Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong Bagian 2
seperti sekeping emas..." - Anehnya walaupun mulut
memuji tetapi tangannya berayun melemparkan
keping emas itu.
Pak tua yang mati tadi, telah mati dalam rasa
kegirangan. Pada saat dia menerima emas, Pui Tiok
sengaja pancarkan tenaga dalam untuk membentur
pergelangan tangan orang. Tenaga dalam yang
digunakan Pui Tiok termasuk jenis Im-lat (tenaga Im),
itulah sebabnya pak tua hanya merasakan badannya
gemetar saja tetapi tak dihiraukan. Kalau pak tua itu
terus rebah tak bergerak, mungkin ia masih dapat
bertahan hidup sampai 10-an hari. Tetapi karena dia
terus berjalan urat-uratnya putus dan jiwanyapun
melayang. Malampun tiba dan bertanda waktu dibunyikan para
petugas. Sejak menjelang tengah malam, Pui Tiok dan
Siu peng sudah memasuki terowongan dibawah tanah
untuk mendengarkan apa yang terjadi diatas.
Mereka mendengar Kwan hujin tengah
meninabobokkan Kwan Beng Cu supaya tidur dan
Kwan Pek Hong mengucapkan selamat malam lalu
keluar kembali ke kamarnya sendiri.
85 Ternyata Kwan Pek Hong dan isterinya tidur secara
terpisah. Suatu hal yang mengejutkan Pui Tiok dan Siu
Peng. Sambil mengangkat bun-hio (dupa pelelap) Pui
Tiok berkata, "Co-poan-koan karena Kwan Pek Hong
tak berada di kamar atas kurasa tak perlu kita
gunakan permainan ini."
Memang Su Peng juga tak setuju menggunakan
dupa bun-hio. Hanya jago-jago rendah yang suka
menggunakan cara begitu. Kalau Pui Tiok tetap
hendak menggunakan, apabila sampai tersiar keluar
tentu akan mencemarkan nama baik Peh hoa-kau.
"Kongcu," Siu Peng mengangguk, "kalau engkau
cepat menyadari setiap kesalahan, itu berarti suatu
kebahagiaan bagi perkumpulan kita."
Pui Tiok menunggu sampai beberapa waktu lagi,
setelah diatas tak terdengar suara apa-apa, barulah
pelahan-lahan dia mengangkat lantai batu, Karena
sekeliling lantai batu itu sebelumnya sudah
dibersihkan dari tanah-tanah yang melekat maka
tanpa banyak menggunakan tenaga, dengan mudah
Pui Tiok dapat mengangkat keatas sampai setengah
meter lalu dia menongolkan kepala memandang
kesekeliling. Tetapi ruang itu gelap sekali sehingga tak
dapat melihat sesuatu apa.
"Bagus," diam-diam Pui Tiok girang. "Asal dia
bekerja dengan hati-hati, besok pagi ketika Kwan
hujin bangun tentu dia akan terkejut dan heran
dengan cara bagaimana puterinya hilang."
Dia kembali meluncur turun dan memberi isyarat
supaya Siu Peng datang. Setelah itu dia lalu
mendorong lantai batu ke samping dan diletakkan di
86 lantai. sekali menahan napas, dia terus menerobos
keluar. Siu Peng pun dengan gerak yang ringan,
menyusul keluar.
Setelah keluar dari terowongan dan berdiri di dalam
ruang, keduanya masih dicengkam kegelapan yang
pekat. Setelah beberapa saat berdiam diri, barulah
mereka dapat melihat apa-apa yang berada dalam
ruang gelap Itu.
Ruang itu sebuah ruang tidur yang besar terisi
sebuah tempat tidur kayu yang besar dan dl
sampingnya terdapat sebuah tempat tidur kayu yang
agak kecil. Jelas yang tidur di tempat tidur kecil itu
tentulah Kwan Beng Cu, puteri dari Kwan Pek Hong.
Kembali Pui Tiok memberi isyarat tangan kepada
Siu Peng untuk menjaga pintu. Apabila sampai
membangunkan orang yang tidur dan Kwan Pek Hong
bergegas datang maka harus segera saja nyelusup
masuk kedalam terowongan rahasia lagi,
Setelah mengatur seperlunya, barulah Pui Tiok
mulai bertindak. Dengan langkah yang hati-hati
supaya jangan sampai menimbulkan suara, dia terus
menghampiri ketempat tidur kecil. Kali ini pasti
berhasil, pikirnya. dengan penuh keyakinan.
Tetapi alangkah terkejutnya pada saat dia hanya
terpisah satu meter dari tempat tidur kecil sekonyongkonyong
lampu yang dipasang diatas ranjang besar
menyala terang dan di atas ranjang besar itu tampak
seorang wanita berwajah buruk bertubuh tinggi besar
tengah duduk dan memandang gerak gerik Pui Tiok
dan Siu Peng dengan pandang mata yang tajam
berapi. 87 Pui Tiok dan Siu Peng benar-benar kaget seperti
disambar geledek sehingga sesaat mereka terkesima
seperti patung.
Tetapi beberapa jenak kemudian kesadaran pikiran
Pui Tiok mulai memancar. Kwan Pek Hong tidak
berada disitu isterinya hanya seorang perempuan saja,
mengapa mesti takut" Asal dia bertindak tepat, ltu
pasti sudah dapat membawa anak perempuan itu
sebelum Kwan Pek Hong datang.
Maka Pui Tiok tenangkan diri dan berkata, "Kwan
hujin, karena terpaksa aku datang pada tengah malam
begini, harap suka memaafkan."
Pui Tiok bicara dengan tenang seolah tak terjadi
sesuatu apa. kebalikannya Siu Peng yang menjaga di
pintu tiba-tiba saja mengerang aneh.
Pui Tiok terkejut dan cepat berpaling. Dilihatnya
sepasang mata Siu Peng merentang lebar-lebar
memandang Kwan hujin. Tangan kanannya diangkat
menuding ke arah nyonya itu dan mulut berseru
tersendat-sendat, "Engkau..... engkau.... Engkau...... "
Bibirnya gemetar keras sehingga tak dapat berkata
terang Kwan hujin juga tengah memandangnya,
Wajahnya seperti muak.
Melihat itu Pui Tiok makin heran dan menegur Siu
Peng, "Ih Co-poan-koan, mengapa engkau ini?"
Pada saat Pui Tiok berkata, kata-kata dari mulut Siu
Peng tadipun terjadi juga, "Engkau......... apa bukan. .
.bukan dia?"
88 Dalam berkata-kata Itu tubuh Siu Peng seperti
melentuk kebawah dan pada saat selesai berkata,
diapun terus rubuh terkapar dilantai.
Sepasang biji matanya mendelik, mulut berbuih dan
orangnya pun pingsan.
Menilik keadaannya, Siu Peng pingsan karena
melihat sesuatu yang menyeramkan hatinya. Pui Tiok
tegak terlonggong-longgong.
Jelas Siu Peng itu bukan jago sembarangan,. Di
dalam Peh-hoa-kau, dia mempunyai kedudukan tinggi.
Dia membawahi berpuluh jago-jago yang
berkepandaian tinggi. Diapun luas pengalamannya.
Andaikata dia mendirikan sebuah partai perkumpulan,
tentulah akan mendapat tempat dalam dunia
persilatan. Kalau menilik ucapannya tadi, jelas dia tentu sudah
kenal pada Kwan hujin. Tetapi andaikata begitu,
mengapa dia begitu ketakutan setengah mati sampai
pingsan" Pui Tiok cepat melesat ke samping Siu Peng dan
berseru memanggilnya, "Co-poan-koan Co poankoan!"
"Jangan bikin ribut disini! Apakah engkau hendak
membangunkan anakku Kalau puteriku sampai
bangun, awas jiwamu!" tiba-tiba Kwan hujin berseru
dengan bengis. Kembali Pui Tiok tertegun. Dia bangkit. Di Lihatnya
wajah Kwan hujin itu memang jelek tetapi tak sampai
89 membuat orang pingsan. Ah siapa tahu, barangkali
saja Siu Peng itu mengidap penyakit ayan dan kumat
dengan mendadak. Lebih baik dia segera menutuk
jalan darah Kwan hujin, lalu membawa Kwan Beng Cu
dan Siu Peng tingalkan ruang itu.
Setelah menentukan keputusan, dia segera loncat
maju dan hendak menutuk bahu Kwan hujin.
Waktu bertindak itu, Pui Tiok memperhatikan juga
bagaimana reaksi wajah Kwan hujin. Dan memang
Kwan hujin terkejut. Rupanya dia tak menyangka
kalau Pui Tiok berani menyerangnya.
Tetapi bagi Pui Tiok, kejut pada wajah nyonya itu
dianggapnya seperti orang ketakutan. ia percaya pasti
akan mendapat hasil. Dengan mengerahkan tenaga,
dia segera langsungkan tutukan jarinya, cret.
Yang diarah adalah jalan darah Kian-keng- hiat
pada bahu Kwan hujin. sekali tutuk, nyonya itu tentu
rubuh. Tetapi ketika Jarinya membentur bahu orang
ternyata yang dibentur itu adalah bagian atas bahu
bukan jalan darah Kian keng hiat.
Bagaimanapun halnya, Pui Tiok juga murid orang
tokoh ternama. Cepat dia menyadari kalau bakal
celaka, maka dia segera menarik pulang tangannya.
Tetapi pada saat itu terdengarlah Kwan hujin
mendampratnya dengan pelahan, "Bagus budak kecil,
apakah engkau benar-benar hendak mengganggu
tidur puteriku?"
Saat itu Pui Tiok hanya dapat tertawa meringis.
Diam-diam dia terkejut. Ternyata Kwan hujin tidak
marah karena diserang melainkan karena
90 menganggap dia (Pai Tiok) hendak mengganggu Kwan
Beng Cu yang sedang tidur nyenyak. Dengan begitu
jelas kalau Kwan hujin itu tak memandang mata sama
sekali kepadanya. Dia dianggap seperti nyamuk saja.
Berpikir begitu Pui Tiok hendak tertawa keras tetapi
baru saja dia mengangakan mulut, ubun-ubun
kepalanya sudah tertindih oleh sesuatu tenaga besar.
Ternyata telapak tangan Kwan hujin sudah melekat
pada ubun-ubun kepalanya.
Pui Tiok makin terkejut ketika merasa bahwa
tenaga yang terpancar dari telapak tangan Kwan hujin
itu tak dapat ditahannya lagi sehingga kedua kakinya
lunglai. Walaupun dia tak ingin bertekuk lutut tetapi
mau tak mau kakinya melentuk membawa tubuhnya
berlutut. Pada saat lutut Pui Tiok hendak menyentuh tanah
Kwan hujin kebutkan lengan bajunya sebelah kiri.
Setiap tenaga menghambur, pada saat kedua lutut Pui
Tiok hendak menyentuh tanah, tidak sampai
mengeluarkan suara yang keras sehingga tidak
membangunkan Kwan Bing Cu.
Menderita hal itu mau tak mau hati Pui Tiok hanya
dapat menghela napas tanpa dapat berbuat seuatu
apa, Kini dia sudah menyadari dan menyaksikan sendiri
bagaimana kesaktian Kwan hujin itu. Dia benar-benar
tak pernah membayangkan bahwa kepandaian Kwan
hujin itu sudah mencapai tataran yang jarang sekali
dimiliki oleh tokoh-tokoh persilatan Lain.
91 Timbul pertanyaan dalam hati Pui Tiok Mungkinkah
Siu Peng sudah tahu hal itu maka begitu melihat Kwan
hujin dia terus lemas dan rubuh" jika benar itu jelas
keadaannya saat itu, benar-benar dalam bahaya.
Karena kalau Kwan hujin itu bukan seorang tokoh
yang buas dan kejam, tak mungkin begitu melihatnya
Siu Peng terus ambruk pingsan Dan bukankah Siu
Peng itu juga bukan tokoh sembarangan" Kalau dia
saja sudah begitu ketakutan tentu Kwan hujin Itu
seorang momok yang mengerikan
Mendengar pertanyaan Kwan hujin yang menyebut
nama ayahnya, bukan kepalang kejut Pui Tiok. Waktu
hendak meninggalkan Peh-hoa-nia, ayahnya pernah
memberi pesan kepadanya bahwa nama Peh Hoa
lokoay itu terlalu terkenal sekali di dunia persilatan.
Tetapi yang mengetahui she dan namanya yang aseli,
hanya satu dua orang saja. Kalau ada orang yang tahu
she dan namanya, jelas orang itu tentu seorang tokoh
yang mempunyai riwayat besar. Ayahnya pesan
supaya Pui Tiok jangan sembarangan bertempur
dengan orang itu.
Pesan ayahnya itu dicatat Pui Tiok dengan sungguhsungguh
dalam hati. Itulah sebabnya mengapa dia
begitu kaget sekali ketika Kwan hujin menyebut she
dan nama ayahnya.
Pui Tiok tak berani bicara keras karena kuatir kalau
sampai membangunkan Kwan Beng Cu, tentulah Kwan
hujin akan makin marah kepadanya.
"Ya, ayahku memang Pui Peh sianseng," sahutnya
dengan berbisik.
92 "Hm," dengus Kwan hujin, "Pui Peh sianseng makin
tua makin linglung. Kitab Ih-su-kengnya hilang,
seharusnya dia mencari ke lain tempat, mengapa dia
menyelidiki kemari Apa dikira aku kepincut dengan
kitab yang sudah usang itu?"
Dalam berkata-kata itu tangan Kwan hujin masih
tetap diletakkan pada ubun-ubun kepala Pui Tiok
sehingga anak itu menggigil. Dia sudah mendengar
cerita orang tentang watak Kwan hujin yang
berangasan dan tak takut segala apa.
"Mohon tanya. . . siapakah anda ini?" tanya nya
dengan baik-baik.
"Ngaco!" bentak Kwan hujin, "engkau sudah berani
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masuk ke gedung ini masa tak tahu kalau aku Kwan
hujin?" Pui Tiok tertawa getir dalam hati. Diam-diam dia
memaki dirinya sendiri mengapa mengajukan per
tanyaan setolol itu. Bukankah setiap orang tahu siapa
Kwan hujin ini"
Tetapi bagaimana dan sampai dimana kesaktian
Kwan hujin sehingga Siu Peng co-poan koan dari Pehhoakau, begitu melihatnya terus pingsan, memang
merupakan suatu kejutan yang tak pernah dipikirkan
Pui Tiok. Pui Tiok memang pemuda yang cerdik. Saat itu dia
dapat menarik kesimpulan bahwa Kwan hujin memang
tak mau banyak bicara Lagi. Hmm, kalau aku dapat
lolos dari sini, tentu akan kutanyakan kepada Siu Peng
tentang asal usul nyonya itu. Sekarang yang penting
93 dia harus cari akal cara bagaimana dia dapat lolos dari
situ. "Cianpwe benar," katanya, "ayah tentu salah duga
atau mungkin karena terpengaruh oleh kabar kabar
diluar. Nanti akan wanpwe jelaskan mohon cianpwe
memberi maaf saja."
Wajah Kwan hujin agak cerah. "Hm, ternyata
engkau pandai bicara lunak. Bangunlah!"
Sambil berkata Kwan hujinpun menjenjang keatas
dan tangannya Juga diangkat naik. Dari telapak
tangan itu serentak memancar daya sedot yang keras
sehingga Pui Tiok mau tak mau ikut berdiri.
Setelah lolos dari bahaya, diam-diam Pui Tiok
merasa ngeri dan kucurkan keringat dingin.
"kali ini aku dapat membebaskan kalian ber dua"
kata Kwan hujin dengan dingin, "tetapi kalau lain kali
kalian masih berani datang lagi jangan harap aku
dapat memberi ampun. lekas keluar!"
Sambil mengiakan, Pui Tiok mundur kesamping Siu
Peng. Saat itu Siu Peng masih pingsan. Terpaksa Pui
Tiok memanggulnya. Setelah menguar tutup lantai,
dia lalu turun kedalam terowongan rahasia.
Rupanya nyali Pui Tiok benar-benar pecah. Setiba di
luar dia terus naik keretanya dan terus melarikannya
keluar dari kota. Tiba di kaki gunung Giok-bong-san
baru dia berhenti di dalam hutan.
"Ah..... "dia menghela napas longgar.
94 Siu Peng masih belum siuman. Pui Tiok menepuk
jalan darah peh-hwe-hiat diatas kepalanya, barulah
orang itu tersadar.
"Co-poan-koan, mengapa engkau tak berguna sama
sekali?" tegur Pui Tiok tertawa.
Pui Tiok sengaja bersikap tenang bahkan tertawa
untuk menutupi kelemahan dirinya. Tetapi Siu Peng
seperti tak mendengar dan hanya memandang hadap
ke muka. Sudah tentu Pui Tiok curiga. Dia menarik Siu
Peng keluar. Ternyata Siu Peng berdiri tegak dengan
sikap yang acuh sekali.
"Co-poan-koan," Pui Tiok tertawa hambar, apakah
arwahmu yang ketakutan itu masih belum kembali?"
Biar waktu siuman nanti Siu Peng jangan sampai
mengetahui kalau dia (Pui Tiok) juga gemetar
ketakutan maka Pui Tiok sengaja pura-pura tertawa.
Tetapi tiba-tiba dia batal tertawa karena
memperhatikan bagaimana keadaan Siu Peng.
Walaupun dia bicara panjang lebar ternyata Siu Peng
masih tegak seperti patung saja.
Cepat Pui Tiok memegang pergelangan tangan Siu
Peng. Kejutnya bukan kepalang. Poh
nadi Siu peng bergolak keras sekali menandakan
kalau orang Itu sudah kehilangan kesadarannya
menjadi orang tolol.
Pui Tiok benar-benar seperti melihat hantu di siang
hari. Siu Peng seorang tokoh yang berkepandaian
tinggi, jelas begitu ketakutan setengah mati melihat
95 Kwan hujin sehingga menjadi orang yang hilang
ingatan. Diam-diam Pui Tiok bersyukur dalam hati karena
tak mengetahui siapa Kwan hujin itu sehingga tak
sampai menderita seperti Siu Peng.
Setelah tercenung beberapa saat, barulah Pui Tiok
mengangkat Siu Peng kedalam kereta lagi.
Dia mengambil sebuah tabung bambu lalu
dilontarkan sekeras-kerasnya ke tanah.
Darrr! tabung bambu itu meletus, menghamburkan
asap hitam yang bergulung-gulung menjulang ke
udara. Begitu asap hitam itu membumbung ke angkasa
tiba-tiba meletus lagi dan bertebaran meluas. Asap
memancarkan beraneka warna, merah kuning kelabu
dan biru. Saat itu Pui Tiok menunggu disamping kereta. Tak
berapa lama tampak enam ekor kuda lari mendatangi.
Cepat sekali mereka sudah tiba di hutan situ.
Pemimpinnya adalah Li Ih Beng kepala paseban Thiansiutong dari perkumpulan, Peh-hoa-kau. Dia diiringi
oleh anak buahnya jago-jago yang tangguh.
Selekas tiba, Li Ih Beng terus loncat turun dan
memberi hormat kepada Pui Tiok, "Kongcu...."
"Ah, Janganlah Li tongcu bersikap begitu," Pui Tiok
gopoh mencegah.
96 Li Ih Beng tertawa, "Kongcu sedang melakukan
perintah kaucu maka tak ubah seperti kaucu sendiri.
Sudah selayaknya kalau kami menjalankan peradatan
begitu." "Ah, harap tongcu jangan berkata begitu "kata Pui
Tiok. Tepat pada saat itu dari arah selatan terdengar
suara orang dan tahu-tahu muncul seorang lelaki
berwajah merah, bertubuh tinggi besar, mencekal
sebatang tongkat panjang dan melangkah dengan
gagah perkasa, Dia bertubuh tinggi besar, gagah perkasa.
Langkahnya berat dan mantap tetapi cepat sekali
jalannya. Hal itu menunjukkan bahwa dalam ilmu
tenaga dalam dan tenaga luar, dia telah mencapai
tataran yang tinggi.
Begitu tiba dia memberi hormat kepada Pui Tiok,
"Tongcu dan paseban Te-Siu-tong datang
menghadap."
Pui Tiok gopoh balas menghormat dan
mengangkatnya bangun, "Cin tongcu, kalau engkau
begitu menghormat kepadaku, aku malah kikuk.
Apakah engkau memang sengaja hendak menggaris
batas tajam diantara kita?"
"Sudah tentu tidak," sahut orang itu yang bernama
Cin Pah, "itu sudah selayaknya menjadi kewajibanku."
Pui Tiok gelengkan kepala, "Ah, janganlah begitu. Li
tongcu dan Cin tongcu, apakah anda mendapatkan
berita itu?"
97 Li Ih Beng menghela napas, "Aku telah bertemu
dengan Kwan tayhiap di tanggul sungai. Sungguh
memalukan sekali , aku.........."
Berkata sampai disitu wajah Li Ih Beng berobah
merah dan sebelum dia melanjutkan perkataannya,
Pui Tiok sudah menukas, ''Ya, kutahu. Aku dan Co
poan koan juga bertemu Kwan Pek Hong dan kamipun
pernah menyusup kedalam gedungnya. Tetapi Co
poan koan malah ............"
Pui Tiok tertawa getir lalu melanjutkan, "Begitu
melihat Kwan hujin dia malah terus pingsan........."
Peh-hoa kau mempunyai empat tongcu atau kepala
paseban. Keempat tongcu itu masing-masing memiliki
kepandaian yang tinggi. Dan kepandaian co-poan koan
lebih tinggi dari keempat tongcu itu. Hal itu seluruh
anggota Peh-hoa-kau dari pimpinan tinggi sampai
bawah, tahu semua.
Mendengar keterangan Pui Tiok begitu melihat
Kwan hujin, co-poan-koan terus semaput, benar-benar
mereka tak percaya. Li tongcu dan Cin tongcu yang
bertubuh tinggi besar itu, tercengang- cengang.
"Walaupun sekarang dia sudah siuman tetapi
kesadaran pikirannya sudah hilang. Dia seperti orang
longong. Rupanya dia telah menderita shock yang
hebat sekali."
Mendengar itu Li Ih Beng dan Cin Pah makin
terkejut, serunya "Benarkah begitu?"
98 "Dia masih berada dalam kereta, kalau tak percaya
anda berdua boleh melihatnya sendiri, "kata Pui Tiok.
kedua tongcu terus lari menghampiri kereta. Tiba
dimuka kereta mereka terus membuka pintu dan
melongok ke dalam. Bukan kepalang kejut mereka
karena melihat Siu Peng sedang duduk terlongonglongong
seperti orang yang kehilangan kesadaran
pikirannya. Tanpa bicara apa-apa, keduanya lalu keluar dan
kembali kepada Pui Tiok.
"Kongcu kalau menilik gelagatnya, suami isteri
Kwan Pek Hong itu memang sakti sekali. Bagaimana
kalau kita pulang dulu untuk memberi laporan kepada
kaucu?" kata Li Ih Beng.
Pui Tiok mondar-mandir sambil menggendong
kedua tangannya. Beberapa saat kemudian baru dia
berkata, "Kaucu sudah menitahkan aku melakukan
tugas. Kalau aku gagal mendapatkan kitab pusaka Ihsukeng, seharusnya aku dapat membawa puteri Kwan
Pek Hong pulang ke Peh-hoa-nia. Tetapi sekarang
semuanya gagal,. bagaimana aku ada muka untuk
bertemu kaucu" Kalian boleh membawa pulang copoankoan dulu, aku tetap akan berada disini untuk
melanjutkan usahaku."
Kedua tokoh itu terkejut, "Kongcu, bagamana
mungkin begitu" Kalau kongcu hanya seorang diri
disini. ...... Pui Tiok cepat menukas, "Aku banyak adu otak
dengan suami isteri Kwan Pek Hong.
99 Aku cukup tahu diri, kalau bertempur jelas kita
kalah walaupun jumlah kita lebih banyak Sudahlah,
kalian boleh pulang. Aku dapat mengatur diri. Kalau
tak dapat berhasil, aku tak mau pulang.
Kata-kata itu diucapkan dengan tegas oleh Pui Tiok.
Walaupun merasa bahwa tindakan putera dari ketua
mereka ini memang mencemaskan tetapi karena
merasa tak mungkin dapat merubah keputusan anak
muda itu, apa boleh buat terpaksa kedua tongcu Itu
diam saja. "Jiwa tongcu," kata Pui Tiok pula, "aku kan bukan
anak berumur tiga tahun. Masa aku menjaga diriku
sendiri saja aku tak mampu" Sudahlah harap jiwi
pulang dan melapor pada kaucu. Tak usah mengirim
bala bantuan lagi. Aku percaya, kalau aku sampai
gagal, beliau orangtua itu, pun belum tentu dapat
berhasil!"
"Kiranya kongcu tentu tahu," jawab Li Ih Beng,
"kalau kami berdua pulang tentu akan menerima
hukuman. Lebih baik salah seorang, tetap tinggal
disini untuk menemani kongcu dan yang satu
membawa pulang co-poan-koan."
Namun Pui Tiok gelengkan kepala, keputusanku
sudah mantap, mengapa kalian masih banyak
omongan lagi" Kalau kaucu sampai menghukum
kalian akulah yang bertanggung jawab!'
Karena tidak dapat membantah lagi kedua tongcu
Itu menghela napas. Tiba-tiba Pui Tiok sudah melesat
ke muka dan dalam beberapa detik saja sudah lenyap
dari pandangan mata.
100 Kepandaian Pui Tiok itu lebih tinggi dari Li Ih Beng
dan Cin Pah. Karena dia sudah pergi kedua orang
itupun tak dapat berbuat apa-apa. Karena walaupun
hendak menyusul toh takkan mampu.
Kedua tongcu itu lalu naik kereta dan berangkat
pulang ke Peh-hoa-nia.
JILID 3 Pui Tiok seorang pemuda yang berhati keras. Tetapi
dia berotak terang. Walaupun menderita kegagalan
yang cukup pahit, namun dia tak gentar.
Kwan Pek Hong dan isterinya, memang lebih sakti
dari dirinya. Tetapi dia tak putus asa. Kemenangan itu
bukan semata hanya tergantung dari ilmu silat tetapi
dari akal dan taktik.
Setelah berlari meninggalkan kedua tongcu lebih
kurang 10 li jauhnya tiba-tiba dia mendengar suara
genta berbunyi berdentang -dentang. Dia hentikan
langkah dan memandang ke empat penjuru.
Rupanya aku harus mencari tenaga bantuan.
Untung waktu mau turun gunung, ayah telah.
memberi pesan kepadaku," katanya seorang diri.
Dia mengeluarkan sebuah kantong dari kulit rusa
dan mengambil sebiji gulungan malam (lilin). Saat itu
hari sudah malam dan cuaca gelap Sekali. Sekali pijat,
malam (lilin) itu hancur dan tangannya seperti
menggenggam sinar biru.
101 Ternyata gulung lilin bundar macam obat yang
dijual di rumah obat Tiong-hoa, bukan berisi obat
melainkan bahan bubuk phosporus. Waktu bubuk
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
phosporus itu melumuri tangannya, tangannya
memancarkan sinar kebiru-biruan, sepintas seperti
tangan setan. Waktu tangan diayun-ayunkan, sinar biru makin
memancar jelas, membentuk sebuah lingkaran sinar.
Dengan penerangan itu dia lanjutkan larinya.
Beberapa saat kemudian suara genta itu makin
jelas dan dari dalam sebuah hutan lebat, sayup-sayup
tampak sederet pagar tembok. Pui Tiok menuju ke
tempat itu dan tidak berapa lama tiba di pagar tembok
itu. Ternyata bangunan itu sebuah vihara tua. Di atas
pintu yang catnya sudah banyak yang rontok, terdapat
papan nama dengan tulisan Lam Peng Ko Si atau
vihara tua Lam Peng. Tulisannya juga sudah hampir
tak terbaca. Pui Tiok mengetuk pinta dan menunggu dengan hati
berdebar-debar. Beberapa saat kemudian baru dia
mendengar suara langkah kaki orang berjalan dengan
perlahan-lahan.
Cukup lama Pui Tiok menunggu sampai akhirnya
baru terdengar langkah kaki itu berhenti di belakang
pintu dan terdengarlah suara orang berseru dengan
nada yang aneh, "Siapa itu" Mengapa tengah malam
begini mengganggu orang tidur?"
102 "Silahkan membuka pintu dulu, nanti anda tentu
tahu," kata Pui Tiok.
Gerakan orang itu sungguh lamban sekali. Beberapa
saat kemudian baru terdengar pintu ber derit dan
terbuka sebuah lobang. Pui Tiok cepat menyelinap ke
samping sambil mengacungkan tangannya yang
memancar sinar phosporus itu ke lubang pintu.
"Ih," orang itu mendesis, "silahkan masuk."
Sejenak meragu, Pui Tiok lalu melangkah masuk.
Dia tak tahu siapa penghuni dalam vihara tua itu.
Hanya ketika hendak berangkat, ayahnya Pesan, kalau
menghadapi soal yang sukar, supaya pergi ke vihara
Lam Peng di Hang-ciu. Tetapi kalau berada di wilayah
Kangpak boleh pergi ke desa An-ke cung. Saat itu Pui
Tiok berada di Hang-ciu maka dia pergi ke vihara Lam
Peng. Jika melumuri tangan-tangannya dengan
phosporus, tentu akan diterima penghuni vihara itu.
Demikian pesan ayahnya.
Tetapi setelah masuk ke vihara Lam Peng lalu harus
bertemu dengan siapa, ayahnya tidak memberi tahu.
Oleh karena itu hati Pui Tiok pun berdebar-debar
ketika masuk kedalam vihara tua itu.
Setelah masuk baru dia mengetahui bahwa yang
membuka pintu tadi ternyata seorang bungkuk.
Sebenarnya orang itu bertubuh tinggi besar maka
sekalipun bungkuk, dia hanya terpaut beberapa senti
dengan Pui Tiok.
103 Si Bungkuk merentang mata memandang Pui Tiok
dengan tajam, mulutnya mendesis lalu berkata, 'Ikut
aku.!" memang lamban sekali si bungkuk bergerak.
Sebenarnya Pui Tiok tak sabar harus mengikuti di
belakang Si bungkuk tetapi apa boleh buat.
Dia menggunakan kesempatan untuk
memperhatikan keadaan di sekeliling. Di Belakang
pintu besar merupakan sebuah halaman thian-keng
yang semua ditutup dengan beton tetapi sekarang
suduh hancur dan rusak. Dari sela-sela batu beton
yang masih ada, banyak ditumbuhi rumput liar. Disana
sini tumbuh batang pohon yang daunnya bertebaran
menutup jalan. Sepintas menimbulkan pemandangan
yang menyeramkan.
Akhirnya setelah melintasi halaman itu, Pui Tiok
masuk kedalam ruang besar. Arca-arca yang dipuja
disitu banyak yang sudah ngelontok cat dan pradanya,
suatu pertanda bahwa sudah entah berapa tahun
vihara itu tak pernah dikunjungi orang. Dan si
Bungkuk Itu Juga bukan paderi tetapi orang biasa.
Waktu berjalan menyusur lorong. sudah beberapa
kali Pui Tiok hendak menyuruh si Bungkuk
mempercepat lankahnya tetapi dia sungkan juga.
Bukankah dia itu sebagai tetamu yang hendak minta
tolong si Bungkuk untuk mempertemukan dengan
kepala vihara Itu"
Hampir setengah jam lamanya, setelah membiluk
pada ujung tikungan, barulah dia tiba disebuah
ruangan kecil. Dua lembar pintu yang terbuat dari
bambu juga sudah remuk sehingga bagian dalam
104 tampak seram tak pantas ditempati orang si bungkuk
menunjuk kemuka dan berseru "silahkan masuk".
"Dimanaa orang yang harus ku temui itu?" tanya
Pui Tiok, "apakah berada di dalam''
Si bungkuk megangguk lalu berputar tubuh dan
ngeloyor keluar. Gerak-gerik orang bungkuk yang
lamban itu bukan sengaja tetapi memang sudah
pembawaannya begitu.
Pada saat orang bungkuk itu berjalan selangkah,
Pui Tiok pun sudah mendorong pintu dan masuk
kedalam halaman kecil.
Dibawah cahaya remang dari bintang kemintang.
dia melihat bahwa di halaman itu hanya terdapat
sebuah kamar yang pintunya tertutup. Sekelilingnya
sunyi senyap sehingga mau tak mau menggigil juga
perasaan Pui Tiok.
Kalau bukan ayahnya yang menyuruhnya kesitu,
tentulah dia tak mau datang ke tempat semacam
begitu. Tetapi diapun percaya bahwa ayahnya tak
mungkin akan mencelakannya.
Dia mengetuk pintu dan dari dalam terdengar
sebuah suara yang parau, mempersilakan dia. Suara
itu menimbulkan kesan bahwa orangnya tentu seorang
tua renta yang sudah hamper mati. Pui Tiok
mendorong pintu dan melangkah masuk. Dalam
kamar itu hanya terdapat sebuah bale-bale bambu.
Dan diatas bale-bale bambu itu yang tertutup oleh
selambu tebal. Selain itu terdapat lagi sebuah kursi
bambu. Jelas orang tua tadi tentulah berada dalam
selambu. 105 Benar juga begitu Pui Tiok masuk, dari dalam
selambu itu terdengar suara orang berkata, "Silakan
duduk, tempat ini jelek sekali. Anda dari mana?"
"Wanpwe dan Peh-hoa-nia. Ayah wanpwe adalah
Peh Hoa kaucu."
"Ha," orang tua itu tertawa, "kiranya putera dari
Peh Hoa kaucu, Sungguh seorang anak muda yang
gagah. Sahabat lama mempunyai seorang putera
begini sungguh membuat orang iri."
"Terima kasih atas pujian cianpwe, "kata Pui Tiok.
"Ada persoalan apa harap duduk dan katakan
dengan tenang," kata orangtua itu.
Sebenarnya saat itu Pui Tiok sudah kecewa. Dia kira
orang yang oleh ayahnya disuruh mencari itu tentulah
seorang sakti tetapi siapa tahu ternyata hanya
seorang tua yang tinggal di kamar yang begitu buruk
dan tak menunjukkan perbawa apa-apa. Dapatkah
orang tua semacam itu membantu kesulitannya nanti"
Tetapi karena sudah terlanjur datang, apa boleh
buat Pui Tiok harus menunjukkan sikap yang sopan,
"Wanpwe menerima perintah ayah untuk menemui
Kwan Pek Hong tayhiap. Ada suatu hal yang akan
meminta persetujuannya."
"Hal apa?" tanya orang tua itu.
"Untuk meminta sebuah barang kepada Kwan
tayhiap," kata Pui Tiok, "kalau sampai tak diberikan,
ayah suruh wanpwe untuk membawa puteri Kwan
106 tayhiap ke gunung Peh-hoa-nia agar Kwan tayhiap
nanti mengambil puterinya sendiri dengan membawa
barang itu."
Kembali orang tua itu tertawa, "Ha, ha, itu betulbetul
soal yang sukar. Apakah engkau sudah
mencobanya?"
Pui Tiok menghela napas, "Sudah, tetapi beberapa
kali tak berhasil. Tadi tengah malam, wanpwe sudah
berhasil menyelundup masuk kedalam kamarnya
tetapi malah berjumpa dengan Kwan hujin.
Kepandaian Kwan hujin itu rasanya lebih hebat dari
Kwani tayhiap."
"Ooo, masa begitu"' desis orang tua itu, "ah,
mungkin tidak."
"Sungguh, " memang begitu," kata Pui Tiok, "co
poan koan yang menyertai wanpwe, kemungkinan
tentu kenal Kwan hujin. Begitu melihat Kwan hujin,
dia begitu ketakutan sampai pingsan. Setelah siuman
dia telah seperti orang yang kehilangan kesadaran
pikirannya."
Dari dalam selambu tak terdengar suara apa-apa.
Beberapa saat kemudian waktu Pui Tiok hendak
bicara, terdengar orang tua itu bertanya, "Lalu
bagaimana maksudmu?"
"Wanpwe tetap hendak melakukan perintah ayah,
membawa puteri Kwan taiyhiap ke Peh-hoa- nia.
Entah apakah cianpwe sudi membantu?"
"Ini... ini..... aku akan berusaha sekuat tenagaku,"
kata orang tua Itu tersendat-sendat, "tetapi kalau
107 hanya aku seorang kemungkinan sukar berhasil. Aku
tak punya pembantu. Bagaimana dengan
kepandaianmu sendiri" Coba ulurkan tanganmu
kedalam selambu, aku hendak mengujimu...."
Sampai saat itu Pui Tiok, hanya mendengar suara
tetapi tidak melihat orangnya. Orang tua itu
menyuruhnya mengulurkan tangan kedalam kelambu,.
kalau dalam selambu itu sudah disiapkan senjata
tajam, bukankah tangannya nanti akan kutung"
Pui Tiok seorang yang pintar dan teliti tetapi entah
bagaimana saat itu walaupun sudah menaruh
kecurigaan namun dia menurut perintah juga untuk
mengulurkan tangannya,
Pikirnya, dia kesitu atas perintah ayahnya dan
menilik nada kata-katanya, orang aneh itu seperti
bersahabat baik dengan ayahnya, tentu tak mungkin
akan mencelakai dirinya, Namun sekalipun begitu,
diam-diam dia kerahkan hawa murni untuk
menyalurkan tenaga dalam ke telapak tangan.
Pui Tiok hendak menjaga kemungkinan yang tak
diinginkan. Kalau terjadi sesuatu, dia cepat dapat
menghadapi. Dan perintah orang itu supaya dia
mengulurkan tangan, jelas tentu akan menguji tenaga
dalamnya. Pada saat dia ulurkan tangan serentak dia merasa
ada tiga buah jari tangan menyentuh tangannya. Dan
tiga jari itu mengalir arus tenaga yang keras dan
begitu membentur, tangannya Seperti tersedot.
108 "Coba engkau kerahkan tenagamu untuk meronta,
apakah engkau mampu melepaskan tangan mu,"
serempak orang tua itu berkata.
Bagaimanapun Pui Tiok itu masih seorang pemuda
yang berdarah panas, mendengar perintah semacam
itu, diam-diam dia marah.
"Hm. ketiga jarimu itu hanya membentur telapak
tanganku dan tak mampu menyedot, mengapa aku
tak dapat membebaskan tanganku" Apakah ini tidak
berarti menghina aku?" pikirnya.
Sambil menimang dia terus menarik tangannya
tetapi uhh..,. ternyata tangannya itu tak
dapat lepas dari ketiga jari orang. Diam-diam dia
menjadi tegang lalu menambahkan tenaga dalam lagi
sampai delapan bagian. Setelah itu dia menarik sekuat
kuatnya. Ahh . ... ternyata ketiga jari orang tua itu tak ubah
seperti besi sembrani (magnit) yang luar biasa
kuatnya. Setitikpun dia tak mampu melepaskan
tangannya. Saat itu Pui Tiok benar-benar terkejut sekali.
"Cukup," tiba-tiba orang tua itu berseru, "tingkat
kepandaianmu ternyata lebih dari yang kuduga".
Benar-benar seorang angkatan muda yang penuh
harapan!" Dua kali meronta dua kali gagal, sebenarnya Pui
Tiok sudah marah sekali. Tetapi karena orang berkata
begitu, dia menjadi tersipu-sipu malu sendiri sehingga
mukanya merah. 109 "Cianpwe sungguh luar biasa" katanya!, baru
pertama kali ini wanpwe dapat menyaksikan dengan
mata kepala sendiri. Wanpwe sungguh kagum sekali!"
Orang tua itu tertawa gelak-gelak, "Waktu engkau
masuk kemari, tentu engkau memandang rendah
kepadaku, bukan?"
Sudah tentu Pui Tiok menyengir tetapi dia seorang
pemuda cerdas. Karena orang sudah menuduh begitu
percuma saja dia menyangkal.
"Itu karena pengalaman wanpwe masih sempit,"
katanya dengan tertawa kikuk, "mohon cianpwe suka
memberi maaf."
Kembali orang tua itu terbahak-bahak, "Ah, tak
perlu, tak perlu. Engkau belum tahu rupaku, kalau
sudah tahu mungkin engkau makin tak memandang
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mata lagi!"
"Ah, tak nanti wanpwe berani bersikap begitu," Pui
Tiok gopoh menjawab, "kepandaian cianpwe begitu
sakti, bagaimana aku...."
Tiba-tiba dia hentikan kata-kata karena saat itu
selambu tersingkap dan dalam selambu itu seorang
tua kate melangkah turun, itulah sebabnya Pui Tiok
tertegun dan tak melanjutkan kata katanya.
Orang tua itu hanya satu meter tingginya badannya
kurus kering, mengenakan pakaian kain kasar yang
berwarna abu-abu lusuh. Mukanya penuh dengan
kerut, rambut jarang-jarang, sepintas menyerupai
110 seorang desa yang bodoh, sedikitpun tak
menampilkan perbawa seorang ko-jiu.
"Cianpwe benar-benar seorang yang luar biasa,
orang awam tentu takkan meugetahui, "Pui Tiok
paksakan tertawa.
Kembali orang tua kate itu tertawa, "Sungguh
seorang anak muda yang baik. Sungguh, beruntung si
lo-koay mempunyai anak seperti engkau Kalau tahu
punya anak itu merupakan kebahagiaan, dulu-dulu
aku tentu sudah mengambil isteri."
Mendengar itu Pui Tiok terpaksa tertawa, "kalau
cianpwe tak menolak, ijinkanlah wanpwe berbahasa
dan menjalankan penghormatan sebagai keponakan
katang." Orang tua kate itu tertawa, "Jangan mengambil
keputusan sendiri. Minta ijin dulu kepada ayahmu baru
nanti kita bicara lagi."
"Cianpwe bersahabat baik dengan ayah, sudah
tentu ayah takkan berkeberatan," kata Pui Tiok.
Orang tua kate itu tertawa gelak-gelak, bahkan kali
ini dia tertawa terkial-kial sampai tubuhnya
berguncang keras. Sudah tentu Pui Tiok tercengang
Dia merasa omongannya tadi tak ada yang lucu.
Memang Pui Tiok tak tahu siapakah orang tua kate
itu. Dia hanya tahu bahwa yang dihadapannya itu
seorang tua yang sakti. Tetapi karena ayahnya
memerintahkan dia untuk mencarinya maka dia
menganggap orang tua itu tentu seorang sahabat baik
ayahnya. 111 Setelah tertawa beberapa saat, barulah orang tua
kate itu berkata. "Engkau kira dengan ayahmu si
lokoay itu bersahabat baik?"
Pui Tiok terlongong, katanya, "Sudah tentu wanpwe
menganggap begitu. Beliau memberi pesan kepada
wanpwe, kalau ada kesulitan supaya wanpwe
menemui cianpwe kemari"
"Benar," orang tua itu mengangguk, dia suruh
engkau datang kepadaku itu hanya suatu pernyataan
kalau dia mau menundukkan kepala kepada aku. Dia
tahu perangaiku bahwa aku pasti takkan menolak.
Pada hal sebenarnya dengan ayahmu itu aku
bermusuhan, musuh bebuyutan!"
Mendengar keterangan itu Pui Tiok terlongonglongong
seperti kehilangan faham. Benar-benar hal itu
tak pernah diduganya. Walaupun dia cerdik tetapi
dalam menghadapi saat seperti saat itu, dia benarbenar
kehilangan faham.
Pak tua cebol tertawa, "Tetapi engkau tak perlu
kecewa. Walaupun. dengan ayahmu si lokay itu aku
tak senang tetapi terhadap sikapmu. aku mempunyai
kesan baik. Tadi engkau bilang apa" Mau membawa
puteri Kwan Pek Hong pulang ke Peh-hoa-nia?"
Diam-diam Pui Tiok menghela napas longgar.
Memang benar kata orang bahwa orang-orang sakti
itu kebanyakan tentu mempunyai watak aneh. Tak
peduli ayahnya bermusuhan dengan pak tua itu, tapi
karena pak tua cebol itu menyatakan mau
membantunya, itu sudah cukup.
112 "Ya," sahutnya.
Pak tua cebol itu mengambil pipa bambu, setelah
menyulut lalu menghisapnya. Dalam sikap seperti itu
sepintas dia memang lebih banyak menyerupai
seorang desa dari pada seorang tokoh yang sakti.
Beberapa saat kemudian baru dia berkata,
"Memang kepandaian Kwan Pek Hong hebat tetapi
jangan kuatir. Rasanya aku masih dapat
menghadapinya dan memikat dia supaya mau
meninggalkan rumah. Nah, pada saat itulah engkau
lakukan rencanamu. Tetapi tadi engkau mengatakan
kalau Kwan hujin Itu lebih sakti dari suaminya oleh
karena itu engkau harus hati-hati. Begini saja, kalau
engkau mau, akan kubawamu masuk kedalam gedung
keluarga Kwan untuk menyelidiki keadaan disitu."
Serentak teringatlah Pui Tiok pengalaman pahit
yang dideritanya ketika coba-coba menyelundup
kedalam gedung keluarga Kwan. Mendengar tawaran
pak tua cebol, dia menggigil ketakutan.
Pak tua cebol itu terbahak-bahak, "Pui lotit Taruh
kata aku tak dapat membantumu dengan penuh tetapi
masa kalau hanya melindungi dirimu saja aku tak
mampu" Hm, jangan terlalu memandang hina
kepadaku!"
Mendengar orang kurang senang, buru-buru Pui
Tiok berkata, "Bukan begitu, wanpwe sudah dua kali
dilempar keluar dari gedung keluarga Kwan Kalau
pergi lagi ke sana.... sungguh memalukan rasanya."
"Ngaco!" damprat pak tua cebol, "karena engkau
hendak menculik puterinya masa mereka engkau
113 suruh harus menghormat kepadamu! Hayo apakah
engkau tak mau segera berangkat sekarang!"
Habis berkata pak tua cebol itu terus melangkah
keluar. Bagaimanapun yang akan terjadi tetapi rasanya
baik kalau aku mengikutinya, pikir Pui Tiok. Dia terus
mengikuti melesat keluar. Dalam sekejab saja kedua
orang itu sudah keluar dari vihara tua.
Saat itu, hari sudah mulai terang. Pui Tiok melihat
pak tua cebol yang berjalan di muka itu tampak
pelahan sekali jalannya oleh karena itu diapun
lambatkan langkahnya.
Tetapi begitu dia lambatkan langkah, segera dia
tahu kalau jaraknya dengan pak tua cebol itu tambah
jauh. Dia memandang kemuka, dilihat nya pak tua
cebol itu masih tetap berjalan santai seperti tadi. Pui
Tiok terkejut Sekali. Buru-buru dia lari mengejar.
Tetapi jarak kelambatan yang terjadi tadi antara dia
dengan pak tua cebol, masih tetap tak dapat terkejar.
Jaraknya masih tetap dua tombak jauhnya. Betapapun
dia mengerahkan tenaga untuk lari cepat, tetap tak
dapat menyusul. Dan anehnya, pak tua cebol itu tetap
selangkah demi selangkah berjalan dengan santai.
Saat itu Pui Tiok benar-benar kagum sekali. Dia
menyadari kalau ilmu ginkang pak tua cebol itu benarbenar
sudah mencapai tataran yang sangat tinggi.
Diam-diam besarlah hati Pui Tiok. Dia merasa
kepergiannya kali ini dengan pak tua cebol itu tentu
akan berhasil. 114 Lebih kurang setengah jam kemudian, keduanya
sudah tiba di gedung keluarga Kwan. Pak tua cebol itu
langsung melangkah ke arah pintu besar Melihat itu
sudah tentu Pui Tiok tertegun dan buru-buru berseru,
"Cianpwe, harap berhenti dulu."
Pak tua cebol itu berhenti "Ada apa?"
"Cianpwe, itu pintu besar keluarga Kwan," kata Pui
Tiok. "Ya, kutahu," jawab pak tua cebol, "bukankah kita
hendak menemui Kwan Pek Hong" Kalau tidak keluar
pintu besar, habis apakah harus jalan pintu samping"'
"Ini.... ini .... apakah cianpwe lupa kalau kita datang
kemari hendak merencanakan mengambil puterinya?"
"Uh, ngomong apa engkau ini! Bagaimana aku bisa
lupa" Bukankah tadi sudah kukatakan kalau urusan ini
aku yang tanggung semua" Mengapa engkau masih
ribut-ribut tak keruan" Hm . ....."
Pui Tiok tertawa meringis, "Cianpwe. kalau mau
menangkap puterinya apakah kita harus masuk dan
berjalan lenggang lenggok dari pintu besar Apakah itu
tidak.... tidak... over-akting?"
Pak tua cebol tertawa, "Sau -lotit, dalam
mengerjakan sesuatu, seumur hidup aku tak suka
main sembunyi -sembunyi. Jangan harap engkau
dapat mengajarkan aku supaya menyaru jadi tukang
kebun atau membuat terowongan dibawah tanah yang
tembus ke kamarnya"
115 Mendengar itu merahlah muka Pui Tiok. Diam-diam
dia mendengus dalam hati, "Hm, aku bermaksud baik
memperingatkan engkau mengapa malah menyindir
aku. Kalau engkau mau masuk melalui pintu besar
sudah tentu nanti akan berhadapan dengan Kwan Pek
Hong suami istri. Dan kalau engkau bertempur dengan
mereka, aku sih tinggal melihat saja. Kalau melihat
engkau bakal kalah, aku akan meloloskan diri lebih
dulu..... . Sebagai seorang pemuda yang cerdik dan licik,
cepat sekali di wajah Pui Tiok sudah tenang kembali.
Dia tertawa, "ya, karena sudah dua kali terbentur
tembok maka aku agak jera sehingga menguatirkan
cianpwe." Pak tua cebol tertawa meloroh seraya terus
melangkah masuk ke pintu besar. Pui Tiok terpaksa
mengikutinya, Lebih. kurang 2 meter akan tiba di
pintu besar, keempat penjaga pintu segera berseru,
"Berhenti. .. ."
Pak cebol tertawa, "Kami hendak menghadap Kwan
tayhiap, harap anda suka memberitahukan!"
Dua dari keempat penjaga itu balikkan biji mata
dan memandang pak tua cebol dengan tak berkelip.
Tetapi mereka bersikap menghormat karena melihat
Pui Tiok berpakaian bagus seperti seorang kongcu
(anak hartawan).
"Harap kongcu suka tunggu dulu," kedua penjaga
itu gopoh berkata," aku segera masuk melapor pada
majikan." 116 Yang minta menghadap pak tua cebol yang dijawab
Pui Tiok. Jelas kedua penjaga itu tak memandang
mata kepada pak tua dan menganggapnya tentu
budak dari Pui Tiok.
Diam-diam Pui Tiok mengeluh. Dia kira kedua
penjaga itu tentu akan mendapat persen pil pahit dari
pak tua cebol. Tetapi diluar dugaan ternyata pak tua
cebol itu hanya tertawa sedikitpun tak marah.
Sudah tentu legalah hati Pui Tiok dan diam-diam dia
malu dalam hati karena menduga
orang salah. Dia mengukur pribadi orang menurut
ukuran seorang siau-jin Seorang sakti seperti pak tua
cebol tentu akan marah karena tak di pandang mata
oleh penjaga pintu. Tetapi ternyata tidak. Hal itu
menunjukkan kebesaran peribadi pak tua cebol
sebagai seorang sakti sejati.
Tak berapa lama kedua penjaga itupun muncul dari
pintu besar segera dibuka lebar-lebar. Seorang pria
melangkah keluar. Melihat itu terkesiaplah hati Pui
Tiok. Pria yang keluar itu bukan lain adalah Si Ciau.
Waktu berdiri di ambang pintu, Si Ciau juga tak
memperhatikan pak tua cebol. Pak tua cebol itu
memang tak menunjukkan kewibawaan apa-apa,
apalagi dia berdiri disamping Pui Tiok sudah tentu
dikira kalau pengiringnya.
"Pui kongcu," kata Si Ciau, "mengapa engkau
datang hendak mengganggu lagi" Apakah itu layak
bagi pribadi seperti engkau" Kurasa tak perlu engkau
bertemu suhuku, lebih baik segera tinggalkan tempat
ini saja."
117 Pui Tiok tersipu-sipu dan tak dapat berkara apa-apa
Untung pak tua cebol itu yang menyambut, "Anda
salah faham. Bukan dia yang mau bertemu Kwan
tayhiap tetapi aku."
sudah tentu Si Ciau terbeliak. Dia baru menyadari
dan memperhatikan bahwa yang berada di samping
Pui Tiok seorang pak tua cebol, "Siapakah anda ini"
Perlu apa hendak menemui suhuku?"
Tidak langsung menjawab, tetapi pak tua cebol itu
mengomel sendiri, "Ah, menemui Kwan tayhiap saja
kok begini sukar. Segera dia masuk dan katakan
kepada Kwan tayhiap kalau aku hendak bertemu,
mengapa perlu tanya apa-apa lagi!"
Si Ciau tak senang hati, "Tetapi anda harus
memberi tahu siapa nama anda lebih dulu baru nanti
kuberi tahukan kepada suhu."
tua cebol tertawa, "Namaku engkau tak layak
mendengar, hanya Kwan tayhiap yang layak tahu."
Si Ciau marah, serunya kepada Pui Tiok, "Pui
kongcu, sebaiknya engkau datang sendiri saja kalau
mau mengganggu. Mengapa harus membawa orang
yang tak tahu adat begini" Lekas tinggalkan tempat
ini!" Pak tua cebol menghela napas, "Sau-lotit,
tampaknya sahabat ini tak mau melaporkan. Kalau
begitu terpaksa kita masuk sendiri saja. Mari, kita
masuk. .
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
118 Dia ulurkan tangan memegang lengan Pui Tiok terus
diajak masuk. "Berhenti.......!" Si Ciau membentak tetapi belum dia
menyelesaikan kata-katanya, kedua tetamu sudah tiba
di hadapannya dengan diiringi segulung arus tenaga
yang melandanya sehingga dia tak dapat bernapas
lalu kakinya serasa terangkat dan tahu-tahu tubuhnya
terlempar jatuh.
Waktu Si Ciau bangun dia hampir tak tahu apa yang
telah terjadi tadi. dia berpaling kedalam. Dilihatnya Pui
Tiok dan pak tua cebol itu sudah melintas halaman
dan melangkah kedalam ruang besar.
Cepat dia lari menyusul seraya berteriak, "Hai,
kalian berdua, mengapa tak diundang berani masuk"
Mau apa kalian ini?"
Selekas dia masuk kedalam ruang besar, dilihatnya
Pui Tiok dan pak tua cebol itu sudah duduk santai.
"Kami hanya ingin bertemu Kwan tayhiap, karena
anda tak mau melaporkan maka terpaksa kami masuk
sendiri," pak tua cebol itu tertawa.
Si Ciau terkejut sekali. Dia marah, serunya,
"Dengan tindakan anda ini, jelas anda tidak
memandang mata kepada Kwan tayhiap!"
Pak tua itu gerakkan kedua tangan, "Harap anda
jangan bicara sembarangan saja. Dari jauh kami perlu
berkunjung, mengapa engkau bilang kami tak
menghormati Kwan tayhiap." Sebaliknya engkau
sendiri yang tak mau melapor, apa itu bisa dianggap
kalau mengindahkan guru?"
119 Si Ciau makin marah. Maju dua langkah ke muka
pak tua cebol, dia terus menerkam bahu orang tua itu.
cret... Terkamannya tepat. Si Ciau gembira sekali. dia
terus membentak keras, "Berdiri ....!"
Dia mengira sekali angkat tentulah tubuh pak tua
yang cebol itu akan terangkat seperti mengangkat
seekor ayam saja. Tetapi diluar dugaan, mata Siu Ciau
mendelik kaget karena dia tak mampu
mengangkatnya. Pak tua cebol itu masih tetap duduk
di kursinya, memandangnya dengan santai.
Sudah tentu Si Ciau tersipu-sipu, marah dan kaget.
Dia kerahkan tenaga lagi sampai sembilan bagian. dan
dengan membentak keras, dia pun mengangkatnya
pula. Si Ciau yakin dengan tenaganya itu dia dapat
mengangkat singa batu seberat tiga sampai lima ratus
kati beratnya. Tetapi ternyata tubuh pak tua cebol
yang paling banyak hanya seberat lima sampai
enampuluh kati, sedikitpun tidak bergeming
sama sekali dari tempat duduknya. Malah pak tua
cebol itu memandangnya dengan tersenyum.
Wajah Si Ciau merah seperti kepiting direbus. Pada
saat dia tercekik dalam kesulitan, sekonyong-konyong
dari pintu terdengar angin menderu keras ke arahnya
dan menyusul sesosok tubuh melesat masuk dan terus
berdiri tegak seperti patung.
120 "Si Ciau, mengapa masih tak lekas mundur?"
bentak pendatang itu dengan suara yang
berkumandang perkasa. Orang itu bukan lain adalah
Kwan Pek Hong. Mendengar bentak suhunya, Si Ciau cepat lepaskan
cengkeramannya dan mundur selangkah.
"Engkau minta maaf kepada ik-jin (orang sakti) ini
dan haturkan terima kasih karena dia tak mau turun
tangan kepadamu," seru Kwan Pek Hong pula.
Si Ciau tercengang. Dia penasaran sekali Tetapi
waktu berpaling dan melibat wajah suhunya sangat
serius memandangnya, terpaksa dia lakukan
perintahnya juga.
"Tadi aku telah berlaku kurang adat, harap anda
jangan marah," katanya. Sambil berbicara dia mundur
ke samping Kwan Pek Hong. Kwan Pek Hong
sekonyong-konyong memegang pergelangan tangan Si
Ciau dengan tiga buah jarinya. Sudah tentu Si Ciau
terkejut bukan kepalang.
Setelah beberapa saat kemudian, terdengar, Kwan
Pek Hong menghela napas longgar.
"Kwan tayhiap," pak tua cebol tertawa, selamanya
aku tak pernah melakukan hal-hal yang gelap. Diamdiam
mengerahkan tenaga-da1am untuk melukai
orang, tak mungkin aku mau melakukan harap engkau
jangan kuatir!"
Kwan Pek Hong tersipu tak enak hati mendengar
ucapan pak tua cebol, dia berkata dengan nada dingin,
"Ah, hati manusia itu sukar diduga,"
121 Saat itu baru Si Ciau tahu mengapa suhunya
memegang pergelangan tangannya, ialah karena
hendak memeriksa apakah dia terluka dalam. Seketika
itu dia mendapat kesimpulan bahwa pak tua cebol itu
seorang ko-jin yang berilmu tinggi Teringat apa yang
dilakukannya tadi, diam-diam dia kucurkan keringat
dingin. "Hm, sungguh seorang manusia yang sukar diduga
hatinya!" pak tua cebol mengulang kata-kata. Kwan
Pek Hong, "aku lancang datang kemari kiranya "Kwan
tayhiap tentu tak menyalahkan bukan?"
Dengan tenang Kwan Pek Bong maju dua langkah
dan tertawa dingin, "Kalau ada orang yang tanpa ijin
terus masuk kedalam rumah anda, anda akan
menyalahkan orang itu atau tidak?"
Pak tua cebol menghela napas, "0, kiranya Kwan
tayhiap menyalahkan hal itu. Pui lotit, kalau Kwan
tayhiap marah, soal yang hendak kita kerjakan tentu
sukar. Harus mendapat ijin Kwan tayhiap saja."
Mendengar itu diam-diam Pui Tiok mendesah. Hm,
turun kata tuan rumah tidak marah, apakah dia mau
meluluskan permintaanmu yang hendak minta anak
perempuannya"
"Ya, ya," sekalipun dalam hati mengeluh tapi Pui
Tiok terpaksa menyahut juga, "cianpwe kalau begitu
lebih baik kita pulang saja"
"Salah," pak tua cebol geleng kepala, "karena sudah
terlanjur datang, mengapa tidak mencobanya?"
122 Mendengar pembicaraan mereka yang tak
berkepala dan tak berekor itu, timbullah kecurigaan
dalam hati Kwan Pek Hong Dia segera menegur,
"Apakah maksud kedatangan kalian ini"'
"Akulah yang terpaksa menongol," kata pak tua
cebol, "Pui lotit ini tentu Kwan tayhiap sudah kenal,
Dia hendak membawa puterimu ke gunung Peh-hoania.
Karena dua kali gagal lalu dia minta tolong
kepadaku. Kedatangan kami kemari tak lain juga
karena hal itu.
Dalam membawakan kata-kata itu sikapnya amat
ramah dan tersenyum seolah seperti apa yang
dikatakan itu hanya mengenai soal kecil saja.
Begitu mendengar sebenarnya Kwan Pek Hong
hendak marah tetapi karena persoalannya begitu tibatiba
sekali, dia sampai tak sempat marah lagi,
kebalikannya malah tertawa gelak-gelak.
"Mengapa Kwan tayhiap tertawa?" tegur pak tua
cebol. Kwan Pek Hong hentikan tawa dan berseru,
"Sungguh susah dipercaya bahwa dalam kehidupan itu
hati manusia takkan merasa tua. Tak kira kalau dalam
jaman ini masih ada orang seperti anda, mau
mengorbankan diri untuk sahabat. Sungguh sukar
dicari keduanya!"
Pak tua cebol ikut tertawa, "Ah, jangan kelewat
menyanjung. kata pak tua cebol." kalau begitu, harap
segera memberitahu dimana sekarang Kwan siocia
berada, agar siau lotit ini dapat mengajaknya ke Pehhoania." 123 "Baik mari ikut aku," kata Kwan Pek Hong seraya
ulurkan tangannya. Rupanya hendak menerkam
lengan pak tua cebol untuk diajak masuk menemui
Kwan Beng Cu. Tetapi sebenarnya waktu mengulurkan tangan itu
Kwan Pek Hong telah menyalurkan tenaga- murni ke
lengannya. Dia menyadari bahwa karena berani begitu
garang masuk ke gedung kediamannya dan secara
terus terang hendak minta puterinya, tentulah pak tua
cebol itu mempunyai modal kepandaian yang sakti.
Maka begitu ulurkan tangan dia segera menggunakan
delapan bagian tenaganya agar pak tua cebol itu
mendapat malu. Tampaknya pak tua cebol itu santai-santai saja
seperti tak tahu akan bahaya yang mengancamnya.
Dia berbangkit, ulurkan tangan untuk menyambut
uluran tangan tuan rumah.
Melihat itu Pui Tiok yang menyaksikan di pinggir
menjadi kebat-kebit hatinya. Dia tahu bahwa kedua
tokoh yang akan berjabatan tangan Itu sebenarnya
hendak saling menguji tenaga- dalam.
"Wah, kalau pak tua itu sampai tak kuat. Kwan Pek
Hong tentu akan menangkap aku Lagi," Pui Tiok
menjadi gelisah.
Pada saat kedua orang itu saling berjabat tangan,
pak tua cebol tertawa, Orang-orang memuji kalau
Kwan tayhiap itu seorang yang lapang dada dan
ramah sekali. Apa yang kusaksikan hari ini, memang
sesuai dengan kenyataannya. Bahwa saat ini tanpa
terduga-duga aku telah menerima sambutan hangat
124 dari Kwan tayhiap, kelak apabila Kwan tayhiap
memerlukan sesuatu, aku tentu akan membalas budi.
Tampak pak tua cebol itu tenang-tenang saja
seperti tak mengalami apa-apa. Sedang Kwan Pek
Hong wajahnya pucat kebiru-biruan. Melihat itu Pui
Tiok girang sekali.
Sebagai seorang persilatan, dia tahu bahwa dalam
menguji tenaga dalam itu, pak tua cebol lebih unggul.
Dan penilaian Pui Tiok itu memang benar.
Waktu mengulurkan tangan untuk berjabat tangan,
semula Kwan Pek Hong mengira, pak tua cebol itu
tentu tak dapat tertawa lagi. Kalau masih tertawa
tentu juga tertawa meringis.
Begitu saling berjabat tangan Kwan Pek Hongpun
segera melancarkan gelombang tenaga sakti yang
hebat. tetapi dia terkejut sekali karena pancaran
tenaga- saktinya itu tidak mengenai pada sasaran
melainkan seperti mengalir di laut bebas.
Dalam beberapa jenak, tenaga sakti yang
dipancarkan itu entah lenyap kemana saja. Sudah
tentu Kwan Pek Hong terkejut bukan kepalang, Sejak
beberapa tahun terjun ke dunia persilatan. entah
sudah berapa banyak jago-jago sakti yang
dihadapinya tetapi selama itu belum pernah dia
mengalami hal yang seaneh saat ini.
Dia menghimpun napas lalu melancarkan Lagi
segulung ombak tenaga sakti untuk menyerang. tetapi
nasibnya juga serupa tadi, tetap seperti mengalir
kedalam laut. 125 Dahi Kwan Pek Hong tanpa disadari telah
mengucurkan keringat. Hal itu tak Lepas dari
perhatian Pui Tiok maka dia menganggap bahwa pak
tua cebol berada diatas angin.
Tiba-tiba pak tua cebol tertawa meloroh dan
lepaskan tangannya, "Maaf, maaf..."
Sudah tentu muka Kwan Pek Hong merah padam.
Tetapi sebelum dia sempat membuka mulut, pak tua
cebol sudah berkata lagi. "Sebenarnya, pui lotit itu
sangat berhati-hati. Dia mengatakan hendak
membawa puteri anda ke gunung Peh hoa nia, sudah
tentu dia bertanggung jawab penuh atas
keselamatannya. Rasanya si lokoay memang mau cari
alasan untuk bertemu dengan anda, mengapa anda
tak mau meluluskan permintaan Pui lotit saja?"
Merah muka Kwan Pek Hong. Sudah tentu dia tak
dapat meluluskan begitu saja permintaan orang.
Tetapi dalam berjabat tangan tadi, dia telah menguji
dan mengetahui bahwa pak tua cebol itu memiliki
tenaga dalam yang sukar diduga dalamnya,
Sejenak menimang, wajahnyapun tenang kembali,
katanya, "Soal itu sudah tentu. aku tak keberatan.,
Kalau anak perempuanku dapat berkenalan dengan
Pui kongcu. memang suatu hal yang baik."
"Kalau begitu, kita tetapkan saja," pak tua cebol
tertawa. "Belum bisa dianggap resmi pernyataanku ini," kata
Kwan Pek Hong, "anak perempuanku itu tak dapat
berpisah dengan mamanya. Kalau menghendaki
126 anakku pergi ke Peh-hoa-nia, sudah tentu harus
mendapat perkenan dulu dari mamanya.
"Bagus, kalau begitu harap silakan Kwan hujin
keluar." Kwan Pek Hong memberi kicupan mata kepada
muridnya. "Si Ciau,.. undanglah subo dan sumoaymu
kecil itu keluar kemari."
Tadi Si Ciau juga memperhatikan bahwa dalam adu
tenaga dalam dengan pak tua cebol itu, suhunya telah
kalah. Serentak dia teringat bagaimana tadi dia
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hendak mencengkeram bahu pak tua cebol itu. Kalau
pak tua cebol itu bermaksud hendak mencelakainya,
uh sungguh berbahaya. Dia mengkirik.
Mendengar perintah suhunya, Si Ciaupun
mengiakan dan bergegas masuk kedalam.
"Menurut keterangan Pui lotit, Kwan hu-jin sakti
sekali kepandaiannya, benarkah begitu?" tanya pak
tua cebol. "Ah, tidak." kata Kwan Pek Hong," masa wanita
dapat menguasai ilmu kepandaian yang tinggi
mendiang ayahnya memang hebat."
Mendengar itu diam-diam Pui Tiok memaki Kwan
Pek Hong hendak memutarbalikkan fakta. Sedang
begitu melihat Kwan hujin saja, Co-poan-koan sudah
ketakutan dan semaput kemudian setelah sadar masih
seperti orang berobah pikirannya, mengapa Kwan Pek
Hong mengatakan lain.
127 "Ooo, begitu desuh pak tua cebol, memang jarang
sekali kaum persilatan yang tahu hal itu.
"Isteriku memang jarang menemui orang," kata
Kwan Pek Hong, "sudah tentu orangpun tak tahu.
Semisal dengan anda sendiri yang berkepandaian
begitu sakti tetapi rasanya jarang sekali orang
persilatan yang kenal akan asal usul anda."
Pak tua cebol tertawa, "Ah, aku ini apa sih Menang
benar-benar tak berharga dikemukakan,
Baru berkata sampai disitu tiba-tiba dia hentikan
kata-katanya. Karena pada saat itu dia sudah
menangkap ada suara Kwan hujin yang tak Sedap,
berteriak marah, "Apa" budak she Pui itu berani
datang lagi" Apa dia benar-benar tak takut mati"'
Pada lain saat tampak nyonya itu dengan wajah
bengis sedang berjalan memasuki ruang besar seraya
memimpin puterinya.
Mendengar suara nyonya itu, bulu roma Pui Tiok
sudah bergidik ngeri. Dan ketika Kwan hujin
memasuki ruang, beradu pandang dengan Pui Tiok,
anak muda itu sudah seperti duduk di kursi yang
penuh jarum. Pui tiok merasa pandang mata nyonya itu berkilatkilat
setajam sinar pedang berkelebat menyambarnya.
"Pui kongcu' tegur nyonya itu, "waktu tempo hari
engkau masuk kemari secara menggelap aku pernah
berkata bagaimana kepadamu" Ketahuilah, bahwa aku
juga selalu melakukan apa yang sudah kukatakan. Kali
ini engkau memang hendak cari liang kubur sendiri,"
128 Bukan saja wajahnya buruk, pun nada suara Kwan
hujin itu seramnya bukan main sehingga membuat
bulu kuduk mengkirik. Walaupun Pui Tiok bernyali
besar dan selalu tenang dalam melakukan sesuatu,
tetapi dalam saat seperti itu mau tak mau dia menjadi
gugup juga. Cepat dia berdiri dan berseru, "Kwan hujin kali ini
bukan... bukan aku yang bermaksud datang kemari."
Sambil berkata dia berpaling ke arah pak tua cebol.
Dia terlongong karena saat itu pak tua cebol juga
berdiri dengan sikap menghormat. Biasanya tentu
selalu mengulum senyum tetapi saat itu Ternyata
tampak seperti orang ketakutan menundukkan kepala
seperti seorang pesakitan berhadapan dengan
hakim....... Melihat sikap pak tua cebol itu diam-diam Pui Tiok
megeluh dalam hati. Jelas pak tua itu tentu kenal pada
Kwan hujin dan ketakutan seperti Co-poan-koan
tempo hari. Hanya bedanya kalau Co-poan-koan
begitu melihat terus pingsan sedang pak tua cebol
karena kepandaiannya lebih tinggi, tak sampai rubuh.
Menyadari keadaan saat itu telinga Pui Tiok
mendengus keras seperti disambar halilintar.
Tadi dia menyaksikan sendiri bagaimana
kepandaian pak tua cebol itu lebih tinggi dari Kwan
Pek Hong. Dia gembira sekali. Tetapi Sekarang setelah
tahu keadaan pak tua cebol dikala berhadapan dengan
Kwan hujin, Pui Tiok sudah putus asa dan
menganggap kalau dirinya tentu celaka.
129 "Ho, kiranya engkau!" tiba-tiba Kwan hujin berseru
dingin kepada pak tua cebol.
"Ya, ya, aku," pak tua cebol gopoh mengiakan.
"Apa engkau masih kenal aku?"
Wajah pak tua cebol seketika berobah lesi, "Kenal,
sudah tentu kenal."
"Lalu sekarang engkau mau apa?"
Dengan wajah murung seperti jago kalah, pak tua
cebol berkata "Aku segera pergi dan membawa Pui
lotit" "Kentut!" teriak Kwan hujin.
Wajah pak tua cebol itu berubah, serunya, "Ya, aku
rela menerima hukuman."
Kwan hujin berkata dengan nada dingin, "Mengingat
baru pertama kali ini engkau datang dapat dianggap
tidak mengerti maka tidak dapat dianggap tidak
mengetahui maka tidak dapat dipersalahkan. Engkau
boleh pergi, tetapi budak she Pui itu, harus tinggal
disini!" Saat itu darah Pui Tiok serasa berhenti. Rasa
takutnya sudah penuh menyesakkan hatinya Pak tua
cebol yang sakti sekali kepandaiannya tetapi begitu
berhadapan dengan Kwan hujin, dia ketakutan
setengah mati. Dan waktu mendengar Kwan hujin
mengatakan kalau pak tua itu boleh pergi, tentulah
segera akan terbirit-birit pergi dan takkan
mempedulikan dirinya (Pui Tiok) lagi.
130 Tetapi diluar dugaan walaupun dengan wajah
terkejut tetapi pak tua cebol itu berani membantah,
"Kali ini bukan kemauannya tetapi akulah yang
membawanya kemari."
"Hm, kalau begitu engkau bermaksud hendak
memamerkan kegagahan dihadapannya?" seru Kwan
hujin. Pak tua cebol tertawa kecut, "Hamba tak berani,
Tetapi memang benar aku yang mengajaknya kemari.
Kalau dia disuruh tinggal di sini dan hamba pergi,
menurut kelayakan, aku dianggap tidak konsekwen."
Kwan hujin bercekak pinggang, serunya "Baik, lalu
engkau hendak bagaimana?"
"Kuharap.... kuharap agar sudi memberi
kelonggaran untuk membebaskan dia, agar perasaan
ku longgar."
Dalam meminta penegasan kepada pak tua cebol
tadi, tampaknya Kwan hujin bersikap memberi
kelonggararan oleh karena itu maka pak tua berani
mengemukakan permintaannya. Tetapi di luar dugaan
baru dia ber kata begitu, wajah Kwan hujin berobah
gelap seketika.
"Sudah kukatakan." katanya dengan bengis. dia
harus tinggal disini dan engkau boleh pergi, mengapa
engkau masih banyak bicara?"
131 Wajah pak tua cebol makin tak sedap dipandang.
Melihat itu Pui Tiok makin habis harapannya. Tak
mungkin dia dapat lolos lagi.
Walaupun ketakutan terhadap Kwan hujin tetapi
pak tua itu bagaimanapun juga. tetap seorang jago
sakti. Mengapa tak menolongnya dari kesulitan yang
dihadapinya saat itu" Bukankah pada lain hari masih
dapat bertemu lagi dengan dia" Demikian Pui Tiok
mempertimbangkan situasi yang dihadapinya saat itu.
"Cianpwe," serunya setelah mengambil keputusan,
"atas kehendakku sendiri maka aku bersama-sama
cianpwe datang kemari. Karena Kwan hujin
menghendaki supaya aku tinggal disini dan minta
cianpwe supaya tinggalkan tempat ini sendiri, kuharap
cianpwe tak usah menghiraukan diriku dan silakan
pergi. Tak perlu cianpwe mencemaskan diriku."
Pak tua cebol berpaling memandang Pui Tiok mau
bicara tetapi tidak jadi.
"Asal cianpwe suka memberitahu kepada ayah ku
bahwa aku berada di tempat kediaman Kwan hujin,
rasanya sudah cukup." kata Pui Tiok pula.
Pak tua cebol menghela napas. "Hal ini tentu saja
akan kulakukan. Tetapi.... tetapi.... engkau........."
"Harap cianpwe jangan menguatirkan diriku," cepat
Pui Tiok berkata, "kalau cianpwe tak lekas pergi,
dikuatirkan Kwan hujin akan marah."
"Ya, benar," pak tua cebol gopoh berseri
132 "Aku pergi saja. Pui lotit, aku menasehatimu. Dua
kali engkau masuk tanpa ijin, Itu salah. Maka apa saja
yang akan dijatuhkan Kwan hujin nanti jangan engkau
melawan." Saat itu Pui Tiok tidak memikirkan keselamatan
dirinya lagi tetapi malah merasa kasihan terhadap Pak
tua cebol. Nasehat pak tua itu disambut dengan
anggukan kepala.
Pak tua cebol memberi hormat kepada Kwan hujin
dan tanpa melihat kepada Kwan Pek Hong lagi, dia
terus melangkah keluar. Cepat sekali dia sudah tiba di
pintu besar, berhenti sejenak, menggentakkan kaki
dan menghela napas dan sekali melesat dia sudah
lenyap keluar. Tinggal Pui Tiok seorang diri duduk di kursi, hatinya
kebat-kebit tak karuan. Dia tak tahu hukuman apa
saja yang akan diberikan Kwan hujin kepadanya nanti.
Terdengar Kwan hujin tertawa dingin, "Pui kongcu,
puteriku berada disampingku. Bawalah dia ke Pehhoania....." Pui Tiok terkejut tetapi terus tertawa rawah "Kwan
hujin, mengapa engkau hendak mengolok olok aku?"
Sambil berkata dia melirik ke arah Kwan Beng Cu.
Baru pertama kali itu dia melihat Kwan Beng Cu yang
saat itu menggelandot di samping mamanya. Tetapi
Pui Tiok memperhatikan bahwa gadis cilik Itu
memandangnya dengan cerah.
Pui Tiok mendapat kesan bahwa sikap Kwan Beng
Cu yang begitu manja seperti anak kecil, bukanlah
133 sikap yang sewajarnya melainkan dibuat- buat. Jelas
hal itu akibat dari kedua orangtuanya terutama
mamanya yang keliwat memanjakannya.
Pui Tiok iseng. Dia mengerutkan mukanya seperti
setan menyeringai. Melihat itu Kwan Beng Cu tertawa.
Tetapi di tengah jalan tiba-tiba berhenti, sepasang
bola matanya yang bulat hitam, berkeliaran
memandang Pui Tiok.
Pada saat isterinya muncul, Kwan Pek Hong tak
kedengaran bicara sama sekali. Saat itu baru dia
berkata, "Hujin, dia kan putera dari Peh Hoa lokaay,
kurasa. .........
"Engkau rasa bagaimana?" tukas Kwan hujin. Kwan
Pek Hong terkejut dan gopoh berkata, "Tak apa-apa,
tak apa-apa. Terserah enkau saja bagai.. mana
baiknya." Kwan hujin mendengus dan Kwan Pek Hong segera
mundur selangkah. Adegan itu kalau tidak
menyaksikan sendiri tentulah Pui Tiok tak percaya.
Dan andaikata dia tidak terancam bahaya tentulah Pui
Tiok sudah tertawa geli.
Sepasang mata Kwan hujin yang berkilat kilat tajam
memandang pada Pui Tiok sehingga anak muda itu
menggigil. "Gantung dia di kandang kuda selama tiga hari,"
tiba-tiba Kwan hujin memberi perintah kepada
suaminya. "Baik..... baik," kata Kwan Pek Hong seraya
menghampiri ke tempat Pui Tiok. Karena merasa
134 percuma saja hendak melawan, Pui Tiok tak mau
berbuat apa-apa kecuali tertawa," Digantung dengan
kaki diatas, kepala dibawah atau digantung biasa?"
Kwan hujin tertawa dingin, "karena engkau
bertanya begitu, kalau tidak digantung secara jungkir
balik, rasanya engkau tentu merasa tidak diindahkan!"
Kwan Pek Hong cepat bertindak. Ditutuknya bahu
anak muda itu sehingga tak dapat berkutik, lalu dia
bertepuk tangan dan beberapa pelayan serempak
muncul. Mereka terus mengikat tubuh Pui Tiok dengan
urat kerbau lalu diangkut keluar ke kandang kuda dan
digantung pada tiang penglari dengan kaki diatas,
kepala dibawah.
Memang menderita sekali pemuda itu tetapi berkat
kepandaiannya yang tinggi dia masih dapat bertahan.
Sampai lama sekali tak ada orang yang datang
menjenguk. Ketika malam tiba, dia hanya merasakan
kesepian yang senyap, Hanya kadang deru angin yang
serasa menyayat nyayat tubuhnya.
Beberapa hari di muka, dengan ilmu kepandaian
yang dimilikinya serta dibantu oleh Li It Beng dan
kawan-kawan, dia menganggap mudah sekali untuk
menculik seorang anak perempuan. Tetapi akhirnya,
bukan saja rencananya bubar, pun dia sendiri malah
digantung di kandang kuda,
Dia belum lama terjun ke dunia persilatan dan tahutahu
sudah harus menerima derita begitu rupa. Sudah
tentu dia amat kecewa sekali. Dia meramkan mata
dan berusaha untuk menenangkan pikiran. Tetapi
sukar benar.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
135 Pada tengah malam keadaan makin sunyi sekali.
Pada saat itulah tiba-tiba dia mendengar langkah kaki
orang berjalan dengan pelahan sekali.
Pui Tiok yakin bahwa tak mungkin Kwan hujin akan
memberinya kemurahan, mencabut hukumannya.
Mungkin malah akan menggunakan cara yang lebih
keras untuk menyiksanya Oleh karena Itu dia terkejut
sekali mendengar derap langkah kaki orang itu.
Tetapi pada waktu langkah itu makin dekat diamdiam
pui Tiok heran. sebagai seorang persilatan sudah
tentu dia dapat membedakan langkah kaki orang.
Yang datang, itu lincah sekali langkahnya Tadi dia
mengira kalau langkah itu terdiri dari beberapa orang
tetapi ternyata sekarang tidak benar. Karena ingin
tahu, dia paksakan untuk menundukkan kepala dan
memandang ke muka.
Tampak seberkas api lilin tengah bergerak gerak
kian kemari mendatanginya Jelas pendatang itu tentu
membawa sebatang lilin.
Tak berapa lama dapatlah dia melihat siapa
pendatang, Itu. Dan dia makin heran karena kalau
menilik perawakannya, orang itu bertubuh kecil
pendek. "Uh, apakah pak tua cebol itu datang kembali untuk
menolongnya?" pikirnya. Tetapi pada lain saat dia
membantah "Ah, kalau benar dia, mengapa langkah
kakinya begitu aneh?"
Tengah dia menimang, pendatang itupun sudah tiba
dan saat itu Pui Tiok dapat melihatnya jelas. Dan
136 serentak dia tercengang. Hampir dia tak percaya apa
yang dilihatnya saat itu.
Pendatang itu ternyata seorang gadis cilik berumur
11 - 12 tahun, mengenakan mantel ruba warna putih
dan sepatu dari kulit ruba. Kepala nya juga memakai
kopiah juga dari kulit ruba putih yang lebat bulunya.
Dalam dandanan seperti itu, wajahnya yang memang
cantik jadi semakin tambah cantik. Sepasang biji
matanya yang hitam bulat, makin tambah bagus
dalam kegelapan malam. Siapa lagi dara cilik itu kalau
bukan Kwan Bing Cu.
Pui Tiok pejamkan mata lalu membukanya lagi,
ternyata Kwan Beng Cu sudah berada dihadapannya.
Kini Pui Tiok tidak sangsi lagi, Ya memang benar,
gadis cilik dihadapannya itu memang benar Kwan
Beng Cu, puteri kesayangan Kwan Pek Hong. Dara
yang hendak diculiknya ke Peh-hoa-nia. Karena dara
itulah maka Pui Tiok sampai harus menderita
digantung di kandang kuda,
Kwan Beng Cu sudah biasa dimanja oleh kedua
orangtuanya. Siang malam dia tak pernah berpisah
dengan mamanya.. Tetapi mengapa saat itu dia
menuju ke kandang kuda"
"Mimpikah aku?" tanya Pui Tiok dalam hati. Tetapi
dia merasa kesakitan pada kedua kaki tangannya yang
diikat dan digantung. Dengan begitu jelas dia tidak
bermimpi. Setelah gadis cilik itu berdiri dibawahnya barulah
Pui Tiok paksakan diri tertawa, tegurnya, "Kwan
siocia, mau apa engkau datang kemari?"
137 Kwan Beng Cu hanya rentangkan kedua bola
matanya tetapi tidak menjawab.
"Apakah engkau hendak melihat-lihat bagai mana
aku menderita siksaan ini" Digantung begitu rupa
memang tak enak rasanya," kata Pui Tiok pula.
Tiba-tiba Kwan Beng Cu tertawa, "Aku bertanya
kepadamu. Tempat apakah Peh-hoa-nia itu?"
Pui Tiok terbeliak. Walaupun dia cerdik tetapi saat
itu dia benar-benar tak mengerti apa maksud Kwan
Beng Cu bertanya begitu. Beberapa saat kemudian
baru dia berkata, "0, itu sebuah tempat bermain-main
yang indah sekali"
"Betul?" seru Kwan Beng Cu gembira, "ada apa saja
disana itu?"
Serentak timbullah pikiran Pui Tiok, katanya, "Ah,
sudah tentu banyak sekali. Dimana banyak sekali
bunga-bunga yang indah."
Kwan Beng Cu cebirkan bibir, "Uh, buat apa"
Dirumahkupun banyak sekali bunga warna warni yang
indah." "Masih ada kawanan kera bulu perak yang dapat
mengerti bahasa orang," buru-buru Pui Tiok
menyusuli, "yang paling kecil dapat berdiri diatas
telapak tangan orang, bulunya mengkilap seperti
perak. Mereka mengerti omongan manusia."
"Benarkah itu?"
138 Melihat dara cilik itu tergerak hatinya, Pui Tiok
mulai jual jamu, "0, itu saja belum apa-apa, Disana
terdapat sepasang burung bangau besar yang
berumur 100 tahun lebih. Kita dapat naik diatas
punggungnya dan terbang ke udara. Wah, terbang
diudara itu baru benar-benar menyenangkan sekali
seperti bangsa dewa!"
Kwan Beng Cu makin tertarik, tanyanya pula,
"Engkau hendak membawa aku ke Peh-hoa nia itu,
apa perlunya?"
"Supaya engkau dapat bermain-main disana,. Dari
pagi sampai malam engkau dikurung dalam rumah
saja apa tidak jemu?"
Walaupun masih kecil tetapi saat itu Kwan Beng Cu
dapat bersikap seperti orang dewasa. Dia menghela
napas, "Benar, memang menjemukan Mama tak mau
membiarkan aku pergi walaupun hanya selangkah
saja. Aku tak dapat bermain main keluar. Kalau aku
merengek-rengek minta keluar, juga disuruh naik
tandu yang jendelanya ditutup. Mana aku dapat
melihat pemandangan bagus" Hm, sungguh
menjemukan!' Mendengar itu girang Pui Tiok bukan alang
kepalang. Dia hampir tak percaya bahwa dalam
keputusasaan seperti saat itu tiba-tiba muncul suatu
harapan yang tak terduga-duga.
Sebenarnya, sebagai puteri dari Kwan tayhiap.
kalau engkau main-main keluar, Siapa yang berani
mengganggumu" Mengapa engkau tak mau keluar
bermain main saja "
139 'Tidak mungkin, "teriak Kwan Beng Cu mama tentu
tak mengijinkan,"
Pui Tiok seorang yang cercilk. Dia sudah menduga
gadis cilik itu tentu akan menjawab begitu. Maka cepat
diapun berkata, "Tetapi engkau datang kemari ini apa
mamamu sudah mengijinkan?"
Wajah Kwan Beng Cu agak berobah. Lebih dulu dia
berpaling ke belakang. Setelah tahu dibelakang tak
ada orang lagi baru dia menghela napas longgar dan
gelengkan kepala, "Tidak, aku datang kemari secara
diam-diam. Mama tak tahu dan tak mengira kalau aku
akan datang kemari."
"0, benar," seru Pui Tiok, "memang segala apa itu
harus memakai keberaniannya sendiri baru dapat
berhasil,"
Kwan Beng Cu tertegun beberapa jenak. Sekalipun
tidak bicara tetapi dari sikapnya dapatlah diketahui
bahwa dia telah kena dipengaruhi omongan Pui Tiok.
Pui Tiok juga tak mau bicara, Beberapa saat
kemudian barulah Kwan Beng Cu berkata, "Tetapi
aku.... belum pernah.... keluar rumah...."
girang Pui Tiok bukan alang kepalang. Mendengar
pernyataan gadis cilik itu Pui Tiok percaya rencananya
pasti berhasil.
"Bagaimana kalau kuantar engkau?" serunya.
"Tetapi bagaimana kutahu engkau akan menipu aku
atau tidak?" kata Kwan Beng Cu.
140 Pui Tiok tertawa, "Apakah menurut penglihatanmu
aku ini seorang manusia tukang menipu?"
Kwan Beng Cu miringkan kepala dan berpikir
sejenak kemudian baru berkata, "Engkau harus
bersumpah berat. Segala apa harus menurut aku
Kalau tidak mau menurut, biarlah sumpah itu engkau
laksanakan!"
Pui Tiok terkesiap. Diam-diam dia berpikir, Kwan
Beng Cu itu ternyata bukan dara cilik yang tak tahu
apa-apa dan mudah dibohongi. Bersama dia ke Pehhoania, rasanya juga tidak menyalahi apa-apa
...pikirnya. Dia lalu mengucapkan sumpah berat, "Tuhan yang
diatas langit dan para malaekat yang kebetulan lewat.
Aku Pui Tiok, kalau dalam perjalanan ke Peh-hoa-nio
sampai tidak menurut perintah nona Kwan, biarlah
seluruh tubuhku menjadi busuk dan mati!"
"Bagaimana, apakah engkau sudah puas?" kata Pu
Tiok sehabis mengucap sumpah.
Kwan Beng Cu tertawa, "Ya, bolehlah."
"Kalau begitu lepaskan dulu aku!" seru Pui Tiok.
Sring, Kwan Beng Cu balikkan tangan dan tahutahu
tangannya sudah memegang pedang yang
panjangnya hanya tiga inci tetapi luar biasa tajamnya.
Tangkainya juga tiga inci panjangnya diikat dengan
rantai yang halus warna hitam. Rantai itu diikat pada
pergelangan tangannya.
141 Peh Hoa lokay mempunyai cukup banyak koleksi
benda dan senjata pusaka Sebagai puteranya, sudah
tentu Pui Tiok juga faham akan pusaka-pusaka.
Melihat pedang kecil dari Kwan Beng Cu. dia terkejut
Jelas pedang itu sebuah senjata pusaka yang dapat
memapas logam seperti memapas tanah liat.
Sekali telapak tangan Kwan Beng Cu mengebas,
pedang kecil itu melayang keatas dan sret...! putuslah
tali urat kerbau yang mengikat kaki Pui Tiok. Pedang
kecil itu melayang kembali ke tangan Kwan Beng Cu.
Karena pengikatnya putus, Pui Tiok pun jatuh ke
tanah. Kwan Beng Cu menghampiri dan memotong tali
pengikat kaki dan tangan Pui Tiok. Pemuda itu loncat
bangun. Tepat pada saat itu dia mendengar angin
mendesing tajam. Ternyata Kwan Beng Cu ayunkan
tangan menarik pulang pedangnya yang terus masuk
kedalam kerangkanya, Kwan Beng Cu terus
menyimpan dalam lengan bajunya lagi.
"Mari kita berangkat!" serunya terus ayunkan
langkah. "Nona Kwan, pedangmu itu sungguh luar biasa
sekali!" Pui Tiok memuji.
"Ah, jangan memuji begitu," kata Kwan Beng Cu,
"mama bilang, pedang kecil ini, pedang yang paling
tajam di dunia. Tak ada lain pedang yang dapat
menandingi."
Pui Tiok mendesuh. Dia hendak berkata tetapi tibatiba
terdengar dari arah jauh ada suara ribut-ribut.
Dalam keributan itu seperti terdengar nada suara
Kwan hujin yang tak enak didengar.
142 "Mama bangun, celaka!" Kwan Beng Cu terkejut
Pui Tiok juga ikut kelabakan, 'Nona Kwan, lekas
engkau naik ke punggungku, akan kubawamu keluar!"
Kwan Beng Cu meniup padam lilin dan begitu Pui
Tiok berputar tubuh, ia terus mencemplak bahunya.
Sekali loncat, Pui Tiok sudah tiba dipagar tembok.
Ketika Pui Tiok naik keatas pagar tembok dilihatnya
halaman belakang penuh orang. Mereka dengan
membawa obor menuju ke kandang kuda.
Pui tiok tak berani ayal lagi. dia segera melayang
turun ke luar pagar tembok dan setelah melewati
lorong dan jalanan tak berapa lama tibalah dia di
tembok kota. Disitu dia berhenti dan berkata, "Nona Kwan,
apakah engkau tak mengerti ilmu ginkang sedikitpun
juga?" "Siapa bilang aku tak bisa?"
"Bagus, mari kita serempak saja keluar dari kota
ini. Mamamu tentu tak dapat mengejar kita lagi," kata
Pui Tiok. Pui Tiok menurunkan Kwan Beng Cu lalu mereka
mulai memanjat tembok kota. Begitu loncat ke atas
Pui Tiok hendak menarik tangan gadis cilik itu tetapi
tiba-tiba dia merasa setiup angin berkelebat di
sampingnya. Ternyata Kwan Beng Cu malah lebih dulu
selangkah tiba diatas tembok kota dari Pui Tiok.
143 Sudah tentu Pui Tiok tercengang, Mereka lalu loncat
turun. "Nona Kwan, kukira engkau ini keliwat manja
sehingga tak mengerti apa-apa," kata Pui Tiok.
Kwan Beng Cu kicupkan mata, "Aku sih memang
tak mengerti apa-apa. Mama sering bilang, orang
yang lihay masih ada yang lebih lihay lagi. Karena tak
diperbolehkan keluar. nyaliku jadi kecil. Pernah ada
anak-anak yang melempar bola-salju kepadaku aku
ketakutan setengah mati dan menangis."
Pui Tiok tertawa, "Ada orang yang berani melontar
bola salju kepadamu" Ah. orang itu tentu sudah bosan
hidup!" "Sudahlah, jangan membicarakan hal itu lagi," kata
Kwan Beng Cu, "sampai sekarang aku masih ngeri.
Waktu anak liar itu melemparkan bola salju kepadaku
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tiba-tiba dari atas pohon loncat turun seorang wanita
gila yang tangannya memegang seekor ular panjang."
Pui Tok makin geli, "Dia tentu pengemis yang suka
main-main dengan ular!"
"Tidak, bukan pengemis yang main ular!" kata
Kwan Beng cu, "sekali mengebaskan ular itu seorang
pemikul tandu yang kunaiki terus mati.'
bahkan Si toako juga ketakutan setengah mati dan
terus menyeret aku pulang."
Pui Tiok diam berpikir. Walaupun certa Kwan Beng
Cu itu tak genah tetapi dia ingat bahwa tokoh yang
144 menggunakan senjata ular itu tentulah salah seorang
tokoh dari perkumpuian Ik-kau,
"Nama ayahmu begitu cemerlang dalam dunia
persilatan. Sungguh mengherankan sekali kalau ada
orang yang berani cari perkara dengan engkau, kata
Pui Tiok sesaat kemudian.
Kwan Beng Cu membelalakkan mata, serunya,
"Ayahku bagaimana" Dia mempunyai nama" Apakah
dia itu lihay?"
Pui Tiok menuding pucuk hidung gadis cilik itu, "Hi,
sungguh tak kira kalau melihat umurmu masih begitu
kecil ternyata engkau pandai sekali berpura pura.
Apakah engkau tak tahu kalau ayahmu itu seorang
pendekar besar dalam dunia persilatan?"
Kwan Beng Cu menyengir, "aku memang sungguh
tak tahu, perlu apa aku harus berpura- pura
kepadamu?"
"Tidak tahu?" Pui Tiok terkejut, "sebenarnya
kepandaian mamamu itu lebih tinggi dan asal usulnya
juga hebat sekali, seharusnya engkau tahu."
Kwan Beng Cu gelengkan kepala, "Hal itu aku makin
tak tahu. Yang kuketahui, mama itu adalah mamaku.
Dia baik sekali kepadaku. Apa yang kuminta selalu
dituruti. Apanya yang lihay"
Sebenarnya Pui Tiok tak percaya tetapi melihat
sikap gadis cilik itu seperti orang yang hendak
mengelabuinya, diapun tak mau mendesak lebih jauh.
145 Demikian setelah beberapa waktu berlari mereka
tiba disebuah kota kecil. Saat itu sudah malam.
Keadaan kota sudah sunyi. Tetapi ketika berjalan di
sepanjang jalan besar, mereka melihat di sebuah gang
ada lampu penerangan yang masih memancar.
Ternyata sebuah kedai makan.
'Bagus!" teriak Kwan Beng Cu gembira, "aku sudah
lapar, kita makan dulu yo!"
"Jangan berhenti disini," Pui Tiok gopoh mencegah,
"ayah ibumu tentu sedang melakukan pengejaran.
Kalau kita berhenti disini, bagaimana kita dapat pergi
ke Peh- hoa-nia?"
Kwan Beng Cu sudah biasa manja. Mendengar
penolakan Pui Tiok dia tak senang. "Kalau engkau tak
mau mengajak aku makan dulu, aku tak mau
melanjutkan perjalanan!" Serunya. "Hm, sekalipun
engkau mogok, toh aku dapat menutuk jalan darahmu
dan membawamu." pikirnya.
Diapun sudah hendak bergerak tetapi pada lain saat
dia menyadari bahwa Peh-hoa nia Itu jaraknya ribuan
li. Kwan Beng Cu menghilang, Kwan Pek Hong dan
isterinya tentu menduga kalau puterinya ltu dilarikan
olehnya (Pui Tiok). bukan saja mereka akan
melakukan pengejaran sendiri, pun tentu akan
memberitahu kepada sahabat-sahabat mereka dl
dunia persilatan untuk menangkapnya. Kalau dia
menempuh jalan lurus, jelas tentu akan tertangkap
maka dia memutuskan mengambil jalan melingkar.
"Ah, kalau anak perempuan ini kututuk dan aku
sampai tak dapat membuka jalan darahnya lagi,
bukankah perjalananku akan bertambah beban
146 kesukaran lagi?" pikirnya lebih jauh. dia memutuskan,
tak apalah untuk menuruti permintaan anak itu dulu
'Baik, mari kita makan," katanya, "lo engkau, urusan
kecil saja sudah mau marah....."
"Siapa saja tidak mau menurut aku, aku tentu
marah," Kwan Beng Cu cibirkan bibir.
Mendengar itu Pui Tiok terkesiap. Perjalanan ke
Peh-hoa-nia itu paling tidak harus makan waktu tiga
sampai empat bulan. Kalau setiap kali dia harus
menuruti permintaan gadis manja itu tidakkah dia
akan tersiksa"
Sebenarnya Pui Tiok merasa kheki tetapi karena
sudah terlanjur sampai disitu apa boleh buat.
Bukankah dia takkan memilih untuk mengantar
kembali Kwan Beng Cu pulang"
Setelah menghampiri di tempat penjual makanan,
keduanya lalu duduk diatas dingklik panjang. Penjual
makanan terkejut menerima tetamu dua orang anak
muda yang berpakaian indah. Waktu Pui Tiok
memesan makanan, saking gugup, penjual itu terus
sibuk mengambil nasi. segala macam sayur mayur
dituang lalu tak henti-hentinya diberi kecap.
Melihat tingkah laku penjual itu, Kwan Beng Cu
tertawa mengikik.
Tiba-tiba dari ujung gang disebelah sana muncul
dua orang lelaki. Karena saat itu jalan tertutup salju.
Orang berjalan tak terdengar suara langkahnya. Tetapi
kedua orang itu berjalan sambil bercakap-cakap.
147 "Ciu-ciu, aku lapar, mau makan bakmi," seru salah
seorang dari mereka yang bernada seperti anak
perempuan kecil. Dia menyebut kawannya dengan
panggilan 'ciu-ciu' atau paman, adik laki dari
mamanya. Terdengar suara seorang lelaki menjawab, "Baiklah,
sungguh menarik!"
Dalam pada berkata-kata itu keduanyapun sudah
tiba di tempat penjual. Di bawah penerangan lampu
pikulan, Pui Tiok melihat bahwa kedua orang yang
datang itu, yang satu seorang anak perempuan
sebaya dengan Kwan Beng Cu, berwajah cantik sekali
tetapi sikapnya liar.
Sedang lelaki yang datang bersamanya itu seorang
bungkuk. Wajahnya tak tampak jelas. Begitu tiba dan
melihat Pui Tiok dan Kwan Beng Cu duduk di dingklik,
lelaki bungkuk itu terkejut lalu cepat menarik si anak
perempuan untuk duduk di dingklik lain.
Pui Tiok tidak menghiraukan kedua pendatang itu.
Tetapi Kwan Beng Cu mengawasi bocah perempuan itu
beberapa jenak, tiba-tiba dia terkesiap lalu merapat
pada Pui Tiok dan berkata, "Kita..... kita pergi saja."
Pui Tiok tertawa meringis, "Tadi engkau sendiri
yang merengek-rengek minta kemari, mengapa
sekarang mau pergi?"
Secara sembunyi Twan Beng Cu menunjuk ke arah
bocah perempuan itu, katanya, "Anak perempuan itu
adalah yang kuceritakan kepadamu tadi..... dialah
yang melemparkan bola salju kepadaku."
148 "Benar?" Pui Tiok melirik ke arah anak perempuan
itu. Ternyata anak perempuan itu juga membelalakkan
mata memandang kepada Pui Tiok dan Kwan Beng Cu.
Sedang si bungkuk tetap menunduk sehingga tak
kelihatan wajahnya.
"Takut apa?" kata Pul Tiok.
'Tetapi aku takut pada perempuan gila yang
menggunakan ular itu," kata Kwan Beng Cu.
Sebenarnya Pui Tok juga tak mau berhenti terlalu
lama. Mendengar Kwan Beng Cu minta pergi, dia terus
menarik tangan gadis cilik itu setelah melemparkan
sebiji uang perak dia terus pergi.
Tetapi baru keluar dari gang tiba-tiba dari belakang
terdengar suara anak perempuan tadi berseru, "Hai,
kalian berhenti dulu!"
"Siau Bwe, engkau hendak mengapa itu?" serempak
terdengar lelaki bungkuk berseru kepada anak
perempuan tadi.
'Ciuciu, jangan pedulikan aku. Kopiah anak
perempuan itu bagus sekali aku hendak
mengambilnya. hai, engkau dengar tidak!" seru Si
anak perempuan.
Saat itu Kwan Beng Cu dan Pui Tiok sudah berhenti
dan berputar diri. Mereka melihat anak perempuan itu
tengah bercekak pinggang dan dengan sebelah tangan
menuding Kwan Beng Cu.
Kwan Beng Cu memang manja dan suka menang
sendiri. Tetapi waktu menghadapi peristiwa seperti
149 saat itu di mana secara terus terang saja kopiah bulu
rasenya hendak diminta orang, dia menjadi bingung
juga. Tetapi lain dengan Pui Tiok. Melihat sikap dan
tingkah anak perempuan tadi, dia geli dan
mendongkol juga.
"Adik kecil," serunya, "apa maksudmu?"
"Bukan urusanmu!" seru anak perempuan itu.
Pui Tiok gelengkan kepala, menghela napas "Adik
kecil, kalau begitu engkau salah. Eng-kau hendak
merampas barang, bagaimana aku tidak boleh
mempedulikan" Sudah, jangan ribut-ribut, pulang
sajalah!" Anak perempuan itu makin marah dan berseru,
"Kentut!"
Tiba-tiba dia ayunkan tangannya, sring! sebatang
anak panah kecil segera melayang ke arah Pui Tiok.
JILID 4 Waktu berdiri menghadang di depan, sebenarnya
Pui Tiok sudah tahu kalau anak perempuan itu
mengerti ilmu silat. Tetapi ilmu silatnya hanya biasabiasa
saja. Oleh karena itu, Pui Tiok pun tak
memandang mata.
Bahwa ternyata anak perempuan Itu tanpa
memberi peringatan lebih dulu terus menyerang
dengan anak panah kecil, Pui Tiok benar-benar tak
150 pernah menduga sehingga sesaat dia terlongonglongong.
Layang anak panah itu cepat sekali dan setali Pui
Tiok masih terlongong, sudah tiba di depan dadanya.
Tetapi kepandaian Pui Tiok memang hebat
Walaupun terlongong dia tak sampai terkena anak
panah itu. Sekali gerakkan tangan, anak panah itu
dapat dijepit dengan jarinya.
Melihat serangan pertama gagal, anak perempuan
itu melepaskan anak panah lagi. Pui Tiok memukul
anak panah Itu seraya berseru dengan nada bengis,
"Hai sahabat yang berada di gang Kalau engkau tak
mau mengurus keponakanmu akupun juga tak
sungkan lagi!"
Sebenarnya si bungkuk sudah melangkah ke luar.
Waktu mendengar suara Pui Tiok dia makin terbatabata
melangkah keluar. Tetapi aneh sekali tingkahnya.
Waktu berjalan keluar dia menghadap ke belakang,
membelakangi Pui Tiok. Dan begitu tiba di dekat Si
anak perempuan dia terus menangkap tangan anak
itu, "Siau Bwe hayo lekas jalan!"
"Tidak mau seru anak perempuan.
Dengan nada seperti setengah menangis, Si
bungkuk meminta, "Siau Bwe, kuminta dengan
sangat, mari kita lekas lanjutkan perjalanan, Jangan
cari perkara....
Mendengar pembicaraan itu diam-diam Pui Tiok geli
juga. 151 Si bungkuk menarik tangan anak perempuan masuk
ke dalam gang.... Pui Tiokpun berputar tubuh lagi.
Tiba-tiba dia tersadar.
Dia memang heran mengapa bungkuk itu tak mau
memperlihatkan wajahnya. Kini dia tahu apa yang
terjadi, Ya, benar, tentulah si bungkuk itu kenal
kepadanya dan diapun tentu kenal kepada si bungkuk
Itu. Dan serentak dengan itu diapun teringat akan
sebuah peristiwa penting. Perkumpulan Peh hoa kau
telah kehilangan sebuah kitab pusaka Ih su-keng dan
pencurinya Itu adalah seorang buruh harian. Dan
buruh Itu jelas seorang bungkuk.
Waktu si bungkuk bekerja di Peh-hoa-kau
kedudukannya rendah sekali oleh karena itu orangorang
menyebutnya bungkuk. Siapa namanya yang
aseli, tiada seorangpun yang tahu, Juga wajahnya,
tidak ada yang pernah melihat jelas.
Oleh karena itu ketika tiba-tiba si bungkuk
meghilang, juga orang tidak menaruh perhatian.
Waktu kitab pusaka Ih su-keng hilang, barulah orang
teringat akan diri orang bungkuk Itu.
Sekarang Si bungkuk berada di gang. Dan si
bungkuk tentu tahu dimana kitab pusaka itu berada.
Perkumpulan Peh-hoa-kau yang begitu termasyhur
dan mempunyai jago-jago sakti, ternyata sampai
kebobolan kitab pusakanya. Hal itu sungguh
memalukan sekali. Itulah sebabnya maka ketuanya,
Peh Hoa lokoay sampai mencak-mencak seperti orang
kebakaran jenggot.
152 Begitu mencapai pemikiran itu, Pui Tiok serentak
balik tubuh lagi, menarik Kwan Beng Cu terus ia
menuju ke gang.
"Ih, ada apa ini?" tanya Kwan Beng Cu.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"ini penting sekali, jangan banyak bertanya," tukas
Pui Tiok. Cepat sekali Pui Tiok bergerak menuju ke dalam
gang kecil itu tetapi kecuali tukang jual makanan tadi
dan beberapa pembeli, si bungkuk dan anak
perempuan tadi sudah tak kelihatan batang hidungnya
lagi. Pui Tiok cepat keluar dari gang itu dan memandang
ke sekeliling tetapi juga tak melihat apa-apa. Buruburu
dia kembali ke dalam gang lagi dan bertanya
kepada penjual makanan, 'Pak, tadi lelaki bungkuk itu
kemana saja perginya"'
"Mereka tidak jadi makan terus pergi, kearah sana,"
kata pak penjual.
Pui Tiok gentakkan kakinya ke tanah, muringmuring.
Si bungkuk muncul di depan mata, masa dia
lupa sama sekali. Tetapi dia tak dapat disalahkan.
Walaupun dia cerdik tetapi tak mungkin dia harus
mencurigai setiap orang bungkuk yang bertemu
dengannya. Apa boleh buat, terpaksa dia menarik tangan Kwan
Beng Cu diajak keluar dari gang Ternyata di sebelah
luar gang itu sebuah perempatan. Sukar baginya
153 untuk menentukan ke arah mana dia harus mengejar
bungkuk dengan anak perempuan tadi.
Rupanya Kwan Beng Cu tak tahan kalau dibawa
kian kemari seperti barang. Dia serentak melengking,
"Hai, mengapa engkau menarik aku kian kemari"
Apakah engkau sedang main kucing-kucingan?"
"Jangan ribut," kata Pui Tiok, "aku sedang mencari
orang bungkuk tadi"
"Mengapa aku tak boleh ribut?" teriak gadis cilik itu,
"kalau engkau tidak menarik aku ke sana sini, masa
aku ribut?"
"Kalau engkau masih ribut saja tentu akan kututuk
jalan darahmu," kata Pui Tiok.
Kwan Beng Cu marah tetapi dia tak berani
membuka mulut lagi. Pui Tiok berjongkok lalu
melekatkan telinganya pada lantai jalan dan
mendengarkan dengan cermat.
Dengan telinganya yang tajam dia sayup-sayup
mendengar di sebelah timur jalan seperti tergetar
suara langkah kaki yang ringan yang sedang berjalan
cepat. Cepat dia berdiri lagi, menarik tangan Kwan
Beng Cu terus diajak lari menuju ke timur.
Tak berapa lama berlari, didapatinya rumah- rumah
penduduk sudah mulai jarang. Ternyata kota itu tidak
berapa besar dan saat itu dia sudah berada di luar
kota. Tetapi keadaan itu justeru menguntungkan baginya
karena saat itu juga dia dapat melihat si bungkuk tadi
154 tengah menarik tangan anak perempuan, sedang
mendorong pagar bambu dan masuk ke dalam sebuah
rumah pondok. Girang Pui Tiok bukan kepalang.
"Engkau lihat atau tidak"' bisiknya' kepada Kwan
Beng Cu, "si bungkuk tadi berada di sebelah muka.
Kalau bisa bertemu dengan si bungkuk, banyak sekali
hal-hal yang akan terjadi. Soal besar jadi kecil, soal
kecil jadi hilang."
"Hm" dengus Kwan Beng Cu, "ternyata engkau
bukan orang baik. Aku tak suka menghiraukan engkau
lagi!" Karena sudah menemukan jejak si bungkuk Pui Tiok
tak mau adu lidah dengan Kwan Beng Cu lagi. Dia
menarik Kwan Beng Cu terus diajak lari. Tiba di
samping pagar bambu, terdengar suara anak
perempuan tadi berseru dari dalam rumah, "Ma, ma,
ciuciu tidak mengijinkan aku berkelahi dengan orang!"
"Moaycu, sungguh aku hampir mati terkejut,"
serempak terdengar suara si bungkuk. "engkau tahu,
siapa yang hendak dihajar Siau Bwe tadi"'
"Siapa?" seru seorang wanita yang bukan saja
bernada dingin tetapi juga terdengar tajam sekali
sehingga berdebarlah hati Pui Tiok.
"Pui kongcu, putera dari ketua Peh-hoa-kau!" seru
di bungkuk. Wanita itu tertawa dingin, "O, kiranya dia, lalu
bagaimana?"
155 Si bungkuk terdengar menghela napas, katanya,
"Moaycu, engkau ini bagaimana to" Ai, waktu bertemu
aku, engkau kelihatan sudah sadar. Tetapi apakah
sekarang sudah linglung lagi" Kita tengah menghadapi
bencana!" Mendengar sampai di situ, Pui Tiok sudah menarik
Kwan Beng Cu diajak melompati pagar bambu lalu
dengan berindap indap mendekati pintu pondok dan
sekali tendang, pintupun terbuka lebar-lebar .
"Coh thoucu, engkau memang benar, memang
sedang menghadapi bencana besar!" seru Pui Tiok.
Ketiga orang yang berada dalam pondok ketika
pintu ditendang Pui Tiok, serempak memandang
kepada pemuda itu.
Coh thoucu atau si bungkuk orang she Coh
ternganga kaget. Coh Hen Hong atau anak perempuan
yang dipanggil dengan nama Siau Bwe merentang
mata lebar". Walaupun terkejut tetapi malah gembira.
Sementara mamanya, Coh Bwe Nio tetap bersikap
bengis. Setelah memandang ke sekeliling sudut tidak ada
orang kecuali mereka bertiga, legalah hati Pui Tiok.
"Coh thoucu, sekarang ini engkau minta hidup atau
mati?" serunya.
Geraham si bungkuk bergemerutukan, serunya
tersendat-sendat, "Pui.... kongcu....
156 sudah tentu hamba ingin hidup.... harap engkau
suka bermurah hati....
"Ciuciu, mengapa engkau begitu tak berguna!"
teriak gadis cilik Coh Hen Hong dengan marah, "belum
berkelahi kok sudah minta ampun, Ma, hajarlah
mereka!" Baru gadis cilik itu mengakhiri kata-katanya bahu
wanita itupun sudah bergetar, siss....
dari belakang bahunya meluncur ke luar seekor ular
berbisa yang kecil dan panjang.
Setelah melihat si bungkuk ketakutan minta ampun,
Pui Tiok mengira kalau urusannya beres dan lancar.
Siapa tahu begitu anak perempuan itu menyuruh
mamanya menghajar, tahu-tahu seekor ular sudah
menyerang dalam kecepatan tinggi.
Dalam kejutnya, Pui Tiok cepat rebahkan kepala ke
belakang. Dia girang sekali karena ular Itu melayang
ke belakang, hanya beberapa senti meter di atas
mukanya. tetapi pada lain saat dia terkejut sekali
ketika mendengar Kwan Beng Cu menjerit amat keras
dan berbareng itu tangannya kiri tiba-tiba kencang,
tangan Kwan Beng Cu pun terlepas dari pegangan
tangan kanannya.
Pui Tiok cepat berpaling dan kejutnya bukan
kepalang. Pinggang Kwan Beng Cu telah terlilit seekor
ular kecil. Tentulah waktu Pui Tiok menghindar tadi,
ular itu telah menyambar dan melilit pinggang Kwan
Beng Cu. 157 Saat itu tubuh Kwan Beng Cu sedang ditarik ke
depan. Melihat itu Pui Tiok cepat menerjang. Tetapi
pada saat itu juga Si gadis cilik Coh Hen Hung meniup
padam lampu sehingga gelap lah seluruh ruangan
pondok itu. Sudah tentu Pui Tiok makin kaget setengah mati.
Dua tiga kali dia gagal melakukan tugas di rumah
Kwan Pek Hong itu sih masih dapat dimaklumi karena
Kwan Pek Hong itu seorang pendekar besar yang
termasyhur Tetapi kalau sekarang dalam pondok situ,
dia sampai gagal dan tak dapat melindungi Kwan Bing
Cu, benar-benar dia merasa terhina sekali.
Walaupun ruangan gelap tetapi Pui Tiiok nekad
menerjang pintu dan menerkam Dia mengharap agar
dapat menerkam bahu Kwan Beng Cu
lalu dia hendak menyambar agar dapat
membebaskan Kwan Beng Cu.
Tetapi ketika dia menerkam, tiba-tiba dia merasa
memegang sebuah benda yang dingin dan licin. Hai
ternyata badan ular Itu sendiri.
Siapapun orangnya kalau dalam tempat gelap tibatiba
memegang ekor ular, tentulah akan menjerit dan
menarik tangannya.
Demikian pula dengan Pui Tiok. Tetap pada saat dia
menarik tangannya, ,pergelangan tangannya tiba-tiba
mengencang. Astaga, ternyata pergelangan tangannya
juga melilit seekor ular itu.
158 Kejut Pui Tiok benar-benar bukan alang kepalang
Sambil menarik dengan sekuat tenaga. dia berteriak
keras "Nona Kwan! Nona Kwan!'
Tetapi dua kali teriakannya itu tak mendapat
jawaban. Pui Tiok nekat, setelah menarik lalu
memotes. Dalam tarik menarik tubuh ular dengan wanita tadi,
andaikata dia kalah dalam tenaga dalam tetapi dengan
mengerahkan tenaga untuk memotes itu, tentulah
tubuh ular akan putus menjadi dua.
Tetapi diluar dugaan ular itu mendesis-desis namun
tidak putus. Malah pada saat itu, Pui Tiok rasakan
setiup angin tanpa suara, melanda dadanya.
Pui Tiok cepat mengisar ke samping, menghimpun
tenaga murni lalu menghantam dengan tangan kiri.
Pukulan itu menggunakan tenaga kuat sekali tetapi
karena di tempat gelap, sasarannya pun tidak keruan.
Dan sebenarnya dia juga tidak ingin melukai siapa-apa
dan hanya ingin menghantam bobol dinding agar sinar
rembulan dapat masuk, ruangan terang. Di tempat
yang segelap itu, walaupun mempunyai kepandalan
sakti juga tidak berguna.
Bum.... dinding pondok yang terbuat dari pada
tanah-liat, ambrol dan seketika itu Pui Tiok dapat
melihat keadaan dalam ruang situ.
Uhhhh belum sempat berbuat apa-apa Pui Tiok juga
menjerit dalam hati karena saat itu wanita bersenjata
ular sudah bergerak mendekatinya, dengan Jari
telunjuk dan jari tengah, sedang bergerak menusuk
kedua matanya. 159 Pui Tiok cepat menunduk, syit.... syit terdengar dua
buah desis angin tajam ketika kedua jari tangan
wanita itu melayang di atas kepala Pui Tiok.
Pui Tiok balas menyerang. Dengan jurus Tokau-jayhong
atau Menjungkir-kail - memancing- burung, dia
menampar rusuk wanita itu, plak....
Oleh karena pergelangan tangan kanan pemuda itu
terlilit ular maka dia hanya dapat bergerak dengan
tangan kiri Dia girang sekali karena serangannya
kena. Tetapi ternyata wanita itu hanya mendesuh dan
menyurut mundur.
Karena pergelangan tangan Pui Tiok masih terlilit
ular, diapun ikut terhuyung selangkah.
Pada saat itu baru dia dapat melihat jelas keadaan
dalam ruangan. Ternyata kecuali wanita ular itu, tak
ada lain orang lagi. Dengan begitu jelas Coh thoucu
dan Coh Hen Hong telah membawa pergi Kwan Beng
Cu. Sudah tentu Pui Tou mengeluh dalam hati. Taruh
kata dia dapat mengejar, juga belum dapat dipastikan
apakah dia mampu menemukan jejak orang bungkuk
itu. Apalagi saat itu dia berhadapan dengan seorang
wanita yang berkepandaian tinggi. Adakah dia mampu
mengalahkan wanita ular itu, juga belum dapat
dipastikan. Pada saat Pui Tiok bingung. wanita ular itu tertawa
melengking. Pui Tiok gelagapan. Cepat dia mencabut
pedang dan menabas ular yang melilit tangannya itu.
160 Tetapi ternyata ular milik Coh Bwe Nio itu bukan
sembarang ular. Waktu bertempur melawan musuh,
ular dan pemiliknya mempunyai gerak irama yang
terpadu. Begitu Pui Tiok memapas, Coh Bwe Nio
gentakkan tangan dan ular yang melilit tangan Pui
Tiok itupun cepat melepaskan lilitannya.
Merasa tangan kanannya bebas, Pui Tiok girang
sekali. Tetapi sebelum sempat berbuat apa-apa, tahutahu
tangan kirinya. sekarang terasa mengencang
keras sekali. Jelas kalau ular itu pindah melilit tangan
kirinya. Tring pedang jatuh ke tanah karena tangan kirinya
lunglai. Pui Tiok kaget dan gugup. Dia sadar kalau tak
menumpahkan segenap kekuatannya, jelas dia akan
menderita. Dengan berteriak histeris, dia maju kemuka dan
menampar alis Coh Bwe Nio. Coh Bwe Nio terkejut dan
rebahkan kepala ke belakang, Tetapi ternyata
serangan Pui Tiok itu hanya gertakan kosong, Begitu
lawan merebah ke belakang, Pui Tiok cepat menarik
tangan lalu menjelentik, plok.... jarinya tepat
mengenai Sirip ular itu.
Sirip merupakan bagian yang berbahaya dari
binatang ular. Dan ilmu selentikan jari itu, merupakan
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
salah satu dari kelima ilmu simpanan ayah Pui Tiok
yaitu Peh Hoa lokay. Sekalipun tenaga dalam Pui Tiok
tidak sehebat ayahnya tetapi juga cukup lihay.
Ular meregang dan lepaskan lilitannya lalu jatuh ke
tanah. Pui Tiok cepat menginjak kepala binatang itu
dengan kaki kiri lalu kedua tangan berhamburan
menghantamnya. 161 Waktu memainkan ular itu sebagai jwan- pian atau
ruyung lemas, memang Coh Bwe Nio menang angin.
Tetapi sekarang setelah dengan siasat yang bagus, Pui
Tiok dapat menginjak ular itu, kedudukan merekapun
berobah. Sekarang Cob Bwe Nio yang menderita,
Hampir duapuluh tahun lamanya Cob Bwe Nio
menggunakan ular itu sebagai senjata. Sudah tentu
dia tak sampai hati untuk melepas begitu saja, Ekor
ular masih dipegangnya tetapi karena kepala ular itu
diinjak Pui Tiok, sudah tentu ular itu tak dapat
bergerak lagi. Empat buah serangan yang dilancarkan Pui Tiok itu
cepat dan dahsyat. Karena tak mau melepaskan ular,
Coh Bye Nio tak sempat menghindar lagi, plak
bahunya kembali terkena hantaman lawan. Dia
terhuyung ke samping. Tetapi dengan begitu,
pertahanannyapun makin lemah, plak..... kembali
dadanya terhantam pukulan Pui Tiok,
Pukulan yang kedua ini membuat Coh Bwe Nio
menjerit keras dan tubuhnya rubuh ke belakang.
Tetapi pada waktu dia rubuh itu, dia masih sempat
menarik ularnya dengan sekuat tenaga. Dan tindakan
Itu berhasil. Dengan memekik aneh dia sabatkan ular
itu lagi. Pui Tiok terpaksa harus mundur. dia memang tak
nafsu lagi untuk terlibat dalam pertempuran dengan
wanita itu. Setelah mundur beberapa langkah, dia
terus menyelinap masuk kedalam sebuah pondok yang
terLetak di samping. Tetapi dalam pondok itu tak ada
orangnya sama sekali.
162 Pui Tiok makin kalang kabut. Dia keluar dari pondok
itu dan terus lari. Tetapi di sekeliling penjuru dan tegal
dan hutan yang dilaluinya itu tak tampak barang
seorang manusia.
Pui Tiok bingung dan marah. Dia berputar tubuh.
Dibawah sinar rembulan lemah, tampak Coh Bwe Nio
berteriak-teriak aneh dan sambil mengontangantingkan
ular, wanita itu mengejarnya.
Tiba-tiba Pui Tiok mendapat pikiran. Sekarang dia
tak tahu kemanakah larinya si bungkuk itu. Tetapi
jelas bahwa si bungkuk itu mempunyai hubungan erat
dengan wanita-ular. Kalau dia dapat meringkus
wanita-ular itu, tentulah dia dapat mengorek
keterangan dimana si bungkuk berada.
Setelah mengambil keputusan dia terus lari, purapura
seperti orang yang ketakutan tetapi langkah nya
pelahan saja. Tak berapa lama, Coh Bwe Nio sudah
menyusulnya. Begitu wanita itu dekat, suara ular
melayang-layang segera terdengar. Tiba-tiba Pui Tiok
berhenti dan begitu berputar tubuh dia terus ayunkan
tangan. Beberapa benda warna kuning gelap segera
berhamburan. Coh Bwe Nio berhenti dan memainkan ularnya Ular
itu keras sekali kulitnya. Senjata rahasia yang
dilontarkan Pui Tiok dapat dipukul jatuh dengan ular
itu. Pada saat melontarkan senjata rahasia, Pui Tiok pun
loncat maju dan cepat berputar tubuh.
Dia sudah berada di sisi kiri si wanita lalu
menyambar pinggangnya.
163 Karena masih sibuk menghantam senjata rahasia.
Apalagi serangan Pui Tiok itu secara mendadak dan
cepat sekali, wanita itu tak sempat menarik pulang
ularnya. Terpaksa dia gunakan tangan kiri untuk
menampar tangan lawan.
Pui Tiok memang sudah memperhitungkan bahwa
Coh Bwe Nio akan menampar dengan tangan kiri.
Maka Pui Tiok pun cepat menarik pulang tangannya,
melangkah ke samping tepat berada di belakang Coh
Bwe Nio lalu secepat kilat menghantam punggung
wanita itu. Melontar senjata rahasia, mendekati dan menerkam
itu dilakukan Pui Tiok demi untuk menyelinap ke
belakang lawan. Dan pukulan yang dilancarkan itu
benar benar dahsyat sekali, hampir menggunakan
delapan bagian dari tenaganya.
Jaraknya begitu rapat dan pukulan yang dahsyat itu
dilancarkan dalam kecepatan tinggi dia yakin kali ini
tentu akan dapat meremukkan punggung lawan.
Tetapi sungguh tak pernah diduganya bahwa
pukulannya itu akan gagal lagi. Sekonyong-konyong
ular itu melingkar ke belakang dan ngangakan mulut
siap menggigit tangan Pui Tiok.
Sudah tentu Pui Tiok kaget sekali. Dia tak
menyangka bahwa ular itu dapat mengadakan gerak
perobahan yang begitu luar biasa. Dan dia juga tak
yakin akan tenaga pukulannya, apakah mampu
menghancurkan" tentulah akibatnya akan digigit.
164 Akan tetap gerak pukulan itu melancar cepat sekali.
Tidak mungkin dia dapat menariknya kembali.
Beruntung dia masih belum kehilangan pikiran sama
sekali Karena untuk menarik pukulannya tak mungkin,
dia hanya dapat menekuk jari telunjuknya. Tepat pada
saat gigi ular itu mengatup, telunjuk jari Pui Tiok pun
menyelentiknya, prekkk .
Ternyata hebat sekali tenaga selentikan Pui Tiok
itu.... Ular mencelat dan tepat membentur jalan darah
Ci-han-hiat di punggung Coh Bwe Nio.
Walaupun ular yang mencelat itu sudah ber kurang
tenaganya tetapi karena tepat mengenai jalan darah
mau tak mau Coh Bwe Nio rasakan separuh tubuh
bagian kiri seperti kesemutan dan dia menjorok mau
rubuh ke muka. melihat itu Pui Tiok girang sekali. Dia terus cepat
hendak menerjang tetapi sret.... , tiba-tiba ular tadi
melayang dan menyambar tenggorokan Pui Tiok, Pui
Tiok miringkan kepala menghindar tetapi ular itu juga
berputar hendak menyambar lagi. sudah tentu Pui
Tiok kucurkan keringat dingin. untung matanya tajam
sekali. Cepat dia mengangkat tangan kanan dan
menyambar sirip ular itu dan kakinyapun bergerak
menendang pinggang Coh Bwe Nio.
Plok ..... telak sekali tendangan itu mengenai
sasarannya. Coh Bwe Nio mendesuh tertahan dan
bergelundungan ke muka.
Karena dia masih memegang ekor ular maka dia tak
dapat bergelundungan jauh. Baru beberapa langkah
dia terus melencing berdiri lagi dan berseru,
"Lepaskan ular!"
165 Pui Tok terawa dingin, "Engkau rneminta ularmu"
Kasih tahu dulu ke mana mereka pergil"
Sepasang mata Coh Bwe nio memancarkan sinar
yang aneh menyeramkan, serunya, "Eugkau mau
melepaskan tidak?"
Pui Tiok mengira kalau saat itu dia sudah menang
angin. Coh Bwe Nio sudah terkena tendangannya dan
ular itupun sudah ditangkapnya. Sudah tentu dia tak
mau menggubris wanita Itu. Malah sambil tertawa
dingin, dia terus menyerang lagi.
Tetapi tentu hal yang tak pernah diduganya telah
terjadi. Dia memperhitungkan bahwa wanita itu tentu
tak mau melepaskan ularnya, tetapi perhitungannya
itu salah. Begitu Pui Tok hendak bergerak menyerang maju,
Bwe Nio serempak melepaskan ularnya. Walaupun
sirip ular Itu sudah dikuasai tangan Pui Tiok tetapi
karena ular itu amat panjang, begitu dilepas Coh Bwe
Nio, ekornya terus bergeliatan dan tahu-tahu dengan
kecepatan yang luar biasa, sudah melilit leher Pui
Tiok, sampai tujuh lingkaran.
Kejut Pui Tiok bukan alang kepalang. Dia segera
memencet sirip ular sekuat-kuatnya tetapi lilitan pada
lehernya juga makin mengencang Pui Tiok makin
memencet keras, ular makin melilit lebernya kencangkencang.
Jika hal itu dilangsungkan terus, keduanya pasti
akan mati. Tetapi ternyata Pui Tiok kalah tahan. Lebih
kurang sepeminum teh Pui Tiok rasakan pandang
166 matanya mulai gelap, kepala berbinar-binar dan kedua
kakinya lemas lunglai. Tenaga lilitan ular itu tidak
pernah mengendor.
Sayup-sayup telinga Pui Tiok masih mendengar
suara tawa aneh dari Coh Bwe Nio. Tetapi tawa Itu
makin lama terasa makin jauh dan mata Pui Tiok pun
makin gelap, gelap dan akhirnya dia pingsan tak ingat
apa-apa lagi. Entah berapa lama dia pingsan hanya ketika siuman
dia segera mendengar suara tangis seorang anak
perempuan. Pui Tiok terkejut. Dia cepat mengenal suara tangis
itu adalah suara Kwan Beng Cu. Dia keraskan hati
membangkitkan semangat. Ternyata lilitan pada
lehernya itu sudah kendor tetapi hidungnya disengat
bau anyir. Pelan-pelan Pui Tiok membuka mata. Di lihatnya
ular itu masih terlilit pada lehernya tetapi agak
longgar. Dilihatnya pula Kwan Beng Cu terikat dan
diletakkan di atas tumpukan rumput dami. Rupanya
tempat itu sebuah dapur. Dari luar pintu terdengar
suara si bungkuk.
"Ah, moaycu," kedengaran si bungkuk menghela
napas, "engkau telah menerjang bahaya besar, lalu
bagaimana kita sekarang?"
"Apanya yang bagaimana?" kata Coh Bwe Nio
dengan nada dingin, "bunuh mati semua sampai
bersih!" 167 "Bunuh.... semua.... engkau anggap begitu....
gampang," kata si bungkuk tersendat-sendat gemetar.
"Bagus, bagus, mama benar, bunuh satu demi satu"
sahut Coh Hen Hong sambil bertepuk tangan, "Ciuciu,
kalau engkau takut turun tangan biarlah aku yang
melakukan!"
Sambil berkata gadis cilik itu terus memungut
golok. "Jangan, jangan, jangan membunuh mereka
Walaupun dunia ini luas tetapi kita takan dapat
bersembunyi lagi. Yang satu putera dari Peh Hoa lokay
dan yang satu.... puteri dari . Kwan tayhiap!"
Mendengar itu Coh Bwe Nio terkesiap, "Siapa itu
puteri Kwan tayhiap?"
"Gadis kecil itu," kata Coh Thoacu, "waktu kubawa
ke mari telah kutanya kepadanya. Dia adalah puteri
dari Kwan Pek Hong yang termasyhur di daerah
Kanglam.... Baru Coh Bungkuk berkata sampai disitu, Coh Bwe
Nio sudah menjerit nyaring. Sebenarnya nada suara
wanita itu terang. menandakan kalau kesadaran
pikirannya juga jernih. Tetapi waktu menjerit itu
ternyata nadanya aneh dan tajam seperti orang yang
kaget ketakutan dan mimpi yang seram.
"Kwan Pek Hong" Ha, ha, Kwan Pek Hong, kiranya
itu adalah Kanglam tayhiap yang termasyhur itu,
mengapa aku tak tahu!" serunya.
168 Coh Thocu menghela napas "Moaycu, selama ini
pikiranmu memang kalut. Baru setelah bertemu aku
engkau menjadi sadar. Sudah tentu engkau tak tahu
hal itu." "Bukan begitu," kata Coh Bwe Nio, "tetapi Kwan Pek
Hong-ku, mengapa aku tak tahu?" "Ah, tidak, tidak.
Kwan Peg Hong sudah mati kugigit, bagaimana
mungkin dia masih hidup lagi?"
Beberapa saat lamanya suasana menjadi hening.
Tak ada yang bicara lagi. Tiba-tiba gadis cilik Coh Siau
Bwe berseru, "Ciuciu, mama.... kumat lagi.... "
hansgranting Siau Bwe, mengapa begitu membicarakan Kwan Pek
Hong, mamamu terus angot lagi penyakitnya?" kata
Coh Thocu. Coh Hen Hong gelengkan kepala, "Entah, aku juga
tak mengerti. Dulu dia memang sering mengingau
hendak menggigit Kwan Pek Hong sampai mati. Maka
tadi ketika dia mengatakan begitu lagi aku segera
menduga kalau mama kumat lagi penyakitnya."
Coh Thocu termangu beberapa jenak lalu berkata,
Siau Bwe, mengapa mamamu memberi mu nama Hen
Hong kepadamu" Dia..... dia apakah mempunyai
hubungan dengan Kwan tayhiap?"
"Entah, aku tak tahu," sahut Coh Heng Hong, "aku
sendiri juga belum pernah melihat Kwan Pek Hong
itu." Coh Thaocu menarik tangan Coh Siau Bwe, masuk
kedalam dapur. 169 "Ciuciu, engkau mau apa?" tanya Coh Siau Bwe
alias Coh Hen Hong.
Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jangan bertanya, jangan bergerak dulu," perintah
Petualang Asmara 19 Joko Sableng 13 Titah Dari Liang Lahat Pendekar Pemanah Rajawali 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama