Bara Maharani 12
Bara Maharani Karya Khu Lung Bagian 12 mengenai siapa yang menang siapa yang bakal kalah.....?" Ketika itu malam tak berbintang dan tak berbulan yang gelap sekali. angin malam berhembus kencang mengibarkan ujung baju setiap orang, di tengah tanah liar jauh dari kota hawa membunuh menyelimuti seluruh angkasa. Semua jago baik dari pihak Thong-thian-kauw maupun Sin-kie-pang semuanya merupakan jago-jago pengalaman yang sudah seringkali menghadapi pertarungan besar, walaupun begitu tak urung mereka dibikin terkesiap juga menyaksikan sikap Hoa Thian-hong yang begitu serius, keren dan penuh kewibawaan. Yan-san It-koay sebagai jago tangguh yang seringkali memandang rendah umat Bu-lim tak urung sekarang merasa goncang pula hati kecilnya, tetapi setelah mendengar perkataan dari Hoa Thian-hong tadi dengan cepat ia tenangkan pikirannya sambil berpikir sebentar. kemudian dia menggeleng dan menjawab sambil tertawa. "Aku belum pernah menyaksikan ilmu silat yang dimiliki kalian berdua, menurut perkiraan Jin Hian katanya ilmu silat yang dimiliki Hoa In telah memperoleh kemajuan pesat dan rupanya sudah menguasai ilmu Sauyangceng-kie kepandaian sakti dari perkumpulan Liok Soat Sanceng, aku dengar ilmu silat yang kau milikipun tidak jelek, cuma usianya terlalu muda dan pelajaran yang berhasil dikuasai belum banyak" Dia berhenti sebentar dan tertawa terbahak bahak, lanjutnya, "Haah.... haaah..... haaaah.... aku sih hanya seorang manusia yang diberkahi usia panjang, aku bukanlah manusia tanpa tandingan di kolong langit, banyak pertarungan berdarah yang telah kualami selama hidup. bagiku sih kalau menang mendesak terus sedang kalau kalah cepat-cepat kabur, mengenai pertarungan yang akan berlangsung hari ini ... terus terang saja kukatakan bahwa aku tidak mempunyai keyakinan untuk menang" Dengan wajah serius Hoa Thian-hong mengangguk, "Jadi kalau begitu, kaupun belum bisa dikatakan seorang jago yang tak terkalahkan di kolong langit" Yan-san It-koay tidak tahu apa maksud yang sebenarnya dari pemuda itu mengucapkan kata-kata semacam itu, sepasang alisnya segera berkerut. "Kalau berbicara tentang nama besar yang disegani setiap orang, maka dalam ratusan tahun belakangan ini hanya bapakmu Hoa Goan-siu seorang yang pantas untuk menerimanya, sayang sekali dia meninggal dikala usia muda. Akhir hidupnya tidak tenteram dan bahagia, siapa pun yang memberi nama besar tersebut kepadaku, aku segan untuk menerimanya" "Oooh...! jadi kalau begitu kau adalah seorang manusia yang sayang akan jiwa dan berusaha hidup sepanjang masa?" "Hmmm! Semutpun menginginkan hidup, siapa yang sudi mengorbankan jiwa sendiri dengan percuma?" dengus Yan-san It-koay dengan suara dingin. JILID 20: Mencari Giok Teng Hujien Hoa Thian-hong tertawa dingin. "Heeeh... heheh, baiklah, memandang di atas ucapanmu barusan kau boleh segera melancarkan serangan, bila jiwamu sudah terancam mara bahaya nanti. aku orang she-Hoa bisa melaksanakan kebijaksanaan mendiang ayahku untuk memberi satu jalan kehidupan bagimu." Yan-san It-koay seketika itu juga naik pitam, satelah mendengar perkataan itu dia tertawa seram, dia menerjang maju kemuka, telapaknya diayun mengirim satu pukulan dahsyat ke depan. Terdengar Hoa In membentak keras, tubuhnya bergerak maju ke depan, telapaknya berputar dan mencegah datangnya ancaman tersebut. Gerakan tubuh kedua orang itu sama-sama enteng dan cepat laksana sambaran petir, sebaliknya gerakan dari Hoa Thian-hong tetap tenang dan mantap, tampak kaki kirinya melangkah ke samping dan bergeser ke sisi sebelah kiri manusia aneh dari gunung Yan-san itu, pedang bajanya membabat datar dan...... Sreeet! dia bacok pinggang tawan. Terkesiap hati Yan-san It-koay menyaksikan kejadian itu, dia bukan kaget karena ilmu silat yang dimiliki Hoa Thian-hong amat lihay, juga bukan karena tenaga dalamnya yang menggetarkan hati di ujung pedang itu, melainkan caranya dia membacok yang memakai gerakan begitu sederhana serta lama sekali terbuka itu. Haruslah diketahui enam belas jurus ilmu pedang yang diwariskan kepada si anak muda itu merupakan hasil ciptaan dari Hoa Goan-siu dengan dasar seluruh kepandaian silat yang pernah dipelajarinya sepanjang hidup perubahan yang terselip dibalik gerakan-gerakan sederhana itu demikian sulit dan kaburnya, Sehingga Hoa Thian-hong sendiripun tak mampu mengartikannya keluar. Tetapi berhubung ilmu pedang itu dilatih setiap hari dan bertahun-tahun lamanya, maka mengikuti perkembangan tenaga dalam yang berhasil dia yakin, inti sari dari ilmu pedang itupun terbentuk dengan sendirinya mengikuti semakin sempurna dia mainkan jurus-jurus tersebut, sepintas lalu kelihatan jurus serangan itu sama sekali tak berubah namun perubahan sakti yang menyertainya ternyata jauh berbeda. Yan-san It-koay adalah seorang jago kawakan yang sangat berpengalaman, dari gerakan jurus pedang baja itu dia sadar bahwa serangan itu sulit dipunahkan dengan mudah. Sebetulnya dia hendak menggunakan cara keras lawan keras untuk memaksa Hoa Thian-hong tarik kembali serangannya guna melindungi keselamatan sendiri, tetapi Hoa In adalah musuh tangguh yang membutuhkan delapan bagian tenaga dalamnya untuk dihadapi, kalau tidak dia akan didahului oleh lawannya dan terdesak dibawah angin. Dalam keadaan apa boleh buat terpaksa dia gunakan serakan tubuh yang cepat hingga sukar diikuti dengan pandangan mata untuk bergeser keluar dan gencatan serangan gabungan kedua orang itu, dalam gugupnya jari tangan laksana tombak langsung menyodok iga kiri si anak muda itu. Sejak meninggalkan markas besar perkumpulan Sinkiepang, Hoa Thian-hong selalu melayani musuhmusuhnya dengan serangan tangan kiri, latihannya yang tekun selama dua tahun membuat jurus 'Kun-siu-ci-tauw' tersebut berhasil dilatih hingga matang benar-benar, bukan saja gerakannya semakin leluasa bahkan tekanan yang dilancarkanpun jauh lebih hebat. Setiap kali ada musuh menyerang dari sebelah kiri, secara otomatis telapak kirinya bergerak untuk menyambut datangnya ancaman itu. Baru saja totokan jari Yan-san It-koay meluncur ke depan, tiba-tiba Hoa Thian-hong mengayunkan telapaknya pula untuk membendung datangnya ancaman itu. Serangan yang dilancarkan pada saat yang bersama ini nampaknya akan mengakibatkan kedua belah pihak sama-sama menderita luka parah. pada saat yang kritis itulah buru-buru manusia aneh dari gunung Yan-san itu tarik mundur tubuhnya ke belakang sambil menarik dada kesamping, pikirnya dalam hati, "Keparat cilik! Kau benar-benar merupakan suatu ancaman yang amat berbahaya" Dalam hati berpikir demikian, diluar segera teriaknya, "Bocah cilik, kau memang cerdik!" Semua peristiwa itu berlangsung dalam sekejap mata, baru saja tubuh mereka bertiga mengumpul jadi satu segera berpisah kembali ke arah belakang, deru angin pukulan yang santar menderu-deru dan memenuhi seluruh angkasa. Pertempuran yang berlangsung saat ini jauh berbeda dengan pertarungan masalah belum lama berselang tampak tiga sosok bayangan manusia berkelebat bagaikan kilat, mereka saling sambar menyambar tiada hentinya, sebentar berkumpul dan sebentar terpisah kembali...hawa membunuh tersebar diseluruh angkasa. siapapun kurang waspada niscaya tubuhnya akan menggeletak di atas tanah dengan berlumuran darah. Pada permulaan berlangsungnya pertarungan itu Hoa In masih menguatirkan keselamatan dari majikan mudanya. tetapi setelah bertempur beberapa saat lamanya dan melihat Hoa Thian-hong tetap tenang bagaikan bergerak laksana gulungan ombak di tengah samudra, bahkan kegagahan serta keangkerannya jauh melebihi dirinya, tanpa sadar rasa percayanya pada kekuatan pemuda itu semakin bertambah tebal, tanpa dibebani rasa kuatir atau sangsi lagi dia bisa melancarkan serangan dengan sepenuh tenaga dan bebas leluasa. Pertarungan ini benar-benar merupakan suatu pertarungan yang mendebarkan hati, semua penonton disisi gelanggang tanpa terasa pada menahan napas, Thian Seng-cu serta Ho Kee-sian sekalian yang merupakan jago kawakan dengan pengalaman yang luas setelah menyaksikan beraneka ragamnya ilmu silat yang dimiliki Yan-san It-koay serta Hoa In dan menjumpai pula kemantapan serta keampuhan ilmu pedang yang dimiliki Hoa Thian-hong, diam-diam merasa terkesiap dan menghela napas tiada hentinya. Sementara itu ketika Hoa In menyaksikan pertarungan itu makin lama berlangsung, menang kalah semakin sulit ditentukan batinya mulai jadi gelisah, ia segera teringat kembali akan kegagahan majikan tuanya dimasa lampau, darah panas segera bergolak di dalam dada menimbulkan rasa sedih, gusar serta kesal yang sudah berkecamuk sejak tadi. jurus serangan yang dilancarkan makin lama semakin ganas dan telengas dia mulai banyak menyerang dari pada melakukan pertahanan. Yang paling penting dalam ilmu silat tingkat tinggi adalah ketenangan jiwa yang mantap. setelah pikiran Hoa In terpengaruh oleh angkara murka walaupun Yansan It-koay seketika terjerumus dalam posisi yang kritis dan berbahaya namun dalam hati kecilnya diam-diam ia malah jadi girang, dia beranggapan justru keadaan inilah akan memberi peluang yang lebih banyak baginya untuk merebut kemenangan. "Hoa In!" tiba-tiba Hoa Thian-hong membentak keras, "musuh besar kita bukan hanya Yan-san It-koay seorang, kau ingin beradu jiwa dengan dirinya?"" Teguran itu bagaikan pentungan yang mendarat di atas kepala segera membuat Hoa In terkesiap hatinya, segera pikirnya, "Aku betul-betul amat tolol, sejak kematian majikan tua semua pengharapan keluarga Hoa telah terjatuh ke atas pundak Siau Koan-jin, aku mana boleh bertindak secara gegabah dengan meninggalkan dia seorang di kolong langit...." Begitu ingatan tersebut berkelebat di dalam benaknya, dia segera mengekang nafsu angkara murkanya di dalam hati dan situasi pertempuranpun segera berubah kembali jadi mantap dan semakin kokoh. Yan-san It-koay tertawa dingin, serunya, "Hoa Thianhong, Hoa Goan-siu bisa mempunyai seorang putera macam dirimu sekalipun mati dia bisa mati dengan mata meram!" Pemuda itu mendengus dingin, sambil pusatkan perhatiannya dia layani serangan-serangan musuh sedang otaknya berputar mencari akal untuk merebut kemenangan. pikirnya dalam hati, "Ilmu Sau-yang-cengkie yang diyakini Hoa In sudah mencapai delapan bagian kesempurnaan, aku harus berusaha untuk menyuruh dia bermain petak dengan lawan untuk kemudian memaksa Yan-san It-koay beradu kekerasan dengan dirinya, menggunakan kesempatan yang sangat baik ini aku bisa menghadiahkan pula sebuah tusukan dari arah belakang" Pertarungan antara jago lihay yang terpenting adalah pusatkan pikirannya menghadapi serangan, setelah pikiran pemuda itu bercabang dalam waktu singkat berulang kali dia menghadapi mara bahaya seandainya Hoa In tidak menolong pada saat yang tepat niscaya dia sudah terluka di ujung telapak manusia aneh dari gunung Yan-san. Dalam pada itu semangat Yan-san It-koay segera berkobar setelah menyaksikan tenaga tekanan dari pemuda itu kian lama kian merosot dan beberapa kali memperlihatkan lubang kelemahan. sambil memperketat serangan telapaknya dia berseru, "Hoa Thian-hong, benarlah kau hendak beradu tenaga sehingga salah seorang diantara kita menggeletak mati?"" Hoa Thian-hong mendengus dingin, tiba-tiba bentaknya keras-keras, "Perketat posisi pertahanan, bendung empat puluh jurus serangannya!" Sresst! Sreeet! Ia kirim dua babatan kencang dan tibatiba loncat keluar dari gelanggang pertarungan Yan-san It-koay jadi tertegun melihat, perbuatan lawannya itu, dia tak tahu apa sebabnya pemuda itu secara tiba-tiba meloncat keluar dari gelanggang dikala pertarungan masih berlangsung dengan serunya. Meskipun dalam hati kecilnya timbul kecurigaan namun gerakan serangannya sama sekali tidak mengendor, sepasang telapak bagaikan gulungan ombak di tengah samudra menerjang Hoa In tiada hentinya. Dengan mundurnya Hoa Thian-hong dari gelanggang, justru cocok dengan apa yang diharapkan oleh Hoa In, semangatnya segera berkobar dan bersama Yan-san Itkoay dia berebut menyerang untuk mencari posisi yang Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lebih menguntungkan. 00000O00000 KEDUA orang itu sama-sama mempunyai pendapat yang berbeda yakni menggunakan kesempatan dikala Hoa Thian-hong tak ada dikalangan secepatnya membinasakan pihak musuh di ujung telapaknya, dalam waktu singkat situasi dalam kalangan pertempuran berubah makin seru dan mendebarkan hati. Hoa Thian-hong yang menyaksikan Hoa In tak berhasil menyelami perasaan hatinya dalam, malahan menyerang dengan gencar dan begitu bernafsunya, dalam hati ia merasa gelisah sekali. Sepasang matanya dengan tajam mengikuti terus perubahan sepasang telapak dari Yan-san It-koay, di tengah gelagapan tampaklah sepasang matanya memancarkan cahaya tajam. Dalam waktu singkat empat puluh jurus telah berlalu, pemuda itu segera berpikir di dalam hati, "Sulit rasanya untuk mencari lubang kelemahan diantara jurus serangan yang dipergunakan Yan-san It-koay jago lihay yang amat tersohor namanya di kolong langit ini, apalagi pengalaman serta kepandaian silatku masih jauh ketinggalan juga dibandingkan dengan dirinya, akupan tidak hapal dengan permainan jurusnya, untuk memancing dia masuk jebakan rasanya bukan suatu pekerjaan yang gampang" Otaknya berputar kencang dan berusaha untuk mencari akal bagus, apa lacur tiada suatu akal baguspun berhasil didapatkan. diapun kuatir Hoa In terluka di ujung telapak musuh, akhirnya dia bernekad untuk melubangi sampan menenggelamkan perahu sambil menancapkan pedang bajanya ditanah ia maju menyerang dengan tangan kosong. Meskipun ilmu silat yang dimiliki Yan-san It-koay amat lihay dan jauh melebihi kepandaian silat pemuda itu, namun menghadapi serangan pedang bajanya yang begitu ampuh dan luar biasa itu tak urung dirasakan payah sekali. Kini melihat pemuda itu secara tiba-tiba membuang senjata pedangnya dan menyerang dengan tangan kosong, diam-diam dalam hati merasa girang. pikirnya, "Jurus pemuda itu semuanya mengandalkan tenaga dalam yang besar, rupanya bocah itu sudah tak mampu untuk memainkannya" Sambil berpikir tangan kanannya segera diayun ke depan menghajar iga Hoa In, sementara kakinya melancarkan sebuah tendangan kilat menghantam pusar Hoa Thian-hong. Hoa In mengetahui dengan jelas akan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki majikan mudanya, semakin bertempur tiga empat ratus jurus lagi dengan pedang baja itupun dia masih sanggup mempertahankan diri sekarang melihat dia membuang pedangnya, pelayan tua ini jadi tak habis mengerti, namun dalam menghadapi pertarungan sengit diapun merasa tak leluasa untuk buka mulut, terpaksa kecurigaan tadi hanya ditelan di dalam hati saja. Sementara itu Hoa Thian-hong sudah mengigos ke samping setelah menyaksikan datangnya tendangan kilat dari Yan-san It-koay telapak kirinya segera diputar dan langsung menghajar telapak kakinya. Jurus 'Kun-siu-ci-tay' dari tangan kirinya ini sudah menjadi bahan pembicaraan dalam dunia persilatan, sejak semula Yan-san It-koay sudah memperhitungkan datangnya serangan tersebut. Dengan cepat dia geser pinggangnya ke samping untuk melepaskan diri dari ancaman Hoa In, tiba" dia berkelebat ke sisi kanannya dan mengirim satu totokan kilat ke arah jalan darah Ki bun hiat. Criiit.......! desiran angin totokan yang tajam meluncur keluar dan menggetarkan pendengaran setiap orang yang hadir di tempat itu. Hoa Thian-hong terkejut, di tengah keadaan yang kritis pinggangnya ditarik ke belakang sambil melompat ke depan, dia melayang sejauh delapan depa dari tempat semula. Hoa In meskipun melihat keadaan tidak beres, namun tak sempat baginya untuk menyusul kemuka, sambil membentak keras telapaknya segera didorong ke depan melancarkan sebuah pukulan. Yan-san It-koay begitu merasakan totokan jarinya mengenai sasaran kosong dengan cepat dia merasakan segulungan hawa tekanan tak berwujud yang sangat berat bagaikan tindihan bukit menerjang ke sisi tubuhnya, dalam hati ia merasa terperanjat, pikirnya, "Budak tua itu rupanya benar-benar telah berhasil meyakinkan ilmu silatnya....!" Dengan cepat dia mengigos ke samping dan melayang lima depa dari sisi kalangan. Tubuh ketiga orang itu kembali saling berpisah, untuk kemudian bertempur kembali menjadi satu, saat ini pertarungan dilangsungkan dengan beradu ilmu telapak, angin pukulan yang menderu deru tajam berseliweran silih berganti, pasir dan batu beterbangan desiran angin tajam memekikkan telinga begitu hebat jalannya pertarungan saat ini ibaratnya bumi akan kiamat dan permukaan tanah dilanda gempa dahsyat. Di tengah berlangsungnya pertarungan itu meskipun beberapa kali Hoa Thian-hong menghadapi serangan maut, namun setiap kali ia selalu menggunakan jurus 'Kun-siu-ci-tauw' dari tangan kirinya untuk menolong diri, sedang tangan kanannya boleh dibilang lumpuh sama sekali sebab tak sanggup menggunakan sebuah jurus seranganpun. Setelah bertempur sampai empat jurus lebih, hawa murni yang terpancar keluar dari telapak Hoa Thian-hong kian lama kian bertambah lemah, pemuda itu mulai kelihatan lemah dan kehabisan tenaga sehingga bisa diduga kalau dia tidak mampu mempertahankan diri lebih lama lagi, Yan-san It-koay sendiri meskipun licik dan banyak akal, dalam menghadapi pertarungan yang begitu seru tak pernah dia sangka kalau Hoa Thian-hong jauh lebih cerdas darinya dan secara diam-diam telah menyusun suatu rencana baik. Begitu menyaksikan tekanan angin pukulannya makin lama semakin lemah, tanpa terasa dia mulai alihkan sasarannya ke arah pemuda itu. diam" dia bersiap sedia untuk melancarkan sebuah serangan bokongan. Tiba-tiba Hoa In menyusup ke arah sisi tubuhnya, sang telapak dibabat ke depan dan langsung mengancam dua buah jalan darah penting di atas dada serta lambung Yan-san It-koay. Kebetulan sekali pada waktu itu Hoa Thian-hong berada di sisi kiri manusia aneh dari gunung Yan-san itu, melihat keadaan tersebut diam-diam ia merasa bergirang hati. ia mengetahui bahwa lawannya pasti akan berputar ke samping kanan tubuhnya maka sambil membentak keras tubuhnya segera menerjang ke depan. Ketika Yan-san It-koay menyaksikan Hoa In melancarkan serangan dengan pukulan langit bumi yang begitu dahsyat, ia benar-benar menyingkir ke samping kanan si anak muda itu, tangan kirinya menggetar ke atas menyerang bawah iga Hoa In sedang tangan kanannya laksana kilat menghantam tubuh pemuda she Hoa itu. Hoa Thian-hong sudah menyusun rencana baiknya sejak semula sedang Yan-san It-koay merasa kesempatan baik tak boleh dibuang dengan percuma, kedua belah pihak sama-sama merasa bergirang hati menjumpai keadaan tersebut. Dengan kecepatan tubuh yang sukar diikuti dengan pandangan kedua orang itu bersama-sama menerjang maju ke depan dan terjadilah suatu bentrokan yang cakup keras. Dalam dugaan Yan-san It-koay, pemuda lawannya ini kecuali hanya bisa menyerang dengan sebuah jurus serangan memakai tangan kirinya belaka sama sekali tidak mempunyai ilmu silat lain yang mampu melukai tubuhnya. Dia tunggu sampai serangan lawan telah dilancarkan keluar, sepasang bahu segera bergerak dan tiba-tiba menyusup ke samping badan sambil tertawa terbahak bahak telapak tangannya laksana kilat dilancarkan ke arah muka. Hoa In yang berada di belakang tubuh Yan-san Itkoay jadi amat terkesiap menyaksikan peristiwa itu, keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, sambil membentak keras sepasang telapak bekerja secara berbareng, dengan menggunakan ilmu Sau-yang-ceng-kie dengan dua belas bagian tenaga dalam dia kirim satu pukulan maut ke depan. Bayangan manusia berkelebat lewat, tiba-tiba pria kurus kecil menyerupai beruk itu menyusup ke depan, telapaknya membokong pinggang Yan-san It-koay sedang mulutnya menyumpah, "Keturunan iblis....!" Semua kejadian itu berlangsung hampir bersamaan waktunya, Yan-san It-koay sebagai gembong iblis kenamaan dalam dunia persilatan sedan permulaan telah memperhitungkan kesemuanya itu, dia tahu asal Hoa Thian-hong terjerumus dalam posisi yang sangat berbahaya niscaya Hoa In akan berusaha menolong dengan sepenuh tenaga, hanya dia tidak mengira kalau pria kurus kecil tersebut bisa ikut campur pula dalam tindakan itu. Meskipun demikian sama sekali tidak jeri sebab posisinya berada di atas angin, asal dia sanggup menghajar tubuh Hoa Thian-hong masih cukup banyak waktu baginya untuk berkelit ke samping dan menghindarkan diri dari serangan gabungan Hoa In serta pria kurus kecil itu. Siapa tahu Hoa Thian-hong sendiripun sudah mempunyai perhitungan yang masak, ia berani bertindak demikian karena yakin bahwa rencananya pasti berhasil. Meskipun mara bahaya telah berada di depan mata. pemuda itu tetap berdiri tegak bagaikan gunung Tay-san, wajahnya tidak kaget ataupun menunjukkan sikap yang gugup. Ketika serangan lawan sudah hampir mengenai tubuhnya, tiba-tiba dia tekuk pinggangnya ke samping, sepasang lengan bagaikan kera bekerja cepat, jari tengah tangan kanannya meluncur ke depan dan melancarkan sebuah totokan aneh ke arah telapak tangan manusia aneh dari gunung Yan-san itu. Totokan ini muncul dengan suatu gerakan yang aneh, tertegun hati Yan-san It-koay setelah melihat totokan jari tengah lawannya yang kaku dan berbentuk aneh itu. apa lagi setelah melihat lengannya ikut bergerak pula dengan gerakan yang menyerupai jurus 'Tok-liong-jut-tong' atau naga racun keluar dari gua, bergoyang dan bergeser tiada hentinya ke kiri ke kanan dengan sasaran yang tidak menentu hati terasa makin terperanjat. Jurus serangan ilmu totokan itu bukan lain adalah jurus pertama dari ilmu 'Ci yu-jit-ciat' atau tujuh kapusan dari Ci-ya yang disebut menyerang sampai mati bagian pertama. Ilmu kepandaian ini merupakan ilmu silat aliran hitam yang sudah ratusan tahun lamanya lenyap dari peredaran Bu-lim, jarang sekali jago kangouw jaman itu yang mengenali kembali akan keanehan dari jurus perubahan tersebut serta sampai dimanakah kedahsyatan dari totokan tadi. Bagaimana juga Yan-san It-koay adalah seorang jago kosen dari dunia persilatan, dalam keadaan terkejut bercampur curiga gerakannya sama sekali tidak kalut. Setelah mengetahui bahwa serangan telapaknya bila tidak ditarik maka ujung jari Hoa Thian-hong pasti akan bersarang di atas urat nadinya buru-buru ia tarik napas dan merubah gerakannya dari serangan telapak menjadi serangan mencengkeram. Dengan cepat ia cekal pergelangan si anak muda itu sementara tubuhnya meneruskan terjangannya ke depan memaksa Hoa Thian-hong untuk memberi jalan lewat kepadanya. Perubahan yang terjadi diluar dugaan ini berlangsung secepat kilat. para jago yang menonton jalannya pertarungan dari samping kalanganpun hanya Thian Seng-cu serta tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian dua orang yang melihat dengan jelas. mereka tahu bahwa dibalik tangan kanan Hoa Thian-hong tersembunyi suatu serangan ilmu silat yang maha sakti, hal itu membuat mereka jadi amat terperanjat. Sementara itu pria kurus kecil menyerupai beruk itupun sudah menyadari bahwa pemuda itu telah mempunyai rencana yang matang setelah melihat Hoa Thian-hong secara tiba-tiba menggunakan ilmu saktinya. dengan cepat ia melayang satu lingkaran busur di udara dan balik kembali ke tempat semula. Lain halnya dengan Hoa In, walaupun dia tahu bahwa Hoa Thian-hong memiliki ilmu 'Ci yu-jit ciat' tujuh kupasan dari Ci-yu tetapi karena pertama kitab catatan itu tidak lengkap dan kedua masih terlalu sedikit yang berhasil dikuasai pemuda itu maka ia tak begitu yakin terhadap kemampuan majikan mudanya itu. Melibat dia terjerumus dalam posisi yang berbahaya. sepasang telapaknya dengan cepat melancarkan serangan dahsyat" Ilmu Sau-yang-ceng-kie adalah atas gubahan dari ilmu Tay-ceng-kie kalangan beragama, besar sekali daya tekanannya dan jauh berbeda dengan kepandaian lain. Ketika Yan-san It-koay merubah jurus serangannya sehingga gerakan tubuh terlambat beberapa kosen, Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo angin pukulan Sau-yang-ceng-kie yang dilancarkan Hoa In bagaikan gulungan ombak samudra telah menerjang tiba. Yan-san It-koay jadi terkesiap, sepasang kakinya segera menjejak tanah dan buru-buru mengigos ke samping. Terdengar Hoa Thian-hong membentak keras tubuhnya bagaikan bayangan setan mengejar ke depan, lengan kanannya disodok ke muka, sementara jari tengahnya tegang bagaikan pit, hawa murni meluncur keluar dan secara tiba-tiba menotok jalan darah Cianhunhiat di tubuh Yan-san It-koay. Ilmu Silatnya dimiliki Hoa Thian-hong jika dibandingkan dengan kepandaian dari Yan-san It-koay boleh dibilang ketinggalan jauh, ketika semua orang melihat pemuda itu mencari hasil dengan menempuh bahaya jadi terkesiap, terutama sekali pria kurus kecil menyerupai beruk itu, rupanya dia menaruh perhatian yang cukup besar terhadap diri pemuda itu. Tanpa mengucapkan sepatah katapun dia menyusup ke depan dan siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak diijinkan. Kegelisahan dari Hoa In tak usah dikatakan lagi, melihat Hoa Thian-hong menempeli terus diri Yan-san Itkoay, tanpa memperdulikan keselamatan sendiri lagi dia segera menerjang ke muka. Yan-san It-koay jadi terkejut bercampur gusar waktu melihat Hoa Thian-hong menyusul dari belakang dengan cepat dia ayun telapak tangannya melancarkan sebuah pukulan yang dahsyat ke atas batok kepala lawannya. Dalam hati Hoa Thian-hong telah mengambil keputusan untuk mencari kemenangan dengan menempuh bahaya, melihat dia lancarkan pukulan dengan cepat telapak kirinya diayun ke depan, menggunakan gerakan 'Kun su ci-tau' dia sambut datangnya ancaman tadi sementara tangan kanannya dengan gerakan secepat kilat melancarkan sebuah totokan ke atas jalan darah Kie-hay di tubuh manusia aneh dari gunung Yan-san. Tiga jurus permulaan dari tujuh kupasan Ci-yu merupakan gerakan-gerakan menyerang sampai mati bagian kesatu, kedua dan ketiga, kehebatannya bisa dibayangkan dari namanya itu. Hoa Thian-hong berbakat baik dan bertenaga dalam sempurna, walaupun kepandaian itu belum lama dilatih olehnya tetapi sewaktu dilancarkan kehebatannya betulbetul luar biasa. Plooook....! telapak kanan Yan-san It-koay saling membentur dengan telapak kiri Hoa Thian-hong, begitu keras bentrokan tadi membuat si anak muda itu berseru tertahan dan tubuhnya mencelat ke arah belakang. Tetapi manusia aneh dari gunung Yan-san pun tak dapat menghindarkan diri dari totokan musuhnya, ia merasa dua tiga cun di samping jalan darah Kie-nayhiatnya tertotok telak, isi perutnya kontan terasa bergolak dan sakitnya bukan kepalang, buru-buru dia berjumpalitan dan mengundurkan diri dari gelanggang. Jeritan kaget berkumandang dari antara para jago di samping kalangan, semua orang membelalakkan matanya lebar-lebar dan menyaksikan perubahan tersebut dengan hati tercekat. Hoa In dengan cepat meloncat ke muka menyambar pinggang dari Thian Hong, sedangkan Yan-san It-koay sendiri setelah melayang ke atas pemukaan bumi segera berdiri kaku dengan mata terpejam, badannya tak berkutik bagaikan sebuah arca batu Untuk beberapa saat lamanya suasana di tengah kalangan jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, begitu hening sehingga napas setiap orang dapat kedengaran dengan nyata. Terlihatlah pria kurus kecil menyerupai beruk itu meloncat ke depan dan berdiri kurang lebih enam tujuh depa dihadapan Yan-san It-koay, sepasang matanya yang tajam bagaikan pisau belati menatap wajah manusia aneh itu tanpa berkedip, jelas andai kata Hoa Thian-hong menemui celaka maka diapun tak akan melepaskan orang itu. Chin Pek-cuan dengan wajah berkerudung kain hitam sebenarnya tidak saling menyapa dengan Hoa Thianhong, tetapi ketika itu dia berjaga-jaga di samping tubuh Hoa In, sepasang matanya menatap wajah Hoa Thianhong yang sedang bersemedi dengan sorot mata penuh rasa kuatir. Keempat orang itu bukan musuh melainkan sahabat, hal ini sudah terlihat jelas sekali dari keadaan tersebut Yan-san It-koay adalah termasuk jago dari Hong-im-hwie sedang sisanya termasuk jago dari Sin-kie-pang serta Thong-thian-kauw. Dengan begitu golongan Hoa Thianhong sekalian segera terkepung oleh musuh-musuh yang tangguh di empat penjuru. Thian Seng-cu sendiri segera timbul rasa curiganya setelah menyaksikan Chin Pek-cuan berdiri di pihak Hoa Thian-hong berdua, pikirnya di dalam hati, "Biasanya Cukat racun Yau Sut, bekerja dengan amat cermat dan teliti sekali, tapi kenapa ia utus manusia yang berpihak kepada keparat cilik she Hoa untuk melaksanakan tugas rahasia yang amat besar ini?" jangan-jangan dibalik kesemuanya ini ada hal-hal yang kurang beres?"" Sedang Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian berpikir pula di dalam hati, "Hoa Thian-hong mempunyai hubungan cinta dengan Pek Kun-gie. Kedua orang ini yang pria tampan, yang perempuan cantik, cepat atau lambat akhirnya pasti akan bersatu. Andaikata aku sampai melukai dirinya, dihadapan pangcu tiada kebaikan yang bakal kuperoleh ditinjau dari keadaan Yan-san Itkoay rupanya tidak enteng luka dalam yang dia derita, seandainya hari ini aku sanggup melenyapkan orang ini, suatu pahala besar tentu akan kuperoleh" Apa yang dipikirkan kedua orang ini sama-sama jalan pikiran untuk menyerang orang dikala pihak lain sedang menderita, sorot mata mereka berputar dan membentuk satu sama lainnya, terlihatlah jelas bahwa kedua orang itu sama-sama ada niat untuk turun tangan. Pada saat itulah tiba-tiba Hoa Thian-hong membuka mata dan meronta dari cekalan Hoa In, sambil cabut pedang bajanya dari atas tanah dia menghampiri manusia aneh dari gunung Yan-san itu. Hoa In yang menyaksikan kejadian itu buru-buru meloncat ke depan, serunya dengan nada cemas, "Siau Koan-jin!" "Aku tidak apa-apa" jawab Hoa Thian-hong dengan suara berat, dengan alis berkerut dan nada serius, lanjutnya, "Yan-san It-koay, dalam pertarungan yang berlangsung hari ini bagaimana pendapatmu mengenai siapa yang bakal menang siapa yang bakal kalah?"" Perlahan-lahan Yan-san It-koay membuka matanya dan menjawab dengan suara dingin, "Bukankah sudah kukatakan bahwa dalam pertarungan ini aku tidak mempunyai keyakinan untuk menang!" Ia berhenti sebentar, kemudian sambil tertawa lanjutnya, "Nama besar Hoa Goan-siu menggetarkan seluruh dunia persilatan tetapi aku tidak puas terhadap dirinya, sedang kau masih muda namun memiliki kecerdasan yang tinggi serta keberanian yang luar biasa, tidak malu kau jadi keturunan orang terkemuka, aku bukan manusia sembarangan, bila kau ada perkataan ucapkanlah tanpa ragu-ragu" "Bukankah kau berkata bila menang akan mendesak terus, bila kalah akan kabur?" Sekarang kau belum juga meninggalkan tempat ini. Apakah masih ada kepandaian sakti yang belum sempat kau keluarkan?" rupanya kau ingin melangsungkan pertarungan kembali!" Sorot mata Yan-san It-koay berkilat tajam, dia melirik sekejap ke arah pria kurus kecil menyerupai beruk itu lalu tertawa dingin. "Jika kau punya minat untuk menambah pengetahuanmu, tak ada halangannya bagiku untuk melayani kembali beberapa jurus serangan dari kamu berdua!" "Siau Koan-jin, apa gunanya kau ribut-ribut dengan makhluk tua itu?"" seru Hoa In tiba-tiba, "Dendam sakit hati atas kematian dari majikan tua harus dibalas, mari kita langsungkan pertarungan mati-matian melayan dirinya!" Diam-diam Hoa Thian-hong menghela napas panjang, pikirnya, "Urusan tak akan berlangsung begitu gampang, kalau Yan-san It-koay yang mati masih mendingan. jika aku yang berumur pendek bagaimana dengan ibu...?" Kalau aku membiarkan kaum iblis dan manusia laknat tetap berkeliaran di muka Bu-lim tanpa sanggup untuk menghalanginya, sia-sia belaka hidupku di alam ini. Hmm... Hmm... kemajuan ilmu silat yang mereka miliki berkembang lambat sekali asal aku mampu memajukan kepandaianku maka suatu ketika hutang ini pasti akan berhasil kutagih" Berpikir sampai disitu, segera ujarnya kepada Yan-san It-koay, "Di kolong langit tidak dendam yang tak bisa diakhiri, memandang di atas wajah mendiang ayahku yang berjuang demi kebenaran kali ini aku akan memberi sebuah jalan hidup bagimu" "Hmm!" Yan-san It-koay mendengus dengan mata melotot" kau anggap aku adalah manusia apa?" Kenapa musti menantikan balas kasihan darimu?"" Hoa Thian-hong tertawa hambar. "Meskipun ilmu silatmu luar biasa namun masih terlalu sulit bagimu untuk mengalahkan kami berdua, apalagi hari ini kau berada dalam keadaan sebatang kara jika pertarungan dilanjutkan, sekalipun kau berhasil menangpun belum tentu bisa tinggalkan tempat ini dalam keadaan hidup. Menurut pendapatku lebih baik mengundurkan dirilah sekarang juga dan sejak kini tak usah mencampuri urusan dunia persilatan lagi, asal kau suka cuci tangan serta melanjutkan sisa hidupmu secara bebas maka keturunan keluarga Hoa kami tak akan mencari dirimu lagi untuk membuat perhitungan." Tiba-tiba Thian Seng-cu angkat kepala dan tertawa terbahak-bahak. "Haaa... haaah... Hoa Thian-hong kau terlalu congkak dan menyombongkan diri!" Hoa Thian-hong alihkan sorot matanya dan menjawab dengan suara berat. "Aku orang she-Hoa belum pernah bertemu dengan kaucu dari perkumpulan kalian, andaikata semua tootiang yang tergabung di dalam perkumpulan Thong-thian-kauw adalah manusia-manusia bernyali tikus dan berhati cabang seperti dirimu itu, aku orang she Hoa berani jamin diantara tiga kekuatan besar dalam dunia persilatan, perkumpulan Thong-thian-kauwlah yang akan musnah lebih dahulu. Sambil mengelus jenggotnya Thian Seng-cu segera tertawa terbahak-bahak, "Haaah... haaah... kehendak Thian sukar diduga siapa tahu justru kenyataan merupakan kebalikan dari apa yang kau katakan barusan perkumpulan Thong-thian-kauw berhasil meluaskan pengaruhnya diseluruh kolong langit dan turun-temurun sampai beratus2 tahun, bukankah semua peristiwa masih diiringi oleh kata mungkin?"" Hoa Thian-hong mendengus dingin, dia malas untuk banyak bicara dengan toosu tua itu, sorot matanya segera dialihkan kembali ke arah Yan-san It-koay. Sejak termakan oleh totokan aneh dari musuhnya, walaupun tidak sampai terkena jalan darahnya namun luka yang diderita manusia aneh dari gunung Yan-san tidak ringan, dia tahu bahwa pertarungan pada malam ini jika dilanjutkan maka lebih banyak bahayanya daripada keuntungan hanya saja ia merasa segan untuk mengaku kalah dengan begitu saja kendati diantara kedua orang lawannya ilmu silat Hoa In yang lebih hebat sebab sasaran yang sebenarnya bukan lain justru adalah Hoa Thian-hong seorang jago angkatan muda, ia merasa jika berita ini sampai tersiar di dalam dunia persilatan maka dia pasti akan kehilangan muka dan malu untuk menancapkan kaki kembali dalam Bu-lim. Di samping itu semua diapun merasa malu untuk mengaku kalah dihadapan mata banyak orang karenanya keadaan diri Yan-san It-koay ketika itu ibaratnya anak panah di atas gendewa bagaimanapun akhirnya harus dilepaskan juga. Demikianlah dia lantas merogoh ke dalam sakunya untuk ambil keluar sebuah senjata aneh berbentuk tangan yang berwarna hitam pekat dan memancarkan cahaya tajam sambil menimang2 senjata itu di tangan ujarnya sambil tertawa, "Sejak berlangsungnya pertemuan besar Pek beng hwee, belum pernah aku pergunakan senjataku lagi" "Ketika itu kalian andalkan jumlah banyak untuk mengerubuti satu orang, sedang kini dengan seorang diri ingin mengalahkan jumlah yang lebih banyak, sekalipun pergunakan senjata tajam juga masuk diakal dan merupakan suatu kejadian biasa" tukas Hoa Thian-hong cepat. Yan-san It-koay tersenyum. "Sudah Tiga puluh tahun lamanya aku tak pernah menggunakan senjata tajam, rasanya permainanku jadi kaku dan asing, lebih baik kau turun tangan lebih dahulu" katanya Pemuda itu sempat melihat keempat jari tangan kirinya dikaitkan semua di atas senjata tangan yang hitam pekat itu, dengan tangan menggenggam serta melintang di depan dada dia bersiap siaga. sedang tangan kanannya yang kosong melakukan pula gerakan yang sama, mungkin dia pergunakan untuk melancarkan serangan telapak, hal ini membuat pemuda she Hoa itu Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo jadi tercengang bercampur keheranan, pikirnya, "Sudah sering kudengar akan bentuk senjata tajam yang aneh, tetapi belum pernah kudengar tentang senjata tangan yang digunakan untuk menghadapi musuh apalagi seorang jago lihay yang mempergunakannya" Otaknya segera berputar dan dia ambil keputusan untuk tetap bersikap tenang walaupun menjumpai hal yang aneh, setelah memberi tanda kepada Hoa In mereka berdua segera menerjang ke muka. Dalam sekejap mata pertarungan sengit kembali berkobar. Pertarungan kali ini jauh berbeda dari pertempuran sebelumnya, Hoa Thian Hong tahu bahwa tenaga dalam yang dimilikinya belum cukup dan ilmu Ci-yu tak mungkin bisa dipergunakan lagi. Pemuda itu segera pusatkan seluruh perhatiannya untuk mainkan ilmu pedang dengan sehebat-hebatnya. Senjata tangan berwarna hitam milik Yan-san It-koay benar-benar memiliki kegunaan yang luar biasa, di tengah ayunan senjata tadi cahaya hitam berkilauan membentuk selapis daya pertahanan yang kuat, jika ditinjau dari jurus serangannya mirip dengan gerakan dari ilmu gelang baja mirip pula dengan jurus gelang pelindung tangan, ada kalanya kepalan disodok ke depan seolah-olah ditangannya tiada benda apapun, tetapi setelah pedang baja Hoa Thian-hong menyerang ke depan, Yan-san It-koay segera ayun pula kepalannya untuk menumbuk pedang yang berat dan kasar itu seakan-akan menyedot udara kosong. Dalam hati ketiga orang itu mengerti semua bahwa pertempuran yang berlangsung saat ini kemungkinan besar sulit untuk diselesaikan secara damai, karena itu semua pihak mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk berusaha mencari kemenangan. Traaang....! terdengar suara benturan nyaring berkumandang di angkasa, pedang baja Hoa Thian-hong saling membentur dengan senjata tangan yang hitam pekat dari Yan-san It-koay sehingga menimbulkan suara benturan nyaring yang amat memekikkan telinga. Tidak sedikit keistimewaan dari senjata aneh itu. ketika terbentur dengan senjata tajam macam apa pun senjata lawan pasti akan terpeleset ke arah samping, kedua belah pihak sama-sama tidak merasakan getaran apapun kecuali senjata yang sudah terpeleset ke samping sulit untuk melancarkan jurus serangan kembali. Biasanya menggunakan kesempatan yang sangat baik inilah dia segera melancarkan serangan kilat ke arah musuhnya hingga mengakibatkan pihak lawan sering kali terluka atau binasa. Begitu merasa pegangnya tergelincir ke samping Hoa Thian-hong segera menyadari bahwa keadaan tidak beres sebelum ingatan kedua berkelebat dalam benaknya selapis cahaya hitam sudah meluncur ke arah pangkuannya. Dia tahu senjata aneh lawan terbuat dari bahan emas, jika membentur telapak tangannya niscaya akan meninggalkan bekas luka, dalam gugup dan gelisahnya sepasang kaki segera menjejak tanah dan mengigos ke arah sisi tubuh Hoa In. Budak tua itu tak berani gegabah, sejak mendengar suara benturan nyaring tubuhnya sudah menerjang ke arah depan, dia paksa Yan-san It-koay harus membuyarkan ancamannya untuk putar badan melindungi keselamatan sendiri. Dalam waktu singkat pertarungan yang berlangsung diantara ketiga orang itu sudah berlangsung ratusan jurus banyaknya, setiap setangan kedua belah pihak sama-sama mengerahkan segenap kekuatannya untuk mengirim serangan mematikan. Ketika itu fajar telah menyingsing hembusan angin di pagi hari menimbulkan hawa dingin bagi beberapa orang itu. Trang.....! Kembali terjadi benturan nyaring yang memekikkan telinga, diantara kilatan cahaya hitam tampaklah percikan bunga api berhamburan di empat penjuru. Hoa Thian-hong yang menyaksikan keanehan serta keampuhan jurus serangan senjata lawan membuat dia tak mampu mempertahankan diri, diam-diam hatinya terasa jadi amat risau, pikirnya, "Aku dengar pihak perkumpulan Hong-im-hwie mempunyai tulang punggung yang sangat kuat sekali yakni Yan-san It-koay, Liong-bun Siang-sat serta seorang nenek bermata buta kalau Yansan It-koay seorangpun sudah demikian lihaynya apalagi kalau keempat orang itu bersatu padu, apa yang bisa dilakukan lagi oleh umat Bu-lim?"" Kalau dia murung bercampur kesal, sebaliknya Yansan It-koay diam-diam merasa bergirang hati, telapak kanan berputar cepat membendung setiap serangan dari Hoa In sebaliknya telapak kiri menerjang hebat mengirim pukulan-pukulan yang berat bagaikan bukit mengancam keselamatan Hoa Thian-hong, Melihat dirinya terus menerus diteter lama kelamaan pemuda itu jadi naik pitam pedang bajanya berputar dan segera menyapu ke depan, secara beruntun dia kirim beberapa buah babatan mengancam pergelangan tangan Yan-san It-koay. Dalam sekejap mata cahaya hitam berkilauan memenuhi angkasa, angin desiran tajam menderu deru memekikkan telinga, suasana berubah jadi tegang dan penuh diliputi hawa membunuh. Criiing! Untuk ketiga kalinya pedang dan senjata aneh itu saling membentur satu sama lainnya, pedang baja yang kasar dan besar itu seketika tergetar kutung jadi berpuluh puluh buah kutungan kecil dan tersebar di seluruh permukaan tanah. Yan-san It-koay bersorak gembira, ia segera membentak keras dan telapaknya diayun kemuka menghantam tubuh Hoa Thian-hong. Pukulan itu datangnya cepat dengan gerakkan yang aneh, Hoa Thian-hong kehilangan pedang bajanya seketika merasa hatinya terkesiap, menanti dia menyadari akan mara bahaya yang mengancam, senjata aneh Yan-san It-koay tahu-tahu sudah meluncur datang. Selama ini pria kurus kecil menyerupai beruk itu selalu berjaga jaga di tepi kalangan, setelah dua kali yang pertama tidak sempat menolong pemuda itu, kali ini dia telah bersiap sedia. Begitu menyaksikan pemuda itu terancam jiwanya, ia segera meloncat ke sisi tubuh Hoa Thian-hong, jari tangan kanannya bagaikan golok membacok pergelangan tangan Yan-san It-koay sementara sikut kirinya disodok ke belakang mementalkan tubuh Hoa Thian-hong hingga mundur lima depa dari tempat semula. Rupanya pria kurus kecil menyerupai beruk itu juga seorang jago lihay yang sangat kosen, setelah dia turun tangan tentu saja Yan-san It-koay tak mampu melukai musuhnya lagi. Hoa In sendiri setelah melihat majikan mudanya terancam bahaya, hawa amarah seketika berkobar memenuhi benaknya, serangan yang dilancarkan seketika meluncur ke muka dengan hebatnya. Kebetulan sekali waktu itu Yan-san It-koay sudah terhadang oleh pria kurus kecil itu, dengan datangnya serangan ini maka berarti pula iblis tua itu sekaligus harus menghadapi dua serangan dahsyat. Keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuh manusia aneh dari gunung Yan-san, melihat datangnya ancaman itu ia merasa tak ada jalan lagi baginya untuk mengundurkan diri, Dalam suasana yang amat kritis itulah tiba-tiba pria kurus kecil itu enjotkan badannya dan melayang ke samping dengan gerakan yang sangat enteng Gerakan tubuh manusia ini cepat bagaikan sukma gentayangan, maju maupun mundur dilakukan dengan enteng bagaikan asap yang melayang di angkasa, Yansan It-koay sangat kegirangan, cepat-cepat dia menyusup keluar dan loncat sejauh dua tombak dari tempat semula, di saat yang terakhir dia berhasil meloloskan diri dari mara bahaya. Suasana untuk beberapa saat lamanya jadi tenang, berpuluh puluh buah mata sama-sama dialihkan ke atas wajah Hoa Thian-hong serta Yan-san It-koay, mereka ingin tahu bagaimanakah kesudahan dari pertarungan itu. Terdengar Yan-san It-koay dengan suara dingin berkata, "Hoa Thian-hong, apa yang hendak kau lakukan?"" "Kita masing-masing telah menangkan satu jurus, bila pertarungan dilanjutkan kembali maka menang kalah sulit untuk ditentukan, aku lihat terpaksa permusuhan diantara kita harus ditunda untuk sementara waktu" Mendengar perkataan itu Yan-san It-koay segera tertawa seram. "Heeh... heeeh... heee, bila aku hendak mendesak terus mumpung posisi ku berada di atas angin, apa yang hendak kau lakukan?" Thian Seng-cu takut pertarungan disudahi sampai disitu saja, mendengar perkataan itu ia segera menyambung sambil tertawa, "Bagus sekali! lebih baik ditetapkan tiga babak lagi untuk menentukan siapa menang siapa kalah, ini hari aku ingin membuka sepasang mataku lebar-lebar" Dengan pandangan dingin Hoa Thian-hong melirik sekejap ke arahnya. kemudian ulapkan tangannya ke arah Yan-san It-koay, dia berkata, "Pertarungan yang berlangsung pada hari ini lebih baik kita sudahi sampai disini saja, kalau pertarungan ingin dilanjutkan terpaksa aku orang she Hoa harus minta batuan dari sesama umat Bu-lim untuk melenyapkan bibit bencana bagi dunia persilatan" "Bocah cilik yang tak tahu diri!" maki Yan-san It-koay penuh kegusaran. Terdengar pria kurus kecil menyerupa, beruk itu mendengus dingin, tukasnya, "Makhluk tua, kau betulbetul tak tahu diri!" "Hmm! Menyembunyikan kepala memamerkan ekor, kau termasuk manusia macam apa?"" bentak Yan-san Itkoay pula dengan nada penuh kemarahan. "Bila kau mengetahui raut wajahku mungkin selembar jiwamu tak dapat dipertahankan lagi...." Sementara itu Hoa Thian-hong lihat Hoa In telah selesai memunguti kutungan pedangnya dari atas tanah, dia tahu bertempur lebih jauh di tempat itu sama sekali tak ada manfaatnya, segera kepada Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil itu dia memberi hormat katanya, "Locianpwee berdua, fajar telah menyingsing, aku rasa kita musti berlalu dari tempat ini" Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil itu saling bertukar pandangan sekejap. mereka berdua tetap membungkam dalam seribu bahasa. Melihat itu pemuda tersebut segera memberi hormat kepada semua orang yang hadir disisi kalangan kemudian putar badan dan berlalu. Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil itupun dengan mulut membungkam segera ikut berlalu mengikuti di belakang si anak muda itu. Menyaksikan kepergian keempat orang itu Yan-san Itkoay mengetahui bahwa kekuatannya tak mampu menandingi kepergian beberapa orang itu, diapun tak jadi bertempur melawan Thian Seng-cu serta Ho Keesian sekalian, tanpa banyak bicara diapun putar badan dan berlalu. Thian Seng-cu serta Ho Kee-sian sendiri walaupun merasa amat kecewa. tetapi merekapun tak berani unjukkan diri untuk menghadang kepergian beberapa orang itu maka orang-orang itupun hanya tetap tiaggal dengan mulut tertutup. Sepeninggalnya dari tempat kejadian Hoa Thian-hong segera melakukan perjalanan beberapa waktu lamanya, suatu ketika pemuda itu berpaling dan ujarnya kepada Chin Pek-cuan sambil tertawa, "Empek Chin, sebetulnya permainan apa yang sedang orang tua lakukan, mengapa kau malah jadi utusan dari si Cukat racun Yau Sut....." Agak tertegun Chin Pek-cuan mendengar perkataan itu, segera serunya, "Engkoh cilik, dari mana kau bisa mengetahui akan persoalan ini?" Siapa yang memberitahukan hal ini kepadamu?"" Hoa Thian-hong tertawa. "Kemarin malam kami telah menyusup masuk ke dalam kuil It-goan-koan, sewaktu Thian Seng-cu serahkan surat tersebut kepada empek. secara diam-diam keponakan sempat mengetahuinya" "Aaaai....! engkoh cilik, kau memang betul-betul hebat" seru Chin Pek-cuan dengan nada kegirangan, "kalau kau memang keturunan dari Hoa Tayhiap. sepantasnya kalau hal ini kau jelaskan sejak tahun berselang aku mengira kau benar-benar bernama Hongpo Seng, sudah kucari jejakmu di seluruh dunia persilatan tetapi tak berhasil kutemukan, akhirnya setelah aku berhasil mengetahui jelas asal usulmu, kudengar pula kabar berita tentang kematianmu...." Dari nada suaranya yang gemetar Hoa Thian-hong tahu bahwa jago tua ini adalah seorang manusia yang penuh emosi, terharu sekali hatinya setelah mendengar perkataan itu, buru-buru dia alihkan pembicaraan ke soal lain katanya, "Enci Wan-hong, saat ini sedang belajar ilmu di wilayah Biau. Giok Liong toako sebetulnya berada bersama-sama siautit, tapi sekarang dia mengikuti Ciong Lian-khek menantikan diriku di dalam kota" Chin Pek-cuan jadi terkejut bercampur girang. "Aaah ..." serunya tertahan. Hoa Thian-hong tersenyum ujarnya kembali, "Tentang Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo semua persoalan itu kita bicarakan nanti saja, sekarang seharusnya sempat perkenalkan dahulu cianpwee ini kepadaku, apa yang musti kusebut terhadap dia orang tua?"" "Panggil saja sesuka hatimu" sahut pria kurus kecil tua dengan cepat, "Baik-baik berbuat dan berjuang, balaskanlah sakit hati kami sekalian mayat2 hidup yang bisa berjalan!" "Cianpwee ini pasti pernah putus asa dan kecewa hatinya" batin Hoa Thian-hong dalam hati. Setelah bergaul agak lama dengan Ciong Lian-khek, dia tahu bagaimanakah tabiat manusia yang putus asa. maka ia tidak bertanya lebih jauh dan cuma mengangguk tanda mengerti, kepada Chin Pek-cuan katanya, "Empek, bagaimana sih kau bisa berhubungan dengan Yau Sut manusia licik itu?"" Chin Pek-cuan segera tertawa setelah mendengar perkataan itu, serunya dengan suara lantang, "Aku adalah manusia macam apa" Mana aku sudi berhubungan dengan manusia-manusia rendah yang bejat, tak bermoral serta memalukan itu?" persoalan ini panjang sekali ceritanya dan tak akan habis dalam sepatah dua patah kata saja" Ia berhenti sebentar, sambil melepaskan kain kerudung hitamnya la melanjutkan sambil tertawa, "Aku sudah mencari dirimu di empat penjuru dunia, bagaimana kau bisa bertemu dengan Giok Liong?" dan dari mana pula bisa tahu kalau Hong-ji sedang belajar ilmu di wilayah Biau?" Kedua orang ini yang satu memikirkan keselamatan putra putrinya sedang yang lain memikirkan masalah besar dunia persilatan, pertanyaan yang saling dilontarkan ini membuat kedua orang itu untuk beberapa saat lamanya tak mampu membicarakan sesuatu. Tiba-tiba dari balik semak belukar di sisi jalan berkelebat lewat sesosok bayangan putih, seekor rase salju yang berbadan putih mulus dengan sepasang mata memancarkan cahaya merah melompat keluar. Mencapai rase salju itu Hoa Thian-hong jadi kegirangan, ia bongkokkan tubuhnya sambil berteriak, "Soat-jie!" Rase salju itu menyusup kehadapan Hoa Thian-hong, mengelilinginya satu lingkaran kemudian secara tiba-tiba la menuju ke alam terbuka. Hoa Thian-hong jadi amat gelisah menyaksikan hal itu, baru saja dia hendak berteriak tiba-tiba rase salju itu berhenti dan menoleh ke belakang, seolah olah dia sedang menantikan kedatangan pemuda itu. "Hiantit!"dengan sepasang alis berkerut Chin Pek-cuan segera berteriak. "Aku dengan Giok Teng Hujien dari perkumpulan Thong-thian-kauw memelihara seekor makhluk aneh, jangan2 makhluk ini adalah binatang peliharaannya?"" Hoa Thian-hong mengangguk. "Sedikitpun tidak salah, memang rase salju ini!" dia tertawa dan menambahkan, "Kedatangan siautit ke kota Leng An maksudnya bukan lain adalah untuk mengunjungi Giok Teng Hujien, dimanakah kau orang tua beristirahat?" Siautit sebentar lagi akan menyusul kesana". "Giok Teng Hujien adalah seorang perempuan beracun yang tak boleh diajak bergaul, mau apa kau berkunjung kesitu?" kembali Chin Pek-cuan menegur dengan alis berkerut. "Siautit hendak menyelidiki duduknya perkara tentang kematian Jin Bong, di dalam persoalan ini Hoa In sudah mengetahui jelas sekali, biarlah dia yang memberitahukan hal ini kepada kau orang tua" "Aku akan pergi ikut Siau Koan-jin" tukas Hoa In dengan cepat, "biarlah persoalan itu kubicarakan kembali dengan Chin tayhiap sekembalinya nanti" "Tempat ini merupakan daerah kekuasaan dari perkumpulan Thong-thian-kauw, memang ada baiknya kalau Lo-koan-kee menemani disisi hiantit untuk menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan" "Setelah siautit menyelesaikan urusanku kemana harus pergi untuk menjumpai empek?"" Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil menyerupai beruk itu saling bertukar pandangan sekejap, setelah termenung beberapa saat kakek she-Chin itu menjawab, "Sebenarnya kami tiada suatu tempat tertentu yang digunakan untuk beristirahat, begini saja! disebelah barat daya situ terdapat sebuah dusun kecil setelah urusanmu selesai berangkatlah kesitu untuk bertemu dengan kami!" Hoa Thian-hong mengangguk tiada hentinya, dengan membawa serta Hoa In mereka segera berangkat membuntuti di belakang rase salju itu. Setelah berlarian beberapa saat lamanya dan melihat rase salju itu masih juga berlarian tiada hentinya entah menuju kemana buru-buru Hoa Thian-hong menyusul ke depan sambil berteriak "Soat-jie, dimanakah majikanmu?"" Hoa In tersenyum. "Masa makhluk itupun mengerti akan ucapan manusia?"" serunya. Rase salju itu berpaling memandang sekejap ke arah Hoa In, setelah berteriak dua kali dia lanjutkan kembali perjalanannya lari menuju ke arah depan. Sesudah berlarian beberapa saat lamanya, tiba-tiba rase salju itu berhenti dibawah sebuah pohon kuai yang tua, buru-buru Hoa Thian-hong menyusul ke depan, tegurnya, "Soat-jie, Giok Teng hujien berdiam dimana?"" Dari balik pohon berkumandang datang suara tertawa cekikikan, mengikuti lengking suara tertawa itu muncullah seorang dara baju hijau yang memakai gaun panjang. Begitu berjumpa dengan dara itu, Hoa Thian-hong segera mengenali sebagai dayang kepercayaan dari Giok Teng Hujien yang bernama Pui Che-giok, dalam hati ia merasa kegirangan pikirnya, "Pisau belati yang dipergunakan untuk membunuh Jin Bong berada di dalam sakunya benda itu merupakan kunci utama untuk memecahkan teka teki sekitar peristiwa pembunuhan ini, baiklah aku pura2 bertanya kepadanya agar dia masuk jebakan" Sementara itu Pui Che-giok sambil tertawa telah memberi hormat, ujarnya dengan suara halus, "Hoa kongcu, kedatanganmu ke kota Leng An kali ini apakah hendak berjumpa dengan hujien kami?" 00000O00000 SINAR mata Hoa Thian-hong dengan tajam menyapu sekejap sekeliling tempat itu, ketika dilihatnya sekitar sana tiada orang lain, air mukanya segera diubah jadi masam sekali, sabutnya dengan suara ketus, "Hujien mu akan kutemui, kaupun akan kutemui juga!" Tertegun hati Pui Che-giok mendengar jawaban tersebut. menyaksikan air mukanya rada kurang beres dengan perasaan sangsi kembali dia bertanya, "Ada urusan apa kongcu-ya hendak mencari diri hamba?"" Hoa Thian-hong tertawa dingin. "Hmmm! Sewaktu masih berada di kota Cho ciu tempo dulu, kau telah meracuni arakku dan ingin mencelakai selembar jiwaku..." "Bukan.... itu bukan racun!" sahut Pui Che-giok dengan hati amat gelisah. "Kalau bukan racun, lalu apa yang telah kau campurkan ke dalam arakku" Bentak si anak muda itu. Merah padam selembar wajah dayang she Pui itu setelah sangsi beberapa saat lamanya dia menjawab, "Obat... obat itu adalah obat perangsang aku... aku hanya bermaksud gurau saja" "Konyol!" hardik Hoa Thian-hong dengan gusarnya, "ini hari kita bisa saling berjumpa kembali. ayoh! Serahkan selembar jiwamu" Sebagai penutup kata telapak tangannya segera diayun ke depan segera melancarkan satu pukulan gencar. Pucat pias selembar wajah Pui Che-giok menyaksikan datangnya ancaman itu, tubuhnya buru-buru bergerak dan mengigos ke samping teriaknya, "Sau-ya tunggu sebentar. budak ada perkataan yang hendak disampaikan terlebih dahulu" "Apa yang hendak kau katakan lagi?"" Pui Che-giok ketakutan setengah mati, biji matanya yang jeli berputar dan memandang sekejap ke arah Hoa In, lalu serunya, "Lo Koan-kee, aku mohon sudilah kiranya kau memohon ampun bagiku, tolonglah jiwaku". Hoa In baru untuk pertama kali ini berjumpa dengan Pui Che-giok, terhadap dirinya boleh dibilang ia sama sekali tiada pikiran apapun, dan dia sendiripun tak tahu apa sebabnya Hoa Thian-hong hendak menyusahkan dirinya., setelah tertegun beberapa saat lamanya dia berkata. "Urusan dari Siau Koan-jin siapa yang mampu menghalanginya?" Aku sama sekali tak berdaya untuk mohonkan ampun bagimu lebih baik carilah jalan lain" Dalam keadaan apa boleh buat terpaksa Pui Che-giok berpaling kembali ke arah pemuda she Hoa itu sambil katanya, "Siau Koan-jin, ini hari bukannya waktunya bagimu untuk turun tangan, ketika budak menjumpai kehadiran Siau Koan-jin di sekitar tempat ini, sengaja kulepaskan Soat-jie untuk memimpin jalan bagi dirimu". Hoa Thian-hong tidak gubris perkataan orang, telapak kakinya diangkat dan siap melancarkan sebuah pukulan lagi, serunya, "Lebih baik kau tak usah banyak bicara, sebetulnya kau ingin mati atau ingin hidup?" "Kalau budak ingin hidup?" "Kalau ingin hidup boleh juga. tetapi setiap pertanyaan yang kuajukan harus kau jawab dengan sejujurnya!" Pui Che-giok mengangguk tiada hentinya. "Budak pasti akan menjawab dengan sejujurnya!" dia menyahut. Tiba-tiba sambil menutupi mulutnya sendiri dengan ujung pakaian. dia tertawa cekikikan. "Apa yang kau tertawakan?"" bentak Hoa Thian-hong dengan suara gusar. Buru-buru Pui Che-giok mendekam mulutnya sendiri, sesaat kemudian dengan suara genit dia menjawab, "Budak sedari tadi sudah tahu kalau Siau Koan-jin adalah seorang enghiong yang berbudi luhur dan penuh kebijaksanaan, tidak mungkin kau benar-benar mencelakai jiwa budak" "Tentang soai itu sulit untuk dikatakan" setelah berhenti sebentar tanyanya lagi, "Nyonya mu sebenarnya she apa?"" Pui Che-giok tertegun mendapat pertanyaan itu, dia gelagapan untuk beberapa saat lamanya. "Budak tidak berani menjawab!" akhirnya dia berseru, "lebih baik Siau Koan-jin tanyakan sendiri pertanyaan ini kepada hujien, budak rasa hujien pasti akan mengatakannya secara terus terang"' Hoa Thian-hong tertawa dingin. "Heee... heee... heee... siapa yang mengajari ilmu silat kepadamu" Sudah berapa lama mengikuti hujienmu itu?"" "Sedari masih kecil budak sudah mengikuti hujien, seluruh ilmu silat yang kumiliki adalah pelajaran dari hujien sendiri, sayang sekali bakatku terlalu jelek. walaupun mendapat didikan dari guru pandai namun kemajuan ilmu silat yang berhasil kucapai terbatas sekali" "Senjata tajam apa yang biasa kau pakai?" Rupanya Pui Che-giok tak pernah menyangka kalau pemuda itu bakal mengajukan pertanyaan seperti ini, setelah tertegun beberapa saat ia tertawa genit. "Selama hidup budak belum pernah menggunakan senjata tajam, sebab sejak dulu sampai sekarang budak belum pernah melakukan pertarungan sengit dengan mempertaruhkan jiwaku!" "Budak ini benar-benar licik sekali" batin Hoa Thianhong di dalam hati kecilnya, "Rupanya dia sudah menduga kalau aku tak bakal mencelakai jiwanya kalau dia tak mau mengaku terus terang, meskipun pisau belati itu adalah benda yang dipergunakan untuk melakukan pembunuhan, tanpa bukti yang kuat tak mungkin dia bisa mengakuinya dengan begitu saja" Setelah termenung beberapa saat lamanya, pemuda itu segera merasa bahwa lebih baik untuk sementara waktu tetap menyabarkan diri daripada memukul rumput mengejutkan ular. Dengan wajah serius segera serunya, "Ayo cepat membawa jalan, aku ada urusan hendak bertemu dengan hujienmu itu." Pui Che-giok tertawa. dia lantas berteriak, "Soat-jie, ayoh cepat lari!" Sambil berseru diapun ikut putar badan dan berlalu dari sana. Hoa Thian-hong serta Hoa In segera menyusul dari belakang. tiga orang manusia seekor binatang dengan cepatnya bergerak menuju ke arah timur. Hoa In belum pernah berjumpa dengan Giok Teng Hujien, ketika itu hatinya terasa bergerak segera bisiknya dengan suara lirih, "Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki budak ini telah mencapai kesempurnaan, aku rasa ilmu silat yang dimiliki tentu tidak jelek juga, Budaknya saja sudah begini hebat bisa dibayangkan kepandaian silat yang dimiliki majikannya tentu luar biasa sekali, Siau Koan-jin adalah tubuh emas yang tak bernilai harganya, kenapa kau musti masuk ke dalam sarang harimau" Hoa Thian-hong menghela napas panjang setelah mendengar perkataan itu sahutnya, "Untuk mendirikan sebuah gedung besar, tak cukup kalau disanggah dengan sebatang golok saja, dewasa ini adalah masa yang bagus bagi manusia-manusia lurus dan budiman untuk melakukan perjuangan, setiap orang harus berusaha dengan segala pikiran serta kemampuan yang dimilikinya, siapapun bukan tubuh emas dan semua Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo orang berhak untuk mempertaruhkan jiwa raganya demi tercapainya cita cita yang diharapkan" "Hati manusia sukar diduga, andaikata Giok Teng Hujien ada maksud hendak mencelakai Siau Koan-jin, bukankah kedatangan kita kali ini hanya akan menghantarkan kematian sendiri dengan sia-sia belaka?" Kau tidak merasa terlalu penasaran?" "Giok Teng Hujien tak mungkin bakal mencelakai jiwaku!" "Kenapa?"" tanya Hoa In dengan pikiran tak habis mengerti. Tertegun hati si anak muda itu, setelah termenung beberapa saat lamanya ia menjawab, "Aku sendiripun tak bisa mengatakan apa sebabnya hanya aku merasa yakin bahwa Giok Teng Hujien tak mungkin akan mencelakai jiwaku" Hoa In adalah seorang pelayan tua yang amat setia terhadap majikannya, dia pandang keselamatan pemuda itu jauh lebih penting daripada keselamatan diri sendiri, Sedangkan Giok Teng Hujien adalah seorang perempuan yang sudah tersohor namanya dalam dunia persilatan dia merupakan pula seorang perempuan misterius yang tidak diketahui asal usulnya oleh siapapun, Setelah Hoa Thianhong tak sanggup menemukan asalnya, tentu saja pelayan tua itu merasa semakin kuatir. Tetapi waktu Hoa Thian-hong yang gagah, bersemangat tidak jeri menghadapi ancaman bahaya membuat dia tak sanggup untuk memberi nasehat lagi, terpaksa dengan hati penuh curiga dia tetap membungkam da1am seribu bahasa. Kurang lebih setelah melakukan perjalanan satu jam lamanya, sampailah mereka ditepi samudra bebas. ombak besar yang menggulung di tengah lautan memecah ditepian Hoa Thian-hong alihkan sorot matanya menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu, dia lihat di atas sebuah bukit kecil berdirilah sebuah gedung megah yang terbuat dari batu putih. tembok pekarangan terbuat dari batu putih pula dengan pintu besar berwarna merah, dibalik tembok taman bunga terbentang luas dengan bunga yang beraneka ragam membuat pemandangan di sekitar situ nampak indah dan serasi. Tiba-tiba Pui Che-giok bersuit nyaring, Soat-jie rase salju itu segera berteriak kegirangan bagaikan segulung asap dia melayang ke arah depan dan dalam sekejap mata lenyap di balik gedung megah tersebut. "Sungguh cepat larinya makhluk itu!" puji Hoa In dengan sepasang alis berkerut. Hoa Thian-hong tertawa, "Kau belum pernah menjumpai kepandaiannya dalam bertempur melawan jago lihay asal ilmu silatnya rada cetek niscaya orang orang itu tak mampu bisa menandingi dirinya" JILID 21 : Cinta kasih Giok Teng Hujin AKU dengar makhluk aneh ini berasal dari wilayah See Ih, entah bagaimana caranya dia menyesuaikan diri dengan iklim di wilayah Kanglam yang hangat ini?" "Di wilayah See Ih toh terdapat pula musim semi dan musim panas, disitu kan bukan sepanjang tahun tertutup salju melulu...." Sementara pembicaraan masih berlangsung Pui Chegiok telah membawa kedua orang itu mendaki ke atas bukit dan tiba di depan gedung megah terbuat dari batu putih itu. Tampaklah dua orang dayang kecil membuka pintu segera muncullah Giok Teng Hujien yang nampak agung dan cantik di balik dandanannya yang mewah. Pui Che-giok lari masuk lebih dahulu, serunya dengan suara riang, "Hujien, Siau-ong-ya telah tiba!" Giok Teng Hujien berdiri disisi pintu, biji matanya yang jeli berputar dan menatap wajah Hoa Thian-hong dengan penuh senyuman. Hoa Thian-hong segera melangkah masuk ke dalam ruangan, serunya kembali memberi hormat, "Kedatangan siaute gegabah dan kasar sekali, bila mengganggu ketenangan cici harap suka dimaafkan!" Giok Teng Hujien tertawa, dia pandang sekejap wajah orang dari atas sampai ke bawah, kemudian tegurnya, "Kau telah bertempur dengan siapa?" Sebelum Hoa Thian-hong sempat menjawab, Pui Chegiok telah berseru lebih dahulu, "Dengan Yan-san It-koay dari perkumpulan Hong-im-hwie, dia telah bertempur semalamam suntuk, hampir saja selembar jiwanya ikut melayang. Giok Teng Hujien tertunduk sedih, bagaikan sedang menegur pemuda itu dia berkata. "Apa gunanya sih bertarung melawan orang dengan taruhan nyawa...." "Makhluk tua itu adalah pembunuh yang telah mencabut jiwa ayahku!, aku harus membinasakan dirinya untuk membalaskan dendam ayahku" Ia menuding ke arah Hoa In dan memperkenalkan. "Dia adalah pembantu yang mendampingi mendiang ayahku, dan bernama Hoa In. "Oooh...! Kiranya Lo Koan-kee, maaf... maaf..." sambung Giok Teng Hujien dengan cepat. Dari sikap mesranya terhadap sang majikan muda, diam-diam Hoa In menggerutu di dalam hati. Tetapi menghadapi sapaan yang begitu hangat, dia merasa tidak sepantasnya kalau dia tunjukan sikap kurang sedap apalagi dari nada suaranya sama sekali tidak memandang dirinya sebagai orang bawahan. Sambil memberi hormat sahutnya, "Tidak berani..... maaf bila aku telah mengganggu ketenangan Hujien" Giok Teng Hujien tersenyum, dia gandeng tangan Hoa Thian-hong dan segera diajak masuk ke dalam, ujarnya, "Bukankah pasukan besar dari pihak Hong-im-hwie serta Sin-kie-pang belum tinggalkan kota Ceng kang" Apakah kau menyusul kemari secara diam-diam.....?" Hoa Thianhong mengangguk. "Aku sengaja datang kemari untuk menjumpai diri cici!" sahutnya. "Apakah ada urusan penting?" Hoa Thian-hong tidak langsung menjawab, dia merasa tidak leluasa untuk bicara terus terang karena dalam ruangan itu di samping terdapat Pui Che-giok serta dua orang dayang kecil tadi, dari dalam ruangan muncul pula dua orang gadis muda berusia tujuh enam belas tahunan. "Tiga kekuatan besar dalam dunia persilatan sedang terjadi pertikaian dan tanpa sadar siau te ikut terseret di dalam kancah kekalutan ini," katanya cepat, "karena itu aku merasa kesal sekali, sengaja aku datang kemari untuk mengunjungi cici sampai menghilangkan semua kemurungan yang memenuhi dalam benak " Giok Teng Hujien tertawa, sinar matanya berkilat dan mengerling sekejap ke arah pemuda itu dengan pandangan mesrah. "Dimanakah Pek Kun-gie" Bagaimana tanggung jawabmu terhadap Pek Siau-thian?" ia menggoda. Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong. "Apa yang musti aku pertanggungjawabkan?" sahutnya sambil tertawa. "Apa yang menjadi kesulitan siaute rasanya cici tentu memahami juga bukan?" "Cisss.......! Kau ini makin berbicara semakin tidak genah, kenapa ngomongnya tidak karuan?" Sementara itu semua orang sudah memasuki sebuah ruangan besar yang sama sekali tertutup, setelah menghidangkan air teh Giok Teng Hujien segera memerintahkan dayangnya untuk menyiapkan hidangan. Beberapa saat kemudian meja perjamuan telah diatur, Hoa Thian-hong duduk di kursi utama didampingi oleh Giok Teng Hujien di sisinya, sedang Hoa In duduk di kursi sebelah bawah. Sepanjang perjamuan berlangsung, Giok Teng Hujien turun tangan sendiri melayani kedua orang itu bersantap dan minum arak, sikap yang begitu hangat membuat suasana berjalan dengan meriah. Setelah meneguk secawan arak, Hoa Thian-hong berkata sambil tertawa, "Gedung ini sungguh megah dan indah sekali, kecuali cici dan beberapa orang nona, apakah masih ada orang lainnya lagi?" "Masih ada beberapa orang nenek tua!" Ia berhenti sebentar, sambil tertawa tambahnya, "Tua muda yang tinggal dalam gedung ini semuanya terdiri dari kaum wanita, tak seorangpun pria yang tinggal disini" "Tempat ini jauh letaknya dari markas besar, apakah kau tidak merasa kerepotan kalau musti pergi datang melakukan perjalanan sejauh ini"....." Giok Teng Hujien tertawa. "Meskipun aku tergabung di dalam perkumpulan Thong-thian-kauw, namun gerak-gerikku sama sekali tidak terikat oleh siapapun juga, mau dinas atau tidak siapapun tidak pernah mencampuri urusanku, kecuali menghadapi urusan yang maha penting aku baru pergi ke markas besar" "Apakah kaucu dari perkumpulan Thong-thian-kauw juga berdiam di dalam kuil It-goan-koan?" "Apakah kedatanganmu ke selatan kali ini tujuannya adalah mencari Thong-thian-kauwcu?" tegur Giok Teng Hujien dengan alis berkerut. Sambil tertawa Hoa Thian-hong menggeleng. "Aku sama sekali tidak kenal dengan dirinya, buat apa musti pergi mencari dirinya?" Rupanya Giok Teng Hujien tidak ingin menyaksikan pemuda itu bentrok langsung dengan ketua dari perkumpulan Thong-thian-kauw itu, mendengar ucapan tersebut dengan wajahnya serius dia menjawab, "Kalau memang tujuanmu bukan mencari kaucu dari perkumpulan Thong-thian-kauw, buat apa kau musti urusi dimanakah ia berdiam" Setelah termenung kembali beberapa saat lamanya, dia berkata lagi, "Nama besar Yan-san It-koay telah menggetarkan seluruh dunia persilatan, darimana mungkin kau bisa menandinginya?" "Kita telah maju bersama!" sahut Hoa Thian-hong sambil, menuding ke arah Hoa In. Pui Che-giok yang ketika itu berdiri di samping meja perjamuan segera menyela pula sambil tertawa, "Kongcu-ya galak sekali, barusan dia hendak mencabut selembar jiwaku...." Giok Teng Hujien tertawa, dan tidak menggubris ucapan pelayannya itu, sambi1 memenuhi cawan emas Hoa Thian-hong dengan arak wangi katanya lagi, "Sudah hampir mendekati tengah hari, minumlah secawan arak lagi dan segera bersantap. Selesai bersantap pelayan muncul menghidangkan teh wangi. Hoa Thian-hong yang melihat di sekitar sana terdapat banyak orang, mulutnya selalu bungkam terhadap tujuan yang sebenarnya, sedang Giok Teng Hujien pun tidak bertanya lagi tentang persoalan itu. Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan tengah hari lewat. "Adik Hong!" Giok Teng Hujien segera bangkit berdiri sambil berseru, "Mari kutemani dirimu berlarian sebentar ditepi pantai, pemandangan disana indah sekali." Diri sikap perempuan itu, Hoa Thian-hong tahu bahwa dia tidak ingin Hoa In ikut serta dalam perjalanan itu, maka kepada pelayan tua itu segera pesannya, "Aku akan pergi sebentar ditemani oleh Hujien, kau tak usah menemani aku lagi.....setelah melakukan perjalanan selama beberapa hari, ini hari kau boleh beristirahat." Meskipun Hoa In tak mau tapi ia tak berani membantah perintah majikan mudanya, bibirnya bergetar seperti mau bicara namun tak sepatah katapun yang meluncur keluar. "Che-giok, siapkan tempat tinggal!" perintah Giok Teng Hujien pula, "baik-baiklah layani pengurus tua, jangan sampai bertindak ayal hingga kurang pelayanan! "Budak terima perintah!" Dengan membawa serta makhluk anehnya Soat-jie, berangkatlah Giok Teng Hujien serta Hoa Thian-hong tinggalkan gedung megah itu dan turun dari bukit, sambil bergandengan tangan mereka lari menuju ke tepi laut. Beberapa saat kemudian racun teratai yang mengeram di dalam tubuh Hoa Thian-hong mulai bekerja, semakin lari semakin kencang, Giok Teng Hujien segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk mengiringi disisinya, sedang Soat-jie sambil menjerit kegirangan menyusul dari belakang, rupanya dia ikut bergirang hati atas kesenangan majikannya. Setelah berlarian beberapa waktu, ditepi pantai laut muncullah pantai berpasir yang amat luas, dua manusia, seekor binatang segera berlari kencang di atas pantai berpasir itu. Ketika Hoa Thian-hong menyaksikan di atas jidat Giok Teng Hujien telah basah bermandikan keringat, ia jadi tak tega buru-buru serunya, "Cici, beristirahatlah lebih dulu, biar siaute berlarian seorang diri!....." "Aaah! tak apa, merasa senang sekali untuk berlari-lari disisimu, dengan begini otot-otot tubuhku ikut jadi lemas" jawab Giok Teng Hujien sambil tertawa keras. Karena perempuan itu tetap ngotot untuk ikut lari, terpaksa Hoa Thian-hong membiarkan dia untuk tetap berlari di sisinya. Tengah hari di musim panas yang menyengat badan, benar-benar merupakan penderitaan yang berat untuk berlari di udara terbuka, Hoa Thian-hong yang bertujuan Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo untuk menyebarkan kadar racun di badan dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya. Belum jauh dia berlari sekujur badannya sudah basah kuyup oleh keringat. Giok Teng Hujien sendiri sekalipun telah lari dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh, namun satu jam kemudian seluruh tubuhnya telah basah pula oleh air keringat. Beberapa Waktu kemudian kadar racun di tubuh Hoa Thian-hong telah tenggelam kembali ke dasar Tam thian (Pusar), setelah rasa sakit di tubuh berkurang, iapun menghentikan larinya sembari berkata, "Aaaah.......! Sekarang sudah baikan, ayoh kita beristirahat!" Sambil mengerut dada, Giok Teng Hujien menghembuskan napas panjang, tiba-tiba serunya sambil tertawa, "Ayoh kita terjun kelaut dan mandi!" Ia tarik tangan pemuda itu dan lari menuju kelautan. "Eei.....jangan......" teriak Hoa Thian-hong sambil menghentikan langkah kakinya. "Jangan kuatir, toh di sisi ada aku, kau tak bakal mati tenggelam....... ayolah......" "Bukan begitu, dalam sakuku terdapat beberapa lembar kertas yang berisi catatan ilmu silat, kalau kena air kertas itu bisa hancur" Giok Teng Hujien tertawa, ia berjongkok melepaskan sepatu dan kaos kaki pemuda itu kemudian melepaskan pula ikat pinggang serta jubah luarnya...... Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong, dia ambil keluar catatan ilmu Ci yu ciat tersebut, ketika melihat catatan itu tidak rusak, segera dimasukkan kembali ke dalam sakunya. "Adik Hong, aku punya kaki yang besar, engkau tak jemu bukan?" seru Giok Teng Hujien tiba-tiba sambil tertawa ringan. Perlu diketahui pada jaman dahulu kala, di daratan Tionggoan berlaku kebiasaan dimana kaum waniia sejak kecil kakinya diikat dengan kain sehingga sewaktu menginjak dewasa, kaki mereka rata-rata kecil dan tidak normal. Air muka Hoa Thian-hong berubah semakin merah padam. "Cici, kau pandai sekali bergurau, siaute tidak kuat menahan diri........." serunya. Giok Teng Hujien tertawa terbahak-bahak, ia lepaskan ikat pinggangnya dan mencopot gaun panjang, Hoa Thian-hong tersipu-sipu, dengan cepat ia loncat kemuka dan terjun ke dalam air. "Adik Hong....." tiba-tiba Giok Teng Hujien berseru dengan suara manja. Hoa Thian-hong segera berpaling, ia lihat sesosok tubuh yang putih bersih meluncur dari tengah udara dan menerjang ke arahnya, dalam gugup dan gelagapannya ia rentangkan tangan dan memeluk bayangan itu erat-erat. Terasalah segumpal tubuh yang lunak dan halus menempel di tubuhnya, ia semakin gugup, buru-buru tubuh perempuan itu dipeluk dan dilepaskan di dalam air. Sebagai pemuda yang dibesarkan di atas gunung, ia tak tahu ilmu dalam air, berada di air yang dangkal si anak muda itu tak tahu menyembunyikan Giok Teng Hujien disana. Perempuan itu tertawa cekikikan, sepasang lengannya yang putih halus dan telanjang memeluk tubuh pemuda itu erat-erat, sampai matipun tak dilepaskan, memaksa Hoa Thian-hong terpaksa pejamkan mata dan buru-buru maju ke depan hingga ke dalam air yang lebih tinggi. Ketika sampai di dasar laut yang tingginya mencapai seleher, ia baru berani membuka matanya kembali. "Ayoh maju lagi ke depan!" seru Giok Teng Hujien sambil tertawa cekikikan, "terus maju sampai di istana Liong kiong...." "Cici, berdirilah yang tegak, hati-hati kalau sampai digulung ombak dan tenggelam ke dasar laut!" Giok Teng Hujien tertawa semakin keras, dia gesekkan pipinya di atas wajah pemuda itu dan serunya, "Biarlah kita mati bersama agar pada penitisan yang akan datang dapat hidup sebagai suami istri, bukankah keadaan itu lebih baik?" Hoa Thian-hong gelengkan kepalanya berulang kali. "Banyak urusan yang belum siaute selesaikan, aku tak ingin putus nyawa diusia muda!" "Seandainya persoalanmu telah beres semua?" Giok Teng Hujien balik bertanya sambil menatap wajahnya tajam-tajam. Hoa Thian-hong menghela napas panjang. "Cici, engkau pasti tahu bukan penyakit dari siaute......!" serunya. Tidak menunggu pemuda itu menyelesaikan katakatanya, Giok Teng Hujien segera menukas, "Aku tahu darahmu mengandung racun, selama hidup tak bisa punya bini...... bukankah begitu?" Dia menghela napas panjang, setelah berhenti sebentar terusnya, "Aku tahu tak punya rejeki sebesar itu untuk menjadi binimu, yang kuharapkan hanya hatimu bukan badanmu!" "Hati siaute telah kupersembahkan bagi kesejahteraan umat Bulim" bisik sang pemuda dengan kepala tertunduk. "Itu tak jadi soal" desak Giok Teng Hujien lebih jauh, "hati pendekar sudah sewajarnya dipersembahkan untuk kesejahteraan umat persilatan, yang kutanya adalah hatimu dalam soal cinta, hendak kau persembahkan kepada siapa" Chin Wan-hong" Atau Pek Kun-gie?" Tertegun hati Hoa Thian-hong mendengar teguran itu, pikirnya di dalam hati, "Seandainya ditanya cintaku yang sejati, maka harus kujawab hatiku telah kupersembahkan untuk enci Wan-hong......" Sudah tentu perkataan semacam ini tidak sampai ia utarakan keluar. Berbicara tentang kecantikan, raut wajah Chin Wanhong kalah jika dibandingkan dengan Pek Kun-gie apalagi kalau dibandingkan dengan Giok Teng Hujien, dalam hal hubungan sehari-hari, daya tarik dan keluwesan, di dalam hubungan baik Chin Wan-hong mau pun Pek Kungie kalah kalau dibandingkan dengan Giok Teng Hujien. Kadangkala soal cinta muda-mudi memang aneh sekali, seperti Hoa Thian-hong yang dikerumuni gadisgadis cantik, ternyata ia lebih memandang berat diri Chin Wan-hong dari pada perempuan yang lain kendati gadis yang lain jauh lebih cantik dan menarik. Begitulah, ketika Giok Teng Hujien melihat pemuda itu termenung dan lama sekali tidak bicara, ia segera mengguncangkan tubuhnya sambil berseru manja, "Cepat katakan, hatimu akan kau berikan kepada siapa" Kenapa sih membungkam" Apa susahnya untuk menjawab?" Hoa Thian-hong dibikin apa boleh buat, terpaksa sambil tertawa jawabnya, "Hatiku tak akan diberikan kepada siapa pun, biar kutahan untuk diriku sendiri!" "Ciiss......" Segulung ombak menggulung datang menenggelamkan kedua orang itu ke dasar lautan, tubuh Hoa Thian-hong keterjang hebat sampai terseret mundur beberapa tombak jauhnya dari tempat semula, buru-buru ia keluarkan ilmu bobot seribu untuk menahan badannya. Giok Teng Hujien amat bangga dan senang melihat pemuda itu gugup dan gelagapan sendiri, teriaknya. "Ayoh cepatlah mundur kalau tidak kau akan benarbenar tenggelam di laut dan mati!" Walaupun Hoa Thian-hong memiliki serangkai ilmu silat yang mengejutkan, namun saat itu hatinya dibikin jeri juga oleh air laut yang menggulung hebat, terutama sekali karena ia tak kenal ilmu berenang dan baru pertama kali terjun ke laut, tanpa memperdulikan tubuh telanjang yang berada di dalam pelukannya lagi ia berseru keras dan buru-buru mengundurkan diri ke atas daratan. Setelah tiba di pantai berpasir, dengan setengah merengek Hoa Thian-hong memohon. "Oooh...! cici yang baik, cepatlah berpakaian, kalau sampai terlihat orang kita bakal malu" "Haaah...haaah..." Giok Teng Hujien tertawa cekikikan, "Soat-jie berjaga-jaga di sekitar tempat ini, siapa yang mampu menerobos kemari...?" Sepasang kakinya mengait, bersama tubuh Hoa Thianhong mereka roboh terjengkang ke atas tanah. Mereka bertindihan satu sama lainnya dan berbaring di atas pantai berpasir, ketika Hoa Thian-hong menjumpai perempuan itu tidak menunjukkan gejala untuk maju setindak lebih maju, diapun lantas membungkam dan membiarkan lawannya bertingkah sesuka hatinya. Giok Teng Hujien memeluk tubuh Hoa Thian-hong kencang-kencang, tubuhnya yang putih, montok dan padat berisi menindih di atas tubuhnya, pipi bergeser pipi dada bergeser dada, kaki bergesek kaki menimbulkan suatu perasaan yang aneh sekali...... Lama kelamaan Hoa Thian-hong terpengaruh juga oleh nafsu birahi, jantungnya berdebar keras tapi kesadaran masih ada, cepat-cepat ia pusatkan pikiran dan membentak dengan suara lirih, "Cici, apakah kau sudah bosan hidup" ingat racun dalam tubuhku......" "Huuh........ siapa yang sungguhan" Aku toh cuma main-main saja!" seru Giok Teng Hujien sambil meliukkan pinggangnya makin menjadi. "Cici......aku tidak tahan........kalau aku sampai berbuat nekad....kau jangan salahkan aku loo...... apalagi kalau jiwamu sampai melayang........" "Mati yaah biar... daripada musti menderita akibat patah cinta, hidup di kolong langit malah sengsara," bisik Giok Teng Hujien sambil membenamkan kepalanya dalam pelukan pemuda itu. "Bodoh...bila kau mati dalam keadaan seperti itu, orang pasti akan mentertawakan dirimu" Setelah berhenti sebentar dia belai rambut Giok Teng Hujien yang basah kuyup lalu berbisik lagi dengan suara lirih, "Cici, kau she apa" Bolehkah aku tahu si apakah namamu?" "Aku she Siang bernama Hoa," jawab perempuan itu sambil tertawa cekikikan. "Cici suka amat bergurau, atau engkau memang tak suka nama aslimu diketahui orang?" "Kau apa tidak percaya?" seru Giok Teng Hujien sambil angkat kepala, "itulah nama asliku, Siang Hoa artinya hatiku tertuju kepadamu (Hoa atau Hoa Thian-hong)....!" Hoa Thian-hong tahu kalau perempuan itu sengaja bergurau dan menciptakan nama palsu untuk membohongi dirinya, melihat ia bersandar di tubuhnya dengan begitu mesra dan nikmat, ia jadi serba salah. "Baik.....baiklah....kalau memang bernama Siang Hoa kuakan sebut dirimu sebagai Siang Hoa, pokoknya hatimu senang itu sudah cukup!" "Kalau begitu panggillah aku enci Siang Hoa......" pinta perempuan itu manja. Hoa Thian-hong tersenyum. "Enci Siang Hoa, berapa usiamu tahun ini?" tanyanya. "Lebih besar satu tahun darimu!" "Lebih baik kita jangan membicarakan soal tetek bengek lagi, siaute ada satu urusan penting hendak dibicarakan dengan cici, apabila cici tahu maukah engkau memberi tahu dengan jujur?" Giok Teng Hujien mengangguk. "Nyawapun aku rela berikan kepadamu, masa menjawab saja tak mau....... cepat utarakan pertanyaanmu itu" Jawaban itu diutarakan dengan bebas dan leluasa, membuat orang sama sekali tidak curiga. Dengan terus terang Hoa Thian-hong berkata, "Siaute ingin mencari tahu duduk perkara yang sebenarnya tentang latar belakang pembunuh terhadap Jin Bong, siapakah pembunuhnya" Apa tujuannya" Apakah pedang emas milik Jin Hian telah hilang dan siapakah otak yang merencanakan pembunuhan tersebut?" Sepasang alis Giok Teng Hujien kontan berkerut, serunya, "Mau apa kau tanyakan masalah tentang peristiwa itu" Ketahuilah semakin banyak yang kau tahu semakin bahaya jiwamu!" "Perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie dan Teng Thian Kau tak mengijinkan siaute hidup di kolong langit, siaute sendiripun tak senang mereka tetap berdiri tegak di dalam Bulim, suatu hari mereka pasti akan bekerja sama untuk menghadapi sekelompok kekuatan pihak kami, karena itu siaute ingin menyelidiki latar belakang dari peristiwa pembunuhan itu, serta berusaha untuk mencari apakah ada kesempatan baik yang dapat kupergunakan!...." Giok Teng Hujien segera gelengkan kepalanya, dengan suara lembut dia berkata, Lebih baik jangan mencari kerepotan buat diri sendiri, semua persoalan serahkan saja pada cici, kau hidup cicipun hidup, kau mati ..." "Cici tak akan mampu melindungi siaute" tukas Hoa Thian-hong sambil gelengkan kepalanya. Giok Teng Hujien tertegun, lama sekali ia baru berkata dengan suara lirih, "Kejadian itu merupakan peristiwa yang paling membuat hatiku menyesal, karena persoalan itu kendati sekarang kucongkel keluar hatiku dan mempersembahkannya kepadamu, belum tentu engkau akan mengampuni jiwaku, belum tentu aku bisa menggembirakan hatimu." "Cici, apa yang kau bicarakan" Siaute sama sekali tidak mengerti ..." seru sang pemuda kebingungan. "Aaaai......aku maksudkan peristiwa yang terjadi sewaktu di dermaga penyeberangan sungai Huang-ho, tidak sepantasnya kalau aku berpeluk tangan belaka Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo melihat kau bunuh diri!" Wajahnya kelihatan berubah jadi amat sedih dan murung sehingga membikin hati orang yang melihat jadi iba dan kasihan. "Aaaai......lain dulu lain sekarang" ujar Hoa Thian-hong sambil menghela napas, "tempo dulu kita baru bertemu untuk pertama kalinya, kita berdua belum pernah kenal dan punya hubungan persahabatan, lagipula disitu hadir pula Cukat racun Yau Sut serta malaikat berlengan delapan Cia Kim, sekali pun cici bermaksud menolong aku, belum tentu situasi mengijinkan engkau berbuat begitu" Giok Teng Hujien gelengkan kepalanya berulang kali. "Aaai.......! tidak benar......aku bernama Siang Hoa, sudah sepantasnya kalau kutolong dirimu kendati harus korban selembar jiwaku, bukankah aku bernama Siang Hoa (condong ke Hoa)" Aaai....! waktu itu aku telah salah berpikir, kini mau menyesalpun sudah terlambat ..." Perkataannya begitu menarik dan menawan hati seakan-akan perempuan itu benar-benar menyesal sekali, membuat Hoa Thian-hong jadi melongo dan termangu-mangu. "Kau marah kepadaku?" bisik Giok Teng Hujien lagi. "Sejak pertama kali sampai sekarang aku tak pernah marah kepadamu, kenapa aku harus marah?" Giok Teng Hujien tertegun, kemudian serunya kembali, "Hmm! Kau tentu marah... kau bilang sejak pertama kali itu berarti kau pernah marah kepadaku." "Biar orang menganiaya diriku, aku tak akan menganiaya orang lain, cici! jangan kau ucapkan katakata yang tak ada artinya lagi, cepat ceritakan latar belakang dari peristiwa tersebut, seru Hoa Thian-hong dengan alis berkerut, "Kau ingin tahu?" "Tentu saja, sedari dulu aku sudah tahu kau tentu terlihat dalam peristiwa ini. Giok Teng Hujien tertawa cekikikan. "Boleh saja kalau suruh aku bicara, tapi kita musti bermesraan dulu kalau tidak jangan harap aku mau bicara" Hoa Thian-hong merasa amat jengah, tapi apa boleh buat" terpaksa ia peluk tubuh perempuan itu kencangkencang kemudian mencium dan menggerayangi tubuhnya, beberapa saat kemudian pemuda baru bicara sambil tertawa, "Cici, kau terlalu romantis, sekarang tak boleh bercanda lagi.... cepat ceritakan latar belakang dari peristiwa berdarah itu" "Peristiwa berdarah apa sih" Aku sama sekali tidak mengerti!" "Sebenarnya kau ingin bicara tidak?" "Bicara soal apa?" bisik Giok Teng Hujien tertawa cekikikan, perempuan itu tetap tak bicara. "Siapakah yang membinasakan Jin Bong tersebut?" Giok Teng Hujien yang selamanya binal dan tak dapat disuruh tenang, saat ini berubah jadi jinak dan halus sekali, sambil bersandar di tubuh Hoa Thian-hong jawabnya dengan suara lembut, "Pui Che-giok yang melakukan pembunuhan itu!" "Pui Che-giok yang mana?" "Itu tuh..... budak yang ada di rumah!" "Kau ngaco belo!" teriak Hoa Thian-hong dengan suara terperanjat. Hubungan muda-mudi kadang kala memang aneh sekali, tiba-tiba Hoa Thian-hong bersikap seolah-olah dialah sang tuan rumah, sedang Giok Teng Hujien lebih rendah dari seorang dayang, setelah gugup sebentar ujarnya kembali dengan suara lirih, "Aku bicara sungguhan kau tidak percaya, siapa sih yang berani membohongi dirimu?" "Ketika itu aku hadir pula di tempat tujuan, aku lihat raut wajah sang pembunuh mirip sekali dengan Pek KunTiraikasih Website http://kangzusi.com/ gie kalau dibandingkan dayangmu itu wajahnya jauh lebih cantik" "Aku toh bisa merubah-rubah wajahnya menurut kehendak hatimu, kalau tidak percaya entar malam akan kusuruh dia merubah wajah!" Jadi orang yang mengatur semua rencana besar ini kecuali engkau apakah masih ada orang lain?" tanya sang pemuda dengan pikiran bingung bercampur ragu. "Oooh.... kalau soal ini sih rahasia yang amat besar, tak boleh membiarkan pihak ke tiga ikut mengetahui" "Oooh...jadi engkau seoranglah yang merencanakan permainan setan ini" Apa tujuanmu?" Giok Teng Hujien tertawa bangga, sahutnya, "Tujuanku tentu saja pedang emas! Jin Hian telah menyembunyikan pedang emasnya di dalam perkampungan Liok Soat Sanceng dan menyimpannya di bawah tempat pembaringan dari putranya, perbuatannya itu begitu rahasia sekali sehingga Jin Bong si setan yang sudah modar itupun tak tahu" Hoa Thian-hong gelengkan kepalanya berulang kali. "Sebenarnya apa sih kegunaan dari pedang emas itu" Sampai dimana toh nilainya sehingga perlu engkau susun rencana besar untuk merampasnya dari tangan orang lain?" Mendengar pertanyaan tersebut Giok Teng Hujien segera tersenyum, jawabnya lembut, "Aku sendiripun tak tahu apa kegunaan dari pedang emas itu, tetapi aku memang punya kegunaannya yang lain" "Apakah kegunaan itu?" tanya Hoa Thian-hong purapura gusar, hatinya agak tercelos. "Hiiiih.... hiiih... hiiih..." kembali perempuan itu tertawa cekikikan, "Aaah, sekarang aku tak akan memberitahukan kepadamu, lain kali saja..... kalau waktunya sudah tiba baru kuberitahukan kepadamu!" "Huuu....! cengar-cengir terus... ketahuilah urusan itu mempunyai hubungan yang erat sekali dengan situasi dalam dunia persilatan, ayoh cepat beritahu kepadaku dengan sejelas jelasnya!" "Ayo kita bermesraan lagi toh, nanti kuberitahukan kepadamu!" "Huuuh....kamu ini... benar-benar masih seperti anak kecil...." Karena terpaksa maka pemuda itupun mulai bercanda dan bergurau kembali dengan perempuan tersebut, sesaat kemudian Giok Teng Hujien menengadah ke atas dan berbisik . "Aku memerintahkan Che-giok mencuri pedang emas tersebut, tujuannya tentu saja untuk meretakkan hubungan antara perkumpulan Hong-im-hwie dengan pihak Sin-kie-pang, tetapi kalau berbicara tentang tujuan ku yang sebenarnya maka tindakanku ini bukanlah demi kebaikan serta keberuntungan bagi pihak Thong-thiankauw!" "Lalu demi apa kau berbuat demikian itut" tanya Hoa Thian-hong dengan alis berkerut. "Tentu saja demi engkau!" "Sungguh membingungkan ceritamu itu," omel sang pemuda sambil tertawa keras, "waktu itu kita toh belum pernah kenal, darimana kau bisa tahu akan diriku?" Giok Teng Hujien tertawa cekikikan. "Siapa yang bohong tentu dibasmi oleh Thian!......" bisiknya. "Sudahlah, jangan bergurau terus, sekarang dimanakah pedang emas itu....." "Di rumah, entar kutunjukkan kepadamu sahut Giok Teng Hujien serius, setelah tertawa misterius lanjutnya, "benda itu berada pula di dalam pedang mustika milik Thong-thian-kauwcu, jika kau dapat menggetar putus pedang mustika pelindung badan milik Thong-thiankauwcu dihadapan Jin Hian, maka pedang emas yang tersembunyi di dalam pedang itu segera akan terjatuh dan ketahuan rahasianya, waktu itu Jin Hian tentu akan mata gelap dan menyerang Thian Ik Loo-to dengan nekad!" Hoa Thian-hong semakin kebingungan dibikinnya, kembali ia bertanya, "Apa sih artinya" Masa sebilah pedang emas dapat disimpan di dua tempat yang berbeda" Kau tentu ngaco belo tak keruan.....cepat katakan yang sebenarnya atau aku tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu!" "Hiiih...hiiih...siapa yang suruh kau berlaku sungkansungkan" Mau pukul mau maki itu hak dari sang suami, aku sang istri sih tak bisa berbuat apa-apa selain menerima...." Ia berhenti sebentar, kemudian dengan suara lembut katanya, "Pedang emas semuanya terdiri dari dua bilah, satu pedang jantan dan yang lain pedang betina, pedang jantan terjatuh ke dalam dunia persilatan dan baru saja terjatuh kembali ke tanganku, sedang pedang betina di sembunyikan di dalam pedang mustika pelindung badan milik Thong-thian-kauwcu, persoalan ini rahasia sekali, sampai Thian Ik Lo-too sendiripun tak tahu akan rahasia ini. "Pedang emas toh berada di dalam pedang mustika milik Thian Ik-cu, masa dia sendiri pun tak tahu?" 0000O0000 29 Giok Teng Hujien tertawa bangga, ujarnya, "Delapan tahun berselang, ketika secara kebetulan Thian Ik-cu menemukan sebilah pedang yang bernama Boan liong Poo kiam, pedang emas yang kecil itu sudah berada di dalamnya, oleh karena sejak permulaan dia sudah tak tahu, darimana ia bisa menduga kalau dibalik pedang terdapat pula pedang lain?" "Delapan tahun berselang?" tanya Hoa Thian-hong dengan hati agak bergerak. "Benar peristiwa ini terjadi pada delapan tahun berselang" jawab Giok Teng Hujien sambil tertawa manis. "Aaai . .! Ketika itu aku masih muda sekali, usiaku waktu itu mungkin sebaya dengan Chin Wan-hong serta Pek Kun-gie pada saat ini" "Apakah engkau yang menghadiahkan pedang Boan liong Poo kiam tersebut kepada Thian Ik-cu?" sela sang pemuda. Giok Teng Hujien menggelengkan kepalanya berulang kali. "Siapa yang kesudian untuk menghadiahkan sendiri benda itu kepadanya, aku sih suruh orang lain menyampaikannya kepada dia, waktu itu dunia persilatan masih tenang dan pelbagai partai sering kali mengirim upeti baginya, maka Thian Ik-cu tak pernah memikirkan hal-hal yang jelek...." Hoa Thian-hong putar badannya dan membalik ke atas, sekarang dia menindih tubuh Giok Teng Hujien yang putih halus dan telanjang bulat itu di bawah tubuhnya, dengan suara halus gertaknya. "Ayo jawab dengan jujur, siapakah engkau" Apa menyusup ke dalam tubuh partai Thong-thian-kauw?" "Aku benar-benar bernama Siang Hoa. siapa sih yang membohongi dirimu?" omel perempuan itu sambil memeluk leher Hoa Thian-hong kencang-kencang. "Aku tidak percaya! Siapa orang tuamu" dan siapa pula suhumu!" "Kecuali kau memang bersungguh hati kepadaku, kalau tidak jangan harap bisa kau selidiki asal usulku!" "Aku memang bersungguh hati kepadamu kalau aku punya sedikit rasa cinta yang palsu maka aku akan...." Belum habis ia berkata pemuda itu membungkam dan tidak meneruskan kata-katanya lagi. Giok Teng Hujien mengempit sepasang kaki Hoa Thian-hong erat-erat, serunya manja, "Kau akan kenapa" Kenapa tidak kau teruskan sumpahmu?" "Aku bersungguh hati kepadamu, apakah kau tak tahu apa yang hendak kulakukan jika aku bersungguh hati kepadamu?" "Kalau kau bersungguh hati kepadaku, maka selama hidup kita harus seia sekata, sampai rambut putih tak akan berpisah lagi.." Tertegun hati Hoa Thian-hong mendengar perkataan itu, dengan gelagapan serunya, "Tetapi diriku sudah bukan menjadi milikku sendiri..... Tiba-tiba terdengar seseorang mendengus dingin, disusul suara teriakan gusar dari Soat-jie si rase salju itu berkumandang di angkasa. "Giok Teng Hujien berdua amat terperanjat mereka angkat kepala dan memandang ke arah mana berasalnya suara dengusan tadi, tampaklah sesosok bayangan tubuh dengan kecepatan bagaikan kilat meluncur datang dan segera menyambar pakaian milik Hoa Thian-hong. Soat-jie si rase Salju dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat menerjang datang, namun tubrukannya mengenai sasaran kosong. Hoa Thian-hong jadi gelisah bercampur malu, bukan saja malu karena perbuatannya yang tak senonoh ketahuan orang, yang paling menggelisahkan adalah kitab catatan Ci yu jit kiat tersebut berada di dalam saku bajunya yang disambar orang. Dalam gugup dan cemasnya ia membentak keras, tubuhnya meloncat empat tombak ke depan dan segera menerjang ke arah bayangan manusia itu. "Binatang.... sungguh besar nyalimu!" maki seorang perempuan tua yang serak dengan suara lantang. Ploook....! Sebuah gaplokan nyaring bersarang telak di atas pipi Hoa Thian-hong, membuat tubuhnya terlempar sejauh delapan depa ke belakang dan jatuh berguling di atas pantai berpasir, pipi kirinya terasa panas gatal dan sakitnya bukan kepalang. "Adik Hong....." seru Giok Teng Hujien dengan nada kuatir. Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Cici, cepat berpakaian!" teriak Hoa Thian-hong, Ketika ia berpaling lagi, tampaklah bayangan manusia di depan, Soat-jie di belakang dua sosok bayangan sudah berlari sejauh puluhan tombak dari tempat semula, di bawah sorot cahaya sang surya tampaklah dua sosok bayangan saling berkejaran dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat. Dalam pada itu Hoa Thian-hong sempat melihat orang yang memberi pesan sebuah gaplokan kepadanya adalah seorang nenek tua berbaju abu-abu yang membawa sebuah tongkat di tangan dan rambutnya telah beruban semua, tanpa berpikir panjang dia kenakan sepatunya dan segera mengejar dari belakang. "Adik Hong, tunggu sebentar!" teriak Giok Teng Hujien. "Aku hendak menangkap penjahat itu....." jawab Hoa Thian-hong keras-keras. Walaupun Giok Teng Hujien tidak ingin nenek tua itu berhasil meloloskan diri, namun diapun merasa tak leluasa untuk mengejar musuhnya dalam keadaan telanjang bulat, setelah pakaian dikenakan bayangan tubuh dua orang manusia dan seekor binatang itu sudah berada jauh sekali. Dengan sekuat tenaga Hoa Thian-hong mengejar dari belakang, akan tetapi bukan saja ia gagal untuk menyusul orang itu bahkan jaraknya kian lama kian tertinggal makin jauh, ia jadi malu bercampur gusar dengan sekuat tenaga tubuhnya berlari makin kencang. Pantai di sekitar propinsi Ci-tang lebih banyak pantai berkarang dari pada pantai berpasir, setelah berlarian beberapa saat lamanya tiba-tiba mereka berlari menuju ke balik punggung bukit yang ada di dekat pantai, pada saat itulah nenek tua itu telah menghentikan larinya dan sedang melangsungkan pertarungan sengit melawan rase salju tersebut. "Aaah... Soat-jie benar-benar luar biasa," pikir Hoa Thian-hong di dalam hati. Laksana kilat tubuhnya segera menerjang ke depan, teriaknya, "Soat-jie, perketat seranganmu!" "Huuuh....... sana, perketat seranganmu di dalam laut!" bentak nenek tua itu dengan nyaring. "Bersamaan dengan selesainya ucapan itu terdengar Soat-jie menjerit kesakitan, tubuhnya berjumpalitan di udara dan badannya segera terlempar dari atas tebing langsung tercebur ke dalam laut. Saking terperanjat, Hoa Thian-hong sampai menjerit kaget, dengan cepat dia mengerem tubuhnya dan menghentikan gerakan badannya. Dia tahu sampai dimanakah lihainya Soat-jie makhluk aneh tersebut, kecuali menghadapi ilmu silat seperti yang dimiliki Yan-san It-koay, terhadap orang-orang yang punya kepandaian lebih cetek tentu tak akan berhasil merubuhkan binatang itu dengan gampang. Sorot matanya segera dialihkan ke arah depan, kurang lebih dua tombak dihadapannya berdirilah satu orang, dia bukan lain adalah seorang nenek tua berambut putih dan memegang tongkat berkepala hong di tangannya. Sambil mengetuk toyanya ke atas tanah, nenek tua berbaju abu-abu itu membentak gusar, "Telur busuk cilik, ayoh cepat menggelinding kemari!" "Mau apa menggelinding disitu?" Hoa Thian-hong balik bertanya dengan hati mendongkol. Sambil menjawab biji matanya berputar terus memandang sekeliling tempat itu, dia lihat Soat-jie telah berenang ke pantai dan ketika itu sedang mencari jalan untuk mendaki tebing tersebut. Tampaklah sang nenek tua sambil mengibarkan pakaian dari Hoa Thian-hong berseru kembali, "Kenapa" Kalau tak bisa kalahkah aku, pakaian ini jangan harap bisa kau minta kembali!" Hoa Thian-hong merasa amat jengah sekali, dia sadar bahwa ilmu silatnya masih bukan tandingan lawan, pikirnya di dalam hati, "Lebih baik aku mengulur waktui beberapa saat lagi, asal cici dan Soat-jie sudah tiba semua disini rasanya waktu itu kekuatan kami cukup untuk merampas kembali pakaian tersebut, cuma...entah kitab catatan Ci yu jit ciat masih utuh atau tidak?" Dalam hati ia berpikir, sedang diluaran pemuda itu sengaja berjongkok dan pura-pura membetulkan sepatunya, menggunakan kesempatan itu dia melirik ke belakang, serunya lantang, "Usiamu sudah amat besar, aku tak sudi berkelahi dengan dirimu" Wajah nenek tua berbaju abu-abu itu sudah penuh berkerut, giginya telah ompong dan usianya sekitar sembilan puluh tahun lebih, namun semangatnya masih menyala dan sifat berangasannya masih berkobar. Ia segera mendengus dingin, sambil mengetuk toyanya ke atas tanah bentaknya, "Hmm! Kalau begitu, Nih, ambillah pakaianmu di dalam lautan..." tangannya diayun dan jubah luar tersebut segera dilempar ke bawah tebing karang. Hoa Thian-hong terkejut, dia takut kitab catatan Ci Yu jiat yang berada di sakunya basah dan hancur, tidak perduli diri lagi ia ikut meloncat dan berusaha menghalangi perbuatan nenek tua itu, teriaknya keraskeras, "Di dalam saku ada..."' "Heeeh....heeeh...telur busuk ci1ik, aku harus baik-baik mendidik dirimu!" seru nenek baju abu-abu sambil tertawa seram. Tanpa kelihatan gerakan apakah yang telah dipergunakan, sekali sambar ia sudah tangkap pinggang Hoa Thian-hong Kemudian sambil mengempit di bawah ketiak ia kabur dari situ. Hoa Thian-hong yang gagal menyambar pakaiannya seketika merasakan pinggangnya jadi kaku dan seluruh tenaganya musnah dan tak mampu dipergunakan lagi, dari tempat kejauhan ia masih sempat mendengar teriakan dari Giok Teng Hujien, namun pemandangan di sekelilingnya sudah tidak nampak jelas lagi sebab gerakan tubuh nenek itu cepatnya bukan kepalang. Pemuda itu bermaksud mengerahkan hawa murninya dan coba membebaskan jalan darah yang tertotok, akan tetapi setiap saat hawa murninya gagal untuk dihimpun kembali. Sungguh cepat perakan tubuh nenek tua itu, dia lari menuju ke arah Barat dengan kecepatan bagaikan kilat, ada jalan atau tidak, tanah berbukit atau mendatar ia melakukan perjalanannya tanpa berhenti atau lambat barang sedikitpun jua. Kurang lebih dua jam kemudian nenek tua baju abuabu itu baru menghentikan langkah kakinya, ia lempar tubuh Hoa Thian-hong ke atas sudut batu besar dan ia sendiripun duduk disisinya. Hoa Thian-hong merasakan kepalanya pusing tujuh keliling, matanya berkunang-kunang dan dadanya sesak sekali. Setelah beristirahat sebentar ia baru mampu menenangkan diri. Ketika tangan dan kakinya digerakkan, ternyata jalan darah yang tertotok telah bebas dengan cepat pemuda itu loncat bangun dan memandang keadaan di sekeliling tempat itu. "Ayoh berlutut!" bentak si nenek tua dengan suara keras, kau pingin digebuk?" Hoa Thian-hong gugup sekali, lututnya jadi lemas dan hampir saja ia jatuhkan diri berlutut, tapi semangat dan keberaniannya muncul kembali, sambil busungkan dada ia menjura, katanya sambil tertawa paksa, "Siapakah nenek" Selamanya aku tak pernah berlutut dihadapan orang jahat!" "Setan bangor cilik!" bentak nenek tua itu dengan mata melotot dan mengetukkan tongkatnya ke atas tanah, "kau bukan orang baik-baik, kalau kau tak mau berlutut lagi jangan salahkan kalau akan kuberi persen sebuah tempelengan lagi!" "Sekalipun Yan-san It-koay, dia tak akan memukul diriku dengan begitu saja, sungguh kukoay nenek tua itu," batin Hoa Thian-hong di dalam hati kecilnya. Karena keder tanpa terasa pemuda itu jatuhkan diri berlutut, serunya, "Nenek sudah lanjut usia, asal engkau bukan orang jahat hamba suka berlutut dihadapanmu!" "Huuuh.....! bermulut manis dan pandai cari muka..... kau memang hidung bangor cilik!" Nenek itu melengos dan segera berpaling ke arah lain. Ketika menyaksikan nenek tua itu seakan-akan sedang memikirkan sesuatu, diam-diam Hoa Thian-hong merangkak bangun, tapi belum sempat pemuda itu berdiri tegak, nenek tua itu sudah berpaling sambil membentak gusar, "Hidung bangor, kau benar-benar ingin digebuk?" "Heeh....heeeh...heeeh ...orang tua...." Bayangan manusia berkelebat lewat, nenek tua itu sudah menyambar datang sambil menghadiahkan pula sebuah tempelengan. Buru-buru Hoa Thian-hong tarik pinggang mengegos ke samping, dengan suatu gerakan yang manis ia meloloskan diri dari ancaman tersebut. Rupanya si nenek tua itu telah memperhitungkan jalan mundur Hoa Thian-hong, telapak tangannya kembali bergerak dan tepat persis bersarang di atas pipi kanan si anak muda itu! Ploook.....! Hoa Thian-hong merasa pandangan matanya berkunang-kunang, kepalanya pusing tujuh keliling dan mundur empat langkah ke belakang dengan sempoyongan. Sungguh cepat gerakan tubuh nenek tua itu, setelah menggaplok pemuda itu dengan cepatnya pula ia telah duduk kembali di tempat semula, sambil tertawa dingin serunya, "Telur busuk cilik, bapakmu pun akan tunduk kepala seratus persen kalau bertemu dengan aku, seberapa besar sih usiamu" Berani benar berlagak sok dihadapanku.... Hmm hayo cepat berlutut, kalau tidak jangan salahkan kalau kugebuk dirimu sampai modar" Hoa Thian-hong tertegun, kemudian jatuhkan diri berlutut ke atas tanah, dengan wajah merengek serunya, "Sejak tadi aku sudah tahu kalau nenek adalah seorang angkatan tua yang terhormat kalau tidak jiwamu tentu sudah melayang sejak tadi!" Dia meraba pipinya yang kena digaplok, terasa panas menyengat badan tapi untung tidak sampai membengkak. Nenek tua baju abu-abu itu mendengus dingin. "Hmmmmm..! Hidung bangor kecil..." makinya, setelah berhenti sebentar dengan mata melotot kembali ia berseru, "ayoh, mengaku sendiri, lain kali berani tidak main perempuan dan mencari iseng di tempat luaran lagi....?" "Aku penasaran.....teriak Hoa Thian-hong dengan wajah merah padam karena jengah. "Kurang ajar!" bentak nenek baju abu-abu sambil mengetukkan toyanya ke tanah, "tanpa angin tak akan timbul gelombang, kalau engkau bersikap jujur dan gagah, mana orang lain akan tebalkan muka untuk menggoda dirimu lebih dulu?" Mendengar perkataan itu Hoa Thian-hong tertegun, lalu pikirnya, "Masuk diakal juga perkataan itu, benda pasti akan membusuk lebih dulu sebelum keluar ulatnya, jika aku sopan dan pakai aturan maka sekalipun orang lain ada maksud juga tak akan berani diutarakan keluar......" Berpikir demikian ia jadi terkesiap, dengan wajah serius ujarnya, "Hamba tahu salah, lain kali aku tidak berani bermain kotor lagi dengan kaum wanita...." "Tahu salah harus dirubah, dengan begitu kebenaran baru bisa dicapai, untuk kali ini aku ampuni kesalahanmu itu!" seru sang nenek dengan air muka yang jauh lebih lunak. "lain kali kalau kau berani melanggar lagi akan kusuruh ibumu untuk mendidik sendiri, akan kulihat apa yang akan dilakukan olehnya terhadap dirimu?" "Oooooh......! Nenek kenal dengan ibuku" Seru Hoa Thian-hong dengan mata melotot. "Hmmm! omong kosong...." Ketika pertama kali kebentur batunya Hoa Thian-hong merasa mendongkol dan jengkel seka1i, tetapi sekarang setelah dia tahu kalau nenek itu adalah sahabat ibunya, ia langsung tersudut dan tak berani berkutik lagi, terpaksa dengan wajah cengar-cengir ia maju beberapa langkah ke depan berkata sambil tertawa, "Orang tua bagaimanakah sebutanmu" Beberapa waktu mendekati ini apakah engkau telah berjumpa dengan ibuku?" Rupanya nenek tua ini lunak tak doyan keraspun tak suka, mendengar perkataan itu dengan gusar segera bentaknya, "Kau tak usah banyak cerewet, otakmu penuh dengan permainan busuk dan pikiran yang nyeleweng, kapan kau pernah ingat ibumu lagi?" Dia angkat kepala memandang sang surya yang telah condong ke barat, tambahnya, "Ayoh cepat mencari makanan, kalau sampai terlambat hati-hati dengan Pembalasan Maha Durjana 2 Pendekar Rajawali Sakti 113 Pembalasan Iblis Sesat Perangkap Berdarah 2