Ceritasilat Novel Online

Bila Pedang Berbunga Dendam 13

Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong Bagian 13


menebarkan sayap mereka, maka menderulah angin
yang kuat sekali.
Coh Hen Hong dan Pui Tiok saat itu, telah memiliki
ilmu kepandaian yang hebat, Tetapi menderita angin
kuat dari tebaran sayap kawanan rajawali raksasa itu,
tak urung Coh Hen Hong dan Pui Tiok terguncangguncang
tubuhnya. Sedang jago-jago Ceng-te-kiong
cepat berhamburan keluar.
Pada saat ketujuh rajawali raksasa itu hendak
terbang, tiba-tiba terlintas sesuatu dalam benak Pui
Tiok. Bukankah saat itu merupakan kesempatan baik
baginya uutuk meloloskan diri dari Ceng-te-kiong "
Cepat ia melaksanakan rencananya. Dia lari maju
dan terus menyambar kaki salah seekor rajawali
raksasa Itu. Memang tindakan Pui Tiok itu tepat sekali. Apabila
dia dapat memegang kaki burung itu tentulah dia akan
dibawa terbang dari istana Ceng-te-kiong.
Tetapi suatu hal yang tak terduga-duga telah
terjadi. Ketika sebelah kakinya dicengkeram tangan
Pui Tiok, kaki yang lain terus menerkam Pui Tiok.
Cakar burung itu panjang hampir setengah meter
dan runcing sekali. Kalau sampai menerkam, ngeri
akibatnya. 1015 Pui Tiok terkejut dan cepat mengendap ke tanah,
burr... Sekejab terjadi penundaan waktu telah
digunakan rajawali raksasa untuk terus terbang ke
udara menyusul kawannya.
Pui Tiok berguling guling ke samping seekor rajawali
raksasa. Dia terus menyambar kaki rajawali itu tetapi
burung itu memang cerdas. Dia maju selangkah lalu
berbalik menerkam punggung tangan Pui Tiok.
Terpaksa Pui Tiok menarik tangannya dan
bergelundungan menghindar. Dalam saat itu kembali
ada tiga ekor rajawali raksasa yang sempat melayang
naik. Tebaran sayap mereka menimbulkan angin
kuat yang menyebabkan pasir dan batu berterbangan
ke empat penjuru sehingga Pui Tiok hampir tak dapat
bernapas. Dia bergelundungan beberapa langkah lalu
melenting bangun. Tiba-tiba dia melihat Coh Hen Hong
mENERJANGNYa. Pui Tiok menyadari bahwa saat itu merupakan mati
hidup baginya karena dia tak tahu apakah
kepandaiannya sekarang ini mampu menghadapi Coh
Hen Hong. Serentak dia menggembor keras dan menyambut
Coh Hen Hong dengan serangan pedang Kim-liongkiam.
Ternyata serangan pedang Pui Tiok luar biasa
dahsyatnya sehingga Coh Hen Hong terkejut dan
terpaksa mundur selangkah.
Pui Tiok menggunakan kesempatan itu untuk
menyelinap ke samping. Tadi dua kali dia berusaha
untuk menyambar kaki rajawali raksasa. Kali ini begitu
dia nyelonong ke samping, dia tak mau menyambar
kaki melainkan terus menubruk punggung seekor
rajawali raksasa. Dan selekas berhasil dia terus
memeluknya kencang-kencang.
Rajawali raksasa itu terkejut lalu pentangkan kedua
sayap dan terus terbang ke udara.
1016 Adegan itu terjadi dalam waktu sekejab mata Pada
saat Pui Tiok tenangkan pikiran dan memandang
dengan seksama, dia terkejut sekali. Ternyata istana
Ceng-te-kiong berada dibawah kakinya. Jago-jago
Ceng-te-kiong yang mengepungnya tadi tampaknya
hanya sekecjl jempol tangan. Ternyata dia berada
beberapa ratus tombak di udara.
Sudah tentu Pui Tiok gembira sekali. Dia telah
berhasil naik di punggung rajawali raksasa dan
terbang meninggaikan istana Ceng-te-kiong.
Hampir dia tak percaya akan hal itu. Ia masih
memeluk kencang-kencang tubuh burung itu. Tetapi
selang beberapa waktu kemudian dia merasa bahwa
berada dipunggung rajawali raksasa itu amat tenang
dan stabil maka tak perlu harus memeluk burung itu
mati-matian. Dia menghela napas longgar. Dia berpaling dan
melihat ketujuh ekor rajawali yang lain terbang di
sampingnya. Salah seekor mencengkeram jenasah
Ceng-te. Sampai saat itu Pui Tiok masih belum tahu apa
sebab dia dapat begitu lancar naik ke punggung
rajawali raksasa. Dan selamanya diapun tak mengerti
mengapa dia dapat meloloskan diri dari Ceng-te-kiong
dengan selamat. Dia kira kalau keberhasilan itu
disebabkan karena dia menyerang Coh Hen Hong
dengan pedang Kim-liong-kiam.
Kedelapan rajawali raksasa itu adalah binatang
piaraan Ceng-te yang sudah berpuluh tahun ikut
padanya. Sudah tentu mereka faham sekali akan sinar
pedang Kim-liong-kiam. Adalah karena Pui Tiok
mencekal pedang itu maka itu berarti suatu komando
bagi kawanan rajawali itu. Mereka tidak memandang
orangnya tetapi pada pedangnya Itulah sebabnya
maka Pui Tiok dapat meloloskan diri dengan lancar.
1017 Cepat sekali barisan rajawali itu melampaui
beberapa gunung dan kini mereka menuju kesebuah
karang dan lalu berhenti disitu.
Karang itu bentuknya menjulang ke atas dan ke
bawah. Boleh dikata, selain kawanan rajawali itu
memang sukar untuk setiap burung dapat hinggap
disitu. Puncak karang itu merupakan sebuah tanah datar
seluas 7 atau 8 tombak. Rajawali meletakkan jenasah
Ceng-te. Pui Tiok pun melorot turun.
Kawanan rajawali raksasa itu terus terbang lagi dan
tak berapa lama mereka terbang pergi datang.
Ternyata setiap datang mereka membawa beberapa
butir batu yang ditimbunkan ke jenasah Ceng-te.
Kira2 setengah jam kemudian jenasah Ceng-te
sudah tertimbun rapat2 dengan batu. Melihat adegan
itu diam-diam Pui Tiok menghela napas.
Walaupun burung tetapi rajawali raksasa itu tetap
ingat akan budi kebaikan Ceng te. Tetapi Coh Hen
Hong sebagai seorang manusia, mengapa begitu
kejam membunuh Ceng-te yang telah memberi budi
kebaikan begitu besar kepadanya. Apakah memang
manusia itu lebih tak tahu budi dari burung" Atau
memang hanya seorang manusia seperti Coh Hen
Hong yang martabatnya lebih rendah dari burung.
Selesai menimbuni batu, kedelapan rajawali raksasa
itu lalu terbang membumbung ke angkasa. Makin lama
makin tinggi seperti hendak menembus langit. Mereka
hanya kelihatan seperti titik2 hitam di angkasa raya.
Setelah kawanan burung itu lenyap dari pandangan
mata barulah Pui Tok menundukkan kepala. Tetapi
ketika itu juga dia menjerit, "Celaka!"
Saat itu dia berada dipuncak sebuah karang yang
landai menjulang lurus keatas entah berapa puluh ribu
tombak tingginya. Bagaimana kalau sampai terjatuh"
Bagaimana dia akan turun ke bawah nanti"
1018 Dia menghampiri ke tepi karang dan melongok ke
bawah. Uh, dia tertawa kecut. Jelas tak mungkin dia
mampu turun lagi. Namun dia tetap berusaha juga.
Menyusur dari tepi karang dia mendarat di sebuah
tempat sebelah timur ternyata merupakan batu2 yang
seperti kerucut bentuknya. Batu 2 kerucut itu keras
dan kokoh sekali.
Tetapi pandang mata Pui Tiok hanya dapat
mencapai 50-an tombak ke bawah, selanjutnya yang
bagian lebih bawah lagi dia tak tahu karena tertutup
awan. Kecuali dari jalan dinding batu kerucut itu rasanya
tiada lain jalan yang dapat digunakan untuk turun ke
bawah. Akhirnya dia memutuskan untuk mencoba. Setelah
beberapa jenak tegak berdiri di 'makam' Ceng-te
untuk mohon restu, dia baru berputar tubuh dan
dengan hati-hati mulai melorot turun ke bawah.
Permulaan sampai 40-an tombak jauhnya, berkat
kepandaiannya yang bertambah maju, dia memang
dapat bergerak lancar dan tak menemui kesulitan apaapa.
Tetapi setelah mencapai tempat yang tertutup awan
halimun itu dia dapatkan batu karang disitu lembab
dan penuh ditumbuhi pakis. Bukan saja sukar
dipegang tangan, pun kaki juga sulit menginjanya.
Setiap saat ada kemungkinan dapat terpeleset jatuh
ke bawah. Pui Tiok mengempos semangat dan memegang
kencang segunduk ujung batu. Dalam kabut awan
putih yang tebal dan luas itu dia tak dapat melihat
apa-apa lagi. Juga sedikit suarapun tak terdengar
sama sekali. Seolah-olah dia tiba di alam kematian.
Dan memang begitulah keadaannya. Sekali kurang
hati-hati, dia tentu akan tergelincir jatuh ke bawah.
1019 Sebenarnya dengan kepandaian yang dimiliki saat
itu, Pui Tiok dapat merayap turun. Tetapi karena dia
merasa cemas karena tak tahu kapan dia nanti dapat
turun ke bumi maka hatinyapun ber-debar2,
Kembali dia berhenti sejenak, memandang ke
empat penjuru. Dia memang sudah menduga takkan
melihat apa-apa tetapi paling tidak dia berharap akan
menangkap suatu bunyi apapun saja, supaya dia yakin
kalau dirinya masih hidup.
Dia berteriak sekeras-kerasnya sehingga
menimbulkan gema kumandang yang memekakkan
telinga Hal itu sedikit banyak membuat hatinya
terhibur Setelah gemuruh kumandang suara itu lenyap
barulah dia mulai merayap turun lagi. Setiap kali
hendak melangkah ke bawah, tentu ia harus
menggerakkan kakinya berulang kali untuk menjajagi
kamungkinan2 yang tak diinginkan. Setelah merasa
pasti, baru dia turun.
Memang dia tak tahu apa yang akan terjadi pada
dirinya nanti. Dan seandai tahu, diapun juga tak dapat
berbuat apa-apa lagi.
Setelah meluncur turun 7-8 tombak, tiba-tiba ia
melihat di sampingoya seperti bergelantungan rotan
gunung. Tetapi dia belum dapat memastikan benda
apa itu. Baru setelah dia berusaha menyambar dan
berhasil maka dia tahu kalau benda itu memang
benar-benar rotan. Rotan itu menjulai turun ke bawah
Pui Tiok lebih dahulu menarik rotan itu. Dia hendak
menguji apakah rotan itu cukup kokoh sebagai alat
untuk turun. Ternyata memang kokoh. Gerakan rotan itu
menimbulkan bunyi yang tak diduga-duga. Itulah
bunyi genta yang berdentang-dentang tiga kali.
Sudah. tentu bunyi genta itu menimbulkan
kumandang yang dahsyat.
1020 Tubuh Pui Tiok juga ikut bergetar-getar Dan
kakinya yang berpijak pada ujung batu, tiba-tiba dan
Kedua kakinyapun tergoyah menggelintir, uh tak
ampun lagi dia terpelanting jatuh ke bawah.
Untung sebelah tangannya masih mencekal rotan
itu maka tubuhnyapun tertahan tak sampai terlempar
ke bawah. Setelah menenangkan diri, dia baru tahu bahwa
dengan meluncur menggunakan rotan itu, dia tentu
akan dapat mencapai suatu tempat lain. Oleh karena
rotan itu bergelantungan kebawah tidak begitu rapat
dengan karang, maka legalah hati Pui Tiok.
Maka Pui Tiokpun mulai meluncur kebawah dan
genta itupun tak henti-hentinya berdentang dentang,
Beberapa saat kemudian barulah Puj Tiok dapat
mengetahui bahwa ujung rotan itu telah diikatkan
pada sebuah alu-alu genta. Dan alu-alu atasnya
dikaitkan pada sebuah tiang yang besar sekali. Genta
itu sendiri besar sekali, kokoh dan kuat.
Sesaat kaki Pui Tiok tiba diatas karang, ternyata dia
berada di samping sebuah genta besar yang setinggi
dua orang. Karena genta itu masih berdentangdentang
nyaring maka telinga Pui Tiok serasa pekak.
Cepat Pui Tiok ayunkan langkah. Beberapa langkah
lagi baru dia tahu kalau tempat itu adalah sebuah
puncak lain dari gunung karang itu. Sebuah tanah
dataran luas. Dia lanjutkan langkah lagi.
Tampak di sebelah muka sebuah danau yang airnya
jernih kebiru-biruan. Karena halimun sudah menipis
maka matapun dapat memandang agak jauh lagi
Namun dia tak melihat barang seorang manusiapun
juga. Setelah suara genta lenyap baru dia berteriak
nyaring, "Apakah di tempat ini ada orang?"
Tetapi diulang sampai tiga kali tetap tak ada
penyahutan. Dia merasa aneh, ada genta mengapa
1021 tak ada orang ". Tetapi ah, memang di tempat seperti
itu se-harusnya tidak dihuni manusia. Kalau ada, tentu
seorang yang aneh.
Pui Tiok lanjutkan langkah lagi. Tiba di tepi danau
dia berjongkok dan menyerok air. Airnya jernih sekali


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lalu diminumnya. Dia merasa semangatnya segar.
Setelah berjalan mengelilingi danau dia kembali ke
tempat genta lagi.
"Kalau tempat ini tak ada manusianya tentu genta
itu peninggalan orang dahulu," pikirnya.
Dia lalu memeriksa genta raksasa itu. Genta penuh
karat hijau. Permukaannya tak rata seperti penuh
dengan guratan tetapi tak diketahui jelas apa
maksudnya. Pada saat dia tengah memperhatikan genta raksasa
itu, tiba-tiba terdengar sebuah suara yang mengalunalun
di udara,"Coh-pat-koay, apakah engkau hendak
ke luar minta buah-dewa lagi ?"
Suara itu bukan laki bukan perempuan, seperti
terputus-putus seperti lancar, membuat bulu roma
meregang tegak. Tetapi nadanya tidak mengandung
jahat. Dan yang jelas, tempat itu bukan tak pernah
didatangi orang sama sekali. Paling tidak orang yang
disebut Coh-pat-kay itu, tentu setiap kali datang
kesitu. Seketika dia teringat sesuatu. Bukankah yang
disebut Coh-pat-koay itu si Buruk dari Lembah Maut
tempo hari "
"Kalau engkau tak menyahut, akan kutambah lagi
mukamu yang jelek itu menjadi makin jelek", seru
suara misterius tadi. Sejenak tertegun, Pui Tiok
menjawab tandas, "Aku bukan si Jelek tetapi aku juga
datang dari Lembah Maut !"
Beberapa saat kemudian baru terdengar suara itu
berseru pula, "Kalau begitu engkau ini siapa "
Kecuali si Jelek dan koh-cujin, aku tak kenal lagi
kalau di Lembah Maut. masih ada orang ketiga" Puj
1022 Tiok tertawa getir, "Memang semula aku bukan orang
Lembah Maut. Kami berdua . . . suami isteri telah
masuk ke dalam Lembah Maut itu dan diterima
dengan baik oleh koh-cujin suruh tinggal disitu.
Tempat apakah ini ?"
Pertanyaan Pui Tiok tidak mendapat jawaban
melainkan suara itu seperti bergerak mendatangi,
"Engkau diterima oleh koh-cujin " Heh, heh, kalau
bukan engkau bohong tentulah koh-cujin itu yang cari
kasulitan sendiri",
Tepat pada saat suara itu menyusup ke telinga Pui
Tiok maka kira2 setombak jauhnya dihadapannya
telah muncul sesosok tubuh manusia.
Tetapi Pui Tiok tak dapat melihat begaimana wajah
orang itu. Pertama karena masih terbungkus halimun.
Pun andaikata tak ada halimun juga masih sukar
dilihat karena orang itu hanya seperti sebuah
bungkusan kain putih.
Pui Tiok terpaksa maju tiga langkah agar dapat
melihat dengan jelas. Tetapi pada saat dia maju, dia
tetap mendapatkan jaraknya dengan orang itu masih
setombak jauhnya, sehingga tak dapat melihatnya
Jelas waktu dia maju, orang itu tentu mundur
kebelakang. Tetapi kapan dan cara bagaimana dia
mundur, sama sekali Pui Tiok tak tahu.
Dia masih hendak maju lagi tetapi orang aneh itu
berseru, "Tak usah maju lagi. Engkau hendak melihat
aku, bukan " Tetapi selamanya aku tak membiarkan
orang melihatku dengan jelas. Tak usah engkau siasia
membuang waktu saja."
Nada orang itu membuat Pui Tiok bergetar. Orang
itu memang bukan seperti bangsa manusia. Karena
mana ada manusia yang hanya tampak seperti
segunduk bayangan putih saja dan selamanya tak
mau dilihat orang ". Tetapi kalau bukan bangsa
1023 manusia, habis apa " Apakah di tempat itu terdapat
bangsa setan hutan "
Makin menimang hati Pui Tiok makin menggigil. Dia
tertegak seperti patung dan berkata tersendat-sendat
"Engkau .... engkau .... engkau ..."
Orang itu menghela napas. "Engkau hendak
bertanya aku ini setan jenis apa, bukan ?"
Pui Tiok tak dapat menjawab. Tetapi memang
begitulah yang hendak ditanyakan. Maka ia hanya
mengangguk saja.
"Setiap orang yang bertemu aku tentu hendak
bertanya begitu. Tetapi sebenarnya, apa sih bedanya
manusia dengan setan " Sudah, jangan bertanya
begitu lagi. Aku hendak bertanya kepadamu. Mengapa
engkau bilang kalau pedang Kim-liong-kiam yang
terselip di pinggangmu itu berasal dari Lembah Maut
?" Mendengar pertanyaan hati Pui Tiok agak tenang.
Kalau orang itu bangsa setan mana mungkin tahu
kalau pedang Kim-liong-kiam bukan berasal dari
Lembah Maut "
"Ah, ceritanya memang panjang," Pui Tiok
menghela napas panjang.
Orang itu memberi isyarat tangan, "Aku toh
kesepian sekali. Kalau engkau membawa cerita yang
panjang, itu malah kebenaran sekali. Ceritakanlah.
Aku takkan merugikan engkau nanti kuberimu dua
buah Kiu-yang-sian-kou !"
Kiu-yang artinya sembilan hawa Yang. Dan sian-kou
artinya, buah dewa.
Setelah orang itu selesai berkata. tiba-tiba muncul
dua butir buah yang berwarna merah yang pelahanlahan
melayang ke arah Pui Tiok. Begitu Pui Tiok
menyambutnya dia baru tahu kalau buah itu berwarna
merah bara, seperti buah tho. Bau nya harum sekali.
1024 Memang Pui Tiok lapar sekali maka tanpa banyak
pikir dia terus melalap buah itu. Sampai kulit dan
bijinya dihabiskan semua.
"Dua butir buah sian-koh telah engkau makan.
Sekarang engkau boleh bercerita," kata orang aneh
itu. Sebenarnya Pui Tiok ingin lekas kembali ke Lembah
Maut menjenguk Beng Cu. Tetapi saat itu dia tak tahu
berada di tempat apa. Kalau dia gegabah pergi,
kemungkinan sampai 10-an hari belum tentu dapat
menemukan jalan ke lembah itu Pikirnya lebih baik dia
tinggal disitu beberapa waktu. Setelah bercerita dia
nanti akan mencari kesempatan untuk menanyakan
jalan kepada orang aneh itu.
Dan lagi menilik gerak geriknya yang serba
misterius itu tentulah orang aneh itu seorang tokoh
sakti dalam dunia persilatan. Apa salahnya kalau ia
minta petunjuk cara bagaimana menolong Kwan Beng
Cu " Memang soal itu pernah dia tanyakan kepada Cengte
tetapi Ceng-te tak sempat memberi jawaban lagi
karena keburu dibunuh Coh Hen Hong
Maka Pui Tiokpun lalu bercerita. Mulai sejak ia
disuruh ayahnya untuk menyelidiki hilangnya kitab Ihsusin-keng ke rumah keluarga Kwan Pek Hong
sampai bertemu Coh Hen Hong dan akhirnya dibawa
orangutan gin-wan ke dalam istana Ceng-te-kiong dan
bertemu Ceng-te.
Memang untuk menceritakan secara terperinci, Pui
Tiok tentu kehabisan ludah. Maka ia hanya
menceritakan secara ringkas tetapi itupun sudah
makan waktu selama tiga jam.
Saat itu hari sudah mulai gelap sehingga kalau
orang itu tidak setiap kali bersuara tentulah Pui Tiok
mengira kalau sudah pergi.
1025 Selesai bercerita, Pui Tiok menghela napas longgar.
Beberapa saat kemudian baru orang aneh itu berkata,
"Menurut ceritamu, pemilik Lembah Maut dan Ceng-te
sudah binasa semua ?"
"Ya," sahut Pui Tiok, "jenasah Ceng-te telah dikubur
oleh kedelapan rajawali piaraannya, di puncak
tertinggi dari gunung ini. Aku baru turun dari sana
sehingga dapat berada disini."
Tiba-tiba orang aneh itu tertawa meringkik.
Suasana yang begitu gelap ditambah denganu tawa
yang sedemikian aneh, membuat orang bergidik.
Untuk mengembalikan nyalinya, Pui Tiok ber teriak
keras2, "Engkau menertawakan apa !"
"Aku menertawakan Ceng-te yang memilki
kepandaian begitu sakti toh akhirnya mati di tangan
orang yang paling dikasihinya. Itu artinya dia telah
mendapat pembalasan yang setimpal."
Pui Tiok terkesiap. Apa maksud orang aneh barkata
begitu " Apakah dulu Ceng-te pernah mancelakai
orang yang paling sayang kepadanya" Pui Tiok
meminta keterangan tetapi orang itu tertawa pula.
Nadanya makin lama makin mengejutkan orang
sehingga Pui Tiok sampai menyurut mundur, trang . .
tahu-tahu dia membentur genta yang berada di
belakangnya. Pui Tiok tertegun. Ah, salah kalau dia malah
menghindar mundur. Seharusnya dia meminta
keterangan kepada orang itu. Maka diapun tidak mau
menyurut mundur lagi.
Beberapa jenak kemudjan kumandang genta itu
sirap dan tawa orang itupun berhenti.
"Siapakah engkau ini sebenarnya ?" tanya Pui Tiok,
"maukah engkau membawa aku kembali ke Lembah
Maut ?" Tubuh orang aneh Itu seperti terbungkus ber-lapis2
halimun. menurut Pui Tiok, tentu karena dibungkus
1026 dengan entah berapa lapis kain. Beberapa saat
kemudian waktu Pui Tiok hendak membuka mulut,
orang aneh ita mendahului berkata, "Ya, isterimu
masih berada di Lembah Maut, bukan ?"
"Ya, ya," sahut Pui Tiok "Apa kata Ceng-te ?"
Pui Tok tertawa hambar, "Ceng-te bilang, 'koh-cujin
telah melakukan usaha berat untuk menyalurkan hawa
Im-han dari dipan Han-giok itu ke tubuh Beng Cu."
Qrang aneh itu tertawa mengekeh, "Kalau begitu,
isterimu akan menjadi manusia es , tak dapat disentuh
sama sekali ?"
Pui Tiok mendesuh dan marah. "Apanya yang
engkau anggap lucu ?"
Tetapi orang aneh itu tetap tak berhenti tertawa,
"Mengapa tidak lucu" Seorang manusia normal, tetapi
menjadi manusia-es. Apakah itu tidak lucu ?"
Kalau beberapa tahun yang lalu mendengar katakata
itu, tentu Pui Tiok sudah akan turun tangan.
Tetapi kini setelah mengalami penderitaan dan lolos
dari lubang maut, toleransinya sudah bertambah
besar. Walaupun marah tetapi dia masih dapat
menahan diri. Dan lagi dia mendapat kesan bahwa
orang aneh itu tahu benar akan persoalan itu.
"Kalau begitu . . . apakah masih ada upaya untuk
menolongnya ?" tanyanya sesaat kemudian. Tiba-tiba
orang aneh itu tertawa melengking.
Pui Tiok tetap bersabar menunggu sampai ia
tertawa selesai baru terdengar orang itu berkata.
"Upaya " Ha, ha, tentu saja ada."
Mendengar itu girang Pui Tiok bukan kepalang.
Cepat dia maju selangkah dan memberi hormat
dalam-dalam kepada orang aneh itu. "Apabila anda
suka mengajarkan kepadaku untuk monolong Kwan
Beng Cu, kami berdua, tentu takkan melupakan budi
anda." 1027 Kali ini orang aneh itu tidak tertawa melainkan diarn
beberapa jenak lalu berkata. "Engkau ingin tahu cara
bagaimana untuk menolongnya ?"
"Ya."
"Waktu ini tubuhnya membeku dingin seperti es.
Begitu engkau sentuh, engkau tentu menggigil
kedinginan dan diapun takkan merasa seperti orang
mati tidak, hidup-pun tidak Bukankah begitu ?"
Sebenarnya tadi Pui Tiok masih belum yakin kalau
orang aneh itu mampu menolong. Tetapi setelah
mendengar katanya yang begitu lancar dan tandas,
mau tak mau dia mulai menaruh kepercayaan juga.
"Benar". sahutnya. "Uh" orang itu mendesuh, "aku
dapat memberi tahu cara menolongnya tetapi tak
dapat begitu saja memberimu. Engkau harus
menyerahkan pedang Kim-liong-kiam itu kepadaku !"
Mendengar permintaan itu kejut Pui Tiok bukan
alang kepalang Bukan karena dia sayang kehilangan
pedang pusaka itu demi menolong Beng Cu melainkan
ada lain soal. Yalah dia takut kalau pedang pusaka itu
sampai jatuh ketangan Coh Hen Hong.
Waktu menjelang ajal, Ceng-te tetap berusaha
keras untuk merebut pedang itu. Ceng-te tak
menghendaki kedua pedang pusaka itu sampai berada
di tangan Coh Hen Hong semua. Jika sampai Coh Hen
Hong memiliki se pedang itu, dunia pasti akan kacau
karena tak ada orang yang mampu mengalahkan lagi.
Serentak timbul kecurigaan Pui Tiok terhadap orang
yang misterius itu. Siapa tahu orang yang tak mau
menunjukkan wajahnya itu juga anakbuah istana
Ceng-te-kiong yang menyamar sebagai setan untuk
menipunya "
Melihat Pui Tiok tertegun dan tak menjawab, orang
misterius itu tertawa mengekeh "Bagaimana" Apa
engkau masih keberatan kalau pedang itu mendapat
tukar isterimu ?"
1028

Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pui Tiok menjawab, "Bukan begitu. Tetapi pedang
ini memang penting sekali artinya. Waktu menjelang
ajal, Ceng-te telah merebut pedang ini untuk diberikan
kepadaku, Dia tak menginginkan pedang itu jatuh ke
tangan lain orang."
Orang itu tertawa dingin, "Ya, kutahu. Engkau takut
kalau pedang itu akan jatuh ke tangan cucu
perempuan Ceng-te. Engkau takut kalau dengan
memiliki sepasang pedang itu, tak ada orang yang
dapat menandinginya, bukankah begitu ?"
"Ya" sahut Pui Tiok.
Orang itu tertawa, "Jangan kuatir, beri saja pedang
itu kepadaku. Kalau pedang itu sampai jatuh ke
tangan Coh Hen Hong, biarlah aku korban pertama
yang akan mati dibawah Kim-liong-kiam"
Mendengar sumpah itu Pui Tiok tundukkan kepala
mengamati pedang di pinggangnya. la mencabut
pedang itu, "Kalau anda mengatakan begitu, pedang
ini . . . "
Dia berhenti sejenak lalu bertanya, "Apakah anda
sungguh-sungguh tahu cara menolong Beng Cu ?"
"Men'gapa engkau masih banyak curiga?" seru
orang itu agak kurang senang, "engkau mau atau
tidak menerima syarat itu. Kalau memangnya tak
mau, akupun segera akan pergi. Siapa mau meladeni
engkau lebih lama lagi?"
"Mau sudah tentu mau," Pui Tiok menghela napas.
Pikirnya, karena orang itu sudah mengangkat sumpah
begitu berat, apa salahnya kalau dia berikan Kimliongkiam kepadanya. Arwah Ceng-te di alam baka
tentu setuju dengan tindakannya itu.
Dia balikkan telapak tangan dan begitu
mengerahkan hawa murni, pedang itupun meluncur
kearah orang itu.
Tampak orang itu menghindar ke samping untuk
menyambut. Tring, terdengar suara mendering ketika
1029 tangannya menyambar pedang itu, "Hebat, sungguh
pedang yang hebat sekali !"
"Sekarang bagaimana cara menolong...."
"Ya, akan kuberi tahu kepadamu," cepat orang itu
menukas, "tubuhnya bukankah dingin dan membeku
seperti es?"
"Benar," sahut Pui Tiok.
Orang itu tertawa mengakak, "Kalau begitu, mudah
saja. Nyalakan api unggun yang besar dan tentu dia
akan tertolong."
Mendengar itu Pui Tiok hampir tak percaya pada
pendengarannya, "Apa. . . . katamu?"
"Buatlah api unggun besar dan taruh istrimu
kedalam api unggun itu. Kalau es dibakar api, tentu
akan meleleh dan dalam dua jam saja dia tentu akan
hidup kembali"
Mendengar itu Pui Tiok menuding orang itu. Tetapi
karena dia marah sekali maka sampai tak dapat
mengucap sepatah kata juga. Dia hendak menyerang
orang itu tetapi karena tak dapat mengerahkan hawa
murni maka diapun berat sekali untuk bergerak. Dan
pada saat itu orang aneh telah beringsut mundur.
Pada lain kejab dia sudab lenyap kedalam halimun.
Pui Tiok menjerit histeris. Dia telah tertipu. Dia
marah bukan kepalang sehingga darah serasa naik
kepala. Kalau saat itu dia tidak bertambah maju
tenaga dalamnya, tentu sudah muntah darah.
Begitu marah darah hendak naik ke dada, buruburu
dia mengerahkan hawa-murni untuk
menekannya. Tetapi dia rasakan bumi yang
dipinjaknya itu serasa berputar-putar deras dan Bluk. .
. . akhirnya dia jatuh ke tanah. Lebih kurang
sepeminum teh lamanya, dia baru normal lagi. Dia
terus berbangkit. Dia duga orang tadi tentu sudah
jauh, percuma saja dia akan mengejarnya. Dia diam
saja. Dia hanya menyesali dirinya. mengapa begitu
1030 mudah dapat ditipu orang! Tetapi dia mencari alasan
untuk memaafkan dirinya. Bukankah orang itu dapat
mengatakan keadaan Beng Cu dengan jelas dan
tepat" Siapa orangnya tak akan percaya "
Dalam keadaan seperti saat itu terpaksa Pui Tiok
harus menghibur diri. Orang itu sudah mengeluarkan
sumpah berat, tentulah takkan memberikan pedang
Kim-liong-kiam itu kepada Coh Hen Hong. Begitulah
satu-satunya hal ia dapat menghibur dirinya.
Setelah tegak beberapa saat, halimunpun mulai
menipis. Dia memandang kemuka dan merasa bahwa
peristiwa yang dialaminya tadi seperti sebuah impian
yang buruk saja.
Bulan remang bersinar lemah. Dia dapatkan dirinya
berada disebuah lembah yang penuh dengan pohon.
Tetapi pada saat itu dia sukar untuk mencari jalan.
walaupun dia ingin sekali lekas-lekas kembali ke
Lembah Maut tetapi toh percuma saja karena dia tak
tahu jalannya. Apa boleh buat dia lalu mencari tempat
yang datar dan rebahkan diri. Tetapi dia tak dapat
tidur. Dan ketika membuka mata ternyata hari sudah
terang tanah. Dia lalu menuju kesebuah parit untuk
membasuh muka setelah itu lalu melanjutkan
perjalanan. Setelah keluar dari lembah dia bingung. Disebelah
muka tampak sederetan gunung yang tak terhitung
jumlahnya. Kemana dia harus mengambil jalan ke
Lembah Maut"
Akhirnya dia duduk lagi. Setelah mentari menjulang
tinggi, baru dia berangkat lagi. Dia tak tahu arah yang
ditempuhnya. Tetapi baru dia ber jalan 10-an langkah,
tiba-tiba terdengar suara orang berseru, "Hai, engkau
salah jalan!"
Pui Tiok terkejut dan cepat berpaling ke belakang.
Tetapi ternyata tak ada orang sama sekali.
1031 Ah, mungkin salah dengar, dia tertawa hambar lalu
melanjutkan langkah lagi. Tetapi baru selangkah
kembali dia mendengar suara orang itu. Itu jelas
suara manusia. Walaupun mengambang tetapi dia
dapat menangkap jelas.
"Hai, engkau salah jalan!" seru orang itu.
Kali ini Pui Tiok percaya tak saiah dengar lagi maka
dia buru-buru berhenti dan berseru, "Siapakah anda"
Terima kasih atas petunjuk anda!''
Orang itu tertawa mengekeh, "lh, ingatanmu
Demikian buruk sekali. Masa nada suaraku saja baru
lewat beberapa jam, engkau sudah. . . ."
Serentak Pui Tiok menggembor keras. Karena saat
itu baru dia dapat teringat bahwa suara itu tak lain
adalah suara orang yang menipu pedang Kim-liong
kiamnya Sambil menggerung dia terus menerjang kearah
suara itu. Suara itu berasal dari semak pohon pendek
di sebelah muka. Tetapi ketika dia menerjang ke sana,
semak pohon kecil itu rubuh dan sama sekali tak ada
manusianya. "Tikus buduk, kalau berani keluarlah unjuk dirimu !"
serunya menggeram. Suara aneh itu melayang-layang
kian kemari tak menentu asalnya. Terdengar suara itu
menggeram, "Ha, besar mulut sekali engkau ! Apa aku
menyalahi engkau ?"
"Engkau, engkau telah menipu pedang Kim-liong
kiamku, dengan alasan dapat menolong Beng cu !"
"Ya, benar", sahut suara itu, "memang telah kuberi
tahu cara itu kepadamu. Kusuruh engkau membuat
api unggun, lebih besar lebih baik dan bakarlah
isterimu ..."
Dalam berkata-kata itu, Pui Tiok sudah menerjang
ke empat penjuru. Kedua tangannya menghantam
sekuat kuatnya sehingga menyebabkan debu dan batu
1032 yang berhamburan kemana mana. Tetapi sia-sia saja.
Dia hanya menghantam angin kosong.
"Hai, apa-apaan itu. Kalau engkau tak menghendaki
petunjukku supaya engkau dapat kembali ke Lembah
Maut, akupun segera akan pergi saja"
Mendengar itu Pui Tiok gembira sekali. Tetapi mana
dia mau percaya pada omongan orang itu lagi.
"Tikus buduk, unjukkan dirjmu !" teriaknya marah.
Tetapi orang itu tetap tak mau keluar. Hanya
suaranya yang berkumandang ke empat penjuru,
"Hm, engkau anak jadah, kalau berani memaki aku,
aku takkan sungkan lagi kepadamu !"
Walaupun marah tetapi diam-diam Pui Tiok terkejut
juga karena tak dapat menemukan orang itu Dia
serentak teringat kata orang bahwa dalam dunia
persilatan terdapat suatu ilmu meringankan tubuh
atau ginkang yang sakti, disebut Pat-hong-hong-u
atau Hujan-angin-empat-penjuru. Orang itu bicara di
sebuah tempat tetapi dia menghamburkan suaranya
ke empat penjuru sehingga orang yang mendengarkan
mengira kalau suara itu berasal dari empat penjuru
juga. Jika begitu bukankah orang misterius itu tengah
menggunakan ilmu Pat-hong-hong-u " Jika benar,
jelas orang yang menggunakan itu tentu seorang
tokoh silat yang sakti. Tetapi mengapa begitu hina
mau menipu pedang orang "
Diam-diam Pui Tiok teringat akan kata sebuah
peribahasa 'lebih baik merugikan seorang ksatrya
(kuncu) daripada merugikan seorang manusia rendah
(siau-jin)'. Kalau bersalah kepada seorang ksatrya
tentu akan diberi maaf. Tetapi kalau kepada siau-jin,
tentu tak ada maaf lagi,
Pikir Pui Tiok, kalau ia menyalahi orang aneh itu,
tentu urusan akan jadi panjang dan orang aneh itu
1033 tentu akan mengganas lebih hebat. Maka diapun tak
mau memaki-makinya lagi.
"Pergilah," katanya, "aku tak mengemis
petunjukmu. Aku dapat mencari sendiri Lembah Maut
itu" "Engkau mampu mencari Lembah Maut ?" nada
orang itu terkejut.
Pui Tjok berseru nyaring, "Taruh kata aku tak
mampu, aku rela gentayangan disini setahun dua
tahun bahkan lima tahun. Aku tak suka mendengar
ocehanmu lagi."
Suara itu berhenti beberapa jenak, tiba-tiba
tertawa. Nadanya amat aneh, Sebentar scram,
sebentar melengking tajam dan sebentar mengakak
lebar kemudian sebentar pula mengekeh aneh.
"Hayo, tertawa, tertawalah terus. Walau tak sedap
didengar tetapi lebih baik dari pada ocehanmu yang
bohong tadi !'' seru Pui Tiok.
Mendengar itu siraplah tawa orang itu dan
berserulah dia, "Ho, kiranya sampai setengah hari aku
bicara, engkau masih tak percaya ?"
Sudah tentu Pui Tiok makin geram, "Engkau suruh
aku percaya apa " Suruh aku percaya perintahmu
supaya membuat api dan membakar Beng Cu, begitu
?" "Tentu saja begitu " teriak orang itu dengan tajam,
"engkau telah menukar dengan pedang pusaka. Kalau
engkau tidak percaya, perlu apa engkau mau tukar
menukar begitu ?"
Marah Pui Tiok tak terkendalikan, serunya, "Itu
memang kebodohanku sendiri. Bagaimana aku tahu
setelah mendapatkan pedang lalu keteranganmu tak
lebih hanya seperti kentut busuk begitu macam "
Orang aneh tertawa mengekeh.
JILID 21 1034 Pui Tiok terkesiap mendengar tawa orang aneh itu.
Dia geram sekali Tetapi sebelum dia sempat membuka
mulut, orang aneh itu sudah mendahului berseru,
"Jangan membabi buta. Kukasih tahu kepadamu
bahwa di dunia ini yang tahu akan cara itu hanya dua
orang.... Sekarang karena Ceng-te sudah mati maka
hanya aku seorang saja. Cara itu memang hanya satu
satunya cara yang terbaik!"
"Kentut!" kembali karena tak tahan Pui Tiok
menggeram. "Baik," kata suara aneh itu, "aku tak dapat berbuat
apa-apa lagi. Toh pedang Kim-liong kiam sudah
engkau serahkan kepadaku dan akupun telah memberi
tahu cara menolong isterimu. Jual beli itu sudah
berlaku adil. Soal percaya atau tidak, mau
melaksanakan atau tidak, aku tak bertanggung
jawab." Pui Tiok tertawa dingin, "Apakah aku harus percaya
engkau dapat memberi petunjuk jalan ke Lembah
Maut?" Suara itu tertawa, "Kalau engkau mau percaya
kepadaku, malam ini engkau akan mencapai Lembah
Maut. Engkau percaya atau tidak?"
Mendengar itu tergeraklah hati Pui Tiok. Dia
mengangkat kepala memandang keatas. Mentari
sudah mulai berkisar ke barat. Kalau suara itu
mengatakan malam nanti akan tiba di Lembah Maut,
berarti hanya mernakan waktu beberapa jam saja.
Ah, dia sudah menetapkan keputusan. Dia akan
menganggap kalau dirinya akan ditipu orang. Maka
kalau orang aneh itu memang hendak menipunya dia
tak perlu kaget karena sudah mengerti. Paling-paling


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia hanya berjalan beberapa jam saja. Apa sih
ruginya. 1035 Dia sudah tak menaruh harapan kepada omongan
orang itu. Maka kalau nanti memang ditipu lagi,
diapun tak perlu kecewa.
Setelah merenung beberapa jenak baru dia berkata,
"Baik, lalu bagaimana jalannya?"
Suara itu tertawa dingin, "Engkau percaya aku atau
tidak?" "Sudah tentu tetap tak percaya," seru Pui Tiok
dingin, "tetapi karena aku tak tahu jalan, apa salahnya
kalau coba-coba menuruti petunjukmu."
"Ho, itu sih baru omongan manusia. Jalanlah ke
arah barat," seru suara itu.
Pui Tiok berputar tubuh. Dilihatnya di sebelah muka
terdapat sebuah jalan kecil yang berliku liku. Dia lalu
menghampiri jalan kecil itu lalu terus lari.
Suara aneh itu tetap mengikuti di belakangnya.
Setiap kali memberi komando supaya mengambil arah
timur lalu barat. Karena tahu kalau berpaling toh
takkan dapat melihat bagaimana orang aneh itu maka
Pui Tiok pun tak mau menghiraukannya lagi,
Setelah melintasi beberapa puncak, cuaca mulai
gelap. Dan berserulah Pui Tiok, "Hari sudah mulai
gelap !" "Ya, memang," sahut suara aneh itu, "engkau harus
mencari obor. Malam ini cuacanya kurang baik. Begitu
langit gelap engkau boleh menggunakan obor itu."
Pui Tiok hanya mendesuh dan tak mengiraukan.
Tetapi setelah lari 6-7 li jauhnya, terpaksa ia memotes
dahan pohon siong yang panjang untuk dijadikan
obor. Lalu ia menyulut batang pohon siong itu.
Setelah melanjutkan perjalanan lebih kurang sejam
lamanya, Pui Tiok merasa tak asing dengan alam
pemandangan di sebelah muka. Pikirnya "Apakah itu
sungguh " Apakah orang aneh itu memang benarbenar
dapat memberi petunjuk ke Lembah Maut "
1036 Walaupun hati tak percaya tetapi kaki Pui Tiok
makin mempercepat langkahnya.
Lewat setengah jam lagi, baru dia terkesiap. Dia
benar-benar tiba di mulut lembah sempit. Disitu di
beri papan peringatan 'Siapa berani gegabah masuk
pasti mati'. Dan setelah melintasi lembah sempit itu
tentu akan tiba pada jalan masuk Lembah Maut.
Benar-benar Pui Tiok tertegun. Karena walaupun dia
tetap mengikuti komando orang itu tetapi dia tak mau
mengharap banyak. Tetapi nyatanya sekarang dia
memang tiba di mulut lembah.
"Bagaimana?" kembali suara aneh itu bertanya.
Sambil menuding ke depan, Pui Tiok menyahut,
"Cukup, cukup kalau sudah melintasi mulut lembah
sempit, tentu mencapai Lembah Maut."
"Benar, engkau tentu sudah kenal jalan. Aku
hendak pergi." seru suara itu.
"Tunggu," cepat Pui Tiok berputar tubuh.
Suara itu tak kedengaran berbicara. Pui Tiok juga
tak tahu bagaimana orang aneh itu, apakah sudah
pergi atau masih di situ.
"Engkau . . . engkau kasih tahu cara menolong
Beng Cu itu, apakah sungguh " dia tak menjawab
melainkan gopoh bertanya.
Tetapi suara itu tidak menyahut. Hanya mendengus
dan cepat sekali sudah jauh lalu tak kedengaran apaapa
lagi. Jelas sudah pergi.
Pui Tiok tertegun beberapa saat. Dia bingung tak
keruan. kalau tidak atas petunjuk orang itu tak
mungkin dia dapat mencapai Lembah Maut. Oleh
karena itu sudah selayaknya kalau dia harus
mempertimbangkan cara penyembuhan Beng Cu
seperti yang disarankan itu.
Apakah cara itu memang tepat " Berulang kali Pui
Tiok bertanya dalam hati. Bagaimana jadinya kalau
seseorang manusia dibakar dalam api unggun.
1037 Dia masih meragu, Yang jelas dia gelagapan karena
harus lekas-lekas menemui Beng Cu. Begitulah
dengan membawa obor dia melintasi terowongan
lembah sempit. Tak berapa lama dia tiba di batu kerucut dari
Lembah Maut. Sejenak dia berhenti di samping batu
aneh itu, menimang-nimang pula cara seperti yang
dikatakan orang aneh itu. Benarkah itu merupakan
satu2nya cara untuk menolong Beng Cu "
Ah, dia ingin menghapus saja anjuran orang aneh
itu tetapi tetap saja membayang di benaknya. Dia
tetap terkesan akan petunjuk orang itu yang telah
benar-benar membawanya ke Lembah Maut.
"Ah, sudahlah, jangan dipikirkan lagi. Cara itu jelas
tak mungkin !" akhirnya dia berseru keras kepada
dirinya sendiri.
Dia mendorong batu besar lalu menyusup ke dalam
lubang di bawah tanah. Bukan sekali dua kali ia
mengambil jalan disitu. Tetapi entah bagaimana kali
ini dia merasa seperti tak enak karena hamburan
hawa dingin menyongsong ke arahnya. Makin masuk
ke dalam, hawa dingin itu makin keras. Waktu hampir
tiba di pintu ruang batu, Pui Tiok tak tahan. Dia
menggigil kedinginan.
Pui Tiok tegang. Dia merasa ada sesuatu yang telah
terjadi. Serentak dia berteriak, "Beng Cu ! Beng Cu !"
Sambil maju menghampiri dia mengerahkan
tenaga-murni untuk menahan serangan dingin.
Setelah tiba di pintu dan melongok ke dalam, dia
terkejut kegirangan dan menjerit,
Semula ia mengira, karena meninggalkan tempat
itu sudah begitu lama, tentulah Beng Cu sudah mati
beku. Tadi hawa dingin yang berhamburan keluar
tentu berasal dari tubuh Beng Cu. Tetapi apa yang
dicemaskan itu ternyata tidak benar. Saat itu
1038 dilihatnya Beng Cu tengah duduk di dipan han-giok.
Itulah pertanda kalau Beng Cu masih hidup.
Diluap oleh rasa gembira, dia terus lari
menghampiri masuk. Tetapi lebih kurang satu meter
dari tempat Beng Cu pada saat dia hendak
memeluknya, serentak dia diserang oleh setiup hawa
yang luar biasa dinginnya, sehingga dia tak dapat
bernapas dan jari2nyapun kaku tak dapat digerakkan.
Tahu-tahu diapun seperti didorong mundur tiga
langkah. Dia berusaha untuk bernapas tetapi hidungnya
ternyata sakit sekali. Dia hendak paksakan diri
membuka mulut lidahnyapun kelu, tak dapat
digerakkan sama sekali.
Pui Tiok mundur beberapa langkah lagi sambil
mengerahkan hawa-murni untuk menghalau hawa
dingin. dalam tubuhnya. Setelah itu baru dia berseru,
"Beng Cu, engkau_...... engkau bagaimana?"
Tetapi Beng Cu tak menyahut dan tetap duduk
membatu di atas dipan, Hanya dia memandang Pui
Tiok. Seketika Pui Tiok rasakan tubuhnya makin lama
makin dingin lagi. Ternyata hawa dingin itu memang
berasal dari gerakan tubuh Beng Cu yang semula
berbaring, lalu duduk. Dan walaupun sudah dapat
bergerak duduk tetapi dia belum dapat bergerak lagi
karena napasnya lemah sekali. Memang apa yang
tengah djalami Beng Cu itu luar biasa anehnya.
Pui Tiok nekad maju selangkah. Sambil
mengerahkan hawa-murni untuk menahan tubuhnya
yang gemetar kedinginan, dia berseru, "Beng Cu apa
engkau dapat mendengar kata-kataku " Kalau
tubuhmu tak dapat bergerak, biji matamu kan dapat
bergerak. Kalau engkau memang mendengar katakataku cobalah engkau gerakkan biji matamu."
Tetapi ditunggu sampai beberapa jenak, tetap Beng
Cu tak menggerakkan biji-matanya. Melihat itu karena
1039 putus asa, Pui Tiok menggentak-gentakkan kaki dan
menjerit histeris
Menjerit memang tak berguna. Pui Tiok tahu hal itu.
Tetapi karena tak tahan menampung siksa derita batin
selama beberapa hari ini, ia ingin melepaskannya
keluar dengan menjerit-jerit.
Tetapi ternyata sampai entah berapa lama ia
menjerit dan berteriak-teriak itu. Beng Cu tetap
duduk tak bergerak.
"Apa dia sudah mati " Mengapa engkau menjeritjerit
begitu rupa ?" sekonyong-konyong dari belakang
terdengar suara orang menegur dingin.
Mendengar suara itu kejut Pui Tiok bukan alang
kepalang. Dia tak asing lagi dengan suara itu. Ya,
itulah Coh Hen Hong.
Ah, celaka, tentulah Coh Hen Hong dapat masuk ke
situ karena mendengar jeritannya tadi.
diam-diam dia mengeluh. Tetapi dia masih sedih
memikirkan keadaan Beng Cu sehingga dia diam saja.
"Bagaimana " Apakah kekasihmu telah menjadi
manusia-es ?" seru Coh Hen Hong yang berada di
belakangnya lagi.
Pui Tiok tetap diam. Tetapi dia masih dapat merasa
kalau Coh Hen Hong maju menghampiri. Berhenti
sejenak lalu menghampiri ke tempat Beng Cu.
Memang Coh Hen Hong masih lebih sakti dari Pui
Tiok. Waktu Pui Tiok mencapai jarak satu meter dari
Beng Cu, dia sudah tak kuat menaban kedinginan.
Tetapi Coh Hen Hong mampu mendekat sampai
terpisah jarak setengah meter. Dia berdiri tegak.
Wajahnya pucat lesi. Hawa yang berhambur dari
hidungnya, segera berobah menjadi uap es. Sejenak
berdiri tegak, gadis itu terus mengangkat tangannya.
"Jangan menyentuhnya!" teriak Pui Tiok.
"Tidak boleh di sentuh?" Coh Hen Hong tertawa
mengejek, seraya ulurkan tangan. Tetapi tangannya
1040 itu tak pernah dapat menyentuh tubuh Beng Cu.
Karena waktu terpisah seperempat meter ia rasakan
ujung jarinya membeku seperti mati rasa sehingga tak
dapat digerakkan lagi.
Coh Hen Hong terkejut sekali. Cepat dia mundur
dan secepat itu terus menghantam.
Pukulan itu disertai dengan tenaga yang dahsyat.
Tetapi ketika hampir tiba, tenaga pukulan itupun
lenyap ditelan hawa dingin dari tubuh Beng Cu.
Coh Hen Hong makin terkejut. Dia benar-benar
heran melihat keadaan Beng Cu. Cepat dia berpaling
dan berseru kepada Pui Tiok, "Pui Tiok dia itu orang
mati atau orang hidup?"
"Tentu saja masih hidup," sahut Pui Tiok.
Kembali Coh Hen Hong terkesiap kaget. Kalau benar
Beng Cu masih hidup, tentu akan merupakan duri
baginya. "Kalau dia memang masih hidup, mengapa dia
duduk diam seperti patung es ?"
Memang Pui Tiok sudah menyadari, Walau pun dia
masih belum pasti akan keadaan Beng Cu tetapi dia
tak boleh memberitahukan Coh Hen Hong bahwa Beng
Cu sudah mati. "Siapa bilang dia tak dapat bergerak ?" serunya,
"waktu aku ke Ceng te kiong, dia masih berbaring.
Tetapi sekarang dia sudah duduk. Dengan begitu jelas
dia masih hidup !"
Mendengar itu serentak bangkitlah hawa
pembunuhan dalam hati Coh Hen Hong. Dia serentak
mencabut pedang Ceng-leng-kiam. Kemudian dia
ayun-ayunkan pedang itu siap hendak dilontarkan ke
tubuh Beng Cu. kalau terkena pedang itu, jelas Beng
Cu tentu akan binasa.
Pada saat itu Pui Tiokpun sudah siap hendak
mengadu jiwa. Kalau Coh Hen Hong benar-benar
hendak menimpuk dengan pedang, dia akan
1041 menerjang. Tetapi untung Coh Hen Hong hanya
memain-mainkan pedang Ceng-leng-kiam itu dan tak
jadi menyabitkan.
Hal itu disebabkan karena Coh Hen Hong teringat
akan peristiwa yang dialaminya beberapa jenak yang
lalu. Begitu tangannya hampir menyentuh tubuh Beng
Cu, tiba-tiba membeku tak dapat digerakkan. Dia
kuatir lontaran pedang Ceng-leng-kiam itu akan
mengalami nasib begitu juga. Dia sudah kehilangan
pedang Kim-liong-kiam, tak mau dia kehilangan Cenglengkiam lagi. Maka diapun cepat merobah rencana
dan tiba-tiba acungkan ujung Ceng-leng-kiam ke arah
Pui Tiok dan membentak "Berikan kepadaku!"
Pui Tiok tertawa kecut, "Pedang itu sudah tak ada
padaku lagi !"
"Apakah aku harus percaya ?" Coh Hen Hong
tertawa mengejek dan serentak benturkan tangkai
pedang ke bahu Pui Tiok.
Cepat sekali Coh Hen Hong bergerak. Karena
kesima, Pui Tiok tak dapat menghindar dan jalan
darah pada bahunya kena tertutuk.
Walaupun cepat tetapi Coh hen Hong tidak
menggunakan tenaga kuat. Oleh karena itu walau pun
jalan darah bahunya kena tertutuk sehingga tak dapat
bergerak, tetapi Pui Tiok masih dapat berteriak keras,
"Mau apa engkau menjerit begitu ?" Coh Hen Hong
menertawakannya.


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Perlu apa engKau menutuk jalan darahku ?"
"Sudah tentu ada gunanya," sahut Coh Hen Hong,
"agar, engkau takkan menghalangi apa yang akan
kulakukan nanti."
Pui Tiok terkejut sekali, "Engkau . . engkau akan
bertindak bagaimana ?"
Coh Hen Hong tertawa mengekeh, "Sebenarnya tak
apa-apa. Maksudku hanya menghendaki engkau
supaya mau menyerahkan pedang Kim-liong-kiam".
1042 "Pedang itu telah kuberikan kepada orang", seru
Pui Tiok. Coh Hen Hong tertawa. "Kalau engkau tetap
berkata begitu, terpaksa aku harus mengeluarkan
sedikit tenaga ekstra. ikut aku keluar."
Sambil berkata dia menyambar tubuh Pui Tiok terus
dibawa lari keluar. Cepat sekali sudah tiba di luar
terowongan disitu sudah siap empat anakbuah Cengtekiong. Coh Hen Hong meletakkan Pui Tiok di tanah. Sambil
berkecak pinggang dia berkata, "Dengarkan, kalau
engkau tetap tak mau menyerahkan Kim-liong-kiam,
aku akan menindak kekasih-mu itu !"
Wajah Pui Tiob pucat seperti kertas, "Aku.... aku
benar-benar telah memberikan pedang itu kepada
orang." Coh Hen Hong tertawa mendesuh dan tak mau
menghiraukan Pui Tiok lagi. Dia memberi perintah
kepada keempat anak buahnya, "Lekas kumpulkan
kayu kering dan lemparkan kedalam terowongan.
Makin banyak makin baik !" Setelah mengiakan
keempat anakbuah itu segera pergi.
"Untuk apa engkau hendak menimbuni gua dengan
kayu bakar ?" tanya Pui Tiok.
"Tentu saja akan kubakar." Coh Hen Hong tertawa
dingin. Seketika tubuh Pui Tiok gemetar sehingga sesaat
dia tak dapat berkata apa-apa. Melihat itu, Coh Hen
Hong malah tertawa girang.
"Tubuhnya dingin seperti es, tentu mengharap
orang untuk menghangatkan dengan api. Aku
sekarang hanya membantunya. Perlu apa engkau
begitu kuatir ?"
Hati Pui Tiok berdebar keras. Dia teringat akan
petunjuk dari orang aneh itu. Bukankah orang aneh itu
1043 mengatakan kalau satu-satunya cara untuk menolong
Beng Cu adalah dengan jalan membakarnya.
Tetapi benarkah itu " Haruskah dia percaya pada
kata-kata itu " dan sekarang ternyata Coh Hen Hong
hedak membakar Beng Cu, ah ... .
Pui Tiok benar-benar seperti semut di atas kuali
panas. Dia kelabakan setengah mati. Dilihatnya
keempat anakbuah Ceng-te kiong Itu tak hentihentinya
melontarkan kayu kering kedalam gua.
Kalau nanti dibakar apakah benar Beng Cu akan
tertolong seperti yang dikataban orang aneh itu.
Ataukah akan mati hangus"
Saking tak tahannya, Pui Tiok berteriak, "Sudah,
sudah, jangan kalian teruskan melempar kayu kering"
"Kalau begitu apakah engkau mau menyerahkan
pedang Kim-liong-kiam?" tanya Coh Hen Hong.
Napas Pui Tiok berangsur keras. Dia tak menjawab
pertanyaan Coh Hen Hong melainkan berseru, "Kalau
engkau bakar, itu akan menolong Beng Cu. Karena
menurut orang itu, memang begitulah satu-satunya
cara untuk menolongnya. Hawa dingin yang
menggempal dalam tubuhnya memang harus
dihancurkan dengan api!"
Mendengar itu Coh Hen Hong tertawa ngakak,
"Benarkah begitu?"
"Ya, memang benar,"sahut Pui Tiok, "itu petunjuk
dari seorang ko-jiu yang sakti kepadaku. Tak mungkin
keliru." "Bagus," seru Coh Hen Hong, "kalau begitu biarlah
aku berbuat kebaikan untuknya. Tetapi mengapa
engkau begitu gugup sekali ?"
Pui Tiok tak dapat menjawab. Hanya keringatnya
yang bercucuran seperti hujan.
Coh Hen Hong memberi isyarat dan keempat anak
buah Ceng-te-kiong itu melanjutkan lagi melontarkan
kayu kering kedalam gua. Lebih kurang sejam
1044 kemudian gua itu sudah penuh dengan kayu bakar.
Mereka berempat tegak berjajar-jajar di belakang Coh
Hen Hong. "Nah, sekarang bagaimana ?" serunya kepada Pui
Tiok. Tubuh Pui Tiok basah kuyup mandi keringat,
sahutnya, "Jangan . . . dibakar. Aku akan berusaha
untuk mendapatkan pedang Kim-hong-kiam itu
kembali." "Aku tak percaya kalau engkau telah memberikan
pedang itu kepada orang. Hayo bilanglah terus terang
saja ! sambil berkata Coh Hen Hong sudah
mengeluarkan korek, cret . . korekpun menyala.
"Kalau engkau bakar, berarti engkau
membantunya," seru Pui Tiok nyaring. Dia memang
bingung. Ia tak ingin Coh Hen Hong melepas api maka
ia berusaha agar Coh Hen Hong percaya kalau dengan
cara itu akan menguntungkan Beng Cu. Ia harap Coh
Hen Hong tak mau melanjutkan tindakannya
Coh Hen Hong tertawa mengakak. "Aku akan
bertanya sekali lagi kepadamu dan takkan bertanya
lagi." Sejenak berhenti, ia segera bertanya, "Mana
pedang Kim-liong-kiam itu ?"
"Telah . . telah kuberikan kepada orang !"
Ciuuttt . . . sekali tangan Coh Hen Hong melentik
maka korek api itupun segera melayang ke arah kayu
bakar. Serentak terdengar bunyi ber keretekan ketika
api memakan kayu kering dan serentak apipun
menyala besar. Melihat itu napas Pui Tiok terengahengah.
"Sebatang pedang ditukar dengan seorang kekasih,
masa engkau tak mau. Beng Cu tentu tahu bagaimana
sifatmu. Lekas bilang sejujurnya mumpung api masih
dapat diatasi."
1045 "Lekas padamkan api. Lebas padamkan api. Lekas,
lekas" teriak Pui Tiok.
"Baik, lalu pedang Kim-liong-kiam,"
"Aku memang benar-benar telah memberikan
pedang. itu kepada orang," Pui Tiok mengertek gigi.
Coh Hen Hong kerutkan alis. Pikirnya, kalau dalam
situasi yang begitu gawat, Pui Tiok masih tetap
mengatakan begitu, mungkin saja memang sungguh
begitu. "Engkau kasihkan siapa?" tanyanya dingin.
Melihat api makin meranggas besar dan menyusup
masuk kedalam gua, akhirnya dia gopoh berseru,
"Sukar bagiku untuk melihat dia dengan jelas. Tak
tahu pula siapa namanya. Apa yang kukatakan ini
memang sungguh-sungguh!"
"Kalau begitu, mengapa engkau kasihkan pedang
itu kepadanya ?"
"Karena . . . karena dia mengatakan tahu tentang
cara menolong Beng Cu. Dengan syarat kalau aku
mau menyerahkan pedang Kim-liong-kiam kepadanya.
Maka terpaksa kuserahkan pedang itu"
Coh Hen Hong tertawa dingin, "Kalau begitu,
engkau kena tipu ?"
"Aku . . aku . . ya katakanlah begitu. Tetapi
mungkin tidak. Dia memang telah memberi tahu
tentang caranya hanya aku sendiri yang tak berani
melakukannya."
"Bagaimana cara yang diajarkan itu ?" tanya Coh
Hen Hong makin ingin tahu.
Pui Tiok memperhatikan kalau api mulai menjilat ke
dalam gua. Asap yang mengepul tebal berhamburan
keluar. Pui Tiok menghela napas panjang.
"Kata orang aneh yang misterius itu, caranya
hanyalah dengan membakar Beng Cu," katanya sesaat
kemudian. 1046 Coh Hen Hong tertawa ngakak, "Bagus, engkau
memang cerdik sekali hendak menyelomoti aku agar
memadamkan api. Engkau ngimpi namanya! hayo,
kita pergi!" dia memberi isyarat kepada ke-empat
anakbuahnya dan terus melesat keluar. Ke-empat
orang itupun segera mengikuti.
Pui Tiok memang tak berkutik. Tetapi mata dan
pikirannya masih sadar. Dia tahu kalau Coh Hen Hong
keluar dari lembah karena pada saat itu dia
mendengar suara Coh Hen Hong menghambur dari
arah mulut lembah.
Coh Hen Hong tertawa aneh dan berseru, , "Jalan
darahmu, dalam dua jam lagi akan terbuka sendiri.
Tetapi pada saat itu kayu kering tentu sudah terbakar
habis semua. Pada saat Itu engkau boleh
membersihkan abu dan masuk kedalam gua. Coba
lihat saja apakah kekasihmu itu tertolong atau tidak!"
Dalam beberapa kejab saja suara gadis itu sudah
lenyap jauh. Pui Tiok tahu apa tujuan Coh Hen Hong.
Gadis Itu memang sadis sekali. Karena tak mendapat
Kim-liong-kiam, dia tak mau memberi ampun Beng
Cu. Dia sengaja suruh. Pui Tiok menyaksikan
pembakaran itu agar dia tersiksa batinnya.
Dilihatnya api makin lama makin meranggas masuk
ke dalam gua dan tumpukan kayu keringpun makin
lama makin habis.
Pui Tiok melihat itu semua tetapi dia tak berdaya
sama sekali. Dia berusaha keras untuk menyalurkan
tenaga-murni untuk menjebol jalan-darahnya yang
tertutuk. Tetapi kepandaian Coh Hen Hong lebih
unggul dari dirinya. Tak mampu dia membuka
jalandarah yang ditutuk gadis itu.
Tak ada lain jalan bagi Pui Tiok kecuali pasrah.
Namun ia masih mempunyai setitik harapan, Mudah
mudahan cara yang diajarkan orang aneh itu benar.
1047 Bahwa hanya api besar yang dapat menolong Beng
Cu. Kalau memang begitu maka tindakan Coh Hen Hong
untuk membakar hangus tubuh Beng Cu malah akan
merupakan pertolongan bagi Beng Cu.
Tetapi mungkinkah itu " Pui Tiok tak berani
menaruh kepercayaan karena kalau dia percaya, tentu
dia sudah melakukannya.
"Kalau orang aneh itu benar-benar telah
menunjukkan jalan ke Lembab Maut situ, tentu cara
yang dikatakan untuk menolong Beng Cu, juga tentu
sungguh. Demikian dia menghibur hatinya. Tetapi
sekalipun begitu tetap dia gelisah tak keruan Dia tak
merasakan bagaimana waktu dua jam itu akan tiba.
Tetapi yang jelas selama menanti dan menyaksikan
pembakaran itu, ia terus menerus kerahkan tenagamurni.
Sejam kemudian ia rasakan tubuhnya longgar
dan itu berarti jalandarahnya yang tertutukpun sudah
bebas. Seharusnya dia berbangkit dan menerobos ke
dalam gua. Tetapi ternyata tidak. Dia masih tegak
terlongong-longong. Karena selama sejam itu, dia
melihat asap tebal yang berhamburan ke luar dari gua
itu makin lama makin tebal.
Entah selang berapa lama barulah asap tebal itu
mulai menipis dan akhirnya habis. Pembakaran telah
selesai bagaimana keadaan Beng Cu "
Tadi selama menyaksikan api berkobar, betapa
inginnya dia segera menerobos untuk menolong Beng
Cu. Tetapi sekarang setelah pembakaran itu selesai
dia malah tak berani melihat kedalam. Benar 2 dia tak
punya nyali untuk melihat keadaan Beng Cu. Dia
membayangkan Beng Cu tentu akan menjadi sesosok
arang. Entah berselang berapa lama, akhirnya dia
menghampiri mulut gua. Segulung hawa panas
berhembus keluar dan Pui Tiok kembali tertegun.
1048 "Beng Cu!" Beng Cu!" akhirnya dia berteriak.
Bermula suaranya lemah tetapi makin lama makin
nyaring. Tetapi sampai beberapa saat tetap tiada
penyahutan. Tiba-tiba Pui Tiok rasakan kepalanya pusing dan
hampir jatuh kedalam mulut gua. Walaupun api
sudah padam tetapi dalam gua masih diliputi hawa
yang panas. Pui Tiok nekad. Dengan menutup pernapasan dia
terus menerobos masuk. Setiap maju selangkahf dia
rasakan semakin meningkat panasnya. Dinding gua
seperti wajan panas sehingga dia mandi keringat.
Waktu hampir tiba di pintu ruang batu, karena tak
tahan panas dia hendak mengangakan mulut untuk
mengamhil napas. Setelah terengah-engah baru dia
paksakan diri untuk melangkah masuk.
Pintu masih seperti semula, setengah terbuka. Dia
hendak mendorong daun pintu tetapi belum sampai
menyentuh dia sudah menarik tangannya. Daun pintu
panasnya bukan kepalang.
Sejenak berpikir, Pui Tiok lalu ayunkan tangan
menampar. Tanpa menyentuh, pintu itu terbuka.
Segulung hawa panas menyembur keluar sehingga


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuatnya terhuyung mau jatuh. Ketika
memandang kedalam ruang, tubuhnya bergetar keras
dan jatuhlah dia ke lantai. Tetapi tanah juga panas
seperti bara maka begitu tangan menjamah tanah dia
menjerit kesakitan dan cepat melenting bangun.
Apa yang menyebabkan dia begitu menderita
goncangan hati yang dahsyat tak lain adalah karena
melihat keadaan Beng Cu. Tadi sepintas panjang dia
seperti melihat tubuh Beng Cu sudah menjadi arang.
Tetapi kini setelah dia memandang dengan seksama
dia terkejut. Memang Beng Cu masih tak berkutik
tetapi tidak menjadi arang.
1049 Agak longgar hati Pui Tiok. Buru-buru dia
melangkah masuk. Ketika tiba di muka Beng Cu dia
rasakan hidung Beng Cu masih mengeluarkan napas
yang lemah. Pui Tiok ulurkan tangan memegang bahu Beng Cu
Kejutnya bukan kepalang. Karena bahu Beng Cu basah
seperti habis mandi. Aneh sekali. Bukankah tadi api
menyala begitu hebat sehingga seluruh gua menjadi
panas membara" Mengapa Beng Cu malah basah
kuyup" Pui Tiok dua kali memanggilnya tetapi Beng Cu
tetap tak menyahut. Tanpa berpikir panjang, Pui Tiok
terus memeluknya.
Alangkah kejutnya ketika mendapatkan tubuh Beng
Cu kurus kering tinggal tulang terbungkus kulit saja.
Dia pelahan-lahan meletakkan tubuh Beng Cu di atas
dipan lalu menarik kedua kakinya. Hampir saja Pui
Tiok tak dapat mengenali wajah Beng Cu yang begitu
perok seperti tengkorak.
Tetapi bagaimanapun perasaan Pui Tiok agak
longgar karena mengetahui bahwa Beng Cu masih
bernapas "Tak apa, Beng Cu, engkau tak kena apa-apa," tak
henti hentinya dia berkata gembira.
Keesokan harinya Pui Tiok mulai cemas. Sampai
saat itu Beng Cu tetap belum sadar. Bahkan sampai
hari ketiga juga masih belum bangun.
Berulang kali dipanggil tetap nona itu tak
menjawab. Pui Tiok sungguh gelisah sekali. Dia lalu
memondong tubuh kurus nona itu dan dibawa ke luar.
Saat itu matahari hampir silam, memancarkan sinar
yang merah lembayung. Wajah Beng Cu makin
tampak menyeramkan. Pui Tiok menghela napas dan
dengan hati-hati meletakkannya diatas rumput yang
halus. Ia sendiri lalu berlutut dihadapan nona itu.
Sebenarnya Beng Cu masih bernapas walaupun lemah
1050 sekali Tetapi keadaan fisiknya yang begitu
mengenaskan telah membuat Pui Tiok putus harapan.
Karena kalau selama tiga hari ini dia tidak menunggu
di sampingnya, tentulah dia takkan mengenali lagi
kalau tubuh yang hanya merupakan seperangkat
tulang terbungkus kulit itu adalah Kwan Beng Cu.
Pui Tiok diam. Dia tak bicara tidak berteriak karena
tadi dia telah menghamburkan teriakan sepuaspuasnya.
Yang menangis dan menjerit adalah hatinya.
Tak tahu entah berselang berapa lama, dia. rasakan
cuaca sudah gelap dan djapun menghela napas
pelahan-lahan. "Hebat, hebat. benar-benar seorang kekasih yang
sangat setia. Sungguh sukar didapat," tiba-tiba
terdengar suara tawa dingin.
Pui Tiok mengangkat kepala dan melihat Coh Hen
Hong tengah duduk di atas segunduk batu besar yang
tak jauh disebelah muka. Melihat itu Pui Tiok cepat
berpaling muka. Dia tahu kalau bukan tandingan Coh
Hen Hong. Dia benci sekali dan diapun tak mau bicara
lagi kepada nona itu. Dia tertawa dingin. Tawa yang
memandang hina kepada Coh Hen Hong. Kemudian ia
membungkuk tubuh hendak memeluk Beng Cu.
Tetapi baru ia membungkuk, segulung angin kuat
telah melandanya. Dia tahu kalau Coh Hen Hong
sudah tiba di mukanya. Saat itu karena merasa Beng
Cu sudah tiada harapan hidup, karena putus asa Pui
Tiok tak peduli segala apa lagi. Dia mundur selangkah
dan berdiri. "Apa " Apakah itu ... dia ?" Pui Tiok tak menyahut.
"Dia . . . menjadi begitu rupa ?" kembali Coh Hen
Hong berseru. Pui Tiok tertawa dingin, "Itulah hasil dari hadiahmu
!" Coh Hen Hong mendesuh, "Hm, aku takkan berbuat
kepalang tanggung. Kalau dengan api dia tak mati,
1051 berarti peruntungannya kurang. Kalau mati beberapa
hari hidup dalam dosa, tentu takkan lolos dari
pukulanku !" "Jangan menyentuhnya," seru Pui Tiok.
Coh Hen Hong tertawa memanjang. "Mau
menyentuh atau tidak, siapa yang dapat melarangku"
Habis berkata ia terus menghantam ke arah Pui
Tiok. Karena marah, Pui Tiok nekad menyongsong
dengan hantaman, plak. .. dua buah pukulan keras
saling beradu. Pui Tiok tak dapat menguasai tubuhnya yang
terdorong mundur sampai tiga langkah, baru dia dapat
berdiri tegak. Coh Hen Hong sendiri juga tergetar. Dengan
mengertak gigi dia hantamkan tangan kiri ke arah
Beng Cu. Betapa hebatnya pukulan itu dapat diketahui dari
anginnya yang menderu keras. Melihat itu Pui Tiok
nekad hendak menerjang tetapi pukulan tangan kanan
Coh Hen Hong menghalanginya.
Pui Tiok menjerit keras dan melayang turun ke
tanah, sementara pukulan Coh Hen Hong sudah
melanda tubuh Beng Cu. Tubuh Beng Cu melesak
kedalam tanah. Melihat itu hati Pui Tiok seperti hancur. Dia lunglai
dan jatuh tertunduk di tanah.
"Akhirnya engkau harus mati juga di tanganku, ha,
ha , ha," Coh Hen Hong tertawa nyaring.
Pui Tiok tetap lunglai dan tak dapat menjawab.
"Engkau tak usah seperti sebuah tengkorak yang
menyeramkan," seru Coh Hen Hong.
Sekonyong konyong terjadi suatu keajaiban. Tubuh
Beng Cu bergetar dan tahu-tahu tangannya dapat
bergerak meraba wajahnya. Sudah tentu yang diraba
itu hanya tulang terbungkus kulit. Serentak dia
berseru gemetar, "Pui toako, aku ini bagaimana ?"
1052 Pui Tiok cepat menghampiri, "Beng Cu, engkau
seperti kembali dari akhirat. Sudah tentu agak kurus.
Nanti beberapa hari lagi engkau tentu sudah pulih
seperti sediakala. Jangan sedih."
"Uh, apakah masih ada beberapa hari lagi Engkau
benar-benar tolol sekali," ejek Coh Hen Hong.
Suasana hening lelap. Beng Cu pun berbangkit
duduk dan memandang ke sekeliling penjuru, Tingkah
lakunya aneh sekali. Sepasang matanya memancarkan
sinar yang aneh juga. Setelah berpaling sejenak dia
menggeliat berdiri. Tadi kalau dia bisa duduk, sudah
mengejutkan orang. Apalagi sekarang dia berdiri.
Bahkan Pui Tiok sendiri juga menggigil.
Karena tubuhnya begitu kurus sehingga pakaiannya
melekat ketat. Sepintas menyerupai sesosok mummi.
Tapi jelas ia bukan mummi karena matanya masih
dapat berkeliaran memandang kian kemari.
Ia berpaling pelaban-lahan. Pertama, memandang
Pui Tiok lalu beralih pada Coh Hen Hong.
Saat itu Coh Hen Hong mundur beberapa langkah.
Jaraknya hampir dua tombak dari Beng Cu. Beng Cu
tentu melihat kedua anakmuda itu tetapi entah
bagaimana sikapnya seperti tak kenal dengan mereka
lagi. Setelah berdiri beberapa saat, dia mulai pelahanlahan
maju selangkah. Melihat itu Coh Hea Hong tak
tahan lagi. Dia membentak keras, "Engkau ini setan
atau manusia ?". Rupanya bentakan yang dahsyat itu
telah mengejutkan dan mengembalikan kesadaran
pikiran Beng Cu. Dia terlempar keatas dan selekas
turun ke tanah terus berseru, "Pui Toako !"
Suaranya juga aneh menyeramkan sehingga Pui
Tiok mengkirik. Dia tak lekas menyahut melainkan
menghela napas. Sambil memanggil Pui Tiok, Beng Cu
terus loncat menghampiri. Tetapi gerakan itu bukan
loncatan biasa melainkan seperti terbang diatas kepala
1053 Pui Tiok. Waktu melayang diatas kembali dia berseru
memanggil, "Pui toako !"
Ai . . . terdengar dia menjerit kaget. Pui Ti ok cepat
berputar tubuh. Ternyata Beng Cu sudah berada tiga
empat tombak jaraknya. Gerak loncatnya tadi telah
mengantar dia melayang keatas sampai satu setengah
tombak dan mencapai jarak lima enam tombak
jauhnya. Rupanya dia sendiri juga kaget sehingga
menjerit heran.
Selekas turun ke tanah cepat dia berpaling, dan
berseru, "Pui toako, aku ini bagaimana?"
"Engkau.. .engkau telah pingsan selama 10 an hari
dan sekarang sudah sadar. Ilmu kepandaianmu tentu
maju hebat," jawab Pui Tiok.
"Benar?" Beng Cu menegas gembira. Dia
melangkah maju. Tetapi baru mengayunkan langkah
dan menunduk, dia melihat betapa kurus kedua
lengannya, "Pui toako, aku. . . mengapa begini kurus
sekali?" Pui Tiok tak tahu bagaimana harus menjawab.
"Engkau memang seperti tengkorak hidup yang
menyeramkan," Coh Hen Hong melengking.
Pui Tiok maju menghampiri, "Beng Cu, engkau
seperti orang mati yang hidup kembali, sudah tentu
kurus. Tetapi tak apa, nanti beberapa hari engkau
tentu akan pulih kembali."
"Uh, adakah masih beberapa hari itu?" Coh Hen
Hong mengejek. Lalu tertawa keras dan menimbulkan
kumandang dahsyat. Seketika mata Pui Tiok serasa
gelap dan semangatnyapun terbang.
Coh Hen Hong tetap menghambur tawa. Tetapi
dalam pada itu Pui Tiok sempat memperhatikan kalau
saat itu Beng Cu bergerak duduk. Saat itu malam
makin kelam sehingga menambah seram suasana.
Beng Cu benar-benar sesosok tengkorak yang bangkit
1054 dari liang. Walaupun dihantam Coh Hen Hong, dia
tetap tak kena apa-apa. Bahkan malah duduk.
Pui Tiok yang sudah berkunang-kunang pandang
matanya, saat itu serentak sadar lagi. Jelas bahwa
matanya tak keliru, Beng Cu memang duduk.
"Beng Cu!" teriaknya. Teriakan itu membuat Coh
Hen Hong tundukkan kepala dan diapun segera
melihat bahwa Beng Cu telah duduk. Walaupun dia
memiliki kepandaian yang sakti tetapi menyaksikan
pemandangan seperti itu mau tak mau dia
terlongong-longong juga.
"Coh Hen Hong," seru Pui Tok, "berulang kali
engkau gagal menganiayanya. Jelas kalau hal itu
karena Tuhan tak mengijinkan. Sekarang engkau
masih mau apa lagi?"
Coh Hen Hong tertawa dingin, "Aku tak takut segala
apa dan tak percaya pada takdir Tuhan. Aku tetap
hendak membunuhnya agar engkau dapat
membuktikan apakah takdir yang benar, atau aku
yang benar"
Pui Tiok maju selangkah untuk melindungi di depan
Beng Cu, "Tidak mudah kalau engkau hendak
membunuhnya karena paling tidak engkau harus
dapat membunuh aku dulu!"
Coh Hen Hong tertawa mengekeh, "Lucu sekali
omonganmu itu. Apakah aku takut kepadamu! Apakah
engkau mampu melindungi dia" Apakah waktu
membunuhmu, tanganku akan lemas lunglai"'
Ketiga pertanyaan itu tak dapat dijawab Pui Tiok.
Sebenarnya dia masih mempunyai setitik harapan
dalam ucapannya tadi. Dja mengharap Coh Hen Hong
masih mempunyai setitik perasaan dan takkan turun
tangan. Tetapi sekarang harapan itu telah hapus sama
sekali. Dari kata-katanya itu jelas kalau Coh Hen Hong
sudah putus asa kepadanya dan sekarang berbalik
1055 membencinya sekali. Cinta memang begitu. Kalau tak
berhasil mendapatkan tentu akan berbalik menjadi
dendam kebencian yang membara.
Saat itu Coh Hen Hong seperti seekor serigala yang
buas yang menguasai seekor anak kambing Pui Tiok
mengharap belas kasihan tetapi ternyata serigala itu
tak mau ditawar lagi kebuasannya. Setelah berkata
Coh Hen Hong tertawa mengekeh. Pui Tiok menghela
napas dan berpaling, serunya, "Beng Cu, engkau baru
sembuh, menyingkirlah biar aku yang
menghadapinya."
"Engkau. . . . engkau akan melawannya?" Beng Cu
gemetar suaranya.
Coh Hen Hong tertawa makin keras, "Kalian boleh
berunding pelahan-lahan, siapa yang lebih dulu
menunggu di pintu akhirat."
"Aku!" tiba-tiba Beng Cu membentak. Dan


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyusul dengan itu, diluar dugaan Pui Tiok, saat itu
telah terjadi peristiwa yang mengejutkan. Tubuh Beng
Cu mencelat keudara.
"Jangan," seru Pui Tiok seraya menyambarnya
dengan cepat. Tetapi Beng Cu lebih cepat lagi. Tangan
Pui Tiok hanya menyambar angin karena Beng Cu
sudah menerjang Coh Hen Hong. Waktu Pui Tiok
masih tertegun kaget, terdengarlah deru angin
pukulan Coh Hen Hong yang disongsongkan ke dada
Beng Cu. Tadi Beng Cu telah loncat melampaui kepala Pui
Tiok. Dan selagi dia melayang turun telah dihantam
dadanya oleh Coh Hen Hong. Pui Tiok ngeri
membayangkan apa yang akan terjadi kalau tubuh
Beng Cu yang tinggal tulang terbungkus kulit itu
termakan pukulan Coh Hen Hong. Tanpa disadari dia
menjerit sakeras-kerasnya.
Tampak tubuh Beng Cu yang kurus kering itu
bergoncang-goncang kian kemari tetapi anehnya
1056 pukulan Coh Hen Hong itu tak mampu
melemparkannya ke belakang. Beng Cu tetap dapat
melayang turun ketanah.
Dan diluar dugaan, Pui Tiok melihat bukan Beng Cu
yang mencelat sebaliknya malah Coh Hen Hong yang
terdorong mundur sampai tiga langkah. Wajah gadis
itu tampak ketakutan sekali.
Serentak Pui Tiok berhenti menjerit. Saat itu tubuh
Beng Cu sudah berdiri tegak di tanah dan Coh Hen
Hong pun sudah melolos pedang Ceng-leng-kiam.
Dari adegan itu dapatlah Pui Tiok menarik
kesimpulan bahwa pukulan Coh Hen Hong itu tak
dapat menghancurkan Beng Cu sebaliknya dia sendiri
yang menderita kerugian
Pui Tiok benar tak mengerti hal itu. Tetapi dari
sikap dan wajah Coh Hen Hong yang terus melolos
pedang Ceng-leng-kiam dan tampak ketakutan itu, Pui
Tiok percaya bahwa penilaiannya tentu benar.
"Ho, tak perlu engkau melawannya mati2an Ilmu
kepandaiannya sekarang jauh lebih tinggi dari engkau.
Apakah engkau belum merasakan hal itu pada
pukulanmu tadi ?" seru Pui Tiok kepada Coh Hen
Hong. Sebenarnya Pui Tiok cemas ketika Coh Hen Hong
mencabut pedang Ceng-leng-kiam. Maka sengaja dia
gunakan kata-kata untuk menggertak Coh Hen Hong.
Siapa tahu gertakan itu ternyata termakan di hati Coh
Hen Hong. Coh Hen Hong benci sekali kepada Pui Tiok karena
pemuda itu telah menipu cintanya dan ternyata lebih
mencintai Beng Cu. Dia hendak menyiksa Beng Cu di
depan mata Pui Tiok agar Pui Tiok menderita batinnya.
Oleh karena itu dalam menyongsong terjangan Beng
Cu tadi, dia telah gunakan delapan dari tengasaktinya.
Menurut keyakinannya, pukulan itu tentu
akan dapat merontokkan tulang belulang Beng Cu dan
1057 akan hancur berkeping keping. Bukankah itu suatu
kematian yang mengerikan ". Pukulan maut tadi telah
dilancarkan dengan cepat sekali dan tepat mengenai
dada Beng Cu. Tapi baru tangannya menyentuh tubuh
Beng Cu, segera ia rasakan sebuah lautan tenagasedot
yang hebat. Dia berusaha untuk menahan tetapi
tak mampu mempertahankan tenaganya yang
tersedot lenyap.
Itulah sebabnya dia ketakutan setengah mati
mundur tiga langkah terus mencabut pedang Ceng
leng kiam. Ilmu kepandaian dan pengetahuan serta
pengalaman Coh Hen Hong memang tinggi dan luas.
Tetapi mengapa dan kemana lenyapnya tenagapukulannya
yang tersedot tubuh Beng Cu tadi, benarbenar
dia tak tahu. Dan waktu Pui Tiok
menggertaknya, dia makin kelabakan kagetnya.
Tetapi dia seorang gadis yang keras kepala.
Bagaimanapun juga dia tak mau meninggalkan tempat
itu. Dia masih hendak mencoba lagi dengan pedang
Ceng leng-kiam. Apabila tetap gagal, toh dia masih
mampu melarikan diri.
Melihat Coh Hen Hong tak mempan digertak Pui
Tiok sendiri yang kelabakan. Cepat ia maju selangkah
kesamping Beng Cu dan berseru, "Beng Cu, engkau . .
biarkan aku yang menghadapinya"
Tetapi Beng Cu gelengkan kepala, "Engkau saja
yang menyisih ke samping. Aku tak takut kepadanya.
Pukulannya tadi, rasanya . . aku masih dapat
menerima. Aku tak takut padanya." '
Sebenarnya Beng Cu sendiri tak mengerti apa
sebabnya ia dapat menerima pukulan itu. Hanya
waktu pukulan yang dahsyat itu mengenai tubuhnya,
segelombang tenaga-kuat meresap ke dalam
tubuhnya lalu beredar ke seluruh jalan darah dan
1058 menyatu dengan tenaganya sendiri, menimbulkan
rangsang semangat yang nyaman sekali.
Mendengar pernyataan Beng Cu, Pui Tiok tertegun.
Dia tak mengerti apa yang dimaksudkan Beng Cu.
"Beng Cu," serunya berbisik. "pedang Ceng-lengkiamnya
itu tak boleh dibuat main-main "
"Jangan kuatir," sahut Beng Cu, "aku dapat
menghindari. Malah engkau saja supaya lekas
menyingkir kesamping, jangan sampai nanti
melukaimu."
Sebenarnya Pui Tiok enggan tetapi tiba-tiba Beng
Cu mendorongnya. Bermula dorongan itu tak
bertenaga tetapi entah bagaimana tahu-tahu Pui Tiok
terdorong mundur sampai 7-8 langkah.
Ilmu kepandaian Pui Tiok saat itu sebenarnya sudah
cukup hebat. Jauh lebih maju dari dulu. Tetapi
mengapa dia sampai terdorong begitu jauh, dia sendiri
tak habis herannya karena ia sama sekali tak merasa
kalau dorongan Beng Cu itu mengandung tenaga.
Sesaat Pui Tiok tertegun tak tahu apa yang akan
dilakukan. Sementara itu Beng Cu tampak pelahan
lahan maju ke tempat Coh Hen Hong seraya tertawa,
"Hayo seranglah dengan pedangmu. Mengapa engkau
diam saja". Engkau kira kami tak kan mampu
menandingimu" Ho, jangan melamun!''
Tubuh Beng Cu yang kurus kering seperti sebatang
tonggak, bergoyang-goyang maju menghampiri.
Sepintas menyerupai sesosok setan yang mengerikan.
Melihat Beng Cu tak takut dan malah menantang, hati
Coh Hen Hong makin menggigil.
Ujung pedang Ceng-leng-kiam sudah ditujukan
pada jalan darah maut di tubuh Beng Cu. Tetapi tanpa
disadari kakinya selangkah demi selangkah mundur ke
belakang. Beng Cu maju selangkah, dia mundur
selangkah. 1059 Beng Cu sendiri belum yakin apakah dia mampu
melawan Coh Hen Hong. Tetapi saat itu pikirannya
memang masih belum sadar seluruhnya sehingga dia
tak dapat memikirkan hal itu. Baginya hanya merasa
bahwa pukulan Coh Hen Hong tadi malah
menumbuhkan rasa nyaman pada semangatnya. Dan
bahwa Coh Hen Hong saat itu tampak ketakutan dan
mundur ke belakang.
Selama beberapa tahun ini, sudah cukup banyak
hinaan dan siksaan yang dideritanya dari Coh Hen
Hong, Karena Coh Hen Hong lebih sakti maka selama
itu dia tak dapat membalas. Bahkan setiap kali
melihatnya tentu akan lari, setiap kali bertemu tentu
menderita hinaan.
Tetapi sekarang situasinya berobah. Dia maju Coh
Hen Hong ketakutan mundur. Walaupun dia belum
yakin dapat mengalahkan tetapi hal itu saja sudah
memberi kemenangan moril yang menggembirakan
hati Beng Cu. Sejak Coh Hen Hong merebut pedang Ceng leng
kiam dari tangannya, tiada sesaatpun Beng Cu
berhenti mengharap akan tibanya saat seperti saat
sekarang ini. Dan akhirnya harapan itu menjadi
kenyataan. Selangkah demi selangkah dia menghampiri maju
sembari tak henti-hentinya berseru, "Hayo, seranglah
dengan pedangmu. Mengapa engkau tak berani
menyerang ?"
Sebenarnya ujung pedang Ceng-leng-kiam sudah
ditujukan ke dada Beng Cu. Andaikata saat itu Coh
Hen Hong masih memiliki pedang Kim-liong-kiam. dia
tentu tak ragu lagi untuk menyerang. Tetapi sekarang
dia hanya membawa Ceng-leng-kiam saja Apakah
sekali serang dapat berhasil, dia benar-benar masih
sangsi. Oleh karena itu ia harus berhati hati dan
terpaksa menekan nafsu-nya.
1060 Karena terus menerus mundur, akhirnya tibalah
Coh Hen Hong dimuka segunduk batu besar. Dia tak
mungkin dapat mundur lagi. Dan disitu dia lalu berdiri
tegak. Sepasang matanya berapi-api memancarkan hawa
kemarahan yang menyala. Hatinyapun gusar sekali
Belum pernah selama ini, dia harus mundur sampai
beberapa langkah. Tetapi kali ini dia harus mundur
terus menerus sampai dua tiga puluh langkah.
Setelah berdiri tegak dia berkata sarat, "Engkau
tentu melihat bahwa yang kupegang ini adalah pedang
Ceng-leng-kiam."
"Tentu saja aku melihatnya," sahut Beng Cu dengan
nada hambar. "pedang Ceng-leng-kiam itu sebetulnya
adalah milikku."
Coh Hen Hong menjerit keras dan Ceng-lengkiampun
segera bergerak melingkar memancarkan
cahaya biru yang menyilaukan mata. Tetapi dia hanya
mengayun-ayunkan saja dan belum menyerang. Dia
memang hendak menguji apakah Beng Cu takut atau
tidak. Tetapi diluar dugaan, bukan saja Beng Cu takut,
pun sebaliknya dia malah maju lagi setengah langkah.
Dalam keadaan seperti tiada lain jalan bagi Coh Hen
Hong kecuali loncat ke belakang batu dan
melarikan diri. Tatapi hal itu dia tak menginginkan.
Maka pada waktu Beng Cu maju setengah langkah,
pedang Ceng-leng-kiam yang masih ber-putar
melingkar itu terus ditaburkan makin deras dan
diantar dengan jerit pekik yang aneh, pedang itu terus
menusuk dada Beng Cu.
Pedang berkelebat laksana kilat cepatnya dan jarak
keduanya amat dekat. Tak mungkin Beng Cu dapat
menghindar. Maka pada saat itu juga Pui Tiok remuk
seperti dipalu hatinya. Dia membayangkan apa yang
akan terjadi nanti.
1061 Tetapi kembali suatu peristiwa yang menakjubkan
terjadi pada saat itu. Pada saat pedang Ceng-lengkiam
menusuk, tiba-tiba tubuh Beng Cu melambung
ke atas sampai hampir satu meter dan sepintas dia
seperti berdiri diatas sinar biru pedang Ceng-lengkiam.
Tusukannya luput, Coh Hen Hong kaget setengah
mati. Dia cepat mundur selangkah. Tetapi tepat pada
saat itu juga, pandang matanya berkunang dan setiup
hawa dingin telah meniup diatas kepalanya. Tahutahu
Beng Cu telah hilang.
Kejut Coh Hen Hong makin hebat. Kalau Beng Cu
lenyap jelas tentu melayang diatas kepalanya dan
berada di belakangnya.
Coh Hen Hong dapat mengadakan perobahan
secepatnya menurut situasi yang dihadapinya. Tanpa
berpaling kepala lagi, dia sabatkan pedang ke
belakang, sret, sret . . .
Tabasan pedang itu mengenai batu besar sehingga
batu rompal dan keping2nya berhamburan ke empat
penjuru. Dan tanpa berpaling, Coh Hen Hong terus
mengempos semangat lalu menerjang kepada Pui
Tiok. Dia memang mempunyai rencana yang jahat. Kalau
dia tak mampu mengalahkan Beng Cu, dia masih
dapat mengalahkan Pui Tiok. Kalau dia dapat
menguasai pemuda itu, mudahlah dia nanti akan
memerintahkan Beng Cu.
Tetapi baru saja tubuhnya melayang, tiba-tiba dari
belakang terdengar Beng Cu membentaknya, "Hai,
apakah engkau hendak mencelakai Pui toako lagi?"
Bukan kepalang kejut Coh Hen Hong ketika
mendengar seruan itu. Bukan karena dia takut kalau
rahasia dirinya akan ditelanjangi Beng Cu, melainkan
karena ia rasakan suara Beng Gu itu seperti malaekat
1062 di belakangnya. Bahkan ia rasakan tengkuknya seperti
tertiup angin dingin.
Beng Cu dianggap sebagai musuh bebuyutan atau
orang yang tak beleh hidup dibawah satu kolong langit
dengan dia. Kalau sekarang orang itu berada lekat di
belakangnya, bagaimana dia tak kaget setengah mati"
Rasa kaget telah meruntuhkan semangat dan
berhamburanlah tenaga murninya sehingga dia
meluncur turun ke bawah. Secepat berdiri di tanah dia
terus lancarkan tiga buah serangan pedang yang
dahsyat. Dua dari tiga jurus serangan itu merupakan


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serangan membalik ke belakang. Dan jurus yang
terakhir untuk melindungi tubuhnya. Tetapi dia
melihat Beng Cu bagaikan sesosok bayangan yang
menyelinap disampingnya.
Ketiga jurus serangan pedang itu cepat dan dahsyat
sekali. Tetapi ayunan tubuh Beng Cu lebih cepat lagi
sehingga pedang tak dapat menyentuh sekalipun
hanya ujung bajunya saja.
Mengkal dan marah Coh Hen Hong bukan kepalang
karena harus menderita hinaan sedemikian
memalukan. Jelas dia melihat tubuh Beng Cu
menyelinap di sampingnya, andaikata dia mempunyai
pedang Kim-liong-kiam tentulah tak mungkin Beng Cu
semudah itu dapat meloloskan diri.
Kelemahan itu telah menyadarkannya bahwa hanya
dengan sebatang pedang Ceng-leng-kiam tak mungkin
dia dapat mengalahkan Beng Cu. Bahban dialah yang
akan menderita kekalahan nanti.
Menyadari hal itu mengapa dia tak lari saja"
Seketika timbullah pikiran dalam benaknya. Maka
begitu Beng Cu mundur, Coh Hen Hong juga melesat
ke arah yang berlawanan dan terus melarikan diri.
1063 Pui Tiok tak percaya melihat kejadian itu Coh Hen
Hong melarikan diri " Ah . . . karena terkesima Pui
Tiok tertegun. "Hai, jangan lari engkau !" teriak Beng Cu, terus
loncat mengejar.
Ilmu ginkang Coh Hen Hong luar biasa hebatnya.
Dalam sekejab saja dia sudah mencapai puluhan
tombak. Tetapi ternyata gerakan tubuh Beng Cu tak
kalah pesatnya. Dalam waktu singkat jarak keduanya
makin dekat. Kalau dilanjutkan jelas Beng Cu tentu dapat
menyergap Coh Hen Hong tetapi tiba-tiba Pui Tiok
berteriak memanggilnya, "Beng Cu, lekas kembali !"
Sebenarnya tubuh Beng Cu seperti anak panah
yang tengah melayang, tetapi ketika mendengar
seruan Pui Tiok, Beng Cu tiba-tiba berhenti dan sesaat
kemudian melayang balik ke tempat Pui Tiok lagi.
Walaupun pengalaman Pui Tiok cukup banyak tapi
menghadapi ilmu aneh yang dimiliki Beng Cu yaitu
seperti dapat 'terbang dan berhenti' diudara baru
pertama kali itu dia melihatnya.
Dengan begitu, jelas bahwa tenaga-dalam atau
lwekang yang dimiliki Beng Cu saat ini, memang telah
mencapai tataran yang luar biasa tingginya. Kalau
tidak, ia tentu tak dapat menguasai gerak gerik
tubuhnya menurut kehendak hatinya.
Merenungkan hal itu bukan kepalang gembira Pui
Tiok Selekas Beng Cu tiba di tanah, dia terus
berteriak, "Beng Cu . . "
Beng Cu cepat berpaling. Tetapi begitu berhadapan
dengan Beng Cu, hati Pui Tiob seperti disayat sembilu.
Sedemikian kurus tubuh Beng Cu sehingga benarbenar
mirip dengan sesosok tengkorak hidup.
Selekas berpaling ke arah Pui Tiok, Beng Cu
menghadap ke muka lagi. Tampak Coh Hen Hong
sudah tak tampak bayangannya.
1064 Beng Cu menghampiri Pui Tiok, "Pui toako mengapa
engkau mencegah aku ?"
"Ia mempunyai pedang. Kutakut kalau engkau
sampai termakan tangan ganasnya. Beng Cu, ilmu ke
pandaianmu begitu tinggi. Lambat atau cepat kita
pasti dapat mengalahkannya. Bagaimana rasanya
sekarang?"
Sebenarnya Beng Cu hendak tertawa tetapi karena
kedua pipinya kempot tak berdaging maka tampaknya
dia seperti menyeringai tak sedap dipandang.
"Kurasa.... aneh sekali. Sepertinya aku sudah tak
hidup dalam dunia lagi," katanya.
Pui Tiok terkejut, "Apa maksudmu?"
"Mungkin itu karena aku terlalu kurus begini
Kurasakan tubuhnya ringan seperti angin yang dapat
berhembus kemanapun saja. Lihatlah, aku toh tidak
menggunakan tenaga sama sekali, tetapi tubuhku
sudah dapat melayang ke atas," habis berkata dia
bergoyang-gayang dan tubuhnya terus melambung
keatas. Hampir satu setengah tombak tingginya dia
melambung ke udara kemudian melayang turun.
Selama ini belum pernah Pui Tiok menyaksikan orang
yang memiliki ginkang sedemikian, yaitu dapat
melayang turun naik. Dia kesima dan ter-longong2.
"Aku hanya teringat ketika tiba di tengah lembah,
seorang nenek tua menanyakan asal usul diriku lalu
memeluk aku dan menangis tersedu. . .
"Beng Cu, tahukah engkau siapa wanita tua itu ?"
celetuk Pui Tiok.
"Entah," Beng Cu gelengkan kepala.
Pui Tiok menghela napas. "Ai, itu adalah emakmu
(nenekmu) sendiri . . . dulu beliau bertengkar dengan
Ceng-te lalu berpisah dan hidup seorang diri di
Lembah Maut. Beliau sekarang sudah wafat."
1065 Beng Cu tertegun. Berita itu benar-benar
mengagetkan sekali baginya. Secara tiba-tiba ia
dikatakan mempunyai seorang nenek. Tetapi pada
saat dia mengetahui hal itu lalu disusul dengan
keterangan bahwa neneknya itu sudah meninggal
dunia. Bagaimana dia tak terkesima "
Beberapa saat kemudian baru dia dapat berkata,
"Dia . . bagaimana meninggalnya ?"
Pui Tiok kerutkan alis, "Aku juga tak jelas. Waktu
aku bertemu, tampaknya la memang sudah payah
keadaannya. Begitu melihat aku, ia lalu menyalurkan
sisa tenaga-saktinya kedalam tubuhku setelah itu baru
meninggal. Dan akupun menerima manfaat yang
besar sekali. Menurut . . . menurut kata seorang tokoh
yang sakti, nenekmu telah menyalurkan hawa dingin
dari dipan han-giok kedalam tubuhmu sehingga
engkau tidak sadarkan diri sampai berhari hari
lamanya. . . ."
Lalu Pui Tiok menceritakan tentang keadaan Beng
Cu selama itu. Karena bingung dia pernah menghadap
Ceng-te tetapi ternyata Ceng-te lengah dan dapat
dibunuh Coh Hen Hong. Dan bagaimana dengan susah
payah akhirnya dia lolos dari istana Ceng-te-kiong dan
dapat kembali ke Lembah Maut Coh Hen Hong tetap
mengejarnya lalu membakar gua. Ketika Beng Cu
belum mati, Coh Hen Hong lalu menghantamnya.
Tetapi hantaman itu malah menyebabkan Beng Cu
dapat bergerak, dan lain2 dengan jelas.
Setelah mendengar penuturan itu, Beng Cu tertawa
hambar, "Kalau begitu aku ini benar-benar seperti
baru dilahirkan kembali ke dunia!"
Pui Tiok mengangguk rawan. Tampak Beng Cu
meraba pipinya. Ah, hanya tinggal tulang tanpa daging
sama sekali. "Pui toako," katanya pelahan-lahan, "kasih tahu
padaku. Walaupun aku tidak mati dan kepandaianku
1066 bertambah hebat tetapi wajahku bukankah
mengerikan sekali?"
Pui Tiok terkesiap dan gopoh goyangkan tangan
"Bukan, bukan mengerikan melainkan hanya tampak
kurus sekali. . . sehingga kalau aku tak menjagamu
selama ini, aku tentu takkan mengenalimu lagi"
Beng Cu tak bicara, dia menyingkap lengan
bajunya. Melihat lengan nona itu, Pui Tiok makin tak
tahan melihatnya. Bukan seperti lengan manusia
tetapi hanya tulang berkulit saja.
Beng Cu sendiri juga terkejut dan menutup
lengannya lagi, "Bukankah. . . aku ini menjadi sebuah
tengkorak" Mengapa engkau bilang tak menyeramkan
orang?" "Uh, kurusan sedikit tak jadi apa. Kalau tiap hari
makan banyak, maka dalam beberapa hari saja
engkau akan pulih seperti semula!" Pui Tiok
menghibur. Beng Cu tersenyum rawan, "Mudah-mudahan
begitu. Tetapi rasanya kemungkinan itu sukar. Aku....
Pui toako, kalau engkau tak suka menemani aku...
"Beng Cu!" berkata Pui Tiok dengan nada yang
sendu. Kerongkongannya serasa lekat sehingga
suaranya sukar keluar. Beberapa saat kemudian baru
dia dapat berkata, "Beng Cu, ucapanmu itu aku hanya
mau mendengar satu kali saja. Lain kali janganlah
engkau mempunyai pikiran begitu."
"Pui toako. . .," dengan berlinang-linang air-mata
Beng Cu terus menubruk pemuda itu. Dia rebahkan
diri kepelukan Pui Tiok tetapi Pui Tiok hanya merasa
kalau sedang memeluk seperangkat pakaian saja.
Dipeluknya Beng Cu dengan lemah lembut seraya
menghiburnya, "Jangan menangis, sekarang
semuanya akan beres, perlu apa menangis ?"
Tetapi Beng Cu tetap menangis sepuas-puasnya
sehingga bahu Pui Tiok sampai basah, "Ya, benar,
1067 segala apa telah selesai, Pui toako, apakah kita akan
ke Ceng-te-kiong ?"
"Tidak," Pui Tiok gelengkan kepala.
Beng Cu mundur selangkah, "Kalau tak ke Ceng-tekiong
lalu hendak ke mana " Apakah tak mencari Coh
Hen Hong lagi ?"
"Tentu saja mencarinya," kata Pui Tiok, "tetapi ia
masih punya pedang Ceng-leng-kiam. Walaupun dia
tak mampu melukaimu tetapi engkau pun sukar untuk
mengalahkannya. Kalau mau mengalahkan dia, kita
harus mencari pedang Kim-liong-kiam dulu."
Beng Cu diam mendengarkan.
"Kurasa ilmu kepandaianmu sekarang ini luar biasa
anehnya. Coh Hen Hong sudah kalah sakti dengan
engkau. Kalau engkau mendapatkan Kim-liong kiam,
walaupun dia punya Ceng-leng-kiam, juga takkan
menang dengan engkau !"
Teringat akan pertempurannya dengan Coh Hen
Hong tadi, Beng Cu mengangguk.
Pui Tiok menghela napas. Dan lagi, kita harus
berusaha mencegah jangan sampai pedang Kim liongkiam
jatuh ke tangannya. Kalau dia sampai menguasai
sepasang pedang pusaka itu tentu ber-bahaya bagi
kita !" Sejenak tertegun Beng Cu berkata, "Kalau begitu,
pedang Kim-liong-kiam sekarang masih berada
ditangan orang misterius yang engkau ceritakan itu ?"
"Benar." sahut Pui Tiok, "belum pernah selama ini
aku melihat seorang manusia seaneh itu. Dia
mengatakan kalau selama ini memang tak pernah ada
orang yang melihatnya. Dan setiap apa yang
dikatakannya, tampaknya memang benar semua. Dia
bilang mau menunjukkan jalan ke Lembah Maut,
akhirnya memang benar. Dan lagi dia juga bilang,
satu-satunya cara untuk menolong engkau hanyalah
dengan membakar tubuhmu."
1068 "Kalau begitu mari kita lekas mencarinya", seru
Beng Cu. "Tak semudah itu", kata Pui Tiok, "waktu ia
menunjukkan jalan ke Lembah Maut, ia hanya ber
suara dan aku tak tahu ia berada dimana. Tapi tak
apa, daripada tidak berusaha lebih baik berusaha
mencarinya. Siapa tahu kita beruntung dapat
menemukannya."
"Kita harus mencarinya sampai ketemu!" kata Beng
Cu dengan manja. Dan Pui Tiok mengangguk setuju.
Dia masih ingat arah tempat itu maka berangkatlah
keduanya menuju ke sana.
Sekarang kita tinggalkan dulu Pui Tiok dan Beng Cu.
Kita ikuti Coh Hen Hong yang melarikan diri.
Setelah lari lima enam li, dia berpaling dan tak
melihat Beng Cu mengejar, barulah dia berhenti. Saat
itu dia dilanda rasa kejut dan marah. Dia mengamuk
untuk menumpahkan perasaannya itu. Dia mainkan
pedang Ceng leng-kiam dan membabat pohon2 dan
segala apa yang terdapat di sekeliling tempat itu.
Gemuruh bunyi pohon2 yang bertumbangan kerena
amukan Coh Hen Hong yang berlangsung hampir
setengah jam lamanya itu.
Baru dia hentikan amukannya tiba-tiba dari
belakang terdengar suara orang mendengus, "Huh,
apa gunanya begitu" Sekalipun engkau tambah ganas
lagi beberapa derajat, tapi tetap takkan mampu
mengalahkan Ban-kip put hoay!"
Ban-kip-put-hoay artinya Tak-hancur dicincangribuankali, atau kebal senjata apapun juga.
Coh Hen Hong terkejut dan cepat berpaling
kebelakang tetapi dia tak melihat barang seorangpun
juga. Coh Hen Hong makin miris. Orang yang sedang
menderita sial, segala apa yang tak terduga dapat
menimpanya. Dia harus hati-hati.
1069 "Siapa engkau?" katanya dengan waspada. Suara
itu tertawa seram, "Sudah tentu aku ini ya aku. Aku
bertanya kepadamu, apakah engkau sudah tahu
kelihaian dari tubuh yang sudah mencapai Ban-kinputhoay Itu?"
"Apakah manusia Ban-kip-put-hoay itu?" seru Coh


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hen Hong. Kembali suara itu tertawa mengikik. Nadanya
seperti batu yang dibenturkan. Sudah tentu Coh Hen
Hong marah karena merasa ditertawakan. Kalau saja
tadi dia tidak menderita kekalahan dari Beng Cu dan
tak menyadari bahwa orang yang sakti masih ada
yang lebih sakti, tentu saat itu dia akan menerjang
kearah suara itu.
"Apa yang disebut manusia Ban-kip-put-hoay itu!"
bentaknya, "Siapa engkau" Mengapa tak berani unjuk
diri dan main sembunyi seperti setan?"
Tawa orang itu agak enak didengar nadanya,
"Bukannya aku tak unjuk diri tetapi memang selama
ini tak ada manusia yang pernah melihat aku. Engkau
juga tak terkecuali. Pokok, asal aku dapat melihatmu,
itu sudah cukup !"
Mendengar itu mau tak mau tergetarlah hati Coh
Hen Hong. Pikirnya, apakah orang itu bukan bangsa
manusia " Jika manusia, mengapa tak pernah dilihat
orang " "Aneh." katanya sejenak kemudian, "kalau engkau
tak mau dilihat orang, perlu apa engkau bicara dengan
aku ?" "Pertanyaan yang baik," seru orang itu. "ada sedikit
jual beli yang hendak kutawarkan. Engkau tentu akan
menerima dengan gembira sekali."
Makin heran Coh Hen Hong mendengar kata-kata
itu. Mulai timbul kecurigaannya dan serentak diapun
lantas berseru. "Jual beli apa saja ?"
1070 "Jual beli apa, untuk sementara tak perlu di
persoalkan dulu," kata orang itu, "engkau sudah tahu
bagaimana kelihayan dari manusia Ban kip-put-hoay
itu. Apakah engkau mempunyai cara untuk
menghadapinya ?"
Sejak tadi Coh Hen Hong sudah menekan
kemarahannya. Kini serta mendengar ocehan orang
itu tentang ilmu Ban-kip-put-hoay, serentak ia tak
dapat menahan kemarahannya lagi dan terus
menyerbu. Terjangan itu hebatnya bukan alang kepalang. Wut
. . . gerakan dari tubuhnya telah menumbangkan
sebatang pohon kecil dan menyusul dia terus lepaskan
empat kali hantaman ke empat penjuru. Pohon2 dan
batu karang hancur berantakan, muncrat dan rubuh
berhamburan menimbulkan bunyi yang bergemuruh
sekali seolah-olah hutan itu telah diterjang oleh
ratusan gajah mengamuk.
Tetapi dia tetap tak dapat melihat di sekeliling
tempat itu terdapat barang seorang manusia Dan
ketika dia melayang turun ke bumi lagi, tetap dia tak
mendengar suara gerakan apa-apa. Diam-diam dia
menduga orang misterius tadi tentulah sudah mampus
terkena hantamannya.
Tetapi baru dia berpikir begitu atau dari depan
menghambur lagi suara itu. Sudah tentu Coh Hen
Hong kaget setengah mati.
Suara itu terpisah dua tombak jauhnya dari tadi
dengan begitu orangnyapun sudah menyingkir sejauh
itu juga. Coh Hen Hong memandang dengan seksama ke
muka. Tak mungkin ia tak tahu kalau benar-benar di
muka terdapat gerak yang betapapun kecilnya. Tetapi
nyatanya dia tak melihat apa-apa.
Suara misterius itu tertawa mengekeh, "Pukulanmu
memang cukup hebat, mengapa tidak menggunakan
1071 pedang saja" Tadi engkau menggunakan pedang
terhadap Kwan Beng Cu tetapi toh tak ada gunanya,
bukan" Seharusnya engkau mencari akal!"
Kini tergeraklah hati Coh Hen Hong mendengar
kata-kata itu, "Apakah ada caranya?"
Suara itu tertawa, "Engkau tak boleh tak bersabar.
Lebih dulu harus bicara tentang ilmu Ban-kip-put-hoay
itu." Coh Hen Hong memang seorang gadis yang cerdas.
Dia menyadari bahwa ucapan suara misterius itu
memang mengandung sesuatu. Kalau dia sebelum
bertanya jelas terus membabi buta menyerang
kemungkinan malah akan merusak pembicaraan.
Menyadari hal itu kemarahannyapun mereda. Lalu
dia berkata dengan nada tenang, "Baiklah, lalu apakah
yang disebut ilmu Ban-kip-put-hoay itu?"
Sudah tiga kali dia bertanya hal itu, baru sekarang
mendapat jawaban, "Ilmu kesaktian yang tertinggi,
kecuali ilmu Kim-kong-put-hoay dari kalangan
persilatan kaum agama, yang masih ada sebuah Bankipput hoay dari lain aliran."
Coh Hen Hong terkejut dan berdebar-debar.
Memang setiap orang persilatan sudah tahu apa yang
disebut ilmu kebal Kim-kong-put-hoay dari aliran
kaum vihara. Tetapi selama ini dia belum pernah
mendengar orang mengatakan tentang ilmu Ban-kipputhoay. Kalau Ban-kip-put-hoay itu setingkat
dengan Kim-kong-put-hoay, tentulah dahsyat sekali.
Dengan nada gemetar berserulah Coh Hen Hong
"Engkau... apa engkau tahu dewasa ini ada orang
yang faham akan ilmu Ban-kip-put-hoay itu"
Kembali suara itu tertawa, "Jangan pura-pura tak
tahu karena sebenarnya engkau harus tahu siapa yang
memiliki ilmu sakti itu. Dia tak lain adalah musuhmu
sendiri Kwan Beng Cu!"
1072 Mendengar itu Coa Hen Hong terlongong-longong
seperti kehilangan semangat.
"ladi waktu engkau bertempur dengan Kwan Beng
Cu, tentu mengetahui kalau omonganku itu tidak
bohong. Tubuh Beng Cu dapat bergerak laksana asap.
Dapat bergerak kemana saja menurut sekehendak
hatinya. Biarpun engkau menggunakan pedang tetap
tak mampu mengenai tubuhnya!"
Teringat akan pertempuran tadi Coh Hen Hong
tertawa getir. "Dan masih ada yang lebih lagi," terdengar suara
itu berseru lagi, "yalah apabila engkau
menghantamnya, tenaga pukulanmu akan sirna
lenyap seketika, masuk kedalam tubuhnya dan malah
akan menambah tenaganya makin hebat, sedang
engkau akan kehilangan sekelumit tenaga-saktimu"
Serentak teringatlah Coh Hen Hong akan peristiwa
yang dialaminya ketika menghantam dada Kwan Beng
Cu. Seketika wajahnya pucat dan mulut terkancing
rapat. "Uh, sebenarnya tak perlu engkau bersedih," kata
suara itu pula, "itu semua karena engkau sendiri yang
salah. Kalau engkau tak ada, hawa Han im dalam
tubuhnya akan memancar dan menembus jalan darah
Jim dan Tok sehingga dia dapat memiliki kesaktian
yang tiada tara hebatnya."
Dengan susah payah barulah Coh Hen Hong dapat
bicara, "Apa hubungan kesaktiannya dengan aku ?"
Suara itu tertawa pula, "Boleh dikata engkaulah
yang menjadikannya. Oleh seseorang yang meng
gunakan tenaga-dalam sakti, tubuhnya telah dimasuki
hawa dingin dari dipan Han-giok. Dia segera menjadi
beku seperti es. Kalau tidak dibakar, walaupun dia
tidak mati tetapi dia tak ubah seperti orang mati.
Tetapi engkau malah menyulut api membakar gua,
1073 akibatnya hawa im-han dalam jalan darahnya telah
lenyap !" Coh Hen Hong mendesah, "Ah, apakah engkau telah
memberitahukan cara itu kepada Pui tiok ?"
"Ya," sahut suara itu, "tetapi Pui Tiok tidak percaya.
Dia mengira kalau dibakar, Beng Cu tentu mati.
Sebenarnya kalau tidak dibakar, lewat 7 kali 7 hari
atau empat puluh sembilan hari, Kwan beng Cu tentu
tak dapat ditolong lagi. Tetapi tak terduga sebatang
nyala obormu, telah menolongnya dari kematian."
Lewat beberapa jenak kemudian kembali suara itu
terdengar, "Tahukah engkau apa sebabnya?"
Walaupun ilmu kepandaiannya tinggi tetapi karena
usianya masih muda, pengalaman dan pengetahuan
Coh Hen Hong masih kurang luas. Mendengar
pertanyaan itu, ia gelengkan kepala, "Aku tak tahu."
"Setelah tubuh Kwan Beng Cu disaluri dengan hawa
dingin lm han yang luar biasa, tulang dan lubuhnya
membeku kaku seperti sebuah mummi. Tetapi setelah
dibakar, hawa dingin lm-han itu akan penyusup
kedalam delapan urat nadi dan sejak saat itu hawa
dingin itu akan beredar menurutkan perbedaan
tenaga-murni. Setiap kali beredar tenaga-saktinya
akan bertambah sekelumit. Tetapi orangnya menjadi
makin kurus sehingga mirip sebuah tengkorak."
"Lalu bagaimana?" Coh Hen Hong makin tegang
suara itu tertawa, "Lalu bagaimana" Apalagi kalau
bukan engkau yang menolongnya!"
"Kentut anjing!" karena kaget Coh Hen Hong
marah. Suara itu tidak marah melainkan tertawa sinis, "Tak
perlu engkau ketakutan. Dengarkan saja aku bicara
sampai selesai. Ketahuilah, walaupun setelah
menderita pembakaran itu tenaga-saktinya makin
bertambah tetapi urat nadinya tetap beku tak hidup.
1074 Dan harus menggunakan tenaga besar agar dapat
menghidupkan fungsi urat nadinya itu.'
"Hai, engkau hendak mengatakan kalau. . aku
yang menolongnya lagi dengan pukulan yang
kulancarkan kepadanya itu?"
"Benar," sahut suara itu, "pukulanmu itu dahsyat
sekali. Im mengandung Yang, Yangpun mengandung
hawa Im. Pada saat hawa Im bertemu Yang bukan
melainkan uratnadinya akan berfungsi lagi pun bahkan
kedua jalan darah Jim dan Tok dalam tubuhnya
menjadi tertembus buka. Rasanya di kolong jagad ini
kecuali engkau seorang rasanya tak ada lain orang
yang begitu baik hati menolongnya!"
Mendengar itu Coh Hen Hong tegak seperti patuug.
Siapa mau menolong Beng Cu yang dibencinya
setengah mati itu. Dia hendak menghancurkan dengan
pukulan dahsyat. Memang tak perlu dikatakan suara
itu, Coh Hen Hong sendiri sudah menyadari bahwa
setelah Ceng-te meninggal, tokoh yang mampu
melepaskan hantaman tenaga dahsyat, kecuali dirinya
sendiri tak ada orang kedua lagi. Tetapi ah, celaka.. .
ternyata pukulan itu malah memberi keuntungan
besar bagi Beng Cu.
Teringat hal itu Coh Hen Hong gemas sekali kepada
dirinya sendiri.
"Setelah kedua jalan darah Jim dan Tok di tubuh
Beng Cu tertembus-buka, dia terus berhasil memiliki
ilmu Ban-kip-put-hoay. Sekalipun engkau
menghantamnya dengan sepenuh tenaga-saktimu,
tenaga-saktimu akan dihisapnya dan akan menambah
hebat tenaganya. Heh, heh, jelas engkau bukan
tandingannya lagi!"
Kata-kata yang terakhir itu bagai ujung pedang
yang menusuk ulu hati Coh Hen Hong.
Sekonyong-konyong Coh Hen Hong memekik
dahsyat, "Aku bukan tandingannya" Apa yang
1075 membuat engkau begitu gembira " Apa hubunganmu
dengan Beng Cu ?"
Suara itu tertawa, "Aku ini apanya " Heh, heh, Aku
bukan apa-apanya. Aku adalah aku. Selamanya aku
tetap seorang aku sendiri. Percuma saja
pertanyaanmu itu !"
Sebenarnya Coh Hen Hong merencanakan hendak
mengamuk dan memaksa orang itu muncul lalu
hendak dibunuhnya agar ia dapat melampiaskan
kemarahannya. Tetapi tadi dia telah mencobanya. Ternyata ilmu
Meringankan tubuh orang itu luar biasa saktinya. Dia
kuatir rencananya takkan berhasil. Akhirnya terpaksa
dia menahan diri.
JILID 21 Pui Tiok terkesiap mendengar tawa orang aneh itu.
Dia geram sekali Tetapi sebelum dia sempat membuka
mulut, orang aneh itu sudah mendahului berseru,
"Jangan membabi buta. Kukasih tahu kepadamu
bahwa di dunia ini yang tahu akan cara itu hanya dua
orang.... Sekarang karena Ceng-te sudah mati maka
hanya aku seorang saja. Cara itu memang hanya satu
satunya cara yang terbaik!"
"Kentut!" kembali karena tak tahan Pui Tiok
menggeram. "Baik," kata suara aneh itu, "aku tak dapat berbuat
apa-apa lagi. Toh pedang Kim-liong kiam sudah
engkau serahkan kepadaku dan akupun telah memberi
tahu cara menolong isterimu. Jual beli itu sudah
berlaku adil. Soal percaya atau tidak, mau
melaksanakan atau tidak, aku tak bertanggung
jawab." 1076 Pui Tiok tertawa dingin, "Apakah aku harus percaya
engkau dapat memberi petunjuk jalan ke Lembah
Maut?" Suara itu tertawa, "Kalau engkau mau percaya
kepadaku, malam ini engkau akan mencapai Lembah


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maut. Engkau percaya atau tidak?"
Mendengar itu tergeraklah hati Pui Tiok. Dia
mengangkat kepala memandang keatas. Mentari
sudah mulai berkisar ke barat. Kalau suara itu
mengatakan malam nanti akan tiba di Lembah Maut,
berarti hanya mernakan waktu beberapa jam saja.
Ah, dia sudah menetapkan keputusan. Dia akan
menganggap kalau dirinya akan ditipu orang. Maka
kalau orang aneh itu memang hendak menipunya dia
tak perlu kaget karena sudah mengerti. Paling-paling
dia hanya berjalan beberapa jam saja. Apa sih
ruginya. Dia sudah tak menaruh harapan kepada omongan
orang itu. Maka kalau nanti memang ditipu lagi,
diapun tak perlu kecewa.
Setelah merenung beberapa jenak baru dia berkata,
"Baik, lalu bagaimana jalannya?"
Suara itu tertawa dingin, "Engkau percaya aku atau
tidak?" "Sudah tentu tetap tak percaya," seru Pui Tiok
dingin, "tetapi karena aku tak tahu jalan, apa salahnya
kalau coba-coba menuruti petunjukmu."
"Ho, itu sih baru omongan manusia. Jalanlah ke
arah barat," seru suara itu.
Pui Tiok berputar tubuh. Dilihatnya di sebelah muka
terdapat sebuah jalan kecil yang berliku liku. Dia lalu
menghampiri jalan kecil itu lalu terus lari.
Suara aneh itu tetap mengikuti di belakangnya.
Setiap kali memberi komando supaya mengambil arah
timur lalu barat. Karena tahu kalau berpaling toh
1077 takkan dapat melihat bagaimana orang aneh itu maka
Pui Tiok pun tak mau menghiraukannya lagi,
Setelah melintasi beberapa puncak, cuaca mulai
gelap. Dan berserulah Pui Tiok, "Hari sudah mulai
gelap !" "Ya, memang," sahut suara aneh itu, "engkau harus
mencari obor. Malam ini cuacanya kurang baik. Begitu
langit gelap engkau boleh menggunakan obor itu."
Pui Tiok hanya mendesuh dan tak mengiraukan.
Tetapi setelah lari 6-7 li jauhnya, terpaksa ia memotes
dahan pohon siong yang panjang untuk dijadikan
obor. Lalu ia menyulut batang pohon siong itu.
Setelah melanjutkan perjalanan lebih kurang sejam
lamanya, Pui Tiok merasa tak asing dengan alam
pemandangan di sebelah muka. Pikirnya "Apakah itu
sungguh " Apakah orang aneh itu memang benarbenar
dapat memberi petunjuk ke Lembah Maut "
Walaupun hati tak percaya tetapi kaki Pui Tiok
makin mempercepat langkahnya.
Lewat setengah jam lagi, baru dia terkesiap. Dia
benar-benar tiba di mulut lembah sempit. Disitu di
beri papan peringatan 'Siapa berani gegabah masuk
pasti mati'. Dan setelah melintasi lembah sempit itu
tentu akan tiba pada jalan masuk Lembah Maut.
Benar-benar Pui Tiok tertegun. Karena walaupun dia
tetap mengikuti komando orang itu tetapi dia tak mau
mengharap banyak. Tetapi nyatanya sekarang dia
memang tiba di mulut lembah.
"Bagaimana?" kembali suara aneh itu bertanya.
Sambil menuding ke depan, Pui Tiok menyahut,
"Cukup, cukup kalau sudah melintasi mulut lembah
sempit, tentu mencapai Lembah Maut."
"Benar, engkau tentu sudah kenal jalan. Aku
hendak pergi." seru suara itu.
"Tunggu," cepat Pui Tiok berputar tubuh.
1078 Suara itu tak kedengaran berbicara. Pui Tiok juga
tak tahu bagaimana orang aneh itu, apakah sudah
pergi atau masih di situ.
"Engkau . . . engkau kasih tahu cara menolong
Beng Cu itu, apakah sungguh " dia tak menjawab
melainkan gopoh bertanya.
Tetapi suara itu tidak menyahut. Hanya mendengus
dan cepat sekali sudah jauh lalu tak kedengaran apaapa
lagi. Jelas sudah pergi.
Pui Tiok tertegun beberapa saat. Dia bingung tak
keruan. kalau tidak atas petunjuk orang itu tak
mungkin dia dapat mencapai Lembah Maut. Oleh
karena itu sudah selayaknya kalau dia harus
mempertimbangkan cara penyembuhan Beng Cu
seperti yang disarankan itu.
Apakah cara itu memang tepat " Berulang kali Pui
Tiok bertanya dalam hati. Bagaimana jadinya kalau
seseorang manusia dibakar dalam api unggun.
Dia masih meragu, Yang jelas dia gelagapan karena
harus lekas-lekas menemui Beng Cu. Begitulah
dengan membawa obor dia melintasi terowongan
lembah sempit. Tak berapa lama dia tiba di batu kerucut dari
Lembah Maut. Sejenak dia berhenti di samping batu
aneh itu, menimang-nimang pula cara seperti yang
dikatakan orang aneh itu. Benarkah itu merupakan
satu2nya cara untuk menolong Beng Cu "
Ah, dia ingin menghapus saja anjuran orang aneh
itu tetapi tetap saja membayang di benaknya. Dia
tetap terkesan akan petunjuk orang itu yang telah
benar-benar membawanya ke Lembah Maut.
"Ah, sudahlah, jangan dipikirkan lagi. Cara itu jelas
tak mungkin !" akhirnya dia berseru keras kepada
dirinya sendiri.
Dia mendorong batu besar lalu menyusup ke dalam
lubang di bawah tanah. Bukan sekali dua kali ia
1079 mengambil jalan disitu. Tetapi entah bagaimana kali
ini dia merasa seperti tak enak karena hamburan
hawa dingin menyongsong ke arahnya. Makin masuk
ke dalam, hawa dingin itu makin keras. Waktu hampir
tiba di pintu ruang batu, Pui Tiok tak tahan. Dia
menggigil kedinginan.
Pui Tiok tegang. Dia merasa ada sesuatu yang telah
terjadi. Serentak dia berteriak, "Beng Cu ! Beng Cu !"
Sambil maju menghampiri dia mengerahkan
tenaga-murni untuk menahan serangan dingin.
Setelah tiba di pintu dan melongok ke dalam, dia
terkejut kegirangan dan menjerit,
Semula ia mengira, karena meninggalkan tempat
itu sudah begitu lama, tentulah Beng Cu sudah mati
beku. Tadi hawa dingin yang berhamburan keluar
tentu berasal dari tubuh Beng Cu. Tetapi apa yang
dicemaskan itu ternyata tidak benar. Saat itu
dilihatnya Beng Cu tengah duduk di dipan han-giok.
Itulah pertanda kalau Beng Cu masih hidup.
Diluap oleh rasa gembira, dia terus lari
menghampiri masuk. Tetapi lebih kurang satu meter
dari tempat Beng Cu pada saat dia hendak
memeluknya, serentak dia diserang oleh setiup hawa
yang luar biasa dinginnya, sehingga dia tak dapat
bernapas dan jari2nyapun kaku tak dapat digerakkan.
Tahu-tahu diapun seperti didorong mundur tiga
langkah. Dia berusaha untuk bernapas tetapi hidungnya
ternyata sakit sekali. Dia hendak paksakan diri
membuka mulut lidahnyapun kelu, tak dapat
digerakkan sama sekali.
Pui Tiok mundur beberapa langkah lagi sambil
mengerahkan hawa-murni untuk menghalau hawa
dingin. dalam tubuhnya. Setelah itu baru dia berseru,
"Beng Cu, engkau_...... engkau bagaimana?"
1080 Tetapi Beng Cu tak menyahut dan tetap duduk
membatu di atas dipan, Hanya dia memandang Pui
Tiok. Seketika Pui Tiok rasakan tubuhnya makin lama
makin dingin lagi. Ternyata hawa dingin itu memang
berasal dari gerakan tubuh Beng Cu yang semula
berbaring, lalu duduk. Dan walaupun sudah dapat
bergerak duduk tetapi dia belum dapat bergerak lagi
karena napasnya lemah sekali. Memang apa yang
tengah djalami Beng Cu itu luar biasa anehnya.
Pui Tiok nekad maju selangkah. Sambil
mengerahkan hawa-murni untuk menahan tubuhnya
yang gemetar kedinginan, dia berseru, "Beng Cu apa
engkau dapat mendengar kata-kataku " Kalau
tubuhmu tak dapat bergerak, biji matamu kan dapat
bergerak. Kalau engkau memang mendengar katakataku cobalah engkau gerakkan biji matamu."
Tetapi ditunggu sampai beberapa jenak, tetap Beng
Cu tak menggerakkan biji-matanya. Melihat itu karena
putus asa, Pui Tiok menggentak-gentakkan kaki dan
menjerit histeris
Menjerit memang tak berguna. Pui Tiok tahu hal itu.
Tetapi karena tak tahan menampung siksa derita batin
selama beberapa hari ini, ia ingin melepaskannya
keluar dengan menjerit-jerit.
Tetapi ternyata sampai entah berapa lama ia
menjerit dan berteriak-teriak itu. Beng Cu tetap
duduk tak bergerak.
"Apa dia sudah mati " Mengapa engkau menjeritjerit
begitu rupa ?" sekonyong-konyong dari belakang
terdengar suara orang menegur dingin.
Mendengar suara itu kejut Pui Tiok bukan alang
kepalang. Dia tak asing lagi dengan suara itu. Ya,
itulah Coh Hen Hong.
Ah, celaka, tentulah Coh Hen Hong dapat masuk ke
situ karena mendengar jeritannya tadi.
1081 diam-diam dia mengeluh. Tetapi dia masih sedih
memikirkan keadaan Beng Cu sehingga dia diam saja.
"Bagaimana " Apakah kekasihmu telah menjadi
manusia-es ?" seru Coh Hen Hong yang berada di
belakangnya lagi.
Pui Tiok tetap diam. Tetapi dia masih dapat merasa
kalau Coh Hen Hong maju menghampiri. Berhenti
sejenak lalu menghampiri ke tempat Beng Cu.
Memang Coh Hen Hong masih lebih sakti dari Pui
Tiok. Waktu Pui Tiok mencapai jarak satu meter dari
Beng Cu, dia sudah tak kuat menaban kedinginan.
Tetapi Coh Hen Hong mampu mendekat sampai
terpisah jarak setengah meter. Dia berdiri tegak.
Wajahnya pucat lesi. Hawa yang berhambur dari
hidungnya, segera berobah menjadi uap es. Sejenak
berdiri tegak, gadis itu terus mengangkat tangannya.
"Jangan menyentuhnya!" teriak Pui Tiok.
"Tidak boleh di sentuh?" Coh Hen Hong tertawa
mengejek, seraya ulurkan tangan. Tetapi tangannya
itu tak pernah dapat menyentuh tubuh Beng Cu.
Karena waktu terpisah seperempat meter ia rasakan
ujung jarinya membeku seperti mati rasa sehingga tak
dapat digerakkan lagi.
Coh Hen Hong terkejut sekali. Cepat dia mundur
dan secepat itu terus menghantam.
Pukulan itu disertai dengan tenaga yang dahsyat.
Tetapi ketika hampir tiba, tenaga pukulan itupun
lenyap ditelan hawa dingin dari tubuh Beng Cu.
Coh Hen Hong makin terkejut. Dia benar-benar
heran melihat keadaan Beng Cu. Cepat dia berpaling
dan berseru kepada Pui Tiok, "Pui Tiok dia itu orang
mati atau orang hidup?"
"Tentu saja masih hidup," sahut Pui Tiok.
Kembali Coh Hen Hong terkesiap kaget. Kalau benar
Beng Cu masih hidup, tentu akan merupakan duri
baginya. 1082 "Kalau dia memang masih hidup, mengapa dia
duduk diam seperti patung es ?"
Memang Pui Tiok sudah menyadari, Walau pun dia
masih belum pasti akan keadaan Beng Cu tetapi dia
tak boleh memberitahukan Coh Hen Hong bahwa Beng
Cu sudah mati. "Siapa bilang dia tak dapat bergerak ?" serunya,
"waktu aku ke Ceng te kiong, dia masih berbaring.
Tetapi sekarang dia sudah duduk. Dengan begitu jelas
dia masih hidup !"
Mendengar itu serentak bangkitlah hawa
Senandung Kematian 1 Ksatria Negeri Salju Karya Sujoko Perangkap Berdarah 1

Cari Blog Ini