Ceritasilat Novel Online

Moshi Moshi 1

Moshi Moshi Karya Jossie Karaniya Bagian 1


T ENANG& Jangan panik dan jangan gelagapan. Be cool. Tarik napas dalam-dalam dan berhitung. Satu& dua& ti&
Ah, gampang banget. Aku pasti bakalan kelihatan cool. Tiga& empat&
Nah, siapa bilang kalem itu susah" Lima& enam& tu&
Ya ampuuun! Mana bisa aku tarik napas dalam-dalam dan bersikap seolah nggak ada apa-apa padahal ada kejadian heboh yang sedang terjadi di depan mataku"
Napasku sesak. Jantungku berdebar cepat. Saat ini aku sedang berada di barisan panjang yang penuh dengan makhluk sebangsa dan sejenis denganku. Maksudku, semua yang mengantre cewek, sama sepertiku.
Tapi, di luar kenyataan mengenai makhluk se/ I / 1 bangsa dan sejenis , semua yang ada di sini juga memiliki obsesi yang sama denganku. Kami semua menunggu Alexander Julio. Dia idolaku. Eits, dikoreksi! Dia idola semua cewek yang ada di sini.
Memikirkan hal ini, aku jadi senyum-senyum sendiri. Alexander Julio memang pantas jadi idola. Tubuhnya tinggi, wajahnya keren, suaranya oke, senyumnya pun manis banget.
Tapi& tunggu, tunggu. Kayaknya ada yang kelupaan deh. Oh ya, ada satu yang paling penting: dia masih jomblo. Yihaaa! Ih& memangnya siapa yang mau mengidolakan bapak-bapak beranak empat"
Aku melirik pakaianku sepintas. T-shirt putih bertuliskan AJ inisial Alexander Julio dan celana jins ketat serta tas ransel dengan inisial AJ juga. Keren, kan"
Aku memang sudah menyiapkan semuanya untuk datang ke sini. Siapa tahu nanti panitia sepakat memilih fans yang pakaiannya paling heboh. Atau& astaga! Pikiran ini baru saja melintas di kepalaku. Semoga saja Alex memilih fans berdasarkan aksesori yang dipakai, dan fans terpilih akan mendapat hadiah!
Oh Tuhan. Mudah-mudahan aku yang terpilih. Soalnya, mana ada fans lain yang memakai pakaian sekeren aku"
Dengan gerakan secuek mungkin, supaya tidak kentara, aku menoleh ke belakang dan terkesiap melihat panjangnya barisan di belakangku. Juga di de/ I / 1 panku. Ratusan fans Alexander Julio tampak antusias berdiri berjejer dalam barisan panjang.
Ampyuuun deh. Melihat panjangnya barisan fans yang mengantre untuk minta tanda tangan Alex panggilan kesayangan kami untuk Alexander Julio aku mengernyit. Kalau begini banyak fans yang mengantre, mana mungkin aku dapat kesempatan ngobrol bareng Alex"
Sial! Padahal aku pengin banget bisa menjadi pusat perhatian, sehingga Alex bisa tahu bahwa akulah fansnya yang paling fanatik. Atau mungkin saja aku akan dipilih sebagai fans dengan dandanan paling heboh. Wuih& ! Aku jadi langsung semangat mengantre lagi. Siapa tahu, hari ini aku mengantre dengan susah payah, dan besok aku dipanggil ke markas Alex Fans Club karena aku berhasil mendapat perhatian cowok itu& .
Aku melirik jam tanganku. Dengan antrean yang belum bergerak satu senti pun, giliranku mungkin baru lima jam lagi. Makeup-ku pasti sudah luntur saat itu. Apalagi saat ini panasnya minta ampun. Ah, payah deh!
Aku membuka tas ranselku dan mengambil bedak compact. Cepat-cepat aku menepuk-nepukkan spons ke wajahku yang keringatan. Berdiri beberapa jam di sini membuat wajahku berminyak dan makeup-ku luntur. Beruntung banget aku selalu bawa bedak compact di dalam tas.
Saat menyimpan kembali bedak itu di dalam tas,
/ I / 1 tanganku menyentuh CD Alex. Itu satu-satunya benda berharga milikku. Ehm. Maksudku, salah satu benda berharga milikku. Soalnya, sebetulnya aku sudah punya CD persis seperti ini yang kuputar setiap hari di rumah sampai seluruh penghuni rumah mencak-mencak bosan. Tapi, mereka mana mengerti lagu bagus sih"
Aku terpaksa membeli CD Alex lagi, soalnya toko kaset Disc Sound penyelenggara acara Jumpa Fans bersama Alex mengharuskan setiap pengunjung yang ingin mendapat tanda tangan Alex membawa struk belanja CD Alex di Disc Sound. Jadi, terpaksa deh aku beli CD Alex lagi untuk dapetin tanda tangannya.
Tapi bagiku, itu nggak masalah kok. Membeli dua CD yang sama, apalagi CD yang berkualitas dari Alex, merupakan investasi masa depan. Maksudku begini lho. Seandainya salah satu CD itu lecet dan nggak lagi bisa diputar, gimana" Gawat, kan" Nah, kalau aku masih punya CD cadangan, tentu aku nggak bakalan pusing karena masih bisa mendengarkan CD itu. Apalagi kalau CD bertanda tangan Alex nantinya bisa dijual dalam pelelangan internasional. Wah& bisa aja kan, harganya jadi berjuta-juta di pelelangan Christie s karena kelangkaannya. Wow! Kayaknya aku sudah nggak sabar lagi nih.
Jadi, sama sekali nggak ada salahnya kan, beli CD yang sama" Apalagi kalau CD ini bisa membawaku bertemu Alex. Jujur saja, untuk bertatap muka de/ I / 1 ngan Alex, apalagi sampai mendapat tanda tangannya, apa pun akan kulakukan. Termasuk membolos. Habis mau bagaimana lagi" Aku pulang sekolah setelah tengah hari. Sedangkan semua orang yang berada di barisan ini sudah mulai mengantre sejak pagi, sejak mal ini dibuka.
Saat ini barisan sama sekali belum bergerak. Belum ada kehebohan fans. Pasti Alex belum datang. Tapi aku maklum kalau dia belum datang. Sebagai pemenang ajang My Idol , Alex memang supersibuk. Kabarnya, acara hari ini baru bisa terlaksana setelah panitia penyelenggara mem-booking Alex tiga bulan sebelumnya! Aku melirik jam tanganku sepintas. Pukul 14.30. Sekolahku pasti sudah bubar, dan Silvia pasti akan marah kepadaku karena aku membolos.
Silvia itu sahabat karibku sejak kecil. Kami kenal sejak TK. Kami juga sering bertengkar berebut mainan. Tapi itu kan dulu. Sekarang Silvia sahabatku yang paliiing baik. Dia pintar dan rajin belajar. Sebenarnya sih, menurutku dia terlalu rajin belajar sampai kadang-kadang aku bosan bergaul dengannya. Tapi ada enaknya juga kalau bersahabat dengan anak pintar dan rajin. Setidaknya nilaiku jadi lebih baik karena selalu didorong Silvia untuk belajar dan belajar.
Memikirkan Silvia, aku jadi merasa agak bersalah nih. Soalnya aku bolos sekolah tanpa memberitahu dia. Silvia pasti kesepian di sekolah. Kalau begitu, lebih baik aku meneleponnya sekarang.
/ I / 1 Aku mengeluarkan HP dari tas ranselku, dan langsung menekan nomor HP Silvia.
Sil& " tanyaku setelah tersambung.
Eh, Mel& ! suara Silvia terdengar tidak jelas di antara keramaian di sekelilingku. Elo bolos, ya" Psst& ! Cuma hari ini kok.
Mau jadi apa lo kalau bolos sekolah, Mel"! Suara Silvia terdengar satu oktaf lebih tinggi.
Aku terkesiap mendengar ucapan Silvia. Walaupun Silvia satu-satunya sahabatku, aku selalu merasa dalam beberapa hal dia sama sekali nggak mengerti aku.
Sil, beneran nih. Cuma kali ini aja kok. Aku berusaha menghilangkan perasaan bersalah yang menjalari seluruh tubuhku. Sori ya, gue nggak ngasih tau elo.
Mel& elo pasti ke acara konyol itu, ya" Aku tak memedulikan pertanyaan Silvia. Mel& bener kan, Mel" Ya ampun, Mel& Elo kok&
Tiba-tiba teriakan histeris terdengar dari arah depan. Teriakan yang memanggil-manggil nama Alex. Apa Alex sudah datang" Jantungku langsung berdebar kencang.
Sil, udah dulu ya! Aku menutup HP-ku dan mencoba berjinjit untuk melihat apa yang terjadi di depan. Tapi aku tidak bisa melihat apa-apa kecuali deretan kepala para fans yang mengantre di depanku.
/ I / 1 Drrt& drrt! HP-ku kembali bergetar. Aku menatap ke layar HP . Lagi-lagi nomor HP Silvia.
Duh& ! Ngapain sih dia menghubungiku lagi di saat penting seperti ini" Aku kan harus mempersiapkan diri bertemu Alex.
Sil" tanyaku setelah menjawab telepon. Ada apa lagi"
Mel, lo serius mau ngantre sepanjang itu" tanya Silvia.
Aku mengernyit sejenak, nggak mengerti. Dari mana lo tau antreannya panjang"
Ada tuh di TV, kata Silvia cepat. Ya ampun, Mel. Barisannya panjang banget!
Hah" Acara ini diliput stasiun TV" Waduh, seharusnya aku dandan lebih heboh lagi nih.
Nah, ada gunanya juga kan gue ngebolos" tanyaku.
Lo ini kok mau-maunya sih ngantre" tanya Silvia cepat-cepat. Emang enak, dapet di barisan belakang"
Sialan. Bagaimana Silvia bisa tahu"
Emangnya gue keliatan di TV ya, Sil" tanyaku sombong-sombong-norak. Asyik juga kan masuk TV" Apalagi di acara jumpa fans Alexander Julio. Cepatcepat aku berusaha merapikan rambut. Jangan sampai dong, muncul di TV dengan rambut kusut. Elo" Nggak kelihatan tuh.
Terus, gimana elo tau gue ada di barisan bela/ I / 1 kang" tanyaku sedikit kecewa karena nggak diekspos di TV.
Oh, itu sih gampang. Silvia terdengar cekikikan. Soalnya, semua yang ada di barisan pertama lagi disorot kamera.
Hah"! Aku sampai terlonjak saking hebohnya. Eh, Sil, dandanan mereka gimana" tanyaku panik. Jangan sampai aku kehilangan kesempatan dapetin tanda tangan Alex gara-gara dandananku kurang heboh.
Mereka oke-oke, Mel. Semuanya pakai baju bertulisan Alex . Suara Silvia terhenti sebentar. Mel, lo harus lihat tuh! Cewek di barisan pertama itu dandan habis-habisan!
Dandan kayak apa" tanyaku sebal dan agak kecewa. Bagaimana mungkin ada orang lain yang berdandan lebih heboh dariku dan masuk TV"
Cewek itu pakai aksesori bertema Alex, lanjut Silvia. Anting di telinga kirinya berbentuk huruf A yang sangat besar, dan anting di telinga kanannya berbentuk huruf J.
Astaga! kataku tak percaya.
Oh, trus ada lagi nih. Kata cewek itu, dia udah datang sejak pagi, terus&
Terus apa" tanyaku penasaran. Suara Silvia terdengar hilang-timbul di antara keramaian fans yang tiba-tiba histeris.
Mel, gue yakin lo bakalan ngiri deh kalo gue
/ I / 1 ceritain adegan yang lagi muncul di TV& Silvia berhenti bicara.
Apaan, Sil"! tanyaku tambah penasaran. Alex udah datang. Dan dia langsung meluk cewek tadi, Mel!
Oh, nggak mungkin! Nggak mungkin! Lo serius, Sil"
Tiba-tiba terdengar teriakan histeris para fans yang mengantre di depanku.
Oh my God& ! Mel& ! Cewek di barisan kedua malah mendapat kecupan di pipi, setelah dipeluk erat sama Alex&
Oke. Ini udah kelewatan. Sil, udah dulu ya, kataku memutus pembicaraan. Bagaimanapun, aku ingin berkonsentrasi dan meretouch wajahku yang minyaknya sudah bisa dijadikan minyak goreng.
Aku kembali menepuk-nepukkan spons bedak ke wajahku, dan siap mengeluarkan CD Alex yang baru kubeli. Kubayangkan senyum lebar idolaku itu merekah menyambutku. Aku membalas senyumnya, dan seluruh tubuhku tiba-tiba dialiri semangat. Melihat CD Alex, aku jadi teringat video klip cowok itu yang ber-setting pantai. Keren banget deh! Hai! seru suara di belakangku.
Aku tersentak kaget dan tersadar dari lamunan. Aku menoleh dan tersenyum pada cewek di belakangku.
Cewek itu tersenyum balik kepadaku, lalu berkata,
/ I / 1 CD-nya asyik ya" Menenangkan, gitu! Ia melirik CD Alex yang ada di tanganku.
Oh, iya. Aku mengangguk setuju. Eh& gue seneng banget ketemu orang yang senasib dengan gue. Hehehe&
Cewek itu mengulurkan tangan. Gue Jenifer. Aku membalas uluran tangannya. Meliana. Lo juga fans berat Alex" tanya Jenifer, menggerakkan dagunya ke arah Alex.
Iya. Gue kagum sama dia sejak dia masih jadi finalis My Idol lho, kataku.
Waktu itu lo juga banyak ngirim SMS untuk dukung Alex" tanya Jenifer lagi.
Aku mengangguk cepat. Malah di minggu kelima, gue menghabiskan seluruh tabungan gue buat beli pulsa dan mengirim SMS.
Minggu kelima" Iya, aku menambahkan. Saat itu posisi Alex di urutan terbawah, kan" Inget nggak"
Jenifer mengangguk. Iya, gue inget. Gue sebel banget sama para juri yang berat sebelah. Aku mengangguk. Sama.
Tapi waktu Alex jadi pemenang, gue malah sedih banget lho, kata Jenifer lagi.
Lho, kok begitu" tanyaku heran.
Jenifer mengangguk cepat. Soalnya sejak malam itu gue nggak bisa nonton dia setiap hari di acara Diary Idol. Gue nangis karena gue pasti merindukan masa-masa penjurian. Semalaman gue nangis sampai mata gue sembap.
/ I / 1 Aku mengangguk-angguk. Sebetulnya aku juga menangis semalaman saat itu. Soalnya, selain My Idol, apa lagi sih tayangan menarik di TV" Menurutku sih nggak ada. Soalnya begitu pemenangnya didapat, acara kompetisi otomatis berhenti.
Untung banget ya, saat ini Alex tetap bisa kita lihat di mana-mana, ujarku.
Jenifer tersenyum lebar. Iya. Dan dia jadi idola nomor satu di Indonesia.
Aku tertawa. Kayaknya kita cocok nih, kataku akhirnya. Lo mau nggak, kita tuker-tukeran info tentang Alex"
Setuju banget! sahut Jenifer.
Aku dan Jenifer akhirnya saling memberitahukan nomor HP kami tepat di saat histeria fans Alex makin menjadi-jadi.
Sebentar lagi giliran kita nih, tambah Jenifer. Aku terkesiap. Benar kata Jenifer. Saat ini barisan depanku sudah memendek. Dan akhirnya& aku bisa melihat wajah Alexander jika aku berjinjit sedikit.
Saat ini aku sudah bisa menghitung berapa banyak cewek yang ada di depanku. Tinggal lima orang lagi. Aku hanya perlu menghitung dan& tring! Alex ada di depan mata.
Mungkin lebih baik kalau aku berhenti berhitung, dan mulai melatih kata-kata yang pas diucapkan di hadapan Alex. Aku mungkin akan mengatakan, Hai, Alex!
/ I / 1 Kurang pas nih. Apa sih kalimat pembuka yang pas untuk ngobrol bareng pujaan" Mungkin boleh juga kalau aku bilang, Hai, aku pengagum beratmu lho. Tapi& masa cuma ngomong begitu sih" Rasanya nggak cocok deh. Kalau begitu, aku akan mengatakan, Boleh nggak aku minta kecupan"
Ya ampun! Pantes nggak sih ngomong kayak gitu" No way!
Jadi, kalimat seperti apa dong yang harus kuucapkan di hadapan Alex" Nggak mungkin kan, kalau aku ngomong, Hei, Alex, aku suka senyum kamu& Ih& itu kan garing banget!
Aku melihat cewek yang ada di depanku terdiam lama di hadapan Alex. Padahal dia udah kelar dapat tanda tangan Alex. Lho lho lho! Mau sampai kapan dia berdiri mematung di situ"
Hei! Cepetan dong! kataku tak sabar, tepat saat cewek itu menepi dan Alex menatapku.
/ I / 1 A KU menutup mulut, tak tahu harus ngomong apa. Apakah Alex mendengar apa yang barusan kuucapkan" Kayaknya iya deh. Kecuali kalau dia punya masalah pendengaran.
Tapi, aku& aku harus ngomong apa ya" Alex memandangku dengan tatapan bingung. Apa dia pikir aku baru saja memakinya"
Aku tak sanggup berkata, hanya bisa menatap idolaku yang berdiri tepat di depanku. Alex memang keren! Cowok itu memakai kemeja biru tua dan celana jins. Kacamata hitamnya terlipat di saku. Pasti akan lebih keren lagi jika dia memakai kacamata itu.
Oh, oke, sekarang kembali ke alam nyata. Kini aku sudah berhadapan dengan Alex. Salah tingkah dan nggak tahu harus mengucapkan apa. Halo, sapa Alex riang.
/ I / 1 Aku tahu betul, saat ini wajahku mematung dengan senyum kaku. Aduh& aku harus bagaimana nih"
Ehm, kata Alex masih sambil tersenyum. Kamu mau CD-mu kutandatangani"
Oh, iya! Aku lupa bahwa aku menggenggam erat CD Alex.
Sambil gelagapan, aku membuka kemasan CD dan menyodorkannya ke tangan Alex, kemudian langsung berkata, Alex& hm& aku suka senyum kamu.
Alex tersenyum. Thanks, ujar cowok itu sambil menorehkan tanda tangannya di CD.
Aku menelan ludah. Barusan aku ngomong apa ya" Alex sama sekali nggak merespons apa-apa. Cuma mengucapkan terima kasih.
Tepat pada saat itu, Alex mengulurkan CD-ku yang sudah ditandatanganinya. Ini, katanya.
Cepet, Mel! otakku berkata. Cepet mikir dong, kamu mau ngomong apa" Kalau nggak, kesempatan ini akan hilang begitu saja!
Pikir& Pikir& Ini CD-mu, kata Alex sekali lagi sambil mengulurkan CD yang sudah ditandatanganinya.
Pikir& Pikir& Ehm, kataku nggak yakin, kamu mau nggak, menuliskan sesuatu di CD ini"
Nulis apa" tanya Alex sambil tersenyum. Oh, aku nggak percaya akhirnya berhasil memperpanjang kesempatan ini.
/ I / 1 Dari belakang, aku bisa mendengar gerutuan para cewek yang nggak sabar menunggu giliran. Mereka kenapa sih" Nyantai aja dong!
Kamu mau nggak, nulis Untuk Mel , gitu, tanyaku grogi.
Mel& " tanya Alex. Itu nama kamu" Aku mengangguk. Asyik banget Alex bisa tahu namaku. Meliana. Meliana Ikasia.
Alex mengambil kembali CD yang tadi diulurkannya, dan kembali menulis. Oke. Selesai, sesuai permintaan kamu.
Aku mengangguk. Thanks ya, kataku sambil tersenyum.
Aku menatap tulisan tangan Alex di cover dalam, di balik fotonya yang berlatar belakang pemandangan pantai. Setelah Alex mengangguk, aku tibatiba menyadari sesuatu. Apakah ini berarti giliranku usai"
Oh, tidak! Bagaimana mungkin kesempatan yang begini langka harus berakhir hanya dalam dua menit"
* * * Akhirnya aku keluar dari barisan dengan kesal. Cewek-cewek itu kok nggak bisa sabar sih" Mereka pasti iri karena aku bisa ngobrol banyak dengan Alex. Keterlaluan! gerutuku dalam hati.
Untung Jenifer tak ikut memarahiku. Sebaliknya,
/ I / 1 dia malah tersenyum dan melambaikan tangan kepadaku setelah aku terpaksa minggir dari barisan.
Tapi, satu hal yang paling kusesali hari ini adalah: aku nggak terpilih sebagai fans yang berpenampilan paling heboh. Ah, udah dandan habis-habisan, ternyata sia-sia. Lain kali aku akan berdandan lebih heboh lagi, memakai segala macam aksesori yang kupunya. Tapi, apakah masih ada kesempatan lain bertemu dengan Alex"
Aku berdiri di samping barisan fans yang mengantre, dan kulihat Jenifer sudah selesai mendapat tanda tangan Alex.
Hai, kataku mendekatinya. Udah dapat" Jenifer tersenyum lebar, dan memperlihatkan CD yang sudah ditandatangani Alex. Seru banget tadi ya.
Elo dapat apa aja" tanyaku sambil memperlihatkan CD-ku yang bertuliskan For Mel with Love dan tanda tangan Alex.
Jenifer memandangku iri, tapi kemudian ia tersenyum dan membuka tas pink yang tersampir di bahunya. Gue emang nggak sempat minta tanda tangan. Tapi gue sempat foto bareng Alex, pakai HP gue, katanya sambil memamerkan fotonya bersama Alex.
Ya ampun! Kok aku bisa lupa ya" Seharusnya aku juga bisa foto bareng, kan"
Aku mengetuk-ngetuk dahiku penuh penyesalan. Padahal kemarin aku sudah merencanakan foto ba/ I / 1 reng Alex, dan foto itu akan kujadikan wallpaper di HP-ku. Aku menghela napas panjang dan menatap HP-ku penuh penyesalan.
Layar HP-ku tiba-tiba menyala, kemudian HP-ku bergetar seolah-olah bisa merasakan penyesalanku. Halo, kataku lesu.
Mel& , kata suara berat cowok yang sangat kukenal. Kamu baik-baik aja"
Iya, Tom, kataku senang mendengar suara Thomas, cowokku, cowok paling manis sedunia. Memangnya kenapa"
Mau kujemput" Tuh, dia perhatian banget, kan" Makanya, aku sayang sekali sama dia. Kami jadian hampir setahun yang lalu, dan dia selalu memperlakukanku dengan manis. Kecuali kalau aku menyinggung topik Alexander Julio, yang membuatnya sedikit cemburu. Tapi cemburu dalam berpacaran wajar, kan"
Kalau aku sih tidak terlalu cemburu saat Thomas bercerita tentang hobinya nonton balap mobil.
Mel, kata Thomas sekali lagi, mau kujemput nggak"
Mau dong& .! jawabku sambil tersenyum. Selain sangat manis, Thomas selalu bersedia menjemputku kalau aku sedang hang out dengan Silvia. Pokoknya, Thomas pacar paling top deh. Bukannya aku melebih-lebihkan lho, tapi Thomas memang begitu. Tapi kalau ngomongin cowok idola, Alexander Julio tetap nomor satu dong.
/ I / 1 * * * Thomas datang tak lama kemudian. Dia menyodorkan telapak tangannya saat melihatku. Mana" tanyanya.
Aku mengernyit nggak ngerti. Apa"
Mana CD yang bikin kamu bolos" tanyanya sekali lagi.
Ya ampun, kataku berlagak menepuk dahi. Lama-lama kamu nggak ada bedanya sama Silvia. Namun tetap saja aku memperlihatkan CD yang ditandatangani Alex.
Jadi cuma untuk ini kamu rela ngantre berjamjam" tanya Thomas sambil berlagak hendak menjatuhkan CD Alex.
Aku langsung merebut CD itu. Eh, hati-hati dong! kataku sambil mengusap-usap CD itu dengan lembut. Aku nggak mau sidik jari Alex terhapus tangan kamu yang kotor&
Thomas tertawa. Gimana tuh kabarnya Silvia" Lalu sambil celingukan dia kembali bertanya, Dia nggak ikutan bolos, Mel"
Aku mencibir. Mana mungkin Silvia mau ngorbanin sekolah buat hal-hal kayak begini" Nah, itulah bedanya Silvia sama kamu. Aku membelalak menatap Thomas. Heh, kok tega-teganya sih kamu, banding-bandingin aku sama orang lain" ucapku galak. Terus, kenapa kamu mau pacaran sama aku"
/ I / 1 Thomas nyengir lebar, lalu sambil mengangkat bahu dia melanjutkan, Wah& kalau dulu aku tahu sifat kamu kayak begini, mungkin aku nggak jadi nembak kamu deh, Mel.
Sejenak aku melotot, pura-pura marah, tapi kemudian aku tertawa terbahak-bahak. Aku nggak sakit hati kok. Aku tahu Thomas cuma bercanda. Kami sudah tahu kartu masing-masing.
Aku dan Thomas jadian karena dikenalkan Silvia. Sahabatku itu sepupu Thomas. Waktu itu kami bertemu di rumah Silvia, tepatnya saat keluarga Silvia baru saja pindah ke rumah baru. Ketika itu aku nggak punya feeling sedikit pun terhadap Thomas. Sejujurnya, aku malah menganggap cowok itu aneh. Biarpun dia tak pakai kacamata dan tampangnya lumayan keren, sepanjang obrolan kami Thomas hanya membicarakan mobil balap, mobil yang dimodifikasi, dan segala hal tentang mobil. Saat aku hendak menghindarinya dan pura-pura ingin mengambil minum, Thomas malah mengikutiku sambil bercerita bahwa dia baru saja ditilang polisi karena nggak sadar melewati lampu merah saat menonton TV di mobil!
Saat itu aku langsung batal menghindarinya, karena membayangkan asyiknya naik mobil yang dilengkapi TV dan DVD player. Aku bukan cewek matre lho. Aku cuma takjub membayangkan pasti asyik naik mobil seperti itu. Bayangin aja, di tengah kemacetan berjam-jam, siapa pun yang naik mobil itu pasti nggak bakalan bosan karena bisa menonton TV. Apalagi kalau mobil itu dilengkapi kulkas.
/ I / 1 Selanjutnya, Thomas nyerocos panjang-lebar mengenai mobil yang dimodifikasi segala macam dan lomba balap mobil Formula One. Nah, lama-lama aku bosan juga. Jadi, aku pergi menjauh dengan alasan ingin mengambil minuman di dapur, dan nggak kembali lagi menemui cowok itu.
Namun sialnya, Silvia melihatku ngeloyor ke kamarnya, dan dia menarikku kembali ke sofa serta duduk manis di samping Thomas. Huh! Aku bosan banget ngobrol sama cowok itu.
Pertemuan itu berlangsung selama satu jam, tapi menurutku sangaaat lama. Esok harinya, Silvia memberikan nomor HP-ku kepada Thomas, tanpa seizinku. Aku tentu saja mencak-mencak mengetahui Silvia berbuat sembarangan seperti itu, dan siap-siap mengarang alasan jika Thomas meneleponku.
Tapi saat Thomas mulai sering menelepon dan mengunjungiku, aku mulai melihat sisi baik dalam diri cowok itu. Memang sih, awalnya dia membosankan karena bisanya cuma ngobrolin mobil. Tapi lama-kelamaan aku merasa nyambung kalau ngobrol dengan dia.
Kata Thomas, dia naksir aku sejak kami bertemu di rumah Silvia, dan aku hampir tersedak jus saat mendengarnya. Mana mungkin dia naksir aku yang selalu harus menahan diri untuk menguap ketika dia mulai membicarakan hobinya"
Namun, Thomas sepertinya senang dengan kesopananku yang mampu menahan kantuk saat men/ I / 1 dengar ocehannya itu. Katanya, mantan pacarnya nggak pernah suka kalau dia membicarakan balap mobil. Terakhir, cewek itu malah minta putus pada saat Thomas ingin mengajaknya nonton Grand Prix F1 di Sepang-Malaysia.
Ya ampun. Sepang! Kalau aku jadi cewek itu, aku pasti langsung bilang ya! . Memang sih, aku nggak ngerti olahraga yang penuh risiko itu, tapi kan setidaknya aku bisa jalan-jalan ke Malaysia.
Yah, singkatnya nih, Thomas dan aku jadian beberapa bulan kemudian. Jadi, rasanya aku perlu berterima kasih pada Silvia yang sudah berbaik hati menjodohkan aku dengan Thomas.
Jadi, kamu mau makan di mana" tanya Thomas membuyarkan lamunanku.
Aku tersentak. Ke Tempat Kita aja, kataku sambil tersenyum. Masa pakai tanya-tanya lagi" Thomas mengangguk. Oke.
* * * Tempat Kita . Itu nama tempat makan penuh sejarah. Bukan sejarah Konferensi Asia Afrika lho. Juga bukan tempat diadakannya konferensi tingkat tinggi nasional. Tempat Kita adalah nama julukan yang kami berikan untuk restoran Palm Garden Square, tempat Thomas dan aku jadian.
Waktu kami jadian dulu, Thomas membawa buket
/ I / 1 mawar besar, dan menembak -ku di tengah air mancur di taman Palm Garden Square. Saat itu aku tersenyum haru dan menjawab ya .
Duh& romantisnya. Sejak itu kami sepakat untuk menyebut restoran itu dengan nama Tempat Kita. Bahkan, saking senangnya kami dengan suasana romantis restoran itu, kami sering menghabiskan waktu di sana hanya untuk mengobrol dan mengenang hari jadian kami dulu. Asyik, kan"
Aku turun dari mobil Thomas dengan kaki gemetar. Kepalaku agak pusing. Sudah beberapa kali aku mengingatkan Thomas untuk nggak ngebut kalau aku naik mobilnya. Tapi cowok itu malah nyengir dan mengatakan dia sedang latihan F1.
Sambil menggamit lengan Thomas karena aku masih pusing, kami masuk restoran. Saking akrabnya dengan suasana tempat itu, aku merasa restoran itu seakan sudah menunggu kedatanganku. Pusingku jadi berkurang.
Restoran Palm Garden Square bergaya minimalis, dengan air mancur di tengah ruangan yang tampak elegan.
Aku menatap sekeliling restoran itu sambil tersenyum. Aku selalu suka berada di tempat ini. Sangat menenangkan. Menyejukkan&
Tunggu. Sepertinya ada yang kurang.
Aku mengernyit sejenak. Kok aku tidak mendengar bunyi air mancur ya" Padahal, begitu masuk restoran
/ I / 1 ini, bunyi air itulah yang membuatku merasa berada di tengah air terjun Niagara.
Aku memandang Thomas sekilas. Rupanya dia juga sedang menatapku.
Kayaknya air mancurnya mati deh, katanya sambil mengangkat bahu.
Hah" Air mancurnya mati" Selama kunjunganku yang sudah puluhan kali ke sini, air mancurnya belum pernah mati tuh.
Aku langsung melambaikan tangan kepada Doni, pelayan yang biasa melayani kami.
Halo. Seperti biasa, ya" tanya Doni setelah datang mendekat.
Aku nggak heran Doni bertanya begitu. Setiap kali datang ke sini, aku selalu memesan menu yang sama. Beef lasagna. Soalnya, lelehan keju yang ada di atas beef lasagna buatan restoran ini begitu lezat.
Demikian pula Thomas, yang selalu memesan steak rib-eye.
Tapi bagiku, ini bukan saatnya memikirkan lelehan keju yang ada di atas beef lasagna. Kalau nggak ada bunyi air mancur, apa enaknya makan lelehan keju"
Don, kataku sopan. Air mancurnya kenapa" Kok mati"
Wah, kamu perhatian juga ya, kata Doni memuji.
Aku tersenyum mendengar pujian Doni. Thomas berdeham. Dia cemburu kali, ya"
/ I / 1 Kenapa air mancurnya nggak nyala, Don" tanya Thomas.
Ih, kok dia sih yang ngambil alih"
Seakan mendengar kata hatiku, Doni mengatakan, Wah, kalian berdua ternyata sama-sama perhatian ya.
Udah ah. Kamu belum jawab pertanyaanku tadi. Air mancurnya kenapa" tanyaku cepat. Kalian lagi hemat listrik, ya"
Lalu, pikiran buruk terlintas di otakku. Apakah restoran ini bangkrut" Soalnya, akhir-akhir ini restoran ini memang agak-agak sepi. Tapi mudah-mudahan nggak bangkrut ah. Nanti aku dan Thomas nggak punya tempat bersejarah lagi deh.
Doni menyeringai. Nggak usah khawatir. Air mancurnya lagi direnovasi.
Renovasi" tanyaku bingung. Buat apa air mancurnya direnovasi" Kayaknya nggak rusak deh.
Kami mau bikin live music, kata Doni selanjutnya, jadi air mancurnya disesuaikan agar nggak menimbulkan suara berisik saat ada live music.
Thomas garuk-garuk kepala. Memangnya untuk apa ada live music di sini" tanyanya.
Aku mengangguk setuju. Betul, Don. Menurut aku nih, bunyi air mancur itu sudah seperti live music. Mana ada suara yang bisa mengalahkan kelembutan suara air mancur"
Betul, sahut Thomas. Doni tersenyum iba. Duh& maaf banget ya. Aku 31
nggak tahu kalau air mancur itu begitu berarti buat kalian.
Jadi, kataku akhirnya, air mancur ini selamanya bakalan mati"
Doni langsung menggeleng cepat. Ya nggak laaah. Air mancur ini cuma suaranya kok yang dikecilin. Jadi daya tekannya yang diatur.
