entah kalau dia itu mungkin suka. Kalau mau mengobrol, mengobrollah dengan dia, kami tak sudi !"
Melihat sikap ini, Cheng In tertawa genit dan berkata. "Ah. remburu amat !"
Akan tetapi Wi Liong yang tidak menghendaki terulangnya keributan, segera berkata. "Jiwi Pek siocia harap maafkan, enci Cheng In dan Ang Hwa ini adalah penolong-penolongku. Kalau tidak karena pertolongan mereka, mungkin hari ini aku sudah tidak ada di dunia lagi.''
Mendengar ini, diam-diam Lan Lan dan Lin Lin tercengang dan rasa tak enak serta cemburu di dalam dada menghebat. Akan tetapi mereka diam saja. Wi Liong segera menjura kepada Cheng In dan Ang Hwa,
"Kalian kenapa berada di pulau ini dan kenapa pula datang-datang menyerang ?"
"Kami memang ditugaskan di sini oleh Siansu. Menjelang datangnya hari besar itu, kami disuruh menjaga daerah ini karena menurut Siansu, di antara para sahabat yang datang mungkin sekali akan datang musuh-musuh jahat yang hendak membikin kacau pertemuan. Melihat kau bertiga tadi, kami menyangka buruk, maafkan kelancangan kami," kata Cheng In.
"Tidak apalah dan sekarang harap cici berdua tinggalkan saja pulau ini. Bukankah kalian percaya bahwa aku bukan orang jahat yang hendak mengacau?"
Dua orang perempuan itu tertawa genit "Kalau kau menjadi pengacau, paling - paling pengacau hati yang membikin orang tak dapat tidur ! Kongcu, kau orang baik dan kami selalu terkenang kepadamu. Apakah kau tidak mau ikut dengan kami ke Pek goto sekarang saja " Siansu tentu menerimamu dengan baik karena memang sekarang waktunya menerima tamu." Di dalam ajakan ini terkandung suara memikat yang hanya dapat terasa oleh Wi Liong. Akan tetapi, sebagai wanita, Lan Lan dan Lin Lin juga dapat menangkapnya dan hal ini membuat hati mereka makin panas.
"Tuan Thio, kau pergilah dengan perempuan-perempuan ini, biar kami berdua di sini juga tidak akan mampus !" kata Lin Lin gemas.
Wi Liong menjadi makin bingung. "Ji-wi cici, terima kasih atas kebaikan kalian. Tidak, aku akan datang pada waktunya. Kalian pergilah dulu."
Cheng In dan Ang Hwa menarik napas panjang, lalu memberi isyarat kepada kawan - kawannya untuk pergi dari pulau kecil itu sambil membawa mereka yang tadi terluka oleh pedang Lin Lin. Ketika sudah melangkah beberapa langkah. tiba- tiba Cheng In memutar tubuh dan bertanya.
"Apakah Thio kongcu tadi ketika berlayar ke sini bertemu dengan perahu lain ?" Pertanyaan ini nampaknya sepintas lalu saja, akan tetapi Wi Liong melihat sikap yang penuh selidik. Ia teringat akan enam buah perahu besar tadi, maka ia menggeleng kepala tanpa membuka mulut. Cheng In nampak puas, akan tetapi sebelum pergi berkata lirih.
"Thio-kongcu, kalau kau tidak mempunyai kepentingan, sesungguhnya aku lebih suka melihat kau tidak mendatangi pertemuan ini."
Sebelum Wi Liong sempat bertanya. Cheng In dan Ang Hwa sudah pergi bersama kawan-kawan mereka, menuju ke perahu mereka yang tersembunyi di antara batu karang, lalu berlayar pergi. Sebentar saja kegelapan senja menelan bayangan perahu itu dan meninggalkan Wi Liong dan dua orang gadis kembar dalam kesunyian pulau itu. Sunyi sekali di situ, hanya terdengar riak ombak menghantam karang disaingi suara hewan - hewan di dalam hutan.
Setelah para selir Thai Khek Sian itu pergi, barulah Wi Liong merasa betapa canggung dan malunya berhadapan dengan dua orang gadis kembar itu. Ia dapat menduga betapa dua orang gadis ini memandang rendah kepada selir-selir yang genit itu dan karena melihat dia bersahabat dengan mereka, otomatis iapun akan terpandang rendah.
Oleh karena merasa canggung, Wi Liong hanya berdiri.diam sambil menundukkan kepalanya. Ia menarik napas berulang - ulang, ingin sekali mengajak bicara dua orang gadis itu, akan tetapi tidak tahu harus berkata apa. Akhirnya lega hatinya mendengar suara seorang dari mereka, yang berkata penuh nada ejekan,
"Cantik - cantik dan genit - genit para selir Pek go-to itu." Kemudian suara yang dibuat-buat meniru suara Ang Hwa yang genit. "Thio-kongcu, kenapa tidak ikut mereka bersenang - senang di Pek goto " "
Wi Liong mengangkat muka, lalu berkata lirih, "Ji-wi Pek siocia. memang harus kuakui bahwa tidak selayaknya orang berkenalan dengan mereka itu yang tak boleh digolongkan orang baik - baik. Akan tetapi, aku pernah mereka tolong. Dan mereka itu sebetulnya hanyalah menjadi korban pengaruh dari kekuasaan Thai Khek Sian. Marilah kita duduk dan bicara yang baik, nona - nona. Tadi kukatakan bahwa hidupku penuh derita dan pengalaman pahit. Mari kalian dengarkan, baru sekarang aku hendak membuka semua rahasia yang menyuramkan hidupku."
Lan Lan dan Lin Lin tertarik. Tanpa berkata kata mereka mengikuti Wi Liong memilih tempat yang bersih di bawah pohon dan terlindung dari angin oleh batu batu karang. Wi Liong mengumpulkan daun dan ranting kering, lalu membuat api unggun. Tidak saja untuk membikin penerangan di tempat yang mulai gelap itu, juga untuk mengusir nyamuk yang ternyata banyak terdapat di situ. Kemudian ia duduk di dekat api unggun bersandarkan batu karang. Dua orang nona kembar itu duduk pula di dekat api menghadapinya, siap mendengarkan ceritanya.
"Semenjak aku masih kecil dan tidak tahu apa - apa, ayah bundaku telah terbunuh orang secara keji, terbunuh oleh guru mereka sendiri yang tersesat. Aku dibawa lari dan dipelihara oleh pamanku yang juga menjadi buta oleh guru jahanam itu. Semenjak kecil aku sudah berhadapan dengan derita hidup dan agaknya memang aku dilahirkan untuk menderita ......." Demikian Wi Liong memulai ceritanya. Kemudian ia menceritakan semua pengalaman hidupnya sejak kecil sampai dewasa.
Dua orang gadis kembar itu mendengarkan dengan amat terharu. Mereka sendiri mempunyai riwayat hidup yang tidak menyenangkan, akan tetapi sedikitnya mereka masih sempat bertemu dengan ibu mereka, Tung hai Sian-li pada saat terakhir. Pemuda ini lebih - lebih lagi, semenjak kecil sampai sekarang jangankan melihat orang tuanya, ingatpun tidak bagaimana wajah ayah dan bundanya !
Pemuda ini masih segan untuk bercerita tentang Siok Lan, maka bagian ini ia lewatkan saja. Ia hanya menceritakan tentang usahanya membalas dendam kepada Beng Kun Cinjin yang sampai kini belum terlaksana, tentang urusannya dengan Kun Hong dalam memperebutkan Cheng-hoa-kiam "Nah, begitulah riwayat hidupku yang tidak menarik, membikin kalian jemu saja mendengarnya." ia menutup ceritanya."Harap kalian mengaso dan tidur, biar aku menjaga di sini."
Lan Lan yang masih termenung karena terharu mendengar riwayat pemuda sebatangkara yang menjadi tunangannya itu, berkata, "Aku tidak mengantuk. Ceritamu mengharukan sekali, tuan Thio. Akan tetapi kau sama sekali belum bercerita tentang pengalaman pahit dalam asmara seperti yang kau janjikan."
"Betul," sambung Lin Lin cepat-cepat, "dan kenapa kau agaknya amat memperhatikan kami " Setelah kau sendiri menyatakan bahwa kau tidak bisa menerima pertunangan dengan seorang dari kami seperti yang diusulkan oleh ibu kami, kenapa kau masih selalu mendekati dan menjaga kami ?"
Wi Liong memandang dua orang gadis itu. Di bawah sinar api unggun yang kemerahan, wajah dua orang gadis itu lebih-lebih lagi menyerupai wajah Siok Lan yang di kala itu bayangannya memenuhi hati dan pikiran Wi Liong, membuat pemuda itu merasa rindu.
"Karena ......... karena kalian tiada bedanya dengan Siok Lan ........ karena kalian bagiku adalah penjelmaan Siok Lan sendiri .......... "
Ucapannya ini menggetar penuh perasaan dan pandang matanya yang menatap wajah dua orang gadis kembar itu penuh cinta kasih yang mesra. Lan Lan dan Lin Lin berdebar sampai tak dapat mengeluarkan kata-kata.
"Ya, Lan Lan dan Lin Lin, bagiku kalian adalah Kwa Siok Lan. Karena inilah agaknya berat bagiku untuk berpisah, tak kuat aku menjauhkan diri ......... maafkan aku .........barangkali sudah gila, akan tetapi segala gerak-gerik, segala yang ada pada kalian, menghidupkan kembali Kwa Siok Lan"
Lin Lin sudah tahu bahwa Kwa Siok Lan adalah puteri Kwa Cun Ek, malah beberapa lama ia dianggap Siok Lan oleh Kwa Cun Ek, malah oleh Kwee Sun Tek pula sehingga ikatan jodohnya dengan Thio Wi Liong disambung lagi. Akan tetapi ia tidak tahu apakah yang terjadi antara Kwa Siok Lan dengan Wi Liong. Adapun Lan Lan. mendengar nama Kwa Siok Lan hanya dari mulut Tung-hai Sian-li dan iapun hanya menduga bahwa ibunya dahulu mempunyai anak seorang puteri bernama Kwa Siok Lan yang sudah meninggal dunia.
"Tuan Thio, siapakah itu Kwa Siok Lan ?" Lin Lin bertanya, mencoba untuk menyembunyikan suaranya yang gemetar. Usahanya ini sebetulnya tidak perlu karena pada saat itu Wi Liong sedang penuh kedukaan dan tak dapat memperhatikan keadaan orang lain.
"Mendiang Kwa Siok Lan adalah puteri tunggal Kwa Cun Ek lo-enghiong dan Tung hai Sian li, dan ......... tunanganku yang kucinta sepenuh jiwaku ........."
Lan Lan memotong "Tuan Thio, pernah kami mendengar kau menyebut nama Bu beng Siocia, apakah itupun kekasihmu yang lain lagi ?"
Wi Liong tersenyum pahit, senyum membayangkan perihnya hati. "Itulah awal malapetaka yang menimpa hidupku. Mataku melek akan tetapi aku lebih buta dari pada orang tak bermata. Bu-beng Siocia adalah Kwa Siok Lan. Kwa Siok Lan adalah Bubeng siocia, akan tetapi aku tidak tahu, tidak mengerti betapa besar cinta kasih Siok Lan kepadaku, sampai pada saat terakhir masih setia kepadaku ........."
"Bagaimanakah itu " Aku tidak mengerti .........." kata Lin Lin yang tentu saja ingin mengetahui segala - galanya tentang Kwa Siok Lan, karena selain Siok Lan itu masih encinya se ibu, juga ia dijadikan pengganti Siok Lan oleh Kwa Cun Ek.
Setelah menambah api unggun dengan kayu-kayu kering sehingga warna merah dari cahaya api itu menerangi kegelapan, Wi Liong mulai bercerita. Ia menceritakan perjodohannya dengan Siok Lan, ikatan jodoh yang dilakukan oleh pamannya dan Kwa Cun Ek. Kemudian tentang pertemuannya dengan Bu beng Siocia, tentang ketetapan hatinya memutuskan ikatan jodoh dengan Kwa Siok Lan karena cinta kasihnya kepada Bu beng Siocia, kemudian sampai larinya Kwa Siok Lan yang hendak membunuh diri. Akhirnya ia ceritakan pertemuannya dengan Siok Lan yang menjadi pengantin Chi-loya, sampai berita tentang kematian Kwa Siok Lan di sungai. Semua, ini ia ceritakan dengan suara menggetar, kadang-kadang naik sedu-sedan dari dadanya.
Lan Lan dan Lin Lin duduk mendengarkan dengan penuh perhatian. Mereka terbawa hanyut oleh cerita itu, sampai duduk terdiam seperti patung, ikut merasakan penderitaan Wi Liong, bahkan ketika mendengar tentang pertemuan terakhir dan tentang pembunuhan diri Kwa Siok Lan. Lin Lin dan Lan Lan menangis terisak-isak. Tak kuat mereka menahan keharuan hatinya dan sekaligus mereka makin tertarik, makin kasihan dan makin ........... cinta kepada pemuda ini, pemuda yang secara sah telah menjadi tunangan mereka berdua !
Melihat dua orang gadis itu mencucurkan air mata mendengar ceritanya, Wi Liong juga tidak kuat dan dua butir air mata menitik turun di atas pipinya. Akhirnya ia berhenti bercerita, menarik napas panjang lalu berkata dengan suara berat,
"Demikianlah, nona. Kalian sudah mendengar riwayatku yang tak menyenangkan, riwayat seorang tolol yang bermata buta. Dapat kalian bayangkan betapa kaget dan bahagia hatiku melihat kalian berdua yang dalam segala hal merupakan Siok Lan ke dua. Dapat kalian bayangkan betapa bahagia hatiku akan pesan ibu kalian tentang ikatan jodoh itu ........ seakan - akan ikatan jodoh antara aku dan Siok Lan disambung kembali ......... seakan - akan Siok Lan yang sudah mati hidup kembali dan akan berada di sampingku untuk selamanya .........."
Dua orang gadis itu hanya terisak, tak kuasa menjawab atau memberi komentar.
"Akan tetapi ..........aku tidak begitu picik, aku tidak akan mengulang kebodohanku. Aku tidak dapat menurutkan nafsu hati, menurutkan cinta kasih yang menggeragoti hatiku. Paman lelah memesan kepadaku bahwa aku telah ditunangkan kembali dengan puteri Kwa Cun Ek lo enghiong, dan paman memesan supaya kali ini aku tidak mengulangi kemurtadanku. Tidak ! Kukatakan sudah, siapapun juga tunanganku itu, kali ini aku akan patuh, akan taat karena hanya kebaktian terhadap pamankulah perbuatan baik satu-satunya yang dapat kulakukan........."
"......... kau seorang yang berbakti" hanya demikian Lin Lin dapat berkata.
"......... kasihan sekali kau ........." sambung Lan Lan sambil menghapus air matanya.
Tiba tiba Wi Liong menggerakkan tangan, menggunakan ujung lengan baju mengusir dua titik air matamya, lalu ia memaksa diri tersenyum. "Ah, aku benar gila. Kenapa aku membikin kalian menjadi sedih dan terharu oleh ceritaku yang tak berharga " Tidak boleh ! Kalian merupakan dua orang yang paling kuhormati, paling kusayang dan yang takkan kubiarkan berduka. Kalian benar - benar seperti Siok Lan. Biarlah selamanya aku akan menjadi pelindung kalian. Mengapa sekarang aku membikin kalian berduka " Jiwi siocia. hilangkanlah keharuan dan kesedihan, biar kalian gembira dengarlah aku berlagu."
Wi Liong lalu mengangkat suling, menempelkan bibir pada sulingnya dan tak lama kemudian terdengarlah tiupan suling yang amat merdu, mengalun turun naik dengan nada yang halus menggetarkan kalbu. Memang Wi Liong pandai sekali bersuling. Kali ini ia mencurahkan seluruh isi hatinya ke dalam tiupannya karena ia berusaha mengalihkan semua perasaannya yang timbul karena ceritanya tadi ke dalam permainan suling ini. Ia yang meniup suling sama sekali tidak sadar bahwa justeru karena inilah maka tiupannya sama sekali bukan merupakan hiburan, malah terdengar menyayat hati kedua orang gadis itu. Semua penderitaan, duka nestapa, kekecewaan dan kemenyesalan, rindu yang amat mendalam, kasih sayang yang semesra - mesranya, semua perasaan ini timbul dari dada Wi Liong, memasuki suling melalui tiupannya dan menciptakan lagu yang membuat Lan Lan dan Lin Lin merasa hatinya diremas-remas. Lin Lin tanpa disadarinya meraba- raba sepatu kecil yang tersimpan di balik baju, di dadanya, sedangkan Lan Lan membelai - belai rambut sendiri yang terjuntai di depan. Tak terasa air mata hangat yang baru mengucur turun membasahi pipi kedua orang gadis kembar itu. mata mereka menatap Wi Liong yang tunduk menyuling, lupa segala seperti orang berada di dunia lain.
Wi Liong yang sedang tenggelam dalam ayunan perasaannya sendiri, tiba tiba merasa sulingnya direnggut orang dibarengi pekik, "Berhenti ........ ! Laki-laki bodoh, laki-laki gagah perkasa yang berbatin lemah ....... ! Kau ....... kau ......... !!"
Wi Liong melongo melihat betapa Lin Lin dengan marah marah merenggut sulingnya terlepas dan membanting suling itu ke dalam api unggun ! Akan tetapi suling itu terbuat dari pada logam yang kuat tahan api, maka tidak terbakar. Wi Liong juga tidak perdulikan sulingnya lagi. Ia menatap ke depan, ganti - berganti memandangi dua orang gadis itu. Lin Lin marah-marah dan sinar mata dan sikapnya persis Siok Lan ketika dulu marah - marah kepadanya, ketika dikejarnya dan memaki - makinya. Kini Lin Lin memandangnya dengan mata terbelalak lebar, air mata memenuhi pipi dan wajahnya agak pucat. Sebaliknya. Lan Lan duduk bersimpuh dengan muka tunduk dan menangis terisak - isak. Tak disangkanya sama sekali dua orang gadis itu berada dalam keadaan seperti itu.
"Ada ......... ada apakah ......... " Kenapa marah ......... "'" Dengan muka bodoh Wi Liong mengambil sulingnya dari api unggun, sampai tidak merasa betapa tangannya sakit karena terjilat api.
"Laki laki bodoh !" Lin Lin marah-marah terus. "Kau meracuni jiwa dengan kesedihan, merusak pikiran dengan kenangan lampau. Alangkah bodohnya, seperti hidup di dunia lain. Bukankah kau sudah ......... sudah ditunangkan dengan puteri Kwa Cun Ek " Bukankah kau malah sudah menjadi tunangan puteri Tunghai Sian-li " Kenapa menyesali nasib dan berduka cita seperti itu " Iih, alangkah lemahnya!" Anehnya, habis marah-marah Lin Lin menangis.
"Itulah........." Wi Liong menarik napas panjang. "Riwayat lama terulang kembali. Hatiku terhibur karena kalian, kebahagiaan membayang karena aku mendapat pengganti Siok Lan, akan tetapi kenyataan amat keji. Paman telah mengikatku dengan perjodohan lain. Persis seperti dulu lagi ........."
"Dan persis kau setolol dulu !" Lin Lin memaki, kemudian ia teringat bahwa ia bersikap keterlaluan terhadap seorang yang baru tadi masih ia sebut "tuan", apa lagi sekarang Wi Liong memandangnya dengan mata kagum.
"Alangkah sama ......." katanya.
"Apanya yang sama ?" Lin Lin bertanya.
"Kalau marah ............. begitulah dulu Siok Lan marah-marah kepadaku ....." Kemudian ia melirik Lan Lan, "dan begini ketika berduka."
"Lagi - lagi Siok Lan ............ !" Lan Lan mencela.
"Tidak, dengan adanya ji-wi siocia (nona berdua) ........."
"Apa itu nona - nona " Setelah kita menjadi ......... sahabat, apa lagi menjadi tunangan kami ......... eh, seorang di antara kami. tak perlu lagi bersungkan- sungkan dalam sebutan, tuan Thio yang terhormat," cela Lin Lin.
Wi Liong tersenyum, lalu mengangguk-angguk. "Baiklah, aku akan menyebut kalian moi-moi (adik). Tentang ikatan perjodohan ......... harap jangan sebut- sebut agar luka di hatiku tidak parah lagi. Seperti kalian tahu, aku sudah bertunangan dan ............"
"Apa salahnya ?" Lin Lin memotong "Kau bisa mengawini tunanganmu si monyet atau si kadal itu, juga dapat melanjutkan perjodohanmu dengan ......... seorang di antara kami ........."
Wi Liong melirik. Ia tahu bahwa ynng bicara ini tentu Lin Lin karena ia masih ingat bahwa inilah gadis yang tadi lebih lihai kepandaiannya, mengenalnya dari baju yang berbeda warnanya.
"Mana ada aturan begitu ......... ?" ia berkata sungkan.
"Bukan hal aneh mempunya dua orang isteri" jawab Lin Lin dengan suara tetap. Memang pada jaman itu, seorang pria memiliki dua orang isteri bukan hal yang mengherankan. Malah, kaum bangsawan dan kaum berada mempunyai banyak isteri muda sebelum menikah, atau setelah beristeri masih mempunyai isteri muda sampai empat lima orang.
"Hal ini ............ hal ini ......... eh. apakah adik Lan Lan membolehkan" Kumaksud ......... adik Lan Lan, eh, yang mana sih adik Lan Lan" tanyanya pura- pura masih belum tahu
"Yang manapun sama saja." jawab Lan Lan yang sudah timbul kembali kegembiraannya.
"Sudahlah jangan memusingkan hal ini, tuan Thio ............"
"Hush, kau ini bagaimana " Aku menyebut adik, masa kalian masih mau menggunakan sebutan tuan-tuanan segala !"
"Habis bagaimana ?" tanya Lin Lin.
"Sebaiknya menyebut kakak atau saudara jangan tuan-tuanan........." tiba-tiba Wi Liong berhenti bicara dan cepat memadamkan api unggun. "Ada orang datang ........... " bisiknya. Tubuhnya berkelebat dan ia lenyap menyelinap di antara pohon. Kini keadaan menjadi gelap remang - remang, hanya diterangi oleh ribuan bintang di langit.
Lan Lan hendak menyusul, akan tetapi lengannya dipegang adiknya. "Jangan bergerak. Kita menunggu di sini saja," katanya penuh kepercayaan kepada Wi Liong. Juga dia sekarang telah mendengar suara orang dari arah pantai, akan tetapi karena keadaan, gelap laginya mereka berdua sama sekali masih asing dengan keadaan pulau kecil ini. Lin Lin berpendapat bahwa menanti di situ lebih baik, selain aman juga tidak mengganggu penyelidikan Wi Liong.
Sementara itu, Wi Liong menyusup-nyusup dan dengan hati hati namun cepat ia menuju ke arah suara orang - orang itu. Dari tempat persembunyiannya ia melihat tiga buah perahu diseret ke pinggir dan belasan orang melompat ke pantai lalu berjalan dalam barisan rapi, dipimpin oleh seorang bertubuh tinggi besar dan gagah. Wi Liong merasa kenal orang ini, akan tetapi karena keadaan remang-remang, ia tidak dapat melihat mukanya. Hanya ia dapat menduga bahwa melihat gerak - gerik orang - orang itu, tentu mereka merupakan .sebuah pasukan terlatih dan orang tinggi besar itu komandannya. Tidak hanya dari gerak-gerik yang teratur dan terlatih, akan tetapi juga mereka itu semua membawa senjata yang sama, di pinggang sebatang golok besar dan di punggung tergantung busur dan anak panah.
"Benar benar kosongkah pulau ini ?" terdengar orang tinggi besar itu bertanya kepada seorang anggauta barisan terdepan.
"Betul. Hanya pulau kecil inilah yang kosong, yang lain sudah mereka duduki," jawab yang ditanya.
"Hemmm, baik juga tempat ini. Biarlah aku menyelidik sendiri !. Kalian kembali ke darat dan beri peta tentang pulau ini kepada Coa ciangkun (Perwira Coa) agar dipelajari dan pada waktunya nanti tempat ini menjadi markas kita. Tinggalkan perahu kecil untukku di pantai."
Belasan orang itu menyatakan baik, lalu mereka kembali ke perahu - perahu mereka, meninggalkan sebuah perahu yang paling kecil, lalu mendayung pergi dua perahu yang lain di dalam gelap.
Sementara itu. mendengar pembicaraan tadi. Wi Liong segera teringat siapa adanya perwira tinggi besar ini. Bukan lain adalah Kong Bu, putera See-thian Hoat ong yang bertugas menjaga pantai timur ! Agaknya perwira muda inipun datang hendak menyelidiki sesuatu dan bukan tak mungkin menyelidiki Pek-go-to karena mencium sesuatu yang mencurigakan. Ia segera melompat dan memanggil,
"Kong-ciangkun !"
Kong Bu, komandan muda itu, secepat kilat mencabut goloknya dan memutar tubuh. Kagetnya bukan main mendengar di tempat sunyi yang disangkanya kosong itu ternyata ada orangnya, malah sudah mengenalnya.
Wi Liong muncul sambil tertawa. "Kong-ciangkun. simpan golokmu. Aku bukan orang jahat."
Seelah Wi Liong berada di depannya, barulah Kong Bu mengenalnya. Hatinya menjadi lega bukan main dan cepat ia menyimpan goloknya.
"Ah, kiranya Thio-taihiap. Berkeliaran di tempat seperti ini benar benar membuat hatiku mudah kaget dan takut ! Ah, anak-anak itu ternyata kurang teliti memeriksa. Benar - benar harus dihukum !"
"Jangan salahkan mereka, Kong-ciangkun. Memang pulau ini kosong, yaitu sebelum aku datang senja tadi. Kong-ciangkun, ada terjadi apakah maka kau dan anak buahmu berada di sini ?"
"Ssttt, mari kita pergi ke dalam pulau dan nanti kuceritakan. Kebetulan sekali, Thio-taihiap, kita bertemu di sini karena aku amat membutuhkan pertolonganmu dalam hal ini."
Wi Liong mengerti akan maksud Kong Bu. Kalau berdiri di pantai, akan mudah terlihat oleh orang-orang dari perahu, dan di dalam pulau yang banyak pohon-pohonnya itu mereka dapat bersembunyi. Ketika mereka berdua mulai memasuki hutan, berkelebat dua bayangan orang dan lagi lagi Kong Bu mencabut golok, memasang kuda-kuda dan sikapnya gelisah sekali !
"Ha ha, Kong ciangkun. yang datang adalah dua orang kawan baik, tak usah kau mencabut senjatamu," kata Wi Liong geli.
Kong Bu kini melihat bahwa yang muncul adalah dua orang gadis remaja yang cantik jelita dan kembar. Mukanya menjadi merah mendengar ucapan Wi Liong, maka ia menyimpan kembali goloknya dan berkata perlahan, "Daerah yang dikuasai That Khek Sian benar menimbulkan keseraman dihatiku, membuat aku seperti seorang penakut. Jiwi lihiap, maafkan aku Kong Bu yang bersikap kasar."
Lan Lan dan Lin Lin balas memberi hormat. Wi Liong memperkenalkan mereka. "Ini adalah nona Pek Lan Lan dan Pek Lin Lin. sahabat - sahabat baik yang tidak perlu kaucurigai. Kong ciangkun." Dan kepada dua orang gadis kembar itu Wi Liong berkata, "Ini adalah Kong Bu ciangkun. putera tunggal locianpwe See-thian Hoat-ong, seorang perwira muda yang menjaga keamanan di pantai timur."
Setelah tiga orang itu saling menjura dengan hormat, Wi Liong menyalakan lagi api unggun dan berkata, "Nah, Kong-ciangkun, sekarang kau boleh bicara dengan aman. Apa sih yang telah terjadi di daerah ini !"
Kong Bu menarik napas panjang dan balas bertanya. "Sam-wi tentunya datang ke sini hendak menghadiri pesta ulang tahun dari Thai Khek Siansu, bukan ?" Ketika Wi Liong mengangguk membenarkan, perwira muda itu melanjutkan penuturannya, "Undangan antara orang - orang kang-ouw bukan hal yang aneh, bahkan kalau berekor pertempuran - pertempuran sekalipun, aku yang muda dan bodoh mana berani mencampuri urusan para locianpwe dan orang - orang gagah " Akan tetapi kali ini, kebetulan sekali terjadi hal yang amat penting bagi keselamatan negara. Aku mendapat kabar dari para penyelidik bahwa pada waktu ini di daerah Kepulauan Cousanto kedatangan pasukan - pasukan rahasia dari pemerintah musuh di utara ! Pentolan - pentolan barisan Mongol kabarnya telah berkumpul di daerah ini !"
Wi Liong terkejut. Tak disangkanya sama sekali berita ini. Ia teringat akan perahu - perahu yang dilihatnya sore tadi. "Apa ........." Mereka mau apa ?"
Kong Bu menggerakkan pundaknya. "Itulah yang harus kuselidiki dan aku harus mengerahkan orang untuk menangkap mereka. Mereka itu tentulah serombongan mata - mata musuh yang hendak melakukan kekacauan di sini."
"Akan tetapi mengapa di daerah ini ?"
"Ini yang mencurigakan. Thio-taihiap. Sudah bukan rahasia lagi bahwa orang-orang Mo-kauw dan Shia-pai membantu pergerakan musuh secara sembunyi. Siapa tahu kalau ada apa - apanya dalam pesta yang diadakan oleh Thai Khek Siansu sekarang ini."
Wi Liong mengangguk - angguk, teringat akan pesan pamannya tentang kecurigaan Thian Te Cu terhadap pesta yang diadakan di Pekgo-to ini.
"Sekarang kau hendak menyelidiki, Kong-ciangkun ?"
"Betul. Dengan perahu kecil itu malam ini juga aku hendak menyelidiki pulau - pulau lain."
"Mari aku menyertaimu," kata Wi Liong dan Kong Bu menjadi girang sekali, ia sudah tahu akan kelihaian pemuda ini maka ia tidak bisa mengharapkan pembantu yang lebih cakap dari pada Wi Liong.
"Ji-wi siauwmoi harap menanti di sini saja," kata Wi Liong kepada dua orang gadis kembar itu. "Selain tidak baik terlalu banyak orang menyelidiki, juga kuharap kalian menjaga di sini. siapa tahu ada orang lain lagi mendarat di pulau ini yang sudah dijadikan markas oleh Kong ciangkun. Andaikata ada orang asing mendarat harap kalian diamkan saja, kalau tidak perlu tak usah turun tangan, hanya mengintai apa yang mereka lakukan di sini."
Lan Lan dan Lin Lin menyanggupi dan berangkatlah dua orang pemuda itu meninggalkan pulau dengan perahu kecil Kong Bu. Mereka hendak menyelidiki pulau pulau di sekitar Pek go-to, terutama sekali tiga pulau sorga yang berada dekat Pek-go-to dan di mana tadi Wi Liong lihat ada perahu-perahu hitam mendarat.
Lan Lan dan Lin Lin yang ditinggal sendirian menyalakan api unggun lagi dan mengambil keputusan untuk berjaga semalam itu, tidak berani tidur di tempat asing ini. Tentu saja setelah Wi Liong pergi mereka merasai kesunyian yang amat tak enak dan untuk menghilangkan kesunyian mereka bercakap - cakap tentang pemuda itu.
"Kasihan sekali dia" terdengar Lan Lan akhirnya berkata.
''Betul, cici, dia benar-benar telah dirundung malang." sambung Lin Lin.
Lan Lan mengangkat muka dan memandang wajah adiknya dengan sinar mata tajam menyelidik.
"Lin Lin. kau cinta padanya ........."
Lin Lin juga membalas pandangan kakak perempuannya dan berkata perlahan, "Betul, dan kaupun juga, cici."
Keduanya terdiam, tenggelam dalam lamunan masing - masing. Kemudian terdengar Lan Lan berkata lirih, seperti menghibur dan membela perasaan mereka itu. "Apa salahnya " Dia itu tunangan kita berdua, pilihan orang-orang tua kita. Bagaimana orang takkan mencinta tunangan sendiri ?"
Tiba - tiba, seperti yang dilakukan Wi Liong tadi. Lin Lin melompat dan memadamkan api unggun. Dia yang memiliki kepandaian lebih tinggi dari pada cicinya, telah lebih dulu mendengar suara.
"Ada orang datang ........" bisiknya. Api unggun padam dan dua orang gadis itu menyelinap di antara pohon pohon untuk melakukan penyelidikan dan pengintaian.
Makin larut malam keadaan cuaca menjadi agak terang, tidak segelap tadi karena angkasa bersih sekali dan bintang - bintang merupakan lampu - lampu kecil yang mendatangkan cahaya redup dingin. Dua orang gadis itu dengan hati-hati menyusup di antara pohon dan batu karang menuju ke pantai. Lin Lin di depan.
Setelah tiba dekat pantai, Lin Lin memberi tanda kepada Lan Lan sambil menyusup ke belakang batu karang besar, bersembunyi sambil mengintai. Jelas terlihat lima orang berjalan menuju ke tengah pulau. Yang paling depan berjalan seorang laki - laki gundul tinggi besar yang memondong tubuh seorang gadis cantik yang pingsan atau tertotok. Di belakang atau agak berdampingan berjalan seorang wanita cantik setengah tua. kemudian di belakangnya berjalan seorang pemuda dan di belakang pemuda ini seorang laki-laki hitam gundul mengerikan berkuku panjang. Melihat pemuda itu. Lin Lin dan Lan Lan terkejut karena dia itu bukan lain adalah Kun Hong.
Rombongan ini berhenti di tempat terbuka tidak jauh dari tempat sembunyi dua gadis itu. Lin Lin dan Lan Lan mengintai terus, siap menghadapi segala kemungkinan dan mereka dalam hati bertanya - tanya siapa gerangan orang-orang itu dan bagaimana Kun Hong bisa bersama mereka. Siapa pula gadis itu yang kini diturunkan dari pondongan, dibuka jalan darahnya lalu diikat pada sebatang pohhon ! Gadis itu berdiri tegak dengan mata dibuka lebar, sedikitpun tidak takut malah sikapnya menantang !
Siapakah mereka" Laki laki gundul tinggi besar yang tadi memondong gadis itu adalah Beng Kun Cinjin Gan Tui dan yang ditawannya itu bukan lain adalah Pui Eng Lan ! Wanita cantik di sebelahnya adalah Tok sim Sian-li dan laki-laki mengerikan yang berjalan di belakang Kun Hong adalah datuk orang Mo kauw. Thai Khek Sian. Bagaimana Kun Hong bisa berada dengan mereka dan bagaimana pula Eng Lan sampai terjatuh di tangan Beng Kun Cinjin " Untuk mengetahui akan hal ini mari kita ikuti perjalanan Kun Hong semenjak berpisah dari Wi Liong dan dua gadis kembar Lin Lin dan Lan Lan.
Setelah mendengar dari Wi Liong bahwa Eng Lan berada di An king, Kun Hong cepat melakukan pengejaran ke kota itu. la ingin sekali bertemu dengan kekasihnya, ingin ia minta ampun dan memohon agar Eng Lan jangan marah - marah kepadanya.
"Tanpa Eng Lan, hidup tidak ada artinya," pikirnya sepanjang jalan. Alangkah kecewanya ketika di kota Anking ia tidak mendapatkan bayangan Eng Lan lagi. Tiga hari ia mencari gadis itu dan akhirnya ia mendapat keterangan dari orang yang melihat gadis cantik itu bahwa Eng Lan meninggalkan kota An king melalui pintu gerbang sebelah timur. Segera ia mengejar ke timur. Akan tetapi, mengejar sampai ke perbatasan antara Propinsi An hui dan Ce-kiang. ia belum juga dapat menyusul gadis itu.
Beberapa hari kemudian ia tiba di kaki Bukit Thian mu san sebelah timur setelah melewati bukit ini dari selatan. Jejak Eng Lan menghilang. Tak seorangpun yang dijumpai melihat gadis itu. Sebaiknya ia mendengar akan lewatnya rombongan rombongan orang yang menuju ke timur. Orang-orang kang-ouw. Teringatlah ia akan hari besar suhunya, Thai Khek Sian. Karena tempat tinggal suhunya tak jauh lagi, Kun Hong lalu mengambil keputusan untuk mengunjungi Pulau Pek go-to dan di sana kalau ia tidak mendapatkan Eng Lan sedikitnya ia akan bertemu orang orang kang ouw dan siapa tahu dari mereka ini ia bisa mendapat dengar tentang kekasihnya itu atau lebih baik lagi. siapa tahu kalau Eng Lan datang pula bersama gurunya Pak-thian Koai-jin.
Ketika Kun Hong sedang berjalan di pagi hari itu, mulai mendaki lagi bukit kecil di sebelah timur Thian-mu-san, ia melihat sebuah rumah tua menyendiri dan dari rumah ini tercium bau masakan yang enak dan gurih sekali. Bau ini membuat perut Kun Hong terasa amat lapar dan otomatis kedua kakinya bergerak menuju ke rumah itu.
Akan tetapi baru sampai di depan pintu rumah yang sudah rusak dan butut itu, ia berhenti karena di samping bau sedap masakan, hidungnya mencium bau yang amat memuakkan, bau bangkai !
Heran dia mengapa tadi ia hanya mencium bau masakan saja. Ketika ia melihat asap keluar dari celah-celah pintu dan bilik, baru ia tahu bahwa tentu saja bau tidak enak itu tidak bisa tercium dari tempat jauh, tidak seperti bau masakan panas yang masih mengepulkan asap. Ia merasa heran sekali dan tidak segera masuk karena merasa jijik. Tiba-tiba ia mendengar suara orang tertawa berkakakan dan disusul kata-kata yang parau.
"Hah-hah hah. dulu kau begitu cantik, begitu menarik sampai-sampai aku menjadi tergila gila padamu. Tapi kau menolak dan melayani pria-pria lain. Sekarang " Hah hah hah. setiap orang pria akan takut dan jijik melihatmu, akan tetapi aku orang sial masih menjagamu dan makan minum di samping mayatmu. Hah hah-hah !" Suara ketawa terakhir ini terdengar seperti orang menangis. Kun Hong terkejut sekali ketika mengenal suara ini, suara Buceng Tok-ong ! Ia cepat menolak pintu dan masuk cepat - cepat Benar saja. ia melihat bekas gurunya itu duduk di atas bangku, menghadapi meja yang penuh masakan masih mengebul panas dan arak, makan minum seorang diri. Entah dari mana orang aneh ini bisa mendapatkan makanan panas di tempat seperu itu. Akan tetapi bukan itu yang menarik perhatian Kun Hong, melainkan apa yang terdapat di atas dipan dekat dengan tempat duduk Bu-ceng Tok-ong. Di atas pembaringan itu membujur sebuah mayat yang dikerubungi kain lapuk. Mayat inilah yang mengeluarkan bau busuk. Benar-benar di dunia ini banya Buceng Tok ong saja kiranya yang dapat makan minum di samping sebuah mayat yang sudah membusuk dan berbau!
"Tok-ong ......... !" Kun Hong berseru heran. Sudah lama ia tidak mau menyebut kakek ini sebagai gurunya biarpun sebenarnya Bu-ceng Tok-ong adalah gurunya yang pertama kali.
"Heh heh heh, Kun Hong. Bagus kau datang. Mari temani aku makan minum untuk menghormati pembebasan Tok sim Sian li dari siksa dunia. Hah-hah !' kata Bu ceng Tok ong tanpa menoleh.
Kun Hong makin kaget. Jadi mayat itu adalah mayat Tok sim Sian li ! Biarpun ia tidak suka kepada Tok sim Sian li yang cabul dan jahat, seorang yang terutama di antara sekian banyak orang yang menyeretnya ke jalan sesat dahnlu, namun harus ia akui bahwa cinta kasih Tok sim Sian li kepadanya amat mendalam dan juga setulusnya, ia menghampiri dipan itu dan ingin melihat wajah wanita itu yang kini sudah membujur sebagai mayat. Ia paksakan diri dan menahan napas untuk melawan bau busuk. Tangannya menjangkau dan kain penutup bagian muka ia tarik.
"Ayaaaa......... !!" Kun Hong melepaskan kembali kain penutup muka mayat itu sambil melompat mundur ke belakang dengan penuh kengerian dan keseraman. Ia masih mengenal muka Tok sim Sian li hanya karena ia dahulu dekat sekali hubungannya dengan wanita ini. Muka itu kini berwarna hitam agak biru, kulit muka yang dahulu putih kemerahan itu kini benjal benjol membengkak , matanya terbelalak besar, hidung dan mulutnya tertarik ke samping. Benar-benar menjijikkan dan menakutkan sekali.
"Hah-hah hah, apa kataku, Sian-li " Bahkan Kun Hong, pemuda tampan yang dulu paling kau cinta, sekarang ketakutan dan jijik melihat mukamu ! Hah hah hah baru sekarang kau melihat bedanya cinta kasih murni dan cinta kasih nafsu bukan " Sayang terlambat ...... terlambat ......"
Dan kakek aneh ini kembali tertawa seperti orang menangis.
Kun Hong maklum bahwa di balik tawa dan kegembiraan ini. sebenarnya Buceng Tok-ong amat berduka. Ia sudah mengenal baik watak bekas suhunya ini.
"Tok-ong, apa yang terjadi dengannya " Bagaimana ia sampai begitu?" Pemuda ini melompat dan mengguncang-guncang pundak bekas gurunya.
Bu ceng Tok-ong menunda minumnya dan memandang bekas murid ini dengan mata terbelalak. "Kau ingin membalaskan dendamnya " Ingin menemui pembunuhnya ?"
"Mana dia " Ingin kulihat orangnya !" kata Kun Hong yang merasa benci melihat orang membunuh Tok-sim Sian-Ii secara demikian mengerikan.
"Hah-hah-hah, dia bukan orang."
"Bukan orang ?"
Bu-ceng Tok ong bangkit dari tempat duduknya, memandang kepada pemuda itu dengan mulut tersenyum mengejek akan tetapi wajahnya berseri lalu berkata. "Mari ikut dengan aku." Ia lalu melompat keluar dan berlari, diikuti oleh Kun Hong
Kakek itu membawanya ke daerah berbatu, di mana batu-batu gunung menonjol dengan bentuk bermacam - macam, daerah tandus yang hanya ditumbuhi pohon-pohon tua kering dan tetumbuhan yang kurus.
"Bantu aku mencari seekor katak yang gemuk." kata Bu-ceng Tok-ong yang segera mencari - cari di bawah tetumbuhan. Biarpun tidak tahu akan maksud bekas gurunya, namun karena bernafsu hendak melihat apa yang telah membunuh Tok sim Sian-Ii demikian kejinya, Kun Hong tanpa banyak cakap lagi lalu ikut mencari. Akhirnya mereka mendapatkan seekor katak betina yang gemuk. Bu ceng Tok-ong menangkapnya lalu mengikat katak itu pada perutnya dengan sehelai tali yang sudah ia siapkan. Kemudian ia mengikatkan ujung tali pada sebuah ranting yang dua depa panjangnya. Dengan langkah hati - hati ia lalu menuju ke sebelah lubang di atas gundukan tanah, kemudian menancapkan ranting itu di atas tanah. Katak yang diikatnya tergantung dan bergerak-gerak hendak melepaskan diri dengan sia-sia.
"Kita tunggu di sana." kata Bu-ceng Tok ong yang mengajak Kun Hong bersembunyi di balik batang pohon. Kun Hong menurut saja dan ia mulai timbul dugaan yang membuat hatinya ngeri. "Ular berbisa ?" tanyanya lirih. Bu-ceng Tok ong tidak menjawab, hanya nengangguk.
Kun Hong mendongkol. "Jangan kau main-main, Tok-ong. Kau yang dijaluki Raja Racun, masa untuk menangkap ular saja harus minta bantuanku !" omelnya.
Memang hal ini amat mencurigakan. Jangankan baru menangkap seekor ular berbisa, biar sekaligus ada sepuluh ekor, orang macam Bu-ceng Tok-ong biasanya akan dapat menangkap dengan mudah. Memang itulah pekerjaannya untuk mengumpulkan bisa ular. Kalau memang betul Tok sim Sian-li tewas digigit ular, selain hal ini tak masuk di akal mengingat kelihaian Tok-sim Sianli, juga mengapa Bu-ceng Tok-ong tidak terus membunuh ular itu dan malah minta bantuannya "
Agaknya Bu-ceng Tok-ong dapat membaca isi pikirannya. Orang tua itu mengeluarkan suara ketawa perlahan mengejek. "Kau tahu apa " Ular seperti yang akan kau lihat ini sedunia belum tentu ada keduanya. Ketika aku dan Sian-li hendak menangkapnya, baru terkena semburannya saja Sianli sudah menemui ajalnya. Akupun hampir saja celaka kalau tidak lekas lari. Terus terang saja aku tidak berani menghadapinya, maka kau yang lebih gesit kumintai tolong untuk menangkapnya agar kita bisa membalas dendam Sianli."
Kun Hong kaget bukan main. Pada orang lain, boleh jadi Bu-ceng Tok-ong membohong dan main - main. akan tetapi ucapannya kepadanya tadi ia percaya. Tentu seekor ular berbisa yang hebat sekali.
''Ular apakah itu ......... ?" tanyanya.
"Ssssttt........." Bu-ceng Tok-ong mencegah pemuda itu bicara sambil menunjuk ke depan.
Kun Hong memandang ke arah katak yang dijadikan umpan. Katak itu masih meronta-ronta hendak melepaskan diri dari ikatan. Tiba-tiba katak itu mengeluarkan suara keras dan meronta makin keras lagi. Dan dari dalam lubang di bawah katak yang menjadi umpan pancing itu, keluar sinar merah ke atas seakan akan di dalam lubang terdapat api bernyala. Setelah itu, perlahan - lahan keluar uap kemerahan, makin lama makin tebal dan katak itupun meronta makin hebat seakan akan kepanasan. Kemudian tubuh katak itu meneteskan air. entah peluh entah apa, akan tetapi terus menerus meneteskan air yang memasuki lubang. Makin tebal uap merah, makin deras tubuh katak itu meneteskan air sampai akhirnya gerakan katak menjadi lemah sekali dan airpun hanya menetes sedikit Agaknya tubuh katak itu sudah disedot hampir kering.
Kun Hong hendak mengajukan pertanyaan akan tetapi kembali Bu-ceng Tok-ong mencegahnya dengan suara "sstttt ......... !"
Terpaksa Kun Hong menahan diri dan memandang lagi. Dari dalam lubang itu keluar sebuah benda merah kecil yang bergerak cepat sekali, tersembul keluar lalu masuk lagi, demikian cepatnya sehingga sukar Kun Hong mengikuti dengan pandangan matanya. Makin lama makin panjang benda itu dan tersembullah kepala seekor ular yang bermata merah, berkulit merah kuning dan ternyata bahwa benda kecil yang bergerak cepat itu adalah lidahnya yang panjang bercabang. Ular itu mulai merayap keluar dari lubang dan sekarang baru kelihatan oleh Kun Hong bahwa ular ini memang berbeda dengan ular - ular lain. Besarnya tidak seberapa, paling - paling sebesar lengan dan panjangnya juga tiga kaki paling banyak, akan tetapi bentuknya aneh sekali. Di bagian punggung ular itu. dari kepala sampai ke ekor, terdapat duri-duri seperti duri landak !
Bu teng Tok-ong menanti sampai ular itu keluar dari lubang dan mulailah ular itu merayap mengelilingi katak sambil menjilat-jilat. Kemudian ia berkata perlahan. "Kau serang ular itu, harus ditangkap hidup jangan dibunuh, awas, jangan kata lagi gigitannya, baru semburannya bisa mematikan. Aku akan menutupi lubangnya sementara kau memancingnya meninggalkan lubang,
"Baik !" kata Kun Hong yang di dalam hatinya merasa heran bagaimana Tok-ong tidak berani menangkap seekor ular sekecil itu. Apakah Bu-ceng Tok-ong sudah menjadi seorang pengecut "
Akan tetapi ia segera mendapat bukti akan kebenaran Tok-ong mengenai ular aneh itu. Begitu melihat manusia, ular itu mengeluarkan desis yang tajam sampai menggetarkan jantung, dan tiba-tiba ular itu berdiri di atas ekornya ! Pernah Kun Hong melihat ular ular yang bisa berdiri, akan tetapi hanya setengah badannya saja yang berdiri. Ular ini, lain dari pada yang lain, berdiri seluruh tubuhnya, lurus-lurus seperti tonggak, berdiri di atas ekornya dan mukanya menjadi makin merah. Kemudian ular itu menyemburkan uap berair berwarna merah. Semburan ini hebat, cepat sekali dan dapat mencapai jarak tiga meter!
Kun Hong terkejut dan cepat melompat ke kiri untuk menghindarkan diri dari semburan maut itu. Kembali ular menyembur sambil meloncat. Memaug aneh kalau disebut ular meloncat, berkakipun tidak bagaimana bisa meloncat " Caranya meloncat, ketika ular itu berdiri ia melengkungkan tubuh lalu meregang kembali dan tenaga iniah yang membuat ia bisa meloncat sampai hampir dua meter jauhnya!
Untuk kedua kalinya Kun Hong terkejut, akan tetapi ia masih dapai mengelak dengan mudah. Ia kini sengaja menanti serangan ke tiga, siap untuk menangkap leher ular itu apa bila menyerangnya. Benar saja, ular itu menyerang lagi dengan loncatan tinggi dan semburan melebar. Kun Hong mengelak ke kanan dan tangan kirinya menyambar hendak menangkap leher ular itu akan tetapi tiba-tiba duri duri yang berada di belakang leher itu berdiri dan merupakan jarum-jarum menyambut tangannya. Kun Hong memiliki kegesitan dan ketajaman mata yang sudah tinggi, maka ia dapat melihat gerakan ini. Cepat ia menarik kembali tangannya sehingga tidak menjadi korban. Pemuda ini mulai mengerti mengapa ular ini begini lihai. Kalau hendak membunuhnya dengan senjata, tentu saja mudah. Akan te!api Tok-ong menghendaki dia menangkapnya hidup-hidup dan tentu Tok sim Sian-li juga tadinya berusaha menangkapnya hidup hidup maka sampai menjadi korban. Dia sendiri yang memiliki ilmu lebih tinggi dari pada Tok sim Sian-li, sekarang merasa bingung, tak tahu bagaimana ia bisa menangkap ular aneh ini dengan tangan kosong.
Sementara itu, setelah tiga kali gagal menyerang orang, ular itu menjadi gelisah. Agaknya iapun maklum bahwa kali ini ia menghadapi lawan tangguh. Agaknya tiga kali sudah cukup baginya dan ia merayap kembali ke lubangnya. Akan tetapi, pada saat binatang itu tadi menyerang Kun Hong, Bu-ceng Tok ong sudah bekerja cepat, menghampiri lubang dan menutupnya dengan sebuah batu besar. Melihat ular itu datang. Tok-ong segera menjauhi. Ular itu bingung melihat lubangnya tertutup batu. kemudian ia mendesis-desis marah dan berdiri lagi menghadapi Kun Hong.
"Eh, Kun Hong. Apakah kau juga tidak berani dan tidak bisa menangkapnya hidup-hidup ?" kata Tok ong memanaskan hati.
"Binatang macam ini mengapa tidak dibunuh saja ?" kata Kun Hong hendak mencabut pedangnya.
"Jangan bunuh ! Kalau hanya membunuh, untuk apa aku minta bantuanmu " Aku sendiripun bisa kalau hanya membunuh, apa sukarnya ?"
Panas hati Kun Hong mendengar ini. Ia tidak jadi mencabut pedangnya.
"Apa sih sukarnya menangkap ular ?" katanya dan otaknya bekerja. Terang baginya bahwa kalau menangkap dengan tangan kosong, andaikata bisapun amat besar resikonya. salah sedikit saja bisa tewas oleh semburan yang mengandung bisa maut.
Dengan tabah ia menghampiri ular yang berdiri itu. Binatang itu kini menjadi marah setelah tak dapat lari ke dalam lubangnya. Ia mendesis dan tubuhnya mencelat ke arah leher Kun Hong. Pcmuda ini kembali mengelak, akan tetapi ular itu sambil melompat memutar leher dan menyembur ! Inilah serangan hebat dan berbahaya sekali. Kun Hong terpaksa membuang diri karena serangan ini tiba-tiba datangnya. Akan tetapi ujung bajunya yang melambai oleh gerakannya masih terkena semburan dan baju itu menjadi hangus !
Kun Hong terkejut bukan main. cepat ujung baju itu ia sobek dan buang, maklum bahwa racun yang menempel di situ amat berbahaya. Ia mengeluarkan keringat dingin dan hatinya menjadi makin panas ketika mendengar suara ketawa Bu ceng Tok-ong yang mengejeknya. Ia melihat "pancing" tadi dan timbullah akal. Cepat disambarnya ranting yang di sambung tali pengikat katak itu, kemudian ia menghampiri lawannya. Ular menyerang lagi, Kun Hong melompat ke kiri dan menggerakkan pancingnya. Usahanya berhasil baik. Tali pancing berikut katak di ujungnya itu menyambar ke arah leher dan tepat sekali mengitari dan mengikat leher ular yang tentu saja menjadi tak berdaya lagi. Binatang itu meronta-ronta, membelit belit, akan tetapi tak mungkin ia bisa melepaskan diri.
"Bagus, kau dapat menangkapnya, anak baik !" terdengar Bu-ceng Tok-ong memuji. Orang ini berlari menghampiri dan dengan sehelai tali lain mengikat ekor ular itu, terus ia gantung ke atas sehingga ular itu tergantung dengan kepala di bawah. Karena leher dan ekornya terikat ia tidak dapat menyerang lagi. malah tidak dapat menyembur karena lehernya tercekik erat-erat.
"Tahan dulu dia biar jangan lepas, aku membuat api," kata Bu-ceng Tok-ong yang kegirangan. Raja Racun ini sambil tertawa-tawa membuat api unggun, kemudian menyediakan sebuah panci dan sambil tertawa bergelak ia memanggang ular itu di atas api.
Tentu saja, ular itu menggeliat geliat kepanasan. "Hah-hah-hah. rasakan kau pembalasanku, ular siluman. Rasakan kau panasnya api neraka, hah-hah-hah !"
Bu-ceng Tok-ong tidak membakar tubuh ular di dalam api, melainkan memanggangnya di atas api sehingga ular yang kepanasan itu tersiksa bukan main. Binatang itu menggeliat geliat dan mulutnya terengah-engah, tubuhnya mulai mengeluarkan peluh berminyak. Warna merah menjadi makin tua dan dari dalam mulutnya keluarlah minyak merah. Bu ceng Tok-ong cepat - cepat menadahi minyak merah yang bukan lain adalah racun ular itu dengan panci yang sudah ia sediakan. Kun Hong hanya mengawasi saja dan sekarang tahulah dia mengapa Bu-ceng Tok ong menghendaki ular itu ditangkap hidup-hidup. Tak lain untuk mengambil racunnya. Memang cara terbaik mengambil seluruh racun ular adalah dengan jalan memanggangnya sampai kepanasan dan keluar semua racun dari lehernya. Ia tidak perduli akan hal ini, bukan urusannya. Akan tetapi ia merasa heran melihat ular aneh ini dan mengapa pula Tok sim Sian li sampai mati oleh binatang ini "
"Ular apakah ini. Tok-ong " Dan kenapa tadi kau tutupi lubangnya ?"
Ular ini adalah rajanya ular kelabang dan belum tentu keluar dari dalam bumi selama puluhan tahun. Aku pernah mendengar namanya akan tetapi baru kali ini melihatnya. Namanya tak diketahui orang, akan tetapi dahulu ia disebut Naga Kecil Merah. Kalau tadi ia bisa lari memasuki lubang, jangan harap bisa menangkapnya lagi karena lubangnya itu merupakan terowongan yang tidak ada dasarnya." Tok ong sekarang menyimpan racun ular minyak merah itu karena ular tadi sudah mati. kering tidak mengeluarkan minyak lagi. Bangkai ular yang sudah kering seperti ikan asin ini ia simpan pula.
"Kenapa Tok-sim Sian li sampai bisa terkena semburannya ?"
Bu ceng Tok-ong menarik napas panjang. "Sudah kuperingatkan dia. Dia tahu akan kehebatan racun ular ini. maka ia begitu bernafsu untuk menangkapnya sehingga ia menjadi korban tanpa dapat kutolong lagi."
"Untuk apa kau mengambil racunnya ?" ia bertanya sambil memandang tajam. Tentu ada maksud tertentu Raja Racun ini, kalau tidak, masa sampai mau minta bantuannya "
"Hah-hah hah. aku dan Sianli tadinya hendak pergi ke pesta Thai Khek Siansu. Tanpa barang antara, mana aku ada muka datang ke sana " Racun Ang-siauw-Kong (Naga Kecil Merah) ini merupakan hadiah yang tak ternilai harganya."
"Dan bangkai itu " Untuk apa ?"
"Ah. ini hanya untuk peringatan. Ular ini telah membunuh Sian li........."
Kemudian Kun Hong teringat akan maksud perjalanannya. Tok-ong adalah seorang perantau, pikirnya, bukan tak mungkin ia mengetahui tentang Eng Lan.
"Tok-ong. apakah kau melihat nona Pui Eng Lan ?" tiba - tiba ia bertanya.
Buceng Tok-ong menengok heran, lalu tertawa. Tidak aneh kalau pemuda ini menanyakan seorang wanita. Ia sudah kenal baik watak bekas muridnya ini, seorang pemuda yang mempunyai banyak kekasih.
"Heh-heh heh, di mana kau kehilangan kekasihmu ini?" ia menggoda.
"Tok-ong. jangan main main. Kau melihat dia atau tidak ?" bentak Kun Hong. Bu ceng Tok-ong heran. Belum pernah ia melihat Kun Hong marah-marah digoda tentang diri seorang wanita.
"Bagaimana aku bisa menjawab pertanyaanmu kalau aku tidak tahu siapa itu Pui Eng Lan ?"
Kun Hong insyaf akan kekeliruan pertanyaannya. Orang macam Bu-ceng Tok-ong ini mana bisa mengenal Eng Lan" Dia itu murid tunggal Pak-thian Koaijin. "Aku mencarinya."
Bu-ceng Tok-ong masih tersenyum lebar, akan tetapi keningnya dikernyitkan dan matanya bersinar - sinar ganjil. Kun Hong berlaku waspada. Dari pengalamannya ketika hidup dekat bekas gurunya itu ia tahu bahwa kalau Raja Racun ini mengerutkan kening dan matanya bersinar-sinar seperti itu, menandakan bahwa ia sedang menggunakan pikirannya yang selalu penuh akal-akal licin.
"Ah, dia......... " Bukankah dia itu gadis cantik jelita, agak kehitaman tapi manis sekali, membawa pedang, lincah dan tabah ?"
Kegembiraan dan harapan besar memenuhi hati Kun Hong, membuat ia lupa akan tanda - tanda pada muka bekas gurunya tadi. "Betul, Tok-ong, betul dia. Apa kau tahu di mana dia ?"
"Hah-hah-hah-hah, agaknya kali ini kau betul-betul jatuh cinta. Bukan begitu ?"
Maklum akan ketajaman mata bekas gurunya. Kun Hong tak perlu membohong lagi. Ia mengangguk, wajahnya demikian sungguh sungguh sehingga Bu ceng Tok-ong tidak berani main-main lagi.
"Aku tahu di mana dia. Baru kemarin aku melihat dia menuju ke Pek go-to juga,"
"Seorang diri ?" tanya Kun Hong. agak heran bagaimana gadis itu berani pergi ke Pek-go-to seorang diri.
"Tadinya seorang diri. Kemudian ....... sayang sekali ........."
Kun Hong melangkah maju dan menerkam lengan kakek itu. "Kemudian bagaimana " Kenapa sayang " Hayo bilang !"
Bu-ceng Tok-ong meringis. Terkaman tangan itu benar-benar amat kuat dan menyakitkan lengannya. "Kemudian ......... kemudian ia pergi bersama-sama dengan Beng Kun Cinjin Gan Tui."
Pucat seketika wajah Kun Hong mendengar ini, kedua kakinya menggetar saking hebatnya ketegangan hatinya. Memang ia sedang mencari-cari Beng Kun Cinjin. "ayahnya" dan musuh besarnya ini. Tentu saja mendengar adanya Beng Kun Cinjin, ia menjadi girang dan ingin segera melakukan pembalasan dendamnya. Akan tetapi mendengar kekasihnya terjatuh ke dalam tangan musuh besar itu, ia benar-benar kaget.
"Bagaimana ia bisa bersama dengan ........,Beng Kun Cinjin ?" tanyanya.
"Heh-heh-heh, mana aku mengerti " Aku hanya mendengar Beng Kun Cinjin berkata kepada nona itu begini. Kau calon mantuku, hayo ikut dengan pinceng sambil menanti datangnya Kun Hong anakku! Nah. demikianlah, lalu mereka pergi bersama."
Pucat lagi wajah Kun Hong. "Jadi kau ......kaupun sudah tahu tentang dia dan aku ......... ?"
"Hah hah, siapa orangnya yang tidak tahu" Tentang kau anak Beng Kun Cinjin, semua orang sudah tahu. Kau hendak menyusul ke sana, Kun Hong " Mari pergi bersamaku."
Kun Hong menyembunyikan getaran hatinya. Ia khawatir sekali akan nasib Eng Lan, akan tetapi juga gembira karena akan berhadapan dengan musuh besarnya. Maka tanpa banyak cakap lagi ia lalu ikut Bu ceng Tok-ong menuju ke Pek-go-to.
Setelah tiba di pantai. Bu ceng Tok-ong lalu mendatangi sebuah tempat tersembunyi di pantai laut di mana ternyata sudah disediakan perahu-perahu kecil yang dijaga oleh beberapa orang selir Thai Khek Siansu. Mereka ini menyambut kedatangan Bu ceng Tok-ong dan terutama Kun Hong dengan gembira. Akan-tetapi Kun Hong tidak memperdulikan mereka, biarpun di antaranya ada beberapa orang yang dahulu pernah menjadi sobat baiknya. Bersama Bu ceng Tok ong ia lalu mendayung perahu yang dikemudikan oleh si Raja Racun.
"Eh, kenapa tidak ke Pek-go-to ?" tanya Kun Hong ketika melihat bahwa perahu menuju ke pulau lain.
"Nanti dulu. aku hendak singgah di pulau gudang makanan. Kau tahu. untuk keperluan para tamunya. Siansu menyediakan makanan dan minuman di pulau kecil itu dan aku mempunyai tugas di sana. Laginya, sekarang sudah hampir gelap, tidak patut datang malam malam di Pek-go-to."
Biarpun hatinya tidak puas, akan tetapi pada saat itu Kun Hong tidak mau banyak ribut. Pula. diam - diam ia masih menaruh hati curiga terhadap Raja Racun ini dan hendak mengawasi gerak-geriknya.
Perahu kecil itu mendarat di pulau kosong, sebuah di antara tiga pulau kosong yang kecil dan indah. Kedatangan mereka disambut lagi oleh sepasukan gadis penjaga yang sudah mendirikan banyak kemah kemah darurat di tempat itu.
"Kalian pergilah menghadap Siansu dan katakan, bahwa tugasku sudah berhasil baik." kata Bu-ceng Tok-ong kepada duabelas orang penjaga itu. "Sekarang ada aku dan Kun Hong di sini, kami yang akan menjaga. Pergilah !"
Duabelas orang wanita itu segera meninggalkan pulau dengan perahu-perahu kecil mereka yang mewah, meninggalkan Kun Hong berdua. Jelas sekali kelihatan mereka itu kecewa harus pergi meninggalkan Kun Hong, karena tadinya mereka sudah bergembira melihat datangnya pemuda ini.
Malam ilu Bu-ceng Tok-ong bekerja keras. Sambil tertawa - tawa kakek ini menggodok minyak racun ular kelabang sampai menjadi kental, kemudian ia membawa godokan racun ini ke dalam sebuah tenda tempat menyimpan minuman. Tigapuluh buah guci arak besar berada di tempat ini dan Bu ceng Tok ong menuangkan racun ke dalam guci - guci itu. lalu menggunakan sebatang sumpit panjang untuk mengocek agar racun itu, bercampur betul.
"He... apa yang kaulakukan ini, Tok-ong ?" Kun Hong tak sadar lagi menegur, kaget melihat perbuatan ini.
"Hah-hah-hah, kau lihat sendiri. Mencampuri arak dengan racun Ang-siauw liong. Ha-ha-ha !"
Kun Hong melangkah maju, sikapnya mengancam. "Apa maksudmu " Katakan Tok ong, apa maksudmu melakukan ini ?" Hampir ia menyebut melakukan perbuatan keji akan tetapi ia menahannya karena maklum bahwa ucapan ini tidak sesuai dengan keadaan Tok ong dan karenanya tentu akan menimbulkan kecurigaan bekas purunya itu.
"Hah-hah, apa kau tidak mengenal watak suhumu sendiri, Thai-Khek Siansu" Gurumu itu selain lihai juga amat cerdik. Sekali ini ia hendak menggunakan kepandaianku untuk melenyapkan semua lawan. Ha ha ha."
"Apa maksudnya ?"
"Apa lagi " Semua tokoh tingkat tinggi dunia kang ouw diundang. Akan datang para bengcu dan ciangbunjin, para ketua partai persilatan dan terutama sekati akan datang juga Thian Te Cu dan Kui bo Thai-houw. Kalau tidak menggunakan kepandaianku, mana bisa menyuguhkan minuman maut tanpa diketahuli! mereka yang lihai itu " Hah-hah-hah-hah !"
Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kun Hong menekan perasaannya dan dengan suaira biasa ia bertanya lagi. "Jadi suhu Thai Khek Sian hendak membunuh para undangan dengan minuman ini" Kedengarannya begitu mudah. Hemmm, kiraku takkan semudah itu mengingat bahwa mereka itu rata-rata memiliki kepandaian tinggi. Laginya, mereka tentu menaruh curiga."
"Ha ha, kau kira gurumu begitu bodoh " Arak campuran ini dikeluarkan sebagai hidangan umum, tidak hanya para undangan yang dianggap musuh, juga kawan sendiri sampai Thai Khek Siansu ikut pula minum."
Kun Hong mendongkol. Dia tidak percaya dan mengira Bu-ceng Tok-ong main-main. "Siapa percaya kebohongan ini " Kau sendiri bilang bahwa racun Ang-siauw-Iiong tidak ada obat penolaknya."
"Tidak ada obat penolaknya, memang. Kecuali tubuh ular itu sendiri." But-ceng Tok-ong mengeluarkan bangkai ular yang sudah kering dari saku bajunya.
Bukan main marah dan kagetnya hati Kun Hong. Dia. bukan Kun Hong dahulu yang tentu tidak akan perduli dengan rencana pembunuhan keji besar besaran ini, malah akan ikut gembira. Akan tetapi sekarang dia lain lagi. Ia tidak rela membiarkan perbuatan keji ini terjadi, apa lagi kalau mengingat bahwa di antara mereka yang hendak dibunuh terdapat Thian Te Cu, Kui-bo Thai-houw, dan lain - lain. Akan tetapi Kun Hong juga cerdik, tidak kalah oleh Bu ceng Tok-ong. Ia sudah mempelajari segala tipu muslihat licik dari orang-orang semacam Bu-ceng Tok-ong. Rasa benci dan jijik tidak tampak pada mukanya, malah ia segera tersenyum.
"Hebat sekali. Kau benar - benar lihai, Tok-ong, tidak malu aku mengaku kau sebagai bekas pendidikku. Memang itulah jalan terbaik untuk melenyapkan orang-orang yang berbahaya bagi kita Selanjutnya, apakah Thai Khek Sian guruku itu hanya mengandalkan racun ini saja " Bagaimana kalau gagal " Ingat, fihak sana tak boleh dipandang ringan. Selain Thian Te Cu dan Kui-bo Thai houw yang luar biasa lihainya, juga masih banyak orang lihai lainnya seperti Thio Wi Liong, Thai It Cinjin. Imyang Sian-cu dan para ciangbunjin dari partai - partai persilatan besar.
"Mana bisa gagal " Arak kehormatan dikeluarkan, semua minum baik tamu maupun tuan rumah. Curiga apa " Mereka akan roboh setengah jam kemudian, tidak kentara. Hahaha ! Takut apa " Kalau gagal sekalipun sudah ada perangkap lain. Gurumu sudah ........." Tiba - tiba Bu-ceng Tok ong menghentikan kata-katanya, berhenti tertawa dan menatap wajah Kun Hong dengan tajam. "Eh, Kun Hong. Kau ini murid terkasih dari Thai Khek Siansu mengapa sampai tidak tahu akan rencana gurumu ?"
Kun Hong menarik napas panjang, memperlihatkan muka menyesal. "Salahku sendiri, Tok-ong. Terlalu lama aku merantau meninggalkan Pek-go-to mengejar - ngejar Wi Liong tanpa hasil. Pesta ulang tahun suhupun aku mendengar dari luaran dan sekaranglah saatnya yang baik aku akan dapat membalas kekalahan-kekalahanku dari Wi Liong. Rencana apakah yang diatur oleh suhu selain racun ini" Aku akan membantu sekuat tenaga, karenanya aku harus tahu segalanya."
"Kau tahu, kawan - kawan dari utara juga sudah datang berkumpul di dua pulau itu. Jumlah mereka ada limapuluh orang lebih, orang - orang pilihan. Mereka ini akan datang menyerbu kalau racun ini gagal. Dengan bantuan limapuluh orang tenaga pilihan dari utara, kita takut apa ?"
Diam - diam Kun Hong terkejut sekali. Sekarang jelaslah baginya bahwa Thai Khek Sian, dengan perantaraan Bu-ceng Tok-ong. telah mengadakan kontak dengan bala tentara Mongol untuk mengadakan pukulan besar - besaran terhadap para tokoh selatan. Tentu saja fihak Mongol bersedia membantu oleh karena para orang gagah di selatan ini kalau sekarang bisa dibasmi, kelak tidak ada yang menyulitkan penyerbuan mereka ke selatan. Inilah berbahaya, pikir Kun Hong. Sudah lama jalan pikiran Kun Hong berubah, sudah lama ia berbalik hati dan membenci segala macam kejahatan yang sudah banyak ia lihat, malah ia lakukan. Sekarang, mendengar rencana keji dan pengecut ini makin bencilah hatinya. Andaikata Thai Khek Sian hendak mengadakan gelanggang mengadu kepandaian secara jujur dan gagah, tentu ia takkan memihak mana - mana. Akan tetapi kalau diadakan rencana - rencana keji, tak boleh tidak ia harus menghalangi. Sikapnya sama sekali berubah sekarang. Ia melangkah maju dan berkata tegas,
"Bu-ceng Tok-ong, berikan bangkai siauw-liong itu kepadaku!"
Berubah wajah yang biasanya menyeramkan dari Bu-ceng Tok ong. Sepasang mata yang tertutup alis tebal itu mengeluarkan cahaya liar. Ia terkejut dan gelisah, akan tetapi mencoba menutupi kegelisahannya dengan sikap gagah, "Kun Hong. jangan main gila ! Apa maumu ?"
"Manusia keji, kau dan orang - orang macam kau sudah menyeretku dahulu ke lembah kehinaan. Sekarang aku harus menebus dosa. Aku harus menghalangi niat kalian yang jahat itu, biarpun aku harus berkorban nyawa untuk itu. Berikan padaku bangkai Ang-siauwliong itu. Cepat "
"Bocah gila !" Bu-ceng Tok-ong masih memertahankan kegalakannya. "Kau bisa melawanku, akan tetapi apa kau tidak takut kepada gurumu Thai Khek Siansu" Siansu akan membunuhmu !"
"Siapa takut " Hayo berikan, jangan membikin aku habis sabar !"
Melihat pemuda itu melangkah maju, Bu-ceng Tok-ong mundur sambil berkata, "Tidak .......... tidak kuberikan."
"Manusia keji !" Kun Hong bergerak maju, tangannya menampar berbareng hendak merampas bangkai ular yang disimpan di saku baju Bu-ceng Tok-ong.
Bu-ceng Tok ong mengelak dan mencoba menangkis, akan tetapi gerakan susulan dari Kun Hong tepat mengenai pundaknya, membuat ia sempoyongan dan hampir roboh ke belakang. Marahlah Bu-ceng Tok-ong. Kalau ia memberikan bangkai ular dan usahanya gagal, tentu ia akan mendapat kemarahan dari Thai Khek Sian, kemarahan yang akan berakibat mengerikan baginya. Dari pada menentang Thai Khek Sian, lebih baik menentang Kun Hong.
Sambil mengeluarkan geraman seperti singa. Raja Racun ini meloloskan senjatanya, sepasang penggada yang berbentuk gembolan berduri, mengerikan dan berat sekali. Ia mainkan sepasang senjata ini dan menyerang Kun Hong kalang kabut.
Kun Hong menghadapinya dengan tenang. Dulu, ketika ia masih menjadi murid Bu-ceng Tok- ong dan Tok-sim Sian-li, kepandaian yang ia terima dari dua orang ini digabungkan menjadi satu, cukup baginya untuk menandingi Bu-ceng Tok-ong. Apa lagi sekarang. Sekarang setelah menjadi murid Thai Khek Sian dan menerima pelajaran dari Kui-bo Thai-houw, kepandaian pemuda ini
sudah meningkat jauh lebih tinggi dari pada Bu-ceng Tok ong. Tenang - tenang saja ia menghindarkan semua serangan Bu-ceng Tok ong. Betapapun juga, Kun Hong berlaku sangat hati hati karena ia maklum betapa bahayanya orang macam Raja Racun ini. Gembolan itu bukan sembarang senjata begitu saja, akan tetapi setiap durinya yang runcing itu mengandung semacam bisa tertentu yang cukup kuat untuk membunuh orang apa bila terluka.
"Bocah durhaka, bocah setan, mampuslah !" Bu ceng Tok-ong yang bernafsu sekali menyerang makin hebat pada bekas muridnya yang bertangan kosong.
"Sebetulnya kaulah yang harus mampus, sayangnya aku masih menaruh kasihan kepadamu." ejek Kun Hong sambil mengelak dan dengan gerakan memutar secepat kilat ia mengirim tendangan bertubi-tubi. Dua kali ujung sepatunya mengenai sasaran, tepat di bagian siku mengenai otot besar. Bu-ceng Tok-ong menggereng kesakitan dan sepasang penggadanya terlempar jauh.
Mukanya menjadi merah dan matanya terbelalak mengeluarkan sinar berapi saking marahnya. "Kalau tak dapat membunuhmu, aku bukan Tok-ong !" teriaknya dan kini ia menubruk maju, Dari sepasang lengan bajunya menyambar keluar uap hitam sedangkan dari kedua tangannya meluncur benda-benda halus yang hitam kemerahan. Inilah senjata senjata rahasia yang amat berbahaya, belum pernah dipelajari oleh Kun Hong karena merupakan senjata pribadi Raja Racun itu. Uap hitam itu adalah semacam bubuk beracun yang halus dan ringan sekali, mudah terbawa angin dan sekali saja memasuki hidung lawan, orang itu pasti akan terjungkal pingsan. Benda-benda halus hitam kemerahan itu disebut Hek see-kong (Sinar Pasir Hitam), adalah pasir-pasir hitam yang sudah direndam bisa ular. Jangan kata sampai pasir ini memasuki kulit, baru menyerempet sedikit saja membuat kulit melepuh dan racun menyerap ke dalam daging dan tulang, sakitnya bukan kepalang.
Kun Hong biarpun belum mempelajari penggunaan senjata - senjata rahasia ini, namun ia sudah tahu akan kelihaiannya. Cepat ia mengebut-ngebutkan tangannya dengan penyaluran tenaga lweekang sepenuhnya sambil melompat ke sana ke mari menghindarkan diri dari pasir - pasir itu. Selain mengelak, juga tenaga kebutan tangannya cukup kuat untuk mendatangkan angin meniup pergi pasir - pasir itu, maka dengan mudah ia terbebas dari ancaman pasir hitam. Adapun uap hitam yang menyerangnya, ia hindarkan dengan tiupan mulutnya yang disertai khikang.
Beberapa kali Bu-ceng Tok ong menyerang sampai habis persediaan pasir dan bubuk hitamnya, namun semua penyerangannya sia - sia belaka. Kun Hong tidak membuang kesempatan ini. Dia tidak mau membunuh bekas gurunya, akan tetapi karena ia diserang secara keji. ia harus membalas dan memberi hajaran. Sambil berseru keras ia mengeluarkan tipu silat yang baru ia terima dari Kui-bo Thai-houw. Gerakannya lemah gemulai seperti wanita menari, akan tetapi sukar sekali dijaga sehingga tahu - tahu tubuh Bu-ceng Tok-ong terguling karena betis kakinya kena dikait oleh kaki Kun Hong. Kalau pemuda itu bermaksud membunuh, tentu mudah saja tadi ia menggunakan kesempatan merobohkan lawannya itu.
Merasa diri. dipermainkan, Bu-ceng Tok-ong menjadi makin kalap. Ia melompat berdiri lagi. tidak memperdulikan sakit pada betisnya. Setelah menelan Kun Hong dengan pandang matanya, ia berseru keras,
"Setan, biar aku mengadu nyawa denganmu !"
Seruan ini disusul dengan gerakan tangan ke dalam baju dan ia telah mengeluarkan senjata yang amat mengerikan, yaitu lima ekor ular yang ia ikat menjadi satu di bagian ekornya, merupakan cambuk bercabang lima ekor ular berbisa yang masih hidup!
Karena ikatan lima ekor ular ku ada talinya yang dipegang ujungnya, maka ular-ular itu tidak bisa menggigit pemegangnya sendiri, yairu Bu-ceng Tok-ong. Sebaliknya, Kun Hong ketika diserang dengan senjata istimewa ini menjadi terkejut sekali dan juga marah. Ia anggap bekas gurunya ini terlalu keji sehingga sampai hati menggunakan senjata maut seperti itu. Ia maklum sudah bahwa lima ekor ular ini adalah ular - ular berbisa yang amat berbahaya. Sekali saja terkena gigitan seekor di antaranya, jangan harap bisa melawan lagi"Mampus kau. bocah setan !" berkali-kali Bu-ceng Tok-ong membentak sambil mendesak hebat. Senjatanya diputar - putar dan bertubi tubi ia melancarkan serangan secara membabi buta kepada Kun Hong. Pemuda ini terpaksa mempergunakan ginkangnya dan melompat ke sana ke mari dengan lincah untuk menghindarkan gigitan ular - ular itu.
"Tok-ong, kau benar - benar hendak mengadu nyawa ?" Akhirnya Kun Hong menjadi marah sekali.
Akan tetapi Tok-ong yang kemarahannya sudah naik ke ubun ubun tidak mau menjawab lagi melainkan terus menyerang, bahkan kini ular-ular itu mendesis desis mengeluarkan hawa beracun yang membuat serangan - serangan Bu-ceng Tok-ong menjadi makin berbahaya lagi. Kun Hong terpaksa mencabut pedangnya dan kini ia-pun membalas serangan lawannya dengan ilmu pedangnya yang lihai
Bu-ceng Tok ong saking marahnya sampai tidak kenal gelagat lagi. Menghadapi ilmu pedang Kun Hong, sebetulnya ia tidak berdaya dan sinar pedang itu sudah mendesaknya secara hebat, namun ia masih memberung (membabi buta) terus, bahkan melakukan penyerangan dengan mencambukkan ular - ularnya ke arah muka Kun Hong tanpa memperdulikan lagi kekosongan dalam kedudukannya.
Kalau Kun Hong menusuknya, tentu akan tembus dadanya akan tetapi berbareng pemuda itupun akan terancam oleh serangan ular-ular itu. Kun Hong tentu saja tidak sudi mengadu nyawa mati bersama dengan Bu ceng Tok-ong. Pemuda ini mengelak sambil merobah kedudukan kaki. lalu dengan cepat seperti kilat menyambar dari samping pedangnya membacok ke arah senjata lawan
"Crak !" Tiga di antara lima ekor ular itu putus menjadi dua dan tiba tiba ular yang dua lagi dengan marah dan kaget membalik lalu menyerang Bu ceng Tok-ong sendiri.
"Ayaaaaaa !" Teriakan Bu-ceng Tok ong ini keras sekali, merupakan pekik maut karena dua ekor ular yang masih hidup itu tahu-tahu sudah menggigit pundak dan lehernya"
Bu-ceng Tok-ong terjengkang dan roboh dengan tubuh kaku, tak bergerak lagi karena nyawanya sudah putus. Dua ekor ular itu masih saja mencantelkan gigi- gigi mereka pada tubuhnya.
Kun Hong cepat menggerakkan pedangnya dan putuslah tubuh ular-ular itu. mati seketika. Ia lalu mengangkat mayat Bu-ceng Tok-ong. dibawa masuk ke dalam kemah dan mendudukkan tubuh yang sudah kaku itu di alas pembaringan.
"Biar orang lain anggap dia bersamadhi pikir pemuda ini yang merasa perlu melakukan akal ini agar tidak mudah diketahui orang lain akan kematian Tok-ong sehingga tidak menimbulkan keributan sebelum ia selesai dengan rencananya.
Kemudian, setelah mengatur duduknya mayat kaku itu bersila dan bersikap seperti orang bersama dan Kun Hong lalu membuang semua bangkai ular dan melenyapkan tanda-tanda adanya pertempuran di tempat itu. Ia menyimpan bangkai Ang-siauw liong ke dalam saku bajunya, lalu berlari ke pantai. Seperti yang ia duga, di pantai tidak ditinggal kosong. Para gadis penjaga tadi setelah pergi meninggalkan kemah ternyata masih ada empat orang berjaga di pantai.
"Kenapa kalian masih di sini ?" tegur Kun Hong. "Bukankah Tok-ong sudah bilang kalian harus pergi semua dan tempat ini Tok-ong dan aku yang menjaga ?"
"Kami menjaga perahumu," jawab seorang di antara para penjaga cantik itu sambil tersenyum manis.
Kun Hong menghampiri gadis ini dan mencubit pipinya penuh sikap mencumbu. "Manis sekali kau !" Tentu saja gadis itu menjadi girang dan aksinya makin menjadi.
"Manis, kelak aku akan menyediakan waktu untukmu. Sekarang aku perlu bantuanmu. Kau dan kawan-kawanmu ini pergilah mencari nona Cheng In dan Ang Hwa, suruh mereka ke sini, penting sekali. Akan tetapi jangan sampai terlihat oleh orang lain, juga jangan diketahui Siansu. takut Siansu marah melihat dalam keadaan berjaga aku mau bersenang-senang."
Gadis penjaga itu cemberut. "Aku di depanmu tapi pikiranmu melayang kepada enci Cheng In dan Ang Hwa !"
Kun Hong tersenyum. "Eh. manis. Apa kau sudah mulai cemburu ?"
"Iih, siapa yang cemburu ?" tukas gadis itu genit.
"Sudahlah, lekas kau lakukan permintaanku itu. Penting sekali, sekarang juga mereka suruh datang berdua. Kutunggu di sini."
Dengan muka kecewa gadis gadis itu lalu pergi mendayung perahu dan lenyap ditelan gelap malam. Kun Hong menanti dengan hati berdebar, mengatur siasat. Apa Cheng In dan Ang Hwa mau membantunya " Apakah dua orang gadis itu dapat disadarkan dari pada jalan sesat dan kejahatan yang selama ini menyelubungi kehidupan mereka " Ia maklum bahwa pada hakekatnya dua orang gadis muda itu, seperti juga yang lain lain, tidaklah jahat dan keji Hanya karena lingkungan mereka yang kotor maka mau tidak mau mereka terbawa juga, terpercik kekotoran yang melingkungi mereka. Karena pengaruh Thai Khek Sian. Seperti halnya dia sendiri. Dahulu ketika dekat dengan Bu-ceng Tok-ong. Tok-sim Sian-li kemudian dekat dengan Thai Khek Sian, ia mempunyai sifat tak perdulian. Dahulupun mata hatinya terbuka dan ia mengakui bahwa perbuatan-perbuatan mereka itu rendah, kotor, dan busuk. Akan tetapi entah mengapa, ia tidak perduli, malah ia ikut - ikut pula, merasa ketinggalan dan bodoh kalau tidak meniru mereka!
Lama ia duduk melamun dalam gelap setelah mengatur siasat. Dosaku terlalu banyak. Aku harus menebusnya di saat ini. Orang-orang kang ouw yang gagah perkasa terancam bahaya, terancam bencana di tempat ini. Hanya dia yang tahu akan datangnya bencana itu, bagaimana ia bisa diam saja tidak turun tangan mencegah" Baru lamunannya buyar ketika ia melihat sebuah perahu kecil meluncur datang dan terdengar seruan girang Ang Hwa.
"Kun Hong ......... !"
Dua orang gadis cantik itu, Cheng In dan Ang Hwa, melompat ke darat dan Kun Hong menyambut mereka dengan senyum, mencekal lengan mereka dengan sikap mencinta. Ia harus bisa mengambil hati mereka kalau ia menghendaki mereka mendengarkannya. Ia membawa mereka ke tempat gelap dan di situ mereka bicara kasak kusuk lama sekali. Kun Hong membujuk mereka dengan kata- kata halus dan akhirnya ia menang. Terdengar kata-katanya terakhir,
"Cheng In, Ang Hwa, renungkan baik - baik. Apa harapan hidupmu kalau kau selamanya seperti sekarang ini, menjadi barang permainan Thai Khek Sian, menjadi hambanya dan membantu segala perbuatannya yang busuk" Sekarang kalian masih terlindung oleh kekuasaan Thai Khek Sian, akan tetapi ingat, dia sudah tua sekali dan tak lama kemudian kalau dia sudah mati. apa yang akan kau hadapi " Tak lain kutuk dan permusuhan para orang gagah. Nama kalian akan rusak dan hina untuk selamanya !"
"Kun Hong ......... !" Cheng In terisak. Gadis yang biasanya berhati keras ini mulai lumer dan mulai menangis. Juga Ang Hwa terisak mengingat nasib demikian buruk kelak menimpanya.
"Aku tidak menakut-nakutimu. Kalian ini gadis gadis baik terjerumus ke dalam lumpur kehinaan. Cheng In, Ang Hwa. kalau kalian masih ingin keluar dari kehinaan, masih belum terlambat Sekaranglah waktunya."
"Apa ......... apa maksudmu " Kenapa kau bicara seganjil ini " Apa kau tidak membantu gurumu ......... ?" tanya dua orang gadis itu saling sambung.
"Dengar baik-baik. Keadaankupun tiada bedanya dengan kalian. Aku terseret ke jurang kesesatan oleh mereka, maka sekaranglah saatnya aku menebus dosa - dosaku. Cheng In dan Ang Hwa, tahukah kau bahwa Thai Khek Sian bersama kaki tangannya sedang merencanakan kekejian luar biasa, yaitu dalam pesta ulang tahunnya ia hendak membinasakan semua tokoh kang ouw " Ia telah bersekongkol dengan orang - orang Mongol untuk membasmi semua orang gagah agar kelak kalau tentara Mongol bergerak ke selatan, mereka tidak akan menemui banyak perlawanan."
Baik Cheng In maupun Ang Hwa tidak perduli dengan berita ini, mereka sudah biasa mendengar kekejian - kekejian yang dilakukan oleh golongan mereka. Malah mereka memandang heran kepada Kun Hong.
"Habis kau mau apa ?" tanya Ang Hwa penuh kesangsian
"Kita harus halangi ini ! Mari kita perlihatkan kepada dunia bahwa kita masih dapat memperbaiki diri. Bantulah aku, adik - adikku yang manis. Bu-ceng Tok-ong sedang merencanakan untuk membunuh semua undangan dengan arak beracun. Aku hendak menghalanginya, dia melawan dan akhirnya dia tewas oleh senjatanya sendiri."
Kedua orang gadis itu nampak terkejut, Bu-ceng Tok-ong adalah orang kepercayaan Thai Khek Sian, apa lagi karena Bu-ceng Tok-ong yang datang membawa orang-orang Mongol untuk menjalankan siasat keji itu.
"Kun Hong, apa yang kaulakukan " Apa kau tidak takut akan kemarahan Siansu ?" tanya Cheng In, wajahnya yang cantik mulai berubah.
Kun Hong memegang lengannya. "Cheng In. tidak ada pilihan lain. Juga bagimu. Biarpun kita pernah sesat jalan, kiranya jauh lebih baik mati membawa nama harum dari pada meninggalkan nama busuk. Kalau kali ini kita melakukan perbuatan baik menentang kekejian, kiranya mati-pun takkan penasaran, setidaknya mencuci sedikit semua kekotoran yang menempel kita. Maukah kalian membantuku " Lekas ambil keputusan. malam sudah hampir lewat, waktu tidak banyak lagi"
"Apa......... apa yang harus kami lakukan ?"
Cheng In mulai gagap, terpengaruh oleh semua ucapan Kun Hong. Memang, dahulu kedua orang gadis ini membenci Thai Khek Sian karena orang tua mereka dibunuh oleh kaki tangan iblis itu. Akan tetapi karena berada di bawah pengaruh Thai Khek Sian, mereka sampai melupakan, sakit hati ini, malah bersama yang lain berlumba merebut kasih sayang iblis itu untuk mewarisi kepandaiannya yang tinggi. Akhir-akhir ini karena tidak ada sedikitpun jalan bagi mereka untuk mendapatkan penghidupan lain, mereka merasa puas dan menjadi selir dan murid tersayang dari pentolan Mo-kauw itu. Sekarang ini, kata - kata dan bujukan Kun Hong mendatangkan kesan hebat dan hati mereka terguncang.
"Kau tentu tahu bahwa perwira - perwira Mo ngol sudah datang ke sini dan di mana adanya mereka?"
"Di pulau-pulau sana itu." kata Cheng In sedangkan Ang Hwa tidak berani membuka suara, menyerahkan urusan menegangkan ini kepada Cheng In.
"Nah. Kau bawalah guci - guci arak itu dan usahakan supaya mereka mau meminumnya Dengan demikian, selain menolong nyawa para tamu yang terdiri dari tokoh - tokoh besar yang gagah perkasa di dunia kang-ouw. juga kalian dapat mengabdi kepada negara, melenyapkan musuh-musuh negara."
"Arak ............beracun ?" tanya Ang Hwa kini, suaranya gemetar.
''Buatan Bui-ceng Tok-ong," sambung Kun Hong. "Tak usah khawatir. Yang kau beri arak bukanlah Thai Khek Sian dan kawan - kawan lain, melainkan orang- orang Mongol. Pula, arak itu bukan buatanmu. Kalau sampai ketahuan, bilang saja kau disuruh Bu-ceng Tok-ong dan aku, habis perkara."
Cheng In dan Ang Hwa ragu-ragu, akan tetapi mereka tak dapat menolak bujukan bujukan halus Kun Hong dan akhirnya Cheng In berkala, "Kun Hong, ada satu hal yang kami ingin kau berjanji kepada kami."
"Katakan." "Andaikata berhasil dan kelak kami dapat kembali ke jalan benar, maukah kau ........ menerima kami ?"
"Tentu sekali ! Kalian adik-adikku yang manis, tentu akan aku terima dengan kedua tangan terbuka," jawab Kun Hong gembira sambil merangkul mereka. Di dalam hatinya ia mengartikan ucapannya itu lain dari pada yang dikehendaki dua gadis ini. Maksud Cheng In, mereka mengharapkan kelak diterima menjadi isteri Kun Hong. sebaliknya Kun Hong memaksudkan menerima gadis-gadis itu sebagai saudara saudara atau setidaknya sebagai sahabat - sahabat baik. Pemuda ini cerdik sekali. Karena Cheng In tidak menjelaskan kehendaknya, maka tanpa ragu-ragu ia berani berjanji. Andaikata Cheng In menjelaskan agar kelak diterima sebagai isteri, tentu tak berani ia berjanji. Di dunia ini hanya Eng Lan yang memenuhi hatinya, tidak ada tempat lagi untuk lain wanita
Dengan bantuan Kun Hong, dua orang gadis itu lalu mengangkuti guci-guci arak ke dalam perahu.
''Usahakan sekuat kalian supaya mereka minum arak ini," pesan Kun Hong setelah pekerjaan itu beres dilakukan.
Cheng In dan Ang Hwa dengan mata merah karena menangis berdiri memegang tangan Kun Hong.''Andaikata kami gagal ............ maukah kau mengabarkan kepada orang - orang gagah tentang bantuan kami yang sedikit ini ?"
"Kau takkan gagal. Cheng In. Gagal atau tidak, nama kalian tetap akan dikenal orang-orang gagah sebagai gadis-gadis perkasa yang telah berusaha menebus semua kesesatan yang lampau."
"Kun Hong. kalau kami sudah berhasil, kami akan melarikan diri ke darat dan menanti kau di sana." kata Ang Hwa.
Kun Hong menepuk - nepuk pundaknya. "Pasti kita akan saling berjumpa kembali. Berangkatlah, adik - adikku, dan lakukan tugas mulia ini baik-baik dan hati-hati."
Maka berangkatlah dua orang gadis itu. Perahu mereka meluncur di dalam kabut karena malam sudah mulai menarik diri meninggalkan kabut tebal di permukaan air.
Untuk beberapa lama Kun Hong berdiri di pinggir pantai, memandang ke arah perginya dua gadis itu sampai bayangan perahu mereka lenyap ditelan kabut. Aku harus ke pantai daratan, pikirnya, mencegat di sana dan memberi peringatan kepada orang - orang gagah yang hendak menyeberang ke Pek-go-to agar mereka berhati - hati dan bekerja sama.
Akan tetapi baru saja ia melompat ke perahunya dan mutai mendayung; tiba-tiba ia mendengar jerit seorang wanita. Ia merasa darahnya membeku saking kagetnya karena mengira bahwa tentulah itu suara Ang Hwa atau Cheng In. Apakah mereka telah ketahuan dan rahasia mereka terbuka sehingga mereka menjadi korban hukuman Thai Khek Sian" Tak bisa ia tinggal diam membiarkan dua orang gadis itu menjadi korban rencananya. Cepat ia mendayung perahunya ke tengah, ke arah suara jeritan tadi. Kabut telah menipis dan sinar matahari memerah menjadi pertanda bahwa sang raja siang sebentar lagi akan mulai dengan tugasnya. Sinar kemerahan memenuhi permukaan air, mendatangkan silau dan mengusir kabut. Kun Hong mendayung terus.
Akhirnya ia melihat sebuah perahu dan di situ terlihat beberapa orang tengah bertempur hebat. Ia menarik napas lega. Bukan perahu Cheng In dan Ang Hwa. Perahu ini lebih besar dan melihat bayangan yang bertempur, mereka adalah dua orang laki-laki dan seorang gadis. Kun Hong menjadi tertarik hatinya dan mempercepat dayungnya.
Pada saat ia telah dekat dengan perahu besar itu, gadis yang ikut bertempur mengeroyok seorang laki - laki gundul telah roboh tertotok, meringkuk di dalam perahu tak berdaya. Adapun laki - laki tua pendek yang dibantu gadis itu juga amat terdesak oleh laki-laki tinggi besar gundul yang ternyata amat lihainya.
Setelah melihat penuh perhatian dengan amat kaget Kun Hong mengenal mereka yang sedang bertempur itu. Bukan lain adalah Beng Kun Cinjin yang tadi dikeroyok oleh Pak-thian Koai-jin dan ...... Eng Lan ! Eng Lan yang tadi tertotok roboh dan sekarang Pak-thian Koai-jin juga terancam bahaya. Kun Hong marah sekali melihat Beng Kun Cinjin, juga girang melihat Eng Lan. Ia membentak,
"Beng Kun Cinjin manusia keparat ! Akhirnya aku dapat bertemu dengan kau !"
Akan tetapi tiba-tiba terdengar seruan keras dan tubuh Pak thian Koai jin terjungkal dan terlempar keluar dari perahu dalam keadaan tak bernyawa lagi ! Kun Hong terkejut sekali, hendak menolong namun terlambat karena tubuh itu telah tenggelam ke dalam air yang masih merah gelap. Kemarahannya meluap. Betapapun juga, Pak-thian Koai-jin. adalah guru dari Eng Lan dan karena ini saja ia harus membela mati - matian. Apa lagi Eng Lan berada di perahu dalam keadaan tertotok.
"Keparat, bersiaplah untuk mampus !" Kun Hong sudah mencabut pedang dan melompat ke atas perahu. Akan tetapi, begitu kakinya menginjak papan perahu, ia berdiri tegak seperti patung dalam keadaan tidak berdaya. Tidak saja ia tidak berdaya karena melihat Beng Kun Cinjin sudah menangkap Eng Lan dan menggunakan gadis itu sebagai perisai, akan tetapi juga ia ragu-ragu karena ternyata Thai Khek Sian sendiri berada di perahu itu, bersila dan memandangnya sambil menyeringai !
"Heh-heh-heh, murid nakal. Kau baru muncul ?" Hanya demikian Thai Khek Sian berkata, selanjutnya meramkan matanya kembali bersamadhi.
"Beng Kun Cinjin. kaulepaskan Eng Lan !" bentak Kun Hong.
Beng Kun Cinjin memandangnya tajam. "Aku takkan mengganggunya. siapa orangnya mau mengganggu calon mantunya." Ha.. anak baik. Tak usah kau herankan. Anakku yang baik, pinceng telah tahu bahwa kau mencinta nona ini. Aku sengaja menangkapnya untuk memaksanya menerimamu sebagai suaminya. Kun Hong, berlututlah kau dan akui pinceng sebagai ayah, nona ini akan kuberikan kepadamu dan nanti akan kuminta Siansu mengumumkan pernikahanmu."
Kun Hong berdiri seperti terpaku pada papan perahu. Bahwa Beng Kun Cinjin tahu akan cinta kasihnya kepada Pui Eng Lan, ini bukanlah hal mengherankan. Juga bahwa Thai Khek Sian dapat bersekutu dengan Beng Kun Cinjin, tidak terlalu mengherankan. Burung gagak tentu selalu mencari bangsa atau golongannya. Akan tetapi ditawannya Eng Lan itulah yang membuat ia tidak berdaya, membuat ia sekaligus bingung tak tahu harus berbuat apa. Ia maklum bahwa selain mengandalkan bantuan. Thai Khek Sian, Beng Kun Cinjin hendak mempergunakan Eng Lan untuk menaklukkannya, untuk membuat ia mengakuinya sebagai ayah dan tidak memusuhinya lagi.
"Beng Kun Cinjin, permusuhan antara kita berdua tidak ada sangkut pautnya dengan nona Pui Eng Lan. Jangan ganggu dia, lepaskan !" kembali Kun Hong berkata keras.
"Kalau kau tidak mengakui aku sebagai ayahmu, berarti dia inipun bukan anak mantuku, melainkan seorang mata - mata musuh yang harus dibunuh." Kata - kata Beng Kun Cinjin ini merupakan ancaman biarpun diucapkan dengan halus
"Keji ......... !!" Kun Hong kini tidak ragu-ragu lagi. Beng Kun Cinjin hendak menggunakan Eng Lan untuk memaksa dia menakluk. Kemarahannya meluap dan sudah gatal-gatal kedua tangannya hendak menubruk dan mencekik leher orang yang dibencinya itu.
"Kun Hong, jangan kurang ajar. Kau membikin aku malu saja, masa begitu sikapmu terhadap ayahmu " Hayo kita ke pulau kosong dan selesaikan urusan ini sebelum urusan besar kita hadapi, tiba-tiba Thai Khek Sian berkata lantang. Setelah berkata demikian, kakek aneh ini menggerak-gerakkan kedua tangan ke kanan kiri perahu dan ......... hebatnya, perahu itu meluncur laju seperti didayung orang dengan kuat. Dari sini saja sudah dapat dibayangkan betapa besar tenaga dalam tokoh nomor wahid dari golongan Mo kauw ini !
Karena tidak ingin keributan antara ayah dan anak ini diketahui orang lain, Thai Khek Sian lalu membawa mereka ke pulau kosong dan seperti telah dituturkan di bagian depan, kebetulan sekali di pulau itu bersembunyi Lan Lan dan Lin Lin yang ditinggalkan oleh Wi Liong dan Kong Bu yang melakukan penyelidikan.
Lin Lin mengenal Kun Hong, pemuda yang pernah ia tolong ketika ia masih tinggal di dalam gua di Thian-mu-san bersama Kwa Cun Ek. Dan ia sudah mendengar pula siapa adanya pemuda itu dan sedikit riwayatnya sudah pula ia mendengar dari Wi Liong. Akan tetapi dia, apa lagi Lan Lan, tidak mengenai siapa adanya gadis yang diikat pada batang pohon itu, juga tidak mengenal Beng Kun Cinjin dan Thai Khek Sian. Akan tetapi setelah melihat lebih lama lagi, teringatlah Lin Lin bahwa ia pernah melihat hwesio gundul itu, Beng Kun Cinjin, karena pernah hwesio ini berkunjung kepada suhunya dahulu di Kun-lun san.
"Hwesio muka hitam itu apakah bukan Beng Kun Cinjin ?" pikirnya di dalam hati.
Dengan hati tertarik Lan Lan dan Lin Lin menyelinap di antara pohon dan melakukan pengintaian. Diam-diam keduanya mengambil keputusan untuk menolong gadis yang diikat pada batang pohon itu, gadis yang biarpun berada dalam keadaan tak berdaya namun masih bersikap gagah dan sepasang matanya penuh keberanian dan memandang dengan sinar berapi-api itu. Bukan main gagah dan cantik manisnya, membuat Lin Lin dan Lan Lan kagum dan menaruh simpati.
Kun Hong yang sudah tidak sabar lagi melihat Eng Lan diikat pada pohon, dengan suara keras bertanya, "Setelah kalian membawa aku ke sini, apa kehendak kalian ?" Ia tidak menaruh hormat lagi kepada Thai Khek Sian dan sedikitpun ia tidak takut.
Beng Kun Cinjin menoleh kepada Thai Khek Sian. "Mohon keputusan Siansu karena teecu tidak berani lancang bertindak tanpa seijin Siansu." Sikap ini jelas sekali memperlihatkan sifat menjilat dan tahulah Kun Hong bahwa musuh besarnya itu selain telah menjadi murid Thai Khek Sian dan menjadi pembantunya, juga berhasil membujuk guru besar itu dengan jalan menjilat. Hatinya makin mendongkol.
Thai Khek Sian berdiri menghadapi Kun Hong dan suaranya mengandung kemarahan ketika berkata, "Kun Hong, melihat sikapmu sekarang makin jelaslah bahwa kau telah murtad. Dosamu bertumpuk dan sekarang kau harus dapat memutuskan sendiri karena nasibmu tergantung kepada sikapmu sekarang. Pertama - tama, kau telah menghinaku dengan jalan menerima pelajaran dari Kui-bo Thai-houw. Ke dua, kau telah bersikap murtad dan berani melawan ayahmu sendiri, malah mengejar - ngejar hendak membunuhnya. Perbuatan - perbuatan ini merupakan penghinaan kepada aku yang menjadi gurumu. Sekarang, ayahmu dengan rendah hati melupakan semua perbuatanmu, minta - minta kepadaku untuk mengampunimu asal kau suka mengakunya sebagai ayah dan menghentikan permusuhanmu. Malah-malah dia mintakan ampun bagi nyawa nona ini karena mengingat bahwa kau mencintanya. Lekas kau berlutut mengakui ayahmu dan minta ampun padaku. Hanya dengan jalan begitu kau akan diampuni dan akan kami kawinkan dengan gadis pilihanmu ini !"
Sampai menggigil tubuh Kun Hong menahan gelora hatinya. Ia terdesak di sudut, tak dapat lari lagi. Sebetulnya keputusan itu memang amat enak baginya. Dia tidak dimusuhi Thai Khek Sian dan dapat mengawini Eng Lan yang memang menjadi buah impiannya setiap malam. Mau apa lagi " Akan tetapi, hatinya tidak mengijinkan ia menerima keputusan ini. Bagaimana ia dapat mengawini Eng Lan dengan cara paksa " Cinta kasihnya terhadap Eng Lan adalah cinta kasih yang suci, tidak seperti ketika ia mencinta semua wanita cantik Selain keberatan ini, juga terutama sekali, bagaimana dia bisa bersekutu dengan Thai Khek Sian setelah kini ia sadar " Lebih - lebih lagi, bagaimana bisa berbaik lagi dengan Beng Kun Cinjin, orang yang telah membunuh ibunya " Tak mungkin. Apakah ia akan kembali ke jalan sesat, hanya karena ia ingin mendapatkan diri Eng Lan, hanya untuk menyelamatkan Eng Lan " Menyeret diri ke dalam lembah kehinaan, mungkin ikut menyeret Eng Lan pula "
"Tak mungkin !" suara hati ini terbawa keluar merupakan bentakan yang keras, la sendiri terkejut, akan tetapi karena sudah terlanjur, ia melanjutkan dengan suara gagah, "Tak mungkin aku dapat melupakan bahwa Beng Kun Cinjin adalah pembunuh ibuku. Aku harus membunuhnya untuk membalas sakit hati !"
Beng Kun Cinjin berkata dengan nada mengejek. "Kun Hong, hanya sebegitu saja cintamu kepada nona ini" Apa kau tidak mau menukar nyawaku dengan nyawa nona ini" Pendeknya, sekarang kau tinggal pilih. Menurut perintah Sian-Su dan hidup bahagia sebagai puteraku dan suami gadis ini, atau kubunuh dia ini di depan matamu dan kaupun takkan dapat berbuat apa - apa kepadaku di depan Siansu."
Hati Kun Hong berdebar keras. Kalau dia sendiri terancam bahaya maut, kiranya ia tidak akan segelisah itu. Ia tahu, bahwa ancaman yang keluar dari mulut Beng Kun Cinjin bukan gertak semata dan ancaman itu akan dilaksanakan. Melihat Eng Lan terbunuh di depan matanya, benar-benar akan menghancurkan hatinya. Ia ragu-ragu. Kalau dahulu, kiranya ia takkan ragu - ragu untuk melakukan tipu muslihat, berpura - pura menakluk untuk menolong nyawa Eng Lan dan kemudian apa bila mendapat kesempatan, melanjutkan niatnya membunuh Beng Kun Cinjin. Demikianlah ajaran - ajaran dari Bu-ceng Tok-ong, mencari kemenangan dengan jalan apapun juga, baik dengan kekerasan, kekejian, maupun tipu muslihat licik. Akan tetapi sekarang hatinya tidak mengijinkan ia melakukan tipu muslihat, apa lagi di depan Eng Lan yang dalam hal ini ia anggap menjadi gurunya.
Melihat keraguan Kun Hong, Beng Kun Cinjin menoleh kepada Eng Lan dan berkata, suaranya halus dan sopan, "Nona Pui, kau telah mendengar sendiri akan semua yang kami bicarakan. Kau dan gurumu telah menyelundup dan melakukan penyelidikan seperti mata - mata musuh yang keji sehingga gurumu tewas dan kau tertawan. Menurut patut, kaupun sudah harus dibunuh, akan tetapi mengingat bahwa kau adalah kekasih anakku Kun Hong, kami mengampunimu. Nona, dari pandang matamu pinceng maklum bahwa kaupun mencinta Kun Hong, maka demi kebahagiaan kalian berdua, demi kebaikan kita bersama, mintalah kepada bocah kepala batu ini supaya mentaati perintah Siansu yang cukup adil."
Gadis lain yang menghadapi kematian dan melihat jalan keluar itu mungkin akan menjadi lemah hatinya. Memang tak dapat disangkal pula oleh Eng Lan sendiri bahwa apapun yang telah terjadi, betapapun panas dan cemburu hatinya melihat Kun Hong di Pulau Ban-moto dahulu, tetap saja di lubuk hatinya terisi oleh Kun Hong, tetap ia mencinta pemuda itu sepenuh hati dan jiwa. Kini jalan keluar dari bahaya maut itu adalah menurut dan menikah dengan pemuda pujaan hatinya itu. Gadis mana yang takkan menurut " Akan tetapi Eng Lan lain wataknya. Ia gagah dan setia, menjunjung kegagahan jauh lebih tinggi dari pada kepentingan dan perasaan hati sendiri. Ia mengangkat muka dan dada, memandang Beng Kun Cinjin dengan mata berapi - api melalui air matanya, dadanya berombak turun naik lalu berkata nyaring.
Naga Naga Kecil 1 Ternyata Tidak Mudah Menemukanmu Karya Raspcake Sepasang Garuda Putih 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama