Ceritasilat Novel Online

Sayap Sayap Cinta 5

Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono Bagian 5


dari kelas lain datang menghampirinya.
"Ibu Yulia, ada telepon untuk Ibu di ruang
guru." "Telepon dari mana, Siska?" Pertanyaan yang wajar. Ia biasa menerima telepon pribadi melalui ponselnya. Bukan melalui telepon di sekolah. Kecuali
tentu saja bila itu ada kaitannya dengan urusan
sekolah. "Saya tidak tahu telepon dari mana, Bu Yulia."
Siska menjawab pertanyaan Yulia. "Bu Indri yang
menerima. Sekarang beliau sedang bersiap-siap
mengajar di kelas tiga."
http://pustaka-indo.blogspot.com289
"Baik." Yulia bergegas menuju ruang guru.
Ruang guru sudah kosong. Teman-temannya sedang
mengajar. Dentang lonceng tanda pergantian mata
pelajaran baru saja berbunyi. Setelah mengangkat
gagang telepon, ia langsung menyapa. "Halo, selamat siang." "Tidak perlu sopan santun segala," terdengar
olehnya suara seorang perempuan menanggapi salamnya tadi. "Munafik. Katanya guru. Katanya,
pendidik. Kelakuan kok seperti pelacur."
Yulia kaget. Ia tidak tahu itu suara siapa. Isi bicaranya sungguh menohok jantungnya.
"Ini siapa" Anda salah alamat" barangkali," katanya. "Mau bicara dengan siapa?"
"Ini Yulia si perek itu, kan?" Suara di seberang
sana mulai menembaki telinga Yulia lagi. Perek adalah bahasa Betawi untuk menyebut perempuan nakal. "Kau perempuan gatal, penggoda kekasih
orang." Yulia tersentak lagi. Berarti suara di seberang
sana adalah suara Nuning, pikirnya menduga-duga.
Namun, aksen suaranya berbeda.
"Ini siapa?" Ia bertanya dengan dada bergemuruh.
Betapa memalukannya, dimaki-maki orang di tempat ia mencari nafkah. "Tidak perlu tahu aku siapa, tetapi kalau kau
masih saja mengejar-ngejar tunangan orang" jangan salahkan kami kalau namamu akan hancur
lebur di tempatmu mengajar." Usai berkata seperti
itu, perempuan di seberang sana membanting gahttp://pustaka-indo.blogspot.com290
gang telepon, mengakibatkan telinga Yulia terasa
sakit. Dengan termangu-mangu Yulia meletakkan kembali gagang telepon ke tempatnya. Hatinya gelisah.
Nuning atau siapa pun yang disuruh memaki-makinya tadi, jelas sedang marah kepadanya. Apakah
Nuning tahu bahwa dua minggu yang lalu ia pergi
bersama Gatot ke Cibodas"
Kalau menuruti hatinya, ingin sekali ia menceritakan telepon gelap itu kepada Gatot. Namun, otaknya mencegah. Kalau itu dilakukannya, boleh jadi
Gatot akan menegur Nuning lalu perempuan itu
akan semakin marah. Ia bisa melakukan apa saja
untuk memuaskan egonya yang terluka. Nyatanya,
Nuning bisa mengetahui tempatnya mengajar dan
bahkan mendapat nomor teleponnya.
Merasa tidak ada gunanya memperpanjang masalah, Yulia mencoba melupakan telepon gelap itu.
Namun dua hari kemudian, lagi-lagi sesudah ia
selesai mengajar, telepon yang sama menghubunginya lagi. Kali ini Pak Wahyu, kepala sekolah, yang
menerimanya. Wajahnya tampak agak memerah
ketika memberitahu Yulia.
"Bu Yulia, ada telepon untukmu," begitu ia berkata kepada Yulia. "Kelihatannya dari orang yang
kurang waras." Dada Yulia berdebar mendengar perkataan Pak
Wahyu. "Kurang waras bagaimana, Pak?" tanyanya, purapura tidak tahu. Padahal, ia yakin telepon itu pasti
http://pustaka-indo.blogspot.com291
dari orang yang sama yang meneleponnya dua hari
lalu. "Angkat sajalah. Nanti Bu Yulia akan tahu."
Dengan perasaan tak enak, Yulia segera mengangkat gagang telepon. "Halo?" "Dasar pelacur, perek, perempuan tak tahu malu.
Pacaran dengan kekasih orang di tempat umum.
Perempuan gatal kau ya?" Begitu mendengar suara
Yulia, orang itu langsung memberondongnya dengan maki-makian yang tidak sopan.
"Halo, ini siapa?" Yulia masih mencoba bersikap
sopan, karena ada Pak Wahyu di dekatnya. Suara
di telepon, suara perempuan. Suaranya besar, berbeda dengan suara perempuan yang meneleponnya
dua hari lalu. "Perempuan murahan sepertimu tak pantas menanyakan siapa aku. Jauhi Gatot. Kalau tidak, hancur namamu kuinjak-injak." Selesai berkata begitu,
perempuan bersuara besar itu membanting gagang
telepon dan memutuskan pembicaraan.
Yulia menarik napas panjang. Pak Wahyu memperhatikannya dengan cermat.
"Siapa yang meneleponmu, Bu Yulia?" tanya Pak
Wahyu. "Saya tidak tahu, Pak. Kelihatannya orang itu
suruhan seseorang yang merasa kekasihnya saya rebut...." Mendengar perkataan Yulia, Pak Wahyu menyilakannya duduk di depannya. Ia menurut.
http://pustaka-indo.blogspot.com292
"Sudah berapa kali orang itu menelepon?" tanya
Pak Wahyu kepadanya. "Sudah dua kali. Orang di telepon itu memakimaki saya dengan kata-kata yang sangat merendahkan," sahut Yulia, dengan suara pelan.
"Itu sudah teror namanya. Apakah Bu Yulia bisa
menceritakan pada saya siapa yang Ibu curigai dan
apa kira-kira alasannya?" Pak Wahyu bertanya lagi.
Ia ingin mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi.
Bukan sekadar ingin tahu, tetapi demi melindungi
anak buahnya. "Apakah itu ada kaitannya dengan
kejadian beberapa bulan yang lalu, ketika Bu Yulia
minta teman-teman melindungi Ibu dari laki-laki
yang hampir setiap hari datang mencari?"
"Betul, Pak. Rupanya kehidupan pribadi saya
memang selalu sial, Pak Wahyu. Bapak ingat perkawinan saya yang berantakan, karena ternyata suami
saya sudah punya istri, kan" Nah, belum lama ini
saya jatuh cinta lagi. Ternyata laki-laki itu sudah
bertunangan. Tentu saja saya langsung memutuskan
hubungan. Cukup sekali saja saya menjadi orang
ketiga. Karena laki-laki itu terus saja mengejar-ngejar saya, tunangannya pernah datang ke rumah
melabrak saya. Saya sampai bingung harus bagaimana lagi, sebab hubungan saya dengan laki-laki itu
sudah saya putuskan. Kok masih saja diteror begini...." "Mungkin karena laki-laki itu tidak lagi mencintainya?" "Memang sejak awal laki-laki itu tidak mencintai
http://pustaka-indo.blogspot.com293
tunangannya. Mereka bertunangan karena keinginan
orangtua." "Wah, gawat. Rupanya sekarang ia menemukan
cinta sejatinya pada Bu Yulia. Tak heran bila tunangannya mengamuk."
"Apa pun alasannya, saya toh sudah memutuskan
hubungan dengan laki-laki itu. Tidak semestinya tunangannya mengganggu kehidupan pribadi saya."
"Jangan-jangan laki-laki itu ingin memutuskan
pertunangan mereka?" Pak Wahyu menebak-nebak.
"Kalau tidak, masa perempuan itu seperti kesetanan" malah seperti orang kurang waras."
Yulia tertegun. Boleh jadi dugaan Pak Wahyu
ada benarnya. "Itu mungkin saja, Pak," gumamnya. "Apa yang
harus saya lakukan?"
"Biarkan sajalah kalau memang Bu Yulia sudah
tidak mempunyai hubungan apa pun dengan lakilaki itu," saran Pak Wahyu.
"Saya betul-betul sudah memutuskan hubungan
dengan laki-laki itu, Pak. Percayalah."
"Ya, saya percaya. Saya akan meminta guru-guru
lain membantu Bu Yulia bila ada telepon dari perempuan itu lagi. Bu Yulia tidak usah terlalu memikirkan masalah ini. Lebih baik konsentrasikan pikiran
pada pekerjaan. Sebentar lagi ujian bagi kelas tiga
tiba, dan kenaikan kelas bagi kelas-kelas lainnya."
"Ya, Pak. Terima kasih atas perhatian dan bantuannya." Ketika teror melalui telepon itu datang lagi, tehttp://pustaka-indo.blogspot.com294
man-teman Yulia yang sudah diberitahu membantunya dengan mengatakan Yulia sudah pulang. Mereka akhirnya yang kena maki-makiannya.
"Ia bilang, kami sengaja melindungi... maaf"
pelacur, karena sekolah ini banyak pelacurnya," kata
Bu Indri, ketika menceritakan bagaimana ia menerima telepon dari orang yang tak dikenal itu. Ia
merasa kesal sekali. "Kurang ajar orang itu. Kalau nanti aku yang
menerima terornya, akan ganti kumaki-maki dia!"
Pak Agus, guru Bahasa Inggris, tampak gusar.
Itulah yang dilakukannya ketika hari berikutnya
telepon gelap itu datang lagi. Pak Agus langsung
merebut telepon, yang saat itu sedang diterima Ibu
Nani. "Kau yang pelacur, perek, perempuan murahan,
perempuan gatal yang menjijikkan. Gadis baik-baik
tidak akan sekasar ini bicaranya!" begitu Pak Agus
ganti memaki. Sebelum si peneror membalasnya,
laki-laki itu telah membanting gagang telepon dan
memutuskan pembicaraan. Teman-teman Yulia yang lain tertawa mendengar
makian Pak Agus. Yulia malah meneteskan air mata.
"Aku telah menyusahkan kalian," katanya, sambil
mengusap pipinya yang basah. Ia sudah betul-betul
lelah. Lahir maupun batinnya.
"Sudahlah. Kalau ini terjadi padaku, kau pasti
juga akan membantuku, kan?" kata Yanti, guru
Bahasa Indonesia yang usianya sebaya Yulia.
Masalah yang dihadapi Yulia tidak berhenti samhttp://pustaka-indo.blogspot.com295
pai di situ saja. Teror itu terus berlanjut lebih jauh.
Suatu siang saat istirahat, seorang murid masuk ke
ruang guru dengan membawa amplop. Wajah murid itu tampak tersipu-sipu ketika menyerahkan
amplop tebal itu kepada Pak Wahyu.
"Apa ini, Iwan?"
"Foto-foto... Pak. Maaf... kami sebenarnya tidak
mau melihatnya. Orang yang memberikan amplop
membeberkan gambar-gambar itu di muka kami
sehingga mau tidak mau saya dan banyak teman
melihatnya," Iwan menjawab dengan tersipu-sipu.
Sikap Iwan menyebabkan Pak Wahyu dan guruguru yang kebetulan ada di ruang itu dipenuhi rasa
ingin tahu. "Foto-foto apa sih?" Sambil berkata seperti itu,
Pak Wahyu membuka amplop dan mengeluarkan
isinya. Beberapa lembar foto yang memperlihatkan
Yulia dan Gatot sedang bermesraan di Cibodas terpampang di hadapan para guru.
Yulia yang juga ikut menyaksikan sangat syok.
Wajahnya tampak pucat-pasi. Entah siapa yang
memotretnya, dan dari mana orang itu bisa memotret kemesraan yang terjadi antara dirinya dengan
Gatot tiga minggu lalu, sama sekali ia tidak tahu.
Namun yang pasti, ia merasa sangat malu sampai
menangis pun tidak sanggup. Ia merasa harus melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Ketika suatu
pemikiran masuk ke otaknya, saat itu juga ia mencetuskannya. Ia khawatir akan berubah pikiran.
"Pak Wahyu... dan teman-teman," katanya dehttp://pustaka-indo.blogspot.com296
ngan suara terbata-bata. "Saya telah mencemarkan
nama baik sekolah ini. Saya... saya... amat sedih.
Oleh sebab itu, demi menjaga agar nama sekolah
tidak semakin tercemar, saya akan segera menulis
surat pengunduran diri dari tempat ini."
"Bu Yulia" jangan terburu nafsu," kata Pak
Wahyu. "Ini adalah teror dan sudah mengarah pada
tindakan yang meresahkan. Kita berhak melapor
polisi. Jadi, sebaiknya kita pikirkan semuanya dengan tenang dulu." "Pak Wahyu betul, Yulia," Yanti menyambung.
"Pasti ada cara lain untuk mengatasinya."
"Kalian belum kenal siapa dalang di balik semua
peristiwa ini. Ia tidak akan berhenti begitu saja
sebelum saya hancur. Kalau yang hancur itu nama
baik saya, saya masih bisa menanggungnya." Setitik
air mata meluncur turun ke pipi Yulia. "Kalau
nama baik sekolah ikut dipermalukan, saya tidak
rela. Sekolah ini termasuk sekolah favorit. Kalau


Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saya masih tetap ada di sini, pasti teror itu akan
terus berlanjut dan lama-lama nama baik sekolah
ikut dipermalukan. Melapor ke yang berwajib juga
hanya akan memperpanjang persoalan. Jadi, sudahlah. Sebaiknya saya saja yang mundur dari sini. Ini
adalah jalan satu-satunya yang terbaik."
Yulia termasuk orang yang keras berpegang pada
kebenaran. Ia mengerti betul, keadaan seperti ini
tidak bisa dipertahankan hanya karena perasaan tidak enak dan karena teman-teman membelanya. Ini
sudah menyangkut nama baik sekolah. Bagaimana
http://pustaka-indo.blogspot.com297
bila para orangtua murid menyangka semua guru
seperti dia, merebut kekasih orang" Bagaimana bila
mereka ramai-ramai mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah ini" Belum lagi soal lain, yakni
mereka yang melihat foto-fotonya bersama Gatot
pasti akan bercerita kepada teman-teman lainnya.
Sungguh memalukan. Dengan pemikiran seperti itu, Yulia tidak bisa
lagi dicegah mengurungkan keinginannya. Dalam
waktu seminggu setelah menyelesaikan segala tugasnya agar pengganti dirinya tidak mengalami kesulitan, ia segera angkat kaki dari sekolah, tempat pertama kali ia merasakan manisnya bekerja sebagai
guru. Melepaskan pula kedekatan dan jalinan persahabatan yang pernah dirasakannya bersama rekanrekan sesama guru. Perih hatinya, tetapi ia merasa
pilihannya keluar dari sekolah itu benar.
Meskipun pikirannya sarat oleh pelbagai persoalan, apa yang menimpa dirinya belakangan ini tidak
sepatah kata pun diceritakannya kepada orang rumah. Semua disimpannya sendiri. Dengan diamdiam pula ia mencari pekerjaan ke sekolah-sekolah
favorit lainnya, dengan harapan tahun ajaran baru
nanti ia sudah mendapat pekerjaan lagi. Ia hanya
bercerita pada keluarganya, ingin mencari pengalaman baru di sekolah lain. Karena pada dasarnya Yulia berotak cemerlang, ditambah ijazahnya yang cum laude dan surat rekomendasi yang dibawanya dari sekolah yang ditinggalkannya, dalam waktu relatif singkat ia sudah mendapat
http://pustaka-indo.blogspot.com298
pekerjaan sebagai guru di sebuah SMU swasta. Pada
tahun ajaran baru ia sudah bisa memulai kariernya di
sekolah tersebut. Karena pembawaannya yang hangat
dan sifatnya yang terbuka, dalam waktu singkat ia
sudah menjalin persahabatan dengan teman-teman
barunya. Demikian juga, dalam waktu yang tidak
terlalu lama ia sudah dicintai oleh murid-muridnya.
Entah mengapa beberapa lembar foto yang menyebabkan ia keluar dari tempat kerjanya yang
lama disimpannya di lemari pakaian. Setiap kali
merasa rindu kepada Gatot, foto-foto mesranya bersama laki-laki itu dipandanginya berlama-lama dengan hati yang tersayat-sayat. Untunglah tempat
pekerjaan yang baru dan segala sesuatu yang serbabaru telah menyita perhatian Yulia sehingga patah
hatinya tak lagi terlalu terasakan seperti pada awalawal perpisahannya dengan Gatot. Terlebih ketika
ia sadar bahwa tubuhnya semakin kurus dan wajahnya mulai kehilangan seri. Jika kesedihan dan kesepian hati itu dibiarkan menggerogoti dirinya, ia
sendiri yang akan rugi. Seharusnya ia optimis, karena masa depan yang cerah masih bisa terjangkau
oleh tangan-tangannya yang masih sehat, muda dan
kuat. Namun, apa yang didapatnya sekarang" Nol.
Akhirnya, Yulia mulai membuka diri dan bergaul
seluas-luasnya dengan pelbagai kalangan. Kalau ia
diundang ke suatu pesta atau perjamuan, tanpa
ragu ia segera menyingkirkan perasaan enggannya
dan memenuhi undangan itu. Terutama karena sekarang ia sudah bisa membeli mobil bekas yang
http://pustaka-indo.blogspot.com299
masih bagus sehingga tidak perlu lagi naik-turun
kendaraan umum. Memang pada awalnya ia merasa canggung menghadapi pelbagai jenis manusia. Yulia bukan termasuk orang yang menyukai basa-basi dan bicara
omong kosong yang tak ada manfaatnya. Ia anak
alam. Ia lebih suka bersahabat dengan alam dan
menikmati kebebasannya. Namun, demi menambah
luasnya pergaulan, ia terpaksa mengikuti arus kehidupan anak-anak zaman asalkan itu masih dalam
batas-batas yang wajar. Luasnya pergaulan Yulia menyebabkan orang tahu
bahwa ia memiliki suara indah dan ahli bermain
piano. Akhirnya, seorang teman mengajaknya main
musik di hotel bintang lima seminggu dua kali.
Honornya lumayan besar. Karena keluarganya tidak
keberatan, Yulia menerima ajakan temannya itu. Di
hotel itulah ia berkenalan dengan Danardono, seorang penyanyi yang banyak dikenal di kalangan
hotel berbintang dan kafe-kafe besar.
Diawali rasa kekaguman dan banyaknya kesamaan
di antara dirinya dengan Yulia, Danardono mulai
menaruh perasaan khusus terhadap Yulia. Sama
seperti Yulia, Danardono juga mengajar pada pagi
harinya. Jika Yulia mengajar di SMU, Danardono
mengajar Bahasa Inggris di salah satu lembaga kursus
terkenal. Sama seperti Yulia, yang mempunyai muridmurid privat pelajaran piano, Danardono mempunyai
murid-murid privat pelajaran Bahasa Inggris.
Masuknya Danardono dalam kehidupan Yulia
http://pustaka-indo.blogspot.com300
menimbulkan harapan besar di hati ibunya. Meskipun Yulia tidak pernah menceritakan apa yang terjadi
antara dirinya dengan Gatot, sang ibu mempunyai
dugaan bahwa putrinya mengalami patah hati dan
beberapa waktu lamanya sempat merasakan sakitnya.
Kini ia merasa lega melihat Yulia mulai akrab dengan
laki-laki yang setara dengan Yulia. Tampan pula.
"Danardono laki-laki yang menyenangkan, Yulia.
Ia baik hati dan memiliki jiwa seni sepertimu," kata
sang ibu di suatu malam, ketika Yulia baru saja diantar pulang Danardono dari menonton drama di TIM.
"Masa depannya juga cerah dan cukup mapan. Kau
harus mempertimbangkan pendekatannya."
"Bu, ia hanya teman biasa. Ibu jangan terlalu
berharap yang bukan-bukan," Yulia yang memang
tidak mudah jatuh cinta membantahnya.
"Kau tahu bahwa ia menaruh perhatian khusus
kepadamu, kan" Ibu sering melihat bagaimana ia
selalu berusaha menyenangkan hatimu."
"Ya." "Ibu rasa, sudah waktunya kau memikirkan kehidupan berumah-tangga. Ingat, Sayang, masa muda
perempuan tidak sepanjang laki-laki. Mereka masih
bisa punya anak meskipun usianya sudah tujuh puluh tahun, bahkan lebih. Masa produktif perempuan hanya sekitar empat puluh lima tahun. Idealnya, jangan melewati usia empat puluh tahun
untuk mempunyai anak."
Yulia mengiyakan demi melegakan hati ibunya.
Namun, untuk menerima Danardono dalam kehihttp://pustaka-indo.blogspot.com301
dupan pribadinya, ia belum bisa. Untuk dijadikan
teman dan sahabat, Danardono memang menyenangkan. Sebagai kekasih, nanti dulu. Laki-laki itu
terlalu idealis menurutnya. Yulia lebih suka laki-laki
yang biasa-biasa saja. Laki-laki yang berpikir realistis
dan bersifat kompromis terhadap realitas. Penolakan
hatinya terhadap pendekatan Danardono bukan melulu karena hal itu, melainkan karena ia tidak ingin
bersikap munafik. Kalau ia menerima Danar atau
laki-laki lain dalam hidupnya, maka haruslah itu
dengan sebulat dan setulus hatinya dalam perasaan
cinta yang mendalam. Bukan karena merasa cocok.
Bukan karena dikejar usia. Bukan untuk mendapat
keturunan. Bukan pula karena disukai keluarganya.
Ketika melihat belum ada kemajuan yang berarti
dalam hubungan Yulia dengan Danardono, sang
ibu yang sudah tidak sabar mulai ribut lagi.
"Janganlah terlalu menuruti hatimu, Nak.
Danardono pasti tidak berani mengungkapkan keinginannya untuk menjalin hubungan denganmu
bila sikapmu tampak dingin dan menjaga jarak.
Danardono termasuk orang yang hati-hati sehingga
tak mungkin mau menyatakan cintanya sebelum
merasa yakin ia tidak bertepuk sebelah tangan,"
begitu antara lain kata sang ibu.
"Tunggu tanggal mainnya saja, Bu," lagi-lagi
Yulia menjawab hanya untuk melegakan hati ibunya. Kalau tidak begitu, setiap saat sang ibu akan
memberondongnya dengan kalimat-kalimat senada
yang menjengkelkan. http://pustaka-indo.blogspot.com302
* * * Sementara itu, waktu terus berjalan. Karena sering
harus menyanyi bersama, Danardono dan Yulia memang jadi sering pergi dan pulang berdua. Akhirnya, Danardono menaruh harapan besar terhadap
Yulia. "Yulia, orang yang sering melihat kita bersamasama pasti mengira di antara kita ada apa-apa, ya?"
Begitu ia memancing Yulia di suatu kesempatan.
"Bagaimana denganmu. Pernah ada yang mengira
kita ini sepasang kekasih?"
"Ya, sering. Biar sajalah. Toh aku tidak rugi karenanya." "Kau senang dekat denganku?"
"Yah senang, tentu saja. Kau baik hati, sopan
dan kita mempunyai banyak kesamaan. Kau juga
ringan tangan, murah hati dan selalu siap menemaniku ke mana saja," Yulia menjawab diplomatis.
"Kau sungguh menyenangkan menjadi sahabat sejatiku. Aku beruntung karenanya."
"Hanya seperti itu sajakah perasaanmu terhadapku?" Danardono memancing lagi.
"Apa maksud pertanyaanmu?" Yulia pura-pura
tolol. "Bagiku kau menempati tempat yang istimewa kok sebagai sahabatku. Itu jarang sekali terjadi
pada diriku. Aku paling hati-hati memilih teman
laki-laki." Danardono menatap Yulia beberapa saat lamanya,
baru kemudian bersuara lagi.
http://pustaka-indo.blogspot.com303
"Apakah kau pernah patah hati, Yulia?"
"Ya, pernah. Amat sangat."
"Sudah seberapa jauh hubungan kalian waktu
itu?" Danardono memancing lagi.
Yulia hampir saja menceritakan hubungannya
dengan Gatot, tetapi tiba-tiba ia mengubah pikirannya. Menurutnya, hubungannya dengan Gatot tidak perlu diketahui orang lain. Oleh sebab itu, ia
menceritakan pengalamannya bersama Hendra.
"Sudah sampai ke jenjang perkawinan," jawabnya
kemudian. "Kau sudah pernah menikah?" Danardono membelalakkan matanya. "Ya. Cuma satu bulan saja kami hidup serumah.
Itu pun demi menjaga omongan orang. Kalau menuruti keinginan hati, aku ingin lari menjelang
pernikahan kami." "Lho kenapa?" "Ternyata ia sudah mempunyai istri dan beberapa
orang anak. Aku tidak suka laki-laki tak bertanggung jawab seperti itu. Akhirnya kami bercerai."
"Wah, apa kau tidak merasa rugi membiarkan dirimu dijadikan istri kedua?" tanya Danardono lagi.
"Tentu saja aku merasa rugi. Untungnya aku berhasil mempertahankan diri dengan tidak memenuhi
kewajibanku sebagai istri yang sesungguhnya," jawab Yulia terus-terang. "Maksudmu?" "Aku tidak pernah membiarkan diriku berduaan
dengannya. Meskipun tinggal di bawah atap yang
http://pustaka-indo.blogspot.com304
sama, setiap malam aku tidur berkeliling di rumah
kakak-kakakku," jawab Yulia, apa adanya.
"Berarti kau masih perawan?"
"Tentu saja. Tak akan kubiarkan diriku melayani
nafsu laki-laki hidung belang seperti dia!"
"Aku senang mendengarnya!" Dengan perasaan
lega yang begitu kentara, Danardono mencetuskan
perasaannya itu tanpa sadar.
Yulia tersinggung di dalam hatinya. Penilaiannya
terhadap laki-laki itu mulai merosot.
"Aku yakin, semua laki-laki pasti akan berkomentar seperti perkataanmu tadi," cetusnya, ketika ia
sudah tidak tahan menyimpannya di dalam hati.
"Maksudmu?" "Laki-laki selalu senang menjadi orang yang pertama dalam kehidupan pribadi seorang gadis," jawab
Yulia menyindir. "Senang bila seorang perempuan
bisa menjaga keperawanannya. Lupa bila rusaknya
kaum perempuan, mereka jugalah yang sering menjadi penyebabnya." "Wah, kau tersinggung rupanya" Maaf, Yulia, aku
tidak bermaksud menyinggung perasaanmu."


Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tahu." Yulia memang tahu bahwa Danardono tidak sengaja mencetuskan perasaan senangnya ketika mengetahui ia masih perawan. Tadi waktu mengetahui
bahwa ia pernah menikah, Yulia sempat melihat
wajah laki-laki itu agak berubah. Pasti hal itu mengagetkannya, sehingga ketika mengetahui bahwa
http://pustaka-indo.blogspot.com305
ternyata Yulia masih perawan, rasa senangnya tercetus tanpa ia menyadarinya.
"Yulia." Ketika melihat Yulia terdiam, Danardono
mencoba mendapatkan perhatiannya lagi.
"Ya?" "Apakah patah hatimu telah menyebabkan hatimu tertutup?" Danardono mulai memancing lagi.
Andaikata saja Danardono tadi tidak mencetuskan
kegembiraannya ketika mengetahui ia masih perawan,
mungkin saja jawabannya akan berbeda. Boleh jadi
Yulia akan memberi kelonggaran dan bahkan kesempatan bagi Danardono membuka pintu hatinya. Namun, tidak sekarang. Cinta Danardono tidak semurni
seperti cinta Gatot terhadapnya, yang tidak memedulikan apakah ia masih perawan ataukah janda. Ia segera
menjawab demi menghentikan harapan Danardono.
"Ya. Tertutup rapat," begitu ia menjawab pertanyaan Danardono. "Apakah itu tidak berarti kau telah menutup
masa depanmu sendiri" Dunia kan tidak selebar
daun kelor. Kau masih bisa meraih kebahagiaan
dengan yang lain?" "Mungkin di suatu ketika nanti. Tidak sekarang,"
Yulia menjawab dengan suara tegas.
"Selama bergaul dekat denganmu, aku melihat
kau termasuk orang yang terbuka dan punya pandangan ke depan yang optimis. Tak ada sikap pesimis dalam memandang kehidupan."
"Kau merasa aneh karena aku memperlihatkan
sikap yang sebaliknya?" jawab Yulia.
http://pustaka-indo.blogspot.com306
"Ya, begitulah."
Yulia tersenyum lembut. "Hal-hal yang menyangkut kehidupan pribadiku berdiri sendiri. Tertutupnya hatiku tidak ada kaitannya dengan pandanganku tentang kehidupan. Aku selalu optimis kok
menghadapi tantangan dalam kehidupan."
"Bagaimana menurutmu hubungan kita ini" Apakah persahabatan di antara kita tidak menimbulkan
perasaan tertentu dalam hatimu?" Danardono mulai
nekat, ia ingin mengetahui isi hati Yulia terhadap
dirinya. Menurutnya, sudah terlalu lama ia menunggu kesempatan seperti ini.
Sekali lagi Yulia dihadapkan pada dua pilihan
jawaban. Karena sekarang ia sudah bisa mengambil
keputusan, tidak terlalu sulit baginya memilih jawaban yang paling sesuai dengan keinginan hatinya.
"Menimbulkan rasa persahabatan" Ya, pasti dong.
Bersahabat denganmu sangat menyenangkan." Begitu ia menjawab. "Kau baik."
Karena bukan jawaban seperti itu yang diinginkannya, Danardono melanjutkan pertanyaannya.
"Apakah bisa berkembang menjadi sesuatu yang
khusus?" "Khusus apa" Menjadi hubungan percintaan, misalnya?" "Yah, semacam itulah."
"Wah, kurasa tidak," Yulia berkata dengan lebih
tegas. "Persahabatan lebih indah daripada hubungan
cinta." Danardono terdiam. Keheningan mulai menyelihttp://pustaka-indo.blogspot.com307
muti mereka. Perasaan Yulia jadi tidak enak. Namun, ia merasa jawabannya sudah sesuai seperti
yang seharusnya ia katakan. Baginya persahabatan
tidak bisa berkembang menjadi cinta. Khususnya
terhadap Danardono. Lama keduanya terdiam, sampai akhirnya
Danardono memecahkan situasi yang tak menyenangkan itu dengan suaranya.
"Lupakan pembicaraan kita tadi. Terus terang
aku memang menyimpan harapan bisa membuka
pintu hatimu. Yah, mungkin aku terlalu cepat menyatakannya," katanya dengan suara pelan.
"Aku mengerti," Yulia menjawab pelan. "Baiklah,
kita lupakan saja." "Kau masih mau bersahabat denganku, kan?"
"Tentu saja." "Aku juga masih boleh datang ke rumahmu seperti biasanya?" "Tentu saja." Hubungan persahabatan antara keduanya masih
tetap berlanjut. Mereka sering jalan bersama, makan, nonton film, menjadi teman pesta kalau ada
undangan atau yang semacamnya. Mengenai hubungan yang lebih dari itu, mereka tak pernah lagi
membahasnya. Melihat kedua orang itu masih tetap sering bersama-sama, harapan ibu Yulia melihat anaknya segera menikah semakin besar. Oleh sebab itu, ketika
pada suatu senja tiba-tiba Gatot datang berkunjung
di saat Yulia sedang pergi bersama Danardono, ibu
http://pustaka-indo.blogspot.com308
Yulia merasa sah-sah saja mengatakan bahwa Yulia
sedang pergi bersama kekasihnya.
"Mereka sedang menonton konser dari luar negeri di Gedung Kesenian, Nak." Ibu Yulia tidak
peduli pada tatap mata Gatot yang terluka saat
mendengar jawabannya. "Saya dengar... Yulia sudah tidak mengajar di
tempatnya yang lama," kata Gatot, setelah berhasil
mengusir perasaan tak enaknya.
"Ya, sudah hampir tiga bulan. Ia ingin mencari
pengalaman di tempat lain." Begitu ibu Yulia menjawab. "Dari mana Nak Gatot tahu?"
"Dari bekas murid-murid Yulia ketika saya datang ke sekolah," sahut Gatot. "Mengajar di mana
ia sekarang, Tante?"
Ibu Yulia menyebut nama sekolah tempat Yulia
sekarang mengajar. Karena masih ingin tahu lebih
banyak lagi mengenai kehidupan Yulia sekarang,
Gatot terus saja mengorek keterangan dari ibunya.
"Apakah ia masih mengajar piano juga, Tante?"
Begitu ia bertanya. "Masih. Yulia tidak menambah murid lagi. Takut
terlalu capek, karena ia dikontrak sebuah hotel berbintang untuk bermain musik dan menjadi penyanyi di sana." Dada Gatot tergetar. Ia ingat mereka pernah bernyanyi bersama di dalam mobil ketika pergi ke
Cibodas. Sungguh manis sekali bila ingat saat-saat
itu. "Hotel apa, Tante?"
http://pustaka-indo.blogspot.com309
Ibu Yulia menyebut nama hotel tempat Yulia menyanyi. "Setiap malam ia di sana, Tante?"
"Hanya seminggu dua kali."
"Tante tidak khawatir Yulia pulang malam-malam sendirian?" "Pada mulanya sih khawatir juga, meskipun ia
membawa mobil. Sekarang, tidak lagi. Ada
Danardono, kekasihnya, yang mengantarkannya pulang. Kebetulan mereka sama-sama menjadi penyanyi di sana." Hati Gatot tergetar lagi. Baru empat bulan lebih
mereka tidak bertemu, tetapi masing-masing telah
mempunyai jalan cerita sendiri-sendiri. Yulia sudah
bisa membeli mobil sebagaimana yang ia inginkan
demi mempermudah mobilitasnya. Jadi, mobil di
halaman rumah milik Yulia. Bukan mobil tamu
seperti perkiraannya semula.
Kedatangan Gatot ke rumah mereka, sengaja tidak
diberitahukannya kepada sang putri. Ini demi kebaikannya, pikir ibu Yulia. Jika Yulia tahu Gatot datang
berkunjung, hatinya pasti akan tergoda dan hubungannya dengan Danardono bisa terpengaruh karenanya.
Sementara itu, ketika mengetahui keadaan Yulia
sekarang Gatot merasa amat penasaran. Ia sengaja
menelepon hotel yang disebut ibu Yulia tadi untuk
menanyakan hari apa saja Yulia Anggraini menyanyi. Begitu mendapat informasi, diam-diam ia datang ke restoran hotel berbintang itu. Namun, karena ia datang masih terlalu sore, hiburan musiknya
http://pustaka-indo.blogspot.com310
cuma permainan organ tunggal saja. Baru ketika
malam tiba, rombongan Yulia dan Danardono mulai menghibur tamu-tamu hotel dengan semarak.
Dari tempat duduknya yang terhalang pilar dan
tanaman hias, Gatot melihat Yulia semakin bertambah cantik. Malam itu ia berbalut busana beludru
warna hitam mulus yang membuat kulitnya semakin tampak putih. Suaranya pun bukan main bagusnya. Baik ia menyanyi sendiri maupun berduet dengan Danardono. Mereka merupakan pasangan
yang sungguh tampak serasi. Saat berduet, keduanya tampak mesra sehingga berulang kali mendapat
tepukan meriah. Gatot belum pernah merasakan betapa panasnya
api cemburu sebelum ini. Sekarang ia merasa dadanya terasa panas. Kalau menuruti hatinya, ingin
sekali ia naik ke panggung menarik Yulia pergi dari
dekat Danardono. Betapa cepatnya Yulia melupakannya, pikirnya dengan gemas. Ia harus mendapat
penjelasan dari Yulia mengenai hubungannya dengan laki-laki itu. Terlebih lagi, karena ia teringat
bagaimana Yulia pernah terisak-isak di dadanya saat
memutuskan mereka tidak boleh saling bertemu
lagi. Menilik sifat Yulia yang keras hati, yang menyukai kebebasan dan tidak mudah hancur oleh
pelbagai masalah, tetapi bisa menangis terisak-isak
sedemikian rupa, pastilah itu karena cinta. Ia tahu
betul, Yulia amat mencintainya.
Gatot juga bisa dengan mudah menghadirkan
bayangan wajah Yulia ketika mereka kehilangan
http://pustaka-indo.blogspot.com311
kontrol akibat percumbuan panas di atas dangau
berbulan-bulan yang lalu. Saat itu ia menuduh
Yulia terbangkit berahinya akibat cumbuan-cumbuannya. Dengan berurai air mata Yulia langsung
menampar pipinya keras-keras. Matanya yang basah
menyiratkan luka yang teramat dalam, karena sesungguhnya ia masih seorang perawan. Mata itu
tidak akan basah, mata itu tidak menyimpan luka
mendalam andaikata tidak ada cinta di hatinya.
Sepanjang yang ia kenal, Yulia bukan wanita
yang mudah jatuh cinta. Apa yang terjadi sekarang"
Yulia telah menjalin hubungan percintaan dengan
laki-laki lain. Apakah sudah tidak ada dirinya lagi
di hati Yulia" Apakah Yulia pernah membayangkan
betapa rindu ia kepadanya" Pernah pulakah Yulia
membayangkan bagaimana setiap malam ia selalu
memikirkannya" Gatot mengertakkan gerahamnya. Yulia tidak
seharusnya menjalin cinta dengan laki-laki lain.
Yulia tidak boleh memberikan hatinya untuk lelaki
mana pun kecuali dirinya. Seluruh isi dadanya terasa sakit, tatkala malam itu ia melihat Yulia meninggalkan hotel bersama Danardono, yang kata ibu
Yulia adalah kekasihnya. Kegelisahan Gatot terbawa hingga pagi harinya,
saat ia menghadapi pekerjaannya di kantor. Untuk
menenangkan hatinya, ia harus bertemu dengan
Yulia dan mendengar sendiri dari mulutnya mengenai hubungannya dengan Danardono.
Merasa tidak dapat bekerja dengan baik, akhirnya
http://pustaka-indo.blogspot.com312
Gatot meninggalkan kantor setengah jam menjelang
istirahat makan siang. Tanpa memedulikan pandangan mata sekretarisnya, ia membereskan tas kantornya. "Bapak mau pergi?" Sang sekretaris tak tahan
untuk tidak bertanya. Ada yang harus diingatkan
olehnya mengenai janji pertemuan dengan seorang
rekan bisnisnya. "Ya. Saya tidak akan kembali ke kantor lagi. Ada
yang harus saya selesaikan di tempat lain," jawab
Gatot dengan tergesa. "Jadi, kalau ada surat-surat
yang harus saya tanda tangani, tolong letakkan saja
di atas meja kerja saya. Kalau ada yang mendesak
untuk saya pelajari secepatnya, suruh orang mengantarkannya ke rumah. Besok pagi-pagi akan saya
bawa ke sini lagi. Ada pertanyaan?"
"Bagaimana dengan janji pertemuan Bapak dengan Pak Siregar dari PT Bumi Perkasa?" tanya
sekretarisnya. "Bapak sudah berjanji akan menemui
beliau di sini sekitar pukul tiga nanti."
Gatot menepuk dahinya sendiri.
"Astaga," keluhnya. Matanya menatap ke arah
jam dinding, tetapi pikirannya berada jauh di tempat lain. Ia sedang mencari akal cara bagaimana
mengatasinya.

Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana... Pak?"
"Saya rasa masih ada waktu untuk membatalkannya," jawab Gatot buru-buru. "Teleponlah beliau.
Katakan apa saja untuk mengundurkan pertemuan
besok siang. Atau kapan beliau sempat. Terserah
http://pustaka-indo.blogspot.com313
pertemuan tetap di kantor kita atau di tempatnya.
Saya menurut. Jadi, tolong buat janji lagi dan katakan permintaan maaf saya yang sebesar-besarnya."
"Bagaimana kalau saya katakan bahwa Bapak sakit perut mendadak dan terpaksa ke dokter?"
"Boleh. Silakan saja."
Sekretarisnya mengangguk. Pastilah urusan Pak
Gatot superpenting. Laki-laki itu sangat menghargai
janji dan cermat dalam pengelolaan waktu. Apa
yang menyebabkan Pak Gatot tampak gelisah dan
terburu-buru seperti itu" Proyek besar" Atau urusan
pribadi" Begitu Gatot berada di luar jangkauan pandang
mata para pegawainya, ia langsung masuk ke dalam
mobilnya. Dasi yang melilit lehernya dilepaskannya.
Seperti dikejar setan, ia membeli macam-macam
makanan, kemudian cepat-cepat memacu mobilnya
menuju sekolah tempat Yulia mengajar. Sebelumnya
sudah beberapa kali ia datang ke sekolah itu untuk
mempelajari situasi dan mengawasi dari dalam mobilnya. Sekali ia melihat Yulia naik mobil yang ia
sudah hafalkan nomornya. Sekali ia melihat
Danardono menjemputnya. Selebihnya ia tidak melihat Yulia. Mungkin sudah pulang atau pandang
matanya tidak menangkap sosok Yulia keluar dari
gedung sekolah. Gedung dan halaman sekolah tempatnya mengajar terlalu luas.
Siang itu ia berharap Yulia belum pulang. Ia
akan memintanya ikut mobilnya. Andaikata Yulia
membawa mobil sendiri, ia akan menyuruh salah
http://pustaka-indo.blogspot.com314
seorang sopir kantornya mengambil dan mengantarkannya ke rumah Yulia. Pokoknya, apa pun akan
dilakukannya agar Yulia bisa ikut mobilnya.
Kali itu ternyata Yulia tidak membawa mobil,
dan tampaknya juga tidak dijemput Danardono.
Yulia berjalan ke luar halaman sekolah, menepi ke
arah kanan, bermaksud menyeberang jalan. Di seberang sekolah memang ada halte bus. Di sana banyak murid sekolah yang sedang menunggu kendaraan umum. Sebagian lainnya dijemput mobil-mobil
pribadi yang memenuhi halaman sekolah dan juga
terparkir di tepi jalan. Ketika Yulia menunggu kesempatan menyeberang,
tiba-tiba pintu mobil merah hati yang berada di
dekatnya terbuka, menyebabkan tubuhnya hampir
saja tersenggol. Merasa kaget, ia bermaksud menegur
siapa pun yang ada di balik kemudi mobil mewah itu.
Sebelum kata-kata keluar dari bibirnya, ia mendengar
namanya disebut orang yang berada di dalam mobil.
Tubuh Yulia menegang karena kaget mengenali
itu suara Gatot. Salah dengarkah ia, atau itu memang suara orang yang selama ini ia rindukan"
"Yulia." Suara itu terdengar lagi, dan secara bersamaan muncul Gatot dari pintu mobil yang terbuka.
Yulia terpana. Suara itu memang suara Gatot, lakilaki yang sudah lima bulan tak pernah dilihatnya.
"Gatot!" desisnya tanpa sadar. Tubuhnya yang
sempat menegang tadi agak gemetar saat melihat
orang yang paling dirindukannya muncul tiba-tiba
di hadapannya. Kedua kakinya terasa lemas.
http://pustaka-indo.blogspot.com315
Gatot yang bermata tajam sempat melihat perubahan wajah Yulia. Di hatinya timbul harapan,
mudah-mudahan saja dirinya masih mempunyai
tempat di hati Yulia. "Ya, aku. Bolehkah aku mengantarkanmu pulang,
Yulia?" Yulia tergagap. Pertemuan yang tak disangka-sangka itu menyebabkannya kehilangan kata-kata.
"Mengantarkan aku" pulang?" ia mengeja perkataan Gatot tadi. "Ya. Ayolah naik. Aku ingin mengantarkanmu
pulang. Jangan membantah," kata Gatot, dengan
suara mendesak. Yulia tertegun. Suara Gatot terdengar begitu memaksa. Ada apa" "Apakah... apakah itu pantas?" Yulia masih saja
tergagap-gagap, menyebabkan harapan di hati Gatot
semakin mengembang. "Jangan memikirkan hal-hal lainnya dulu. Sudah
lama sekali aku ingin bertemu denganmu," kata
Gatot, sambil meraih lengan Yulia. "Ayolah masuk ke
mobilku. Jangan sampai menjadi perhatian orang."
"Bagaimana dengan komitmen kita?" Yulia masih
ragu. "Untuk sekali ini saja kita melanggarnya. Ada
hal penting yang ingin kubicarakan bersamamu."
Yulia merapatkan bibirnya. Perang batin berkecamuk di dadanya. Otaknya melarang, tetapi hatinya
ingin. Di saat sedang bimbang, tangan Gatot menghelanya dengan lembut. http://pustaka-indo.blogspot.com316
"Ayolah, Yulia," kata laki-laki itu, dengan suara
mengimbau. Pada saat itu, salah seorang muridnya
lewat dan menyapanya. "Selamat siang, Ibu Yulia."
"Eh, selamat siang." Yulia menjawab sambil tersenyum, sadar bahwa ia masih berada di lingkungan
sekolah. Oleh sebab itu, terpaksalah ia mengikuti
kemauan Gatot masuk ke mobilnya.
Gatot tersenyum, kemudian menyusul masuk.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, laki-laki itu segera menyalakan mobilnya dan setelah melepaskan
diri dari deretan mobil-mobil yang lain, dilarikannya mobilnya ke jalan raya sambil melirik ke arah
Yulia yang duduk dengan tegang tanpa bersuara
sepatah kata pun. "Bagus. Sungguh gadis yang manis dan tahu gelagat," katanya, menggoda.
Yulia mencibirkan bibirnya, kemudian membuang
pandangannya ke luar jendela. Melihat itu, Gatot
tertawa lembut. "Aku kangen melihat caramu membuang pandangan seperti itu," katanya, dengan suara yang tak
kalah lembutnya. "Terima kasih kau mau duduk di
sisiku." Kali ini Yulia tak mampu mengusir desir lembut
di dadanya. Bagaimanapun juga, ia merindukan
Gatot. http://pustaka-indo.blogspot.com317
Sementara Gatot melarikan kendaraannya, suasana
di dalam mobil terasa hening. Tidak ada musik.
Tidak ada suara orang bicara. Lama-lama laki-laki
itu merasa tak enak. Ia coba mencairkan suasana
kaku itu dengan candanya.
"Kok alim sekali si jelita satu ini....," godanya.
"Atau sedang sakit gigi?"
"Jangan merayuku. Tak mempan." Yulia menoleh.
"Kenapa sih kau memaksaku ikut. Menculik orang
kok di siang hari bolong."
"Aku terpaksa. Pernah aku datang ke rumahmu,
tetapi kau tidak menghubungiku untuk menanyakan
kenapa aku datang." "Kau datang ke rumahku?" Yulia menoleh lagi
ke arah Gatot. "Kapan?"
"Ibumu tidak mengatakannya?" Gatot menatap
Yulia sambil mengerutkan dahinya. "Aku datang
sekitar dua minggu yang lalu."
Sembilan http://pustaka-indo.blogspot.com318
Yulia terdiam. Ia mengerti kenapa ibunya tidak
mengatakan tentang kedatangan Gatot. Ini pasti
ada kaitannya dengan Danardono.
Melihat Yulia belum juga berkata apa pun,
Gatot berkata lagi. Kini suaranya terdengar lebih
mendesak. "Ibumu tidak mengatakan padamu, kan?"
"Ibu cuma ingin melindungiku dari kemungkinan
yang tak menyenangkan," jawab Yulia apa adanya.
"Yah, aku mengerti...." Gatot menarik napas panjang. "Kau akan lebih mengerti lagi bila tahu kenapa
aku tiba-tiba pindah mengajar," Yulia yang sudah
terlalu lama menahan amarah yang selama ini
mengganggunya, tak mampu lagi menguasai diri.
"Apa kaitannya?"
"Tanya tunanganmu. Ia menerorku berkali-kali
di tempatku mengajar yang lama. Ia... mempermalukan sekolah itu." "Aku baru kali ini mendengarnya." Gatot melebarkan matanya. "Coba ceritakan padaku."
Meluncurlah semua yang pernah dialami Yulia
ketika ia masih mengajar di sekolah yang lama, dan
keputusan yang terpaksa ditempuhnya demi menjaga nama baik sekolah. Begitu mendengar cerita Yulia, Gatot mencengkeram kemudi sampai buku-buku jemarinya memutih. Matanya menyala-nyala dan pelipisnya bergerak-gerak. http://pustaka-indo.blogspot.com319
"Perempuan itu tak waras!" akhirnya ia mendesiskan kemarahannya. "Awas, jangan mengumbar kemarahanmu padanya. Bisa-bisa aku diteror lagi. Aku sih tidak takut
diteror olehnya bila ia bersikap kesatria. Aku bisa
datang ke rumahnya dan menampar wajahnya sampai babak-belur. Aku khawatir ia menerorku lagi di
sekolah dan menyebarkan foto-foto mesra kita sehingga jadi tontonan orang banyak. Nama baik sekolah akan terbawa-bawa. Itulah yang sangat kutakuti. Aku tidak ingin menyusahkan orang."
"Aku tahu betul sifat Nuning memang kurang
baik. Bahwa ternyata ia bisa melakukan perbuatan
sejahat itu, aku sama sekali tidak menyangkanya."
Gatot mendesiskan lagi kemarahannya.
"Sudahlah, jangan terbawa emosi. Asal kau tahu
saja, karena sifatnya yang seperti itulah aku malas
ikut mobilmu. Kelihatannya ia telah membayar
orang untuk memata-matai kita. Jangan-jangan sekarang pun ia melakukan hal itu."
"Bisa kubayangkan. Tenang sajalah. Pertama, sudah lama kita tidak pernah bertemu. Mungkin
Nuning tahu itu. Kedua, ia tidak tahu kau sekarang
bekerja di mana dan tidak tahu pula aku siang ini
datang menjemputmu. Ia kenal betul sikap profesionalku, yang tidak suka mengabaikan pekerjaan pada
jam-jam kantor untuk urusan pribadi. Sayangnya,
ia tidak kenal hatiku. Untuk urusan cinta sejati,
aku akan mengalahkan hal-hal lainnya."
"Gombal!" Yulia mendengus.
http://pustaka-indo.blogspot.com320
"Kalau itu kaunamakan gombal, maka gombalku
terbuat dari sutra halus, ditenun oleh dewa-dewi
dengan peralatan terbuat dari emas yang harum
semerbak aromanya." Yulia tertawa. "Kau memang tak pernah kehilangan kata-kata,"
katanya. "Ya, karena aku belajar darimu. Bukankah kau
tak pernah kehilangan kata-kata. Semakin kau marah, semakin perbendaharaan kata-katamu keluar
semua." Gatot tertawa.
"Ah, kau. Kita mau ke mana sih?" tanya Yulia
mengubah topik pembicaraan.
"Nanti kau akan tahu juga. Sekarang, simpan
dulu kegalakanmu. Pertama-tama, aku akan mengajakmu makan siang karena perutku lapar dan aku
yakin kau juga sudah lapar. Sekarang pukul satu,
waktunya makan siang. Jadi, jangan membantah."
"Ini paksaan namanya."
"Memang. Percayalah, aku tak akan menyakitimu.
Nanti kau akan kuantar pulang dengan selamat dalam keadaan utuh seperti semula. Tak sehelai rambutmu pun yang akan terlepas," sahut Gatot dengan kalem, berbeda dengan caranya mengemudi
yang seperti orang tidak sabaran. "Aku akan menjagamu." Ya, tentu saja Yulia percaya. Gatot tidak mungkin menyakitinya. Ia sudah cukup mengenal isi hati
laki-laki itu. Tanpa berkata apa pun, ia membiarkan
Gatot membawanya pergi entah ke mana.
http://pustaka-indo.blogspot.com321
"Apakah kau juga akan menjaga Nuning seperti
itu?" tanpa sadar Yulia melontarkan pertanyaan
itu. "Maaf, kita sudah banyak membicarakan Nuning
tadi. Mulai detik ini aku tidak ingin kita bicara
mengenai dia ataupun hal-hal yang menyangkut
urusan pribadi. Nanti saja kalau kita sudah makan.
Setuju?" "Setuju. Aku akan mengunci bibirku."
Gatot tersenyum. Ketika sudah hampir satu jam
lamanya Gatot belum juga membelokkan mobilnya,


Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

padahal sudah beberapa rumah makan besar yang
mereka lewati, Yulia mulai bertanya lagi.
"Kita mau makan di mana" Sekarang sudah lewat waktu orang makan siang," katanya.
"Jangan khawatir, Yulia. Percayalah padaku, aku
akan mengajakmu makan di suatu tempat yang menyenangkan," jawab Gatot, masih dengan lembut.
"Aku tidak akan menculikmu. Atau curigakah kau
kepadaku?" "Tidak." "Jadi, kau masih mempercayaiku seperti yang
sudah-sudah?" "Ya." "Terima kasih, Cantik. Kepercayaanmu akan kupegang baik-baik." Setelah berkata seperti itu, Gatot
menyentuh lembut dagu Yulia dan untuk beberapa
saat lamanya mengelusi bagian wajah Yulia itu.
Yulia menahan napasnya. Ah, janganlah ia menjadi lemah seperti dulu, katanya dalam hati. Berada
http://pustaka-indo.blogspot.com322
di dekat Gatot, otaknya selalu saja jadi macet. Padahal di depan laki-laki lain, Danardono misalnya, ia
tidak pernah lupa diri. Gatot juga menahan napasnya. Menilik sikapnya,
ia yakin hati Yulia masih menyimpan kenangan
dirinya. Itu artinya, Danardono belum mengisi seluruh hati Yulia. Justru karena itulah, ia ingin mengetahui sudah sejauh mana hubungan Yulia dengan
laki-laki itu. Tempat yang dituju Gatot ternyata bukan daerah
pertokoan ataupun rumah makan, melainkan tempat permukiman baru. Ada sekitar seratus lima puluh rumah mewah di kompleks itu. Sepintas lalu,
Yulia melihat lebih dari separuhnya telah berpenghuni. Sebagian besar halaman depannya sudah dihiasi taman yang ditata apik. Di tengah kompleks,
ada taman berumput hijau tebal dan subur yang
cukup luas untuk dinikmati para penghuninya. Ada
banyak tanaman hias di sana-sini, yang pasti telah
diatur oleh ahlinya. Untuk penghijauan, di taman
itu juga ditanam beberapa pohon besar yang rindang daunnya. "Di kompleks baru ini ada rumah makannya?"
tanya Yulia, setelah matanya menikmati pelbagai
bentuk rumah dan pemandangan yang dilewatinya.
Rumah-rumah itu tampak cantik dan sedap dipandang mata. "Ya." Gatot menjawab pendek. Usai berkata, ia
membelokkan mobilnya ke halaman sebuah rumah
yang amat cantik, baik desain maupun warnanya.
http://pustaka-indo.blogspot.com323
Sebelum Yulia sempat berkata apa pun, ia sudah
mematikan mesin mobil dan langsung membuka
pintunya. Setelah keluar mobil, ia berjalan cepat ke
arah Yulia dan membukakan pintu untuknya. "Selamat datang di rumahku, Yulia yang jelita."
"Oh!" Yulia turun dari mobil dengan tertegun-tegun dan melangkah menuju rumah Gatot dengan
berat hati. "Apa-apaan sih kau membawaku ke sini.
Katamu kita mau makan?"
"Kita memang mau makan. Aku sudah menyiapkannya. Sekarang silakan melihat-lihat rumah ini
atau mau duduk." Begitu selesai bicara, laki-laki itu
keluar lagi menuju mobilnya. Ketika kembali masuk, di tangannya ada bermacam-macam bungkusan
dan kotak berisi makanan.
Yulia mengerutkan dahinya.
"Apa itu?" "Macam-macam makanan. Ada masakan Padang,
Cina, dan lain sebagainya. Ayo, bantu aku mengaturnya." Mau tak mau Yulia mengekor Gatot menuju
ruang makan. Selintas ia melihat rumah itu memiliki satu ruang tamu, satu ruang tengah, tiga kamar
tidur dan dapur. "Ambil piring-piringnya di lemari dapur," kata
Gatot kepadanya. "Ruang makan ini kubuat menghadap taman halaman samping, biar terasa asri,"
kata Gatot sambil membuka bungkusan berisi beberapa potong rendang yang kelihatan sangat menggoda selera. Dari lemari gantung, ia mengeluarkan
http://pustaka-indo.blogspot.com324
beberapa piring lauk, kemudian rendang itu dipindahkannya ke dalam salah satu piring tersebut.
Setelah itu, ia membuka bungkusan-bungkusan lainnya yang semuanya ia pindahkan ke dalam piringpiring lauk. Yulia membantunya memindahkan nasi
ke mangkuk nasi yang terbuat dari beling. Nasinya
masih terasa hangat di tangannya.
"Isi rumah ini sudah komplet kelihatannya," kata
Yulia, setelah menuang gulai ikan ke mangkuk.
"Kulihat sudah ada seperangkat kursi tamu, meja
makan, sofa, dan rak buku."
"Belum semua ruang terisi. Terutama isi kamarkamar tidur. Baru kamar utama saja yang sudah
komplet. Kaulihat sendiri, aku belum sempat memesan tirai, lampu-lampu hias dan pajangan untuk
ruang tamu dan ruang keluarga. Kapan-kapan sajalah. Yang penting untuk keperluan makan sudah
lumayan komplet. Kompor juga sudah ada."
"Ini betul-betul rumahmu?"
"Ya. Bagaimana menurutmu?"
"Cukup luas untuk keluarga baru, indah dan menyenangkan. Kelihatannya kau" kau" sudah
siap" menikah ya?" Ah, lidah memang tak bertulang, Yulia memaki dirinya sendiri. Bertanya sendiri, sekarang hatinya jadi sakit sendiri pula karenanya. Wah, bisa-bisa selera makannya jadi hilang.
Gatot meliriknya sejenak, kemudian ia pura-pura
sibuk mengambil sendok dan garpu dari laci di dekatnya. "Aku tidak ingin membicarakan masalah pribadi
http://pustaka-indo.blogspot.com325
sebelum kita makan," sahutnya. "Aku tadi sudah
bilang, kan?" "Maaf." Gatot menoleh ke arah Yulia, kemudian tertawa
manis. "Baru sekali ini aku mendengarmu mengucapkan
kata-kata maaf," komentarnya kemudian.
"Kau terlalu memandangku sebagai gadis yang
tak tahu aturan. Gadis yang liar," Yulia tersenyum
sinis. "Padahal, aku tidak anti aturan. Minta maaf
pun akan kulakukan, meskipun kepada anak kecil
atau kepada pengemis sekalipun, kalau memang
aku bersalah. Sebaliknya, kalau aku benar kepada
presiden pun aku ogah mengucapkan permintaan
maaf. Demi kebenaran, aku siap melakukan apa
saja." "Bravo!" "Ah, kau." Yulia tertawa tersipu. Aduh, rasanya
sudah berabad-abad lamanya mereka tidak bercanda. "Ada sedikit ralat untukmu, Yulia. Mau dengar?" "Katakan saja."
"Kelihatannya, kau lebih banyak salahnya daripada benarnya. Sayangnya, kau merasa benar terus."
Mata Gatot berkilat-kilat ketika menggoda Yulia.
Digoda seperti itu, Yulia merasa gemas. Tangannya terulur bermaksud mencubit lengan Gatot, tetapi ia langsung mengelak dan mundur sejauh-jauhnya dari dekat Yulia. http://pustaka-indo.blogspot.com326
"Jangan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan kita lho," katanya, sambil tertawa. "Kau sudah
tahu kan, cubitanmu bisa membuatku jadi... kurang
ajar terhadapmu." Yulia mengerti apa yang dimaksud "kurang ajar"
oleh Gatot. Karenanya, ia tersipu-sipu malu dan
merasa serbasalah sehingga kedua belah pipinya mulai merona merah. Melihat itu, perasaan Gatot jadi
berbunga-bunga. Ia yakin, dirinya masih menempati
bagian istimewa di hati Yulia. Agar suasananya menjadi lebih santai, ia mencoba mengalihkan pembicaraan sambil melangkah menuju lemari es yang kelihatannya masih baru. "Kau mau minum apa?" tanyanya kemudian.
"Memangnya ada apa saja di dalam lemari es?"
"Air putih, teh kotak, beberapa macam soft drink
dalam botol, dan jus jambu. Mau pilih yang
mana?" "Wah, seperti restoran saja. Aku mau jus jambu." "Oke. Siang ini selera kita sama. Aku juga mau
jus jambu." Gatot mengambil dua kotak jus jambu,
yang kemudian diletakkannya di atas meja makan.
"Ayolah kita makan sekarang. Perutku sudah keroncongan sejak tadi." Yulia menurut. Mereka makan
siang bersama-sama sambil mengobrol.
"Cicipi rendang dan gulai ikannya. Menurutku
enak sekali. Baru sekali aku beli di rumah makan
padang di ujung jalan dekat sekolah tempatmu
mengajar. Ternyata enak."
http://pustaka-indo.blogspot.com327
Yulia menurut. "Ya, aku bilang juga enak. Sayangnya tidak ada
kerupuk." "Kau memang serakah," Gatot menggoda lagi.
"Makanan sebanyak ini masih cari kerupuk."
"Itu namanya orang yang tahu menikmati hidup.
Maunya serbasempurna. Kalau makan harus ada
kerupuk, sambal, dan buah."
"Bravo." "Jangan mengejekku." Yulia menyeringai.
Gatot tertawa. "Aduh, betapa senang hatiku bisa bercanda denganmu lagi. Kusangka, aku... tidak akan pernah
lagi bisa bersamamu seperti ini," kata Gatot sambil
menghabiskan suapan terakhir dari piringnya. "Kau
telah membuat hari ini menjadi hari yang indah
buatku." "Gombal." "Gombalku dari sutra yang ditenun oleh dewadewi dan benang emas halus yang beraroma harum
semerbak." Suaranya terhenti oleh cubitan Yulia di
tangannya. Kata-kata sama yang tadi diucapkan
laki-laki itu terasa lucu di telinga Yulia.
"Aduh." Gatot terbahak. Kemudian dengan secepat kilat ia mencium tangannya sendiri yang baru
saja dicubit Yulia. "Mmhh" bau tanganmu."
"Wangi?" Untuk menutupi desir darahnya, Yulia
mencoba bercanda. "Bau gulai ikan. Amis!"
Berdua mereka tertawa geli. Sadar ataupun tidak,
http://pustaka-indo.blogspot.com328
keduanya merasa berbahagia dapat bersama-sama lagi.
Setelah Yulia menghabiskan jus jambunya, ia berdiri
sambil mendorong kursi yang didudukinya.
"Akan kubereskan dulu meja makan ini," katanya. "Tidak usah. Ada orang yang menjaga rumahku.
Ia sudah tahu apa yang harus dilakukannya. Membereskan dan mencuci piring bekas makan sudah
biasa buat dia. Kalau mau, rapikan saja makanannya supaya tidak kelihatan diobok-obok," kata Gatot
lagi. "Oke." Yulia segera melakukan apa yang dirasa
perlu, merapikan nasi dan lauk-pauknya agar tidak
mengurangi selera makan orang yang akan menyantapnya. "Penjaga rumahmu betul ada, kan?"
"Tentu saja. Kenapa?"
"Kok ia tidak ada di sini sekarang?"
"Ia sudah lama minta izin pulang ke rumahnya.
Jadi, pagi kuizinkan ia pulang. Menjelang sore ia
sudah akan kembali ke sini lagi," jawab Gatot. "Kenapa sih kau ingin tahu hal itu?"
"Bukannya ingin tahu. Aku bisa membayangkan
apa yang terjadi di sini jika kau sedang datang menengok rumahmu." "Maksudmu?" "Setiap kau dan Nuning datang menjenguk rumah ini, kau juga meminta penjaga rumahmu pergi?" "Supaya aku bisa bebas bercumbu rayu dengan
Nuning, begitu maksudmu, kan?"
http://pustaka-indo.blogspot.com329
"Yah" siapa tahu, kan?"
"Soal apakah aku seperti itu atau tidak, nanti
kuceritakan padamu." Gatot menahan diri tidak
marah. "Sekarang, ayo ikut aku. Aku ingin kau melihat-lihat rumah ini dengan lebih cermat."
Karena melihat betapa antusiasnya Gatot ingin
memperlihatkan hasil jerih-payahnya, Yulia terpaksa
mengikuti kemauannya berkeliling seluruh bagian
rumah barunya. "Desain asli rumah ini belum kuubah sama sekali. Aku hanya ingin melebarkan jendela kamar utama yang menghadap ke taman mini itu, supaya
bisa melihat warna hijau-hijau daun demi menye

Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jukkan mata. Bagaimana menurutmu, Yulia?"
"Bagus. Supaya bila tidak sedang ingin memakai
AC, udara di luar bisa masuk dengan bebas."
"Memang seperti itu maksudku. Selain itu, bila
sedang malam purnama, aku bisa melihat sinarnya
yang keemasan dari tempat tidur. Pasti indah sekali." "Ya"." Yulia nyaris tercekik ketika menjawab katakata Gatot. Terbayang olehnya, Gatot berada di atas
tempat tidur menatap rembulan dengan Nuning
berada dalam pelukannya yang hangat dan mesra.
"Begitu juga kamar depan yang akan kupakai
sebagai ruang kerjaku, jendelanya juga akan kuperlebar supaya bisa menatap taman di halaman depan," Gatot yang tidak tahu apa yang sedang melintas dalam pikiran Yulia, melanjutkan bicaranya.
"Bagaimana menurutmu?"
http://pustaka-indo.blogspot.com330
"Bagus. Jadi bisa sekalian melihat ke luar, sehingga bila ada tamu atau orang yang tak kauinginkan
datang, langsung terlihat olehmu." Yulia mencoba
menjawab apa adanya, meskipun perasaannya terganggu. Semestinya Gatot tidak membicarakan
hal-hal yang tak ada kaitan dengan dirinya seakrab
itu. "Betul apa katamu. Ayo kita lihat kamar yang di
tengah." Gatot mengajak Yulia melihat kamar yang
berdampingan dengan kamar utama. "Kamar ini
untuk kamar anak-anak. Jadi, belum kuisi apa pun.
Kata orang tua pamali atau tabu."
Yulia hampir saja tersedak ludahnya sendiri. Beruntung ia masih mampu mengendalikan perasaannya yang mendadak jadi kacau-balau begini. Kelihatannya, Gatot dan Nuning akan segera menikah
dalam waktu dekat ini. Melihat Yulia terdiam dengan tiba-tiba, Gatot
menatapnya. Yulia cepat-cepat membuang pandangannya ke tempat lain. Ia tidak ingin Gatot melihat
betapa pedih hatinya saat itu. Namun, Gatot cukup
mengenal Yulia yang terlalu polos. Sedikit-banyak
ia bisa menangkap apa yang dirasakan Yulia ketika
ia tadi menyinggung masalah anak. Tanpa disadarinya Gatot tersenyum, menyiratkan perasaan puasnya. Dugaannya bahwa Yulia masih mencintainya
semakin kuat. Dengan terus mengoceh ia pura-pura
tidak memperhatikan keadaan Yulia.
"Setelah melihat kamar mandi yang terletak di
samping kamar tidur utama, kita akan melihat kahttp://pustaka-indo.blogspot.com331
mar mandi belakang dan kamar tidur pembantu,"
katanya kemudian. Yulia mengangguk, tetapi hatinya semakin terasa
berat untuk mengikuti Gatot dengan antusiasmenya
itu. Rumah yang akan dihuninya bersama Nuning
seharusnya bukan dipamerkan kepadanya, pikirnya
dengan perasaan tak enak. Untunglah setelah berkeliling rumah akhirnya Gatot mengajak Yulia duduk
beristirahat di ruang tengah yang masih tampak kosong, baru ada rak pajangan yang belum diisi apa-apa
dan sebuah sofa berikut meja kecil di depannya.
"Duduklah, Yulia." Gatot menyilakan Yulia duduk, setelah mengambil dua kotak minuman dingin
berisi jus mangga dari lemari es. Keduanya langsung diletakkannya di atas meja.
Yulia mengangguk lagi. Mereka duduk di sofa
yang sama karena hanya itu tempat duduk satusatunya yang ada di ruang keluarga. Namun, mereka duduk agak berjauhan. Keduanya sama-sama
menjaga jarak agar tidak terlalu berdekatan.
"Sekarang marilah kita bicarakan mengenai masalah pribadi kita masing-masing. Aku ingin mengetahui apa saja yang terjadi padamu setelah lima
bulan lamanya kita tidak bertemu," kata Gatot, begitu mereka duduk dengan lebih tenang.
"Cerita tentang diriku tidak ada yang menarik.
Bagaimana kalau kau yang memulai lebih dulu?"
"Baik. Seperti yang kukatakan di mobil tadi, beberapa minggu yang lalu aku datang ke rumahmu."
"Sebetulnya untuk keperluan apa sih kau datang
http://pustaka-indo.blogspot.com332
ke rumahku?" tanya Yulia. Tadi ia belum sempat
menanyakannya. "Tentu saja mengunjungimu. Ibumu mengatakan
kau sedang pergi bersama kekasihmu."
Yulia langsung terdiam. Ia menarik napas dalamdalam. Ibunya memang sering berlebihan bila ingin
melindungi anak-anaknya. Danardono bukan kekasihnya! "Siapa laki-laki itu, Yulia" Boleh aku tahu?"
"Namanya Danardono. Sama seperti diriku, ia juga
mengajar. Bukan di sekolah melainkan di sebuah lembaga kursus ternama. Sama seperti aku juga, ia punya
banyak murid yang belajar Bahasa Inggris kepadanya
secara privat," jawab Yulia terus terang.
"Di mana kalian berkenalan?"
"Di tempat kami menyanyi. Ketika aku ditawari
seorang teman menyanyi di sebuah hotel, aku menerimanya. Pertama, aku ingin menyalurkan bakatku.
Kedua, aku ingin mendapat tambahan penghasilan
karena harus menyicil mobil. Karena sama-sama
menyanyi dan mempunyai minat yang sama, kami
pun menjadi akrab." "Hm, kalian pasangan yang serasi dalam banyak
hal rupanya. Kau... mencintainya?" Gatot ingin sekali mengetahui perasaan Yulia terhadap Danardono.
Ia tahu betul, Yulia wanita yang jujur.
"Ia mencintaiku," Yulia mencoba mengelak.
Gatot terus mendesaknya. "Yang kutanyakan, apakah kau mencintainya?"
Yulia tergagap. Untuk mengatasinya ia mengambil
http://pustaka-indo.blogspot.com333
minuman di depannya, menusuk lubangnya dengan
sedotan yang semula menempel pada kotaknya dan
langsung meminumnya seolah-olah ia haus sekali.
Seperti tadi, Gatot terus mendesaknya.
"Yulia, kau belum menjawab pertanyaanku,"
Gatot mendesak lagi. "Pertanyaan yang mana?" Yulia mencoba mengulur waktu. "Apakah kau mencintai Danardono?" sambil menahan diri tetap bersabar, Gatot melontarkan pertanyaannya lagi. "Apakah penting bagimu mengetahui itu," Yulia
balik bertanya, karena bingung harus menjawab
apa. "Ini kan rahasia hatiku. Aku mau mencintainya
dengan sepenuh isi dadaku ataukah tidak, itu bukan urusanmu." "Urusanku, Yulia. Aku mencintaimu. Kau juga
mencintaiku. Setidaknya itu beberapa bulan yang
lalu saat kau mengakuinya. Jadi, aku ingin tahu
apakah cintamu sudah mati sehingga kau bisa jatuh
cinta lagi kepada laki-laki lain."
"Pertanyaanmu aneh."
"Pertanyaanku aneh, ajaib, tak masuk akal atau
mustahil sekalipun aku tidak peduli," Gatot menjawab kalem. "Nah, tolong jawab pertanyaanku.
Apakah kau mencintai Danardono?"
"Kau tidak adil. Caramu bertanya seperti polisi
menanyai orang yang ketahuan mencuri. Aku tidak
mau menjawab!" Yulia menggerutu.
"Baik. Kalau begitu aku yang mengambil alih
http://pustaka-indo.blogspot.com334
jawaban yang ada di hatimu," sahut Gatot menantang. "Jangan berlagak seperti peramal. Aku tidak mau
mendengarkan omonganmu," Yulia menggerutu
lagi. "Aku memang seorang peramal, Yulia. Khususnya
bila itu berkaitan dengan dirimu. Kenapa begitu"
Karena aku masih sangat mencintaimu, sehingga
setiap perubahan air muka dan sikapmu langsung
masuk ke dalam bola kristal ramalanku."
"Ah, ngawur." "Aku akan mengatakan apa yang ada di hatimu,
lalu katakanlah apakah ramalanku benar ataukah
ngawur." Gatot menatap mata Yulia dengan tatapan
tajam. "Aku yakin kau tidak mencintai Danardono.
Merasa cocok, mungkin. Akan tetapi jelas, itu bukan cinta!" Pipi Yulia langsung merona merah ditebak sejitu
itu oleh Gatot. Namun, ia masih tetap tidak mau
mengakuinya. "Sudah kukatakan tadi, aku mencintainya atau
tidak itu urusan hatiku. Apakah aku akan menikah
dengan Danardono ataukah tidak, itu juga urusanku. Paham?" Suara Yulia mulai terdengar galak.
"Aku kenal dirimu. Kau selalu menggarisbawahi
kejujuran dan menghindari kemunafikan. Sungguh
tidak adil bila kau menikah dengan laki-laki yang
tidak kaucintai. Kasihan dia."
"Tutup mulutmu."
"Jangan galak-galak terhadapku, Yulia."
http://pustaka-indo.blogspot.com335
"Kau membuatku jengkel setengah mati."
"Itu tandanya ramalan atau kata-kataku tadi telah mengenai tepat sasaran di hatimu. Kau marah
padaku karena aku telah mengucapkan suatu kebenaran. Kau tak mampu mengelak, kan?"
Merasa terpojok, Yulia berdiri dari tempat duduknya. "Aku tak mau melanjutkan pembicaraan yang
tidak ada manfaatnya ini. Sekarang antarkan aku
sampai ke jalan besar sana. Aku mau pulang," bentaknya kemudian. Gatot juga berdiri, tetapi sambil menarik dan
menyentak tangan Yulia sehingga ia jatuh terduduk
kembali ke tempatnya semula.
"Sudah kukatakan tadi, kita kan sedang bercerita
tentang apa yang terjadi selama lima bulan kita berpisah. Jadi, jangan emosi. Lagi pula, apa sih salahku sampai kau semarah ini?" kata Gatot.
Yulia memutuskan, kini saat yang tepat untuk
menunjukkan kesalahan Gatot.
"Apa kau tidak menyadari kesalahanmu?" ia
membentak. "Tunjukkan apa kesalahanku!" Gatot ganti menantang. "Apakah kau lupa yang kukatakan ketika kita
mengakhiri pertemuan di... di" Cibodas waktu
itu?" "Tentang?" Gatot mengernyitkan alisnya.
"Bahwa mulai detik itu kita tidak boleh bertemu
lagi. Kau juga kularang datang ke rumahku. Ingat?"
http://pustaka-indo.blogspot.com336
"Tentu saja aku ingat. Aku juga ingat mengenai
pengecualian yang kauucapkan. Kau justru yang
telah melupakannya," kata Gatot.
"Apa itu?" Yulia pura-pura tidak ingat.
"Kaubilang aku boleh datang mengunjungimu
bila bersama Nuning. Ya, kan?"
"Betul sekali. Kau tidak bersama Nuning kan
ketika datang ke rumahku beberapa minggu yang
lalu?" Yulia mencemooh.
"Memang tidak. Akan tetapi, pengecualianmu
yang lainnya telah kupenuhi."
"Pengecualian apa?"
"Kaubilang aku boleh datang ke rumahmu bila
bersama Nuning. Hal itu tak kupenuhi. Untuk
apa" Aku toh telah memenuhi pengecualian lain
yang lebih penting dari itu. Bukankah kaubilang,
pintu rumahmu baru akan terbuka jika cincin pertunangan sudah tidak melingkar di jari manisku."
"Apa maksudmu?" Yulia membelalakkan matanya
karena kaget. Tanpa sadar, matanya melirik ke arah
jari-jemari Gatot. Kecuali cincin bermata blue
saphire, selebihnya kosong. Cincin pertunangannya,
yang sering dilihat Yulia, tidak ada lagi di jari manis Gatot. Gatot mengikuti arah pandang mata Yulia dan
melihat perubahan wajahnya.
"Kau sudah melihat jemariku, kan" Jadi, mestinya kau tahu sekarang kenapa aku datang berkunjung ke rumahmu beberapa minggu lalu tanpa
http://pustaka-indo.blogspot.com337
Nuning. Demikian juga hari ini, ketika menemuimu di tempat mengajar," kata Gatot lagi.
"Aku" aku tidak menduganya." Yulia mencoba
menenangkan perasaannya yang tiba-tiba bergolak.
"Kuharap" itu... bukan karena diriku. Kalau ya,
aku tak akan... pernah memaafkan dirimu maupun
diriku sendiri." "Jika putusnya hubungan kami terjadi berbulanbulan yang lalu, mungkin saja dirimu ikut mempunyai andil di dalamnya. Atau bila waktu itu kau
menceritakan tentang perbuatannya menerormu,
boleh jadi pula kau ikut terlibat dalam putusnya
pertunangan kami. Akan tetapi ini, tidak. Sama sekali kau tak tersangkut di dalamnya. Kan aku sudah pernah bilang kepadamu bahwa jauh-jauh hari
sebelum kita saling jatuh cinta, aku sudah sangat


Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meragukan hubunganku dengan Nuning. Rasanya,
kami tak mungkin bisa bersatu. Sifat dan pola pikir
kami sangat bertolak belakang. Lebih dari itu, aku
hanya menyayanginya sebagai adik. Bukan sebagai
kekasih." "Lalu, masalah apa yang menyebabkan pertunangan kalian akhirnya putus?" Yulia menanggapi
perkataan Gatot. "Sejak perjumpaan kita di Cibodas, sesuai dengan apa yang kausarankan, aku mencoba bersabar
dan mulai lebih banyak memperhatikan Nuning.
Namun ternyata, sikapnya yang mau menang sendiri malah semakin menjadi-jadi. Semua yang kulakukan untuknya tak ada yang baik di matanya.
http://pustaka-indo.blogspot.com338
Bahkan, bila aku membawa sesuatu untuknya, berulang kali ia menyindirku. Katanya, itu hanya caraku untuk menutupi rasa bersalah, caraku meminta
maaf dan hal-hal semacam itu. Hampir setiap hari
perkataan itu diucapkannya kepadaku, sampai akhirnya karena aku tak tahan kutanyakan kepadanya
apa maksud ucapannya itu. Ia malah berteka-teki.
Katanya, "Tanyakan saja pada hatimu sendiri. Atau
tanyakan saja pada Yulia.?"
"Kok aku?" "Itulah yang membuatku jengkel. Bayangkan,
kalau aku marah ia bilang pikiranku sedang sibuk
memikirkanmu jadi gampang marah. Bila aku diam
ia bilang aku melamunkan dirimu. Siapa sih yang bisa
tahan berdekatan dengan orang seperti dia dan..."
"Sekarang aku mengerti," Yulia memotong perkataan Gatot dengan tak sabar. Ia sudah menemukan jawaban. "Kau ingat kan apa yang terjadi lima
bulan yang lalu ketika kau mengajak Nuning
refreshing sepulangmu dari dinas ke luar kota?"
"Ya. Ia menolak ajakanku. Bahkan, menyuruhku
menemaninya belanja keperluan pribadinya."
"Nah. Aku kok punya dugaan, ketika ia meneleponmu ke rumah sebenarnya ia ingin tahu apakah
kau jadi pergi ataukah di rumah saja. Ketika ia
tahu kau pergi, buru-buru ia menyuruh orang
mengikutimu. Kalau tidak, dari mana ia bisa punya
foto-foto kita ketika... di Cibodas. Oleh sebab itu,
ia mulai menerorku sampai akhirnya ia mulai merasa yakin telah memenangkan pertarungan, karena
http://pustaka-indo.blogspot.com339
tidak ada bukti lagi bahwa kita masih bersama.
Aku juga yakin, ia sudah tahu bahwa aku sekarang" akrab dengan laki-laki lain."
"Analisamu sangat masuk akal."
"Yah, kurang-lebih begitulah yang terjadi. Lalu,
bagaimana hubungan kalian selanjutnya?"
"Setelah merasa tidak ada lagi orang ketiga di
antara kami, ia justru mulai memperlihatkan taringnya." "Apa maksudmu?"
"Nuning mulai melangkah lebih jauh, memasuki
wilayah kehidupan pribadiku. Di depan keluargaku,
ia berani mengatakan bahwa semua yang berhasil
kubangun kembali setelah ayahku bangkrut adalah
hakku sepenuhnya. Alasannya, akulah yang telah
menitinya dari nol lagi. Karena ia adalah calon istriku, ia beranggapan sudah saatnya semua yang kukerjakan selama ini ada kejelasannya."
"Kejelasan apa maksudnya?"
"Maksudnya, harus ada kejelasan mana yang milikku dan mana yang milik keluargaku. Karena aku yang
membangun kembali perusahaan itu, maka menurutnya akulah yang paling banyak bagiannya."
"Ia berani bilang begitu di depan keluargamu?"
Yulia merasa kaget mendengar cerita Gatot.
"Ya. Kelihatannya ia juga sudah mulai bersikap
otoriter, bukan hanya kepada pegawai-pegawaiku
saja tetapi juga terhadap keluargaku. Ia merasa lebih berhak atas diriku dan semua yang berhasil
kulakukan untuk perusahaan."
http://pustaka-indo.blogspot.com340
"Bagaimana sikap keluargamu, terutama kedua
orangtuamu?" "Terus terang mereka sudah mulai meragukan
langgengnya hubunganku dengan Nuning. Ibuku
malah sudah memintaku berpikir lebih jauh mengenai hal itu. Terutama ketika beliau minta aku membelikan mobil untuk Nina, adik bungsuku yang masih kuliah, Nuning berulang kali menyindir yang
tidak-tidak. Bayangkan, belum jadi istriku saja ia sudah bertindak terlalu berani terhadap keluargaku."
"Misalnya?" "Ia bilang keluargaku hanya bisa merongrong
dan memperkuda aku."
"Siapa yang mendengar perkataannya itu?"
"Nina. Ia beraninya hanya kepada yang mudamuda. Ketika ia mulai berani kepada kedua orangtuaku, ayahku mulai unjuk gigi dengan cara yang
menurut kami pas." "Apa yang terjadi?"
"Nuning pernah mengatakan kepada kami di depan keluargaku untuk memisah-misahkan harta
milik. Alasannya sih bagus. Ia bilang, sebelum aku
dan ia menikah sebaiknya pemisahan harta-benda
perlu diurus di hadapan notaris agar kelak di kemudian hari jangan menimbulkan persengketaan."
"Sekarang memang cukup banyak pasangan yang
sebelum menikah menghadap notaris untuk pemisahan harta-benda pribadi masing-masing."
"Aku juga pernah mendengar hal itu demi menjaga agar tidak timbul masalah di kemudian hari
http://pustaka-indo.blogspot.com341
bila terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Misalnya
kematian atau terjadi perceraian." Gatot mengiyakan. "Melihat cara Nuning bersikap, aku merasa
tersinggung. Kukatakan padanya bahwa sepeser pun
aku tidak akan memakai harta milik pribadinya.
Ternyata kemudian tujuannya hanyalah agar keluargaku tidak mencampuri harta yang kuhasilkan.
Ayahku sampai naik tekanan darahnya."
"Aku tidak menyangka ia sampai begitu egoisnya." "Itu karena ia sudah merasa yakin bahwa kami
akan menikah, Yulia. Kira-kira enam minggu yang
lalu, ketika tangan kananku terkilir berat saat olahraga sampai bengkak dan tidak bisa menyopir, bisul
yang ada di antara keluarga kami dengan Nuning
pecah." "Bisul" Apa maksudmu?"
"Saat dokter mengatakan agar tanganku beristirahat dulu karena bengkaknya sampai ke ujung-ujung
jemari, Nuning memintaku mengantarkan dia ke rumah temannya yang berulang tahun karena sopirnya
sakit. Ketika aku mengatakan tidak bisa menyopir
dan kuusulkan adikku Herman yang menyopiri kami,
ibuku tidak setuju. Herman akan menghadapi ujian
S-2 esok pagi. Nuning merasa jengkel. Ibuku juga
merasa jengkel. Maklumlah, sudah lama beliau merasa tidak suka kepada Nuning. Begitu juga sebaliknya." "Aku bisa membayangkan."
"Apalagi waktu ibuku mengusulkan agar kami naik
http://pustaka-indo.blogspot.com342
taksi saja, Nuning menolak. Malu, katanya. Punya
mobil kok naik taksi. Saking jengkelnya, ibuku
menawarkan bagaimana bila ayahku yang menyopiri,
karena ingin tahu apa reaksinya. Ternyata ia tidak
menolak, sehingga kami semua jadi kaget. Masa
orangtua disuruh mengantar ke ulang tahun temannya. Sungguh keterlaluan. Ayahku yang bijaksana
menengahi dengan mengatakan bersedia mengantar
dan kemudian menjemput pada saat pesta usai.
Nuning si anak manja tidak tahu bahwa kami sedang
mengujinya. Setelah mengantarkan Nuning pulang,
ayahku mengajak kami sekeluarga bicara. Beliau
langsung mengatakan tidak ingin mempunyai menantu seperti Nuning. Katanya pula, aku tidak akan
hidup bahagia bila menikah dengan gadis itu."
"Kemudian, apa yang terjadi?"
"Rapat kedua belah pihak keluarga pun tak terhindarkan lagi, karena keluargaku terus-menerus
mendesak keluarga Nuning untuk membahas persoalan tersebut. Orangtua Nuning yang sangat mengenal anaknya, memahami perasaan keluargaku.
Meskipun dengan berat hati, mereka menerima keinginan kami untuk memutuskan pertunanganku
dengan Nuning. Demikianlah, Yulia, sudah lebih
dari satu bulan ini aku bebas dari Nuning."
Yulia terdiam. Perasaannya kacau-balau. Senang,
bingung, waswas, kehilangan pegangan, campur
aduk menjadi satu dalam hatinya. Perutnya sampai
terasa mulas dan tegang. Gatot menatapnya dengan
cermat. http://pustaka-indo.blogspot.com343
"Kok malah diam. Apa yang kaupikirkan?" tanyanya kemudian. "Macam-macam." "Kalau begitu kubantu kau memfokuskan satu
masalah saja, ya. Pertama-tama, jawablah pertanyaanku tadi dengan jujur sesuai apa yang ada dalam
hatimu." "Pertanyaan yang mana?"
"Apakah kau mencintai Danardono?"
"Kenapa cuma itu-itu saja sih pertanyaanmu?"
Yulia bersungut-sungut. "Baik, aku akan menanyakan yang lain. Yulia,
apakah Danardono berniat melamarmu atau tepatnya ingin menikah denganmu?"
"Secara tidak langsung ia memang pernah mengatakan hal itu." "Secara tidak langsung?"
"Ya." "Itu artinya, ia belum merasa yakin bahwa kau
akan bersedia menerimanya. Apakah begitu?"
"Mungkin," Yulia menjawab apa adanya.
"Aku yakin, keraguannya itu akibat sikapmu
yang tidak meyakinkan dirinya. Aku kenal dirimu
dengan baik, Yulia. Pasti karena sikapmu yang dingin atau mungkin menjaga jarak yang menyebabkan ia merasa ragu."
Yulia tidak menjawab, karena memang seperti
itulah yang terjadi. "Dengan demikian, aku semakin yakin bahwa
sebenarnya kau tidak mencintai Danardono."
http://pustaka-indo.blogspot.com344
Yulia menarik napas panjang, kemudian menunduk. Melihat itu Gatot mendesaknya lagi.
"Yulia, kau tadi begitu gigih membantah katakataku. Itu tandanya apa yang kukatakan benar
adanya meskipun kau tak mau mengakuinya. Sekarang kau diam dan menunduk. Bagiku, itu juga
menandakan bahwa dirimu telah menyerah pada
kebenaran. Kau yang tak suka kemunafikan, bingung tidak tahu harus mengatakan apa, kan?"
Yulia masih saja tidak mau bicara. Namun, dari
lekukan bibirnya Gatot menangkap bahwa ia mulai
pasrah pada keadaan, sehingga Gatot yakin bahwa
Yulia tidak pernah mencintai laki-laki lain, termasuk Danardono sekalipun. Itu artinya, Yulia masih
tetap mencintainya. Berpikir seperti itu, hati Gatot
menjadi berbunga-bunga. "Yulia" meskipun kau tak mau mengakuinya,
tetapi aku yakin sekali bahwa kau masih tetap mencintaiku. Oleh sebab itu, hentikan harapan Danardono
yang ingin meraih hatimu. Katakan padanya dengan
jujur bahwa kau mencintai laki-laki lain. Jadi, jangan
kaulanggar sendiri prinsip kejujuran hatimu hanya
untuk membahagiakan ibumu, yang kelihatannya
sangat mengharapkan dirimu segera menikah dengan
Danardono. Sebetulnya ibumu hanya ingin melihat
dirimu bahagia. Bukan menunjuk pada Danardono
atau lelaki tertentu. Kalau ibumu mengetahui aku
sudah bebas dari Nuning, pasti beliau akan merestui
hubungan kita. Aku yakin sekali."
Yulia mulai mengangkat wajahnya. Pandang mata
http://pustaka-indo.blogspot.com345
mereka bertemu. Kedua insan itu sama-sama tahu
bahwa cinta mereka masih bersemi di hati masingmasing. Bola mata mereka yang berlumur cinta dan
kemesraan tak mungkin berbohong. Namun, keduanya masih sama-sama menahan diri.
"Begitu yakinnya dirimu. Dari mana kau tahu
kita masih saling mencintai?" tanya Yulia kemudian,
hanya untuk menenangkan debar jantungnya yang
tiba-tiba berpacu. Tanpa disadarinya, matanya bergetar bagai dian tertiup angin. Hampir saja Gatot tak
mampu menahan dirinya. "Perlukah aku membuktikannya dengan perbuatan?" akhirnya Gatot bertanya dengan pandangan
mata menggoda, yang menyebabkan pipi Yulia langsung merona merah. "Sok tahu kau!" Yulia mengelak, dengan sikap
tersipu-sipu. "Lho, bukan sok tahu. Ini berdasarkan pengalam

Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

an empirisku sendiri. Siapa tadi yang wajahnya
berubah saat aku mengatakan jendela kamar utama
akan kuperlebar supaya dari tempat tidurku aku
bisa melihat bulan purnama" Siapa pula yang wajahnya tiba-tiba sedih ketika aku menceritakan kamar yang di tengah itu akan kupakai sebagai kamar
anak-anak" Mataku ini awas lho!"
"Aku sedang memikirkan hal lain kok," Yulia
masih mencoba mengelak, karena malu ketahuan
isi hatinya. "Oke. Lalu, betapa mudahnya kau terlena bila
aku mencumbumu seperti ketika di Cibodas. Apa
http://pustaka-indo.blogspot.com346
itu bukan bukti bahwa cintamu kepadaku bukan
cuma cinta sesaat?" "Waktu itu aku sedang terpengaruh suasana romantis," Yulia menjawab.
"Apa itu tidak merendahkan dirimu sendiri bila
memang itu yang terjadi. Begitu jugakah yang kaurasakan bila Danardono mencumbumu?"
"Jangan menghinaku. Ia tak pernah mencumbuku. Memegang tanganku pun tak berani."
"Bravo!" Mata Gatot langsung berpendar-pendar,
begitu mendengar pengakuan Yulia yang membuat
hatinya semakin mekar berbunga-bunga.
Mendengar komentar Gatot, wajah Yulia langsung memerah lagi sampai ke telinganya, sehingga
Gatot tertawa bahagia melihatnya.
"Betul kan kataku?" katanya dengan perasaan
puas. "Kau memang sok tahu, sombong, gede rasa
dan..." Gatot menjadi gemas melihat betapa sok jual
mahalnya Yulia, sehingga ia tak lagi mampu mengendalikan diri. Diraihnya tubuh Yulia ke dalam
pelukannya. "Angsa cantik yang liar ini memang perlu ditundukkan dengan cinta," gumamnya dengan suara
parau. Kemudian, sebelum Yulia melakukan gerakan
apa pun, Gatot memeluknya kuat-kuat lalu merebahkannya ke atas sofa. Diciuminya bibir indah itu
dengan gemas sampai Yulia terengah-engah kehabisan napas. Ketika Gatot melihat kondisi Yulia seperhttp://pustaka-indo.blogspot.com347
ti itu, pelukannya diperlonggar dan ciumannya
diperlembut dengan luar biasa mesranya. Sementara
itu, tangannya tak henti-hentinya membelai rambut,
sisi wajah, leher dan pundak Yulia sampai akhirnya
si angsa liar yang sesungguhnya memang mencintai
Gatot mengulurkan tangan dan memeluk leher
serta bahu laki-laki itu dengan sama eratnya.
Lama mereka saling mengecup dan membelai
sampai akhirnya Gatot sadar, bila cumbuan itu diteruskan akan timbul bahaya bagi keduanya. Karenanya lekas-lekas ia melepaskan pelukannya dan menggeser duduknya, menjauhi Yulia.
"Aku menang. Hanya seorang perempuan yang
benar-benar mencintai laki-laki yang mencumbunya,
akan membalas cumbuan itu dengan kemesraan
yang sama luar biasanya," Gatot memekikkan kebahagiaannya. "Masihkah kau mengelak dari kenyataan ini?" "Kenyataan apa?" Yulia tetap keras kepala dan
belum mau mengakuinya, meskipun wajahnya tampak semakin memerah. Gatot melihat pandang matanya tampak berbinar-binar penuh cahaya.
"Kenyataan bahwa kau memang mencintaiku dengan cinta yang sama besarnya seperti cintaku padamu. Sebenarnya, aku mengajakmu ke sini untuk
mengetahui seberapa jauh hubunganmu dengan
Danardono dan menjajaki isi hatimu apakah kau
masih mencintaiku. Lalu, kuajak kau melihat rumah yang akan kuhuni bersama istriku kelak."
"Nuning?" http://pustaka-indo.blogspot.com348
"Nuning adalah bagian terpahit dalam buku sejarah kehidupanku. Itu sudah kututup. Rumah ini
kubeli setelah aku putus dengannya."
"Jadi calon istrimu" yang mana?"
"Mau tahu namanya" Ia adalah si angsa liar bernama Yulia Anggraini!"
Mendengar itu, Yulia langsung terdiam. Itu artinya, yang akan tidur dalam pelukan Gatot saat
menatap bulan purnama kelak adalah dirinya. Bukan Nuning, bukan perempuan lain mana pun.
Gatot tersenyum mesra menatapnya.
"Setelah tahu seluruh permasalahannya, ayo jawab pertanyaanku. Masihkah kau mencintaiku,
Yulia?" Gatot bertanya dengan suara lembut.
Kali ini Yulia menyerah. Ia tersenyum manis sambil menatap mata Gatot dengan sama mesranya.
"Ya. Aku" aku mencintaimu."
Cukup sudah. Gatot tertawa bahagia. Direngkuhnya kembali tubuh Yulia, kemudian diciumnya bibirnya dengan kemesraan yang meluap-luap. Bukan
main bahagianya hati sepasang insan itu.
"Sekarang ayo kita pulang," kata Gatot, setelah
mereka saling melepas kerinduan. "Sudah saatnya kita
menatap masa depan dan mengatur kehidupan. Aku
akan meminta keluargaku segera melamarmu."
"Kalau lamaranmu ditolak, bagaimana?" godanya
kemudian. "Tidak apa. Diterima atau tidak, selama aku
tahu si angsa liar mencintaiku akan kuculik ia dan
kubawa terbang jauh."
http://pustaka-indo.blogspot.com349
"Kenapa tidak sekarang saja?"
"Kau jangan menggodaku, ya" Jika aku jadi gila,
bisa bahaya. Kita cuma berduaan saja di sini."
Gatot menatapnya dengan mata berbinar-binar.
Mendengar itu, Yulia tertawa. Ia bangkit dari
sofa. "Kaupikir cuma kau saja yang bisa jadi gila" Aku
juga!" ia menggodanya lagi sehingga Gatot tertawa.
Sambil berpelukan, mereka berjalan ke luar rumah
setelah mengunci pintu-pintu dan jendelanya. Di
dalam mobil, Yulia masih saja terus mengganggu
Gatot. "Aku akan belajar menundukkan keliaranku.
Jadi, mudah-mudahan aku tidak lagi seperti angsa
liar, tetapi seperti burung pelatuk."
"Daripada dipatuk burung pelatuk, aku lebih
suka melihatmu sebagai angsa liar yang cantik
dan... luar biasa menarik, terutama bila berada dalam pelukanku dan..."
Yulia menghentikan ucapan Gatot dengan mencubit lengannya. Sepasang insan itu pun tertawa
bersama dalam kebahagiaan dan cinta yang mengaliri seluruh tubuh keduanya sampai ke ujungujung rambut dan jemari kaki mereka. Betapa luar
biasa indahnya hari ini buat mereka.
http://pustaka-indo.blogspot.comGramedia Pustaka Utama
http://pustaka-indo.blogspot.comGramedia Pustaka Utama
http://pustaka-indo.blogspot.comAngsa liar. Itulah julukan warga
Jalan Mahoni bagi gadis kecil bernama
Yulia Anggraini. Bagaikan seekor angsa
yang anggun dan cantik, Yulia kecil bermata
bulat indah, berambut ikal, dan berwajah
rupawan. Namun semua orang di Jalan Mahoni
sepakat Yulia kecil memang liar, nakal, dan suka
berkelahi. Akibatnya ia selalu terlihat kusut masai,
dekil, dan kehitaman karena terbakar matahari.
Siapa yang menduga belasan tahun kemudian gambaran angsa liar tersebut sirna dan menjelma menjadi angsa
putih yang benar-benar rupawan. Yulia dewasa sangat jelita,
berkulit kuning langsat, dan pintar bergaul. Yang tidak
berubah hanya bola matanya yang senantiasa mengerjapngerjap khas Yulia kecil.
Kerupawanan Yulia dewasa bahkan sanggup meruntuhkan hati tiga pria tampan yang berlomba merebut cintanya.
Hendra, laki-laki sukses yang bisa menjamin kehidupannya
secara materi. Danardono, musisi sekaligus guru privat, yang
dalam banyak hal mempunyai kesamaan dengan dirinya. Dan
Gatot, musuh bebuyutan masa kecil, yang bertunangan
dengan "musuh" Yulia di masa kecil juga. Di antara ketiga
pria itu, siapakah yang akhirnya sanggup menaklukkan sayapsayap cinta si angsa nan jelita ini"
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Kompas Gramedia Building Blok I Lantai 4"5 Jl Palmerah Barat 29"37
Jakarta 10270 Pendekar Kembar 2 Pendekar Naga Putih 103 Pembunuh Berdarah Dingin Sebuah Kisah Cinta 4

Cari Blog Ini