Aku langsung menghela napas lega. Oh& syukur deh, kataku. Apa jadinya resto ini kalau nggak ada air mancur" Ya, nggak"
K EESOKAN paginya, di kantin sekolah, aku dan Silvia duduk berhadapan di meja panjang warna biru. Bel masuk belum berbunyi. Suasana kantin hari ini agak sepi karena banyak murid yang sedang mengerjakan PR di kelas. Selain aku dan Silvia, ada beberapa murid yang sedang mengobrol dan memesan sarapan.
Makanan pesananku belum datang. Demikian pula pesanan Silvia. Sambil menunggu, aku memerhatikan cuaca cerah di luar kantin. Pagi-pagi tapi sudah panas. Untung di kantin ini ada kipas angin besar. Jadi kami sama sekali nggak kegerahan.
Tapi saat aku melirik ke arah Silvia, senyumku langsung membeku. Cewek itu sedang menatapku dengan sorot mata setajam elang siap memangsa.
Kadang kupikir aku takut membalas tatapan Silvia. Matanya yang bulat dan tajam kadang tampak menyeramkan . Apalagi jika dia melotot seperti ini. Silvia tampak semakin menakutkan.
Jangan natap gue kayak gitu dong, Sil, kataku. Gue kan jadi nggak enak.
Aku memang merasa sangat bersalah karena kemarin bolos tanpa memberitahu Silvia. Perasaan bersalah ini bahkan lebih terasa dibandingkan terhadap guru atau orangtuaku. Tatapan tajam Silvia membuatku merasa disidang.
Sambil menatapku tajam, Silvia mulai menginterogasiku. Jadi kemarin elo betul-betul bolos, Mel" Lo nggak izin atau bikin surat susulan, gitu"
Aku mengangguk lemah bagai terdakwa yang divonis bersalah di pengadilan.
Sekarang lo bawa nggak, CD yang udah ditandatangani Alex" tanyanya.
Aku mengangguk lagi. Kali ini lebih bersemangat daripada sebelumnya. Lalu, dengan gerakan pelan aku mengambil CD dari dalam tas sekolahku, dan menyodorkannya ke Silvia.
Gue heran, apa sih yang lo lihat dari Alex" tanya Silvia, sambil menatap foto Alex di cover CD. Kalo menurut gue sih dia biasa-biasa aja tuh.
Biasa-biasa aja" tanyaku tak percaya. Sil, dia tuh ganteng. Senyumnya manis. Matanya bagus. Hidungnya mancung. Semua yang ada di wajahnya tuh tampak sempurna. Udah gitu, badannya tinggi, keren, suaranya juga oke. Apa lagi sih yang kurang" Silvia mengangkat bahu. Terserah elo deh. Lalu, 34
sambil menatap tanda tangan Alex, Silvia komentar lagi, Menurut gue tanda tangannya agak aneh, katanya sambil meliukkan telunjuknya yang lentik mengikuti garis tanda tangan Alex.
Hm, jujur aja nih ya, aku tuh kadang agak iri sama jari-jari Silvia yang lentik. Soalnya menurutku, jari-jari Silvia begitu sempurna. Coba kalau guru les pianoku melihat jari tangannya, wah, pasti beliau akan memuji Silvia habis-habisan, dan mengernyit melihat jari tanganku yang pendek, buntal, dengan kuku yang pendek pula.
Ah, kalo menurut gue sih, tanda tangannya sempurna, kataku membela Alex. Lo lihat nggak goresan di sini" Tajam banget, kan" Terus liukan di sini" tanyaku sambil menunjuk tanda tangan Alex. Itu tandanya dia bisa membedakan kapan harus bersikap tegas dan kapan harus bersikap lembut.
Dahi Silvia mengerut heran. Sejak kapan elo jadi ahli membaca tanda tangan"
Sejak gue harus membela Alex di depan lo, jawabku singkat.
Akhirnya Silvia mengangguk menatap tanda tangan Alex.
Dan sewaktu aku sedang seru-serunya menceritakan pengalamanku mengantre untuk mendapat tanda tangan Alex, aku merasa ada seseorang di belakangku. Seketika aku menoleh, dan melihat Alicia Jurike sedang mencibir. Alicia adalah anak ketua yayasan sekolahku. Di anak kelas sebelah, kelas 2B.
Semua orang di sekolah tahu Alicia sebenarnya nggak pantas naik kelas. Tapi, karena pengaruh ayahnya, nggak heran Alicia bisa naik kelas, bahkan masuk peringkat sepuluh besar. Padahal semua nilai ulangannya kebakaran. Aku tahu banget hal itu. Semua juga tahu. Tapi tak ada yang bisa membuktikannya. Walaupun begitu, tetap saja hal ini tidak membuat Alicia malu atau rendah diri. Sebaliknya, cewek itu malah semakin sombong dan selalu bertingkah menyebalkan bersama anggota gengnya yang lain.


Moshi Moshi Karya Jossie Karaniya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tumben, baru kali ini kulihat Alicia sendirian. Biasanya dia selalu diiringi dayang-dayangnya, begitulah istilahku untuk anggota gengnya yang bodoh dan hanya bisa jadi pengikut.
Sebenarnya aku nggak punya masalah dengan Alicia. Tapi aku nggak suka tingkah cewek itu. Dia selalu menganggap dirinya hebat. Selain itu, dia juga sok karena pergi ke sekolah naik BMW dan menganggap semua hal bisa diukur dengan materi. Alicia dan gengnya merasa mereka bisa memiliki apa saja, termasuk cowok idola sekolah.
Ngapain lo" Nguping" tanya Silvia menatap Alicia.
Alicia menatap balik Silvia dengan tatapan ingin tahu. Nggak& Gue cuma pengin tau. Apaan tuh, yang ada di tangan lo"
Silvia mengangkat bahu. Oh& ini CD Alexander Julio yang udah ditandatanganin.
Alicia terkejut sesaat, lalu mengulurkan tangan-36
nya. Gimana caranya lo berdua bisa dapet ini" katanya sambil merebut CD yang ada di tangan Silvia.
Hei, apa-apan nih" tanya Silvia kesal. Dia nggak menyangka Alicia akan merebut CD itu. CD ini buat gue aja ya, kata Alicia seenaknya. Aku memandang Alicia heran. Nih anak, otaknya ada yang nggak beres, kali ya" Seenaknya aja ngakungakuin punya orang.
Tepat saat itu, dayang-dayang Alicia muncul dan bergerombol di sekitar Alicia.
Oh ya, aku selalu punya sebutan untuk formasi geng Alicia. Seperti kali ini, anggota geng Alicia berkerumun membentuk lingkaran, kunamakan formasi bergerombol. Kadang-kadang mereka membentuk formasi menyerang, dengan Alicia berada paling depan sebagai tameng. Mereka memang pengecut dan bisanya cuma main keroyokan. Tapi aku heran, di sekolah kami, nggak ada yang berani menentang mereka.
Alicia mencibir dan tersenyum penuh kemenangan. Coba liat. Gue dapet apa, katanya. Alicia menunjukkan CD milikku dan bertingkah seolah-olah CD itu miliknya. Kalian lihat inisial ini& AJ& Persis nama gue, kan" Alicia Jurike.
Heh, lo jangan bertingkah deh. Mentang-mentang inisial nama lo sama dengan inisial Alex, kata Silvia tajam.
Deg! Aku baru sadar. Betul juga ucapan Silvia. Ini-37
sial Alex sama dengan inisial Alicia. Ah, payah payah payah! Gimana sih nih" Orang yang paling aku benci kok bisa punya inisial yang sama dengan orang yang paling aku puja-puja"
Al, kata salah seorang anggota geng Alicia, tuh CD punya lo"
Alicia mengangguk senang.
Hebat banget lo! kata cewek itu sekali lagi. Stop stop stop! Silvia menatap Alicia galak. Alicia, lo jangan konyol dan jangan bohong ya! Konyol" tanya Alicia. Bohong"
Lo tau kan, itu CD Mel, desis Silvia. Ayo, kembaliin ke dia. Dan jangan ngaku-ngaku kalo CD itu punya lo. Ngerti"! Silvia mulai unjuk gigi.
Apa sih yang nggak bisa gue punya" tanya Alicia sombong. Setiap hari aja gue bawa BMW ke sekolah. Lalu Alicia menatapku tajam. Ini CD lo, Mel" Jangan mimpi deh. Mobil aja lo nggak punya!
Ya ampun. Kenapa dia bawa-bawa urusan mobil segala"
Oke. Aku memang ke sekolah naik angkot, kecuali kalau dijemput Thomas. Tapi apa hubungannya sama masalah ini"
Para dayang Alicia mengangguk-angguk setuju bagaikan kerbau dicucuk hidungnya. Al benar, kata Sarah, tangan kanan Alicia, penuh semangat. Mana mungkin Mel bisa dapat tanda tangan Alexander Julio" Apalagi Alicia pernah foto bareng Alex. 38
Apa" Alicia pernah foto bareng Alex" Aku hampir tersedak mendengar ucapan Sarah.
Alicia menatapku sinis. Elo belum tau ya" Cucian deh lo! ledeknya sambil mengeluarkan dompetnya. Liat nih, foto gue bareng Alex. Elo nggak punya, kan" kata Alicia sambil memamerkan foto dirinya di tengah-tengah para finalis My Idol, termasuk Alex di ujung kiri foto. Kalau begitu, masalahnya selesai. CD ini emang punya gue yang hampir aja diambil Meliana Ikasia. Yuk, girls, kita pergi!
Heh, jangan sembarangan lo! seru Silvia saat Alicia sudah mulai berjalan meninggalkan kami. CD itu punya Mel, tau!
Siapa bilang" tanya Sarah galak. Gue! kataku gugup.
Alicia tertawa, diikuti para dayangnya. Mimpi kali ye& .! seru mereka berbarengan.
Hei& gue serius nih! kataku sekali lagi, tapi aku tak bisa menutupi kegugupanku.
Mana buktinya kalo CD ini punya lo" tanya Alicia mencemooh. Lo punya nggak, foto lo bareng Alex" Nggak punya, kan"
Silvia menatapku cemas. Aku menatap balik Silvia. Sial. Seharusnya aku menuliskan namaku di cover depan CD itu. Mungkin menempelkan stiker namaku. Atau mungkin seharusnya aku menempelkan foto photo box-ku di samping foto Alex yang sedang mengenakan celana pendek di pinggir pantai, di cover depan CD itu.
Alicia mengangkat bahu. Kalau begitu masalahnya udah jelas. CD ini punya gue.
Eh, enak aja lo! bentak Silvia. Lagu-lagunya Alex aja lo nggak hafal, pake ngaku-ngaku jadi fans berat.
Alicia memerhatikan cover belakang CD. Dia melihat sederetan judul lagu lalu membacanya. Lagu pertama, Selamanya Cintaku . Lagu kedua&
Ah, lo kan cuma baca, desis Silvia marah. Ayo, balikin cepet. Itu punya Mel. Kemarin dia ketemu Alex langsung dan berhasil ngedapetin tanda tangannya.
Mendengar ucapan Silvia, aku langsung teringat pengalaman mengantre kemarin.
CD itu punya gue, kataku mantap. Lihat aja halaman dalemnya. Ada tulisan Alex buat gue.
Alicia menertawakanku. Maksud lo, tanda tangan Alex" Di semua album lagu, penyanyinya juga suka tanda tangan.
Aku menggeleng. Alex menuliskan kalimat khusus buat gue, kataku sambil merebut CD itu dan membuka kotaknya. Lihat nih, kataku sambil menunjukkan halaman kedua.
Teman-teman Alicia membuka mulut dan mengeluarkan suara ooh samar. Sebagian dari mereka langsung menatap Alicia tidak percaya. Itu benar, Al. Di situ tertulis jelas buat Mel, kata salah seorang dari mereka.
Atau, Al& , kata yang lainnya, nama panggilan lo Mel juga, kali" tanyanya bego.
Alicia mengernyit sejenak. Sialan! Alicia mengernyit marah dan menaruh CD-ku di meja kantin. Lalu dia pergi begitu saja diikuti para dayangnya, meninggalkan aku dan Silvia terbengong-bengong.
Dasar! umpat Silvia setelah Alicia menjauh. Konyol banget tuh anak!
Aku mengangguk setuju. Hampir saja milikku yang paling berharga direbut Alicia begitu saja. Untung banget lo minta Alex nulis nama lo. Iya sih, kataku menyetujui pendapat Silvia. Untung kemarin gue setengah maksa berlama-lama ngobrol sama Alex.
Silvia melongo. Menatapku tidak percaya. Maksud lo"
Aku segera menceritakan semuanya kepada Silvia. Tanpa melewatkan satu detail pun.
Silvia tertawa setelah mendengar keseluruhan ceritaku. Jadi, katanya setelah lelah tertawa, lo ngantre segitu lamanya cuma buat nemuin Alex selama dua menit"
Jangan ngetawain gue dong, Sil&
Dua menit" ulang Silvia sekali lagi. Pake bolos segala, lagi! Silvia menggelengkan kepala. Ya ampuuun, Mel. Gue bingung banget deh sama elo.
Tapi sepadan, kan" Coba liat tulisan For Mel with Love yang ditulis Alex buat gue.
Silvia mengangkat bahu. Terserah elo deh. Gue sih cuma ngasih saran. Kalo elo sampai ngebolos lagi cuma buat hal sepele kayak gini& sayang, Mel. Apalagi kalo pas ada ulangan.
Aku terpaku mendengar ucapan Silvia, lalu berkata, Kesempatan untuk bertemu dan minta tanda tangan artis idola kita tuh langka, Sil! Sekali seumur hidup! Kalo ulangan kan gue masih bisa ikut ulangan susulan"
Silvia tak menanggapi ucapanku. Dia hanya mengangkat bahu.
* * * Sepanjang sisa hari itu, aku tak henti-hentinya membanggakan CD Alex ke seluruh teman sekelasku. Semua orang menatapku iri.
Ih& ., keren banget, seru Mia, yang duduk di belakangku.
Hebat betul, kata teman-teman sekelasku sambil menatap penuh kekaguman melihat tanda tangan Alex.
Tuh, kan" Apa kubilang. Memang Silvia aja yang aneh. Dia tetap nggak ngerti kenapa aku sampai bolos sekolah demi bertemu Alex.
Teman-temanku sudah kembali ke kursi masingmasing. Tapi aku masih memandangi CD Alex kesayanganku. Kutatap tanda tangan Alex, dan kukenang kembali pertemuan kemarin.
Aku masih beruntung lho, bisa tetap hidup setelah mengantre selama itu. Malah pernah ada fans yang meninggal karena sesak napas atau tergencet hanya karena mengantre tanda tangan idolanya. Tapi, tentu saja, kejadian itu sama sekali nggak menimpa para fans Alexander Julio. Semua fans Alexander Julio ramah dan penuh kesabaran kok. Kecuali Alicia Jurike, kayaknya.
Selamat pagi, Pak& ! tiba-tiba kudengar suara teman-temanku.
Waduh! Pak Yono, guru matematikaku, sudah duduk di meja guru. Saking asyiknya melamun, aku sampai nggak ngeh Pak Yono masuk kelas.
Coba kerjakan latihan satu halaman empat puluh lima. Gunakan rumus yang sudah saya ajarkan kemarin, ujar Pak Yono tanpa basa-basi.
Ucapan Pak Yono bagaikan halilintar di telingaku. Aku diam dan menunduk. Saat ini, pilihan terbaik bagiku memang cuma diam. Soalnya, Pak Yono bangkit dari duduknya dan berjalan mengitari kelas, mencari korban untuk maju ke depan kelas dan mengerjakan soal di papan tulis.
Coba, kamu maju, kata Pak Yono di dekatku. Aku melirik ke sekitarku, mencari-cari siapa gerangan yang bernasib sial.
Jantungku deg-degan. Aku sama sekali nggak ingat Pak Yono mengajarkan rumus apa.
Tapi saat aku melirik ke sekitarku, aku malah me-43
lihat teman-temanku sedang menatap balik ke arahku sambil tersenyum lega.
Wah... wah... wah& Siapa sih yang diminta Pak Yono maju ke depan" Mengapa semuanya menatapku sambil tersenyum-senyum" A apa itu berarti Pak Yono memintaku maju ke depan kelas" Hah" Serius nih"
Tapi, Pak Yono yang sekarang sudah berdiri di sebelah meja guru malah menatapku dan mengangguk. Nggak susah kok, katanya memandangku. Yang penting, penerapan rumus.
Ya ampun! Jadi Pak Yono menunjukku" Waduh! Aku bahkan nggak tahu rumus macam apa yang dimaksud Pak Yono.
Aku melirik ke arah Silvia yang duduk di sebelahku. Ssst& , Sil, rumus apa sih" tanyaku bingung.
Silvia tidak menjawab. Dia tidak memandangku, tapi malah sibuk menulis dengan mimik serius.
Sil, rumus apa" Ada di halaman berapa" bisikku panik. Tergesa-gesa aku membuka buku pelajaran matematika, berharap menemukan rumus itu tertulis besar-besar entah di halaman berapa.
Ah, sial! Kok aku bisa nggak tahu ya"
Silvia tetap tak mau menatapku dan memberitahukan rumus itu ada di halaman berapa.
Ayo, Meliana, kata Pak Yono. Coba dikerjakan dulu. Tidak apa-apa kalau salah.
Hah! Tidak apa-apa kalau salah" Aku aja nggak tahu harus menulis apa! Tapi kalau rumus aja aku 44
nggak tahu, bisa gawat nih. Nanti Pak Yono bisa tahu deh kalau kemarin aku nggak masuk. Membolos, lagi.
Aku menghela napas panjang, lalu bangkit dari kursi, berharap keajaiban menghampiriku. Misalnya bel sekolah tiba-tiba berdering karena rusak atau ada yang iseng memencet. Tapi itu nggak mungkin, kan"
Setelah menunggu keajaiban yang tidak kunjung datang, aku memberanikan diri berja&
Ssst& ! bisik Silvia. Dia menyodorkan secarik kertas kecil.
Silvia memang malaikat! Tanpa membaca kertas itu, aku sudah tahu itu jawaban soal.
Dengan gerakan tidak kentara, aku langsung mengambil kertas yang disodorkan oleh Silvia dan maju ke papan tulis dengan menegakkan wajah.
Dengan spidol di tangan kanan dan kertas sontekan di tangan kiri, aku membuka kertas itu dengan tangan bergetar. Aku langsung menyalinnya cepatcepat selagi Pak Yono sedang menulis sesuatu di buku catatannya.
Untunglah. Bagaimana jadinya kalau nggak ada Silvia"
Pokoknya, saat ini aku melupakan omelan Silvia tentang bolosku kemarin. Aku sayang banget pada sahabatku itu. Apalagi di saat-saat genting seperti tadi.
Pak Yono menoleh, dan mengangguk puas melihat jawabanku.
Makanya, belajar, Mel, kata Silvia setelah aku kembali ke bangku. Coba kalau tadi ulangan mendadak, gimana tuh"
Aku mengangguk cepat. Iya iya& , kataku. Gue tau. Kalau tadi ulangan mendadak, gue bakal tamat, kan"
Mata Silvia melebar. Kalau begitu, lo harus ngejar ketinggalan lo.
Hah" Dia ingin aku apa"
Silvia membuka tas sekolahnya. Nih, ujarnya sambil menyodorkan setumpuk catatan. Gue pinjemin. Catet dan pelajari ya.
Aku mengangguk. Besok lo harus udah nguasain, kata Silvia galak. Kalau nggak, awas!
Aku mengangguk lagi. Tapi tetap aku nggak bisa menahan senyumku. Masa dia minta aku nguasain semua materi itu besok" Emangnya dia pikir aku ini saudaraan sama Einstein" Sahabatku ini sok galak deh!
M ALAMNYA, aku menyalin catatan Silvia dengan susah payah. Ini memang perjuangan berat, karena tulisan Silvia sulit dibaca. Apalagi catatan yang harus kusalin berlembar-lembar. Kok bisa ya, ada cewek yang begitu manis tapi tulisannya kayak ceker ayam gini" Pakai huruf sambung, lagi. Beda banget dengan tulisanku yang rapi dan menggunakan huruf cetak.
Aku memegang catatan Silvia dan mendekatkannya ke mataku. Silvia nulis apa sih" Dinasti apa yang membangun Borobudur" Syah& bandar" Halah!
Catatan sejarah Silvia tidak bisa kubaca dengan jelas. Mataku jadi sakit, kepalaku pusing. Lebih baik aku istirahat dulu.
Aku sedang menutup catatan Silvia ketika ponselku berbunyi. Hah" Malam-malam begini ada telepon" Aku melirik sepintas ke arah jam dinding kamarku.
Sudah jam dua belas. Siapa yang meneleponku tengah malam begini"
Kutatap layar HP . JENIFER. Aku mengerjapkan mata heran. Jenifer mana ya" Memangnya aku punya teman yang namanya Jenifer" Kok aku nggak ingat.
HP-ku terus berbunyi. Aku masih bingung, akan menjawabnya atau tidak. Si Jenifer kok iseng amat sih" Nelepon kok tengah malam begini.
Tapi HP-ku terus berdering menyebalkan, dan dalam hitungan kesepuluh mungkin suaranya akan membangunkan orangtuaku.
Dengan agak malas, aku akhirnya memutuskan mengangkat HP-ku.
Halo, kataku sambil mengucek mata. Mel, kata sebuah suara yang tidak kukenal. Ini gue, Jenifer.
Iya, gue tau nama lo Jenifer. Tapi gue lupa nih, elo tuh yang mana ya"
Masa lupa sih" Kita kan ketemuan waktu jumpa fans Alexander Julio&
Ya ampun! Aku langsung ingat. Iya, Jen. Ada apa"
Coba nonton TV8 deh, Jenifer menjawab kebisuanku. Ada Alex di Midnite Live.
Masa sih" tanyaku. Kantuk yang menyelimuti tubuhku seolah-olah sirna. Ini udah lewat jam dua belas lho.
Itu sebabnya acaranya disebut Midnite Live. 48
Oke oke, kataku sambil bersiap-siap ke luar kamar. Thanks ya.
Begitu Jenifer menutup telepon, aku berjalan ke ruang TV. Kulangkahkan kaki dengan semangat 45. Jarang lho, Alex muncul di acara tengah malam. Setahuku malah nggak pernah.
Aku mendapati lampu di ruang TV masih menyala, dan ini membuatku heran. Siapa yang masih menonton tengah malam begini"
Ternyata kakakku sedang menonton TV dengan mata tak berkedip. Kutatap layar televisi yang sedang menayangkan siaran tunda pertandingan sepak bola luar negeri.
Arghhh& , aku mengerang pelan.
Bagaimana mungkin aku bisa menonton Alex di TV8 jika kakakku nonton pertandingan sepak bola dengan begitu serunya"
Peter& , kataku sambil menghampiri kakakku. Lagi nonton, ya"
Peter mengangguk tanpa mengalihkan matanya dari TV. Aku bahkan bisa melihat bayangan orang berlarian di bola matanya.
Yah... kalau begini, aku pasrah deh. Bakalan susah nih minta dia ganti channel.
Boleh nggak, gue ganti ke TV8"
Kakakku menggeleng, tanpa mengalihkan pandangan dari televisi.
Sial. Gimana nih" Aku sudah kehilangan lima belas 49
menit wawancara dengan Alex. Siapa yang tahu info apa saja yang sudah kulewatkan"
Sekali ini aja deh, Pet, kataku sambil duduk di sampingnya.
Ssst& ! kata Peter. Jangan berisik. Tepat pada saat itu iklan ditayangkan.
Ah, lagi seru-serunya, kata Peter geram. Mereka kok bisa seenaknya sih nayangin iklan waktu hampir gol"
Aku mengangkat bahu tak peduli, dan langsung mengambil remote.
Eh& eh& eh! Ngapain lo" tanya Peter, merebut kembali remote TV.
Sebentaaar aja. Lagi iklan, kan" aku beralasan, sambil merebut remote dan langsung menekan tombol channel TV8.
Di layar TV, senyum lebar Alex langsung menyapaku. Saya suka gadis yang apa adanya, kata Alex. Saya nggak suka gadis yang sifatnya dibuat-buat. Apalagi yang dandannya berlebihan.
Aku menganggukkan kepala. Setuju dengan pendapat Alex. Mana ada cowok yang mau pacarnya dandan terlalu menor seperti topeng"
Ini acara apaan sih" Apa bagusnya, lagi! Balikin ke bola lagi dong, Mel! perintah Peter. Bisa nggak sih, nggak ada hal berbau Alex di rumah ini sehari aja" Apa-apa Alex. Sebentar-sebentar Alex. Bosen, tau!
Hush, kataku sambil menepiskan tangan ke arahnya. Jangan ganggu konsentrasi gue dong. 50
Coba balikin lagi ke siaran bola tadi. Kali aja iklannya udah selesai, kata Peter sambil merebut remote dari tanganku.
Senyum Alex langsung sirna. Dan di layar TV kini muncul iklan jamu laki-laki.
Tuh, masih iklan, kan" Aku langsung mengambil remote dan kembali menekan channel TV8.
Wajah Alex langsung terlihat di televisi. Dia sedang menganggukkan kepala dengan antusias. Yup, kata Alex. Saya suka gadis yang pintar masak. Asyik sekali bisa makan masakan rumah. Soalnya saya jarang makan masakan rumah.
Kakakku tertawa mendengar jawaban Alex. Denger nggak tuh" Dia nyari cewek yang pinter masak" Kalo elo, masak air aja mateng sebelah. Hahaha! ledeknya.
Aku berusaha tidak mengacuhkan ledekan Peter. Saya selalu membayangkan punya pacar romantis yang menghadiahi saya kue buatannya, kata Alex sekali lagi. Menurut saya, itu jauh lebih romantis daripada kado berbentuk barang.
Si pewawancara bertanya, Kamu sudah punya pacar, Alex"
Oh Tuhan. Itu pertanyaan yang paling berarti bagiku.
Alex tersenyum lebar dan& tayangan di TV langsung berubah menjadi para pemain sepak bola yang sedang berlarian mengejar bola.
Huh! Dengan sebal, aku merebut remote TV dari tangan Peter, tapi dia jauh lebih gesit.
Sori, katanya. Bolanya udah mulai lagi. Aku meremas kedua tanganku. Dalam hati aku berharap muncul iklan lagi. Tapi munculnya pasti masih lama. Padahal jawaban atas pertanyaan besar yang diajukan ke Alex harus kuketahui.
Aku langsung merebut remote di saat Peter berteriak kegirangan karena tim jagoannya berhasil memasukkan bola ke gawang lawan.
Wajah pewawancara sedang disorot kamera. Ia tersenyum lebar. Cantik sekali gadis itu. Jadi, kita sudah tahu jawabannya, katanya.
Hah"! Apa jawabannya"
Tayangan di TV langsung berubah lagi menjadi sekumpulan pemain bola yang berpelukan membentuk lingkaran. Lalu, seorang pemain kembali menendang bola dalam gerakan lambat. Sepertinya itu tayangan ulang.
Ganti lagi dong, Pet& , pintaku memohon. Peter mengangkat bahu. Heh, Mel, elo lihat nggak tayangan ulang tadi" Tendangannya bagus banget ya, katanya tanpa menoleh ke arahku.
Huh! Aku mulai marah nih.
Saat itu muncul iklan lagi, dan aku segera mengganti channel ke TV8.
Wajah Alex kembali muncul di layar televisi. Oh ya, katanya. Memang ada rencana seperti itu dalam waktu dekat.
Apa" Rencana apa"
Ah& asyik dong& , kata si pewawancara antusias.
Hah"! Rencana apa sih" Pasti info yang baru saja kulewatkan sangat penting. Tapi apa dong" Apanya yang asyik sih" tanya Peter.
Aku tidak menjawab pertanyaan Peter. Mataku masih terfokus pada Alex.
Kamu tidak takut akan dijauhi fans" tanya pewawancara itu.
Alex mengangkat bahu. Memang sempat terpikir seperti itu sih&
Kakakku langsung mengganti channel, bahkan saat Alex belum sempat menyelesaikan kalimatnya.
Duh& ! Rencana apa sih yang membuat Alex bakal dijauhi fans"
Tayangan di TV langsung menampilkan dua lakilaki berkumis tebal dan memakai jaket, yang sibuk mengomentari acara. Anda tahu, Bung Jacky, saya pikir tendangan tadi dilakukan dengan taktik matang, kata pria berkumis tebal seperti Pak Raden. Pria yang ada di sebelahnya mengangguk. Saya setuju, Bung Tono. Bahkan saya pikir, tendangan tadi sudah dilakukan dengan rencana yang matang sejak bola dioper lima menit sebelumnya&
Pikiranku beralih ke jawaban Alex yang menggantung tadi. Apa yang membuat Alex takut dijauhi fans" Apa dia akan memakai kawat gigi" Aku sih nggak bakalan menjauhinya jika dia memakai kawat 53
gigi. Tom Cruise juga sempat memakai kawat gigi. Dan ketampanannya sama sekali tidak berkurang. Kalau begitu, apa dong yang membuatnya takut" Apa Alex akan ke luar negeri untuk sekolah akting" Atau mendapat tawaran main film produksi Hollywood" Pikiran itu langsung menghampiriku.
Sebagai fans fanatik, tentu saja aku akan mendukung karier Alex. Bahkan jika dia harus syuting jauh di luar negeri. Tapi menurutku, sebaiknya Alex syuting di Korea aja. Bersama Bae Yong Jun atau Won Bin.
Khayalanku makin melayang jauh, makin gila. Dengan latar belakang musim gugur, bunga-bunga yang berjatuhan tertiup angin, kulihat Alex beradu akting dengan Won Bin. Waaah& . Film itu pasti bakalan hebat. Aku pasti akan membeli DVD-nya, dan menontonnya berulang-ulang sampai keping DVD itu rusak karena terlalu sering diputar.
Tapi, kalau jadi lebih terkenal begitu, mana mungkin fans Alex akan meninggalkannya" Malah akan bertambah banyak, kan"
Aku sibuk memikirkan apa yang akan dilakukan Alex sampai dia terpikir akan ditinggalkan fansnya. Tadi, waktu ditanya apakah Alex sudah punya pacar, aku tak sempat mendengar jawabannya. Eits, tunggu.
Apa kekhawatiran Alex ditinggal fans ada kaitannya dengan pertanyaan apakah Alex sudah punya pacar"
Aku menutup mulut dengan ngeri. Astaga. Kalau begitu, apakah Alex menjawab dia memang sudah punya pacar, dan dia takut fans akan meninggalkannya"
Tapi& jika dia memang sudah punya pacar, kenapa harus khawatir"
Tiba-tiba, pikiran terburuk langsung menghampiriku. Apakah Alex sedang merencanakan pernikahan"
Tidak. Tidak& Tidak boleh terjadi! Andai saja aku tahu jawaban Alex tadi. Aku menatap Peter dengan kesal. Kakakku itu tampaknya tak lagi berminat menonton para komentator sepak bola.
Mel& , kata kakakku sambil menguap. Siaran sepak bolanya udah habis nih. Sekarang giliran elo deh. Tonton tuh acara konyol lo itu! Hehehe. Tapi bukannya masuk kamar, Peter masih selonjor di sofa.
Aku mengambil remote TV sebelum kakakku berubah pikiran, kemudian langsung memencet tombol channel TV8.
Wajah Alex terlihat lagi di TV.
& Oh, saya masih seperti yang dulu kok, katanya ringan. Nggak ada yang berubah. Makanan kesukaan saya pun nggak berubah.
Pewawancara itu langsung menanggapi, Bener nih"
Alex menggangguk. Iya dong. Sama sekali nggak akan berubah.
Tapi banyak kabar yang beredar, kata pewawancara itu, menatap Alex dalam-dalam, katanya kamu sombong. Bener, nggak"
Alex sombong" Masa sih"
Alex menggeleng cepat. Ah, itu kan cuma gosip.
Jadi, kamu pasti akan menyapa fans di tengah keramaian" tanya pewawancara itu penuh rasa ingin tahu.
Tentu dong. Bahkan jika kamu lagi nggak ingin diganggu" Alex menghela napas panjang. Yah, katanya, memang, terkadang saya ingin kembali ke masa-masa dulu, saat saya masih belum menjadi artis.
Katanya jadwal kamu sekarang padat sekali, ya" kata pewawancara itu sekali lagi. Tapi, apa kamu masih sempat meluangkan waktu bersantai"
Alex menggeleng cepat. Sama sekali nggak, katanya cepat.
Kamu kelelahan dong"
Alex menganggukkan kepalanya. Perasaan seperti itu memang ada sih. Tapi saya rasa, itulah risiko menjadi public figure.
Yah& idolaku kecapekan, aku ikut sedih. Memang wajar sih jika Alex kelelahan. Aku paham sekali. Kesibukan Alex memang luar biasa. Sejak dia jadi juara ajang My Idol, tampaknya semua pengusaha ber-56
saing menjadikan Alex sebagai model iklan produk mereka. Itu sebabnya aku punya banyak poster Alex dalam iklan berbagai produk. Ada produk lensa kontak, jam tangan, pakaian pria, laptop, kacamata hitam, dan rumah. Saat ini aku berharap ada pengusaha pakaian renang yang mau mengontrak Alex sebagai model iklan. Sayang belum kesampaian.
Jadi, apakah acara surprise gift ini mengganggu jadwal kamu" tanya pewawancara membuyarkan lamunanku.
Alex menggeleng. Ya nggaklah. Saya melakukannya dengan senang hati, katanya sambil tersenyum lebar.
Wajah pewawancara itu langsung di-close-up. Musik yang melatarbelakangi acara itu langsung berubah dramatis. Pemirsa di rumah. Inilah saat yang paling ditunggu-tunggu. Kuis Alex.
Kuis Alex" Apa sih hadiahnya" Paling cuma uang yang nggak seberapa jumlahnya. Belum lagi mesti dipotong pajak.
Acara ini terselenggara berkat kerja sama& kemudian terdengar suara orang lain menggantikan suara dan wajah pewawancara. Iklan sponsor langsung diputar menggantikan wajah si pewawancara.
Oh. Ada sponsornya" Wah, kalau begitu, mungkin hadiahnya akan lebih menggiurkan dibanding uang.
Gambar di TV menayangkan iklan resto mewah Caf" Bien.
Wow! Lumayan juga kalau Caf" Bien yang jadi 57
sponsornya. Mungkin hadiahnya berupa voucher makan malam gratis. Sebaiknya aku mengikuti kuis ini. Hadiahnya bisa kugunakan untuk mentraktir Thomas makan malam romantis. Mumpung air mancur Palm Garden Square sedang direnovasi.
Wah! Seru nih kuisnya, kataku penuh semangat. Ikutan, ah.
Kini wajah si pembawa acara muncul di TV. Pemirsa di rumah sudah siap"
Peter melirik ke arahku. Mel, lo serius nih, mau ikutan kuis ini"
Aku mengangkat bahu tak peduli. Saat ini pikiranku terpusat ke pertanyaan kuis.
Oke, kata gadis itu. Silakan telepon ke nomor 5-5-7-7 sekian-sekian. Penelepon yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar akan mendapat hadiah. Keren deh pokoknya.
Aku mengambil telepon wireless yang terletak di meja dekat televisi, dan langsung menekan nomor. Tut-tut-tut-tut. Terdengar nada sibuk. Ah, sial. Di TV langsung terdengar suara bapak-bapak. Halo"
Dengan bapak siapa ini" tanya si pembawa acara.
Kirawan dari Bandung. Halo, Pak Kirawan, kata Alex sambil melambaikan tangan.
Pembawa acara melanjutkan, Sudah siap menjawab pertanyaan saya"
Siap. Wajah pembawa acara kembali disorot. Pertanyaannya. Apa nama lengkap Alex" A. Alexander William Julio. B. Alexander Yoong Julio. C. Alexander Martinus Julio.
Hmm& apa ya" tanya Pak Kirawan setelah jeda beberapa saat. Yang saya tahu Alexander Julio saja.
& tiga. Dua. Satu. Maaf sekali, waktu yang diberikan habis, Pak Kirawan, kata gadis itu setelah hubungan telepon terputus. Pemirsa di rumah, saya ingatkan kembali, katanya. Pemenang kuis ini akan mendapatkan voucher makan malam gratis& Tuh, betul, kan" Hadiahnya voucher makan. & untuk dua orang, kata si pembawa acara sekali lagi. Bersama Alex.
Oh my God! Aku langsung menekan nomor telepon TV8 lagi. Pokoknya aku harus memenangkan kuis ini, tekadku.
Kulihat Peter bangkit sambil menguap. Gue ke kamar ya, Mel. Jangan lupa matiin TV-nya kalo udah selesai.
Aku mengangguk. Dan konsentrasiku buyar. Aku berhenti sebentar, lalu menekan tombol kembali. Saat aku belum selesai menekan nomor telepon TV8, suara di TV kembali berbunyi.
Halo" terdengar suara laki-laki.
Ah& sial. Aku kalah cepat. Seharusnya aku tadi 59
tidak berhenti menekan tombol telepon. Tapi& mana ada laki-laki yang tahu informasi tentang Alex sampai detail" hiburku, dan semangat mulai menjalari tubuhku.
Aku mencoba menelepon lagi. Siapa tahu aku berhasil tersambung tepat saat laki-laki tadi gagal menjawab.
Tut-tut-tut-tut& Dengan siapa ini" tanya Alex menyapa si penelepon.
krskrskrsk& Dari Jakarta& krskrskrk& Sepertinya line teleponnya nggak jernih.
Selanjutnya suara seorang remaja cowok terdengar di TV. Suaranya bahkan terdengar tak asing bagiku. Peter. Dari Jakarta& , kata cowok itu sekali lagi. Astaga. Namanya kok sama dengan nama kakakku" Hm& aku jadi curiga nih. Aku segera berlari ke kamar Peter, dan mendapati kamarnya gelap dan terkunci. Ya sudahlah. Mungkin dia sudah tidur.
Lebih baik aku kembali mencoba menelepon TV8.
Aku kembali ke ruang TV dan mendapati si penelepon menjawab dengan suara antusias, Saya rasa jawabannya B. Ya, B, katanya sekali lagi. Makanan kesukaan Alex adalah sushi.
Sial. Jawabannya benar. Aku yakin banget. Alex mengangguk dan tersenyum lebar. Si pembawa acara langsung bertepuk tangan. Selamat ya. Jawaban Anda benar.
Aargh& ! Sial banget! Tapi setelah kupikir-pikir, buat apa aku marah-marah. Mendingan tidur aja deh. Daripada bete.
Aku sedang bersiap mengambil remote dan mematikan TV, ketika si pembawa acara kembali bertanya, Hebat sekali. Peter, apakah Anda salah satu fans fanatik Alex"
Cowok di telepon tertawa. Nggak. Sama sekali nggak, katanya.
Ini benar-benar nggak adil. Kok dia bisa menang sih" Padahal dia bukan fans fanatik!
& setiap kali makan bareng keluarga, kami seringnya ke restoran Jepang, kata si penelepon sekali lagi. Adik saya tuh yang selalu maksa makan di resto Jepang. Dia penggemar berat sushi, katanya sih biar kayak Alex.
Oh. Alex tersenyum. Selamat ya kalau begitu. Si pembawa acara mengangguk. Selamat untuk Peter yang telah berhasil memenangkan voucher makan berdua Alex& Eh, Peter, jangan ditutup dulu telep
TV kumatikan. Aku bangkit dari kursi dengan perasaan kesal. Sudah hampir pukul satu. Sebaiknya aku bersiap tidur.
Tapi& mana bisa aku tidur" Aku belum selesai menyalin buku catatan sejarah punya Silvia. Gawat! Tapi, saat buku catatan Silvia sudah siap di depan mata, mataku sudah tak mau lagi diajak kompromi& .
K EESOKAN paginya, aku bangun dengan mata masih mengantuk. Kurang tidur membuat tubuhku lemas dan lingkaran hitam muncul di sekeliling mataku. Aku sudah mencoba mengompresnya dengan kantong teh celup, tapi hasilnya belum maksimal.
Jadi, aku berangkat ke sekolah dengan mata bengkak dan bayangan hitam di sekeliling mataku.
Hai, Mel, sapa Silvia setelah aku tiba di kelas. Silvia tersenyum senang melihat mataku. Wah& lo semalam begadang ya" Mata lo sampai bengkak begitu. Lo belajar sampai subuh, Mel" katanya riang. Coba gue tes. Candi Prambanan terletak di provinsi apa, Mel& "
Aku merengut bete. Kadang-kadang kupikir, aku bersahabat dengan profesor.
Tidak. Silvia tidak boleh tahu aku belum selesai
menyalin dan menghafal semua isi catatan sejarahnya karena aku menonton tayangan Alex semalam.
Mmm& , jawabku sambil pura-pura berpikir. Candi Prambanan ya" Ng&
Senyum riang di wajah Silvia langsung membeku. Elo belum belajar ya, Mel"
Apaan" tanyaku sambil menguap.
Kan kemarin gue udah bilang. Baca catatan gue. Udah kok, kataku berbohong. Tapi baru sebagian.


Moshi Moshi Karya Jossie Karaniya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yang sebagian itu apa" tanya Silvia ingin tahu. Aku mengangkat bahu. Ya belum semuanya sih.
Jadi yang udah lo salin bagian mana, Mel" cecar Silvia.
Aku mengernyit. Apa sih yang sudah kusalin kemarin" Mungkin aku masih bisa mengingatnya sedikit.
Borobudur dibangun di masa dinasti apa, Mel" cecar Silvia.
Tunggu. Yang ini aku ingat.
Syahbandar, jawabku yakin. Aku tersenyum penuh kemenangan menatap Silvia.
Silvia terdiam. Aku menghela napas lega. Yes! Akhirnya aku berhasil menjawab pertanyaannya.
Mel& , kata Silvia melunak. Gue lupa ngasih tahu elo kalau kemarin ada Alex di TV8. Tengah malam.
Oh ya" kataku pura-pura nggak tahu.
Elo pasti sedih nggak nonton acara itu. Silvia menatapku lekat-lekat.
Iya sih& tapi nggak apa-apa lah&
Mel, ada lingkaran hitam di sekeliling mata lo. Iya nih. Padahal udah gue kompres lho. Di acara Alex semalam, Mel, hadiahnya heboh banget.
Itu sih gue tau. Makan malam bareng Alex, kan" kataku sambil mendengus kesal. Gue sebal banget tuh nggak berhasil nelepon TV8&
Aku langsung terlonjak kaget melihat tatapan Silvia yang berubah.
Jadi& lo nonton kan, Mel"! Sampai selesai" Dan lo jadi nggak belajar, kan"
Astaga. Gue kemakan jebakannya Silvia, gerutuku dalam hati.
Siapa bi Ngaku aja deh! Gue yakin lo belum nyalin catetan gue.
Tapi gue tahu kok dinasti yang membangun Borobudur&
Jangan ngaco, kata Silvia memotongku. Syahbandar" Lo bahkan nggak baca tulisan gue dengan bener.
Maksud lo, bacanya harus Sahbandar, gitu" tanyaku tidak yakin. Tanpa huruf y"
Mel& Silvia menghela napas panjang. Lo tau nggak" Gue sama sekali nggak pernah nulis kata Syahbandar di buku catetan gue.
Tapi& Yang betul Syailendra. Silvia mengambil buku catatan yang sudah kukembalikan. Lihat nih, katanya sambil menunjukkan catatan tentang Candi Borobudur.
Aku mengernyit membaca tulisan tangan Silvia. Setelah kubaca lebih jelas lagi, tulisannya memang Syailendra , bukan Syahbandar . Wah, mataku sudah error nih.
Aku melirik Silvia yang sedang menunggu jawabanku.
Mm& Sil, bukan salah gue dong, kalau gue nggak bisa baca tulisan lo, kataku membela diri. Maksud lo"
Ini sih& emang tulisan lo yang susah dibaca& Sembarangan! ulang Silvia kesal. Kenapa sih lo masih aja berkelit" Silvia mendesis. Lo tuh terlalu ngidolain Alex, tau nggak"
Lho, emangnya kenapa" suaraku mulai meninggi.
Lo jadi lupa sama tanggung jawab. Silvia menatapku tajam. Lo jadi lupa segalanya. Otak lo isinya cuma Alex, Alex, dan Alex!
Silvia mulai tak bisa mengontrol emosi. Aku pun nggak terima dia berkata begitu.
Gue" Lupa tanggung jawab" Kok lo bisa sih, Sil, nuduh gue kayak begitu"
Lho, ada buktinya kok. Siapa yang ngebolos" 65
tanya Silvia berapi-api. Siapa yang nggak berani maju ngerjain soal karena nggak tau rumus"
Terus apa urusan lo" tanyaku dengan suara bergetar.
Sebetulnya ucapan Silvia ada benarnya. Tapi apa hak dia memarahiku atas semua perbuatanku" Silvia melengos.
Aku mengambil tas ranselku dari tempat duduk, dan pindah ke belakang. Kebetulan hari ini Johan tidak masuk. Aku bisa duduk di kursinya.
* * * Aku tidak percaya. Bagaimana mungkin sahabatku tega membentak-bentak aku" Bagaimana mungkin Silvia berani mengaturku agar tidak ikut jumpa fans bersama Alex"
Ah& aku mulai tidak mengerti sahabatku sendiri&
Siang itu aku pulang sekolah dengan lesu. Hari ini ulangan matematika mendadak, dan aku tidak bisa mengerjakannya. Tapi tentu saja aku tidak mengakuinya di depan Silvia. Nanti dia semakin senang saja, menertawakan kebodohanku.
Aku tidak peduli kalau nilaiku jelek nanti. Tapi, mudah-mudahan sih tidak jeblok.
Begitu masuk kamar, aku mendapati Alex sedang tersenyum ke arahku. Memang, poster Alex kutempel di sekeliling kamar dan tak pernah membuatku bo-66
san. Senyumnya yang manis seakan menyambutku, menyapaku langsung, dan menghapus seluruh kegalauanku.
Halo, kataku sambil melambai dan menyapa ke sekeliling ruangan.
Tentu saja tidak ada jawaban. Tapi, memandang Alex yang bergaya dalam berbagai pose membuatku lebih santai. Beban berat yang mengimpit dadaku karena sikap Silvia dan ulangan dadakan tadi seakan terangkat.
Udah deh, Mel, soal Silvia, lupain aja, bisik hatiku. Lebih baik lo ngerjain sesuatu yang lebih berguna.
Lebih baik aku& Mmm, sebaiknya aku ngapain ya" Selama ini aku selalu pergi ke rumah Silvia setelah pulang sekolah. Atau pergi jalan-jalan bersama Silvia.
Aku mendesah kesal sambil bertopang dagu di meja belajarku. Kupandangi foto di atas meja. Fotoku bersama Silvia saat berlibur di Bali. Melihat foto itu, aku jadi tambah kesal. Kubalik saja foto itu agar tak usah kulihat untuk sementara. Tapi saat membalik foto itu, mataku sempat melihat tahun yang tertera di bagian bawah foto.
Tahun 2000. Milenium baru.
Rasanya sudah berabad-abad yang lalu aku ikut berlibur bersama Silvia dan keluarganya ke Bali. Memang, sudah lama banget aku berteman dengan Silvia. Tapi selama ini belum pernah aku marahan dengan-67
nya, bahkan ketika Silvia tidak sengaja memecahkan vas bunga ibuku yang harganya mahal dan dibeli di Eropa. Juga ketika aku menumpahkan saus tomat yang nodanya membekas di gaun malam Silvia yang kupinjam untuk makan malam bersama Thomas.
Nah, untuk kejadian berat itu saja kami tak pernah bertengkar. Terus, kok Silvia bisa ya, memarahiku karena masalah sepele"
Aku mengusap setitik air mata yang menetes di pipiku.
Lupain deh tentang Silvia, tekadku dalam hati. Lebih baik fotoku bersama Silvia kumasukkan ke laci saja, dan kuganti dengan foto& Alex!
Tak sengaja aku melirik ke sudut meja, dan melihat kalender meja bergambar Winnie the Pooh yang sangat imut. Sejenak aku terkesiap melihat coretan spidol merah berbentuk hati yang kutorehkan di akhir bulan ini. Minggu, 30 September 2007. Hari jadiku dengan Thomas.
Ya ampun, nggak kerasa ya! Sebentar lagi aku dan Thomas sudah setahun pacaran.
* * * Kubolak-balik majalah remaja edisi ulang tahun. Aku ingat, ada artikel tentang kado apa yang pas untuk diberikan kepada cowok kita. Seperti sepotong dasi merek terkenal yang harganya ratusan ribu. Atau tas kulit yang harganya hampir sejuta. Atau jam tangan 68
yang lucu dan imut dengan harga tidak imut, setengah juta rupiah!
Tapi mengingat keuanganku yang cekak karena membeli pulsa gila-gilaan untuk mendukung Alex waktu malam final, sebaiknya aku berhemat dan tidak membeli kado mahal tersebut.
Aku ingat pepatah: Raihlah hati seorang pria lewat masakan. Aha! Jadi, kupikir lebih baik aku membeli bahan-bahan kue dan memanggangnya sendiri di rumah.
Nah, itu baru kado romantis yang sesuai dengan kondisi kocekku!
Maka tanpa babibu lagi, aku cepat-cepat ke dapur, membuka lemari. Aku ingat, aku pernah membantu ibuku membuat kue kering. Bahan-bahannya sederhana: cuma tepung, telur, margarin, baking powder, dan gula pasir. Aku juga butuh cokelat untuk hiasan. Nah, beres! Semuanya ada di lemari penyimpanan makanan.
Aku hanya perlu menakar bahan-bahan dengan gelas pengukur, menimbangnya dengan timbangan kue, campur semua bahan, aduk-aduk, diamkan beberapa menit, dicetak, dan& tarra! Jadi deh.
Eits, ada yang ketinggalan. Kuenya kan harus dipanggang. Manggangnya berapa lama ya" Dan dalam suhu berapa derajat" Ah, aku lupa, lagi. Sebodo amat deh. Pokoknya jadi.
Segera saja aku membuat kue ala Meliana . Kucampur semua bahan, dan kukocok dengan mixer.
Setelah adonan teraduk rata, aku mencetaknya di atas loyang datar. Setelah mengatur suhu oven, kue kumasukkan ke dalamnya. Cukup dua puluh menit, dengan suhu dua ratus derajat. Tring! Beres deh. Tinggal tunggu matang, dan kado untuk Thomas tersayang telah tersedia.
S AAT menunggu kueku matang, kudengar ada orang menyalakan TV. Pasti Peter. Soalnya Mbak Wati, pembantu setiaku, sedang ke pasar dan Mama-Papa juga tak mungkin pulang hari ini. Mereka baru balik dari Semarang besok pagi.
Aku bergegas ke ruang tengah. Ternyata betul, Peter sudah pulang kuliah. Setelah melempar tasnya ke sofa, dia mengambil remote dan menyalakan TV.
Eh, baru pulang bukannya cuci kaki cuci tangan, malah langsung nonton, tegurku.
Ah, biarin aja. Gue habis pinjem DVD baru nih. Penasaran pengin liat Spider-man 3.
Aku jadi ikut tertarik. Aku sudah menonton dua film Spider-man sebelumnya, dan penasaran ingin menonton kelanjutannya.
Dan sekarang, di sinilah aku, di depan televisi, menonton dengan mata terbelalak saking tegangnya.
Seluruh indraku tertuju pada Tobey McGuire. Tak kudengar timer oven berbunyi. Tak kucium bau gosong dari arah dapur. Hingga akhirnya& .
Mel& ! Bau apa nih! seru Peter sambil mencolek pundakku.
Hah" Bau apaan" aku tergeragap. Bau gosong nih! Peter memberitahu. Ya ampun! Kueku! ujarku panik sambil berlari ke dapur.
* * * Yah& hangus deh& , ujarku nelangsa saat melihat kueku yang sehitam dakocan.
Lagian elo, nggak bisa bikin kue kok sok-sokan bikin. Beli aja kenapa" ledek Peter.
Aku cuma menghela napas panjang. Begini nih nggak enaknya punya kakak yang usianya nggak beda jauh. Kerjaannya ngeledek melulu.
Masalahnya, ini kue spesial. Aku sengaja bikin ini buat kukasih ke Thomas. Tanggal 30 September nanti kan ultah jadian kami.
Peter memiringkan kepalanya, seakan berpikir. Hm& tanggal 30 September ya"
Aku mengangguk. Memangnya kenapa" tanyaku.
Begini. Gue baru aja mau ngasih kejutan ke elo. Elo pasti suka.
Kejutan apa, Pet" tanyaku antusias.
Gue mau ngasih elo voucher makan gratis di resto terkenal.
Wah& gue mau tuh, Pet. Kalau begitu, untuk merayakan ultah jadian aku dan Thomas, kami bisa merayakannya berdua, pikirku. Dan aku tidak usah mengeluarkan uang. Asyiiik! Di otakku sudah terbayang makan malam romantis bersama Thomas. Sebagai ganti kue yang hangus, voucher-nya bisa gue pakai bersama Thomas&
Eits, nggak bisa! tukas Peter. Voucher ini cuma untuk satu orang. Kalau elo mau, ya cuma elo yang boleh makan di sana. Dan hanya bisa dipakai pada tanggal 30 September!
Yah& sayang banget ya, ujarku pelan. Di tanggal itu gue juga harus ketemu Thomas kan, Pet...
Peter mengangkat bahu. Kalau begitu, gue kasih ke orang lain aja ya.
Terserah deh, kataku cuek. Aku tahu banget, Peter orangnya jail. Dia pasti sengaja ngomong begitu buat menggodaku. Kasih aja ke orang lain. Gue nggak peduli.
Bener nih, nggak mau& " Makan sushi lho& , kata Peter sambil mengedip-ngedipkan mata. Genit ih! kataku sebel.
Voucher makan malamnya di Caf" Bien lho& , goda Peter lagi.
Hah" Caf" Bien! Keren banget! seruku. Aku berpikir sejenak, dan melanjutkan, Kalau begitu, voucher-73
nya buat gue aja deh. Biar Thomas gue yang bayarin.
Nggak bisa begitu, kata Peter. Lho, kenapa"
Elo harus datang sendirian.
Sudah pasti aku nggak bisa. Jadi aku pasrah. Ya udah! kataku kesal. Gue nggak bisa. Oke, deal ya" kata Peter, kembali menonton TV. Kalau begitu, voucher ini buat Mila aja. Mila" Temen kuliah lo yang centil itu" Iya. Dia kan hobinya sama kayak elo. Ngidolain si Alex itu&
Aku tidak terlalu dekat dengan Mila. Dia sahabat Peter. Umurnya cuma dua tahun lebih tua dariku tapi cewek itu sok dewasa, mentang-mentang sudah kuliah. Makanya aku selalu kabur kalau Mila main ke rumahku.
Kasih aja ke Mila. Gue nggak ngiri kok, aku berusaha menguatkan hati.
Aku baru tahu ternyata Mila juga ngefans sama Alex. Tapi sebodo amat!
Jadi elo rela nih" tanya Peter lagi. Voucher makan malam di Caf" Bien lho.
Aku mengangguk cepat. Rela& rela. Udah ah, gue mau bikin PR nih.
Eh, tunggu, Mel! Gue mau negesin sekali lagi nih. Elo rela& gue ngasih voucher makan malam di Caf" Bien biar Mila bisa makan berdua& bareng Alex" 74
bareng Alex" tanyaku gelagapan. Mataku membelalak lebar, mulutku ternganga.
Peter tidak mengalihkan pandangan dari TV. Tapi aku bisa melihat sudut bibirnya terangkat.
Heh, santai aja, lagi, katanya cuek, lalu dia menoleh menatapku. Waduh, Mel, jangan shock begitu dong&
Bener nih" Makan bareng Alex" tanyaku sekali lagi. Aku tetap penasaran.
Lho, emangnya elo nggak tau" Tau apa"
Kakakku nyengir lebar. Gue kan menang kuis, dan dapat hadiah voucher makan malam bareng Alex"
Aku mengernyit. Memangnya kapan Peter memberitahuku bahwa dia menang kuis" Kayaknya nggak pernah deh.
Acara di TV8 beberapa hari lalu, yang tengah malam itu, kata Peter.
Oh& Jadi itu elo"
Emangnya elo nggak ngenalin suara gue, ya" tanya Peter dengan tatapan kecewa.
Ngenalin sih. Tapi waktu gue ngelongok ke kamar lo, gue pikir elo udah tidur.
Tadinya gue emang mau langsung tidur. Tapi gue pikir nggak ada salahnya kalau gue nelepon TV8 dari HP dan iseng-iseng menjawab.
Aku masih tidak percaya. Tapi kalau elo nggak mau voucher ini, ya udah, gue kasih ke&
Aku langsung menghambur ke depan Peter dan memeluknya erat. Mau, Pet, mau! rengekku. Bilang apa dulu, Mel"
Peter emang cowok paling baik sedunia, paling ganteng, paling segala-galanya deh! rayuku.
Peter mengangguk-angguk senang dan mengeluarkan selembar voucher dari dompetnya.
Trims ya, Pet! Aku langsung merebutnya dan berlari ke kamar.
* * * Aku memandang voucher itu dengan tatapan penuh sayang. Mulai sekarang, voucher ini akan kuperlakukan sebagai benda keramat. Siapa tahu setelah kami makan malam, Alex mengajakku kencan. Atau mungkin juga dia mengajakku main di film barunya. Siapa tahu"
A KU menghitung kancing kemejaku mulai dari kerah ke bawah, sambil berkata, Pergi sama Thomas... pergi sama Alex& pergi sama Thomas& pergi sama Alex& pergi sama Thomas& pergi sama A& lex&
Aku menarik napas panjang, dan mengembuskannya perlahan. Berat juga ya. Kenapa sih, makan malam romantis bareng Alex jatuh di hari yang sama dengan perayaan satu tahun jadianku bersama Thomas"
Bukannya aku serakah. Makan malam bersama idola kan jarang banget terjadi. Kalau makan bareng Thomas sih udah biasa. Tapi ini kan hari istimewaku bersama Thomas. Ah, jadi bingung nih. Aku harus memilih salah satu. Thomas& Alex... Thomas& Alex& Tuh kan, Alex lagi yang terpilih!
Seminggu lagi, di Caf" Bien. Aku jadi nggak sabar menunggu saat itu tiba. Kutatap kalender meja.
Tanggal 30 September kulingkari dengan coretan berbentuk dua hati. Thomas dan Alex, tulisku dengan spidol merah.
Hm& keketuk-ketuk daguku dengan spidol. Mataku menerawang jauh. Seharusnya Thomas nembak aku tanggal 1 Oktober ya. Atau seminggu lebih awal. Jadi nggak barengan begini.
Ah, sudahlah. Ngapain buang-buang waktu cuma untuk mikirin dengan siapa aku pergi tanggal 30 September nanti. Lebih baik aku mikir yang lebih positif. Beli hadiah, misalnya. Pokoknya, dengan siapa pun aku berkencan, aku tetap harus memberikan hadiah, kan"
Oke. Satu masalah sudah kuatasi. Sekarang tinggal menentukan hadiah apa yang akan kuberikan. Kupikir hadiahnya yang biasa saja, tidak terlalu mahal, yang penting oke. Dan perlu kutambahkan: jangan bikin kue yang pakai dipanggang-panggang segala. Repot!
Aku berjalan mondar-mandir di kamarku yang penuh perabotan dan buku. Bingung memutuskan hadiah apa yang akan kuberikan untuk Thomas, dan apa yang akan kuberikan untuk Alex.
Bujetku tidak banyak, mengingat uang bulananku sudah terkuras untuk membeli pulsa saat memilih Alex di malam final My Idol.
Pikiranku beralih ke wawancara Alex di TV8. Masih terngiang-ngiang di kepalaku, Alex berkata bahwa ia menyukai gadis yang jago masak dan jago 78
bikin kue. Tapi& boro-boro masak, bikin kue aja aku hangus, pikirku sedih.
Aha! Tiba-tiba aku dapat ide cemerlang. Alex kan suka sushi! Mungkin aku bisa membuat sushi, dan menghadiahkannya untuk Alex. Tapi, kalau mau cari gampangnya, bisa untuk Thomas sekalian. Ya, betul!
Nah. Apa kubilang. Menyelesaikan masalah itu harus dengan pikiran jernih. Sekarang beres, kan"
* * * Membuat sushi sama sekali tidak susah kok. Tidak perlu memanggang, tidak perlu menakar, menimbang, atau mengadoni. Tapi karena aku akan membuat sushi isi telur dadar dan ketimun, maka pertama-tama aku harus membuat telur dadar dan mengirisnya, mengupas ketimun dan mengirisnya berbentuk batang, serta menyiapkan nasi.
Nah, mumpung sekarang hari Minggu, aku berniat latihan membuat sushi. Kukumpulkan semua bahan, tapi& ternyata ada beberapa bahan yang harus dibeli di supermarket dulu.
Terdengar langkah kaki di belakangku. Mamaku yang sudah pulang dari Semarang muncul di dapur.
Ngapain, Mel" Tumben pagi-pagi begini sudah sibuk di dapur.
Eh, Mama. Kebetulan. Minta uang dong, Ma. Buat beli bahan-bahan bikin sushi&
Hm& betul kan feeling Mama. Kamu ke dapur pasti ada maunya. Buat beli apa sih, Mel"
Buat beli nori 1 , cuka jepang, kecap asin Kikkoma, sama wasabi 2 . Suruh Mbak Wati aja, Ma, yang beli. Aku mau bikin sushi nih. Nanti Mama cobain deh buatanku.
Setelah menerima uang dari Mama dan mencatat pesananku, Mbak Wati langsung ke supermarket dan sudah balik setengah jam kemudian.
Nah, semua bahan sudah tersedia di meja. Tinggal operasi pembuatan sushi dilaksanakan. Ayo, Mel, kamu bisa!
Setelah mencampur nasi dengan cuka jepang, aku meratakannya dan mengisinya dengan irisan telur dadar. Kugulung rapi dengan alat penggulung sushi, lalu kubungkus dengan nori. Satu gulungan selesai, lalu dilanjutkan dengan gulungan lain.
Tidak sampai lima belas menit, sushi isi telurku selesai. Yang isi ketimun juga sudah beres. Aku tinggal memotong-motongnya dan menyusunnya di lunch box. Pegel juga ya.
Sekarang tinggal menyiapkan sausnya. Kutuang kecap asin Kikkoma ke dalam mangkuk, dan kucampur dengan wasabi. Takarannya berapa ya" Ah, kukira-kira aja deh.
1 rumput laut kering 2 pasta pedas
Dan akhirnya& tarra! Sushi buatanku selesai sudah. Kini tinggal mencari siapa yang mau jadi korban untuk mencicipinya. Mama dan Papa" Mereka bilang mereka tidak suka makan sushi pagi-pagi. Peter" Cowok itu belum bangun. Mbak Wati" Dia enek kalau makan nori.
Hm& gimana kalau Silvia" Dia selalu senang jika aku bereksperimen dalam segala hal. Tempo hari saja aku pernah coba-coba mendandaninya. Walaupun hasilnya amburadul, Silvia suka-suka aja kok.
Tapi, dia kan masih kesal sama aku" Sudah dua minggu ini sikapnya jutek terhadapku. Kalau nggak kutanya, dia nggak mau nyapa duluan.
Aku menghela napas panjang. Kurasa sudah saatnya aku mengakhiri pertikaianku dengan Silvia.
* * * Setengah jam kemudian, aku sudah berdiri di depan pintu rumah Silvia dan bersiap-siap memencet bel. Di tangan kiriku sudah ada lunch box berisi sushi, lengkap dengan sausnya.
Tenang. Nyantai aja, aku berusaha menguatkan diri. Kutekan bel pintu rumah Silvia di balik pagar. Tak berapa lama kemudian&
Ada apa, Mel" Tumben hari Minggu ke sini. Silvia keluar dari balik pintu pagar. Wajahku yang tegang jadi mencair karena Silvia tersenyum ramah.
Mm& gue habis coba-coba bikin sushi. Lo mau jadi pencicipnya"
Oh& kirain ada apa. Masuk yuk.
Aku mengikuti Silvia dan masuk ke rumahnya. Sudah lama aku tidak ke sini. Biasanya hampir setiap pulang sekolah aku main ke rumah Silvia.
Kami duduk di ruang tengah, lalu aku membuka lunch box-ku.
Sil, maafin sikap gue akhir-akhir ini ya. Aku mencoba tersenyum. Daripada diem-dieman terus, mendingan kita ngobrol sambil makan sushi.
Sama, Mel. Gue juga minta maaf, kata Silvia. Seharusnya gue nggak marahin elo.
Kami bersalaman dan berpelukan. Lega rasanya, berbaikan lagi dengan sahabat.
Ya udah. Jadi boleh dong sekarang gue cobain sushi-nya" Silvia melepaskan pelukannya lalu menatap sushi-ku dengan antusias. Ini bener buatan lo sendiri, Mel" tanya Silvia tak percaya.
Aku mengangguk mantap. Elo kan nggak bisa masak" tanya Silvia sekali lagi.
Hoho. Elo jangan meragukan kemampuan gue dong, Sil. Coba dulu deh.
Gue cobain ya. Kalo dilihat dari tampilan luarnya, kayaknya sushi lo enak banget, Mel. Silvia menatap sushi-sushi di lunch box-ku.
Iya dong. Gue gitu loh! 82
Silvia lalu mencomot sushi isi telur, dan melahapnya. Hmm& , katanya sambil mengunyah. Gimana, Sil, sushi buatan gue"
Lumayan. Pinter juga lo, Mel.
Yes! Sushi buatanku berhasil. Aku hanya perlu membuatnya dua kali lagi, untuk Thomas dan Alex tanggal 30 September nanti.
Pakai saus wasabi-nya dong, Sil. Kalo kering doang sih nggak seru.
Silvia mengambil sushi isi ketimun, lalu mencelupkannya ke wasabi.
Hmm& , ucap Silvia sambil mengunyah. Saat menelan, wajah Silvia tiba-tiba memerah. MEL& ! Silvia berteriak panik.
Ada apa, Sil" Kenapa" Aku jadi ikut panik. Air, Mel! Air! PEDES!!!
Aku cepat-cepat ke dapur, mengambil gelas dan mengisinya dengan air sampai penuh dari dispenser, lalu cepat-cepat menyodorkannya pada Silvia yang megap-megap.
Silvia langsung mengambil gelas yang kusodorkan dan menenggak isinya sampai habis.
Mau minum lagi, Sil"
Nggak usah. Cukup, Mel. Cukup juga sushi-nya. Lo gila, Mel. Sausnya pedes banget! Silvia mengusap matanya yang berair karena kepedesan.
Sori, Sil& Mungkin gue masukin wasabi-nya terlalu banyak, ucapku sambil melirik ke Silvia. Mel, lo sih tega. Sakit maag gue baru aja kambuh 83
seminggu yang lalu, kata Silvia. Gue dilarang makan makanan yang pedes-pedes.
Sori lagi, Sil, kataku. Gue nggak tahu. Silvia mengipasi mulutnya dengan tangan. Wajahnya memerah. Matanya berair. Tapi nggak apa-apa kok. Sekarang pedesnya udah mereda. Sushi lo sebenarnya enak kok, Mel. Tapi sausnya gila!
Trims, Sil. Nih, semuanya buat elo deh. Sushi-nya, maksud gue. Kalo wasabi-nya&
Elo yang ngabisin ya, Mel, kata Silvia sok galak. Tapi kemudian ia tersenyum.
Aku mengembuskan napas lega. Untung Silvia tidak kenapa-napa. Hubungan kami kembali membaik. Misi pembuatan sushi-ku juga oke.
Thomas, Alex, tunggu sushi buatanku berikutnya!
S EMINGGU telah berlalu. Akhirnya& hari ini Minggu tanggal 30 September!
Yup, aku sudah mengambil keputusan. Siang ini aku akan merayakan satu tahun jadianku bersama Thomas, dan tetap bisa makan malam romantis bareng Alex nanti malam.
Makanya, sekarang aku sedang menyiapkan sushi untuk Thomas. Nah, berdasarkan selera konsumen (maksudku Silvia), aku mendapati bahwa tidak semua orang suka pedas. Jadi kali ini aku membuat saus wasabi-nya dengan takaran yang pas. Bisa gawat kan, kalau Thomas atau Alex kepedesan seperti Silvia"
Omong-omong soal kencan, kemarin Silvia meneleponku dan memberikan usul. Daripada aku bingung mengatur waktu, gimana kalau salah satu harus mengalah. Maksudnya begini, aku harus memilih, merayakan hari jadianku dengan Thomas dan melupakan Alex, atau makan malam bareng Alex tapi nggak usah kencan sama Thomas.
Wah& mana bisa" Apalagi aku kan nggak mungkin melewatkan kesempatan yang datang sekali seumur hidup. Makan malam bareng Alex, gitu lho!
Jadi, aku merayu Thomas agar dia mau merayakan first anniversary kami dengan makan siang saja. Alasannya, hari Senin aku ada ulangan matematika yang susahnya minta ampun, jadi aku harus belajar serius. Dan Thomas, cowokku yang baik hati itu, sama sekali tidak keberatan. Dia langsung menyetujui usulku, dan bersedia menjemputku siang ini.
Nah, inilah salah satu kehebatan rencanaku. Dengan makan siang bersama Thomas, aku masih punya waktu mempersiapkan diri secantik mungkin untuk makan malam romantis bersama Alex.
Tak terasa, sudah jam dua belas. Sebentar lagi Thomas pasti datang menjemputku. Setelah sejak pagi membuat sushi, aku merasa badanku lengket. Tapi& ah, cukup cuci muka aja deh.
Cepat-cepat aku membersihkan wajah, lalu memakai bedak dan lipgloss. Pakaianku cukup blus sederhana warna biru muda dan celana jins. Begitu terdengar suara mobil diparkir di halaman rumahku, aku cepat-cepat menyambar tasku, tak lupa lunch box sushi yang sudah kupersiapkan untuk Thomas.
Ma! Pa! Aku berangkat ya! pamitku pada orangtuaku, lalu bergegas keluar.
Hati-hati, Mel! sahut mamaku.
Thomas memang selalu on time. Saat kuhampiri mobilnya, cowok itu sudah berdiri di samping pintu penumpang dan membukakan pintu untukku. Trims, Tom, kataku sambil masuk ke mobil. Thomas memutari mobil lalu masuk ke kursi pengemudi. Dan betapa kagetnya aku saat Thomas menyodorkan setangkai mawar merah segar.
Aku juga mau ngucapin terima kasih, Mel. Kamu sudah bersedia jadi teman spesialku satu tahun ini, kata Thomas sambil mencium pipiku.
Aku bingung hendak berkata apa. Aku yakin, Thomas kekasih yang baik hati. Karena itulah aku semakin merasa berdosa, mengingat nanti malam aku akan makan malam dengan cowok lain. Tapi& sebodo amat lah.
Thomas menyalakan mesin mobil dan mobil melaju pelan. Dalam perjalanan, benakku melayang ke mana-mana. Bukannya memikirkan Thomas, aku malah merencanakan baju apa yang akan kupakai untuk nanti malam. Aku sudah menjadwalkan makan bareng Thomas cukup dua jam saja, supaya sisanya bisa kugunakan untuk bersiap-siap. Tapi Thomas tidak perlu tahu hal ini. Dia juga tidak perlu tahu rencanaku nanti malam.
Setelah setahun membina hubungan, aku sampai pada kesimpulan bahwa kadang-kadang pacar kita tidak perlu mengetahui semua hal yang kita lakukan.
Bukannya aku coba-coba bermain api , tapi kita kan juga butuh privasi. Dan menurutku, semua itu sahsah saja kok. Asal rahasia tetap terjaga, ya hubungan kita akan aman-aman saja. Buktinya, hubunganku dengan Thomas malah semakin akrab.
Hari ini kamu cantik banget deh, Mel. Ucapan Thomas membuyarkan lamunanku.
Aku tersentak kaget. Aku menatap Thomas yang sedang menatapku balik dengan tatapan sayang.
Oh, makasih, kataku pelan. Omong-omong, makasih juga bunganya.
Thomas tersenyum menatapku. Aku akan menambah jumlahnya. Satu untuk setiap tahun, katanya.
Duh, Tom& , kataku terkejut. Kamu care sekali sih sama aku"
Iya dong. Kamu suka warnanya" tanya Thomas, dagunya menunjuk mawar merah di tanganku. Aku mengangguk. Suka banget, kataku pelan. Kamu bohong, Mel! kata suara hatiku. Sebenarnya aku lebih suka mawar merah jambu, atau putih. Mawar merah menurutku& terlalu mencolok.
Aku menatap Thomas sekali lagi, dan tersenyum. Lupakan tentang mawar merah. Lupakan warnanya yang terlalu merah. Saat ini Thomas sudah menyiapkan diri sebaik mungkin untukku.
Lihat saja mobilnya, hari ini dicuci bersih. Debu yang biasanya menempel di kaca akibat mobil sering dibawa ngebut oleh Thomas sudah menghilang.
Cowok itu juga sudah bercukur rapi, serta mengenakan kaus keren dan wangi.
Aku sendiri& badanku masih lengket dan rambutku lepek karena sejak pagi berkutat di dapur. Tapi Thomas sama sekali tidak peduli dengan penampilanku yang seadanya. Dia malah bilang aku cantik. Jadi aku juga tidak perlu pusing.
Kita mau ke mana nih" tanyaku.
Ra-ha-si-a, jawab Thomas sambil tersenyum jail. Hehehe. Main rahasia-rahasiaan nih. Apa aku perlu tutup mata"
Thomas menggeleng. Nggak usah. Tapi dia lalu berpikir sejenak. Boleh juga kalau kamu mau.
Kalau kita sudah sering mengunjungi suatu tempat, lama-lama kita akan hafal tempat itu. Seperti aku. Walaupun memejamkan mata, aku bisa merasakan ke arah mana mobil Thomas menuju. Dan aku menduga kami menuju Tempat Kita, alias Palm Garden Square. Sebenarnya aku bosan juga. Tapi untuk menghormati Thomas, tentu saja aku harus pura-pura senang.
Setelah mobil Thomas berhenti, aku membuka mata.
Tepat seperti yang sudah kuduga.
Palm Garden Square" tanyaku dengan suara yang kubuat sesemangat mungkin.
Ya, betul. Dan ini hadiah untukmu, ujar Thomas, lalu mendaratkan bibirnya di pipiku.
* * * Saat memasuki Palm Garden Square, aku terperangah. Air mancur di restoran itu sudah selesai direnovasi. Sekarang tampilannya lebih cantik, dan bunyinya tidak sekeras dulu. Kini air jatuh dengan suara gemercik pelan. Di sekeliling air mancur terdapat patung-patung penari.
Cantik, ya" tanya Thomas saat melihatku terpana melihat air mancur itu. Kemarin seharian aku mikir, enaknya ngajak kamu ke mana. Lalu aku teringat tempat kita ini.
Thomas butuh waktu seharian" Hm& aku cuma butuh lima detik untuk tahu ke mana Thomas akan mengajakku. Ya ampun! Aku ngeri sendiri saat mendengar kata hatiku. Apakah ini yang namanya bosan" Masa baru satu tahun pacaran sudah bosan"
Oke, Meliana. Diam. Hentikan ocehanmu, aku memerintahkan diriku sendiri. Langsung kupasang wajah seceria mungkin. Thanks, Tom, kataku.
Ini belum semua lho, Mel, katanya penuh rahasia. Thomas lalu menghampiri Doni, waiter yang biasa melayani kami. Don, mejanya udah disiapin"
Doni tersenyum melihat Thomas dan aku. Seperti biasa, kan" tanyanya.
Iya dong, kataku cepat. Meja dekat air mancur. Oh, sudah. Menunya juga seperti biasa" tanya Doni.
Astaga. Lama-lama percakapan ini rasanya membosankan. Semuanya serbabiasa. Tidak ada yang istimewa. Ini kan first anniversary kami.
Tapi sebaliknya, aku malah mengangguk. Aku menu biasa, Don, kataku.
Oke. Aku juga, ujar Thomas.
Oke, kata Doni tanpa mencatat menu. Aku tersenyum menengadah ke Thomas saat Doni sudah berlalu dari meja kami. Sekarang di sekolah lagi musim ulangan ya, Mel" tanya Thomas sambil membelai punggung tanganku.
Yah& gitu deh, kataku sambil mengangkat bahu. Eh, Tom, ngomong-ngomong, aku juga punya sesuatu buat kamu.
Buat aku" Ya, anggukku cepat. Aku menyiapkannya khusus buat kamu&
Nggak deh, sebetulnya sih buat Alex, tapi sekalian aku bikin juga buat Thomas, bisik hatiku. Eits, tapi aku nggak seratus persen bohong lho. Setidaknya sushi yang ada di dalam tasku sekarang memang kusiapkan khusus untuk Thomas. Jadi, secara prinsip aku tidak berbohong, kan"
Apa sih isinya" tanya Thomas penasaran. Coba tebak.
Mm& itu ya, speaker tambahan buat mobilku" tanya Thomas.
Ya ampun. Bahkan di saat seperti ini pun Thomas masih tidak melupakan hobi konyolnya itu.
Aku hanya menggeleng. Bingung dengan pikiran Thomas. Bukan, jawabku.
Oh, ini, kamu mau ngasih aku miniatur mobil F1"
Aku menggeleng lagi.

Moshi Moshi Karya Jossie Karaniya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ya udah, aku nyerah. Kasih tahu dong. Aku langsung mengambil tasku dan mengeluarkan lunch box warna pink. Nih, kataku sambil menyerahkannya ke Thomas.
Apa ini" Sushi, kataku sambil mulai membuka lunch box. Dan yang terpampang di depan mataku adalah& sushi-sushi yang berantakan! Mungkin karena terguncang-guncang di dalam tas. Sial! Aku menggigit bibirku. Bukan ini tampilan sushi yang ingin kuperlihatkan pada Thomas. Apalagi di saat seperti ini.
Aku menatap Thomas untuk meminta maaf, tapi saat menatap ekspresi wajahnya, aku terperanjat. Tatapan Thomas agak& aneh. Antara bingung, kaget, dan tak suka. Seharusnya aku tidak memberikan sushi ini.
Thomas masih memandangku dengan tatapan aneh setelah melongokkan kepalanya ke lunch box-ku. Sushi ini buatanku sendiri lho, Tom.
Senyum kecil mengembang di bibir Thomas. Wah, hebat kamu, Mel. Cobain ya. Thomas mencomot satu dan melahapnya. Enak kok, katanya dengan mulut penuh.
Serius nih" Iya. Tampilan luarnya sih nggak begitu bagus, kata Thomas mengambil potongan sushi yang kedua, tapi enak.
Aku membekap mulut tak percaya. Oh, Tom, kamu baik sekali.
Thomas tersenyum menatapku. Kamu juga. Mau repot-repot bikin sushi hanya demi aku.
Ups! Aku bikin sushi tidak hanya buat kamu, Tom. Tapi tentu saja ini rahasia yang akan terus kusimpan.
* * * Kencanku dengan Thomas berakhir sempurna. Thomas berulang kali memuji sushi buatanku, bahkan melahapnya sampai habis.
Thanks sushi-nya ya, kata Thomas saat mobil berhenti di depan rumahku.
Aku mengangguk singkat, lalu turun dari mobil. Kulambaikan tangan, biar Tom cepat-cepat pergi. Bukannya ngusir sih. Tapi waktuku mepet, dan aku harus mempersiapkan diri untuk acara malam nanti, kan"
Kamu betul-betul perhatian, Mel, kata Thomas, mematikan mesin mobilnya dan turun dari mobil.
Lho" Kok dia malah matiin mesin" Memangnya dia mau ngapain lagi sih"
Aku suka banget lho hadiahmu. Sushi-nya enak, kata Thomas sekali lagi.
Aduh. Sedetik lagi pasti deh Thomas mengucapkan pujiannya yang itu-itu melulu. Lama-lama jadi bosan nih.
Tapi ternyata Thomas nggak memujiku lagi. Dia mendekat ke arahku, dan sedetik kemudian dia sudah mencium pipiku.
Aku tersenyum lemah. Jangan kebut-kebutan ya. Buatin lagi sushi-nya ya, kata Thomas sambil masuk ke mobil.
Oke, aku mengangguk. Hati-hati di jalan. Thomas melambaikan tangannya sekilas. Sesaat kemudian mesin mobilnya menyala. Aku terbatuk sejenak karena mengisap asap knalpotnya. Hanya dalam waktu sekejap, mobil Thomas menghilang di belokan kompleks rumahku.
Sip! Sekarang bersiap-siap kencan bareng Alex jam setengah tujuh nanti.
Aku melirik jam tanganku sekilas. Baru jam empat. Masih ada waktu untuk mempersiapkan sushi buat Alex dan mandi.
* * * Jam dinding sudah berdentang enam kali. Aku menghela napas panjang dan beristirahat. Setelah sibuk menyusun sushi buat Alex di lunch box, aku cepatcepat mandi dan berdandan.
Kini, kutatap bayanganku di cermin. Sempurna. Baby doll pink membuatku tampak feminin. Selain 94
itu, wajahku juga tampak, ehm, manis. Aku tersenyum sendiri. Oke. Puuuerrrfect. Go, go, Alex! kataku masih sambil mematut-matut sendiri.
Heh, Mel. Masih sore nih, kata Peter tiba-tiba masuk ke kamarku.
Mau apa sih ke sini"! tanyaku ketus. Hush, kakakku mengibaskan tangannya. Inget ya, lo tuh bisa makan bareng Alex atas jasa siapa" Hah"
Oke deh, Peter, kataku manis, elo ada perlu apa ke sini"
Udah siap" tanya Peter.
Liat aja sendiri. Aku mengambil sisir dan menyisiri rambutku lagi. Dandanan udah beres. Sushi, udah beres.
Sushi lagi" Buat siapa" tanya Peter. Ya buat Alex, lah& , jawabku.
Hiii& .! ledek Peter sambil pura-pura merinding. Mau makan malam bareng cowok kok bawa-bawa sushi.
Terserah gue dong, kataku tak peduli, dan mengambil anting-anting mutiara besar.
Mau nganterin gue, Pet" tanyaku iseng. Barangkali aja Peter bersedia mengantarku. Kan enak, aku bisa duduk manis dan nyantai di mobil. Nggak! Gue mau pergi sama gebetan baru gue. Huh, dasar! kataku, sambil mengusirnya dari kamar.
* * * Aku keluar kamar setelah yakin penampilanku sudah sangat oke. Lunch box berisi sushi untuk Alex juga sudah siap.
Ting tong! Terdengar bel pintu berbunyi. Peter! Cewek lo dateng tuh!
Nggak mungkin, jawab kakakku dari kamarnya. Gue udah bilang mau jemput kok.
Ting tong! Ting tong! Duh! Bel pintu berbunyi lagi. Aku bergegas ke ruang tamu dan membuka pintu. Semoga saja cuma si Inem, pembantu Tante Susan tetangga sebelah, yang mau nganterin sesuatu buat Mama.
Cepat-cepat aku ke pintu pagar dan membukanya. Aku terkesiap kaget. Thomas berdiri di depan pintu sambil membawa boneka Winnie the Pooh yang sangat besar.
Mel" tanya Thomas. Tom" Kamu datang lagi" tanyaku bego. Pikiranku buntu dan segala macam kata-kata mendadak hilang dari kepalaku.
Memangnya nggak boleh" Thomas menyodorkan boneka Winnie the Pooh ke tanganku. Untuk kamu nih.
Oh, manis banget. Aku langsung mengambil boneka yang disodorkan Thomas.
Aku sengaja datang tepat jam segini, kata Thomas, karena persis seperti sekarang, satu tahun la-96
lu, aku nembak kamu. Happy first anniversary ya, Mel.
Eh, kataku kikuk sambil memeluk Pooh. Selamat buat kamu juga, Tom.
Kamu nggak ngajak aku masuk" tanya Thomas bingung.
Eh iya. Masuk, Tom. Kubuka pintu pagar. Kamu kok udah rapi, Mel. Mau ke mana" Atau& apa ini kejutan buat aku"
Eh, Tom& sebenarnya& ng& aku mau pergi sekarang.
Yuk, kuanterin, kata Thomas ramah. Nggak, aku& nggak perlu dianter kok. Thomas menatapku bingung. Kamu nggak mau kuanterin" tanya Thomas sekali lagi.
Nggak, sama sekali nggak, jawabku gugup. Oh, kata Thomas tiba-tiba. Aku ngerti deh. Kamu kan, yang mau nyetir" Kali ini aku tinggal duduk anteng, kan" Selama sedetik aku bisa melihat senyum lega di wajah Thomas. Nih, katanya sambil menyodorkan kunci mobilnya.
Bukan begitu, Tom. Aku mendesah resah. Aku mau pergi sendiri&
Thomas mengernyit bingung. Kamu mau pergi tanpa aku malam ini"
Aku menelan ludah dan mengangguk tanpa menatap matanya langsung. Oh Tuhan. Apa yang harus kulakukan"
Kamu dandan kayak gitu bukan untuk pergi bareng aku" Thomas menatapku dari kepala sampai kaki. Tatapannya berhenti di tanganku. Dan lunch box itu apa isinya" Sushi juga"
Bruukk! Saking gugupnya aku, lunch box meluncur dari tanganku. Tutupnya terbuka, dan sushi-sushi berhamburan. Aku melongo menatap sushi-sushi buatanku. Cepat-cepat aku memungutinya dan memasukkannya kembali ke lunch box-ku. Sial! Sushi-ku kotor semua!
Thomas kembali bertanya, Mel, kamu mau pergi sama Peter, ya"
Yes! Itu bisa menjadi alasan yang paling bagus. Aku cepat-cepat berdiri, menganggukkan kepala, dan menjawab, Be
Tepat di saat itu, Peter muncul dengan berpakaian rapi. Eh, Tom" Elo yang datang"
Cepat-cepat aku berkata, Betul, Tom. Aku pergi sama Peter, kataku sambil pura-pura tersenyum. Diam-diam aku mendekati Peter dan siap mencubitnya agar jangan sembarangan ngomong. Tapi Peter langsung tertawa terbahak-bahak.
Tom, Mel mau makan malam bareng Alex tuh, kata Peter. Dia kan menang kuis.
Alex" tanya Thomas mengernyit.
Peter memandang Thomas dan aku bergantian. Lho, emangnya lo nggak tau" Di Caf" Bien lho. Sambil tersenyum bangga, kakakku berdecak. Se-98
benarnya sih gue yang menangin kuisnya. Tapi demi adik tersayang&
Mel, bener nih, kamu mau makan malam bareng Alex" tanya Thomas tak percaya. Alex idolamu itu"
Dan, kayak keadaan masih belum parah juga, Peter melanjutkan, Nggak cuma itu, Tom. Mel udah latihan bikin sushi, makanan kesukaan Alex selama seminggu ini. Lo udah nyobain belum, sushi-nya si Mel" Tapi saat melihat tumpukan sushi yang berantakan di lunch box-ku, Peter terperanjat.
Lho" Kok sushi-nya amburadul gitu, Mel" tanya kakakku sambil menatapku dan Thomas bergantian. Eh, tapi nggak usah kuatir, Tom. Sushi Mel masih banyak tuh di meja makan.
Oh Tuhan. Oh Tuhan. Oh Tuhan!
Aku menunduk, tak berani menatap Thomas. Dalam hati aku bersumpah akan melabrak Peter yang tengil itu nanti.
Gue duluan ya, Tom. Peter melambaikan tangan pada Thomas. Mel, sukses ya makan malamnya!
Hening lama setelah kakakku pergi. Aku sudah kehilangan banyak waktu, tapi saat ini aku sama sekali nggak berani melirik jam tanganku. Apalagi di hadapan Thomas yang kayaknya sudah mendidih. Aku memeluk Pooh, dan berharap bisa tenggelam di baliknya.
Mel& , kata Thomas dengan suara pelan, aku nggak bisa terima kebohonganmu ini.
Tom, aku& Tolol banget ya aku, gampang banget percaya sama kamu, kata-kata Thomas pelan, tapi telak menusuk hatiku.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Thomas pergi begitu saja meninggalkanku.
100 S UDAHLAH, tak apa-apa. Thomas pasti bisa mengerti. Aku menenangkan diri, berusaha melupakan Thomas, dan langsung berangkat menuju Caf" Bien.
Setibanya di Caf" Bien, aku sempat berputar-putar dulu selama setengah jam karena area parkir penuh. Akhirnya aku mendapat tempat di pojok. Setelah merapikan rambutku dan meneliti kembali riasanku, aku siap menuju kafe.
Suasana mewah langsung terasa saat aku melangkah masuk.
Selamat malam, sapa seorang pramusaji di depan pintu. Berapa orang"
Dua, jawabku sambil tersenyum manis. Kukeluarkan voucher pemberian Peter.
Pramusaji itu menatap heran. Tunggu sebentar, katanya sebelum meninggalkanku.
101 Aku melihat pramusaji itu berjalan ke dalam, kemudian berbicara dengan laki-laki berjas. Sesaat kemudian laki-laki berjas itu mendekat ke arahku. Selamat malam, sapanya ramah.
Malam, kataku sambil menunjukkan voucher kepadanya.
Laki-laki berjas itu melirik sekilas, lalu mengangguk. Silakan ikut saya, katanya sambil berjalan ke tengah ruangan.
Aku mengikutinya. Suara musik lembut mengalun di seantero Caf" Bien. Bahkan terdengar gemercik air yang sangat pelan. Romantis banget suasananya.
Laki-laki berjas di depanku berhenti. Dia menunjukkan meja dengan tangan kanannya. Silakan, katanya sambil menarik bangku untukku.
Astaga. Asyik banget dianggap kayak tamu terhormat.
Tampaknya pasangan Anda belum datang. Apakah Anda mau langsung pesan menu atau menunggu" tanya laki-laki itu.
Saya menunggu saja. Terima kasih, kataku sopan.
Laki-laki itu kemudian menyodorkan buku menu bersampul kulit yang mewah. Silakan melihat buku menu dulu, katanya.
Aku menerima buku itu dan mengangguk. Jika Anda butuh sesuatu, silakan panggil saya. Nama saya Andre, katanya, menunjukkan name tag yang disematkan di atas saku kiri jasnya.
102 Oke, jawabku singkat. Sambil menunggu, aku mengamati suasana kafe itu. Dengan nuansa pink dan putih serta suara musik mengalun lembut, atmosfer romantis terasa di segala penjuru. Taplak mejanya berwarna marun dan serbetnya dilipat membentuk angsa.
Dan tampaknya semua tamu yang datang malam ini merupakan pasangan kekasih.
Tiba-tiba aku teringat Thomas, dan sedikit perasaan bersalah melandaku. Tapi suara hatiku memberontak. Makan malam bareng Alex adalah kesempatan sekali seumur hidup! Dan, sejujurnya aku bosan makan bareng Thomas, soalnya dia selalu mengajakku ke Palm Garden Square. Palm Garden Square kan nggak romantis. Malah kalau dibandingkan Caf" Bien, Palm Garden Square terkesan norak banget. Soalnya pelayannya nggak pakai jas dan buku menunya cuma kertas fotokopian.
Aku melirik sepintas ke arah jam tanganku. Jam delapan lewat sebelas. Alex terlambat. Tapi aku maklum. Dia kan orang sibuk.
Suara denting piano membawa pikiranku melayang. Suara piano memang selalu membuatku tenang.
Permisi. Aku tersadar dari lamunanku. Di hadapanku, Andre sedang berdiri menatapku.
Ya" Apa Anda mau pesan minuman lebih dulu" 103
Aku buru-buru menggeleng. Trims. Saya mau menunggu saja, kataku sopan.
Baiklah kalau begitu, kata Andre kemudian meninggalkanku.
Tiba-tiba, seorang laki-laki datang mendekat. Lakilaki itu mengenakan jaket jins, kacamata hitam, dan topi lebar yang hampir menutupi seluruh wajahnya.
Melihat laki-laki ini, aku jadi kesal. Seharusnya Caf" Bien punya peraturan dress code. Malu-maluin banget lihat orang yang pakaiannya nggak pantas datang ke tempat ini.
Aku melirik ke sekelilingku. Ada meja kosong di sebelah mejaku. Dalam hati aku berharap semoga laki-laki urakan ini nggak duduk di situ, melainkan di meja kosong di ujung ruangan. Atau di mana saja deh, yang penting jangan duduk dekat-dekat aku.
Tapi mungkin aku sedang apes, laki-laki urakan itu malah berjalan ke mejaku. Dia pasti akan mengambil tempat di meja belakangku. Duh& mimpi apa sih aku semalam" Kok sial banget.
Aku menghela napas dan membuang muka, nggak mau melihat laki-laki itu dari dekat. Tapi laki-laki itu malah menarik bangku di mejaku. Sori aku terlambat, katanya singkat. Lalu, di balik wajahnya yang hampir tertutup, aku melihat senyumnya. Ya ampun! Senyum itu&
Aku menelan ludah dan merasakan wajahku memerah. Alex" tanyaku tak yakin.
104 Halo, apa kabar" katanya sambil duduk. Kamu sudah pesan menu"
Alex ada di hadapanku. Ya Tuhan. Aku bisa merasakan air mataku hampir menetes. Tidak. Aku tidak boleh menangis.
Aku hanya bisa menggeleng.
Omong-omong, kata Alex sambil melambaikan tangan ke pramusaji, siapa namamu"
Aku menelan ludah karena gugup. Lalu, tanpa kusadari, aku nyerocos panjang-lebar. Namaku Meliana. Teman-teman biasa panggil aku Mel. Aku masih SMA lho. SMA Permata, kelas dua. Aku tinggal di Kebon Jeruk. Sejak kamu tampil di My Idol, aku selalu dukung kamu. Sampai sekarang aku ngidolain kamu. Aku juga pernah ketemu kamu waktu jumpa penggemar di&
Aku menutup mulut, takut Alex mati bosan karena kebanyakan informasi dariku.
Maaf& aku gugup, kataku. Tiba-tiba, terdengar bunyi kriuk kriuk dari perutku. Maaf, kataku malu.
Alex tertawa lepas melihatku. Setelah berhenti, cowok itu mengusap matanya. Kamu lapar, ya" tanyanya sambil menatapku.
Aku cuma bisa tersenyum malu. Tapi Alex tampak benar-benar rileks. Bahkan setelah makanan kami datang, cowok itu makan dengan lahap dan santai. Sedangkan aku makan dengan kikuk dan berusaha nggak mengeluarkan bunyi saat mengunyah.
105 Kamu makan lama sekali, ya" tanya Alex melihat piringku yang masih penuh.
Aku tersenyum memandang piring Alex yang sudah kosong. Kamu yang makannya terlalu cepat, kataku. Kamu langsung telan, kali ya, nggak pakai dikunyah" jawabku asal.
Alex tertawa lagi. Kamu tuh lucu ya, Mel. Lalu, sambil menunjuk sudut mulutku, dia berkata, Mel, bibirmu berlepotan sambal tuh.
Aku menunduk malu dan buru-buru mengelap bibirku. Nggak ada noda apa-apa di serbet. Mungkin Alex hanya menggodaku. Bohong, ya" tanyaku.
Sebelah satunya lagi, kata Alex masih tertawa melihatku.
Aku langsung mengelap sudut mulutku sebelah kiri dan malu karena Alex ternyata benar.
Mau tambah" tanyaku berusaha mengalihkan perhatiannya.
Alex mengangguk. Aku belum makan apa-apa sejak pagi. Mungkin aku perlu tam& lho" Alex menggerakkan tangannya tepat di saat aku menuang kentang goreng ke piringnya. Mel, kenapa kentang gorengnya ditaruh di piringku"
Maaf, kataku cepat sambil berusaha mengambil kembali kentang goreng yang sudah mendarat ke piringnya dengan gugup. Aku& kupikir kamu mau nambah.
Alex tertawa lagi. Aku memang mau nambah, katanya sambil menatapku geli. Tapi aku nggak 106
mau makan kentang goreng. Nggak bagus buat suaraku.
Tepat saat itu pramusaji datang, maka Alex memesan makanan lagi.
Ya ampun. Apa sih yang baru saja kulakukan" Aku bodoh banget ya. Nggak tanya-tanya dulu Alex mau tambah apa. Tanpa sadar aku menggerutu, Dasar bo
Kau suka lagu apa" & doh.
Apa" Doh" Alex mengernyit menatapku. Kayaknya nggak ada deh lagu yang judulnya Doh. Tapi aku tahu lagu Jerman berjudul Du.
Mm& lupakan saja, jawabku cepat-cepat. Apa katamu tadi" Aku suka lagu apa" Tentu saja semua lagu yang kamu nyanyiin.
Yang paling kamu suka" tanya Alex santai. Aku berpikir sejenak. Aku paling suka lagu Hero. Hero" Alex mengernyit. Hero-nya Mariah Carey atau Hero-nya Enrique Iglesias"
Ya ampun. Bodoh banget sih aku ini.
Maksudku, aku suka lagu kamu yang judulnya Selamanya Cintaku, tambahku cepat-cepat.
Alex kembali tertawa. Aku percaya, angguknya. Omong-omong, kamu mau dessert"
Aku mengangguk. Dan ingatanku langsung menyala bagaikan alarm yang berbunyi. Alex, sebetulnya aku punya sesuatu buat kamu, kataku. Apa"
107 Mm& sushi buatanku sendiri. Cobain deh. Kalau kamu suka, nanti aku buatkan lagi. Berapa pun banyaknya.
Alex tertawa lebar. Lalu dia menatapku. Kamu bukan pengusaha katering, kan"
Aku menggeleng. Atau anak pengusaha katering"
Aku menggeleng lagi. Aku juga bukan anak pengusaha restoran, kataku menanggapi gurauannya.
Alex tersenyum lebar. Kalau kamu serius buatin aku makanan, aku nagih janji kamu pada pertemuan kita berikutnya lho.
Aku ternganga mendengar ucapannya. Pertemuan kita berikutnya. Apakah itu berarti&
Nah, kamu bisa, kan" tanya Alex.
Tentu saja, jawabku dengan hati berbunga-bunga.
108 M ALAM semakin larut. Aku berbaring di tempat tidurku, tapi mataku belum mau terpejam. Di kepalaku masih terlintas kenangan makan malam tadi. Dan& Alex mengajakku ketemuan lagi! Kami janjian makan malam bareng lagi di Caf" Bien tanggal 30 Oktober. Aku langsung bangkit dan duduk di depan meja belajarku. Kugambar dua buah tanda hati di kalender dengan spidol merah, dan kutulis kencan lagi bareng Alex . Sambil menatap kalender, aku berusaha menghitung hari sampai tanggal 30 Oktober. Duh, masih lama ya.
Sumpah deh, saat itu aku pasti bikin sushi spesial untuknya. Sebanyak-banyaknya. Sushi-sushi itu akan kubungkus dalam dua kotak yang berbeda, buat jaga-jaga kalau aku tak sengaja menjatuhkannya ke lantai.
Perasaanku melayang. Aku senyum-senyum sendiri
Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat 1 2 3 4
14 21 28 8 15 22 29 9 16 23 30 10 17 24 11 18 12 19 13 20 {#2} {#2} 5 6 Notes: 30 Oktober. Kencan lagi bareng Alex. Hahahahahahahahaahaha
Jangan lupa: 1. Buat sushi minimal 2 kotak (buat jaga-jaga)
2. Nggak usah bawa mobil (biar diantar pulang. Hehe.)
3. Bawa kamera. Minta foto bareng.
4. Minta nomor HP Alex (jangan lupa!) Kan asyik kalau bisa nelepon Alex kapan saja. Biar bisa janjian kencan lagi.
Duh, udah nggak sabar lagi nih... October 2007
110 sambil mengingat kejadian tadi. Setiap kalimat yang kami ucapkan, setiap gerakan yang dilakukan Alex. Semuanya bagai mimpi indah. Sumpah, kalau saat ini aku sedang bermimpi, aku nggak mau bangun lagi.
I For You 2 Pertemuan Di Sebuah Motel Karya V. Lestari Tambang Jebakan Maut 2

Cari Blog Ini