Elemen Kekosongan Karya Nein Arimasen Bagian 11
batku ini akan gembira sekali, jika saja mereka dapat mendengarnya."
Wajahnya kembali muram demi ia menyelesaikan kalimatnya.
Kedua orang yang duduk bersila di hadapannya tampak diam. Tak
tahu harus berbuat apa. Keheningan pun kembali menyeruak di antara mereka berlima. *** "Berapa lama pembekuan ini bisa dilakukan?" tanya Walinggih
kepada orang yang terlihat seluruh tubuhnya hampir berwarna putih
tersebut, yang mengaku bernama Rancana.
"Tidak tahu," jawab Rancana pendek. Ia hanya melakukan apa yang
diminta oleh kedua orang temannya itu untuk menghambat luka dalam
tubuh mereka. Melakukan olah tenaga yang mereka ajarkan sehingga
dapat membekukan tubuh mereka.
"Dan engkau dapat melakukannya sendiri, terus-menerus?" tanya
Walinggih kemudian. "Tidak juga," ucapnya pelan, "proses ini juga membahayakan diriku
sendiri. Tapi beberapa hari lagi mereka sudah tidak perlu dibantu.
Pembekuan mereka akan langgeng selamanya apabila suatu tahap
mati suri telah tercapai."
495 Keduanya kemudian terdiam, larut dalam pikirannya masing-masing.
"Warna putih pada tubuhmu juga akibat penyaluran tenaga untuk
membekukan mereka, betul begitu?" tanya Walinggih kemudian.
Rancana hanya mengangguk. Dugaan Walinggih benar adanya, bahwa
efek samping dari cara ia menolong adalah memperoleh kehilangan
warna pada bagian-bagian tubuhnya. Sudah bola matanya, rambutnya dan juga kulitnya. Pada akhirnya bagian-bagian dalam tubuhnya
juga, seperti lidah dan rongga mulut. Dan akhir yang tidak diharapkan adalah ia akan memutih membeku, menjadi patung es, mirip
dengan kedua orang yang ditolongnya.
"Pesanku, bila aku harus menemani mereka "membeku"..," ucap Rancana, "tolong katakan pada muridku, Lantang, bahwa aku belum menemukan cara melancarkan aliran hawa dalam tubuhnya." Lalu diceritakan perjalannya ke Rimba Hijau, bertemu dengan para Manusia
Tiga Kaki dalam upaya mencari penyembuhan muridnya.
Mengangguk-angguk Walinggih mendengar pesan tersebut. Ia melihat betapa besar kasih sayang Rancana kepada muridnya itu, yang
ternyata tidak mampu menyalurkan tenaga dalamnya akibat sebab
yang tidak diketahui pada susunan jalan darahnya. Walinggih pun
menyanggupi permintaan itu.
Disamping mengoper tenaga dalamnya kepada Ki dan Nyi Sura, Rancana pun menyempatkan diri untuk mengajari Sarini ilmu meringankan
tubuhnya. Ia yang dikenal sebagai Bayangan Menangis Tertawa, memang memiliki ilmu simpanan dalam meringankan tubuh dan bergerak
cepat ke sana-kemari. Sudah tentu yang merasa gembira pula selain Sarini adalah Walinggih, ia merasa senang bahwa muridnya mendapat tambahan ilmu dari
seorang yang tokoh yang selama ini telah lama menghilang dari dunia
persilatan. Hari-hari pun berlalu diisi dengan pengoperan tenagan kepada Ki dan
Nyi Sura, latihan Sarini dan perbincangan antara Walinggih dan Rancana. Pengembaraan Rancana yang ke sana-ke mari ternyata telah
membawa padanya juga kabar mengenai Hakim Haus Darah, julukan
yang dulu dimiliki Walinggih. Julukan yang telah lama ditinggalkan
496 BAGIAN 8. MENARI BERSAMA AIR
dengan sifat-sifat jeleknya.
Keduanya tertawa karena mereka saat ini telah menjadi tua dan
julukan-julukan kuno telah lama lewat. Yang mereka pikirkan sekarang
adalah orang-orang yang menjadi murid-murid mereka. Suatu kesamaan dari orang-orang yang menjadi lebih bijaksana setelah diri
mereka menjadi tua dan sadar hidup tidak lama lagi di dunia ini.
*** Tak terasa telah berlalu hari-hari di mana Walinggih dan muridnya
Sarini menetap di Pulau Tengah Danau, menemani Rancana yang
terus menerus menyalurkan tenaga dalamnya ke Ki dan Nyi Sura yang
telah membeku. Dengan cara yang diberikan oleh mereka berdua, mau
tak mau Rancana pun berangsur-angsur akan menjadi seperti mereka.
Menjadi sesuatu yang hanya memiliki hawa dingin dan pada akhirnya
akan membeku menjadi sama seperti mereka. Pada tahap tersebut
Ki dan Nyi Sura tidak lagi perlu diasup tenaga dalam karena kondisi
mereka telah dapat menyerap sendiri aliran tenaga yang dibangkitkan
oleh gua di mana mereka berada dan juga aliran sungai di atas gua
tersebut. Rancana pada awalnya telah tahu resiko ini, dan kedua rekan yang
akan ditolongnya telah mencoba mencegah, tetapi setelah mereka
berdua tak sadar diri lagi, Rancana pun memaksa untuk menolong,
dengan harapan ia dapat mengatasi hal tersebut dan tidak menjadi
seperti mereka. Tapi rupanya tenaga yang ia miliki belum cukup kuat
sehingga mau tak mau penyaluran tersebut merugikan dirinya. Suatu pengorbanan yang tidak disesalkan oleh Rancana sendiri, kecuali
bahwa ia telah gagal mencari jalan keluar bagi kesembuhan murinya,
Lantang. Bahkan kunjungannya ke Rimba Hijau, sempai bertemu
dengan Hitam-Putih, pemimpin salah satu Kaum Manusia Tiga Kaki
pun tidak membuahkan hasil yang berarti. Jika saja Ki Tapa masih
hidup, mungkin ia masih dapat memberikan satu dua keterangan yang
berguna. Dengan tergesa Rancana pun mengajarkan ilmu meringan tubuhnya
kepada Sarini dan juga langkah ajaibnya, Langkah-langkah Kering di
Bawah Hujan, suatu jurus yang dapat menyelamatkan diri dari terkena
sengatan senjata tajam di dalam hujan serangan lawan. Jurus yang
497 juga yang juga dimiliki oleh Kakek Gu. Entah apa hubungan antara keduanya. Jurus ini adalah jurus yang berasal dari ilmu dasar
yang dimiliki oleh Rancana, yang mendasarkan gerakannya pada gerakan aliran, air atau angin. Membuat tubuh bergerak dengan lincah
ke sana-kemari memanfaatkan aliran tenaga lawan. Dengan cara ini
sebagai manapun lawan mendesak ia akan bisa menghindar. Mirip
dengan upaya orang yang membelah udara atau air. Sia-sia. Sehabis
serangan lewat, yang dibelah akan kembali mengisi ruang yang tadi
kosong. "Jika belum bisa menerapkan, hapalkan dulu gerakan dan teoriteorinya," ucap Rancana suatu saat demi melihat Sarini agak sulit
untuk mencerna apa yang ia ucapkan. "Engkau juga dapat membicarakannya dengan gurumu, Walinggih. Walaupun ilmu kami
berbeda, tapi setidaknya pengalamannya dalam bidang ilmu beladiri
akan memudahkanmu untuk mencerna apa-apa yang aku ajarkan ini."
Sarini mendengarkan dengan tekun ucapan gurunya ini. Rancana
walaupun tidak ingin disebut guru, telah menjadi guru ketiga dari
Sarini. Guru pertama adalah ayahnya sendiri, Arasan. Lalu Walinggih dan sekarang Rancana. Beragam ilmu dari ilmu silat tangan
kosong, menggunakan pedang dan sekarang meringangkan tubuh dan
ilmu menghindar telah dipelajarinya. Hanya saja ilmu-ilmu tersebut
belum cukup matang dan mengendap dalam pemahamannya. Perlu
waktu memang, agar suatu ilmu dapat berjalan dengan otomatis
dalam pemanfaatannya. Mirip seperti pohon yang dirawat, disiramai
dan akhirnya berbuah. Di saat itu Walinggih yang bertugas mencarikan mereka makan dan
juga memantau kalau-kalau ada pendatang yang tidak diinginkan
menganggu penyaluran tenaga dalam ke Ki dan Nyi Sura oleh Rancana. Tapi sepertinya orang-orang yang tinggal di pulau tersebut
tidak memiliki musuh, sehingga tidak ada orang yang ingin mencaricari masalah dengan mereka. Tidak mencari musuh adalah suatu
sikap hidup yang baik dalam rimba persilatan.
Tibalah hari yang telah lama diduga Rancana, ia merasa menggigil
hebat dan badannya mulai sulit digerakkan. Walaupun demikian ia
masih berusaha untuk menyalurkan tenaga terahir yang dapat dia
bangkitkan untuk menyurup ke dalam tubuh Ki dan Nyi Sura. Ia
498 BAGIAN 8. MENARI BERSAMA AIR
telah berpesan kepada Walinggih dan Sarini, bahwa setelah ia "membeku" agar disandingkan dekat dengan kedua rekannya, membentuk
posisi segitiga. Di luar itu juga ditarik geris antara mereka yang saling menghubungkan dan dipasang beberapa simbol dan batu untuk
menjaga aliran hawa antara mereka dan juga gua tempat mereka tinggal. Tak lupa ia memesankan untuk menutup pintu gua itu agar tak
ada orang yang tak dikenal datang dan mengganggu. Pesan untuk
Telaga dan Lantang dituliskan di batu di luar gua tersebut. Pada
suatu tempat yang hanya diketahui oleh penghuni tempat tersebut.
Walinggih dan Sarini tampak berdiri di muka gua yang dari dalamnya tampat sinar temaram memancar. Gundukan seperti pualam
putih tampak bertambah satu jumlahnya sehingga menjadi tiga buah
sekarang, Ki dan Nyi Sura serta Rancana.
"Engkau sudah siap?" tanya Walinggih kepada muridnya.
Sarini mengangguk. "Gunakan tenagan gempuran yang kuat dengan pedang panjangnmu
untuk meremukkan batu-batu besar di atas itu, lalu gempur dengan
hentakan kasar sehingga mereka runtuh dan menimbuni mulut gua,"
perintah gurunya itu kemudian.
Gadis itu segera melaksanakan perintah gurunya, ia bergerak cepat
meloncat dan menyabetkan pedang panjangnya berulang-ulang, beberapa batu tampak berderak-derak, tetapi masih lengket pada tempatnya. Kemudian setelah selesai ia menyerang lurus, menancapkan
pedangnya dalam dan menghentakkan ke arah samping, memutar,
menyebabkan batu-batu yang sudah retak tadi bergetar dan mulai
berjatuhan menutupi mulut gua tersebut.
"Bagus!! Sekarangn biarkan lubang yang di atas itu untuk sedikit pertukaran hawa, aku tak tahu apa mereka bertiga masih memerlukannya atau tidak," ucap gurunya. "Kita perlu berikan sedikit tanah dan
rerumputan untuk kamu"ase agar mulut gua ini tidak mudah ditemukan." Lalu keduanya mencari-cari tanah dan juga rumput-rumputan dan
mulai mendandani mulut gua, yang baru saja mereka tutup dengan
batu-batu, dengan tanah dan rumput-rumputan. Tak lupa disirami
499 pulau dengan air dari ceruk yang tak jauh dari sana.
Selama seminggu masih Sarini dan Walinggih menunggui gua tersebut, kalau-kalau ada perubahan atau sesuatu terjadi. Juga untuk
meyakinkan kalau rumput-rumput yang dipindahkan telah tumbuh
dan benar-benar menutupi gua tersebut, sehingga orang yang tidak
kenal dengan tempat itu pasti tidak akan menyadari bahwa dulu di
tempat itu pernah ada gua.
Setelah yakin bahwa semunya baik dan sesuia dengan kemamuan
Rancana, Walinggih dan Sarini pun akhirnya meninggalkan tempat
itu, menyeberang kembali ke pantai di pinggi danau dengan menggunakan perahu nelayan yang dulu mengantarkan mereka, dengan
terlebih dahulu meninggalkan pesan bagi mereka. Kedua nelayan
yang sama juga yang membawa mereka kembali ke pantai. Keduanya
tidak banyak bertanya. Bukan orang usil mereka akan urusan orang
lain. Sehabis mengucapkan terima kasih Walinggih dan Sarini pun mulai
menuruni Gunung Berdanau Berpulau, kembali ke Padang Batu-Batu
di mana rumah mereka berada. Selain itu juga memberi kabar ke pada
ayah Sarini, Arasan tentang apa yang menimpa calon besanya. Sarini
sendiri akan menanti kepulangan kembali Telaga di rumahnya.
*** "Akanamia, latih baik-baik rangkaian jurus pamungkas yang aku
ajarkan tadi," ucap orang tua itu kepada cucunya dengan isyarat
tangan yang ditanggapi dengan anggukan oleh cucunya. "Engkau tak
lama lagi akan dijemput oleh calon suamimu. Kalian latih baik-baik
ilmu tersebut dan turunkan kepada anak cucu kalian. Kakek akan
sangat bangga kalau suatu saat masih dapat bersua dengan mereka."
Tak terasa air mata menetes pada pipi dara itu. Sudah lama sekali
sejak ia ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya, kakeknya menjadi
orang tua tunggal baginya. Tak dinyana akan datang suatu hari di
mana mereka harus berpisah. Tanpa dapat menahan rasa sedihnya ia
pun berlutut dan memeluk lutuh kakeknya sedang bersila di hadapannya. "Kita tidak berpisah selamanya, ada waktu berpisah, sudah tentu
500 BAGIAN 8. MENARI BERSAMA AIR
ada waktu berkumpul lagi," begitu kira-kira ucapan orang itu yang
dilekukan dengan usapan-usapan pada rambut cucunya itu. Ucapan
yang semakin memembuat mata Akanamia basah.
"Baik, kakek. Akan kuturuti kata-katamu," ucapnya sambil menunduk dan mencium tangan kakeknya yang dibalas dengan kembali usapan sayang tangan tua renta pada rambut dara tersebut.
"Menari Bersama Air," begitu ucap tangan kakek itu kepada cucunya,
"adalah nama jurus pamungkas yang aku ajarkan tadi. Gunakan
hanya dalam kesempatan terdesak saja."
Cucunya mengangguk mengiyakan pesan kakeknya tersebut.
Waktu pun berlalu dengan cepat sampai kedatangan kembali Mayayo
untuk meminang Akanamia, untuk itu turut bersamanya Pelaut Ompong kakeknya dan juga Wassa, calon iparnya. Dengan menerangkan
bahwa adalah baik apabila kedua saudara itu, Mayiya dan Mayayo
melangsungkan pernikahan pada hari yang sama, disetujuilan usulan
itu. Kedua pasangan muda-muda yang memperoleh jodoh yang samasama gagah dan cantiknya, membuat para tamu yang menghadiri
pesta sederhana itu pun merasa amat berbahagia dan bersyukur. Turut mendoakan hal-hal yang baik bagi keempatnya.
*** "Jadi engkau ingin ikut melaut?" tanya seorang pelaut tua kepada
anak muda di depannya. "Benar, paman! Ingin menimba ilmu di kapal," jawab anak muda itu
cepat. "Tidak mudah, lho! Beda di dengan di darat. Dan kamu bisa saja
nanti kangen dengan darat. Bisa berminggu-minggu bahkan berbulanbulan kami berada di atas air tanpa singgah sehari pun di mana-mana.
Apa kamu mampu?" tanya pelaut tua itu lagi.
"Saya akan coba, paman. Saya berjanji untuk tidak mengeluh," ucap
anak muda itu meyakinkan.
Demi melihat kesungguhan dalam mata pemuda itu, sang pelaut tua
akhirnya mengijinkan ia untuk ikut sebagai anak buah kapal. Postur
501 anak itu yang kuat dan sehat menyenangkan hatinya. Ia tidak ingin
ada anak buah yang sakit-sakitan dan lemah. Kehidupan di atas laut
adalah kehidupan yang keras.
"Baik! Siapa namamu?" tanya pelaut itu kemudian.
"Telaga!" jawab pemuda itu mantap.
Lalu pelaut tua itu mencatatkan nama pemuda itu di dalam buku
lognya, buku yang mencatat nama-nama kelasi dan juga penumpang
yang akan ikut berlayar dalam kapalnya.
"Jangan telat hadir dua hari lagi di sini. Cari aku atau kapal yang
kutulis di atas secarik kertas itu, mengerti!" ucapnya kemudian setelah
meneliti beberapa tulisan dalam buku tebalnya itu.
"Baik, paman!" jawab pemuda itu dengan raut gembira yang tidak
disembunyikannya. Lalu mereka berdua pun berpisah.
Perjalanan di atas laut bagi Telaga pun dimulai. Ia benar-benar
merasa senang karena ini merupakan perjalanan pertamanya di atas
sebuah kapal laut. Sebuah kapal yang membawa penumpang dan juga
barang-barang ke berbagai negara di penjuru dunia. Ia selain ingin
Elemen Kekosongan Karya Nein Arimasen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencari tahu mengenai Suku Pelaut juga ingin menambah pengetahuannya dengan mengenal tempat-tempat lain yang dipisahkan dengan air dari tanah kelahirannya. Tanah seberang, begitu kata orangorang. Terdapat puluhan bahkan ratusan tanah seberang, yang orangorangnya hidup dengan cara yang berbeda dengan orang-orang di
Tlatah Nusantara. Beberapa yang pernah di dengarnya misalnya
Tlatah Tengah, Tlatah Matahari Terbit, Tlatah Alemania dan masih
banyak Tlatah-tlatah lainnya. Semuanya membuatnya amat bergairah
dalam perjalanannya ini. Rupanya saat musim ini tidak banyak orang yang ingin bepergian
dengan kapal. Selain sebuah keluarga yang terdiri dari ibu, bapak
dan kedua anaknya, hanya terdapat lima orang yang menumpang kapal tersebut. Dilihat dari tongkrongan mereka, kelima orang tersebut
adalah para pesilat walaupun tidak secara kentara senjata yang mereka
bawa terlihat. Telaga dapat memahami itu dari cara mereka berjalan
502 BAGIAN 8. MENARI BERSAMA AIR
yang pasti dan seimbang dan juga sorot mata tajam serta waspada ciri
dari orang-orang yang selalu siap akan pertarungan. Hal yang aneh
dari mereka adalah corak dan ragam kulit dan bentuk tubuh mereka
yang beraneka. Juga bahasa yang mereka gunakan. Masing-masing kelihatannya memiliki asal dan bahasa masing-masing, tapi dapat saling
mengerti dengan baik. Telaga pun bertanya-tanya dalam hatinya, apa
yang mengaitkan mereka berlima yang terlihat amat berbeda tersebut.
"Berapa lama perjalan ini sampai ke sana?" tanya seorang bertubuh
subur dan besar kepada seorang gadis manis yang berdiri di sisinya.
"Empat sampai lima minggu," jawab orang yang ditanya, "bila cuaca
buruk dan ada perompak, mungkin malah lebih lama."
"Perompak" Perampok maksudmu?" tanya orang pertama itu lagi.
"Yang pertama itu bekerja di laut, sedangkan yang kedua engkau sebutkan itu bekerja di darat," sela seorang dari mereka yang berkulit
pucat. Mengangguk-angguk orang yang mengajukan pertanyaan itu. Terlihat
bahwa orang itu "baru" di antara mereka berlima. Masih banyak hal
yang mungkin harus dipelajarinya.
Telaga yang tidak sengaja menguping, entah bagaimana telah merasa
akrab dengan pemuda berkulit coklat, bertubuh besar dan subur itu.
Mungkin dari kesamaan "sik mereka yang sama-sama berasal dari
Tlatah Nusantara ini. Ia pernah bertukar pandang dengan pemuda itu dan saling tersenyum.
Dengan keempat rekan pemuda itu, Telaga tak terlalu peduli karena
mereka pun tidak mempedulikan dirinya, yang mungkin dianggapnya
hanyalah seorang anak buah kapal yang tidak berarti.
"Hai, aku Telaga," ucapnya saat melihat pemuda itu tampak termangu sendiri menghadapi laut yang tenang hampir tanpa gelombang.
"Aku Gentong," jawabnya ramah.
"Teman-teman yang menarik," ucap Telaga sambil melirik ke arah
rekan-rekan pemuda itu yang tampaknya sedang bermain kartu berempat. 503 "He-eh!" jawab pemuda itu sekenanya. Kelihatannya ia tidak tahu
harus berkomentar apa mengenai keempat rekannya tersebut.
Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan putra-putrinya itu jarang
terlihat di atas dek. Pelaut tua yang mengijinkan Telaga untuk ikut
dengan pelayaran itu hanya mengatakan bahwa mereka tidak begitu
tahan udara laut, sehingga lebih sering menghabiskan waktu di kamar
mereka. Suatu yang aneh menurut pemuda itu, tidak tahan laut tapi
kok berlayar" Pasti ada keperluan yang mendesak.
"Telaga, bersihkan dek bagian bawah!" tiba-tiba teriakan perintah memanggilnya, membuyarkan lamunannya akan kemungkin-kemungkinan
yang dimiliki oleh keluarga tersebut. Segera ia beranjak dengan tak
lupa pamit pada Gentong. Setelah ia pergi, rekan pemuda itu tampak bangkit meninggalkan permaiannya dan berdiri dekat pemuda bertubuh subur dan besar itu,
"Jangan terlalu banyak bercerita. Kita tidak tahu siapa pemuda
itu. Bisa-bisa orang suruhan dari mereka-mereka yang menginginkan
kepala kita." "Ya, akan aku camkan itu, Dhoruba!" ucap Gentong sedikit jengkel.
Ya, ia memang yang paling "muda" dari mereka berlima. Tapi kadangkadang sikap mereka yang masih memperlakukannya sebagai anak
kecil dengan larangan-larangan membuatnya tidak dapat menahan
emosi. Perubahan hidupnya yang tiba-tiba dan banyaknya hal-hal
yang ia tidak tahu membuatnya menjadi gampang tersinggung.
Yang dipanggil Dhoruba itu segera kembali ke permainan yang sedang
menunggu kedatangannya. Seorang berkulit merah dan berwajah
keras tampak mengerlin kepada Gentong. Misun nama orang itu.
Hanya dengan Misun Gentong merasa tenang. Ia tidak banyak mengatur akan tetapi menjelaskan hal-hal yang ingin diketahuinya dengan cara yang menyenangkan. Tidak menggurui. Cara yang mengingatkannya kepada mendiang gurunya, Ki Tapa.
Begitulah kehidupan berjalan. Di dalamnya para pendekar-pendekar
memilih jalannya masing-masing. Mengikut tuntunan dari Sang Pencipta untuk mengisi arah hidupnya sendiri-sendiri. Kisah yang masih
akan panjang berlangsung dalam waktu dan ruang.
504 BAGIAN 8. MENARI BERSAMA AIR
"Turunkan layar!!" tiba-tiba terhembus perintah. Angin yang hampir
tak ada tiba-tiba mengencang dengan wajah langit yang gelap tibatiba tampak di depan kapal, di kejauhan dekat horison. Wajah dari
badai dasyat yang akan menjelang. Para anak buah kapal, termasuk
Telaga pun bersiap. Kelima orang penumpang masih tampak tenangtenang bermain permainan mereka.
Dan angin pun bertambah kencang bertiup.
*** Bagian 9 Kisah-kisah antar Ruang dan Waktu "Ayah, buku apa ini?" tanya seorang pemuda kepada orang tua yang
duduk dihadapannya. "Oh, itu! Itu buku kumpulan tulisan oleh seorang. Isinya macammacam, menghayal kemana-mana " kadang melewati waktu dan ruang," jawab orang tua tersebut setelah sedikit melirik ke buku yang
berada dalam genggaman pemuda itu.
"Boleh aku membacanya?" tanyan pemuda itu lagi.
"Engkau mau" Kalau begitu silakan, tapi itu bukan suatu buku yang
bagus," ucap orang tua itu kemudian.
"Tidak apa-apa guru, saya "kan belum punya banyak pengalaman.
Jadi bagi saya, buku yang baik atau tidak, belum bisa saya menilai...,"
jawab pemuda itu rendah hati.
Mengangguk-angguk orang tua yang dipanggil ayah oleh pemuda itu,
"Aku suka sikapmu."
Pemuda itu pun mulai membuka kisah pertama setelah memenpatkan
dirinya di akar sebuah pohon besar.
Cerita Dua Hari Sebagai Komuter
505 506 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
Dua hari yang panas, dua hari yang biasa-biasa saja. Mungkin akan
menjadi dua hari yang amat biasa apabila tidak terdapat seorang tua
yang berinteraksi denganku dalam perjalan pulangku menggunakan
Kereta Api Ekonomi Jakarta-Bogor. Mereka bukanlah sosok yang
akan menimbulkan keinginan untuk memperhatikan apalagi berinteraksi dengannya. Akan tetapi keduanya tetap seorang insan yang juga
memperhatikan sesamanya walaupun mereka kurang bahkan terlupakan oleh sesamanya. Hari Pertama Seingatku, hari itu adalah hari Kamis. Cukup panas menurut kulitku.
Mungkin hal ini disebabkan pula karena aku lama tinggal di Bogor dan Bandung. Baru kira-kira dua bulan kulakoni menimba ilmu
kembali pulang pergi setiap hari Bogor-Jakarta. Mungkin kulitku
menjadi lebih sensitif dewasa ini. Atau mungkin manja" Entahlah.
Sepeminum teh botol setelah tengah hari kunaikkan diriku ke dalam
sebuah Kereta Api Ekonomi yang menuju Bogor. Aku naik dari sebuah stasiun kecil di salah satu sudut Jakarta. Di depan sebuah pasar
yang telah berubah seingatku. Tidak sama lagi dengan pasar di mana
aku pernah makan nasi tim bersama nenekku.
Saat itu kereta cukup sepi. Banyak tempat duduk yang belum terisi.
Kupilih tempat duduk yang menghadap ke sisi tempat aku naik. Kebetulan jenis gerbong yang kutempati adalah yang saling berhadapan
pada kedua sisinya. Dengan demikian penumpang yang duduk pada
sisi kiri akan berhadapan dengan penumpang pada sisi kanan dan dipisahkan oleh ruang yang cukup besar. Tentu aja apabila tidak terdapat
banyak penumpang lain yang berdiri. Aku duduk di sisi kanan ke arah
majunya kereta. Hampir dekat pintu masuk penumpang yang selalu
tidak pernah ditutup. Hal pertama yang membuatku mulai memperhatikan seorang tua
adalah semi-dialognya yang diucapkan kepada seorang murid SMP
yang mencoba-coba untuk melihat ke luar kereta pada pintu kereta
yang terbuka. Sedangkan sang orang tua itu sendiri duduk di lantai
pada pintu kereta yang terbuka tersebut.
"Lu, jangan belagu lu! Macem-macem aja! Jatuh baru tahu rasa lu!"
Begitu katanya. 507 Serentetan kata-kata lain keluar dari mulutnya untuk memperingatkan
murid SMP tersebut agar tidak mencoba untuk melihat-lihat keluar
dan bergelantungan pada pintu kereta. Hanya senyum cengegesan
yang diperlihatkannya untuk merespon ucapan orang tua tersebut.
Dicobanya melongok keluar beberapa kali tanpa mengindahkan kemudian ia kembali ke bangku yang berseberangan dan bergabung kembali
dengan teman-temannya. Lalu orang tua tersebut menggerundel beberapa perkataan dan kemudian diam. Badan yang bungkuk dan dekillah yang pertama kali
tampak oleh penghilatanku saat ia berpindah dari lantai ke bangku
yang kosong disebelahku. Sesaat ingin kugeser pantatku menjauhinya
melihat penampilannya. Tapi hati nurani dan otakku merespon menghalangi re"eksku, dan mulai kuamati dirinya. Dan mulai kulakukan
monolog dengan diriku adakah alasan untuk berpindah tempat duduk
hanya karena penampilan seorang tidak sesuai dengan keinginan kita.
Setelah terjadi sedikit konfrontasi dalam benakku akhirnya kubiarkan
diriku statis dan kutunggu perkembangan selanjutnya. Keingintahuanku berkembang pada karakter yang dibawa oleh seorang tua
ini. Lalu, muncullah seorang penjual Aqua gelas dan Sari Jeruk gelas.
"Aqua, Aqua, lima ratus, lima ratus!" katanya, dan lanjutnya, "Jeruk
seribu, jeruk seribu!"
"Aqua!" kata seorang tua tersebut.
Dan berhentilah sang penjual mendekatinya. Terjadi sedikit dialog
dan terjadilah transaksi antara segelas Aqua dan sekeping uang logam
lima ratus rupiah. "Terima kasih!" kata sang orang tua.
Yang dijawab dengan senyuman sedikit bingung oleh sang penjual.
Mungkin sudah langka pada jaman sekarang ucapan tersebut. Apalagi
diucapkan oleh seorang tua yang terlupakan. Ini adalah tafsiran yang
terbersit secara re"ek dalam benakku.
Lalu minumlah dengan nikmat orang tua tersebut.
Tak lama setelah itu, muncullah seorang penjual pulpen yang menawarkan
508 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
barangnya seharga seribu rupiah. Kali ini cara menjajakan barang dagangannya hanya dilakukan dengan berbicara. Tidak dibagi-bagikan
sebagaimana halnya pedagang sebelumnya. Harga yang sesuai dan
bentuk pulpen yang menarik membuat sang orang tua tertarik untuk
kemudian memanggil sang penjual pulplen.
"Satu seribu?" tanyanya antusias.
"Ya, seribu," kata sang pedagang dengan penuh harapan.
Setelah mengeluarkan dompetnya, dibayarlah pulpen tersebut oleh
sang orang tua. Dan kemudian ia mulai bercerita kepadaku mengenai
murahnya pulpen tersebut. Di kampungnya, Mampang, pulpen seperti
itu dapat dihargai dua ribu lima ratus rupiah. Dua setengah kali lebih
mahal. Aku hanya tersenyum saat mendengarnya. Di saat itulah untuk pertama kalinya dapat kuamati sosoknya dari depan. Seorang
tua dengan kulit kusam gelap dan berminyak berdebu. Wajah yang
dipenuhi dengan kerut-kerutan kekerasan hidup. Sebelah matanya
yang picak dan giginya yang jarang menambah kuat kekerasan hidup
yang dijalaninya. Simpatiku untukmu orang tua di Kereta Ekonomi
Jakarta-Bogor. Suasana hening yang hanya dihiasi oleh bunyi kereta dipecahkan
oleh munculnya sepasang pengamen menggunakan seperangkat alat
karaoke. Kuberikan kepada mereka sekeping uang lima ratus rupiah.
Ternyata kemudian perbuatanku inilah yang membuat seorang tua
tersebut bercerita lebih banyak tentang dirinya.
"Bapak tinggal sendiri," katanya dengan suara yang kurang jelas.
"Nggak ada sodara. Nggak ada istri," katanya, "Dari pada bengong
di rumah mendingan jalan."
"Tapi bapak masih kerja. Begini-begini kerja dibayar orang. Nggak
ngamen. Tadi masih muda-muda udah ngamen. Kalau duit sih cukup,
di kantong ada. Mau makan bisa!"
"Banyak entu orang istri ngamen, suami enak-enakan nggak kerja, di
rumah!" katanya dengan sedikit tajam.
"Rejeki itu dari Tuhan, kalo mau kerja pasti dapat. Nggak perlu
ngamen. Bapak sih nggak sampe apa lagi minta-minta!"
509 Kujawab dengan senyum dan anggukan serta ucapan, "Bagus, Pak!"
Lalu kami terdiam. Ia kembali dalam lamunannya dan aku dalam
lamunannya mengenai kebanggaan diri seorang tua mengenai pekerjaan yang dipilihnya. Ternyata di hati seorang tua, masih terdapat
harga diri mengenai jenis pekerjaan yang dilakoninya. Uang bukanlah tujuan akhir. Proses mencari uang juga dipikirkannya, walaupun
mungkin secara sederhana saja. Dasar inilah yang membuatnya tetap
bekerja dengan tidak merendahkan diri, menurutnya.
Akhirnya sampailah kereta tersebut di Stasiun Bogor. Sesaat sebelum
turun, pamitlah aku padanya,
"Mari pak!" kataku sambil tersenyum.
Kulihat ia tersenyum sekilas di sudut mataku. Semoga sukses dan
selamat selalu seorang tua dalam Kereta Ekonomi Jakarta-Bogor.
Hari Kedua Pertemuan hari kedua lebih sederhana. Saat kuberikan tempat
dudukku kepada seorang ibu dengan anak dalam gendonganya, kuputuskan untuk pindah gerbong dan mencari tempat duduk lain serta
mencari suasana baru. Akhirnya kuperoleh sebuah tempat duduk
dihadapan seorang tua. Sayangnya, ia tengah merokok suatu merek
yang amat tidak menyenangnkan aromanya. Ingin kuminta dirinya
untuk menghentikan kegiatannya, akan tetapi terbersit suatu hal.
Mungkin saja ia sedang mengalami masa-masa sulit sehingga harus
merokok seperti itu. Atau hanya rokok dengan jenis seperti itu
yang dapat dimilikinya. Entahlah. Akan tetapi banyak hal yang
akhirnya membuatku terdiam dan hanya berharap di dalam hati agar
ia menghentikan kegiatannya tersebut.
Akhirnya pada suatu stasiun dimatikanlah rokoknya tersebut setelah
habis dihisapnya. Bersyukurlah diriku. Dan kemudian terkantukkantuklah aku dan akhirnya tertidur. Tak terasa sampailah kereta
di stasiun akhirnya, dan dibangunkanlah aku oleh dirinya, sang orang
tua. Aku terkejut dan tersenyum seraya berkata, "Terima kasih, Pak!"
Ternyata terdapat sisi lain dirinya yang masih memperhatikan orang
Elemen Kekosongan Karya Nein Arimasen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang di sekelilingnya. Semoga engkau selalu dalam lindungan-Nya,
seorang tua dalam hari kedua. Amin.
510 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
**Kolaborasi dengan Dancewith " 2003-08-22
"Hmm, biasa saja. Banyak kata-kata yang tak kumengerti, misalnya
saja "komuter"..," gumam pemuda itu. "Mungkin sebaiknya kubaca
lebih lanjut." Ein kleines Restaurant Damals ging ich als kleines Kind mit meiner Familie ins Restaurant.
Meine Mutter a gern Salat und Gemse, aber main Vater a nur Fleisch
und Fisch. Deshalb a ich alles (Salat, Gemse, Fleisch und Fisch). Aber
heute ee ich lieber Suppe, Brot und Karto"eln. Manchmal ee ich Fisch
und Fleisch. Jedes Wochenende ee ich Salat und Obst.
Ich bin schon mal in ein indonesisches traditionelles Restaurant gegangen. Dort habe ich zum ersten Mal gutes orientalisches Essen gegessen.
Das was letztes Jahr. Seit dem habe ich mich an ein kleines indonesisches Restaurant erinnernt. Und dann habe ich mit meinem Freund darber diskutiert. Dann habe
ich einen kleinen alten Laden um die Ecke zwischen Erstenstraen und
Zweitenstraen gekauft. Ich wollte den Laden in ein kleines Restaurant
machen. Aber heute habe ich kein Geld. Deshalb muss ich viel Geld sparen,
um ein kleines Restaurant zu machen. Das ist mein Traum.
**Zusammenarbeit mit Gnud D " 2003-09-03
Ein Schriftsteller werden mchten
Ein heier Tag war es. Schon lange hat es nicht geregnet. Zum ersten
Mal habe ich hier diese Geschichte geschrieben. Ein Problem hatte
ich und ich konnte dafr keine Lsung "nden. Ich wolte gern ein Schriftsteller werden und mchte es noch immer, aber ich konnte noch keine
richtige Gramatik und keine richtigen Wrter auf Deutsch schreiben.
Dann habe ich in einem Buch in einer Buchhandlung gelesen, da man
immer wieder schreiben soll, obwohl man viele Fehler macht. Das has
mich den Mut gegeben, weiter zu screiben. Danach habe ich diese
511 Geschichte geschrieben. Ich habe schon den Name des Schriftstellers
von dem Buch vergessen, aber an seinem Rat erinnere ich mich noch
immer. Ich danke ihm fr diesen Rat.
**Zusammenarbeit mit Gnud D " 2003-09-27
Die Mlleimer werden schwer gefunden
Jetzt ist es Mittag und hier stehe ich am Fenster in diesem Zug. Es ist
hei und feucht. Ich bin zu mde, um auf den nchsten Zug zu warten,
deshalb steige ich in diesen Zug ein, obwohl er schon voll ist.
Gestern haben wir mit dem Lehrer ber dem Mll in dem Deutschunterricht diskutiert. Und dann sehe ich heute, da die Leute fast immer
irgendwo M werfen. Sie machen die Umgebung schmutzig. Aber sie
haben nicht immer Schuld daran, denn die Mlleimer sind schwer zu
"nden. Die Gemeinde soll mehr Mlltonnen machen, "nde ich. Ich denke, da
jede Leute saubere Stadt leben. Finden Sie auch"
**Zusammenarbeit mit Gnud D " 2003-10-06
Tiga kisah pendek dengan cepat dibaca pemuda itu. Cepat karena ia
tidak mengerti bahasa yang dituliskan. Lalu ia pun membaca lanjut.
Bertepuk Sebelah Tangan "Terinsipirasi dengan Senopati Pamungkas-nya Arswendo Atmowiloto
:p - di mana dalam novel ini terdapat jurus Tepukan Satu Tangan
yang merupakan pemahaman Eyang Sepuh terhadap Kitab Bumi."
"Ilmu segala ilmu itu adalah Tepukan Satu Tangan, di mana satu
tangan lebih terdengar daripada dua tangan. Di banyak negara diberi
nama berbeda, tetapi intinya sama. Pasrah diri secara total"
Cinta adalah masalah yang memusingkan. Semua tahu orang dan
mengerti mengenai cinta akan tetapi sekaligus semua orang tidak
mengerti bagaimana cinta itu sebenenarnya. Bukankah hal ini menjadi suatu paradoks" Mungkin. Akan tetapi hal itulah yang dapat
dikatakan. Boleh setuju boleh juga tidak. Banyak contoh mengenai
hal ini dan rasanya tidak perlu disebutkan satu per satu bukan"
512 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
Rayi Na Rani adalah salah satu contoh "gur sosok wanita yang
mungkin dapat mewakili sebagian kelompok dalam masyarakat, mengenai bagaimana sulitnya ia memperoleh cinta, cinta dalam arti yang
sebenarnya ia inginkan. Penampakan "sik tidak ada yang kurang
dari dirinya, begitu pula dengan caranya mengekspresikan diri. Ia
mudah bergaul dan memiliki banyak teman. Tidak ada yang kurang
darinya. Sehingga saat teman-teman mereka menemukan pasangannya dan kemudian menikah, ia masih tetap sendiri dan terus menekuni
jalan hidup dengan kesibukan pekerjaannya. Hal itu pula yang menjadi tanda tanya bagi rekan-rekan mereka, mengapa ia belum pula
menemukan atau ditemukan oleh pasangan hidupnya.
Apabila dikatakan tidak ada yang jatuh cinta atau menyatakan suka
dan ingin membina hubungan dengannya, pernyataan itu salah besar, karena ia telah berkali-kali mengalami pernyataan "suka" dan
"sayang" yang kadang-kadang dirasakan tidak atau kurang berkenan di hati. Dan penolakan-penolakan yang dilakukan membuatnya merasa semakin sepi dan sendiri. Pada dasarnya ia menolak
bukan karena adanya kekurangan dari yang menyatakan, akan tetapi
hanya saja ia tidak merasakan adanya "cinta" kepada yang menyatakan. Ia tidak merasakan "kehangatan" ataupun perhatian. Hanya
kekaguman semata yang dirasa. Dan dasar ini belum cukup kuat
untuk menumbukan rasa sayang untuk membalas atau menerima
pernyataan-pernyataan sayang tersebut.
Dan yang cukup ironis adalah bahwa apa yang diimpikan seorang Rayi
Na Rani sebenarnya adalah sangat sederhana. Ia ingin menjadi seorang istri dan ibu dari anak-anak yang diperolah dari seorang lelaki
yang dicintai dan mencintainya. Serta sedikit memiliki usaha sampingan yang dilakukannya di rumah sambil merawat anak-anaknya serta
menunggu sang suami pulang dari kantor. Sederhana bukan. Dan hal
itu bukanlah merupakan sesuatu yang muluk-muluk dalam era globalisasi saat ini. Kemudian dengan melajunya sang waktu, di mana hanya Ia yang dapat menghentikannya, bertambahkan usia dirinya. Dan semakin tekun
dan tenggelamlah ia dalam pekerjaan dan hobi-hobi di luar jam kerjanya. Yang semakin ditekuni, dan semakin memberikan posisi yang
tinggi dalam pekerjaan dan juga struktur sosial. Dan mungkin juga
akan membuat banyak para pemujanya menjadi semakin tidak percaya
513 diri karena hal ini, walaupun belum dapat dipastikan tentunya.
Dan yang kadang sering terjadi adalah - dengan berlalunya waku muncul pengagum-pengagum dengan usia yang jauh lebih muda. Yang
dengan sangat percaya diri menyatakan atau mengisyaratkan adanya
perhatian. Dan ini tentu saja hal ini dirasa kurang cocok, karena
kedewasaan atau pemanjaan dan perhatian dalam arti mengemong
yang diinginkan bukan saja tidak diperoleh, malah harus diberikan
apabila menerima kasih sayang dengan seseorang yang jauh lebih
muda usianya. Kadang dengan jengkel Rayi Na Rani berujar dalam
hati, "Pada kemana nih, cowok-cowok tua, memangnya udah pada
habis apa, sehingga gue harus dinyatain terus ama daun muda!"
Sambil kadang tersenyum dan juga meringis dalam hati. Kalau dia
menghitung-hitung, sudah 7-8 kali pernyataan dari kaum muda, di
berbagai kota yang disinggahinya dalam perjalanan hidupnya, yang ditolaknya dengan berbagai alasan. Dan terakhir dengan menggunakan
alasan bahwa sebenarnya ia telah mempunyai seseorang di dalam hati,
akan tetapi sang pujaan hati sedang menunaikan tugas sebagai seorang
tentara di medan perang. Sehingga ia harus menunggu dengan tiada
kepastian. Setelah satu atau dua kali, alasan-alasan penolakan dapat dengan mudah mengalir untuk menutupi kebohongan-kebohongan
yang disertai dengan ucapan manis yang tidak menjanjikan apa-apa
seperti, "Udah kita temenan aja ok" Nanti gue bantuin deh cari ce
yang seumuran elo," atau "Udah elu jadi adik gua aja, ocre!" Yang
sebenarnya ucapan-ucapan tersebut merupakan pisau yang menikam
hati sang pemuja dan juga sang pengucap.
Itulah sosok seorang Rayi Na Rani. Seorang wanita karir yang tegar,
yang hanya mendambakan seorang yang lembut, penyayang, dapat
memanjakan dirinya, tidak terlalu mengekang, dapat dipercaya, dapat berperan sebagai ayah, kakak, adik dan yang pasti kelak sebagai
suami. Dengan tegar ia langkahkan kakinya terus menelusuri hidup
ini, sambil sang waktu dengan tanpa belas kasihan terusmenerus mengurangi waktunya sedikit demi sedikit. Tetapi Rayi percaya bahwa, suatu saat nanti akan muncul seorang satria - mungkin seorang Senopati
Pamungkas - yang menuntaskan kesedihannya dengan melamarnya sebagai istri untuk membesarkan anak-anaknya. Sampai saat itu tiba,
Rayi Na Rani akan selalu berbesar hati dan bersemangat bekerja dan
melakoni hidup dengan sebaik-baik cara yang dapat dilakukannya.
514 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
*** "Buat apa sih tanya-tanya tentang masa lalu gue!" kata Rayi Na Rani
suatu waktu sebagai jawaban atas pertanyaan salah seorang pemujanya. "Ga ada yang perlu diceritain!"
"Kalo elu suka ama gw, elu harus mau nerima gua apa adanya, ok!"
katanya sambil tersenyum.
Senyum yang dapat menjatuhkan siapa saja. Senyum yang sebenarnya
sering disalah-artikan oleh banyak pengagumnya.
Walaupun demikian, terkadang terasa sepi juga hati seorang Rayi
Na Rani di kala tiada kesibukan yang ditekuninya, atau di kala
akhir minggu di mana belum ada rencana untuk melakukan aktivitas apa pun. Dan pada saat-saat seperti itulah teringat dirinya akan
para pemuja-pemujanya dan juga seorang dua yang benar-benar pernah singgah di hatinya, akan tetapi kemudian berpisah karena tidak
adanya kecocokan. Dan hal yang paling dibenci seorang Rayi Na Rani adalah pengandaian. Dia sama sekali kesal apabila tiba-tiba saja tersirat dalam pikirannya, "Bagaimana ya, rasanya kalau gue dulu jadian ama dia, terus
sekarang pasti ..." "Bull shit, semua itu!" batinnya, "Orang tidak
boleh terjerat dalam masa lampau dan pengandaian-pengandaian
yang membuat akan tetapi tidak memberikan pengharapan." Dan
kemudian seperti biasa yang dilakukannya adalah melakukan motivasi
diri bahwa "apa yang terjadi adalah merupakan hasil dari keputusan
yang telah dipilihanya. Jalan hidup yang telah diambilnya. Dan ia
harus hidup hidup dengan konsekuensi ini" dan sama sekali tidak boleh
mengeluh. Setelah itu biasanya "menari"-lah dirinya dalam kesendiriannya melakukan jurus-jurus kegemarannya sampai dirinya tenggelam
dalam atmosfer yang penuh konsentrasi ketenangan. Sampai akhirnya
rasa lelah, kepuasan dan ketenangan diperolehnya kembali, untuk kemudian beristirahat dan kembali pada keesokan harinya membuka
lembaran baru dengan penuh semangat. Dan kembali mengarungi
hidup. Pernah suatu waktu di masa lampau, salah seorang yang pernah ada
515 di hatinya. Memutuskan untuk berpisah darinya disebabkan oleh suatu idealisma yang harus dijalani. Dan seorang Rayi Na Rani dapat
mengerti akan hal itu. Dan perpisahan pun terjadi. Tanpa tangis.
Tanpa kesedihan. Dan juga nanti janji untuk suatu saat akan bertemu
kembali dan membina lagi tali kasih yang pernah sementara waktu
terjalin. Sempat beberapa saat Rayi Na Rani termenung kosong,
hari-hari setelah kejadian tersebut. Dan hal itu tetap berlangsung
kendati pun kesibukannya sehari-hari tidak berkurang, atau cenderung bertambah. Karena pikirnya, dengan kesibukan kesedihan dan
kesepian dapat dilawan. Dan setelah beberapa saat berada dalam
keadaan tersebut, tersadarlah ia, bahwa ia harus kembali bangkit.
Kesepian dan kekosongan - bukan kesedihan - yang dibiarkannya
meresak ke dalam tulang, darah dan daging sanubarinya harusnya
dibilas dengan semangat untuk terus berharap akan datangnya kebahagiaan yang barus. Yang datang untuk kemudian tidak akan lagi
meninggalkannya. "Rasa kesia-siaan ini harus dihilangkan" pikirnya,
akan tetapi tentu saja dengan cara yang baik.
Mulai saat itulah seorang Rayi Na Rani sering memotivasi diri,
melakukan hal-hal yang dapat membuatnya merasa beruntung bahwa
sebenarnya bisa aja ia berada dalam keadaan yang lebih menderita
dengan kesedihan mendalam yang menyertai. Ia bersyukur bahwa
dirinya telah disadarkan bahwa waktu akan terus bergulir, entropi
akan selalu bertambah dan kebahagiaan akan selalu datang. Dan ia
percaya itu. Jika ada yang bertanya, bagaimana ia bisa seyakin itu.
Ia akan menjawab dengan cukup sederhana.
"Elu tahu cahaya kan?" katanya sambil tersenyum,
"Gak ada yang lebih cepat dari cahaya - dan dalam teori walaupun
bergerak dengan laju c - cahaya itu tetap dapat dibelokkan oleh gravitasi." Kemudian lanjutnya, "Orang dapat mengamati hal ini saat terjadinya gerhana matahari total."
"Dengan mengamati perubahan posisi bintang-bintang di langit."
Ucapanya dilanjutkan dengan gaya menerangkannya yang khas, yang
dapat membuat orang berjam-jam bicara kesana kemari dengannya,
"Jadi jika cahaya yang sedikian cepat aja bisa dibelokkan oleh gravitasi, kenapa kebahagian dan cinta yang abstrak tidak bisa diperoleh
dengan pengharapan dan keyakinan akannya?" ujarnya sambil men516 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
gakhiri dengan amat manis dan diplomatis.
Yah, begitulah seorang Rayi Na Rani, mudah membuat orang jatuh
hati akan tetapi begitu susah digapai. Dan Hanya sedikit orang yang
bener-benar pernah singgal di dalam hatinya. Untuk kemudian kembali pergi meninggalkan kenangan.
*** Rayi Na Rani mempunyai beberapa sahabat yang dikenalnya sejak masa kuliah dulu. Mereka-mereka inilah yang dapat mengerti
bagaimana dirinya sebenarnya. Akan tetapi dengan berlalunya waktu,
semakin bergeserlah titik massa persahabatan mereka karena karir menuntut masing-masing orang untuk melanglang buana menimba ilmu,
berkarya, menjalankan tugas serta melakukan hal-hal lain. Sekarang
sahabat-sahabatnya itu berada di berbagai penjuru dunia, seperti:
Bandung, Yogyakarta, Kln, Agra, Enschede, Paris, Yokohama, St.
Petersburg, Hannover dan Queen - dan terima kasih untuk dunia
maya - sehingga sang Rayi Na Rani masih dapat berhubungan dengan sahabat-sahabatnya. Walaupun hanya sepersekian waktu yang
ada dalam sehari. Itu pun karena adanya perbedaan waktu.
Apabila boleh dikatakan, sahabat terdekatnya mungkin adalah Bayu.
Samasama belajar Tai-Chi dari Om Tjia sejak SD, SMP dan SMA,
kemudian melanjutkan kuliah di perguruan tinggi yang sama walau
mengambil bidang studi yang berbeda. Bayu hampir selalu ada di
mana Rayi Na Rani berada. Hal ini mungkin karena kemampuan Bayu
untuk menempatkan diri di samping Rayi, kadang sebagai sahabat,
kadang sebagai teman dan kadang sebagai saudara. Dan satu hal yang
menjadi pantangan Bayu, dan hal ini pun diketahui Rayi, adalah jatuh
cinta kepada Rayi. Bayu pernah suatu saat berujar,
"Rayn, " begitulah panggilan sayang Bayu kepada Rayi.
"Elu tau kan bahwa gw sayang banget ama elo" Dan gw selalu akan
sayang ama elo. Maka itu gue nggak pernah mau jatuh cinta ama
elo." "Gue tahu kok. Tahu banget. Itu kan elo banget." kata Rayi sambil
517 tersenyum.
Elemen Kekosongan Karya Nein Arimasen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Selalu care ama gue, bahwa kadang lebih care ke gue dari ke diri elo
sendiri." "Emang kenapa sih, kok tiba-tiba ngomongin itu?"
"Nggak, hanya ngebayangin aja kalo suatu saat elo jadian ama seseorang..." lanjutnya, "Gue ga punya orang buat disayang lagi dong?"
Saat itu Rayi Na Rani dan Bayu masih duduk di bangku SMA dan
mereka sama sekali tidak akan menyangka bawah hubungan mereka
akan menjadi lebih serius. Saat itu yang terpikirkan adalah selalu bersama, membuat masing-masihg bahagia. Bahwkan dengan
kadang-kadang saling menjodohkan atau mencarikan kecengan untuk masing-masing. Bila teringat akan masa-masa itu, sering Rayi
Na Rani tersenyum sendiri. Indahnya masa lalu bersama seorang
sahabat. Kemudian saat duduk di bangku kuliah semester terakhir bekenalannlah Rayi Na Rani dengan Wahyu, seorang seniornya yang sering
membantunya dalam mengerjakan tugas akhir. Hal ini terjadi karena
kebetulah, mesin yang akan digunakan oleh Rayi Na Rani dalam
penelitian sebagai bagian dari tugas akhirnya dikelola oleh Wahyu,
yang merupakan pula orang pernah menyatakan rasa sukanya kepada
Rayi Na Rani pada suatu saat setelah masa OS berlalu. Biasa, cilok
saat OS. Perkenalan Rayi dengan Wahyu yang kemudian berlanjut
dengan mengantar pulang dan menjemput sebelum bekerja bersamasama dalam laboratorium sedikit meregangkan hubungan Rayi Na
Rani dengan Bayu. Hal ini pun didukung oleh kesibukan Bayu yang
sering ke lapangan untuk mengumpulkan data-data sebagai dasar
mengapa ia memilih suatu judul tertentu sebaga topik penelitiannya.
Kata orang, kebersamaan yang terus menerus dan didukung oleh
suasana bisa menumbuhkan cinta. Dan itu memang benar. Sangat
eksak. Mungkin seperti halnya F = ma-nya hukum kedua Newton.
Di mana cinta F akan tumbuh apabila ada kebersamaan a yang
bergantung waktu (bertambah atau berkurang) dan suasana m yang
mendukung. Suasana bisa diciptakan atau pun dimusnahkan. Akan
tetapi sebagai konsekuensinya, untuk menciptakan atau memusnakannya diperlukan suatu pengorbanan (energi - red.) seperti halnya E =
518 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
mc2. Dalam masa pertengahan pengerjaan tugas akhir, Rayi Na Rani
akhirnya menerima perasaan suka dan sayang Wahyu, yang bertubitubi diungkapkannya siang dan malam. Saat mengambil data dan
makan siang. Secara langsung ataupun melalui e-mail. Ia merasa
yakin, bahwa inilah orang yang tepat. Inilah orang yang akan selalu
menyayanginya. Selalu ada untuknya. Selalu akan memanjakannya,
dan memperhatikannya. Perasaan ini pun mengalahkan logikanya,
bahwa mungkin saja hal ini hanya akibat dari suatu suasana sesaat
belaka. Rayi Na Rani merasa dirinyalah orang yang paling bahagia.
Oh, indahnya saat itu. Dunia pun tersenyum melihat kegembiraan
kedua insan. Dan nun jauh di sana, di tanah Cendrawasih, si sebuah Manokwari,
seorang Bayu - yang menjadi legam karena seringnya tercabik-cabik
teriknya sang Mentari - sedang tekun-tekunnya melakukan penelitiannya dan ia sama sekali tak menyadari perubahan yang telah terjadi
pada sahabatnya. Harapannya hanyalah, ingin cepat-cepat kembali
ke kota Parahyangan, kembali ke dekat sahabatnya untuk kembali
tertawa dan bercanda ria. Melalui hari-hari dengan penuh kebersamaan dan persahabatan. "Yu, kenalin ini Wahyu. Asisten gue di Lab. Sistem. Kita udah jadian
lho!" kata Rayi Na Rani seperti biasa dengan candanya yang riang.
"Jad..jadian..?" kata Bayu, seakan tidak percaya apa yang sedang diucapkan oleh sahabatnya. "Iya. Udah lama. Klo g salah, sebulan sesudah kamu ngambil data ke
Manokwari." "Gue sebenernya mo kasih tahu elu, tapiWahyu bilang nanti aja buat
surprise." "Jadinya, gw baru kasih tahu sekarang. Kasih selamat dong gue!"
kata Rayi Na Rani sambil mengansurkan tangannya ke arah bayu.
Bila ingat saat itu, ada rasa bersalah muncul dalam hati Rayi Na Rani.
Ia ingat betul bagaimana ekspresi muka Bayu. Dengan memaksakan
senyum dan perkataan yang manis, Bayu pun mengucapkan selamat.
519 Sungguh besar dikau sahabatku, selalu saja engkau perhatikan aku
walaupun itu menyakitimu sendiri.
Setelah hari itu. Bayu masih sering menghubungi Rayi Na Rani akan
tetapi tidak sesering dulu. Bayu tahu diri, karena sahabatnya telah
memiliki seseorang yang sudah pasti akan mendominasi hari-harinya.
Jadi hubungan antara Rayi dan Bayu beransur-angsur menjadi biasabiasa. Tak ada lagi tawa canda lepas, cerita-cerita khayalan tentang
masa depan, tentang negeri Utopia, tentang kemajuan Teknolog ala
Start Trek, conpiracy ala X-File dan sebagainya.
Dan waktu pun berlalu. Bayu mendapat pekerjaan untuk menangani
suatu permasalah yang Rayi Na Rani sendiri tidak mengerti walau
telah dijelaskan oleh Bayu. Queen adalah kota tujuannya. Dan ia
akan bekerja di sama sesuai dengan kontraknya selama 4-5 tahun.
Seorang sahabat telah pergi. Dan sang kekasih"
Kepergian Bayu bukanlah merupakan suatu masalah bagi Rayi Na
Rani karena ada Wahyu di sisinya yang selalu siap untuk membantunya dalam segala hal. Walaupun kadang-kadang dirasakan hal
tersebut terlalu mengekangnya. Ia tidak lagi bebas. Tidak lagi bisa
melakukan semua yang dia inginkan. Seperti halnya waktu ia masih
sendir dan Bayu ada di sisinya. Akan tetapi hal itu dapat diimbangi dengan pemanjaan yang diberikan Wahyu. Perhatian dan kasih
sayang. Hanya saja, ternyata ekstrapolasi peristiwa ke masa depan tidak
seperti yang kita harapkan. Es gibt immer in der Zukunt etwas, das
man berhaupt nicht vermutet oder ho"t, nicht wahr (Di masa depan
selalu terdapat sesuatu yang tidak diduga atau diharapkan, ya nggak).
Wahyu belum siap untuk menikah dengan Rayi Na Rani.
Hal itu dikatakannya pada suatu malam, setelah mereka menonton
konser musik akustik di suatu sasana budaya di kota Parij van Java.
Rayi Na Rani benarbenar kecewa dengan ucapan itu. Ia sudah membayangkan bahwa setelah perkenalannya dengan orang tua Wahyu dan
Wahyu dengan orang tuanya, jenjang pernikahan akan cepat menjemputnya. 520 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
Alasan Wahyu cukup klise. Aku belum siap. Sabar ya, sayang. Duatiga tahun lagi. Sekarang kita kerja dulu, kumpulin modal. Saat itu
bayu sudah 2 tahun bekerja di suatu perusahaan mobil terkemuka di
Surabaya dan Rayi Na Rani sedang menunggu hasil akhir wawancara
pada suatu perusahaan farmasi di Rengas Dengklok.
Perkataan-perkataan yang diucapkan malam itu mengubah segalanya.
Tiada lagi harapan untuk lekas-lekas menikah. Tiada lagi mimpi indah untuk cepat menimang bayi yang lucu, yang selalu menangis.
Dan yang paling diimpikannya, bayi tersebut sangat mirip ayahnya.
Sehingga saat ayahnya belum pulang, dan rasa rindu telah menerjang.
Diciumilah sang buah hati dengan lembut dan rasa sayang.
Perpisahan tanpa pertengkaran. Perpisahan yang amat penuh dengan
logika dan diplomasi. Tanpa pelukkan dan ciuman di kening. Tanpa
janji untuk bersua kembali. Tanpa apa-apa. Hening. Sepi. Dan angin
pun berhenti berhembus seakan-akan tiada lagi perbedaan tekanan
udara di berbagai tempat. Seakanakan di mana-mana menjadi isobar.
Dan waktu pun terhenti. Di dalam hati.
"Tidak. Keindahan itu belum saatnya datang untukku," batin
Rayi Na Rani. Dan saat panggilan wawancara datang, dan menyatakan ia diterima untuk mulai bekerja bulan depan. Rayi langsung
menghubungi perusahaan tersebut. Ia menyatakan bahwa siap untuk
mulai bekerja minggu depan. Semakin cepat semakin baik. Pikirnya.
Jauh dari kota ini, kota yang mengingatkan akan pupusnya suatu
impian indah. Pupus bersama orang yang dicintainya. Pernah dicintainya. Dan pernah diharapkan untuk menjadi pendamping hidupnya.
Rayi pergi tanpa pamit kepada Wahyu. Walaupun ayah dan ibunya
telah berpesan, "Nduk, pamitlah walau sepatah dua patah kata!"
Dan tiada alamat ditinggalkannya. Rayi Na Rani sementara waktu
pun hilang dari kehidupan Wahyu. Kemudian, sementara berevolusi
menjadi selamanya. Tak lama didengar dari seorang kenalannya, melalui e-mail, bahwa
Wahyu telah bertunangan dan akan menikah dengan seorang.
Tiada penyesalan. Tiada kemarahan. Hanya ada sedikit kesedihan,
kapankah waktu tiba. Menemui kebahagiaan seperti itu.
521 *** Lembaran baru dibuka. Suatu waktu muncul seorang Adrian. Simpatik, lucu dan ambisius dan amat terbuka. Sama-sama di bagian
pemasaran. Samasama menekuni Tai-Chi. Walaupun kota kecil Rengas Dengklok mempunyai beberapa perguruan Tai-Chi. Dan Rayi Na
Rani serta Andrian mengikuti salah satu diantaranya. Di sana lah
mereka pertama kali bersua.
Sebenarnya seorang Adrian itu biasa-biasa aja. Dari sosok, okelah,
seorang cewek pasti akan merasa aman apabila berada di dekatnya.
Posturnya mirip tentara. Sebagai hasil latihan "tness. Tampang,
boleh dikatakan biasa-biasa. Seperti kebanyakan. Oleh sebab itu lah,
pernah suatu saat setelah perkenalan, Rayi Na Rani lupa kalo itu
adalah Adrian. Karena saat mereka bertemu kembali bukan di tempat
latihan, melainkan di kantor sebagai pegawai baru bagian pemasaran.
"Hai, Rani!" panggil seseorang saat Rayi Na Rani hendak menghempaskan
diri ke dalam bangku kerjanya.
"Hai juga!" balasnya, seperti biasa. Ramah ke setiap orang.
"Gimana sejak kemarin lusa, udah baikan belum tungkai mu?" kata
seseorang itu dengan ramah.
"Tungkai" Oh, udah, udah baikan. Eh kok elu tahu sih tungkai gue
keseleo?" tanya. "Eh, sorry, btw elu teh ... Adrian, Masya"Allah, elu ngapain di sini?"
serunya, "lagi nengokin gua?"
"Iya, eh nggak deng!" balasnya, "Gue kerja di sini."
*** "Kerja" Sejak kapan?" balas Rayi Na Rani.
"Sejak hari ini." katanya penuh dengan senyum, "Ok, kan?"
Sejak saat itu, mereka berdua bagai tidak dapat dipisahkan. Saat
rapat, makan siang, latihan Tai-Chi dan juga dinner. Rayi Na Rani
benar-benar merasa kan kembalinya kebahagiaan, seperti pada suatu
522 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
waktu di masa lalu. Di mana ia pernah mengalaminya.
Candle light dinner. Konser musik Jazz. Latihan berdua di taman.
Ngudak-ngudak buku bekas di pasar loak. Berjam-jam berdiri membaca buku di Gramedia. Belanja.
Adrian selalu ada di mana dan kapan diperlukan. Di saat ia lelah setelah jam kantor, tawa dan candanya seakan-akan merupakan pemulih
tenaga yang memberikan kesegaran. Saat iya sakit, perhatian dan
kasih sayangnya membantunya untuk cepat pulih untuk kembali beraktivitas. Tiada hari, jam, menit bahwa detik yang tidak terisi
oleh Adrian. Adrian seakan-akan merupakan cairan kehidupan yang
mengalir dan mengisi relung-relung kesepian dan kekosongan hatinya.
Membangkitkan kembali gairan dan khayalannya untuk membina
hubungan dengan seseorang. Seseorang yang akan selalu ada di sampingnya, selalu memperhatikannya, memanjakannya. Seseorang yang
sangat ... Adrian. Tentu saja, hanya Adrian bukan"
*** Indahnya hari-hari pun berlangsung.
Sampai tiba kembali fase kehidupan yang menjengkelkan itu.
Ketidakpastian kembali menyerang seorang Rayi Na Rani.
Sudah satu tahun hubungan mereka berlangsung. Dan sudah satu pula
belum ada tanda-tanda kepastian bahwa hubungan mereka berlanjut
kepada bentuk ikatan yang didambakan Rayi Na Rani. Sampai suatu
saat, ketakutannya kembali menghantui. Akankah hal itu kembali"
Membuat kekecewaan lagi"
Setiap kali seorang Rayi Na Rani menanyakan hal itu kepada kekasihnya Adrian mengenai bagaimana kelanjutan Adrian. Setiap kali pula,
curahan dan kasih sayang Adrian semakin berlimpah-limpah menderanya, sehingga seorang Rayi Na Rani pun terlena, menikmati kebahagiaan dan melupakan kembali pertanyaanya. Perasaannya membutakan pikirannya. Kasih sayang yang bertubitubi menghilangkan
keraguannya. Akan tetapi saat ia sendiri, setelah sholat dan siap akan tidur. Pikiran itu kembali mengusik batinnya. Pernyataan yang diharapkan
523 akan dikeluarkan Adriannya tidak kunjung tiba. Keragu-raguan kembali menyerangnya. Mengelisahkan dan kadang membawa temannya
sang mimpi buruk untuk mengganggu tidurnya, bahwa sang kekasih
akan kembali meninggalkannya. Meninggalkannya hanya untuk suatu
alasan lama yang klise. Belum siap. Belum waktunya. Tunggulah
saatnya. Dan dua tahun pun berlalu. Dengan hubungan yang masih dipenuhi
curahan kasih sayang, pemanjaan dan romantisme. Dan juga dipenuhi
dengan kekuatiran akan ditinggalkan.
Dua tahun pun menjadi tiga tahun. Dan keadaan yang sama tetap
bertahan. Seakan enggan menginggalkan seorang Rayi Na Rani.
Seakan senang membuatnya tidak tenang. Menghanyutkannya dengan candu kasih sayang dan perhatian, sekaligus membuatnya gelisah
dengan ketidakpastian. "Sayang, gue mau bicara nih!" katanya dengan mimik sungguhsungguh, "Kapan ada waktu?"
Terasa lucu mendengarkan perkataan tersebut dari seseorang yang sudah sedemikian dekat di hati dan selalu mengisi setiap detik dari kehidupan. Suatu perasaan tidak enak menyelinap dan berkembang dalam hati
seorang Rayi Na Rani. Dan hal itu pun terbukti.
Setelah beberapa saat terdiam dan hidangan makan malam pun telah
habis. Suasana menjadi amat hening. Keromantisan restoran di puncak bukit seperti halnya suatu Peak Cafe pun tidak dapat menggugak
keheningan yang mencekam. Keheningan di mana seakan-akan tidak
lagi terdapat kehidupan. Tidak lagi terdapat vibrasi. Benar-benar
suatu keheningan mutlak, benar-benar nol Kelvin dalam emosi.
Dengan amat diplomatis Adrian pun menerangkan, bahwa dirinya
telah dijodohkan oleh orang tuanya dengan seseorang. Yang kebetulan merupakan teman masa kecilnya. Dan ia tidak keberatan
karena ia pun pernah mencintai teman masa kecilnya itu. Dan selama berhubungan dengan Rayi Na Rani, perasaannya selalu mendua.
Hatinya belum dapat menentukan siapa yang akan akan dipilihnya
sampai suatu waktu telepon orang tuanya lah yang menjatuhkan
524 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
vonis, siapa yang akan menjadi pendamping hidupnya. Selamanya.
Seorang Rayi Na Rani pun tak mampu mengucapkan kata-kata.
Walaupun tiada air mata yang tercurah, akan tetapi hatinya menangis.
Firasatnya telah mengisyaratkan akan datangnya hari ini. Akan kembalinya cerita lama. Kembalinya kekosongan yang mencengkeram
jiwanya. *** Hari-hari belangsung kembali seperti biasa, seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Adrian telah minta berhenti bekerja, karena ayah calon istrinya menawarkan pekerjaan dalam bidang
marketing farmasi yang dapat dilakukannya setelah ia menikah. Dan
ia tidak menolak tawaran itu. Proses pamitan yang kosong, penuh
Elemen Kekosongan Karya Nein Arimasen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan basa-basi. Penuh dengan kasih sayang dan perhatian kosong
dapat dilakoni seorang Rayi Na Rani dengan baik. Dengan senyum
yang mengembang, pelukan dan kecupan pipi diberikannya untuk sang
bekas kekasih. Tanpa ada perasaan apa-apa. Kosong. Tenang.
Rapat, seminar, latihan dan curahan-curahan kasih sayang dari para
pemujanya, serta latihan rutin Tai-Chi, kembali mengisi hari-hari seorang Rayi Na Rani. Dalam menghapi pujaan dari para penggemarnya
yang kembali muncul setelah mereka mengetahui bahwa seorang Rayi
Na Rani kembali lagi sendiri, diatasinya dengan amat cantik. Dilakukannya dengan cara yang diplomatis. Sehingga tak seorang pun
akan sakit hati, walaupun ditolaknya. Mereka tetap giat untuk saling
berlomba mendapatkan dirinya. Memperoleh cintanya. Memperoleh
hatinya. Dan Rayi Na Rani kembali menikmati hal itu. Membiarkan
dirinya terbuai dalam curahan kasih sayang para pemujanya. Curahan perhatian. Walaupun ia belum memikirkan untuk membalasnya. Ia membiarkan dirinya menikmati dan menikmati. Sedikit balasan dan ucapan yang mengambang, makin membuat mereka semakin
menggebu untuk merebut perhatiannya.
Dan kala perhatian-perhatian semu itu tiada. Kala waktu seakan
berhenti. Kala sendiri di akhir minggu atau di malam hari. Teringatlah Rayi Na Rani akan sahabat masa kecilnya. Sahabat yang pernah
singgah di hatinya sebagai sahabat. Seorang yang memperhatikannya dengan kasih sayang yang murni, dengan tanpa ada maksud prib525 adi. Seorang yang sangat menyegarkan dan menenangka, seorang sang
Bayu. Yang sedang jauh di sana, melaksanan tugas pekerjaannya.
"Masih ingatkah dia akan diriku?" batin Rayi Na Rani, "Masih
sayangkah dia?" "Alangkah nyamannya bila ia ada di sini," khayalnya. Dan ia kembali teringat perkataan sang sahabat yang belakangan ini semakin
memberikan makna pada perjalanan hidupnya. Semakin dimengerti
olehnya. Semakin jelas dan terang.
"Persahabatan yang melebihi cinta!" kata Bayu, saat itu.
"Persahabatan yang melebihi cinta!" balas Rayi Na Rani, sambil menjabat erat tangan sahabatnya dan kemudian memeluknya.
Saat itu begitu indah dikenang. Begitu lekat di dalam ingatan.
Di manakah engkau sekarang sahabat. Hanya engkau yang paling
mengerti diriku. Serta memahamiku.
Terima kasih sahabatku. Kuingin kembali mengulang saat-saat indah
bersamamu. Mengisi hari-hari tanpa kegelisahan. Ketenteraman berada di sisimu. Bukan kenyamanan dan kemanjaan yang bergelora.
Bukan curahan kasih sayang yang menggebu-gebu. Hanya ketenangan. Kenyamanan. Halus. Lembut dan menenteramkan.
Terima kasih sahabatku. Aku benar-benar kehilanganmu, sahabat.
Deutschland, Musim Dingin 2004 - 2004-04-20
Tak terasa air mata pemuda itu sedikit meleleh. Dapat ia sedikit
merasakan kesepian yang dirasakan oleh tokoh dalam cerita itu. Setelah membetulkan duduknya, ia pun mulai lagi membaca.
Saat itu matahari telah lewat titik kulminasinya, tapi tak berarti bagi
sang pemuda yang duduk di bawah pohon rindang itu.
Ketika Kaki Telah Melangkah
?"Nicht immer denken!" sagte Tatsumotos Brder, als Capt. Nathan
Algren beim Schwerttrainieren wieder velierte, "Zu viel Bedenken!" von Last Samurai (Tom Cruise, Ken Watanabe)."
526 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
?"Nicht immer denken!" sagte Joachim, als ich zum ersten Mal Aikido
probierte." Karl termenung memikirkan hal-hal baru yang telah dilakukannya beberapa hari belakangan ini. Terlalu banyak hal-hal baru yang terjadi
dalam kurun waktu yang singkat. Ia telah meninggalkan kotanya untuk merantau di tanah asing ini. Di mana ia sendiri kadang-kadang
bila membayangkan, masih tidak bisa percaya bagaimana ia bisa sampai terdampar di sini. Pekerjaannya yang lama, sebagai pegawai sebuah perusahaan jasa informasi, telah pula ditinggalkannya, karena di tempat asing ini ia mendapatkan tawaran yang lebih menggiurkan. Gaji yang lebih besar dan
fasilitas untuk mengembangkan diri yang lebih lengkap.
Dan yang paling tidak bisa dibayangkannya adalah bahwa ia telah pula
meninggalkan sahabat karibnya di kota di mana mereka dilahirkan
dan tumbuh bersama. Karl kadang berpikir apakah ini sebenarnya
alasan mengapa sampai ia pergi dan bekerja di sini. Apakah benar
hal itu yang ia inginkan atau hanya untuk menghindar karena ia tidak
bisa melihat sahabat karibnya berbahagia di samping orang yang telah
dipilihanya. Orang yang bukan dirinya.
Karl tidak bisa memberikan jawaban, walapun pertanyaan tersebut
diajukannya sendiri. Senyum getir tersungging di sudut bibirnya
sesaat dan kemudian hilang kembali. "Mungkin memang benar kata
orang", katanya dalam hati, "bahwa kepada dirinya sendiri pun orang
belum bisa terbuka." "Mengenal diri sendiri?", kekehnya dalam hati,
"Omong kosong!" "Membohongi diri sendiri, itu baru benar!" katanya
kepada dirinya sendiri sambil mengingat-ingat segala hal yang telah
dilakukannya dalam rangka kepergiannya ke sini.
Ia ingat dengan jelas saat-saat terakhir bertemu dengan sahabat karibnya Katanja. Saat di mana Katanja mengenalkan kekasinya. Karl
ingat betul bagaimana ekspresi keterkejutannya, bagaimana kekakuannya menjabat tangan kekasih sahabat karibnya. Dan bagaimana
kekikukannya dalam berbincang-bincang dengan mereka.
Dan kemudian ia pergi tanpa pamit secara langsung kepada Katanja.
Hanya sebaris kalimat dalam e-mail yang dikirimkannya.
527 "Semoga sukses selalu dan berbahagia. Sahabatmu selalu, Karl"
"Sahabatmu selalu!" batinnya, bisakah ia selalu menjadi sahabat
dari Katanjanya, yang tela memiliki orang lain dalam hidupnya,
yang tidak lagi pernah memintanya datang hanya sekedar untuk
berbincang-bincang. Atau menelopon hanya untuk bergurau atau
sekedar mengingatkannya untuk makan siang atau sholat.
"Waktu telah berubah Karl dan mungkin Katanja juga sudah berubah,"
kata suara di dalam kepalanya, "ia mungkin sahabatmu, tetapi ia telah
memiliki seseorang. Apa yang kamu bisa harapkan dari hal ini?"
Karl kembali termenung, "munkinkah hal itu benar?"
Setelah seseorang menemukan pendamping hidup, tidak diperlukanlah
lagi orangorang lain, selain sang kekasih. Di dalam dunia ini hanya
mereka yang ada. Hanya mereka yang berarti. Orang-orang lain,
teman, sahabat dan kenalan hanya merupakan pemain "guran yang
tidak perlu diingat atau diperhatikan keberadaannya.
Mungkin iya, mungkin juga tidak.
Karl kembali tidak bisa menjawab. Atau mungkin memang tidak perlu
dijawab. Langkah yang telah diambilnya tidak memiliki jalan balik.
It is a point of no return. Dan ia tidak menyesali. Hanya rasa sepi.
Sendiri. Sunyi yang ada dalam hati.
Dan Karl pun kemudian mengela hapas, bangkit dan melangkahkan
menuju entah kemana kakinya membawa, hanya sekedar untuk menghabiskan hari ini. Tak terasa ia melantunkan sebuah puisi - yang
ditemukannya tidak sengaja di internet - menari bersama hantu
yang menurut penulisnya adalah ungkapan untuk orang yang sedang
berlatih gerak sendirian. Akan tetapi Karl berpendapat lain. Menurutnya, puisi itu menceritakan orang yang biasa menari bersama
pasangannya, akan tetapi walaupun kemudian pasangannya pergi
meninggalkannya dan ia tetap menari. Sendiri. Menghibur diri. Who
knows" "Die vergange Eingebung beibringt mir, wie man benehmen soll. Das
Gefuehl von Unabhaengigkeit beibringt mir, wie man lieben und sich
kuemmern soll. Und undenlicher Ho"nungsstrahl beibringt mir, wie
528 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
man mit der Konsequenzen wegen Waehlen ueberleben und um das
Leben zum Leben kaempfen soll. Alles erinnert mich immer, wie ewig
Freundschaften statt Liebe sind."
"The inspiration from the past, it tells me how to behave. The feeling
of independence, it tells me how to love and to care. And the never end
ray of hope, it tells me how to live along with consequences because
choices and to "ght for life to live. All always remember me, how
friendships instead of love eternal are."
"Renungan masa lalu mengajarkan bagaimana berkelakuan. Rasa
kemandirian mengajarkan bagaimana mencintai dan melayani. Dan
berlimpahnya cahaya harapan mengajarkan bagaimana terus hidup
dengan konsekuensi pilihan hidup dan berjuang dalam hidup untuk
hidup Semuanya selalu mengingatkan, bagaimana kekalnya persahabatan melebihi cinta."
Deutschland, Musim Dingin 2004.
Semakin bingung sang pemuda. Tadinya ia mengharapkan tulisantulisan selanjutnya akan semakin jelas. Sayangnya tidak.
Cinta Kampret Qantum Dot"Duh, cinta itu adalah masalah yang lebih rumit dari
Quantum Dot. Soalnya cinta itu adalah masalah kehidupan sedangkan
Quantum Dot hanya ada pada dunia ambisi. Tertawalah! Karena
memang patut ditertawakan. Gejolak jiwa muda, kadang membuat
hidup ini ceria, kadang malah menggiring diri masuk dalam lubang
perangkap sendiri. Perangkap hati. Pilihan yang sulit dilakukan. Di
sini sayang, di sana suka. Realistis malah menjadi musuh utama yang
ingin sekali dihindari. Arie, seorang mahasiswa pasca sarjana seni dunia renik sedang
berjuang menetapkan hatinya yang belakangan hari ini gundah.
Bukan karena pelajaran intuisi kuantum yang mempuat pusing, akan
tetapi dua insan, yaitu Julia dan Amanda. Dengan istilahnya sendiri,
Arie menetapkan sepihak bahwa Julia adalah domestic patner dan
Amanda dan dirinya sedang menjalani serious relationship.
Belakangan saat ia menghadiri seminar internasional "Penerimaan
529 Publik terhadap Seni Dunia Renik Terdistorsi" di Kobe, Jepang,
bertemulah ia dengan Yumi. Salah seorang peserta seminar. Dan
tanpa sadar Arie menetapkan Yumi dan dirinya sedang dalam distance relationship. Dengan adanya batasan geogra"s tidaklah sulit bagi Arie untuk membagi cintanya kepada ketiga insan tersebut. Masing-masing rela
menerima frekuensi curahan kasih yang sedikit karena beranggapan
ia sedang sibuk dengan kuliahnya. Suatu pengertian yang menguntungkan. Akan tetapi bukankah seorang pecatur mahir harus pula mendapat
lawan yang sebanding" Demikian pula kawan kita Arie. Secara tak
sengaja Amanda terpilih bersama beberapa teman-temannya untuk
mewakili perusahaan mengadakan pameran di Dsseldorf, Jerman. Dan
tentu saja kesempatan ini tidak disia-siakannya untuk bertemu dengan
Arie, sang kekasih. Dan yang amat kebetulah orang tua Julia tinggal
di kota yang sama. Kemungkinan Julia ada di kota tersebut pada
setiap akhir minggu amat besar. Pusing tujuh keliling diperolehnya.
Dan mungkin karena penatnya, Arie mengambil jalan untuk memperoleh solusi dengan melakukan curhat ke Yumi mengenai hal itu. Akan
tetapi dengan pengandaian-pengandaian, bahwa yang mengalami hal
tersebut adalah temannya.
Waktu pun berlalu dan Arie semakin terlarut dalam jadual-jadual ketat pencurahan kasih sayang kepada ketiga hatinya: Amanda, Julia
dan Yumi. Hanya waktu yang dapat mengawasi sampai mana kesanggupan Arie melakukan kehidupan seperti itu, bahkan di sela-sela
kesibukannya merampungkan tesis paska sarjana-nya.
"... jangan main api, bila takut terbakar, jangan main air, bila takut
basah, ... yang menanam, akan menuai,"
Hasil kolaborasi dengan Kumara dan Imran. Deutschland, Musim
Dingin 2004. Pemuda itu sedikit tersenyum saat membaca tulisan terakhir. "Ini
tentu yang dimaksud dengan kerangka cerita," gumammnya, "mungkin
menarik apabila kerangka ini dikembangkan lebih lanjut."
convert txt : http://www.mardias.mywapblog.com
Dahinya berkernyit saat melihat tulisan selanjutnya yang dituliskan
530 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
dalam bahasa asing yang ia tidak kenal. Tapi ia berusaha untuk terus
membacanya. Der Drache Ich drehte meinen Kopf nach links und dann wider nach rechts. Es
tat mir immer noch weh, wenn ich das machte, seit dem letzen Kampf
des Krieges gegen die vereinigen Lndern.
Nach dem Krieg musste man wieder normales Leben wieder weiterfhren, wie man frher gemacht hatte. Und ich bin war ein Beamter,
dann musste ich als Beamter wieder arbeiten. Hier in diesem dunkelen
und feuchten Raum von Abteilung 673-JON-1 des Verteidigungsministerium von dem Land Prankpurt-ketoprak.
Nun konnte ich mich aber nicht mehr entspannen, weil man alle renovieren musste, was man beim Krieg zerstrt hatte. Wir mussten uns
beeilen, alle in ordnung zu bringen. Oder wurde es anderen Krieg
geben, der von der Armut, dem Hunger, der Kranke, dem Opfer herrhrte. "Scheie!" rief ich im Herz, als Das Telefon pltzlich klingelte, whrend
ich beim Gedanken war. "Fei Hung, Wong, Abteitulung 673-JON-1, guten Morgen," antwortete
ich unbegeistert. Ich vermutete, dass es nur anderer Chef war, der
neuen Befehl erteilen wollten. Das bedeutete mir neue Arbeit. Und
es war egal, ob meine laufende, jetztige Aufgaben schon erledigt oder
nicht sind. "Guten Morgen Herr Wong, hier ist Wiro von Abteilung 212-GEN-1"
rief berhmter Ton da drben von anderer Seite erstauntlich.
"Da du ja, Wiro," antwortete ich frhlich, "Was gib"s denn da?"
*** "Es gibt keine besonderes. Es geht tja nur darum..," sagte Wiro
unwahr-scheinlich. "Um was meinst du?" antwortete ich ungeduldig, und bestimmt sehr
begeistert. 531 "Na ja, wie soll ich das sagen?", war er still, und dann sagte er weiter,
"Es geht um die Bombe!"
"Die Bombe" Welche Bombe meinst du?" reagierte ich panic, weil es
noch meine Aufgabe war, die Bombo aufzuschreiben.
"Die Bombe, die bei Syes Gurke ist" redete er weiter, "Es ist noch
nicht vorbei. Ich habe Information, dass es noch viele von der gibt.
Und die werde aktiviert, wenn wir die erste deaktiviert werden."
"Woher weisst du das, wenn ich fragen darf," frage ich unangenehm,
weil normaleweise konnte man nicht wissen, wer der Geheimdienst war.
"Ich kann nur dir seinen Kode sagen" antwortete er vorsichtig, "Man
nennt ihn als 007." *** Es gab lange Ruhe inzwischen, bevor wir davon wieder redeten.
"Also, du Wiro," sagte ich langsam und entspannend, "Darf ich mit
ihm reden, dem Geheimdienst?"
Dann gab es wieder keinen Ton zwischen uns.
"Na ja..," sagte er wieder unwarhscheinlich, "Ich habe ihn versprochen,
dass ich niemals jemanden mit ihm tre"en lasse."
"Verstehe, kein Problem Kumpel!" antwortete ich, als ich schon die
Antwort wusste. "Wills du die Informatio, die du mir gegeben hast, o"ziel melden, or
nur "of the record?"" fragte ich langsam.
"Ich will das o"ziel machen, weil es sehr wichtig fr die Leute in der
Nhe, aber kannst du denn die aufscreiben, dass die von Unbekannte
Elemen Kekosongan Karya Nein Arimasen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kommt?" fragte er weiter.
"Eigentlich ja, das kann ich machen" antwortete ich sicher, "aber man
kann nicht die Aktion von der Bombe-Abteilung erwarten, weil unbekannte Information niedrige Prioritt haben wurde."
"Ich wie es, und das sagte 007 auch," raunte er fast unhrbar.
532 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
"Lassen wir uns das Thema wechseln, was denks du?" sagte ich pltzlich, weil die Atmosphere nicht mehr angenehmen war.
"Wie geht"s deiner Familie?" fragte ich ihm.
"Es geht immer gut nach dem Krieg. Nun haben wir fast ganz normales Leben. Der Garten fehlt noch," antwortete er erstaunlich.
"Schn das zu hren," kommt der Satz von mir.
"Und wie bei dir, ist alles in Ordnung?" fragte er mir zurck.
"Alles ist in Ordnung, und besonders auch die Kinder," antwortete
ich. *** Nach dem Gesprch kam ich wieder zur Gedanken, was es mir noch
heutzutage fehlte. *** Kaltbltige Geschichte war es.
Wiro sa entspannt wieder, nachdem er den Fei Hung anrief. Das Problem war schon gelscht. Das kam von dem Geheimdienst 007.
Er dachte noch daran, wie es war, als 007 mit ihm telefonisch davon
redete. Es war eine Stunde lang, und es war sehr spannend, wie er in
richtigem Krieg wre. "Du bist Wiro, richtig!" sagte jemand mit schwerer und tiefer Stimme,
als er von Dunkelheit kme.
"Ja, ich bin Wiro. Und wer ist das?" antwortete er unsicher, weil er
die Stimme nicht kannte. "007 bin ich," antwortete er kurz.
"Wenn da du bist, was ist die Katasthrope von unserer Tage, wobei wir
gegen gefrhlichen irgenjemand zusammen kmpfen?" fragte er langsam
und vorsichtig. "Da gab es nur eine Katastrhope. Sie war "Kolor Ijo"," antwortete er
533 sicher, wieder tiefer und sogar mit schrecklihcem Ton.
Als der Mann das sagte, hrte ich, dass wie ich in die Vergangenheit
zurck-gezogen wrde, wo es den Schrei von den Opfern gab, die von
Kolor Ijo gettet wurde. Der Schrei war in einer Videoaufnahme.
Sechsundzwanzig Frauen lagen auf dem Flor eines Hauses. Die waren
Ge-schwister: Oma, Tante, Muter, Tochter, Nichte und Enkeltochter.
Die feierten gerade. Und dazu bestellten sie die Gastronomie von
einem Restaurant mit drei Mitarbeiter, unter der der Kolor Ijo sich
versteckte. Eigentlich gab es schon eine Warnung oder besser besser wenn mah
das als Vorhersage nannte. Die kam von der Frau Mantili Madangkara, eine Psycholog-in-Chemikerin, die mit Psychopath und Chemie
arbeitete. Die Frau sagte, dass es jemand ist, der frisch vom Gefngnis freigellasen
wurde. Er war vermutet noch nicht ganz gesund, aber die Arzt konnte
nicht prfen, dass er nocht ein Irrer war. Er passte alle Prfungen und
Messungen. Und mit einer Empfehlung konnte er normal arbeiten.
Er war so "eisig. Er kam immer mit guten Ideen. Und eine von denen
war eine Party von weibliche Geschwister auf dem Land fern von den
Leuten. Eine Family war gefangen, und bestellte die Angebot. Mit der ganzen
weiblichen Geschwister fuhren die zum Tod, zur Sklaverei.
Er ttete seine Mitarbeiter nicht, aber er machte die Aktion vor der,
dann kommen die zur Verrcktheit fr immer. Die sind noch beim Asyl.
Die Anruf von 007 erinnerte ihn immer daran, und auch diese Mal,
obwohl es um die Bombe statt kalbltiger Mrder von Kolor Ijo.
Aber es war jetzt vorbei. Er sagte dem Fei Hung das Bescheid weiter,
obwohl es noch uno"ziell war. Er wollte einfach gleich nach Hause
gehen, die Family in der Arme zu nehmen.
*** "Ich werde nich kommen," sagte Der Drache den Herrn von ihm.
534 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
"Dann mussen Sie sterben," antwortete einer von denen.
"Dann machen Sie. Sterben Sie mich einfach," beantwortete er wieder.
Danach kam eine Kugel durch der Luft in die Brust. Schnell and zwar
sofort kam der Drache um das Leben, weill er "in Aktion" nicht mehr
wollte. Alle waren da stehend zur Erinnerung der Gruppe EBBE 2004 und
Kolaboration mit Wong Fei Hung.
Ende " 2005-01-29 Setelah sedikit frustasi, pemuda itu kemudian menarik napas dan mulai dengan tulisan selanjutnya.
Akiko Adalah seorang anak, Akiko namanya. Ia seperti anak-anak pada
umumnya, penuh ceria, lucu, dan tidak membosankan. Sejak bangun
tidur sampai mau tidur lagi ada saja kelakuannya seakan-akan tidak
pernah kehabisan energi, hal itulah yang membuat orang tuanya gemes
dan ingin menggisangnya. Oh ya, selain itu ia juga mudah makannya.
Atau kalau boleh dikatakan, amat mudah sehingga siapa pun yang
menyuapinya akan sangat senang. Mungkin sifat ini merupakan sifat
turuanan, terutama dari ayahnya yang gemar menggali.
Suatu waktu, ia bermain-main putar-putar sendiri sambil terus mengoceh. Dan tak lama kemudian akhirnya ia berjalan dengan terhuyunghuyung karena pusing. Akan tetapi seperti tidak ada kapok-kapoknya,
Akiko terus melakukannya lagi dan lagi, walaupun sudah diberitahu
bahwa hal itu dapat membuatnya pusing. Anaknya memang benarbenar top deh! Orang tuanya sampai tidak tahu harus berkata apa
lagi. Dan yang dapat dilakukan hanyalah tersenyum sambil terus
memperhatikan. Tuh pusing, kan! kata bunda. Akiko hanya tertawa sambil terus mengoceh dengan bahasa planetnya.
Entah dia pusing atau hanya bercanda, lalu katanya, Wa wa wa wa,
sambil terus berjalan ke sana kemari.
535 *** Persiapan pergi ke negeri impian Jerman sudah aku persiapkan sejak
jauh-jauh hari sebelumnya. Aku sangat senang karena tak lama lagi
aku akan bertemu lagi dengan ayah Akiko, setelah sekian lama kami
berpisah. Mungkin ada 9 bulan lamanya. Ketika itu umur Akiko
baru 3 bulan. Dalam waktu yang tidak lama, keperluanku dan Akiko
sudah aku atur sedemikian rapi dari yang hal kecil sampai yang rumitpun sudah kupersiapkan. tentu saja semua aku lakukan tidak sendiri,
dibantu dengan oma dan opa Akiko. Lama juga persiapannya, sekitar
dua bulan itupun masih ada saja masalah, tapi aku sangat bersyukur
karena ALLAH selalu membantuku, sehingga akhirnya selesailah dan
kamipun dapat berangkat dan akhirnya berkumpul kembali. Ayah,
bunda dan Akiko buah hati kami.
*** Pencet-pencet Tombol. Akiko memiliki beberapa kegemaran, yang
salah satunya adalah memencet-pencet tombol. Entah itu tombol
lampu, komputer atau pun TV. Semua digemarinya untuk ditekantekan. Apalagi apabila perbuatannya tersebut menghasilkan perubahan yang dapat ditangkap panca inderanya, misalnya suara, cahaya
dan sebagainya. Pernah suatu waktu Akiko kaget sendiri saat sedang melakukan kegemarannya, yaitu waktu ia mematikan lampu di ruang tidur. Sesaat
setelah tombol lampu yang terletak di lantai dipencetnya, keadaan
menjadi gelap gulita dan ia pun kemudian menangis,
Deedaa, deedaa! panggilnya kepada sang bunda.
Akiko tidak boleh takut, lampunya hanya mati saja, kata sang bunda
menerangkan dan kemudian menunjukkannya dengan menyalakan dan
kemudian mematikan lampunya kembali.
Ya itulah, setelah tahu kalau hal itu tidak menakutkan dan berbahaya,
kembalilah Akiko melakukannya. Dan pada suatu waktu lampu tersebut mogok untuk nyala kembali alias mati beneran. Walaupun itu
bukan seluruhnya akibat perbuatan Akiko. Melainkan karena lampu
itu juga sudah lama tidak diganti.
536 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
Tombol Berbahaya. Ternyata selain menekan tombol-tombol yang
tidak berbahaya, Akiko pernah pula melakukan perbuatan yang cukup
berbahaya, yaitu ia memutar tombol kompor listrik (Elektroherd auf
Deutsch), di mana saat itu bunda dan ayahnya tidak menyadari. Untung saja tidak terjadi apa-apa karena uap akibat sisa-sisa minyak
yang tertumpak di atas pelat pemanas Elektroherd cepat terlihat, sebelum tangan bunda atau ayah keburu menyentuhnya.
Apiici..! katanya, saat diberitahu bahwa hal tersebut berbahaya. Itu
adalah ungkapan Akiko untuk meminta maaf atas perbuatannya. Sejak Akiko telah memiliki kemampuan memutar tombol Elektroherd,
bunda dan ayah menjadi lebih hati-hati dan lebih sering memeriksa
tombol-tombol tersebut setelah meninggalkan dapur. Hanya untuk
berjaga-jaga agar kejadian tersebut tidak terulang lagi dan dapat
menyebabkan hal-hal yang berbahaya.
*** Isyangkar dan Over and Over Again. Percayak tidak, jika Akiko
telah memiliki beberap lagi kegemaran, selain Schnappi das kleine
Krokodil tentunya. Coba tebak" Lagu tersebut adalah Isyangkar
yang dinyanyikan oleh Mustafa Sandal dan Gentleman serta Over
and Over Again yang dinyanyikan oleh Nelly dan Ted McGraw Setiap satu dari kedua lagi tersebut diputar di TV, bergoyanglah Akiko.
Dengan kadang-kadang tangannya diputar-putar pergelangannya atau
diangkatnya seluruh lengannya ke atas. Tak jarang pula diputar-putar
badannya. Lucu sekali melihatnya.
*** Mandi dan Main Pancuran. Akiko sangat tidak suka mandi karena
suatu waktu pernah hampir terpeleset dalam bak mandi (bathtup atau
Badewane) dan kemudian ditangkap bunda sehingga tidak terjatuh.
Akiko sayang, mandi yuuk! kata bunda.
Waaahhh, waahhh! tangis Akiko apabila terus dipaksa, setelah sebelumnya menolak dengan menggeleng-gelengkan kepalanya. Dan
acara mandi menjadi suatu acara yang amat merepotkna karena
Akiko meronta-ronta tidak mau dibasuh dengan air.
537 Akan tetapi pada suatu waktu bunda menemukan bahwa Akiko senang
main pancuran (shower) saat mandi dan lupa untuk berteriak-teriak
dan meronta-ronta. Oleh karena itu kemudian hari berkatalah bunda
kepada Akiko, Main pancuran yuk! sambil tersenyum.
Heg! kata Akiko, yang berarti iya bunda dan bergeraklah ia dengan
semangatnya ke kamar mandi sebelum untuk kedua kalinya diajak.
*** Pecah dan Jatuh. Karena seringnya Akiko melempar atau menjatuhkan barang-barang sehingga menimbulkan suara keras dan kadangkadang merusak barang-barang tersebut, bunda menasehati agar hal
itu dilakkukan karena nanti barangnya dapat pecah.
Cah! kata Akiko, suatu saat. Dan bunda dan ayah tertawa, karena
yang dimaksudnya dalah jatuh.
Ya, Akiko mengasosiasikan bahwa jatuh itu sama dengan pecah. Untuk sementara bunda dan ayah membiarkannya karena tentulah amat
sulit menjelaskannya pada anak seumur Akiko mana yang merupakan
proses dan mana yang merupakan akibatnya.
*** Tumbuh Gigi dan Sariawan. Masa yang paling menyedihkan bagi
bunda dan ayah Akiko adalah saat Akiko sedang tumbuh giginya dan
sekaligus sariawan di daerah dekat tumbuh giginya. Untuk menyuapi
Akiko bunda harus berhati-hati agar tidak mengenai bagian yang
sakit, yaitu bagian bawah kanan agak tengah mulutnya. Lain rasanya,
karena biasanya Akiko makan dengan menggali (amat lahap). Saatsaat tersebut Akiko menjadi sangat sensitif dan manja. Selain itu
yang paling membuat sedih adalah bahwa Akiko ingin makan atau
mengemil, ia tidak dapat melakukannya karena mulutnya sakit dan ia
kemudian menangis. Bunda dan ayah sedih sekali saat itu.
*** Jaket Coklat Tua. Ada sebuah benda yang amat tidak disukai oleh
Akiko. Siapa pun yang memakai jaket coklat tua tersebut entweder
538 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
ayah oder ibu, Akiko tidak menyukainya. Pernah suatu waktu Akiko
sedang tidak enak perasaannya dan tidak mau digendong ayah, padahal ayahnya sedang kangen sekali. Kemudian terpikir oleh ayah apakah
itu disebabkan oleh jaket coklat tua tersebut. Maka jaket coklat tua
tersebut dilepaslah oleh ayah dan digantungkan.
Ayah ini nah, gr! kata bunda dengan tertawa, Emang anaknya aja lagi
ga mau digendong ayah. Tuh mau kan" kata ayah dengan gembira.
Ternyata memang Akiko benar-benar tidak suka jaket coklat tua itu.
Entah apa alasannya. Mungkin suatu saat setelah ia besar dan masih
ingat akan hal itu, barulah ada penjelasannya. :)
*** * menggisang: mencium dengan gemas (dari bahasa Banjar).
* menggali: makan dengan amat lahap dan banyak, seperti halnya kuli
atau tukang becak (pekerja "sik) yang seakan-akan menggali nasinya
saking lahapnya makan. * bahasa planet: bahasa anak balita yang belum dapat dimengerti
oleh orang dewasa. ** Hasil kolaborasi dengan Milinding di awal tahun 2005 Deutschland
" 2005-02-03 "Ini bagus," ucap pemuda itu puas. Kepuasan saat menemukan cerita
yang cocok dengan keingingan hatinya saat itu. Ia lalu melanjutkan
bacaannya dengan membuka halaman berikutnya.
Atraktor Kelam Atraktor kelam, sang pengambil keputusan. Pengadilan virtual yang
telah dilaksanakan dan dipercaya beratus-ratus tahun untuk menggantikan pengadilan biasa ternyata selama beberapa puluh tahun belakangan ini memiliki kecenderungan untuk menghasilkan keputusankeputusan yang amat biner atas kasus-kasus yang ada, yaitu bersalah
atau tidak bersalah. Tanpa mempertimbangkan aspek-aspek yang
mendorong terjadinya kasus tersebut. Seorang mahasiswa perguruan
539 tinggi bidang informatika hukum virtual, Pferiuk X secara tidak sengaja mencermati hal ini karena adanya email gelap yang nyasar ke
dalam mailboxnya. Tantangan-tantangan dihadapinya saat ia mengajukan topik tugas akhirnya Kegagalan Metoda Samar Pengambilan
Keputusan dalam Pengadilan Virtual, datang tidak hanya dari kalangan akademisi akan tetapi juga dari kalangan teknokrat. Dengan
berbekal semangat dan integritas serta dukungan dari kaum underground yang menjadi korban kepincangan keadilan digital, berusaha
Pferiuk X untuk menggali informasi dan memaparkannya kepada publik mengenai ketidakstabilan sistem pengadilan digital mereka saat itu.
Era Keputusan Digital. Jauh setelah metoda samar (fuzzy logic)
diperkenalkan oleh Dr. Lot" A. Zadeh dari University of California, Berkeley dalam era tahun 60-an, kepercayaan orang-orang akan
keunggulan metoda ini untuk mengadakan logika diantara bilangan
biner "1" dan "0" atau "benar" dan "salah" atau "ya" dan "tidak", semakin tinggi. Terlebih setelah suatu kasus dicobakan dalam model
simulasi Pengambilan Keputusan Digital dengan menggunakan superkomputer IBM Blue Gene/L di Rochester, USA. Dengan meng
Elemen Kekosongan Karya Nein Arimasen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gunakan milyaran data dari seluruh dunia sebagai kasus pembanding,
dari berbagai kultur budaya dan hukum adat, serta berbagai algoritma rumit yang memasukkan aspek-aspek yang mungkin terpikirkan
oleh para pakar dari berbagai bidang hukum, simulasi tersebut dijalankan untuk menentukan kesalahan bagi para pelaku dalam kasus
Pencurian Spektakuler oleh keluarga Mayonari. Dalam persiapan perampokan terkenal tersebut para pelaku berkolaborasi dengan berbagai
pihak dan kemudian menggunakan hasilnya untuk membangun suatu
koloni hibrida (hybrid) manusia, mesin dan tumbuhan yang di kemudian hari ternyata bermanfaat untuk mengatasi "bencana alam besar"
dan menyelamatkan banyak manusia.
Pilihan menggunakan pengadilan digital untuk kasus ini adalah
mengingat jumlah pihak terkait yang sangat banyak dan internasional
serta belum adanya hukum-hukum yang mengatur akan efek-efek
"baik" di kemudian hari yang dapat menjadi hal yang meringankan
hukuman. Selain itu, bahwa pencurian dilakukan secara sistematis
dan berkala selama kurun waktu 20 tahun sehingga hampir boleh
dikatakan baik nasabah maupun bank yang bersangkutan tidak mengalami kerugian, karena setelah beberapa saat jumlah yang diambil
540 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
dikembalikan, berdasarkan pembagian keuntungan yang diperoleh dari
keuntungan diseminasi awal pembangunan koloni hibrida tersebut.
Akhir tahun 2120 digunakan secara resmi di muka bumi Pengadilan
Virtual sebagai implementasi pengambilan keputusan yang dilakukan
secara digital. Sejak saat itu orang tidak perlu lagi pergi ke pengadilan
karena sidang dapat dilaksanakan secara on-line dan keputusan akan
diberlakukan secara instan. Kasus-kasus kejahatan diklasi"kasikan
berdasarkan berbagai macam kategori dan cross reference dibangun
sebagai basis data multi lingua dan kultur. Semua informasi tersebut
dapat diakses secara terbuka oleh siapa saja untuk kasus-kasus yang
telah dijatuhkan keputusannya. Dengan ini diharapkan keterbukaan
akan memberikan peringatan buat bad guy untuk tidak mencoba-coba.
Apabila sebelumnya dalam persidangan biasa, para pemeran persidangan perlu hadir dalam ruang dan waktu yang sama, maka dalam
sistem pengadilan virtual ini, semua dilakukan secara on-line. Dengan
menggunakan sistem penerjemah juri dan hakim dapat diambil dari
tempat yang amat berjauhan dan secara acak sehingga mustahil dapat terjadi kebocoran informasi dan apabila terdapat, masih dipersulit
oleh faktor geofra"s untuk diintimidasi secara langsung. Untuk itu
perlu terlebih dahulu dilakukan perancangan sistem peradilan virtual
secara agak detil sehingga dapat digunakan sebagai atmosfer dalam
mengalirkan cerita yang sarat dengan istilah-istilah teknologi.
Tokoh yang terpikirkan baru beberapa kelompok dan tokoh, yaitu:
Pferiuk X sang penggali informasi, kaum underground para korban
ketidakadilan digital, keluarga Mayonari para penguasa sistem informasi, kaum hibrida yang amat minor dalam sistem hukum, Wei Einstein, cucu buyut Virtuel Enstein sang pencipta Program Pengadilan
Virtual, yang memiliki source code asli dari program tersebut dan
orang-orang yang berlaku sebagai akademisi, teknokrat, budayawan
dan kaum meta "sika informasi yang memiliki kemampuan menyimpan informasi dalam bentuk energi dalam makhluk hidup. Kelompok
terakhir diduga merupakan orang-orang yang sadar lebih dulu mengenai kepincangan sistem peradilan digital.
Kon"ik. Peliknya proses penggalian informasi yang disebabkan oleh
luasnya ruang lingkup yang harus dicermati merupakan atmosfer
utama cerita ini. Orang harus dapat menentukan algoritma yang
541 tepat agar informasi dapat digali secara efesien dan tepat. Mungkin
adanya kepentingan pribadi seperti jatuhnya keputusan yang tidak
adil secara nalar terhadap salah seorang sahabat Pferiuk X dapat
memacunya untuk menggali informasi lebih dalam.
Lompatan Teknologi. Apabila diperlukan dapat dilakukan penggunaan teknolog-teknologi hitam (black technology) seperti "warp",
"jump in time", "teleport", "anti-gravitation" dan lain-lainya asalkan
dapat membangun cerita menjadi semakin imaginatif dan kaya. Akan
tetapi tidak memusingkan atau menyesatan dan membuatnya malah
menjadi tidak menarik. Setting Waktu dan Tempat - Untuk mudahnya waktu diletakkan di masa depan dari saat ini (2005) dan di
suatu daerah yang belum ada atau yang telah ada dengan terlebih
dahulu melakukan survei geogra"s melalui internet agar terlihat agak
riil (tidak mengada-ada).
(Hasil kolaborasi dengan Milinding dan Elkariza, Deutschland, 12.3.2005)
" 2005-03-12 Pemuda itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya yang menjadi pusing karena banyak kata-kata yang ia tidak mengerti tercantum dalam
tulisan terakhir. Tapi ia tidak menyerah dan terus membaca.
Air Terjun Meluap Sudah lupa lelaki itu kapan mimpi itu diperolehnya sebagai bunga
tidur. Sudah lama. Sudah lama sekali. Kenangan itu muncul kembali
saaat istrinya menceritakan mimpinya yang penuh dengan air, seperti
banjir bandang yang timbul akibat tsunami. Seperti terlihat di dalam
televisi saat kota-kota di propinsi Aceh tergenang oleh air laut yang
bercampur dengan air sungai. Membawa segala macam benda, hidup
dan mati bersamanya. Mengalir ke sana kemari.
"Air di mana-mana," kisah sang istri.
Akibat cerita mimpi sang istrilah, teringat kembali lelaki akan mimpinya,
yang juga menceritakan tentang air yang meluap dari suatu air terjun,
menggenangi kota dan bangunan di sekitarnya.
*** Alkisah di suatu tempat di suatu negara di suatu planet pada su542 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
atu waktu, terdapat suatu kota yang indah. Dibangun dan ditata
sedemikian rupa asri dan selaras dengan alam sekitarnya. Udara
bersih dan kicau burung memenuhi atmosfer, memberikan rasa nyaman pada orang-orang yang tinggal di sana.
Entah apa namanya kota itu. Akan tetapi ada satu bagian kota
yang bener-benar mengagumkan. Bagian tersebut dibangun persis
di sebelah suatu air terjun yang tinggi, sehingga orang-orang dapat
menikmati keindahan air terjun itu setiap saat. Percikan air yang
jatuh dari ketinggian, terbawa oleh angin membuat udara menjadi
segar dan nyaman. Bahkan di siang hari yang sedang panas-panasnya.
Suatu gedung bertingkat yang megah yang berfungsi sebagai tempat
tinggal dibangun di atas sungai tepat diseberang air terjun. Orangorang yang mampu secara "nansial dapat menempati gedung tersebut
yang memiliki pemandangan utama air terjun dan sungai lebar di depannya. Gedung itu sendiri bila dilihat dari atas langit berbentuk agak
elips atau lonjong telur sebagai ganti persegi atau kotak sebagaimana
lazimnya suatu gedung bertingkat. Hampir dua ratusan lantai terdapat di dalam gedung itu. Para pemilik hunian tersebut memiliki masing.masing balkon yang berarah ke air terjun tersebut. Bagian lain yang tidak mengarah ke air
terjun, digunakan untuk tempat berjemur, karena tidaklah mungkin
berjemur di hadapaan air terjun yang membuat udara menjadi lembab. Di dalam balkonnya masing-masing para pemilik hunian dapat
menikmati air terjun dan percikan airnya secara privat tanpa gangguan dari pengunjung yang harus berjejal-jejal berdiri di suatu pinggiran sungai untuk dapat menikmati air terjun dan udara segarnya.
Selepas dari air terjun dan apartemen bertingkat hampir dua ratus
tersebut dapat ditemui suatu taman, yang merupakan pusat kegiatan
anak-anak bermain dan ibu-ibu pengasuhnya yang melingkari suatu
kolam dilengkapi dengan beberapa patung dan air memancur di tengahnya. Terutama di sekitar waktu makan siang, berkumpul orangorang di sekitarnya. Teman-teman sekantor, ayah dengan anak dan
istrinya, orang-orang tua dan lain-lain. Merek memanfaatkan waktu
makan siang untuk bersama-sama berbincang dan mengisi perutnya.
Bermacam-macam hidangan dibawa oleh orang-orang tersebut, dari
yang sederhana seperti sandwich dan biskuit sampai rantangan yang
543 berisikan beefsteak dan gado-gado ataupun sayur asam. Tempat yang
meriah dan sederhana, serta rapih.
Mimpi itu tidak menceritakan lagi bagaimana lebih lanjut landsekap
dari bagian kota tersebut. Hanya sampai di situ. Imaginasi sang
pemimpi mungkin yang membatasinya sendiri.
Entah bagaimana, sang lelaki yang juga ada di sana, yang sedang
dalam perjalanan menuju taman, selepas kerja di kantornya, untuk makan siang bersama anak dan istrinya, sedang menuruni suatu
tangga di muka taman yang berseberangan dengan lobby gedung
kantornya, ingin berhenti dan memandangi air terjun tersebut. Dari
tangga tersebut dapat orang melihat apartemen dengan hampir dua
ratus lantai dan air terjun itu dengan jelas, bahkan buih-buih air
dan udaranya, yang tampak kadang-kadang bergemerlap membiaskan
sinar matahari yang kebetulan jatuh pada sudut yang tepat.
Tiba-tiba terbersit suatu "rasat bahwa ada yang aneh dengan gelembunggelembung air dan udara di sekitar air terjun tersebut. Perasaan
seperti melihat keruhnya air secara tiba-tiba di dalam sungai yang
jernih, yang menandakan bahwa di hulu telah terjadi banjir bandang. Banjir yang membawa informasi berupa kekeruhan air yang
samar-samar, akan tetapi makin lama makin kerap dan jelas.
Semacam "kekeruhan" tersebut dilihatnya pula pada gelembung dan
buih-buih air terjun. Dan tiba-tiba dengan suara yang menggemuruh,
memecah air melebihi tinggi air terjun itu, dan runtuhlah sebagian
lereng yang biasa dialiri air, sehingga volum air yang biasa terjatuh
menjadi tiba-tiba mengganda dan menggila. Dan sudah pasti langsug
mengenangi sekitarnya, dan merobos gedung dengan lantai hampir
dua ratus itu, bagai saringan. Masuk air dari depan dan keluar dari
belakang, membawa penghuni dan barang-barangnya serta.
Kepanikan melanda orang-orang yang sama sekali tidak menyangka
hal itu akan terjadi, air di mana-mana. Semua benda hanyut. Benda
hidup atau mati, atau yang tadinya hidup. Sang lelaki hanya bisa melihat dengan lutut gemetar dan tangan menggigil dingin di atas tangga
tersebut. Tangga yang terletak pada dataran yang masih cukup tinggi
untuk segera dapat dicapai oleh air meluap dari air terjun tersebut.
Akan tetapi syukurlah air kemudian kembali surut, karena memang
544 BAGIAN 9. KISAH-KISAH ANTAR RUANG DAN WAKTU
tidak terlalu banyak terdapat jumlah air di atasnya, sehingga hanya
satu gelombang yang dapat menyapu, dan kemudian seakan-akan kering. Setelah semua air kembali ke sungai di bawahnya, bergegaslah lelaki
itu dengan panik mencari anak dan istrinya, di tengah-tengah kebingungan orang-orang yang sama-sama kehilangan orang-orang yang
sedang bersama atau akan ditemuinya.
Namun mereka tidak ditemukan.
Akhirnya lelaki itu memutuskan untuk menuju suatu telepon umum
atau semacam telepon umum dan memasukkan kartu identitasnya ke
dalamnya. Tak lama kemudian muncul di layar beberapa opsi yang
dapat dipilihnya. Ia kemudian memilih opsi untuk mencari keluarganya. Setiap orang
di dalam kota tersebut dibekali dengan kartu identitas yang berfungsi
sebagai sumber sinyal GPS, sehingga kapan saja dan di mana saja
dapat di pantai dalam keadaan darurat. Dan lelaki itu menggunakan
fasilitas tersebut muntuk mementukan lokasi anak dan istrinya.
"Tak dapat ditemukan," lapor alat tersebut, lanjutnya, "terdapat kemungkinan rusaknya beberapa antena penerima."
Bersamaan dengan itu sirini pun meraung-raung, menandakan adanya
bencana. Sudah terlambat. Bencana sudah berlalu. Alarm pemberitahu bencara telat berfungsi dan orang-orang telah hilang.
Kemudian lelaki itu bergegas ke gedung bertingkat hampir dua ratus
itu, dengan harapan bahwa para penghuninya dapat selamat mengingat konstruksi-nya yang kokoh. Dan juga anak dan istrinya dapat
ditemukan di sana, walau-pun ia tidak tahu lagi, di manakah sebenarnya ia harus mencari anak dan istrinya.
Sesampainya ia di lantai tempat tinggalnya, tidak ditemui seorang
pun. Lanti itu bersih, seakan-akan suatu gedung baru yang hanya
terdiri dari tiang-tiang beton, tanpa dinding. Lantai gedung itu menjadi seperti saringan. Hanya menampakkan lorong-lorong yang telah
tercuci bersih oleh air yang lewat tadi. Di atas lantai masih menggenang air sebatas telapak kaki yang pelan-pelan menuruni tangga dan
545 balkon. Gedung itu seperti susunan gelas yang dituangkan sampanye
di atasnya. Pancuran sampanye gelas-gelas kristal.
Lelaki itu kemudian bergegas pergi ke suatu tempat, saat lamunannya
ter-sentak oleh panggilan di alat komunikasinya. Ia harus menuju
suatu pusat pemantau untuk menghadiri rapat keadaan darurat.
Ia pun keluar dari gedung berlantai hampir dua ratus itu, dan
mengambil jalan menembus taman yang sekarang sepi, menaiki
tangga tempat ia terpaku tadi, mengitari gedung kerjanya, dan kembali mnenuruni suatu lereng di balik bukit kecil di belakang. Dengan tak sabar dilompatinya suatu pagar kecil, ketimbang berjalan
memutar melalui pintu halaman, dan sampailah di sebuat kantor
yang dibangun di bawah tanah, mirip bungker, karena perlu untuk
meredam sinyal-sinyal dari luar, agar sensor-sensor yang mengidenti"kasi gerakan-gerakan bumi dapat menangkap isyarat samar-samar,
tanpa terganggu oleh langkah kaki-langkah kaki orang yang berlalulalang ataupun kendaraan yang berseliweran.
Tanpa mengetuk dibukanya pintu dihadapannya, terlihat beberapa
wajah yang telah dikenalnya hadir di sana. Mereka semua adalah
ahli-ahli dalam bidangnya. Sehari-hari mereka bekerja kantoran bi Bangau Sakti 43 Taking Her Boss Karya Alegra Verde Alap Alap Laut Kidul 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama