Jatuh Cinta Sama Lo! No Way! Karya Rere Nurlie Bagian 7
nanyain. "lo bener Ar. Tapi gue yakin, selama Putra disamping Erza. Tuh anak gak papa. Lo kan bisa liat gimana Putra segitu overnya bila Erza dekat ma cowok" Yah..meskipun
dia amnesia, tapi tetap aja hati dan pikirannya untuk Erza. Bukan Selvi." bisik Restu yakin.
"iya ka, Gue harap begitu."
"lo itu kenapa sih"! heran gue!." kata Erza sewot sambil menyeruput minumannya dengan emosi diubun-ubun karna lengannya dicubit Putra.
"lo beneran bakal tidur bareng Nanda di pondok"! Gak akan gue ijinin!."
"lo siapa gue jadi main gak ngijinin segala"! Terserah gue dong!."
"ERZA!." Bentak Putra sambil berdiri yang buat Arny sedang asyik kasak-kusuk dengan Restu mendadak terdiam.
"apa"! Marah" Silahkan!." Tantang Erza ikutan berdiri dan berkacak pinggang.
Arny langsung menenangkan pasangan aneh ini dengan mengipas-ngipasi keduanya dengan kipas colongan dari tangan Eva. "gue tau harinya panas, tapi bukan
berarti kalian ikut panas kan" ada apaan sih"."
Erza pun menceritakannya ke Arny, yang lain mendengarkan hanya geleng-geleng kepala. "lo percaya sama omongan Erza Put" ngawur gitu dipercaya!."? Kata
Restu lalu meledaklah tertawa mereka.
Putra mendengar itu, hanya bisa garuk-garuk kepala salah tingkah dan menatap Erza yang ikutan tertawa. Merasa kalah, akhirnya Putra tertawa juga.
"gue balas lo Za." kata Putra dalam hati.
"eh".. kami pulang dulu yah. gak papa kan"." kata Restu sambil bangkit dari duduknya diikutin yang lain.
"gak papa kok. hati-hati yah. thanks udah bawain makanan." Kata Erza tersenyum.
"sip Za. duluan Put. Erza." Kata yang lain lalu keluar dari Puskesmas dan berjalan menuju rumah.
sepeninggal mereka, Erza langsung masuk ke dalam dan beres-beres peralatan diikuti Putra di belakang yang ikut-ikutan sibuk, lebih tepatnya memberantakkin
semua alat yang dibereskan Erza. Dan membuat gadis itu naik pitam.
"Putra! lo gak ada kerjaan banget sih! Beresin lagi!." teriak Erza sambil menunjuk seprai yang sudah diunyek-unyek sedemikian rupa oleh Putra.
Putra malah rebahan di kasur dengan tatapan sayu sambil memegang tangan Erza "bu dokter, saya sakit bu. sakit hati. Rasanya kayak nyut-nyutan gitu. obatnya
apa yah bu"." "racun tikus! Pasti langsung sembuh!." Kata Erza ketus.
"yah".. kok ibu dokter gitu sih" Ayo".. periksa saya bu." kata Putra sambil menunjuk dadanya.
Erza berdiri di sampingnya dan meletakkan stetoskopnya seolah-olah Putra beneran sakit. Dia merasakan detak jantung Putra berdegup kencang, seperti bunyi
drum berdentum-dentum ditelinganya.? Dia merasa wajahnya memanas ketika tangan Putra menyentuh wajahnya, menggenggam tangannya yang nangkring di dadanya
dan seolah terhipnotis oleh Putra yang terus menatapnya sambil bangkit dari tidurnya lalu mendekatkan wajah kearahnya sambil memegang belakang lehernya
supaya lebih mendekat, hingga mereka beradu hidung, beradu napas, dan?"
Kring! Kring! "Erza"..Erza". ayo!." Teriak Nanda sambil terus membunyikan sepeda di luar sukses besar menggagalkan rencana Putra. ?Erza yang tersadar bahwa
ini salah, langsung mendorong Putra menjauh dan keluar dari ruangan itu untuk mengetahui siapa yang datang.
"kenapa gue jadi gini"! Sadar Za! dia udah punya cewek!." kata Erza dalam hati.
"Apaan Nan" Lo nyolong sepeda siapa tuh"." Tanya Erza ketika melihat sahabatnya dengan pede mengayuh ontel sambil terus membunyikan bel.
"ayo! Lo jadi ikut gak" enak aja nyolong! Gue pinjem ama pak kepala desa! Kalo jalan kaki lama Za, lumayan jauh."
"yaudah deh, gue ambil tas dulu yah." kata Erza lalu melesat masuk ke dalam.
"Put, gue berangkat dulu yah." kata Erza canggung ketika Putra ada di belakangnya.
"iya. Hati-hati." kata Putra juga ikutan canggung sambil melirik Nanda sinis yang sukses berat menghancurkan adegan romantisnya.
"coba si Nanda gak nongol, udah deh gue kissing ama Erza! Huh! eh".. kok jadi kacau gini yah"."
Nanda yang merasa tatapan sinis Putra untuknya, merasa tak enak hati. "Put, gue bawa Erza yah" gak gue apa-apain kok. entar gue anter ke rumah dengan sehat
wal afiat." Jelas Nanda.
"horor bener tatapan Putra yah. kalah deh ama pelototan ayah gue!." kata Nanda dalam hati.
Erza pun duduk dengan posisi menyamping karna dia memakai rok selutut bewarna hitam dan melingkarkan tangan kanannya di pinggang Nanda.
sepeda pun jalan mulai meninggalkan Puskesmas, entah kenapa Putra merasa tak rela tangan Erza melingkar di pinggang cowok lain, meskipun sahabat gadis
itu sendiri. "gila kayaknya gue! liat Erza gitu aja gue sewot setengah mati, giliran Selvi dekat sama cowok wajah preman pasar semua, gue cuek aja!," batinnya.
sambil memandang kepergian Erza yang semakin mengecil dan mengecil hingga akhirnya hilang dari pandangan, hilang jugalah perasaan yang menyelimutinya selama
ini setiap dia dekat ma Erza. Akhirnya Putra memutuskan pulang kerumah sambil berusaha mengingat kejadian yang sebelumnya hilang dari otaknya. Yang dia
yakini berisi kenangan yang jauh lebih indah dia rasakan sekarang dengan Erza. *putra galau*
??????????????????????????????????????????????? ?"?"?"?"?"?"?"?"
Erza diam sepanjang perjalanan, Nanda ngomong pun tak digubrisnya. Dia sibuk dengan perasaannya sendiri, sibuk merutuki kenapa dia mau-maunya dicium Putra.
dan itu membuat sebagian kenangan indah yang seharusnya dia buang dari dulu, muncul lagi.
Nanda yang tak suka penumpangnya diem, mendadak mengerem sepedanya sehingga Erza refleks memegang erat pinggangnya. itu dia lakukan berkali-kali sampai
kepalanya ditoyor Erza keras dan hampir buat mereka nyemplung ke sawah kalo saja Nanda tak lihai.
"sompret lo Za! lo mau kita pulang bau lumpur sawah"." Omel Nanda.
"habis lo juga ngerem mendadak berkali-kali! gue kaget tau!."
"siapa juga nyuruh lo ngelamun" Gue kan ajak lo kesini bukan ntuk melamun bareng Za! tapi supaya gue ada teman ngobrol!."
"sorry Nan. Gue lagi mumet masalahnya." Kata Erza dengan suara minta maaf yang buat Nanda tak tega untuk memarahi sahabatnya.
"Emang lo ada masalah apaan"." Tanya Nanda.
"kalo misalnya lo punya pacar, terus lo disuruh nunggu ma pacar lo dan dia akan balik untuk temuin lo. terus di saat lo nunggu dia dengan sabar, ternyata
dia balik dengan bawa cowok lain dan dia lupa sama lo! lo bakal apain"." Pancing Erza.
"gue bunuh satu-satu! Aduh! Gue bercanda Za!." keluh Nanda ketika pinggangnya dicubit Erza hingga nyut-nyutan.
"gue serius Nanda!."
"iya".. gue tau. gimana yah" gue akan dekatin dia meski dia lupa sama gue, akan pamerin barang-barang yang pernah gue kasih dan gue ajak ke tempat yang
sering kami samperin. Soal pacarnya marah apa enggak, urusan nanti. Emang apa hubungannya sama masalah lo Za"." tanya Nanda.
Erza diam, bimbang antara ingin menceritakan masalahnya ke Nanda, sahabat yang paling dia percaya,atau dia simpan karna takut Nanda keceplosan membocorkan
rahasianya kalo dipaksa Ferdi.
"tuh kan lo ngelamun lagi. gini aja Za. gue gak maksa lo cerita. Karna gue tau lo dari SMP. Tapi kalo lo gak bisa mendam, lo cerita sama gue semuanya.
Jangan disimpen. Entar gila." Kata Nanda.
"iya Nan. Thanks yah." kata Erza tersenyum karna dia tak harus menceritakannya untuk saat ini.
"yup. Eh Za. lo masih inget sama Dion gak" cowok yang selalu nembak lo dari kelas satu ampe kelas tiga itu" Saking bosannya, lo minta gue untuk jadi pacar
boongan biar Dion tak nembak lo lagi." Kata Nanda mengorek ingatan Erza.
Erza kelihatan berpikir, lalu dia manggut-manggut "gue inget! Yang badannya gendut, terus pake kacamata itu kan" emang ada apa"."
"iya! Gue kan kemarin ke Bandung untuk reunian SMP, gue ketemu dia dan kami nostalgia gitu. terus dia nanya soal lo. karna gue gak contact sama lo lagi,
gue jawab gak tau." "oh".. by the way, masih lama gak nih"." tanya Erza.
"itu Pondoknya. Lo turun deh Za." pinta Nanda dan Erza langsung turun sambil menunggu Nanda memarkir sepedanya.
sesampai di Pondok Budi Asih, Pondok khusus merawat orang-orang gangguan mental. Mereka disambut ramah oleh Ibu Odah, sebagai ketua Pondok ini dan mempersilahkan
mereka masuk sambil memeriksa pasien yang ada.
?mereka memasuki kamar satu-persatu, Nanda memeriksa kejiwaan mereka dengan mengajak ngobrol sambil direkam lewat tape recorder yang dia sembunyikan, sedangkan
Erza memeriksa kebersihan ruangan sambil ngajak ngobrol Bu Odah.
Semua kamar mereka periksa, hingga satu kamar terakhir mereka datangi. "Mas Nanda, Mbak Erza. Ini pasien terakhir kami. Dia paling muda disini. umurnya
11 tahun." Jelas Ibu Odah.
"makasih Bu." kata Nanda lalu duluan diikuti Erza.
ketika mereka masuk sebuah kamar berukuran 4x3 meter, dilengkapi jendela besar dan pandangan ke taman, mereka melihat gadis dengan badannya kurus, rambut
awut-awutan dan duduk di pojok kamar sambil mengulum jempol tangannya dan kadang nyengir sendiri sambil melototi Erza, yang dianggap asing baginya.
Erza takut dengan tatapan gadis itu, Cuma tak dinampakkannya. Sedangkan Nanda yang sudah mahir berurusan, langsung duduk di lantai bersama gadis itu. Lalu
mereka mengobrol. Entah apa yang diobrolkan. Tak terdengar jelas.
"Ibu, nama dia siapa"." Tanya Erza kepada Ibu Odah ketika gadis itu berkali-kali meliriknya.
"dia Rina. Dia disini karna tekanan mental yang sangat parah. Dia dulu saksi pembunuhan sadis ibunya saat umur 10 tahun oleh ayahnya sendiri dan dia disiksa
ayahnya yang pemabuk sampai diperkosa." Jelas Ibu Odah pelan membuat Erza memekik ngeri.
"Astaga! terus ayahnya sekarang gimana" Dia kenapa jadi sampai disini"."
"dia disini karna tetangga membawanya. Ayahnya dipenjara, Maaf ya Mbak Erza kalo dia menatap mbak mulu, dia tak bisa akrab dengan orang asing, Ibu salut
sama teman mbak itu, gigih bener dekatin Rina. Awalnya Rina ngamuk, teman Mbak dilemparin ini-itu, tapi dia tetap aja cuek dan dekatin Rina sampai akhirnya
gadis itu luluh." Jelas Ibu Odah panjang lebar.
"Nanda memang begitu bu. orang gila di depan sekolah aja dia ajak ngobrol. Sampai dikejar-kejar malah karna diangap anaknya yang ilang." Kata Erza ketika
mengingat Nanda sering mengajak orang gila yang sering duduk di trotoar ngobrol setiap pulang sekolah.
Erza merasa terenyuh melihat gadis itu, dia mendekati Nanda yang asyik mengobrol seolah-olah Rina itu gadis normal. Lalu dia mengulurkan tangannya dan
tersenyum. "hai sayang. nama kamu siapa"." Kata Erza memberanikan diri mengenalkan dirinya.
Rina terlihat bingung lalu menatap Nanda dengan matanya yang cekung namun indah. Nanda tersenyum manis. "tuh kak Erza yang kakak ceritain. Kenalan dulu."
Kata Nanda. perlahan, Rina membalas uluran tangan Erza dan tersenyum sehingga giginya yang gingsul menambah manis senyumnya. "A".Aku".. Rina Kak" E"Erza"."
merasa diberi harapan, Erza berusaha tak mensia-siakannya. Mereka saling ngobrol sehingga Rina yang terlihat menyeramkan, kini terlihat bahwa sebenarnya
dia periang. Cuma karna tak ada yang bisa mengajaknya ngobrol, membuatnya selalu teringat traumanya. Dan harus ada usaha keras untuk bisa merobohkan tembok
besar yang mengurung diri gadis itu, tembok yang dia bangun sendiri, dari trauma, kebencian dan kesakitan yang tak bisa dia ucapkan.
diam-diam, Erza kagum dengan Nanda yang gigih mendapatkan apa yang dia inginkan, meskipun itu dianggap gila. Dia cuek saja. Itulah mengapa dulu dia sempat
menyukainya sebelum akhirnya dia lebih memilih persahabatan.
asyik ngobrol, kadang diselingi canda, akhirnya mereka memutuskan pulang karna hari sudah mulai senja. Erza yang sebenarnya tak ingin berpisah dengan Rani,
Cuma bisa menatap Nanda sedih. "gue janji besok lo akan selalu gue ajak kesini. Untuk ketemu Rani." Kata Nanda.
Erza Cuma nyengir bahagia lalu memeluk Rani walau badannya bau karna jarang mandi, dia tak peduli. "besok kakak kesini lagi kok Ran. Kamu pengen kakak
bawain apa"." Tanya Erza ramah.
seumur hidupnya, tak ada yang ramah kepada Rani, tidak orang tuanya. Apalagi ayahnya. Justru dia mendapatkan kasih sayang orang tua dari Ibu Odah. Dan
kini dia dapatkan bagaimana kasih sayang antara adek dan kakak dari orang yang baru dia kenal.
"R"..Rani mau boneka. Dan R"..Rani mau dandan cantik. Sama kakak." Kata Rani polos dan bikin hati Erza serasa ngilu karna seumur dia, yang seharusnya bergaul
dengn teman sebayanya. Bukan berada disini, di tempat yang justru membuatnya semakin ditutupi oleh trauma.
Air mata serasa ingin turun dari pipi Erza saat itu juga, namun ditahannya. "iya sayang. kakak akan bawain barang-barang biar kamu cantik. Kakak pulang
dulu yah." kata Erza lalu mengecup kening Rani dengan sayang dan keluar dari ruangan bersama Ibu Odah dan Nanda.
mereka berjalan hingga keluar pondok, lalu Nanda mengambil sepedanya sedangkan Erza ngobrol dengan Ibu Odah.
"makasih Bu. besok saya akan kesini lagi dengan Nanda. Permisi bu. salam buat Rani." Kata Erza diboncengan Nanda lalu melambaikan tangannya ke Ibu Odah
yang semakin lama, semakin menghilang.
Sepanjang perjalanan, mereka sibuk membahas tentang kejiwaan Rani. Karna Nanda tau lebih banyak, Erza lebih memilih jadi pendengar saja.
"lo kok tau pondok itu Nan" Sejak kapan lo dekatin Rani"."
"lo kayak gak tau gue aja Za. gue waktu disuruh KKN kesini, kampus gak ada nyuruh nginap, gue udah nginap duluan sambil mempelajari sifat masyarakatnya,
sekaligus mencari Panti atau Pondok yang khusus untuk orang kelainan mental. Terus gue ketemu dengan Ibu Odah dan gue dikenalin dengan Rani. Wah". Tuh
anak gila Za! gue datang malah dilempar sandal lah, bantal, guling dsb. Terus gue diteriakkin kata-kata kasar gitu." cerita Nanda.
"terus gimana lo bisa naklukin Rani" Kok sama gue gak sesadis yang lo ceritain yah"." tanya Erza bingung.
"batu besar kalo ditetesin air secara terus-menerus, pasti hancur kan" begitu juga dengan gue dekatin Rani. Gue dekatin dia, ajak dia ngobrol, perlahan,
dia mulai terbuka dan menceritakan pengalaman pahitnya tanpa beban, tapi bikin miris hati gue. karna? gue kemaren cerita kalo hari ini, ?gue mau ajak sahabat
gue waktu SMP. Dan dia tanya siapa, gue ceritain aja tentang apa yang gue inget tentang lo."
Erza hanya mangut-mangut mendengar penjelasan Nanda sambil menikmati semilir angin malam menerpa wajahnya.
"thanks ya Nan udah anterin gue pulang. Besok kita kesitu lagi yah" hati-hati Nan." Pesan Erza ketika sampai di depan pintu rumah.
"sip. Tentu saja. Janji adalah hutang Za. lo jangan bikin dia kecewa. Karna hatinya sensitive banget kalo sudah menyangkut janji. Gue cabut yah. bye Put.
Bye Za." kata Nanda ketika melihat Putra menatapnya tajam kea rah Erza, seperti seorang ayah marah karna anak gadisnya pulang malam.
Putra mengatur napas, lalu tersenyum. "kemana aja lo Za" ada cerita gak"." tanya Putra ketika Erza hendak masuk rumah.
Erza langsung duduk di samping Putra sambil menceritakan pengalamannya bertemu Rani, gadis yang menurutnya sangat istimewa. Dan Erza sangat memuji Nanda,
yang bikin Putra panas. "Wah!! Pokoknya Nanda the best dah Put! sahabat gue paling cakep, paling baik, dan paling apa aja boleh! Besok gue mau ke tempat Rani lagi bareng Nanda.
Asyik!." "ngapain sih Erza muji tuh Nanda"pake acara senang lagi! Bener-bener deh!," Gerutunya dalam hati.
"yaudah. Asal lo seneng, gue juga ikut seneng Za. udah mandi sana! Bau!." Kata Putra sambil mengacak rambut panjang Erza.
"oke deh. Yang lain mana Put"." tanya Erza berdiri didepan pintu.
"lagi nyamperin undangan aqiqah dari tetangga."
"kenapa lo gak ikut"."
"kalo gue ikut, yang bukain lo pintu siapa" Lagipula lo cewek Za, gak mungkin sendiri di tempat yang asing. Mending gue tinggal aja. udah mandi sana! Bikinin
gue makanan yah, lapar."
"iya bawel." Erza pun masuk ke dalam rumah untuk mandi sambil memikirkan apa yang dia buat untuk makan malamnya.
"kalo gak salah, ada mie goreng deh di dapur. Gue bikinin itu aja deh. Simple." Gumamnya sambil? berpakaian lalu keluar dari kamar untuk memasakkan mie
untuknya dan Putra. selesai, akhirnya Erza meletakkannya dalam satu mangkok gede dan membawanya ke meja makan. lalu dia meletakkan peralatan makan di meja dan memanggil Putra
yang masih duduk di teras menulis laporan.
"Putra"..udah gue bikinin tuh. Ayo! Gue lapar."
"panggil sayang dulu dong, baru gue mau masuk." Sahut Putra genit di teras.
"ini cowok minta jitak kayaknya!." Gerutu Erza dengan wajah merah dia menghampiri Putra ke luar.
"lo itu yah! udah gue bikinin juga! Gue lapar Put!." gerutunya lalu tangannya menjitak punggung Putra.
"lapar yah"." kata Putra dengan genitnya sambil mengedipkan matanya sebelah.
"ish! Apaan nih anak" Bikin gue gak karuan deh."
"Kya!! Turunin gue! turunin!." Teriak Erza ketika tubuhnya sekarang digendong Putra dan mau tak mau dia melingkarkan tangannya di leher karna takut jatuh
dan menutup matanya karna malu.
ketika kakinya menginjak lantai, dia membuka matanya. Ternyata Putra menggendongnya sampai ke meja makan. dengan wajah tersipu-sipu, dia mengambil piring
Putra untuk menuangkan mie, tapi ditahannya.
"udah. Daripada tugas lo tambah banyak karna nyuci piring, mending satu mangkok berdua deh." Kata Putra lalu beralih duduk disamping Erza dan mulai menyuapkan
mie goreng itu ke mulut Erza, namun ditolak.
"gue bisa makan sendiri." Kata Erza dengan wajah merah dia mengambil sendok di sampingnya dan akhirnya pasrah mengikuti keinginan Putra. ?makan mie semangkok
berdua. selesai makan, mereka membereskan meja dan membawanya ke dapur. Putra pun membantu Erza mencucikan piring sambil melamun.
"kayaknya gue pernah dalam kondisi ini. Tapi kapan"." Kata Putra dalam hati.
selesai semuanya, datanglah Restu dan yang lain dengan wajah kecapekan dan langsung masuk ke kamar masing-masing sambil menguap dan mengucapkan selamat
tidur pada Erza yang ikutan ngantuk.
"gue tidur dulu ya Put." katanya sambil masuk kamar tanpa melirik Putra yang senyum-senyum jahil.
Erza bingung melihat kamarnya tiba-tiba berubah. Yang seharusnya ada dua buah koper di dekat lemari, berubah menjadi satu koper dan tas ransel. Dan banyaknya
alat-alat berbau pria menyadarkannya pada satu hal, dia memasuki kamar Putra yang dia kira kamarnya.
"eits".mau kemana sayang"." tanya Putra dengan ekspresi mesum melihat Erza melirik pintu , bermaksud ingin kabur. Namun tertutupi oleh tubuh Putra.
"gue mau tidur Put, gue capek, please".."
"oke, Ada syaratnya." Kata Putra masih nyengir.
"apaan"." Putra berjalan mendekati Erza, mengikuti jalan pikirannya dia mengelus rambut? Erza yang tergerai dan mencium puncak kepala gadis itu lalu mengecup kening
dan kelopak mata Erza yang terpejam pasrah. Lalu dia mendekatkan wajahnya dan bisa merasakan hembusan napas memburu dari Erza dan bibir tipisnya bergetar.
Lalu Putra menyentuh bibir itu dengan tangannya dan mengelusnya, kemudian mendekat"dan mendekat"..
TOK".TOK".TOK" bunyi pintu rumah diketuk sukses berat menggagalkan rencana Putra untuk mencium Erza. Erza yang mendengar itu, langsung membuka matanya
dan mendorong Putra ke pinggir lalu keluar.
"ada apa bu"." tanya Erza ramah ketika melihat ibu-ibu membawa rantang dan menyodorkannya ke Erza dengan tatapan terpaku penuh kagum melihat Putra berdiri
di belakang gadis itu. "ini tadi ibu adain aqiqah buat anak ibu. Terus ada kelebihan. Yaudah ibu mau ngasih ini ke kalian." Katanya sambil matanya tak lepas dari Putra yang tersenyum.
"makasih yah bu. maaf tadi kami gak bisa mampir. Soalnya ada urusan. Besok akan kami kembalikan rantang ibu." Jawab Putra.
"iya Mas. Ibu duluan yah. permisi."
Erza pun menutup pintu dan membuka tutup rantang untuk melihat apa isinya. Ketika dia mencium bau karih kambing, perutnya mendadak mulas dan rantang itu
langsung dia berikan ke Putra.
"lo bawa ke dapur yah. gue mau tidur." Lalu Erza langsung masuk kamar karna tak tahan mencium bau kambing.
Putra ikutan ngantuk, meletakkan rantang itu di ruang tamu dan masuk ke dalam kamar untuk tidur. *perut berbunyi*ambil rantang dari meja tamu*makan sendiri*
?"?"?"?"?"?"?"?""
Since I found you, I swear, I"ll never let you go with another man. Cause, you"re my soulmate.
Selama tiga Bulan mereka KKN, selama itu juga setiap sore Erza dan Nanda ke Pondok untuk menemani sorenya Rani yang setia menunggunya. Seperti sekarang
ini, Rani jauh lebih cantik berkat polesan Erza, badannya mulai wangi dan dia ternyata anak yang cerdas.
"Kakak".. bagus gak"," Sambil mendekati Erza yang asyik berdiskusi dengan Nanda dan memutar tubuhnya.
Erza menatap Rani, dia melihat bahwa gaun-gaun punya sepupunya seumuran Rani yang dikirimkan Reno pas di badan Rani yang mungil. "Bagus kok. Rani cantik
banget yah." Puji Erza sambil mencubit pipi Rani yang mulai tembam.
"Kakak".. jangan tinggalin Rani yah"," katanya polos bikin Erza menatap Nanda, minta jawaban.
"Rani, kalo kak Erza gak bisa kesini lagi, soalnya dia akan balik ke Bandung, tapi kamu jangan sedih, kakak akan datang kesini kok, setiap sore, temanin
Rani, gimana"." Tanya Nanda sambil jongkok di hadapan Rani lalu tersenyum.
"Rani mau ikut kak Erza aja, soalnya kak Erza cantik, kayak boneka, Rani suka liatnya,"
Erza pun garuk-garuk kepala melihat Rani yang begitu manja padanya. Satu sisi dia ingin bawa gadis itu pulang kerumah, jadi adeknya karna dia suka sama
anak kecil. Tapi di sisi yang lain, Rani masih punya Ayahnya, walaupun dipenjara.
"Kakak gak bisa sayang, soalnya"," dan ucapan Erza pun terputus karna bingung mau ngomong apa lagi.
"Soalnya nanti Ibu Odah sedih kalo Rani ikut kak Erza, Kan Ibu Odah sayang sama Rani, Rani sayang gak sama Ibu Odah"." Jelas Nanda.
Rani pun terdiam lalu menatap Erza lama, dia sangat menyukai kakak yang ada didepannya ini, karna hanya dialah yang mengerti dirinya saat ini, dan bersikap
ramah dengannya, selain Nanda tentunya.
"Rani sayang sama Ibu Odah, yaudah deh, Rani gak jadi ikut Kak Erza, tapi kakak janji yah selalu mampir kesini nemuin Rani," sambil mengulurkan dua jari
kelingking kea rah Erza dan Nanda.
"Tentu saja sayang, kakak janji," kata mereka berdua menautkan jari kelingkingnya dan memeluk Rani.
Hari pun mulai terlihat Senja, terdengar lantunan Ayat suci Al-quran mengalun merdu dari Mushala, seolah sebagai pembuka datangnya Adzan Maghrib yang tinggal
beberapa menit lagi. "Kita pulang atau shalat disini dulu Za"," tanya Nanda ketika Erza asyik menguncir rambut Rani.
"Shalat disini yuk, baru pulang, gak papa kan","
"Gue juga maunya begitu Za, tapi kan ntar malam, gelap, sepi, gue sih gak papa Za, udah biasa, tapi masalahnya lo cewek, cantik lagi!, gue takutnya kalo
kenapa-napa aja di jalan ntar dan gue gak bisa nolongin lo."
Erza memainkan ujung rambut Rani, sejujurnya dia tak ingin pulang, dia masih ingin bersama Rani, adek barunya, tapi, dia membenarkan kata Nanda, daripada
kejadian beneran, mending ngehindar.
"Yaudah deh, Rani, kakak pulang yah, besok kakak kesini lagi," kata Erza sambil mencium kedua pipi Rani dan dibalas pelukan.
"Kakak Nanda pulang dulu yah, bye Rani,"
akhirnya, mereka pulang menyusuri hutan dengan sepeda ontel kesayangan pak Kepala Desa sambil sibuk komat-kamit dalam hati membaca Surah-Surah untuk menenangkan
hati mereka. "Sekali-Kali lo ajak Putra Za, kan asyik tuh,"
"Enggak deh, gue berfirasat kalo bawa dia bakal jadi petaka gitu," kata Erza membayangkan gimana jadinya reaksi Ibu-Ibu kalo melihat Putra, dijamin kerusuhan
massal. "Cowok lo? terlalu ganteng sih untuk ukuran manusia, jadi pada histeris Ibu-Ibu yang liat, Sampe-sampe temen-temen KKN gue yang cewek liat Putra kayak
liat apa gitu," kata Nanda geleng-geleng ketika teringat reaksi teman-teman ceweknya, mirip pasien baru masuk Rumah Sakit Jiwa, Histeris.
Erza cuma tertawa mendengar keluhan panjang lebar Nanda tentang Putra yang selalu menatapnya kayak ingin menguliti hidup-hidup kalo dekat dengan dirinya.
Curahan Hati Seorang Nanda pun berhenti ketika tiba di depan rumah, dan dia bersyukur karna tak ada Putra duduk di depan pintu, dengan tatapan tajamnya
yang bikin bulu kuduk Nanda pada tegak semua.
"Tumben pacar lo gak jadi penjaga pintu Za,"
"udah pensiun kali, gak dapat gaji, Cuma dapat gigitan nyamuk doang," kata Erza pura-pura cuek, padahal penasaran.
"tuh kunyuk omes mana yah"," batinnya.
"gue pamit dulu Za, bye," kata Nanda lalu mengayuh sepedanya menembus malam.
Erza pun memegang gerendel pintu, ternyata tak dikunci, berarti ada orang didalam, dia masuk dalam rumah dan mengunci pintu, ketika lewat di depan kamar
Putra, dia mendengar suara bentakan, pensaran, akhirnya dia menguping.
"Kamu ini kenapa sih Sel"! Kamu gak percaya sama aku"! aku benar-benar sibuk!," bentak Putra ditelpon.
"Masa kamu saking sibuknya gak pernah balas sms aku lagi"! gak pernah telpon aku lagi"! atau Jangan-Jangan kamu sibuk godain Erza"!," Selvi meradang di
telpon. "Astaga Selvi! jauh banget kamu mikirnya yah! aku benar-benar sibuk! Dan disini susah nyari sinyal HP Sel!,"
"oh,,, berantem ternyata," batin Erza.
"Alasan! Bilang aja tebakan aku benar! Kamu sibuk godain Erza kan"!,"
"kamu bisa gak sih, GAK USAH BAWA NAMA DIA DISINI! dia gak ada urusannya dengan urusan kita Sel! Ingat itu!," Putra semakin ngamuk ketika nama Erza selalu
disangkut-pautkan dengan pertengkaran mereka.
"Bilang aja iya Put! kamu dekatin Erza kan sekarang"! Buktinya, kamu selalu bela dia tiap aku sebut namanya! Kamu duain aku"!,"
Putra mengacak kepalanya frustasi, tanpa menyadari dibalik pintu, Erza mendengar pembicaraan mereka. Ikutan tegang.
"Aku bela dia karna?" kata Putra terdiam, bingung mencari alasan.
"karna apa" Karna kamu sekarang lebih suka sama dia daripada sama aku, pacar kamu sendiri"!." Selvi semakin ngamuk ditelpon.
"Kamu kenapa sih Sel"! Selalu menyalahkan Erza bila kita berantem"!."
"Karna puncak masalahnya ada di Erza! Semenjak kamu ketemu dia, kita selalu berantem! Dan aku sudah pusing dengan semua ini! Aku ingin putus!."
Jatuh Cinta Sama Lo! No Way! Karya Rere Nurlie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"OK! kita putus!." KLIK. Telpon penuh emosi membara bikin panas telinga dan otak akhirnya kelar juga. Putra pun rebahan di tempat tidur sambil memandang
langit-langit kamarnya. "kalo dipikir-pikir iya juga sih, semenjak ketemu Erza, gue mulai bosan sama Selvi. dulu cinta banget. Ngomong-ngomong tentang Erza, tuh anak udah pulang
belum yah"." Putra bangkit dari tempat tidur. Erza yang masih ngintip di depan pintu, mendengar bunyi tempat tidur berderik, dia buru-buru duduk diruang tamu sambil
membaca buku, agar tak ketahuan nguping.
"Za, lo kapan pulang" Kok gue gak dengar" Sejak kapan lo bisa baca buku kebalik"." Putra ngikik melihat Erza baca buku kebalik.
yang disindir, Cuma nyengir gak keruan dan memutar bukunya. " gue baru aja nyampe, udah diketok gak ada yang dengar, yaudah gue masuk aja karna pintu tak
dikunci" oh" lo gak dengar gue telponan kan"." dengan mimic gugup kalo Erza dengar dia putusan.
"enggak, gue kan baru aja nyampe, gue masuk kamar dulu yah, mau tidur." Sambil masuk kamar dan menutup pintu dan bersandar dibelakang pintu.
"mereka putus! Gue harus senang apa sedih yah","
"ah, daripada mikirin mereka yang belum tentu mikirin gue, mending gue nulis laporan." Katanya sambil mengambil buku laporan segede kamus dan keluar dari
kamarnya. "kok keluar lagi", katanya mau tidur"." Dengan mimic bingung karna melihat Erza keluar kamar sambil nenteng buku.
"gue belom nulis laporan,"
"yaudah Za, bareng kami aja nulis laporannya." Arny sambil menawarkan duduk disampingnya, dan mereka mulai menulis laporan bersama, sesekali berdiskusi.
jam di dinding menunjukkan 22.30. Arny, peserta terakhir, menyerah menulis laporan, akhirnya dia menutup bukunya setelah menguap berkali-kali. "gue tidur
dulu yah, ngantuk berat. Bye semuanya." Sambil berjalan terhuyung-huyung menuju kamarnya.
"lo gak tidur Za" ini udah jam 11 lo." Putra sambil melirik jam dinding ketika melihat gadis itu masih melek menulis laporan, padahal yang lain sudah tepar
semua. "gue masih banyak nih, lo kalo mau tidur, tidur aja, gak usah nungguin gue." tanpa melepas tatapannya dari laporan.
"yaudah gue masuk kamar dulu yah, bye." Sambil berdiri didekat Erza lalu mencium kepalanya dan masuk kamar.
yang dicium malah cengengesan malu, kemudian asyik melanjutkan tugasnya, sesekali mengelus kepalanya yang dicium Pura dan tersenyum malu.
"Tuh anak udah tidur belum yah", kok gue gak dengar dia masuk kamar", apa jangan-jangan ketiduran" Ini udah jam 12 malam." sambil menatap langit-langit
kamar dengan gelisah memikirkan Erza.
"ah, gue keluar aja deh, perasaan gak tenang nih," akhirnya dia bangkit dari tempat tidurnya untuk memastikan.
"ketiduran disini dia ternyata!," kata Putra ketika melihat Erza tertidur di kursi tamu tanpa melepas kacamatanya sambil meringkuk karna kedinginan, padahal
sudah mengenakan swater. kasihan, akhirnya dia membereskan hasil laporan Erza dan melepas kacamata yang bertengger lalu diletaknya di meja, dan dia menggendong gadis itu ke kamar.
dia keluar lagi untuk mengambil barang-barang Erza yang dia letakkan dimeja tamu, lalu diletakkannya dimeja rias gadis itu. Dan duduk disampingnya sambil
mengelus rambut panjang Erza, ?kebiasaan yang dia sukai.
"Za, gue pernah gak di posisi seperti ini" Posisi gue selalu gendong lo kalo ketiduran", hati gue bilang iya, tapi kenapa gue gak bisa inget", gue ingin
inget semuanya Za," sambil terus mengelus rambut dan pipinya yang memerah lalu menciumnya.
entah bisikan Setan atau Malaikat atau juga hatinya sendiri, akhirnya dia mendekatkan wajahnya ke wajah Erza sambil mengelus bibirnya yang tipis dan memerah
, semakin dekat, semakin dia merasakan napas tenang dari Erza, kontras dengan napasnya yang menderu karna gugup, mereka beradu hidung, beradu napas, dan"
Perlahan, Erza menggerakkan tubuhnya kesamping, menjauhi Putra, membuat rencananya gagal untuk kesekian kalinya, dia tersenyum sambil mengecup kening Erza
lalu keluar dan perlahan menutup pintu.
keesokan paginya".. "Za, bangun Za! kita Sosialisasi Za hari ini!." Arny sambil mengguncang tubuh Erza pelan, diikuti Jessi yang menggelitiki kakinya dan Eva yang mencubit-cubit
tangannya. "Aduh! Apa"! Sosialisasi yang bareng anak Psikologi itu"!." Sambil terbangun karna panic dan kesakitan karna tubuhnya dicubit segala arah.
"yap! Kami udah siap nih, tinggal nunggu lo aja lagi! tadinya sih Putra pengen bangunin lo, tapi katanya gak tega."
"astaga! kalian duluan aja deh, entar gue nyusul, ok" di Puskesmas kan ngumpulnya"." Sambil duduk disisi ranjang dan pasang wajah menyesal.
"di Balai Desa dulu, baru kita keliling, yaudah deh, kami duluan yah, kunci pintunya Za." Arny sambil memperingatkan karna dia tau kebiasaan buruk Erza,
lupa mengunci pintu. "ok deh! Yuk keluar!," kata Erza sambil merangkul mereka dan sesekali mencubit Eva sebagai balasan.
"lo beneran Za nyusul" Gue tungguin gimana"," Entah kenapa dia merasa cemas meninggalkan Erza sendiri.
"beneran Putra, gue gak papa sendiri, selesai mandi dan beres-beres gue nyusul kok," Erza sambil tersenyum dan mendorong Putra keluar karna sudah ditinggal.
"Ayo Putra! buruan!," teriak Restu didepan halaman.
"tuh lo sudah dipanggil mereka, buruan kesana gih."
"gue berangkat yah, hati-hati Za, feeling gue gak tenang."
"iya" lo negative mulu deh, udah sana, Bye semuanya." Sambil melambaikan tangannya dan tersenyum melihat Putra yang melirik cemas kearahnya.
"kenapa firasat gue dia bakal diapa-apain yah" apa gue pernah ngerasain seperti ini sebelumnya"."
Erza pun menutup pintu tanpa mengunci pintu rumah, karna dia merasa aman-aman saja.
tapi, firasat itu benar, prasangkamu salah. Karna dia ada, meneror hidupmu.
selesai mandi kilat, dia langsung masuk kamar untuk berpakaian tanpa mengunci kamarnya, karna baginya, siapa juga yang bakal masuk kekamarnya"
tanpa dia sadari, seseorang yang sudah mengintainya selama 3bulan, akhirnya tersenyum lebar karna bisa mendapatkan mangsanya setelah penjaganya yang membuat
dia tak bisa menyentuh gadis itu, pergi.
Di tempat lain, "Erza udah datang Arn"," kata Putra cemas karna melihat Erza belum datang, padahal acara mau dimulai.
"gue belum liat tuh, mungkin masih dijalan, Eh itu Nanda, mending lo tanyain deh." Arny sambil menunjuk Nanda yang baru datang.
panic, Putra pun mendekati Nanda yang asyik ngobrol "lo liat Erza Nan"," katanya tanpa basa-basi.
Nanda kaget karna baru datang langsung ditodong pertanyaan. "gue gak liat dia, dia gak bareng lo"." Nanda balik bertanya.
"kalau ada gue juga gak bakalan nyari dia Nan,"
dia keluar dari Balai Desa untuk melihat apakah ada Erza atau tidak, karna perasaannya sangat tidak tenang, seolah ada terjadi sesuatu, tapi dia tak tau
apa. "bisa gila gue kayak gini! Ayo Erza" datang Za! agar gue tenang!."
merasa menunggu tak berarti, sedangkan perasaannya sibuk memaksa untuk segera mendatangi Erza kerumah, dia memutuskan masuk kembali keruangan dan melihat
Jessica dikerubungi ibu-ibu.
"Jes, kalo ada yang nanya gue kemana, lo bilang aja gue nyusul Erza, gak tenang perasaan gue daritadi." Sambil mencolek punggung Jessi.
"Ok deh kak," kata Jessi mengacungkan jempol lalu berbalik menghadapi "serangan" ibu-ibu yang sekarang berganti pertanyaan dari bagaimana cara mengobati
bayi menjadi apakah Putra udah nikah apa belum, maksudnya biar dijodohkan dengan anak gadis mereka masing-masing. *plak*
"Nanda! Gue pinjam sepeda lo yah!," teriak Putra ketika melihat Nanda lewat didepannya sambil membawa kotak air minuman.
"Ok Put!." "tunggu gue Za!," kata Putra berlari keluar menuju rumahnya dengan perasaan tak menentu.
di tempat Erza". terdengar pintu kamarnya terbuka pelan, Erza yang asyik memakai baju tanpa lengan sambil membelakangi pintu tak mendengar karna telinganya disumpal headset.
"Mmphh?" teriak Erza panic karna mulutnya ditutup oleh seseorang dari belakang dan kemudian, dia didorong kasar ke ranjang hingga hpnya dan headsetnya
terbanting dan ketika menoleh siapa yang berbuat ajar kepadanya, dia kaget ketika melihat orang itu, yang sudah menghancurkan hidupnya, hadir lagi.
Ferdinand. "Hai Za, tambah cantik aja lo sekarang." Sambil tersenyum sinis kemudian mendorong Erza lagi ke ranjang ketika gadis itu ingin kabur.
"ngapain lo disini"! keluar! atau gue teriak nih!." dengan wajah panik dia berusaha berdiri lagi namun gagal karna kedua kakinya sekarang ditindih Ferdi.
"silahkan teriak cantik, gak bakalan ada yang dengar, hahaha." Sambil tertawa puas dia duduk diperutnya hingga gadis itu sesak napas lalu menarik kasar
kedua tangan gadis itu keatas ranjang dan mengikat erat hingga Erza kesakitan.
Erza berusaha berontak dengan menendang kedua kakinya yang bebas, namun sia-sia karna Ferdi masih betah berada diatas tubuhnya sambil mengelus wajahnya,
kesal, akhirnya dia menarik lututnya kea rah belakang tubuhnya dan BUK! Lututnya mengenai punggung Ferdi.
"Argh! Sialan lo Za!," kata Ferdi lalu tanpa ampun menarik rambut Erza keras hingga dia kesakitan, seakan-seakan seluruh rambutnya akan terlepas dari kepalanya.
"sakit kak! Sakit! Lepasin tangan lo!," sambil berusaha menarik kakinya kea rah ?punggung Ferdi berkali-kali dan wajahnya berusaha noleh kesamping untuk
menggigit tangan Ferdi yang masih menyakiti rambutnya.
kesal karna dilawan, akhirnya dia turun dari tempat tidur dan mengambil dua tali untuk mengikat kaki Erza yang jenjang sesekali mengelusnya lembut sambil
tersenyum melihat Erza tak bisa berbuat apa-apa selain menangis dan menggigit bibirnya ketika elusan tangan Ferdi berada di lututnya, secara berulang-ulang.
"kak, please,, lepasin gue! jangan siksa gue!." sambil memohon dan air mata menetes.
"gue gak akan nyiksa lo kok, asal lo gak melawan. Bisa"." Sambil mengelus wajah Erza yang basah dengan air mata lalu gadis itu membuang muka.
"kayaknya jawaban lo enggak deh, ckckck,,, lo selain cantik, melawan juga yah, tertantang gue." sambil tersenyum dia mengeluarkan pisau dari kantongnya
dan membuat aliran darah seakan berhenti ketika ujung pisau itu menyelusuri lekuk wajahnya, lehernya , lekukan pinggangnya hingga terakhir kakinya yang
terikat. "Kak,,, please kak,,, lepasin, Jangan" jangan?" dengan wajah memelas dia berusaha menatap Ferdi yang masih berusaha meruntuhkan mentalnya, melemahkan pertahanannya.
merasa belum puas menyiksa Erza, dia meneruskan mengelus ujung pisau di tubuh Erza yang geliat-geliat menghindar, mengelus lembut pipinya, bibirnya. "lo
cantik kayak gini Za, bikin gue gimana gitu." sambil mengecup pipinya yang sudah basah dengan airmata lalu menjilatnya. *merinding disko*
?Jam di dinding menunjukkan 12.00 siang, entah sudah berapa jam dia menjadi "permainan" Ferdi yang semakin menikmati ketidak berdayaannya.
"kenapa diam Za" lo gak nikmatin permainan gue"," tanya Ferdi dan dibalas dengan lengosan.
"Ya Allah, tolongi Hamba-Mu ini Ya Allah."
di depan rumah" Putra tiba didepan rumah dengan ngos-ngosan karna mengayuh sepeda hasil pinjam dari Nanda. Dan tiba-tiba".
"Aaaa!! Lepas! Lepas! Sakit!," teriakan nyaring membuat Putra serasa nyawanya hendak copot ketika mendengar teriakan kesakitan dari cewek yang dia jaga
dan membuatnya gila. dia langsung lari masuk rumah tanpa mempedulikan sepeda Nanda yang tergeletak ditanah, pikirannya Cuma satu, Erza.
BRAK! Pintu ditendang dengan keras, dan dia melihat Erza dengan posisi terikat sedang berusaha mencari napas karna lehernya dicekik dan rambutnya ditarik
oleh seseorang yang bernapsu menyiksanya.
Buk! Dengan sekali tarik, cowok itu tersungkur kebelakang dan dengan kalap dia menendang-nendang tubuh cowok itu.
"lo apain cewek gue"! lo apain dia"! SHIT!." Kombinasi antara tamparan dan tendangan membuat tubuh lawannya lemah.
Ferdi berusaha melawan sekuat yang dia bisa, akhirnya dia berdiri dan saling adu jotos. Namun, entah Putra sudah kalap atau gimana, dia tak merasakan darah
menetes di pelipis karna tonjokan Ferdi, wajahnya nyut-nyutan karna lebam, yang dia pikirkan Cuma satu, cowok ini harus mampus!
"Lo masih inget sama gue Put"!," tanya Ferdi dan BUK!sebuah tonjokan melayang di wajah Putra yang buat Erza menjerit karna melihat darah bercucuran dari
pelipis. Sejenak, Putra terdiam, dan membuat Ferdi mendapatkan kesempatan dan BUK! Tendangan melayang diperut Putra hingga cowok itu terjatuh. *efek nonton film
action* "gue memang gak inget sama lo! tapi hati gue bilang, lo cowok setan yang pernah gue temuin!." Tanpa babibu dia melayangkan pukulan bertubi-tubi di titik
syaraf yang sukses bikin lawannya roboh.
"bagus deh lo gak inget sama gue!,"
"gue gak inget, bukan berarti lo nyakitin Erza kan"! dia cewek gue! sampai kapanpun tak ada yang boleh nyakitin dia! termasuk lo! SETAN!." Dengan kalap
Putra terus-menerus menekan Ferdi dengan tendangannya di titik-titik syaraf yang dia kuasai.
merasa akan kalah, Ferdi dengan sisa kekuatannya langsung lari keluar rumah dengan terhuyung-huyung menahan sakit disekujur tubuhnya.
melihat lawannya kabur sebelum mampus, dia hendak mengejar, namun teringat Erza, akhirnya dia melepas ikatan ditubuh gadis itu dan memeluknya dengan sisa
kekuatannya supaya gadis itu tenang dan tetesan darah ada dipundak Erza.
"please, jangan tinggalin gue, gue takut," Sambil memeluk erat, mencari ketenangan jiwanya yang seakan tergoncang karna ulah cowok itu.
"gue gak akan pernah ninggalin lo Za," kata Putra membalas pelukannya dan mencium keningnya lembut.
"gue obatin luka lo yah," kata Erza melepas pelukannya sambil menatap Putra yang babak belur dihajar Ferdi karna dirinya.
"Iya," Kata Putra pelan sesekali meringis ketika Erza menyentuh lukanya.
"terakhir kali, gue bonyok gara-gara Ferdi, sekarang lo yang bonyok karna dia, apakah besok kita bonyok bareng karna dia","*ngomong ngawur*
secepat kilat Erza kedapur untuk mengambil obat-obatan dan sebaskom air panas untuk mengobati memar diwajah Putra, dengan telaten dia mengobati dan diselingi
maaf kalo bikin cowok itu kesakitan.
Sedangkan Putra, asyik memandangi wajah Erza yang serius mengobatinya, tatapan mata gadis itu serasa membiusnya untuk tak melihat kearah lain, seolah-olah
pusat perhatiannya tertuju padanya.
"ada untungnya juga sih gue bonyok dihajar, kan bisa liatin Erza dari dekat."
tanpa dicegah, sekelebat memori yang selama ini dicari Putra, hadir tanpa permisi, memutar sepenggal kenangan demi kenangan diotaknya, dan membuatnya meringis
kesakitan. "Ada apa Put", sakit", sorry," Erza dengan ekspresi maaf dan cemas ketika melihat Putra memegang kepalanya.
"Enggak kok, kepala gue rada nyut-nyutan gitu." sambil memegang kepalanya yang semakin sakit, namun sekelebat memori tentangnya, hujan, dan gadis itu hadir
samar di otaknya, membuatnya tersenyum.
"kayaknya, gue mulai bisa inget sama lo, Za."
"Ending - Sunshine After the Rain
"Za, bikinin gue makanan dong, Gue lapar." Sambil mengelus wajah Erza dan mencium pipinya sebagai ucapan terima kasih dari seorang Putra untuk Erza.
Erza yang tak siap dengan "Serangan Siang bolong" ala Putra, hanya bisa menunduk malu untuk menyembunyikan semburat merah di wajahnya yang putih bersih.
"Iya. Gue ke dapur dulu yah." sambil berdiri dan membawa baskom serta obat-obatan dan secepat kilat pergi ke dapur sebelum wajahnya semakin merah, mengalahkan
kepiting direbus tujuh hari tujuh malam
Putra yang melihat tingkah Erza yang pengen ngilang itu, hanya tersenyum simpul sambil rebahan dan menatap langit-langit kamar, berharap ada sepercik kenangan
yang disembunyikan, terpampang jelas di langit-langit kamar yang kusam dan penuh jaring laba-laba itu.
"Kayaknya gue bisa ingat sama Lo Za. Tapi gimana caranya supaya gue beneran ingat sama lo" masa gue harus bonyokin wajah lagi" Entar ilang wajah ganteng
gue." Sambil menatap tajam langit-langit kamar, dia bergumam narsis yang dijamin buat Erza muntah darah.
Sementara Putra asyik rebahan di kamar, Erza malah asyik sibuk wara-wiri mencari bahan makanan apa yang bisa dia masak, sekalian menghilangkan debaran
jantung yang marathon karna ulah Putra.
"Kayaknya gue harus jauhin tuh kunyuk deh! Sebelum gue mati muda karna jantung gue dag dig dug mulu!." Sambil mengomel panjang lebar dan senyum yang selalu
tersungging di bibirnya yang tipis setiap dia teringat perlakuan Putra kepadanya, seperti seorang Putri yang selalu diimpikan oleh banyak cewek seumuran
dirinya yang di selamatkan oleh Pangeran Tampan.
Selama setengah jam "perang" didapur, akhirnya kelar juga masakannya, hanya semangkok mie goreng, namun dicampur dengan bumbu-bumbu kesengsem dan malu-malu
ala cewek kesengsem, bikin rasanya misterius.
Tok"tok"tok" bunyi ketokan pintu membuyarkan lamunan Erza akan Putra. bergegas dia lari menuju pintu dan tersenyum ketika dia membuka pintu, Nanda tersenyum
manis, namun wajahnya terpampang jelas agak bingung.
"Eh Nand, ada apa"." Dengan wajah heran melihat Nanda kebingungan sambil mengacak rambutnya yang agak panjang dan ikal itu.
"Eum"Anu" Putra mana Za" gue mau ngambil sepeda yang dia pinjam, Udah ditagih ama yang punya."
"Oh" sepeda itu yang lo maksud" Ada tuh dikamar, mau gue panggilin"."
"Yup. Gak usah Za, gue bentar aja kok. by the way, lo kapan pulang"."
"minggu depan Nand, kenapa"."
"Enggak, gue kangen aja entar sama lo. hahaha?" sambil tertawa memamerkan giginya yang putih.
"Hahaha" apaan sih lo. eh, masuk yuk." sambil mempersilahkan Nanda masuk dalam rumah.
merasa tak enak, akhirnya Nanda masuk dalam rumah dan duduk diruang tamu. Erza pun langsung masuk dapur untuk bikin minuman dan keluar lagi sambil membawa
minuman yang dia bikin lalu duduk berhadapan. dan sebentar saja, mulai terlibat obrolan seru.
"Eh Nand, lo cerita dong soal hidup lo gitu. lo masih playboy gak"." tanya Erza diselingi tawa? karna dia penasaran dari dulu, siapa yang jadi pacar Nanda
sekarang, mengingat statusnya waktu SMP adalah playboy cap Komodo.
"apa yang harus gue ceritakan Za" wah" Sorry Za, gue sekarang setia sama satu cewek." curhat Nanda yang membuat Erza semakin penasaran.
"Wah" siapa cewek yang ketiban sial pacaran sama lo"," Tanya Erza sambil menghindar ketika bantal kursi tamu melayang gemas kearahnya.
"Bukan pacaran sih, Gue naksir sama dia, tapi gak tau deh gimana perasaan tuh cewek. soalnya dia rada-rada cuek gitu. dan, dia sahabat gue sejak SMP."
Sambil mengucapkan kata terakhir itu, dia menatap Erza dan tersenyum manis, membuat gadis itu salah tingkah.
"Kenapa gue jadi gugup begini" kenapa gue jadi ngerasa dia" Ah" gak mungkin."
asyik-asyiknya saling bertatapan, Putra keluar dari kamar Erza sambil mengucek matanya yang merah karna ketiduran dan wajahnya yang memar sana-sini, memancing
pertanyaan bagi yang melihat, termasuk Nanda.
"wajah lo kenapa Put"," tanya Nanda ketika melihat Putra duduk disamping Erza dan menatapnya tajam, seolah-olah ingin memakannya hidup-hidup.
"habis berantem sama Tikus, Thanks atas sepedanya yah." Jawab Putra yang masih menatap Nanda lurus dengan tatapan seolah-olah ingin mengusirnya karna seenaknya
duduk bareng Erza dan saling menatap disaat dia ketiduran.
Merasa hawa yang dingin mendadak panas dengan kedatangan Putra, Nanda pun berdiri dari duduknya dan berjalan keluar diikuti Erza dibelakangnya "Gue pulang
dulu yah Za, Sore gimana" Bisa"." Dengan wajah penuh harap dan agak ingin menjauh karna Putra selalu menatapnya, seolah-olah dia sebentar lagi akan menculik
Erza. "Ketemu Rani" Tentu saja! Gue kangen sama dia. coba aja gue bisa bawa pulang, udah gue anggap adek dirumah! Lo tau kan gue suka sama anak-anak"." Sambil
tersenyum menatap Nanda, yang buat Putra merasa, bahwa dia hanya seujung kuku mengetahui sifat Erza dibandingkan Nanda, cowok yang sekarang entah kenapa
dia jadikan saingan sejak pertama kali bertemu dan berpotensi menghancurkan hubungan mereka yang serapuh kertas usang menjadi tak berbentuk lagi, rusak
permanen. "Tau dong! Gue masih ingat sifat lo dulu! Anna, Anak Kepsek ampe lo culik dari kantor terus lo gendong sampai ke kelas dan dia tak mau pulang kalo lo juga
gak pulang! Apa sih yang gak gue lupa soal lo Za"." Nanda tertawa sambil mengacak-acak rambut sahabatnya dan tertawa bersama, tanpa menyadari Putra ada
disekitar mereka, menatap Erza yang tersenyum dan tertawa, bukan karna dirinya, dan itu membuatnya agak sedikit sakit.
"Seharusnya gue jadi Guru TK aja kali yah. hahaha?"
"Kalo lo jadi guru TK, yang ada anak-anaknya pada lo bawa pulang semua! Gue kan tau lo Za. eh, gue pulang dulu. Ntar gue sms deh kalo mau jemput lo. bye."
Sambil mengayuh sepedanya dan melambaikan tangan ke arah Putra yang berdiri mematung didepan Pintu dan balas melambaikan tangan ketika melihat Erza melambaikan
tangannya sambil tersenyum manis, membuat dia teringat masa-masa SMP dulu.
Sepeninggal Nanda, Erza pun berbalik dan melihat Putra berdiri sambil melipat tangannya di dada dan menatapnya tajam, seolah-olah dia baru saja melakukan
sesuatu yang sangat fatal dan tak dia ketahui.
"Kenapa Put"." Tanya Erza bingung.
"ini anak kenapa bangun tidur jadi gak jelas gini" Apa dia kena amnesia yang kedua gara-gara dihajar Ferdi"."
"Enggak papa. Makan yuk, gue lapar." Sambil berbalik memunggungi Erza dan berjalan menuju dapur.
Erza pun hanya mengangkat bahu dan berjalan mengikuti Putra.
???????????????????????????????????
??????????????????????? ??????????????????????? ?"?"?"?"?"?"?"?""
"Za?" Panggil Putra ketika melihat Erza hanya melamun menatap dirinya dan menatap piring secara bergantian sambil memainkan sendok, tanpa menyentuh makanan.
Erza menjawab hanya dengan tatapan kosong tanpa arti, membuat Putra akhirnya menyuapkan makanan dipiringnya ?dan ujung sendoknya menyentuh ke mulut tipis
gadis itu, sehingga Erza kaget sambil mengerjap-ngerjapkan mata, tanda dia balik ke dunia nyata setelah asyik bermain di dunia khayal.
"Eh" anu" gue bisa makan sendiri Put," Kata Erza kikuk mendorong sendok yang sudah menyentuh mulutnya kearah Putra dengan wajah malu.
"Udah gue suapin aja, ayo buka mulutnya." Dengan gerakan lembut namun agak memaksa dia mendorong sendok kembali? ke mulut Erza, dengan wajah terpaksa namun
dihati jumpalitan, dia membuka mulutnya perlahan sambil terus menatap Putra, entah apa yang dicarinya dibalik tatapan hijau terang yang mengusik alam sadarnya
dan menutup matanya pasrah.
"and everytime I close my eyes and think about that,
I"ve got you, and you"ve got me too."
melihat sikap Erza seperti terhipnotis, dia perlahan meletakkan sendok kepiringnya dan mencondongkan tubunya kea rah Erza, jarak demi jarak dia lewati,
setiap hela napas Erza yang terdengar, seolah memacu dirinya untuk melakukan hal itu, dan ketika jarak tak terpisahkan lagi, meja makan hanyalah pembatas
semu antara mereka. Wajah saling berdekatan, napas ?saling membaur, perlahan Putra semakin mendekat dan mendekat hingga"
"Erza, lo kenapa gak nyu?" ruangan rusuh mendadak hening seketika ketika Arny disusul yang lain melihat Putra hendak mencium Erza, dan gadis itu menutup
matanya, seolah-olah pasrah saja menerima perlakuan apapun dari Putra.
sadar hal itu, Erza langsung membuka matanya dan kaget melihat jarak Putra dengan dirinya hanya berbatasan hidung. dengan wajah memerah dia mendorong Putra
untuk mundur, namun gagal karna Putra memegang kedua tangannya yang mendorong lengannya dan mencium pipinya hingga semburat merah merona pun keluar dari
wajah mulus Erza, seperti Matahari terbit.
"Ckckck" bingung apa yang mau gue komentar, by the way, wajah lo kenapa Put" habis berantem dengan siapa?" Restu sambil ?geleng-geleng kepala melihat tingkah
sahabatnya yang tak berubah meski amnesia, mendadak heran melihat ada bilur lebam di pelipis dan pipi Putra.
"Berantem sama Tikus Tanah." Jawab Putra asal dengan sejuta perasaan dihati, jengkel, karna gagal kesekian kalinya, malu, karna kepergok dan bingung, karna
kenapa dia selalu ingin dan ingin menyentuh bibir gadis itu, seolah-olah itu sebagai candu dalam dirinya semenjak bertemu kembali, dan candu itu takkan
dia dapatkan dari Selvi. "Lo sendiri kenapa gak nyusul kami Za" temanin Putra memburu Tikus Tanah juga"." Dengan tatapan tajam namun berbanding terbalik dengan wajahnya yang melongo
habis, membuat Erza hendak tertawa melihat wajah Arny yang dimatanya, seperti badut Ancol.
"Gue?" "Lo tau apa yang gue takutin kan Res setiap liat Ferdi" Dan itu terjadi. Tuh cowok sialan nongol!" ?sambil mengunyah makanannya dengan tenang, namun hatinya
diamuk emosi yang membuatnya ingin membunuh setiap mengucap nama cowok sialan yang selalu membangunkan "macan tidurnya".
"HAH" Terus"," Kata Restu penasaran lalu tanpa permisi duduk disamping Erza, dan yang lainnya mengitari meja.
Erza menghela napas pasrah, seolah tak ingin mengingat kejadian yang membuatnya merasa dilecehkan, sambil menutup matanya, dia menceritakan secara runtut
kejadian itu dan tangannya terkepal menahan emosi yang bergolak di dadanya, merutuki dirinya sendiri kenapa lemah untuk kesekian kalinya dihadapan cowok
bajingan macam Ferdi itu.
Putra langsung mengelus tangan terkepal? yang sangat dia lindungi baik jiwa dan raganya itu, baginya, tak ada satu orangpun yang bisa menyakiti gadis ini,
termasuk dirinya, walau dia merasa, sudah banyak memberikan luka menganga disetiap sudut hati gadis itu, secara tak sengaja.
"Apa dosa gue sama tuh setan jadi dia kayak gini ma gue"," Tanya Erza dengan suara bergetar dan menahan tangis ketika selesai menceritakan peristiwa yang
sangat dia ingin buang jauh-jauh dari cerita hidupnya.
Arny dan yang lainnya langsung memeluk Erza dari belakang, sedangkan Putra masih saja mengelus tangan terkepal itu dengan sarat ketenangan dan Restu terdiam,
bingung antara ingin meluk, takut dihajar Putra, ingin menghibur, dia bingung bagaimana caranya. Akhirnya dia memilih cara aman dan sarat penuh makna yang
terkandung, diam, tak bicara apa-apa.
"Karna lo terlalu cantik dimata cowok sinting macam dia Za, makanya dia jadi kayak Macan liar setiap liat lo." Dengan wajah penuh berpikir Restu menjawab
pertanyaan Erza yang entah sudah berapa kali gadis itu pikirkan, namun tak jua dia temukan jawabannya, sampai detik ini.
Putra terdiam mendengar jawaban Restu, seolah mengiyakan dan entah kenapa menjadi ketakutan tersendiri bagi dirinya yang akhir-akhir ini, dia tak bisa
tenang ketika Erza tak ada disampingnya sedetik saja, seolah-olah pusat dunianya selama ini mendadak hilang, dan membuat perputaran rotasi hidupnya kacau
balau. "Mungkin gue harus berubah jelek aja kali yah, biar dia gak tergila-gila dengan gue lagi. biar gue tenang jalanin hidup." Sambil tersenyum getir dia menatap
teman-temannya satu-persatu, mencari jawaban memuaskan dari pertanyaannya melalui mata mereka yang sedari tadi menatapnya.
"Lo gak perlu berubah jelek untuk menghindar dari dia Za, gue selalu ada di samping lo . dan tak akan gue biarkan cowok manapun, apalagi Ferdi, menyentuh
lo." dengan wajah penuh tekad yang membara dihatinya, dan terpatri jelas di mata tajamnya itu. Agar Erza yakin dengan ucapannya.
Jatuh Cinta Sama Lo! No Way! Karya Rere Nurlie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Terakhir lo ngomong gitu, keesokan harinya lo malah ninggalin gue. apa gue bisa pegang kata-kata lo itu sekali lagi"."
"Lo pengen Ferdi gue apain Za" Lo gak usah ikut!," Kata Restu galak ketika melihat Putra semangat "45 mendengar ucapannya barusan sambil mengepalkan tangannya
penuh nafsu. "Kok lo gitu sih"! Sahabat macam apa lo itu","
"Lo gak sadar apa wajah lo bonyok sana-sini karna siapa"! Gue tau lo persis kalo marah gimana kalapnya, meskipun tragisnya, lo lupa sama gue. jadi mending
gue aja yang hajar dia, atas nama lo dan Erza. Gimana"." Sambil mencoba bernegoisasi dengan sahabat labilnya ini.
"Males! Entar image heroik gue di mata Erza ilang karna lo wakilin gue, gue kan juga pengen jadi pahlawan di mata dia." Dan melirik Erza dengan tatapan
menggoda, yang buat gadis itu menundukkan wajahnya malu.
Restu hanya menepuk dahinya dengan ekspresi stress, Arny melongo dan yang lainnya hanya geleng-geleng kepala antara heran dan takjub mendengar ucapan Putra
yang rada-rada kekanakan namun tatapan matanya saat melirik Erza bikin jumpalitan yang melihatnya. So sweet".
"Udah"udah" daripada tambah ngaco lo ngomong, mending lo makan aja deh! Gue mau ke kamar." Sambil berdiri dengan wajah masih menyiratkan semburat kemerahan,
Erza berjalan menuju kamarnya dan menutup pintu dan memegang dadanya yang masih bergemuruh kencang karna ulah Putra tadi.
"Aish" Gila beneran gue karna tuh kunyuk! Ngapain juga dia ngomong gitu"! tanpa bilang gitu juga dia udah jadi pahlawan di hati gue. eh" kok gue jadi tambah
ngaco sih"! AISH!." Sambil memukul kepalanya pelan, Erza menghela napas berat seolah-olah setiap napas yang dia keluarkan, mempunyai berat berton-ton.
"Za" Gue boleh masuk"," Tanya Arny dibalik pintu, membuat lamunan Erza akan kebimbangannya yang semakin hari semakin menggila, buyar.
"Masuk aja Ny, kamar gak gue kunci."
Arny masuk ke kamar Erza sambil melihat di sekelilingnya, dan menatap Erza yang menatapnya dengan mata kosong, yang terlihat hanyalah kebimbangan.
"Lo kenapa Za"," Tanya Arny sambil duduk disamping Erza.
"Gue kelihatan kacau banget yah","
"Banget! Kenapa" Lo mikir masalah siang tadi itu"."
"Iya" salah satunya itu. Tapi ada yang lebih gue pikirin daripada sekedar Ferdi ngancurin hidup gue lagi."
"Putra"," Tebak Arny pelan supaya yang bersangkutan tak mendengar dan Erza mengangguk.
"Apalagi yang lo pikirin Za" dia putus dengan Selvi, tak ada lagi yang gangguin hubungan kalian berdua."
"Gue tau, Tapi ada sesuatu yang gue gak bisa jelaskan dengan kata-kata, namun mengganggu pikiran gue."
"Apaan"," "Gue gak tau Ny, tapi yang jelas, Gue ragu. Ragu dengan semua sikapnya ke gue. jujur, sikapnya yang sekarang ini buat gue teringat masa lalu gue dengan
dia. setiap gue ingin membalas perlakuan dia, gue langsung ingat dia ninggalin gue, pulang bawa pacar baru dan ciuman didepan gue. itu buat gue menghindar,
gue tak ingin jatuh dilubang yang sama, kesakitan yang sama. Karna dia." sambil menghela napas berat, Erza menyandarkan kepalanya di bahu Arny, sekedar
melepas beban masalahnya.
"Gue ngerti perasaan lo. tapi Za, apa lo gak mau ngasih kesempatan sekali lagi untuk Kak Putra" Gue liat dia beneran sayang sama lo Za."
"Gue gak bisa Ny. Setiap gue ingin memberi kesempatan untuk dia, Gue langsung disadarkan oleh perlakuan dia yang nyakitin hati gue. itu yang buat gue menghindar
dan cenderung angkuh sama dia. gue sengaja kayak gitu, untuk lindungin hati gue agar gak dia sakitin lagi Ny."
Arny terdiam mendengar curhatan Erza, dan membayangkan gimana kacaunya bila di posisi Erza yang satu sisi masih menyayangi Putra namun disisi lain, dia
takut disakiti. "Kalau misalnya, usaha lo hindarin dia berhasil dan dia menyerah terus balikan sama Selvi, Lo ikhlas Za menerima semua ini"." Pertanyaan Arny yang simple,
namun menusuk ke akar masalah membuat Erza terdiam cukup lama.
"Gue" Ikhlas. Berarti dia bukan milik gue, berarti dia?" kata-kata Erza terhenti dan diganti oleh tangisan yang menjadi jawaban untuk Arny, bahwa dalam
hatinya yang paling dalam,? Erza takkan bisa melepas Putra, walau dimulut dia menyangkal hal itu.
"Kalau sampai itu terjadi, gue" akan pergi meninggalkan dia Ny. Agar dia bahagia dengan apa yang dia pilih, dan gue akan selalu berdoa kepada Tuhan, agar
gue bisa lebih bahagia dengan orang lain. jauh dari dia lakukan selama ini ke gue." Lanjut Erza disela tangisnya yang semakin menyayat hati, tanda bahwa
dia tak rela, namun tak ingin mengakuinya.
"Syut"Udah Za. Gue ngerti perasaan lo. Za" kalau lo sayang sama dia, buang rasa ragu lo itu. gue gak ingin keraguan lo selama ini ke dia, yang menurut
lo senjata paling ampuh untuk lindungin hati lo, malah balik menjadi senjata mematikan untuk menyakiti hati lo lagi. Gue tau itu berat, sangat berat malah,
tapi harus dicoba, sebelum perlahan-lahan, dia meninggalkan lo, dan lo takkan bisa memohon Sang Waktu untuk mengembalikan ke masa yang dulu dan mengubah
semuanya. Gue, dan semua yang sayang sama lo, tak ingin hal itu terjadi Za. tak ingin hal itu akan jadi luka permanen di hati lo. karna kami tau rapuhnya
hati lo kayak gimana." Sambil memberi penjelasan Arny mengelus kepala Erza yang masih terisak di bahunya.
Erza terdiam mendengar ucapan Arny, dia membenarkan semua yang Arny ucapkan, namun entah kenapa, hatinya masih terasa sakit setiap teringat perkataan dan
perbuatan yang dilakukan Putra didepan matanya.
"Gue akan coba Ny. Thanks sudah mau dengarin curhat gue. tapi Ny" gue ingin lo berjanji sama gue." Sambil menghapus air matanya yang masih menetes, dia
menatap Arny dengan tatapan sendu.
"Lo mau gue janji apa Za"," Tanya Arny bingung.
"Gue mohon dengan sangat, kalo Putra nyakitin hati gue sekali lagi, bahkan lebih sakit dari ini, lo jangan halangi gue untuk pergi.
Arny sempat terdiam mendengar ucapan Erza, namun akhirnya dia mengangguk " Ok. gue akan lakuin yang lo minta Za."
Erza tersenyum dan memeluk Arny, tanpa menyadari bahwa dibalik pintu, Putra mendengar semuanya dan tangisan gadis itu, semakin menyayat hatinya.
"Gue janji Za, gue gak akan pernah nyakitin lo lagi. bahkan, kalo itu sampai terjadi, gue yang akan menahan lo pergi. Bukan Arny, bukan siapapun." Dengan
suara berbisik lirih, Putra bertekad akan melakukan apapun agar gadis yang sukses membuat hidupnya amburadul tetap disampingnya, walau dia tak tau alasannya
kenapa. Mendadak telinga Putra langsung tegak dan hatinya entah kenapa terbakar cemburu ketika mendengar Erza sekarang ditelpon Nanda dan sesekali terdengar tawa
dari mulut gadis itu. "Ok" Ok" jemput aja Nan, Gue nunggu lo dari tadi."
"Ok Tuan Putri. Lo kenapa Za" Habis nangis"."
"Iya" habis tergores pisau dapur. Sakit banget." Dusta Erza agar Nanda tak ribut sendiri apabila tau kalau dia menangis karna Putra.
"Lo gak hati-hati sih. Yaudah gue ketempat lo dulu yah, bye sweet honey." Sambil menyelipkan panggilan kesayangan Erza waktu SMP.? Karna menurut Kamus
Playboy professional ala Nanda, Erza itu cantik banget kalo dilihat sekilas, tapi kalau dipandang lama, cantik dan wajah manisnya keluar dan bikin dia
betah memandang lama-lama.
"Hahaha" apaan sih lo Nand. Bye juga sweet darling." Balas Erza sambil tertawa ketika menyebut panggilan sayang Nanda waktu SMP dan memutuskan telpon.
"Dari Nanda yah"," Tanya Arny ketika? melihat Erza menutup telponnya dan merias diri agar tak kelihatan kalau dia baru saja nangis hebat.
"Iya" dia ngajak gue ketempat Rani. Lo mau ikutan Ny"," tawar Erza.
"Enggak Za. gue capek banget habis sosialisasi. By the way" Lo ama Nanda beneran Cuma sahabatan aja" gak ada hubungan lebih"."
Mendengar pertanyaan Arny, Putra semakin mendekatkan telinganya di balik pintu dengn wajah deg-degan, karna sejujurnya dia juga penasaran, ada hubungan
apa Nanda dengan Erza dibalik persahabatan yang sering diucapkan keduanya.
Erza kaget mendengar pertanyaan Arny, dengan wajah tersipu-sipu, dia mencoba menjawab pertanyaan Arny "Eum" Lo janji jangan bilang siapa-siapa yah, apalagi
sama Putra. habis entar." Sambil menatap Arny dengan wajah memelas.
"Lo kira gue gila apa jadi seenaknya bocorin rahasia sabahat gue sendiri ke cowok yang sangat lo cintai itu" Ya enggak lah!."
Erza hanya tersenyum sambil mengingat masa Putih Birunya dengan wajah sumringah "Gue waktu SMP sahabatan sama Nanda, dia teman sebangku gue dan dia tau
gue banget. Saat gue dijahilin kakak kelas cewek yang resenya minta ampun, dia di depan gue, ngelindungin gue, saat gue ditembak kakak kelas berkali-kali
sampai gue bosan nolaknya, dia mau jadi pacar bohongan gue. saat gue nyulik anak Kepsek karna gue suka sama anak kecil, dia rela diomelin Kepsek yang kehilangan
anak itu dan keliling sekolah yang luasnya ampun-ampunan untuk mencari gue! dalam sejarah hidup gue yang masih sangat labil itu, Gue jatuh cinta pada pandangan
pertama, sama Nanda." Sambil wajah malu-malu kucing, khas anak remaja baru terkena virus cinta monyet, Erza menatap Arny yang melongo habis. Tanpa menyadari,
dibalik pintu yang tertutup rapat, Putra lemas mendengar pengakuan Erza yang sudah dia duga semenjak bertemu dengan Nanda, namun tak menyangka bahwa itu
terjadi. "Erza suka sama Nanda" Sampai saat ini" Gue harap jangan?"
"Terus Za" Lo sempat pacaran sama Nanda gak" wah" sahabat gue ternyata" hahahha." "Eum" sempat sih selama 1 tahun sebelum dia pindah. Tapi lo tau kan pacaran
anak SMP kayak gimana" Gak pernah serius. Jadi gue pacaran sama dia, kayak gue temenan gitu, soalnya kami memang sudah sangat akrab, jadi gak kelihatan,
palingan Cuma nama panggilan aja yang menandakan kami pacaran. Yang lo dengar tadi, itu nama panggilan kami waktu pacaran. Gue aja kaget kenapa dia manggil
gue kayak gitu. hahaha."
Kring"Kring" bunyi sepeda diluar membuat Erza berhenti cerita, dan menoleh ke jendela yang langsung ?teras rumah "Bentar yah Nand, tunggu sedetik lagi,
ok"," sambil kedipkan matanya nakal dan tertawa.
"Ok Tuan Putri, apa sih yang enggak buat lo"." Sambil tertawa Nanda dan membuat Erza yang melihat, tersipu.
"Cie". Tadi nangis hebat, sekarang kesengsem" CLBK non"." Goda Arny melihat Erza asyik memperbaiki riasan matanya agar tak terlalu bengkak.
"hahaha" apaan sih lo. udah"udah" entar Putra tau habis deh gue!," sambil memperingatkan Arny yang masih tertawa.
"Kan gak papa juga Za kalo dia tau, sesekali tuh kak Putra dkasih peringatan kalo lo terlalu beharga untuk dia lepas begitu saja."
"Bukannya gitu, gue males aja berantem sama dia, bikin kepala mau pecah! Udah keras kepala, egois, bikin sengak lahir bathin lagi!." sambil menggerutu
dia menyebutkan beberapa julukan untuk Putra dengan tulus hati, iklas luar dalam.
"Tapi lo sayang kan" buktinya gitu-gitu, lo nangis karna dia, hahahaha." Goda Arny yang langsung dibalas dengan lemparan bantal.
"Apaan sih lo" Udah gue mau?" Kata Erza terhenti ketika membuka pintu, dia melihat Putra berdiri didepan kamarnya sambil menatapnya antara kaget dan ada
sebersit cemburu terlihat jelas dimatanya.
"Mau kemana"," Tanya Putra dingin, sedingin di Kutub Utara.
"Ke tempat Rani sama Nanda, kenapa"." Dengan suara tak kalah dinginnya.
?"Gue ikut," "Ya sudah ikut aja kalo lo tahan gue jadiin obat nyamuk karna gue cuekin," Jawab Erza cuek sambil berjalan melewati Putra.
"Mata lo kenapa bengkak Za" habis nangis" Nangisin siapa" Gue kan"," Tanya Putra narsis namun telak membuat Erza terdiam. Dengan wajah penuh mencibir dia
berbalik dan menatap Putra " Gue nangis karna lo" mending gue nangisin Kelinci gue mati daripada nangisin lo! buang-buang air mata aja!," Elak Erza.
"Ah" masa sih" Kok gue ngerasa lo nangisin gue yah" keliatan aja tuh disorot mata lo penuh dengan nama gue. iya kan Arn"." Sambil melirik Arny yang baru
saja ?keluar dari kamar Erza.
"Gue gak tau kak," Jawab Arny singkat, namun bermakna ingin kabur sejauh mungkin sebelum mulutnya nyerocos mengeluarkan hal-hal yang membahayakan dirinya.
"Udah ah, ngomong sama lo bikin gue tambah gak jelas! Gue pergi dulu yah, bye Arn, Bye Put," Kata Erza sambil berlari mendatangi Nanda yang setia menunggunya
diluar. "Yuk," Ajak Nanda ketika melihat Erza datang dan langsung dibalas dengan Erza duduk diboncengan sambil memeluk erat pinggang Nanda yang sudah mengayuh
sepedanya meninggalkan rumah menuju tempat Rani.
Putra yang melihat semua itu di depan pintu, hatinya sakit sendiri, andai waktu berbaik hati padanya, dia? ingin meminta sedikit kenangan bersama Erza,
dan menjaganya dengan sepenuh hati agar tak lepas lagi.
"Heum Erza"Erza" lo pake pellet apa sih jadi bikin gue gak keruan begini"," Keluh Putra sambil mengacak rambutnya tak gatal dan menutup pintu.
?"?"" "Kakak?" Teriak Rani riang didepan Pintu ketika melihat kedua malaikat pelindungnya, Erza dan Nanda datang menjenguknya.
"Hai sayang," Kata Erza langsung turun dari boncengan dan memeluk Rani dengan penuh sayang, Nanda yang melihat itu, hanya tersenyum sambil memarkir sepedanya.
Rani langsung menghampiri Nanda dan tiba-tiba mengangkat kedua tangannya dengan senyum tersungging. "Kakak, gendong Rani dong." Pintanya mendadak yang
buat mereka saling berpandangan.
"Tentu saja, apasih yang enggak buat Rani, Adek yang paling kakak sayangi ini"." Sambil menggendong Rani yang tersenyum riang dan membawanya ke kamar diikuti
Erza dibelakangnya. "Rani manja yah sekarang," Kata Erza sambil mengepang rambut Rani yang sudah panjang dan membuatnya tambah cantik.
"Hehehe" Rani lagi seneng kak masalahnya," Jawab Rani dengan senyum semakin manis dilihat.
"Seneng kenapa sayang" Punya pacar yah sekarang"," Goda Erza yang langsung dilempar Nanda dengan bantal.
"Hush! anak kecil ditanya soal pacaran! Wah" perusak generasi lo Za," Jawab Nanda sambil tertawa melihat Erza manyun.
"Ibu Odah baru aja bawa adek kecil kak! Rani bakal punya adek! Hore!." Dengan senyum dibibirnya, dia menari-nari mengelilingi Erza dan Nanda secara bergantian.
"Beneran Ran" Ibu Odahnya dimana sekarang" Kakak pengen liat."
"Rani anterin aja gimana kak keruangan Ibu Odah" Tadi sih ada dikantor, gak tau sekarang adeknya dibawa kemana. Lucu kak" Rani gemes pengen gendong, tapi
gak dibolehin sama Ibu Odah."
Baru saja Rani mengusulkan ide cemerlangnya, datang Ibu Odah sambil menggendong bayi yang membuat mata Erza bersinar-sinar penuh kegirangan, seperti anak
kecil dikasih permen. Membuat Nanda yang melihat tingkah Erza, tertawa geli.
"Ibu dengar tadi ada yang pengen gendong Sinta, kamu yah Erza"," Tanya Ibu Odah sambil tersenyum ketika melihat antusias Erza tentang anak-anak.
"Iya bu, boleh kan"," Tanya Erza penuh harap.
Ibu Odah menyerahkan bayi perempuan yang baru seminggu dia adopsi ke gendongan Erza dan membuat gadis itu tersenyum senang sambil memandang Nanda dan duduk
disampingnya. "Gue serasa jadi ibu gendong bayi Nand. Ditambah Rani dan lo, klop deh." Sambil bercanda dengan bayi digendongannya yang ketawa kegirangan melihat ekspresi
lucu dari wajahnya. "Wah" lo mending habis KKN nikah aja deh Za, daripada lo bikin hal yang enggak-enggak, repot entar,"
"Maksud lo" wah" gue tau otak lo Nand. Tenang" gue gak akan kayak gitu kok, hahaha."
Ibu Odah tersenyum melihat Rani tertawa riang sambil mencubit pipi bayi kecil itu, ?dia melihat jiwa Rani yang dulu terkurung kini bebas seperti burung
terbang diangkasa, tiada beban yang menghimpit tubuhnya yang mungil dan bersih dari rajahan tangan-tangan berlumur dosa.
"Nak Erza ada bawa kamera gak" Biar ibu fotoin kalian bareng Rani," Tawar Ibu Odah yang buat Rani kegirangan.
"ayo Foto Ibu" foto Rani sama kakak Erza dan kakak Nanda juga adek Sinta."
untungnya Erza selalu bawa kamera yang bisa langsung cetak itu kemana-mana. sambil menggendong dia menyerahkan kameranya ke Ibu Odah.
"Disini bu pencetnya. Nanti hasil fotonya keluar lewat bawah ini," Kata Erza memberikan penjelasan singkat.
Rani langsung ambil posisi duduk diantara Erza yang menggendong anak Ibu Odah dan Nanda yang merangkul pundaknya dan mereka tersenyum manis. terlihat seperti
keluarga bahagia yang baru saja dikaruniai seorang anak, walau dalam kenyataannya, bohong belaka.
"Lo bawa kamera gak Nan" Foto bareng sama Ibu Odah yuk" Gue gak enak nih foto bareng anaknya, emaknya jadi juru foto." Sambil bisik-bisik setelah asyik
berpose ria ala keluarga Cemara.
"Bawa dong! Bentar gue siapin dulu," Kata Nanda seraya bangkit dan menyiapkan kamera yang dimaksud kemudian menyettingnya.
"Ayo Ibu foto bareng, udah Nanda siapin. Itung-itung sebagai kenangan terakhir dari kami untuk ibu. Nanti dicuci terus Nanda kirim ke Ibu." Sambil membujuk
Ibu Odah untuk foto bareng dengan Erza dan Rani.
Ibu Odah pun malu-malu kucing Garong duduk disamping Erza yang masih menggendong anaknya dan Rani yang duduk dipangkuan Nanda. Dan tak ada yang tau pasti,
bagaimana reaksi Putra melihat foto Erza bareng Nanda kayak gini.
"Makasih bu atas foto barengnya dan bisa gendong si kecil Sinta. Dadah sayang." Sambil mencium puncak kepala Sinta yang seolah-olah tersenyum kearahnya
dan memegang kedua pipinya dengan tangan yang mungil.
"Baru kali ini Ibu liat dia mau digendong sama orang lain selain Ibu, biasanya nangis kenceng banget. Sama Nak Erza malah anteng aja. ckckkck?"
"maklumlah bu, ngebet pengen punya anak si Erza ini. Ckckck." Sahut Nanda yang membuat Erza tersipu malu.
"Ngebet pengen dinikahin sama Mas Nanda kayaknya, iya kan Nak Erza"," Kata Ibu Odah yang membuat mereka melongo.
"Bu.. bukan" Bu bukan" Erza udah punya pacar, saya sahabat dia Bu. bukan pacarnya." Elak Nanda cepat sebelum salah paham.
"Oh" Ibu kira kamu pacaran sama Nak Erza, habis kesini selalu berdua, maaf yah. habis kalian terlihat serasi sih, yang satu cantik, dan yang satu ganteng.
Sama-sama sayang anak-anak lagi." Puji Ibu Odah yang buat Erza semakin menundukkan wajahnya malu dan Nanda yang sekarang merangkul pundak Erza.
"hahahaha" nanti kapan-kapan saya ajak pacar Erza bu, permisi." Kata Nanda sambil mengayuh sepedanya dan Erza langsung duduk sambil berpegangan erat di
pinggangnya dan melambaikan kedua tangannya ke Rani dan Ibu Odah yang semakin lama semakin menghilang karna jauhnya jarak mereka.
sepanjang perjalanan, mereka hanya diam sambil bermain dengan perasaan masing-masing, entah apa yang mereka pikirkan, namun yang jelas, tak ada canda tawa
yang menemani perjalanan malam mereka untuk sekedar menjadi penawar diantara sepinya hutan-hutan yang mereka lalui dan sangat menyeramkan, apalagi Erza
yang parno dengan hal-hal gelap.
"Za,,, Gue boleh ngomong bentar"," Kata Nanda memecah kesunyian yang dirasa sangat menyiksa batinnya ketika sudah tiba didepan rumah Erza dan memegang
tangan gadis itu. "Boleh" mau ngomong apa Nand" Mau ngomong didalam atau diluar","
"disini aja Za. Za" Gue 6 hari lagi harus pulang ke Jogja Za, Gue boleh ngomong sesuatu"."
"Apaan Nanda" Lo boleh ngomong apapun sama gue,"
"Lo mau gak jadi pacar gue" Gue ngerasa, setelah bertemu dengan lo, gue menemukan apa yang gue cari selama ini, dan itu ada di lo Za."
Erza kaget bukan kepalang mendengar pengakuan Nanda yang tak diduga, sebenarnya, semenjak ada Nanda, hidupnya yang kelabu karna Putra, menjadi sedikit
bewarna dan membuatnya tersenyum lagi. tapi" Ini terlalu cepat untuk menyimpulkan bahwa Nanda bisa melupakan sakitnya akan Putra.
"Lo tau kan gue udah ada yang punya Nand"," Pancing Erza sekedar mengetes apakah Nanda sama seperti yang lainnya, tertipu bahwa pacarnya adalah Putra.
"Lo gak bisa bohongin gue, karna gue anak Psikologi, sahabat lo yang tau pribadi lo dan gue,mantan pacar lo yang pertama. lo gak pacaran kan sama dia"."
Erza terdiam mendengar penjelasan Nanda yang sangat benar itu, mengetahui Erza bimbang, dia menghela napas dan menatap Erza dalam, mencari dibalik matanya
yang coklat terang itu, apakah ada namanya terpatri samar dilubuk hati gadis itu diantara kuatnya nama Putra disana.
"Gue gak maksa lo untuk jawab sekarang Za, nanti gue akan temuin lo dan minta jawaban itu, apapun keputusan lo gue terima, dan gue mohon dengan sangat,
terima gue Za." Erza menghela napas berat dan menatap Nanda, mencari apakah cowok dihadapannya ini serius menyayanginya, atau karna menyukai apa yang dia punya. Belum
sempat Erza menjawab, pintu rumah terbuka.
"Gak masuk Za" Harinya dingin banget. Masuk aja Nand kalo pengen ngobrol," Kata Putra dengan wajah tenang namun dihatinya bergejolak ingin menarik Erza
dari sisi Nanda. "Gue mau pulang aja Put. Thanks yah atas tawarannya, Za" pikirkan baik-baik. Gue pulang dulu, bye." Sambil mengelus kepala Erza dengan penuh sayang, dia
mengayuh sepedanya dan pulang, meninggalkan Erza dalam kebimbangan.
Erza pun masuk dalam rumah dengan tampang bingung diikuti Putra dari belakang yang menutup pintu.
"Arny dan yang lain kemana Put"," Tanya Erza ketika melihat hanya mereka berdua dirumah.
"Lagi keliling katanya. Apa jawaban lo atas Nanda tadi"." Tanpa kata pembuka apalagi basa-basi, Putra langsung membahas inti masalah yang buat Erza gelagapan.
"Ja" jawaban apa sih" Ngaco lo.? Udah gue mau tidur, bye Putra." sambil masuk kamar dia menutup pintu dan menatap langit-langit kamarnya penuh bimbang
dihati sambil memeluk kalung pemberian Putra yang selalu dia kenakan.
"apa yang harus gue jawab" Siapa yang gue pilih" Penantian atau cinta baru","
"Huft" mending gue tidur aja deh. Siapa tau gue ketemu jawabannya dalam mimpi." Dan dia pun berjalan menuju kasurnya sembari menepuk-nepuk bantal. Setelah
dirasa empuk, Erza pun tertidur pulas.
????????????????????????????????????? ?"?"?"?"?"?"
Sudah 5 hari pasca "Penembakan" Nanda pada Erza. Selama itu jugalah Erza terlihat lesu, wajahnya selalu diliputi awan bingung dan bimbang. Makan yang enak
pun jadi tak enak kalo udah mampir ke mulutnya, bawaannya pengen merenung dan merenung, mencari jawab yang pas untuk Nanda seperti mencari jarum diantara
tumpukan jerami, susah. " Apa yang harus gue pilih" Gue sayang sama lo, tapi gue gak ingin nyakitin lo, karna gue belum sepenuhnya bisa nerima cowok lain isiin hati gue yang udah
berubah jadi Es." Sambil bergumam sendiri, Erza menatap foto Nanda dengan dirinya yang sedang tersenyum dan semakin membuatnya bingung.
"Sesungguhnya ku ingin dirimu.
Ntuk cairkan hatiku yang beku
Tapi aku, belum siap Aku jadi dilemma. Aku tak mau menyakitimu Karna hati ini masih ragu
Tapi aku, butuh cinta Aku jadi dilemma." *Intan " dilemma* Putra yang barusan lewat dari kamar Erza yang terbuka lebar dan melihatnya ?termenung di meja belajar, juga ikutan diam dan berharap, gadis itu tak menerima
Nanda, karna entah kenapa, dia tak rela dan merasa, bahwa Erza adalah miliknya, hak paten yang tak bisa dimiliki orang lain, kecuali dirinya, dan terikat
dengannya seumur hidup dalam Suratan Takdir yang tersirat di perasaannya.
"Halo" Ada apa Nand"," Tanya Erza yang membuat lamunannya buyar, membuat Putra waspada di balik dinding.
"Ke tempat Rani yuk, terakhir kali nih. lo ada rencana jalan"." Sambil harap-harap cemas agar Erza tak menolaknya jalan, seperti kemaren-kemaren pasca
dia menyatakan perasaannya, dan dia tau konsekuensinya apa, persahabatan selama 4 tahun akan jadi taruhannya.
"Boleh. Gue lagi sumpek masalahnya. Lo jemput gue atau gimana"."
"Ya jemput lo dong! Mana tega gue biarin sahabat gue jalan nyamperin gue" tunggu bentar yah Za. I love you." Sambil berkata begitu, Nanda mematikan ponselnya,
agar dia tak mendengar jawaban Erza atas ucapannya yang dinilai bikin gadis itu semaput kebingungan.
Erza yang mendengar jelas ucapan Nanda, terdiam sambil menatap ponsel dan foto mereka secara bergantian, dengan seulas senyum yang hanya dirinya dan Tuhan
yang tau apa maksudnya. "Mungkin" gue sudah nemukan jawabannya. Gue harap, keputusan gue benar." Batinnya dalam hati.
Erza pun bergegas menutup pintu kamarnya dan berganti pakaian secepat kilat sambil berharap, apapun keputusannya nanti, takkan berakibat buruk pada dirinya.
"Lo bisa gak gausah mondar-mandir kayak setrika arang didepan gue" Stres gue liatnya!." Dengan ekspresi stress banyak tugas, semakin stress meliat Erza
bolak-balik masuk kamar. "Daripada lo semakin stress liat gue, mending lo kerjain tugas dikamar aja deh!." Dengan ekspresi tak kalah stressnya, Erza menatap Putra yang duduk diruang
tamu dengan bergelimpangan buku.
"Lo mau kemana" Rapi bener" Ketemu Nanda yah" kapan bosannya sih lo sama dia" Gue aja bosan liatnya." Pertanyaan beruntun sarat introgasi ala Putra, membuatnya
mendadak blank. "Emang kenapa kalo mau ketemu Nanda" Dia kan sohib gue, jadi gak bakalan bosen. Malah kangen terus, pengen?" Katanya terhenti ketika melihat Nanda didepan
rumah dengan Ontel pinjaman kesayangannya.
"Gue pergi dulu yah, bilang sama yang lain. bye." Dengan langkah terburu-buru dia bergegas keluar rumah, namun tangan kanannya ditarik Putra dan didorongnya
kedinding dan terkurung karna Putra berdiri didepannya dengan tatapan cemburu.
"Pengen apa Za"," Tanya Putra posesif sambil mengurung Erza yang pucat pasi dengan kedua tangannya yang dia letakkan disisi kiri dan kanannya.
"Pengen" ada aja!," Kata Erza ketus sambil menginjak kaki Putra dengan keras dan bergegas keluar menghampiri Nanda sebelum disantap oleh Monster berwujud
Manusia ganteng kayak Putra.
Putra menatap Erza yang kabur dengan tampang mengingat-ingat, karna dia merasa sering jadi korban injakan kaki gadis itu. Dan tersenyum sinis ketika melihat
Erza memegang pinggang Nanda erat dan hatinya semakin terbakar cemburu.
"Daripada Nanda, lo mending milih gue Za, kan gue lebih ganteng dari dia." Sambil bergumam narsis campur cemburu dihati, Putra melanjutkan tugasnya yang
takkan ada kata kelar. ?"?"?""
"Za?" Kata Nanda ketika mereka sudah pulang dari tempat Rani sekalian pamitan karna besok takkan bisa mampir lagi.
Erza sibuk dengan pikirannya yang nelangsa karna sebentar lagi harus ikutan pergi meninggalkan Jogja, meninggalkan desa yang dia tinggal sekarang dan meninggalkan
Rani, gadis yang sudah dia anggap adeknya sendiri. Dan meninggalkan semuanya.
"Erza Noor Asifa" my honey my sweety, lo masih hidup kan"," Tanya Nanda karna tak ada tanda-tanda Erza ada diboncengannya.
"Apaan sih lo panggil gue kayak gitu" NORAK!," Katanya sambil mencubit pinggang Nanda dengan gemas.
"Aduh"duh" sakit Za. lo nyubit apa nyiksa" Buset dah! Habis lo dipanggil berkali-kali gak dengar! Lo mikirin apa sih"."
"Gue mikirin Rani Nand, gue ngerasa kehilangan dia banget. Gue sayang sama Rani. Coba aja gue boleh ajak dia pulang, udah gue ajak dan gue anggap adek.
Lo tau kan gue suka sama anak kecil Nand"."
"Lo mikirin Rani segitunya, lo mikirin gue gak Za" Gue juga gak ingin pisah Za, pisah dari lo." Batin Nanda.
Nanda hanya diam sambil tersenyum mendengar setiap penjelasan berapi-api Erza soal Rani sambil menyiapkan mentalnya untuk mendengar jawaban dari mulut
Jatuh Cinta Sama Lo! No Way! Karya Rere Nurlie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gadis yang sukses membuatnya tergila-gila selama 3 bulan ini.
"Za?" Kata Nanda ketika sudah mengantar Erza didepan rumahnya yang sudah siap-siap ingin kabur.
"Ada apa Nanda"," Tanya Erza yang tau maksud Nanda memanggilnya dan mendekat.
"Gue" suka sama lo Za. gue tau ini salah dari awal karna suka sama lo, sahabat gue sendiri. Tapi" semakin gue mencoba mengubah perasaan gue menjadi biasa
aja, semakin sakit Za. Gue?"
"Nanda" gue tau, tapi?"
Nanda yang tau apa jawaban selanjutnya dari mulut gadis itu, tersenyum sedih "Gue tau, gue memang gak bisa jadi seseorang yang berarti buat lo, sorry kalo
gue berharap terlalu banyak Za."
"Bukan itu maksud gue Nand" Gue" juga" suka" sama" lo tapi?" dengan terputus-putus Erza mengucapkan beberapa kata yang keluar dari lidahnya yang mendadak
kelu. "Lo serius" Tapi apa Za" Lo ragu sama gue" Lo merasa gak yakin dengan hubungan jarak jauh ini"," Kata Nanda terperangah mendengar jawaban dari Erza dan
menatap gadis itu dalam, mencari jawaban jujur dari sorot matanya yang terlihat berat.
Erza mengangguk pasrah mendengar setiap tebakan Nanda. Seolah lidahnya tak sanggup berkata lebih banyak lagi dan membiarkan Nanda mengetahuinya dengan
caranya sendiri. "Kita coba dulu Nan... Gue sayang sama lo Nan, Lo cinta pertama gue, tapi gue ragu dengan hubungan yang akan kita jalani nanti." Sambil balas menatap Nanda
"Dan dengan perasaan gue sendiri Nand. karna gue bukan hanya sayang sama lo, tapi dengan Putra gue juga sayang, gue gak bisa milih." Lanjutnya dalam hati.
"Aku akan buktiin kalau jarak jauh takkan membuat kita ikutan jauh Erza" aku sayang sama kamu dan makasih udah ngasih aku kesempatan dan aku akan membuktikan
bahwa keraguanmu salah. I love you Erza Noor Assifa, My Sweet Darling." Dengan wajah lega dia mengecup kening Erza dengan tulus, dan mencintai gadis yang
dihadapannya dengan segala kekurangan yang dia miliki, bukan kesempurnaan yang melekat ditubuhnya yang menyilaukan mata dan berusaha mengikis keraguan
yang terpatri kuat dihatinya, dengan caranya sendiri.
"Jika kau punya sejuta alasan untuk ragu dengan perasaanku, aku akan tunjukkan sejuta cara bahwa kau salah meragukan perasaanku."
"I love you too, Nanda." Sambil memeluk Nanda, dengan segenap perasaan yang dia miliki untuk cowok dihadapannya, walau separuh hatinya masih diliputi keraguan.
Nanda menatap Erza dalam dengan tatapan sayang dan mencium kedua pipi gadis itu hingga wajah gadis dihadapannya memerah malu. Dan Nanda mengelus pipi Erza
yang terasa halus ditangannya dan dia merasakan napas Erza mulai memburu disetiap elusan tangannya, tanda gugup dengan perlakuannya namun pasrah dengan
menutup matanya. merasa tak ada yang melihat kecuali binatang malam, Bulan, Bintang yang bersinar cerah yang menjadi saksinya dan Tuhan yang menyaksikan dua anak manusia
dimabuk cinta, Nanda mendekatkan wajahnya kearah Erza, semakin dekat" semakin dekat" dan"
"Ehm" Erza, lo kapan datangnya" Kok gue gak dengar" Oh" ada Nanda yah" masuk aja Nand, eh" tapi udah malam banget nih, jadi besok aja yah masuknya." Dengan
tatapan ingin membunuh Putra berdiri didepan pintu namun berbanding terbalik dengan wajahnya tenang yang sukses menggagalkan rencana Nanda yang sudah dibikin
sepersekian detik dan membuat jantung Erza serasa jumpalitan.
" mampus gue! mampus!," batin Erza.
"Gak usah Put, gue langsung pulang kok. soalnya besok subuh gue balik ke Jogja, bye Putra, bye sayang, I love you." Dan mencium kening Erza dengan penuh
sayang yang sukses buat Putra merasa ingin mendatangi cowok itu dan menghajarnya babak belur.
"Ok Nand, moga kita ketemu lagi yah." Dengan wajah ramah namun palsu "Itu kalo lo masih hidup Nand," lanjutnya dalam hati.
"Good bye Nanda, Love you too." Dan mencium pipi Nanda sebagai ciuman perpisahan dan Nanda pun pulang kerumah dengan hati senang.
melihat Nanda sudah menghilang dari pandangan, Erza langsung masuk kerumah diikuti Putra yang langsung menutup pintu dengan cara membanting.
"Lo kenap" Aduh!," Kata Erza terputus berubah kesakitan karna didorong Putra kedinding dan dia terkurung oleh tatapan Putra yang seolah ingin mengulitinya
hidup-hidup. "Lo pacaran sama Nanda" Sejak kapan" Kenapa gue gak tau","
"Emang penting buat lo tau" Mana Arny dan yang lainnya","
"Lo gak usah ngalihin pembicaraan deh! Lo pacaran sama Nanda"!." Setiap kalimat yang terucap dari mulut Putra, dipenuhi cemburu.
"Emang kenapa kalo gue pacaran atau enggak sama Nanda" Apa urusan lo"!,"
"Gue gak suka! Your life, is mine!,"
"Gue nanya deh, lo siapa gue" Nyokap gue" Bokap gue" enggak kan" Jadi" lo gak usah sok larang gue pacaran sama siapa, cinta sama siapa, dan jadi milik
siapa! ?What"! My life is yours"! Cuih!." Dengan tatapan penuh emosi, Erza membuang ludah ketika mengucapkan kata terakhir itu.
"Lo itu hanya milik gue Erza Noor Assifa, selamanya akan selalu jadi milik gue, walau gue amnesia begini, hati gue gak ikutan amnesia Erza! Gak ada yang
boleh milikin lo, bukan Nanda, bukan siapapun! Ngerti"!."
"Lo salah omong Putra Eduardo Pradipta yang terhormat, seharusnya lo ngomong begini "Selvi milik gue dan selamanya akan selalu jadi milik gue!" lo kira
gue apaan" Barang yang bisa lo milikin dan lo buang jauh-jauh kalo bosan"! Minggir! Gue gerah!." ?Dengan emosi di ubun-ubun, dia mendorong Putra kasar
agar menjauh, namun karna Putra sudah kerasukan emosi, Dia memegang pergelangan kedua tangan Erza yang mendorongnya dan dicengkramnya erat hingga gadis
itu kesakitan. "Lepasin gue! lepas! Sakit Putra" sakit," Kata Erza sambil menggigit bibirnya karna semakin dia melawan melepas cengkraman tangannya yang mengepal, semakin
erat putra mencengkramnya.
"Lo hanya jawab pertanyaan gue sayang, Lo pacaran sama Nanda kan" apa susahnya sih ngomong iya atau tidak" Gue gak bego Erza" semakin lo gak mau ngomong,
gak akan gue lepasin! Biar lo tidur bareng gue!."
"OGAH! Kalo lo gak bego, kenapa lo maksa gue untuk menjawab pertanyaan yang gak penting itu"! Lo udah liat sendiri kan" Gue pacaran sama Nanda! PU?" Bentakannya
terhenti ketika bibirnya terkatup oleh bibirnya Putra yang semakin meruntuhkan pertahanannya yang sudah rusak dan membuat kenangan demi kenangan yang dia
kubur dalam-dalam, melesak keluar dan menjejali otaknya.
Putra hanyut oleh serangan mendadak yang dia lancarkan sendiri, membuat Erza pasrah dengan melemahkan kepalan tangannya yang dia cengkram dan sekilas,
puzzle kenangan yang dia cari, datang bertubi-tubi? menyerang benaknya,memaksa masuk dalam otaknya dan membuatnya kesakitan. namun dia bertahan, agar bisa
mengingat seluruhnya. Semakin intensif dia mencium Erza, semakin sakit kepalanya, semakin hendak habis Oksigen yang tersedia di Paru-Paru mereka.
"Gue akan memberikan apa yang seharusnya lo dapatkan dari Nanda tadi, Erza Noor Asifa. " Sebelum Erza sempat menjawab, Putra mencium bibirnya dengan penuh
lembut dan nafsu menggebu-gebu, seolah tak membiarkannya menghirup napas yang semakin susah dia dapatkan.
"Mmph"mmph?" Desah Erza kehabisan napas sambil mendorong tubuh Putra agar menjauhinya, sebelum semuanya tak bisa dikontrol lagi.
Putra melepas ciumannya dan menatap Erza dalam "Kenapa Za lo terima Nanda","
"Karna gue sayang sama dia dan dia tak sebejat lo! Minggir!," Jawab Erza histeris sambil mendorong Putra dengan sisa kekuatannya yang terkuras habis.
"Gue gak lihat itu dimata lo Za. Gue amnesia, gue akuin itu, tapi gue bisa mengingat semuanya Za. perlahan-lahan, tapi mengingat lo begini, buat gue sadar
kalo ini percuma, selamat atas jadian lo sama Nanda, semoga awet. Anggap aja itu ciuman terakhir gue untuk lo, Erza." Sambil berkata begitu, dia masuk
kekamar dan menutup pintunya, diikuti Erza yang langsung masuk kamar dan terduduk lemas dibelakang pintu dengan air mata yang mengalir deras di pipinya
"Apakah keputusan gue salah" Gue sayang sama lo Putra, gue cinta sama lo, tapi gue gak bisa menunggu lo terus menerus tanpa kejelasan! Gue juga sayang
sama Nanda, tapi?" Ucapannya terhenti oleh isakan tangis yang tak berhenti.
"Maafkan bila cintaku
Tak mungkin ku persembahkan seutuhnya
Maaf bila kau terluka"
karna ku jatuh" di dua hati."
*Afgan " Cinta dua hati
"Sorry Put. Gue gak bisa milih. Lo gak pernah kasih gue kepastian." Ucapnya sambil terisak ditempat tidur. Menangisi semuanya yang terjadi.
lelah menangis, akhirnya Erza jatuh tertidur sambil menitikkan air matanya yang terus menerus mengalir. Tanda bahwa disaat dia terlelap pun, takkan bisa
menghentikan sakitnya. "Have you ever tried sleeping with a broken heart"
Well, you could try sleeping in my bed
Lonely, own me nobody ever shut it down like you
You wore the crown You made my body feel heaven bound
Why don't you hold me Neeed me, I thought you told me
You'd never leave me."
"Erza pacaran sama Nanda, Res." Ucap Putra sendu sambil duduk didepan jendela dan menatap bulan dengan tatapan galau.
Restu hanya bisa terdiam mendengar ucapan Putra. Semua tanda tanyanya terjawab ketika dia baru masuk rumah diikuti yang lain, Erza lari sambil menangis
di kamar, Putra seperti mayat hidup duduk didepan jendela. Seperti saat ini.
"Gue sayang sama dia, Restu." Ucapnya dengan nada galau.
"I know." Putra pun terdiam lagi, memikirkan sebuah keputusan untuk mengubah semuanya.
"Ku harus pergi meninggalkan kamu.
Yang telah hancurkan aku.
sakitnya" sakitnya" oh sakitnya"
Cintaku" lebih besar dari cintanya"
harusnya kau sadar itu"
bukan dia" bukan dia"
tapi aku" *Judika " bukan dia, tapi aku.*
"Res" kalo gue ninggalin Erza, lo setuju gak?" Tanyanya sambil menatap Restu. "Emang lo sanggup lakuin itu?" Tanyanya balik.
Putra pun terdiam mendengar jawaban Restu, lalu bertanya lagi. "Kalo gue balikan sama Selvi, lo setuju kan?" Tanyanya lagi yang membuat Restu langsung
mengambil kesimpulan, Putra sudah gila.
"Lo mendingan cuci muka, sikat gigi, bersihin kaki sama tangan, terus tidur deh. Jangan ngomong ngelantur." Ucap Restu sambil menarik Putra dari jendela
dan menyuruhnya tidur. "Res" Lo duduk sama siapa?" Tanya Putra tanpa mempedulikan perintah Restu.
"Sama Eva dan Arny. Kenapa?" Tanyanya ketika Restu sudah siap-siap hendak keluar kamar Putra.
"Gue tukeran tiket yah" Lo sama Erza, gue sama Arny." Putusnya.
"Lo yakin Put" Gak" gue gak sanggup duduk disamping Erza yang galau karna lo." Tolaknya.
Putra terlihat berpikir, membuat Restu menghela napas. " Lo sebaiknya tidur aja Put. Tenangin otak lo. Jangan mikir aneh-aneh." Sarannya dan menutup pintu
kamar Putra. Putra terdiam menatap pintu yang tertutup rapat. Seperti pintu kesempatan yang tertutup untuknya. Dia menghela napas. "Gue akan lakuin itu walau lo gak
setuju, Res." Ucapnya yakin dan kemudian tidur.
"So tonight, I'm gonna find a way to make it without you
Tonight I'm gonna find a way to make it without you
I'm gonna hold on to the times that we had tonight
I'm gonna find a way to make it without you."
*Alicia Keys " Try to sleeping with a broken heart.
?"?"" "Erzaa". Buka pintunya Za! Lo ngapain sih"! Mas Novan udah datang tuh!" Teriak Arny sambil menggedor pintu karna Erza tak juga keluar kamar.
"Bentar" lo masuk aja Arn. Pintu gak dikunci." Ucap Erza sambil sibuk membereskan kopernya dan tak mempedulikan Arny masuk sambil menggelengkan kepalanya
melihat kondisi kamarnya yang dulu rapi, kini bertebaran tisu dimana-mana.
"Astaga Erza" kamar lo kayak kapal pecah deh. Banyak amet tisunya. Sini gue bantuin." Ucap Arny sambil memunguti tisu-tisu yang menjadi saksi bisu apa
yang dilakukan Erza selama 2 hari dikamar tanpa keluar, kecuali untuk makan, minum, mandi dan terakhir, mengucapkan selamat tinggal kepada Nanda yang pagi-pagi
datang untuk pamitan kepadanya dan membuat Putra yang waktu itu melihat, galau.
"Makasih Arn." Ucap Erza tulus sambil memasukkan buku-buku di kopernya yang terakhir.
"Arn" gue salah yah pacaran sama Nanda?" Tanyanya sambil menatap bunga Edelwis yang menjadi penghias meja belajarnya dengan tatapan sendu.
Arny menghentikan aksi bersih-bersihnya dan mendekati Erza yang bahunya sudah terisak. "Gak kok. Selama lo sayang sama dia, gak ada terpaksa. Gak salah
Za. Kenapa lo tanyain hal itu?" Tanyanya sambil memutar tubuh Erza yang membelakangi dan memeluknya.
"Tapi kenapa Putra kayak gitu sama gue, Arn?" Tanyanya dengan terisak dibahu Arny.
Arny menatap mata Erza yang sayu dan lingkaran hitam dibawah kedua kelopak matanya, tanda dia kelelahan dan kurang tidur. "Mungkin dia gak bisa terima
Za. Udahlah" jangan lo pikirin dia. Nanti Kak Putra bisa nerima kok." Ucapnya walau dihati, pesimis berat.
Erza menghapus air matanya yang membasahi pipinya, lalu tersenyum. "Semoga. Yuk kita keluar." Ajaknya sambil membawa koper-kopernya dan meninggalkan Arny
yang menatap Bunga pemberian Putra yang ditinggalnya.
"Lo gak salah pilih, Za. Hanya saja" lo gak bisa bedain rasa sayang kak Putra dengan Nanda. Itu saja." Ucapnya pelan dan kemudian berlari menyusul Erza.
"Udah siap semuanya?" Tanya Restu ketika melihat Erza keluar dan mengangkat sendiri koper-kopernya di Bagasi belakang. Tanpa minta bantuan Putra yang baru
saja masuk mobil. Erza mengangguk dan menutup bagasi mobil. "Yuk." Ajaknya ketika melihat Jessi dan Eva berdiri disampingnya.
"Lo dulu Za masuk. Kami mau ke toilet bentar." Ucap Jessi lalu langsung masuk dalam rumah sambil menarik Eva.
"Kak Restu" Arny?" Tanyanya ketika melihat keduanya berdiskusi hebat, entah apa yang dibicarakan.
"Lo masuk aja dulu Za. Kami mau ngambil sesuatu didalam." Ucap Arny sambil ikutan menarik Restu masuk rumah. Diikuti Mas Novan yang rupanya diperintahkan
Arny untuk mengikutinya. Erza menghela napas dan masuk dalam mobil kemudian duduk disamping Putra yang asyik menatap jendela dengan headset ditelinganya. Tak mempedulikan kehadirannya.
Cukup lama mereka diam, membuat Erza tak betah. "Put?" Panggilnya dengan harapan, Putra menoleh dan mengajaknya ngobrol. Seperti dulu.
"Hmmm?" Hanya itu respon Putra tanpa menatap Erza.
"Kabar lo gimana?" Tanya Erza. Sedetik kemudian, dia merutuki dirinya sendiri kenapa diantara banyaknya pertanyaan yang ada, dia malah menyanyakan hal
itu. "Putra menatapnya dengan tatapan susah diartikan. "Menurut lo, gue gimana?" Tanyanya balik membuat Erza terdiam.
"Sorry"sorry" kami lama yah?" Arny langsung datang sambil membawa barang-barang diikuti oleh Jessi dan Eva yang mendapat jatah duduk paling belakang. Membuat
mobil seketika sesak karna barang Arny dan mau tak mau, Erza duduk berdempetan dengan Putra.
"Sudah siap semuanya kan?" Tanya Mas Novan ketika masuk mobil dan mulai menjalankan mesinnya.
"Siap Maas?" Koor Jessi dan Eva bersamaan.
Sepanjang perjalanan, Erza berusaha menahan kantuknya dengan duduk tegak dan tak mau menyenderkan tubuhnya ke Putra atau ke Arny. Namun, AC membuatnya
tertidur dan terbangun karna kaget ketika Mas Novan ngerem mendadak. Membuat dia hampir maju kedepan kalau saja pinggangnya tak dipegang Putra.
"Lo senderan aja ma gue Za kalo tidur." Kata Putra ketika sekian kalinya melihat Erza hendak tertidur.
"Gak usah. Makasih." Ucap Erza sambil mengucek-ucek matanya.
Namun, tekad hanya tinggal tekad, Erza tertidur dengan posisi kepala menunduk. Sedangkan Mas Novan membawa mobil dengan kecepatan tinggi. Membuat Putra
langsung menyentuh pundak Erza agar tidur disampingnya.
"Lo tau gak Za, keputusan lo itu nyakitin gue. Banget malah." Putra berbisik dengan suara pelan ketika Erza tidur dipundaknya sambil mengelus rambutnya.
hal yang paling disukainya.
Arny dan yang lain mendengar bisikan Putra hanya bisa menghela napas berat. tak tau harus berbuat apa selain berharap, semoga ada keajaiban yang mengembalikan
hubungan mereka. Sepanjang perjalanan menuju Jogjakarta yang seharusnya diisi dengan canda tawa atau ejekan, malah didominasi oleh kebisuan yang menyakitkan. Seolah-olah,
kegalauan salah satu dari mereka, menular bagai virus yang tak ada obatnya.
"Kok kalian pada diam semua sih hari ini" Lagi sakit gigi bareng yah?" Tanya Mas Novan mencoba melucu untuk mengurangi kebekuan yang dirasa menyiksanya.
"Bukan sakit gigi pak. Tapi ada yang galau. Jadi nular deh." Jawab Restu sambil melirik Putra yang bertopang dagu di balik jendela mobil dengan tatapan
kosong. "Lo nyindir gue Res?" Putra sinis seketika karna tersindir dan menghentikan renungan galaunya.
"Loh" Kok jadi lo merasa kesindir" Lo lagi galau yah?" Responnya balik yang buat Putra terdiam.
"Ape kate lo dah. Gue lagi males ngomong."
"Kalo lo males ngomong, kenapa lo jawab pertanyaan gue?" Pancing Restu yang rupanya ingin mencari hiburan baru lewat mengajak Putra berantem.
"Lo kok jadi cowok bawel bener yah" ??????????? Kok bisa si Kathy pacaran sama lo"!" Jengkelnya.
"Karna gue ganteng. Jadi sebawel apapun gue, gak ngaruh." Dengan nada polos Restu menjawab membuat yang lain mencibir.
"Dasar narsis!." Cibir Jessi diangguki yang lain.
"Gue doain moga Katherine gak serangan jantung dengarnya." Balas Arny diamini yang lain. Membuat Restu cekikikan.
Tangan Berbisa 13 Tusuk Kondai Pusaka Karya S D. Liong Dewi Olympia Terakhir 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama