Ceritasilat Novel Online

Ugly Phobia 1

Ugly Phobia Karya Queen Soraya Bagian 1


K encan Garnet M ATAHARI sedang terik-teriknya tengah hari ini. Namun,
itu tidak menyurutkan semangat ratusan orang yang lalu-lalang bertebaran di setiap penjuru terminal Blok M. Para pedagang kaki lima, pengamen jalanan, sopir, kondektur, petugas terminal, penumpang yang berebutan naik bus kota, dan orangorang yang ada di sana sibuk dengan kegiatan masing-masing. Bahkan para pencopet, seperti biasa, mungkin sedang pasang mata mengincar korban.
Beberapa calon penumpang angkutan kota terlihat bersembunyi dari teriknya matahari dengan berteduh di ujung lorong terminal, di kanopi jalur bus yang tidak seberapa, atau tempattempat yang memiliki atap. Beberapa yang lain memilih tempat bermandikan sinar matahari yang mungkin menurut mereka merupakan tempat strategis agar lebih cepat memperoleh angkutan ke arah tujuan.
Siang yang benar-benar panas. Tak aneh, semuanya berpeluh saat ini. Gerah dan menyengat, membuat tubuh rasanya jadi sangat penat!
Kepenatan yang luar biasa. Namun, di antara ratusan orang yang ada di situ, mungkin hanya satu orang yang tidak memedulikan kepenatan itu. Yeah, orang itu aku.
Aku melompat dari Metromini dan berlarian menyeberangi jalan menghindari beberapa Metromini yang bersiap-siap menerobos lampu merah. Tidak kupedulikan teriakan kondektur yang memakiku.
Aku berlari sangat cepat. Untunglah aku tidak menuruti pesan Mama untuk memakai sepatu berhak tinggi yang dibelikannya kemarin. Kalau tidak, dengan berlarian secepat ini, varises pasti akan dengan senang hati melekat di paha, betis, dan kakiku. Sepatu Keds yang kupakai, membuat lariku segesit cheetah. YEAH!
Hmm... Aku rasa& aku terlalu bersemangat.
Wajar saja, soalnya hari ini aku janjian dengan seseorang yang sangat spesial. Cowok tampan, keren, dan pastinya telah memikat hatiku. Namanya Alan Prasetya. Dia sekampus denganku, sekaligus teman sekelasku yang menjadi incaran para cewek.
Aku lebih suka menyebut momen ini kencan. Yeah, itu yang dikatakan Cindy padaku usai menyerahkan surat cintaku pada Alan kemarin.
Sulit kubayangkan! Betapa beraninya aku menyatakan perasaanku pada Alan melalui surat. Bicara padanya saja aku tidak berani. Tapi& itulah kenyataannya, aku telah memutuskan untuk menyatakan perasaanku sejujurnya. Dan hasilnya, Cindy mengatakan, Alan mengajakku ketemuan di suatu
tempat yang telah ia tentukan. Saat itu adalah hari ini. Dan aku sangat bahagia karenanya. Jujur saja, ini hari yang paling kutunggu-tunggu. Tepatnya, sejak aku memutuskan menyukai cowok keren di kampusku itu.
Kuseka keringat yang bercucuran di sela pelipisku. Napasku agak terengah-engah. Aku kecapekan. Aku sudah sampai di tempat yang kutuju. Di depan sebuah gerai makan siap saji di Pasaraya Grande.
Setelah membenarkan letak kacamata minusku dan merapikan rambut panjangku, dengan senyum mengembang aku menghampiri Alan yang sudah menunggu di sana. Kupasang tampang semanis-manisnya. Jantungku berdetak lebih kencang daripada biasanya, namun aku melangkah dengan pasti.
Hai& , sapaku. Sedikit gemetaran. Jujur, aku grogi setengah mati.
Duduk, katanya mempersilakan. Tapi tidak tampak senyuman di sudut bibirnya. Apa perasaanku saja ia tidak ramah hari ini"
Setelah aku duduk, kami hanya saling diam beberapa saat. Alan berkonsentrasi pada Coke yang ada di depannya.
Aku merasa ia sedang memikirkan sesuatu yang harus ia katakan padaku saat ini. Jawaban! Yeah, jawaban akan pernyataan cintaku. Udah lama nunggu" aku menutup keheningan.
Lama banget! ucapnya ketus. Sungguh sambutan yang kurang hangat.
Sori, Al, gue nggak bermaksud ngaret&
Lupain tentang ngaret! Gue nggak peduli lagi, Net! Yang harus kita bahas adalah surat dari Cindy kemarin. Bener itu surat lo" Alan masih saja ketus.
Oh, iya bener! Aku mengangguk cepat. Berharap ia akan mengurangi nada keras pada kata-katanya.
Gue mau bahas soal surat itu& karena cuma itu tujuan gue minta lo datang ke sini. Gue pikir, lo nggak akan dateng. Nada suara Alan mulai merendah. Kuharap ini pertanda baik.
Nggak mungkinlah! Malah gue seneng banget lo ngajak gue kencan hari ini! ucapku penuh semangat. Ekspresiku berbunga-bunga saat aku mengatakannya. Rasanya pasti bola mataku yang tersembunyi di balik kacamata ini berbinar-binar karena bahagia.
Apa" Kencan" Mata Alan menyipit penuh keheranan. Aku memandangnya tak kalah heran. Ya& bukannya hari ini lo ngajak gue kencan" tanyaku. Tapi wajahku terasa panas melihat reaksi Alan yang tidak begitu menyukai kata kencan yang barusan kusebut.
Siapa bilang" Menanggapi ucapannya aku hanya bisa melongo. Astaga! Benarkah yang aku dengar" Benarkah Alan menyangkal semua ini" Aku hanya dapat menyebut sebuah nama dalam hati, sekaligus menduga-duga sesuatu. Apa Cindy telah menipuku" Siapa" Alan menatapku tajam.
Bukan siapa-siapa. Aku menunduk. Gue pikir& pertemuan ini karena lo ngasih respons surat cinta itu& dengan kencan& , ucapku lemah. Berusaha menyegarkan ingatannya. Atau mungkin Alan juga lupa tentang isi surat itu"
Alan menggeleng cepat. Rupanya lo udah salah besar, Net! Lo lagi mimpi, ya" Surat itu gak ada artinya buat gue.
Ma& maksud lo apa, Al" Masalah surat itu... memangnya surat itu kenapa" Apa mungkin ada yang salah" Hatiku bertanya-tanya.
Garnet, gue nggak pernah berniat ngajak lo kencan! Aku terpana menatapnya.
Gue malah bermaksud ngembaliin surat itu. Aku shock! Tapi& tapi&
Ini! potong Alan sambil meletakkan sesuatu di meja. Aroma apple spray tercium dari amplop pink itu. Surat cintaku untuk Alan yang kutitipkan pada Cindy kemarin. Selama satu bulan aku memberanikan diri untuk memberikannya, tidak sangka dalam satu hari surat itu akan kembali lagi padaku. Dadaku bergemuruh, tanganku gemetaran meraihnya. Sebutir air mataku hampir menetes.
Denger ya, Net, gue harap lo jangan pernah ngelakuin ini lagi. Karena gue nggak tertarik dengan isi surat lo, pernyataan cinta lo, perasaan lo, atau apa pun yang ada di dalam surat itu. Dan inget satu hal, ini bukan kencan! Karena kalau gue mau kencan dengan cewek, yang pasti bukan lo orangnya! Usai mengucapkan itu Alan bangkit berdiri dan pergi.
Hatiku sangat sakit. Satu hal yang dapat kutangkap dari nada bicara Alan, baginya aku terlalu percaya diri. Menyukainya" Itu memang kesalahanku. Tapi, walaupun dia tidak tertarik padaku, apakah harus begitu cara dan kelakuannya menolakku" Bodohnya aku! Harusnya aku sadar dari awal, mana mungkin cowok setampan itu mengajakku kencan! Memang, semuanya karena aku terlalu memercayai kata-kata Cindy. Membayangkan wajah Cindy membuatku mual. Yeah, ini semua hanya tipu muslihatnya.
Tidak kusangka, Alan yang selama ini kupikir adalah penyelamatku, pangeran berkuda putihku, ternyata hanyalah seorang yang dengan gampang menyakiti perasaan wanita. Aku kecewa. Aku menarik napas, mencoba menahan air mata yang hendak bergulir di pipiku. Satu-satunya kalimat yang terlintas di kepalaku adalah, jangan menangis... jangan menangis...
*** Senja baru saja hilang. Semburat merahnya berapi-api di ujung sana. Aku baru saja tiba di rumah sekitar sepuluh menit yang lalu.
Selesai mandi dan menyegarkan tubuhku yang habis menjalani aktivitas seharian, aku berjalan gontai ke arah jendela kamarku yang belum sempat kututup.
BRUAK! Kubanting jendela kamar keras-keras. Meluapkan kekesalanku. Tidak kupedulikan suara Mama yang berteriak-teriak di luar.
Ya ampun& sampai kapan sih Mama mau menerima kebiasaan burukku menutup jendela dengan kasar" (Maksudku salah satu kebiasaan burukku.) Untuk menutupi suara-suara
sumbang itu, kusetel saja radio keras-keras. Walaupun aku tau, sebentar lagi, sebuah kepala yang mengeluarkan sepasang tanduk akan nongol di balik pintu.
GARNET! Nah, nah& itu dia kepala yang kumaksudkan. Kepala abangku Reza. Raja Singa di rumah ini, yang selalu siap mengeluarkan taring sesuka hatinya.
Aku pura-pura tidak mendengar dan malah sok konsentrasi memejamkan mata mengikuti irama lagu keren milik Christian Bautista.
Bletak! ADUH! jeritku saat sebuah benda mendarat di kepalaku. Bang Reza sialan! Berani-beraninya dia melemparku dengan bola basket. Brengsek! makiku. Kubalas lemparan itu dengan balik melempar bola basket itu ke arah pintu.
PRANG! Pintu keburu ditutup. Bukannya Bang Reza yang kena, malah gantungan pintu bentuk hati bertuliskan namaku pecah tidak beraturan. Bang Reza sudah kabur.
SIALAAAAN!!! teriakku mencak-mencak. Apa dia tidak tahu hari ini aku sedang kesal"! Apa dia tidak tahu tadi siang aku ditolak cowok"!! Apa dia tidak tahu& Yeah, jelas saja dia tidak tahu! Maka, lebih baik kutahan saja emosiku. Tapi& DOR! DOR! DOR!
Kali ini Papa yang menyuruhku diam dengan memukulmukul daun pintu. Kenapa lagi sih"!
Dengan kesal, kukunci saja pintu kamar rapat-rapat dan
menuruti sedikit perintah Papa dengan mengecilkan volume radio. Setelahnya, kubereskan pecahan gantungan itu.
Ah& keadaan rumahku memang seperti ini. Tidak pernah berubah. Semua orang bertindak semaunya, bicara semaunya, dan berteriak semaunya. Sebenarnya semua itu cukup menyiksaku.
Kubayangkan sifat Mama yang suka cuap-cuap dan paling cerewet di rumah, terlebih sifat suka ngaturnya yang selama ini membuatku risih. Dari hal besar sampai hal sekecil apa pun, Mama selalu ikut campur. Pakaian apa yang harus kupakai hari ini, makanan apa yang harus kumakan, make-up yang harus kukenakan, bahkan jam malam yang harus kutaati. Sejujurnya aku selalu melanggar aturannya, kecuali jam malam. Aku sangat menghargai aturannya yang satu itu. Tapi, peraturannya yang lain bagaikan angin lewat bagiku. Datang dan pergi tanpa kupedulikan.
Selain semua itu, hal yang menyiksaku adalah kebiasaan Papa yang tidak pernah bicara lembut melainkan selalu mengandalkan uratnya saat bicara. Bisanya marah-marah. Padahal dokter selalu memperingatkan Papa karena penyakit darah tingginya yang sering kumat. Itu artinya Papa berisiko tinggi terserang stroke, kan" Tapi kelihatannya Papa tidak peduli.
Dan yang terakhir, sifat jail Bang Reza. Yang satu ini sih, lebih cocok dibilang super-reseh, karena ia senang sekali membuatku kesal. Kejailannya sering belum berhenti kalau aku belum mencak-mencak, marah-marah, atau belum ada benda yang melayang dari tanganku.
Intinya, rumah ini seperti neraka kecil bagiku. Untunglah& tidak semua sifat mengerikan itu menempel padaku. Hanya saja, aku mendapat anugerah kebiasaan buruk yang lain. Seperti jarang mandi, malas mengurus diri, dan berantakan. Yeah, itulah aku.
Tapi, apa pun itu, kebiasaan di rumah ini sudah mendarah daging dan tidak pernah ada perubahan sedikit pun. Dari dulu hingga sekarang. Membuat penghuni di rumah sudah beradaptasi dengan suasana yang menurutku... panas ini.
Hmm& Tidak pernah kubayangkan suatu hari aku punya pacar. Apa dia akan maklum dengan kondisi keluargaku" Terutama dengan sifatku. Entahlah& aku tidak pernah berani membayangkannya.
Tapi, yeah... aku akan menikah suatu hari nanti, kan" Orang bilang, pacaran itu adalah tahap penjajakan dalam mencari pasangan hidup. Lalu, bagaimana dengan masa depanku nanti kalau kebiasaan burukku tidak bisa diubah" Entah kenapa aku ini malas sekali mengurus diri. Ngidam apa mamaku waktu hamil aku ya"
Kalau boleh jujur& karena semua itu, sampai saat ini aku ogah memiliki pacar. Yeah... yeah& Garnet, mahasiswi semester dua, umur tujuh belas tahun, dan tidak pernah berani untuk jatuh cinta.
Tapi, sesungguhnya itu tidak sepenuhnya benar. Hanya 99%-nya yang benar. Satu persennya... beberapa bulan ini aku mengagumi Alan Prasetya. Cowok yang beberapa jam yang lalu telah sukses mencampakkanku. Menyedihkan!
Apa mungkin sejak lahir aku ditakdirkan menyandang predikat jomblo" Tujuh belas tahun kemudian, statusku belum berubah. Tidak ada kemajuan!
Oya, ini bukan karena aku terlalu cantik bak putri raja sehingga berhak memilih pangeran yang datang menawarkan cinta. Tapi& ini karena aku malu dengan sifat burukku. Yang paling menggangguku dalam memutuskan untuk menyukai seorang cowok adalah& (entah apakah aku harus malu mengatakannya, yang jelas aku memang malu sih!) karena aku tidak percaya diri dengan penampilanku yang (bagiku) tidaklah cantik.
Yaaah, itulah sebabnya pada awalnya aku agak takut menyatakan rasa sukaku pada Alan. Dan terbukti, setelah aku menyatakan perasaan yang hanya berani kuungkapkan dengan mengirim surat padanya, dia menolakku mentah-mentah. Genaplah penderitaanku.
Hhhh& selamat datang di dunia pribadi dalam perasaan yang paling dalam dari seorang cewek bernama Garnet&
Aku ini manis, cantik, ramah, anggun, penuh perhatian, dan penuh kasih sayang!
Hahaha! BERCANDA ding! Itu sebenarnya adalah hal yang selama ini ada dalam mimpiku.
Terutama& kata cantik yang begitu indah untuk kubayangkan. Kenyataannya tidak seindah itu. Coba bayangkan kacamata minus yang bertengger di hidungku, juga jerawat-jerawat yang bertaburan di pipiku! Bagiku itu semua sangat menyebalkan!
Sejujurnya, untuk orang yang punya masalah sepertiku, membasmi jerawat-jerawat itu adalah impian. Tapi, jerawat bukanlah gangguan seperti nyamuk yang dapat dibunuh dengan menyemprotkan racun serangga, tikus yang bisa diburu dengan memasang perangkap, atau hama wereng yang dibasmi dengan pestisida. Jerawat sungguh-sungguh sulit dihilangkan! Dengan jerawat-jerawat itu, Bang Reza bahkan dengan segenap hati menobatkanku sebagai Ratu JeLiTa!
Tunggu& tunggu, itu kependekan dari Jerawat Lima Juta! Aku bersumpah akan menamainya MuLan (Muka Bisulan) kalau saja jerawat-jerawat itu menempel di pipinya. Namun sayang& Tuhan berbaik hati tidak memberinya benda kecil, mungil, keramat, berwarna merah, dan menyebalkan itu.
Bukan cuma itu, kulitku agak kusam dan berwarna gelap. Dan satu lagi, bobotku ini terlalu kurus! Di bawah standar! Nyaris kurang gizi! Tulang-tulang yang menyembul di beberapa bagian tubuhku sangat tak enak dipandang. Mungkin aku lebih pantas disebut rangka berjalan. Akibat dari terlalu kurusnya badanku ini, tidak ada baju minim yang terlihat seksi melilit tubuhku. Aku bahkan harus berbesar hati saat mendengar kasir tertawa saat menghitung bon pembelian bajuku di mal soalnya semuanya ukuran anak SD! Satu-satunya kebanggaanku adalah, aku cukup pintar di kelas. Bahkan di semester pertama, aku mendapat IPK paling tinggi di angkatan-ku. Yeah& tapi tetap saja, di zaman seperti ini, daripada otak, penampilan lebih diberi prioritas nomor satu. Alan sudah membuktikannya tadi.
Kisah cintaku benar-benar buruk. Kalau bisa dirangkum dalam satu kalimat, akan kurangkum menjadi& tidak ada cowok yang menyukaiku .
Oya, kecuali satu surat cinta yang pernah kuterima saat aku masih kecil, dari makhluk yang sama dekilnya denganku bernama Rhinky. Itu terjadi sudah lama sekali, saat kami samasama duduk di bangku kelas dua SD. Hidungnya tidak pernah lepas dari yang namanya ingus, bajunya selalu kotor karena seringnya ia bermain bola, dan aku tidak pernah menyukai kenakalannya. Entah di mana dia sekarang. Walaupun aku menemukannya kembali, setelah dia menyadari perbedaan jelek dan cantik, hitam dan putih, kerempeng dan ideal, aku yakin dia akan berpikir dua ribu kali untuk melakukan hal yang sama.
ARGHHHHH! Cukup sudah! Kulirik jam. Tak terasa, saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 23.00. Ya ampun! Begitu banyaknya kekuranganku sampai aku menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menjabarkannya! Sudahlah, kuputuskan untuk tidur saja. Aku mememejamkan mata. Sebenarnya aku belum mengantuk sih. Sambil terpejam, telingaku fokus mendengarkan radio yang sejak tadi kusetel.
Lagu Samson, Kenangan Terindah.
Lagu indah di malam yang indah! Sahabat Mars n Venus, udah lo dengerin tadi lagu yang cantik dari Samson, Kenangan Terindah! Khusus buat lo yang merasa hidup ini
nggak begitu indah& hadapilah semua itu dengan berpikir positif, tetap optimis, semangat dalam menjalani hidup. Kalau lo yakin dan mencoba berpikir lebih terbuka, yakinlah& semua yang ada dalam diri lo itu sebenarnya sangat indah& bla& bla& bla&
Aku tersenyum sinis mendengar suara penyiar radio itu. Berpikir positif" PAYAH! Aku merasa dua kata itu terlalu ringan diucapkan, tetapi berat untuk dilakukan. Apa si penyiar masih bisa berpikir positif kalau memiliki tubuh kerempeng seperti aku" Atau memiliki jerawat yang bertaburan seperti yang di wajahku ini" Atau tinggal dalam rumah neraka seperti rumahku ini" Di mana indahnya"
Kali ini, lagu yang mengalun dari radio adalah lagu Ratu, Buaya Darat. Ugh! Lagu itu kembali membuatku teringat kejadian tadi siang.
Sial!! Wajah Alan tidak henti-hentinya menari di kepalaku. Rasanya aku ingin menelan Alan bulat-bulat. Kekesalanku hampir mencapai puncaknya. Aku yang hampir terlelap segera bangkit!
Di saat seperti ini, kurasa aku butuh teman bicara. Yeah, satu-satunya orang yang masih siskamling tengah malam begini adalah Veronika, sahabatku. Ini kan jadwalnya ngemil.
Kuraih HP-ku dan menekan speed dial nomornya di angka dua.
HALOOOO& & . GARNEEEETTT!!! Suara melengking dan panjang baru terdengar setelah nada tunggu ketiga. Tuh kan, aku bilang juga apa, dia pasti belum tidur.
Hai... Vero, ucapku lemah.
Eh... suara kenapa lemes gitu, Non"! Kayak gue nih, semangat! Udah malem masih semangat!
Duh, nih anak! Mendengar nada suaranya yang rada-rada gimana gitu, aku yakin dia memang sedang bersemangat. Tapi, semangat makan. Dasar tukang makan kelas kakap! Tidak heran kalau badannya ukuran jumbo. Heh, udah malem nih! Masih makan aja lo, ya"
He... he... tau aja lo gue lagi makan. Biasa nih, ngemil dikit&
Iya, gue tau ini jadwal lo ngemil, tapi kalo lo sih dikitdikit bukannya jadi bukit. Tapi numpuk jadi lemak, kataku sambil ngakak.
Lo pernah denger semboyan hidup untuk makan" Nah, gue penganutnya.
Gila! Semboyan macam apa tu" Lo tu emang bisa ngeles! Aku tertawa.
Eh, ngapain lo nelepon gue, Net" Malem-malem gini lo belum tidur" Tumben!
Mmm& gue mau curhat nih, Ver, mengenai Alan& , kataku dengan suara parau.
O IYA! tiba-tiba Vero berteriak. Gimana kencan lo tadi siang" Sukses"
Ah& andai memang seperti itu. Aku menghela napas.
Duh& selamet ya" Akhirnya sahabat gue punya pacar juga! Wah... Garnet, kapan ya gue bisa nyusul" Lo tu beruntung banget ya, Net, secara Alan kan ganteng banget! Apalagi gue udah liat fotonya. Keren gitu loh. Kapan-kapan lo kenalin gue, ya" Gue juga mau tuh jadi pacarnya. Yang kesembilan juga mau, apalagi yang pertama. Ini semua karena jasa temen sekampus lo yang namanya Cindy ya, Net" Coba kalau dia nggak nawarin diri buat ngasihin surat itu ke Alan, lo nggak kan pernah tau isi hatinya si ganteng itu, kan" Iya, kan, Net" Iya, kan"
Kepalaku pusing mendengar ucapan Vero. Kalau masalah bicara, dia seperti kereta api. Panjaaaang sekali. Kadang aku tidak tahu di mana letak remnya.
Net" Garnet" Lo masih di sana, kan" Iya gue masih di sini.
Mana semangatnya nih"! Dari tadi lemes banget! Gimana gue bisa semangat, kalau sejak siang tadi sampe malem gini gue bete!
Ha" Bete" Lo bete sama siapa, Net" Yang jelas bukan sama gue, kan" Gue kan sohib lo yang paling baik, nggak mungkin banget kalau lo bete. Lagian, seharusnya lo hari ini gak perlu bete karena lo sama Alan udah jadian. Lagi pula&
Sebentar lagi gue bisa bete sama lo kalau lo gak bisa diem! potongku.
Garnet" Lo serius betenya"
Ya iyalah! Gue bete sama Alan dan Cindy, ucapku ketus. Alan" Cindy" Nggak! Nggak mungkin! Cindy kan yang udah bantuin lo kasihin surat itu ke Alan. Itu kan yang lo ceritain ke gue waktu itu"
Yeah, Cindy nolongin sekaligus bohongin gue masalah kencan itu.
Apa" Alan nggak pernah ngajak gue kencan, Ver. Cindy cuma ngarang cerita.
Jadi, lo dan Alan... Gue nggak pacaran sama dia, karena tadi siang Alan cuma mau ngembaliin surat gue. Alan nolak gue!
HAAA" Yeah, apalagi tadi dia bilang& kalaupun dia kencan sama cewek, yang pasti& cewek itu bukan gue, ucapku lemas. Sakit sekali mengatakannya.
KURANG AJAR! DASAR COWOK NGGAK TAU DIRI! teriak Vero berang.
Aku menggigit bibir. Net, lo pasti sedih banget ya" Lo juga pasti sakit hati sama Cindy ya" Apalagi si Alan bajingan itu. Tenang, Net, kalau lo mau hajar tuh cowok, gue bersedia bantuin lo. Lo bisa andalin gue. Kalau lo bilang tonjok, gue akan tonjok mukanya biar tau rasa!
Aku tertawa. Net, lo jangan ketawa. Gue serius!
Ya ya! Gue percaya. Aku tau ucapannya tidak main-main. Karena sebelumnya, ia pernah nonjok muka cowok untuk membelaku.
Jadi, kapan lo mau kasih pelajaran ke mereka" Udahlah, Ver& mungkin, guenya aja yang terlalu kege-eran
nanggepin ajakan kencan itu. Gue emang kesel, tapi mau diapain lagi.
Ya ampun, Net, lo tu kalau kesel, bilang aja kesel! Kalau mau marah, bilang aja marah! Jangan ditahan-tahan! Nanti kenapa-napa lagi. Serius nih, lo nggak papa"
Nggak, gue nggak papa kok, Ver. Satu-satunya jalan, gue harus lupain semuanya.
Oke kalau itu emang mau lo. Tapi, gue tau ngelupain kejadian nyebelin kayak gini nggak gampang. Dan kalau karena masalah ini lo butuh bodyguard, gue bersedia bantuin lo! Lagi-lagi Vero membuatku tertawa.
Ng& Besok kan minggu, gimana kalau kita jalan, trus kita makan-makan enak di kafe, okeh" ajak Vero.
Jalan" Yang satu ini aku sih oke saja, tapi kalau makan& aku paling malas. Tapi tak apalah, Aku rasa aku memang membutuhkannya. Yeah, itu ide bagus. Setidaknya pikiranku yang butek ini nantinya jadi jernih kembali. Okeh! kataku menyetujuinya.
*** Hhhh& kutarik napas dalam-dalam setelah menutup telepon. Separuh beban hatiku telah terangkat. Vero membantu melepaskannya.
Veronika memang pintar menghiburku. Dia sahabat terbaik yang kumiliki. Selalu membantu setiap saat aku memiliki
masalah, menghiburku saat aku sedang sedih, dan membelaku dari orang-orang yang jahat padaku.
Kadang kupikir, apa jadinya kalau aku tidak memiliki sahabat seperti dia" Yang pasti, aku tidak akan pernah memiliki teman sejati. Yeah, tidak ada yang mau sungguh-sungguh berteman denganku selain Vero. Sementara Cindy, aku meragukan kebaikannya selama ini. Sikapnya yang manis akhir-akhir ini, kurasa bentuk kepura-puraan saja.
Sementara Veronika benar-benar sahabat istimewa, bahkan kalau ada kata yang lebih baik dari sekadar luar biasa dan istimewa, aku ingin memberinya predikat itu. Karena bagiku, begitulah Veronika yang sesungguhnya.
Di balik sikap galaknya, ia sangat lembut. Di balik tubuh suburnya, ia sangat penyayang dan baik hati. Di balik ucapannya yang terkadang susah untuk berhenti, kadang ia bisa sangat dewasa. Walaupun cuek, terkadang ia sangat perhatian. Walaupun aku sebenarnya juga tahu, di balik senyum dan tawa cerianya, dia pun mengalami perasaan yang sama seperti aku. Sama-sama merasa dikucilkan karena bentuk fisik. Dan di balik nafsu makannya yang berlebihan, aku tahu& dia mencoba menghindari kenyataan perasaannya menjadi cewek yang tidak cantik karena kelebihan berat badan. Aku memahami perasaannya, karena perasaan itu juga ada dalam hatiku. Kami berdua sama-sama merasa tidak cantik.
Aku dan Veronika adalah sahabat yang kompak. Kuranglebih sembilan tahun aku dan Veronika bersahabat. Sejak masih sama-sama duduk di bangku kelas tiga SD.
Pertemanan kami terjadi secara kebetulan dan unik. Di antara ribuan kisah pertemuan yang aneh, kurasa kisah pertemuanku dengannya mungkin termasuk kategori itu.
Saat itu rumahku berada di kawasan Kebayoran Baru. Aku pulang ke rumah sendirian melewati sebuah lapangan kecil tak jauh dari rumahku. Lapangan itu biasanya digunakan anakanak cowok seusiaku untuk bermain bola. Aku biasa melewati lapangan itu karena jaraknya lebih dekat untuk pulang. Suasananya sedang ramai.
Tiba-tiba saja sebuah benda bulat yang entah dari mana datangnya, mendarat di kepalaku. Sakitnya bukan main. Aku terjatuh karena hantaman bola kaki. Kontan aku menangis.
Orang yang harus bertanggung jawab atas kejadian itu adalah Rhinky, tetangga sekaligus teman sekolahku. Dia amat nakal! Dengan tampang menyesal sambil menarik-narik napas untuk menyelamatkan ingusnya yang mau keluar dari lobang hidung, ia berusaha minta maaf. Namun, belum selesai katakata itu ia ucapkan, tiba-tiba sebuah tinju telak mendarat di wajahnya.
Tinju itu begitu keras sehingga membuat mata kanannya bengkak. Dan yang mengejutkan, tinju itu berasal dari seorang cewek seusiaku yang bertubuh luar biasa subur. Badannya gendut dan bulat. Ibarat gedung, tubuhnya besar dan sangat kokoh. Ia datang untuk membelaku, padahal aku tidak mengenalnya.
Belakangan baru kuketahui, cewek yang membelaku itu bernama Veronika. Rupanya dia tetangga baruku dari Medan.
Secara kebetulan, ia mendaftarkan diri di sekolah yang sama dan sekelas denganku. Sejak itulah kami akrab. Meskipun badannya sangat gendut dan aku terlalu kurus, kami berdua sangat kompak. Terutama kalau Rhinky yang dekil itu mencoba menakaliku, Vero tidak akan ragu-ragu menghadangnya.
Sebulan kemudian, aku lewat lapangan bola itu lagi, kali ini bersama Vero. Kembali sebuah bola nyasar tepat di wajahku. (Entah kenapa, aku sangat sering dicium bola.) Kulihat Rhinky datang menghampiri dan mencoba memberikan pertolongan. Namun Vero sudah keburu menonjok mukanya sampai biru lagi. Sejak saat itu, Rhinky tidak pernah main bola lagi. Kudengar, dia trauma dengan kejadian itu.
Akhirnya kami mengetahui bukan Rhinky pelakunya, tapi anak lain. Dengan rasa malu, aku dan Vero minta maaf padanya. Tak lama berselang keluarga Rhinky pindah entah ke mana.
Saat menginjak SMA, keluarga Veronika pindah ke Ciledug. Aku sangat sedih. Untunglah, komunikasi di antara kami tidak terputus. Aku juga bersyukur, walaupun kami kuliah di tempat yang berbeda, Tuhan berbaik hati membantu menjaga pertemanan kami sampai sekarang&
*** ALAN BENER-BENER KETERLALUAN, NET!! Vero mengacung-acungkan telunjuknya pertanda ia sedang kesal. Tidak dipedulikannya tatapan orang-orang yang duduk di meja
tak jauh dari kami. Sesuai janjinya semalam, sore ini dia mengajakku makan di kafe.
Kafe ini tidak terlalu besar, jadi suara Veronika yang menghujat dengan volume agak kencang itu terdengar ke manamana. Apalagi ukuran tubuh kami yang kontras sangat mengundang perhatian.
Aku memberinya isyarat supaya mengecilkan volume suaranya. Vero menurut, namun gayanya masih mengisyaratkan ia tidak peduli dengan tatapan-tatapan itu.
Cindy juga keterlaluan banget. Temen macam apa itu" Alan nggak tau diri! Cowok brengsek! Dia pikir cuma dia cowok yang ada di dunia ini" Cakepan juga Orlando Bloom, aktor idola kita, Net! Liat aja, kalau ketemu sama orangnya, gue tonjok dia! Biar tau rasa! UGH! Vero meremas-remas tangannya.
Aku tertawa mendengar sumpah serapah yang terus meluncur dari mulut Vero. Begitu semangatnya ia membantuku menghujat kedua orang itu. Aku senyum-senyum sendiri melihat tingkahnya yang mengoceh sambil mengunyah burger ukuran jumbo. Vero terlihat lucu.
Woi! Lo kok malah ketawa-ketiwi gitu sih" Lo pikir gue badut"
Habis, lo semangat banget ngomongnya! Pake bawa-bawa Orlando Bloom segala. Ntar dia keselek lagi gara-gara kita omongin! ucapku sambil membayangkan tampang aktor idola kami berdua tersedak minuman. Wajah tampannya pasti berubah merah seperti kepiting rebus.
Biar aja! Biar dia tau kalau di Indonesia ada dua cewek seksi yang naksir sama dia.
Kami berdua tertawa. Kebiasaanku dan Vero kalau sedang ngobrol, adalah mengucapkan body kami seksi . Kami berpendapat, siapa lagi yang akan memuji kalau bukan diri sendiri" Mengharapkan cowok akan berbicara seperti itu kepada dua orang yang masingmasing bertubuh terlalu gemuk dan terlalu kurus seperti kami, harus berapa ribu tahunkah kami menunggu" Oleh karena itu kami berdua sepakat, merupakan pantangan bagi kami berdua menyebutkan kami tidak cantik.
Trus, rencana lo buat kasih pelajaran sama mereka apa, Net"
Kasih pelajaran" Ngng& gue gak kepikiran ke arah sana, Ver! Biar aja, nanti mereka akan dapet balesannya kok!
Apa" Balesannya" Kapan" Sampai lo lumutan" Lo nggak boleh biarin begitu aja orang yang udah berbuat semena-mena sama lo! Vero kelihatannya tidak setuju dengan pendapatku.
Habis, gue harus gimana" Marah-marah sama Alan" Ntar gue dibilangin keganjenan lagi. Emang dia siapa gue" Lagian& itu hak dia untuk nggak nerima gue sebagai pacarnya.
Dibilangin keganjenan nggak papa, lagi. Asalkan hati kita puas! Kadang-kadang Vero mengeluarkan ide-ide gila dan konyol.
Ngarang! Aku ngakak. Vero memang suka asal bicara. Tapi, kehadirannya dan celoteh-celoteh yang dikeluarkannya hari ini sanggup membuatku tenang.
L ARI! Hanya itu yang bisa kulakukan. Kutambah kecepatan
langkahku untuk mendahului kedatangan Mr. Danny dosen bahasa Inggris-ku. Untunglah gerakanku sangat cepat sehingga akhirnya dengan penuh perjuangan aku sampai juga di dalam kelas.
Mr. Danny belum datang. Fiuh& akhirnya...
Handoko yang berada di bangku depan geleng-geleng kepala melihat kedatanganku. Tubuhku memang banjir keringat.
Aku nyengir padanya. Hampir saja! Kuseka keringatku yang bercucuran, mengatur napas, lalu duduk di bangku sebelahnya.
Yeah, hari ini aku telat lagi. Dan itu berarti aku kesiangan lagi. Itu memang kebiasaanku. Aku tahu itu adalah kebiasaan buruk, tapi aku tak bisa mengubahnya. Padahal dengan sangat terpaksa kadang aku akan pergi ke kampus tanpa mandi terlebih dahulu. (Ssst, tapi ini cukup jadi rahasiaku sendiri ya!)
Pengakuan Cindy Imbas berlari tiap pagi dengan kecepatan luar biasa seperti ini penampilanku jadi berantakan, produksi minyak di wajah meningkat, tubuh menjadi agak sedikit beraroma, dan tentu saja aku terlihat& kucel! Namun, siapa peduli dengan semua itu" Aku tidak peduli, teman sekelasku tidak peduli. Kecuali& HAI, GARNET!
Ugh! Suara itu lagi! Suara sumbang yang terdengar setiap pagi, setiap hari, dan hanya satu orang yang memiliki suara seperti itu.
Cindy! Siapa yang tidak kenal dia" Cewek berwajah cantik, tubuh seksi, juga wajah yang selalu dipuji manis oleh para cowok, menjadikan ia pantas dijajarkan dengan para peragawati yang sering berjalan di catwalk Jakarta. Namun, kelakuannya pantas disejajarkan dengan iguana kesayangan tetanggaku. Aku memilih diam melihat ulahnya yang tertawa cekikikan bersama kedua jongos setianya, Siska dan Laura.
Cindy mendekat dan duduk di sebelahku. Ugh... reseh banget sih! Menyebalkan! makiku dalam hati. Hh& aku malas melihatnya. Terutama kalau ingat bagaimana dia mengarang peristiwa kencanku dan Alan kemarin.
Ngapain, Cin" tanyaku basa-basi sambil pura-pura sibuk mengeluarkan buku kuliah dari tas.
Gimana kemaren" Asyik nggak" Kencan pertama" Cindy menyilangkan telunjuknya sambil tersenyum. Suara dan senyumnya penuh nada mengejek. Aku merasa dialah orang yang paling berbahagia atas penderitaanku.
Aku menatap Cindy tajam. Berharap ia segera pergi dari hadapanku. Makasih atas semuanya, Cin, makasih karena lo udah ngarang tentang kencan itu. Lo sengaja kan membuat gue malu" ucapku geram.
Oh, jadi lo tau malu juga" ucap Cindy ketus. Apa" Mataku menyipit.
Yeah, secara lo juga udah pernah buat gue malu, karena gue pernah dibentak Alan di depan temen-temen sekelas. DULU!
Aku terpana. Ucapannya membuatku kembali teringat dengan kejadian yang telah lalu. Aku tidak menyangka, itu awal dari semuanya. Tapi itu kan karena lo juga yang mulai! aku membela diri.
Denger, Net, Cindy mendekatkan wajahnya sekitar lima sentimeter di depan wajahku. Belum pernah gue dipermalukan seperti itu sama cowok mana pun! Gue nggak bisa lupa dengan kejadian memalukan itu, sama halnya lo juga nggak akan bisa lupa dengan kejadian memalukan yang udah lo alami. DITOLAK COWOK! Ha... ha... ha& Sambil tertawa Cindy kembali ke tempat duduknya. Kulihat teman-temannya, Siska dan Laura, tertawa sambil menatap ke arahku. Mereka& menyebalkan! Gigiku bergemeretak. Namun, seperti biasa, aku tidak bisa melakukan apa-apa.
Mataku berkaca-kaca menatap mereka yang tidak berhenti menertawai nasib burukku. Kubuang muka secepat mungkin. Bersamaan dengan itu, Alan masuk. Menatapku dengan dingin dan langsung duduk di bangkunya.
Aku menghela napas. Ah& seandainya aku tidak pernah sekelas dengan Alan, seandainya aku tidak jatuh cinta dengannya, seandainya aku tidak mengirim surat cinta untuknya, seandainya aku tidak berteman dengan Cindy, seandainya dan seandainya& namun, semua itu hanya harapanku. Karena pada kenyataannya semuanya telah terjadi. Dan aku harus menerima kenyataan, bahwa mulai hari ini, di kampusku, di kelasku, selain perlakuan menyebalkan dari Cindy, Siska, dan Laura, aku pun akan menerima tatapan dingin dari cowok yang kusukai, Alan& .
*** Waktu menunjukkan pukul 14.00. Dengan langkah gontai aku masuk pekarangan rumah. Begitu kakiku menjejak ruang tamu, Mama bicara tidak keruan saat melihat penampilanku. Ini sudah menjadi tradisi. Di saat pergi dan pulang dari kampus, Mama akan dengan setia mengkritik penampilanku yang menurutnya sangat berantakan.
Aduh, Garnet& Kamu tuh nggak ada manis-manisnya jadi anak cewek. Coba rok hitam dan baju krem yang Mama beliin waktu itu dipake, pasti kelihatan manis deh! Mama kan udah suruh ganti baju tadi! Jangan pake baju gombrong yang jelek gitu! Kamu kucel banget tau, nggak" Mana ada anak cewek jorok macam kamu. Sekali-sekali kalau pergi atau pulang kampus, sempetin dulu liat kaca, bersihin wajah dari minyak
dan kotoran biar jerawat kamu nggak nambah, trus nyisir dulu biar nggak berantakan bla& bla... bla&
Ucapan dan perkataan Mama yang memekakkan telinga tidak kudengarkan lagi. Di otakku masih terngiang-ngiang ucapan Cindy dan tatapan dingin Alan. Sebelum Mama meneruskan kalimat-kalimatnya, aku kabur ke kamar. GARNET! panggil Mama.
Garnet mau tidur, Ma! Capek!
GARNET! BADAN KAMU UDAH TERLALU KURUS, MAKAN DULU SEBELUM TIDUR! MAMA UDAH BUATIN DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN DARI DOKTER! GIMANA KALAU MAAG KAMU KAMBUH LAGI" MAMA JUGA YANG...
BRAK! Kututup pintu. Masih terdengar keluh kesah Mama dari luar. Peduli amat dengan tubuhku yang kurus ini, peduli amat aku menderita maag kronis, peduli amat dengan makanan itu. Saat ini yang kuinginkan adalah berbaring dan memejamkan mata. Atau aku nonton saja ya" pikirku. Kuputuskan menonton Lord of the Rings, maka kuhidupkan komputerku.
Selama menonton, entah kenapa pikiranku melayang, kembali teringat pada peristiwa yang lalu.
*** Aduh& sebelum berangkat mandi dulu nggak sih" Siapa yang belom mandi, ngaku"
Makhluk jelek dilarang dekat-dekat gue! Yang ngerasa paling jelek, tunjuk tangan&
Itu adalah deretan kata yang sering dikumandangkan Cindy untukku. Dan semuanya selalu diakhiri satu kata yang diucapkan dengan rasa geli dan berulang-ulang. Apa lagi kalau bukan hahaha& alias suara tawa" Ah& menyedihkan!
Karena sudah terlalu sering jadi bulan-bulanan, aku jadi kebal. Ironisnya, makin hari aku makin merasa seperti apa yang dikatakan mereka. Yeah, AKU JELEK!
Puncaknya adalah di hari itu. Saat aku datang ke kampus dengan dengan banjir keringat karena angkot yang kunaiki sesak penumpang.
Garnet, badan lo bau banget, ya" Kayaknya& deodoran nggak mahal deh! Kalau lo nggak beli, biar gue beliin yang bungkusan! Ha... ha& ha..., sindir Cindy.
Mataku menyipit, menyadari aroma tubuhku yang berkeringat dan menyengat. Apa pun itu, aku merasa bau badanku ini bagaikan terapi aroma yang dipajang di dalam ruangan. Aku diam saja sambil berjalan ke bangkuku.
Cindy dan dua dedengkotnya masih tertawa. Dan yang menyebalkan, tawa itu diikuti tawa seluruh teman sekelasku yang lainnya.
Aku memilih tidak memedulikan tingkah mereka. Hh& betapapun kerasnya aku mencoba, aku tahu pertunjukan ini belum berakhir! Sebentar lagi, Cindy pasti akan mendekatiku seperti yang biasa ia lakukan.
Nah& benar, kan" Dia berada di belakangku sekarang. Dan
dengan santainya menarik sesuatu yang bertengger di atas hidungku. Kacamata minus enam!
BALIKIN! pekikku. Gue pinjem bentar! seru Cindy sambil tertawa. Ya ampun& pandanganku benar-benar kabur. Aku merasa menggapai angin saat berusaha merebut benda keramat yang sudah bertahun-tahun menghiasi mataku itu. Aku pasrah mendengar tawa mereka. Rasanya ingin melawan kalau saja Cindy tidak keburu merebut kacamataku. Sayangnya, gerakan Cindy begitu cepat.
HEI! BALIKIN NGGAK" terdengar suara membentak. Oh Godness! Suara cowok! Mungkin dewa penolongku. Aku bernapas lega menduga-duga. Wahai! Siapa yang berhati malaikat itu" Setahuku selama ini tidak ada yang berani melawan Cindy. Jadi ini bisa kukategorikan sebagai kejadian luar biasa.
Aku memakai kacamataku lagi setelah dengan berat hati Cindy mengembalikannya. Setelahnya, baru aku sadari sosok cowok yang telah menolongku.
Ya Tuhan! Aku berharap ini bukan mimpi. Dia Alan! Alan Prasetya! Cowok paling cool, keren, dan ganteng di kelas ini. Antara percaya dan tidak aku melihatnya. Selama ini menegurku pun dia tidak pernah. Tapi hari ini, dia menolongku! DIA MENOLONGKU! Dan itu nyata! Terutama kata-kata terakhir yang ia ucapkan dengan tajam ke arah Cindy.
Denger ya, Cin, gue nggak suka liat lo perlakuin Garnet kayak gitu! Dan gue nggak mau itu lo ulangi! INGET ITU! bentak Alan.
Suasana menjadi agak panas. Untunglah suasana kembali normal saat Mr. Danny masuk ke kelas untuk memulai pelajaran.
Tidak terbayang betapa malunya Cindy, betapa kesalnya Siska dan Laura dengan perlakuan Alan. Namun, aku satusatunya orang yang merasa berbunga-bunga karenanya.
Perlakuan Cindy bisa kulupakan, tatapan tidak suka dari Siska kukesampingkan, senyum mengejek Laura tidak kupedulikan, tawa seisi kelas tidak kupusingkan! Tapi, sikap Alan yang membelaku tidak bisa kulupakan begitu saja. Dan yang tidak pernah kuduga sama sekali, sekelumit kejadian itu adalah cikal bakal aku jatuh cinta.
Yeah, akhirnya aku jatuh cinta pada Alan. Perasaan itu kupendam berbulan-bulan, hingga akhirnya aku memutuskan memberanikan diriku menyatakan perasaan padanya.
Beberapa minggu terakhir, sebelum aku memutuskan mengirim surat cinta pada Alan, entah angin apa yang membuat Cindy begitu baik padaku. Bahkan dengan terang-terangan ia mengatakan ingin berteman padaku. Aku menanggapinya dengan senang hati saat ia menawarkan diri membantuku menyerahkan surat cintaku itu. Walaupun akhirnya& AKU DITOLAK!
Hekh! Tentu saja rasanya sangat sakit.
Namun, yang tidak bisa kuterima adalah kebohongan Cindy yang mengatakan bahwa Alan mengajakku berkencan. Selain itu, penolakan Alan juga menyinggung perasaanku. Hhhhh& . Kadang aku tidak bisa menerima semua ini.
Termenung aku mengingat kejadian itu.
*** Sambil nonton Lord of the Rings sendirian di komputer dalam kamarku, aku membayangkan suatu hari nanti akan ada cowok sekeren Orlando Bloom hadir dalam hidupku. Yaah& hadir dalam mimpiku saja aku sudah senang.
Tidak terasa air mataku mengalir. Aku benci menangis! Menangis makin membuatku merasa bahwa aku adalah pecundang.
G ARNET JELITAAAAAA! AUWO& !!! Teriakan Tarzan
dari Bang Reza membangunkan aku dari tidur sore itu. Biasanya kalau dia berteriak seperti itu, ada temanku yang datang.
Aku melongokkan kepala ke luar kamar. Siapa" tanyaku padanya.
Cewek paling seksi sedunia. VERONIKA!
Aku mencibir. Vero janji ngasih apa sama lo" Kok mujinya dahsyat banget kayak gitu"
Aku segera menghampiri Vero yang berdiri di depan pintu rumah. Sudah dua hari ini aku tidak bertemu dengannya. Tumben nih anak, ke rumah nggak nelepon dulu. Ver, masuk! ajakku. Namun, keningku segera berkerut saat melihat tampang anehnya.
Pssst! Vero menarikku masuk ke rumah. Ia kelihatannya sangat gelisah menunjuk-nunjuk ke depan rumahku.
Kulongok ke depan, Nissan X-Trail Vero parkir di luar pagar rumahku. Seseorang duduk menunggu di balik setir.
Perjanjian dengan Tante Maya
Sama siapa lo" tanyaku. Tante Maya!
Tante Maya" Bukannya dia masih di Amerika" Aku keheranan. Sejak kapan tante Vero yang cantik itu datang kembali ke Tanah Air tercinta Indonesia Raya merdeka ini"
Tante Maya baru nyampe kemarin! Kepulangannya punya misi membuat hidup gue kacau-balau, tau nggak" kata Vero tambah gelisah.
Ada apa sih, Ver" Kok lo panik gitu" Gue jadi bingung! Net, lo nggak ada acara kan sekarang"
Aku menggeleng. Heran. Please temenin gue! Temenin ke mana"
Tante Maya mau bawa gue ke klinik untuk konsultasi dokter. Lo temenin gue ke sana! kata Vero panik.
Emangnya lo sakit pake ke dokter segala" tanyaku tambah bingung.
Gue hampir sekarat! HA"! Aku kaget. Badan sebesar itu bisa sekarat juga" Gue bisa mati kalau lo nggak ikut gue sekarang! kata Vero seperti mau mati beneran, sambil menarik-narik tanganku. Wajahnya benar-benar pucat.
Aku rasa ini serius, maka tanpa pikir panjang, aku menuruti kemauannya masuk mobil. Untung aku masih sempat mengganti pakaian kusut yang kupakai tidur siang dengan kaus dan jins kumal yang tadi kupakai ke kampus.
Tante Maya menyambutku dengan senyum ramah. Wajah


Ugly Phobia Karya Queen Soraya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cantiknya sungguh sedap dipandang. Umurnya sekitar tiga puluh limaan. Rambutnya yang lebat dicat cokelat kepirangan. Aslinya sih warga Batak, tapi raut wajahnya seperti penduduk pribumi blasteran. Dia tipe wanita yang masih betah melajang. Kalau belum pernah melihat foto keluarga mereka, sampai mati pun aku takkan percaya wanita cantik ini tantenya Vero.
Halo, Tante& sapaku sambil masuk mobil.
Hai, Garnet& kami berdua nggak ganggu kamu kan, Net" Soalnya Vero ngotot banget kamu harus ikut, kata Tante Maya lembut.
Aku menggeleng. Nggak kok, Tante, Garnet lagi nggak ngapa-ngapain.
Habisnya nih, Vero manja banget! Masa mau ke dokter aja harus dipaksa dulu baru mau jalan. Udah gitu, syaratnya kamu harus ikut! Penakut banget sih! Kayak anak kecil aja! Tante Maya tertawa.
Aku tersenyum menanggapinya sambil melirik ke arah Vero yang terus pasang tampang cemberut. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Tapi yang jelas, dilihat dari sudut mana pun, Vero tidak terlihat seperti orang yang sedang sakit.
*** Setelah berkendara selama beberapa waktu, Nissan X-Trail yang kami kendarai parkir tepat di depan sebuah bangunan tingkat tiga bercat putih. Di atas bangunan itu, kubaca sebaris kalimat:
BEAUTY AND HEALTH WITH PLASTIC SURGERY DR. MICHAEL HUTAGALUNG.
Aku melongo menatap Vero. INI KAN KLINIK KE- CANTIKAN"
Ver, lo gila! Lo mau operasi plastik ya" Aku menarik lengan Vero ke sudut ruang klinik saat Tante Maya mendaftarkan nama Vero untuk konsultasi.
Vero gelisah. Itulah masalahnya, Net, Tante Maya nyaranin gue sedot lemak! Makanya gue dibawa ke sini.
APA" SEDOT LEMAK" GUE NGGAK SETUJU! tolakku cemas.
Wajah Vero pun tak kalah cemasnya. Sampai berkeringat dingin. Gue juga nggak mau. Lo kan tau sendiri, gue paling takut sama yang namanya operasi! Tapi kata Tante Maya&
Vero, masuk ke ruang dokter yuk! Tante Maya memberi isyarat pada Vero untuk masuk karena Dokter sudah memanggilnya.
Net, lo jangan ke mana-mana ya" Gue mau ngomong setelah ini.
Ta& tapi... Garnet, tolong tunggu sebentar, ya" Tante mau nemenin Vero dulu, kata Tante Maya padaku.
Dengan terpaksa aku mengangguk, khawatir dengan keadaan Vero yang berkeringat dingin.
Wajahku tegang saat menatapnya masuk ke ruang dokter. Sementara menunggu, aku duduk di ruang tunggu. Kulihat keadaan sekitar, pengunjungnya lumayan ramai. Rata-rata yang
datang memiliki wajah cantik. Hidung mancung, body seksi, kulit mulus. Entah menu apa yang ditawarkan klinik ini sehingga mereka berpenampilan luar biasa seperti itu. Tidak hanya itu, para pegawai, baik suster dan beautician yang bekerja di sini, juga memesona. Aku sempat terlena dengan pemandangan menakjubkan itu.
Tak lama kemudian, seorang wanita duduk di sebelahku. Kulitnya putih, bersih, dan mengilap. Selain itu, ia memiliki ukuran payudara yang& tidak bisa kubayangkan! Setelah kusadari keadaanku, aku jadi risih karena terlihat berbeda. Kulit hitam, jerawatan, kucel, dan kurus. Aku hendak menyingkir kalau saja ia tidak mengajakku bicara.
Mau suntik" tanyanya.
Aku menggeleng. Nemenin temen konsultasi. Oh& saya pikir mau suntik.
Suntik apa, Mbak" tanyaku setengah heran. Aku kan nggak sakit. Aneh sekali orang ini! pikirku.
Suntik putih! jawabnya. Suntik putih" Aku melongo.
Iya. Dulu warna kulit saya kayak kamu lho. Mataku terbelalak. Kulit seputih itu" TIDAK MUNGKIN! Terbayang di benakku tentang {#2}e King of Pop, Michael Jackson. Kulitnya kan hitam sebelum disuntik pemutih. Apa maksudnya yang seperti itu ya"
Saya juga dulu kurus banget, lanjutnya, hidung saya juga dulu pesek. Tapi, setelah saya suntik putih, suntik gemuk, operasi hidung dan payudara, begini deh hasilnya! Kamu coba
deh, biayanya nggak terlalu mahal kok! Suntik putih dengan jangka waktu panjang, saya cuma keluar uang enam juta rupiah. Murah, kan"
ENAM JUTA"! Dia bilang enam juta murah" Bagiku itu sangat mahal!
Hidung saya bisa semancung ini karena uang delapan juta, payudara dua puluh lima juta. Untuk mendapatkan berat badan seideal ini saya menghabiskan uang lima juta. Hasilnya juga nggak mengecewakan. Zaman gini di Jakarta udah rahasia umum kalau operasi plastik itu jadi kebutuhan. Setelah operasi, saya jadi lebih percaya diri. Cari cowok juga gampang! Jadi, jangan malu-malu berubah secara instan. Kalau seperti kamu, selain suntik putih, suntik gemuk, operasi hidung dan payudara, saya rasa perawatan jerawat dan operasi pembesaran bokong juga perlu karena&
*** BRAK! Kututup pintu toilet dengan kencang.
Aku lega telah meninggalkan wanita tadi yang terus bicara membanggakan bentuk tubuhnya.
Kubuka kacamataku dan membasuh wajah untuk menghilangkan setan-setan yang ada di kepalaku. Kutatap pantulan wajahku di cermin. Ucapan wanita benar-benar mengerikan. Itu artinya aku harus mengubah hampir semua anggota tubuhku agar mendapatkan badan yang indah dan ideal. Dan aku
harus merogoh kocek sedalam-dalamnya untuk mengeluarkan uang puluhan juta. Itu pun kalau aku punya. Aku rasa aku cukup percaya diri dengan keadaanku yang seperti ini. Meskipun tidak menarik dan pernah ditolak, aku tidak akan operasi hanya untuk mendapatkan cinta Alan!
Setelah cukup tenang, aku segera keluar toilet. Aku teringat harus segera kembali ke ruang tunggu. Siapa tahu Vero dan Tante Maya sudah selesai konsultasi. Namun, karena terburuburu, di persimpangan ruang tanpa sengaja aku bertabrakan dengan seseorang.
BUK! Aduhhh! aku hampir terpental. Dengan tubuh kerempeng seperti ini, serasa barusan disenggol buldoser.
Sori& , ucap orang yang barusan menabrakku. Aku terpana melihat cowok yang berdiri di hadapanku. Tubuhnya tinggi, wajahnya tampan, hidungnya mancung, kulitnya putih. Namun, kekagumanku hanya sekejap. Untuk apa cowok datang ke klinik kecantikan seperti ini" Aku menatapnya dengan penuh kecurigaan. Perasaanku mengatakan, WAJAH ITU PALSU!
Ah! Pemandangan ini membuatku mati rasa. Ternyata bukan hanya perempuan yang menyukai bedah plastik, laki-laki pun tidak mau ketinggalan. Makhluk macam apa dia" Aku meliriknya sinis.
Kamu nggak papa" tanyanya.
Aku menggeleng cepat. Sebelum sempat meninggalkan tempat itu, aku melihat Vero dan Tante Maya berjalan ke arahku.
Bergegas aku menghampiri mereka. Vero, Tante, udah selesai konsultasinya"
Baru aja selesai. Garnet kelamaan nunggu ya" Maaf ya, kata Tante Maya. Kulihat di sebelahnya Vero tampak murung. Ah, nggak kok, Tante.
Sama siapa kamu" Tante Maya melirik cowok yang tadi menabrakku. Tiba-tiba wajah Tante Maya berbinar. Oh! Hai, Rhin! Tante Maya menghampiri cowok itu dan berbicara padanya. Kelihatannya Tante Maya mengenalnya dengan akrab.
Melihat Tante Maya asyik ngobrol, Vero segera menarikku keluar klinik dan masuk mobil.
Ver, Dokter bilang apa"
Gawat, Net, gawat! Gue jadi sedot lemak! Gila nggak" Wajah Vero pucat. Ia bersandar di jok mobil. Aku tidak tega melihatnya.
Gila banget! seruku terkaget-kaget.
Mati gue! Harusnya Tante Maya tetap di Amerika biar nggak perlu liat badan gue! Duh, Net, kalau gue sedot lemak gue harus rajin olahraga, minum obat pelangsing, dan diet ketat! Itu artinya gue harus ngurangin hobi terbesar gue: makan! Kacau, kan" Gue kan nggak bisa jauh-jauh dari yang namanya makanan! Apa artinya hidup gue tanpa makanan& iya, kan" Vero hampir menangis.
Aku mengangguk. Teringat akan semboyan hidupnya yang gila, makan untuk hidup.
Terus apa rencana lo, Ver"
Gue nggak bisa mikir apa pun! Tolong gue, Net! Gue udah dijadwalin operasi bulan depan! Vero tambah panik. Apa" Bulan depan" Lo operasi bulan depan" ulangku. Iya, Net! Bulan depan! Mati gue!
Wah, nggak bisa begitu! Tenang, Ver, gue janji akan ngomong sama Tante Maya. Gue janji! kataku menenangkannya.
Tak berapa lama, Tante Maya keluar dari klinik dan masuk ke mobil.
Gimana, Veronika sayang" Udah lega kan sekarang" Udah dapet solusi penurunan berat badan secara singkat. Masih inget pesen Dokter Michael tadi, kan" Satu bulan ke depan, kamu harus tetap fit biar pas operasi nanti nggak ada kendala, oke"
Lega apaan" Seandainya Tante Maya tahu Vero hampir mati karena solusi gila itu! rutukku dalam hati.
Tapi, Tante& Vero memelas.
Nggak ada tapi-tapian! Pokoknya, jadwal udah dibikin dan kamu harus ikutin apa kata Tante. Kamu mau badanmu sebesar gajah"
Vero nggak mau operasi, Tan&
Aku tak sampai hati melihatnya. Iya, Tan! Garnet pikir, Vero nggak usah operasi deh! Soalnya, nanti program diet yang udah kita atur malah berantakan! kataku berbohong.
Vero melongo menatapku. Ia tidak percaya aku mengatakan hal itu.
Diet" Vero ikut program diet" Mata Tante Maya terbelalak.
Aku mengangguk. Memberi kode pada Vero dengan mencubit pahanya. Untungnya Vero mengerti aku sedang mengajaknya bersandiwara.
Kok kamu nggak bilang sama Tante kalau selama ini kamu diet, Ver"
Habis, Tante ngotot nyuruh Vero sedot lemak sih. Padahal Vero udah jalanin program diet selama ini.
Hm& udah berapa lama" tanya Tante Maya setengah tidak percaya.
Satu minggu! kataku. Dua minggu! teriak Vero.
Kami berucap bersamaan. Maka tahulah Tante Maya bahwa aku dan Vero membohonginya.
Oke, satu minggu atau dua minggu" Ada yang bisa jelasin sama Tante" Tante Maya menatap kami satu per satu. Aku dan Vero menunduk.
Ver, kamu jangan pernah bohongin Tante. Tante tau betul kamu dietnya payah! Oke, sekarang Tante tanya, berapa rekor terlama kamu ikut program diet"
Se... Se& apa" Seminggu" Sebulan" Se& tengah hari, Tan.
Hhmfff! Aku mati-matian menahan tawa. Vero melotot ke arahku.
Nah! Itu kamu nyadar! Tante lakuin semua ini untuk kebaikan kamu, tau"
Maaf, Tante. Tapi maksain seseorang buat operasi apa merupakan suatu kebaikan" tanyaku. Terus terang aku sangat menentang tindakannya. Harusnya ia lebih mengerti perasaan Vero.
Tante Maya terdiam. Oke, Tante tau Tante terlalu memaksa. Gini aja, Tante kasih Vero waktu untuk nurunin berat badan. Tante nggak akan nyuruh-nyuruh sedot lemak lagi, dan operasinya boleh di-cancel, kalau Vero sanggup nurunin berat badannya lima belas kilo dalam waktu satu bulan!
LIMA BELAS KILO"!! aku dan Vero berucap bersamaan. Kami saling pandang.
Tante Maya mengangguk. Gila! Dengan nafsu makan sebesar Vero, menurunkan berat badan lima belas kilo dalam waktu sebulan adalah hal yang tidak mungkin! Dan kalaupun hal itu berhasil dilakukan, aku rasa rekor MURI harus mencatatnya!
Lima kilo, Tan! tawar Vero. Empat belas! ucap Tante Maya. Tujuh Tan! seruku.
Tiga belas! Delapan. Vero panik. Dua belas.
SEPULUH! aku dan Vero sama-sama berteriak. Hening.
Oke, sepuluh! Deal! Tante Maya mengedip, kemudian menatap ke arahku. Dan Garnet, karena kamu udah ikutan
bohongin Tante, kamu wajib ngingetin Vero untuk ngurangin makan! Kamu Tante tugasin jadi penasihatnya!
Aku dan Vero membanting badan di jok mobil. Keringat Vero sebesar butiran jagung.
H ARI ini seusai kuliah, aku tidak langsung pulang ke rumah. Sore ini aku ada janji dengan Vero di kafe favoritnya.
Gila nih anak! Kemarin udah janji mau diet di depan Tante Maya pake sumpah demi langit dan bumi segala... eh& sekarang malah ngajak janjian di kafe favorit! Kalau bukan mau makan enak, apa namanya"
Wuih& Ver, lo doyan apa hobi" seruku saat melihat satu gelas milk shake, satu mangkuk jumbo es krim bertabur cokelat, sepiring penuh kentang goreng, dua dada ayam pedas, dan satu pizza ukuran mega terhidang di meja.
Dua-duanya! Vero mencomot dua potong pizza sekaligus. Makanan Italia itu langsung ia lumat sampai habis.
Woi! Stop! Lo kan lagi diet! cegahku saat Vero mulai mengambil potongan ketiga dan keempat. Tindakanku sangat beralasan, Vero sudah makan satu porsi paket chicken rice with double wings tujuh menit sebelumnya. Selain itu, aku kan udah janji pada Tante Maya untuk ngingetin Vero.
Bertemu Kawan Lama Aduh, Net, lo jangan kayak Tante Maya deh! Ngelaranglarang gue makan! Persetan dengan diet, persetan dengan sedot lemak! Gue nggak peduli! katanya cuek.
Oke, silakan aja kalau lo mau ngerasain nikmatnya tidur di meja operasi!
Vero lemas. Mungkin ia agak trauma dengan kata-kata operasi. Yah, mubazir deh gue beli ini semua. Ayo, Net, lo yang abisin!
Nggak ah! Lo tau sendiri gue paling males makan! tolakku. Itulah sebabnya sakit maag-ku sering kambuh.
Kalau gitu, biar gue yang abisin kali ini& aja! tawar Vero.
Ntar gue aduin Tante Maya, lo! ancamku.
Sedikit& aja! Vero masih berusaha. Aku tahu mengabaikan semua makanan yang ada di meja adalah tantangan terberat buatnya. Ia mulai mencomot es krim seujung sendok kecil. Hanya seujung. Tapi& Hm& ia mulai meleletkan lidah. Melihatku tidak bereaksi, Vero meneruskan sendokan kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Sudah kuduga! Kalau urusan makan, Vero paling susah dicegah. Vero baru berhenti saat mendengar ring tone HP-nya berbunyi. Tante Maya! Vero mengangkat ponsel. Ya, Tante"
Selama Vero bicara dengan Tante Maya di telepon, aku berkonsentrasi dengan jus avokat yang kupesan. Merasakan dinginnya merasuk ke tenggorokan. Ah& Segarnya&
Net, ntar temenin gue ke klinik Dokter Michael, ya" kata Vero usai menerima telepon dari Tante Maya.
Ke sana lagi" Ngapain" Operasinya kan bulan depan" Apa dipercepat" tanyaku penasaran.
Vero bergidik. Nggak lah! Gila lo, perjanjiannya kan masih lama. Gue disuruh Tante Maya ketemu Dokter Michael. Pinjem buku panduan diet untuk pasien obesitas.
Oh, jadi lo obesitas" Kok gue baru tau! candaku. Sialan lo!
Dokter Michael baik banget sama Tante Maya, Ver! Karena Dokter Michael mantan pacar Tante Maya. Ha" aku melongo.
*** Saat kami tiba di klinik, resepsionis mempersilakan kami menunggu sementara ia menghubungi Dokter Michael. Tak berapa lama, barulah kami dipersilakan masuk.
Ruang Dokter Michael tidak begitu luas. Ada tempat tidur di sudut ruang, dan beberapa peralatan kesehatan lainnya yang tersimpan dalam lemari. Tensimeter, masker, hand scoon, spuit berbagai ukuran, obat-obatan, dan entah apa lagi.
Dokter Michael sedang duduk di mejanya dan tersenyum pada kami.
Wah... ramah sekali orang ini. Meskipun berusia sekitar empat puluhan, ketampanannya masih sangat nyata. Apakah wajah itu juga palsu" Aku yakin dokter berwajah setampan ini
cukup meyakinkan seseorang agar tidak ragu mengeluarkan kocek berapa pun untuk biaya operasi.
Hm& Veronika. Kalian ayo duduk. Dokter Michael memerhatikan Vero dengan tubuh besarnya, lalu melirik ke arahku dengan tatapan tanda tanya. Mungkin yang ada di dalam pikirannya, kenapa semut dan gajah bisa temenan ya"
Setelah duduk, aku masih sibuk pasang mata ke segala penjuru ruangan. Ada berbagai poster tentang tindakan bedah dipajang di beberapa bagian dinding. Juga ada gambar teknik pelangsingan tubuh, before and after pasien operasi, serta gambar-gambar bentuk tubuh yang ideal serta tidak ideal. Kulihat salah satunya menampakkan tubuh yang kira-kira sama kurusnya seperti aku. Di bawahnya tertulis kata-kata kurang gizi . Perlahan tapi pasti, aku melempem di bangkuku.
Vero ke sini mau minjem buku, Dok! kata Vero mengutarakan niat kedatangannya.
Oh, ya. Maya juga telepon saya tadi. Sebentar& Dokter Michael mengangkat telepon di mejanya dan menekan nomor. Rhin, tolong buku yang ada di laci meja bawa ke sini, ya" Ada dua buku di situ. Yo, makasih!
Sembari menunggu, Dokter Michael mengajak kami ngobrol. Ngng& ini teman kamu, Ver" Lelaki itu memerhatikanku lekat-lekat. Mungkin dia heran kok ada ya manusia sekurus ini"
Iya, Dok, sahabat saya namanya Garnet, kata Vero memperkenalkanku.
Aku tersenyum padanya. Mmm& Garnet, berapa berat badan kamu" Aku melongo diberi pertanyaan seperti itu. Aduh... ngapain sih nanyain itu" Males banget deh! Tiga sembilan, Dok, jawabku terpaksa.
Tinggi" Kok gue diinterogasi sih" Seratus lima puluh enam. Terlalu langsing, ya"
Ugh! Nggak usah basa-basi deh! Terlalu kurus kan maksudnya" Aku menggigit bibir. Malu sih!
Selama ini ada masalah" Suka pusing-pusing atau sakit maag mungkin"
Hei, hei! Aku kan nggak bermaksud konsultasi. Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, ada yang masuk ke ruangan. Ini bukunya. Panduan diet untuk pasien obesitas, ucap orang yang barusan masuk sambil meletakkan dua buku di meja.
DIA" Aku terpana. Dia cowok yang menabrakku di depan toilet kemarin! Aku pikir dia pasien, tapi ternyata bukan! Mungkin dia bekerja di sini.
hanks, Rhin! Oya, kamu masih inget sama keponakan Tante Maya, kan" Dokter Michael menunjuk Vero. Vero kaget. Aku juga.
Hmm..., cowok itu tersenyum, sebenarnya masih inget, Oom, kemarin sebenernya udah ketemuan. Tapi kayaknya Vero yang lupa sama Rhinky deh! Soalnya dia langsung pergi begitu aja.
Aku dan Vero saling pandang. Oom" Dia memanggil Dokter Michael Oom" Itu berarti, dia keponakan Dokter
Michael! Dan& namanya Rhinky" YEAH! RHINKY! Aku langsung teringat sesuatu.
Elo& Rhinky" tanya Vero setengah takjub, seperempat tidak percaya dan seperempatnya lagi bengong. Aku pun tidak beda jauh darinya.
Iya, gue Rhinky. Vero shock!
Aku mau pingsan! Tentu saja! Kalau mendengar nama yang satu itu, sampai mati pun aku tidak akan pernah melupakannya. Rhinky tetanggaku dulu, yang hobi main bola di lapangan dekat rumahku. Yang nakal, yang ingusan, yang dekil, yang& ah& ! Pokoknya dia juga yang pernah nyasarin bola ke kepalaku. Aku yakin Vero juga tidak akan pernah melupakan ia pernah nonjok muka Rhinky karena kejadian itu. Kenapa cowok nakal, ingusan, dan dekil itu bisa berubah tampan begini" TAMPAN BEGINI"!
Entah karena malu dengan peristiwa dulu, kaget dengan perubahan Rhinky, takjub dengan ketampanan Rhinky, atau karena masih shock, Vero yang biasanya banyak bicara jadi tidak berkutik.
Seneng ketemu lo lagi, Ver, kata Rhinky. Yah, gue juga, jawab Vero terpesona.
Hanya Vero! Ya, hanya Vero yang ia sapa. Itu berarti, dia tidak mengenaliku lagi. Rhinky tidak tahu aku adalah Garnet! Ia bahkan tidak peduli ada makhluk kurus, hitam, dan jerawatan ini ada di sebelahnya. Yeah, dengan wajah setampan itu, aku yakin makhluk jelek seperti aku ini lebih pantas diabaikan.
Ngng& Vero permisi dulu, Dok! Kayaknya udah hampir malem nih!
Ah, akhirnya Vero mengatakan hal itu. Aku sebenarnya sudah tidak betah berlama-lama di tempat ini. Terutama kalau ingat bagaimana Dokter Michael bertanya tentang berat badanku.
Hm... ya, hati-hati di jalan, salam sama Maya ya, Ver" Vero mengangguk. Gue cabut, Rhin!
Rhinky mengangguk sambil tersenyum.
Hmh& senyumnya manis sekali. Aku juga berusaha tersenyum padanya, meskipun sepertinya ia tidak memedulikan keberadaanku. Namanya juga basa-basi. Tapi, mungkin perasaanku saja, sekilas kulihat ia membalas senyumku. Aku jadi deg-degan.
Oya, Garnet, kalau kamu butuh konsultasi, datang aja ke sini. Saya bersedia kasih diskon lima puluh persen untuk tindakan apa pun buat kamu, kata Dokter Michael tiba-tiba.
Hek! Ucapan Dokter Michael barusan membuatku mati langkah. Alias tidak bisa bergerak. Apa bentuk badanku sebegitu menyedihkannya sampai ia rela memberi diskon sebanyak itu padaku"
Ya, makasih, Dok. Tapi saya masih percaya diri dengan apa yang ada pada diri saya, dan bagaimana bentuk tubuh saya, jawabku pasti. Penuh percaya diri, meyakinkan, sekaligus berbohong. Sebenarnya aku tidak begitu percaya diri kok, tapi aku tersinggung dengan ucapannya.
Sebelum aku dan Vero keluar ruangan, sekilas kulihat
Rhinky menatapku tidak percaya. Entah apa hanya perasaanku, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu padaku. Namun aku dan Vero keburu pergi.
*** Di dalam mobil Vero, sepanjang perjalanan, tidak hentinya sahabatku itu mengungkapkan kekagetannya tentang Rinky. Sepertinya dia sudah mendapatkan kembali saraf comelnya yang sempat hilang.
Gila! Gila! GILA! Ratusan kali aku mendengar kata-kata itu meluncur dari mulut Vero. Kenapa Tante Maya nggak bilang kalau cowok kemarin itu Rhinky" Waah, ternyata ada untungnya juga Tante Maya datang ke Jakarta dan maksa gue sedot lemak!
Gue juga kaget ngeliat Rhinky, Ver! seruku. Rhinky keren banget! Berubah banget! Gue nggak nyangka, Net! Wah& kalau tau udah gede dia seganteng ini, dulu gue nggak akan bantuin lo nonjok mukanya!
Huah! Jahat nih! protesku.
Kami berdua tertawa teringat masa itu.
Aduh, Rhinky& lo kok ganteng banget! Nggak dapet Orlando Bloom gue rela deh pacaran sama lo!
Yee& Aku ngakak melihat ekspresi Vero yang bicara sambil terpejam-pejam.
Eh, ngomong-ngomong, gantengan mana, Rhinky sama Alan" tanya Vero tiba-tiba.
Hhh! Lo jadi ngingetin gue sama tampang cowok brengsek itu, Ver! aku cemberut.
Sori, Net. Gue kelepasan! Tampang lo jangan jadi jutek gitu dong! Gue nggak bermaksud ngingetin lo dengan perbuatannya yang udah nyakitin lo kok! Gue cuma berharap lo selalu inget, suatu hari nanti lo harus nonjok mukanya! Ha... ha... ha&
Aku ikut tertawa. Tenang, kalau lo ke kampus gue, gue bawa lo ke depan mukanya. Kenalan sekalian!
Boleh, boleh& Gue pengin banget tuh kenalan sama Alan! Bukan cuma tau di foto doang!
Kami tertawa lagi. Oya, Net, besok sore temenin gue cari baju senam ya" Kayaknya, buat ngedukung program diet, gue harus senam yang teratur nih!
Ya. Tapi lo jemput gue ke kampus ya" Besok gue sampe jam lima. Naaah, sekalian lo liat langsung tuh tampangnya si Alan! Kenalan-kenalan deh! candaku.
Wuah! Kalau ucapan gue tadi make a wish, berarti harapan gue mau ketemu Alan terkabul dong, hahaha... Vero emang paling bisa!
S UASANA di kampusku sangat tidak menyenangkan! Maksudku, setiap hari memang sangat tidak menyenangkan. Tapi hari ini lebih tidak menyenangkan lagi.
Awalnya sih tidak ada masalah. Tumben-tumbenan hari ini, meskipun agak telat, ada bangku yang tersisa dua baris dari belakang. Jadi aku bisa dengan leluasa memerhatikan pemandangan-pemandangan di depanku dari sini. Dan yang jadi pusat perhatianku adalah& Alan.
Entah kenapa, mataku tak bisa lepas dari Alan. Ia duduk di barisan depan paling pinggir. Aku dapat dengan jelas melihat wajahnya dari tempat dudukku. Cowok itu sedang serius atau bengong" Kulihat matanya tak lepas memerhatikan wajah dosen yang lagi ngomong.
Tiba-tiba Alan juga melirik padaku. Cepat-cepat aku berpaling.
Ah& jangan-jangan, dia pikir aku masih mengharapkannya. Padahal sejak ia mencampakkanku, aku berusaha melupakan
Aku Ingin Berubah aku pernah sangat menyukainya. Dan untunglah hampir berhasil. Maksudku, rasa cintaku sudah menghilang 75%-nya. Yang 25% lagi, sedang aku usahakan. Benar-benar perjuangan berat!
Usai pelajaran berakhir, rupanya perhatianku pada Alan selama pelajaran berlangsung tadi tak lepas dari pandangan mata seseorang. Cindy menyadarinya, dan ternyata itu dijadikan bahan ejekannya lagi.
Duh, masih berharap nih" goda Cindy sambil membuntuti langkahku di belakang, diikuti Siska dan Laura.
Apa sih"! aku menepis tangannya yang kurang ajar menarik ranselku.
Kenapa, masih sedih ya karena cinta ditolak" ejek Cindy dengan tampang dibuat layaknya orang ingin menangis. Uuuh& kacian&
Lo bisa berhenti gangguin gue nggak sih, Cin" Aku menatapnya dengan kesal.
Kenapa" Lo marah sama gue"
Ya jelaslah gue marah! Aku berusaha melawan. Kalian bertiga tuh nggak ada habisnya gangguin gue. Norak! bentakku sambil menunjuk tiga cewek itu.
Eh, elo tu yang norak! Cindy tak terima.
Tapi gue masih punya harga diri daripada kalian yang bisanya cuma ngeledek orang! ucapku sambil meninggalkan mereka.
Eh, lo ngelawan gue" Cindy yang emosi menarik tanganku.
Udah, kasih pelajaran aja, Cin! Siska memanas-manasi. Laura juga.
Lepas! Aku berusaha melepaskan tanganku yang berada dalam cengkeramannya dengan menariknya secara paksa. Untunglah berhasil. Terserah apa kata kalian! Aku kembali melangkah menjauhi mereka.
JANGAN PERGI LO, JELEK! Ucapan Cindy mendadak menghentikan langkahku.
Aku menatap tajam ke arahnya. Mataku menyipit. Apa lo bilang"
GUE BILANG, LO TUH JELEK!! ulang Cindy. Sebenarnya hatiku geram bukan main. Cuma kupikir, setelah mengatakan hinaan itu dengan sendirinya Cindy akan berhenti. Maka aku terus saja berjalan tanpa memedulikannya. Namun, ternyata sikap tak peduliku membuat Cindy makin menjadi dengan mengucapkan ejekan-ejekan lainnya.
EH, GARNET, LO TUH UDAH JELEK, NORAK, CULUN, JERAWATAN, KEREMPENG, LAGI! LO TUH NGGAK SELEVEL SAMA GUE! GUE YAKIN, NGGAK AKAN ADA YANG SUKA SAMA LO, KARENA LO TUH SUPERJELEK! PANTES AJA ALAN NOLAK LO!
Mendadak aku menghentikan langkah. Sakit sekali hatiku mendengar kata-kata Cindy. Mataku terpejam. Menunduk. Air mataku mengalir, tanganku bergetar. Aku ingin sekali berbalik mendorongnya sekuat mungkin agar ia menjauh sejauh-jauhnya dari hadapanku, agar aku tidak mendengar kata-kata menyakitkan itu. Namun sebelum hal itu sempat kulakukan, tamparan yang cukup keras keburu mendarat di pipinya.
PLAK! Aww! jerit Cindy mengaduh. Hening.
Cindy memegang pipinya, tidak percaya. Laura dan Siska bengong.
Aku menoleh dan terkejut ketika melihat seseorang berbadan gemuk ternyata sudah ada di sebelahku dengan mata merah menahan amarah menatap Cindy. Dia Vero. Aku baru sadar dia sudah sampai di sini.
DENGER YA KALIAN SEMUA! GUE NGGAK AKAN SEGAN-SEGAN BERBUAT LEBIH DARI INI KALAU KALIAN MASIH KASAR SAMA GARNET! INGET ITU!! bentak Vero sambil menuding tiga cewek ganjen itu. Usai mengatakan itu, Vero menarikku pergi.
Kulihat baik Cindy, Laura, dan Siska ketakutan. Mereka bertiga gemetaran sambil berpegangan tangan. Tidak aneh! Kalau Vero marah, gajah pun langsung minggat!
*** Tangisku tumpah ruah di dalam mobil Vero, di lapangan parkir.
Udahlah, Net, lo jangan nangis lagi& udah& Vero berusaha menenangkanku sebisanya.
Cindy bener, Ver, gue emang jelek, gue emang kurus, gue
emang nggak ada apa-apanya dibanding dia& , kataku tersendat-sendat.
Net, lo jangan jadi pesimis kayak gitu.
Tapi emang bener, kan" Semua itu emang bener kan, Ver" Karena semua itu makanya Alan nolak gue!
Vero diam. SEANDAINYA GUE NGGAK JELEK SEPERTI INI, VER! teriakku histeris. SEANDAINYA GUE NGGAK JERAWATAN, SEANDAINYA BADAN GUE IDEAL, SEANDAINYA GUE BERUBAH, SEANDAINYA&
GARNET, GUE NGGAK SUKA LO NGOMONG KAYAK GITU! bentak Vero. KITA KAN UDAH JANJI, NGGAK AKAN PERNAH BILANG KITA JELEK! KITA SEPAKAT APA PUN YANG ADA DALAM DIRI KITA ADALAH YANG PALING INDAH! NGGAK ADA ORANG YANG BOLEH BILANG KITA JELEK, APALAGI DIRI KITA SENDIRI!!!
Aku terpana menatapnya. Kemudian tertunduk lemas sambil terisak menutup wajahku.
Net, maaf& suara Vero melemah. Gue nggak bermaksud ngebentak lo&
Nggak, Ver, apa yang lo bilang itu bener& , ucapku parau.
Net, asal lo tau, meskipun Cindy ngatain lo jelek, gue tetep bangga punya sahabat kayak lo!
Aku terkejut sekaligus terharu mendengar ucapan Vero. Air mataku makin deras mengalir. Aku sangat menyesali kelakuanku tadi. Ya Tuhan& andai Vero tahu, akulah yang seharusnya bangga memiliki sahabat sebaik dia&
Udah lo jangan nangis lagi. Vero memelukku erat-erat. Perlahan aku menjadi tenang. Kuseka air mataku, menyadari sesuatu. Oya, Ver, kita harus cabut sekarang! Lo mau beli baju senam, kan" Ntar pulangnya kemaleman, lagi! aku mengingatkan.
OIYA! Vero menepuk kepalanya.
Wah, sori nih, Ver, gara-gara gue& kita baru jalan sekarang. Aku menyesal.
Ah! Nyantai aja, lagi! Ngng& tapi kayaknya cari baju senamnya nggak jadi deh! Vero berubah pikiran. Trus kita mau ke mana"
Tante Maya bilang, abis buku diet yang gue pinjem dari Dokter Michael difotokopi, gue harus balikin buku itu sekarang. Nah& lo temenin gue ke sana.
Sekali lagi sori, Ver& Aku makin menyesal. Padahal baju senam itu cukup penting baginya.
Udah& nggak papa kok, Net. Oya, ngomong-ngomong& omongan lo tadi& emangnya kalau seandainya semua terwujud, apa yang akan terjadi"
Omongan gue yang mana" Aku menatap Vero heran. Ngng& Vero tampak ragu-ragu mengatakannya. Kalau seandainya lo berubah& emangnya lo mau ngelakuin apa" Vero mengingatkan.
Aku berpikir sejenak. Gue akan bikin Alan suka sama gue. Biar Cindy dan yang lainnya tau, gue juga bisa dapetin cowok
cakep! Biar mereka nggak menghina gue lagi! jawabku berapiapi. Yeah, walaupun emang nggak bisa. Aku segera sadar diri.
Net, gue emang suka lo apa adanya. Tapi, gue juga nggak bakal ngebenci lo kok kalau lo berubah& , ucap Vero tulus. Aku melongo menatap Vero. Ver"
Kalau lo bener-bener niat, gue seneng banget kok, Net! Maksud lo" aku bingung dengan sikap Vero. Begini, kita berdua emang nggak boleh bilang kalau kita jelek, tapi bukan berarti kita nggak boleh jadi cewek yang bener-bener cantik, kan"
Kata-kata Vero sulit kupercaya. Apa dia berusaha mengutarakan ide konyolnya lagi"
Tante Maya udah kasih tantangan buat gue untuk ngurusin badan selama sebulan ini dan gue setuju. Kalau itu berhasil, berarti gue akan berubah Net. Nah, nggak salah kan kalau lo ngelakuin hal yang sama" Lo berubah menjadi gendut dengan ngatur pola makan lo yang aneh itu! ucap Vero sungguhsungguh.
Astaga! Aku rasa itu ide brilian, tapi juga sangat tidak mungkin! Apa Vero tidak pernah berpikir, menaikkan satu ons berat badan tubuhku sama susahnya dengan menurunkan satu ons berat badannya!
Nanti sampai di klinik, sekalian kita tanya sama Dokter Michael, ada buku diet untuk orang yang kekurangan berat badan nggak buat lo" usul Vero.
Aku ragu. Ayolah, Net, kita coba! Lo kan udah jadi penasihat gue untuk diet. Nah, sekarang gue yang harus maksa lo untuk gemuk. Gimana"
Setelah kupikir& Vero ada benarnya juga. Yeah, tidak ada salahnya mencoba. Aku mengangguk setuju.
Ucapan Vero benar-benar membangkitkan kemarahanku pada Cindy. Yeah, kalau aku berhasil, setidaknya ada hal yang bisa dibanggakan untuk mematahkan segala ejekan Cindy, Siska, dan Laura yang tiap hari tanpa absen mengejekku. Jelek, norak, culun, dekil, adalah segelintir kata-kata yang nantinya akan kuhilangkan dalam kamus perbendaharaan kata-kata mereka! janjiku berapi-api dalam hati.
*** Sampai di klinik, Vero menemui Dokter Michael di ruangannya, sementara aku menunggu di luar karena malu dengan keadaanku. Lusuh, mata sembap habis menangis, menyedihkan! Kalau aku menemuinya dalam kondisi seperti ini, berapa lagi dia akan memberiku diskon untuk operasi"
Keadaan klinik mulai sepi. Wajar saja, waktu sudah menunjukkan pukul 20.00. Sudah hampir tutup kurasa. Aku duduk sendirian di ruang tunggu. Aku ngantuk, beberapa kali aku menguap. Maka aku menundukkan kepala. Saking ngantuknya, aku tidak sadar ada makhluk yang datang mendekat.
Sendirian" tanya sebuah suara.
Siapa sih" Udah tau gue sendirian, pake nanya, lagi! Aku menoleh dan kaget. Kukucek mataku beberapa kali. Meyakinkan diri aku tidak sedang melihat penampakan. Masih setengah tidak percaya, mataku mengikuti gerakan cowok yang kini duduk di sebelahku.
Astaga! Elo& elo& Rr& Rhinky" Lo Rhinky, kan" tanyaku tergagap. Ya Tuhan& untuk apa si ganteng ini mendekatiku" Bukannya ia tidak mengenaliku lagi"
Kenapa sih, ngeliat gue kayak ngeliat hantu" Ngng... itu& itu& aku gelagapan.
Rhinky tertawa memandangku. Lo ngantuk" Kok matanya beler"
I... iya& Aku nyengir. Ngantuk sekaligus habis nangis. Ya ampun, lo tuh dari dulu nggak berubah, ya" Masih cuek kayak dulu, nggak sadar situasi, dan& dekil! Rhinky mengucek-ucek rambutku.
Aku terpana kaget dengan sikapnya yang tanpa canggung itu. Rasa kantukku hilang mendadak. Lo kenal gue" Ya iyalah! Lo Garnet, kan"
Aku shock! Tidak percaya dengan apa yang barusan kudengar. Dia memanggilku Garnet. Ia masih ingat namaku! Rhinky masih ingat padaku! Lo serius masih inget gue" ulangku meyakinkan.
Ya, cewek dekiii& l!
Astaga! Gue pikir lo lupa sama gue! SUMPAH!! jeritku. Justru lo yang lupa sama gue, waktu kita tabrakan di depan toilet, gue ngerasa itu lo. Tapi lo cuek aja ngeliat gue.
Gue tambah yakin waktu ngeliat Vero ada di sana. Kalian kompak banget ya, sampe sekarang masih sahabatan. Gue inget, saking kompaknya, Vero pernah nonjok gue karena belain lo.
Tapi kompaknya merugikan orang lain. Lo jadi korban tonjokan nyasar Vero! ucapku menyesali. Yah, itu adalah kesalahanku dan Vero terhadap Rhinky.


Ugly Phobia Karya Queen Soraya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kami tertawa, ingat masa lalu.
Ngng& ngomong-ngomong, ngapain lo sendirian di sini" tanya Rhinky.
Nemenin Vero balikin buku. Oh&
Kami terdiam. Canggung, tidak tahu mesti bicara apa. Lo kerja di sini" tanyaku memecah kesunyian. Hm& belajar lebih tepatnya. Sekali-sekali gue ke sini. Kalo nggak sibuk kuliah.
Oya, lo ambil jurusan apa" Kedokteran.
WOW! seruku kagum. Berarti di depan gue ini calon dokter nih"
Ah& biasa aja, lagi! ucap Rhinky malu-malu. Selesai nanti, orangtua gue pengin gue ambil spesialis bedah plastik di Eropa. Makanya, selama ini gue sering dateng ke klinik ini& untuk lihat-lihat dan sedikit-banyak belajar lah&
Astaga& kedatangannya ke klinik ini malah membuatku menyangka ia salah satu pasien operasi. Ternyata perkiraanku salah besar!
Waaah& hebat! Dokter bedah plastik, uangnya pasti banyak! seruku. Biaya satu kali tindakan operasi di sini saja mahal sekali. Namun, kelihatannya Rhinky tidak begitu bersemangat.
Rhinky tersenyum hambar. Yeah, dari segi finansial cukup menjanjikan. Tapi& dari segi hati, gue nggak begitu suka. Kenapa" tanyaku heran.
Karena& Hei! Asyik banget ngobrolnya! Tiba-tiba Vero mengejutkan kami. Rupanya dia sudah selesai.
Eh, udah selesai, Ver" tanyaku.
Udah! Ngng& tadi, Dokter Michael bilang, dia nggak punya buku diet yang kita cari. Tapi Dokter nyaranin lo buat suntik lemak aja, Net. Biar gendutnya lebih cepat kelihatan. Selain itu, nanti dikasih vitamin, obat nafsu makan, dan&
Aku mencubit lengan Vero, menyuruhnya diam. Aku malu dia mengatakan hal itu di depan Rhinky. Terutama ingat perkataanku yang terlalu percaya diri di depan Dokter Michael kemarin. Jelaslah sesungguhnya aku hanya pura-pura. Vero nyengir. Sori&
Lo mau gendutin badan, Net" tanya Rhinky padaku. Ngng& ya, jawabku malu-malu.
Oya, berapa nomor HP lo" Kalau ada buku dietnya, ntar gue pinjemin deh!
Lo serius" Mataku terbelalak. Hatiku berbunga-bunga. Rhinky mengangguk. Kami pun tukeran nomor handphone.
*** Sialan lo, Net! Ternyata Rhinky lebih inget sama lo daripada sama gue! Padahal, sejak ketemu kemarin, Rhinky kan inceran gue! ucap Vero saat perjalanan pulang. Vero menunjukkan ekspresi cemburu. Aku yakin dia iri berat melihat prosesi tuker-tukeran nomor handphone tadi. Tapi itu kan kebetulan.
Apa sih lo" Nggak penting tau nggak"! Aku nyengir sekaligus bahagia.
Wah... jangan-jangan nanti dia bisa naksir lo tuh! Aku ngakak. Lo gila, ya" Mana mungkin cowok secakep dia naksir gue! Dia gila, kali!
Ya, kalau dia naksir gue, berarti dia juga gila dong! Kami tertawa. Dalam tawaku, terbayang bagaimana Rhinky meminjamkan buku diet itu untuk mendukung program penggemukan badanku, dan aku berharap keinginan terbesarku ini akan terwujud!
*** Aku tiba di depan rumah jam 21.10. Kulambaikan tanganku pada Vero. Setelah mobilnya menghilang di balik tikungan, aku masuk rumah.
Dua puluh menit lagi, jam malamku hampir habis. Mama bisa ngamuk nih kalau aku pulang lewat dari jam 21.30. Untunglah, aku datang tepat waktu. Mama nggak akan marah soal jam malam, tapi& aku tidak boleh senang dulu.
Garnet! Mama berdiri di ruang tamu sambil berkacak pinggang.
Bang Reza cengar-cengir di belakang Mama. Rasain! bisiknya dari jauh.
Pasti Mama mau menyuruhku makan malam. Biasanya dengan mata melotot seperti itu, dia akan berjuang keras menyuruhku masuk ke ruang makan, bahkan terkadang dengan marah-marah.
Aturan yang selalu kutentang! Karena seperti biasanya juga, disuruh seperti apa pun, aku akan menolak untuk makan. Kebiasaanku, kalau pulang malam langsung molor tanpa makan dan mandi. Tapi kali ini, aku rasa aku akan mengejutkan Mama.
Ma, masak apa malam ini" Aku mau makan, ucapku. Mama melongo. Terheran-heran campur bingung. Ma, cepetan dong, Garnet laper nih!
Setengah tidak percaya akhirnya Mama menjawab pertanyaanku. Mama buat bandeng presto, sayur lodeh, sama sambal udang.
Temenin makan ya, Ma" pintaku.
Meski masih keheranan, Mama mengangguk Ya& , jawabnya lembut, lalu tersenyum.
TUMBEN SI JELITA MAU MAKAN! teriak Bang Reza. REZA! Mama melotot.
Dengan mata melirik, aku mencibir ke arah Bang Reza yang bengong. Weee& elo tu yang reseh!
Bang Reza garuk-garuk kepala.
Tak lama, Papa pulang dari kantor, kami makan malam bersama.
Diam-diam semuanya sangat surprise dengan perubahanku. Usai mandi, aku berbaring di tempat tidur, memegang perutku yang terasa tidak enak. Aku makan terlalu banyak tadi, maksudnya agar berat badanku cepat naik. Rasanya mual dan mau muntah. Terlalu bersemangat, kali. Padahal tadi Mama sudah memperingatkan, menurut dokter penderita maag kronis tidak boleh makan terlalu banyak secara mendadak. Nanti perut bisa terasa penuh dan tidak enak. Terlambat, aku sudah merasakannya sekarang.
Biar saja, semuanya ini kulakukan demi niatku pada Vero untuk sama-sama berubah, dan tentu saja sebagai awal pembuktian pada Cindy, aku tidak seperti yang ia kira. Yup! TIDAK SEPERTI YANG IA KIRA!
Tanpa sengaja, mataku membentur ponselku yang tergeletak di meja belajar. Segera aku meraihnya, teringat dengan nomor seseorang. Aku membayangkan wajah seseorang itu, lalu tersenyum sambil memejamkan mata.
A KU bangun pagi-pagi sekali. JAM EMPAT TEPAT!!
Bayangkan, mungkin sepanjang sejarah, baru kali ini aku bangun sepagi ini. Maksudku, bangun pagi karena keinginanku sendiri. Tidak termasuk dibangunkan Mama, teriakan Bang Reza, atau Papa kalau lagi marah-marah.
Ahhhhh& segarnya& Aku menghirup udara pagi dalamdalam.
Rasanya jarang sekali aku bisa merasakan menghirup udara pagi, alami, dan belum tercampur polusi seperti ini. Ternyata rasanya sangat nikmat! Aku tidak peduli hari masih gelap, maling belum pulang ke rumah, atau kuntilanak masih siskamling di kuburan. Yang penting aku menikmatinya!
Mama kaget melihatku. Bahkan lebih kaget lagi, saat dengan suka rela aku menyempatkan diri membantunya membuat sarapan.
Net, kamu nggak lagi sakit, kan" Mama menatapku tak percaya. Saat melihatku sibuk memasukkan bakso, udang, dan sosis dalam jumlah sangat banyak ke dalam wajan.
Pesan Mama Aku menggeleng sambil mengaduk-aduk nasi goreng. Karena kupikir sosisnya kurang banyak, aku berjalan mendekati kulkas hendak mengambil bungkusan sosis lagi. Aku pikir, lebih banyak makanan berlemak, lebih cepat badanku gemuk.
Kening Mama berkerut. Garnet, kamu mau masak nasi goreng campur sosis, atau sosis goreng campur nasi"
Setelah sadar campuran sosisnya sudah lebih dari cukup, aku mengurungkan niatku mengambil sosis.
Nasi goreng sudah matang. Usai menata piring di meja, Mama mengajakku bicara.
Garnet, ada apa dengan anak Mama" Kok tiba-tiba berubah"
Aku bengong. Apanya yang berubah, Ma" Emangnya badan Garnet udah tambah gemuk" Baru aja sekali makan malem yang banyakan!
Bukannya begitu, justru karena kamu makan malem yang banyak makanya Mama heran.
Ah, Mama, Mama nggak seneng liat anaknya berubah" Gitu"
Bukannya begitu, justru Mama seneng banget. Cuma kenapa mendadak begini" Aneh& semalem tiba-tiba mendadak minta makan tanpa Mama paksa. Apalagi makannya dengan porsi yang banyak, kayak orang kesurupan! Mama menarik napas. Sekarang, bantuin Mama buat sarapan nasi goreng aneh gini. Lagaknya kayak orang yang pengin buru-buru gendut aja. Kamu punya masalah"
Ucapan Mama membuatku terdiam. Jujur sama Mama, Net.
Nggak ada apa-apa kok, Ma.
Net, feeling Mama, pasti ada apa-apa. Apa ada yang udah nyakitin kamu" Ngeledek kamu" Iya"
Memang benar kalau feeling orangtua itu pasti tepat. Walaupun aku tidak pernah curhat tentang Cindy atau siapa pun, ternyata Mama merasakannya.
Maa& Aku menatap Mama. Mataku berkaca-kaca. Mama menatapku sedih. Jadi bener, kan"
Aku menunduk sedih. Melihat tatapan Mama, rasanya aku tidak sanggup menampung air mataku lagi.
Garnet, anak Mama& Mama memelukku erat-erat. Aku merasa nyaman sekali di dalam pelukan Mama. Belaiannya membuatku merasakan kehangatan seorang ibu. Hal itu membuatku lupa tentang semua pendapatku yang selalu menganggap Mama adalah sosok yang menyebalkan dan tukang ngatur.
Ada temen Garnet yang bilang Garnet jelek, Ma. Garnet nggak terima dibilang seperti itu. Garnet harus berubah! Badan Garnet harus bagus, Garnet harus cantik, Ma! Biar dia gak ngatain Garnet jelek lagi! Harus! Aku terisak.
Garnet... Mama seneng kalau kamu mau berubah. Tapi inget, Sayang, jangan karena kamu sakit hati, atau karena kamu peduli dengan omongan orang lain yang buruk tentang kamu, baru kamu mau berubah, ucap Mama lembut sekali. Kalau karena itu, kamu pasti akan cari cara yang ekstrem
untuk mewujudkannya. Itu nggak baik, Sayang& Hal itu akan jadi bumerang buat diri kamu sendiri. Dan itu artinya kamu kalah. Mama nggak mau itu terjadi sama kamu. Aku menatap Mama lekat-lekat.
Inget satu pesan Mama, hanya satu, Mama menatapku dalam-dalam, kamu harus berubah, demi diri kamu sendiri, bukan demi orang lain! Dengan begitu, kamu nggak akan tertekan menjalaninya& dan kamu akan menjadi pemenang&
*** Aku tertegun di dalam ruang kelasku yang masih sepi. Yeah, aku datang paling cepat hari ini, baru hari ini. Dan tentu saja itu mengagetkan Handoko yang datang setelah aku. Biasanya dialah orang pertama yang tiba di kelas.
Tumben lo, Net, ada angin apa nih"! tanya Handoko bingung.
Lo maunya angin apa" Ada angin topan, angin leysus, apa puting beliung" jawabku malas.
Buang angin ada nggak"! canda Handoko. Garing! Aku mencibir.
Tak lama, seorang lagi datang.
Cindy! Ia agak kaget melihat keberadaanku.
Kedatangan Cindy diikuti Laura dan Siska, tapi mereka tidak bereaksi hari ini, mungkin masih teringat tamparan Vero kemarin, atau juga masih takut dengan ancaman Vero. Kemudian kelas makin ramai. Anak-anak yang lain sudah
mulai berdatangan. Tidak terkecuali Alan. Hhhh& Makin hari, tatapannya semakin dingin. Tapi aku tidak begitu memedulikannya. Di kepalaku masih terngiang-ngiang ucapan Mama tadi pagi.
Inget satu pesan Mama, kamu harus berubah demi diri kamu sendiri, bukan demi orang lain. Bukan demi orang lain& BUKAN DEMI ORANG LAIN!
Mama benar, aku akan berubah demi diriku sendiri, demi kebaikanku sendiri! Bukan demi orang lain, bukan karena ucapan Cindy, ejekan Laura dan Siska, bahkan bukan demi Alan! janjiku dalam hati.
Aku tersenyum membayangkan wajah Mama, entah kenapa hatiku jadi lega sekali.
*** Kebahagiaanku datang lagi saat Vero menjemputku ke kampus. Hari ini kan Sabtu, aku pulang lebih cepat. Saat melihat Vero datang ke kampusku, Cindy dan kedua temannya langsung kabur melarikan diri. Kelihatannya mereka benar-benar trauma dengan tamparan Vero.
Vero pun mengajakku ke rumahnya. ***
Di rumah Vero, kami berdua makan siang bersama. Kulihat menu yang dihidangkan untuknya lain daripada yang biasa. Yang agak berbeda adalah, kali ini aku melihat Vero diharuskan makan sayur. Aku paling tahu, selama ini dia paling alergi makan sayuran.
Ini makan siangnya, Non Vero, kata pembantu Vero yang bernama Parijem sambil menghidangkan makanan untuknya. Tentu saja makanan ini semua atas anjuran Tante Maya melalui buku diet yang dipinjamkan Dokter Michael.
Duh& Jem& gue bisa lupa nih, kalau tiap hari makan makanan kayak gini& , keluh Vero pada Parijem saat melihat ternyata makan siangnya hanya berupa semangkuk kecil sayur bening, sepotong kecil semangka, sepotong tempe, dan tiga sendok nasi putih.
Bisa lupa" keningku berkerut.
Lupa bernapas! sahut Vero kesal sambil melirik penuh dendam pada Parijem dan seseorang di luar sana. Siapa lagi kalau bukan Tante Maya.
Aku ngakak. Bagiku porsi seperti itu sudah cukup. Tapi kalau mengingat porsi makan Vero ukuran jumbo, aku percaya ia bisa mati kalau tiap hari makan dengan porsi sekecil itu.
Tante Maya masuk ke ruang makan. Rupanya ia mendegar ucapan Vero. Jangan banyak omong deh! Kamu mau nasinya Tante kurangin jadi satu sendok, tempenya jadi setengah potong, sayurnya jadi&
Udah! Udah, Tante, jangan! Vero menarik tangan Tante Maya yang bersiap menarik kembali makan siangnya.
Makanan Vero memang sengaja dipisahkan tersendiri. Terpaksa, ia menahan diri untuk tidak mencomot ayam bakar yang ada di piring nasiku, meluruskan kepala agar tidak tergoda sepiring rendang daging di sebelahnya, dan menahan liurnya yang hampir menetes saat melirik satu loyang puding susu yang baru dikeluarkan Parijem dari dalam kulkas. Tentu saja, makanan itu dihidangkan untukku. Atas perintah Tante Maya, untuk menguji seberapa hebat ketabahan Vero atas godaan makanan-makanan itu.
Aku bersumpah saat ini Vero pasti sangat gelisah. Ver, baju senamnya nggak jadi beli" tanyaku mengalihkan perhatiannya, sejak tadi ia terus melirik mulutku yang sibuk menggigit ayam bakar. Setelah Tante Maya keluar ruang makan, Vero kembali tidak berkonsentrasi dengan makanannya.
Ah, nggak papa lagi! Tanpa baju senam itu kan Tante Maya tetep aja maksa gue senam mati-matian! Gila tuh orang, seneng banget nyiksa keponakannya, bisik Vero, takut kedengaran Tante Maya lagi. Oya, Rhinky udah kasih buku diet buat lo belom"
Belom. Ah, mungkin dia sibuk. Mana sempet nyariin buku diet buat gue" jawabku.
Sibuk apaan" Sibuk kuliah. Pulang kuliah dia langsung ke klinik. Rupanya selama ini dia belajar tentang bedah plastik kepada Dokter Michael. Katanya dia mau ngambil spesialisasi bedah plastik di Eropa!
HA, EROPA"! Vero ternganga. Kok lo tau sih" Lo ngobrol banyak ya sama Rhinky" Ngomong-ngomong, dia udah punya cewek belum"
Gila lo, mana mungkin gue nanyain itu! Yaa, kali aja. Vero tertawa.
Kalau dia belum punya cewek, emangnya kenapa" Kalau belum, kita gebet dia sesudah kita berhasil dengan diet masing-masing! katanya penuh semangat.
Kita" Emangnya Rhinky bisa dibagi dua" Aku ngakak. Becanda, lagi, Net! Yah... dengan adanya Rhinky, itungitung nambah semangat kita untuk lebih serius ngejalanin diet. Ya, nggak" Itulah gunanya cowok cakep!
Aku pikir omongan Vero ada benarnya juga. Gue setuju! seruku bersemangat.
Yee, rupanya lo napsu juga! Kami tertawa lagi.
Oya, program penggemukan lo udah sampe mana, Net" Sebates makan teratur. Karena gue sakit maag, gue nggak bisa makan terlalu banyak. Soalnya rasanya jadi mual dan penuh. Mama wanti-wanti terus ke gue. Mama sempet nasihatin gue waktu gue maksa makan banyak banget kemarin malem! Kata Mama, kayak orang kesurupan!
Wah, gila lo! Itu kan gak bagus buat lo! Vero terbelalak. Makanya Mama nasihatin gue. Yeah& kasih-kasih masukan dan semacamnya.
Oh& Nyokap lo care juga!
Dia dukung gue, lagi! kataku bangga.
Vero mengangguk-angguk. Ya... ya... gue percaya dia serius dukung lo, bukannya kayak Tante Maya, mentang-mentang bokap gue lagi ke luar negeri, kesempetan deh nyiksa gue! EHEM! Tante Maya batuk di luar.
Vero mengerut, aku menahan tawa. Ngng& Eh, gue ada sesuatu buat lo, Net. Apa tuh" tanyaku penasaran.
Ntar abis makan, ke kamar gue.
*** Saat aku pulang dari rumah Vero, waktu menunjukkan pukul 19.30. Bergegas aku mandi. Setelah berganti baju, Mama menyuruhku makan malam lebih cepat agar aku bisa menikmati segelas susu sebelum tidur. Yeah, sejak aku memutuskan untuk menjaga pola makanku, Mama turut campur tangan sebagai pengawasnya.
Jam 21.00, aku belum bisa tidur. Susu yang dibuatkan Mama hampir habis. Aku harus meminumnya sedikit-sedikit agar tidak muntah. Karena belum merasa ngantuk, kusetel tape-ku. Lagu Tere, Pasangan Sepadan mengalun dengan indah.
Aku termenung di tempat tidur. Mataku membentur sekatung besar paper bag yang berisikan berbagai macam makanan yang tadi kubawa.
Yeah, itu semua pemberian Vero.
Usai makan siang tadi, Vero mengajakku ke kamarnya. Di
sana, Vero memberiku SEKANTUNG PENUH COKELAT! Ho ho ho! Banyak sekali!
Walaupun aku tidak begitu hobi makan cokelat, Vero mengatakan mulai hari ini aku harus mencobanya untuk menunjang program penggemukan badanku! Alasan Vero yang lain, dengan menerima cokelat-cokelat itu, secara tidak langsung aku membantunya.
Aku heran. Kemudian ia menjelaskan semua cokelat itu adalah cokelat yang sudah terlanjur dibelinya untuk persediaan tiga hari ke depan. Dan demi dietnya, ia tidak membutuhkan semua itu lagi. Barulah aku mengerti.
Oya, selain itu Vero berjanji akan menyerahkan camilan yang ia simpan di dalam lemari kamarnya (Gila, ini sih penimbunan sembako namanya!). Sekilas kulihat, tampangnya sedikit tak rela saat menyerahkan semua benda paling berharga dalam hidupnya itu. Tapi, yaaah, namanya juga pengorbanan! Mau tak mau, ia merelakannya juga. Hari ini aku benar-benar surprise dibuatnya!
Aku rasa, ucapan Vero yang menganjurkanku untuk sesekali ngemil agar menunjang program penggemukan badanku ada benarnya juga. Kebalikan dari Vero yang harus menghilangkan hobi makannya demi program diet yang ia jalani.
Rupanya Vero sungguh-sungguh berjuang! Terbukti dengan melakukan semua ini, dengan merelakan semua makanannya untukku. Entah karena takut dengan ancaman Tante Maya, takut dengan operasi sedot lemak itu, atau karena terpesona pada Rhinky, yang jelas ia sangat berusaha!
Kalau begitu, aku pun tak mau kalah, aku juga harus berusaha! janjiku dalam hati.
Hm& cokelat dan camilan-camilan ini akan sangat membantuku nantinya. Tapi, tetap saja aku harus menjaga diri agar tidak terlalu banyak ngemil, karena kalau tidak, bukannya camilan yang mengandung lemak itu akan membuat jerawatku bertambah banyak" Yeah, paling tidak camilan itu akan kumakan sedikit demi sedikit.
Rupanya Vero memikirkan aku juga. Aku rasa, aku juga harus membantunya. Tapi, kira-kira& apa yang bisa kulakukan untuknya ya" Aku sibuk berpikir.
Membelikannya buku diet" Ah! Aku rasa buku dari Dokter Michael sudah lebih dari cukup. Ugh& apa ya" Aku terus berpikir.
Di tengah sibuknya otakku berfikir, HP-ku berbunyi. Kuraih HP. Ada SMS masuk&
Mmm... dari siapa ya" Vero, kali.
RHINKY! jeritku memandang tak percaya pada ponselku.
Hi Net, dh tidur blm"
Waah& hidungku sampai kembang-kempis melihat sebaris kalimat itu. Yeah, hanya sebaris SMS dari Rhinky sanggup membuatku seperti penderita asma. Mungkin karena aku telah tersihir pesonanya.
Belum, lagi. Lo, Rhin"
Gue juga belom nih, gak bisa tidur.
Kalau gitu sama, gue juga gak bisa tidur.
Aduh& kenapa bahasannya nggak bermutu sih" Gerutuku menyesal.
Gue dh dapet buku diet buat lo. Kapan kita bisa ketemu" Besok bisa"
Mataku terbelalak. Naaah, ini dia yang kutunggu-tunggu! Ketemuan! Rhinky ngajak gue ketemuan" Rasanya aku mau loncat tinggi-tinggi sampai nyentuh plafon saking girangnya. Tidak disangka, ia sungguh-sungguh berniat meminjamkan buku itu. Buru-buru kubalas SMS Rhinky. Aku tak mau ia lama menunggu jawabanku. Atau aku yang tak sabar membalas SMS-nya"
Bisa dong! Besok kan Minggu. Eh, tapi sebelumnya gue makasih banget lho, Rhin, lo udah cariin buku itu buat gue. Oya, ketemuannya di mana"
Aku tersenyum dan segera menekan tombol kirim. Namun tiba-tiba mataku mendelik saat melihat laporan SMS. Pesan gagal.
Ha" Kenapa nih" Kucoba mengirimnya lagi.
Pesan gagal. Duh, kenapa sih" Kuulangi lagi sampai lima kali, barulah aku menyadari sesuatu. Jangan-jangan& segera kucek pulsaku.
Astaga! Benar dugaanku, pulsaku tinggal 180 perak! Aku lemas seketika. Ya ampuu... n! Kenapa aku bisa lupa mengisi pulsa sih"! Segera aku berlari keluar, bermaksud minta pulsa kepada Mama. Namun, gerakanku terhenti saat mendengar HP-ku berbunyi.
Rhinky meneleponku! Suaraku tertahan membaca nama yang tertera di layar ponsel.
Hai, Rhin, sori bukannya nggak mau bales SMS lo, pulsa gue habis, gue lupa ngisi. Tadi gue mau minta pulsa sama Mama, eh lo keburu nelepon. Sumpah, gue jadi nggak enak sama lo nih! Sekali lagi sori, ya" Sori banget& , ucapku tanpa basa-basi.
Nggak usah dijelasin panjang-lebar, gue maklum kok, Net!
Aku jadi malu setelah sadar aku terlalu banyak bicara. Wah, jangan-jangan aku tertular sifat Vero nih!
Oya, ketemuan di mana besok" tanya Rhinky. Wah, baru saja hal itu mau aku tanyakan. Lo aja yang tentuin tempatnya deh! Gue sih nurut aja. Jamnya juga terserah lo. Besok gue bebaaas!
Oke kalau gitu, jam delapan pagi. Di klinik ya" Ya. Gue pasti dateng, jawabku langsung menyetujui. Oke, gue tunggu. Bye...
Bye! Klik! HP kututup. Aku tersenyum. Rasanya senaaaa& ng sekali, namun tiba-tiba mataku melotot.
JAM DELAPAN PAGI"! Ya ampun! Itu artinya hari Minggu pun aku harus bangun pagi"! Astaga& sama saja aku tidak mendapat libur kuliah selama satu minggu penuh! Kupukul jidatku.
R ASANYA pagi ini aku tidak bisa menahan kekesalanku.
Jelas saja, di saat harus bangun pagi untuk menemui Rhinky, aku lupa menyetel alarmku. Akibatnya, aku bangun jam 07.00. Padahal aku harus sampai di klinik itu jam 08.00. Gawat!! Aku kesiangan! Ugghh! Dengan kesal aku ngibrit ke kamar mandi.
Setelah jebar-jebur ria selesai, aku membuka lemari pakaian. Kutarik kaus hitam dan celana jins butut kesayanganku dari sana lalu segera memakainya. Namun, entah kenapa aku merasa ada yang salah dengan pakaian itu. Kuganti lagi dengan kaus biru. Masih kurang pas. Kuraih kemeja putih. Agh! Terlalu resmi! Kuambil kaus berkerah warna cokelat, jaket ungu, kaus lengan panjang warna krem. Semuanya nggak oke! Kuambil kaus.
Kemeja. Kaus lagi. Kemeja lagi dan lagi. Jalan Bareng Rhinky Sampai akhirnya baru kusadari kamarku berantakan! AAAARRGGHHH! teriakku yang masih bingung harus memakai baju apa. Aku melongo. Duh, kenapa hari ini aku jadi gagap baju gini" Biasanya aku nggak pernah bermasalah dengan apa yang kupakai! Apa ini karena Rhinky yang akan kutemui" Hh& entah kenapa si tampan itu telah berhasil membuatku minder dengan baju-bajuku. Padahal itu semua baju yang biasanya kupakai.
Mama membuka pintu kamar. Ternyata ia mendengar teriakanku. Keningnya berkerut melihat kamarku yang porak poranda Kamu kenapa, Net" Kemalingan"! canda Mama.
Ugh, Mama& Garnet bingung nih, mau pakai baju apa"
Lho" Kok" Tumben&
Ma& bantuin Garnet milih baju dong& , pintaku. Nggak salah nih" Biasanya, kamu selalu nolak kalau Mama suruh pake ini, pake itu, celoteh Mama.
Aku tersenyum malu. Mengakui apa yang barusan Mama ucapkan benar adanya. Abis, nggak tau nih kenapa hari ini Garnet bingung mau pakai apa"
Emangnya kamu mau ke mana Minggu pagi begini" Biasanya pagi-pagi gini kamu masih molor, bangunnya jam sebelas, abis itu baru mandi kalau hari udah sore, trus&
Maaa..., rengekku. Ternyata Mama hafal semua keburukanku.
Iya deh& Mama mendekat. Kamu janjian sama siapa, Net"
Janjian ma temen, Ma. Mmm& Mama tersenyum misterius menatapku. Aku memerhatikan tubuhku di cermin dengan bingung. Mama liat apa sih" Emang ada yang ilang dari badan Garnet" Mama tau& kamu janjian sama cowok ya" tebak Mama. Mau tak mau, aku jadi salah tingkah mendengar perkataan Mama.
Hayo& sama siapa" Sama temen, Ma, elakku. Nggak, Mama nggak percaya!
Bener, Ma, sama temen. Aku mencoba meyakinkan Mama, tapi sepertinya tidak berhasil. Untunglah Mama menyerah.
Oke, sama siapa pun itu, kamu pake baju ini aja deh. Mama mengambil tank top hitam sebagai dalaman, baju tangan panjang putih kerah lebar dan celana jins tiga perempat.
Maa... Aku memerhatikan pakaian itu dengan saksama. Itu baju yang dibelikan Mama yang belum pernah kupakai. Aku terlalu alergi dengan pilihannya.
Kenapa" Itu kan baju perempuan&
Lho, kamu kan perempuan" Mama bingung. Aku sadar. Maksud Garnet, apa nggak terlalu seksi" Garnet nggak akan nyaman makenya!
Siapa bilang ini seksi. Coba dulu deh& ini nyaman dipakai kok! Mama meyakinkanku.
Mama membantuku memakai baju itu. Aku tak kuasa
menolak. Dan& Wow! Apa yang dikatakan Mama benar adanya. Baju itu nyaman sekali. Iya, Ma, bajunya enak juga dipake.
Mama tersenyum melihatku. Berarti, mulai hari ini kamu mulai biasain diri pake baju yang Mama beliin, ya"
Aku mengangguk setuju. Tapi, cuma untuk baju kasual kayak gini aja. Kalau rok dan sejenisnya, Garnet masih ngeri, Ma.
Nanti lama-lama sesudah kamu terbiasa dengan baju-baju itu, kamu pasti akan cari baju yang lebih lucu daripada itu, termasuk rok juga. Bahkan suatu hari nanti, sepatu high heels yang Mama beliin buat kamu akan dapet gilirannya! Yakin deh dengan apa yang Mama bilang.
Ah, apa benar" Tapi, apa pun itu, aku mengucap terima kasih pada Mama dengan memeluknya. Hm& aku senang hubungan kami lebih baik. Ternyata, selama ini aku salah menilai Mama.
Astaga! Udah jam delapan kurang sepuluh! aku tersentak saat melihat jam. Garnet pergi dulu ya, Ma" Setelah membenarkan letak kacamataku yang sedikit miring, aku berlari keluar kamar.
Mama geleng-geleng melihatku.
*** Kopaja jurusan Pasar Minggu-Cipulir sangat sesak. Penumpangnya penuh! Bahkan melebihi kapasitas. Aku heran, padahal
hari ini hari Minggu. Kudengar dari beberapa penumpang, ternyata ada kecelakaan di Pasar Kebayoran, makanya jalanan macet total. Untunglah aku yang biasa naik Kopaja ini masih sempat dapat mobil, walaupun dengan keadaan yang sangat memprihatinkan. Berdiri sambil berdesak-desakan.
Kurang-lebih lima puluh menit perjalanan, akhirnya sampai juga. Aku keluar dari Kopaja mengerikan itu dengan penuh perjuangan saking sempitnya.
Tapi, celaka! Aku turun di blok yang salah. Dengan kesal aku berlari sepanjang kurang-lebih lima ratus meter sampai akhirnya sampai di tempat tujuanku. Klinik kecantikan.
Fiuh& kuhapus keringatku yang bercucuran. Langkahku oleng ke arah klinik, napasku ngos-ngosan.
Sepi sekali kelihatannya. Di mana Rhinky ya" Aku celingukan.
Biasanya ada dua satpam berdiri di luar klinik, juga tidak sedikit mobil yang parkir di depannya, tapi kali ini...
Hm& hari Minggu ternyata kliniknya tutup. Aku berjalan lebih mendekat ke bangunan itu dan dengan rasa penasaran, aku mengintip pintu klinik yang terbuat dari kaca.
HIEEEH! aku menjerit seketika saat samar-samar kulihat ada bayangan wajah di kaca itu. Ada sosok mengerikan! Siapa sih ngagetin aja"! makiku dalam hati.
Kucoba memerhatikan lebih saksama. Dan& ASTAGA! ITU AKU! Bayanganku sesungguhnya! Benarkah seperti ini penampilanku" Kenapa aku baru menyadarinya"!
Kucoba mengatur napas. Berpikir. Memercayai apa yang barusan kulihat. Dan aku percaya! Kaca itu tidak bohong!!!
TIDAAAAKK!! Ingin rasanya aku meneriakkan kata itu sekerasnya kalau bisa sampai ke ujung langit.
Bayangkan! Wajahku sangat lusuh, rambut panjangku awutawutan, bulir-bulir keringat di seputar keningku masih turun tidak berhenti. Penampilanku kali ini bagaikan pelari maraton jarak jauh yang barusan mencapai garis finis. Tapi, aku pelari yang kalah, karena tidak ada senyum di wajahku. PENAMPILANKU KACAU-BALAU!
Misteri Boneka Gayung 1 Kunanti Di Gerbang Pakuan Karya Aa Merdeka Permana Dibalik Keheningan Salju 8

Cari Blog Ini